1
ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KOTA KEDIRI
DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
TAHUN 2012 – 2015
Disusun oleh:
Rifaldo Adyaksa Kurniawan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Univesitas Brawijaya Malang
Dosen Pembimbing:
Satriya Candra Bondan Prabowo
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Univesitas Brawijaya Malang
Abtract: This study aims at identifying and analyzing the financial performance of the
city of Kediri in the implementation of regional autonomy during 2012 -2015. This
research is descriptive quantitative research. The data are in the form of financial
statements obtained from Kediri City’s BPPKAD for the fiscal year of 2012 - 2015. The
analytical tools used to measure the financial performance of the city of Kediri are
independency ratio, fiscal decentralization ratio, routine capability index ratio,
harmony ratio, PAD effectiveness and efficiency ratio, and growth ratio.Overall indicate
that the financial performance of Kediri area is still lacking in the area and increase the
potential need to reduce dependence on the central government.
Keywords: Regional Financial Performance, Regional Autonomy, Regional Financial
Independence Ratio, Ratio Degree of Fiscal Decentralization, Ratio routine capability
index, Harmony Ratio, Ratio Effectiveness and efficiency of PAD, Growth Ratio.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan
daerah Kota Kediri dalam pelaksanaan otonomi daerah tahun 2012 - 2015. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Data yang digunakan berupa laporan
keuangan yang diperoleh dari BPPKAD Kota Kediri tahun anggaran 2012 – 2015. Alat
analisis yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan daerah Kota Kediri adalah
rasio kemandirian, rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio indeks kemampuan rutin, rasio
keserasian, rasio efektivitas dan efisiensi PAD, dan rasio pertumbuhan. Secara
keseluruhan menunjukkan bahwa kinerja keuangan daerah Kota Kediri masih kurang
dalam meningkatkan potensi daerah dan perlu mengurangi ketergantungan terhadap
pemerintah pusat.
Kata Kunci: Kinerja Keuangan Daerah, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio
Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Indeks Kemampuan Rutin, Rasio Keserasian, Rasio
Efektivitas dan Efisiensi PAD, Rasio Pertumbuhan.
2
1. PENDAHULUAN
Indonesia memasuki era otonomi
daerah dengan diterapkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 (kemudian menjadi UU No.32
Tahun 2004) tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1999 (kemudian menjadi
UU No.33 Tahun 2004) tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
Penerapan perimbangan keuangan
antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah di Indonesia
tercermin dalam penyelenggaraan
Pemerintahan dan pelayanan Publik
yang berdasarkan atas azas
desentralisasi, dekonsentrasi dan
tugas pembantuan.
Otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai peraturan
perundang-undangan. Sedangkan
perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan daerah
merupakan pemerataan antar daerah
secara proporsional, demokratis, adil,
dan transparan dengan
memperhatikan potensi, kondisi, dan
kebutuhan daerah sejalan dengan
kewajiban dan pembagian
kewenangan tersebut, termasuk
pengelolaan dan pengawasan
keuangannya. Tujuan utama
penyelenggaraan otonomi daerah
(Mardiasmo, 2004 : 46) adalah untuk
meningkatkan pelayanan publik
(public service) dan memajukan
perekonomian daerah.
Pemerintah Daerah merupakan
subsistem dari Pemerintah Pusat.
Efektivitas Pemerintah Pusat
tergantung pada efektivitas dari
penyelenggaraan Pemerintah di
daerah, keberhasilan kepemimpinan
di daerah harus sesuai dengan
kebijakan Pemerintah Pusat, dengan
demikian muncul kebijakan terkait
Otonomi Daerah. Hal ini merupakan
langkah yang konkret dalam
mewujudkan desentralisasi
pemerintahan yang sesungguhnya.
Salah satu perwujudan pelaksanaan
otonomi daerah adalah pelaksanaan
desentralisasi. Desentralisasi yaitu
penyerahan urusan, tugas dan
wewenang untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan
Pemerintahan dan kepentingan
3
masyarakat setempat dengan tetap
berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dua manfaat desentralisasi yaitu :
pertama, mendorong pemerataan
hasil-hasil pembangunan (keadilan)
diseluruh daerah dengan
memanfaatkan sumber daya dan
potensi yang tersedia dimasing-
masing daerah. Kedua, memperbaiki
alokasi sumber daya produktif
melalui pergeseran peran
pengambilan keputusan publik ke
tingkat Pemerintah yang paling
rendah yang memiliki informasi yang
paling lengkap Shah (1997) dalam
Mardiasmo (2004:25). Kriteria
penting untuk mengetahui secara
nyata kemampuan daerah dalam
mengatur dan mengurus rumah
tangganya adalah kemampuan self-
supporting bidang keuangan, di
samping faktor yang lain seperti
kemampuan sumber daya alam,
kondisi demografi, potensi daerah,
serta partisipasi masyarakat. Faktor
keuangan merupakan faktor yang
esensial dalam mengukur tingkat
kemampuan daerah dalam
melaksanakan otonominya, dimana
daerah mampu membiayai
penyelenggaraan Pemerintahan
daerahnya dengan tingkat
ketergantungan kepada Pemerintah
Pusat mempunyai proporsi yang
semakin mengecil.
