dinamika populasi udang putih (penaeus merguiensis) & udang krosok (penaeus semisulcatus) di...

14
Kajian dinamika populasi udang putih (Penaeus merguiensis de Man) dan udang krosok ( Penaeus semisulcatusde Haan) di Perairan Utara Lamongan-Jawa Timur Oleh : Yusmansyah, Damanhuri & Guntur Skripsi Fakultas Perikanan UNIBRAW Malang 2005 Abstract: The biogical parameter : size frequency distribution results growth constant, mortality, recruitment pattern and exploitated rate of the commercially important shrimp species inhabiting North aquatic of Lamongan-East Java were studied. Two penaeid shrimp species, Penaeus merguiensis and Penaeus semisulcatus , dominated the catches. Length infinitive (L8 ) was estimated to be 44,1 mm carapache length (CL) with growth constant (K) 0.61 per year for P. merguiensis and 69.3 mm CL with K 1.41 per year for P. semisulcatus . Total mortality (Z) was estimated to be 1.31 for P. merguiensis and 6.82 for P. semisulcatus . Results showed that recruitment pattern’s peak of P. merguiensis approximately at July-August and P. semisulcatus at August-September. The exploitation rate explained by Beverton Holt’s Yield per Recruit analysis results higher exploitation rate at P. Semisulcatus (0.042) than P. Merguiensis (0.023). Generally penaeid shrimps in North aquatic of Lamongan-East Java predicted in underexploited condition. Key Words: Penaeid Shrimp, Penaeus merguiensis , P. semisulcatus , growth, mortality, recruitment pattern, exploitation rate. Abstrak : Berdasarkan studi parameter biologis yang meliputi distribusi frekuensi panjang yang menghasilkan konstanta pertumbuhan, kematian, pola rekruitmen dan laju eksploitasi udang komersial penting di perairan utara Lamongan-Jawa Timur, menunjukkan bahwa P.merguiensis dan P. Semisulcatus merupakan hasil tangkapan dominan. Panjang infinitif (L8) pada P.merguiensis sebesar 44,1 mm panjang karapas (CL) dengan konstanta pertumbuhan (K) 0,61 pertahun, sementara (L8) pada P. Semisulcatus sebesar 69,3 mm CL dengan K sebesar 1,41pertahun. Kematian total (Z) diperkiraan sebesar 1,31 pada P.merguiensis dan 6,82 pada P. semisulcatus . Puncak rekruitmen P.merguiensis berkisar antara Juli-Agustus sedangkan P.Semisulcatus berkisar antara Agustus-September. Laju eksploitasi yang dijelaskan lewat analisis Yield per Recruit Beverton Holt menghasilkan laju ekspl oitasi lebih besar pada P. Semisulcatus (0,042) dibandingkan P. Merguiensis (0.023). Secara umum udang penaeid di perairan utara Lamongan-Jawa Timur diperkirakan masih dalam kondisi tekanan eksploitasi rendah. Kata Kunci: Udang Penaeid, Penaeus merguiensis , P. semisulcatus , pertumbuhan, kematian, pola rekruitmen, laju eksploitasi. I. PENDAHULUAN Sebagai negeri tropis Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati melimpah terutama di sektor bahari. Salah satu komoditas bahari bernilai jual tinggi adalah udang Penaeid. Menurut Sheridan et al. (1984) Indonesia memiliki potensi besar dalam sumberdaya udang, terutama jenis Penaeus merguiensis. Spesies ini dominan di wilayah Pasifik tengah bagian barat ( Western Central Pacific ). Sebelum dikeluarkannya Keppres No. 39 Tahun 1980 tentang Pelarangan Trawl di Seluruh Perairan Indonesia Kecuali Laut Arafura dan Sekitar Irian Jaya, perkembangan penangkapan udang di Indonesia, terutama spesies penaeid, sangat melimpah. Menurut catatan FAO pada tahun 1979 total hasil tangkapan udang di dunia sebesar 1.474.176 ton. Indonesia menduduki peringkat pertama untuk produksi Pennaeus merguensis sebesar 40.098 ton atau 70 % dan P. monodon sebesar 17.599 ton atau 90% dari total masing-masing jenis di seluruh dunia (Sheridan et al, 1984). Komoditas udang Indonesia mencapai puncak pada tahun 1979 pada saat mencapai nilai ekspor sebesar USD 200.483.000. Diperkirakan setelah akhir dekade 70-an

Upload: netra-vee

Post on 27-Jul-2015

3.988 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

Kajian dinamika populasi udang putih (Penaeus merguiensis de Man) dan udang krosok (Penaeus semisulcatus de Haan) di Perairan Utara

Lamongan-Jawa Timur

Oleh : Yusmansyah, Damanhuri & Guntur

Skripsi Fakultas Perikanan UNIBRAW Malang 2005

Abstract: The biogical parameter : size frequency distribution results growth constant, mortality, recruitment pattern and exploitated rate of the commercially important shrimp species inhabiting North aquatic of Lamongan-East Java were studied. Two penaeid shrimp specie s, Penaeus merguiensis and Penaeus semisulcatus , dominated the catches. Length infinitive (L8 ) was estimated to be 44,1 mm carapache length (CL) with growth constant (K) 0.61 per year for P. merguiensis and 69.3 mm CL with K 1.41 per year for P. semisulcatus . Total mortality (Z) was estimated to be 1.31 for P. merguiensis and 6.82 for P. semisulcatus. Results showed that recruitment pattern’s peak of P. merguiensis approximately at July-August and P. semisulcatus at August -September. The exploitation rate explained by Beverton Holt’s Yield per Recruit analysis results higher exploitation rate at P. Semisulcatus (0.042) than P. Merguiensis (0.023). Generally penaeid shrimps in North aquatic of Lamongan-East Java predicted in underexploited condition. Key Words: Penaeid Shrimp, Penaeus merguiensis, P. semisulcatus, growth, mortality, recruitment pattern, exploitation rate. Abstrak : Berdasarkan studi parameter biologis yang meliputi distribusi frekuensi panjang yang menghasilkan konstanta pertumbuhan, kematian, pola rekruitmen dan laju eksploitasi udang komersial penting di perairan utara Lamongan-Jawa Timur, menunjukkan bahwa P.merguiensis dan P. Semisulcatus merupakan hasil tangkapan dominan. Panjang infinitif (L8) pada P.merguiensis sebesar 44,1 mm panjang karapas (CL) dengan konstanta pertumbuhan (K) 0,61 pertahun, sementara (L8) pada P. Semisulcatus sebesar 69,3 mm CL dengan K sebesar 1,41pertahun. Kematian total (Z) diperkiraan sebesar 1,31 pada P.merguiensis dan 6,82 pada P. semisulcatus . Puncak rekruitmen P.merguiensis berkisar antara Juli-Agustus sedangkan P.Semisulcatus berkisar antara Agustus-September. Laju eksploitasi yang dijelaskan lewat analisis Yield per Recruit Beverton Holt menghasilkan laju ekspl oitasi lebih besar pada P. Semisulcatus (0,042) dibandingkan P. Merguiensis (0.023). Secara umum udang penaeid di perairan utara Lamongan-Jawa Timur diperkirakan masih dalam kondisi tekanan eksploitasi rendah. Kata Kunci: Udang Penaeid, Penaeus merguiensis, P. semisulcatus , pertumbuhan, kematian, pola rekruitmen, laju eksploitasi.

