dinamika populasi udang putih (penaeus merguiensis) & udang krosok (penaeus semisulcatus) di...
TRANSCRIPT
![Page 1: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/1.jpg)
Kajian dinamika populasi udang putih (Penaeus merguiensis de Man) dan udang krosok (Penaeus semisulcatus de Haan) di Perairan Utara
Lamongan-Jawa Timur
Oleh : Yusmansyah, Damanhuri & Guntur
Skripsi Fakultas Perikanan UNIBRAW Malang 2005
Abstract: The biogical parameter : size frequency distribution results growth constant, mortality, recruitment pattern and exploitated rate of the commercially important shrimp species inhabiting North aquatic of Lamongan-East Java were studied. Two penaeid shrimp specie s, Penaeus merguiensis and Penaeus semisulcatus , dominated the catches. Length infinitive (L8 ) was estimated to be 44,1 mm carapache length (CL) with growth constant (K) 0.61 per year for P. merguiensis and 69.3 mm CL with K 1.41 per year for P. semisulcatus . Total mortality (Z) was estimated to be 1.31 for P. merguiensis and 6.82 for P. semisulcatus. Results showed that recruitment pattern’s peak of P. merguiensis approximately at July-August and P. semisulcatus at August -September. The exploitation rate explained by Beverton Holt’s Yield per Recruit analysis results higher exploitation rate at P. Semisulcatus (0.042) than P. Merguiensis (0.023). Generally penaeid shrimps in North aquatic of Lamongan-East Java predicted in underexploited condition. Key Words: Penaeid Shrimp, Penaeus merguiensis, P. semisulcatus, growth, mortality, recruitment pattern, exploitation rate. Abstrak : Berdasarkan studi parameter biologis yang meliputi distribusi frekuensi panjang yang menghasilkan konstanta pertumbuhan, kematian, pola rekruitmen dan laju eksploitasi udang komersial penting di perairan utara Lamongan-Jawa Timur, menunjukkan bahwa P.merguiensis dan P. Semisulcatus merupakan hasil tangkapan dominan. Panjang infinitif (L8) pada P.merguiensis sebesar 44,1 mm panjang karapas (CL) dengan konstanta pertumbuhan (K) 0,61 pertahun, sementara (L8) pada P. Semisulcatus sebesar 69,3 mm CL dengan K sebesar 1,41pertahun. Kematian total (Z) diperkiraan sebesar 1,31 pada P.merguiensis dan 6,82 pada P. semisulcatus . Puncak rekruitmen P.merguiensis berkisar antara Juli-Agustus sedangkan P.Semisulcatus berkisar antara Agustus-September. Laju eksploitasi yang dijelaskan lewat analisis Yield per Recruit Beverton Holt menghasilkan laju ekspl oitasi lebih besar pada P. Semisulcatus (0,042) dibandingkan P. Merguiensis (0.023). Secara umum udang penaeid di perairan utara Lamongan-Jawa Timur diperkirakan masih dalam kondisi tekanan eksploitasi rendah. Kata Kunci: Udang Penaeid, Penaeus merguiensis, P. semisulcatus , pertumbuhan, kematian, pola rekruitmen, laju eksploitasi.
I. PENDAHULUAN
Sebagai negeri tropis Indonesia
mempunyai keanekaragaman hayati melimpah
terutama di sektor bahari. Salah satu
komoditas bahari bernilai jual tinggi adalah
udang Penaeid. Menurut Sheridan et al. (1984)
Indonesia memiliki potensi besar dalam
sumberdaya udang, terutama jenis Penaeus
merguiensis. Spesies ini dominan di wilayah
Pasifik tengah bagian barat (Western Central
Pacific).
Sebelum dikeluarkannya Keppres No.
39 Tahun 1980 tentang Pelarangan Trawl di
Seluruh Perairan Indonesia Kecuali Laut
Arafura dan Sekitar Irian Jaya, perkembangan
penangkapan udang di Indonesia, terutama
spesies penaeid, sangat melimpah. Menurut
catatan FAO pada tahun 1979 total hasil
tangkapan udang di dunia sebesar 1.474.176
ton. Indonesia menduduki peringkat pertama
untuk produksi Pennaeus merguensis sebesar
40.098 ton atau 70 % dan P. monodon sebesar
17.599 ton atau 90% dari total masing-masing
jenis di seluruh dunia (Sheridan et al, 1984).
Komoditas udang Indonesia mencapai puncak
pada tahun 1979 pada saat mencapai nilai
ekspor sebesar USD 200.483.000.
Diperkirakan setelah akhir dekade 70-an
![Page 2: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/2.jpg)
Indonesia menduduki peringkat teratas dalam
produksi udang di Asia Tenggara (Unar and
Naamin, 198 4).
Namun dalam perkembangan
berikutnya hasil tangkapan udang penaeid,
semakin menurun karena degradasi
sumberdaya. Jumlah Armada meningkat
sangat cepat tidak diimbangi dengan kebijakan
yang tepat. Sehingga muncul konflik sosial
antara nelayan kecil dengan kapal-kapal trawl.
Bahkan beberapa kajian sebelum tahun 1980
melaporkan adanya indikasi persaingan antara
nelayan kecil dengan trawl menurunkan
pendapatan nelayan skala kecil, sehingga
mereka menarik diri dari kegiatan
penangkapan ikan karena tidak mampu
bersaing dengan trawl, hasil tangkap semakin
sedikit dan usaha mereka tidak mampu lagi
mendukung kehidupan keluarganya
(Kusumastanto, 2003).
