forum satya dayaxa.yimg.com/kq/groups/20313314/685770271/name/e book itb...point kedua yang...
TRANSCRIPT
ITB FAIR 2012
“To Inovate is To Think Outside The Box”
Putranegara Riauwindu ( Kasubdiv Konseptor Forum Satya Daya
ITB Fair 2012 ), 22 Nov 2011
Inovasi dan Karya Bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
“Keterbukaan pikiran terhadap perubahan yang akan membuat peradaban yang
progresif.”
-Unknown
1. Definisi Inovasi Karya dan Urgensi Inovasi Bagi Indonesia
Inovasi, sebuah kata yang sudah tidak asing lagi terdengar di telinga hampir setiap
kalangan akademisi, praktisi, maupun masyarakat secara keseluruhan. Sebuah kata yang
mampu mentransformasi kehidupan manusia menjadi lebih baik. Sebuah kata yang
mampu menginspirasi jutaan manusia untuk berkreasi menghadirkan suatu hal baru
untuk menyelesaikan masalah maupun meningkatkan taraf hidup mereka, itulah inovasi.
Inovasi merupakan satu dari 4 rangkaian perbuatan yang bisa disebut sebagai proses
yang mempunyai kemajuan. Empat rangkaian itu secara berturut-turut adalah Discovery,
Invention, Innovation and Diffusion.
Discovery berarti menghasilkan suatu penemuan dari barang yang sudah ada, seperti
penemuan batu bara, penemuan gravitasi dsb. Berbeda dengan Invention (invensi) yang
berarti menghasilkan suatu penemuan berdasarkan ide murni (konsep awal) yang
signifikan berbeda secara kualitatif dengan yang sudah ada dan bisa diaplikasikan lalu
Diffusion Innovation Invention Discovery
dipergunakan. Secara garis besar, untuk melakukan inovasi, terlebih dahulu kita harus
melakukan apa yang disebut discovery dan invention. Di era modern sekarang,
walaupun tidak mustahil, discovery tidak harus dilakukan oleh kita pribadi, mengingat
teknologi sudah berkembang pesat dan fokus manusia sudah beralih ke invensi.
Lalu, apa itu Inovasi? Inovasi mempunyai dua pengertian, pengertian fundamental dan
pengertian modern. Pengertian fundamental dari inovasi adalah Proses yang hasilnya
suatu hal baru yang secara kualitatif berbeda dengan yang sudah ada (Barnett, 1953).
Pengertian inovasi secara fundamental ini sedikit beririsan dengan definisi dari invensi
itu sendiri, tetapi pada intinya Inovasi itu adalah pengimplementasian dari invensi yang
mencakup secara finansial (mempunyai nilai manfaat dan nilai jual), dan ini lah yang
disebut pengertian inovasi secara modern. (Greer 1984)
Rogers dan Shoemaker (1971) mengartikan inovasi sebagai ide-ide baru, praktek-
praktek baru, atau objek-objek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh
individu atau masyarakat sasaran penyuluhan.
Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekadar sebagai sesuatu yang
baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong
terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Pengertian
“baru” disini, mengandung makna bukan sekadar “baru diketahui” oleh pikiran
(cognitive), akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh
warga masyarakat dalam arti sikap (attitude), dan juga baru dalam pengertian belum
diterima dan dilaksanakan/diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat.
Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja,
tetapi mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau gerakan-
gerakan menuju kepada proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan
masyarakat.
Dengan demikian, pengertian inovasi dapat semakin diperluas menjadi (Mardikanto,
1988): Sesuatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan
praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan
digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu
lokalitas tertentu yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-
perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi perbaikan.
Discovery, Invention dan Innovation yang sudah dijabarkan diatas tidak akan bermanfaat
bagi orang banyak jika tidak bisa berdifusi. Difusi adalah penyebaran dan absorbsi hasil
inovasi ke industri tertentu atau sistem sosial tertentu. Jadi, secara tidak langsung hasil
difusi merupakan parameter seberapa besar manfaat dari inovasi yang dilakukan.
Jadi intinya sebuah inovasi itu adalah cara/ide baru, atau pengembangan ide yang
sudah ada dalam rangka meningkatkan nilai sebuah produk atau pemikiran tertentu dan
untuk menyelesaikan masalah tertentu.
