Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI i
Laporan Studi National Health Account
Bersumber Swasta
Tim Peneliti Hasbullah Thabrany Prastuti Soewondo
Mahlil Ruby dan Peneltiti PKEK FKMUI
Depok, Desember 2002
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI ii
KATA PENGANTAR
Dengan rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersama ini
tim peneliti menyampaikan Final Report Survai Nasional Pembiayaan Kesehatan di
Perusahaan Swasta Tahun 2002.
Dalam laporan ini disajikan proses penelitian secara keseluruhan dari tahap
persiapan hinga analisis data. Laporan akhir ini baru dapat disajikan pada akhir
November 2002 yang disebabkan oleh berbagai macam hambatan. Kendala utama
adalah terlambatnya pengembalian data dari daerah dan sebagian besar data yang
masuk memerlukan konfirmasi ulang dari sumber data. Setelah itu, proses analisis data
dan penulisan laporan baru dilakukan.
Pada kesempatan ini, izinkanlah tim peneliti menghaturkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Georg Petersen, PhD sebagai WHO
Representative to Indonesia dan dr. Stephanus Indrajaya, MPH, Ph.D. sebagai staff
WHO untuk Indonesia atas bantuan dan dorongan untuk melaksanakan studi ini.
Demikian juga pada Bapak Abdul Choliq Amin, SE, MM. sebagai kepala Biro
Keuangan Depkes RI yang telah memberi masukan dan bantuan administratif sehingga
survai ini berjalan dengan lancar. Hal yang sama disampaikan kepada Direksi PT.
(Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia yang menjadi sponsor utama survai ini.
Demikian juga kepada Direksi PT. (Persero) Jamsostek yang berpartisipasi dalam
pendanaan survai ini. Kepada segenap petugas pengumpul data di seluruh Indonesia tim
peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan. Tidak lupa kami ucapkan
perhargaan yang setinggi tingginya kepada semua perusahaan yang telah bersedia
menjadi responden dalam survai ini. Semoga sumbangsih dari semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu per satu disini mendapatkan imbalan pahala dari Tuhan Yang
Maha Kuasa. Amin.
Seluruh kegiatan ini rencananya dilakukan dalam kurun satu tahun terhitung
sejak penandatanganan kontrak dengan PKEK-FKMUI, yaitu pada bulan Juli 2001.
Tetapi berbagai macam kendala di lapangan, terutama kelangkaan data perusahaan
swasta di lapangan, menyebabkan kegiatan pengumpulan data terhambat beberapa
bulan. Beberapa kendala akan disampaikan pada bagian selanjutnya. Dengan selesainya
survai ini dari tahap pesiapan sampai analisis data, langkah terakhir adalah penulisan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI iii
laporan. Sistematika penyajian laporan studi ini dibagi dalam bab-bab menurut tahapan
survai yaitu:
Bab I. Pendahuluan
Bab II. Persiapan
Bab III. Metodologi
Bab IV. Pengumpulan Data
Bab V. Cleaning, Coding dan Entry Data
Bab VI. Hasil Studi
Bab VII. Pembahasan
Bab VIII. Kesimpulan dan Rekomendasi
Akhir kata, dengan mengambil hikmah dari pepatah "tak ada gading yang tak
retak", maka tim peneliti akan sangat berbesar hati jika sidang pembaca berkenan
meluangkan pikiran dan waktu untuk memberikan masukan-masukan untuk perbaikan
naskah laporan ini.
Depok, Medio November 2002
Tim Peneliti
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI iv
EXECUTIVE SUMMARY
National Health Account, sourced by private sector/ third party payer
Center for Health Economic Studies, University of Indonesia
This assessment aimed to provide information on the total health expenditures
sourced by private enterprises/ third party as part of the overall estimation on the
national health account for Indonesia. The study was conducted in early 2001, which
initially planned to include 1,500 private companies as our respondents. Primary data
(self assessment) was used for this assessment where each participating companies
filled out questionnaires.
Results indicated that response rate was quite low (70.53%) due to several
factors such as objection to participate (24,13%) and invalid address of respondents
(5.33%). There were 1,058 companies who completed and returned the questionnaires.
In terms of location, 66% of the private enterprises are located in Java, and 66% of total
sample is small-scale companies with 10-99 employees. In the analysis, private
enterprises are divided into 9 groups by type of industries called KLUI (Kelompok
Lapangan Usaha Industri), using guideline developed by BIDI.
The majority of respondents (86.6%) provide health coverage to their
employees, where most of these were large to medium-scale companies. Health
coverage varies by KLUI, for instance coverage was provided for all-scale (small,
medium, and large) companies in KLUI no. 2 and 4. Meanwhile, KLUI no. 3 and 9
include companies who provide proportionally less health coverage. With respect to
legal entity, non-profit enterprises such as Yayasan (Co-ops) were less likely to provide
healthcare coverage, whereas LLC (Limited Liability Company) and joint venture
enterprises were more likely to consider healthcare as a basic component of their
benefits plans.
Of those respondents who provide health coverage, a majority (83.41%) use one
type only, whether it is JPK Jamsostek, private health insurance, or provide its own
health services (self insured). Companies who provide their own healthcare coverage
account for 6 out of every ten (58.76%). Even though in-house coverage seemed more
popular among employers, study shows that JPK Jamsostek and private health
insurance proved to be more efficient than in-house coverage.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI v
In comparing JPK Jamsostek and private health insurance, study shows small
variance between their costs of health services. Companies who transfer healthcare risk
to JPK Jamsostek and private health insurance account for 28% and 29% respectively.
Average monthly wage per employee is Rp 723,000 while average monthly
healthcare expenditure per employee is Rp 38,000, which account for 5.24% of
monthly wage. Only half of respondents provide healthcare coverage to immediate
families (husband/wife) but of that amount, although 3.8% did not extend coverage to
children. With respect to the retirees, very small amount of companies offer healthcare
benefits to this group.
Total healthcare expenditure from the private enterprises in 2001 was estimated
Rp 6.138 trillion. Projection of expenditures for years 1998, 1999, 2000, and 2002
were Rp 2.803 trillion, Rp 4.669 trillion, Rp 5.749 trillion, and Rp 6.554 trillion,
respectively.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI vi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………. i
EXECUTIVE SUMMARY …………………………………………………………. iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... v
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………... vii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………….. x
BAB I: PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………………… 1
1.2. Tujuan Survai …………………………………………………….. 5
1.3. Manfaat Survai …………………………………………………… 6
BAB II: PERSIAPAN …………………………………………………………. 7
2.1. Pengembangan Instrumen ………………………………………... 7
2.2. Kegiatan-Kegiatan dalam Tahap Persiapan ……………………… 7
2.3. Sponsorship ………………………………………………………. 8
2.4. Tahap Pemantapan Sampel dan Sampling Frame ………………….. 9
BAB III: METODOLOGI ………………………………………………………. 11
3.1. Rancangan Sampel (Sampling Design) ……………………………… 11
3.2. Kerangka dan Besar Sampel ……………………………………... 12
3.2.1. Kerangka Sampel ………………………………………….. 12
3.2.2. Besar Sampel ………………………………………………. 14
3.3. Pemilihan Sampel ………………………………………………… 15
3.3.1. Stratified Random Sampling…………………………………… 15
3.3.2. Systematic Sampling ……………………………………………. 17
BAB IV: PENGUMPULAN DATA ……………………………………………. 18
4.1. Pelatihan Petugas Pengumpul Data ………………………………. 18
4.2. Pengumpulan Data ……………………………………………….. 19
4.3. Penyebab Rendahnya Pengembalian Kuesioner …………………. 20
4.4. Upaya yang Diambil ……………………………………………… 21
BAB V: CLEANING, CODING & ENTRI DATA …………………………….. 22
BAB VI: HASIL STUDI ………………………………………………………... 23
6.1. Gambaran Umum Perusahaan ……………………………………. 23
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI vii
6.1.1. Sampel & Uji Representatif Sampel Terhadap Populasi ….. 23
6.1.2. Distribusi Perusahaan Menurut Wilayah ………………….. 25
6.1.3. Distribusi Menurut Ukuran Perusahaan …………………… 26
6.1.4. Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum ……………. 29
6.1.5. Distribusi Perusahaan Menurut Karyawan ………………... 32
6.1.6. Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan
Kesehatan ………………………………………………….
33
6.2. Gaji dan Biaya Kesehatan Karyawan ……………………………. 36
BAB VII: PEMBAHASAN ……………………………………………………… 53
7.1. Keterbatasan Penelitian …………………………………………... 53
7.2. Situasi Jaminan Kesehatan Karyawan ……………………………. 55
7.3. Jaminan Kesehatan Suami / Isteri dan Anak ……………………... 60
7.4. Jaminan Kesehatan Pensiunan …………………………………… 60
7.5. Ekstrapolasi Biaya Kesehatan Perusahaan Swasta ………………. 60
BAB VIII: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …………………………….. 68
8.1. Kesimpulan (Summary Hasil) ……………………………………. 68
8.2. Rekomendasi ……………………………………………………... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 1: KUESIONER
LAMPIRAN 2: PEDOMAN PENGISIAN KUESIONER
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI viii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1: Distribusi Populasi Perusahaan Menurut Kelompok Lapangan Usaha Industri
(KLUI) ..................................................................................................... 12
Tabel 3. 2: Distribusi Perusahaan Menurut Jumlah Tenaga Kerja ................................ 13
Tabel 3.3: Distribusi Sampling Frame Perusahaan Menurut Ukuran Perusahaan ........ 13
Tabel 3.4.: Langkah Menentukan Besar Sampel ........................................................... 15
Tabel 3.5: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut KLUI ............................................. 16
Tabel 3.6: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut KLUI Setelah Over Sampling ....... 17
Tabel 6.1.: Distribusi Jumlah Kuesioner yang Disebarkan dan Kembali Menurut KLUI
.................................................................................................................. 24
Tabel 6.2.: Distribusi Populasi dan Sampel Perusahaan Menurut Lapangan Usaha
(KLUI) ..................................................................................................... 25
Tabel 6.3.: Distribusi Perusahaan Menurut Wilayah ..................................................... 26
Tabel 6.4.: Distribusi Perusahaan Menurut Skala Perusahaan ...................................... 27
Tabel 6.5.: Distribusi Sampel Perusahaan ..................................................................... 28
Menurut Wilayah dan Skala Perusahaan ....................................................................... 28
Tabel 6.6.: Distribusi Perusahaan Menurut Bidang Usaha (KLUI) dan Skala
Perusahaan ............................................................................................... 29
Tabel 6.7.: Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum ........................................... 30
Tabel 6.8.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha dan Badan Hukum
Perusahaan ............................................................................................... 30
Tabel 6.9.: Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum dan Skala Perusahaan ....... 31
Tabel 6.10.: Jumlah Karyawan Menurut Bidang Usaha Perusahaan (KLUI) Tahun 2000
.................................................................................................................. 32
Tabel 6.11.: Distribusi Perusahaan Berdasarkan Pemberian Jaminan Kesehatan dan
Skala Perusahaan ...................................................................................... 33
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI ix
Tabel 6.12.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan, KLUI, dan
Skala Perusahaan ...................................................................................... 34
Tabel 6.13.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberi Jaminan Kesehatan dan Bentuk
Badan Hukum .......................................................................................... 36
Tabel 6.14.: Proporsi Rata-Rata Biaya Kesehatan Terhadap Gaji Menurut KLUI ....... 38
Tabel 6.15.: Proporsi Rata-rata Biaya Kesehatan Terhadap Gaji .................................. 39
Menurut Skala Perusahaan ............................................................................................ 39
Tabel 6.16.: Distribusi Rata-rata Biaya Kesehatan/Karyawan/Bulan ........................... 40
Menurut KLUI dan Skala Perusahaan Tahun 2000 ....................................................... 40
Tabel 6.17.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan Jaminan Kesehatan Menurut
Cara yang Digunakan ............................................................................... 42
Tabel 6.18.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK Secara Kombinasi ............ 43
Tabel 6.19.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK Dengan Cara Pelayanan
Sendiri Menurut Bentuk Jaminannya ....................................................... 44
Tabel 6.20.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK dengan Pemberian
Pelayanan Sendiri Menurut Lingkup Pelayanan yang Dijamin ............... 45
Tabel 6.21.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Uang Kesehatan ...................... 46
Menurut Metode Pemberiannya .................................................................................... 46
Tabel 6.22.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan Uang Kesehatan Menurut Periode
Waktu Pemberiannya ............................................................................... 47
Tabel 6.23.: Distribusi Perusahaan Menurut Proporsi Dana Kesehatan Terhadap Rata-
Rata Gaji Bulanan Karyawan ................................................................... 47
Tabel 6.24.: Rata-rata Biaya Kesehatan/Karyawan/Bulan Menurut KLUI dan ............ 49
Cara Pemberian Jaminan Kesehatan .............................................................................. 49
Tabel 6.25.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha dan Cara Pemberian
Jaminan Kesehatan ................................................................................... 49
Tabel 6.26.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan ............... 50
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI x
Pada Suami/Isteri Karyawan .......................................................................................... 50
Tabel 6.27.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Jaminan Kesehatan Pada Suami /
Isteri Karyawan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan Pada Anak ..... 50
Tabel 6.28.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Jaminan Kesehatan Pada Anak
Menurut Jumlah Anak Yang Dijamin ...................................................... 51
Tabel 6.29.: Distribusi Perusahaan Yang Melakukan Pemberian Jaminan Kesehatan
Pada Pensiunan Karyawan ....................................................................... 51
Tabel 6.30.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha Dan Pemberian Jaminan
Kesehatan Pada Pensiunan Karyawan ..................................................... 52
Tabel 7.1.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2000 .............. 63
Tabel 7.2.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 1999 .............. 64
Tabel 7.3.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 1998 ............. 65
Tabel 7.4.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2001 .............. 66
Tabel 7.5.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2002 .............. 67
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI xi
DAFTAR LAMPIRAN
- Lampiran 1 : Kuesioner - Lampiran 2 : Pedoman Pengisian Kuesioner
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pembiayaan kesehatan di
Indonesia didominasi oleh pembiayaan dari sektor swasta, termasuk pembayaran dari
kantong sendiri (out of pocket). Berbagai penelitian memperkirakan bahwa biaya
kesehatan sektor publik (yang dibiayai pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan
asuransi sosial) hanya berkisar pada 25-30% saja (Gani.A., 2002). Pembiayaan
kesehatan oleh pihak ketiga yang bukan bersumber dari pemerintah selama sepuluh
tahun lalu hanya berkisar antara 6-10% dari total pembiayaan kesehatan. Dalam tiga
tahun terakhir, pertumbuhan pembiayaan kesehatan melalui asuransi kesehatan
meningkat sangat pesat mencapai pertumbuhan 30-50% setahun (Thabrany.H., 2000).
Hal ini sejalan dengan semakin mahalnya biaya kesehatan sehingga mendorong banyak
perusahaan melakukan transfer risiko finansial kepada perusahaan asuransi. Di lain
pihak, perusahaan asuransi juga terus melakukan pengembangan produk dan pemasaran
yang agresif sehingga mendorong banyak perusahaan membeli asuransi kesehatan.
Undang-undang Jamsostek yang mewajibkan perusahaan dengan 10 karyawan atau
lebih untuk memberikan jaminan kesehatan turut menunjang pertumbuhan asuransi
kesehatan di Indonesia.
Pada tahun 1999 jumlah premi asuransi kesehatan yang diterima perusahaan
asuransi telah mencapai lebih dari Rp 700 milyar dan di tahun 2000 diperkirakan telah
melampaui Rp 1 triliun (Thabrany.H., 2000). Jumlah tersebut belum termasuk sekitar
Rp 150 milyar yang diterima oleh PT Jamsostek dan sekitar Rp 100 milyar yang
diterima oleh PT Askes Indonesia. Namun demikian, pertumbuhan premi yang besar
tesebut belum tentu menggambarkan semakin luasnya jaminan kesehatan yang
diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya sesuai dengan yang diwajibkan oleh
UU Jamsostek. Disinyalir banyak perusahaan yang belum memenuhi hak karyawan
atas jaminan kesehatan sebagai mana digariskan dalam Konvensi ILO tahun 1952.
Apabila UU Jamsostek dapat dilaksanakan dengan baik, maka sebagian sektor
formal dapat membiayai pelayanan kesehatan bagi karyawannya. Namun demikian,
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 2
karena UU Jamsostek mewajibkan majikan secara bersyarat, diduga banyak pengusaha
yang mengambil keuntungan dengan tidak ikut serta dalam Jamsostek tetapi juga tidak
membelikan asuransi melalui perusahaan asuransi. Diduga banyak pengusaha yang
berusaha memanfaatkan subsidi pemerintah dengan memberikan penggantian biaya
pengobatan di fasilitas umum seperti puskesmas atau RS umum yang mutu
pelayanannya relatif rendah dan mendapat subsidi pemerintah. Data sementara dari PT
Jamsostek menunjukkan bahwa dari 17 juta tenaga kerja yang terdaftar sebagai peserta
Jamsostek, hanya 1,1 juta (kurang dari 8%) yang mendapatkan jaminan kesehatan
melalui Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek. Sementara yang
mendapatkan jaminan asuransi melalui perusahaan asuransi diperkirakan tidak lebih
dari 2 (dua) juta karyawan dengan jaminan yang relatif terbatas. Menurut laporan ILO
Jakarta, terdapat hampir 30 juta tenaga kerja di sektor formal di Indonesia. Dengan
demikian, cakupan tenaga kerja yang mendapat jaminan kesehatan baru mencapai 10-
15% saja, setelah hampir 10 tahun UU Jamsostek dikeluarkan. Sementara diasumsikan
bahwa banyak juga perusahaan yang menyediakan sendiri pelayanan kesehatan atau
memberikan jaminan dalam bentuk penggantian biaya kesehatan atau pemberian uang
kesehatan bulanan.
Sayangnya sampai saat ini belum diketahui seberapa besar potensi sektor formal
ini dalam pembiayaan kesehatan. Bagaimanakah pola dan besarnya pembiayaan
kesehatan oleh perusahaan dengan jumlah karyawan tertentu? Apakah ada
kecendrungan bahwa perusahaan sektor tertentu, misalnya konstruksi atau industri,
lebih sedikit membiayai pelayanan kesehatan dan lebih bergantung dari pelayanan
kesehatan di sektor publik yang disubsidi dibandingkan dengan perusahaan di sektor
keuangan misalnya? Sebarapa besar dana pelayanan kesehatan dari majikan (pihak
ketiga) yang dapat dimobilisir dan ditingkatkan manfaat sosialnya?
Pada saat yang sama, tren di dunia mengarah pada penataan pembiayaan
kesehatan dengan mengembangkan National Health Account yang merupakan catatan
sumber pendanaan kesehatan dan jasa-jasa yang dibiayai dari sumber-sumber tersebut.
Sebagai gambaran, di negara yang tergabung dalam perkumpulan negara-negara
ekonomi maju (OECD’s countries) telah berhasil menyusun analisis perbandingan
belanja kesehatan dengan menggunakan standar definisi yang baku tentang penggunaan
sumber-sumber dana kesehatan dan diperinci menurut sumber-sumber biaya kesehatan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 3
baik dari sektor publik maupun swasta. Analisis perbandingan tersebut telah
menghasilkan temuan penting tentang perbedaan sistem kesehatan yang mampu
menjelaskan variasi tentang besaran dan komposisi pembiayaan di sektor kesehatan.
