Download - ANALISIS PENGELOLAAN SAMPAH MEDIS PADAT …
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Nazila et al., Analisis Pengelolaan Sampah 317
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
ANALISIS PENGELOLAAN SAMPAH MEDIS PADAT PUSKESMAS DI KOTA
MALANG SEBAGAI SUMBER BALAJAR BIOLOGI The Analysis of Solid Waste Management of Public Health Center in Malang City as a Learning Resource
of Biology
Novalia Eka Nur Nazila1, Elly Purwanti
2, Wahyu Prihanta
3
1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Muhamadiyah Malang,
2,3Dosen Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Muhamadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas no. 246, Malang, 085334943903
ABSTRAK Pesatnya pertumbuhan industri pelayanan kesehatan di Indonesia memberikan kontribusi signifikan dalam menghasilkan
sampah/limbah. Puskesmas merupakan sarana kesehatan yang berfungsi sebagai penggerak pembangunan yang berwawasan
kesehatan, yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Sebagai sarana pelayanan umum, Puskesmas
memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan. Penghasil sampah/limbah di Puskesmas terdiri atas pasien, pengunjung, dan petugas yang memberikan kontribusi kuat terhadap pengotoran di lingkungan
Puskesmas. Dalam kegiatannya, Puskesmas menghasilkan sampah/limbah medis maupun sampah non medis baik dalam
bentuk padat maupun cair. Sampah/limbah medis dianggap sebagai mata rantai penyebaran penyakit menular. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengelolaan sampah medis padat pada Puskesmas mulai dari pengumpulan hingga pemusnahan/pembuangan dengan Kepmenkes RI Nomor 1428/MENKES/SK/XII/2006, dan memberikan inovasi sumber
belajar biologi. Metode pengambilan sample menggunakan purposive sampling di Puskesmas Kendalsari, Puskesmas Arjuno,
Puskesmas Mojolangu, Puskesmas Kendalkerep, Puskesmas Dinoyo, Puskesmas Pandanwangi, Puskesmas Kedungkandang,
dan Puskesmas Ciptomulyo. Sampel dianalisis menggunakan metode triangulasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas yang diteliti telah menerapkan pengelolaan sampah medis padat sesuai dengan Kepmenkes RI yang berlaku.
Hambatan dalam pengelolaan sampah medis padat di Puskesmas terjadi karena sering terlambatnya PT.PRIA dalam
pengambilan sampah yang menyebabkan menumpuknya sampah medis padat di TPS (tempat penampungan sementara)
hingga berbulan-bulan.
Kata Kunci: Puskesmas, sampah, limbah medis, sampah medis padat
ABSTRACT The rapid growth of the healthcare industry in Indonesia contributed significantly in generating waste. Public Health Care is
a health facility that serves as a driver of health oriented development, which provides direct services to the public. As a public service facilities, health centers maintain and improve a healthy environment in accordance with the standards and
requirements. Of the waste in the health center consists of patients, visitors and personnel contributed strongly to fouling in
the health center. In its activities, health centers generate waste both medical and non medical garbage in the form of solid
or liquid. Medical waste is considered as a chain of spread of infectious diseases. This study aims to analyze the management of solid medical waste in health centers from the collection to destruction / disposal Kepmenkes No. 1428 / Menkes / SK / XII
/ 2006, and provide a source of innovation study biology. Using purposive sampling method samling in Kendalsari PHC,
Arjuno PHC, Mojolangu PHC, Kendalkerep PHC, Dinoyo PHC, Pandanwangi PHC, Kedungkandang PHC, and Ciptomulyo
PHC. The samples were analyzed using the method of triangulation data. The results showed that PHC surveyed have implemented a solid medical waste in accordance with applicable Kepmenkes RI. Constraints in solid medical waste
management in PHC happen because of frequent delays in decision PT.PRIA waste caused buildup of solid medical waste in
TPS (temporary shelters) for months.
Keywords: Public health care, waste, medical waste, medical waste solid
Pesatnya pertumbuhan industri pelayanan
kesehatan di Indonesia memberikan kontribusi signifikan
dalam menghasilkan sampah/limbah. Puskesmas
merupakan sarana kesehatan yang berfungsi sebagai
penggerak pembangunan yang berwawasan kesehatan,
yang memberikan pelayanan langsung kepada
masyarakat. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
dari dinas kesehatan kabupaten/kota yang berada di
wilayah kecamatan untuk melaksanakan tugas-tugas
operasional pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2004).
