dr. cornelius rantelangi, se., mm., ak., ca., bkp · pdf filea managerial planing tool ......
TRANSCRIPT
BAHAN AJAR
AKUNTANSI MANAJEMEN
Cost Volume Profit Analysis,
A Managerial Planning Tool.
Tactical Decision Making
Capital Investment Decision
Inventory Management
Quality Cost And Productivity
Measurement, Reporting, and Control
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA 2014
Dr. Cornelius Rantelangi, SE., MM., Ak., CA., BKP [Type the document subtitle]
Cost Volume Profit Analysis
A Managerial Planing Tool
(HUBUNGAN BIAYA - VOLUME – LABA)
TUJUAN MEMPELAJARI
Setelah menyelesaikan bab ini anda akan mampu:
1. Menghitung break even dengan memakai pendekatan persamaan biasa, ratio contribution
margin dan drafik.
2. Menghitung ratio contribution margin dan menggunakannya dalam perhitungan break
even dalam rupiah dan unit.
3. Membuat grafik biaya = volume - laba.
Menggunakan break even untuk perencanaan dan pengambilan keputusan.
A. PERENCANAAN LABA
Tujuan utama dari suatu perusahaan ialah untuk memperoleh laba. Besarnya laba
dipengaruhi oleh jumlah biaya dan hasil penjualan. Jumlah hasil penjualan dipengaruhi oleh
kuantitas (volume) dan harga barang yang dijual. Karena harga dianggap tetap atau konstan
maka ada hubungan antara biaya - volume terhadap laba. Karena tujuan utama perusahaan
untuk memperoleh laba maka manajemen perusahaan mutlak membuat perencanaan laba baik
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Manajemen membuat perencanaan laba didasarkan atas analisa hubungan biaya -
volume dan laba. manajemen mengambil keputusan terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi biaya dan volume misalnya kuputusan mengenai jenis produk, pemanfaatkan
kapasitas yang tersedia, strategi pemasaran harga jual dan sebagainya. Alat manajemen-untuk
merencanakan laba adalah analisa break even dan analisa biaya - volume - laba..
B. PENGERTIAN BREAK EVEN
Break even atau pulang pokok adalah satu keadaan dimana hasil penjualan sama
dengan biaya atau suatu keadaan yang menunjukkan tidak memperoleh laba dan tidak
menderita rugi. Dalam hal pulang pokok berarti hasil penjualan - biaya sama dengan nol atau
hasil penjualan sama dengan biaya. Break even point atau titik pulang pokok adalah suatu
titik yang menunjukkan bahwa jumlah biaya sama dengan hasil penjualan.
DASAR ANGGAPAN ANALISA PULANG POKOK DAN ANALISA BIAYA-
VOLUME-LABA
Sewaktu menyusun perencanaan laba maka sudah ditetapkan suatu penaksiran terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi analisa pulang pokok dan analisa biaya - volume - laba
artinya sudah ditetapkan suatu anggapan. Adapun dasar anggapan itu adalah sebagai berikut:
1. Harga jual per unit tidak berubah (konstan) pada berbagai volume penjualan.
2. Semua biaya dapat digolongkan menjadi dua elemen yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
3. Harga dari sumber-sumber ekonomi yang dimasukkan (digunakan dalam proses produksi,
pemasaran dan administrasi konstan).
4. Kapasitas produksi yang dimiliki tidak berubah.
5. Tingkat efisiensi dan produktivitas tidak berubah.
6. Apabila barang yang dijual lebih dari satu macam, komposisi volume penjualan tetap.
C. PENDEKATAN BREAK EVEN
Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam analisa break even, yaitu:
Pendekatan persamaan biasa.
Pendekatan persamaan biasa untuk menghitung break even adalah pendekatan yang
sederhana dan mudah dikerjakan dengan pada rumus:
Penjualan = Biaya Tetap + Biaya Variabel + Laba, karena penjualan berak even, laba = 0,
maka:
Hasih Penjualan adalah volume (kuantitas) barang yang dijual dikali dengan harga jual
per satuan.
Contoh:
PT. Sari Rasa memproduksi dan menjual tegel putih dengan harga jual per keping Rp
1.500,- Jumlah biaya tetap Rp 5.000.000 dan biaya variabel per keping Rp 1.000,- Berapa
keping yang harus dijual supaya break even.
Penyelesaian:
Misalkan volume penjualan supaya break even = keping. Masukkan ke dalam rumus:
x 1500 = 5.000.000 + ( x 1000)
1500 = 5.000.000 + 1000
1500 - 1000 = 5.000.000
500 = 5.000.000
HASIL PENJUALAN BREAK EVEN = BIAYA TETAP + BIAYA VARIABEL
= 10.000
Penjualan break even (unit) = 10.000 keping.
Hasil penjualan break even = 10.000 x Rp 1.500
= Rp 15.000.000
Pembuktian :
Hasil penjualan: 10.000 x Rp 1.500 = Rp 15.000.000
Biaya: Tetap = Rp 5.000.000
Variabel: 10.000 x Rp 1.000 = Rp 10.000.000
= Rp 15.000.000
Laba = = Rp 0
Bagaimana dengan pemakaian persamaan biasa untuk perencanaan laba dapat dijelaskan
dengan pemberian contoh:
PT. Taufan merencanakan laba pada periode enam bulan mendatang Rp 8.000.000,-
Data biaya sebagai berikut:
Biaya variabel per kg Rp 5.000,-
Jumlah biaya tetap Rp 10.000.000,-
Harga jual per kg Rp 8.000,-
Berapa hasil penjualan supaya laba yang direncanakan dapat tercapai.
Penyelesaian:
Misalkan volume (kuantitas) penjualan supaya laba yang direncanakan dapat tercapai
adalah kg. Langkah selanjutnya masukkan ke dalam persamaan dengan rumus:
HASIL PENJUALAN = BIAYA TETAP + BIAYA VARIABEL + LABA
YANG DIRENCANAKAN
Perhitungan:
x 8.000 = 10.000.000 + ( x x 5.000) + 8.000.000
8.000 = 10.000.000 + 5.000x + 8.000.000
8.000 - 5000 = 18.000.000
3.000 = 18.000.000
= 6.000
Volume penjualan agar laba yang direncanakan dapat tercapai: 6000 kg. Hasil penjualan
agar laba yang direncanakan dapat tercapai adalah sebesar Rp 30.000.000 (6.000 x Rp
5.000,-)
Pembuktian:
Hasil penjualan: 6.000 x Rp 8.000 = Rp 48.000.000
Biaya Tetap = Rp 10.000.000
Variabel: 6.000 x Rp 5.000 = Rp 30.000.000
= Rp 40.000.000
L a b a = Rp 8.000.000
Pendekatan contribution margin (marginal income)
Break even dapat dihitung dengan pendekatan contribution margin (marginal
income).
Contribution margin adalah sumbangan laba yang digunakan untuk menutupi biaya tetap
atau batas pendapatan yang akan digunakan untuk keperluan biaya tetap.
Rumus:
CONTRIBUTION MARGIN = PENJUALAN - BIAYA VARIABEL
Keadaan break even dalam rupiah:
CONTRIBUTION MARGIN = BIAYA TETAP
atau
PENJUALAN - BIAYA VARIABEL = BIAYA TETAP
atau
atau
atau
Keterangan :
Biaya tetap disingkat BT (total)
Biaya Variabel disingkat BV / unit
Penjualan disingkat P / unit
Maka :
Keadaan BE dalam unit :
Cara lain menghitung B E dalam rupiah
Contribution margin ratio :
B E dalam unit
Untuk dapat memahami analisa break even ini diperlukan memberikan contoh dan
penyelesaian.
Manajemen PT. Kilat menginginkan berapa hasil dan volume penjualan yang harus
dicapai agar dapat mencapai pulang pokok (break even). Data yang diberikan :
Biaya variable per bungkus Rp. 500,-
Jumlah biaya tetap Rp. 21.000.000,-
Harga jual per bungkus Rp. 1.250,-
Perhitungan :
Penjualan per kg Rp. 1.250,-
Biaya variable per kg Rp. 500,-
Contribution margin ratio =
]
B E (Rp) =
=
=
= 21.000.000 x
B E (Rp) = Rp. 35.000.000
B E (Bungkus) =
= 28.000 bungkus
Cara lain menghitung :
B E (Rp) =
= 21.000.000 x
= Rp. 35.000.000
B E (bungkus) =
= 28.000 bungkus
Pembuktian
Penjualan: 28.000 x Rp. 1.250 = Rp 35.000.000,-
Biaya variable : 28.000 x Rp. 500 = Rp 14.000.000,-
Contribution margin = Rp 21.000.000,-
Jumlah biaya tetap = Rp 21.000.000,-
Laba = Rp 0,-
Analisa BE adalah alat bantu manajemen untuk perencanaan laba. Untuk itu perlu
diberikan contoh.
Manajemen PT. Kilat merencanakan laba Rp. 15.000.000. Data lain sama seperti contoh
yang telah disajikan di atas.
Perhitungan
Pakailah rumus ini :
PENJUALAN =
Penjualan =
=
=36.000.000 x
= Rp 60.000.000
B E (bungkus) =
= 48.000 bungkus
Pembuktian:
Penjualan: 48.000 x Rp 1.250 = Rp 60.000.000,-
Biaya Variabel : 48.000 x Rp 500 = Rp 24.000.000,-
Contribution margin = Rp 36.000.000,-
Jumlah biaya tetap = Rp 21.000.000,-
Laba yang direncanakan = Rp 15.000.000,-
D. BREAK EVENT POINT
Pada perusahaan yang menjual barang dengan harga jual relative tinggi dan
persaingan sangat ketat maka analisa break even dalam unit sangat diperlukan.
Contoh :
PT. Timor memproduksi mobil sedan merk Timor. Harga jual per unit Rp. 35.000.000,-.
Biaya variable per unit Rp. 20.000.000,-. Jumlah biaya per tahun Rp.75.000.000.000,-
Kapasitas normal per tahun 10.000 unit.
Penyelesaian
Dengan table berikut dapat diketahui pad volume penjualan, berapa unit dapat diketahui
break even per unit mobil sedan.
Keterangan 1000
(unit)
2000
(unit)
3000
(unit)
4000
(unit)
5000
(unit)
6000
(unit)
7000
(unit)
8000
(unit)
9000
(unit)
10.000
(unit)
Penjualan per unit
Biaya Variabel per unit
35
20
35
20
35
20
35
20
35
20
35
20
35
20
35
20
35
20
35
20
Biaya ter per unit
15
75
15
37,5
15
25
15
18,75
15
15
15
12,5
15
10,71
15
9,38
15
8,32
15
7,5
Lab per unit (60) (22,5) (10) (3,75) 0 2,5 4,29 5,62 6,37 7,5
Pada volume penjualan 5.000 unit maka tercapai break even per unit.
Pembuktian:
Penjualan: 5.000 x Rp 35.000.000 = Rp 175.000.000.000,-
Biaya veriabel: 5.000 x Rp 20.000.000 = Rp 100.000.000.000,-
Contribution margin = Rp 75.000.000.000,-
Jumlah biaya tetap = Rp 75.000.000.000,-
L a b a = Rp 0,-
Pendekatan dengan grafik
Break even dapat dihitung dengan grafik. Caranya adalah sebagai berikut:
1. Tarik garis mendatar (horizontal) merupakan garis kuantitas (volume) penjualan.
2. Tarik garis tegak (vertikal) yang memotong garis horizontal pada titik 0 dan
membentuk sudut 90 derajat. Garis ini merupakan garis biaya/hasil penjualan.
3. Tarik garis hasil penjualan yang persis ditengah sudut.
4. Tarik garis biaya tetap yang sejajar dengan garis mendatar.
5. Tarik garis jumlah biaya dari titik permulaan garis biaya tetap. Selisih jumlah biaya
dikurangi biaya tetap adalah biaya variabel.
Contoh:
PT. Bali memproduksi dan menjual sepatu olahraga. Harga -jual per pasang Rp 3.000,-
Kapasitas produksi normal 6000 pasang. Jumlah biaya tetap Rp 3.000.000,- Biaya
variabel per pasang Rp 2.000,-
Data tersebut digambarkan ke dalam grafik sebagai berikut:
Biaya/Penjualan
(dalam Rp 000.000)
(dalam
ribuan
pasang)
Model lain dapat digambarkan sebagai berikut :
Biaya/penjualan
(dalam Rp 000.000)
(dalam
ribuan
pasang)
Penjelasan:
Apabila kapasitas normal dapat tercapai dan sepatu tersebut dapat semuanya terjual:
Penjualan maksimum: 6.000 x Rp 3.000 = Rp 18.000.000
Biaya maksimum :
Biaya Tetap = Rp 3.000.000
18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
0 1 2 3 4 5 6
P
TB
TB
V
18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
0 1 2 3 4 5 6
BEP
P
TB
BV
V
Biaya Variabel: 6.000 x Rp 2.000 = Rp 12.000.000
= Rp 15.000.000
Laba maksimum Rp 3.000.000
Pada grafik telah terlihat titik break even 3.000 pasang. Penjualan Rp 9.000.000 dan
jumlah biaya Rp 9.000.000. Benarkah grafik itu?
Pembuktian:
Penjualan 3.000 x Rp 3.000 = Rp 9.000.000
Biaya: Tetap = Rp 3.000.000
Variabel: 3.000 x Rp 2.000 = Rp 6.000.000
Laba =Rp 9.000.000
=Rp 0
E. PERUBAHAN PADA BREAK EVEN
Di muka telah disebutkan dasar anggapan pada perhitungan break even. Namun
kenyataan menunjukkan bahwa segala sesuatu itu tidak selamanya konstan (tetap) ada
kalanya berubah. Perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhi break even akan
merubah break even dalam rupiah maupun dalam unit. Faktor-faktor perubahan itu adalah:
Perubahan harga jual per unit.
Faktor-faktor yang lain tetap, yang berubah hanyalah harga jual per unit. Perubahan ini
dapat disebabkan karena persaingan, yang memaksa perusahaan menurunkan hargajual agar
dapat mempertahankan volume penjualan.
Contoh:
PT. Mekar Menyajikan data tahun 1995 sebagai berikut:
Penjualan per unit Rp 5.000.000,-
Biaya variabel per unit Rp 3.000.000,-
Jumlah biaya tetap Rp 400.000.000,-
Manajemen mengadakan survey dan berkesimpulan bahwatahun 1996 harga jual
harus diturunkan dari Rp 5.000.000 menjadi Rp 4.000.000 per unit disebabkan para
saingan yang mulai menUrunkan harga. Penurunan harga jual ini dilakukan agar dapat
mempertahankan langganan atau volume penjualan (2.000 unit).
Penyelesaian:
B E sebelum penurunan harga.
=
=Rp 1.000.000.000
= 200 unit
B E setelah menurunkan harga
=
=Rp 1.600.000.000
= 400 unit
Dengan menurunkan harga jual ini maka break even dalam rupiah dan unit akan naik.
Perubahan Komposisi barang yang dijual
Perubahan ini terjadi karena perubahan selera konsumen PT. Citra Rasa memproduksi
empat jenis produk. Data produk, volume dan harga penjualan, dan biaya tahun 1995.
Jenis Produk Volume Penjualan
(Bungkus)
Harga Jual
Per Bungkus
(Rp)
Biaya Variaberl
Per Bungkus
(Rp)
Roti coklat
Roti keju
Roti manis
Roti tawar
4.000
6.000
3.000
2.000
3.000
2.500
1.500
1.000
1.500
1.250
1.000
500
Menurut pendapat bagian pemasaran akan terjadi perubahan selera konsumen dan
berakibat terhadap komposisi penjualan tahun 1996
Komposisi penjualan yang diperkirakan adalah :
Jenis Produk Volume
Penjualan (bungkus)
Roti coklat
Roti keju
Roti manis
Roti tawar
4.000
6.000
3.000
2.000
Jumlah 15.000
Biaya variabel , harga jual per bungkus setiap jenis roti tidak berubah dan biaya tetap
berjumlah Rp 10.000.000,- juga tidak berubah
Penyelesaian:
Tahun 1995
Jenis Produk
Volume
Penjualan
(Rp)
Jumlah Biaya
Variabel
(Rp)
Contribution
Margin
(Rp) %
Roti coklat
Roti keju
Roti manis
Roti tawar
12.000.000
15.000.000
4.500.000
2.000.000
6.000.000
7.500.000
3.000.000
1.000.000
6.000.000
7.500.000
1.500.000
1.000.000
50
50
33,3
50
Jumlah 33.500.000 17.500.000 16.000.000 47,76
B E =
= Rp 20.938.023,45
Tahun 1996
Jenis Produk
Volume
Penjualan
(Rp)
Jumlah Biaya
Variabel
(Rp)
Contribution
Margin
(Rp) %
Roti coklat
Roti keju
Roti manis
Roti tawar
9.000.000
5.000.000
6.000.000
6.000.000
4.500.000
2.500.000
4.000.000
3.000.000
4.500.000
2.500.000
2.000.000
3.000.000
50
50
33,3
50
Jumlah 26.000.000 14.000.000 12.000.000 46,15
B E =
= Rp 21.668.472,37
Perubahan biaya tetap
Dengan adanya perubahan biaya tetap akan mengakibatkan perubahan break even.
Dapatdirumuskan sebagai berikut :
PERUBAHAN
BREAK EVEN =
Contoh :
PT. Mawar menyajikan data sebagai berikut :
Penjualan per ton Rp 5.000.000,-
Biaya variabel per ton Rp 4.000.000,-
Biaya tetap Rp 100.000.000
Pada tahun yang akan dating biaya tetap akan bertambah menjadi Rp 120.000.000,-
Penyelesaian :
Perubahan biaya tetap Rp 20.000.000,-
Contribution margin ratio =
=
Break even =
= Rp. 100.000.000,-
Pembuktian :
B E sebelum kenaikan biaya tetap :
=
= Rp 500.000.000,-
B E setelah kenaikan biaya tetap :
=
=Rp 600.000.000,-
Rp 100.000.000,-
F. ANALISA BIAYA – VOLUME – LABA
Setelah daripada analisa break even, manajemen dapat memakai analisa biaya-
volume-laba untuk merencanakan laba. Analisa biaya – volume – laba dengan
menggunakan grafik.
Langkah-langkah membuat grafik :
1. Tariklah garis mendatar dan pada garis itu tentukan volume penjualan mulai dari 0
sampai dengan kapasitas normal.
2. Tariklah garis tegak lurus yang memotong garis mendatar pada titik nol sehingga
membentuk dua sudut masing-masing 90%.
3. Tentukan jumlah kerugian sebesar jumlah biaya tetap pada garis tegak lurus dari
titik nol ke bawah.
4. Tentukan jumlah laba maksimal apabila semua barang terjual (kapasitas) normal
pada garis tegak lurus dari titik nol ke atas.
5. Gambarkan segi empat dengan menghubungkan ujung-ujung garis.
6. Tariklah garis dari ujung kiri (titik maksimal kerugian) ke ujung sebelah kanan
(laba maksimum) yang memotong garis datar (volume) sehingga dapat diketahui
titik break even volume penjualan.
Contoh :
PT. Minahasa memiliki kapasitas normal 100.000 bungkus dengan jumlah
biaya tetap : Rp 5.000.000,- Biaya variabel per bungkus Rp 125,- dan harga per bungkus
Rp 200,-
B E (bungkus) =
= 40.000 bungkus
B E (rupiah) =
= Rp 8.000.000,-
Andaikan perusahaan mengingikan laba Rp 4.000.000,- berapa volume penjualan.
Daerah laba
7,5 7 6
5
4
3
2
1
0
-1
-2
-3
-4
-5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Daerah rugi
Volume (dalam (0000
bungkus)
BEP
Perhitungan
Volume penjualan =
= 72.000 bungkus.
Apabila perusahaan menjual 20.000 bungkus maka kerugian:
= 20.000 x Rp 200 – (Rp 5.000.000 + 20. 000 x Rp 75)
= Rp 4.000.000 – Rp 6.500.000
= Rp 2.500.000,-
G. PENGGUNAAN BREAK EVEN
Analisa break even digunakan manajemen untuk perencanaan dan di terapakan sesuai
dengan keperluan antara lain:
Batas keamanan (margin of safety).
Manajemen perusahaan sangat perlu mengetahui batas keamanan
(margin of safety) dari penjualan. Dengan mengetahui margin of safety merupakan
isyarat bagi manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan dalam rangka meningkatkan
penjualan.
Rumus:
RATIO BATAS =
%
KEAMANAN
karenaB E =
Maka:
BUDGET PENJUALAN –
x 100%
RATIO BATAS
KEAMANAN =
Contoh:
PT. berdikari membuat budget penjualan tahun 19xy sebesar 5.000 unit @ Rp
1.00.000,- Biaya tetap berjumlah Rp 120.000.000,- dan biaya variabel per unit Rp
40.00,-
Penyelesaian:
Ratio batas keamanan (margin of safety ratio)
5.000 x 100.000-
=
x 100%
=
x 100%
= 60%
Ratio batas keamanan 60% hal ini berarti paling tinggi 60% dari budget penjualan
tidak tercapai atau realisasi penjualan paling rendah 40% dari budget penjualan sehingga
tidak rugi dan tidak laba.
Bukti:
Realisasi penjualan:
= (100% - 60%) (5.000) (Rp 100.000) =Rp 200.000.000,-
Biaya variabel= 40% x 5.000 x Rp 40.000 =Rp 80.000.000,-
Contribution margin =Rp 120.000.000,-
Biaya Tetap =Rp 120.000.000,-
Laba =Rp 0,-
Dengan demikian maka :
B E (rupiah) = (100% - RATIO BATAS) x BUDGET PENJUALAN
( KEAMANAN)
Apabila dalam contoh tersebut di atas realisasi ratio batas keamanan lebih besar dari 60%
maka pasti perusahaan menderita rugi dan sebaliknya bila realisasi ratio batas keamanan
lebih kecil dari 60% misalnya 50% maka pasti perusahaan memperoleh laba. Hal ini
dapat dibuktikan sendiri.
Titik terendah menutup perusahan (shut down point).
Dalam keadan perusahaan rugi, manajemen mempertimbangkan untuk menutup atau
meneruskan perusahaan. Masalahnya adalah pada batas penjualan berapa titik terendah
agar perusahaan ditutup.
Untuk dondisi yang demikian maka di kemukakan rumus :
SHUT DOWN POINT =
Maka untuk keperluan analisa, manajemen harus tahu benar mengenai data: harga
jual per unit, biaya variabel per unit, jumlahnya biaya tetap yang terdiri dari biaya tetap
tunai (out of pocket) dan biaya tetap tidak tunai (sunk cost)
Contoh :
Manajemen PT. Mawar mempertimbangkan apakah perusahaan di tutup atau
diteruskan, karena perusahaan menderita kerugian perusahaan menyajikan data sebagai
berikut
Harga per unit Rp 1.000.000,-
Biaya variabel per unit Rp 800.000,-
Biaya tetap : - Tunai Rp 20.000.000,-
- Tidak tunai Rp 40.000.000,-
Realisasi volume penjualan Rp 120 unit
Perhitungan :
Apakah perusahaan rugi dapat diadakan perhitungan sebagai berikut :
Penjualan (120 x Rp 1.000.000) =Rp 120.000.000
Biaya variabel (120 x Rp 800.000) =Rp 96.000.000 –
Contribution margin =Rp 24.000.000
Biaya tetap :
- Tunai Rp 20.000.000
- Tidak tunai Rp 40.000.000
Rugi Rp 60.0000.000
Rp 36.000.0000
Ditinjau dari perhitungan tersebutperusahaan sebaikanya ditutup. Akan tetapi ada
kalahnya manajemen ada pertimbangan lain misalnya tanggung jawab terhadap
karyawan dan prospek yang akan dating, maka dibuatlah perhitungan shut down point
Perhitungan :
Karena biaya yang dikeluarkan perusahaan adalah biaya yang memerlukan uang tunai
yaitu biaya variabel dan biaya tetap tunai, dengan demikian dapat dihitungkan.
Shut down point =
= 100 unit
Maka batas ditutupnya perubahaan, minimal volume penjualan sebesar 100 unit. Karena
volume penjualan (120 unit) masih lebih besar dari batras penutupan perusahaan maka
perusahaan diteuskan walaupun menderita.
Perluasan Pabrik
Dengan mempertimbangkan kenaikan permintaan, manajemen mengadakan
perluasan pabrik. Hal ini berarti menambah kapasitas yang menaikan biaya tetap.
Dengan perluasan pabrik di targetkan pula untuk menambah laba.
Contoh ;
PT.ulin merencanakn perluasan pabrik berhubung jumlah permintaan produk yang
dihasilkan semakin meningkat.