Lantas, mengapa inovasi ini sangat penting, khususnya di Indonesia?
Banyak kondisi-kondisi global maupun nasional yang secara tidak langsung mendesak
kita untuk segera melakukan inovasi pada bidang teknologi, ekonomi dan pendidikan.
Perdagangan yang semakin „mengglobal‟ atau terintegrasi akan membuat modal usaha
semakin murah dan seharusnya ini bisa menjadi sebuah batu loncatan dunia usaha
Indonesia untuk berkembang di kancah global. Tentu saja, untuk menjadi yang terdepan
atau setidaknya survive di kancah global, diperlukan daya saing yang tinggi. Kemudian
tren ekonomi yang ada di kancah global pun telah bergeser, dari labor intensive
technology menjadi knowledge and skill intensive technology. Bergesernya tren ini berarti
mengharuskan kita melakukan peningkatan kualitas teknologi dan sumber daya
manusia melalui inovasi teknologi dan institusi untuk meningkatkan daya saing.
Beberapa negara seperti Jepang dan negara-negara asia timur lain telah mencetak
pertumbuhan ekonomi sekitar 11 %, dan rata-rata 5% dari pertumbuhan tersebut
berasal dari kualitas SDM dan kemajuan teknologi nya. Hal ini sangat bertolak belakang
dengan kondisi industri nasional yang kandungan teknologi nya masih relatif rendah,
ketergantungan terhadap teknologi impor masih tinggi dan belum terintegrasi kuat
dengan riset dan pendidikan
Selain hal yang sudah dijelaskan diatas, setidaknya ada 2 point utama yang
menyebabkan mengapa inovasi menjadi sangat penting bagi negara kita yang tercinta
ini, mari kita lihat.
Indonesia Economic Outlook
Berdasarkan data statistik yang didapat dari Tradingeconomics.com Badan Pusat
Statistik Indonesia, mulai dari tahun 2001 Indonesia telah mengalami pertumbuhan
ekonomi yang cukup signifikan. Dimulai dari tahun 2001, Indonesia telah mencapai
angka pertumbuhan GDP tahunan hingga >4%, hingga akhir 2010, pertumbuhan GDP
Indonesia telah mencapai >6%. Secara mengejutkan, dari tahun 2000 hingga 2011,
pertumbuhan GDP rata – rata tahunan Indonesia adalah 5,27%, mencapai titik
tertingginya 7,16% di bulan Desember 2004. Hal ini menyebabkan GDP Indonesia terus
meroket sehingga sekarang Indonesia diakui sebagai salah satu anggota Negara G-20,
yaitu perkumpulan 20 negara dengan pendapatan GDP terbesar di dunia.
Gambar 1.1 Grafik Pertumbuhan GDP Indonesia Januari 2002 – Januari 2010
Menurut OECD Economic Outlook 89 Database, ekonomi Indonesia bahkan diprediksi
akan terus terakselerasi diatas “potential rate”nya di tahun 2011 sekarang ini, walaupun
akan melambat secara marginal di tahun 2012. Permintaan eksternal akan tetap tinggi
dan investasi diproyeksikan akan memperoleh momentum, sehingga akan terus
memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan.
Gambar 1.2 Proyeksi Ekonomi Indonesia, OECD Economic Outlook 89 Database
Proyeksi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) pemerintah juga
menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus terakselerasi dengan
rata – rata pertumbuhan ekonomi 6,3 – 6,8 persen pertahun sehingga pada tahun 2014
pendapatan perkapita masyarakat Indonesia diproyeksikan mencapai kurang lebih $
14.000,dan dalam beberapa versi lain menyebutkan bahwa pada tahun 2040 Indonesia
akan berada pada posisi 8 besar kekuatan ekonomi dunia.