Penghasil sampah/limbah di Puskesmas terdiri atas
pasien, pengunjung, dan petugas yang memberikan
kontribusi kuat terhadap pengotoran di lingkungan
Puskesmas. Dalam kegiatannya, Puskesmas menghasilkan
sampah/limbah medis maupun sampah non medis baik
dalam bentuk padat maupun cair. Sampah/limbah medis
adalah sampah yang berasal dari kegiatan pelayanan
medis. Sampah/limbah medis dianggap sebagai mata
rantai penyebaran penyakit menular. Sampah/limbah bisa
menjadi tempat tertimbunnya organisme penyakit dan
menjadi sarang serangga juga tikus. Disamping itu, di
dalam limbah juga mengandung berbagai bahan kimia
beracun dan benda-benda tajam yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan cidera.
Tahun 2011 Indonesia memiliki 9321 unit
Puskesmas, 3025 unit puskesmas rawat inap, 6296 unit
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Nazila et al., Analisis Pengelolaan Sampah 318
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
Puskesmas non rawat inap. Ada 64,6% Puskesmas telah
melakukan pemisahan limbah medis dan non medis.
Hanya 26,8% Puskesmas yang memiliki insinerator.
Sedangkan 73,2% sisanya tidak memiliki fasilitas tersebut
yang menunjukkan pengelolaan limbah medis padat yang
masih buruk (Rahno, dkk., 2015).
Puskesmas di Kota Malang berjumlah 15 unit
termasuk Puskesmas Kendalsari, Puskesmas Arjuno,
Peskesmas Mojolangu, Puskesmas Kendalkerep,
Puskesmas Dinoyo, Puskesmas Pandanwangi, Puskesmas
Kedungkandang, dan Puskesmas Ciptomulyo. Hasil
survei awal peneliti pada bulan November 2016 pada tiga
Puskesmas di Kota Malang yakni Puskesmas Kendalsari,
Puskesmas Kendalkerep, dan Puskesmas Pandanwangi
ditemukan bahwa Puskesmas tersebut telah melakukan
pemilahan limbah medis dan non medis. Sampah medis
dipisah dengan sampah umum di tempat sampah. Peneliti
belum mengetahui proses pemusnahan/ pembuangan
akhir sampah medis. Selain itu, peneliti juga melihat
adanya gedung atau ruangan khusus yang didalamnya
terdapat banyak sampah medis padat. Padahal menurut
Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004,
pemusnahan/ pembuangan akhir limbah medis padat
harus dimusnahkan menggunkan insenerator selambat-
lambatnya 24 jam apabila disimpan dalam suhu ruangan.
Umumnya, sistem pembuangan dan pengelolaan
limbah Puskesmas sudah berjalan baik, tetapi masih harus
disempurnakan. Hal yang harus diperhatikan adalah
jangan sampai limbah medis tercecer, apalagi
dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab, bahkan sampai berdampak pada penyakit-penyakit
yang dapat membahayakan masyarakat (Djohan & Halim,
2013). Berbagai jenis limbah medis yang dihasilkan dari
kegiatan pelayanan di puskesmas dapat membahayakan
dan menimbulkan gangguan kesehatan terutama pada saat
pengumpulan, pemilahan, penampungan, penyimpanan,
pengangkutan dan pemusnahan serta pembuangan akhir.
Setiap Peskesmas/rumah sakit memiliki strategi
pengelolaan limbah yang komprehensif dengan
memperhatikan prinsip yang telah diatur (Adisasmito,
2009). Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengelolaan sampah medis padat pada
puskesmas mulai dari pengumpulan hingga pemusnahan/
pembuangan dengan Kepmenkes RI Nomor
1428/MENKES/SK/XII/2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Puskesmas, dan
memberikan inovasi sumber belajar Biologi.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Lokasi penelitian di 8 Puskesmas yaitu
Puskesmas Kendalsari, Puskesmas Arjuno, Puskesmas
Mojolangu, Puskesmas Kendalkerep, Puskesmas Dinoyo,
Puskesmas Pandanwangi, Puskesmas Kedungkandang
dan Puskesmas Ciptomulyo. Penelitian dilakukan pada
Bulan Maret 2017.
Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling, dimana sampel yang dipilih
merupakan pihak yang dianggap paling mengetahui dan
memahami tentang permasalahan pengelolaan limbah
medis padat di Puskesmas. Cara pengambilan data yakni
dengan wawancara mendalam, penelusuran dokumen,
observasi, dan dokumentasi kegiatan. Informan berjumlah
32 orang. Wawancara dilakukan kepada 4 informan
berbeda disetiap Pukesmas. Informan utama yang
diwawancara yaitu kepala Puskesmas, petugas sanitarian,
cleaning service serta informan pendukung yaitu petugas
kesehatan seperti dokter/ bidan/ perawat/ analis
kesehatan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pedoman wawancara dan observasi, alat tulis,
buku catatan, catatan lapangan, tape recorder, dan
kamera. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan
triangulasi dengan sumber. Teknik analisis data kualitatif
menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah informan sebanyak 32 orang dengan 4 latar
belakang jabatan yang berbeda di setiap Puskesmas.
