filetype

207
ANALISIS PERDAGANGAN INDONESIA-CINA PASCA PERDAGANGAN BEBAS CINA ASEAN THE ANALYSIS OF TRADE BETWEEN INDONESIA-CHINA POST CHINA ASEAN FREE TRADE AREA Oleh : Sri Yusnita Burhan NPM 120130100013 USULAN DISERTASI Program Pascasarjana Fakultas ekonomi-Universitas Padjadjaran

Upload: ade-maulana-r-h

Post on 01-Oct-2015

229 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Resume

TRANSCRIPT

ANALISIS PERDAGANGAN INDONESIA-CINAPASCA PERDAGANGAN BEBAS CINA ASEAN

THE ANALYSIS OF TRADE BETWEEN INDONESIA-CHINAPOST CHINA ASEAN FREE TRADE AREAOleh :Sri Yusnita BurhanNPM 120130100013USULAN DISERTASI

Program PascasarjanaFakultas ekonomi-Universitas PadjadjaranBANDUNG2013

xv

ANALISIS PERDAGANGAN INDONESIA-CINAPASCA PERDAGANGAN BEBAS CINA ASEAN

THE ANALYSIS OF TRADE BETWEEN INDONESIA-CHINAPOST CHINA ASEAN FREE TRADE AREA

Oleh :Sri Yusnita BurhanNPM 120130100013

DRAFTNASKAH DISERTASI

Untuk memenuhi salah satu syarat ujianguna memperoleh gelar Doktor dalam ilmu Ekonomi ini,telah disetujui oleh Tim Promotor pada tanggalseperti tertera di bawah ini

Bandung, Februari 2015

Dr. Budiono, SE.,MAKETUA TIM PROMOTOR

Yayan, SE., MSc., Ph.D Fahmi, SE.,MT.,Ph.DANGGOTA TIM PROMOTOR ANGGOTA TIM PROMOTORSURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :1. Karya tulis saya, Disertasi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik Doktor, baik di Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan Tim Promotor.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Bandung, Maret 2015,Yang membuat pernyataan,

Sri Yusnita Burhan

ABSTRAK

ASEAN dan Cina sepakat menanda tangani perjanjian kerjasama ekonomi China ASEAN Free Trade Area (CAFTA) dimulai pada awal 2010. Perjalanan panjang terbentuknya FTA antara Cina dengan ASEAN dimulai sejak 1990-an, yaitu dimulai dengan penjajakan kerjasama dalam bidang ekonomi. Kerjasama secara bergradasi mulai diberlakukan antara ASEAN-6 dan Cina sejak awal 2004, yaitu menghilangkan hambatan tarif sampai 0 persen pada 2006 untuk produk Early Harvest Product dan mulai menurunkan tarif secara bergradasi pada produk Normal Track sejak 2005. Tujuan CAFTA adalah untuk liberalisasi perdagangan dan teknologi, investasi dan economic cooperation.Indonesia sendiri sebagai anggota ASEAN, memiliki hubungan yang sangat panjang terhadap Cina, yaitu hubungan perdagangan sejak tahun 1953 sampai sekarang. Dalam kurun waktu 16 tahun sejak 1985 sampai 2000, nilai perdagangan antara kedua negara meningkat pesat 14 kali lipat, dengan tingkat pertumbuhan rata rata perdagangan 18 persen per tahun. Dan pada 2000-2011, nilai perdagangan meningkat sebesar 10 kali lipat dengan pertumbuhan rata rata 21 persen per tahun.Fenomena yang terjadi pasca perjanjian CAFTA 2010 ditandatangani awal Januari adalah : (a) Neraca perdagangan Indonesia-Cina defisit, (b) Tingkat pertumbuhan total eskpor Indonesia ke Cina meningkat periode 2008-2011 (kecuali tahun 2009 menurun) dan (c) Tingkat pertumbuhan impor Indonesia dari Cina menurun.Tujuan penelitian ini untuk : (a) Mengidentifikasi produk unggul, menggunakan metode RCA, (b) Mengetahui faktor endowment yang menjadi sumber keunggulan dari setiap 10 produk utama ekspor Indonesia ke Cina, menggunakan model factor endowment Hecksher Ohlin dan (c) Mengevaluasi dampak perjanjian CAFTA pada perdagangan Indonesia, Cina, dan 5 negara ASEAN menggunakan pengukuran trade diversion/trade creation. Penelitian ini menggunakan data 15 produk ekspor utama Indonesia ke Cina dan 15 produk impor utama Indonesia dari Cina dan 5 negara anggota Asean, yaitu Malaysia, Singapore, Pilipina, Thailand dan Vietnam, berdasar HS code 10 dijit, dan data lainnya untuk model trade diversion. Data 10 produk utama ekspor Indonesia ke Cina, berdasar HS code 6 dijit, dan data lainnya, digunakan untuk model factor endowment Hecksher Ohlin. Pada akhirnya output yang diharapkan dari penelitian ini adalah merupakan produk produk unggulan hasil perjanjian CAFTA pada perdagangan Indonesia Cina.

Keywords: China ASEAN Free Trade Area (CAFTA), Revealed Comparative Advantages, Trade Diversion, Trade Creation.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala Puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-NYA kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini sesuai tepat waktu, dengan judul Analisis Perdagangan Indonesia-Cina Pasca Perdagangan Bebas Cina Asean.Penulisan disertasi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata kepada pemerintah, khususnya Kementrian Industri dan Perdagangan RI dalam membuat kebijakan khususnya dalam penetapan tingkat tarif pada produk produk impor utama dari Cina dan lima negara Asean, serta dalam menentukan jangka waktu kerjasama Cafta, karena kedua variabel akan berpengaruh terhadap terjadi tidaknya trade diversion pada perdagangan Indonesia dengan Cina dan lima negara Asean. Demikian juga memberikan wawasan atau referensi mahasiswa di Universitas Padjadjaran Bandung, sekaligus merupakan syarat akademik untuk menyelesaikan Program Doktor di Universitas Padjadjaran Bandung. Disamping itu, disertasi merupakan karya puncak ilmiah seorang mahasiswa.Penulis menyadari bahwa penulisan disertasi ini mustahil dapat dilakukan sendiri tanpa arahan, bantuan dan masukan dari berbagai pihak, untuk itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :1. Tim Promotor, Bapak Dr. Budiono, SE., MA selaku ketua tim promotor, dengan kesibukan beliau sebagai Koordinator Program Studi MET, selalu meluangkan waktu dimana dan kapanpun jika diperlukan, tidak ada kata tidak jika diperlukan, Bapak Mohamad Fahmi, SE.,MT.,Ph.D, dengan kesibukan beliau sebagai Ketua Prodi S1 IESP yang banyak memberikan masukan demi kesempurnaan penulisan disertasi ini dan bantuan teknis pengolahan data melalui para asisten peneliti, Bapak Yayan, SE., MSc., Ph.D, juga dengan kesibukan beliau sebagai Sekretaris Program Studi MET yang banyak memberikan masukan demi kesempurnaan penulisan disertasi ini dan memberi arahan data data yang digunakan dan sumbernya. Semoga kebaikan Bapak Bapak dicatat sebagai amal sholeh dihadapan Allah SWT.2. Tim Oponen Ahli, yang terdiri dari Prof. Dr. Hj. Sutyastie Sumitro Remi, MS, Bapak Dr. Nury Effendi, SE., MA., dan Bapak Dr. Ferry Hadiyanto, SE., MA yang telah banyak memberikan saran dan masukan sejak dari Sidang Usulan Penelitian sampai saat ini. Semoga kebaikan Ibu dan Bapak dicatat sebagai amal sholeh dihadapan Allah SWT.3. Bapak Prof. Dr. H. Sucherly, MS., dan Bapak Prof. Dr. Ir. H. Mahfud Arifin, MS., selaku representasi Guru Besar yang juga banyak memberikan saran dan masukan sejak Sidang Ujian Naskah Disertasi dan Ujian Disertasi. Semoga kebaikan Bapak Bapak dicatat sebagai amal sholeh dihadapan Allah SWT.4. Rektor Universitas Padjadjaran Prof Dr. Med. Tri Hanggono Achmad dr., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Bapak Dr. Nury Effendi, SE., MA., Direktur Pascasarjana dan Ketua Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Padjadjaran Bapak Prof. Dr. Ir. H. Mahfud Arifin, MS., yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu di Universitas Padjadjaran. Semoga pengabdian Bapak Bapak mendapat ridho dan balasan berlimpah dari Allah SWT.5. Ketua Stekpi (Sekolah Tinggi Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia) Jakarta Selatan periode Bapak Budi Permadi Iskandar, tahun 2010-2011, yang telah memberi kesempatan pertama saya untuk melanjutkan studi S3 di Universitas Padjadjaran.6. Rektor Universitas Trilogi Jakarta Selatan periode sejak awal didirikan 2012 sampai sekarang, yang telah memberi kesempatan saya untuk melanjutkan studi S3 di Universitas Padjadjaran.7. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan yang telah memberikan beasiswa selama 7 semester dan beasiswa sandwich ke Universitas La Rochelle, Perancis.8. Kedua orang tua (Alm) yang telah mendidik saya sejak dari kecil hingga akhir hayatnya.9. Alm suami saya tercinta, mas Sugeng Pratikno, sebagai sahabat, teman diskusi dan maha guru saya sehingga bertambah wawasan ilmu saya di berbagai bidang, khususnya dalam pengerjaan karya tulis disertasi ini, saya diajari bagaimana meng-compose permasalahan yang akan diteliti sehingga menjadi lebih fokus, dan juga yang membantu saya dalam pengolahan data dan me layout tampilan disertasi saya sehingga menjadi lebih rapi. Selamat jalan sang Maestro Musik Kontemporer, semoga khusnul khotimah.10. Sahabat sahabat terkasih, yang telah membantu melanjutkan pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh Alm suami saya, yaitu pengolahan data dan me layout karya disertasi ini : Demy, Ade Maulana dan pak Oboy. Tanpa kalian karya ilmiah ini tidak dapat diwujutkan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan hati kalian.11. Anakku tercinta, Rasyadan Muhammad (Adan), yang membuat hidup saya lebih semangat dan menjadi lebih bermakna. Semoga Adan piawai di bidang perfileman dan musik, serta bermanfaat untuk sebanyak banyaknya orang.12. Rekan rekan angkatan 2010 Program Doktor Ilmu Ekonomi Unpad : Bapak Dr. La Ode Suriadi, Bapak Dr. Iwan Setiawan, Ibu Iis Surgawati, Ibu Dwi Hastuti Lestari, dan angkatan 2009 : Bapak Dr. Sudarlan, Bapak Dr. Novi Mubyarto, Ibu Dr. Ratna Husein atas segala kebersamaan selama mengikuti perkuliahan sampai selesainya disertasi ini. Semoga ilmu yang sudah kita dapatkan dari kampus tercinta ini bisa kita turunkan ke anak didik di kampus masing masing dan ke masyarakat disekitar kita, pada umumnya.13. Sekali lagi kepada kampus tercinta yaitu Universitas Padjadjaran yang telah banyak memberi kepada saya, baik ilmu pengetahuan maupun kesempatan kesempatan lain seperti mengikuti banyak seminar hasil penelitian dan pelatihan program stata di CEDS, pelatihan menulis karya ilmiah di jurnal oleh Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran.Saya menyadari bahwa saya tidak akan mampu membalas budi baik Bapak-Bapak dan Ibu Ibu sekalian, saya hanya mendoakan semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak Ibu sekalian berlipat ganda. Amiin.