Meskipun selanjutnya pelarangan Trawl
dikeluarkan dengan latar belakang sosial
ekonomi, namun isu sumberdaya laut tetap
membawa peranan penting. Operasi kapal
Trawl besar menyapu bersih apa saja yang
terdapat didepannya tanpa pandang bulu dan
seleksi, termasuk ikan dan udang-udang kecil
yang seharusnya dibiarkan lolos agar dapat
berkembang biak kembali. Nelayan tradisional
mulai merasakan kelangkaan sumberdaya
dengan semakin menurunnya ukuran dan
jumlah hasil tangkap yang berarti menurunnya
pendapatan (Kusumastanto, 2003). Nilai
ekspor nasional juga mengalami penurunan
hingga USD 185.100.000 pada tahun 1980
(Unar and Naamin, 1984).
Untuk meningkatkan produksi yang
dihasilkan oleh nelayan tradisional serta
menghindari ketegangan sosial yang terus
berlanjut, pemerintah kemudian mengambil
tindakan dengan mengeluarkan Keppres No
39/1980 tentang Pelarangan Trawl atau
disebut juga dengan Pukat Harimau yang
berdomisili dan beroperasi di wilayah Jawa,
Bali dan Sumatera secara bertahap dari 3500
unit dan dibatasi sampai 1000 unit (Unar dan
Naamin, 1984). Selanjutnya larangan itu
diperluas secara nasional dengan pengecualian
Laut Arafura dan sekitar Irian Jaya
berdasarkan Instruksi Presiden No. 11 yang
secara efektif berlaku pada januari 1983
(Kusumastanto, 2003).
Perairan utara Lamongan - Jawa Timur
merupakan daerah udang potensial yang
terletak di sepanjang laut sebelah utara Jawa
Timur disamping pesisir Kabupaten Tuban
dan Kabupaten Gresik. Dengan karakteristik
perairan pantai tropis, Laut utara Jawa Timur
memiliki potensi kandungan sumberdaya alam
yang tinggi. Pada wilayah pesisirnya banyak
muara atau estuari dari sungai besar seperti
sungai Bengawan Solo dan sungai -sungai kecil
lainnya
Sebelum KEPPRES No. 39 Th. 1981,
banyak kapal-kapal trawl dari nelayan
bermodal besar beroperasi di perairan ini,
konflik nelayan kecil dengan nelayan trawl
besar juga terjadi di daerah ini sebagai imbas
dari konflik trawl secara nasional. Setelah
diberlakukan undang-undang itu nelayan lebih
dikonsentrasikan pada aktivitas penangkapan
ikan-ikan pelagis. Beberapa alat tangkap yang
digunakan diantaranya dogol, cantrang, payang
dan purse seine.
Kegiatan penangkapan udang juga
dilakukan oleh nelayan Weru Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Di
daerah ini banyak nelayan menggunakan alat
![Page 3: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/3.jpg)
tangkap payang dasar yang dimodifikasi
sehingga dapat dikategorikan sebagai alat
tangkap trawl. Permasalahan yang dihadapi
nelayan weru saat ini adalah banyaknya jumlah
armada dan menurunnya hasil tangkapan
udang penaid dari waktu ke waktu. Penurunan
hasil tangkapan ini memberikan tanda tanya,
sejauh manakah tingkat pemanfaatan udang di
Laut Utara Lamongan Jawa Timur pada saat
KEPPRES tentang Pelarangan Trawl masih
berlaku.
Untuk mengetahui sejauh mana
tingkat pemanfaatan udang penaeid dan
membuka kembali akses nelayan terhadap
sumberdaya udang, perlu kiranya diteliti sejauh
mana tingkat pertumbuhan, kematian,
rekruitmen dan laju penangkapan udang
penaeid guna memperoleh informasi ilmiah
tentang sumberdaya udang penaeid daerah
tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Udang Penaeid merupakan makanan
laut (seafood) bernilai tinggi, sebagian besar
didapatkan dari daerah-daerah pesisir tropis
dangkal yang hangat di seluruh dunia.
Umumnya mereka hidup diantara 350 LU dan
LS. Tidak kurang dari 97 spesies yang
termasuk dalam famili Penaeidae. Berdasarkan
statistik perikanan global yang diterbitkan
Badan Pangan se-Dunia (Food and Agriculture
Organization of United Nations /FAO) tahun
1979, 21 spesies diantaranya memiliki
kontribusi penting atas hasil tangkapan dunia
yaitu sebesar 1.474.176 ton (Sheridan, et.al. ,
1984)
Perikanan udang di perairan Indonesia
berkembang cepat sejak digalakkan
pengoperasian trawl pada sekitar tahun 1966.
Sebelum tahun 1980 Indonesia termasuk
dalam negara-negara penghasil udang penaeid
terbesar di dunia, terutama pada jenis Penaeus
merguensis , P. monodon dan Metapenaeus spp.
Produksi P. merguiensis mencapai 70 % dan P.
monodon mencapai 90 % dari total produksi
masing-masing jenis di seluruh dunia.
Penangkapan udang penaeid dila-
kukan pada hampir seluruh daerah pesisir di
Indonesia, khususnya di perairan dangkal
dekat daerah estuaria dan mangrove. Dari
lebih dari 42 spesies penting ditangkap,
beberapa spesies penting diantaranya adalah:
banana (P. merguiensis, P. indicus, P. chinensis),
tiger (P.monodon dan P.semisulcatus), king (P.
latisulcatus ), endeavour (Metapenaeus monoceros,
M. ensis, M. elegans), rainbow atau cat
(Parapenaeopsis sculptilis, P. coromandelica, P.
gracillima) dan udang pink (Solenocera crassicornis)
(Unar and Naamin, 1984).
Udang Penaeid termasuk dalam kelas
Crustacea, secara lengkap klasifikasi udang
penaeid menurut Fabricius, 1798 dalam
Naamin 1984 adalah sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda Class : Crustacea Sub class : Malacostraca Series : Eumalacostraca Superorder : Eucarida Order : Decapoda Sub Order : Natantia Section : Penaeidea Family : Penaeidae Sub Family : Penaeinae
Genus : Penaeus Gambar morfologi udang Penaeid disajikan
pada Gambar 1.
