perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TESIS
ANALISIS EKSPRESI ONKOGEN BCL-2 PADA
ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII
SITA DANISWATI UTARI
NIM : S5805005
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD Dr.MOEWARDI SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS EKSPRESI ONKOGEN BCL-2 PADA
ENDOMETRIOMA DENGAN KARSINOMA OVARII
TESIS Karya Akhir
Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dibacakan di Hadapan Panitia Ujian Tesis
Pada Hari : Rabu
Tanggal : 14 Juli 2010
Jam : 10.00 WIB
OLEH
SITA DANISWATI UTARI
NIM : S5805005
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui
Tanggal : 07 April 2011
Oleh :
Pembimbing Utama
Prof. Dr. KRMT. Tedjo Danoedjo Oepomo,dr. SpOG (K)
NIP : 19460120 197303 1 001
Pembimbing I
Dyah Ratna Budiani, Dra. M.Si
NIP : 19670215 199403 2001
Pembimbing II
Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr, Sp PA (K)
NIP : 19490317 197609 1001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
Telah diuji pada ujian proposal
Tanggal : 14 April 2010
PANITIA UJIAN PROPOSAL
Ketua : Prof. Dr. KRMT Tedjo Danoedjo, dr. SpOG ( K )
Anggota :
1.Dr. Hj. Sri Sulistyowati, dr. SpOG ( K )
2.Dyah Ratna Budiani, Dra. M. Si
3.Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr. SpPA ( K )
4.Dr. Soetrisno, dr. SpOG ( K )
5.M. Arief T.q, dr. MS
Telah diuji pada ujian tesis
Tanggal : 14 Juli 2010
PANITIA UJIAN TESIS
Ketua : Dr. Hj. Sri Sulistyowati, dr. SpOG ( K )
Anggota :
1.Prof. Dr. KRMT Tedjo Danoedjo, dr. SpOG ( K )
2.Dyah Ratna Budiani, Dra. M. Si
3.Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr. SpPA ( K )
4.Dr. Soetrisno, dr. SpOG ( K )
5.M. Arief T.q, dr. MS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Salam Sejahtera
Puji Tuhan, hanya oleh berkat dan kasih Tuhan Yesus Kristus yang telah setia
memberi kekuatan dan kesabaran sehingga saya dapat menjalani dan menyelesaikan
program pendidikan dokter spesialis bidang Obstetri dan Ginekologi serta
menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan rasa hormat yang
setinggi-tingginya dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang
terhormat:
Prof. Dr.KRMT. Tedjo Danudjo Oepomo,dr.SpOGK.( Fer. ) sebagai
pembimbing utama, yang telah dengan sabar berkenan memberikan bimbingan,
arahan, memecahkan masalah yang timbul dan ikut membantu penyelesaian
penelitian ini.
Dra. Dyah Ratna Budiani, M.Si sebagai pembimbing I, memberi bimbingan
dan arahan demi kesempurnaan penelitian ini.
Prof.Dr.Ambar Mudigdo,dr SpPA(K) sebagai pembimbing II, memberi
bimbingan dan arahan demi kesempurnaan penelitian ini.
Dr Hj.Sri Sulistyowati, dr. SpOG(K) atas kesediaan beliau menjadi
koordinator, di tengah kesibukan beliau yang begitu padat masih berkenan
meluangkan waktu untuk memberi petunjuk, dan dorongan dalam menyelesaikan
penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof. Dr. Syamsulhadi, dr.
SpKJ yang telah memberi izin dan kesempatan pada saya untuk mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof. Dr. H.
A.A Subijanto, dr. MS yang telah memberi izin dan kesempatan mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta Basoeki Soetardjo,drg beserta
semua wakil direktur, Mardiyatmo, dr. SpRad mantan direktur RSUD Dr
Moewardi atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk menggunakan fasilitas
rumah sakit dalam menempuh pendidikan dokter spesialis.
Kepala SMF/Lab. Patologi Anatomi Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr.
Sp.PA(K) beserta semua staf dan tenaga teknis laboratorium atas izin dan
kesempatan yang diberikan untuk menggunakan fasilitas laboratorium dalam
penelitian tesis ini.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada H. Rustam Sunaryo, dr.
SpOG selaku Kepala SMF/Lab. Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas
Kedokteran UNS Surakarta/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta, H. Glondong
Suprapto, dr. SpOG selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis
Obstetri dan Ginekologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
Prof. Dr. YB. Suparyatmo, dr. SpPK Ketua Panitia Kelayakan Etik Fakultas
Kedokteran UNS/ RSUD Dr. Moewardi dan Kepala SMF/Lab. Patologi Klinik
RSUD Dr. Moewardi/ Fakultas Kedokteran UNS Surakarta.
M. Arief TQ, dr. MS, atas kesediaan dan kesabaran dalam memberikan
pengarahan dan bimbingan sebagai konsultan metodologi penelitian.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
staf pengajar Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang belum saya sebutkan di atas : H. Tri
Budi Wiryanto, dr. SpOG, H.A Hafidh Zaini, dr. SpOG (Alm), H.
Rochaditomo Moektiono, dr. SpOG (Alm), H. Maskunaryo, dr. SpOG (Alm),
H. Loekmono Hadi, dr. SpOG(K), Prof. Dr. JB. Dalono, dr. SpOG, Wuryatno,
dr. SpOG, M. Mochtarom, dr. SpOG (Alm), H. Docang Tjiptosisworo, dr.
MMR. SpOG(K), H. Abkar Raden,dr. SpOG (K), DR. Soetrisno, dr.
SpOG(K), Supriyadi Hari Respati, dr. SpOG, Hermawan Udiyanto, dr. SpOG,
Teguh Prakosa, dr. SpOG, H. Darto, dr. SpOG, Eriana Melinawati, dr.
SpOG(K), Abdurahman Laqif,dr. SpOG (K), Heru Priyanto, dr SpOG (K),
Wisnu Prabowo, dr. SpOG, Adhi Pramono,dr. SpOG, Suhari Affandi,dr
SpOG, Hari Suprapto,dr. SpOG, Suroso,dr. SpOG, Suwaryo Madsukadi,dr.
SpOG, Faisal,dr. SpOG, Rusbandi,dr. SpOG, Ismail Joko Sutresno,dr. SpOG,
Rahman,dr. SpOG, Dian Ika Putri,dr.SpOG
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
saya ucapkan terima kasih atas segala bimbingan, nasehat, pangarahan,
pengetahuan dan ketrampilan yang diberikan kepada saya selama menempuh
program pendidikan dokter spesialis.
Kepada para bidan, paramedik serta teman sejawat residen, dokter muda/co-
asisten saya ucapkan terima kasih atas kerjasamanya yang baik selama masa
pendidikan ini.
Penghargaan dan terima kasih saya sampaikan kepada semua pasien-pasien
yang memiliki kontribusi dalam penelitian ini. Mereka merupakan guru dan sumber
pengalaman yang sangat berharga bagi saya dalam menerapkan antara teori dan
praktek selama menjalani masa pendidikan.
Terima kasih saya ucapkan kepada ayahanda Prof.Dr.KRMT.Tedjo
Danudjo Oepomo,dr.SpOG(K) dan ibunda Sri Sofiati Dra, yang telah
membesarkan dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang dan selalu
memberikan dorongan dan doa-doa kepada saya untuk selalu berbuat yang terbaik
dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Niscaya banyak pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu karena
keterbatasan ruang, namun jasa baik bapak/ ibu/ saudara tetap terpatri di lubuk hati
saya. Semoga kebaikan dan dukungan bapak/ ibu/ saudara semua mendapat kasih
karunia dari Tuhan Yesus Kristus. Amin,
Salam sejahtera bagi kita semua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
RINGKASAN
ANALISIS EKSPRESI ONKOGEN BCL – 2 PADA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII
Sita Daniswati Utari
Endometriosis merupakan kelainan ginekologi yang ditandai dengan : nyeri,
infertilitas, tumor ovarium. Akhir-akhir ini banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
endometrioma berubah menjadi karsinoma ovarii. Bilamana sudah menjadi karsinoma
ovarii akan memberi prognose yag jelek.
Dilakukan penelitian untuk menilai keterkaitan antara endometrioma dengan
karsinoma ovarii dengan mempergunakan jalur genetik. Berdasarkan data epidemiologi
telah terbukti ada hubungan endometrioma dengan karsinoma ovarii. Selain bukti
epidemiologi gambaran histopatologi karsinoma serosum, kasinoma endometrioid,
karsinoma musinosum secara morfologi ada kemiripannya dengan mukosa traktus
reproduksi perempuan yang merupakan deferensiasi dari Mülleri. Dilihat dari
etiopatogenesis terdapat persamaan antara endometrioma dengan karsinoma ovarii
mempergunakan teori ovarium surface epithelium (OSE), teori cortical inclution cysts
(CIC) dan teori two pathway model. Oleh karena karsinoma endometrioid dan karsinoma
sel bening populasinya sangat sedikit maka pada penelitian ini digunakan karsinoma
ovarii serosum deferensiasi baik, low grade dan karsinoma ovarii musinosum deferensiasi
baik, low grade. Pemilihan kedua karsinoma tersebut berdasarkan atas data epidemiologi,
gambaran histopatologi dan etiopatogenesis endometrioma dengan karsinoma ovarii.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi onkogen Bcl-2 dengan menggunakan
skor histologi antara endometrioma dan karsinoma ovarii tidak berbeda. Pada tingkat
molekuler transformasi sel normal menjadi sel karsinoma disebabkan oleh perubahan
salah satu atau keseluruhan dari tiga gen pengatur yang dijumpai pada semua sel yaitu
proto-onkogen, gen supresor dan gen apoptosis. Pada penelitian ini dipilih jalur genetik
untuk melihat keterkaitan antara endometrioma dengan karsinoma ovarii. Pada
endometrioma maupun pada karsinoma ovarii fungsi apoptosis tidak berjalan. Pada
endometrioma dan karsinoma ovarii sudah terjadi kerusakan lesi pada DNA dikenali
sistem DNA Poof reading dan menginduksi regulasi positif ekspresi P53. P53 dikenal
sebagai faktor transkripsi sejumlah besar gen yang terlihat dalam apoptosis, termasuk
BAX. Ekspresi BAX akan memacu lepasnya sitokrom-C dari inner membran
mitokondria dan selanjutnya akan berinteraksi dengan Apaf – 1 untuk membentuk
apoptosom yang merekrut pro caspase-9 menjadi caspase-9 (initiator apoptotic enzymes).
Caspase-9 bertugas mengaktifkan pro caspase-3 menjadi caspase-3 (executor apoptotic
enzymes). Enzym ini bertugas sebagai eksekutor dan akhirnya akan terbentuk apoptotic
bodies. Apoptotic bodies selanjutnya akan difagosit.oleh sel sekitarnya. Mekanisme ini
merupakan jalur apoptosis intrinsik yang terjadi baik pada endometrioma maupun
karsinoma ovarii. Pada penelitian ini terlihat ekspresi onkogen Bcl-2 yang melimpah,
Bcl-2 yang bertugas menghambat fungsi tumor supressor BAX di jalur instrinsik
sehingga proses apoptosis tidak dapat diteruskan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
Analisis statistik uji beda menyatakan tidak adanya perbedaan tingkat ekspresi
onkogen Bcl-2 antara endometrioma dan karsinoma ovarii.
Hasil ini mengindikasikan bahwa proses apoptosis pada endometrioma sudah
mengalami penghambatan sebagaimana yang terjadi pada karsinoma ovarii. Adanya
mekanisme penghambatan terhadap proses apoptosis merupakan salah satu ciri adanya
kecenderungan transformasi kearah keganasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
ABSTRAK
ANALISIS EKSPRESI ONKOGEN BCL – 2 PADA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII
Sita Daniswati Utari
PPDS OBGYN RSUD Dr. Moewardi / Fakultas Kedokteran, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Latar belakang : Endometriosis secara umum menyebabkan gangguan berupa nyeri, infertilitas dan pembesaran atau tumor ovarium. Pada akhir – akhir ini banyak penelitian yang menunjukkan peningkatan risiko endometrioma menjadi karsinoma ovarium, dan bilamana sudah berubah menjadi karsnioma ovarii maka akan berdampak buruk terhadap kualitas hidup perempuan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari makna perbedaan nilai ekspresi onkogen Bcl-2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii . Metode : Penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross secsional pada ekspresi onkogen Bcl– 2 endometrioma. Subjek penelitian penderita endometrioma sebanyak 20 kasus dan penderita karsinoma ovarii dengan pembagian 10 kasus dengan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik , low grade dan 10 kasus dengan karsinoma ovarii musinosum deferensiasi baik, low grade. Kemudian dilakukan pengecatan immunohistokimia dengan menentukan ekspresi onkogen Bcl-2 dengan menggunakan skor histologi pada endometrioma maupun karsinoma ovarii, kemudian dilakukan analisa statistik. Hasil : Ekspresi onkogen Bcl-2 dengan menggunakan skor histologi didapatkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara endometrioma dan karsinoma ovarii.( p= 0,782 ) Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna tingkat ekspresi BCL-2 antara endometrioma dan kasinoma ovarii kondisi ini mengindikasikan endometrioma memiliki sifat sebagaimana sel kanker, sehingga dimungkinkan mengalami transformasi kearah keganasan.
Kata kunci : Endometrioma, karsinoma ovarii, ekspresi onkogen Bcl – 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
ABSTRACT
ANALYSIS BCL-2 ONCOGENIC EXPRESSION ON OVARIAN ENDOMETRIOSIS AND OVARIAN CARCINOMA
Sita Daniswati Utari
Background : In general endometriosis causes disturbances such as pain, infertility and enlargement or ovarian timour. Recently many researches show the escalation of the risk of endometrioma becomes oavrian carcinoma. After becoming ovarian carcinoma, so a bad influence will happen to the quality of the women concerned. A scientific study is needed to know and learn the meaning of the score difference of Bcl-2 oncogenic expression on endometrioma and ovarian carcinoma.
Method : This analytical observation study with cross – sectional approach on
oncogenic expression Bcl-2 endometrioma. The subjects of research are 20 patients with endometrioma and another 20 patients with ovarian carcinoma, in which 10 cases are of carcinoma with good serosa differentiation, low grade and the other 10 cases are of ovarian carcinoma with good musinosum defferentiation, low grade. Afterward an immuno-histological dyeing is done in order to decide the oncogenic expression Bcl-2 by using histological score on endometrioma as well as ovarian carcinoma. Finally a statistical analysis can be made.
Result : Oncogenic expression Bcl-2 by using histological score, a meaningless
difference is found between endometrioma and ovarian carcinoma ( p= 0,782 ) Conclusion : Bcl-2 oncogenic expression on endometrioma is not different from
Bcl-2 oncogenic expression on ovarian carcinoma. Endometrioma has the characteristic like that of the cancerous cells which are likely to have the potency to become malignant.
