e m aksi m alkan teknologi pe m...
TRANSCRIPT
1Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Diterbitkan olehPPPPTK Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
MeMaksiMalkan Teknologi dalaM PeMbelajaran
Designing Reading Comprehension Test for General English Students in EFL Classroom
Sukses Ujian Nasional dengan Metode Uji Ulang Kembali (Balik)Memaksimalkan Foto dalam Keterampilan Menulis Bahasa Jerman/
FotohörsehgeschichteBerbagai Pendekatan dan Metodologi Pengajaran Bahasa InggrisPerbedaan Ejaan, Kosakata, dan Makna Kata Bahasa Melayu (Malaysia) dengan
Bahasa Melayu (Indonesia) atau Bahasa Indonesia
2 3Edisi 18 Tahun X Juni 2012 3Edisi 18 Tahun X Juni 2012
MEDIA Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa ini merupakan salah satu media informasi dan komunikasi antar-unit di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional,
terutama antara PPPPTK Bahasa dengan PPPPTK lain, LPMP, Direktorat-Direktorat yang relevan, pendidik, dan tenaga kepen-didikan bahasa.
Media Informasi dan Komunikasi ini memuat informasi tentang kebahasaan dan pengajarannya serta kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guru bahasa. Kami mengundang para pembaca untuk berperan serta menyum-bangkan buah pikiran yang sesuai dengan misi media ini, berupa pendapat atau tanggapan tentang bahasa, pengajarannya, dan ulasan tulisan pada media ini serta tulisan di bidang non-pendidikan bahasa.
Kami akan memperbaiki redaksional tulisan atau meringkas naskah yang akan terbit tanpa mengubah materi pokok tulisan. Bagi penulis yang artikel atau tulisan beritanya dimuat akan diberi honorarium yang pantas. e
Kata sekarang
dan kini
kelihatannya
persis sama maknanya
sehingga seolah-olah
keduanya dapat selalu saling
menggantikan, sebagaimana
yang terdapat pada contoh
berikut ini.
Karena dulu para petani 1.
di daerah itu berpindah-
pindahan, kini/sekarang
banyak terdapat lahan
yang rusak.
Akan tetapi, jika diamati
secara lebih cermat,
kemungkinan pemunculan
kata kini lebih terbatas
daripada sekarang. Kata kini
mengandung nuansa yang
lebih khusus. Penggunaan
kata kini mengandalkan
adanya kesinambungan
antara yang terjadi pada waktu
lampau dan yang terjadi pada
saat ihwalnya dibicarakan,
antara yang terjadi dulu dan
yang terjadi pada saat ini.
Perhatikan contoh berikut.
Yang dulu dipandang remeh 2.
kini disegani banyak orang.
Ia, yang selama ini dikenal 3.
sebagai peragawati, kini
mencoba nasib sebagai
perancang busana.
Ia pernah belajar 4.
antropologi di luar negeri
dan kini bekerja di kantor
swasta.
Meskipun penggunaan kata
kini selalu mengait ke peristiwa
yang terjadi pada masa lampau,
peristiwa lampau itu sendiri
tidak harus selalu disebutkan
secara eksplisit. Peristiwa
lampau yang terkena kaitan itu
dapat saja hanya secara implisit
tersingkap dari konteksnya.
Amatilah contoh berikut.
Kini 5. Batam sudah siap
menerima arus wisatawan.
Kini6. tiada lagi orang yang
berpakaian seragam seperti
itu.
Tanpa dikaitkan dengan
waktu lampau, kata kini tidak
dapat digunakan. Pemakaian
kata kini pada contoh berikut
tidak berterima. (Tanda asteris
(*) menunjukkan pemakaian
yang tidak berterima).
Sekarang7. /*Kini atau besok
penggenangan waduk itu
dilakukan?
A: Kapan daerah itu 8.
dikosongkan?
B: Sekarang/*Kini.
Kata kini tidak digunakan
sebagai atribut untuk
senaraibahasa
Kata Sekarang dan KiniDitulis ulang oleh Yusup Nurhidayat dari buku Buku Praktis Bahasa Indonesia 1
Dendy Sugono (ed.) (Jakarta. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2011)
3Edisi 18 Tahun X Juni 2012 3Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Senarai Bahasa
Laporan Utama
Memaksimalkan Teknologi dalam
Pembelajaran [4]
Bahasa dan Sastra
Designing Reading Comprehension
Test for General English Students
in EFL Classroom [11]
Sukses Ujian Nasional dengan
Metode Uji Ulang Kembali
(Balik) [16]
Memaksimalkan Foto dalam
Keterampilan Menulis Bahasa
Jerman/Fotohörsehgeschichte
[23]
Berbagai Pendekatan dan Metodologi
Pengajaran Bahasa Inggris [28]
Perbedaan Ejaan, Kosakata, dan
Makna Kata Bahasa Melayu
(Malaysia) dengan Bahasa
Melayu (Indonesia) atau Bahasa
Indonesia [36]
Lintas Bahasa Budaya
Serambi Foto
daftarisi
Pembina Kepala PPPPTK Bahasa Teriska R. Setiawan Penanggung Jawab Kabag Umum Abdul Rozak Pemimpin Redaksi Kasubbag Tata Usaha dan Rumah Tangga Joko Isnadi, Kaur Protokol dan Dokumentasi Iri Agus Sudirdjo Redaktur Pelaksana Yusup Nurhidayat Redaktur Ririk Ratnasari, Winda Scorfi, Joko Subroto Desain Sampul dan Tataletak Yusup Nurhidayat Pencetakan dan Distribusi Naidi, Djudju, Komariah Alamat Redaksi Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa Jalan Gardu, Srengseng
Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan 12640 Kotak Pos 7706 JKS LA Telp. (021) 7271034 Faks. (021) 7271032 Website: www.pppptkbahasa.net Email: [email protected]
e
menerangkan nomina. Bandingkan
pemakaiannya sebagai atribut (yang
tidak berterima) pada contoh 9 dan
penggunaannya sebagai kata keterangan
waktu (yang berterima) pada contoh 10
di bawah ini.
Gurunya yang 9. sekarang/*kini lebih
pandai menyampaikan bahan
pelajaran.
Istrinya, yang 10. sekarang/kini menjadi
dokter, akan bertugas di Puskesmas
Pandeglang.
Akan tetapi, ada rangkaian dengan
nomina tertentu yang membolehkan
penggunaan sebagai atribut meskipun
jumlahnya terbatas, misalnya, masa
kini. Namun, rangkaian seperti ini pada
umumnya tidak berterima: *zaman kini,
*pemuda kini.
Masih ada satu perbedaan lagi antara
sekarang dan kini. Perhatikan contoh
berikut.
Jika keadaan memaksa, 11.
sekaranglah/*kinilah kita benahi tata
kerja kita.
Sekarang12. /*kini ini juga pemugaran
gedung itu hendaknya dimulai.
4 5Edisi 18 Tahun X Juni 2012 5Edisi 18 Tahun X Juni 2012
MeMaksiMalkan Teknologi dalaM PeMbelajaran
MeMaksiMalkan Teknologi dalaM PeMbelajaran
5Edisi 18 Tahun X Juni 2012 5Edisi 18 Tahun X Juni 2012
laporanutama
Teknologi. Siapa
yang tidak me-
ngenal kata
itu di planet bumi ini?
Teknologi bagi sebagian
orang sudah seperti
udara yang jika diting-
galkan menjadi sesak-
lah hidupnya. Berbin-
cang tentang teknolo-
gi ini PPPPTK Bahasa
membuka tahun 2012
dengan menggandeng
penerbit kenamaan
PEARSON menyeleng-
garakan seminar in-
ternasional bertajuk
Maximasing the Use of
Technology in Teacher
Professional Develop
ment. Seminar tersebut
mengha dirkan pembi-
cara tunggal Jeremy
Harmer. Trainer, guru,
dan penulis kawakan
ini seorang ahli pedagogik yang kaya peng-
alaman dan menye nangi dunia teknologi pen-
didikan. Beberapa buku yang lahir dari tangan-
nya antara lain The Practice of Language Teach
ing, How to Teach
English and How
to Teach Write
ing yang semua
buku tersebut
diterbitkan oleh
Pearson.
“Siapa yang tidak mau
mengikuti perkem-
bangan akan ter-
tinggal”, begitulah
pernyataan yang
bia sa kita de ngar. Ini
juga berlaku pada
teknologi beserta
pemanfaat annya da-
lam berbagai bidang,
termasuk di dalam-
nya pendidik an dan
peng ajaran. Peng-
ajaran saat ini tidak
bisa hanya meng-
andal kan media-media konvensional yang telah tersedia
seperti surat kabar, majalah, katalog belanja, televisi, ra-
dio, dll. Kemajuan teknologi mau tidak mau ikut memberi
warna dalam pembelajaran.
6 7Edisi 18 Tahun X Juni 2012 7Edisi 18 Tahun X Juni 2012
laporanutama
Dalam seminar sete ngah hari
itu Harmer menuturkan bah-
wa perkembangan teknologi
tidak mengharuskan siswa
dan guru untuk melakukan
tatap muka ketika melaku-
kan pembelajar an, tetapi ber-
kat perkembangan teknologi
kita tidak lagi harus berada
di ruangan yang sama un-
tuk belajar. Salah contoh
yaitu dengan Twitter, lebih
lanjut Harmer menuturkan
bahwa keha diran Twitter
dapat meng ubah kehidup-
an profesional seorang
guru. Anda bisa bertanya
masalah-masalah profesi-
onal Anda dengan siapapun
di Twitter di seluruh dunia.
Anda juga dapat berdiskusi
dengan siswa Anda mela-
lui Twitter dan dapat mem-
berikan tantang an kepada
mereka dalam keterampilan
menulis dalam bahasa Ing-
gris. Dengan kata lain, Anda
dapat meng optimalkan ba-
hasa Inggris siswa Anda
melalui media teknologi
yang sedang “ngetren” yang
disukai siswa Anda yaitu
Twitter.
Dalam kesempatan yang juga
sebagai ajang berbagi peng-
alaman para bagi guru terse-
but Harmer melontarkan per-
masalahan klasik dalam peng-
ajaran bahasa Inggris yang
ternyata dapat diberi solusi
dengan sentuh an teknologi.
Pemasalahan yang dilontar-
kan Harmer terkait dengan
keterampilan berbicara.
Bagaimanakah keterampilan
berbicara dapat dipraktik-
kan di kelas? Apakah mung-
kin setiap siswa mendapat
Saat ini, dengan teknologi yang
Semakin canggih, SiSwa dan guru
tidak diharuSkan untuk bertatap muka
Saat melakukan pembelajaran.
(Jeremy Harmer)
7Edisi 18 Tahun X Juni 2012 7Edisi 18 Tahun X Juni 2012
ke sempatan untuk berbi-
cara? Bagaimana Anda me-
nilai f uency (kefasihan)
berbicara siswa Anda? Untuk
menyelesaikan masalah ini
Harmer mempunyai tiga ju-
rus jitu.
Pertama, learner autonomy is
the key for speaking fuency;
kemandirian siswa sebagai
kunci sukses bagi nya untuk
berbicara dengan fasih. Pe-
ran guru sangatlah penting
untuk membangun kemandi-
rian siswa melalui berbagai
kegiatan yang menarik dan
mengembangkan kemandi-
rian mereka, hal ini dapat
dilakukan melalui Creat ing
English Environment.
Pengadaan lingkungan ber-
bahasa Inggris merupakan
jurus kedua yang diusulkan
Harmer yang dapat dilaku-
kan para guru melalui ber-
bagai media teknologi yang
sedang “ngetren” saat ini.
Jurus ketiga adalah group
work recorded then upload;
disini guru membentuk
kelom pok-kelompok siswa
untuk melakukan tugas
atau kegiatan belajar kemu-
dian mengunggah hasil ker-
ja mereka di media internet,
misalnya.
Selain itu, Harmer menjelas-
kan bahwa ketika seseorang
berada dalam lingkungan
pembelajaran bahasa asing
akan ada rasa ketakutan.