![Page 4: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/4.jpg)
Gambar 1. Morfologi udang penaeid (Anonymous, 2004a)
Tubuh udang secara umum dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu kepala (anterior),
tengah (thorax) dan abdomen (posterior ). Bagian
kepala dan thorax bergabung menjadi satu
membentuk cephalothorax yang dibungkus
karapas pada bagian punggung (dorsal) dan
samping (lateral). Mempunyai lima pasang kaki
jalan (pereiopods) yang terletak pada bagian
ventral chepalothorax dan lima pasang kaki
renang (pleopods) yang terletak pada bagian
ventral abdomen (Burukovskii, 1985).
Jenis kelamin ditentukan ditentukan
dengan melihat organ genital, petasma
merupakan organ genital yang dimiliki oleh
udang jantan dan thelycum merupakan organ
kelamin betina. Orga n petasma terletak di
thorax bagian dada (ventral), tepatnya di
tengah -tengah dua pasang kaki jalan ( pereiopods)
paling belakang (kaki ke 4 dan ke 5). Bagian
ini terbentuk dari kaki renang pertama bagian
depan (anterior abdominal pleopods). Proses
berbentuk pipa yang kaku digunakan untuk
menyalurkan sperma ke thelycum betina.
Organ kopulasi udang betina (thelycum ) terletak
pada thorax bagian dada diantara dua pasang
kaki jalan (pereiopods) paling belakang (kaki ke 4
dan ke 5). Gambar organ kopulasi jantan
disajikan pada Gambar 2.
a b
c d
Gambar 2. Letak organ kopulasi: (a) udang jantan, (b) udang betina (Anonymous, 2004a) dan morfologi organ kopulasi (c) petasma (d) thelycum . (Anonymous, 1998). - Udang Putih (banana/ white prawn)
Merupakan jenis udang yang banyak
tersebar di pesisir samudera Hindia. Hidup di
dasar perairan berlumpur antara 10 hingga 45
meter. Masa juvenil dihabiskan di estuari dan
hampir seluruh fase dewasa berada di laut.
Ukuran panjang tubuh bisa mencapai 24 cm
(Anonymous, 2004b). Bentuk morfologis
udang putih ditunjukkan pada Gambar 3a.
- Udang Krosok (green tiger prawn)
Spesies ini banyak tertangkap oleh
trawl di dasar perairan berpasir atau
berlumpur pada kedalaman antara 1 - 130
meter. Fase juveniles berada di estuaria
dewasa di laut. Banyak ditemukan menyebar
luas dari indo-Pasifik barat, dari timur dan
bagian tenggara afrika hingga, teluk persia,
mengelilingi sub benua India, hingga
kepulauan Melayu, Jepang dan Australia
barat. (Anonymous, 2004).
Morfologi udang krosok disajikan pada
Gambar 3b.
![Page 5: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/5.jpg)
3a 3b
Gambar 3. Morfologi P. merguiensis (a) dan P. semisulcatus (b) (Anonymous, 2004b).
Menurut pengamatan Penn (1981)
terhadap tingkah laku spesies penaeus yang
dilakukan teluk di Meksiko, secara umum ada
3 tingkah laku udang penaeid yaitu :
(1) Selalu muncul pada malam hari (strongly
nocturnal), sering juga tidak aktif atau
membenamkan diri sebagai-mana dilakukan
sepanjang hari. Con-tohnya P. duodarum .
(2) Pada umumnya aktif secara terus menerus
di malam hari atau nokturnal dan
membenamkan diri sepanjang hari.
Jarang membenamkan diri dan aktif secara
terus menerus, misalnya P. setiferus .
Udang penaeid senang berkelompok
dan menggerombol (schooling). Diduga tingkah
laku ini ada hubungannya dengan masa
perkawinan dan pemijahan (Racek, 1959 dalam
Naamin, 1984). Namun yang jelas kebiasaan
menggerombol dilakukan untuk
mengamankan diri dari predator dan
serangan-serangan lain dari luar. Secara khas
(tipically) udang membentuk kelompok yang
padat dimana bisa menimbulkan kekeruhan
secara intensif dan terlokalisir. Kekeruhan
yang demikian sudah dikenal sebagai “didihan
lumpur” (mud boils) yang oleh nelayan
merupakan suatu tanda adanya kelompok
udang (Lucas et al., 1979 dalam Naamin, 1984).
Pertumbuhan ikan bisa dikatakan
sebagai laju perubahan ukuran (bagian tubuh)
ikan berdasarkan perubahan waktu.
Pertumbuhan bisa diekspresikan sebagai
pertambahan panjang, pertambahan berat,
pertambahan jumlah populasi, pertambahan
otolith, sisik, operculum, atau bagian tubuh
lainnya (termasuk cangkang karapas bagi
udang) dihubungkan dengan umur ikan. Studi
tentang pertumbuhan pada dasarnya adalah
untuk menentukan pertambahan ukuran
sebagai fungsi dari umur atau waktu ; W(t) =
f(t). oleh karena itu estimasi stok ikan dan
udang umunya bekerja dengan data komposisi
umur. Pendekatan analitis terhadap
pertumbuhan ikan berawal dari tingkah laku
spesies yang mempunyai hubungan nyata
antara ukuran panjang karapas dengan kondisi
musim tahunan. Hal ini lebih diperjelas lagi
bahwa hampir setiap spesies mempunyai masa
pemijahan relatif singkat, sehingga suatu
kelompok ikan (cohort) terpisah dari kelompok
lainnya dalam perbedaan satu tahun musim
(Wiadnya, dkk., 1997)
Udang penaeid memiliki pertum-buhan
yang sangat cepat. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Naamin (1984) di perairan
Arafura menunjukkan bahwa udang P.
meguiensis pertum-buhannya cepat, yaitu
dengan koefisien laju pertumbuhan K = 1,625
per tahun. Umurnya pendek, tidak sampai dua
tahun (maksimum 20 bulan) dan tertangkap
oleh pukat berumur antara 4 – 15 bulan. Lebih
dari 50 % diantaranya berumur antara 5 – 7,5
bulan dengan panjang karapas antara 29 – 33,5
mm.