I. PENDAHULUAN

Sebagai negeri tropis Indonesia

mempunyai keanekaragaman hayati melimpah

terutama di sektor bahari. Salah satu

komoditas bahari bernilai jual tinggi adalah

udang Penaeid. Menurut Sheridan et al. (1984)

Indonesia memiliki potensi besar dalam

sumberdaya udang, terutama jenis Penaeus

merguiensis. Spesies ini dominan di wilayah

Pasifik tengah bagian barat (Western Central

Pacific).

Sebelum dikeluarkannya Keppres No.

39 Tahun 1980 tentang Pelarangan Trawl di

Seluruh Perairan Indonesia Kecuali Laut

Arafura dan Sekitar Irian Jaya, perkembangan

penangkapan udang di Indonesia, terutama

spesies penaeid, sangat melimpah. Menurut

catatan FAO pada tahun 1979 total hasil

tangkapan udang di dunia sebesar 1.474.176

ton. Indonesia menduduki peringkat pertama

untuk produksi Pennaeus merguensis sebesar

40.098 ton atau 70 % dan P. monodon sebesar

17.599 ton atau 90% dari total masing-masing

jenis di seluruh dunia (Sheridan et al, 1984).

Komoditas udang Indonesia mencapai puncak

pada tahun 1979 pada saat mencapai nilai

ekspor sebesar USD 200.483.000.

Diperkirakan setelah akhir dekade 70-an

Page 2: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

Indonesia menduduki peringkat teratas dalam

produksi udang di Asia Tenggara (Unar and

Naamin, 198 4).

Namun dalam perkembangan

berikutnya hasil tangkapan udang penaeid,

semakin menurun karena degradasi

sumberdaya. Jumlah Armada meningkat

sangat cepat tidak diimbangi dengan kebijakan

yang tepat. Sehingga muncul konflik sosial

antara nelayan kecil dengan kapal-kapal trawl.

Bahkan beberapa kajian sebelum tahun 1980

melaporkan adanya indikasi persaingan antara

nelayan kecil dengan trawl menurunkan

pendapatan nelayan skala kecil, sehingga

mereka menarik diri dari kegiatan

penangkapan ikan karena tidak mampu

bersaing dengan trawl, hasil tangkap semakin

sedikit dan usaha mereka tidak mampu lagi

mendukung kehidupan keluarganya

(Kusumastanto, 2003).

Meskipun selanjutnya pelarangan Trawl

dikeluarkan dengan latar belakang sosial

ekonomi, namun isu sumberdaya laut tetap

membawa peranan penting. Operasi kapal

Trawl besar menyapu bersih apa saja yang

terdapat didepannya tanpa pandang bulu dan

seleksi, termasuk ikan dan udang-udang kecil

yang seharusnya dibiarkan lolos agar dapat

berkembang biak kembali. Nelayan tradisional

mulai merasakan kelangkaan sumberdaya

dengan semakin menurunnya ukuran dan

jumlah hasil tangkap yang berarti menurunnya

pendapatan (Kusumastanto, 2003). Nilai

ekspor nasional juga mengalami penurunan

hingga USD 185.100.000 pada tahun 1980

(Unar and Naamin, 1984).

Untuk meningkatkan produksi yang

dihasilkan oleh nelayan tradisional serta

menghindari ketegangan sosial yang terus

berlanjut, pemerintah kemudian mengambil

tindakan dengan mengeluarkan Keppres No

39/1980 tentang Pelarangan Trawl atau

disebut juga dengan Pukat Harimau yang

berdomisili dan beroperasi di wilayah Jawa,

Bali dan Sumatera secara bertahap dari 3500

unit dan dibatasi sampai 1000 unit (Unar dan

Naamin, 1984). Selanjutnya larangan itu

diperluas secara nasional dengan pengecualian

Laut Arafura dan sekitar Irian Jaya

berdasarkan Instruksi Presiden No. 11 yang

secara efektif berlaku pada januari 1983

(Kusumastanto, 2003).

Perairan utara Lamongan - Jawa Timur

merupakan daerah udang potensial yang

terletak di sepanjang laut sebelah utara Jawa

Timur disamping pesisir Kabupaten Tuban

dan Kabupaten Gresik. Dengan karakteristik

perairan pantai tropis, Laut utara Jawa Timur

memiliki potensi kandungan sumberdaya alam

yang tinggi. Pada wilayah pesisirnya banyak

muara atau estuari dari sungai besar seperti

sungai Bengawan Solo dan sungai -sungai kecil

lainnya

Sebelum KEPPRES No. 39 Th. 1981,

banyak kapal-kapal trawl dari nelayan

bermodal besar beroperasi di perairan ini,

konflik nelayan kecil dengan nelayan trawl

besar juga terjadi di daerah ini sebagai imbas

dari konflik trawl secara nasional. Setelah

diberlakukan undang-undang itu nelayan lebih

dikonsentrasikan pada aktivitas penangkapan

ikan-ikan pelagis. Beberapa alat tangkap yang

digunakan diantaranya dogol, cantrang, payang

dan purse seine.