Gambar 1.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Versi RJPM
Gambar 1.4 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Versi MP3EI, Diambil dari Slide Pak Amir Sambodo
Tim MP3EI
Berdasarkan penjelasan – penjelasan diatas, tampak sekilas bahwa pertumbuhan
ekonomi Indonesia akan terus terakselerasi sehingga pada akhirnya kesejahteraan
masyarakat Indonesia akan terangkat secara umum dan inovasi terlihat tidak begitu
signifikan dibutuhkan oleh Negara ini. Lantas mengapa banyak pihak yang menggembar
– gemborkan pentingnya inovasi dan karya bagi keberlangsungan pertumbuhan
ekonomi Negara kita seperti pertanyaan yang sudah dilontarkan diatas?. Perlu diketahui
bahwa mayoritas produk ekspor Indonesia adalah bahan mentah (raw material) dan
bahan bakar fosil . Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
Indonesia, Nilai ekspor Indonesia Februari 2011 mencapai US$14,40 miliar atau turun
sebesar 1,42 persen dibanding ekspor Januari 2011. Sementara bila dibanding
Februari 2010 ekspor naik sebesar 28,94 persen. Adapun daftar ekspor non migas
Indonesia per Januari – Februari 2011 adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1
Ekspor Nonmigas Indonesia Beberapa Golongan Barang HS 2 Dijit
Januari–Februari 2011
Sumber : Biro Pusat Statisik
Dari tabel diatas jelas terlihat bahwa mayoritas ekspor Indonesia adalah produk mentah
dan bahan baku yang meliputi kurang lebih 20% dari total ekspor non migas Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang mayoritas bertumpu pada produk mentah secara ekonomi
tidaklah memiliki nilai jual yang tinggi serta tidak sustainable atau berkelanjutan. Bahan
mentah sendiri adalah bahan yang murni diekstraksi dari bumi (hasil bumi), mulai dari
hasil tambang, hasil pertanian, perkebunan, maupun perikanan dan merupakan bahan
baku pembuatan barang lain yang pada umumnya memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Bahan baku sendiri pada umumnya dilepas ke pasar internasional dengan harga yang
sangat rendah, dan ironisnya, setelah kita mengekspor bahan baku yang kita jual
dengan harga yang murah tersebut, kita membeli kembali produk turunan hasil olahan
bahan baku yang sudah kita jual dengan harga yang lebih mahal. Atau yang lebih
ekstrim, beberapa pakar berpendapat bahwa dengan mengeskpor bahan baku dengan
harga murah, Indonesia sama saja dengan mensubsidi Negara lain untuk berkembang
dengan harga murah, masyarakat Indonesia yang dengan keringat susah payahnya
menghasilkan bahan baku tersebut dengan begitu saja bahan baku tersebut dieskpor ke
negara lain dengan harga murah. Disinilah inovasi menjadi sangat penting dan krusial,
disinilah peran serta mahasiswa dalam berinovasi menghasilkan suatu karya sangat
diperlukan.
Mahasiswa dapat berinovasi menciptakan suatu produk turunan bagi setiap potensi
bahan baku yang Indonesia miliki dan dengan begitu dapat menghasilkan suatu produk
yang mempunyai nilai jual yang setidaknya lebih tinggi dibanding bahan mentah.
Implikasinya pada perekonomian Indonesia adalah dapat meningkatkan jumlah
pendapatan negara dengan cara meningkatkan harga jual produk hasil olahan bahan
mentah yang sudah dihasilkan sekaligus dapat meningkatkan jumlah lapangan
pekerjaan dan pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara
secara keseluruhan. Mengapa dengan berinovasi menghasilkan produk turunan dari
bahan mentah mahasiswa dapat meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan?. Hasil
inovasi bahan mentah tesebut tentulah membutuhkan suatu proses pengolahan, seperti
pemprosesan, pembuatan, hingga pengemasan, dalam skala industri agar dapat dijual
maupun dieskpor ke pasar internasional. Proses pengolahan dalam skala industri
tersebut tentu saja tidak dapat dilakukan seorang diri oleh mahasiswa dan
membutuhkan tenaga kerja yang lebh massif lagi dalam menciptakan produk inovasi
dalam skala industri. Hal ini secara otomatis akan menciptakan lahan pekerjaan dan
menyerap tenaga kerja, contoh pada kelapa sawit, ada beberapa produk turunan yang
sudah berhasil dihasilkan seperti mentega, sabun, dan lain lain. Dalam proses
pengolahannya dibutuhkan banyak sekali proses sehingga membutuhkan banyak
tenaga kerja untuk mengerjakannya sehingga akhirnya dapat meningkatkan jumlah
lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran.
Pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada ekspor bahan mentah juga dianggap
tidak sustainable atau berkelanjutan. Hal ini dikarenakan bahan mentah yang kita
hasilkan (hasil perkebunan, pertanian, perikanan, dll) rentan sekali terhadap berbagai
ancaman mayor yang dapat menurunkan angka produksi bahan mentah itu sendiri, kita
ambil contoh bahan mentah hasil perkebunan dan pertanian. Bahan mentah tersebut
sangat rentan terhadap perubahan cuaca yang ekstrim, iklim dunia yang tidak menentu
akibat pemanasan global, serangan hama, maupun kebakaran yang berimplikasi pada
gagal panen sehingga dapat menurunkan angka produksi bahan mentah tersebut.
Ketika semua hal itu terjadi, maka produksi menurun dan pendapatan Negara dari
sumber tersebut juga otomatis akan menurun, disinilah pentingnya inovasi produk
turunan. Dengan berinovasi pada produk turunan bahan mentah, kita dapat setidaknya
meminimalisir penurunan pendapatan Negara akibat faktor yang sudah disebutkan
diatas dengan cara membuat suatu produk yang memiliki nilai jual yang jauh lebih
tinggi dibanding bahan mentah, sama seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Sedikit mengutip pernyataan Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian
Indonesia, dalam orasi ilmiahnya di ITB pada hari sabtu, 9/7/2011
"Dalam master plan kita tidak boleh ekspor bahan baku. Seluruh potensi alam harus
diolah di dalam negeri,"
Jadi jelas, inovasi karya, khususnya inovasi dalam menciptakan produk turunan bahan
mentah, memegang peranan penting dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi
Indonesia. inilah saatnya kita sebagai mahasiswa turut berperan serta memajukan
perekonomian bangsa, agar bangsa kita tidak terpuruk lebih jauh lagi, agar bangsa kita
dapat terlepas dari “penjajahan” bangsa lain yang menghendaki kita mengekspor bahan
baku dengan harga murah bagi kepentingan bangsa mereka sendiri. Inilah saatnya kita
membuktikan bahwa kita sebagai bangsa Indonesia memiliki kemampuan yang
mumpuni untuk mengembangkan produk kita sendiri dan pada akhirnya kita dapat
menjadi bangsa besar yang disegani karena mampu mengembangkan produk hasil
bumi kita sendiri.
2. ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)
Seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa setidaknya ada 2 point utama mengapa
inovasi sangat dibutuhkan oleh negara ini, yang pertama sudah dijelaskan diatas dan
point kedua yang menyebabkan inovasi menjadi sangat penting bagi Indonesia adalah
ACFTA.
ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) secara umum adalah suatu perjanjian
penurunan tariff antara ASEAN dan China yang bertujuan untuk meningkatkan volume
perdagangan antara ASEAN dan China. Lantas mengapa inovasi sangat dibutuhkan
dalam menjawab tantangan ACFTA bagi Indonesia? mari kita simak ulasan berikut ini.
2.1 Sejarah Singkat ACFTA dan Penurunan Tingkat Tarif di Indonesia
ACFTA adalah sebuah kesepakatan antara 6 negara yang tergabung dalam ASEAN
(Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, Brunai Darussalam) dan RRC untuk
melakukan penurunan tarif dalam perdagangan antara negara-negara yang tergabung
dalam perjanjian ini secara bertahap, dengan target penurunan tarif hingga nol persen.
Walau terkesan baru, pembicaraan tentang ACFTA sebenarnya sudah dimulai sejak
tahun 2002, yakni dengan ditandatanganinya Framework Agreement antara ASEAN
dengan RRC. Kemudian di tahun 2004, perjanjian tersebut dilanjutkan dengan
persetujuan mengenai tahapan penurunan tarif komoditas yang hendak
diperdagangkan. Tahapan penurunan tarif itu terbagi tiga, yaitu normal track (untuk
produk-produk non sensitif), diikuti sensitive track (contoh: sepatu, besi dan baja,
mainan, barang-barang dari kulit, dll. yang mencakup 304 komoditas), dan terakhir
adalah highly sensitive track (contoh: tekstil, produk tekstil, beras, gula, jagung, kedelai,
dll. yang mencakup 47 komoditas). Enam tahun kemudian, tepatnya pada Januari 2010,
dimulailah penurunan tarif tahap pertama menjadi nol persen untuk barang-barang
normal track.
