esp1 eia water
TRANSCRIPT
PPAANNDDUUAANN
MMEEMMPPRRAAKKIIRRAAKKAANN DDAAMMPPAAKK LLIINNGGKKUUNNGGAANN
KKUUAALLIITTAASS AAIIRR PPEERRMMUUKKAAAANN DDRRAAFFTT FFIINNAALL TTEEXXTT
DDEELLIIVVEERRAABBLLEE ## 33 ::
DDRRAAFFTT FFIINNAALL TTEEXXTT
WWAATTEERR QQUUAALLIITTYY IIMMPPAACCTT PPRREEDDIICCTTIIOONN MMEETTHHOODDOOLLOOGGYY
OOUUTTPPUUTT :: 11 ((EENNVVIIRROONNMMEENNTTAALL IIMMPPAACCTT AASSSSEESSSSMMEENNTT))
CCOONNTTRRAACCTT NNOO:: 110044..IINNDDOO..11..MMFFSS..44--11//111100//006633
PPRREEPPAARREEDD BBYY :: PPTT.. QQIIPPRRAA GGAALLAANNGG KKUUAALLIITTAA
JJLL.. DDEEPPLLUU RRAAYYAA NNOO..1100ªª
JJAAKKAARRTTAA SSEELLAATTAANN
RREEPPOORRTT SSUUBBMMIISSSSIIOONN SSEEPPTTEEMMBBEERR 3300,, 22000099
ESP-Environmental Support Programme
Danida
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
1
PENGANTAR
Tanggungjawab penyelenggaraan kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) semakin besar sering diterbitkannya Undang‐Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang baru. Sudah menjadi kewajiban Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk terus berupaya meningkatkan kualitas AMDAL di Indonesia. KLH juga terus mendorong para pelaku AMDAL untuk mengasah pengetahuan dan mempertajam kajian yang dilakukannya. Untuk itu, KLH menerbitkan buku‐buku pedoman lepas yang bertujuan mendukung pelaksanaan proses AMDAL.
Proses prakiraan dampak merupakan salah satu titik lemah dalam pengerjaan AMDAL. Padahal prakiraan dampak adalah tulang‐punggung dari AMDAL. Khususnya untuk komponen lingkungan udara, sosial‐ekonomi dan biologi, prakiraan dampak yang ditampilkan dalam dokumen AMDAL sering sekali kurang kuat, dan menunjukkan perlunya peningkatan pemahaman.
Buku ini mengulas prakiraan dampak untuk kualitas air permukaan, sebagai upaya lanjutan untuk mengangkat topik metoda prakiraan dampak lingkungan. Dengan adanya buku ini, diharapkan bahwa para pelaku studi AMDAL dapat menghasilkan output prakiraan dampak terhadap kualitas air permukaan yang lebih tajam. Penyusunan, percetakan dan penyebar‐luasan buku ini dapat terlaksana berkat program kerjasama antara Pemerintah Kerajaan Denmark (melalui DANIDA) dengan Pemerintah Republik Indonesia, yaitu Environmental Sector Program Phase 2.
Sebagai upaya pertama, buku ini tentunya masih ada kekurangan. Tanggapan dan masukan dari para pembaca sangat diharapkan, karena dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penyusunan buku‐buku pedoman lainnya di masa mendatang, selain juga untuk penyempurnaan buku ini di kemudian hari.
Jakarta, Desember 2009
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
2
DAFTAR ISI BAGIAN 1: MEMAHAMI PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS AIR PERMUKAAN • PERUBAHAN KUALITAS AIR PERMUKAAN
o AIR PERMUKAAN o KARAKTERISTIK AIR PERMUKAAN o PENYEBAB PERUBAHAN KUALITAS AIR o DAMPAK PERUBAHAN KUALITAS AIR PERMUKAAN
• PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS AIR PERMUKAAN o PRAKIRAAN DAMPAK DALAM AMDAL o OUTPUT PRAKIRAAN DAMPAK o KEGIATAN WAJIB PRAKIRAAN DAMPAK o DAMPAK PENTING HIPOTETIK o EVALUASI DAMPAK
• TAHAPAN PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS AIR BAGIAN 2: MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SUMBER DAMPAK • IDENTIFIKASI SUMBER DAMPAK
o JENIS SUMBER DAMPAK o LOKASI SUMBER DAMPAK o WAKTU KEBERADAAN SUMBER DAMPAK
• KARAKTERISASI POLUTAN o JENIS DAN JUMLAH POLUTAN o POLA PEMUNCULAN SUMBER DAMPAK
• MENSELEKSI POLUTAN PENTING o KRITERIA BATAS POLUTAN PENTING o FAKTOR KEKHAWATIRAN MASYARAKAT
BAGIAN 3: MELENGKAPI LINGKUP PRAKIRAAN DAMPAK • MEMBATASI WILAYAH STUDI
o TINJAUAN KONDISI MORFOLOGI o DAYA DUKUNG BADAN AIR
• IDENTIFIKASI OBYEK PENERIMA DAMPAK o SUMBER INFORMASI o LOKASI OBYEK PENERIMA DAMPAK o INFORMASI PELENGKAP
• MENGARAHKAN PRAKIRAAN DAMPAK o WAKTU KAJIAN o SKENARIO PRAKIRAAN DAMPAK o KRITERIA PENILAIAN SIFAT PENTING
BAGIAN 4: MENCERMATI WILAYAH STUDI • MENDALAMI KARAKTERISTIK BADAN AIR
o BENTUK MORFOLOGI o KECEPATAN DAN SIFAT ALIRAN o KOMPONEN LINGKUNGAN
• MENGUKUR KUALITAS AIR PERMUKAAN o RONA AWAL o POLUTAN SASARAN o PENGAMBILAN SAMPEL o MENGATASI KETERBATASAN DATA
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
3
• MENGENALI KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI o KONDISI DAERAH SEKITAR BADAN AIR o TATAGUNA LAHAN o KLIMATOLOGI
BAGIAN 5: MENSIMULASI PENYEBARAN PENCEMAR • DASAR PEMODELAN
o MODELING (PEMODELAN) o VALIDITAS DAN SENSITIVITAS MODEL
• PEMODELAN KUALITAS SUNGAI o METODE NERACA MASSA o METODE STREETER – PHELPS o METODE QUAL2E
• PEMODELAN KUALITAS AIR DANAU o HIDROMORFOLOGI DANAU o STATUS TROFIK DANAU o KELAS AIR ATAU BAKU MUTU AIR o DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU o PRINSIP PEMODELAN KUALITAS AIR DANAU
BAGIAN 6: MENGEVALUASI HASIL PRAKIRAAN DAMPAK • KARAKTERISTIK DAMPAK
o SIFAT PENTING DAMPAK o BOBOT DAMPAK o EVALUASI HOLISTIK
• ARAHAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN o ELIMINASI DAN MINIMISASI o PEMULIHAN DAN KOMPENSASI
• KELAYAKAN LINGKUNGAN
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
1
BAGIAN 1: MEMAHAMI PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS AIR PERMUKAAN
PERUBAHAN KUALITAS AIR PERMUKAAN......................................................................................................................... 2
AIR PERMUKAAN........................................................................................................................................................... 2
KARAKTERISTIK AIR PERMUKAAN ................................................................................................................................. 3
PENYEBAB PERUBAHAN KUALITAS AIR ......................................................................................................................... 4
DAMPAK PERUBAHAN KUALITAS AIR PERMUKAAN ..................................................................................................... 5
PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS AIR PERMUKAAN........................................................................................................... 7
PRAKIRAAN DAMPAK DALAM AMDAL.......................................................................................................................... 7
OUTPUT PRAKIRAAN DAMPAK ..................................................................................................................................... 7
KEGIATAN WAJIB PRAKIRAAN DAMPAK ....................................................................................................................... 8
DAMPAK PENTING HIPOTETIK ...................................................................................................................................... 8
EVALUASI DAMPAK ....................................................................................................................................................... 9
TAHAPAN PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS AIR ..............................................................................................................10
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
2
PERUBAHAN KUALITAS AIR PERMUKAAN
Air permukaan, dalam panduan ini, didefinisikan sebagai air alami yang berada dalam badan air sungai, danau, maupun estuari. Kualitas air permukaan tentu dapat berubah sesuai interaksinya dengan kondisi lingkungan sekitarnya, misalnya akibat adanya asupan materi, asupan panas, maupun akibat perubahan morfologi badan air. Berikut ini akan dibahas beberapa hal mendasar tentang perubahan kualitas air.
AIR PERMUKAAN
Air permukaan didefinisikan sebagai air yang berada di permukaan tanah dan dapat dengan mudah dilihat oleh mata kita. Air permukaan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu (a) perairan laut, atau air permukaan yang berada di lautan luas, dan (b) perairan darat, atau air permukaan yang berada di atas daratan. Sesuai cakupannya, panduan ini hanya akan membahas air permukaan daratan, baik yang tergenang (danau, waduk) maupun yang mengalir (sungai).
INFOGRAFIS: SUNGAI DAN DANAU
Air permukaan darat dapat dikategorikan sebagai air permukaan tergenang dan air permukaan mengalir. Sungai‐sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang merupakan bagian dari komponen‐komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai. Berikut ini akan dibahas karakteristik umum dari sungai dan danau.
Sungai
Sungai merupakan jalan air alami. mengalir menuju Samudera, Danau atau laut, atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.
Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertantu air sungai juga berasal dari lelehan es / salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.
FOTO: SUNGAI
Banyak penduduk Indonesia yang masih memanfaatkan air sungai untuk kepentingan mandi dan cuci secara langsung. Di kesempatan lain, sungai juga masih dimanfaatkan sebagai kakus alamiah.
Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai. Di Indonesia saat ini terdapat 5.950 daerah aliran sungai (DAS).
Sungai menurut jumlah airnya diklasifikasikan sebagai (a) sungai permanen, (b) sungai periodik, (c) sungai intermittent, dan (d) sungai ephemeral. Pengklasifikasian sungai lainnya dilakukan menurut asal airnya, yaitu (a) sungai mata air, (b) sungai air hujan, (c) sungai pencairan es/salju, dan (d) sungai campuran.
Dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu:
• aliran laminer: jika air mengalir dengan lambat, partikel akan bergerak ke dalam arah paralel terhadap saluran.
• aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah, bawah, depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya perubahan friksi, yang mengakibatkan perubahan gradien kecepatan. Kecepatan maksimum pada aliran turbulen umunya terjadi pada kedalaman 1/3 dari permukaan air terhadap kedalaman sungai.
Erosi terjadi pada dinding ataupun dasar sungai dibawah kondisi aliran yang bersifat turbulen. Pengendapan akan terjadi jika material yang dipindahkan jauh lebih besar untuk digerakkan oleh kecepatan dan kondisi aliran. Pada kondisi aliran turbulen erosi akan terjadi akibat terbawanya material dan pengendapan terjadi ketika hasil erosi tersebut menuju ke arah bawah tidak terpindahkan lagi oleh aliran.
Danau
Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi air, baik tawar ataupun asin, dimana seluruh bagiannya dikelilingi daratan. Danau ada yang terbentuk secara alamiah, ada juga yang merupakan buatan manusia. Danau alamiah menurut proses pembentukannya dapat dibedakan antara lain menjadi:
• Danau tektonik, yaitu danau yang cekungannya terbentuk dari lapisan batuan yang mengalami patahan karena tenaga endogen. Contoh danau Toba, danau Poso dan danau Towuti.
• Danau vulkanik atau danau kawah, yaitu danau yang cekungannya terbentuk karena letusan gunung berapi. Contoh danau kawah gunung Kelud, gunung Batur, gunung Ijen dan gunung Galunggung.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
3
• Danau bendungan, yaitu danau yang cekungannya terbentuk oleh batu‐batuan yang berjatuhan dan membendung aliran sungai.
• Danau karst (dolina), yaitu danau yang terbentuk karena batuan kapur dilarutkan oleh air hujan yang banyak mengandung CO2. Contoh danau karst di daerah pegunungan Sewu Yogyakarta.
• Danau glasial, yaitu danau di daerah gletser.
Danau buatan, atau waduk, sengaja dibangun antara lain untuk pengendalian banjir, irigasi, penyediaan tenaga listrik‐hidro, perikanan darat, rekreasi, dan persediaan air. Contoh waduk misalnya, Jatiluhur, Kedungombo, Riam Kanan, dsb.
Ekosistem danau ditandai oleh adanya bagian perairan yang dalam sehingga tumbuh‐tumbuhan berakar tidak dapat tumbuh di bagian ini. Berbeda dengan ekosistem kolam yang tidak dalam (kedalamannya tidak lebih dari 4‐5 meter) yang memungkinkan tumbuh‐tumbuhan berakar dapat tumbuh di semua bagian perairan.
Danau yang luas seperti danau Toba di Sumatra dapat berombak karena memungkinkan angin untuk bertiup di sepanjang permukaan air yang luas sehingga menciptakan ombak itu. Danau terjadi karena glacier, tanah longsor yang membendung lembah, pelarutan mineral tertentu dalam tanah sehingga permukaan tanah menurun membentuk cekungan. Danau juga dapat dibentuk oleh kawah gunung api yang sudah mati atau gobah yang terbentuk di pinggir laut.
Ekosistem danau mempunyai tiga mintakat (zona) yakni:
• Mintakat litoral, yakni bagian yang dangkal di mana sinar matahari dapat menembus sampai ke dasar perairan.
• Mintakat limnetik, yakni bagian perairan yang terbuka yang terlalu dalam untuk pertumbuhan tumbuh‐tumbuhan berakar, tetapi masih memungkinkan sinar matahari menembus lapisan ini untuk digunakan fotosintetis tumbuh‐tumbuhan air; dan
• Mintakat atau lapisan profundal, yakni lapisan di bawahnya di mana sinar matahari tidak tidak dapat menembus.
Mintakat‐mintakat limnetik dan profundal tidak terdapat pada ekosistem kolam. Pada mintakat litoral hidup tumbuhan apung (terutama fitoplankton) dan tumbuhan berakar. Banyak kelompok hewan hidup di mintakat ini. Pada mintakat limnetik hidup fitoplankton dan zooplankton seperti di atas, ganggang hijau dan hijau biru, Copepoda, Cladocera dan banyak lagi. Sebagian besar ikan hidup di mintakat ini. Pada lapisan profundal hidup bakteri anaerobik dan fungsi, cacing nematoda, keong dan beberapa jenis ikan.
FOTO: WADUK SAGULING
TEKS: Waduk‐waduk yang dibangun oleh manusia seperti waduk Ir. Sutami, Jatiluhur dan Saguling merupakan danau
buatan. Danau‐danau ini banyak digunakan untuk budidaya ikan dengan karamba. Pada saat‐saat tertentu terjadi kematian ikan secara massal, dan sedang diteliti penyebabnya.
KARAKTERISTIK AIR PERMUKAAN
Dampak pencemaran limbah cair sangat ditentukan oleh kandungan materi tamu atau unsur dan senyawa kimia yang terkandung dalam limbah cair. Untuk kepentingan pembahasan, kandungan unsur dan senyawa kimia penyebab pencemaran limbah cair dapat dibagi ke dalam 10 (sepuluh) kelompok pencemar, yaitu (lihat gambar):
DIAGRAM: KELOMPOK PENCEMAR
1. Mikroba patogen (patogens); Kelompok pencemar ini terdiri dari berbagai jenis mikroba yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia, seperti bakteri, virus, dan protozoa. Kelompok pencemar ini disebut Patogen.
2. Senyawa organik terurai (biodegradable organics); Kelompok pencemar ini terdiri dari berbagai senyawa organik yang dapat diuraikan oleh mikroba, seperti karbohidrat, protein, sukrosa, glukosa, dan lemak. Kelompok pencemar ini disebut Organik Terurai.
3. Senyawa organik sulit terurai (refractory organics); Kelompok pencemar ini terdiri dari berbagai jenis senyawa organik yang sangat sulit diuraikan oleh mikroba, seperti pestisida, herbisida, deterjen, minyak, dan oli. Kelompok pencemar ini disebut Organik Sulit Terurai.
4. Senyawa nutrien (nurtients); Kelompok pencemar ini terdiri dari berbagai unsur dan senyawa kimia yang dibutuhkan oleh tumbuhan, seperti pupuk, senyawa pospat, dan senyawa nitrogen. Kelompok pencemar ini disebut Nutrien.
5. Padatan tersuspensi sedimen (settleable suspended solids); Kelompok pencemar ini terdiri dari berbagai jenis padatan yang karena beratnya akan mengendap dengan sendirinya, seperti pasir, tanah, dan lumpur. Kelompok pencemar ini disebut Sedimen.
6. Padatan tersuspensi koloid (coloidal suspended solids); Kelompok pencemar ini terdiri dari berbagai jenis padatan yang tidak cukup berat untuk mengendap dengan sendirinya. Kelompok pencemar ini disebut Koloid.
7. Senyawa terapung (floatable materials); Kelompok pencemar ini terdiri dari berbagai jenis cairan atau padatan yang berat jenisnya lebih rendah dari air sehingga mengambang di permukaan air. Kelompok Pencemar ini disebut Apungan.
8. Senyawa logam berat (heavy metals); Kelompok pencemar ini terdiri dari berbagai senyawa kimia yang
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
4
mengandung logam berat, seperti raksa (Hg), kadmium (Cd), dan krom (Cr). Kelompok pencemar ini disebut Logam Berat.
9. Senyawa anorganik terlarut (dissolved anorganics); Kelompok pencemar ini terdiri dari berbagai senyawa kimia terlarut yang mengandung unsur anorganik,seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sianida (CN). Kelompok pencemar ini disebut Anorganik Terlarut.
10. Senyawa asam/basa (acid/alkali); Kelompok pencemar ini terdiri dari senyawa asam atau senyawa basa, seperti asam sulfat (H2SO4), kapur (CaO), dan soda kostik (NaOH). Kelompok pencemar ini disebut Asam‐ Basa.
BOKS: MEMAHAMI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR (PP NO. 82 / 2001)
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem. Hal tersebut dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang‐undangan. Upaya pengelolaan kualitas air dilakukan pada :
1. Sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung;
2. Mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
3. Akuifer air tanah dalam.
Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan/atau lintas batas negara. Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kab/Kota. Sedangkan Pemerintah Kab/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kab/Kota. Pemerintah dapat menentukan baku mutu air yang lebih ketat dan/atau penambahan parameter pada air yang lintas Propinsi dan/atau lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah. Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan tetap memperhatikan saran masukan dari instansi terkait. Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi. Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan/atau sarana pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kab/Kota dapat dikenakan retribusi yang ditetapkan dengan Perda Kab/Kota. Setiap usaha dan/atau kegiatan wajib membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan/atau keadaan yang tidak terduga lainnya. Peraturan ini merupakan pelaksanaan ketentuan dari Pasal 14 ayat (2) Undang‐Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
PENYEBAB PERUBAHAN KUALITAS AIR
Kualitas air permukaan tentu dapat berubah sesuai interaksinya dengan kondisi lingkungan dan kegiatan di sekitarnya. Beberapa penyebab perubahan kualitas air adalah:
1. Masuknya materi; masukan materi polutan ke dalam air permukaan selalu menyebabkan perubahan kualitas air. Walau demikian, masukan polutan tersebut tidak dapat selalu dikatakan sudah menyebabkan pencemaran air. Mengacu pada definisi resminya, pencemaran air baru terjadi jika masukan polutan menyebabkan mutu air turun sampai ke tingkatan yang menyebabkan fungsinya terhambat. Misalnya, sampai ke tingkatan dimana perkembangbiakan flora‐fauna air terganggu, atau pemanfaatannya sebagai sumber air bersih terhalangi. Untuk mempermudah penilaian atas tercemar‐tidaknya air, kita dapat membandingkan kualitas air dengan Baku Mutu Kualitas Air (BMKA). Jika konsentrasi dari suatu polutan sudah melampaui nilai baku mutunya, kita dapat menyatakan bahwa air sudah tercemar.
2. Asupan panas; biasanya disebabkan oleh aliran buangan air limbah dari sumber‐sumber pertukaran panas. Asupan panas sudah tentu akan meningkatkan suhu air. Walau demikian, peningkatan suhu air belum tentu akan menimbulkan gangguan berarti bagi kehidupan air atau pemanfaatan air.
3. Pengambilan air; biasanya untuk kepentingan pengolahan air bersih, baik bagi kepentingan umum maupun untuk kepentingan aktivitas industri. Pengambilan air akan mengakibatkan jumlah air berkurang sehingga kemampuan pengenceran dari suatu badan air akan berkurang. Konsekuensinya, polutan akan terakumulasi dalam air yang lebih sedikit.
4. Perubahan pola aliran; misalnya akibat pembuatan bendungan, penambahan alat dan bangunan air, pembangunan kanal, dan sebagainya. Aliran air yang berubah sudah tentu akan menimbulkan akumulasi atau penggelontoran pencemar yang dikandungnya.
5. Perubahan morfologi badan air; misalnya akibat normalisasi tepi sungai, pengerukan dasar sungai, pengerasan dasar sungai, dan sebagainya. Berubahnya morfologi badan air akan menimbulkan penyesuaian aliran air yang kemudian akan menimbulkan akumulasi atau penggelontoran pencemar yang dikandungnya.
6. Interaksi kehidupan flora‐fauna; misalnya akibat pembusukan ganggang dalam jumlah yang sangat besar.
Tidak semua perubahan kualitas air berakibat penurunan kualitas air. Sebagian malah dapat memperbaiki kualitas air.
BOKS: EUTROFIKASI
TEKS: Eutrofikasi merupakan problem lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3‐), khususnya dalam ekosistem air tawar. Definisi dasarnya adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35‐100 µg/L. Sejatinya, eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah di mana danau mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
5
produktif bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka Bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena algal bloom.