Kegiatan penangkapan udang juga

dilakukan oleh nelayan Weru Kecamatan

Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Di

daerah ini banyak nelayan menggunakan alat

Page 3: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

tangkap payang dasar yang dimodifikasi

sehingga dapat dikategorikan sebagai alat

tangkap trawl. Permasalahan yang dihadapi

nelayan weru saat ini adalah banyaknya jumlah

armada dan menurunnya hasil tangkapan

udang penaid dari waktu ke waktu. Penurunan

hasil tangkapan ini memberikan tanda tanya,

sejauh manakah tingkat pemanfaatan udang di

Laut Utara Lamongan Jawa Timur pada saat

KEPPRES tentang Pelarangan Trawl masih

berlaku.

Untuk mengetahui sejauh mana

tingkat pemanfaatan udang penaeid dan

membuka kembali akses nelayan terhadap

sumberdaya udang, perlu kiranya diteliti sejauh

mana tingkat pertumbuhan, kematian,

rekruitmen dan laju penangkapan udang

penaeid guna memperoleh informasi ilmiah

tentang sumberdaya udang penaeid daerah

tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Udang Penaeid merupakan makanan

laut (seafood) bernilai tinggi, sebagian besar

didapatkan dari daerah-daerah pesisir tropis

dangkal yang hangat di seluruh dunia.

Umumnya mereka hidup diantara 350 LU dan

LS. Tidak kurang dari 97 spesies yang

termasuk dalam famili Penaeidae. Berdasarkan

statistik perikanan global yang diterbitkan

Badan Pangan se-Dunia (Food and Agriculture

Organization of United Nations /FAO) tahun

1979, 21 spesies diantaranya memiliki

kontribusi penting atas hasil tangkapan dunia

yaitu sebesar 1.474.176 ton (Sheridan, et.al. ,

1984)

Perikanan udang di perairan Indonesia

berkembang cepat sejak digalakkan

pengoperasian trawl pada sekitar tahun 1966.

Sebelum tahun 1980 Indonesia termasuk

dalam negara-negara penghasil udang penaeid

terbesar di dunia, terutama pada jenis Penaeus

merguensis , P. monodon dan Metapenaeus spp.

Produksi P. merguiensis mencapai 70 % dan P.

monodon mencapai 90 % dari total produksi

masing-masing jenis di seluruh dunia.

Penangkapan udang penaeid dila-

kukan pada hampir seluruh daerah pesisir di

Indonesia, khususnya di perairan dangkal

dekat daerah estuaria dan mangrove. Dari

lebih dari 42 spesies penting ditangkap,

beberapa spesies penting diantaranya adalah:

banana (P. merguiensis, P. indicus, P. chinensis),

tiger (P.monodon dan P.semisulcatus), king (P.

latisulcatus ), endeavour (Metapenaeus monoceros,

M. ensis, M. elegans), rainbow atau cat

(Parapenaeopsis sculptilis, P. coromandelica, P.

gracillima) dan udang pink (Solenocera crassicornis)

(Unar and Naamin, 1984).

Udang Penaeid termasuk dalam kelas

Crustacea, secara lengkap klasifikasi udang

penaeid menurut Fabricius, 1798 dalam

Naamin 1984 adalah sebagai berikut:

Phylum : Arthropoda Class : Crustacea Sub class : Malacostraca Series : Eumalacostraca Superorder : Eucarida Order : Decapoda Sub Order : Natantia Section : Penaeidea Family : Penaeidae Sub Family : Penaeinae

Genus : Penaeus Gambar morfologi udang Penaeid disajikan

pada Gambar 1.

Page 4: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

Gambar 1. Morfologi udang penaeid (Anonymous, 2004a)

Tubuh udang secara umum dibagi

menjadi tiga bagian, yaitu kepala (anterior),

tengah (thorax) dan abdomen (posterior ). Bagian

kepala dan thorax bergabung menjadi satu

membentuk cephalothorax yang dibungkus

karapas pada bagian punggung (dorsal) dan

samping (lateral). Mempunyai lima pasang kaki

jalan (pereiopods) yang terletak pada bagian

ventral chepalothorax dan lima pasang kaki

renang (pleopods) yang terletak pada bagian

ventral abdomen (Burukovskii, 1985).

Jenis kelamin ditentukan ditentukan

dengan melihat organ genital, petasma

merupakan organ genital yang dimiliki oleh

udang jantan dan thelycum merupakan organ

kelamin betina. Orga n petasma terletak di

thorax bagian dada (ventral), tepatnya di

tengah -tengah dua pasang kaki jalan ( pereiopods)

paling belakang (kaki ke 4 dan ke 5). Bagian

ini terbentuk dari kaki renang pertama bagian

depan (anterior abdominal pleopods). Proses

berbentuk pipa yang kaku digunakan untuk

menyalurkan sperma ke thelycum betina.

Organ kopulasi udang betina (thelycum ) terletak

pada thorax bagian dada diantara dua pasang

kaki jalan (pereiopods) paling belakang (kaki ke 4

dan ke 5). Gambar organ kopulasi jantan

disajikan pada Gambar 2.

a b

c d

Gambar 2. Letak organ kopulasi: (a) udang jantan, (b) udang betina (Anonymous, 2004a) dan morfologi organ kopulasi (c) petasma (d) thelycum . (Anonymous, 1998). - Udang Putih (banana/ white prawn)

Merupakan jenis udang yang banyak

tersebar di pesisir samudera Hindia. Hidup di

dasar perairan berlumpur antara 10 hingga 45

meter. Masa juvenil dihabiskan di estuari dan

hampir seluruh fase dewasa berada di laut.

Ukuran panjang tubuh bisa mencapai 24 cm

(Anonymous, 2004b). Bentuk morfologis

udang putih ditunjukkan pada Gambar 3a.

- Udang Krosok (green tiger prawn)

Spesies ini banyak tertangkap oleh

trawl di dasar perairan berpasir atau

berlumpur pada kedalaman antara 1 - 130

meter. Fase juveniles berada di estuaria

dewasa di laut. Banyak ditemukan menyebar

luas dari indo-Pasifik barat, dari timur dan

bagian tenggara afrika hingga, teluk persia,

mengelilingi sub benua India, hingga

kepulauan Melayu, Jepang dan Australia

barat. (Anonymous, 2004).