Bandung, April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAANiiABSTRAKiiiKATA PENGANTARivDAFTAR ISIixDAFTAR TABELxiiDAFTAR GAMBARxivDAFTAR LAMPIRANxvBAB I.PENDAHULUAN161.1.Latar Belakang Penelitian161.2.Fenomena dan Permasalahan Penelitian221.3.Tujuan Penelitian241.4.Manfaat Penelitian25BAB II.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS272.1.Tinjauan Literatur282.1.1.Revealed Comparative Advantage (RCA)282.1.2.Teori Factor Endowment-Hecksher Ohlin (HO)352.1.3.Teori Integrasi Ekonomi402.2.Tinjauan Studi Empiris492.2.1.Posisi Penelitian Disertasi Doktor Dibandingkan Dengan Penelitian Terdahulu492.3.Kerangka Pemikiran Penelitian552.4.Hipotesis penelitian58BAB III.METODE PENELITIAN593.1.Objek Penelitian593.2.Metode Penelitian603.3.Jenis dan Sumber Data603.4.Operasionalisasi Variabel643.4.1.Metode Revealed Comparative Advantage (RCA)643.4.2.Model Hecksher Ohlin (HO)673.4.3.Metode Trade Diversion683.5.Model Estimasi713.5.1.Model Ekonometrik713.5.2.Tehnik Estimasi733.6.Hipotesis penelitian733.6.1.Hipotesis model Factor Endowment Hecksher Ohlin :743.6.2.Hipotesis model Trade Diversion :743.7.Uji Ekonometrika753.7.1.Uji Multikolinier753.7.2.Uji Heteroskedastisitas773.7.3.Uji Autokorelasi793.7.4.Uji Normalitas813.8.Uji Statistik813.8.1.Uji Kesesuaian Model (Goodness Of Fit Test)813.8.2.Uji Signifikansi Parameter833.9.Uji Hausman85BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN874.1.Deskripsi Hasil Penelitian874.1.1.Perkembangan Ekspor Impor Utama Indonesia-Cina874.1.2.Perkembangan Indeks RCA 10 Produk Ekspor Utama Indonesia ke Cina964.2.Analisis Kuantitatif Hasil Penelitian Model Hecksher Ohlin974.2.1.Uji Asumsi Klasik974.2.2.Uji Fixed Effect dan Random Effect1004.2.3.Uji Signifikansi t dan F1024.3.Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian Model Hecksher Ohlin1034.3.1.Analisis Produk Produk Unggul Menggunakan Indikator RCA1034.3.2.Analisis Model Factor Endowment Hecksher Ohlin :1064.4.Analisis Kuantitatif Hasil Penelitian Model Impor Indonesia Dari Cina (1114.4.1.Uji Asumsi Klasik1114.4.2.Uji Hausman1134.4.3.Hasil Estimasi Model Impor Indonesia Dari Cina (1144.5.Analisis Statistika Model Impor Indonesia Dari Cina (1154.5.1.(i) Uji Signifikansi T1154.5.2.(ii) Uji Signifikansi F1174.5.3.(iii) Koefisien Determinasi (R2)1174.6.Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian Model Impor Indonesia Dari Cina (1184.7.Analisis Kuantitatif Hasil Penelitian Model Impor Indonesia Dari 5 Negara ASEAN (1194.7.1.Uji Asumsi Klasik1194.7.2.Uji Hausman1214.7.3.Hasil Estimasi Model Impor Indonesia Dari 5 Negara ASEAN (1224.8.Analisis Statistika Model Impor Indonesia Dari 5 Negara ASEAN (1244.8.1.(i) Uji Signifikansi T1244.8.2.(ii) Uji Signifikansi F1254.8.3.(iii) Koefisien Determinasi (R2)1264.9.Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian Trade Diversion/Trade Creation Pada Model Impor Indonesia Dari 5 Negara ASEAN (1264.10.Temuan Hasil Penelitian dan Implikasi Kebijakan1274.10.1.Temuan Hasil Pada Model Factor Endowment Hecksher Ohlin dan Implikasi Kebijakan :1284.10.2.Temuan Hasil Pada Model Permintaan Impor Indonesia dari ROA dan Implikasi Kebijakan :132BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN1385.1.Kesimpulan1385.2.Saran1385.2.1.Saran Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan1385.2.2.Saran Bagi Operasionalisasi Kebijakan139DAFTAR PUSTAKA140LAMPIRAN147

DAFTAR TABELTabel 1.1 15 Produk Ekspor Impor Utama Berdasar Rangking Nilai Total Ekspor dan Impor Utama Dalam Periode 2000-201221Tabel 1.2 Balance of Trade Indonesia-China, 2000-201222Tabel 1.3 Neraca Perdagangan Indonesia Cina, pada 15 Produk Utama, Periode 2000-201223Tabel 2.1 Posisi Penelitian Yang Dilakukan Dibandingkan dengan Penelitian Terdahulu : Model Hecksher Ohlin49Tabel 2.2 Posisi Penelitian Yang Dilakukan Dibandingkan dengan Penelitian Terdahulu : Integrasi Ekonomi (analisis Trade Diversion)52Tabel 3.1 15 Produk Ekspor Impor Utama Berdasar Rangking Nilai Total Ekspor dan Impor Utama Dalam Periode 2000-201261Tabel 3.2 10 Produk Ekspor Utama Indonesia ke Cina66Tabel 4.1 Nilai Ekspor Indonesia-Cina (15 Produk Utama)89Tabel 4.2 Nilai Ekspor Indonesia-Cina (15 Produk Utama) - lanjutan90Tabel 4.3 Tingkat Pertumbuhan Ekspor Indonesia-Cina (15 Produk Utama)91Tabel 4.4 Nilai Impor Cina-Ind (15 Produk Utama)93Tabel 4.5 Tingkat Pertumbuhan Impor Cina-Ind (15 Produk Utama)95Tabel 4.6 Uji Heteroskedastis99Tabel 4.7 Uji Hausman102Tabel 4.8 Hasil Regresi Random Effect103Tabel 4.9 Indeks RCA 10 Produk Ekspor Utama Indonesia ke Cina,Periode 2000-2012104Tabel 4.10 Uji Hausman107Tabel 4.11 Hasil Regresi Random Effect110Tabel 4.12 Pairwise Matrix Correlation111Tabel 4.13 Uji White Heteroskedastisitas112Tabel 4.14 Uji Autokorelasi Metode Breusch-Godfrey112Tabel 4.15 Hasil Output Uji Hausman113Tabel 4.16 Hasil Estimasi114Tabel 4.17 Hasil Pengujian T-Statistik116Tabel 4.18 Hasil Pengujian F-statistik117Tabel 4.19 Pairwise Matrix Correlation119Tabel 4.20 Uji White Heteroskedastisitas120Tabel 4.21 Uji Autokorelasi Metode Breusch-Godfrey121Tabel 4.22 Hasil Output Uji Hausman122Tabel 4.23 Hasil Estimasi123Tabel 4.24 Hasil Pengujian T-Statistik124Tabel 4.25 Hasil Pengujian F-statistik125Tabel 4.26 Kontribusi 15 Produk Ekspor dan Impor Utama Indonesia Cina, Periode 2000-2011, Menurut Section137

DAFTAR GAMBARGambar 2.1 Kurva Production Possibility Frontier, Negara 1 dan 238Gambar 2.2 Trade Creation dan Trade Diversion42Gambar 2.3 Fenomena Perdagangan Indonesia Cina dibawah CAFTA56Gambar 2.4 Bagan Disertasi/Penelitian57Gambar 4.1 Indeks RCA 10 Produk Ekspor Utama Indonesia ke Cina,Periode 2000-201297

DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang PenelitianPenelitian ini penting dilakukan untuk mengevaluasi dampak China ASEAN Free Trade Area (CAFTA) pada arus perdagangan Indonesia terhadap Cina, mengingat perdagangan bebas antara negara negara ASEAN-6 dan Cina menurut Universal Access to Competitiveness and Trade (U-ACT) akan dibuka 1 Januari 2012, dan khusus untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam mulai 1 Januari 2018[footnoteRef:1]. Apakah Indonesia memang sudah siap ikut dalam perdagangan bebas dibawah CAFTA? [1: Universal Access to Competitiveness and Trade (U-ACT). The ASEAN-China FTA Primer. Philippine Chamber of Commerce and Industry, p. 8 dan 12.]

Penelitian disertasi ini akan mencari tahu kenapa terjadi fenomena makro dan mikro pasca perjanjian CAFTA yang ditandatangani awal 2010 pada perdagangan Indonesia terhadap Cina. Padahal tujuan sebuah negara bergabung ke dalam suatu blok perdagangan adalah untuk memperbaiki kesejahteraan masing masing negara anggotanya (world welfare gain dan surplus konsumen meningkat), Carbaugh, 1992. Sejarah hubungan perdagangan Indonesia Cina sudah dimulai sejak 1953 sampai sekarang[footnoteRef:2]. Perekonomian Cina semakin terbuka khususnya sejak 1978 ia melakukan domestic economic reform (market economic reform), kebijakan outward looking economic, dan mulai membina hubungan baik dengan negara negara tetangga, seperti ASEAN, melalui direct trade yang dibangun sejak 1985, memperbaiki hubungan ekonomi menuju integrasi ekonomi untuk menghadapi munculnya global ekonomi (Lin Mei, 2003) dan masuk menjadi anggota WTO (WTO Acession) pada 2001. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Cina menjadi tinggi dan sustainable. Ditambah lagi Cina memiliki cost competitiveness karena memiliki suplai tenaga kerja dengan upah murah yang berlimpah, produktivitas tenaga kerjanya tinggi dan mata uang Renmimbi mengalami undervalued (Chia Siow Yue, 2004). Perekonomian Cina sangat dinamis, dan dengan jumlah populasi lebih kurang 2 milyar pada 2010 akan menjadikan Cina sebagai mesin pertumbuhan baru di wilayah Asia sejak perekonomian Jepang mengalami penurunan. Cina akan menjadi ancaman sekaligus peluang bagi negara negara ASEAN termasuk Indonesia. Menjadi peluang karena tingkat pertumbuhan produk impor dunia di pasar domestiknya memiliki trend positip dan meningkat pada 2009-2010 (lampiran 3). Menjadi ancaman bagi Indonesia khususnya karena parner dagang utamanya sama, seperti Amerika, Eropa dan Jepang, dan dalam menarik investasi asing (Chia Siow Yue, 2004). [2: Hubungan ini mengalami fase naik turun, dan pernah berhenti selama 20 tahun (1967-1984). Kemudian proses pemulihan hubungan berlangsung sejak 1985, dimana hubungan politik dan ekonomi dinormalisasikan kembali pada 1990 (Lin Mei, 2003). ]

Dalam kurun waktu 16 tahun sejak 1985 sampai 2000, nilai perdagangan antara kedua negara meningkat pesat 14 kali lipat dengan tingkat pertumbuhan rata rata perdagangan 18 persen per tahun. Dan pada 2000-2011, nilai perdagangan meningkat sebesar 10 kali lipat dengan pertumbuhan rata rata 21 persen per tahun (lampiran 1).Perdagangan yang terjadi antara keduanya bersifat komplementer (economic complementary) yaitu perdagangan yang saling melengkapi, dimana Cina memiliki comparative advantage pada produk padat karya dan Indonesia pada produk resource intensive (Lin Mei, 2003), lampiran 2.Perjalanan panjang terbentuknya Free Trade Area (FTA) antara Cina dengan ASEAN dimulai dengan penjajakan kerjasama dalam bidang ekonomi sejak 1990-an, karena Cina menyadari untuk mendapat keuntungan harus bersama sama dengan negara negara ASEAN membangun hubungan yang kuat dan stabil dalam bidang ekonomi dan non ekonomi. Salah satu tujuan mendirikan CAFTA adalah untuk mengurangi ancaman Cina di ASEAN, dan untuk memperkuat persaingan diantara mereka dalam proses globalisasi. Khusus untuk Indonesia, kedua negara harus merumuskan serta mencari peluang dan benefit yang saling melengkapi. Pada masa lalu, kedua negara memiliki hubungan yang dekat, dimana sampai saat ini masih banyak keluarga pengusaha Cina daratan berada di Indonesia.Realisasi perjanjian CAFTA mulai berlaku untuk ASEAN-6 dan Cina pada Juli 2005, isinya seluruh anggota harus mengurangi atau menghapus tarif berdasarkan skedul berikut : (a) Early Harvest Program (EHP) yaitu penghapusan tarif secara bertahap sejak Januari 2004 sampai Januari 2006, untuk produk HS Chapter 01 - 08, 8/9 dijit, yaitu : 01=Live Animals; 02=Meat and Edible Meat Offal; 03=Fish; 04=Dairy Produce; 05=Other Animals Products; 06=Live Tress; 07=Edible Vegetables; 08=Edible Fruits and Nuts. (b) Normal Track yaitu penghapusan tarif secara bertahap pada produk kategori Normal Track sejak Juli 2005 sampai Januari 2010 harus sudah 0 persen. Meskipun begitu, keringanan diberikan kepada negara anggota yang belum siap, sampai batas waktu 1 Januari 2012, dan untuk ASEAN lainnya (CLMV)[footnoteRef:3] sampai 1 Januari 2018[footnoteRef:4]. [3: CLMV adalah Cambodia, Laos, Muangthai dan Vietnam.] [4: Universal Access to Competitiveness and Trade (UACT), Affiliate think tank of Philippine Chamber of Commerce and Industry : ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT : A PRIMER. [email protected]]