Kondisi eutrofik sangat memungkinkan alga, tumbuhan air berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa‐rawa dan danau‐danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air. Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue‐green algae) diketahui mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya.
DAMPAK PERUBAHAN KUALITAS AIR PERMUKAAN
Berubahnya kualitas air akan menyebabkan timbulnya beberapa dampak lanjutan, yang dapat diklasifikasikan sebagai:
• Dampak Terhadap Kesehatan Manusia
• Dampak Terhadap Tumbuhan dan Hewan
• Dampak Terhadap Aspek Estetika
• Dampak Terhadap Keutuhan Bangunan
• Dampak Terhadap Kondisi Iklim
DIAGRAM: DAMPAK PRIMER, SEKUNDER, TERTIER DARI ASUPAN LIMBAH CAIR KE SUNGAI
Tabel berikut ini menguraikan secara singkat berbagai dampak lanjutan tersebut.
GANGGUAN TERHADAP KESEHATAN MANUSIA
GANGGUAN TERHADAP KESEIMBANGAN EKOSISTEM AIR
GANGGUAN TERHADAP PEMANFAATAN BADAN AIR
PENERIMA Dampak Pencemaran
Kelompok Pencemar
Dampak Pencemaran
Kelompok Pencemar
Gangguan kesehatan langsung Gangguan keseimbangan kimiawi
Dampak Pencemaran
Kelompok Pencemar
Penyakit Perut Patogen Anorganik terlarut
Penurunan kadar oksigen terlarut
Organik terurai Nutrien Senyawa terapung
Bau menyengat
Asam – basa Anorganik terlarut Organik terurai
Penyakit kulit dan mata
Organik terurai Asam – basa Anorganik terlarut Logam berat Anorganik terlarut
Musnahnya kehidupan air akibat senyawa kimia racun
Asam – basa Anorganik terlarut Logam berat
Perubahan warna dan kekeruhan
Organik terurai Logam berat Anorganik terlarut Nutrien Koloid Endapan
Penyakit kepala Asam ‐ basa Logam berat
Peningkatan pertumbuhan tanaman mikroorganisme
Nutrien Peningkatan korosivitas sungai
Asam – basa Anorganik terlarut Organik sulit terurai
Gangguan kesehatan tidak langsung Gangguan keseimbangan fisika
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
6
Gangguan sistem reproduksi dan genetika
Logam berat Organik sulit terurai
Penyempitan badan air akibat akumulasi endapan
Endapan
Penyakit syaraf dan sistem peredaran darah
Logam berat Organik sulit terurai
Terhalangnya sinar dan udara yang masuk dalam air
Nutrien Koloid Senyawa terapung Organik sulit terurai
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
7
PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS AIR PERMUKAAN
PRAKIRAAN DAMPAK DALAM AMDAL
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) merupakan kajian dari berbagai dampak lingkungan penting yang diprakirakan akan timbul saat suatu rencana kegiatan diimplementasikan. Hasil kajian kemudian akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan kelayakan dari rencana kegiatan tersebut. Tidak berlebihan jika kemudian banyak yang menganggap bahwa proses prakiraan dampak merupakan tahapan terpenting dalam pengerjaan AMDAL.
Proses prakiraan dampak dapat diartikan sebagai upaya pendugaan ilmiah guna mendapatkan besaran dampak yang mungkin terjadi akibat keberadaan suatu komponen kegiatan. Perlu ditekankan bahwa ‘besaran dampak’ tidak sekedar berarti perbedaan karakteristik lingkungan di saar sebelum (before) dengan saat sesudah (after) adanya suatu komponen kegiatan. Dalam terminologi AMDAL, besaran dampak lebih diartikan sebagai perbedaan antara perubahan karakteristik lingkungan akibat keberadaan suatu komponen kegiatan dengan perubahan karakteristik lingkungan yang terjadi tanpa adanya komponen kegiatan tersebut.
Sesuai pemahaman di atas, proses prakiraan dampak haruslah terdiri dari 3 (tiga) langkah berikut.
1. Prakiraan karakteristik lingkungan di suatu saat akibat adanya suatu komponen kegiatan (XI,T); merupakan karakteristik lingkungan di suatu saat yang terbentuk akibat pengaruh dari suatu komponen kegiatan.
2. Prakiraan karakteristik lingkungan di suatu saat tanpa adanya suatu komponen kegiatan (X0,T); merupakan karakteristik lingkungan di suatu saat yang terbentuk dengan sendirinya tanpa adanya komponen kegiatan (nir‐kegiatan).
3. Prakiraan besaran dampak di suatu saat akibat adanya suatu komponen kegiatan (ΔXT); merupakan perbedaan antara karakteristik lingkungan akibat suatu komponen kegiatan (XI,T) dengan karakteristik lingkungan nir‐kegiatan (XO,T). Singkatnya,
(ΔXT) ~ (XI,T) ‐ (XO,T).
Diagram berikut mengilustrasikan rangkaian kegiatan dari suatu proses prakiraan dampak.
DIAGRAM: RANGKAIAN PRAKIRAAN DAMPAK
TEKS: Besarnya suatu dampak didapat dengan membandingkan karakteristik lingkungan jika kegiatan terlaksana (XI,T) dengan karakteristik lingkungan jika kegiatannya tidak terlaksana (XO,T). Untuk mendapatkan besaran dampak yang sesuai dengan definisinya, kedua kondisi tersebut memang harus diprakirakan.
Untuk menjamin hasil yang baik, suatu prakiraan dampak harus menggunakan data dan metodologi prakiraan yang
secara ilmiah dapat dipertanggung‐jawabkan. Ahli yang terlibat juga harus memiliki kompetensi kelimuan yang memadai dan sesuai dengan jenis dampak yang diprakirakan. Sesuai tatalaksana AMDAL (lihat diagram berikut) yang berlaku saat ini, langkah prakiraan dampak dilakukan dalam tahap analisis. Uraian pengerjaan prakiraan dampak dan hasilnya kemudian didokumentasikan dalam dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL).
DIAGRAM: TAHAPAN PENGERJAAN AMDAL
TEKS:
Prakiraan dampak harus dilakukan sesuai dengan lingkup dugaan‐dugaan dampak yang sudah disepakati sebelumnya. Walau masih berupa pendugaan awal, dugaan dampak yang juga disebut dampak penting hipotetik ini sudah harus menyebutkan a) sumber dampak dan b) obyek atau komponen lingkungan yang diduga akan terkena dampak. Demikian juga dengan wilayah dan waktu kajiannya. Adanya lingkup dugaan dampak tersebut akan membuat suatu prakiraan dampak memiliki sasaran yang jelas sehingga dapat dilaksanakan secara lebih efisien. Sesuai tatalaksana AMDAL (lihat diagram), dampak penting hipotetik ditentukan dalam tahap pelingkupan (scoping). Uraian pengerjaan pelingkupan dan hasilnya kemudian didokumentasikan dalam dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA‐ANDAL).
Prakiraan dampak perlu dilakukan untuk berbagai skenario kasus yang mungkin terjadi. Tiap skenario nantinya diharapkan akan memberikan hasil prakiraan dampak yang berbeda. Dengan demikian, pengambilan keputusan dalam AMDAL nantinya dapat didasarkan pada informasi dan pertimbangan yang lebih lengkap. Suatu skenario dapat dibentuk sesuai a) teknologi atau kondisi implementasi dari suatu komponen kegiatan, dan b) kondisi lingkungan saat kegiatan berlangsung. Di antara skenario‐skenario yang ada, prakiraan dampak umumnya perlu dilakukan untuk: • skenario kondisi yang paling mungkin terjadi (most‐
likely case scenario), dan • skenario kondisi terburuk (worst‐case scenario). Prakiraan dampak juga tidak jarang perlu dilakukan untuk skenario kondisi terbaik (best‐case scenario).
OUTPUT PRAKIRAAN DAMPAK
Sesuai cakupan panduan ini, output dari suatu prakiraan dampak kualitas air permukaan perlu ditampilkan sebagai:
• Tabel Output Hasil Prakiraan; Menampilkan serangkaian nilai konsentrasi (atau unit besaran lainnya) dari suatu parameter kualitas air di lokasi obyek terkena dampak pada waktu yang sudah disepakati, baik ada maupun tidak ada komponen kegiatan. Dalam tabel ini setidaknya akan ada nilai‐nilai: o Karakteristik parameter kualitas air akibat
keberadaan komponen kegiatan (XI,T).
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
8
o Karakteristik parameter kualitas air tanpa keberadaan komponen kegiatan (XO,T).
o Besaran dampak dari suatu parameter kualitas air (ΔXT).
Tiap skenario kondisi perlu memiliki tabelnya masing‐masing. Demikian juga untuk tiap jenis parameter kualitas dan tiap tahun prakiraan.
TABEL: OUTPUT PRAKIRAAN DAMPAK
TEKS:
• Peta Isokonsentrasi Pencemar; Peta ini berisi garis‐garis yang menghubungkan titik‐titik lokasi yang akan memiliki kesamaan nilai dari suatu parameter kualitas air. Garis‐garis isokonsentrasi merupakan hasil interpolasi dan ekstrapolasi dari nilai‐nilai isokonsentrasi yang dihitung berdasarkan kondisi kejadian tersering. Tiap jenis parameter kualitas air harus memiliki peta isokonsentrasinya sendiri.
FOTO: PETA ISOKONSENTRASI
TEKS:
Output prakiraan dampak juga perlu disertai dengan informasi mengenai frekuensi, durasi, dan ke‐kontinuitas‐an dari dampak yang akan terjadi. Informasi tersebut dibutuhkan agar pihak‐pihak berkepentingan mengetahui bahwa suatu output prakiraan dampak hanya terjadi dalam rentang waktu dan kondisi tertentu saja.
KEGIATAN WAJIB PRAKIRAAN DAMPAK
Prakiraan dampak kualitas air permukaan perlu dilakukan jika suatu rencana kegiatan Wajib AMDAL memiliki satu atau lebih komponen kegiatan yang akan mengeluarkan polutan air dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk mempengaruhi kualitas air secara signifikan. Jika rencana kegiatan kita tidak mengeluarkan polutan air yang dapat menimbulkan dampak penting, prakiraan dampak kualitas air tidak perlu kita lakukan.
FOTO: PERTAMBANGAN
TEKS: Tidak seluruh jenis kegiatan wajib‐AMDAL (sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri KLH tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL atau Per‐Men KLH No. 11 Tahun 2006) berpotensi untuk menimbulkan dampak tehadap kualitas air permukaan. Beberapa jenis wajib‐AMDAL yang operasinya dikhawatirkan berdampak penting tehadap kualitas air permukaan antara lain adalah industri pulp atau industri kertas, industri petrokimia hulu, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, instalasi pengolahan air limbah domestik, pertambangan mineral, batubara & panas bumi, kilang LPG, kilang LNG, kilang minyak, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD).
Beberapa jenis kegiatan yang membutuhkan prakiraan dampak kualitas air permukaan antara lain adalah:
1. Industri atau pembangkit listrik yang mengambil air prosesnya dari sungai atau danau di sekitarnya.
2. Pembangkit tenaga listrik yang membuang air limbah panasnya ke sungai atau danau di sekitarnya.
3. Industri atau kawasan permukiman yang membuang air limbah (efluen IPAL) ke sungai atau danau di sekitarnya.
4. Pengerukan dasar sungai atau danau.
5. Reklamasi daerah aliran sungai atau sekitar danau.
6. Normalisasi tepi sungai atau danau.
7. Penambangan permukaan.
8. Pembangunan bendungan.
9. Pembangunan kanal.
10. Pembukaan lahan atau pemanfaatan lahan.
11. Tempat pembuangan akhir sampah.
12. Pembangunan kawasan wisata di sekitar sungai atau danau.
Prakiraan dampak kualitas air juga seringkali tetap perlu dilakukan untuk suatu sumber komponen kegiatan yang buangannya masih di bawah nilai Baku Mutu Efluen (BME). Walau konsentrasinya kecil, komponen kegiatan itu mungkin saja akan membuang polutan dalam jumlah yang besar. Dengan debit yang tinggi, buangan polutan tersebut tetap mungkin mempengaruhi kualitas air secara signifikan.
DAMPAK PENTING HIPOTETIK
Seperti disebutkan sebelumnya, suatu prakiraan dampak perlu dilakukan berdasarkan dugaan dampak penting (atau, dampak penting hipotetik) yang disepakati sebelumnya. Suatu dampak penting hipotetik setidaknya harus menyebutkan:
a) Komponen kegiatan penyebab dampak; Biasa disebut juga sebagai sumber dampak. Untuk prakiraan dampak kualitas air permukaan, beberapa sumber dampak antara lain adalah pembuangan air limbah (liquid waste discharge), limpasan air, dan erosi dinding sungai.
b) Komponen lingkungan terkena dampak; Untuk dampak primer, komponen lingkungan terkena dampaknya pasti adalah kualitas air dari suatu badan air permukaan. Untuk dampak‐dampak selanjutnya, komponen lingkungan terkena dampak dapat berupa kesehatan manusia, kualitas flora dan fauna, keutuhan bangunan.
Ke‐2 komponen di atas perlu disampaikan sespesifik mungkin agar proses prakiraan dampak dapat dilakukan dengan tepat‐sasaran dan efisien. Misalnya dengan membatasi komponen lingkungan terkena dampak (kualitas air) hanya untuk beberapa jenis parameter tertentu saja. Gambar berikut menunjukkan informasi yang sebaiknya ada dalam suatu dampak penting hipotetik.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
9
DIAGRAM: DAMPAK PENTING HIPOTETIK
TEKS: Contoh dari salah satu pernyataan dampak penting hipotetik adalah
• sumber dampak: limpasan air kawasan permukiman,
• komponen lingkungan terkena dampak:
o primer: kualitas air situ,
o sekunder: kesehatan penduduk kampung terdekat,
o sekunder: kualitas pertumbuhan ikan.
Kedalaman prakiraan dampak yang akan digunakan juga perlu tercermin dari pernyataan dampak penting hipotetik. Untuk prakiraan Tingkat 3, komponen lingkungan terkena dampak harus menyebutkan jenis dampak lanjutan yang dapat terjadi pada obyek penerima dampak. Misalnya, kesehatan penduduk desa Sugiharjo. Atau, produktivitas tanaman kentang di daerah pertanian desa Sugiharjo.
Dampak penting hipotetik, sesuai Pedoman Penyusunan Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Peraturan Menteri LH No. 08 Tahun 2006), perlu diklasifikasikan dan diberikan tingkat prioritasnya. Tingkat prioritas tersebut akan mempengaruhi penentuan kedalaman prakiraan dampak dari suatu dampak penting hipotetik. Dampak penting hipotetik dengan prioritas rendah dapat saja menggunakan prakiraan Tingkat 1. Sebaliknya, dampak penting hipotetik dengan prioritas tinggi sebaiknya menggunakan prakiraan Tingkat 3.
EVALUASI DAMPAK
Hasil prakiraan dampak akan dievaluasi agar sifatnya dapat diketahui. Beberapa sifat dampak yang perlu diketahui adalah:
• Sifat penting dampak; dilakukan dengan membandingkan kualitas air akibat keberadaan komponen kegiatan (XI,T) dengan kriteria penilaian yang disepakati sebelumnya, seperti baku mutu kualitas badan air, alokasi tambahan polutan sesuai daya dukung badan air, jumlah manusia terkena dampak, dan sebagainya.
• Bobot dampak; untuk dinilai positif atau negatifnya suatu dampak. Bobot dampak diketahui dengan melihat hasil perhitungan besaran dampak dari suatu parameter kualitas air (ΔXT) yang merupakan perbandingan antara kualitas air akibat keberadaan komponen kegiatan (XI,T) dengan kualitas air tanpa keberadaan komponen kegiatan (XO,T). Dampak dianggap negatif jika sumber dampak akan membuat kualitas air menjadi lebih buruk dibandingkan dengan kualitas air nir‐kegiatan di waktu kajian (tahun prakiraan) yang sama.
Banyak penyusun AMDAL saat ini tidak melakukan prakiraan kualitas air nir‐kegiatan. Jadi, penilaian besar‐kecilnya dampak dinilai dengan mengacu kepada kualitas air saat ini (rona lingkungan awal). Hal ini dapat dibenarkan selama kita yakin bahwa kualitas air nir‐kegiatan akan tetap sama (statis) untuk tahun prakiraan yang kita pilih.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
10
TAHAPAN PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS AIR
Berikut ini adalah tahapan lengkap dari proses prakiraan dampak kualitas air. Mengacu ke tatalaksana pengerjaan AMDAL, ke‐2 tahap awal dalam diagram berikut merupakan bagian dari proses pelingkupan. Hasilnya dituangkan sebagai bagian dari dokumen KA‐ANDAL. Tahap‐tahap selanjutnya merupakan bagian dari proses prakiraan dampak yang baik proses maupun hasilnya dituangkan sebagai bagian dari dokumen ANDAL.
DIAGRAM: PERTAMBANGAN
1. MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SUMBER DAMPAK
a. Identifikasi Sumber Dampak
b. Karakterisasi Sumber Dampak
c. Menseleksi Polutan Penting
2. MELENGKAPI LINGKUP PRAKIRAAN DAMPAK
a. Membatasi Wilayah Studi
b. Identifikasi Obyek Penerima Dampak
c. Mengarahkan Prakiraan Dampak
3. MENCERMATI WILAYAH STUDI
a. Men Rona Awal
b. Mengenali Karakteristik Fisik Wilayah Studi
c. Mempelajari Kondisi Pengaliran
4. MENSIMULASI PENYEBARAN POLUTAN
a. Memilih Teknik Simulasi
b. Menghitung Konsentrasi Sebaran Polutan
c. Membuat Peta Isokonsentrasi
5. MENILAI HASIL PRAKIRAAN DAMPAK
a. Menghitung Besaran Dampak
b. Mengevaluasi Sifat Dampak
c. Mengidentifikasi Dampak Lanjutan
d. Menentukan arah rencana pengendalian dampak
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
1
BAGIAN 2: MEMPELAJARI KARAKTERISTIK SUMBER DAMPAK
IDENTIFIKASI SUMBER DAMPAK ....................................................................................................................................... 2
JENIS SUMBER DAMPAK ............................................................................................................................................... 2
LOKASI SUMBER DAMPAK ............................................................................................................................................ 2
WAKTU KEBERADAAN SUMBER DAMPAK .................................................................................................................... 2
KARAKTERISASI POLUTAN................................................................................................................................................. 3
JENIS DAN JUMLAH POLUTAN ...................................................................................................................................... 3
POLA PEMUNCULAN SUMBER DAMPAK....................................................................................................................... 5
MENSELEKSI POLUTAN PENTING ...................................................................................................................................... 6
KRITERIA BATAS POLUTAN PENTING ............................................................................................................................ 6
FAKTOR KEKHAWATIRAN MASYARAKAT ...................................................................................................................... 6
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
2
IDENTIFIKASI SUMBER DAMPAK
Sumber pencemar adalah komponen‐komponen atau bagian‐bagian dari suatu rencana kegiatan yang nantinya akan mencemari badan perairan.Untuk prakiraan dampak kualitas air yang komprehensif, kita perlu mengidentifikasikan seluruh sumber pencemar yang akan ada didalam rencana kegiatan. Tahapan idetifikasi sumber pencemar sebaiknya dilakukan pada tahap penentuan dampak potensial di awal proses pelingkupan.
Identifikasi sumber pencemar dapat dilakukan dengan mempelajari dokumen rancangan teknis dan jadwal pelaksanaannya. Adanya denah (layout) rencana kegiatan dapat mempermudah pengidentifikasian komponen‐komponen kegiatan sumber pencemar. Selain itu, sumber pencemar dapat juga diidentifikasi dengan mempelajari kegiatan lain yang sejenis dengan rencana kegiatan kita.
Informasi dari suatu sumber pencemar perlu juga dilengkapi dengan keterangan mengenai lokasi sumber pencemar dan waktu keberadaan dari sumber pencemar tersebut. Informasi‐informasi tersebut nantinya sangat dibutuhkan dalam pemodelan penyebaran pencemar.
JENIS SUMBER DAMPAK
Banyak jenis komponen kegiatan yang dapat menjadi sumber pencemar. Baik itu komponen‐komponen kegiatan dalam tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi maupun pasca operasi.
Suatu rencana kegiatan mungkin saja memiliki sumber pencemar titik (point source) dan sumber pencemar menyebar (non point source). Sumber pencemar titik merupakan sumber pencemaran yang dapat diketahui secara pasti di suatu lokasi tertentu seperti dari air buangan industri maupun domestik serta saluran drainase. Pencemar masuk langsung ke badan air dari suatu titik terpusat.
FOTO: KEGIATAN DREDGING
Kegiatan dredging dasar sungai termasuk salah satu kegiatan yang dipastikan akan mempengaruhi kualitas air sungai. Baik karena adanya padatan yang hanyut bersama aliran sungai atau karena bertambahnya kelancaran aliran sungai tersebut.
Sumber pencemar yang berasal dari sumber menyebar berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui limpasan (run off) air hujan di permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung pestisida atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan, serta masuk ke badan air.
LOKASI SUMBER DAMPAK
Lokasi sumber pencemar, khususnya sumber pencemar titik, dapat dinyatakan dalam sistem koordinat Cartesian. Untuk sumber sumber menyebar, kita perlu menyebutkan koordinat dari bagain sumber pencemar yang letaknya paling dekat dengan suatu obyek penerima dampak. Koordinat titik terdekat itu nantinya digunakan dalam perhitungan jarak dengan obyek penerima dampak.
