Integrasi Data Seismik dan Data Gayaberat dalam Pemodelan
Kecepatan Interval Pre-Stack Depth Migration
(Skripsi)
Oleh:
Zahidah Sholehah
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
i
ABSTRAK
INTEGRASI DATA SEISMIK DAN DATA GAYABERAT DALAM
PEMODELAN KECEPATAN INTERVAL PRESTACK DEPTH
MIGRATION
Oleh
ZAHIDAH SHOLEHAH
Ketebalan lapisan loose (gambut) serta keberadaan lapisan batu bara yang cukup
tebal pada daerah penelitian membuat pengolahan citra bawah permukaan
menggunakan data seismik saja menghasilkan hasil pencitraan yang kurang jelas
dan detail. Integrasi antara data seismik dengan data gayaberat dengan mengubah
nilai densitas menjadi nilai kecepatan seismik menggunakan persamaan Gardner.
Integrasi dilakukan untuk mendapatkan kecepatan seismik untuk data pada
kedalaman 0-3100m dan kecepatan gayaberat untuk data pada kedalaman 3100-
6500m. Perbandingan antara log kecepatan sonic dengan kecepatan gayaberat
menghasilkan bentuk grafik dengan trend yang kurang lebih sama. Integrasi
dilakukan dengan menambahkan anomali residual kecepatan seismik dengan
anomali regional kecepatan gayaberat. Batas integrasi ditentukan pada analisa
spektrum dengan menentukan bilangan gelombang (k) sebesar 0.2 sehingga lebar
jendela (λ) atau batas antara anomali residual dan regional yang didapatkan
sebesar 3.1 atau sedalam 3100m. Residual error pada semblance gather initial pada
PSDM data integrasi menunjukan energi yang mendekati nol (tengah) jika
dibandingkan dengan PSDM data seismik. Model kecepatan interval initial data
integrasi menghasilkan citra bawah permukaan PreStack Depth Migration di
kedalaman 0-1500m yang lebih jelas dan detail jika di korelasikan dengan model
2D gayaberat yang telah ada sebelumnya dan jika dibandingkan dengan hasil
PSDM data seismik. Hal tersebut menunjukan bahwa masalah pencitraan
penampang seismik akibat energi gelombang ter-absorbsi yang melatarbelakangi
penelitian ini dapat di atasi dengan melakukan integrasi antara data kecepatan
seismik dengan data kecepatan gayaberat.
Kata Kunci: absorbsi, persamaan Gardner, gayaberat, PSDM, seismik refleksi.
ii
ABSTRACT
Seismic and Gravity Data Integration to Build Velocity Interval Model Pre-
Stack Depth Migration
By
Zahidah Sholehah
The thickness of the loose layer (peat) and the coal data set is thick enough. It makes
subsurface imagery using seismic data generates less detailed to seismic cross section
on the surface. Integration of seismic data with gravity data by converting a density
into a seismic velocity using the Gardner equation. Integration is performed to obtain
seismic velocity for data at 0-3100m depth and gravity velocity for data at depth 3100-
6500m. The comparison between sonic speed logs and gravity speeds results in graphic
form with more or less the same trend. Integration is accomplished by increasing the
residual seismic velocity anomaly with regional anomalies of gravity velocity. The
comparative and velocity limit between residual and regional anomalies yields of 3.1
or as deep as 3100m. Residual error to sembance gather in the seismic PSDM data
shows a near-zero energy. The initial data integration of interval velocity model
produces the PreStack Depth Migration subsurface image that more continu and more
detailed. Processes below 0-1500m is more continu and more detailed when correlated
with the existing gravity 2D model and when compared with seismic PSDM data. This
indicates that the seismic cross-sectional imaging problem caused by applied wave
energy underlying this research can be overcome by integrating seismic velocity data
with velocity gravity data.
Key notes : absorption, Gardner equation, gravity methods, PSDM, seismic
reflection.
INTEGRASI DATA SEISMIK DAN DATA GAYABERAT DALAM
PEMODELAN KECEPATAN INTERVAL PRESTACK DEPTH
MIGRATION
Oleh
ZAHIDAH SHOLEHAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Universitas Lampung
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung pada
tanggal 22 Mei 1994, sebagai anak pertama dari enam
bersaudara, dari Bapak Achmad Farid dan Ibu Ita Erlina
Kustiwinarni.
Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-
kanak A dan B Qurata’ayun Gedung Meneng, Kedaton, Bandar Lampung,
Lampung dari tahun 1998 dan diselesaikan pada tahun 2000. Penulis kemudian
pindah ke Jakarta dan sekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 09 Pagi Cipulir,
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, DKI Jakarta dari tahun 2000 dan diselesaikan
pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) AULIYA
Bintaor, Jombang, Tangerang dari tahun 2006 dan diselesaikan pada tahun 2009.
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 16 Palmerah, Jakarta Barat, DKI Jakarta
dari tahun 2009 dan diselesaikan pada tahun 2012. Selama menjadi siswa SMA
penulis pernah menjadi Sekretaris 2 MPK SMAN 16 Jakarta barat dari tahun 2009
sampai 2010 dan dilanjutkan menjadi Wakil 1 OSIS SMAN 16 Jakarta Barat dari
tahun 2010 sampai tahun 2011.
viii
Tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Geofisika UNILA
melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti
beberapa organisasi intra kampus berupa: terdaftar menjadi anggota kaderisasi pada
Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika (HIMATG BHUWANA) UNILA, eksekutif
muda Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik (BEM FT) Universitas Lampung,
staff Sosial dan Politik BEM FT, dan bendahara umum BEM FT. Penulis juga pernah
terdaftar sebagai anggota Fieldtrip organisasi ekstra kampus Society Eksploration of
Geophysicist (SEG) UNILA, selain itu penulis juga pernah terdaftar sebagai anggota
dan menjadi bendahara regional satu organisasi ekstra kampus Himpunan Mahasiswa
Geofisika Indonesia (HMGI). Selama menjadi mahasiswa penulis juga pernah menjadi
asisten praktikum Geologi Dasar, Koordinator Asisten periode tahun ajaran 2016/2017
semester ganjil serta Koordinator Workshop Geofisika tahun ajaran 2016/2017
semester genap.
Pada bulan Mei 2016 penulis melaksanakan kerja praktik di bagian eksplorasi satu
BPPP LEMIGAS Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dan membuat laporan
kerja praktik tentang “Perbandingan Nilai Aperture dan Dip pada Pengolahan Data
Seismik Laut 2D Menggunakan Software PROMAX dengan Metode Kirchoff Time
Migration”.
Pada bulan Oktober 2016 penulis melaksanakan penelitian tugas akhir di bagian
Geophysic Data Processing (GDP) PT. Elnusa, tbk. dan membuat skripsi dengan judul
“Integrasi Data Seismik dan Data Gayaberat dalam Pemodelan Kecepatan Interval
PreStack Depth Migration”.
Achmad Farid dan Ita Erlina Kustiwinarni
Abdurrahman Ayasy
Hanina Salama
Annisa Sabila Ul’haq
Abdul Azis Rantisi
Nafisah Elmi
Siti Aminah
x
MOTTO
Do your best in every work you get.
يحب ا للة العامل إذاعمل أن تحسن .رواه الطز ان نى
Keep Calm
Stay Positive
Be Humble
x
Make your life as huge as you can.
Bisa jadi suatu kebaikan adalah keburukan bagi kita.
Sementara suatu keburukan adalah suatu kebaikan yang
tersirat diantaranya.
Yes. You’ll het what you give.
Keep Moving Forward
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian Tugas Akhir ini tepat pada waktunya.
Tugas Akhir dengan judul “Integrasi Data Seismik dan Data Gayaberat dalam
Pemodelan Kecepatan Interval Prestack Depth Migration” ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Geofisika Fakutas
Teknik Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Suharno, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Lampung.
2. Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika
Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. Eng. Helmy Fitriawan, S.T., M.Sc. selaku Wakil Dekan (WD) I FT Unila
4. Bapak Dr. Muh. Sarkowi, S.Si., M.Si. selaku pembimbing utama skripsi yang telah
dengan sabar memberikan bimbingan dan arahannya di sela-sela kesibukan beliau.
5. Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T. selaku pembimbing pendamping yang
telah memberikan bimbingan, arahan serta saran.
6. Bapak Syamsurijal Rasimeng, S.Si., M.Si., selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan saran dan kritikan yang sangat membangun dalam penyusunan skripsi.
7. Bapak Hasan Nuruddin selaku pembimbing lapangan selama penulis melakukan
penelitian tugas akhir di PT. Elnusa, tbk. Terimakasih Pak Hasan, atas ilmu yang
sangat bermanfaat bagi penulis dalam menjalani tugas akhir.
8. Abiku Achmad Farid dan Ummiku Ita Erlina Kustiwinarni yang selama hidup
penulis hingga saat ini selalu memberikan kasih sayang, semangat, nasehat serta
dukungan moral dan moril yang sangat berarti. I love you so much ummiku abiku.
9. Kelima adikku Abdurrahman Ayasy, Hanina Salama, Annisa Sabila Ul’haq, Abdul
Azis Rantisi, dan Nafisah Elmi, terimakasih karena selalu menjadi adik-adik yang
baik dan sayang sama kakaknya.
10. Mbah putriku tersayang Siti Aminah, Pakle Doko, Bule Sugi, terimakasih atas
dukungan moral dan moril selama penulis tinggal di Lampung.
11. Segenap dosen dan pegawai di Jurusan Teknik Geofisika yang telah memberikan
ilmu dan wawasan yang tak terlupakan oleh penulis.
12. Teman seperjuangan Teknik Geofisika Angkatan 2012 Bella, Dimas S., Dilla,
Medi, Restilla, Betha, Irwan, Esha, Hilman, Edo, Aldo, Dimas T, Dimastya, Kevin,
Jordy, Ari, Azis, Elen, Gita, Niar, Litha, Ve, Ferry, Sigit, Gatta, Agus, Vivi, Andre,
Legowo, Deddi A. Dedi, dan semuanya.
13. Teman seperjuangan kuliah dari awal 2015 Windu Nur Hardiranto, terimakasih
untuk waktu, cerita, percakapan, debat serta sharing pemikiran yang sangat berarti
dihati penulis.
14. Teman teman asisten Ka Eki, Bang Ryan, Ka Wilyan, Winda, Ririn, Esha, Hilman,
Irwan, Agung, terimakasih atas ilmu dan pengalaman yang berarti selama
berkumpul di Lab. dan selama menjalankan amanah sebagai asisten.
15. Teman-teman BEMFT, terimakasih atas diskusi dan pengalaman berarti selama
masa jabatan yang ada.
16. Keluarga besar Teknik Geofisika Universitas Lampung, terimakasih atas
pengalaman dan interaksi sosial yang menyenangkan selama empat tahun ini.
17. Terimakasih pada keluarga besar bagian Geophysics Data processing (GDP) PT.
Elnusa, tbk. khususnya mba Inggrid yang selalu sabar mengajari penulis dalam
processing PSDM, Ka Roby yang selalu sabar dipanggil-panggil, Ka Gigin yang
selalu semangat memberi informasi baru, Pak Pujiono yang selalu ramah, dan
semua bagian GDP yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.