Dalam Keputusan Menteri dalam
Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang
diubah menjadi Permendagri Nomor
13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengurusan, pertanggung jawaban
dan pengawasan keuangan daerah
serta tata cara penyusunan anggaran
pendapatan belanja daerah (APBD).
APBD adalah : “Semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintah Daerah
yang dapat dinilai dengan uang
termaksud didalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah, dalam
kerangka anggaran pendapatan dan
belanja daerah.”
Selanjutnya dalam Ketentuan
Umum Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
2005 Tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, disebutkan bahwa keuangan
daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah yang dapat dinilai dengan
4
uang termasuk didalamnya segala
bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah
tersebut, tidak ada satupun kegiatan
Pemerintah di daerah yang tidak
memerlukan biaya.
Salah satu ciri utama daerah
mampu dalam melaksanakan
otonomi daerah terletak pada
kemampuan keuangan daerah untuk
membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerahnya dengan
tingkat ketergantungan kepada
Pemerintah Pusat mempunyai
proporsi yang semakin mengecil dan
diharapkan bahwa pendapatan asli
daerah (PAD) harus menjadi bagian
terbesar dalam memobilisasi dana
penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(Yuliati, 2001:22).
Peneliti mengambil objek
penelitian pada Pemerintah Daerah
Kota Kediri dengan alasan, Kota
Kediri sebagai daerah otonom dalam
melaksanakan urusan desentralisasi
berusaha untuk dapat meningkatkan
kemampuan keuangan daerah.
Dengan pengambilan objek
penelitian di Kota Kediri peneliti
ingin mengetahui kemampuan
keuangan daerah dalam mendukung
pelaksanan otonomi daerah.
Selanjutnya, Kota Kediri berada pada
jalur transportasi regional yang
menghubungkan Kota Surabaya
dengan Tulungagung, Nganjuk dan
Malang, dalam konteks
pengembangan wilayah Provinsi
Jawa Timur, Kota Kediri merupakan
pusat pengembangan SWP (Satuan
Wilayah Pembangunan) Kediri dan
sekitarnya yang meliputi : Kabupaten
Kediri, Nganjuk, Trenggalek dan
Tulungagung. Fungsi Kota Kediri
sebagai pusat pelayanan bagi wilayah
sekitarnya, tumbuh dan berkembang
didukung oleh keberadaan
infrastruktur transportasi yang
menghubungkan dengan beberapa
daerah disekitarnya. Keberadaan
infrastruktur transportasi
mempengaruhi pola pemanfaatan
lahan yang cenderung linier terutama
di sepanjang jalan arteri primer arah
ke Surabaya
(http://kedirikota.go.id/). Kota Kediri
memiliki pertumbuhan ekonomi
yang cenderung meningkat bila di
bandingkan pertumbuhan ekonomi
Jawa Timur dan Nasional.
5
147.716.0
20.399,86
193.100.0
28.058
219.328.8
94.587,40
2013 2014 2015
AnggaranRealisasi
Gambar 1.1
Pertumbuhan Ekonomi Kota
Kediri 2009 – 2013
Berdasarkan Gambar 1.1.
menunjukkan pertumbuhan ekonomi
Kota Kediri dengan pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur dan Nasional.
Pada tahun 2009 pertumbuhan
ekonomi Kota Kediri masih rendah
yaitu sebesar 4,66%, bila
dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur sebesar 5,01%.
Pada tahun 2010 dan 2011
pertumbuhan ekonomi Kota Kediri
meningkat masing-masing sebesar
5,06% dan 5,91%, namun
pertumbuhan ekomomi tersebut
masih rendah bila di bandingkan
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur
dan Nasional. Pada tahun 2012 dan
2013 pertumbuhan ekonomi Kota
Kediri meningkat sebesar 7,93% dan
7,51%. Sedangkan pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur pada tahun
2012 dan 2013 sebesar 7,27% dan
6,55%. Untuk pertumbuhan Ekonomi
Nasional pada tahun 2012 sebesar
6,23% dan tahun 2013 sebesar
5,78%.
Sumber : Dinas Pendapatan Kota Kediri,
2016 (Data Diolah)
Gambar 1.2
Realisasi PAD Kota Kediri Tahun
2012 - 2015
Pada Gambar 1.3 menunjukkan
bahwa realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kota Kediri dari
tahun 2013 sampai tahun 2015
menunjukkan pertumbuhan
pendapatan yang terus meningkat.
Hal tersebut menunjukkan kinerja
keuangan dan pengelolaan keuangan
yang baik.