INFOGRAFIS: PETA SUMBER DAMPAK
WAKTU KEBERADAAN SUMBER DAMPAK
Informasi mengenai kapan suatu sumber pencemar akan dilaksanakan, dibangun atau dioperasikan sangat berguna nantinya saat kita ingin menentukan batas waktu kajian. Waktu keberadaan sumber pencemar sebaiknya disampaikan sespesifik mungkin, misalnya menyebutkan bulan dan tahun dari rencana keberadaannya. Jadi tidak hanya sekedar menyebutkan bahwa sumber pencemar akan ada di tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca‐operasi.
Waktu keberadaan dari tiap‐tiap sumber dapat diperoleh dari jadwal pelaksanaan rencana kegiatan. Dari jadwal tersebut, kita juga dapat mengetahui durasi dari kelangsungan komponen kegiatan sumber pencemar.
Perlu diingat bahwa mungkin saja beberapa sumber pencemar akan dilaksanakan dalam rentang waktu yang sama. Jika waktu keberadaannya bersamaan, ada kemungkinan pencemar dari sumber‐sumber itu nantinya akan diakumulasikan.
INFOGRAFIS: DAMPAK AKUMULATIF
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
3
KARAKTERISASI POLUTAN
Karakteristik polutan ditunjukkan oleh jenis dan jumlahnya, selain juga pola pemunculannya. Berikut ini adalah uraian mengenai karakteristik polutan dan cara‐cara untuk mengestimasinya.
JENIS DAN JUMLAH POLUTAN
Karakteristik pencemar ditentukan oleh jenis dan jumlah polutan yang dikandung. Berikut ini adalah uraian mengenai parameter karakteristik pencemar di air permukaan khususnya sungai dan danau.
Panas
Pencemar (air) panas yang masuk ke badan air permukaan dapat mempengaruhi temperatur atau suhu di badan air tersebut. Sumbernya dapat berasal dari sumber air panas (gunung berapi) atau air buangan air panas yang berasal dari pendingin pembangkit listrik. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu, peningkatan suhu air juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4.
Suhu merupakan faktor pengendali (controling factor) bagi proses respirasi dan metabolisme biota akuatik yang berlanjut terhadap pertumbuhan dan proses fisiologi serta siklus reproduksinya. Suhu juga dapat mempengaruhi proses dan keseimbangan reaksi kimia yang terjadi dalam sistem air.
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air. Beberapa sifat termal air seperti panas jenis, nilai kalor penguapan dan nilai peleburan air mengakibatkan minimnya perubahan suhu air, sehingga variasi suhu air lebih kecil bila dibandingkan dengan variasi suhu udara. Badan air khusunya danau di daerah tropik mempunyai kisaran suhu antara 20‐30 0C, dan menunjukkan sedikit penurunan suhu dengan bertambahnya kedalaman.
Adanya penyerapan cahaya oleh badan air khususnya danau akan menyebabkan terjadinya lapisan air yang mempunyai suhu yang berbeda. Bagian lapisan yang lebih hangat biasanya berada pada daerah eufotik, sedangkan lapisan yang lebih dingin biasanya berada di bagian afotik (bagian bawah).
Padatan
Pencemar padatan juga merupakan salah satu jenis pencemar yang banyak diterima badan air. Sumbernya tidak hanya berasal dari kegiatan manusia, namun juga dari proses erosi yang berlangsung secara alamiah pada tanah‐tanah di sekeliling badan air tersebut. Pencemaran padatan dianggap sudah terjadi jika jumlah padatan di dalam air sudah sangat banyak sehingga air tampak sangat keruh atau badan air sudah mendangkal. Tingginya kadar padatan dalam limbah cair ditunjukkan oleh tingginya nilai TSS (Total Suspended Solid) dan kekeruhan dari limbah tersebut.
Pembuangan limbah cair yang mengandung padatan ke suatu badan air akan menyebabkan kandungan padatan tersuspensi (SS) air meningkat. Setelah beberapa saat, sebagian padatan akan mengendap. Pencemaran akan terjadi jika aliran air tidak mampu menggelontor padatan yang tersuspensi maupun menggerus padatan yang mengendap.
Kandungan padatan tersuspensi yang tinggi dapat menghalangi masuknya cahaya matahari ke dalam air dan mengakibatkan berkurangnya laju fotosintesis tumbuhan air. Suplai oksigen dari tumbuhan‐tumbuhan airpun akan berkurang. Jika cahaya sepenuhnya terhambat, tumbuhan dan makhluk hidup lainnya akan mati. Pembusukan tumbuhan mati akan lebih menurunkan kadar DO.
Kekeruhan yang tinggi akan mengurangi daya pandang ikan dan kemampuannya menangkap makanan. Ikan dalam air yang keruh juga akan terhambat pernapasannya.
Padatan tersuspensi menyerap cahaya matahari sehingga kemudian akan meningkatkan suhu air permukaan. Suhu air yang lebih panas mengakibatkan oksigen semakin sulit melarut. Endapan yang tebal akan membuat badan air semakin dangkal sehingga menyulitkan pemanfaatannya sebagai jalur transportasi air.
Tingginya kandungan padatan di badan air bisa berarti tingginya kandungan nutrien, bakteri, pestisida, dan logam dalam air. Pencemar‐pencemar tersebut terikat pada partikel sedimen dan dapat terbawa hingga hilir.
Beberapa parameter kualitas air yang mengindikasikan terjadinya pencemaran padatan antara lain adalah:
• TSS; air tercemar memiliki TSS > 500 mg/L,
• Kekeruhan; air tercemar umumnya nilai TUR > 50 mg/l,
• Warna; air tercemar padatan erosi berwarna kecoklatan.
Warna
Pada umumnya warna perairan dikelompokkan menjadi warna sesungguhnya dan warna tampak. Warna sesungguhnya dari perairan adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan‐bahan terlarut, sedangkan warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi. Warna perairan timbul disebabkan oleh bahan organik dan anorganik, keberadaaan plankton, humus, dan ion‐ion logam seperti besi dan mangan. Oksidasi besi dan mangan mengakibatkan perairan berwarna kemerahan dan kecoklatan atau kehitaman, sedangkan oksidasi kalsium karbonat menimbulkan warna kehijauan. Bahan‐bahan organik seperti tanin, lignin dan asam humus dapat menimbulkan warna kecoklatan di perairan. Perairan yang berwarna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air, sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu.
Organik
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
4
Pencemar organik merupakan suatu jenis pencemar yang paling banyak diterima badan air. Sumbernya dapat berasal dari limbah cair industri, permukiman (domestik), dan pertanian. Sebagian senyawa organik, yaitu senyawa organik‐terurai (biodegradable organics), akan dikonsumsi atau di‐biodegradasi oleh mikroba, baik dalam kondisi aerobik (kaya‐oksigen), anoksik (miskin‐oksigen), maupun anaerobik (tanpa‐oksigen). Tingginya kadar senyawa organik‐terurai dalam limbah cair ditunjukkan oleh tingginya nilai BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) dari limbah tersebut.
Pencemaran organik terjadi jika suatu badan air tidak lagi mampu mengasimilasi senyawa organik‐terurai yang masuk bersama limbah cair secara aerobik. Pembuangan senyawa organik‐terurai ke suatu badan air akan memicu peningkatan reaksi biodegradasi di dalam badan air tersebut. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen terlarut (DO atau dissolved oxygen) di dalam air. Selama oksigen tersedia, reaksi biodegradasi akan dilakukan oleh mikroba aerobik. Kelangsungan reaksi biodegradasi aerobik akan menyebabkan kadar DO badan air akan terus berkurang. Tanpa adanya masukan oksigen baru, reaksi aerobik tersebut akan terhenti dan dilanjutkan dengan reaksi biodegradasi secara anaerobik. Reaksi biodegradasi anaerobik menghasilkan beberapa senyawa pencemar seperti metana (CH4), hidrogen sulfida (H2S), dan amonia (NH3) yang membuat air menjadi septik dengan warna hitam dan bau yang menyengat.
Pencemaran organik mengakibatkan kualitas air menurun drastis. Selain berwarna hitam dan berbau, kandungan DO tersebut juga menurun drastis. Rendahnya kadar oksigen di dalam suatu badan air seringkali dapat memusnahkan kehidupan flora dan fauna air, termasuk ikan‐ikan.
Beberapa parameter kualitas air yang mengindikasikan terjadinya pencemaran organik antara lain adalah:
DO; air tercemar memiliki DO < 2,0 mg/L, bahkan tidak jarang 0 mg/L,
• BOD5; air tercemar memiliki nilai BOD5 > 15 mg/L,
• Warna; air tercemar memiliki warna hitam,
• Bau; air tercemar memiliki bau busuk menyengat.
Karbondioksida (CO2) Bebas
Karbondioksida bebas merupakan istilah untuk menunjukkan CO2 yang terlarut di dalam air. CO2 yang terdapat dalam perairan alami merupakan hasil proses difusi dari atmosfer, air hujan, dekomposisi bahan organik dan hasil respirasi organisme akuatik. Tingginya kandungan CO2 pada perairan dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota perairan. Konsentrasi CO2 bebas 12 mg/l dapat menyebabkan tekanan pada ikan, karena akan menghambat pernafasan dan pertukaran gas. Kandungan CO2 dalam air yang aman tidak boleh melebihi 25 mg/l, sedangkan konsentrasi CO2 lebih dari 100 mg/l akan menyebabkan semua organisme akuatik mengalami kematian.
Nutrien
Pencemar nutrien banyak dijumpai dari kegiatan pertanian dan permukiman (domestik). Walau demikian, beberapa jenis industri juga mengeluarkan limbah cair yang mengandung nutrien tersebut. Termasuk antara lain industri pupuk, industri makanan, dan industri pakaian. Pencemaran nutrien dianggap sudah terjadi jika jumlah ganggang, plankton, dan tumbuhan air lain di badan air sudah sangat banyak sehingga air tampak berwarna hijau. Gejala ini disebut sebagai eutrofikasi atau algal blooming. Tingginya kadar nutrien ditunjukkan oleh tingginya nilai nitrogen total (TN) dan nilai pospor total (TP).
Pembuangan limbah cair yang mengandung banyak senyawa nitrogen dan senyawa pospor ke suatu badan air akan memicu pertumbuhan ganggang, plankton, dan beberapa jenis tumbuhan air lainnya secara berlebihan. Faktor lain yang menentukan adanya percepatan pertumbuhan tersebut adalah sinar matahari, suhu hangat, dan aliran air yang sangat rendah. Oleh karena itu, pencemaran nutrien lebih banyak terjadi di danau atau situ yang airnya hampir stagnan.
Banyaknya jumlah algae menyebabkan air menjadi berwarna hijau. Di bagian permukaan, kumpulan algae malah membuat air tampak seperti memiliki lapisan film berwarna hijau. Sebagaimana terjadi dalam pencemaran padatan, tingginya kandungan algae akan menghalangi cahaya matahari, menghambat laju fotosintesis, dan pada akhirnya mengurangi suplai oksigen dari tumbuhan‐tumbuhan air. Algae yang mati akan menstimulasi perkembangan mikroba pengurai. Sebagaimana terjadi dalam pencemaran organik, reaksi biodegradasi dari bangkai algae akan mengkonsumsi oksigen terlarut. Akibatnya, kondisi septik dapat terjadi.
Beberapa parameter kualitas air yang mengindikasikan terjadinya pencemaran nutrien antara lain adalah:
• jumlah algae; air tercemar memiliki konsentrasi klorofil mencapai 300 µg/l atau lebih (catatan: air danau oligotropik dalam kondisi normal memiliki konsentrasi klorofil antara 1‐10 µg/l),
• warna; air tercemar memiliki warna hijau; walau demikian ada juga pencemaran nutrien yang memiliki warna merah, kuning kecoklatan, maupun hijau muda .
• NO2 (Nitrit); air tercemar memiliki nilai NO2 > 0,1 mg/L
Anorganik
Pencemar anorganik merupakan pencemar yang banyak diterima dibadan air. Pencemar anorganik berupa oksida mangan (Mg) dan besi (Fe) dapat mempengaruhi warna di perairan. Air limbah yang dibuang dari kegiatan industri tekstil banyak mengandung pencemar anorganik yang turut memberikan sumbangan warna di perairan. Beberapa pencemar anorganik lainnya dapat dikategorikan sebagai logam berat.
Logam Berat
Beberapa jenis senyawa logam berat masih banyak yang dibuang langsung oleh industri ke badan air tanpa melalui pengolahan yang semestinya. Walau demikian, kegiatan‐
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
5
kegiatan lainnya seperti kegiatan pertambangan maupun permukiman juga berpotensi menghasilkan limbah cair yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
Pencemaran logam berat dianggap sudah terjadi jika air memiliki kandungan senyawa logam berat yang dapat membahayakan manusia maupun makhluk hidup lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa jenis logam berat yang banyak dijumpai dalam badan air antara lain adalah arsen, kadmium, kromium, kobalt, raksa atau merkuri.
Logam berat sesuai dengan kadar dan jenisnya dapat memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Dampak logam berat terhadap kesehatan manusia tergolong sangat berbahaya. Beberapa jenis logam berat, seperti kromium (Cr), dapat menimbulkan gejala kanker. Beberapa jenis lainnya, seperti timah (Sn), dapat menyebabkan gangguan mental dan fisik yang cacat, kehilangan pendengaran, gangguan reproduksi dan motorik.
Pencemaran logam berat diindikasikan dengan tingginya kandungan senyawa logam berat di perairan maupun di tubuh‐tubuh makhluk hidup air.
Mikrobiologi
Lingkungan perairan mudah tercemar oleh mikroorganisme patogen (berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber seperti permukiman, pertanian dan peternakan. Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu badan air adalah bakteri yang tergolong Escherichia coli, yang merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup normal di dalam kotoran manusia dan hewan. Keberadaan bakteri ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai tingkat higienisitas suatu perairan.
Pencemaran bakteri tinja (feses) di perairan sangat tidak dikehendaki, baik ditinjau dari segi estetika, kebersihan, sanitasi maupun kemungkinan terjadinya infeksi berbahaya. Mikroba patogen asal tinja yang sering menyebabkan penyakit disentri yang ditularkan melalui air mencakup salmonella, shigella dan coliform.
POLA PEMUNCULAN SUMBER DAMPAK
Pola pemunculan sumber dampak akan sangat berpengaruh terhadap pola penyebaran polutan dan dampak yang ditimbulkannya. Pola pemunculan sumber dampak ditunjukkan oleh waktu, durasi, dan kontinuitas pemunculannya.
FOTO: PEMBUANGAN LIMBAH CAIR
TEKS: Untuk sumber dampak berupa pembuangan limbah cair, kecepatan aliran, debit aliran, dan temperatur limbah cair juga dapat dianggap sebagai bagian dari pola pemunculan sumber dampak.
Waktu pemunculan sumber dampak sangat mempengaruhi pola penyebaran polutan. Polutan yang timbul di musim hujan umumnya akan tersebar lebih jauh dibandingkan polutan yang timbul di musim kering. Munculnya polutan hampir selalu mengikuti waktu keberadaan sumber dampak. Saat sumber dampak berhenti, tidak lama kemudian biasanya polutan juga terhenti.
Informasi mengenai waktu pemunculan sumber dampak juga sangat dibutuhkan dalam memastikan apakah sumber‐sumber dampak yang ada di suatu rencana kegiatan dapat dianggap sebagai sumber majemuk (multiple source).
Durasi pemunculan sumber dampak akan mempengaruhi jumlah polutan. Semakin lama durasi sumber dampak, semakin banyak juga polutan yang dihasilkan. Durasi pemunculan sumber dampak juga hampir selalu mengikuti durasi keberadaannya. Informasi ini juga dibutuhkan sebagai salah satu bahan pertimbangan saat kita melakukan penilaian sifat penting dari suatu dugaan dampak.
Kontinuitas pemunculan sumber dampak akan mempengaruhi pola penyebaran polutan. Sebagai contoh, buangan organik dari sumber kawasan permukiman akan memiliki pola penyebaran yang berbeda dengan buangan organik dari sumber pabrik yang beroperasi secara kontinyu. Kontinuitas pemunculan sumber dampak tentunya juga mempengaruhi potensi dampak yang dapat ditimbulkannya. Buangan polutan yang tidak kontinyu seringkali dianggap memiliki potensi dampak yang lebih kecil dibandingkan buangan polutan yang kontinyu.
Kecepatan lepasan limbah cair menunjukkan cepat atau lambatnya limbah cair keluar dari sumbernya. Informasi kecepatan lepasan lebih banyak dibutuhkan dalam prakiraan dampak dari sumber pembuangan limbah cair.
Debit buangan limbah cair menunjukkan volume limbah cair yang dikeluarkan per satuan waktu. Untuk suatu cerobong, debit merupakan hasil perkalian antara kecepatan lepasan dengan luas penampang saluran limbah.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
6
MENSELEKSI POLUTAN PENTING
Tidak semua pencemar yang dibuang ke badan air permukaan dapat menimbulkan dampak penting. Jika jumlahnya kecil dan durasi pengeluarannya singkat, suatu pencemar kemungkinan besar tidak akan terlalu mempengaruhi kualitas air sampai ke tingkat yang significant. Atau kecil kemungkinan pencemar tersebut melampaui BMKA (Baku Mutu Kualitas Air). Untuk alasan efisiensi, prakiraan dampak dari polutan yang jumlahnya sedikit tidak selalu perlu dilakukan. Lebih baik memusatkan perhatian pada prakiraan dampak dari pencemar yang jumlahnya besar. Kita dapat menyebut pencemaran yang perlu diprakiraan dampaknya sebagai pencemar penting. Dasar‐dasar pertimbangan dalam penyeleksian pencemar penting perlu disampaikan kepada Komisi Penilai AMDAL untuk disepakati.
KRITERIA BATAS POLUTAN PENTING
Seleksi pencemar penting akan lebih mudah jika kita memiliki Kriteria Batas Pencemar Penting (KBPP) yang menyebutkan jumlah minimal pencemar yang perlu diprakirakan dampaknya dalam ANDAL. Jika kita membuang suatu pencemar dalam jumlah melebihi nilai KBPP, maka kita harus melakukan prakiraan dampak untuk pencemar tersebut.
Kriteria Batas Pencemar Penting sebaiknya didiskusikan dengan pemerintah‐pemerintah kota dan kabupaten di
Indonesia. Besarnya nilai kriteria untuk tiap daerah seharusnya berbeda‐beda tergantung status mutu air dari tiap daerah. Saat ini KLH telah mengeluarkan pedoman untuk menetapkan kelas air dan pedoman penentuan status mutu air sehingga masing‐masing daerah dapat menentukan golongan kualitas airnya. dan dapat dibandingkan dengan penetapan kualitas air.
FAKTOR KEKHAWATIRAN MASYARAKAT
Ada beberapa faktor lain yang perlu kita pertimbangkan sebelum kita benar‐benar mengabaikan prakiraan dampak pencemaran yang jumlahnya sedikit. Salah satunya adalah faktor persepsi atau kekhawatiran masyarakat sekitar. Sesuai aturan mengenai Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam proses AMDAL (Kepka Bapedal No. 08 Tahun 2000), tatalaksana AMDAL memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan masukan kepada pemrakarsa, mungkin saja salah satu masukannya menyangkut kekhawatiran terhadap keberadaan dan sebaran dari suatu jenis pencemar. Walaupun jumlahnya sedikit ada baiknya kita menanggapi kekhawatiran itu dan kemudian melakukan prakiraan dampak dari pencemar itu. Hasilnya mungkin saja dapat digunakan untuk meyakinkan masyarakat sekitar bahwa dampak yang mereka khawatirkan tidak akan pernah ada.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
1
BAGIAN 3: MELENGKAPI LINGKUP PRAKIRAAN DAMPAK
MEMBATASI WILAYAH STUDI ........................................................................................................................................... 3
TINJAUAN KONDISI MORFOLOGI .................................................................................................................................. 3
DAYA DUKUNG BADAN AIR........................................................................................................................................... 3
INDENTIFIKASI OBYEK PENERIMA DAMPAK ..................................................................................................................... 4
SUMBER INFORMASI..................................................................................................................................................... 4
LOKASI OBYEK PENERIMA DAMPAK ............................................................................................................................. 4
INFORMASI PELENGKAP................................................................................................................................................ 5
MENGARAHKAN PRAKIRAAN DAMPAK ............................................................................................................................ 6
WAKTU KAJIAN.............................................................................................................................................................. 6
SKENARIO PRAKIRAAN DAMPAK................................................................................................................................... 6
KRITERIA PENILAIAN SIFAT PENTING ............................................................................................................................ 6
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
2
Dari tahap kerja sebelumnya, kita sudah berhasil mengidentifikasi berbagai sumber dampak yang ada dalam rencana kegiatan kita. Kita juga sudah mendapatkan informasi awal dari karakteristik sumber-sumber dampak tersebut. Termasuk juga antara lain polutan-polutan yang diakibatkan tiap sumber dampak. Sebagian proses pelingkupan sudah diselesaikan di tahap kerja itu.
Di tahap kerja ini, kita akan menyelesaikan seluruh proses pelingkupan prakiraan dampak kualitas air permukaan. Pertama, kita perlu menentukan batasan wilayah studi kita. Kedua, kita mengidentifikasi obyek-obyek penerima dampak di dalam wilayah studi itu. Dan, ketiga, kita menentukan waktu kajian, skenario prakiraan, dan juga kriteria penilaian sifat penting dampak.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
3
MEMBATASI WILAYAH STUDI
Prakiraan dampak pada prinsipnya nanti akan mengkonfirmasi dan menghitung besaran pengaruh dari suatu sumber dampak terhadap komponen lingkungan atau obyek yang berada dalam suatu wilayah studi. Untuk prakiraan dampak kualitas air permukaan, wilayah studinya merupakan bagian wilayah sungai atau danau yang kualitas airnya masih dapat dianggap terpengaruh oleh suatu sumber dampak.