Selain pertumbuhannya yang cepat, laju
kematian udang penaeid di selat Madura
berdasarkan penelitian Martinus dkk. (1999)
cukup tinggi (Z = 2,6 – 7,5), laju kematian
alamiah juga cukup tinggi (M = 0,75-4,0). Ada
indikasi bahwa stok udang penaeid di selat
![Page 6: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/6.jpg)
Madura belum di manfaatkan secara optimal,
terbukti dari nilai laju kematian penangkapan
yang relatif kecil (F = 0,1– 4,1), sehingga laju
pengusahaan (Exploitation Rate, E = 0,1-0,56).
Udang penaeid di perairan tersebut umumnya
masih underfishing.
Pola rekruitmen sebagian besar stok
ikan tropis bersifat kontinyu sepanjang tahun
dengan “osilasi” (fluktuasi) musiman
sehubungan dengan adanya pengaruh angin
pasat (monsoons) (Wiadnya, dkk., 1997).
Pola penambahan baru P. semisulcatus di
Laut Pangkep Sulawesi Selatan seperti yang
dilaporkan oleh Widiyanti (2002)
menunjukkan bahwa rekruitmen hampir
terjadi sepanjang tahun dengan puncak
pemijahan pada bulan Januari – Maret, Mei –
Juli dan September. Demikian pula pola
rekruitmen M. monoceros yang mengalami
puncak penambahan baru pada bulan Januari
– Juli dan Desember.
Penambahan baru udang penaeid di
Selat Madura hampir terjadi sepanjang tahun
dengan dua puncak, yaitu bulan Mei – Juli dan
Oktober – Januari. Puncak penambahan baru
bulan Mei – Juli diduga berasal dari puncak
musim pemijahan pada bulan Nopember –
Desember. Antara musim pemijahan dan
puncak penambahan baru diperlukan waktu
antara 5-7 bulan (Martinus, dkk. ,1999) Berdasarkan penelitian Naamin
(1984) peranan hutan mangrove dalam daur
hidup udang penaeid (dalam hal ini udang
jerbung) memiliki korelasi positif antara
kerapatan hutan pada satu daerah dengan
produksi (maximum sustainable yielc per kilometer
persegi (MSY) per kilometer persegi) udang
penaeid di perairan yang berhadapan dan di
sekitar mangroove tersebut. Berarti semakin
luas areal hutan mangrove di suatu daerah,
maka semakin tinggi produksi udang yang
ditangkap di daerah tersebut.
III. METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode survei.
Pengambilan sampel dilakukan selama 3 bulan
(Agustus – Oktober 2004) dengan 5 kali
pengambilan sampel untuk mendapatkan nilai
parameter pertumbuhan L∞ dan K dari kohort
yang telah teridentifikasi. Interval waktu antar
sampling adalah 15 hari dengan dasar
pemikiran bahwa waktu jeda antara waktu
ganti cangkang (intermoulting) udang penaeid
adalah 16 – 19 hari.
Dalam penelitian ini, model analisa
yang akan digunakan adalah model analitik.
Model analitik merupakan model untuk
struktur umur (atau panjang karapas dan berat
udang), bekerja dengan konsep laju mortalitas
dan laju pertumbuhan individu. Konsep dasar
dalam model struktur umur adalah “cohort”.
Guna membantu dan menghasilkan
beragam analisa akurat, digunakan alat bantu
perangkat lunak / software FAO ICLARM
Stock Assessment Tool (FISAT) Version 1.1.2.
Model umum yang dipakai untuk
menentukan Parameter pertumbuhan
menggunakan model standar dalam dinamika
populasi, yaitu persamaan von Bertalanffy.
(Hilborn and Walters, 1992), yaitu: Lt =
L∞ (1 – e – k ( t - t0
))
Dimana L t = panjang karapas udang pada
umur t (mm), L∞ = panjang asimptotik, K =
koefisien pertumbuhan udang untuk mencapai
![Page 7: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/7.jpg)
L∞ (tahun) dan t0 = pertumbuhan pada tahun
ke 0.
Selanjutnya persamaan tersebut dipadu
dengan model power untuk mengetahui
hubungan panjang-berat melalui persamaan:
Wt = a L t b , dimana Wt = berat udang pada
umur ke t, Lt = panjang karapas udang pada
umur ke t, a dan b = konstanta regresi dari
persamaan.
Data frekuensi panjang dengan interval
waktu yang konstan memungkinkan untuk
dilakukan analisis pergeseran modus (Modal
Progression Analysis). Dengan menggunakan
rutin metode Battacharya pada FISAT II
dapat diperoleh perkembangan modus
(kohort) asal interval intersampling konstan
(Sparre et al., 1989).