Penggunaan analisis rasio pada
sektor publik, khususnya terhadap
APBD dan realisasinya belum
banyak dilakukan sehingga secara
6
teori belum ada kesepakatan secara
bulat mengenai nama dan kaidah
peraturannya. Namun, analisis rasio
terhadap realisasi APBD harus
dilakukan untuk meningkatkan
kualitas pengelolaan keuangan
daerah. Disamping meningkatkan
kualitas pengelolaan keuangan
daerah, analisis rasio terhadap
realisasi APBD juga dapat digunakan
sebagai alat untuk menilai efektivitas
otonomi daerah sebab kebijakan ini
yang memberikan keleluasaan bagi
Pemerintah Daerah untuk mengelola
keuangan daerahnya yang
seharusnya bisa meningkatkan
kemampuan keuangan daerah yang
bersangkutan.
Disamping itu, analisis rasio
tersebut juga dapat mengindikasikan
kemandirian Pemerintah Daerah,
pertumbuhan dan pergerakan tren
alokasi pendapatan, serta tingkat
pertumbuhan ekonomi dan tenaga
kerja suatu daerah. Dengan demikian
maka suatu daerah yang kinerja
keuangannya dinyatakan baik berarti
daerah tersebut memiliki
kemampuan keuangan untuk
membiayai pelaksanaan otonomi
daerah.
Berdasarkan uraian yang telah
diungkapkan di atas, maka dirasa
perlu untuk meneliti bagaimana
kinerja kuangan Pemerintah Daerah
Kota Kediri dalam pelaksanaan
Otonomi Daerah periode 2012 –
2015.
Tujuan penelitian adalah Untuk
mengetahui dan menganalisis kinerja
keuangan daerah dalam mendukung
pelaksanaan Otonomi Daerah di Kota
Kediri periode 2012 - 2015.
2. LANDASAN TEORI
Kinerja Keuangan Daerah
Menurut Halim (2004: 24) kinerja
keuangan daerah atau kemampuan
keuangan daerah merupakan satu
ukuran yang dapat digunakan untuk
melihat kemampuan daerah dalam
menjalankan otonomi daerah.
Kinerja sektor publik adalah sistem
yang bertujuan untuk membantu
manajer publik menilai capaian suatu
strategi melalui tolak ukur kinerja
yang ditetapkan. Pengukuran kinerja
ini sangat penting untuk menilai
akuntabilitas organisasi dan manajer
dalam menghasilkan pelayanan
publik yang lebih baik (Abdul Halim
dan Kusufi, 2014:124). Dari
beberapa pengertian di atas dapat
7
disimpulkan bahwa Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah adalah
tingkat capaian dari suatu hasil kerja
di bidang keuangan daerah yang
meliputi anggaran dan realisasi
anggaran dengan menggunakan
indikator keuangan yang ditetapkan
melalui suatu kebijakan atau
ketentuan perundang-undangan
selama periode anggaran.
Indikator Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Pengukuran Kinerja Pemerintah
Daerah harus mencakup pengukuran
Kinerja Keuangan. Menurut
Mohamad Mahsun (2012:196)
indikator Kinerja Keuangan Daerah
meliputi:
1) Indikator Masukan (Inputs)
2) Indikator Proses (Process)
3) Indikator Keluaran (Output)
4) Indikator Hasil (Outcome)
5) Indikator Manfaat (Benefit)
6) Indikator Dampak (Impact)
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD)
Menurut Abdul Halim dan Syam
Kusufi (2013:37), APBD dapat
didefinisikan sebagai rencana
operasional keuangan pemda, dimana
pada satu pihak menggambarkan
perkiraan pengeluaran setinggi-
tingginya guna membiayai kegiatan-
kegiatan dan proyek-proyek daerah
selama satu tahun anggaran tertentu,
dan di pihak lain menggambarkan
perkiraan dan sumber-sumber
penerimaan daerah guna menutupi
pengeluaran-pengeluaran yang
dimaksud.
Otonomi Daerah
Kaho (1998) dalam Safi’i (2007)
mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan Otonomi Daerah
adalah hak dan wewenang untuk
mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Urusan rumah
tangga sendiri ialah urusan yang lahir
atas adanya prakarsa daerah dan
dibiayai dengan pendapatan daerah
yang bersangkutan. Sedangkan
menurut Ateng Safrudin dalam
Winarna Surya Adisubrata (2003),
istilah otonomi mempunyai makna
kebebasan atas kemandirian tetapi
bukan kemerdekaan, artinya
kebebasan yang terbatas, kebebasan
yang harus dipertanggung jawabkan
kepada Pemerintah yang lebih tinggi
(Pemerintah Pusat).
3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini dikategorikan
ke dalam penelitian deskriptif
8
kuantitatif. Penelitian deskriptif
menurut Mohammad Nazir
(2003:54) adalah suatu metode dalam
meneliti status kelompok manusia,
suatu obyek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang.
Lokasi penelitian ini dilakukan
pada Badan Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah (BPPKAD) Kota Kediri
yang berlokasi di Jalan Pahlawan
Kusuma Bangsa Nomor 97, Kota
Kediri Provinsi Jawa Timur.