Key words : Endometrioma, ovarian carcinoma, oncogenic expression Bcl-2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR ISI
halaman
Duplikat Judul ....................................................................................................................i Lembar Prasyarat ................................................................................................................ii Lembar Pengesahan ..........................................................................................................iii Panitia Penguji ....................................................................................................................iv Ucapan Terima Kasih ..........................................................................................................v Ringkasan ...........................................................................................................................ix Abstrak .............................................................................................................................xii Abstract ............................................................................................................................xiii DAFTAR ISI ....................................................................................................................xiv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................xvii DAFTAR GRAFIK .....................................................................................................xviii DAFTAR TABEL.............................................................................................................xix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................xx DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................xxi BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1 1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………………4 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………………..4 1.4. Manfaat Penelitian ………………………………………………………….5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………………………............................................6 2.1. Pemahaman endometriosis ………………………………………….............8 2.2. Tampilan endometriosis ...................................................................................8 2.3. Dampak endometriosis pada kwalitas hidup perempuan …………………10 2.3.1. Nyeri ……………………………………………………………............10 2.3.2. Infertilitas ………………………………………………………….........13 2.3.3. Tumor ……………………………………………………………...........17 2.4.4. Gangguan haid ………………………………………………………........17 2.4. Diagnosis endometriosis ……………………………………………….......18 2.4.1. Keluhan …………………………………………………………............18 2.4.2. Pemeriksaan ginekologi …………………………………………..........18 2.4.3. Laparaskopi diagnostik ……………………………………………........19 2.4.4. Diagnosis pencitraan ………………………………………………........20 2.4.4.1. Ultrasonografi ginekologik pelvis ………………….............................20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
2.4.4.2. Tomografi terkomputerisasi ……………...............................................21 2.4.4.3. Pencitraan resonansi magnetik ..............................................................21 2.4.5. Diagnostik laboratorik ..............................................................................21 2.4.5.1. CA- 125( carcinoantigen – 125 ) .........................................................21 2.4.5.2. Aromatase .............................................................................................21 2.4.5.3. Sitokin .................................................................................................22 2.5. Penanganan endometrioma ...........................................................................22 2.6. Karsinogenesis .................................................................................................22 2.7. Apoptosis .......................................................................................................28 2.8. Bcl-2 ................................................................................................................31 2.9. Endometrioma dan karsinoma ovarii ..............................................................35 2.9.1 Kesamaan tinjauan patologi klinik antara endometriosis dengan kanker.....35 2.9.2. Histopatologi …………………………………………………………….35 2.9.3. Persamaan molekuler endometriosis dan karsinoma ovarii ……………….36 2.9.3.1. Memiliki kemampuan yang cukup dalam sinyal pertumbuhan……. 36 2.9.3.2. Tidak peka terhadap sinyal anti proliferasi ………………………..37 2.9.3.3. Kebal terhadap apoptosis ………………………………………….38 2.9.3.4. Tidak terbatas potensi replikasi ……………………………………38 2.9.3.5. Sokongan dari angiogenesis ……………………………………….38 2.9.3.6. Invasi dan metastase ke jaringan …………………………………….39 2.9.3.7. Memiliki instabilitas genetik ………………………………………39 2.9.4. Hubungan endometriosis dan karsinoma ovarii berdasarkan
pengamatan klinik dan asal dari sel ……………………………………40 2.9.5. Hubungan endometriosis dengan karsinoma ovarii berdasar data epidemiologi …………………………………………………………41 2.9.6. Peran inflamasi pada kejadian karsinoma ovarii ………………………….41 2.9.7. Perubahan respon imun pada endometriosis …………………………….43
2.9.8 Hubungan endometriosis dan karsinoma ovarium melalui jalur inflamasi..44 2.9.9. Hormon steroid dan karsinoma ovarium …………………………………45
2.9.10. Endometriosis dan hormone steroid ……………………………………48 2 .10. Kerangka teori …………………………………............................................54
BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS .........................................56 3.1. Kerangka konseptual .....................................................................................56 3.2. Hipotesis ……………………………………………………………............57
BAB 4. METODE PENELITIAN ................................................................................58 4.1. Jenis penelitian ..............................................................................................58 4.2. Rancangan Penelitian……………………………………………………..... 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
4.3. Besar sampel ..................................................................................................59 4.4. Tehnik sampel ................................................……………………….............59 4.5. Kriteria Sampel ...............................................................................................60 4.5.1. Kriteria Inklusi ............................................................................................60 4.5.2. Kriteria Eklusi ............................................................................................60 4.6. Variabel penelitian ...........................................................................................60 4.7. Definisi Operasional Variabel ........................................................................61 4.8. Lokasi dan Waktu penelitian ...........................................................................62 4.9. Sarana, pengambilan sampel,tehnik pengambilan jaringan ..............................62 4.9.1.Sarana...............................................................................................................62 4.9.2. Bahan ........................................................................................................62 4.9.3. Pengambilan sampel ....................................................................................63 4.9.4. Tehnik pengambilan jaringan .....................................................................63 4.9.4.1. Laparaskopi ..............................................................................................63 4.9.4.2. Laparotomi ............................................................................................64 4.9.4.3. Prosesing pembuatan preparat .............................................................64 4.9.4.4. Pengecatan immunohistokimia .............................................................65 4.10. Analisa data .................................................................................................68
BAB 5 HASIL DAN ANALISIS DATA.....................................................................67 5.1. Hasil Penelitian ..................................................................................................67 5.2. Hasil Uji Normalitas .........................................................................................67 5.3. Uji Perbedaan hasil penelitian ......................................................................67 5.3.1. Analisis Bivariad .........................................................................................67 5.4. Hasil foto penelitian .........................................................................................74
BAB 6 PEMBAHASAN .............................................................................................78
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................87
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………..88
LAMPIRAN .....................................................................................................................99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
2.1. Skema Karsinoganesis ……………………………………………………….23
2.2. Dua jalur apoptosis,jalur ekstrinsik dan instrinsik …………………………..30
2.3. Translokasi locus gen BCL-2 ………………………………………………….31
2.4. Karakteristik domain homolog familli BCL-2 ………………………………..32
2.5. Mekanisme apoptosis jalur mitokondria …………………………………….34
2.6. Patogenesis Endometriosis ...............................................................................51
2.7. Kerangka teori ………………………………………………………………54
3.1. Kerangka konseptual ………………………………………………………..56
5.6. Gambar mikroskopis karsinoma ovarii dengan pewarnaan HE dengan
Pembesaran 400x ...............................................................................................74
5.7. Gambar mikroskopis ekspresi Bcl-2 pada karsinoma ovarii dengan pewarnaan
Immunohistokimia dengan pembesaran 400x ...................................................75
5.8. Gambar mikroskopis endometrioma dengan pewarnaan HE dengan
Pembesaran 400x .............................................................................................76
5.9. Gambar mikroskopis ekspresi Bcl-2 pada endometrioma dengan pewarnaan
Immunohistokimia dengan pembesaran 400x .................................................77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR GRAFIK
5.1. Grafik rata – rata skor histologi ekspresi onkogen Bcl – 2 antara karsinoma
Ovarii dan endometrioma ..................................... ...........................................68
. Grafik rata – rata skor histologi ekspresi onkogen Bcl – 2 antara karsinoma
Ovarii serosum low grade , karsinoma ovarii musinosum low grade,
Endometrioma ......................................... ..........................................................69
. Grafik skor histologi ekspresi onkogen Bcl – 2 antara karsinoma
Ovarii dan endometrioma ........................................ .........................................70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Hubungan penampakan warna lesi endometriosis peritoneal
Secara laparaskopi dan makna klinisnya ………………………………..9
Tabel 2.2. Patokan diagnosa secara klinis ………………………………………..19
Tabel 2.3. Estrogen-related risk factors for ovarian cancer and endometriosis…. 48
Tabel 5.1. Rata – rata ekspresi onkogen Bcl-2 dengan skor histologi dan
Standar deviasi data penelitian karsinoma ovarii dan
Endometrioma ................………………………………………………67
Tabel 5.2. Distribusi ekspresi onkogen Bcl -2 dengan skor histilogi pada
Karsinoma ovarii dan endometrioma ......................................... ……….70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Ethical Clearance / Kelaikan Etik .......................................................... 99
Lampiran 2: Izin penelitian Bagian Patologi Anatomi FK UNS ..................................100
Lampiran 3: Rata – rata ekspresi onkogen Bcl-2 dengan skor histologi dan standard
Deviasi data penelitian karsinoma ovarii dan endometrioma ......................101
Lampiran 4: Rata – rata ekspresi onkogen Bcl-2 dengan skor histologi karsinoma ovarii
Musinosum low grade ( ovarii MLG), Serosum low grade ( ovarii SLG )
Dan endometrioma....................................... ..............................................102
Lampiran 5: Distribusi ekspresi onkogen Bcl-2 dengan skor histologi pada karsinoma
Ovarii dan endometrioma .........................................................................103
Lampiran 6: Hasil uji normalitas skor histologi untuk karsinoma ovarii serosum low
Grade, karsinoma oavrii musinosum low grade dan endometrioma..........104
Lampiran 7: Hasil uji perbedaan antara karsinoma ovarii dan endometrioma ... 105
Lam;piran 8 : Proses Pembuatan Preparat ......................................................................106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
DAFTAR SINGKATAN
IL- 8 interleukin-8
IL- 6 interleukin – 6
IL- 1 interleukin – 1
TNF-α Tumor Necrosis Factor - α
IBS Irritable Bowel Syndrome
FIV Fertilitas invitro
USG Ultrasonografi
USG-TA Ultrasonografi Transabdominal
USG-TV Ultrasonografi Transvaginal
USG-TR Ultrasonografi Transrektal
MRI Magnetik Resonance Imaging
CT Computeriezed Tomographic
ER-α Reseptor Estrogen - α
PR Reseptor Progesteron
IGF-1 Insulin -Like Growth Factor – 1
OSE Ovarium Surface Ephithelium
MMPs Matrix Metalloproteinases
PTEN Phospatage and Tensin Homolog deleted on chromosome ten
TSG Tumor Supresor Gen
VEGF Vasculer Endothelial Growth Factor
TGF β Transforming Growth Factor –β
LOH Loss of Heterozygosity
NSAIDs Non Steroid Anti Inflammatory Drugs
PRB Protein Retinoblastoma
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxii
NK Natural Killer
COX Cyclo Oxygenase
Th T-helper
EAOC Endometriosis-associated ovarian cancer
MSI Microsatelite instability
SF - 1 Steroidogenic Factor-1
MOMP Mitochondrial Outer Membran Permeabilization
MAC Mitochondrial Apoptosis Induction Channel
PTP Permeability Transition Pore
DR Death Reseptor
TNFR Tumour necrosing Factor Reseptor
17 β HSD 17 Hydroxysteroid Dehydrogenase
CIC Cortical Inclution Cysts
ROS Reactive Oxigen Species
MPT Potensial Membran
SLG Serous low Grade
MLG Musinous Low Grade
Apaf -1 Apoptosis inducing factor – 1
BRAF V-Raf Murine Sarcoma Viral Oncogen Homolog B 1
KRAS Kirsten Rat Sarcoma
AKT 2 V-Akt Murine Thymoma
HER 2 Human Epidermal Growth Factor Receptor
SH Skor Histologi
DNA Deoxyribo Nucleic Acid
Bcl – 2 B cell lymphoma – 2
Bax Bcl – 2 assosiated x protein
P53 Protein 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.
Endometriosis merupakan sebukan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) yang
abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum
uteri, dan memicu reaksi peradangan menahun. Jejas atau sebukan endometriotik pada
umumnya dikenal lewat pemeriksaan laparaskopi, kemudian di konfirmasi dengan
histopatologi, paling banyak berlokalisasi di ovarium dan kavum douglasi. Pada umumnya
endometriosis menyebabkan gangguan berupa nyeri, infertilitas dan pembesaran atau
tumor, salah satu atau ketiga gejala itu yang menjadi alasan penderita datang berobat.
Akhir-akhir ini banyak laporan mengenai peningkatan risiko terjadinya keganasan ovarium
yang berasal dari endometriosis atau lebih tepatnya dari endometriosis ovarii
(endometrioma)1. Bila mana sudah terjadi perubahan menjadi karsinoma ovarii memberi
prognosa yang jelek pada penderita. Pada penelitian ini akan dicari makna perbedaan antara
endometrioma dengan karsinoma ovarii melalui jalur genetik, sehubungan dengan
mekanisme transformasi ke arah keganasan.
Pada penelitian dilaporkan endometriosis bertransformasi menjadi karsinoma
endometrioid (26%), karsinoma sel bening (21%) kemudian berturut-turut berubah menjadi
karsinoma serosa, musinosa dan karsinoma jenis lain berkisar antara 4%, 6% dan 6% 2
Penelitian lain dengan memeriksa sediaan histologi dari 42 preparat dengan karsinoma
endometrioid ovarium 57% penderita sudah dalam pasca menopause, 26% dengan
endometrioma. Pada pengamatan terlihat daerah transisi histologi epitel dari jinak keganas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
meliputi 50% dari preparad. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bila terjadi
endometrioma pada pasca menopause sebaiknya ovarium diangkat 2. Dari 15 publikasi jenis
endometriosis yang berhubungan dengan karsinoma meliputi sel bening (39,2%),
endometrioid (21,2%), serosa (3,3%) dan musinous ( 3,0%). Angka kejadian karsinoma sel
bening di Jepang paling tinggi dan karsinoma endometrioid lebih rendah hal ini berbeda
dengan angka kejadian di dunia barat. Angka kejadian keganasan meningkat pada epitelial
atipik. dikemukakan 3 kriteria yang menunjukkan neoplasma ganas berasal dari sel
endometriotik; (1) jaringan jinak yang berdampingan dengan jaringan ganas pada satu
organ; (2) karsinoma tersebut merupakan tumor primer; (3) terdapat gambaran kelenjar dan
stroma 4.
Endometrioma merupakan suatu campuran antara kelainan jinak dan ganas,
sekalipun endometrioma tidak bisa disebut sebagai kondisi premalignan akan tetapi data
epidemiologi, histopatologi dan molekuler memberi kesan endometrioma mempunyai
potensi untuk menjadi ganas. Karsinoma ovarii lesi awal yang berasal dari endometrioma
atau berasal dari metaplasi ductus mullerian dari epitel permukaan ovarium atau ovarian
surface epithelium(OSE). Dari beberapa penelitian terdapat hubungan antara endometrioma
dengan karsinoma ovarii berkenaan dengan faktor risiko, perubahan genetik, penyimpangan
aktifitas onkogen dan jalur anti apoptosis.Teori histogenesis dari endometrioma meliputi 5
kategori: celomic metaplasia ,darah haid berbalik, embryonic cell rests, induksi,
penyebaran limfatik dan hematogen. Karsinoma ovarium secara teoritis juga disebabkan
oleh karena perubahan genetik karena kerusakan epitel ovarium selama ovulasi,
peningkatan gonadotropin, androgen yang berlebihan dengan penurunan progesteron.
Darah haid berbalik yang mengakibatkan kavum pelvis terkontaminasi dan terjadi inflamasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kronis. Telah banyak dikumpulkan usulan kriteria untuk mendiagnosa keganasan ovarium
yang berasal dari endometrioma 5. Publikasi mengenai kanker hallmarks yang menentukan
7 ciri khusus untuk kriteria fenotip kanker 6 .Dari kriteria tersebut ini nampak bahwa
endometriosis merupakan proses neoplasma dengan melihat persamaan (1)patologi klinik
dan (2)molekuler dan ciri genetik dari endometriosis berhubungan dengan kerangka yang
diusulkan oleh Hanahan. Dengan dasar ini dapat menjelaskan patogenesis endometriosis
dengan mempergunakan ‘molecular signatures’.
Dengan bukti–bukti epidemiologi yang menunjukkan hubungan antara
endometrioma dan karsinoma ovarii maka dilakukan penelitian dengan pendekatan
molekuler dan ciri genetik dari endometrioma yang berhubungan dengan karakteristik suatu
karsinoma yang diusulkan oleh Hanahan & Weinberg. Terdapat 7 kriteria antar lain
memiliki kemampuan yang cukup dalam sinyal pertumbuhan, tidak peka terhadap sinyal
anti proliferasi, kebal terhadap apoptosis, tidak terbatas potensi replikasi, sokongan dari
angiogenesis, invasi dan metastase ke jaringan,memiliki instabilitas genetik. Dari ketujuh
kriteria tersebut akan diambil satu kriteria yaitu kebal terhadap apoptosis sebagai dasar
mencari kesamaan antara endometrioma dengan karsinoma ovarii 6. Kebal terhadap
apoptosis merupakan ciri dari suatu keganasan yang dibuktikan dengan ekspresi yang
berlebihan dari anti apoptosis (BCL-2), ekspresi yang kurang dari factor proapoptosis
(BAX), dan gen p53 (p53 merupakan tumour suppressor gene (TSG) yang protein
(TP53)merupakan pro-apoptotic)yang tidak aktif melalui proses mutasi. Jejas endometriotik
mempunyai kesamaan di dalam perkembangannya melalui strategi menghindari dari
apoptosis dengan (1) meningkatkan ekspresi BCL-2 (2) penurunan BAX 7 regulasi
pertahanan dan matrix metalloproteinases (MMPs) 8 (3) peningkatan fas ligand (Fasl) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
interleukin (IL)-8 di dalam zalir peritoneal yang memicu apoptosis dari limfosit T yang
memungkinkan sel endometriotik menghindar dari kematian sel 9, (4)sel germinal 10 dan sel
somatik yang di dapat 11 tidak aktifnya mutasi gen p53. Pada penelitian ini ditujukan untuk
mengetahui ekspresi Bcl-2 dari endometrioma dan karsinoma ovarii. Bila terdapat ekspresi
Bcl-2 pada endometrioma yang merupakan salah satu indikator suatu keganasan (sekalipun
belum setinggi ekspresi Bcl-2 pada karsinoma ovarium) maka kemungkinan besar ada
kesamaan molekuler antara endometrioma dengan karsinoma ovarium.
1.2. Rumusan Masalah.
Apakah ada perbedaan ekspresi onkogen Bcl-2 antara endometrioma dan karsinoma
Ovarii.
1.3. Tujuan Penelitian.
1.3.1. Tujuan Umum.
Mengetahui adanya perbedaan ekspresi onkogen Bcl-2 antara endometrioma
dengan karsinoma ovarii.
1.3.2. Tujuan Khusus.
Untuk mempelajari makna perbedaan ekspresi Bcl-2 terkait dengan patogenesis
antara endometrioma dan karsinoma ovarii.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
1.4. Manfaat Penelitian.
1.4.1. Manfaat Teoritik.
Diharapkan dapat memberi informasi ilmiah mengenai ekspresi Bcl-2 pada
endometrioma dan karsinoma ovarii sehubungan dengan kemungkinan transformasi
ke arah keganasan.
1.4.2 Manfaat Praktis.
Sebagai dasar ilmiah untuk mengkaji ekspresi Bcl-2 pada endometrioma dan
karsinoma ovarii untuk mendapat gambaran hubungan antara endometrioma dan
karsinoma ovarii.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemahaman endometriosis.
Endometriosis merupakan penyakit yang terjadi pada masa belasan tahun sampai
mencapai usia pasca menopause, yang berarti dapat diderita sepanjang kehidupan
perempuan12. Definisi yang sekarang dianut ialah endometriosis merupakan sebukan
jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) tidak normal mirip - endometrium (endometrium –
like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus, dan memicu reaksi peradangan
menahun.
Pemahaman mengenai endometriosis sudah berubah. Kelainan ini bersifat
menahun dan progresif. Terdapat perbedaan molekuler yang bermakna secara fisiologis
antara jaringan endometrium eutopik dan endometriosis ( ’ endometriosis ektopik ’). Hal
ini didasarkan berbagai hal berikut : (1) bukti aktivitas seluler di dalam lesi tersebut (2)
progresifitas (memberatnya) seperti pembentukan perlekatan (3) kemampuannya
mengganggu proses fisiologis normal dan (4) kemampuannya membentuk massa invasif
yang besar. Secara histologis ditemukan kelenjar, stroma mirip – endometrium atau
keduanya, dengan atau tanpa makrofag termuat hemosiderin, dan dapat berubah
mengikuti siklus haid.
Secara histologis sebukan endometriosis bereaksi terhadap hormon steroid yang sama
dengan jaringan endometrium normal. Artinya estrogen merangsang pertumbuhan
jaringan endometriosis dan endometrium eutopik. Endometriosis secara histopatologis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
tidak selalu diartikan adanya suatu penyakit. Jaringan mirip – endometrium ini
memberikan fenomena khas karena dapat memunculkan aneka tampilan visual, meski
dapat pula ditemukan pada peritoneum yang kelihatannya normal 13.
Endometriosis merupakan kelainan ginekologik yang membingungkan para ahli
endokrinologi ginekologi hingga saat ini. Hal tersebut karena mekanisme perkembangan
endometriosis belum terungkap secara menyeluruh. Banyak sekali penderita
endometriosis yang tidak menunjukkan gejala yang khas, sehingga tidak waspada akan
keadaannya. Meski endometriosis sering terkait dengan infertilitas, tetapi banyak pula
penderita endometriosis mencapai kehamilan tanpa penanganan, sehingga penyakit itu
tidak sempat terdiagnosis. Dahulu dianggap bahwa endometriosis tidak timbul sebelum
menars, tetapi kini penyakit ini telah ditemukan pula pada usia belasan – dini, meski
sangat jarang sebelum pubertas. Umumnya endometriosis menyerang remaja dan
perempuan usia reproduksi ,walau tak tertutup kemungkinan terdapat kasus pada usia
perimenopause, menopause dan pascamenopause. Diperkirakan lebih dari 70 juta
perempuan dan gadis di seluruh dunia menderita endometriosis14. Data penderita
endometriosis di Indonesia belum diketahui secara pasti, angka kejadian dari rumah sakit
di Indonesia, di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi angka kejadian endometriosis
berkisar 13,6% pada temuan bedah tumor ginekologis 15, di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr Sutomo angka kejadian endometriosis 37,2% pada kelompok infertilitas 16 dan di
Rumah Sakit Dr Cipto Mangun Kusumo angka kejadian endometriosis 69,5% pada
kelompok infertilitas 17. Endometriosis tidak terbatas pada perempuan nullipara, karena
juga sering ditemukan pada perempuan dengan infertilitas sekunder. Ketika diagnosis
dibuat biasanya penderita berusia reproduksi (25-29 tahun). Angka kejadian maksimum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
adalah selama usia 30 – 40 tahun. Diagnosis umumnya agak terlambat ditegakkan pada
mereka yang datang dengan infertilitas ketimbang nyeri. Endometriosis kurang populer
jika dibandingkan dengan karsinoma payudara, karsinoma leher rahim, penyakit AIDS
dan penyakit flu burung, tetapi perkembangan ilmu dan teknologi di segala bidang pada
30 tahun terakhir ini kasus endometriosis semakin hari semakin banyak ditemukan,hal ini
dikarenakan12. (1) Teknik diagnostik dalam dunia kedokteran sudah semakin maju dan
canggih, (2) Semakin derasnya pengaruh global dalam segala bidang maka banyak
artikel-artikel di majalah internasional dan website, program televisi luar negeri yang
membahas masalah endometriosis, (3) Banyak perempuan yang mulai memberi perhatian
khusus ada nyeri saat haid dan perasaan nyeri di panggul, (4) Kemajuan dalam bidang
industri mengakibatkan polusi udara semakin meningkat, hal ini akan menambah jumlah
penderita endometriosis. Salah satu penyebab endometriosis diduga karena polusi udara
akibat industri.
2.2. Tampilan endometriosis.
Tampilan endometriosis sangat beragam, bergantung pada lokasi dan kedalaman
letaknya. Lesi-permukaan memberikan tampilan yang berbeda dengan lesi- dalam
(Tabel 2.1).
Dahulu endometriosis dikenal berdasarkan temuan lesi-lesi berbentuk murbai
kecil yang berwarna gelap, biru-hitam.Kini , berdasarkan banyaknya temuan yang samar
pada laparaskopi, makin jelas bahwa endometriosis dapat muncul dalam bentuk yang
sangat beragam.Warnanya juga sangat beragam dari merah ke coklat, hitam, putih, hingga
kuning atau lesi tersebut tampak sebagai gelembung (vesikel) merah-muda, atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
merah.Tampilannya bergantung pada pasokan darah, jumlah perdarahan dan fibrosis pada
lesi-lesi itu.
Tabel 2.1. Hubungan penampakan warna lesi endometriosis peritoneal secara laparoskopik dan makna klinisnya.