Puskesmas yang diteliti disamarkan dengan nama
Puskesmas A, Puskesmas B, Puskesmas C, Puskesmas D,
Puskesmas E, Puskesmas, F, Puskesmas, G, dan
Puskesmas H. Berdasarkan hasil wawancara, observasi
dan telaah dokumen, didapatkan hasil:
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Terdapat 15 Puskesmas di kota Malang yang
terdiri dari 4 Puskesmas Akreditasi dan 11 Puskesmas
yang belum terakreditasi. Namun kedepannya, seluruh
Puskesmas di kota Malang harus melakukan proses
akreditasi oleh pihak Dinas Kesehatan.
Puskesmas A, Puskesmas D, dan Puskesmas G
merupakan Puskesmas rawat inap namun belum
melakukan proses akreditasi. Puskesmas E merupakan
satu-satunya Puskesmas rawat inap yang telah
terakreditasi sejak bulan September 2016. Puskesmas B,
Puskesmas C, dan Puskesmas H merupakan Puskesmas
rawat jalan atau non rawat inap yang belum terakreditasi.
Puskesmas F merupakan Puskesmas rawat jalan atau non
rawat inap yang telah terakreditasi sejak bulan November
2016.
1. Karakteristik sampah medis padat Puskesmas
Berikut ini adalah beberapa petikan wawancara
dengan beberapa Puskesmas tentang karakteristik sampah
medis padat: Petugas sanitarian Puskesmas A :
“...Jenis sampah medis ada tajam dan non tajam.
Ada hanskun, botol infus, jarum suntik, masker, kapas, kassa, pot air kencing dan dahak.”
Cleaning service Puskesmas D :
“...Kassa, tisu, jarum suntik, botol infus, cutter
kecil, botol flakon, underped” Petugas sanitarian Puskesmas E :
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Nazila et al., Analisis Pengelolaan Sampah 319
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
“...Jarum suntik, hanskun, botol flakon, masker,
kapas, kassa, botol infus, selang infus, obat
kadaluarsa. Sampah radioaktif tidak ada, sampah
bertekanan tinggi juga tidak ada. Namun untuk obat kadaluarsa sementara ini diolah sendiri oleh pihak
apotik, jadi bukan saya yang megang. Soalnya belum
ada dari Dinas kesehatan untuk mengelolah sampah
medis obat kadaluarsa” Petugas kesehatan Puskesmas H :
“...Sampah medis padat ada yang tajam dan non
tajam, contohnya yang tajam ada jarum, lancet, untuk
yang non tajam kapas, sisa deapers”
Hampir seluruh Puskesmas yang diteliti
menghasilkan jenis sampah yang sama. Sampah medis
padat dihasilkan dari ruang pelayanan kesehatan seperti
UGD (untuk puskesmas rawat inap), poli gigi, poli KIA,
poli KB, poli imunisasi, poli umum, dan laboratorium.
Sampah medis yang dihasilkan terdiri dari tajam dan non
tajam. Sampah medis non tajam berupa kassa dan tisu
bekas perawatan, infus set, kateter, sarung tangan,
masker, botol/ampul obat, pembalut bekas, kapas/perban
terkontaminasi darah/ cairan tubuh dan pot sisa uji
kecing/dahak. Sedangkan untuk sampah medis tajam
berupa jarum suntik, spuit, kateter, kaca slide dan lancet.
Sampah medis obat kadaluarsa memiliki SOP tersendiri
oleh pihak farmasi sehingga cara
pemusnahan/pembuangan akhirnya berbeda dengan
sampah medis lainnya. Puskesmas tidak menghasilkan
limbah medis sitotoksis, limbah container bertekanan,
limbah radioaktif dan limbah mengandung logam berat
yang tinggi.
Puskesmas di kota Malang memiliki pelayanan
kesehatan yang hampir sama sehingga jenis sampah
medis padat yang dihasilkan pun juga sama, namun
namun jumlahnya yang berbeda. Besarnya jumlah pasien
terutama yang rawat inap berhubungan dengan jumlah
timbulan limbah medis pada rumah sakit/Puskesmas
(Sudiharti & Solikhah, 2012).