18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan dan
dukungannya dalam perjalanan penulis kuliah dan menyelesaikan skripsi ini
Penulis meminta maaf atas segala kesalahan dan ketidaksemputnaan dalam
penyusunan tugas akhir ini. Saran dan kritik membangun sangat diharapkan penulis
demi kebaikan di masa yang akan datang. Sekali lagi penulis ucapkan terimakasih
dan semoga Allah SWT membalas kebaikan anda semua dan memberi kemudahan
dalam segala urusannya. Aamiin.
Bandar Lampung, 10 mei 2017
Penulis,
Zahidah Sholehah
xv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v
SURAT PERNYATAAN .............................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. ix
MOTTO ........................................................................................................ x
SANWACANA ............................................................................................. xii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xxi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
1.3 Batasan Masalah ................................................................................... 3
1.4 Rumusan Masalah ............................................................................... 4
xvi
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional Sub Cekungan Tarakan .......................................... 5
2.2 Tektonik .............................................................................................. 8
2.3 Stratigrafi dan Sedimentasi ................................................................. 10
BAB III. TEORI DASAR
3.1 Konsep Dasar Seismik Refleksi ........................................................... 16
3.2 Mekanisme Penjalaran Gelombang Seismik ....................................... 17
3.2.1 Hukum Snellius ........................................................................... 17
3.2.2 Prinsip Huygens .......................................................................... 18
3.2.3 Prinsip Fermat ............................................................................ 19
3.3 Migrasi Data Seismik ........................................................................... 19
3.3.1 Prinsip Migrasi Data Seismik ..................................................... 19
3.3.2 Kirchoff Pre-Stack Migration ..................................................... 21
3.4 Pre Stack Depth Migration .................................................................. 22
3.4.1 Kecepatan Interval dan Kecepatan RMS .................................... 23
3.4.2 Transformasi Dix ........................................................................ 24
3.4.3 Constrained Velocity Inversion (CVI) ........................................ 25
3.4.4 Update Model Kecepatan ........................................................... 26
3.4.5 Analisa Residual Depth Moveout (RDMO) ................................ 26
3.4.6 Grid Based Tomography ............................................................. 27
3.5 Transformasi Gardner ....................................................................... 29
3.5.1 Penggunaan Persamaan Gardner ............................................. 31
3.6 FFT (Fast Fourier Transform) ........................................................... 31
3.7 Filter Butterworth ............................................................................... 32
3.8 Metode Gayaberat ............................................................................... 33
3.9 Pemodelan Gayaberat ......................................................................... 34
3.9.1. Anomali Bouguer Lengkap ..................................................... 34
3.9.2. Forward Modelling ................................................................. 35
3.9.3. Inverse Modelling ................................................................... 35
3.11. Analisis Spektrum ........................................................................... 35
3.12. Transformasi Fourier 2D Gayaberat .............................................. 36
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 39
4.2 Data dan Peralatan Penelitian ............................................................. 39
4.3 Pengolahan Data ................................................................................. 40
4.3.1 Persiapan Data Kecepatan Seismik ............................................. 41
4.3.2 Persiapan Data Kecepatan Gayaberat ......................................... 42
4.3.3 Proses Integrasi Vint Seismik dan Vint Gayaberat ...................... 42
4.3.4 Pengolahan Data PreStack Depth Migration (PSDM) ................ 44
a. Mendapatkan Kecepatan Interval Awal .................................. 44
b. Memperbaharui dan Memperbaiki Kecepatan ........................ 44
c. Residual Depth Moveout Correction ...................................... 46
d. Grid Based Tomography ......................................................... 47
e. PreStack Depth Migration dengan Algoritma Kirchoff .......... 48
xvii
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Data Masukan .................................................................................... 50
5.2 Hasil ................................................................................................... 52
5.2.1 Kecepatan Seismik ..................................................................... 53
5.2.2 Kecepatan gayaberat .................................................................. 55
a. Transformasi Gardner ........................................................... 55
b. Perubahan Nilai ρ ke Vp ........................................................ 57
c. Perbandingan Bentuk Grafik Kecepatan log Sonic dengan
Kecepatan Gayaberat ............................................................... 57
5.2.3 Integrasi Data Kecepatan ........................................................... 59
a. Penentuan Batas Cutoff ........................................................... 59
b. Analisis Spektrum :Anomali Residual Sebagai Data
Kecepatan Seismik ................................................................ 60
c. Analisis Spektrum:Anomali Regional Sebagai Data
Kecepatan Gayaberat ............................................................ 61
d. Integrasi Kecepatan Seismik dan Kecepatan Gayaberat ....... 63
5.3 Pembahasan ....................................................................................... 64
5.3.1 Perbandingan Semblance dan Gather PSDM Data Seismik dan
Data Integrasi ............................................................................. 65
5.3.2 Perbandingan Model Kecepatan Initial Data Seismik dan Data
Integrasi ..................................................................................... 68
5.3.3 Kontrol Kualitas pada Penampang Stack PSDM Data Seismik
dan Integrasi ............................................................................... 70
5.3.4 Membandingkan Nilai Densitas dan Nilai Kecepatan Data
Integrasi Berdasarkan Grafik Densitas-Kecepatan Gardner ....... 75
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 79
6.2 Saran .................................................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Lokasi Cekungan Tarakan ................................................... 6
Gambar 2. Sub Cekungan Tarakan ................................................................ 8
Gambar 3. Tatanan Tektonik Tarakan ........................................................... 10
Gambar 4. Stratigrafi Regional Cekungan Tarakan ...................................... 15
Gambar 5. Play Concept Model of Tarakan Basin ....................................... 15
Gambar 6. Mekanisme Penjalaran Gelombang P ........................................... 17
Gambar 7. Mekanisme Penjalaran Gelombang S ........................................... 17
Gambar 8. Hukum Snellius ............................................................................ 18
Gambar 9. Prinsip Huygens ............................................................................ 18
Gambar 10. Prinsip Fermat ............................................................................ 19
Gambar 11. Skema Migrasi pada Data Seismik ............................................. 20
Gambar 12. (a) Contoh Difraksi (b) Contoh Hasil Migrasi Hiperbolik ......... 21
Gambar 13. Masukan dan Keluaran dari Ray Tracing ................................... 23
Gambar 14. Kecepatan rms dan Kecepatan Interval ..................................... 24
Gambar 15. Simulasi Koreksi Residual Moveout........................................... 27
Gambar 16. Simulasi Tomografi Berbasis Grid ............................................. 28
Gambar 17. Grafik Hubungan Nilai Densitas dan kecepatan Percobaan
Gardner ...................................................................................... 30
xix
Gambar 18. Diagram Alir Penelitian .............................................................. 40
Gambar 19. Diagram Alir Pembuatan Model Kecepatan Awal ..................... 41
Gambar 20. Diagram Alir Proses Integrasi Data Seismik dan Data Gayaberat ...... 42
Gambar 21. Diagram Alir Pembuatan Model Kecepatan Akhir .................... 45
Gambar 22. Sebelum Dilakukan RMO........................................................... 46
Gambar 23. Setelah Dilakukan RMO ............................................................. 47
Gambar 24. Proses Picking Residual Moveout ............................................... 47
Gambar 25. Autopicking of Interlayer Segments ............................................ 48
Gambar 26. (a) Gather Initial Sebelum (b) Gather Final ............................. 49
Gambar 27. Hasil Interpretasi 2D Geologi Gayaberat Sebagai Input Proses
Integrasi ...................................................................................... 51
Gambar 28. Model Kecepatan RMS Data Seismik ........................................ 52
Gambar 29. (a) Vrms Domain Time (b) Vinterval Domain Depth ................. 54
Gambar 30. Nilai Awal dan Akhir Kecepatan Serta Offset Data Seismik .... 55
Gambar 31. Spektrum Kecepatan Seismik .................................................... 55
Gambar 32. Spektrum Kecepatan Gayaberat ................................................ 56
Gambar 33. Perubahan Nilai Densitas Menjadi Nilai Kecepatan ................. 57
Gambar 34. Kecepatan Gayaberat Hasil Gridding ......................................... 57
Gambar 35. Nilai Minimum dan Maksimum Kecepatan Log Sonic dan
Kecepatan Gayaberat ................................................................. 58
Gambar 36. Perbandingan Bentuk Grafik Kecepatan Log Sonic dengan
Kecepatan Gayaberat ................................................................. 58
Gambar 37. High Pass Filter Kecepatan Seismik ......................................... 60
Gambar 38. Hasil Gridding High Pass Data Kecepatan Seismik ................ 61
xx
Gambar 39. Low Pass Filter Kecepatan Gayaberat ...................................... 62
Gambar 40. Hasil Gridding Low Pass Filter Data Gayaberat ...................... 62
Gambar 41. Hasil Integrasi Data Seismik dan Data Gayaberat Awal dan
Akhir Data ................................................................................ 63
Gambar 42. Model Kecepatan Interval Hasil Integrasi Data Kecepatan
Seismik dan Gayaberat .............................................................. 64
Gambar 43. Semblance dan Gather (a) Initial Integrasi (b) Initial Seismik .. 67
Gambar 44. Semblance dan Gather Final Data Integrasi .............................. 67
Gambar 45. Model Kecepatan Initial (a) Data Seismik (b) Data Integrasi ... 69
Gambar 46. PSDM Initial (a) Model Kecepatan Integrasi ............................ 69
(b) Model Kecepatan Seismik ............................. 70
Gambar 47. Model Kecepatan Final Data Integrasi ...................................... 70
Gambar 48. Model Kecepatan Final Data Seismik ....................................... 71
Gambar 49. PreStack Depth Migration Final Data Seismik ......................... 72
Gambar 50. PreStack Depth Migration Final Data Integrasi ........................ 73
Gambar 51. Penampang PSDM Initial Data Integrasi Kedalaman 0-3000m 75
Gambar 52. Typical Rock Velosities .............................................................. 77
Gambar 53. Grafik Densitas-Kecepatan oleh Gardner dengan Nilai
Densitas dan Kecepatan Lapangan Penelitian ........................... 78
xxi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Waktu Penelitian ............................................................................... 39
Tabel 2. Data Masukan Dalam Proses Pengolahan Data ............................... 51
Tabel 3. Data Lapangan Lintasan “B” Seismik .............................................. 53
Tabel 4. Densitas Oleh Telford 1990 ............................................................. 76
Tabel 5. Identifikasi Batuan Berdasarkan Nilai Densitas dan Kecepatan
(Vp) Daerah Penelitian ..................................................................... 77
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metode seismik berperan penting dalam pencarian hidrokarbon. Metode ini
terdiri dari tiga tahap utama, yaitu: akuisisi, processing, dan interpretasi. Kondisi
geologi permukaan sangat berhubungan dengan kualitas perekaman data di
lapangan. Selain kualitas perekaman, lingkungan dan perbatasan demografi dapat
memiliki dampak signifikan pada kualitas data lapangan. Faktor lainnya seperti
kondisi cuaca, kondisi geologi, proses perekaman data dan kondisi alat perekaman
juga mempengaruhi kualitas data akuisisi. Jadi dapat diketahui bahwa data seismik
yang terkumpul sering dalam keadaan yang kurang ideal. Karenanya, yang dapat
dilakukan adalah penekanan noise dan meningkatkan signal dalam processing
sesuai dengan kualitas data akuisisi (Yilmaz, 1987).