Ada 2 (dua) cara untuk menentukan wilayah studi dari suatu prakiraan dampak kualitas air, yaitu 1) tinjauan kondisi morfologi badan air dan sekitarnya dan 2) tinjauan daya dukung badan air. Berikut ini adalah uraian dari ke‐2 cara tersebut.
TINJAUAN KONDISI MORFOLOGI
Pergerakan polutan atau penyebaran dampak lainnya hampir selalu mengikuti arah aliran dari suatu badan air. Dan arah aliran selalu mengikuti bentuk geometris dari badan air tersebut, baik bentuk, ukuran, dan kemiringannya. Dengan mempelajari kondisi morfologi badan air, sebagian dari batas wilayah studi sudah mulai dapat ditentukan.
Penentuan batas terjauh dari suatu wilayah studi membutuhkan kesepakatan di antara Pemrakarsa dan Komisi Penilai AMDAL. Khususnya untuk suatu sungai yang panjang atau memiliki banyak anak sungai. Atau, untuk danau yang besar. Sebagai panduan awal untuk penentuan batas wilayah studi dapat digunakan angka:
• Untuk sungai besar, jarak 5 kilometer arah hilir dari lokasi sumber dampak.
• Untuk danau besar, radius 4 kilometer menjauh dari lokasi sumber dampak.
INFOGRAFIS: PETA SUNGAI
Batas wilayah studi juga perlu mempertimbangkan luasan daerah aliran sungai atau kondisi geografis di sekitar badan air tersebut. Di daerah sekitar badan air tersebut biasanya terdapat banyak obyek‐obyek yang diperkirakan akan terpengaruh oleh adanya perubahan kualitas air.
DAYA DUKUNG BADAN AIR
Batas wilayah studi, khususnya batas terjauhnya, juga dapat ditentukan apabila daya dukung badan air diketahui. Tepatnya, kemampuan badan air tersebut untuk menerima adanya kenaikan konsentrasi polutan tanpa menimbulkan
gangguan terhadap fungsi badan air tersebut. Cara ini sangat mudah jika nilai Tambahan Polutan Maksimal (TPM) dari suatu badan air sudah ditentukan sebelumnya oleh institusi pengelolanya. Jika belum, pemrakarsa perlu menghitung nilai TPM tersebut.
Adanya tambahan polutan (pollutant increase) terhadap suatu badan air dapat menyebabkan konsentrasi polutan melebihi nilai baku mutu air permukaan (BMAP). Jumlah tambahan maksimal bagi suatu polutan agar nilai BMAP tidak terlampaui disebut nilai TPM (atau maximum pollutant increase).
Besar‐kecilnya nilai TPM di suatu wilayah seharusnya ditentukan oleh pemerintah daerah setelah mempertimbangkan kualitas air sungai dan danau di wilayahnya. Jika konsentrasi polutan di suatu badan air sudah tinggi maka nilai TPM untuk polutan itu seharusnya rendah. Sebaliknya, jika konsentrasi polutan di suatu badan air masih rendah maka nilai TPM‐nya dapat saja lebih besar.
Oleh karena pemerintah daerah umumnya belum memiliki nilai TPM untuk daerahnya, maka Pemrakarsa bisa saja mengusulkan besaran nilai TPM tersebut. Tentunya setelah mempertimbangkan data sekunder dari konsentrasi polutan di suatu badan air yang diduga akan terkena dampak. Usulan nilai TPM perlu disetujui terlebih dahulu oleh Komisi Penilai AMDAL sebelum digunakan dalam penentuan batas wilayah studi.
Dalam tahap pelingkupan, banyak pemrakarsa belum memiliki data konsentrasi polutan dari suatu badan air. JIka demikian kondisinya, Pemrakarsa dapat saja mengusulkan nilai TPM yang besarnya proporsional terhadap nilai BMAP untuk suatu polutan. Sebagai contoh, nilai TPM sama dengan 20 % dari nilai BMAP. Jadi, jika nilai BMAP unuk suspended solid 200 mg/L maka nilai TPM SS adalah 40 mg/L. Di negara lain, khususnya untuk badan air yang yang sangat dilindungi, nilai TPM dapat mencapai seperduapuluh dari nilai BMAP.
Simulasi untuk menentukan jarak, setelah nilai TPM disepakati, dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan perangkat lunak. Apapun tekniknya, penentuan jarak harus dilakukan untuk kondisi yang konservatif sehingga cocok untuk menentukan jarak wilayah studi terjauh.
TABEL: NILAI TPM
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
4
INDENTIFIKASI OBYEK PENERIMA DAMPAK
Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi obyek‐obyek di dalam wilayah studi yang kemungkinan dapat menerima dampak dari berubahnya kualitas air permukaan. Obyek‐obyek penerima dampak (sensitive receptor) dapat merupakan obyek biotik maupun obyek abiotik. Obyek‐obyek tersebut akan lebih mudah diidentifikasi jika berbagai jenis dampak perubahan kualitas air permukaan juga sudah diketahui. Banyak referensi tersedia mengenai dampak yang mungkin ditimbulkan oleh tiap sumber dampak. Tabel berikut menunjukkan beberapa dampak yang dapat dialami obyek‐obyek penerima dampak.
TABEL: POLUTAN – DAMPAK ‐ OBYEK PENERIMA DAMPAK
Penyebutan obyek‐obyek penerima dampak dengan rinci, terutama untuk prakiraan dampak Tingkat 3, akan sangat membantu. Contoh, penyebutan dari nama kegiatan yang akan terganggu pemanfaatan airnya. Dengan adanya rincian informasi tersebut, data rona lingkungan awal yang kita butuhkan nantinya hanya data yang terkait dengan rincian obyek itu saja.
FOTO: BANGUNAN PENGOLAHAN AIR
TEKS: Instalasi pengolahan air bersih merupakan salah satu jenis obyek penerima dampak yang perlu dicermati. Contoh obyek‐obyek penerima dampak lainnya adalah kawasan permukiman, lahan budidaya (pertanian, perkebunan, perternakan), industri, hotel atau tempat penginapan lainnya, obyek wisata, rumah sakit, tumbuhan dan hewan air.
Identifikasi obyek penerima dampak harus dilakukan secara lengkap. Perlu diingat bahwa satu sumber dampak sangat mungkin akan berpengaruh terhadap beberapa obyek penerima dampak sekaligus. Tidak hanya mempengaruhi obyek sejenis tetapi juga obyek yang berbeda. Misalnya, peningkatan konsentrasi padatan tersuspensi di air kemungkinan besar dapat mempengaruhi ikan, manusia, dan tanaman yang berada di sekitarnya.
Prakiraan dampak kualitas air permukaan juga seringkali dilakukan untuk waktu prakiraan yang jauh ke depan. Misalnya, untuk waktu 5 tahun dari sekarang di saat suatu pabrik kertas baru mulai dapat dioperasikan. Obyek‐obyek yang ada 5 tahun mendatang mungkin sekali berbeda dengan obyek‐obyek yang ada saat ini. Mungkin saja nantinya akan ada kawasan permukiman baru atau rumah sakit baru di dekat rencana kegiatan kita.
SUMBER INFORMASI
Obyek‐obyek penerima dampak dapat teridentifikasi dengan mengamati peta‐peta wilayah yang mencakup wilayah studi kita. Salah satunya adalah peta tataguna lahan yang menunjukkan keberadaan kawasan permukiman, perkebunan, persawahan, kawasan industri, bandara, pelabuhan laut, tempat wisata, dan lain‐lainnya. Biasanya peta berskala 1:10.000 sudah cukup dapat diandalkan.
Sumber informasi lain yang cukup baik adalah laporan status kondisi wilayah yang dibuat oleh kantor kelurahan atau kecamatan setempat. Laporan‐laporan demikian biasanya bersifat tahunan. Informasi yang ada di dalamnya cukup lengkap. Selain data demografi, informasi geografis dan lingkungan biasanya juga tersedia.
Ada baiknya, dalam proses konsultasi masyarakat di tahap pelingkupan ini, kita juga menanyakan ke masyarakat sekitar tentang keberadaan suatu jenis obyek yang dikhawatirkan dapat terpengaruh oleh penurunan kualitas air nantinya. Masyarakat setempat merupakan sumber informasi yang dapat diandalkan. Mereka biasanya memiliki pengetahuan lebih akurat tentang keberadaan obyek‐obyek di sekitar tempat tinggalnya.
FOTO: KONSULTASI MASYARAKAT
TEKS: Proses konsultasi masyarakat di tahap pelingkupan, sebagaimana diatur dalam aturan Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL, dapat kita manfaatkan untuk mendapatkan informasi dari masyarakat setempat tentang keberadaan obyek‐obyek di wilayah mereka.
Keberadaan rencana obyek‐obyek baru di masa datang dapat diperoleh dari instansi perencanaan pembangunan atau penanaman modal di suatu daerah. Dokumen rencana perkembangan wilayah dan peta rencana umum tataruang juga dapat membantu.
LOKASI OBYEK PENERIMA DAMPAK
Obyek‐obyek penerima dampak yang teridentifikasi perlu dilengkapi dengan informasi mengenai lokasi dan elevasi‐nya. Sama halnya dengan lokasi sumber dampak, lokasi obyek penerima dampak dapat dinyatakan dalam sistem koordinat cartesian. Kesamaan sistem koordinat antara lokasi sumber dampak dan obyek penerima dampak akan mempermudah kita saat ingin menghitung jarak antara obyek tersebut dengan sumber dampaknya. Lokasi obyek juga dapat dinyatakan dalam sistem grid jika obyek tersebut merupakan obyek wilayah seperti lahan pertanian, danau, atau kawasan permukiman.
INFOGRAFIS: POSISI OBYEK PENERIMA DAMPAK DAN SUMBER DAMPAK
TEKS: Lokasi obyek penerima dampak sebaiknya dinyatakan dalam sistem koordinat yang sama dengan sumber emisi. Jarak obyek antara keduanya kemudian dapat dihitung dengan menggunakan rumus matematis sederhana. Ilustrasi di atas juga menunjukkan arah mata angin dari lokasi obyek penerima dampak relatif terhadap lokasi sumber emisi.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
5
INFORMASI PELENGKAP
Informasi lain yang juga dibutuhkan adalah:
• Besaran obyek; Misalnya luas lahan untuk obyek wilayah, jumlah penduduk di suatu permukiman, atau jumlah bangunan di suatu perkampungan. Informasi besaran obyek ini seringkali dibutuhkan sebagai salah satu bahan pertimbangan saat kita melakukan penilaian sifat penting dampak.
• Waktu keberadaan obyek; Biasanya dinyatakan dalam tahun dimana suatu obyek ada. Hal ini sangat penting khususnya jika obyek kita merupakan obyek masa
datang. Dengan kata lain, obyek itu belum ada saat kajian AMDAL dilakukan.
Informasi pelengkap lainnya adalah nama atau identitas dari suatu obyek penerima dampak. Misalnya, nama kompleks permukiman, nama bangunan, nama obyek wisata. Pencantuman identitas ini dibutuhkan guna mencegah kesalahpahaman dalam proses prakiraan dampak.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
6
MENGARAHKAN PRAKIRAAN DAMPAK
Dengan teridentifikasinya berbagai obyek penerima dampak, kita sekarang sudah dapat mendefinisikan dampak‐dampak penting hipotetik dengan lengkap. Walau demikian, proses prakiraan dampak masih membutuhkan informasi mengenai waktu prakiraan (waktu kajian), skenario prakiraan, dan kriteria penilaian sifat penting. Berikut ini akan dibahas ke‐3 hal tersebut.
WAKTU KAJIAN
Waktu kajian merupakan waktu yang dampak dan kondisi lingkungannya ingin kita prakirakan. Waktu kajian sering juga disebut sebagai tahun prakiraan (assessment year) karena selama ini kebanyakan pihak menggunakan tahun sebagai dasar satuan waktu dalam melakukan prakiraan dampak. Hasil prakiraan dampak nantinya hanya berlaku spesifik untuk waktu‐waktu kajian yang sudah ditentukan saja.
FOTO: PEMBANGUNAN APARTEMEN
TEKS: Prakiraan dampak dari perubahan kualitas udara perlu dilakukan di tahun dimana akan ada suatu kegiatan lain yang diduga akan terpengaruh oleh emisi kita. Sebagai contoh, keberadaan bangunan apartemen yang mungkin baru ada beberapa tahun setelah kegiatan kita beroperasi.
Pada prinsipnya, waktu kajian ditentukan dengan mempertimbangkan tahun‐tahun dimana perubahan kualitas air permukaan akan terjadi atau dampak akan terasa oleh suatu obyek penerima. Dampak demikian dapat diakibatkan antara lain oleh:
• dimulainya kelangsungan komponen kegiatan yang tergolong sebagai sumber dampak,
• munculnya obyek baru yang dapat terpengaruh oleh sebaran polutan kita, dan
• diberlakukannya kebijakan baru yang dapat mempengaruhi penilaian kita terhadap dampak penting hipotetik, seperti adanya rencana pemberlakuan revisi BMAP, BME, maupun pembaharuan rencana tata ruang.
SKENARIO PRAKIRAAN DAMPAK
Skenario prakiraan dampak antara lain terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Skenario kondisi terburuk (worst‐case scenario); memberikan hasil prakiraan konsentrasi sebaran polutan yang maksimal (ΔCMAX) yang kemungkinan dapat terjadi di lokasi obyek penerima dampak. Kalkulasi sebaran dampak untuk skenario kondisi terburuk ini dilakukan dengan menggunakan (1) konsentrasi polutan maksimal (CMAX) dan (2) kuantitas air minimal (QMIN). Perlu dipahami bahwa konsentrasi polutan maksimal di lokasi‐lokasi yang berbeda akan diperoleh pada kombinasi kecepatan aliran dan volume
air yang berbeda‐beda. Simulasi dengan menggunakan skenario ini dibutuhkan dalam pembuatan Tabel Output Prakiraan Dampak Kualitas Air Permukaan (untuk Konsentrasi Maksimal) yang merupakan salah satu output prakiraan dampak.
2. Skenario kondisi tersering (most‐likely case scenario); memberikan kita nilai konsentrasi sebaran polutan rata‐rata (ΔCAVE) di lokasi‐lokasi yang ditentukan. Simulasi sebaran dampak dilakukan dengan menggunakan (1) konsentrasi polutan rata‐rata (CAVE) dan (2) kuantitas air rata‐rata (QAVE). Simulasi dengan menggunakan skenario ini dibutuhkan dalam pembuatan Peta Isokonsentrasi yang juga merupakan salah satu output prakiraan dampak.
Pada prakiraan Tingkat 3, hasil prakiraan kualitas air permukaan untuk skenario kondisi umum dan skenario kondisi terburuk perlu diikuti dengan kalkulasi untuk mengkonfirmasi berbagai dampak lanjutannya.
KRITERIA PENILAIAN SIFAT PENTING
Hasil prakiraan dampak nanti akan dinilai sifat pentingnya terhadap kriteria penilaian tertentu. Beberapa kriteria yang patut dipertimbangkan adalah:
1. Batas maksimal konsentrasi polutan sesuai BMAP nasional khususnya untuk prakiraan dampak Tingkat 2.
2. Batas maksimal peningkatan konsentrasi polutan, atau nilai Tambahan Polutan Maksimal yang sebaiknya ditetapkan dalam kebijakan pengelolaan badan air permukaan di suatu daerah.
3. Nilai batas konsentrasi polutan sebagaimana tercantum dalam (a) referensi ilmiah tentang dampak‐dampak lanjutan terhadap manusia, flora, fauna, bangunan, iklim global dapat terjadi, (b) standar kualitas air permukaan dari negara‐negara lain; khususnya untuk jenis‐jenis polutan yang tidak tercantum dalam BMUA Indonesia, dan (c) kajian‐kajian ANDAL yang sudah dilakukan untuk daerah tersebut.
4. Luas wilayah yang akan terpengaruh secara signifikan oleh perubahan kualitas air, jumlah manusia yang tinggal di wilayah tersebut, atau tingkat kerusakan yang dapat terjadi terhadap flora, fauna, dan bangunan, dan panjang‐pendeknya rentang waktu perubahan kualitas air permukaan.
Perlu diingatkan bahwa kriteria penilaian yang akan digunakan harus disepakati terlebih dahulu oleh Komisi Penilai AMDAL yang berwenang. Dan, ada baiknya kriteria penilaian perlu disebutkan dalam dokumen KA‐ANDAL.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
1
BAGIAN 4: MENCERMATI WILAYAH STUDI
MENDALAMI KARAKTERISTIK BADAN AIR......................................................................................................................... 2
BENTUK MORFOLOGI.................................................................................................................................................... 2
KECEPATAN DAN SIFAT ALIRAN .................................................................................................................................... 3
KOMPONEN LINGKUNGAN ........................................................................................................................................... 3
MENGUKUR KUALITAS AIR PERMUKAAN ......................................................................................................................... 4
RONA AWAL .................................................................................................................................................................. 4
POLUTAN SASARAN....................................................................................................................................................... 4
PENGAMBILAN SAMPEL................................................................................................................................................ 4
MENGATASI KETERBATASAN DATA .............................................................................................................................. 4
MENGENALI KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI .................................................................................................................. 7
KONDISI DAERAH SEKITAR BADAN AIR ......................................................................................................................... 7
TATAGUNA LAHAN........................................................................................................................................................ 7
KLIMATOLOGI................................................................................................................................................................ 7
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
2
MENDALAMI KARAKTERISTIK BADAN AIR
Prakiraan dampak kualitas air permukaan membutuhkan informasi yang aktual dan rinci. Termasuk di antaranya adalah informasi menyangkut karakteristik badan air, seperti kondisi morfologi, kecepatan dan sifat aliran, dan obyek‐obyek yang berada di dalamnya. Sebagian informasi mungkin sudah dimiliki Pemrakarsa di tahapan pelingkupan namun sebagian lainnya masih perlu diperoleh di tahapan ini. Tidak jarang bahkan informasi tersebut harus diperoleh Pemrakarsa melalui upaya pengukuran atau pemantauan yang dilakukannya sendiri.
BENTUK MORFOLOGI
Bentuk morfologis badan air, seperti peta alur, lapisan dasar, penampang dari suatu badan air jelas akan mempengaruhi karakteristik aliran di dalam badan air tersebut. Hal ini sangat nyata berpengaruh untuk aliran dalam sungai. Demikian juga dengan keberadaan tikungan, lonjakan, cabangan, dan terjunan yang akan menghambat atau mempercepat laju aliran.
Sungai merupakan jalan air alami. mengalir menuju samudera, danau atau laut, atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.
Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sundai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertantu air sungai juga berasal dari lelehan es / salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.
Kebanyakan pinggir sungai di Jepang dipakai untuk tempat bermain, rekreasi dan pesta akhir pecan.
Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai. Di Indonesia saat ini terdapat 5.950 daerah aliran sungai (DAS).
Sungai menurut genetiknya dibedakan :
• sungai konsekwen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan lereng
• sungai subsekwen yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan sungai konsekwen
• sungai obsekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya berlawanan arah dengan sungai konsekwen
• sungai insekwen yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat oleh lereng daratan
• sungai resekwen yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya searah dengan sungai konsekwen
INFOGRAFIS: PENAMPANG SUNGAI
Penampang sungai akan mempengaruhi kecepatan aliran air. Semakin kecil luas penampang suatu sungai maka semakin cepat aliran yang akan terjadi. Sebaliknya, semakin luas maka semakin lambat aliran yang akan terjadi.
Sungai seringkali dikendalikan atau dikontrol supaya lebih bermanfaat atau mengurangi dampak negatifnya terhadap kegiatan manusia.
• Bendung dan Bendungan dibangun untuk mengontrol aliran, menyimpan air atau menghasilkan energi.
• Tanggul dibuat untuk mencegah sungai mengalir melampaui batas dataran banjirnya.
• Kanal‐kanal dibuat untuk menghubungkan sungai‐sungai untuk mentransfer air maupun navigasi
• Badan sungai dapat dimodifikasi untuk meningkatkan navigasi atau diluruskan untuk meningkatkan rerata aliran.
Morfologi dan hidrologi danau sangat mempengaruhi daya tampung danau, khususnya karakteristik laju pembilasan air atau waktu tinggal air, yang tergantung kepada volume danau dan debit air keluar danau. Danau yang memiliki waktu tinggal air kurang dari 20 hari mempunyai kemampuan pencampuran air sehingga plankton tidak dapat tumbuh. Sedangkan danau yang memiliki waktu tinggal air antara 20 sampai 300 hari menyebabkan terjadinya proses stratifikasi. Apabila waktu tinggalnya lebih dari 300 hari akan terjadi stratifikasi yang stabil, serta dapat terjadi akumulasi unsur hara dan pertumbuhan plankton yang menjurus kepada proses eutrofikasi.
Danau‐danau di Indonesia pada umumnya memiliki waktu tinggal yang sangat lama, sehingga kemampuan penggelontoran rendah yang menyebabkan daya tampung beban pencemaran air rendah, namun rawan mengakumulasi beban pencemaran serta peningkatan proses eutrofikasi. Tabel 4. menunjukkan waktu tinggal air danau Dibawah, Maninjau, Singkarak dan Toba yang berkisar antara 47 sampai 77 tahun.
FOTO: PETA PERMUKAAN DANAU
TEKS: Luas dan bentuk permukaan danau akan mempengaruhi laju evaporasi danau. Demikian juga akan menentukan jumlah air hujan yang akan tertampung oleh danau tersebut.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
3
KECEPATAN DAN SIFAT ALIRAN
Dampak Kondisi debit sungai berubah dari waktu ke waktu sepanjang tahun. Untuk memonitor perubahan debit, tinggi muka air sungai harus selalu diamati secara kontinyu setiap waktu baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Alih fungsi lahan yang terjadi di seluruh DAS akan tergambarkan dengan indikator fluktuasi debit yang terjadi. Bila alih fungsi lahan terjadi sangat intensif, maka akan tergambarkan dengan terjadinya peningkatan debit puncak dan perbedaan debit maksimum dan minimum yang besar. Demikian juga waktu respon yang terjadi, akan semakin cepat. Untuk dapat mencatat kondisi debit sungai sepanjang waktu, perlu dipasang alat perekam tinggi muka air otomatik (AWLR, Automatic Water Level Recorder).
