esc guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with st

61
JURNAL ESC GUIDELINES UNTUK MANAJEMEN DARI INFARK MYOKARD ACUTE PADA PASIEN DENGAN ELEVASI ST-SEGMENT Oleh : Nurdiana R 0810713031 Pembimbing : Prof. Dr. dr. Djanggan S, SpPD.SpJP(K) BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SAIFUL ANWAR

Upload: nurdiana-rahmadani

Post on 31-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

arti jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

JURNAL

ESC GUIDELINES UNTUK MANAJEMEN DARI INFARK MYOKARD

ACUTE PADA PASIEN DENGAN ELEVASI ST-SEGMENT

Oleh :

Nurdiana R

0810713031

Pembimbing :

Prof. Dr. dr. Djanggan S, SpPD.SpJP(K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD SAIFUL ANWAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

ESC GUIDELINES UNTUK MANAJEMEN DARI INFARK MYOKARD ACUTE PADA

PASIEN DENGAN ELEVASI ST-SEGMENT

1. PREAMBLE

Guideline merupakan ringkasan dan hasil evaluasi dari berbagai penelitian

selama proses penulisan dari masalah tertentu, dengan tujuan untuk membantu

dokter dalam menyeleksi strategi penanganan yang terbaik untuk setiap individu

pasien dengan kondisinya sendiri-sendiri. Guidelines bukanlah pengganti dari

teksbook tetapi merupakan pelengkap. Guidelines dan rekomendasi seharusnya

membantu dokter untuk membuat keputusan. Tetapi keputusan pengobatan

terakhir tetap berada di tangan dokter yang menangani sendiri.

Guideline sendiri dibuat atas dasar penelitian yang terstandarisasi dan bukti

dari lapangan, para peneliti, penulis dan ilmuan yang terkait berasal dari peneliti,

atau ilmuan yang dengan sukarela menawarkan diri atau menunjukkan

ketertarikan terhadap masalah yang sedang dibahas.

Penelitian yang dilakukan didanai sendiri oleh organisasi ESC guidelines

tanpa ada campur tangan dari perusahaan obat, atau instansi yang berbasis profit

lainya. Guideline yang telah dibuat dievaluasi dan disahkan oleh kelompok panel

yang berisi para ahli dari bidang kesehatan. Setelah guideline yang dibuat direvisi

dan disahkan oleh kelompok panel, guideline tersebut dipublikasikan untuk

kepentingan pendidikan dan kepentingan klinis secara bebas tanpa ditarik biaya.

Guideline yang terbentuk dibuat dalam berbagai versi, mulai dari bentuk full

file pdf hingga bentuk elektronik untuk smartphone demi kepentingan klinis, tetapi

keputusan akhir tetap berada di tangan dokter yang menangani.

2. PENDAHULUAN

2.1 Definisi dari Acute Myocardial Infarction

Pengobatan dari acute myocardial infarction seharusnya berlanjut seiring

dengan perubahan yang terjadi. Seorang dokter umum yang baik sebaiknya

berdasar pada penilitian dengan percobaan klinis yang baik. Karena ada banyak

percobaan dan pengobatan yang baru beberapa tahun belakangan ini, juga ada

beberapa pandangan yang baru terhadap test diagnosis, oleh karena itu ESC

memutuskan untuk memperbaharui guideline yang telah ada.

Tabel Definisi universal dari Myocardial Infarction

Page 3: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

Deteksi dari kenaikan dan penurunan nilai biomarker (terutama troponin) dengan

setidaknya > 99th persentil di atas batas atas yang menjadi referensi dan dengan

setidaknya ada 1 kriteria di bawah ini:

- Gejala dari iskemik

- Baru atau diduga ada perubahan ST-T signifikan yang baru atau LBBB

baru

- Terbentuknya gelombang Q patologis pada ECG

- Bukti imaging dari hilangnya myocardial yang viable, atau perubahan

gerak abnormal dinding jantung pada region yang baru

- Identifikasi dari intracoronary thrombus melalui angiografi atau otopsi

Henti jantung dengan gejala yang meyakinkan bahwa telah terjadi myocardial

iskemik dan perubahan ECG baru yang meyakinkan atau LBBB baru, tetapi

kematian muncul sebelum nilai cardiac biomarker darah muncul atau sebelum

nilai cardiac biomarker akan meningkat

Stent thrombosis yang berhubungan dengan MI pada saat diperiksa dengan

angiografi atau otopsi di dalam seting dari myocardial iskemik dan dengan

peningkatan dan penurunan dari nilai cardiac biomarker dengan setidaknya ada

satu nilai di atas 99th persentil URL

Perlu disadari bahwa walaupun telah dilakukan sebuah percobaan klinis yang

hebat, hasil dari penelitian tersebut boleh diinterpretasikan dan pilihan

pengobatan mungkin terbatas dengan sumber daya yang dimiliki. Lebih dari itu,

cost-efektif telah menjadi isu yang sangat penting pada saat memilih strategi

pengobatan.

Berdasarkan dari perubahan besar dalam biomarker yang tersedia untuk

diagnosis, telah dilakukan revisi terhadap kriteria dari myocardial infarksion.

Definisi konsesus internasional terbaru menyatakan bahwa pernyataan kondisi

‘acute myocardial infarction’ (AMI) sebaiknya digunakan jika ada bukti dari

myocardial necrosis dalam seting klinis yang konsisten dengan myocardial

iskemik. Dalam kondisi ini, jika ada pasien yang memenuhi kriteria yang

tercantum dalam table di atas maka tegak diagnosis untuk myocardial infarktion

spontan. Guideline yang sekarang ada berkaitan dengan pasien dengan gejala

iskemik dan ST-segmen elevasi persisten pada ECG. Kebanyakan dari pasien

akan menunjukkan peningkatan biomarker yang tipikal dari myocardial necrosis

dan berkembang menjadi gelombang Q myocardial infarction. Guideline yang

terpisah belakangan ini telah dikembangkan oleh bagian yang berbeda dalam

Page 4: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

ESC untuk pasien dengan gejal iskemik tetapi tanpa peningkatan ST-segmen

yang persisten dan untuk pasien yang menjalani myocardial revascularisasi

secara umum.

2.2 Epidemiologi dari ST- segment elevasi Myocardial Infarction

Coronary artery disease (CAD) telah menjadi penyebab kematian nomor satu

di dunia. Lebih dari tujuh juta orang setiap tahun mati karena CAD, sekitar 12,8 %

dari seluruh kematian. Setiap enam laki-laki dan tujuh perempuan di Eropa mati

yang disebabkan myocardial infarction. Insiden dari MRS dengan sebab AMI

dengan peningkatan ST-segmen (STEMI) bervariasi di berbagai Negara. Negara

dengan penderita STEMI paling besar yang tercatat adalah Swedia, dengan

angka kejadian 66 STEMI/100.000/tahun. Gambaran yang mirip juga terjadi pada

Republik Czech, Belgia, dan di Amerika. Angka kejadiannya (per 100.000)

penderita STEMI menurun antara tahun 1997 dengan 2005 dari 121 ke

77,bersamaan dengan ini angka kejadian non-STEMI sedikit meningkat dari 126

menjadi 132. Angka mortalitas dari STEMI dipengaruhi oleh beberapa factor,

diantaranya adalah: umur, Killip class, waktu penundaan pemberian pengobatan,

riwayat myocardial infarction sebelumnya, diabetes mellitus, gagal ginjal, angka

penderita coronary arteri disease, ejection fraction, dan pengobatan yang didapat.

Angka mortalitas pasien rawat inap dari pasien STEMI yang tidak terseleksi di

dalam registrasi nasional dari setiap Negara bervariasi antara 6% dan 14%.

Beberapa studi terbaru menggarisbesarkan pada penurunan angka mortalitas

akut dan jangka panjang pada STEMI, hal ini berjalan sejajar dengan besarnya

penggunaan terapi reperfusi, primary percutaneous coronary (primary PCI), terapi

antitrombotik modern dan pengobatan prevensi sekunder. Tetapi tetap, angka

mortalitasnya tetap tinggi, sekitar 12% dari pasien mati dalam 6 bulan, tetapi

dengan angka mortalitas yang lebih tinngi pada pasien dengan factor resiko yang

lebih tinggi, hal ini yang mendorong kami untuk melanjutkan upaya untuk

meningkatkan kualitas dari pelayanan, sejalan dengan penelitian dan guideline.

3. PENANGANAN EMERGENSI

3.1 Inisial diagnosis

Management, yang termasuk didalamnya penegakan diagnosis dan

pemberian terapi dari AMI di mulai di titik di mana pasien kontak pertama kali

dengan petugas kesehatan (FMC = first medical contact), didefinisikan sebagai

titik di mana pasien pertama kali di diagnosis oleh petugas medis ataupun dokter

atau petugas kesehatan lainnya di dalam seting pre-hospital, atau pada saat

Page 5: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

pasien tiba di ruang IGD (instalasi Gawat Darurat) dan biasanya terjadi pada

pasien rawat jalan. Oleh karena itu diagnosis kerja harus dibuat terlebih dahulu.

Penegakkan diagnosis ini biasanya berdasarkan dari riwayat nyeri dada yang

berlangsung selama 20 menit atau lebih, tidak merespon pada pemberian

nitroglycerin. Clue yang penting yaitu riwayat dari CAD dan nyeri yang menjalar

kearah leher, rahang bawah atau lengan kiri. Nyerinya mungkin tidak parah.

Bbeberapa pasien dating dengan gejala yang lebih tidak tipikal, sebagai contoh,

mual/muntah, sesak nafas, pusing, palpitasi atau pingsan. Ada juga pasien yang

cenderung gejala hadirnya belakangan, biasanya terjadi pada wanita, diabetes

atau pasien tua, dan lebih jarang mendapatkan pengobatan reperfusi dan

pengobatan yang lainnya jika dibandingkan dengan pasien dengan nyeri dada

yang tipikal. Registrasi menunjukkan bahwa 30% pasien STEMI hadir dengan

gejala atipikal. Kepedulian terhadap manifestasi atipikal dan akses yang bebas

untuk angiography akut pada diagnosis awal mungkin meningkatkan hasil akhir di

dalam kelompok dengan resiko tinggi.

Waktu dalam penegakkan diagnosis STEMI merupakan kunci dalam

keberhasilan penanganan. Memonitor ECG sebaiknya dimulai seawall mungkin

pada semua pasien yang dicurigai STEMI untuk mendeteksi aritmia yang

mengancam jiwa dan memberikan kesempatan untuk melakukan defibrilasi yang

tepat jika didapatkan adanya indikasi. ECG 12 lead sebaiknya dilakukan dan

diinterpretasikan secepat mungkin, sebaiknya dilakukan sejak kontak dengan

petugas kesehatan pertama kali (FMC). Bahkan pada tingkat awal gambaran

ECG jarang normal. Pada umumnya STEMI pada myocardial infarction akut,

diukur pada J point, seharusnya dapat didapatkan pada 2 lead yang berturutan

dan didapatkan > 0,25 mV pada pria di bawah umur 40 tahun, dan > 0,2 mV pada

pria di atas umur 40 tahun, atau > 0,15 mV pada wanita di lead V2-V3 dan atau >

0,1 mV pada lead yang lainnya ( tanpa ditemukan left ventricular (LV) hipertropi

atau left bundle branch block (LBBB)). Pada pasien dengan myocardial infarction

inferior, sangat disarankan untuk merekam lead precordial kanan (V3R dan V4R)

untuk mencari peningkatan ST, untuk mengidentifikasi infarct ventrikel kanan.

Demikian pula dengan depresi ST segment pada lead V1-V3 menandakan

adanya myocardial ischemia, terutama jika gelombang T terminal positive

( sebanding dengan peningkatan ST), dan dapat dikonfirmasi dengan peningkatan

gelombang St > 0,1 mV yang terekam di lead V7-V9 secara terus-menerus.

Pada beberapa kasus mendiagnosa hasil ECG mungkin bias lebih sulit, Yang

meski begitu pantas meminta manajemen. Di antaranya yaitu:

Page 6: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

BBB: hadapan LBBB, diagnosis ECG infark miokard akut sulit, tapi sering

mungkin jika ditandai ST kelainan hadir. Algoritma yang agak kompleks

telah ditawarkan untuk membantu diagnosis, tetapi mereka tidak

memberikan diagnostik certainty. Kehadiran elevasi ST concordant (yaitu

dalam memimpin dengan positif QRS defleksi) tampaknya menjadi salah

satu indikator terbaik dari berterusan infark miokard dengan infark

occluded artery. Sebelumnya data dari Simtoma-paraklinis ujian telah

menunjukkan bahwa reperfusi terapi ini bermanfaat secara keseluruhan

pada pasien dengan LBBB dan diduga infark miokard. Meskipun begitu,

kebanyakan pasien dengan LBBB dievaluasi di instalasi gawat darurat

tidak menderita oklusi coroner akut, tidak juga membutuhkan PCI primer.

ECG sebelumnya mungkin dapat membantu dalam de-termining LBBB

Apakah baru (dan, oleh karena itu, suspi-cion berterusan infark miokard

tinggi). Penting, pada pasien dengan kecurigaan klinis berkelanjutan

ischemia miokard dengan baru atau dianggap LBBB baru, terapi reperfusi

harus dipertimbangkan segera, sebaiknya menggunakan darurat

angiografi koroner dengan primary PCI atau, jika tidak tersedia, intravena

(cairan) Simtoma paraklinis. Troponin titik-dari-care positif 1-2 jam setelah

onset gejala pada pasien dengan BBB asal tidak pasti dapat membantu

memutuskan untuk melakukan darurat angiography dengan primary PCI.

Pasien dengan miokard di farction dan RBBB juga memiliki prognosis yang

buruk, 25 meskipun RBBB biasanya tidak akan menghambat interpretasi

dari ST-segment ele-vation. Prompt manajemen harus dipertimbangkan

ketika per sistent iskemik gejala terjadi di hadapan RBBB, terlepas dari

apakah yang terakhir ini sebelumnya dikenal.

