european union [read-only] · the european union at a glance sekilasunieropa ... perlucutan senjata...

202
European Union European Union European Union European Union Development Co Development Co Development Co Development Co-operation operation operation operation in Indonesia in Indonesia in Indonesia in Indonesia 2006 2006 2006 2006 August 2007 August 2007 August 2007 August 2007

Upload: ngokhanh

Post on 09-Apr-2018

219 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

European UnionEuropean UnionEuropean UnionEuropean Union

Development CoDevelopment CoDevelopment CoDevelopment Co----operationoperationoperationoperation

in Indonesiain Indonesiain Indonesiain Indonesia

2006200620062006

August 2007August 2007August 2007August 2007

Foreword � Kata Pengantar

Acronyms � Singkatan

The European Union at a Glance � Sekilas Uni Eropa

European Union Overall Cooperation Policies � Kebijakan Kerjasama Uni Eropa

European Union Cooperation Activities in Indonesia � Kegiatan Kerjasama Uni

Eropa di Indonesia

European Union Support to Education Development in Indonesia � Dukungan Uni

Eropa terhadap Pendidikan di Indonesia

European Union Bilateral Cooperation in Indonesia � Kerjasama Bilateral Uni Eropa

di Indonesia

Belgium � Belgia Austria � Austria

Czech Republic � Republik Ceko Poland � Polandia

Germany � Jerman Portugal � Portugal

Greece � Yunani Romania � Romania

Spain � Spanyol Slovakia � Slovakia

France * � Perancis Finland � Finlandia

Italy � Italia Sweden � Swedia

Hungary � Hongaria United Kingdom � Inggris Raya

Netherlands � Belanda European Commission � Komisi Eropa

Annex 1 Tables of European Union Grant Assistance (by sector)

Tabel-tabel Bantuan Hibah Uni Eropa (berdasarkan sektor) **

Annex 2 Tables of European Union Loan (by sector)

Tabel-tabel Bantuan Pinjaman Uni Eropa (berdasarkan sektor) **

Annex 3 Table of European Union Aid in Aceh

Tabel Bantuan Uni Eropa di Aceh **

Annex 4 Table of Scholarships offered by the European Union

Tabel Beasiswa yang tersedia dari Uni Eropa **

* in French

** dalam bahasa Inggris

This is the third report on European Union (EU) cooperation activities in Indonesia. The objective of the this documentis to provide an overview, as well as specific details of EU – Member States and the European Commission (EC) – officialdevelopment assistance (ODA) to Indonesia. It gives also general and updated information about the EU institutionalsystem and EU overall development policies. This third edition covers the year 2006 for the narrative part, while thefigures relate to 2005 (since some statistics for 2006 are not available as of the date of publication).

One of the key events in 2006 was the holding of free and fair local elections in Aceh on 11 December 2006, and thedemocratic victory of Yusuf Irwandi. This election result confirms that political channels can offer the best chance fordurable peace.

The EU is proud to have actively supported all phases of the peace process in Aceh: facilitating the negotiations leadingup to the peace agreement, monitoring the decommissioning and demobilisation of former Free Aceh Movement (GAM)combatants through the Aceh Monitoring Mission (AMM), and supporting the long-term consolidation of peace anddemocracy in Aceh.

The AMM’s 15-month civilian crisis management mission, which was tasked to monitor the decommissioning anddemobilisation of former GAM combatants, was successfully concluded in December 20061.

The EU will continue to support the Aceh peace process beyond the key demobilisation and disarmament phases into2009 through the EC’s Aceh Peace Process Support (APPS) programme in order to ensure tangible ‘peace-dividends’reach the citizens of Aceh, namely, better public services and reliable institutions, in order to sustain a long-termprosperous and peaceful future for Aceh.

The contribution democratic and pluralistic societies can make to conflict resolution was underlined by EuropeanCommissioner for External Relations and European Neighbourhood Policy, Benita Ferrero-Waldner, in her speech deliveredin Brussels on occasion of the EU-Indonesia Day 2006:

“It has long been recognised that democracies are less likely to engage in international conflicts than non-democratic regimes. Similarly, at the national level, democracies provide a political channel for tensions anddisputes which might otherwise end up in violent conflict.

It is surely no coincidence that the dramatic breakthrough in the Aceh conflict has come as Indonesia's democracyhas grown stronger. Aceh proves that a serious and genuine commitment to addressing conflict by all partiescan achieve indeed peace even after decades of distrust and violence.

I am delighted that on 11 December 2006 the people of Aceh have elected their local leaders – it is a triumphfor democracy and peace. The Indonesian government and people should be proud of their achievement. Weare proud to have been helping you in this process and in supporting Martti Ahtissari.

We know that peace is sustained more effectively by better public services and reliable institutions than by robustresponses from the military. So even after the Aceh Monitoring Mission departs, the European Commission willcontinue its support to the peace process with assistance for governance, elections support, reintegration andpolice and justice reform. Our commitment to Aceh is as strong as ever.”

The EU sees the recent elections of 11 December 2006 as marking a new beginning for Aceh and considers it essentialthat the newly elected administration be supported to become the point of reference for re-building a strong and peacefulfuture for the province.

It is to this effect that the EU will continue to work, through significant EC and EU Member States cooperation programmes,in close partnership with the Indonesian local and national authorities in Aceh, with other stakeholders and internationaldonors, in order to provide technical and policy-driven support into 2009.

Jean BretéchéAmbassador/ Head of DelegationEuropean Commission

1 The AMM successfully concluded its civilian crisis management mission on 15 December 2006. Through the AMM, the EU embarked upon its firstEuropean Security and Defence Policy (ESDP) mission in Asia. AMM efforts at helping solve the conflict in Aceh were part of the EU's broader policygoal of strengthening security and stability in the region. The EU-led AMM was a concrete expression of the EU's commitment, not only to the peaceprocess in Aceh, but also to peace and long-term development in Indonesia.

Foreword

1 AMM dengan sukses mengakhiri misi manajemen krisis sipil pada tanggal 15 Desember 2006. Melalui AMM, Uni Eropa menjalankan misi pelaksanaan KebijakanKeamanan dan Pertahanan Eropa (ESDP) pertamanya di Asia. Upaya-upaya AMM untuk membantu menyelesaikan konflik di Aceh merupakan bagian daritujuan kebijakan Uni Eropa yang lebih besar untuk memperkuat keamanan dan stabilitas di kawasan ini. AMM yang dipimpin oleh Uni Eropa merupakan ekspresinyata dari komitmen Uni Eropa, bukan hanya kepada proses perdamaian di Aceh, tetapi juga kepada perdamaian dan pembangunan jangka panjang di Indonesia..

Laporan ini merupakan laporan yang ketiga kalinya diterbitkan tentang kegiatan kerjasama Uni Eropa di Indonesia.Tujuan dari laporan ini adalah memberikan suatu tinjauan singkat, serta rincian tertentu tentang bantuan pembangunanresmi (ODA) dari Uni Eropa (baik dari para Negara Anggota maupun Komisi Eropa) yang diberikan kepada Indonesia.Laporan ini juga memberikan informasi umum dan terkini tentang sistem kelembagaan Uni Eropa dan kebijakan-kebijakan pembangunan Uni Eropa secara keseluruhan. Bagian naratif dari edisi ketiga ini mencakup kegiatan-kegiatanpada tahun 2006, sedangkan angka-angka yang disajikan mengacu kepada keadaan pada tahun 2005 (karena datastatistik untuk tahun 2006 belum tersedia pada tanggal laporan ini dipublikasikan).

Salah satu peristiwa penting pada tahun 2006 adalah diselenggarakannya pemilihan umum yang bebas dan adil diAceh pada tangal 11 Desember 2006, dan kemenangan demokratis yang diraih oleh Yusuf Irwandi. Hasil pemilihanumum tersebut menegaskan bahwa saluran-saluran politik dapat memberikan peluang terbaik untuk perdamaian yangberkesinambungan.

Uni Eropa merasa bangga karena telah secara aktif mendukung semua tahapan dari proses perdamaian di Aceh:memfasilitasi perundingan-perundingan yang berujung dengan tercapainya kesepakatan perdamaian, memantauperlucutan senjata dan demobilisasi mantan pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) melalui Misi Pemantauan Aceh(AMM), dan mendukung konsolidasi perdamaian dan demokrasi di Aceh untuk jangka panjang.

Misi manajemen krisis sipil AMM yang berlangsung selama 15 bulan, yang ditugasi untuk memantau perlucutan senjatadan demobilisasi mantan pejuang GAM, telah berakhir dengan sukses pada bulan Desember 20061.

Uni Eropa akan terus mendukung proses perdamaian Aceh bukan hanya pada tahap-tahap penting demobilisasi danperlucutan senjata, tetapi sampai dengan tahun 2009 melalui program Dukungan Proses Perdamaian Aceh (APPS)yang diluncurkan oleh Komisi Eropa untuk memastikan bahwa ‘manfaat perdamaian’ yang nyata akan menjangkaurakyat Aceh, yaitu layanan publik yang lebih baik dan lembaga-lembaga yang dapat diandalkan, untuk menjamin masadepan yang sejahtera dan damai bagi Aceh dalam jangka panjang.

Kontribusi yang dapat diberikan oleh masyarakat yang demokratis dan pluralistik terhadap penyelesaian konflikditegaskan oleh Komisioner Eropa untuk Urusan Luar Negeri, Benita Ferrero-Waldner, dalam pidato beliau yangdisampaikan di Brussels dalam acara EU-Indonesia Day 2006:

"Telah lama diakui bahwa negara-negara demokrasi memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk terlibat dalamkonflik-konflik internasional dibandingkan negara-negara non-demokratis. Sama halnya, di tingkat nasional,demokrasi merupakan suatu upaya politik untuk menyalurkan ketegangan-ketegangan dan menyelesaikansengketa-sengketa yang mungkin dengan cara lain mengakibatkan konflik dengan kekerasan.

Sesungguhnya, bukan suatu kebetulan bahwa telah terjadi terobosan yang dramatis dalam konflik yang terjadidi Aceh ketika demokrasi Indonesia berkembang menjadi semakin kuat. Aceh membuktikan bahwa komitmenyang serius dan tulus oleh semua pihak untuk mengatasi konflik memang dapat menciptakan perdamaiansekalipun setelah adanya rasa tidak percaya dan kekerasan selama beberapa dekade.

Saya sangat senang karena pada tanggal 11 Desember 2006 masyarakat Aceh telah memilih kepala-kepaladaerah mereka – hal tersebut merupakan kemenangan bagi demokrasi dan perdamaian. Pemerintah danmasyarakat Indonesia patut merasa bangga atas prestasi tersebut. Kami bangga karena kami telah membantuproses ini dan memberi dukungan kepada Martti Ahtissari.

Kami sadar bahwa perdamaian akan ditopang dengan lebih baik oleh pelayanan publik yang lebih baik danlembaga-lembaga yang dapat diandalkan, daripada oleh tindakan yang tegas oleh pihak militer. Jadi, bahkansetelah perginya Aceh Monitoring Mission, Komisi Eropa akan terus memberikan dukungan untuk prosesperdamaian dengan bantuan untuk tata pemerintahan, kegiatan pilkada, reintegrasi dan reformasi kepolisiandan peradilan. Komitmen kami terhadap Aceh akan senantiasa kuat."

Kata Pengantar

Uni Eropa menganggap pilkada yang baru saja diselenggarakan pada tanggal 11 Desember 2006 sebagai peristiwayang menandai awal baru bagi Aceh dan beranggapan bahwa pemerintahan yang baru saja terpilih perlu didukunguntuk menjadi titik acuan untuk membangun kembali masa depan yang baik dan damai di provinsi ini.

Untuk tujuan tersebut, Uni Eropa akan terus bekerja, melalui program-program kerjasama yang sangat penting dariKomisi Eropa dan para Negara Anggota Uni Eropa, dengan kemitraan yang erat dengan pemerintah pusat dan pemerintahdaerah di Aceh, serta para pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dan donor-donor internasional, untuk memberikandukungan tehnis dan dukungan berdasarkan kebijakan hingga tahun 2009.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Jean BretéchéDuta Besar/ Kepala DelegasiKomisi Eropa

AADB Asian Development BankADC Austrian Development CooperationADRA Agencia Adventista para el Desarollo y Recursos Asistenciales/ Adventist Development

and Relief AgencyAECI Spanish Agency for International CooperationAIDS Acquired Immune Difficiency SyndromeAHIF Avian and Human Influenza FacilityAIT Asian Institute of TechnologyALA Asia and Latin AmericaALGAP Aceh Local Governance ProgrammeALIAC Friendship and Cooperation Association Portugal IndonesiaAMM Aceh Monitoring MissionAPPS Aceh Peace Process SupportASEAN Association of South East Asian NationsASEA UNINET ASEAN-European University NetworkAusaid Australian Agency for International DevelopmentAVS Spanish Association of Housing and Land

BBAPPENAS National Development Planning AgencyBEC-TF Basic Education Capacity Trust FundBE-SCSPBESP Basic Education Sector ProgrammeBFAST Belgium First Aid and Support TeamBGR Federal Institute for Geosciences and Natural ResourcesBKPM Indonesian Investment Coordinating BoardBMZ Ministry for Economic Cooperation and DevelopmentBRR Aceh and Nias Rehabilitation and Reconstruction AgencyBSN National Standardisation AgencyBTC Belgian Technical Cooperation

CCBO Community-based OrganisationCCC Coordination, Coherence and ComplementarityCCM Country Co-ordination MechanismCGI Consultative Group on IndonesiaCHF Cooperative Housing FoundationCIFOR Center for International Forestry ResearchCIS Commonwealth of Independent StatesCOE Council of EuropeCSO Civil Society OrganisationsCSP Country Strategy PaperCSRRP Community Based Settlement Reconstruction and Rehabilitation ProjectCZK Czech Crown

DDAAD Deutscher Akademischer AustauschdienstDAC Development Assistance CommitteeDCD Development Cooperation DepartmentDED German Development ServiceDEMOS Centre for Democracy and Human Rights StudiesDFID Department for International DevelopmentDGCS Direzione Generale per la Cooperazione allo Sviluppo/ Directorate General for

Development CooperationDSF Decentralisation Support Facility

Acronyms

European Union Development Co-operation in Indonesia

Basic Education Sector Capacity Support Programme

EEAST Education and Skills Training for Youth EmploymentEC European CommissionECED Early Childhood Education and DevelopmentECHO European Commission’s Humanitarian Aid DepartmentECIFP EC-Indonesia Forestry ProgrammeEFA Education for AllEHEF European Higher Education FairEIDHR European Initiative for Democracy and Human RightsEITI Extractive Industries Transparency InitiativesEMMC Erasmus Mundus Master CourseENP European Neighbourhood PolicyEOA Environment Organisation of AsiaEOM Election Observation MissionEP European ParliamentESDP European Security and Defence PolicyESWG Education Sector Working GroupEU European UnionEUR Euro

FFAO Food and Agriculture OrganisationFCO Foreign and Commonwealth OfficeFLEGT Forest Law Enforcement, Governance and TradeFYROM Former Yugoslav Republic of Macedonia

GGAM Gerakan Aceh Merdeka/ Free Aceh MovementGBP British PoundsterlingGCPP Global Conflict Prevention PoolGDP Gross Domestic ProductGENE Global Education Network EuropeGFATM Global Fund for HIV/ AIDS, Tuberculosis and MalariaGFMRAPGHD Principles and Good Practice of Humanitarian DonorshipGNI Gross National IncomeGNP Gross National ProductGTZ Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit/ German Technical Cooperation

HHIC Highly Indebted CountryHIMPSI Himpunan Psikologi Indonesia/ Psychology Association of IndonesiaHIPC Heavily Indebted Poor CountryHIV Human Immunodeficiency VirusHUF Hungarian Forint

IICP Indicative Cooperation ProgrammeICT Information and Communication TechnologyICW Indonesia Corruption WatchIDC International Development CooperationIFRC International Federation of Red Cross and Red Crescent SocietiesIGI Indonesian-German InstituteIICT Institute for Scientific Tropical ResearchILO International Labour OrganisationIMF International Monetary FundINFID International NGO Forum on Indonesian Development

European Union Development Co-operation in Indonesia

Government Financial Management and Revenue Administration Programme

InWEnt Internationale Weiterbildung und Entwicklung gemeinnützige GmbH/ Capacity BuildingInternational, Germany

IOM International Organisation for MigrationIPAD Portuguese Institute for DevelopmentIT Information Technology

JJCLEC Jakarta Centre for Law Enforcement CooperationJICA Japan International Cooperation AgencyJRF Java Reconstruction Fund

KKFW Kfw Entwicklungsbank/ German Development BankKIP Independent Election CommissionKM Kilometers

LLBH Legal Aid InstituteLCF Local Cooperation FundLDC Least Developed CountryLoGA Law of the Governing of Aceh

MMDF Multi Donor Fund for Aceh and NiasMDG Millennium Development GoalMEP Member of the European ParliamentMFA Ministry of Foreign AffairsMFP Multi-stakeholder Forestry ProgrammeMOD Ministry of DefenceMoU Memorandum of UnderstandingMP Member of ParliamentMSF Médecins sans Frontières/ Doctors Without Borders

NNAD Naggroe Aceh Darussalam (Province of Aceh)NCOS National Centre for Development CooperationNEC Netherlands Education CentreNFP Netherlands Fellowship ProgrammeNGO Non-Governmental OrganisationNIP National Indicative ProgrammeNTB West Nusa TenggaraNTT East Nusa Tenggara

OODA Official Development AssistanceOCHA Office for Coordination of Humanitarian AffairsOECD Organisation for Economic Cooperation and DevelopmentOOF Other Official Flow

PPACI Annual PlanPAE Special Attention PlanPDR Participatory diseases responsePDS Participatory diseases surveillancePLN Polish ZlotyPNM Permodalan Nasional Madani (state-owned investment firm)PPATK Indonesian Financial Transaction Reports Analysis CentrePTB Federal Institute of Physics and Metrology

European Union Development Co-operation in Indonesia

RRAN-HAMRAN-PK National Plan for the Eradication of CorruptionRANTF Recovery Aceh-Nias Trust FundRenstraRNE Royal Netherlands EmbassyRRI Radio Republik Indonesia (state-owned radio station)RRM Rapid Reaction Mechanism

SSC Security CouncilSCHS Support to Community Health ServicesSDIABKASEQIP Science Education Quality Improvement ProjectSida Swedish International Development AgencySKK Slovakian KorunaSME Small- and Medium-scale EnterpriseSPADA Support to the Poor and Disadvantages AreaSPF Small Projects FacilitySSFFMPStuNed Studeren in NetherlandsSWAP Sector Wide Approach

TTAC TechnicalAssistance CooperationTHW Technisches HilfswerkTRA Trade-Related AssistanceTSP Trade Support Programme

UUK United KingdomUN United NationsUNDP UN Development ProgrammeUNESCOUNICEF UN Children’s FundUNIDO UN Industrial Development OrganisationUS(A) United States (of America)USAID US Agency for International DevelopmentUSD US DollarUTL Local Technical Unit

VVDM Vueus D Un MondeVLIR Vlaamse Interuniversitaire Raad / Flemish Interuniversity CouncilVPA Voluntary Partnership Agreement

WWALHI Wahana Lingkungan Hidup / Friends of the Earth IndonesiaWFP World Food ProgrammeWHO World Health OrganisationWRMP Water Resources Management ProjectWSP Water and Sanitation ProgrammeWTO World Trade Organisation

YYDAS Hellenic International Development Cooperation Department

European Union Development Co-operation in Indonesia

National Human Rights Plan of Action

Rencana dan Strategi / Stategic Plan

Sustainable Development of Irrigated Agriculture in Buleleng and Karang Asem

South Sumatra Forest Fire Management Project

UN Educational, Scientific and Cultural Organisation

AADB Bank Pembangunan AsiaADRA Agencia Adventista para el Desarollo y Recursos AsistencialesAECI Lembaga Kerjasama Internasional SpanyolAFD Badan Perancis bagi PembangunanAIDS Acquired Immune Difficiency SyndromeAHIF Fasilitas Flu Burung dan ManusiaAIT Institut Tehnologi AsiaALGAP Program Pemerintahan Daerah AcehALIAC Asosiasi Persahabatan dan Kerjasama Portugal IndonesiaAMM Misi Pemantauan AcehAPPS Dukungan Proses Perdamaian AcehASEA UNINET Jaringan Universitas ASEAN-EropaASEAN Asosiasi Negara-negara Asia TenggaraAusaid Australian Agency for International DevelopmentAVS Asosiasi Perumahan dan Pertanahan Spanyol

BBAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan NasionalBEC-TF Dana Perwalian Kapasitas Pendidikan DasarBE-SCSPBESP Program Sektor Pendidikan DasarBFAST Belgian First Aid and Support TeamBGR Institut Federal untuk Ilmu Bumi dan Sumber Daya AlamBKPM Badan Koordinasi Penanaman ModalBMZ Kementrian Federal untuk Kerjasama dan Pembangunan EkonomiBRR Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan NiasBSN Badan Standardisasi NasionalBTC Kerjasama Tehnis Belgia

CCCC Koordinasi, Kesesuaian dan Saling MelengkapiCCM Mekanisme Koordinasi NegaraCGI Kelompok Konsultatif untuk IndonesiaCHF Yayasan Koperasi PerumahanCICID Panitia Antar-Kementerian bagi Kerjasama Internasional dan PembangunanCIS Persemakmuran Negara-negara MerdekaCSP Kebijakan Strategi NegaraCSRRP Proyek Rekonstruksi dan Rehabilitasi Pemukiman Berbasis KomunitasCZK Koruna Ceko

DDAAD Deutscher Akademischer AustauschdienstDAC Komite Bantuan PembangunanDCD Departemen Kerjasama PembangunanDED Dinas Pembangunan JermanDEMOS Pusat Studi Demokrasi dan Hak-hak Azasi ManusiaDFID Departemen Pembangunan InternasionalDGCID Direktorat Jenderal Kerjasama Internasional bagi PembangunanDGCS Direktorat Jenderal Kerjasama PembangunanDGTPE Direktorat Jenderal Keuangan dan Politik EkonomiDSF Fasilitas Pendukung Desentralisasi

Singkatan

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Program Dukungan Kapasitas Sektor Pendidikan Dasar

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

EEAST Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan untuk Karyawan MudaECED Program Pendidikan dan Pengembangan Usia DiniECHO Departemen Bantuan Kemanusiaan Komisi EropaECIFP Program Kehutanan Komisi Eropa-IndonesiaEFA Pendidikan untuk Semua OrangEHEF Pameran Pendidikan Tinggi EropaEIDHR Prakarsa Eropa untuk Demokrasi dan Hak-hak Azasi ManusiaEITI Dukungan untuk Prakarsa Transparansi Industri PertambanganEMMC Program S2 Erasmus MundusENP Kebijakan Lingkungan EropaEOA Environment Organisation of Asia/ Organisasi Lingkungan AsiaEOM Misi Pemantauan PemiluESDP Kebijakan Keamanan dan Pertahanan EropaESWG Kelompok Kerja Sektor PendidikanEUR Euro

FFAO Badan Pangan DuniaFASEP Dana Pengkajian dan Bantuan bagi Sektor SwastaFIAM Fasilitas Internasional Pembelian Obat-obatanFLEGT Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Sektor KehutananFSP Dana Solidaritas Utama

GGAM Gerakan Aceh MerdekaGBP Poundsterling InggrisGCPP Kelompok Pencegahan Konflik GlobalGENE Jaringan Pendidikan Global EropaGFATM Dana Global untuk HIV/AIDS, Tuberkulosa dan MalariaGFMRAPGHD Praktek yang Baik untuk Bantuan KemanusiaanGTZ Kerjasama Tehnis Jerman

HHAM Hak azasi manusiaHCII Majelis Tinggi Kerjasama InternasionalHIMPSI Himpunan Psikologi IndonesiaHIPC Negara miskin yang berutang banyakHIV Human Immunodeficiency VirusHUF Forint Hongaria

IICP Program-program Kerjasama IndikatifICT Tehnologi informasi dan komunikasiICW Indonesian Corruption WatchIDC Kerjasama pembangunan internasionalIFRC Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit MerahIGI Institut Indonesia-JermanIICT Lembaga Riset Keilmuan TropikILO Organisasi Buruh InternasionalIMF Dana Moneter InternasionalINFID International NGO Forum on Indonesian DevelopmentInWEnt Pengembangan Kapasitas Internasional, JermanIOM Organisasi Internasional untuk MigrasiIPAD Badan Pembangunan Portugal

Program Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Pemerintah

JJCLEC Pusat Kerjasama Penegakan Hukum JakartaJICA Japan International Cooperation AgencyJRF Dana Rekonstruksi Jawa

KKfW Bank Pembangunan JermanKIP Komite Independen PemilihanKm KilometerKTT Konferensi Tingkat Tinggi

LLCF Dana Kerjasama LokalLDC Negara TerbelakangLSM Lembaga Swadaya Masyarakat

MMDG Tujuan Pembangunan MileniumMDF Dana Multi DonorMFA Departemen Luar NegeriMFP Program Kehutanan bagi Multi-Pemangku KepentinganMoU Nota KesepahamanMP Anggota ParlemenMSF Médecin sans Frontières/ Dokter tanpa Batas

NNAD Naggroe Aceh DarussalamNCOS National Centre for Development CooperationNEC Pusat Pendidikan BelandaNFP Program Fellowship BelandaNIP Program Indikasi NasionalNTB-WRMP Proyek Pengelolaan Sumber Daya Air di Nusa Tenggara BaratNTT Nusa Tenggara Timur

OODA Bantuan Pembangunan ResmiOCHA Kantor Koordinasi Bantuan Kemanusiaan PBBOECD Organisasi Kerjasama Ekonomi dan PembangunanOOF Arus Resmi Lainnya

PPACI Rencana TahunanPAE Rencana Perhatian KhususPBB Perserikatan Bangsa-bangsaPDB Produk Domestik BrutoPDR Tanggap penyakit secara partisipatifPDS Pengawasan penyakit secara partisipatifPemilu Pemilihan UmumPilkada Pemilihan Kepala DaerahPLN Zloty PolandiaPNB Produk Nasional Bruto/ Pendapatan Nasional BrutoPNM Permodalan Nasional MadaniPolda Kepolisian DaerahPTB Institut Fisika dan Metrologi Federal

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

RRAN-HAMRAN-PK Rencana Aksi Nasional Pemberantasan KorupsiRANTF Dana Perwalian Pemulihan Aceh dan NiasRPE Cadangan bagi Negara-negara yang Sedang BerkembangRRI Radio Republik IndonesiaRRM Mekanisme Reaksi Cepat

SSCHS Dukungan bagi Pelayanan Kesehatan MasyarakatSD Sekolah DasarSDIABKASEQIP Proyek Peningkatan Kualitas Pendidikan SainsSida Badan Pembangunan Internasional SwediaSKK Koruna SlovakiaSMP Sekolah Menegah PertamaSMA Sekolah Menegah AtasSPADA Dukungan untuk Masyarakat miskin dan Wilayah TertinggalSPF Fasilitas Proyek KecilSSFFMPStuNed Studeren di BelandaSWAP Pendekatan yang mencakup seluruh sektor

TTAC Kerjasama bantuan tehnisTRA Bantuan yang terkait PerdaganganTSP Program Dukungan Perdagangan

UUKM Usaha Kecil dan MenengahUNDP Program Pembangunan PBBUNESCOUNICEF Dana Anak-anak PBBUNIDO Organisasi Pembangunan Industri PBBUSAID United States Agency for International DevelopmentUSD Dolar Amerika SerikatUTL Unit Tehnis LokalUU-PA Undang-undang Pemerintahan Aceh

VVDM Vueus D Un MondeVLIR Dewan Antar Universitas VlaamVPA Kesepakatan Kemitraan Sukarela

WWALHI Wahana Lingkungan HidupWFP Program Pangan DuniaWHO Organisasi Kesehatan DuniaWSP Program Air dan SanitasiWTO Organisasi Perdagangan Dunia

YYDAS Departemen Kerjasama Pembangunan Internasional Yunani

ZZSP Zona Solidaritas Utama

Rencana Aksi Nasional Hak Azasi Manusia

Pengembangan Pertanian Beririgasi yang berkesinambungan di Buleleng dan Karang Asem

Proyek Pengendalian Kebakaran Hutan Sumatra Selatan

Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB

What is the European Union?

The European Union (EU) is a unique grouping of 27 independent countries with over 492 million citizens living withinits boundaries.

Its origin can be traced back to the end of the Second World War when its foundingmembers decided the best way to prevent further conflict was to jointly manage coaland steel production, two of the most important materials needed to wage a war.

The Member States are bound to the EU by a series of treaties that they have signedup to over the years. All of these treaties must be agreed by each Member Stateand then ratified either by the national parliament or through a referendum.

The forerunner to the EU was made up of six founding states: Belgium, Germany,France, Italy, Luxembourg and the Netherlands. Since then the EU has grown tobecome 27 members with a series of enlargements. Denmark, Ireland and the UnitedKingdom joined in 1973, Greece in 1981, Spain and Portugal in 1986. Reunificationof Germany in 1990 brought in the East German states. The EU was enlarged in 1995to include Austria, Finland and Sweden. The 2004 enlargement brought in the CzechRepublic, Estonia, Cyprus, Latvia, Lithuania, Hungary, Malta, Poland, Slovenia andSlovakia. Bulgaria and Romania joined the EU in 2007.

In order to become a member of the EU, a country must have a stable democracy that guarantees the rule of law, humanrights and protection of minorities. It must also have a functioning market economy as well as a public administrationthat is able to apply and manage EU laws.

Croatia, the Former Yugoslav Republic of Macedonia (FYROM) and Turkey have also applied for membership of the EU.

Who runs the European Union?

The EU is neither a federal state nor aninternational organisation in the traditionalsense but rather an autonomous entitysomewhere in between the two. In legalcircles, the term 'supranational organisation'is now used.

The EU is unique as its Member Statesremain independent sovereign nations, butthey pool their sovereignty — and thus gainmuch greater collective strength andinfluence. Pooling sovereignty means, inpractice, that the Member States delegatesome of their decision-making powers toshared institutions they have created, sothat decisions on specific matters of jointinterest can be made democratically atEuropean level.

The 27 EU Member States:

Belgium, Bulgaria, CzechRepublic, Denmark, Germany,Estonia, Greece, Spain,France, Ireland, Italy, Cyprus,L a t v i a , L i t h u a n i a ,Luxembourg, Hungary, Malta,the Netherlands, Austria,Poland, Portugal, Romania,Slovenia, Slovakia, Finland,Sweden and the UnitedKingdom.

There are three main EU institutions:• the European Parliament (EP), which represents the EU’s citizens and is directly elected by them;• the Council of the EU, which represents the individual Member States;• the European Commission (EC), which seeks to uphold the interests of the EU as a whole.This ‘institutional triangle’ produces the policies and laws that apply throughout the EU.

The three main institutions are supported by the European Court of Auditors which oversees how the EU budget is spentand the European Court of Justice which helps to ensure that Member States are abiding by the EU laws to which theyhave signed up. In addition to its institutions, the EU has a number of other bodies which have key roles in making theEU work. Specialised agencies have also been set up to handle certain technical, scientific or management tasks.

European Parliament

President: Hans-Gert Pöttering (Germany)

What is it? The EP is elected every five years by the people of Europe to represent theirinterests. The present EP has 785 members from all 27 EU Member States. Nearly onethird of them are women. Members of the EP (MEPs) do not sit in national blocks, but inseven Europe-wide political groups. Between them, MEPs represent all views on Europeanintegration, from the strongly pro-federalist to the openly Eurosceptic.

Where is it? The administrative base of the EP (the ‘General Secretariat’) is in Luxembourg.Meetings of the whole EP, known as ‘plenary sessions’, take place in Strasbourg (France)and sometimes in Brussels (Belgium). Committee meetings are also held in Brussels.

What does it do? The main job of Parliament is to pass European laws. It shares this responsibility with the Council ofthe EU, and the proposals for new laws come from the EC. EP and the Council of the EU also share joint responsibilityfor approving the EU’s EUR 100 billion annual budget. The EP has the power to dismiss the EC. The EP also elects theEuropean Ombudsman, who investigates citizens’ complaints about maladministration by the EU institutions.

More info: http://www.europarl.europa.eu/

Council of the EU

Court ofJustice

Court ofAuditors

Committeeof the

Regions

Economicand Social

Committee

Ombudsman

EuropeanParliament

passes laws

proposes law proposes law

EuropeanCommission

appoints oversees

European Union Development Co-operation in Indonesia

European Union Development Co-operation in Indonesia

Secretary General: Javier Solana (Spain)

What is it? The Council of the EU – formerly known as the Council of Ministers – consistsof ministers from the national governments of all the EU Member States. Meetings areattended by whichever ministers are responsible for the items to be discussed: foreignministers, ministers of the economy and finance, ministers for agriculture and so on, asappropriate. Each Member States has a number of votes in the Council of the EU, broadlyreflecting the size of their population, but weighted in favourof smaller Member States. Most decisions are taken bymajority vote, although sensitive issues in areas like taxation,asylum and immigration, or foreign and security policy, requireunanimity. Up to four times a year the presidents and/or

prime ministers of the Member States meet as the European Council. These ‘summit’meetings set overall EU policy.

Where is it? Its headquarters are in Brussels and Luxembourg but meetings are alsoheld in the country hosting the Presidency.

What does it do? The Council of the EU shares with EP the responsibility for passinglaws and taking policy decisions. It also bears the main responsibility for what the EUdoes in the field of the common foreign and security policy and for EU action on somejustice and freedom issues.

More info: http://www.consilium.europa.eu/

Presidency of the EU:

The Council of the EU is presidedover for a period of six months byeach Member States in turn, inaccordance with a pre-establishedrota.

Jan - Jun 2006 AustriaJul - Dec 2006 FinlandJan - Jun 2007 GermanyJul - Dec 2007 PortugalJan - Jun 2008 SloveniaJul - Dec 2008 France

Council of the European Union

President: José Manuel Barroso (Portugal)

What is it? The EC - the executive arm of the EU – represents and upholds the interests ofEurope as a whole. It is independent of national governments. The college of Commissioners,appointed every five years, currently consists of 27 women and men — one from each EUMember State. The EC President is chosen by EU governments and endorsed by the EP. Theother 26 European Commissioners are nominated by their national governments in consultationwith the in-coming EC President, and must be approved by the EP. Each of the Commissionershas responsibility for a particular EU policy area. The day-to-day running of the EC is managedby about 25,000 civil servants, most of whom work in Brussels.

Where is it? The ‘seat’ of the EC is in Brussels, but it also has offices in Luxembourg, plusrepresentations in all EU Member States and delegations in many capital cities around the world.

What does it do? It drafts proposals for new European laws, which it presents to the EP and the Council of the EU. Itmanages the day-to-day business of implementing EU policies and spending EU funds. The EC also keeps an eye outto see that everyone abides by the European treaties and laws. It can act against rule-breakers, taking them to the Courtof Justice if necessary.

More info: http://ec.europa.eu/

European Commission

Apa itu Uni Eropa?

Uni Eropa merupakan kelompok 27 negara-negara independen yang unik dengan lebih dari 492 juta warga negara yangtinggal dalam batas wilayahnya.

Awal mula berdirinya dapat ditelusuri ke akhir masa Perang Dunia Kedua ketikapara anggota pendirinya memutuskan bahwa cara terbaik untuk mencegah konflikadalah dengan mengelola secara bersama produksi batu bara dan baja, dua bahanutama yang diperlukan untuk berperang.

Negara-Negara Anggota terikat di dalam Uni Eropa dengan serangkaian traktat yangtelah mereka tandatangani seiring dengan perkembangannya. Semua traktat ituharus disepakati oleh masing-masing Negara Anggota dan kemudian diratifikasibaik oleh parlemen nasional atau melalui referendum.

Pemrakarsa Uni Eropa terdiri atas enam negara, yaitu: Belgia, Jerman, Perancis,Italia, Luksemburg dan Belanda. Sejak itu Uni Eropa telah berkembang menjadi27 anggota dengan serangkaian perluasan. Denmark, Irlandia dan Inggris Rayabergabung pada tahun 1973, Yunani pada tahun 1981, Spanyol dan Portugal padatahun 1986. Reunifikasi Jerman pada tahun 1990 membawa masuk wilayah JermanTimur. Uni Eropa semakin berkembang pada tahun 1995 dengan masuknya Austria,Finlandia dan Swedia. Perluasan pada tahun 2004 membawa masuk Republik Ceko, Estonia, Siprus, Latvia, Lithuania,Hongaria, Malta, Polandia, Slovenia, dan Slowakia. Bulgaria dan Rumania bergabung dengan Uni Eropa pada tahun2007.

Untuk menjadi anggota Uni Eropa, suatu negara harus memiliki demokrasi yang stabil yang menjamin supremasi hukum,hak-hak azasi manusia dan perlindungan kaum minoritas. Negara tersebut juga harus memiliki ekonomi pasar yangberfungsi serta administrasi publik yang dapat menerapkan dan mengelola undang-undang Uni Eropa.

Adapun Kroasia, Republik Makedonia BekasYugoslavia dan Turki merupakan negara-negara kandidat Uni Eropa.

Siapa yang menjalankan Uni Eropa?

Uni Eropa bukanlah sebuah negara federalatau organisasi internasional dalampengertian tradisional, akan tetapi merupakansebuah badan otonom di antara keduanya.Dalam bidang hukum, istilah yang digunakanadalah ‘organisasi supranasional ’ .

Uni Eropa bersifat unik karena Negara-NegaraAnggotanya tetap menjadi negara-negaraberdaulat yang independen, akan tetapimereka menggabungkan kedaulatan mereka– dan dengan demikian memperolehkekuatan dan pengaruh kolektif yang lebihbesar. Dalam praktiknya, penggabungankedaulatan berarti bahwa Negara-NegaraAnggota mendelegasikan sebagian kuasamereka dalam hal pengambilan keputusan

27 Negara Anggota Uni Eropa:

Belgia, Bulgaria,Republik Ceko,Denmark, Jerman, Estonia, Yunani,Spanyol, Perancis, Irlandia, Italia,S ip rus , La tv ia , L i thuan ia ,Luksemburg, Hongaria, Malta,Belanda, Austria, Polandia, Portugal,Rumania, Slovenia, Slowakia,Finlandia, Swedia dan Inggris Raya.

Parlemen Eropa

Presiden: Hans-Gert Pöttering (Jerman)

Apa itu Parlemen Eropa? Parlemen Eropa dipilih setiap lima tahun oleh masyarakatEropa untuk mewakili kepentingan mereka. Parlemen Eropa saat ini memiliki 785 anggotayang berasal dari ke-27 Negara Anggota Uni Eropa. Hampir sepertiganya adalah perempuan.Para anggota Parlemen Eropa tidak duduk dalam blok nasional, akan tetapi di tujuhkelompok politik Eropa. Semua pandangan mengenai integrasi Eropa terwakili dalamParlemen Eropa, mulai dari pro-federalis sampai ke ‘Euroskeptis’.

Dimana lokasinya? Kantor administrasi Parlemen Eropa (‘Sekretariat Umum’) terletakdi Luksemburg. Pertemuan seluruh Parlemen Eropa, yang dikenal dengan sebutan ‘sidangpleno’, berlangsung di Strasbourg (Perancis) dan terkadang di Brusel (Belgia). Rapat-rapat komite juga berlangsung di Brusel.

Apa tugasnya? Pekerjaan utama Parlemen adalah untuk menyetujui perundang-undangan Eropa. Parlemen Eropaberbagi tanggung jawab dengan Dewan Uni Eropa, dan rancangan undang-undang baru diajukan oleh Komisi Eropa.Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa juga berbagi tanggung jawab dalam memberikan persetujuan atas anggarantahunan Uni Eropa senilai EUR 100 miliar. Parlemen Eropa memiliki kuasa untuk membubarkan Komisi Eropa. ParlementEropa juga mengangkat Ombudsman Eropa, yang menyelidiki keluhan warga negara mengenai keburukan administrasilembaga-lembaga Uni Eropa.

Informasi lebih lanjut: http://www.europarl.europa.eu/

kepada lembaga yang telah didirikan bersama sehingga keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah tertentuyang melibatkan kepentingan bersama dapat diambil secara demokratis pada tingkat Eropa.

Uni Eropa memiliki tiga lembaga utama, yaitu:• Parlemen Eropa, yang mewakili warga negara Uni Eropa dan dipilih langsung oleh mereka;• Dewan Uni Eropa, yang mewakili masing-masing Negara Anggota;• Komisi Eropa, yang berupaya untuk menegakkan kepentingan Uni Eropa secara keseluruhan.‘Segitiga kelembagaan’ tersebut adalah yang menghasilkan kebijakan dan undang-undang yang berlaku di seluruh UniEropa.

Ketiga lembaga utama tersebut didukung oleh Badan Pemeriksa Keuangan Eropa yang mengawasi penggunaan anggaranUni Eropa dan Mahkamah Eropa yang membantu memastikan bahwa Negara-Negara Anggota mematuhi undang-undangUni Eropa yang telah mereka sepakati. Selain lembaga-lembaga tersebut, Uni Eropa memiliki sejumlah badan lain yangmemiliki peran penting untuk dapat berfungsinya Uni Eropa. Instansi-instansi khusus juga dibentuk untuk menanganitugas-tugas teknis, ilmiah, atau manajemen tertentu.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

DewanUni Eropa

MahkamahEropa

BadanPemeriksaKeuangan

Eropa

KomiteRegional

KomiteEkonomidan Sosial

Ombudsman

ParlemenEropa

menyetujui UU

mengajukan rancangan UU

Komisi Eropa

mengangkat mengawasi

mengajukan rancangan UU

Dewan Uni Eropa

Sekretaris Jenderal: Javier Solana (Spanyol)

Apa itu Dewan Uni Eropa? Dewan Uni Eropa – sebelumnyadikenal sebagai Dewan Menteri – terdiri atas menteri-menteridari pemerintahan nasional semua Negara Anggota UniEropa. Rapat-rapat dihadiri oleh menteri-menteri yangbertanggung jawab atas hal-hal yang akan dibahas: menteriurusan luar negeri, menteri ekonomi dan keuangan, menteripertanian, dan lain-lain, sebagaimana sesuai. Masing-masingNegara Anggota memiliki sejumlah suara dalam Dewan Uni

Eropa, yang secara umum mencerminkan jumlah populasinya, akan tetapi bersifatimbang untuk mendukung Negara-Negara Anggota yang lebih kecil. Sebagian besarkeputusan diambil berdasarkan suara terbanyak, meskipun masalah-masalah sensitif dalam bidang seperti perpajakan,suaka, dan imigrasi, atau kebijakan luar negeri dan keamanan, mensyaratkan adanya suara bulat. Presiden dan/atauperdana menteri Negara-Negara Anggota bertemu sebagai Dewan Eropa sampai empat kali setahun. Pertemuan ‘tingkattinggi’ tersebut menetapkan kebijakan Uni Eropa secara umum.

Dimana lokasinya? Kantor pusatnya terletak di Brusel dan Luksemburg akan tetapi rapatnya juga diadakan di negarayang sedang memegang Kepresidenan.

Apa tugasnya? Dewan Uni Eropa berbagi tanggung jawab dengan Parlemen Eropa dalam menyetujui undang-undangdan mengambil keputusan mengenai kebijakan. Dewan Uni Eropa juga memegang tanggung jawab utama untuk apayang dilakukan Uni Eropa dalam bidang kebijakan luar negeri dan keamanan bersama, serta untuk tindakan Uni Eropadalam beberapa masalah peradilan dan kebebasan.

Informasi lebih lanjut: http://www.consilium.europa.eu/

Kepresidenan Uni Eropa :

Dewan Uni Eropa dipimpinuntuk jangka waktu enam bulanoleh salah satu Negara Anggotasecara bergantian, sesuaidengan rotasi yang telahditentukan terlebih dahulu.

Jan - Jun 2006 AustriaJul - Des 2006 FinlandiaJan - Jun 2007 J e r m a nJul - Des 2007 PortugalJan - Jun 2008 SloveniaJul - Des 2008 Perancis

Komisi Eropa

Presiden: José Manuel Barroso (Portugal)

Apa itu Komisi Eropa? Komisi Eropa – badan eksekutif Uni Eropa – mewakili dan menegakkankepentingan Eropa secara keseluruhan. Komisi Eropa bersifat independen dari pemerintah-pemerintah nasional. Para Komisioner, yang ditunjuk setiap lima tahun, saat ini terdiri atas27 perempuan dan laki-laki – satu dari masing-masing Negara Anggota Uni Eropa. PresidenKomisi Eropa dipilih oleh pemerintah-pemerintah Uni Eropa dan disetujui oleh ParlemenEropa. Ke-26 Komisioner Eropa lainnya dicalonkan oleh pemerintah nasional mereka masing-masing dalam konsultasi dengan calon Presiden Komisi Eropa, dan harus disetujui oleh

Parlemen Eropa. Masing-masing Komisioner bertanggung jawab atas bidang kebijakan Uni Eropa tertentu. Pelaksanaanharian Komisi Eropa dikelola oleh sekitar 25.000 pegawai negeri, yang sebagian besar bekerja di Brusel.

Dimana lokasinya? Komisi Eropa berkedudukan di Brusel, akan tetapi juga memiliki kantor-kantor di Luksemburg, sertaperwakilan di semua Negara Anggota Uni Eropa dan delegasi-delegasi di banyak kota-kota besar di seluruh dunia.

Apa tugasnya? Komisi Eropa membuat rancangan undang-undang Eropa baru, yang disampaikannya kepada ParlemenEropa dan Dewan Uni Eropa. Komisi Eropa mengelola pelaksanaan harian kebijakan Uni Eropa dan pembelanjaan danaUni Eropa. Komisi Eropa juga mengawasi agar semua pihak menaati traktat dan undang-undang Eropa. Komisi Eropadapat menindak para pelanggar peraturan, serta menuntutnya ke Mahkamah Eropa apabila diperlukan.

Informasi lebih lanjut: http://ec.europa.eu/

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Organisation of European Union Development Assistance

Developing countries have prime responsibility for their own development. Developed countries have a responsibilitytoo. The European Union (EU), both at Member State and European level, is committed to meeting its responsibilities.Working together, the EU is an important force for positive change. The EU provides over half of the world’s aid and hascommitted to increase this assistance, together with its quality and effectiveness. The EU is also the most importanteconomic and trade partner for developing countries, offering specific trading benefits to developing countries, mainlyto the Least Developed Countries (LDCs) among them.

Development cooperation is a shared competency between the European Commission (EC) and the Member States 1.EC policy in the sphere of development cooperation is complementary to the policies pursued by EU Member States.

Based on the principle of shared competency, the EU Official Development Assistance (ODA) is either channelled throughor managed by the EC and its Delegations or directly by each Member State and related Embassy. The EC DevelopmentAssistance portfolio includes grant programmes only, whereas the Member States portfolio comprises both grants andsoft loans. Depending on the objectives, aid can target either Government Agencies, or civil society.

In most cases, EU Member States Development Cooperation policy is part of their foreign policy and is therefore managedby their Ministries of Foreign Affairs and Embassies. In a few cases however, such as for Germany, Sweden and theUnited Kingdom (UK), development cooperation is entirely managed by special agencies: Department for InternationalDevelopment (DFID) for UK, Sweden International Development Agency (Sida) for Sweden, Ministry for EconomicCooperation and Development (BMZ) for Germany, with various implementing agencies such as German DevelopmentBank (KfW) and German Technical Cooperation (GTZ).

The EC Delegations are local arms of the EC, and are responsible for the management of cooperation activities of theEU in non-EU countries.

The EC Delegation shares with the EU Presidency a leading role in the overall coordination of development actions withthe Member States.

Global Policies and Priorities

As stated in the EC Treaty, the EU policy for development cooperation2 fosters:• Sustainable economic and social development of developing countries• Smooth and gradual integration of developing countries into the world economy• Campaign against poverty in developing countries.

1 Article 181A of the Treaty Establishing the European Community2 Article 177 of the Treaty Establishing the European Community

EU Member Stateswith own bilateral development

assistance policy,managing 71% of EU grants

European Commission,channelling 29% of

EU grants

Beneficiary country - Indonesia

EU Member States withoutspecific bilateral development

assistance policy

The EU’s development policy contributes to the general objective of developing and consolidating democracy and therule of law, and encouraging respect for human rights and fundamental freedoms. Development cooperation is amultidimensional process covering broad-based equitable growth, capacity and institution building, private sectordevelopment, social services, environment, good governance and human rights.

In July 2005, the EC adopted a new development policy strategy paper called the ‘The European Consensus’ (see box).

The European Consensus

This strategy, approved by the European Council in December 2005, provides the EU, Member States and the ECwith a common framework for development cooperation. The strategy formulates a European vision of values,objectives, and principles for development. This strategy responds to new challenges to European developmentcooperation such as the enlargement of the EU and the need to do more to combat poverty effectively and achievethe United Nations (UN) Millennium Development Goals (MDGs). It also responds to a new background fordevelopment where issues such as migration and international terrorism have become more important.

The key ideas of the European Consensus on development policy include: firstly, to reduce poverty, and to bettertarget aid, while integrating good governance and respect for human rights in a long-term development policy,owned by developing countries themselves. Secondly, to better coordinate development policy with other EUexternal policies and to extend European development aid to more countries. The third and most important aspectis the agreement to establish a common strategic framework for development cooperation binding together MemberStates and the EC alike.

This European Consensus sets development as a key element of the EU’s external action along with the commonforeign and security policy and trade policy. It also establishes links between development policy and other relatedpolicy areas such as migration, environment and employment. It recognises that the EU’s relations with itsdeveloping partners require and ad-hoc ‘policy mix’ of aid, trade and other policies tailored to the needs of eachpartnership.

Global Level of Development Cooperation

In the run-up to the UN Millennium Review Summit in September 2005, the EU took historic new commitments toaccelerate progress to achieve the MDGs, building on the earlier Barcelona Commitments taken prior to the MontereyConference on Financing for Development in 2002. These decisions were essential to trigger commitments by others;they were widely acclaimed by our developing country partners, particularly because the results of the Summit itselfremained below EU ambitions, notably as regards the financing for development segment. Subsequently, the UN GeneralAssembly agreed on a follow-up conference to take place between 2008 and 2009 to review further progress on theMonterey consensus.

The EU maintains its key role in the world's development assistance. The combined ODA of the 15 members of theDevelopment Assistance Committee (DAC) that are EU Member States rose 27.9% in real terms to USD 55.7 billion.Among the various multilateral channels, the EC has also become more significant as a channel of aid. Aid providedby the EC rose by 6% in 2005 to USD 9.4 billion (EUR 7.56 billion), primarily due to improved disbursement capacityand substantial aid for tsunami hit countries.

The EU is also the main trade partner of poorest countries: 40% of EU imports come from developing countries. TheEU is the main importer of developing countries’ agricultural products, more than the United States, Japan and Canadacombined.

European Union Development Co-operation in Indonesia

The new commitments will further reinforce the EU’s position as the world's biggest aid donor, and constitute fundamentalelements of the European Consensus Development. They comprise new targets for ODA. Through progressive ODAincreases, the EU will collectively provide 0.56% of its GNI by 2010, as an intermediate step to achieving the UN targetof 0.7% by 2015. Concretely, the decision of the EU will translate into an additional of EUR 20 billion annually for aidby 2010. By 2015, EU aid will reach EUR 90 billion per year. In addition, increased Trade-Related Assistance (TRA) wasconfirmed at the December 2005 World Trade Organisation (WTO) conference in Hong Kong. EU committed to provideEUR 1 billion a year from 2010 – meaning that the total EU TRA will rise to EUR 2 billion from 2010. Finally, the EU hasalso gone further in its existing commitment to eliminate its export subsidies in agriculture, marking a genuine advancefor the development goals of the Doha Round.

Aid Effectiveness

In the run-up to the UN Summit of September 2005, the donor community committed, at the High Level Forum in Parisin March 2005, to radically change its practices and thereby improve the impact of its activities and help realise thequalitative jump needed to achieve the MDGs. As a result, the EU (Member States and EC, including new Member Statesas emerging donors) signed up to ambitious objectives, both as individual donors and as a collective group. Determinedto move the international agenda forward and to assume its share of the effort, the EU gave increased aid effectivenessa central role in its own development strategy, and concretely committed itself to deliver better coordinated and moreeffective aid. It includes more predictable aid mechanisms, notably budget support, mitigation of exogenous shocks,aid untying and reform of the international financial institutions.

This set of decisions is known as the Paris Declaration on Aid Effectiveness, and it presents an exhaustive list of detailedand concrete measures to be developed and implemented by 2010. Based on lessons learnt from the field – and theseinclude good practices and expectations, ownership, alignment and management by results – these commitments nowneed to be translated into concrete actions, and the EU has to focus on their implementation on the ground.

In December 2005, the EC adopted new regulations that opened access to all EC external assistance. More than twothirds of EC aid delivered through geographical or thematic instruments is now to a large extent untied. The remainingpart of aid will be untied to developing countries and to all donors as and when they untie their own aid.

All EU Member States have agreed to further extend the scope of the Organisation for Economic Cooperation andDevelopment (OECD)/DAC recommendation on aid untying to the LDCs, and have called for full untying of food aid andfood aid transport. In this regard the EC regrets that progress is still obstructed by negative commercial approachessponsored by other donors.

In Indonesia, monthly ‘Donor Roundtable’ meetings bring together development partners to enhance coordination,alignment, and information exchange, based on the commitments of the Paris Declaration on Aid Effectiveness. Varioussector groups have an important coordination role on forestry, education, poverty reduction, investment climate anddecentralisation, and many of these groups include government and civil society representatives. In this context, theEC and the EU Member States are ready to adjust to the Government's new approach to discussion with donors –following the abolition of the Consultative Group on Indonesia (CGI) in early 2007 – and to work in partnership with theGovernment towards improved aid effectiveness in the Indonesian context.

European Union Development Co-operation in Indonesia

1 Pasal 181A Traktat pembentukan Masyarakat Eropa

Pengelolaan Bantuan Pembangunan Uni Eropa

Negara-negara berkembang memiliki tanggung jawab utama atas pembangunan di negara mereka. Negara-negaramaju juga mempunyai sebuah tanggung jawab. Uni Eropa, baik pada tingkat Negara Anggota maupun tingkat Eropa,berkomitmen untuk memenuhi tanggung jawab-tanggung jawabnya. Dengan bekerja bersama, Uni Eropa merupakansebuah kekuatan penting untuk menimbulkan perubahan positif. Uni Eropa menyediakan lebih dari separuh jumlahbantuan di seluruh dunia dan telah berkomitmen untuk meningkatkan bantuan jumlah tersebut, serta mutu danefektifitasnya. Uni Eropa juga merupakan mitra ekonomi dan perdagangan yang terpenting bagi negara-negaraberkembang, yang menawarkan keuntungan-keuntungan perdagangan khusus bagi negara-negara berkembang, terutamabagi negara-negara yang paling terbelakang (LDC).

Kerjasama pembangunan adalah sebuah kompetensi yang dimiliki bersama antara Komisi Eropa dan Negara-NegaraAnggota1. Kebijakan Komisi Eropa dalam bidang kerjasama pembangunan melengkapi kebijakan-kebijakan yangditerapkan oleh Negara-Negara Anggota Uni Eropa.

Berdasarkan prinsip kompetensi bersama tersebut, Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) Uni Eropa disalurkan melaluiatau dikelola oleh Komisi Eropa dan Delegasinya atau secara langsung oleh setiap Negara Anggota beserta kedutaanyang bersangkutan. Portofolio ODA Uni Eropa terdiri dari hibah, sedangkan portofolio Negara Anggota terdiri dari hibahdan pinjaman lunak. Tergantung pada tujuannya, bantuan dapat ditujukan kepada instansi-instansi pemerintah ataumasyarakat madani.