Rasa takut tersebut harus
dihilangkan dengan cara
diberi kesempatan untuk
berbicara. Dan, menghilang-
kan rasa takut inilah yang
menjadi tugas guru karena
itu Harmer menyebutkan
bahwa fuency lebih dekat
dengan masalah psikologi
yaitu bagaimana membuat
siswa tersebut berani ber-
bicara. Salah satunya guru
dapat memanfaatkan acara-
acara yang ada di televisi
8 9Edisi 18 Tahun X Juni 2012 9Edisi 18 Tahun X Juni 2012
untuk dijadikan media yang
dapat melatih keberanian
siswa berbicara.
Ketika ditanya tentang
perkembangan pembelajaran
bahasa berbasis IT di Indo-
nesia oleh reporter Ekspresi,
Harmer menuturkan bahwa
Indonesia has a long way
to go yang berarti Indone-
sia masih memiliki banyak
kesempatan untuk mengem-
bangkan teknologi dalam
bidang pendidikan. Harmer
memberikan contoh di North
Carolina, salah satu negara
bagian di Amerika Serikat
yang (sekitar) tujuh tahun
yang lalu belum memiliki
koneksi nirkabel, tapi seka-
rang seluruh sekolah dan
rumah sudah terhubung de-
ngan internet. Hal ini juga
bisa berlaku di Indonesia.
Lebih lanjut dia menjelaskan
bahwa perkembangan pem-
belajaran ini berhubung an
juga dengan perkembangan
IT, yang sampai saat ini
masih terus berjalan. Untuk
itu, Harmer membagikan tips
untuk guru pertama, guna-
kan satu teknologi untuk
satu waktu, pelajari dengan
baik, kuasai kemudian gu-
nakan dalam pembelajaran,
setelah itu baru mempelajari
teknologi yang lain. Harmer
juga memberikan contoh
berdasarkan tipsnya ini dia
menggunakan teknologi
I movie untuk merekam
pernyataan-pernyataan guru
yang ditemui di berbagai
negara tentang pembela-
jaran terbaik yang pernah
mereka lakukan.
Setelah itu, dia tampilkan
rekaman tersebut dalam
kelas atau seminar-seminar.
“Setelah itu, saya baru men-
coba mempelajari teknologi
lain yang bermanfaat bagi
dunia pendidikan”, begitu
tuturnya.
laporanutama
kemandirian SiSwa Sebagai
kunci SukSeS bagi nya untuk
berbicara dengan faSih.
peran guru Sangatlah penting
untuk membangun kemandirian
SiSwa melalui berbagai
kegiatan yang menarik dan
mengembangkan kemandirian
mereka, hal ini dapat dilakukan
melalui Creating englisH environment.
9Edisi 18 Tahun X Juni 2012 9Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Menghilangkan
rasa takut adalah
tugas seorang guru.
karena itu, guru
harus MaMpu MeMbuat
siswa berani untuk
berbicara. dengan
berbicara, rasa
takut akan Mudah
dihilangkan dalaM
situasi peMbelajaran
bahasa asing.
Selain tips di atas Harmer
juga menambahkan bahwa
penggunaan teknologi da-
lam pembelajaran didasar-
kan atas kondisi dan kebu-
tuhan guru itu sendiri. Jadi,
penggunaan teknologi bu-
kan merupakan keharusan
karena itu jalan tengah yang
baik adalah guru menguasai
dan memiliki teknologi
yang sesuai dengan
kebutuhannya dalam
meng ajar. Sebagai con-
toh, jika seorang guru
ingin menggunakan
website untuk pembela-
jaran di kelasnya, tetapi
tidak memiliki koneksi
internet, guru tersebut
dapat mengantisipasi-
nya dengan menyimpan
situs dalam filenya atau
mencetak materi-materi
dan tugas yang terdapat
di dalamnya kemudian
menggunakannya di dalam
kelas.
Dalam seminar yang di-
hadiri oleh 116 peserta ini
Harmer juga menuturkan
bahwa teknologi ada di sini
dan telah menjadi bagian
dari diri kita sehingga kita
harus menggunakannya,
10 11Edisi 18 Tahun X Juni 2012 11Edisi 18 Tahun X Juni 2012
laporanutamadan bukan hanya mengeluh,
menge luh, dan mengeluh.
Kunci sukses pembelajaran
adalah kepercayaan para
guru , apa yang mereka per-
caya dengan pembelajaran.
Guru seharusnya mampu
memberikan konteks pembe-
lajaraan yang mudah diingat,
menantang, sekaligus me-
narik sehingga siswa dapat
memahami materi yang dibi-
carakan. Karena itu, tidaklah
berlebihan jika dikatakan
bahwa teknologi hanyalah
alat, diibaratkan sebagai
kuas yang dapat digunakan
oleh guru untuk melukis
materi-materi yang menarik
dan menantang se hingga
siswa menyukai proses pem-
belajaran dan pada akhirnya
mendapatkan manfaat dari
pembelajaran tersebut untuk
kehidupannya. e
11Edisi 18 Tahun X Juni 2012 11Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Background
According to Hughes (1989) designed tests are a common feature of most EFL students, and are one way of assessing learners’ language abilities. Designing a test for a specific group of learners may be ‘a matter of problem solving, with every teaching situation setting a different testing problem. it is important to be clear about the purpose for which a specific test is to be used and to make sure the test designed is appropriate for that purpose. A test of reading comprehension can be seen as testing a particular skill (reading, as opposed to writing, listening or speaking), but such a test could also be designed as a collection of tasks reflecting activities normally performed outside the testing situation.
Beside that reading is meant as one of the four language skill. Teacher faces the problems not only in teaching but also in assessment which is claimed as reading comprehension. Strategic way
Joko SukatonStaf PPPPTK Bahasa
Silih WarniInstruktur English First
12 13Edisi 18 Tahun X Juni 2012 13Edisi 18 Tahun X Juni 2012
to full understanding includes important factors in assessing learners.
Description of General English Students in EFL Classroom
General English students are common feature of the learners. They usually include general learners who want to learn English as language knowledge. They are expected to be able to :
Understand the basic reading materials•Find the general and specific information •in materialCommunicate well based on the •materialRetell based on the material with own •sentence
Designing Tests
According to Bachman and Palmer (1996) that design operationalization and administration need to be carried out for every test…develop[ed]’ but the difference is in the amount of detail and resources involved. It is important to ensure that the test being designed is suited to its purpose, as inferences about language ability, and possibly far-reaching decisions about a candidate’s future may be based on the results. (see Table 1)
In order to assess if a test measures what it intends to measure (that is, it has construct validity) a set of specifications should be written as part of the overall test design. These include information about content, format, timing, criteria levels of performance (the
Type of Test Purpose
1. Proficiency Test To assess general ability in a second language.
2. Achievement Test To evaluate how much a learner knows from a defined amount of course or class work
3. Diagnostic Test To identify a student’s strengths or weaknesses in specific areas of language.
4. Placement Tests
To determine which would be the most appropriate class, stream or level in which to place a student so that subsequent language teaching is appropriate to their needs.
13Edisi 18 Tahun X Juni 2012 13Edisi 18 Tahun X Juni 2012
required level of performance for success) and scoring procedures (Hughes, 1989). Furthermore Brown (1994: 387) observes that for classroom tests a specification can be ‘a simple and practical outline of [the] test’ (original emphasis), derived from the test objectives.
Designing a Reading Comprehension Test
The reading test to be discussed was developed as part of the assessment of a course module concerned with the topic of travelling. The test can be considered an achievement test in so far as it is an evaluation for a specific module, but it could also be considered a proficiency test, as it measures a learner’s ability to gain information from an authentic text (that is, a text originally written for a purpose other than language teaching) through reading.
1. Specification
Writing a specification for a reading comprehension test can focus the task of choosing an appropriate text or texts, and according to Lynch and Davidson (1994: 732) is critical in task development; in this case writing the questions in order to test reading
comprehension. The specification for the reading comprehension test under discussion was used for developing the test questions and the final version can be seen in table 2. As mentioned by Lynch and Davidson (1994: 730) writing the questions also ‘[feeds] back to the elaboration of the test specification’, and they suggest that the test specification ‘also provides a detailed record of evidence for judging how well the test items…match what the test claims to be measuring.’ (see Table 2)
2. Developing The Questions
Kirschner et al (1996: 89) express clearly the obligations a test writer has when developing a test. ‘It is the test writer’s task to define, identify and subsequently remove any potential difficulties inherent in the test questions.’ This implies the importance of pre-testing in the process of test development. It may also mean checking the test specifications and considering how well the tasks (questions) are reflective of the specifications. The specifications themselves may also need to be reconsidered.
As pointed out above it became apparent the test was too long, and consequently the number of questions needed to be reduced. As the minimum number of questions for
14 15Edisi 18 Tahun X Juni 2012 15Edisi 18 Tahun X Juni 2012
a section in the original test was four, I decided to reduce the number of questions to four for all three sections. This meant in practical terms that each test taker would have three pages of authentic text clipped together, and three pages with questions separately clipped together, individual pages of text and questions corresponding. I thought this would give the students enough opportunity to show their ability in scanning and reading for detail, and also give, in Hughes’ terminology, several ‘fresh starts (1989: 119)’. In the final version (see table 6) the first section, Getting Around, gave three fresh starts, the second section, Resources, gave three fresh starts, and the final section,
Emergencies, gave two fresh starts.
This was also reflected in the way the questions were presented, and in addition implied changes in the marking may be necessary, as a simple and clear marking scheme is easier to operate for a busy. (see Table 3)
Questions 2, 5, 7 and 8 were omitted in the second version as questions requiring similar information were already in the test and the scope for answers was too diverse. In the case of question 8, the item in question on reflection was thought to be too difficult. The format of questions 4 and 6 in the original was changed to multiple choice. In this way a focus for looking for the answers was provided,
but evidence of reading with understanding would still be necessary in order to arrive at the correct answer. Question 3 in the original was still thought to be valid, as to get the correct answer the student would simply have to write (copy) one or more options from the text, once the correct part of the text was identified.
Reliability and Validity
Reliability and validity may not be at the top of a classroom teacher’s agenda when planning a test, but it is still important to take them into consideration. Reliability is concerned with consistency of measurement and is ‘an essential quality of test scores (Bachman
Specification for a reading comprehension test
The purpose of this test is to assess the ability of a pre-intermediate • learner to obtain accurate information from an authentic written text. It can be important for students to be able to access relevant information from an informational text written for native speakers, using the techniques of skimming and scanning.
The text and the questions will relate in some way to travelling. •
Both the text and the tasks will be authentic, that is, replicating as • closely as possible what a learner may be expected to do in the ‘real world’. In Bachman and Palmer’s terms (1996: 18) ‘target language use’ (TLU) domain or tasks.
There will be instructions at the beginning of the test in Finnish • to explain the purpose of the test, and how the student should go about doing the test.
The reading comprehension questions will be in Finnish to reflect • TLU.
The questions will either be multiple-choice or require a word or • words for the answer which can be found within the text. The learner is required to select the correct response or provide the appropriate word or words from the text as an answer.
The test will last no longer than 45 minutes and allow time for slower • candidates to complete within this time.
The scoring will be one or two points for each correct answer, • depending on the amount of information required, and the question format.
15Edisi 18 Tahun X Juni 2012 15Edisi 18 Tahun X Juni 2012
and Palmer 1996: 20).’ While no test can be considered completely reliable it may be possible to ‘…minimize the effects of those potential sources of inconsistency that are under our control through test design (ibid).’ Hughes (1989: 38-41) offers some practical guidelines for increasing reliability which include: making sure there are no ambiguous items, providing clear and explicit instructions and writing a detailed scoring key.