Penelitian ini menggunakan data
kuantitatif berupa Laporan realisasi
serta Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Kota Kediri
dan data pendukung lainnya dari
hasil wawancara. Data yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer, yaitu data yang
telah ada dari dokumen resmi
Pemerintah Kota Kediri. Sumber
data primer adalah data yang
diperoleh secara langsung dari objek
penelitian. Analisis data yang
digunakan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Rasio Kemandirian Keuangan
Daerah
(Abdul Halim, 2007:232)
b. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal
(Anita Wulandari, 2001: 22)
c. Rasio Indeks Kemampuan Rutin
Sumber : Abdul Halim (2007 : 234)
d. Rasio Keserasian
Sumber : Abdul Halim (2007 : 234)
e. Rasio Efektifitas dan Efisiensi
PAD
Sumber : Mahsun (2006 : 187)
Sumber : Mahsun (2006 : 187)
f. Rasio Pertumbuhaan
9
Sumber : Ilhyaul Ulum (2009:33)
4. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Rasio Kemandirian Keuangan
Daerah
Sumber data: Data diolah, 2017
Gambar 4.3
Grafik Prosentase Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah
Kota Kediri Tahun Anggaran
2012-2015
Pada Rasio kemandirian keuangan
daerah Kota Kediri tahun anggaran
2012 - 2015 menunjukkan
peningkatan secara keberlanjutan
tiap tahunnya. Walaupun demikian
peningkatan tesebut masih tergolong
dalam kemandirian keuangan yang
rendah atau instruktif dengan rata-
rata 24,01%. Rasio kemandiran ini
menggambarkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan
daerah. Semakin tinggi rasio
kemandirian ini partisipasi
masyarakat dalam membayar pajak
dan retribusi daerah akan
menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat Kota
Kediri.
Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal
Sumber data: Data diolah, 2017
Gambar 4.4
Grafik Prosentase Rasio DDF
Tahun Anggaran 2012-2015
Pada Rasio derajat desentralisasi
fiskal menunjukkan seberapa besar
kemampuan daerah dalam
meningkatkan sumber daya dan
potensi daerah tersebut. Indikator
dari rasio derajat desentralisasi fiskal
20,09% 20,62% 26,65% 28,67%
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
Prosentase Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kota Kediri
Tahun 2012-2015 14,05% 14,75% 17,43% 18,07%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
Tahun2012
Tahun2013
Tahun2014
Tahun2015
Prosentase Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal (DFF) Tahun Anggaran 2012-2015
10
dilihat dari PAD terhadap total
penerimaan daerah. Semakin besar
rasio derajat desentralisasi fiskal
maka ketergantungan Pemerintah
Daerah terhadap Pemerintah Pusat
semakin kecil.
Kemampuan Kota Kediri dalam
membiayai pembangunan daerah
masih dalam kategori kurang, namun
jika dilihat dari Gambar 4.3 Kota
Kediri terus mengalami peningkatan
prosentase rasio derajat desentralisasi
fiskal. Apabila PAD Kota Kediri
terus meningkat maka bantuan
Pemerintah Pusat akan semakin
kecil. Hal tersebut merupakan tren
positif bahwa Kota Kediri dalam
memaksimalkan potensi sumber daya
daerah terus mengalami kemajuan.
Rasio Indeks Kemampuan Rutin
(IKR)
Dari Grafik Prosentase Rasio
Indeks Kemampuan Rutin Kota
Kediri selama tahun anggaran 2012-
2015 selalu mengalami peningkatan,
hasil tersebut menunjukkan trend
yang positif. Namun, rata-rata
kemampuan keuangan daerah Kota
Kediri masih rendah karena rata-rata
prosentase rasio indeks kemampuan
rutin menunjukkan angka 34,27%.
Hasil tersebut termasuk pada kriteria
kurang (skala 20,01% - 40,00%)
dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Untuk meningkatkan rasio indeks
kemampuan rutin Pemerintah Kota
Kediri perlu meningkatkan
Pendapatan Asli Daerahnya atau
mengurangi total pengeluaran rutin.
Peningkatan PAD dapat terus digali
melalui potensi pajak yang ada di
Kota Kediri. Potensi PAD yang
paling banyak menyumbang
pendapatan terbesar antara lain Pajak
Restoran, Pajak Hotel, Pajak
Penerangan Jalan dan Pajak
Reklame.
