eleven dental implant placed in a liver transplantation patient

4
Pertimbangan Penggunaan Metode Flapless Surgery untuk Pemasangan Implan pada Pasien Transplantasi Hati Charmelita CS*, Derrida MP*, Fachmi M.*, Farikha LN*, Ichma AB*, Fida T* *Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto ABSTRAK Introducing. The use of dental implan in patient organ transplant remains controversial and because of there altered wound healing and risk of serious infection. Case report. 45-year-old liver transplant recipient with long-term immunosuppressive therapy was reported. One year after liver transplantation, 11 Brånemark implants were inserted in the maxilla and mandible, using minimally invasive surgery. Discussion. Minimal invasive with flapless surgery has put the small drill to make minimal penetration from mucosa throught to the bone. Conclusion this case report suggest that patient with decreasing immune respone can be successfully to placing dental implant through flapless surgery metode to avoid risk of infection. Keyword: dental implant, immunocompremised, minimal invasive, flapless surgery PENDAHULUAN Penggunaan dental implan sebagai metode terbaik untuk menggantikan gigi yang hilang dinilai memuaskan hingga mencapai hampir 90%-95% (Heberer, dkk. 2010), walaupun demikian implan tidak sepenuhnya aman dengan pasien kondisi immunocompromised (Scully, dkk. 2007 dalam Gu Yu. 2010) Immunocompromised merupakan kondisi dimana terganggunya sistem imun atau defisiensi sebagai dampak prosedur medis seperti pembedahan (Baratawidjaja, 2002). Pembedahan adalah salah satu prosedur transplantasi hati yang merupakan pilihan penatalaksanaan untuk pasien chirrosis hati. Dimana tindakan tersebut meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini. (Burroughs, dkk. 2006 dalam Gu Yu, 2011). Perhatian khusus perlu dilakukan pada pasien dengan transplantasi hati terkait dengan kebutuhan akan perawatan gigi, seperti pembersihan karang gigi, penumpatan gigi berlubang, dan penggunaan dental implan sebagai pengganti gigi yang hilang, upaya ini dilakukan untuk mengembalikan fungsi mastikasi. Pasien dengan kondisi immunocompromised besar resiko untuk terjadi infeksi pada prosedur pembedahan. Tindakan minimal invasive berupa metode flapless surgery yang sedikit menghilangkan jaringan menjadi alternatif pada perawatan pemasangan dental implan. Laporan kasus ini menceritakan pasien yang menerima pemasangan 11 implan setelah 1 tahun sebelumnya menerima transplantasi hari, dan evaluasi setelah 5 tahun pemasangan implan. LAPORAN KASUS Pada tahun 2005, seorang pria berusia 45 tahun dengan keluhan giginya yang hilang dan ingin dipasangkan implan gigi dirujuk ke Fakultas Kedokteran Gigi di Rumah Sakit Zhongshan (Shanghai). Pasien memiliki riwayat cirrhosis hati irreversible yang disebabkan oleh penyakit hepatitis B, dan pada tahun 2004 pasien telah melakukan tranplantasi hati. Untuk melindungi fungsi hati pasien mengkonsumsi tacrolimus (Prograf, 0.5 mg) sebagai immunosuppresive dan entecavi (Suibb, 0.5 mg) untuk menekan virus hepatitis B, sehari sekali; bicyclol (25 mg) dan ursodeoxycholic acid (50 mg), tiga kali sehari. Hasil pengujian laboratorium menunjukan: alanine aminotransferase (ALT) 60 U/L, aspartate aminotransferase (AST) 41 U/L, Total bilirubin (TB) 30,1 μmol/L, directed bilirubin 11,9 μmol/L, total asam bilirubin (TBA) 34 μmol/L, alkali fosfatase (AKP) 158 U/L, gama glutamyltransferase (GT) 306 U/L, Total fosfat (TP) 81 g/L, albumin 46 g/L, globulin 35 g/L, prealbumin 248 mg/L, blood urea nitrogen (BUN) 4,6 mmol/L, kreatinin (Cr) 76 μmol/L, sel darah putih (WBC) 5,97

Upload: charmelita-clara

Post on 25-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Eleven Dental Implant Placed in a Liver Transplantation Patient

Pertimbangan Penggunaan Metode Flapless Surgery untuk Pemasangan Implan pada Pasien Transplantasi Hati