If a test has construct validity it should measure the ability it is said to measure. Hughes (1989: 26) states that construct validity is generally unproblematic in a direct test of reading ability. This may well be a reasonable assumption for a teacher-written test for assessing reading comprehension in the classroom. I am however left with one concern in this regard which relates to the particular students I work with. This is the tension between using an authentic text in facsimile form and the fact some of my students have reading difficulties relating
to the physical parameters of reading in any language. This may mean the format of the text itself could be responsible for apparent reading comprehension problems in English as measured by this test, which may not exist if the text size and density were different. e
ReferencesBachman, L.F. and Palmer, A. S. (1996)
Language Testing in Practice. Oxford: Oxford University Press.
Brown, H.D. (1994) Teaching by Principles. New Jersey: Prentice-Hall.
Hughes, A. (1989) Testing for Language Teachers. Cambridge: Cambridge University Press.
Kirschner, M. Spector-Cohen, E. and Wexler, C. (1996) ‘A teacher Education Workshop on the Construction of EFL Tests and Materials’. TESOL Quarterly 30: 85-107.
Lynch, B.K. and Davidson, F.(1994) ‘Criterion-Referenced Language Test Development: Linking curricula, Teachers and Tests’. TESOL Quarterly 28: 727-743.
VERSION 1 FINAL VERSION
GETTING AROUND
1. Which is the nearest airport to central
London: Gatwick or Heathrow
2. Where can you find information on public
transport in London?
3. Where can you buy a travel card in London?
4. If you were going to London for the day with
an adult friend and two children under the
age of 10, which travel card would you buy?
5. Why?
6. Which section would you look under to find
out how much it costs to travel on the London
Underground?
7. How much would it cost you to hire a bike for
a day?
8. If you hired a bike you would need to pay
£100 deposit. Explain what you think a
deposit is.
GETTING AROUND
1. Which airport is nearer to central London?
Gatwick □
Heathrow □2. Where can you buy a travel card in London?
3. If you were going to London for the day with
an adult friend and two children under the
age of 10, which travel card would you buy?
Day Travelcard □One-day Family Travelcard □Three-day Travelcard □Oystercard □
4. Which section would you look under to
find out how much it costs to travel on the
London Underground?
Using the system □Underground timetable □
Fares □
16 17Edisi 18 Tahun X Juni 2012 17Edisi 18 Tahun X Juni 2012
PENDAHULUAN
Bagaimana cara mempersiapkan anak didik untuk dapat sukses dalam Ujian Nasion-
al (UN)? Pertanyaan tersebut tentu menggelitik siapa saja yang berkecimpung dalam
dunia pendidik an, bahkan juga orang tua siswa. Orang tua yang anaknya mengikuti
pelaksanaan UN, sa ngat berharap anaknya berhasil karena nilai UN sangat berpenga-
ruh untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan berikutnya. Selain itu, orang tua juga ber-
harap anaknya dapat diterima di sekolah favorit. Sebuah sekolah akan menjadi terkenal
di kalangan masyarakat jika tamatan dari sekolah tersebut banyak dapat diterima pada
sekolah-sekolah yang menjadi rebutan orang tua siswa.
SUKSES UJIAN NASIONAL DENGAN METODE UJI ULANG KEMBALI (BALIK)
A zwirmanPengawas Sekolah Menengah Kota Sawahlunto
Sumatera Barat
17Edisi 18 Tahun X Juni 2012 17Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Oleh karena itu, baik
orang tua maupun sekolah
akan melakukan bermacam-
macam cara yang dapat di-
lakukan untuk dapat sukses
dalam pelaksanaan UN. Salah
satu usaha yang dilaksana-
kan oleh sekolah adalah be-
lajar tambahan bagi siswa
kelas tiga. Dengan mem-
perpanjang waktu belajar
di sekolah diharapkan anak
didik mendapat tambahan
materi pelajar an. Bagi guru
memberi ke longgaran waktu
kepadanya untuk menyam-
paikan materi pembelajaran
dengan instensif.
Dengan tambahan waktu
tersebut guru diharapkan da-
pat melaksanakan perbaik-
an dan pengayaan, seperti
de ngan membahas soal-soal
ujian nasional terdahulu,
sehingga dapat mengukur
kemampuan siswa dan dapat
mengidentifikasi kelemahan
siswa sehingga siswa mem-
punyai bekal dalam pelaksa-
naan UN. Yang menjadi per-
tanyaan selanjutnya adalah
apakah ada cara lain untuk
meningkatkan nilai UN se-
lain dengan tambahan jam
pelajaran untuk siswa yang
akan ditamatkan pada suatu
sekolah?
Yang menjadi objek pem-
bicaraan adalah usaha untuk
siswa kelas tingkat terakhir
yang akan tamat sekolah,
kelas enam untuk Sekolah
Dasar (SD) dan kelas tiga
untuk tingkat Sekolah Me-
nengah (SM). Sedangkan
yang menjadi sasaran dalam
tulisan ini adalah siswa yang
akan tamat tersebut sukses
dalam mengikuti pelaksana-
an UN. Jadi usaha apa yang
mungkin dapat dilaksanakan
untuk siswa yang akan tamat
tersebut, supaya membawa
bekal yang banyak dan an-
dal sehingga mereka mampu
menjawab dengan mudah, se-
mua pertanyaan-pertanyaan
ujian yang diberikan kepada
mereka sewaktu mereka
diuji, sehingga mereka da-
pat sukses dalam mengikuti
pelaksanaan UN.
Persiapan semua materi
ajar yang terdapat dalam
kurikulum sekolah pada
satuan pendidikan sudah
diberikan oleh guru secara
bersama-sama sesuai de ngan
waktu yang ada dan ini ada-
lah merupakan tanggung
jawab sekolah. Pembelajaran
berupa standar isi yang men-
cakup ruang lingkup materi
dan tingkat kompetensi un-
tuk mencapai kompetensi
lulusan pada jenjang pen-
didikan dari awal semester
sampai pada semester akhir
sudah diberikan oleh satuan
pendidikan, diajarkan secara
terpadu kepada siswa, hal ini
sengaja dilebihkan pemberi-
annya pada materi ajar yang
akan diujikan dalam pelaksa-
naan UN.
Menurut pasal dua dan
tiga Peraturan Menteri (PP)
Pendidikan Nasional RI No-
mor 34 Tahun 2007 “Ujian
Nasional bertujuan menilai
pencapaian Kompetensi Lu-
lusan secara Nasional pada
pelajaran tertentu dalam ke-
lompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi,
dan hasil ujian nasional di-
gunakan sebagai salah satu
pertimbangan untuk:
pemetaan mutu satuan a.
dan/atau program pen-
didikan;
seleksi masuk jenjang b.
pendidikan berikutnya;
penentuan kelulusan pe-c.
serta didik dari program
dan/atau satuan pen-
didikan;
pembinaan dan pem-d.
berian bantuan kepada
satuan pendidikan da-
lam upaya meningkatkan
mutu pendidikan”.
Dari uraian di atas jelaslah
bahwa tujuan UN adalah me-
nilai pencapaian kompetensi
lulusan, yang dititikberat-
18 19Edisi 18 Tahun X Juni 2012 19Edisi 18 Tahun X Juni 2012
kan pada pencampai an
kompetensi lulusan pada
satuan pendidikan karena
itu masing-masing satuan
pendidikan mengkondisikan
diri untuk dapat tampil lebih
baik dalam mempersiapkan
anak didik untuk menguasai
standar kompetensi lulusan.
Sedangkan yang dimaksud
dengan standar Kompetensi
lulusan adalah kualifikasi ke-
mampuan lulusan yang men-
cakup sikap, pengetahuan
dan keterampilan dari anak
didik pada satuan pendidik-
an.
FENOMENA UJIAN NASIONALJika seorang anak didik mem-
peroleh nilai UN yang baik,
maka dia akan mudah untuk
dapat melanjutkan dan di-
terima pada tingkat sekolah
berikutnya. Begitu juga ter-
jadi sebaliknya jika seorang
anak mendapat nilai UN
kurang baik (rendah), maka
dia akan banyak mendapat-
kan kendala dan tantangan
dalam melanjutkan seko-
lahnya. Lebih jauh dari hal
tersebut ditemui juga, jika
seorang anak didik mem-
peroleh nilai UN yang baik,
mendapat peringkat atas
dibandingkan dengan teman-
temannya yang lain, jika
kondisi ini berada pada ting-
kat kota maka anak tersebut
dapat memilih sekolah mana
yang akan dia masuki di kota
tersebut, kalau kondisi terse-
but berada pada berada pada
papan atas ditingkat provinsi
maka siswa tersebut akan
mudah diterima pada sekolah
yang menjadi rebutan dalam
provinsi tersebut.
Mengingat begitu beratnya
beban yang akan dipikul jika
seorang anak mempunyai
nilai UN rendah, maka segala
cara dilakukan oleh anak
tersebut, seperti mencontek
sewaktu pelaksanaan ujian
berlangsung, walaupun dalam
beresiko besar. Sebaliknya
dari pihak penyelenggara
UN setiap tahunnya diberi-
kan perbaikan pelaksanaan
ujian, sehingga bermacam-
macam model ke curangan
19Edisi 18 Tahun X Juni 2012 19Edisi 18 Tahun X Juni 2012
yang mungkin terjadi dapat
diantisipasi, se hingga tujuan
pelaksanaan UN tersebut
betul-betul dapat tercapai.
Suatu sekolah akan
mendapat nama baik jika
semua anak didik yang dita-
matkan pada sekolah tersebut
mendapatkan nilai UN yang
bagus karena siswa tamatan
dari sekolah tersebut akan
banyak dapat ditampung
pada sekolah yang menjadi
rebutan. Untuk dapat di-
terima pada suatu sekolah
sebagian besar menggunakan
ranking urutan nilai ujian
nasional. Kalau seorang siswa
mempunyai nilai UN yang ba-
gus akan segera masuk da-
lam jurnal sekolah penerima
yang didasarkan pada rank
ing nilai UN. Dan terjadi juga
sebaliknya jika seorang siswa
mempunyai UN yang rendah,
dengan sendirinya tergeser
pada keperingkat bawah da-
lam proses perankingan oleh
sekolah penerima.
Sebagai orang tua yang
sedang menyekolahkan
anaknya akan ikut pusing
memikirkan nilai UN yang
akan mungkin diterima oleh
anaknya setelah pelaksana-
an UN. Mengingat apa yang
mungkin terjadi de ngan nilai
UN yang diterima anaknya.
Kalau seandainya anak
mendapatkan nilai UN yang
tinggi tentu sangat melega-
kan karena akan mudah un-
tuk dapat melanjutkan pada
jenjang pendidikan berikut-
nya dan juga me nimbulkan
suatu kebanggaan tersendiri
dari pihak keluarganya. Na-
mun, jika terjadi sebaliknya
nilai UN didapatkan oleh
seorang anak pas-pasan
akan menimbulkan beban
pemikiran dari pihak orang
tuanya, mau kemana nanti-
nya sang anak yang mungkin
dapat diterima dalam melan-
jutkan pendidikan anaknya.
UJI ULANG KEMBALI (BA-LIK)Salah satu kelemahan yang
mungkin terjadi dari proses
pembelajaran yang ada ada-
lah terletak pada sistem
pelaksanaan ujian semester,
yang biasa dilaksanakan se-
cara bersama-sama dan se-
rentak sekali enem bulan
atau satu kali dalam satu
semester. Kelemahan terse-
but terjadi pada materi yang
diujikan dalam pelaksanaan
ujian semester bersama. Kon-
disi yang terjadi jika suatu
materi pelajaran yang sudah
pernah diujikan pada suatu
semester, tidak pernah lagi
diujikan kembali pada semes-
ter berikutnya, akhirnya ma-
teri tersebut sudah tertinggal
begitu saja dari ingatan pe-
serta anak didik, kecuali ada
pada materi pelajaran yang
ada saling berkaitan.
Dalam pembelajaran di
sekolah adakalanya terjadi
penggantian guru mata pela-
jaran, terutama pada seko-
lah besar di tingkat sekolah
menengah. Guru yang meng-
ajar mata pelajaran sejenis
berbeda-beda atau tidak satu
orang guru. Guru yang meng-
ajar pada semester satu dan
dua pada kelas satu akan
berbeda dengan guru yang
mengajar pada semester tiga
dan empat pada kelas dua.