Warna Lesi Aktivitas biologis Makna Klinis
Merah * Sangat tervakularisasi dan
proliferatif; aktivitas produksi
prostaglandin F2α sama dengan lesi
hitam
* Stadium dini endometriosis
Putih * Sedikit sekali tervaskularisasi,
metabolik tak-aktif, jaringan fibrosa
* Lesi yang sembuh atau laten;
kurang nyeri dibandingkan lesi
hitam atau merah
Hitam * Aktivitas produksi prostaglandin
F2α sama dengan lesi merah
* Stadium lanjut endometriosis
( 76-93% terpastikan secara
histologis )
( Dikutip dari : Jacob T.Z, 2009)
Lesi-lesi baru dapat berupa kista berisi darah yang berukuran kurang dari 1cm,
kemudian bertumbuh seiring waktu menjadi berwarna coklat dan disebut kista coklat.
Pada remaja, lesi endometriosis tidak selalu tampil dengan kegelapan yang khas karena
kurun perdarahan dan fibrosis yang berulang-ulang berlangsung lebih singkat.
Kista endometriosis seringkali melekat erat ke peritoneum fossa ovarika dan
fibrosis yang mengelilinginya sehingga dapat melibatkan tuba fallopi dan usus. Pada
endometriosis yang menyebuk dalam (deeply infiltrating endometriosis)nodul-nodulnya
meluas lebih dari 5 mm di bawah peritoneum. Kedalaman penyerbukan itu berhubungan
dengan jenis dan keparahan gejala.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Lesi endometriosis -dalam lebih mencerminkan daya-invasi dan progresivitas
penyakit. Artinya endometriosis superfisial yang semula terbentuk dari taburan haid ke
rongga peritoneum, kemudian berkembang lebih jauh menjadi endometriosis –dalam.
Jaringan endometriosis juga ditemukan sepanjang saluran Muller termasuk sepertiga
bagian dalam miometrium (adenomiosis) forniks posterior, dan ligamen sakrouterina.
Semua lesi tersebut berbentuk nodul-nodul adenomiotik. Pola peluruhan ’haid’juga
terjadi pada jaringan endometriosis yang melapisi dinding kista coklat ovarium.
2.3. Dampak endometriosis pada kwalitas hidup perempuan.
Endometriosis sangat berpengaruh pada kwalitas hidup perempuan disebabkan
oleh karena gejala yang timbul dapat mengganggu aktifitas, masa depan pasangan suami
istri dan bilamana endometriosis ovarii berkembang menjadi tumor ganas ovarium akan
menurunkan harapan hidup perempuan tersebut 12. Keluhan penderita endometriosis
dapat berupa:
2.3.1. Nyeri.
Endometriosis menimbulkan gangguan fungsi biologis yang cukup serius dan
berpusat pada organ reproduksi dan daerah pelvik(panggul). Penyakit ini dimulai tanpa
keluhan, tersembunyi tetapi membahayakan sehingga tidak diperhatikan pada awal
mulanya. Berangsur-angsur timbul keluhan nyeri berkaitan dengan haid. Selama haid,
sejumlah darah haid ada yang berbalik masuk melalui Tuba Fallopi atau saluran telur
mengalir ke dalam rongga panggul dan selaput rongga perut (peritoneum). Di dalam
darah haid tersebut terbawa serta debris dan sel endometrium masuk ke dalam rongga
perut. Akibat dari keadaan tersebut terjadi proses inflamasi dengan peningkatan leukosit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
dan defek imunologi dengan peningkatan aktivitas makrofag di dalam zalir peritoneum.
Terjadi penyimpangan ekspresi dari berbagai sitokin oleh aktivitas makrofag antara lain
interleukin-1(IL-1), interleukin-6( IL-6), interleukin-8(IL-8).Tumor Necrosis Factors-α
(TNF-α) dalam zalir peritoneal kesemuanya itu merubah lingkungan zalir peritoneal yang
memungkinkan sel endometrium berimplantasi dan bertumbuh menjadi
endometriosis15,18,19. Endometriosis pelvis atau panggul merupakan kelainan
endometriosis yang sering terjadi jika dibandingkan dengan endometriosis di tempat lain.
Proses darah haid yang berbalik itu akan terjadi terus-menerus setiap bulan dan sepanjang
tahun akhirnya akan menimbulkan nyeri semakin lama dirasakan semakin meningkat dan
bilamana pasien sudah tidak tahan lagi baru mereka meminta pertolongan kepada dokter.
Keluhan nyeri pada endometriosis dapat berupa dismenorea (nyeri sebelum,
selama dan sesudah haid), keluhan dimenorea ini merupakan keluhan yang tersering
(80%). Keluhan nyeri kadang terasa pada perut bagian bawah yang dikenal dengan nyeri
pelvis atau panggul. Keluhan nyeri baik dismenorea maupun nyeri pelvis dapat menetap
atau hilang timbul atau semakin lama semakin hebat. Keluhan tersebut akan terasa lebih
sakit pada saat perempuan beraktivitas seperti berjalan dan berdiri terlalu lama. Nyeri
panggul dapat berupa iritable Bowel Syndrome (IBS) biasanya terasa sesudah makan14
Dismenorea yang dialami pada perempuan yang masih sekolah sering mengakibatkan
tidak masuk sekolah pada saat haid dan kalau hal ini terjadi terus-menerus setiap bulan
pada akhirnya akan menurunkan prestasi di sekolah. Bila dismenorea dialami pada
perempuan yang sudah bekerja akan menurunkan prestasi kerja. Perempuan dengan
endometriosis makin lama akan merasa tergangu kehidupan pribadi maupun kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
bermasyarakat sehingga menimbulkan perasaan bahwa memiliki masa depan yang suram
dan harapan sangat tipis untuk bebas dari keluhan tersebut. Bila sudah menikah
perempuan itu akan dihantui kekawatiran untuk tidak bisa mempunyai keturunan.
Pengobatan nyeri membutuhkan waktu yang lama sehingga pada masyarakat yang
pendapatannya pas-pasan pengobatan endometriosis akan sangat memberatkan
ekonominya. Endometriosis yang berlangsung bertahun-tahun dapat mengganggu sistem
imunologi sehingga mudah terkena berbagai macam penyakit. Berbagai macam infeksi,
alergi, dan bisa juga terkena Chronic Fatigue Syndrome 14. Dengan keluhan nyeri yang
dialami oleh pasien dengan endometriosis maka pada akhirnya dia akan merasa kondisi
tubuhnya tidak pernah nyaman, bahkan kadang sangat emosional dan timbul kecemasan
yang berlebihan sehingga dapat menambah keluhan nyeri semakin hebat. Pada akhirnya
seluruh rangkaian keluhan tersebut berdampak pada seluruh kehidupan perempuan.
Nyeri pada endometriosis dapat pula terasa berhubungan dengan lokasi
endometriosis di dalam tubuh penderita. Endometriosis yang terletak pada ligamentum
sakrouterina atau serabut saraf presakral akan menimbulkan keluhan nyeri punggung
,nyeri tungkai bawah, tungkai atas, menjalar sampai ke pangkal paha dan nyeri saat
bersanggama. Endometriosis yang berada pada kavum Douglas akan menimbulkan
dispareunia (nyeri saat bersanggama), gangguan pada gastrointestinal (saluran
pencernaan) dan dapat pula perasaan nyeri terjadi sesudah bersanggama. Keluhan pada
saluran pencernaan umumnya disebabkan karena endometrioma terletak pada kavum
Douglasi dekat dinding usus. Endometriosis ini juga menimbulkan gangguan pencernaan
berupa kembung, sulit buang air besar, mual dan diare. Endometriosis yang berada pada
dinding luar kandung kemih atau vesika urinaria dapat menimbulkan perasaan nyeri atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
perasaan panas pada waktu buang air kecil 14,20. Dispareunia keluhan nyeri yang terjadi
saat bersanggama akan menimbulkan berbagai masalah di dalam hubungan suami isteri.
Pada pengamatan pasangan suami isteri dimana pihak isteri menderita dismenorea akan
menimbulkan dampak gangguan sebagai berikut:(1) sesudah bersanggama justru akan
merasa tegang yang seharusnya rilek, (2) sering kali waktu bersanggama hanya sebentar,
(3) pasangan suami isteri tersebut kurang bergairah dalam bersanggama ,(4) pada waktu
bersanggama tak pernah mencapai orgasme terutama pihak isteri, (5) tidak ada
komunikasi yang indah mengenai masalah seks, (6) pada saat bersanggama terjadi
peningkatan rasa nyeri, (7) karena nyeri maka jarang melakukan sanggama, (8) sering
pada saat bersanggama mendadak dihentikan karena keluhan nyeri hebat, (9) nyeri
mempengaruhi intensitas orgasme, (10) sangat sukar menimbulkan perasaan rilek saat
bersanggama 21 .
2.3.2. Infertilitas.
Endometriosis sangat erat kaitannya dengan infertilitas, dan diperkirakan 20%
sampai 40% perempuan infertil menderita endometriosis. Pada endometriosis berat terjadi
distorsi dari anatomi panggul, perubahan bentuk anatomi dari tuba fallopi dan dapat pula
terjadi obstruksi dari tuba fallopi. Pada endometriosis berat terbentuk endometrioma yang
besar kadang berganda yang merusak jaringan ovarium, secara mekanis mengganggu
ovulasi dan infertilisasi. Dengan kondisi seperti ini dengan mudah dapat dijelaskan bahwa
gangguan mekanis sangat berperan terhadap fungsi reproduksi. Endometriosis ringan
yang pada pengamatan dengan laparaskop tidak terjadi distrorsi seperti pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
endometrioma berat tetapi dapat menimbulkan infertilitas. Mekanisme infertilitas pada
endometrioma ringan masih banyak silang pendapat di antara para ahli.
Infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis dapat dijelaskan melalui
mekanisme 21. (1) Distorsi anatomi dari adneksa,menghalangi atau mencengah
penangkapan ovum sesudah ovulasi, (2) Gangguan pertumbuhan oosit atau
embryogenesis, (3) Penurunan reseptivitas atau kemampuan menerima endometrium.
Pada endometriosis yang ringan kemungkinan besar mekanisme infertilitas
disebabkan oleh (1) gangguan pada implantasi, (2) defek imunologi dan, (3) penurunan
kualitas oosit karena terganggunya proses folikulogenesis. Pengamatan pada fertilitas
invitro (FIV) dengan mempergunakan donor oosit memberikan dua hasil yang berbeda.
Pertama bila donor oosit dari perempuan sehat kemudian hasil fertilitas ditanamkan pada
endometrium perempuan endometriosis akan memberikan angka kehamilan yang tidak
berbeda bila dibandingkan ditanamkan pada endometrium perempuan yang tidak
endometriosis. Kedua, bila donor oosit berasal dari perempuan endometriosis akan
memberikan angka kehamilan yang lebih rendah dibandingkan bila donor berasal dari
oosit perempuan yang tidak menderita endometriosis. Kedua hasil tersebut memperkuat
dugaan bahwa endometriosis sangat berdampak pada ovarium sehingga terjadi penurunan
kualitas oosit dibandingkan dengan gangguan pada reseptivitas endometrium 21.
Penelitian banyak ditujukan pada mekanisme gangguan folikulogenesis yang
meyebabkan penurunan kualitas oosit pada penderita endometriosis yang infertil.
Pengamatan pada FIV apoptosis sel granulosa ovarii yang patologis tercermin dengan
peningkatan badan-badan apoptotik (Apoptotic Bodies). Angka kejadian badan-badan
apoptotik yang tinggi pada sel granulosa ovarii akan menghasilkan oosit yang kurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
baik dan oosit yang tidak siap untuk dibuahi atau di fertilisasi 22. Pengamatan pada 30
penderita yang menjalani program FIV dikelompokkan sebagai berikut:7 (faktor tuba), 7
(faktor suami), 7 (sebab tidak jelas), dan 9 (sebab endometrioma). Sel granulosa
diperoleh pada saat aspirasi folikel lalu dilakukan analisa. Dari hasil analisa kelompok
endometriosis menunjukkan badan-badan apoptotik tertinggi dibandingkan dengan
kelompok lain dan angka kehamilan terendah dibandingkan dengan kelompok lain 22.
Zalir peritoneal membasahi organ genitalia interna dan seluruh isi rongga
panggul. Zalir peritoneal penderita endometriosis menunjukkan sekresi yang berlebihan
dari berbagai sitokin oleh aktivitas makrofag yang berlebihan. Terjadi kontak langsung
antara sitokin terutama dalam hal ini tumor necrosis factor -α (TNF-α) dengan sel
granulosa ovarium. Sel granulosa ovarium pada endometriosis akan mengekpresikan
FAST (TNF-α reseptor) pada permukaannya 24. di lain pihak kadar TNF-α (FAST
ligand)dalam zalir peritoneal tinggi 18. Terjadi ikatan antara FAST dengan FAST ligand
yang dipicu oleh kenaikan interleukin-6 dalam zalir peritoneal penderita endometriosis
yang infertil dan berakibat apoptosis sel granulasa ovarii yang patologis, dicerminkan
dengan aktivitas caspase 2, pada sediaan terlihat warna coklat tua keemasan pada seluruh
lapangan pandang (streptavidin biotin 500x) 25. Dalam intrafolikuler penderita
endometriosis terjadi penurunan GDF9 seiring dengan makin berat endometriosis
menyebabkan terjadi gangguan folikulogenesis sehingga maturitas oosit terganggu.
Peningkatan kadar Hyaluronan merupakan mekanisme adaptasi oosit yang berhubungan
dengan peningkatan kadar TNF-α dalam zalir perioneal dan penurunan kadar GDF 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dalam cairan folikel, namun kondisi ini menyebabkan oosit menjadi sulit di fertilisasi
sperma 26 .
Perkawinan yang sudah berlangsung lama dan tidak dikaruniai anak akan
menimbulkan kegelisahan pada pasangan suami isteri. Masyarakat Indonesia akan
memandang aneh bila suatu keluarga tidak dikaruniai keturunan. Bila pasangan yang
infertil tersebut berjumpa dengan teman yang sudah dikaruniai keturunan mereka
senantiasa rendah diri timbul perasaan malu bila ditanya jumlah anak. Pasangan infertil
tersebut berusaha keras untuk memperoleh keturunan dengan pertolongan dokter. Pada
pemeriksaan dokter kemudian ditetapkan bahwa penyebab infertilitas adalah
endometriosis. Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan penanganan maka
diputuskan untuk menjalani FIV. Program FIV tersebut membutuhkan biaya yang mahal
dan tidak seluruh masyarakat Indonesia mampu mendapat pelayanan tersebut. Pada
masyarakat yang kurang mampu, ada yang dapat menerima dengan lapang dada, ada yang
mengambil jalan perceraian, ada yang menikah lagi ada pula yang melakukan
perselingkuhan. Hal ini akan menambah penderitaan terutama pada perempuan karena
dialah sebagai penyebab tidak punya keturunan tersebut. Bagi pasangan yang mampu
mereka akan mencoba mengikuti program FIV meskipun dengan biaya yang mahal.
Angka keberhasilan FIV masih rendah jika dibandingkan dengan infertilitas oleh karena
sebab yang lain 27. Bilamana hasil program FIV pertama gagal pada umumnya pasangan
suami isteri tersebut akan mengalami kekecewaan yang sangat, akhirnya mereka putus
asa atau ada yang berusaha untuk mencoba kembali, ada pula yang akhirnya bercerai,
kawin lagi atau berselingkuh. Dampak infertilitas karena endometrioma akan sangat
berpengaruh pada pasangan suami isteri tersebut, terutama pada pihak perempuan karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
merasa bahwa dirinya sebagai penyebab utama, hingga akhirnya sangat berpengaruh pada
kualitas hidupnya.
2.3.3. Tumor.
Penderita endometriosis ada yang berlangsung tanpa keluhan (asimptomatik).
Endometriosis berat seringkali tidak menimbulkan nyeri yang hebat kadang hanya
keluhan ringan. Pada endometriosis berat terjadi perlengketan yang luas dan timbul kista
ovarii (endometrioma) yang relatif ringan pada umumnya baru berobat setelah merasa ada
benjolan pada perut bagian bawah atau didapat secara kebetulan pada saat memeriksakan
diri mengenai infertilitas. Endometriosis pada umumnya dilakukan pembedahan dan
dilanjutkan dengan pemberian medikamentosa. Angka kejadian endometriosis pada
perimenopause berkisar antar 5-15% dan pada pascamenopause 3-5%. Endometriosis
dapat berubah menjadi tumor ganas ovarii, dengan angka kejadian keganasan berkisar
0,3-1,6% dan jenis keganasan adalah karsinoma endometrioid atau kanker sel bening 28
Perempuan yang mengidap karsinoma ovarii akan menimbulkan berbagai macam dampak
sosial, ekonomi dan akan menurunkan harapan hidup perempuan tersebut.
2.3.4. Gangguan haid.
Gangguan haid pada umumnya berupa perdarahan uterus disfungsional.gangguan
haid ini bisa diatasi dan tidak menimbulkan dampak pada kehidupan perempuan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2.4. Diagnosis endometriosis.
2.4.1. Keluhan.
Keluhan klinis penderita endometriosis sangat tergantung pada lokasi anatomis,
keluhan bisa berupa nyeri pelvik, dismenorea, dispareunia, disuria, masa di pelvis,
infertilitas dan gangguan haid.
2.4.2. Pemeriksaan Ginekologik.
Pemeriksaan ini akan menimbulkan temuan yang beranekaragam. Pemeriksaan
genital eksternal dan permukaan vagina umumnya tidak didapat kelainan. Pemeriksaan
dengan spekulum lesi endometriosis tampak warna berupa nodul kebiruan, dapat berada
di fornik posterior meliputi 14,4% penderita. Pemeriksaan palpasi bimanual:posisi servik
kadang terdorong kelateral akibat parut pada ligamentum sakrouterina ipsilateral. Uterus
sukar digerakkan dan lunak, posisi dapat retrofeksi ataupun retroversi dan terfiksasi pada
kondisi penyakit yang berat. Kavum Douglasi, teraba massa lunak, fibrosis, nodul-nodul
yang nyeri raba atau nyeri tekan terutama di kavum Douglasi. Pada ligamentum
sakrouterina pada umumnya lebih sering sebelah kiri juga teraba nodul-nodul yang nyeri
raba atau nyeri tekan meliputi 30% penderita endometriosis. Palpasi adneksa teraba
massa adneksa bisa lunak ataupun sedikit keras, nyeri sentuh, seringkali terfiksasi ke
uterus atau dinding samping pelvis. Pemeriksaan rektovaginal teraba nodul-nodul pada
ligamentum sakrouterina, kavum Dougalsi atau pada septum rektovaginal khususnya
pada rektovaginal teraba nyeri dan bengkak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Tabel 2.2 Patokan diagnosis secara klinis Kelompok Gabungan Gejala Kemungkinan
endometriosis (%) 1 • Nyeri Haid
• Tumor ≥ 2x2 cm atau nodul-nodul *)
• Infertilitas
89.09
2 • Nyeri Haid • Tumor ≥ 2x2 cm
atau nodul-nodul
65.45
3 • Nyeri Haid • Infertilitas
60.00
4 • Tumor ≥ 2x2 cm atau nodul-nodul
• Infertilitas
52.73
( Dikutip dari : Jacob T.Z, 2009)
*) ∅ 2x2 cm karena dengan cara bimanual masih dapat diraba Diagnosa klinis dengan menggunakan empat kriteria : nyeri haid, infertilitas, nodul 2x2cm
dan nyeri tekan, sensitivitas 15% dan spesifisitas 100%. Dengan 3 kriteria:nyeri haid,
infertilitas dan nodul 2x2 cm, sensitivitas 35% dan spesifisitas 100%. Dengan
menggunakan dua kriteria , nyeri haid dan infertilitas sensitivitas 68% dan spesifisitas
100% 29 .