Selain menganalisis produk unggul, penelitian ini juga akan menganalisis faktor produksi yang menjadi sumber keunggulan komparatif serta dampak perjanjian CAFTA pada perdagangan Indonesia terhadap Cina. Teori Hecksher Ohlin dan integrasi ekonomi digunakan sebagai grand teori[footnoteRef:5], dan dengan menggunakan beberapa metode analisis, mencakup : (1) Indeks Revealed Comparative Advantage untuk analisis produk unggul, (2) Model HO untuk analisis sumber keunggulan komparatif, dan (3) Model Trade Diversion[footnoteRef:6] sebagai bagian dari teori integrasi ekonomi untuk evaluasi dampak CAFTA terhadap produk produk yang diperdagangkan. [5: Alasannya karena share perdagangan Indonesia relatif kecil dibanding dengan anggota blok CAFTA lainnya, seperti terhadap ASEAN-6 dan Cina berkisar 11-16 persen sejak 2000-2011 (Indonesia menempati urutan ke 4, setelah Singapore, Malaysia dan Thailand), sementara share perdagangan Cina terhadap ASEAN-6 berkisar 4-12 persen sejak 2000-2011. ] [6: Dwi Susanto, C. Parr Rosson, III, and Flynn J. Adcock, Trade Creation and Trade Diversion in the North American Free Trade Agreement : The Case of the Agricultural Sector, Journal of Agricultural and Applied Economics, 39.1 (April 2007):121-134. Model trade diversion dilakukan oleh Susanto, Rosson, Adcock, 2007, untuk mengevaluasi dampak NAFTA (North American Free Trade Agreement) terhadap arus perdagangan antara Amerika - Mexico, dengan menggunakan fungsi permintaan impor Amerika dari Mexico dan ROW (rest of the world), yang diturunkan dari fungsi permintaan sederhana. ]

Dalam kaitan dengan integrasi ekonomi, Ghialy Yap[footnoteRef:7] melakukan penelitian tentang apakah ada hubungan jangka panjang antara integrasi ekonomi Asia Timur dengan ekspor wisata di negara negara ASEAN, menggunakan uji cointegration panel Johansens Fisher, yang dikembangkan oleh Larson et al. (2001), pada model vector error correction model (VECM) : . Kesamaan model ini dengan penelitian disertasi adalah sama sama menggunakan analisis regresi panel. Tetapi perbedaannya, penelitian disertasi menggunakan variabel independent lebih banyak dibanding dengan penelitian Ghialy Yap. [7: Ghialy Yap, A Panel Cointegration Analysis of Economic Integration and Tourism Exports in ASEAN Countries, International Journal Of Business Studies Special Edition Vol 19 No 1 (June 2011), pages 91 to 107.]

Scott L. Baier dan Jeffrey H. Bergstrand[footnoteRef:9] melakukan penelitian yang sama pula seperti penelitian disertasi, yaitu analisis empiris arus perdagangan internasional dan - khususnya - dampak perjanjian perdagangan bebas (FTA) pada arus perdagangan. Perbedaannya, Baier dan Bergstrand menggunakan model Gravity, yaitu perdagangan dua anggota dipengaruhi oleh : jarak antara kedua negara, ukuran ekonomi (economic size), pendapatan per kapita, bahasa yang sama dan Free Trade Agreement. [9: Scott L. Baier and Jeffrey H. Bergstrand, Do free trade agreements actually increase members' international trade? Journal of International Economics, 71 (2007), 7295.]

Ruang lingkup penelitian ini menggunakan 15 produk ekspor utama Indonesia ke Cina dan 15 produk impor utama Cina di Indonesia (tabel 1.1)[footnoteRef:10], data jumlah tenaga kerja menurut kode industri, data nilai modal tetap menurut kode industri, dan data data lainnya periode 2000-2012 sebagai bahan kajian. 15 produk diatas mewakili total ekspor Indonesia ke Cina, dan total impor Cina di Indonesia berdasarkan rangking nilai terbesar selama periode tersebut, dan kontribusinya mencapai lebih dari 50 persen dari total ekspor utama dan total impor utama (lampiran 4 dan lampiran 5). [10: Cara menentukannya, dari data mentah, diambil 15 ranking terbesar tiap tahun dalam periode 2000-2012, dari situ diperoleh 106 jenis produk ekspor dan 128 jenis produk impor. Selanjutnya jenis produk yang sama dijumlahkan selama periode 2000-2012, lalu diranking, dan diambil 15 jenis produk ekspor dan impor masing masing, yang terbesar.]

Tabel 1.115 Produk Ekspor Impor Utama Berdasar Rangking Nilai Total Ekspor dan Impor Utama Dalam Periode 2000-2012RANGKINGNama Produk Ekspor berdasar HS DescriptionNama Produk Impor berdasar HS Description

1Other Palm OilOth.Transmission Apparatus Incorp. Reception Apparatus

2Bituminous CoalPortable Digital Automatic Data Processing Machines

3Crude Oil To Be RefinedOther Motor Spirit

4Liquefied Natural GasCrude Oil To Be Refined

5Other CoalOther Parts Of Heading 8525 - 28

6SIR 20Garlic Fresh Or Chilled

7Chemical Wood Pulp,Soda Or Sulphatebleached, Of Non-ConiferousTeleprinters

8Lignite, Whether Or Not Pulverised, But Not AgglomeratedParts For Telephone Sets

9Nickel Ores And Concentrates.Display Monitor

10Aluminium Ores And Concentrates.Other Fluorecent Lamp

11Copper Ores And Concentrates.Other Petroleum Oil

12Teraphthalic Acid (PTA)Machines For Uses Ancillary To Printing

13Crude Oil Of Palm KernelMandarins Fresh

14P-XyleneOther Parts Of Aerials And Aerials Reflectors

15Other Refined Copper WireApples Fresh

Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Ekspor dan Impor, 2000-2012, Biro Pusat Statistik, Jakarta (data diolah). Fenomena dan Permasalahan PenelitianFenomena mikro dan makro yang terjadi pada perdagangan Indonesia Cina pasca CAFTA, Januari 2010 (lihat tabel 1.2 dan 1.3) antara lain : (a) Neraca perdagangan Indonesia Cina defisit, (b) Pertumbuhan total ekspor Indonesia ke Cina meningkat periode 2008-2011, meski neraca perdagangannya defisit (artinya ada beberapa produk ekspor memiliki pertumbuhan positip), (c) Pertumbuhan total impor Indonesia dari Cina menurun (2009-2012), (d) Neraca perdagangan 15 produk utama Indonesia-Cina periode sebelum dan pasca Cafta adalah surplus, (e) Apakah kerjasama CAFTA akan memberi benefit pada kedua negara khususnya terhadap Indonesia dalam bentuk trade creation lebih besar dibanding dengan trade diversion? Jika trade creation lebih besar, artinya perjanjian kerjasama CAFTA akan meningkatkan perdagangan, GDP dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dan sebaliknya jika yang lebih besar adalah trade diversion.Tabel 1.2Balance of Trade Indonesia-China, 2000-2012YEARTOTAL EXPORTS(E)GROWTH RATE TOTAL EXPORTS INDONESIA TO CHINATOTAL IMPORTS(I)GROWTH RATE TOTAL IMPORTS CHINA PRODUCTS IN INDONESIABALANCE OFTRADESURPLUS / DEFICIT(E-I)

20002.767.707.5622.021.971.014745.736.548

20012.200.670.391-0,201.842.680.215-0,09357.990.176

20022.902.947.7380,322.427.368.6310,32475.579.107

20033.802.530.0880,312.957.468.6480,22 845.061.440

20044.604.733.1080,214.101.331.0960,39503.402.012

20056.662.353.8050,455.842.862.5130,42819.491.292

20068.343.571.3370,256.636.895.1110,141.706.676.226

20079.675.512.7230,168.557.877.1210,291.117.635.602

200811.636.503.7210,2015.249.201.1220,78-3.612.697.401

200911.499.327.261-0,0114.002.170.505-0,08-2.502.843.244

201015.692.611.1030,3620.424.218.2440,46-4.731.607.141

201122.941.004.9290,4626.212.187.3630,28-3.271.182.434

201221.659.502.652-0,0629.387.074.0680,12-7.727.571.416

Source:Foreign Trade Statistics Indonesia Exports and Imports, 2000-2012, the Central Bureau of Statistics (data diolah).

Sementara itu, posisi neraca perdagangan untuk 15 produk utama Indonesia terhadap Cina menunjukkan surplus pada periode penelitian 2000-2012 (tabel 1.3). Dengan kata lain, secara makro neraca perdagangan Indonesia-Cina defisit periode 2008 sampai data terakhir 2012, sementara secara mikro neraca perdagangan 15 produk utamanya surplus.Tabel 1.3Neraca Perdagangan Indonesia Cina, pada 15 Produk Utama, Periode 2000-2012TAHUNTOTAL EKSPOR 15 KOMUDITAS UTAMATINGKAT PERTUMBUHAN (EKSPOR)TOTAL IMPOR 15 KOMUDITAS UTAMATINGKAT PERTUMBUHAN (IMPOR)BALANCE OF TRADE SURPLUS / DEFICIT

20001.477.221.414339.254.2321.137.967.182

2001956.881.331-0,35416.634.4350,23540.246.896

20021.378.994.0170,44492.076.3030,18886.917.714

20031.845.610.7830,34794.871.6600,621.050.739.123

20042.405.537.0160,301.039.851.1530,311.365.685.863

20054.222.077.8040,761.562.335.0900,502.659.742.714

20065.182.641.5590,231.510.654.882-0,033.671.986.677

20076.128.845.1480,181.560.365.7260,034.568.479.422

20088.104.414.9640,322.634.089.7030,695.470.325.261

20097.804.270.595-0,043.201.745.3370,224.602.525.258

201010.986.700.0140,415.164.114.0450,615.822.585.969

201116.864.744.2890,545.681.344.2750,1011.183.400.014

201215.036.074.464-0,115.076.885.879-0,119.959.188.585

Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Ekspor dan Impor, 2000-2012, Biro Pusat Statistik, Jakarta (data diolah).

Tujuan PenelitianPenelitian ini penting dilakukan mengingat perdagangan bebas antara negara negara ASEAN-6 dan Cina menurut Universal Access to Competitiveness and Trade (U-ACT) akan dibuka sejak 1 Januari 2012 dan tidak lebih dari 1 Januari 2018 bagi negara CMLV[footnoteRef:11]. Apakah Indonesia memang sudah siap ikut dalam perdagangan bebas dibawah CAFTA? [11: Cambodia, Myanmar, Laos dan Vietnam.]

Tujuan penelitian ini sebagai berikut :1) Untuk mengetahui pola perdagangan yang menguntungkan pada produk-produk ekspor utama yang unggul pada perdagangan Indonesia Cina, dibawah CAFTA.2) Untuk mengetahui faktor endowment yang menjadi sumber keunggulan dari setiap produk yang teridentifikasi unggul diatas.3) Untuk mengevaluasi dampak CAFTA apakah akan menghasilkan trade creation atau trade diversion? Jika trade diversion relatif lebih besar dibanding trade creation, akan membahayakan kelangsungan perjanjian perdagangan antara Indonesia terhadap negara negara ASEAN dibawah CAFTA karena terjadi pengalihan perdagangan, dimana sebelum terbentuk CAFTA Indonesia lebih berdagang dengan ASEAN, tetapi dengan terbentuknya CAFTA, Indonesia lebih intensif berdagang dengan Cina dibawah preferential trade treatmen antara keduanya, dan mulai meninggalkan ASEAN, kecuali untuk produk produk yang tidak dihasilkan Cina.

Manfaat Penelitian 1) Bagi pengembangan ilmu pengetahuan : Sebagai dasar pembuatan model perdagangan Indonesia terhadap Cina pasca CAFTA 2010, mencakup : (a) Pengembangan model pengukuran keunggulan komparatif produk, (b) Pengembangan model yang mengukur efektivitas kerjasama FTA (Free Trade Agreement/Area), dalam memberi benefit/loss perdagangan pada suatu negara. 2) Bagi pemerintah dan masyarakat luas :(a) Model dapat digunakan untuk mengukur produk yang berpotensi unggul terhadap parner dagang lainnya, sehingga pemerintah dapat membuat kebijakan untuk mendukung pengembangan produk potensial untuk pasar dalam dan di luar negeri, (b) Jika ternyata suatu kerjasama FTA bermanfaat dan memberi benefit sebesar besarnya pada perdagangan Indonesia[footnoteRef:12], maka sudah seharusnya pemerintah membuat kebijakan yang pro terhadap pengembangan kerjasama perdagangan tersebut, dan sebaliknya jika kerjasama tersebut tidak bermanfaat dan tidak memberi benefit terhadap Indonesia. [12: Kerjasama FTA yang bermanfaat dan memberi benefit sebesar besarnya pada perdagangan suatu negara, jika trade creation lebih besar dibanding trade diversion, (Carbaugh, 1992).]