Seterusnya guru yang meng-
ajar di kelas dua adakalanya
berbeda dengan guru yang
mengajar pada kelas tiga.
Kondisi ini menyebabkan
masing-masing guru mem-
berikan materi pelajaran
yang berbeda dan bahan
materi ujian semester yang
saling berbeda pula. Kondisi
seperti ini berlanjut secara
terus menerus, sehingga ma-
teri pelajaran yang sudah
lama diajarkan semakin lama
semakin tertinggal adaka-
lanya materi tersebut sudah
terlupakan sama sekali.
Kondisi yang terjadi di
sekolah jika seorang siswa
yang berada pada kelas satu
20 21Edisi 18 Tahun X Juni 2012 21Edisi 18 Tahun X Juni 2012
semester satu, mereka mem-
pelajari materi pelajaran yang
diajarkan pada semester satu
dan sebagai materi ujian se-
mester diambil dari materi
selama semester satu. Begitu
juga kalau sudah berada pada
semester dua mereka akan
mempelajari materi pelajaran
yang diajarkan selama semes-
ter dua, dan sebagai materi
ujian semester diambil dari
materi selama semester dua,
begitu juga selanjutnya pada
semester tiga sampai pada
semester terakhir.
Mengingat kondisi yang
terjadi seperti uraian di atas,
maka pemecahan masalah
yang dapat digunakan un-
tuk keluar dari permasalahan
yang ada adalah memperbaik i
materi yang yang diujikan
secara bersama dalam setiap
pelaksanaan ujian semester
tersebut. Sebagai contoh dari
pemecahan masalah yang
diusulkan pada tulisan ini
adalah dalam pelaksanaan
ujian semester dua, tepat-
nya pada ujian naik kelas,
ikut diuji materi pelajaran
yang di ajarkan pada semes-
ter satu, walaupun dalam
porsi yang tidak sama; misal-
kan materi pelajaran yang
diajarkan pada semester satu
diambil se banyak 40%, dan
materi yang diajarkan selama
semester dua 60% dengan
perbandingan 2 dan 3. De-
ngan demikian, untuk naik
kekelas dua kontribusi bahan
ajar semester satu meme-
ngaruhi 40% dan bahan ajar
pada semester dua meme-
ngaruhi 60%.
Untuk pelaksanakan ujian
semester tiga sewaktu siswa
berada dikelas dua, materi
pelajaran selama semester
satu dan dua juga ikut di -
ujikan kembali dengan per-
bandingan soal ujian 2 : 3
: 5, dengan proporsi 20%
materi ajar selama semester
satu, 30% materi ajar selama
semester dua dan 50% ma-
teri ajar selama semester tiga
dengan proporsi setengah
untuk materi yang sedang
dipelajari karena materinya
baru dikenal dan tingkat ke-
sukarannya tinggi. Sedang-
kan untuk materi ajar pada
semester satu 20% dan dua
30% karena sifatnya meng-
ulang kembali materi pelajar-
an yang sudah pernah di-
ajarkan dan pernah diujikan
kepada siswa.
Kalau dilaksanakan model
pelaksanaan materi ujian se-
mester seperti teori di atas,
maka akan ditemukan kondi-
si pada siswa yang telah naik
ke kelas dua: siswa akan tun-
tas menguasai materi yang
21Edisi 18 Tahun X Juni 2012 21Edisi 18 Tahun X Juni 2012
diajarkan selama semester
satu dan dua. Karena materi
semester satu sudah dua kali
diujikan otomatis anak didik
sudah dua kali balik mem-
pelajari materi tersebut.
Untuk pelaksanaan ujian
semester empat tepatnya
siswa berada pada posisi per-
pindahan kelas dari kelas dua
kekelas tiga diujikan materi
pelajaran selama berada di
kelas satu dan dua dengan
perbandingan 1 : 1 : 3 : 5.
Perbandingan tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut
10% materi semester satu,
10% materi semester dua,
30% materi semester tiga
dan 50% materi semester
empat. Maka secara otomatis
siswa sudah empat kali balik
mempelajari materi semes-
ter satu sudah tiga kali balik
mempelajari materi semes-
ter dua sudah dua kali balik
mempelajari materi semester
tiga, dan baru satu kali balik
mempelajari materi semester
empat. Lebih lanjut perkem-
bangannya untuk berada
pada semester empat, siswa
sudah tiga kali membahas
materi semester satu dua kali
membahas materi semester
dua dan baru satu kali mem-
bahas materi semester tiga.
Untuk pelaksanaan ujian
semester lima, tepatnya siswa
berada pada posisi semester
terakhir untuk Sekolah Me-
nengah (SM) akan berhadap-
an dengan pelaksanaan UN
maka diujikan materi pela-
jaran pada setiap semester
dengan perbandingan 1 : 1 :
1 : 2 : 5; dengan penjabaran
sebagai berikut: 10% materi
semester satu, 10% materi
semester dua, 10% materi se-
mester tiga dan 20% materi
semester empat, dan 50%
materi semester lima. Maka
secara otomatis siswa sudah
lima kali balik mempelajari
materi semester satu sudah
empat kali balik mempelajari
materi semester dua sudah
tiga kali balik mempelajari
materi semester tiga, dua kali
balik mempelajari materi se-
mester empat, dan baru satu
kali balik mempelajari materi
semester lima.
Dengan memperhatikan
uraian seperti di atas tidak
adalagi istilah belajar seper-
ti mengayam tikar dalam is-
tilah pepatah Minang. Arti-
nya materi/bahan pelajaran
yang sudah selesai diajarkan
dipelajari dan diujikan akan
berlewat begitu saja, tidak
pernah lagi diulang kembali
dan akhirnya bisa terlupa-
kan. Tetapi akan terjadi se-
baliknya, materi pelajaran
yang sudah lama diajarkan
makin mantap dalam ingatan
siswa karena sudah berulang-
ulang kali dihapal dan diuji-
kan dan akhirnya akan per-
manen tinggal dalam benak
siswa. Materi pelajaran yang
sudah pernah diuji pada
ujian semester sebelumnya
tetap diuji kembali pada se-
mester berikutnya, supaya
materi yang pernah diujikan
tersebut, tidak berlalu begitu
saja dalam benak siswa, dan
akhirnya bisa terlupakan.
SIMPULANKalau materi pelajaran yang
sudah terlupakan siswa akan
mendapat kesukaran da-
lam menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan
de ngan materi tersebut. Da-
lam pelaksanaan ujian ter-
akhir dalam bentuk UN perlu
dikondisi siswa untuk dapat
me nguasai materi pelajaran
yang sudah pernah diajar-
kan pada tingkat satuan
pendidik an, mulai dari ting-
kat awal sampai tingkat ter-
akhir, karna akan diuji kem-
bali secara terpadu, saling
berkaitan secara keseluruhan
pada porsi-porsi tertentu da-
lam memenuhi Standar Kom-
petensi Lulusan (SKL).
Kalau materi ajar su-1.
dah lama tertinggal dan
tidak pernah diuji kem-
22 23Edisi 18 Tahun X Juni 2012 23Edisi 18 Tahun X Juni 2012
bali maka akan terjadi kelupaan. Untuk
mengulang kembali terlalu banyak yang
akan dipelajari maka akan mendapat ke-
sukaran, karena sebagianya sudah terlu-
pakan. Dalam hal ini siswa akan menda-
pat kesulitan dan menjadi kendala yang
berarti dalam menjawab soal-soal ujian
yang diujikan dalam UN.
Metode uji ulang kembali (balik) meru-2.
pakan salah satu solusi untuk mengatasi
kelupaan pada materi yang sudah pernah
diajarkan selama siswa belajar pada ting-
kat satuan pendidikan dan sangat mem-
bantu siswa untuk sukses pelaksanaan
Ujian Akhir Nasional (UN). e
DAFTAR PUSTAKADepartemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Direktorat Pendidikan Guru
dan Tenaga Teknis: Keputusan Bersama
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan
Menteri Negara Penggunaan Aparatur
Negara. Nomor: 118/1996, Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka
Kreditnya, Jakarta 1996
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Direktorat Pendidikan Guru
dan Tenaga Teknis: Keputusan Bersama
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dan Menteri Negara Penggunaan
Aparatur Negara. Nomor: 38 Tahun 1996
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah dan
Angka Kreditnya, Jakarta 1996
Departemen Pendidikan Nasional: Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta 2003.
Departemen Pendidikan Nasional:
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan,
Jakarta 2005.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 12 Tahun 2007: Tentang
Kompetensi Pengawas Sekolah, Jakarta
2007.
Departemen Pendidikan Nasional:
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2007, tentang Kompetensi Guru Dalam
Jabatan, Jakarta 2007.
Departemen Pendidikan Nasional:
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2007, tentang Standar Pengelolaan
Pendidikan dasar dan menengah,
Jakarta 2007.
Istana Negara Presiden Republik Indonesia:
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 74 Tahun 2008,
tentang Guru, Jakarta 2008.
T. Raka Joni, (1984). Pedoman Umum Alat
Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta:
Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas.
23Edisi 18 Tahun X Juni 2012 23Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Berbicara foto dalam
pembelajaran ber arti
membicarakan me-
dia. Oleh karena itu, sedikit
kita menoleh tentang me-
dia. Banyak ahli membicara-
kan tentang media, antara
lain Heyd yang mengklasi-
fikasikannya menjadi 3
kategori yaitu teknis atau
tidak, spesifik atau tidak
dan kate gori terakhir apak-
ah media tersebut visual,
auditif ataukah audiovisual.
Kita semua setuju bahwa
media akan mempermudah
proses belajar mengajar. Hal
ini dapat diyakinkan oleh
Edgar Dale seperti di sam-
ping ini.
Tentunya hal tersebut akan tercapai apabila kita melakukan pemilihan media yang tepat
di dalam penerapannya. Memang tidaklah mudah untuk mempersiapkan sebuah media da-
lam pembelajaran. Karena ada kompetensi prasyarat yang harus kita punya sebelumnya.
Dari bagan berikut dapat kita pahami bahwa dalam menggunakan media dituntut ba-
nyak hal, antara lain kompetensi kita tentang: (1) informasi (menemukan, memilih, me-
nilai, mengkritisi dan merefleksi media tersebut); (2) dalam hal teknis yaitu bagaimana
Memaksimalkan Foto dalam Keterampilan Menulis Bahasa Jerman/
Fotohörsehgeschichte
Dwi Yoga Peni HadyantiWidyaiswara Bahasa Jerman PPPPTK Bahasa
24 25Edisi 18 Tahun X Juni 2012 25Edisi 18 Tahun X Juni 2012
menggunakan ber bagai me-
dia, membuat media sendiri
dan mengenali fungsi me-
dia tersebut, (3) dalam hal
menggunakan media terse-
but apakah da pat menggu-
nakannya de ngan efektif;
dan (4) bagaimana meng-
komunikasikannya (dalam
tahap mana kita mengguna-
kannya).
Mengapa foto?Heyd pun menegaskan bahwa
melalui gambar (foto) akan
lebih mudah mengaktifkan
organ-organ yang penting
dalam mencerna sesuatu
yang baru, (Man kann etwas
umso leichter und dauern
hafter behalten, je mehr Sin
nesorgane an der Wahrneh
mung beteiligt sind).
Banyak alasan yang men-
dukung dilihat dari berbagai
sudut pandang, mengapa
gambar mempunyai peranan
yang besar dalam pembela-
jaran. Misal (1) dari sudut
padang psikologi belajar
bahwa gambar berpengaruh
positif terhadap pembelajar
karena tanpa disadari infor-
masi yang disampaikan ter-
simpan dalam gambar terse-
but; (2) dari sudut pandang
pembelajaran bahasa
asing. Alasannya bahwa
seseorang akan dengan
mudah mendapatkan
sesuatu hanya melalui
pandangan kedua mela-
lui gambar tersebut dan
gambar sering mempu-
nyai banyak makna jika
dibandingkan dengan
teks. Karena melalui
gambar banyak ruang
yang memungkinkan in-
terpretasi berkembang
untuk bahan pembicara-
an; (3) dari sudut pandang
Cros Culture/Landeskunde
yang mengatakan bahwa
dengan gambar dapat me-
mudahkan pemahaman.
