Download - PENGARUH COSMOPOLITANISM TERHADAP CONSUMER …
PENGARUH COSMOPOLITANISM TERHADAP CONSUMER ETHNOCENTRISM, PRODUCT QUALITY, PURCHASE INTENTIONS
DAN FOREIGN PRODUCT PURCHASE BEHAVIOR PADA JENIS PRODUK FASHION DI JABODETABEK
Naomi Tessania Dan Ira Iriyanti
1. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
2. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cosmopolitanism terhadap consumer ethnocentrism, domestic product quality, domestic purchase intentions dan foreign product purchase behavior pada jenis produk fashion di Indonesia. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain riset konklusif, dengan metode kuantitatif yang akan dilakukan satu kali dalam satu periode (single crosssection). Penelitian ini disebar dengan konteks sampel yakni 187 responden yang merupakan responden yang telah memiliki pendapatan sendiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan menggunakan software Lisrel 8.51 dalam mengolah dan menganalisis data yang didapatkan dari kuesioner. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan pada variabel cosmopolitanism terhadap consumer ethnocentrism, domestic product quality, dan foreign product purchase behavior. Namun terdapat pengaruh signifikan positif pada variabel consumer ethnocentrism terhadap domestic product quality dan domestic purchase intentions. Selain itu terdapat pengaruh signifikan negatif pada variabel domestic purchase intentions dengan foreign product purchase behavior.
The effects of Cosmopolitanism on Consumer Ethnocentrism, Product Quality, Purchase
Intentions and Foreign Product Purchase Behavior on fashion products in Jabodetabek
Abstract This study determine the effect on consumer ethnocentrism cosmopolitanism, domestic product quality, purchase intentions and foreign domestic product purchase behavior on the kind of fashion products in Indonesia. Design research used in this study is conclusive research design, quantitative method to be performed one time in one period (single crosssection). This research is disseminated in the context of 187 sample respondents who are respondents who have had their own income to supply their daily needs. Structural Equation Modeling (SEM) using software lisrel 8.51 in processing and analyzing the data obtained from the questionnaire. Results of this study prove that there was no significant effect on the variable cosmopolitanism against consumer ethnocentrism, quality domestic product and foreign product purchase behavior. However there is a significant positive effect on the variable consumer ethnocentrism against domestic domestic product quality and purchase intentions. In addition there is a significant negative effect on the variable purchase intentions with the foreign domestic product purchase behavior
Keywords: Cosmopolitanism; Consumer Ethnocentrism; Domestic Product Quality; Domestic Purchase Intentions; Foreign Product Purchase Behavior
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
1. Pendahuluan
Di era globalisasi ini, konsumen di seluruh dunia telah dimudahkan dengan
peningkatan akses ke berbagai macam produk dan jasa dari negara-negara lain seperti akses
informasi, tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan kemajuan teknologi yang memungkinkan
konsumen menjadi lebih sadar akan produk dan layanan yang tersedia di seluruh dunia. Fadila
(2012) menyatakan konsumen di seluruh belahan dunia memiliki berbagai pilihan produk
dengan harga yang lebih murah dari berbagai perusahaan pemasok. Banyak ahli yang
menaruh minat dalam kajian globalisasi mendefinisikan globalisasi sebagai proses ekonomi
meskipun pada dasarnya globalisasi tidak semata proses ekonomi. Sebaliknya, konsep
globalisasi digunakan untuk menjelaskan bidang-bidang kegiatan ekonomi, politik, dan sosial
yang melintasi batas-batas teritorial semacam itu. Akibatnya, keputusan dan aktivitas dalam
suatu wilayah akan dapat mempunyai dampak yang signifikan terhadap individu di dunia
yang mempunyai jarak cukup jauh (Castel, 2000).
Pergeseran nilai pada budaya dan persepsi psikologis pada masyarakat terutama yang
berada pada zona urban menjadi perhatian para bisnis di Indonesia. Cosmopolitanism menjadi
target segmentasi para pemasar. Menurut Rieflerand Diamantopoulos (2009) menyatakan
penelitian mengenai Cosmopolitan menjadi kunci dalam mengidentifikasi pengaruh perilaku
pembelian konsumen terhadap produk asing. Konsep Cosmopolitanism telah dikemukakan
oleh banyak literatur. Reinita (2012) menyatakan cosmopolitan identik dengan bergabungnya
unsur- unsur warga dunia dalam suatu wadah. Dapat dikatakan bahwa budaya yang dimiliki
oleh suatu negara sudah mendunia sehingga dapat diterima oleh warga dunia lain dimana
semua unsur negara menjadi satu kesatuan. Cosmopolitan juga membahas mengenai
perbedaan yang terjadi pada masyarakat lahir dari individu yang memiliki perlawanan
terhadap negara, yang mulanya menjadi citizen of the world maka berubah menjadi kelompok
sosial tertentu. Konsep mengenai cosmopolitan juga membahas mengenai hal- hal yang
bersifat prestige atau memiliki gengsi.
Dari data kemenperin di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu industri dalam negeri
yang menjadi unggulan adalah industri tekstil, barang kulit dan alas kaki. Pangsa pasar
industri pakaian cukup besar karena pakaian tidak hanya memiliki nilai utilitas tetapi juga
memiliki nilai simbolis bagi pemakainya. Industri fashion Indonesia menyumbang 5,96% dari
nilai ekspor nasional dengan rata-rata mencapai Rp 53,94 triliun. Selain meningkatkan
pendapatan negara, industri ini juga memiliki nilai positif karena dapat menyerap tenaga kerja
dan penyediaan lapangan usaha nasional, industri fashion mendominasi sektor industri kreatif
sebesar 54,32% dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 4,13 juta orang, atau 4,22% dari
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
tingkat partisipasi penyerapan tenaga kerja nasional (Kompas, 2013). Mari Elka Pangestu
(Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) mengatakan bahwa pada tahun 2012 industri
fashion menyumbangkan Rp164 triliun dalam pendapatan nasional, pada tahun 2013,
diproyeksikan bisa tumbuh sekitar Rp20 triliun (menjadi Rp184 triliun). Pemerintah
Indonesia berharap Indonesia dapat menjadi pusat fashion pada tahun 2025, mengingat
adanya peningkatan jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia beberapa tahun terakhir.
(Investor Daily Indonesia dalam kliping Wonderfull Indonesia, 2013).