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Teori dasar yang dipakai pada penelitian ini adalah teori Hecksher Ohlin dan teori integrasi ekonomi[footnoteRef:13]. Model HO digunakan untuk mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan suatu produk dilihat dari intensitas faktor produksi yang terkandung dalam produk tersebut. Model ini menggunakan faktor produksi labor dan kapital dalam menentukan keunggulan komparatif suatu barang (Salvatore, 2005), meski dalam perkembangan selajutnya banyak faktor yang mempengaruhinya. Untuk menentukan keunggulan suatu produk, digunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). [13: Alasan menggunakan teori integrasi ekonomi karena share perdagangan Indonesia terhadap ASEAN-6 dan Cina relatif kecil yaitu berkisar 11-16 persen pada 2000-2011, dimana Indonesia menempati urutan ke 4, setelah Singapore, Malaysia dan Thailand, sementara share perdagangan Cina terhadap ASEAN-6 berkisar 4-12 persen pada 2000-2011. Jika bargaining power Indonesia terhadap Cina besar, maka teori yang dipakai adalah teori perdagangan bilateral, tetapi jika pengaruhnya kecil, maka teori yang digunakan adalah teori market integrasi, teori regional market integrasi.]

Teori integrasi ekonomi membahas kerjasama negara negara di dalam satu blok perdagangan, dimana bentuk blok yang paling longgar adalah Free Trade Area (FTA). Kerjasama ini dimungkinkan terjadi karena masing masing negara memiliki keunggulan atas produk yang diperdagangkan dalam wilayah FTA. Hubungan anggota blok perdagangan adalah saling komplementer. Dalam kaitan dengan integrasi ekonomi, ASEAN dan Cina sepakat membentuk China ASEAN Free Trade Agreement/Area (CAFTA) yang mulai diimplementasikan sejak Januari 2004. Selanjutnya, penelitian ini akan mengevaluasi dampak perjanjian CAFTA pada arus perdagangan antara Indonesia dengan Cina dan Asean-6, menggunakan model yang pernah dilakukan oleh Susanto, Rosson, Adcock (2007)[footnoteRef:14]. [14: Dwi Susanto, C. Parr Rosson, III, and Flynn J. Adcock, Trade Creation and Trade Diversion in the North American Free Trade Agreement : The Case of the Agricultural Sector, Journal of Agricultural and Applied Economics, 39.1 (April 2007):121-134. ]

Tinjauan LiteraturRevealed Comparative Advantage (RCA)a). Bela Balassa.Model pengukuran keunggulan Bela Balassa[footnoteRef:15] digunakan pada penelitian ini. Indeks ini digunakan untuk mengevaluasi kinerja ekspor suatu komoditas dari suatu negara dengan mengevaluasi peranan ekspor komoditas tertentu dalam ekspor total suatu negara dibandingkan dengan pangsa komoditas tersebut dalam perdagangan dunia. Dengan mengetahui indeks ini kita dapat mengukur apakah suatu negara memiliki keunggulan komparatif atas suatu produk export dimana spesialisasi dilakukan terhadap produk tersebut. [15: Bela Balassa, Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage. Manchester School of Economic and Social Studies 33 (1965):99-123.]

Adapun perumusan RCA adalah sebagai berikut :

Dimana: Xij = nilai ekspor komoditas i negara j; X.j = Nilai ekspor total negara j; Xiw = nilai ekspor komoditas i dunia; X.w = nilai ekspor total duniaNilai indeks RCA >1 menunjukkan bahwa pangsa komoditas i di dalam ekspor total negara j lebih besar dari pangsa rata-rata dari komoditas yang bersangkutan dalam ekspor semua negara (dunia). Artinya negara j relatif lebih berspesialisasi dikelompok komoditas yang bersangkutan, atau negara j memiliki comparative advantage pada komoditas i. Sebaliknya jika RCA < 1, artinya negara j tidak memiliki comparative advantage pada komoditas i.

b). Umit Baris Urhan, 2005[footnoteRef:16]. [16: Umit Baris Urhan, What? Why? And How? Revealed Comparative advantage of Latvian Economy, paper for the final work of the EU Intensive Course Work in Tallin, Estonia (2006).]

Menggunakan model pengukuran keunggulan Bela Balassa, dikenal dengan Indeks Balassa. Indeks ini mengukur apakah suatu negara memiliki keunggulan komparatif atas suatu produk export dimana spesialisasi dilakukan terhadap produk tersebut. Metodenya dikenal dengan Revealed Trade Advantageous (RTA), untuk mengevaluasi seluruh produk dari semua sektor, apakah mengandung keunggulan perdagangan, dalam 7 tahun sejak trend pertumbuhan ekonomi di Latvia (Negara bagian Uni Soviet) meningkat (1999 sampai dengan 2005). Metode pengukuran keunggulan yang lain digunakan Revealed Comparative Advantage (RCA), terdiri atas dua indeks, yaitu Balassa Index dan Vollrath Index. Balassa Index mengukur Revealed Comparative Export Advantages (RXA), yaitu :

dimana : X = ekspor, i = Negara, j = produk/ industri, t = jumlah produk, n = sekelompok negara. Jika RXA > 1, artinya negara i memiliki comparative advantage pada produk j. Jika RXA < 1, artinya tidak memiliki comparative advantage. Sedangkan Vollrath Index adalah Relative Import Advantage (RMA), yaitu:

Dan Relative Trade Advantage (RTA) = RMA RXA.

c). Utku Utkulu and Dilek Seymen, 2004[footnoteRef:17]. [17: Utkulu, Utku and Seymen,Dilek,Revealed Comparative Advantage and Competitiveness : Evidence for Turkey vis--vis the EU/15, paper presented at the European Trade Study Group 6th Annual Conference ETSG 2004, Nottingham, September 2004.]

Melakukan studi pola perdagangan, spesialisasi, competitiveness Turki dalam kerangka EU (European Union), dengan menggunakan pengukuran RCA yang berbeda. Dalam studinya menjelaskan tentang revisi metode RCA Balasa. Dalam praktek, indeks Balasa (1965) adalah penemu I metode RCA yang lebih umum diterima untuk analisis perdagangan, yaitu mengukur comparative advantage suatu Negara, lebih untuk identifikasi apakah suatu Negara memiliki RCA, jadi bukan untuk menentukan sumber sumber RCA. Metode ini kemudian direvisi dan dimodifikasi antara lain oleh : Vollrath (1991) mengukur RCA pada tingkat global, kemudian pada tingkat sub global/ regional oleh indeks original Balasa, dan Dimelis and Gatsirs, 1995 melakukan studi evaluasi pengukuran perdagangan bilateral antara dua Negara/ partner dagang.Menurut Utku Utkulu and Dilek Seymen (2004), Liesner memberi kontribusi empiris terhadap literature tentang RCA, sebelum ada indeks Balasa. Pengukuran RCA oleh Liesner, adalah : RCA1=Xij/Xnjdimana : X=ekspor, i=Negara, j=komoditas/ industri, n=sekelompok Negara, misal EU.Balasa memodifikasi pengukuran RCA yang lebih komprehensif dan advanced sehingga lebih diterima, rumusnya : RCA2 = (Xij/Xit)/(Xnj/Xnt) = (Xij/Xnj)/(Xit/Xnt)dimana X=ekspor, i=Negara, j=komoditas/ industry, t=sekelompok komoditas/ industri, n=sekelompok Negara. Indeks RCA2 mengukur ekspor suatu Negara atas suatu komoditas/ industri relatif terhadap total ekspornya dan terhadap ekspor dari sekelompok Negara, misal EU. Jika RCA2 > 1, artinya Negara memiliki comparative advantage pada suatu komoditas/ industri, sebaliknya jika RCA2 < 1.Alternatif pengukuran performance perdagangan suatu Negara lainnya digunakan indeks RCA3, dimana data ekspor dan impor dimungkinkan digunakan secara bersamaan pada komoditas/ industri tertentu. Rumusnya : RCA3 = (Xij-Mij)/(Xij+Mij) Indeks RCA3 berkisar dari -1 sampai dengan +1, dimana RCA3 = -1, artinya Xij=0 dan Revealed Comparative Disadvantage (produk tidak unggul), dan RCA3 = +1, artinya Mij=0 dan Revealed Comparative Advantage (produk unggul).Versi lain indeks Balasa, RCA4, rumusnya :RCA4 = (Xij/Xit)/(Mij/Mit) = (Xij/Mij)/(Xit/Mit)Versi yang sama dengan RCA4, adalah RCA5, rumusnya :RCA5 =ln(Xij/Xit)/(Mij/Mit)*100 = ln(Xij/Mij)/(Xit/Mit)*100Untuk menghitung RCA tingkat global atau bilateral/ regional digunakan RCA3, RCA4, RCA5.Utku Utkulu and Dilek Seymen (2004) menggunakan tiga pengukuran RCA menurut Vollrath (1991), dikenal dengan indeks Vollrath, terdiri dari : (1) RTA = Relative Trade Advantage = RCA6, (2) ln RXA = log Relative Expor Advantage = RCA7, (3) RC = Revealed Competitiveness = RCA8. Indeks Vollrath (IV) positif artinya comparative/ competitive advantage, dan IV negative artinya comparative/ competitive disadvantage. Masalah yang timbul dalam perhitungan RCA adalah pada data yang digunakan, karena kadang kadang data ekspor impor yang digunakan tidaklah mencerminkan nilai sesungguhnya, tetapi adanya distorsi, seperti : import restriction, subsidi ekspor, kebijakan proteksi pemerintah, sehingga perhitungan indeks RCA akan mengalami distorsi pula.

d). Ferto and Hubbard, 2002[footnoteRef:18]. [18: Ferto, Imre and Hubbard, Lionel J,Revealed Comparative Advantage and Competitiveness in Hungarian Agri-Food Sectors, Discussion Papers No. 8, October, Institute of Economics Hungarian Academy of Sciences, Budapest (2002).]

Kedua pakar melakukan studi perdagangan produk pertanian dan food serta relative competitiveness Hungaria terhadap EU, periode 1992-1998. Mereka menggunakan 4 indeks RCA untuk identifikasi produk produk tertentu di Hungaria yang memiliki comparative advantage. Kedua pakar membatasi analisis hanya pada perdagangan antara dua Negara/ parner dagang, yaitu Hungaria dan EU.Kontribusi produk tersebut signifikan untuk menurunkan defisit overall trade balance (defisit neraca perdagangan) dan Hungaria adalah satu satunya negara CEEC (Central and Eastern European Country) yang dapat mempertahankan surplus pada agricultural trade balance (neraca perdagangan sektor pertanian). Empat indeks RCA yang digunakan ke dua pakar, dijelaskan sebagai berikut :

(1) Original RCA index oleh Balasa (1965).Rumusnya : B = RXA = RCA2 = (Xij/Xit)/(Xnj/Xnt). B untuk mengukur ekspor suatu negara atas suatu produk relatif terhadap total ekspor negara tersebut dan negara negara lain, misal EU. Jika B>1, maka ada comparative advantage.

(2) Indeks Vollrath.Vollrath (1987-1989) menawarkan tiga alternatif pengukuran RCA dan analisis international competitiveness pada produk pertanian, yaitu : (a) RTA = RCA6 = RXA RMA, dimana : RTA=Relative Trade Advantage; RXA=B= RCA2[footnoteRef:19] = (Xij/Xit)/(Xnj/Xnt); RMA=(Mij/Mit)/(Mnj/Mnt). [19: RXA adalah original index Balasa = RCA2. ]

Sehingga : RCA6 = RTA = (Xij/Xit)/(Xnj/Xnt)- (Mij/Mit)/(Mnj/Mnt). (b) RCA7 = ln RXA = ln RCA2 = log Relative Expor Advantage(c) RC = RCA8 = ln RXA ln RMA, dimana RC=Revealed Competitiveness. Jika ke tiga indeks Vollrath menghasilkan nilai positif, artinya memiliki RCA. Masalah akan muncul dalam mengartikan angka indeks RCA, karena adanya campur tangan pemerintah pada produksi pertanian, seperti pembatasan impor, subsidi ekspor, kebijakan proteksi lainnya, yang akan berpengaruh pada data perdagangan, selanjutnya menimbulkan distorsi pada indeks RCA. Untuk mengatasi hal ini, OECD (1999) mengestimasi Nominal Assistance Coefficients (NACs) by country and commodity. NACs mengukur ada tidaknya support pemerintah terhadap produk pertanian. Jika NACs>1, artinya positive support pemerintah, NACs=1 tidak ada support pemerintah, dan NACs E.

b) Review Welfare Analysis[footnoteRef:26] [26: Dwi Susanto, C. Parr Rosson, III, and Flynn J. Adcock, Trade Creation and Trade Diversion in the North American Free Trade Agreement : The Case of the Agricultural Sector, Journal of Agricultural and Applied Economics, 39.1 (April 2007):121-134. ]