Sedangkan gambar fo-
tografi menurut Nana Sudja-
na termasuk gambar diam
atau still picture yang terdiri
dari dua kelompok, yaitu:
Pertama fat opaque picture
atau gambar datar tidak
25Edisi 18 Tahun X Juni 2012 25Edisi 18 Tahun X Juni 2012
tembus pandang, misalnya
gambar fotografi, gambar
dan lukisan tercetak. Kedua
adalah transparent picture
atau gambar tembus pan-
dang, misalnya film slides,
film strips dan transparen
cies. Gambar fotografi itu
pada dasarnya membantu
mendorong para siswa dan
dapat membangkitkan mi-
natnya pada pelajaran.
Membantu mereka dalam
mengembangkan kemam-
puan berbahasa, kegiatan
seni, dan pernyataan kreatif
dalam bercerita, dan drama-
tisasi.
Apa dan Bagaimanakah Fotohörsehgeschichte?Fotohörsehgeschichte dalam
bahasa Jerman merupakan
gabungan kata, yang terdiri
dari 4 kata Foto + hören +
sehen + Geschichte yang arti-
nya secara berurutan adalah
foto + mendengar + melihat
+ cerita. Dari nama tersebut
kita dapat menebaknya de-
ngan mudah bahwa kegiat-
an pembelajarannya pasti
ada mendengar dan melihat.
Fotohöregeschichte merupa-
kan satu contoh integrated
learning dalam pembelajar-
an bahasa, karena keem-
pat keterampilan berbahasa
akan diramu dalam sebuah
proses pembelajaran sedang-
kan tujuan akhirnya adalah
keterampilan menulis.
Namun dalam kegiatan
menulis dua hal berikut
ini akan terjadi dalam pro-
sesnya, yaitu menulis seba-
gai proses dan menulis seba-
gai tujuan. Hal ini ditegas-
kan oleh Gerdes dalam Bernd
Kast (1999: 8) terdapat dua
jenis aktivitas menulis yaitu
“Menulis sebagai tujuan”
misal menulis sebuah su-
rat ataukah “Menulis seba-
gai proses” ke arah tujuan
yang lain misal melatihkan
grammatik/struktur. “Es
gibt Schreibaktivitäten, bei
denen das Schreiben das Ziel
ist: zB, wenn Brief schreiben,
ist das Ziel meiner Handlung
ein Brief, den ich jemanden
schicken möchte. Es gibt
auch viele Schreibaktivitäten
bei denen Schreiben nur Mit
tel für einen anderen Zweck
ist: zB bei schriftlichen Gram
matikübungen; da ist mein
ziel, eine bestimte Struktur
zu üben”.
Lalu bagaimanakah men-
jadikan proses kegiatan un-
tuk keterampilan menulis
ini menjadi menarik, salah
satunya adalah melalui Fo
tohörsehgeschichte. Perasaan
senang, nyaman, tidak ter-
bebani, dan termotivasi dari
siswa merupakan atmosfer
belajar yang harus tercipta.
Karena menurut Vester hal
seperti inilah yang akan
memaksimalkan siswa da-
lam proses belajar. Vester
menegaskan “Somit ist der
Mechanismus des Lernvor
gangs schon rein biologisch
auf eine Atmosphäre der Ver
trautheit, der Entspannung,
des Sichwohlfühlen“.
Secara berurutan proses
kegiatan Fotohörsehgeschich
te tersebut adalah sebagai
berikut:
Kegiatan ini dipersiap-
kan untuk kelas kira-kira 20
orang.
Langkah ke-1Untuk pembentukan ke-
lompok telah disiapkan 5
foto yang merupakan bagian
dari cerita yang akan diba-
has. Foto tersebut dipotong-
potong menjadi 5 bagian
secara acak. Potongan
foto tersebut dimasukkan
kedalam map coklat besar.
Masing-masing siswa akan
mengambil satu bagian, me-
lihatnya dan mencari bagian
yang lain sehingga puzzle
foto tersebut terselesaikan.
Dan 5 orang tersebut akan
menjadi satu kelompok. Con-
toh Puzzle: (lihat gambar 1)
26 27Edisi 18 Tahun X Juni 2012 27Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Langkah ke-2Mereka harus mencari
tempat untuk mengerja-
kan tugas berikutnya, yaitu
menuliskan satu paragraf
tentang foto yang didapat-
kan dari puzzle pada waktu
pembentukan kelompok.
Langkah ke-3Setiap kelompok mema-
jangkan hasil tulisannya
beserta fotonya di dinding
dengan posisi agak berjauh-
an. Semua kelompok akan
berkeliling searah jarum jam
membaca hasil karya kelom-
pok lain (seperti melihat pa-
meran).
Langkah ke-4Kembali ke kelompoknya,
dan masing-masing keompok
mendapatkan satu seri foto.
Mereka diminta menyusun
kira-kira bagaimana urutan
ceritanya. Masing-masing
k e l o m p o k
memberikan
alasan, meng-
apa urutannya
seperti itu. (li
hat gambar 2)
L a n g k a h ke-5
S i s w a
dimin ta mem-
perhatikan kembali foto yang
sudah disusunnya, sambil
mende ngarkan dialog dari
tape recorder/video tanpa
melihat gambarnya (audio-
nya saja). Siswa berdiskusi
dengan ke lompoknya apak-
ah urutan ceritanya sudah
benar.
Langkah ke-6Untuk membahas isi cerita
tersebut, dialog dapat diper-
dengarkan beberapa kali.
Langkah ke-7Untuk mengoreksinya,
diperlihatkan cerita tersebut
melalui video secara keselu-
ruhan (audio dan visual).
Langkah ke-8Siapa sajakah tokoh da-
lam cerita tersebut dan ba-
gaimana sikapnya, dll. Ini
dapat merupakan latihan
untuk berbicara.
Langkah ke-9Dalam kelompok diminta
mempersiapkan drama kecil
berdasarkan potongan ceri-
ta yang ada. Mereka bebas
memilih bagian yang mana
saja, tetapi diberi waktu
drama tersebut hanya berdu-
rasi kira-kira 15 menit. (Dan
selanjutnya menampilkan
hasilnya)
Langkah ke-10Siswa (secara perwakilan)
menampilkan drama yang
dibuatnya dalam 5 menit.
Guru mengomentari hal-hal
positif dari tampilan terse-
but. (bukan hal-hal yang
negatifnya).
Langkah ke-11Masih dalam kelompok
siswa diminta menulis lanjut-
an cerita tersebut. Hasilnya
dibacakan kembali sehing-
ga kelompok lain mende-
ngarkan hasilnya. Guru da-
pat meminta hasil tersebut,
membacakannya kembali,
menuliskan kalimat kalimat
yang mengandung kesalah-
an. Di pertemuan berikut-
nya, guru menayangkan
kumpulan kalimat tersebut
melalui OHP/LCD/ membagi-
kan fotocopynya dan siswa
diminta mengoreksi kalimat
27Edisi 18 Tahun X Juni 2012 27Edisi 18 Tahun X Juni 2012
tersebut, serta memperbaiki-
nya bersama-sama. Kesalah-
an mayoritas yang dibuat
akan menjadi tema tersendiri
untuk dibahas dan diperha-
tikan (mungkin memerlukan
waktu khusus dan tambahan
latihan untuk pemantapan
gramatik atau ujaran ter-
tentu).
Tugas mandiriMenceritakan satu tokoh
dari video tersebut dengan
bantuan pertanyaan:
Bagaimanakah ciri-ciri 1.
fisik tokoh tersebut?
Bagaimanakah karakter 2.
dalam video tersebut?
Tokoh manakah yang le-3.
bih kamu sukai, dan
meng apa? e
Daftar PustakaCo-Teacher Bahan Seminar
dari Goethe Institut, di
Hotel Cemara Menteng
Jakarta Pusat tgl 19-20
November 2010.
Bern Kast, Fertigkeit
Schreiben,
Fernstudieneinheit
12, Langenscheidt,
München, 1999.
Frederic Vester, Denkrn,
Lernen, Vergessen,
Deutscher Taschenbuch
Verlag, München, 2004,
p. 182.
Heyd, Getraude-
Deutschlehren-
Grundwissen für den
Unterricht in Deutsch als
Fremdsprache-Mannheim
1991 Seite 186.
Sudjana, Nana dan Ahmad
Rivai, Media Pengajaran.
Bandung: 2005, Sinar
Baru Algensindo, diambil
dari http://www.google.
de/search?hl=id&sour
ce=hp&q=medi+foto+
dlm+pembelajaran&aq
=f&aqi=&aql=&oq=&gs_
rfai = diunduh tgl 1
Desember 2010.
Zeitschrift, Medien,
Medienkompetenzen,
2002 LpB Baden-
Württemberg HOMElpb@
lpb-bw.de, http://www.
politikundunterricht.
de/1_02/A25.htm,
diunduh tgl 1 Desember
2010.
28 29Edisi 18 Tahun X Juni 2012 29Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Keberhasilan siswa dalam penerimaan pelajaran dari guru tidak hanya bergan-
tung pada materi ajar, tetapi juga bagaimana guru menyampaikannya kepa-
da siswa dan bagaimana siswa menerima dan memahaminya. Oleh karena
itu, seorang guru perlu memahami pendekatan, metode dan teknik menyampaikan
materi ajar kepada siswa sehingga siswa memahami materi tersebut dengan baik.
Dengan demikian, perlu dikemukakan beberapa pendekatan dan metodologi dalam
pengajaran bahasa, termasuk bahasa Inggris. Beberapa pendekatan pembelajaran
bahasa akan dijelaskan sebagai berikut.
BERBAGAI PENDEKATAN DAN METODOLOGIPENGAJARAN BAHASA INGGRIS
Nuhung Ruis Widyaiswara Bahasa Inggris PPPPTK Bahasa
Metode Pencelupan (Immersion Method)Metode pencelupan ini adalah sebuah me-
tode yang berkaitan dengan ‘content based
instruction’. Genese (1985) dalam Hadley
(1993: 155) mendefinisikan program pence-
lupan ‘as those in which the target language
is used for teaching regular school subjects’.
Dia menguraikan tiga buah model pencelup-
an yang digunakan di sekolah di Kanada
yaitu early immersion, delay ed, dan late
immersion. Metode ini dibuat berdasarkan
pada ide bahwa pembelajar dapat menyerap
dan menggunakan bahasa asing seperti hal-
nya anak memperoleh bahasa aslinya. Con-
toh penggunaan metode ini adalah dalam
suatu kelas siswa menggunakan bahasa ibu
(misalnya bahasa Indonesia) guru menggu-
nakan bahasa sasar an (misalnya bahasa Ing-
gris) selama berada di sekolah mulai masuk
di halaman sekolah sampai meninggalkan
sekolah, semua aktivitas yang behubungan
dengan siswa harus menggunakan bahasa
Inggris seperti guru memberi salam dalam
bahasa Inggris, apalagi dalam proses bela-
jar-mengajar.
Pada awalnya, siswa-siswa masih men-
jawab pertanyaan atau perintah guru atau
melakukan interaksinya dalam bahasa Indo-
nesia. Di sini guru berbicara bahasa Inggris
dan siswa bahasa Indonesia. Tetapi lambat
laun situasi ini berubah dan akhirnya semua
siswa mampu menggunakan bahasa Inggris
sebagai alat komunikasi di sekolah. Dapat
ditambahkan di sini bahwa selain ketiga
model pencelupan di atas ada pula yang di-
sebut de ngan pencelupan menyeluruh (total
immersion) yaitu siswa tinggal dan belajar
di tempat atau negara penutur asli bahasa
yang dipelajari. Misalnya, orang Indonesia
yang belajar bahasa Inggris di negara yang
berpenutur bahasa Inggris seperti, Ing gris,
Amerika Serikat atau Australia.