Pada data seismik dengan frekuensi rendah (low frequency). Ketika proses
pengolahan data dilakukan, terjadi kesulitan dalam membedakan error dan data
pada gather. Pengolahan data seismik dalam domain depth (PreStack Depth
Migration) memberikan peluang lebih untuk menggambarkan geologi struktur yang
sebenarnya. Bahkan untuk stuktur yang sangat kompleks seperti thrust, subsalt
stuktur (Fagin,1999).
2
Kondisi geologi berupa keberadaan lapisan batu bara yang tebal akan
menyebabkan absorpsi pada gelombang seismik yang dihasilkan oleh sumber.
Keadaan ini sangat memungkinkan menyebabkan kualitas data seismik dengan S/N
ratio yang rendah (Library, UI. 2016).
Pada daerah penelitian target dari pengolahan data Pre Stack Depth migration
(PSDM) adalah untuk mendapatkan gambaran struktur bawah permukaan yang
lebih jelas dan detail dari hasil pengolahan data seismik menggunakan pendekatan
Pre Stack Time Migration (PSTM) dikarenakan keterbatasan metode tersebut,
sehingga tidak dapat menyelesaikan permasalahan subsurface seismic imaging
yang disebabkan oleh lapisan gambut tebal selama proses perekaman serta adanya
lapisan batubara sehingga refleksi seismik terabsorbsi.
Pada tahun 1974 Gardner, dkk menemukan hubungan empiris dengan
metoda cross correlation antara densitas dan kecepatan dari suatu pengukuran
lapangan dan laboratorium dari batuan brine-saturated selain evaporit dari berbagai
lokasi dan kedalaman.
Maka, untuk mendapatkan model kecepatan pada kedalaman target dengan
kualitas data seismik dengan S/N ratio tinggi, dibutuhkan pemodelan kecepatan
dengan menggabungkan data kecepatan seismik dengan data kecepatan gayaberat.
Data kecepatan gayaberat sendiri didapatkan dengan mengubah nilai densitas
menjadi nilai kecepatan melalui persamaan Gardner. Integrasi kecepatan seismik
dan kecepatan gayaberat ini diharapkan dapat memudahkan pemodelan kecepatan
agar sesuai dengan kondisi bawah permukaan yang sebenarnya.
3
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan integrasi data seismik dan gayaberat.
2. Mencari kedalaman dengan nilai kecepatan (Vp) yang valid dengan bantuan
kecepatan gayaberat.
3. Mendapatkan kecepatan initial sebagai bahan proses PreStack Depth
Migration dari hasil integrasi kecepatan seismik dan kecepatan gayaberat.
4. Membandingkan hasil PSDM data integrasi dengan hasil PSDM data
seismik.
5. Membandingkan PSDM menggunakan model kecepatan initial integrasi
dengan PSDM menggunakan model kecepatan initial seismik.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Data yang digunakan adalah data 2D darat.
2. Data densitas gayaberat yang didapatkan telah melalui tahap pemodelan
interpretasi geologi.
3. Target kedalaman 0-6000m.
4. Melakukan integrasi data kecepatan seismik dan gayaberat.
5. Melakukan pengolahan data dengan teknik PreStack Depth Migration.
6. Migrasi yang dilakukan menggunakan algoritma Kirchoff.
7. Model Kecepatan rms seismik yang digunakan merupakan data sekunder
dari keluaran proses final PSTM.
4
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Membandingkan hasil pengolahan PSDM data seismik dan data integrasi,
dengan melihat hasil pencitraan stacking seismik.
2. Membandingkan error residual hasil data integrasi dan data seismik.
3. Membandingkan nilai densitas dan nilai kecepatan data integrasi
lapangan penelitian berdasarkan grafik densitas-kecepatan Gardner.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional Sub Cekungan Tarakan
Cekungan Tarakan, sesuai namanya berada di sekitar Pulau Tarakan. Secara
geografis pulau tersebut terletak di daerah Tarakan, Bunyu dan sekitarnya. Masuk
kedalam Provinsi Kalimantan Utara sekitar 240 km arah Utara-Timur laut dari
Balikpapan. Pada dasarnya, wilayah Cekungan NE Kalimantan terbagi menjadi empat
group Sub Cekungan: Sub Cekungan Tidung, Sub Cekungan Berau, Sub Cekungan
Muara dan Sub Cekungan Tarakan.
Cekungan Tarakan berada pada daerah bagian Utara dari Pulau Kalimantan.
Luasnya mencapai 68.000 km2. Secara umum bagian Utara dari Cekungan ini dibatasi
oleh paparan Mangkaliat, di bagian Timur dibatasi oleh Laut Suawesi dan dibagian
Barat dibatasi oleh Central Range Complex.
6
Gambar 1. Peta Lokasi Cekungan Tarakan.
Cekungan Tarakan terbagi menjadi beberapa sub-cekungan yaitu:
1. Sub Cekungan Tidung
Sub Cekungan ini terletak paling Utara dan berada di darat meluas ke Sabah
dan berkembang pada kala Eosen Akhir sampai Miosen Tengah. Dipisahkan dari anak
Cekungan Berau disebelah Selatan oleh Punggungan latong. Terpisah dari tarakan oleh
Paparan Sebuku, antiklin dan sesar naik berarah barat laut di sepanjang pantai dan
dibatasi oleh sesar datar mengiri di Sempoa Utara.
2. Sub Cekungan Tarakan
Sub Cekungan ini berkembang terutama pada daerah lepas pantai yang diisi
oleh endapan klastik tebal Plio-Pleistosen dengan pusat pengendapan disekitar Pulau
Bunyu dan Tarakan.
7
3. Sub Cekungan Muara
Sub Cekungan ini terletak di lepas pantai Tinggian Mangkalihat. Mempunyai
pusat pengendapan paling selatan, berkembang di lepas pantai. Dibatasi oleh sesar-
sesar mendatar sejajar berarah Barat Laut, sesar Mangkalihat dan Maratua, sedimen-
sedimen retakan dan passive margin, serta strukturisasi karbonat Oligosen-Recent pada
bagian postrift yang merupakan batuan induk pada umur Eosen.
4. Sub Cekungan Berau
Sub Cekungan Berau terletak dibagian paling selatan Cekungan Tarakan yang
berkembang dari Eosen sampai Miosen dan mempunyai sejarah pengendapan yang
sama dengan Sub Cekungan Tidung. Stuktur dominan yang terdapat di pulau Tarakan
ini adalah patahan normal berarah Barat Laut hingga Utara dengan bidang patahan
miring ke Timur. Sebagian dari patahan ini merupakan patahan tumbuh (growth fault)
dengan antiklin (roll over).
8
Gambar 2. Sub Cekungan Tarakan (Tossin dan Kodir, 1996).
2.2 Tektonik
Cekungan Tarakan memiliki variasi sesar, elemen struktur dan trend. Sejarah
tektonik Cekungan Tarakan diawali dengan fase ekstensi sejak Eosen Tengah. Yang
membentuk wrench fault dengan arah NW-SE serta berpengaruh pada proses
perekahan selat makasar yang berhenti pada Miosen Awal. Fase tektonik awal ini
merupakan fase pembukaan cekungan ke arah timur yang diindikasikan dengan adanya
echeleon block faulting (patahan yag terjadi secara parael satu sama lain pada segments
yang berbeda) yang memiliki slope ke arah timur.
Dari Miosen Tengah hingga Pliosen merupakan kondisi yang lebih stabil
dimana terendapkan sedimen dengan lingkungan delta yang menyebar dari beberapa
sistem pola penyaluran dari barat ke timur. Contoh sungai yang memiliki hilir di daerah
ini yaitu sungai Proto-Kayan, Sesayap, Sembakung dan beberapa lainnya. Pada fase ini
9
cekungan mengalami subsidence akibat gravitasi beban dari endapan delta yang
semakin banyak, sehingga terbentuk sesar naik. Pertumbuhan struktur sesar disini
menjadi lebih sedikit dan mulai terendapkan karbonat. Pada bagian cekungan yang
mengarah ke timur tersusun atas endapan delta yang tebal, yang berasosiasi dengan
sesar normal syngenetici (sesar normal yang terbentuk bersamaan dengan
pengendapan).
Fase akhir tektonik pada cekungan ini yaitu proses kompresi yang terjadi pada
Plio-Pleistosen Akhir akibat dari koalisi lempeng Filipina dengan lempeng Borneo/
Kalimantan Timur. Hal ini mengaktifkan kembali struktur yang telah ada dan
membalikan arah beberapa patahan gyavitasional. Akan tetapi gaya yang lebih kuat
berada pada bagian utara cekungan dimana endapan Miosen dan Pliosen menjadi
terlipat dan terpatahkan dengan arah NW – SE hingga WNE – ESE. Pada bagian timur
cekungan, fase kompresi ini membentuk struktur yang tinggi karena material endapan
bersifat plastis sehingga membentuk antiklin Bunyu dan Tarakan.
Dari fase tektonik tersebut dipercaya bahwa deformasi yang terbentuk sejak
awal proses tektonik merupakan pengontrol utama pembentukan cebakan hidrokarbon
di Cekungan Tarakan.
10
Gambar 3. Tatanan Tektonik Tarakan (Modifikasi BEICIP).
2.3. Statigrafi dan Sedimentasi
Cekungan Tarakan tersusun oleh batuan berumur Tersier yang diendapkan di
atas batuan dasar berumur PraTersier. Dinamika sedimentasi pada cekungan Tarakan
diawali dari umur Eosen, pada awalnya cekungan Tarakan merupakan wilayah daratan
yang mengendapkan Formasi Sembakung – Formasi Sujau. Pada Oligosen terbentuk
pola pengendapan transgresi yang didominasi oleh klastik kasar dan juga batuan
karbonat (Formasi Seilor). Perkembangan sistem transgresi berlangsung terus hingga
diendapkan sedimen halus (Formasi Nainputo) dan di beberapa tempat diendapkan
batugamping terbumbu (Formasi Tabulara). Selanjutnya terjadi regresi hingga
11
cekungan mengalami pengangkatan, kemudian terendapkan sedimen klastik kasar
yang sumbernya disebut Central Range Complex (LEMIGAS, 2006).
Lingkungan pengendapan berupa delta yang kompleks dan membentang dari
Barat ke Timur (Formasi Latih/Meliat). Formasi Tabul berada di sebelah Timur yang
merupakan bagian Prodeltas yang tersusun atas fasises batulempung. Pada Miosen
Akhir, terjadi pengangkatan di tinggian Kuching, sehingga mengangkat bagian Utara
dari Cekungan Tarakan dan pada Pliosen terbentuk lingkungan delta kembali dan
diendapkan Formasi Tarakan.
Stratigrafi dari Cekungan Tarakan, dari tua ke muda adalah sebagai berikut:
a. Formasi Sembakung
Batuan Tersier terdiri dari formasi sembakung yang menindih tak selaras
batuan alas Kapur Akhir, terdiri atas batuan sikliklastik karbonatan dari lingkungan
laut litoral hingga laut dangkal pada kala Eosen.
b. Formasi Sujau
Formasi Sujau terdiri dari sedimen klastik (konglomerat dan batupasir), serpih
dan volkanik. Klastika formasi sujau merepresentasikan tahap pertama pengisian
cekungan “graben like” yang mungkin terbentuk sebagai akibat dari pemekaran
Makassar pada kala Eosen Awal.