Tujuan sebuah FTA adalah untuk mengurangi hambatan perdagangan diantara negara anggota dan mempertahankan hambatan tersebut tidak berubah terhadap negara bukan anggota. Tindakan ini parsial dan diskriminatori. Dalam analisis modern tentang FTA, Viner membedakan antara trade creating dan trade diverting effects pada pembentukan FTA. Menurutnya, pengurangan hambatan tarif dalam pembentukan FTA tidak selalu akan memperbaiki welfare, karena keberhasilan sebuah FTA bergantung pada besaran (magnitude) koefisien trade creation dan trade diversion. Jika satu anggota FTA mengganti biaya produksi barang di dalam negerinya yang lebih tinggi kepada impor barang dari member FTA lainnya, maka disini terdapat gains. Viners menyebutkan gains ini sebagai trade creation. Meskipun begitu, suatu parner negara produksi dimungkinkan mengganti produksi domestiknya dengan biaya impor yang lebih murah dari negara negara non member. Ini disebut dengan welfare reducing trade diversion. Benefit sebuah FTA secara keseluruhan berasal dari porsi perdangan baru (new trade) diantara member countries (trade creation) dan tiap porsi tertentu dari perdagangan baru, dimana ada member countries yang melakukan perdagangan dengan non members (trade diversion). Jadi trade diversion adalah benefit negatif yang diperoleh dari perdagangan sebelum terbetuk FTA, terjadi dengan negara yang biaya impornya lebih murah, tetapi setelah terbentuk FTA, negara negara anggota tidak lagi berdagang dengan negara efisien (non member), melainkan dengan negara negara anggota yang tidak efisien. Gambar 2.1 adalah ilustrasi model, menunjukkan analisis sebuah komoditas antara Amerika (US) dan Meksiko (M). SUS dan DUS adalah kurva penawaran domestik dan permintaan Amerika. Asumsi awal, Amerika memberlakukan tarif nondiskriminasi t (merupakan garis panah putus putus) terhadap impor dari Meksiko dan ROW (yaitu impor Amerika dari negara negara dunia/rest of the world, diluar Meksiko). Tarif menyebabkan harga domestik impor produk Meksiko di Amerika naik menjadi , dan untuk ROW. Asumsi bahwa ROW bisa mensupply seluruh permintaan domestik Amerika, yaitu seluruh jumlah permintaan (quantity demanded), S1D1, diimpor dari ROW. Harga yang dibayar konsumen Amerika untuk produk impor dari rest of the world adalah dan pendapatan tarif adalah area C+E. Pada awalnya Amerika tidak melakukan perdagangan dengan Meksiko karena suppliers Meksiko tidak kompetitif.Setelah Nafta dibentuk, maka tarif mulai dihapus, dan harga duty free Meksiko, PM, lebih rendah dibanding dengan harga ROW setelah tarif, . Amerika sekarang beli barang impor dari Meksiko daripada dari ROW, pada harga PM. Dengan harga lebih murah, menyebabkan impor dari Meksiko akan naik menjadi S2D2, menciptakan perdagangan baru (new trade) ditunjukkan oleh area B+D. Hal penting juga harus dicatat bahwa harga nondistorsi (yaitu free trade) pada ROW lebih murah dibanding dengan harga Meksiko. Perdagangan disubstitusi (diganti) dari supplier yang lebih efisien (ROW) ke suplier kurang efisien (Meksiko) karena impor dari Meksiko menggantikan impor dari ROW. Kesepakatan (perjanjiannya) disebut trade diverting (pengalihan perdagangan). Indonesia kehilangan pendapatan tarif sebesar area C+E, dimana E digunakan untuk membayar biaya produksi yang lebih tinggi di Meksiko. Area domestic consumers gain adalah A+B+C+D, dan area domestic producers lose adalah A.Kesimpulan Viner, suatu FTA akan menghasilkan net benefit kepada negara negara anggota bergantung pada besaran (magnitude) relatif dari trade creation dan trade diversion yang terjadi. Pada prakteknya, area B+D bisa lebih besar dari E, artinya FTA menghasilkan benefit kepada negara negara anggota, dalam bentuk trade creation lebih besar dari trade diversion, sehingga kemungkinan keseluruhan trade diverting FTA bisa membawa perbaikan welfare.

c) Model Ekonometri Dampak Kerjasama : Trade Creation dan Trade Diversion (Susanto, Rosson, Adcock, 2007)[footnoteRef:27] [27: Dwi Susanto, C. Parr Rosson, III, and Flynn J. Adcock, Trade Creation and Trade Diversion in the North American Free Trade Agreement : The Case of the Agricultural Sector, Journal of Agricultural and Applied Economics, 39.1 (April 2007):121-134.]

Untuk mengevaluasi dampak NAFTA (North American Free Trade Agreement) terhadap arus perdagangan antara Amerika - Mexico, maka dibangun fungsi permintaan impor Amerika dari Mexico dan ROW (rest of the world), berdasar fungsi permintaan sederhana. Dan penurunan model ekonometrinya dalam log linear demand specification sebagai berikut := NomorVariabel Penelitian

1i = jenis jenis barang impor.

2t = waktu.

3Q = jumlah impor, volume impor barang barang dalam nilai $ (Gould, Karemera dan Koo), pangsa impor (Fukao, Okuba, Stern).

4P = harga impor.

5Z = variabel variabel lain yang berubah tiap saat, misal kurs, income.

6D = variabel dummy, misal perubahan rejim kebijakan.

Pengenaan tarif ad valoremTi menyebabkan harga naik menjadi dan fungsi permintaan impor pada persamaan (1) menjadi :(2) = Berdasar persamaan (2) diatas, maka :a) Fungsi Permintaan Impor Amerika Terhadap Produk dari Mexico :

NomorVariabel penelitian

1=

2= (GDP>0).

3Mexico

4

Variabel ini tidak hanya mengukur efek NAFTA, tetapi juga faktor faktor kejadian lain yang tidak ada dalam model.

5tidak tersedia, maka digunakan unit value sebagai proksi untuk border price).

6.

7= .

8=

9= (1) Periode I :1994- 1999, (2) Periode II : .

Penjelasan nomor 8 dan 9 :Kesepakatan NAFTA memberlakukan penurunan tarif secara bertahap. Khusus untuk sebagian besar produk pertanian, tarifnya dihapus segera, sejak NAFTA mulai diberlakukan, sedangkan tarif produk lainnya dihapus secara bertahap dalam 10-15 tahun kedepan. Karena itu, efek pengurangan tarif akan berbeda selama periode NAFTA. Khususnya, semakin awal diberlakukan pengurangan tarif diduga akan memiliki efek lebih besar. Dan efek tersebut akan menurun ketika penetapan penurunan tarif semakin dekat dengan periode penghapusannya. Untuk menguji dugaan diatas, maka dimasukkan efek multiplikatif tingkat tarif dan variabel dummy . Spesifikasi ini akan memberikan efek pengurangan tarif yang berbeda dalam periode NAFTA, yaitu dibagi atas dua periode : 1) Periode 6 tahun I, 2) Periode 6 tahun II. Selanjutnya bentuk seperti persamaan (4) : Variabel terdiri dari :

Spesifikasi diatas menjelaskan bahwa efek tingkat tarif dapat diobservasi seperti dijelaskan pada persamaan (5) di bawah.

10 Menurut para ahli, efek NAFTA sangat kecil atau sama sekali tidak ada jika tingkat tarif sebelum NAFTA adalah rendah. Variabel ini dimasukkan untuk menguji apakah tingkat tarif pre NAFTA memiliki efek yang berbeda pada permintaan impor AS dari Mexico. Untuk melakukan analisis ini, tingkat tarif dibagi menjadi dua kategori seperti pada persamaan 3, yaitu :

Batas atas untuk ditentukan secara arbitrer (sembarang) pada level 10 persen. Kemudian dicari data nilai tingkat tarif rata rata pada pre-NAFTA (1989-1993), untuk kelompok kelompok barang yang sudah diseleksi. Jika tarif aktualnya lebih kecil, maka level 10 persen yang ditetapkan diatas merupakan aproksimasi yang baik. Dari interaksi ini diharapkan akan menghasilkan koefisien dengan tanda negatif.

b) Fungsi Permintaan Impor Amerika dari ROW Fungsi permintaan produk impor Amerika dari rest of the world (ROW) dibangun untuk mengukur trade diversion (koefisien yang mungkin terjadi selama periode implementasi NAFTA, yaitu :(7)NomorVariabel penelitian

1=

2

3tingkat tarif terhadap Mexico.

4

5Gross Domestic Product (GDP).

6 .

7rade-weighted exchange index.

8.

Kita memperkirakan kenaikan akan berdampak negatif terhadap impor Amerika dari ROW, dan kenaikan akan berdampak positif terhadap impor Amerika dari ROW. Koefisien menjadi isu utama untuk mengetahui ada tidaknya trade diversion pada perdagangan Amerika-Mexico dalam kerangka NAFTA. Trade diversion terjadi, jika memiliki tanda positif, artinya penurunan tingkat tarif terhadap Mexico akan mengurangi impor Amerika dari ROW. memiliki tanda positif atau negatif, kita berekspektasi DNAFTA akan memiliki dampak positif karena variabel ini dapat mengukur dampak NAFTA dan faktor faktor kejadian lain yang tidak ada dalam model.

Tinjauan Studi EmpirisPosisi Penelitian Disertasi Doktor Dibandingkan Dengan Penelitian TerdahuluPosisi penelitian yang akan dilakukan dibandingkan dengan penelitian terdahulu, disajikan pada tabel dibawah.Tabel 2.1Posisi Penelitian Yang Dilakukan Dibandingkan dengan Penelitian Terdahulu : Model Hecksher OhlinNoPENELITIAN TERDAHULU(Penulis, Judul, Sumber, Model Penelitian, Kesimpulan)PENELITIAN YANG AKAN DILAKUKAN(Persamaan dan Perbedaan)

1Munisamy Gopinath, Jason Carver; Total Factor Productivity and Processed Food Trade: A Cross-Country Analysis; Journal of Agricultural and Resource Economics, 27 (2), December 2002 : Pages 539-553; Studi ini mengidentifikasi sumber sumber comparative advantage, seperti dampak teknologi dan factor supplies (labor, capital) pada sektor processed food dan sektor primary agricultural di AS dan negara negara maju. Estimasi persamaan ekspor share (yang digunakan pada suatu negara adalah :

+Dimana = Technological improvements (positif).Artinya, suatu negara yang memiliki tingkat teknologi lebih tinggi akan mengalami keuntungan export share lebih besar. = Short and long run effects of factor endowments and productivity terhadap export shares. Diharapkan 0, artinya dampak jangka pendek dan panjang dari factor endowments dan produktivitas terhadap export shares adalah berbeda. Keterkaitan antara sektor pertanian primer dengan sektor food processing pada suatu negara, dimana produk pertanian merupakan input intermediate pada sektor food processing, menghasilkan persamaan export share sektor food processing (subscript F) sebagai berikut : = = Variabel lag dependent untuk memisahkan dampak jangka pendek atau jangka panjang dari factor endowments, productivity, dan exchange rates terhadap export shares. = Total Factor Productivity (TFP) sektor pertanian (Act) antar negara.Persamaan diatas menjelaskan bahwa perbedaan dalam tingkat TFP pertanian antar negara dapat meningkatkan export share dari produksi sektor processed food. Dengan mengabaikan subscripts negara dan waktu (ct), dimana < 0, dan < 0 maka diekspektasi parameter adalah positif.Data dan Prosedur Estimasi :Estimasi persamaan (1) dan (2) menggunakan set data panel terdiri dari rangkaian data tahunan 1975-1995 untuk 13 negara OECD, antara lain data : output total pertanian, output final food processing, ekspor dan impor produk pertanian primer dan processed food (ISIC 1 untuk pertanian dan ISIC 31 untuk food manufacturing excluding tobacco), Gross Capital Stock Sektoral (constant 1990 US $) dan total employment untuk kedua sektor, dan tingkat kurs riel.Total factor productivity (TFP) level dihitung menggunakan index yang dikembangkan oleh Caves, Christensen dan Diewert, dan diaplikasikan oleh Harrigan. Misal value added (VA) merupakan fungsi labor (L) dan capital (K). Dengan mengabaikan subscript industri dan waktu, maka index untuk dua negara a dan b sebagai berikut : = 1-1- , = Geometric mean of labor and capital, untuk keseluruhan observasi sampel.= untuk c=a,b. = Labors share of value added.= Geometric mean of sc untuk keseluruhan observasi sampel.Kesimpulan Hasil Penelitian :1) Ditemukan fakta/bukti adanya dampak : Rybczynski-type (Hecksher-Ohlin) dan Ricardian (teknologi) dalam perdagangan produk pertanian dan processed food di negara negara OECD. Kedua dampak memberi kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan export share kedua sektor. 2) Ditemukan fakta adanya transfer comparative advantage, yaitu efficiency gain pada sektor pertanian primer ditransfer ke sektor food processing, membuat sektor ini dapat bersaing lebih efektip di pasar luar negeri. Jadi, kebijakan kebijakan yang cenderung mendistorsi pasar, contohnya menaikkan harga produk pertanian primer, dapat memiliki dampak merugikan pada persaingan sektor processed food. Meskipun demikian, kebijakan kebijakan yang mendukung R&D di sektor pertanian dapat menghasilkan comparative advantage pada sektor food processed.