2.4.3. Laparaskopi diagnostik.
Pada pemeriksaan laparaskopi, lesi endometriosis terdapat pada permukaan
peritoneum dengan berbagai warna dan ukuran( tabel 2.1). Defek pada peritoneum berupa
parut yang menutupi susukan endometriosis. Endometriosis (disebut pula kista coklat
karena menampakkan warna coklat tua )dalam berbagai ukuran bisa meliputi satu atau
kedua ovarium. Pada laparaskopi juga dilakukan tes patensi tuba untuk mengetahui
apakah tuba paten atau tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
2.4.4. Diagnosis pencitraan.
Pencitraan berguna untuk memeriksa penderita endometriosis.Ultrasonografi
(USG) pelvik secara transabdominal (USG-TA)transvaginal (USG-TV) atau secara
transrektal (USG-TR) dan pencitraan resonansi magnetik (magnetik resonace imaging,
MRI)telah digunakan sebagai cara nir-invasif untuk mengenali sebukan endometriosis
yang besar dan endometrioma sebagai lesi mandiri, tetapi cara-cara ini tidak cukup
menolong dalam penilaian luasnya endometrioma. Bagaimanapun, cara-cara tersebut
masih penting untuk menetapkan sisi lesi atau menilai dimensinya yang mungkin
bermanfaat untuk menentukan pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan. Teknik-
teknik yang lain seperti pindai tomografi terkomputerisasi (computerized
tomographic[CT] ) terkadang membantu dalam menentukan letak lesi, tetapi seringkali
menghasilkan temuan yang tidak khas.
2.4.4.1. Ultrasonografi ginekologik pelvis.
Temuan ultrasonografi pada endometriosis :
Gambaran ultrasonografi endometriosis cukup beragam
- Kista endometriosis dapat bersekat, dinding menebal, dan noduler
- Aliran darah perikistik (pada endometrioma) khususnya di daerah hilus dan
terlihat di pembuluh yang memiliki ruang teratur
- Vaskularisasi endometrioma lebih tinggi dan ideks pulsatilitas lebih rendah
- Hiperekhoik (perlu cari tanda-tanda perlekatan ke susunan di dekatnya dan ukur
diameter longitudinal dan anteroposterior lesi-lesi tersebut)
Diagnose banding pada gambaran USG :kista dermoid, kista hemorargik, dan kista
neoplastik yang lain kadang menyerupai endometrioma.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2.4.4.2. Tomografi terkomputerisasi(CT scan).
Tehnik ini jarang dipergunakan sebagai diagnostik karena biaya yang tinggi dan
penampakan lesi yang sangat berbeda-beda.
2.4.4.3. Pencitraan resonansi magnetik.
Pencitraan resonansi magnetik tersebut tidak dipakai secara rutin untuk diagnostik
endometriosis.
2.4.5. Diagnostik laboratorik.
Sampai saat ini belum tersedia pemeriksaan laboratorik tunggal yang terpercaya
untuk penggunaan klinis, tetapi tampaknya gabungan pemeriksaan marka (penanda)
biokimiawi dan penilaian klinis dapat mengurangi kebutuhan untuk pemastian secara
pembedahan.
2.4.5.1. CA-125(carcinoantigen-125).
Kekhasan dan kepekaan CA-125 terlalu rendah untuk digunakan sebagai uji
penapisan diagnosis endometriosis. Namun demikian, pengukurannya dalam serum masih
dapat digunakan sebagai marka untuk memantau respon penanganan yang sedang atau telah
dilakukan (medisinal atau pembedahan) terhadap endomatriosis, atau kekambuhannya, juga
untuk membedakan kista jinak adneksa yang bukan endometriosis dengan endometrioma.
2.4.5.2. Aromatase.
Pemeriksaan aromatase dari sediaan biopsi endometrium secara imunohistokimia
juga telah terbukti bermanfaat pada kasus dengan kecurigaan endometriosis, karena
memiliki kepekaan dan kekhasan yang sangat tinggi (hampir 100%).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
2.4.5.3. Sitokin.
Peran sitokin dalam patogenesis endometrioma juga sudah sangat dikenal.
Sitokin-sitokin zalir peritoneal seperti interleukin(IL) yakni IL-6, IL-8 dan faktor nekrosis
tumor (tumor necrosis factor,TNF)-α telah dikembangkan sebagai marka yang lebih jitu
untuk menduga endometriosis.
2.5. Penanganan endometrioma.
Dapat dilakukan dengan pendekatan medisinalis maupun dengan melakukan
membedahan baik konservatif maupun pembedahan radikal ataupun gabungan antara
pembedahan dan medisinalis. Oleh karena patogenesis endometriosis masih belum jelas
betul maka pendekatan penanganan baik secara medisinalis maupun pembedahan dan
gabungan keduanya masih belum memberi hasil yang memuaskan.
2.6. Karsinogenesis.
Kanker merupakan suatu kelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel
yang tidak terkontrol, melakukan invasif dan menyebar dari tempat asal sel tersebut ke
tempat lain dalam tubuh. Terdapat tiga proses yang mempengaruhi jumlah sel secara
keseluruhan pada makhluk hidup. Proliferasi sel adalah faktor yang utama. Faktor kedua
adalah eliminasi sel melalui kematian sel yang terprogram. Hal terakhir adalah fase inaktif
selama proses deferensiasi untuk memberi kesempatan bagi sel melakukan perbaikan bagi
penyimpangan yang mungkin terjadi. Mutasi pada DNA dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan. apoptosis maupun differensiasi dan mempengaruhi jumlah sel secara
keseluruhan. Sel kanker pada umumnya memiliki gangguan pada gen pengatur siklus sel
yang mempengaruhi proliferasi sel yang tidak terkontrol tersebut 30.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Karsinogenesis merupakan proses pembentukan sel karsinoma yang patogenesisnya
secara molekuler merupakan penyakit genetik. Proses ini terjadi akibat pengaruh berbagai
faktor (multifaktorial) yang menyerang tubuh secara bertahap (multistage) baik pada
tingkat fenotip maupun genotip. Perubahan sel normal menjadi sel karsinoma melalui 3
tahap inisiasi,promosi dan progresi 30,31.
Gambar 2.1 Skema Karsinogenesis (Dikutip dari Mac Donald, 1997)
Pada tahapan inisiasi, gen tertentu mengalami kerusakan yang bersifat
menetap(irreversible). Sebelum mengalami perubahan menjadi sel kanker, sel yang
mengalami inisiasi tidak berbeda dengan sel normal, kecuali menjadi lebih sensitif terhadap
perubahan dan mudah terangsang oleh faktor pertumbuhan maupun faktor penghambat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Sesudah tahapan inisiasi, terjadi tahapan berikutnya, yaitu tahap promosi. Pada tahapan ini
sel yang terinisiasi akan dipacu untuk membelah oleh substansi yang dapat berupa
karsinogen atau oleh bahan / substansi promotif (promoting agent). Substansi ini
diperkirakan mempengaruhi diferensiasi sel sehingga tidak terjadi differensiasi sesuai
dengan fungsinya, yang biasanya terjadi pada sel normal setelah sel membelah. Perubahan
genetik lebih lanjut diperlukan agar sel tumor dapat bermetastasis 30,31.
Kerusakan materi genetik pada karsinogenesis dapat terjadi pada tingkat kromosom,
yaitu kelainan struktur dan jumlah kromosom atau pada tingkat gen yaitu kelainan struktur
atau fungsi(misalnya metilasi,aktivitas telomerase). Kerusakan materi kromosom dapat
berupa delesi(deletion)yaitu hilangnya satu segmen kromosom atau gen dari coding dan
non-coding region atau berupa translokasi , yaitu sebagian dari suatu kromosom lepas dan
menempel pada kromosom lainnya. Kelainan /kerusakan ini umumnya didapat
(acquired)dan terjadi pada sel somatik, tetapi ada juga yang diturunkan dan menjadi
predisposisi terjadinya kanker. Gangguan dapat juga terjadi secara primer yaitu di awal
perkembangan tumor atau sekunder, yaitu terjadi belakangan dan mempengaruhi perangai
tumor 32.
Pada tingkat molekuler, transformasi sel normal menjadi sel karsinoma tersebut
disebabkan perubahan salah satu atau keseluruhan dari tiga gen pengatur yang dijumpai
pada semua sel, yaitu proto-onkogen yang menghasilkan protein pertumbuhan, gen
supresor yang menghasilkan protein yang menghambat pertumbuhan sel dan gen apoptosis
yang menghasilkan bahan yang memprogram kematian sel 32.
Selain ketiga gen tersebut, terdapat pula gen yang ikut mempengaruhi proses
karsinogenesis, yaitu gen yang berperan dalam proses repair DNA. Gen ini mempengaruhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
profesi atau daya tahan sel dengan mempengaruhi kemampuan organisme tersebut untuk
memperbaiki kerusakan non-lethal yang terjadi pada gen lain, termasuk proto-onkogen, gen
supresor dan gen apoptosis. Kerusakan pada gen ini dapat menyebabkan timbulnya mutasi
pada genom dan kemudian menimbulkan transformasi neoplasma. Gen DNA repair ini
harus mengalami inaktivasi pada kedua alelnya untuk menyebabkan ketidakstabilan genom,
sehingga gen DNA repair ini seringkali dikelompokkan sebagai gen supresor 33.
Proto-onkogen adalah gen yang terdapat pada sel normal, berfungsi untuk mengatur
proliferasi normal.Yang termasuk proto-onkogen adalah gen yang memproduksi (1) faktor
pertumbuhan; (2) Reseptor faktor pertumbuhan; (3) Kinase nonreseptor; (4) Transduser
sinyal; (5) Faktor transkripsi dan (6) Protein nukleus 32. Proto-onkogen dapat berubah sifat
menjadi onkogenik akibat transduksi virus (viral oncogenes;v-oncs ) atau akibat pengaruh
yang mengubah perilaku in situ, sehingga menjadi cellular oncogenes(c-oncs). Perubahan
yang dialami protoonkogen menjadi onkogen selalu bersifat mengaktivasi, artinya mereka
menstimuli suatu fungsi sel yang mengakibatkan pertumbuhan dan differensiasi sel.
Onkogen menghasilkan protein yang disebut onkoprotein, yang menyerupai produk normal
dari proto-onkogen.Yang membedakannya dari protein normal adalah ketiadaan unsur yang
penting untuk pengendalian, serta produksinya oleh sel yang mengalami transformasi tidak
dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan atau sinyal eksternal lainnya. Pada kondisi yang
normal ,proliferasi sel melalui tahapan-tahapan 34 . (1) Terikatnya faktor pertumbuhan pada
reseptor spesifik membran sel, (2) Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan yang bersifat
sementara dan terbatas,yang kemudian akan mengaktivasi beberapa protein transduksi
sinyal pada bagian dalam mambran plasma, (3) Transmisi sinyal transduksi melintasi
sitosol menuju inti melalui second messenger, (4) Induksi dan aktivasi faktor pengendali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
pada inti yang menginisiasi transkripsi DNA, (5) Sel kemudian memasuki siklus
sel,menghasilkan pembelahan sel.
Onkogen dan onkoprotein merupakan bentuk penyimpangan dari tahapan dan
produk yang terlibat dalam proses proliferasi sel tersebut, mengakibatkan pertumbuhan dan
differensiasi sel yang mengarah kepada neoplasma. Aktivasi onkogen merangsang produksi
reseptor faktor pertumbuhan yang tidak sempurna, yang memberi isyarat pertumbuhan
terus-menerus meskipun tidak ada rangsang dari luar. Proses proliferasi yang tidak
terkendali tanpa diiringi maturasi sel dapat mengakibatkan gangguan differensiasi sel. Pada
tahap selanjutnya, gangguan differensiasi sel akan mencerminkan progresivitas sel menjadi
ganas 32,34.
Gen supresor faktor yang menghambat pertumbuhan sel dalam siklus sel. Sehingga
bila teraktivasi akan menghentikan pertumbuhan sel dan terjadi keseimbangan yang
harmonis. Setiap gen supresor menjadi protein transduksi sinyal yang membawa pesan
menghambat pertumbuhan (growth inhibition)dari bagian sel yang satu ke bagian sel yang
lain melalui suatu signaling cascade dan disanpaikan kepada responder protein. Bila salah
satu protein supresor hilang atau tidak berfungsi, maka salah satu mata rantai sinyal hilang
sehingga pesan yang dibawanya tidak sampai ke tujuan. Produksi gen supresor dapat
mendeteksi adanya sinyal pertumbuhan abnormal atau keadaan abnormal dalam siklus sel,
misalnya adanya kerusakan DNA atau produk replikasi DNA yang salah. Pada keadaan ini
gen supresor bekerja sebagai regulator negatif bagi berlangsungnya proliferasi dan siklus
sel.Telah banyak gen supresor yang teridentifikasi, namun di antara semuanya, p53, PTEN,
dan pRb sejauh ini masih memegang peranan terpenting.Gen Rb yang menghasilkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
protein pRb mengendalikan sel sebelum memasuki fase S(sintesis DNA). Ia tidak secara
langsung menghambat transkripsi, tetapi berinteraksi dengan faktor transkripsi E2F dan ko-
represor lainnya sehingga transkripsi dapat dihambat. Selain itu pRb juga menginduksi
apoptosis dengan melibatkan E2F dan gen supresor lainnya, yaitu p53.Gen supresor p53
berperan dalam menghambat siklus sel, differensiasi, apoptosis, senescence dan
angiogenesis. Fungsi gen supresor phospatase and Tensin homolog deleted on chromosome
ten(PTEN) yang normal adalah mencegah jalur proliferasi AKT/P13K menjadi
berlebih.Pada banyak keganasan ditemukan PTEN mengalami kerusakan 32,33.
Sebagai regulator negatif dari proses proliferasi sel, kehilangan satu alel akibat
mutasi diharapkan tidak berpengaruh pada fungsi alel kedua (alel normal/wild
type)sehingga mutasi ini merupakan loss of function mutation dan bersifat resesif. Produk
gen supresor baru menjadi inaktif, apabila kedua alel mengalami mutasi. Tetapi pada
umumnya yang sering terjadi adalah mutasi pada satu alel diikuti dengan hilangnya alel
wild-type hingga menjadi homozigot loss of heterozygosity (LOH). Mutasi resesif pada gen
supresor pada beberapa kasus tidak menimbulkan fenotip pertumbuhan abnormal pada
keadaan heterozigot, tetapi mutasi ini dapat diwariskan melalui sel-sel germinal(germline
cells). Germline mutation gen supresor baru menunjukkan manifestasi bila alel wild type
yang kedua oleh salah satu sebab hilang. Hilangnya alel wild-type biasanya terjadi lama
setelah lahir. Individu-individu dengan mutasi germinal(germline mutations)gen Rb dan
p53 biasanya berkembang normal, walaupun individu-individu ini berisiko tinggi untuk
menderita kanker 33.
Apoptosis ialah kematian sel terprogram yang terjadi baik pada beberapa proses
fisiologik maupun proses neoplasma.Bcl-2 merupakan gen antiapoptosis yang pertama kali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
teridentifikasi, terdiri dari berbagai subtipe protein homodimer dan heterodimer,yang
sebagian lagi memfasilitasi apoptosisi ,seperti bax, bad dan bcl-xS. Anggota kelompok dari
bcl-2 bertindak sebagai rheostat dalam pengaturan program kematian sel. Rasio antara gen
antiapoptosis (bcl-2,bcl-xl)dan gen proapoptosis (bax, bcl-xS, bad, bid)menentukan respon
suatu sel terhadap stimulus apoptosis 33,34.
2.7. Apoptosis.
Pada organisme multiseluler, homeostasis jaringan dipengaruhi oleh proliferasi,
diferensiasi dan kematian sel. Sebagaimana proliferasi dan diferensiasi, apoptosis penting
dalam mengontrol pertumbuhan. Adanya gangguan dalam program tersebut akan
mengakibatkan pertumbuhan sel abnormal 35,36.
Apoptosis adalah tipe kematian sel yang terprogram melalui serangkaian
perubahan struktural sebagai hasil dari rangsang fisiologis atau patologis. Ciri
morfologi apoptosis adalah pengkerutan sel, penonjolan membran (membrane
blebbing), kondensasi kromatin, dan fragmentasi inti sel. Gambaran tersebut adalah
hasil dari aktivasi caspase, yaitu keluarga protease yang substratnya meliputi prekursor
enzim yang dapat menyebabkan destruksi proteolitik sitoskeleton dan metabolit protein
yaitu poly (adenosine-5’diphosphate-ribose) polymerase (PARP), DNA-dependent protein
kinase, lamin, protein kinase, dan aktin 35,36.
Apoptosis terjadi melalui dua jalur utama yaitu, jalur ekstrinsik atau death receptor
(DR) dan jalur intrinsik atau jalur mitokondria.
Death receptor pathway dimulai dengan pengaktifan tumour necrosing factor
receptor receptor (TNFR), yang meliputi Fas, death receptor (DR) 4, TNFRI dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
TNFRII. Fas menginduksi apoptosis melalui dua jalur. Jalur pertama dengan mengikat
ligan. Ikatan ligan mengaktifkan reseptor TNFRI dan Fas untuk menarik dan mengikat
Protein death effector Fadd/Mort-1. Ikatan Fadd/Mort-1 menarik procaspase 8. Procaspase
8 diubah menjadi bentuk aktifnya yaitu caspase 8 dan dilepaskan kembali ke dalam
sitosol. caspase 8 akan memecah dan mengaktifkan caspase 3. Jalur kedua lewat jalur
alternatif sinyal transduksi. Reseptor Fas berikatan dengan protein adapter yang akan
mengaktifkan mitogen activating protein kinase (MAP3) dan memicu kaskade fosforilasi
yang meningkat pada aktivasi c-Jun N terminal kinase (JNK). JNK yang teraktivasi
memfosforilasi substrat seperti c-Jun dan p53 dan menginduksi apoptosis lewat berbagai
mekanisme, meliputi modifikasi dan pengaturan protein pada famili Bcl-2 30.
Pada jalur mitokondria, salah satu kejadian yang menyebabkan apoptosis adalah
pelepasan sitokrom- c dari mitokondria melalui porus yang dibentuk oleh mitochondrial
permeability transition pore (PTP) dan protein pro- apoptosis Bax. Jika PTP berasosiasi
dengan Bax maka keduanya dapat membentuk suatu kanal spesifik untuk sitokrom- c
dan faktor-faktor yang menginduksi apoptosis. Asosiasi antara Bax dengan PTP dan
aktivitas pembentukan porus dicegah oleh protein anti apoptosis Bcl-2. Sitokrom- c
yang dilepaskan oleh mitokondria ke sitosol akan berinteraksi dengan Apaf-1 untuk
membentuk apoptosom yang akan merekrut dan mengaktivasi procaspase-9. Caspase-9
yang aktif akan melakukan pemekarsinomahan terhadap karsinomaspase efektor yaitu
caspase-3, -6, dan -7. Caspase efektor ini kemudian melakukan pemecahan terhadap
banyak substrat di dalam sel yang penting, dan menimbulkan perubahan morfologis yang
khas pada apoptosis 30,37.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 2.2. Apoptosis terjadi melalui dua jalur utama yaitu jalur ekstrinsik dan intrinsik. Jalur ekstrinsik distimulasi oleh FAS Death Receptor, jalur intrinsik distimulasi oleh pelepasan sitokrom- c oleh mitokondria (jalur aktivasi karsinomaspase) (dikutip dari Irene, 2005) .
Apoptosis dan gen yang mengontrolnya mempunyai efek yang besar pada fenotip
keganasan. Gangguan pada program apoptosis akan menyebabkan mortalitas sel. Mutasi
onkogenik yang mengganggu apoptosis mempengaruhi inisiasi tumor, progresifitas
tumor dan metastase 37.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2.8. Bcl-2.
Bcl-2 merupakan suatu gen dari famili mamalia (termasuk manusia) dan yang
berlokasi di kromosom 18 dan protein – protein yang dihasilkannya. Berfungsi pada
permeabilitas lapisan luar dari membran mitokondrial (MOMP atau Mitochondrial Outer
Membran Permeabilization) dapat menghasilkan pro- apoptosis seperti (Bax, BAD, Bak dan
Bok dll) atau anti- apoptosis (termasuk Bcl-2, Bcl-xl, Bd-w dll) 30.