Litologi penyusun berupa konglomerat, batupasir, volkanik klastik dengan
ketebalan 1000m. Struktur geologi yang berkembang sangatlah kompleks dan
mengakibatkan daerah ini terlipat kuat.
12
c. Formasi Seilor
Batu gamping mikritik dari Formasi Seilor diendapkan secara selaras di atas
Formasi Sujau dan Formasi Mangkabua yang terdiri dari serpih laut dan napal yang
berumur Oligosen menjadi penciri perubahan suksesi ke basinward.
d. Formasi Mangkabua
Pada formasi ini terjadi perubahan progradasional dari formasi Seilor (micrite
limestone) menjadi batunapal yang tebal dan masif. Terdapat Nummulites fichteli
(Marks, 1957) yang berumur Oligosen. Formasi ini tererosi intensif pada akhir
Oligosen karena proses tektonik berupa pengangkatan yang diakibatkan aktivitas
vulkanik.
e. Formasi Tempilan
Litologi penyusun formasi ini berupa lapisan tipis batupasir, tuff, shale dan coal.
Terendapkan secara tidak selaras di atas formasi Mangkabua. Foraminifera besar
berupa lepidocyclina dan heterostegina menunjukkanumur Oligosenakhir (van der,
1925).Ketebalan formasiinimencapai 1000 mnamuntidak bisa tersingkap dengan baik
karena diperkirakan terendapkan pada depresi lokal / graben.
f. Formasi Tabular
Tersusun oleh batugamping yang dominasinya berupa micrite limestone. Formasi
ini kaya akan fosil Lepidocyclina dan umurnya diperkirakan akhir Oligosen-awal
Miosen. Ketebalan formasi ini diperkirakan mencapai 500-800 m. Perubahan terjadi
pada bagian atas dari batugamping ini, mengalami penipisan hingga ketebalannya
mencapai 150 m. Semakan ke atas berubah menjadi napal, batugamping dan
13
shale yang nantinya berkembang menjadi formasi Naintupo yang kaya akan fosil
plangtonik.
g. Formasi Birang dan Naintupo
Formasi Birang yang terletak pada bagian selatan sebenarnya masih termasuk ke
dalam bagian dari formasi Tabular. Sedangkan di bagian utara terdapat Formasi
Naintupo. Litologi penyusunnya berupa batugamping dan Napal. Ketebalan formasi
ini diperkirakan antara 200- 400 m dan di sub basin Tarakan tebalnya bisa mencapai
600-800 m.
h. Formasi Latih / Meliat
Terletak pada bagian selatan Berau subbasin sehingga diberi nama Formasi latih,
mempunyai tebal 900-1100 meter. Litologi penyusun nerupabatupasir, shale, dan
batugamping tipis.Terendapkan secara tidak selaras di atas formasi Birang.Terdapat
foraminifera besar yang mengindikasikan umurnya Miosen Tengah sampai Miosen
akhir.Terjadi perubahan lingkungan pengendapan yang cepat dari laut dalam menjadi
laut dangkal. Ketebalan formasi ini antara 250-700 meter. Pada formasi ini terdapat
batubara yang menggambarkan lingkungan pengendapan delta.
i. Formasi Menumbar
Pada bagian Selatan muara subbasin terbentuk formasi Menumbar dantidak selaras
menumpang dengan formasi Birang. Litologi penyusunnya berupa batugamping tebal.
j. Formasi Tabul dan Formasi Sahul
Formasi Tabul ini tersingkap pada bagian utara sub cekungan Tidung. Formasi
Tabul tersusun oleh batupasir, batulanau dan shale.Formasi Tabul berumur Miosen
Tengah-akhir. Lingkungan pengendapannya berupa delta. Sedangkan pada formasi
14
Sahul tersusun oleh batupasir, shale, dan batubara.Formasi Sahul berumur Miosen
akhir.Formasi sahul ini lingkungan pengendapannya berupa delta front-delta plain.
k. Formasi Tarakan / Sajau
Formasi Tarakan secara umum masih sama dengan formasi Sahul, tersusun oleh
batupasir dan batubara. Formasi Tarakan diinterpretasikan lingkungan
pengendapannya masih berupa delta. Pada bagian Timur, secara gradasional terjadi
perubahan dari shale hingga batugamping, di interpretasikan berupa fasies prodelta dan
lingkungannya dangkal. Terdapat kehadiran tuff yang menunjukkan adanya aktivitas
vulkanik yang diikuti oleh proses tektonik berupa pengangkatan.
l. Formasi Domaring
Tersingkap pada sub cekungan Berau. Pada bagian barat muara sub cekungan ini
tersusun batugamping berumur Pliosen.
m. Formasi Bunyu dan Waru
Ditemukan pada sub cekungan Tarakan. Litologi pernyusunya berupa batupasir,
shale dan lignit. Terendapakan secara tidak selaras diatas formasi Tarakan. Formasi
Bunyu terbentuk pada pleistosen dengan mengalami proses transgressi, perubahan
lingkungan pengendapan delta plain menjadi fluvial. Sedangkan formasi Waru,
terdapat pada bagian selatan (Sub cekungan Muara dan Berau) yang diendapkan pada
kondisi laut dangkal hingga terbentuk napal hingga batugamping.
15
Gambar 4. Stratigrafi Regional Cekungan Tarakan.
Gambar 5. Play Concept Model of Tarakan Basin (Indonesia Basin Summaries
2006).
16
III. TEORI DASAR
3.1. Konsep Dasar Seismik Refleksi
Gelombang seismik merupakan gelombang elastik yang berasal dari suatu
sumber di permukaan bumi yang energinya menjalar kedalam lapisan bumi. Energi
gelombang tersebut akan menyebar ke segala arah dan mengalami fenomena
dimana gelombang tersebut akan dipantulkan maupun ditransmisikan. Gelombang
seismik dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan data yang mencitrakan struktur
bawah permukaan bumi, dimana gelombang yang menjalar berbentuk spherical dan
menjalar ke segala arah. Energi dari hasil pemantulan dan transmisi gelombang
tersebut kemudian akan direkam dengan alat penerima (receiver) yang berada di
permukaan, pencitraan gelombang dengan cara ini disebut sebagai metode seismik
refleksi (Priambodo, 2007).
Perambatan gelombang seismik dibagi menhadi dua jenis yaitu gelombang
badan (body wave) dan gelombnag permukaan (surface wave). Gelombang P dapat
merambat pada zat padat, cair dan gas. Terdapat juga gelombang lain yang hanya
dapat merambat pada zat padat yang dinamakan Shear wave atau gelombang S.
Gerakan yang diinduksi menjalar tegak lurus dengan arah rambatnya, sedangkan
gelombang P gerakan yang diinduksi menjalar sejajar dengan arah rambatnya
(Gadallah dan Fisher, 1999).
17
Gambar 6. Mekanisme penjalaran gelombang P (Gadallah dan Fisher, 1965).
Gambar 7. Mekanisme penjalaran gelombang S (Gadallah dan Fisher, 1965).
3.2. Mekanisme Penjalaran Gelombang Seismik
3.2.1. Hukum Snellius
Hukum ini menjelaskan bahwa sudut dimana sinar direfleksikan adalah
sama dengan sudut datang. Kedua Sudut datang dan sudut refleksi merupakan
jumlah dari batas normal diantara dua lapisan yang memiliki perbedaan AI
(Gadallah dan Fisher, 1965). Porsi dari energi sudut datang yang terbiaskan melalui
batas dan menuju lapisan kedua dengan perubahan arah penjalaran yang disebut
sinar refraksi. Arah refraksi bergantung terhadap rasio dari kecepatan pada dua
lapisan. Jika kecepatan pada
18
lapisan kedua lebih cepat dari lapisan pertama maka sudut refraksi mendekati arah
horizontal. Jika kecepatan pada lapisan kedua lebih lambat dari lapisan pertama
maka sudut refraksi mendekati arah vertikal.
Gambar 8. Hukum Snellius (Gadallah dan Fisher, 1965)
3.2.2. Prinsip Huygens
Prinsip ini menjelaskan ketika muka gelombang bertemu dengan batas
bidang lapisan maka akan menghasilkan muka gelombang baru. Posisi muka
gelombang dapat ditemukan pada persinggungan muka gelombang ke semua
gelombang kedua. Prinsip Huygens juga menjelaskan bahwa energi penjalaran
gelombang seismik berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman.
Gambar 9. Prinsip Huygens (Gadallah dan Fisher, 1965).
19
3.2.3. Prinsip Fermat
Gelombang seismik yang menjalar pada media mengikuti jalur di antara
sumber dan receiver tertentu. Bagaimanapun, menurut asas Fermat memungkinkan
terbentuk beberapa jalur diantara sumber dan receiver. Hal tersebut berarti
memungkinkan terjadi lebih dari satu event refleksi dikarenakan gelombang yang
merambat memilih medium yang memungkinkan penjalaran tercepat. Burried
focus atau yang kita kenal dengan efek boutie merupakan contoh dasar asas Fermat.
Gambar 10. Prinsip Fermat (Rawlinson, 2007).
3.3. Migrasi Data Seismik
Proses migrasi dilakukan pada data seismik dengan tujuan untuk
mengembalikan reflektor miring ke posisi aslinya serta menghilangkan efek
difraksi akibat sesar, kubah garam, pembajian. Terdapat beberapa macam migrasi;
Kirchoff Migration, Finite Difference Migration, Frequency-Wavenumber
Migration dan Frequency-Space Migration (Yilmaz, 2008).
3.3.1. Prinsip Migrasi Data Seismik
Pada prinsipnya migrasi adalah menghilangkan pengaruh penjalaran dengan
membagi dua cepat rambat gelombang dari reflektor ke penerima, sehingga seolah-
20
olah kita berada pada titik reflektor. Proses ini disebut EPR (Exploding Reflektor
Model). Yang terjadi pada event hasil migrasi adalah sebagai berikut:
1. Membuat sudut kemiringan pada reflektor menjadi semakin besar
2. Menjadikan panjang reflektor menjadi lebih pendek
3. Migrasi memindahkan reflektor kearah updip
Gambar 11. menunjukan perpindahan tempat atau migrasi secara horizontal dan
vertikal. Garis dari titik C ke D yang diibaratkan sebagai reflektor termigrasi kearah
updip pada garis C’ D’ dan titik E termigrasi ke titik E’. dx merupakan perubahan
secara horizontal (persamaan 1.) sedangkan dt merupakan perubahan secara
vertikal(persamaan 2.). Dimana perubahan tersebut berhubungan dengan kecepatan
medium (v), traveltime (t) dan sudut semu (Δt/ΔT) dalam persamaan 3.
𝑑𝑥 = 𝑣2𝑡
4
∆𝑡
∆𝑥 (1)
𝑑𝑡 = 𝑡 [1 − √1 − (𝑣∆𝑡
2𝑥𝑇)
2
] (2)
∆𝑇
∆𝑥=
∆𝑇
∆𝑥
1
√1−(𝑣∆𝑡
2∆𝑥)
2 (3)
Gambar 11. Skema migrasi pada data seismik (Yilmaz, 2008).