Di Indonesia sendiri, penurunan tarif sebenarnya telah dilakukan secara unilateral
(sepihak) dengan sangat cepat sejak reformasi. Hal ini didorong oleh LOI dengan IMF
sewaktu krisis tahun 1997 yang mengharuskan Indonesia untuk lebih terbuka pada
perdagangan. Hasilnya, di tahun 2008 tingkat tarif Indonesia telah berada pada rata-rata
4,63%. Pada prosesnya, penurunan tarif di Indonesia dilakukan secara bertahap, yaitu
dari rata-rata 6% ke 4% di tahun 2008, lalu 4% ke 3% di tahun 2009, dan memasuki 2010
menjadi 0% untuk barang normal track pada perdagangan di ACFTA. Sehingga,
penurunan tarif yang dilakukan Indonesia sama sekali tidaklah tiba-tiba, namun
dilakukan secara perlahan selama beberapa tahun terakhir.
2.2 Latar Belakang Perjanjian ACFTA
1. Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the
ASEAN and People’s Republic of China ditandatangani oleh para Kepala Negara
ASEAN dan China pada tanggal 4 Nopember 2002 di Phnom Penh, Kamboja.
2. Protokol perubahannya telah ditandatangani oleh Para Menteri Ekonomi pada
tanggal 6 Oktober 2003 di Bali.
3. Ratifikasi Framework Agreement ASEAN-China FTA melalui Keputusan
Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004.
4. Agreement Trade in Goods dan Agreement Dispute Settlement Mechanism telah
di tandatangani di Vientiane, Laos oleh para Menteri Ekonomi Negara ASEAN
dan China pada tanggal 29 November 2004
Sudah menjadi pendangan umum bahwa Cina adalah ancaman bagi perekonomian
Indonesia, apalagi dihadapkan dengan produk Indonesia yang kurang kompetitif.
Negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia ini selama beberapa tahun terakhir
bahkan telah mampu menjadi eksportir terbesar dunia, mengalahkan kekuatan lama
seperti Amerika Serikat, Jepang dan Jerman. Harga barang dari Cina yang begitu rendah
telah membuat produsen barang industri manufaktur di seluruh dunia, termasuk
Indonesia, terancam karena tidak mampu bersaing. Hal ini lah yang menjadi ketakutan
terbesar sebagian besar orang ketika menghadapi kenyataan bahwa tarif untuk barang-
barang tertentu dari Cina telah menyentuh nol persen.
Cukup wajar bila banyak orang takut. Selama dua tahun terakhir, neraca perdagangan
Indonesia-Cina telah bernilai negatif. Selain itu, sangat nyata dalam kehidupan sehari-
hari bahwa barang Cina telah membanjiri pasar dalam negeri. Cukup banyak pengusaha
pun telah menyatakan kesulitannya untuk bersaing dengan produk-produk murah Cina
dan beberapa ahli telah memperkirakan hilangnya ratusan ribu pekerjaan karena banyak
perusahaan akan gulung tikar karena kalah dalam persaingan. Semua kondisi ini terlihat
sangat menyudutkan Indonesia, apalagi ketika dihadapkan dengan ACFTA. Namun,
seperti apa sebenarnya pola perdagangan yang terjadi dengan Cina?