Persamaan : Penelitian yang dilakukan memiliki persamaan dengan penelitian terdahulu, yaitu sama sama mengidentifikasi sumber comparative advantage pada produk yang diteliti. Perbedaan : Penelitian yang dilakukan menggunakan model regresi sebagai basis analisis : Dimana,RCA= Revealed Comparative Advantage pada produk i.LI = Labor Intensive pada produk i.KI = Kapital Intensive pada produk i.Kesimpulan Hasil Yang Akan Diteliti :Faktor endowment yang menjadi sumber keunggulan dari setiap produk yang teridentifikasi unggul pada perdagangan Indonesia Cina, dibawah CAFTA, akan menghasilkan koefisien parameter yang signifikan dan berhubungan positif.

2Beatriz Muriel and Cristina Terra; Sources of Comparative Advantages in Brazil; Review of Development Economics, 13(1), (2009) : pages 1-2, 8, 11. Studi ini meneliti tentang sumber sumber Comparative Advantage di Brazil menggunakan model Hecksher Ohlin Vaneck (HOV), dimana periode penelitiannya dibagi dua, yaitu : sebelum trade liberalization (19801985) dan setelah trade liberalization (19901995). Pola CA yang sama diteliti sebelum dan sesudah trade liberalisasi.Dua metode alternatif digunakan, yaitu : estimation of factor intensity regressions on net exports dan the direct computation of factor content in net exports. Pada metode factor intensity regression, dimasukkan perubahan teknologi yang bisa saja terjadi sepanjang waktu. Kesimpulan Hasil Penelitian :Hasil estimasi terhadap perubahan variabel teknologi dan uji factor abundance adalah signifikan. Dengan menggunakan dua pendekatan untuk mengetahui relative factor abundance di Brazil, mereka mengestimasi factor intensity regressions terhadap net exports dan menghitung langsung factor content pada international trade, maka hasil risetnya: (i) perdagangan internasional Brazil menghasilkan Comparative Advantage pada penggunaan unskilled labor pada kapital dan tanah (tanda koefisien unskilled labor, kapital dan tanah adalah positip, artinya perdagangan internasional Brazil menghasilkan relative abundance pada ke 3 faktor produksi), dan (ii) tidak ada CA pada penggunaan skilled labor (scarcity pada skilled labor), artinya tanda koefisien skilled labor adalah negatif. Pola CA yang sama diteliti sebelum dan sesudah trade liberalisasi.

Persamaan : Penelitian yang dilakukan memiliki persamaan dengan penelitian terdahulu, yaitu sama sama mengidentifikasi sumber comparative advantage pada produk yang diteliti. Perbedaan : Penelitian yang dilakukan menggunakan model regresi sebagai basis analisis : Dimana,RCA= Revealed Comparative Advantage pada produk i.LI = Labor Intensive pada produk i.KI = Kapital Intensive pada produk i.

Sementara penelitian terdahulu, memisahkan pengaruh antara unskilled labor dengan skilled labor terhadap comparative advantage masing masing barang.Kesimpulan Hasil Yang Akan Diteliti :Faktor endowment yang menjadi sumber keunggulan dari setiap produk yang teridentifikasi unggul pada perdagangan Indonesia Cina, dibawah CAFTA, akan menghasilkan koefisien parameter yang signifikan dan berhubungan positif.

Tabel 2.2Posisi Penelitian Yang Dilakukan Dibandingkan dengan Penelitian Terdahulu : Integrasi Ekonomi (analisis Trade Diversion)NoPENELITIAN TERDAHULU(Penulis, Judul, Sumber, Model Penelitian, Kesimpulan)PENELITIAN YANG AKAN DILAKUKAN(Persamaan dan Perbedaan)

1Scott L. Baier, Jeffrey H. Bergstrand; Do free trade agreements actually increase members' international trade?Journal of International Economics 71 (2007) 7295; Studi ini menggunakan model Gravity untuk analisis empiris dari arus perdagangan internasional dan-khususnya-dampak perjanjian perdagangan bebas (FTA) pada arus perdagangan. Model ini mengalami perkembangan, dari model awal yang diperkenalkan oleh Tinbergen (1962), Linnemann (1966), Aitken (1973) dan Sapir(1981); kemudian sejak tahun 1979, model gravity muncul dengan lebih memakai dasar dasar teori ekonomi formal, diperkenalkan oleh Anderson(1979), Bergstrand (1985), Deardorff (1998), Baier dan Bergstrand (2001), Eatondan Kortum(2002), dan Anderson dan van Wincoop (2003). Model gravity yang diestimasi adalah :

Kesimpulan Hasil Penelitian :Estimasi ini menunjukkan bahwa sebuah FTA akan rata-rata meningkatkan perdagangan dua negara anggota sekitar 100% setelah10 tahun.

Persamaan :Kedua studi sama sama untuk menganalisis apakah perjanjian perdagangan bebas akan meningkatkan perdagangan internasional antara negara anggota.Perbedaan :Pada model gravity, perdagangan dua anggota dipengaruhi oleh jarak antarakedua negara, ukuranekonomi (economic size), pendapatan per kapita, bahasa yang sama danFTA.

Pada penelitian yang akan dilakuan, modelnya untuk mengevaluasi dampak CAFTA terhadap arus perdagangan Indonesia dengan Cina, dengan menggunakan fungsi permintaan impor Indonesia dari Cina dan ROW (rest of the world), dimana variabel bebas yang mempengaruhi fungsi tersebut antara lain GDP, tingkat tarif, harga impor, tingkat kurs riel, variabel dummy terhadap CAFTA.Kesimpulan Hasil Yang Akan Diteliti :1) Kita memperkirakan kenaikan akan berdampak negatif terhadap impor Indonesia dari ROW, 2) Trade diversion tidak terjadi pada perdagangan Indonesia-Cina dibawah CAFTA. Koefisien menjadi isu utama untuk mengetahui ada tidaknya trade diversion.Trade diversion terjadi, jika memiliki tanda positif, artinya kenaikan akan berdampak positif terhadap impor Indonesia dari ROW. 3) Diekspektasi variabel dummy DCAFTA akan memiliki dampak positif karena variabel ini dapat mengukur dampak CAFTA dan faktor faktor kejadian lain yang tidak ada dalam model.

2Ghialy Yap; A Panel Cointegration Analysis of Economic Integration and Tourism Exports in ASEAN Countries; International Journal Of Business Studies Special Edition Vol 19 No 1, June 2011: Pages 91 to 107; Studi ini meneliti apakah ada hubungan jangka panjang antara integrasi ekonomi Asia Timur dan ekspor wisata di negara negara ASEAN. Menurut Timothy (2003), diasumsikan integrasi ekonomi di Asia Timur bisa mempengaruhi kedatangan wisata ke negara negara ASEAN. Untuk menguji asumsi ini, menggunakan panel regression yang dicerminkan dalam model vector error correction model (VECM) :.Untuk meneliti adanya cointegration pada variabel TA and TR untuk tiap destination (j) digunakan uji cointegration panel Johansens Fisher, yang dikembangkan oleh Larson et al. (2001). = kedatangan wisata dari negara parner i (origin) ke negara j (destination) pada waktu t.= indikator integration economic antara negara j and negara parner i pada waktu t.Kesimpulan Hasil Penelitian :1). Berdasarkan hasil uji kointegrasi, terbukti bahwa kointegrasi terjadi antara integrasi ekonomi Asia Timur dan ekspor pariwisata untuk sebagian besar negara ASEAN, kecuali beberapa negara seperti Laos dan Thailand.2) Hasil penelitian ini menyatakan bahwa integrasi ekonomi dan ekspor pariwisata Laos dan Thailand tidak memiliki hubungan jangka panjang. Karena Laos memiliki kendala sebagai negara termiskin di dunia dan negara yang sedikit memiliki fasilitas yang memadai seperti kereta api dan sistem jalan, serta jaringan transportasi lainnya (Hall dan Ringer, 2000), menyebabkan pemerintahnya sulit membangun kerjasama ekonomi dengan negara-negara tetangga mereka. Terlebih lagi, kurangnya integrasi ekonomi dapat menghambat pertumbuhan pariwisata yang kuat di negeri ini. Sementara pertanian, industri dan sektor pariwisata memimpin ekonomi Thailand dan pemerintah Thailand telah menyadari peluang strategis yang menghubungkan Thailand ke Cina dan seluruh Asia Tenggara (Higham, 2000). Mungkinkah ini karena Thailand telah mempertahankan reputasinya sebagai tujuan wisata dunia dan karenanya, integrasi ekonomi mungkin tidak memiliki efek jangka panjang yang signifikan pada bisnis pariwisatanya? Hal ini harus diteliti lebih lanjut.Persamaan : Penelitian yang dilakukan juga menggunakan analisis panel data untuk penaksiran empiris terhadap persamaan tertentu.

Perbedaan : Penelitian yang dilakukan menggunakan model dengan banyak variabel bebas, seperti : , .

Kesimpulan Hasil Yang Akan Diteliti :Tidak terjadi trade diversion, artinya dampak perjanjian CAFTA terhadap arus perdagangan antara Indonesia dan Cina akan memberi benefit, khususnya bagi Indonesia.

Kerangka Pemikiran PenelitianPenelitian ini akan menganalisis fenomena yang terjadi dalam perdagangan Indonesia Cina selama periode CAFTA Januari 2004 sampai 2012, mencakup : (1) Pola perdagangan yang menguntungkan, dengan menggunakan model Revealed Comparative Advantage, (2) Factor endowment berlimpah yang digunakan untuk memproduksi produk produk unggul menggunakan model Hecksher Ohlin dan (3) Dampak perjanjian perdagangan CAFTA, dengan mengukur trade diversion yang terjadi. Grand theory yang digunakan adalah teori HO dan integrasi ekonomi.

Fenomena Perdagangan Indonesia Cina dibawah CAFTA

Gambar 2.3Fenomena Perdagangan Indonesia Cina dibawah CAFTA

Gambar 2.4Bagan Disertasi/PenelitianJika terjadi trade diversion pada perdagangan Indonesia-Cina-ROA (yaitu 5 negara anggota Asean), artinya Indonesia kehilangan pendapatan tarif sebesar C+E (lihat gambar 2.1), dimana area E untuk membayar biaya produksi yang lebih tinggi di Cina.Hipotesis penelitianHipotesis dan prediksi koefisien persamaan (3) dan (7) diatas sebagai berikut :NomorHipotesisPrediksi

1 berpengaruh negatif terhadap negatif

2DNAFTA berpengaruh positif terhadap positif

3berpengaruh positif terhadap

4 berpengaruh negatif terhadap negatif

5 berpengaruh negatif terhadap negatif

6berpengaruh negatif terhadap negatif

7berpengaruh positif terhadap positif

8berpengaruh negatif terhadap negatif

9 berpengaruh negatif terhadap negatif

Koefisien menjadi isu utama untuk mengetahui ada tidaknya trade diversion pada perdagangan Amerika-Mexico dibawah NAFTA. Trade diversion terjadi, jika koefisien memiliki tanda positif, artinya penurunan tingkat tarif terhadap Mexico akan mengurangi impor Amerika dari ROW.

METODE PENELITIAN

Objek PenelitianPenelitian ini terbagi atas tiga bagian, yaitu : (1) Mengidentifikasi 10 produk unggul Indonesia terhadap Cina menggunakan metode Revealed Comparative Advantage[footnoteRef:28] (RCA), (2) Mengukur pengaruh factor endowment terhadap produk unggul tersebut menggunakan model Hecksher Ohlin[footnoteRef:29] (HO), dan (3) Meneliti apakah terjadi trade diversion dengan cara meregres fungsi impor Indonesia dari lima negara Asean, pada tingkat tarif yang ditetapkan Indonesia terhadap Cina[footnoteRef:30]. [28: Bela Balassa, 1989. Comparative Advantage, Trade Policy And Economic Development. New York : New York University Press. ] [29: Lembaga Penyelidikan Ekonomi Dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1992). Laporan Akhir Studi Penentuan Keunggulan Komparatif Komoditi Ekspor Non-Migas Indonesia. Jakarta, Oktober, 1992.] [30: Dwi Susanto, C. Parr Rosson III, and Flynn J. Adcock. Trade Creation and Trade Diversion in the North American Free Trade Agreement: The Case of the Agricultural Sector. Journal of Agricultural and Applied Economics, 39,1 (April, 2007), p. 121-134.]