Hasil survei yang dilakukan oleh Nielsen (2013) dalam Islahuddin (2014) menunjukkan
bahwa perilaku konsumen Indonesia yang mendukung meningkatkannya potensi pasar pada
produk pakaian. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa konsumen di Indonesia cenderung
ingin menjadi pembeli pertama terhadap produk yang baru diluncurkan. Konsumen Indonesia
menempati “Top 5 Negara” yang memiliki perilaku belanja untuk membeli produk yang baru
dibandingkan orang lain. Hasil survei Nielsen (2013) juga menyebutkan bahwa konsumen
Indonesia sebagai “pemburu” belanja yang terkenal. Konsumen Indonesia tidak hanya
memburu pada peluncuran produk baru di dalam negeri, tetapi juga berbelanja ke negara lain
hanya untuk menjadi konsumen pertama.
Menurut ciputra entrepreunership (2013) terdapat beberapa jenis usaha yang berpeluang
besar pada pasar Indonesia. Salah satu dari usaha yang paling laku adalah usaha fashion.
Jenis usaha fashion juga merupakan salah satu contoh usaha yang cukup laris manis di
Indonesia. Terlebih Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di
dunia, maka fashion Muslim sejatinya menjadi peluang bisnis yang cukup prospek di
Indonesia. Produk-produk aksesoris fashion seperti tas, dompet, sepatu atau sendal. Bisnis
fashion ini cukup potensial dan laris manis dikembangkan di Indonesia mengingat sandang
merupakan bagian dari kebutuhan primer kedua yang harus dipenuhi setelah pangan. Jumlah
penduduk yang besar dengan kondisi ekonomi yang berlapis menuntut untuk menciptakan
produk usaha fashion yang sesuai dengan kelas ekonomi masing-masing (Ciputra
Entrepreneurship, 3 jenis usaha yang paling laku di Indonesia, 2013)
Berdasarkan uraian-uraian yang telah disebut siatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai pengaruh Cosmopolitanism terhadap Consumer Ethnocentrism, Product
Quality, Purchase Intentions dan Foreign Product Purchase Behavior pada jenis produk
fashion di Jabodetabek. Produk fashion yang diteliti fokus pada kategori pakaian, alas kaki
dan tas saja.
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Perilaku Konsumen
Perilaku (behavior) menurut Peter dan Olson (2013) mengacu kepada aksi fisik
konsumen secara langsung dapat diamati dan diukur oleh pihak lainnya. Hal ini juga disebut
sebagai perilaku terbuka (overt behavior) untuk membedakannya dari aktivitas mental, seperti
berfikir yang tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku sangat penting bagi strategi
pemasaran karena melalui perilaku, penjualan dapat dilakukan dan keuntungan didapatkan.
Elemen utama dalam kerangka kerja konseptual perilaku konsumen ada empat, yaitu afeksi
(affect) dan kognisi (cognition), perilaku (behavior), lingkungan (environment) dan strategi
pemasaran (marketing strategy).
Menurut Kotler dan Keller (2009) perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana
individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang,
jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Perilaku
konsumen menurut Solomon (2009) adalah studi mengenenai proses memilih yang
mempengaruhi individu atau grup, dalam membeli, memakai atau tidak memakai produk,
jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan mereka.
2.2 Perilaku Pembelian Konsumen
Menurut Wilkie (1990), tipe perilaku konsumen dalam melakukan pembelian
dikelompokkan menjadi empat berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat
keterlibatan diferensiasi merek, yang dijelaskan sebagai Budget Allocation (Pengalokasian
budget), Product Purchase or Not (Membeli produk atau tidak), Store Patronage (Pemilihan
tempat untuk mendapatkan produk), Brand and Style Decision (Keputusan atas merek dan
gaya).Menurut Peter & Olson (2013) pengambilan keputusan konsumen (consumer decision
making) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk
mengevaluasi dua atau lebih perlaku alternative, dan memilih salah satu diantaranya. Hasil
dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan, yang disajikan secara kognitif sebagai
keinginan berperilaku.
2.3 Purchase Intention
Menurut Dodds (1991) dalam Fadilah dan Nirwan (2012) purchase intention adalah suatu
kecenderungan perilaku yang mengindikasikan tingkatan dari kemungkinan konsumen
mengikuti hasil dari persepsinya atas value produk. Intensi pembelian mengacu kepada
kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian brand tertentu (belch, 2004). Intensi
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
pembelian merupakan bagian dari komponen perilaku dalam sikap konsumen. Peter dan
Olson (2013) menyatakan bahwa sikap adalah perasaan seseorang terhadap suatu objek, yaitu
berhubungan dengan masalah suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Sikap menggambarkan
emosi dan perasaan seseorang menyebutnya sebagai “as primarily evaluative in nature” yaitu
menunjukkan penilaian langsung dan umum terhadap suatu produk, apakah produk itu disukai
atau tidak disukai, atau apakah produk itu baik atau buruk. Teori-teori sikap mengemukakan
bahwa sikap konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku atau tindakan
konsumen terhadap produk tersebut.
2.4 Product Involvement
Duncan (2005) mengkategorikan tingkat involvement ke dalam dua level yaitu high
involvement dan low involvement. Produk yang dinilai sebagai low involvement product
adalah sejumlah produk yang harganya relatif murah, memiliki tingkat frekuensi pembelian
yang cukup tinggi tanpa memperhitungkan terlalu banyak pertimbangan dan dinilai sebagai
produk yang memiliki resiko kegagalan pembelian yang rendah. Sebaliknya, untuk produk
yang dinilai sebagai high involvement product adalah sejumlah produk dimana konsumen
menilai adanya perbedaan diantara beberapa merek dan konsumenr rela melakukan sejumlah
pengorbanan dalam pengambilan keputusan sebelum pembelian produk dilakukan. Hal itu
dilakukan oleh konsumen karena produk dalam kategori ini adalah produk-produk dengan
harga yang relatif lebih mahal dan mampu menimbulkan dampak sosial yang lebih tinggi
dibandingkan dengan produk low involvement.
2.5 Kualitas Produk
Kotler (2010) menyatakan bahwa kualitas produk mencerminkan kemampuan produk
untuk menjalankan tugasnya yang mencakup daya tahan, kehandalan, kemajuan, kekuatan,
kemudahan dalam pengemasan dan reparasi produk dan ciri- ciri lainnya. Sedangkan menurut
Solomon (2009) Kualitas produk adalah seluruh kemampuan produk dalam memuaskan
konsumen. Dalam pemenuhan kepuasan tersebut mengandung kriteria seperti keamanan
produk, tingkat kesenangan, tahan lama, kemudahan dalam penggunaan, ketepatan,
kepercayaan, serbaguna, dan kebutuhan keamanan lainnya. Dari beberapa definisi diatas maka
dapat disimpulkan bahwa kualitas produk adalah kemampuan produk dalam memuaskan
konsumen dalam persepsi konsumen tersebut.