Di sajikan data sebagai berikut :
Penjualan per bulan 500 unit
Harga jual per unit Rp. 500.000,-
Biaya variabel per unit Rp. 300.000,-
Biaya tetap per bulan Rp. 70.000.000,-
Dengan pelaksanaan perluasan pabrik akan terjadi :
Kapasitas per bulan 800 unit
Tambahan biaya per bulan Rp.30.000.000,-
Tambahan laba per bulan Rp.10.000.000,-
Perhitungan :
B E (rupiah) sebelum perluasan
=
= Rp. 175.000.000,-
B E (rupiah) setelah perluasan
=
= Rp 275.000.000,-
Laba maksimum sebelum perluasan :
Penjualan 500 x Rp 500.000 = Rp. 250.000.000,-
Biaya variabel 500 x Rp.300.000 = Rp. 150.000.00,-
Contribution margin = Rp. 100.000.000,-
Biaya tetap = Rp. 70.000.000,-
Laba = Rp. 30.000.000,-
Laba maksimum sesudah perluasan :
Penjualan 800 x Rp. 500.000 = Rp. 400.000.000,-
Biaya variabel 800 x Rp. 300.000 = Rp. 240.000.000,-
Contribution margin = Rp. 160.000.000,-
Biaya tetap = Rp. 100.000.000,-
Laba = Rp. 60.000.000,-
Memilih produk yang paling menguntungkan.
Manajemen perusahaan terdorong untuk mengambil keputusan memilih yang
menguntungkan apabila permintaan akan produk yang dihasilkan lebih besar dari pada
kapasitas produksi perusahaan dan perusahaan menghasilkan lebih dari satu macam
produk dengan menggunakan fasilitas yang sama.
Contoh :
Manajemen PT. Sentosa terdorong untuk memilih salah satu produk yang dihasilkan,
karena jumlah permintaan setiap jenis produk lebih besar daripada kapasitas yang ada
Produk yang dihasilkan ialah tegel abu-abu dan paping blcck. Perusahaan menyajikan
data sebagai berikut :
Tegel Abu-Abu Papink block
Kapasitas normal pe bulan 30.000 keping 15.000 keping
Biaya variabel per keping Rp 400,- Rp 600,-
Harga jual per keping Rp 1.000,- Rp 1.500,-
Biaya tetap per bulan Rp 9.000.000,-
Keterangan Tegal Abu-abu Paping Black
Penjualan per keeping Rp 1.000 Rp 1.500
Biaya variabel per keeping Rp 400 Rp 600
contribution margin
per keping
Biaya tetap per keeping
Rp
Rp
600
300
Rp
Rp
900
600
Laba per keeping Rp 300 Rp 300
Contribution margin per bulan Rp 18.000.000 Rp 13.500.000
B E (dalam rupiah) =
= Rp 15.000.000 Rp 15.000.000
B E (dalam rupiah) = 15.000 keping 10.000 keping
Dengan memperhatikan perhitungan tersebut di atas hendaknya berhati-hati mengambil
keputusan.
Petunjuk yang dipakai untuk memilih adalah produk yang menghasilkan total
contribution margin yang paling besar yaitu tegel abu-abu. Jadi yang di pilih ialah
memproduksi tegel abu-abu.
Perencanaan laba setelah pajak penghasilan
Pada halaman sebelumnya telah disajikan perencanaan laba, akan tetapi belum
dimasukkan potongan pajak penghasilan. Maka dengan demikian diperlukan suatu
rumus :
Volume penjualan =
Laba setelah Pajak Penghasilan
= Laba Sebelum pajak penghasilan – pajak (%)
Pajak Penghasilan = …..% x laba sebelum pajak penghasilan untuk memudahkan
pembuatan rumus maka diperlukan simbol-simbol. Biaya tetap singkat BT , laba
sebelum pajak penghasilan disingka dan laba sesudah pajak penghasilan disingkat
dan pajak penghasilan disingkat T, Penjualan per unit disingkat P dan Biaya
Variabel disingkat BV, maka :
= – ( %T)
= (1-%T)
=
Volume penjualan =
VOLUME PENJUALAN
Contoh :
PT. pembangunan merencanakan laba sesudah pajak penghasilan Rp 1.500.000 Data
disajikan sebagai berikut :
Penjualan Per unit Rp 400.000,-
Biaya variabel per unit Rp 300.000,-
Jumlah biaya tetap Rp 8.000.000,-
Jumlah penghasilan 15%
Perhitungan :
Volume penjualan =
=
= 180 unit
Pembuktian :
Penjualan 180 x Rp 400.000 = Rp 72.000.000
Biaya Variabel 180 x Rp 300.000 = Rp 54.000.000
Tetap = Rp 8.000.000
= Rp 62.000.000
Laba ……………… = Rp 10.000.000
Pajak penghasilan 15%x Rp 10.000.000 = Rp 1.500.000
Laba sesudah Pajak penghasilan = Rp 8.500.000
RANGKUMAN
Analisa break even dan analisa hubungan biaya – volume – laba merupakan alat
manajemen untuk perencanaan dan pengambilan keputusan.
Analisa break even dapat digunakan untuk perencanaan laba, pengambilan keputsan
memilih salah satu produk yang lebih menguntungkan. Dalam analisa break even di
gunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan persamaan biasa contribution margin dan
pendekatan grafik. Break even dapat berubah karena perubahan harga jual per unit,
perubahan komposisi barang yang di jual perubahan biaya tetap.
Analisa biaya – volume – laba dapat di gunakan untuk menghitung break even dengan
membuat grafik. Penggunaan break even lainnya adalah menghitung batas keamanan,
shut down point, perluasan pabrik dan pemilihan produk dan perencanaan laba setelah
di potong pajak penghasilan.
Tactical Decision Making
(Pembuatan Keputusan Taktis)
1. PENGERTIAN PEMBUATAN KEPUTUSAN TAKTIS
Pembuatan keputusan taktus adalah pembuatan keputusan yang didasarkan pada
pemilihan diantra beberapa alternatif dengan pertimbangan waktu yang segera dan tinjuan
yang terbatas. Pertimbangan ini cenderung bersifat jangka pendek. Sebagai contoh, suatu
perusahaan sedang mempertimbangkan untuk menghasilkan atau memproduksi suatu
komponen, bukan membeli komponen tersebut dari pemasok luar. Tujuan jangka pendek
pertimbangan tersebut adalah dalam rangka menurunkan biaya pembuatan produk. Keputusan
taktis sering kali disebut tindakan bersekala kecil (small-scale actions) untuk tujuan yang
lebih besar.
Tujuan keseluruhan pembuatan keputusan strategis (strategic decision making) adalah
memilih di antara beberapa alternatif strategi, sehingga keunggulan kompetitif perusahaan
dalam jangka panjang akan dapat dicapai. Pembuatan keputusan taktis seharusnya
mendukung tujuan keseluruhan tersebut, meskipun tujuan langsungnya adalah bersifat jangka
pendek (misalnya menerima satu pesanan khusus untuk meningkatkan laba) atau berskala
kecil (memproduksi sendiri daripada membeli komponen). Untuk menunjukkan contoh
tentang perusahaan yang membuat keputusan taktis yang sesuai dengan tujuan strategisnya,
misalkan suatu hotel sedang mengalami kesulitan karena harus menanggung beban biaya
yang tinggi.
A. Model Pembuatan Keputusan Taktis
Enam langkah yang menggambarkan tentang proses pembuatan keputusan yang
direkomendasi, yaitu:
1. Mengidentifikasi masalah;
2. Mengidentifikasi setiap alternatif sebagai solusi yang tepat atas masalah tersebut;
mengeliminasi alternatif yang secara nyata tidak layak;
3. Mengidentifikasi biaya dan manfaat yang berkaitan dengan setiap alternatif yang
layak, relevan, serta mengeliminasi yang tidak relevan dari pertimbangan;
4. Menjumlahkan biaya dan manfaat yang relevan dari masing-masing alternatif;
5. Menilai faktor-faktor kualitatif; dan
6. Memilih alternatif yang memberi manfaat terbesar.
Keenam langkah tersebut menjelaskan mengenai model pembuatan keputusan yang
sederhana.
PERAGA 10.1
Model Pembuatan Keputusan Taktis
Langkah 1 Mengidentifikasi masalah. Kekurangan kapasitas gudang dan
produksi
Langkah 2 Mengidentifikasi alternatif. 1. Membangun fasilitas baru.
2. Menyewa fasilitas lebih besar.
3. Menyewa fasilitas tambahan.
4. Menyewa gudang.
5. Membeli komponen dan
mengosongkan gudang.
Langkah 3 Mengidentifikasi biaya dan
manfaat yang berhubungan
dengan setiap alternatif.
Alternatif 4:
Biaya produksi variabel= Rp345.000.000
Sewa gudang = Rp135.000.000
Alternatif 5:
Harga beli komponen = Rp460.000.000
Langkah 4 Membandingkan biaya dan
manfaat relevan untuk setiap
alternatif.
Alternatif 4 = Rp480.000.000
Alternatif 5 = Rp460.000.000
Biaya diferensial = Rp 20.000.000
Langkah 5 Menilai faktor-faktor kualitatif. 1. Kualitas pemasok eksternal.
2. Reliabilitas pemasok eksternal.
3. Stabilitas harga.
4. Hubungan ketenagakerjaan dan citra
perusahaan.
Langkah 6 Membuat keputusan. Melanjutkan untuk memproduksi
komponen secara internal dan menyewa
gudang
Langkah I: Mengidentifikasi Masalah. Langkah pertama adalah mengidentifikasi dan
merumuskan masalah yang spesifik. Sebagai contoh, semua anggota tim manajemen
mengakui adanya kebutuhan ruang tambahan untuk pergudangan, perkantoran, dan produksi.
Langkah 2: Mengidentifikasi Alternatif. Langkah kedua adalah membuat daftar dan
mempertimbangkan berbagai kemungkinan solusi yang tepat. Solusi sebagai berikut:
1. Membangun fasilitas sendiri dengan kapasitas yang cukup untuk mengatasi kebutuhan
saat ini dan yang dapat diperkirakan.
2. Menyewa fasilitas yang lebih besar dan menyewakan fasilitas yang ada saat ini.
3. Menyewa fasilitas tambahan yang mirip dengan fasilitas yang ada saat ini.
4. Menyewa tambahan ruang yang akan dimanfaatkan sebagai gudang, sehingga dapat
menyediakan ruang untuk perluasan produksi.
5. Membeli komponen dari pihak eksternal serta memanfaatkan ruang yang tersedia (yang
sebelumnya digunakan untuk memproduksi komponen tersebut).
Langkah 3: Mengidentifikasi Biaya dan Manfaat yang Berkaitan dengan Setiap Alternatif.
Pada langkah ketiga dilakukan identifikasi terhadap biaya dan manfaat yang berkaitan dengan
setiap alternatif yang layak.
Bahan baku Rp 130.000.000
Tenaga kerja langsung 150.000.000
Overhead variabel 65.000.000
Biaya produksi variabel total Rp 345.000.000
Langkah 4: Membandingkan Biaya dan Manfaat yang Relevan untuk Setiap Alternatif yang
Layak. Biaya diferensial adalah sebesar Rp20.000.000 (Rp480.000.000 - Rp460.000.000)
untuk keunggulan alternatif 5.
Langkah 5: Menilai Faktor-Faktor Kualitatit Pertimbangan terhadap aspek kuantitatif (biaya
dan manfaat) yang berhubungan dengan berbagai alternatif tidak cukup untuk digunakan
sebagai dasar dalam pembuatan keputusan. Faktor-faktor kualitatif dapat secara signifikan
memengaruhi keputusan manajer.
Langkah 6: Membuat Keputusan. Segera setelah semua biaya dan manfaat yang relevan
untuk setiap alternatif selesai dinilai dan faktor-faktor kualitatif dipertimbangkan, maka dapat
segera dibuat keputusan.
B. Definisi Biaya Relevan
Biaya relevan (relevant cost) merupakan biaya masa depan (future cost) yang berbeda di
antara berbagai alternatif (differ across alternatives). Semua keputusan berhubungan dengan
masa depan. Oleh karena itu, hanya biaya masa depan yang relevan dengan pembuatan
keputusan. Untuk menjadi relevan, suatu biaya tidak hanya harus merupakan biaya masa
depan, tetapi juga harus berbeda di antara berbagai alternatif. Apabila biaya masa depan
jumlahnya sama untuk berbagai alternatif, maka biaya tersebut tidak memiliki dampak
terhadap pembuatan keputusan.
Ilustrasi Biaya Relevan: contoh alternatif pembuatan keputusan untuk membuat-atau-
membeli (make-or-buy alternatWes) yang terjadi pada PT Sejahtera. Diasumsikan bahwa
biaya tenaga kerja langsung yang digunakan untuk memproduksi suatu komponen adalah
Rp150.000.000 per tahun (berdasarkan volume normal). biaya tenaga kerja langsung adalah
berbeda di antara kedua alternatif (Rp 150.000.000 untuk alternatif memproduksi dan Rp0
untuk alternatif membeli) Biaya tenaga kerja langsung terkini untuk aktivitas normal adalah
sebesar Rp150.000.000. Biaya masa lalu ini digunakan sebagai dasar untuk membuat estimasi
biaya tahun berikutnya.
Ilustrasi Biaya Masa Lalu yang Tidak Relevan. PT Sejahtera menggunakan mesin untuk
memproduksi suatu komponen. Mesin tersebut dibeli 5 tahun yang lalu dan telah didepresiasi
dengan tarif sebesar Rp125.000.000 per tahun. contoh ini, diasumsikan bahwa nilai sisa
mesin adalah nol. Karena Biaya tersebut akan selalu sama pada setiap alternatif dan oleh
karena itu selalu tidak relevan. Dalam pemilihan di antara dua alternatif, biaya perolehan
mesin yang digunakan untuk memproduksi komponen serta depresiasi yang terkait bukan
merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan.
Ilustrasi Biaya Masa Depan yang Tidak Relevan. Biaya sewa seluruh pabrik adalah
sebesar Rp340.000.000, alokasi sebesar Rp12.000.000 dari biaya tersebut. Pembayaran sewa
merupakan biaya masa depan karena sewa harus dibayar setiap tahun selama lima tahun ke
depan Contoh ini menggambarkan tentang pentingnya mengidentifikasi alokasi biaya tetap
bersama. Alokasi biaya tetap bersama dapat secara tepat diklasifikasi sebagai tidak relevan
apabila setiap pilihan tidak memengaruhi besarnya biaya. Satu-satunya yang diperlukan
hanya realokasi biaya tetap bersama tersebut kepada objek biaya atau segmen biaya yang
lebih sedikit. Selanjutnya perlu dicermati tiga contoh biaya produksi komponen untuk
mengetahui hal-hal yang relevan dalam membuat keputusan mempertahankan-atau-
menghentikan (keep-or-drop decision) aktivitas produksi ang terjadi apabila produksi
dilanjutkan, tetapi tidak akan terjadi apabila produksi dihentikan.
Apabila manfaat masa depan berbeda di antara berbagai alternatif, maka manfaat tersebut
merupakan manfaat yang relevan dan harus disertakan dalam analisis.
C. Etika dalam Pembuatan Keputusan Taktis
Dalam pembuatan keputusan taktis, hal yang berhubungan dengan masalah etika dan
kemungkinan adanya pengorbanan tujuan jangka panjang untuk kepentingan manfaat jangka
pendek perlu mendapat perhatian ketika keputusan akan diimplementasikan. Biaya relevan
berguna dalam pembuatan keputusan taktis-keputusan yang memiliki pertimbangan segera
atau tujuan terbatas. Visi, misi, dan tujuan perusahaan harus selalu dikomunikasikan secara
konsisten kepada seluruh anggota organisasi perusahaan. Pelanggan akan melihat
inkonsistensi tersebut sebagai suatu bentuk pelanggaran etika. Dengan demikian, beberapa
masalah etika dapat dihindari secara sederhana dengan menggunakan akal sehat dan tidak
hanya memfokuskan semata-mata pada pertimbangan jangka pendek dan mengorbankan
pertimbangan jangka panjang.
2. RELEVANSI, PERILAKU BIAYA, DAN MODEL PENGGUNAAN SUMBER
DAYA AKTIVITAS
Bahwa perubahan dalam penawaran dan permintaan sumber daya aktivitas harus
dipertimbangkan ketika menilai suatu relevansi. Apabila perubahan permintaan dan
penawaran sumber daya di antara alternatif mengakibatkan terjadinya perubahan pengeluaran
atau belanja sumber daya, maka perubahan belanja sumber daya merupakan biaya relevan
yang harus dipertimbangkan dalam menilai keunggulan relatif di antara kedua alternatif.
Model penggunaan sumber daya aktivitas memiliki tiga kategori sumber daya: (1) sumber
daya diperoleh karena digunakan dan diperlukan, (2) sumber daya diperoleh di muka sebelum
digunakan (untuk satu periode atau jangka pendek), dan (3) sumber daya diperoleh di muka
(untuk beberapa periode). Setiap kategori tersebut berguna untuk mengidentifikasi biaya
relevan dan oleh karena itu memudahkan analisis biaya relevan.
A. Sumber Daya Diperoleh karena Digunakan dan Diperlukan
Beberapa sumber daya dapat dengan mudah dibeli dalam jumlah seperlunya dan pada saat
digunakan. Sebagai contoh, listrik yang digunakan untuk pemanas yang merebus buah dalam
produksi selai merupakan sumber daya yang diperoleh karena digunakan dan dibutuhkan.
Jenis pengeluaran atau belanja sumber daya ini biasanya disebut sebagai biaya variabel.
Kuncinya adalah bahwa jumlah sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan sama dengan
jumlah sumber daya yang ditawarkan. Model penggunaan sumber daya aktivitas memiliki
tiga kategori sumber daya: (1) sumber daya diperoleh karena digunakan dan diperlukan, (2)
sumber daya diperoleh di muka sebelum digunakan (untuk satu periode atau jangka pendek),
dan (3) sumber daya diperoleh di muka (untuk beberapa periode)
B. Sumber Daya Diperoleh di Muka-Satu Periode
Sumber daya yang diperoleh sebelum penggunaan melalui kontrak biasanya diperoleh
dalam jumlah kasar. Kategori ini sering kali menggambarkan pengeluaran atau belanja
sumber daya yang berkaitan dengan penggajian organisasi dan tenaga kerja kontrak.
Pengertian implisitnya adalah bahwa organisasi akan mempertahankan tingkat tenaga kerja
meskipun mungkin terdapat penurunan sementara atas kuantitas dari aktivitas yang
digunakan. Hal ini berarti bahwa suatu aktivitas memiliki kapasitas tidak terpakai. Perubahan
pengeluaran atau belanja sumber daya dapat terjadi dalam dua cara: (1) permintaan sumber
daya melebihi penawaran (meningkatkan belanja sumber daya), dan (2) permintaan sumber
daya turun secara permanen dan penawaran melebihi permintaan sehingga kapasitas aktivitas
berkurang (penurunan belanja sumber daya).
C. Sumber Daya Diperoleh di Muka-Multiperiode
Sumber daya sering kali diperoleh di muka untuk kebutuhan produksi selama beberapa
periode sebelum tingkat kebutuhan sumber daya diketahui. Contohnya, perusahaan menyewa
atau membeli gedung. Pembelian kapasitas aktivitas multi periode sering kali dilakukan
melalui pembayaran kas di muka. Dalam kasus ini, beban tahunan mungkin diakui, tetapi
tidak ada belanja sumber daya tambahan yang diperlukan. Belanja sumber daya di muka
merupakan biaya terbenam, dengan demikian tidak akan pemah menjadi biaya relevan.
Belanja sumber daya periodik, seperti menyewa, pada dasarnya tidak tergantung pada
penggunaan sumber daya. Bahkan apabila pengurangan permanen atas penggunaan aktivitas
terjadi, akan sulit untuk mengurangi belanja sumber daya karna adanya berbagai komitmen
kontraktual formal
PERAGA 10.2
Model pengunaan Sumber daya Aktivitas an penilaiaan Relavansi
Kategori Sumber Daya Hubungan permintaan dan
penawaran relavansi
Diperoleh karena
digunakan dan
diperlukan
Penawaran= permintaan
1. Permintaan berubah
2. Permintaan konstan
1. Relavan
2. Tidak relevan
Diperoleh dimuka (satu
periodem atau jangka
pendek)
Penawaran - permintaan = kapiasitas
tidak terpakai
1. Peningkatan permintaan < kapasitas
tidak terpakai
2. Peningkatan permintaan >
kapasitass tidak terpakai
3. Penurunan permintaan (permanen)
a. Penurunan kapasitas aktivitas
b. Tidak ada perubahan kapasitas
aktivitas
1. Tidak relevan
2. Relevan
a. Relevan
b. Tidak relevan
Diperoleh dimuka
(multiperiode)
Penawaran - permintaan = kapasitas
tidak terpakai
1. Peningkatan permintaan < kapasitas
tidak terpakai
2. Penurunan permintaan (pemanen)
3. Peningkatan permintaan > kapasitas
tidak terpakai
1. Tidak relevan
2. Relevan
3. Keputusan
modal
3. APLIKASI BIAYA RELEVAN
Penentuan biaya relevan sangat bermanfaat dalam memecahkan berbagai jenis permasalahan.
Secara tradisional, penerapan biaya relevan meliputi keputusan untuk membuat atau membeli
suatu komponen.
Keputusan Membuat atau Membeli
Manajer seringkali diharapkan dengan keputusan apakah harus membuat atau membeli
komponen-kmponen yang digunakan dalam suatu proses produksi. Manajemen seharusnya
secara periodik perlu mengevaluasi keputusan masa lalu yang berkaitan dengan aktivitas
produksi. Evaluasi secara periodik bukan merupakan satu-satunya sumber dalam pembuatan
keputusan membuat atau membeli (make or-buy decision).
Permasalahan dan alternatif yang layak dipertimbangkan perlu diidentifikasi. Apabila
kisaran waktu untuk pembuatan keputusan hanya satu periode, maka tidak perlu
memperhatikan elemen biaya yang terjadi berulang secara periodik. Penentuan biaya relevan
sangat berguna untuk membuat analisis jangka pendek. Secara sederhana perusahaan hanya
perlu mengidentifikasi biaya- biaya yang relevan saja, kemudian menjumlahkan dan pada
akhrinya menetapkan pilihan (dengan asumsi tidak ada maslah kualitatif) proses
mengindentifikasi biaya.
Keputusan Mempertahankan atau Menghentikan
Seorang manajer seringkali harus membuat keputusan apakah suatu segmen, seperti
produk, harus dipertahanakan atau dihentikan. Laporan segmen yang disusun atas dasar
variabel costing menyediakan informasi yang berharga untuk membuat keputusan
mempertahankan atau mengentikan
Peningkatan profitabilitas lini produk melalui pengematan biaya juga tidak layak dilakukan.
Mempertahnkan atau Menghentikan dengan Berbagai Dampak Komplementer
Mempertahankan Atau Menghentikan Dengan Penggunaan Alternatif Fasilitas
Para manajer sering kali tidak memiliki seluruh informasi yang diperlukan untik
membuat keputusan terbaik. Manajer mendapat manfaat dari pengumpulan seluruh informasi
yang tersedia sebelum membuat keputusan akhir. Manajer dapat mengambil manfaat dari
input- input yang diberikan orang lain yang memahami masalah tersebut. Dengan melukan
hal ini sejumlah informasi dan solusi yang layak dapat dikembangkan. Hasilnya adalah
pembuatan keputusan yang lebih baik.
Keputusan pesanan- khusus
Dibeberapa negara yang telah memiliki undang-undang tetang diskriminasi harga
mensyaratkan bahwa perusahaan harus menjual produk yang identik dengan harga sama
kepada pelanggan yang berbeda dipasar yang sama. Keputusan pesanan memfokuskan pada
pertanyaan apakah pesanan harga khusunya ketika perusahaan harus diterima atau ditolak.
Pesanan seperti ini seringkali menarik, khususnya ketika perusahaan beroprasi dibawah
kapasitass produksi maksimum.
Keptusan untuk Menjual atau Memproses Lebih Lanjut
Produk bersama memiliki proses produksi dan biaya produksi yang sama sampai titik pisah
tersebut, proses produksi dan biaya produksi sudah mulai dapat dibedakan. Produk bersama
seringkali dijual pada titik pisah. Namun kadang kala akan lebih menguntungkan bagi
perusahaan untuk memproses lebih lanjut suatu produk bersama setelah titik pisah.
4. KEPUTUSAN BAURAN PRODUK
Banyak perusahaan memiliki keleluasaan dalam memilih bauran produk mereka karena
keputusan bauran produk dapat berdampak signifikan terhadap profitabilitas perusahaan.
setiap alternatif bauran produk menghasilkan bauran tingkat laba yang berbeda. Seorang
manajer harus memilih alternatif yang akan memaksimalkan laba total.