29Edisi 18 Tahun X Juni 2012 29Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Metode Terjemahan Tata Bahasa (Grammar Trans
lation Method)Inti dari metode ini adalah
mengajarkan aturan-aturan
tata bahasa secara rinci de-
ngan penjelasan dalam ba-
hasa siswa. Di sam ping itu
dalam proses belajar-meng-
ajar, lebih banyak waktu di-
habiskan untuk membahas
aturan-aturan tata bahasa
(misalnya tenses, nouns, ad
verbs dan lain sebagainya).
Kemudian siswa diberikan
latihan-latihan terjemahan
bahasa asing kedalam ba-
hasa siswa atau sebaliknya.
Kalimat-kalimat yang dibuat
selalu berdasarkan pada
aturan tata bahasa sasaran
dengan penjelasan yang
rinci dan latihan terjemahan
de ngan kalimat yang terpi-
sah. Ditambahkan pula oleh
Pratordan Celce-Murcia yang
mengatakan bahwa sangat
sedikit latihan ucapan se-
dangkan kata-kata diajar-
kan secara terpisah (Brown
2001:18-19).
Melihat karakteristik me-
tode ini dapat dikatakan
bahwa sangat sedikit atau
tidak mungkin dapat me-
ningkatkan keterampilan
ko munikasi siswa dalam ba-
hasa sasaran. Hal ini karena
siswa lebih banyak dijejali
dengan aturan-aturan tata
bahasa dan kosa kata yang
tidak atau sedikit berguna
dalam kehidupan berkomu-
nikasi sehari-hari. Demikian
pula siswa dipaksa meng-
hafal sejumlah kata dan
mencoba menterjemahkan
kalimat-kalimat dalam dua
bahasa yaitu bahasa sasaran
ke dalam bahasa siswa atau
sebaliknya. Namun, banyak
guru yang suka dengan me-
tode ini sehingga metode ini
sangat terkenal karena cara
menggunakannya mudah,
termasuk dalam membuat
soal/tes serta mengorek-
sinya. Kelemahan metode
ini tidak menarik bagi siswa
karena membuat siswa ber-
sikap pasif.
Metode Langsung (Direct
Method)
Dasar pikiran dalam pem-
buatan metode ini adalah
sama dengan metode yang
dikembangkan oleh Gouin
dalam Richard dan Rongers
(1986) bahwa belajar bahasa
kedua harus sama dengan
belajar memperoleh bahasa
pertama. Dalam kegiatan
pembelajaran tersebut, yang
paling banyak dilakukan
adalah interaksi se-
cara lisan, penggu-
naan bahasa secara
spontan, tidak ada
terjemahan baik
dari bahasa pertama
ke bahasa kedua
atau sebaliknya,
dan tidak melaku-
kan pembahasan
atau analisis tata
bahasa. Richard dan
Rogers (1986-9-10)
meringkas prinsip-
30 31Edisi 18 Tahun X Juni 2012 31Edisi 18 Tahun X Juni 2012
prinsip Direct Method
sebagai berikut yaitu:
bahasa pengantar da-
lam kelas menguna-
kan bahasa sasaran,
kata-kata yang nyata
diajarkan melalui
demonstrasi, obyek,
dan gambar sedangkan
kata-kata yang abstrak
diajarkan dengan cara
memberikan asosiasi
ide-ide dan keterampi-
lan komunikasi lisan
dilakukan melalui ta-
nya jawab antara guru
dan siswa dalam kelas
kecil secara intensif.
Perkembangan po-
pu laritas metode ini
tidak stabil. Pada awal-
nya metode ini sangat
diminati karena da-
pat memotivasi siswa
untuk belajar bahasa
sasaran. Kendala yang
dihadapi dalam metode
ini, terutama pada
kelas-kelas besar (siswanya
lebih dari 40 orang) membu-
tuhkan biaya besar, waktu,
dan guru perlu mempunyai
keterampilan bahasa sasar-
an yang memadai. Metode
ini idela untuk kelas kecil
dan diutamakan perhatian
individu serta belajar yang
intensif.
Metode Tanggapan Fisik Secara Menyeluruh (Total
Physical ResponseTPR)Metode ini dikembangkan
oleh Asher (1977) dalam
Brown (2001:29) yang mulai
melakukan eksperimennya
pada tahun 1960-an. Asher
menemukan bahwa di da-
lam belajar bahasa pertama,
anak-anak lebih ba nyak
mendengarkan sebelum
berbicara dan diikuti de-
ngan respon fisik (misalnya;
gerak an, melihat, meng-
goyang-goyangkan tangan
dan kaki, dan sebagainya).
Menurut Asher gerak kegiat-
an itu dimotori oleh fungsi
otak kanan yang mendahu-
lui otak kiri dalam proses
berbahasa.
Metode ini digunakan
dengan cara meminta siswa
Approach Roles of Learners
Model of Immersion Learner acquires and uses the target languageas the child acquares the mother language
Grammar Translation Method
Learner is just a receiver and trained to be a translator.There is no chance for him/her to use the target language
Direct Method Learner is a user of the target language,and he/she is trained to practice the use of target language spontanuously
Total physical Response(TPR)
Learner is a listener and performer; little influence over content and none over methodology
Audiolingual Method(ALM)
Learner has little control; react to teacher direction; passive,reactive role
Community Language Learneing (CLL)
Learners are of social group or community; move from dependence to autonomy as learning progresses.
The Silent Way Learners learners through systematic analysisis; must become independent and autonomous
Suggestopedia Learners are passive, have little control over content or methods
The Natural Approach Learners play an active role and have relatively high degree of control over content language production
Oral/Situational Learner listens to teacher and repeats; no control over content or methods
Communicative Approach
Learner has an active, negociative role; should contribute as well as receive.
( Nunan: 1989:80)
31Edisi 18 Tahun X Juni 2012 31Edisi 18 Tahun X Juni 2012
untuk melakukan sesuatu.
Metode ini biasanya diguna-
kan untuk siswa yang baru
mulai belajar bahasa asing,
misalnya guru menyuruh
siswa untuk membuka pintu
maka ungkapan yang di ke-
mukakan oleh guru adalah
open the door. Kata-kata
lainnya misalnya, stand up,
walk over there, stop, turn
round, sit down, close your
eyes, open the book, pick up
the book, sit down, give it
to John, put your pencil on
the table, dan sebagainya.
Se perti halnya pendekat-
an imersi, metode ini juga
searah dengan pemerolehan
bahasa pertama, yaitu se-
lalu ada kaitannya antara
kata-kata dan tindakan.
Kelemah an metode ini ha nya
bisa efektif untuk meng-
ajarkan siswa-siswa pemula
(pada level beginner) untuk
kelas-kelas yang lebih tinggi
metode ini kurang sesuai.
Namun demikian, pada akhir
-akhir ini TPR lebih banyak
digunakan sebagai model
kegiatan belajar-mengajar
di dalam kelas karena lebih
banyak bermanfaat dalam
komunikatif dan interaktif
di kelas baik sebagai latih-
an mendengar (auditory in
put) maupun kegiatan fisik
(physical activity).
Metode Audiolingual (Au
diolingual MethodALM)Metode ini menekankan
pada unsur-unsur tata baha-
sa (grammar), tetapi tidak
sama dengan grammar trans
lation method. Dalam metode
ini grammar tidak dijelaskan
secara rinci, tetapi pokok-
pokok tata bahasa tertulis
lebih jelas dalam buku teks
de ngan berbagai contoh-con-
toh kalimat, gambar-gambar
sehingga makna tata bahasa
itu jelas. Waktu yang dise-
diakan untuk meng ajarkan
tata bahasa inipun sa ngat
sedikit dan tidak begitu
mendominasi pembahasan
dalam suatu pokok bahasan.
Di samping itu, metode ini
menggunakan teknik umpan
tanggap (StimulusResponse)
melalui proses penguat an
(reinforcement) secara terus-
menerus agar siswa terbiasa
dengan pola yang diajarkan.
Siswa diberikan latihan da-
lam bentuk pentubian (drill)
sehingga inti dari tata baha-
sa tersebut dapat dipahami
oleh siswa atau mereka men-
jadi terbiasa dengan pola
tersebut. Ciri utama metode
ini adalah belajar bahasa
membentuk kebiasaan. Oleh
sebab itu, pelaksanaan dan
latihannya lebih banyak di-
lakukan dalam bentuk drill.
Berikut ini adalah contoh
latihan pentubian dalam
AudioLingual Method.
Teacher: There’s a glass on the table ……. repeat
Students: There’s a glass on the table
Teacher: PencilStudents: There’s pencil on the
tableTeacher: Book Students: There’s a book on the
table Teacher: On the chairStudents: There’s a book on the
chair.
Dengan latihan ini, siswa
diharapkan dapat menggu-
nakan bahasa yang benar dan
tidak membiarkan adanya
kesalahan yang dibuat oleh
siswa di luar dari pola yang
dilatihkan. Pada mulanya,
Audiolingual Method (ALM)
ini diilhami oleh kebutuhan
tentara Amerika mengenai
pentingnya keterampilan
bahasa lisan, baik bahasa
lisan pihak lawan maupun
sekutunya dalam peran
Dunia kedua. Oleh sebab itu,
metode ini awalnya dikenal
dengan The Army Specially
Training Progammed (ASTP)
atau disebut juga de ngan
Army Method (Brown: 2001:
74) maka karakteritik utama
metode ini adalah terletak
pada latih an percakap an
(oral activity), ucapan (pro
nunciation), dan latihan
pentubian (drill tentang po-
la-pola percakapan). Brown
32 33Edisi 18 Tahun X Juni 2012 33Edisi 18 Tahun X Juni 2012
menyimpulkan beberapa ka-
rak teristik ALM yang dikutip
dari Prator dan Cele-Murcia
seperti materi-materi baru
diajarkan dalam dialog dan
kata, dipelajari dalam kon-
teks (Brown:2001: 74-75).
Metode ini diminati dan
mengakar dalam pembelajar-
an bahasa karena materi ajar
dipilih dengan saksama, diuji
coba dan didesiminasikan ke
berbagai lembaga pendidik-
an. Di samping itu, metode
ini diminati pula oleh siswa
karena memberikan berbagai
bentuk dialog/percakapan.
Namun, hal ini tidak lama
bertahan karena banyak kri-
tikan dari berbagai ahli baha-
sa karena kegagalannya da-
lam mengajarkan kemahiran
komunikatif. Hal lain yang
menyebabkan kurang dimi-
natinya metode ini adalah be-
lajar bahasa tidak diperoleh
melalui proses kebiasaan,
dan terlalu ba nyak
waktu untuk
mempelajarinya.
Selain itu, struk-
tur linguistiknya
tidak memberi-
kan se suatu ten-
tang bahasa yang
d i ing in kan
oleh siswa.
Belajar Bahasa dalam Komunitas (Community
Language LearningCLL)Metode ini hampir dika-
takan tidak seperti metode-
metode lainnya dalam pelak-
sanaannya dalam kelas.
Metode ini tidak berbentuk
seperti pengajaran dalam
kelas pada umumnya, tapi
lebih menyerupai antara
klien (siswa) dan konselor
(guru). Mereka duduk mem-
bentuk lingkaran, sedang-
kan guru berada di luar
lingkaran itu sehingga guru
dapat mengontrol dengan
berjalan mengelilingi mere-
ka. Bahan atau topik yang
mau didiskusikan tergan-
tung dari pada kesepakatan
siswa. Selama diskusi ber-
jalan, siswa kadang-kadang
mengungkapkan
ide atau penda-
patanya dalam bahasa
mere ka. Pada saat itu, guru
memberikan ungkapan yang
ekuivalen dengan maksud
siswa tersebut mengganti
atau memahami ungkapan
yang sebenarnya dalam ba-
hasa sasaran atau mungkin
juga diterjemahkan (misal-
nya dalam bahasa Inggris).