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
2.6 Konsep Cosmopolitanism
Merton (1957) dalam Parts dan Vida (2013) menyatakan Cosmopolitanism adalah
suatu pergeseran budaya dan persepsi konsumen. Cosmopolitanism adalah "warga dunia" -
individu yang berorientasi melampaui setiap kebudayaan atau lingkungan tertentu. Dengan
menekankan bahwa ada beberapa orang yang beranggapan bahwa mereka adalah bagian dari
warga dunia bukan dari warga bangsa tertentu, dimana mereka mempunyai orientasi yang
lebih luas dibandingkan komunitas lokalnya sendiri.
Keterbukaan budaya sebelumnya telah didefinisikan sebagai pengalaman individu
dengan dan keterbukaan terhadap orang-orang, nilai-nilai, dan artefak budaya lainnya
(Sharma et al, 1995). Konsep worldmindedness berbeda dari yang "keterbukaan budaya" dan
poin worldmindedness ke "pandangan dunia" masalah kemanusiaan (Shankarmahesh, 2006;
Skinner, 1988). Cannon dan Yaprak (2002) dalam Parts dan Vida (2013) mengidentifikasi
beberapa faktor mendorong konsumen kepada cosmopolitanism antara lain tekanan
persaingan, perubahan teknologi, dan komunikasi global. Oleh karena itu, cosmopolitanism
mempengaruhi konsumen sehingga konsumen secara aktif berpartisipaso dalam perubahan
budaya. Cosmopolitanism akan tercermin pada konsumen yang perilaku dalam mencoba
menggunakan produk atau jasa yang berasa dari luar negaranya, membaca atau mencari
informasi yang berasal dari luar negeri, dan mengapresiasikan berbagai komoditas budaya
lain. (Cleveland, Laroche, dan Papadopoulus, 2009; Riefler dan Diamantopoulus, 2009).
2.7 Consumer Ethnocentrism
Konsep ethnocentrism mencerminkan kecenderungan universal sekelompok orang
untuk memandang kelompoknya sebagai centre of universe, menginterpretasikan unit sosial
lainnya berdasarkan sudut pandang kelompoknya sendiri dan menolak orang-orang yang
secara kultural berbeda, sementara secara membabi buta menerima orang-orang yang secara
kultural sama dengan mereka (Tjiptono, 2005). Shimp dan Sharma (1987) dalam Parts dan
Vida (2013) mendefinisikan consumer ethnocentrism sebagai keyakinan konsumen
menyangkut kepatutan atau moralitas dalam pembelian produk buatan luar negeri. Shimp &
Sharma menyimpulkan bahwa konsumen ethnocentrism cenderung lebih menyukai brand
lokal dibandingkan brand asing (sekalipun brand asing lebih murah dan kualitasnya lebih
superior).
Konsumen ethnocentrism cenderung bangga dengan brand, simbol dan budaya
nasionalisnya (Steenkamp et al., 2003). Sejumlah riset menunjukkan bahwa consumer
ethnocentrism memainkan peran penting manakala produk dipersepsikan kurang penting dan
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
jika konsumen menganggap kesejahteraan nasional atau pribadi terancam dengan produk
asing (Sharma et al., 1995). Bagi konsumen ethnocentris, brand global cenderung
dipersepsikan sebagai ‘economic and cultural threats’ (Steenkamp et al., 2003). Konsumen
semacam ini bahkan bersedia mengorbankan manfaat objektif (Seperti kualitas yang lebih
baik, harga lebih murah, layanan yang lebih baik) demi menikmati manfaat psikologis dari
mempertahankan komitmen nasionalisme dengan membeli produk lokal.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan jurnal utama
yang diambil oleh penulis, yaitu Parts dan Vida (2013). Oleh karena itu, penelitian ini dapat
disebut replikasi studi dari penelitian terdahulu dengan penerapan di wilayah Indonesia.
Hipotesis menurut Malhotra (2010) adalah pernyatan yang belum terbukti atau proposisi
tentang sebuah faktir atau fenomena yang menjadi minat dari peneliti. Hipotesis dapat berupa
pernyataan sementara tentang hubungan antara dua atau lebih variabel sebagaimana tercantum
dalam kerangka teori atau model analisis. Seringkali, hipotesis adalah jawaban yang mungkin
terhadap pertanyaan penelitian.
Berdasarkan model penelitian yang digunakan pada literatur referensi, dapat
dikembangkan menjadi hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini, sebagai berikut:
Canon dan Yaprak (2002) mengidentifikasi beberapa faktor yang mendorong konsumen
kepada Cosmopolitanism antara lain tekanan persaingan, perubahan teknologi dan komunikasi
global. Oleh karena itu, Cosmopolitanism mempengaruhi konsumen sehingga konsumen
secara aktif berpartisipasi dalam perubahan kebudayaan. Cosmopolitanism akan tercermin
pada konsumen dalam perilakunya menggunakan produk atau jasa yang berasal dari negara
yang berbeda, menunjukan ketertarikan dalam berbagai produk yang berasal dari luar
negaranya, membaca atau mencari informasi yang berasal dari luar negeri, dan
mengapresiasikan berbagai macam komoditas budaya lain (Cleveland, Laroche dan
Papadopoulos 2009; Riefler dan Diamantopoulos 2009). Dari beberapa penelitian tersebut,
maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Cosmopolitanism (CP) memiliki pengaruh positif langsung terhadap foreign product
purchase behavior (FPPB).
Bertentangan dengan hal di atas, peran cosmopolitanism atau konstruksi terkait (misalnya,
keterbukaan budaya, internasionalisme, pikiran global, pikiran dunia, dll) sebagai pendorong
etnosentrisme konsumen telah banyak diteliti dalam literatur (Shankarmahesh, 2006).Rybina,
Liza (2010) mengidentifikasi bahwa Patriotism berpengaruh positif terhadap consumer
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
ethnocentrism. Sedangkan consumer ethnocentrism berpengaruh positif terhapad purchase
domestic behavior dan memiliki pengaruh negatif terhadap foreign purchase behavior. Dan
memiliki hubungan negatif terhadap cosmopolitanism. Dari beberapa penelitian diatas, maka
peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Cosmopolitanism (CP) memiliki pengaruh negatif langsung terhadap Consumer
ethnocentrism (CE).
Lee dan Chen (2008) dalam Parts dan Vida (2013) menyimpulkan bahwa konsumen
dengan pemikiran pengetahuan luas memiliki preferensi untuk memilih produk asing
dibandingkan produk dalam negeri. Fakta ini dikonfirmasi dengan menggunakan efek tidak
langsung oleh Rawwas et al. (1996) dalam Parts dan Vida (2013). Zhongqi (2015)
menyatakan bahwa Cosmopolitanism lebih memiliki pengaruh terhadap Foreign Product
Country Image pada negara berkembang. Dari temuan tersebut, maka peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut:
H3 : Cosmopolitanism (CP) memiliki hubungan negatif langsung terhadap Domestic
product quality (PQ).