Pacu ventrikel juga dapat mencegah interpretasi ST-segment berubah dan

mungkin memerlukan angiografi segera untuk mengkonfirmasikan

diagnosis dan memulai terapi. Pemrograman ulang alat pacu jantung

mengijinkan evaluasi ECG berubah selama intrinsik jantung irama

mungkin dipertimbangkan pada pasien yang diketahui untuk tidak

bergantung pada pacu ventrikel, tanpa menunda penyelidikan invasif.

Pasien tanpa diagnostik ECG: beberapa pasien dengan akut coronary

oklusi mungkin memiliki EKG awal tanpa ST-segment elevation, kadang-

kadang karena mereka terlihat sangat awal setelah onset gejala (dalam

hal ini, harus melihat untuk hiperakut gelombang T, yang bisa mendahului

ST-segment elevation). Hal ini penting untuk mengulangi EKG atau

memonitor segmen ST. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa beberapa

Page 7: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

pasien dengan asli akut oklusi arteri koroner dan berkelanjutan miokard

infarction (seperti mereka dengan occluded sirkumfleksa arteri koroner,

akut oklusi vena graft, atau kiri penyakit utama), dapat menyajikan tanpa

ST-segment elevation dan ditolak reperfusi terapi, mengakibatkan infark

lebih besar dan hasil yang lebih buruk. Memperluas standar 12 lead ECG

dengan V7-V9, jika dibutuhkan, tidak selalu mengidentifikasi pasien ini.

Dalam setiap kasus, berkelanjutan kecurigaan ischaemia miokard, hal ini

bukan menjadi indikasi untuk pemberian pengobatan medis tetapi sebuah

indikasi untuk darurat angiografi koroner dengan revaskularisasi, bahkan

pada pasien tanpa diagnostik elevation ST-segment.

Infark myocardial posterior terisolasi: infark myocardial akut dari daerah

infero-basal dari jantung, sering merespon wilayah sirkumflexa kiri dimana

ST-depression terisolasi > 0,05 mV pada lead V1 hingga V3

menggambarkan penemuan yang dominan, harus diobati sebagai STEMI.

Penggunaan lead dinding dada posterior (V-V9 > 0,05 mV (> 0,1 mV pada

pria < 40 tahun)) direkomendasikan untuk mendeteksi ST elevation yang

konsisten dengan infark myocardial infero-basal.

Obstruksi coroner utama kiri – lead aVR ST elevasi dan ST depression

lateral: Kehadiran ST-depresi > 0.1 mV di delapan atau lebih permukaan

petunjuk, ditambah dengan elevasi ST di aVR dan/atau V1 tapi EKG jika

tidak biasa-biasa saja, menunjukkan ischemia karena multivessel atau kiri

arteri koroner utama obstruction, terutama jika pasien menyajikan dengan

compromise hemodinamik.

Pasien dengan kecurigaan miokard ischemia dan ST-segment elevation atau

baru atau dianggap LBBB baru, terapi reperfusi harus dimulai sesegera mungkin.

Namun, EKG mungkin equivocal dini hari, dan bahkan di terbukti dalam farction,

mungkin tidak pernah menunjukkan fitur klasik ST-segment elevation dan baru Q

gelombang. Jika EKG equivocal atau tidak menunjukkan bukti untuk mendukung

kecurigaan klinis infark miokard, EKG harus diulang dan, bila mungkin, EKG saat

ini harus dibandingkan dengan sebelumnya tracings. Rekaman tambahan,

misalnya, memimpin V7, V8 dan V9 mungkin dapat membantu dalam membuat

diagnosis dalam kasus-kasus yang dipilih.

Sampel darah untuk penanda serum secara rutin diselenggarakan dalam fase

akut tetapi kita tidak harus menunggu untuk hasil sebelum memulai pengobatan

reperfusi. Troponin (T atau I) adalah penanda pilihan, mengingat tinggi sensitivitas

dan spesifisitas untuk miokard nekrosis. Pada pasien yang memiliki kedua

kemungkinan yang secara klinis rendah atau menengah ischemia miokard

Page 8: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

berkelanjutan dan durasi lama sebelum gejala, tes negatif troponin dapat

membantu untuk menghindari tidak perlu darurat angiografi pada beberapa

pasien.

Jika Anda berada dalam keraguan mengenai kemungkinan berkembang

infark miokard akut, darurat pencitraan (sebagai lawan dari menunggu bio-

penanda untuk menjadi ditinggikan) memungkinkan penyediaan tepat waktu

reperfusion terapi untuk pasien-pasien ini. Jika tersedia secara lokal, darurat

angiografi koroner modalitas pilihan, seperti dapat menjadi mengikuti segera oleh

primary PCI jika diagnosis dikonfirmasi. Di rumah sakit atau pengaturan di

angiografi koroner yang tidak segera tersedia itu tidak menunda konfirmasi

transfer cepat dinding-motion segmental kelainan oleh dua-dimensi ekokardiografi

dapat membantu dalam membuat keputusan untuk darurat transfer ke pusat PCI,

karena kelainan dinding-motion regional terjadi dalam beberapa menit setelah

koroner oklusi, baik sebelum nekrosis. Namun, dinding-motion kelainan tidak

spesifik untuk infark miokard akut dan mungkin karena penyebab lain seperti

ischemia, infark sebuah tua atau cacat ventrikel konduksi. Dua dimensi

Ekokardiografi adalah par - khusus mereka dan nilai untuk diagnosis lain

penyebab nyeri dada, seperti perikardial efusi, emboli paru besar atau diseksi

aorta menaik (Tabel 4). Tidak adanya dinding-motion ab-normalities termasuk

utama infark miokard. Dalam pengaturan darurat, peran computed tomography

(CT) scan harus terbatas untuk diferensial diagnosis diseksi aorta akut atau paru

emboli.

Diinduksi stres (Takotsubo) cardiomyopathy adalah baru saja fasilitas recog

dari sindrom, yang mungkin akan sulit untuk membedakan dari STEMI sebagai

gejala dan temuan, mulai dari nyeri dada sedikit cardio - genic shock, mungkin

meniru infark miokard akut tetapi perubahan ECG di presentasi biasanya

sederhana dan tidak berkorelasi dengan tingkat keparahan disfungsi ventrikular.

Seringkali dipicu oleh stres fisik atau emosional dan ditandai dalam bentuk khas

sementara apikal atau mid-left dilatasi ventrikel dan disfungsi. Karena ada tidak

ada tes khusus untuk mengesampingkan Budi - cardial miokard dalam

pengaturan ini, angiografi darurat tidak boleh tertunda dan, dalam ketiadaan infark

miokard, akan menunjukkan pelakunya tidak signifikan, arteri koroner dan

stenosis tidak intracoronary thrombi. Diagnosis dikonfirmasi oleh temuan, pada

pencitraan, sementara apical untuk pertengahan ventrikel balon dengan

kompensasitory basal hyperkinesis, dan kadar plasma proporsional yang rendah

dari dari jantung biomarker sehubungan dengan tingkat keparahan disfungsi ven-

tricular dan, akhirnya, oleh pemulihan fungsi ventrikel kiri.

Page 9: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

3.2 Pereda nyeri, sesak nafas dan kegelisahan

Meredakan nyeri adalah hal yang paling penting, tidak hanya karena alasan

kemanusiaan tetapi karena nyeri juga berhubungan dengan aktifasi sympatetik

yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah dan meningkatkan

kerja jantung. Opioid yang telah dititrasi secara i.v. (morphine) adalah obat

analgesic yang paling umum digunakan di dalam konteks ini. Sebaiknya

menghindari injeksi intramuscular. Pengulangan dosis munkin diperlukan. Efek

samping diantaranya mual dan muntah, hipotensi disertai dengan bradykardi, dan

depresi resoiratori. Obat anti emetic mungkin diberikan bersamaan dengan opioid

untuk meminimalisir mual. Hypotensi yang disertai dengan bradikardi biasanya

akan merespon pemberian atropine sedangkan depresi pernafasan dapat dicegah

dengan pemberian naloxone (0,1-0,2 mg i.v. setiap 15 menit jika ada indikasi), ini

adalah obat-obatan yang seharusnya selalu tersedia.

Pemberian oksigen (melalui masker atau nasal prong) sebaiknya diberikan

kepada pasien yang sesak nafas, hypoxic, atau pasien dengan gagal jantung.

Mengenai apakah oksigen sebaiknya diberikan secara sistematik kepada pasien

tanpa gagal jantung atau dyspnea masih belum pasti. Monitoring non-invasive

dari saturasi oxygen di dalam darah sangat membantu disaat menentukan apakah

diperlukan pemberian oksigen atau bantuan ventilator.

Kegelisahan adalah respon natural dari nyeri dan keadaan yang mengelilingi

serangan jantung. Memberikan kepastian menjadi hal yang sangat penting,

terutama hal yang berhubungan dengan diri mereka. Jika pasien menjadi sangat

terganggu, maka akan sangat tepat untuk memberikan tranquilizer, tetapi pada

umumnya hanya diperlukan pemberian opioid.

3.3 Henti jantung (Cardiac arrest)

Banyak kematian awal terjadi selama satu jam pertama setelah STEMI, yang

disebabkan oleh ventricular vibrilation (VF). Oleh karena aritmia muncul lebih

sering pada stase awal, kematian ini biasanya terjadi di luar rumah sakit. Oleh

karena itu hal ini menjadi sangat krusial bahwa semua petugas kesehatan harus

lebih peduli pada pasien dengan kecurigaan myocardial infarction dan

kemudahan akses dengan alat defibrilasi dan petugas medis yang sudah terlatih

dengan cardiac life support, hingga pada titik FMC, ECG monitoring sebaiknya

dengan segera di berikan pada setiap pasien yang dicurigai menderita myocardial

infarction.

Page 10: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

Pada pasien dengan resusitasi henti jantung, yang dimana pada ECG

menunjukkan peningkatan ST-segment, angiography segera dilakukan dengan

pengelihatan pada primary PCI merupakan pilihan dari strategi, yang dapat

memenuhi kriteria waktu dalam guideline. Mengingat prevalensi tinggi koroner

occlusions berpotensi kesulitan dalam menafsirkan EKG pasien setelah henti

jantung, Angiografi langsung harus dipertimbangkan dalam korban serangan

jantung yang memiliki indeks kecurigaan yang tinggi infark berkelanjutan (seperti

kehadiran nyeri dada sebelum penangkapan, sejarah CAD didirikan, dan hasil

ECG abnormal atau tidak pasti). Selain itu, ada bukti bahwa korban serangan

jantung keluar dari rumah sakit yang koma telah meningkatkan hasil neurologis

ketika pendinginan disediakan awal setelah resusitasi. Oleh karena itu, pasien

tersebut harus dengan cepat menerima hipotermia terapeutik. Urutan optimal

pendinginan dan utama PCI pada pasien ini tidak jelas.

Pelaksanaan protokol setempat/regional untuk mengelola secara optimal dari

rumah sakit jantung rujukan penting untuk menyediakan resusitasi

cardiopulmonary awal, defibrilasi dini (jika diperlukan), dan advanced cardiac life

support yang efektif. Ketersediaan defibrillator eksternal otomatis adalah faktor

kunci dalam meningkatkan kelangsungan hidup. Pencegahan dan pengobatan

meningkat dari rumah sakit jantung penangkapan adalah kunci untuk penurunan

angka kematian terkait dengan CAD. Untuk diskusi lebih rinci isu-isu ini, lihat

panduan Eropa Dewan resusitasi terbaru untuk resusitasi.

3.4 Perawatan logistik pre-hospital

3.4.1 Penundaan

Pencegahan penundaan penting dalam STEMI karena dua alasan: pertama,

waktu yang paling kritis dari infark miokard akut adalah tahap sangat awal, di

mana pasien adalah sering sakit parah dan bertanggung jawab untuk serangan

jantung. Defibrilator harus dibuat tersedia bagi pasien dengan dugaan infark

miokard akut secepat mungkin, untuk segera defibrilasi jika diperlukan. Selain itu,

awal pelaksanaan terapi, terutama reperfusi terapi, sangat penting dan

bermanfaat. Dengan demikian, meminimalkan penundaan ini dikaitkan dengan

peningkatan hasil. Selain itu, penundaan untuk pengobatan adalah yang paling

mudah untuk mengukur indeks kualitas perawatan di STEMI; mereka harus

merekamnya di setiap rumah sakit yang menyediakan pelayanan untuk merawat

pasien STEMI dan dapat memantau secara regular, untuk memastikan indicator

kualitas dapat secara mudah dipantau dan dipertahankan seiring waktu.meskipun

masih menjadi perdebatan, pelaporan secara umum dari keterlambatan mungkin

Page 11: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

dapat menjadi cara yang bermanfaat untuk mengembangkan pelayanan STEMI.

Jika target tidak tercapai, maka intervensi diperlukan untuk mengembangkan

performa. Ada beberapa komponen dari penundaan pada STEMI dan beberapa

cara untuk merekam dan melaporkannya. Sebagai contoh mudahnya, sangat

disarankan untuk mendeskripsikan dan melaporkan.

Penundaan pasien:, penundaan antara onset gejala dan FMC. Untuk

meminimalkan keterlambatan pasien, publik harus dibuat sadar tentang

bagaimana mengenali gejala umum akut Budi - infark cardial dan untuk

memanggil nomor layanan darurat, tapi ef-fectiveness dari kampanye

umum belum jelas established.38 pasien dengan riwayat CAD, dan

keluarga mereka, harus menerima pendidikan pada pengakuan gejala

infark miokard akut dan langkah-langkah praktis untuk mengambil, harus

terjadi sindrom koroner akut dugaan (ACS). Ini mungkin bijaksana untuk

menyediakan stabil CAD pasien dengan salinan mereka rutin dasar EKG

untuk perbandingan oleh tenaga medis.

keterlambatan antara FMC dan diagnosis: indeks yang baik dari kualitas

pelayanan adalah waktu yang dibutuhkan untuk merekam ECG pertama.

Di rumah sakit dan sistem medis darurat (EMSs) berpartisipasi dalam

perawatan pasien STEMI, tujuannya harus untuk mengurangi penundaan

ini sampai 10 menit atau kurang.

Keterlambatan antara FMC dan terapi reperfusi: ini adalah 'sistem delay'.

