1
UJI VALIDITAS KONSTRUK BIG FIVE INVENTORY DENGAN PENDEKATAN
ANALISIS FAKTOR KONFIRMATORI
Danu Dwi Atmoko
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
ABSTRACT
The aim of this study was to examine the consistency of big five personality theory in
Indonesia. The instruments used as a measure of the big five personality is the Big Five
Inventory (BFI) (John, Donahue, & Kentle, 1991). The procedure used is to test the
construct validity of the Big Five Inventory (John, et al, 1991). Confirmatory factor
analysis approach is used to test the construct validity of BFI. Subjects who were
included in this study amounted to 356 people, with the number of men as many as 111
people and the number of female subjects as many as 245 people. The result of
structural equation model analysis showed that the five-factor model of personality
theory does not fit with the data ((χ2) = 3227.34, df = 902, p = 0.00, and RMSEA =
0085). The results of this study also proved that the big five theory is not consistent in
Indonesia.
Keywords: Big Five Inventory, Construct Validity, Confirmatory Factor Analysis.
Semenjak model kepribadian lima faktor (Five Factor Model Personality)
dikembangkan oleh John, Donahue, dan Kentle (1991) dengan mengkonstruksi Big Five
Inventory (BFI), penelitian mengenai Big Five Personality mengalami kemajuan pesat. Pada
kurun waktu 1990-1994 penelitian tentang Big Five/Five Factor Model kurang lebih hanya
300 buah (John, Naumann, & Soto, 2008). Kemudian, setidaknya 750 jurnal ilmiah telah
dipublikasikan pada tahun 1999, meningkat drastis pada tahun 2004 sekitar 1250 buah
penelitian telah diterbitkan (John, dkk, 2008). John, dkk, (2008) memperkirakan lebih dari
1600 jurnal telah terbit pada 2009. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Big Five Inventory
(BFI) yang dikembangkan John, Donahue, dan Kentle (1991) merupakan salah satu instrumen
2
pengukuran kepribadian yang populer saat ini. Big Five Inventory mengungkap 5 dimensi
kepribadian, yakni : Extraversion (Ekstroversi), Agreeableness (Keramahan),
Conscientiousness (Keuletan), Neuroticism (Neurotisisme), Openness (Keterbukaan) (John &
Srivastava, 1999). Aplikasi Big Five Inventory yang luas membuat instrumen pengukuran
kepribadian ini banyak digunakan.
Aplikasi Big Five Inventory yang luas membuat instrumen ini diterjemahkan dan
diadaptasi dalam berbagai bahasa. Data resmi dari Berkeley Personality Lab melansir Big Five
Inventory telah diterjemahkan dalam 9 bahasa (Berkeley Personality Lab, 2010). Big Five
Inventory diterjemahkan dalam bahasa Cina, Belanda, Yahudi, Itali, Swedia, Portugis,
Spanyol, Jerman (BFI-10), dan Lithuania. Big Five Inventory juga sedang dikembangkan
dalam bahasa Turki (Karaman, Dogan, & Coban, 2010). Bahkan dalam penelitian Schmitt,
Allik, McCrae, dan Benet-Martínez (2007) tentang deskripsi seksuil internasional dilaporkan
bahwa Big Five Inventory telah diterjemahkan dalam 28 bahasa dan diberikan pada 17.837
individu dari 56 negara di seluruh dunia. Penerjemahan dan adaptasi terhadap skala-skala yang
sudah dikembangakan dan banyak digunakan di negara-negara maju merupakan salah satu
cara mendapatkan alat ukur yang valid (Purnamaningsih, 1988).
Meskipun demikian, banyak ahli mengkritik penggunaan skala-skala yang diimpor dari
budaya luar yang dinilai rawan terhadap bias budaya (Bond & Yang, 1982; Paddila & Borsato,
2008). Paddila dan Borsato (2008) mengemukakan adanya bias konstruk dalam penelitian
lintas budaya. Bias konstruk terjadi ketika konstruk yang akan diukur pada sebuah skala tidak
mempunyai arti yang sama antar kelompok budaya. John, dkk, (2008) menyadari bahwa
adaptasi Big Five diluar bahasa dan budaya barat cenderung lebih kompleks. Kadang kala
ditemukan satu atau dua faktor indigenous berhubungan dengan satu faktor Big Five (John,
3
dkk, 2008). Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah skala kepribadian Big Five
Inventory hasil adaptasi valid untuk digunakan di Indonesia?
Sebuah skala psikologi harus menjalani uji validitas terlebih dahulu sebelum akhirnya
dapat digunakan. Uji validitas juga wajib dilakukan pada Big Five Inventory adaptasi Bahasa
Indonesia. Studi mengenai validitas sangat penting untuk menjaga kredibilitas ilmiah penilaian
psikologis dan penilaian pendidikan (Sireci, 2007). Pengujian validitas konstruk untuk
menunjukan sejauh mana tes mengungkap suatu trait atau konstruk yang hendak diukurnya
(Allen & Yen, dalam Azwar 2007). Azwar (2007) juga mengungkapkan bahwa pengujian
validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan
konsep trait yang diukur. Melalui penelitian ini peneliti mencoba mengkonfirmasi validitas
konstruk pada Big Five Inventory adaptasi Bahasa Indonesia. Prosedur validasi konstruk yang
dilakukan dengan menggunakan teknik analisis faktor. Jenis analisis faktor yang dipakai
dalam penelitian ini adalah analisis faktor konfirmatori.
Berangkat dari pentingnya dan uji validitas terhadap Big Five Inventory adaptasi
Bahasa Indonesia, maka dalam penelitian ini meneliti tentang validitas konstruk Big Five
Inventory, untuk mempertegas rumusan masalah, pertanyaan yang diajukan adalah dalam
penelitian ini adalah: Apakah Skala Kepribadian Big Five Inventory adaptasi Bahasa Indonesia
valid untuk digunakan?