Bagi konsumen ethnocentris, brand global cenderung dipersepsikan sebagai ‘economic
and cultural threats’ (Steenkamp et al., 2003). Konsumen semacam ini bahkan bersedia
mengorbankan manfaat objektif (Seperti kualitas yang lebih baik, harga lebih murah, layanan
yang lebih baik) demi menikmati manfaat psikologis dari mempertahankan komitmen
nasionalisme dengan membeli produk lokal. Ang et al. (2004) yang menyatakan bahwa
semakin parah krisis ekonomi yang dialami sebuah negara, semakin ethnocentris konsumen
di negara yang bersangkutan. Tjiptono (2005) yang menyatakan bahwa semakin ethnocentris
seorang konsumen, semakin berminat membeli brand lokal. Dari temuan tersebut, maka
peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H4 : Consumer ethnocentrism (CE) memiliki hubungan positif langsung terhadap
Domestic product quality (PQ).
Sementara itu, sejumlah riset lainnya menyimpulkan bahwa brand lokal lebih disukai
dibandingkan brand asing (Zhao dan Hui, 2003). Faktor-faktor yang berkontribusi pada
fenomena semacam ini diantaranya adalah ethnocentrism, consumer patrotism, consumen
nasionalism, country-of-origin effects, local icon value, perceived risk terhadap produk asing,
perbaikan kualitas produk lokal dan sebaginya. Secara umum, brand global cenderung lebih
sukses dalam kategori produk yang sifatnya high-profile dan high invoivement, sementara
brand lokal lebih disukai konsumen untuk everyday product (Johanson dan Ronkainen,
2004). Banyak riset country of origin yang menemukan bahwa konsumen cenderung lebih
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
menyukai brand dan produk buatan negaranya sendiri (Rawwas et al.,1996) dalam Parts dan
Vida (2013). Dari temuan tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H5 : Consumer ethnocentrism (CE) memiliki hubungan positif langsung terhadap
Domestic product purchase intentions (INT).
Dalam beberapa riset penelitian kualitas produk dalam negeri telah menjadi faktor
penting yang mempengaruhi keputusan pembelian produk domestic. Variabel evaluatif pada
pengukuran niat pembelian memiliki hubungan tidak langsung kualitas produk (Hui dan
Zhou, 2002) dalam Parts dan Vida (2013). Pecotich dan Rosenthal (2001) menyelidiki dalam
konteks efek etnosentrisme konsumen di negara asal pada jumlah isyarat ekstrinsik yang
mempengaruhi evaluasi kualitas produk. Dari temuan tersebut, maka peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut:
H6 : Domestic product quality (PQ) memiliki hubungan positif langsung terhadap
Domestic product purchase intentions (INT).
Pembelian produk domestik berhubungan negatif dengan perilaku pembelian produk
asing (FPPB). Orang yang memiliki minat pembelian yang lebih besar pada produk dalam
negeri biasanya lebih suka membeli produk domestik dalam setiap keputusan pembeliannya.
(Balabanis dan Diamantopoulos, 2004) dalam Parts dan Vida (2013). Crawford dan Lamb
(1982) dalam Parts dan Vida (2013) meneliti efek dari worldmindedness terhadap kemauan
pembelian produk asing pada objek pembeli profesional, menemukan bahwa sikap individu
yang terbuka terhadap negara-negara asing berkaitan dengan kesediaan seseorang untuk
membeli produk dari negara-negara tersebut. Dari temuan tersebut, maka peneliti
mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H7 : Domestic product purchase intentions (INT).memiliki hubungan negatif langsung
terhadap foreign product purchase behavior (FPPB).
Metode analisa SEM yang digunakan adalah pendekatan CFA. Dalam pendekatan CFA
ini peneliti melakukan spesifikasi terlebih dahulu untuk model rinci yang menunjukan
hubungan antara variabel laten dan variabel teramati. Hubungan ini bersifat reflektif, yang
mempunyai pengertiani bahwa variabel-variabel teramati merupakan refleksi dari variabel-
variabel laten terkait. Tahap selanjutnya dari two-step approach setelah melakukan analisis
Confirmatory Factor Analysis (CFA) adalah menambahkan model struktural aslinya pada
model CFA hasil tahap pertama untuk menghasilkan model hybrid. Model hybrid ini
kemudian dianalisis untuk melihat kecocokan model secara keseluruhan serta evaluasi
terhadap model strukturalnya. Analisis terhadap model ini terdiri dariChi-Square, RMSEA,
GFI, NNFI, NFI, AGFI, RFI, IFI, CFI, dan Parsimonious Goodness of Fit yang tercetak
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
sebagai Goodness of Fit Statistics memenuhi berbagai ukuran-ukuran yang menunjukkan
kecocokan yang baik atau tidak.
Tahap respesifikasi model dilakukan berdasarkan hasil uji pada model pengukuran
maupun struktural. Respesifikasi merupakan langkah berikutnya setelah uji kecocokan
dilaksanakan (Wijanto, 2008). Pada tahap ini dilakukan terhadap model penelitian jika
terdapat nilai estimasi melebihi batas yang dapat diterima, kecocokan keseluruhan model
yang belum cukup baik, validitas model yang belum baik, dan reliabilitas model yang belum
cukup baik. Dengan kata lain jika uji kecocokan akan diulang dari awal dengan memperbaiki
beberapa masalah di dalamnya.Tahap respesifikasi diperlukan sehingga mendapatkan model
yang paling fit, baik pada model pengukuran maupun structural.
Setelah pengolahan data dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis
apakah hipotesis yang telah dibuat sebelumnya didukung oleh data yang telah didapat.
Analisis pengujian hipotesis dilakukan dengan tingkat signifikansi 5% sehingga menghasilkan
nilai kritis t adalah ± 1,645. Hipotesis diterima apabila nilai-t yang didapat ≥ 1,645;
sedangkan hipotesis ditolak apabila nilai-t yang didapat ≤ -1,645.
4. Hasil Penelitian
4.1 Profil Responden
Setelah mendapatkan hasil survey penelitian dikumpulkan sebanyak 187 responden,
maka dilakukan analisa deskriptif untuk mendapatkan karakteristik demografi penelitian ini.
Karakteristik yang dijadikan pengukur diantaranya; jenis kelamin, usia, pekerjaan,
pengeluaran perbulan, dan pendidikan formal terakhir.