Gambar 1. Karakteristik sampah medis padat Puskesmas
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
2. Pengumpulan sampah medis padat Puskesmas
Pengumpulan sampah medis di 8 Puskesmas yaitu
Puskesmas A, Puskesmas B, Puskesmas C, Puskesmas D,
Puskesmas E, Puskesmas F, Puskesmas G, dan Puskesmas
H dimulai dari setiap ruang pelayanan kesehatan. Setiap
ruang pelayanan kesehatan harus memiliki tempat
sampah. Tempat sampah yang tersedia di ruang pelayanan
harus memiliki pembeda antara sampah medis dan non
medis (infeksius dan non infeksius). Tempat sampah yang
tersedia di ruang pelayanan kesehatan harus memenuhi
standart Menteri Kesehatan seperti yang ada didalam
Kepmenkes RI No. 1428/Menkes/SK/XII/2006 yaitu
setiap ruangan harus disediakan tempat sampah yang
terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat,
kedap air dan mudah dibersihkan. Tempat sampah yang
tersedia juga sudah injak agar tangan tetap higienis.
Petugas sanitarian Puskesmas B :
“...Sudah ada tempat sampah dan harus dipisah
(infeksius dan non infeksius)”
Petugas kesehatan Puskesmas C : “...Ada mbak, jelas dipisah juga (infeksius dan
non infeksius)”
Cleaning service Puskesmas F :
“...Iya ada mbak tempat sampah, ada safety box, sudah dipisah juga (infeksius dan non infeksius)”
Cleaning service Puskesmas G :
“...Sudah, semua sudah dipastikan ada. Karena
penilaian adipura kita ikut jadi ya semua fasilitas pengolahan limbah dinilai dan sudah dipisah medis
dan non medis”
Tempat sampah yang tersedia di setiap ruangan
Puskesmas telah dilengkapi dengan kantong plastik yang
memiliki perbedaan warna antara sampah medis/infeksius
dan sampah non medis. Selain memiliki perbedaan warna
pada kantong plastik, disetiap tempat sampah telah tertulis
kode “medis dan non medis” pada tutup tempat sampah.
Kode berwarna yaitu kantong warna hitam untuk limbah
domestik atau limbah rumah tangga biasa, kantong kuning
untuk semua jenis limbah yang akan dibakar atau limbah
infeksius (Adisasmito, 2009).
Selain itu, untuk sampah benda-benda tajam
seperti jarum dan lancet harus dimasukkan pada wadah
khusus. Wadah khusus yang digunakan oleh 8 Puskesmas
yang diteliti yaitu safety box. Safety box terbuat dari
kertas tebal yang tidak mudah tembus dan kuat. Gambar 2. Contoh tempat sampah medis padat di Puskesmas
Kota Malang (Sumber: Dokumentasi pribadi)
3. Pemusnahan/pembuangan akhir Proses pemusnahan/pembuangan akhir sampah
medis/infeksius di 8 Puskesmas telah sesuai dengan
Keputusan MenKes No.1428/Menkes/SK/XII/2006
tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Puskesmas yaitu dibakar menggunakan
insenerator. Pembakaran menggunakan insenerator yang
oleh 8 Puskesmas dilakukan oleh pihak ketiga yaitu
PT.PRIA (Putra Restu Ibu Abadi). Secara teknis,
insenerator mengunakan teknik pembakaran dengan suhu
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Nazila et al., Analisis Pengelolaan Sampah 320
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
diatas 1.000oC selama 2-3 jam (sesuai dengan kondisi)
(Djohan & Halim, 2013).
Petugas sanitarian Puskesmas A :
“...Kita MoU oleh PT.PRIA yang sudah memiliki dokumen resmi dalam pemusnahan/pembuangan
akhir. Oleh PT.PRIA sampah medis padat akan
dibakar menggunakan insenerator.”
Petugas sanitarian Puskesmas B : “...Pemusnahan/pembuangan akhir dengan
PT.PRIA. sebelum diambil PT.PRIA makanya kita
tampung dulu di TPS B3.”
Petugas sanitarian Puskesmas C : “...Kita bekerja sama dengan PT.PRIA. PT.PRIA
akan membakar sampah medis menggunakan
insenerator. Jadi setiap akan dimusnahkan akan
diambil menggunakan mobil khusus.” Petugas sanitarian Puskesmas D :
“...Pemusnahan/pembuangan akhir sampah medis
dilakukan oleh pihak ketiga yaitu PT. PRIA. Jadi kita
hanya pengumpulkan, menampung, baru diserahkan ke PT. PRIA”
Petugas sanitarian Puskesmas E :
“...Pemusnahan/pembuangan akhir kita MoU
dengan PT. PRIA sebagai pihak ketiga. Sebenernya kita maunya setiap bulan, tapi PT.PRIA mengambil
sampah medisnya sesempatnya mereka sepertinya,
kadang 2-3 bulan sekali. PT.PRIA mengambil kalo
sempat dan kalo box mobil sampah medisnya penuh ya ditunda dulu ngambilnya. Sebenarnya setiap 25kg
sudah diambil, tapi kita tiap bulan lebih 50kg, tapi yaa
itu baru 2-3 bulan baru diambil PT.PRIA, jadi kita
yang harus aktif untuk menghubungi PT.PRIA agar sampah medisnya segera dimusnahkan”
Petugas sanitarian Puskesmas F :
“...Pemusnahan/ pembuangan akhir yaitu dibakar
yang dilakukan oleh pihak ketiga yaitu PT.PRIA. PT.PRIA minimal menerima pembakaran 25kg. Jadi
sampah medis puskesmas diambil oleh pihak ketiga
kira-kira 2-3 bulan lebih.”