Pemerintah Federal Amerika bahkan telah mengembangkan pendekatan NHA yang
lebih rinci, yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode yang dilakukan
oleh kelompok negara yang tergabung dalam OECD’s country, yaitu dengan membagi
sumber-sumber dan pemanfaatan biaya kesehatan dalam bentuk “matrik”. Oleh
karenanya, di negara maju, dengan mudah kita mengetahui besarnya pembiayan
kesehatan bersumber dari anggaran pemerintah, asuransi, perusahaan penyedia
langsung, dan dari masyarakat langsung.
Di negara-negara berkembang, analisis pembiayaan kesehatan jauh lebih tidah
terstruktur, meskipun dalam beberapa dekade terakhir ini telah mendapat perhatian dari
para peneliti. Namun demikian, studi NHA telah lama dilakukan oleh sejumlah negara-
negara berkembang. Termasuk diantaranya: (1) Studi NHA di Mexico yang merupakan
bagian dari usulan reformasi kesehatan di Mexico (oleh the Fundacion Mexicana para
la Salud); (2) Series Study di Phillipine (oleh the University of the Philippines dari
tahun 1990 sampai 1995); (3) Studi di Egypt (oleh Biro Perencanaan, Depkes
bekerjasama dengan Harvard University); (4) Studi NHA di Columbia yang merupakan
bagian dari landasan penelitian dalam rangka penerapan reformasi nasional di sektor
kesehatan (joint study by the Department of National Planning, the MOH and the
Superintendency of Health).
Di Indonesia, sampai saat ini belum memiliki informasi tentang NHA. Hal ini
akan sangat mempengaruhi mutu perencanaan strategis pelayanan kesehatan di
kemudian hari baik bagi perusahaan, perusahaan asuransi, maupun bagi pemerintah.
World Health Organization (WHO) merupakan badan kesehatan dunia yang
bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan saat ini memfokuskan pada
penataan pembiayaan kesehatan dengan mengembangkan National Health Account
(NHA). NHA adalah suatu alat untuk meringkas, menggambarkan, dan menganalisis
pembiayaan kesehatan nasional yang menjadi suatu langkah penting dalam menilai
kinerja sistem kesehatan.
Manfaat NHA bagi suatu sistem kesehatan adalah estimasi jumlah dan
kharakteristik biaya kesehatan yang dibelanjakan di suatu negara dan digunakan oleh
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 4
pengambil kebijakan atau perencana kesehatan. NHA ini dapat digunakan sebagai input
kebijakan dan sekaligus sebagai alat ukur outcome dari sistem kesehatan di suatu
negara. WHO memakai NHA sebagai alat untuk pemahaman kondisi finansial sektor
kesehatan suatu negara.
Jika NHA telah dikembangkan dengan baik, maka NHA dapat menjawab
beberapa pernyataan antara lain:
1. Bagaimana mobilisasi sumber dana pembiayaan kesehatan?
2. Siapa yang membayar?
3. Apa yang diproduksi?
4. Bagaimana sumberdaya dikelola?
5. Apakah pooling cukup baik?
6. Bagaimana provider dibayar?
7. Bagaimana alokasi sumber daya?
8. Siapa yang menyediakan pelayanan dan pelayanan apa yang diberikan?
9. Untuk siapa pelayanan diberikan?
10. Bagaimana pengeluaran kesehatan didistribusikan dalam kelompok
penduduk seperti kelompok penghasilan, umur, gender, dan daerah dalam
suatu negara?
Berkaitan dengan uraian diatas, Indonesia sampai saat ini belum memiliki data
sumber pembelanjaan kesehatan secara rinci berdasarkan fungsi baik bersumber
pemerintah (publik) dan swasta (masyarakat, asuransi kesehatan, dan pihak
ketiga/perusahaan).
Beberapa studi terdahulu hanya mencakup pembiayaan kesehatan yang
bersumber dari pemerintah (anggaran pemerintah pusat dan daerah) dan bersumber dari
masyarakat.
Estimasi pembiayaan kesehatan bersumber dari masyarakat diambil dari data
out of pocket yang tersedia pada data Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Namun demikian, belum ada studi yang secara khusus memotret pembiayaan kesehatan
yang bersumber dari perusahaan swasta atau pemberi kerja. Informasi ini sangat
diperlukan untuk mendapat gambaran total pembiayaan kesehatan dan proporsi
konstribusi pihak swasta/pemberi kerja serta khususnya untuk perencanaan pelayanan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 5
kesehatan di tingkat nasional. Hasil survai ini mencoba menjawab pertanyaan-
pertanyaan di atas.
Sehubungan dengan itu, perwakilan WHO di Indonesia, melalui Biro Keuangan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), mengupayakan berbagai
macam studi pembiayaan dalam rangka mendapat gambaran utuh pembiayaan
kesehatan nasional di sektor kesehatan. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKEK-FKMUI) mendapat porsi untuk
memotret besaran biaya kesehatan dikeluarkan melalui perusahaan swasta. Beberapa
institusi lain ditugaskan untuk memotret pembiayaan kesehatan yang bersumber dari
pemerintah (Universitas Gajah Mada), masyarakat (Litbangkes, Depkes RI), dan
perusahaan-perusahaan BUMN (Litbangkes, Depkes RI).
1.2. Tujuan Survai
Tujuan umum survai ini adalah melakukan pemetaan pembiayaan kesehatan
oleh perusahaan swasta/ pihak ketiga, khususnya oleh majikan.
Tujuan khusus survai ini adalah:
1. Mengetahui seberapa besar dana jaminan kesehatan yang tersedia melalui
perusahaan swasta, baik langsung dari pemberi kerja maupun yang
dibelanjakan melalui perusahaan asuransi
2. Mendapatkan informasi bagaimana pola pembiayaan kesehatan perusahaan
dilakukan, misalnya apakah dengan menyediakan asuransi, penggantian
biaya, pemberian uang tunai, dengan iur biaya dan sebagainya
3. Melakukan pendataan tentang jenis pelayanan kesehatan yang umumnya
ditanggung oleh perusahaan, misalnya konsultasi dokter, obat, perawatan,
dan sebagainya
4. Mengetahui pola penjaminan kesehatan di berbagai sub-sektor dan berbagai
ukuran perusahaan menurut jumlah tenaga kerja.
5. Mendapatkan informasi kasar tentang pilihan (preference) perusahaan
dalam pemberian jaminan kesehatan bagi karyawannya, misalnya melalui
Jamsostek, penyediaan sendiri, kontrak langsung dengan provider, atau
melalui pembelian asuransi kesehatan.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 6
1.3. Manfaat Survai
Berlandaskan latar belakang singkat yang dikemukakan di atas, maka survai
pembiayaan kesehatan oleh perusahaan merupakan kebutuhan yang sangat esensial dan
mendesak dimiliki oleh pemerintah dan perusahaan asuransi dalam rangka memenuhi
standar National Health Account yang telah disepakati dunia international. Informasi
tersebut akan sangat berguna bagi pengembangan sistem pembiayaan, jaminan
kesehatan bagi karyawan dan delivery pelayanan kesehatan strategis bagi karyawan.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 7
BAB II PERSIAPAN
2.1. Pengembangan Instrumen
Tahap persiapan adalah mengembangkan instrumen yang sudah dilakukan
sejak awal bulan Juli 2001. Dalam rapat tersebut dibahas berbagai komponen yang
akan dimasukkan dalam kuesioner, merancang sampling dan mencari tambahan dana
penelitian untuk penambahan sampel.
Kesepakatan dalam pertemuan ini adalah mengumpulkan data melalui mailing
list dengan memuat variable-variable seperti:
• jenis perusahaan
• lama berdiri perusahaan
• jumlah karyawan
• cakupan jaminan kesehatan (rawat inap , rawat jalan, obat, tindakan)
• pola yang dianut dalam jaminan kesehatan (kelola sendiri, menjadi
peserta JPK Jamsostek, pergantian biaya, beli asuransi kesehatan lain,
memberi uang bulanan)
• penyebab perusahaan tidak menjadi peserta JPK Jamsostek
• besar biaya yang dialokasikan perusahaan untuk kesehatan
• besar biaya kesehatan yang dikeluarkan dalam 3 tahun terakhir
• besar biaya operasional tahunan klinik
• jaminan bagi pensiunan karyawan
2.2. Kegiatan-Kegiatan Dalam Tahap Persiapan
Berikut ini diuraikan kegiatan-kegiatan dalam tahap persiapan:
1. Tahap pengembangan instrumen dilalui dengan beberapa kali penyempurnaan
kuesioner, yang disebabkan karena perubahan metode/cara pengumpulan data.
Awalnya metode pengumpulan data dilakukan melalui mailing list. Dengan
pertimbangan tingkat pengembalian yang rendah (low response rate), eksplorasi
informasi terbatas, dan keterbatasan persepsi dalam pengisian, diputuskan untuk
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 8
mengubah cara pengumpulan data dengan wawancara langsung ke pihak
perusahaan. Kuesioner disesuaikan dengan metode wawancara langsung dengan
melibatkan konsultan WHO perwakilan Indonesia, yang kemudian dilanjutkan
dengan uji coba di lapangan. Lampiran 1 dan 2 menunjukkan hasil akhir dari
kuesioner dan pedoman pengisian kuesioner.
2. Paralel dengan studi ini, Litbangkes Depkes RI juga mempunyai kegiatan yang
sama dengan target sasaran berbeda (Badan Usaha Milik Negara). Untuk
penyamaan persepsi dan kesinambungan tujuan penelitian, pengembangan
instrumen juga melibatkan pihak Litbangkes Depkes.
3. Pertemuan lanjutan adalah seminar instrumen (tanggal 26 september 2001) yang di
inisiasi oleh PKEK dengan membuahkan beberapa kesepakan seperti:
♦ Metode penghitungan besar sampel dengan memakai metode incident rate pada
Lameshow.
♦ penarikan sampling dengan metode stratified random sampling
♦ Menyusun daftar perusahaan sesuai dengan jenis industri dan jumlahnya
(sampling frame)
♦ Revisi kuesioner
♦ Draft surat dari Menteri Kesehatan RI yang ditujukan untuk perusahaan
♦ Training petugas pengumpul data
♦ Draft surat ke WHO tentang tambahan kebutuhan dana
2.3. Sponsorship
Berkenaan dengan pengumpulan data secara wawancara langsung, maka
kebutuhan anggaran biaya ternyata melebihi dari anggaran yang telah dialokasikan oleh
pihak donor. Seijin WHO, PKEK telah melakukan penjajakan kepada beberapa calon
donatur yang berminat untuk turut mensponsori studi ini antara lain PT. Jamsostek, PT.
Askes, dan perusahaan asuransi kesehatan swasta lainnya. Hasilnya PT Askes bersedia
sebagai sponsor utama dan PT Jamsostek juga ikut memberikan bantuan dana.
Keterlibatan PT Askes dalam studi ini sangat besar dengan melibatkan langsung pada
pengumpulan data.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 9
Pelatihan tim pengumpul data dari PT Askes dilakukan di Bogor pada bulan
Oktober 2001. Sedang untuk kegiatan pengumpulan data di sekitar Jabotabek,
dilakukan oleh tim peneliti dari PKEK.
2.4. Tahap Penetapan Sampel dan Sampling Frame
Agar semua perusahaan swasta terwakili, idealnya penetapan sampel harus
diambil dari data base seluruh perusahaan milik swasta yang tersebar diseluruh
Indonesia yang dipilih secara proporsif menurut karakteristik perusahaan. Idealnya
sampel dipilih secara proporsif berdasarkan jenis usaha perusahaan (pertanian,
manufaktur, jasa, dll), jumlah pegawai dan lokasi. Tetapi dalam proses penetapan
sampel, ditemukan banyak sekali kendala. Hambatan terbesar adalah kelangkaan data
base yang bersifat nasional dari perusahaan-perusahaan milik swasta. Data yang
diperoleh dari Bussiness Intelegence Data Indonesia (BIDI) mempunyai data lebih dari
55 ribu perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia dan disimpan dalam bentuk CD
(compact disc). Sayangnya data tersebut tidak memiliki informasi jumlah tenaga dari
tiap-tiap perusahaan. Padahal informasi ini sangat diperlukan untuk menentukan besar
sampel. Untuk itu dicarikan tambahan data dari sumber lain untuk kelengkapan
informasi seperti jumlah tenaga, jenis usaha dan lainnya.
Upaya mencari data base perusahaan swasta yang relatif lengkap terus
dilakukan dengan mengadakan pendekatan secara formal ke berbagai pihak seperti
kantor pusat PT. Jamsostek dan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI
(Dirjen Pajak), terutama kepada kepala Pusat Informasi Pajak. Informasi dari PT.
Jamsostek tidak diperoleh, karena data base perusahaan secara lengkap hanya ada di
daerah dan butuh waktu lama untuk meminta ke daerah. Sedang kantor pusat PT
Jamsostek hanya mempunyai data yang bersifat global dan tidak rinci. Demikian juga
dengan Pusat Informasi Pajak yang tidak dapat memberikan data base perusahaan
swasta menurut jenis usaha dan jumlah pegawai karena alasan kerahasiaan perusahaan.
Solusi diperoleh dengan menerima hanya empat variabel yaitu nama perusahaan,
alamat perusahaan, jenis usaha dan jumlah tenaga.
Proses selanjutnya adalah menggabungkan data yang bersumber dari BIDI dan
dari Ditjen Pajak. Data yang dipakai untuk kerangka sampel adalah data dari Ditjen
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 10
Pajak, sedang data BIDI dipakai hanya sebagai pedoman penggolongan Kelompok
Lapangan Usaha Industri (KLUI). Setelah selesai penggabungan ini, maka tahap proses
persiapan sampling frame selesai. Proses penggabungan ini menyita banyak waktu
yang menyebabkan pelaksanaan pengambilan data penelitian ini sangat terlambat.
Penelitian ini membutuhkan informasi yang berkaitan dengan data keuangan
perusahaan swasta seperti aset, nilai cair, pengeluaran gaji, dan pengeluaran kesehatan.
Surat pengantar dari Menteri Kesehatan RI dilampirkan untuk meyakinkan bahwa data
yang dikumpulkan akan digunakan untuk penetapan kebijakan di tingkat nasional, dan
tidak disalahgunakan.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 11
BAB III
METODOLOGI
3.1. Rancangan Sampel (Sampling Design)
Populasi Survai adalah seluruh perusahaan swasta yang berbadan hukum,
mempunyai Nomor Pokok Wajib Pakaj (NPWP), dan terdaftar dalam tanda daftar
rekanan (TDR) di Indonesia. Yang dimaksud dengan perusahaan dalam penelitian ini
adalah segala bentuk usaha yang mempekerjakan tenaga kerja, termasuk di dalamnya
Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, Koperasi, Firma, CV, Badan Usaha Milik Daerah
dan sebagainya. Dalam mengembangkan kerangka sampel, peneliti mengumpulkan
informasi tentang jumlah dan jenis perusahaan dari berbagai sumber. Data dari berbagai
sumber ternyata menunjukkan jumlah perusahaan yang berbeda, karena perbedaan
kepentingan dan sumber pencatatan. Sebagai contoh: PT. Jamsostek memperkirakan
jumlah perusahaan di Indonesia sebanyak 180.000 buah dimana 70.000 perusahaan
diantaranya aktif menjadi peserta PT. Jamsostek (Purwoko, 2001). Pusat Informasi
Ditjen Pajak Departemen Keuangan RI (2001) menyampaikan jumlah perusahaan
terdaftar di Indonesia adalah 800.000 perusahaan yang telah memiliki NPWP.
Sementara sebuah pusat data informasi bisnis mengeluarkan BIDI (Bussiness
Intelligence Data Indonesia) dengan jumlah perusahaan sebanyak 55.000 buah.
Perbedaan jumlah perusahaan menunjukkan perbedaan kepentingan dalam
pengumpulan data dari perusahaan. Data Ditjen Pajak memang merupakan data yang
paling lengkap, namun demikian data tersebut tidak menunjukkan jumlah perusahaan
yang benar-benar aktif dilapangan karena banyak perusahaan yang didirikan dan telah
memiliki NPWP tetapi dalam prakteknya belum beroperasi. Di lain pihak, banyak
perusahan yang tadinya telah memiliki NPWP dan beroperasi tetapi kemudian
bangkrut, khususnya setelah terjadi krisis. Dengan demikian, jumlah perusahaan yang
memiliki NPWP saja tidak bisa dijadikan patokan tentang jumlah perusahaan yang
sebenarnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti melakukan rekonsiliasi data dengan
melakukan stratifikasi jenis industri. Langkah pertama adalah melakukan pengolongan
data Ditjen Pajak sesuai dengan KLUI. Untuk mengetahui jenis industri tertentu
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 12
digolongkan ke KLUI tertentu, kami berpedomani jenis industri dari data BIDI. Hasil
rekonsiliasi data ini digunakan sebagai kerangka sampel (sampling frame). Langkah ke
dua adalah melakukan penghitungan jumlah sampel dari masing-masing jenis industri
berdasarkan Kelompok Lapangan Usaha Industri berdasarkan metoda stratified
probability random sampling. Langkah selanjutnya adalah penarikan sampling dari
sampling frame dengan metode Systematic Random Sampling. Berikut ini akan
disampaikan secara rinci langkah-langkah penentuan jumlah sampel tiap KLUI dan
penarikan sampling.
3.2. Kerangka dan Besar Sampel
3.2.1. Kerangka Sampel
Setelah dilakukan validasi jumlah dan jenis perusahaan diperoleh kerangka
sampel berjumlah 239.669 perusahaan. Jumlah ini digunakan sebagai sampling frame
yang terdiri atas 9 (sembilan) kelompok lapangan usaha industri (KLUI) yang
distribusinya seperti disajikan dalam Tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1: Distribusi Populasi Perusahaan Menurut Kelompok Lapangan Usaha Industri (KLUI)
No. KLUI Jumlah Perusahaan %
1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan 3.768 1,57
2 Pertambangan dan penggalian (quarrying) 1.470 0,61
3 Industri pengolahan 22.256 9,29
4 Listrik,gas dan air 602 0,25
5 Konstruksi 61.337 25,59
6 Perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa akomodasi 86.706 36,18
7 Angkutan,penggudangan dan komunikasi 14.789 6,17
8 Lembaga keuangan, real estate usaha persewaan & jasa perusahaan 34.376 14,34
9 Jasa kemasyarakatan,sosial dan perorangan 14.365 5,99
TOTAL 239.669 100,00
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 13
Tahap selanjutnya adalah membagi ukuran perusahaan dalam 3 kelompok yaitu
perusahan berskala besar, medium dan kecil. Perusahaan besar adalah kelompok
perusahaan yang memiliki tenaga lebih dari 500 orang. Perusahaan berskala medium
adalah kelompok perusahaan yang memiliki tenaga 100-500 orang; dan perusahaan
berskala kecil adalah kelompok perusahaan yang memiliki tenaga 10-99 orang.
Tampilan distribusi perusahaan menurut besaran tenaga kerja (tabel 3.2) terlihat sangat
tidak merata. Perusahaan yang memiliki tenaga di bawah sepuluh digolongkan sebagai
mikro.