Untuk membangun basis data hidrologi pada daerah yang belum memiliki stasiun otomatik, dapat dilakukan dengan membangun prototipe model yang selanjutnya akan bermanfaat apabila diaplikasikan di wilayah lain dengan karakteristik sejenis. Model yang dibangun akan membantu dalam melakukan pemantauan dan evaluasi perubahan tipe penutupan lahan serta mempelajari karakteristik debit. Oleh karena itu masalah kerusakan DAS dapat dideteksi dan diantisipasi secara dini dan resiko yang mungkin terjadi dapat diminimalkan.
Permasalahan pencemaran air di Indonesia khususnya pada sungai bagian hulu cenderung makin berat. Sedangkan upaya pengendaliannya belum optimal, salah satu program yang penting adalah pemantauan kualitas air permukaan terhadap kadar pencemaran.
Menurut Eko W. Irianto dan Badruddin Machbub, Pemantauan kualitas air permukaan (sungai) perlu disertai dengan pengukuran atau pencatatan debit air, agar analisis hubungan parameter pencemaran air debit badan air sungai dapat dikaji untuk keperluan pengendalian pencemarannya. Diharapkan dengan terungkapnya hubungan debit sungai dengan parameter‐parameter air, maka dapat dikaji upaya pengendalian pencemaran air yang realistis dengan karakteristik hidrologi dan daya tamping beban pencemarannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Eko W. Irianto dan Badruddin Machbub, terdapat korelasi yang signifikan antara perubahan parameter BOD, COD, DO, Nitrogen, Phosphor, Deterjen, dan zat terlarut dengan debit air sungai. Pencemaran organic sebagai BOD, COD di salah satu
sungai terjadi sepanjang musim, karena tidak tertolong oleh pengenceran secara alami dengan debit tinggi. Walaupun debit air tinggi, ternyata kadar BOD masih melebihi standar kualitas air (standar kelas II < 12 mg/L), sedangkan kadar COD masih dapat tergolong klas III (standar < 50 mg/L). Oleh karena itu upaya pengendalian pencemaran BOD dan COD air harus ditingkatkan, baik terhadap point source maupun non point sources. Detergen dalam air tidak berasal dari alam karena murni hasil limbah aktifitas manusia (kegiatan industri maupun domestik) atau antropogenik.
FOTO: Arus aliran sungai
TEKS: Turbulensi dalam aliran sungai sangat mempengaruhi pola pencampuran dan jauhnya sebaran polutan. Semakin turbulen suatu aliran, polutan akan semakin tercampur.
Dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang dipengaruhi oleh jenis aliran laminar atau aliran turbulen. Aliran laminar terjadi jika air mengalir dengan lambat, sehingga partikel akan bergerak ke dalam arah paralel terhadap saluran. Aliran turbulen terjadi jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah, bawah, depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya perubahan friksi, yang mengakibatkan perubahan gradien kecepatan.
KOMPONEN LINGKUNGAN
Ada beberapa obyek di dalam badan air yang juga dapat mempengaruhi sebaran polutan. Misalnya keberadaan tumbuhan air yang dapat menyerap sebagian padatan, logam berat, dan senyawa lainnya. Atau juga keberadaan batuan di sungai yang dapat menambah turbulensi aliran air dalam sungai. Obyek‐obyek di dalam air ini juga perlu dikenali agar simulasi penyebaran polutan dapat dilakukan dengan lebih baik. Selain itu juga untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya obyek‐obyek lain yang berpotensi terkena dampak.
Melalui survei langsung dengan menelusuri badan air keberadaan obyek‐obyek ini dapat dikenali. Sebagian obyek dapat dikenali langsung karena keberadaannya di atas permukaan air. Sementara itu, obyek‐obyek yang berada di bawah permukaan air harus diidentifikasi melalui penyelaman atau pemetaan bathmetry.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
4
MENGUKUR KUALITAS AIR PERMUKAAN
Kita perlu memiliki data kualitas air awal untuk kepentingan prakiraan dampak kualitas air permukaan. Jika data belum tersedia maka kita perlu mengukurnya sendiri. Dalam hubungannya dengan dampak penting hipotetik kualitas air tersebut akan dibutuhkan untuk hal‐hal berikut.
RONA AWAL
Dasar proyeksi kualitas air untuk tahun perkiraan; Seperti disebutkan sebelumnya, kita juga perlu memprakirakan kualitas air nir‐kegiatan untuk suatu tahun prakiraan. Jika diasumsikan peningkatan jumlah pencemar di suatu wilayah adalah x % per tahun, maka konsentrasi kualitas air permukaan di suatu tahun prakiraan (Cαη) dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Cαη = CoTo x (1 + x/100)(To‐Ti)
Dalam persamaan diatas CoTo adalah konsentrasi kualitas air di tahun awal (To). Perlu diperhatikan cara ini memerlukan data historik pemantauan kualitas udara lebih dari 5 tahun.
Penentuan batas maksimal konsentrasi pencemar; Konsentrasi dasar (background condition) pencemar di suatu tahun prakiraan, kita dapat menghitung jumlah maksimal sebaran pencemar yang masih diterima oleh suatu wilayah agar nilai BMKA‐nya tidak terlampaui.
POLUTAN SASARAN
Pengukuran kualitas air hanya perlu dilakukan untuk jenis pencemar penting saja. Itulah keuntungan dari penyusunan dampak pentik hipotetik yang rinci sehingga jenis‐jenis pencemar pentingnya sudah disebutkan secara spesifik sejak awal. Pencemar‐pencemar lain, walaupun termasuk sebagai pencemar yang ditentukan BMKA, tidak selalu perlu diukur jika memang tidak termasuk sebagai pencemar penting yang dibuang ke badan air. Penentuan jenis pencemar yang akan diukur tentunya perlu disepakati dulu oleh Komisi Penilai AMDAL.
Tiap jenis pencemar membutuhkan metode analisi yang berbeda. Metode penentuan kualitas air permukaan telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 37 Tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan Dan Pengambilan Contoh Air Permukaan.
TABEL: METODE ANALISIS
PENGAMBILAN SAMPEL
Hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan rencana pengambilan sampel (sampling) adalah lokasi, waktu sampling, metode, alat pengambilan sampel dan waktu pengawetan.
Lokasi Sampling
Sampling perlu dilakukan dilokasi‐lokasi objek penerima dampak yang sudah disebutkan dalam dampak penting hipotetik. Lokasi sampling harus dapat mewakili (representatif) dari air permukaan (badan air). Lokasi ditentukan dengan mempertimbangkan:
• alasan dilakukannya pengambilan sampel,
• potensi gangguan terhadap kemurnian sampel dan
• kemudahan akses pengambilan sampel.
Lokasi pengambilan sampel harus mudah diakses atau dijangkau. Kemudahan akses juga dibutuhkan guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Waktu Sampling
Untuk kepentingan AMDAL, sampling perlu dilakukan guna mendapatkan nilai kualitas air yang optimum. Misalnya saat musin hujan atau musim kemarau. Dengan demikian dapat diketahui pengaruh paling ekstrim dari suatu pencemar terhadap kualitas air permukaan. Alat Pengambilan Sampel
Setiap alat yang digunakan dalam pengambilan sampel dapat berpengaruh terhadap keabsahan hasil analisa dari sampel tersebut. Alat‐alat yang dibutuhkan dalam pelaksanaan sampling antara lain adalah:
• alat pengambil sampel (sampler); untuk menjangkau dan mengambil sebagian limbah cair dari tempat asalnya,
• alat ukur sampel; untuk mengukur volume atau berat sampel limbah cair,
• botol sampel; untuk menampung sampel limbah cair,
• kontainer penyimpanan sampel; untuk menyimpan botol sampel sebelum dianalisa.
Alat‐alat yang digunakan dalam pelaksanaan sampling harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak bocor (kedap), non‐reaktif (tidak bereaksi dengan sampel). Sebagai contoh, botol sampel dari bahan plastik tidak tepat digunakan untuk sampel yang akan dianalisa kandungan organiknya. Selain itu wadah sampel harus diberi label untuk menghindari kesalahan analisa atau penyimpulan hasil analisanya.
Waktu Pengawetan
Pengawetan sampel dibutuhkan karena karakteristik limbah cair mudah mengalami perubahan secara fisika, kimia, atau biologi. Pengawetan sampel limbah cair umumnya meliputi pendinginan, pengaturan pH, dan penambahan bahan kimia pengawet. Waktu penyimpanan maksimal sampel berbeda‐beda tergantung kepada jenis parameter yang akan dianalisa. Tabel berikut menunjukkan cara‐cara pengawetan.dan batas‐batas waktu penyimpanan tersebut.
TABEL: METODE SAMPLING
MENGATASI KETERBATASAN DATA
Untuk prakiraan dampak kualitas air permukaan yang baik, kita membutuhkan rekaman data kualitas air setidaknya 1 (satu) tahun yang diambil dari badan air. Sayangnya, data demikian jarang sekali tersedia di Indonesia. Instansi pengelola badan air belum mampu menyediakan data
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
5
selengkap itu. Untuk mengatasi masalah itu, kita terpaksa perlu mengandalkan sumber‐sumber alternatif lain, seperti:
• PDAM.
• Hasil pemantauan dari kegiatan lain yang berdekatan dengan wilayah studi, misalnya dari industri‐industri besar yang biasanya melakukan pengambilan air.
Alternatif lainnya adalah dengan melakukan pengukuran sendiri. Alat ukut portable dapat saja digunakan di lokasi wilayah studi untuk melakukan pemantauan badan air dalam jangka waktu tertentu, misalnya 1 (satu) bulan.
FOTO: ALAT UKUR PORTABLE
PENETAPAN TEMPAT PENYIMPANAN
KEPERLUAN CONTOH (ml)
PENGAWETAN BATAS PENYIMPANAN
Asiditas P, G(B) 100 pendinginan 14 hari
Alkalinitas P, G 100 pendinginan 14 hari
BOD P, G 1000 pendinginan 48 hari
Boron P 100 tanpa pengawet 28 hari
Kalsium P, G 100 tambahan HNO3 sampai pH<2 6 bulan
Kesadahan P, G 100 tambahan HNO3 sampai pH<2 6 bulan
Minyak&lemak G 1000 pendinginan dan tambahan H2SO4 sampai pH<2
28 hari
Karbon organik
total
G 100 pendinginan dan tambahan H2SO4 sampai pH<2
28 hari
Karbon dioksida 100 segera dianalisa dilapangan 28 hari
COD P, G 100 tambahan H2SO4 sampai pH<2 28 hari
Klorida P, G 100 tanpa pengawet tidak terbatas
Sisa klor P, G 500 segera dianalisa dilapangan 2 jam
Klorofil P, G 500 dibekukan dan disimpan didalam ruang gelap
30 hari
Warna P, G 500 pendinginan 48 jam
Sianida P, G 500 pendinginan dan tambahan NaOH sampai pH>12
14 hari
Fluorida P 300 tanpa pengawet 28 hari
Minyak dan
lemak
G 1000 pendinginan dan tambahan H2SO4 sampai pH<2
28 hari
Deterjen P, G 100 – 200
Logam terlarut P, G 250 disaring segera dan tambahan HNO3 sampai pH<2
6 bulan
Logam total P, G 250 tambahan HNO3 sampai pH<2 6 bulan
Ammonia‐N P, G 500 pendinginan dan tambahan H2SO4 sampai pH<2
28 hari
Nitrat‐N P, G 100 pendinginan dan tambahan H2SO4 sampai pH<2
48 jam
Nitrit‐N P, G 100 pendinginan 48 jam
Organik‐N P, G 500 pendinginan dan tambahan H2SO4 sampai pH<2
28 hari
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
6
Oksigen terlarut G, botol COD 300 segera dianalisa di lapangan ‐
Pestisida G, (S) 1000 pendinginan dan tambahan Na2SO3 bila masih ada sisa klorin
7 hari
pH P, G segera dianalisa di lapangan 2 jam
Fosfat G, (A) 100 untuk fosfat terlarut, disaring 48 jam
Padatan (residu) P, G 500 pendinginan 14 hari
Salinitas G 250 ditutup dengan lapisan lilin 6 bulan
Silika P 50 pendinginan 28 hari
Sulfat P, G 100 pendinginan atau tambahan 4 tetes seng asetat 2N/100ml
28 hari
Temperatur segera dianalisa di lapangan
Kekeruhan P, G 250 simpan di tempat gelap 48 jam
Coliform, Fecal P, G 100 Pendinginan dan tambahan Na2S2O3 0,008%
6 jam
Keterangan :
G = gelas
P = polietilen
G(B) = gelas dari bahan borosilikat
St = steril
(A) = dibilas dengan HNO3 1:1
(S) = dibilas dengan pelarut organik
Pendinginan = dilakukan pada suhu 40C dan disimpan ditempat gelap
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
7
MENGENALI KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI
Kondisi permukaan lahan dari suatu wilayah studi dapat mempengaruhi kondisi meteorologis di atasnya. Dan, pada akhirnya kondisi meteorologis wilayah studi akan mempengaruhi pola sebaran polutan. Beberapa karakteristik fisik wilayah studi yang perlu dikenali antara lain adalah kondisi geografis, kontur lahan, tataguna lahan, dan keberadaan bangunan tinggi. Informasi tentang karakteristik fisik wilayah studi ini nantinya akan dibutuhkan sebagai masukan data (data‐input) dalam penggunaan perangkat lunak (software) pemodelan dispersi penyebaran polutan (lihat Bagian 5). Berikut ini adalah penjelasan mengenai beberapa aspek karakteristik fisik wilayah studi tersebut.
KONDISI DAERAH SEKITAR BADAN AIR
Permukaan air yang luas, seperti laut dan danau, akan menyebabkan suhu udara di atas‐nya berbeda dengan suhu udara di permukaan tanah. Di siang hari, suhu udara di atas permukaan air akan terlambat memanas dibandingkan suhu udara di atas permukaan tanah. Tekanan udara di atas daratan menjadi lebih rendah sehingga angin bergerak dari laut ke darat di siang hari. Di malam hari, hal sebaliknya akan terjadi. Tekanan udara di atas daratan menjadi lebih tinggi sehingga angin akan bertiup ke arah laut.
Tanah dengan kontur tinggi, seperti bukit, gunung, dan sejenisnya, juga akan menyebabkan perubahan arah angin di dalam wilayah studi. Di siang hari, pemanasan lembah akan menyebabkan angin bertiup ke puncak gunung. Sebaliknya di malam hari, suhu dingin di puncak gunung akan menyebabkan angin bertiup ke dasar gunung (lihat gambar berikut).
Tanah dengan kontur tinggi biasa disebut sebagai wilayah dengan elevated terrain. Jika konturnya melebihi titik lepasan emisi, tanah tersebut dapat digolongkan sebagai wilayah dengan complex terrain. Sebaliknya, wilayah yang kontur tanahnya rata dapat disebut sebagai wilayah dengan flat terrain.
Perubahan arah angin ini tentu akan diikuti dengan perubahan arah sebaran polutan. Di siang hari, keberadaan laut dan lereng gunung akan menghambat pergerakan polutan ke arahnya. Sebaliknya di malam hari, pergerakan polutan ke arah laut dan lereng gunung akan semakin cepat.
TATAGUNA LAHAN
Wilayah studi digolongkan sebagai wilayah perkotaan (urban) dan wilayah pedesaan (rural). Wilayah urban
diasumsikan selalu memiliki lebih banyak bangunan. Akibatnya, laju angin akan terhambat dan arahnya juga akan terpengaruh. Hal demikian tentu juga diikuti dengan penurunan laju perjalanan polutan. Beberapa kriteria penentu apakah wilayah studi kita termasuk daerah rural atau urban antara lain adalah:
• Tutupan vegetasi: wilayah dianggap rural jika tutupan vegetasinya lebih besar dari 35 %. Untuk kepentingan pemodelan, wilayah seperti perumahan dengan lahan luas, lapangan golf, taman kota yang luas, daerah pertanian, lahan terbuka, dan permukaan air seringkali dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan rural.
• Jumlah penduduk: wilayah dianggap rural jika populasi penduduknya lebih kecil dari 750 orang per kilometer persegi. Dan, dianggap urban jika populasinya lebih besar dari 750 orang/km2.
Untuk suatu wilayah studi setengahnya lebih tergolong sebagai wilayah urban, maka keseluruhan wilayah studi tersebut dapat dianggap sebagai wilayah urban. Begitu juga sebaliknya untuk wilayah rural.
KLIMATOLOGI
Pada prinsipnya, data meteorologis yang paling baik untuk digunakan adalah data yang a) diambil dari stasium terdekat dengan lokasi rencana kegiatan atau obyek penerima dampak, b) memiliki rentang waktu rekam (time‐series) yang panjang, dan c) waktu rata‐rata (averaging times) yang pendek. Untuk penggunaan pemodelan rinci (refined modeling), data meteorologis yang digunakan adalah data dengan waktu rata‐rata 1 jam untuk waktu rekam selama 5 tahun (jika diambil dari stasiun terdekat). Pemodelan rinci juga membutuhkan data atmosfer yang bersifat spasial, khususnya untuk wilayah studi yang luas. Sayangnya, data meteorologis seperti itu hampir mustahil untuk didapat di Indonesia. Keterbatasan data meteorologis memang akhirnya menyulitkan kita untuk melakukan prakiraan sebaran polutan yang rinci.
Perbedaan suhu di udara ambien akan menimbulkan perbedaan laju evaporasi di suatu badan air. Demikian juga dengan perbedaan tekanan udara. Dalam perhitungan konsentrasi sebaran polutan, data mengenai suhu dan tekanan udara umumnya hanya dibutuhkan untuk menghitung laju evaporasi. Dalam perhitungannya, suhu udara biasanya disampaikan dalam derajat Kelvin (OK). Sedangkan tekanan udara disampaikan dalam satuan Bar.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
1
BAGIAN 5: MENSIMULASI PENYEBARAN PENCEMAR
DASAR PEMODELAN ......................................................................................................................................................... 2
MODELING (PEMODELAN) ............................................................................................................................................ 2
VALIDITAS DAN SENSITIVITAS MODEL .......................................................................................................................... 3
PEMODELAN KUALITAS SUNGAI ....................................................................................................................................... 4
METODE NERACA MASSA ............................................................................................................................................. 4
METODE STREETER – PHELPS........................................................................................................................................ 4
METODE QUAL2E .......................................................................................................................................................... 5
PEMODELAN KUALITAS AIR DANAU ................................................................................................................................. 8
HIDROMORFOLOGI DANAU .......................................................................................................................................... 8
STATUS TROFIK DANAU ................................................................................................................................................ 8
KELAS AIR ATAU BAKU MUTU AIR................................................................................................................................. 8
DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU ................................................................................................... 9
PRINSIP PEMODELAN KUALITAS AIR DANAU................................................................................................................ 9
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
2
DASAR PEMODELAN
Salah satu aspek penting dalam prakiraan dampak kualitas air permukaan adalah simulasi/pemodelan untuk mempelajari terjadinya perubahan kualitas air akibat adanya pencemar, baik pencemar alamiah maupun antropogenik. Pengembangan model kualitas air permukaan ini dilakukan melalui penerapan teori keseimbangan materi (material balance) dan ekspresi kinetic (kinetic expression), dan diharapkan mampu dilakukan untuk menilai dan menghitung kapasitas asimilasi (daya dukung dan daya tampung) dari sistem badan air tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memprediksi dampak dari rencana kegiatan/proyek.
Bagian ini ditulis untuk mempernalkan berbagai metodologi yang digunakan dalam pengembangan model kualitas air permukaan dan mengilustrasikan bagaimana model‐model tersebut diaplikasikan.
Namun demikian, sebelum masuk ke dalam materi pemodelan kualitas air untuk masing‐masing jenis badan air, ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu pengertian tentang pemodelan dan jenis‐jenisnya.
MODELING (PEMODELAN)
Modeling (pemodelan) diartikan sebagai suatu gugus pembuatan model (Eriyatno, 2003). Pramudya (1989) mendefinisikan model adalah suatu abstraksi dari keadaan sesungguhnya atau merupakan pernyataan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu sistem. Sejalan dengan pernyataan tersebut Muahammadi et al. (2001) menyatakan bahwa model adalah suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Dalam pelaksanaan pendekatan sistem, pengembangan model merupakan hal yang sangat penting yang akan menentukan keberhasilan dalam mempelajari sistem secara keseluruhan. Di samping itu, pengembangan model diperlukan guna menemukan peubah‐peubah penting dan tepat serta hubungan antar peubah dalam sistem yang dikaji.
Menurut Winardi (1989), model adalah suatu gambaran abstrak dari sistem dunia nyata dalam hal‐hal tertentu. Model tersebut memperlihatkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Suatu model yang baik akan menggambarkan dengan baik segi tertentu yang penting dari perilaku dunia nyata .
Membangun suatu model harus dimulai dari konsep yang paling sederhana dengan cara mendefinisikan permasalahan secara hati‐hati serta menggunakan analisis sensitivitas untuk membantu menentukan rincian model. Selanjutnya untuk penyempurnaan dilakukan dengan menambahkan variable secara gradual sehingga diperoleh model yang logis dan dapat merepresentasikan keadaan yang sebenarnya.