Charmelita CS*, Derrida MP*, Fachmi M.*, Farikha LN*, Ichma AB*, Fida T*

*Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

ABSTRAK Introducing. The use of dental implan in patient organ transplant remains controversial and because of there altered wound healing and risk of serious infection. Case report. 45-year-old liver transplant recipient with long-term immunosuppressive therapy was reported. One year after liver transplantation, 11 Brånemark implants were inserted in the maxilla and mandible, using minimally invasive surgery. Discussion. Minimal invasive with flapless surgery has put the small drill to make minimal penetration from mucosa throught to the bone. Conclusion this case report suggest that patient with decreasing immune respone can be successfully to placing dental implant through flapless surgery metode to avoid risk of infection.

Keyword: dental implant, immunocompremised, minimal invasive, flapless surgery

PENDAHULUANPenggunaan dental implan sebagai metode terbaik untuk menggantikan gigi yang hilang dinilai memuaskan hingga mencapai hampir 90%-95% (Heberer, dkk. 2010), walaupun demikian implan tidak sepenuhnya aman dengan pasien kondisi immunocompromised (Scully, dkk. 2007 dalam Gu Yu. 2010) Immunocompromised merupakan kondisi dimana terganggunya sistem imun atau defisiensi sebagai dampak prosedur medis seperti pembedahan (Baratawidjaja, 2002). Pembedahan adalah salah satu prosedur transplantasi hati yang merupakan pilihan penatalaksanaan untuk pasien chirrosis hati. Dimana tindakan tersebut meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini. (Burroughs, dkk. 2006 dalam Gu Yu, 2011). Perhatian khusus perlu dilakukan pada pasien dengan transplantasi hati terkait dengan kebutuhan akan perawatan gigi, seperti pembersihan karang gigi, penumpatan gigi berlubang, dan penggunaan dental implan sebagai pengganti gigi yang hilang, upaya ini dilakukan untuk mengembalikan fungsi mastikasi. Pasien dengan kondisi immunocompromised besar resiko untuk terjadi infeksi pada prosedur pembedahan. Tindakan minimal invasive berupa metode flapless surgery yang sedikit menghilangkan jaringan menjadi alternatif pada perawatan pemasangan dental implan. Laporan kasus ini menceritakan pasien yang menerima pemasangan 11 implan setelah 1 tahun sebelumnya menerima transplantasi hari, dan evaluasi setelah 5 tahun pemasangan implan.

LAPORAN KASUSPada tahun 2005, seorang pria berusia 45 tahun dengan keluhan giginya yang hilang dan ingin dipasangkan implan gigi dirujuk ke Fakultas Kedokteran Gigi di Rumah Sakit Zhongshan (Shanghai). Pasien memiliki riwayat cirrhosis hati irreversible yang disebabkan oleh penyakit hepatitis B, dan pada tahun 2004 pasien telah melakukan tranplantasi hati. Untuk melindungi fungsi hati pasien mengkonsumsi tacrolimus (Prograf, 0.5 mg) sebagai immunosuppresive dan entecavi (Suibb, 0.5 mg) untuk menekan virus hepatitis B, sehari sekali; bicyclol (25 mg) dan ursodeoxycholic acid (50 mg), tiga kali sehari. Hasil pengujian laboratorium menunjukan: alanine aminotransferase (ALT) 60 U/L, aspartate aminotransferase (AST) 41 U/L, Total bilirubin (TB) 30,1 μmol/L, directed bilirubin 11,9 μmol/L, total asam bilirubin (TBA) 34 μmol/L, alkali fosfatase (AKP) 158 U/L, gama glutamyltransferase (GT) 306 U/L, Total fosfat (TP) 81 g/L, albumin 46 g/L, globulin 35 g/L, prealbumin 248 mg/L, blood

urea nitrogen (BUN) 4,6 mmol/L, kreatinin (Cr) 76 μmol/L, sel darah putih (WBC) 5,97 × 109/L, sel darah merah (RBC) 5,55 × 1012/L, hemoglobin (Hb) 171 g/L, trombosit (Plt) 138 × 1012/L, persentase neutrophili 57,6%, persentase lymphocyte 35,5%, glukosa darah 6,2 mmol/L, dan konsentrasi tacromulis adalah 4,94 ng/ml.