Morfologi udang krosok disajikan pada

Gambar 3b.

Page 5: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

3a 3b

Gambar 3. Morfologi P. merguiensis (a) dan P. semisulcatus (b) (Anonymous, 2004b).

Menurut pengamatan Penn (1981)

terhadap tingkah laku spesies penaeus yang

dilakukan teluk di Meksiko, secara umum ada

3 tingkah laku udang penaeid yaitu :

(1) Selalu muncul pada malam hari (strongly

nocturnal), sering juga tidak aktif atau

membenamkan diri sebagai-mana dilakukan

sepanjang hari. Con-tohnya P. duodarum .

(2) Pada umumnya aktif secara terus menerus

di malam hari atau nokturnal dan

membenamkan diri sepanjang hari.

Jarang membenamkan diri dan aktif secara

terus menerus, misalnya P. setiferus .

Udang penaeid senang berkelompok

dan menggerombol (schooling). Diduga tingkah

laku ini ada hubungannya dengan masa

perkawinan dan pemijahan (Racek, 1959 dalam

Naamin, 1984). Namun yang jelas kebiasaan

menggerombol dilakukan untuk

mengamankan diri dari predator dan

serangan-serangan lain dari luar. Secara khas

(tipically) udang membentuk kelompok yang

padat dimana bisa menimbulkan kekeruhan

secara intensif dan terlokalisir. Kekeruhan

yang demikian sudah dikenal sebagai “didihan

lumpur” (mud boils) yang oleh nelayan

merupakan suatu tanda adanya kelompok

udang (Lucas et al., 1979 dalam Naamin, 1984).

Pertumbuhan ikan bisa dikatakan

sebagai laju perubahan ukuran (bagian tubuh)

ikan berdasarkan perubahan waktu.

Pertumbuhan bisa diekspresikan sebagai

pertambahan panjang, pertambahan berat,

pertambahan jumlah populasi, pertambahan

otolith, sisik, operculum, atau bagian tubuh

lainnya (termasuk cangkang karapas bagi

udang) dihubungkan dengan umur ikan. Studi

tentang pertumbuhan pada dasarnya adalah

untuk menentukan pertambahan ukuran

sebagai fungsi dari umur atau waktu ; W(t) =

f(t). oleh karena itu estimasi stok ikan dan

udang umunya bekerja dengan data komposisi

umur. Pendekatan analitis terhadap

pertumbuhan ikan berawal dari tingkah laku

spesies yang mempunyai hubungan nyata

antara ukuran panjang karapas dengan kondisi

musim tahunan. Hal ini lebih diperjelas lagi

bahwa hampir setiap spesies mempunyai masa

pemijahan relatif singkat, sehingga suatu

kelompok ikan (cohort) terpisah dari kelompok

lainnya dalam perbedaan satu tahun musim

(Wiadnya, dkk., 1997)

Udang penaeid memiliki pertum-buhan

yang sangat cepat. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Naamin (1984) di perairan

Arafura menunjukkan bahwa udang P.

meguiensis pertum-buhannya cepat, yaitu

dengan koefisien laju pertumbuhan K = 1,625

per tahun. Umurnya pendek, tidak sampai dua

tahun (maksimum 20 bulan) dan tertangkap

oleh pukat berumur antara 4 – 15 bulan. Lebih

dari 50 % diantaranya berumur antara 5 – 7,5

bulan dengan panjang karapas antara 29 – 33,5

mm.

Selain pertumbuhannya yang cepat, laju

kematian udang penaeid di selat Madura

berdasarkan penelitian Martinus dkk. (1999)

cukup tinggi (Z = 2,6 – 7,5), laju kematian

alamiah juga cukup tinggi (M = 0,75-4,0). Ada

indikasi bahwa stok udang penaeid di selat

Page 6: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

Madura belum di manfaatkan secara optimal,

terbukti dari nilai laju kematian penangkapan

yang relatif kecil (F = 0,1– 4,1), sehingga laju

pengusahaan (Exploitation Rate, E = 0,1-0,56).

Udang penaeid di perairan tersebut umumnya

masih underfishing.

Pola rekruitmen sebagian besar stok

ikan tropis bersifat kontinyu sepanjang tahun

dengan “osilasi” (fluktuasi) musiman

sehubungan dengan adanya pengaruh angin

pasat (monsoons) (Wiadnya, dkk., 1997).

Pola penambahan baru P. semisulcatus di

Laut Pangkep Sulawesi Selatan seperti yang

dilaporkan oleh Widiyanti (2002)

menunjukkan bahwa rekruitmen hampir

terjadi sepanjang tahun dengan puncak

pemijahan pada bulan Januari – Maret, Mei –

Juli dan September. Demikian pula pola

rekruitmen M. monoceros yang mengalami

puncak penambahan baru pada bulan Januari

– Juli dan Desember.

Penambahan baru udang penaeid di

Selat Madura hampir terjadi sepanjang tahun

dengan dua puncak, yaitu bulan Mei – Juli dan

Oktober – Januari. Puncak penambahan baru

bulan Mei – Juli diduga berasal dari puncak

musim pemijahan pada bulan Nopember –

Desember. Antara musim pemijahan dan

puncak penambahan baru diperlukan waktu

antara 5-7 bulan (Martinus, dkk. ,1999) Berdasarkan penelitian Naamin

(1984) peranan hutan mangrove dalam daur

hidup udang penaeid (dalam hal ini udang

jerbung) memiliki korelasi positif antara

kerapatan hutan pada satu daerah dengan

produksi (maximum sustainable yielc per kilometer

persegi (MSY) per kilometer persegi) udang

penaeid di perairan yang berhadapan dan di

sekitar mangroove tersebut. Berarti semakin

luas areal hutan mangrove di suatu daerah,

maka semakin tinggi produksi udang yang

ditangkap di daerah tersebut.

III. METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode survei.

Pengambilan sampel dilakukan selama 3 bulan

(Agustus – Oktober 2004) dengan 5 kali

pengambilan sampel untuk mendapatkan nilai

parameter pertumbuhan L∞ dan K dari kohort

yang telah teridentifikasi. Interval waktu antar

sampling adalah 15 hari dengan dasar

pemikiran bahwa waktu jeda antara waktu

ganti cangkang (intermoulting) udang penaeid

adalah 16 – 19 hari.