Sumber : Data diolah, 2017
Gambar 4.5
Grafik Prosentase Rasio IKR
Tahun Anggaran 2012-2015
Rasio Keserasian
Pada Rasio Keserasian dapat
diketahui rasio belanja rutin terhadap
total belanja APBD berkisar antara
47,13% sampai dengan 56,96% atau
27,42% 29,84% 39,48% 40,35%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
Tahun2012
Tahun2013
Tahun2014
Tahun2015
Prosentase Rasio Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Tahun Anggaran 2012-
2015
11
rata-rata sebesar 52,56%. Sedangkan
rasio belanja pembangunan terhadap
total belanja APBD berkisar antara
43,79% sampai dengan 52,86% atau
rata-rata sebesar 47,43%. Selama
tahun 2012 sampai 2014 belanja
daerah didominasi oleh belanja rutin
(belanja tidak langsung). Hal ini
berarti dana yang dialokasikan untuk
belanja rutin lebih besar
persentasenya dibanding untuk
belanja investasi (belanja
pembangunan). Namun pada tahun
2015, Kota Kediri dalam
mengalokasikan dana belanja daerah,
lebih besar pada belanja
pembangunan (belanja langsung).
Hal ini berarti Kota Kediri lebih
mengoptimalkan belanja daerahnya
untuk menyediakan sarana dan
prasarana ekonomi masyarakat
cenderung lebih besar.
Sumber data: Data diolah, 2017
Gambar 4.6
Grafik Prosentase Rasio Belanja
Rutin dan Rasio Belanja
Pembangunan Tahun 2012-2015
Rasio Efektivitas PAD
Dari hasil perhitungan rasio
efektivitas PAD dapat diketahui
bahwa rasio efektivitas PAD di Kota
Kediri tahun anggaran 2012-2015
berkisar antara 105,596% sampai
dengan 123,703% dan memiliki rata-
rata 115,04%. Berdasarkan hasil rata-
rata tersebut Kota Kediri
menunjukkan kinerja keuangan yang
sangat efektif karena
kontribusi/relaisasi yang telah
dicapai dalam anggaran tahun 2012-
2015 melebihi hasil sebesar 100%.
Dari hasil tersebut Kota Kediri dalam
mencapai target Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sangat baik dan
kemampuan keuangan daerah
semakin baik dalam pelaksanaan
otonomi daerah.
Pada Gambar 4.7 grafik
prosentase rasio efektivitas PAD
Kota Kediri tahun 2012-2015
dikategorikan sangat efektif.
Peningkatan paling signifikan PAD
terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar
123,703%. Walaupun pada tahun
52,95% 56,20% 53,96% 47,13% 47,04% 43,79% 46,03% 52,86%
0,00%
50,00%
100,00%
2012 2013 2014 2015
Prosentase Rasio Belanja Rutin dan Rasio Belanja Pembangunan
Tahun 2012-2015
Belanja RutinBelanja Pembangunan
12
2014 mengalami peningkatan yang
cukup tinggi. Pada tahun 2013 rasio
efektivitas Kota Kediri menunjukkan
prosentase yang paling rendah yaitu
sebesar 105,596%. Penurunan
prosentase rasio efektivitas PAD ini
terjadi akibat tidak terealisasinya dua
komponen PAD, yaitu hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan hasil retribusi daerah.
Sumber data: Data diolah, 2017
Gambar 4.7
Grafik Prosentase Rasio
Efektivitas PAD Kota Kediri
Tahun 2012-2015
Rasio Efisiensi PAD
Berdasarkan perhitungan Rasio
Efisien dapat dilihat bahwa rasio
efisiensi PAD Kota Kediri pada
tahun anggaran 2012-2015 selalu
mengalami penurunan. Semakin
kecil prosentase rasio efisiensi maka
semakin efisien. Dari perhitungan
rasio efisiensi Kota Kediri
menunjukkan rata-rata hasil sebesar
10,17%. Hal ini menunjukkan secara
kesuluruhan Pemerintah Kota Kediri
sangat efisien dalam melakukan
pemungutan pendapatan daerah.
Kriteria sangat efisien dari rasio
efisiensi PAD Kota Kediri tahun
anggaran 2012-2015 dapat diketahui
dari rata-rata rasio efisiensi berkisar
antara 6% - 15,66% (<60%).
Pada Gambar 4.8 grafik
prosentase rasio efisiensi PAD
menunjukkan penurunan hasil
prosentase. Hal ini merupakan trend
yang positif karena semakin kecil
hasil prosentase rasio efisiensi maka
semakin efisien Pemerintah daerah
dalam pembiayaan untuk
memperoleh PAD. Penurunan Hasil
Prosentase tersebut berasal dari
turunnya realisasi biaya untuk
memperoleh pendapatan pada
komponen belanja SKPD.
Komponen realisasi biaya untuk
memperoleh pendapatan terdiri atas
belanja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yaitu belanja
pegawai pada belanja tidak langsung
dan belanja pegawai pada belanja
langsung. Belanja SKPD yang
110,312
105,596
123,703 120,547
95
100
105
110
115
120
125
130
Tahun2012
Tahun2013
Tahun2014
Tahun2015
Pro
sen
tase
(%
)
Prosentase Rasio Efektivitas PAD Kota Kediri Tahun 2012-2015
13
dimaksud yaitu Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan Dan Aset
Kota Kediri sebagai pegawai/aparat
terkait pada SKPD yang melakukan
pemungutan pajak.