Big Five Inventory dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan akan instrumen singkat
yang mengukur komponen kepribadian Big Five. John & Srivastava (1999) menyatakan
bahwa tujuan pengembangan BFI adalah menciptakan sebuah inventori singkat yang
memungkinkan penilaian secara efisien dan fleksibel dari lima dimensi kepribadian Big Five.
Skala yang singkat tidak hanya terbukti menyingkat waktu pengerjaan namun juga
menghindari kebosanan dan kelelahan subjek.
4
Pengembangan Big Five Inventory dimulai ketika John (1990) membuat definisi
prototipe kepribadian lima faktor. Pada awal penelitiannya tersebut John menggunakan 106
kata ciri-sifat yang mewakili lima dimensi kepribadian. Berdasarkan penilaian para ahli,
verifikasi faktor analitik dan penilaian kepribadian oleh pengamat, John kemudian
memasukkan 106 kata ciri-sifat tersebut kedalam lima dimensi kepribadian yang sesuai.
Penelitian kemudian berlanjut, John, Donahue, dan Kentle (1991) membuat frase pendek
berdasarkan satu atau dua kata ciri-sifat pada data penelitian sebelumnya, hingga tercipta 44
frase pendek. Empat puluh empat frase pendek inilah yang kemudian menjadi aitem dalam Big
Five Inventory. John, dkk, (2008) melaporkan reliabilitas alpha-cronbach masing-masing
dimensi pada Big Five Inventory cukup memuaskan, berkisar antara 0,79 sampai dengan 0,87.
Aitem dalam Big Five Inventory tidak menggunakan kata sifat tunggal namun
menggunakan frasa singkat berdasarkan kata sifat (John & Srivastava, 1999). Penggunaan kata
sifat tunggal memberikan hasil yang kurang konsisten daripada ketika disertai dengan definisi
atau uraian (Goldberg & Kilkowski, 1985). Big Five Inventory mengungkap 5 dimensi
kepribadian, yakni : Extraversion (Ekstroversi), Agreeableness (Keramahan),
Conscientiousness (Keuletan), Neuroticism (Neurotisisme), Openness (Keterbukaan) (John &
Srivastava, 1999).
Para ahli sepakat berpendapat bahwa validitas adalah derajat sejauh mana tes dapat
mengukur apa yang hendak diukurnya (Sawilowsky, Sireci, 2007; Urbina, 2004). Validitas
konstruk adalah sebuah metode menafsirkan atau mengorganisasi data untuk menjelaskan nilai
sebuah tes, apa yang hendak diukur, dan apa artinya (Camara, 2003). Validitas konstruk
mengacu pada tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana suatu instrumen pengukuran
mengungkap suatu trait atau konstruk teoritik yang hendak diukur (Allen & Yen, 1979 dalam
Azwar, 2008). Validitas konstruk dianggap tepat ketika mengungkap traits atau konsep yang
5
tidak secara langsung dapat diamati seperti kecerdasan atau kesadaran (Camara, 2003). Ada
dua pendekatan yang lazim digunakan dalam validasi konstruk, yaitu: validasi dengan
pendekatan multitrait-multimethod dan validasi dengan pendekatan analisis faktor (Azwar,
2007).
Analisis faktor merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk uji validasi konstruk
(Azwar, 2007). Penggunaan teknik analisis faktor nantinya akan menghasilkan hubungan-
hubungan di antara variabel-variabel dan menjelaskan hubungan-hubungan tersebut dalam
bentuk kelompok variabel yang terbatas yang disebut faktor. Menurut Urbina (2004), ada dua
teknik dasar untuk melakukan analisis faktor. Pendekatan yang pertama adalah Analisis Faktor
Eksploratori (Exploratory Factor Analysis), analisis ini digunakan untuk untuk menemukan
faktor (misalnya, variabel laten atau konstruk) yang mendasari variabel dalam analisis.
Analisis faktor yang kedua adalah Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor
Analysis). Analisis faktor ini digunakan untuk menguji hipotesis, atau untuk mengkonfirmasi
teori tentang faktor-faktor yang sudah ada.
Pada penelitian ini teknik analisis faktor yang digunakan adalah analisis faktor
konfimatori. Berbeda dengan teknik analisis faktor eksploratori yang cenderung data driven
atau berdasarkan data dalam menemukan faktor, analisis faktor konfirmatori cenderung theory
driven. Sebelum menggunakan teknik analisis faktor konfirmatori, kita harus mempunyai
dasar konseptual yang kuat tentang jumlah faktor atau variabel laten, variabel teramati,
spesifikasi model, dan lain-lain (Brown, 2006). Analisis faktor konfirmatori terbukti menjadi
teknik analisis yang adekuat untuk validasi konstruk sebuah instrumen pengukuran. Terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis faktor konfirmatori, yakni
spesifikasi model, jumlah sampel, metode estimasi, dan parameter untuk menilai cocok atau
6
tidaknya sebuah model yang dianalisis dengan data yang ada (Brown, 2006; Harrington,
2009).
METODE
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
angkatan 2009 dan 2010. Secara keseluruhan jumlah subjek sebanyak 356 orang, dengan
jumlah laki-laki sebanyak 111 orang, dan perempuan sebanyak 245 orang. Variabel penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima golongan kepribadian menurut teori big five.
Lima golongan tersebut adalah neuroticism, agreeableness, openness, extraversion, dan
conscientiousness.