Pada umumnya, kebijakan Kerjasama Pembangunan Negara-Negara Anggota Uni Eropa merupakan bagian dari kebijakanluar negeri mereka dan dengan demikian kerjasama pembangunan ditangani oleh Departemen Luar Negeri danKedutaan mereka. Namun demikian, dalam beberapa kasus, seperti Jerman, Swedia dan Inggris, kerjasama pembangunandikelola secara keseluruhan oleh instansi-instansi khusus: Departemen Pembangunan Internasional (DFID) Inggris,Badan Pembangunan Internasional Swedia (Sida), Kementrian Federal untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi(BMZ) Jerman, dengan berbagai instansi pelaksana seperti Bank Pembangunan Jerman (KfW) dan Kerjasama TehnisJerman (GTZ).

Delegasi-delegasi Komisi Eropa merupakan perpanjangan tangan Komisi Eropa di negara-negara setempat danbertanggung jawab atas pengelolaan kegiatan-kegiatan kerjasama Uni Eropa di negara-negara non-Uni Eropa.

Delegasi Komisi Eropa bersama dengan Kepresidenan Uni Eropa memegang peran utama dalam koordinasi secarakeseluruhan atas kegiatan-kegiatan pembangunan dengan Negara-Negara Anggota.

Negara penerima - Indonesia

Komisi Eropa,menyalurkan 29%

dari hibahUni Eropa

Negara-Negara Anggota UEtanpa kebijakan bantuanpembangunan bilateral

Negara-Negara Anggota Uni Eropadengan kebijakan bantuan

pembangunan bilateral merekamasing-masing, menyalurkan

71% dari hibah Uni Eropa

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kebijakan-Kebijakan dan Prioritas-Prioritas Global

Sebagaimana dinyatakan dalam Traktat pembentukan Masyarakat Eropa, kebijakan Uni Eropa tentang kerjasamapembangunan2 menekankan:• Pembangunan ekonomi dan sosial yang berkesinambungan di negara-negara berkembang• Integrasi negara-negara berkembang ke dalam ekonomi dunia secara lancar dan bertahap• Kampanye melawan kemiskinan di negara-negara berkembang.

Kebijakan pembangunan Uni Eropa turut mendukung tujuan umum untuk mengembangkan dan mengukuhkan demokrasidan supremasi hukum, serta mendorong kepekaan terhadap hak-hak azasi manusia dan kebebasan-kebebasanmendasar. Kerjasama pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup pertumbuhan yangmerata dan berbasis luas, pengembangan kapasitas dan kelembagaan, pengembangan sektor swasta, pelayanan-pelayanan sosial, lingkungan, tata pemerintahan yang baik dan hak-hak azasi manusia.

Pada bulan Juli 2005, Komisi Eropa mengadopsi sebuah dokumen strategi kebijakan pembangunan yang baru berjudul‘Konsensus Eropa’ (lihat boks).

Konsensus Eropa

Strategi tersebut, yang telah disetujui oleh Dewan Eropa pada bulan Desember 2005, memberikan kepada UniEropa, Negara-Negara Anggota dan Komisi Eropa kerangka kerja yang seragam untuk kerjasama pembangunan.Strategi tersebut merumuskan sebuah visi Eropa tentang nilai-nilai, sasaran-sasaran dan prinsip-prinsippembangunan. Strategi tersebut merupakan tanggapan atas tantangan-tantangan baru bagi kerjasama pembangunanEropa seperti perluasan Uni Eropa dan perlunya untuk berbuat lebih banyak untuk memerangi kemiskinan secaraefektif dan mencapai Tujuan-Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Strategitersebut juga memberikan tanggapan atas latar belakang pembangunan yang baru di mana masalah-masalahseperti migrasi dan terorisme internasional semakin menjadi lebih penting.

Gagasan-gagasan kunci dari Konsensus Eropa atas kebijakan pembangunan mencakup: pertama, untuk mengurangikemiskinan, dan untuk menentukan target bantuan secara lebih baik, sambil mengintegrasikan tata pemerintahanyang baik dan penghargaan atas hak-hak azasi manusia dalam sebuah kebijakan pembangunan jangka panjang,yang dimiliki oleh negara-negara berkembang sendiri. Kedua, untuk mengkoordinasikan kebijakan pembangunandengan kebijakan-kebijakan eksternal Uni Eropa lainnya secara lebih baik dan untuk memberikan bantuanpembangunan Uni Eropa ke lebih banyak negara. Aspek yang ketiga dan terpenting adalah persetujuan untukmenetapkan suatu kerangka kerja strategis bersama untuk kerjasama pembangunan yang mengikat Negara-Negara Anggota dan Komisi Eropa.

Konsensus Eropa tersebut menetapkan pembangunan sebagai sebuah unsur kunci dalam kegiatan eksternal UniEropa sejajar dengan kebijakan luar negeri dan keamanan bersama dan kebijakan perdagangan. Konsensus tersebutjuga menciptakan keterkaitan antara kebijakan pembangunan dan bidang kebijakan yang relevan lainnya sepertimigrasi, lingkungan dan penciptaan lapangan kerja. Konsensus tersebut juga mengakui bahwa hubungan UniEropa dengan negara-negara berkembang yang menjadi mitranya memerlukan ‘percampuran kebijakan’ yangbersifat ad hoc tentang bantuan, perdagangan dan kebijakan-kebijakan lain yang disesuaikan pada kebutuhan-kebutuhan dari setiap kemitraan.

2 Pasal 177 Traktat pembentukan Masyarakat Eropa

Kerjasama Pembangunan pada tingkat Global

Menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Tinjauan Ulang Milenium PBB pada bulan September 2005, Uni Eropamemberi komitmen-komitmen baru yang bersejarah untuk mempercepat kemajuan dalam pencapaian MDG, yangdikembangkan berdasarkan Komitmen-Komitmen Barcelona terdahulu yang diambil sebelum Konferensi Monterey

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

tentang Pembiayaan Pembangunan pada tahun 2002. Keputusan-keputusan ini penting untuk memicu komitmen-komitmen dari pihak-pihak lain; komitmen-komitmen tersebut disambut hangat oleh mitra-mitra negara berkembangkami, khususnya karena hasil-hasil KTT tersebut tetap lebih rendah dari ambisi Uni Eropa, terutama berkaitan dengansegmen pembiayaan untuk pembangunan. Kemudian, Sidang Umum PBB menyetujui sebuah konferensi tindak lanjutuntuk diadakan antara tahun 2008 dan 2009 untuk meninjau kembali kemajuan lebih lanjut dari konsensus Monterey.

Uni Eropa mempertahankan peran kuncinya dalam bantuan pembangunan dunia. Gabungan ODA dari 15 anggotaKomite Bantuan Pembangunan (DAC) yang merupakan Negara-negara Anggota Uni Eropa meningkat sebesar 27,9%menjadi USD 55,7 milyar. Di antara berbagai saluran-saluran multilateral, Komisi Eropa juga telah mengambil peranyang lebih besar sebagai penyalur bantuan. Bantuan yang diberikan Komisi Eropa meningkat sebesar 6% pada tahun2005 menjadi USD 9,4 milyar (EUR 7,56 milyar), terutama disebabkan oleh peningkatan kapasitas pembayaran danbantuan yang substansial untuk negara-negara yang terkena tsunami.

Uni Eropa juga merupakan mitra dagang utama dari negara-negara termiskin: 40% dari impor Uni Eropa berasal darinegara-negara berkembang. Uni Eropa merupakan importir utama atas produk-produk pertanian, melebihi angka imporgabungan Amerika Serikat, Jepang dan Kanada.

Komitmen-komitmen baru tersebut akan semakin mengukuhkan posisi Uni Eropa sebagai donor bantuan terbesar didunia dan merupakan unsur-unsur fundamental dari Pembangunan Konsensus Eropa. Komitmen-komitmen tersebutterdiri atas target-target baru untuk ODA. Melalui peningkatan-peningkatan ODA secara progresif Uni Eropa secarakolektif akan menyediakan 0,56% dari PNB paling lambat tahun 2010, sebagai langkah jangka menengah untukmencapai target PBB sebesar 0,7% pada akhir tahun 2015. Secara konkret, keputusan Uni Eropa akan direalisasikansebagai tambahan bantuan sebesar EUR 20 milyar tiap tahunnya hingga tahun 2010. Pada tahun 2015, bantuan UniEropa akan mencapai EUR 90 milyar per tahun. Selain itu, peningkatan Bantuan yang terkait Perdagangan (TRA) telahditegaskan dalam konferensi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada bulan Desember 2005 di Hong Kong. UniEropa berkomitmen untuk menyediakan EUR 1 milyar per tahun sejak tahun 2010 – yang berarti bahwa total TRA UniEropa akan meningkat menjadi EUR 2 milyar dari tahun 2010. Akhirnya, Uni Eropa juga telah melangkah lebih jauhberkaitan dengan komitmennya yang telah ada untuk menghapus subsidi ekspor pertaniannya, yang merupakankemajuan yang nyata untuk pencapaian tujuan-tujuan pembangunan berdasarkan Putaran Doha.

Efektifitas Bantuan

Menjelang KTT PBB pada bulan September 2005, komunitas donor berkomitmen, pada Forum Tingkat Tinggi di Parispada bulan Maret 2005, untuk mengubah secara radikal praktek-prakteknya dan dengan demikian meningkatkandampak dari kegiatan-kegiatannya dan membantu mewujudkan peningkatan kualitatif yang diperlukan untuk mencapaiMDG. Sebagai akibatnya, Uni Eropa (Negara-Negara Anggota dan Komisi Eropa, termasuk Negara-Negara Anggota barusebagai donor baru) menyepakati tujuan-tujuan ambisius, baik sebagai donor individual maupun sebagai kelompokkolektif. Dengan tekad untuk memajukan agenda nasional dan untuk turut berperan dalam upaya tersebut, Uni Eropamenempatkan peningkatan efektifitas bantuan sebagai tujuan utama dalam strategi pembangunannya sendiri, dansecara konkret berkomitmen untuk memberikan bantuan yang lebih terkoordinasi dan efektif. Hal tersebut mencakupmekanisme bantuan yang pasti, terutama, dukungan anggaran, penanggulangan guncangan-guncangan eksternal,penghapusan ketentuan-ketentuan yang mengikat dalam penyaluran bantuan dan reformasi lembaga-lembaga keuanganinternasional.

Serangkaian keputusan tersebut dikenal sebagai Deklarasi Paris tentang Efektifitas Bantuan dan deklarasi tersebutberisi daftar panjang mengenai langkah-langkah konkret yang mendetil yang harus dikembangkan dan diimplementasikanpaling lambat tahun 2010. Berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari lapangan – yang mencakup praktik-praktikyang baik dan harapan-harapan, kepemilikan, kesesuaian dan pengelolaan berdasarkan hasil – komitmen-komitmentersebut saat ini perlu dijabarkan menjadi tindakan-tindakan yang nyata, dan Uni Eropa harus fokus pada pelaksanaannyadi lapangan.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Pada bulan Desember 2005, Komisi Eropa menetapkan peraturan-peraturan baru yang membuka akses kepada semuabantuan eksternal Komisi Eropa. Lebih dari sepertiga bantuan Komisi Eropa yang diberikan melalui instrumen-instrumengeografis atau tematis saat ini telah dilepaskan dari ketentuan-ketentuan yang mengikat. Bagian lain dari bantuantersebut akan dilepaskan dari ketentuan-ketentuan yang mengikat bagi negara-negara berkembang dan bagi semuadonor ketika dan pada saat negara-negara dan lembaga-lembaga tersebut telah melakukan hal yang serupa terhadapbantuan mereka.

Semua Negara Anggota Uni Eropa telah sepakat untuk semakin memperluas cakupan dari rekomendasi OrganisasiKerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD)/ DAC tentang pelepasan bantuan dari ketentuan-ketentuan yangmengikat bagi LDC dan telah menghimbau penghapusan ketentuan-ketentuan yang mengikat tersebut bagi bantuanpangan dan transportasi bantuan pangan. Dalam hal ini, Komisi Eropa menyesalkan bahwa kemajuan masih terhalangoleh pendekatan-pendekatan komersial negatif yang disponsori oleh donor-donor lain.

Di Indonesia, rapat-rapat bersama para donor telah menyatukan mitra-mitra pembangunan untuk meningkatkankoordinasi, keselarasan dan pertukaran informasi, berdasarkan komitmen-komitmen dalam Deklarasi Paris tentangEfektifitas Bantuan. Berbagai kelompok sektoral memiliki peran koordinasi yang penting dalam bidang kehutanan,pendidikan, pengentasan kemiskinan, iklim investasi dan desentralisasi, dan sebagian besar dari kelompok-kelompoktersebut terdiri atas unsur-unsur pemerintah dan masyarakat madani. Dalam konteks ini, Komisi Eropa dan Negara-negara Anggota Uni Eropa siap menyesuaikan diri dengan pendekatan baru Pemerintah Indonesia tentang pelaksanaandan bentuk dialog antara Pemerintah dan para donor, setelah dibubarkannya Kelompok Konsultatif mengenai Indonesia(CGI) pada awal tahun 2007.

Background

Relations between the European Union (EU) and Indonesia are now more than three decades old and have beeninfluenced by the EU’s partnership with the Association of South East Asian Nations (ASEAN). As a founding memberof ASEAN, Indonesia was involved in the ASEAN-EU dialogue launched at the first ministerial meeting between the twosides in 1978 and was also a signatory of the EU-ASEAN cooperation agreement of 1980, which covers trade, economiccooperation and development as a basis for institutionalised dialogue.

The EU attaches great importance3 to the promotion of human rights, support for the process of democratisation, goodgovernance, environmental protection, trade liberalisation and strengthening the cultural dimension, by means of anincreasing dialogue on political, economic and social issues conducted in mutual interest.

The far reaching changes that took place in Indonesia at the end of the 1990s with the transition from authoritarianrule to democracy led to a deepened relationship between the EU and Indonesia. In February 2000, bilateral politicaland economic dialogue was reinvigorated when the European Commission (EC) launched a formal policy communicationentitled ‘Developing closer relations between Indonesia and the EU’. Dialogue at Ministerial level is undertaken inmeetings between the EU troika and its Indonesian counterpart, at least once a year, but generally more often. The EUtroika comprises the sitting Presidency of the Council of the EU, the EU Member State assuming the future Presidency,and the EC.

The launching of the 2003 EC Communication on a ‘New Partnership with South East Asia’, attributes further importanceto the South East Asian region, setting out a comprehensive strategy for future EU relations with the region. The initiativerecognises that the countries of Europe and Southeast Asia, notably the newly democratic Indonesia, share manycommon features, values and political and economic interests. This includes deep respect for cultural, religious andlinguistic diversity and a commitment to regional integration. The strategic priorities identified in the Communicationinclude supporting regional stability and the fight against terrorism; human rights, democratic principles and goodgovernance; mainstreaming justice and home affairs issues; new dynamism into regional trade and investment relations;development of less prosperous countries; and finally intensifying dialogue and cooperation in specific policy areas,such as economic and trade issues, justice and home affairs matters, science and technology, higher education andculture, transport, energy, environment, and information society.

Economically, Southeast Asia, with Indonesia at its core, is set to become one of the most dynamic growth areas in theworld economy. The EU is keen to become an ever closer partner in this process, on the basis of mutual benefit.

Based on ongoing needs, the EU provides assistance to Indonesia through an array of programmes. The overalldevelopment cooperation activities implemented by the EU (EC and Member States) in Indonesia during the recent yearshave been focusing on the Millennium Development Goals (MDGs) with poverty alleviation, health and education beingkey priorities. Another important part of the aid focuses on support to good governance, sustainable management ofnatural resources and economic reform.

EU-Indonesia Trade and Investment RelationsEurope has proven to be among the most stable and reliable partners of Indonesia, both in trade and investment. Therecent figures also confirm the deep-rooted economic and other historic ties that exist between Europe and Indonesia.In its trade relations with the EU, Indonesia has recorded a trade surplus of more than EUR 5 billion per year on averagesince the crisis, which has supported Indonesia’s recovery in strengthening its external accounts.

Being the first destination of Indonesian non-oil and gas exports (15% of total), EU imports reached EUR 8.86 billionin 2006. Indonesia exports are mainly agro-products, textiles, heavy equipment, leather and chemicals. Meanwhile,imports from the EU, mainly high-end products, amounted to EUR 4.43 billion (14.2% of total), placing the EU as thesecond largest sources of imports after ASEAN.

European companies also continue to show a strong interest in investing in Indonesia. With a total foreign direct

3 The Council Regulation (EEC) 443/92, 25 February 1992 (ALA Regulation) applies to Indonesia

50,958Others

Support to NGOs

Emergency Aid & Reconstruction

Environment Protection

Trade & Tourism

Agriculture, Forestry, Fishery

Business

Decentralisation

Transport

Governance

Water & Sanitation

Health

Education

investment of EUR 1.28 billion in 2006, the EU is the third largest investor in Indonesia after Malaysia and Singapore,according to the Indonesian Investment Coordinating Board (BKPM). Most of EU investments in Indonesia focus on thedomestic market as final destination for products and services. The EU also has a strong interest in investing in Indonesia’sinfrastructure needs. For this purpose, a manual ‘Investing in Indonesian Infrastructure - A guidebook for Europeancompanies‘ was published and updated in 2006.

Commitments and Disbursements in 2005

In 2005, the EU (EC and Member States) had committed EUR 2.08 billion to cooperation activities with Indonesia. About29% of the overall amount is channelled by the EC Delegation whereas 71% is managed by the EU Member States’embassies/ agencies. Grants remain the major form of EU assistance with a total share of 90.5%, a significant increasecompared to 58% in 2004, and focus mainly on three key sectors: emergency aid and reconstruction, education andgood governance. The increasing amount of EU grants in 2005 was due to the massive support provided for tsunamihit areas, refugees in conflict or post-conflict areas, plus assistance given following natural catastrophes in other partsof the archipelago.

The significant amount of assistance for social sectors reflects the EU's willingness to concentrate all efforts onachievement of MDGs. The sectors covered include education, health and water and sanitation. The programmesfinanced are supporting reforms and targeting the poorest so as to contribute to poverty alleviation. The EU also continuesto assist development of key economic sectors in Indonesia such as transport, trade and investment, agriculture, fisheryand forestry.

The governance sector is focusing on strengthening the rule of law. It includes anti-corruption programmes, institutionalstrengthening of key agencies at the policy level to rationalise the decision making process and strengthening thejudiciary to improve law enforcement mechanisms.

Aid taking the form of soft loans is delivered through several Member States, reflecting the priorities of the Governmentof Indonesia. The loans contracted are mainly used to finance the improvement of transport and basic health services.The rest of the soft loans are directed to enhance capacity in the power sector and trade.

Further details on level of commitments taken by the EU (EC and Member States), the amount of disbursement as per31 December 2005 and actual disbursements made in 2005 are presented in Annex I and II of this report.

EU assistance to Indonesia – Grant (2005) (in thousand EUR)

Sources: EU Member States, 2006 (processed)

28,495

639,920

33,549

12,933131,923

64,51555,623

4,942

226,773

89,356197,887

246,876

European Union Development Co-operation in Indonesia

European Union Development Co-operation in Indonesia

Future Directions of Development Cooperation with Indonesia

In 2005, the EU and Indonesia initiated negotiations for a new Framework Agreement on Partnership and Cooperation.This agreement aims at establishing a relationship based upon a modern policy agenda, with an appropriate institutionalframework and enabling a policy dialogue on a wider range of issues, including political issues such as human rights,the fight against corruption and organised crime and legal cooperation. The future direction of development cooperationwill be closely linked and contribute to the implementation of this Agreement which is expected to be signed in 2007.

There is a global consensus at EU level to continue focusing on programmes supporting poverty alleviation. To reachthis goal, and in line with the Government of Indonesia’s Medium Term Development plan, the EU Member States andthe EC will continue supporting a broad category of sectors as requested by the Government of Indonesia. This includesthe education, health and agricultural sectors as well as economic reforms and good governance.

34,837

206,390

27,000 27,362 7,187

EU assistance to Indonesia – Loan (2005)(in thousand EUR)

250,000

200,000

150,000

100,000

50,000

0Health Transport Decentralisation Business Energy

Sources: EU Member States, 2006 (processed)

Latar Belakang

Hubungan antara Uni Eropa dan Indonesia sekarang telah terjalin selama lebih dari tiga dekade dan telah dipengaruhioleh kemitraan Uni Eropa dengan Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Sebagai anggota pendiri ASEAN,Indonesia terlibat dalam dialog ASEAN-Uni Eropa yang diselenggarakan dalam pertemuan tingkat menteri pertamadiantara kedua pihak pada tahun 1978 dan juga merupakan salah satu penandatangan persetujuan kerjasama ASEAN-Uni Eropa pada tahun 1980, yang mencakup bidang perdagangan, kerjasama ekonomi dan pembangunan sebagaidasar untuk dialog kelembagaan.

UE memberikan arti penting yang sangat besar3 untuk peningkatan hak-hak azasi manusia, dukungan pada prosesdemokratisasi, tata pemerintahan yang baik, perlindungan lingkungan, liberalisasi perdagangan dan penguatan dimensikultural, dengan cara meningkatkan dialog tentang masalah politik, ekonomi dan sosial yang dilaksanakan untukkepentingan bersama.

Perubahan-perubahan dengan cakupan yang luas yang terjadi di Indonesia pada akhir tahun 1990an dengan peralihandari pemerintahan yang otoriter ke pemerintahan yang demokratis telah memperdalam hubungan antara Uni Eropadengan Indonesia. Pada bulan Februari 2000, dialog politik dan ekonomi bilateral disegarkan kembali ketika KomisiEropa mengeluarkan sebuah komunikasi kebijakan formal berjudul ‘Membina hubungan yang lebih erat antara Indonesiadan Uni Eropa’. Dialog tingkat menteri berlangsung dalam pertemuan-pertemuan antara troika Uni Eropa dengan pihakIndonesia, sedikitnya setahun sekali, akan tetapi pada umumnya lebih sering. Troika Uni Eropa terdiri atas tiga pihakyaitu Negara Anggota Uni Eropa yang tengah memangku jabatan sebagai Kepresidenan Dewan Uni Eropa, NegaraAnggota Uni Eropa yang akan mendapat giliran Kepresidenan berikutnya dan Komisi Eropa.

Uni Eropa memberikan arti penting yang lebih besar lagi kepada kawasan Asia Tenggara dengan dikeluarkannyadokumen Komisi Eropa tahun 2003 tentang sebuah ‘Kemitraan Baru dengan Asia Tenggara’, yang menetapkan sebuahstrategi yang menyeluruh untuk hubungan Uni Eropa dengan kawasan tersebut di masa depan. Inisiatif tersebutmengakui bahwa negara-negara Eropa dan Asia Tenggara, khususnya Indonesia sebagai negara demokrasi baru,memiliki banyak persamaan ciri, nilai dan kepentingan politik dan ekonomi. Persamaan tersebut mencakup penghormatanyang tinggi terhadap ragam budaya, agama dan bahasa serta komitmen untuk integrasi regional. Prioritas-prioritasstrategis yang diidentifikasi dalam dokumen tersebut antara lain mendukung stabilitas regional dan perjuangan melawanterorisme; hak azasi manusia, prinsip-prinsip demokrasi dan tata pemerintahan yang baik; pengarusutamaan masalahkeadilan dan dalam negeri; dinamisme baru untuk hubungan perdagangan dan investasi regional; pembangunan negara-negara miskin, dan yang terakhir mengintensifkan dialog dan kerjasama dalam bidang-bidang kebijakan spesifik,seperti masalah ekonomi dan perdagangan, hal-hal yang berkaitan dengan keadilan dan urusan dalam negeri, ilmupengetahuan dan teknologi, pendidikan tinggi dan budaya, transportasi, energi dan masyarakat informasi.

Secara ekonomis, Asia Tenggara, dengan Indonesia sebagai intinya, siap untuk menjadi salah satu kawasan pertumbuhanyang paling dinamis dalam perekonomian dunia. Uni Eropa antusias untuk menjadi mitra yang erat dalam proses ini,berdasarkan manfaat bersama.

Sesuai kebutuhan, Uni Eropa memberikan bantuan kepada Indonesia melalui serangkaian program dalam berbagaibidang. Perkembangan kegiatan-kegiatan kerjasama secara keseluruhan yang dilaksanakan oleh Uni Eropa (KomisiEropa dan Negara-Negara Anggota) di Indonesia pada tahun-tahun terakhir telah berfokus pada Tujuan-TujuanPembangunan Milenium (MDG) di mana pengentasan kemiskinan, kesehatan dan pendidikan merupakan prioritas-prioritas utama. Bagian penting lainnya dari bantuan tersebut juga diberikan untuk mendukung tata pemerintahan yangbaik, pengelolaan sumber daya alam secara berkesinambungan dan reformasi ekonomi.

Hubungan Perdagangan dan Investasi Uni Eropa-Indonesia

Eropa telah terbukti sebagai salah satu mitra Indonesia yang paling stabil, baik dalam bidang perdagangan maupuninvestasi. Data-data terkini juga menegaskan adanya ikatan ekonomi dan sejarah yang mendalam antara Eropa danIndonesia. Dalam hubungan perdagangannya dengan Uni Eropa, Indonesia telah mencatat suatu surplus perdagangan

3 Regulasi Dewan (EEC) 443/92, 25 Februari 1992 (Regulasi ALA) berlaku untuk Indonesia

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

sebesar lebih dari EUR 5 milyar per tahun secara rata-rata sejak terjadinya krisis, yang telah mendukung pemulihanIndonesia dalam memperkuat finansial luar negerinya.

Sebagai tujuan pertama ekspor non-migas Indonesia (15,2% dari keseluruhan), impor Uni Eropa mencapai EUR 8,86milyar pada tahun 2006. Produk-produk ekspor Indonesia yang terutama adalah produk-produk pertanian, tekstil, alat-alat berat, kulit dan bahan kimia. Sementara itu, impor dari Uni Eropa, utamanya adalah produk-produk teknologi tinggi,sebesar EUR 4,43 milyar (14,2% dari total), sehingga menempatkan Uni Eropa pada urutan kedua di antara sumberimpor Indonesia, setelah ASEAN.

Perusahaan-perusahaan Eropa juga terus menunjukkan minat yang besar untuk berinvestasi di Indonesia. Uni Eropaadalah investor terbesar ketiga di Indonesia dengan investasi asing langsung sebesar EUR 1,28 milyar, setelah Malaysiadan Singapura berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sebagian besar dari investasi Uni Eropadi Indonesia berfokus pada pasar domestik sebagai tujuan akhir barang dan jasa. Uni Eropa juga mempunyai minatyang besar untuk berinvestasi pada kebutuhan prasarana Indonesia. Untuk tujuan tersebut, sebuah pedoman berjudul‘Berinvestasi dalam Infrastruktur Indonesia – Sebuah buku panduan untuk perusahaan-perusahaan Eropa’ telahditerbitkan dan diperbaharui pada tahun 2006.

Komitmen dan Pencairan di tahun 2005

Pada tahun 2005, UE dan Indonesia memulai negosiasi-negosiasi untuk menyepakati sebuah Persetujuan KerangkaKerja Bilateral tentang Kemitraan dan Kerjasama. Persetujuan ini bertujuan untuk menjalin hubungan berdasarkansebuah agenda kebijakan moderen, dengan sebuah kerangka kerja kelembagaan yang tepat dan memungkinkandilakukannya sebuah dialog kebijakan tentang berbagai masalah, termasuk masalah politik seperti hak-hak asasimanusia, perjuangan melawan korupsi dan kerjasama hukum. Arah masa depan dari kerjasama pembangunan akanberkaitan dengan erat dan turut mendukung pelaksanaan Persetujuan ini yang akan ditandatangani dalam waktu dekat.

Namun demikian, ada sebuah konsensus global pada tingkat UE untuk terus berfokus pada program-program pengurangankemiskinan. Untuk mencapai tujuan ini, dan selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah PemerintahIndonesia, Negara-Negara Anggota dan KE akan terus mendukung sektor pendidikan dan ekonomi, sambil tetapmengarusutamakan tata pemerintahan yang baik di semua tingkat.

Proyek-Proyek dan Program-Program tahun 2005

Pada tahun 2005, Uni Eropa (Komisi Eropa) memberi komitmen sebesar EUR 2,08 milyar untuk kegiatan kerjasamadi Indonesia. Sekitar 29% dari jumlah tersebut disalurkan oleh Delegasi Komisi Eropa sedangkan 71% dikelola olehkedutaan-kedutaan/ instansi-instansi para Negara Anggota Uni Eropa. Hibah tetap merupakan bentuk bantuan utamayaitu sebesar 90,5%, suatu peningkatan yang signifikan jika dibanding 58% pada tahun 2004. Fokus bantuan ini adalahpada tiga sektor utama: bantuan darurat dan rekonstruksi, pendidikan dan tata pemerintahan yang baik. Peningkatanjumlah hibah Uni Eropa pada tahun 2005 khususnya disebabkan oleh dukungan besar yang diberikan bagi wilayah-wilayah yang terkena dampak tsunami, pengungsi di wilayah konflik atau wilayah pasca-konflik, serta bantuan yangdiberikan menyusul adanya bencana alam yang terjadi di wilayah-wilayah lain di nusantara.

Besarnya bantuan untuk sektor sosial mencerminkan tekad Uni Eropa untuk mengerahkan semua upaya untukpencapaian MDG. Sektor yang menjadi cakupan termasuk pendidikan, kesehatan, serta air dan sanitasi. Program yangmendapat pembiayaan adalah program-program yang mendukung reformasi dan ditujukan pada kelompok termiskin,sehingga memberi kontribusi pada pengentasan kemiskinan. Uni Eropa tetap pula mendukung pengembangan sektor-sektor ekonomi utama di Indonesia, misalnya transportasi, perdagangan dan investasi, pertanian, perikanan dankehutanan.

Sektor tata pemerintahan berfokus pada penguatan supremasi hukum. Hal ini mencakup program-program pemberantasankorupsi, penguatan kelembagaan instansi-instansi utama pada tingkat pembuat kebijakan untuk merasionalisasi prosespengambilan keputusan dan penguatan sektor peradilan untuk perbaikan mekanisme-mekanisme penegakan hukum.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Bantuan yang berbentuk pinjaman lunak diberikan melalui beberapa Negara-Negara Anggota, yang mencerminkanprioritas-prioritas Pemerintah Indonesia. Pinjaman-pinjaman tersebut utamanya digunakan untuk membiayai perbaikansektor transportasi dan pelayanan dasar kesehatan. Bagian lain dari pinjaman lunak tersebut diarahkan untukmeningkatkan kapasitas di sektor kelistrikan dan perdagangan.

Rincian lebih lanjut mengenai tingkat komitmen Uni Eropa (Komisi Eropa dan Negara-negara Anggota), tingkat pencairanper tanggal 31 Desember 2005 dan pencairan yang dilakukan pada tahun 2005 disajikan pada Lampiran I dan II darilaporan ini.

Bantuan Uni Eropa untuk Indonesia – Hibah (2005)(dalam ribuan EUR)

Sumber: Negara-negara Anggota Uni Eropa, 2006 (proses)

Lain-lain

Dukungan bagi LSM

Bantuan Darurat & Rekonstruksi

Perlindungan Lingkungan

Perdagangan & Pariwisata

Pertanian, Kehutanan, Perikanan

Bisnis

Desentralisasi

Transportasi

Tata Pemerintahan

Air & Sanitasi

Kesehatan

Pendidikan

50,958

28,495

639,92033,549

12,933

131,923

64,51555,623

4,942

226,773

89,356

197,887

246,876

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Arah Masa Depan Kerjasama Pembangunan dengan Indonesia

Pada tahun 2005, Uni Eropa dan Indonesia memulai negosiasi-negosiasi sebuah Kesepakatan Kerangka Kerja tentangKemitraan dan Kerjasama. Tujuan dari kesepakatan ini adalah untuk menjalin hubungan berdasarkan sebuah agendakebijakan moderen, dengan sebuah kerangka kerja kelembagaan yang tepat dan memungkinkan dilakukannya sebuahdialog kebijakan tentang berbagai masalah, termasuk masalah politik seperti hak-hak azasi manusia, perjuanganmelawan korupsi dan kerjasama hukum. Arah masa depan dari kerjasama pembangunan akan berkaitan erat dan turutmendukung pelaksanaan kesepakatan ini yang akan ditandatangani pada tahun 2007.

Ada konsensus umum pada tingkat Uni Eropa untuk terus berfokus pada program-program pengentasan kemiskinan.Untuk mencapai tujuan ini dan selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah Indonesia, paraNegara Anggota Uni Eropa dan Komisi Eropa akan terus memberi dukungan pada berbagai sektor sesuai permintaanPemerintah Indonesia. Hal ini termasuk pendidikan, kesehatan dan pertanian, maupun reformasi perekonomian dantata pemerintahan yang baik.

Sumber: Negara-negara Anggota Uni Eropa, 2006 (proses)

Kesehatan Transportasi Desentralisasi Bisnis Energi

34,837

206,390

27,000 27,362 7,187

Bantuan Uni Eropa untuk Indonesia - Pinjaman (2005)(dalam ribuan EUR)

250,000

200,000

150,000

100,000

50,000

0

The education sector has become a major focus of attention amongst developmentpartners in the last two years, driven primarily by the desire to assist Indonesia inachieving the United Nations (UN) Millennium Development Goals (MDGs) foreducation. This chapter aims to show how Indonesia is striving to achieve thesegoals, and how the development partners are providing assistance. This chapterdescribes the context of education development in Indonesia, support provided bythe European Union (EU) in all sub-sectors of education and highlights the possibilityof moving towards a sector wide approach (SWAP).

The Government of Indonesia aims to improve national competitiveness and reduce poverty through its Medium TermStrategic Plan. It is committed to the achievement of the MDGs and the Education for All (EFA) goals, and if currentefforts are sustained, these key education goals are set to be reached by 2015.

Key challenges for the Government include widening access to education without compromising quality, improving qualityin a newly decentralised environment, and ensuring that the newly increased funds for education are well spent. Toaddress this, the Ministry of Education is working through its strategic plan for 2005-2009, known as the Renstra, whichhas three pillars to its strategy, including (1) Improving access, (2) Increasing quality, and (3) Improving the governanceand management of education.

Globally, the European Commission (EC), along with a number of development partners, seeks where possible to providesupport to partner governments through SWAPs and budget support. This approach is based on two key principles: one,that programmes are led by partner governments, and two, that they have the common goal of improving the efficiencyand effectiveness with which internal and external resources are used. This reflects a mutual concern to improve resultsof government and donor spending both by focusing resources on the priorities stated in national planning documentsand by improving the quality of spending.

A number of development partners are currently supporting programmes in basic education in Indonesia, including:Australian Agency for International Development (Ausaid), United States Agency for International Development (USAID),Asian Development Bank (ADB), Japan International Cooperation Agency (JICA), UN Children’s Fund (UNICEF) and UNEducational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO). Large amounts of development assistance funds are beingmade available to support education reform and development in line with the Renstra. There is growing interest inmoving towards a SWAP among this group, which formalised inter-donor coordination in 2005 with the establishmentof the Education Sector Working Group (ESWG), currently co-chaired by the EC and the Netherlands for one year. Thisgroup is taking forward the Paris Declaration on Aid Effectiveness, and is seeking to work with the Government in supportof achievement of MDGs. World Bank support to basic education is moving into a new phase towards teacher qualitysupport and district level SWAPs, joining forces with the Netherlands and the EC, meanwhile both the ADB and Ausaidhave developed major programmes aimed at working towards a SWAP in Indonesia.

For development assistance through a SWAP to become effective, the Government needs to take full ownership of theprocess, to take a lead in donor coordination and harmonisation, and establish a platform for policy dialogue at sectorlevel which will allow development partners to monitor developments in education and to engage productively with theGovernment. Alongside this, a medium term expenditure framework will allow development partners' assistance to fillfinancing gaps, and will give the Government much clearer information than it has at present on how developmentassistance is being used and can be used in the future.

Basic Education (Primary and Junior Secondary)

European Commission

EC intends to help build towards a basic education sector programme by 2009 through a series of steps.• A first four-year programme, the EUR 20 million Basic Education Sector Capacity Support Programme

(BE-SCSP 1), which started in 2006, focuses on managing the decentralisation process and improvingservice delivery through the mainstreaming of good practices in basic education.

• A second five-year programme, EUR 17.5 million, BE-SCSP 2, planned to start in 2007, is intended to complementBE-SCSP 1 in order to support the Government of Indonesia in the achievement of MDGs and EFA goalsthrough good governance in education and to prepare for an education sector support programmefocusing on district-level needs. The programme aims to address systems capacity issues in the areasof financial management, information systems, and to support the work of the Policy Dialogue Board forthe education sector under the leadership of the Government. The Netherlands is to co-finance this programme,contributing an additional EUR 22.5 million, and the programme is to be managed by the World Bank as theBasic Education Capacity Trust Fund (BEC-TF).

• A follow-on Basic Education Sector Programme (BESP) to be prepared in 2008 (amount to be decided),will build upon the results of the ongoing capacity building BE-SCSP1 and BE-SCSP2 programs, with theaim of supporting achievement of the MDGs and EFA goals through SWAP, providing budget support to districts/cities,tracked by the Policy Dialogue Board through the use of agreed indicators.

Germany

In the primary education sector, efforts are aimed at strengthening teaching and learning skills mainly in scienceeducation (Science Education Quality Improvement Project/ SEQIP), which is a bilateral cooperation between theGovernment of Indonesia and the Federal Republic of Germany. A multi-level intervention strategy is used with a numberof interventions applied simultaneously in schools and in the school environment. The interventions include trainingactivities targeting supervisors, headmasters, advisory teachers and teachers, university lecturers and administrativestaff, provision of experimental equipment, handbooks and textbooks. The project is implemented on big scale andinvolves currently around 35,000 schools.

An extensive monitoring system was developed to measure training results on different levels in order to determine theutilisation of materials provided, the change in teaching methodology, and most importantly to measure learningachievements of the children. The innovations introduced in the learning process are followed-up in the achievementevaluation system, which was changed to measure understanding rather than factual knowledge. A classroom activityobservation scheme was introduced to verify the extent of innovations in the classroom.

The implementation of the reform approach results in a change of teachers’ behaviour with changing teaching methodsfrom traditionally teacher-centred to child-focused and activity-oriented.

To ensure sustainability of the changes and improvements achieved, a training program for teacher training institutions,both pre-service and in-service, was developed and an Education Management Information System is currently establishedon district level.

The Netherlands

In view of the fact that the Netherlands targets 15% of its development assistance to basic education, it was decidedto aim at a quick, substantial and multi-annual increase of budget allocation for basic education within the frameworkof the multi-annual strategic objectives of the Royal Netherlands Embassy (RNE) of economic growth/ improvement ofthe investment climate and political stability. Therefore, technical and vocational education and training, as well asinvolvement of Islamic institutions and organisations, were explicitly included inthe Plan of Action. At the same time, the first drafts of the Renstra of Ministry ofNational Education – prepared with Dutch support – became available in the secondhalf of 2005. This Strategic Plan for Education Development is the framework forconsultation with the Government of Indonesia on priorities and directions forexternal support by the donor agencies, including the RNE.

At the national level, the Dutch support programme aims at policy developmentand strengthening governance and management; at the provincial and district level,support is focused on capacity building, accountability and making a differenceat school and class-room level. The geographical focus is Eastern Indonesia: Sulawesi, Maluku, Papua and West Timor.

European Union Development Co-operation in Indonesia

The following activities started in 2006:• Early Childhood Education and Development (ECED) program aimed at developing a public and sustainable system

of ECED in the country. Coverage: national. The Dutch grant money is used for technical assistance.The loan money is used for infrastructure and equipment. The programme is Government executed, andmanaged by the World Bank.

• Trust Fund for Basic Education. This Trust Fund is a facility to finance and to execute a series ofpre-determined pilot initiatives within the framework of preparing and designing schemes on scale,such as teacher training and certification, Information and Communication Technology (ICT), local fundingoptions for rehabilitation and construction, and local governance and accountability. It is executed bythe World Bank and Government.

• District Basic Education Program in six districts of the province of West Timor. It is executed by theMinistry of National Education with technical assistance from contractors of the ADB. It has a focuson local capacity building for school based management.

In preparation are two new initiatives. The first is a joint initiative with the EC and the World Bank. Modality: pooledfunding in a World Bank-managed Trust Fund. Part of the budget will be Government executed, and part of it will beWorld Bank executed. It has a focus on governance, public finance management, monitoring and evaluation and financingsystems and modalities, both at the national and the local level. This programme is to start in early 2007.

The second initiative is a follow-up on support to the Teacher Management and Training/ Certification program. With abudget from the Education Trust Fund, preparatory studies and pilot are financed for the design of a multi-annual andcomprehensive support program for which the Government of Indonesia will commit USD 60 million, the World Bankwill provide a loan of USD 100 million and the RNE might contribute USD 40 million. This programme is to start in late2007/ early 2008.

Higher Education

European Commission

Erasmus Mundus programme

The Erasmus Mundus scholarship programme, financed by the EC, aims atencouraging and enabling highly qualified graduates and scholars from third-countries to obtain qualif ications and experience in the EU.

Erasmus Mundus Master Courses (EMMC) are top-quality courses taking place in some of the best European universities.There are currently 80 courses to choose from, covering areas ranging from engineering and technology, natural sciences,life sciences, social sciences, business, economics, to law and the humanities. The scholarships are not only providedto graduate students to follow the EMMC but also to scholars to carry out teaching and research assignments andscholarly work in the institutions participating in EMMC.

Erasmus Mundus students undertake their Master courses from one up to two years, in at least two universities locatedin two different EU Member States. In addition to obtaining a top class education they also gain experience of Europeanlifestyles, cultures and languages. Students are admitted onto the courses only after a highly competitive process,ensuring that the Erasmus Mundus programme draws the world’s best talents.

Apart from the scholarship scheme, Erasmus Mundus also offers a Partnerships programme in order to encourageEuropean universities to open themselves up to the world and to reinforce their world-wide presence. EMMC also havethe possibility of establishing partnerships with third-country higher education institutions allowing for outgoing mobilityof graduate EU students and scholars involved in the EMMC.

Since 2004, 54 Indonesian students and three scholars have benefited from the Erasmus Mundus scholarship scheme.

European Union Development Co-operation in Indonesia

Further information on Erasmus Mundus including application process for the forthcoming academic year can befound at:http://www.delidn.ec.europa.euor directly by visiting:http://ec.europa.eu/education/programmes/mundus/projects/index_en.html

Asia-Link programme

A programme for higher education networking between Europe and Asia

The Asia-Link programme was set up by the EC to promote regional and multilateral networking between higher educationinstitutions in Europe and those in developing countries in Asia. The programme aims to promote the creation of newpartnerships, to reinforce existing partnerships between European and Asian universities, and to create new sustainablelinks.

Partnership Projects

The major share of the programme’s budget provides co-funding for partnership projects. Four Calls for Proposals forpartnership projects have been completed over the first four years of operation (2002-2005). Projects are designedand operated through a partnership that involves two or more European institutions and two or more from Asia.

Under these four Calls, a total of 155 partnership projects have been selected for co-funding with a total of 707 institutionsparticipating. The total EC contribution to the 155 projects selected so far amounts to EUR 53 million. In general, theEC contributes 75% of costs of the project. Funding of 90% is possible where Asian partners are exclusively from leastdeveloped countries.

The EC Delegation in Indonesia monitors 17 Asia-Link projects amounting to a total of EUR 5.6 million covering widevariety of sectors including natural resources, health, small and medium enterprises, transportation, etc. Currently 22Indonesian universities are participating in these projects, with two Indonesian universities acting as lead partner.

Asia-Link projects are characterised by one of or a combination of the following main actions:• Human Resource Development – Activities aim to upgrade the skills of university teaching staff, in particular young

faculty and future teachers (i.e. postgraduate students), and administrators, and provide mobility of nationals fromboth Europe and the eligible Asian countries

• Curriculum Development – Activities aim to develop curricula, by producing new/ improved/ innovativecourses, modules or teaching / training materials

• Institutions and Systems Development – Activities aim to enhance the overall management of institutionsof higher education through the sharing of experience between Asian and European institutions(or groups/ associations of institutions).

Further information on Asia Link programmes can be obtained from:http://ec.europa.eu/europeaid/projects/asia-link/index_en.htm

European Higher Education Fairs

In addition to cooperation projects, Asia-Link is also financing a series of seven European Higher Education Fairs (EHEFs)to take place over the 2006-2008 period, in China, Indonesia, India, Malaysia, the Philippines, Thailand and Vietnam.The Fairs are providing a forum for European higher education institutions and associations to promote the Europeanhigher education sector to Asian students and academics, and to exchange good practice on Asia-Link and other highereducation cooperation initiatives.

Further information on EHEF is available at: http://www.ehefs.org/

European Union Development Co-operation in Indonesia

Austria

The principal Austrian scholarship programmes for Indonesian students/ researchers are as follows:• Southeast Asian Technology doctorate scholarships: four grants awarded in 2005• North-South Dialogue doctorate scholarships (sectoral priorities: water and sanitation, rural development, energy,

small- and medium-scale enterprises, education, science and research, good governance): five grantsawarded in 2005

• ASEAN-European University Network (ASEA-UNINET) one-month post-doctorate training: one grantawarded per year

• On-place scholarships for doctorate studies at Indonesian universities: 12 grants awarded 2005.

The total amount of disbursements for Austrian scholarships to Indonesian students in 2005 was EUR 497,000 (45.5%of total Official Development Assistance/ ODA grants).

Belgium

Every year Belgium awards scholarships to students from developing countries, with the support of the DirectorateGeneral for International Cooperation, under the auspices of the Federal Public Service Foreign Affairs, Foreign Tradeand Development Cooperation, and through the Flemish Interuniversity Council (VLIR) and the Inter- University Councilof the French speaking universities.

Since 1998, Indonesia has also benefited from this government-to-government scholarship programme although thenumber of scholarships is limited to the International Trainings and Courses (for master degrees and trainings only).In 2005, a total of 10 students received scholarships.

Furthermore, there are several Belgian religious institutions distributing scholarships for Indonesian students, includingBroeders van de Liefde (Brothers of Love).

Germany

The Deutscher Akademischer Austauschdienst (DAAD) is a joint organisation of German institutions of higher educationand it supports projects that promote the exchange of students and academics. DAAD programmes are open to alldisciplines, countries and students.

As of February 2007, around 2,300 Indonesians (in the year 2005 around 347) have received a long-term scholarshipfrom DAAD for a university degree or a doctorate.

During the last years university partnership programmes between German and Indonesian universities have been setup to promote cooperative projects on the faculty or departmental level.

Cooperation between universities and science institutions in Germany and Indonesia is also incorporated in the bilateral,scientific cooperation. Funded by the Federal Ministry of Education and Research in Germany, two successive scholarshipprogrammes for marine science and coastal management were run in Indonesia, a special programme for environmenttechnology with selected countries (Asia – including Indonesia –, Latin America and others) as well as the countryprogramme ‘engineering and sciences’ for Indonesia. These programmes were complemented by the scholarshipprogramme for special university courses in biotechnology in the framework of the so-called‘South-South cooperation’, financed the German Government. The last selection process was held in December 2006.

In the last 50 years, more than 23,000 Indonesians have studied in Germany. Since 1998, the number of Indonesiansstudying in Germany has been growing continuously.

In 2005, the DAAD assisted countries affected by the 2004 Tsunami by facilitating programmes whereby graduates andscientists from Indonesia and Germany participated in study and research visits, seminars, and conferences dealing

European Union Development Co-operation in Indonesia

with the humanitarian crisis. DAAD-alumni in Aceh were supported to promote activities leading to reconstruction andrehabilitation. In view of the need for disaster preparedness and prevention in Indonesia, the DAAD offered a broadrange of long-term scholarships for Masters and Doctorate studies in Germany. Post doctorates often participate inshort-term research projects with their German counterparts.

Cooperating with 12 Indonesian institutions of higher education, DAAD granted 1,291 Sur-Place Scholarships to studentsand graduates from the disaster areas. The purpose of the scholarships was to enable students to continue and completetheir studies. Most of the scholarships were granted for one year. The scholarships were funded by the German FederalMinistry for Economic Cooperation and Development (BMZ), the Donor’s Association for the Promotion of Science andHumanities in Germany (Stifterverband für die deutsche Wissenschaft) and by private sponsors.

Italy

A specific Cultural Cooperation Agreement links Italy and Indonesia since 1997.

On that basis, Italy provides – inter alia – contributions to several Indonesian universities (Udayana University in Bali,Gadjah Mada University in Yogyakarta, National University in Jakarta, Bandung Institute of Technology, IndonesianTourism Academy in Jakarta, University of Indonesia in Depok) for the teaching of Italian language and culture.

In 2006, 28 Indonesian nationals were selected for studying the Italian language and culture in Italy, as well asspecialisation studies indicated as a priority by the Indonesian authorities.

In addition, various Italian universities provided their scholarships in favour of Indonesian students. As many as 25Indonesian nationals were selected for attending post-graduate specialisation studies in Italy. These scholarships wereprovided also on the basis of specific cooperation agreements those Italian universities have established in specificfields with Indonesian university counterparts.

The Netherlands

The Netherlands works with the University of Leiden in a programme entitled Training of Young Islamic Leaders. Thisis a fellowship programme (Masters, PhD and short courses) in the Netherlands/ Europe, not only in Islamic Studiesbut also in other disciplines. This programme is executed by the Ministry of Religious Affairs, Leiden University andNetherlands Education Centre (NEC) in Jakarta as sub-contractor for fellowship management.

The Netherlands provides scholarships for the Masters Degree, Short Courses and PhD through its Studeren in Netherlands(StuNed) and Netherlands Fellowship Programme (NFP) scholarship schemes. A total of 190 Indonesian students wereselected in 2005 to receive these scholarships.

Vocational and non-formal education and language training

Germany

German assistance is provided for vocational training and is facilitated by the Indonesian-German Institute (IGI). IGIprovides education on labour skills needed by small- and medium-sized enterprises.

Through the German cultural institute in Jakarta, Goethe-Institut, projects have been implemented to improve theteaching conditions of the German language. At present more than 60,000 pupils are taught German as their secondobligatory foreign language.

Between 2000 and 2006, Goethe-Institut supported the Indonesia education sector in the following areas:• Seminars for German language teachers with 10,000 participants• 162 scholarships for Indonesian teachers to attend German language courses in Germany

European Union Development Co-operation in Indonesia

• 115 scholarships for Indonesian teachers to attend German language courses at the Goethe-Institut in Jakarta• Cultural events for German language students with 1,350 participants.

For the implementation of the above language programmes a total of EUR 900,000 was made available by the GermanFederal Foreign Office.

The Netherlands

In 2006, the Netherlands funded UNICEF to manage the second phase of the HIV/AIDS Life Skills Education for in- andout-of-school youth. In the second phase the number of districts in Papua/ Jaya Barat provinces has been increased.Execution is through the Ministry of National Education, non-governmental organisations and other local organisations.

Additionally, the Netherlands supports the International Labour Organisation (ILO) Education and Skills Training for YouthEmployment (EAST) in Sulawesi, Maluku, Papua and East Nusa Tenggara (which also has some focus on Acehreconstruction). This programme works at junior secondary general and vocational level; non-formal training programmes;child labour, HIV/AIDS and gender, with the Ministry of National Education, Ministry of Manpower and Transmigration,and ILO.

Portugal

Education is a key sector for Portuguese development cooperation.

The dissemination of the Portuguese language, as an instrument of education and training, is one of the strategicguidelines of the new vision of the role of Portuguese development cooperation. Portugal uses language teaching andtraining as key instruments for building institutional and human capacities in its priority countries. It makes considerableefforts to train teachers in order to expand the teaching, in Portuguese, of the various disciplines at all stages of theeducation cycle, from primary school through higher education. Through the promotion of Portuguese, articulating alanguage policy with a cultural one, Portugal supports basic schooling including adult literacy activities, thereby promotingthe attainment of the second MDG.

In 2004, Portugal signed an agreement with the University of Indonesia, through its Faculty of Humanities, with theobjective of promoting the Portuguese language and culture in Indonesia, providing books, audio-visual and multimediamaterials, and scholarships for university students and teaching staff of the University to attend courses of Portugueselanguage and culture in Portugal, and finances a full-time lecturer of Portuguese language. The agreement includesthe joint organisation of cultural activities and exchange programme of academic staff and of publications.

Currently more than 120 students attend the Portuguese language and culture courses in the Faculty of Humanitiesand in the Faculty of Post-Graduate Studies, Department of European Studies, of the University of Indonesia.

Students of other schools and universities as well as professional individuals can also join, at the Embassy of Portugalin Jakarta, the Portuguese language and culture courses offered for beginners and intermediate level.

In the area of cross-cultural diversified cooperation between Portugal and Indonesia, several academic research projectshave started especially concentrated in the provinces of East Nusa Tenggara, North Maluku and Maluku, in recognitionof the historical connections between Indonesia and Portugal.

European Union Development Co-operation in Indonesia

Sektor pendidikan telah menjadi fokus perhatian yang penting di antara para mitra pembangunan dalam dua tahunterakhir, didorong terutama oleh keinginan membantu Indonesia mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDG)Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk pendidikan. Bab ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana upaya Indonesiamencapai tujuan-tujuan tersebut, dan bagaimana para mitra pembangunan memberikan bantuan. Bab ini menjelaskankonteks pembangunan pendidikan di Indonesia, dukungan yang diberikan oleh Uni Eropa dalam semua subsektorpendidikan, dan menyoroti kemungkinan menuju pendekatan yang mencakup seluruh sektor (SWAP).

Pemerintah Indonesia berupaya untuk meningkatkan daya saing nasional dan mengurangi kemiskinan melalui RencanaStrategis Jangka Menengah. Pemerintah berkomitmen terhadap pencapaian MDG dan Pendidikan untuk Semua Orang(EFA), dan apabila upaya-upaya saat ini dapat dipertahankan, tujuan-tujuan utama dalam bidang pendidikan tersebutdiperkirakan tercapai pada tahun 2015.

Tantangan-tantangan utama yang dihadapi Pemerintah mencakup perluasan akses ke pendidikan tanpa mengorbankankualitas, meningkatkan kualitas dalam kondisi sistim desentralisasi, dan memastikan bahwa dana pendidikan yangbaru saja ditingkatkan dipergunakan dengan baik. Untuk mengatasi hal tersebut, Departemen Pendidikan Nasionalbekerja berdasarkan rencana strategisnya untuk tahun 2005-2009, yang dikenal sebagai Renstra, yang terdiri dari tigapilar strategi, termasuk (1) Memperbaiki akses, (2) Meningkatkan kualitas, dan (3) Meningkatkan penataan danpengelolaan pendidikan.

Secara global, Komisi Eropa, dengan sejumlah mitra pembangunan, berupaya sedapat mungkin untuk memberikandukungan kepada pemerintah-pemerintah mitra melalui SWAP dan dukungan anggaran. Pendekatan ini didasarkanpada dua prinsip utama: satu, bahwa pelaksanaan program-program dipimpin oleh para pemerintah mitra dan, kedua,bahwa mereka memiliki tujuan bersama untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber dayainternal dan eksternal. Hal ini mencerminkan kepentingan bersama untuk meningkatkan hasil dari pengeluaranpemerintah dan donor baik dengan memfokuskan sumber daya pada prioritas-prioritas yang dinyatakan dalam dokumen-dokumen perencanaan nasional, maupun dengan meningkatkan kualitas pengeluaran.

Sejumlah mitra pembangunan saat ini sedang mendukung program-program pendidikan dasar di Indonesia, termasukAustralian Agency for International Development (Ausaid), United States Agency for International Development (USAID),Bank Pembangunan Asia (ADB), Japan International Cooperation Agency (JICA), Dana Anak-anak PBB (UNICEF) danBadan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Sejumlah besar dana bantuan pembangunandisediakan untuk mendukung reformasi pendidikan dan pembangunan sejalan dengan Renstra. Keinginan untukmenerapkan SWAP semakin besar diantara kelompok tersebut, yang meresmikan koordinasi antar donor pada tahun2005 dengan membentuk Kelompok Kerja Sektor Pendidikan (ESWG), yang saat ini diketuai oleh Komisi Eropa bersamaBelanda untuk masa satu tahun. Kelompok ini berusaha mewujudkan Deklarasi Paris mengenai Efektivitas Bantuan,dan berupaya untuk bekerja dengan Pemerintah dalam mendukung pencapaian MDG. Dukungan Bank Dunia bagipendidikan dasar bergerak ke tahap baru yaitu menuju dukungan kualitas guru dan SWAP tingkat kabupaten/ kota,menggabungkan kekuatan dengan Belanda dan Komisi Eropa, sementara ADB dan Ausaid telah mengembangkanprogram-program besar yang ditujukan untuk mewujudkan SWAP di Indonesia.