Dalam proses analisis metode
Battacharya ada dua input penting untuk
memperoleh pola kohort, input pertama
adalah data yang diperlukan adalah kelas
panjang sebagaimana analisis pertumbuhan
von Bertalanffy terdahulu, dan input kedua
adalah identifiakasi visual frekuensi setiap
group memakai grafik yang telah disediakan
untuk analisis ini. Fungsi yang dijalankan
adalah persamaan :
Ln (Ni+1) – ln(N i) = aj + bj.Li,
Dimana N i dan Ni+1 adalah frekuensi suksesif
pada komponen yang sama dari satu grup
udang per satu set yang ditunjukkan oleh
kelompok umur (j) dan Li adalah limit kelas
teratas dari N i. Nilai rata-rata distribusi normal
ditentukan oleh persamaan 6, sedangkan
standar deviasi (σ ) ditentukan dengan
persamaan 7 dan Separation Index (SI) dihitung
lewat persamaan 8 (Gayanilo et al., 2002).
Model paling sederhana untuk
menduga laju kematian udang berdasarkan
simulasi frekuensi panjang karapas adalah
persamaan von Bertalanffy, yaitu
]ˆ[
]ˆ[
∞
∞
−
−=
ll
llKZ
Reproduksi merupakan faktor utama
yang mempengaruhi pola rekruitmen. Dalam
pengkajian siklus reproduksi dan waktu
pemijahan, dapat digunakan analisa tingkat
kematangan gonad (TKG), rasio kelamin
antara jantan dan betina, dan panjang karapas
saat betina pertama kali matang gonad (L50
atau Lm).
Analisis populasi secara virtual dengan
struktur panjang (virtual population analysis/
VPA) beradasarkan teori Jones and Van
Zalinge yang diterapkan untuk
mengakomodasi data frekuensi panjang.
Tujuan output yang diharapkan adalah
simulasi grafis dari plot udang yang hidup
(survivors), kematian alami (natural losses),
tertangkap (catches) dan perkiraan kematian
akibat penagkapan (fishing mortality) (Gayanilo,
et.al., 2002).
IV. KEADAAN UMUM DAERAH
PENELITIAN
Perairan laut utara kabupaten
Lamongan Jawa Timur tergolong perairan
potensial bagi kegiatan penangkapan udang,
Meskipun data Statistik Jawa Timur
menunjukkan bahwa perairan ini
menyumbangkan 3,12 % dari total produksi
udang di Jawa Timur (Anonymous, 2002c),
namun pada kenyatannya hasil produksi udang
penaeid di perairan tersebut jauh lebih besar
dari data yang dicatat oleh dinas perikanan
terkait.
![Page 8: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/8.jpg)
Nelayan udang sebagian besar berasal
dari desa Weru Kecamatan Paciran Kabupaten
Lamongan, yang merupakan pangkalan
pendaratan ikan / PPI (fishing base) udang
utama di sepanjang pesisir utara Jawa Timur.
Desa yang mem iliki luas wilayah 9,355 Ha ini
terletak pada titik koordinat 6 o 52’ 12” LS 112
o 25’ 48” BT berjarak 13 Km dari pusat
pemerintahan kecamatan dan 43 Km dari
pusat pemerintahan kabupaten berbatasan
langsung dengan kabupaten Gresik
(Anonimous, 2003).
Berdasarkan data monografi
penduduk, jumlah warga desa Weru yang
bermata pencaharian sebagai nelayan sebanyak
1.875 orang atau 97 % dari seluruh angkatan
kerja yang berjumlah 1.934 orang. Sementara
menurut data statistik perikanan Pelabuhan
Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan
tahun 2002 (seperti pada Tabel 4), jumlah
nelayan di Weru kompleks sebanyak 6.270
orang (Anonymous 2002), selebihnya nelayan
berasal dari desa-desa sekitar yang berbatasan
langsung dengan desa Weru.
Hampir seratus persen perahu yang
berlabuh di PPI Weru kompleks
menggunakan tenaga penggerak motor.
Menurut laporan terakhir jumlah armada
penangkapan di Weru kompleks pada tahun
2001 berjumlah 1.762 unit. Jumlah ini
meningkat 4,7 % dari tahun sebelumnya dan
sekitar 36 % dari tahun 1999.
Pangkalan pendaratan ikan Weru
dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan /
TPI khusus menampung udang penaeid dan
beberapa ikan dasar lainnya yang merupakan
hasil sampingan. TPI Weru dibangun oleh
pemerintah daerah setempat, sementara
pengelolaan diserahkan pada Koperasi Unit
Desa. Saat ini TPI Weru dikelola secara
swadaya oleh pedagang-pedagang pengepul
yang menggunakan fasilitas tersebut. Jumlah
pedagang pengepul di TPI Weru + 10 orang,
masing-masing pengapul mempunyai tenaga
bantu sebanyak 7 – 10 orang.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan keterangan nelayan
setempat, ada tujuh daerah penangkapan
utama udang penaeid di Laut Utara Lamongan
Jawa Timur. Ketujuh daerah tersebut tersebar
mulai dari sebelah utara Paciran hingga daerah
aluran pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Operasi penangkapan udang penaeid
dengan alat tangkap mini trawl hanya
dilakukan di sekitar pantai dengan variasi
kedalaman 3 hingga 15 meter. Lokasi shrimp
gound tidak terlepas dari keadaan lingkungan
sekitar, sebab hampir seluruh shrimp ground
tersebar mengelilingi muara sungai Bengawan
Solo. Di sekitar muara sungai ini terdapat
hutan bakau (mangroove ) cukup lebat sehingga
diduga wilayah ini merupakan daerah asuhan
(nursery ground) utama udang penaeid dalam
menjalani proses re stocking.