Data perdagangan yang ditunjukkan oleh komisi perdagangan PBB ternyata cukup
mengejutkan. Berlawanan dengan kepercayaan umum bahwa Ekspor Indonesia ke Cina
utamanya adalah bahan mentah, ternyata porsi terbesar ekspor Indonesia ke Cina
adalah barang konsumsi (tahun 2008: 35,5% dari ekspor Indonesia-Cina), lalu di tempat
kedua adalah bahan mentah (tahun 2008: 31,7% dari total ekspor Indonesia-Cina), dan
di tempat ketiga adalah barang setengah jadi (tahun 2008: 28% dari total ekspor
Indonesia-Cina). Selain itu, juga berlawanan dengan kepercayaan umum bahwa impor
Indonesia dari Cina adalah barang konsumsi sehingga industri pengolahan akan mati,
ternyata impor utama Indonesia dari Cina adalah barang modal (tahun 2008: 43,3% dari
total impor Indonesia dari Cina), lalu di tempat kedua adalah barang setengah jadi
(tahun 2008: 35,5% dari total impor Indonesia dari Cina) dan baru di tempat ketiga lah
barang konsumsi (tahun 2008: 14,7% dari total impor Indonesia dari Cina). Dengan
mengacu pada data dari komisi perdagangan PBB ini, perdagangan Indonesia dengan
Cina sesungguhnya akan semakin menggerakkan sektor industri Indonesia dan disaat
yang bersamaan justru akan memacu ekspor Indonesia. Hal ini dimungkinkan oleh
impor barang modal yang sangat besar dari Cina dan Ekspor barang konsumsi yang
juga sangat besar ke Cina.
Barang modal dan setengah jadi, yang menjadi impor utama dari Cina adalah
kebutuhan dasar dalam Industri. Barang-barang ini terdiri dari mesin, peralatan produksi
lain, bahan yang akan diolah lagi, atau dengan kata lain adalah barang-barang yang
sesungguhnya sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas industri Indonesia.
Kenyataannya ada cukup banyak mesin-mesin tua yang tidak produktif di pabrik-pabrik
Indonesia, dan dengan impor mesin produksi dari Cina, tentu hasil produksi Industri
dapat ditingkatkan dengan cepat. Dengan demikian, dari sisi impor, perdagangan
Indonesia dengan Cina sangat menguntungkan.
Tabel Ekspor Indonesia China 2011
Sumber : United Nation WTO (modifikasi)
Rata2
Pangsa
Eksp. Ina
Pertumb
Eksp. Ina
Pertumb.
Imp. Chi
Pangsa
Eksp.
Pertum
b. Eksp.
Pertum
b. Imp. Ranking
32 6.2 115.3 42.6 6 3 4 4 Coal, coke and briquettes
28 6.0 69.1 41.1 7 10 5 7 Metalliferous ores and metal scrap
52 0.9 108.4 40.2 17 4 6 9 Inorganic chemicals
43 2.0 63.5 37.2 10 13 9 11Animal or vegetable fats and oils processed; waxes and inedible
mixtures or preparations of animal or vegetable fats or oils, n.e.s.
23 7.5 37.5 27.0 4 18 14 12 Crude rubber (including synthetic and reclaimed)
42 16.0 35.0 25.7 2 22 17 14 Fixed vegetable fats and oils, crude, refined or fractionated
33 11.9 8.1 38.2 3 37 7 16 Petroleum, petroleum products and related materials
25 6.4 29.6 23.4 5 26 19 17 Pulp and waste paper
68 2.5 28.0 22.7 9 29 21 20 Nonferrous metals
83 0.0 75.2 48.0 50 8 1 20 Travel goods, handbags and similar containers
85 0.6 63.2 20.9 22 14 23 20 Footwear
07 0.4 36.7 26.3 26 19 15 20 Coffee, tea, cocoa, spices and manufactures thereof
12 0.0 211.1 28.2 47 1 13 20 Tobacco and tobacco manufactures
11 0.0 161.2 45.0 58 2 3 21 Beverages
34 21.2 97.9 4.7 1 5 57 21 Gas, natural and manufactured
59 0.6 29.7 19.4 21 25 25 24 Chemical materials and products, n.e.s.
27 0.2 13.0 38.0 33 35 8 25Crude fertilizers (imports only), except those of division 56, and
crude minerals (excluding coal, petroleum and precious stones)
54 0.0 48.3 30.6 49 16 11 25 Medicinal and pharmaceutical products
79 0.0 93.5 19.1 45 6 26 26 Transport equipment, n.e.s.