Hasil pemeriksaan intra-oral pasien telah kehilangan gigi 45, 46, 34, 35, 36, 24, 25, 15 dan 16. Disebabkan oleh karies yang parah gigi 14 hanya meninggalkan sisa akar dan gigi 26 mengalami luksasi. Pasien yang kehilangan beberapa gigi molar, untuk pemakaian protesa cekat akan sulit diaplikasikan karena kurangnya jaringan pendukung dan juga tidak seimbang. Berdasarkan kondisi kesehatan, dan kualitas tulang pasien, diputuskan dilakukan perawatan implan gigi.

Proses ekstraksi gigi 26 dan 14 pasien berjalan baik tanpa komplikasi dengan menggunakan anestesi lokal aventis. Sepuluh hari setelah ekstraksi dilakukan prosedur implanasi dengan prinsip minimal invasive. Pertama sebagian kecil area gusi berbentuk lingkaran dihilangkan dengan membentuk lubang pada daerah vestibular, kemudian sebelas implan (Branemark, Nobel Biocare, Swedia) dengan diameter 3,75 mm dan panjang 10-13 mm ditempatkan di dalam mulut pasien, pasien disarankan untuk tidak memberikan beban kunyah pada daerah yang dirawat selama masa pemulihan, serta pasien diresepkan moksifloksasin (Bayer, 400 mg) sebagai profilaksis antibiotik selama enam hari, lalu obat kumur untuk oral higiene berupa 0,2% Chlorhexidine kumur selama 14 hari. Empat bulan pasca operasi, restorasi mahkota tunggal porselen-fused-to-metal molar dipasangkan pada tempatnya dengan menggunakan sekrup.

PEMBAHASANPerhatian prosedur pemasangan dental implan pada pasien dengan transplantasi organ ada pada kemungkinan terjadinya kegagalan dini dan risiko tinggi timbulnya infeksi akibat penurunan sistem imun. Meningkatnya risiko infeksi disebabkan konsumsi obat-obatan immunosuppressive berkepanjangan yang bertujuan untuk mencegah penolakan organ hati yang ditransplantasikan (Lacob, dkk. 2009). Tacrolimus sebagai immunosuppressive yang dikonsumsi oleh pasien bertujuan untuk menurunkan aktivitas imun dan menurunkan risiko penolakan organ. Hal ini menurunkan interleukin-2 (IL-2) untuk memproduksi sel T. (Gu, dkk. 2011). Tacrolimus menunjukkan efek terhadap aktivasi

Page 2: Eleven Dental Implant Placed in a Liver Transplantation Patient

limfosit, efek ini mencegah sinyal jalur transduksi dengan meningkatkan kadar Ca bebas intraseluler sehingga akan mengaktifkan transkripsi limfokin dan gen lain yang esensial untuk proliferasi sel T. Obat ini menunjukkan efeknya setelah diikat oleh reseptor dalam sel yang disebut immunophillin. Setelah berikatan kompleks ini akan beraksi pada sasaran intraseluler yang sama yaitu serine-threonines phosphatase yang disebut calcineulin. Namun pemberian dalam jangka panjang perlu dibatasi efek sampingnya berupa toksisitas terhadap ginjal dan ssp.

Pengendalian perlukaan menjadi prosedur penting dalam pembedahan, kegagalan dapat menimbulkan infeksi, dan sangat fatal apabila menginfeksi organ transplantasi (Misch, dkk. 2008). Pengendalian perlukaan ditujukan pada pembulu darah, banyak pembulu darah yang terbuka maka besar risiko infeksi yang akan timbul, oleh sebab itu minimal invasive dengan metode Flapless surgery menjadi alternatif menurunkan risiko infeksi. Flapless surgery menjadi pilihan yang tepat karena memiliki keunggulan yakni; melindungi banyak pembuluh darah disekitar implan (Kim, dkk. 2009), mempertahankan jaringan mukosa asli disekitar implan dan memiliki perlekatan yang optimal pada area pembedahan (You, dkk. 2009). Sedikit pembuluh darah yang terbuka pada proses pembedahan, maka hal ini akan meminimalkan timbulnya infeksi atau dengan kata lain mengurangi port de entry dari bakteri, virus ataupun mikroorganisme lainnya. Tahap dari flapless surgery adalah menempatkan bor kecil berujung tajam untuk membuat penetrasi, dilakukan penetrasi dengan minimal perlubangan dari mukosa hingga ke tulang. Kedalaman rata-rata dari margin mukosa ke tulang adalah 3,3 mm ( minimal sedalam 2 mm, maksimal sedalam 5 mm). Posisikan implan menurut jenis gigi dan disesuaikan dengan instruksi dari pabrik. Setelah implan ditempatkan kemudian dilakukan evaluasi penerimaan implan oleh tubuh, kualitas tulang dan kuantitas, posisi implan sesuai jenis gigi, kedalaman dari margin mukosa ke alveolar crest, panjang implan dan peradangan. Waktu rata-rata untuk penempatan implan adalah 28 menit (minimal 10 menit, maksimal 60 menit).