21
3.3.2. Kirchoff Pre-Stack Migration
Kirchoff PreStack Depth Migration menjumlahkan keseluruhan titik data
disepanjang kurva difraksi PreStack Depth dan menandai hasilnya ke puncak (di
zero-offset). Pada migrasi dalam domain time digunakan persamaan 4. untuk
menghitung permukaan difraksi, sedangkan pada migrasi domain kedalaman,
penjalaran gelombang sebenarnya dilakukan dengan metode ray tracing dari setiap
sumber ke setiap penerima yang digunakan untuk menentukan permukaan difraksi
(Claerbout, 1985).
𝑇 = √𝑇02 +
(𝑥𝑟+𝑥0)2
𝑉𝑟𝑚𝑠2 + √𝑇0
2 +(𝑥𝑠+𝑥0)2
𝑉𝑟𝑚𝑠2 (4)
Gambar 12. (a) Contoh difraksi (b) contoh hasil migrasi kurva hiperbolik
menjadi titi refleksi menggunakan persamaan 1 (Yilmaz, 2008).
Amplitudo pada trace B sepanjang travel time sayap kurva hiperbola
termigrasi ke titik A puncak dari hiperbola menggunakan persamaan:
𝑡2 = 𝑇2 +4𝑥2
𝑣𝑟𝑚𝑠2 (5)
Dengan t sebagai input atau amplitudo di titik B, T sebagai output amplitudo pada
titik A hasil perhitungan menggunakan persamaan 2. Vrms adalah kecepatan RMS.
22
3.4. Pre-Stack Depth Migration
PreStack Depth Migration (PSDM) merupakan teknik migrasi sebelum
stack dengan variasi kecepatan medium sangat kompleks seperti thrust belt, zona
disekitar karbonat (reef), kubah garam (salt dome). Depth Migration memiliki
kecepatan yang lebih kompleks dari time migration (Abdallah, 2011).
Menurut Fagin (1999) terdapat 4 alasan PSDM digunakan untuk
meningkatkan pencitraan bawah permukaan:
1. Posisi vertikal, Jika model kecepatan yang diketahui akurat, hasil
pencitraan yang diperoleh bebas dari distorsi struktur yang berhubungan
terhadap variasi kecepatan lateral.
2. Posisi lateral, jika model kecepatan yang diketahui akurat, maka events
yang tampak ditempatkan pada posisi lateral yang tepat.
3. Resolusi, pada praktiknya PSDM memberikan pencitraan bawah
permukaan yang lebih tinggi dari PSTM. Hal ini disebabkan oleh PSDM
tidak dipengaruhi hyperbolic moveout seperti PSTM.
4. Estimasi kecepatan dan kedalaman, jika model kecepatan interval yang
didapatkan benar, proses migrasi memiliki diagnosanya sendiri. Dimana
model kecepatan intervalnya sudah benar, maka depth gather hasil PSDM
akan flat/datar.
Proses pembuatan model kecepatan dikerjakan dengan metode ray tracing
untuk tiap lapisan. Ray tracing adalah metode untuk menghitung jejak gelombang
atau partikel yang melewati suatu sistem dengan wilayah kecepatan perambatan,
karakteristik penyerapan dan ceriminan permukaan yang bervariasi (Paradigm,
2016).
23
Gambar 13. Masukan dan keluaran dari ray tracing (Fagin, 1999).
Pada studi penelitian yang dilakukan PSDM mengaplikasikan constrained velocity
inversion (CVI) dalam pembuatan model kecepatan interval initial. Pembaharuan
dan perbaikan kecepatan dilakukan dengan analisa residual depth moveout
(RDMO) untuk dijadikan masukan pada proses tomografi, proses ini dilakukan
berulang kali sehingga disebut proses iterasi.
3.4.1. Kecepatan RMS dan Kecepatan Interval
Kecepatan RMS adalah nilai yang menghitung kecepatan gelombang pada
lapisan satu ke lapisan tertentu secara two way time {t(0)} dari sumber ke penerima
dengan menggunakan persamaan:
𝑣𝑟𝑚𝑠2 =
∑ 𝑣𝑙2𝑛
𝑙=1 ∆𝑡𝑙(0)
𝑡(0) (6)
Kecepatan Interval adalah kecepatan lapisan ke-n yang dihitung melalui
persamaan yang diturunkan dari kecepatan rms menggunakan persamaan Dix.
Gambar 14. Memperlihatkan ilustrasi dari kecepatan rms dan interval.
24
Gambar 14. Kecepatan rms dan Kecepatan Interval (Abdallah, 2007).
3.4.2. Transformasi Dix
Transformasi Dix atau Dix Conversion digunakan untuk mendapatkan
kecepatan interval pada setiap layer menggunakan persamaan
𝑉𝑛2 =
𝑣𝑟𝑚𝑠𝑛2 𝑡(0)𝑛−𝑣𝑟𝑚𝑠𝑛−1
2 𝑡(0)𝑛−1
𝑡(0)𝑛−𝑡(0)𝑛−1 (7)
Dimana Vn adalah kecepatan interval denganV(n-1) adalah layer yang terletak
dibawah Vn, Tn dan Tn-1 berhubungan dengan two-way time zero-offset times dan
Vn dan V(n-1) berhubungan dengan kecepatan rms. Prosedur untuk menghitung
lapisan kecepatan dan reflektor depth menggunakan Dix Conversion termasuk
stacking kecepatan adalah sebagai berikut:
1. Pick time horizon untuk mendapatkan Tn dan Tn-1
2. Ekstrak kecepatan rms pada setiap lapisan
3. Menggunakan persamaan Dix untuk menghitung kecepatan interval pada
setiap layer dari kuantitas nilai rms yang dikeatahui dan waktu pada batas
atas dan batas bawah lapisan.
4. Menggunakan kecepatan interval dan waktu pada batas lapisan untuk
menghitung depth pada setiap batas lapisan. Jika input adalah penampang yang
25
belum termigrasi menggunakan sudut normal rays. Dan image rays untuk input data
yang telah termigrasi.
Penggunaan Dix conversion dalam perhitungan kecepatan interval tidak
sepenuhnya akurat. Kecepatan interval hasil Dix conversion menampakan osiliasi
sinusoidal yang disebabkan oleh ayunan stacking kecepatan itu sendiri (Yilmaz,
1968).
3.4.3. Constrained Velocity Inversion (CVI)
Constrained Velocity Inversion (CVI) merupakan suatu metode untuk
mengestimasi suatu model kecepatan yang mempertimbangkan faktor geologi dari
suatu set kecepatan baik hasil analisa kecepatan stacking ataupun dari fungsi
kecepatan RMS. Metode ini di desain untuk model kecepatan sebagai input untuk
proses migrasi dan tomografi. CVI dapat bekerja baik pada lapangan-lapangan
dengan dominan sedimen dimana trend kecepatan meningkat seiring kedalaman
ataupun dengan variasi kecepatan secara lateral (Ginanjar, 2010).
Proses inversi pada Constrained Kecepatan Inversion (CVI) di lakukan dengan
empat tahap (Koren Zvi, 2006):
1. Membangun initial model,
2. Melakukan proses inversi secara unconstrained.
3. Melakukan proses constained inversion,
4. Gridding.
Metode CVI ini merupakan perbaikan atau modifikasi pada metode DIX yang
dikemukakan oleh Durbaum (1954) dan Dix (1955).
26
3.4.4. Update Model Kecepatan
Keterbatasan dalam teknik perhitungan kecepatan dan ambiguitas
kecepatan-depth pada seismik inversi adalah alasan diperlukannya update
perhitungan model kecepatan bumi dalam depth, walaupun model tersebut telah
terkonstruksi. Sayangnya, perangkat untuk melakukan update-pun memiliki
keterbatasan dalam menangani variasi kecepatan secara lateral dan memperbaiki
reflektor geometri. Update model kecepatan dapat dilakukan dengan menganalisa
residual depth moveout dan melakukan tomografi.
3.4.5. Analisan Residual Depth Moveout (RDMO)
Koreksi residual depth moveout diaplikasikan secara lokal untuk citra gather.
Pada prinsipnya residual depth moveout dapat dihitung dan digunakan untuk
memperbaharui kecepatan initial. Koreksi resiudal depth moveout dilakukan untuk
memperbaiki error pada hasil gather dengan kecepatan initial (Yilmaz, 2008).
Error tersebut ditandai dengan tidak lurusnya gather dan nilai residual yang tidak
mendekati nilai nol pada semblance. Hasil koreksi nilai error pada analisa residual
depth moveout ini yang kemudian dijadikan masukan pada proses tomografi
sebagai nilai kesalahan.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat koreksi residual depth
moveout adalah sebagai berikut:
1. Fungsi kecepatan interval di ekstrak dari model kecepatan depth pada
gather dimana koreksi residual depth moveout akan dilakukan,
2. Gather dalam domain depth diubah kedalam time menggunakan fungsi
kecepatan interval.
27
3. Event residual depth moveout pada gather dalam domain time di
asumsikan parabola dan menghitung spectrum sembalnce pada jarak
moveout positif dan negatif,
4. Hasil koreksi residual depth moveout diaplikasikan pada gather (Gambar
15),
5. Kecepatan rms dihitung dari hasil analisa residual depth moveout,
6. Kecepatan interval yang baru dihitung dari fungsi kecepatan rms
perbaikan pada lokasi gather.
Gambar 15. Simulasi koreksi residual depth moveout (Priambodo, 2009).
3.4.6. Grid Based Tomography
Tomografi merupakan salah satu proses untuk memperbaiki kecepatan
interval, terkoreksi residual depth moveout yang akan digunakan sebagai kecepatan
stack. Juga, tomografi merupakan teknik pencitraan untuk menentukan variasi sifat
fisis batuan seperti kecepatan gelombang P dan S, atenuasi. Pada studi yang
dilakukan tomografi dilakukan dengan metode Grid Based Tomography.
Perubahan parameter model kecepatan dan kedalaman dilakukan dengan
pendekatan gridding (Gambar 10.) dimana model kecepatan interval dari
28
constrained velocity inversion dan residual depth moveout CRP gather sebagai data
masukan.
Grid based tomography merupakan salah satu langkah memperbaharui
kecepatan. Grid based Tomography memperbaiki error waktu tempuh gelombang
seismik pada setial cell grid yang dianalisa. Dengan adanya perbaikan pada error
waktu tempuh gelombang seismik tersebut, maka akan ada perbaikan pada error
kedalaman. Grid based tomography menggunakan penampang kecepatan sebagai
input. Outputnya adalah sebuah penampang kecepatan terupdate tomografi yang
mana menggambarkan grid-type dari model.
Gambar 16. Simulasi tomografi berbasis grid (Grid Based Tomography)
(Fagin,1999).
Grid based tomography dapat digunakan pada situasi dimana sulit untuk
melakukan pick horizon dan membangun model kecepatan setelah migrasi dengan
model kecepatan initial, sebagai contoh saat bekerja dengan struktur kompleks atau
kualitas data yang rendah. Metode ini juga dapat digunakan untuk penentuan model
kecepatan lebih lanjut, setelah beberapa kali iterasi oleh horizon-based tomography.
Input yang juga dapat digunakan adalah penampang kecepatan residual atau depth
gathers setelah migrasi (Paradigm, 2016).