Model yang dibangun haruslah merupakan gambaran yang sahih dari sistem yang nyata, realistik dan informatif. Model yang tidak sahih akan memberikan hasil simulasi yang sangat menyimpang dari kenyataan yang ada, sehingga
akan memberikan informasi yang tidak tepat. Model yang dianggap baik apabila model dapat menggambarkan semua hal yang penting dari dunia nyata dalam sistem tersebut. Lebih lanjut Pramudya (1989) menyatakan bahwa ada
empat keuntungan penggunaan model dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan sistem yaitu:
(1) memungkinkan melakukan penelitian yang bersifat lintas sektoral dengan ruang lingkup yang luas,
(2) dapat melakukan eksperimentasi terhadap sistem tanpa mengganggu (memberikan perlakuan) tertentu terhadap sistem,
(3) mampu menentukan tujuan aktivitas pengelolaan dan perbaikan terhadap sistem yang diteliti, dan
(4) dapat dipakai untuk menduga (meramal) perilaku dan keadaan sistem pada masa yang akan datang.
Penggunaan model sistem dinamis merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dalam pendekatan sistem (Winardi, 1989; Muhammadi et al., 2001). Langkah pertama dalam menyusun model sistem dinamis adalah menentukan struktur model yang akan memberikan bentuk dan sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku sistem tersebut dibentuk oleh kombinasi perilaku simpal causal‐loop (sebab‐akibat) yang
menyusun struktur model. Semua perilaku model dapat disederhanakan menjadi struktur dasar yaitu mekanisme dari masukan, proses, keluaran, dan umpan balik. Mekanisme tersebut akan berkerja menurut perubahan waktu atau bersifat dinamis yang dapat diamati perilakunya dalam bentuk unjuk kerja (level) dari suatu model sistem dinamis.
Menurut Muahammadi et al. (2001) dan Eriyatno (2003), model dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu:
(1) model ikonik (model fisik) yaitu model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan, meskipun skalanya dapat diperbesar atau diperkecil,
(2) model analog (model diagramatik) yaitu model suatu proses atau sifat, model ini sifatnya lebih sederhana dan sering dipakai pada situasi khusus, seperti pada proses pengendalian mutu industri, dan
(3) model simbolik (model matematik) yaitu model yang menggunakan simbol‐simbol matematika.
Untuk memahami struktur dan perilaku sistem, yang akan membantu dalam pembentukan model dinamik kuantitatif digunakan causal‐loop diagram (diagram lingkar sebab‐akibat) dan flow chart diagram (diagram alir). Pada sistem dinamis, diagram sebab akibat ini akan digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program powersim. Program ini dapat memberikan gambaran tentang perilaku sistem, sehingga dengan simulasi dapat ditentukan alternatif terbaik dari sistem yang dibangun.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
3
Selanjutnya dilakukan analisis untuk mendapatkan kesimpulan dan kebijakan apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi atau mengubah perilaku sistem yang terjadi.
Kinerja pada model dinamis ditentukan oleh kekhususan dan struktur dari model yang dibangun. Melalui simulasi akan didapatkan perilaku dari suatu gejala atau proses yang terjadi dalam sistem yang dikaji, sehingga dapat dilakukan analisis dan peramalan perilaku dari gejala atau proses tersebut di masa depan.
Empat tahapan dalam melakukan simulasi model (Muhammadi et al., 2001), yaitu:
(a) Penyusunan konsep, pada tahap ini dilakukan identifikasi unsur‐unsur yang berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Dari unsur‐unsur dan keterkaitannya dapat disusun gagasan atau konsep mengenai gejala (proses) yang akan disimulasikan,
(b) Pembuatan model, gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar ataurumus,
(c) Simulasi model; pada model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab akibat antar variabel dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan untuk memahami perilaku gejala atau proses model.
(d) Validasi hasil simulasi; validasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil.
VALIDITAS DAN SENSITIVITAS MODEL
Model yang baik adalah model yang dapat merepresentasikan keadaan yang sebenarnya. Untuk menguji kebenaran suatu model dengan kondisi oyektif dilakukan uji validasi (Muhammadi et al., 2001). Ada dua jenis validasi dalam model, yakni validasi struktur dan validasi kinerja. Validasi struktur dilakukan untuk memperoleh keyakinan konstruksi model valid secara ilmiah, sedangkan validitas kinerja untuk memperoleh keyakinan sejauhmana model sesuai dengan kinerja sistem nyata atau sesuai dengan data empirik.
Validitas struktur meliputi dua pengujian, yaitu validitas konstruksi dan validitas kestabilan. Validitas konstruksi melihat apakah konstruksi model yang dikembangkan sesuai dengan teori. Uji validitas konstruksi ini sifatnya abstrak, tetapi konstruksi model yang benar secara ilmiah
berdasarkan teori yang ada akan terlihat dari konsistensi model yang dibangun (Muhammadi et al., 2001). Menurut Barlas (1996), validitas kestabilan merupakan fungsi dari waktu. Model yang stabil akan memberikan output yang memiliki pola yang hampir sama antara model agregat dengan model yang lebih kecil (disagregasi).
Validitas kinerja atau output model bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai (compatible) dengan kinerja sistem nyata, sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta. Caranya adalah dengan memvalidasi kinerja model dengan data empirik, untuk melihat sejauhmana perilaku output model sesuai dengan perilaku data empirik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
(1) membandingkan pola output model dengan data empirik, dan
(2) melakukan pengujian secara statistik untuk melihat penyimpangan antara output simulasi dengan data empirik dengan beberapa cara, antara lain AME (absolute mean error), AVE (absolute variation error) dan UTheil’s (Barlas, 1996; Muahammadi et al., 2001). Di samping itu juga digunakan uji DW (Durbin Watson) dan KF (Kalman Filter) untuk menjelaskan kesesuaian antara hasil simulasi terhadap data aktual.
Untuk mengetahui kekuatan (robustness) model dalam dimensi waktu, maka dilakukan uji sensitivitas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui respon model terhadap stimulus. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui alternatif tindakan baik untuk menjelaskan sensitivitas parameter, variabel dan hubungan antar variabel dalam model. Hasil uji sensitivitas dalam bentuk perubahan perilaku atau kinerja model, digunakan untuk menganalisis efek intervensi terhadap model. Uji sensitivitas model dapat dilakukan dengan dua macam (Muhammadi et al. 2001):
(1) intervensi fungsional, yakni dengan memberikan fungsi‐fungsi khusus terhadap model dengan menggunakan fasilitas, antara lain: step, random, pulse, ramp dan forecast, trend, if, sinus dan setengah sinus, dan
(2) intervensi struktural, yakni dengan mempengaruhi hubungan antar unsur atau struktur model dengan cara mengubah struktur modelnya. Sensitivitas model mengungkapkan hasil‐hasil intervensi terhadap unsur dan struktur sistem.
Disamping itu, analisis sensitivitas model juga berfungsi dalam menemukan alternatif tindakan atau kebijakan, baik untuk mengakselerasi kemungkinan pencapaian hasil positif maupun untuk mengantisipasi kemungkinan dampak negatif.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
4
PEMODELAN KUALITAS SUNGAI
Dalam mengembangkan model kualitas sungai, dilakukan perhitungan beban pencemaran yang dapat ditentukan melalui beberapa metode berikut.
METODE NERACA MASSA Penentuan daya tampung beban pencemaran dapat ditentukan dengan cara sederhana yaitu dengan menggunakan metoda neraca massa. Model matematika yang menggunakan perhitungan neraca massa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi rata‐rata aliran hilir (down stream) yang berasal dari sumber pencemar point sources dan non point sources, perhitungan ini dapat pula dipakai untuk menentukan persentase perubahan laju alir atau beban polutan. Jika beberapa aliran bertemu menghasilkan aliran akhir, atau jika kuantitas air dan massa konstituen dihitung secara terpisah, maka perlu dilakukan analisis neraca massa untuk menentukan kualitas aliran akhir dengan perhitungan, sbb.
Dimana:
CR : konsentrasi rata‐rata konstituen untuk aliran gabungan
Ci : konsentrasi konstituen pada aliran ke‐i
Qi : laju alir aliran ke‐i
Mi : massa konstituen pada aliran ke‐i
Metoda neraca massa ini dapat juga digunakan untuk menentukan pengaruh erosi terhadap kualitas air yang terjadi selama fasa konstruksi atau operasional suatu proyek, dan dapat juga digunakan untuk suatu segmen aliran, suatu sel pada danau, dan samudera. Tetapi metoda neraca massa ini hanya tepat digunakan untuk komponen‐komponen yang konservatif yaitu komponen yang tidak mengalami perubahan (tidak terdegradasi, tidak hilang karena pengendapan, tidak hilang karena penguapan, atau akibat aktivitas lainnya) selama proses pencampuran berlangsung seperti misalnya garam‐garam. Penggunaan neraca massa untuk komponen lain, seperti DO, BOD, dan NH3 – N, hanyalah merupakan pendekatan saja.
Prosedur Penggunaan Untuk menentukan beban daya tampung dengan menggunakan metoda neraca massa, langkah‐langkah yang harus dilakukan adalah : 1. Ukur konsentrasi setiap konstituen dan laju alir pada
aliran sungai sebelum bercampur dengan sumber pencemar;
2. Ukur konsentrasi setiap konstituen dan laju alir pada setiap aliran sumber pencemar;
3. Tentukan konsentrasi rata‐rata pada aliran akhir setelah aliran bercampur dengan sumber pecemar dengan perhitungan, sbb:
Contoh Perhitungan Untuk lebih jelasnya, maka diberikan contoh perhitungan penggunaan Metoda Neraca Massa berikut ini. Suatu aliran sungai mengalir dari titik 1 menuju titik 4. Diantara dua titik tersebut terdapat dua aliran lain yang masuk kealiran sungai utama, masing‐masing disebut sebagai aliran 2 dan 3. Apabila diketahui data‐data pada aliran 1, 2 dan 3, maka ingin dihitung keadaan di aliran 4. Data analisis dan debit pada aliran 1, 2 dan 3 diberikan pada tabel berikut.
Dengan menggunakan data‐data di atas maka dapat dihitung DO pada titik 4, sebagai berikut :
Konsentrasi rata‐rata DO pada titik 4 adalah
Konsentrasi rata‐rata COD, BOD dan C1 pada titik 4 dapat ditentukan dengan cara perhitungan yang sama seperti di atas, yaitu masing‐masing 18,94 mg/L, 8,87 mg/L dan 0,12 mg/L. Apabila data aliran 4 dimasukkan ke Tabel 1.1 maka akan seperti yang disajikan pada Tabel 5.2
TABEL: DATA ANALISIS DAN DEBIT
Apabila aliran pada titik 4 mempunyai baku mutu BM X, maka titik 4 tidak memenuhi baku mutu perairan untuk BOD, sehingga titik 4 tidak mempunyai daya tampung lagi untuk parameter BOD. Akan tetapi bila terdapat aliran lain (misalnya aliran 5) yang memasuki di antara titik 1 dan 4, dan aliran limbah masuk tersebut cukup tinggi mengandung C1‐ dan tidak mengandung BOD, maka aliran 5 masih dapat diperkenankan untuk masuk ke aliran termaksud. Hal tersebut tentu perlu dihitung kembali, sehingga dipastikan bahwa pada titik 4 kandungan C1 lebih rendah dari 600 mg/L.
METODE STREETER – PHELPS
Pemodelan kualitas air sungai mengalami perkembangan yang berarti sejak diperkenalkannya perangkat lunak DOSAG1 pada tahun 1970. Prinsip dasar dari pemodelan tersebut adalah penerapan neraca massa pada sungai dengan asumsi dimensi 1 dan kondisi tunak. Pertimbangan yang dipakai pada pemodelan tersebut adalah kebutuhan oksigen pada kehidupan air tersebut (BOD) untuk mengukur terjadinya pencemaran di badan air. Pemodelan sungai diperkenalkan oleh Streeter dan Phelps pada tahun 1925 menggunakan persamaan kurva penurunan oksigen
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
5
(oxygen sag curve) di mana metoda pengelolaan kualitas air ditentukan atas dasar defisit oksigen kritik Dc.
Pemodelan Streeter dan Phelps hanya terbatas pada dua fenomena yaitu proses pengurangan oksigen terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam degradasi bahan organik yang ada dalam air dan proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi) yang disebabkan turbulensi yang terjadi pada aliran sungai.
Proses Pengurangan Oksigen (Deoksigenasi)
Streeter – Phelps menyatakan bahwa laju oksidasi biokimiawi senyawa organik ditentukan oleh konsentrasi senyawa organik sisa (residual).
dL/dt = ‐ K’.L (2‐1)
dengan
L : konsentrasi senyawa organik (mg/L)
t : waktu (hari)
K’ : konstanta reaksi orde satu (hari‐1)
Jika konsentrasi awal senyawa organik sebagai BOD adalah Lo yang dinyatakan sebagai BOD ultimate dan Lt adalah BOD pada saat t, maka persamaan sebelumnya dinyatakan sebagai
dL/dt = ‐ K’.L
Integrasi persamaan selama masa deoksigenasi adalah :
Lt = Lo.e (K’.t)
Penentuan K’ dapat dilakukan dengan (1) metoda selisih logaritmatik, (2) metoda moment (metoda Moore dkk), dan (3) metode Thomas.
Laju deoksigenasi akibat senyawa organik dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
rD = ‐ K’L
dengan K’ : konstanta laju reaksi orde pertama, hari ‐1
L : BOD ultimat pada titik yang diminta, mg/L
Jika L diganti dengan Loe‐K’t , persamaan 2‐4 menjadi
rD.=‐K’Loe ‐K’.t
dengan : Lo : BOD ultimat pada titik discharge (setelah pencampuran), mg/L
Proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi)
Kandungan oksigen di dalam air akan menerima tambahan akibat turbulensi sehingga berlangsung perpindahan oksigen dari udara ke air dan proses ini adalah proses reaerasi. Peralihan oksigen ini dinyatakan oleh persamaan laju reaerasi :
rR = K`2 (Cs – C)
dengan
K`2 : konstanta reaerasi, hari‐1 (basis bilangan natural)
Cs : konsentrasi oksigen terlarut jenuh, mg/L
C : konsentrasi oksigen terlarut, mg/L
Konstanta reaerasi dapat diperkirakan dengan menetukan karakteristik aliran dan menggunakan salah satu persamaan empirik. Persamaan O’Conner dan Dobbins adalah persamaan yang umum digunakan untuk menghitung konstanta reaerasi (K’2).
Variasi koefisiensi difusi molekular terhadap temperatur dapat ditentukan dengan persamaan :
DLT = 1.760 x 10‐4 m2/d x 1.037 T‐20
dengan
DLT : koefisien difusi molekular oksigen pada temperatur T, m2 /hari
1.760 x 10‐4 : koefisien difusi molekular oksigen pada 20 0C
T : temperatur, oC
Harga K`2 telah diestimasi oleh Engineering Board of Review for the Sanitary District of Chicago untuk berbagai macam badan air (Tabel 5.3).
TABEL: KONSTANTA REAERASI
Jika kedua proses di atas dialurkan dengan konsentrasi oksigen terlarut sebagai sumbu tegak dan waktu atau jarak sebagai sumbu datar, maka hasil pengaluran kumulatif yang menyatakan antaraksi proses deoksigenasi dan reaerasi adalah kurva kandungan oksigen terlarut dalam badan air. Kurva ini dikenal sebagai kurva penurunan oksigen (oxygen sag curve).
Jika diasumsikan bahwa sungai dan limbah tercampur sempurna pada titik buangan, maka konsentrasi konstituen pada campuran air‐limbah pada x = 0 adalah
dengan :
Co = konsentrasi konstituen awal pada titik buangan setelah pencampuran, mg/L
Qr = laju alir sungai, m3/detik
Cr = konsentrasi konstituen dalam sungai sebelum pencampuran, mg/L
Cw = konsentrasi konstituen dalam air limbah, mg/L
Perubahan kadar oksigen di dalam sungai dapat dimodelkan dengan mengasuksikan sungai sebagai reaktor alir sumbat.
METODE QUAL2E QUAL2E merupakan program pemodelan kualitas air sungai yang sangat komprehensif dan yang paling banyak digunakan saat ini. QUAL2E dikembangkan oleh US Environmental Protecion Agency. Tujuan penggunaan suatu pemodelan adalah menyederhanakan suatu kejadian agar dapat diketahui kelakuan kejadian tersebut. Pada QUAL2E
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
6
ini dapat diketahui kondisi sepanjang sungai (DO dan BOD), dengan begitu dapat dilakukan tindakan selanjutnya seperti industri yang ada disepanjang sungai hanya diperbolehkan membuang limbahnya pada beban tertentu. Manfaat yang dapat diambil dari pemodelan QUAL2E adalah : 1. mengetahui karakteristik sungai yang akan dimodelkan dengan membandingkan data yang telah diambil langsung dari sungai tersebut. 2. mengetahui kelakuan aliran sepanjang sungai bila terdapat penambahan beban dari sumber‐sumber pencemar baik yang tidak terdeteksi maupun yang terdeteksi, 3. dapat memperkirakan pada beban berapa limbah suatu industri dapat dibuang ke sungai tersebut agar tidak membahayakan makhluk lainnya sesuai baku mutu minimum. Perangkat lunak QUAL2E adalah program pemodelan kualitas air sungai yang sangat komprehensif. Program ini dapat diaplikasikan pada kondisi tunak atau dinamik. Selain itu dapat mensimulasikan hingga 15 parameter konstituen dengan mengikutsertakan perhitungan aliran‐aliran anak sungai yang tercemar. Model ini dapat juga digunakan untuk arus dendritik dan tercampur sempurna dengan menitikberatkan pada mekanisme perpindahan secara adveksi dan disperse searah dengan arus. Selain melakukan simulasi perhitungan neraca oksigen, seperti yang telah dijelaskan di atas, program QUAL2E dapat mensimulasikan neraca nitrogen dan fosfor.
GAMBAR: HUBUNGAN ANTAR KONSTITUEN DALAM PROGRAM QUAL2E.
Keterangan:
α1 = Fraksi dari biomassa alga dalam bentuk Nitrogen, mg‐N/mg‐A
α2 = Kandungan algae dalam bentuk fosfor, mg‐P/mg‐A
α3 = Laju produksi oksigen tiap unit proses fotosintesa alga, mg‐O/mg‐A
α4 = Laju produksi oksigen tiap unit proses respirasi alga, mg‐O/mg‐A
α5 = Laju pengambilan oksigen tiap proses oksidasi dari amoniak, mg‐O/mg‐N
α6 = Laju pengmabilan oksigen dari proses oksidasi dari nitrit , mg‐O/mg‐N
σ1 = Laju pengendapan untuk Algae, ft/hari
σ2 = Laju sumber benthos untuk fosfor yang terlarut, mg‐P/ft2‐hari
σ3 = Laju sumber benthos pada amoniak dalam bentuk Nitrogen, mg‐N/ft2‐hari
σ4 = Koefisien laju untuk pengendapan nitrogen, hari ‐1
σ5 = Laju pengendapan fosfor, hari‐1
μ = Laju pertumbuhan alga, bergantung terhadap temperatur, hari‐1
ρ = Laju respirasi alga, bergantung terhadap temperatur, hari ‐1
K1 = Laju deoksigenasi BOD, pengaruh temperatur, hari‐1
K2 = Laju reaerasi berdasarkan dengan analogi difusi, pengaruh temperatur, day‐1
K3 = Laju kehilangan BOD cara mengendap, faktor temperatur, day‐1
K4 = Laju ketergantungan oksigen yang mengendap, faktor temperatur, g/ft2‐hari
β1 = Koefisien laju oksidasi amonia, faktor temperatur, hari‐1
β2 = Koefisen laju oksidasi nitrit, faktor temperatur, hari‐1
β3 = Laju hydrolysis dari nitrogen, hari‐1
β4 = Laju fosfor yang hilang, hari‐1
Pemodelan untuk Oksigen Terlarut (DO) dengan menggunakan QUAL2E
Tahap‐tahap penggunaan QUAL2E untuk simulasi DO sepanjang aliran sungai adalah sebagai berikut
1. QUAL2E simulasi 1.1 Menulis judul dari simulasi yang akan dilakukan 1.2 Tipe simulasi yang diinginkan dengan 2 pilihan yaitu kondisi tunak dan dinamik 1.3 Unit yang akan digunakan yaitu unit Inggris dan SI 1.4 Jumlah maksimum iterasi yang ingin dilakukan dengan batasan 30 iterasi 1.5 Jumlah aliran yang akan dibuat
2. Penjelasan tentang aliran yang akan dibuat dengan data yang diminta 2.1 Nomor aliran 2.2 Nama aliran 2.3 Titik awal sungai 2.4 Titik akhir sungai 2.5 Merupakan sumber sungai atau tidak ? 2.6 Selang sungai yang akan dimodelkan
3. Simulasi kualitas yang diinginkan 3.1 Terdapat pilihan temperature, BOD, Algae, Fosfor, Nitrogen, DO 3.2 BOD dengan data koefisien konversi BOD untuk konsentrasi BOD
4. Data iklim dan geografi yang akan dimasukkan 4.1 Letak sungai data bujur dan lintangnya 4.2 Sudut yang dibentuk sungai dari awal hingga titik akhir sungai tersebut untuk menentukan bila menggunakan koefisiens reaerasi (K2) pilihan 4 4.3 Ketinggian sungai yang terukur dari awal hingga akhir untuk K2 pilihan 5
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
7
5. Membuat beberapa titik untuk pembatasan dengan mengambil sample harga DO baik min, average, dan max
6. Konversi temperature terhadap 6.1 BOD untk Decay dan Settling 6.2 DO untuk reaerasi dan SOD
7. Data hydraulik sungai dengan kebutuhan : 7.1 Persamaan untuk kecepatan u = a.Qb maka diperlukan data kecepatan pada beberapa titik di sungai dengan laju air volumentrik untuk mengetahui koefisien dan konstantanya. Data ini berpengaruh terhadap koefisien reaerasi (K2) khususnya pilihan 2, 3 , 4, 5 , 6, 8 7.2 Persamaan untuk kedalaman d = c.Qd maka diperlukan data kedalaman sungai pada beberpa titik dengan laju alir volumetrik untuk mengetahui koefisien dan konstantanya. Data ini berpengaruh terhadap pilihan K2 yang sebagian besar merupakan persamaan empiris. 7.3 Manning Factor dengan data dapat dilihat pada manual.