Gambar 1. Penetrasi dengan bur tajam

Gambar 2. Penempatan implan sesuai jenis gigi

Gambar 3. Implan yang sudah terpasang

Selain fokus pada pembedahan perlu adanya perhatian khusus pada pemilihan obat-obatan yang akan diberikan pada pasien pasca pembedahan. Pasien dengan transplantasi hati memiliki kondisi sistemik yang berbeda dari pasien normal. Hal tersebut terutama pada fungsi hati yang belum bekerja normal, salah satunya adalah metabolisme obat. Obat-obatan yang aman untuk dikonsumsi oleh pasien transplantasi hati adalah obat yang tidak dimetabolisme di hati (Tabel 1). Adapun obat yang kontraindikasi untuk pasien transplantasi hati adalah obat yang dimetabolisme dihati (Tabel 2).

Tabel 1 Obat Indikasi untuk pasien transplantasi hatianalgetik Metampiron, Na-diklofenac, tramadolantibiotik Amfoterisin B, ofloxacin, azitromycin,

sefadroxil, sulbaktam, sefiksim, meropenemantikoagulan Asam traneksamat, rekombinan eritropoetinanestesi Lidokain, prokain, thiopentalAnti inflamasi Metal prednisolon, hidrokortison,

difenhidramin, naproksen

Tabel 2 Obat kontraindikasi untuk pasien transplantasi hatianalgetik Acetaminophen, ibuprofen, propoxyphene,

paracetamol, ketoprofen, asam mefenamatantibiotik Amoxicillin, penicillin V, chephalexin,

clindamycin, erythromycin, ketokonazol, metronidazol, azitromycin, etambutol

antikoagulan Asam traneksamat, rekombinan eritropoetin (dosis kecil)

anestesi IsofluranAnti inflamasi dexametason

Pertimbangan pemilihan metode pembedahan pada pasien transplantasi hati adalah menggunakan metode flapless surgery karena prinsip dari metode ini adalah tindakan minimal invansif. Tindakan minimal invansif dimaksud untuk meminimalisir risiko perdarahan berlebih sehingga menghindari risiko infeksi. Hal ini menjadi pertimbangan karena pasien mengalami penurunan sistem imun akibat konsumsi obat-obatan imunosupresan.

REFERENSI

Cruz-Pamplona M, Margaix-Munoz M, Gracia Sarrion-Perez M. 2011. Dental considerations in patients with liver disease. J Clin Exp Dent; 3(2):127-134

Gu L, Wang Q, Yu YC. 2011. Eleven dental implan in a liver transplantation patient: a case report and 5-year clinical evaluation. Chin Med J; 124(3):472-5.

Gu L, Yu YC. 2011. Clinical outcome of dental implans placed in liver transpalnat recipients after 3 years: A case series. J Trans Proceed;43: 2678-82.

Guggenheimer J, dkk. 2007. Dental health status of liver transplant candidates. American Association for the Study of Liver Disease;13(2): 280-6.

Heberer S, Hildebrand D, Nelson K. 2010. Survival rate and potential influentialfactors for two transitional implan systems in edentulous patient: a prospective clinical study. J Oral Rehabil.

Kim JI, dkk. 2009. Blood vessels of the peri-implant mucosa: a comparison between the flap and flapless procedures. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod;107:508-12.

Lacob S, Cicinnati VR, Beckebaum S. 2009. Current immunosuppresive approaches in liver transplantation. Panminerva Med;51:215-225.

Misch CE, Perel ML, Wang HL, dkk. 2008. Implant succes, survival, and failure. Implan Dent. 17:5.

You TM, dkk. 2009. Morphogenesis of the peri-implant mucosa: a comparison between flap and flapless procedures in the canine mandible. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod;107:66-70.