Instrumen yang dipakai untuk mengukur kepribadian model lima faktor adalah skala
Big Five Inventory Bahasa Indonesia (Soetjipto, dkk, 2010) hasil adaptasi dari skala Big Five
Inventory Bahasa Inggris yang dikembangkan oleh John, Donahue, dan Kentle (1991).
Terdapat lima faktor kepribadian dalam big five personality, yakni: ekstroversi (extraversion),
keramahan (agreeableness), keuletan (conscientiousness), neurotisisme (neuroticism) dan
keterbukaan (openness) (John & Srivastava, 1999; Brislin & Lo, 2006; John, Naumann, &
Soto, 2008). Kelima faktor kepribadian tersebut termanifestasikan dalam 44 butir aitem,
dengan frase pendek pada tiap aitemnya. Faktor extraversion terdiri dari 8 aitem, faktor
agreeableness terdiri dari 9 aitem, faktor conscientiousness terdiri dari 9 aitem, faktor
neuroticism terdiri dari 8 aitem, dan faktor openness terdiri dari 10 aitem.
Instrumen Big Five Inventory ini berbentuk skala likert dengan lima alternatif jawaban
yang menunjukkan tingkat kesesuaiaan subjek terhadap pernyataan. Angka “1” mewakili
jawaban sangat tidak setuju, angka “2” mewakili jawaban sedikit tidak setuju, angka “3”
mewakili jawaban antara setuju dan tidak setuju, angka “4” mewakili jawaban sedikit setuju,
7
dan angka “5” mewakili jawaban sangat setuju. Secara keseluruhan, skala Big Five Inventory
terdiri atas 16 aitem unfovarable dan 28 aitem favorable. Pembagian aitem favorable dan
unfovarable pada tiap faktor dapat dilihat pada tabel 1.
Pengujian validitas konstruk yang akan digunakan dalam penelitian ini memakai teknik
analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis) menggunakan perangkat lunak
LISREL 8.8 (Joreskog & Sorbom, 2006). LISREL 8.8 dipilih karena perangkat lunak ini
merupakan salah satu perangkat lunak terbaik dan paling sering dipakai untuk melakukan
analisis faktor konfirmatori (Lei & Wu, 2007). Berbagai macam pilihan metode estimasi untuk
melakukan analisis faktor juga menjadi nilai lebih yang dimiliki perangkat lunak ini.
Tabel 1
Blue Print Big Five Inventory
Dimensi Unfavorabel Favorabel Jumlah
Agreeableness
2, 12, 27, 37 7, 17, 22, 32, 42 9
Conscientiousness
8, 18, 23, 43 3, 13, 28, 33, 38 9
Neuroticism
9, 24, 34, 4, 14, 19, 29, 39 8
Openness
35, 41 5, 10, 15, 20, 25, 30,
40, 44
10
Extraversion 6, 21, 31 1, 11, 16, 26, 36
8
Jumlah 16 28 44
Sumber: John dan Srivastava (1999)
Pada penelitian ini peneliti membentuk model persamaan struktural mengenai 44 aitem
dalam big five inventory yang menurut teori dapat membentuk lima faktor kepribadian.
Namun, sebelum melakukan analisis, peneliti terlebih dahulu melakukan uji normalitas
terhadap data yang ada. Uji normalitas penting dilakukan untuk mengetahui normalitas
8
sebaran data penelitian. Hasil uji normalitas inilah yang menentukan metode estimasi yang
akan dilakukan terhadap data penelitian yang ada.
Setelah metode estimasi ditentukan langkah selanjutnya adalah melihat hasil uji
kecocokan yang dihasilkan oleh model yang dianalisis. Sesuai dengan rekomendasi dari Kline
(2011), pada penelitian ini, parameter yang dipakai untuk menentukan cocok atau tidaknya
model terhadap data penelitian yang ada adalah Chi-square (χ2), termasuk derajat kebebasan
(df) dan nilai p (p-value), RMSEA, CFI, dan SRMR. Selain itu ditambahkan pula parameter
GFI sesuai rekomendasi Joreskog & Sorbom (2004).
Chi-square (χ2) digunakan untuk menguji seberapa dekat kecocokan antara matrik
kovarian sampel dengan matrik kovarian model (Wijanto, 2008). Nilai Chi-square (χ2), derajat
kebebasan (df) yang rendah, serta tingkat signifikansi yang besar atau sama dengan 0.05
(p>0.05) menunjukan bahwa tidak ada perbedaan secara statistik antara matrik input yang
diprediksi dengan matrik yang sebenarnya. RMSEA (Root Mean Square Error of
Approximation) merupakan uji ketepatan yang menjelaskan residu yang terdapat di dalam
model. Oleh sebab itu, nilai yang diharapkan dari RMSEA sangatlah kecil. Nilai RMSEA <
0,05 menandakan bahwa model yang disusun sangat baik (close fit), sedangkan 0,05 <
RMSEA < 0,08 menandakan bahwa model yang disusun baik (good fit).
CFI (Comparative Fit Index) termasuk kedalam salah satu parameter kecocokan
inkremental yang ditambahkan oleh Bentler (1990). Nilai CFI > 0,90 menunjukan bahwa good
fit, sedangkan 0,80 < CFI < 0,90 sering disebut marginal fit (Wijanto, 2008). GFI (Goodness
of Fit Index) merupakan salah satu ukuran kecocokan absolut karena pada dasarnya GFI
membandingkan model yang dihipotesiskan dengan tidak ada model sama sekali. Nilai GFI
tertinggi adalah 1,00 (perfect fit), GFI > 0,90 merupakan good fit, sedangkan marginal fit
diperoleh bila 0,80 < GFI < 0,90. Meskipun demikian Hooper, dkk, (2008) menyarankan
9
sebaiknya peneliti memakai standar nilai GFI dan CFI masing-masing lebih dari 0,95 agar
kecocokan model hasil estimasi lebih dapat dipercaya. SRMR (Standardized Root Mean
Square Residual) mewaklili nilai rerata seluruh standardized residual, oleh sebab itu ukuran
kecocokan ini termasuk dalam ukuran kecocokan absolut. Model yang mempunyai kecocokan
baik (good fit) akan mempunyai nilai SRMR lebih kecil dari 0,05 (Wijanto, 2008).