Sumber Daya Dengan Satu Batasan
Sumber Daya dengan Banyak Batasan
Sumber Daya dengan satu batasan adalah tidak realistis. Semua organisasi akan
mengahadapi berbagai batasan. Misalnya: keterbatasan bahan baku, keterbatasan input
tenaga kerja, keterbatasan permintaan setiap produk, dan seterusnya. Solusi terhadap
maslaah produk dengan banyak batasan jauh lebih rumit dan memerlukan penggunaan
teknik matematika khusus yang dikenal sebagai pemograman linier (linier
programming)
Pemrograman linier adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari solusi optimal
diantara berbagai solusi yang layak dipertimbangkan. Teori pemorgaman linier
memungkinkan diabaikan berbagai solusi. Pada kenyataan, meskipun terdapat sejumlah
solusi. Pada kenyataannya meskipun terdapat sejumlah solusi yang akan dieliminasi, akan
tetapi pada akhirnya akan dihasilkan solusi tertentu paling tepat.
5. PENETAPAN HARGA
Salah satu keputusan paling sulit yang dihadapi oleh perusahaan adalah menegenai penetapan
harga. Bagian ini Bagian ini akan menjelaskan dampak biaya terhadap harga dan peran
akuntan dalam pengumpulan informasi yang dibutuhkan untuk penetapan harga.
penjualanpokokah
operasiLabaistrasiadbiayadanpenjualanbiaya
arg
min
bakubahanbiaya
operasilabaistrasiaddan
penjualanbiayaoverheadBiayalangsungjatenagabiaya
min
ker
Penetapan Harga Berbasis Biaya
Permintaan adalah salah satu sisi dari persamaan penetapan harga, sedangkan penawaran
adalah sisi lainnya. Oleh karena pendapatan harus dapat menutup biaya perusahaan untuk
menghasilkan laba, maka banyak perusahaan menetapkan biaya terlebih dulu dalam
rangka menetapkan harga. Perusahaan menghitung biaya produl dan kemudian
menambah dengan laba yang diinginkan. Pendekatan ini tdak berbelit-belit dan biasanya
terdapat beberapa basis biaya atau dasar biaya (cost base) dan markup. Markup adalah
presentase yang ditambahkan pada basis biaya. Markup tersebut termasuk diantaranya
adalah laba yang diinginkan dan disetiap biaya yang tidak termasuk dalam basis biaya.
Markup harga pokok penjualan=
Markup bahan =
Contoh: PT Revina Raya yang dimiliki dan dikelola oleh elvira merakit dan menyiapkan
komputer sesuai spesifikasi yang diminta oleh pelanggan. Biaya komponen dan bahan
baku langsung lainnya dengan mudah dapat ditelusuri. Biaya tenaga kerja langsung juga
mudah ditelusuri kesetiap pekerjaan secara rata-rata, perakit menerima Rp 12.000 per jam
dan perusahaan membayar tunjangan sekitar 25 persen dari upah tersebut. Pada tahun
lalu, PT Revina Raya mengerjakan 650 pekerjaan yang rata-rata memerlukan 5 jam per
pekerjaan. Biaya overhed yang terjadi atas utilitas, peralatan kecil, penataan ruangan, dan
lain lain-lain mencapai jumlah Rp. 80.000.000. Laporan laba rugi PT Revina Raya untuk
tahun lalu adalah sebagai berikut.
Pendapatan Rp.856.500.000
Harga pokok penjualan:
Bahan langsung Rp.585.000.000
Tenaga kerja langsung 48.750.000
Overhead 80.000.000 Rp.713.000.000
Laba kotor
Rp.142.750.000
Biaya administrasi dan penjualan 25.000.000
Laba operasi Rp.117.750.000
penjualanpokokah
operasiLabaistrasiadbiayadanpenjualanbiaya
arg
min
Markup harga pokok penjualan=
=00.750.713.
000.750.117000.000.25
Rp
RpRp
= 0,20
Markup berdasarkan harga pokok penjualan adalah sebesar 20 persen.
Perhitungan Biaya Target dan Penetapan Harga
Perhitungan biaya target (target costing) adalah suatu metode penentuan biaya produk
atau jasa berdasarkan harga (harga target) yang pelanggan bersedia membayarnya. Pada
umumnya perusahaan menetapkan suatu harga produk baru sebagai penjumlahan dari
biaya dan laba yang diinginkan. Logikanya adalah bahwa perusahaan harus menghasilkan
pendapatan yang cukup untuk dapat menutup semua biaya dan menghasilkan laba.
Menurut Peter Drucker, “Hal tersebut adalah benar, tetapi tidak relevan. Pelanggan tidak
melihat hal tersebut sebagai pekerjaan mereka untuk menjamin pabrikan mendapat laba.
Satu-satunya cara yang baik untuk menetapkan harga adalah dengan mengetahui berapa
yang ingin dibayar oleh pasar.
Contoh PT Ravina Raya di atas. Elvira menemukan bahwa perusahaan asuransi tidak
akan mempertimbangkan setiap penawaran di atas Rp100.000.000. Sementara itu,
penawaran berbasis biaya adalah sebesar Rp137.280.000. Bahan baku sebesar
Rp100.000.000 dan biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp9.000.000. Apabila Elvira
mengurangi kapasitas hard-disk menjadi 1,5 GB dan menggunakan drive yang lebih
lambat, maka ia dapat menghemat biaya sebesar Rp25.000.000. Dengan menggunakan
monitor yang sedikit lebih mahal (kenaikan sebesar Rp20.000) yang tidak membutuhkan
pemasangan screen-saver software akan dapat menghemat sebesar Rp30.000 per software
komputer dan 15 menit jam tenaga kerja langsung (Rp15.000 per jam) untuk memasang
software tersebut. Penurunan bersihnya adalah sebesar Rp13.750 [(Rp30.000 + Rp3.750)
- Rp20.0001 untuk setiap 100 unit komputer. Sejauh ini, Elvira telah melakukan
perhitungan biaya sebagai berikut.
Bahan baku (Rp100.000.000 - Rp25.000.000) Rp.75.000.000 Tenaga
kerja langsung (100 x 5,75 jam x Rp15.000) 8.625.000 Total biaya
utama Rp.83.625.000
Kemungkinan pembebanan overhead untuk pekerjaan ini akan mencapai Rp4.313.000
(50 persen dari biaya tenaga kerja langsung). Dengan demikian, biaya untuk pekerjaan ini
akan menjadi Rp87.938.000 (Rp4.313.000 + Rp83.625.000). Hal ini belum semua biaya
tercakup dan masih terdapat biaya administrasi dan laba yang diinginkan. Apabila
diberlakukan markup standar sebesar 20 persen, maka penawaran tersebut akan menjadi
Rp105.526.000.
Aspek Hukum Penetapan Harga
Prinsip dasar yang melandasi sebagian besar peraturan tentang penetapan harga adalah
bahwa persaingan merupakan hal yang baik dan harus selalu didorong. Penetapan Harga
Predator. Praktik pengaturan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya dengan
tujuan untuk merugikan pesaing dan mengeliminasi persaingan disebut penetapan harga
predator (predatory pricing). Penting untuk diperhatikan bahwa penetapan harga di
bawah biaya tidak selalu merupakan harga predator. Perusahaan sering kali menetapkan
harga suatu barang di bawah biaya-misalnya harga khusus di toko-toko grosir. Harga
predator dalam pasar internasional disebut dumping dan ini terjadi ketika perusahaan
menjual produknya di negara lain dengan harga di bawah biaya.
Hal yang terpenting, Undang-Undang Robinson-Patman memungkinkan diskriminasi
harga pada kondisi-kondisi tertentu, yaitu: (1) apabila kondisi persaingan memang
menuntut demikian, dan (2) apabila biaya memungkinkan harga yang lebih rendah.
Jelaslah bahwa kondisi kedua ini penting bagi para akuntan, karena harga lebih rendah
yang ditawarkan kepada pelanggan harus dijustifikasi melalui penghematan biaya yang
dapat diidentifikasi. Selain itu, besarnya diskon yang diberikan paling sedikit harus sama
dengan jumlah biaya yang dihemat. Oleh karena biaya pengiriman kepada pelanggan
yang jaraknya dekat jauh lebih sedikit dibandingkan dengan biaya pengiriman kepada
pelanggan yang jauh, maka pelanggan yang dekat membayar biaya kirim istimewa
(phantom freight). Alokasi biaya mengakibatkan perhitungan biaya menjadi sulit.
Menjustifikasikan diskon kuantitas.
Dalam perhitungan biaya diferensial, perusahaan harus dapat membuat lclasifikasi
pelanggan berdasarkan biaya rata-rata penjualan kepada pelanggan dan kemudian
mengenakan seluruh pelanggan dalam setiap kelompok dengan suatu harga yang dapat
dijustifikasi dengan biaya.
Keadilan dan Penetapan Harga
Standar masyarakat mengenai keadilan memiliki dampak penting terhadap harga. Sebagai
contoh, apakah toko-toko mainan harus menaikkan harga kereta luncur sehari setelah
hujan salju yang lebat? Mereka dapat melakukannya, tetapi pada umumnya mereka tidak
melakukannya. Para pelanggan percaya bahwa kenaikan harga pada saat seperti itu adalah
tidak adil. Apakah keengganan toko-toko tersebut untuk menaikkan harga dalam situasi
seperti ini karena rasa keadilan atau karena pertimbangan kepentingan jangka panjang,
akibatnya adalah sama. Eksploitasi harga (price gouging) terjadi ketika perusahaan
dengan kekuatan pasar menghargai produknya sangat tinggi.
Mudah untuk melihat bahwa biaya sebagai justifikasi harga menjadi dasar bagi
masyarakat untuk menilai mengenai standar keadilan. Etika dibangun di atas rasa
keadilan. Jadi, perilaku yang tidak etis dalam penetapan harga adalah berkaitan dengan
usaha untuk mendapatkan keuntungan secara tidak adil dari pelanggan. Kenaikan harga
yang berkaitan dengan biaya merupakan alasan terbaik terhadap perlawanan yang akan
dilakukan oleh para pelanggan.
Daftar Istilah
1. Diskriminasi harga (price discrimination) adalah pengenaan harga yang berbeda-beda
kepada beberapa pelanggan atas produk-produk yang pada dasarnya sama.
2. Dumping adalah praktik pengaturan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya
dengan tujuan untuk merugikan pesaing dan mengeliminasi persaingan. Dumping
memiliki pengertian yang sama dengan predatory pricing, tetapi khusus terjadi di pasar
internasional.
3. Eksploitasi harga (price gouging) adalah penetapan harga produk yang sangat tinggi
karena perusahaan memiliki kekuatan pasar.
4. Batasan (constraints) adalah kondisi perusahaan ketika menghadapi keterbatasan sumber
daya dan permintaan dalam suatu pemilihan bauran yang optimal.
5. Batasan nonnegativitas (nonnegativity constraints) adalah kondisi perusahaan ketika
menghadapi keterbatasan sumber daya dan permintaan dalam suatu pemilihan bauran
yang optimal dan secara sederhana mencerminkan bahwa produk dalam jumlah negatif
tidak mungkin diproduksi.
6. Keputusan bauran produk (product mix decision) adalah keputusan yang berhubungan
dengan pemilihan bauran produk dalam suatu suatu proses produksi bersama (joint
production process) atau proses bersama (joint process) yang dapat berdampak
signifikan terhadap profitabilitas perusahaan.
7. Keputusan membuat-atau-membeli (make-or-buy decisions) adalah pembuatan
keputusan yang berhubungan dengan pemilihan di antara alternatif untuk membuat atau
membeli komponen-komponen yang digunakan dalam suatu proses produksi.
8. Keputusan mempertahankan-atau-menghentikan (keep-or-drop decisions) adalah
pembuatan keputusan yang berhubungan dengan pemilihan di antara alternatif untuk
mempertahankan atau menghentikan suatu segmen, seperti lini produk.
9. Keputusan menjual atau memproses lebih lanjut (sell or process further decision) adalah
pembuatan keputusan yang berhubungan dengan pemilihan di antara alternatif untuk
menjual atau memproses lebih lanjut produk yang dihasilkan dari suatu proses produksi
bersama (joint production process) atau proses bersama (joint process).
10. Keputusan pesanan khusus (special-order decisions) adalah pembuatan keputusan yang
berhubungan dengan pemilihan di antara alternatif untuk menerima atau menolak suatu
pesanan dari pelanggan dengan suatu harga khusus (di bawah harga normal).
11. Biaya kesempatan (opportunity cost) adalah biaya yang terjadi sebagai akibat atas
hilangnya peluang pasar.
12. Biaya relevan (relevant cost) adalah biaya masa depan (future cost) yang berbeda di
antara berbagai alternatif (differ across alternatives).
13. Biaya target (target costing) adalah suatu metode penentuan biaya produk atau jasa
berdasarkan harga (harga target) yang pelanggan bersedia untuk membayarnya.
14. Markup adalah persentase yang ditambahkan pada basis biaya pada proses penetapan
harga (pricing).
15. Pembuatan keputusan taktis (tactical decision making) adalah pembuatan keputusan
yang didasarkan atas pemilihan di antara beberapa alternatif dengan pertimbangan waktu
yang segera dan tinjauan yang terbatas.
16. Pembuatan keputusan strategis (strategic decision making) adalah pembuatan keputusan
untuk memilih di antara beberapa alternatif strategi, sehingga keunggulan kompetitif
perusahaan dalam jangka panjang akan dapat dicapai.
17. Pemrograman linear (linear programming) adalah suatu metode pendekatan algoritma
yang digunakan untuk mencari solusi optimal di antara berbagai solusi yang layak
dipertimbangkan.
18. Penentuan biaya berdasarkan harga (price-driven costing) adalah metode penentuan
biaya produk atau jasa berdasarkan harga (price-driven). Dengan kata lain, price-driven
costing memiliki pengertian yang sama dengan target costing.
19. Penetapan harga predator (predatory pricing) adalah praktik pengaturan harga yang lebih
rendah dibandingkan dengan biaya dengan tujuan untuk merugikan pesaing dan
mengeliminasi persaingan.
20. Phantom freight adalah biaya kirim istimewa yang terjadi karena produk dikirim kepada
pelanggan yang jaraknya sangat dekat.
21. Produk bersama (joint product) adalah beberapa jenis produk yang dihasilkan dalam
suatu proses produksi bersama (joint production process) atau proses bersama (joint
process).
22. Seperangkat batasan (constraint set) adalah semua keterbatasan yang dihadapi
perusahaan dalam usahanya untuk memilih bauran yang optimal.
23. Seperangkat solusi yang layak (feasible set of solutions) adalah kumpulan semua solusi
yang layak yang dimiliki perusahaan ketika perusahaan memilih bauran yang optimal.
24. Solusi layak (feasible solution) adalah solusi yang dapat mengatasi keterbatasan yang
terdapat dalam model pemrograman linear.
25. Solusi optimal (optimal solution) adalah pilihan solusi terbaik di antara berbagai
kemungkinan solusi yang tersedia bagi perusahaan karena dapat memaksimalkan
perolehan margin kontribusi total.
26. Tindakan berskala kecil (small-scale actions) adalah istilah lain untuk pembuatan
keputusan taktis yang dilakukan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
27. Titik pisah (split-off point) adalah tahapan dalam suatu proses proses produksi bersama
(joint production process) atau proses bersama (joint process) pada saat beberapa produk
dapat diidentifikasi secara jelas.
CAPITAL INVESTMENT DECISIONS
(PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENANAMAN MODAL)
A. PENDAHULUAN
Jenis pengambilan keputusan yang penting bagi manajemen, di samping penentuan
harga jual, adalah pengambilan keputusan dalam penanaman modal (investment decision).
Permasalahan yang dijumpai manajemen dalam pengambilan keputusan penanaman modal
adalah menentukan usulan investasi dana atau penanaman modal yang dapat menghasilkan
laba bagi perusahaan pada masa yang akan datang. Masalah penanaman modal erat kaitannya
dengan masalah penyusutan anggaran modal (capital budgeting) karena anggaran modal
disusun berdasarkan pada proyek-proyek penanaman modal yang diputuskan oleh
manajemen untuk dilaksanakan.
Pengambilan keputusan penanaman modal penting bagi manajemen, karena
penanaman modal berkaitan dengan (1) keterikatan sumber dana perusahaan dalam jumlah
relatif besar, (2) jangka waktu investasi relatif lama, (3) masa yang akan datang yang penuh
ketidakpastian. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan manajemen dalam mengambil
keputusan penanaman modal.
B. JENIS PENANAMAN MODAL
Ditinjau dari tujuannya, penanaman modal dapat digolongkan menjadi:
1. Penanaman modal yang tidak menghasilkan laba.
2. Penanaman modal yang menghasilkan laba.
Penanaman modal yang tidak menghasilkan laba pada umumnya dilakukan oleh
perusahaan, karena peraturan pemerintah yang menghendaki demikian atau karena
persyaratan kontrak yang telah disepakati. Penanaman modal tersebut harus dilakukan oleh
perusahaan meskipun tidak menghasilkan laba bagi perusahaan. Misalnya karena peraturan
pemerintah, perusahaan harus membuat sarana pengolahan air limbah agar tidak
mengakibatkan pencemaran lingkungan. Contoh lain untuk penanaman modal yang tidak
menghasilkan laba, adalah adanya persyaratan kontrak agar perusahaan „real estate’
menyediakan fasilitas: jalan, tempat ibadah, taman dan yang lain di lokasi perumahan. Jenis
penanaman modal yang demikian tidak perlu dibuat evaluasi mengenai perlu tidaknya
investasi tersebut.
Penanaman modal yang menghasilkan laba dapat dikelompokkan menjadi dua macam,
yaitu (1) labanya sulit diukur, dan (2) labanya dapat diukur. Contoh jenis penanaman modal
yang menghasilkan laba tetapi labanya sulit diukur antara lain: penanaman modal untuk riset
dan pengembangan perusahaan, biaya pendidikan dan latihan karyawan, biaya promosi
produk perusahaan. Sedangkan contoh penanaman modal yang labanya dapat diukur
meliputi: penggantian atau pemilihan peralatan, membeli atau menyewa aktiva yang akan
digunakan dalam usaha, dan penanaman modal dalam ekspansi (perluasan usaha).
Pembahasan di dalam bab ini akan dititikberatkan pada jenis penanaman modal yang
menghasilkan laba, khususnya yang labanya dapat diukur. Masalah pokok dalam
pengambilan keputusan penanaman modal berkaitan dengan penentuan suatu usulan investasi
atau beberapa alternatif usulan investasi untuk dilaksanakan. Sebelum mengambil keputusan,
manajemen harus melakukan penilaian mengenai layak atau tidaknya investasi yang
bersangkutan.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan oleh manajemen utnuk menilai suatu
investasi, antara lain dari aspek ekonomi yang berkaitan dengan pengeluaran (outlay)modal
dan penerimaan (proceed) sebagai hasil dari modal yang diinvestasikan. Di sampint itu,
karena penanaman modal berkaitan dengan penggunaan uang dalam jangka waktu relatif
lama, manajemen harus pula mempertimbangkan nilai waktu uang (time value of money)
dalam menilai investasi.
C. KONSEP NILAI SEKARANG
Nilai waktu uang, seperti yang telah dikemukakan, merupakan salah satu faktor yang
harus dipertimbangkan dalam penilaian investasi. Perusahaan akan lebih senang menerima
sejumlah uang sekarang daripada menerimanya satu atau beberapa tahun kemudian.
Alasannya, penerimaan sejumlah uang sekarang dapat segera diinvestasikan sehingga
menghasilkan laba, daripada jika diterima satu atau beberapa tahun yang akan datang. Di
samping itu, penerimaan uang sekarang sifatnya lebih pasti daripada dimasa yang akan
datang yang penuh ketidakpastian. Oleh karena itu, sejumlah uang pada waktu sekarang
nilainya berbeda dengan pada waktu yang akan datang. Perbedaan tersebut disebabkan
adanya nilai waktu dari uang.
Pengeluaran uang pada waktu sekarang sebagai penanaman modal, diharapkan akan
menghasilkan penerimaan uang pada waktu-waktu yang akan datang selama masa investasi,
yang nilainya tentu saja berbeda karena adanya nilai waktu uang. Oleh karena itu, agar
penilaian investasi dapat dilakukan dengan cermat, uang yang diterima selama masa investasi
tersebut harus dihitung berdasarkan nilai sekarang (present value atau PV). Sehingga dalam
hal ini, uang yang diterima selama masa investasi mempunyai dua macam nilai, yaitu nilai
sekarang dan nilai yang akan datang. Nilai yang akan datang adalah yang yang diterima pada
waktu yang akan datang selama masa investasi, yang dihitung berdasarkan nilai pada waktu
uang tersebut diterima.
D. METODE PENILAIAN INVESTASI
Penilaian investasi berkaitan dengan pengambilan keputusan manajemen mengenai
layak tidaknya suatu usulan investasi untuk dilaksanakan. Metode yang dapat diguankan
manajemen untuk menilai usulan investasi adalah sebagai berikut:
1. Payback
2. Average return on investment
3. Net present value
4. Discounted Payback Period
5. Internal rate of return
6. Modifiend internal rate of return
7. Profitability index
8. Economic value added
E. METODE PAYBACK
Metode ini, sering pula disebut metode payout atau payoff, menghitung jangka waktu
yang diperlukan untuk menutup modal yang diinvestasikan. Jangka waktu tersebut dihitung
dengan cara membagi jumlah modal yang diinvestasikan dengan aliran kas yang diperoleh
dari operasi per tahun (annual cash flow form operations). Aliran kas tersebut berupa
penghematan tunai (cash savings) per tahun atau berupa laba tunai (laba bersih setelah pajak
ditambah depresiasi) per tahun. Perhitungan periode payback dapat dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut:
Periode Payback =
Contoh 1.
Perusahaan mempertimbangkan untuk memebeli sebuah mesin A seharga
Rp50.000.0000,00. Dari penggunaan mesin tersebut diperkirakan dapat menghasilkan laba
tunai rata-rata per tahun sebesar Rp12.500.000,00. Berdasarkan data tersebut, perhitungan
periode payback adalah sebagai berikut:
Periode Payback =
= 4tahun
Kriteria untuk meniliai layak dilaksanakan atau tidak pembelian mesin A, ditentukan
dengan cara membandingkan antara periode payback hasil perhitungan tersebut di atas,
dengan periode payback yang dikehendaki manajemen. Misalnya periode payback yang
dikehendaki manajemen adalah 5 tahun, maka rencana pembelian mesin tersebut dapat
dilaksanakan.
Contoh 2.
Suatu usulan investasi senilai Rp100.000.000,00 diperkirakan dapat menghasilkan
laba tunai selama enam tahun berturut-turut sebagai berikut: Rp25.000.000,00;
Rp25.000.000,00; Rp20.000.000; Rp20.000,00; Rp15.000.000,00 dan Rp10.000.000,00.
Berdasarkan data tersebut perhitungan periode payback adalah sebagai berikut:
Tahun Laba Tunai Investasi yang
Ditutup Periode Payback
1
2
3
4
5
6
Rp25.000.000,00
25.000.000,00
20.000.000,00
20.000.000,00
15.000.000,00
10.000.000,00
Rp25.000.000,00
25.000.000,00
20.000.000,00
20.000.000,00
10.000.000,00
(a)
1 tahun
1 tahun
1 tahun
1 tahun
8 bulan (b)
Rp100.000.000,00 4 tahun 8 bulan
(a) Rp100.000.000,00 – (Rp25.000.000,00 + Rp25.000.000,00 + Rp20.000.000,00 +
Rp20.000.000,00)
(b)
x 12 bulan
Jika terdapat dua alternatif usulan investasi maka kriteria penilaiannya adalah usulan
investasi yang diterima adalah menghasilkan periode payback yang paling kecil. Artinya,
meskipun kemungkinan usulan investasi yang ditolak mampu menghasilkan keuntungan yang
lebih besar daripada keuntungan yang dihasilkan oleh usulan investasi yang diterima, namun
investasi yang ditolak tersebut memiliki peirode payback yang lebih lama daripada investasi
yang diterima.
Contoh 3.
Perusahaan akan mengambil keputusan terhadap dua rencana investasi yaitu membeli
mesin A atau mesin B. Data mengenai kedua mesin tersebut adalah sebagai berikut:
Mesin A Mesin B
Harga perolehan
Taksiran umur ekonomis
Laba tunai per tahun
Rp50.000.000,00
10 tahun
Rp12.500.000,00
Rp50.000.000,00
20 tahun
Rp8.000.000,00
Periode payback yang dikehendaki manajemen maksimum 5 tahun.