Dalam penelitian ini, model analisa

yang akan digunakan adalah model analitik.

Model analitik merupakan model untuk

struktur umur (atau panjang karapas dan berat

udang), bekerja dengan konsep laju mortalitas

dan laju pertumbuhan individu. Konsep dasar

dalam model struktur umur adalah “cohort”.

Guna membantu dan menghasilkan

beragam analisa akurat, digunakan alat bantu

perangkat lunak / software FAO ICLARM

Stock Assessment Tool (FISAT) Version 1.1.2.

Model umum yang dipakai untuk

menentukan Parameter pertumbuhan

menggunakan model standar dalam dinamika

populasi, yaitu persamaan von Bertalanffy.

(Hilborn and Walters, 1992), yaitu: Lt =

L∞ (1 – e – k ( t - t0

))

Dimana L t = panjang karapas udang pada

umur t (mm), L∞ = panjang asimptotik, K =

koefisien pertumbuhan udang untuk mencapai

Page 7: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

L∞ (tahun) dan t0 = pertumbuhan pada tahun

ke 0.

Selanjutnya persamaan tersebut dipadu

dengan model power untuk mengetahui

hubungan panjang-berat melalui persamaan:

Wt = a L t b , dimana Wt = berat udang pada

umur ke t, Lt = panjang karapas udang pada

umur ke t, a dan b = konstanta regresi dari

persamaan.

Data frekuensi panjang dengan interval

waktu yang konstan memungkinkan untuk

dilakukan analisis pergeseran modus (Modal

Progression Analysis). Dengan menggunakan

rutin metode Battacharya pada FISAT II

dapat diperoleh perkembangan modus

(kohort) asal interval intersampling konstan

(Sparre et al., 1989).

Dalam proses analisis metode

Battacharya ada dua input penting untuk

memperoleh pola kohort, input pertama

adalah data yang diperlukan adalah kelas

panjang sebagaimana analisis pertumbuhan

von Bertalanffy terdahulu, dan input kedua

adalah identifiakasi visual frekuensi setiap

group memakai grafik yang telah disediakan

untuk analisis ini. Fungsi yang dijalankan

adalah persamaan :

Ln (Ni+1) – ln(N i) = aj + bj.Li,

Dimana N i dan Ni+1 adalah frekuensi suksesif

pada komponen yang sama dari satu grup

udang per satu set yang ditunjukkan oleh

kelompok umur (j) dan Li adalah limit kelas

teratas dari N i. Nilai rata-rata distribusi normal

ditentukan oleh persamaan 6, sedangkan

standar deviasi (σ ) ditentukan dengan

persamaan 7 dan Separation Index (SI) dihitung

lewat persamaan 8 (Gayanilo et al., 2002).

Model paling sederhana untuk

menduga laju kematian udang berdasarkan

simulasi frekuensi panjang karapas adalah

persamaan von Bertalanffy, yaitu

]ˆ[

]ˆ[

−=

ll

llKZ

Reproduksi merupakan faktor utama

yang mempengaruhi pola rekruitmen. Dalam

pengkajian siklus reproduksi dan waktu

pemijahan, dapat digunakan analisa tingkat

kematangan gonad (TKG), rasio kelamin

antara jantan dan betina, dan panjang karapas

saat betina pertama kali matang gonad (L50

atau Lm).

Analisis populasi secara virtual dengan

struktur panjang (virtual population analysis/

VPA) beradasarkan teori Jones and Van

Zalinge yang diterapkan untuk

mengakomodasi data frekuensi panjang.

Tujuan output yang diharapkan adalah

simulasi grafis dari plot udang yang hidup

(survivors), kematian alami (natural losses),

tertangkap (catches) dan perkiraan kematian

akibat penagkapan (fishing mortality) (Gayanilo,

et.al., 2002).

IV. KEADAAN UMUM DAERAH

PENELITIAN

Perairan laut utara kabupaten

Lamongan Jawa Timur tergolong perairan

potensial bagi kegiatan penangkapan udang,

Meskipun data Statistik Jawa Timur

menunjukkan bahwa perairan ini

menyumbangkan 3,12 % dari total produksi

udang di Jawa Timur (Anonymous, 2002c),

namun pada kenyatannya hasil produksi udang

penaeid di perairan tersebut jauh lebih besar

dari data yang dicatat oleh dinas perikanan

terkait.

Page 8: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

Nelayan udang sebagian besar berasal

dari desa Weru Kecamatan Paciran Kabupaten

Lamongan, yang merupakan pangkalan

pendaratan ikan / PPI (fishing base) udang

utama di sepanjang pesisir utara Jawa Timur.

Desa yang mem iliki luas wilayah 9,355 Ha ini

terletak pada titik koordinat 6 o 52’ 12” LS 112

o 25’ 48” BT berjarak 13 Km dari pusat

pemerintahan kecamatan dan 43 Km dari

pusat pemerintahan kabupaten berbatasan

langsung dengan kabupaten Gresik

(Anonimous, 2003).

Berdasarkan data monografi

penduduk, jumlah warga desa Weru yang

bermata pencaharian sebagai nelayan sebanyak

1.875 orang atau 97 % dari seluruh angkatan

kerja yang berjumlah 1.934 orang. Sementara

menurut data statistik perikanan Pelabuhan

Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan

tahun 2002 (seperti pada Tabel 4), jumlah

nelayan di Weru kompleks sebanyak 6.270

orang (Anonymous 2002), selebihnya nelayan

berasal dari desa-desa sekitar yang berbatasan

langsung dengan desa Weru.

Hampir seratus persen perahu yang

berlabuh di PPI Weru kompleks

menggunakan tenaga penggerak motor.

Menurut laporan terakhir jumlah armada

penangkapan di Weru kompleks pada tahun

2001 berjumlah 1.762 unit. Jumlah ini

meningkat 4,7 % dari tahun sebelumnya dan

sekitar 36 % dari tahun 1999.