Petugas sanitarian Puskesmas G : “...Dibakar di PT.PRIA untuk seluruh puskesmas
di Jawa Timur sebagai pihak ketiga.”
Petugas sanitarian Puskesmas H :
“...Kita MoU dengan PT.PRIA yaitu dibakar. Sepertinya seluruh jawa timur ya dimusnahkan oleh
PR.PRIA itu sepertinya. PT.PRIA datang sekitar 3
bulan sekali karena PT.PRIA datangnya molor”
PT.PRIA merupakan pihak ketiga yang secara
resmi diusulkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi. PT.PRIA
menangani pembakaran seluruh pusat kesehatan di Jawa
Timur karena merupakan satu-satunya yang memiliki ijin
resmi dan memiliki kelengkapan syarat dari Badan
Lingkungan Hidup. Puskesmas di seluruh Kota Malang
belum memiliki insenerator pribadi. Hal ini dikarenakan.
Beberapa hal yang menyebabkan Puskesmas tidak
memiliki insenerator yaitu tingginya biaya investasi dan
operasional, persyaratan operasional dengan memenuhi
persyaratan administratif dan teknis salah satunya uji
emisi gas buagan hasil pembakaran yang dikeluarkan oleh
Kementrian Negara Lingkungan Hidup, dan perawatan
bagian-bagian insenerator (Djohan & Halim, 2013).
4. Dukungan Managemen
Puskesmas yang diteliti dibedakan menjadi 2
strata, yaitu Puskesmas yang terakreditasi dan Puskesmas
yang belum terakreditasi. Akreditasi di Puskesmas
bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan Puskesmas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sudah ada peraturan
atau kebijakan yang mendasari pengelolaan limbah medis
di Puskesmas yang diteliti. Peraturan/kebijakan berupa
standart operasional prosedur (SOP).
Petugas sanitarian Puskesmas F :
“...SOP ada, SOP pengelolaan limbah medis. Kita ada monitoring juga, seperti sidak, apabila penerapan
pembuangan sampah medis tidak sesuai SOP maka
petugas yang berjaga pada ruangan tersebut ditegur. Setiap hari sampah medis diambil, ditimbang dan
diletakkan di TPS. SOP yang menyusun pihak
puskesmas sendiri”
Kepala Puskesmas H : “...Ada SOP, dan penerapan baik. Dari poli
pelayanan ketika sudah penuh dimasukkan ke TPS
kemudian kalau sudah beberapa kilo akan diambil
oleh pihak ketiga”
Kepala Puskesmas E :
“...Sudah ada SOP yang disusun oleh tim
Puskesmas dan sudah berjalan baik, seperti sampah
medis dari layanan harus diambil setiap hari dari ruangan kemudian diletakkan ke TPS yang aman,
artinya jauh dari jangkauan masyarakat, kedap air,
dll.”
Penerapan SOP telah dilakukan diseluruh
Puskesmas dan telah berjalan dengan baik dan sesuai.
Namun untuk Puskesmas yang belum terakreditasi, SOP
masih dalam perbaikan, jadi belum disetujui oleh kepala
Puskesmas. Berbeda dengan Puskesmas E dan F yang
telah terakreditasi SOP telah disetujui oleh kepala
Puskesmas. SOP antara Puskesmas yang telah
terakreditasi dan belum terakreditasi sebenarnya tidak
berbeda jauh secara teknis, hanya template SOP yang
berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian, pengelolaan
anggaran sampah medis padat Puskesmas dilakukan oleh
pihak keuangan.
Petugas sanitarian Puskesmas G :
“...Ada anggaran khusus untuk sampah medis dan
anggarannya cukup besar. Karena kita bekerja sama dengan PT.PRIA yang cukup mahal. Jadi sember dana
ada 2 yaitu dana operasional dan JKN, kalau
kebetulan puskesmas ini menggunakan dana JKN”
Kepala Puskesmas C : “...Anggaran khusus ada dari Pemerintah Kota
Malang yaitu Dana Operasional Puskesmas.”