Agar bantuan pembangunan melalui SWAP dapat efektif, Pemerintah perlu mengambil kepemilikan penuh atas prosestersebut, untuk menjadi pimpinan koordinasi dan penyelarasan donor, serta menetapkan dasar untuk dialog kebijakantingkat sektoral yang akan memungkinkan para mitra pembangunan untuk memantau perkembangan dalam pendidikandan untuk terlibat secara produktif dengan Pemerintah. Bersamaan dengan hal tersebut, kerangka pengeluaran jangkamenengah akan memungkinkan bantuan dari para mitra pembangunan mengisi celah-celah yang kekurangan dana,dan akan memberikan Pemerintah informasi yang lebih jelas daripada yang dimiliki saat ini mengenai bagaimanabantuan pembangunan digunakan dan dapat dimanfaatkan di masa yang akan datang.

Pendidikan Dasar (SD dan SMP)

Komisi Eropa

Komisi Eropa bermaksud untuk membantu membangun program sektor pendidikan dasar sampai dengan tahun 2009

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

melalui serangkaian langkah-langkah.• Program empat tahun pertama, Program Dukungan Kapasitas Sektor Pendidikan Dasar (BE-SCSP 1) senilai EUR

20 juta, yang dimulai pada tahun 2006, berfokus pada pengelolaan proses desentralisasi dan peningkatanpemberian layanan melalui pengarusutamaan praktik-praktik terbaik dalam pendidikan dasar.

• Program lima tahun kedua, BE-SCSP 2 senilai EUR 17,5 juta, rencananya akan dimulai pada tahun 2007 dandimaksudkan untuk melengkapi BE-SCSP 1 guna mendukung Pemerintah Indonesia dalam mencapai MDG danEFA melalui tata kelola pendidikan yang baik, dan untuk mempersiapkan program dukungan sektor pendidikanyang berfokus pada kebutuhan-kebutuhan tingkat kabupaten/ kota. Program tersebut bertujuan untuk mengatasipermasalahan kapasitas sistem dalam bidang manajemen keuangan, sistem informasi, dan untuk mendukungpekerjaan Badan Dialog Kebijakan untuk sektor pendidikan di bawah kepemimpinan Pemerintah. Belanda akanturut membiayai program ini, memberikan tambahan sebesar EUR 22,5 juta, dan program tersebut akan dikelolaoleh Bank Dunia sebagai Dana Perwalian Kapasitas Pendidikan Dasar (BEC-TF).

• Program Sektor Pendidikan Dasar (BESP) lanjutan yang akan disusun pada tahun 2008 (nilainya akan diputuskankemudian) akan mengembangkan hasil-hasil dari BE-SCSP1 dan BE-SCSP2 yang sedang berlangsung, dengantujuan untuk mendukung pencapaian MDG dan EFA melalui SWAP, memberikan dukungan anggaran kepadakabupaten/ kota, yang ditelusuri oleh Badan Dialog Kebijakan melalui penggunaan indikator-indikator yangdisepakati.

Jerman

Dalam sektor pendidikan dasar, upaya-upaya ditujukan untuk memperkuatketerampilan belajar mengajar, terutama dalam pendidikan sains (ProyekPeningkatan Kualitas Pendidikan Sains/ SEQIP), yang adalah kerjasama bilateralantara Pemerintah Indonesia dan Republik Federal Jerman. Sebuah strategiketerlibatan multi-tingkat diterapkan dengan sejumlah kegiatan yang dilakukansecara bersamaan dalam sekolah-sekolah dan dalam lingkungan sekolah.Kegiatan tersebut mencakup pelatihan dengan sasaran para penyelia, kepalasekolah, guru penasihat, guru, dosen dan staf administratif, pemberian peralataneksperimen, buku pedoman, dan buku pelajaran. Proyek ini dilaksanakan dalamskala besar dan saat ini melibatkan sekitar 35.000 sekolah.

Sistem pemantauan luas dikembangkan untuk mengukur hasil pelatihan di berbagai tingkat guna menentukanpenggunaan bahan-bahan yang disediakan, perubahan metodologi pengajaran, dan yang paling penting adalah untukmengukur prestasi belajar anak-anak. Inovasi-inovasi yang diterapkan dalam proses belajar ditindaklanjuti dalam sistemevaluasi prestasi, yang diubah untuk mengukur pemahaman dan bukan pengetahuan faktual. Skema pengamatankegiatan di kelas diterapkan untuk membuktikan tingkat inovasi dalam kelas.

Penerapan pendekatan reformasi menghasilkan perubahan perilaku guru dengan perubahan metode mengajar darimetode tradisional yang berpusat pada guru menjadi terpusat pada anak dan berorientasi pada kegiatan.

Untuk menjamin kesinambungan dari perubahan dan perbaikan yang dicapai, sebuah program pelatihan untuk lembaga-lembaga pelatihan guru, baik sebelum maupun setelah mulai mengajar, dikembangkan dan Sistem Informasi ManajemenPendidikan saat ini dibentuk pada tingkat kabupaten/ kota.

Belanda

Melihat fakta bahwa Belanda menetapkan sasaran sebesar 15% dari bantuan pembangunannya untuk pendidikandasar, diputuskan untuk menetapkan sasaran pada peningkatan alokasi anggaran pendidikan dasar yang cepat, denganjumlah yang besar, dan multi-tahunan dalam kerangka tujuan strategis multi-tahunan Kedutaan Besar Belanda dalampertumbuhan ekonomi/ peningkatan iklim investasi dan stabilitas politik. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihantehnis serta kejuruan, serta keterlibatan lembaga-lembaga serta organisasi Islam, secara tegas dimasukkan ke dalamRencana Aksi. Pada saat yang sama, rancangan-rancangan pertama Renstra Departemen Pendidikan Nasional – yangdisusun dengan bantuan Belanda – tersedia di semester kedua tahun 2005. Rencana Strategis untuk Pembangunan

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Pendidikan adalah kerangka konsultasi dengan Pemerintah Indonesia mengenai prioritas dan arahan dukungan eksternaloleh para donor, termasuk Kedutaan Besar Belanda.

Pada tingkat nasional, program dukungan Belanda menetapkan sasaran pada pengembangan kebijakan dan penguatantata kelola dan manajemen; pada tingkat provinsi dan kabupaten/ kota, dukungan difokuskan pada pengembangankapasitas, akuntabilitas dan membuat perubahan pada tingkat sekolah dan kelas. Fokus geografis adalah Indonesiabagian timur: Sulawesi, Maluku, Papua dan Timor Barat.

Kegiatan-kegiatan berikut dimulai pada tahun 2006:• Program Pendidikan dan Pengembangan Usia Dini (ECED) yang ditujukan untuk mengembangkan sistem ECED

publik yang berkesinambungan di negara ini. Cakupannya nasional, dan dana yang dihibahkan oleh Belandadigunakan untuk bantuan tehnis. Dana pinjaman digunakan untuk prasarana dan peralatan. Program dilaksanakanoleh Pemerintah dan dikelola oleh Bank Dunia.

• Dana Perwalian untuk Pendidikan Dasar. Dana Perwalian ini adalah fasilitas untuk membiayai dan melaksanakanserangkaian prakarsa perintisan yang ditentukan sebelumnya dalam kerangka untuk menyusun dan merancangskema-skema berskala, seperti pelatihan dan sertifikasi guru, tehnologi informasi dan komunikasi, pilihanpendanaan lokal untuk rehabilitasi dan konstruksi, serta tata kelola lokal dan akuntabilitas. Hal tersebutdilaksanakan oleh Bank Dunia dan Pemerintah.

• Program Pendidikan Dasar Kabupaten/ Kota di enam kabupaten/ kota propinsi Timor Barat. Program inidilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan bantuan tehnis dari kontraktor-kontraktor ADB.Program ini berfokus pada pembangunan kapasitas lokal untuk manajemen berbasis sekolah.

Dua prakarsa baru sedang dipersiapkan. Yang pertama adalah prakarsa bersama dengan Komisi Eropa dan Bank Duniamelalui pengumpulan dana dalam Dana Perwalian yang dikelola oleh Bank Dunia. Sebagian dari anggaran akan dikelolaoleh Pemerintah dan sebagian lainnya dikelola oleh Bank Dunia. Prakarsa ini berfokus pada pemerintahan, manajemenkeuangan publik, pemantauan dan evaluasi, sistem keuangan dan modalitas, baik pada tingkat nasional maupun lokal.Program ini dimulai awal tahun 2007.

Prakarsa kedua adalah tindak lanjut terhadap dukungan untuk Program Manajemen dan Pelatihan/ Sertifikasi Guru.Dengan anggaran dari Dana Perwalian Pendidikan Dasar, studi persiapan dan perintisan dibiayai untuk perancanganprogram dukungan multi-tahunan dan menyeluruh dan Pemerintah berkomitmen untuk memberikan USD 60 juta. BankDunia akan memberikan pinjaman sebesar USD 100 juta dan Kedutaan Besar Belanda kemungkinan memberi kontribusiUSD 40 juta. Program ini akan dimulai pada akhir tahun 2007/ awal tahun 2008.

Pendidikan Tinggi

Komisi Eropa

Program Erasmus Mundus

Program beasiswa Erasmus Mundus, dibiayai oleh Komisi Eropa, bertujuanuntuk mendorong dan memungkinkan lulusan-lulusan dan sarjana yangmemenuhi syarat dari negara-negara diluar Uni Eropa mendapatkan kualifikasidan pengalaman di Uni Eropa.

Program S2 Erasmus Mundus (EMMC) adalah program berkualitas tinggi yang diadakan di beberapa universitas terbaikEropa. Saat ini terdapat 80 program yang tengah ditawarkan, mencakup bidang-bidang mulai dari tehnik dan tehnologi,ilmu alam, ilmu hayati, ilmu sosial, bisnis, ilmu ekonomi, sampai hukum dan humaniora. Beasiswa tersebut tidak hanyadiberikan untuk lulusan S1 untuk studi EMMC, akan tetapi juga bagi para dosen untuk melaksanakan tugas mengajardan penelitian serta pekerjaan ilmiah di lembaga-lembaga yang berpartisipasi dalam EMMC.

Para mahasiswa Erasmus Mundus mengambil program S2 mereka mulai dari satu sampai dengan dua tahun, di

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

sedikitnya dua universitas yang berada di dua Negara Anggota Uni Eropa. Selain mendapatkan pendidikan mutu tinggi,mereka juga mendapatkan pengalaman dalam gaya hidup, budaya, dan bahasa yang dipergunakan di negara-negaraEropa. Mahasiswa-mahasiswa diterima di dalam program setelah proses yang sangat kompetitif guna menjamin bahwaprogram Erasmus Mundus mendapatkan bakat-bakat terbaik.

Selain skema beasiswa, Erasmus Mundus juga menawarkan program Kemitraan untuk mendorong universitas-universitasdi Eropa membuka diri terhadap dunia dan untuk menekankan keberadaan mereka di dunia. EMMC juga dapatmengadakan kemitraan dengan lembaga-lembaga pendidikan tinggi di negara-negara non-Uni Eropa sehinggamemungkinkan mobilitas ke luar negeri bagi para mahasiswa dan sarjana lulusan Uni Eropa yang terlibat dalam EMMC.

Sejak tahun 2004, 54 mahasiswa dan tiga dosen Indonesia telah mendapatkan manfaat dari skema beasiswa ErasmusMundus.

Informasi lebih lanjut mengenai Erasmus Mundus, termasuk proses aplikasi untuk tahun akademik yang akan datangdapat ditemukan di situs:http://www.delidn.ec.europa.euatau dapat langsung mengunjungi situs:http://ec.europa.eu/education/programmes/mundus/projects/index_en.html

Program Asia-Link

Program untuk pembentukan jaringan pendidikan tinggi antara Eropa dan Asia

Program Asia-Link dibentuk oleh Komisi Eropa untuk meningkatkan jaringan regional dan multilateral antara lembaga-lembaga pendidikan tinggi di Eropa dan di negara-negara berkembang Asia. Program ini bertujuan untuk meningkatkanpenciptaan kemitraan-kemitraan baru, untuk memperkuat kemitraan yang sudah ada antara universitas-universitasdi Eropa dan Asia, dan untuk menciptakan hubungan-hubungan baru yang berkesinambungan.

Proyek-Proyek Kemitraan

Sebagian besar anggaran program dialokasikan untuk pendanaan proyek-proyek kemitraan. Empat periode peluangmengajukan proposal proyek-proyek kemitraan telah dilaksanakan dalam empat tahun pertama operasi (2002-2005).Proyek-proyek dirancang dan dilaksanakan melalui kemitraan yang melibatkan dua atau lebih lembaga Eropa dan duaatau lebih lembaga Asia.

Dalam empat periode peluang mengajukan proposal tersebut, sejumlah 155 proyek kemitraan telah dipilih untukmendapat dukungan dana dan telah melibatkan partisipasi dari sejumlah 707 lembaga. Kontribusi keseluruhan KomisiEropa untuk 155 proyek yang dipilih sampai saat ini berjumlah EUR 53 juta. Secara umum, kontribusi Komisi Eropaadalah sebesar 75% dari biaya proyek. Pendanaan sebesar 90% dimungkinkan apabila para mitra dari Asia adalah darinegara-negara yang terbelakang.

Delegasi Komisi Eropa di Indonesia memantau 17 proyek Asia-Link yang mencapai sejumlah EUR 5,6 juta, mencakupberbagai sektor termasuk sumber daya alam, kesehatan, usaha skala kecil dan menengah, transportasi, dan sebagainya.Saat ini 22 universitas di Indonesia berpartisipasi dalam proyek-proyek ini, dengan dua universitas di Indonesia bertindaksebagai mitra utama.

Proyek-proyek Asia Link berfokus pada salah satu atau gabungan dari hal-hal berikut ini:• Pengembangan Sumber Daya Manusia – Kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan

staf pengajar universitas, khususnya dosen baru dan calon dosen (misalnya mahasiswa S2), dan para administrator,serta memberikan kesempatan pertukaran bagi dosen-dosen dari Eropa maupun negara-negara Asia yangmemenuhi syarat.

• Pengembangan Kurikulum – Kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan kurikulum denganmenghasilkan program, modul atau materi pengajaran/ pelatihan yang baru/ disempurnakan/ inovatif.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

• Pengembangan Lembaga dan Sistem – Kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan keseluruhanmanajemen lembaga-lembaga pendidikan tinggi melalui upaya berbagi pengalaman antara lembaga-lembagaAsia dan Eropa (atau kelompok/ asosiasi lembaga).

Informasi lebih lanjut mengenai program-program Asia-Link dapat diperoleh dari:http://europa.eu.int/comm/europeaid/projects/asia-link/index_en.htm

Pameran Pendidikan Tinggi Eropa

Selain proyek-proyek kerjasama, Asia Link juga membiayai tujuh Pameran Pendidikan Tinggi Eropa (EHEF) yangdiselenggarakan selama tahun 2006-2008 di Cina, Indonesia, India, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam. Pameran-pameran tersebut menjadi forum bagi lembaga dan asosiasi pendidikan tinggi Eropa untuk mempromosikan sektorpendidikan tinggi Eropa kepada para pelajar dan akademisi, dan untuk saling bertukar praktik terbaik mengenai Asia-Link dan prakarsa kerjasama pendidikan tinggi lainnya.

Informasi lebih lanjut mengenai EHEF tersedia di: http://www.ehefs.org/

Austria

Program beasiswa Austria utama untuk pelajar/ peneliti dari Indonesia adalah sebagai berikut:• Beasiswa doktoral Tehnologi Asia Tenggara: empat hibah diberikan pada tahun 2005• Beasiswa doktoral Dialog Utara-Selatan (sektor prioritas: air dan sanitasi, pembangunan desa, energi, usaha

skala kecil dan menengah, pendidikan, ilmu pengetahuan dan penelitian, tata pemerintahan yang baik): limahibah diberikan pada tahun 2005

• Pelatihan doktoral Jaringan Universitas ASEAN-Eropa (ASEA-UNINET) selama satu bulan: satu hibah diberikansetiap tahun

• Beasiswa studi doktoral di universitas yang berada di Indonesia: 12 hibah diberikan pada tahun 2005.

Total pencairan dana untuk beasiswa Austria bagi pelajar Indonesia adalah EUR 497.000 (45,5% dari total hibah BantuanPembangunan Resmi/ ODA).

Belgia

Setiap tahun Belgia memberikan beasiswa untuk para pelajar dari negara-negara berkembang, dengan dukungan dariDirektorat Jenderal Kerjasama Internasional, di bawah naungan Layanan Publik Federal urusan Luar Negeri, KerjasamaPerdagangan dan Pembangunan Luar Negeri, dan melalui Dewan Antar Universitas Vlaam (VLIR) dan Badan AntarUniversitas dari universitas-universitas Wallon.

Sejak tahun 1998, Indonesia juga telah mendapatkan manfaat program beasiswa antar pemerintah ini meskipunbeasiswa tersebut hanya terbatas untuk pelatihan dan program internasional (program S2 dan pelatihan saja). Di tahun2005, terdapat 10 pelajar yang menerima beasiswa.

Selanjutnya, terdapat beberapa lembaga keagamaan Belgia yang memberikan beasiswa untuk para pelajar Indonesia,termasuk Broeders van de Liefde.

Jerman

DAAD (Deutscher Akademischer Austauschdienst) adalah organisasi gabungan lembaga-lembaga pendidikan tinggiJerman dan organisasi tersebut mendukung proyek-proyek yang mempromosikan pertukaran pelajar dan akademisi.Program-program DAAD terbuka untuk semua disiplin, negara dan pelajar.

Sampai dengan bulan Februari 2007, sekitar 2.300 warga Indonesia (pada tahun 2005 terdapat 347 orang) telahmenerima beasiswa jangka panjang dari DAAD untuk gelar S1, S2 atau doktoral.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Selama tahun-tahun belakangan, program kemitraan universitas antara universitas-universitas Jerman dan Indonesiatelah dibentuk untuk meningkatkan proyek-proyek kerjasama di tingkat fakultas atau departemen.

Kerjasama antara universitas dan lembaga ilmu pengetahuan di Jerman dan Indonesia juga menjadi bagian darikerjasama ilmiah bilateral. Didanai oleh Kementrian Federal Pendidikan dan Penelitian di Jerman, dua program beasiswaberturut-turut untuk ilmu kelautan dan manajemen diadakan di Indonesia, program khusus untuk tehnologi lingkungandengan negara-negara tertentu (Asia – termasuk Indonesia –, Amerika Latin, dan lainnya) serta program negara ’tehnikdan ilmu pengetahuan’ untuk Indonesia. Program-program ini dilengkapi dengan program beasiswa untuk program-program universitas khusus bidang biotehnologi dalam kerangka yang dikenal dengan sebutan ’kerjasama Selatan-Selatan’, dibiayai oleh pemerintah Jerman. Proses seleksi terakhir diadakan pada bulan Desember 2006.

Dalam lima puluh tahun belakangan, lebih dari 23,000 warga Indonesia telah belajar di Jerman. Sejak tahun 1998,jumlah warga Indonesia yang belajar di Jerman terus meningkat.

Pada tahun 2005, DAAD membantu negara-negara yang terkena dampak tsunami tahun 2004 dengan memfasilitasiprogram-program dimana lulusan dan para peneliti dari Indonesia dan Jerman dapat berpartisipasi dalam kunjunganstudi dan penelitian, seminar dan konferensi untuk mengatasi krisis kemanusiaan. Alumni DAAD di Aceh didukunguntuk meningkatkan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada rekonstruksi dan rehabilitasi. Mengingat kebutuhan akankesiagaan menghadapi dan mencegah bencana di Indonesia, DAAD menawarkan serangkaian beasiswa jangka panjanguntuk studi S2 dan doktoral di Jerman. Lulusan doktoral seringkali berpartisipasi dalam proyek-proyek penelitian jangkapendek dengan rekan mereka dari Jerman.

Bekerjasama dengan 12 lembaga pendidikan tinggi di Indonesia, DAAD memberikan 1.291 Beasiswa Sur-Place kepadapara pelajar dan lulusan dari wilayah bencana. Tujuan dari beasiswa tersebut adalah untuk memungkinkan para pelajaruntuk melanjutkan dan menyelesaikan studi mereka. Sebagian besar beasiswa diberikan untuk satu tahun. Beasiswatersebut didanai oleh Kementrian Federal untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (BMZ), Asosiasi Donor untukPeningkatan Ilmu Pengetahuan dan Humaniora di Jerman (Stifterverband für die deutsche Wissenschaft) dan olehsponsor-sponsor swasta.

Italia

Sebuah Kesepakatan Kerjasama Budaya khusus menghubungkan Italia dan Indonesia sejak tahun 1997.

Berdasarkan hal tersebut, Italia menyediakan – antara lain – bantuan untuk beberapa universitas di Indonesia (UniversitasUdayana di Bali, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Universitas Nasional di Jakarta, Institut Tehnologi di Bandung,Akademi Pariwisata Indonesia di Jakarta, Universitas Indonesia di Depok) untuk pengajaran bahasa dan kebudayaanItalia.

Pada tahun 2006, 28 warga Indonesia dipilih untuk belajar bahasa dan kebudayaan Itali di Italia, serta studi-studispesialisasi yang oleh Pemerintah di Indonesia dinyatakan sebagai prioritas.

Selain itu, berbagai universitas di Italia memberikan beasiswa mereka dengan mengutamakan pelajar-pelajar dariIndonesia. Sebanyak 25 warga Indonesia dipilih untuk mengikuti studi spesialisasi pasca-sarjana di Italia. Beasiswaini diberikan juga berdasarkan kesepakatan kerjasama khusus di bidang-bidang tertentu yang telah diadakan antarauniversitas-universitas di Italia tersebut dengan universitas-universitas rekanan di Indonesia.

Belanda

Belanda bekerjasama dengan Universitas Leiden dalam sebuah program berjudul Melatih Pemimpin-Pemimpin IslamMuda. Ini adalah program fellowship (S2, S3 dan kursus singkat) di Belanda/ Eropa, bukan hanya dalam Studi Islamtetapi juga dalam disiplin ilmu lainnya. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Agama, Universitas Leiden danPusat Pendidikan Belanda (NEC) di Jakarta sebagai subkontraktor untuk manajemen program fellowship tersebut.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Belanda memberikan beasiswa untuk S2, kursus singkat dan S3 melalui skema beasiswa Studeren di Belanda (StuNed)dan Program Fellowship Belanda (NFP). Sejumlah 190 pelajar Indonesia telah dipilih pada tahun 2005 untuk menerimabeasiswa tersebut.

Pendidikan kejuruan dan non-formal serta pelatihan bahasa

Jerman

Bantuan Jerman diberikan untuk pelatihan kejuruan dan difasilitasi oleh Institut Indonesia-Jerman (IGI). IGI memberikanpendidikan mengenai keterampilan kerja yang diperlukan oleh usaha skala kecil dan menengah.

Melalui Institut Kebudayaan Jerman di Jakarta, Goethe-Institut, proyek-proyek telah dilaksanakan untuk meningkatkankondisi pengajaran bahasa Jerman. Saat ini lebih dari 60.000 murid diajari bahasa Jerman sebagai bahasa asing wajibkedua.

Antara tahun 2000 dan 2006, Goethe-Institut mendukung sektor pendidikan Indonesia dalam hal-hal berikut ini:• Seminar untuk guru-guru bahasa Jerman dengan 10.000 peserta• 162 beasiswa bagi guru-guru Indonesia untuk mengikuti kursus bahasa Jerman di Jerman• 115 beasiswa bagi guru-guru Indonesia untuk mengikuti kursus bahasa Jerman di Goethe-Institut• Acara-acara budaya untuk pelajar bahasa Jerman dengan 1.350 peserta.

Untuk pelaksanaan program-program bahasa tersebut, EUR 900.000 telah disediakan oleh Kantor Luar Negeri FederalJerman.

Belanda

Pada tahun 2006, Belanda mendanai UNICEF untuk mengelola tahapan kedua Pendidikan Keterampilan Hidup mengenaiHIV/ AIDS untuk kaum muda dalam dan luar sekolah. Pada tahap kedua ini, jumlah kabupaten/ kota di propinsi Papua/Irian Jaya Barat telah ditingkatkan. Penyelenggaraannya dilakukan melalui Departemen Pendidikan Nasional, lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan organisasi-organisasi lokal lainnya.

Selain itu, Belanda mendukung Organisasi Buruh Internasional (ILO) dalam program Pendidikan dan Pelatihan Keterampilanuntuk Karyawan Muda (EAST) di Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur (dan juga memiliki fokus padarekonstruksi Aceh). Program ini dilaksanakan pada tingkat SMP dan kejuruan; program pelatihan non-formal; mengenaipekerja anak, HIV/AIDS dan gender, dengan Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasiserta ILO.

Portugal

Pendidikan adalah sektor penting untuk kerjasama pembangunan Portugal.

Sosialisasi bahasa Portugis, sebagai instrumen pendidikan dan pelatihan, adalah salah satu pedoman strategis darivisi baru tentang peran kerjasama pembangunan Portugal. Portugal menggunakan pengajaran dan pelatihan bahasasebagai instrumen penting untuk membangun kapasitas kelembagaan dan manusia di negara-negara yang menjadiprioritasnya. Portugal berupaya keras untuk melatih guru-guru guna mengembangkan pengajaran, dalam bahasaPortugis, berbagai disiplin ilmu di semua tingkat siklus pendidikan, dari SD sampai pendidikan tinggi. Melalui promosibahasa Portugis, dengan mengartikulasikan kebijakan bahasa dengan kebijakan budaya, Portugal mendukung pendidikandasar di sekolah termasuk kegiatan melek huruf bagi orang dewasa, dengan demikian meningkatkan pencapaian tujuankedua dari MDG.

Pada tahun 2004, Portugal menandatangani perjanjian dengan Universitas Indonesia, melalui Fakultas Ilmu Budaya,dengan tujuan untuk mempromosikan bahasa dan budaya Portugal di Indonesia, yaitu melalui penyediaan buku-buku,

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

bahan-bahan audio-visual dan multimedia, serta beasiswa untuk para mahasiswa dan staf pengajar dari UniversitasIndonesia untuk mengikuti kursus mengenai bahasa dan kebudayaan Portugis di Portugal, serta membiayai dosenbahasa Portugis penuh waktu. Kesepakatan tersebut mencakup penyelenggaraan bersama kegiatan-kegiatan kebudayaanserta program pertukaran staf akademik dan publikasi.

Saat ini lebih dari 120 mahasiswa mengikuti kursus bahasa dan kebudayaan Portugis di Fakultas Ilmu Budaya danProgram Studi Pasca Sarjana, Kajian Wilayah Eropa, Universitas Indonesia.

Selain itu, di Kedutaan Besar Portugal di Jakarta, para pelajar dari sekolah dan universitas lain serta para profesionaldapat mengikuti kursus bahasa dan budaya Portugis yang ditawarkan untuk tingkat pemula dan lanjut.

Dalam bidang kerjasama diversifikasi lintas budaya antara Portugal dan Indonesia, beberapa proyek penelitian akademiktelah dimulai, khususnya dengan konsentrasi pada propinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara dan Maluku, sehubungandengan hubungan historis antara Indonesia dan Portugal.

This chapter provides the following information about the European Commission (EC) and each of the European Union(EU) Member States which have development cooperation programmes in Indonesia:

• Organisation of Development Assistance• Global Policies and Priorities• Global Level of Development Cooperation• Objectives, Priorities and Level of Development Cooperation with Indonesia• Future Directions of the Development Cooperation with Indonesia• Completed, On-going and Pipeline Projects and Programmes

Note: Some Member States do not have specific programmes in Indonesia. Their organisation of development assistanceand global priorities are described, but logically, no project tables are included in their profile.

Bab ini memberikan informasi berikut tentang Komisi Eropa dan setiap Negara Anggota Uni Eropa yang memiliki program-program kerjasama pembangunan di Indonesia:• Pengelolaan Bantuan Pembangunan• Kebijakan dan Prioritas Global• Tingkat Kerjasama Pembangunan secara Global• Tujuan, Prioritas dan Tingkat Kerjasama Pembangunan dengan Indonesia• Arah Kerjasama Pembangunan dengan Indonesia di masa yang akan datang• Proyek-proyek dan program-program yang telah selesai, sedang berlangsung maupun masih dalam perencanaan.

Catatan: Beberapa Negara Anggota Uni Eropa tidak memiliki program-program khusus di Indonesia. Pengelolaanbantuan pembangunan dan prioritas global negara-negara tersebut dijelaskan pada bagian ini, namun demikianpenjelasan ini tidak disertai dengan tabel bantuan untuk Indonesia.

Organisation of Development Assistance

Belgian Official Development Assistance (ODA) is 95% funded by two Ministries (Foreign Affairs and Finance) and 5%by Belgium’s Regions, provinces and local authorities. Most assistance takes the form of non-repayable donations. Since2001, the Belgian Technical Cooperation (BTC) is responsible for implementing governmental cooperation programmes(www.dgos.be/en/).

Global Policies and Priorities

Belgian international cooperation aims to foster sustainable human development. This is to be achieved by reducingpoverty and based on a partnership between developing and donor countries. The number of privileged partner countriesis limited to 18. Sustainable development is concentrated in five key areas: basic education and training, basic healthcareand reproductive health, agriculture and food security, basic infrastructure, and community building and conflictprevention. Every development area must take into account four topics: gender equality and empowerment of women,protection of the environment and promoting of a social economy. Since 2005 children’s rights have became a mandatoryfocus of interest.

Global Level of Assistance

In 2005, Belgian ODA totaled EUR 1.58 billion, or 0.53% of the country’s GDP (increase of 17,2% compared with 2004where ODA was EUR 1.17 billion or 0.41% of GDP). This places Belgium sixth in the world rankings of donor countries.

Type of Assistance and Programming

More than 90% of Belgium's ODA consists of grants, for which the principle of untied aid is applied. The remaining partof ODA, channeled through the Ministry of Finance, consists mainly of State-to-State loans and Super Subsidies. SuperSubsidies are granted in order to reduce the interest rate on commercial credits. Both State-to-State loans and SuperSubsidies are tied aid.

Priorities in Indonesia

Belgium has been for thirty years (1968-1997) a significant partner of Indonesia for its development. During those years,Belgium spent on average EUR 7 million in aid to Indonesia. From then on, Belgium decided to concentrate its aid to alimited number of countries, all of them belonging to the group of Least Developed Countries (LDC). However, otherforms of support to Indonesia remains and Belgian support to Indonesia reach high level again with the tsunami crisis(December 2004).

A EUR 2.651 million State-to-State loans was disbursed in November 2005 allowing the rehabilitation and improvementof transmission lines and power substation in North Sulawesi.

Non-governmental Belgian aid to Indonesia has been active for several decades. Various Belgian non-governmentalorganisations (NGOs) have currently programs in Indonesia: Médecins sans Frontières (MSF/ Doctors Without Borders)– Belgium, the Flemish Red Cross, the Belgian francophone Red Cross, Vredeseilanden, World Solidarity Movement andNational Centre for Development Cooperation (NCOS). MSF-Belgium has health programs in Aceh, Maluku and Papua.The Belgian francophone Red Cross had until summer 2006 a project in Aceh whilst the Flemish Red Cross has aprogram in Nias. Vredeseilanden has a series of integrated rural development programmes, mainly in Eastern Indonesia;World Solidarity Movement supports the development projects of local trade unions; NCOS supports advocacy NGOslike the International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Friends of the Earth Indonesia (WALHI) andIndonesian Corruption Watch (ICW).

Belgium also supports international projects in Indonesia. The Center for International Forestry Research (CIFOR) inBogor gets a yearly Belgian contribution since 1999. The Inland Waterways and Ferries Training Center in Palembangis also supported by Belgium since its creation in 1979 and this support has continued when it became an Associationof South East Asian Nations (ASEAN) project in 1997.

Each year, the Belgian government offers scholarships to student for post-graduate studies in Belgium. In 2006, 11Indonesian students (including one Erasmus Mundus scholarship) left for studies in Belgium (10 in 2005).

Level and Type of of Assistance (in EUR million)

European Union Development Co-operation in Indonesia

Aceh: post-tsunami aid and contribution to the peace process

Following the earthquake and tsunami that hit Aceh and North Sumatra in December 2004, the Belgian governmenthas provided relief and recovery to a series of channels. It has also contributed significantly to supporting the peaceprocess.

• Belgium First Aid and Support Team (BFAST): The Belgian government spent a total of EUR 830,975 for post-tsunami interventions in Aceh (Meulaboh) and Sri Lanka.

• Belgian contribution to the Multi Donor Fund (MDF) for Aceh and Nias: An amount of EUR 10 million has beenearmarked for the reconstruction of Aceh to be disbursed over 3 years: EUR 3 million in 2005, EUR 3 million in2006 and EUR 4 million in 2007.

• Food and Agricultural Organisation (FAO): A first subvention of EUR 1.5 million has been transferred for immediatesupport to the fishermen; a second subvention of EUR 1 million has been transferred to FAO for the "Support tofarmers in Tsunami-affected areas through the provision of agricultural and livestock inputs" project.

• United Nations Development Programme (UNDP): A subvention of EUR 1.2 million has been transferred to UNDPfor the project "Recovery of Small Industries and Trades in the districts of Banda Aceh and Aceh Besar".

• MSF-Belgium: The Belgian government contributed EUR 450,000 to the first intervention of the NGO on 27December 2004.

• Peace Brigades International: An amount of EUR 50,000 has been allocated as a Belgian governmental contributionfor the "Protective Accompaniment, Conflict Transformation and International Presence: Safeguarding HumanSecurity in Indonesia" programme. Half of this has been disbursed.

• Aceh Monitoring Mission (AMM): The Belgian government dispatched five observers, and an additional amountof EUR 150,000 to the mission.

These figures do not include support from the Belgian government to initiatives covering several tsunami affectedcountries, for instance a EUR 100,000 contribution to the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation(UNESCO) tsunami early warning system, nor private Belgian initiatives.

Contact

Embassy of BelgiumDeutsche Bank Building, 16th floorJl Imam Bonjol No 80Jakarta Pusat 10310 IndonesiaTel (+62 21) 316 2030Fax (+62 21) 316 2035e-mail: [email protected]/jakarta

2002 2003 2004 2005 2006Grant DisbursementsLoan Disbursements

1.035 -

0.915 -

1.602 -

6.2656.651

3.0004.364

Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Sebesar 95% dari Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) Belgia dikelola oleh dua Kementrian (Departemen Luar Negeridan Departemen Keuangan), dan 5% oleh Wilayah-wilayah Regional, Propinsi dan Pemerintahan Daerah. Kebanyakanbantuan tersebut berbentuk bantuan penuh. Sejak 2001, Kerjasama Tehnis Belgia (BTC) menjadi penanggung jawabdalam mengimplementasikan program kerjasama pemerintah (www.dgos.be/en/).

Kebijaksanaan dan Prioritas Global

Kerjasama international Belgia bertujuan untuk membantu perkembangan berkesinambungan pembangunan manusia.Hal ini guna mengentaskan kemiskinan dan didasari oleh kemitraan antara negara berkembang dan negara donor.Jumlah negara-negara yang mempunyai kerjasama antar pemerintah, dibatasi sampai 18 negara saja. Pembangunanberkesinambungan dipusatkan pada lima sector: pendidikan dasar dan pelatihan, pelayanan kesehatan, pertanian danketahanan pangan, infrastuktur dasar, lingkungan hidup dan pencegahan konflik. Disetiap area pembangunan jugamencakup empat topik: gender dan pemberdayaan perempuan, perlindungan lingkungan hidup dan peningkatan sosialekonomi. Sejak tahun 2005, masalah hak-hak anak telah menjadi sebuah kewajiban untuk diperhatikan.

Tingkat Bantuan secara Global

Pada tahun 2005, Belgia telah mengeluarkan dana sebesar EUR 1,58 milyar atau 0,53% dari PNB Belgia sebagai(kenaikan mencapai 17,2% dibandingkan tahun 2004 dimana ODA adalah EUR 1,17 milyar atau 0,41% dari PNB). Halini telah menempatkan Belgia diurutan ke-enam negara donor di dunia.

Jenis Bantuan dan Program

Lebih dari 90% dari ODA Belgia terdiri dari hibah, dengan menerapkan prinsip bantuan tanpa ikatan. Bagian lain dariODA, disalurkan melalui Departemen Keuangan, terutama terdiri dari pinjaman antar negara (State-to-State Loans)dan subsidi super. Subsidi super diberikan dengan tujuan untuk mengurangi tingkat suku bunga terhadap kreditperdagangan. Baik pinjaman antar negara maupun subsidi super, keduanya merupakan bantuan mengikat.

Prioritas di Indonesia

Selama 30 tahun (1968–1997) negara Belgia merupakan mitra yang penting bagi Indonesia di bidang pembangunan.Sepanjang tahun-tahun tersebut, negara Belgia telah mengeluarkan dana sejumlah rata-rata EUR 7 juta untuk membantuIndonesia. Akhir-akhir ini, Belgia memutuskan untuk mengkonsentrasikan bantuannya kepada beberapa negara dalamjumlah terbatas yang termasuk dalam kelompok negara-negara yang paling terbelakang (LDC). Namun demikian,dukungan-dukungan dalam bentuk lain kepada Indonesia masih tetap ada dan bantuan Belgia kepada Indonesiamencapai tingkat yang tinggi lagi dengan adanya krisis tsunami (Desember 2004).

Pinjaman antar negara sejumlah EUR 2,651 juta telah dicairkan pada bulan November 2005. Dana tersebut dapatmendukung rehabilitasi serta perbaikan jaringan transmisi dan stasiun-stasiun tenaga listrik di Sulawesi Utara.

Bantuan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Belgia untuk Indonesia sudah aktif sejak beberapa dekade. Sekarangini, berbagai LSM Belgia mempunyai program-program di Indonesia: Médecin sans Frontières (MSF) – Belgia, PalangMerah Vlaam – Belgia, Palang Merah Wallon – Belgia, Vredeseilanden, World Solidarity Movement dan National Centrefor Development Cooperation (NCOS). MSF – Belgia mempunyai program-program kesehatan di Aceh, Maluku danPapua; Palang Merah Wallon – Belgia menjalankan program di Aceh hingga musim panas 2006, sementara PalangMerah Vlaam – Belgia melaksanakan program di Nias; Vredeseilanden memiliki serangkaian program pertanian terpaduterutama di wilayah Indonesia bagian timur; World Solidarity Movement mendukung proyek-proyek pengembanganserikat-serikat dagang lokal; dan NCOS mendukung kegiatan advokasi beberapa LSM seperti International NGOForum on Indonesian Development (INFID), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dan Indonesian Corruption Watch (ICW).

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Belgia juga mendukung proyek-proyek internasional yang berlokasi di Indonesia. Sejak tahun 1999, setiap tahunnyaCenter for International Forestry Research (CIFOR) di Bogor menerima sumbangan dari Belgia. Sejak didirikan padatahun 1979, Inland Waterways and Ferries Training Center di Palembang didukung oleh pemerintah Belgia dan dukunganini masih terus diberikan ketika pusat pelatihan ini berubah menjadi proyek ASEAN pada tahun 1997.

Setiap tahunnya, pemerintah Belgia memberikan beasiswa dalam jumlah terbatas untuk studi pasca sarjana di Belgia.Pada tahun 2006, sebanyak 11 mahasiswa Indonesia (termasuk satu orang penerima beasiswa Erasmus Mundus)menuntut pendidikan di Belgia (pada tahun 2005 sebanyak 10 orang).

Tingkat dan Jenis Bantuan (dalam EUR juta)

Aceh : Bantuan pasca tsunami dan kontribusi terhadap proses perdamaian

Setelah gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan Sumatra Utara pada bulan Desember 2004, pemerintahBelgia telah memberikan bantuan darurat dan pemulihan kepada sejumlah saluran resmi. Belgia juga memberikansumbangan yang sangat berarti untuk mendukung proses perdamaian:• Belgian First Aid and Support Team (BFAST): Pemerintah Belgia telah menyalurkan sejumlah EUR 830.975 untuk

bantuan pasca tsunami mereka di Aceh (Meulaboh) dan Sri Lanka.• Kontribusi Belgia kepada Dana Multi Donor (MDF) untuk Aceh dan Nias: Dana sejumlah EUR 10 juta untuk

rekonstruksi Aceh akan disalurkan dalam tiga tahun: EUR 3 juta di tahun 2005, EUR 3 juta pada tahun 2006 danEUR 4 juta pada tahun 2007.

• Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO): Bantuan pertama sejumlah EUR 1,5 juta telah ditransfer untuk bantuansegera kepada para nelayan; bantuan kedua sebesar EUR 1 juta telah ditransfer kepada FAO untuk proyek‘Mendukung para peternak di daerah yang dilanda bencana tsunami melalui proyek-proyek penyediaan hasilbumi dan peternakan’.

• Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNDP): Bantuan sejumlah EUR 1,2 juta telah disalurkankepada UNDP untuk proyek ‘Pemulihan Industri-industri Kecil dan Perdagangan di wilayah Banda Aceh dan AcehBesar’.

• MSF – Belgia: Pemerintah Belgia memberi kontribusi sebesar EUR 450.000 untuk intervensi pertama LSMtersebut pada tanggal 27 December 2004.

• Peace Brigades Internasional: Dana sebesar EUR 50.000 telah disetujui sebagai kontribusi pemerintah Belgiauntuk program ‘Perlindungan Pendampingan, Transformasi Konflik dan Kehadiran Internasional: program MelindungiKeamanan Manusia Indonesia’. Setengah dari jumlah dana tersebut sudah dicairkan.

• Misi Pemantauan Aceh (AMM): Pemerintah Belgia telah menyediakan lima pengamat dan tambahan dana sebesarEUR 150.000 kepada misi tersebut.

Jumlah bantuan tersebut belum termasuk dukungan pemerintah Belgia terhadap kegiatan-kegiatan yang sekaligusmencakup beberapa negara yang dilanda bencana tsunami, misalnya kontribusi sebesar EUR 100.000 kepada BadanPendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) untuk proyek sistim peringatan dini bahaya tsunami,juga belum termasuk inisiatif-inisiatif LSM dan pihak swasta Belgia.

Kontak

Kedutaan Besar BelgiaDeutsche Bank Building, Lantai 16Jl Imam Bonjol No 80Jakarta Pusat 10310 IndonesiaTel (+62 21) 316 2030Fax (+62 21) 316 2035e-mail: [email protected]/jakarta

2002 2003 2004 2005 2006Pencairan HibahPencairan Pinjaman

1.035 -

0.915 -

1.602 -

6.2656.651

3.0004.364

The Czech Republic ODA has been increasing continuously during the last 5 years. This will continue in upcoming yearsin connection to the Czech Republic membership in the EU when new member countries should reach in short-termthe level of 0.17% ODA/GDP, and in long-term the level 0.33% ODA/GDP (EU should average in about 0.33% ODA/GDP).

Types of Assistance and Programming

In 2005, the amount of the Czech Republic contribution for bilateral activities was USD 64.39 million (48%) while theamount multilateral assistance (including EU) was USD 70.74 million (52%). All assistance was provided in the formof grants.

Programme Objectives and Priorities in Indonesia

At present the priority areas of Czech ODA in Indonesia are the programmes of technical assistances in the field ofagriculture, environment protection and regional transport infrastructure.

Organisation of Development Assistance

The Ministry of Foreign Affairs (MFA) is responsible for the coordination of the development cooperation policy formulation.The projects are proposed and carried out by the various departments/ ministries, depending on their purpose.

The Czech aid programme is approved annually by the Government and is coordinated by the MFA, which is authorisedto make decisions on emergency humanitarian assistance not exceeding CZK 5 million (approximately USD 220,000),emergency humanitarian assistance exceeding CZK 5 million must be approved by the Government.

Global Policies and Priorities

In 2005, the Czech Republic has made further efforts at strengthening efficiency and transparency of the Czechdevelopment assistance, including new Principles for Tender Procedures of Development Assistance Projects.

The Czech Official Development Assistance (ODA) in 2005 compromised technical assistance (11% of the total),investment projects (5%), special programmes in the Middle East and the Balkans (7%), humanitarian aid and assistanceto refugees (14%), debt relief (7%) and administrative costs including public awareness (3%).

In geographical terms, bilateral aid was focused on the Balkans (Serbia and Montenegro), South and East Asia(Mongolia, Pakistan) and the Middle East (Iraq). The main thematic focus was on good governance, post conflictsituation, education and environmental projects.

Global Level of Assistance

In 2005, the Czech Republic ODA increased by 16% in real terms and reached USD 135 million that represents 0.11%of GNI. The increase was due primarily to the Czech contribution to the European Union (EU) development budget (USD62 million) and partly due to humanitarian operations in Asia after the tsunami disaster.

2005: USD 1 = CZK 23.9

Year20012002200320042005

ODA (CZK)1,007,250,0001,485,890,0002,556,000,0002,780,100,0003,235,100,000

ODA/GDP (%)0.050.070.100.110.11

Distribution of Assistance

Sectoral focus in 2005: Emergency Assistance 92%Agriculture 4%Environment Protection 4%

Geographical focus in 2005: Aceh 92%North Sumatra 4%North Sulawesi 4%

Czech Republic Aid to Aceh

The Czech Republic allocated in 2005 aid of a total of EUR 6.361 million for the humanitarian emergency, rehabilitationand reconstruction assistance to Aceh. The Czech aid to Aceh composed of the governmental humanitarian emergencyaid (EUR 496,000), the governmental aid for rehabilitation and reconstruction (EUR 3.003 million) and the non-governmental aid (EUR 2.862 million). These contributions were provided through direct bilateral aid from Czechgovernment, Czech non-governmental organisations and through United Nations agencies.

Czech Assistance to the Educational Sector in Indonesia

In 2005, the Czech Republic offered three governmental scholarships for bachelor or master study courses and thisnumber will be increased gradually in the next years.

Contact

Embassy of the Czech RepublicJl Gereja Theresia No 20Jakarta 10350 IndonesiaTel (+62 21) 390 4075, 390 4076, 390 4077Fax (+62 21) 390 4078e-mail: [email protected]/jakarta

Future Directions

While Czech ODA programmes all over the world are currently facing budgetary constrains, the Czech Republic willcontinue its development assistance to Indonesia. Brand-new projects in the fields of regional infrastructure werelaunched just recently.

Level and Type of Assistance (in EUR million) *

European Union Development Co-operation in Indonesia

* including the Czech Republic governmental aid to Aceh** disbursement of the Czech governmental aid for rehabilitation and reconstruction assistance to Aceh

2002000

20030.025

00.025

20040.065

00.065

20050.541

00.541

20062.097

02.097

Grant DisbursementsLoan DisbursementsTotal

**

Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Departemen Luar Negeri (MFA) bertanggungjawab mengkoordinasikan perumusan kebijakan kerjasama pembangunan.Proyek-proyek diusulkan dan dilaksanakan oleh berbagai departemen/ kementerian, tergantung pada tujuannya.

Program bantuan Ceko disahkan setiap tahun oleh pemerintah dan dikoordinasikan oleh MFA, yang berwenang untukmembuat keputusan tentang bantuan kemanusiaan darurat yang nilainya tidak melebihi CZK 5 juta (lebih kurang USD220.000), sementara bantuan kemanusian yang nilainya lebih dari CZK 5 juta harus mendapatkan persetujuan daripemerintah.

Kebijakan dan Prioritas Global

Pada tahun 2005, Republik Ceko melakukan upaya lebih lanjut dalam memperkuat efisiensi dan transparansi bantuanpembangunan Ceko, termasuk Prinsip-prinsip baru untuk Prosedur Tender Proyek Bantuan Pembangunan.

Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) Ceko pada tahun 2005 terdiri dari bantuan tehnis (11% dari keseluruhan), proyek-proyek investasi (5%), program-program khusus di Timur Tengah dan Balkan (7%), bantuan kemanusiaan dan bantuanuntuk pengungsi (14%), pembebasan utang (7%) dan biaya-biaya administrasi termasuk pemahaman publik (3%).

Secara geografis, bantuan bilateral difokuskan pada Daerah Balkan (Serbia dan Montenegro), Asia Selatan dan Timur(Mongolia, Pakistan) dan Timur Tengah (Irak). Fokus tematis utama adalah tentang tata pemerintahan yang baik, situasipasca konflik, proyek-proyek pendidikan dan lingkungan hidup.

Tingkat Bantuan Global

Pada tahun 2005, nilai riil ODA Republik Ceko meningkat sebesar 16% dan mencapai USD 135 juta yaitu 0,11% dariPNB. Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh sumbangan Ceko pada anggaran pembangunan Uni Eropa(USD 62 juta) dan sebagian karena operasi-operasi kemanusiaan di Asia setelah bencana tsunami.

ODA Republik Ceko terus meningkat selama lima tahun terakhir. Kondisi ini akan berlanjut di tahun-tahun mendatangberkaitan dengan keanggotaan Republik Ceko di Uni Eropa ketika Negara-negara anggota Uni Eropa harus dalam jangkapendek mencapai tingkat ODA/PDB sebesar 0,17%, dan dalam jangka panjang tingkat ODA/PDB sebesar 0,33% (tingkatODA/GDP Uni Eropa harus rata-rata 0,33%).

Jenis Bantuan dan Program

Pada tahun 2005 jumlah sumbangan Republik Ceko untuk kegiatan-kegiatan bilateral adalah sebesar USD 64,39 juta(48%) sementara jumlah bantuan multilateral (termasuk Uni Eropa) adalah USD 70,74 juta (52%). Semua bantuandiberikan dalam bentuk hibah.

Tujuan dan Prioritas Program di Indonesia

Pada saat ini bidang prioritas ODA Ceko di Indonesia adalah program-program bantuan tehnis dalam bidang pertanian,

Tahun ODA (CZK) ODA/PDB (%) 2001 1.007.250.000 0,05 2002 1.485.890.000 0,07 2003 2.556.000.000 0,10 2004 2.780.100.000 0,11 2005 3.235.100.000 0,11

2005: USD 1 = CZK 23,9

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

perlindungan lingkungan hidup dan prasarana perhubungan daerah.

Arahan Masa Datang

Walaupun program-program ODA Ceko di seluruh dunia saat ini sedang menghadapi masalah keterbatasan anggaran,Republik Ceko akan meneruskan bantuan pembangunannya untuk Indonesia. Proyek-proyek baru dalam bidang-bidangprasarana wilayah baru-baru ini telah diluncurkan.

Tingkat dan Jenis Bantuan (dalam EUR juta) *

Distribusi Bantuan

Fokus sektoral tahun 2005: Bantuan Darurat 92%Pertanian 4%Perlindungan Lingkungan 4%

Fokus geografis tahun 2005: Aceh 92%Sumatra Utara 4%Sulawesi Utara

Bantuan Republik Ceko untuk Aceh

Pada tahun 2005 Republik Ceko mengalokasikan dana bantuan sebesar total EUR 6,361 juta untuk bantuan daruratkemanusiaan, dan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk Aceh. Bantuan Ceko tersebut terdiri dari bantuan daruratkemanusiaan pemerintah (EUR 496.000), bantuan pemerintah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi (EUR 3,003 juta)dan bantuan non pemerintah (EUR 2,862 juta). Sumbangan-sumbangan ini diberikan melalui bantuan bilateral langsungdari pemerintah Ceko, lembaga-lembaga swadaya masyarakat Ceko dan melalui badan-badan Perserikatan Bangsa-bangsa.

Bantuan Ceko untuk Sektor Pendidikan di Indonesia

Pada tahun 2005 Republik Ceko menawarkan tiga beasiswa pemerintah untuk belajar di tingkat S1 atau S2 dan jumlahini akan bertambah secara bertahap pada tahun-tahun mendatang.

Kontak

Kedutaan Besar Republik CekoJl Gereja Theresia No 20Menteng, Jakarta 10350 IndonesiaTel (+62 21) 390 4075, 390 4076, 390 4077Fax (+62 21) 390 4078e-mail: [email protected]/jakarta

* termasuk Bantuan Pemerintah Republik Ceko untuk Aceh** Pencarian bantuan Pemerintah Ceko untuk bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk Aceh

2002 2003 2004 2005 2006 **Hibah 0 0,025 0,065 0,541 2,097Pinjaman 0 0 0 0 0Total 0 0,025 0,065 0,541 2,097

4%

Aims of German Development Policy

The development policy of the Federal Republic of Germany is an independent area of German foreign policy. It isformulated by the Federal Ministry for Economic Cooperation and Development, BMZ (www.bmz.de). The Federal ForeignOffice (www.auswaertiges-amt.de) also has wide-ranging competencies in issues of development cooperation.

German embassies coordinate Germany’s development policy activities in their respective host countries, working closelywith the implementing organisations.

The German government sees development policy as a joint responsibility of the international community, with Germanymaking effective and high-profile contributions. Through a clear international division of labour and sound consultationand coordination with other donors, the German government aims to enhance the effectiveness of German developmentpolicy in line with the tenets of the Paris Declaration on Aid Effectiveness.

The Federal Republic of Germany has undertaken to play an active part in helping to achieve the goals laid out in theMillennium Declaration, the Monterrey Consensus and the Johannesburg Plan of Implementation. The inter-ministerialProgram of Action 2015 is the central instrument used by the German government to translate this commitment intopractice.

The Program of Action provides a political framework and points the way forward for German development policy. In it,the German government lays out the form its contribution should take within the overarching international frameworkfor action, and how this is to be further developed. It gears its action to the imperatives of the vision of global sustainabledevelopment and the following four objectives:• Reducing poverty worldwide• Building peace and bringing about democracy• Promoting equitable forms of globalisation• Protecting the natural environment.

In each of these fields, the German government aims to promote development that corresponds to the principles ofsustainability. This is only possible if development cooperation is based on a holistic approach: it must be ascertainedthat all development interventions have a positive impact on social, economic, ecological and political development.

The Program of Action 2015 lays out the framework within which Germany makes its contribution to achieving the goalsof the Millennium Declaration and the Millennium Development Goals (MDGs) derived from it. The ten priority areasfor action embrace the economy and agriculture, commerce, indebtedness, social systems, environmental protectionand conservation of natural resources, human rights, gender equality, participation, disarmament, and security.

Implementing Organisations

The BMZ commissions the implementing organisations with the concrete realisation of the development-policy projectsof the German government. The tasks of these organisations include :• The implementation of financial and technical cooperation projects• The preparation and secondment of German experts and volunteers• The professional upgrading of specialists and executives from partner countries.

The German Development Bank (KfW) is responsible for financial cooperation, while technical cooperation with partnercountries is the responsibility of the German Technical Cooperation (GTZ). The German Development Service (DED)prepares and seconds volunteers, and further training and upgrading is the specialty of Capacity Building International,Germany (InWEnt). There are also a number of specialised implementing organisations such as the Federal Institutefor Geosciences and Natural Resources (BGR) or the Federal Institute of Physics and Metrology (PTB).

European Union Development Co-operation in Indonesia

The large number of implementing organisations or front-line organisations is a unique characteristic of Germandevelopment cooperation. The individual organisations have highly specialised skills and cooperate closely in their workin partner countries.

Global Level of Assistance

Germany is the fourth largest donor among member states of the Organisation for Economic Cooperation and Development(OECD). In 2005, Germany’s net Official Development Assistance (ODA) was EUR 8 billion. The largest portion of thatamount was allocated to Asia (40%), followed by Subsaharan-Africa ((33%), the Near and Middle East (23%), LatinAmerica (7%) and Europe (5.3%). The share of least developed countries in German ODA was 18.7%.

As development assistance must be considered against the background of a globalising world, more than 25% of GermanODA was channelled through international institutions, such as the World Bank group, the Asian Development Bank(ADB) and the United Nations system to complement bilateral development efforts. About one quarter of the EuropeanUnion (EU) funding for development assistance are contributed by Germany.