Gambar 4.8
Grafik Prosentase Rasio Efisiensi
PAD Tahun Anggaran 2012-2015
Rasio Pertumbuhan
Pada Gambar 4.9 secara
keseluruhan rasio pertumbuhan
menunjukkan bahwa Pemerintah
Kota Kediri dalam mengelola
keuangan daerahnya yaitu dilihat
Rasio Pertumbuhan PAD, Rasio
Pertumbuhan Pendapatan, Rasio
Pertumbuhan Belanja Rutin, Rasio
Pertumbuhan Belanja Pembangunan
Kota Kediri tahun anggaran 2012-
2015. Berdasarkan pada Gambar 4.9
dapat disimpulkan kondisi rasio
pertumbuhan rata-rata positif. Hal ini
diakibatkan Pertumbuhan PAD dan
total pendapatan daerah diikuti oleh
pertumbuhan belanja pembangunan.
Dari grafik pertumbuhan diatas
dapat diketahui pertumbuhan
masing-masing komponen sumber
pendapatan dan pengeluaran Kota
Kediri. Dengan demikian dapat
dilakukan evaluasi terhadap potensi-
potensi daerah yang perlu mendapat
perhatian. Pada rasio pertumbuhan
belanja pembangunan (garis
berwarna ungu) mengalami trend
yang fluktuatif dengan tingkat
pertumbuhan yang besar. Pada
Gambar 4.9 grafik pertumbuhan
dengan peningkatan yang cukup
signifikan ditunjukkan pada garis
berwarna ungu yaitu rasio
pertumbuhan belanja pembangunan.
Rasio pertumbuhan belanja
15,66%
10,70% 8,32%
6% 0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
Tahun2012
Tahun2013
Tahun2014
Tahun2015
Prosentase Rasio Efisiensi Pendapatan Asli Daerah
Tahun Anggaran 2012-2015
2,55%
17,98%
43,55%
6,93%
18,56% 12,34%
21,49%
3,13% 2,03%
9,65% 7,93%
-0,08%
39,80%
-3,84%
18,18%
31,34%
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
2012 2013 2014 2015
Prosentase Rasio Pertumbuhan PAD,
Rasio Pertumbuhan Pendapatan, Rasio
Pertumbuhan Belanja Rutin Rasio
Pertumbuhan Belanja Pembangunan
Daerah Kota Kediri Tahun 2012-2015
Rasio Pertumbuhan PADRasio Pertumbuhan PendapatanRasio Pertumbuhan Belanja RutinRasio Pertumbuhan Belanja Pembangunan
14
pembangunan menunjukkan
pertumbuhan rata-rata yang lebih
besar daripada rasio pertumbuhan
lainnya pada tahun anggaran 2012-
2015.
Peningkatan pertumbuhan ini
terjadi akibat bertambahnya target
dan realisasi belanja pembangunan.
Pemerintah Kota Kediri mengalami
pertumbuhan belanja dan jasa yang
meningkat karena terdapat beberapa
(Satuan Kerja Perangkat Daerah)
SKPD yang mengalami pergantian
regulasi organisasi atau pergantian
nama. Akibatnya terjadi penambahan
belanja pembangunan untuk
membiayai kegiatan tersebut. Namun
pada tahun 2013 prosentase rasio
belanja pembangun mengalami
penurunan yang cukup signifikan
dengan hasil prosentase rasio
pertumbuhan belanja pembangunan
sebesar -3,84%.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Secara keseluruhan tingkat
kemandirian keuangan daerah Kota
Kediri tahun angaran 2012 - 2015
memiliki pola hubungan yang
instruktif karena peranan pemerintah
pusat lebih dominan daripada
kemandirian keuangan daerah
dengan rasio rata-rata mencapai
24,01%.
Rasio Derajat Desentralisasi
Fiskal Kota Kediri tahun anggaran
2012 - 2015 menunjukkan angka
rata-rata sebesar 16,075% dengan
kemampuan keuangan yang kurang,
karena masih dalam skala interval
10,01%-20,00.
Rasio Indeks Kemampuan Rutin
Kota Kediri tahun anggaran 2012-
2015 menunjukkan hasil rata-rata
sebesar 34,27% dengan pola
kemampuan keuangan keuangan
yang masih berada dalam interval
20,01% - 40,00%. Hasil ini
menunjukkan bahwa Pendapatan
Asli Daerah mempunyai kemampuan
kurang untuk membiayai total
pengeluaran rutin.
Rasio Keserasian Kota Kediri
menunujukkan kemampuan
keuangan dan kinerja yang baik
dalam mendukung pelaksanaan
otonomi daerah. Hasil rata-rata dari
rasio belanja rutin sebesar 52,56%
dan rata-rata rasio belanja
pembangunan sebesar 47,43%.
Pemerintah Kota Kediri lebih
15
memperioritaskan dana belanja
daerah pada belanja rutin untuk
tahun 2012 sampai dengan 2014.