Sumber dana pengelolaan sampah medis berasal
dari JKN atau BOP. Anggaran tersebut digunakan untuk
pemusnahan/pembuangan akhir, penggadaan plastik,
tempat sampah, dll. Dana dianggarkan setiap tahun, dan
setiap tahunnya akan dinaikan 10% dari total anggaran
tahun sebelumnya.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Nazila et al., Analisis Pengelolaan Sampah 321
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
Perlatan/fasilitas khusus yang digunakan dalam
pengelolaan sampah medis padat di Puskesmas yang
diteliti yaitu sama, seperti Tempat Penampungan
Sementara (TPS), tempat sampah medis khusus berplastik
kuning dan safety box.
TPS sampah medis padat Puskesmas yang telah
terakreditasi dan yang belum terakreditasi memiliki
perbedaan. Puskesmas yang telah terakreditasi telah
memiliki TPS yang tertutup (memiliki bangunan) dan
terkunci sehingga hanya petugas saja yang masuk.
Berbeda dengan Puskesmas yang belum terakreditasi,
TPS masih belum safety karena hanya terbuat dari tempat
sampah stainlesssteel yang diletakkan terbuka. TPS di
semua Puskesmas belum memiliki ijin dari Badan
Lingkungan Hidup. Pihak Puskesmas telah mengajukan
surat perijianan TPS B3 namun karena banyak syarat
yang harus dipenuhi, hingga sampai saat ini seluruh
Puskesmas belum memiliki ijin TPS sampah B3.
Bangunan penyimpanan sampah B3 harus dibuat dengan
lantai kedap air, tidak bergelombang dan memiliki
dinding dan ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya
air hujan dan dibuat tanpa plafon (Zulkifli, 2014).
Gambar 3. TPS sampah medis padat (1. TPS Puskesmas belum
terakreditasi, 2. TPS Puskesmas terakreditasi) (Sumber:
Dokumentasi pribadi)
Sistem pelaporan yang dilakukan oleh Puskesmas
ke Dinas Kesehatan Kota dilakukan beberapa tahap, ada
yang perbulan, pertiga bulan, perenam bulan dan
pertahun.
Petugas sanitarian Puskesmas A :
“...Iya ada dalam bentuk neraca sampah setiap
bulan. Berisi berapa kilo sampah medis yang
dihasilkan dalam setiap bulan” Petugas sanitarian Puskesmas B :
“...Pelaporan setiap tahun. Tanggal, jumlah
sampah medis dan aggaran yang dikeluarkan. Tapi setiap hari pasti petugas juga menimbang sampah
medis”
Kepala Puskesmas D :
“...Ada mbak, pelaporannya yaa ketika memusnahkan limbah itu. Pelaporan satu tahun sekali
untuk melaporkan pembakaran”
Rata-rata laporan pengelolaan sampah medis padat
di 8 Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota dilakukan setiap
tahun. Setiap harinya petugas kebersihan juga melakukan
pencatatan hasil sampah medis padat tiap ruangan.
Laporan bertujuan untuk mengetahui hasil sampah medis
padat di setiap Puskesmas dan sebagai evaluasi untuk
pengelolaan agar lebih baik kedepannya.
5. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan hasil penelitian SDM pengelolah
sampah medis padat Puskesmas rata-rata berjumlah
berjumlah 3-6 orang termasuk petugas sanitarian. Petugas
sanitarian di Puskesmas memiliki riwayat pendidikan
D3/S1 Kesehatan Lingkungan, jadi sampah/limbah yang
ada di Puskesmas telah di tangani oleh petugas ahli.
Cleaning service memiliki riwayat pendidikan dari SD
hingga SMA, hal tersebut mempengaruhi pengetahuan
dan pemahaman tentang sistem pengelolaan sampah
medis.
Faktor pengetahuan tentang sampah sangat penting
untuk ditanamkan pada setiap petugas yang akan
melakukan pembuangan sampah medis. Salah satu upaya
untuk meningkatkan pengetahuan dengan memberikan
pelatihan atau penyuluhan sebagai sarana pemberian
pendidikan khususnya perawat untuk berperilaku
membuang sampah medis sesuai dengan tempatnya.
Sehingga dapat mengurangi dampak terjadinya
kecelakaan kerja maupun infeksi nosokomial (Sudiharti &
Solikhah, 2011).
Alat perlindungan diri yang yang digunakan oleh
cleaning service yaitu masker dan sarung tangan.