HASIL
Uji prasyarat analisis dilakukan dengan menguji sebaran data untuk mencapai sebaran
normal. Sebuah data dikatakan mempunyai sebaran yang normal apabila memiliki nilai p lebih
dari 0.05 dari skewness dan kurtosis dalam uji normalitas multivariat (Wijanto, 2008). Hasil
uji normalitas multivariat pada data penelitian ini menunjukan bahwa data memiliki sebaran
yang tidak normal (p-values < 0,01 = 0,00). Jöreskog dan Sörbom (2004) memberikan solusi
untuk melakukan normalisasi variabel sebelum melakukan analisis. Normalisasi variabel
dilakukan peneliti untuk mencapai sebaran data yang normal. Meskipun demikian hasil
normalisasi variabel tetap menghasilkan sebaran data yang tidak normal (p-values < 0,01 =
0,00). Berdasarkan hal tersebut, alternatif yang diajukan oleh Jöreskog dan Sörbom (2004)
adalah dengan menambahkan matrik asimptotik kovarian (asymptotic covariance matrix)
dalam estimasi maximum likelihood. Prosedur tersebut nantinya akan menghasilkan estimasi
robust maximum likelihood yang menganalisis data berdasarkan sebaran yang tidak normal
(Hooper, Coughlan, & Mullen, 2008).
Model yang akan diestimasi diuji melalui uji persamaan model struktural dengan
menggunakan perangkat lunak Lisrel 8.8 (Jöreskog & Sörbom, 2006). Analisis data
menggunakan metode estimasi robust maximum likelihood. Parameter yang digunakan untuk
10
menguji ketepatan model adalah Chi-square (χ2), termasuk derajat kebebasan (df) dan nilai p
(p-value), RMSEA, CFI, SRMR, serta GFI.
Berdasarkan gambar 1, dapat diketahui bahwa uji ketepatan model menghasilkan Chi-
square = 3227.34, df = 902, nilai p = 0.00, dan RMSEA = 0.085. Pada model di bawah nilai
Chi-square dan derajat kebebasan masih tergolong tinggi yakni (χ2) sebesar 3227.34 serta (df)
sebesar 902, sehingga menghasilkan nilai p yang signifikan (p>0.05 = 0.00). Hal tersebut
menunjukkan bahwa terdapat ketidakcocokan antara model atau teori yang diuji dengan data
yang ada. Pada penelitian ini model yang dianalisis memiliki nilai RMSEA 0.085 yang
menunjukkan bahwa terdapat ketidakcocokan antara model atau teori yang diuji dengan data
yang ada. Selain itu nilai CFI sebesar 0,77, SRMR sebesar 0,13, serta GFI sebesar 0,67
menunjukkan bahwa model yang diestimasi tidak fit. Berdasarkan indeks ketepatan model
yang secara keseluruhan tidak terpenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa model yang disusun
tidak sesuai dengan teori yang ada. Sebagai solusi atas ketidakcocokan antara model dengan
data yang ada, peneliti kemudian melakukan analisis secara terpisah pada masing-masing
faktor dari big five personality. Pengujian validitas konstruk masing-masing faktor tersebut
berdasarkan teori bahwa kelima faktor yang merupakan karakter kepribadian adalah konstruk
yang terpisah dan tidak berkorelasi satu sama lain (John & Srivastava, 1999).
11
Gambar 1. Analisis Faktor Konfirmatori Big Five Personality
Peneliti melakukan uji terhadap 10 aitem yang menyusun faktor openness untuk
mengetahui validitas masing-masing aitem dalam mengukur faktor tersebut. Pada analisis
pertama, didapatkan hasil Chi-square = 130,29, df = 35, nilai p = 0,00, RMSEA = 0,088, CFI
= 0,92, SRMR = 0,068, serta GFI = 0,91. Meskipun beberapa parameter memperoleh nilai
kecocokan yang baik, namun secara keseluruhan hasil analisis tersebut menunjukan bahwa
model yang disusun tidak sesuai atau tidak fit dengan teori yang ada.
Berdasarkan rekomendasi dari modification indices, peneliti kemudian melakukan
beberapa modifikasi untuk mendapatkan model yang fit dengan data. Modifikasi model
menghasilkan Chi-square = 40,09, df = 29, nilai p = 0,082, dan RMSEA = 0,033. Selain itu
didapatkan pula nilai CFI = 0,99, SRMR = 0,037, serta GFI = 0,97. Secara keseluruhan, hasil
12
tersebut menunjukan bahwa model yang disusun menghasilkan indeks ketepatan yang baik
pada semua parameternya. Meskipun demikian terdapat beberapa aitem yang kesalahan
pengukurannya saling berhubungan. Brown (2006), menjelaskan bahwa kesalahan pengukuran
yang saling berhubungan antar aitem dapat disebabkan beberapa hal, yakni, aitem-aitem yang
penyekorannya dibalik, aitem-aitem yang hampir sama frase atau kalimatnya, aitem-aitem
yang mempunyai social desirability tinggi, dan aitem-aitem yang susah dimaknai. Lebih jauh
lagi, Brown mengungkapkan bahwa dimungkinkan aitem-aitem tersebut dapat membentuk
sebuah konstruk laten baru. Kenny, Kashy, dan Bolger (1998) serta Harrington (2009)
mengemukakan bahwa modifikasi model dengan menghubungkan kesalahan pengukuran
sebaiknya dihindari terutama apabila teori yang mendasarinya tidak kuat. Berdasarkan hal
tersebut, kemudian peneliti melakukan modifikasi ulang dengan membentuk model baru yang
bebas dari kesalahan pengukuran yang saling berhubungan seperti pada gambar 4 sebagai
berikut.