Hal ini lebih mudah dimodifikasi oleh langkah-langkah organisasi dari

penundaan pasien. Ini merupakan indikator kualitas pelayanan dan

prediktor outcomes.39 Jika terapi reperfusi adalah PCI primer, sasaran

yang harus dicapai penundaan (FMC ke kawat bagian ke arteri pelakunya)

dari ≤ 90 menit (dan, dalam berisiko tinggi kasus dengan infark anterior

besar dan presenter awal dalam 2h, harus ≤ 60 menit). Jika terapi

reperfusi fibrinolisis, tujuannya adalah untuk mengurangi penundaan ini

(FMC ke jarum) untuk ≤ 30 menit.

Di rumah sakit yang mampu melakukan PCI, tujuannya harus untuk

mencapai target berupa keterlambatan ≤ 60 menit antara presentasi di

rumah sakit dan PCI primer (didefinisikan sebagai terpasangnya ring di

pembuluh darah yang dicurigai). Penundaan ini mencerminkan organisasi

dan kinerja PCI-kemampuan rumah sakit.

Dari pandangan pasien, keterlambatan antara symptom onset dan

penyediaan reperfusion therapy (baik memulai fibrinolysis maupun

pemasangan ring melalui pembuluh darah yang dicurigai) mungkin adalah

Page 12: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

hal yang paling penting, sejak itu mencerminkan waktu total ischaemic. Ini

harus dikurangi sebisa mungkin.

3.4.2 Sistem emergensi medis

Sebuah EMS dapat dengan mudah diingat dan dipublikasikan dengan baik

nomor telepon yang unik untuk keadaan darurat medis penting dalam untuk

menghindari penundaan transportasi. Sebuah teleconsultation antara EMS dan pusat

referensi kardiologi merupakan cita-cita ideal, tetapi hal ini hanya ada di beberapa

negara. Karena itu, sebuah EMS terbaru, sudah terlatih dengan baik dan

disebarluaskan , juga manajemen keprotokolan STEMI tertulis sangat penting.

Meskipun penggunaan dari sebuah EMS menurunkan penundaan dan adalah pilihan

awal merawat pasien dengan dugaan STEMI, ini adalah under-utilized di banyak

negara dan, tidak jarang, pasien dating sendiri pada keadaan gawat darurat.

Ambulans service memegang peran penting dalam pengelolaan infark miokard akut

dan harus dianggap tidak hanya mode transportasi tapi juga tempat untuk awal

diagnosis, triase dan pengobatan.

Pre-hospital diagnosis, triase dan pengobatan emergency awal telah terbukti

memiliki hubungan dengan penggunaan pengobatan reperfusi yang lebih besar,

mengurangi angka penundaan dan meningkatkan hasil akhir klinis. Sebagai

tambahan, transportasi EMS memungkinkan pendiagnosisan dan pengobatan gagal

jantung. Kualitas dari perawatan tergantung dari pelatihan yang didapatkan oleh staf.

Semua personil ambulans dilatih untuk mengenali gejala dari AMI, cara pemberian

oksigen, manajemen nyeri dan memberikan BLS. Semua ambulans emergency

sebaiknya dilengkapi dengan ECG, defibrillator, dan minimal satu orang yang terlatih

di lapangan dan ALS. Ada bukti bahwa personil paramedic yang terlatih dengan baik

dapat mengidentifikasi AMI dan memberikan perfusi dengan perhitungan waktu

dengan baik, dan penyediaan dokter pada ambulans (yang tersedia pada beberapa

Negara) tidak begitu efektif untuk manajemen AMI pre-hospital.

Paramedic dilatih untuk memberikan trombolitik secara aman dan efektif.

Terutama trombolisis pre-hospital merupakan pilihan pengobatan awal yang menarik

setelah timbulnya gejala, terutama jika waktu transportasi yang panjang, paramedic

yang sedang menjalani masa pelatihan merupakan pilihan yang direkomendasikan,

bahkan di zaman penggunaan PCI primer. Pada region tertentu, system ambulansi

udara kedepannya akan mengurangi penundaan yang berakibat pada meningkatnya

hasil akhir. Staf ambulans harus mampu melakukan rekam jantung yang berfungsi

sebagai alat diagnostic dan nantinya akan diinterpretasikan atau dikirimkan untuk di

baca oleh staf yang berpengalaman dalam unit perawatan jantung coroner atau

Page 13: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

tempat lain. Pencatatan, interpretasi dan terkadang teletransmisi dari ECG sebelum

pasien masuk rumah sakit dapat mempercepat manajemen rawat inap dan

meningkatkan kemungkinan pengobatan reperfusi yang memiliki waktu tertentu.

3.4.3 Jaringan

Pengobatan yang optimal dari STEMI sebaiknya berdasarkan implementasi

dari jaringan antara rumah sakit dengan berbagai level teknologi, yang dihubungkan

dengan pelayanan ambulansi yang efisien. Tujuan dari jaringan adalah agar dapat

mencapai perawatan yang optimal saat meminimalkan penundaan, dengan tujuan

meningkatkan hasil akhir klinis. Kardiologis sebaiknya mengkolaborasikan secara

aktif dengan para pemegang kekuasaan, terutama dokter emergensi, dengan tujuan

membentuk jaringan. Hal utama dalam pembentukan jaringan antara lain:

Definisi yang jelas dari tanggung jawab area geografi

Protocol yang disebarluaskan, berdasakan dari stratifikasi resiko dan

transportasi oleh staf paramedic terlatih yang diperalati dengan

ambulans atau helicopter yang sesuai

Triase pre-hospital pada pasien STEMI yang sesuai, melewati rumah

sakit yang tidak bisa melakukan PCI hingga bisa langsung ke rumah

sakit yang dapat melakukan PCI

Di rujuk ke rumah sakit yang sesuai dan melewati departemen

emergensi dan langsung masuk ke departemen yang sesuai

Pasien yang akan di transfer dari rumah sakit yang tidak memiliki

fasilitas PCI ke rumah sakit yang memiliki fasilitas PCI harus

didampingi oleh staf yang berkompeten dan di monitor ketat

Jika STEMI belum ditegakkan oleh petugas ambulans, dan pasien

dirujuk ke rumah sakit yang tidak dilengkapi dengan fasilitas PCI,

ambulans harus menunggu diagnosis hingga tegak, dan jika STEMI

telah dikonfirmasi maka pasien di transfer ke rumah sakit yang

dilengkapi dengan fasilitas PCI.

Untuk memaksimalkan pengalaman dari staf medis, maka pusat penanganan

PCI primer harus melakukan prosedur secara sistematis untuk 24 jam, tujuh hari

dalam seminggu untuk semua pasien penderita STEMI. Model yang lain, walaupun

kurang ideal, termasuk diantaranya rotasi mingguan atau harian dari pusat

penanganan PCI atau pusat penganan PCI multiple yang berada di wilayah yang

sama. Pada rumah sakit yang tidak dapat memberikan pelayanan PCI 24/7 untuk

pelayanan primer seharusnya diperbolehkan melakukan prosedur primer PCI pada

Page 14: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

pasien yang sudah rawat inap, yang kemudian timbul STEMI saat di rawat di rumah

sakit. Rumah sakit ini seharusnya tidak diperkenankan membatasi pelayanan hanya

pada siang hari atau dalam jam kerja PCI primer, karena hal ini akan menimbulkan

kebingungan pada operator EMS dan hal ini tidak sesuai dengan prinsip kualitas

waktu dari door to balloon intervensi yang menjadi focus pada rumah sakit pusat

pelayanan PCI primer 24/7 yang sebenarnya.

Pada area pelayanan yang kecil pengalaman akan menjadi suboptimal, oleh

karena jumlah pasien dengan STEMI yang tidak banyak. Akan tetapi luas wilayah

pelayanan yang optimal juga masih belum jelas. Area geografis dimana waktu

merujuk ke pusat pelayanan PCI primer memungkinkan maksimal waktu penundaan

sesuai dengan rekomendasi seharusnya mengembangkan system pemberian

thrombolisi cepat, yang dapat dilakukan di ambulans atau di luar rumah sakit, yang

kemudian dirujuk ke pusat pelyanan PCI primer.

Jaringan seperti ini dapat mengurangi penundaan pengobatan dan

meningkatkan jumlah pasien yang mendapatkan pengobatan reperfusi. Masing-

masing jaringan, kualitas perawatan, waktu penundaan dan hasil pasien harus diukur

dan dibandingkan secara berkala dan sesuai ukuran yang diambil untuk membawa

perbaikan. Dalam sebuah survei yang besar di Amerika Serikat, beberapa strategi

dikaitkan dengan waktu penundaan yang pendek sebelum primary PCI, termasuk

kemampuan untuk mengaktifkan laboratorium kateterisasi oleh satu panggilan,

sebaiknya sementara pasien dalam perjalanan ke rumah sakit, mengharapkan

laboratorium staf tiba di laboratorium katetereterisasi dalam 20 menit, memiliki

spesialis kardiologi jaga, dan menggunakan data umpan-balik real-time antara

perawatan lini depan dengan laboratorium kateterisasi. Strategi yang paling efektif

untuk meningkatkan jumlah pasien yang mendapatkan pengobatan reperfusi yang

efektif dan mengurangi penundaan perujukan ke fasilitas yang PCI primer mungkin

berbeda di system kesehatan yang lain.

Untuk mengatasi masalah akses ke primary PCI dan implementasi yang

efektif dari jaringan di seluruh Eropa, kelompok kerja ESC perawatan jantung akut,

Eropa Asosiasi dari Percutaneous kardiovaskular intervensi (EAPCI) dan EuroPCR,

telah bergabung dalam Stent untuk inisiatif hidup, untuk meningkatkan akses ke

tepat waktu, efektif primary PCI melalui difokuskan implementasi program, dirancang

untuk kesehatan nasional setiap spesifik pengaturan dan berusaha untuk belajar dari

kesuksesan. Pengalaman yang diperoleh melalui inisiatif ini, di berbagai Eropa

sistem perawatan, yang diterbitkan secara berkala dan menyediakan tips dan

sumber daya untuk meningkatkan dan meningkatkan pelaksanaan primary PCI.

Page 15: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

3.4.4 Dokter umum

Di beberapa negara, dokter umum memainkan peran utama dalam

perawatan awal infark miokard akut dan sering yang pertama untuk dihubungi oleh

pasien. Jika dokter umum merespon dengan cepat mereka dapat menjadi sangat

efektif, karena mereka biasanya tahu pasien dan dapat melakukan dan menafsirkan

EKG. Tugas mereka yang pertama setelah ECG diagnosis harus waspada EMS.

Tetapi mereka juga dapat mengelola opioid dan obat-obatan antitrombotik (termasuk

fibrinolytics jika itulah strategi manajemen), dan dapat melakukan defibrilasi jika

diperlukan. Dalam seting lainnya, namun, konsultasi dengan dokter umum daripada

panggilan langsung ke EMS meningkatkan penundaan pra-rumah sakit. Oleh karena

itu, secara umum, masyarakat harus dididik untuk memanggil EMS, daripada dokter

perawatan primer, untuk pasien yang mengalami gejala sugestif infark miokard.

3.4.5 Prosedur rawat inap

Pengolahan pasien setelah mereka tiba di rumah sakit harus cepat, terutama

berkaitan dengan diagnosis dan pemberian agen fibrinolitik atau kinerja PCI primer,

jika diindikasikan. Calon PCI primer harus, sesering mungkin, diakui langsung ke

laboratorium kateterisasi, melewati gawat darurat dan / atau unit perawatan koroner

intensif, sementara calon pasien untuk fibrinolisis harus diperlakukan secara

langsung dalam pengaturan pra-rumah sakit, dalam keadaan darurat departemen

atau di unit perawatan koroner.

3.4.6 Logistik

Dalam situasi yang optimal (gambar 2), pasien panggilan sejumlah EMS

Pusat Bantuan secepatnya setelah terjadinya nyeri dada. Pengiriman EMS ambulans

lengkap dengan personil yang terlatih untuk melakukan dan menafsirkan 12 lead

ECG. Setelah EKG mengungkapkan elevasi ST-segment atau LBBB baru (atau

dianggap baru), rumah sakit PCI terdekat adalah informasi tentang perkiraan waktu

kedatangan pasien. Selama transfer ambulans, kateterisasi Laboratorium disiapkan

dan staf dipanggil, jika perlu, memungkinkan transfer langsung pasien ke

laboratorium kateterisasi tabel (dengan melewati gawat darurat dan koroner

perawatan unit). Di kasus yang mana EKG diagnostik telah dilakukan di tempat lain

(misalnya di non-PCI hospital, di kantor dokter, dll), EMS adalah meminta transfer

berdasarkan jaringan yang diikuti. Skenario ini adalah yang terbaik dicapai dalam

sebuah jejaring regional dengan volume tinggi satu PCI pusat, beberapa sekitarnya

rumah sakit non-PCI dan EMS regional tunggal. Jaringan regional seperti harus

memiliki protokol manajemen pra didefinisikan untuk pasien dengan STEMI.

Page 16: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

3.5 Terapi reperfusi

3.5.1 Mengembalikan aliran coroner dan reperfusi jaringan

Untuk pasien dengan STEMI presentasi klinis dalam jarak 12 jam onset

gejala dan dengan gigih ST-segment elevation atau baru atau dianggap LBBB baru,

awal mekanis (PCI) atau pharma cological reperfusi harus dilakukan sedini mungkin

(tabel 9).

Terdapat persetujuan umum bahwa terapi reperfusi harus dipertimbangkan

jika ada bukti klinis dan/atau electrocardiographic berkelanjutan ischemia, bahkan

jika, menurut pasien, gejala mulai > 12 jam sebelum sebagai tepat timbulnya gejala

ini seringkali tidak jelas, atau Kapan rasa sakit dan perubahan ECG telah terjadi.