Pangkalan pendaratan ikan Weru

dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan /

TPI khusus menampung udang penaeid dan

beberapa ikan dasar lainnya yang merupakan

hasil sampingan. TPI Weru dibangun oleh

pemerintah daerah setempat, sementara

pengelolaan diserahkan pada Koperasi Unit

Desa. Saat ini TPI Weru dikelola secara

swadaya oleh pedagang-pedagang pengepul

yang menggunakan fasilitas tersebut. Jumlah

pedagang pengepul di TPI Weru + 10 orang,

masing-masing pengapul mempunyai tenaga

bantu sebanyak 7 – 10 orang.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan keterangan nelayan

setempat, ada tujuh daerah penangkapan

utama udang penaeid di Laut Utara Lamongan

Jawa Timur. Ketujuh daerah tersebut tersebar

mulai dari sebelah utara Paciran hingga daerah

aluran pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Operasi penangkapan udang penaeid

dengan alat tangkap mini trawl hanya

dilakukan di sekitar pantai dengan variasi

kedalaman 3 hingga 15 meter. Lokasi shrimp

gound tidak terlepas dari keadaan lingkungan

sekitar, sebab hampir seluruh shrimp ground

tersebar mengelilingi muara sungai Bengawan

Solo. Di sekitar muara sungai ini terdapat

hutan bakau (mangroove ) cukup lebat sehingga

diduga wilayah ini merupakan daerah asuhan

(nursery ground) utama udang penaeid dalam

menjalani proses re stocking.

Hubungan Panjang dan Berat

Hasil analisis dari hubungan panjang

karapas dengan berat udang Putih (P.

merguiensis) dan Udang Krosok (P. semisulcatus)

menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang

karapas lebih cepat daripada pertumbuhan

beratnya, artinya pertumbuhan kedua jenis

udang tersebut bersifat allometrik. Persamaan

pertum-buhan panjang kedua jenis udang

adalah :

Page 9: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

� P. merguiensis : W = 0,0051.L 2,04

� P. semisulcatus : W = 0,0051.L 2,04

Parameter Pertumbuhan Dari hasil perhitungan dapat diketahui

bahwa laju pertumbuhan udang P. merguiensis

lebih lambat dengan (K = 0,61 per tahun)

dibandingkan dengan P. semisulcatus (1,410 per

tahun), artinya untuk mencapai ukuran yang

sama, udang Krosok memerlukan waktu lebih

singkat daripada udang Putih. Dengan

demikian kelas umur pada P. merguiensis lebih

banyak karena umur lebih panjang daripada P.

semisulcatus .

Waktu pada saat larva berumur 0 (t0)

diperoleh dengan analisis visual pada grafik

pertumbuhan pada Gambar 4 berikut ini.

a

b

Gambar 4. grafik pertumbuhan P. merguiensis (a), P. semisulcatus (b).

Sehingga persamaan pertumbuhan von

Bertallanfy udang Penaeid di perairan utara

Lamongan Jawa Timur berdasarkan data

frekuensi panjang karapas selama periode

Agustus – Oktober yaitu:

P. merguiensis : Lt = 44,1 (1– e -0,61 ( t + 0,27))

P. semisulcatus : Lt = 69,3 (1–e -1,41 (t + 0,99))

Kematian (mortality) Nilai duga laju kematian total (Z)

diperoleh dari rutin Length-Converted Catch

Curve pada FISAT II dengan cara

memasukkan parameter pertumbuhan yang

telah didapatkan dari perhitungan terdahulu.

Nilai duga kematian alami (M) dihitung

berdasarkan persamaan Pauly dan nilai

kematian karena penangkapan (F) dihitung

dari pengurangan kematian total dengan

kematian alami. Nilai kematian udang

disajikan pada tabel dibawah ini.

Berdasarkan nilai mortalitas di atas

dapat disimpulkan bahwa P. merguiensis

memiliki nilai kematian total, kematian alami

dan kematian penangkapan lebih rendah

daripada P. semisulcatus. Perbedaan kematian

alami antara kedua spesies tidak begitu besar,

namun tampak ekstrim pada kematian karena

tekanan eksploitasi.

Diduga kecilnya kematian karena

penangkapan pada P. merguiensis disebabkan

oleh cepatnya pertumbuhan dan rekruitmen

serta ukuran yang relatif lebih kecil, sehingga

peluang kelulus hidupan pada udang ini cukup

besar. Grafik kematian karena penangkapan

diperoleh dari analisis populasi virtual (virtual

population analysis) yang tersedia dalam FISAT

II disajikan pada Gambar 5.

Page 10: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

Pola rekruitmen P. merguiensis

0

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12Bulan

Rek

ruitm

en

Pola rekruitmen P. semisulcatus

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12Bulan

Rek

ruitm

en

Gambar 5. Hasil analisis populasi vitual FiSAT terhadap P.merguiensis (atas) dan P.semisulcatus (bawah) selama penelitian.

Pola Rekruitmen Dua model analisis yang diterapkan

dalam mengetahui pola rekruitmen adalah

melalui rasio prosentase jenis kelamin dan

analisis pola rekruitmen (recruitment patterns)

pada program FISAT II. Adanya perbedaan rasio yang cukup

besar antara individu jantan dan betina yang

mencapai 1 : 3 menyebabkan penambahan

baru (recruitment) tidak terjadi sepanjang tahun,

melainkan mencapai puncaknya pada bulan-

bulan tertentu. Udang Putih mengalami

puncak rekruitmen pada bulan Juli, yaitu

sebesar 28,02 % sedangkan udang Krosok

pada bulan Agustus dengan prosentase

sebesar 20,87%.

Pola rekruitmen P. merguiensis dan P.

semisulcatus berdasarkan frekuensi ukuran

panjang sampel disajikan pada gambar 6

berikut ini.

Gambar 6. Pola rekruitmen kedua jenis udang selama periode penelitian.

Ukuran minimum spesimen udang P.

merguiensis yang matang gonad (Lm) adalah

panjang karapas 40,99 mm. Udang P.

semisulcatus mencapai kematangan gonad

pertama kali (Lm) saat mencapai panjang

karapas 56,62 mm

Musim pemijahan dapat diduga melalui

sebaran frekuensi udang betina yang matang

gonad dan siap untuk bertelur, yaitu udang

betina pada tingkat kematangan gonad (TKG)

III dan IV. Penyebaran frekuensi udang betina

yang matang gonad disajikan dalam Gambar 7.