Tabel 4.1 Persentase Profil Responden
No Karakteristik Demografi Kategori Frekuensi (orang) Persentase
1 Jenis Kelamin 1.1 Pria 89 48% 1.2 Wanita 98 39%
2 Usia 2.1 21 - 30 tahun 109 58% 2.2 31 - 40 tahun 47 25% 2.3 ≥ 41 tahun 31 17%
3 Pekerjaan
3.1 Karyawan swasta 120 64% 3.2 Mahasiswa / freelance 30 16% 3.3 Pegawai negeri 13 7% 3.4 Wiraswasta 11 6% 3.5 Lain - lain 13 7%
4 Pengeluaran Perbulan
4.1 Rp 2.500.000 - Rp 3.500.000 90 48% 4.2 Rp 3.500.001 - Rp 4.500.000 22 12% 4.3 Rp 4.500.001 - Rp 5.500.000 21 11% 4.4 ≥ Rp 5.500.001 54 29%
Sumber: Hasil olahan peneliti
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
No Karakteristik Demografi Kategori Frekuensi(orang) Persentase
5 Pendidikan Formal Terakhir
5.1 SMA 36 19% 5.2 D3 56 30% 5.3 S1 82 44% 5.4 S2 13 7%
Sumber: Hasil olahan peneliti
4.2 Uji Model Pengukuran SEM
Berdasarkan pengolahan dapat uji model SEM olah pertama terdapat 1 butir pertanyaan
yang tidak lolos uji validitas model pengukuran dengan memiliki nilai SLF sebesar 0,28,
sehingga dapat dipertimbangkan untuk dilakukan respesifikasi dengan mengeliminasi butir
pertanyaan CP5. Untuk uji Reliabilitas pengukuran pertama nilai Construct Reliability dan
Variance extrated menunjukkan variabel cosmopolitanism memiliki nilai memenuhi syarat
reliabilitas model pengukuran dengan nilai Construct Reliability 0,807013. Namun nilai
Variance extrated yang dihasilkan tidak memenuhi syarat >0,50 dengan nilai 0,47632. Untuk
mendapatkan nilai VE yang memenuhi syarat perlu dilakukan uji reliabilitas ulang dengan
mengeliminasi indikator pertanyaan yang tidak lolos uji reliability. Untuk variabel consumer
ethnocentrism, Foreign Purchase Behavior, Domestic Product Quality dan Domestic
Purchase Intentions telah memenuhi syarat reliabilitas model pengukuran dengan nilai
Construct Reliability dan nilai Variance extrated yang dihasilkan juga sudah baik >0,50.
Pada penelitian ini dilakukan respesifikasi karena jika nilai t-value berada pada nilai
≥1,645 maka dapat dinyatakan bahwa indikator tersebut sudah valid. Sedangkan syarat
lainnya, indikator harus memenuhi nilai SLF ≥0,5, namun Igbaria et al (1997) mengemukakan
bahwa indikator dapat dipertimbangkan (tidak dihapus) dengan batas SLF ≥0,3. Jika nilai dari
salah satu uji diatas berada dibawah batas minimal, maka indikator tersebut akan dieleminasi
dan tidak dikut sertakan pada olah selanjutnya. Dari teori tersebut, maka uji model
pengukuran olah data yang kedua dilakukan karena hasil pengolahan lisrel dari olah data
pertama terdapat variabel yang menunjukkan hasil reliabilitas dibawah 0,05. Variabel yang
kurang reliable adalah CP5 yaitu keinginan responden untuk mempelajari cara hidup yang
lain sebesar 0,47632. Berdasarkan hasil tersebut, maka perlu dilakukan uji model pengukuran
olah data kedua dengan tidak dengan tidak menggunakan indikator CP5.
Berdasarkan pengolahan dapat uji model SEM olah kedua variabel cosmopolitanism,
consumer ethnocentrism, Foreign Purchase Behavior, Domestic Product Quality dan
Domestic Purchase Intentions telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas model
pengukuran dengan nilai Construct Reliability dan nilai Variance extrated yang dihasilkan
juga sudah baik.
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
4.3 Analisis Model Struktural
Setelah menganalisis model pengukuran langkah selanjutnya adalah menganalisa model
structural. Tahap sebelumnya telah diestimasi uji kecocokan model pengukuran dengan dua
kali respesifikasi untuk mendapatkan model yang fit. Pada model structural juga akan diuji
kembali kecocokan modelnya (GOF). Pada penelitian ini nilai Goodness of Fit yaitu 0,86 dan
Chi-Square yaitu 307,55 berada di interval Marginal Fit. Sedangkan nilai RMSEA yaitu
0,069 berada pada interval Good Fit.
4.4 Analisis Pengaruh
Dalam penelitian ini menguji tujuh hipotesis. Analisis hipotesa dilakukan dengan melihat
hasil uji t-value dari analisa model struktural yang telah dilakukan, di mana nilai uji t-value >
1,645 atau < -1,645 maka hipotesis tersebut bisa diterima (didukung oleh data). Sebaliknya
bila nilai t-value < 1,645 maka hipotesis tersebut ditolak (tidak didukung data).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa H1 ditolak berdasarkan uji SEM nilai t-value
hubungan untuk hipotesis pertama nilainya kurang dari t-value (1,645) yaitu 1,17. Hal ini
menunjukan bahwa cosmopolitanism tidak memiliki pengaruh positif langsung terhadap
foreign product purchase behavior. Untuk H2 ditolak berdasarkan uji SEM nilai t-value
hubungan untuk hipotesis kedua nilainya kurang dari t-value (1,645) yaitu -1,00. Hal ini
menunjukan bahwa cosmopolitanism tidak memiliki pengaruh negatif langsung terhadap
consumer ethnocentrism. Untuk Hipotesis H3 ditolak berdasarkan uji SEM nilai t-value
hubungan untuk hipotesis ketiga nilainya kurang dari syarat t-value yaitu (1,645) yaitu -0,51.
Hal ini menunjukan bahwa cosmopolitanism tidak memiliki pengaruh negatif langsung
terhadap domestic product quality. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Parts (2013) bahwa tidak terdapat pengaruh negatif
langsung antara cosmopolitanism terhadap domestic product quality. Untuk H4 diterima
berdasarkan uji SEM nilai t-value hubungan untuk hipotesis keempat nilainya melebihi dari
syarat t-value (1,645) yaitu sebesar 2,00. Hasil ini menunjukan bahwa consumer
ethnocentrism memiliki hubungan positif langsung terhadap domestic product quality. Sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Parts dan Vida (2013) bahwa terdapat pengaruh
positif langsung antara consumer ethnocentrism terhadap domestic product quality. H5
diterima berdasarkan uji SEM nilai t-value hubungan untuk hipotesis kelima nilainya kurang
dari syarat t-value yaitu (1,645) yaitu 2,13. Hal ini menunjukan bahwa consumer
ethnocentrism memiliki hubungan positif langsung terhadap domestic product purchase
intentions.