Metode pengukuran keunggulan secara tidak langsung digunakan pada penelitian ini, yaitu menggunakan indikator kinerja masa lalu. Jika suatu produk dapat masuk ke pasar luar negeri berarti produk tersebut dapat bersaing dengan negara lain dan memiliki keunggulan. Tapi meski suatu produk memiliki kinerja ekspor yang baik dan semakin berkembang, belum tentu menggambarkan daya saing sesungguhnya, karena kemungkinan adanya campur tangan pemerintah, seperti : pemberian subsidi dan proteksi, dumping price, dampak nilai tukar (misalnya mata uang dalam negeri mengalami depresiasi, menyebabkan harga produknya di luar negeri menjadi lebih murah). Oleh karena itu hasil yang diperoleh dari pengukuran tidak langsung ini harus diteliti lebih jauh untuk memperoleh gambaran sebenarnya tentang sumber-sumber keunggulan tersebut.Penelitian ini juga memperhitungkan faktor faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif produk Indonesia dalam perdagangan internasional, juga untuk mengetahui benefit yang diperoleh Indonesia pada perdagangannya dengan Cina dibawah CAFTA.

Metode PenelitianMetode penelitian eksplanatoris digunakan pada penelitian ini, dimana metode ini sesuai untuk penelitian sosial yang bertujuan untuk melihat, mengukur dan menguji hubungan kausalitas antar variabel yang akan diteliti. Metode ini juga sesuai untuk penelitian yang bersifat pengujian hipotesis.Penelitian ini bersifat verifikatif, yaitu meneliti hubungan keterkaitan dan pengaruh antar variabel bebas dengan variabel tidak bebas, dan menguji keterkaitan tersebut dengan menggunakan uji statistik dan ekonometri.

Jenis dan Sumber DataPenelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk data time series, periode 2000-2012, dan data cross section terdiri dari : 10 produk ekspor impor Indonesia ke dan dari Cina, 15 produk utama impor Indonesia dari Cina dan 5 (lima) negara Asean, dan data lain lain, seperti dijelaskan dibawah ini. Cara menentukan data cross section 15 produk utama ekspor dan impor adalah diambil dari data mentah, yang ditentukan dari 15 ranking terbesar tiap tahun dalam periode 2000-2012, dari situ diperoleh 106 jenis produk ekspor dan 128 jenis produk impor, karena tiap tahun yang masuk dalam 15 rangking terbesar, berbeda beda jenis produknya. Selanjutnya untuk jenis produk yang sama dijumlahkan selama periode 2000-2012, lalu diranking kembali, dan dari rangking tersebut diambil 15 jenis produk ekspor dan impor masing masing yang terbesar. Kemudian dihitung prosentase 15 produk utama tersebut, dimana nilainya melebihi 50 persen dari nilai total ekspor dan nilai total impor setiap tahun dalam periode 2000-2012, sehingga mewakili produk ekspor Indonesia ke Cina dan produk impor Indonesia dari Cina (lihat lampiran 4 dan 5). 15 produk utama ekspor dan impor tersebut sebagai berikut :Tabel 3.115 Produk Ekspor Impor Utama Berdasar Rangking Nilai Total Ekspor dan Impor Utama Dalam Periode 2000-2012RangkingNama Produk Ekspor berdasar HS DescriptionNama Produk Impor berdasar HS Description

1Other Palm OilOth.Transmission Apparatus Incorp. Reception Apparatus

2Bituminous CoalPortable Digital Automatic Data Processing Machines

3Crude Oil To Be RefinedOther Motor Spirit

4Liquefied Natural GasCrude Oil To Be Refined

5Other CoalOther Parts Of Heading 8525 - 28

6SIR 20Garlic Fresh Or Chilled

7Chemical Wood Pulp,Soda Or Sulphatebleached, Of Non-ConiferousTeleprinters

8Lignite, Whether Or Not Pulverised, But Not AgglomeratedParts For Telephone Sets

9Nickel Ores And Concentrates.Display Monitor

10Aluminium Ores And Concentrates.Other Fluorecent Lamp

11Copper Ores And Concentrates.Other Petroleum Oil

12Teraphthalic Acid (PTA)Machines For Uses Ancillary To Printing

13Crude Oil Of Palm KernelMandarins Fresh

14P-XyleneOther Parts Of Aerials And Aerials Reflectors

15Other Refined Copper WireApples Fresh

Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Ekspor dan Impor, 2000-2012, Biro Pusat Statistik, Jakarta (data diolah). Badan Pusat Statistik telah merubah kode produk ekspor impor berdasarkan HS description dengan yang lebih detil (kode dan nama produknya yang lebih detil, terlampir pada tabel Data Impor Dunia). Untuk keperluan penelitian ini maka nama produk pada tabel 3.1 harus disortir dari data mentah agar sesuai dengan kode yang telah dirubah BPS, dalam periode 2000-2012, sehingga nilai produk menurut kode yang mengalami perubahan tersebut dapat dikumpulkan. Adapun perubahan kode menjadi lebih detil selama periode penelitian terjadi pada periode 2000-2007, 2008-2011 dan 2012.Hasil pengolahan data terhadap data ekspor impor Indonesia Cina periode 2000-2012 yaitu :a. Dari 15 produk ekspor Indonesia ke Cina yang konsisten masuk ke dalam rangking ekspor utama dalam periode penelitian tahun 2000 sampai 2012, artinya data yang tersedia selama periode penelitian akhirnya menjadi 10 produk untuk digunakan menghitung indeks RCA, menurut HS code 6 dijit, yaitu : Other Palm Oil; Bituminous Coal; Crude Oil To Be Refined; Liquefied Natural Gas; SIR 20; Chemical Wood Pulp,Soda Or Sulphatebleached, Of Non-Coniferous; Copper Ores And Concentrates; Teraphthalic Acid (PTA); Crude Oil Of Palm Kernel dan Other Refined Copper Wire. b. Meski ada satu produk impor Cina ke Indonesia yang tidak konsisten masuk ke dalam rangking impor utama selama periode penelitian 2000 sampai 2012, yaitu Teleprinters, tetapi penelitian ini tetap menggunakan 15 produk impor utama Cina ke Indonesia, yaitu : Oth.Transmission Apparatus Incorp. Reception Apparatus; Portable Digital Automatic Data Processing Machines; Other Motor Spirit; Crude Oil To Be Refined; Other Parts Of Heading 8525 28; Garlic Fresh Or Chilled; Teleprinters; Parts For Telephone Sets; Display Monitor; Other Fluorecent Lamp; Other Petroleum Oil; Machines For Uses Ancillary To Printing; Mandarins Fresh; Other Parts Of Aerials And Aerials Reflectors dan Apples Fresh. Data ini digunakan untuk mengukur ada tidaknya trade diversion pada perdagangan Indonesia terhadap negara negara Asean dalam konteks China Asean Free Trade Area.c. 15 jenis produk impor utama diatas juga digunakan untuk 5 (lima) negara Asean untuk mengukur ada tidaknya trade diversion pada perdagangan Indonesia terhadap negara negara Asean, pada tingkat tarif yang ditetapkan Indonesia terhadap Cina, dalam konteks Cafta.d. Jumlah tenaga kerja dan nilai kapital, harga dan tingkat tarif, menurut kode industri, nilai GDP, dan jumlah populasi. Sumber data antara lain dari : Statistik Perdagangan Luar Negeri-Ekspor 2000-2012, Badan Pusat Statistik; Statistik Perdagangan Luar Negeri-Impor 2000-2012, Badan Pusat Statistik; Statistical Yearbook of Indonesia, Badan Pusat Statistik; Data Statistik Industri Besar dan Sedang, 2000-2012, Badan Pusat Statistik; Statistik Pertambangan Non Minyak dan Gas Bumi 2000-2012; Data Bank Dunia; Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia-Bank Indonesia; OECD Economic Outlook; International Trade Statistics Yearbook, Volume I, Trade by Country, 2000-2010, United Nations-New York; ASEAN Statistical Yearbook 2003-2011; Buku Tarif Kepabeanan Indonesia Berdasarkan AHTN 2003, 2005, 2010, 2012, Departemen Keuangan RI, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta; dan lain-lain.

Operasionalisasi VariabelData-data yang digunakan pada penelitian ini bergantung pada model dan metode yang digunakan, antara lain : metode RCA, model HO dan model trade diversion.

Metode Revealed Comparative Advantage (RCA)[footnoteRef:31] [31: Bela Balassa, 1989. Comparative Advantage, Trade Policy And Economic Development. New York : New York University Press.]

Indeks RCA akan digunakan sebagai variabel dependen didalam model Hecksher Ohlin, dimana indeks ini merupakan alat untuk mengukur keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia pada 10 produk ekspor utama ke Cina, menurut HS code 6 dijit, periode 2000-2012. Perumusan RCA adalah sebagai berikut :

Dimana:Xij = Nilai ekspor komoditas i negara Indonesia ke Cina, (i=10 komoditas expor utama) periode 2000-2012.X.j = Nilai ekspor total negara Indonesia ke Cina, periode 2000-2012.Xiw = Nilai ekspor dunia ke negara Cina (= impor Cina dari dunia) untuk komoditas i, dimana jenis produknya sama dengan Xij diatas, periode 2000-2012.X.w = Nilai ekspor total dunia ke negara Cina (= total impor Cina dari dunia), periode 2000-2012.

Cara menentukan 10 produk utama ekspor Indonesia ke Cina adalah : dari data mentah dilakukan perangkingan 1 sampai dengan 30 terhadap barang pada tahun 2000 sampai 2012. Dari 30 barang yang dirangking, akan menghasilkan 107 jenis barang yang masuk kedalam 30 ranking tersebut, karena proses perangkingan dalam periode 2000-2012 dapat menghasilkan barang yang berbeda. Dari 107 jenis barang tersebut, dijumlahkan nilai totalnya selama periode 2000-2012, lalu dirangking kembali, dan diambil 10 terbesarnya. Produk 10 terbesar ini dianggap mewakili total ekspor Indonesia ke Cina berdasarkan rangking nilai terbesar selama periode tersebut, dan kontribusinya mencapai lebih dari 50 persen dari total ekspor/impornya. Adapun 10 produk ekspor utama Indonesia ke Cina periode 2000-2012 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.210 Produk Ekspor Utama Indonesia ke CinaRANGKINGHSCodeEKSPOR IND-CINA (10 PRODUK UTAMA)HS Desc (i=10 komoditas expor utama)

1151190000Animal or Vegetable fats and Oils and their cleavage products; Prepared edible fats; Animal or vegetable waxesOther Palm Oil

2270112000Mineral ProductsBituminous Coal

3270900100Mineral ProductsCrude Oil To Be Refined

4271111000Mineral ProductsLiquefied Natural Gas

5270119000Mineral ProductsOther Coal

6400122160Plastics and articles thereof; Rubber and articles thereofSIR 20

7470329000Pulp of wood or other fibrous cellulosic material; recovered (waste and scrap) paper or paperboard; paper and paperboard and articles thereofChemical Wood Pulp,Soda Or Sulphatebleached, Of Non-Coniferous

8270210000Mineral ProductsLignite, Whether Or Not Pulverised, But Not Agglomerated

9260400000Mineral ProductsNickel Ores And Concentrates.

10260600000Mineral ProductsAluminium Ores And Concentrates.

Data data yang digunakan dalam perhitungan indeks RCA, antara lain sebagai berikut :a). Xij yaitu nilai ekspor komoditas i negara Indonesia ke Cina, 6 dijit, periode 2000-2012. Yang masuk dalam komoditas i, yaitu :1. Other Palm Oil 2. Bituminous Coal 3. Crude Oil To Be Refined 4. Liquefied Natural Gas 5. Other Coal 6. SIR 20 7. Chemical Wood Pulp,Soda Or Sulphatebleached, Of Non-Coniferous 8. Lignite, Whether Or Not Pulverised, But Not Agglomerated 9. Nickel Ores And Concentrates10. Aluminium Ores And Concentrates b). X.j = Nilai ekspor total negara Indonesia ke Cina, 6 dijit, periode 2000-2012.c). Xiw = Nilai ekspor dunia ke negara Cina (= impor Cina dari dunia) untuk komoditas i, dimana jenis produknya sama dengan Xij diatas, 6 dijit, periode 2000-2012.d). X.w = Nilai ekspor total dunia ke negara Cina, 6 dijit, periode 2000-2012.