8. Data konstanta reaerasi 8.1 BOD dengan data decay, settling time (1/hari) 8.2 SOD rate (g/m2‐day) 8.3 Tipe persamaan reareasi dengan menggunakan persamaan yang ada (lihat metoda penentuan laju konstanta reareasi K2) 8.4 Bila persamaan yang digunakan K2 pilihan 7 untuk persamaan K2 = e.Qf disediakan data untuk data yang dimasukkan K2 dengan harga e serta f
9. Kondisi awal dengan data yang dimasukkan temperatur, DO, BOD.
10. Kenaikan laju air sepanjang sungai dengan data yang dimasukkan laju alir (m3/s), temperatur (0C), DO, BOD.
11. Data‐data untuk aliran awal yang diperlukan laju alir (m3/s), temperatur (0C),DO, BOD.
12. Harga‐harga untuk kondisi iklim global sesuai letak bujur dan lintang dengan data yang diperlukan 12.1 Waktu (jam, hari, bulan, tahun) 12.2 Temperatur bola basah dan kering (K) 12.3 Tekanan (mbar) 12.4 Kecepatan angin 12.5 Derajat sinar matahari (Langley, hr) dan kecerahan sungai.
Saat ini, model QUAL2E telah dikembangkan oleh US‐EPA menjadi versi terbaru QUAL2K atau QUAL2Kw, yang mana dalam aplikasinya memiliki fitur sebagai berikut:
• Menggunakan spread sheet (MS‐Excel) • Model 1 dimensi yang membagi sungai menjadi bagian‐
bagian (ruas) penghitungan • Setiap ruas dibagi dalam sejumlah unsure perhitungan
yang mengandung kesetimbangan hidrologi, kesetimbangan panas dan suhu, dan kesetimbangan massa dalam konsentrasi
• Mensimulasi perubahan kualitas air jika beban pencemaran dikurangi atau ditambah.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
8
PEMODELAN KUALITAS AIR DANAU
Danau dan waduk adalah sumber daya air permukaan yang memiliki pengertian sebagai berikut:
1) Danau alami adalah badan air sebagai perairan menggenang yang terbentuk secara alamiah termasuk situ dan badan air sejenis dengan sebutan istilah lokal
2) Waduk adalah danau buatan yang dibangun dengan pembendungan aliran air atau badan air.
Selanjutnya istilah danau alami dan danau buatan atau waduk pada judul dan pemodelan kualitas air ini disederhanakan menjadi istilah danau.
Permodelan kualitas air danau dalam makalah ini adalah pengembangan sistem perhitungan kualitas air akibat beban pencemaran air yang berasal dari limbah dan perubahannya dalam danau. Pemodelan ini berlaku untuk danau alami dan danau buatan, namun sangat tergantung pada karakteristik danau, antara lain hidro‐morfologinya.
Danau adalah ekosistem sumber daya air yang perlu dilindungi, yang meliputi ekosistem perairan, ekosistem daerah sempadan dan ekosistem daerah tangkapan airnya. Permodelan kualitas air danau tidak semata‐ mata dimaksudkan untuk memprediksi penyebaran zat pencemar air, namun yang lebih penting adalah juga mempertahankan dan bahkan meningkatkan kualitas airnya.
HIDROMORFOLOGI DANAU
Morfologi dan hidrologi danau sangat mempengaruhi daya tampung danau, khususnya karakteristik laju pembilasan air atau waktu tinggal air, yang tergantung kepada volume danau dan debit air keluar danau. Danau yang memiliki waktu tinggal air kurang dari 20 hari mempunyai kemampuan pencampuran air sehingga plankton tidak dapat tumbuh. Sedangkan danau yang memiliki waktu tinggal air antara 20 sampai 300 hari menyebabkan terjadinya proses stratifikasi. Apabilla waktu tinggalnya lebih dari 300 hari akan terjadi stratifikasi yang stabil, serta dapat terjadi akumulasi unsur hara dan pertumbuhan plankton yang menjurus kepada proses eutrofikasi.
TABEL: HUBUNGAN ANTARA TIPE DANAU DAN KARAKERISTIK PENCAMPURAN
Danau‐danau di Indonesia pada umumnya memiliki waktu tinggal yang sangat lama, sehingga kemampuan penggelontoran rendah yang menyebabkan daya tampung beban pencemaran air rendah, namun rawan mengakumulasi beban pencemaran serta peningkatan proses eutrofikasi. Tabel 4. menunjukkan waktu tinggal air danau Dibawah, Maninjau, Singkarak dan Toba yang berkisar antara 47 sampai 77 tahun.
TABEL: WAKTU TINGGAL AIR DANAU DI INDONESIA
STATUS TROFIK DANAU
Kondisi kualitas air danau diklasifikasikan berdasarkan status
proses eutrofikasi yang disebabkan adanya peningkatan kadar unsur hara dalam air. Faktor pembatas sebagai penentu eutrofikasi adalah unsur Fosfor (P) dan Nitrogen (N). Pada umumnya rata‐rata tumbuhan air mengandung Nitrogen dan Fosfor masing‐masing 0,7 % dan 0,09% dari berat basah. Fosfor membatasi proses eutrofikasi jika kadar Nitrogen lebih dari delapan kali kadar Fosfor, sementara Nitrogen membatasi proses eutrofikasi jika kadarnya kurang dari delapan kali kadari Fosfor (UNEP‐IETC/ILEC, 2001).
Parameter eutrifikasi lainnya dalah Klorofil‐α yaitu pigmen tumbuhan hijau yang diperlukan untuk fotosintesis dan kecerahan air. Parameter Klorofil‐α mengindikasikan kadar biomassa algae, dengan perkiraan rata‐rata beratnya adalah 1% dari biomassa.
Eutrofikasi yang disebabkan oleh proses peningkatan kadar unsur hara terutama parameter Nitrogen dan Fosfor pada air danau dan waduk. Proses tersebut diklasifikasikan dalam empat kategori status trofik kualitas air danau berdasarkan kadar unsur hara dan kandungan biomasa atau produktivitasnya.
1) Oligotrofik adalah status trofik air danau yang mengandung unsur hara dengan kadar rendah; status ini menunjukkan kualitas air masih bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara Nitrogen dan Fosfor.
2) Mesotrofik adalah status trofik air danau yang mengandung unsur hara dengan kadar sedang; status ini menunjukkan adanya peningkatan kadar Nitrogen dan Fosfor namun masih dalam batas toleransi karena belum menunjukkan adanya indikasi pencemaran air.
3) Eutrofik adalah status trofik air danau yang mengandung unsur hara dengan kadar tinggi; status ini menunjukkan air telah tercemar oleh peningkatan kadar Nitrogen dan Fosfor .
4) Hipereutrofik / Hipertrofik adalah status trofik air danau yang mengandung unsur hara dengan kadar sangat tinggi; status ini menunjukkan air telah tercemar berat oleh peningkatan kadar Nitrogen dan Fosfor.
TABEL: STATUS TROFIK DANAU
KELAS AIR ATAU BAKU MUTU AIR
Kelas kualitas air danau ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, yaitu terdiri dari Kelas 1 sampai Kelas 4. Kualitas air danau dangkal tidak banyak berbeda dari permukaan sampai kedalaman mendekati dasar danau, akan tetapi danau dalam memiliki kualitas yang bebeda dan makin kedasar makin memburuk. Oleh karena itu penentuan status kelas air dan baku mutu air danau berbeda dengan air sungai, yaitu sebagai berikut:
a. Danau sangat dangkal yang memiliki kedalaman kurang dari 10 m : penentuan satu kelas air untuk semua kedalaman danau.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
9
b. Danau dangkal yang memiliki kedalaman 10 – 50 m : penentuan dua kelas air untuk lapisan epilimnion dan hypolimnion
c. Danau medium, dalam dan sangat dalam : penentuan tiga kelas air, yaitu satu kelas pada lapisan epilimnion dan dua kelas (dua lapisan) pada hypolimnion bagian tengah danau dan bawah danau (2 m diatas dasar danau)
DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU
Daya tampung beban pencemaran air adalah batas kemampuannya untuk menerima masukan beban pencemaran yang tidak melebihi batas syarat kualitas air untuk berbagai pemanfaatannya atau memenuhi baku mutu airnya. Khususnya sumber daya air danau dan waduk, pengertian daya tampung tersebut lebih spesifik yaitu kemampuan perairan danau dan waduk menampung beban pencemaran air sehingga kualitas air tetap memenuhi syarat atau baku mutu serta sesuai dengan status trofik yang disyaratkan.
Persyaratan kualitas air untuk berbagai pemanfaatan air danau atau baku mutunya terdiri dari syarat kadar kualitas air fisika, kimia dan mikrobiologi. Sedangkan persyaratan status trofik air danau terutama terdiri dari syarat kecerahan air, kadar unsur hara Nitrogen dan Phosphor serta kadar Klorofil‐a. Oleh karena itu perhitungan daya tampung perairan danau dan waduk perlu memperhatikan sumber dan beban pencemaran air dan dampaknya terhadap pemanfaatan air serta kesinambungan fungsi danau.
Faktor Penentu Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau
Faktor penentu daya tampung beban pencemaran air danau antara lain adalah sebagai berikut:
a. Morfologi dan hydrologi danau
b. Kualitas air danau dan waduk serta status trofiknya
c. Pemanfaatan sumber daya air danau dan waduk serta persyaratannya atau baku mutunya.
d. Alokasi beban pencemaran untuk berbagai sumber dan jenis limbah yang masuk danau
e. Dukungan ketersediaan oksigen terlarut atau DO pada air danau . Kadar DO pada umumnya menunjukkan tingkat pencemaran air yang diakibatkan oleh peruraian dan oksidasi zat pencemar organik, antara lain BOD dan COD.
f. Tata ruang perairan dan alokasi luas perairan untuk berbagai pemanfaatan.
Alokasi Beban Pencemaran Air Danau
Danau sebagai sumberdaya air yang memiliki berbagai pemanfaatan, juga berfungsi sebagai penampung air dari daerah tangkapan air (DTA) dan daerah aliran sungai (DAS).
Oleh karena itu berbagai unsur pencemaran air dari DTA dan DAS serta bantaran danau dan waduk terbawa masuk kedalam perairannya. Pada daerah tersebut terdapat berbagai kegiatan yang membuang limbah secara langsung dan tidak langsung ke danau dan waduk, antara lain limbah penduduk, pertanian, peternakan, serta industri dan pertambangan. Demikian juga erosi DAS merupakan sumber pencemaran air dan pendangkalan danau.
Beban pencemaran dari berbagai sektor pada DTA dan DAS akan meningkat terus sesuai dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kegiatan lainnya. Oleh karena itu jumlah beban pencemaran yang masuk perairan danau dan waduk termasuk limbah pakan ikan dari budidaya ikan (KJA) perlu ditentukan alokasinya dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi serta konservasi sumberdaya air jangka panjang.
Penentuan alokasi tersebut memerlukan kajian pada daerah setempat serta kebijaksanaan pemerintah daerah mengenai sumber dan beban pencemaran serta tingkat pengendaliannya yang ditargetkan. Sasaran pengendalian pencemaran air pada berbagai sektor kegiatan perlu ditentukan alokasi beban pencemarannya, agar memenuhi daya tampung danau terhadap beban pencemaran untuk memenuhi status mutu air yang diinginkan. Penentuan alokasi beban pencemaran dan daya tampungnya pada danau perlu memperhatikan syarat pemanfaatan air dan kelestarian air danau tersebut.
PRINSIP PEMODELAN KUALITAS AIR DANAU
Model danau yang paling sederhana
KC- = dtdC
Keterangan:
C ‐ kadar zat dalam air (masa per volume, M L‐3);
Vx ‐ kecepatan rata‐rata aliran air sungai (L T‐1)
K ‐ Koefisien kecepatan reaksi kinetic orde 1 (T‐1)
t‐ waktu air mengalir , t=x/v
x ‐ jarak aliran ke hilir (L)
Tingkat Kedalaman Model Kualitas Air Danau
Tingkat kedalaman model kualitas air danau adalah sebagai berikut (rumus pada Tabel 5.4)
a. Model 3‐Dimensi, untuk laut dan danau besar
b. Model 2‐Dimensi horizontal, untuk sungai (yang mengalami pencampuran transversal oleh arus air) dan danau (yang mengalami sirkulasi oleh angin)
c. Model 2‐Dimensi vertical, untuk danau yang mengalami sirkulasi oleh angin
d. Model 0‐Dimensi , untuk danau yang dianggap air bercampur sempurna "fully mixed reactor"
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
10
Tingkat Kedalaman Model Danau
Tipe Model Rumus Model
Model 3‐Dimensi, untuk laut dan danau besar 1
St)z,y,S(x,+zC
Dz+
yC
Dy+
xC
Dx =
= zC
v+yC
v+xC
v+tC
internalzyx
zyx
±⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
∂∂
∂∂
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
∂∂
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
Model 2‐Dimensi horizontal, untuk sungai (yang mengalami pencampuran transversal oleh arus air) dan
danau (yang mengalami sirkulasi oleh angin)
2
St)y,S(x,+yC
Dy+
xC
Dx =
= yC
v+xC
v+tC
internalyx
yx
±⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
∂∂
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
∂∂
∂∂
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
∂∂
∂∂
Model 2‐Dimensi vertical, untuk danau yang mengalami sirkulasi oleh angin
3
St)z,S(y,+zC
Dz+
yC
Dy =
= zC
v+yC
v+tC
internalzy
zy
±⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
∂∂
∂∂
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
Model 0‐Dimensi , untuk danau yang dianggap air bercampur sempurna "fully mixed reactor"
4
SS(t)=dtdC
internal±
Sumber: Géza Jolánkai, UNESCO, 2000
Model Perhitungan Pengendapan Sedimen di Danau
Sedimen yang berasal dari erosi daerah aliran sungai (DAS) atau daerah tangkapan air (DTA) danau memasuki air danau terbawa aliran air permukaan dan mengendap pada dasarnya sehingga menyebabkan pendangkalan. Demikian juga sedimen yang berasal dari tailing pertambangan yang berada pada DAS atau DTA akan berdampak pada peningkatan kekeruhan air danau dan pendangkalan.
1). Persentase pengendapan sedimen atau total suspended solid
η = 100 {1‐ 1/(1 + a Td)} ^ n (1)
Td = V/Qi (2)
Keterangan:
η: Persen pengendapan lumpur di danau (%)
Td: waktu pengendapan di danau (tahun)
V : volume danau (m3)
Qi : debit air masuk danau (m3/tahun)
a : konstanta 65 – 130, rata‐rata = 100
n : konstanta 1,0 – 2,0, rata‐rata = 1,5.
Sumber: Brune (1953) dalam Soewarno (1991)
2). Laju pengendapan sedimen
Wd = η W / 100 (3)
S = Wd / Ad (4)
Keterangan:
W : jumlah sedimen masuk danau (m3/tahun)
Wd : jumlah sedimen mengendap di danau (m3/tahun)
S : laju pengendapan sedimen (m/tahun)
Ad : luas permukaan danau (m2)
Model Perhitungan Kadar Zat Pencemar di Danau
Pembuang limbah yang mengandung zat pencemar kedalam air danau dimodelkan dengan tiga macam kondisi, yaitu:
a. Kadar keseimbangan zat pencemar yang bercampur dengan air danau
b. Kadar maksimum akumulasi zat pencemar dalam air danau sampai pembuangan berhenti
c. Penurunan kadar sisa zat pencemar dalam air danau setelah pembuangan berhenti
1). Kadar keseimbangan zat pencemar yang bercampur dengan air danau
Ce = W / (Qi + KV) = (W/Qi) / (1+KTd ) (1)
Td = V/Qi (2)
Keterangan:
Ce :kadar zat pencemar dalam air danau setelah mencapai keseimbangan (mg/l)
W : beban pencemaran masuk danau (berat/waktu : gr/hari)
V : volume danau (m3)
Qi : debit air masuk danau (volume/waktu: m3/hari)
K : koefisien penguraian (per hari: hari‐1 ). Zat konservatif: K = 0; pestisida: K= 0,23/tahun
Td: waktu tinggal didalam danau (hari)
2). Kadar maksimum akumulasi zat pencemar dalam air danau sampai pembuangan berhenti
Cm = {W / (Qi + KV)} { 1‐ exp [‐ (Q/V + K) Tp ] } (3)
Keterangan:
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
11
Cm : kadar maksimum zat pencemar dalam air danau sampai waktu T (mg/l)
Tp : waktu periode pembuangan zat pencemar sampai berhenti (hari)
3). Kadar sisa zat pencemar dalam air danau setelah pembuangan berhenti
Ct = C0 exp [‐(1+KTd) (T’/Td )] (4)
T’ = T – Tp (5)
C0 : kadar zat pencemar pada saat pembuangan berhenti
Ct : kadar zat pencemar pada waktu T setelah pencemaran berhenti
Tp : lamanya periode pencemaran
Sumber: Thomann & Mueller,1990
Model Perhitungan Kadar Zat Pencemar pada Lapisan Epilimnion dan Hipolimnion di Danau
Pada danau yang mengalami stratifikasi, maka kadar kualitas air pada lapisan epilimnion dan lapisan hipolimnion berbeda. Rumus dan contoh perhitungan berikut bersumber dari Thomann & Mueller (1990)
Model Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan Alokasi Bebannya
Morfologi dan hidrologi danau atau waduk
Rumus morfologi dan hidrologi danau atau waduk adalah sebagai berikut:
A. Morfologi danau atau waduk, yaitu luas perairan (A) dan volumenya (V), yang diperoleh dari hasil pengukuran dan kedalaman rata‐rata (Ž) yang diperoleh dari hasil perhitungan Rumus (1).
B. Hidrologi danau dan waduk, yaitu debit air keluar dari waduk (Qo), yang diperoleh dari hasil pengukuran.
C. Laju penggantian air danau atau waduk (ρ), yang diperoleh dari hasil perhitungan Rumus (2).
Alokasi beban pencemaran air yang masuk danau atau waduk
Alokasi beban pencemaran air, yang dinyatakan dengan kadar parameter Pa adalah sebagai berikut:
a. Syarat kadar parameter Pa maksimal sesuai ketentuan dalam Baku Mutu Air atau Kelas Air yaitu[Pa]STD
b. Kadar parameter Pa hasil pemantauan danau atau waduk yaitu [Pa]i
c. Jumlah alokasi beban kadar parameter Pa dari DAS atau DTA yaitu [Pa]DAS yang diperoleh dari hasil penentuan atau kajian dan perhitungan Rumus (3)
d. Alokasi beban kadar parameter Pa yang berasal dari limbah yang langsung masuk danau/waduk atau berasal dari kegiatan yang berada pada perairan danau/waduk yaitu [Pa]d , yang diperoleh dari hasil perhitungan Rumus (3) atau Rumus (4).
Daya tampung beban pencemaran air pada danau atau waduk
Perhitungan daya tampung beban pencemaran air pada danau/waduk adalah sebagai berikut
a. Daya tampung parameter Pa per satuan luas danau atau waduk yaitu L, merupakan fungsi dari kedalaman rata‐rata danau Ž ,laju penggantian air danau/waduk yaitu ρ dan kadar parameter yang terbawa lumpur dan mengendap ke dasar danau/waduk. L dihitung dengan Rumus (5) dan Rumus (6).
b. Jumlah daya tampung parameter Pa pada perairan danau atau waduk yaitu La, yang merupakan fungsi L dan luas perairan danau atau A. La dihitung berdasarkan Rumus (7).
Rumus Umum Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau
Morfologi dan hidrologi danau atau waduk
Ž = 100 x V / A (1)
Ž : Kedalaman rata‐rata danau atau waduk (m)
V : Volume air danau atau waduk (juta m3)
A : Luas perairan danau atau waduk(Ha)
ρ = Qo / V (2)
ρ : Laju penggantian air danau atau waduk(1/tahun)
Qo : Jumlah debit air keluar danau (juta m3 / tahun), pada tahun kering
Alokasi beban pencemaran parameter Pa
[Pa]STD = [Pa]i + [Pa]DAS + [Pa]d (3)
[Pa]d = [Pa]STD ‐ [Pa] i ‐ [Pa]DAS (4)
[Pa]STD : syarat kadar parameter Pa maksimal sesuai Baku Mutu Air atau Kelas Air (mg /m3)
[Pa]i : kadar parameter Pa hasil pemantauan danau atau waduk (mg/m3)
[Pa]DAS : jumlah alokasi beban Pa dari daerah aliran sungai (DAS) atau daerah tangkapan air (DTA), (mg/m3)
[Pa]d : alokasi beban Pa limbah kegiatan pada peraian danau atau waduk (mg /m3)
Daya tampung beban pencemaran air parameter Pa pada air danau atau waduk
L = Δ [Pa]d Ž ρ / (1‐ R) (5)
R = 1 / (1 + 0,747 ρ0,507) (6)
La = L x A /100 = Δ [Pa]d A Ž ρ /100 (1‐ R) (7)
L : daya tampung limbah Pa per satuan luas danau atau waduk (mg Pa/m2. tahun)
La : jumlah daya tampung limbah Pa pada perairan danau atau waduk (kg Pa/tahun)
R : total Pa yang tinggal bersama sedimen
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
12
Persamaan pada rumus‐rumus ( 5), (6) dan (7) berkaitan dengan alokasi beban pencemaran dari DAS atau DTA dan kegiatan lain pada perairan danau atau waduk pada Rumus (3) (Sumber: Badruddin 2009 dan KLH 2009)
Rumus Daya Tampung Beban Pencemaran untuk Budi Daya Perikanan
Budidaya perikanan keramba jaring apung (KJA)
Beban pencemaran air beberapa danau dan waduk pada saat ini telah meningkat oleh perkembangan budidaya perikanan keramba jaring apung (KJA), sehingga diperlukan cara perhitungan daya tampung beban pencemaran air akibat limbah pakan yang berasal dari sisa pakan yang terbuang dan dari tinja ikan. Limbah pakan tersebut merupakan beban pencemaran yang langsung pada perairan danau atau waduk, yang perlu ditentukan atau dihitung alokasinya. Penentuan atau perhitungan alokasi beban pencemaran limbah perikanan memperhatikan juga alokasi beban pencemaran yang berasal dari DAT atau DAS.