Studi ini memfokuskan kepada perusahan yang memiliki karyawan 10 orang
atau lebih sesuai dengan Undang-Undang No 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
tenaga Kerja (Jamsostek). Setelah dikeluarkan perusahaan yang memiliki jumlah tenaga
kerja di bawah 10 orang yang berjumlah 175.315 (73,15%) perusahaan, maka sisa
perusahaan sebanyak 64.354 perusahaan dijadikan sebagai sampling frame (tabel 3.3).
Tabel 3. 2: Distribusi Perusahaan Menurut Jumlah Tenaga Kerja
No. Kategori Perusahaan
Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah Perusahaan %
1 Mikro <9 175.315 73,15
2 Kecil 10-99 48.631 20,29
3 Medium 100-499 11.329 4,73
4 Besar >500 4.394 1,83
Total 239.669 100,00
Tabel 3.3: Distribusi Sampling Frame Perusahaan Menurut Ukuran Perusahaan
No. Ukuran Perusahaan
Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah Perusahaan %
1 Kecil <100 48.631 75,6
2 Medium 100-500 11.329 17,6
3 Besar >500 4.394 6,8
Total 64.354 100,0
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 14
3.2.2. Besar Sampel
Setelah kerangka sampel berhasil dipetakan, maka peneliti kemudian
mengambil sampel sesuai dengan rumus incidence rate dari Lameshow (Lameshow,
1993). Pengertian Incidence rate dalam studi ini adalah suatu probabilitas perusahaan
yang menyelenggarakan jaminan kesehatan kepada karyawan. Pemilihan probabilitas
50% diambil karena tim peneliti tidak tahu berapa persen perusahaan yang
memberikan jaminan kesehatan, maka secara netral tim memilih 50% probabilitas
sekelompok perusahaan memberikan jaminan kesehatan dalam berbagai bentuk.
Dengan tingkat kemaknaan (alfa) 0.05%. Dengan menggunakan rumus insiden rate dari
Lameshow (1993)) seperti tercantum di bawah ini diperoleh jumlah perusahaan tiap
KLUI minimal 15 perusahaan.
N ={Z1-α/2/ε)2
= (1,96/0.5)2
= 15.3664
Dengan minimal sampel 15 perusahaan untuk tiap KLUI diharapkan dapat
mendeteksi perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan.
Selanjutnya peneliti menghitung kebutuhan sampel untuk dapat mendeteksi pemberian
jaminan di 10 KLUI, 3 (tiga) kelompok perusahaan di masing-masing KLUI (besar,
sedang, dan kecil) dan di 3 (tiga) wilayah (Jawa, Sumatera dan Indonesia bagian
Timur). Untuk mendeteksi pembiayaan kesehatan di masing-masing kelompok yang
berjumlah 90 kelompok ( 3 ukuran perusahaan dikalikan 3 wilayah dan dikalikan 10
KLUI), maka dibutuhkan sampel paling sedikit 1.350 perusahaan (hasil perkalian 90
kelompok dengan minimum sampel 15). Untuk menjaga kemungkinan terjadinya atrisi
karena penolakan, alamat tidak ditemukan, dan alasan teknis lain, maka peneliti
menambah 10% sampel sehinga diperoleh kebutuhan jumlah sampel menjadi 1.485
yang kemudian dibulatkan menjadi 1.500 perusahaan. Secara ringkas perhitungan besar
sampel dapat dilihat tabel 3.4 di bawah ini:
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 15
Tabel 3.4.: Langkah Menentukan Besar Sampel
No Kriteria Total
1 Minimum sampel untuk distribusi normal 15
2 Jumlah KLUI 10
3 Ukuran perusahaan 3
4 Daerah 3
Sub total I: 1*2*3*4 1.350
5 Cadangan atrisi 10% 135
Sub Total II 1.485
6 Dibulatkan 1.500
Setelah ditentukan sampling frame dengan menggunakan kriteria BIDI, ternyata
jumlah KLUI pada basis data BIDI hanya ada 9 (sembilan). Pengurangan jumlah KLUI
akan terjadi penguranan besar sampel, tetapi untuk menganntisipasi response rate yang
rendah, tim peneliti sepakat besar sampel tidak diubah.
3.3. Pemilihan Sampel
Penarikan sampel dalam studi ini berdasarkan probability sampling. Proses
pemilihan sampling dilakukan dalam dua metode yaitu stratified random sampling dan
systematic sampling. Langkah-langkah pemilihan itu diuraikan di bawah ini..
3.3.1. Stratified Random Sampling
Pemilihan metode ini ditempuh untuk dapat mengetahui besar sampel masing-
masing strata (KLUI). Proses penentuan besar sampel tiap-tiap KLUI ditentukan
dengan memberi bobot masing-masing KLUI. Dasar pembobotan tiap KLUI adalah
persentase masing-masing KLUI seperti tercantum pada tabel 3.1. Misalnya, KLUI 1
memiliki bobot 1,57 dan untuk mengetahui jumlah sampel di KLUI 1 adalah 1,57
dikalikan 1500 sehingga diperoleh sekitar 24 sampel. Demikian seterusnya untuk
KLUI-KLUI lain.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 16
Setelah tiap KLUI memiliki besar sampel sesuai dengan bobotnya, terlihat KLUI
2 dan 4 sangat terbatas sampelnya seperti ditunjukkan tabel 3.5 di bawah ini. Untuk
meningkatkan probabilitas variasi biaya kesehatan dan pola pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh perusahaan, maka dilakukan over sampling. Metode over samplingnya
adalah menambahkan jumlah pada KLUI 2 dan 4 sehingga masing-masing mencapai
jumlah 24 (jumlah minimal setelah over sampling). Over sampling ini adalah
meningkatkan besar sampel pada KLUI 2 dan 4 dengan mengurangi pada KLUI 6
sehingga total besar sampel tetap 1.500 perusahaan. Tabel 3.6 menunjukkan besar
sampel masing-masing KLUI stelah dilakukan over sampling.
Tabel 3.5: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut KLUI
No. KLUI Jumlah
1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan 24
2 Pertambangan dan penggalian (quarrying) 9
3 Industri pengolahan 139
4 Listrik, gas dan air 5
5 Konstruksi 383
6 Perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa akomondasi 543
7 Angkutan, penggudangan dan komunikasi 93
8 Lembaga keuangan,real estate usaha persewaan dan jasa perusahaan 215
9 Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan 90
Total 1.500
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 17
Tabel 3.6: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut KLUI Setelah Over Sampling
No. KLUI Jumlah
1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan 24
2 Pertambangan dan penggalian (quarrying) 24
3 Industri pengolahan 139
4 Listrik, gas dan air 24
5 Konstruksi 384
6 Perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa akomondasi 508
7 Angkutan, penggudangan dan komunikasi 93
8 Lembaga keuangan,real estate usaha persewaan dan jasa perusahaan 215
9 Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan 90
Total 1.500
3.3.2. Systematic Sampling
Setelah besar sampel menurut masing-masing KLUI telah diperoleh, dilanjutkan
dengan mengambil sampel dari daftar perusahaan yang telah disusun. Perusahaan yang
termasuk katagori BUMN dikeluarkan dari kerangka sampel karena akan disurvai
tersendiri oleh Badan Litbangkes. Pemilihan sampel di masing-masing KLUI memakai
metode systematic sampling. Misalnya, total sampel berjumlah 24 perusahaan dari 200
perusahaan di KLUI 1. Daftar perusahaan diurut sesuai abjad dan diberi nomer 1
sampai 200. Pemilihan sampel dimulai dari nomer urut 1 dan pilihan selanjutnya dipilih
dengan interval 24 yaitu nomor urut 25, interval selanjutnnya adalah nomor 49 dan
seterusnya sampai memenuhi rencana sampel pada KLUI 1. Peneliti memeriksa
keabsahan informasi perusahan yang terpilih seperti kejelasan alamat (jalan, propinsi,
Kabupaten dan kota) dan jumlah tenaga kerja. Bila alamat ternyata tidak jelas, kantor
cabang atau BUMN maka sampel dijatuhkan pada urutan berikutnya. Begitu seterusnya
sampai diperoleh perusahaan yang datanya seperti kriteria inklusi. Jika jumlah sampel
belum terpenuhi, sedangkan urutan sudah mencapai 200, maka pilihan dimulai pada
urutan nomor dua.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 18
BAB IV
PENGUMPULAN DATA
4.1. Pelatihan Petugas Pengumpul Data
Mengingat kompleknya pertanyaan-pertanyaan kuesioner sehingga untuk
menjaga validitas survai memerlukan pelatihan bagi petugas pengumpul data
(kolektor). Pelatihan telah dilakukan dua gelombang seperti telah diuraikan pada bab
sebelumnya. Demikian juga dengan uji coba kuesioner. Tujuan utama uji coba
kuesioner adalah memperoleh informasi terhadap komunikatifnya kuesioner dan
penambahan isu-isu yang belum terakomodir sebelumnya. Uji coba ini telah dilakukan
pada 9 (sembilan) perusahaan di wilayah Jabotabek.
Petugas pengumpul data terdiri dari mahasiswa program S2 (Pasca Sarjana)
Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI),
personil Biro Keuangan Depkes RI dan staf daerah PT Askes. Total petugas pengumpul
data se Jabotabek berjumlah 36 orang. Mahasiswa FKM-UI dan personil Depkes
Petugas adalah pengumpul data di wilayah Jabotabek. Sedangkan personil PT.
(Persero) Asuransi Kesehatan membantu pengumpulan data di wilayah luar Jabotabek.
Pelatihan petugas pengumpul data wilayah Jabotabek dilaksanakan dalam dua
gelombang. Gelombang pertama diadakan di kantor PKEK dan gelombang kedua di
Biro Keuangan Depkes RI. Materi yang diberikan dalam pelatihan adalah pemahaman
kuesioner seperti urutan dan alur dari sistimatika pertanyaan kuesioner yang dilanjutkan
dengan contoh-contoh kasus untuk simulasi pengisian kuesioner. Diskusi juga
menyinggung kendala-kendala yang mungkin terjadi dan antisipasinya dalam proses
pengumpulan data. Proses pelatihan memerlukan waktu 6 jam.
Sedangkan pelatihan untuk wilayah di luar Jabotabek dilakukan kepada wakil
tiap regional PT. Askes. Untuk petugas pengumpul data daerah dilatih 17 regional.
Kemudian wakil tersebut merekrut dan melatih petugas pengumpul data sesuai dengan
kebutuhan di daerahnya. Pelatihan petugas pengumpul data untuk wilayah di luar
Jabotabek diselenggarakan pada tanggal 16 Nopember 2001. Sedangkan pelatihan
petugas pengumpul data untuk wilayah Jabotabek dilakukan pada tanggal 25 Februari
2002.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 19
4.2. Pengumpulan Data
Koordinasi pengumpulan data secara umum dibagi dua koordinator. Pertama;
untuk wilayah Jabotabek pengumpulan data dikoordinir langsung oleh PKEK. Untuk
wilayah di luar Jabotabek, pengumpulan data dilakukan oleh kantor regional dan
cabang PT. Askes di daerah dengan koordinator Divisi Litbang PT. Askes Pusat.
Pada tahap turun ke lapangan, pengumpul data telah dibekali beberapa
pedoman, antara lain:
1. Surat pengantar untuk perusahaan yang ditanda tangani oleh Kepala PKEK dan
diketahui oleh Sekjen Depkes RI
2. Ringkasan Tujuan Penelitian
3. Surat Keterangan/identitas petugas dari PKEK
4. Pedoman Pengisian kuesioner
5. Surat persetujuan dan kerahasiaan data
6. Protap kunjungan perusahaan
Langkah-langkah dalam pengumpulan data ini harus dilakukan oleh petugas
pengumpul data melalui tata cara yang telah dibakukan atau prosedur tetap (protap)
yaitu:
1. Petugas pengumpul data menghubungi perusahaan melalui telpon atau alamat
yang tertulis pada amplop kuesioner
2. Setelah alamat ditemukan, petugas pengumpul data membuat janji bertemu
dengan salah seorang staf yang memiliki wewenang untuk memberikan
informasi perusahaan
3. Petugas pengumpul data memberikan identitas, menceritakan tujuan penelitian,
menunjukkan surat pengantar dari PKEK yang diketahui oleh Sekjen Depkes RI
dan Pernyataan Kerahasiaan.
4. Petugas pengumpul data menawarkan kesiapan perusahaan untuk dilakukan
wawancara.
5. Jika perusahaan tidak siap saat itu untuk diwawancara, maka kuesioner
ditinggalkan untuk dipelajari agar pihak perusahaan memahami pertanyaan-
pertanyaan di dalam kuesioner.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 20
6. Petugas pengumpul data juga menekankan bahwa pertanyaan tentang aset
perusahaan merupakan pertanyaan yang bersifat pilihan (optional).
7. Petugas pengumpul data meninggalkan identitasnya dan membuat janji akan
menghubungi dalam beberapa hari kemudian untuk melakukan wawancara.
8. Jika wawancara akan dilakukan, petugas memberi surat persetujuan dan
kerahasiaan data (informed consent) untuk ditanda tangani oleh perusahaan.
Jika petugas pengumpul data tidak mendapatkan perusahaan yang dimaksud
baik karena pailit, pindah alamat maupun menolak wawancara, petugas pengumpul data
diberikan pilihan untuk memilih perusahaan lain sebagai pengganti dengan kriteria
yang sama dengan perusahaan tersebut (menurut KLUI). Mekanisme pengambilan data
dengan cara ini secara akademis masih sesuai dengan pemilihan sampel yang diuraikan
sebelumnya.
Pengumpulan data ini telah dimulai pada pertengahan Maret 2002 untuk
wilayah Jabotabek dan awal April 2002 untuk di luar Jabotabek. Jumlah kuesioner yang
kembali (Response Rate) adalah 1,058 kuesioner (70.53 %) dari total kuesioner yang
disebarkan sebanyak 1.500 set.
4.3. Penyebab Rendahnya Pengembalian Kuesioner
Ada beberapa penyebab rendahnya pengembalian kuesioner (Response Rate)
yang dapat dirangkum sebagai berikut:
1) Pihak perusahaan keberatan diwawancarai dengan alasan:
a) Pihak perusahaan sibuk atau tidak ada waktu untuk melakukan wawancara
b) Perusahaan mengulur-ulur waktu dengan menyatakan pihak yang berkompeten
sedang tidak berada di tempat
c) Pihak perusahaan khawatir atas kerahasiaan data perusahaan karena terdapatnya
biaya yang tercantum dalam kuesioner
d) Tidak melihat manfaat bagi perusahaan dalam waktu dekat
e) Perusahaan khawatir data yang dikumpulkan akan digunakan untuk
menjatuhkan perusahaan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 21
2) Alamat perusahaan banyak yang telah berubah.
Seperti telah disampaikan sebelumnya, pengambilan sampel awal diambil dari data
base pembayar Pajak. Ternyata data tersebut bukan data terbaru (update). Informasi
yang didapat dari personil pajak menyatakan bahwa pihak pajak baru dapat
menghapus nama perusahaan sebagai pembayar pajak apabila ada laporan bahwa
perusahaan yang telah pailit (tidak aktif). Selama tidak ada surat pernyataan dari
pihak yang berwenang, maka data di perpajakan tetap ada.
4.4. Upaya Yang Diambil
Dalam upaya mengatasi sulitnya akses ke perusahaan, beberapa cara telah
ditempuh:
1) Upaya untuk bekerja-sama dengan Kantor BPS DKI Jakarta untuk merekrut petugas
pengumpul data yang full-time, tidak terlaksana. Hal ini disebabkan karena pada
saat bersamaan mereka sedang melakukan survai rutin mereka sendiri.
2) Upaya lain yang dilakukan adalah merekrut petugas pengumpul data yang penuh
waktu dan mendapat pelatihan khusus untuk wilayah Jabotabek. Setelah menempuh
tahap kedua ini, terlihat kemajuan yang bermakna. Hal ini dicoba di wilayah Jakarta
Selatan dimana 80% kuesioner telah kembali.
Kesulitan pengambilan data yang sering ditemui adalah tidak ditemukannya
perusahaan yang telah disampling oleh PKEK. Hal ini terjadi baik di Jabotabek maupun
di luar Jabotabek. Solusi yang diambil untuk wilayah Jabotabek digantikan secara
random pada wilayah yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika perusahaan yang drop
berdomisili di Jakarta Selatan, maka diganti secara random dengan perusahaan lain di
wilayah bersangkutan dengan KLUI dan jumlah tenaga sama. Sedangkan untuk
wilayah di luar Jabotabek, kebijaksanaan penggantian sampel diserahkan kepada
kantor regional PT. Askes masing-masing. Secara teknis, pihak kantor regional
PT.Askes menggantikan sampel di wilayahnya berdasarkan jenis lapangan usaha
perusahaan dan jumlah karyawannya. Secara akademik, pengambilan pengganti sampel
langsung oleh petugas pengumpul data masih dalam batas kewajaran dan kewajaran ini
akan diuji statistik.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 22
BAB V
CLEANING, CODING, DAN ENTRI DATA
Kegiatan dalam cleaning data adalah pemeriksaan kebenaran alur, kebenaran
pengisian (jumlah uang dan cara penulisannya) dan memastikan isian setiap pertanyaan
dalam kuesioner. Jika kuesioner tidak terisi dengan benar akan dikembalikan kepada
petugas pengumpul data untuk konfirmasi lebih lanjut terutama bagi wilayah
Jabotabek, sedangkan untuk luar Jabotabek dikonfirmasikan melalui telpon, fax dan
email.
Pada fase ini telah terlihat beberapa data yang tidak dapat diisi terutama yang
menyangkut aset dan dana cair serta perincian biaya kesehatan berdasarkan pelayanan
kesehatan. Pengkodean diberikan kepada nama perusahaan asli yang dikonversikan ke
kode KLUI dan pemberian kode sebelum analisis lebih lanjut seperti recode berbagai
variabel yang dapat dianalisis dan membuat dummy table.
Setelah melalui proses di atas, kemudian data dientri dengan perangkat lunak
Microsoft Access. Selanjutnya tim peneliti yang menangani entri data menyeleksi
kembali proses entri awal. Kegiatan ini kami sebut double entri. Setelah diisi kemudian
ditransfer ke STATA 7 dan SAS. Tahap terakhir adalah menganalisis dengan uji
univariat dan bivariat sesuai dengan kebutuhan survai ini.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 23
BAB VI
HASIL STUDI
6.1. Gambaran Umum Perusahaan
6.1.1. Sampel dan Uji Representatif Sampel terhadap Populasi
Jumlah kuesioner yang kembali dan dianalisis adalah 70,53% atau 1.058 buah
perusahaan swasta dari 1.500 buah kuesioner yang disebarkan. Bidang usaha ini
disajikan dalam 9 kelompok yang disebut Kelompok Lapangan Usaha Industri (KLUI)
seperti telah disampaikan dalam bab metodologi. Pengelompokkan mengacu pada
kriteria BIDI (Bisnis Intelligent Data Indonesia). Kuesioner yang tidak terisi terdiri dari
362 perusahaan (24,13%) yang menolak berpartisipasi dalam studi ini dan 80
perusahaan (5,33%) yang tidak mengembalikan kuesioner. Walaupun sudah disertakan
surat pengantar dari Menteri Kesehatan yang menjelaskan tujuan penelitian dan
menjamin kerahasiaan data perusahaan, tetapi kenyataan di lapangan masih ditemukan
bahwa banyak perusahaan yang menolak untuk berpartisipasi.