Prosentase tingkat kematangan gonad betina P.merguiensis

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

1 2 3 4 5

Sampling ke

TKG 0

TKG 4

TKG 3

TKG 2

TKG I

Prosentase tingkat kematangan gonad betina

P.semisulcatus

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

1 2 3 4 5Sampling ke

Pro

senta

se k

emat

angan

TKG 5

TKG 4

TKG 3

TKG 2

TKG 1

Gambar 7. Penyebaran frekuensi udang betina yang matang gonad. Mengacu pada gambar diatas dapat

diketahui bahwa bulan Agustus merupakan

musim memijah bagi P. merguiensis tetapi tidak

bagi P. semisulcatus . Puncak proporsi betina

matang gonad P. merguiensis berada pada akhir

Agustus (35,23%) dan akhir September

(35,63), diduga periode rekruitmen adalah

diantara kedua periode tersebut. Sedangkan

rekruitmen P. semisulcatus mencapai puncaknya

pada awal September dengan prosentase

sebesar 20 %.

Page 11: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

Laju Penangkapan

Berdasarkan analisis Yield per Recruit

Relatif Beverton dan Holt, udang Putih

mengalami tekanan eksploitasi yang lebih

rendah dari udang Krosok namun mengalami

rekruit lebih tinggi. Ukuran terkecil yang

paling banyak tertangkap adalah pada saat

mencapai panjang L50. Kurva hubungan Yield

per Rekruit Relatif dengan Biomass per

Rekruit Relatif pada kedua jenis udang

disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Kurva hubungan Yield per Rekruit Relatif dengan Biomass per Rekruit Relatif pada kedua jenis udang. Perpotongan kurva parabolik (Yield)

dengan kurva eksponensial (catch per unit effort

/CpuE) menunjukkan posisi perpotongan

P.merguiensis masih jauh dari maximum yield dan

dalam pertumbuhan menuju overfishing

(growth overfished), sedangkan P. semisulcatus

mendekati puncak maximum yield yang

berarti sedang mendekati overfishing (nearly

overfished).

Pembahasan Umum

Berdasarkan nilai duga laju kematian

akibat penangkapan udang P. merguiensis (F =

0,17), diperoleh nilai laju eksploitasi dari

perbandingan antara kematian akibat

penangkapan dengan total kematian (E = F /

Z) sebesar 0,13. Dengan asumsi bahwa stok

tereksploitasi secara optimal pada saat F = M

atau E = 0,5 (Gulland, 1971 dalam Pauly, et.

al., 1984) dapat dikatakan udang ini dalam

kondisi tekanan eksploitasi kecil atau

underfishing. Berbeda dengan yang dialami oleh

P. semisulcatus , yang memiliki F = 5,08 dan E =

0,74. Frekuensi panjang karapas spesies ini

memberitahukan bahwa dia berada dalam

tekana n eksploitasi yang besar, bisa dikatakan

dalam keadaan overfishing.

Secara umum status udang penaeid pada

seluruh spesies yang tertangkap di perairan

utara Lamongan Jawa Timur belum bisa

ditentukan dalam kondisi overfishing atau

underfishing. Status penangkapan diatas hanya

berlaku bagi kedua jenis udang yang diteliti.

Untuk menentukan status penangkapan udang

penaeid secara menyeluruh, perlu ada

penelitian lebih lanjut pada udang-udang

penaeid lainnya. Tetapi berdasarkan penelitian

pada kedua spesies diatas, sementara diduga

status penangkapan di perairan tersebut

underfishing.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan,

dapat dikemukakan beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Kondisi pertumbuhan udang putih (Penaeus

merguiensis) dan udang krosok (P. semisulcatus)

bersifat allometris. P. merguiensis menunjukkan

pertumbuhan yang jauh dari kondisi

isometris yaitu 2,04 dan sedangkan P.

semisulcatus mempunyai nilai b mendekati 3

yaitu 2,9, artinya jenis ini hampir isometris.

Page 12: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

2. Laju pertumbuhan kedua jenis udang dan

cukup cepat, namun pertumbuhan Penaeus

merguiensis tidak secepat Penaeus semisulcatus.

P. merguiensis mempunyai laju pertumbuhan

K = 0,61 pertahun dan mencapai panjang

infinit (L 8) sebesar 44,1 mm panjang

karapas. Sementara P. semisulcatus

mempunyai laju pertumbuhan K = 1,41

pertahun dan mencapai panjang infinit (L 8)

sebesar 69,3 mm panjang karapas. Panjang

udang pertama kali matang gonad (Lm) P.

merguiensis sebesar 40,99 mm panjang

karapas dan P. semisulcatus sebesar 56,62 mm

panjang karapas.

3. Laju kematian / mortalitas total (Z) P.

merguiensis sebesar 1,31 pertahun dengan

perincian kematian alami M = 1,14 dan

kematian penangkapan F = 0,17. Laju

kematian total P. semisulcatus Z = 6,82

dengan perincian kematian alami M = 1,74

dan kematian penangkapan F = 5,08.

Berdasarkan nilai laju eksploitasi E tampak

laju eksploitasi P. merguiensis tergolong

rendah karena dibawah 0,5 (E = 0,13),

sementara laju eksploitasi P. semisulcatus

sangat tinggi melebihi 0,5 (E = 0,74).

4. Perbendaan rasio antara jantan dan betina

mencapai 1 : 3 menyebabkan penambahan

baru (recruitment) tidak sepanjang tahun.

Berdasarkan analisa proporsi udang betina

matang gonad, puncak rekruitmen terjadi

pada bulan Agustus untuk P. merguiensis dan

bulan september untuk P. semisulcatus,

sedangkan analisa frekuensi panjang

menunjukkan pola rekruitmen P. merguiensis

mencapai puncaknya pada bulan Juli dan P.

semisulcatus pada bulan Agustus. Dapat

disimpulkan bahwa puncak rekruitmen P.

merguiensis terjadi pada bulan Juli – Agustus

dan P. semisulcatus pada bulan Agustus –

September.

5. Tingkat eksploitasi kedua jenis udang masih

tergolong rendah (under exploited), namun

perlu kajian lengkap pada spesies-spesies

lain untuk penilaian tingkat eksploitasi

udang penaeid secara menyeluruh. Status

pemanfaatan kedua jenis udang udang

masih berada dibawah Maximum Sustainable

Yield /MSY atau dalam kondisi underfishing.