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
Untuk hipotesis keenam diterima berdasarkan uji SEM nilai t-value hubungan untuk
hipotesis keenam nilainya melebihi dari syarat t-value yaitu sebesar 4,33. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa domestic product quality memiliki hubungan positif langsung terhadap
domestic product purchase intentions. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Parts dan Vida (2013) bahwa terdapat domestic product quality memiliki hubungan positif
langsung terhadap domestic product purchase intentions. Untuk hipotesis ketujuh diterima
berdasarkan uji SEM nilai t-value hubungan untuk hipotesis ketujuh nilainya melebihi dari
syarat t-value yaitu sebesar -4,22. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa domestic product
purchase intentions memiliki hubungan negatif langsung terhadap foreign product purchase
behavior. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Parts dan Vida (2013) bahwa
product purchase intentions memiliki hubungan negatif langsung terhadap foreign product
purchase behavior.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dibahas pada Bab 4 sebelumnya, dibuat
kesimpulan untuk menjawab tujuan penelitian, antara lain:
1. Cosmopolitanism tidak berpengaruh positif yang signifikan terhadap foreign product
purchase behavior. Pengaruh yang tidak signifikan tersebut mengindikasikan bahwa
Cosmopolitanism yang tinggi belum tentu menjadikan konsumen memiliki sikap foreign
product purchase behavior yang tinggi. Cosmopolitanism dalam penelitian ini tidak
menjadikan konsumen memiliki sikap pembelian yang cenderung condong pada produk
asing lebih baik dibandingkan produk domestik
2. Cosmopolitanism tidak memiliki pengaruh negatif langsung yang signifikan terhadap
Consumer ethnocentrism. Cosmopolitanism yang definisikan sebagai keterbukaan
terhadap kebudayaan asing, internasionalisme, pikiran dunia, keduniawian atau
keterbukaan global bertolak belakang dengan consumer ethnocentrism sebagai keyakinan
konsumen menyangkut kepatutan atau moralitas dalam pembelian produk buatan luar
negeri.
3. Cosmopolitanism tidak memiliki pengaruh negatif langsung yang signifikan terhadap
domestic product quality. Cosmopolitanism pada penelitian ini memiliki pengaruh negatif
yang tidak signifikan terhadap kualitas produk Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa gaya
cosmopolitanism tidak mempengaruhi seseorang dalam menilai kualitas produk fashion
dalam negeri.
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
4. Consumer ethnocentrism berpengaruh signifikan terhadap domestic product quality. Sikap
ethnocentrism dimana konsumen memiliki keyakinan pada moralitas dalam pembelian
produk buatan lokal yang tinggi akan membuat konsumen tersebut menilai kualitas
produk fashion di Indonesia juga tinggi. Kecenderungan untuk makin tumbuhnya rasa
cinta atau patriotisme terhadap produk lokal daripada produk luar negeri sejalan dengan
meningkatnya kualitas produk lokal.
5. Consumer ethnocentrism memiliki pengaruh yang signifikan tehadap domestic product
purchase intentions. Sikap ethnocentrism tinggi sejalan dengan minat beli konsumen
tersebut untuk membeli produk fashion asal Indonesia. Dengan tumbuhnya rasa cinta
terhadap produk lokal dan perasaan bersalah ketika memakai produk luar negeri
berbanding lurus terhadap keinginan dari konsumen untuk mengkomsumsi produk lokal
sehingga produk lokal dapat menguasai pasar domestik dan menjadi dominan di negeri
sendiri.
6. Domestic product quality memiliki pengaruh yang signifikan tehadap domestic product
purchase intentions. Kualitas produk fashion yang tinggi akan mempengaruhi konsumen
untuk melakukan pembelian produk domestik. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan
meningkatnya kualitas dan produk lokal setara dengan produk luar negeri maka makin
meningkat pula keinginan untuk konsumen untuk membeli produk lokal tersebut daripada
produk luar negeri yang umumnya harga lebih mahal.
7. Domestic product purchase intentions berpengaruh negatif yang signifikan terhadap
foreign product purchase behavior. Konsumen yang memiliki keseringan pembelian
produk asing maka akan cenderung memiliki minat pembelian produk domestik yang
rendah. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya minat konsumsi produk
dalam negeri maka tingkat pembelian terhadap produk luar negeri makin rendah.
6. Implikasi Manajerial
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diberikan beberapa saran yang bersifat praktis
dan terkait dengan fashion produk di Jabodetabek, yaitu:
1) Produk fashion asal Indonesia harus memperbaiki persepsi kualitas produk domestik
karena kualitas produk mempengaruhi minat beli konsumen terhadap produk fashion
domestik.
2) Hasil penelitian ini dapat menjadi dapat menjadi referensi bagi pengusaha lokal mapun
maupun pengusaha kecil dan menengah untuk meningkatkan kualitas produk lokal agar
mampu bersaing terhadap produk luar negeri dan menjadi dominan di pasar domestik.
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
7. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dalam pelaksanaannya, sehingga
berpengaruh terhadap hasil penelitian yang diperoleh secara keseluruhan. Keterbatasan-
keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:
1) Penelitian mengenai pengaruh cosmopolitanism, consumer ethnocentrism, domestic
product quality, purchase intentions dan foreign product purchase behavior hanya
dilakukan di pada satu produk fashion saja. Kategori fashion yang diambil penulis untuk
menjadi unit analisis hanya pakaian, sepatu dan tas.
2) Objek penelitian ini didominasi oleh responden kalangan muda yaitu usia 21 hingga 30
tahun namun memiliki pengeluran per bulan hanya pada skala Rp 2.500.000,- hingga Rp
3.500.000,-.
3) Sebagian pengisian kuesioner ini sebagian besar disebarkan melalui fasilitas Google
Form. Serta jumlah kuesioner yang diperoleh dan layak untuk diujikan adalah sebanyak
187 kuesioner.
8. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya yang didasarkan pada keterbatasan pelaksanaan dan hasil
yang diperoleh dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1) Pada penelitian ini cosmopolitanism tidak berpengaruh negatif yang signifikan terhadap
consumer ethnocentrism maka penelitian selanjutnya hendaknya mengambil sampel
responden pada satu segmentasi, misalnya kelas sosial atas.
2) Dari hasil penelitian ini tidak terdapat pengaruh yang signifikan mengenai
cosmopolitanism terhadap foreign purchase behavior. Penulis menyarankan agar
penelitian mengenai cosmopolitanism mengambil unit analisis produk yang lebih tinggi
tingkat involvement seperti produk elektronik (handphone, televisi, air conditioner, dll)
atau furniture.
3) Penelitian juga hendaknya dilakukan pada konsumen atau narasumber ahli dengan tingkat
sosial dan pendidikan yang lebih tinggi sehingga memiliki wawasan yang lebih luas
mengenai produk asing dengan metode kualitatif.