Tabel 6.1. berikut menunjukkan perbandingan antara jumlah kuesioner yang
direncanakan dan jumlah kuesioner yang kembali diterima oleh tim peneliti. Hasilnya
menunjukkan bahwa untuk KLUI tertentu (seperti KLUI no. 5), jumlah kuesioner yang
diperoleh lebih sedikit dari jumlah sampel pada rencana awal. Sebagai contoh, besar
sampel di KLUI no. 5 (Konstruksi) direncanakan sebanyak 383 perusahaan tetapi hanya
terealisasi sejumlah 184 perusahaan. Banyak dari perusahaan konstruksi yang sudah
tidak exist yang mungkin disebabkan karena data dasar perusahaan yang dipakai adalah
data tahun 2000 yang diperoleh dari BIDI. Pengumpulan data ini dilakukan pada awal
tahun 2002.
Sementara di KLUI no. 3 (industri pengolahan) jumlah kuesioner yang
diperoleh lebih besar dari jumlah sampel pada rencana awal. Sebagai contoh, besaran
sample di KLUI no.4 terealisasi 182 perusahaan dari 139 perusahaan yang
direncanakan atau sekitar 130.94% dari rencana awal. Tampak pada tabel 6.1. bahwa
ada 2 KLUI yang mempunyai jumlah kuesioner yang kembali lebih besar dari rencana
awal yaitu KLUI no. 9 (122%) dan KLUI no. 3 (130.9%). Hal ini terjadi karena di
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 24
lapangan pengumpul data dapat mencari substitusi sebagai pengganti perusahaan yang
tidak exist atau menolak berpartisipasi. Sementara KLUI yang lain mempunyai proporsi
jumlah kuesioner yang kembali dibawah 100% dengan proporsi paling rendah pada
KLUI konstruksi (no. 5).
Tabel 6.1.: Distribusi Jumlah Kuesioner yang
Disebarkan dan Kembali Menurut KLUI
KLUI Bidang usaha Kuesioner
yang disebarkan
Kuesioner yang
kembali % kuesioner
kembali
1 2 3 4 5 1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan
dan perikanan 23 17 73,91
2 Pertambangan dan penggalian (quarrying) 24 14 58,33 3 Industri pengolahan 139 182 130,90 4 Listrik,gas dan air 24 22 91,66 5 Konstruksi 383 184 38,04 6 Perdagangan besar,eceran dan rumah makan
serat jasa akomondasi 508 320 62,99
7 angkutan,penggudangan dan komunikasi 93 49 52,68 8 lembaga keuangan,real estate usaha
persewaan dan jasa perusahaan 215 160 74,41
9 Jasa kemasyarakatan,sosial dan perorangan 90 110 122,22 Total 1.500 1.058 70,53
Tabel 6.2. dibawah menjabarkan distribusi perusahaan pada populasi dan
sampel menurut KLUI. Urutan empat besar di populasi dan sampel perusahaan
menurut KLUI adalah bidang perdagangan besar, eceran dan rumah makan serat jasa
akomondasi (KLUI no. 6) yaitu 30,25% di sampel dan 36,18% di populasi; bidang
konstruksi (KLUI no. 5) yaitu 17,39% di sampel dan 25,59% di populasi; dan bidang
industri pengolahan (KLUI no. 3) yaitu 17,20% di sampel dan 9,29% di populasi; dan
bidang lembaga keuangan, real estate usaha persewaan dan jasa perusahaan (KLUI no.
8) yaitu 15,12% di sampel dan 14,34 % di populasi.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 25
Tabel 6.2.: Distribusi Populasi dan Sampel
Perusahaan Menurut Lapangan Usaha
(KLUI)
KLUI Bidang usaha Populasi % Sampel %
1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan
3.768 1,57 17 1,61
2 Pertambangan dan penggalian (quarrying) 1.470 0,61 14 1,32 3 Industri pengolahan 22.256 9,29 182 17,20 4 Listrik,gas dan air 602 0,25 22 2,08 5 Konstruksi 61.337 25,59 184 17,39 6 Perdagangan besar,eceran dan rumah makan
serat jasa akomondasi 86.706 36,18 320 30,25
7 Angkutan,penggudangan dan komunikasi 14.789 6,17 49 4,63 8 Lembaga keuangan,real estate usaha
persewaan dan jasa perusahaan 34.376 14,34 160 15,12
9 Jasa kemasyarakatan,sosial dan perorangan 14.365 5,99 110 10,40 TOTAL 239.669 100 1.058 100
Representativeness merupakan isu yang paling krusial dalam menjawab
pertimbangan apakah sampel yang dipilih menurut KLUI dapat mewakili seluruh
populasi yang ada. Melalui uji statistik Levene’s test didapat bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna antara proporsi KLUI di populasi dan proporsi KLUI di
sampel dengan nilai p=0,0589. Artinya, hasil survai dapat mewakili (representatif)
populasi, sehingga hasilnya valid untuk di ekstrapolasi ke tingkat populasi.
6.1.2. Distribusi Perusahaan Menurut Wilayah
Pemilihan sampel dalam studi ini didasarkan pada 9 KLUI, bukan berdasarkan
wilayah/ regional. Walaupun distribusi perusahaan menurut KLUI tersebar di seluruh
wilayah Indonesia, tetapi terlihat bahwa ada tiga propinsi yang tidak terpilih menjadi
sample. Ketiga propinsi tersebut adalah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD),
Papua, dan Maluku. Desain pemilihan sampel yang tidak didasarkan pada distribusi
propinsi menyebabkan data ini kurang representatif mewakili propinsi. Walaupun
demikian, tabel 6.3. menjabarkan distribusi sampel perusahaan menurut wilayah.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 26
Hampir sepertiga (27,88%) sampel perusahaan berasal dari wilayah DKI Jakarta
dengan total 295 perusahaan, disusul oleh provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten
dengan jumlah sampel sebanyak 214 perusahaan (20% dari total sampel). Ketiga
propinsi tersebut mewakili hampir separuh (48,11%) total sampel. Pada urutan ketiga
dan keempat terdapat provinsi Jawa Tengah/D.I. Yogyakarta dan provinssi Jawa Timur
dengan jumlah sampel hampir seimbang yakni masing-masing 174 perusahaan dan 142
perusahaan. Secara menyeluruh keenam propinsi di Pulau Jawa ini mewakili 77.9%
dari total sampel yang ada.
Tabel 6.3.: Distribusi Perusahaan Menurut Wilayah
No Wilayah Total
N % 1 2 3 4 5 6 7 8
Sumatera DKI Jabar & Banten Jateng & DIY Jatim Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi
82 295 214 174 142
70 34 47
7,75 27,88 20,23 16,45 13,42
6,62 3,21 4,44
Total 1.058 100,00
6.1.3. Distribusi Menurut Ukuran Perusahaan
Sebagaimana diketahui bersama, jumlah tenaga kerja di perusahaan mempunyai
varian yang sangat lebar. Untuk kepentingan analisis, studi ini mengelompokkan
perusahaan-perusahaan dalam 3 kategori yaitu perusahaan berskala “kecil” yang
memiliki tenaga kerja 10-99 orang; perusahaan berskala “medium” dengan jumlah
karyawan antara 100- 499 orang; dan perusahaan berskala “besar” dengan jumlah
tenaga kerja >500 orang. Dari distribusi sampel perusahaan menurut ukuran perusahaan
(tabel 6.4.) tampak bahwa majoritas (75%) perusahaan yang berpartisipasi dalam studi
ini masuk dalam kategori perusahaan berskala kecil. Hanya 20% dari total sampel yang
masuk dalam kategori perusahaan berskala medium, sementara jumlah yang masuk
kategori perusahaan berskala besar jumlahnya hanya 7% dari total sampel.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 27
Tabel 6.4.: Distribusi Perusahaan Menurut Skala Perusahaan
No Skala Perusahaan N %
1 2 3
Kecil Sedang Besar
758 222
78
71,64 20,98
7,37
Total 1.058 100
Tampilan pada tabel 6.5. adalah distribusi perusahaan menurut wilayah dan
skala perusahaan. Secara proporsif, perusahaan berskala besar lebih cenderung
berlokasi di wilayah DKI Jakarta (10.58%) dan Jabar/Banten (13.08%), dibanding
dengan wilayah lainnya. Sebagai contoh, di pulau Kalimantan dan Sulawesi masing-
masing hanya terwakili satu perusahaan berskala besar dan majoritas perusahaan yang
menjadi sampel berskala kecil.
Proporsi perusahaan berskala kecil di setiap wilayah cukup besar (lebih dari
60%) kecuali wilayah Jabar dan Banten yang memiliki proporsi perusahaan berskala
kecil kurang dari 60%. Sementara wilayah Sulawesi dan Jateng/DIY mempunyai
proporsi perusahaan berskala kecil lebih dari 80%. Di kelima wilayah lainnya, proporsi
perusahaan berskala medium hanya berkisar antara 15-23%. Sementara DKI, Jabar dan
Banten memiliki proporsi ukuran perusahaan berskala besar yang relatif lebih banyak
dibandingkan daerah lain.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 28
Tabel 6.5.: Distribusi Sampel Perusahaan
Menurut Wilayah dan Skala Perusahaan
No Wilayah
Ukuran Perusahaan Total
Kecil Sedang Besar
n % n % n % N %
1 2 3 4 5 6 7 8
Sumatera DKI Jabar & Banten Jateng & DIY Jatim Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi
53 219 123 142 106
53 23 39
64,63 74,24 57,48 81,61 74,65 75,71 67,65 82,98
25 44 63 26 32 15 10 7
30,49 14,92 29,44 14,94 22,54 21,43 29,41 14,89
4 32 28 6 4 2 1 1
4,88 10,85 13,08
3,45 2,82 2,86 2,94 2,13
82 295 214 174 142
70 34 46
100 100 100 100 100 100 100 100
Total 758 71,64 222 20,98 78 7,37 1.058 100
Tabel berikut (table 6.6.) memperlihatkan distribusi perusahaan berdasarkan
bidang usaha dan skala perusahaan. Tampak bahwa KLUI no.5, 6, 8, dan 9 memiliki
perbedaan proporsi sampel yang relatif besar antara perusahaan berskala kecil dengan
yang berskala medium dan besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok-
kelompok usaha tersebut jumlah perusahaan berskala kecil adalah sangat dominan.
Sedangkan pada KLUI no. 3 tidak tampak perbedaan jumlah perusahaan yang
menyolok antara yang berskala kecil, sedang, dan besar. Sementara pada KLUI no. 1
dan 4 tidak ada perusahaan berskala besar yang mewakilinya.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 29
Tabel 6.6.: Distribusi Perusahaan Menurut Bidang
Usaha (KLUI) dan Skala Perusahaan
KLUI Skala Perusahaan
Jumlah Kecil Sedang Besar
1 2 3 4 5 6 7 8 9
9 9
84 15
152 243
36 123
87
8 4
63 7
26 55 11 29 19
- 1
35 - 6
22 2 8 4
17 14
182 22
184 320
49 160 110
Total 758 222 78 1.058
6.1.4. Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum
Badan hukum digolongkan dalam tujuh golongan sesuai dengan status hukum
yang mengacu pada akte pendirian perusahaan (akte notaries). Badan hukum dibagi
menjadi 7 kategori dimana kategori ke 7 (lain-lain) merupakan bentuk badan hukum
perusahaan yang tidak dapat digolongkan kedalam enam golongan lainnya seperti
restoran, rumah-makan, salon, dan sebagainya. Kelompok usaha ini tetap memiliki
tenaga kerja. Tabel 6.7. menunjukkan bahwa lebih dari separuh perusahaan berbadan
hukum PT (57,94%) dan yang terkecil berbadan hukum PMA (1,5%). Perusahaan
berbadan hukum CV/NV/Firma berjumlah hampir seperlima (17,3%). Secara umum,
badan hukum berbentuk PT dan CV/NV/Firma mewakili sekitar 75% dari total sampel
perusahaan yang ada.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 30
Tabel 6.7.: Distribusi Perusahaan
Menurut Badan Hukum
No Badan Hukum n % 1 PT 613 57,92 CV/NV/Firma 183 17,33 Yayasan 79 7,54 Koperasi 66 6,35 PMA 16 1,56 BUMD 28 2,77 Lain-lain 73 6,9 Total 1.058 100,0
Tabel 6.8.: Distribusi Perusahaan Menurut
Lapangan Usaha dan Badan Hukum Perusahaan
KLUI
Jumlah %
BADAN HUKUM Total
PT CV Yayasan Koperasi PMA BU MD Lain-lain
1 N 12 3 2 17 % 70.6% 17.6% 11.8% 100.0%2 N 9 1 3 1 14 % 64.3% 7.1% 21.4% 7.1% 100.0%3 N 143 16 2 5 16 182 % 78.6% 8.8% 1.1% 2.7% 8.8% 100.0%4 N 5 2 1 13 1 22 % 22.7% 9.1% 4.5% 59.1% 4.5% 100.0%5 N 83 94 2 1 1 3 184 % 45.1% 51.1% 1.1% .5% .5% 1.6% 100.0%6 N 191 43 5 33 5 5 38 320 % 59.7% 13.4% 1.6% 10.3% 1.6% 1.6% 11.9% 100.0%7 N 43 5 1 49 % 87.8% 10.2% 2.0% 100.0%8 N 106 14 3 19 1 9 8 160 % 66.3% 8.8% 1.9% 11.9% .6% 5.6% 5.0% 100.0%9 N 21 5 69 7 2 6 110 % 17.6% 4.6% 63.9% 6.5% 1.9% 5.6% 100.0%
Total N 613 183 79 66 16 28 73 1058 % 57.9% 17.3% 7.5% 6.3% 1.5% 2.7% 6.9% 100.0%
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 31
Distribusi sampel pada tabel 6.8 di atas menggambarkan bahwa badan hukum
PT dan CV ada di setiap lapangan usaha (KLUI). Demikian halnya dengan badan
hukum berbentuk koperasi juga ada di hampir seluruh KLUI, kecuali dalam bidang
pertambangan dan penggalian (KLUI 2). Sedangkan badan hukum berbentuk yayasan
sangat dominan di bidang jasa kemasyarakatan (KLUI 9). Bidang usaha perdagangan
besar, eceran, rumah makan, serat, jasa akomodasi (KLUI 6) dan bidang usaha lembaga
keuangan, real estate, persewaan dan jasa perusahaan (KLUI 8) diwarnai oleh semua
bentuk badan hukum perusahaan. Badan hukum perusahaan yang terjun dalam bidang
pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan (KLUI 1) dan bidang usaha
angkutan, penggudangan dan komunikasi (KLUI 7) hanya PT, CV/NV/ Firma, dan
koperasi. BUMD sangat dominan dalam sektor usahanya bidang KLUI 4 (listrik, gas
dan air).
Tabel 6.9.: Distribusi Perusahaan Menurut
Badan Hukum dan Skala Perusahaan
No
Badan Hukum
Skala Perusahaan Jumlah (%) Kecil (%) Sedang (%) Besar (%)
1 PT 376 (61,5) 170 (27,8) 67 (10,6) 613 (100)2 CV/NV Firma 165 (90,2) 15 (8,2) 3 (1,6) 183 (100)3 Yayasan 62 (78,5) 14 (17,7) 3 (3,8) 79 (100)4 Koperasi 57 (86,4) 7 (10,6) 2 (3,0) 66 (100)5 PMA 11 (68,8) 3 (18,8) 2 (12,5) 16 (100)6 BUMD 20 (71,4) 6 (21,4) 2 (7,1) 28 (100)7 Lain-lain 65 (89,0) 7 (9,6) 1 (1,4) 73 (100)
Total 756 (71,6) 222 (21,0) 80 (7,4) 1.058 (100)
Tabel 6.9. menggambarkan bahwa skala perusahaan tidak tergantung pada
bentuk badan hukum perusahaannya. Pada setiap badan hukum perusahaan terdapat
ketiga skala perusahaan, yaitu perusahaan berskala kecil, medium, dan besar. Badan
hukum PMA sekalipun, sebagian besar perusahaannya berskala kecil (68,8%). Namun,
bersama badan hukum PT, perusahaan PMA secara proporsi memiliki persentase
perusahaan ukuran besar yang tertinggi yakni PMA 12,5% dan PT 10,6%.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 32
6.1.5. Distribusi Perusahaan Menurut Karyawan
Jumlah karyawan dari 1.058 sampel perusahaan pada tahun 2001 adalah
259.738 orang. Sebesar 42% karyawan berada pada KLUI perdagangan besar, eceran &
rumah makan, serat dan jasa akomodasi (KLUI 6), 25% karyawan bekerja di bidang
industri pengolahan (KLUI 3) dan 16% bekerja di bidang usaha lembaga keuangan, real
estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan (KLUI 8). Ketiga bidang usaha tersebut
mencakup 82% dari total sampel karyawan. Distribusi karyawan secara rinci dapat
dilihat pada tabel 6.10.
Tabel 6.10.: Jumlah Karyawan
Menurut Bidang Usaha Perusahaan
(KLUI) Tahun 2001
KLUI Bidang Usaha Jumlah Karyawan %
1 pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan 1.907 1 2 pertambangan dan penggalian (quarrying) 2.102 1 3 industri pengolahan 63.976 25 4 listrik,gas dan air 2.031 1 5 Konstruksi 16.042 6 6 perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa
akomondasi 109.005 42
7 angkutan,penggudangan dan komunikasi 11.935 5 8 lembaga keuangan,real estate usaha persewaan dan jasa
perusahaan 39.330 15
9 jasa kemasyarakatan,sosial dan perorangan 13.410 5 Total 259.738 100
Bila dibandingan antara tabel 6.10. dan tabel 6.2. terlihat bahwa jumlah
karyawan menurut lapangan usaha berkolerasi dengan proporsi jumlah perusahaan
menurut lapangan usaha (KLUI) dalam populasi. Artinya, makin besar proporsi KLUI
makin besar jumlah tenaga kerjanya. Perbedaan jumlah tenaga yang mencolok antara
proporsi KLUI dalam populasi ada pada KLUI 5 (bidang usaha konstruksi). Proporsi
jumlah perusahaan KLUI no. 5 pada populasi adalah sekitar 17%, dimana jumlah ini
lebih besar dibandingkan dengan proporsi jumlah perusahaan di KLUI no. 3 (bidang
usaha industri pengolahan). Namun, jumlah karyawannya sangat jauh berbeda. Jumlah
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 33
karyawan KLUI no. 3 jauh lebih besar dibandingkan dengan KLUI 5. Penyebab utama
dari perbedaan ini adalah jenis pekerjaan KLUI 5 lebih bersifat musiman atau
kontrakan dibandingkan KLUI 3. Jumlah tenaga kerja KLUI 5 tergantung pada tahapan
kegiatan konstruksi. Pada tahap awal kegiatan, direkrut jumlah tenaga kerja yang
banyak. Sebaliknya, pada tahap finishing hanya dibutuhkan sedikit tenaga. Disamping
itu, kegiatan konstruksi pada tahun 2001 sangat menurun karena kondisi ekonomi yang
belum membaik.