Hubungan Panjang dan Berat
Hasil analisis dari hubungan panjang
karapas dengan berat udang Putih (P.
merguiensis) dan Udang Krosok (P. semisulcatus)
menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang
karapas lebih cepat daripada pertumbuhan
beratnya, artinya pertumbuhan kedua jenis
udang tersebut bersifat allometrik. Persamaan
pertum-buhan panjang kedua jenis udang
adalah :
![Page 9: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/9.jpg)
� P. merguiensis : W = 0,0051.L 2,04
� P. semisulcatus : W = 0,0051.L 2,04
Parameter Pertumbuhan Dari hasil perhitungan dapat diketahui
bahwa laju pertumbuhan udang P. merguiensis
lebih lambat dengan (K = 0,61 per tahun)
dibandingkan dengan P. semisulcatus (1,410 per
tahun), artinya untuk mencapai ukuran yang
sama, udang Krosok memerlukan waktu lebih
singkat daripada udang Putih. Dengan
demikian kelas umur pada P. merguiensis lebih
banyak karena umur lebih panjang daripada P.
semisulcatus .
Waktu pada saat larva berumur 0 (t0)
diperoleh dengan analisis visual pada grafik
pertumbuhan pada Gambar 4 berikut ini.
a
b
Gambar 4. grafik pertumbuhan P. merguiensis (a), P. semisulcatus (b).
Sehingga persamaan pertumbuhan von
Bertallanfy udang Penaeid di perairan utara
Lamongan Jawa Timur berdasarkan data
frekuensi panjang karapas selama periode
Agustus – Oktober yaitu:
P. merguiensis : Lt = 44,1 (1– e -0,61 ( t + 0,27))
P. semisulcatus : Lt = 69,3 (1–e -1,41 (t + 0,99))
Kematian (mortality) Nilai duga laju kematian total (Z)
diperoleh dari rutin Length-Converted Catch
Curve pada FISAT II dengan cara
memasukkan parameter pertumbuhan yang
telah didapatkan dari perhitungan terdahulu.
Nilai duga kematian alami (M) dihitung
berdasarkan persamaan Pauly dan nilai
kematian karena penangkapan (F) dihitung
dari pengurangan kematian total dengan
kematian alami. Nilai kematian udang
disajikan pada tabel dibawah ini.
Berdasarkan nilai mortalitas di atas
dapat disimpulkan bahwa P. merguiensis
memiliki nilai kematian total, kematian alami
dan kematian penangkapan lebih rendah
daripada P. semisulcatus. Perbedaan kematian
alami antara kedua spesies tidak begitu besar,
namun tampak ekstrim pada kematian karena
tekanan eksploitasi.
Diduga kecilnya kematian karena
penangkapan pada P. merguiensis disebabkan
oleh cepatnya pertumbuhan dan rekruitmen
serta ukuran yang relatif lebih kecil, sehingga
peluang kelulus hidupan pada udang ini cukup
besar. Grafik kematian karena penangkapan
diperoleh dari analisis populasi virtual (virtual
population analysis) yang tersedia dalam FISAT
II disajikan pada Gambar 5.
![Page 10: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/10.jpg)
Pola rekruitmen P. merguiensis
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12Bulan
Rek
ruitm
en
Pola rekruitmen P. semisulcatus
0
5
10
15
20
25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12Bulan
Rek
ruitm
en
Gambar 5. Hasil analisis populasi vitual FiSAT terhadap P.merguiensis (atas) dan P.semisulcatus (bawah) selama penelitian.
Pola Rekruitmen Dua model analisis yang diterapkan
dalam mengetahui pola rekruitmen adalah
melalui rasio prosentase jenis kelamin dan
analisis pola rekruitmen (recruitment patterns)
pada program FISAT II. Adanya perbedaan rasio yang cukup
besar antara individu jantan dan betina yang
mencapai 1 : 3 menyebabkan penambahan
baru (recruitment) tidak terjadi sepanjang tahun,
melainkan mencapai puncaknya pada bulan-
bulan tertentu. Udang Putih mengalami
puncak rekruitmen pada bulan Juli, yaitu
sebesar 28,02 % sedangkan udang Krosok
pada bulan Agustus dengan prosentase
sebesar 20,87%.
Pola rekruitmen P. merguiensis dan P.
semisulcatus berdasarkan frekuensi ukuran
panjang sampel disajikan pada gambar 6
berikut ini.
Gambar 6. Pola rekruitmen kedua jenis udang selama periode penelitian.
Ukuran minimum spesimen udang P.
merguiensis yang matang gonad (Lm) adalah
panjang karapas 40,99 mm. Udang P.
semisulcatus mencapai kematangan gonad
pertama kali (Lm) saat mencapai panjang
karapas 56,62 mm
Musim pemijahan dapat diduga melalui
sebaran frekuensi udang betina yang matang
gonad dan siap untuk bertelur, yaitu udang
betina pada tingkat kematangan gonad (TKG)
III dan IV. Penyebaran frekuensi udang betina
yang matang gonad disajikan dalam Gambar 7.
Prosentase tingkat kematangan gonad betina P.merguiensis
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
1 2 3 4 5
Sampling ke
TKG 0
TKG 4
TKG 3
TKG 2
TKG I
Prosentase tingkat kematangan gonad betina
P.semisulcatus
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
1 2 3 4 5Sampling ke
Pro
senta
se k
emat
angan
TKG 5
TKG 4
TKG 3
TKG 2
TKG 1
Gambar 7. Penyebaran frekuensi udang betina yang matang gonad. Mengacu pada gambar diatas dapat
diketahui bahwa bulan Agustus merupakan
musim memijah bagi P. merguiensis tetapi tidak
bagi P. semisulcatus . Puncak proporsi betina
matang gonad P. merguiensis berada pada akhir
Agustus (35,23%) dan akhir September
(35,63), diduga periode rekruitmen adalah
diantara kedua periode tersebut. Sedangkan
rekruitmen P. semisulcatus mencapai puncaknya
pada awal September dengan prosentase
sebesar 20 %.