Pada tahun 2015 belanja
pembangunan lebih dominan yaitu
sebesar 52,86% dibanding belanja
pembangunan yaitu sebesar 47,13%.
Rasio Efektivitas Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kota Kediri tahun
anggaran 2012 sampai dengan 2015
menunjukkan bahwa kinerja
keuangan Kota Kediri dalam
merealisasikan PAD sangat efektif.
Hal ini dibuktikan dengan target
PAD yang selalu diatas 100% yang
berarti masuk kategori sangat efektif.
Hasil rata-rata dari Rasio Efektivitas
PAD Kota Kediri tahun anggaran
2012-2015 yaitu sebesar 115,04%.
Rasio Efisiensi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kota Kediri tahun
anggaran 2012-2015 menunjukkan
bahwa kinerja keuangan Kota Kediri
dalam pembiayaan untuk
merealisasikan seluruh pendapatan
yang diterima termasuk dalam
kategori sangat efisien. Hasil rata-
rata Rasio Efisiensi PAD Kota Kediri
tahun anggaran 2012-2015 yaitu
sebesar 10,17% dengan kriteria
kinerja keuangan < 60%.
Berdasarkan Rasio Petumbuhan,
Pemerintah Kota Kediri
menunjukkan hasil pertumbuhan
rata-rata positif untuk tahun anggaran
2012 sampai dengan tahun 2015. Hal
ini diakibatkan pertumbuhan nilai
PAD dan total pendapatan daerah
diikuti dengan pertumbuhan belanja
pembangunan. Hasil ini
menunjukkan bahwa pemerintah
daerah Kota Kediri telah mampu
mempertahankan dan meningkatkan
kenerjanya untuk menyediakan
sarana dan prasarana ekonomi
masyarakat untuk meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat yang semakin baik.
SARAN
Pemerintah Daerah Kota Kediri
perlu meningkatkan sumber daya dan
potensi daerah, baik yang sudah ada
maupun yang belum terdata agar
dapat memaksimalkan sumber
pendapatan daerah. Potensi daerah
berupa BUMD yaitu PDAM dan
BPR diharapkan lebih kreatif dan
memiliki perencanaan yang strategis
untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah.
Pemerintah daerah Kota Kediri
diharapkan lebih menggali sumber-
16
sumber keuangan yang terdapat pada
pajak daerah guna meningkatkan
PAD yang sangat menentukan dalam
penyelenggaraan otonomi daerah.
Komponen pajak daerah yaitu pajak
restoran berupa kafe dan restoran
yang belum mencantumkan PPN
10% perlu dilakukan validasi.
Karena semakin tinggi PAD di suatu
daerah maka daerah tersebut akan
menjadi lebih mandiri dan
mengurangi ketergantungan kepada
pemerintah pusat.
Pemerintah Kota Kediri perlu
lebih produktif dalam menyusun
APBD. Pemerintah Daerah Kota
Kediri diharapkan dapat mengurangi
porsi belanja pegawai pada belanja
daerah, pemerintah perlu mengurangi
dana alokasi umum (DAU) dan
meningkatkan dana alokasi khusus
(DAK) berbasir insfrastruktur.
DAFTAR PUSTAKA
Adisubrata, Winarna Surya. 2003.
Perkembangan Otonomi Daerah
di Indonesia. Semarang:
CV.Aneka Ilmu
Anita Wulandari. 2001.
“Kemampuan Keuangan
Daerah”. Jurnal Kebijakan dan
Administrasi Publik. Vol 5 No 2,
Tahun 2001
Anonim. Keputusan Menteri dalam
Negeri Nomor 29 Tahun 2002
yang diubah menjadi
Permendagri Nomor 13 Tahun
2006 Tentang Pedoman
Pengurusan, pertanggung
jawaban dan pengawasan
keuangan daerah serta tata cara
penyusunan anggaran
pendapatan belanja daerah
(APBD), 2006, Jakarta.
Anonim. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 58
Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah ,
2005, Jakarta.
Anonim. Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah,
2004, Jakarta
Anonim. Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah, 1999,
Jakarta
Anonim. Undang-UndangNomor 32
Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah, 2004,
Jakarta
Ayu Febriyanti Puspitasari, 2013,
“Analisis Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah Kota Malang
Tahun Anggaran 2007-2011”,
Skripsi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya,
Malang.
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi
Sektor Publik : Suatu Pengantar.
Jakarta: Erlangga.
17
Chairul adhim, 2014, “Kemampuan
Keuangan Daerah Dalam
Mendukung Pelaksanaan
Otonomi Daerah (Studi Di
Kabupaten Dompu Nusa
Tenggara Barat Tahun Anggaran
2007-2011)”, Skripsi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya, Malang.
Galuh Ayu Pangastuti, 2015,
“Analisis Kinerja Keuangan
Daerah Kabupaten Malang
Tahun 2010 – 2013”, Skripsi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya, Malang.
Halim, Abdul dan Muhammad Syam
Kusufi. 2013, Teori, Konsep, dan
Aplikasi Akuntansi Sektor Publik.