Perhitungan periode payback:
Mesin A =
= 4 tahun
Mesin B =
= 6 tahun 2 bulan
Menurut kriteria yang ditetapkan, maka usulan membeli mesin A diterima. Sebenarnya jika
dilihat dari jumlah laba tunai yang dihasilkan selama umur ekonomis, mesin B menghasilkan
keuntungan lebih besar daripada mesin A. Akan tetapi perlu dikemukakan di sini bahwa
metode ini tidak dimaksudkan untuk mengukur tingkat keuntungan.
Kelebihan metode Payback
1. Metode ini cukup sederhana dan mudah dimengerti.
2. Untuk menilai suatu usulan investasi yang memerlukan modal dalam jumlah relatif
besar, menurut metode ini dapat segera diketahui jangka waktu modal yang
diinvestasikan dapat ditutup.
Kelemahan Metode Payback
1. Tidak mempertimbangkan nilai waktu luang.
2. Mengabaikan aliran kas yang diperoleh setelah periode payback, sehingga usulan
investasi yang ditolak mungkin saja lebih menguntungkan daripada usulan investasi yang
diterima.
F. METODE AVERAGE RETURN ON INVESTMENT
Metode ini dinamakan pula dengan metode accounting rate of return, karena
perhitungannya menggunakan laba akuntansi. Metode ini mengukur tingkat kemampuan laba
(profitabilitas), yang diabaikan dalam metode payback. Rate of return on investment dihitung
dengan menggunakan rumus sebagia berikut:
Return on investmen =
Laba bersih setelah pajak dalam hal ini adalah laba menurut akuntansi, yaitu laba tunai
dikurangi depresiasi (Earning after tax atau EAT). Sedangkan modal yang diinvestasikan
dapat berupa penanaman modal mula-mula atau berupa rata-rata modal yang diinvestasikan.
Contoh 4.
Perusahaan memepertimbangkan untuk menerima atua menolak usulan pembelian
mesin. Harga perolehan mesin adalah Rp40.000.000,00 dan ditaksir mempunyai umur
ekonomis selama 5 tahun. Mesin tersebut dianggap tidak mempunyai nilai residu dan
didepresiasi dengan menggunakan metode garis lurus. Dari penggunaan mesin tersebut
ditaksir akan menghasilkan laba tunai rata-rata pertahun sebesar Rp14.000.000,00.
Berdasarkan data tersebut di atas, rate of return on investment dapat dihitung sebagai berikut:
Laba menurut akuntansi = Rp14.000.000,00 – (
)
= Rp6.000.000,00
Return on investment (ROI) =
= 15%
Semakin besar rate of ROI tersebtu semakin baik, karena menujukkan semakin besarnya
jumlah pengembalian modal yang diinvestasikan. Kriteria penilaiannya, adalah suatu usulan
investasi dinilai layak, jika rate of return proyek lebih besar dari rate of return yang
dikehendaki manajemen.
Jika modal yang diinvestasikan dihitung berdasarkan investasi rata-rata, maka
perhitungannya menggunakan cara sebagai berikut:
Investasi rata-rata dihitung dan dari jumlah investasi mula-mula ditamban investasi pada
akhir tahun berakhirnya umur ekonomis dibagi dua.
Berdasarkan Contoh 4 tersebut rata-rata investasi adalah:
= Rp20.000.000,00
Dengan demikian rate of return on investmennya adalah:
= 30%
Kelebihan Metode Average Return on Investment
1. Data yang digunakan dapat diambil dari laporan keuangan perusahaan yang sudah
tersedia.
2. Pendapatan selama masa investasi diperhitungkan.
Kelemahan Metode Average Return on Investment
1. Tidak mempertimbangkan nilai waktu uang.
2. Tidak dapat diterapkan untuk usulan investasi yang dilakukan secara bertahap.
G. METODE NET PRESENT VALUE (NPV)
Berbeda dengan dua metode terdahulu, metode net present value mempertimbangkan
nilai waktu uang. Seperti telah disebutkan di muka, konsep nilai sekarang merupakan salah
satu faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam penilaian investasi.
Menurut metode ini, penerimaan kas (cash inflows)pada masa yang akan datang
selama investasi berlangsung, dihitung berdasarkan nilai sekarang. Penilaian atas usulan
investasi berdasarkan metodei ini adalah dengan cara membandingkan nilai sekarang atau
nilai tunai dari penerimaan kas (cash inflows) dengan nilai sekarang dari pengeluaran kas
(cash outflows) selama investasi modal berlangsung. Kriteria penilainnya adalah: suatu
usulan investasi akan diterima, jika nilai sekarang dari cash inflows lebih besar dari nilai
sekarang cash outflows-nya. Denagn demikian, suatu usulan investasi dinilai layak untuk
dilaksanakan, jika nilai sekarang aliran kas bersihnya positif.
Nilai sekarang dari cash inflows maupun cash outflows dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai beriktu:
Nilai sekarang = C x
C = Aliran kas (cash flows) masuk atau aliran kas keluar
i = tingkat harga
n = jangka waktu.
Di samping menggunakan rumus perhitungan tersebut di atas, nilai sekarang dapat
pula dihitung dengan menggunakan tabel nilai sekarang (lihat Lampiran 1.1 dan Lampiran
1.2). Aliran kas yang akan dihitung berdasarkan nilai sekarang, dikalikan dengan faktor yang
terdapat pada tabel nilai sekarang.
Tabel nilai sekarang dari Rp1,00 (Lampiran 1.2), digunakan untuk mencari faktor
nilai sekarang dari aliran kas yang diterima atau dibayarkan pada satu tahun atau selama
beberapa tahun yang jumlahnya berbeda.
Faktor nilai sekarang dicari berdasarkan tingkat bunga tertentu pada kolom horisontal
dan tahun tertentu pada kolom vertikal tabel nilai sekarang. Faktor nilai sekarang tersebut
selanjutnya dikalikan dengan jumlah kas yang diterima atau dibayarkan pada tahun tertentu
atau selama beberapa tahun.
Seiring perkembangan teknologi informasi, menghitung faktor nilai sekarang dapat
juga menggunakan kalkulator atau beberapa program komputer, seperti MS Excel 2007 atau
MS Excel 2003. Bab ini akan mengedepankan perhitungan melalui bantuan program
komputer MS Excel 2007 atau MS Excel 2003. Kelebihan menggunakan MS Excel adalah
dapat mencari NPV dengan lebih cepat dan akurat, yaitu tidak perlu lagi menghitung nilai
sekarang terlebih dahulu, namun langsung menuliskan rumus mencari NPV dalam MS Excel
serta terhindar dari pembulatan yang terlalu besar. Rumus untuk mencari NPV pada program
MS Excel adalah sebagai berikut:
Ketik fungsi NPV dengan perintah;
“=NPV (discount_rate, value1, value2, … value_n)”
Keterangan:
discount_rate : tingkat diskonto untuk periode tersebut.
value_n : pembayaran masa depan dan pendapatan investasi (yaitu: arus kas) atau laba tunai
Atau, apabila tetap menghendaki untuk mencari nilai sekarang, maka dapat juag dicari
dengan menggunakan program MS Excel. Rumus untuk fungsi nilai sekarnag dalam program
MS Excel dapat diketik sebagai berikut:
Ketik fungsi NPV dengan perintah;
“=PV(interest_rate, number_payments, payment)”
Keterangan:
interest_rate : suku bunga untuk investasi.
number_payments : berapa kali laba tunai yang akan diperoleh
(misal, tahun, bulan, minggu, dan lain-lain).
payment : jumlah laba tunai yang diperoleh setiap periode.
Contoh 5.
Perusahaan mempertimbangkan untuk menanamkan modalnya untuk membeli mesin
seharga Rp5.000.000,00. Mesin tersebut ditaksir mempunyai umur ekonomis selama 5 tahun,
tanpa nilai residu dan didepresiasi dengan metode garis lurus. Selama penggunaan mesin
tersebut, diperkirakan perusahaan akan memperoleh laba bersih sebelum pajak, berturut-turut
sebagai berikut : Rp2.000.000,00; Rp3.000.000; Rp2.500.000,00; Rp1.500.000;
Rp1.000.000,00. Jika pajak penghasilan sebesar 40% dan tingkat bunga 20% per tahun, maka
perhitungan NPV dari rencana investasi tersebut adalah sebagai berikut:
Ketik: = NPV(20%, ,3800000,2500000,1900000,1600000)
Dihasilkan nilai NPV sebesar 7478266,46 atau jika dibulatkan menjadi sebesar Rp7.478.266,
46.
diperoleh dari kolom “Laba Tunai” dari tabel di bawah.
Tahun Laba Bersih
Sebelum Pajak
Laba bersih
Setelah Pajak Laba Tunai
Nilai Sekarang
Kas Masuk
Bersih
1
2
3
4
5
Rp2.000.000,00
3.000.000,00
2.500.000,00
1.500.000,00
1.000.000,00
Rp 800.000,00
1.200.000,00
1.000.000,00
600.000,00
400.000,00
Rp1.200.000,00
2.800.000,00
1.500.000,00
900.000,00
600.000,00
Rp1.000.000,00
1.000.000,00
1.000.000,00
1.000.000,00
1.000.000,00
Rp2.200.000,00
3.800.000,00
2.500.000,00
1.900.000,00
1.600.000,00
1.446.759,26
916.280,86
643.004,12
Jumlah nilai sekarang kas masuk bersih Rp7.478.266,46
____________
1) 40% x Laba bersih sebelum pajak
2) (Rp5.000.000,00 – 0) : 5
3) Nilai tahun ke-1 diperoleh dari fungsi PV: “=PV(20%,1,2200000)”
4) Nilai tahun ke-n diperoleh dari rumus : “=PV(20%,n=1, Laba Tunai)-PV(20%,n-(n-1),Laba Tunai)”
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, nilai sekarang dari kas masuk bersIh berjumlah Rp7.476.266,46. Nilai tersebut sama dengan hasil perhitungan
NPV di atas. Jumlah tersebut lebih besar dari jumlah nilai sekarang dari investasi sebesar RP5.000.000,00. Dengan demikian rencana investasi tersebut dapat
diterima, karen amempunyai nilai sekarang bersih (net present value) sebesar Rp2.478.266,46 (Rp7.476.266,46 – Rp5.000.000.000,00).
Contoh 6.
Jika laba tunai setiap tahun jumlahnya sama, misalnya sebesar Rp2.400.000,00 maka
perhitungan nilai sekarang dari rencana investasi tersebut dalam Contoh 7.5 adalah sebagai berikut:
Nilai sekarang kas masuk bersih
“=PV(20%,5,2400000)” = Rp7.177.469,14
Nilai sekarang dari investasi modal = 5.000.000,00
Nilai sekarang bersih = Rp2.177. 469.14
Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, maka rencana investasi tersebut dapat diterima.
Contoh 7.
Perusahaan merencanakan akan mengganti mesin yang telah dipakai selama 1 tahun dengan
meisn yang baru. Berikut ini adalah data yang berkaitan dengan mesin lama dan mesin baru:
Mesin lama Mesin Baru
Harga perolehan
Taksiran umur ekonomis
Taksiran nilai residu
Biaya operasi tunai per tahun
Metode penyusutan
Rp4.625.000,00
5 tahun .
625.000,00
19.000.000,00
Garis lurus
Rp6.000.000,00
5 tahun .
1.000.000,00
15.000.000,00
Garis lurus
Mesin lama jika dijual sekarang diperkirakan laku Rp2.625.000.,00. Pajak penghasilan per tahun
sebesar 40%, dan rate of return setelah pajak dikehendaki sebesar 20%. Untuk menilai apakah rencana
investasi penggantian mesin lama dengan mesin yang baru tersebut dapat diterima, berikut ini adalah
perhitungan nilai sekarang dari pemilihan alternatif tetap menggunakan mesin lama atau menggantinya
dengan mesin yang baru (Tabel 1).
Berdasarkan hasil perhitungan dalam Tabel 1 tersebut, perusahaan lebih menguntungkan mengganti
mesin lama dengan mesin yang baru daripada tetap menggunakan mesin yang lama. Sebagai tambahan
penjelasan untuk perhitungan dalam Tabel 1 bahwa:
1. Aliran kas masuk maupun kas keluar yang dihitung berdasarkan nilai sekarang tersebut adalah
aliran kas setelah diperhitungkan adanya penghematan atau tambahan pajak penghasilan.
Penghematan atau tambahan pajak penghasilan. Penghematan pajak diperhitungkan untuk aliran
kas keluar, sedangkan tambahan pajak diperhitungkan untuk aliran kas masuk.
2. Perhitungan depresiasi per tahun adalah sebagai berikut:
- Mesin lama =
= Rp800.000,00
- Mesin baru =
= 1.000.000,00
3. Faktor nilai sekarang untuk aliran kas biaya operasi tunai per tahun dan depresiasi per tahun
dengan tingkat bunga 20% selama: 4 tahun untuk mesin lama dan 5 tahun untuk mesin baru.
4. Perhitungan rugi penjualan mesin lama adalah sebagai berikut:
- Hasil penjualan Rp2.625.000,00
- Nilai buku:
Rp4.625.000,00 – (1 x Rp800.000,00) 3.825.000,00
Rugi penjualan Rp1.200.000,00
Faktor nilai sekarang untuk aliran kas nilai residu dengan tingkat bunga 20% pada tahun: ke-4
untuk mesin lama dan ke-5 untuk mesin baru.
Tabel 1
Perhitugnan Nilai Sekarang Rencana Penggantian Mesin
Rumus Menghitung PV Jummlah Nilai Sekarang
Alternatif I:
Tetap menggunakan mesin lama
1. Biaya operasi tunai per tahun:
- Pengeluaran biaya tunai
- Penghematan pajak (40%)
2. Penghematan pajak dari
depresiasi per tahun 40% x
Rp800.000,00
3. Nilai residu:
- Nilai residu akhir tahun ke-4
- Tambahan pajak (40%)
(Rp19.000.000,00)
7.600.000,00
Rp11. 400.000,00
Rp320.000,00
625.000,00
(250.000,00)
Rp 375.000,00
=PV(20%,4,11400000)
=PV(20%,4,32000)
=PV(20%,4,37500)-
PV(20%,(4-1),375000)
(Rp29.511.574,07)
Rp 828.395,06
Rp 180.844.91
Jumlah nilai sekarang tetap menggunakan mesin lama (Rp28.502.334,10)
Alternatif II:
Mengganti dengan mesin baru
1. Pengeluaran untuk investasi
- Harga perolehan mesin baru
- Harga penjualan mesin lama
- Penghematan pajak dari rugi
penjualan mesin lama
(40%xRp.1.200.000,00)
2. Biaya operasi tunai per tahun:
- Pengeluaran biaya tunai
- Penghematan pajak (40%)
3. Penghematan pajak dari
depresiasi per tahun 40% x
Rp1.000.000,00
4. Nilai residu:
- Nilai residu akhir tahun ke-5
- Tambahan pajak (40%)
(Rp 6.000.000)
2.625.000,00
480.000,00
(Rp 2.895.000,00)
(Rp15.000.000)
6.000.000,00
(Rp 9.000.000,00)
Rp 400.000,00
1.000.000,00
(400.000,00)
Rp 600.000,00
1,0
=PV(20%,5,90000000)
=PV(20%,5,400000)
=PV(20%,5,600000)-
PV20%,(5-10),600000)
(Rp 2.895.000,00)
(Rp26.915.509,26)
Rp 1.196.244,86
Rp241.126,54
Jumlah nilai sekarang mengganti dengan mesin baru (Rp28.373.137,86)
- Hasil penjualan Rp2.625.000,00
- Nilai buku:
Rp4.625.000,00 – (1xRp800.000,00) 3.825.000,00
Rugi penjualan Rp1.200.000,00
Faktor nilai sekarang untuk aliran kas nilai residu dengan tingkat bunga 20% pada tahun: ke-4 untuk
meisn lama dan ke-5 untuk mesin baru.
Kelebihan Metode Net Present Value
1. Mempertimbangkan nilai waktu uang.
2. Memperhitungkan aliran kas selama masa investasi.
Kelemahan Metode Net Present Value
1. Penentuan tingkat bunga memerlukan perhitungan yang teliti.
2. Jumlah nilai sekarang bersih dari suatu rencana investasi, secara langsung tidak dapat
dibandingkan dengan jumlah nilai sekarang dari rencana investasi yang lain yang jumlah
investasinya tidak sama.
H. METODE DISCOUNTED PAYBACK PERIOD (DPP)
Dalam metode payback sebelumnya, arus kas bersih atau laba tunai yang akan diterima dalam
beberapa tahun mendatang dianggap sama dengan arus kas bersih yang diterima sekarang. Metode
DPP lebih baik daripada metode payback karena arus kas berish yang akan diterima beberapa tahun
mendatang dinilai dengan menggunakan nilai sekarang (PV) sebagai dampak adanya pengaruh konsep
nilai waktu uang (time value of money). Akan tetapi, sama halnya dengan metode payback, metode
DPP ini tetap tidak mempertimbangkan arus kas bersih yang akan diterima setelah periode payback
(cutoff).
DPP dapat dicari dengan cara menghitung berapa tahun yang diperlukan agar jumlah nilai
sekarang arus kas bersih sama dengan jumlah modal yang diinvestasikan. Kriteria pengambilan
keputusan apakah suatu usulan investasi dapat diterima atau ditolak adalah:
1. Suatu usulan investasi layak diterima apabila usulan investasi tersebut menghasilkan DPP lebih
kecil atau sama dengan periode yang ditetapkan oleh manajemen untuk pengembalian jumlah
modal yang diinvestasikan (periode cutoff).
2. Sebaliknya, suatu usulan dinyatakan ditolak atau tidak layak apabila usulan investasi
menghasilkan DPP lebih besar dari periode cutoff.
3. Apabila usulan investasi lebih dari satu usulan dan semuanya menguntungkan bagi perusahaan,
maka usulan yang diterima adalah usulan investasi yang menghasilkan DPP yang paling kecil.
Contoh 8.
Dengan menggunakan Contoh 1, dengan tingkat suku bunga tetap sebesar 12% per tahun,
maka sebelum menghitung DPP perlu mencari terlebih dahulu jumlah nilai sekarang laba tunai sebagai
berikut:
Tahun
(n)
Laba Tunai
(Rp)
Rumus Menghitung PV Kumulatif
(Rp)
1 12.500.000 =PV(12%,1,12500000) 11.160.714,29
2 12.500.000 =PV(12%,1,12500000)- PV
(12%,(2-1),12500000)
9.964.923,47
3 12.500.000 =PV(12%,3,12500000)-
PV(12%,2,12500000)
8.897.253,10
4 12.500.000 =PV(12%,4,12500000)-
PV(12%,3,12500000)
7.943.975,98
5 12.500.000 =PV(12%,5,12500000)-
PV(12%,4,12500000)
7.092.835,70
Jumlah sampai dengan tahun ke-5 45.059.702,53
Harga perolehan mesin A Rp50.000.000,00
Kumulatif PV tahun ke-5 45.059.702,53
Sisa yang belum tertutupi Rp 4.940.297, 47
Pada tahun ke-6 nilai sekarang (PV) laba tunai sebesar Rp6.332.889,01, sedangkan sisa pengeluaran
modal yang belum tertutupi sampai akhir tahun ke-5 sebesar Rp4.940.297,47. Untuk dapat
menutupinya hanya diperlukan waktu sekitar kurang dari 10 bulan (tepatnya 9,36 bulan). Jadi,
pengeluaran dana (modal) untuk melakukan pembelian mesin A akan kembali dalam waktu 5 tahun
10bulan.
Kriteria untuk menilai layak dilaksanakan atau tidak pembelian mesin A, ditentukan dengan
cara membandingkan antara DPP hasil perhitungan tersebut di atas, dengan periode cutoff yang
dikehendaki oleh manajemen. Misalnya periode cutoff yang dikehendaki manajemen adalah 6 tahun,
maka rencana pembelian mesin tersebut dapat dilaksanakan. Apabila kurang dari 6 tahun, maka
rencana pembelian mesin tersebut tidak dapat dilaksanakan.
Jika laba tunai setiap tahun jumlahnya berbeda-beda, maka penentuan periode payback dapat
dilakukan sebagai berikut:
Contoh 9.
Suatu usulan investasi senilai Rp8.000.000,00 diperkirakan laba tunai yang dapat dihasilkan
selama enam tahun berturut-turut sebagai berikut: Rp25.000.000; Rp25.000.000,00; Rp20.000.000,00;
Rp20.000.000,00; Rp15.000.000,00 dan Rp10.000.000,00. Diketahui suku bunga tetap sebesar 12%
per tahun, maka berdasarkan data tersebut perhitungan DPP adalah sebagai berikut:
Tahun Laba Tunai
(Rp)
Rumus Perhitungan PV PV Investasi
yang Ditutup
(Rp)
Periode
Payback
1 25.000.000 =PV(12%,1,25000000) 22.321.428,57 1 tahun
2 25.000.000 =PV(12%,2,25000000)-
PV(12%,1,250000000)
19.929.846,94 1 tahun
3 20.000.000 =PV(12%,3,20000000)-
PV(12%,2,200000000)
14.235.604,96 1 tahun
4 20.000.000 =PV(12%,4,25000000)-
PV(12%,3,200000000)
12.710.361,57 1 tahun
5 15.000.000 =PV(12%,5,15000000)-
PV(12%,4,150000000)
8.511.402,84 1 tahun
Jumlah 77.708.644,87 4 tahun
Nilai Investasi Rp 80.000.000,00
PV Investasi yang dapat ditutup 77.708.644,87
Sisa investasi yang belum ditutup Rp 2.291.355,13
Pada tahun ke-6 nilai PV laba tunai yang dihasilkan diperkirakan sebesar Rp5.066.311,21, sementara
nilai sisa investasi yang belum tertutupi sampai tahun ke-5 adalah sebesar Rp2.291.355,13. Untuk
dapat menutupinya diperkirakan memerlukan waktu sekitar kurang dari 6 bulan atau tepatnya 5 bulan
13 hari (5,43 bulan). Jadi, nilai investasi dapat kembali dalam waktu kurang lebih dari 5,5 tahun.
METODE INTERNAL RATE OF RETURN
Metode ini, sering disebut pula denagn metode time-adjusted rate of return, menghitung tingkat bunga
yang sesungguhnya dari suatu rencana investasi, agar nilai sekarang dari aliran kas bersih dapat
menutup jumlah modal yang diinvestasikan. Dengan perkataan lain, metode ini menghitung tingkat
bunga yang dapat menyamakan nilai sekarang dari investasi (cash outflows) dengan nilai sekarang dari
hasil investasi tersebut, atau tingkat bunga yang akan menyebabkan nilai sekarang bersih sama dengan
nol.
Contoh 10.
Suatu rencana investasi senilar Rp5.019.000,00 ditaksir mempunyai umur ekonomis selama
10 tahun, menghasilkan aliran kas bersih rata-rata per tahun Rp1.000.000,00.
Untuk memperoleh internal rate of return dari rencana investasi tersebut, cara yang paling
sederhana adalah dengan membagi nilai investasi dengan taksiran aliran kas bersih rata-rata per tahun
untuk mendapatkan faktor nilai sekarang, sebagai berikut:
= 5,019
Selanjutnya faktor nilai sekarang hasil perhitungan tersebut, dicari pada Lampiran 2 (nilai
sekarang dari Rp1,00 untuk menentukan internal rate of return-nya. Berdasarkan data pada lampiran 2
tersebut, faktor nilai sekarang 5,019 terletak pada tingkat bunga 15%.
Apabila menggunakan program MS Excel dapat menuliskan rumus fungsi IRR sebagai berikut:
Ketik: “=IRR(range)”
Keterangan:
range adalah kisaran data yang akan dihitung IRR-nya yang ada pada cell di MS Excel dengna
menuliskan “cellawal:cellakhir”
Terkait dengan contoh di atas, ketik terlebih dahulu data nilai investasi dan laba tunai per tahun selama
umur ekonomis investasi ke dalam cell B2 sampai dengan cell B12.
Tahun Data investasi
0 -5.019.000
1 1.000.000
2 1.000.000
3 1.000.000
4 1.000.000
5 1.000.000
6 1.000.000
7 1.000.000
8 1.000.000
9 1.000.000
10 1.000.000
Selanjutnya, ketik: =IRR(B2:B12) dan tekan enter. Maka akan menghasilkan angka 15%, sama
dengan hasil perhitungan di atas.
Kriteria untuk menilai suatu usulan investasi berdasarkan metode internal rate of return,
bahwa suatu usulan investasi dapat diterima jika internal rate of return hasil perhitungan lebih besar
daripada rate of return yang dikehendaki oleh perusahaan.
Contoh 11.
Misalkan, suatu rencana investasi bernilai Rp12.000.000,00 taksiran umur ekonomis 10 tahun
taksiran laba tunai rata-rata per tahun Rp3.000.000,00.