Puskesmas yang telah terakreditasi seperti Puskesmas F
lebih baik dalam penggunaan alat perlindungan diri
karena ditambah dengan seragam khusus/skot dan sepatu
boots. Semua pekerja yang bertugas mengumpulkan atau
menangani limbah layanan kesehatan harus menggukan
helm, masker wajah, pelindung mata, overall, celemek,
sepatu boots, dan sarung tangan (Sabarguna dan Rubaya,
2011).
Petugas sanitarian Puskesmas A :
“...Selama ini masih masker dan sarung tangan,
untuk kedepannya akan ditingkatkan dengan penggunaan seragam khusus dan sepatu boots.”
Petugas sanitarian Puskesmas B :
“...Ada masker, sarung tangan, ada sepatu juga.
Untuk seragam khusus belum ada.” Petugas sanitarian Puskesmas C :
“...Ada masker dan sarung tangan untuk
sementara ini”
Petugas sanitarian Puskesmas D : “...Masker wajah, kaos tangan itu saja. Sepatu
boot, baju khusus, dll belum digunakan.”
Cleaning service Puskesmas E :
“...Ada, harus dipakai. Seperti sarung tangan, masker, celemek. Tidak ada sepatu boot dan seragam
khusus petugas sampah medis.”
Cleaning service Puskesmas F :
“...Ada, pakai maser dan sarung tanggan, sepatu boot juga ada dan baju kerja, itu ada anggarannya”
Cleaning service Puskesmas G :
“...Sarung tangan, masker, itu aja”
Cleaning service Puskesmas H : “...Handskun dan masker, sepatu boot dan baju
khusus ada tapi tidak dipakai”
1 2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Nazila et al., Analisis Pengelolaan Sampah 322
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
Gambar 3. Contoh APD petugas kebersihan Puskesmas
terakreditasi (Sumber: Dokumentasi pribadi)
6. Kendala/hambatan dan Cara untuk Mengatasi
Kendala/hambatan dalam Pengelolaan Sampah
Medis Padat Berdasarkan hasil penelitian, kendala pengelolaan
yang terjadi yaitu Puskesmas B dan Puskesmas C belum
memiliki TPS yang layak. TPS hanya mengandalkan
tempat sampah besar berbahan stainlesssteel yang apabila
menampung sampah medis berbulan-bulan akan penuh
dan tidak cukup. Puskesmas juga memiliki kekhawatiran
sampah medis yang terlalu banyak tersebut akan
membahayakan pasien. Selain itu, keterlambatan
PT.PRIA dalam mengambil sampah medis padat di
Puskesmas juga menjadi masalah. PT.PRIA biasanya
mengambil sampah medis padat pada tiap Puskesmas
dalam rentan waktu 2-4 bulan. Sampah medis padat yang
ditampung terlalu lama dapat menyebabkan resiko
kontaminasi bakteri dan virus yang lebih meningkat.
Petugas sanitarian Puskesmas A :
“...Secara internal kita tidak memiliki hambatan.
Tapi pernah PT.PRIA terlambat mangambil sampah
medis”
Petugas sanitarian Puskesmas B : “...Hambatannya dari PT.PRIA, jadi kadang-
kadang sampah medis menumpuk selain itu kita belum
memiliki TPS yang layak”
Kepala Puskesmas C : “...Saya rasa selama ini tidak ada kendala dalam
pengelolaan sampah medis padat tapi biasanya dari
PT.PRIA itu yang terlambat mengambil”
Cleaning service Puskesmas D : “...Selama ini belum ada kendala dalam
pengelolaan sampah. Setiap hari sampah diambil
sesuai prosedur kemudian diletakkan digudang”
Petugas sanitarian Puskesmas E : “...Hambatannya yaa dri pihak ketiga yang telat
dalam mengambil sampah medisnya. Hambatan yang
kedua yaa biasanya kehabisan kresek kuning untuk
pelabelan sampah medisnya” Petugas sanitarian Puskesmas F :
“...Kendalanya yaa dari pihak ketiga. Karena
secara teori sampah medis dalam 1x24 jam sudah
harus dimusnahkan, berhubung tidak ada insenerator disini yaa sampah medis kadang menumpuk di TPS”
Kepala Puskesmas G :
“...Selama ini tidak ada kendala mungkin yaa
cuma dari PT.PRIA itu terlambat mengambil”
Cleaning service Puskesmas H :
“...Sementara ini dari kebiasaan petugas ruang pelayanan yang biasanya masih mencampur antara
sampah medis dan non medis, yaaa saya gak mungkin
memilah jadi ketika di TPS sampah medis dan non
medis tercampur. Jadi kendalanya jadi perilaku petugas kesehatan”
Kendala yang dihadapi tersebut diatasi pihak
Puskesmas dengan cara terus menghubungi PT.PRIA agar
sampah medis padat segera mengambil. Selain itu,
menurut Dinas Kesehatan Kota Malang, pihak Puskesmas
harus menjadwal pengambilan sampah medis padat yang
kemudian akan diserahkan ke PT.PRIA. Penjadwalan
tersebut akan membuat pengambilan sampah medis padat
ke Puskesmas oleh PT.PRIA lebih teratur dan sebagai
bahan evaluasi kepada PT.PRIA apabila pengambilan
sampah medis padat ke Puskesmas keluar dari jadwal
yang telah disetujui kedua belah pihak.