4) Penelitian selanjutnya hendaknya melakukan modifikasi lebih lanjut terhadap model
penelitian seperti melakukan penelitian mengenai pengaruh cosmopolitanism saja
ataupun meneliti mengenai consumer ethnocentrims saja agar mendapatkan hasil yang
lebih fokus.
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
9. Daftar Referensi Altintas, M.H, Kurtulmusoglu F.B, Kaufman H.R, dkk. 2013. The Development and Validation of Consumer Cosmopolitanism Scare : The Polar Opposite of Xenophobic Attitude. Economic Research 26(1) : 137-154
Assael, Henry. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action. Boston: PWSKENT Publishing Company: 194-221
Castel, Manuel, 2000. “The Rise of the Fourth World”, dalam David Held and Anthony McGrew (eds.), 2000. The Global Transformations: A Reader. Cambridge: Polity Press.
Duncan, Tom, 2005, Principle Of Advertising and IMC, International Edition, Second Edition, McGrawHill, New York.
Fadila, Dewi dan Rasyid Nirwan. 2012. Pengaruh Ethnosentrisme Konsumen Terhadap Keterlibatan Pengambilan Keputusan Pembelian Produk. Jurnal Orasi Bisnis Edisi ke-VII, Mei 2012.
Garvin, A (1984). What Does “Product Quality” Really Mean?. Sloan Management Review. 26,1. Proquest Database
Hair, J.F, Anderson, R.E, Tatham, R.L, Black, W.C.2006. Multivariate Data Analysis 6th edition. Prentice Pp.I, New Jersey
Jorg, Rossel and Julia H. Schroedter. 2015. Cosmopolitan cultural consumption: Preferences and practices in a heterogenous, urban population in Switzerland. journal homepage: elsevier, Switzerland
Johanson, J.K. and A.A.Romkainen. 2003. “Global brands: Does Familiarity Breed Contempt? Jain,S.C.(ed), Handbook of Research in Internacional Marketing. Cheltenham.UK; Edgard Elgar
Kotler, P. Armstrong G (2010). Principles of Marketing. Pearson Prentice Hall. Thirteen Edition. New Jersey.
Kotler, Philip, and Kevin Lane Keller. 2009. Marketing management. Upper Saddle River, N.J.: Pearson Prentice Hall.
Lawrence, Steven J. 2012. Consumer Xenocentrismand and Consumer Cosmopolitanism : The Development and Validation of Scale of Construct Influencing Attitudes Towards Foreign Product Consumption. Bussiness Administration Dissertasi. Detroit, Michigan : 45
Malhotra, N. (2010). Marketing Research: An Applied Orientation, 6th Edition, USA: Prentice Hall
Parts, Oliver dan Irena Vida. 2013. The Effects of Cosmopolitanism on Consumer Ethnocentrism, Product Quality, Purchase Intentions and Foreign Product Purchases Behavior. International Journal of Business and Social Research (IJBSR), Volume -3, No.-11.
Peter, J. P., & Olson, J. C. (2013). Consumer Behavior and Marketing Strategy, Ninth Edition. Boston: McGraw-Hill/Irwin.
Riefler, Petra, Adamantios Diamantopoulos and Judy A Siguaw. 2012. Cosmopolitan consumers as a target group for segmentation. Journal of International Business Studies (2012) 43, 285–305
Rybina, Liza and James Reardon, Janet Humphrey. 2010. Patriotism, Cosmopolitanism, Consumer Ethnocentrism and Purchase Behavior in Kazakhstan. Organizations and Market in Emerging Economies. Vol 1, No.2
Sadat, Andi M. 2009. Brand Belief: Strategi Membangun Merek Berbasis Keyakinan. Penerbit Salemba Empat: Jakarta.
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
Sitinjak, Tumpal. J. R dan Sugiarto. (2006). Lisrel. Graha Ilmu, Jakarta.
Suryadi, Nanang dan Hendrawan Dimas. 2010. Kecenderungan Etnosentrisme, Sikap dan Intensi Konsumen dalam Membeli Produk Sepatu UKM. Jurnal Aplikasi Manajemen. Volume 8 No. 2.
Solomon, R. Michael. (2009). Customer Behaviour: A European Perspective. Financial Times Prentice Hall, New Jersey.
Steekamp, J.B.E.M.; Batra and D.L.Alden. 2003. How Perceived Brand Globalness Creates Brand Value. Journal of Internacional Business Studies. 34. 53-65.
Tjiptono. 2005. Brand Management & Strategy. Edisi Pertama. Penerbit ANDI, Yogyakarta
Wijanto, Setyo Hari. 2008. Structural Equation Modeling dengan LISREL 8.8 Konsep dan Tutorial. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Wilkie, W.L. 1994. Customer Behavior, Third Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Mulyono, B.H (2008). Analisis Pengaruh Kualitas Produk dan Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Konsumen (Studi Kasus : Perumahan Puri Mediterania Semarang). (Tesis) Universitas Diponogoro. Semarang
Kompas (2014), “Jakarta Memang Kota Belanja”, available at: www.properti.kompas.com/sread.htm, diakses tanggal 4 April 2015
Cermat Bidik Pasar, Bisnis Fashion Berkibar., 2013, http://uai.ac.id/2013/03/05/cermat-bidik-pasar-bisnis-fashion-berkibar/, diakses tanggal 4 April 2015
Ishlahuddin., 2014, Konsumen Indonesia Selalu Ingin Jadi yang Pertama, http://m.koran-sindo.com/node/316293, diakses tanggal 20 April 2015.
Wonderfull Indonesia (2013), Kliping Berita – Pusat Komunikasi Publik, http://pkp.parekraf.go.id/oldlook/attachments/ , diakses tanggal 20 April 2015.