Berdasarkan data tersebut di atas, faktor nilai sekarang dari usulan investasi tersebut dapat dihitung
sebagai berikut:
Tahun Data investasi
1 -12.000.000
2 3.000.000
3 3.000.000
4 3.000.000
5 3.000.000
6 3.000.000
7 3.000.000
8 3.000.000
9 3.000.000
10 3.000.000
Selanjutnya, ketik: =IRR(B2:B12) dan tekan enter. Maka akan menghasilkan angka 21,41%.
Kelebihan menggunakan program MS Excel tidak perlu melakukan interpolasi, sebagaimana
menggunakan tabel bunga PV, apabila diketahui hasil IRR menujukkan angka yang tidak bulat atau
tidak terdapat pada tabel bunga.
Jika aliran kas bersih per tahun jumlahnya tidak sama, dalam hal ini sebelum proses
interpolasi dilakukan, terlebih dahulu dibuat perhitungan nilai sekarang dari aliran kas bersihh dengan
teknik coba-coba (trial and error), yang jumlahnya diperkirakan mendekati jumlah nilai sekarang dari
pengeluaran investasi.
Berdasarkan teknik coba-coba tersebut, tingkat bunga ditentukan secara sembarang, yang
diperkirakan akan menghasilkan jumlah nilai sekarang dari proceeds mendekati jummlah nilai
sekarang dari outlaysnya. Selanjutnya dilakukan proses interpolasi untuk menentukan internal rate of
return.
Jika menggunakan program MS Excel tidak perlu melakukan teknik coba-coba (trial dan
error) seperti di atas. Data yang ada langsung dimasukkan ke dalam cell MS Excel seperti halnya pada
contoh 10 dan contoh 11 di atas, dan kemudian diketik fungsi IRR seperti di atas. Contoh 12 berikuti
ni akan diilustrasikan menghitung IRR dengan aliran kas bersih per tahun tidak sama jumlahnya
dengan membandingkan perhitungan menggunakan tabel bunga dengan menggunakan program MS
Excel.
Contoh 12.
Data diambil dari Contoh 5 sebagai berikut:
- Rencana investasi sebesar Rp5.000.000,00
- Taksiran umur ekonomis 5 tahun
- Taksiran laba tunai selama 5 tahun berturut-turut sebagai berikut: Rp2.200.000,00;
Rp3.800.000,00; Rp2.500.000,00; Rp1.900.000,00; dan Rp1.600.000,00.
Berdasarkan data tersebut di atas, penentuan internal rate of return rencana investasi tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan tingkat bunga yang menghasilkan jumlah nilai sekarang laba tunai mendekati jumlah
rencana investasi sebesar Rp5.000.000,00 dengan teknik coba-coba, sebagai berikut:
a. Tentukan tingkat bunga secara sembarang.
b. Hitung nilai sekarang dari laba tunai setiap tahun dengan faktor nilai sekarang yang diambil
dari tabel nilai sekarang dari Rp1,00 (Tabel 2), pada tingkat bunga yang dipilih.
c. Jumlahkan nilai sekarang dari laba tunai selama 5 tahun (umur proyek).
d. Jika jumlah nilai sekarang dari laba tunai:
(1) Lebih besar dari Rp5.000.000,00 (rencana investasi), kemudian tentukan tingkat bunga
yang lebih besar dari pilihan yang pertama, sehingga menghasilkan jumlah nilai sekarang
dari laba tunai yang sama atau lebih dari Rp5.000.000,00.
(2) Lebih besar dari Rp5.000.000,00 selanjutnya pilih tingkat bunga yang lebih kecil dari
pilihan yang pertama, sehingga menghasilkan jumlah nilai sekarang dari laba tunai yang
sama atau lebih besar dari Rp5.000.000,00.
Berdasarkan teknik coba-coba, seperti yang telah diuraikan tersebut di atas, tingkat bunga yang
dipilih adalah 20% dan 45%. Perhitungan nilai sekarang dari laba tunai pada tingkat bunga yang
dipilih tersebut adalah sebagai berikut:
Tahun Laba Tunai FNS
20%
Nilai Sekarang
Laba Tunai
20%
FNS
45%
Nilai sekarang
Laba Tunai
20%
1
2
3
4
5
Rp2.200.000,00
3.800.000.00
2.500.000,00
1.900.000,00
1.600.000,00
0,833
0,694
0,579
0,482
0,402
Rp1.832.600,00
2.637.200,00
1.447.500,00
915.800,00
643.200,00
0,690
0,476
0,328
0,226
0,156
Rp1.518.000,00
1.808.800,00
820.000,00
429.400,00
249.600,00
Jumlah nilai sekarang Rp7.476.300,00 Rp4.825.800,00
2. Melakukan proses interpolasi (jika tingkat bunga yang dipilih menghasilkan nilai sekarang dari
laba tunai yang jumlahnya sama denagn Rp5.000.000,00 maka proses interpolasi tidak perlu
dilakukan) sebagai berikut:
Nilai sekarang laba tunai
pada tingkat bunga 20%
selama 5 tahun Rp7.476.300,00 selisih
Rencana investasi 5.000.000,00 Rp2.472.300,00
Selisih
Rp2.650.000,00
Nilai sekarang laba tunai
pada tingkat bunga 45%
selama 5 tahun Rp4.825.800,00
Selisih nilai sekarang dari laba tunai Rp2.650.000,000 (Rp7.476.300,00 - Rp4.825.000,00)
disebabkan oleh selisih tingkat bunga sebesar Rp2.476.300,00 (Rp7.476.300 – Rp5.000.000,00)
disebabkan oleh selisih tingkat bunga sebesar:
23%(
)
Jadi internal rate of return dari rencana investasi tersebut = 20% + 23% = 43%.
Jika menggunakan program MS Excel sebagai berikut:
Tahun Data investasi
0 -5.000.000
1 2.200.000
2 3.800.000
3 2.500.000
4 1.900.000
5 1.600.000
Selanjutnya, ketik: =IRR(B2:B6) dan tekan enter. Maka akan menghasilkan angka 43%, hasilnya
sama dengan perhitungan di atas. Selain itu juga dengan menggunakan bantuan program MS
Excel dapat menghemat waktu perhitungan.
Kriteria penilaian investasi menurut metode internal rate of return adalah bahwa suatu
rencana dinilai layak, jika tingkat bunga hasil perhitungan lebih besar dari pada tnigkat bunga
yang dikehendaki manajemen.
Tingkat bunga yang dikehendaki oleh manajemen minimal sebesar biaya modal (cost of
capital). Uraian lebih lanju mengenai cost of capital dapat dilihat pada buku-buku manajemen
keuangan.
Kelebihan Metode Internal Rate of Return
1. Mempertimbangkan nilai waktu uang.
2. Memperhitungkan semua aliran kas selama masa investasi.
3. Penentuan tingkat bunga dilakukan secara teliti
4. Internal rate of return dapat digunakan sebagai pedoman untuk membandingkan beberapa
rencana investasi. Semakin tinggi internal rate of return suatu rencana investasi, maka proyek
tersebut dinilai semakin menguntungkan.
Kelemaham Metode Internal Rate of Return
1. Penentuan internal rate of return melalui proses interpolasi yang pada umumnya memerlukan
waktu relatif lama. Namun, kelemahan ini dapat diatasi dengan menggunakan bantuan
program komputer
2. Jika terjadi kenaikan tingkat bunga selama masa investasi, internal rate of return yang telah
ditentukan sebelumnya, tidak dapat disesuaikan.
I. METODE MODIFIED INTERNAL RATE OF RETURN (MIRR)
Metode ini merupakan modifikasi dari tingkat pengambilan internal (IRR). Metode IRR
mengasumsikan arus kas yang dihasilkan oleh suatu investasi (proyek) akan diinvestasikan kembali
pada tingkat IRR yang sama. Hal ini yang menjadi kelemahan dari IRR sebagaimana disebutkan di
atas. IRR tidak dapat disesuaikan jika terjadi perbedaan tingkat suku bunga selama investasi. IRR yang
dimodifikasi (MIRR) mengasumikan bahwa arus kas positif akan diinvestasikan kembali dengan
menggunakan tingkat bunga pada biaya modal perusahaan, sedangkan pengeluaran dana awal
menggunakan tingkat bunga pada biaya pembiayaan perusahaan.Artinya, MIRR dihitung dengan
menggunakan biaya investasi dan bunga yang diterima dengan menginvestasikan kembali kas yang
diperoleh. Oleh karena itu, MIRR lebih akurat mencerminkan biaya dan profitabilitas suatu investasi.
Rumus untuk menghitung MIRR:
MIRR = √ ( )
( )
Keterangan:
n : jumlah periode yang sama pada arus kas yang terjadi
PV : nilai sekarang
FV : nilai masa depan.
Jika menggunakan program komputer seperti MS Excel, dapat menuliskan perintah
menghitung MIRR sebagai berikut:
“=MIRR(range, tingkat bunga pembiayaan, tingkat bungai nvestasi kembali)”
Keterangan:
Range: data yang akan dihitung MIRR-nya dengan menuliskan “cellawal:cellakhir”
Contoh 13.
Seseorang memulai bisnis waralaba dengan biaya sebesari Rp7.500.000,00 yang diperoleh
dari pinjaman dengan tingkat bunga 5%. Dari bisnis tersebut didapatkan laba tunai selama empat
tahun berturut-turut sebagai berikut: Rp3.000.000,00; Rp5.000.000,00; Rp1.200.000,00;
Rp4.000.000,00. Laba tunai tersebut diinvestakan kembali dengan tingkat bunga 8%. MIRR dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut:
1. Ketika data biaya dan laba tunai bisnis mulai cell A1 sampai dengan cell A5
2. Ketik perintah: “=MIRR(A1:A5,5%,8%) dan enter.
Maka didapatkan nilai MIRR sebesari 19%.
IRR memberikan gambaran terlalu optimis dari potensi suatu investasi, sementara MIRR
memberikan evaluasi yang lebih realistis dari investasi tersebut. Bandingkan dengan menghitung nilai
IRR sebagai berikut:
Dengan menggunakan data biaya dan arus kas di atas, ketik perintah: “=IRR(A1:A5)
Maka akan didapat hasil IRR sebesari 28%. Hasil ini membuktikan bahwa metode MIRR
secara material lebih rendah daripada nilai IRR. Oleh karena itu, contoh 15 di atas membuktikan
bahwa MIRR memberikan gambaran tentang suatu investasi lebih realistis dan akurat daripada metode
IRR.
J. METODE PROFITABILITY INDEX
Metode ini merupakan variasi dari metode net present value yang telah diuraikan sebelumnya.
Oleh karena itu, profitability index dihitung berdasarkan data hasil perhitungan metode net present
value.
Profitability index dihitung dengan cara membagi nilai sekarang dari aliran kas bersih dengan
jumlah rencana investasi. Atau dinyatakan dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
Profitability index =
Profitabilitas index bermanfaat untuk memilih dua rencana investasi yang berisfat meniadakan
(mutually exclusive projects). Dalam hal ini, proyek yang dipilih adalah proyek yang mempunyai
profitability index lebih besar.
Metode ini sekaligus juga mengatasi salah satu kelemahan dari metode net present value
dalam membandingkan beberapa rencana investasi yang jumlah modalnya berbeda.
Contoh 14.
Perusahaan dihadapkan pada pemilihan alternatif dua rencana investasi yang bersifat saling
meniadakan. Berikut ini adalah data mengenai kedua proyek tersebut.
Proyek A Proyek B
Jumlah investasi
Nilai sekarang aliran kas bersih
Rp50.000.000,00
60.000.000,00
Rp25.000.000,00
35.000.000,00
Jika dilihat dari nilai sekarang aliran kas bersih tersebut di atas, proyek A lebih menguntungkan
daripada proyek B. Akan tetapi, karena jumlah investasi masing-masing proyek berbeda, angka nilai
sekarang tersebut tidak dapat dipakai sebagai pedoman.
Untuk menilai kedua proyek tersebut, digunakan profitability index masing-masing proyek
sebagai ukuran. Ternyata proyek B lebih menguntungkan daripada proyek A, karena Proyek B
mempunayi profitabilitiy index (1,4 = Rp35.000.000,00 : Rp25.000.000,00) lebih besar daripada
profitability index proyek A (1,20=Rp60.000.000,00 : Rp50.000.000,00).
K. METODE ECONOMIC VALUE ADDED (EVA)
EVA merupakan sebuah metode untuk menghitung laba ekonomi sesungguhnya (the true
economic profit) dari sebuah perusahaan. Oleh karena itu, seringkali EVA disebut dengan laba
ekonomi. EVA didasarkan pada sebuah ide bahwa sebuah bisnis harus mampu menutupi biaya operasi
dan biaya modalnya. Dalam studi investasi, eva adalah sebuah teknik baru untuk mengevaluasi saham.
Eva merupakan selisih antara laba operasi dan biaya modal (ekuitas dan utang) perusahaan yang
sesungguhnya dan menekankan pada pengembalian modal. EVA dapat dihitung dengan cara laba
operasi setelah pajak (net operating profit after tax atau NOPAT) dikurangi dengan biaya kesempatan
(opportunity cost) dari modal yang diinvestaiskan, atau dapat diformulasikan sebagai berikut:
EVA = NOPAT – capital charge; atau
EVA = NOPAT – (cost of capital)(modal yang diinvestasikan); atau
EVA = (Penjualan bersih – beban operasi)*(1 – pajak) – (cost of capital)*(modal yang diinvestasikan)
Biaya modal merupakan pengembalian yang diharapkan oleh investor suatu perusahaan apabila
mereka berinvestasi pada sekuritas yang memiliki tingkat resiko sebanding. Biaya modal seringkali
dinyatakan dengan weighted average cost of capital (WACC). WACC merupakan rata-rata tertimbang
dari semua komponen modal. Komponen modal yang dimaksud adalah saham biasa, saham preferen,
hutang, dan laba ditahan.
Contoh 15.
Suatu perusahaan diketahui memiliki nilai modal yang diinvestasikan sebesar Rp3.904 juta,
pendapatan bersih sebesar Rp878 juta, dan beban operasi Rp300juta. Pajak penghasilan sebesari 40%
dan biaya modal 8%. Dengan demikian EVA dapat dihitung sebagai berikut:
Penjualan bersih Rp 878.000.000,00
Beban operasi 300.000.000,00 -
Laba operasi Rp 578.000.000,00
Pajak (40%) 231.200.000,00 -
Laba operasi setelah pajak RP 346.800.000,00
Capital charge
(8% x Rp3.904.000.000) 311.200.000,00 -
EVA Rp 35.600.000,00
Perhitungan EVA dapat dikembangkan dengan membandingkan EVA setiap pilihan investasi
dari tahun ke tahun. Investasi yang dapat menghasilkan EVA kumulatif yang lebih besar yang akan
dipilih.
RANGKUMAN
Pengambilan keputusan penanaman modal merupakans alah satu jenis pengambilan keputusan
yang penting bagi manajemen. Penanaman modal berkaitan dengan (1) keterikatan sumber dana
perusahaan dalam jumlah relatif besar, (2) jangka waktu investasi yang relatif lama, dan (3) masa yang
akan datang yang penuh ketidakpastian.
Ditinjau dari tujuannya penanaman modal diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu: (1)
penanaman modal yang tidak menghasilkan laba, dan (2) penanaman modal yang menghasilkan laba.
Pembahasan dalam bab ini lebih ditekankan pada jenis penanaman modal yang menghasilkan laba.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan oleh manajemen untuk menilai suatu
rencana penanaman modal. Salah satunya dari aspek ekonomi, terutama yang berkaitan dengan
pengeluaran modal yang diinvestasikan dan hasil dari investasi modal.
Metode yang dapat digunaakan oleh manajemen untuk menilai suatu rencana penanaman
modal, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu: metode penialain yang tidak
mempertimbangkan nilai waktu uang dan metode penilaian yang mempertimbangkan nilai waktu
uang. Metode payback (payout atau pay-off), metode average return on investment (accounting rate of
return) dan metode economic value added (EVA) adalah metode penilaian investasi yang tidak
mempertimbangkan nilai waktu uang. Sedangkan, metode penilaian investasi yang
mempertimbangkan nilai waktu uang adalah: metode net present value, metode discounted payback
period, metode internal rate of return (time-adjusted rate of return), metode modified internal rate of
return, dan metode profitability index.
Konsep nilai sekarang merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh manajemen
dalam penilai investasi. Uang yang diterima atau yang dibayarkan mempunyai nilai waktu yang
berbeda. Uang yang diterima atau dibayarkan pada waktu sekarang, akan berbeda nilainya dengan
yang yang diterima atau dibayarkan pada waktu yang akan datang.
INVENTORY MANAGEMENT
(MANAJEMEN PERSEDIAAN)
Bagian awal bab ini membahas manajemen persediaan tradisional yang meliputi biaya
persediaan, alasan tradisional pengadaan persediaan, dan EOQ (economic order quantity).
Bagian berikutnya membahas tentang manajemen persediaan JIT (just-in-time) yang meliputi
sistem pull, pendekatan JIT terhadap biaya setup dan biaya penyimpanan, solusi JIT untuk
kinerja due-date, penghindaran shutdown dan reliabilitas proses, diskon dan kenaikan harga,
dan keterbatasan JIT. Bagian akhir bab ini membahas mengenai teori constraint yang meliputi
konsep dasar dan tahapan dalam teori constraint.
A. MANAJEMEN PERSEDIAAN JUST-IN-CASE
Manajemen persediaan penting untuk membentuk keunggulan kompetitif jangka
panjang. Tingkat persediaan memengaruhi harga jual, kualitas, perekayasaan produk,
kapasitas menganggur, waktu lembur, kemampuan merespons permintaan pelanggan, waktu
tunggu, dan profitabilitas secara keseluruhan. Umumnya, perusahaan yang mempunyai
tingkat persediaan lebih tinggi daripada para pesaingnya cenderung mempunyai posisi
kompetitif yang lebih buruk. Manajemen persediaan berhubungan kuat dengan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan kas sekarang dan masa mendatang. Kebijakan manajemen
persediaan telah menjadi suatu alat untuk bersaing.
Biaya Persediaan
Apabila permintaan terhadap persediaan yang diperoleh dad pemasok dapat diketahui
dengan pasti untuk suatu periode tertentu, maka terdapat dua macam biaya yang berhubungan
dengan persediaan, yaitu biaya pemesanan (ordering costs), dan biaya penyimpanan (carrying
costs). Jika persediaan diproduksi secara internal, maka terdapat dua biaya, yaitu biaya setup
dan biaya penyimpanan.
Biaya pemesanan adalah biaya untuk memesan dan menerima pesanan. Misalnya,
biaya pemrosesan suatu pesanan bahan, biaya asuransi pengiriman bahan yang dipesan, dan
biaya pembongkaran. Biaya setup (setup costs) adalah biaya untuk penyiapan peralatan dan
fasilitas agar dapat digunakan memproduksi suatu produk atau komponen tertentu. Misalnya,
upah karyawan produksi menganggur, biaya fasilitas produksi menganggur, dan biaya
pengujian. Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul karena menyimpan persediaan.
Misalnya, biaya asuransi persediaan, biaya karena barang ketinggalan jaman, biaya
kesempatan karena modal tertanam dalam persediaan, biaya penanganan bahan, dan biaya
ruang penyimpanan.
Terdapat kemiripan antara biaya pemesanan dengan biaya setup, yaitu keduanya
merupakan biaya yang harus terjadi untuk memperoleh persediaan. Perbedaannya hanya pada
sifat aktivitas sebelumnya, yaitu pengisian dan pemesanan persediaan pada biaya pemesanan,
sedangkan aktivitas penyusunan peralatan dan fasilitas pada biaya setup.
Jika permintaan tidak diketahui dengan pasti, jenis biaya yang ketiga muncul yaitu
biaya stockout. Biaya kehabisan sediaan (stockout costs) adalah biaya yang terjadi karena
tidak tersedianya produk yang dipesan oleh pelanggan. Misalnya, hilangnya penjualan
sekarang dan masa yang akan datang, biaya penghentian produksi, dan biaya mempercepat
aktivitas untuk memenuhi pesanan (expediting costs) yang meliputi biaya pengiriman yang
meningkat dan biaya lembur.
Alasan Tradisional untuk Memiliki Persediaan
Biaya persediaan harus diminimalkan untuk tujuan pemerolehan laba maksimal.
Namun, minimalisasi biaya penyimpanan menyebabkan peningkatan frekuensi pemesanan
dan berproduksi dalam jumlah yang kecil, sedangkan minimalisasi biaya pemesanan
menyebabkan pemesanan dalam jumlah besar dengan frekuensi pemesanan yang lebih sedikit,
atau minimalisasi biaya setup mengakibatkan periode produksi yang lebih lama dengan
frekuensi order produksi yang lebih sedikit. Jadi, minimalisasi biaya penyimpanan mendorong
jumlah unit persediaan nol atau kecil, dan minimalisasi biaya pemesanan atau setup
mendorong jumlah unit persediaan yang lebih besar. Oleh karena itu, kedua macam biaya
tersebut harus diseimbangkan agar biaya persediaan total dapat diminimalkan. Hal ini
merupakan salah satu alas an mengapa perusahaan mengadakan persediaan.
Alas an lain pemilikan persedian adalah adanya ketidakpastian permintaan. Antai kata
biaya pemesanan atau setup dapat dihindari, perusahaan masih mengadakan persediaan untuk
menghindari biaya stockout. Jika permintaan produk lebih besar daripada yang diharapkan,
persediaan dapat berfungsi sebagai cadangan yang memungkinkan perusahaan mampu
mengirim pesanan kepada pelanggan secara tepat waktu sehingga pelanggan akan puas.
Persediaan bahan baku atau suku cadang sering dipandang perlu karena adanya
ketidakpastian penawaran. Persediaan bahan baku atau suku cadang diperlukan untuk
memelihara kelancaran arus produksi apabila terjadi keterlambatan atau kegagalan
pengiriman yang dapat terjadi karena adanya pemogokan, cuaca buruk, atau kebangkrutan
pemasok.
Proses produksi yang belum andal dapat menimbulkan permintaan untuk berproduksi
lebih banyak untuk keperluan persediaan tambahan. Misalnya, perusahaan memutuskan untuk
memproduksi lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan pelanggan
karena proses produksi biasanya menghasilkan sejumlah besar unit produk yang tidak sesuai
dengan standar atau spesifikasi. Persediaan juga diperlukan untuk mengantisipasi
kemungkinan kegagalan mesin produksi sehingga perusahaan mampu memelihara kontinuitas
pengiriman produk kepada pelanggan. Perusahaan dapat menyiapkan jumlah unit persediaan
di atas normal untuk memperoleh manfaat berupa diskon karena pembelian bahan yang lebih
banyak atau untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan harga bahan. Berikut ini adalah
alasan-alasan mengapa perusahaan mengadakan persediaan.
1. Untuk menyeimbangkan biaya pemesanan atau setup dengan biaya penyimpanan.
2. Untuk memuaskan permintaan pelanggan, misalnya pengiriman yang tepat waktu.
3. Untuk menghindari kemungkinan kegagalan produksi karena:
a. kegagalan mesin;
b. suku cadang atau bahan yang tidak memenuhi spesifikasi;
c. ketidaksediaan bahan atau suku cadang;
d. keterlambatan pengiriman bahan atau suku cadang oleh pemasok.
4. Sebagai cadangan terhadap proses produksi yang tidak andal.
5. Untuk memperoleh keuntungan berupa diskon karena membeli dalam kuantitas yang
lebih banyak.
6. Untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan harga bahan atau suku cadang.
Economic Order Quantity: Model Persediaan Tradisional
Dalam pengembangan kebijakan yang berhubungan dengan persediaan, perusahaan
harus mampu menjawab dua pertanyaan berikut ini.
1. Berapa banyak jumlah unit bahan atau suku cadang yang harus dipesan atau
diproduksi?
2. Kapan suatu pesanan atau aktivitas setup dilakukan?
Kuantitas Dipesan dan Total Biaya Pemesanan dan Penyimpanan. Apabila
permintaan diketahui dalam pemilihan kuantitas unit dipesan atau ukuran lot produksi,
manajer harus memerhatikan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan atau pengesetan.
Biaya pemesanan atau pengesetan dan penyimpanan total dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
TC = P(D/Q) + C(Q/2)
Keterangan:
TC = Biaya pemesanan atau pengesetan dan biaya penyimpanan total
P = Biaya memesan dan menerima pesanan atau biaya pengesetan suatu production run
D = Jumlah yang diminta tahunan
Q = Jumlah unit dipesan setiap kali suatu pesanan dipesan atau ukuran lot produksi
C = Biaya penyimpanan suatu unit persediaan selama satu tahun
Biaya penyimpanan persediaan dapat dihitung bagi organisasi yang mempunyai
persediaan, misalnya perusahaan eceran, jasa, dan manufaktur. Model biaya persediaan yang
menggunakan biaya pengesetan (setup) dan ukuran lot produksi sebagai masukan hanya
terjadi pada perusahaan yang memproduksi sendiri persediaannya, misalnya suku cadang atau
barang jadi.