Ada, bagaimanapun, tidak ada konsensus tentang apakah PCI adalah juga

bene-ficial pada pasien menyajikan > 12 jam dari onset gejala tanpa adanya bukti

klinis dan/atau electrocardiographic ischemia berkelanjutan. Di seperti asimtomatik

yang muncul akhir, (n = 347) studi acak kecil telah menunjukkan miokard

penyelamatan dan diperbaiki bertahan hidup 4 tahun yang dihasilkan dari primary

PCI, dibandingkan dengan perawatan konservatif sendirian, pada pasien tanpa

gejala persisten 12- 48 jam penyelamat setelah onset gejala. Namun, dalam pasien

yang stabil dengan oklusi arteri persisten terkait penanganan pasien , sebesar (n =

2166) tersumbat arteri Trial (OAT) mengungkapkan tidak ada manfaat klinis dari rutin

koroner intervensi dengan manajemen medis, Selain itu dari manajemen medis yang

sendirian, ketika oklusi teridentifikasi 3 - 28 hari setelah infark miokard akut,

termasuk di subgrup 331 pasien secara acak antara 24 dan 72 jam setelah onset

infark. Suatu uji meta-analisis, menguji apakah akhir recanalization arteri

penanganan pasien yang mengalami occluded bermanfaat, memberikan hasil yang

konsisten dengan OAT.

3.5.2 Seleksi dari strategi untuk reperfusi

Primary PCI didefinisikan sebagai intervensi kateter percutaneous muncul

dalam pengaturan STEMI, tanpa sebelumnya fibrinolytic (pengobatan adalah strategi

pilihan reperfusi di pasien dengan STEMI), disediakan dapat dilakukan segera (yaitu

dalam diamanatkan pedoman kali), oleh tim yang berpengalaman dan terlepas dari

apakah pasien menyajikan ke rumah sakit berkemampuan PCI (gambar 1). Jika FMC

melalui EMS atau di non-PCI-mampu centre, transfer melalui EMS untuk

laboratorium kateterisasi PCI harus dilaksanakan segera. Tim yang berpengalaman

mencakup tidak hanya ahli jantung intervensi, tetapi juga staf terampil dukungan. Ini

berarti bahwa hanya rumah sakit dengan intervensi Kardiologi didirikan program

(tersedia 24/7) harus menggunakan primary PCI sebagai pengobatan rutin. Lebih

Page 17: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

rendah tingkat mortalitas di antara pasien yang menjalani primary PCI yang diamati

di pusat dengan volume tinggi PCI prosedur. Primary PCI efektif dalam

mengamankan dan memelihara patensi arteri koroner dan menghindari beberapa

risiko perdarahan dari fibrinolisis. Uji klinis acak membandingkan tepat waktu primary

PCI dengan fibrinolytic therapy dalam rumah sakit di volume tinggi, Pusat-pusat yang

berpengalaman telah berulang kali menunjukkan bahwa primary PCI unggul untuk

fibrinolisis rumah sakit. (Dalam persidangan ini ada ada tindak lanjut rutin

penyelamatan PCI atau angiografi.) Dalam pengaturan mana primary PCI tidak

dilakukan dalam 120menit FMC oleh tim yang berpengalaman, fibrinolisis harus

dipertimbangkan, terutama jika dapat diberikan pra-rumah sakit (misalnya di

ambulans) dan dalam 120menit pertama onset gejala (gambar 2). Itu harus diikuti

oleh pertimbangan penyelamatan PCI atau rutin angiografi.

Baik studi randomized maupun registries mengindikasikan bahwa penundaan

yang panjang sebelum mencapai PCI primer memiliki hubungan dengan hasil akhir

klinis yang buruk. Keuntungan dari PCI primer dibandingkan dengan fibrinolitik telah

diperhitungkan, PCI primer penundaan yang dapat ditoleransi aitu 120 menit. Dari

hasil penelitian didapatkan hasil bahwa PCI primer (wire passage) sebaiknya

dilakukan dalam waktu 90 menit setelah FMC pada semua kasus. Pada pasien

dengan gejala yang terjadi lebih awal , dan dengan resiko kerusakan myocardium

yang luas, penundaan sebaiknya lebih pendek daripada 60 menit. Pada pasien yang

memungkinkan untuk mencapai fasilitas kesehatan dengan PCI primer juga

sebaiknya dicapai dalam waktu 60 menit setelah FMC. .Jika telah mencapai fasilitas

kesehatan tanpa PCI primer dipertimbangkan kembali apakah ada fasilitas

kesehatan yang dapat dicapai kurang dari 120 menit setelah FMC jika ada maka

lebih didahulukan untuk melakukan perujukan ke rumah sakit dengan PCI primer jika

dibandingkan dengan trombolisis sebagai pengobatan utamanya.

3.5.3 Percutaneous Coronary Intervention primer

Indikasi untuk melakukan PCI primer antara lain: PCI primer

direkomendasikan dibandingkan dengan fibrinolitik pada fasilitas dengan tim yang

berpengalaman dalam jangka waktu minimal 120 menit setelah FMC, PCI primer

direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung yang parah atau shock

cardiogenic, kecuali waktu penundaan ke PCI sangat besar setelah gejala awal.

Aspek procedural pada PCI primer antara lain: stent direkomendasikan

(dibandingakan balon angioplasty saja) sebagai PCI primer, PCI primer sebaiknya

hanya dilakukan pada pembuluh darah yang dicurigai saja dengan pengecualian

pada shock cardiogenic iskemik persistent setelah PCI pada lesi yang dicurigai, jika

Page 18: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

dilakukan oleh operator yang ahli radial sebaiknya dilakukan melalui arteri radialis

dibandingkan dengan arteri femoralis, jika pasien tidak memiliki kontraindikasi

terhadap DAPT (indikasi untuk pemberian antikoagulasi oral , atau resiko perdarahan

jangka panjang yang tinggi) dan komplians baik, DES sebaiknya lebih menjadi

pilihan jika dibandingkan dengan BMS, aspirasi thrombus rutin sebaiknya

diperhitungkan, menggunakan peralatan perlindungan distal secara rutin tidak

direkomendasiakn, penggunaan IABP rutin (pada pasien tanpa shock) tidak

direkomendasikan.

Pengobatan antitrombotik periprosedural pada intervensi PCI primer yang

direkomendasikan terdiri dari dua jenis obat yaitu terapi antiplatelet dan

antikoagulan. Pada pengobatan yang menggunakan terapi antiplatelet,

direkomendasikan menggunakan aspirin oral atau i.v. (jika tidak bisa menelan), ADP-

reseptor bloker direkomendasikan sebagai obat tambahan selain aspirin, pilihannya

antara lain: prasugrel pada pasien yang tidak pernah mendapat clopidogrel, tidak

ada riwayat stroke/TIA sebelumnya, dan usia< 75 tahun, tricagrelor, dan clopidogrel,

digunakan jika prasugrel dan ticagrelor tidak tersedia atau terdapat kontraindikasi.

GP IIb/IIa inhibitor dipertimbangkan sebagai terapi penunjang jika didapatkan bukti

angiografik adanya thrombus massif, tidak adanya aliran atau alirannya lambat atau

komplikasi trombotik.

3.5.4 Fibrinolisis dan intervensi lanjutan

Keuntungan penggunaan fibrinolitik pada pasien dengan STEMI yang tidak

yang memiliki akomodasi untuk mencapai rumah sakit dengan PCI primer jika

dibandingkan dengan menggunakan placebo yaitu dapat mencegah kematian dini

pada 30 pasien diantara 1000 pasien jika diobati dalam 6 jam setelah gejala timbul.

3.5.5 Bedah bypass coronary dan revascularisasi multivessel coronary

3.5.6 Non-reperfused patients

3.6 Penanganan hyperglikemia pada fase akut dari ST-segment elevation

Myocardial Infarction

4. PENANGANAN SELAMA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT DAN SETELAH

KELUAR RUMAH SAKIT

4.1 Logistik dan monitoring dari unit perawatan coronary

4.1.1 Unit perawatan coronary

4.1.2 Monitoring

Page 19: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

Monitoring ECG untuk aritmia dan STEMI sebaiknya dilanjutkan hingga 24

jam setelah gejala muncul.

4.1.3 Ambulasi

Pasien dengan kerusakan LV awalnya harus beristirahat tempat tidur

sebelum penilaian penanganan pasien yang mengalami tingkat pertama dan

keparahan dimungkinkan untuk deteksi awal gagal jantung dan aritmia. Dalam kasus

uncompli-cated, pasien dapat biasanya duduk dari tempat tidur pada hari pertama,

akan diizinkan untuk menggunakan commode dan melakukan perawatan diri dan diri

makan. Ambulation sering dapat mulai awal (khususnya di pasien yang diobati

melalui akses radial). Pasien yang memiliki experi-laiki komplikasi harus disimpan di

tempat tidur untuk lagi dan melanjutkan aktivitas fisik sebagai fungsi dari gejala dan

tingkat kerusakan miokard.

4.1.4 Lama rawat inap

4.2 Penilaian resiko dan pencitraan

4.2.1 Indikasi dan pemilihan waktu

4.3 Penilaian dari myocardial viability

LV disfungsi setelah infark miokard akut mungkin karena necrosis, untuk

yang menakjubkan dari miokardium layak yang tersisa dalam penanganan pasien

yang mengalami wilayah, hibernasi miokardium yang layak, atau kombinasi

ketiganya. Menakjubkan sederhana harus memulihkan dalam waktu 2 minggu

iskemik akut penghinaan jika ischemia tidak bertahan Namun, jika itu terjadi, maka

menakjubkan berulang dapat menjadi hibernasi dan memerlukan revaskularisasi

untuk pemulihan fungsi. Konsep-konsep ini adalah yang paling relevan dalam pasien

dengan fungsi LV parah setelah infark ketika membutuhkan revaskularisasi untuk

meningkatkan fungsi dianggap (misalnya setelah sukses fibrinolisis). Beberapa

teknik pencitraan, termasuk PET, satu emisi photon CT, dan dobutamine stres

ekokardiografi telah dievaluasi secara ekstensif untuk penilaian kelayakan dan

prediksi hasil klinis setelah infark miokard revaskularisasi. Dalam umum, teknik

pencitraan nuklir memiliki sensitivitas yang tinggi, sedangkan teknik mengevaluasi

cadangan kontraktil memiliki kepekaan agak lebih rendah tetapi lebih tinggi

kekhususan. MRI memiliki akurasi diagnostik yang tinggi untuk menilai sejauh mana

transmural jaringan parut infark miokard, namun kemampuan untuk mendeteksi

kelangsungan hidup dan memprediksi pemulihan tembok gerak tidak lebih unggul

teknik pencitraan lain.

Perbedaan dalam kinerja berbagai teknik pencitraan kecil, dan pengalaman

dan ketersediaan umum menentukan adalah teknik yang digunakan. Bukti saat ini

adalah sebagian besar didasarkan pada pengamatan studi atau metaanalyses,

Page 20: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

dengan pengecualian dua acak klinis uji, baik yang berkaitan PET pencitraan. Pasien

dengan substansial jumlah disfungsional tapi layak miokardium cenderung dari infark

miokard revaskularisasi dan mungkin Tampilkan perbaikan dalam regional dan global

kontraktil fungsi, gejala, latihan kapasitas dan prognosis jangka panjang.

4.4 Pengobatan jangka panjang untuk ST-segment elevation

Myocardial Infarction

Pada pasien dengan penyakit kronik yaitu penyakit coroner yang baru

sembuh dari STEMI meiliki resiko serangan ulang dan kematian yang lebih awal.

Menurut penilitian kematian juga terjadi setelah pasien keluar dari rumah sakit,

meskipun pengobatan jangka panjang nantinya akan menjadi tanggung jawab dokter

umum namun, pncegahan juga sudah harus dimulai sejak pasien masih berada di

dalam rumah sakit. Hal-hal yang dapat dilakukan saat masih dirumah sakit yaitu

antara lain menjelaskan bagaimana pentingnya mengubah gaya hidup sebagai

upaya pencegahan. Oleh karena itu kolaborasi dan kerja sama yang baik diharapkan

dalam tim medis yang mengani pasien antara lain, dokter, perawat, spesialis

rehabilitasi medic, fisioterapis, dietisian, apoteker, dan dokter spesialis cardiologi.

4.4.1 Interfensi gaya hidup dan mengontrol factor resiko

Interensi kunci yaitu mengubah gaya hidup. Menurut penilitian kematian juga

terjadi setelah pasien keluar dari rumah sakit, meskipun pengobatan jangka panjang

nantinya akan menjadi tanggung jawab dokter umum namun, pncegahan juga sudah

harus dimulai sejak pasien masih berada di dalam rumah sakit. Hal-hal yang dapat

dilakukan saat masih dirumah sakit yaitu antara lain menjelaskan bagaimana

pentingnya mengubah gaya hidup sebagai upaya pencegahan. Oleh karena itu

kolaborasi dan kerja sama yang baik diharapkan dalam tim medis yang mengani

pasien antara lain, dokter, perawat, spesialis rehabilitasi medic, fisioterapis, dietisian,

apoteker, dan dokter spesialis cardiologi.

4.4.1.1 Berhenti merokok

Pasien dengan ACS yang merokok memiliki resiko mengalami STEMI dua

kali lipat dibandingkan pasien yang tidak merokok, hal ini mengindikasikan efek

protrombosis yang kuat dari rokok, dari penelitian observasional didapatkan pasien

yang berhenti merokok mengurangi angka kematian jika dibandingkan dengan

pasien yang masih tetap merokok. Berhenti merokok merupakan prevensi sekunder

yang paling efektif. Dengan menghentikan merokok selama masa akut dan

rehabilitasi dapat membantu pasien untuk menghentikan kebiasaan merokok nya

dan penggunaan plester nikotin ,bupropion, dan obat anti depresan terbukti

membantu pasien untuk menghentikan merokok dan terbukti tidak memiliki efek

Page 21: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

buruk terhadap pasien ACS. Protocol penghentian merokok sebaiknya di adopsi

pada setiap rumah sakit.

4.4.1.2 Diet dan mengontrol berat badan

4.4.1.3 Aktifitas fisik

Terapi olahraga terbukti membantu dalam program rehabilitasi pada pasien

dengan STEMI. Dapat mengurangi kecemasan yang terkait dengan penyakit yang

mengancam kehidupan dan meningkatkan kepercayaan diri pasien. Mekanisme

empat dianggap menjadi mediator im-portant dari tingkat penurunan jantung

peristiwa: (i) peningkatan fungsi endotel; (ii) mengurangi perkembangan lesi koroner;

(iii) mengurangi risiko thrombogenic dan (iv) meningkatkan collateralization.