Modifikasi model menghasilkan Chi-square = 15,12, df = 9, nilai p = 0,087, dan
RMSEA = 0,044. Selain itu didapatkan pula nilai CFI = 0,99, SRMR = 0,034, serta GFI =
0,98. Keseluruhan hasil analisis tersebut menunjukan bahwa model yang disusun
menghasilkan indeks ketepatan yang baik pada semua parameternya.
13
Gambar 2. Aitem-Aitem yang Valid Mengukur Faktor Openness
Selain itu tidak ditemukan lagi aitem-aitem yang saling berhubungan pada
kesalahan pengukurannya. Kedua hal tersebut mengindikasikan bahwa pengujian dengan
model satu faktor dapat diterima, atau aitem-aitem terbukti mengukur faktor yang sama,
yakni openness.
Peneliti melakukan uji terhadap 9 aitem yang menyusun faktor conscientiousness
untuk mengetahui validitas masing-masing aitem dalam mengukur faktor tersebut. Pada
analisis pertama kali, didapatkan hasil Chi-square = 142,18, df = 27, nilai p = 0,00,
RMSEA = 0,110, CFI = 0,88, SRMR = 0,076, serta GFI = 0,90. Meskipun terdapat
parameter yang memiliki nilai kecocokan yang baik, namun secara keseluruhan hasil
analisis tersebut menunjukan bahwa model yang disusun tidak sesuai atau tidak fit dengan
teori yang ada.
Berdasarkan rekomendasi dari modification indices, peneliti kemudian melakukan
beberapa modifikasi untuk mendapatkan model yang fit dengan data seperti pada gambar 6
berikut. Modifikasi model menghasilkan Chi-square = 31,94, df = 21, nilai p = 0,059, dan
RMSEA = 0,038. Selain itu didapatkan pula nilai CFI = 0,99, SRMR = 0,038, serta GFI =
0,98. Secara keseluruhan, hasil tersebut menunjukan bahwa model yang disusun
menghasilkan indeks ketepatan yang baik pada semua parameternya. Meskipun demikian
terdapat beberapa aitem yang kesalahan pengukurannya saling berhubungan, oleh sebab
itu peneliti kemudian membentuk model baru seperti pada gambar 3 berikut.
14
Gambar 3. Aitem-Aitem yang Valid Mengukur Faktor Conscientiousness
Berdasarkan gambar 3 diketahui bahwa nilai Chi-square = 3,86, df = 5, nilai p =
0,569, dan RMSEA = 0,00. Selain itu didapatkan pula nilai CFI = 1,00, SRMR = 0,021,
serta GFI = 0,99. Keseluruhan hasil analisis tersebut menunjukan bahwa model yang
disusun menghasilkan indeks ketepatan yang baik pada semua parameternya. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pengujian dengan model satu faktor dapat diterima, atau aitem-
aitem terbukti mengukur faktor yang sama, yakni conscientiousness.
Peneliti melakukan uji terhadap 8 aitem yang menyusun faktor extraversion untuk
mengetahui validitas masing-masing aitem dalam mengukur faktor tersebut. Pada analisis
pertama kali, didapatkan hasil Chi-square = 150,16, df = 20, nilai p = 0,00, RMSEA =
0,135, CFI = 0,91, SRMR = 0,095, serta GFI = 0,88. Meskipun terdapat parameter yang
memiliki nilai kecocokan yang baik, namun secara keseluruhan hasil analisis tersebut
menunjukkan bahwa model yang disusun tidak sesuai atau tidak fit dengan teori yang ada.
Berdasarkan rekomendasi dari modification indices, peneliti kemudian melakukan
beberapa modifikasi untuk mendapatkan model yang fit dengan data. Modifikasi model
menghasilkan Chi-square = 23,19, df = 14, nilai p = 0,057, dan RMSEA = 0,043. Selain
itu didapatkan pula nilai CFI = 0,99, SRMR = 0,042, serta GFI = 0,98. Secara keseluruhan,
hasil tersebut menunjukan bahwa model yang disusun menghasilkan indeks ketepatan
15
yang baik pada semua parameternya. Meskipun demikian terdapat beberapa aitem yang
kesalahan pengukurannya saling berhubungan, oleh sebab itu peneliti kemudian
membentuk model baru seperti pada gambar 4 berikut.
Gambar 4. Aitem-Aitem yang Valid Mengukur Faktor Extraversion
Berdasarkan gambar 4 diketahui bahwa nilai Chi-square = 3,31, df = 5, nilai p =
0,652, dan RMSEA = 0,00. Selain itu didapatkan pula nilai CFI = 1,00, SRMR = 0,020,
serta GFI = 1,00. Keseluruhan hasil analisis tersebut menunjukan bahwa model yang
disusun menghasilkan indeks ketepatan yang baik pada semua parameternya. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pengujian dengan model satu faktor dapat diterima, atau aitem-
aitem terbukti mengukur faktor yang sama, yakni extraversion.
Peneliti melakukan uji terhadap 9 aitem yang menyusun faktor agreeableness
untuk mengetahui validitas masing-masing aitem dalam mengukur faktor tersebut. Pada
analisis pertama kali, didapatkan hasil Chi-square = 86,39, df = 27, nilai p = 0,00, RMSEA
= 0,079, CFI = 0,91, SRMR = 0,064, serta GFI = 0,94. Meskipun beberapa parameter
memperoleh nilai kecocokan yang baik, namun secara keseluruhan hasil analisis tersebut
menunjukkan bahwa model yang disusun tidak sesuai atau tidak fit dengan teori yang ada.