Secara keseluruhan terdapat 25 gen yang berasal dari famili Bcl-2 yang telah
berhasil diketahui. Bcl-2 berasal dari B-cell lymphoma 2 yang merupakan anggota kedua
dari jajaran protein yang pada awalnya digambarkan sebagai translokasi gen resiprokal pada
kromosom 14 dan 18 pada lymphoma folikuler 30.
Gambar 2.3. Translokasi locus gen Bcl-2 (dikutip dari Chao, 1998).
Anggota-anggota dari famili Bcl-2 terdiri atas 4 karakteristik homolog domain
yang disebut Bcl-2 homolog. BH domain (dinamakan BH1, BH2, BH3 dan BH4) (lihat
gambar). Domain BH diketahui penting untuk fungsi penghapusan domain melalui efek
molekular cloning /siklus apoptosis. Anti apoptosis protein Bcl-2 seperti Bcl-2 dan Bcl-xl
terdiri dari 4 BH domain. Protein pro –apoptosis Bcl-2 juga dibagi ke dalam beberapa BH
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
domain (seperti Bax dan Bak) atau yang hanya mempunyai 3 domain (seperti Bid, Bim,
Bad). Famili Bcl-2 mempunyai struktur yang terdiri dari unsur heliks hidrofobik dikelilingi
oleh heliks-heliks apoptosis. Beberapa anggota famili merupakan domain transmembran.
Tempat bekerjanya famili Bcl-2 adalah terutama pada lapisan luar membran mitokondria. Di
dalam mitokondria terdapat faktor apoptosis (sitokrom- c, Smac/ Diablo, Omi) yang apabila
terlepas akan mengaktivasi proses apoptosis, ensim-ensim caspase. Tergantung pada
masing-masing fungsinya, apabila sudah diaktifkan protein Bcl-2 akan merangsang
keluarnya faktor-faktor ini atau tetap tersekuestrasi di dalam mitokondria. Apabila aktivasi
apoptosis Bak dan/ Bax akan membentuk MAC (Mitochondrial Apoptosis-induced Channel)
dan melakukan mediasi keluarnya sitokrom- c, anti- apoptosis Bcl-2 akan menghalangi
proses tersebut melalui jalur inhibisi Bax dan/ Bak.30,38.
Gambar 2.4. Karakteristik domain homolog famili Bcl-2 (dikutip
dari Chao, 1998).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Terdapat berbagai teori berkaitan dengan bagaimana famili gen Bcl-2
mengeluarkan efek pro atau anti- apoptosis. Hal penting yang didapatkan bahwa aktivasi
atau inaktivasi perubahan porus permeabilitas mitokondria terjadi pada lapisan dalam (inner
mitochondrial permeability transition pore) yang didalamnya diatur oleh matrix ca2+, pH
dan voltage. Juga diketahui bahwa beberapa protein famili Bcl-2 dapat menginduksi (pro-
apoptosis agent) atau menghambat (anti- apoptosis agent) pengeluaran sitokrom- c ke dalam
sitosol yang akan mengaktivasi caspase 9 dan caspase 3, menghasilkan proses apoptosis.
Meskipun pelepasan dari sitokrom- c adalah secara tidak langsung dimediasi oleh potensial
transmembran pore pada membran mitokondria lapisan dalam (inner), terdapat bukti kuat
menyatakan adanya keterlibatan awal MAC (Mitochondrial Apoptosis-induced Channel)
pore pada membran lapisan luar (outer) 31. Kadar protein Bcl-2 yang tinggi akan
menghindarkan/ menjaga sel-sel dari kematian awal sel oleh apoptosis. Protein Bcl-2 akan
menekan proses apoptosis dengan cara mencegah aktivasi caspase yang akan menghasilkan
proses tersebut 30.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Gambar 2.5. Mekanisme apoptosis yang dipacu oleh adanya kerusakan DNA atau stres sel, sinyal ini menginduksi ekspresi Bax ke mitokondria sehingga menyebabkan lepasnya sitokrom- c, dilanjutkan dengan aktifasi jalur karsinomaspase. Proses ini dihambat oleh Bcl-2 dan IAPs (dikutip dari Lauren pecorino,2005)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
2.9. Endometrioma dan Karsinoma ovarii.
Penelitian pada endometrioma tertuju pada perbandingan berbagai proses fisiologis
dari endometrium dari perempuan yang menderita endometriosis,39 dengan perempuan
yang tidak menderita endometriosis. Hal yang mempengaruhi keadaan ini adalah beragam
kelainan genetik, lingkungan, angiogenesis, endokrin, metabolisme dan mekanisme
imunologi.
Penelitian 1975 memperoleh bukti bahwa endometrioma dapat berkembang menjadi
ganas, dan diusulkan kriteria untuk menegakkan diagnosa keganasan yang berasal dari
endometrioma. Publikasi mengenai kanker hallmarks mengemukaan tujuh ciri penting dari
fenotip kanker 6.
2.9.1. Kesamaan tinjauan patologi klinik antara endometriosis dengan kanker.
Bukti menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara endometriosis
dengan karsinoma ovarium didasarkan atas dua teori : (1) implantasi endometriotik yang
mengalami perubahan ke arah keganasan melalui fase transisi endometrioma atipik. (2)
mekanisme yang mendahului atau faktor predisposisi baik endometrioma maupun kanker
adalah sama meliputi : kerentangan genetik, gangguan pengaturan imunologi dan
angiogenesis, lingkungan yang beracun.
2.9.2. Histopatologi.
Seperti keganasan pada umumnya, endometrioma memperlihatkan ciri perubahan
atipik, invasi dan metastase. Endometrioma atipik menunjukkan ciri histopatologi dengan
kelenjar endometrial dengan sitologi dan atau arsitektur atipik, meliputi 12 – 35 % dari
endometriosis ovarii 40,41,42. Sekitar 60 – 80% kasus endometrioma yang berhubungan
dengan karsinoma ovarium Endometriosis –associated ovarian cancer ( EAOC) terlihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
pada endometriosis ovarium yang atipik 43,44. Pada kasus ini 25 % memperlihatkan
hubungan langsung dari ovarial endometriosis atipik dengan karsinoma ovarium,43 melalui
potensi premalignan dari non atipik menjadi atipik dan akhirnya malignan.
2.9.3. Persamaan molekuler endometriosis dan karsinoma ovarii.
Persamaan molekuler dan ciri genetik dari endometrioma dihubungkan dengan
karakteristik kanker yang diusulkan oleh Hanhan & weinberg 2000. Identifikasi kelainan
genetik yang beranekaragam The Hallmarks of cancer :
(1) Memiliki kemampuan yang cukup dalam sinyal pertumbuhan, (2) Tidak peka terhadap
sinyal anti-proliferasi,(3) Kebal terhadap apoptosis, (4) Tidak terbatas potensi replikasi, (5)
Sokongan dari angiogenesis, (6) Invasi dan metastase ke jaringan, (7) Memiliki instabilitas
genetik.
2.9.3.1. Memiliki kemampuan yang cukup dalam sinyal pertumbuhan.
Endometriosis merupakan neoplasma yang tergantung pada estrogen. Endometriosis
memiliki adaptasi khusus pada sinyal induksi estrogen: (1) Peningkatan produksi lokal
estrogen melalui peningkatan ekspresi dari aromatase sitokrom p450 tetapi terjadi
kekurangan ekspresi dari 17 β-hydroxysteroid dehydrogenase type 2 ( yang menyebabkan
inaktifasi dari estradiol yang berpoten menjadi estrone yang kurang berpoten) 45
(2)Peningkatan respon pada estrogen. Peningkatan reseptor estrogen ( ER-α ) ekspresi pada
jejas yang aktif ( Red lession) dibanding dengan yang tidak aktif ( Black lession )
endometriosis 46 (3) Mewarisi polimorfisme genetik pada estrogen dan reseptor progesteron
( PRs) merupakan predisposisi dari endometriosis, (4) Mewarisi polimorfisme genetik pada
metabolisme enzim ( CYP1A1, CYP19 dan GSTM1) yang merupakan predisposisi dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
endometriosis 47,48,49 dan kanker endometrioid ovarium dan kanker sel bening 50. Pada
percobaan binatang, Dioksin yang merupakan pencemaran lingkungan akan menginduksi
terjadinya endometriosis dan kanker ovarium. Penting diketahui bahwa pada perempuan
dengan kadar dioksin tinggi dalam serum kemungkinan terjadi endometriosis sangat besar51
Aktivasi dari ERs pada endometriosis dapat diketahui secara tidak langsung melalui
aktivitas CYP1A1, yang menyebabkan peningkatan aromatase P450 dan produksi
estrogen 52 atau secara langsung melalui diokxin –activated aryl hydrocarbon receptor53
faktor pertumbuhan yang lain, transforming growth factor-α dan insulin – like growth
factor –I ( IGF-1) juga terlibat pada pertumbuhan endometriosis dan kanker ovarium 54
Sinyal IGF 1 diperlukan untuk progresivitas dari siklus sel dan merupakan persyaratan
untuk perubahan keganasan dan implantasi. Kadar IGF 1 dalam plasma tinggi pada
endometriosis berat.
2.9.3.2. Tidak peka terhadap sinyal anti proliferasi.
Pada tingkat sel terdapat perbedaan ekspresi dari protein p27Kip1 ( cdk inhibitor )
antara jejas endometriotik yang aktif dan yang tidak aktif,55 bersamaan dengan peningkatan
ekspresi p21 antara endometrioma dan karsinoma ovarii 56 data tersebut menyimpulkan
kenaikan aktivitas cdk melalui hambatan aktivitas induksi siklus sel, yang pada umumnya
tidak seimbang pada kanker.
Endometriosis melawan efek antiproliferasi dari progesteron dengan
memperlihatkan ekspresi yang didominasi oleh hambatan isoform PR-A daripada stimulasi
isomer PR-B.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
2.9.3.3. Kebal terhadap apoptosis.
Keganasan pada umumnya menunjukkan ekspresi berlebihan dari antiapoptosis
(Bcl-2), dan ekspresi rendah dari proapoptosis BAX, gen p53 (p53 adalah tumor supresor
gen (TSG) sedangkan protein ( TP53 ) adalah proapoptosis melalui mutasi menjadi tidak
aktif. Pada jejas endometriotik mempunyai srategi untuk menghindar dari apoptosis melalui
(1) peningkatan Bcl-2 dan penurunan BAX 7 (2) regulasi pertahanan dan matrix
metalloproteinases(MMPs), 8 (3) peningkatan Fas ligand (Fasl) dan interleukin 8 (IL-8) di
dalam zalir peritoneal endometrioma. (peningkatan ekspresi Fasl oleh IL-8 menginduksi
apoptosis dari T linfosit dan dimungkinkan endometrioma menghindar dari kematian sel),9
(4) sel germinal 10 dan sel somatik yang didapat 11 menyebabkan tidak aktifnya mutasi gen
p53.
2.9.3.4. Tidak terbatas potensi replikasi.
Tumor pada umumnya mengekpresi enzim telomerase yang memproteksi telomeres
dari pemendekan dan mencegah sel menjadi tua. Estrogen dan progesteron menstimulasi,
sedangkan tamoxifen dan wild-type (varian normal) p53 menghambat, aktivitas telomerase
pada kanker mamae dan endometrium 57,58 belum dipublikasikan penelitian fungsi
telomerase endometriosis, neoplasma yang bergantung pada estrogen mempunyai potensi
rentan terhadap kontrol telomerase.
2.9.3.5. Sokongan dari angiogenesis.
Patologi angiogenesis, supresor sel imun dan aktivasi sel imun terdapat pada
endometriosis dan proses karsinoma 59,60. Transmisi genetik atau induksi lingkungan
(pencemaran dioksin) merubah angiogenik dan atau respon imun yang merupakan
predisposisi perempuan pada implantasi ektopik sel endometrial yang dibawa pada cavum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
uteri pada saat darah mentruasi berbalik yang menyebabkan terbentuknya endometriosis.
Terdapat kesamaan implikasi mediator ‘inflamatory angiogenesis’pada karsinoma dan
endometriosis.Gen pada mediator menunjukkan polimorfisme genetik merupakan
predisposisi pada endometriosis( e.g intercellular adhesion molecule-1, IL-6, IL-10 gene
promoters) 61,62,63 maupun karsinoma ( e.g. IL – 6.IL-8, tumour necrosis factor ( TNF )α,
NFKB-1 dan peroxisome proliferator activated receptor -γ genes ) 64 pengobatan
antiangiogenik menghambat factor proangiogenik.
2.9.3.6. Invasi dan metastase ke jaringan.
Kemampuan invasi menembus membrana basalis merupakan spesifikasi perubahan
dari non invasif ke kanker invasif. Tumor mengeluarkan protease( e.g. MMPs )
menghancurkan membrana basalis dan stroma.Ekspresi dari MMP-2 dan MMP-9
berkorelasi dengan stadium kanker. Aktifitas MMP terdapat juga pada jejas endometriotik
65 Deregulasi dari sinyal perekat sel meliputi intergrins, β karsinomatenin, E- cadherin dan
P-karsinomadherin terlihat pada kejadian dari beberapa keganasan dan terlihat pada
etiopatogenesis 8,66,67.
2.9.3.7. Memiliki instabilitas genetik.
Instabilitas genetik merupakan karakteristik dari sel kanker. Endometriosis
memperlihatkan genetik somatik yang didapat yang terdapat juga pada kanker. Kista
endometriosis merupakan monoclonal dan mempunya karakteristik loss of heterozygosity
pada 75% dari endometrioma yang ada hubungannya dengan adenokarsinoma, dan 28%
kasus tanpa disertai adenokarsinoma. Pada umumnya mempengaruhi lengan kromosom
19p,11q,22q 68. Penelitian perbandingan genomic hybridization dari endometriosis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
menyatakan hilangnya DNA copy numbert 1p, 22q dan x dan menambah pada 6p dan 17q.
Penambahan 17q ternyata menguatkan protoonkogen HER-2/Neu 69. Loss of heterozygosity
pada 5q, 6q, 9p, 11q, 22q, p16 dan p53 mengindikasikan hilangnya tumor supresi gen yang
terlihat pada endometriosis 70. Karsinoma ovarium dan jejas endometriotik yang berdekatan
terlihat perubahan genetik, seperti mutasi gen PTEN menunjukkan kemungkinan spectrum
transformasi genetik malignan. Loss of heterogenesity pada 10q 23.3 terlihat pada
endometrioma (56,5%), karsinoma endometrioid ovarium 42,1% dan karsinoma sel bening
ovarium 27,3% dan konsentrasi mutasi gen PTEN terlihat pada endometrioma dan
karsinoma sel bening ovarium. Suatu penelitian menunjukkan bahwa kanker ovarium jenis
epitelial memperlihatkan penyimpangan ekspresi HOXA-10 bersama HOXA 7 dan HOXA
9 merupakan awal deferensiasi dari endometrioid 71. Ekspresi abnormal dari tumor supresi
gen PTEN dan DNA mismatch gen hMLH1 terdapat pada endometrioma dan karsinoma
ovarium dan juga ditemukan pada endometriosis stadium lanjut. Mutasi yang sering dari
gen PTEN terlihat pada karsinoma endometrioid ovarium tetapi tidak terlihat pada
karsinoma ovarium serosa maupun musinosa. Ekspresi berlebihan p53 dan BCL-2 yang
berperanan pada apoptosis dan matric metalloproteinase 9 berperan pada robekan
membrane basalis terlihat baik pada kanker maupun endometrioma 72,73.
2.9.4. Hubungan endometriosis dan karsinoma ovarii berdasarkan pengamatan klinik
dan asal dari sel.
90% neoplasma berasal dari epitel ovarium demikian juga endometrioma, karena
keduanya dari ductus mulleri 74. Secara keseluruhan perubahan ke arah keganasan berkisar
antara 0,3 – 0,8% 75,77. Karsinoma endometrioid mencapai 60% sedangkan karsinoma sel
bening sekitar 15% 76,78. Pada penemuan lain endometrioma berubah menjadi karsinoma sel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
bening sekitar 21-54%, endometrioid sekitar 35%. Serous, musinous dan karsinoma lain
sekitar 9% 79,80. Sitologi atipik terlihat pada 20% dari jejas endometriosis dan 33,6% atipik
berat kemungkinan awal dari karsinoma ovarium. Terdapat persamaan pada loss of
heterozygosity pada jejas endometriotik dan karsinoma ovarium. Perempuan dengan
endometriosis stadium lanjut memperlihatkan penurunan ekspresi dari tumor supresi gen
PTEN dan DNA repair gen hMLH1, hal ini juga terlihat pada karsinoma ovarium 81 .
2.9.5. Hubungan endometriosis dengan karsinoma ovarii berdasar data epidemiologi.
Beberapa penelitian epidemiologi membuktikan perempuan dengan karsinoma
ovarium mempunyai riwayat endometriosis, hal ini menjadi dasar dari bukti yang kuat
bahwa terdapat hubungan antara endometrioma dengan karsinoma ovarii 82. Pada penelitian
perkiraan endometrioma sebagai faktor risiko untuk terjadinya karsinoma ovarium dari 727
perempuan dengan karsinoma ovarium dan 1367 sebagai kontrol. Sesudah disesuaikan data
mengenai usia, jumlah kehamilan, riwayat keluarga dengan karsinoma ovarii, ras,
pemakaian oral kontrasepsi, ligasi tuba, histerektomi, dan menyusui, ditemukan
perempuan dengan karsinoma ovarium meliputi 1,7kali (95%CI 1.2-2.4) yang memiliki
riwayat endometriosis 83.
2.9.6. Peran inflamasi pada kejadian karsinoma ovarii.
Sel inflamasi dikontrol oleh produksi toxic oxidants ( oxidative stress ) yang
menyebabkan kerusakan DNA, protein, dan lipid 84. Inflamasi kronis menghasilkan nekrose
dan kompensasi sel untuk membelah. Pembelahan sel yang cepat meningkatkan kesalahan
replikasi terutama jika terjadi pada regulasi seperti p53, meningkatkan risiko untuk
mutagenesis. Inflamasi disertai dengan pelepasan sitokin dan growth factor, keduanya
merupakan kondisi kritis untuk pertumbuhan progresivitas dari keganasan. Dari data-data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
disimpulkan bahwa inflamasi berperanan pada kejadian karsinoma ovarii 85 . Bebarapa
inflamasi yang ada hubungannya dengan karsinoma ovarium adalah inflamasi pelvis oleh
karena inflamasi panggul yang kronis 86,87. Kondisi lain seperti endometriosis, hipertiroid
dan kista ovarii ada kaitannya dengan inflamasi pelvis dan meningkatkan risiko terjadinya
karsinoma ovarium 86. Kondisi kontras seperti ligasi kedua tuba dan histerektomi tanpa
oovorektomi menurunkan risiko terjadinya karsinoma ovarii 86,88. Kemungkinan besar
dengan terputusnya jalur antara traktus genitalis bawah dan atas menghambat kondisi
lingkungan inflamasi untuk mencapai epitel ovarium.
Paritas 89,90 kontrasepsi oral 90,91,92 dan menyusui lama, faktor – faktor ini mencegah
terjadinya karsinoma ovarii oleh karena kondisi tersebut terjadi penekanan ovulasi.
Pengamatan ini memunculkan suatu hipotesis bahwa ovulasi adalah mutagenik.Apa sebab
ovulasi merupakan mutagenik ? Pada ovulasi terjadi proses inflamasi 85. Sitokin
proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor-α ( TNF-α ) ,interleukin (IL-1), dan IL-6
meningkat selama ovulasi 93,94. Ovulasi disertai dengan proses inflamasi yang lain seperti
proliferasi, stress oksidasi, permeabilitas vaskuler dan peningkatan prostaglandin dan
leukositosis 95. NSAIDs menghambat ovulasi 96 dan mencegah terjadinya karsinoma
ovarium.