Kapasitas latihan, latihan kardio dan persepsi kesejahteraan juga telah dilaporkan

untuk meningkatkan, setidaknya selama periode pelatihan sebenarnya, bahkan pada

pasien dengan usia. Tiga puluh menit dari moder - makan intensitas latihan aerobik

setidaknya lima kali per minggu adalah setiap langkah peningkatan kapasitas latihan

puncaknya adalah berhubungan.

4.4.1.4 Mengontrol tekanan darah

Pada pasien hipertensi dengan STEMI, tekanan darah harus baik dikontrol.

Data dari analisis retrospektif dari atorVastatin PRavastatin atau evaluasi dan infeksi

terapi Thrombolysis di infark miokard 22 (MEMBUKTIKANNYA TIMI 22) percobaan

menunjukkan bahwa, setelah sindrom koroner akut, tujuan tekanan darah sistol <

140 tapi tidak <110 mm Hg.

4.4.1.5 Intervensi factor psikososial

Ada bukti bahwa manajemen stres berguna dalam pengaturan ini: pada hari

percobaan 362 pasien, berusia 75 tahun atau lebih muda, dengan infark miokard

akut, PCI atau CABG dalam 12 bulan terakhir, diacak untuk menerima perawatan

tradisional atau perawatan tradisional plus sebuah program terapi perilaku kognitif

yang difokuskan pada manajemen stres. Selama rata-rata 94 bulan Follow-up,

kelompok intervensi memiliki tingkat lebih rendah 41% fatal dan non-fatal pertama

penyakit kardiovaskular berulang peristiwa (45% lebih sedikit berulang akut miokard

infarctions) dan non-signifikan 28% semua sebab kematian yang lebih rendah

daripada kelompok referensi setelah penyesuaian untuk variabel-variabel lainnya

mempengaruhi hasil.

4.4.1.6 Program rehabilitasi berdasarkan olah raga

Rehabilitasi berbasis latihan telah terbukti lebih efektif dalam mengurangi

kematian dan risiko reinfarction, serta meningkatkan faktor risiko, kapasitas berbasis

latihan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup setelah infark

Page 22: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

miokard infarction. Namun manfaat ini didirikan di era sebelum perawatan modern

peristiwa STEMI dan Britania baru acak trialfailed untuk menunjukkan manfaat

program rehabilitasi pada hasil klinis atau kualitas life. Dalam penelitian rando-mized

besar yang lain, jangka panjang bisa disebabkan berbagai faktor, pendidikan dan

behav-ioural intervensi terbukti layak dan berkelanjutan dalam jangka panjang

setelah infark miokard, dan mengurangi beberapa hasil klinis particularly re-infark

and global kardiovaskular risk. Adalah sebuah keuntungan ta

mbahan dari rehabilitasi samping upaya untuk membantu memastikan tepat

titrasi dan pemantauan terapi kunci, berbasis bukti setelah STEMI.

4.4.1.7 Melanjutkan kegiatan

Tidak rekomendasi yang diberikan secara umum tentang kapan dapat

dilakukan kegiatan fisik pada pasien. Keputusan diambil secara individual,

berdasarkan dengan fungsi ventrikel kiri, kesempurnaan dari revaskularisasi dan

control pada ritme. Sakit yang berkepanjangan biasanya tidak dilakukan aktifitas fisik

atau aktivitas fisik ringan hingga medium segera setelah pasien keluar rumah sakit.

Kegiatan sexual disesuaikan dengan kemampuan fisik pasien. Perjalan jauh yang

menggunakan jalur udara sebaiknya dihindari untuk jangka waktu 4-6 minggu

setelahnya jika didapatkan sisa iskemik atau ditemukan disfungsi ventrikel kiri.

4.4.2 Pengobatan antithrombotic

4.4.2.1 Aspirin

Pemberian aspirin terbukti menberi manfaat dalam prevensi sekunder, aspirin

sebaiknya diberikan pada semua pasien STEMI. Sedangkan dosis penggunaanya

masih dalam perdebatan. Untuk pengobatan pada beberapa hari pertama,

penggunaan aspirin dan clopidogrel dalam dosis optimal bermanfaat dalam

mengurangi kejadian ulang. Pada penelitian yang dilakukan gagal mendapatkan

perbedaan antara pemberian dosis rendah (75-100 mg/hari) dan dosis yang relative

tinggi (300-325 mg/hari). Akan tetapi ditemukan bahwa pemberian dengan dosis

rendah dapat mengurangi kejadian perdarahan gastrointestinal. Pada penggunaan

jangka panjang pemberian dosis rendah menjadi pilihan. Data platelet agregasi

menunjukkan bahwa terjadi turnover yang cepat pada pasien yang menderita

diabetes sehingga memerlukan dosis yang lebih tinggi atau pemberian yang lebih

sering untuk mencapai dosis optimal. Pada pasien dengan hipersensitif dengan

aspirin dapat menjalani terapi desensitisasi atau jika dengan terapi ini tetap tidak

toleran dapat digantikan dengan pemberian clopidogrel (75 mg/hari) sebagai

prevensi sekunder jangka panjang.

4.4.2.2 Durasi dari dual antiplatelet therapy dan

antithrombotic

Page 23: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

Kombinasi terapi setelah infark miokard elevasi ST-segment DAPT,

menggabungkan aspirin dan penyekat reseptor ADP (clopidogrel, prasugrel atau

ticagrelor), direkomendasikan di pasien dengan STEMI yang menjalani primary PCI

(untuk sampai dengan 12 bulan), fibrinolisis (hingga 12 bulan, meskipun data yang

tersedia berhubungan hanya untuk satu bulan DAPT) dan pada pasien yang tidak

mereka menjalani terapi reperfusi (setidaknya 1 bulan dan 12 bulan). Pilihan

penyekat reseptor ADP telah dibahas sebelumnya. Sementara ada tidak ada data

percobaan untuk dukungan diperpanjang DAPT, pengobatan untuk 12 bulan setelah

stenting dan untuk 9-12 bulan setelah STEMI secara tradisional telah

direkomendasikan oleh konsensus dalam pedoman terlebih dahulu, terlepas dari

apakah stent (BMS atau DES) digunakan.

Beberapa studi telah menyarankan bahwa ada manfaat di diperpanjang

durasi dari DAPT melampaui 6 atau 12 bulan setelah penempatan DES untuk

mencegah iskemik acara dan trombosis stent, tapi studi ini, bahkan ketika

menggenang, termasuk jumlah yang relatif kecil STEMI pasien. Beberapa uji besar

yang berkelanjutan, termasuk studi terapi Antiplatelet Dual (DAPT), menguji apakah

durasi yang lebih lama dual antiplatelet pada terapi mengikuti stenting manfaat klinis.

Jelas, setelah stenting untuk ACS, khususnya STEMI, diperpanjang DAPT

mengurangi risiko stent trombosis, reinfarction dan angka kematian kardiovaskuler,

dan lebih kuat DAPT dikaitkan dengan besar manfaat klinis post ACS jenis apapun.

Sambil menunggu hasil percobaan berlangsung, durasi 9-12 bulan DAPT

direkomendasikan, dengan ketat minimal satu bulan untuk pasien yang menerima

BMS dan enam bulan bagi mereka yang menerima DES. Hal ini penting untuk

menginformasikan pasien dan dokter mereka tentang perlunya menghindari

penghentian prematur DAPT.

Pada pasien dengan STEMI dan fibrilasi atrium dan kebutuhan antikoagulan

permanen setelah primary PCI [berdasarkan kegagalan jantung, hipertensi, usia,

Diabetes, Stroke (ganda) (CHADS2) atau kegagalan jantung, hipertensi, umur 65-74,

umur > 75 (ganda), Diabetes, penyakit vaskular Stroke (ganda), dan Sex kategori

(perempuan) (CHA2DS2-VASc) nilai > 2], % ‘triple terapi’ menggabungkan aspirin,

ADP reseptor antagonis dan antikoagulan oral, dianjurkan untuk mengurangi beban

thromboembolic komplikasi yang terkait dengan fibrilasi atrium dan meminimalkan

risiko stent trombosis.

Namun, itu juga dikaitkan dengan peningkatan komplikasi pendarahan dan

karenanya digunakan untuk jangka waktu sesingkat mungkin. Hal ini merupakan

kontroversi, dengan bukti-bukti yang hilang, dan beberapa dokumen konsensus telah

Page 24: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

mencoba untuk menawarkan algoritma untuk pengambilan keputusan. Selain itu, di

STEMI pasien dengan indikasi untuk seimbang, dan di antaranya stent yang

diperlukan, pilihan BMS atas DES akan muncul untuk meminimalkan durasi triple

terapi dan oleh karena itu risiko perdarahan.

Manfaat ini harus ditimbang terhadap manfaat DES dalam mencegah

restenosis. Proteksi lambung, sebaiknya dengan inhibitor pompa proton, harus

dipertimbangkan untuk pasien dengan riwayat perdarahan gastrointestinal dan

sesuai untuk pasien dengan beberapa faktor risiko untuk perdarahan, seperti usia

lanjut, digunakan bersamaan anticoagu-lants, steroid atau obat anti-inflamasi non-

steroid termasuk aspirin dosis tinggi, dan infeksi Helicobacter pylori. Tidak terbukti

adanya interaksi antara proton pump inhibitor dengan inhibitor reseptor P2Y12 baru

yang poten, dan tidak ada bukti yang jelas apakah ada interaksi antara penggunaan

proton pump inhibitor dengan clopidogrel. Pada banyak kasus manfaat dari

pencegahan atau meminimalkan perdarahan pada pasien lebih penting dibandingkan

memikirkan efek samping dari interaksi farmakokinetik. Pada penelitian yang terbaru

dilakukan pemberian obat anti-Xa pada pasien ACS-trombolisis MI, pada percobaan

ini menggunakan obat rivaroxaban, selain penggunaan aspirin dan clopidogrel. Dari

percobaan ini didapatkan bahwa, pemberian rivaroxaban dosis rendah (2,5 mg dua

kali sehari) dapat mengurangi angka kejadian kematian cardiovascular, MI dan

stroke, dan penyebab kematian yang lain. Dan hal yang lebih menarik dari penelitian

ini didapatkan bahwa penambahan pengobatan ini dapat menurunkan angka stent

thrombosis hingga sepertiganya. Tetapi hal ini juga diikuti dengan peningkatan

kejadian perdarahan yang tidak terkait dengan CABG hingga tiga kali lipatnya.

4.4.3 Beta-blockers

Manfaat dari perawatan jangka panjang dengan beta blocker setelah STEMI

mapan, meskipun sebagian besar dari uji pra kencan munculnya modern reperfusi

terapi dan Intracavernous. Peran rutin awal pelaksanaan administrasi, di sisi lain,

adalah kurang mapan. Oral administrasi beta-blockers tampaknya dikaitkan dengan

manfaat, tetapi dosis tinggi, awal i.v. dikaitkan dengan bahaya yang awal dan

peningkatan mortalitas dalam sidang COMMIT yang besar. Dengan demikian, cairan

awal penggunaan beta blocker merupakan kontraindikasi pada pasien dengan tanda-

tanda klinis hipotensi atau jantung kongestif. Penggunaan awal mungkin dikaitkan

dengan manfaat sederhana dalam resiko rendah, haemodynamically stabil pasien.

Pada kebanyakan pasien, bagaimanapun, bijaksana untuk menunggu pasien untuk

menstabilkan sebelum memulai betablocker dan menggunakan lisan, daripada i.v.,

administrasi. Dalam uji kontemporer memanfaatkan primary PCI, beta blocker tidak

Page 25: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

telah menyelidiki, meskipun tidak masuk akal untuk memperhitungkan

keuntungannya.

4.4.4 Pengobatan penurunan kadar lipid/lemak

Manfaat dari statin dalam pencegahan sekunder telah tegas menunjukkan,

dan spesifik telah menunjukkan manfaat dari awal dan intensif statin terapi. Meta-

analisis terbaru uji membandingkan lebih vs kurang intensif penurunan kolesterol

LDL dengan statin menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan kurang intensif rezim,

lebih intensif statin terapi menghasilkan pengurangan risiko kematian kardiovaskular,

bebas fatal serangan jantung, stroke iskemik dan revaskularisasi koroner. Untuk

setiap 1.0 mmol/L pengurangan kolesterol LDL, pengurangan risiko ini lebih lanjut

yang mirip dengan pengurangan proporsional di pengadilan terhadap statin vs

kontrol. Oleh karena itu, statin harus diberikan untuk semua pasien dengan infark

miokard akut, irrespectve konsentrasi kolesterol.

Perawatan ini harus mulai awal selama pengakuan, karena hal ini

meningkatkan pasien kepatuhan setelah pelepasan, dan diberikan pada dosis tinggi,

seperti ini yang berhubungan dengan awal dan berkelanjutan manfaat klinis. Tujuan

pengobatan adalah konsentrasi LDL-kolesterol, 1.8 mmol/L (, 70 mg/dL).

Penggunaan lebih rendah intensitas statin terapi harus dipertimbangkan dalam

pasien pada peningkatan risiko efek samping dari statin (misalnya orang tua, pasien

dengan gangguan hati atau ginjal, dengan efek samping yang sebelumnya statin

atau potensi untuk interaksi dengan penting seiring terapi).

Lipid harus direevaluasi 4-6 minggu setelah ACS, untuk menentukan apakah

target level telah dicapai dan mengenai isu-isu keselamatan; dosis statin kemudian

dapat disesuaikan sesuai. Mengingat hasil uji coba dengan dosis tinggi atorvastatin

dan simvastatin dan risiko yang terkait dengan dosis tinggi simvastatin, data

percobaan terkuat yang tersedia sejauh mendukung atorvastatin pada dosis 80 mg

sehari-hari, kecuali dosis tinggi statin buruk ditoleransi sebelumnya di pasien. Pada

pasien yang dikenal untuk menjadi toleran terhadap setiap dosis statin, pengobatan

dengan ezetimibe harus dipertimbangkan.