Sebagai ilustrasi berikut ini data yang relevan untuk penentuan biaya persediaan pada
suatu perusahaan reparasi barang-barang elektronik. Suku cadang yang dibutuhkan dibeli dari
luar perusahaan. Data yang diperoleh disajikan berikut ini.
D = 20.000 unit
Q = 2.000 unit
P = Rp1.000 per pesanan
C = Rp40 per unit
Perhitungan:
1. Banyaknya pemesanan per tahun = D/Q = 20.000 unit/2.000 unit = 10 kali pemesanan.
2. Biaya pemesanan total = (D/Q) x P = 10 x Rp1.000 = Rp10.000.
3. Persediaan rata-rata = Q/2 = 2.000 unit/2 = 1.000 unit.
4. Biaya penyimpanan total = (Q/2) x C = 1.000 unit x Rp40 = Rp40.000.
5. Biaya persediaan total = Rp10.000 + Rp40.000 = Rp50.000.
Pemilihan jumlah unit dipesan sebanyak 2.000 unit yang menimbulkan biaya
persediaan Rp90.000 belum tentu merupakan pilihan yang terbaik, karena belum tentu
merupakan jumlah unit dipesan yang menimbulkan biaya persediaan yang terendah. Oleh
karena tujuan manajemen persediaan adalah meminimalkan biaya persediaan, maka model
EOQ diperlukan. Model EOQ merupakan suatu contoh push system. Dalam push system,
pemerolehan persediaan dipicu oleh antisipasi terhadap jumlah yang diminta pelanggan pada
masa mendatang, bukan reaksi terhadap jumlah yang diminta pelanggan sekarang. Dengan
demikian, prediksi terhadap jumlah unit diminta (D) menjadi sangat penting dalam analisis
ini.
Perhitungan EOQ. Rumus perhitungan EOQ adalah:
Q = EOQ = √
Q = EOQ =√
Q = EOQ = 1.000
Apabila jumlah yang dipesan = Q = 1.000 unit maka:
1. banyaknya pemesanan per tahun = D/Q = 20.000 unit/1.000 unit = 20 kali
pemesanan.
2. biaya pemesanan total = (D/Q) x P= 20 x Rp1.000 = Rp20.000.
3. persediaan rata-rata = Q/2 = 1.000 unit/2 = 500 unit.
4. biaya penyimpanan total = (Q/2) x C = 500 unit x Rp40 = Rp20.000.
5. biaya persediaan total = Rp20.000 + Rp20.000 = Rp40.000.
Jika jumlah unit dipesan sebanyak 1.000 unit, maka total biaya persediaan adalah
minimal yang ditandai dengan besaran biaya pemesanan (Rp20.000), atau sama dengan biaya
penyimpanan (Rp20.000).
Reorder Point
Titik pemesanan kembali (reorder point) adalah tingkat persediaan yang sebaiknya
pemesanan kembali dilakukan oleh perusahaan. Reorder point dipengaruhi oleh tingkat
persediaan minimal, EOQ, dan waktu tunggu (lead time). Waktu tunggu adalah jangka waktu
yang diperlukan untuk menunggu datangnya EOQ sejak pemesanan dilakukan. Berikut ini
penentuan reorder point jika perusahaan menetapkan persediaan minimal.
Reorder point = Persediaan minimal + (Tingkat penggunaan bahan rata-rata per hari
x Waktu tungggu dalam hari).
Persediaan minimal diperlukan untuk mengantisipasi fluktuasi jumlah yang diminta
oleh pelanggan. Persediaan minimal dapat ditentukan dengan mengalikan kelebihan tingkat
penggunaan maksimum di atas tingkat penggunaan rata-rata dengan waktu tunggu.
Persediaan minimal = (Tingkat penggunaan bahan maksimal per hari-Tingkat
penggunaan bahan rata-rata per hari) x Waktu tunggu dalam
hari
Penentuan reorder point jika perusahaan tidak menetapkan persediaan minimal adalah
sebagai berikut.
Reorder point = Tingkat penggunaan bahan per hari x Waktu tunggu dalam hari
Contoh:
Jika diketahui bahwa tingkat penggunaan maksimum bahan baku adalah 125 kg per hari,
sedangkan tingkat penggunaan bahan baku rata-rata adalah 100 kg per hari. Waktu tunggu
adalah 4 hari.
(EOQ) 1.100
Persediaan Minimal
(ROP) 500
100
6 10 Hari
Persediaan minimal = (125 kg - 100 kg) x 4 hari = 100 kg.
Reorder point = 100 kg + (100 kg x 4 hari) = 500 kg.
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, pemesanan kembali dilakukan ketika tingkat
persediaan bahan baku sebanyak 450 kg. Peraga 12.1 menyajikan reorder point (ROP)
dengan EOQ sebesar 1.000 kg, ROP sebesar 500 kg, persediaan minimal sebesar 100 kg, dan
waktu tunggu 4 hari.
EOQ dan Manajemen Persediaan
Pendekatan tradisional untuk mengelola persediaan disebut just-in-case system. Dalam
beberapa situasi, just-in-case system sesuai kebutuhan, misalnya rumah sakit membutuhkan
obat-obatan dan perlengkapan medis yang harus tersedia sepanjang waktu untuk
mengendalikan situasi-situasi darurat. Penggunaan EOQ dan persediaan minimal akan sangat
masuk akal dalam lingkungan semacam itu. Penerimaan obat yang penting untuk menolong
korban serangan jantung secara just-in-time adalah tidak praktis. Umumnya, toko-toko
pengecer, perusahaan manufaktur maupun jasa yang berukuran kecil tidak mempuyai buying
power yang cukup untuk meminta kepada pemasok menerapkan pembelian secara just-in-
time.
B. MANAJEMEN PERSEDIAAN JUST-IN-TIME
Lingkungan manufaktur telah berubah secara cepat dalam dua dasawarsa terakhir.
Pasar kompetitif tidak memiliki batasan antarnegara. Komunikasi dan transportasi maju telah
berkontribusi secara signifikan terhadap penciptaan kompetisi global. Kemajuan teknologi
telah berkontribusi terhadap semakin pendeknya siklus kehidupan produk dan semakin
bervariasinya produk di pasar. Perusahaan luar negeri mampu menghasilkan produk
berkualitas tinggi dan fitur-fitur spesifik dengan biaya rendah. Tekanan kompetitif ini
mendorong perusahaan untuk meninggalkan EOQ dan mulai menggunakan pendekatan JIT.
JIT mempunyai dua tujuan strategis, yaitu meningkatkan laba dan memperbaiki posisi
kompetitif perusahaan. Kedua tujuan ini dicapai melalui pengendalian biaya, memperbaiki
kinerja pengiriman, dan memperbaiki kualitas. JIT menawarkan efisiensi biaya dan juga
fleksibilitas dalam merespons permintaan pelanggan terhadap kualitas produk yang lebih baik
dan variasi produk yang lebih banyak. Kualitas, fleksibilitas, dan efisiensi biaya adalah
prinsip-prinsip dasar untuk persaingan tingkat dunia.
Produksi dan pembelian secara JIT merepresentasi peningkatan produktivitas secara
berkelanjutan melalui penghilangan pemborosan. Aktivitas tidak bernilai tambah adalah
sumber utama pemborosan. Aktivitas bernilai tambah penting bagi perusahaan karena
menciptakan nilai bagi pelanggan. Penghilangan aktivitas tidak bernilai tambah selain
merupakan tujuan utama JIT, juga merupakan tujuan dasar perusahaan yang melakukan
perbaikan secara berkesinambungan. JIT tidak hanya sekadar manajemen persediaan.
Persediaan dipandang merepresentasi pemborosan karena di dalam persediaan terikat kas,
ruang, dan tenaga kerja. Persediaan juga menyembunyikan ketidakefisienan produksi dan
meningkatkan kerumitan sistem informasi perusahaan. Jadi, walaupun JIT lebih berfokus
pada manajemen persediaan, tetapi pengendalian persediaan memberikan manfaat tambahan
penting.
Pull System
JIT adalah pendekatan manufaktur yang memproduksi barang berdasarkan permintaan
yang sesungguhnya ada, bukannya berproduksi dengan jadwal tetap berdasarkan pada
proyeksi permintaan. Dalam pull system, permintaan pelanggan menarik bahan baku untuk
masuk proses produksi. Prinsip yang sama digunakan dalam proses produksi. Setiap aktivitas
produksi hanya dilakukan jika diperlukan untuk memenuhi permintaan aktivitas berikutnya.
Bahan baku atau suku cadang tersedia hanya pada waktu dibutuhkan untuk aktivitas produksi
sehingga permintaan tetap dapat dipenuhi.
Salah satu akibat JIT adalah pengurangan persediaan pada tingkat yang sangat rendah.
Pencapaian tingkat persediaan yang rendah penting untuk keberhasilan JIT. Namun, ide
pencapaian tingkat persediaan rendah bertentangan dengan alasan-alasan tradisional untuk
mengadakan persediaan. Alasan-alasan tradisional tersebut dipandang tidak relevan lagi.
Menurut pandangan tradisional, pengadaan persediaan akan memecahkan beberapa
masalah. Misalnya, penyelesaian masalah antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan
dilakukan dengan pemilihan tingkat persediaan yang meminimalkan jumlah kedua biaya
tersebut. Jika permintaan lebih besar daripada yang diharapkan atau jika produksi berkurang
karena kerusakan mesin dan ketidakefisienan produksi, maka persediaan berfungsi sebagai
cadangan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Persediaan bahan dapat mencegah
penghentian produksi karena keterlambatan pengiriman bahan, terjadinya produk rusak, dan
kegagalan mesin Akhirnya, persediaan sering menjadi solusi untuk masalah pembelian bahan
baku terbaik dengan biaya lebih kecil melalui pemanfaatan diskon.
JIT menolak penggunaan persediaan sebagai solusi masalah-masalah tersebut di atas.
Pada kenyataannya, persediaan tidak hanya dipandang sebagai pemborosan, tetapi juga
dipandang berhubungan langsung dengan kemampuan berkompetisi perusahaan. Persediaan
tinggi merupakan sinyal keberadaan masalah kualitas buruk, waktu tunggu yang lama, dan
kinerja tenggat (due-date performance) yang buruk. Manajemen persediaan JIT menawarkan
solusi alternatif yang tidak membutuhkan persediaan tinggi.
Biaya Pemesanan dan Penyimpanan: Pendekatan JIT
JIT menggunakan pendekatan yang berbeda untuk meminimalkan biaya pemesanan
dan penyimpanan total. Pendekatan tradisional memandang keberadaan biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan sebagai biaya yang seharusnya terjadi, dan kemudian berusaha
menemukan kuantitas pemesanan yang menyeimbangkan terbaik kedua macam biaya
tersebut. Di pihak lain, JIT tidak memandang biaya pemesanan sebagai suatu yang diberikan
(given), tetapi JIT berusaha untuk mengurangi biaya-biaya tersebut menjadi nol. Jika biaya
pemesanan menjadi tidak signifikan, maka tinggal meminimalkan biaya penyimpanan yang
dapat dilakukan dengan mengurangi persediaan sampai tingkat yang sangat rendah.
Pendekatan ini menjelaskan pengurangan persediaan sampai dengan nol dalam sistem JIT.
Kontrak Jangka Panjang, Pengisian Kembali Berkelanjutan, dan Electronic Data
Interchange. Biaya pemesanan dapat dikurangi dengan mengembangkan hubungan yang
dekat dengan pemasok. Negosiasi kontrak jangka panjang untuk penyediaan bahan dari
pemasok luar akan mengurangi frekuensi pemesanan yang kemudian mengurangi biaya
pemesanan. Para pengecer telah menemukan cara untuk mengurangi biaya pemesanan dengan
menggunakan teknik pengisian kembali berkelanjutan (continuous replenishment). Dengan
persetujuan pengisian kembali, produsen menerapkan finigsi manajemen persediaan untuk
pengecer. Produsen memberitahu dan mengusulkan kepada pengecer mengenai kapan dan
banyaknya unit untuk dipesan kembali. Pengecer menelaah rekomendasi dan menyetujui
pesanan jika usulan yang diajukan masuk akal.
Proses pengisian kembali berkelanjutan dipermudah dengan EDI (electronic data
interchange). EDI memungkinkan pemasok mengakses database pembeli secara online.
Dengan mengetahui jadwal produksi pembeli, pemasok dapat mengirim suku cadang yang
dibutuhkan pada saat akan digunakan untuk produksi. EDI tidak menggunakan kertas, tidak
menggunakan faktur penjualan dan pesanan pembelian. Pemasok menggunakan jadwal
produksi yang ada dalam database untuk menentukan jadwal produksi dan pengiriman kepada
pembeli. Ketika suku cadang dikirim, suatu pesan elektronik dikirim oleh pemasok kepada
pembeli yang memberitahu bahwa barang dalam proses pengiriman. Ketika suku cadang
diterima, bar code dipindai dengan peralatan elektronik dan memulai proses pembayaran
barang kepada pemasok. Pada dasarnya, EDI merupakan perjanjian kerja tertutup antara
pemasok dengan pembeli.
Pengurangan Jangka Waktu Pemesanan. Pengurangan jangka waktu pemesanan
meminta perusahaan untuk mencari cara-cara yang lebih efisien dalam melakukan pemesanan.
Pengalaman menunjukkan bahwa pengurangan secara dramatis jangka waktu pemesanan
dapat dicapai. Dengan mengadopsi sistem JIT, jangka waktu pemesanan dapat dikurangi.
Keberhasilan pengurangan jangka waktu pemesanan dapat berbeda di antara perusahaan.
Kinerja Tenggat (Due-Date): Solusi JIT
Kinerja tenggat (due-date performance) adalah suatu ukuran kemampuan perusahaan
untuk merespons kebutuhan pelanggan. Pada masa lalu, persediaan barang jadi telah
digunakan untuk menjamin bahwa perusahaan mampu memenuhi tanggal pengiriman yang
diminta pelanggan. JIT menyelesaikan masalah kinerja tenggat tidak dengan membentuk
persediaan, tetapi dengan pengurangan waktu tunggu secara dramatis. Waktu tunggu yang
lebih pendek akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi tanggal-tanggal
pengiriman, dan merespons dengan cepat permintaan pasar sehingga kemampuan kompetitif
perusahaan meningkat. JIT memotong waktu tunggu dengan mengurangi waktu pemesanan,
memperbaiki kualitas, dan menggunakan pemanufakturan sistem sel.
Sel-sel pemanufakturan mengurangi jarak tempuh antara mesin dengan persediaan,
dan mengurangi waktu tunggu secara dramatis. Misalnya, pada suatu sistem pemanufakturan
tradisional, suatu perusahaan memerlukan waktu dua bulan untuk memproduksi suatu katup.
Dengan mengelompokkan mesin bubut dan mesin pengeboran yang digunakan untuk
membuat katup ke dalam sel-sel berbentuk U, waktu tunggu dapat dikurangi menjadi dua atau
tiga hari.
Penghindaran Shutdown dan Reliabilitas Proses: Pendekatan JIT
Kebanyakan shutdown (penutupan bisnis) terjadi karena tiga alasan, yaitu: kegagalan
mesin, bahan atau suku cadang yang buruk, dan ketidaktersediaan bahan atau suku cadang.
Pengadaan persediaan merupakan solusi tradisional untuk ketiga masalah tersebut.
Pendukung pendekatan JIT berpendapat bahwa persediaan tidak menyelesaikan
masalah tersebut, tetapi menutupi atau menyembunyikannya. JIT menyelesaikan ketiga
masalah tersebut dengan menekankan pada pemeliharaan preventif, pengendalian kualitas,
dan membangun hubungan baik dengan pemasok.
Pemeliharaan Preventif Total. Kegagalan mesin nol adalah tujuan pemeliharaan
preventif total. Dengan memberikan perhatian yang lebih banyak pada aktivitas pemeliharaan,
kerusakan mesin dapat dihindari. Tujuan ini lebih mudah dicapai dalam lingkungan JIT
karena tenaga kerja dilatih untuk mampu melakukan beberapa pekerjaan. Umumnya,
karyawan pada suatu sel manufaktur juga dilatih untuk mampu memelihara mesin yang
dioperasikannya. Oleh karena sifat pull-through JIT, tidak akan ada waktu produksi
menganggur bagi seorang karyawan pada suatu sel manufaktur. Sebagian waktu yang tersedia
digunakan untuk melakukan aktivitas pemeliharaan mesin oleh karyawan sel manufaktur yang
terlibat dalam aktivitas pemeliharaan preventif.
Pengendalian Kualitas Total. Masalah suku cadang atau bahan baku yang cacat dapat
diselesaikan dengan pencapaian zero-defect. Oleh karena produksi berdasar JIT tidak
menggunakan persediaan untuk menggantikan suku cadang atau bahan yang cacat, penekanan
pada kualitas untuk produksi bahan secara internal maupun pembelian bahan secara eksternal
akan meningkat secara signifikan. Pengurangan suku cadang atau bahan yang cacat juga
mengurangi justifikasi pengadaan persediaan yang diperlukan karena proses produksi yang
tidak andal.
Sistem Kanban. Sistem kanban adalah suatu sistem yang menjamin bahwa suku cadang atau
bahan tersedia ketika dibutuhkan. Sistem kanban adalah suatu sistem informasi yang
mengendalikan produksi melalui penggunaan kartu atau marker. Sistem kanban berfungsi
untuk menjamin bahwa produk atau suku cadang diproduksi dalam kuantitas yang diperlukan
pada waktu yang tepat. Hal ini adalah inti sistem manajemen persediaan JIT.
Sistem kanban menggunakan tiga macam kartu, yaitu: kartu kanban penarikan
(withdrawal), kartu kanban produksi, dan kartu kanban pemasok. Kartu kanban penarikan
menspesifikasi kuantitas yang oleh proses berikutnya seharusnya ditarik dari proses
sebelumnya. Kartu kanban produksi menspesifikasi kuantitas yang seharusnya diproduksi
oleh proses sebelumnya. Kartu kanban pemasokdigunakan untuk memberitahu pemasok
untuk mengirim lebih banyak suku cadang dan menentukan kapan suku cadang diperlukan.
Diskon dan Peningkatan Harga: Pembelian JIT versus
Penyelenggaraan Persediaan
Secara tradisional, persediaan diselenggarakan agar perusahaan dapat memperoleh
keuntungan dari diskon kuantitas dan berjaga-jaga terhadap kemungkinan kenaikan harga
barang yang dibeli pada masa mendatang. Tujuannya adalah untuk menekan biaya persediaan.
JIT mencapai tujuan yang sama tanpa dengan menyimpan persediaan. Solusi JIT adalah
bernegosiasi untuk kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasok pilihan yang berlokasi
dekat dengan fasilitas produksi perusahaan dan membangun keterlibatan pemasok secara
intensif. Pemasok tidak dipilih berdasarkan harga raja. Kinerja berupa kualitas suku cadang
atau bahan, dan kemampuan mengirim sesuai dengan kebutuhan dan komitmen pada
pembelian JIT merupakan pertimbangan utama. Manfaat lain kontrak jangka panjang adalah
penetapan harga dan kualitas suku cadang atau bahan yang dapat diterima. Kontrak jangka
panjang juga mengurangi secara dramatis frekuensi pesanan sehingga mengurangi biaya
pemesanan.
Keterbatasan JIT
JIT bukanlah pendekatan yang dapat dengan mudah diterapkan dengan hasil yang
cepat diperoleh. Implementasi JIT lebih merupakan suatu proses evolusi, bukannya suatu
proses revolusi. Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran. JIT sering disebut sebagai suatu
program penyederhanaan, walaupun JIT tidak sederhana dan tidak mudah dilaksanakan.
Penerapan JIT membutuhkan waktu, misalnya untuk membangun hubungan baik dengan
pemasok. Pemaksaan untuk suatu perubahaan segera dalam kualitas dan waktu pengiriman
mungkin tidak realistis dan dapat menyebabkan konfrontasi yang sulit di antara perusahaan
dengan pemasok. Kemitraan, bukannya pemaksaan, seharusnya menjadi dasar hubungan
dengan pemasok Untuk memperoleh manfaat pembelian secara JIT, perusahaan perlu
meredefinisi hubungan dengan pemasok. Pemaksaan konsesi dan mendiktekan termin
pembelian dapat menyebabkan pemasok melakukan pembalasan dengan mengenakan harga
jual yang tinggi dalam jangka panjang, atau tidak bersedia menjual kepada perusahaan.
Pemaksaan dan mendiktekan terhadap pemasok dapat menghilangkan manfaat pendekatan
JIT.
Karyawan juga dipengaruhi oleh JIT. Pengurangan persediaan yang dramatis akan
menyebabkan suatu aliran besar pekerjaan dan menimbulkan tekanan bagi karyawan
produksi. Pengurangan persediaan secara dramatis mungkin menyebabkan hilangnya
penjualan sebagai pangsa pasar dan menimbulkan tekanan bagi karyawan pemasaran.
Pengurangan persediaan dalam implementasi JIT sebaiknya mengikuti proses perbaikan yang
dilakukan oleh JIT, bukan semata-mata pengurangan persediaan secara dramatis.
Implementasi JIT adalah tidak mudah, membutuhkan kehati-hatian serta persiapan dan
perencanaan yang teliti.
Kelemahan JIT yang mencolok adalah ketiadaan persediaan untuk mengantisipasi
interupsi produksi. Kelangsungan penjualan diganggu oleh interupsi produksi yang tidak
terduga. Jika masalah ini terjadi, pendekatan JIT berusaha untuk menemukan dan
memecahkan masalah sebelum aktivitas produksi berikutnya terjadi. Pengecer yang juga
menggunakan JIT akan menghadapi masalah kekurangan barang. Jika permintaan meningkat
melebihi persediaan yang dimiliki pengecer, pengecer mungkin tidak mampu untuk
melakukan penyesuaian pesanan pembelian dan pemasoknya secara cepat untuk menghindari
hilangnya penjualan dan kemarahan pelanggan. Jadi, hilangnya penjualan merupakan biaya
yang nyata penerapan sistem JIT.
Sebagai alternatif, pendekatan pelengkap JIT adalah teori constraint. Pada dasamya,
teori constraint dapat digunakan dalam lingkungan manufaktur JIT yang juga mempunyai
batasan-batasan. Pendekatan teori constraint memberi tekanan kuat pada kualitas untuk
melindungi volume penjualan yang telah dicapai dan berusaha meningkatkan volume
penjualan pada masa mendatang dengan meningkatkan kualitas, mempercepat waktu respons,
dan juga mengurangi biaya operasi.
C. TEORI CONSTRAINT
Setiap perusahaan bisnis menghadapi masalah batasan sumber ekonomi yang dimiliki
dan permintaan pasar terhadap setiap produk yang dihasilkan. Batasan-batasan ini disebut
constraint. Teori kendala (theory of constraint) mengakui bahwa setiap organisasi dibatasi
oleh batasan-batasan. Teori constraint mengembangkan suatu pendekatan untuk mengelola
batasan-batasan untuk mendukung pencapaian tujuan perbaikan secara berkelanjutan. Teori
constraint menyatakan bahwa jika kinerja diperbaiki, suatu perusahaan harus
mengidentifikasi batasan-batasan, mengeksploitasi batasan-batasan dalam jangka pendek
maupun jangka panjang, dan menemukan cara-cara untuk mengatasi batasan-batasan yang
dihadapi.
Konsep Dasar Teori Constraint
Teori constraint berfokus pada tiga ukuran kinerja pengorganisasian, yaitu:
throughput, persediaan, dan biaya operasi.
1. Throughput adalah laba yang dihasilkan melalui penjualan. Secara operasional,
throughput adalah perbedaan antara penjualan dengan biaya variabel level unit (unit-
level variable costs), seperti bahan baku dan tenaga listrik. Tenaga kerja langsung
dipandang sebagai biaya level unit tetap (fixed unit-level expenses) dan biasanya tidak
dimasukkan dalam definisi throughput. Berdasarkan pemahaman ini throughput
berhubungan dengan margin kontribusi.
2. Persediaan adalah semua uang yang dibelanjakan organisasi untuk mengubah bahan
baku menjadi throughput.
3. Biaya operasional didefinisi sebagai semua uang yang dibelanjakan organisasi untuk
mengubah persediaan menjadi throughput.
Berdasarkan pada ketiga ukuran tersebut, tujuan manajemen adalah meningkatkan
throughput, meminimalkan persediaan, dan mengurangi biaya operasi.