6.1.6. Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan
Sebagian besar perusahaan (86,6% atau 916 perusahaan) telah memberikan
jaminan kesehatan pada karyawan dalam berbagai bentuk manfaat (asuransi kesehatan
melalui pihak ketiga, penggantian biaya, penyediaan pelayanan sendiri, atau tunjangan
kesehatan). Selebihnya, sekitar 13,4% (142 perusahaan) sama sekali belum
memberikan jaminan kesehatan pada karyawan. Tabel 6.11. menampilkan distribusi
perusahaan yang telah memberikan dan belum memberikan jaminan kesehatan.
Bila dilihat lebih rinci, perusahaan yang berskala medium dan besar cenderung untuk
memberi jaminan kesehatan kepada karyawannya. Sementara perusahaan yang tidak
memberikan jaminan kesehatan sebagian besar berada pada perusahaan berskala kecil
(82%).
Tabel 6.11.: Distribusi Perusahaan
Berdasarkan Pemberian Jaminan
Kesehatan dan Skala Perusahaan
Skala Perusahaan
Memberi Jaminan % Tidak
Memberi % Total %
Kecil Sedang Besar
622 217
77
82,06 97,75 98,72
136 5 1
17,94 2,25 1,28
758 222
78
100 100 100
Total 916 86,58 142 13,42 1.058 100
Tabel berikut (tabel 6.12) mencoba melihat apakah ada perbedaan perilaku
dalam memberi jaminan kesehatan di masing-masing KLUI. Menarik untuk diamati
bahwa seluruh perusahaan (100%) yang bergerak dalam bidang pertambangan dan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 34
penggalian (KLUI no. 2) dan bidang listrik, gas dan air (KLUI no. 4) telah memberi
jaminan kesehatan kepada karyawan. Hal ini terdapat di perusahaan berskala kecil,
medium, maupun besar. Demikian halnya terjadi di perusahaan industri pengolahan
(KLUI no.3), hampir semua perusahaan memberi jaminan kecuali perusahan yang
berskala kecil masih ada 3,57% yang belum memberikan jaminan kesehatan.
Perusahaan yang bergerak dibidang jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (KLUI
no.9) mempunyai perilaku yang berbeda. Majoritas perusahaan di KLUI ini berskala
kecil dan hampir 25% dari jumlah tersebut belum memberikan jaminan kesehatan.
Secara umum lapangan usaha yang paling buruk dalam pemberian jaminan
kesehatan kepada karyawan ialah bidang konstruksi (KLUI 5) disusul bidang jasa
kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (KLUI 9). Hampir 25% perusahaan konstruksi
(KLUI no.5) dan 20% perusahaan jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (KLUI
no.9) yang disurvai tidak memberikan jaminan kesehatan. Perusahaan konstruksi
berskala kecil merupakan perusahaan yang paling jarang memberi jaminan kesehatan
yakni 26,32%, disusul oleh perusahaan jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan
berskala kecil yaitu 24,14%.
Tabel 6.12.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian
Jaminan Kesehatan, KLUI, dan Skala Perusahaan
KLUI Lapangan Industri Ukuran Perusahaan Memberi % Tidak
Memberi % Total
1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan
Kecil Sedang Sub total
7 8
15
77,78 100
88,24
2 - 2
22,22 -
11,76
9 8
17 2 Pertambangan dan
Penggalian Kecil Sedang Besar Sub total
9 4 1
14
100 100 100 100
- - - -
- - - -
9 4 1
14 3 Industri pengolahan Kecil
Sedang Besar Sub total
81 63 35
179
96,43 100 100
98,35
3 - - 3
3,57 - -
1,65
84 63 35
182 4 Listrik, gas dan air Kecil
Sedang Sub total
15 7
22
100 100
100
- -
-
- -
-
15 7
22
5 Konstruksi Kecil 112 73,68 40 26,32 152
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 35
Sedang Besar Sub total
23 6
141
88,46 100
76,63
3 -
43
11,54 -
23,37
26 6
184 6 Perdagangan besar, eceran
dan rumah makan, serat, jasa akomodasi
Kecil Sedang Besar Sub total
200 54 22
276
82,30 98,18
100 86,25
43 1 -
44
17,70 1,82
- 13,75
243 55 22
320 7 Angkutan, pergudangan dan
komunikasi Kecil Sedang Besar Sub total
28 11 2
41
77,78 100 100
83,67
8 - - 8
22,22 - -
16,33
36 11
2 49
8 Lembaga keuangan, real estate, ussaha persewaan dan jasa perusahaa
Kecil Sedang Besar Sub total
104 28 8
140
84,55 96,55
100 87,50
19 1 -
20
15,45 3,45
- 12,50
123 29
8 160
9 Jasa Kemasyarakatan, sosial, dan perorangan
Kecil Sedang Besar Sub total
66 19 3
88
75,86 100
75 80
21 - 1
22
24,14 -
25 20
87 19
4 110
Total Kecil Sedang Besar Sub total
622 217
77 916
82,06 97,75 98,72 86,58
136 5 1
142
17,94 2,25 1,28
13,42
758 222
78 1058
Tabel berikut (tabel 6.13) mengamati adanya pola pemberi jaminan kesehatan
menurut bentuk badan hukum perusahaan. Tampak bahwa untuk perusahaan berbadan
hukum PMA cenderung untuk lebih taat pada peraturan ketenagakerja, yaitu memberi
jaminan kesehatan pada karyawannya. Pola seperti ini ada di perusahaan berbadan
hukum PT dan BUMD, dimana majoritas telah memberi jaminan kesehatan. Sementara
perusahaan berbadan hukum koperasi, CV/NV/Firma, dan yayasan merupakan badan
hukum yang cenderung tidak memberikan jaminan kesehatan. Sekitar 25% dari total
perusahaan berbadan hukum CV/NV/Firma dan yayasan belum memberi jaminan
kesehatan.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 36
Tabel 6.13.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberi
Jaminan Kesehatan dan Bentuk Badan Hukum
No Badan Hukum Memberi Tidak memberi Jumlah
n % n % n % 1 PT 558 91,03 55 8,97 613 100,002 CV/NV/Firma 142 77,60 41 22,40 183 100,003 Yayasan 61 77,22 18 22,78 79 100,004 Koperasi 48 72,73 18 27,27 66 100,005 PMA 16 100,00 - - 16 100,006 BUMD 27 96,43 1 3,57 28 100,007 Lainnya 64 87,67 9 12,32 73 100,00 Total 916 86,58 142 13,42 1.058 100,00
6.2. Gaji dan Biaya Kesehatan Karyawan
Salah satu tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapat gambaran estimasi
biaya kesehatan yang dikeluarkan melalui perusahaan swasta. Berbagai pertanyaan
dilontarkan untuk menggali besaran pembiayaan kesehatan yang bersumber dari sektor
perusahaan swasta dan sekaligus menghitung proporsi biaya tersebut terhadap rata-rata
gaji karyawan.
Hasilnya, seperti ditampilkan pada tabel 6.14, menunjukkan bahwa rata-rata gaji
karyawan per bulan pada tahun 2001 adalah Rp.723,000. Gaji karyawan termasuk gaji
pokok, bonus, insentif, tunjangan, upah yang dikeluarkan oleh perusahaan. Rata-rata
gaji ini mungkin saja di estimasi terlalu tinggi (over estimate) yang dikarenakan oleh
variasi gaji yang sangat lebar dari beberapa perusahaan PMA atau perusahaan lainnya.
Sebagai contoh, perusahaan pertambangan dan penggalian (KLUI no.2) memberikan
gaji rata-rata per bulan terbesar yakni Rp 884.075,-, sementara rata-rata gaji terendah
yaitu Rp 572.759,- diterima oleh karyawan yang bekerja di perusahaan pertanian,
peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan (KLUI no.1). Rata-rata gaji yang
diterima oleh karyawan juga bervariasi sesuai dengan skala perusahaan. Semakin besar
skala perusahaan, semakin tinggi rata-rata gaji karyawannya. Secara berurutan rata-rata
gaji karyawan perusahaan berskala kecil, sedang, dan besar berturut-turut adalah
Rp.710,000, Rp.747,000, dan Rp.779,000.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 37
Studi ini secara spesifik menanyakan rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan
melalui perusahaan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih ada sebagian
perusahaan yang belum memberi jaminan kesehatan pada karyawannya. Dari
perusahaan yang telah menyediakan jaminan kesehatan, rata-rata biaya kesehatan
karyawan per bulan adalah Rp.38,000. Rata-rata biaya kesehatan bervariasi lebar dari
Rp 70.089,-/orang/bulan dinikmati oleh karyawan yang bekerja di perusahaan
pertambangan dan penggalian (KLUI no.2) dan yang terendah adalah Rp 28.150,-
/orang/bulan diterima oleh karyawan yang bekerja di perusahaan angkutan,
pergudangan, dan komunikasi (KLUI no.7). Bila alokasi biaya kesehatan dilihat dari
skala perusahaan, ternyata tidak ada perbedaan yang bermakna antara alokasi biaya
kesehatan di perusahaan berskala kecil dan berskala besar dengan rata-rata biaya
kesehatan berkisar antara Rp 34,000 pada perusahaan berskala kecil dan sedang sampai
Rp. 42,000 pada perusahaan berskala besar.
Salah satu kriteria kecukupan biaya kesehatan adalah menghitung proporsi
biaya kesehatan terhadap rata-rata gaji karyawan. Sebagai contoh, pegawai negeri sipil
(PNS) dikenakan premi 2% dari gaji pokok untuk biaya kesehatan karyawan dan
keluarganya. Sedang PT Jamsostek mengenakan premi sejumlah 3% dari gaji pokok
untuk lajang dan 6% untuk yang telah berkeluarga. Hasil studi menunjukkan bahwa
secara rata-rata proporsi biaya kesehatan karyawan terhadap rata-rata gaji ialah 5,24%.
Proporsi ini jelas berbeda menurut KLUI. Perusahaan bidang listrik, gas, dan air (KLUI
no.4) serta perusahaan bidang pertambangan dan penggalian (KLUI no.2) berturut-turut
memiliki proporsi pengeluaran kesehatan terbesar yakni 8,14% dan 7,93% dari rata-rata
gaji karyawan sebulan. Sedangkan perusahaan bidang angkutan, pergudangan, dan
komunikasi (KLUI no.7) serta perusahaan bidang lembaga keuangan, real estate, usaha
persewaan, dan jasa perusahaan (KLUI no. 8) mempunyai proporsi terendah yakni
berturut-turut 4,12% dan 4,85% dari rata-rata gaji.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 38
Tabel 6.14.: Proporsi Rata-Rata Biaya
Kesehatan Terhadap Gaji Menurut
KLUI
No. Lapangan Usaha Rata-2 Gaji/org/bln
Rata-2 Biaya Kes/org/bln
% Biaya Kes
(d/c*100)
a B c d e
1 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan
572.759 31.609 5,52
2 Pertambangan dan penggalian (quarrying) 884.075 70.089 7,93
3 Industri pengolahan 702.548 34.567 4,92
4 Listrik, gas, dan air 694.354 56.492 8,14
5 Konstruksi 693.172 39.206 5,66
6 Perdagangan besar, eceran dan rumah makan, serat, jasa akomodasi
707.538 37.580 5,31
7 Angkutan, pergudangan, dan komunikasi 683.916 28.150 4,12
8 Lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan
876.087 42.497 4,85
9 Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan
654.457 32.257 4,93
Total 722.954 37.913 5,24
Sementara, tabel 6.15. memperlihatkan bahwa walaupun nilai absolut biaya
kesehatan/orang/bulan yang tertinggi adalah pada perusahaan besar dan yang terendah
adalah pada perusahaan berskala medium, tetapi secara relatif perusahaan berskala
kecil (5.48%) mempunyai proporsi biaya kesehatan terhadap gaji yang hampir sama
dengan perusahaan berskala besar (5.42%) dibanding dengan perusahaan berskala
medium yang hanya kontribusi sebesar 4,49% dari gaji karyawan.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 39
Tabel 6.15.: Proporsi Rata-rata Biaya
Kesehatan Terhadap Gaji
Menurut Skala Perusahaan
No. Ukuran Perusahaan
Rata-2 Gaji/org/bulan
Rata-2 Biaya Kes/org/bulan
% Biaya Kes (d/c*100)
A B C D E
1 Kecil 710.085 38.897 5,48
2 Sedang 747.058 33.554 4,49
3 Besar 779.408 42.247 5,42
Total 722.954 37.913 5,24
Tentunya rata-rata biaya gaji dan biaya kesehatan bervariasi menurut KLUI dan
skala perusahaan seperti ditunjukkan dalam tabel 6.16. Terlihat ada tiga kategori
perusahaan yang memberikan rata-rata gaji sedikit diatas Rp 1 juta/bulan yakni
perusahaan angkutan, penggudangan dan komunikasi (KLUI no.7) yang berskala besar;
dan perusahaan lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan
(KLUI no.8) yang berskala sedang; serta perusahaan jasa kemasyarakatan, sosial dan
perorangan (KLUI no. 9) yang berskala besar. Sementara jika dilihat berdasarkan
proporsi biaya kesehatan dari biaya gaji tampak dua KLUI yang mempunyai alokasi
diatas 10%: (a) perusahaan pertambangan dan penggalian (KLUI no. 2) yang berskala
medium yaitu 13,15%; dan (b) perusahaan listrik, gas dan air (KLUI no.4) yang
berskala kecil yaitu 11,32%. Ada kemungkinan bahwa tingginya persentase biaya
kesehatan tersebut lebih disebabkan karena gaji dari kedua KLUI tersebut relatif lebih
kecil dari rata-rata total.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 40
Tabel 6.16.: Distribusi Rata-rata Biaya
Kesehatan/Karyawan/Bulan
Menurut KLUI dan Skala Perusahaan Tahun 2001
No. Lapangan Usaha Ukuran Perusahaan
Rata-2 Gaji/org/
bulan
Rata-2 Biaya
Kes/org/ bulan
% Biaya Kes
(e/d*100)
a B c d e f 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Kecil 548.064 44.255 8,07 Perburuan dan Perikanan Sedang 600.540 20.543 3,42 Sub total 572.759 31.609 5,52
2 Pertambangan & Penggalian Kecil 990.543 68.146 6,88 (Quarying) Sedang 658.748 86.632 13,15 Besar 827.174 21.404 2,59 Sub total 884.075 70.089 7,93
3 Industri Pengolahan Kecil 681.354 31.582 4,64 Sedang 679.078 32.844 4,84 Besar 795.658 44.577 5,60 Sub total 702.548 34.567 4,92
4 Listrik, Gas dan Air Kecil 646.980 73.250 11,32 Sedang 795.870 20.582 2,59 Sub total 694.354 56.492 8,14
5 Konstruksi Kecil 684.825 40.541 5,92 Sedang 732.399 31.925 4,36 Besar 734.648 42.189 5,74 Sub total 693.172 39.206 5,66
6 Perdagangan Besar, Eceran & Rmh Mkn,
Kecil 688.320 39.199 5,69
Serat, Jasa Akomodi Sedang 777.449 33.711 4,34 Besar 745.030 32.364 4,34 Sub total 707.538 37.580 5,31
7 Angkutan, Penggudangan & Komunikasi Kecil 683.919 27.890 4,08 Sedang 606.830 19.724 3,25 Besar 1.107.829 78.145 7,05 Sub total 683.916 28.150 4,12
8 Lembaga Keu, Real Estate Usaha Kecil 844.775 39.726 4,70 Persewaan & Jasa Perushn Sedang 1.083.458 48.843 4,51 Besar 605.795 56.310 9,30
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 41
Sub total 876.087 42.497 4,859 Jasa Kemasyarakatan, Sosial & Kecil 661.783 35.172 5,31 Perorangan Sedang 534.587 21.991 4,11 Besar 1.064.504 33.157 3,11 Sub total 654.457 32.257 4,93 Total Kecil 710.085 38.897 5,48 Sedang 747.058 33.554 4,49 Besar 779.408 42.247 5,42 Total 722.954 37.913 5,24
Pemberian jaminan kesehatan kepada karyawan bisa dilakukan melalui berbagai
metode/cara. Studi ini mengelompokkan dengan tiga cara, yaitu mengikut-sertakan
karyawan sebagai peserta JPK Jamsostek, membeli premi dan bergabung dengan
asuransi kesehatan swasta, dan menjamin pelayanan sendiri (self insured). Cara
pertama dan kedua mengikuti prinsip asuransi dimana perusahaan memindahkan risiko
biaya pengobatan karyawan (dan/atau keluarganya) kepada pihak ketiga (third party)
dinataranya pada pihak PT. Jamsostek dan perusahaan asuransi swasta (termasuk PT
Askes program sukarela). Sedangkan cara ketiga berarti perusahaan menyelenggarakan
sendiri pemberian jaminan kesehatan kepada karyawannya termasuk menanggung
risiko fluktuasi/variasi biaya berobat karyawan (dan/atau keluarganya).
Pada dasarnya ada empat bentuk penyelenggaraan jaminan kesehatan dengan
cara pelayanan sendiri, yaitu: (a) penyelenggaraan poliklinik sendiri; (b) penggantian
biaya berobat; (c) kontrak dengan klinik lain; dan (d) pemberian uang kesehatan; (e)
berbagai kombinasinya. Sebuah perusahaan mungkin memberikan jaminan kesehatan
kepada karyawan dengan kombinasi dari berbagai cara diatas. Hal ini terjadi karena
perusahaan tidak mungkin memberikan jaminan kesehatan yang sama untuk berbagai
tingkat jabatan karyawan. Misalnya, tingkat tehnis pelaksana bisa menerima/cukup
puas dengan jaminan kesehatan yang ditawarkan oleh JPK Jamsostek yang mempunyai
paket manfaat terbatas pada pelayanan kesehatan dasar (yankesdas) dan harus dilayani
di PPK (Pusat Pelayanan Kesehatan) terpilih (biasanya rawat jalan di Puskesmas).
Sedangkan tingkat manajer keatas (termasuk direksi), lebih cenderung memilih jaminan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 42
dengan paket manfaat yang lebih komprehensif dan kualitas PPK yang lebih baik.
Paket manfaat seperti ini biasanya disediakan oleh asuransi swasta.
Pada tabel 6.17. tampak bahwa dari 916 perusahaan yang memberikan jaminan
kesehatan kepada karyawan, sebagian besar perusahaan (764 perusahaan atau 83,41%)
memilih pemberian jaminan kesehatan secara tunggal. Artinya, perusahaan hanya
menggunakan satu cara pemberian jaminan kesehatan, apakah dengan cara
menyertakan karyawan sebagai peserta JPK Jamsostek saja, atau membelikan asuransi
kesehatan swasta saja atau memberi jaminan pelayanan sendiri saja. Selain itu, terdapat
sekitar 16.52% (152 perusahaan) yang memberikan jaminan kesehatan secara
kombinasi dari dua atau tiga cara.
Pemberian jaminan kesehatan secara tunggal didominasi dengan cara menjamin
pelayanan sendiri (449 perusahaan atau 58,76%). Apabila dikombinasi dengan cara
yang lain, jumlah perusahaan yang memberikan pelayanan sendiri mencapai 559 buah
(61%). Hal ini menunjukkan bahwa enam dari sepuluh perusahaan yang memberikan
jaminan kesehatan kepada karyawan memilih melakukannya sendiri, termasuk
menanggung risiko terjadinya variasi biaya kesehatan karyawan. Sementara itu,
proporsi perusahaan yang memilih pihak ketiga sebagai pemberi jaminan kesehatan
bagi karyawan masih relatif kecil, yang masing-masing adalah 28% untuk PT
Jamsostek dan 29% untuk asuransi kesehatan swasta.