Pada model bawah permukaan terdapat lapisan-lapisan yang dipisahkan oleh
reflektor lapisan. Waktu rambat disepanjang sinar diberikan oleh persamaan
𝑡 = ∫ 𝑆𝑙 𝑑𝑙𝑟𝑎𝑦
(8)
29
Dengan Sl adalah medium slowness (kelambatan), dl adalah panjang sinar didalam
sel. Sementara didalam waktu rambat diberikan dalam persamaan
𝛿𝑡 = ∫ 𝛿𝑟𝑎𝑦
𝑆𝐿𝑑𝑙 + ∑ ∆2𝑁𝐿−1𝑖=1 𝑃𝑧
𝑖𝛿𝑧𝑖 (9)
Dimana ∆𝑃𝑧𝑖 adalah perubahan pada slowness vertikal dari sinar antara titik
langsung dibawah dan diatas dengan bidan batas ke-i, 𝛿𝑆𝐿 adalah kesalahan pada
slowness, 𝛿𝑧𝑖 adalah kesalahan pada kordinat vertikal.
Gangguan kesalahan (𝛿𝑆𝐿 dan 𝛿𝑧𝑖) pada slowness dan koordinat vertikal dari
titik perpotongan antara sinar dengan bidang batas terjadi secara berurutan
(Pujiono,1999). Terdapat 3 aplikasi penting dari prinsip tomografi:
1. Untuk mengkonversi dari error migrasi kedalaman ke error waktu di
sepanjang sinar CRP.
2. Metode migrasi prestack menghasilkan keluaran refleksi dari perlapisan yang
terpusat.
3. Perhitungan didalam tomografi matriks.
3.5. Transformasi Gardner
Persamaan Gardner digunakan dalam perubahan nilai log densitas menjadi
log kecepatan sonic pada data sumur. Pada studi kasus ini, persamaan Gardner
digunakan sebagai simplisity terhadap perubahan nilai densitas menjadi nilai
kecepatan (Vp). Ada dua persamaan dalam transformasi log dari log densitas
menjadi log kecepatan sonic yaitu Gardner dan Lindseth. Gardner dkk (1974)
menemukan hubungan empiris antara densitas dan kecepatan dari suatu pengukuran
lapangan dan laboratorium dari batuan brine, saturated selain evaporit, dari
berbagai lokasi dan kedalaman. Penggunaan transformasi Gardner lebih bagus
30
untuk shale, sand dan karbonat namun tidak halnya batubara dan evaporit.
Persamaan transformasi Gardner adalah:
ρ = a Vb (10)
dimana:
a = 0,31 b = 0,25
ρ = densitas dalam g/cm3 V = kecepatan gelombang P dalam m/s
konstanta a dan b bergantung pada kondisi geologi dan jenis batuan bawah
permukaan daerah penelitian.
Gambar 17. Grafik Hubungan Nilai Densitas dan Kecepatan Percobaan Gardner
(Gardner, 1974).
Dimana Rho dalam g/cm3, V dalam m/s dan konstanta a =0.31 gambar diatas
menjelaskan hubungan kecepatan dan densitas pada percobaan Gardner dengan
litologi berbeda. Garis putur-putus menunjukan hasil prediksi persamaan Gardner
dan garis yang jelas menunjukan akustik impedansi secara konstan (Dey, dkk.
1997).
31
3.5.1. Penggunaan Persamaan Gardner
Ayon K. Dey dan Robert R. Stewert melakukan percobaan untuk
memprediksi nilai densitas menggunakan kecepatan shear (Vs) dan persamaan
Gardner (persamaan 7) pada data well daerah Blackfoot, Alberta. Kondisi lapangan
peneltian yang digunakan pada percobaan ini adalah well dengan kedalaman hingga
1600m dengan formasi utama batubara pada kedalaman 1500m dengan ketebalan
90m. Percobaan ini menggunakan motode kros-plot korelasi antara Vp, Vs, dan nilai
densitas untuk mendapatan nilai kontanta a pada persamaan Gardner.
Hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah bahwa Vs kros-plot korelasi
model memiliki standar deviasi dan variasi yang lebih baik dari Vp kros-plot
korelasi dalam memprediksi konstanta Gardner (Dey, dkk. 1997).
Penggunaan persamaan gardner biasanya digunakan untuk mengetahui nilai
densitas melalui kros korelasi antara log sonic dengan log densitas untuk
mendapatkan nilai konstanta a yang sesuai dengan daerah penelitian. Pada
percobaan yang dilakukan oleh Dey dkk, persamaan gardner digunakan untuk
mengetahui nilai densitas dengan mengetahui nilai Vp dan Vs.
Sedangkan pada percobaan yang dilakukan oleh peneliti sendiri adalah
dengan menggunakan nilai densitas serta kros korelasi antara log densitas dan log
sonic, dapat digunakan untuk mendapatkan model kecepatan yang mendekati nilai
dengan kecepatan yang sesuai dengan litologi yang ada.
3.6. FFT (Fast Fourier Transform)
Transformasi Fourier (FFT) pada dasarnya adalah merubah domain data dari
domain ruang atau spasial (x,y) ke domain frekuensi atau bilangan gelombang (k-
x,ky).
32
𝑔(𝑥, 𝑦) ⟺ 𝐺(𝑘𝑥, 𝑘𝑦) (11)
Untuk kasus 2D, persamaan transformasi fourier dapat ditulis (Blakely, 1996),
𝐺(𝑘𝑥, 𝑘𝑦) = ∬ 𝑔(𝑥, 𝑦)∞
−∞𝑒−𝑖(𝑘𝑥+𝑘𝑦)𝑑𝑥𝑑𝑦 (12)
dimana:
G = spektrum amplitudo (power)
k = bilangan gelombang (1/m)
Transformasi fourier dilakukan sebelum data diolah lebih lanjut. Pengubahan
domain data menjadi domain Fourier dilakukan untuk mempermudah dalam
pengolahan data secara komputasi. Salah satunya adalah dapat menggantu
konvolusi yang dilakukan dalam domain spasial menjadi proses perkalian biasa
dalam domain bilangan gelombang.
3.7. Filter Butterworth
Pada dasarnya pemfilteran dilakukan untuk meloloskan sinyal yang
diinginkan. Terdapat bermacam macam tipe dari filter, contoh yang sering
digunakan adalah lowpass fiter dan highpass filter. Low pass filter(tapis lolos
rendah) digunakan untuk meloloskan sinyal yang memiliki frekuensi lebih rendah
dari cutoff (frekuensi potong) yang digunakan. High pass filter meloloskan sinyal
yang lebih tinggi dari cutoff yang digunakan (Setiawan,1999).
Filter butterworth memberikan harga respon yang maksimal flat pada
frekuensi yang dilewatkan (passband) dan harga yang nol pada frekuensi yang
ditapis (Stopband). Menggunakan filter butterworth, dapat dilakukan tapis lolos
rendah dan tapis lolos tinggi. Fungsi transfer untuk tapis lolos rendah butterworth
diuraikan pada persamaan berikut:
33
𝐻(𝑘𝑥, 𝑘𝑦) = 1
1+[𝐷(𝑘𝑥,𝑘𝑦)
𝐷0]2𝑛
(13)
dimana:
H = fungsi transfer D0 = panjang geombang yang sebagai cutoff
D = panjang gelombang
Karena parameter cutoff adalah panjang gelombang maka pada tapis lolos rendah
yang diloloskan adalah panjang gelombang yang memiliki panjang gelombang
yang lebih besar dari cutoff. Misalkan cutoff pada λ = 200, maka sinyal yang
dioloskan adalah λ yang lebih besar dari 200. Sinyal yang diloloskan adalah sinyal
dengan λlolos < λcutoff.. Fungsi transfer tapis lolos tinggi butterworth dapat
diuraikan dengan persamaan berikut:
𝐻(𝑘𝑥, 𝑘𝑦) = 1
1+[𝐷0
𝐷(𝑘𝑥,𝑘𝑦)0
]2𝑛 (14)
variabel yang digunakan sama dengan yang digunakan pada tapis lolos rendah
butterworth. Sinyal yang diloloskan adalah sinyal dengan λlolos >λcutoff.
3.8. Metode Gayaberat
Metode Gayaberat adalah metode dalam geofisika yang dilakukan untuk
menyelidiki keadaan bawah permukaan berdasarkan perbedaan rapat massa
(ρ).Metode ini merupakan metode geofisika yang sensitif terhadap perubahan
vertikal, oleh karena itu metode ini disukai untuk mempelajari kontak intrusi,
batuan dasar, struktur geologi, endapan sungai purba, lubang di dalam masa batuan,
shaff terpendam. Eksplorasi biasanya dilakukan dalam bentuk kisi atau lintasan
penampang. Perpisahan anomali akibat rapat massa dari kedalaman berbeda
dilakukan dengan menggunakan filter matematis atau filter geofisika (Sarkowi,
2011).
34
3.9. Pemodelan Gayaberat
3.9.1. Anomali Bouguer Lengkap
Anomali Bouguer adalah selisih antara harga gravitasi pengamatan (Gobs)
dengan harga gravitasi teoritis (GN) yang didefinisikan pada titik pengamatan bukan
pada bidang referensi, baik elipsoid maupun muka laut rata-rata. Anomali Bouguer
Lengkap (ABL) dinyatakan sebagai anomali udara bebas dikurangi dengan reduksi
lempeng Bouguer dan reduksi Terrain yang dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut :
Anomali Bouguer dapat bernilai positif ataupun negatif. Nilai Anomali positif
mengindikasikan adanya kontras rapat massa yang besar pada lapisan bawah
permukaan biasanya ditemukan pada survei di dasar samudera. Anomali negatif
menggambarkan perbedaan rapat massa yang kecil dan pada umumnya didapat
pada saat survei gravitasi di darat. Peta Anomali ABL lazim digunakan untuk
eksplorasi sumber dayaalam seperti cebakan mineral ekonomis, eksplorasi minyak
dan gas bumi dalam rangka memperlajari tatanan mineralisasi, cekungan
sedimenter dan juga untuk mempelajari geotektonik secara regional.
Dari kontur anomali Bouguer dapat diketahui adanya anomali, namun masih
merupakan gabungan dari anomali regional dan residual (lokal), sehingga anomali
regional harus terlebih dahulu diketahui agar dapat menemukan anomali
residualnya. Salah satu metode penentuan anomali regional adalah dengan metode
Trend Surface Analysis. Target akhir dari metode gravitasi adalah mendapatkan
anomali lokal untuk selanjutnya diinterpretasi.
TCBCFACggzyxg obs ),,( (15)
35
3.9.2. Forward Modelling
Pemodelan ke depan (Forward Modelling) merupakan proses perhitungan
data dari hasil teori yang akan teramati di permukaan bumi jika parameter model
diketahui. Pada saat melakukan interpretasi, dicari model yang menghasilkan
respon yang cocok dan pas dengan data pengamatan atau data lapangan. Sehingga
diharapkan kondisi model itu bisa mewakili atau mendekati keadaan sebenarnya.
Seringkali istilah forward modelling digunakan untuk proses trial and error.
Trial and error adalah proses coba-coba atau tebakan untuk memperoleh
kesesuaian antara data teoritis dengan data lapangan. Diharapkan dari proses trial
and error ini diperoleh model yang cocok responnya dengan data, (Grandis, 2008).