Kaitan antara inflamasi dengan karsinoma ovarium diperoleh dari pengamatan
secara umum bahwa sel inflamasi terlihat mengelilingi karsinoma ovarium dan tidak
berdaya untuk membersihkannya. Pada kenyataannya pertumbuhan neoplasma baik pada
ovarium dan kanker yang lain meliputi serbuan host interaksi dengan sel kanker dimana sel
kanker tersebut menarik produksi dari growh factor, sitokin dan host menginduksi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
menseleksi dan ekspansi dari tumor tersebut. Secara spesifik mRNA dari TNF -α, IL-1 dan
IL-6 terdapat pada epitel tumor ovarium dan karsinoma ovarium yang disertai asites. Lebih
lanjut makrofag inflamasi dari host memproduksi matrik metalloprotein – 9 ( MMP-9 )
yang merupakan kondisi kritis merobek matrik ekstraselluler dan menyebabkan tumor
melakukan invasi 97.
2.9.7. Perubahan respon imun pada endometriosis.
Fungsi imunologi pada perempuan endometriosis selalu tidak normal. Keadaan
tidak normal tersebut menandakan pertumbuhan dan progresifitas dari endometriosis.
Endometriosis dikelilingi sel inflamasi dan terkontaminasi dengan sitokin yang diproduksi
oleh sel inflamasi. Sitotoksisitas dari sel Natural killer (NK ) menurun membuktikan bahwa
endometriosis mengganggu deferensiasi dari sel NK 98.
Sel T dan makrofag baik diperifer maupun di zalir peritoneal meningkat demikian
juga aktifitasnya pada penderita endometriosis. Ini membuktikan tidak ada kemampuan
membersihkan sarang endometriosis 99. Sel T dan makrofag memproduksi sitokin yang
spesifik dan growth factor. Berbagai sitokin terdapat pada zalir peritoneal mengelilingi
sarang endometriosis. Secara umum diketahui bahwa sitokin peritoneal menyokong
pertumbuhan ektopik endometrial. Transforming growth factor –β yang berada di sekeliling
ektopik endometrial menghambat aktifitas sel NK. Fungsi sel NK adalah menghambat
pertumbuhan dari tumor 100. Makrofag peritoneum menghasilkan MMP-9 dan vascular
endothelial growth factir (VEGF ) yang merupakan faktor permeabilitas pembuluh darah
seperti MMP-9 mengkikis ektraselluler matrik normal sehingga pembuluh darah
mendukung angiogenesis ektopik endometrium 101,102.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Secara umum sitokin dibagi atas proimflamasi, sitokin T-helper-1(TH1) dan
immunosupresi, sitokin T-helper- 2 (TH2). Sitokin TH1 meliputi interferon gamma,TNF -α,
IL-1, IL-2 dan IL-6. Anti imflamasi TH2 termasuk IL-4, IL-5, IL-10 dan TNF-β 103. Sitokin
proimflamasi mengatur cyclo oxygenase (COX)2, enzim ini mengkatalisasi sintesa
protaglandin. Prostaglandin menurunkan deferensiasi sel yang menghambat apoptosis 104
dan memicu invasi dan angiogenesis melalui growth factor dan MMP-9 105. Sitokin anti
imflamasi TH2 menghambat sintesa sitokin TH1 termasuk ekspresi COX 2 106. Pada
penelitian imbangan antara sitokin TH1 dan TH2 pada zalir peritoneal penderita
endometriosis memperlihatkan sitokin TH2 dominan.107 Dilain pihak TNF-α secara
konsisten tinggi dalam zalir peritoneal disekitar jejas endometriosis.Di dalam jejas
endometriosis menghasilkan sitokin TH1108. Faktor-faktor tersebut meningkatkan MMP-9
dan aliran darah ke jejas endometriosis dan menurunkan integritas matrik ekstraselluler dan
rintangan jaringan sehingga terjadi invasi dan menstimulasi sel endometriotik
berproliferasi.
Sel β yang merupakan produksi antibodi terlihat tidak normal pada endometriosis,
yang menandakan endometriosis merupakan penyakit autoimun.
2.9.8. Hubungan endometriosis dan karsinoma ovarium melalui jalur imflamasi.
Imflamasi kronis merupakan perubahan dari lingkungan dominan TH1 menjadi
lingkungan dominan TH2. Karsinoma ovarium menunjukkan dominasi sitokin TH1. Sitokin
tersebut ( TNF-α ,IL-1, dan IL-6) merupakan sitokin yang mendominasi proses ovulasi,
sedang makrofag menghasilkan VEGF, MMP-9 dan TGF-β. Keadaan tersebut
mengingatkan pada proses yang terjadi pada endometriosis. Endometriosis maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
karsinoma ovari secara umum didominasi sitokin TH1. Terlibatnya TGF-β, VEGF dan
MMP-9 merupakan kondisi kritis inflitrasi, invasi dan metastase dari ektopik
endometriotik seperti sebagaimana layaknya pada karsinoma.
2.9.9. Hormon steroid dan karsinoma ovarium.
Estrogen dan androgen yang berlebihan di satu pihak, progesteron menurun di lain
pihak akan meningkatkan karsinoma ovarium. Penelitian 20 tahun yang lalu menduga
bahwa berubahan kearah keganasan dari karsinoma ovarium berasal dari epitel permukaan
dan melalui stimulasi estrogen, dan kadar gonadotropin yang tinggi 109. Bukti epidemiologi
menyokong hipotesis gonadotropin dapat memproteksi karsinoma ovarii, sebagaimana
terihat pada paritas 110 kontrasepsi oral 111 dan menyusui lama 108,109 akan menekan produksi
gonadotropin. Pada kondisi lain data epidemiologi justru menyangkal peran gonadotropin
tersebut. Hal ini dibuktikan dengan (1) post menopause dengan terapi sulih hormonal akan
menurunkan gonadotropin tetapi tidak meningkatkan karsinoma ovarium. (2) Obat–obatan
untuk fertilisasi dapat meningkatkan kadar gonadotropin tetapi tidak meningkatkan risiko
karsinoma ovarium112 dan (3) Penelitian prospektif gagal menghubungkan kadar
gonadotropin dengan karsinoma ovarii 113. Kadar estrogen yang tinggi terlihat pada zalir
peritoneum dan juga pada serum penderita karsinoma ovarium jika dibandingkan dengan
penderita normal114. Pada anovulasi seperti paritas, menyusui dan pemakaian kontrasepsi
oral akan melindungi epitel ovarium dari pengaruh estrogen. Menyusui juga secara
langsung menurunkan kadar estradiol, sedangkan kontrasepsi oral tergantung dari dosisnya.
Kombinasi estrogen dan progestin pada kontrasepsi oral menghilangkan menstruasi
anovulatoar dengan ciri unoposed estrogen. Pada kehamilan juga menunjukkan peningkatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
estrogen bersamaan dengan peningkatan progesteron terjadi selama 9 bulan tanpa unoposed
estrogen115.
Faktor risiko yang lain baik langsung ataupun tidak langsung, meningkatkan
unoposed estrogen berhubungan dengan karsinoma ovarium. Kondisi ini terlihat pada
menarkhe awal dan siklus haid yang pendek. Latihan yang berlebihan akan menurunkan
estrogen sekaligus menurunkan risiko karsinoma ovarium tetapi hal ini tidak konsisten
Hubungan antara indeks masa tubuh dan karsinoma ovarium juga tidak konsisten
kemungkinan premenopause adipositas kadar estrogen rendah, sedangkan postmenopause
adipositas kadar estrogen naik. Peminum alkohol kadar estrogen meningkat akan tetapi
kaitannya dengan karsinoma ovarium tidak jelas, Demikian juga peminum kopi pada
perempuan perimenopause kaitannya tidak jelas. Pada penelitian kohort prospektif
penggunaan terapi sulih hormon meningkatkan karsinoma ovarium 2 kali116. Androgen
memicu dan progestin menekan pertumbuhan karsinoma ovarium115. Beberapa penelitian
progesteron melawan kerja estrogen dan menurunkan risiko karsinoma ovarium.
Penggunaan progesteron pada kontrasepsi oral menurunkan risiko kejadian karsinoma
ovarium. Kehamilan kembar akan menurunkan risiko karsinoma ovarium, hal ini juga
dikarenakan karena kadar progesteron lebih tinggi pada kehamilan kembar jika
dibandingkan dengan kahamilan tunggal. Penelitian dengan binatang coba (kera )
progesteron meningkatkan programmed cell death (apoptosis), mekanisme anti mutagenik.
Androgen juga berperan pada kejadian karsinoma ovarium terlihat pada pengamatan
bahwa (1) epitel normal dan karsinoma ovarium mengekpresi reseptor androgen dan anti
androgen menghambat pertumbuhan karsinoma ovarium invitro116 (2) sebagian besar
karsinoma ovarium terlihat pada postmenopause karena androgen sangat dominan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
sirkulasi hormon oleh karena diproduksi kelenjar adrenal dan jaringan perifer sesudah
steroidogenesis ovarium berhenti, (3) stroma ovarium mengkonversi androstenedion
menjadi dihidrotestosteron lebih daripada ke estrogen. (4) timektomi pada tikus
meningkatkan secara tidak normal kadar androgen sebelum pertumbuhan adenoma
ovarium. (5) kontrasepsi oral down regulasi produksi androgen oleh sel granulosa ovarium
117, (6) tinggi badan berpengaruh pada androgen dan berhubungan dengan growh hormon
( dan juga berhubungan dengan peningkatan estrogen pada fase folikuler), meningkatkan
risiko karsinoma ovarium 118, (7) rasio pinggul dan pinggang merupakan marker adepositas
sentral dan pengaruh pada androgen, berkaitan dengan peningkatan kejadian karsinoma
ovarium119, (8) pada penelitian mengenai hormon streroid androstenedion meramalkan
risiko terjadinya karsinoma ovarium meningkat, (9) dugaan ovarium polikistik merupakan
kondisi dengan androgen berlebihan, ada kaitannya dengan karsinoma ovarium dan (10)
penelitian perempuan dengan endometriosis yang mempergunakan danocrine yang
merupakan antagonis androgen dan memperlihatkan risiko karsinoma ovarium 3 kali
dibandingkan dengan perempuan yang mempergunakan leuprolide , GNRH agonis 120.
Interpretasi kejadian tersebut dikarenakan androgen berlebihan yang berkaitan dengan
insulin , insulin - like growth factor – I(IGF-I), dan kelebihan estrogen
( seperti kasus postmenopause, peningkatan rasio pinggang-pinggul, dan syndroma
polikistik). Androgen mengkonversi menjadi estrogen dan peningkatan IGF-I dijumpai
pada perempuan yang menderita karsinoma ovarium pada usia muda.
Sebagai kesimpulan hormon steroid dengan kelebihan estrogen dan androgen dan
kekurangan progesteron mendukung peningkatan risiko karsinoma ovarium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Table 2.3.Estrogen – related risk factors for ovarian cancer and endometriosis
Variable Association to ovarian
cancer
Association to
endometriosis
Nulliparity ++ ++
Lack of oralcontraception ++ +
Lack of breast-feeding ++ +?
Early age at menarche + ++
Short or long menstrual + +
Cycles
Body mass index - +?
Height + +
caffeine use + +
Alcohol use _ +?
Lack of exercise +? ++
( Dikutip dari : Roberta B, 2003)
Keterangan :
++ Consistent association ; + less consistent association ; +? Questionable association ; - no
clear association found
Only risk factors that occur in premenopausal women can be compared because
endometrioma is uncommon in postmenopaisal women.
2.9.10. Endometriosis dan hormon steroid.
Endometriosis suatu kondisi yang dipicu oleh estrogen dan dihambat oleh
progesteron.
Banyak marker unoposed estrogen yang berlebihan meningkatkan kejadian
endometriosis 121 . Kondisi ini terlihat juga pada risiko terjadinya karsinoma ovarium
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
(tabel 2.3). Seperti menarkhi awal, siklus haid pendek 123, badan yang tinggi 122 dan latihan
fisik yang berlebihan 123. Hubungan yang tidak begitu jelas atau kurang menyakinkan
mengenai indek masa tubuh yang rendah dan penggunaan alkohol dengan kejadian
endometriosis. Seperti karsinoma ovarium, kopi juga berpengaruh pada endometriosis 124.
Peningkatan progesteron yang dikombinasi dengan estrogen seperti pada kehamilan 123 dan
pemakaian kontrasepsi jenis pil 123 menurunkan risiko terjadinya endometriosis. Hubungan
tersebut sulit dijelaskan karena oral kontrasepsi pil merupakan suatu pengobatan pada
endometriosis. Progesteron yang berlebihan pada keadaan hamil akan mengurangi jejas
endometriotik.
Lokal estrogen yang berasal dari jaringan endometriotik oleh karena ektopik
endometrium mengkonversi androstenedione menjadi estrone dan estradiol 125. Di dalam
ektopik endometrium steroidogenic factor -1(SF-1) merupakan faktor transkripsi yang
mampu menstimulasi produksi aromatase mengikat promotor aromatase dan terjadi
kompetisi protein binding ( COUP-TF ) suatu faktor yang menghambat transkripsi. Gen
aromatase terekspresi secara berlebihan dibandingkan dengan eutopik endometrium normal
tidak menunjukkan ekspresi SF-1 oleh karena itu tidak memproduksi aromatase. Endogen
androgen yang berlebihan diharapkan merangsang endometriotik bertumbuh, pada
kenyataannya sintesa androgen dipergunakan untuk pengobatan endometriosis. Penjelasan
kondisi ini tidak konsisten kemungkinan androgen eksogen down-regulate pituitary
gonadotropins dan menyebabkan produksi estrogen secara keseluruhan androgen eksogen
menurun dan stimulasi estrogen pada jejas endometriotik.
Estrogen dihasilkan oleh sintesa estrone ke estradiol oleh ektopik endometrium.
Pada perempuan rentan pada jejas endometriotik menunjukkan peran yang sangat kuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
estradiol lokal dan mediator inflammasi yang merubah promosi angiogenesis, disintegrasi
ekstraseluler, proliferasi sel, dan apoptosis yang tidak normal. Dengan mekanisme ini jejas
endometriosis dengan tenaga seluler dan peranan biologi dari host menyebabkan terjadi
pertumbuhan dan invasi. Dengan mekanisme yang sama DNA rusak pada sisi regulasi,
hormon dan sitokin memacu pembentukan karsinoma ovarium. Kaitan antara
endometrioma dengan kanker sel bening dan kanker endometrioid adalah kuat. Dianjurkan
bahwa walaupun endometrioid dan sel bening secara spesifik berasal dari endometrioma
tambahan faktor risiko ikut menentukan pertumbuhan neoplasma.
Pada penelitian hewan untuk menimbulkan endometriosis terfokus pada epitel
ovarium untuk melihat regulasi estrogen dan progesteron pada MMP-9, ekspresi COX -2
dan apoptosis 123. Penelitian epidemiologi menunjukkan paparan estrogen eksogen dan
androgen yang meningkat dengan progesteron yang menurun merupakan risiko untuk
timbulnya karsinoma ovarium pada perempuan endometriosis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Patogenesis Endometriosis
Gambar 2.6. Patogenesis endometriosis (dikutip dari Pertemuan ilmiah berkala IV Hiferi-POGI Semarang,Oepomo,2009; Solo gynecologic cancer conference,Oepomo,2009 ).
Darah haid yang berbalik masuk ke dalam kavum peritonii melalui tuba falopii yang
terbuka. Pada darah menstruasi itu terbawa serta sel endometrial yang mampu hidup karena
dia memiliki potensi anti apoptosis. Karena ada benda asing makrofag zalir peritoneal
jumlahnya meningkat dan aktifitasnya juga meningkat tujuannya untuk mengeliminasi sel
endometrial tadi. Hal itu tidak bisa terjadi akibatnya makrofag berubah menjadi sel sekresi
Retrograde menstruation
Viable endometrial cells in peritoneal cavity
Endometrial-Peritoneal adhesion
Ectopic implantation and invasion
Defective NK cells
Secretion of sICAM-1
Abnormal apoptosis
Reduce T cell cytotoxicity
Increased number and activation of macrophages
Increased IL-8, TNF-α, IL-6
•Angiogenesis ↑
• VEGF ↑
• IL-8 ↑ ,Rantes,TNF- α
Upregulation of MMPs
IL-1, TNF- α, TGFβ ↑
Suppression of TIMPs
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
yang mengeluarkan berbagai sitokin. Sitokin transforming growth factor (TGF –β) yang
bekerja menghambat aktifitas NK sel sehingga NK sel mengalami ngangguan atau defek.
Karena endometriosis adalah merupakan proses radang kronis maka sitokin –sitokin yang
lain seperti interleukin-6 (IL-6), interleukin-8 (IL-8)dan TNF-α juga dikeluarkan oleh
makrofag peritoneum. Interleukin-8 merupakan factor angiogenesis yang penting pada
patogenesis endometriosis dengan cara memacu pembentukan pembuluh darah baru dan
terjadi proliferasi, TNF-α ikut berperanan pada proses implantasi 24. Makrofag juga
menghasilkan MMP-9 dan vascular endothelial growth factor ( VEGF), MMP mengkikis
ekstraseluler matrik yang normal sehingga memungkinkan dukungan angiogenesis untuk
membentuk pembuluh darah baru yang dipicu oleh interleukin-8 maupun VEGF sehingga
memungkinkan setelah implantasi kemudian mengadakan invasi ke dalam peritoneum 88,89
Setelah mengadakan invasi dan mendapat dukungan dari interleukin-6 ,interleukin-8,TNF-
α dan VEGF akhirnya bertumbuh menjadi endometriosis. Agar supaya endometriosis bisa
bertahan hidup jauh dari tempat asalnya maka selain mekanisme tersebut tadi maka perlu
didukung oleh hormone steroid. Estrogen maupun androgen melalui p450 aromatase (p450
arum) 1 menyebabkan kadar estradiol dan estrone meningkat dalam jaringan endometriotik.
Estrone dikonfersi menjadi estradiol yang lebih poten oleh 17 βHSD-1. Dilain pihak selain
itu 17 βHSD-2 menurun yang distimulasi oleh progesterone untuk merubah estradiol
menjadi estrone. Estrogen menstimulasi sintesa prostaglandin melalui regulasi aromatase
sebagai mediator memproduksi estradiol. Prostaglandin memacu sel pro inflammasi tipe 1
helper T- cell(TH-1) dan juga menstimulasi makrofag peritoneal mengeluarkan matrik
metalloproteinases (MMPs) selain itu anti inflammasi tipe 2 helper T-cell(TH-2),juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dikeluarkan selain itu juga transforming growth factor β, vascular endothelial growth
factor dan MMPs . Sitokin pro inflammasi meregulasi cyclooxygenase (COX-2) suatu
enzim yang mengkatalisasi sintesa prostaglandin. Prostaglandin menurunkan deferensiasi
sel sehingga menghambat apoptosis 1. Kadar progesterone pada endometriosis rendah
sehingga dia tidak mampu melawan kedua steroid hormone yang lain dan juga tidak bisa
melawan efek imunologi pada pertumbuhan dan invasi dari endometriosis. Selain itu
rendahnya kadar progesterone tidak bisa menghambat MMPs dan juga COX-2 126,127.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
2.10. Kerangka Teori.
Gambar 2.7 Kerangka Teori
Perubahan ke arah keganasan dari sel meliputi stepwise acquisition dari perubahan genetik
yang beraneka ragam128. Keadaan ini selalu disertai perubahan dari proto-onkogen menjadi
onkogen dan tumor supressor gen atau TSG menjadi tidak aktif. Premalignansi
memperlihatkan penyimpangan genetik ke arah karsinoma. Hilangnya aktifitas enzym
mismatch repair dan hilangnya phosphatase and tension homologue gene (PTEN ) dan p53
TSGs terlihat pada perubahan permalignan menjadi malignan seperti pada karsinoma
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
mamae, endometriosis dan karsinoma ovarium129. Pada karsinoma ovarium yang berasal
dari endometriosis atau yang berdekatan dengan endometriosis memperlihatkan perubahan
genetik dari Loss Of Heterozygosity (LOH) pada endometriosis dan karsinoma ovarium.