Konsumsi n-3 asam lemak tak jenuh ganda menurunkan mortalitas di

Selamat infark miokard dalam satu studi, tetapi gagal untuk mempengaruhi hasil

klinis dalam dua percobaan lebih baru yang menggunakan terapi pencegahan

berbasis bukti yang modern dan karena itu tidak dianjurkan dalam amalan rutin.

4.4.5 Nitrat

Pemberian nitrat routine pada STEMI tidak membrikan hasil pleh karena itu

tidak direkomendasikan. Pemberian nitrat intravena mungkin dapat berguna pada

Page 26: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

fase akut pada pasien dengan hipertensi dan gagal jantung, dengan sudah

dipastikan bahwa pasien tidak mengalami hipotensi, infark ventrikel kanan atau

dalam penggunaan phosphodiesterase type 5 inhibitor dalam 48 jam terakhir. Pada

fase akut dan stabil, pemberian nitrat bermanfaat untuk mengontrol gejala angina.

4.4.6 Calcium antagonist

Pada percobaan meta analisi dalam pemberian calcium antagonist awal pada

serangan STEMI memperlihatkan efek yang buruk. Tidak ada kasus yang dapat

menggunakan obat ini sebagai pengobatan profilaksis pada fase akut. Sedangkan

pada fase kronik verapamil mungkin dapat membantu mencegah infark ulang dan

kematian. Pada pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap beta-blocker, yang

menderita penyakit pernafasan obstruksi, penggunaan calcium antagonist

merupakan pilihan yang rasional untuk pasien dengan gagal jantung, meskipun

harus berhati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi LV. Pemakaian

dihydropyiridine secara rutin, menunjukkan gagal memberi manfaat pada pasien

setelah mengalami STEMI oleh karena itu hanya boleh diresepkan untuk pasien

dengan indikasi yang jelas seperti hipertensi atau angina.

4.4.7 Angiotensin-converting enzyme inhitors dan angiotensin receptor

blocker

Hal ini juga membuktikan bahwa inhibitor enzim (ACE) mengkonversi

angiotensin harus diberikan kepada pasien dengan fraksi ejeksi gangguan (, 40%)

atau yang mengalami gagal jantung dalam tahap awal. Gambaran yang sistematis uji

ACE inhibisi pada awal STEMI mengindikasikan bahwa terapi ini aman, baik

ditoleransi dan dikaitkan dengan penurunan kecil tetapi signifikan dalam mortalitas

30-hari, dengan sebagian besar manfaat yang diamati dalam minggu pertama.

Pendapat masih berbeda pendapat mengenai apakah akan memberi ACE inhibitor

untuk semua pasien atau pasien risiko tinggi. Pasien yang tidak mentolerir ACE

inhibitor harus diberikan reseptor angiotensin blocker ARB).

Penggunaan inhibitor ACE harus dipertimbangkan dalam semua pasien

dengan aterosklerosis, tapi, mengingat efeknya yang relatif sederhana, penggunaan

jangka panjang mereka tidak dianggap wajib pada posting STEMI pasien yang

normotensive, tanpa gagal jantung, atau memiliki disfungsi sistolik LV maupun

diabetes. Dua ujian telah dievaluasi ARB, dalam konteks STEMI, sebagai alternatif

untuk ACE inhibitor: Optimal percobaan di miokard Infark dengan sidang Angiotensin

II antagonis Losartan (OPTIMAAL) dengan losartan (50mg) gagal untuk

menunjukkan superioritas atau inferioritas bebas bila dibandingkan dengan kaptopril

Page 27: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

(50 mg tiga kali sehari).

Sebaliknya, infark miokard VALsartan di akut percobaan dibandingkan

valsartan sendirian (160 mg dua kali sehari), dosis penuh kaptopril (50 mg tiga kali

sehari), atau kedua (80 mg dua kali sehari-hari dan 50 mg tiga kali sehari). Kematian

serupa dalam tiga kelompok tapi discontinuations lebih sering dalam kelompok-

kelompok yang menerima kaptopril. Oleh karena itu valsartan, dalam dosis yang

digunakan dalam percobaan, mewakili sebuah alternatif untuk ACE inhibitor pada

pasien yang memiliki tanda-tanda klinis gagal jantung dan/atau fraksi ejeksi > 40%,

terutama pada pasien yang tidak mentoleransi ACE inhibitor.

4.4.8 Aldosterone antagonist

Gagal Eplerenone posting AMI jantung khasiat dan kelangsungan hidup studi

(Efesus) percobaan acak 6642 posting STEMI pasien dengan disfungsi LV (fraksi

ejeksi, 40%) dan gagal jantung atau diabetes eplerenone, Pemblokir aldosteron

selektif atau placebo. Setelah ikutan berarti 16 bulan, ada 15% pengurangan relatif

mortalitas total dan pengurangan 13% komposit kematian dan rawat inap untuk

peristiwa kardiovaskular. Hyperkalaemia parah ini lebih sering terjadi pada kelompok

yang menerima eplerenone. Hasilnya menunjukkan bahwa blokade aldosteron dapat

dipertimbangkan untuk posting STEMI pasien dengan fraksi ejeksi <40% dan gagal

jantung atau diabetes, asalkan konsentrasi kreatinin, 221 mmol/L (2,5 mg/dL) pada

pria dan, 177 mmol/L (2.0 mg/dL) pada wanita, dan kalium, 5.0 mEq/L. rutin

pemantauan serum kalium dibenarkan.

4.4.9 Magnesium, glucose-insulin-potassium,lidocaine

Tidak ada keuntungan pada pemberian magnesium rutin, glukosa, insulin,

potassium, atau lidokain pada pasien dengan STEMI.

5. KOMPLIKASI YANG MENGIKUTI ST-ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION

5.1 Gangguan hemodynamic

5.1.1 Gagal jantung

Disfungsi myocardial banyak terjadi saat proses akut maupun subakut

setelah STEMI muncul. Proses perbaikan yang cepat terjadi biasanya terjadi setelah

dilakukan prosedur revaskularisasi awal yang berhasil baik dengan PCI maupun

trombolisis. Akantetapi jika STEMI terjadi karena cedera transmural ataupun

obstruksi mikrovaskular, terutama jika terjadi pada dinding anterior, gangguan pompa

jantung disertai dengan remodeling patologis dan dengan tanda dan gejala gagal

jantung dapat mempersulit fase akut dan hasil akhir dari gagal jantung kronik. Gagal

Page 28: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

jantung juga dapat konsekuensi dari aritmia berkelanjutan atau mekanis komplikasi

STEMI.

Diagnosis klinis gagal jantung selama fase akut dan subakut STEMI

didasarkan pada khas gejala seperti dyspnoea, tanda-tanda seperti takikardia sinus,

ketiga jantung rales suara atau paru-paru, dan beberapa bukti yang objektif dari

jantung dysfunc-tion, seperti LV dilatasi dan mengurangi fraksi ejeksi. Peptida

natriuretic [B-type natriuretic peptida (PNB) dan N-terminal pro-BNP] naik dalam

menanggapi dinding miokard peningkatan stres dan telah terbukti menjadi berguna

biomarker dalam pengelolaan pasien dengan gagal jantung kronis. Bukti telah

mendirikan peran mereka dalam mendiagnosis, pementasan, membuat keputusan

pemberian cairan dan mengidentifikasi pasien pada risiko kejadian klinis yang buruk.

Tingkat normal memiliki nilai prediktif negatif yang kuat. Nilai mereka pada gagal

jantung akut yang mengikuti MI kurang baik didirikan, karena perubahan mendadak

dalam LV sistolik dan diastolik fungsi yang mengikuti MI dan yang relatif lama

setengah hidup peptida ini. Penting, kondisi seperti hipertrofi LV, takikardia,

ischemia, disfungsi ginjal, usia lanjut, obesitas dan pengobatan dapat mempengaruhi

tingkat. Tidak ada yang pasti memotong nilai pada pasien dengan tanda-tanda dan

gejala gagal jantung mengikuti akut MI, dan tingkat harus ditafsirkan dalam

hubungannya dengan kondisi klinis pasien.

LV disfungsi adalah prediktor terkuat tunggal kematian mengikuti STEMI.

Mekanisme yang bertanggung jawab untuk LV disfungsi dalam fase akut mencakup

kerugian miokard dan model infark, disfungsi iskemik (menakjubkan), Atrium dan

ventrikel aritmia dan katup disfungsi (pra yang ada atau baru). Sering ada bukti baik

sistolik dan diastolik disfungsi. Comorbidities seperti infeksi, penyakit paru, disfungsi

ginjal, diabetes atau anemia sering memberikan kontribusi ke gambar klinis. Tingkat

gagal jantung berikut infark miokard dapat dikategorikan Menurut klasifikasi Killip:

kelas I, tidak ada rales atau ketiga jantung suara; Kelas II, kemacetan paru dengan

rales, 50% bidang paru-paru, sinus takikardia atau ketiga jantung suara; Kelas III,

edema paru dengan rales lebih dari 50% bidang paru-paru dan kelas IV, kardiogenik

syok.

Penilaian hemodinamik harus didasarkan pada pemeriksaan menyeluruh

pohon bunga ini jeni ical, terus-menerus ECG telemetri jantung dan irama, saturasi

oksigen, pemantauan tekanan darah dan per jam kemih. Pasien yang dicurigai gagal

jantung harus dievaluasi awal oleh ekokardiografi/Doppler transthoracic.

Ekokardiografi alat diagnostik kunci dan harus dilakukan untuk menilai LV volume,

katup fungsi, fungsi dan tingkat kerusakan myocardial, dan untuk mendeteksi

mekanis komplikasi. Evaluasi Doppler izin penilaian aliran, gradien, diastolik fungsi

Page 29: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

dan tekanan pengisian. Dada X-ray akan menilai luasnya dari paru kemacetan dan

mendeteksi kondisi lain penting seperti infeksi paru, penyakit paru kronik dan efusi

pleura.

Kemerosotan tak terduga dari status klinis pasien, dengan bukti dari

gangguan haemodynamic , harus memicu sebuah reevaluation dengan sebuah

pemeriksaan echocardiographic ulang, secara khusus mencari bukti dari LV

disfungsi progresif atau komplikasi mekanis. Pada pasien yang dipilih yang

memberikan respon secara tidak memadai untuk ukuran konvensional dan yang

memiliki bukti ischemia berkelanjutan, elevasi ST persisten atau LBBB baru yang

membutuhkan revaskularisasi lebih lanjut harus dipertimbangkan.

Pasien dengan cedera miokard ekstensif selama fase akut dapat

mengembangkan gejala dan tanda-tanda gagal jantung kronis. Diagnosis ini

membutuhkan manajemen sesuai pedoman untuk pengobatan gagal jantung kronis.

Dipilih pasien dengan gagal jantung kronis, gejala dan fraksi ejeksi berkurang atau

tidak sinkron secara elektrik, sebagaimana dibuktikan oleh QRS perpanjangan,

mungkin memenuhi kriteria untuk implantasi defibrilator cardioverter, jantung

resynchronization terapi (CRT), atau jantung resynchronization terapi defibrilator.

Kriteria ini disajikan dalam pedoman hari yang berfokus pada terapi perangkat.

5.1.1.1 Hypotensi

Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik terus-menerus, 90

mmHg. Ini mungkin karena gagal jantung tetapi juga untuk diperbaiki hipovolemia,

gangguan irama diobati atau mekanik komplikasi. Jika berkepanjangan, hipotensi

dapat menyebabkan disfungsi ginjal, nekrosis tubular akut dan output urin berkurang.

5.1.1.2 Pulmonary congestion

Kongesti paru ditandai dengan dyspnoea dengan basal rales paru,

mengurangi saturasi oksigen arteri, paru kemacetan dada X-ray dan respon klinis

terhadap terapi diuretik dan / atau vasodilator.

5.1.1.3 Low output states

Keadaa output rendah dengan tanda-tanda perfusi perifer yang miskin dan

hipotensi, disfungsi ginjal dan mengurangi urin output. Ekokardiografi dapat

mengungkapkan miskin fungsi ventrikel kiri, komplikasi mekanis atau infark kanan.

5.1.1.4 Shock cardiogenic

Page 30: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

Cardiogenic shock mempersulit 6 - 10 persen dari semua kasus stemi dan

masih menjadi penyebab kematian tertinggi, dengan rumah sakit tingkat kematian

mendekati 50 %. Meskipun shock sering berkembang awal setelah terjadinya infark

miokard akut, hal ini biasanya tidak terdiagnosis di rumah sakit presentasi. Di harus

kita emergently revascularize tersumbat coronaries untuk cardiogenic shock ( shock )

catatan uji coba, dari pasien yang akhirnya dikembangkan shock selama rawat inap,

ini terjadi dalam 6 jam di sekitar 50 persen dan dalam waktu 24 jam di 75 %. Ada

berbagai spektrum gejala klinis, tanda-tanda dan haemodynamic temuan yang

mendefinisikan kehadiran dan keparahan cardiogenic shock dan yang langsung

terkait untuk jangka pendek hasil.

Pasien biasanya hadir dengan tekanan darah rendah, bukti rendah jantung

output ( beristirahat tachycardia, mengubah status, mental oliguria, keren peripheries

) dan paru-paru kongesti. Yang mengejutkan adalah haemodynamic kriteria untuk

cardiogenic jantung indeks ini; 2,2 l / min / m2 dan peningkatan wedge tekanan dari

> 18 mmhg. Selain itu, diuresis biasanya & ini; 20 ml merupakan / h. mengejutkan

adalah juga dianggap hadir jika i.v. Inotropes dan / atau sebuah iabp diperlukan

untuk menjaga tekanan darah sistolik < 90 mmhg. Hal ini biasanya asso ciated

dengan luas lv kerusakan, tapi mungkin terjadi di kanan ventrikular miokard. Kedua

pendek dan jangka panjang muncul terkait dengan kematian awal sistolik lv disfungsi

dan keparahan mitral regurgitasi.