Peningkatan throughput, minimalisasi persediaan, dan pengurangan biaya operasi
akan memengaruhi tiga ukuran kinerja keuangan yaitu peningkatan laba bersih, return on
investment, dan arus kas. Peningkatan throughput dan pengurangan biaya operasi biasanya
lebih ditekankan sebagai elemen-elemen kunci dalam memperbaiki ketiga ukuran keuangan
tersebut. Namun, peran minimalisasi persediaan dalam mencapai perbaikan kinerja secara
tradisional dianggap kurang penting daripada throughput dan biaya operasi.
Teori constraint menyatakan bahwa manajemen persediaan mempunyai peranan yang
lebih besar daripada yang diasunisikan dalam sudut pandang tradisional. Teori constraint
mengakui bahwa penurunan persediaan akan menurunkan biaya penyimpanan, yang
kemudian menurunkan biaya operasi, dan meningkatkan laba bersih. Teori constraint
berpendapat bahwa penurunan persediaan akan menimbulkan keunggulan kompetitif dengan
mempunyai produk yang lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat dalam merespons kebutuhan
pelanggan.
Produk yang Lebih Baik. Produk yang lebih baik berarti produk yang memiliki
kualitas lebih tinggi. Hal ini berarti perusahaan mampu memperbaiki produk dan
menyediakan produk yang lebih baik secara lebih cepat ke pasar. Pada dasarnya, persediaan
yang rendah akan memungkinkan ketidaksempurnaan produk dapat dideteksi secara lebih
cepat dan penyebab masalah tersebut dapat diidentifikasi. Perbaikan produk juga merupakan
suatu elemen kompetitif kunci. Produk baru atau yang telah diperbaiki harus mencapai pasar
dengan cepat sebelum pesaing mampu memproduksi produk dengan fitur yang sama. Tujuan
ini dipermudah pencapaiannya dengan persediaan produk yang rendah. Persediaan yang
rendah memungkinkan perubahan produk dikenalkan lebih cepat karena perusahaan
mempunyai produk lama dalam jumlah sedikit dalam bentuk barang jadi maupun barang
dalam proses yang mungkin harus segera dijual atau dibuang sebelum produk baru dikenalkan
Harga Jual yang Lebih Rendah. Persediaan yang tinggi membutuhkan kapasitas
produktif dan investasi yang lebih banyak dalam peralatan dan ruang. Oleh karena waktu
tunggu dan persediaan barang dalam proses biasanya berhubungan, persediaan yang tinggi
mungkin sering menyebabkan waktu lembur. Waktu lembur akan meningkatkan biaya operasi
dan merendahkan profitabilitas. Persediaan yang rendah akan mengurangi biaya
penyimpanan, biaya investasi per unit dalam persediaan, dan biaya operasi lain, seperti waktu
lembur dan biaya pengiriman khusus. Investasi dan biaya operasi yang lebih rendah
menyebabkan margin per unit setiap produk akan meningkat, dan memberi fleksibilitas yang
lebih dalam keputusan penentuan harga jual. Oleh karena itu, harga jual yang lebih rendah
dapat dilakukan apabila perusahaan menghadapi tingkat persaingan tinggi atau laba produk
yang lebih tinggi dapat dicapai jika kondisi kompetitif tidak mengharuskan harga jual yang
lebih rendah.
Daya Tanggap. Pengiriman barang yang tepat waktu dan produksi dengan waktu
tunggu yang lebih cepat daripada yang diinginkan oleh pasar merupakan alat-alat kompetitif
penting. Pengiriman yang tepat waktu dihubungkan dengan kemampuan perusahaan dalam
memprediksi kapan memproduksi dan mengirimkan produk kepada pelanggan. Jika
perusahaan mempuanyai persediaan yang lebih tinggi daripada pesaingnya, hal ini berarti
bahwa waktu tunggu produksi perusahaan tersebut lebih lama daripada waktu tunggu industri.
Persediaan tinggi dapat mengaburkan waktu sesungguhnya yang diperlukan untuk
memproduksi dan memenuhi suatu pesanan. Persediaan rendah memungkinkan waktu tunggu
yang sesungguhnya dapat diamati lebih teliti dan tanggal-tanggal pengiriman barang dapat
lebih akurat ditentukan. Pernyingkatan waktu tunggu adalah penting. Penyingkatan waktu
tunggu ekuivalen dengan penurunan persediaan barang dalam proses. Suatu perusahaan yang
mempunyai waktu 10 hari untuk persediaan barang dalam proses mempunyai waktu tunggu
produksi rata-rata 10 hari. Jika perusahaan mampu mengurangi waktu tunggu 10 hari menjadi
5 hari, maka perusahaan hanya mempunyai waktu 50 hari untuk persediaan barang dalam
proses.
Apabila waktun tunggu dapat dikurangi, maka pengurangan waktu untuk persediaan
barang jadi mungkin juga dikurangi. Misalnya, jika waktu tunggu untuk suatu produk adalah
10 hari dan pasar meminta pengiriman berdasarkan permintaan, maka perusahaan harus
menyimpan barang jadi secara rata-rata selama 10 hari. Jika perusahaan mampu mengurangi
waktu tunggu produksi menjadi 5 hari, maka waktu untuk persediaan barang jadi juga dapat
dikurangi menjadi 5 hari. Jadi, tingkat persediaan memberi sinyal mengenai kemampuan
perusahaan dalam merespons permintaan. Persediaan yang relative lebih tinggi daripada
pesaing menunjukkan kegagalan kompetitif. Oleh karena itu, teori constraint menekankan
pengurangan persediaan dengan mengurangi waktu tunggu.
Tahap-Tahap Teori Constraint
Teori constraint mempunya lima tahap untuk mencapai tujuan perbaikan kinerja
pengorganisasian.
1. Mengidentifikasi batasan-batasan organisasi.
2. Mengeksplorasi batasan-batasan yang meningkat.
3. Mengesampingkan hal lain untuk keputusan-keputusan yang dibuat dalam tahap
kedua.
4. Mengurangi batasan-batasan yang meningkat.
5. Mengulang proses.
Tahap I: Indentifikasi Batasan Organisasi.
Batas-batasan yang dapat diklasifikasi menjadi:
1. Batasan eksternal adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang bersumber
dari luar perusahaan, misalnya permintaan pasar terhadap produk perusahaan, dan
2. Batasan internal adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal dari
dalam perusahaan, misalnya keterbatasan kapasitas mesin.
Walaupun sumber ekonomi dan permintaan mungkin terbatas, bauran produk tertentu
mungkin tidak memenuhi semua permintaan atau menggunakan semua sumber ekonomi yang
tersedia. Batasan yang mempunyai sumber ekonomi yang tidak sepenuhnya digunakan oleh
suatu bauran produk disebut batasan langgar (loose constraint). Batasan mengikat (binding
constraint) adalah batasan yang mempunyai semua sumber ekonomi dimanfaatkan secara
penuh. Batasan-batasn eksternal maupun internal seharusnya diidentifikasi. Bauran produk
optimal diidentifikasi sebagai bauran produk perusahaan. Bauran produk optimal
menunjukkan banyaknya sumber ekonomi pada setiap batasan yang digunakan dan batasan-
batasan yang mengikat organisasi.
Keputusan bauran produk dapat mempunyai pengaruh signifikan terhadap
profitabilitas perusahaan. Setiap bauran produk merupakan suatu alternatif yang mempunyai
laba tertentu. Serorang manajer harus memilih bauran produk yang memaksimalkan laba total.
Pendekatan yang biasanya digunakan adalah dengan mengasumsikan bahwa hanya biaya
variabel berdasarkan unit yang relevan untuk pembuatan keputusan bauran produk. Jadi,
pendekatan ini mengasumsikan bahwa level nonunit adalah sama di antara bauran produk
yang berbeda. Bauran produk yang optimal adalah bauran produk yang memaksimalkan
margin kontribusi total.
Seseorang manajer harus memilih bauran produk optimal dengan batasa-batasan
tertentu yang dihadapi perusahaan. Misalnya, perusahaan memproduksi suku cadang X dan Y,
dengan margin kontribusi per unit masing-masing adalah Rp900 dan Rp1.800. Jika
perusahaan mampu menjual semua suku cadang tersebut, seseorang mungkin berpendapat
bahwa hanya suku cadang Y yang seharusnya diproduksi dan dijual karena mempunyai
margin kontribusi terbesar. Namun, solusi ini belum tentu solusi terbaik. Pemilihan bauran
optimal dapat secara signifikan dipengaruhi oleh hubungan antara sumber-sumber ekonomi
yang terbatas dengan masing-masing produk secara individual. Hubungan ini akan
mempengaruhi kuantitas setiap produk yang dapat diproduksi, dan kemudian akan
mempengaruhi margin kontribusi margin kontribusi total yang dapat dihasilkan.
Satu batasan Internal Mangikat. Apabila diasumsikan bahwa setiap suku cadang harus
dibor dengan menggunakan suatu mesin khusus. Perusahaan mempunyai 3 mesin bor dengan
waktu pengeboran total per minggu selama 120 jam pengeboran untuk ketiga mesin. Suku
cadang X per unit membutuhkan 1 jam pengeboran, dan suku cadang Y per unit
membutuhkan 3 jam pengeboran. Tidak ada batasan lain selain mesin pengeboran tersebut.
Oleh karena setiap unit X membutuhkan 1 jam pengeboran, maka 120 unit X dapat dihasilkan
per minggu. Jika margin kontribusi X per unit adalah Rp900, maka suku cadang X akan
menghasilkan margin kontribusi total Rp180.000 (Rp900 x 120 unit) per minggu. Di pihak
lain, suku cadang Y per unit membutuhkan 3 jam pengeboran, maka 40 unit Y dapat
dihasilkan per minggu. Apabila margin kontribusi Y per unit Rp1.800, maka margin
kontribusi total yang dihasilkan adalah Rp72.000 (Rp1.800 x 40 unit) per minggu. Jika
perusahaan memproduksi suku cadang X akan menghasilkan margin kontribusi total lebih
tinggi dari pada jika perusahaan hanya memproduksi suku cadang Y, walaupun margin
kontribusi per unit suku cadang Y dua kali lipat suku cadang X.
Margin kontribusi per unit untuk setiap produk tidak penting. Margin kontribusi per
unit sumber ekonomi merupakan faktor penentu. Produk yang menghasilkan margin
kontribusi per unit jam pengeboran yang tertinggi seharusnya dipilih. Suku cadang X
menghasilkan margin kontribusi per jam pengeboran Rp900 (Rp900/1 jam pengeboran),
sedangkan suku cadang Y hanya menghasilkan margin kontribusi Rp600 per jam pengeboran
(Rp1.800/3 jam pengeboran). Jadi bauran optimal adalah 120 unit suku cadang X dan tidak
memproduksi suku cadang Y akan menghasilkan margin kontribusi total Rp108.000 per
minggu. Perhatikan bahwa bauran produk ini menggunakan seluruh kapasitas 120 jam
pengeboran sehingga batasan jam pengeboran ini merupakan batasan yang mengikat.
Batasan Mengikat Internal dan Batasan Mengikat Eksternal. Margin kontribusi per unit
sumber ekonomi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi bauran produk optimal ketika
terdapat batasan mengikat eksternal. Misalnya, diasumsikan dengan batasan internal yang
sama yaitu 120 jam pengeboran, tetapi perusahaan juga menghadapi batasan eksternal yaitu
hanya dapat menjual 30 unit suku cadang X dan 100 unit suku cadang Y. batasan internal
memungkinkan perusahaan memproduksi 120 suku cadang X, tetapi hal ini bukan lagi pilihan
yang menguntungkan karena perusahaan memproduksi 120 unit suku cadang X, tetapi hal inio
bukan lagi pilihan yang menguntungkan karena perusahaan hanya dapat menjual suku cadang
X ke luar sebanyak 30 unit. Jadi perusahaan menghadapi suatu batasan eksternal mengikat
yang memengaruhi keputusan sebelumnya yaitu hanya memproduksi dan menjual suku
cadang X. Oleh karena margin kontribusi per unit sumber ekonomi yaitu Rp900 untuk suku
cadang X dan Rp600 untuk suku cadang Y, maka masih masuk akal untuk memproduksi dan
menjual suku cadang Y. perusahaan seharusnya memproduksi lebih dulu 30 unit suku cadang
X dengan menggunakan 30 jam pengeboran dan sisanya 90 jam pengeboran digunakan untuk
memproduksi 30 unit suku cadang Y (1 Unit Y membutuhkan 3 jam pengeboran). Jadi,
bauran produk optimal adalah 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y yang
menghasilkan margin kontribusi total Rp81.000 per minggu ((Rp900 x 30 unit X) + (Rp1.800
x 30 unit Y)).
Tahap II: Eksploitasi Batasan Mengikat
Salah satu cara penggunaan terbaik batasan mengikat adalah untuk menjamin bahwa bauran
produk optimal diproduksi. Namun, pemanfaatan terbaik batasan mengikat lebih ekstensif
daripada hanya menjamin memproduksi bauran produk yang optimal. Tahap ini adalah inti
filosofi teori constraint pada manajemen batasan jangka pendek dan secara langsung
berhubungan dengan tujuan teori constraint untuk mengurangi persediaan dan memperbaiki
kinerja.
Dalam kebanyakan organisasi hanya terdapat beberapa batasan sumber ekonomi yang
mengikat. Batasan mengikat utama didefinisi sebagai drummer (penabuh genderang). Apabila
hanya terdapat satu batasan mengikat internal dalam perusahaan maka batasan ini menjadi
drummer. Tingkat produksi batasan drummer akan menentukan tingkat produksi seluruh
pabrik. Proses produksi hilir akan mengikuti batasan drummer. Penjadwalan untuk proses
produksi hilir adalah mudah. Ketika suatu suku cadang diselesaikan dalam proses drummer,
maka proses produksi berikutnya dimulai. Demikian juga, setiap operasi berikutnya dimulai
ketika operasi sebelumnya telah selesai. Proses produksi hulu yang memberikan masukan
bagi batasan drummer dijadwal untuk memproduksi dalam tingkat yang sama dengan batasan
drummer. Penjadwalan pada tingkat drummer mencegah proses produksi hulu mempunyai
persediaan barang dalam proses yang berlebihan.
Penjadwalan proses produksi hulu terdapat dua fitur tambahan yang digunakan teori
constraint dalam mengatur batasan untuk merendahkan jumlah persediaan dan memperbaiki
kinerja organisasi yaitu buffer (cadangan) dan ropes (pengikat). Pertama, suatu buffer
persediaan ditentukan di muka untuk batasan mengikat utama. Buffer persediaan disebut
sebagai time buffer. Time buffer adalah persediaan yang dibutuhkan untuk memelihara
batasan sumber ekonomi digunakan selama interval waktu tertentu. Tujuan suatu time buffer
adalah untuk melindungi throughput organisasi dari gangguan yang dapat diatasi dalam
interval waktu tertentu. Misalnya, jika memerlukan waktu satu hari untuk mengatasi
kebanyakan interupsi yang terjadi di proses hulu sebelum batasan drummer, maka buffer dua
hari adalah waktu yang seharusnya cukup untuk melindungi throughput dari interupsi macam
apa pun. Jadi, dalam penjadwalan, operasi sebelum batasan drummer seharusnya
memproduksi suku cadang yang dibutuhkan batasan drummer untuk dua hari di muka dari
penggunaan yang dijadwalkan. Setiap operasi yang mendahului dijadwal lebih awal sehingga
suku cadang tiba pada waktu dibutuhkan oleh operasi berikutnya.
Ropes adalah tindakan yang dilakukan untuk mengikatkan tingkat bahan baku yang
dimasukkan ke operasi pertama di pabrik dengan tingkat produksi pada batasan drummer.
Tujuan suatu rope adalah untuk menjamin bahwa persediaan barang dalam proses tidak
melebihi yang dibutuhkan untuk time buffer. Jadi, tingkat (rate) pada batasan drummer
digunakan untuk membatasi tingkat bahan baku yang masuk proses pertama dan
mengendalikan secara efektif tingkat pada proses produksi pertama. Tingkat pada proses
pertama kemudian mengendalikan tingkat pada proses berikutnya. Sistem persediaan pada
teori constraint sering disebut drum-buffer-rope (DBR) system.
Berikut ini contoh lanjutan yang mengilustrasikan drum-buffer-rope (DBR) system.
Misalnya, perusahaan mempunyai tiga proses produksi yang berurutan yaitu penggerindaan,
pengeboran, dan pengkilapan. Setiap proses tersebut mempunyai batasan sumber. Permintaan
untuk suku cadang juga terbatas, yaitu suku cadang X sebanyak 30 unit dan suku cadang Y
sebanyak 100 unit. Kemudian, diasumsikan bahwa hanya ada satu batasan mengikat internal
yaitu pengeboran sehingga bauran optimal adalah 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku
cadang Y untuk per minggu. Dua proses lain yaitu penggerindaan dan pengkilapan merupakan
batasan longgar karena mampu memproduksi suku cadang lebih banyak daripada bauran
optimal tersebut. Oleh karena proses pengeboran memberikan masukan kepada proses
pengkilapan, maka proses pengeboran dapat didefinisi sebagai batasan drummer untuk
seluruh pabrik. Diasumsikan bahwa permintaan harian dalam minggu adalah sama yaitu 6 unit
untuk setiap suku cadang (satu minggu terdiri atas 5 hari keija). Time buffer selama 2 hari
akan memerlukan 24 unit suku cadang lengkap dari proses penggerindaan, yaitu 12 unit suku
cadang X dan 12 unit suku cadang Y. Untuk menjamin bahwa time buffer tidak melebihi
tingkat 6 unit per hari untuk setiap suku cadang, bahan baku yang dimasukkan ke proses
penggerindaan seharusnya hanya sebanyak kebutuhan untuk memproduksi 6 unit untuk setiap
suku cadang per hari. Inilah rope pada proses produksi tersebut yaitu mengikatkan bahan
baku yang dimasukkan ke proses pertama ke tingkat pada batasan drummer.
Tahap III: Mengesampingkan Hal Lain untuk Pembuatan
Keputusan pada Tahap II
Batasan drummer pada dasarnya menentukan kapasitas untuk keseluruhan pabrik. Semua
departemen lainnya seharusnya diatur untuk kebutuhan batasan drummer. Cara ini meminta
perusahaan untuk mengubah cara pandang mereka. Misalnya, penggunaan ukuran efisiensi
pada tingkat departemen mungkin tidak lagi sesuai. Sebagai kelanjutan dari contoh
berikutnya, usaha untuk memaksimalkan efisiensi produktif pada departemen penggerindaan
dapat mengakibatkan persediaan barang dalam proses yang berlebihan. Apabila kapasitas
departemen penggerindaan adalah 80 unit suku cadang per minggu, maka departemen
penggerindaan akan menambah produksi 20 unit suku cadang per minggu, di atas bauran
optimal 60 unit suku cadang yaitu 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y berdasar
batasan drummer yaitu departemen pengeboran. Oleh karena itu, dalam periode satu tahun
kelebihan persediaan barang dalam proses adalah 1.000 unit (20 unit x 50 minggu kerja).
Departemen pengkilapan harus berproduksi mengikuti departemen sebelumnya yaitu
departemen penggerindaan yang merupakan batasan drummer. Oleh karena itu, produksi di
departemen pengkilapan dapat dikendalikan berdasarkan output departemen pengeboran.
Tahap IV: Mengurangi Batasan Mengikat
Setelah tindakan-tindakan dilakukan untuk penggunaan terbaik batasan yang ada, langkah
berikutnya adalah memulai suatu program perbaikan berkelanjutan untuk mengurangi
batasan-batasan mengikat yang dimiliki. Misalnya, apabila perusahaan menambah setengah
shift kerja pada departemen pengeboran, maka kapasitas akan meningkat dari 120 jam
pengeboran menjadi 180 jam pengeboran per minggu. Adanya tambahan 60 jam pengeboran,
perusahaan dapat meningkatkan produksi suku cadang Y dari 30 unit menjadi 50 unit atau
terdapat produksi tambahan 20 unit suku cadang Y (1 unit Y membutuhkan 3 jam
pengeboran). Oleh karena suku cadang Y mempunyai margin kontribusi per unit Rp1.800,
maka throughput akan meningkat Rp36.000 per minggu (Rp1.800 x 20 unit), dengan asumsi
bahwa departemen penggerindaan dan pengkilapan dapat menghasilkan 20 unit suku cadang
Y per minggu. Departemen penggerindaan mempunyai kapasitas 80 unit dan setiap unit suku
cadang X dan Y masing-masing membutuhkan 1 jam penggerindaan, sehingga digunakan 60
jam penggerindaan. Jadi, produksi tambahan 20 unit masih dapat dikerjakan dalam kapasitas
yang tersedia.
Jika departemen pengkilapan mempunyai kapasitas 160 jam dan suku cadang X per
unit menggunakan 2 jam dan suku cadang Y menggunakan 1 jam. Apabila bauran optimal
sebelumnya, yaitu 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y, maka 90 jam
pengkilapan digunakan. Penambahan produksi sebanyak 20 unit suku cadang Y, perusahaan
membutuhkan 20 jam pengkilapan tambahan. Kebutuhan ini dapat terpenuhi karena terdapat
kapasitas menganggur 70 jam pengkilapan (160 jam - 90 jam). Jadi, perubahan dari bauran
produk terdiri atas 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y menjadi bauran produk
30 unit suku cadang X dan 50 unit suku cadang Y, adalah mungkin dilakukan. Pertanyaannya
adalah apakah penambahan setengah shift kerja akan lebih menguntungkan. Pertanyaan ini
dapat dijawab dengan membandingkan biaya tambahan kebijakan penambahan setengah shift
kerja dengan penambahan throughput Rp36.000 per minggu. Jika biaya tambahan untuk
setengah shift kerja adalah Rp 150 per jam, maka biaya tambahan total adalah Rp9.000 per
minggu (Rp150 x 60 jam), dan keputusan penambahan setengah shift kerja adalah
menguntungkan.
Tahap V: Pengulangan Proses
Akhirnya, batasan sumber berupa aktivitas pengeboran akan ditinggalkan pada suatu titik
yang batasan tersebut tidak mengikat lagi. Misalnya, jika perusahaan menambah satu shift
kerja penuh untuk operasi pengeboran, maka kapasitas yang tersedia menjadi 240 jam
pengeboran. Batasan pengeboran dan pengkilapan mampu memproduksi lebih banyak suku
cadang Y, tetapi proses penggerindaan tidak dapat menambah produksi karena departemen
penggerindaan mempunyai kapasitas maksimum 80 unit per minggu untuk kombinasi suku
cadang X dan Y. Jadi, batasan drummer yang baru adalah penggerindaan. Ketika batasan
drummer baru diidentifikasi, maka proses teori constraint diulang. Tujuannya adalah untuk
melakukan perbaikan kinerja secara berkelanjutan dengau mengelola batasan.
DAFTAR ISI
1. Batasan drummer adalah batasan mengikat yang utama dalam proses produksi suatu
perusahaan.
2. Batasan longgar (loose constraint) adalah batasan yang mempunyai sumber ekonomi
yang tidak sepenuhnya digunakan oleh suatu bauran produk.
3. Batasan mengikat (binding constraint) adalah batasan-batasan yang semua sumber
ekonominya dimanfaatkan secara penuh.
4. Biaya pemesanan (ordering costs) adalah biaya untuk menempatkan atau menerima
pesanan.
5. Biaya penyimpanan (carrying costs) adalah biaya yang timbul untuk menyimpan
persediaan, misalnya, biaya asuransi persediaan, biaya karena ketinggalan jaman,
biaya kesempatan karena modal tertanam dalam persediaan, biaya penanganan bahan,
dan biaya ruang penyimpanan.
6. Biaya setup adalah biaya untuk penyiapan peralatan dan fasilitas untuk dapat
digunakan memproduksi suatu produk atau komponen tertentu.
7. Biaya kehabisan sediaan (stockout costs) adalah biaya yang terjadi karena tidak
tersedianya produk yang dipesan oleh pelanggan.
8. Electronic data interchange (EDI) adalah suatu sistem komputerisasi yang
menghubungkan database pemasok dengan database pembeli secara online.
9. Kinerja tenggat (due-date performance) adalah suatu ukuran kemampuan perusahaan
untuk merespons kebutuhan pelanggan.
10. Model economic order quantity (EOQ) adalah suatu model untuk meminimumkan
biaya persediaan dengan menentukan kuantitas pemesanan yang ekonomis.
11. Persediaan minimal adalah kuantitas persediaan yang harus selalu tersedia untuk
mengantisipasi fluktuasi jumlah yang diminta oleh pelanggan.
12. Ropes adalah tindakan yang dilakukan untuk mengikatkan tingkat bahan baku yang
dimasukkan ke operasi pertama di pabrik dengan tingkat produksi pada batasan
drummer.
13. Sistem kanban adalah suatu sistem yang menjamin bahwa suku cadang atau bahan
tersedia ketika dibutuhkan.