Hal tersebut sangat kuat dugaan bahwa spektrum transformasi genetik malignan antara
endometriosis dan karsinoma. Di dalam DNA anomali enzym mismatch repair ditunjukkan
dengan microsatelite instability (MSI) dan terlihat pada endometriosis dengan tidak
terekspresinya protein hMLH1 82 .
Dengan ditampilkannya multistep tumor progression , genetik, dan mekanisme
kanker hallmrk pada satu tampilan maka bila ditarik garis mendatar maka keberadaan
endometriosis berada pada jalur promosi yang berarti bahwa endometriosis juga telah
memiliki kemampuan yang cukup dalam sinyal pertumbuhan dan tidak peka terhadap
hambatan pertumbuhan.. Bilamana kondisi endometriosis tersebut diikuti dengan tidak
stabilnya gen lebih banyak lagi maka akan berubah menjadi endometriosis yang atipik yang
merupakan keadaan premalignan yang oleh karena sebab-sebab tertentu akan berkembang
menjadi malignan,dalam hal ini menjadi karsinoma ovarium.(dikutib dari Pertemuan ilmiah
berkala IV Hiferi-POGI Semarang,Oepomo TD,2009 ; Solo gynecologic cancer conference,
Oepomo, 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual.
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Bcl2
Bcl2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Keterangan :
Endometrioma dan karsinoma ovarii keberadaannya dipicu oleh defek imunologi, sitokin-
sitokin proinflmasi yang meregulasi COX-2. COX-2 mengkatalisa sintesa prostaglandin
yang menghambat apoptosis, selain daripada itu TGF-β , VEGF, dan MMP-9 meningkat
menyebabkan endometrioma maupun karsinoma ovarium dapat mengadakan inflitrasi,
invasi dan metastase. Kenaikan androgen, estrogen dan penurunan kadar progesteron akan
memicu endometrioma maupun karsinoma ovarium untuk berkembang. BCL-2 sebagai anti
apoptosis yang terekspresi akan menghambat kerja daripada BAX sehingga proses
apoptosis tidak terjadi.
3.2. Hipotesis.
Ekspresi onkogen BCL-2 pada endometrioma lebih rendah dari karsinoma ovarii.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian.
Penelitian secara observasional analitik dengan pendekatan cross secsional pada
ekspresi onkogen Bcl-2 pada endometrioma(endometriosis ovarii)dan karsinoma ovarii.
4.2. Rancangan Penelitian.
Penentuan tingkat ekspresi dengan immunohistokimia Bcl-2 dengan
menggunakan skor histologi
Analisa statistik
Karsinoma ovarii Endometrioma
Penentuan tingkat ekspresi dengan immunohistokimia Bcl-2 dengan
menggunakan skor histologi
Sediaan
Pemeriksaan Histopatologi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
4.3. Besar sampel.
Rumus yang digunakan untuk menghitung besar sampel berdasarkan rumusan besar
sampel untuk data numerik adalah
N= ( Zα x SD)2 d
Keterangan :
Zα = nilai statistik Z pada standart tingkat kemaknaan α sebesar 5% adalah ( 1,96 )
SD = standar deviasi variabel yang diteliti ( 1,6 )
d = prediksi absolut yang dikehendaki pada kedua sisi proporsi populasi (1 )
N = Besar sampel yang diinginkan
Dari hasil perhitungan diketahui jumlah sampel adalah 10 sampel. Pada penelitian ini
diambil 40 sampel terdiri dari 20 endometrioma (endometriosis ovarii) dan 20 karsinoma
ovarii ( M.Sopiyudin Dahlan,2009 ).
4.4. Tehnik sampling.
Pengambilan sampling dilakukan secara non random yaitu dengan cara insidental
sampling pada penderita yang di duga endometrioma dan juga pada penderita karsinoma
ovarii di Rumah Sakit Dr Moewardi, Klinik Indriya Ratna dan RS Brayat Minulya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
4.5. Kriteria Sampel.
4.5.1. Kriteria Inklusi.
Penderita endometrioma, karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik dan karsioma
ovarii musinosum deferensiasi baik yang bisa menjalankan operasi yang berobat ke bagian
kebidanan dan kandungan Rumah Sakit Dr Moewardi, Klinik Indriya Ratna dan RS Brayat
Minulya mulai tanggal 1 january 2009 sampai dengan 1 Agustus 2009.
4.5.2. Kriteria Eksklusi.
1. Pernah mendapat pengobatan hormonal untuk endometriosis dalam waktu
6 bulan terakhir.
2. Jaringan ( preparat ) yang rusak
4.6. Variabel penelitian.
1. Variabel bebas
Status penyakit Endometrioma (endometriosis ovarii ), Karsinoma Ovarii.
2. Variabel terikat
Tingkat ekspresi onkogen Bcl-2 pada endometrioma dan Karsinoma Ovarii.
4.7. Definisi Operasional variabel.
1. Status penyakit endometrioma (endometriosis ovarii ) dan karsinoma ovarii
- Endometriosis ovarii ( endometrioma ) adalah hasil dari diagnosa histopatologi
terhadap sediaan blok parafin jaringan ovarium dari laparotomi atau laparaskopi.
- Endometrioma: gambaran dinding kista yang terdiri atas jaringan granulasi
(fibrosis ) yang kaya makrofag berisi pigmen coklat ( Hemosiderin ).Pemeriksaan
patologi anatomi ini dilakukan oleh ahli patologi anatomi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
- Karsinoma ovarii : hasil dari diagnosis histopatologi terhadap sediaan blok parafin
jaringan ovarium dari laparotomi. terdiri dari jenis serosum dan musinosum
berdeferensiasi baik ( tipe I )
- Karsinoma ovarii musinosum papilliferum differensiasi baik: Tampak dinding kista
tebal dan tipis, papiler, musinosum, dilapisi epitel torak yang pleumorfik berinti
gelap dengan kromatin kasar di beberapa tempat bertumpuk membentuk struktur
papiler dengan invasi ke stroma, omentum, servik, endometrium , miometrium, tuba
fallopii dan ovarium, kelenjar limfonodi, jaringan appendik tanpa tumor / anak
sebar.
- Karsinoma ovarii serosum papiliferum differensiasi baik: Tampak dinding kista
tebal dan tipis, papiler, serosum, dilapisi epitel torak yang pleumorfik berinti gelap
dengan kromatin kasar di beberapa tempat bertumpuk membentuk struktur papiler
dengan invasi ke stroma, omentum, servik, endometrium , miometrium, tuba fallopii
dan ovarium, kelenjar limfonodi, jaringan appendik tanpa tumor / anak sebar.
Nilai variabel endometrioma dan karsinoma dengan skala pengukuran nominal
dikotomi.
2. Ekspresi onkogen Bcl-2 merupakan reaksi enzimatis dari enzim HRP dengan DAB
sebagai substrat enzim yang merupakan kelanjutan dari reaksi imunologis antara
monoklonal antibodi Bcl-2 dengan Bcl-2 pada sel dilakukan dengan tehnik
immunohistokimia dengan hasil warna coklat keemasan hingga coklat tua hasil ini
dinyatakan dalam prosentase sel positif setiap 100 sel dalam setiap lapangan
pandang dengan nilai variabel skor ekspresi, skala pengukuran interval.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
4.8. Lokasi dan Waktu Penelitian.
Sampling dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr.Moewardi
Surakarta dan Klinik Indriya Ratna dan Rumah Sakit Brayat Minulya sejak bulan Januari
2009 s/d Agustus 2009.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi FK UNS Surakarta pada bulan
Februari 2010 .
4.9. Sarana, pengambilan sampel dan Tehnik pengambilan jaringan.
4.9.1. Sarana.
4.9.1.1. Laparaskopi adalah suatu alat baku emas untuk menentukan bahwa penderita
tersebut menderita endometriosis atau karsinoma ovarii.
4.9.1.2. Laparotomi adalah suatu tindakan yang mempunyai peran seperti laparaskopi ,
yaitu sebagai tindakan dalam penegakan diagnostik endometriosis dan karsinoma
ovarii.
4.9.1.3. Tissue cassette, beaker glass, mikrotom, poly-L-Lysine slides, deckglass, humidity
chamber, mikro pipet 10 µl, mikro pipet 100µl, mikro pipet 1000 µl, PCR tube,
shaker.
4.9.2. Bahan.
4.9.2.1. Formalin bufer, alkohol absolut 95%,80%,70%,50%, xylol, parafin, aquadest,
buffer sitrat pH 6, PBS pH 7,2-7,4, metanol H2O2 1,3% (H2O2 0,3% dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
metanol), blocking serum, antibodi primer ,antibodi sekunder: DAB, hematoxylin,
canada balsam, kapas/tissue, HRP ( Hourse Raddish Peroxidate ).
4.9.3. Pengambilan sampel.
Kriteria endometrioma(endometriosis ovarii) :
1. Anamnesa : infertilitas disertai nyeri haid atau tidak
2. Pemeriksaan USG Endometrioma : Tampak gambaran masa hipoekhoik dengan
dinding tebal pada ovarium, tampak gambaran ground glass apperance.
3. Pemeriksaan laparaskopi/laparotomi :
a. Endometriosis : Sarang-sarang endometriosis yang tersebar di dinding
peritoneum yang berwarna hitam,merah,putih.
b. Endometrioma : Kista pada ovarium dengan diameter > 4 cm yang berisi
cairan coklat.
Kriteria karsinoma ovarii:
1. Anamnesa : adanya benjol disertai penurunan berat badan
2. Pemeriksaan fisik : teraba masa kistik, mobile, permukaan berbenjol-benjol.
3. Pemeriksaan USG karsinoma ovarii : tampak gambaran masa hipoekoik sebagian
hiperekoik, multilokulare papiliverium, batas tegas, floating gut positif
4.9.4. Tehnik pengambilan jaringan.
4.9.4.1. Laparaskopi.
Adapun tehnik pengambilan jaringan dengan menggunakan alat laparaskopi dengan
cara penderita yang diduga endometrioma, dilakukan pemeriksaan laparaskopi
dengan merk GIMMI. Troikar dimasukkan dengan diameter ukuran 10 mm pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
perut penderita dengan posisi litotomi. Pada penderita tersebut dilakukan insisi
secara melintang 3-4 cm, dengan posisi 2 jari di bawah umbilikus. Alat troikar yang
dimasukkan ke dalam kavum abdominal tersebut dialiri gas karbondioksida ( CO2).
Alat laparaskopi dimasukkan untuk melihat keadaan kavum abdominal. Kemudian
dilakukan insisi 3 jari dari spina isciadika kanan dan kiri kemudian dimasukkan
troikar 5mm. Kemudian dilakukan kistektomi.
4.9.4.2. Laparotomi.
Tehnik ini merupakan tindakan dalam penegakkan diagnosis dan terapi pada
penderita endometriosis, meliputi incisi pada linea mediana. Incisi ini dilakukan 2
jari atas simpisis ke arah kranial sepanjang ± 10 cm, kemudian incisi diperdalam
lapis demi lapis sampai dengan peritoneum parietale dilanjutkan dengan identifikasi
endometrioma dan karsinoma ovarii (pada kasus karsinoma ovarii )dalam kavum
abdominal. Kemudian dilakukan kistektomi pada endometrioma dan pengangkatan
ovarium pada karsinoma ovarii, disamping itu dilakukan prosedur onkologi pada
karsinoma ovarii.
4.9.4.3. Pembacaan
Penilaian makna tampilan BCL-2 dinyatakan sebagai prosentase sel yang dihitung
berdasarkan tampilan positif sel dengan inti sel kuning dan sitoplasma keemasan sampai
dengan coklat tua pada pembesaran 400X. Pengamatan dilakukan sebanyak 9 lapangan
pandang. Nilai prosentase yang ditampilkan adalah nilai rerata prosentase ekspresi protein
BCL-2 dari 9 lapang pandang tersebut.
Penilaian makna tampilan protein BCL-2 dinyatakan sebagai skor Histologi (SH)
dilakukan berdasar rumus sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
SH = ( PK X IK ) + ( PS X IS ) + ( PL X IL ) + ( PN X IN ) ( Tan et al,2002)
Keterangan :
PK = Prosentase sel dengan intensitas Kuat ( prosentase sel yang dinyatakan dalam
persen yang mengekspresikan Bcl-2 dengan intensitas positif kuat ).
PS = Prosentase sel dengan intensitas Sedang ( prosentase sel yang dinyatakan
dalam persen yang mengekspresikan Bcl-2 dengan intensitas positif sedang )
PL = Prosentase sel dengan intensitas Lemah ( prosentase sel yang dinyatakan dalam
persen yang mengekspresikan Bcl-2 dengan intensitas positif lemah )
PN = Prosentase sel dengan intensitas Negatif ( prosentase sel yang dinyatakan dalam
persen yang mengekspresikan Bcl-2 dengan intensitas negatif )
IK = Intensitas Kuat ( ekspresi Bcl-2 dengan makna kwalitas positif kuat )
IS = Intensitas Sedang (ekspresi Bcl-2 dengan makna kwalitas positif sedang )
IL = Intensitas Lemah (ekspresi Bcl-2 dengan makna kwalitas positif lemah )
IN = Intensitas Negatif ( ekspresi Bcl-2 dengan makna negatif )
Nilai P ( prosentase jumlah sel ) : Nilai I ( Intensitas )
0 – 25 % : nilai 1 0 : negatif
26 – 50 % : nilai 2 1 : positif lemah
51 –75 % : nilai :3 2 : positif sedang
76 – 100 % : nilai 4 3 : positif kuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Makna kwalitatif skor histologi
INTERVAL NILAI MAKNA KWALITATIF
0,00 – 3,75 Negatif
3,76 – 7,50 Positif lemah
7,51 – 11,25 Positif sedang
11,26 – 15,00 Positif kuat
(Budiani et al 2006)
4.10. Analisa Data.
Hasil akhir dari skor sitologi ekspresi BCL-2 dari endometrioma dan karsinoma
ovarii diuji statistik menggunakan T-test dengan p=0,05 jika hasil uji normalitas distribusi
normal dan menggunakan Wilcoxon Test dengan p=0,005 jika hasil uji normalitas ditribusi
tidak normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
5.1. Hasil Penelitian.
Hasil penelitian terhadap 20 endometrioma dan 20 karsinoma ovarii terdiri atas 10
karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik (low grade) dan 10 karsinoma ovarii
musinosum deferensiasi baik (low grade) yang terbagi secara non random.
5.2. Hasil Uji Normalitas.
Hasil uji normalitas untuk endometrioma dan karsinoma ovarii menunjukkan
distribusi tidak normal (lampiran 6) oleh karena itu tidak dapat mempergunakan T-test
tetapi mempergunakan Wilcoxon Test.
5.3. Uji Perbedaan hasil penelitian.
5.3.1 Analisis Bivariad.
Tabel 5.1: Rata – rata ekspresi onkogen Bcl – 2 dengan Skor Histologi dan standar deviasi data penelitian karsinoma ovarii dan endometrioma.
Variabel Rerata SD
Karsinoma ovarii 7,180 1,9555
Endometrioma 7,200 2,2148
Wilcoxon Test didapat p=0,782
Rata - rata ekspresi onkogen Bcl-2 dengan skor histologi untuk karsinoma ovarii adalah
7,180 dengan tingkat simpangan 1,9555 dan rata - rata ekspresi onkogen Bcl – 2 dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
skor histologi untuk endometrioma adalah 7,200 dengan tingkat simpangan 2,2148
(lampiran 3).
Data pada tabel diatas ditampilkan dalam bentuk grafik dibawah ini :
Grafik 5.1 : Grafik rata – rata skor histologi ekspresi onkogen Bcl – 2 antara karsinoma ovarii dan endometrioma.
Keterangan :
Hasil analisis Wilcoxon test diperoleh Z = 0,277 dengan Asymp sig = 0,782. Karena
signifikansi > 0,05, maka disimpulkan bahwa Ho diterima. Karena itu disimpulkan bahwa
ekspresi onkogen Bcl -2 dengan skor histologi menunjukkan perbedaan yang tidak
bermakna untuk endometrioma dan karsinoma ovarii.(lampiran 7).
Bila karsinoma ovarii dipecah menjadi dua : karsinoma ovarii serosum low grade,
karsinoma ovarii musinosum low grade kemudian dibuat uji perbedaan skor histologi
Endometrioma ovarii Karsinoma Ovarii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
antara karsinoma ovarii serosum low grade, karsinoma ovarii musinosum low grade dan
endometrioma maka disajikan pada grafik 5.2 dibawah ini :
Grafik 5.2:Grafik Rata – rata skor histologi ekspresi onkogen Bcl – 2 antara karsinoma ovarii musinosum low grade ( ovarii MLC ), karsinoma ovarii serosum low grade ( ovarii SLC ) dan endometrioma.
Keterangan:
Hasil uji Kruskal – wallis diperoleh chi square = 0,282 dengan sig = 0,869. Karena
signifikansi > 0,005, maka disimpulkan bahwa Ho diterima. Karena itu disimpulkan bahwa
ekspresi onkogen Bcl – 2 dengan skor histologi menunjukkan perbedaan yang tidak
bermakna untuk ketiga kelompok penelitian.(lampiran 4).
Endometrioma Ka Ovarii - MLG Ka Ovarii - SLG
s k o r h i s t o l o g i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Tabel 5.2: Distribusi ekspresi onkogen Bcl -2 dengan Skor Histologi pada
Karsinoma Ovarii dan Endometrioma.
Kriteria Frekuensi Ovarii Endometriosis
Positif Kuat 2 1 Positif Sedang 5 6 Positif Lemah 13 13 Negatif 0 0
Data pada tabel diatas ditampilkan dalam bentuk grafik dibawah ini :
Grafik 5.3 : Grafik skor histologi ekspresi onkogen Bcl -2 antara Karsinoma ovarii
dan endometrioma. Keterangan:
Dari tabel 5.4 dan gambar 5.5 sesudah digabung di dalam satu tabel dan grafik antara
karsinoma ovarii dan endometrima maka terlihat dengan jelas tidak terdapat perbedaan
yang bermakna baik kriteria mengenai positif kuat, sedang, lemah, negatif (p = 0,782 ).
endometriomaovariiKa Ovarii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Hasil ini mempunyai makna bahwa ekspresi onkogen Bcl -2 yang ditunjukkan dengan skor
histologi antara endometrioma dan karsinoma ovarii menunjukkan perbedaan yang tidak
bermakna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
5.4 Hasil Foto Penelitian.
Karsinoma ovarii dengan pewarnaan HE ditampilkan dalam gambar berikut :
Gambar 5.6 Karsinoma ovarii. Dengan menggunakan pewarnaan HE dan menggunakan pembesaran 400x. Tanda panah menunjukkan tampak dinding kista tebal dan tipis, dilapisi epitel torak yang pleumorfik berinti gelap dengan kromatin kasar dibeberapa tempat bertumpuk membentuk struktur papiler dengan invasi ke stroma
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Ekspresi Bcl-2 pada karsinoma ovarii ditampilkan dalam gambar berikut:
Gambar 5.7 Ekspresi BCl2 pada karsinoma ovarii dengan menggunakan pewarnaan immunohistokimia dan pembesaran 400x. Tanda panah menunjukkan inti sel, tampak granulasi kecoklatan pada sitoplasma menunjukkan ekspresi BCl2 positif kuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Endometrioma dengan pewarnaan HE ditampilkan dalam gambar berikut :
Gambar 5.8 Endometrioma dengan perdarahan, dengan menggunakan pewarnaan HE dan perbesaran 400x. Tanda panah menunjukkan pigmen hemosiderin positif dan mempunyai elemen endometrial : kelenjar endometrial dan stroma. Sel atipikal dan keganasan tidak didapatkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Ekspresi Bcl-2 pada endometrioma ditampilkan dalam gambar berikut :
Gambar 5.9 Ekspresi BCl2 pada endometrioma dengan menggunakan pewarnaan immunohistokimia dan perbesaran 400x. Tanda panah menunjukkan inti sel, tampak granulasi kecoklatan pada sitoplasma menunjukan ekspresi BCl2 positif kuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional untuk melihat ekspresi onkogen Bcl-2 pada endometrioma (endometriosis
ovarii) dan karsinoma ovarii. Pada penelitian ini menggunakan sampel penderita
endometrioma sebanyak 20 kasus dan karsinoma ovarii sebanyak 20 kasus (terdiri dari 10
kasus karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik dan 10 kasus karsinoma ovarii
musinosum deferensiasi baik). Tehnik sampling dilakukan secara non random dengan cara
insidental sampling. Pada uji normalitas diperoleh bahwa data penelitian tidak terdistribusi
secara normal, oleh karena itu pengelolaan data mempergunakan Wilcoxone Test.