16
Berdasarkan rekomendasi dari modification indices, peneliti kemudian melakukan
beberapa modifikasi untuk mendapatkan model yang fit dengan data.
Modifikasi model menghasilkan Chi-square = 30,79, df = 24, nilai p = 0,16, dan
RMSEA = 0,028. Selain itu didapatkan pula nilai CFI = 0,99, SRMR = 0,039, serta GFI =
0,98. Secara keseluruhan, hasil tersebut menunjukkan bahwa model yang disusun
menghasilkan indeks ketepatan yang baik pada semua parameternya. Meskipun demikian
terdapat beberapa aitem yang kesalahan pengukurannya saling berhubungan, oleh sebab
itu peneliti kemudian membentuk model baru seperti pada gambar 5 berikut.
Gambar 5. Aitem-Aitem yang Valid Mengukur Faktor Agreeableness
Berdasarkan gambar 5 diketahui bahwa nilai Chi-square = 8,73, df = 5, nilai p =
0,120, dan RMSEA = 0,046. Selain itu didapatkan pula nilai CFI = 0,99, SRMR = 0,029,
serta GFI = 0,99. Keseluruhan hasil analisis tersebut menunjukan bahwa model yang
disusun menghasilkan indeks ketepatan yang baik pada semua parameternya. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pengujian dengan model satu faktor dapat diterima, atau aitem-
aitem terbukti mengukur faktor yang sama, yakni agreeableness.
Peneliti melakukan uji terhadap 9 aitem yang menyusun faktor neuroticism untuk
mengetahui validitas masing-masing aitem dalam mengukur faktor tersebut. Pada analisis
pertama kali, didapatkan hasil Chi-square = 97,01, df = 20, nilai p = 0,00, dan RMSEA =
17
0,104, CFI = 0,90, SRMR = 0,070, serta GFI = 0,92. Hasil analisis tersebut menunjukan
bahwa model yang disusun tidak sesuai atau tidak fit dengan teori yang ada. Berdasarkan
rekomendasi dari modification indices, peneliti kemudian melakukan beberapa modifikasi
untuk mendapatkan model yang fit dengan data.
Modifikasi model menghasilkan Chi-square = 17,57, df = 10, nilai p = 0,062, dan
RMSEA = 0,046. Selain itu didapatkan pula nilai CFI = 0,99, SRMR = 0,030, serta GFI =
0,98. Secara keseluruhan, hasil tersebut menunjukkan bahwa model yang disusun
menghasilkan indeks ketepatan yang baik pada semua parameternya. Meskipun demikian
terdapat beberapa aitem yang kesalahan pengukurannya saling berhubungan, oleh sebab
itu kemudian peneliti membentuk model baru seperti pada gambar 6 berikut.
Gambar 6. Aitem-Aitem yang Valid Mengukur Faktor Neuroticism
Berdasarkan gambar 6 diketahui bahwa nilai Chi-square = 0,31, df = 2, nilai p =
0,858, dan RMSEA = 0,00. Selain itu didapatkan pula nilai CFI = 1,00, SRMR = 0,0073,
serta GFI = 1,00. Keseluruhan hasil analisis tersebut menunjukan bahwa model yang
disusun menghasilkan indeks ketepatan yang baik pada semua parameternya. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pengujian dengan model satu faktor dapat diterima, atau aitem-
aitem terbukti mengukur faktor yang sama, yakni neuroticism.
18
DISKUSI
Penggunaan teknik analisis konfirmatori tidak bisa lepas dari tujuan penelitian ini yang
ingin mengkorfirmasi konsistensi teori big five personality, terutama pada validitas
konstruknya. Berdasarkan data penelitian yang ada, didapat hasil bahwa model yang disusun
oleh peneliti seperti yang terlihat pada gambar 1 ternyata tidak sesuai dengan teori kepribadian
lima faktor. Penelitian ini juga membuktikan bahwa 44 aitem big five inventory tidak terbukti
membentuk lima konstruk kepribadian sebagaimana teori big five.
Hasil tersebut bertentangan dengan teori yang dikemukakan oleh John dan Srivastava
(1999), yang menyatakan bahwa 44 aitem dapat merepresentasikan lima faktor kepribadian
secara utuh. Meskipun demikian, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sari (2010) yang membuktikan bahwa analisis konfirmatori skala adaptasi IPIP
(International Personality Item Pool) yang berbasis pada model kepribadian lima faktor tidak
sesuai dengan data yang ada. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Mastuti (2005)
menemukan bahwa ternyata tidak hanya terdapat lima faktor kepribadian, namun data
menunjukkan bahwa terdapat enam faktor kepribadian di Indonesia. Hal tersebut sekaligus
menguatkan hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa 44 aitem big five inventory tidak
terbukti membentuk lima konstruk kepribadian sebagaimana teori big five.
John dan Srivastava (1999), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa masing-masing
konstruk kepribadian dalam teori big five merupakan faktor yang terpisah satu sama lain, atau
dengan kata lain faktor-faktor tersebut tidak diizinkan untuk saling berkorelasi. Berdasarkan
hal tersebut peneliti kemudian melakukan analisis masing-masing faktor secara terpisah.
Analisis pertama dilakukan pada faktor Openness yakni dengan mengkorfirmasi apakah 10
aitem sesuai dengan yang diteorikan oleh John dan Srivastava (1999) benar-benar membentuk
19
faktor Openness ataukah tidak. Sesuai dengan teori yang mendasarinya, faktor Openness pada
Big Five Inventory terdiri dari 10 aitem, yakni item dengan nomor 35, 41, 05, 10, 15, 20, 25,
30, 40, dan 44.