Kedepannya akan direncanakan pengadaan
insenerator pribadi. Menurut Dinas Kesehatan Kota
Malang syarat pengadaan insenerator seperti lahan, tenaga
kerja yang profesional hingga anggaran sebenarnya telah
tersedia.
7. Inovasi Sumber Belajar Biologi
Pengembangan sumber belajar biologi tentang
pengelolaan sampah medis padat Puskesmas dalam
bentuk cetak berupa poster. Secara sistematis
pengembangan sumber belajar cetak poster dilakukan
sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
1. Menentukan mata kuliah yang sesuai dengan materi
yang akan dibuat sebagai sumber belajar. Materi
yang akan disusun sebagai sumber belajar adalah
materi kuliah ISO 4000 dan Audit Lingkungan.
2. Judul poster yang disesuaikan dengan materi pokok
yang akan dicapai. Poster menjelaskan tentang
pengelolaan, kendala/hambatan serta cara mengatasi
kendala/hambatan dalam pengelolaan sampah medis
padat Puskesmas.
3. Penyajian poster yang menarik, singkat, jelas, dan
mudah dimengerti.
PENUTUP
Pelaksanaan sistem pengelolaan sampah medis
padat di 8 Puskesmas Kota Malang telah sesuai dengan
Kepmenkes No.1428/MENKES/SK/XII/2006 yaitu setiap
ruangan telah tersedia tempat sampah yang terbuat dari
bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan
mudah dibersihkan. Tempat sampah medis telah dipisah
dengan tempat sampah non medis. Tempat sampah
disetiap ruangan juga telah dilengkapi dengan kantong
plastik kuning untuk sampah medis dan safety box untuk
sampah benda-benda tajam. Pemusnahan/ pembuangan
akhir sampah medis Puskesmas menggunakan insenerator
yang bekerja sama dengan PT.PRIA.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”
Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017
Nazila et al., Analisis Pengelolaan Sampah 323
available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/
Kendala/hambatan yang dimiliki Puskesmas yaitu
keterlambatan PT.PRIA dalam mengambil sampah medis
padat untuk dibakar. Keterlambatan tersebut
menyebabkan menumpuknya sampah medis padat di TPS
Puskesmas. Selain itu, Puskesmas B dan Puskesmas C
belum memiliki TPS yang layak untuk menampung
sampah medis padat.
Kedepannya perlu adanya peningkatan koordinasi,
monitoring dan evaluasi antar pihak-pihak terkait, seperti
dinas kesehatan, Puskesmas, petugas kebersihan/cleaning
service dan PT.PRIA sehingga pengelolan sampah medis
padat lebih teratur dan lebih baik. Selain itu perlu juga
adanya alternatif pihak ketiga dalam pembakaran sampah
medis padat Puskesmas apabila Dinas Kesehatan Kota
Malang belum memiliki rencana pengadaan insenerator
pribadi.
DAFTAR RUJUKAN
Adisasmito, Wiku. (2009). Sistem Manajemen Rumah
Sakit. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Depkes RI. (2004). Kepmenkes RI
No.1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. (2006). Kepmenkes RI
No.1428/Menkes/SK/XII/2006 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan
Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Djohan, Agustinus Johanes., & Halim, Devy. (2013).
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit. Jakarta:
Salemba Medika.
Rahno, Dionisius., Roebijoso, Jack., & Leksono, Amin
Setyo. (2015). Pengelolaan Limbah Medis Padat
Di Puskesmas Borong Kabupaten Manggarai
Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur. J-PAL,
6(1), 22-32. ISSN: 2087-3522 E-ISSN: 2338-1671.
Sabarguna, Boy Subirosa., & Rubaya, Agus Kharmayan.
(2011). Sanitasi Air dan Limbah Pendukung
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta:
Salemba Medika.
Sudiharti., & Solikhah. (2011). Hubungan Pengetahuan
Dan Sikap Dengan Perilaku Perawat Dalam
Pembuangan Sampah Medis di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Kesehatan
Masyarakat, 6(1), 1-74. ISSN : 1978-0575.
Zulkifli, Arif. (2014). Pengelolaan Limbah
Berkelanjutan. Yagyakarta: Graha Ilmu.