Berdasarkan data epidemiologi terbukti perempuan dengan karsinoma ovarii
mempunyai riwayat endometriosis 82. Vercellini et al (1993) melaporkan endometrioma
berubah menjadi karsinoma endometrioid (26%), karsinoma sel bening (21%), karsinoma
serosa (4%), karsinoma musinosa (6%) dan karsinoma jenis lain (6%)2. Karsinoma ovarii
yang paling kuat hubungannya dengan endometrioma adalah jenis karsinoma
endomentrioid (26%), karsinoma sel bening (21%). Oleh karena populasi kedua karsinoma
ini sangat jarang maka pada penelitian ini mempergunakan karsinoma ovarii jenis
karsinoma ovarii serosa dan musinosa yang masih memiliki kaitan dengan endometrioma
dengan presentasi 4% dan 6%. Pemilihan kedua karsinoma ini selain berdasar epidemiologi
juga didasarkan atas gambaran histopatologi 135 dan persamaan etiopatogenesis dari
endometrioma dan karsinoma ovarii. 134,135 Banyak teori yang dikemukakan hubungan
antara karsinoma ovarii dan endometrioma. Berdasarkan gambaran histopatologi maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
karsinoma serosum, karsinoma endometrioid, karsinoma musinosum secara morfologi ada
kemiripan dengan jaringan mukosa traktus reproduksi perempuan yang merupakan
deferensiasi dari Müller. Serosa mirip dengan epitel tuba fallopii, endometrioid mirip
dengan kelenjar endometrial dan musinosum mirip dengan epitel endoservik. Pada
penelitian ini persamaan etiopatogenesis endometrioma dengan karsinoma ovarii
mempergunakan Ovarium Surface Epithelium ( OSE ), teori cortical inclution cysts (CIC),
dan teori two pathway model 134,135.
Teori ini berdasarkan atas endometrioma dan karsinoma ovarii sama-sama berasal
dari epitel permukaan ovarium (OSE – Ovarium Surface Epithelium). Selama ovulasi,
folikel ruptur dan oosit keluar mengakibatkan trauma fisik dari sel permukaan ovarium
sehingga perlu diperbaiki. Kejadian ini berlangsung berkali-kali selama masa reproduksi
perempuan sehingga proses kerusakan dan perbaikan berulang kali. Sel OSE akan
memperlihatkan derajat kekenyalan yang tinggi sehingga terjadi peralihan dari epitel ke
fenotip mesensimal. Pada trauma fisik yang terjadi sehubungan dengan ovulasi akan
merekrut sel-sel inflamasi yang ikut terlibat sehingga banyak sitokin yang berperan dan
terjadi reactive oxigen species (ROS) dan mengakibatkan kerusakan DNA. Kerusakaan
DNA pada sel OSE menyebabkan sangat rentan sehingga mudah mengalami transformasi.
Dengan bertambahnya usia perempuan, maka epitel permukaan ovarium membentuk
banyak invaginasi kedalam cortical stroma. Invaginasi tersebut terlepas kemudian berada di
dalam stroma dan terbentuklah cortical inclusion cysts (CIC) 133,134,135. Oleh karena kista
tersebut mengandung epitel yang berasal dari permukaan ovarium maka epitel tersebut ikut
dipengaruhi oleh hormon yang mempengaruhi ovarium (seperti : gonadotropin, estrogen,
dan androgen) hormon-hormon tersebut mempunyai kemampuan memacu pertumbuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
dan proliferasi dari epitel tersebut. Selain itu terjadi pula deferensiasi dan metaplasia yang
menjadikan complex epithelium mirip dengan organ duktus Mülleri 126,127,134,135. Bilamana
kerusakan DNA pada sel tersebut tidak diperbaiki maka memungkinkan terjadi
transformasi neoplastik dan akhirnya menjadi karsinoma ovarium 30,34 .
Banyak pendapat etiopatogenesis endometrioma, akan tetapi pada penelitian ini
diambil salah satu teori yang juga mempergunakan teori cortical inclusi cysts
( CIC )13,134,135. Darah haid yang masuk melalui tuba falopii membawa serta sel endometrial
yang juga merupakan sisa dari duktus Mülleri. Sel endometrial menempel pada permukaan
ovarium dan bergabung dengan epithel CIC tadi sehingga membentuk endometrioma.
Bilamana epithel yang bergabung tadi selnya mengalami kerusakan DNA dan tidak
diperbaiki juga akan mengalami transformasi menjadi neoplasma yang kemudian akan
berbentuk karsinoma ovarii. Teori OSE – CIC dapat menjelaskan tumorogenesis dari
ovarium, yang termasuk teori ini adalah : (1) tumor OSE yang memiliki karakteristik
Mülleri, (2) tumor jinak ovarium yang kistik dan (3) low grade stroma cortical ovariii
134,135. Teori two pathway model membedakan tumor ovarium menjadi dua jenis. Jenis
pertama adalah karsinoma serosa, endometrioid, musinosa, sel bening dan transisional.
Jenis ini merupakan low grade dan pertumbuhannya lambat dengan deferensiasi baik. Pada
jenis ini terlibat beberapa gen diantaranya KRAS, BRAF, PTEN, P13K dan masih beberapa
lagi. Jenis kedua sangat banyak mutasi TP53 dan juga memperlihatkan ekspresi yang
berlebihan dari HER2/neu, AKT2. Jenis kedua ini lebih agresif dan biasanya cepat menjadi
stadium lanjut yang termasuk golongan ini adalah high-grade serosa, high-grade
endometrioid, undifferentiated carcinomas135. Berdasarkan teori tersebut diatas maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
pilihan karsinoma ovarii serosum dan musinosum dengan deferensiasi baik sebagai
pengganti dari karsinoma endometrioid dan karsinoma sel bening cukup beralasan. Pada
penelitian ini mempergunakan kerangka konseptual penelitian berdasarkan etiopatogenesis
yang sama antara endometrioma dengan karsinoma ovarii (gambar 3.1). Dari kerangka
konseptual tersebut, endometrioma dan karsinoma ovarii adalah variabel bebas dan ekspresi
onkogen Bcl-2 merupakan variabel terikat, dan hasil ekspresi bisa berbeda bermakna,
ataupun tidak bermakna kemudian hasil tersebut dianalisis.
Uji beda ekspresi onkogen Bcl-2, rerata dan tingkat penyimpangan, hasilnya
disajikan pada tabel 5.1 dan kemudian data ditampilkan dalam bentuk grafik rerata skor
histologi (gambar 5.1). Bilamana karsinoma ovarii dipecah menjadi karsinoma ovarii
serosum low grade dan karsinoma ovarii musinosum low grade kemudian dilakukan rata –
rata skor histologi maka tersaji pada gambar 5.2 antara karsinoma ovarii serosum low grade
( SLG ), karsinoma ovarii musinosum low grade ( MLG ) dan endometrioma
skor histologi menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Berdasarkan hasil analisis
statistik bivariad tidak terdapat perbedaan yang bermakna ekspresinya onkogen Bcl-2 pada
endometrioma dan karsinosis ovarii, p=0,782 (lampiran 7). Hasil penelitian ini ternyata
berbeda dengan hasil penelitian Sato dan kawan-kawan yang memperoleh hasil
endometrioma positif Bcl-2 sebesar 23%, pada endometrioid adenokarsinoma positif Bcl-2
sebesar 42% dan pada adenokarsinoma sel bening positif Bcl-2 sebesar 37%133. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal. Pada penelitian Sato kemungkinan mempergunakan populasi
endometriosis stadium II dan III dan berada pada kisaran usia reproduksi yang relatif muda.
Pada penelitian ini menggunakan populasi endometriosis stadium IV atau stadium lanjut,
dengan usia reproduksi lebih tua. Semakin tinggi usia perempuan berarti trauma ovulasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
yang dialami oleh ovarium lebih banyak dari pada usia yang relatif lebih muda. Selain itu
semakin tinggi stadium endometriosis semakin banyak sitokin pro inflamasi yang terlibat
dan semakin tinggi kadar sitokin tersebut. Semakin banyak trauma ovulasi dan semakin
tinggi kadar sitokin kondisi tersebut memungkinkan bisa terjadi perubahan sel ke arah
neoplasma. Oleh sebab tersebut maka ekspresi onkogen Bcl-2 pada penelitian ini berbeda
dengan penelitian Sato. Ekspresi onkogen Bcl-2 pada karsinoma ovarii jenis serosum dan
musinosum dengan deferensiasi buruk lebih tinggi jika dibandingkan dengan karsinoma
ovarii jenis serosum dan musinosum yang berdeferensiasi baik. Hal ini juga disebabkan
pada yang deferensiasi buruk relatif usia lebih tua dibanding yang berdeferensiasi baik,
sehingga kemungkinan mengalami trauma ovulasi dan keterlibatan sitokin pro inflamasi
lebih banyak pada yang deferensiasi buruk. Pada penelitian ini bisa dimengerti ekspresi
onkogen Bcl-2 pada karsinoma ovarii serosum dan musinosum cenderung sama dengan
ekspresi Bcl-2 pada endometrioma.
Pada tingkat molekuler transformasi sel normal menjadi sel karsinoma disebabkan
perubahan salah satu atau keseluruhannya dari tiga gen pengatur yang dijumpai pada semua
sel, yaitu protein pertumbuhan disebut proto-onkogen, gen supresor yang menghasilkan
protein menghambat pertumbuhan sel dan gen apoptosis yang menghasilkan bahan yang
memprogram kematian sel. Masih ada satu gen lagi yang ikut mempengaruhi proses
karsinogenesis yaitu gen yang berperan dalam proses repair DNA. Kerusakan DNA
menyebabkan mutasi di dalam genome sel somatik, kemudian proto onkogen berubah sifat
menjadi onkogen sehingga bersifat mengaktivasi yang berarti menstimulasi sel bertumbuh
dan berdeferensiasi. Onkogen merupakan onkoprotein yaitu protein yang menyebabkan sel
mengalami transformasi tidak dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan atau sinyal eksternal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
lain sehingga mengarah ke neoplasma32. Gen supresor yang bertindak menghambat
pertumbuhan sel di dalam siklus sel sehingga terjadi keseimbangan yang harmonis. Bila
salah satu protein supresor hilang atau tidak berfungsi maka salah satu mata rantai hilang
sinyalnya sehingga pesan yang dibawa tidak sampai ke tujuan. Telah banyak ditemukan
gen supresor yang teridentifikasi, tetapi P53, PTEN dan pRb masih memegang peranan
penting. Pada endometrioma dan karsinoma ovarii fungsi gen supresor PTEN 71 yang pada
kondisi normal mencegah jalur proliferasi AKT/P13K yang berlebihan akan mengalami
kerusakan. 72,73 PTEN sebagai regulator negatif dari proses proliferasi sel terjadi mutasi
pada satu alel diikuti dengan hilangnya alel wildtype sehingga terjadi homozigot (Loss of
heterozygosity, LOH). Mutasi resesif pada gen supresor tidak menimbulkan fenotipe pada
pertumbuhan abnormal pada keadaan heterozigot, tetapi mutasi ini dapat diwariskan
melalui sel-sel germinal. Selain gen supresor PTEN juga gen mismatch repair DNA
(MMR) adalah TSG yang berperan mengenal atau mengidentifikasi serta memperbaiki
DNA yang mengalami kerusakan, kesalahan pada replikasi yang disebabkan karena
mutasi 133. Ekspresi abnormal dari tumor supresor gen PTEN dan DNA mismatch gen
hMLH1 terdapat pada endometrioma dan karsinoma ovarii 133,72,73. Terjadinya Loss of
heterozygosity, LOH pada endometrioma dan inaktivasi dari PTEN merupakan proses awal
dari degenerasi keganasan pada endometrioma133.
Apoptosis ialah kematian sel yang terprogram yang terjadi baik pada proses
fisiologik maupun proses patologik dalam hal ini proses neoplasma. Bcl-2 merupakan gen
anti apoptosis yang pertama kali teridentifikasi, terdiri dari berbagai sub tipe protein
homodimer dan hiterodimer yang sebagian bersifat menghambat apoptosis atau anti
apoptosis seperti Bcl-2 dan bcl-xl dan sebagian lagi memfasilitasi apoptosis seperti bax,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
bad dan bcl-xs 30. Apoptosis terjadi melalui dua jalur utama yaitu jalur ekstrinsik atau dead
reseptor (DR) dan jalur instrinsik atau jalur mitokondria. Mekanisme apoptosis yang
melibatkan gen Bcl-2 mempergunakan jalur instrinsik. Bcl-2 berperan akan melekat pada
outer membran mitokondria dan menghalangi lepasnya sitokrom c dari inner membran
mitokondria. Bcl-2 menghalangi menurunnya nilai protensial membran (MPT) atau AΨm.
Sebab dengan menurunnya nilai potensial membran mitokondria akan mempermudah
lepasnya sitokrom-c. Kerusakan atau lesi pada DNA dikenali sistem DNA Poof reading dan
menginduksi regulasi positif exspresi P53. P53 dikenali sebagai faktor transkripsi sejumlah
besar gen yang terlibat dalam apoptosis, termasuk Bax. Ekspresi protein Bax akan memacu
lepasnya sitokrom – c pada inner membran mitokondria akan berinteraksi dengan Apaf – 1
untuk membentuk apoptosom yang akan merekrut procaspase – 9 menjadi caspase – 9
(initiator apoptotic enzymes). Caspase -9 adalah enzim yang bertugas untuk mengaktifkan
procaspase-3 menjadi caspase-3 (executor apoptotic enzymes). Enzim ini akan bertugas
sebagai eksekutor yang akan mendegradasi sitosol, membran sel dan memfragmentasi
nukleus sehingga akan terbentuk apoptotic bodies. Apoptotic bodies ini selanjutnya akan
difagosit oleh sel yang lain. Ini adalah jalur apoptosis intrinsik yang terjadi baik pada
endometrioma maupun pada karsinoma ovarii. Pada endometrioma dan karsinoma ovarii
ekspresi onkogen Bcl-2 melimpah, karena Bcl-2 sebagai protein onkogenik hadir sebagai
penghambat fungsi bax di jalur intrinsik sehingga proses apoptosis tidak dapat
diteruskan 30.
Pada penelitian ini diperoleh hasil peningkatan ekspresi onkogen Bcl-2 pada
endometrioma dan peningkatan ekspresi Bcl-2 pada karsinoma ovarii tidak berbeda. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
ini menunjukkan bahwa endometrioma memiliki persamaan molekuler dengan karsinoma
ovarii. Pada kerangka konseptual baik karsinoma ovarii maupun endometrioma memiliki
kemampuan yang cukup dalam sinyal pertumbuhan. Produksi lokal estradiol melalui
perubahan androstenedione dengan perantara enzim aromatase sitokrom P450 meningkat.
Estrone melalui 17 β HSD -1 dirubah menjadi estradiol. Di lain pihak 17 β HSD-2 menurun
yang distimulasi oleh progesteron untuk merubah estradiol menjadi estrone. Sitokin pro
inflamasi meregulasi COX -2 yaitu suatu enzim yang mengkatalisasi sintesa prostaglandin.
Prostaglandin menurunkan deferensiasi sel sehingga menghambat apoptosis1. Kadar
progesteron lokal baik pada endometrioma maupun karsinoma ovarii rendah sehingga tidak
mampu melawan kerja estrogen dan androgen. Sehingga memungkinkan terjadi
pertumbuhan dan invasi dari endometrioma maupun karsinoma ovarii. Selain itu rendahnya
kadar progesteron tidak mampu menghambat MMPs dan juga COX-2 126,127. Hal ini
menunjukkan bahwa peran estrogen maupun androgen dan berbagai sitokin sangat penting
bagi pertumbuhan dan perkembangan endometrioma maupun karsinoma ovarii. Bila
dihubungkan dengan teori multistep tumor progession dengan bukti bahwa pada
endometrioma sudah terlihat ekspresi onkogen Bcl-2 yang berbeda tidak bermakna dengan
ekspresi Bcl-2 pada karsinoma ovarii, maka hal ini menunjukan bahwa pada endometrioma
sudah terjadi mekanisme kebal terhadap apoptosis. Peran hormonal estrogen dan androgen
yang nyata pada endometrioma menunjukkan bahwa endometrioma memiliki kemampuan
yang cukup dalam sinyal pertumbuhan dan tidak peka terhadap sinyal proliferasi yang
ditunjukkan dengan rendahnya kadar progesteron pada endometrioma. Hal ini
menunjukkan bahwa endometriosis berada pada jalur promotion, dan dari sifat sel kanker
endomterioma memiliki sifat kebal terhadap apoptosis dan memiliki kemampuan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
cukup dalam sinyal pertumbuhan dan tidak peka terhadap sinyal proliferasi. Pada jalur
promosi sel sudah terinisiasi dan siap untuk dipicu dan membelah. Bilamana terjadi
pemicuan oleh suatu subtansi yang diperkirakan mempengaruhi deferensiasi sel sehingga
tidak terjadi deferensiasi sesuai dengan fungsinya yang biasa terjadi pada sel normal.
Perubahan beberapa genetik lebih lanjut akan menyebabkan sel berubah menjadi atipik
yang merupakan kondisi premalignan dan pada akhirnya bila terjadi kerusakan lebih lanjut
akan berubah menjadi malignan. Di dalam hal ini menjadi karsinoma ovarii jenis serosum,
musinosum, endometrioid, sel bening. Dari hasil penelitian tersebut perbedaan ekspresi
onkogen Bcl -2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii menunjukkan hasil yang tidak
bermakna. Makna perbedaan ekspresi onkogen Bcl- 2 tersebut mempunyai arti bahwa
endometrioma mempunyai sifat seperti sel kanker yang kemungkinan mempunyai potensi
untuk berubah menjadi karsinoma, dalam hal ini karsinoma ovarium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan.
Berdasar hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa :
Ekspresi onkogen Bcl-2 pada endometrioma tidak berbeda dengan ekspresi Bcl-2
pada karsinoma ovarii.
Endometrioma memiliki sifat seperti sel kanker yang dapat dimungkinkan untuk
menjadi ganas.
7.2. Saran.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut :
1. Distribusi usia dibagi menjadi 3 kelompok usia, yaitu usia reproduksi awal, usia
reproduksi akhir, dan usia perimenopause. Kemudian dilihat ekspresi onkogen Bcl-2
pada masing-masing kelompok usia.
2. Kalau dimungkinkan membedakan gambaran histopatologi endometrosis tipik dan
atipik dihubungkan dengan ekspresi onkogen Bcl-2.