![Page 11: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/11.jpg)
Laju Penangkapan
Berdasarkan analisis Yield per Recruit
Relatif Beverton dan Holt, udang Putih
mengalami tekanan eksploitasi yang lebih
rendah dari udang Krosok namun mengalami
rekruit lebih tinggi. Ukuran terkecil yang
paling banyak tertangkap adalah pada saat
mencapai panjang L50. Kurva hubungan Yield
per Rekruit Relatif dengan Biomass per
Rekruit Relatif pada kedua jenis udang
disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Kurva hubungan Yield per Rekruit Relatif dengan Biomass per Rekruit Relatif pada kedua jenis udang. Perpotongan kurva parabolik (Yield)
dengan kurva eksponensial (catch per unit effort
/CpuE) menunjukkan posisi perpotongan
P.merguiensis masih jauh dari maximum yield dan
dalam pertumbuhan menuju overfishing
(growth overfished), sedangkan P. semisulcatus
mendekati puncak maximum yield yang
berarti sedang mendekati overfishing (nearly
overfished).
Pembahasan Umum
Berdasarkan nilai duga laju kematian
akibat penangkapan udang P. merguiensis (F =
0,17), diperoleh nilai laju eksploitasi dari
perbandingan antara kematian akibat
penangkapan dengan total kematian (E = F /
Z) sebesar 0,13. Dengan asumsi bahwa stok
tereksploitasi secara optimal pada saat F = M
atau E = 0,5 (Gulland, 1971 dalam Pauly, et.
al., 1984) dapat dikatakan udang ini dalam
kondisi tekanan eksploitasi kecil atau
underfishing. Berbeda dengan yang dialami oleh
P. semisulcatus , yang memiliki F = 5,08 dan E =
0,74. Frekuensi panjang karapas spesies ini
memberitahukan bahwa dia berada dalam
tekana n eksploitasi yang besar, bisa dikatakan
dalam keadaan overfishing.
Secara umum status udang penaeid pada
seluruh spesies yang tertangkap di perairan
utara Lamongan Jawa Timur belum bisa
ditentukan dalam kondisi overfishing atau
underfishing. Status penangkapan diatas hanya
berlaku bagi kedua jenis udang yang diteliti.
Untuk menentukan status penangkapan udang
penaeid secara menyeluruh, perlu ada
penelitian lebih lanjut pada udang-udang
penaeid lainnya. Tetapi berdasarkan penelitian
pada kedua spesies diatas, sementara diduga
status penangkapan di perairan tersebut
underfishing.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan,
dapat dikemukakan beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kondisi pertumbuhan udang putih (Penaeus
merguiensis) dan udang krosok (P. semisulcatus)
bersifat allometris. P. merguiensis menunjukkan
pertumbuhan yang jauh dari kondisi
isometris yaitu 2,04 dan sedangkan P.
semisulcatus mempunyai nilai b mendekati 3
yaitu 2,9, artinya jenis ini hampir isometris.
![Page 12: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/12.jpg)
2. Laju pertumbuhan kedua jenis udang dan
cukup cepat, namun pertumbuhan Penaeus
merguiensis tidak secepat Penaeus semisulcatus.
P. merguiensis mempunyai laju pertumbuhan
K = 0,61 pertahun dan mencapai panjang
infinit (L 8) sebesar 44,1 mm panjang
karapas. Sementara P. semisulcatus
mempunyai laju pertumbuhan K = 1,41
pertahun dan mencapai panjang infinit (L 8)
sebesar 69,3 mm panjang karapas. Panjang
udang pertama kali matang gonad (Lm) P.
merguiensis sebesar 40,99 mm panjang
karapas dan P. semisulcatus sebesar 56,62 mm
panjang karapas.
3. Laju kematian / mortalitas total (Z) P.
merguiensis sebesar 1,31 pertahun dengan
perincian kematian alami M = 1,14 dan
kematian penangkapan F = 0,17. Laju
kematian total P. semisulcatus Z = 6,82
dengan perincian kematian alami M = 1,74
dan kematian penangkapan F = 5,08.
Berdasarkan nilai laju eksploitasi E tampak
laju eksploitasi P. merguiensis tergolong
rendah karena dibawah 0,5 (E = 0,13),
sementara laju eksploitasi P. semisulcatus
sangat tinggi melebihi 0,5 (E = 0,74).
4. Perbendaan rasio antara jantan dan betina
mencapai 1 : 3 menyebabkan penambahan
baru (recruitment) tidak sepanjang tahun.
Berdasarkan analisa proporsi udang betina
matang gonad, puncak rekruitmen terjadi
pada bulan Agustus untuk P. merguiensis dan
bulan september untuk P. semisulcatus,
sedangkan analisa frekuensi panjang
menunjukkan pola rekruitmen P. merguiensis
mencapai puncaknya pada bulan Juli dan P.
semisulcatus pada bulan Agustus. Dapat
disimpulkan bahwa puncak rekruitmen P.
merguiensis terjadi pada bulan Juli – Agustus
dan P. semisulcatus pada bulan Agustus –
September.
5. Tingkat eksploitasi kedua jenis udang masih
tergolong rendah (under exploited), namun
perlu kajian lengkap pada spesies-spesies
lain untuk penilaian tingkat eksploitasi
udang penaeid secara menyeluruh. Status
pemanfaatan kedua jenis udang udang
masih berada dibawah Maximum Sustainable
Yield /MSY atau dalam kondisi underfishing.
Nilai Y’/R relatif P. merguiensis sebesar
0,023 dengan ukuran panjang pertama kali
tertangkap Lc =15,81 mm panjang karapas,
lebih kecil daripada P. semisulcatus sebesar
0,042 dengan Lc = 19,11 mm panjang
karapas. Masing-masing nilai Y’/R berada
dibawah kondisi maximum yield atau sedang
berjalan menuju maximum yield.