Kehadiran benar ventrikular disfungsi pada e arly echocardiography ini juga

penting dari suatu prediksi merugikan prognosis, terutama dalam kasus

dikombinasikan ventrikel kiri dan kanan. Baseline dan menindaklanjuti stroke volume

indeks dan menindaklanjuti stroke bekerja indeks tampak pada paling kuat

haemodynamic predictors dari 30 hari kematian pada pasien di cardiogenic shock

dan lebih berguna daripada tradisional haemodynamic variabel. Karena itu,

cardiogenic shock karakte terization dan manajemen tidak selalu membutuhkan

invasif akusebagai urement dari lv mengisi tekanan dan jantung output melalui

sebuah pulmonalis ejeksi kateter tapi lv fraksi terkait mekanis dan komplikasi harus

dievaluasi mendesak oleh dua dimensi echocardiography Doppler.

Manajemen cardiogenic shock rumit myocardial miokard akut termasuk

stabilitas haemodynamic, terapi medis atau mekanis tercapai dengan dukungan,

peredaran darah dan emergent revascularization dengan cara pci atau cabg operasi.

Obat treatment dari cardiogenic shock rumit stemi termasuk antithrombotics, cairan,

vasopressors dan inotropes. Antithrombotics harus akan diberikan sebagai secara

rutin yang ditunjukkan dalam stemi pasien, meskipun clopidogrel, prasugrel atau

ticagrelor harus ditunda sampai angiography, karena segera cabg operasi mungkin

Page 31: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

akan diperlukan. Cairan administrasi sering digunakan secara patofisiologi, meskipun

memiliki belum dianalisis di uji acak. Dalam bentuk lain dari shock, Namun,

dukungan cairan awal meningkatkan kelangsungan hidup. Demikian pula,

vasopressors dan inotropes yang digunakan karena mereka menguntungkan

hemodinamik efek, tapi tak satu pun telah menghasilkan perbaikan gejala yang

konsisten dan banyak yang disebabkan penurunan dalam kelangsungan hidup yang

mungkin berhubungan dengan efek Seluler merugikan obat ini.

Uji acak hari dibandingkan norepinefrin dengan dopamin pada 1679 pasien

syok, termasuk 280 dengan kardiogenik syok. Dopamin ini terkait dengan kematian

lebih tinggi di cardiogenic shock subgroup dan lebih kejadian buruk yang terutama

arrhythmic peristiwa untuk keseluruhan kelompok. Karena itu, ketika tekanan darah

yang rendah, norepinefrin harus menjadi pilihan pertama. Seharusnya digunakan

pada dosis dititrasi serendah mungkin dan tekanan sistolik sampai arteri naik untuk

setidaknya 80 mmhg. Kemudian dan karena efek dobutamine beta-2-adrenergic

yang dapat diberikan secara bersamaan untuk meningkatkan contractility.

5.1.2 Penanganan gagal jantung yang mengikuti ST-segment

elevasi myocardial infarction

Langkah-langkah umum meliputi: mengambil sejarah yang menyeluruh,

termasuk terapi medis sebelumnya dan pemeriksaan fisik dengan penilaian status

hemodinamik pasien. Sangat penting untuk mendeteksi dan mengelola dysrhythmias

Atrium dan ventrikel, disfungsi katup, pasca infark ischemia dan hipertensi. Komorbid

seperti infeksi, penyakit paru, disfungsi ginjal, diabetes, anemia, atau kelainan

laboratorium lainnya sering memberikan kontribusi ke gambar klinis. Pasien dengan

gagal jantung biasanya membutuhkan terapi oksigen dan pemantauan saturasi

oksigen oleh oximeter dengan target. 95% (90% pada pasien penyakit paru obstruktif

kronik) dan penilaian gas darah berkala. Perawatan harus diambil, pada pasien

dengan penyakit serius obstruktif airways, untuk menghindari hypercapnia. Pada

pasien hipotensif, pemberian volume sebaiknya dicoba pada pasien tanpa bukti

volume overload atau kongestive. Kebanyakan pasien membutuhkan terapi diuretik,

dan peningkatan dyspnea mendukung diagnosis

5.1.3 Arimia dan gangguan konduksi pada fase akut

Aritmia dan gangguan konduksi yang umum pada awal jam setelah infark

miokard. Menurut rekaman dari monitor jantung ditanamkan dalam 11 + 5 hari dari

sebuah infark miokard akut, insiden adalah 28 % untuk onset baru atrium fibrillasi, 13

Page 32: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

% untuk non-sustained ventricular tachycardia, 10 % untuk atrioventricular high-

degree blok (<30 denyut per menit yang berlangsung selama > 8 s ), 7 % untuk sinus

bradycardia ( <30 denyut per menit yang berlangsung selama > 8 s ), 5 % untuk

sinus menangkap ( > 5 s ), 3 persen untuk berkelanjutan ventricular tachycardia, dan

3 % untuk fibrilasi ventrikular.

5.1.3.1 Supraventricular aritmia

Fibrilasi atrium mempersulit sekitar 6 - 28 % infark infarctions dan sering

dikaitkan dengan LV kerusakan parah dan gagal jantung. Episode dapat berlangsung

dari menit untuk jam dan sering mengulang pelajaran. Dalam banyak kasus, aritmia

yang baik ditoleransi dan tidak ada pengobatan tertentu diperlukan, selain

anticoagulation ( tabel 24 ). Dalam beberapa kasus, cepat tingkat ventrikular

berkontribusi untuk gagal jantung, memerlukan meminta perawatan. Angka yang

memadai kontrol adalah penting untuk mengurangi permintaan, infark oksigen dan

dapat dicapai dengan administrasi betablocker atau mungkin kalsium. lawan, Baik

secara lisan atau intravena ( lihat rekomendasi di bawah ). Pada pasien dengan

disfungsi LV parah atau kerusakan infark miokard, tingkat kontrol adalah lebih aman

dicapai dengan digoksin i.v. dengan atau tanpa seiring administrasi i.v. amiodarone,

berhubungan dengan negatif inotropik efek betablockers atau kalsium antagonis.

Urgent listrik cardioversion dapat dianggap pada pasien dengan fibrilasi

atrium dan ischemia terselesaikan atau Instabilitas hemodinamik. Beberapa, tapi

tidak semua, penelitian telah menyarankan bahwa perkembangan fibrilasi atrium

dalam pengaturan dari akut miokard infark adalah prediktor yang independen dari

semua menyebabkan kematian, terlepas dari perawatan yang di berikan. Fibrilasi

atrium tidak hanya meningkatkan risiko untuk stroke iskemik selama rawat-inap,

tetapi juga selama menindaklanjuti, fibrilasi atrium bahkan paroxysmal (AF) yang

telah terbalik untuk sinus irama pada saat pelepasan. Pasien dengan fibrilasi atrium

dan faktor risiko untuk thromboembolism harus karena itu cukup ditangani dengan

lisan seimbang. Karena AF umumnya akan memerlukan seimbang, ketika memilih

stent pada pasien ini, manfaat dari DES pada restenosis harus ditimbang dengan

hati-hati terhadap risiko perdarahan besar yang terkait dengan kombinasi

berkepanjangan triple terapi antitrombotik.

Pedoman tertentu mengenai pilihan strategi pengendalian irama atau tingkat,

dan juga pada jenis stent dan kombinasi antiplatelet dan terapi antikoagulan, telah

diberikan dalam panduan terbaru pada pengelolaan fibrilasi atrium. Takikardia

supraventrikuler lainnnya jarang terjadi dan biasanya hilang dengan sendirinya.

Mereka mungkin menanggapi vagal manuver. Intravena adenosine dapat dianggap

Page 33: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

dalam pengaturan, jika debar atrium diperintah keluar dan status hemodinamik stabil;

EKG harus dimonitor selama pemerintahan. Jika tidak kontraindikasi, beta - blocker

mungkin efektif. Cardioversion listrik harus digunakan jika aritmia buruk ditoleransi.

5.1.3.2 Aritmia ventricular

Ventrikel fibrilasi: defibrilasi langsung harus dilakukan sesuai dengan

rekomendasi yang diuraikan dalam panduan internasional untuk resusitasi

kardiopulmoner dan perawatan darurat kardiovaskular. Meskipun ini telah

menunjukkan bahwa lidokain dapat mengurangi kejadian VF dalam fase akut infark

miokard, obat ini meningkatkan risiko asystole. Suatu meta-analisis uji 14

menunjukkan kecenderungan ke arah kematian yang lebih tinggi dalam pasien

dengan lidokain daripada di kontrol, itulah sebabnya mengapa penggunaan obat

profilaksis rutin tidak dibenarkan. Analisis retrospektif STEMI pasien yang menderita

VT VF berkelanjutan (1126, 5,9%) dalam persidangan GUSTO IIB dan III, Semua

sebab kematian dibandingkan antara amiodarone tersebut menerima (50, 4,4%),

lidokain (664, 59.0%) atau tidak antiarrhythmic (30226,8%). Antara pasien yang

selamat 3 jam, amiodarone adalah dikaitkan dengan peningkatan mortalitas di 30

hari dan 6 bulan tetapi lidokain tidak, pengamatan yang memperkuat kebutuhan

untuk domized berlari percobaan pada populasi ini. VT atau VF berkelanjutan,

berporos fase akut awal (disediakan tachyarrhythmia ventrikel bukanlah karena

suatu alasan reversibel, seperti elektrolit gangguan atau transient ischemia /

reinfarction), bertanggung jawab untuk kambuh dan dikaitkan dengan risiko tinggi

kematian. Meskipun miokard ischemia harus selalu dapat dikesampingkan dalam

kasus dari ventrikel aritmia, harus ditekankan revaskularisasi itu tidak mungkin untuk

mencegah serangan jantung berulang pada pasien dengan fungsi LV nyata

abnormal atau berkelanjutan VT monomorfik, bahkan jika aritmia asli muncul untuk

hasil dari ischemia transien.

Di antara pasien VF atau berkelanjutan VT yang bertahan menyebabkan

gejala parah, terapi ICD terkait dengan penurunan mortalitas yang signifikan,

dibandingkan dengan terapi obat antiarrhythmic (terutama amiodarone). Kecuali

beta-blockers, obat-obatan antiarrhythmic tidak menunjukkan untuk menjadi efektif

sebagai manajemen lini pertama pasien dengan kehidupan yang mengancam

ventrikel aritmia dan tidak boleh digunakan untuk pencegahan kematian mendadak.

ICD oleh karena itu dianjurkan sebagai terapi pencegahan sekunder untuk

mengurangi angka kematian pada pasien dengan disfungsi LV signifikan, yang hadir

dengan haemodynamically VT berkelanjutan tidak stabil atau yang diresusitasi dari

VF yang terjadi dalam 24-48 jam pertama. Pasien tersebut harus tunduk pada

Page 34: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

evaluasi electrophysiological khusus sebelum keluarnya untuk penempatan implan

cardioverter defibrillator (ICD) untuk pencegahan sekunder kematian jantung

mendadak.

Terapi ICD pencegahan primer telah terbukti mengurangi semua

menyebabkan kematian pada pasien dengan mengurangi ejeksi ventrikel kiri

sebagian kecil (EF, 40%) sebagai hasil dari infark yang terjadi pada setidaknya 40

hari lebih awal. Secara umum, ICD implant harus ditunda sampai setidaknya 40 hari

setelah acara akut. Evaluasi perlunya ICD pencegahan primer dan implantasi, dalam

beberapa kasus, dapat ditunda sampai 3 bulan setelah prosedur revaskularisasi,

untuk memungkinkan cukup waktu untuk pemulihan fungsi LV. Pasien dapat

dievaluasi untuk perawatan CRT dan ICD setiap kali menakjubkan dari miokardium

layak dapat dikecualikan, indikasi yang diuraikan dalam panduan.

5.1.3.3 Sinus bradikardi dan heart block

Sinus bradikardia umum pada jam-jam pertama STEMI, terutama di infark

inferior. Dalam beberapa kasus, opioid bertanggung jawab. Hal ini sering tidak

membutuhkan pengobatan. Jika ditemani oleh hipotensi parah, sinus bradikardia

harus diperlakukan dengan atropin i.v., dimulai dengan dosis 0.25 - 0.5 mg, diulangi

hingga total 1.5 - 2.0 mg. kadang-kadang itu mungkin terkait dengan hipotensi pada

tahap berikutnya. Jika kemudian gagal untuk menanggapi atropin, mondar-mandir

sementara disarankan.Blok jantung derajat I tidak butuh pengobatan. Tingkat dua

tipe I (Mobitz I atau Wenckebach) atrioventrikular (dari) blok biasanya berhubungan

dengan infark inferior dan jarang menyebabkan efek hemodinamik yang merugikan.

Hal itu harus dilakukan, namun, atropin harus diberikan pertama. Jika gagal, pacu

jantung harus diberikan. Agen yang memperlambat konduksi AV (seperti beta-

blockers, digitalis, verapamil atau amiodarone) harus ditahan.

Derajat dua tipe II (Mobitz II) AV blok dan lengkap AV blok mungkin indikasi

untuk memasukkan pacu jantung, pasti jika bradikardia menyebabkan hipotensi atau

gagal jantung. Jika gangguan hemodinamik parah, pertimbangan harus diberikan

untuk pacu jantung AV berurutan. Revaskularisasi harus selalu dipertimbangkan

mendesak pada pasien yang belum menerima terapi reperfusi. AV blok dikaitkan

dengan dinding inferior infark adalah biasanya supra Hisian, yaitu terletak di atas nya

bundel, dan terkait dengan sementara bradikardia dengan irama melarikan diri QRS

sempit di atas 40 denyut per menit dan memiliki angka kematian yang rendah.

Mereka biasanya menyelesaikan secara spontan dan jarang memerlukan intervensi.

AV blok terkait dengan infark miokard dinding anterior biasanya infra-Hisian, yaitu

terletak di bawah node AV, terkait dengan QRS tidak stabil, luas dan irama melarikan

Page 35: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

diri rendah, dan memiliki angka kematian yang tinggi (sampai dengan 80%) karena

nekrosis miokard luas. Mengembangkan-ment baru bundel cabang blok atau

hemiblock biasanya menunjukkan luas anterior infark. Ada maka kemungkinan tinggi

mengembangkan kedua lengkap AV blok dan pompa kegagalan.