Type of Assistance and Programming

German bilateral development assistance is mainly implemented through project and programme aid. In order to achievegreater efficiency and significance, Germany aims for closer coordination between its own development programmesand is committed to the harmonisation agenda with other donors.

Indonesia is eligible for the debt swap scheme. Accordingly, Germany may cancel claims from bilateral financialcooperation, if Indonesia as a debtor nation uses part of the funds from the Debt Swap for development initiatives inthe areas of environmental conservation (Agenda 21), poverty alleviation or education. The debt will be written off themoment the debtor country spends 50% of the debt amount to support activities in the mentioned sectors. In accordancewith the swaps agreed so far, Germany shall cancel official debt up to EUR 73.6 million.

Programme Objectives and Priorities in Indonesia

Indonesia and Germany have agreed upon the following three priority areas for development cooperation:• Support to economic reform policies, the promotion of small and medium enterprises and vocational training• Health including HIV/ AIDS prevention• Transport, in particular maritime and railway.

Decentralisation is a cross cutting issue for the cooperation. Strategy Papers on health, economic reform, transport anddecentralisation have been prepared and agreed upon with the Indonesian Government. In order to increase theeffectiveness and efficiency of development cooperation, Germany is shifting its activities towards a focused programmaticapproach in each of the priority areas. It is also exploring possibilities of closer cooperation with other donors.

Future Directions

The Indonesian and German Governments held biannual negotiations in 2005 and agreed that the volume of assistancefor 2005/ 2006 will be EUR 76 million. The directions of future cooperation are set by the Indonesian national policyoutlined.

Tsunami Response

Soon after the tsunami disaster, the German Government pledged a total funding of EUR 500 million for humanitarianrelief, emergency aid and rehabilitation/ reconstruction efforts. Funds will be available until the end of 2009, half ofthe committed funds have been already disbursed.

German reconstruction aid is primarily targeted towards the two worst-affected countries Indonesia and Sri Lanka. Thesemeasures are supplemented by the assistance provided by projects run by multilateral organisations, and by projectsundertaken by German non-governmental organisations within the ‘Indian Ocean Regional Programme’. In addition,EUR 45 million is earmarked for the establishment of a Tsunami Early Warning System.

Until now, Germany has committed about EUR 186 million for the reconstruction of Aceh and Nias Islands. Projects areimplemented mainly through Financial Cooperation (provided through KfW) and Technical Cooperation (provided mainlythrough GTZ). In addition, Germany participates in the Multi Donor Fund (MDF) for Aceh and North Sumatra with anamount of more than EUR 11 million. Reconstruction efforts in the former conflict-affected region are progressing rapidly.To support the peace-process in Aceh, German-assisted projects contribute to efforts aimed to reintegration of formerFree Aceh Movement (GAM) members and expand efforts to conflict-affected areas in the province.

Contact

German EmbassyDevelopment Cooperation UnitJl MH Thamrin 1Jakarta 10310 IndonesiaTel (+62 21) 3985 5000Fax (+62 21) 390 1757www.jakarta.diplo.de

European Union Development Co-operation in Indonesia

Level and Type of Assistance (in EUR million)

1998

60.155

131.270191.425

1999

58.570

-76.845-18.270

2000

53.660

-46.7406.920

2002

53.432

29.75083.182

2001

62.629

-29.223-33.406

2003

67.501

-148.151-80.633

2004

61.642

82.159143.801

2005

101.646

59.554161.200

GrantDisbursementsLoanDisbursementsTotal

Tujuan dari Kebijakan Pembangunan Jerman

Kebijakan pembangunan dari Republik Federal Jerman adalah bidang yang independen dari kebijakan luar negeriJerman. Kebijakan pembangunan tersebut dirumuskan oleh Kementrian Federal untuk Kerjasama dan PembangunanEkonomi, BMZ (www.bmz.de). Kantor Luar Negeri Federal (www.auswaertiges-amt.de) juga memiliki kompetensi yangluas dalam hal kerjasama pembangunan.

Kedutaan-kedutaan besar Jerman mengkoordinasikan kegiatan yang dilakukan berdasarkan kebijakan pembangunanJerman di masing-masing negara di mana mereka berada, bekerjasama erat dengan organisasi-organisasi pelaksana.Pemerintah Jerman melihat kebijakan pembangunan sebagai tanggung jawab bersama masyarakat internasional,dengan Jerman memberikan kontribusi yang efektif dan berprofil tinggi. Melalui pembagian tenaga kerja yang jelas ditingkat internasional serta konsultasi dan koordinasi yang sehat dengan para donor lainnya, Pemerintah Jermanbertujuan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan pembangunan Jerman sejalan dengan prinsip Deklarasi Parismengenai Efektivitas Bantuan.

Republik Federal Jerman telah memainkan peran yang aktif dalam membantu mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkandalam Deklarasi Milenium, Konsensus Monterrey, dan Rencana Implementasi Johannesburg. Program Aksi Antar-Kementrian tahun 2015 merupakan instrumen utama yang digunakan oleh pemerintah Jerman untuk menerjemahkankomitmennya menjadi praktik yang nyata.

Program Aksi tersebut menetapkan kerangka politik dan hal-hal yang harus dicapai melalui kebijakan pembangunanJerman. Dalam program tersebut, Pemerintah Jerman memaparkan bentuk kontribusi yang harus diberikan olehnyadalam kerangka aksi internasional yang menyeluruh, dan bagaimana hal tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut.Pemerintah Jerman melaksanakan aksinya berdasarkan hal-hal yang penting dari visi pembangunan global yangberkesinambungan dan empat tujuan berikut ini:• Mengurangi kemiskinan di seluruh dunia• Membangun kedamaian dan mewujudkan demokrasi• Meningkatkan bentuk-bentuk globalisasi yang adil• Melindungi lingkungan hidup.

Dalam masing-masing bidang tersebut, pemerintah Jerman bertujuan untuk meningkatkan pembangunan yang memenuhiprinsip-prinsip kesinambungan. Hal ini hanya mungkin apabila kerjasama pembangunan didasarkan pada pendekatanholistik: perlu dipastikan bahwa semua intervensi pembangunan memiliki dampak positif terhadap pembangunansosial, ekonomi, ekologi, dan politik.

Program Aksi tahun 2015 menentukan kerangka yang digunakan oleh Jerman dalam memberikan kontribusinya untukmencapai tujuan-tujuan Deklarasi Milenium dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) yang dibuat berdasarkandeklarasi tersebut. Sepuluh bidang prioritas aksi tersebut mencakup ekonomi dan pertanian, perdagangan, utang,sistem sosial, perlindungan lingkungan hidup dan pelestarian sumber daya alam, hak-hak azasi manusia, kesetaraangender, partisipasi, pelucutan senjata, dan keamanan.

Organisasi-Organisasi Pelaksana

BMZ memberi kuasa kepada organisasi-organisasi pelaksana dengan realisasi konkrit proyek-proyek berdasarkankebijakan pembangunan pemerintah Jerman. Tugas dari organisasi-organisasi tersebut mencakup:• Pelaksanaan proyek-proyek kerjasama keuangan dan tehnis• Persiapan dan penugasan para ahli dan sukarelawan Jerman• Pembinaan profesional untuk para spesialis dan eksekutif dari negara-negara mitra.

Bank Pembangunan Jerman (KfW) bertanggung jawab untuk kerjasama keuangan, sementara kerjasama tehnis dengannegara-negara mitra adalah tanggung jawab dari Kerjasama Tehnis Jerman (GTZ). Dinas Pembangunan Jerman (DED)mempersiapkan dan menugaskan para sukarelawan, dan pelatihan serta pembinaan lebih lanjut merupakan bidang

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

spesialisasi Pengembangan Kapasitas Internasional, Jerman (InWEnt). Selain itu terdapat pula sejumlah organisasipelaksanaan khusus seperti Institut Federal untuk Ilmu Bumi dan Sumber Daya Alam (BGR) atau Institut Fisika danMetrologi Federal (PTB).

Banyaknya organisasi pelaksana dan organisasi garis depan merupakan ciri khusus kerjasama pembangunan Jerman.Organisasi-organisasi individual memiliki keterampilan yang sangat khusus dan bekerjasama erat dalam melakukanpekerjaan mereka di negara-negara mitra.

Bantuan Tingkat Global

Jerman adalah donor terbesar keempat di antara para anggota Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi(OECD). Pada tahun 2005, ODA bersih Jerman adalah sebesar EUR 8 miliar. Bagian terbesar dari jumlah tersebutdialokasikan ke Asia (40%), diikuti dengan Subsaharan-Afrika (33%), Timur Tengah dan sekitarnya (23%), Amerika Latin(7%) dan Eropa (5.3%). Persentase negara-negara terbelakang yang tercakup dalam ODA Jerman adalah sebesar 18.7%.

Karena latar belakang globalisasi dunia perlu dipertimbangkan dalam bantuan pembangunan, lebih dari 25% ODAJerman disalurkan melalui institusi internasional, seperti kelompok Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB) danbadan-badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk melengkapi upaya pembangunan bilateral. Jerman memberikankontribusi hampir seperempat dari jumlah pendanaan Uni Eropa untuk bantuan pembangunan.

Jenis Bantuan dan Program

Bantuan pembangunan bilateral Jerman dilaksanakan terutama melalui bantuan proyek dan program. Untuk mencapaiefisiensi dan signifikansi yang lebih besar, Jerman bertujuan untuk mewujudkan koordinasi yang lebih erat antaraprogram-program pembangunannya dan berkomitment terhadap agenda penyelarasan dengan donor lainnya.

Indonesia berhak atas skema pertukaran utang (debt swap scheme). Dengan demikian, Jerman dapat menghapuskanklaim dari kerjasama keuangan bilateral apabila Indonesia sebagai negara yang berhutang menggunakan sebagiandari dana dari Pertukaran Utang tersebut untuk inisiatif pembangunan di bidang pelestarian lingkungan hidup (Agenda21), pemberantasan kemiskinan, atau pendidikan. Utang tersebut akan dihapus ketika negara yang berhutangmenggunakan 50% dari jumlah utang tersebut untuk mendukung kegiatan di bidang-bidang tersebut. Sesuai denganpertukaran yang disepakati sampai saat ini, Jerman akan menghapuskan utang resmi sampai sejumlah EUR 73,6 juta.

Tujuan dan Prioritas Program di Indonesia

Indonesia dan Jerman telah menyepakati tiga bidang prioritas untuk kerjasama pembangunan sebagai berikut:• Mendukung kebijakan reformasi ekonomi, peningkatan perusahaan kecil dan menengah serta pelatihan kejuruan• Kesehatan mencakup pencegahan HIV/AIDS• Transportasi, khususnya transportasi laut dan rel kereta api.

Desentralisasi merupakan permasalahan lintas sektor dalam kerjasama tersebut. Rencana Strategi (Strategy Papers)dalam bidang kesehatan, reformasi ekonomi, transportasi, dan desentralisasi telah disusun dan disepakati denganPemerintah Indonesia. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerjasama pembangunan, Jerman mengalihkankegiatannya menuju pendekatan programatik yang terfokus dalam masing-masing bidang prioritas tersebut. Jermanjuga sedang mencari peluang untuk mengadakan kerjasama yang lebih erat dengan para donor.

Arah Masa Depan

Pemerintah Indonesia dan Jerman mengadakan negosiasi (dua kali setahun) pada tahun 2005 dan sepakat bahwavolume bantuan untuk tahun 2005/2006 akan berjumlah sebesar EUR 76 juta. Arah kerja sama di masa depanditetapkan berdasarkan kebijakan nasional Indonesia yang digariskan.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Tanggapan terhadap Tsunami

Segera setelah bencana Tsunami, Pemerintah Jerman menjanjikan pendanaan dengan jumlah sebesar EUR 500 jutasebagai bantuan kemanusiaan, bantuan darurat, dan upaya rehabilitasi/ rekonstruksi. Dana akan tersedia sampaidengan akhir tahun 2009, yang mana setengah dari komitmen tersebut telah diberikan.

Bantuan rekonstruksi Jerman ditujukan terutama untuk dua negara yang menderita dampak terbesar, yaitu Indonesiadan Sri Lanka. Ukuran tersebut ditambah oleh bantuan yang diberikan oleh proyek-proyek yang dijalankan oleh organisasi-organisasi multilateral, dan proyek-proyek yang dijalankan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat Jerman dalam‘Program Regional Laut Hindia’. Selain itu, EUR 45 juta juga disediakan untuk pengadaan Sistem Peringatan DiniTsunami.

Sampai saat ini, Jerman telah berkomitmen untuk memberikan sekitar EUR 186 juta untuk rekonstruksi Aceh dan Nias.Proyek-proyek dilaksanakan terutama melalui Kerjasama Keuangan (yang diberikan melalui KfW) dan Kerjasama Tehnis(yang diberikan terutama melalui GTZ). Selain itu, Jerman berpartisipasi dalam Dana Multi Donor (MDF) untuk Acehdan Sumatera Utara dengan jumlah lebih dari EUR 11 juta. Upaya-upaya rekonstruksi di bekas daerah konflik berjalandengan cepat. Untuk mendukung proses perdamaian di Aceh, proyek-proyek yang dibantu oleh Jerman memberikankontribusi terhadap upaya-upaya yang bertujuan untuk mewujudkan reintegrasi bekas anggota Gerakan Aceh Merdeka(GAM) dan memperluas upaya-upaya yang dilakukan ke daerah-daerah yang terkena dampak konflik di propinsi tersebut.

Kontak

Kedutaan Besar JermanUnit Kerjasama PembangunanJl MH Thamrin 1Jakarta 10310 IndonesiaTel (+62 21) 3985 5000Fax (+62 21) 390 1757www.jakarta.diplo.de

Tingkat ODA Bilateral (dalam EUR juta)

199860,155

131,270

191,425

199958,570

-76,845

-18,270

200053,660

-46,740

6,920

200253,432

29,750

83,182

200162,629

-29,223

33,406

200367,501

-148,151

-80,633

200461,642

82,159

143,801

2005101,646

59,554

161,200

PencarianhibahPencarianpinjamanTotal

The Hellenic International Development Cooperation Department (YDAS)/ Hellenic Aid was established in 1999, on thebasis of article 18, paragraph 1 of L. 2731/1999. In 2000, Presidential Decree 224/2000 (Government Gazette193/A/6-9-2000) came into force, on the organisation, staffing and operation of the International DevelopmentCooperation Department of the Foreign Ministry. This is the most recently established Directorate General of the ForeignMinistry, and is mainly responsible for the supervision, coordination, monitoring and promotion of emergency humanitarianand food aid actions, as well as aid for the reorganisation and restoration of the infrastructures of developing countriesconducted by ministries, universities, non-governmental organisations (NGOs) or other players.

The main responsibilities of the International Development Cooperation Department, within the framework of developmentdiplomacy, include:• Handling of all development assistance funding provided by the state budget, as well as all the funding from

ministries, organisations, and public and private agencies within the country and abroad• Monitoring and facilitating development programmes/ projects carried out by public agencies, universities, NGOs

and other civil society organisations• Collecting, processing and sending to the Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD)

Development Assistance Committee (DAC) statistical data on the provision of development assistance• Monitoring meetings of the Working Groups and Networks of the DAC and the European Union (EU)• Submitting proposals to the Committee for the Organisation and Coordination of International Economic Relations

with regard to the future planning of development policy for priority countries, with the objective of maximisingthe positive results from the implementation of viable programmes

• Funding emergency humanitarian aid actions and programmes, restructuring and development programmes/projects, as well as development education and information regarding the promotion of voluntary work in Greeceand developing countries.

• Supporting Greek participation in European Commission’s Humanitarian Aid Department (ECHO) and EuropeAidprogrammes, as well as in programmes of the EU and other United Nations (UN) international developmentorganisations.

International Cooperation Framework

International humanitarian and development cooperation aims at bridging the gap between developed and developingcountries by means of enhancing the development efforts of developing countries. This is achieved mainly through:• Ensuring food supply for populations• Providing urgent aid in emergency situations• Enhancing the civil society and institutional capabilities of developing countries• Providing resources in departments of viable growth.

The Fundamental Principles

The strategy and the need to achieve effective and efficient international development cooperation programs requirethat certain fundamental principles be observed, such as:• Entering partnerships with reliable civil society agencies, as well as participation of the benefiting authorities and

agencies in those programmes they are directly involved in• Combating poverty, which constitutes the most essential target of development programmes of international

donors in developing countries for the current decade• Co-financing: International agencies co-finance only part of the budget pertaining to selected activities of bilateral

development cooperation. NGOs undertake part, at least 15%, of the total budget for the project (own participation)• Coordination, Coherence and Complementarity (CCC): The development cooperation programmes per recipient

country must:a) provide a minimum degree coordination between activities of multilateral and other donorsb) be consistent with the targeted objectivesc) provide interventions that are complementary to each other and do not produce gaps, contradictions or overlaps

European Union Development Co-operation in Indonesia

• Ownership by local populations of financial, social and development benefits deriving from programme implementation.• Viability of the activity or programme: It is this criterion that establishes whether maintenance of the objective

targets can be secured after the program has been implemented.

The Greek contribution to the humanitarian crisis caused by the tsunami in South East Asia

Greece was one of the first countries to mobilise immediately following the news of the earthquake and tidal wave inSouth East Asia, initially sending a special Olympic Airlines flight to Phuket Island to pick up the tourists trapped there.This received highly positive coverage in the international press. Additionally, four humanitarian aid missions were flownto the area, along with a large shipping operation to transport humanitarian and medical aid to Sri Lanka, where a Greek-owned ship carried over 500 tonnes of humanitarian and food aid. Following delivery of the aid, the ship remained inthe area from 5 February to 28 March 2005 as a floating medical unit, staffed by volunteers, with over 50 specialiseddoctors and health-care workers, in four specially equipped clinics (pathology, gynaecology, paediatrics, and minorsurgery) examining 80-100 patients per day.

An additional shipment of over 2,000 tonnes about EUR 8 million worth of humanitarian aid, including pharmaceuticals,clothing and foodstuffs collected by civil society and coordinated by the NGO Solidarity with the support of the ForeignMinistry, was sent directly by merchant marine ships to Banda Aceh, Indonesia, in March and April.

The aid collected and delivered in the form of equipment, services and money is estimated to have amounted to overEUR 24 million. Included in this sum is the EUR 10 million provided via the UN Office for Coordination of HumanitarianAffairs (OCHA) for the specific programmes of specialised UN organisations in the affected areas.

The exceptionally moving reaction of the entire Greek population to the unprecedented catastrophe of 26 December2004 should also be stressed. The special telethon organised by state television in cooperation with the Foreign Ministry/YDAS, collected a total of EUR 14,924,486, while the volunteer services offered by citizens particularly in the health-care sector was also without precedent. It is estimated that through the various initiatives, each Greek gave approximatelyEUR 2 for their fellow human beings in the stricken areas in South East Asia. It is thus estimated that the total aid fromstate agencies, NGOs and private individuals came to over EUR 30 million.

Additionally, Greece intends to send further bilateral aid to the countries of the region through the realisation ofdevelopment programmes by Greek NGOs. Greece has committed to providing EUR 11.5 million for rehabilitation andreconstruction projects in the region, of which EUR 10 million will go for long-term reconstruction actions through GreekNGOs in all the regions struck by the tidal wave, and EUR 1.5 million (of which EUR 200,000 has already gone toIndonesia) will go for rehabilitation actions in all the stricken areas. Of the total sum of EUR 11.5 million, EUR 8.6 millionhave already been sent for development and rehabilitation programmes in Sri Lanka.

Hellenic Aid of the Ministry of Foreign Affairs and the Greek church NGO ‘Solidarity’ provided support for the constructionof training school for secondary education in Tanjung Sari area, Medan, North Sumatera with an estimated cost of EUR400,000. This training school is targeted to educate young people, between 17-24 years old, in marketing, management,finance and computer knowledge.

Contact

Embassy of the Hellenic RepublicPlaza 89, 12th floorJl HR Rasuna Said Kav X-7 No 6Jakarta 12940 IndonesiaTel (+62 21) 520 7776Fax (+62 21) 520 7753e-mail: [email protected]

Departemen Kerjasama Pembangunan Internasional Yunani (YDAS)/ Hellenic Aid dibentuk pada tahun 1999, berdasarkanpasal 18, ayat 1 dari L. 2731/1999. Pada tahun 2000, Keputusan Presiden Nomor 224/2000 (Lembaran NegaraNomor 193/A/6-9-2000) mengenai organisasi, kepegawaian dan tata kerja Departemen Kerjasama PembangunanInternasional dalam Kementrian Luar Negeri diberlakukan. Departemen ini merupakan Direktorat Jenderal Kementrianyang baru saja dibentuk dan memiliki tanggung jawab terutama atas pengawasan, koordinasi, pemantauan, danpeningkatan tindakan bantuan kemanusiaan dan makanan, serta bantuan untuk reorganisasi dan restorasi prasarananegara-negara berkembang yang dilaksanakan melalui kementrian-kementrian, universitas-universitas, lembaga-lembagaswadaya masyarakat (LSM) atau pihak-pihak terkait lainnya.

Tanggung jawab utama Departemen Kerjasama Pembangunan Internasional, dalam kerangka diplomasi pembangunan,mencakup:• Penanganan semua dana bantuan pembangunan yang diberikan melalui anggaran negara, serta semua pendanaan

dari kementrian, organisasi, lembaga pemerintah dan swasta di dalam dan luar negeri• Memantau dan memfasilitasi program/ proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh lembaga pemerintah,

masyarakat, universitas, LSM dan organisasi masyarakat madani lainnya• Mengumpulkan, mengelola, dan mengirimkan kepada Komite Bantuan Pembangunan (DAC) dari Organisasi

Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) data statistik mengenai pemberian bantuan pembangunan• Memantau rapat-rapat Kelompok Kerja dan Jaringan DAC dan Uni Eropa• Mengajukan proposal kepada Komite untuk Organisasi dan Koordinasi Hubungan Ekonomi Internasional terkait

dengan perencanaan kebijakan pembangunan di masa depan untuk negara-negara yang diprioritaskan, dengantujuan untuk memaksimalkan hasil-hasil positif dari pelaksanaan program-program yang berkesinambungan

• Tindakan dan program-program bantuan, program/ proyek restrukturisasi dan pembangunan, serta pendidikandan informasi pembangunan mengenai peningkatan pekerjaan sukarela di Yunani dan negara-negara berkembang.

• Mendukung partisipasi Yunani dalam Departemen Bantuan Kemanusiaan Komisi Eropa (ECHO) atau program-program EuropeAid, serta dalam program-program Uni Eropa dan organisasi pembangunan internasionalPerserikatan Bangsa-bangsa (PBB) lainnya.

Kerangka Kerjasama Internasional

Kerjasama kemanusiaan dan pembangunan bertujuan untuk menjembatani celah antara negara-negara maju dannegara-negara berkembang dengan cara meningkatkan upaya-upaya pembangunan negara-negara berkembang.Hal ini dicapai terutama melalui:• Menjamin pasokan makanan yang cukup untuk penduduk• Memberikan bantuan yang mendesak dalam keadaan darurat• Meningkatkan kemampuan masyarakat madani dan kelembagaan negara-negara berkembang• Menyediakan sumber daya di departemen-departemen dengan pertumbuhan yang berkesinambungan.

Prinsip-Prinsip Mendasar

Strategi dan kebutuhan untuk mencapai program kerjasama pembangunan internasional yang efektif dan efisienmengharuskan pemenuhan prinsip-prinsip dasar tertentu, seperti:• Bermitra dengan lembaga masyarakat madani yang dapat diandalkan, serta partisipasi otoritas dan instansi yang

menerima manfaat dalam program-program yang di dalamnya mereka terlibat secara langsung.• Memberantas kemiskinan, yang merupakan sasaran terpenting dari program-program pembangunan donor-donor

internasional di negara-negara berkembang dalam dekade ini.• Pembiayaan bersama: Badan-badan internasional hanya turut membiayai sebagian dari anggaran yang terkait

dengan kegiatan kerjasama pembangunan bilateral tertentu. LSM mengambil bagian, sedikitnya 15%, dari totalanggaran untuk proyek tersebut (partisipasi sendiri).

• Koordinasi, Kesesuaian dan Saling Melengkapi (CCC): Program kerjasama pembangunan per negara penerimaharus:

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

a) melakukan koordinasi dengan tingkat minimum antara kegiatan-kegiatan koordinasi dan donor lainnyab) konsisten dengan tujuan-tujuan yang menjadi sasaranc) melakukan intervensi yang saling melengkapi dan tidak menimbulkan celah, kontradiksi, atau tumpang tindih

• Penduduk lokal memperoleh manfaat keuangan, sosial, dan pembangunan dari pelaksanaan program• Kesinambungan kegiatan atau program: Kriteria ini menentukan apakah pemeliharaan sasaran dapat dicapai

setelah program dilaksanakan.

Kontribusi Yunani terhadap krisis kemanusiaan yang disebabkan oleh tsunami di Asia Tenggara

Yunani merupakan satu dari negara-negara yang pertama kali melakukan mobilisasi segera setelah berita tentangterjadinya gempa bumi dan ombak pasang di Asia Tenggara, awalnya dengan mengirimkan Penerbangan Olympic khususke pulau Phuket untuk mengangkut turis-turis yang terjebak disana. Hal ini mendapatkan ulasan yang sangat positifdi media masa internasional. Selain itu, empat misi bantuan kemanusiaan diterbangkan ke wilayah tersebut besertaoperasi pengangkutan yang besar untuk mengangkut bantuan kemanusiaan dan medis ke Sri Lanka, yang mana sebuahkapal Yunani membawa lebih dari 500 ton bantuan kemanusiaan dan makanan. Setelah pengiriman bantuan tersebut,kapal tersebut tetap berada di daerah itu dari tanggal 5 Februari hingga 28 Maret 2005 sebagai unit medis terapungdengan sukarelawan sebagai stafnya, dengan lebih dari 50 dokter spesialis dan petugas kesehatan, dalam empat klinikdengan perlengkapan khusus (patologi, ginekologi, kesehatan anak, dan bedah minor) yang memeriksa 80-100 pasienper hari.

Tambahan lebih dari 2.000 ton bantuan kemanusiaan senilai EUR 8 juta, termasuk obat-obatan, pakaian, dan makananyang dikumpulkan oleh masyarakat madani dan dikoordinasi oleh LSM Solidarity dengan dukungan dari KementrianLuar Negeri, dikirimkan langsung dengan kapal dagang ke Banda Aceh, Indonesia, pada bulan Maret dan April.

Bantuan yang dikumpulkan dan dikirimkan dalam bentuk peralatan, jasa dan uang diperkirakan mencapai lebih dariEUR 24 juta. Jumlah tersebut mencakup jumlah sebesar EUR 10 juta yang diberikan melalui PBB kepada KantorKoordinasi Bantuan Kemanusiaan PBB (OCHA) untuk program-program tertentu dari organisasi-organisasi PBB khususdi daerah-daerah yang terkena dampak.

Reaksi seluruh masyarakat Yunani yang sangat mengharukan terhadap bencana yang terjadi tanggal 26 Desember2004 juga perlu ditekankan. Telethon khusus diadakan oleh televisi negara bekerjasama dengan Kementrian LuarNegeri/YDAS, mengumpulkan dana sebesar EUR 14.924.486, sementara para warga juga menawarkan layanan sukarela,khususnya dalam sektor pelayanan kesehatan, tanpa diminta sebelumnya. Diperkirakan bahwa melalui berbagai inisiatif,masing-masing orang Yunani memberikan sekitar 2 untuk sesamanya di daerah-daerah bencana di Asia Tenggara.Dengan demikian, diperkirakan jumlah bantuan dari instansi-instansi negara, LSM, dan individu mencapai lebih dariEUR 30 juta.

Selain itu, Yunani bermaksud untuk mengirimkan bantuan bilateral selanjutnya ke negara-negara di wilayah yang terkenadampak tsunami melalui realisasi program-program pembangunan oleh LSM-LSM Yunani. Yunani telah berkomitmenuntuk memberikan EUR 11,5 juta untuk Proyek-Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi di wilayah tersebut, EUR 10 jutadi antaranya akan digunakan untuk kegiatan rekonstruksi jangka panjang melalui LSM-LSM Yunani di semua wilayahyang dilanda ombak pasang tersebut, dan EUR 1,5 juta (EUR 200.000 di antaranya telah diberikan kepada Indonesia)akan digunakan untuk kegiatan rehabilitasi di semua daerah yang terkena dampak. Dari EUR 11,5 juta, sejumlah EUR8,6 juta telah dikirimkan untuk program pembangunan dan rehabilitasi di Sri Lanka.

Hellenic Aid dari Kementrian Luar Negeri dan LSM gereja Yunani ‘Solidarity’ memberikan dukungan untuk pembangunansekolah pelatihan pendidikan sekunder di daerah Tanjung Sari, Medan, Sumatera Utara, dengan perkiraan sebesarEUR 400.000. Sekolah pelatihan ini ditujukan untuk mendidik orang-orang muda, antara 17 sampai 24 tahun, dalambidang pemasaran, manajemen, keuangan, dan pegetahuan komputer.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kontak

Kedutaan Besar Republik YunaniPlaza 89, Lantai 12Jl HR Rasuna Said Kav X-7 No 6Jakarta 12940 IndonesiaTel (+62 21) 520 7776Fax (+62 21) 520 7753e-mail: [email protected]

The Ministry of Foreign Affairs and Cooperation and the Ministry of Industry, Tourism and Trade conduct in Spain thebulk of the Official Development Assistance (ODA). According to the Law for International Cooperation approved in 1998,Foreign Aid Policy is controlled by the Council of Ministers, advised by the Cooperation Council. A Master Plan for theSpanish Cooperation 2005-2008, approved by the Spanish Government, contains the geographical, sectorial andhorizontal guidelines, as well as the instruments and actors for its implementation. Within this framework, aid is assignedin accordance to Annual Plans (PACIs).

Administrative cooperation is entrusted to the Ministry of Foreign Affairs and Cooperation. The Spanish Agency forInternational Cooperation (AECI), attached to it, is responsible for ODA follow-up and evaluation and runs most of thenon-refundable cooperation.

The Ministry of Industry, Tourism and Trade manages bilateral loans, project-related technical assistance, Spain’smembership of the multilateral financial institutions and the country’s contributions to the development programsof the European Union (EU).

Targets and Policies

Non-refundable Cooperation

Spanish official aid is defined according to a Master Plan, which includes targets and directives in general, or specificto each region and country. As far as the Asia and Pacific Region is concerned, Spanish cooperation is focused mainlyin promoting, in accordance with the Millennium Development Goals (MDGs) defined by United Nations (UN), the followinglines:• Fight against poverty, better education, gender equality, water and sanitation supply, population empowerment

Sustainable productive systems: rural development, fisheries, tourism, support to small- and medium-enterprises• Health: family planning, fight against tropical and lethal diseases, AIDS, Avian flu• Democracy, the rule of law, institution building• Peace processes, dialogue between parties in conflict, support for local populations• Environmental awareness.

There is a special interest from the Government of Spain, who has launched the Asia Plan and several approachinginitiatives, of increasing the attention and presence of Spain in the region. AECI is contributing along this strategy byconsolidating its development support in Indonesia. Latin America stills receives the bulk of the Spanish ODA, while SubSaharan Africa, Mediterranean area and the Middle East also receive a great deal of attention from the Spanish aid.

Among South East Asian nations, the Spanish cooperation effort is mainly focused on ‘priority countries’ (like Philippinesand Vietnam) and ‘countries for especial attention’ (like Indonesia).

Actions in Indonesia include, after the tsunami disaster, earthquakes and other crisis, humanitarian aid and early rapidresponse interventions, through support to proposals from non-governmental organisations, both Spanish and internationalorganisations, and cooperation with multilateral agencies and donors, including also national and regional Indonesianauthorities and institutions.

The Spanish cooperation projects approved during 2006 have included:• EUR 3.5 million by AECI

o Humanitarian Assistance (Food and Agricultural Organisation/ FAO and Yogyakarta response): EUR 1.7 milliono Good Governance (UN Development Programme/ UNDP): EUR 500,000o Eco-Tourism in Nias (UN Educational, Scientific and Cultural Organisation/ UNESCO): EUR 291,000o Mental Health support (Kanaivasu): EUR 255,998o Cultural cooperation (Government of Indonesia): EUR 152,863o Primary health promotion (Spanish Red Cross): EUR 121,200

European Union Development Co-operation in Indonesia

o Livelihood in Aceh (Psychology Association of Indonesia/ HIMPSI): EUR 100,000o Overheads: EUR 67,320o Women cooperatives (Environment Organisation of Asia/ EOA): EUR 44,000o Cultural project in Aceh (Vueus D Un Monde/ VDM): EUR 9,000o Quick response for the floods in Aceh (World Food Programme/ WFP): EUR 250,000

• EUR 15 million in microcredits with Permodalan Nasional Madani (PNM).

According to these figures, the total amount approved by AECI of ODA in 2006 is EUR 18.5 million.

In addition, it is important to have a picture of the Spanish projects ongoing in 2006 in Indonesia:• EUR 18 million from Spanish Red Cross (this a long term comprehensive programme that started in 2005 and

will last until 2008)• EUR 1.5 million from the AECI for fisheries project with FAO• EUR 900,000 from the Spanish Association of Housing and Land (AVS)• EUR 790,000 from Spanish Doctors of the World (Médicos del Mundo)• EUR 523,000 from the Spanish Ministry of Environment for UNESCO• EUR 442,313 from AECI for Flora Fauna International• EUR 150,000 from the Cooperation Agency of Andalusia• EUR 134,546 from the AECI for Adventist Development and Relief Agency (ADRA)• EUR 90,000 from Queen Sofia Foundation for ADRA

Infrastructure Loan and Technical Assistance

One key chapter of Spanish assistance to Indonesia is focused on infrastructures. Currently there is a financial programof up to EUR 210 million in mixed credits, including a pledge of EUR 110 million made in the 2005 Consultative Groupon Indonesia (CGI). It covers projects in various areas following the Indonesian demand, such as bridges, hospitalequipment, transportation and others.

The Ministry of Industry, Tourism and Trade also offers technical assistance on a grant basis for selective projects ofmutual interest.

Others

Other types of cooperation include the organisation of a consolidated programme of advanced seminars on severaltopics. These seminars are aimed at Indonesian professionals, who are given the chance to participate (all expensesincluded) in two-week seminars in Spain. In 2006, seminars on tourism and fisheries have been organised with theattendance of Indonesian experts.

These seminars started in 2001, and so far 173 Indonesian citizens have already enrolled in them. The experienceseems to be a success, since the participants have the chance to enhance their qualifications and to interact with theirSpanish colleagues, as well as with other Asian participants.

Educational and cultural cooperation is also included in the Spanish ODA, as it is felt this helps to increase educationallevels and as a way to support local efforts in that field. The whole chapter of cultural and educational cooperationencompasses scholarships for Indonesian students in Spain (post-graduates or intensive courses), lecturers for universitiesand cultural exchanges and workshops.

Future Directions

Infrastructure Loans and Technical Assistance

On infrastructures and technical assistance, the Ministry of Industry, Tourism, and Trade shall continue to cooperate

European Union Development Co-operation in Indonesia

with the Indonesian authorities (in particular the National Development Planning Agency/ BAPPENAS and the Ministryof Finance) in projects of mutual interest, and in sectors or areas proposed accordingly with special attention toenvironmental and energy sectors among others.

Non-refundable cooperation

As it is stated in the recently approved Special Attention Plan (PAE) for Indonesia, the strategy of the Spanish DevelopmentCooperation in the country has evolved from pure post-disaster and relief assistance towards support to national andinternational institutions in poverty fight and MDGs achievements. AECI will try to focus its cooperation in two maingeographical areas : Nias Island and Nusa Tenggara Timur province. There are several sectors where the Spanishexpertise could be of special interest.

In the fishery sector, Spain has contributed to the rehabilitation of infrastructures and small scale activities and willmake special emphasis in fisheries planning and integrated coastal management as well as processing and marketing.

Other priority sector for the Spanish Cooperation is Tourism in which Indonesia in general and some of the poorest zonesin particular present a great potential. The working plan foresees the promotion of sustainable resources managementand environmental protection as well as promoting a comprehensive strategic plan for the sector in the pilot. Theseinitiatives will always be orientated to improve the living standards of the most vulnerable groups.

Environmental protection is meant to be a fundamental pillar for all interventions of the Spanish Cooperation. Indonesia,which is the second country in the world after Brazil in having a major biodiversity on the planet, presents a richenvironmental aspect that needs political and proper support for its protection. All the fishery and tourism projectsmentioned earlier include this cross cutting input.

Taking into account that the main goal of the Spanish Cooperation is fighting poverty, projects will target the poorestareas through an integrated rural development approach.

For the microfinance sector, Indonesia has experienced a great progress. After the exploration mission by a team fromAECI, a microcredit program of EUR 15 million has been approved in December 2006. This initiative aims to facilitatecredits access for small entrepreneurs and will start in 2007.

Emergency Response

As a contribution to overcoming major disasters following the tsunami of 2004, the Spanish Government establishedin December 2004 a special tsunami line assistance based on full scale soft loan and some grant. In 2007, as a resultof discussion between the Spanish Ministry of Industry, Tourism and Trade with the Aceh and Nias Rehabilitation andReconstruction Agency (BRR) and BAPPENAS authorities it is expected to start implementation of two health projectsin the tsunami-affected area of Aceh and Nias, as well as one study as technical assistance.

The Spanish Government has supported the national and international institutions in disasters mitigation right afterthe several crises that during 2006 affected Indonesia.

After the earthquake in Yogyakarta, two planes loaded with first aid medicines and supplies were flown from Spain andthree field hospitals with 20 medical staff, including doctors and nurses, were deployed in the district of Klaten providingemergency services and care for the victims. The total cost of the operation is estimated at EUR 700,000.

During the floods that affected the province of Aceh in December 2006, AECI contributed to the response organisedby WFP with a EUR 250,000 donation.

In the coming years, AECI intends to include disaster prevention and mitigation activities in its working plan.

European Union Development Co-operation in Indonesia

Contact

Embassy of SpainEconomic and Commercial Counsellor (Ministry of Industry, Tourism and Trade)Jl H Agus Salim 61Jakarta, IndonesiaTel (+62 21) 391 7543Fax (+62 21) 3193 0164e-mail: [email protected]

Embassy of SpainDevelopment Attaché (AECI) or Economic Counsellor (ICO)Jl H Agus Salim 61Jakarta, IndonesiaTel (+62 21) 314 2355Fax (+62 21) 3193 5134e-mail: [email protected]

Kementerian Kerjasama Luar Negeri dan Kementerian bidang Industri, Pariwisata dan Perdagangan Spanyol menanganikeseluruhan dari Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) Spanyol. Menurut Hukum Internasional di bidang Kerjasamatahun 1988, Kebijakan Bantuan Luar Negeri dikendalikan oleh Dewan Menteri, dibawah bimbingan Dewan Kerjasama.Rencana Utama untuk kerjasama Spanyol 2005-2008, yang telah disetujui oleh pemerintah Spanyol, mengandungpanduan geografis, wilayah dan juga instrumen beserta pendukung implementasi. Di dalam kerangka kerja ini, bantuanditetapkan menurut Rencana Tahunan (PACIs).

Secara administratif, kerjasama ini dipercayakan kepada Kementrian Kerjasama Luar Negeri. Lembaga KerjasamaInternasional Spanyol (AECI), bertanggung jawab untuk menindak lanjuti dan mengevaluasi ODA dan menjalankanhampir semua jenis kerjasama tanpa pengembalian modal.

Kementerian Industri, Pariwisata dan Perdagangan mengatur pinjaman bilateral, bantuan tehnis yang berkaitan denganproyek, keanggotaan Spanyol dalam institusi finansial multilateral dan kontribusi negara terhadap program pembangunanUni Eropa.

Sasaran dan Kebijakan

Kerjasama dengan Dana yang tidak perlu dikembalikan

Bantuan resmi Spanyol di definisikan berdasarkan Rencana Utama, dimana termasuk di dalamnya target dan aturansecara umum maupun terhadap daerah atau negara secara lebih spesifik. Berkaitan dengan Asia Pasifik, kerjasamaSpanyol terfokus pada hal-hal berikut dan yang mana sesuai dengan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) dariPerserikatan Bangsa-bangsa (PBB) :• Pengentasan kemiskinan, memajukan pendidikan, persamaan gender, suplai air dan sanitasi, pemberdayaan

populasi• Menopang sistem produksi : pengembangan pedesaan, perikanan, pariwisata, mendukung usaha kecil dan

menengah• Kesehatan: Keluarga berencana, memberantas penyakit tropis, AIDS, Flu Burung• Demokrasi, supremasi hukum, pembangunan institusi• Proses perdamaian, dialog antar pihak bertikai, menopang populasi lokal• Kesadaran akan lingkungan.

Pemerintah Spanyol, yang telah meluncurkan Rencana Asia dan beberapa inisiatif pendekatan, bertekad untukmeningkatkan perhatian dan keberadaan Spanyol di wilayak Asia Pasifik. AECI memberikan andil dalam strategi inidengan mendukung pembangunan di Indonesia. Amerika Latin sampai sekarang masih memperoleh sebagian besarbantuan ODA Spanyol, sementara daerah Sub-Sahara Afrika, daerah Mediterania dan Timur Tengah juga mendapatkanperhatian yang cukup besar dari bantuan Spanyol.

Di antara para negara ASEAN, upaya kerjasama Spanyol lebih fokus terhadap negara yang dianggap ‘negara prioritas’(Filipina dan Vietnam) dan juga ‘negara dalam perhatian khusus’ (seperti Indonesia).

Selain bantuan untuk bencana tsunami, gempa bumi dan beberapa krisis lainnya, upaya yang dilakukan di Indonesiaadalah dengan bantuan kemanusiaan dan kegiatan-kegiatan reaksi cepat melalui dukungan yang diberikan atas proposalyang diajukan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) Spanyol dan internasional, dan kerjasama denganlembaga dan donor multilateral, serta pemerintah dan institusi nasional maupun lokal.

Proyek kerjasama Spanyol yang disetujui pada tahun 2006 mencakup:• EUR 3,5 juta dari AECI:

o Bantuan Kemanusiaan (Badan Pangan dan Pertanian/ FAO dan respons untuk bencana Yogyakarta):EUR 1,7 juta

o Tata Pemerintahan (Program Pembangunan PBB/ UNDP): EUR 500.000

o Eco-Tourism di Nias (Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB/ UNESCO): EUR 291.000o Dukungan di bidang Kesehatan Mental (Kanaivasu) : EUR 255.998o Kerjasama kultural (Pemerintah Indonesia): EUR152.863o Kesehatan dasar (Palang Merah Spanyol): EUR 121.200o Mata pencaharian di Aceh (Himpunan Psikologi Indonesia): EUR 100.000o Biaya operasi: EUR 67.320o Lembaga Wanita (Environment Organisation of Asia/ EOA): EUR 44.000o Proyek kultural di Aceh (Vueus D Un Monde/ VDM): EUR 9.000o Bantuan reaksi cepat untuk banjir di Aceh (Program Pangan Dunia/ WFP): EUR 250.000

• EUR 15 juta untuk kredit mikro dengan Permodalan Nasional Madani (PNM).

Menurut perhitungan diatas, jumlah total dana ODA yang disetujui AECI di tahun 2006 adalah EUR 18.5 juta.

Selain itu, juga penting untuk melihat gambaran proyek-proyek bantuan Spanyol di Indonesia yang masih berjalan ditahun 2006:• EUR 18 juta dari Palang Merah Spanyol (ini merupakan program jangka panjang yang dimulai pada tahun 2005

hingga 2008)• EUR 1,5 juta dari AECI untuk proyek perikanan yang bekerjasama dengan FAO• EUR 900.000 dari Asosiasi Perumahan dan Pertanahan Spanyol (AVS)• EUR 790.000 dari Dokter Dunia Spanyol (Médicos del Mundo)• EUR 523.000 dari Kementerian Lingkungan Hidup Spanyol untuk UNESCO• EUR 442.313 dari AECI untuk Flora dan Fauna Internasional• EUR 150.000 dari Badan Kerjasama Andalusia• EUR 134.546 dari AECI untuk ADRA• EUR 90.000 dari Yayasan Ratu Sofia untuk ADRA

Pinjaman Infrastruktur dan Bantuan Tehnis

Salah satu bantuan terpenting dari Spanyol untuk Indonesia adalah pada bidang infrastuktur. Saat ini sedang berlangsungprogram finansial yang mencapai EUR 210 juta untuk kredit campuran (termasuk EUR 110 juta yang dijanjikan padapertemuan Kelompok Konsultatif untuk Indonesia (CGI) tahun 2005. Dana ini meliputi proyek di berbagai bidangberdasarkan kebutuhan Indonesia, seperti jembatan, peralatan rumah sakit, transportasi dan lain-lain.

Kementerian Industri, Pariwisata dan Perdagangan juga menawarkan bantuan tehnis atas dasar hibah untuk proyek-proyek tertentu yang menguntungkan kedua belah pihak.

Lain-lain

Bentuk kerjasama lain adalah penyelenggaraan seminar dengan program lengkap untuk topik-topik tertentu. Seminarini ditujukan kepada para profesional Indonesia yang diberikan kesempatan untuk berpartisipasi (dengan seluruh biayaditanggung) untuk mengikuti seminar selama dua minggu di Spanyol. Pada tahun 2006 telah dilaksanakan seminardi bidang pariwisata dan perikanan yang juga diikuti oleh beberapa ahli dari Indonesia.

Kegiatan ini dimulai pada tahun 2001 dan sampai saat ini telah diikuti oleh 173 warga Indonesia. Pengalaman initerlihat sukses karena para peserta memiliki kesempatan untuk dapat menambah ilmu mereka dan juga berinteraksisecara langsung dengan para kolega asal Spanyol ataupun juga dari negara Asia lainnya.

Pendidikan dan Kebudayaan juga termasuk di dalam ODA Spanyol, karena dilihat bahwa ini dapat membantu meningkatkantingkat pendidikan dan juga sebagai salah satu cara untuk mendukung upaya lokal yang bergerak di bidang tersebut.Kerjasama di bidang pendidikan dan pertukaran kebudayaan meliputi beasiswa bagi pelajar Indonesia untuk studi diSpanyol (pasca sarjana atau kursus intensif), dosen untuk universitas, pertukaran kebudayaan dan lokakarya.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Arah Masa Depan

Pinjaman Infrastruktur dan Bantuan Tehnis

Dalam bidang infrastruktur dan bantuan tehnis, Kementerian Industri, Pariwisata dan Perdagangan tetap terus menjalinhubungan dengan pemerintah Indonesia (terutama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS danDepartemen Keuangan) dalam menjalankan proyek-proyek yang diminati oleh kedua negara serta pada bidang yangmenjadi usulan, dengan perhatian khusus terhadap sektor lingkungan dan energi.

Kerjasama dengan Dana yang tidak perlu dikembalikan

Seperti yang disebutkan dalam Rencana Perhatian Khusus (PAE) untuk Indonesia, strategi dari kerjasama pembangunanSpanyol di Indonesia telah mengalami evolusi dari memberi bantuan pasca bencana menjadi mendukung lembaga-lembaga nasional dan internasional dalam pengentasan kemiskinan dan pencapaian MDG. AECI akan mencoba untuklebih fokus di dua daerah: Kepulauan Nias dan Nusa Tenggara Timur, dimana ada beberapa sektor yang keahlian dariSpanyol dapat turut memberi kontribusi.

Di bidang perikanan, Spanyol telah memberikan kontribusi terhadap rehabilitasi infrastruktur beserta aktifitas dalamskala kecil dan akan menekankan secara khusus pada perencanaan perikanan dan manajemen pesisir secaraterintegrasi, serta pengelolaan dan pemasaran.

Prioritas lain bagi kerjasama Spanyol adalah sektor pariwisata dimana Indonesia secara umum dan juga di beberapadaerah termiskin memiliki potensi yang sangat besar. Rencana kerja untuk masa mendatang adalah proyek percobaanuntuk mempromosikan manajemen sumber daya yang berkesinambungan dan perlindungan lingkungan, sertamempromosikan rencana strategi pada sektor ini. Inisiatif ini akan selalu berorientasi kepada kemajuan standarkehidupan dari kelompok yang paling rentan.

Perlindungan lingkungan akan menjadi pilar dasar dari semua kegiatan yang melibatkan kerjasama Spanyol. Indonesia,sebagai negara kedua di dunia setelah Brasil yang memiliki keanekaragaman hayati utama di bumi, memiliki aspekkekayaan alam yang perlu mendapat dukungan politis dan selayaknya untuk dilindungi. Seluruh proyek perikanan danpariwisata yang disebut diatas mengintegrasikan masukan lintas sektoral ini.

Mengingat pengentasan kemiskinan adalah tujuan utama kerjasama Spanyol, maka proyek-proyek akan ditujukan kedaerah termiskin melaui pendekatan pengembangan daerah secara terpadu.

Di sektor keuangan mikro, Indonesia telah mengalami banyak kemajuan. Program kredit mikro sebesar EUR 15 jutatelah disetujui pada bulan Desember 2006. Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk memberikan fasilitas kredit kepadapara pengusaha kecil dan akan dimulai pada tahun 2007.

Tanggapan Darurat

Sebagai kontribusi terhadap penanggulangan bencana besar setelah tsunami tahun 2004, pemerintah Spanyolmembentuk dana bantuan tsunami pada bulan Desember 2004 berupa dana pinjaman lunak dan hibah. Sebagai hasildari pembicaraan antara wakil dari Kementerian Industri, Pariwisata dan Perdagangan Spanyol dengan perwakilan dariBadan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BRR) dan BAPPENAS pada tahun 2007, dua proyek kesehatandiharapkan segera beroperasi di daerah yang terkena dampak tsunami di Aceh dan Nias, diikuti juga dengan studisebagai suatu bantuan tehnis.

Pemerintah Spanyol telah mendukung lembaga-lembaga nasional maupun internasional untuk penanggulangan bencanayang dialami oleh Indonesia pada tahun 2006.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Setelah gempa bumi di Yogyakarta, dua pesawat terbang berisikan obat-obatan diterbangkan dari Spanyol dan tigarumah sakit darurat, dengan 20 staf medis termasuk dokter dan perawat, didirikan di Klaten agar dapat memberikanpertolongan pertama kepada para korban. Total biaya diperkirakan sekitar EUR 700.000.

Ketika banjir melanda Aceh di bulan Desember 2006, AECI memberikan kontribusi bagi upaya tanggap darurat yangdikoordinir WFP dengan menyumbang sebesar EUR 250.000.

Pada masa yang akan datang, AECI merencanakan untuk memasukan kegiatan pencegahan dan penanggulanganbencana ke dalam rencana kerjanya.

Kontak

Kedutaan Besar SpanyolEconomic and Commercial Counsellor (Ministry of Industry, Tourism and Trade)Jl H Agus Salim 61Jakarta, IndonesiaTel (+62 21) 391 7543Fax (+62 21) 3193 0164e-mail: [email protected]

Kedutaan Besar SpanyolDevelopment Attaché (AECI) atau Economic Counsellor (ICO)Jl H Agus Salim 61Jakarta, IndonesiaTel (+62 21) 314 2355Fax (+62 21) 3193 5134e-mail: [email protected]

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Organisation de l’Aide Publique au Développement/ Type d’aide et de programmes

Depuis 1998, le dispositif de coopération et de développement est organisé autour d’un ensemble d’institutionscomplémentaires:• Le Comité Interministériel de la Coopération Internationale et du Développement (CICID) qui fixe les orientations

de la politique de coopération internationale• Le Haut Conseil de la Coopération Internationale (HCCI), qui permet d’associer la société civile (associations,

collectivités territoriales, universitaires…) à la définition de la politique d’aide au développement• Le ministère des Affaires étrangères, au travers de la Direction Générale de la Coopération Internationale au

Développement (DGCID), et le ministère de l’Economie et des Finances, qui assurent la mise en oeuvre de l’aide.Sur le terrain, les services et les outils financiers en charge de la mise en oeuvre de la coopération sont lessuivants:

• Le Service de Coopération et d’Action culturelle est le correspondant du ministère des Affaires étrangères pourles questions de coopération. Il utilise des crédits annuels et les crédits projet du Fonds de solidarité prioritaire(FSP) pour un certain nombre de pays dit de la « zone de solidarité prioritaire » (ZSP). Le FSP est l’instrument decoopération avec les pays de la ZSP et a vocation à être mobilisé en faveur du développement institutionnel,social, culturel et de la recherche: les projets, pluriannuels, sont sélectionnés selon leur mérites propres, sansrègle d’attribution automatique par pays

• La Mission Economique est le correspondant de la Direction Générale du Trésor et de la Politique Economique(DGTPE), en charge des programmes de coopération du ministère de l’Economie, des Finances et de l’Industrie.Elle intervient, selon les pays, avec des instruments de coopération économique sous forme de dons ou de prêtsque sont le Fonds d’Etudes et d’Aide au secteur privé (FASEP) et les protocoles financiers (Réserve Pays Emergents– RPE). L’action de la Mission Economique se concentre plus particulièrement sur les travaux d’infrastructureset d’équipements exigeant des investissements importants, tout en s’ouvrant de plus en plus vers les secteurstechnologiques. Depuis 1998, ses contributions ont représenté en moyenne 38% des décaissements de l’aidepublique française

• L’Agence Française de Développement (AFD), placée sous la double tutelle du ministère des Affaires étrangèreset du ministère de l’Economie, des Finances et de l’Industrie est l’opérateur pivot de l’aide bilatérale françaiseau développement, son champ d’activité comprenant l’ensemble des secteurs de compétence des banques dedéveloppement. L’AFD intervient sous la forme de prêts concessionnels, en contribuant au financement de projetsd’infrastructure et d’accompagnement social dans les secteurs de l’agriculture, de la gestion de l’eau et desfinances. Elle intervient souvent en cofinancement avec d’autres banques de développement. Depuis 1998, lesconcours de l’AFD ont représenté 36% des décaissements de l’aide publique française. Traditionnellementprésente dans la ZSP, elle étend maintenant son action à d’autres pays (Chine, Thaïlande etc.)

• De nombreux organismes spécialisés interviennent enfin en coopération sur fonds propres (ministères techniques,Groupements d’intérêt public, organismes de recherche, universités, hôpitaux…). L’Ambassadeur coordonnel’action de ces différents acteurs gouvernementaux de l’aide au développement. Enfin, la société civile développed’importantes relations de coopération, le Service de Coopération et d’action culturelle de l’Ambassade lui servantd’interface. L’ensemble de ces concours a représenté en moyenne depuis 7 ans 15% des décaissement de l’APDfrançaise.

Politques et priorités au niveau mondial

L’aide au développement française est concentrée vers les pays les plus pauvres ou émergents, formant une Zone deSolidarité Prioritaire. L’aide publique au développement de la France vise à lutter contre la pauvreté et à promouvoirun développement durable et équilibré de l’économie, de la société et des institutions. Elle repose sur sept axes :ouverture démocratique et Etat de droit, croissance économique durable, équité sociale, intégration régionale, diversitéculturelle, utilisation rationnelle des ressources naturelles, solidarité internationale.

European Union Development Co-operation in Indonesia

sensibilisation aux droits de l’homme et d’appui à la police indonésienne, cette coopération appuie les réformesdes lois de décentralisation et encourage la bonne gouvernance

Volume de l’aide au niveau mondial

En 2005 l’aide au développement française s’est élevée à 8,1 milliards d’euros,étape vers l’objectif de 0,7% du PIBen 2012. En outre la France mène une action diplomatique forte pour promouvoir des mécanismes internationauxinnovants susceptibles d’apporter des ressources additionnelles pour le développement : la taxe sur les billets d’avion,adoptée par quatorze pays, financera la nouvelle Facilité Internationale d’Achat des Médicaments (FIAM).

Objectifs et priorités en Indonésie

La coopération franco-indonésienne se fonde principalement sur la recherche de synergies, dans une approche dynamiquepour les deux partenaires.