3.9.3. Inverse Modelling
Inverse Modelling adalah pemodelan berkebalikan dengan pemodelan ke
depan. Pemodelan inversi berjalan dengan cara suatu model dihasilkan langsung
dari data. Pemodelan jenis ini sering disebut data fitting atau pencocokan data
karena proses di dalamnya dicari parameter model yang menghasilkan respon yang
cocok dengan data pengamatan. Diharapkan untuk respon model dan data
pengamatan memiliki keseuaian yang tinggi, dan ini akan menghasilkan model
yang optimum (Supriyanto, 2007).
3.10. Analisis Spektrum
Analisis spektrum dilakukan untuk mengestimasi lebar jendela (digunakan
pada moving average) serta estimasi kedalaman anomali gayaberat. Analisis
spektrum dilakukan dengan cara mentransformasi Fourier lintasan yang telah
ditentukan pada peta kontur CBA.
36
Secara umum, suatu transformasi Fourier adalah menyusun
kembali/mengurai suatu bentuk gelombang sembarang ke dalam gelombang sinus
dengan frekuensi bervariasi dimana hasil penjumlahan gelombang-gelombang
sinus tersebut adalah bentuk gelombang aslinya. Untuk analisis lebih lanjut,
amplitudo gelombang-gelombang sinus tersebut ditampilkan sebagai fungsi dari
frekuensinya. Secara matematis hubungan antara gelombang s(t) yang akan
diidentifikasi gelombang sinusnya (input) dan S(f) sebagai hasil transformasi
Fourier diberikan oleh persamaan berikut :
2( ) ( ) j ftS f s t e dt
Dimana
1j
3.11. Transformasi Fourier 2D Gayaberat
Pada metoda gayaberat, spektrum diturunkan dari potensial gayaberat yang
teramati pada suatu bidang horizontal dimana transformasi Fouriernya sebagai
berikut (Blakely, 1996) :
rFUF
1)(
dan
k
e
rF
zzk '0
21
dimana, U = potensial gayaberat
= anomali rapat massa
= konstanta gayaberat r = jarak
sehingga persamaannya menjadi :
(16)
(17)
(18)
37
k
eUF
zzk '0
2)(
Berdasarkan persamaan (43), transformasi Fourier anomali gayaberat yang
diamati pada bidang horizontal diberikan oleh :
rzFgF z
1)(
rF
z
1
'02)(
zzk
z egF
dimana gz = anomali gayaberat z 0 = ketinggian titik amat
k = bilangan gelombang z’ = kedalaman benda anomali
Jika distribusi rapat massa bersifat acak dan tidak ada korelasi antara masing-
masing nilai gayaberat, maka = 1, sehingga hasil transformasi Fourier anomali
gayaberat menjadi :
'0 zzk
eCA
dimana A = amplitudo,
C = konstanta
Estimasi lebar jendela dilakukan untuk menentukan lebar jendela yang akan
digunakan untuk memisahkan data regional dan residual. Untuk mendapatkan
estimasi lebar jendela yang optimal dilakukan dengan cara menghitung logaritma
spektrum amplitudo yang dihasilkan dari transformasi Fourier pada persamaan 22.
sehingga memberikan hasil persamaan garis lurus. Komponen k menjadi
berbanding lurus dengan spektrum amplitudo.
(19)
(20)
(22)
(21)
(23)
38
kzzALn )'( 0
Dari persamaan garis lurus di atas, melalui regresi linier diperoleh batas
antara orde satu (regional) dengan orde dua (residual), sehingga nilai k pada batas
tersebut digunakan sebagai penentu lebar jendela. Hubungan panjang gelombang
() dengan k diperoleh dari persamaan (Blakely, 1996):
xN
k
)1(
2
dimana N = lebar jendela, maka didapatkan nilai estimasi lebar jendela.
(24)
(25)
(26)
39
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Divisi Geoscience Service PT ELNUSA Tbk.,
Graha Elnusa Jl. TB. Simatupang Kav.1B, lt.15 Jakarta Selatan. Perusahaan yang
berbasis service company yang bergerak dalam bidang jasa akuisisi, pengolahan,
dan interpretasi data seismik refleksi. Waktu penelitian dimulai tanggal 4 Agustus
sampai dengan 7 Oktober 2016. Dengan tabel penelitian sebagai berikut:
Tabel 1. Waktu Penelitian
4.2. Data dan Peralatan Penelitian
Menggunakan data sekunder seismik refleksi 2D land hasil keluaran proses
PSTM dengan nama lintasan “B” (bukan nama lintasan sebenarnya): CMP gathers
No. Kegiatan Aug Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Studi literatur
2 Presentasi awal
3 Pengolahan data seismik
PSDM
4 Integrasi data
5 Pengolahan data hasil
Integrasi
5 Evaluasi hasil pengolahan
data
6 Penulisan Laporan
7 Seminar Usul
8 Seminar Hasil
9 Ujian Skripsi
40
(unmigrated gather), dan kecepatan rms (Vrms dalam segy) dan data sekunder
gayaberat hasil pemodelan dan interpretasi geologi.
Data gayaberat telah melalui proses pemodelan struktur bawah permukaan
dengan proses Forward Modeling-Inversi sehingga didapatkan penampang model
bawah permukaan. Mendapatkan nilai batas cut-off berupa data sekunder hasil
pengolahan data gayaberat. Peralatan yang digunakan berupa satu unit workstation
dan perangkat lunak yang digunakan berupa GeoDepth Epos3TE dari Paradigm,
Oasis Montaj, Surfer 10 dan Microsoft Excel.
Gambar 18. Diagram Alir Penelitian
4.3. Pengolahan Data
Melakukan lima tahapan dalam pengolahan data ini yaitu: persiapan data
seismik, persiapan data gayaberat, integrasi data seismik dengan data gayaberat,
serta pengolahan PSDM data seismik dan pengolahan PSDM hasil integrasi data
seismik dan gayaberat. Mengolah data secara berurutan. Input data yang ada berupa
Mulai
Persiapan Data Seismik Persiapan Data Gayaberat
Integrasi Data
Pengolahan PSDM
Selesai
41
CMP gather, Vrms (Kecepatan Root Mean Square) seismik, Vint (Kecepatan
Interval Awal) hasil integrasi, dan PSTM stack.
4.3.1. Persiapan Data Kecepatan Seismik
Proses PSDM merupakan tahapan lanjutan dari proses PSTM guna
mendapatkan pencitraan yang lebih baik. Pada tahap ini PSDM dilakukan untuk
mendapatkan Vint dalam domain depth dengan menggunakan Vrms output PSTM
menggunakan CVI (Constrained Velocity Inversion). Adapun alur yang dilakukan
dalam proses pembuatan model kecepatan awal adalah sebagai berikut:
Gambar 19. Diagram Alir Pembuatan Model Kecepatan Interval Awal
Memformat Model Vint awal dalam domain depth dari paradigm kedalam
format ascii yang memungkinkan dibuka di microsoft excel. Mengubah penomoran
CMP kedalam offset dengan rumus Offset = (CMP-2001)x5. Rumus ini didapatkan
dari jarak antar CMP 5 meter dengan min offset 2 meter dan max offset 8155 meter.
Hal ini dilakukan karena proses integrasi dilakukan dalam domain offset-depth.
Melakukan grid pada data dengan menggunakan software Surfer. Hal ini
dilakukan untuk menyesuaikan panjang lintasan sepanjang offset (x) dan kedalaman
PSTM
Time
Migrated
Gather
Time
Migrated
Section
Vrms
CVI
Vint
42
(y) dalam 100 meter. Mengubah data kedalam bentuk (.ggf) yang memungkinkan
untuk dibuka pada software Oasis Montaj.
4.3.2. Persiapan Data Gayaberat
Data gayaberat telah melewati proses pemodelan densitas forward modeling
dan inversi hingga menghasilkan penampang model densitas. Mengubah profile
horizon hasil interpretasi kedalam bentuk (.xls). Hal ini dilakukan untuk
menentukan batas nilai densitas pada struktur lapisan bawah permukaan yang telah
diinterpretasi secara gayaberat. Melakukan grid pada software surfer untuk
menyesuaikan nilai offset (x) dan kedalaman (y) dengan data seismik. Pada tahap
ini data masih dalam bentuk hasil grid nilai densitas.
Melakukan perubahan nilai densitas kedalam nilai kecepatan Vp Seismik
dengan menggunakan persamaan. Menjadikan Nilai Vp sebagai masukan z pada
proses gridding surfer dengan offset sebagai (x) dan kedalaman sebagai (y)
menyimpan data dalam format (.ggf). dalam domain depth (Vint).
4.3.3. Proses Integrasi Data Vint Seismik dan Vint Gayaberat
Gambar 20. Diagram Alir Proses Integrasi Data Seismik dan Data Gayaberat
Vseismik Vgayaberat
FFT FFT
Data spasial
domain fourier
Data spasial
domain fourier
Filter
Butterworth
h
Filter
Butterworth
h
Residual
Seismik
Regional
Gayaber
at
Integrasi
Vintegrasi
2. Analisis Spectral
1
3
43
(1) Menyimpan hasil gridding kecepatan seismik dan kecepatan gayaberat
dalam bentuk (.gdf), sehingga dapat dibuka pada software oasis montaj. Setelah itu
melakukan analisis spectral. Proses ini awalnya mengubah data spasial (x,y)
menjadi data dalam bilangan gelombang (k) dan amplitudo (A) melalui proses Fast
Fourier Transform (FFT) untuk mempermudah.
(2) Kemudian melakukan penentuan batas cut-off dengan nilai bilangan
gelombang yang sebelumnya telah diketahui melalui pengolahan data gayaberat
dengan menentukan lembar jendela residual dan regional. Karena parameter cut-off
adalah panjang gelombang (λ), maka kita dapat mengetahui lebar jendela untuk
menentukan bilangan gelombang yang digunakan.
Dengan ini sinyal yang diloloskan pada tapis lolos tinggi adalah signal
dengan panjang gelombang yang lebih dari besar dari nilai cut-off-nya. Sedangkan
pada tapis lolos rendah panjang gelombang yang diloloskan yang lebih kecil dari
batas cut-off. Keluaran dari masing-masing data nantinya adalah hasil filter residual
sebagai tapis lolos rendah dari data nilai kecepatan seismik dan hasil filter regional
dari data nilai kecepatan gayaberat sebagai tapis lolos tinggi.
Proses ini telah dikemukakan oleh Blakely pada tahun 1996, bahwa untuk
kasus 2D, kita dapat mengetahui spektrum amplitudo dengan mengetahui panjang
gelombangnya dan Setiawan 2009 dalam penggunaan filter butterworth pada tapis
lolos rendah dan tinggi dalam analisa residual dan regional.
Tujuan dari proses ini adalah untuk menentukan jendela filter yang akan
digunakan dalam memisahkan anomali regional dan residual. FFT dilakukan untuk
mengubah data spasial ke dalam format bilangan gelombang.
44
(3) Menyimpan hasil dari filter regional dan residual di atas dalam bentuk
(.txt) untuk kemudian dibuka dalam software excel. Pada proses ini hasil filter
berupa nilai kecepatan dari data seismik dan gayaberat dijumlahkan untuk
mendapatkan nilai kecepatan yang diinginkan.