Beberapa saran yang dapat menjadi
bahan pertimbangan untuk kajian dan
perumusan kebijakan mengenai pengelolaan
sumberdaya udang penaeid di Laut Utara
Lamongan – Jawa Timur adalah:
(1) Bagi pemerintah, perlu adanya
penegakan aturan yang jelas baik berupa
aturan perundang-undangan (task force)
maupun penegakan hukum. Aturan ini
berkaitan dengan strategi manajemen
sumberdaya berjelanjutan, yaitu:
• Menekan laju penangkapan dengan cara
mengurangi jumlah armada penangkapan
trawl di TPI Weru kompleks yang terlalu
banyak dengan mengalihkan jenis alat
tangkap atau pembatasan trip.
• Menentukan ukuran mata jaring (mesh size)
terkecil. Ukuran mata jaring terkecil
didasarkan pada panjang udang pertama kali
tertangkap Lc.Ukuran mata terkecil yang
![Page 13: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/13.jpg)
disarankan adalah 25 mm pada bagian
kantong.
• Penentuan musim dan daerah tertutup bagi
kegiatan penangkapan udang. Penentuan
musim didasarkan pada puncak pola
rekruitmen, yaitu pada bulan Agustus –
September. Penentuan daerah tertutup
(closed area) disarankan adalah daerah-daerah
asuhan udang (nursery ground) utama di
perairan utara Lamongan Jawa Timur.
(2) Bagi Perguruan Tinggi, kegiatan
perikanan udang di daerah ini juga perlu
mendapat perhatian lebih mengingat daerah
ini memiliki permasalahan cukup serius dalam
hal pengendalian operasi ilegal armada alat
tangkap mini trawl yang terlalu banyak, yaitu
sekitar 3000 armada. Sehinga perlu ada kajian
lebih lanjut tentang bagaimana penataan,
pengaturan dan standardisasi armada
penangkapan supaya kondisi sumberdaya
udang tetap terjaga.
Pencatatan data frekuensi panjang,
jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad
jenis udang lainnya udang dalam rentang
waktu 10 – 12 bulan dalam konteks kajian
penelitian maupun program riset line
mahasiswa perlu dilakukan untuk
mendapatkan gambaran utuh mengenai
dinamika udang penaeid di daerah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1998. Bioinformatics Centre, National Institute of Oceanography, Dona Paula, Goa, India. www.indian-ocean.org
Anonymous, 2002c. Laporan Statistik
Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur Tahun 2002 . Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur. Surabaya
Anonymous, 2004a. Commercial Prawns in
Hong Kong Waters. www.hk-fish.net. Anonymous, 2004b. Shrimp Library.
www.KGTgroup.com Bal, D.V. and K.V. Rao, 1984. Marine
Fisheries, Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. 441 hal
Burukovskii, R.N., 1985. Key To Shrimps
and Lobsters. AA. Balkema. Rotterdam Gayanilo, F.C., P. Sparre and D. Pauly. 2002.
FiSAT II User’s Guide. Food and Agriculture Organization Of The United Nations. Rome.
Gulland, J.A., 1971. The Fish Resources of
The Ocean. Fishing News Book Ltd. London. 255 hal.
Hilborn, R. and C. J. Walter, 1992.
Quantitative Fisheries Stock Assessment: Choice, Dynamics and Uncertainity. Chapman & Hall Inc. London. 570 Hal.
Kusumastanto, T., 2003. Ocean Policy
Dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah. PT Gra-media Pustaka Utama. Jakarta. 160 hal
Martinus, D. Setyohadi dan T.D. Lelono.
1998. Dinamika Populasi Udang Putih (Penaeus merguiensis deMan ) Untuk Perikanan Rakyat Di Perairan Selat Madura Serta Alternatif Pengelolaannya . Fakultas Perikanan UNIBRAW. Malang
Penn, J.W., 1984. The Behavior and
Catchability of Some Commercially Exploited Penaeids and Their Relationship to Stock and Recruitment . In Penaeid shrimps – Their Biology and Management (Eds Gulland, J.A & B.J. Rothschild). Fishing News Book Limited. England.
Sparre, P., E. Ursin and S.C. Venema, 1989.
Introduction to Tropical Fish Stock Assessment; Part 1. Manual . FAO Fisheries Technical Paper . No. 306.1. Rome, FAO. 337p.
![Page 14: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM](https://reader035.vdocument.in/reader035/viewer/2022081800/55720422497959fc0b8b5382/html5/thumbnails/14.jpg)
Sheridan, P.F., J.A. Browder, and J.E. Powers, 1984. Ecological Inter -actions Between Penaeid Shrimp and Bottomfish Assemblages. In Penaeid shrimps – Their Biology and Management (Eds Gulland, J.A & B.J. Rothschild). Fishing News Book Limited. England.
Unar, M. and N. Naamin, 1984. A Riveiew of
the Indonesian Shrimp Fisheries and Their Management. In Penaeid shrimps – Their Biology and Management (Eds Gulland, J.A & B.J. Rothschild). Fishing News Book Limited. England.
Wiadnya, D.G.R., T.J. Lelono dan D.
Setyohadi, 1997. Bahan Bacaan Mata Kuliah Dinamika Populasi Ikan. ; sumber asli : Introduction to Tropica Fish Assessment Part L Manual by Per Sparre, Erik Ursin, Siebren C. Venema terbitan FAO Fissheries Technikal Paper 306/1 Roma tahun 1989. Fakultas Perikanan UNIBRAW. Malang.
Widiyanti, S.E., 2002. Estimasi
Pertumbuhan, Pola Rekruitmen dan Distribusi Udang Penaeid (Penaeus semisculatus de Haan dan Metapenaeus monoceros Fabricius) di Perairan Laut Pangkep, Sulawesi Selatan. Thesis. Program Pascasarjana UNIBRAW. Malang.