Jakarta : Salemba Empat.
Halim, Abdul dan Muhammad Syam
Kusufi. 2014, Teori, Konsep, dan
Aplikasi Akuntansi Sektor Publik.
Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat.
Halim,Abdul dan Muhammad Syam
Kusufi. 2012, Akuntansi Sektor
Publik : Keuangan Daerah.
Jakarta : Salemba Empat
__________, 2007. Edisi Refisi
Akuntansi dan Pengendalian
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Jogjakarta: UPP STIM YKPN.
__________, 2002, Seri Akuntansi
Sektor Publik Akuntasi Keuangan
Daerah, Salemba Empat, Jakarta
__________, 2002, Akuntansi Sektor
Publik. Edisi II. Yogyakarta : PT.
Andi.
__________, 2007, Akuntansi
Keuangan Daerah. Edisi 3.
Jakarta : Salemba Empat
Heny Susantih dan Yulia Saftiana.
2010. “Perbandingan Indikator
Kinerja Keuangan Pemerintah
Propinsi se Sumatera Bagian
Selatan”. Jurnal Simposium
Nasional Akuntansi XII Ikatan
Akuntan Indonesia.
Indriantoro, Nur dan Bambang
Supomo. 2002. Metodologi
Penelitian Bisnis: Untuk
Akuntansi dan Manajemen. Edisi
Pertama. Yogyakarta : BPFE
Kaho, Josef Riwu, 2007, Prospek
Otonomi Daerah, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Kedirikota. 2016 (Online). Potensi
Kota Kediri.
http://kedirikota.go.id/read/Inves
tasi/29/1/49/Potensi%20Kota.ht
ml. (Diakses 12 Januari 2017).
Mohamad Mahsun. 2006.
Pengukuran Kinerja Sektor
Publik, Penerbit
BPFE,Yogyakarta
Mudrajad, Kuncoro. 2000. Ekonomi
Pembangunan (Teori, Masalah
dan Kebijakan). Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
_________________, 2012.
Pengukuran Kinerja Sektor
Publik, . Yogyakarta: BPFE.
Majuta J. Mamogale. 2014.
“Financial Performance of Local
Government in Limpopo
Province, 2010-2012”. African
18
Studies Quarterly. Vol. 15,
Tahun 2014.
Mardiasmo, 2004. Otonomi dan
Manajemen Keuangan Daerah,
Edisi 2. Yogyakarta : PT. ANDI.
Mohammad Nazir. 2003. Metode
Penelitian. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
R. C. Gomes, S. Alfinito, P. H. M.
Albuquerque. 2013. “Analyzing
Local Government Financial
Performance: Evidence from
Brazilian Municipalities 2005-
2008”. Revista de Administração
Contemporânea. Vol. 17, Tahun
2013, pp. 704-719.
Rondonuwu, Giftovel. 2016.
“Analisis Kinerja Keuangan
Pemerintah Provinsi Sulawesi
Utara Tahun Anggaran 2009-
2014”. Jurnal Riset Bisnis dan
Manajemen. Vol 4 No.2, 2016:
189-200.
Safi’i, H. M. 2007. Strategi dan
Kebijakan Pembangunan
Ekonomi Daerah Perspektif
Teoritik. Cetakan I. Averroes
Press. Malang.
Sugiyono. 2013. Metode
Penelitian Pendidikan
(Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung :
Alfabeta.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian
Bisnis. Bandung: Pusat Bahasa
Depdiknas.
SuryaMalang. 2016. (Online).
Presiden Jokowi Beri
Penghargaan Wali Kota Kediri,
Karena ini.
http://suryamalang.tribunnews.c
om/2016/08/04/presiden-jokowi-
beri-penghargaan-wali-kota-
kediri-karena-ini. (Diakses 12
Januari 2017).
Trenggonowati. 2009. Metode
Penelitian Ekonomi dan Bisnis.
Yogyakarta : BPFE
Ulum,Ihyaul. 2009. Audit Sektor
Publik. Jakarta : Bumi Aksara
Ulum,Ihyaul. 2012. Audit Sektor
Publik. Jakarta : Bumi Aksara
Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas
Metodologi Penelitian (Sebuah
Pengenalan dan Penuntun
Langkah demi Langkah
Pelaksanaan Penelitian). Edisi
Pertama. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Wijaya, Tony. 2013. Metodologi
Penelitian Ekonomi dan Bisnis;
teori dan praktik. Edisi Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Yuliati. 2001. Analisis Kemampuan
Keuangan Daerah dalam
menghadapai Otonomi Daerah,
Manajemen Keuangan Daerah.
Yogyakarta : UPPYKPN.
Yuwono, Sony, Dwi Cahyo Utomo,
Suheiry Zein dan Azrafiany A.
R. 2008. Memahami APBD dan
Permasalahnnya (Panduan
Pengelolaan Keuangan
Daerah). Edisi Pertama.
Malang: Bayumedia Publishing.