Tabel 6.17.: Distribusi Perusahaan yang
Memberikan Jaminan Kesehatan Menurut
Cara yang Digunakan
Cara pemberian jaminan kesehatan
Tunggal % Kombinasi % Jumlah %
Jamsostek 152 16,59 104 11,35 256 27,95 Pelayanan sendiri 449 49,02 110 12,01 559 61,03 Askes swasta 163 17,79 101 11,03 264 28,82 Total 764 83,41 152 16,59 916 100,00
Berikut ini (tabel 6.18) adalah telaah lebih dalam atas 152 perusahaan yang
memberikan jaminan kesehatan secara kombinasi. Tampak bahwa sebagian besar
perusahaan memilih kombinasi dua cara. Jumlah perusahaan yang memberikan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 43
kombinasi dua cara memiliki proporsi hampir sama yakni (a) kombinasi Jamsostek dan
Pelayanan sendiri (34%); (c) kombinasi Jamsostek dan Askes Swasta (28%); dan (c)
kombinasi Pelayanan sendiri dan Askes Swasta (32%). Hanya sebagian kecil (11
perusahaan atau 7%) yang memakai kombinasi dari ketiga cara.
Tabel 6.18.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan
JPK Secara Kombinasi
Kombinasi cara pemberian JPK Jumlah %
Jamsostek + Pel. sendiri 51 33,55
Jamsostek + Askes swasta 42 27,63
Pel. sendiri + Askes swasta 48 31,58
Jamsostek + pel. Sendiri + Askes swasta 11 7,24
Total 152 100,00
Seperti telah disebutkan, ada 559 perusahaan yang memberikan jaminan
kesehatan dengan cara pelayanan sendiri (tabel 6.17). Ada banyak cara dan kombinasi
pemberian jaminan kesehatan melalui pelayanan sendiri, antara lain mempunyai
poliklinik sendiri, pergantian biaya, kontrak dengan klinik swasta/puskesmas, dan
pemberian uang kesehatan langsung pada karyawan. Hasil studi ini menunjukkan
bahwa 50,81% dari perusahaan yang memakai cara pelayanan sendiri memilih untuk
memberi uang kesehatan saja, dan 29.16% nya memilih cara pergantian biaya berobat
saja. Hanya 1.97% (11 perusahaan) yang memilih menyelenggarakan poliklinik
sendiri. Data menunjukkan jumlah perusahaan yang memberikan uang kesehatan
dengan berbagai kombinasinya mencapai 325 buah.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 44
Tabel 6.19.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK Dengan Cara
Pelayanan Sendiri Menurut Bentuk Jaminannya
Bentuk jaminan Jumlah % Poliklinik sendiri 11 1,97 Penggantian biaya 163 29,16 Poli. sendiri + penggantian biaya 15 2,68 Kontrak dengan klinik 29 5,19 Kontrak dengan klinik + poli. sendiri 2 0,36 Kontrak dengan klinik + penggantian biaya 10 1,79 Poli. sendiri + penggantian biaya + kontrak dengan klinik 4 0,72 Uang kesehatan 284 50,81 Uang kesehatan + poli. sendiri 1 0,18 Uang kesehatan + penggantian biaya 29 5,19 Uang kesehatan + poli. Sendiri + penggantian biaya 2 0,36 Uang kesehatan + kontrak dengan klinik 5 0,89 Uang kesehatan + poli. sendiri + kontrak dengan klinik 1 0,18 Poli. sendiri + penggantian biaya + kontrak dengan klinik + uang kesehatan
3 0,54
Total 559 100,00
Studi ini juga menggali jenis paket manfaat yang diberikan kepada karyawan.
Secara normative, cakupan manfaat harus ditawarkan secara komprehensif yang
meliputi rawat jalan, rujukan, obat-obatan, penunjang medis, pemeriksaan penunjang
dan rawat inap.
Tabel 6.20 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh perusahaan yang
memberikan JPK dengan cara pelayanan sendiri (56,35% dari 559 perusahaan) tidak
memberikan jawaban tentang lingkup pelayanan kesehatan karyawan yang mereka
jamin. Dari yang memberikan jawaban, 11% menyatakan hanya memberikan jaminan
rawat jalan dan 2,5% hanya memberikan jaminan rawat inap. Sedangkan yang
menyatakan memberikan jaminan rawat jalan dan rawat inap mencapai 13,6%.
Pelayanan lain yang dijamin oleh cukup banyak oleh perusahaan ialah pelayanan obat,
rawat jalan, dan rawat inap (2%); dan masing-masing 3% untuk pelayanan
laboratorium, obat, rawat jalan, dan rawat inap; serta pelayanan operasi, laboratorium,
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 45
obat, rawat jalan, dan rawat inap. Menarik untuk disimak bahwa ternyata ada
perusahaan yang hanya menjamin pelayanan obat saja (empat perusahaan atau 0,7%)
atau pelayanan laboratorium saja atau pelayanan operasi saja masing-masing satu
perusahaan atau 0,2%.
Tabel 6.20.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK
dengan Pemberian Pelayanan Sendiri Menurut Lingkup
Pelayanan yang Dijamin
Lingkup pelayanan yang dijamin Jumlah % Rajal 61 10,91 Ranap 14 2,50 Rajal +Ranap 76 13,60 Obat 4 0,72 Obat + Rajal 8 1,43 Obat + Ranap 1 0,18 Obat + Rajal + Ranap 11 1,97 Laboratorium 1 0,18 Lab. + Ranap 2 0,36 Lab. + Rajal + Ranap 5 0,89 Lab. + Obat 3 0,54 Lab. + Obat + Rajal + Ranap 17 3,04 Operasi 1 0,18 Operasi + Rajal 2 0,36 Operasi + Ranap 4 0,72 Operasi + Rajal + Ranap 8 1,43 Operasi + Obat + Rajal 1 0,18 Operasi + Obat + Ranap 1 0,18 Operasi + Obat + Rajal + Ranap 2 0,36 Operasi + Lab. + Ranap 1 0,18 Operasi + Lab. + Rajal + Ranap 1 0,18 Operasi + Lab. + Obat 2 0,36 Operasi + Lab. + Obat + Rajal 1 0,18 Operasi + Lab. + Obat + Rajal + Ranap 17 3,04 Pemberian uang kesehatan tanpa melihat jenis pelayanan
315 56,35
Total 559 100,00
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 46
Tabel 6.21. menggambarkan bahwa dari 325 perusahaan yang memberikan
jaminan kesehatan berupa uang kesehatan, separuh diantaranya diberikan dalam bentuk
tunjangan biaya kesehatan (216 perusahaan) yang diterima oleh karyawan sebagai
bagian dari gaji. Sementara 25% (81 buah) dari perusahaan yang memberi jaminan
berupa uang kesehatan hanya memberi uang jika karyawan (atau keluarganya) sakit. Di
samping uang kesehatan, perusahaan juga memberikan kombinasi jaminan kesehatan
seperti poli sendiri, penggantian biaya, dan kontrak dengan klinik.
Tabel 6.21.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Uang Kesehatan
Menurut Metode Pemberiannya
Bentuk jaminan Tunjangan biaya kes.
Diberikan jika sakit Jumlah
Uang kesehatan 216 68 284 Uang kes. + poli. sendiri 1 . 1 Uang kes. + pengg. biaya 21 8 29 Uang kes. + poli. sendiri + pengg. biaya 2 . 2 Uang kes. + kontrak dg. klinik 1 4 5 Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik 1 . 1 Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik + pengg. Biaya
2 1 3
Total 163 81 325
Tabel 6.22. memperlihatkan bahwa dari 325 perusahaan yang memberikan
jaminan kesehatan berupa uang kesehatan, 285 perusahaan memberikan secara teratur
dalam termin bulanan. Sepuluh persen memberikan uang kesehatan secara tahunan.
Hanya sebagian kecil yang memakai cara triwulanan (8 dari 325 perusahaan).
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 47
Tabel 6.22.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan Uang
Kesehatan Menurut Periode Waktu Pemberiannya
Bentuk jaminan Bulanan Triwulan Tahunan Jumlah Uang kesehatan 256 7 21 284 Uang kes. + poli. sendiri 1 . . 1 Uang kes. + pengg. biaya 20 1 8 29 Uang kes. + poli. sendiri + pengg. biaya 2 . . 2 Uang kes. + kontrak dg. klinik 4 . 1 5 Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik 1 . . 1 Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik + pengg. biaya
1 . 2 3
Total 285 8 32 325
Tabel 6.23. menunjukkan bahwa hampir 10% (32 dari 325 perusahaan) yang
menyediakan jaminan kesehatan berupa uang kesehatan sebesar lebih dari 30% dari
rata-rata gaji per bulan. Walaupun majoritas dari perusahaan (70,76%) memberikan
uang kesehatan kurang dari 10% dari rata-rata gaji per bulan.
Tabel 6.23.: Distribusi Perusahaan Menurut Proporsi Dana
Kesehatan Terhadap Rata-Rata Gaji Bulanan Karyawan
Jenis Jaminan < 10 % 10-19% 20-29% >=30% Total Uang kesehatan 207 39 15 23 284 Uang kes. + poli. sendiri 1 . . . 1 Uang kes. + pengg. biaya 15 3 4 7 29 Uang kes. + poli. sendiri + pengg. biaya 2 . . . 2 Uang kes. + kontrak dg. Klinik 3 . 2 . 5 Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik 1 . . . 1 Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik + pengg. Biaya
1 . . 2 3
Total 230 42 21 32 325
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 48
Pada tabel 6.24. tampak bahwa dari tiga cara pemberian jaminan kesehatan pada
karyawan, rata-rata biaya kesehatan/karyawan/bulan dengan cara pelayanan sendiri saja
adalah Rp 38.021,-, Angka ini lebih besar dibandingkan dengan cara mengikut-sertakan
pada JPK Jamsostek saja (Rp 35.709,-) maupun mengikut-sertakan pada asuransi
kesehatan swasta saja (Rp 35.895,-).
Rata-rata biaya kesehatan per karyawan per bulan terbesar pada pelayanan
sendiri diduduki oleh perusahaan bidang listrik, gas, dan air (KLUI no.4) sebesar
Rp.86,000 disusul kelompok pertambangan dan penggalian (KLUI no.2) sebesar
Rp.69,000. Rata-rata biaya kesehatan terkecil ada di kelompok usaha jasa
kemasyarakatan, sosial, dan perorangan dan usaha angkutan, pergudangan, dan
komunikasi (KLUI no. 9 ) sebesar Rp 30,000.
Sementara pada pemberian jaminan kesehatan melalui JPK Jamsostek, rata-rata
biaya kesehatan per karyawan per bulan terbesar diduduki oleh perusahaan yang
bergerak di bidang lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan, dan jasa
perusahaan (KLUI no.8) yaitu sebesar Rp 66,000 dan yang terkecil terdapat di bidang
pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan (KLUI no.1) sebesar
Rp.50,000; disusul oleh kelompok jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (KLUI
no.9 ) sebesar Rp 19,000.
Biaya JPK Jamsostek sebesar lima ribu rupiah per karyawan per bulan sekaligus
menggambarkan rendahnya rata-rata gaji yang diberikan oleh perusahaan tersebut,
hanya berkisar antara Rp 83,000 sampai Rp 167,000, mengingat besar iuran JPK
Jamsostek adalah 3% bagi pekerja lajang dan 6% bagi pekerja yang telah berkeluarga.
Perlu diperhatikan bahwa jumlah sampel perusahaan yang memiliki biaya kesehatan
yang terkecil hanya satu buah (tabel 6.26). Sehingga hasilnya kurang representatif dan
mempunyai keterbatasan dalam generalisasi. Sebaliknya, rata-rata biaya kesehatan per
orang per bulan tertinggi sebesar Rp 66,000 juga menimbulkan pertanyaan, mengingat
batas maksimal iuran JPK Jamsostek per bulan hanya Rp 30,000 bagi pekerja lajang
dan Rp 60,000 bagi yang telah berkeluarga.
Sedangkan pada perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan karyawan
dengan cara mengikut-sertakannya sebagai peserta asuransi kesehatan swasta saja, rata-
rata biaya per karyawan per bulan terbesar ditempati oleh kelompok usaha
pertambangan dan penggalian (KLUI no. 2) yaitu sebesar Rp 83,000. Rata-rata biaya
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 49
kesehatan yang terkecil adalah kelompok industri pengolahan (KLUI no. 3) dan
kelompok listrik, gas, dan air (KLUI no. 4) berturut-turut sebesar Rp 23,000 dan Rp
25,000.
Tabel 6.24.: Rata-rata Biaya Kesehatan/Karyawan/Bulan Menurut KLUI dan Cara Pemberian Jaminan Kesehatan
Lapangan usaha Jamsostek Pel.
Sendiri Jamsostek
+ Pel.sendiri
Askes swasta
Jamsostek+
Askes swasta
Pel. sendiri+ Askes swasta
Jamsostek+Pel.sendiri+Askes swasta
Total
Pertanian 5.140 38.235 26.271 30.169 . 36.194 . 31.609 Pertambangan 35.417 68.649 . 83.025 . . 21.404 70.089 Industri 36.622 32.287 32.681 23.345 28.104 76.008 41.667 34.567 Listrik 25.287 86.308 25.000 25.185 75.798 38.578 . 56.492 Konstruksi 30.700 40.291 72.091 34.989 38.511 47.779 38.373 39.206 Perdagangan 31.164 40.117 35.940 33.946 51.008 33.936 37.837 37.580 Angkutan 30.108 30.239 7.876 26.943 . 35.838 10.579 28.150 Lemb. Keuangan
65.920 37.929 43.258 40.577 41.933 46.743 14.472 42.497
Jasa 19.196 30.133 19.540 39.190 35.543 33.326 88.326 32.257 Total 35.709 38.021 40.122 35.895 43.141 44.626 34.347 37.913
Tabel 6.25.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha dan Cara Pemberian Jaminan Kesehatan
Lapangan usaha Jamsos tek
Pel. Sendiri
Jamsostek+
Pel.Sendiri Swasta
Jamsostek+
Swasta
Pel. Sendiri+Swas
ta
Ketiganya Jumlah
Pertanian 1 6 2 5 . 1 . 15 Pertambangan 1 5 . 7 . . 1 14 Industri 45 86 13 19 6 9 1 179 Listrik 3 10 1 5 1 2 . 22 Konstruksi 35 65 9 21 5 3 3 141 Perdagangan 40 134 12 55 15 18 2 276 Angkutan 7 19 2 7 . 4 2 41 Lemb. Keuangan 16 71 9 25 12 6 1 140 Jasa 4 53 3 19 3 5 1 88 Total 152 449 51 163 42 48 11 916
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 50
Tabel 6.26. memperlihatkan bahwa 11 dari 20 perusahaan tidak memberikan
jaminan kesehatan bagi suami/isteri karyawan. Hanya 45% perusahaan yang
menyediakan jaminan kesehatan bagi suami atau isteri dari para karyawan. Demikian
pula, tabel 6.27. menunjukkan bahwa tidak seluruh perusahaan yang memberikan
jaminan kesehatan bagi suami/isteri karyawan juga memberikan jaminan kesehatan
bagi anak karyawan. Dari 473 perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan bagi
suami/isteri karyawan, ada 18 (3,8%) perusahaan yang tidak memberikan jaminan
kesehatan bagi anak.
Pada tabel 6.28. tampak bahwa lebih dari separuh perusahaan yang menjamin
kesehatan anak karyawan, memberikan jaminan bagi tiga orang anak dan seperempat
lainnya menjamin dua anak. Namun, ada 3,3% perusahaan yang hanya menjamin satu
anak. Sebaliknya, juga ada 11% perusahaan yang menjamin kesehatan anak hinga
empat orang.
Tabel 6.26.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian
Jaminan Kesehatan Pada Suami/Isteri Karyawan
Pemberian jaminan kesehatan pada suami/isteri karyawan Jumlah %
Ya 473 44,71 Tidak 585 55,29 Total 1.058 100,00
Tabel 6.27.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Jaminan
Kesehatan Pada Suami / Isteri Karyawan Menurut Pemberian
Jaminan Kesehatan Pada Anak
Pemberian jaminan kesehatan pada anak Jumlah %
Ya 455 43,01 Tidak 18 1,70 Total 473 100,00
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 51
Tabel 6.28.: Distribusi Perusahaan Yang
Memberikan Jaminan Kesehatan Pada Anak
Menurut Jumlah Anak Yang Dijamin
Jumlah anak yang dijamin
Jumlah %
1 15 3,30 2 116 25,49 3 265 58,24 4 50 10,99
>4 9 1,98 Total 455 100,00
Pada tabel 6.29. dan tabel 6.30. tampak bahwa dari sampel sebanyak 1.058
perusahaan, hanya ada 54 perusahaan (5,89%) yang memberikan jaminan kesehatan
kepada para pensiunan/mantan karyawan. Sebagian besar perusahaan tidak
memberikan jaminan kesehatan bagi para pensiunannya. Situasi ini merata terjadi pada
semua bidang usaha perusahaan. Berdasarkan bidang usaha perusahaan, proporsi
perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan pada pensiunannya berkisar antara
3,3-8,8%. Bahkan, dari sampel 22 perusahaan listrik, gas, dan air minum tidak ada satu
pun yang memberikan jaminan kesehatan bagi pensiunannya.
Tabel 6.29.: Distribusi Perusahaan Yang Melakukan
Pemberian Jaminan Kesehatan Pada Pensiunan Karyawan
Pemberian jaminan kesehatan pada pensiunan karyawan Jumlah %
Ya 54 5,89 Tidak 862 94,10 Total 916 100,00
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 52
Tabel 6.30.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha Dan Pemberian
Jaminan Kesehatan Pada Pensiunan Karyawan
Lapangan usaha Pemberian jaminan kesehatan pada pensiunan Total %
Ya % Tidak % Pertanian 1 5,88 14 94,12 15 100,00 Pertambangan 1 7,14 13 92,86 14 100,00 Industri 6 3,30 173 96,70 179 100,00 Listrik . . 22 100,00 22 100,00 Konstruksi 8 4,35 133 95,65 141 100,00 Perdagangan 11 3,44 255 96,56 266 100,00 Angkutan 4 8,16 37 91,84 40 100,00 Lemb. Keuangan 14 8,75 126 91,25 140 100,00 Jasa 9 8,18 79 91,82 88 100,00 Total 54 5,10 862 94,90 916 100,00
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 53
BAB VII
PEMBAHASAN
7.1. Keterbatasan Penelitian
Seperti halnya dengan studi-studi lain, penelitian ini tidak luput dari berbagai
keterbatasan. Keterbatasan pertama yang sangat mengganggu kelancaran pada tahap
penelitian adalah tidak tersedia basis data (data base) perusahaan yang mutakhir untuk
pengambilan sampel. Basis data yang tersedia sifatnya fragmented dengan variabel
yang sangat terbatas. Sebagi contoh, data BIDI hanya merekam jumlah perusahaan
menurut lapangan usaha industri (KLUI) tetapi tidak tersedia informasi jumlah
karyawan. Sedangkan sumber data lain seperti Ditjen Pajak hanya mencatat data jumlah
perusahaan berikut jumlah karyawannya tetapi tidak disertai informasi klasifikasi jenis
lapangan usaha (KLUI). Ditambah lagi kondisi data kedua sumber tadi yang tidak
mutakhir. Begitu banyak waktu yang terbuang dalam tahap persiapan antara lain
mencari data dasar perusahaan yang dipakai sebagai kerangka pemilihan sample
(sampling framework). Oleh karena itu, dimasa depan perlu dilakukan langkah
koordinatif dalam pengumpulan data perusahaan yang lengkap dan mutakhir (up-to-
date).