10. Lampiran Uji validitas model SEM olah pertama :
Variabel Butir Pertanyaan SLF T-Value Validitas
Cosmopolitanism
CP1 0,71 10,34 Baik dan memenuhi syarat CP2 0,82 12,67 Baik dan memenuhi syarat CP3 0,7 10,33 Baik dan memenuhi syarat CP4 0,79 11,95 Baik dan memenuhi syarat CP5 0,28 3,61 Tidak memenuhi syarat
Consumer Ethnocentrism
CE1 0,71 10,68 Baik dan memenuhi syarat CE2 0,86 14,04 Baik dan memenuhi syarat CE3 0,83 13,34 Baik dan memenuhi syarat CE4 0,58 8,28 Baik dan memenuhi syarat CE5 0,7 10,52 Baik dan memenuhi syarat
Foreign Purchase Behavior
FPPB1 0,89 14,69 Baik dan memenuhi syarat FPPB2 0,82 13,18 Baik dan memenuhi syarat FPPB3 0,87 14,2 Baik dan memenuhi syarat
Domestic Quality PQ1 0,87 14,7 Baik dan memenuhi syarat PQ2 0,92 16,12 Baik dan memenuhi syarat PQ3 0,88 14,85 Baik dan memenuhi syarat
Domestic Purchase Intentions
INT1 0,88 14,52 Baik dan memenuhi syarat INT2 0,89 15,13 Baik dan memenuhi syarat INT3 0,85 14,06 Baik dan memenuhi syarat INT4 0,81 13,11 Baik dan memenuhi syarat INT5 0,78 12,41 Baik dan memenuhi syarat
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
Uji reliabilitas model SEM olah pertama : Indikator Nilai CR Nilai VE
Cosmopolitanism 0,8070138 0,4763247 Consumer Ethnocentrism 0,86025 0,5563622 Foreign Purchase Behavior 0,8951105 0,7401213 Product Quality 0,9199886 0,7931748 Domestic Product Intention 0,9217688 0,7025176
Uji validitas model SEM olah kedua:
Variabel Butir Pertanyaan SLF T-Value Validitas
Cosmopolitanism
CP1 0,71 10,38 Baik dan memenuhi syarat CP2 0,82 12,62 Baik dan memenuhi syarat CP3 0,71 10,43 Baik dan memenuhi syarat CP4 0,78 11,75 Baik dan memenuhi syarat
Consumer Ethnocentrism
CE1 0,7 10,68 Baik dan memenuhi syarat CE2 0,86 14,04 Baik dan memenuhi syarat CE3 0,83 13,34 Baik dan memenuhi syarat CE4 0,58 8,28 Baik dan memenuhi syarat CE5 0,7 10,52 Baik dan memenuhi syarat
Foreign Purchase Behavior
FPPB1 0,89 14,69 Baik dan memenuhi syarat FPPB2 0,82 13,18 Baik dan memenuhi syarat FPPB3 0,87 14,21 Baik dan memenuhi syarat
Domestic Quality PQ1 0,87 14,7 Baik dan memenuhi syarat PQ2 0,92 16,12 Baik dan memenuhi syarat PQ3 0,88 14,85 Baik dan memenuhi syarat
Domestic Purchase Intentions
INT1 0,86 14,52 Baik dan memenuhi syarat INT2 0,89 15,13 Baik dan memenuhi syarat INT3 0,85 14,06 Baik dan memenuhi syarat INT4 0,81 13,11 Baik dan memenuhi syarat INT5 0,78 12,41 Baik dan memenuhi syarat
Uji reliabilitas model SEM olah kedua :
Indikator Nilai CR Nilai VE
Cosmopolitanism 0,8428894 0,573828 Consumer Ethnocentrism 0,8597039 0,5552425 Foreign Purchase Behavior 0,8939085 0,7376635 Product Quality 0,9199886 0,7931748 Domestic Product Intention 0,9217688 0,7025176
Analisis Goodness of Fit :
GOF Indikator Kriteria Nilai Keterangan
Absolute Fit Index
Chi-Square 307,55 Marginal Fit
Goodness of Fit Index (GFI)
GFI > 0,90 (Good Fit) 0,86 Marginal Fit 0,80 > GFI < 0,90 (Marginal Fit)
GFI < 0,80 (Poor Fit)
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
≤0,05 (Close Fit) 0,069 Good Fit ≤0,08 (Good Fit)
≥0,08 (Marginal Fit)
Incremental Fit Index
Adjusted Goodness of Fit (AGFI)
≥0,90 (Good Fit) 0,82 Marginal Fit
0,08≤ x ≤0,90 (Marginal Fit)
Normed Fit Index (NFI)
≥0,90 (Good Fit) 0,87 Marginal Fit 0,08≤ x ≤0,90 (Marginal Fit)
Comparative Fit Index (CFI)
≥0,90 (Good Fit) 0,93 Good Fit
0,80≤ x ≤0,90 (Marginal Fit) Incremental Fit Index (IFI)
≥0,90 (Good Fit) 0,93 Good Fit
0,80≤ x ≤0,90 (Marginal Fit) Relative Fit Index (RFI)
≥0,90 (Good Fit) 0,85 Marginal Fit
0,80≤ x ≤0,90 (Marginal Fit)
Parsimonious Fit Index
Independence AIC Model AIC < Saturated AIC
2520,57 Good Fit Model AIC 401,57
Saturated AIC 420 Independence CAIC
Model CAIC < Saturated CAIC 2605,19
Good Fit Model CAIC 600,43 Saturated CAIC 1308,53 Saturated ECVI Saturated ECVI < Independence
ECVI 2,16
Good Fit Independence ECVI 13,55 Parsimonious Goodness of Fit Index (PGFI)
>0,60 (Good Fit) 0,75 Good Fit
Incremental Fit Index
Adjusted Goodness of Fit (AGFI)
≥0,90 (Good Fit) 0,82 Marginal Fit 0,08≤ x ≤0,90 (Marginal Fit)
Normed Fit Index (NFI)
≥0,90 (Good Fit) 0,87 Marginal Fit
0,08≤ x ≤0,90 (Marginal Fit) Comparative Fit Index (CFI)
≥0,90 (Good Fit) 0,93 Good Fit
0,80≤ x ≤0,90 (Marginal Fit) Incremental Fit Index (IFI)
≥0,90 (Good Fit) 0,93 Good Fit
0,80≤ x ≤0,90 (Marginal Fit) Relative Fit Index (RFI)
≥0,90 (Good Fit) 0,85 Marginal Fit 0,80≤ x ≤0,90 (Marginal Fit)
Parsimonious Fit Index
Independence AIC Model AIC < Saturated AIC
2520,57 Good Fit Model AIC 401,57
Saturated AIC 420 Independence CAIC
Model CAIC < Saturated CAIC 2605,19
Good Fit Model CAIC 600,43 Saturated CAIC 1308,53 Saturated ECVI Saturated ECVI < Independence
ECVI 2,16
Good Fit Independence ECVI 13,55 Parsimonious Goodness of Fit Index (PGFI)
>0,60 (Good Fit) 0,75 Good Fit
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015
Hasil Uji t-value SEM :
No Path T-Value Keterangan Hasil 1 CP � FPPB 1,01 Tidak Signifikan H01 diterima 2 CP �CE -1 Tidak Signifikan H02 diterima 3 CP � PQ -0,51 Tidak Signifikan H03 diterima 4 CE � PQ 2 Signifikan H04 ditolak 5 CE �INT 2,13 Signifikan H05 ditolak 6 PQ �INT 3,8 Signifikan H06 ditolak 7 INT � FPPB -4,03 Signifikan H07 ditolak
Pengaruh cosmopolitanism ..., Naomi Tessania, FEB UI, 2015