Asystole dapat mengikuti AV blok, bifascicular atau trifascicular blok atau

listrik countershock. Jika terdapat pacu jantung ditempat, pacu jantung harus dicoba.

Jika tidak, kompresi dada dan ventilasi harus dimulai, dan pacu jantung transthoracic

mulai. Elektroda transvenous bolak-balik harus dimasukkan jika terdapat dalam AV

blok dengan irama low escape, seperti dijelaskan di atas, dan dipertimbangkan jika

muncul blok bifascicular atau trifascicular. Rute subclavian harus dihindari mengikuti

fibrinolisis atau di hadapan seimbang. Situs alternatif harus dipilih dalam situasi ini.

Indikasi untuk pacu jantung diuraikan secara rinci dalam pedoman ESC untuk pacu

jantung dan jantung resynchronization terapi. Pacu jantung permanen diindikasikan

pada pasien dengan derajat ketiga AV blok yang persistent, pada pasien dengan

derajat kedua AV blok persistent dikaitkan dengan bundel cabang blok, dan dalam

transient Mobitz II atau blok jantung lengkap terkait dengan blok cabang bundel

onset baru.

5.2 Komplikasi kardiak

Karakteristik demografik tertentu dan aspek procedural dapat mendefinisikan

pasien sebagai pasien dengan resiko tinggi untuk mengalami komplikasi, yang

mungkin membutuhkan monitoring jangka panjang. Aspek-aspek yang mungkin

dapat mempengaruhi yaitu: usia tua, gejala Killip II-IV, penyakit 3-vessel, infarc

dinding anterior, waktu iskemik yang berkepanjangan atau berkurangnya laju

TIMI. Beberapa komplikasi mekanikal mungkin muncul secara acute pada hari

pertama setelah STEMI, meskipun insidennya telah menurun karena penyediaan

dari pengobatan reperfusi yang efektif. Semua hal itu mengancam jiwa dan

membutuhkan deteksi awal dan managemen yang baik. Uji klinik yang berulang

(setidaknya dua kali sehari) mungkin dapat menemukan murmur cardiac, yang

diduga mitral regurgitasi atau ventricular septal defect, yang kemudian butuh

untuk dikonfirmasi dan ditindaklanjuti dengan echocardiography yang sesegera

mungkin. CABG seharusnya dilakukan, jika sesuai, pada saat operasi

pembedahan pada pasien yang membutuhkan operasi pembedahan emergency

untuk mencegah komplikasi mekanik yang serius.

5.2.1 Mitral valve regurgitation

Katup mitral regurgitasi mungkin dapat muncul selama fase subakut yang

disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri, disfungsi otot papilari atau rupture atau

Page 36: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

robekan dari ujung otot papilari atau corda tendinae. Hal ini biasanya ditandai

dengan gangguan haemodinamik yang tiba-tiba dengan dyspnea akut dan

kongestiv pulmonal dan murmur sistolik baru, yang mungkin diremehkan dalam

konteks ini. Diagnosis ini diduga dengan melakukan pemeriksaan fisik dan

seharusnya segera ditindaklanjuti dengan segera mengkonfirmasi melalui

ecocardiografi emergency. Edema pulmonal dan shock cardiogenic mungkin

dapat muncul dengan cepat.

5.2.2 Ruptur kardiak

Rupture atau robeknya dinding jantung pada ventrikel kiri mungkin dapat

muncul pada fase subakut mengikuti infarction transmural, dan mungkin muncul

sebagai nyeri tiba-tiba dan cardiovascular collapse dengan disosiasi

elektromekanikal. Timbulnya haemopericardium dan tamponade biasanya

berakibat fatal. Diagnosis ini dikonfirmasi dengan echocardiography. Rupture atau

robeknya dinding jantung pada fase subakut, yang diakibatkan oleh penyekatan

daerah yang terbentuk thrombus, jika dapat dikenali, mungkin dapat memberikan

waktu untuk pericardiocentesis dan operasi pembedahan secepatnya.

5.2.3 Ventrikular septal rupture

Rupture septum ventrikel biasanya hadir sebagai gangguan klinis onset cepat

dengan acute heart failure dan sistolik murmur yang keras timbul saat fase

subakut. Diagnosis ini ditegakkan dengan pemeriksaan echocardiography, yang

akan membedakannya dengan regurgitasi mitral akut dan melokalisasi dan

menilai kuantitas dari rupture. Konsekuensi dari terbentuknya left to right shunt

adalah tanda dan gejala akut, gagal jantung kanan onset baru. IABP mungkin

dapat menstabilisasi pasien dalam persiapan untuk angiography dan

pembedahahan. Diuretic intravena dan vasodilator sebaiknya digunakan dengan

hati-hati pada pasien hipotensi. Perbaikan dengan pembedahan dilakukan dalam

keadaan yang urgent, tetapi masih belum ada kesepakatan dalam hal penentuan

waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan. Pembedahan lebih awal

berhubungan dengan tingkat kematian yang tinggi dan tingginya resiko

kekambuhan untuk terjadi rupture ventrikel,

5.2.4 Infark ventricular kanan

Infarksion ventrikel kanan mungkin muncul di isolasi atau, jauh lebih sering,

hubungannya dengan STEMI dinding inferior. Hal ini biasanya disertai dengan

Page 37: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

triad dari hypotensi, lapangan paru yang bersih dan peningkatan tekanan vena

jugular. Peningkatan dari segmen ST mV di V1 dan V4R meyakinkan bahwa

ada infark ventrikel kanan dan sebaiknya di awasi secara rutin pada pasien

dengan STEMI inferior dan hypotensi. Doppler echocardiography biasanya

memperlihatkan tanda dilatasi ventrikel kanan, tekanan arteri pulmonal yang

rendah, dilatasi vena hepatal dan berbagai derajat dari injury dinding inferior.

Tanpa dipengaruhi oleh distensi jugular, loading cairan yang mempertahankan

tekanan pengisian ventrikel kanan adalah terapi kunci dalam mencegah atau

mengobati hypotensi. Sebagai tambahan, diuretic dan vasodilator sebaiknya

dihindari, karena dapat menimbulkan hypotensi. Mempertahankan sinus rhythm

dan sinkronisasi atrioventrikular itu penting dan atrial fibrilasi atau blok

atrioventrikular lebih baik diobati lebih awal.

5.2.5 Perikarditis

Kejadian dari pericarditis setelah mengalami STEMI telah menurun sejak

adanya terapi reperfusi yang modern dan efektif. Pericarditis bermanifestasi

sebagai nyeri dada yang berulang, yang berkarakteristik nyeri tajam, berbeda

dengan iskemi rekuren yangdipengaruhi oleh postur tubuh dan respirasi. Hal ini

juga mungkin berhubungan dengan kejadian STEMI yang berulang.

5.2.6 Aneurism ventricular kiri

Pasien dengan transmural miokard transmural besar, terutama dari dinding

anterolateral dapat mengalami ekspansi infarct dengan perkembangan dari

aneurysm ventrikel kiri. Ini proses remodelling dari ventrikel kiri dilatasi dan

pembentukan aneurysm dengan volume overload mengakibatkan dikombinasikan

sistolik dan diastolic disfungsi dan, frequently, regurgitasi mitral.

Echocardiography doppler akan menilai volume, ejeksi sebagian kecil ventrikel

kiri, dan tingkat derajat dari kelainan dinding gerak, dan mendeteksi mural

trombus yang memerlukan anticoagulasi. ACE inhibitor / ARBs dan aldosterone

antagonis itu telah terbukti attenuate kembali memodel proses di transmural

miokard dan meningkatkan kelangsungan hidup, dan harus diberikan awal setelah

haemodynamic stabilisasi. Pasien akan sering mengalami peningkatan gejala dan

tanda-tanda gagal jantung kronis dan harus diperlakukan menurut pedoman gagal

jantung.

5.2.7 Trombus ventricular kiri

Page 38: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

Frekuensi dari timbulnya thrombus mural pada ventrikel kiri telah menurun,

kebanyakan disebabkan oleh perkembangan yang terjadi pada pengebotan

reperfusi, penggunaan secara luas dari agen antithrombotic yang multiple pada

STEMI, dan penghambatan membesarnya ukuran dari infark myokard dengan

pemberian reperfusi myokard lebih awal. Meskipun beberapa penelitian

menyebutkan bahwa lebih dari seperempat dari infark myocard ditemukan adanya

thrombus ventrikel kiri, adanya thrombus ventrikel kiri juga berhubungan dengan

prognosis yang buruk oleh karena hubungannya dengan infark yang luas,

terutama infark anterior dengan perkembangan apical, dan resiko emboli sistemik.

Penelitian yang telah cukup tua menunjukkan bahwa pemberian antikoagulan

pada pasien dengan kelainan gerakan dinding anterior yang besar mengurangi

kemunculan dari thrombus mural. Pemberian antikoagulan sebaiknya

dipertimbangkan pada pasien dengan kelainan gerakan dinding anterior yang

luas, jika mereka memiliki resiko perdarahan yang rendah, untuk mencegah

perkembangan dari thrombus. Menurut consensus, thrombus mural, sekali

terdiagnosis membutuhkan pengobatan antikoagulan oral dengan vitamin K

antagonis hingga 6 bulan. Akan tetapi hal ini belum dilakukan penilitian ulang

pada era stent dan DAPT sekarang ini. Pemberian kombinasi antikoagulan oral

dan DAPT hingga pemberian tripel terapi meningkatkan resiko perdarahan.

Durasi optimal dari pemberian tripel terapi antithrombotic masih belum diketahui

dan harus dipertimbangkan untuk resiko relative dari perdarahan dan stent

thrombosis. Pengulangan pencitraan dari ventrikel kiri setelah tiga bulan terapi

dapat memperpendek waktu emberian antikoagulan hingga enam bulan lebih

awal, jika tanda adanya thrombus sudah tidak lagi muncul, menunjukkan adanya

perbaikan pada gerakan dinding apical.

6. GAP ANTARA EVIDENS DAN AREA UNTUK PENELITIAN MASA DEPAN

Ada beberapa area penting dari ketidakpastian dari managemen STEMI yang

menawarkan kesempatan untuk penelitian masa depan:

Mengembangkan strategi meminimalisir henti jantung yang mungkin

berhubungan dengan peningkatan kemungkinan bertahan hidup.

Meningkatkan kepedulian pasien dan public terhadap gejala yang

berpotensi berkaitan dengan STEMI dan pentingnya melakukan panggilan

langsung ke EMS, yang disarankan menggunakan nomor telepon yang

tersentralisasi, hal ini penting sebagai alat untuk memperpendek waktu

penundaan.

Page 39: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

Menginvestigasi apakah trombolisis pre-hospital memiliki peran yang

penting dalam managemen pasien setelah onset gejala, dan kepada

pasien yang memiliki akses ke PCI primer, hal ini menjadi isu yang

penting yang belakangan ini diuji dalam percobaan klinis random Strategic

Reperfusion Early After Myocardial Infarction (STREAM).

Pada saat senter yang diseleksi dan sentral geografis telah membuat

kemajuan yang pesat dalam memastikan pelayanan yang cepat dan

berkualitas tinggi pada pasien denga STEMI, masih ada yang butuh diatur

dalam hal managemen pre-hospital dan hospital, dengan tujuan

memperpendek waktu untuk penegakan diagnosis dan pemberian terapi

di seluruh dunia yang bersifat homogen ini. Dengan mendesain jalur klinis

yang optimis untuk memastikan kualitas yang baik dan homogenitas

diagnosis awal STEMI dan managemennya pada level nasional adalah

hal yang penting.

Mengurangi atau meminimalisir injury myocardium dan disfungsi ventrikel

kiri setelah STEMI juga menjadi tujuan yang krusial. Eberapa strategi

sedang dalam tahap pengujian menggunakan berbagai macam

pendekatan farmakologi dan non-farmakologi.

Mendefinisikan strategi manegemen yang optimal untuk pembuluh darah

yang tidak dicurigai sebagai penyebab pada pasien yang telah diobati

dengan sukses dengan PCI primer dari arteri yang dicurigai.

Ada kebutuhan untuk mendefinisikan regimen antithrombotic jangka

panjang ntuk pasien ang menerima pengobatan stent dan yang memiliki

indikasi untuk pemberian antikoagulan oral (sebagai contoh , untuk resiko

tinggi atrial fibrilasi, katup jantung prostetik, atau thrombus ventrikel kiri).

Agen antitrombotik baru sebagai tambahan pemberian aspirin dan /atau

inhibitor reseptor ADP terbukti telah mengurangi kejadian iskemik, namun

dengan resiko perdarahan yang meningkat. Bagaimananpun, kombinasi

yang optimal dari terapi antikoagulan dan antiplatelet tetap menjadi terapi

yang telah terbukti.

Peningkatan resiko perdarahan yang disebabkan oleh pemberian terapi

antitrombotik dual dan tripel yang potent, sangat diharapkan untuk

melakukan pengujian kombinasi obat yang lebih simple dan menegaskan

durasi optimal dari pengobatan untuk pencegahan iskemik yang

berulang/trombotik.

Pada pasien dengan diabetes atau hyperglikemia akut, strategi

managemen glukosa optimal pada fase akut dan post keluar rumah sakit

Page 40: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St

tetap tidak jelas, keduanya dalam keadaan pilihan dan tujuan terapi yang

optimal.

Pengembangan teknik perkutaneus untuk menangani ventricular septal

defek memungkinkan pencegahan atau penundaan dari tindakan

pembedahan, pada saat menyediakan terapi yang menyelamatkan jiwa

untuk pasien dengan resiko sangat tinggi.

Keefektifan dan keamanan dari terapi sel untuk mengganti myocardium,

atau meminimalisasi akibat dari myocardial injury, perlu di tegakkan.

Strategi terapi optimal untuk meminimalisasi resiko kematian mendadak

pada pasien dengan VT atau VF selama atau setelah STEMI belum jelas

sepenuhnya.

Perlu penelitian yang lebih jauh untuk mendapatkan strategi yang efektif

dan mempertahankan kontrol factor resiko yang efektif jangka panjang.

Page 41: Esc Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With St