Model Hecksher Ohlin (HO)[footnoteRef:32] [32: Lembaga Penyelidikan Ekonomi Dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1992). Laporan Akhir Studi Penentuan Keunggulan Komparatif Komoditi Ekspor Non-Migas Indonesia. Jakarta, Oktober, 1992. ]

Model HO digunakan untuk menganalisis pengaruh faktor endowment (faktor produksi yang berlimpah) di Indonesia dalam memproduksi masing masing 10 produk ekspor unggulan ke Cina.Model Factor Endowment-Hecksher Ohlin : NomorVariabel penelitian

1 = Revealed comparative advantage produk i.

2 = Labor intensive pada produk i.

3 = Kapital intensive pada produk i.

Data data yang digunakan dalam perhitungan model HO, adalah sebagai berikut :a) Indeks RCA adalah indeks yang sudah dihitung pada sub bab 3.4.1. diatas, untuk 10 produk ekspor utama indonesia ke Cina periode 2000-2012.b) Jumlah tenaga kerja menurut kode industri, pada 10 produk ekspor utama Indonesia ke Cina periode 2000-2012, yaitu : Other Palm Oil; Bituminous Coal; Crude Oil To Be Refined; Liquefied Natural Gas; SIR 20; Chemical Wood Pulp, Soda Or Sulphatebleached, Of Non-Coniferous; Copper Ores And Concentrates; Teraphthalic Acid (PTA); Crude Oil Of Palm Kernel dan Other Refined Copper Wire. c) Jumlah biaya kapital menurut kode industri, pada 10 produk ekspor utama Indonesia ke Cina periode 2000-2012, yaitu : Other Palm Oil; Bituminous Coal; Crude Oil To Be Refined; Liquefied Natural Gas; SIR 20; Chemical Wood Pulp, Soda Or Sulphatebleached, Of Non-Coniferous; Copper Ores And Concentrates; Teraphthalic Acid (PTA); Crude Oil Of Palm Kernel dan Other Refined Copper Wire.

Metode Trade Diversion[footnoteRef:33] [33: Dwi Susanto, C. Parr Rosson III, and Flynn J. Adcock. Trade Creation and Trade Diversion in the North American Free Trade Agreement: The Case of the Agricultural Sector. Journal of Agricultural and Applied Economics, 39,1 (April, 2007), p. 121-134. ]

a) Permintaan Impor Indonesia dari Cina

b) Permintaan Impor Indonesia dari 5 Negara Anggota Asean (ROA)

Data data yang digunakan dalam perhitungan model Trade Diversion, adalah sebagai berikut :a) = Nilai impor komoditas utama i Indonesia dari Cina, dalam $, level HS 10 dijit, periode 2000-2012. Yang masuk dalam komoditas i, yaitu :1. Oth.Transmission Apparatus Incorp. Reception Apparatus2. Portable Digital Automatic Data Processing Machines3. Other Motor Spirit4. Crude Oil To Be Refined5. Other Parts Of Heading 8525 286. Garlic Fresh Or Chilled7. Teleprinters8. Parts For Telephone Sets9. Display Monitor10. Other Fluorecent Lamp11. Other Petroleum Oil12. Machines For Uses Ancillary To Printing13. Mandarins Fresh14. Other Parts Of Aerials And Aerials Reflectors15. Apples FreshDari 15 produk impor Cina ke Indonesia yang konsisten masuk ke dalam rangking impor utama dalam periode penelitian 2000 sampai 2012, akhirnya menjadi 14 produk, yaitu semua yang ditampilkan diatas, kecuali Teleprinters. b) = Nilai impor komoditas utama i Indonesia dari lima negara anggota Asean, dalam $, level HS 10 dijit, periode 2000-2012. 14 jenis produk impor utama diatas juga digunakan untuk 5 (lima) negara Asean untuk mengukur ada tidaknya trade diversion pada perdagangan Indonesia terhadap negara negara Asean, pada tingkat tarif yang ditetapkan Indonesia terhadap Cina, dalam konteks China Asean Free Trade Area.c) = Variabel dummy terhadap CAFTA, dengan nilai 1 (selama periode Cafta: 2004 2012), 0 (diluar periode CAFTA: 2000-2003).Variabel ini tidak hanya mengukur efek Cafta, tetapi juga faktor faktor kejadian lain yang tidak ada dalam model.d) = Tingkat tarif yang ditetapkan Indonesia terhadap negara pengekspor Cina[footnoteRef:34] Harmonized Tariff Schedule (HTS), [34: Sumber : Buku Tarif Bea Masuk Indonesia, 2003, 2005, 2010, 2012, Departemen Keuangan RI, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.]

e) = Tingkat tarif yang ditetapkan Indonesia terhadap lima negara anggota menurut jenis produk/HS code, pada level 10 dijit Harmonized Tariff Schedule (HTS), f) = Gross Domestic Product (GDP) Indonesia menurut harga konstan, periode 2000-2012 (GDP>0).g) = Populasi Indonesia pada periode 2000-2012.h) = Harga produk impor utama dari Cina, periode 2000-2012.i) = Harga produk impor utama dari ROA, periode 2000-2012.

Model EstimasiPenelitian ini menggunakan model factor endowment Hecksher Ohlin dan model trade diversion Susanto, Rosson, Adcock(2007)[footnoteRef:36] dengan menambahkan satu variabel bebas ke dalam model tersebut, yaitu jumlah populasi di Indonesia pada fungsi permintaan [36: Ibid.]

Model Ekonometrika) Model Factor Endowment Hecksher Ohlin

b) Model Trade Diversion, terdiri dari :b.1) Permintaan Impor Indonesia dari Cina

b.2) Permintaan Impor Indonesia dari (ROA)Fungsi ini untuk mengukur trade diversion yang mungkin terjadi selama periode implementasi CAFTA. Salah satu cara untuk meneliti adanya trade diversion dapat dilakukan dengan meregres fungsi impor Indonesia dari ROA (rest of Asean/lima negara anggota Asean[footnoteRef:37]) pada tingkat tarif yang ditetapkan oleh Indonesia terhadap Cina. Permintaan impor Indonesia dari beberapa negara ASEAN yang prosentase peran perdagangannya (ekspor dan impor) terhadap total ekspor dan impor ASEAN 6 adalah diatas 10 persen, antara lain : Indonesia, Malaysia, Pilipina, Singapore, Thailand dan Vietnam. [37: Dimana porsi perdagangan (ekspor dan impor) beberapa negara ASEAN yang prosentase peran perdagangannya terhadap total ekspor dan impor ASEAN 6 adalah diatas 10 persen, antara lain : Indonesia, Malaysia, Pilipina, Singapore, Thailand dan Vietnam.]

Tanda positif dari variabel tarif menunjukkan adanya trade diversion yang terjadi saat periode CAFTA. Artinya penurunan tarif pemerintah Indonesia terhadap produk impor dari Cina menyebabkan penurunan impor dari negara negara Asean, dan sebaliknya impor dari Cina meningkat. Dengan dibentuknya CAFTA (free trade), harga impor produk Cina menjadi lebih murah dibanding harga impor produk Asean di Indonesia, asumsi Indonesia Cina mengadakan perjanjian preferensi khusus dalam perdagangan bilateral antara keduanya. Persamaan ini juga memberikan estimasi variabel dummy CAFTA untuk menguji apakah impor Indonesia dari ROA meningkat selama periode CAFTA. Kedua variabel (dapat bersama-sama digunakan untuk membenarkan apakah trade diversion memang terjadi.

Tehnik EstimasiPenaksiran empiris terhadap persamaan a), b.1) dan b.2) menggunakan analisis panel data. Dengan menggunakan Fixed Effect Approach pada persamaan b.1) dan b.2) memungkinkan kita untuk mencari tahu masalah heterogeneity dalam kelompok barang barang atau karakteristik barang. Alasan utama adanya heterogeneity karena adanya respon berbeda pada permintaan impor karena adanya pengurangan tingkat tarif yang sudah ditetapkan dalam kesepakatan CAFTA (tariff schedule) dan karakteristik tertentu individu barang yang tidak dapat diobservasi. Untuk melakukan estimasi ketiga persamaan diatas, dapat menggunakan metode OLS.

Hipotesis penelitianHipotesis dan prediksi koefisien persamaan (a), (b.1) dan (b.2) diatas sebagai berikut :

Hipotesis model Factor Endowment Hecksher Ohlin :NomorHipotesisPrediksi

1 berpengaruh positif terhadap positif

2 berpengaruh positif terhadap positif

Hipotesis model Trade Diversion :NomorHipotesisPrediksi

1 berpengaruh negatif terhadap negatif

2DCAFTA berpengaruh positif terhadap positif

3berpengaruh positif terhadap

4 berpengaruh negatif terhadap negatif

5berpengaruh negatif terhadap negatif

6berpengaruh positif terhadap positif

7berpengaruh negatif terhadap negatif

Koefisien menjadi isu utama untuk mengetahui ada tidaknya trade diversion pada perdagangan Indonesia-Cina dibawah CAFTA. Trade diversion terjadi, jika koefisien memiliki tanda positif, artinya penurunan tingkat tarif terhadap impor Cina akan mengurangi impor Indonesia dari ROA. Setelah terbentuk Cafta, dengan asumsi adanya preferensi perdagangan antara Indonesia Cina, menyebabkan Indonesia melakukan perdagangan dengan Cina lebih intensif, disebabkan harga impor dari Cina lebih murah dibanding dengan harga impor dari Asean. Trade diversion terjadi ketika sebelum FTA terbentuk suatu negara melakukan perdagangan dengan negara lebih efisien, tetapi setelah FTA terbentuk, ia melakukan perdagangan dengan negara anggota yang tidak efisien.Uji EkonometrikaBeberapa uji, seperti uji multikolinier dan heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui model yang digunakan dalam penelitian merupakan model yang terbaik.

Uji MultikolinierMultikolinieritas terjadi jika terdapat lebih dari atau sama dengan dua variabel independen yang saling berhubungan di dalam model. Uji ini untuk mendeteksi adanya hubungan linier antar variabel independen. Jika model yang diprediksi memiliki multikolinieritas, maka akan menyebabkan : (a) estimator masih bersifat BLUE, tapi memiliki varian dan kovarian yang besar, sehingga sulit dipakai sebagai alat estimasi, (b) interval estimasi cenderung lebar dan nilai statistik uji t akan kecil, menyebabkan variabel independen tidak signifikan secara statistik dalam mempengaruhi variabel independen. Menurut Mendenhall dan Sincich, 2003, ada beberapa indikator untuk mendeteksi terjadinya multikolinier pada suatu model, antara lain :a. Adanya korelasi signifikan pada variabel independen secara berpasangan.b. Semua atau hampir semua uji t untuk parameter secara individual tidak signifikan, sementara uji F untuk parameter keseluruhan (H0 : 1 = 2 = 3 = ... = k = 0) adalah signifikan.c. Tanda pada parameter estimasi terjadi berkebalikan dari yang diharapkan.d. Parameter memiliki Variance Inflation Factor (VIF) lebih besar dari 10, dimana : ; i =1,2,....,k; = koefisien determinasi.Matriks korelasi digunakan untuk menentukan ada tidaknya multikolinieritas, jika nilai koefisien korelasi +1 menunjukkan adanya hubungan positif sempurna antar variabel independen, dan jika -1 menunjukkan adanya hubungan negatif sempurna. Range nilai koefisien korelasi untuk mendeteksi masalah multikolinier, yaitu : (i) koefisien korelasi lebih kecil dari 0,40 menunjukkan multikolieritas yang rendah, (ii) koefisien korelasi antara 0,40 sampai 0,60 menunjukkan multikolieritas yang moderat, (iii) koefisien korelasi antara 0,60 sampai 0,80 menunjukkan multikolieritas yang tinggi, dan (iv) koefisien korelasi lebih besar dari 0,80 menunjukkan multikolieritas yang parah (severe multicollinearity).Beberapa cara mengatasi masalah multikolinieritas (Gujarati, 2004 : 389-394), yaitu : a. Menghilangkan informasi yang bersifat dugaan (apriory information).b. Mengkombinasikan data time series dan data cross sectional (panel data).c. Mengeluarkan variabel dan spesifikasi yang bias.d. Melakukan transformasi variabel atau menambah data baru.e. Mengurangi kolinearitas dalam regresi polynomial.Uji HeteroskedastisitasHeteroskedastisitas yaitu tidak terpenuhinya asumsi model regresi - seperti (a) residual memiliki varians konstan atau var(ei)=2, (b) residual suatu observasi tidak saling berhubungan dengan residual observasi lainnya atau cov(ei,ej)=0 - pada data yang digunakan. Hal ini sering terjadi pada data bersifat cross section, dimana perbedaan angka cukup besar terjadi pada data tersebut. Adanya heteroskedastisitas menyebabkan : (i) estimator metode least square tidak mempunyai varians yang minimum (tidak lagi best), hanya memenuhi karakteristik LUE (linier unbiased estimator), (ii) karena varian tidak minimum menyebabkan perhitunga