Nilai ini merupakan nilai kecepatan yang diinginkan melalui proses
integrasi data kecepatan seismik dan data kecepaatn gayaberat. Karena dalam
pemilihan batas cut-off merupakan penentuan batas antara filter residual dan
regional, maka dapat dikatakan untuk mendapatkan model pada lapisan dangkal
dengan data seismik dan lapisan dalama dari data kecepatan gayaberat dengan batas
yang didapatkan melalui pengolahan data gayaberat sebelumnya.
Melakukan grid data integrasi pada software surfer untuk kemudian disave
kembali dalam format (.txt). Memasukan kembali data ke software paradigm dalam
format ASCII.
4.3.4. Pengolahan Data PreStack Depth Migration (PSDM)
Proses PSDM selanjutnya menggunakan model kecepatan awal hasil
integrasi seismik dan gayaberat.
a. Mendapatkan Kecepatan Interval Awal
Sebelum dilakukan integrasi data, Vrms seismik telah diubah menjadi Vint
untuk digabungkan dengan kecepatan gayaberat yang juga dalam bentuk Vint.
Sehingga, output data proses integrasi merupakan Vint.
b. Memperbaharui dan Memperbaiki Kecepatan
Tahapan selajutnya setelah integrasi adalah memperbaiki dan
memperbaharui model kecepatan interval yang telah ada sebelumnya melalui
45
beberapa kali iterasi, sehingga model kecepatan Vint yang akan sesuai dengan
kecepatan sebenarnya. Alur kerja yang selanjutnya dilakukan adalah sebagai
berikut:
Gambar 21. Diagram Alir Pembuatan Model Kecepatan Akhir.
Melakukan pengolahan PreStack Depth Migration (PSDM) dengan input
CMP gather dan model kecepatan yang telah dimiliki sebelumnya (Vint initial).
Output dari PSDM berupa depth migrated section (DMG) dan depth migrated
gather (DMG). Melakukan Analisis pada depth migrated gather dengan melihat
near offset. Jika gather pada near offset belum lurus, maka harus dilakukan
perbaikan model kecepatan. Untuk menganalisis nilai gather juga dapat dilakukan
dengan melihat nilai semblance nya. Nilai semblance yang baik terletak ditengah
garis nol atau nilai maksimumnya.
Tidak
Vint
Ter-update
Analisis
RMO
CMP
Gather
Vint
PSD
Depth Migrated
Section
Depth
Migrated
Gather
Gather
Lurus?
Ya
Vint
Akhir
Tomografi
46
c. Residual Depth Moveout Correction (RDMO)
Pada tahap ini adalah memperbaiki model kecepatan dengan meluruskan
gather melalui analisis residual moveout correction (RDMO). RDMO dilakukan
dengan cara picking pada semblance, sehingga dapat diketahui nilai residual nya.
Picking semblance yang baik ditunjukkan dengan gather yang telah lurus setelah di
pick, Contoh proses ini ditunjukan pada Gambar 22. dan 23. gather sebelum
dilakukan picking residual dan setelah dilakukan picking residual.
Gather yang benar ditunjukkan dengan nilai semblance berada di tengah,
hal ini menunjukkan residual mendekati nilai nol atau bahkan tidak ada. Gambar
24. menunjukkan gather yang lurus dengan semblance yang berada di tengah pada
depth migrated gather akhir.
Gambar 22. Sebelum Dilakukan RMO
47
Gambar 23. Setelah Dilakukan RMO
Gambar 24. Proses Picking Residual Moveout
d. Grid Based Tomography
Output dari proses residual moveout correction berupa residual moveout
section digunakan sebagai input pada proses tomografi. Dalam proses ini tomografi
dilakukan dengan cara grid based tomography atau tomografi berbasis grid. Konsep
dari tomografi berbasis grid adalah perhitungan tomografi
48
dilakukan pada setiap sel pada grid dengan luasan square yang kita tentukan
(Fagin,1999).
Semakin kecil resolusi square yang ditentukan semakin teliti hasil
tomografi yang didapatkan. Melakukan tomografi untuk menghasilkan kecepatan
interval pada kedalaman lapisan yang terbaik dengan perhitungan yang telah
dibahas pada bab sebelumnya.
Sebelum melakukan tomografi berbasis grid terlebih dahulu dilakukan
autopicking pada setiap layer (Gambar 25.). Hal ini dilakukan untuk mempermudah
proses tomografi dalam menganalisis residual moveout sebagai input untuk grid
tomografi. Aplikasi ini mengurangi waktu yang diperlukan dalam proses tomografi
(Paradigm, 2016).
Gambar 25. Autopicking of interlayer segments
e. Pre-stack depth migration Dengan Algoritma Kirchoff
Hasil output dari proses tomografi adalah berupa model kecepatan yang telah
terbaharui. Migrasi pre-stack depth migration menggunakan algoritma kirchoff
dilakukan dengan menggunakan model kecepatan terbaharui dan CDP gather
sebagai input.
49
Jika model kecepatan yang diperbaharui benar, maka hasil output depth
migrated gather akan memiliki gather pada near offset dan far offset yang datar
atau flat. Ketika gather tidak flat kemungkinan model kecepatan yang ada masih
belum sesuai atau masih terdapat error. Pada Gambar 26. semblance nilai residual
error pada Input gather initial dan gather final.
Efek smile terjadi jika kecepatan yang ada terlalu rendah dan efek
mengkerut terjadi, jika kecepatan yang ada terlalu cepat. Hal ini terjadi ketika
migrasi dilakukan terjadi pertambahan error sedara proporsional seiring dengan
bertambahnya raypath ketika terjadi pertambahan offset (Fagin, 1999). Proses ini
dilakukan berulang-ulang hingga gather yang dihasilkan lurus. Proses berulang ini
disebut sebagai iterasi.
(a) (b)
Gambar 26. (a) Gather Initial sebelum (b) Gather Final setelah dilakukan
migrasi dengan in put model kecepatan terkoreksi RMO.
79
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Data model kecepatan integrasi ini mampu membantu meningkatkan
kualitas data seismik yang mempunyai masalah dengan absorbsi energi
pada lapisan lapuk serta keberadaaan lapisan batubara.
2. Hasil semblance dan gather initial pada data integrasi seismik-gayaberat
memiliki nilai residual memiliki error yang lebih kecil yang ditandai
dengan kontur semblance yang berosilasi pada nilai nol (tengah),
dibandingkan dengan data yang menggunakan kecepatan seismik saja.
3. Stacking penampang seismik dengan menggunakan model kecepatan initial
data integrasi pada kedalaman 0-1500m memberikan pencitraan reflektor
yang lebih jelas daripada penampang stack dengan model kecepatan inital
seismik.
4. Hasil stacking akhir penampang seismik model kecepatan akhir integrasi
pada target kedalaman menunjukkan reflektor yang kontinu dibandingkan
dengan penampang seismik model kecepatan akhir data seismik.
80
5. Grafik kecepatan gayaberat menunjukkan bahwa trend dari nilai kecepatan
yang ada dari keduanya memiliki nilai maksimum dan minumun serta trend
grafik yang mendekati grafik kecepatan log sonic.
6. Nlai kecepatan sebesar 2000-2500m/s dan densitas 2.2 g/cm3 kedalaman
1000-1500m pada lapangan penelitian yang memiliki jenis batuan batupasir
hal ini sesuai dengan grafik densitas-kecepatan oleh Gardner.
6.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah:
1. Sebaiknya pengolahan data dilakukan pada lapangan dengan kondisi sinyal
seismik yang ideal, sehingga memudahkan quality control pada proses
PSDM dalam pencitraan target dalam.
2. Sebaiknya dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap konstanta pada rumus
gardner dalam menentukan transformasi nilai densitas ke kecepatan seismik
(Vp), dikarenakan karakter batuan dari setiap lapisan dan setiap daerah
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Agus. 2011. Pre Stack Depth Migration. E-book Ensiklopediseismik.
Abdullah, Agus. 2011. Prinsip Fermat. E-book Ensiklopediseismik.
Blakely, J, Richard.1996. Potential Theory In Gravity and Magnetic Applications.
Cambridge University: Cambridge.
Bourbie,. Coussy., Zinszner., 2000. Typical Rock Velocites. Acoustics of Porous
Media. Gulf Publishing.
Claerbout, J.F. 1985. Imaging the Earth’s Interior. Blackwell Scientific
Publications: London.
Dey, Ayon K dan Stewert, Robert R. 1997. Predicting Density Using Vs dan
Gardner’s Relationship. CREWES Research Report. Volume: 9.
Fagin, S. 1999. Model Based Depth Imaging. SEG Course Series No.10: Tusla.
Fauzatun, Siti W, dkk. 2010. Perbaikan Model Kecepatan interval Pada Pre-Stack
Depth Migration 3D Dengan Analisa Residual Depth moveout Horizon Based
Tomography Pada Lapangan “SE”. Laboratorium Geofisika FMIPA
UNDIP: Semarang. Jurnal: Berkala Fisika Vol.12.
Gadallah, M dan Ray,F. 1965. Exploration Geophysics. Springer: Berlin.
Gardner, G.H.F,. gardner, L.W., dan Gregory, A.R. 1974. Formation Velocity and
Density – The Diagnostic Basics for Stratigraphic Traps: Geophysics.
Koren, Zvi, dan Igor Ravve. 2006. Constrained Dix Inversion. Geophysics,
Vol.71.SEG: Israel.
Library. 2017. Abstract: Analisis Desain Parameter Akuisisi Seismik 2D melalui
Forward Modeling dan Q Factor pada Lapangan X. Depok.Universitas
Indonesia.
Mavko, Gary. 2015. Parameters That Influence Seismic Velocity. Standford Rock
Physics Laboratory. Standford.
Oktavinta, Adrian. 2008. Dunia Seismik: Processing. http://duniaseismik.blogspot.
co.id/2008/07/processing.html, Diakses 1 januari 2017. Pukul 14:00
Paradigm Geophysical. 2016. Geodepth EPOS3TE Tutorial Help. Paradigm
Geophysical Co.:Huston
Priambodo, Panji Aziz. 2013. Pre Stack Depth Migration (PSDM) Anisotropi VTI
(Vertical Tilted Isotrophy) untuk Pencitraan Struktur Bawah permukaan.
Skripsi Jurusan Fisika UNIBRAW: Malang.
Pujiono, S. 2009. Pre-Stack Depth Migration Anisotropi untuk Pencitraan Struktur
Bawah permukaan. Skripsi Jurusan Fisika UNDIP: Semarang.
Sarkowi M., Kadir W.G.A., dan Santoso, D. 2005. Strategy of 4D microgravity
Survey for The Monitoring of Fluid Dynamics in Subserface. Proceedings
World Geothermal Congress 2005. Antalya. Turkey. 24-29 April 2005.
Satiawan, Soni. 2009. Aplikasi Kontinuasi Keatas dan Filter Panjang gelombang
untuk Pemisahan Anomali Regional-Residual Pada Data Geomagnetik.
Skripsi Jurusan Teknik Geofisika ITB: Bandung.
Satriawan, Ginanjar. 2016. Teori Dasar: Constrained Velocity Inversion (CVI).
Universitas Indonesia.
Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R,E., 1990. Applied Geophysics. Cambridge
University Press: New York.