L’ensemble des projets sont mis en place par le Service de Coopération et d’Action culturelle de l’Ambassade de Franceavec l’aide de partenaires divers: universités, centre de recherches, centres culturels…

Six axes principaux sous-tendent cette coopération:• coopération universitaire: fondée sur des partenariats, elle associe bourses d’études, mise en place

de double-diplômes, projets de recherche ou échanges d’étudiants• coopération administrative et bonne gouvernance: au travers d’actions de formations des fonctionnaires territoriaux,de

• recherche: les actions programmées associent recherche appliquée aux grandes problématiquesindonésiennes avec transfert de compétences et mise à disposition de l’expertise française

• enseignement de la langue française• action culturelle: une saison culturelle, appelée le Printemps français, symbolise chaque année la création culturelle

française et sa diffusion dans les principales villes de l’archipel. Mise en œuvre avec l’aide des entreprisesfrançaises, elle associe les jeunes artistes indonésiens par le biais d’ateliers ou de séminaires

• audio-visuel: le moment phare de la coopération audio-visuelle est le festival du cinéma français,instrument privilégié de la diffusion de la diversité culturelle. Cette coopération s’appuie égalementsur la mise en place de master cinéma à l’institut des arts de Jakarta.

Contact

Embassy of FranceJl Panarukan No 35Jakarta 10310 IndonesiaTel (+62 21) 3193 1795Fax (+62 21) 310 3747e-mail : [email protected]

Pengelolaan Bantuan Umum bagi Pembangunan/ Jenis Bantuan dan Program

Sejak 1998, sistem kerjasama dan pembangunan berkisar pada segenap lembaga pelengkap ini:• Panitia Antar-Kementerian bagi Kerjasama Internasional dan Pembangunan/ Comité Interministériel de la

Coopération Internationale et du Développement (CICID) yang menetapkan orientasi-orientasi kebijakan kerjasamainternasional

• Majelis Tinggi Kerjasama Internasional/ Haut Conseil de la Coopération Internationale (HCCI), yang memungkinkanmasyarakat madani (perhimpunan, masyarakat daerah, kalangan universitas…) ikut serta dalam perumusankebijakan bantuan bagi pembangunan

• Kementerian Luar Negeri, melalui Direktorat Jenderal Kerjasama Internasional bagi Pembangunan/ DirectionGénérale de la Coopération Internationale au Développement (DGCID), dan Kementerian Ekonomi dan Keuangan,yang mengurus pelaksanaan bantuan. Di lapangan, bagian-bagian dan perangkat keuangan yang bertugas untukmelaksanakan kerjasama tersebut adalah sebagai berikut:

• Bagian Kerjasama dan Kebudayaan yang merupakan penghubung Kementerian Luar Negeri bagi soal-soalkerjasama. Bagian ini menggunakan anggaran tahunan dan anggaran proyek Dana solidaritas utama/ Fonds desolidarité prioritaire (FSP) untuk sejumlah negara tertentu yang disebut sebagai « zona solidaritas utama »/ zonede solidarité prioritaire (ZSP). FSP merupakan sarana kerjasama dengan negara-negara ZSP dan bertujuan untukdikerahkan bagi pembangunan kelembagaan, sosial, budaya dan penelitian: proyek-proyek, dengan jangka waktubeberapa tahun, diseleksi menurut kelayakan mereka sendiri, tanpa mengikuti aturan pemberian otomatis pernegara

• Misi Ekonomi adalah penghubung Direktorat Jenderal Keuangan dan Politik Ekonomi/ Direction Générale duTrésor et de la Politique Economique (DGTPE), yang menangani program-program kerjasama Kementerian Ekonomi,Keuangan dan Industri. Misi ini, sesuai dengan masing-masing negara, berpartisipasi melalui sarana-saranakerjasama ekonomi dalam bentuk hibah atau pinjaman yaitu Dana Pengkajian dan Bantuan bagi Sektor Swasta/Fonds d’Etudes et d’Aide au secteur privé (FASEP) dan protokol-protokol keuangan (Cadangan bagi Negara-negarayang Sedang Berkembang/Réserve Pays Emergents–RPE). Kegiatan Misi Ekonomi lebih ditujukan bagi pekerjaan-pekerjaan infrastruktur dan perlengkapan-perlengkapan yang menuntut investasi-investasi besar, seraya semakinmembuka diri bagi sektor-sektor teknologi. Sejak 1998, bantuan yang diberikannya rata-rata meliputi 38%pengeluaran bantuan umum Perancis

• Badan Perancis bagi Pembangunan/Agence Française de Développement (AFD), yang ditempatkan di bawahnaungan ganda Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Ekonomi, Keuangan dan Industri, merupakan operatorporos bantuan bilateral Perancis bagi pembangunan, dan wilayah kegiatannya mencakup segenap sektor wewenangbank-bank pembangunan. AFD berpartisipasi dalam bentuk pinjaman-pinjaman yang bersifat konsesi, denganturut membantu pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dan pendampingan sosial di sektor-sektor pertanian,pengelolaan air dan keuangan. Badan ini sering berpartisipasi dalam pembiayaan bersama dengan bank-bankpembangunan lainnya. Sejak tahun 1998, bantuan AFD meliputi 36% pengeluaran bantuan umum Perancis.Badan ini, yang secara tradisi hadir di ZSP, kini memperluas kegiatannya di negara-negara lain (Cina, Thailand,dsb.)

• Akhirnya ada banyak badan khusus yang berpartisipasi dalam kerjasama dengan dana mereka sendiri (Kementerian-kementerian teknik, himpunan-himpunan kepentingan umum, badan-badan penelitian, universitas-universitas,rumah-rumah sakit…). Duta Besar mengkoordinasikan kegiatan bermacam-macam pelaku pemerintah bagipembangunan ini. Akhirnya, masyarakat madani mengembangkan hubungan-hubungan kerjasama yang penting,dengan Bagian Kerjasama dan Kebudayaan Kedutaan sebagai perantaranya. Segenap bantuan ini, sejak tujuhtahun lalu, rata-rata meliputi 15% pengeluaran APD Perancis.

Kebijakan-Kebijakan dan Prioritas-Prioritas di Tingkat Dunia

Bantuan Perancis bagi pembangunan dipusatkan pada negara-negara yang paling miskin atau yang sedang berkembang,yang membentuk ZSP. Bantuan umum Perancis bagi pembangunan bertujuan untuk memerangi kemiskinan danmenggiatkan pembangunan yang lestari dan seimbang dalam bidang ekonomi, masyarakat dan institusi-institusi.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Bantuan ini bertumpu pada tujuh poros: keterbukaan demokratis dan negara hukum, peningkatan ekonomi yang lestari,keadilan sosial, integrasi regional, keanekaragaman budaya, penggunaan rasional sumber-sumber alam, solidaritasinternasional.

Volume Bantuan di Tingkat Dunia

Pada tahun 2005, bantuan Perancis bagi pembangunan mencapai EUR 8,1 milyar, yaitu tahap mencapai sasaran 0,7%hasil bruto dalam negeri pada tahun 2012. Selain itu Perancis melakukan kegiatan diplomatik kuat untuk menggalakkanmekanisme-mekanisme internasional yang inovatif, yang dapat memberikan sumber-sumber tambahan bagi pembangunan:pajak tiket pesawat terbang, yang diikuti oleh empat belas negara, membiayai Fasilitas Internasional Pembelian Obat-obatan/ Facilité Internationale d’Achat des Médicaments (FIAM) yang baru.

Tujuan-Tujuan dan Prioritas-Prioritas di Indonesia

Kerjasama Perancis-Indonesia terutama bertumpu pada pencarian sinergi, pada pendekatan dinamis bagi kedua belahpihak.

Segenap proyek diatur oleh Bagian Kerjasama dan Kebudayaan Kedutaan Besar Perancis dengan dukungan berbagaimitra: universitas-universitas, pusat-pusat penelitian, pusat-pusat kebudayaan…

Enam poros utama melandasi kerjasama ini:• kerjasama universitas: dengan bertumpu pada kemitraan-kemitraan, kerjasama ini memadukan beasiswa-

beasiswa pendidikan, pengaturan ijazah-ijazah ganda, proyek-proyek penelitian atau pertukaran-pertukaranmahasiswa

• kerjasama dalam bidang administrasi dan pemerintahan yang baik: melalui kegiatan dan pendidikan pegawai-pegawai pemerintah daerah, kepekaan terhadap hak azasi manusia dan dukungan bagi polisi Indonesia, kerjasamaini mendukung reformasi undang-undang desentralisasi dan mendorong pemerintahan yang baik

• penelitian: kegiatan-kegiatan yang diprogram memadukan penelitian yang diterapkan pada permasalahan-permasalahan besar Indonesia dengan alih-kemampuan dan penyediaan keahlian Perancis

• kegiatan budaya: sebuah musim kegiatan budaya, yang disebut Printemps français, setiap tahun melambangkankreasi budaya Perancis dan penyebarluasannya di kota-kota utama Nusantara. Dilaksanakan dengan bantuanperusahaan-perusahaan Perancis, kegiatan ini menghimpun artis-artis muda Indonesia melalui pelatihan-pelatihanatau seminar-seminar

• audiovisual: saat puncak dalam kerjasama audiovisual adalah Festival Sinema Perancis, yang merupakan saranaistimewa bagi penyebarluasan keanekaragaman budaya. Kerjasama ini juga bertumpu pada pengaturan pendidikanmaster sinema di Institut Kesenian Jakarta.

Kontak

Kedutaan Besar PerancisJl Panarukan No 35Jakarta 10310 IndonesiaTel (+62 21) 3193 1795Fax (+62 21) 310 3747e-mail: [email protected]

Organisation of Development Assistance

The policy of the Italian Development Cooperation (‘Diplomacy for Development’) is managed by the Ministry of ForeignAffairs. It is strictly linked, as an integral part of Italian foreign policy, to ‘economic diplomacy’ and to ‘cultural diplomacy’.It is implemented mainly through the provisions of Law 49/1987 that allocates funds managed by the DirectorateGeneral for Development Cooperation (DGCS/ Direzione Generale per la Cooperazione allo Sviluppo) for the promotionand implementation of bilateral and multilateral initiatives.

Other funds are available through ad hoc laws such as Law 209/2000 on Debt Cancellation and Relief to DevelopingCountries. The DGCS also acts as a coordinator and co-financing agency for development cooperation initiatives fundedby local regional administrations and the Italian civil society and non-governmental organisations.

The DGCS manages approximately one third of the Italian Official Development Assistance (ODA), one third is managedby the Ministry of Economy (mainly through the Italian contribution to international banks and development funds) andthe rest consists in transfers to the European Union (EU) – approximately 13% of the EU aid budget. Local TechnicalUnits (UTLs) of the DGCS are set up in Italian Embassies in major partner countries and manage the relative cooperationprograms. Currently 20 UTLs are operational around the world, while four new UTLs will soon be opened.

Global Policies and Priorities

Italian Diplomacy for Development pursues the ideals of solidarity among peoples, respect for human rights, goodgovernance and debt sustainability in developing countries. The guidelines of the DGCS activities are set within theframework of the international development goals expressed in the Millennium Declaration of the United Nations (UN),adopted by the General Assembly in September 2000.

While poverty alleviation is the main priority of the Italian aid program, priorities include providing basic social services,safeguarding human life, encouraging food self-sufficiency, enhancing the quality of human resources, providingenvironmental conservation, promoting self-reliant economies, social and cultural development and improvement ofwomen's living conditions.

Geographic Distribution and Type of Assistance

The Italian ODA is channeled through bilateral, multi-bilateral and multilateral aid, whichinclude food aid and voluntary and mandatory contributions to UN agencies and all relevantinternational organisations. Bilateral aid is composed of soft loans (aid financing) andgrants (donations). According to the Organisation for Economic Cooperation and Development(OECD) Development Assistance Committee (DAC), in 2005, the total Italian aid disbursementwas USD 5,090,900, corresponding to 0.29% of the GNP of Italy. This placed Italy in theseventh place (in absolute terms) among global donors after the USA, Japan, the UnitedKingdom, France, Germany, the Netherlands and Sweden.

In 2005, the intervention of the DGCS, as far as grants are concerned, was directed to Africa (38%), Asia (23%), theMediterranean and Middle East (20%), the Americas (11%) and Europe (8%). While Africa remains the largest recipientof DGCS grants, there is an increase in disbursements in favor of Asia.

Objectives and Priorities of Cooperation in Indonesia

Italy has long been engaged in supporting the economic development of Indonesia. During the 1990s, the ItalianGovernment provided Indonesia with a total assistance of approximately EUR 90 million in grants and soft loans. In2001, 2002 and 2003 Italy supported Indonesia by providing an approximate amount of EUR 4 million in grants fordifferent initiatives, mainly through the multilateral channel. Those initiatives were both in the field of post-conflict

European Union Development Co-operation in Indonesia

recovery, such as the Recovery Program in North Maluku for which a contribution of USD 1 million was granted to theUN Development Programme (UNDP), and in the field of emergency recovery in the aftermath of natural disasters, suchas three different post-earthquake interventions in Sumatra. Special attention was also given to child protection programswithin a regional initiative with the UN Children’s Fund (UNICEF) to carry out actions in the field of prevention againstsexual exploitation and trade of children in Indonesia (2002). Two different contributions were granted to this effect,within a still ongoing regional initiative. This is a sign of the high attention paid by the Italian Authorities to Child Protection.

Among the priorities of the Italian development cooperation in Indonesia is the support to the private sector and small-and medium-scale enterprises (SMEs), which is a vital sector of Indonesian economy. Furthermore, with the objectiveof contributing to fiscal consolidation and to the support of economic recovery in Indonesia, Italy committed herself tothe reduction of foreign debt resulting from prior soft loans. A debt swap agreement for development was signed in2005 making available an amount of approximately EUR 25 million. The agreement is currently under implementation.

Future Direction

Italy reaffirmed, among its cooperation priorities in Indonesia, its commitment to assistingthe country’s private sector and especially SMEs. The establishment of a Training andService Center in Sidoarjo (Surabaya), supporting SMEs operating in leather footwearproduction, remains the milestone of this commitment. To this end, a soft loan of EUR5.5 million has being granted to the Indonesian Authorities in order to supply goods andservices for the operation of the center.

Furthermore, with the aim of helping Indonesian economic and financial recovery, especially as a response of thetsunami of 26 December 2004, it has been agreed with the Indonesian Government to assign the resources madeavailable by the Agreement of Debt Swap resulting from soft loans (approximately EUR 25 million) to the areas affectedby the disaster. This is a significant contribution to the development of Indonesia and – in line with Italy’s general policytowards debt relief, which recently led to the total cancellation of the debts for Highly Indebted Countries (HICs) – itrepresents a concrete sign of the attention Italy pays to the welfare of Indonesia and to its inhabitants, especially tothe most vulnerable ones.

Besides its bilateral engagement, it is worth mentioning the support Italy provides to supporting Indonesian developmentthrough its membership in the EU. The EU is present in Indonesia with a comprehensive and coherent package ofprograms of development in the fields of law enforcement, good governance, education, health and environmentalconservation, which remain of paramount importance for the consolidation of the democratic process Indonesia isinvolved in.

With the positive experiences recorded by the Emergency Program for the Province of Aceh, the Italian Authorities feelcompelled to continue their support for the Indonesian economy and in particular to economically vulnerable sectorsof the country. In fact, the Italian Government has already undertaken a number of projects within the Bilateral Agreementof Debt Swap (signed in Jakarta in March 2005). These actions are the natural follow up to the efforts made by Italyon a bilateral level in the aftermath of the tsunami. Under this framework, since February 2006 reconstruction programsworth around EUR 5 million have started. In the near future, further action in agreement with the Indonesian Authoritiesin Jakarta and at the request of the recipient communities in the affected areas, will be launched.

Italy remains committed in providing a positive contribution to reconstruction through constant dialogue with communitiesand working towards Indonesian debt relief, a particularly sensitive issue for the country's civil society.At the same time, as demonstrated by the actions undertaken in the aftermath of the Yogyakarta earthquake of May2006, Italy is highly committed to providing immediate solidarity in response to natural disasters and their prevention.In the immediate aftermath of the May 2006 earthquake in Central Java, Italy sent two humanitarian flights with firstaid needs (distributed in the affected areas through the support of an Italian non-governmental organisation) and twodifferent teams of experts (in emergency medicine, vulcanology and population alert preparedness) to assist thepopulation hit by the earthquake.

European Union Development Co-operation in Indonesia

Emergency Program in the Province of Aceh

The tsunami that hit the coasts of Aceh in 2004 resulted in a rare response in the history ofhumanitarian aid. The Italian Government and its people generously responded to the disaster. Onthe purely bilateral field, an emergency contribution of around EUR 10 million was promptly approvedand in May 2005 the ‘Emergency Program for Aceh’ started its activities in the sector of health,education, support to vulnerable groups, agriculture, fisheries, housing and infrastructure. TheProgram concluded its activities in February 2007.

The Cooperation Office of the Italian Embassy adopted a strategy of integrated multisector approach that, with strongcommunity participation, assured the recipient communities ownership of the projects, transparency and an efficientselection of the programs recipients. Through the employment of labor selected from among the recipient communities,it was possible to contribute to the recovery of the local economy. Not only reconstruction of infrastructure but alsoprofessional training was provided, along with appropriate material and equipment.

The ‘lessons learned’ within the various activities of the Italian Emergency Program in Aceh Province can be summarisedas follows:• Sharing the decision-making process both with Local Authorities and with the recipient communities in

the different operation phases (identification of projects, enacting regulations)• Active partnership and co-responsibility of the local communities in the project implementation.

This practice favoured administrative and decisional transparency at a district level in a ‘good governance’perspective

• Continuous monitoring of the activities through the presence of sector experts from the DGCS in the field (openingof three Cooperation Offices and setting up of a procedure based on midterm and final financial reports)

• Adoption of flexible administrative instruments capable of promptly responding to changing needs in the field• Continuous dialogue on the activities both with the DGCS and the Indonesian central and

district authorities (Agency for the Reconstruction and Rehabilitation of Aceh and Nias/ BRR and Governors).

In October 2006, the Director of the BRR, Dr Kuntoro Mangkusubroto, sent a letter of deep appreciation to the ItalianAmbassador in Jakarta for the activities undertaken by the Italian Cooperation in Aceh. He expressed special appreciationfor the largely shared way by which the Program was enacted.

Education

A specific Cultural Cooperation Agreement links Italy and Indonesia since 1997. On that basis, Italy provides – inter alia– contributions to several Indonesian Universities (Udayana University in Bali, Gadjah Mada University in Yogyakarta,National University in Jakarta, Bandung Institute of Technology, Indonesia Tourism Academy in Jakarta, University ofIndonesia in Depok) for the teaching of Italian language and culture. In 2006, 28 Indonesian nationals were selectedfor studying the Italian language and culture in Italy, and specialisation studies indicated as a priority by the Indonesianauthorities.

Besides that, various Italian universities provided their scholarships in favour of Indonesian students. Twenty-fiveIndonesian nationals were selected for attending post-graduate specialisation studies in Italy. These scholarships wereprovided also on the basis of specific cooperation agreements those Italian universities have established in specificfields with Indonesian university counterparts.

Contact

Embassy of ItalyJl Diponegoro No 45, Jakarta 10310 IndonesiaTel (+62 21) 3193 7445 (hunting), Fax (+62 21) 3193 7422e-mail: [email protected]

Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Kebijakan dari kerjasama pembangunan Italia (Diplomasi untuk Pembangunan) diatur oleh Departemen Luar Negeri.Kebijakan tersebut, sebagai bagian dari Kebijakan Politik Luar Negeri Italia, berhubungan erat dengan ‘diplomasiekonomi’ dan ‘diplomasi kebudayaan’. Kebijakan tersebut diimplementasikan terutama berdasarkan ketentuan-ketentuandalam Undang-undang No 49/1987 yang mengalokasikan aliran dana bantuan yang dikelola oleh Direktorat JenderalKerjasama Pembangunan (DGCS) untuk promosi dan implementasi usaha bilateral dan multilateral. Dana lainnyatersedia melalui undang-undang ad hoc seperti undang-undang No 209/2000 tentang penghapusan dan pengurangantanggungan hutang bagi negara-negara berkembang. DGCS juga bertindak selaku koordinator dan donor pembiayaanbersama untuk prakarsa kerjasama untuk pembangunan yang didanai oleh pemerintah daerah setempat, masyarakatsipil dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Italia.

DGCS mengelola sekitar sepertiga dana dari Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) Italia, yang sepertiga lainnya dikelolaoleh Departemen Perekonomian (terutama melalui bantuan Italia kepada bank-bank dan dana pembangunan internasional),dan dana lainnya bernilai setara dengan nilai transfer yang diberikan oleh Italia untuk Uni Eropa (sekitar 13% darianggaran bantuan Uni Eropa). Unit-unit Tehnis Lokal (UTL) dari DGCS didirikan di Kedutaan Besar Italia di sebagianbesar negara-negara mitra untuk menangani masalah-masalah kerjasama dan memantau pelaksanaan proyek. Saatini, terdapat 20 UTL yang beroperasi di seluruh dunia dan empat UTL lainnya akan segera didirikan.

Kebijakan Dan Prioritas Global

Diplomasi Italia untuk Pembangunan bertujuan untuk mewujudkan solidaritas di antaramasyarakat, menegakkan hak azasi manusia, tata pemerintahan yang baik dan debtsustainability pada negara-negara berkembang. Garis-garis pedoman DGCS ditetapkan dalamkerangka kerja tujuan pembangunan internasional yang dikemukakan dalam DeklarasiMilenium Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), yang kemudian diadopsi oleh sidang MajelisUmum PBB bulan September 2000.

Sementara pengentasan kemiskinan merupakan prioritas utama program bantuan Italia,prioritas lainnya adalah penyediaan pelayanan sosial dasar, melindungi kehidupan manusia, mendorong swasembadapangan, meningkatkan sumber daya manusia, pelestarian lingkungan, meningkatkan kemandirian pembangunanekonomi, sosial dan budaya, dan perbaikan harkat kehidupan kaum perempuan.

Distribusi secara Geografis dan Jenis Bantuan

ODA Italia disalurkan melalui bantuan bilateral, multibilateral dan multilateral, yang meliputi bantuan pangan dansumbangan sukarela dan wajib kepada badan-badan PBB dan seluruh organisasi internasional terkait. Bantuan bilateralterdiri dari pinjaman-pinjaman lunak (pinjaman bantuan) dan hibah (sumbangan). Menurut Komite Bantuan Pembangunan(DAC) dari Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OCDE), pada tahun 2005, total pencairan dana ODA Italiaadalah sebesar USD 5.090.900 atau setara dengan 0,29% dari PDB. Hal tersebut menempatkan negara Italia padaperingkat ketujuh di antara donor-donor global ODA setelah Amerika Serikat, Jepang, Inggris Raya, Perancis, Jerman,Belanda dan Swedia.

Pada tahun 2005, bantuan-bantuan DGCS sejauh menyangkut dana hibah, diperuntukkan bagi Afrika (38%), Asia (23%)Mediterania dan Timur Tengah (20%), Amerika (11%) dan Eropa (8%). Saat ini Afrika tetap sebagai penerima hibahterbesar dari DGCS, walau demikian, telah terjadi peningkatan alokasi dana untuk beberapa wilayah Asia.

Tujuan dan Prioritas Program Kerjasama Italia di Indonesia

Italia telah lama berperan dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia. Sepanjang tahun 1990an, PemerintahItalia telah memberikan total bantuan sekitar EUR 90 juta kepada Indonesia dalam bentuk hibah dan pinjaman lunak,

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

sedangkan pada tahun 2001, 2002 dan 2003 Italia telah mendukung Indonesia denganmenyediakan dana bantuan sekitar EUR 4 juta untuk berbagai jenis program, terutamamelalui jalur multilateral. Program-program tersebut diberikan untuk pemulihan pasca-konflik, seperti Program Pemulihan di Maluku Utara yang besar sumbangannya sekitarUSD 1 juta telah disalurkan melalui Program Pembangunan PBB (UNDP), maupun pemulihandarurat setelah bencana alam, seperti tiga bantuan pasca-gempa bumi di Sumatra. Perhatiankhusus juga diberikan kepada program perlindungan anak, dimana bantuan tersebutberjumlah lebih dari USD 830.000 dan telah diberikan kepada Dana Anak-anak PBB(UNICEF) di dalam kerangka program regional untuk melaksanakan program-programpencegahan melawan eksploitasi seksual dan perdagangan anak-anak di Indonesia (tahun2002). Dua jenis bantuan diberikan dalam kerangka program regional tersebut yang kinimasih berlangsung. Hal ini merupakan sebuah tanda besarnya perhatian yang diberikanPemerintah Italia terhadap masalah perlindungan anak.

Fokus utama kerjasama pembangunan Italia di Indonesia adalah mendukung sektor swasta dan usaha kecil danmenengah (UKM), yang merupakan sektor vital dalam perekonomian Indonesia. Sebagai bentuk perhatian khususterhadap konsolidasi fiskal dan pemulihan perekonomian di Indonesia secara umum, Italia berkomitmen untukmengurangi tanggungan hutang akibat pinjaman-pinjaman lunak yang terjadi sebelumnya.

Arah Masa Depan Kerjasama Italia di Indonesia

Italia menegaskan kembali bahwa prioritas utamanya antara lain membantu sektor swasta Indonesia, khususnya UKM.Pendirian Balai Latihan Kerja dan Pelayanan di Sidoarjo (Surabaya) yang memberi dukungan kepada UKM di sektorproduksi sepatu kulit merupakan tonggak dari komitmen ini. Untuk tujuan tersebut pinjaman lunak sebesar EUR 5,5juta tersedia bagi Pemerintah Indonesia untuk penyediaan barang dan jasa bagi pengoperasian Balai tersebut.

Lebih lanjut, dengan tujuan membantu pemulihan ekonomi dan keuangan Indonesia, terutama dalam menanggapibencana tsunami 26 Desember 2004, melalui keputusan bersama dengan Pemerintah Indonesia, dana hasil daripengalihan utang tersebut (kurang lebih EUR 25 juta) dikirim langsung untuk keperluan daerah yang telah dihantamtsunami. Ini adalah sumbangan penting pada pembangunan Indonesia – sejalan dengan kebijakan umum Italia dalampengurangan tanggungan hutang, yang akhir-akhir ini mengarah kepada penghapusan hutang negara-negara miskinkepada Italia – dan ini merupakan tanda nyata akan perhatian yang diberikan Italia untuk kesejahteraan Indonesia danpenduduknya terutama kelompok masyarakat yang paling rentan.

Disamping komitmen bilateral perlu disebutkan dukungan yang diberikan tehadap pembangunan di Indonesia melaluikeanggotaannya di Uni Eropa. Uni Eropa hadir di Indonesia dengan paket program pembangunan yang komprehensifdan koheren di bidang penegakan hukum, tata pemerintahan yang baik, pendidikan, kesehatan dan pelestarianlingkungan hidup (yang tetap merupakan hal utama untuk konsolidasi proses demokrasi) yang sedang dilaksanakanoleh Indonesia.

Dengan pengalaman-pengalaman yang positif dari Kantor Kerjasama Italia di Aceh, Pemerintah Italia merasa berkewajibanuntuk tetap memberi dukungannya kepada perekonomian Indonesia, secara lebih spesifik kepada sektor-sektorperekonomian yang lebih rentan. Pemerintah Italia telah menyetujui beberapa proyek melalui kesepakatan bersamadengan Pemerintah Indonesia dengan pengalihan hutang (yang telah ditandatangani pada bulan Maret 2005). Tindakan-tindakan ini adalah kelanjutan dari semua kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Italia pada tingkat kerjasamabilateral setelah bencana tsunami. Di bawah perencanaan tersebut, program-program rekonstruksi yang bernilai sekitarEUR 5 juta telah dimulai sejak Februari 2006. Dalam waktu yang dekat ini, beberapa proyek lainnya yang telah disepakatibersama Pemerintah Indonesia akan dimulai.

Italia tetap berkomitmen untuk memberikan kontribusi yang positif melalui dialog yang berkelanjutan dan bekerjasamauntuk pengurangan hutang-hutang Indonesia, suatu masalah yang sensitif khususnya bagi masyarakat madani diIndonesia. Pada waktu yang sama, Italia telah berkomitmen untuk langsung memberikan respon terhadap bencana

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

alam dan pencegahannya, seperti tindakan-tindakan yang telah diambil setelah gempa bumi di Yogyakarta pada bulanMei 2006. Setelah terjadinya gempa bumi di Yogyakarta, Pemerintah Italia telah mengirimkan dua pesawat untukbantuan darurat (yang telah didistribusikan melalui LSM Italia yang berada di tempat) dan dua tim ahli (dalam bidangkedokteran dan vulkanologi) untuk membantu masyarakat korban gempa bumi.

Program Darurat di Propinsi Aceh

Tsunami yang telah menghantam Aceh pada tahun 2004 membawa tanggapan yang luar biasa dalam catatan bantuankemanusiaan. Pemerintah dan penduduk Italia menanggapi bencana alam tersebut. Pada tingkat bilateral saja, bantuandarurat senilai sekitar EUR 10 juta segera disetujui dan pada bulan Mei 2005 ‘Program Darurat untuk Aceh’ memulaikegiatannya pada bidang kesehatan, pendidikan, dukungan pada kelompok-kelompok rentan, pertanian, perikanan,perumahan dan infrastruktur. Program tersebut akhirnya selesai pada bulan Februari 2007.

Kantor Kerjasama Italia di Kedutaan Besar Italia mengambil strategi pendekatan multi sektoral yang berkesinambungan,dengan partisipasi yang kuat dari berbagai pihak.

Tidak hanya pembangunan infrastruktur tetapi juga pelatihan profesional telah diberikan bersamaan dengan peralatanyang baik dan sesuai.

‘Materi pembelajaran’ dalam berbagai kegiatan Program Darurat Italia di Propinsi Aceh dapat dijelaskan sebagai berikut:• Saling berbagi dalam mengambil keputusan dengan pihak otoritas daerah dan komunitas penerima bantuan

dalam setiap tahap pelaksanaan yang berbeda (identifikasi proyek, penerapan aturan-aturan)• Hubungan kerjasama yang aktif dan rasa saling bertanggung jawab dari komunitas setempat dalam penerapan

proyek. Dalam perspektif ‘tata pemerintahan yang baik’ cara ini telah mendorong transparansi administratif danproses pengambilan keputusan pada tingkat daerah

• Pengawasan kegiatan yang berkelanjutan atas kegiatan melalui kehadiran para ahli di bidangnya dari DGCS(dibukanya tiga Kantor Kerjasama dan penyusunan prosedur berdasarkan laporan keuangan tengah dan akhirsemester)

• Adopsi terhadap instrumen administrasi yang fleksibel yang dapat segera menjawab kebutuhan yang diperlukandi lapangan yang berubah-ubah

• Dialog terus menerus tentang kegiatan-kegiatan baik dengan DCGS maupun dengan Pemerintah Pusat danotoritas daerah (Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias/ BRR dan Pemerintah Daerah).

Pada bulan Oktober 2006, Direktur BRR, Dr Kuntoro Mangkusubroto, mengirim surat penghargaan kepada Duta BesarItalia di Jakarta atas kegiatan bantuan kerjasama Italia di Aceh. Beliau menyatakan penghargaan khusus atas carapenanganan yang menekankan partisipasi bersama dalam menerapkan program kegiatan bantuan.

Pendidikan

Perjanjian Kerjasama Budaya khusus mengikat Italia dan Indonesia sejak 1997. Berdasarkan hal tersebut, Italiamemberikan – inter alia – kontribusinya pada beberapa universitas di Indonesia (Universitas Udayana di Bali, UniversitasGadjah Mada di Yogyakarta, Universitas Nasional di Jakarta, Institut Tehnologi Bandung, Akademi Pariwisata Indonesiadi Jakarta, Universitas Indonesia di Depok) untuk pengajaran bahasa dan budaya Italia. Pada tahun 2006, 28 warganegara Indonesia telah terpilih untuk belajar di Italia, untuk mempelajari bahasa dan budaya serta untuk spesialisasidi bidang khusus yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia.

Selain itu, berbagai universitas Italia memberikan beasiswa kepada pelajar Indonesia. Sebanyak 25 warga negaraIndonesia telah diseleksi untuk mengambil sekolah spesialisasi pasca sarjana di Italia. Beasiswa ini juga diberikanberdasarkan perjanjian kerjasama khusus yang ditetapkan di universitas-universitas Italia tersebut di bidang-bidangkhusus dengan pihak universitas di Indonesia.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kontak

Kedutaan Besar ItaliaJl Diponegoro No 45Jakarta 10310 IndonesiaTel (+62 21) 3193 7445 (hunting)Fax (+62 21) 3193 7422e-mail: [email protected]

Organisation of Development Assistance

International development cooperation and aid coordination is overseen by the Ministry of Foreign Affairs (MFA).

International Development Cooperation Activities

Introduction

Hungary, while acceding to the Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) and the EuropeanUnion (EU), assumed the responsibility to work out and implement an international development cooperation (IDC) policyconforming to OECD and EU principles and practices. It agreed to fulfil the commitments and the targets set in theUnited Nations (UN) Millennium Declaration and the Millennium Development Goals (MDGs).

The Hungarian IDC policy is consistent with her foreign policy and the moral goals set out in the Government programme.It is a great challenge to a small country with limited resources like Hungary to pursue an efficient IDC policy and catchup with developed donors. Nevertheless, certain achievements have already been attained. By now, the institutional,legal and financial frameworks of Hungarian IDC policy have been laid down. The implementation of development projectsfinanced from the IDC allocation of the national budget, coordination of the activities by line ministries so far carryingout separate IDC projects, and the involvement of the private and civil sector into IDC have started and made certainprogress.

In order to use the limited resources in the most efficient way, clear targets and preferences have been set when decidingon partner countries and IDC sectors. To be able to fully utilise the comparative advantages and to ensure maximumadded value to the EU common IDC, Hungary mainly focus on Western Balkan and Commonwealth of IndependentStates (CIS) countries and would like to share her experiences gained in the course of political and economic transitionand EU accession.

Hungary, as an aid recipient country up to the recent past, has also rich experiences of receiving and best utilising aid,which can be conveyed to her partner countries as well. Hopefully a well-targeted knowledge-transfer project of modestfinancial value can have a significant development impact. It is also important for Hungary to cooperate closely withthe new EU Member States of Central Europe sharing many similarities to ensure complementarity and cohesion in IDCpolicies.

Priority Regions and Countries

Special priority is accorded to neighbouring countries, since Hungary has a vital interest in the stability and developmentof the region. The geographical span of Hungary’s IDC policy, however, is wider than that, as it also reflects the mainobjectives of the European Community in this area such as sustainable development, poverty reduction in partnercountries, their integration into the world economy and promoting democracy, the rule of law and good governance.Official Development Assistance (ODA) partners therefore have also been chosen from the Least Developed Countries(LDCs) group, whereas some Far Eastern countries were included on the list due to the traditions of our bilateral relationsand previous personal contacts, and the experiences accumulated in the course of the cooperation of the past decades.

Based on the above consideration, there are four groups of countries targeted by the Hungarian developmentactivities:1) Strategic partners: Serbia and Montenegro, Bosnia-Herzegovina, Vietnam, Palestine Authority2) Other partner countries: Former Yugoslav Republic of Macedonia (FYROM), Moldova, China, Mongolia,

Kyrgyzstan, Ukraine3) LDCs: Ethiopia, Yemen, Cambodia, Laos4) International commitments: Afghanistan, Iraq.

European Union Development Co-operation in Indonesia

Sectoral Priorities

Obviously, Hungary concentrates its development assistance activities primarily on those sectors and areas whereHungary has comparative advantages. Without observing an order of importance, the following fields of activities aregiven greater emphasis:1) Sharing Hungarian experiences associated with the political-economic transition (establishment and operation

of democratic structures, creating conditions for the transition to a free-market economy, privatisation, providingassistance to small-and medium-sized enterprises, the application of the criteria of good governance)

2) Knowledge transfer, knowledge-based assistance (methodological procedures, know-how, software, transfer oforganisational and planning methods, etc)

3) Promoting education (university and postgraduate), training of experts and technicians, developing curriculum,organising distance learning

4) Developing health services (planning, equipping, and running of hospitals and polyclinics, birth control, combatingepidemics, etc

5) Agriculture (dissemination of state-of-the-art plant and animal breeding methods, seed improvement, plant hygiene,plant protection, freshwater fish breeding, forestation programmes, farm development plans, biotechnology, agro-meteorology training of specialists and engineers in farming-related areas), food industry (planning of slaughterhouses)

6) Contributing to water management and water resources development, planning and providing technical advice(reservoirs and barrages, water purification plants, planning of dikes, inland drainage, exploration and assessmentof water stocks, etc)

7) Developing general infrastructure8) Helping general and transport engineering activity, cartography9) Providing technical advice on environmental protection.

Financial Background

Hungary’s development assistance programmes are mainly financed from the central budget. In accordance withinternational practice, it is the responsibility of the Finance Minister to make a proposal to the National Assembly onthe development assistance budget, in the annual budget bill. For 2004, HUF 1.1 million (around USD 6 million) wasearmarked for the MFA budget whereas resources were also earmarked for the activities of the ministries and institutionstaking part in the implementation of bilateral and multilateral international development cooperation.

All in all, HUF 13.5 million (close to USD 70 million) was spent on ODA in Hungary last year which corresponds almostto 0.07% of GNI. This year’s projection is an ODA/ GNI ratio between 0.08% and 0.1%. Hungary was part of the Conclusionsof the EU Council of 24 May 2005 to reach a new collective EU target of 0.56% ODA/ GNI by 2010 in such a way thatold EU Member States undertake to reach a minimum of 0.51% ODA/ GNI while new Member States will strive to increasetheir ODA to reach – within their respective budget allocation processes – 0.17% ODA/ GNI level by 2010. In the year2006, the volume of the Hungarian ODA/ GNI was 0.1157%.

Priorities in Indonesia

Hungary and Indonesia enjoy friendly, cooperative relations underpinned by high level governmental exchanges. Theseexchanges has been focused on the cooperation on the trade and economic fields, with particular emphasis to thesmall and medium scale enterprises and the information and communication technology (ICT). The Hungarian experiencesgained in the political-economic transition period after 1989/ 1990 in many fields (i.e. local government, judicary,banking, privatisation, etc) were offered to the Indonesian counterparts and a number of programmes has already beenrealised.

Hungary has not had fully-fledged bilateral development assistance programmes in Indonesia. However, the HungarianGovernment pays special attention to enhance the economic cooperation among the business sectors of the two country.The Joint Commission on Trade and Economic Cooperation between Indonesia and Hungary restarted its functioningin January 2004 and held its latest Session in October 2005 in Budapest. The next session is to be organised in

European Union Development Co-operation in Indonesia

Indonesia, perhaps in the second part of 2007.

In the course of the Hungarian Prime Minister’s visit in July 2005 to Indonesia the new Economic Cooperation Agreementwas signed, opening new vistas for an enhanced cooperation among the business circles of the two countries in thefield of ICT, banking and business sectors, as well as other fields such as science and technology (including biotechnology).Hungarian companies with an interest in the Indonesia market are focusing now on IT related areas (e-education, e-government e-business, e-training, e-health, etc) and extend commercial activity in certain government related services,infrastructure and agriculture.

Contact

Embassy of the Republic of HungaryJl HR Rasuna Said Kav X/3, KuninganJakarta 12950 IndonesiaTel (+62 21) 520 3459Fax (+62 21) 520 3461, 573 7525e-mail: [email protected] or [email protected]

Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Masalah-masalah kerjasama pembangunan internasional dan pengkordinasian bantuan berada di bawah pengawasanDepartemen Luar Negeri (MFA).

Rangkuman singkat tentang Kegiatan-kegiatan Kerjasama PembangunanInternasional Hongaria

Pendahuluan

Sebagai anggota Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan Uni Eropa, Hongaria bertanggung jawabmelaksanakan dan menjalankan kebijakan kerjasama pembangunan internasional (IDC) yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan praktek-praktek OECD dan Uni Eropa. Hongaria setuju untuk memenuhi komitmen-komitmen dan sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Tujuan PembangunanMilenium (MDG).

Kebijakan pembangunan internasional Hongaria tersebut sesuai dengan kebijakan luar negerinya serta tujuan-tujuanmoral yang dijabarkan dalam program Pemerintah. Bagi sebuah negara kecil yang memiliki sumber daya terbatasseperti Hongaria merupakan sebuah tantangan besar untuk melaksanakan kebijakan IDC secara efisien dan mengejarketertingalan dari negara-negar donor yang telah maju. Meskipun demikian, negara ini telah mencapai keberhasilantertentu. Saat ini telah dibuat kerangka institusional, hukum dan keuangan untuk kebijakan IDC Hongaria.

Proyek-proyek pembangunan yang dibiayai dari alokasi IDC dalam anggaran nasional, pengkordinasian kegiatan-kegiatanoleh kementrian terkait yang sejauh ini melaksanakan proyek-proyek IDC yang terpisah, serta keterlibatan sektor swastadan sipil dalam IDC telah dimulai dan mencapai kemajuan tertentu. Sumber-sumber daya yang terbatas tersebut harusdigunakan secara efisien, dan untuk itu telah ditetapkan sasaran-sasaran dan preferensi yang jelas ketika memutuskanmengenai negara-negara mitra dan sektor-sektor IDC.

Untuk dapat secara penuh memanfaatkan keuntungan-keuntungan komparatifnya dan memastikan diperolehnya nilaitambah yang maksimal untuk IDC Uni Eropa, Hongaria memfokuskan perhatiannya pada negara-negara Balkan Baratdan Persemakmuran Negara-negara Merdeka (CIS) dan bermaksud untuk membagi pengalaman yang diperolehnyadalam hal transisi politik dan ekonomi dan bergabungnya negara ini dengan Uni Eropa.

Sebagai sebuah negara penerima bantuan sampai beberapa tahun belakangan, Hongaria juga memiliki pengalamanyang luas dalam hal penerimaan dan penggunaan bantuan tersebut dengan baik, yang juga dapat dibagikan kepadanegara-negara mitranya. Diharapkan proyek pengalihan ilmu pengetahuan yang nilai keuangannya tidak terlalu besaryang telah direncanakan dengan baik dapat memberikan dampak yang besar terhadap pembangunan. Hongaria jugaperlu menjalin kerjasama yang erat dengan negara-negara anggota baru dari Eropa Tengah yang memiliki banyakkesamaan untuk memastikan kesesuaian dan kesatuan dalam kebijakan-kebjiakan IDC.

Wilayah-wilayah dan Negara-negara Prioritas

Prioritas khusus diberikan pada negara-negara tetangga, karena Hongaria memiliki kepentingan yang sangat besardalam hal kestabilan dan pembangunan di wilayah tersebut. Akan tetapi, cakupan geografis kebijakan IDC Hongarialebih luas dari itu, karena hal tersebut juga mencerminkan tujuan-tujuan utama Masyarakat Eropa di walayah ini sepertipembangunan yang berkelanjutan, pengurangan kemiskinan di negara-negara mitra, integrasi mereka ke dalamperekonomian dunia dan peningkatan demokrasi, supremasi hukum dan pemerintahan yang baik. Oleh karena itu,mitra-mitra bantuan pembangunan resmi (ODA) juga dipilih dari negara-negara terbelakang (LDCs), di mana beberapaNegara-negara Timur Jauh telah dimasukkan dalam daftar tersebut karena tradisi-tradisi hubungan bilateral kami danhubungan-hubungan pribadi sebelumnya, serta pengalaman-pengalaman yang terakumulasi dalam kerjasama padadekade-dekade lalu.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, terdapat empat kelompok negara yang menjadi sasaran dalam kegiatan-kegiatan pembangunan Hongaria, yaitu:1) Mitra-mitra strategis: Serbia dan Montenegro, Bosnia-Herzegovina, Vietnam, Otoritas Palestina2) Negara-negara mitra lain: Makedonia, Moldova, Cina, Mongolia, Kyrgyzstan, Ukraina3) LDC: Ethiopia, Yaman, Kamboja, Laos4) Komitmen-komitmen internasional: Afghanistan, Irak.

Prioritas-prioritas Sektoral

Hongaria, secara jelas menempatkan fokus kegiatan-kegiatan bantuan pembangunannya pada sektor-sektor dan bidang-bidang di mana Hongaria memiliki keuntungan komparatif. Tanpa melihat tingkat kepentingannya, bidang-bidangkegiatan berikut ini diberikan penekanan yang lebih besar:1) Membagi pengalaman Hongaria dalam hal transisi politik dan ekonomi (pembangunan dan pelaksanaan struktur-

struktur demokrasi, penciptaan kondisi untuk transisi ke perekonomian pasar bebas, swastanisasi, bantuan untukbadan-badan usaha kecil dan menengah, penerapan kriteria pemerintah yang baik)

2) Pengalihan ilmu pengetahuan, bantuan berbasis pengetahuan (prosedur-prosedur metodologi, kecakapan tehnis,perangkat lunak, pengalihan metode organisasi dan perencanaan, dll)

3) Promosi pendidikan (universitas dan pasca sarjana), pelatihan untuk para ahli dan tehnisi, pengembangankurikulum, penyelenggaraan belajar jarak jauh

4) Pengembangan layanan-layanan kesehatan (perencanaan, perlengkapan, dan pengelolaan rumah sakit danpoliklinik, keluarga berencana, pemberantasan penyakit epidemik, dll)

5) Pertanian (sosialisasi metode terbaru perkembang biakan tanaman dan hewan, peningkatan bibit, kesehatantanaman - perlindungan tanaman, pengembang biakan ikan air tawar, program-program reboisasi, rencanapengembangan pertanian, bioteknologi, agro-meteorologi, pelatihan untuk tenaga spesialis dan insinyur dalambidang-bidang yang berkaitan dengan pertanian), industri makanan (rencana pembangunan rumah potong)

6) Sumbangan untuk pengelolaan air dan pembangunan sumber daya air, perencanaan dan penyediaan konsultasitehnis (waduk air dan bendungan, sarana pembersihan air, perencanaan tanggul, pengairan darat, eksplorasidan pengkajian cadangan air, dll)

7) Pengembangan prasarana umum8) Bantuan kegiatan rekayasa umum dan transportasi, pemetaan9) Pemberian nasehat tehnis tentang perlindungan lingkungan hidup.

Latar belakang Keuangan

Program-program bantuan pembangunan Hongaria sebagian besar dibiayai dari anggaran pusat. Sesuai dengan praktekinternasional, Departemen Keuangan bertanggung jawab mengajukan usulan kepada Majelis Nasional tentang anggaranbantuan pembangunan, dalam Undang-undang Anggaran tahunan. Untuk tahun 2004, dana sebesar HUF 1,1 juta(sekitar USD 6 juta) dialokasikan untuk anggaran MFA sementara sumber daya juga dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan departemen-departemen dan lembaga-lembaga yang ikut serta dalam pelaksanaan kerjasama pembangunanbilateral dan multilateral.

Secara keseluruhan, dana sebesar HUF 13,5 juta (hampir USD 70 juta) digunakan untuk ODA di Hongaria tahun laluatau 0,07% dari PNB. Proyeksi tahun ini adalah rasio ODA/PNB antara 0,08% dan 0,1%. Berdasarkan kesimpulan DewanUni Eropa tanggal 24 Mei 2005, Hongaria akan mencapai sasaran bersama baru Uni Eropa sebesar 0,56% ODA/PNBpada tahun 2010 dalam mana negara-negara anggota lama harus mencapai paling sedikit 0,51% ODA/PNB sementaranegara-negara anggota baru berupaya untuk meningkatkan ODA mereka untuk mencapai – dalam proses alokasianggaran mereka masing-masing – sebesar 0,17% ODA/PNB pada tahun 2010. Tahun 2006, volume ODA/PNB Hongariaadalah 0,1157%.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Prioritas-prioritas di Indonesia

Hongaria dan Indonesia menjalin hubungan kerjasama yang bersahabat yang diperkuat dengan kunjungan pemerintahtingkat tinggi.

Kunjungan-kunjungan tersebut difokuskan pada kerjasama dalam bidang perdagangan dan perekonomian denganpenekanan khusus pada usaha-usaha kecil dan menengah serta tehnologi informasi dan komunikasi (ICT). Pengalamanyang didapatkan Hongaria dalam jangka waktu transisi politik dan ekonomi setelah tahun 1989/90 dalam banyakbidang (seperti pemerintah daerah, peradilan, perbankan, swastanisasi, dll), ditawarkan kepada pihak Indonesia dansejumlah program telah terealisasi.

Hongaria belum memiliki program-program bantuan pembangunan bilateral yang mantap di Indonesia, akan tetapi,Pemerintah Hongaria memberikan perhatian pada peningkatan kerjasama ekonomi antara sektor-sektor usaha keduanegara. Komisi Bersama Kerjasama Perdagangan dan Ekonomi antara Indonesia dan Hongaria mulai bekerja padabulan Januari 2004 dan mengadakan sidang terakhir pada bulan Oktober 2005 di Budapest. Sidang berikutnya akandiadakan di Indonesia, kemungkinan pada pertengahan kedua tahun 2007.

Pada kunjungan Perdana Menteri Hongaria bulan Juli 2005 ke Indonesia, dilakukan penandatanganan PerjanjianKerjasama Ekonomi, yang membuka peluang baru untuk kerjasama lebih lanjut antara dunia usaha dari kedua negaradalam bidang ICT, sektor-sektor perbankan dan usaha, dan bidang-bidang seperti ilmu pengetahuan dan tehnologi(termasuk biotehnologi). Perusahaan-perusahaan Hongaria yang memiliki kepentingan di pasar Indonesia sekarangterfokuskan pada bidang-bidang yang berkaitan dengan tehnologi informasi (e-pendidikan, e-pemerintah, e-usaha, e-pelatihan, e-kesehatan dll) dan memperluas kegiatan perdagangan dalam layanan-layanan terkait pemerintah, prasaranadan pertanian tertentu.

Kontak

Kedutaan Besar Republik HongariaJl HR Rasuna Said Kav X/3, KuninganJakarta 12950 IndonesiaTel (+62 21) 520 3459Fax (+62 21) 520 3461, 573 7525e-mail: [email protected] atau [email protected]

Organisation of Development Assistance

Within the Ministry of Foreign Affairs, development assistance is the responsibility of the Minister for DevelopmentCooperation. Responsibility for bilateral assistance at the country level has been delegated to the Dutch embassies.The Ministry of Finance has the task to deal with the International Monetary Fund (IMF) and shares responsibility withthe Ministry of Foreign Affairs for the World Bank Group and the Regional Development Banks.

Global Policies and Priorities

The principle objective of the Netherlands development assistance is sustainable poverty reduction. Dutch cooperationfocuses on helping countries to achieve the Millennium Development Goals (MDGs). Key areas in Dutch developmentpolicy world wide are education (15% of the development budget), environment and water (0.1% of GNP), AIDS preventionand reproductive health care. The budget for Official Development Assistance (ODA) increases or decreases in line withGNP (0.8%). Sustainable poverty reduction is considered only possible if the wide-ranging yet interlinked causes ofpoverty are tackled simultaneously.

Global Level of Assistance

Also in 2005 and 2006, the Netherlands continued to allocate 0.8% of its GNP to development cooperation. Almost allODA is provided in the form of untied grants.

Type of Assistance and Programming

The Netherlands has selected 36 countries for international development cooperation partnerships. Indonesia was inthe past few years the biggest recipient of Dutch aid. To enhance aid effectiveness, the Netherlands limits its aid activitiesin each country to a few sectors only. Besides that, cross-cutting issues related to gender, governance and human rightsare supported.

Programme Objectives and Priorities in Indonesia

Two strategic priorities are leading for the development cooperation programme of the Netherlands in Indonesia:1) improvement of the investment climate2) security and stability, with particular focus on the cross-cutting theme good (economic) governance and human

rights.Gender and environmental issues are mainstreamed in all programmes. The programme further focuses on two sectors:education and water/ sanitation/ environment (biodiversity).

The majority of Dutch funds are being allocated to programmes of theIndonesian Government and are also executed by the Government. Thesefunds, however, are channelled through multilateral agencies, which areresponsible for the supervision, monitoring and coordination. ThereforeDutch funds are not being used to finance stand-alone projects, but – onthe contrary – are always mainstreamed in Indonesian sector-policies andin multilateral financing. This way Dutch contributions are supposed to havemore leverage. As a result, the Dutch interventions will be more effectiveand their impact more sustainable.

To further increase aid effectiveness, the Netherlands will actively pursue possibilities for further donor coordinationas such and in particular in the sectors where it executes programs and activities. Sector-wide approaches and in thatcontext basket financing are preferred, but hitherto impossible given Indonesia’s track record.

European Union Development Co-operation in Indonesia

2005-2006 (EUR 100 million per year)

Good Governance

Water & Sanitation

Education

Investment Climate &Investment Promotion

Aceh/ Nias & Yogyakarta

11%

15%

11%

19%

44%

Overview of Dutch Cooperation with Indonesia

Contact

Embassy of the Kingdom of the NetherlandsJl HR Rasuna Said Kav S3Jakarta, IndonesiaTel (+62 21) 524 8200, 524 1059Fax (+62 21) 527 5976e-mail: [email protected] or [email protected]/jak

Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Dalam Departemen Luar Negeri, bantuan pembangunan merupakan tanggung jawab Menteri Kerjasama Pembangunan.Tanggung jawab atas bantuan bilateral pada tingkat negara telah didelegasikan kepada Kedutaan-Kedutaan BesarNegeri Belanda. Departemen Keuangan bertugas untuk berurusan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) danberbagi tanggung jawab dengan Departemen Luar Negeri untuk kelompok Bank Dunia dan bank-bank pembangunanregional.

Kebijakan Global dan Prioritas

Tujuan pokok dari bantuan pembangunan Belanda adalah pengentasan kemiskinan yang berkesinambungan/berkelanjutan. Kerjasama dengan Belanda berfokus pada pemberian bantuan kepada negara-negara untuk mencapaiTujuan Pembangunan Milenium (MDG). Bidang-bidang pokok dalam kebijakan pembangunan oleh Belanda di seluruhdunia adalah pendidikan (15% dari anggaran pembangunan), lingkungan hidup dan air (0,1% dari PNB), pencegahanAIDS dan pelayanan kesehatan reproduksi. Anggaran untuk Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) meningkat ataumenurun sejalan dengan PNB (0,8%). Pengentasan kemiskinan yang berkesinambungan/ berkelanjutan hanya mungkinapabila penyebab-penyebab kemiskinan yang luas dan saling terkait ditangani secara serentak.

Bantuan Tingkat Global

Di tahun 2005 dan 2006, Belanda terus mengalokasikan 0,8% dari PNB-nya untuk kerjasama pembangunan. Hampirsemua ODA diberikan dalam bentuk hibah tak terikat.

Jenis Bantuan dan Program

Belanda telah memilih 36 negara untuk kemitraan kerjasama pembangunan internasional. Dalam tahun-tahun terakhirini, Indonesia merupakan penerima bantuan dari Belanda yang terbesar. Untuk meningkatkan efektifitas bantuan,Belanda membatasi kegiatan bantuannya di setiap negara hanya untuk beberapa sektor saja. Selain itu, permasalahanlintas sektor yang terkait dengan gender, tata pemerintahan, dan hak azasi manusia (HAM) juga didukung.

Tujuan dan Prioritas Program di Indonesia

Dua prioritas strategis merupakan pengarah untuk program kerjasama pembangunan Belanda di Indonesia:1) perbaikan iklim investasi2) keamanan dan stabilitas, dengan fokus khusus pada tema lintas sektor pemerintahan (ekonomi) yang baik dan

HAM. Permasalahan gender dan lingkungan hidup diarusutamakan di semua program. Program tersebut lebihlanjut berfokus pada dua sektor: pendidikan dan air/ sanitasi/ lingkungan hidup (keanekaragaman hayati).

Sebagian besar dana Belanda dialokasikan untuk program-program Pemerintah Indonesia dan juga dilaksanakan olehPemerintah. Akan tetapi, dana tersebut disalurkan melalui badan-badan multilateral, yang bertanggung jawab ataspengawasan, pemantauan dan koordinasinya. Oleh karena itu, dana dari Belanda tidak digunakan untuk membiayaiproyek-proyek yang berdiri sendiri, akan tetapi – sebaliknya – selalu diarusutamakan dalam kebijakan sektoral Indonesiadan dalam pembiayaan multilateral. Dengan cara tersebut, kontribusi Belanda diharapkan memberi pengaruh lebihkuat. Sehingga, keterlibatan Belanda akan lebih efektif dan dampaknya lebih berkesinambungan/ berkelanjutan.