Hasil analisis menunjukakan bahwa hanya terdapat enam item yang terbukti valid
mengukur faktor Openness. Model tersebut terdiri dari lima aitem favorable, yakni aitem
dengan nomor 05, 10, 15, 20, serta 25, dan satu aitem unfavorable, yakni aitem dengan nomor
41. Hasil analisis ulang yang dilakukan peneliti berhasil membentuk model baru yang atau
sesuai dengan data, selain itu tidak ditemukan lagi aitem-aitem yang kesalahan pengukurannya
saling berhubungan. Kedua hal tersebut merupakan indikasi kuat yang menunjukkan bahwa
keenam aitem pada model baru terbukti secara empirik mengukur faktor yang sama, yakni
Openness.
Analisis kedua dilakukan pada faktor Conscientiousness. Berdasarkan teori yang
mendasarinya, faktor ini sebenarnya terdiri dari sembilan aitem, yakni aitem dengan nomor
08, 18, 23, 43, 03, 13, 28, 33, dan 38. Hasil analisis menunjukakan bahwa hanya terdapat lima
item yang terbukti valid mengukur faktor Conscientiousness. Model baru yang dibentuk
peneliti terdiri dari lima aitem, yakni aitem-aitem favorable untuk nomor 13, dan 38, serta
aitem-aitem unfavorable untuk nomor 08, 18, dan 23. Model baru seperti yang terlihat pada
gambar 3 telah menghasilkan indeks ketepatan yang baik pada semua parameternya. Hal
tersebut sekaligus menjadi bukti bahwa aitem-aitem yang menyusun model baru ini terbukti
mengukur faktor yang sama, yakni Conscientiousness. Selain itu, dapat juga dimaknai bahwa
faktor Conscientiousness yang semula terdiri dari sembilan aitem ternyata dapat terwakili oleh
lima aitem.
Analisis ketiga berlanjut pada faktor Extraversion, sesuai teori yang mendasarinya
faktor ini terdiri dari delapan aitem, yakni aitem nomor 06, 21, 31, 01, 11, 16, 26, dan 36.
20
Hasil analisis menunjukakan bahwa hanya terdapat lima item yang terbukti valid mengukur
faktor Extraversion. Berbeda dengan teori aslinya, pada model baru ini, ternyata faktor
extraversion dapat direpresentasikan oleh lima aitem, yakni aitem nomor 06, 21, 31, 01 dan
36. Aitem-aitem favorable diwakili oleh aitem nomor 01, dan 36, serta aitem-aitem
unfavorable diwakili oleh aitem nomor 06, 21, dan 31. Kelima aitem tersebut terbukti dapat
mengukur faktor yang sama, yakni faktor extraversion. Hal tersebut secara empirik
ditunjukkan oleh indeks ketepatan model yang baik pada semua parameternya.
Analisis keempat dilakukan pada faktor agreeableness, jika merujuk pada teori aslinya,
faktor ini terdiri dari sembilan aitem, yakni aitem dengan nomor 02, 12, 27, 37, 07, 17, 22, 32,
dan 42. Hasil analisis menunjukakan bahwa hanya terdapat lima item yang terbukti valid
mengukur faktor agreeableness. Model baru yang dibentuk oleh peneliti terdiri dari lima aitem
dan kesemuanya merupakan aitem favorable, aitem-aitem tersebut yakni aitem-aitem dengan
nomor 07, 17, 22, 32, dan 42. Hasil analisis konfirmatori pada model baru ini menghasilkan
indeks ketepatan model yang baik pada semua parameternya, hal itu mencerminkan bahwa
kelima aitem yang dianalisis terbukti hanya mengukur satu faktor saja, yakni agreeableness.
Analisis kelima atau yang terakhir dilakukan peneliti terhadap faktor neuroticism.
Apabila mengacu pada teori yang mendasarinya, faktor ini terdiri dari delapan aitem, yakni
aitem-aitem dengan nomor 9, 24, 34, 04, 14, 19, 29, dan 39. Hasil analisis ulang yang
dilakukan peneliti menunjukkan bahwa faktor neuroticism pada skala adapatasi hanya
direpresentasikan oleh empat aitem, yakni aitem favorable diwakili oleh aitem nomor 19 serta
aitem unfavorable diwakili oleh aitem-aitem nomor 09, 24, dan 34. Walaupun hanya terdiri
dari empat aitem, indeks ketepatan pada model ini ternyata baik pada seluruh parameternya.
Hal tersebut menjadi bukti yang kuat bahwa keempat aitem yang dianalisis mengukur faktor
yang sama, yakni neuroticism.
21
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, L. (1997). Psychological and Educational Testing. United States: Allyn & Bacon.
Azwar, S. (2007). Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2009). Reliabilitas & Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bond, M. H., & Yang, Kuo-Shu. (1982). Ethnic Affirmation Versus Cross-Cultural
Accommodation: The Variable Impact of Questionnaire Language on Chinese
Bilinguals from Hong Kong. Journal of Cross-Cultural Psychology June 1982 13:
169-185.
Brown, T. A. (2006). Confirmatory Factor Analysis for Applied Research. In David A. Kenny
(Eds.), Methodology in the Social Sciences. New York: The Guilford Press.
Camara, W. J. (2003). Validity: Construct. In R. Fernández-Ballesteros (Eds.), Encyclopedia
of Psychological Assessment (pp.1070-1075). Thousand Oaks: Sage Publications.