14. Sistem just-in-case adalah suatu pendekatan tradisional untuk pengelolaan persediaan.
15. Sistem pull adalah suatu sistem pengendalian produksi berdasarkan permintaan pasar.
16. Teori constraint adalah suatu teori yang mengembangkan suatu pendekatan yang
mengelola batasan-batasan untuk mendukung pencapaian tujuan perbaikan secara
berkelanjutan.
17. Throughput adalah perbedaan antara penjualan dengan biaya variabel level unit (unit-
level variable costs), seperti bahan baku dan tenaga listrik.
18. Time buffer adalah persediaan yang dibutuhkan untuk memelihara batasan sumber
ekonomi digunakan selama interval waktu tertentu.
Quality Cost And Productivity :
Measurement, Reporting, and Control
(Biaya Kualitas dan Produktivitas)
Kualitas yang rendah dapat menjadikan produk sangat mahal bagi produsen dan
konsumennya. Konsekuensi rendahnya kualitas adalah tingginya biaya produk. Solusi
terhadap permasalahan ini adalah penerapan manajemen kualitas. Manajemen kualitas
menekankan perhatiannya pada bagaimana menghasilkan produk yang tepat waktu, tepat
tempat, tepat barang, tepat layanan, dan tepat harga. Salah satu isi utama yang akan dibahas
pada bab ini adalah bagaimana menyediakan produk berkualitas dan tepat harga.
A. KUALITAS
Kualitas (quality) dapat diartikan berbeda antara satu orang dan orang lain. Biasanya
kualitas dapat dilihat dari dua faktor utama berikut ini.
1. Memuaskan harapan konsumen yang berkaitan dengan atribut-atribut harapan
konsumen.
2. Memastikan seberapa baik produk dapat memenuhi aspek-aspek teknis dari desain
produk tersebut, kesesuaian kinerja dengan standar yang diharapkan, dan
kesesuaian dengan standar pembuatannya.
Harapan konsumen atas produk atau jasa tentu saja berbeda antara satu konsumen dan
konsumen lainnya. Harapan konsumen ini dapat dilihat dari beberapa dimensi yang
mewakili kualitas seperti berikut ini.
1. Kinerja (performance) adalah tingkat konsistensi dan seberapa baik produk dapat
berfungsi. Kinerja jasa berarti tingkat keberadaan layanan pada saat diminta
konsumen.
2. Estetika (aesthetic) adalah tingkat keindahan penampilan produk (seperti
kecantikan dan gaya) dan penampilan dari fasilitas, perlengkapan, personel, dan
materi komunikasi untuk jasa.
3. Kemampuan servis (serviceability) adalah ukuran yang menunjukkan mudah
tidaknya suatu produk dirawat atau diperbaiki setelah di tangan konsumen.
4. Fitur (features) adalah karakteristik produk yang membedakan secara fungsional
dengan produk yang mirip atau sejenis.
5. Keandalan (reliability) adalah kemungkinan atau peluang produk atau jasa dapat
bekerja sesuai yang di spesifikasikan dalam jangka waktu yang ditentukan.
6. Keawetan (durability) adalah lama produk dapat berfungsi atau digunakan.
7. Kualitas kesesuaian (quality of conformance) adalah tingkat kesesuaian produk
dengan spesifikasi kualitas yang ditentukan pada desainnya.
8. Kesesuaian dalam penggunaan (fitness of use) adalah kecocokan produk untuk
menghadirkan fungsi seperti yang diiklankan.
Pada industry jasa, kinerja diatributkan dengan ukuran daya tanggap
(responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty). Dayatanggap adalah
kemampuan dalam melayani konsumen, menyediakan petunjuk, serta memberikan
layanan yang konsisten. Sedangkan empati berarti kepedualian dan perhatian
individual yang diberikan kepada konsumen.
Kualitas merupakan harapan konsumen sehingga upaya meningkatkan kualitas
(improving quality) merupakan kewajiban produsen. Oleh karena itu, peningkatan
salah satu atau lebih dari dimensi kualitas merupakan upaya peningkatan kualitas.
Dimensi kualitas yang dipilih kemudian dimasukkan dalam spesifikasi desai produk.
Selanjutnya, produksi dilakukan untuk memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
Pendekatan Kualitas
Jika ada produk berkualitas maka lawannya adalah produk tidak berkualitas
atau produk cacat (defective product). Produk cacat berarti produk yang tidak
memenuhi spesifikasi. Pendekatan strategis yang digunakan untuk dapat memenuhi
spesifikasi dapat dipilih satu dari dua pendekatan, yaitu pendekatan tradisional atau
dikenal sebagai pendekatan nilai target (target value) dan pendekatan kontemporer
yang disebut pendekatan kualitas optimal (robust quality).
Pendekatan Nilai Target
Dalam pendekatan inin, kesesuaian kualitas diartikan sebagai suatu rentang
nilai untuk setiap spesifikasi atau karakteristik kualitas. Sebuah nilai target
dengan batasan nilai tertinggi dan terendah ditentukan sebagai rentang variasi
produk yang dapat diterima. Nilai Target adalah semua unit yang berada dalam
nilai rentang tersebut dikategorikan sebagai produk yang tidak cacat atau
berkualitas.
Pendekatan Kualitas Optimal
Dalam pendekatan ini, kesesuaian kualitas ditekankan pada dimensi kesesuaian
untuk digunakan (fitness for use). Spesifikasi kualitas ditentukan dalam nilai
tertentu yang sudah teruji tanpa ada toleransi sedikitpun terhadap
penyimpangan (tidak diperbolehkan adanya rentang nilai).
B. PENGUKURAN DAN PELAPORAN BIAYA KUALITAS
Perusahaan harus melakukan pengukuran dan pelaporan terhadap biaya
kualitas agar dapat menjaga produk yang dihasilkan tetap berkualitas tinggi. Dengan
adanya pelaporan biaya kualitas yang terukur secara akurat maka akan diketahui
apakah upaya-upaya peningkatan kualitas yang telah dijalankan sudah sesuai dengan
tujuan perusahaan, yaitu menghasilkan produk berkualitas tinggi dan pengurangan
biaya produksi.
Biaya Kualitas
Biaya kualitas (cost of quality) merupakan biaya yang terjadi atau mungkin
akan terjadi karena adanya kualitas yang rendah. Berdasarkan definisi tersebut maka
biaya kualitas dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu biaya kualitas yang
berkaitan dengan aktivitas pengendalian (control activity) dan biaya yang berkaitan
dengan aktivitas kegagalan (failure activity). Aktivitas pengendalian dilaksanakan
dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas. Sedangkan aktivitas kegagalan terjadi
karena adanya kegagalan dalam menjalankan aktivitas atau adanya produk yang
berkualitas rendah.
Ada dua kelompok biaya kualitas yaitu biaya pengendalian dan biaya
kegagalan. Kedua kelompok tersebut dapat dipecah lagi dalam empat subkelompok
biaya, yaitu biaya pencegahan (prevention cost), biaya penilaian (appraisal cost),
biaya kegagalan internal ( internal failure cost), serta biaya kegagalan eksternal
(external failure cost). Definisi masing-masing biaya tersebut adalah sebagai berikut.
1. Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi karena adanya usaha untuk
mencegah terjadinya kegagalan dalam menjalankan aktivitas jasa dan/atau produk
yang berkualitas rendah. Pada umumnya, peningkatan biaya pencegahan
diharapkan akan menghasilkan penurunan biaya kegagalan.
2. Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi karena dilakukannya penentuan apakah
produk dan/atau jasa yang dihasilkan telah sesuai dengan permintaan atau
kebutuhan konsumen.
3. Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi pada saat produk dan/atau
jasa jasa dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan atau kebutuhan konsumen.
Ketidaksesuaian ini terdeteksi pada saat produk masih berada di pihak perusahaan
atau sebelum dikirimkan ke pihak luar perusahaan.
4. Biaya kegagalan eksternal adalah biaya yangterjadi padaa saat produk dan/atau
jasa yang dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan atau kebutuhan konsumen
dan diketahui setelah produk berada di luar perusahaan atau sudah di tangan
konsumen.
Pengukuran Biaya Kualitas
Biaya kualitas dapat juga di klasifikasikan menjadi dua menurut kemudahan
dalam pengamatannya. Pertama adalah biaya kualitas yang dapat diamati
(observable qualitycost) dan kedua biaya kualitas yang tersembunyi (hidden
quality). Biaya kualitas yang dapat diamati merupakan biaya kualitas yang secara
langsung dapat diukur dan biasanya datanya tersedia dalam laporan perusahaan.
Termasuk dalam kelompok ini adalah biaya pencegahan, penilaian, kegagalan internal,
serta beberapa biaya yang termasuk dalam subkelompok kegagalan\eksternal,
misalnya biaya garansi dan penggantian produk. Sedangkan biaya kualitas
tersembunyi merupakan biaya atas hilangnya kesempatan yang diakibatkan oleh
rendahnya kualitas. Biaya ini biasanya tidak terdapat dalam laporan akuntansi. Tentu
tidak mudah dalam mengukur jumlah biaya-biaya tersebut. Namun, biaya kualitas
tersembunyi bisa jadi jumlahnya signifikan dan menjadi penting dalam proses
penentuan kebijaksanaan perusahaan. Oleh karena itu, penentuan biaya ini menjadi hal
penting.
Metode Multiplier
Berdasarkan metode ini dasumsikan bahwa total biaya kualitas merupakan
multiplikasi dari beberapa ukuran biaya kegagalan sehingga untuk mengestimasikan
biaya kegagalan total dapat dilakukan dengan mengalikan dengan menggunakan suatu
angka pengali yang ditentukan dengan biaya kegagalan total terobservasi. Hal ini
dapat diformulasikan sebagai berikut.
Biaya kegagalan eksternal total = k x biaya kegagalan eksternal terobservasi
Simbol k merupakan angka pengali yang merefleksikan efek multiplier.
Perusahaan menentukan k berdasarkan data-data di masa lalu atau pengalaman
perusahaan. Misalnya di perusahaan Trigold berhasil menghitung biaya kegagalan
eksternal terobservasi tahun 2012 sebesar Rp2.000.000. Bedasarkan data tahun-tahun
sebelumnya k ditentukan sebesar 4, maka tahun 2012 biaya kegagalan eksternal total
ditentukan sebesar Rp8.000.000 (4 x Rp2.000.000)
Metode Taguchi Quality Loss Function
Pandangan dalam metode taguchi ini berbeda dengan pandangan tradisional
yang mengizinkan adanya penyimpangan selama masih dalam rentang target.
Perhitungan biaya kegagalan eksternal total dengan metode taguchi dapat
diformulasikan sebagai berikut.
L(y) = k(y – T)2
Keterangan:
k = Konstanta proposional yang tergantung pada struktur biaya kegagalan
eksternal perusahaan. Simbol k merupakan nilai yang diestimasi dan dihitung
dengan membagi nilai biaya dengan cara : k = c ÷ d2
c = Kerugian pada limit terendah atau tertinggi
d = Jarak limit dari nilai target
y = Nilai actual karakteristik kualitas
T = Nilai target karekteristik kualitas
L = Kerugian akibat kualitas (biaya kegagalan eksternal total)
Contoh perhitungan Biaya Kegagalan Eksternal
Unit Diameter
Sesungguhnya (y) y - t (y-t)2 k (y – t )2
Ke - 1 19,80 -0,20 0,0400 Rp800
Ke - 2 20,00 0 0 0
Ke - 3 20,10 0,10 0,0100 200
Ke - 4 20,15 0,15 0,0225 450
Ke - 5 19,90 0,10 0,0100 200
Total Rp1.650
Rata – rata Rp330
Pelaporan Biaya Kualitas
Pelaporan biaya kualitas dapat menjadi sumber informasi terpenting dalam
pembuatan keputusan perbaikan kualitas dan penurunan biaya kualitas. Langkah
pertama dalam membuat pelaporan biaya kualitas adalah menentukan baiaya kualitas
sesungguhnya untuk setiap komponen kualitas. Langkah berikutnya adalah
mengelompokkan komponen-komponen biaya kualitas tersebut dalam kelompok-
kelompok biaya kualitas. Supaya penyusunan laporan biaya kualitas mudah dilakukan
dan dipahami lazimnya dalam bentuk presentase dari penjualan sesungguhnya.
Terdapat dua pandangan terkait biaya kualitas optimal, yaitu dalam pandangan
tradisional disebut dengan tingkat kualitas dapat diterima (acceptable quality level),
sedangkan pandangan kontemporer disebut pengendalian kualitas total (total quality
control/zero defect). Setiap pandangan memilki cara yang berbeda dalam pengelolaan
biaya kualitas.
C. Pengelolaan Biaya Kualitas
PandanganTradisional
Pandangan ini pertama kali dikemukakan oleh J.M. Juran yang mengemukakan
model biaya kualitas optimal. Dalam model ini, kualitas dibagi dalam tiga zona relatif
terhadap titik total biaya kualitas minimum. Aktivitas peningkatan kualitas dipilih
pada daerah di bawah zona tingkat kualitas optimal, zona kesempurnaan berada
diatasnya, dan di antara keduanya terdapat zona tidak berbeda (indifference). Pada
zona kesempurnaan terdapat banyak permasalah untuk mencapai cacat nol (zero
difect) produk.
Pandangan Kontemporer
Inti dari pandangan ini adalah untuk mendapatkan manfaat biaya maka tidak
diperbolehkan adanya produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi target akan
menghasilkan peningkatan biaya kualitas. Perusahaan yang tidak menghasilkan
produk tidak sesuai spesifikasi paling sedikit yang akan unggul. Oleh karena itu,
dalam pandangan ini, tingkat optimal dari kualitas akan terjadi pada kondisi cacat nol
(zero defect) yang berarti total biaya kualitas terendah dicapai pada saat tidak cacat.
Activity Based Management dan Biaya Kualitas Optimal
ABM membedakan biaya kualitas menjadi dua kelompok, yaitu biaya bernilai
tambah dan biaya tidak bernilai tambah. Dengan menggunakan kriteria penentuan
biaya bernilai tambah maka biaya kualitas kelompok penilain serta kegagalan internal
dan eksternal adalah biaya tidak bernilai tambah. Apabila aktivitas pencegahan tidak
dilakukan secara efisien dengan pemilihan, pengurangan, atau bahkan berbagai
aktivitas (sharing of activity) dapat dimanfaatkan untuk menjadikan aktivitas
pencegahan menjadi bernilai tambah.
Analisis Trend
Perbandingan dilakukan untuk semua komponen biaya kualitas, baik secara
total maupun secara komponen. Dengan menggunakan grafik trend akan diketahui
perkembangan total dan per komponen dari periode ke periode. Kemudian, dengan
melakukan perbandingan antar komponen kualitas akan diketahui hubungan dan
pengaruh antar komponen. Misalnya, sebuah perusahaan memiliki data biaya kualitas
sebagai berikut.
Tahun Biaya Kualitas Penjualan
sesungguhnya % Biaya dari Penjualan
2007 Rp1.800.000.000 Rp9.000.000.000 20%
2008 1.650.000.000 9.167.000.000 18%
2009 1.400.000.000 9.333.000.000 15%
2010 1.325.000.000 11.041.700.000 12%
2011 1.200.000.000 12.000.000.000 10%
2012 1.000.000.000 12,500.000.000 8%
D. PENGIDENTIFIKASIAN PERMASALAHAN PENGENDALIAN KUALITAS
Program manajemen kualitasyang efektif termasuk didalamnya adalah
identifikasi permasalahan-permasalahan pengendalian kualitas. Salah satu metode
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan permasalahan tersebut adalah
metode diagram sebab-akibat atau fishbone diagram (karena bentuknya mirip tulang
ikan). Diagram kausal (casual diagram) yang penyebab atau alasan adanya
ketidaksempurnaan adalah sumber dari penyimpangan. Penyebab penyimpangan
kualitas biasanya dikelompokkan sebagai berikut.
1. Manusia adalah semua orang yang terlibat dalam proses.
2. Metode adalah cara bagaimana proses dilakukan dan setiap permintaan spesifik
untuk dapat melakukannya, seperti kebijakan, aturan-aturan, dan hukum.
3. Mesin adalah semua peralatan, computer, atau perlengkapan lain yang dibutuhkan
untuk melaksanakan pekerjaan.
4. Bahan adalah bahan baku ataupun bahan penolong untuk menghasilkan produk
akhir.
5. Pengukuran adalah data yang diperoleh dari proses yang digunakan untuk
mengukur kualitas.
6. Lingkungan merupakan suatu kondisi, seperti wakil di lokasi, suhu, cuaca, budaya,
dan lainnya.
E. PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI
Efisiensi proses adalah kemampuan untuk mengubah input menjadi output
antara (throughtput) pada biaya terendah. Output antara merupakan jumlah barang
atau jasa yang dihasilkan dan disampaikan pada konsumen pada suatu periode waktu
pengukuran yang diukur dalam ukuran keuangan atau ukuran fisik. Manajer
membutuhkannya untuk mengetahui seberapa baik mereka mengelola proses dan
aktivitas dalam organisasi.
Organisasi mengelola dua tipe proses, yaitu proses produksi dan proses bisnis.
Proses produksi secara langsung menghasilkan produk atau jasa. Contoh proses
produksi perusahaan roti membuat roti tawar untuk konsumen , dan perusahaan hard
disk memproduksi hard disk mini untuk pemutar MP3. Sebagai contoh, proses
pemesanan tepung di perusahaan roti dan proses pengelolaan persediaan bahan baku
hard disk di perusahaan hard disk.
Ukuran-ukuran yang biasa digunakan untuk efisiensi proses produksi dan
bisnis diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Produktivitas
2. Waktu Siklus (cycle time)
3. Rasio Waktu
Hubungan antara Ukuran-Ukuran Efisiensi Proses
F. PENGUKURAN PRODUKTIVITAS
Produktivitas (productivity) menekankan pada bagaimana menghasilkan output
secara efisien, dan secara khusus ditunjukkan pada hubungan antara output dan input
untuk menghasilkan output. Efisiensi produktivitas total terjadi saat dua kondisi
terpenuhi, yaitu: (1) untuk semua perpaduan input yang akan menghasilkan output
pada tingkat ditentukan, tidak ada satu komponen input-pun yang digunakan
melebihi yang ditentukan untuk menghasilkan output tertentu, (2) pada berbagai
Kualitas tinggi
KeluaranKelua
ran tinggi
Produktivitas
tinggi
perpaduan untuk memenuhi nkondisi pertama yang dipilih adalahperpaduan dengan
tingkat biaya terendah.
Kondisi pertama disebut efisiensi teknis (technical efficiency) karena dipicu
oleh hubungan teknis, sedangkan kondisi kedua disebut efisiensi pertukaran (trade-
off efficiency). Kondisi kedua dipicu oleh hubungan harga input secararelatif. Pada
kondisi kedua, harga input ditentukan oleh proporsi relative dari setiap komponen
input yang digunakan untuk menghasilkan output.
EfisiensiTeknis
Upaya peningkatan produktivitas dapat dicapai melalui tiga cara berikut ini
1. Menghasilkan output yang sama dengan input lebih sedikit.
2. Menghasilkan output yang lebih banyak dengan input yang sama.
3. Menghasilkan output lebih banyak dengan input yang lebih sedikit.
Efisiensi Pertukaran
Peningkatan efisiensi juga dapat dicapai dengan melakukan pertukaran antara
input yang lebih mahal dengan inputyang lebih murah. Sebagai contoh, diasumsikan
bahwa input tenaga kerja langsung lebih mahal daripada input peralatan (modal)
sehingga mengurangi input peralatan untuk menghasilkan output yang sama dapat
meningkatkan efisiensi.
Pengukuran Produktivitas Parsial
Pengukuran produktivitas berarti mengkuantitatifkan perubahan produktivitas.
Tujuannya adalah untuk memudahkan manajemen dalam memonitor naik turunnya
produktivitas. Pengukuran aktual dipergunakan oleh manajer untuk mengetahui
perkembangan program peningkatan produktivitas, menentukan perbaikan yang
diperlukan, dan mengendalikan perubahan.
Pengukuran produktivitas input demi input satu persatu disebut dengan
pengukuran produktivitas parsial (partial productivity measurement). Pengukuran
dilakukan dengan membandingkan banyaknya output tunggal yang dihasilkan
dengan input yang digunakan . Formulasi pengukuran produktivitas parsial sebagai
berikut.
Rasio produktivitas = Output ÷ Input
Kelebihan Pengukuran Produktivitas Parsial. Pengukuran produktivitas parsial
akan mengarahkan manajemen lebih fokus pada input tertentu. Selain itu, hasil
pengukuran operasional cepat diketahui. Contohnya, tenaga kerja langsung dapat
dikaitkan dengan berapa banyak unit yang dihasilkan untuk setiap satu unit bahan
digunakan. Apabila menggunakan suatu standar produktivitas tertentu maka trend
produktivitas akan dapat direkam perkembangannya.
Kelemahan Pengukuran Produktivitas Parsial. Pengukuran parsial yang
dilakukan dengan cara satu per satu input diukur secara terpisah dapat memberikan
suatu gambaran yang salah tentang produktivitas. Hal tersebut disebabkan karena
input dalam menghasilkan output tidak semuanya independen terhadap input lain.
Kinerja suatu input bisa jadi dipengaruhi oleh kinerja input yang lain. Sebagai
contoh, mengubah spesifikasi bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan
output yang sama bias jadi akan mengakibatkan peningkatan limbah dan bahan sisa,
sedangkan jam tenaga kerja tetap berkurang. Akibatnya kinerja produktivitas tenaga
kerja meningkat sedangkan kinerja produktivitas bahan baku menurun.
Pengukuran Produktivitas Total
Produktivitas total didapatkan dengan cara mengukur produktivitas semua
input yang digunakan untuk menghasilkan output. Pengukuranb Profil dilakukan
dengan cara mengukur beberapa input utama yang dipergunakan untuk menghasilkan
output yang hasilnya berupa ukuran operasional. Sebagai contoh, perusahaan Enola
menerapkan proses produksi baru tahun 2012. Diasumsikan proses baru hanya
mempengaruhi dua input yaitu tenaga kerja dan bahan baku. Berikut ini disajikan
data produksi tahun 2011 dan 2012.
2011 2012
Jumlah televisi LCD dihasilkan 10.000 12.000
Tenaga kerja dipergunakan 5.000 4.000
Bahan baku dipergunakan 100.000 150.000
Walaupun begitu, perbandingan profit produktivitas antar tahun setidaknya
mampu memberikan pandangan bagi manajer untuk mengetahui sifat perubahan
produktivitas. Namun dalam beberapa kasus, sulit untuk mengetahui apakah
perubahan tersebut baik atau buruk.
Pengukuran Profit-linked Productivity. Profi-linked productivity mengukur jumlah
perubahan laba yang diakibatkan oleh perubahan produktivitas. Penentuan pengaruh
perubahan produktivitas terhadap laba merupakan salah satu cara untuk melihat bilai
perubahan produktivitas. Sebagian perubahan laba tersebut merupakan hasil
perubhan produktivitas. Dengan mengetahui dampak perubahan laba yang
diakibatkan perubahan produktivitas, manajer akan terbantu dalam memahami arti
penting perubahan produktivitas secara ekonomis. Dampak profit-linked productivity
dapat dihitung dengan rumus berikut.
Dampak profit-linked = Biaya PQ total – Biaya periode amatan total
Keterangan :
PQ adalah jumlah input yang dibutuhkan untuk menghasilkan output pada waktu
yang diamati jika produktivitas sama dengan tahun dasar yang dihitung dengan cara
berikut.
PQ = Output periode amatan ÷ Rasio produktivitas tahun dasar
Komponen Pemulihan Harga. Komponen pemulihan harga adalah kemampuan
perubahan pendapatan dalam mengimbangi pengaruh perubahan harga input.
Pengukuran pemulihan harga dilakukan dengan cara perubahan pendapatan
dikurangi perubahan biaya input dengan asumsi tidak ada perubahan produktivitas.
Untuk mengetahui besaran harga harus dihitung terlebih dahulu perubahan laba pada
setiap periodenya.
Pemulihan harga = Perubahan laba – Dampak profit-linked
Pengukuran Waktu Siklus
Waktu siklus adalah waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu produk
atau jasa. Pada jasa waktu siklus dihitung sejak konsumen mengajukan permintaan
layanan sampai selesai. Waktu siklus rata-rata setara dengan total waktu proses untuk
semua unit. Agar lebih bermanfaat, waktu siklus rata-rata harus dimasukkan rata-rata
waktu yang dibutuhkan untuk mengirim semua unit produk dan pengerjaan ulang
atau waktu pembuangan jika terdapat produk cacat atau sisa bahan dan limbah (yang
merupakan aktivitas tidak bernilai tambah).