Untuk lebih meningkatkan efektifitas bantuan, Belanda akan secara aktif mencari kemungkinan-kemungkinan untukkoordinasi donor lebih lanjut khususnya dalam sektor-sektor di mana program dan kegiatan yang menjadi fokus Belanda.Pendekatan sektoral dan, dalam konteks tersebut, pembiayaan dari berbagai sumber disatukan (basket financing) lebihdiutamakan tetapi sampai saat ini hal tersebut tidak dimungkinkan mengingat catatan riwayat (track record) Indonesia.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

2005-2006 (EUR 100 juta per tahun)

Kontak

Kedutaan Besar Kerajaan BelandaJl HR Rasuna Said Kav S3Jakarta, IndonesiaTel (+62 21) 524 8200, 524 1059Fax (+62 21) 527 5976e-mail: [email protected] atau [email protected]/jak

Gambaran Umum Kerjasama Belanda dengan Indonesia

Tata Pemerintahan

Air & Sanitasi

Pendidikan

Iklim Investasi &Peningkatan Investasi

Aceh/ Nias & Yogyakarta

11 %

15 %

11 %

19 %

44 %

* These figures do not include export credits, since these are no longer reported as ODA loans. Only interest subsidies paid fromofficial funds to soften these loans, if any, are reported as an ODA grant. The loan component is reported as Other Official Flow(OOF).

2002 2003 2004 2005

Grant Disbursements 0.55 0.33 0.44* 1.092*

Loan Disbursements - - - -

Total 0.55 0.33 0.44 1.092

Organisation of Development Assistance

Funds for the Austrian-Indonesian development cooperation are mainly provided by the Austrian Development Cooperation(ADC) through the Austrian Development Agency (the operational unit of the ADC), as well as the Federal Ministry forEducation, Science and Culture, and to some extent also by provincial governments (especially the provincial governmentof Tyrol).

Global Policies and Priorities

The aim of the ADC is to promote sustainable economic development by combating poverty, safeguarding peace andprotecting the environment. Ownership of the local stakeholders, integration of all measures into the social and cultural environment, equality between men and women and the needs of children and of people with disabilities are principlesthat are taken into account in all activities of ADC. Austria’s development assistance primarily focuses on the followingkey regions: Central America, West Africa, East Africa, Southern Africa, and the Himalaya/ Hindukush region, as wellas South Eastern Europe. Given the overall aims and the geographical concentration, the ADC focuses on the followingsectoral priorities: water and sanitation, rural development, energy, investment and employment, small- and medium-scale enterprises development, education, democratisation and good governance.

Type of Assistance and Programming

Austria‘s Official Development Assistance (ODA) is predominantly given on a grant basis. Disbursements are based onthe above-mentioned priorities. On the global level Austria‘s ODA amounted to EUR 1,265,890,000 (0.52% of GNI) in2005.

Programme Objectives and Priorities in Indonesia

Activities in South East Asia are part of the ADC’s global programmes, with capacity building at the centre. Austria'sassistance is provided by means of established instruments such as postgraduate scholarships, as well as contributionsto relevant research projects in the area of academic cooperation both within the region and in Austria. Examples arethe North-South Scholarship-Programme, ASEAN-European University Network (ASEA UNINET), Asian Institute of Technology(AIT) and the Scholarships for Technological Education for South East Asia.

Level and Type of Assistance (in EUR million)

European Union Development Co-operation in Indonesia

Education

The principal Austrian scholarship programs for Indonesian students/researchers are the following:• Southeast Asian Technology doctorate scholarships: four grants awarded in 2005• North-South Dialogue doctorate scholarships (sectoral priorities: water and sanitation, rural development, energy,

small- and medium-scale enterprises, education, science and research, good governance): five grants awardedin 2005

• ASEA UNINET one-month post-doctorate training: one grant awarded per year• On-place scholarships for doctorate studies at Indonesian universities: 12 grants awarded 2005.

The total amount of disbursements for Austrian scholarships to Indonesian students in 2005 was EUR 497,000(45.5% of total ODA grants).

Contact

Austrian EmbassyJl Diponegoro No 44, MentengJakarta 10027 Indonesia, PO Box 2746Tel (+62 21) 3193 8090, 3193 8101Fax (+62 21) 390 4927e-mail: [email protected]

Distribution of Assistance

Net Disbursements EUR

In % totalODA

Education, level unspecifiedPost-secondary educationConflict prevention and resolution,peace and securityOther emergency and distress reliefReconstruction reliefTotal Bilateral ODA

8,963488,039

18,3303,327

574,0001,092,659

0.844.7

1.70.3

52.5100

Sectoral Distribution

Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Dana-dana kerjasama pembangunan Austria-Indonesia terutama diberikan oleh Kerjasama Pembangunan Austria (ADC)melalui Badan Pembangunan Austria (unit operasional dari ADC), serta Kementrian Federal urusan Pendidikan, IlmuPengetahuan dan Kebudayaan dan juga oleh pemerintah propinsi-propinsi (khususnya pemerintah propinsi Tyrol).

Kebijakan dan Prioritas Global

Tujuan utama dari ADC adalah untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan melalui pengentasankemiskinan, menjaga perdamaian dan perlindungan lingkungan. Prinsip-prinsip yang harus dipertimbangkan dalamsetiap kegiatan ADC antara lain kepemilikan oleh pihak-pihak yang terlibat, integrasi semua kegiatan ke dalam lingkungansosial dan budaya, kesetaraan antara pria dan wanita serta kebutuhan anak-anak dan para penyandang cacat.

Bantuan pembangunan Austria terutama difokuskan untuk wilayah-wilayah berikut ini: Amerika Tengah, Afrika Barat,Afrika Timur, Afrika bagian selatan dan wilayah Himalaya/ Hindukush, serta Eropa Selatan dan bagian Timur. Berdasarkantujuan umum dan konsentrasi geografis ini, ADC terfokus pada sector-sektor prioritas sebagai berikut: air dan sanitasi,pembangunan desa, energi, investasi dan lapangan pekerjaan, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM),pendidikan, demokratisasi dan tata pemerintahan yang baik.

Jenis Bantuan dan Program

Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) Austria pada umumnya diberikan dalam bentuk hibah. Pencairan bantuan dilakukanberdasarkan prioritas tersebut di atas. Di tingkat global, ODA Austria berjumlah EUR 1.265.890.000 (0,52% dari PNB)pada tahun 2005.

Sasaran dan Prioritas Program di Indonesia

Kegiatan-kegiatan di Asia Tenggara merupakan bagian dari program global ADC, dengan penguatan kapasitas sebagaiintinya. Bantuan Austria diberikan melalui instrumen yang sudah ada seperti beasiswa pasca sarjana, serta kontribusi-kontribusi untuk proyek-proyek penelitian di bidang kerjasama akademis baik di Asia Tenggara maupun di Austria.Sebagai contohnya Program Beasiswa Utara-Selatan, Jaringan Universitas ASEAN-Eropa (ASEA UNINET), Institut TehnologiAsia (AIT) dan Beasiswa Pendidikan Teknologi untuk Asia Tenggara.

Tingkat dan Jenis Bantuan (dalam juta EUR)

* Angka-angka di atas tidak termasuk kredit ekspor, karena angka-angka ini tidak lagi dilaporkan sebagai pinjaman ODA.Hanya bunga subsidi yang dibayarkan dari dana-dana resmi untuk pinjaman lunak, apabila ada, dilaporkan sebagai hibahODA. Komponen pinjamannya dilaporkan sebagai Arus Resmi Lainnnya (OOF).

2002 2003 2004 2005

Pencairan Hibah 0,55 0,33 0,44* 1,092*

Pencairan Pinjaman - - - -

Total 0,55 0,33 0,44 1,092

Pendidikan

Beasiswa Pemerintah Austria untuk pelajar/ peneliti yang berasal dari Indonesia terdiri dari beasiswa berikut ini:• Beasiswa Pendidikan Tehnologi untuk Asia Tenggara pada tingkat doktoral: empat beasiswa diberikan pada tahun

2005• Beasiswa tingkat doktoral Dialog Utara-Selatan (sektor prioritas: pengairan dan sanitasi, pembangunan desa,

energi, UKM, pendidikan, pengetahuan dan penelitian, tata pemerintahan): lima beasiswa diberikan pada tahun2005

• ASEA-UNINET satu bulan pelatihan pasca-doktoral: satu beasiswa per tahun• Beasiswa ‘On-Place’ untuk studi doktoral pada universitas di Indonesia: 12 beasiswa diberikan pada tahun 2005.

Jumlah total bantuan untuk beasiswa Austria bagi pelajar Indonesia pada tahun 2005 adalah EUR 497.000 (45,5%dari total hibah ODA).

Kontak

Kedutaan Besar AustriaJl Diponegoro No 44, MentengJakarta 10027 IndonesiaPO Box 2746Tel (+62 21) 3193 8090, 3193 8101Fax (+62 21) 390 4927e-mail: [email protected]

Distribusi Bantuan

Pencairan Netto EUR

Dalam % totalODA

Pendidikan, tingkat tidak dispesifikasiPasca Pendidikan MenengahPencegahan & Penyelesaian Pasca Konflik, perdamaiandan keamananBantuan kemanusiaan dan darurat lainnyaBantuan RekonstruksiTotal Bantuan Bilateral ODA

8,963488,039

18,330

3,327574,000

1,092,659

0.8%44.7%

1.7%

0.3%52.5%100%

Distribusi Sektoral

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Global Policies and Priorities

‘The Strategy for Poland’s Development Cooperation’ adopted by the Council of Ministers of the Republic of Poland in2003 defines major goals, rules and mechanisms of providing development assistance by Poland. Facilitating theachievement of sustainable development in the countries benefiting from Polish assistance is the overriding purposeof Polish development cooperation. This requires poverty reduction, ensuring sustainable economic growth and respectinghuman rights and basic freedoms. Efficient democracy, rule of law and good governance are equally important. Promotingthe rules of good governance and the development of central and local administration is the best way to achieve thesepurposes. Sharing the experience of the Polish political and economic transformation has a special position in developmentassistance.

The Polish development assistance is an integral part of the country’s foreign policy and serves the achievement of itsmajor goals. Preventing the growing tensions between the North and the South, an increased involvement of developingcountries and countries in transition in the global economy and combating environmental threats all contribute toincreased security of Poland.

According to the Strategy, the Polish development assistance covers:• developing countries with which Poland has strong political, economic and cultural relations• countries undergoing political transformation, including in particular Eastern and South Eastern European countries• developing countries and countries in transition where groups of people of Polish origin live.

Poland will provide foreign assistance in the domains where recipients’ needs are the largest and Polish public agenciesand non-governmental organisations (NGOs) have a comparative advantage over other donors of foreign assistance.

In 2005, the list of priority countries for the Polish development cooperation included:• Afghanistan• Angola• Georgia• Iraq• Moldova• Palestinian Autonomy• Vietnam.

Type of Assistance and Programming

In January 2005, the Development Cooperation Section was set up in the Ministry of Foreign Affairs (MFA) – in thestructure of the United Nations (UN) System and Global Problems Department. It became a separate department –Development Cooperation Department (DCD) – in September 2005. The department is responsible for planning andproviding Polish foreign assistance and coordinates the process of planning and providing development assistance.

Poland will provide foreign assistance in the domains where recipients’ needs are the largest and Polish public agenciesand NGOs have a comparative advantage over other donors of foreign assistance. This means focusing on several keyissues:• Education and science• Supporting democratic institutions• Consolidation of local structures• Health care• Access to potable water• Protection of the environment• Development of cross-border cooperation.

European Union Development Co-operation in Indonesia

Global Level of Assistance

Poland was a development assistance recipient in the toughest period of transformation into a democracy and marketeconomy after the period of communism. Now, Poland assumes the role of a donor country for countries undergoing asimilar political and economic transformation and for developing countries.

As a result of the membership in the European Union (EU), Poland assumed international obligations concerning thevolume and the quality of development assistance. Funds allocated to development assistance will increase regularlyso that the Official Development Assistance (ODA)/ GDP ratio of Poland reaches 0.17% in 2010 and 0.33% by 2015.

2005 was an important year in the activity of Poland for the international development cooperation. The developmentassistance provided by Poland increased considerably compared to preceding years. In 2005, Poland allocated PLN663 million (USD 204.98 million) to the support for less developed countries.

Another edition of calls for proposals for NGOs and the increased number of projects funded by the Small Grants Fundcan be considered a success without a doubt. A number of government agencies began cooperation with the MFA andcommenced implementing development assistance tasks. The increase in the Polish involvement in the internationaldevelopment cooperation is also evidenced by changes in the structure of the MFA.

Main Recipients of Polish Bilateral Development Assistance in 2005

Volume of subventions for assistance projects grantedto government agencies and NGOs in 2005

(PLN million)

0.43

1.13

0.88

0.49

0.38

0.29

0.05

1.05

7.41

Ukraine

Georgia

MoldovaAfghanistan

Iraq

Angola

Vietnam

Palestinian Autonomy

Belarus

This graph does not include projects covering more than one countrySource : MFA calculations

Humanitarian Aid

In 2005, Poland focused its humanitarian activities on assistance for the victims of the earthquake and the tsunamithat took place in South East Asia in December 2004. Humanitarian aid was also provided for Niger and Sudan. Moreover,the government of the Republic of Poland supported the people of Pakistan after the October 2005 earthquake.

European Union Development Co-operation in Indonesia

Humanitarian Aid to South East Asia after the Earthquakeand the Tsunami in December 2004 and ‘The SecondTsunami’ in March 2005

In reply to the international appeal of the UN Office for Coordinationof Humanitarian Affairs (OCHA), Poland made payments to:• UN Children’s Fund (UNICEF)• International Organisation for Migration (IOM)• World Health Organisation (WHO)

The assistance was devoted to the region affected by humanitarian crisis. A secondary earthquake (‘the second tsunami’)occurred on the Indonesian coast in March 2005. The Polish government allocated USD 50,000 to the Indonesian RedCross for the humanitarian aid to the earthquake victims.

Activities in the field of Global and Development Education

Poland has been involved in the programme of supporting global education in the Vysehrad Group member countriessince 2004 upon invitation from the North-South Centre of the Council of Europe (COE) and the Kingdom of theNetherlands. Representatives of government agencies, educational institutions and NGOs as well as guests fromEuropean countries highly experienced in global education participated in the seminar and discussed the concept ofglobal education, examples of good practice and global education strategies.

Since 2005, Poland has also been involved in GlobalEducation Network Europe (GENE) – a European networkmade up of representatives of ministries and nationalagencies in charge of defining the global education policyand supporting, coordinating and financing the relatedactivities. In 2005, the MFA and the North-South Centreof the COE set up a fund for projects devoted to globaleducation. As a result of a call for proposals, the Educationfor Democracy Foundation was given the task of fundadministrator. The purpose of the project named ‘GlobalEducation Aimed at Raising Awareness of the Needs ofDeveloping Countries and Development Aid among PolishSociety’ implemented by the Foundation was to raise awareness of the needs of developing countries in the Polishsociety and supporting the activities of civil society organisations implementing global education projects.

Contact

Embassy of PolandJl HR Rasuna Said Kav X Blok IV/3Jakarta 12950 IndonesiaTel (+62 21) 252 5938, 252 5939, 252 5940Fax (+62 21) 252 5958, 252 5960e-mail: [email protected]

Kebijakan dan Prioritas Global

‘Strategi untuk Kerjasama Pembangunan Polandia’ yang disetujui oleh Dewan Menteri Republik Polandia pada tahun2003 menguraikan tujuan-tujuan utama, aturan, dan mekanisme pemberian bantuan pembangunan oleh Polandia.Memfasilitasi pencapaian pembangunan berkesinambungan di negara-negara yang mendapatkan manfaat dari bantuanPolandia merupakan tujuan utama kerjasama pembangunan Polandia. Hal tersebut memerlukan pengentasan kemiskinan,kepastian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, dan kepekaan terhadap hak azasi manusia dan kebebasandasar. Demokrasi yang efisien, supremasi hukum, dan tata pemerintahan yang baik merupakan hal-hal yang samapenting. Peningkatan aturan pemerintahan yang baik dan pengembangan administrasi pusat dan lokal merupakan caraterbaik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berbagi pengalaman tentang transformasi politik dan ekonomi Polandiamemiliki tempat khusus dalam bantuan pembangunan.

Bantuan pembangunan Polandia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan luar negeri negara tersebutdan merupakan pencapaian dari sasaran-sasaran utamanya. Mencegah berkembangnya ketegangan antara Utara danSelatan, keterlibatan negara-negara berkembang dan negara-negara dalam masa peralihan yang semakin meningkatdi ekonomi global dan dalam memerangi ancaman lingkungan semuanya merupakan kontribusi untuk peningkatankeamanan Polandia.

Sesuai dengan Strategi, bantuan pembangunan Polandia mencakup:• negara-negara berkembang yang memiliki hubungan politik, ekonomi dan budaya yang kuat dengan Polandia• negara-negara yang mengalami transformasi politik, secara khusus termasuk negara-negara Eropa Timur dan

Tenggara• negara-negara berkembang dan negara-negara dalam masa transisi di mana terdapat kelompok-kelompok

masyarakat Polandia.

Polandia akan memberikan bantuan asing untuk bidang-bidang yang penerimanya memiliki kebutuhan terbesar dandi mana badan publik dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) Polandia memiliki kelebihan komparatifdibandingkan donor-donor bantuan asing lainnya.

Pada tahun 2005, daftar negara-negara yang diprioritaskan untuk kerjasama pembangunan Polandia mencakup:• Afghanistan• Angola• Georgia• Irak• Moldova• Otonomi Palestina• Vietnam.

Jenis Bantuan dan Program

Di bulan Januari 2005, Bagian Kerjasama Pembangunan dibentuk dalam Kementrian Luar Negeri – dalam strukturDepartemen urusan Sistem Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Permasalahan Global. Bagian tersebut menjadidepartemen yang terpisah – Departemen Kerjasama Pembangunan (DCD) – pada bulan September 2005. Departementersebut bertanggung jawab untuk merencanakan dan menyalurkan bantuan asing Polandia dan mengkoordinasi prosesperencanaan dan pemberian bantuan pembangunan.

Polandia akan memberikan bantuan asing untuk bidang-bidang yang penerimanya memiliki kebutuhan terbesar dandi mana badan publik dan LSM Polandia memiliki kelebihan komparatif dibandingkan donor bantuan asing lainnya.Hal ini berarti fokus pada beberapa masalah penting:• Pendidikan dan ilmu pengetahuan• Mendukung lembaga-lembaga demokratis

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

• Konsolidasi struktur lokal• Pelayanan kesehatan• Akses air bersih• Perlindungan lingkungan• Pengembangan kerjasama lintas batas.

Bantuan Tingkat Global

Polandia merupakan penerima bantuan pembangunan di saat periode terberat transformasi menuju demokrasi danekonomi pasar setelah era komunisme. Saat ini Polandia memainkan peran sebagai negara donor untuk negara-negarayang mengalami transformasi politik dan ekonomi serupa dan untuk negara-negara berkembang.

Sebagai hasil dari keanggotaannya dalam Uni Eropa, Polandia berusaha mengambil kewajiban internasional terkaitdengan volume dan kualitas bantuan pembangunan. Dana yang dialokasikan untuk bantuan pembangunan akanmeningkat secara berkala sehingga rasio ODA/PDB Polandia mencapai 0,17% pada tahun 2010 dan 0,33% pada tahun2015.

2005 adalah tahun yang penting dalam kegiatan Polandia untuk kerjasama pembangunan internasional. Bantuanpembangunan yang diberikan oleh Polandia meningkat jauh dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Padatahun 2005, Polandia mengalokasikan PLN 663 juta (USD 204,98 juta) untuk mendukung negara-negara yangterbelakang.

Dibukanya peluang pengajuan proposal oleh LSM dan meningkatnya jumlah proyek yang didanai oleh Dana Hibah Kecil(Small Grants Fund) dapat dianggap sebagai sebuah keberhasilan. Sejumlah instansi pemerintah memulai kerjasamadengan Kementrian Luar negeri dan mulai melaksanakan tugas bantuan pembangunan. Meningkatnya keterlibatanPolandia dalam kerjasama pembangunan internasional juga terbukti dengan adanya perubahan-perubahan dalamstruktur Kementrian Luar Negeri.

Penerima Utama Bantuan Pembangunan Bilateral Polandia pada tahun 2005

Volume tunjangan untuk proyek bantuan yang diberikan kepadainstansi-instansi pemerintah dan LSM pada tahun 2005

(dalam PLN juta)

Grafik ini tidak menyertakan proyek-proyek yang mencakup lebih dari satu negaraSumber: Kalkulasi Kementrian Luar Negeri

0.43

1.13

0.88

0.49

0.38

0.29

0.05

1.05

7.41

Ukraina

Georgia

MoldovaAfghanistan

Irak

Angola

Vietnam

Otonomi Palestina

Belarusia

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Bantuan Kemanusiaan

Pada tahun 2005, Polandia memfokuskan kegiatan kemanusiaannya pada bantuan untuk korban gempa bumi dantsunami yang terjadi di Asia Tenggara pada bulan Desember 2004. Bantuan kemanusiaan juga diberikan untuk Nigeriadan Sudan. Selain itu, pemerintah Republik Polandia mendukung masyarakat Pakistan setelah terjadinya gempa bumipada bulan Oktober 2005.

Bantuan Kemanusiaan untuk Asia Tenggara setelah Gempa Bumi dan Tsunami pada bulanDesember 2004 dan “Tsunami Kedua” pada bulan Maret 2005

Menanggapi permohonan internasional dari Kantor Koordinasi Bantuan Kemanusiaan PBB (OCHA), Polandia melakukanpembayaran kepada:• Dana Anak-anak PBB (UNICEF)• Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM)• Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Bantuan tersebut dikhususkan untuk daerah-daerah yang terkena dampak krisis kemanusiaan. Gempa kedua(‘tsunami kedua’) terjadi di pesisir Indonesia pada bulan Maret 2005. Pemerintah Polandia mengalokasikanUSD 50.000 untuk Palang Merah Indonesia sebagai bantuan kemanusiaan untuk para korban gempa bumi.

Kegiatan di bidang Pendidikan Global dan Pembangunan

Sebagai negara anggota Kelompok Vysehrad sejak tahun 2004, Polandia telah terlibat dalam program dukunganpendidikan global berdasarkan undangan dari Pusat Utara-Selatan dari Dewan Eropa dan Kerajaan Belanda. Perwakilandari instansi-instansi pemerintah, lembaga pendidikan dan LSM serta para tamu dari negara-negara Eropa yang sangatberpengalaman dalam pendidikan global berpartisipasi dalam seminar dan mendiskusikan konsep pendidikan global,contoh praktik yang baik serta strategi pendidikan global.

Sejak tahun 2005, Polandia juga telah terlibat dalam Jaringan Pendidikan Global Eropa (GENE) – sebuah jaringan Eropayang terdiri atas perwakilan kementerian dan lembaga-lemaga nasional yang bertanggung jawab untuk menentukankebijakan pendidikan global dan mendukung, mengkoordinasi, dan membiayai kegiatan-kegiatan terkait. Pada tahun2005, Kementerian Luar Negeri dan Pusat Utara-Selatan dari Dewan Eropa membentuk dana untuk proyek-proyek yangdikhususkan untuk pendidikan global. Sebagai hasil peluang pengajuan proposal, Yayasan Pendidikan untuk Demokrasidiberi tugas sebagai pengelola dana. Tujuan dari proyek, yang bernama ‘Pendidikan Global yang ditujukan untukMeningkatkan Perhatian diantara Masyarakat Polandia terhadap Kebutuhan Negara-Negara Berkembang dan BantuanPembangunan‘ dan yang dilaksanakan oleh Yayasan tersebut, adalah untuk meingkatkan perhatian terhadap kebutuhannegara-negara berkembang dalam masyarakat Polandia dan mendukung kegiatan organisasi-organisasi masyarakatmadani yang melaksanakan proyek-proyek pendidikan global.

Kontak

Kedutaan Besar PolandiaJl HR Rasuna Said Kav X Blok IV/3Jakarta 12950 IndonesiaTel (+62 21) 252 5938, 252 5939, 252 5940Fax (+62 21) 252 5958, 252 5960e-mail: [email protected]

Organisation of Development Assistance

The Portuguese Institute for Development (IPAD) was created in 2003 as the central planning, supervisory and coordinatingbody for Portuguese Aid. Being part of the Portuguese Ministry of Foreign Affairs, IPAD coordinates Portugal’s aidprogramme, which involves multiple actors including all the different ministries, municipal governments as well asuniversities and other public institutions. The formulation of guidelines on the priorities and objectives of the developmentpolicy is a responsibility of the Portuguese Ministry of Foreign Affairs.

To coordinate the various entities involved in Portugal’s development cooperation, IPAD set up a planning system thatcentralises and processes the financial information provided by all public entities and private bodies. The systemreconciles Portugal’s policy orientations with the triennial country programming cycle leading to the elaboration ofcountry-specific Indicative Cooperation Programmes (ICPs) which constitute the strategic document for Portuguesecooperation in each priority country. ICPs are prepared every three years by IPAD in collaboration with the Portugueseembassies in the recipient countries. Specific projects for each priority country are identified and entered into annualcooperation plans which are negotiated yearly at different levels within the Portuguese administration.

Global policies and priorities

Development Cooperation is a priority area for Portugal’s external policy which attaches importance to the values ofsolidarity and respect for human rights.

In November 2005, the Council of Ministers in Portugal approved the newstrategy for development cooperation entitled ‘A Strategic Vision for PortugueseCooperation’. The strategy reaffirms the commitment of Portuguese developmentcooperation to the Millennium Development Goals (MDGs) as one of the fiveguiding principles of its policy, while maintaining the geographic focus on thePortuguese speaking countries, in particular in Africa (‘the PALOPs’) and Asia,namely in Timor Leste.

Reinforcement of human security, promoting the Portuguese language as an instrument of education and training,contributing to international development debates and promoting sustainable economic development are the other fourguiding principles of Portugal’s development policy. Priority sectors encompass education, good governance, participationand democracy; sustainable development and the fight against poverty.

Type of Assistance

The Portuguese Government has associated itself with the European Union (EU) collective undertaking to attain a 0.33%ODA/GNI target in 2006, 0.51% by 2010 and 0.7% by 2015. The preliminary report on Portugal’s ODA for 2005 givesan ODA/GNI of 0.21% (USD 367 million).

Portugal bilateral ODA is concentrated on very low income countries. In terms of aid modalities, debt relief and technicalassistance cooperation (TAC) dominate Portuguese development cooperation, with TAC representing approximately 32%of total gross disbursements on average between 2000 and 2004.

Allocations to governance related projects show the relative weight given to this priority topic, with average grossdisbursements representing USD 37 million or 20% of bilateral disbursements (discounting debt forgiveness in 2004),a considerable increase compared to levels recorded throughout the 1990s.

Education is a key sector for Portuguese development cooperation. Education absorbs a major share of technicalcooperation in the form of imputed student costs and scholarships. In 2003, imputed student costs represented 32%of technical cooperation disbursements and scholarships 5%.

European Union Development Co-operation in Indonesia

A welcome feature of Portugal’s new strategy for development cooperation is to make education for development a keypriority and to include it in school curricula.

Portugal endorsed the Principles and Good Practice of Humanitarian Donorship (GHD) in 2006. At present, Portuguesehumanitarian aid is provided mainly in kind or via civil society organisations. For some emergencies contributions arechannelled through international non-governmental organisations (NGOs) and multilateral organisations.

Programme Objectives and Priorities in Indonesia

Portugal has been focusing its efforts to conceive a better and more efficient development cooperation policy and hasbeen including more countries on its planning assistance.

The recently adopted document on Cooperation Policy Strategic Orientation has, for the first time, considered Indonesiaa geographical priority for Portugal’s development cooperation policy taking into consideration, among other aspects,the importance of the historical ties between the two countries.

In Indonesia, the Portuguese Embassy is establishing contacts with the provinces of East Nusa Tenggara/ NTT (mainlyFlores), North Maluku and Maluku with the view to identify – in articulation with the central government, regionalgovernment and the districts (kabupatens) – projects that may have a direct impact in the development and quality oflife of the populations.

Additionally, the Embassy is also contributing to intensify the bilateral relations through the promotion of sister citycooperation with Portuguese cities.

In response to the tsunami tragedy, Portugal is contributing to the reconstruction of all the affected countries throughmultilateral channels and bilateral aid in a total amount of EUR 8 million.

As for direct relief assistance for Aceh and North Sumatra, the Portuguese Government made available one airplanewith medical teams, field hospital and medical supplies. This humanitarian aid was evaluated in EUR 905,000.

On a bilateral basis, Portugal has pledged EUR 1.5 million to rehabilitation and reconstruction projects in the regionsaffected by the tsunami in Indonesia.

Presently, the Portuguese Embassy is working with the Reconstruction and Rehabilitation Agency of Aceh and Nias(BRR), through the Recovery Aceh-Nias Trust Fund (RANTF-BRR), in the reconstruction of the Junior High School and inthe construction of a new Senior High School in the subdistrict of Lamno where the inhabitants consider themselves‘the Portuguese of Aceh’.

Portugal’s contribution to the RANTF-BRR will also be used to build a Puskesmas ‘Plus’, a primary health care centrewith limited impatient facilities serving urban, sub-urban and rural communities in the subdistrict of Lamno.

Education sector-related contributions

Education is a key sector for Portuguese development cooperation.

The dissemination of the Portuguese language, as an instrument of education and training, is one of the strategicguidelines of the newly vision of the role of Portuguese development cooperation. Portugal uses language teaching andtraining as key instruments for building institutional and human capacities in its priority countries. It makes considerableefforts to train teachers in order to expand the teaching, in Portuguese, of the various disciplines at all stages of theeducation cycle, from primary school through higher education. Through the promotion of Portuguese, articulating a

European Union Development Co-operation in Indonesia

language policy with a cultural one, Portugal supports basic schooling including adult literacy activities, thereby promotingthe attainment of the second MDG.

In 2004, Portugal signed an agreement with the University of Indonesia, through its Faculty of Humanities, with theobjective of promoting the Portuguese language and culture in Indonesia. In the framework of this agreement, theGovernment of Portugal, through its cultural institutions, provides books, audio-visual and multimedia materials,scholarships for university students and teaching staff of the University of Indonesia to attend annual or summer coursesof Portuguese language and culture in Portugal and finances a full-time lecturer of Portuguese language. The agreementin force also establishes the joint organisation of cultural activities and exchange programme of academic staff andpublications.

Presently more than 120 students attend the Portuguese language and culture courses in the University of Indonesia’sFaculty of Humanities and Faculty of Post-Graduate Studies, Department of European Studies.

Students of other schools and universities as well as professional individuals can also join the Portuguese languageand culture courses offered, at the Embassy of Portugal in Jakarta, for beginners and intermediate level.

The Embassy of Portugal, through its Language Attaché and lecturer at the University of Indonesia, is actively participatingand engaged in the ‘Teaching Europe to Teachers’ project with the support of the Delegation of the European Commissionin Jakarta.

According to the Strategic Vision for Portuguese development cooperation, “Education should interact with Culture,which is a relevant and important area to build multicultural societies with the ability to promote and make the bestuse of their cultural diversities in a globalised world”. Development cooperation aimed at improving the cultural heritageis included in this context.

In the area of cross-cultural diversified cooperation between Portugal and Indonesia, there are presently some relevantinitiatives. These activities mainly take into consideration the long history of the relations between Portugal and Indonesiaand the importance of preserving the Indonesian heritage of Portuguese influence. In this context, several academicresearch projects have been started especially concentrated in the province of NTT, North Maluku and Maluku.

The aim of these expert missions is to identify, date and characterise objects and social expressions, like dance andmusic, taking into account their possible Portuguese influence. Some of the ongoing projects are an inventory ofIndonesian military architecture (16th and 17th centuries) with Portuguese influence, a description of the main Portuguesesources for Indonesia history, both by a researcher of the Institute for Scientific Tropical Research (IICT) in Lisbon, astudy on Portuguese influence in Indonesian music and dance by a ethomusicologist of the Lisbon Nova University anda history, ethnic and cultural study of the ‘Portuguese’ community in Tugu (North Jakarta) by a Portuguese researcher.Other themes are for the moment under preparation.

These inventories and missions are supported by two foundations, Gulbenkian and Oriente, by a Portuguese bank anda Portuguese investor in Indonesia, the regional governments and districts, as well as the Friendship and CooperationAssociation Portugal Indonesia (ALIAC) in Lisbon.

Contact

Embassy of PortugalJl Indramayu No 2AJakarta, IndonesiaTel (+62 21) 3190 8030Fax (+62 21) 3190 8031e-mail: [email protected]

Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Badan Pembangunan Portugal (IPAD) didirikan pada tahun 2003 sebagai sebuah badan pusat perencanaan, pengawasandan pengkoordinasian bantuan Portugal. Sebagai bagian dari Kementerian Luar Negeri, IPAD mengkoordinasikanprogram bantuan Portugal yang melibatkan banyak pihak termasuk semua kementerian, pemerintah daerah sertaperguruan tinggi dan lembaga-lembaga publik lainnya. Perumusan pedoman tentang prioritas dan tujuan Kebijakanpembangunan merupakan tanggung jawab Kementerian Luar Negeri Portugal.

Untuk mengkoordinasikan berbagai lembaga yang terlibat dalam kerjasama pembangunan Portugal, IPAD membuatsuatu sistem perencanaan yang memusatkan dan mengolah informasi keuangan yang diberikan oleh seluruh lembagapublik dan swasta. Sistem tersebut menyelaraskan orientasi-orientasi kebijakan Portugal dengan siklus penyusunanprogram negara tiga tahunan yang mengarah kepada penjabaran Program-program Kerjasama Indikatif (ICP) khususnegara yang merupakan dokumen strategis tentang kerjasama Portugal di setiap negara prioritas. ICP disusun setiaptiga tahun oleh IPAD bekerjasama dengan kedutaan-kedutaan besar Portugal di negara-negara penerima bantuan.Proyek-proyek khusus untuk tiap-tiap negara prioritas diidentifikasi dan dimasukkan ke dalam rencana-rencanakerjasama tahunan yang dibahas tiap tahun pada berbagai tingkatan dalam Pemerintahan Portugal.

Kebijakan dan Prioritas Global

Kerjasama pembangunan merupakan bidang prioritas bagi kebijakan luar negeri Portugal yang menekankan padapentingnya nilai solidaritas dan kepekaan terhadap hak azasi manusia.

Pada bulan November 2005, Dewan Menteri Portugal mengesahkan strategi kerjasama pembangunan baru yang disebut‘Visi Strategis Kerjasama Portugal’. Strategi ini menegaskan kembali komitmen kerjasama pembangunan Portugalterhadap Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) sebagai salah satu dari lima prinsip yang mendasari kebijakannya,namun tetap memberikan fokus geografis pada negara-negara yang menggunakan bahasa Portugis, khususnya di Afrika(‘PALOP’) dan Asia, khususnya Timor Leste.

Peningkatan keamanan manusia, promosi bahasa Portugis sebagai bahasa pengantar pendidikan dan pelatihan, peranserta dalam pembahasan pembangunan internasional dan peningkatan pembangunan ekonomi yang berkelanjutanmerupakan empat prinsip lainnya yang mendasari kebijakan pembangunan Portugal. Sektor-sektor yang menjadi prioritasantara lain adalah pendidikan, tata pemerintahan yang baik, partisipasi dan demokrasi, pembangunan berkelanjutandan pengentasan kemiskinan.

Jenis Bantuan

Pemerintah Portugal turut mendukung kesepakatan bersama Uni Eropa untuk mencapai target Bantuan PembangunanResmi (ODA)/PNB sebesar 0,33% pada tahun 2006, 0,51% pada tahun 2010 dan 0,7% pada tahun 2015. Laporan-laporan pendahuluan tentang ODA Portugal untuk tahun 2005 menunjukkan tingkat ODA/PNBI sebesar 0,21% (USD367 juta).

ODA bilateral Portugal dikonsentrasikan pada negara-negara yang memiliki pendapatan sangat rendah. Dalam halmodalitas bantuan, bantuan utang dan kerjasama bantuan tehnis (TAC) mendominasi kerjasama pembangunan Portugal,di mana nilai TAC kira-kira sebesar 32% dari total penyaluran dana bruto rata-rata antara tahun 2000 dan 2004.

Alokasi untuk proyek-proyek yang terkait dengan pemerintahan memperlihatkan bobot yang cukup besar yang diberikanuntuk topik prioritas ini, dengan rata-rata penyaluran dana bruto sebesar USD 37 juta atau 20% dari penyaluran danabilateral (tidak termasuk penghapusan utang pada tahun 2004), yang menunjukkan peningkatan yang cukup besardibandingkan dengan tingkat-tingkat yang dicatat sepanjang tahun 1990an.

Pendidikan merupakan sektor kunci dalam kerjasama pembangunan Portugal. Pendidikan menyerap bagian terbesardari kerjasama tehnis dalam bentuk biaya belajar dan beasiswa. Pada tahun 2003, biaya belajar mencapai jumlah 32%

dari penyaluran dana kerjasama tehnis dan beasiswa sebesar 5%.

Hal yang menarik dari strategi kerjasama pembangunan Portugal yang baru adalah menjadikan pendidikan untukpembangunan sebagai prioritas utama dan memasukannya ke dalam kurikulum sekolah.

Portugal menerapkan Prinsip-prinsip dan Praktek yang Baik untuk Bantuan Kemanusiaan (GHD) tahun 2006. Saat ini,sebagian besar bantuan kemanusiaan Portugal disediakan dalam bentuk natura atau melalui organisasi-organisasimasyarakat madani. Beberapa sumbangan darurat disalurkan melalui lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM)internasional dan organisasi-organisasi multilateral.

Tujuan dan Pioritas Program di Indonesia

Portugal memfokuskan upaya-upayanya pada penyusunan kebijakan kerjasama pembangunan yang lebih baik danlebih efisien dan telah memasukkan lebih banyak negara ke dalam daftar perencanaan bantuannya.

Dokumen tentang Orientasi Strategis Kebijakan Kerjasama, yang baru-baru ini disahkan, telah untuk pertama kali,mempertimbangkan Indonesia sebagai negara prioritas untuk kebijakan kerjasama pembangunan Portugal, yangmempertimbangkan, antara lain, kepentingan ikatan sejarah antara kedua negara.

Di Indonesia, Kedutaan Besar Portugal membina hubungan dengan propinsi Nusa Tenggara Timur/ NTT (terutamaFlores), Maluku Utara dan Maluku dengan tujuan untuk mengidentifikasi – melalui kerjasama dengan pemerintah pusat,pemerintah daerah dan kabupaten – proyek-proyek yang mungkin memiliki dampak langsung terhadap pembangunandan kualitas kehidupan masyarakat.

Selain itu, Kedutaan Besar juga memberikan sumbangan untuk mengintensifkan hubungan bilateral melalui promosikerjasama kota kembar dengan kota-kota Portugal.

Menanggapi bencana tsunami, Portugal turut memberikan sumbangan untuk rekonstruksi di semua negara yang terkenadampak melalui saluran-saluran multilateral dan bantuan bilateral dengan jumlah dana keseluruhan EUR 8 juta.

Untuk bantuan langsung Aceh dan Sumatra Utara, Pemerintah Portugal menyediakan satu pesawat udara dengan tim-tim medis, rumah sakit lapangan dan pasokan obat. Bantuan kemanusiaan ini senilai EUR 905.000.

Secara bilateral, Portugal telah menjanjikan EUR 1,5 juta untuk proyek-proyek rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah-daerah yang terkena tsunami di Indonesia.

Saat ini, Kedutaan Besar Portugal bekerjasama dengan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BRR),melalui Dana Perwalian Pemulihan Aceh dan Nias (RANTF-BRR), untuk pembangunan kembali Sekolah MenengahPertama dan pembangunan Sekolah Menengah Atas baru di kecamatan Lamno di mana penduduknya mengganggapdiri mereka sebagai ‘Orang Aceh Portugis’.

Sumbangan Portugal kepada RANTF-BRR juga akan digunakan untuk membangun Puskesmas ‘Plus’, yaitu pusatkesehatan utama dengan sarana rawat inap terbatas yang melayani masyarakat perkotaaan, pinggiran kota danpedesaan, di kecamatan Lamno.

Sumbangan yang Terkait dengan Sektor Pendidikan

Pendidikan merupakan sektor yang paling penting untuk kerjasama pembangunan Portugal.

Penyebarluasan bahasa Portugis, sebagai bahasa pengantar pendidikan dan pelatihan, merupakan salah satu daripedoman strategis dari visi baru peranan kerjasama pembangunan Portugal. Portugal menggunakan pengajaran danpelatihan bahasa sebagai instrumen utama untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan dan manusia di negara-

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

negara prioritasnya. Diperlukan upaya yang cukup besar untuk melatih para guru untuk mengembangkan pengajaran,dalam bahasa Portugis, berbagai mata pelajaran pada semua jenjang pendidikan, dari pendidikan dasar sampaipendidikan tinggi. Melalui promosi bahasa Portugis, yang menyatukan kebijakan bahasa dengan kebijakan budaya,Portugal mendukung pendidikan dasar termasuk kegiatan peningkatan melek baca tulis dewasa, sehingga meningkatkanpencapaian tujuan MDG yang kedua.

Pada tahun 2004, Portugal menandatangani suatu perjanjian dengan Universitas Indonesia, yang diwakili oleh FakultasIlmu Budaya, dengan tujuan mempromosikan bahasa dan budaya Portugis di Indonesia. Dalam kerangka perjanjiantersebut, Pemerintah Portugal, melalui lembaga-lembaga budayanya, menyediakan buku, peralatan audio-visual danmultimedia, beasiswa untuk mahasiswa dan staf pengajar Universitas Indonesia untuk mengikuti kursus tahunan ataumusim panas tentang bahasa dan budaya Portugis di Portugal, dan membiayai satu orang dosen tetap bahasa Portugis.Perjanjian tersebut juga mengatur tentang pengelolaan bersama kegiatan-kegiatan budaya dan program pertukaranstaf akademis dan publikasi.

Saat ini lebih dari 120 mahasiswa mengikuti kursus bahasa dan budaya Portugis di Fakultas Ilmu Budaya dan ProgramPasca Sarjana Kajian Wilayah Eropa, Universitas Indonesia.

Pelajar dan mahasiswa serta profesional dapat mengikuti juga kursus bahasa dan budaya Portugis yang ditawarkanuntuk tingkat pemula dan menengah di Kedutaan Besar Portugal di Jakarta.

Kedutaan Besar Portugal, melalui Atase Bahasa-nya dan Dosen Universitas Indonesia, secara aktif berpartisipasi danikut dalam proyek Teaching Europe to Teachers yang didukung oleh Delegasi Komisi Eropa di Jakarta.

Sesuai dengan Visi Strategis kerjasama pembangunan Portugal, “Pendidikan harus berintegrasi dengan budaya, yangmerupakan bidang yang relevan dan penting untuk membangun masyarakat yang multikultur yang dapat mempromosikandan memanfaatkan sebaik-baiknya keberagaman budaya mereka dalam dunia global”. Kerjasama pembangunan yangditujukan untuk mengembangkan warisan budaya tercakup dalam konteks ini.

Dalam bidang kerjasama lintas budaya antara Portugal dan Indonesia, saat ini terdapat beberapa prakarsa yang relevan.Kegiatan-kegiatan ini terutama mempertimbangkan sejarah panjang hubungan Portugal dan Indonesia dan pentingnyamenjaga warisan dan pengaruh Portugal di Indonesia. Dalam konteks ini, beberapa proyek riset akademis telah dimulaiterutama terkonsentrasi di propinsi NTT, Maluku Utara dan Maluku.

Tujuan dari misi-misi keahlian ini adalah untuk mengidentifikasi, mengetahui tanggal dan mencirikan obyek-obyek danungkapan-ungkapan sosial, seperti tarian dan musik, dengan memperhitungkan kemungkinan pengaruh Portugal.Beberapa proyek yang sedang berlangsung adalah inventarisasi Arsitektur Militer Indonesia (abad 16 dan 17) yangmemiliki pengaruh Portugal, uraian tentang Sumber Portugal utama untuk Sejarah Indonesia, baik oleh peneliti dariLembaga Riset Keilmuan Tropik (IICT) di Lisbon, suatu studi tentang pengaruh Portugal pada musik dan tarian Indonesiaoleh ahli etnomusikologi dari Lisbon Nova University dan kajian sejarah, etnik dan budaya masyarakat ‘Portugis’ di Tugu(Jakarta Utara) oleh seorang peneliti Portugal. Pada saat ini sedang disiapkan tema-tema lainnya.

Kegiatan inventarisasi dan misi tersebut didukung oleh dua Yayasan, yaitu Gulbenkian dan Oriente, Bank Portugal daninvestor Portugal di Indonesia, pemerintah daerah dan kabupaten, serta Asosiasi Persahabatan dan Kerjasama PortugalIndonesia (ALIAC) di Lisbon.

Kontak

Kedutaan Besar PortugalJl Indramayu No 2A, Jakarta, IndonesiaTel (+62 21) 3190 8030Fax (+62 21) 3190 8031e-mail: [email protected]

General Overview of Romanian Development Priorities

As a new member of the European Union (EU), since 1 January 2007, Romania’s assistance development programmesare mainly integrated in the framework of the European Neighborhood Policy (ENP).

Romania’s development assistance significantly addresses its foreign policy priorities, pursued within theEU framework:• creating an area of stability, security, prosperity and democracy in the Black Sea region• long term democratic stability and fostering the integration of the Western Balkans in the Euro-Atlantic system• supporting the countries of the Southern Caucasus in implementing the individual Action Plans related

to the ENP.

Romanian Assistance in the field of Education in Indonesia

In the aftermath of the earthquake and tsunami which have hit the province of Aceh, Romania has decided to implementits only development assistance program to Indonesia in the educational sector.

With a contribution of USD 115,000, Romania has built an elementary school in Singkil, Nanggroe Aceh Darussalamduring the first half of 2006 and has donated several computers as well as other educational materials.

The school was inaugurated on 5 June 2006 and the Romanian Embassy in Jakarta has pledged to continue theestablished connection with the Singkil regency and further provide educational assistance.

Contact

Embassy of RomaniaJl Teuku Cik Ditiro 42, MentengJakarta, IndonesiaTel (+62 21) 390 0489, 310 6240Fax (+62 21) 310 6241e-mail: [email protected]

Gambaran Umum mengenai Prioritas Pembangunan Romania

Sebagai anggota baru dari Uni Eropa, yaitu sejak 1 Januari 2007, sebagian besar program bantuan pembangunanRomania terintegrasi dengan kerangka Kebijakan Lingkungan Eropa (ENP).

Bantuan pembangunan Romania secara signifikan berusaha mencapai prioritas kebijakan luar negerinya, yang dilakukandalam kerangka Uni Eropa:• menciptakan stabilitas, kemanan, kesejahteraan, dan demokrasi di wilayah Laut Hitam• stabilitas demokrasi jangka panjang dan memberi dukungan atas integrasi Balkan Barat ke dalam sistem Euro-

Atlantik• mendukung negara-negara Kaukasus Selatan dalam melaksanakan Rencana Aksi masing-masing terkait dengan

ENP.

Bantuan Romania dalam bidang Pendidikan di Indonesia

Setelah gempa bumi dan tsunami melanda propinsi Aceh, Romania telah memutuskan untuk melaksanakan programbantuan pembangunannya hanya untuk Indonesia di bidang pendidikan.

Dengan kontribusi sebesar USD 115.000, Romania telah membangun sekolah dasar di Singkil, Nanggroe AcehDarussalam, selama semester pertama tahun 2006 dan telah menyumbangkan beberapa komputer serta bahan-bahanpendidikan lainnya.

Sekolah tersebut diresmikan pada tanggal 5 Juni 2006 dan Kedutaan Besar Romania di Jakarta telah berkomitmenuntuk meneruskan hubungan yang sudah dibentuk dengan kabupaten Singkil dan untuk terus memberikan bantuanpendidikan.

Kontak

Kedutaan Besar RomaniaJl Teuku Cik Ditiro 42A, MentengJakarta, IndonesiaTel (+62 21) 390 0489, 310 6240Fax (+62 21) 310 6241e-mail: [email protected]

Slovakia and Implementation of the Millennium Development Goals

The Slovak development cooperation comprises a wide array of political, programme and project activities carried outby with the participation of Slovakia and international community. It is an inseparable part of Slovakia’s foreign policyand has grown in importance; in 2006, its scope has become much broader.

Slovakia, currently as a non-permanent member of the Security Council (SC) of the United Nations (UN), is more intensivelyinvolved in addressing global issues, which are often connected with the provision of support to the developing world.

After the September 2005 UN summit in New York, the topic of the attainment of Millennium Development Goals (MDGs)has come again to the fore and got into the centre of attention of the international community. Through its toprepresentatives Slovakia has declared its unambiguous adherence to the pursuit of these goals. This verbal supporthas also been reflected in the practical foreign policy of the Slovak Republic.

Slovakia has used a two-year membership of the SC which has started in 2006 and its position in specialised UNagencies and in other international groupings to contribute to the international development. Key multilateral partnersof the Slovak Republic in the area of the provision of development assistance continue to be the UN DevelopmentProgramme (UNDP), World Food Programme (WFP), Food and Agricultural Organisation (FAO) and UN IndustrialDevelopment Organisation (UNIDO), approved by the Slovak Government in the Medium-Term Official DevelopmentAssistance (ODA) Concept for 2003-2008.

The Slovak Republic is working towards the attainment of millennium goals by gradually increasing the amount of itsdevelopment assistance, trade liberalisation and debt relief. In connection with relieving the debt of the countriesincluded in the category of heavily indebted poor countries (HIPCs), the Slovak Government has positively respondedto the International Monetary Fund (IMF) appeal and has gradually written off the debt of all the countries in this category.

The attainment of MDGs is also translated in direct bilateral assistance to developing countries.

Development Financing

The European Council decided that new EU Member States must strive to reach the share of 0.17% of the GDP in 2010and/or 0.33% in 2015. The 0.17% share of ODA in the GDP of Slovakia would, in absolute terms, amount to approximatelySKK 3.2 billion (EUR 91 million) in 2010 and the 0.33% share in Slovakia’s GDP would represent SKK 7.8 billion (EUR222 million) in 2015.

An important element is also the structure of financing of Slovak ODA. While there has been a year-on-year increase inthe overall level of assistance, the share of bilateral projects through projects carried out by Slovak entities representsless than 15%. Yet, bilateral project assistance represents a direct foreign policy instrument, drawing on Slovakia’sknow-how and experience, increasing her visibility and deepening relations with developing coutries. Therefore, Slovakiais gradually changing the proportions of the resources devoted to bilateral projects in the total volume of assistance,as in the case of most standard donors.

Establishment of Institution for Slovak Development Assistance

On 1 January 2007 the Agency for International Development Cooperation – Slovak Aid – was established with the aimto improve effectiveness of the assistance provision and to support implementation of the Slovak Republic’s internationalcommitments in the field of official development. The new system will enhance efficiency and flexibility of cooperationwith non-governmental organisations, academic sector, entrepreneurs, state and local authorities in the framework ofprogrammes and projects of the Slovak ODA.

European Union Development Co-operation in Indonesia

Humanitarian Aid

Humanitarian aid is the key component of the system of the official development aid. Throughout 2006 Slovakiacontinued to participate in the humanitarian assistance to Indonesia, particularly in Aceh. The Slovak Red Cross incoordination with the German and the Swiss Red Cross contributed to the construction of two schools and a dormitoryfor 350 orphans which are to be completed in 2007. Furthermore, in the aftermath of the May 2006 Yogyakartaearthquake, Slovakia has provided to survivors a humanitarian relief aid consisting of moveable assets as tents, coversand clothes in total value of SKK 4 million (EUR 110,000).

Contact

Embassy of the Slovak RepublicJl Prof Mohammad Yamin, SH No 29Jakarta Pusat 10310 IndonesiaTel (+62 21) 310 1068Fax (+ 62 21) 310 1180

Slovakia dan Implementasi Tujuan Pembangunan Milenium

Kerjasama pembangunan Slovakia mencakup berbagai kegiatan politik, rencana aksi dan proyek yang dilaksanakandengan partisipasi Slovakia dan masyarakat internasional. Hal ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari politikluar negeri Slovakia dan ini menjadi sangat penting: tahun 2006, cakupannya makin diperluas.

Slovakia yang dewasa ini anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) makin intensifterlibat dalam menangani isu-isu global yang sering kali berkaitan dengan ketentuan membantu pembangunan dunia.

Setelah Pertemuan Puncak PBB pada bulan September 2005 di New York, topik untuk mencapai Tujuan PembangunanMilenium (MDG) mengemuka kembali dan menjadi pusat perhatian masyarakat internasional. Melalui wakil-wakilnya,Slovakia menyatakan dengan gamblang kesediaannya untuk mencapai tujuan tersebut. Dukungan lisan ini juga tercermindari politik luar negeri praktis Republik Slovakia.

Slovakia menggunakan masa dua tahun keanggotaannya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB sejak2006 dan posisinya di badan-badan khusus PBB serta grup-grup internasional lainnya untuk memberikan sumbangsihnyaguna pembangunan dunia. Mitra-mitra multilateral penting Republik Slovakia dalam bidang bantuan pembangunanmasih tetap: Program Pembangunan PBB (UNDP), Program Pangan Dunia (WFP), Badan Pangan dan Pertanian (FAO)dan Organisasi Pembangunan Industri PBB (UNIDO) yang disetujui oleh Pemerintah Slovakia seperti tertera dalamKonsep Jangka Menengah Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) 2003-2008.

Republik Slovakia sedang berupaya mencapai MDG dengan berangsur-angsur meningkatkan jumlah bantuan pembangunan,liberalisasi perdagangan dan pengurangan utang. Sehubungan dengan upaya membantu negara-negara yang tergolongnegara miskin yang berutang banyak (HIPC) pemerintah Slovakia telah secara positif merespons seruan Dana MoneterInternasional (IMF) dan secara bertahap menghapus hutang negara-negara yang masuk dalam golongan ini.

Mencapai MDG adalah juga dalam bentuk bantuan bilateral langsung kepada negara-negara berkembang.

Pembiayaan Pembangunan

Dewan Eropa memutuskan negara-negara anggota baru Uni Eropa harus berusaha mencapai angka 0,17% dari PDBmereka untuk ODA pada tahun 2010 dan atau 0,33% pada tahun 2015. Sumbangan 0,17% dari PDB Slovakia tahun2010 akan berjumlah kira-kira SKK 3,2 juta (EUR 91 juta) sedangkan untuk tahun 2015 mencapai SKK 7,8 juta(EUR 222 juta).

Juga merupakan unsur penting adalah struktur ODA Slovakia. Sementara ada peningkatan jumlah bantuan secarakeseluruhan dari tahun ke tahun, bantuan proyek bilateral pada kenyataannya adalah kurang dari 15%. Namun bantuanproyek bilateral merupakan alat politik luar negeri langsung yang menggambarkan ketrampilan dan pengalaman Slovakia,meningkatnya wawasan dan dipereratnya hubungan dengan negara-negara berkembang. Karenanya, Slovakia secarabertahap merubah proporsi sumber untuk proyek-proyek bilateral dalam volume keseluruhan bantuan seperti kebanyakannegara-negara donor.

Pembentukan Institusi untuk Bantuan Pembangunan Slovakia

Pada tanggal 1 Januari 2007 Badan untuk Kerjasama Pembangunan Internasional – Slovak Aid – dibentuk dengantujuan memperbaiki efektifitas penyediaan bantuan dan mendukung implementasi komitmen internasional RepublikSlovakia di bidang pembangunan resmi. Sistem baru ini diharapkan akan meningkatkan efisiensi dan fleksibilitaskerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat, pihak akademisi, pengusaha, pemerintah pusat dan daerah dalamrangka program dan proyek ODA Slovakia.