Proses diskusi itu biasanya
direkam, kemudian dibahas
bersama setelah selesai dis-
kusi sehingga siswa dapat
merefleksikan perasaan dan
pandangan mereka sendiri
terhadap pengalaman bela-
jar selama itu. Oleh karena
itu, guru sangat memegang
pe ranan dalam mengatur
pelaksanaan kegiatan terse-
but seperti apa yang dikata-
kan oleh Wright, apakah se-
bagai motivator, pengorek si
(corrector) atau pimpinan
(leader), hakim (judge),
orang tua (parents) dan
sebagainya (Wright
1997:5). Khusus-
nya dalam ke-
giatan berbi-
cara, peran
guru bisa seba-
gai peman cing
(prompte r ) ,
m a n a k a l a
siswa terham-
bat berbicara kare-
na lupa sebuah kata
33Edisi 18 Tahun X Juni 2012 33Edisi 18 Tahun X Juni 2012
atau frasa, guru berperan
memberikan pancing an un-
tuk meng ung kapkan idenya
tersebut. Sebagai peserta
(partici pant), guru bisa ber-
tindak sebagai peserta dis-
kusi atau sebagai salah satu
pemeran dalam pemainan
peran. Yang paling banyak
dilakukan adalah sebagai
pemberi umpan (feedback
provider), artinya pada saat
siswa berbicara, kadang-
kadang mereka memerlukan
koreksi dari guru yang tidak
menghambat pembicaraan
mereka sehingga mereka
bisa melangsungkan per-
cakapannya.
Sebagai konselor, John-
son (2001:9-10) memberikan
contoh tentang orang-orang
Amerika yang belajar bahasa
Rusia dan mencoba berbi-
cara dalam bahasa Rusia
dengan topik pilihan mereka
sendiri. Dalam menjelaskan
kata-kata atau frasa misal-
nya, konselor tidak langsung
menjelaskan secara terbuka,
tetapi melalui bisikan atau
hanya menjelaskan dalam
bentuk mimik atau gerakan,
dan klien dapat melangsung-
kan percakapanya.
Cara Diam (The Silent Way)Metode ini ditemukan
oleh Gattegno, Chamot &
McKeon (1985) dalam Brown
(2000:106) yang sangat ter-
tarik dengan pendekatan hu-
manistik terhadap pendidik-
an. Salah satu karakteristik
metode ini adalah pendekat-
an pemecahan masalah ter-
hadap pemelajar. Salah satu
ciri utama dari metode ini
adalah guru berusaha se-
maksimal mungkin tidak
langsung terlibat dalam
percakap an siswa atau pa-
ling sedikit ikut menginter-
vensi proses percakapan
siswa. Menurut Harmer,
penemu metode ini, Caleb
Cattegno percaya bahwa be-
lajar bisa berjalan dengan
baik kalau siswa menirukan
dan menciptakan bahasanya
sendiri dari pada mengingat
atau mengulangi apa yang
di ajarkan oleh guru. De-
ngan demikian, siswa harus
me ngendalikan belajarnya
sendiri dan bukan guru
(Harmer 2001:88-89).
Dalam silent way, guru
berbicara sambil menunjuk
phonemic chart atau menyu-
sun cuisenaire rods. Harmer
(2001:89) menjelaskan bah-
wa Cuisenaire rods adalah
potongan kayu kecil yang
berbeda panjang. Masing
-masing potongan kayu
tersebut berbeda warnanya.
Cuisenaire rods sederhana
sekali, tetapi dapat diguna-
kan dalam berbagai kegiat-
an pembelajaran, misalnya
pembelajaran kosa kata se-
perti belajar warna, jumlah,
kata sifat (long, short), kata
kerja (give, take, pick up)
dan syntx (tense, compara
tive, pluralization, word or
der dan sejenisnya). Untuk
belajar kata benda (noun)
misalnya, kita dapat me-
ngatakan potongan kayu
itu adalah pen atau pencil
or telephone, a dog, atau a
key sehingga dengan meng-
angkat potongan kayu itu
atau menempatkannya da-
lam satu kelompok, sebuah
cerita dapat terbentuk. Un-
tuk itu, diperlukan sedikit
khayalan. Potongan kayu
ini pun dapat digunakan
untuk mempresentasikan
suku kata (syllables) dalam
satu kata dalam kalimat,
dan menunjukkan tekanan
kata (stress).
Kita juga dapat memben-
tuk sebuah kata atau frasa,
misalnya; lima buah potong-
an kayu dan siswa diminta
mengurutkannya dengan
benar. Dengan memindah-
kan potongan kayu tersebut
dan menunjukkan dimana
terbentuk atau tidak sebuah
kalimat se hingga siswa da-
pat menyaksikan dengan
34 35Edisi 18 Tahun X Juni 2012 35Edisi 18 Tahun X Juni 2012
jelas sesuatu yang ia coba
tentang apa yang dipikir-
kanya. Demikian juga dalam
mengajarkan kata depan
(preposition), guru dapat
memberi model dengan po-
tongan kayu seper ti kalimat:
the red one is on top of/un
der/beside/over/behind (etc)
the green one.
Selanjutnya, dalam ke-
giat an belajar-mengajar, pe-
ran guru hanya memberikan
isyarat (tanpa berbicara)
bahwa apa yang diungkap-
kan oleh siswa itu benar.
Kalau siswa mengungkap-
kan kesalahan, siswa lain
dengan cepat menyarankan
agar siswa tersebut mem-
perbaiki kesalahan yang
dibuat.
Jadi, siswa yang memper-
baiki kesalahannya sendiri
atau teman lainnya de-
ngan cara yang lebih me-
nyenangkan. Berdasarkan
uraian dan ciri-ciri metode
ini, Richards and Rodgers
(1986:99) menyimpulkan
teori belajar di belakang
silent way ini, yaitu pela-
jar terfasilitasi jika siswa
menemukan atau mencipta-
kan dan bukan mengingat
dan mengulangi apa yang
dipelajari baik melalui ob-
jek fisik atau dengan cara
memecahkan masalah.
Sugestopedia (Sugestopedia)Metode ini dikembang-
kan oleh Georgi Lozanov,
seorang ahli psikologi dari
Uni Soviet Harmer (2001:89-
90). Menurut Lozanov orang
mampu belajar lebih banyak
dari pada apa yang mereka
berikan pada dirinya sendiri.
Metode ini memandang bah-
wa lingkungan dan keadaan
dalam kelas merupakan se-
suatu yang penting sekali.
Ciri-ciri suggestopedia ada-
lah mengacu pada “infa
tilazation” (bersifat keka-
nak-kanakan) yang berarti
bahwa hubungan guru dan
siswa sama dengan hubung-
an anak dan orang tua dan
untuk menghindari kendala
proses belajar siswa diberi
nama samaran. Tema-tema
pembahasan yang traumatik
sedapat mungkin dihindari
dan rasa simpati guru dalam
memperlakukan siswa sa-
ngat penting.
Dalam pelaksanaan pem-
belajaran bahasa asing,
Lozanov dan pengikutnya
melaksanakan eksperimen
dengan mempresentasikan
vocabulary, reading, dialog,
role plays, drama, dan berba-
gai macam kegiatan di kelas
lainnya (Brown (2000:103).
Beberapa metodologi yang
digunakan dalam kelas
tidak mempunyai keunikan
khusus. Perbedaannya ada-
lah bahwa selama perjalan-
an berlangsung di dalam
kelas, guru memutar musik
klasik, dan siswa-siswa dan
duduk dengan rileks di tem-
pat duduk yang empuk dan
menyenangkan. Siswa-siswa
tersebut dianjurkan bertin-
dak seperti seorang anak
dan menjauhkan perasaan-
nya dari kondisi antara guru
dan siswa.
Metode suggestopedia
mempunyai tiga bagian
utama, ada sub-bagian lisan
dengan materi yang dipela-
jari sebelumnya digunakan
sebagai bahan diskusi, ke-
mudian dilanjutkan dengan
presentasi dan diskusi me-
ngenai materi dialog yang
baru. Akhirnya, dalam sesi
seansce atau concert, siswa
mendengarkan musik de-
ngan rileks. Sementara itu,
guru membaca materi dialog
yang baru disesuaikan de-
ngan alur musik. dan diskusi
mengenai materi dialog yang
baru. Akhirnya dalam sesi
‘séance’ atau ‘concert’ siswa
mendengarkan musik de-
ngan rileks. Sementara itu,
guru membaca materi dialog
yang baru. Selama tahap ini
siswa dan guru berhenti se-
jenak, Kemudian siswa me-
35Edisi 18 Tahun X Juni 2012 35Edisi 18 Tahun X Juni 2012
ninggalkan ruangan dengan
tenang (silently).
Pendekatan Alamiah (The
Natural Approach) Metode ini dikembang-
kan oleh Terrell, yang diku-
tip dalam Brown (2000:31).
Seperti halnya Asher de-
ngan Total Physical Response
(TPR), Krashen dan Terrell
merasa bahwa siswa lebih
baik menunda berbicara
sampai siswa berbicara de-
ngan sendirinya dan siswa
harus rileks sehingga terjadi
komunikasi dan peroleh-
an bahasa. Kenyataannya,
na tural approach diilhami
oleh penggunaan kegiatan-
kegiat an TPR pada tingkat
pembelajar pemula ketika
ada masukan yang kompre-
hensif dalam pemerolehan
bahasa.
Dalam metode ini dike-
mukakan beberapa tujuan
pengajaran; bahasa kedua
dipelajari untuk tujuan ko-
munikasi lisan dan komu-
nikasi tertulis, misalnya;
untuk persiapan dalam bi-
dang akademik; mendengar-
kan kuliah, diskusi dalam
kelas, menulis makalah, pe-
nelitian atau buku dan lain
sebagai nya. Untuk tujuan
komunikasi lisan, Natural
Approach dapat memberikan
dasar-dasar keterampil an
berkomunikasi, misalnya
percakapan setiap hari, ber-
belanja, mende ngarkan radio
dan sebagai nya. Dalam hal
ini, tugas pertama guru ada-
lah memberikan masukan
(input) yang komprehensif
yaitu berbicara bahasa Ing-
gris yang dapat dimengerti
oleh siswa atau sedikit le-
bih tinggi dari dari tingkat
keterampilan/pengetahuan
siswa. Selama periode diam
itu (silent period), siswa
tidak berbicara apapun sam-
pai mereka merasa siap un-
tuk berbicara. Guru adalah
sumber masukan bagi siswa
dan merupakan pencipta
kegiatan–kegiatan yang me-
narik di dalam kelas seperti;
perintah, permainan, kelom-
pok kecil dan sebagainya.
Di dalam metode pende-
ka t an alamiah (Natural Ap
proach) ini siswa mengikuti
tiga langkah yang dikem-
bangkan oleh Krashen dan
Terrell yaitu: a) Tahap re-
produksi yaitu merupakan
tahap pengembangan kete-
rampilan mendengar (Listen
ing Skill); b) Tahap produksi
awal biasanya ditandai de-
ngan kesalahan-kesalahan
siswa akibat dari kesulitan
penggunaan bahasa. Disini
guru memfokuskan pembela-
jarannya dengan arti bukan
pada bentuk. Oleh karena
itu, guru tidak mengoreksi
kesalahan-kesalahan siswa
selama tahap ini (kalau
tidak akan terhambat dalam
arti secara menyeluruh); c)
Tahap terakhir adalah salah
satu tahap produksi bahasa
ke dalam rangkaian wacana
(discourse) yang melibat-
kan lebih banyak permainan
yang rumit (complex games),
bermain peran (role plays),
dialog terbuka (open ended
dialogues), diskusi, dan ke-
lompok kecil. e
36 37Edisi 18 Tahun X Juni 2012 37Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Keindahan bahasa
Indonesia dapat
ditunjukkan
melalui perbedaan dengan
bahasa terdekatnya, yaitu
bahasa Melayu negeri
Jiran, Malaysia. Berikut ini
akan dibahas perbedaan
ejaan, kosa kata, dan
makna kata antara bahasa
Melayu (Malaysia) dengan
bahasa Mela-
yu (Indonesia)
atau bahasa
Indonesia.