Nilai Y’/R relatif P. merguiensis sebesar

0,023 dengan ukuran panjang pertama kali

tertangkap Lc =15,81 mm panjang karapas,

lebih kecil daripada P. semisulcatus sebesar

0,042 dengan Lc = 19,11 mm panjang

karapas. Masing-masing nilai Y’/R berada

dibawah kondisi maximum yield atau sedang

berjalan menuju maximum yield.

Beberapa saran yang dapat menjadi

bahan pertimbangan untuk kajian dan

perumusan kebijakan mengenai pengelolaan

sumberdaya udang penaeid di Laut Utara

Lamongan – Jawa Timur adalah:

(1) Bagi pemerintah, perlu adanya

penegakan aturan yang jelas baik berupa

aturan perundang-undangan (task force)

maupun penegakan hukum. Aturan ini

berkaitan dengan strategi manajemen

sumberdaya berjelanjutan, yaitu:

• Menekan laju penangkapan dengan cara

mengurangi jumlah armada penangkapan

trawl di TPI Weru kompleks yang terlalu

banyak dengan mengalihkan jenis alat

tangkap atau pembatasan trip.

• Menentukan ukuran mata jaring (mesh size)

terkecil. Ukuran mata jaring terkecil

didasarkan pada panjang udang pertama kali

tertangkap Lc.Ukuran mata terkecil yang

Page 13: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

disarankan adalah 25 mm pada bagian

kantong.

• Penentuan musim dan daerah tertutup bagi

kegiatan penangkapan udang. Penentuan

musim didasarkan pada puncak pola

rekruitmen, yaitu pada bulan Agustus –

September. Penentuan daerah tertutup

(closed area) disarankan adalah daerah-daerah

asuhan udang (nursery ground) utama di

perairan utara Lamongan Jawa Timur.

(2) Bagi Perguruan Tinggi, kegiatan

perikanan udang di daerah ini juga perlu

mendapat perhatian lebih mengingat daerah

ini memiliki permasalahan cukup serius dalam

hal pengendalian operasi ilegal armada alat

tangkap mini trawl yang terlalu banyak, yaitu

sekitar 3000 armada. Sehinga perlu ada kajian

lebih lanjut tentang bagaimana penataan,

pengaturan dan standardisasi armada

penangkapan supaya kondisi sumberdaya

udang tetap terjaga.

Pencatatan data frekuensi panjang,

jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad

jenis udang lainnya udang dalam rentang

waktu 10 – 12 bulan dalam konteks kajian

penelitian maupun program riset line

mahasiswa perlu dilakukan untuk

mendapatkan gambaran utuh mengenai

dinamika udang penaeid di daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 1998. Bioinformatics Centre, National Institute of Oceanography, Dona Paula, Goa, India. www.indian-ocean.org

Anonymous, 2002c. Laporan Statistik

Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur Tahun 2002 . Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur. Surabaya

Anonymous, 2004a. Commercial Prawns in

Hong Kong Waters. www.hk-fish.net. Anonymous, 2004b. Shrimp Library.

www.KGTgroup.com Bal, D.V. and K.V. Rao, 1984. Marine

Fisheries, Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. 441 hal

Burukovskii, R.N., 1985. Key To Shrimps

and Lobsters. AA. Balkema. Rotterdam Gayanilo, F.C., P. Sparre and D. Pauly. 2002.

FiSAT II User’s Guide. Food and Agriculture Organization Of The United Nations. Rome.

Gulland, J.A., 1971. The Fish Resources of

The Ocean. Fishing News Book Ltd. London. 255 hal.

Hilborn, R. and C. J. Walter, 1992.

Quantitative Fisheries Stock Assessment: Choice, Dynamics and Uncertainity. Chapman & Hall Inc. London. 570 Hal.

Kusumastanto, T., 2003. Ocean Policy

Dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah. PT Gra-media Pustaka Utama. Jakarta. 160 hal

Martinus, D. Setyohadi dan T.D. Lelono.

1998. Dinamika Populasi Udang Putih (Penaeus merguiensis deMan ) Untuk Perikanan Rakyat Di Perairan Selat Madura Serta Alternatif Pengelolaannya . Fakultas Perikanan UNIBRAW. Malang

Penn, J.W., 1984. The Behavior and

Catchability of Some Commercially Exploited Penaeids and Their Relationship to Stock and Recruitment . In Penaeid shrimps – Their Biology and Management (Eds Gulland, J.A & B.J. Rothschild). Fishing News Book Limited. England.

Sparre, P., E. Ursin and S.C. Venema, 1989.

Introduction to Tropical Fish Stock Assessment; Part 1. Manual . FAO Fisheries Technical Paper . No. 306.1. Rome, FAO. 337p.

Page 14: Dinamika Populasi udang putih (Penaeus merguiensis) & udang krosok (Penaeus semisulcatus) di JATIM

Sheridan, P.F., J.A. Browder, and J.E. Powers, 1984. Ecological Inter -actions Between Penaeid Shrimp and Bottomfish Assemblages. In Penaeid shrimps – Their Biology and Management (Eds Gulland, J.A & B.J. Rothschild). Fishing News Book Limited. England.

Unar, M. and N. Naamin, 1984. A Riveiew of

the Indonesian Shrimp Fisheries and Their Management. In Penaeid shrimps – Their Biology and Management (Eds Gulland, J.A & B.J. Rothschild). Fishing News Book Limited. England.

Wiadnya, D.G.R., T.J. Lelono dan D.

Setyohadi, 1997. Bahan Bacaan Mata Kuliah Dinamika Populasi Ikan. ; sumber asli : Introduction to Tropica Fish Assessment Part L Manual by Per Sparre, Erik Ursin, Siebren C. Venema terbitan FAO Fissheries Technikal Paper 306/1 Roma tahun 1989. Fakultas Perikanan UNIBRAW. Malang.

Widiyanti, S.E., 2002. Estimasi

Pertumbuhan, Pola Rekruitmen dan Distribusi Udang Penaeid (Penaeus semisculatus de Haan dan Metapenaeus monoceros Fabricius) di Perairan Laut Pangkep, Sulawesi Selatan. Thesis. Program Pascasarjana UNIBRAW. Malang.