Bantuan Kemanusiaan

Bantuan kemanusiaan merupakan komponen penting dari sistem dana pembangunan resmi. Selama tahun 2006Slovakia melanjutkan peran sertanya dalam memberi bantuan kemanusiaan kepada Indonesia, terutama di Aceh.Palang Merah Slovakia berkoordinasi dengan Palang Merah Jerman dan Palang Merah Swiss dalam memberi sumbanganbagi pendirian dua gedung sekolah dan satu rumah yatim piatu untuk 350 anak, yang akan selesai tahun 2007 ini.Selanjutnya, untuk pasca gempa Mei 2006 di Yogyakarta, Slovakia telah memberi bantuan kemanusiaan kepada parakorban berupa aset bergerak seperti tenda, selimut dan pakaian yang bernilai SKK 4 juta ( EUR 11 juta).

Kontak

Kedutaan Besar Republik SlovakiaJl Prof Mohammad Yamin, SH No 29Jakarta Pusat 10310 IndonesiaTel (+62 21) 310 1068Fax (+ 62 21) 310 1180

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Organisation of Development Assistance

International development cooperation is as an integral element of Finland's foreign policy, and it is administered bythe Ministry for Foreign Affairs. The Finnish Parliament and Government decide on the development cooperation budgeton an annual basis. Finland's development policy is steered by the government resolution on development policy fromFebruary 2004. In the resolution, Finland decided to direct the majority of aid to bilateral development cooperation andwill raise the share of countries that are Finland's long-term cooperation partners (i.e. Mozambique, Tanzania, Ethiopia,Zambia, Kenya, Nicaragua, Vietnam and Nepal) to 60% of all country and regional support. The Government also aimsto increase non-governmental organisations (NGOs) share of development cooperation gradually to 14% of developmentcooperation volume.

Global Policies and Priorities

The development cooperation policy adopted by the Government of Finland is firmly based on the United Nations (UN)Millennium Development Goals (MDGs). Its primary development objective is the eradication of extreme poverty.

The goals of Finnish development policy are: promotion of global security, cooperation and welfare, reduction ofwidespread poverty, promotion of human rights, democracy, prevention of global environmental problems andencouragement of sustainable development, and promotion of economic dialogue.

Global Level Assistance

The actual disbursements for Finland's international development cooperation for 2005 totalled USD 902 million – a29.9% rise from the previous year – and equivalent to 0.46% of GNP. There has been a constant rising trend in Finnishdevelopment cooperation volume since 1996.

Priorities in Indonesia

Indonesia is not one of the above-mentioned long term development cooperation partners of Finland, and is thus nota recipient of major bilateral assistance from Finland. However, Finland supports the promotion of human rights, genderequality and good governance through a specific Local Cooperation Fund (LCF), administered by the Finnish Embassy.Through the LCF, Finland also supports the Aceh peace process as well as some cultural initiatives. In the year 2006,the Embassy allocated EUR 350,000 to local Indonesian NGOs and community-based organisations (CBOs). In additionto the LCF, Finland supports the post-tsunami transition and reconstruction efforts in Aceh with two on-going projectsas well as by contributing to the Multi Donor Fund (MDF) for Aceh and Nias. In total, Finland's contribution to the Acehreconstruction effort (including humanitarian aid) in the years 2005-2007 is approximately EUR 13 million. Finland alsocontributed EUR 1.5 million to the Java Reconstruction Fund (JRF) as a response to the Yogyakarta earthquake.

Future Directions

Committing to international development objectives requires that Finland increases its funding to international developmentcooperation. The government's goal is to reach the UN target of 0.7% of GNP as by the year 2010, economic conditionspermitting.

Contact

Embassy of FinlandMenara Rajawali, 9th floor, Jl Mega Kuningan Lot # 5.1Kawasan Mega Kuningan, Jakarta 12950 IndonesiaTel (+62 21) 576 1650, Fax (+62 21) 576 1631www.finland.or.id

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Kerjasama pembangunan internasional merupakan unsur yang tidak terlepaskan dari kebijakan luar negeri Finlandia,dan dikelola oleh Departemen Luar Negeri. Parlemen dan Pemerintah Finlandia menetapkan anggaran kerjasamapembangunan setiap tahun. Kebijakan pembangunan Finlandia ditetapkan dengan keputusan pemerintah tentangkebijakan pembangunan sejak Februari 2004. Berdasarkan keputusan tersebut, Pemerintah Finlandia memutuskanuntuk mengalokasikan sebagian besar bantuan untuk kerjasama pembangunan bilateral dan menambah porsi untuknegara-negara yang merupakan mitra kerjasama pembangunan jangka panjang Finlandia (seperti Mozambik, Tanzania,Ethiopia, Zambia, Kenya, Nikaragua, Vietnam dan Nepal) menjadi 60% dari seluruh dukungan negara dan wilayah.Pemerintah juga bermaksud untuk meningkatkan porsi kerjasama pembangunan bagi lembaga swadaya masyarakat(LSM) secara bertahap menjadi 14% dari volume kerjasama pembangunan.

Kebijakan dan Prioritas Global

Kebijakan kerjasama pembangunan yang dianut oleh Pemerintah Finlandia dibuat berdasarkan Tujuan PembangunanMilenium (MDG) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Tujuan pembangunan utamanya adalah penghapusan kemiskinanyang parah.

Sasaran-sasaran kebijakan pembangunan Finlandia adalah: peningkatan keamanan, kerjasama dan kesejahteraandunia, pengentasan kemiskinan, penghargaan atas hak-hak asasi manusia, demokrasi, pencegahan masalah-masalahlingkungan global dan dukungan untuk pembangunan yang berkelanjutan, serta peningkatan dialog ekonomi.

Bantuan Tingkat Global

Jumlah aktual penyaluran dana untuk kerjasama pembangunan internasional Finlandia untuk tahun 2005 adalahsebesar USD 902 juta – yaitu meningkat sebesar 29,9% dibandingkan angka tahun sebelumnya – dan setara dengan0,46% dari PNB. Volume kerjasama pembangunan Finlandia menunjukkan kecenderungan peningkatan sejak tahun1996.

Prioritas di Indonesia

Indonesia bukan merupakan salah satu dari mitra kerjasama pembangunan jangka panjang Finlandia yang disebutkandi atas, dan oleh karena itu bukan merupakan penerima bantuan bilateral utama dari Finlandia. Akan tetapi, Finlandiamendukung upaya peningkatan hak-hak asasi manusia, kesetaraan jender dan tata pemerintahan yang baik yaitumelalui Dana Kerjasama Lokal (LCF) khusus, yang dikelola oleh Kedutaan Besar Finlandia. Melalui LCF, Finlandia jugamendukung proses perdamaian Aceh serta beberapa kegiatan budaya. Pada tahun 2006, Kedutaan Besar mengalokasikandana sebesar EUR 350.000 untuk LSM Indonesia di daerah dan organisasi kemasyarakatan. Selain LCF, Finlandiamendukung upaya transisi dan rekonstruksi pasca tsunami di Aceh dengan dua proyek yang saat ini sedang berlangsungserta memberikan sumbangan kepada Dana Multi Donor (MDF) untuk Aceh dan Nias. Secara keseluruhan, kontribusiFinlandia untuk upaya rekonstruksi Aceh (termasuk bantuan kemanusiaan) pada tahun 2005-2007 adalah sekitar EUR13 juta. Finlandia juga menyumbang dana sebesar EUR 1,5 juta untuk Dana Rekonstruksi Jawa (JRF) sebagai tangapanatas gempa bumi Yogyakarta.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Arah di Masa Datang

Komitmen terhadap tujuan-tujuan pembangunan internasional mengharuskan Finlandia untuk meningkatkan jumlahpendanaannya untuk kerjasama pembangunan internasional. Sasaran pemerintah adalah untuk mencapai target yangditetapkan PBB yaitu 0,7% dari GNP pada tahun 2010, apabila kondisi perekenomian memungkinkan.

Kontak

Kedutaan Besar FinlandiaMenara Rajawali, Lantai 9Jl Mega Kuningan Lot # 5.1Kawasan Mega KuninganJakarta 12950 IndonesiaTel (+62 21)576 1650Fax (+62 21) 576 1631www.finland.or.id

Organisation of Development Assistance

Reporting to the Ministry for Foreign Affairs, Swedish International Development Cooperation Agency (Sida) is the Swedishgovernment agency responsible for international development cooperation. The Swedish Parliament and Governmentdecide on the development cooperation budget, the countries with which Sweden shall have programmes of developmentcooperation, and the focus of Swedish cooperation. Country strategies are produced jointly by the Ministry for ForeignAffairs and Sida.

Global Policies and Priorities

The government bill on Sweden's Policy for Global Development was adopted by the Parliament in December 2003.Development cooperation was given one single goal: to help create conditions that enable poor people to improve theirlives. In addition, two perspectives – the rights perspective and the perspective of the poor – shall permeate all work.

The policy is based on the right of all people to live in dignity, free from poverty. Democracy, gender equality and therights of the child are fundamental principles. This policy is aiming at contributing to the achievement of the UnitedNations (UN) Millennium Development Goals (MDGs) to halve poverty by the year 2015.

Global Level of Assistance

In 2005, a total of EUR 2.6 billion was allocated to international development cooperation. This corresponds to EUR 270 peryear and person in Sweden. Most of these funds, EUR 1.5 billion or 55%, have been placed at the disposal of Sida.

Programme Objectives and Priorities in Indonesia

Swedish support to Indonesia began in 1986. Sweden is supporting democratic development in Indonesia and initiativesthat contribute to increased respect for human rights and environmentally sustainable development. The current regionalstrategy for co-operation with South East Asia, including Indonesia applies to the period 2005-2009.

The scale of Swedish development cooperation will remain small in comparison with that of many other donors, evenafter a sizable boost in support volumes to approximately EUR 10 million per year. Efforts will therefore be focused onfew areas where reform processes need support.

At present (February 2007), Sida is cooperating with the following organisations, agencies and ministries in Indonesia:• Directorate General of Taxation of the Ministry of Finance• Centre for Democracy and Human Rights Studies (DEMOS)• Ministry for Marine and Fisheries• Multi Donor Fund (MDF) for Aceh and Nias• Radio Republik Indonesia (RRI)• Raoul Wallenberg Institute• Directorate General of Air Communications of the Ministry of Transportation• Tifa Foundation/ Legal Aid Institute (LBH)• UN Development Programme (UNDP)/ Partnership for Governance Reform• Water and Sanitation Programme (WSP)

Contact

Embassy of SwedenMenara Rajawali, 9th floor, Jl Mega Kuningan Lot # 5.1Kawasan Mega Kuningan, Jakarta 12950 IndonesiaTel (+62 21) 2553 5900, Fax (+62 21) 576 2691e-mail: [email protected]

Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia (Sida) yang bertanggung jawab kepada Kementerian Luar Negeriadalah instansi pemerintah Swedia yang bertanggung jawab atas kerjasama pembangunan internasional. Parlemendan Pemerintah Swedia membuat keputusan tentang anggaran kerjasama pembangunan, negara-negara yang akandigandeng Swedia dalam program-program kerjasama pembangunan, serta fokus kerjasama Swedia. Strategi negaradibuat oleh Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan Sida.

Kebijakan dan Prioritas Global

Rancangan undang-undang yang diusulkan oleh pemerintah tentang Kebijakan Swedia untuk Pembangunan Globaltelah disahkan oleh Parlemen pada bulan Desember 2004. Kerjasama pembangunan diberikan dengan satu tujuansemata: membantu penciptaan keadaan yang membuka peluang bagi kaum miskin untuk meningkatkan taraf hidupmereka. Selain itu, seluruh pekerjaan harus diwarnai oleh dua persepktif, yaitu perspektif tentang hak dan perspektiftentang rakyat miskin.

Kebijakannya didasari oleh hak seluruh rakyat untuk hidup secara terhormat, bebas dari kemiskinan. Demokrasi,kesetaraan gender dan hak-hak anak merupakan prinsip-prinsip mendasar. Kebijakan tersebut bertujuan untukmemberikan kontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)untuk mengurangi jumlah kaum miskin hingga separuhnya pada tahun 2015.

Tingkat Bantuan Global

Pada tahun 2005, dana sebesar EUR 2,6 milyar dialokasikan untuk kerjasama pembangunan internasional. Hal tersebutsetara dengan EUR 270 per tahun per orang di Swedia. Sebagian besar dana tersebut, EUR 1,5 milyar atau 55%, telahdisalurkan melalui Sida.

Sasaran dan Prioritas Program di Indonesia

Bantuan Swedia untuk Indonesia dimulai pada tahun 1986. Swedia memberikan dukungan untuk pembangunandemokrasi di Indonesia dan upaya-upaya yang memberikan kontribusi kepada penghargaan atas hak azasi manusiadan pembangunan yang berkesinambungan. Strategi yang saat ini diterapkan untuk kerjasama dengan Asia Tenggara,termasuk Indonesia berlaku untuk periode 2005-2009.

Skala kerjasama pembangunan dari Swedia akan tetap kecil dibandingkan dengan donor-donor lainnya bahkan setelahtambahan volume bantuan yang cukup besar yaitu sekitar EUR 10 milyar per tahun. Karena itu upaya-upaya akandifokuskan pada beberapa daerah dimana proses reformasi memerlukan bantuan.

Saat ini (Februari 2007), Sida bekerjasama dengan organisasi, badan dan departemen berikut ini di Indonesia:• Direktorat Jenderal Perpajakan• Pusat Studi Demokrasi dan Hak-hak Azasi Manusia (DEMOS)• Departemen Kelautan dan Perikanan• Dana Multi Donor (MDF) untuk Aceh dan Nias• Radio Republik Indonesia (RRI)• Raoul Wallenberg Institute• Direktorat Jenderal Perhubungan Udara• Yayasan Tifa / Lembaga Bantuan Hukum• Program Pembangunan PBB (UNDP)/ Kemitraan untuk Reformasi Tata Pemerintahan• Program Air dan Sanitasi (WSP)

Kontak

Kedutaan Besar SwediaMenara Rajawali, Lantai 9Jl Mega Kuningan Lot # 5.1Kawasan Mega KuninganJakarta 12950 IndonesiaTel (+62 21) 2553 5900Fax (+62 21) 576 2691e-mail: [email protected]

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Background on Development Assistance

The Department for International Development (DFID) is the United Kingdom (UK) Government department responsiblefor promoting sustainable development and reducing poverty. The central focus of the Government’s policy, based onthe 1997 and 2000 White Papers on International Development is a commitment to the internationally agreed MillenniumDevelopment Goals (MDGs), to be achieved by 2015.

These seek to:• Eradicate extreme poverty and hunger• Achieve universal primary education• Promote gender equality and empower women• Reduce child mortality• Improve maternal health• Combat HIV/AIDS, malaria and other diseases• Ensure environmental sustainability• Develop a global partnership for development.

DFID’s assistance is concentrated in the poorest countries of Sub-Saharan Africa and Asia, but also contributes topoverty reduction and sustainable development in middle-income countries, including those in Latin America and EasternEurope. The untied UK aid policy commenced since April 2001 means better value for money and has a greater impacton poverty reduction. DFID works in partnership with governments committed to the MDGs, civil society, private sectorand the research community. DFID also works with multilateral institutions, including the World Bank, United Nations(UN) agencies, and the European Commission (EC).

DFID is represented in Cabinet by the Secretary of State for International Development, The Rt Hon Hilary Benn MP, andby a Minister of State and a Parliamentary Under Secretary of State, Mr Gareth R. Thomas MP.

DFID’s Programme in Indonesia

DFID focuses on the following areas:• Pro-poor policy formulation• Governance Reform, including Conflict Prevention and Reduction• Promoting forest management reforms that would benefit poor people who depend upon forest resources• Under-performing MDGs, including HIV and AIDS, tuberculosis and maternal mortality

In 2006, DFID’s development programme has continued to push the harmonisation and development effectivenessagenda by working closely with partners in two key areas:i) Making decentralisation work for the poor – providing support to local governments and civil society through a

Decentralisation Support Facility (DSF) joint office, in cooperation with the World Bank and other donorsii) Support to off-track MDGs in the health sector, including a Partnership Programme of GBP 25 million for HIV/AIDS

in Indonesia, safer motherhood programmes of over GBP 13.2 million with the UN Children’s Fund (UNICEF) andGerman Technical Cooperation (GTZ), and GBP 2 million through World Health Organisation (WHO) for TuberculosisControl in Indonesia.

Current Portfolio of Programmes

• Multi-stakeholder Forestry Programme (MFP): 2000-2007 (GBP 25.15 million)Aims to empower a wide group of stakeholders and to help promote an environment in which the poor can earnimproved livelihoods from and gain a greater role in the management of forest resources.

• Decentralisation Support Facility (DSF) Phase 2: 2005-2009 (GBP 30 million)The DSF aims to put the Government of Indonesia firmly in the lead in setting the strategic framework fordecentralisation, and will facilitate the Government of Indonesia’s efforts to bring donors together around

European Union Development Co-operation in Indonesia

a common strategy. The DSF is a real and virtual office, which offers a range of common services and incentivesto government, civil society, and other donors. Through a mix of technical assistance and programmes, the DSFworks to increase support to local level government officials and civil society organisations.

• Partnership to Support Governance Reform: 2003-2007 (GBP 4.7 million)Aims to improve government systems to be more transparent, accountable and reflect wider civil society participationin governance processes.

• Poverty Reduction Partnership Programme: 2002-2008 (GBP 19.4 million)To strengthen the capability of central and local government in Indonesia to understand and address the causesof poverty and vulnerability. Funds channeled through the World Bank and Asian Development Bank (ADB), Oxfamand the Asia Foundation. The intended beneficiaries are Indonesia’s poor.

• Initiatives for Local Governance Reform: 2005-2009 (GBP 6.84 million)Co-financing with World Bank of support for piloting governance reform in 40 districts (kabupatens) in five clustersacross nine provinces aimed at enhancing citizen participation, expanding pro-poor policies, budgetary andregulatory transparency, strengthened fiscal accountability and better service delivery.

• Support for Conflict Reduction: 2004-2008 (Annual allocation from centrally controlled Global Conflict PreventionPool (GCPP fund)The Global Conflict Prevention Pool is strategy of three UK governmental departments (DFID, Foreign andCommonwealth Office (FCO) and Ministry of Defence (MOD) to improve conditions and reduce conflict and itscauses.

• Support for Extractive Industries Transparency Initiatives (EITI): 2007-2008DFID supports EITI to help Indonesia strengthen transparency and accountability as well as reduce the considerablegovernment risks associated with extractive industry revenues.

• HIV/AIDS: 2005-2008 (GBP 25 million)DFID is the first donor to contribute to the Indonesian Partnership Fund for HIV/AIDS, which will provide otherpotential donors with a low transaction cost vehicle for fund management. This demonstrates DFID’s commitmentto principles of alignment under a Government of Indonesia National Strategy. It will make a major contributionto a harmonised response, by working with and through UN agencies, other donors and Indonesian civil society(as implementing partners).

• Improving Maternal Health in Indonesia: 2006-2009 (GBP 13 million)To improve health services, systems and behaviours that influence pregnancy and birth outcomes in 23 selecteddistricts in the province of West, Central and East Java, Banten, South Sulawesi, Maluku, North Maluku, East NusaTenggara (NTT) and West Nusa Tenggara (NTB) through UNICEF and GTZ.

• Tuberculosis Control: 2005-2008 (GBP 2 million)To provide effective diagnosis and treatment for all patients with tuberculosis within existing health care systemsin Indonesia, and measures progress toward achievement of the MDG targets.

• Conflict Prevention and Recovery Unit, Phase II: 2006-2009 (GBP 2 million)DFID works with the UN Development Programme (UNDP) to assist Government and civil society to design andimplement crisis sensitive policies, mechanism and programmes to reduce vulnerability of communities intarget areas.

• Support for Yogyakarta and Java Earthquake: 2006-2007 (GBP 5 million)Reconstruction of earthquake affected areas of Yogyakarta, Central Java and West Java through contributionchanneled through Java Reconstruction Fund (JRF) which is administered by the World Bank.

Tsunami Response

Following the GBP 55 million in immediate emergency relief for the earthquake and tsunami that hit Aceh and NorthSumatra in December 2004, the UK is also committed a further GBP 58 million to longer term reconstruction.

Significant resources are now being allocated to restoring damaged infrastructure, procurement’s capacity building tosupport the reconstruction projects as well as promoting accountability in the use of reconstruction fund throughseveral organisations:• Support through the Multi Donor Fund (MDF): 2005-2009 (GBP 38.5 million)

European Union Development Co-operation in Indonesia

The MDF supports an intergrated approach to community recovery including the provision of housing, land titlingand community infrastructure, district and provincial level infrastructure and transport, capacity building for localactors and projects which supports the sustainable management of the environment.

• Emergency Response and Transitional Recovery: 2005-2007 (GBP 10 million)The project is intended to support the livelihoods component of the Emergency Response and Transitional Recoveryprogramme which has helped people get back to work, reactivation of home industries and small trades andimproving economic infrastructure.

• Support to the Poor and Disadvantages Area (SPADA): 2006-2009 (GBP 6 million)SPADA programme is working through district governments to provide procurement and financial managementservices in the first six months of the project that will help to deliver improved economic infrastructure and socialservices to areas recovering from the earthquake, tsunami and conflict.

• Transparency International Indonesia: 2006-2007 (GBP 560,000)In order to increase the participation of the Acehnese people and to reform local governance practices to preventcorruption and to promote good governance in the process of reconstruction of Aceh, DFID is supporting TransparencyInternational Indonesia to implement a community-based monitoring system.

• Decentralisation Support Facility (DSF) – Aceh Window: 2006-2008 (GBP 3 million)DFID is working with DSF to support Government and implementing partners' ability to assist tsunami-affectedcommunities to rebuild their lives.

• Procurement Technical Assistance to Reconstruction and Rehabilitation Agency and the World Bank’s SPADAProgramme: 2006-2008 (GBP 500,000)To provide procurement advisory services to the Aceh and Nias Rehabilitation and Reconstruction Agency (BRR)and Capacity Building Support on Procurement and Financial Management to Local Government of Aceh throughthe World Bank's SPADA Programme.

Levels of Assistance – Disbursements and Projected Forecasts

Financial Year (UK) – Spend (excluding tsunami response funding)

01/02 - GBP 7.42 million02/03 - GBP 11.17 million03/04 - GBP 10.79 million04/05 - GBP 17.9 million05/06 - GBP 32.5 million06/07 - GBP 35.2 million

Contact

Embassy of the United KingdomJl MH Thamrin No 75Jakarta Pusat 10310 IndonesiaTel (+62 21) 315 6264, 314 4229Fax (+62 21) 314 1824

Latar Belakang Bantuan Pembangunan

Departemen Pembangunan Internasional (DFID) adalah sebuah departemen dalam Pemerintah Inggris yangbertanggungjawab untuk mempromosikan pembangunan yang berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan. Fokusutama kebijakan Pemerintah, berdasarkan pada White Paper tahun 1997 dan 2000 tentang Pembangunan Internasionaladalah komitmen pemerintah terhadap Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) yang telah disepakati secarainternasional, yang akan dicapai pada tahun 2015. Sasaran-sasaran tersebut merupakan upaya untuk:• Penghapusan kemiskinan• Pendidikan dasar untuk semua• Persamaan gender• Penurunan angka kematian anak• Peningkatan kesehatan ibu• Perlawanan terhadap penyakit• Memastikan kesinambungan lingkungan hidup• Kerjasama global.

Bantuan DFID terkonsentrasi pada negara-negara paling miskin di Afrika Sub-Sahara dan Asia, tetapi juga memberikansumbangan untuk pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan di negara-negara yang memiliki pendapatanmenengah, seperti di Amerika Latin dan Eropa Timur. Kebijakan bantuan Inggris yang tidak mengikat yang dimulai sejakbulan April 2001 telah meningkat jumlahnya dan memiliki dampak yang lebih besar terhadap upaya pengentasankemiskinan. DFID menjalin kerjasama dalam bentuk kemitraan dengan pemerintah-pemerintah yang memiliki komitmenterhadap MDG, masyarakat madani, sektor swasta dan komunitas ilmiah. DFID juga bekerjasama dengan lembaga-lembaga multilateral, seperti Bank Dunia, badan-badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Komisi Eropa.

Dalam kabinet pemerintahan, DFID diwakili oleh Menteri Pembangunan Internasional, Hilary Benn MP, dan oleh seorangMenteri Muda Gareth R Thomas MP.

Program DFID di Indonesia

Fokus DFID diarahkan pada bidang-bidang berikut ini:• Perumusan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat miskin• Reformasi Pemerintahan, termasuk Pencegahan dan Pengurangan Konflik• Mempromosikan reformasi pengelolaan hutan yang menguntungkan masyarakat miskin berdasarkan sumber

daya hutan yang ada• MDG yang tidak tertangani dengan baik, seperti HIV/AIDS, tuberkulosis dan kematian ibu

Pada tahun 2006, program pembangunan DFID terus mendorong penyelarasan dan pengembangan agenda efektifitasmelalui kerjasama yang erat dengan para mitra dalam dua bidang utama:i) Membuat desentralisasi menjadi bermanfaat untuk masyarakat miskin – memberikan dukungan kepada

pemerintah-pemerintah daerah dan masyarakat madani melalui pembentukan kantor bersama Fasilitas PendukungDesentralisasi (DSF), bekerjasama dengan Bank Dunia dan para donor lainnya

ii) Dukungan terhadap sektor kesehatan yang kurang berhasil untuk mencapai MDG, termasuk Program Kemitraansenilai GBP 25 juta untuk HIV/AIDS di Indonesia, program-program keselamatan ibu senilai lebih dari GBP 13,2juta dengan Dana Anak-anak PBB (UNICEF) dan Kerjasama Tehnis Jerman (GTZ), dan program senilai GBP 2 jutamelalui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk pengendalian tuberkulosis di Indonesia.

Daftar Program yang Sedang Berjalan

• Program Kehutanan bagi Multi-Pemangku Kepentingan (MFP): 2000-2007 (GBP 25,15 juta)Bertujuan untuk memberdayakan berbagai kelompok pemangku kepentingan dan membantu mempromosikanlingkungan hidup di mana masyarakat miskin dapat meningkatkan perolehan pendapatan dan memiliki perananyang lebih besar dalam pengelolaan sumber daya kehutanan.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

• Fasilitas Pendukung Desentralisasi (DSF) Tahap 2: 2005-2009 (GBP 30 juta)DSF bertujuan untuk memastikan bahwa Pemerintah Indonesia menjadi pemimpin dalam penetapan kerangkastrategis desentralisasi, dan memfasilitasi upaya-upaya Pemerintah Indonesia untuk melibatkan para donor dalamstrategi bersama. DSF adalah kantor yang nyata yang menawarkan berbagai layanan umum dan insentif kepadapemerintah, masyarakat madani, dan donor lain. Melalui campuran antara Bantuan Tehnis dan program-programyang ada, DSF bekerja meningkatkan dukungan kepada pejabat-pejabat pemerintah tingkat daerah dan organisasi-organisasi masyarakat madani.

• Kemitraan untuk Mendukung Reformasi Pemerintahan: 2003-2007 (GBP 4,7 juta)Bertujuan untuk meningkatkan sistem-sistem Pemerintahan agar lebih transparan, bertanggungjawab danmencerminkan partisipasi masyarakat madani yang lebih luas dalam proses-proses pemerintahan.

• Program Kemitraan untuk Pengentasan Kemiskinan: 2002-2008 (GBP 19,4 juta)Untuk memperkuat kemampuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia untuk memahami danmenangani penyebab-penyebab kemiskinan dan kerentanan. Dana disalurkan melalui Bank Dunia dan BankPembangunan Asia (ADB), Oxfam dan Asia Foundation. Penerima manfaat dari program ini adalah masyarakatmiskin Indonesia.

• Prakarsa Reformasi Pemerintahan Daerah: 2005-2009 (GBP 6,84 juta)Mendanai secara bersama-sama dengan Bank Dunia dukungan rancangan reformasi pemerintahan di 40kabupaten di lima kelompok di sembilan propinsi yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi warga,menyebarkan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada masyarakat miskin, transparansi anggaran dan peraturan,peningkatkan akuntabilitas fiskal, dan pelayanan yang lebih baik.

• Dukungan untuk Pengurangan Konflik: 2004-2008 (Alokasi tahunan dari Kelompok Pencegahan Konflik Globalyang dikendalikan secara terpusat (dana GCPP)Kelompok Pencegahan Konflik Global adalah strategi tiga departemen pemerintah Inggris (DFID, DepartemenLuar Negeri dan Departemen Pertahanan Inggris) untuk memperbaiki kondisi dan mengurangi konflik danpenyebab-penyebabnya.

• Dukungan untuk Prakarsa Transparansi Industri Pertambangan (EITI): 2007-2008DFID mendukung EITI dalam membantu Indonesia untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sertamengurangi risiko-risiko pemerintahan yang besar yang berkaitan dengan pendapatan dari industri pertambangan.

• HIV/AIDS: 2005-2008 (£25 juta)DFID adalah donor pertama yang memberi sumbangan untuk Dana Kemitraan Indonesia untuk HIV/AIDS, yangmenyediakan sarana biaya transaksi yang rendah untuk pengelolaan dana untuk calon donor lainnya. Inimenunjukkan komitmen DFID terhadap prinsip-prinsip kesatuan berdasarkan Strategi Nasional PemerintahIndonesia. Ini memberikan sumbangan besar terhadap keselarasan upaya penanggulangan, melalui kerjasamadengan dan melalui badan-badan PBB, donor lain dan masyarakat madani Indonesia (sebagai mitra pelaksana).

• Peningkatan Kesehatan Ibu di Indonesia: 2006-2009 (GBP 13 juta)Untuk meningkatkan layanan, sistem dan perilaku kesehatan yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran di23 kabupaten/ kota terpilih di propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, Banten, Sulawesi Selatan,Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui UNICEF dan GTZ.

• Pengendalian Tuberkulosis: 2005-2008 (GBP 2 juta)Untuk memberikan diagnosis dan perawatan yang efektif untuk semua pasien Tuberkulosa menurut sistem-sistemperawatan kesehatan yang ada di Indonesia, dan kemajuan langkah-langkah pencapaian target-target MDG.

• Unit Pencegahan Konflik dan Pemulihan, Tahap II: 2006-2009 (GBP 2 juta)DFID bekerjasama dengan Program Pembangunan PBB (UNDP) membantu Pemerintah dan masyarakat madaniuntuk merancang dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang peka krisis, mekanisme dan program-programuntuk mengurangi kerentanan masyarakat di daerah-daerah sasaran.

• Bantuan untuk Bencana Gempa Bumi Yogyakarta dan Jawa: 2006-2007 (GBP 5 juta)Rekonstruksi daerah-daerah terkena gempa bumi yaitu Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat melalui sumbanganyang disalurkan melalui Dana Rekonstruksi Jawa (JRF) yang dikelola oleh Bank Dunia.

Penanggulangan Bencana Tsunami

Di samping bantuan darurat segera senilai GBP 55 juta untuk gempa bumi dan tsunami yang menimpa Aceh dan

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Sumatra Utara bulan Desember 2004, Inggris juga memiliki komitmen lanjutan bantuan sebesar GBP 58 juta untukrekonstruksi jangka panjang.

Sumber daya yang cukup besar sekarang juga dialokasikan untuk pemulihan prasarana-prasarana yang rusak,pengembangan kapasitas pengadaan untuk mendukung proyek-proyek rekontruksi serta peningkatan akuntabilitasdalam penggunaan dana rekonstruksi melalui beberapa organisasi :• Dukungan melalui Dana Multi Donor (MDF): 2005-2009 (GBP 38,5 juta)

MDF mendukung pendekatan yang utuh terhadap pemulihan masyarakat termasuk penyediaan perumahan, haktanah dan prasarana masyarakat, prasarana dan transportasi tingkat kabupaten dan propinsi, pengembangankapasitas untuk pelaku-pelaku di daerah dan proyek-proyek yang mendukung pengelolaan lingkungan secaraberkelanjutan.

• Tanggap Darurat dan Pemulihan Transisi: 2005-2007 (GBP 10 juta)Proyek ini dimaksudkan untuk mendukung komponen mata pencaharian dari program Tanggap Darurat danPemulihan Transisi yang telah membantu masyarakat untuk kembali bekerja, pengaktifan kembali industri-industri rumah tangga dan usaha kecil dan memperbaiki prasarana ekonomi.

• Dukungan untuk Masyarakat Miskin dan Wilayah Tertinggal (SPADA): 2006-2009 (GBP 6 juta)Program SPADA bekerja melalui pemerintah kabupaten/ kota memberikan layanan pengadaan dan pengelolaankeuangan dalam enam bulan pertama dari proyek yang akan membantu menyediakan prasarana ekonomi danlayanan sosial yang meningkat untuk daerah-daerah yang sedang pulih dari gempa bumi, tsunami dan konflik.

• Transparency International Indonesia: 2006-2007 (GBP 560.000)Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Aceh dan mereformasi praktek-praktek pemerintah daerah untukmencegah korupsi dan meningkatkan pemerintahan yang baik dalam proses rekonstruksi Aceh, DFID mendukungTransparency International Indonesia untuk sistem pengawasan yang berbasis masyarakat.

• Fasilitas Pendukung Desentralisasi – Aceh Window: 2006-2008 (GBP 3 juta)DFID bekerjasama dengan DSF mendukung Pemerintah dan bekerjasama dengan para mitra membantu masyarakatyang terkena tsunami untuk membangun kembali hidup mereka.

• Bantuan Tehnis Tata Cara Pengadaan untuk Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias dan programSPADA Bank Dunia: 2006-2008 (GBP 500.000)Untuk memberikan layanan konsultasi dan tata cara pengadaan untuk Badan Rekonstruksi dan RrehabilitasiAceh dan Nias (BRR) serta Dukungan Pengembangan Kapasitas terhadap tata cara Pengadaan dan Tata KelolaKeuangan untuk Pemerintah Daerah Aceh melalui program SPADA dari Bank Dunia.

Jumlah Bantuan – Dana yang telah disalurkan dan Prakiraan

Tahun Keuangan (Inggris) – Pengeluaran (diluar dana bantuan darurat tsunami)

01/02 - GBP 7,42 juta02/03 - GBP 11,17 juta03/04 - GBP 10,79 juta04/05 - GBP 17,9 juta05/06 - GBP 32,5 juta06/07 - GBP 35,2 juta

Kontak

Kedutaan Besar Inggris RayaJl MH Thamrin No 75Jakarta Pusat 10310 IndonesiaTel (+62 21) 315 6264, 314 4229Fax (+62 21) 314 1824

Organisation of Development Assistance

European Commission (EC) development assistance to Indonesia is provided in two ways or two main streams. The firstis through programmable aid which is defined in Country Strategy Papers (CSPs), developed in consultation with theGovernment of Indonesia in line with the Government's Medium Term Development Plans.

The second stream is through non-programmable aid, which is offered on a global or regional basis through horizontalor thematic budget lines covering specific sectors such as forestry, higher education and governance (essentially in thefields of human rights and non-state actors). In the future the EC will seek to enhance synergy and complementaritiesbetween projects financed under these instruments and the programmes of the CSP.

In addition, the EC provides global assistance to respond to humanitarian disasters through ECHO (EC’s HumanitarianAid Department). Beyond all the above, it has also offered considerable additional funds to support reconstructionefforts in Aceh and in Central Java in 2005-2006 following the devastating series of earthquakes and tsunamis and isalso providing support to the peace process in Aceh.

In 2005, the European Union (EU) and Indonesia initiated negotiations for a new Bilateral Framework Agreement onPartnership and Cooperation, as mentioned in Chapter 3.

EC Development Programmes 2005-2006

In 2002, the Council of the EU approved the EC’s 2002-2006 Indonesia CSP, which outlined a five year programme ofcooperation with Indonesia with an indicative budget of EUR 216 million. The overarching objective of EC cooperationunder the CSP 2002-2006 focused its assistance on two sectors :• good governance, including economic liberalisation, democratisation, and public administration with a particular

accent on provision of basic health and education services to the poor to enhance poverty reduction• the preservation and sustainable management of natural resources (forests, water, communities and environmental)

in rural areas.

The National Indicative Programme (NIP) 2002-2004 included in the CSP 2002-2006, focused on the sustainablemanagement of natural resources (forestry, water and environmental) and also included significant emphasis onpromoting good governance covering democratisation, economic liberalisation and the enhancement of the rule of lawand public administration as well as assistance to basic health and education services.

The NIP 2005-2006 prioritised three policy areas for EC-Indonesia cooperation:(1) Education sector, with the overall objective to achieve sustained poverty reduction as a result of improved access

to quality education, within the context of Indonesia’s Basic Education Strategic Plan(2) Strengthening the rule of law and security, rebuild trust of the general public in the law enforcement agencies

through improved quality of services in the relevant public institutions(3) Support to public finance management that aims at contributing to a sustainable development of the Indonesian

economy through the improvement of the Government’s ability to manage its public finances.

In addition to the above key priorities, economic cooperation and trade-related technical assistance are importantaspects of EC cooperation, and regional economic cooperation programmes have also channelled support to Indonesiain the sectors of environment, higher education and research.

Under its non-programmable assistance, the EC provided support to international organisations, international andnational non-governmental organisations (NGOs) for activities in the fields of democracy and human rights, conflictprevention, aid to displaced populations (Aid to Uprooted People), and the environment. Indonesia is one of the focuscountries for the European Initiative for Democracy and Human Rights (EIDHR) and has also benefited from financingfrom the EU Rapid Reaction Mechanism (RRM) for Conflict Prevention, and through ECHO.

European Union Development Co-operation in Indonesia

The EC has also responded to the major disasters that took place during 2004-2006 through various aid and supportprogrammes with additional funds which have been contributed to multi-donor efforts, in order to improve donorcoordination and aid harmonisation. As the major contributor to the Multi Donor Fund (MDF) for Aceh and Nias, the ECacts as Co-chair to assist the coordination of funds for the reconstruction of Aceh and Nias in various sectors followingthe earthquake and tsunami. As of December 2006, the MDF has received over USD 600 million in pledges, includingthe EC contributions of EUR 202.5 million. At the request of the Government of Indonesia, a similar model of governancefor donor coordination has also been established for the Java Reconstruction Fund (JRF). The JRF aims to supportreconstruction of housing and restoration of livelihoods in the earthquake and tsunami affected areas in Yogyakarta,Central and West Java. In addition, the JRF is planning to provide assistance for small and medium-scaled businessesto re-start productive and income generating activities on a sustainable basis. The JRF donors include the EU, Netherlands,United Kingdom, Canada, Denmark and Finland, with total commitments of approximately EUR 57 million.

In addition to the aforementioned activities, joint efforts for aid harmonisation are dedicated to advances towards sector-wide approaches in education, law enforcement and public finance management, with the EC in a leading role oneducation.

The total amount of the EC assistance in 2005 reached EUR 270.31 million. Around 77% of assistance was directedto the Government of Indonesia through Technical Assistance, while 23% was allocated for direct cooperation with civilsociety supporting the ongoing reform process in various fields. In addition, the total amount disbursed for support toAceh and Nias reached EUR 293.65 million (see table: Distribution of EC ODA 2005 – bilateral and other instruments).

EC ODA by focal sector (in %)

Water Supply &Sanitation

7%

Governance11% Business/

Private Sector3%

Agriculture, Forestry,Fishing

39%

Trade & Tourism4%

Environment Protection1%

Support to NGOs2%

Emergency Assistance(Aid to Uprooted)

9%

Education10%

Health14%

Disbursements up to31/12/05

Distribution of EC ODA 2005 (bilateral & other instruments)*

* Figures up to 2005 (Processed)

EducationHealthWater Supply and SanitationGovernanceBusiness/ Private SectorAgriculture, Forestry and FishingTrade and TourismEnvironment ProtectionSupport to NGOsEmergency Assistance (Aid to Uprooted People)

Support to Aceh and NiasEmergency AidReconstructionPeace process

GRAND TOTAL

20,00035,00020,02524,075

6,18091,25712,000

000

208,53777%

293,65462,000

206,96024,694

502,191

6,4104,137

06,3951,093

11,1840

2,3486,082

24,12761,776

23%

0000

85,903

26,41039,13720,02530,470

7,273102,441

12,0002,3486,082

24,127270,313

293,65462,000

206,96024,694

588,094

10%14%

7% 11%

3%39%

4%1%2%9%

100%

04,206

12,0438,0523,457

53,905858

000

82,52140%

105,05052,00047,7105,340

187,571

2,656962

04,023

6603,683

0778

3,82314,03816,585

27%

0000

30,623

2,6565,168

12,04312,075

4,11757,588

858778

3,82314,03899,106

105,05052,00047,7105,340

218,194

01,4346,9833,0071,114

10,9140000

23,452

105,05052,00047,7105,340

218,194

1,55000

2,735652

2,3610

4751,3932,4789,166

0000

11,644

1,5501,4346,9835,7421,766

13,2750

4751,3932,478

32,618

105,05052,00047,7105,340

140,146

Project titleEUR (thousands)

Disbursements in 2005

OtherInstrumentsBilateral

Total

OtherInstrumentsBilateral%

Total

OtherInstrumentsBilateral

TotalCommitments

EUR (thousands) EUR (thousands)

Sub- total% of total

European Union Development Co-operation in Indonesia

Focal Sectors

The following sub-chapters present an overview on EC cooperation in Indonesia in focal sectors comprising economicand trade reforms, good governance, natural resource management, health, as well as other thematic budgetaryinstruments. EC assistance in the education sector has been described separately under Chapter 4. The distributionof assistance, cross-cutting themes and important achievements of programmes will also be highlighted.

ECONOMIC AND TRADE REFORMS

The primary objectives of the EU-Indonesia Economic Cooperation within the period 2002-2006 have been support toeconomic liberalisation, more intensive economic cooperation and to achieve a higher visibility of the EU as an economicand political partner for Indonesia – commensurate with the scale of EU trade and finance for Indonesia. The differenteconomic cooperation programmes corresponding to the CSP 2002-2006 include the broad sector of public and privategovernance as well as support to the international business cooperation with total budget of EUR 28 million for periodof five years.

The Trade Support Programme (TSP) is designed to help foster a business environment favourable to enhancing EU-Indonesia economic relations and support Indonesia's integration into the world trade. In particular, the programmeaddresses technical and regulatory issues that have an impact on EU-Indonesia trade flows. In order to accomplish this,the programme has four different components, including World Trade Organisation (WTO) Capacity Building with theMinistry of Trade; Harmonisation of EU standards, with the Indonesia’s National Standardisation Agency (BSN); Researchand Development Institutes of the Ministry of Industry which are in charge of testing and improving the quality ofIndonesian exports; and Fisheries Laboratories of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries, which test the qualityof Indonesian fish and seafood exports to the EU.

Additional technical assistance for the Fisheries component was included in the 2007 Annual Work Programme in orderto address the continuous difficulties experienced by Indonesian seafood exporters to the EU. The total EC contributionto this project is EUR 8.5 million.

Support for the improvement of the Indonesian Customs Administration is also apriority of the EC Strategy in Indonesia. The EC Delegation is supporting theIndonesian customs administration through a technical assistance project, theEU-Indonesia Customs Improvement Project. The project aims at improving thecapacity to generate revenue and facilitate trade, and focuses on technical issuessuch as: post release auditing, customs intelligence and risk analysis, customsinvestigation, integrity and human resources. The EC contribution amounts to EUR3.5 million.

The contribution to sustainable development of the Indonesian economy through the improvement of the Government’sability to manage its public finances is one of the main objectives of the EC-Indonesia NIP 2005-2006. To this end, theEC has established a multi-donor trust fund managed by the World Bank and with the Dutch Government as partnercontributors. This Fund aims to improve the effectiveness of public finance management in Indonesia through thesupport to the Government Financial Management and Revenue Administration Programme (GFMRAP). The Trust Fundfinances projects in such areas as: budget management and execution, tax and customs administration, publicprocurement and public auditing. Within the same initiative, an additional component will, in collaboration with theInternational Monetary Fund (IMF), seek to increase transparency in the Indonesian financial sector by reducing therisks of money laundering and preventing the financing of terrorism. The contribution of the EC is EUR 9.3 million forthe Trust Fund and EUR 600,000 for the Anti-Money Laundering Component.

The Small Projects Facility (SPF) is another key instrument of the EC's economic cooperation. The SPF supports smalland innovative projects in areas of mutual interest that aim at facilitating enhanced interaction of European andIndonesian civil society, the networking of its policy makers and opinion formers as well as the linkage of Indonesia andEU operators in business and the media.

European Union Development Co-operation in Indonesia

During 2003-2006 the SPF has financed 40 projects for a total funding of EUR 5.77 million. Beneficiaries of the SPFare spread amongst target groups from local NGOs, European chambers of commerce, universities, central governmentagencies, local authorities, to Indonesian business associations and international NGOs. The topics covered by the SPFprojects include: trade and investment, export promotion/ marketing, decentralisation/ good governance, small andmedium-scale enterprises capacity building, EU-Indonesia business networking, innovation and technology managementetc.

EC economic cooperation in Indonesia also includes a number of projects financed under regional initiatives to promoteand support business cooperation between the EU and Asia.

For the period 2007-2013, the strategic specific objectives of EU-Indonesia economic cooperation will address theintegration of Indonesia into the international trade system and improvement of the investment climate, technicalassistances and improved dialogues on EU-Indonesia trade and investment, as well as promotion of the interactionbetween the EU and Indonesian business communities in key economic sectors.

NATURAL RESOURCE MANAGEMENT

The broad Natural Resources Management sector has been a key focus of the EC development cooperation in the lastyears. Water management and forestry have been the main priorities of this sector between 2002-2006 and largeprojects are still implemented accordingly. Smaller scale actions – looking at various environmental issues, includingclimate change – are also supported by the EC in Indonesia.

The Forestry sector has been supported in the context of the EC-Indonesia Forestry Programme (ECIFP) and more recentlythe EU Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) Action Plan, which includes a set of measures designedto tackle the problem of illegal logging both in consumer and producer countries. One of the key measures of the ActionPlan is the negotiation of Voluntary Partnership Agreements (VPAs) with timber producing countries. Indonesia is oneof the countries where a VPA is being negotiated.

Through the VPA process, the EC plays an increasing role in promoting policy dialogue on illegal logging and forestadministration in Indonesia. The VPA process presents key opportunities to achieve results: the trade element providesan incentive, and the global perspective of the FLEGT Action Plan and the growing interest of consumer countries forlegal timber give space for harmonisation and more coordinated efforts. Support activities are implemented by the EC-Indonesia FLEGT support project (EUR 15 million) and by a range of smaller size projects managed by NGOs.

Besides projects related to the FLEGT Action Plan, the EC current portfolio in the forestry sector includes the SouthSumatra Forest Fire Management Project (SSFFMP) and a series of NGO projects funded through thematic programmes.While Natural Resources will no longer be the main priority of EC cooperation for the period 2007-2013, actions supportingthe FLEGT Action Plan will be decided and implemented in accordance with the results of the ongoing FLEGT SupportProject and the outcomes of the FLEGT VPA negotiations.

In the water sector, the Sustainable Development of Irrigated Agriculture in Buleleng and Karang Asem (SDIABKA) inNorth Bali was implemented until the end of 2006. Another key project of EUR 10 million, the West Nusa Tenggara WaterResources Management Project (NTB-WRMP), supporting decentralisation in the water sector, will run until 2011.

Environmental issues are also key to the EC programme. Through the thematic programmes indicated above, variousenvironmental activities, related to air quality or waste management for example, are supported by the EC. Consideringthe growing importance of climate change as a political and development issue, it is likely that these thematic programmeswill support an increasing number of climate change projects in the near future.

GOOD GOVERNANCE

The EC supports the ongoing Law Enforcement and Judicial reform agenda of the Government of Indonesia throughdifferent cooperation programmes corresponding to the CSP 2002-2006 that represent a total commitment of EUR

European Union Development Co-operation in Indonesia

30.3 million. The main objectives of the EC cooperation in these particular sectors are:(1) To promote democracy and good governance in Indonesia through the development of transparent and accountable

systems(2) Provide specific support for the electoral process in 2004 by building a sustainable institutional capacity within

relevant institutions to ensure successful elections in the future(3) Support the democratisation process by supporting good governance actions and the rule of law, through a more

professional, transparent and responsible judiciary(4) Focus on training, capacity building as well as the review of laws, regulations and procedures(5) Support developing justice and a democratic environment through strengthening the legal system and ensuring

respect for Human Rights, reducing corruption through increasing public input in the policy making process.

Among key programmes in 2005-2006 is the EC continued support to the Indonesia Governance Fund (Trust Fund) ofthe ‘Partnership for Governance Reform’ in Indonesia, administered by the United Nations Development Programme(UNDP). The Partnership aims to promote democracy and good governance in Indonesia through the development oftransparent and accountable systems and operations required in Indonesia's social institutions to ensure that thedemocratic process becomes irreversibly anchored in the fabric of Indonesian society.

Projects supported under the Partnership have succeeded in articulating new approaches to enhancing local democraticaccountability, prioritising gender in governance, particularly in the context of the 2004 elections and supporting thepublic fight against corruption. A total of 68 projects were supported under this programme, of which 16 projects (EUR2 million) are in support of anti-corruption programmes.

In the judiciary sector, the EC programmes include strengthening institutional capacity (training for judges and courtstaff, improving case management, management and dissemination of legal materials) and increasing public awarenessand access to justice. This project started in 2005 for a duration of three years. Furthermore, EC supports the civiljudicial system with a particular focus on training for the judiciary on human rights issues and support for the establishmentof a Human Rights court in Aceh through EC’s Aceh Peace Process Support (APPS) programme.

To strengthen the anti-money laundering regime in Indonesia, technical assistance under the RRM was provided to theIndonesian Financial Transaction Reports Analysis Centre (PPATK). An Anti-money laundering component is also includedin the support for strengthening Public Finance Management.

EC support to the tackling of transnational crime activities recognises the importance of identifying and overcomingvulnerability to transnational crime, and seeks to assist the Government of Indonesia to deal with serious and organisedcrime by strengthening capacity to conduct comprehensive investigations into planned and actual attacks and toguarantee prosecution and extradition. Short and mid-term assistance programmes were provided under the RRM toenhance management capacity of law enforcement agencies and police academies, and to improve knowledge ofmodern criminal investigation practices based on best EU experience.

For the period 2007-2013, the overall objective of EC assistance on Law Enforcement and Judicial Reform will be animproved governance and law enforcement as key to the proper functioning of the financial and corporate sectors andpublic administration. Key activities over the next coming years include support to Indonesia’s efforts to tackle corruptionin line with the National Plan for the Eradication of Corruption (RAN-PK), promoting the emergence of a strong publichuman rights culture along international norms, in line with the National Human Rights Plan of Action (RAN-HAM), andfurther assistance for the improvement of the capacity of the Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC),amongst others.

HUMAN RIGHTS AND DEMOCRATISATION

Issues of democracy and human rights have become a key feature of EU foreign policy and external action throughpolitical dialogue and have been mainstreamed into cooperation programmes. Tools for implementation of EU policyon democracy and human rights range from political dialogue and diplomatic démarches to various instruments as partof financial and technical cooperation.

The EIDHR is the main dedicated EU instrument for promoting democracy and human rights. EIDHR is a practical andvaluable means for promoting democracy and greater human rights protection in Indonesia. Modest EIDHR support toNGOs/ civil society organisations contributes significantly to improving knowledge and awareness of human rights aswell as drawing public attention to the relationship between improved human rights protection and good governance.Since it started in 2003, the EC has contributed to 25 EIDHR Micro projects in Indonesia (with a maximum budget ofEUR 100,000) amounting to EUR 2.3 million, with the priority given to strengthening the rule of law and legal systems,conflict prevention and resolution, and freedom of expression, press freedom and independent media as well as equality,tolerance and peace. Furthermore, six EIDHR Macro projects (with a maximum budget of EUR 1.5 million) have beenimplemented in Indonesia with total grants of some EUR 4.1 million over 2002-2006.

In addition to EIDHR projects, the EC continued to provide support in 2006 for the 'Partnership for Governance Reform'and judicial reform (see also sub-chapter "Governance"). With a commitment to development of the media seen as akey to building better governance, stronger democracy and increased protection of human rights, the EC also supportedthe establishment of the School for Broadcast Media through the UNDP-managed Indonesia Governance Fund (PartnershipTrust Fund for Governance Reform). This project started in early 2005 and was fully funded by the EC to the value ofEUR 1.847 million, with the aim to train media professional (television and radio) to better fulfil their role as watchdogon government and society, thereby ensuring more objective reporting and improved political public accountability withinan informed democratic society.

ACEH PEACE PROCESS SUPPORT

Stability and peace are indispensable conditions for future social and economic development in Aceh following thesignature of Helsinki Peace Agreement in 2005. The EC is providing approximately EUR 25 million in support to theconsolidation of peace and democracy in Aceh, including support to reintegration of ex-combatants into society.

The APPS takes an integrated approach to supporting the peace process. The integrated design of the APPS programmeis based on the understanding that long-term stability in Aceh will depend on a number of inter-related aspects includingthe need for timely implementation of the Helsinki Memorandum of Understanding (MoU) in its entirety. This is essentialin order to guarantee the credibility of the peace process to the people of Aceh. It will also try to offer immediate andtangible ‘peace dividends’ to the Acehnese people, along with better public services and reliable institutions, moreresponsive to the needs and aspirations of the citizens, in order to sustain a long-term prosperous and peaceful futurefor Aceh. It will also seek to contribute to support for the legitimacy of the mandate of the newly elected administrationin order to help it to become the point of reference for re-building a better future for Aceh.

The APPS programme assists in the implementation of the Helsinki MoU in four key areas:(1) Support to the Local Elections (Aceh Pilkada)

This project is helping to support election officials (KIP) to prepare for the local elections in Aceh. It also seeksto promote civic awareness and commitment to actively participate in the local elections through voter informationand education activities. The EU also deployed an Election Observation Mission (EU EOM) for the 11 December2006 Aceh local elections.

(2) Support for reform of the Local Police (Polda NAD)The development of the concept and practice of communitypolicing among police officers and management staff is thefocus of this programme. It will seek to integrate internationalhuman rights standards into Polda NAD policies and dailypractice and to improve Polda NAD’s quality of training andrecruitment in the context of the implementation of the MoU. Theproject will run parallel to a EUR 5 million support programmefor the reform of Aceh Police, funded by the Royal NetherlandsEmbassy.

(3) Support for Justice ReformIntending to improve citizens’ access to justice and to support the evolution of a more responsive justice system,

European Union Development Co-operation in Indonesia

European Union Development Co-operation in Indonesia

this programme will enhance the administration of justice; increase legal awareness and ability to access justiceamongst the vulnerable, conflict- and tsunami-affected population in Aceh; strengthen institutional capacity ofthe formal and informal justice systems to provide access to justice, uphold the rule of law, protect human rightsand promote an integrated justice system; and increase the capacity of civil society to monitor and advocate forthe rights of the disadvantaged, to disseminate information to promote citizens’ rights and to perform an oversightfunction of the justice system and act as a force for public accountability.

(4) Support to Local GovernanceThe Aceh Local Governance Programme (ALGAP II) aims to support local governance reform in Aceh within theframework of the new Law on the Governing of Aceh (LoGA), and to enhance the capacity of province and district/city authorities to provide leadership and management in accordance with good governance principles.

EDUCATION

For full information on EC's support to education in Indonesia, see Chapter 4.

HEALTH

The EC's programme of assistance in the health sector uses a range of instruments to address issues of governanceand health service provision and poverty related diseases, and has widened its scope to help address the threat of avianinfluenza.

The Support to Community Health Services (SCHS) is EC’s cooperation programme to contribute to improved accessibilityand quality of community health services in the poorest regions of Indonesia. Being implemented in the provinces ofPapua, South Sumatra and Jambi, the EUR 35 million project is a complementary to the work of the German TechnicalCooperation (GTZ) and German Development Bank (KfW), the prime EU donors in the sector. The overall objective ofthese programmes is to improve population health and nutrition status, particularly in relation to the socially deprivedand those living in poverty, through community health system development at the district and sub-district levels.