Perbedaan EjaanKetika zaman
penjajahan,
bahasa Indonesia
menggunakan
/o/ untuk bunyi
/u/, sama seperti
bahasa Belanda,
namun setelah
penaklukan
Jepang ejaan
tersebut diganti
menjadi /u/. Di
Malaysia sebelum
Perbedaan Ejaan, Kosakata, dan Makna Kata Bahasa Melayu (Malaysia)
dengan Bahasa Melayu (Indonesia) atau Bahasa Indonesia
Hari WibowoStaf PPPPTK Bahasa
37Edisi 18 Tahun X Juni 2012 37Edisi 18 Tahun X Juni 2012
tahun 1972, bunyi /ch/ dieja
dengan /ch/ dan bahasa
Indonesia menggunakan (tj).
Oleh ka rena itulah, perkataan
/cap/ telah dieja sebagai
[chap] di Semenanjung
Malaya dan [tjap] dalam
bahasa Indonesia. Setelah
"Ejaan Yang Disempurnakan"
diperkenalkan pada tahun
1972, kedua bahasa itu
menggunakan ejaan yang
sama, yaitu [cap]. Contoh lain
yaitu bunyi /dj/ (Indonesia)
diganti dengan /j/
seperti di Malaysia. Ada
beberapa ejaan yang masih
dipertahankan atas sebab
sejarah, contohnya wang
(Semenanjung Malaya) dan
uang (Indonesia).
Perbedaan Kosakata Awal penulis tiba di
Malaysia dikejutkan
beberapa kata bahasa Melayu
yang maknanya sangat jauh
bila diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia. Misalnya
kata tewas yang biasa
diartikan ‘mati dalam perang
atau bencana bermakna
diartikan ‘kalah’ dalam
bahasa Melayu. Berikut ini
contoh kata-kata yang yang
penulis temukan di lapangan
menunjukkan perbedaan yang
Tabel 1
Bahasa Inggris Bahasa Melayu (Malaysia) Bahasa IndonesiaAugust Ogos Agustus beautiful cantik indahbecause kerana karenabicycle basikal sepedacar kereta mobilchallenge cabaran tantanganeraser pemadam penghapushead office ibu pejabat kantor pusathospital hospital (dari bahasa inggris) rumah sakit ice box peti sejuk kulkasMarch Mac (dar bahasa Inggris) Maret Monday Isnin Seninorange oren (dari bahasa inggris) jerukpost office pejabat pos kantor posrestaurant kedai makan rumah makanshop kedai tokospeak bercakap, berbual berbicara, bercakap-cakaptelevision televisyen televisi ticket tiket karcisuniversity universiti universitasvisit melawat berkunjungzoo taman haiwan, zoo kebun binatang
Sumber data: Kunjungan penulis ke Malaysia
38 39Edisi 18 Tahun X Juni 2012 39Edisi 18 Tahun X Juni 2012
sangat jauh
antara bahasa
Melayu dan
bahasa Indonesia.
(lihat tabel 1)
Kosa kata
Bahasa Melayu
Malaysia meski
berasal dari
bahasa Melayu
yang sama
dengan bahasa
Indonesia,
ternyata dalam
bahasa Inggris
berbeda. Berikut
ini terlihat
contoh-contoh
kata dan
terjemahannya
dalam bahasa
Melayu dan
Inggris. (lihat tabel
2)
Kata-Kata yang Berbeda Maknanya
Kedua bahasa
ini memiliki
kata-kata
yang sama,
tetapi berbeda
maksudnya atau
berhomonim.
Kata-kata
tersebut seringkali dituturkan
Tabel 2
Kata Terjemahan dari Bahasa Melayu Terjemahan dari Bahasa Indonesia
akta act (= law) act (= written legal document)
baja fertilizer steel Malaysian: besi waja
banci census effeminate, transvestite homosexual
bisa venom can/able (same as "boleh" in malay), venom
bogel naked very short person, dwarf, midgetbudak kid slave
comel cute, pretty
(to call) someone who can not keep a secret (example: mulutnya comel= her mouth can't keep a secret)
duduk a place to live on, and also: to sit to sit
gampangbastard from 'anak gampang' lit. easy child
easy (non negative meaning)
jabatan department positionjawatan position departmentjemput invite pick up
kaki tangan employee member of mafia/criminal organisation
kapan or kafan: muslim burial shroud (kain kafan/kapan)
when (kapan mau pulang?= when do you want to go home?)
karya work of art (karyawan=artists) work (karyawan= workers)kereta car trainkhidmat service fully concentrate
konfeksi confection, sweets clothing industry, any fancy or luxurious woman's clothings
pelanplan (associated with architectural work, site map etc only)
slow (perlahan in malay)
pejabat officeofficer/officials (those who hold office, malay (pegawai)
pemerintah ruler governmentpolis police (insurance) policypolisi policy police
pusing to go around a place, circular in motion, to spin/rotate dizzy, confused
tandas toilet to explain; to finish
39Edisi 18 Tahun X Juni 2012 39Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Tabel 3
Perkataan Makna dalam Bahasa Malaysia Makna/Sinonim dalam Bahasa Indonesia
akta undang-undang surat resmi yang disahkan oleh suatu badan resmi atau pemerintah
baja bahan untuk menyuburkan tetumbuhan besi tahan karat
bercinta menyatakan rasa kasih sayang kepada orang lain menaruh rasa cinta
biji pil, tablet benih
boleh dapat(contoh:dia boleh bicara=dia bisa/dapat bicara) 1. mengizinkan (contoh:Dia diizinkan bicara)
bontot/buntut punggung ekor; terakhir (untuk urutan anak)
bual bersembang (berbual) omong kosong (membual), cakap besar (sombong)
butuh/butoh alat kelamin lelaki (lucah) perlu gampang anak luar nikah (kesat) mudah, senangjahat nakal durjana, tidak baik
jemput mengajak atau menyilakan datang 1. memetik; 2. pergi mendapatkan orang yang akan diajak pergi bersama
jeruk buah-buahan (sayur, telur, ikan, dll) yang telah diasamkan (atau diasinkan) buah jeruk
jimat cermat (tentang uang atau penggunaan sesuatu), hemat, tidak boros azimat, benda bertuah
kacak tampan, menarik (bagi lelaki)memegang kiri kanan pinggang dengan kedua-dua belah tangan (berkacak pinggang); tampak gagah, segak
kerajaan semua bentuk pemerintahan sistem pemerintahan yang dipimpin oleh rajapajak gadai janji cukaipengajian pendidikan pembelajaran Alquranpercuma gratis tidak berguna, sia-siapijat kutu; ralat pemrograman komputer urutpupuk menyemai (nilai murni dsb.) penyubur tanaman
tambang bayaran penggunaan pengangkutan awam
1. tempat menggali mineral; 2. semacam tali yang kuat
sulit rahasia; sukar sukar dicari karenaDiadaptasi dari http://www.id.wikipedia.org
40 41Edisi 18 Tahun X Juni 2012 41Edisi 18 Tahun X Juni 2012 41
oleh masyarakat pengguna kedua bahasa tersebut. Hal ini mudah menimbulkan
kesalahpahaman. Berikut ini daftar kata-kata tersebut: (lihat tabel 3)
Inilah penjabaran bahasa Indonesia yang begitu indah. Dengan kekayaannya
menerima unsur bahasa lain sehingga mampu “menyihir” bahasa Melayu, bahasa Jawa,
bahasa asing seperti Belanda, menjadi bahasa yang sangat mudah digunakan dan tinggi
nilai sastranya. Berbanggalah berbahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia itu indah.
Seindah mentari menyambut pagi, sesejuk embun membasahi bumi. e
Senarai Sumber PustakaMahayana S, Maman. Artikel Kompas, 2005. “Sihir Bahasa Indonesia.” Jakarta.
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Software offline. Jakarta.
Hasan dan Sadeli, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia dan bahasa Indonesia-Inggris.
Jakarta: Gramedia.
http://www.id.wikipedia.org
Wawancara: 1. Siswa BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) dari Negara
Turmenistan dan Tajikistan; 2. Penutur bahasa Melayu di Semenanjung dan Sabah,
Malaysia.
41Edisi 18 Tahun X Juni 2012 41Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Ditulis ulang oleh Yusup Nurhidayat dari buku Komunikasi Jenaka karya Dr. Deddy Mulyana, M.A. (Bandung. Remaja Rosdakarya. 2003)
lintasbudayabahasa
41
Ikan
Masyarakat Buton mempunyai keunikan dalam pengucapan kata-
kata yang mempunyai akhiran “n”. Mereka biasanya tidak menyebut secara lengkap kata-kata yang berakhiran “n” tersebut, seperti kata makan menjadi maka.
Sementara itu, masyarakat Makassar juga mempunyai keunikan tersendiri. Mereka menambah kata-kata yang berakhiran “n” dengan “g” seperti makan menjadi makang.
Alkisah, seorang nelayan asal Pulau Buton menjual ikannya di sebuah pulau tempat berkumpul pedagang-pedagang dari berbagai daerah. Sambil berteriak “Ika! Ika! Ika!” ia menawarkan dagangannya. Saat itu, lewatlah orang Makassar yang kebetulan hendak membeli ikan. Ia menghampiri penjual ikan itu dan bertanya, “Ikangnya
berapa, Pak?”Orang Buton
yang memang sedang kesal karena
dagangannya dari tadi belum laku merasa diejek. Tetapi
dengan sabar ia berkata,
“Kita jual ika, Pak, bukan ikang.”Sekarang giliran orang Makassar yang
merasa diolok-olok. “Saya memang orang baru disini, tapi saya tahu ini ikang bukan ika seperti Bapak sebut tadi,” kata orang Makassar.
Tetapi orang Buton berkeras mengatakan itu ika bukan ikang. Karena merasa saling dipermainkan, kedua orang tersebut berkelahi sampai akhirnya dipisahkan oleh masyarakat setempat. Mereka berdua
sepakat bahwa kasus ini harus dibawa ke pemimpin negara
yang konon arif bijaksana berasal dari Pulau Jawa.
Sesampainya di istana negara, orang Buton
langsung mengatakan kepada pemimpin negara mereka. “Bapak Presiden, ini saya membawa ika tapi orang itu
bilang ikang.”Di depan presiden
yang orang Jawa itu mereka bertengkar dan saling
berbalasan:“Ika!“
“Ikang!““Ika!““Ikang!“Akhirnya presiden berkata,
“Saudara-saudaraku, ini bukan ika ataupun ikang, seperti yang saudara-saudara katakan.”
Dengan tenang ia berkata, “Ini adalah iken!” []
serambifoto
Peserta Diklat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Bahasa Arab berdiskusi (30/4) dengan dipandu widyaiswara PPPPTK Bahasa.
Widyaiswara dan calon widyaiswara PPPPTK Bahasa tampak sedang mengikuti kegiatan Teacher Development Interactive PEARSON di PPPPTK Bahasa (5/3).
Salah seorang peserta Diklat Tingkat Tinggi Guru Bahasa
Mandarin tengah melakukan presentasi (11/5) di kelas
PPPPTK Bahasa.
serambifoto
Para pegawai PPPPTK Bahasa mengikuti upacara
peringatan Hari Pendidikan Na sional (2/5) di lapangan
PPPPTK Bahasa.
Para pegawai PPPPTK Bahasa yang dibagi dalam beberapa angkatan mengikuti Diklat Karakter Bangsa MHMMD di bawah binaan Ibu Marwah Daud Ibrahim. Tampak sebagian pegawai berfoto bersama (3/3).
Kepala BPSDMPK-PMP Prof. Syawal Gultom dan perwakilan dari
pemerintah China bertukar dokumen
kerja sama Pembinaan Guru Bahasa Mandarin
Indonesia dengan Lembaga Pengajaran
Bahasa Mandarin RRC di Hotel Mulia, Jakarta
(26/4).
44 44Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Edisi 18 Tahun X Juni 2012
Diterbitkan olehPPPPTK BahasaKementerian Pendidikan dan Kebudayaan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN BAHASA