Keterbatasan kedua adalah keterbatasan di lapangan dimana perusahaan masih
belum terbiasa berbagi data perusahaan, apalagi yang berkaitan dengan data keuangan.
Banyak perusahaan yang bersikap menerima/kooperatif dalam pengumpulan data ini,
walaupun tidak semua bersedia memberikan data yang dibutuhkan oleh tim peneliti.
Kuesioner yang disiapkan dalam survei ini mencoba mendata informasi keuangan
perusahaan seperti aset perusahaan, dana cair, alokasi untuk kesehatan dan lain-lain.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa majoritas perusahaan masih belum
bersedia membagi informasi keuangan karena alasan rahasia, takut disalah gunakan,
belum diolah, dsb. Perlu diingat bahwa penelitian ini adalah kajian pembiayaan
kesehatan di perusahaan swasta yang pertama di Indonesia, sehingga lumrah bila
sebagian dari perusahaan belum kooperatif karena tidak memahami tujuan makro dari
survei ini. Biasanya data biaya/finansial perusahaan hanya digali oleh petugas Ditjen
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 54
Pajak, sehingga ketika datang petugas pengumpul data dari tim kami, sebagian dari
perusahaan tersebut bersikap menolak karena kekhawatiran data yang mereka berikan
akan disalah-gunakan. Agar memudahkan pelaksanaan studi serupa dikemudian hari
perlu dilakukan sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan, misalnya wajib lapor gaji
dan biaya kesejahteraan karyawan, termasuk biaya kesehatan, bagi perusahaan yang
memiliki jumlah karyawan tertentu.
Keterbatasan ketiga adalah kejujuran dalam pemberi data oleh perusahaan,
terutama yang berkenaan dengan data keuangan. Pengisian kuesioner hanya
berdasarkan keterangan responden dan tidak dilakukan cek silang dengan dokumen
tertulis. Akibatnya tim peneliti menemukan banyak data yang kadang-kadang tidak
layak/ tidak konsisten sehingga perlu konfirmasi ulang pada perusahaan. Berbagai
macam kendala dialami ketika rekonfirmasi data dilakukan. Upaya dijalankan melalui
telepon, fax, dan email agar perusahaan termotivasi untuk melengkapi data kuesioner.
Namun sebagian perusahaan bersikap tidak kooperatif dengan memberikan alasan tidak
ada pihak yang berwenang dalam hal itu.
Untuk mengantisipasi kondisi diatas, beberapa langkah treatment data
dilakukan sebelum analisis dimulai. Data ditelaah berdasarkan kelayakan nilai-nilai
normatif suatu perusahaan dalam memberikan biaya pelayanan kesehatan. Manakala
tim peneliti menemukan nilai-nilai data yang berlaku diluar standar normatif, tim
peneliti melakukan cek silang pada kuesioner dan melakukan komunikasi dengan pihak
perusahaan. Dalam cek silang ini, kadang-kadang ditemukan kesalahan pengisian data
oleh pihak perusahaan. Pada umumnya kesalahan terjadi dalam menerjemahkan isian
data biaya dalam ribuan rupiah. Pembetulan kesalahan data dilakukan per kuesioner
yang memiliki nilai yang jauh menyimpang dari nilai normatif. Jika perusahaan tidak
memberikan informasi yang lain seperti yang tercantum didalam kuesioner, tim peneliti
memperlakukan data tersebut dengan menarik ke rata-rata nilai KLUI.
Keterbatasan keempat adalah tidak diperoleh rincian penggunaan biaya
kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan, misalnya untuk apa saja biaya kesehatan
tersebut dipakai oleh karyawan/keluarga karyawan: untuk rawat jalan, rawat inap, obat,
tindakan, atau pemeriksaan penunjang lain. Informasi ini memang sangat penting untuk
penentu kebijakan, sementara pihak perusahaan mempunyai persepsi yang lain.
Majoritas dari mereka tidak mengisi informasi ini secara rinci.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 55
Keterbatasan kelima ialah tidak diketahui apakah seluruh tenaga kerja di
perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan mengikut-sertakan semua karyawan
dalam program jaminan kesehatan. Walaupun ada UU yang mewajibkan perusahaan
swasta untuk memberikan program jaminan kesehatan bagi seluruh karyawan beserta
keluarganya, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak
perusahaan yang tidak mematuhinya. Keterbatasan lain adalah tidak diketahuinya
sumber pembiayaan kesehatan karyawan; apakah bersumber dari pemotongan gaji
karyawan atau kontribusi perusahaan seluruhnya atau kombinasi keduanya. Seperti
pegawai negeri sipil (PNS) yang wajib mengikuti program Askes, premi dibiayai oleh
para pegawai dengan memotong langsung dari gaji. Kondisi ini mungkin berbeda di
perusahaan swasta dimana kebanyakan pihak perusahaan ber kontribusi, baik sebagian
atau seluruhnya, sebagai bagian dari fringe benefit karyawan. Hal ini tidak dikaji secara
mendalam dalam studi ini.
7.2. Situasi Jaminan Kesehatan Karyawan
Di dalam bab hasil telah disajikan bahwa secara umum perusahaan telah
memberikan gaji sesuai ketentuan upah minimum propinsi. Upah minimum tertinggi di
Indonesia adalah di Jakarta yakni sekitar Rp 590 ribu. Data pada tabel 6.15.
menunjukkan bahwa rata-rata gaji per bulan telah mencapai Rp 723 ribu dengan kisaran
antara Rp 573 sampai Rp 884 ribu. Sejalan dengan hal di atas, rata-rata biaya kesehatan
per karyawan per bulan adalah Rp 38 ribu dengan kisaran antara Rp 28 ribu sampai
Rp.70 ribu. Dalam proporsi, biaya kesehatan tersebut mencapai 5,24% dari gaji sebulan
dengan kisaran 4,12-8,14%. Secara normatif dengan acuan ketentuan undang-undang
nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek mewajibkan perusahaan untuk alokasi premi
jaminan kesehatan sebesar 3% bagi pekerja lajang dan 6% bagi yang berkeluarga.
Dengan demikian data menunjukkan cukup dipatuhinya ketentuan oleh
perusahaan milik swasta yang memberi program jaminan kesehatan. Biaya kesehatan
sebesar itu mungkin telah memadai untuk pelayanan kesehatan dasar (yankesdas)
sesuai standar Jamsostek, walaupun mungkin belum memadai untuk pelayanan
kesehatan komprehensif kepada karyawan. Misalnya, perusahaan hanya memberikan
penggantian jaminan biaya rawat jalan saja atau rawat inap saja atau bahkan hanya
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 56
memberikan penggantian sebesar persentase biaya tertentu saja. Seperti diketahui
bahwa jaminan pelayanan kesehatan JPK Jamsostek tidak menjamin (exclusion) jenis-
jenis pelayanan kesehatan yang bersifat catastrophic yang relatif memerlukan biaya
tinggi seperti pelayanan jantung, hemodialisis, dan kanker. Banyak jaminan yang
membuat batasan (limitation) lama rawat inap di rumah sakit dengan batasan 60 hari
per episode sakit. Banyaknya exclusion di paket jaminan yang ditawarkan
menyebabkan karyawan kurang merasakan manfaat dari program perlindungan jaminan
kesehatan seperti ini.
Mengingat mahalnya biaya kesehatan yang disebabkan oleh tingginya angka
inflasi dan besar gaji karyawan yang tidak jauh dari UMR, maka tampak besaran
proporsi biaya kesehatan tersebut perlu ditingkatkan lagi menjadi 8-10% dari total gaji
sebulan. Peningkatan proporsi biaya kesehatan ini harus dilakukan, kecuali jika
nominal gaji dinaikkan satu setengah kali lipat dari rata-rata gaji tersebut di atas.
Dengan menaikkan gaji karyawan otomatis nominal jaminan kesehatan juga akan naik
tanpa menaikkan persentase biaya kesehatan karyawan. Hanya berpedoman pada
proporsi biaya kesehatan terhadap gaji saja kurang relevan, terutama bila nilai nominal
gaji yang relatif kecil.
Pemberian jaminan kesehatan oleh perusahaan kepada karyawan dapat
dilakukan melalui empat cara yaitu a). diikut sertakan sebagai peserta JPK Jamsostek;
b). pemberian pelayanan kesehatan sendiri; c). diikutkan sebagai peserta asuransi
kesehatan swasta; dan d) kombinasi.
Studi ini membatasi subjek penelitian pada perusahaan-perusahaan milik swasta
dengan jumlah karyawan minimal 10 orang. Mengacu pada undang-undang nomor 14
tahun 1992 tentang Jaminan Sosial tenaga Kerja (Jamsostek) dan Peraturan Pemerintah
nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek, perusahaan dengan jumlah
tenaga kerja minimal 10 orang wajib mengikut-sertakan para karyawannya sebagai
peserta JPK Jamsostek, kecuali jika perusahaan tersebut telah memberikan jaminan
kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan yang diberikan oleh JPK Jamsostek.
Adanya perusahaan yang belum memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan ini
tidak terlepas dari adanya kebijakan opting-out dalam Peraturan Pemerintah nomor 14
tahun 1993, yaitu perusahaan yang memenuhi syarat tertentu diperbolehkan tidak
mengikut-sertakan karyawannya menjadi peserta JPK Jamsostek.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 57
Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan milik swasta
(86,58%) telah memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan dalam berbagai
bentuk manfaat, walaupun masih terdapat sebagian kecil (13,42%) perusahaan yang
sama sekali belum memberikan jaminan kesehatan pada karyawan. Hal ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenaga-
kerjaan terutama yang berkaitan dengan pemberian jaminan kesehatan oleh perusahaan
swasta masih perlu ditingkatkan. Lebih mengejutkan lagi ternyata masih ada BUMD
(3,57%), sebagai badan usaha milik pemerintah daerah, yang tidak memberikan
jaminan kesehatan kepada karyawan. Secara normatif BUMD sebagai unsur pemerintah
seharusnya memberikan contoh yang baik dalam melaksanakan perundang-undangan
Jamsostek tersebut.
Diantara perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan, hampir separuh
perusahaan (49,02%) di semua KLUI memberikan jaminan kesehatan berupa pelayanan
sendiri. Jumlah perusahaan yang ikut JPK Jamsostek dan kombinasinya adalah 27,95%
dan yang ikut asuransi kesehatan swasta dan kombinasinya adalah 28,82%. Paparan
diatas menunjukkan bahwa jaminan kesehatan berupa pelayanan sendiri masih sangat
dominan dalam mewarnai pembiayaan pelayanan kesehatan karyawan perusahaan
swasta.
Secara teoritis, penyelenggaraan pelayanan kesehatan sendiri oleh perusahaan
mempunyai keterbatasan pada paket pelayanan (benefit package) yang diterima
karyawan. Data menunjukkan bahwa separuh perusahaan yang menjamin kesehatan
karyawan dengan cara pelayanan sendiri memberikan dalam bentuk uang kesehatan.
Seperempat (25%) dari total perusahaan memberikan jaminan kesehatan dalam bentuk
uang dengan batas maksimal (ceiling) yang bervariasi sesuai dengan fungsi dan jabatan
karyawan. Tidak jarang terjadi bahwa pagu dana yang dialokasikan pada karyawan
tidak mencukupi biaya kesehatan yang memang semakin canggih dan mahal.
Implikasinya, karyawan harus menanggung sebagian dari risiko bila mereka jatuh sakit
dan/atau memerlukan perawatan kesehatan yang lebih intensif. Dari survei ini tampak
bahwa perusahaan yang memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif
(meliputi rawat jalan, rawat inap, obat, laboratorium, dan operasi) relatif kecil, yaitu
hanya 3.04%. Lebih banyak yang memberikan jaminan secara parsial seperti hanya
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 58
rawat jalan (10,91%), hanya rawat inap (2,5%), jaminan rawat jalan dan rawat inap
(13,6%). Lebih dari separuh perusahaan (56,35%) memberikan uang kesehatan tanpa
melihat jenis pelayanan yang digunakan. Data ini menunjukkan bahwa perusahaan
yang memilih cara pelayanan sendiri sebagian besar tidak sesuai dengan aturan dan
ketentuan perundang-undangan dibidang Jamsostek. Ditambah lagi dengan isu kualitas
pelayanan yang mungkin jauh dibawah standar pelayanan. Secara normatif, perusahaan
memberikan jaminan kesehatan dasar yang mencakup kelima macam pelayanan
tersebut.
Tujuan utama studi ini adalah mendapat gambaran total dana yang dialokasikan
di sektor kesehhatan dalam rangka menunjang kesejahteraan karyawan di perusahaan
swasta. Sehingga eksplorasi lebih dalam atas dampak pelayanan sendiri pada efisiensi
tidak dalam lingkup studi ini. Demikian halnya tidak dilakukan pengukuran dampak
pelayanan kesehatan sendiri terhadap kualitas pelayanan.
Data di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan swasta lebih menyukai untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan sendiri, seperti mempunyai klinik dan dokter
di lokasi tempat bekerja. Beberapa alasan yang mungkin dikemukakan adalah
ketentuan Undang-undang Jamsostek yang mengharuskan perusahaan membayar biaya
iuran JPK Jamsostek tanpa kontribusi dari pekerja dan adanya opting-out dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, perusahaan tidak
mempunyai insentif untuk mengikut sertakan pada JPK Jamsostek. Alasan lain
mungkin karena penambahan beban administrasi perusahaan tidak signifikan. Faktor
ketersediaan tenaga medis khususnya dokter juga menjadi salah satu pertimbangan
untuk penyelenggaraan sendiri. Hal lain yang juga menjadi pertimbangan adalah faktor
kenyamanan bagi karyawan berobat tanpa harus meninggalkan tempat kerja yang
terlalu lama dan jam buka yang relatif lebih lama. Penelitian lanjutan perlu dilakukan
untuk mengetahui secara spesifik justifikasi kenapa lebih menyukai menyelenggarakan
pelayanan kesehatan sendiri.
Dari aspek pemasaran, sebenarnya masih terbuka peluang yang cukup besar
bagi pihak ketiga seperti PT. Askes (program sukarela), PT Jamsostek, dan perusahaan
asuransi swasta, untuk mengemas dalam bentuk paket kesehatan yang menarik agar
perusahaan-perusahaan swasta yang selama ini menyelenggarakan sendiri tergabung
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 59
dalam pool yang lebih besar dan terstruktur. Harapannya paket manfaat yang diterima
oleh karyawan lebih baik dengan kualitas yang memenuhi standar minimal.
Ditinjau dari lapangan usaha (KLUI), hampir semua perusahaan di bidang usaha
‘pertambangan dan penggalian’ dan ‘bidang listrik, gas, dan air’ telah memberi jaminan
kesehatan kepada karyawannya. Bidang usaha pertambangan secara relatif memang
telah memberikan kesejahteraan yang sangat baik. Hal ini ditandai dengan seluruh
perusahaan dalam bidang usaha ini telah memberikan jaminan kesehatan bagi para
karyawannya. Sedangkan bidang usaha yang secara persentase paling sedikit
memberikan jaminan kesehatan adalah perusahaan “konstruksi” dan perusahaan “jasa
kemasyarakatan, sosial, dan perorangan “, terutama untuk perusahaan dengan jumlah
pegawai yang kurang dari 100 orang.
Seperti telah dipahami bersama, sebagian besar karyawan yang bekerja di
perusahaan konstruksi ber skala kecil, mempunyai banyak pegawai lepas atau pegawai
tidak tetap karena type perusahaan yang sangat bergantung pada keberadaan proyek.
Untuk menghindari biaya overhead yang tinggi termasuk biaya gaji pegawai,
karyawan di rekrut berbasis proyek (dalam jangka pendek). Dengan demikian
perusahaan akan terhindar dari risiko beban overhead termasuk pemberian jaminan
kesehatan bagi karyawannya.
Bidang usaha “kemasyarakatan, sosial, dan perorangan” umumnya berbadan
hukum yayasan dan bersifat sosial dengan jumlah pegawai relatif kecil. Sebagian besar
perusahaan ini mengandalkan pendapatan dari sumbangan para dermawan sehingga
tingkat kesejahteraan karyawan relatif rendah, termasuk tidak mendapatkan jaminan
kesehatan dari perusahaan.
Sementara itu, jika ditinjau dari ukuran perusahaan tidak ada perbedaan yang
menyolok dalam biaya kesehatan per karyawan per bulan antara perusahaan yang ber
skala kecil, sedang, dan besar. Secara teoritis perusahaan besar lebih mampu karena
memiliki kemampuan finansial yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang
berskala sedang atau kecil. Sehingga biaya kesehatan perusahaan besar lebih banyak
dibandingkan dengan perusahaan sedang atau kecil. Sedangkan kenyataannya tidak
demikian, hal ini dapat disebabkan karena bervariasinya lapangan usaha dan cara
pemberian pelayanan kesehatan kepada karyawan.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 60
7.3. Jaminan Kesehatan Suami/Isteri dan Anak
Mengacu pada penyajian di tabel 6.27. diketahui bahwa lebih dari separuh
perusahaan hanya memberikan jaminan kesehatan terbatas pada karyawan saja, tidak
termasuk jaminan kesehatan keluarga (suami/isteri) tenaga kerja. Selanjutnya di tabel
6.28. tampak bahwa diantara perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan pada
suami/isteri pun masih ada yang belum memberikan jaminan kesehatan bagi anak dari
karyawan. Bahkan tiga dari sepuluh perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan
kepada anak pun memberi batasan jaminan kesehatan pada dua anak pertama. Bila
dikaji lebih dalam, praktek di lapangan seperti ini sudah melanggar ketentuan
perundang-undangan dibidang Jamsostek yang seharusnya menjamin kesehatan
suami/isteri tenaga kerja serta tiga orang anak.
7.4. Jaminan Kesehatan Pensiunan
Di bidang jaminan kesehatan pada pensiunan lebih memprihatinkan lagi. Hanya
terdapat 5,1% dari total perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan pada
pensiunan. Perusahaan yang tidak memberikan jaminan kesehatan pada pensiunannya
memang tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, karena hal tersebut tidak
diatur. Namun langkah yang telah ditempuh oleh perusahaan yang memberikan
jaminan kesehatan kepada pensiunan perlu diikuti untuk menjamin akses mereka pada
pelayanan kesehatan. Secara normative jaminan kesehatan untuk pensiunan lebih
dibutuhkan karena kondisi tubuh yang menurun di usia senja.
7.5. Ekstrapolasi Biaya Kesehatan Perusahaan Swasta
Hasil analisis data survai bahwa rata-rata biaya kesehatan pada tahun 2001
adalah Rp 37.913,-/karyawan/bulan. Berdasarkan data tersebut tim peneliti melakukan
ekstrapolasi biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan di seluruh Indonesia
pada tahun 2001 dengan langkah-langkah sebagai berikut (perhatikan tabel 28):
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 61
1. Menentukan jumlah karyawan berdasarkan KLUI. Menurut data Sakernas 2001,
jumlah karyawan yang bekerja di sektor formal adalah 23.412.055 tenaga kerja.