Through the Animal Health Project administered under the World Bank's Avian and Human Influenza Facility (AHIF), theEC Delegation contributes to the South East Asia regional initiatives for Avian Flu pandemic prevention and preparedness.The EUR 7.8 million project is addressing key issues in participatory diseases surveillance and response (PDS/PDR),community based preventive vaccination of poultry, monitoring of impact of control strategy and restructuring of thepoultry industry. AHIF coordinates regularly donor meetings and related meetings on Avian Influenza preparedness andresponse, involving also in particular the recently set up National Committee on Avian Influenza Control and Preparednessunder the leadership of the Coordinating Ministry of People’s Welfare, as well as the Ministries of Health and Agriculture.In addition, the Human Health Project will support the Government of Indonesia in the Avian Influenza outbreak preventionand control, and the preparedness of Human Avian Influenza pandemic. Implemented by the World Health Organisation(WHO), it will utilise EUR 13.5 million from the ongoing SCHS project and focus on strengthening Avian Influenza casemanagement in public health services, disease surveillance, outbreak communication and essential research activities.

The EC Delegation, on behalf of the EU, is also an active member and among major contributors of the Country Co-ordination Mechanism (CCM) of the Global Fund for HIV/AIDS, Tuberculosis and Malaria (GFATM). The EC is contributingthrough a global commitment totalling EUR 522.5 million in 2005-2006, which in part goes to five grants for Indonesia.

Dec 2005 – Jun 2007

Jul 2006 – Jun 2009

Aug 2006 – Jul 2009

Jan 2007 – Dec 2009

Support to the Local Elections

Support for reform of the Local Police

Support to Justice Reform

Support to Local Governance

APPSMain Components

UNDP

IOM

UNDP

GTZ

ImplementingOrganisation Amount Period

EUR 750,000

EUR 6,000 ,000

EUR 4,400, 000

EUR 4,400 ,000

European Union Development Co-operation in Indonesia

Further EC support for the health sector is channelled through ‘poverty related diseases’ thematic budget lines, with atotal value of EUR 7.7 million, including Mitigation of Malaria for the Most Affected Groups in Timor Island; Integratedmanagement for prevention, control and treatment of HIV/AIDS in West Java; and Primary Health and Infectious DiseasePrevention in Puncak Jaya, Papua.

HUMANITARIAN AID

The mandate of ECHO is to provide emergency assistance and relief to the victims of natural disasters and armedconflicts. In Indonesia, ECHO is constantly following up the humanitarian situation of the most vulnerable groups of thepopulation. It responds swiftly to support emergency operations when a natural disaster strikes. Since the tsunamioperation – the largest humanitarian operation in history – ECHO has also intervened to alleviate the humanitarianconsequences of: the prolonged drought causing a deterioration of the food security situation in East Nusa Tenggarain 2005, a cholera outbreak in Papua in May 2006, the Yogyakarta earthquake in May 2006, and the floods andlandslides in Aceh/ Northwest Sumatra in December 2006.

An earthquake with a magnitude of 6.2 on the Richter Scale that hit a densely populated area in the provinces ofYogyakarta and Central Java on 27 May had huge humanitarian consequences, claiming the lives of nearly 6,000 people,and making more than 1.1 million people homeless. A Primary Emergency Decision of EUR 3 million was immediatelyadopted to provide life saving support. It was followed by an Emergency Decision of EUR 6.5 million to ensure supportfor the wounded people and those made homeless by the earthquake and therefore focused on providing shelter, non-food items, health, water, sanitation and logistics.

The final set of ECHO programmes addressing the humanitarian needs of the tsunami-affected population in Aceh andNias targeted at several tsunami-affected countries will finish in September 2007. Several projects under a EUR 2 million

funding decision adopted in 2005 are also still on going until March 2007,responding to food insecurity and malnutrition in the eastern provinces ofIndonesia and the water and sanitation needs of earthquakes that affectedAlor and East Nusa Tenggara provinces.

A cholera outbreak threatening more than 130,000 people in the centralhighland region of West Papua prompted a EUR 367,000 EmergencyDecision of ECHO in April 2006 to support an emergency water and sanitationintervention in order to prevent the spreading of the disease. The interventionproved to be beneficial in stopping the outbreak, and in July 2006, thedistrict administration lifted the status of emergency.

Linking Relief, Reconstruction and Development

In Aceh and Nias, rehabilitation and recovery programmes funded under the MDF, co-chaired by the EC, are ongoing.In Yogyakarta, the humanitarian aid provided by ECHO has been linked to rehabilitation through the JRF, which is alsoco-chaired by the EC Delegation as one of the main contributors.

Partners

The major ECHO partners in Indonesia during 2006 were: United Nations agencies, Oxfam – Great Britain, InternationalFederation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC), German Red Cross, Médecins du Monde, InternationalOrganisation for Migration (IOM), German Agro Action, Atlas Logistique, Cordaid, Danish Church Aid, Action contre laFaim – France, Technisches Hilfswerk (THW), International Catholic Migration Commission, Save the Children, Solidarités,World Vision and International Rescue Committee.

European Union Development Co-operation in Indonesia

RECONSTRUCTION

Response to disaster in Aceh and Nias

After the earthquakes and tsunami hit Aceh and Nias in December 2004 and March 2005, the MDF was establishedby the Government of Indonesia together with 15 donors in order to ensure that funds made available for the reconstructionof the region were well coordinated. The EC contributes more than EUR 200 million.

The MDF is governed by a Steering Committee co-chaired by the Indonesian Government's Coordinating Agency for theRehabilitation and Reconstruction of Aceh and Nias (BRR), the Head of EC Delegation (as the largest donor) and theCountry Director of the World Bank (as Trustee). This forum endorses decisions on funding and also acts as a forumfor donor coordination and dialogue between the Government and the international community.

By the end of 2006, the MDF had committed USD 482 million to 17 projects across four broad sectors and had madesignificant progress:(1) Recovery of communities

• 1,212 new houses and 1,873 repaired houses• 6,419 new houses under construction and 2,513 rehabilitations ongoing• 1,960 km roads, 723 bridges, 242 schools, 1,147 irrigation and drainage units, 40 health posts• Over 7,000 scholarships and over 3,600 micro credits allocated• Over 27,000 land titles registered, 17,435 titles distributed• Over 10 million person-days of employment generated

(2) Infrastructure and transport• Transported 88,000 metric ton of reconstruction materials• Designed four ports• Installed 11 flood valves and designed further 105 flood valves and three pumping stations for Banda Aceh• Maintained a 52 km stretch of road between Lamno and Calang• Identification of the first batch of infrastructure investments to be funded by MDF

(3) Sustainable management of the environment• Removed 1,079,000 cubic metres of tsunami waste and 97,000 cubic metres of municipal waste in eight

districts• Cleared 705 hectares of land• Ongoing recycling of tsunami wood• Monitoring of illegal logging• Long term institutional framework for conservation• Mainstreaming of conservation concerns in spatial planning• Alternative economic activities

(4) Capacity building for governance• 18 months of technical assistance to BRR• Training of local government and road contractors• Awarding of small grants to 16 NGOs

Papua Cholera Outbreak, May 2006

Yogyakarta Earthquake, Primary Emergency

Yogyakarta Earthquake, Emergency, Rehabilitation

Aceh and North Sumatra Floods, December 2006

Jakarta Floods, February 2007

Humanitarian Crisis Amount of latest

Funding Decisions

EUR 367,000

EUR 3,000,000

EUR 6,500,000

EUR 1,000,000

EUR 600,000

European Union Development Co-operation in Indonesia

The MDF has proved itself to be a strong tool for coordination, harmonisation and policy dialogue. Critical success factorsinclude the pivotal role of the BRR, the high level of donor engagement, and the strong focus on transparency, resultsand monitoring for quality. The EC's active role as Co-Chair on the Steering Committee has helped maintain this focus.

Response to disaster in Java

In May 2006, an earthquake that affected Yogyakarta and Central Java provinces caused damage and losses assessedat USD 3.1 billion. Of this, 51%, 31% and 14% was assessed in the housing, productive and social sectors respectively.The earthquake, measured at 6.2 on the Richter Scale, totally destroyed and heavily damaged more than 300,000houses. In July, 2006, another earthquake and tsunami hit the southern coast of West Java and killed at least 660people, and displaced more than 51,500 people.

At the request of the Government, six donors pooled their funds and pledged USD 76 million to establish the JRF tosupport reconstruction of housing and restoration of livelihoods in the earthquake and tsunami affected areas. Thedonors include EU, Netherlands, United Kingdom, Canada, Denmark and Finland. The World Bank acts as Trustee forthe JRF. The EC's initial contribution to this fund is EUR 6 million, and this is likely to be increased by a further contributionof EUR 30 million.

By the end of 2006, three projects totaling USD 66.7 million had been approved and launched in Yogyakarta, Centraland West Java:• Under the USD 60 million, Community Based Settlement Reconstruction and Rehabilitation Project (CSRRP)

communities will receive block grants to rebuild 18,000 earthquake resistant, permanent houses and villageinfrastructure. A total of 8,000 beneficiaries received first funding tranches for permanent housing, 2,344transitional houses/ roof structures were completed in 156 villages, 55 km foot path/ village roads restored betterthan before, 30 km of retaining walls were restored, 6,000 water supply facilities restored, 200 sanitation facilitiesrestored, 200 community centers rehabilitated.

• Under two projects to be implemented by the IOM and Cooperative Housing Foundation (CHF), 24,000 familieswill receive safe and durable transitional housing. More than 1,500 beneficiaries have received roof structuresthat transition into permanent housing.

Contact

Delegation of the European CommissionWisma Dharmala Sakti, 16th floorJl Jend Sudirman 32Jakarta 10220 IndonesiaTel (+62 21) 2554 6200Fax (+62 21) 2554 6201e-mail: [email protected]

Pengelolaan Bantuan Pembangunan

Bantuan pembangunan yang diberikan Komisi Eropa kepada Indonesia adalah melalui dua jalur. Pertama adalahbantuan terprogram yaitu berdasarkan Kebijakan Strategi Negara (CSP) Komisi Eropa untuk Indonesia. Dokumen inidisusun berdasarkan konsultasi dengan Pemerintah Indonesia dan sejalan dengan Rencana Pembangunan JangkaMenengah Pemerintah Indonesia.

Jalur kedua adalah bantuan tidak terprogram yaitu bantuan yang tersedia secara global atau regional melalui anggaranhorizontal atau tematis yang mencakup sektor-sektor spesifik seperti kehutanan, pendidikan tinggi dan tata pemerintahanyang baik (khususnya di bidang hak-hak azasi manusia dan untuk lembaga-lembaga non-pemerintah). Untuk masadepan, Komisi Eropa akan berupaya untuk meningkatkan sinergi dan sifat saling melengkapi antara proyek-proyek yangdidanai oleh fasilitas ini dan program-program yang berdasarkan CSP.

Selain itu, Komisi Eropa memberikan bantuan secara global untuk menanggapi bencana kemanusiaan, yaitu melaluiDepartemen Bantuan Kemanusiaan Komisi Eropa (ECHO). Selain semua hal diatas, Komisi Eropa memberikan jugadana tambahan yang signifikan untuk mendukung upaya rekonstruksi Aceh dan Jawa Tengah pada tahun 2005-2006menyusul adanya serangkaian bencana gempa bumi dan tsunami, serta memberikan pula dukungan bagi prosesperdamaian di Aceh.

Pada tahun 2005, Uni Eropa dan Indonesia memulai negosiasi untuk menbentuk suatu Kesepakatan Kerangka KerjaBilateral mengenai Kemitraan dan Kerjasama baru, sebagaimana telah dijabarkan pada Bab 3.

Program Pembangunan Komisi Eropa 2005-2006

Pada tahun 2002, Dewan Uni Eropa menyetujui CSP Komisi Eropa 2002-2006 untuk Indonesia, yang mana menggariskanprogram kerjasama lima tahun dengan Indonesia, dengan anggaran indikatif sebesar EUR 216 juta. Tujuan utamakerjasama Komisi Eropa sebagaimana disebut dalam CSP 2002-2006 adalah berfokus pada dua sektor:• tata pemerintahan yang baik, termasuk liberalisasi ekonomi, demokratisasi dan administrasi publik dengan

penekanan khusus pada pemberian pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan bagi kaum miskin untukmeningkatkan upaya pengurangan kemiskinan

• perlindungan dan kesinambungan manajemen sumber-sumber alam (kehutanan, air, komunitas dan lingkungan)di daerah-daerah.

Program Indikasi Nasional (NIP) 2005-2006 memprioritaskan pada tiga bidang kebijakan untuk kerjasama Komisi Eropadengan Indonesia :(1) Sektor pendidikan, dengan tujuan mencapai pengurangan kemiskinan sebagai hasil meningkatnya akses terhadap

pendidikan berkualitas, dalam konteks Rencana Strategis Pendidikan Dasar Pemerintah Indonesia(2) Penguatan supremasi hukum dan keamanan, membangun kembali kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga

penegak hukum melalui peningkatan kualitas pelayanan dari lembaga-lembaga umum yang relevan(3) Dukungan untuk manajemen keuangan publik yang bertujuan untuk memberi kontribusi bagi pengembangan

perekonomian Indonesia yang berkesinambungan melalui perbaikan kemampuan Pemerintah mengelola keuanganpublik.

Selain prioritas utama diatas, kerjasama ekonomi dan bantuan tehnis yang terkait perdagangan merupakan aspekpenting dari kerjasama Komisi Eropa, dan program-program kerjasama ekonomi regional dari Komisi Eropa turutmendukung pula Indonesia pada sektor lingkungan, pendidikan tinggi dan penelitian.

Dibawah bantuan tidak terprogram, Komisi Eropa mendukung organisasi internasional, lembaga-lembaga swadayamasyarakat (LSM) internasional dan nasional untuk kegiatan-kegiatan dibidang demokrasi dan hak-hak azasi manusia,pencegahan konflik, bantuan untuk pengungsi dan lingkungan. Indonesia merupakan salah satu negara yang diutamakanuntuk program Prakarsa Eropa untuk Demokrasi dan Hak-hak Azasi Manusia (EIDHR), dan telah memperoleh manfaat

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

pendanaan dari program Mekanisme Reaksi Cepat (RRM) Uni Eropa untuk Pencegahan Konflik, serta pendanaanmelalui ECHO.

Komisi Eropa telah pula memberi tanggapan atas bencana-bencana besar yang terjadi selama 2004-2006 melaluiberbagai program pendanaan dan dukungan, dengan memberikan juga dana tambahan yang disalurkan melalui upayamulti-donor agar meningkatkan koordinasi antar donor dan penyelarasan bantuan. Sebagai kontributor utama DanaMulti Donor (MDF) untuk Aceh dan Nias, Komisi Eropa bertindak sebagai salah satu ketua untuk membantu koordinasipendanaan bagi rekonstruksi Aceh dan Nias di berbagai sektor menyusul terjadinya gempa bumi dan tsunami. HinggaDesember 2006, MDF telah dijanjikan dana sebesar USD 600 juta, termasuk didalamnya kontribusi dari Komisi Eropasebesar EUR 202,5 juta. Atas permintaan Pemerintah Indonesia, model tata kelola serupa untuk koordinasi donordibentuk pula untuk Dana Rekonstruksi Jawa (JRF). JRF bertujuan mendukung rekonstruksi perumahan dan restorasikehidupan di wilayah-wilayah yang terkena gempa bumi dan tsunami di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Selainitu, JRF berencana untuk memberi bantuan bagi usaha-usaha skala kecil dan menengah untuk memulai kembalikegiatan-kegiatan yang produktif dan memberikan pendapatan secara berkesinambungan. Termasuk sebagai donor-donor JRF adalah Uni Eropa, Belanda, Inggris, Kanada, Denmark dan Finlandia, dengan komitmen sejumlah EUR 57juta.

Selain kegiatan-kegiatan diatas, upaya bersama demi penyelarasan bantuan diarahkan pada pendekatan yang mencakupseluruh sektor yaitu untuk bidang pendidikan, penegakan hukum dan manajemen keuangan publik. Untuk bidangpendidikan, Komisi Eropa memainkan peran utama.

Jumlah bantuan Komisi Eropa untuk tahun 2005 mencapai EUR 270,31 juta. Sekitar 77% ditujukan bagi PemerintahIndonesia melalui Bantuan Tehnis, sementara 23% dialokasikan bagi kerjasama langsung dengan masyarakat madaniuntuk mendukung proses reformasi diberbagai bidang. Sedangkan jumlah dana yang telah dicairkan untuk mendukungAceh dan Nias mencapai EUR 293,65 juta (lihat tabel: Distribusi ODA Komisi Eropa tahun 2005 – bilateral dan instrumenlainnya).

Sektor-sektor penting dari ODA Komisi Eropa (dalam %)

Pasokan Air & Sanitasi7%

Tata Pemerintahan11% Bisnis/ Sektor Swasta

3%

Pertanian, Kehutanan,Perikanan

39%

Perdagangan & Pariwisata4%

Perlindungan Lingkungan1%

Dukungan bagi LSM2%

Bantuan Darat(Bantuan Pengungsi)

9%

Pendidikan10%

Kesehatan14%

Pencairan hingga31/12/05

Distribusi ODA Komisi Eropa tahun 2005 (bilateral & instruments lainnya)*

* Angka-angka hingga 2005 (diolah)

PendidikanKesehatanPasokan Air & SanitasiTata Pemerintahan yang baikBisnis / Sektor WisataPertanian, Kehutanan dan PerikananPerdagangan dan PariwisataPerlindungan LingkunganDukungan bagi LSMBantuan Darurat (Bantuan bagi pengungsi)

Sub- total% of total

Dukungan bagi Aceh dan NiasBantuan DaruratRekonstruksiProses Perdamaian

GRAND TOTAL

20,00035,00020,02524,075

6,18091,25712,000

000

208,53777%

293,65462,000

206,96024,694

502,191

6,4104,137

06,3951,093

11,1840

2,3486,082

24,12761,776

23%

0000

85,903

26,41039,13720,02530,470

7,273102,441

12,0002,3486,082

24,127270,313

293,65462,000

206,96024,694

588,094

10%14%

7% 11%

3%39%

4%1%2%9%

100%

04,206

12,0438,0523,457

53,905858

000

82,52140%

105,05052,00047,7105,340

187,571

2,656962

04,023

6603,683

0778

3,82314,03816,585

27%

0000

30,623

2,6565,168

12,04312,075

4,11757,588

858778

3,82314,03899,106

105,05052,00047,7105,340

218,194

01,4346,9833,0071,114

10,9140000

23,452

105,05052,00047,7105,340

218,194

1,55000

2,735652

2,3610

4751,3932,4789,166

0000

11,644

1,5501,4346,9835,7421,766

13,2750

4751,3932,478

32,618

105,05052,00047,7105,340

140,146

SektorEUR (ribu)

Pencairan pada 2005

InstrumenlainnyaBilateral

Total

InstrumenlainnyaBilateral%

Total

InstrumenlainnyaBilateral

TotalKomitmen

EUR (ribu) EUR (ribu)

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Sektor-sektor Penting

Bagian berikut memberi gambaran singkat mengenai kerjasama Komisi Eropa berdasarkan sektor-sektor penting yangterdiri dari reformasi ekonomi dan perdagangan, tata pemerintahan yang baik, manajemen sumber daya alam, kesehatan,serta program-program tematis lainnya. Distribusi bantuan, tema-tema lintas sektoral dan keberhasilan dari program-program ini menjadi pembahasan pula.

REFORMASI EKONOMI DAN PERDAGANGAN

Tujuan utama dari kerjasama Ekonomi Uni Eropa dan Indonesia pada periode 2002-2006 adalah untuk mendukungliberalisasi ekonomi, kerjasama ekonomi yang lebih intensif dan meningkatkan citra Uni Eropa sebagai mitra ekonomidan politik untuk Indonesia – sesuai dengan skala perdagangan dan keuangan Uni Eropa di Indonesia. Program-programkerjasama ekonomi yang berkaitan dengan CSP 2002-2006 termasuk sektor luas tata kelola publik dan swasta sertadukungan terhadap kerjasama bisnis internasional dengan total anggaran EUR 28 juta untuk jangka waktu lima tahun.

Program Dukungan Perdagangan (TSP) dirancang untuk membantu penciptaan lingkungan usaha yang menguntungkanbagi peningkatan hubungan ekonomi Uni Eropa dan Indonesia dan mendukung integrasi Indonesia ke dalam perdagangandunia. Secara khusus, program ini mencakup masalah teknis dan peraturan yang mempengaruhi arus perdaganganUni Eropa dan Indonesia. Untuk mencapai itu, program ini terdiri dari empat komponen:• Peningkatan kapasitas Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang dilaksanakan dengan melibatkan Departemen

Pedagangan• Penyelarasan standar-standar Uni Eropa, yang dilaksanakan dengan melibatkan Badan Standardisasi Indonesia

(BSN)• Lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan dari Departemen Industri yang bertanggungjawab untuk menguji

dan meningkatkan mutu ekspor Indonesia• Laboratorium-laboratorium perikanan dari Departemen Kelautan dan Perikanan, yang menguji mutu ekspor ikan

dan makanan laut Indonesia ke Uni Eropa.

Bantuan tehnis tambahan untuk komponen perikanan tercakup dalam Program Kerja Tahunan 2007 sehubungandengan berlanjutnya kesulitan-kesulitan yang dialami eksportir makanan laut dari Indonesia ke Uni Eropa. Total bantuanKomisi Eropa untuk proyek ini adalah sebesar EUR 8,5 juta.

Dukungan untuk perbaikan Dinas Bea Cukai Indonesia juga merupakan prioritas dari Strategi Komisi Eropa di Indonesia.Delegasi Komisi Eropa mendukung administrasi bea cukai Indonesia melalui proyek bantuan tehnis, Proyek PeningkatanBea Cukai Uni Eropa-Indonesia. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mendatangkan pendapatan danmemfasilitasi perdagangan, dan menitikberatkan pada masalah-masalah tehnis seperti: audit setelah pelepasan,analisis intelijen dan resiko bea cukai, penyelidikan bea cukai, integritas dan sumber daya manusia. Bantuan KomisiEropa untuk bidang ini sebesar EUR 3,5 juta.

Kontribusi bagi pembangunan yang berkelanjutan dari perekonomian Indonesia melalui peningkatan kemampuanPemerintah untuk mengelola keuangan publiknya merupakan salah satu dari tujuan utama NIP 2005-2006 untukIndonesia. Berkaitan dengan tujuan tersebut, Komisi Eropa telah membentuk dana perwalian multi donor yang dikelolaoleh Bank Dunia dan dengan Pemerintah Belanda sebagai mitra penyumbang. Dana ini bertujuan untuk meningkatkanefektifitas pengelolaan keuangan publik di Indonesia yaitu melalui dukungan terhadap Program Pengelolaan Keuangandan Pendapatan Pemerintah (GFMRAP). Dana Perwalian ini membiayai proyek-proyek antara lain di bidang: pengelolaandan pelaksanaan anggaran, pengelolaan pajak dan bea cukai, pengadaan publik dan audit publik. Dalam prakarsayang sama, komponen tambahan, bekerjasama dengan Dana Moneter Internasional (IMF), berupaya untuk meningkatkantransparansi dalam sektor keuangan Indonesia dengan cara mengurangi risiko praktek-praktek pencucian uang danmencegah pembiayaan terorisme. Komisi Eropa memberi kontribusi sebesar EUR 9,3 juta untuk Dana Perwalian danEUR 600,000 untuk komponen Anti Pencucian Uang.

Fasilitas Proyek Kecil (SPF) merupakan instrumen penting lain dari kerjasama ekonomi Komisi Eropa. SPF mendukung

proyek-proyek berskala kecil dan inovatif dalam bidang-bidang yang merupakan kepentingan bersama yang bertujuanuntuk memfasilitasi peningkatan interaksi masyarakat madani Eropa dan Indonesia, pembentukan jaringan parapembuat kebijakan dan pembentuk opini serta menciptakan hubungan antara pelaku-pelaku bisnis Indonesia danUni Eropa.

Selama tahun 2003-2006, SPF telah membiayai 40 proyek dengan total dana EUR5,77 juta. Penerima manfaat dari SPF tersebar di antara kelompok-kelompok sasaranmulai LSM lokal, Kamar Dagang Eropa, perguruan tinggi, instansi-instansi pemerintahpusat, otoritas daerah, sampai asosiasi-asosiasi bisnis Indonesia serta LSMinternasional. Topik-topik yang dicakup oleh proyek-proyek SPF bervariasi: perdagangandan investasi, promosi ekspor/ pemasaran, desentralisasi/ tata pemerintahan yangbaik, peningkatan kapasitas usaha skala kecil dan menengah, jaringan bisnis UniEropa dan Indonesia, inovasi dan pengelolaan tehnologi dan lain-lain.

Kerjasama ekonomi Komisi Eropa di Indonesia juga mencakup sejumlah proyek yang dibiayai berdasarkan prakarsaregional untuk meningkatkan dan mendukung kerjasama bisnis antara Uni Eropa dan Asia.

Untuk jangka waktu 2007-2013, tujuan strategis dari kerjasama ekonomi Uni Eropa dan Indonesia mencakup integrasiIndonesia ke dalam sistem perdagangan internasional dan perbaikan iklim investasi, bantuan tehnis dan peningkatandialog mengenai perdagangan dan investasi Uni Eropa dan Indonesia, serta peningkatan interaksi antara masyarakatbisnis Uni Eropa dan Indonesia dalam sektor-sektor ekonomi utama.

MANAJEMEN SUMBER DAYA ALAM

Sektor manajemen sumber daya alam merupakan sektor penting dari kerjasama pembangunan Komisi Eropa selamabeberapa tahun terakhir. Pengelolaan air dan kehutanan merupakan prioritas utama dalam sektor ini selama periode2002-2006 dan proyek-proyek besar kini masih berjalan. Proyek-proyek berskala kecil di Indonesia – yang berupayamenjawab permasalahan lingkungan, termasuk perubahan iklim – memperoleh dukungan pula dari Komisi Eropa.

Dukungan untuk bidang kehutanan telah dilaksanakan dalam konteks Program Kehutanan Komisi Eropa-Indonesia(ECIFP) dan dilanjutkan dengan Rencana Tindak Uni Eropa untuk Penegakan Hukum, Tata Kelola dan PerdaganganSektor Kehutanan (FLEGT), yang mencakup serangkaian upaya yang dirancang untuk mengatasi masalah pembalakanliar baik di negara konsumen maupun negara produsen. Salah satu upaya utama dari Rencana Tindak tersebut adalahperundingan Kesepakatan Kemitraan Sukarela (VPA) dengan negara-negara penghasil kayu. Indonesia merupakansalah satu negara di mana VPA sedang dirundingkan.

Melalui proses VPA, Komisi Eropa memainkan peranan yang semakin meningkat dalam mempromosikan dialog kebijakantentang pembalakan liar dan pengelolaan hutan di Indonesia. Proses VPA memberikan semakin banyak peluang untukmencapai hasil: elemen perdagangan memberikan insentif, dan perspektif global tentang Rencana Tindak FLEGT danmeningkatnya minat negara-negara konsumen terhadap kayu legal memberi ruang terhadap harmonisasi dan upaya-upaya yang lebih terkoordinasi. Kegiatan-kegiatan yang mendukung dilaksanakan oleh Proyek Dukungan Uni Eropa-Indonesia untuk FLEGT (EUR 15 juta) dan proyek-proyek berskala kecil yang dikelola oleh LSM.

Disamping tindakan-tindakan yang berkaitan dengan Rencana Tindak FLEGT, portfolio Komisi Eropa saat ini dalambidang kehutanan juga mencakup Proyek Pengendalian Kebakaran Hutan Sumatra Selatan (SSFFMP) dan serangkaianproyek-proyek dengan skala yang lebih kecil yang dijalankan oleh LSM dan didanai melalui program-program tematis.Walaupun sektor sumber daya alam tidak lagi menjadi prioritas utama kerjasama Komisi Eropa untuk periode 2007-2013, kegiatan-kegiatan yang mendukung Rencana Tindak FLEGT akan ditentukan dan dilaksanakan berdasarkan hasilProyek Dukungan Uni Eropa-Indonesia untuk FLEGT serta negosiasi VPA untuk FLEGT.

Dibidang pengelolaan air, proyek Pengembangan Pertanian Beririgasi yang Berkesinambungan di Buleleng dan KarangAsem (SDIABKA) di Bali Utara telah dilaksanakan hingga akhir 2006. Proyek utama lain senilai EUR 10 juta, yaitu Proyek

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Pengelolaan Sumber Daya Air di Nusa Tenggara Barat (NTB-WRMP), yang mendukung desentralisasi sektor pengairan,akan berlangsung hingga 2011.

Masalah lingkungan merupakan pula hal yang utama dari program Komisi Eropa. Melalui program-program tematissebagaimana disebut diatas, berbagai kegiatan lingkungan, misalnya yang berkaitan dengan kualitas air atau pengelolaanlimbah, memperoleh dukungan dari Komisi Eropa. Mengingat semakin pentingnya masalah perubahan iklim secarapolitis maupun pembangunan, kemungkinan besar program-program tematis Komisi Eropa di masa mendatang akanmeningkatkan jumlah bantuan untuk proyek-proyek perubahan iklim.

TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK

Komisi Eropa mendukung agenda reformasi Penegakan Hukum dan Peradilan dari Pemerintah Indonesia melaluiberbagai program kerjasama sesuai dengan CSP 2002-2006 dengan nilai EUR 30,3 juta. Tujuan utama kerjasamaKomisi Eropa pada sektor ini adalah:(1) Mensosialisasikan demokrasi dan tata pemerintahan yang baik di Indonesia melalui pengembangan sistim-sistim

yang transparan dan dapat dipertanggung-jawabkan(2) Memberi dukungan khusus bagi proses pemilihan umum (pemilu) tahun 2004 dengan mengembangkan kapasitas

kelembagaan yang berkelanjutan dalam lembaga-lembaga terkait untuk menjamin pemilu yang sukses di kemudianhari

(3) Mendukung proses demokratisasi melalui dengan mendukung tindakan-tindakan tata pemerintahan yang baikdan supremasi hukum, melalui peadilan yang lebih profesional, transparan dan bertanggung-jawab

(4) Memberi fokus pada pelatihan, pengembangan kapasitas serta peninjauan kembali undang-undang, peraturandan prosedur

(5) Mendukung pengembangan peradilan dan lingkungan demokratis dengan memperkokoh sistem hukum,memastikan penghargaan terhadap hak-hak azasi manusia, memberantas korupsi dengan meningkatkan masukandari masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan.

Salah satu program utama tahun 2005-2006 adalah kelanjutan dukungan Komisi Eropa terhadap dana tata pemerintahanIndonesia dari ’Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan’ di Indonesia, yang dikelola oleh Program PembangunanPerserikatan Bangsa-bangsa (UNDP). Kemitraan ini bertujuan untuk mensosialisasikan demokrasi dan tata pemerintahanyang baik di Indonesia melalui pengembangan sistem-sistem dan kegiatan-kegiatan yang transparan dan bertanggung-jawab yang diperlukan dalam lembaga-lembaga umum untuk memastikan bahwa proses demokrasi mengakar dalammasyarakat Indonesia.

Proyek-proyek yang berada dibawah naungan Kemitraan telah berhasil menciptakan pendekatan-pendekatan baruuntuk meningkatkan akuntabilitas demokrasi lokal, memprioritaskan kesetaraan gender dalam tata pemerintahan,khususnya dalam rangka pemilu 2004 dan mendukung upaya masyarakat memberantas korupsi. Sebanyak 68 proyekdidukung oleh program ini, 16 diantaranya (senilai EUR 2 juta) mendukung program anti-korupsi.

Dalam sektor peradilan, program-program Komisi Eropa mencakup pengembangan kapasitas kelembagaan (pelatihanbagi para hakim dan staf pengadilan, perbaikan penanganan perkara, pengelolaan dan sosialisasi bahan-bahan hukum)dan peningkatan kesadaran dan akses terhadap keadilan. Proyek ini dimulai pada tahun 2005 untuk jangka waktu tigatahun. Selanjutnya Komisi Eropa mendukung sistem peradilan perdata dengan fokus khusus pada pelatihan peradilanuntuk masalah hak azasi manusia dan dukungan bagi pembentukan Pengadilan Hak Azasi Manusia di Aceh melaluiprogram Dukungan Proses Perdamaian Aceh (APPS).

Untuk memperkuat rezim anti pencucian uang di Indonesia, bantuan tehnis di bawah RRM diberikan kepada PusatPelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Komponen anti pencucian uang juga disertakan dalam dukunganuntuk memperkuat Pengelolaan Keuangan Publik.

Dukungan Komisi Eropa dalam penanganan tindak-tindak kejahatan lintas negara mengenali pentingnya mengidentifikasidan mengatasi kerentanan terhadap tindak-tindak kejahatan lintas negara. Komisi Eropa berusaha untuk membantu

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Pemerintah Indonesia dalam menangani tindak-tindak kejahatan yang serius dan terorganisir dengan mengembangkankapasitas melaksanakan penyidikan yang komprehensif terhadap serangan-serangan terencana dan benar-benar terjadi,serta memastikan dilakukannya pengusutan dan ekstradisi. Program-program bantuan jangka pendek dan menengahtelah dilaksanakan dibawah pendanaan RRM untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan dari badan-badan penegakanhukum dan akademi-akademi polisi, serta untuk mengembangkan pengetahuan akan praktik-praktik penyidikan tindakkejahatan modern berdasarkan pengalaman terbaik Uni Eropa.

Untuk periode 2007-2013, tujuan menyeluruh bantuan Komisi Eropa dalam hal reformasi Penegakan Hukum danPeradilan adalah meningkatkan tata pemerintahan dan penegakan hukum sebagai dasar berfungsinya dengan baiksektor-sektor keuangan, korporasi dan administrasi publik. Kegiatan-kegiatan utama dalam tahun-tahun mendatangmeliputi, antara lain, dukungan bagi upaya Indonesia mengatasi korupsi sesuai dengan Rencana Aksi NasionalPemberantasan Korupsi (RAN-PK), dukungan terhadap peningkatan budaya hak azasi manusia diantara masyarakatsesuai norma-norma internasional dan Rencana Aksi Nasional Hak Azasi Manusia (RAN-HAM), serta bantuan lebihlanjut terhadap peningkatan kapasitas Pusat Kerjasama Penegakan Hukum Jakarta (JCLEC).

HAK-HAK AZASI MANUSIA DAN DEMOKRATISASI

Masalah-masalah demokrasi dan hak-hak azasi manusia telah menjadi fitur utama dari kebijakan luar negeri dantindakan eksternal Uni Eropa melalui dialog politik dan telah diwujudkan dalam program-program kerjasama. Perangkat-perangkat pelaksana kebijakan Uni Eropa tentang demokrasi dan hak-hak azasi manusia berkisar dari dialog politikdan démarche diplomatik hingga berbagai instrumen sebagai bagian dari kerjasama finansial dan tehnis.

EIDHR adalah instrumen utama Uni Eropa untuk peningkatan demokrasi dan hak-hak azasi manusia. EIDHR adalahsebuah sarana yang praktis dan bernilai untuk peningkatan demokrasi dan perlindungan hak-hak azasi manusia diIndonesia. Dukungan EIDHR untuk LSM/ masyarakat madani memberikan sumbangan yang besar terhadap peningkatanpengetahuan dan pemahaman mengenai hak-hak azasi manusia dan menciptakan kesadaran publik mengenai hubunganantara peningkatan perlindungan hak-hak azasi manusia dan tata pemerintahan yang baik. Sejak dimulai tahun 2003,Komisi Eropa di Indonesia telah mendanai 25 proyek mikro EIDHR (anggaran maksimal EUR 100,000 per proyek) senilaiEUR 2,3 juta, dengan prioritas pada penguatan supremasi hukum dan sistem hukum, pencegahan dan penyelesaiankonflik, kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers dan media yang independen serta persamaan, toleransidan perdamaian. Selain itu, enam proyek makro EIDHR (anggaran maksimal EUR 1,5 juta per proyek) telah dilaksanakandi Indonesia dengan total hibah sekitar EUR 4,1 juta pada periode 2002-2006.

Selain proyek-proyek EIDHR, Komisi Eropa melanjutkan dukungannya pada tahun 2006 bagi program 'Kemitraan bagiPembaruan Tata Pemerintahan' serta reformasi peradilan (lihat juga bagian tentang ’Tata Pemerintahan yang baik’).Dengan komitmen terhadap pengembangan media yang dipandang sebagai kunci untuk membangun tata pemerintahanyang lebih baik, demokrasi yang lebih kuat dan peningkatan perlindungan hak-hak azasi manusia, Komisi Eropa jugamendukung pendirian Sekolah Media Penyiaran melalui Dana Perwalian Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahanyang dikelola oleh UNDP. Proyek ini dimulai awal tahun 2005 dan didanai secara penuh oleh Komisi Eropa senilai EUR1,847 juta, dengan tujuan untuk melatih profesional media (televisi dan radio) agar dapat lebih baik menjalankan peranmereka sebagai pengawas pemerintah dan masyarakat, sehingga memastikan pemberitaan yang lebih obyektif danpeningkatan akuntabilitas politik publik dalam masyarakat demokrasi yang terinformasi.

DUKUNGAN PROSES PERDAMAIAN ACEH

Stabilitas dan perdamaian adalah prasyarat yang paling penting untukpembangunan sosial dan ekonomi di Aceh di masa mendatang setelahpenandatanganan perjanjian damai di Helsinki tahun 2005. Komisi Eropamenyediakan dana sekitar EUR 25 juta untuk mendukung konsolidasi perdamaiandan demokrasi di Aceh, termasuk dukungan terhadap reintegrasi para mantanpemberontak ke dalam masyarakat.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

APPS menggunakan pendekatan terintegrasi untuk mendukung proses perdamaian. Rancangan utuh dari programAPPS berdasarkan pada pemahaman bahwa stabilitas jangka panjang di Aceh akan bergantung pada berbagai aspekyang saling terkait termasuk perlunya pelaksanaan yang tepat waktu dari Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki secarakeseluruhan. Hal ini penting untuk menjamin kredibilitas dari proses perdamaian bagi rakyat Aceh. Upaya dilaksanakanpula untuk memberikan ’manfaat perdamaian’ yang segera dan nyata kepada rakyat Aceh, bersamaan dengan layananmasyarakat yang lebih baik dan lembaga-lembaga yang lebih andal, yang lebih tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasiwarga, agar mana masa depan yang lebih sejahtera dan damai secara jangka-panjang dapat dipertahankan di Aceh.Upaya dilaksanakan pula untuk memberi dukungan atas legitimasi dari mandat gubernur yang baru terpilih agar dapatmenjadi titik acuan untuk membangun kembali masa depan yang lebih baik bagi Aceh.

APPS mendukung pelaksanaan MoU Helsinki dalam empat bidang utama:(1) Dukungan bagi Pemilu Daerah (Pilkada Aceh)

Proyek ini adalah untuk mendukung petugas-petugas pemilu (KIP) untuk menyiapkan pilkada di Aceh. Proyek inijuga berupaya untuk meningkatkan kepedulian dan komitmen masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalampilkada melalui kegiatan-kegiatan informasi dan pendidikan bagi pemberi suara. Uni Eropa juga mengirim MisiPemantauan Pemilu (EU EOM) untuk Pilkada Aceh tanggal 11 Desember 2006.

(2) Dukungan reformasi Kepolisian Daerah (Polda NAD)Proyek ini bertujuan untuk mengembangkan konsep dan praktek polisi masyarakat di antara petugas-petugaspolisi dan staf manajamen. Upaya akan dilaksanakan untuk mengintegrasikan standar-standar hak-hak asasiinternasional dalam kebijakan dan praktek-praktek sehari-hari Polda NAD, serta meningkatkan mutu pelatihandan rekruitmen Polda NAD dalam rangka pelaksanaan ketentuan yang sesuai dari MoU. Proyek ini akan dilaksanakansejalan dengan program dukungan reformasi Kepolisian Aceh senilai EUR 5 juta, yang didanai oleh KedutaanBesar Belanda.

(3) Dukungan untuk sektor PeradilanDengan tujuan untuk meningkatkan akses warga terhadap keadilan dan mendukung perubahan sistem peradilansehingga menjadi lebih tanggap, proyek ini akan memperbaiki administasi peradilan; meningkatkan kesadaranhukum dan kemampuan untuk mengakses peradilan bagi warga yang rentan, serta yang terkena dampak konflikdan tsunami di Aceh; memperkuat kapasitas kelembagaan dari sistem-sistem peradilan formal dan informal untukmeningkatkan akses terhadap peradilan, menegakkan supremasi hukum, melindungi hak-hak azasi manusia danmempromosikan sistem peradilan yang terintegrasi; serta meningkatkan kapasitas masyarakat madani untukmemantau dan mensosialisasikan hak-hak warga-warga yang kurang beruntung, menyebarkan informasi untukmensosialisasikan hak-hak warga dan melaksanakan fungsi pengawasan atas sistem peradilan dan bertindaksebagai pendorong akuntabilitas publik.

(4) Dukungan terhadap Pemerintah DaerahTujuan dari Program Pemerintahan Daerah Aceh (ALGAP II) adalah untuk mendukung reformasi pemerintahandaerah di Aceh dalam kerangka Undang-undang Pemerintahan Aceh (UU-PA) dan meningkatkan kapasitas otoritaspropinsi dan kabupaten/ kota untuk memimpin dan mengelola sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan yangbaik.

PENDIDIKAN

Untuk informasi mengenai bantuan Komisi Eropa di sektor pendidikan di Indonesia, lihat Bab 4.

Des 2005 – Jun 2007

Jul 2006 – Jun 2009

Agu 2006 – Jul 2009

Jan 2007 – Des 2009

Dukungan bagi Pemilu Daerah

Dukungan Reformasi Polda NAD

Dukungan untuk Sektor Peradilan

Dukungan terhadap Pemerintah Daerah

Komponen UtamaAPPS

UNDP

IOM

UNDP

GTZ

OrganisasiPelaksana Jumlah Periode

EUR 750,000

EUR 6,000,000

EUR 4,400,000

EUR 4,400,000

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

KESEHATAN

Program bantuan Komisi Eropa untuk sektor kesehatan menggunakan berbagai instrumen untuk menjawab permasalahantata kelola, pemberian layanan kesehatan dan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan, serta telah pula memperluascakupannya untuk membantu menjawab ancaman flu burung.

Proyek Dukungan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (SCHS) merupakan program kerjasama Komisi Eropa untukmeningkatkan akses dan mutu dari kesehatan masyarakat di daerah-daerah termiskin Indonesia. SCHS yang dilaksanakandi propinsi Papua, Sumatra Selatan dan Jambi dengan dana EUR 35 juta, merupakan pelengkap dari upaya yangdilakukan Kerjasama Tehnis Jerman (GTZ) dan Bank Pembangunan Jerman (KfW), yaitu donor Uni Eropa yang utamadalam sektor tersebut. Tujuan keseluruhan dari program-program ini adalah untuk meningkatkan status kesehatan dangizi penduduk, khususnya berkaitan dengan kelompok masyarakat tuna sosial dan yang hidup dalam kemiskinan,melalui pembangunan sistem kesehatan masyarakat di tingkat kabupaten dan kecamatan.

Melalui Proyek Kesehatan Hewan yang dikelola melalui Fasilitas Flu Burung dan Manusia (AHIF) dari Bank Dunia,Delegasi Komisi Eropa memberi kontribusi untuk prakarsa wilayah Asia Tenggara untuk pencegahan dan kesiapanmenghadapi pandemik flu burung. Proyek senilai EUR 7,8 juta ini berupaya menjawab permasalahan utama dalampengawasan dan tanggap penyakit secara partisipatif (PDS/ PDR), vaksinasi pencegahan pada unggas berbasismasyarakat, pemantauan dampak strategi pengendalian dan restrukturisasi industri unggas. AHIF secara teraturmengkoordinasikan rapat-rapat donor dan rapat-rapat terkait, tentang kesiapan dan tanggap flu burung yang jugamelibatkan secara khusus Komite Nasional Pengendalian dan Kesiapan Flu Burung yang baru-baru ini dibentuk, dibawah kepemimpinan Kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, maupun Departemen Kesehatan danDepartemen Pertanian. Selain itu, Proyek Kesehatan Manusia akan mendukung Pemerintah Indonesia dalam pencegahandan pengendalian penyebaran flu burung, dan kesiapan pandemik flu burung pada manusia. Proyek yang dilaksanakanoleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dana EUR 13,5 juta dari proyek SCHS akan dimanfaatkan dan akan berfokuspada penguatan tata kelola kasus flu burung dalam layanan kesehatan masyarakat, pengawasan penyakit, komunikasisaat penyebaran dan kegiatan-kegiatan penelitian yang penting.

Delegasi Komisi Eropa, atas nama Uni Eropa, juga merupakan anggota aktif dan salah satu penyumbang utamaMekanisme Koordinasi Negara (CCM) dari Dana Global untuk HIV/AIDS, Tuberkulosa dan Malaria (GFATM).

Dukungan lanjutan Komisi Eropa untuk sektor kesehatan disalurkan melalui jalur anggaran tematis untuk penyakit yangterkait kemiskinan, senilai EUR 7,7 juta, termasuk Mitigasi Malaria bagi Kelompok yang Paling Terpengaruh di pulauTimor; Manajemen Terpadu untuk pencegahan, pengendalian dan pengobatan HIV/AIDS di Jawa Barat; dan KesehatanDasar dan Pencegahan Penyakit Menular di Puncak Jaya, Papua.

BANTUAN KEMANUSIAAN

Mandat ECHO adalah untuk memberikan bantuan darurat kepada parakorban bencana alam dan konflik bersenjata. Di Indonesia, ECHOsenantiasa mengikuti perkembangan situasi kemanusiaan dari kelompok-kelompok penduduk yang paling rentan. ECHO memberikan tanggapancepat untuk mendukung operasi-operasi darurat saat terjadi bencanaalam. Setelah operasi tsunami – yang merupakan operasi kemanusiaanterbesar dalam sejarah – ECHO ikut serta meringankan konsekuensi-konsekuensi kemanusiaan dari: kekeringan yang panjang yangmenyebabkan memburuknya situasi ketahanan pangan di Nusa TenggaraTimur pada tahun 2005, wabah penyakit kolera di Papua pada bulanMei 2006, gempa bumi Yogyakarta pada bulan Mei 2006, serta banjirdan tanah longsor di Aceh/ bagian barat-laut Sumatra pada bulanDesember 2006.

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Gempa bumi dengan kekuatan 6,2 pada Skala Richter yang mengguncang daerah yang berpenduduk padat di propinsiYogyakarta dan Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei memiliki konsekuensi-konsekuensi kemanusiaan yang besar, yangmenewaskan hampir 6.000 jiwa dan mengakibatkan lebih dari 1,1 juta warga kehilangan tempat tinggal. Bantuansenilai EUR 3 juta segera disetujui sebagai dukungan bagi penyelamatan jiwa. Keputusan ini disusul dengan keputusanbantuan senilai EUR 6,5 juta untuk memastikan dukungan bagi orang-orang yang terluka dan kehilangan tempat tinggalkarena gempa bumi tersebut, dan oleh karena itu difokuskan pada penyediaan tempat penampungan, barang-barangnon-pangan, kesehatan, air bersih, sanitasi dan logistik.

Program-program ECHO untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan dari warga yang tertimpa tsunami di Aceh dan Niasakan berakhir bulan September 2007. Beberapa proyek berdasarkan keputusan pendanaan tahun 2005 sebesar EUR2 juta juga masih berlangsung sampai Maret 2007, yang menanggapi masalah ketahanan pangan dan kekurangan gizidi propinsi-propinsi Indonesia bagian timur dan kebutuhan air dan sanitasi dari daerah-daerah di Alor and Nusa TenggaraTimur yang terkena dampak gempa bumi.

Menjangkitnya wabah kolera yang mengancam lebih dari 130.000 jiwa di daerah pegunungan bagian tengah PapuaBarat mendorong diambilnya keputusan pemberian bantuan darurat ECHO sebesar EUR 367.000 pada bulan April2006 yaitu untuk membantu penyediaan air dan sanitasi untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut. Keputusantersebut terbukti bermanfaat dalam menghentikan penyebaran wabah tersebut, dan pada bulan Juli 2006, pemerintahkabupaten mencabut status darurat.

Keterkaitan antara Bantuan Darurat, Rekonstruksi dan Pembangunan

Di Aceh dan Nias, program-program rehabilitasi dan pemulihan yang didanai melalui MDF, dimana Komisi Eropamerupakan salah satu ketua, sedang berlangsung. Di Yogyakarta, bantuan kemanusiaan yang diberikan ECHO dikaitkandengan rehabilitasi melalui JRF, dimana Komisi Eropa merupakan pula salah satu ketua dan penyumbang utama.

Kemitraan

Mitra-mitra utama ECHO di Indonesia selama tahun 2006 adalah : badan-badan Perserikatan Bangsa-bangsa, Oxfam– Inggris, Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC), Palang Merah Jerman, Médecins duMonde, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), German Agro Action, Atlas Logistique, Cordaid, Danish ChurchAid, Action contre la Faim - Perancis, Technisches Hilfswerk, International Catholic Migration Commission, Save theChildren, Solidarités, World Vision dan International Rescue Committee.

Rangkuman Dukungan ECHO

REKONSTRUKSI

Tanggapan terhadap bencana di Aceh dan Nias

Setelah gempa bumi dan tsunami menghantam Aceh dan Nias pada bulan Desember 2004 dan Maret 2005, MDFdibentuk oleh Pemerintah Indonesia bersama dengan 15 donor untuk memastikan bahwa dana yang disediakan untukrekonstruksi wilayah-wilayah ini dikoordinir dengan baik. Komisi Eropa memberi kontribusi lebih dari EUR 200 juta.

Wabah Kolera di Papua, Mei 2006

Gempa Bumi Yogyakarta, Bantuan Darurat Primer

Gempa Bumi Yogyakarta, Bantuan Darurat dan Rehabilitasi

Banjir Aceh dan Sumatra Utara, Desember 2006

Banjir Jakarta, Februari 2007

Krisis Kemanusiaan Nilai BantuanEUR 367,000

EUR 3,000,000

EUR 6,500,000

EUR 1,000,000

EUR 600,000

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

MDF dikendalikan oleh Komite Pengarah yang dipimpin oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias,Delegasi Komisi Eropa (sebagai donor terbesar) dan Bank Dunia (sebagai perwalian). Forum ini adalah yang mengambilkeputusan mengenai pendanaan dan berfungsi sebagai forum koordinasi donor dan dialog antara pemerintah dankomunitas internasional.

Hingga akhir 2006, MDF telah menyalurkan USD 482 juta untuk 17 proyek yang mencakup empat sektor dan telahmencapai kemajuan yang signifikan:(1) Pemulihan masyarakat

• 1.212 rumah baru telah dibangun dan 1.873 rumah telah diperbaiki• 6.419 rumah baru sedang dibangun dan 2.513 sedang direhabilitasi• Jalan sepanjang 1.960 km, 723 jembatan, 242 sekolah, 1.147 unit irigasi dan drainase, 40 pos kesehatan

telah dibangun• Lebih dari 7.000 beasiswa dan lebih dari 3.600 kredit mikro telah dialokasikan• Lebih dari 27.000 hak tanah telah didaftarkan, 17.435 sertifikat tanah telah didistribusikan• Penciptaan lapangan kerja sebanyak 10 juta hari kerja orang

(2) Infrastruktur dan transportasi• 88.000 ton metrik bahan bangunan telah dikirim• Empat pelabuhan telah dirancang• 11 katup banjir telah dipasang dan 105 katup banjir dan tiga stasiun pompa telah dirancang untuk Banda

Aceh• Jalan sepanjang 52 km antara Lamno dan Calang diperbaiki• Kelompok pertama untuk investasi prasarana telah di-identifikasi untuk pendanaan MDF

(3) Pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan• Limbah tsunami sebanyak 1.079.000 meter kubik dan 97.000 sampah kota dari delapan kabupaten/ kota

telah disingkirkan• 750 hektar tanah telah dibuka• Daur ulang kayu bekas tsunami• Pemantauan pembalakan liar• Pembentukan kerangka kerja kelembagaan jangka panjang untuk konservasi• Pengarusutamaan masalah-masalah konservasi dalam perencanaan ruang• Kegiatan perekonomian alternatif

(4) Pengembangan kapasitas tata kelola• Bantuan tehnis selama 18 bulan bagi BRR• Pelatihan pemerintah daerah dan kontraktor jalanan• Pemberian hibah skala kecil kepada 16 LSM.

MDF telah membuktikan diri sebagai perangkat yang kuat untuk koordinasi, harmonisasi dan dialog kebijakan. Faktor-faktor keberhasilan yang utama mencakup peran penting BRR, tingkat keterlibatan donor yang tinggi dan penekananyang diberikan pada transparansi, hasil dan pemantauan kualitas. Peran aktif Komisi Eropa sebagai salah satu pimpinanKomite Pengarah telah membantu mempertahankan hal ini.

Tanggapan terhadap bencana di Jawa

Pada bulan Mei 2006, gempa bumi yang menghantam Yogyakarta dan Jawa Tengah mengakibatkan kerusakan dankerugian senilai USD 3,1 milyar, yaitu 51% dialami sektor perumahan, 31% sektor produksi dan 14% sektor sosial.Gempa bumi yang berukuran 6,2 Skala Richter ini menyebabkan kehancuran total dan kerusakan serius bagi lebih dari300.000 rumah. Pada bulan Juli 2006, gempa bumi dan tsunami kembali menghantam pantai selatan Jawa Barat danmenewaskan sedikitnya 660 warga dan menyebabkan 51.000 orang mengungsi.

Atas permintaan Pemerintah, enam donor mengumpulkan dana mereka melalui pembentukan JRF dan memberikomitmen untuk menyalurkan dana USD 76 juta guna membantu rekonstruksi dan pemulihan maya pencarian diwilayah-wilayah yang terkena dampak gempa bumi dan tsunami. Para donor tersebut adalah Uni Eropa, Belanda, Inggris,

Kerjasama Pembangunan Uni Eropa di Indonesia

Kanada, Denmark dan Finlandia. Bank Dunia bertindak sebagai perwalian JRF. Kontribusi awal Komisi Eropa adalahsebesar EUR 6 juta dan jumlah ini akan ditingkatkan dengan tambahan hibah sebesar EUR 30 juta.

Sampai akhir 2006, tiga proyek senilai EUR 66,7 juta telah disetujui dan diluncurkan di Yogyakarta, Jawa Tengah danJawa Barat:• Melalui Proyek Rekonstruksi dan Rehabilitasi Pemukiman Berbasis Komunitas (CSRRP) senilai USD 60 juta,

masyarakat akan menerima hibah secara blok untuk membangun kembali rumah-rumah permanen dan prasaranadesa yang tahan gempa. Sebanyak 8.000 penerima bantuan telah memperoleh pendanaan perdana untukperumahan permanen, 2.344 rumah transisi/ kerangka atap telah selesai dibangun di 156 desa, jalan tapak/jalan desa sepanjang 55 km telah diperbaiki sehingga lebih baik dari sebelumnya, tembok penajan sepanjang40 km telah diperbaiki, 6.000 fasilitas pasokan air telah diperbaiki, 200 fasilitas kebersihan telah diperbaiki,200 pusat masyarakat telah direhabilitasi.

• Melalui dua proyek yang akan dilaksanakan IOM dan Yayasan Koperasi Perumahan (CHF), 24.000 keluarga akanmemperoleh perumahan sementara yang aman dan tahan lama. Lebih dari 1.500 penerima bantuan telahmemperoleh kerangka atap yang kemudian dapat diubah dari penampungan sementara menjadi perumahanpermanen.

Kontak

Delegasi Komisi EropaWisma Dharmala Sakti, Lantai 16Jl Jend Sudirman 32Jakarta 10220 IndonesiaTel (+62 21) 2554 6200Fax (+62 21) 2554 6201e-mail: [email protected]