Perhitungan daya tampung perairan danau dan waduk untuk limbah pakan KJA mengikuti rumus umum yang diuraikan di atas, namun kualitas air yang menjadi acuan utama adalah status trofik disamping status kualitas air pada umumnya. Parameter kualitas air yang dipilih sebagai faktor pembatas adalah fosfat dalam bentuk P total, mengingat dasar perhitungannya adalah status trofik danau atau waduk.
Morfologi dan hidrologi danau atau waduk
Perhitungan laju penggantian air danau atau waduk tercantum pada Rumus (8) dan Rumus (9) berdasarkan morfologi dan hidrologinya , sama dengan Rumus (1) dan Rumus (2)
Alokasi beban pencemaran parameter Phosphor (P)
Alokasi beban pencemaran P‐total untuk limbah budidaya ikan tergantung kepada fungsi danau atau waduk.
a. Apabila fungsinya khusus untuk budidaya perikanan, dan air yang keluar dari danau atau waduk tersebut hanya untuk air irigasi pertanian atau pemakaian lainnya yang tidak peka terhadap paramater P maka berlaku Rumus (10). Alokasi beban pencemaran P‐total untuk limbah budidaya ikan dinyatakan dengan Δ [P]d yang jumlahnya tergantung kepada syarat kadar maksimum kadar P total untuk jenis ikan yang dibudidayakan yaitu [P]f dan kadar P total hasil pemantauan air danau atau waduk yaitu [P]i
b. Apabila fungsi air danau atau waduk adalah serbaguna dan berlaku persyaratan standar baku mutu air atau kelas air, maka berlaku Rumus (11). Alokasi beban pencemaran limbah budidaya ikan Δ [P]d tergantung kepada syarat kadar P total pada air danau atau waduk [P]STD , dan alokasi beban pencemaran P total dari DAS atau DAT yaitu [P]DAS, serta kadar P total hasil pemantauan air danau atau waduk [P]i
Daya tampung beban pencemaran air limbah budidaya ikan
Perhitungan daya tampung beban pencemaran air limbah budidaya perikanan pada danau/waduk adalah sebagai berikut
a. Daya tampung parameter P total per satuan luas danau atau waduk yaitu Likan, merupakan fungsi dari kedalaman rata‐rata danau/waduk yaitu Ž , laju penggantian air danau/waduk yaitu ρ dan kadar parameter yang terbawa lumpur dan mengendap ke dasar danau/waduk. Likan dihitung dengan Rumus (12), Rumus (13) dan Rumus (14).
b. Jumlah daya tampung parameter P total pada perairan danau atau waduk yaitu Laikan, yang merupakan fungsi Likan dan luas perairan danau atau A. Laikan dihitung berdasarkan Rumus (15).
Limbah Phosphor pada pakan budi daya ikan
Jumlah limbah P total dari sisa pakan dan limbah metabolisme ikan yaitu PLP, adalah jumlah kadar P total dalam pakan ikan selama ikan tersebut dibudidayakan sampai dipanen dikurangi jumlah P total dalam ikan yang dipanen. Perhitungannya tercantum pada Rumus (16).
Sedangkan jumlah pakan ikan dinyatakan dengan niliai FCR (feed consumption ratio), yaitu jumlah berat pakan ikan selama periode budidaya atau pertumbuhan ikan dibagi dengan berat ikan saat dipanen. Nilai FCR sangat bervariasi 1,5‐3,0 ton pakan/ton ikan, tergantung pada komposisi pakan, jenis ikan yang dibudidayakan dan teknik budidaya (KJA 1 tingkat atau 2 tingkat). Kadar P total dalam pakan ikan dan dalam produksi ikan diperoleh dari hasil analisis di laboratorium.
Jumlah budidaya perikanan KJA
Perhitungan jumlah produksi ikan budidaya KJA dan jumlah pakannya sesuai dengan daya tampung beban pencemaran air danau atau waduk adalah sebagai berikut:
a. P‐total yang masuk danau dari limbah ikan atau PLP adalah fungsi jumlal konsumsi pakan atau FCR, kadar P‐total dalam pakan atau Ppakan dan kadar P‐total dalam ikan atau Pikan . Perhitungannya menggunakan Rumus (16)
b. Jumlah Produksi Ikan KJA agar memenuhi daya tampung beban pencemaran air atau LI adalah fungsi Laikan dan PLP, sesuai dengan Rumus (17).
c. Jumlah Pakan Ikan KJA atau LP agar memenuhi daya tampung beban pencemaran air adalah fungsi FCR dan LI, sesuai dengan perhitungan pada Rumus (18).
Rumus Perhitungan Daya Tampung Danau untuk Budidaya Perikanan
(Sumber: Badruddin 2009, KLH 2009)
Morfologi dan hidrologi danau atau waduk
Ž = 100 x V / (8)
Ž : Kedalaman rata‐rata danau atau waduk (m)
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
13
V : Volume air danau atau waduk (juta m3)
A : Luas perairan danau atau waduk (Ha)
ρ = Qo / V (9)
ρ : Laju penggantian air danau atau waduk (per tahun)
Q : Jumlah debit air keluar danau atau waduk (juta m3 / tahun)
Alokasi beban pencemaran unsur Phosphor (P)
Pemanfaatan danau hanya untuk budidaya perikanan dan pertanian atau kegiatan lain yang tidak peka dengan kadar P:
Δ [P]d = [P]f – [P]i (10)
Pemanfaatan danau serbaguna termasuk penampung limbah DAS dan kadar P dibatasi Baku Mutu Air atau Kelas Air
Δ [P]d = [P]STD ‐ [P]i – [P]DAS (11)
Δ [P]d : alokasi beban P‐total budidaya ikan (mg P/m3)
[P]f : syarat kadar P‐total maksimal sesuai dengan jenis ikan yang dibudidayakan (mg P/m3)
[P]STD : syarat kadar P‐total maksimal sesuai Baku Mutu Air atau Kelas Air (mg P/m3)
[P]DAS : alokasi beban P‐total dari DAS dan perairan danau selain budidaya ikan (mg P/m3)
[P]i : kadar parameter P‐total hasil pemantauan danau atau waduk (mg/m3)
Daya tampung beban pencemaran air limbahbudi daya ikan
Likan = Δ [P] Ž ρ / (1‐ Rikan) (12)
Rikan = x + [(1‐x)R] (13)
R = 1 / (1 + 0,747 ρ0,507) (14)
Laikan = Likan x A (15)
Likan : daya tampung P‐total limbah ikan per satuan luas danau atau waduk (gr P/m2 . tahun)
Laikan : jumlah daya tampung P‐total limbah ikan pada perairan danau atau waduk (gr P/tahun)
R : P total yang tinggal bersama sedimen
Rikan : proporsi P‐total yang larut ke sedimen setelah ada KJA
x : proporsi total P‐total yang secara permanen masuk ke dasar, 45‐55%.
Pakan dan limbah P budidaya ikan KJA
PLP = FCR x Ppakan ‐ Pikan (16)
PLP : P‐total yang masuk danau dari limbah ikan (Kg P/ton ikan)
FCR : Feed Conversion Ratio (ton pakan / ton ikan)
Ppakan : Kadar P‐total dalam pakan (Kg P/ton pakan)
Pikan : Kadar P‐total dalam ikan (Kg P/ton ikan)
Jumlah Budidaya Perikanan
LI = Laikan / PLP (17)
LP = LI x FCR (18)
LI : Jumlah Produksi Ikan KJA (ton ikan/tahun)
LP : Jumlah Pakan Ikan KJA (ton pakan/tahun)
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
1
BAGIAN 6: MENGEVALUASI HASIL PRAKIRAAN DAMPAK
KARAKTERISTIK DAMPAK .................................................................................................................................................. 2
SIFAT PENTING DAMPAK............................................................................................................................................... 2
BOBOT DAMPAK ........................................................................................................................................................... 3
EVALUASI HOLISTIK ....................................................................................................................................................... 3
ARAHAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN........................................................................................................... 4
ELIMINASI DAN MINIMISASI ........................................................................................................................................... 4
PEMULIHAN DAN KOMPENSASI ..................................................................................................................................... 4
KELAYAKAN LINGKUNGAN ................................................................................................................................................ 5
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
2
KARAKTERISTIK DAMPAK
Hasil prakiraan dampak perlu dievaluasi untuk menentukan signifikansi dari dampak tersebut. Dengan kata lain, untuk menentukan apakah dampak itu dapat digolongkan sebagai dampak penting atau tidak. Selain itu, hasil prakiraan dampak juga perlu dievaluasi untuk menentukan bobot positif atau negatif dari suatu dampak. Bagian ini akan menjelaskan evaluasi penentuan sifat penting dan bobot dari hasil prakiraan dampak.
SIFAT PENTING DAMPAK
Dalam konteks AMDAL, dampak penting merupakan dampak yang memang perlu diperhatikan pemunculannya karena membutuhkan upaya khusus untuk pengelolaannya. Jika tidak dapat dikelola, dampak penting, khususnya yang negatif, malah dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan untuk tidak mengeluarkan Surat Kelayakan Lingkungan bagi suatu rencana kegiatan.
FOTO: PENCEMARAN AIR
TEKS: Pengalaman masyarakat terhadap kasus serupa di wilayahnya tentu akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap penting‐tidanya suatu dampak.
Sifat penting dampak dinilai dengan membandingkan hasil prakiraan kualitas air permukaan (akibat keberadaan komponen kegiatan) dengan kriteria penilaian yang disepakati sebelumnya oleh Komisi Penilai AMDAL. Beberapa hal yang dapat dijadikan kriteria penilaian untuk dampak kualitas air permukaan adalah:
1. Baku mutu kualitas air; Perubahan kualitas air permukaan akan dipertimbangkan sebagai dampak penting jika konsentrasi atau jumlah polutan sama atau melebihi baku mutu kualitas air di danau atau sungai yang berlaku.
2. Alokasi tambahan polutan sesuai daya dukung badan air; Perubahan kualitas air permukaan akan dipertimbangkan sebagai dampak penting jika jumlah sebaran polutan melebihi alokasi tambahan polutan maksimal yang ditetapkan oleh instansi pengelola badan air. Alokasi tambahan polutan maksimal biasanya ditentukan berdasarkan perhitungan daya dukung badan air yang dilakukan oleh pemerintah setempat.
3. Jumlah manusia yang dapat terpengaruh oleh perubahan kualitas air permukaan; Perubahan kualitas air permukaan akan dipertimbangkan sebagai dampak penting jka jumlah manusia yang dirugikan sama atau lebih banyak daripada jumlah manusia yang menerima manfaat.
4. Kepulihan perubahan kualitas air permukaan; Perubahan kualitas air permukaan dapat dipertimbangkan sebagai dampak penting jika perubahan tersebut tidak dapat dipulihkan kembali walaupun dengan intervensi manusia.
5. Luas wilayah yang terpengaruh; Perubahan kualitas air permukaan dapat dipertimbangkan sebagai dampak penting jika badan air yang terpengaruhnya luas. Bahkan juga termasuk luas wilayah daerah sekitar badan air dimana kehidupan masyarakatnya ikut terpengaruh.
6. Durasi perubahan kualitas air permukaan; Perubahan yang berlangsung singkat, misalnya hanya tahap konstruksi atau tahap operasi saja, seringkali tidak dipertimbangkan sebagai dampak penting. Sebaliknya, perubahan yang berlangsung berlangsung lama, misalnya sejak tahap konstruksi sampai pasca operasi, seringkali dipertimbangkan sebagai dampak penting.
7. Jumlah dan jenis komponen lingkungan lain yang akan terpengaruh; Perubahan kualitas air dari suatu badan air dapat mempengaruhi kehidupan atau keutuhan komponen lingkungan hidup lain yang memanfaatkan air tersebut. Semakin banyak komponen lingkungan hidup lain akan lebih dipertimbangkan sebagai dampak penting. Apalagi jika jenis komponen lingkungan itu memiliki nilai yang istimewa.
8. Sifat kumulatif dampak; Dampak kegiatan dikatakan bersifat kumulatif bila pada awalnya dampak tersebut tidak tampak penting, namun karena aktifitas tersebut bekerja berulang terus menerus, maka dampaknya bersifat kumulatif.
CONTOH KASUS: PENENTUAN DAMPAK PENTING
Selain terhadap hasil prakiraan kualitas air permukaan, suatu dampak lebih sering akan dipertimbangkan sebagai dampak penting jika memiliki bobot dampak negatif. Dalam kenyataannya, kajian AMDAL memang tidak banyak memberikan perhatian khusus terhadap dampak‐dampak positif.
TEKS BOKS: AKUMULATIF DAMPAK
Penentuan penting tidaknya suatu dampak memang akhirnya membutuhkan kesepakatan dari para anggota Komisi Penilai. Dampak yang dianggap penting kemudian dicarikan upaya pengelolaannya agar nantinya potensi dampak ini dapat diredam.
Seringkali penting‐tidaknya suatu dampak juga dinilai berdasarkan penilaian ahl (expert judgement). Khususnya jika kuantifikasi dari dampak perubahan kualitas air permukaan sulit dilakukan. MIsalnya, dampak terhadap kehidupan flora dan fauna air.
Tingkat kekhawatiran masyarakat juga perlu diperhatikan. Walau perubahan kualitas air permukaan secara ilmiah tidak akan menimbulkan dampak penting, pengelolaannya juga tetap perlu dilakukan guna meyakinkan masyarakat bahwa mereka sudah terlindungi.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
3
BOBOT DAMPAK
Dalam konteks AMDAL, suatu perubahan kualitas air permukaan akan dianggap sebagai dampak negatif jika kualitas air yang terjadi akibat keberadaan suatu sumber dampak akan lebih buruk dibandingkan dengan kualitas air nir‐kegiatan di waktu kajian (tahun prakiraan) yang sama. Sebaliknya, dianggap sebagai dampak positif jika kualitas air yang terjadi akan lebih baik dibandingkan dengan kualitas air nir‐kegiatan di waktu kajian (tahun prakiraan) yang sama.
CONTOH KASUS: PENENTUAN BOBOT DAMPAK
Sebagaimana disinggung dalam Bagian 1, bobot dampak diketahui dengan melihat hasil perhitungan besaran dampak dari suatu parameter kualitas air (ΔXT) yang merupakan perbandingan antara kualitas air akibat keberadaan komponen kegiatan (XI,T) dengan kualitas air tanpa keberadaan komponen kegiatan (XO,T). Jika prakiraan kualitas air nir‐kegiatan tidak dilakukan, maka penilaian bobot dampak dilakukan dengan mengacu kepada kualitas air saat ini (rona lingkungan awal). Hal ini dapat dibenarkan
selama kita yakin bahwa kualitas air nir‐kegiatan akan tetap sama (statis) untuk tahun prakiraan yang kita pilih.
EVALUASI HOLISTIK
Evaluasi holistik akan melihat seluruh dampak sebagai suatu kejadian kumulatif yang saling mempengaruhi. Mungkin saja suatu dampak secara sendiri tidak dapat digolongkan sebagai dampak penting namun setelah penilaiannya digabungkan dengan dampak lain maka dampak tersebut menjadi suatu dampak penting. Dampak‐dampak yang berlangsung dalam suatu waktu, atau mempengaruhi suatu obyek terkena dampak perlu dikaji secara holistik. Hasil evaluasi holistik diharapkan juga dapat menghasilkan pilihan yang paling rasional atas berbagai alternatif dari rencana kegiatan. Dengan adanya peninjauan dari berbagai aspek, suatu alternatif dapat dipilih dengan lebih baik. Mungkin saja satu alternatif akan memberikan jenis dan jumlah dampak penting yang lebih sedikit ketimbang alternatif lainnya. Tanpa adanya kajian multi‐dampak, hak demikian tidak akan dapat dinilai.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
4
ARAHAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN
Perubahan kualitas air permukaan, khususnya yang menimbulkan dampak negatif, sudah tentu membutuhkan upaya pengendalian dampak lingkungan. Tanpa upaya tersebut, suatu rencana kegiatan dapat gagal memperoleh Surat Kelayakan Lingkungan. Jenis upaya pengendalian dampak tentu sangat tergantung kepada karakteristik air permukaan yang berubah dan lokasinya. Berikut ini akan dibahas beberapa jenis upaya pengendalian dampak lingkungan.
ELIMINASI DAN MINIMISASI
Pengendalian dampak lingkungan pada umumnya bertujuan untuk mencegah atau mengurangi intensitas perubahan kualitas air permukaan yang akan terjadi. Misalnya, dengan membatalkan rencana pembuangan air limbah ke suatu badan air. Atau, dengan mengurangi panjang tepi sungai yang disodet. Upaya demikian sering digolongkan sebagai upaya eliminasi atau minimisasi dampak.
FOTO: AIR LIMBAH
TEKS: Salah satu upaya pengendalian dampak lingkungan adalah melalui minimisasi limbah yang akan ditimbulkan. Baik jumlah maupun konsentrasi limbah tersebut.
Beberapa contoh upaya eliminasi atau minimisasi dampak lainnya adalah:
• Pengurangan penggunaan air permukaan dan produksi air limbah melalui penggunaan teknologi yang lebih ramah lingkungan.
• Minimisasi kemungkinan terjadinya erosi selama tahap konstruksi dan operasi dari suatu kegiatan. Hal ini dapat
dilakukan dengan penggunaan kolam‐kolam sedimentasi atau dengan tanaman yang cepat tumbuh.
• Mengatur penggunaan bahan kimia. Hal ini banyak terjadi di kegiatan‐kegiatan pertanian dimana penggunaan pupuk sangat intensif. Penggunaan bahan kimia dapat dikurangi melalui penerapan Pengelolaan Pestisida Terpadu (Integrated Pest Management).
• Perubahan moda operasi guna meminimalkan timbulan polutan.
PEMULIHAN DAN KOMPENSASI
Selain eliminasi dan minimisasi, ada juga upaya pengendalian dampak lingkungan yang bersifat pemulihan dari dampak berubahnya kualitas air permukaan yang terjadi. Misalnya dengan memulihkan kandungan oksigen terlarut suatu badan air melalui aerasi mekanis. Upaya pengendalian lainnya adalah kompensasi dimana pihak yang dirugikan nantinya akan diberikan kompensasi material oleh pihak Pemrakarsa. Khususnya kepada masyarakat yang untuk sementara tidak lagi dapat memanfaatkan air permukaan untuk kepentingan rumah tangganya. Besarnya kompensasi ditentukan sesuai dengan kerugian yang ditimbulkan terhadap masyarakat sekitar. Tentunya, kesepakatan dari masyarakat juga dibutuhkan.
FOTO: PENGADAAN TRUK AIR
TEKS: Salah satu upaya kompensasi adalah dengan mengirimkan air bersih ke masyarakat yang terganggu aksesnya ke suatu badan.
Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan ‐ Kualitas Air Permukaan
5
KELAYAKAN LINGKUNGAN
Pada akhirnya rekomendasi penilaian kelayakan lingkungan ditentukan dengan menelaah dampak‐dampak penting yang diprakirakan akan terjadi. Salah satunya bisa jadi adalah dengan menelaah dampak penting perubahan kualitas air permukaan. Sebagaimana dicantumkan dalam pasal 22 PP 27/1999, suatu rencana kegiatan dinyatakan tidak layak lingkungan apabila:
• Dampak negatif penting terhadap air permukaan yang akan ditimbulkan oleh rencana kegiatan tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia, atau
• Biaya pengelolaan dampak negatif penting lebih besar daripada manfaat dampak penting positif yang akan ditimbulkan oleh rencana kegiatan.
Disamping 2 (dua) hal yang diatur dalam Pasal 22 PP 27/1999 tersebut di atas, maka beberapa hal penting yang turut dipertimbangkan dalam melakukan penilaian kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan adalah:
• Daya dukung lingkungan dari rencana lokasi usaha dan/atau kegiatan tidak dilampaui. Daya dukung
lingkungan dapat diketahui dengan menghitung daya dukung dari rencana lokasi kegiatan, atau dapat digunakan merujuk pada baku mutu ambien untuk air, udara, tanah dan laut.
• Bahwa rencana kegiatan tidak akan mempengaruhi atau mengubah kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah atau pemerintah daerah.
• Bahwa nilai sosial atau pandangan masyarakat (emic view) tidak terganggu akibat adanya rencana kegiatan. Nilai sosial dapat berupa kebiasaan gotong‐royong, dan pandangan masyarakat dapat berupa keyakinan akan kekeramatan suatu tempat atau menilai penting terhadap suatu sumber daya alam tertentu.
• Bahwa rencana kegiatan tidak akan mempengaruhi atau mengganggu entitas ekologis yang merupakan entitas dan spesies kunci (key species) dan/atau memiliki nilai penting secara ekologis (ecological importance).