Jumlah karyawan ini dibagi ke masing-masing KLUI. Sebagai contoh jumlah
karyawan di KLUI no.1 adalah 7.705.405 tenaga kerja.
2. Menentukan prosentase perusahaan yang memberi jaminan kesehatan. Seperti
diketahui, tidak semua perusahaan memberi jaminan kesehatan bagi karyawan.
Pola ini berlainan dari satu KLUI ke KLUI yang lain. Prosentase perusahaan
yang memberi jaminan kesehatan diambil dari hasil studi ini, sebagaimana
tertera dalam tabel 6.12. Sebagai contoh hanya 88,24% dari jumlah perusahaan
di KLUI no. 1 yang memberi jaminan kesehatan. Angka 88,24% dipakai
sebagai dasar estimasi biaya kesehatan di KLUI no. 1.
3. Menghitung jumlah karyawan yang mendapat jaminan kesehatan. Tidak semua
karyawan bekerja di perusahaan berskala kecil, medium, dan besar. Ada juga
yang bekerja pada perusahaan berskala sangat kecil dimana jumlah pegawai di
bawah 10 karyawan. Dengan menggunakan teknik pareto terhadap jumlah
karyawan yang tidak mendapat pelayanan kesehatan, ditentukan bahwa
probabilitas karyawan yang bekerja di perusahahaan berskala kecil, medium,
dan besar adalah 73,15%. Jadi, estimasi jumlah karyawan yang bekerja di
perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 10 dan mendapat jaminan kesehatan
adalah hasil perkalian antara jumlah karyawan per-KLUI (kolom a) dengan
prosentase pemberian jaminan per-KLUI (kolom b). Sebagai contoh di KLUI
no. 1, jumlah karyawan yang bekerja di perusahaan dengan pegawai lebih dari
10 dan mendapat jaminan adalah 0,8824 x 0,7315 x 7.705.405 = 4.973.651.
4. Rata-rata biaya kesehatan per-KLUI sebagaimana telah disampaikan pada bab
hasil ada pada kolom d. Sebagai contoh rata-rata biaya kesehatan di KLUI no. 1
adalah Rp. 31.609,-.
5. Menghitung jumlah biaya kesehatan per-bulan dengan mengalikan nilai pada
kolom c dan kolom d. Sebagai contoh, total biaya kesehatan yang telah
dikeluarkan untuk KLUI no. 1 adalah Rp 157,2 Milyar.
6. Menghitung biaya pertahun dengan mengalikan kolom e dengan 12. Sebagai
contoh, rata-rata biaya kesehatan di KLUI no.1 setahun adalah Rp 1,886 triliun.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 62
Hasil perhitungan ekstrapolasi biaya kesehatan yang dihitung menurut KLUI
menghasilkan estimasi total biaya kesehatan yang melalui perusahaan pada tahun 2001
yaitu sebesar Rp 6,138 triliun (lihat pada tabel 7.1).
Langkah selanjutnya adalah melakukan proyeksi biaya kesehatan perusahaan
swasta untuk tahun 1998, 1999, 2000, dan 2002. Beberapa asumsi yang digunakan
dalam perhitungan adalah:
- Pertumbuhan jumlah tenaga kerja bervariasi dari tahun ke tahun. Asumsi
pertumbuhan jumlah tenaga pada tahun 1999 adalah 1,31%; tahun 1998 adalah
0,71 dan pada tahun 2000 1,15% (BPS).
- Asumsi Inflasi biaya kesehatan pada tahun 1999 adalah 21,53%; pada tahun
2000 adalah 5,56%; dan pada tahun 1998 adalah sebesar 65,4%.
- Diasumsikan bahwa proporsi jumlah perusahaan yang memberi jaminan
kesehatan kepada karyawan dan probabilitass karyawan yang mendapat jaminan
kesehatan sama dengan kondisi pada tahun 2001
- Pertumbuhan jumlah tenaga kerja dan inflasi 2002 dianggap sama dengan
keadaan tahun 2000 karena tidak ada perubahan ekonomi yang signifikan antara
tahun 2000-2002
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut diperoleh proyeksi biaya kesehatan yang
dikeluarkan oleh perusahaan swasta se Indonesia seperti tercantum pada tabel 7.1 – 7.5
berikut ini:
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 63
Tabel 7.1.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2001
KLUI Jumlah
Karyawan (Sakernas,
2001)
% beri Jaminan Menurut survai ini
Jumlah dapat jaminan
Rata-rara biaya, menurut survai ini
Jumlah biaya kesehatam per bulan
Jumlah biaya Kesehatan per tahun
a b c=(a*b)*0.7315 D e = c*d e*12
1 7,705,405 0.8824 4,973,651 31,609 157,212,131,792 1,886,545,581,501
2 282,388 1 206,567 70,089 14,478,061,987 173,736,743,846
3 1,803,186 0.9835 1,297,267 34,567 44,842,612,999 538,111,355,988
4 42,925 1 31,400 56,492 1,773,828,322 21,285,939,860
5 1,453,361 0.7663 814,679 39,206 31,940,314,904 383,283,778,854
6 7,387,524 0.8625 4,660,927 37,580 175,157,651,980 2,101,891,823,765
7 2,512,014 0.8367 1,537,468 28,150 43,279,731,132 519,356,773,581
8 99,058 0.875 63,403 42,497 2,694,450,513 32,333,406,155
9 2,126,194 0.8 1,244,249 32,257 40,135,731,245 481,628,774,939
Total 23,412,055 511,514,514,874 6,138,174,178,488
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 64
Tabel 7.2.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2000
KLUI Jumlah karyawan (a 2000 * 1/1.0115)
% beri jaminan
Jumlah dapat jaminan
Rata-rata biaya (jumlah biaya tahun
2000*1/1.0556) Jumlah biaya
kesehatan Jumlah biaya
kesehatan /tahun
a b c=(a*b)*0.7315 d e= c*d e*12
1 7,617,800 0.8824 4,917,104 29,944 147,238,297,839 1,766,859,574,070
2 279,177 1 204,218 66,397 13,559,546,447 162,714,557,359
3 1,782,685 0.9835 1,282,518 32,746 41,997,713,111 503,972,557,337
4 42,437 1 31,043 53,516 1,661,293,310 19,935,519,716
5 1,436,837 0.7663 805,417 37,141 29,913,961,126 358,967,533,514
6 7,303,533 0.8625 4,607,936 35,601 164,045,320,403 1,968,543,844,842
7 2,483,454 0.8367 1,519,988 26,667 40,533,983,416 486,407,800,987
8 97,932 0.875 62,682 40,259 2,523,509,494 30,282,113,926
9 2,102,021 0.8 1,230,103 30,558 37,589,444,807 451,073,337,688
Total 23,145,877 479,063,069,953 5,748,756,839,439
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 65
Tabel 7.3.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 1999
KlUI Jumlah
karyawan (a 1999 *1/1.0131)
% beri Jaminan Menurut Survai ini
Jumlah dapat jaminan
Rata-rara biaya (Biaya tahun 1999 *
1/1.2153) Jumlah biaya
kesehatam per bulan Jumlah biaya Kesehatan per
tahun
a b c=(a*b)*0.7315 d e= c*d e*12
1 7,519,297 0.8824 4,853,523.06 24,639 119,587,276,374 1,435,047,316,482
2 275,568 1 201,577.64 54,635 11,013,094,094 132,157,129,133
3 1,759,634 0.9835 1,265,933.87 26,945 34,110,636,965 409,327,643,578
4 41,888 1 30,641.25 44,036 1,349,306,159 16,191,673,911
5 1,418,258 0.7663 795,002.43 30,561 24,296,186,448 291,554,237,379
6 7,209,094 0.8625 4,548,352.72 29,294 133,237,977,868 1,598,855,734,421
7 2,451,342 0.8367 1,500,334.00 21,943 32,921,792,417 395,061,509,000
8 96,665 0.875 61,871.94 33,126 2,049,600,082 24,595,200,980
9 2,074,840 0.8 1,214,196.57 25,144 30,530,231,542 366,362,778,506
Total 22,846,587 389,096,101,949 4,669,153,223,390
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 66
Tabel 7.4.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2002
KLUI Jumlah
karyawan (a 2002 *1.0115)
% beri Jaminan Menurut survai ini
Jumlah dapat jaminan
Rata-rara biaya (Biaya tahun 2002 *
1.0556) Jumlah biaya
kesehatam per bulan Jumlah biaya Kesehatan
per tahun
a b c=(a*b)*0.7315 D e= c*d e*12
1 7,794,017.16 0.8824 5,030,847.90 33,366 167,861,587,272 2,014,339,047,264.78
2 285,635.46 1 208,942.34 73,986 15,458,797,219 185,505,566,631.97
3 1,823,922.64 0.9835 1,312,185.12 36,489 47,880,224,698 574,562,696,375.29
4 43,418.64 1 31,760.73 59,633 1,893,986,388 22,727,836,654.34
5 1,470,074.65 0.7663 824,048.07 41,386 34,103,932,672 409,247,192,063.06
6 7,472,480.53 0.8625 4,714,528.07 39,669 187,022,726,231 2,244,272,714,771.87
7 2,540,902.16 0.8367 1,555,149.13 29,715 46,211,474,151 554,537,689,809.80
8 100,197.17 0.875 64,132.45 44,860 2,876,970,974 34,523,651,687.42
9 2,150,645.23 0.8 1,258,557.59 34,050 42,854,501,598 514,254,019,175.91
Total 23,681,293.63 546,164,201,203 6,553,970,414,434.44
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 67
Tabel 7.5.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 1998
KLUI Jumlah
karyawan (a 1998 *1.0115)
% beri Jaminan Menurut survai ini
Jumlah dapat jaminan
Rata-rara biaya (Biaya tahun 1998 *
1.0556) Jumlah biaya
kesehatam per bulan Jumlah biaya Kesehatan
per tahun
a b c=(a*b)*0.7315 D e= c*d e*12
1 7,466,287 0.8824 4,819,306 14,897 71,792,135,796 861,505,629,548
2 273,625 1 200,157 33,032 6,611,518,974 79,338,227,685
3 1,747,229 0.9835 1,257,009 16,291 20,477,726,020 245,732,712,240
4 41,593 1 30,425 26,624 810,032,421 9,720,389,054
5 1,408,260 0.7663 789,398 18,477 14,585,791,814 175,029,501,770
6 7,158,271 0.8625 4,516,287 17,711 79,987,096,373 959,845,156,476
7 2,434,060 0.8367 1,489,757 13,267 19,764,023,929 237,168,287,144
8 95,984 0.875 61,436 20,028 1,230,441,664 14,765,299,974
9 2,060,213 0.8 1,205,637 15,202 18,328,292,066 219,939,504,792
Total 22,685,520 233,587,059,057 2,803,044,708,681
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 68
BAB VIII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1. Kesimpulan
Berdasarkan survai pembiayaan kesehatan oleh perusahaan swasta tergambarkan
besar biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta tahun 2001 adalah
Rp.6,138 triliun. Proyeksi biaya kesehatan tahun 1999 adalah Rp 4,669 triliun, tahun
2000 adalah Rp.5,748 triliun, tahun 2002 adalah Rp.6,554 triliun, dan tahun 1998 adalah
Rp.2,803 triliun. Rata-rata biaya kesehatan per karyawan per bulan adalah 38 ribu rupiah
dengan kisaran 28-70 ribu rupiah. Biaya kesehatan tersebut mencapai 5,24% dari gaji
sebulan dengan kisaran 4,12-8,14%.
Sebagaian besar perusahaan (86,6%) telah memberikan jaminan kesehatan
kepada karyawan dengan empat pola yaitu diikutkan menjadi peserta JPK Jamsostek,
pemberian pelayanan kesehatan sendiri, diikutkan sebagai peserta asuransi kesehatan
swasta, atau kombinasi. Dari total ini, sekitar 83,41% yang memilih dominan tunggal
untuk masing-masing pola di atas. Pola tunggal diikuti oleh perusahaan menjadi peserta
JPK Jamsostek sebesar 16,59%, melakukan pelayanan kesehatan sendiri (poliklinik
sendiri, kontrak dengan dokter, menggantikan biaya, dan memberi uang kesehatan)
sebesar 49,02%, membeli asuransi kesehatan swasta sebesar 17,79% dan memberi pola
kombinasi sebesar 16,59%.
Mobilisasi sumber dana pembiayaan kesehatan oleh perusahaan swasta belum
efisien karena sebagaian besar (58,76%) masih melalui out of pocket
Pembayar biaya kesehatan oleh perusahaan belum diketahui dengan pasti, apakah
biaya dari majikan atau dari karyawan.
Benefit yang diberikan sangat terfragmentasi bagi yang tidak menjadi peserta
JPK Jamsostek dan asuransi kesehatan lain, sedangkan benefit yang menjadi peserta
asuransi kesehatan sosial belum diketahui jenisnya
Sumber daya kesehatan (tenaga, alat dan gedung) hampir seluruhnya dikelola
oleh pihak ke tiga.
Secara umum pooling tidak cukup baik karena menyebar dalam berbagai scheme
dan berbagai payor.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 69
Pembayaran provider dilakukan secara fee for service bagi yang
menyelenggarakan pelayanan sendiri. Sedangkan rawat inap yang diselenggarakan oleh
JPK Jamsostek belum diketahui dengan pasti. Demikian juga pembayaran kepada
provider rawat jalan dan rawat inap yang menjadi peserta asuransi kesehatan swasta
8.2. Rekomendasi
Perlu dilakukan penyusunan basis data yang lengkap dan up to date dengan
mengkoordinasikan berbagai lembaga seperti Depnaker, Ditjen Pajak, PT. Jamsostek,
dan Deperindag dan asosiasi-asosiasi perusahaan.
Untuk meningkatkan partisipasi perusahan dalam pengumpulan data NHA perlu
dilakukan sosialisasi pentingnya informasi biaya kesehatan dari perusahaan. Dapat
dipikirkan ketentuan wajib lapor biaya kesehatan sehingga data yang diberikan relatif
terpercaya, pencatatan rincian biaya kesehatan, siapa pembayar, dan sebagainya.
Departemen Tenaga Kerja dan PT Jamsostek hendaknya meningkatkan
kepatuhan perusahaan yang belum memberi jaminan kepada karyawan dengan
mendaftarkan karyawan sebagai peserta JPK Jamsostek.
Sasaran dari rancangan Jaminan Sosial Nasional terutama bidang kesehatan
hendaknya difokuskan pada perusahaan yang belum memberikan jaminan kesehatan
kepada karyawan dan perusahaan yang melakukan pelayanan kesehatan sendiri.
Untuk mencapai pelayanan kesehatan yang komprehensif maka premi untuk
jaminan kesehatan karyawan perlu ditingkatkan dari 3% untuk pekerja lajang dan 6%
untuk pekerja berkeluarga (aturan JPK Jamsostek yang berlaku sekarang) menjadi 8%
tanpa melihat status perkawinan; 6 % berasal dari majikan (perusahaan) dan 2% dari
karyawan.
Jaminan kesehatan harus mencakup semua keluarga pekerja seperti isteri/suami dan anak
tanpa batas, semua jenis pekerja ( tetap, kontrak, harian dan borongan) dan pekerja yang
telah pensiun.
Studi yang dilakukan ini merupakan salah satu upaya untuk memperoleh
gambaran utuh pembiayaan kesehatan nasional di sektor kesehatan. Namun demikian,
dalam laporan studi ini, peneliti hanya menyajikan hasil temuannya tentang besaran
biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta. Untuk mendapat gambaran
menyeluruh tentang National Health Account, maka hasil studi ini harus digabung
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI 70
dengan temuan studi lain yang kini dilakukan oleh: (i) Universitas Gajah Mada (tentang
potret pembiayaan kesehatan yang bersumber dari Masyarakat dan perusahaan-
perusahaan BUMN).
Setelah informasi yang diperoleh dari studi tersebut tersedia, langkah selanjutnya
adalah penyusunan/estimasi NHA. Dalam penyusunan NHA, kami mengusulkan
pendekatan NHA yang dikembangkan oleh Amerika. Pendekatan ini banyak dipakai oleh
berbagai negara berkembang dan sangat cocok untuk sistem kesehatan yang lebih
mengarah ke pluralistic (Berman, 1997). Pada pendekatan tersebut, ada dua elemen
penting:
Pertama: Melakukan estimasi perhitungan dan menyajikan secara nasional
dengan mengklasifikasikan sumber-sumber dan penyerapan biaya kesehatan dalam
bentuk “matrik”. Hal tersebut bisa diperjelas dengan menggunakan tabulasi account yang
terpisah (yang lebih dikenal dengan istilah T-Account) yang terdiri dari sumber-sumber
anggaran dan penggunaan anggaran tersebut. Syarat khusus pendekatan ini adalah bahwa
seluruh perkiraan tentang pengeluaran dari berbagai sumber harus bisa dirinci menurut
penggunaan dari sumber tersebut.
Selanjutnya, hasil angka total dan sub-total dijumlah dan hasilnya harus
konsisten. Oleh karenanya, cara ini bisa dilakukan dengan melakukan kajian tidak hanya
terhadap jumlah sub-total dan pembagian rinci dari jumlah tersebut, tetapi juga
pemahaman tentang bagaimana aliran dana (flow of fund) terjadi di dalam sistem
pelayanan kesehatan. Pendekatan ini menekankan pada perlunya pemahaman secara
terintegrasi tentang siapa yang membayar, berapa banyak dan untuk apa.
Kedua: Pembagian sumber-sumber pengeluaran menurut kategori yang lebih
umum seperti misalnya sektor publik dan swasta. Pendekatan inilah yang mencerminkan
adanya sistem pembiayaan kesehatan yang pluralistik.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
KEPUSTAKAAN
BPS, 1999
Indeks Harga Konsumen Indonesia Tahun 1999, Jakarta
____, 2000
Indikator Industri Besar dan Sedang Indonesia 2000, Jakarta
____, 2000
Indeks Harga Konsumen Indonesia Tahun 2000, Jakarta
Ditjen Pajak, 2001
Data Perusahaan menurut Jenis Perusahaan, Alamat dan jumlah tenaga
kerja, dalam disket, Jakarta
Gani A, 2002
Reformasi Pembiayaan Kesehatan di Indonesia, BAPPENAS, Jakarta
Hasbullah et al, 2000
Review JPKM untuk Merancang Sistem Asuransi Kesehatan yang
Sustainable, Yayasan Pengembangan Masyarakat, Jakarta
Hendratno, 2002
Analisis Data Sakernas 2001, Jakarta
Irawan PB, Ahmed I & Islam I, 2000
Labour Market Dynamics in Indonesia, Analysis of 18 Key Indicators of
the Labour Market (KILM) 1986-1999, International Labour office-
Jakarta, Jakarta
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
Lameshow, S et al,1993
Adequacy of Sample Size in Health Studies, WHO, John Wilex & Sons,
Singapore
Sastroasmoro S & Ismael S, 1995
Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta
WHO, 2002
NHA Producers Guide 4 TH, Draft, Chapter 1-6.
Purwoko, B, 2001
Wawancara Mendalam Perkembangan JPK Jamsostek, Jakarta
Trochim WM, 1999
Research Methods Knowledge Base, Cornell University.
Bussines Inteligence Data Indonesia, Compact Disc, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Tenaga Kerja