Cheung, F. M., Leung, K., Fan, R. M., Song, W. Z., Zhang, J. X., & Zhang, J. P. (1996).
Development of the Chinese Personality Assessment Inventory. Journal of Cross-
Cultural Psychology, 27, 181-199.
Diamantopoulus, A, & Siguaw, J. A. (2000). Introducing LISREL: A guide for the uniniated.
Thousand Oaks: Sage Publications..
Goldberg, L. R., & Kilkowski, J. M. (1985). The prediction of semantic consistency in
selfdescriptions: Characteristics of persons and of terms that affect the consistency of
responses to synonym and antonym pairs. Journal of Personality and Social
Psychology, 48,82-98.
Harrington, D. (2009). Confirmatory Factor Analysis. New York: Oxford University Press.
Hooper, D., Coughlan, J., & Mullen, M. (2008). Structural Equation Modelling : Guidelines
for Determining Model Fit Structural equation modelling : guidelines for determining
model fit. Journal of Business Research, 6, 53-60.
John, O. P. (1990). The "Big Five" factor taxonomy: Dimensions of personality in the natural
language and questionnaires. In L. A. Pervin (Ed.) Handbook of personality: Theory
and research (pp. 66-100) New York: Guilford Press.
John, O. P., Donahue, E. M., & Kentle, R. L. (1991). The Big Five Inventory--Versions 4a and
54. Berkeley: University of California, Berkeley, Institute of Personality and Social
Research.
22
John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The Big Five trait taxonomy: History, measurement, and
theoretical perspectives. In L. A. Pervin & O. P. John (Eds.), Handbook of Personality:
Theory and Research (2nd ed., pp. 102-138). New York: Guilford Press.
John, O. P., Naumann, L. P., & Soto, C. J. (2008). Paradigm Shift to the Integrative Big-Five
Trait Taxonomy: History, Measurement, and Conceptual Issues. In O. P. John, R. W.
Robins, & L. A. Pervin (Eds.), Handbook of Personality: Theory and Research (pp.
114-158). New York, NY: Guilford Press.
Jöreskog, K. G., & Sörbom, D. (2004). LISREL 8: User’s Reference Guide. Chichago:
Scientific Software International.
Karaman, N.G., Dogan, T., & Coban, A.E. (2010). A Study To Adapt The Big Five Inventory
To Turkish. Review Literature And Arts Of The Americas, 2, 2357-2359.
Kenny, D. A., Kashy, D. A., & Bolger, N. (1998). Data analysis in social psychology. In D.
Gilbert, S. Fiske, & G. Lindzey (Eds.), The handbook of social psychology (Vol. 1, 4th
ed., pp. 233-265). Boston, MA: McGraw-Hill.
Kline, R. B. (2011). Principles and Practice of Structural Equation Modeling (3rd
ed). In David
A. Kenny (Eds.), Methodology in the Social Sciences. New York: The Guilford Press.
Lei, P., Wu, Q., & Pennsylvania, T. (2007). Introduction to Structural Equation Modeling :
Issues. Canada: ITEMS.
Mastuti, E. (2005). Analisis Faktor Alat Ukur Kepribadian Big Five (Adaptasi dari IPIP) pada
Mahasiswa Suku Jawa. INSAN. 7(3), 264-276.
Padilla, A. M., & Borsato, G. N. (2008). Issues in Culturally Appropriate Psychoeducational
Assessment. In L. A. Suzuki, & J. G. Ponterotto (Eds.), Handbook Of Multicultural
Assessment : Clinical, Psychological, and Educational Applications (3rd
ed., pp. 5-21).
New Jersey: John Willey & Sons.
Purnamaningsih, E.H. (1988). Validitas dan Reliabilitas “ The Test Of Social Insight”.
Laporan penelitian. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada.
Rooy, K. M. (2006). Translation Methods. In Y. Jackson (Eds.), Encyclopedia of Multicultural
Psychology. (pp. 456-457). Thousand Oaks: Sage Publications.
Sari, D. M. (2010). Uji Validitas Alat Ukur Big Five Personality (Adaptasi dari IPIP) Pada
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi. tidak
diterbitkan. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Sawilowsky, S. S. (2007). Construct Validity. In Neil J. Salkind (Eds.), Encyclopedia of
Measurement and Statistics. (pp.178-180). Thousand Oaks: Sage Publications.
Schmitt, D. P., Allik, J., McCrae, R. R., Benet-martínez, V., & Schmitt, D. P. (2007). Patterns
and Profiles of Human Self-Description Across 56 Nations. Journal of Cross-Cultural
Psychology, 38, 173-212.
23
Sireci, S. G. (2003). Validity (General). In R. Fernández-Ballesteros (Eds.), Encyclopedia of
Psychological Assessment (pp.1067-1070). Thousand Oaks: Sage Publications.
Sireci, S. G. (2007). Content Validity. In Neil J. Salkind (Eds.), Encyclopedia of Measurement
and Statistics (pp.181-183). Thousand Oaks: Sage Publications.
Soetjipto, H. P., Yuniarti, K. W., & Ampuni, S. (2010). Orientasi Prestasi Generasi Muda dan
Dinamikanya. Laporan penelitian. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada.
Urbina, S. (2004). Essentials of Psychological Testing. New Jersey: John Willey & Sons.
Wijanto, S. H. (2008). Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8: Konsep dan Tutorial.
Graha Ilmu: Yogyakarta.
http://www.ocf.berkeley.edu/~johnlab/bfi.htm, diakses pada tanggal 10 November 2010
suggested citation :
Danu, Dwi. Atmoko. (2011). Uji Validitas Konstruk Big Five Inventory dengan Pendekatan
Analisis Faktor Konfirmatori . Ringkasan Skripsi. tidak diterbitkan. Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.