09 0.7 36.4 14.9 19 21 39 26 Miscellaneous edible products and preparations
Ranking
SITC 2 Deskripsi
Kenyataan bahwa 31,78% dari total ekspor Indonesia – China adalah bahan mentah
berkorelasi dengan penjelasan pada bagian ”Indonesia Economic Outlook” sebelumnya,
yang kesimpulannya kita sebagai mahasiswa harus dapat berinovasi menciptakan
produk turunan dari bahan mentah yang sebagian besar kita ekspor dengan harga
murah. Namun point penting mengapa inovasi sangat dibutuhkan dalam menjawab
tantangan ACFTA sebenarnya adalah bagaimana inovasi dapat meningkatkan daya saing
produk local Indonesia terhadap serbuan produk impor dari China yang notabene dari
segi harga dan kualitas setingkat lebih tinggi dari produk local Indonesia.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa produk – produk impor China sudah membanjiri
hampir setiap sektor di Indonesia, bahkan untuk komoditas seperti peci dan peniti yang
notabene dapat dibuat di Indonesia dengan mudah, sekarang hampir sebagian besar
berlabelkan “Made In China” dan sepertinya barang – barang “made in china” ini akan
terus membanjiri pasar Indonesia hingga beberapa tahun ke depan. Lalu apa
implikasinya bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya bagi pelaku usaha di
Indonesia?. Membanjirnya produk – produk impor China di Indonesia telah
mengakibatkan banyak pengusaha kecil dan menengah Indonesia yang gulung tikar dan
lebih memilih menjadi importer barang – barang China karena produk – produk yang
mereka hasilkan kalah bersaing dengan produk China dan alih profesi menjadi importer
dianggap lebih menguntungkan. Sebagai contohnya banyak pelaku usaha konveksi
yang alih profesi menjadi importer baju China karena harga dan kualitas baju yang
mereka hasilkan kalah bersaing dengan baju produksi China Hal ini justru berdampak
negative bagi perekonomian Indonesia, dengan banyaknya pelaku industry yang gulung
tikar, otomatis lapangan pekerjaan pun akan tergulung juga sehingga meningkatkan
angka pengangguran di Indonesia.
Lagi – lagi, disinilah inovasi sangat dibutuhkan untuk menjawab tantangan serbuan
produk – produk China yang dari segi harga dan kualitas setingkat lebih tinggi dari
produk local kita agar produk – produk kita tidak kalah bersaing dan dapat
meningkatkan produktivitas pelaku – pelaku usaha Indonesia sehingga tidak gulung
tikar. Disinilah mahasiswa dapat berperan serta untuk menciptakan inovasi produk –
produk local Indonesia sehingga meningkatkan daya saingnya di ajang ACFTA maupun
dunia. Sebagai contohnya mahasiswa dapat berinovasi dalam hal penggunaan teknologi
untuk menghasilkan produk yang diinginkan, mahasiswa dapat membuat suatu
teknologi atau terobosan yang dapat menekan harga produksi dari produk tersebut,
atau dalam hal inovasi pemasaran dan lain lain. Hal ini didukung pula oleh statistic
ekspor Indonesia – China. Dari sisi ekspor, data menunjukkan bahwa ekspor Indonesia
ke Cina pada barang konsumsi terus meningkat dengan cepat dan meningkatkan
porsinya sebagai ekpor utama Indonesia ke Cina. Ini memberi harapan bahwa di masa
depan, ekpor Indonesia ke Cina, khususnya produk – produk hasil inovasi akan terus
meningkat, terlebih lagi karena dibantu oleh barang modal yang justru diimpor dari
Cina yang notabene harganya juga lebih murah karena ada penurunan tariff sebagai
akibat dari perjanjian ACFTA.
Jadi kesimpulannya, ACFTA bukanlah suatu momok yang menakutkan dan justru bisa
menjadi batu loncatan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia jika didukung dengan
inovasi produk – produk local sehingga berdaya saing global, yang dalam hal ini dapat
dikontribusikan oleh mahasiswa sebagai insan yang cerdas dan terpelajar
3. Kolaborasi Triple Helix : Pemerintah – Akademisi – Pelaku Industri
Setelah melihat kondisi yang ada dan hal-hal yang diperlukan, mahasiswa tentu saja
tidak dapat bergerak sendiri walaupun sepertinya terlihat mahasiswa mempunyai
kemampuan itu, tapi seharusnya diperlukan juga suatu sistem kolaborasi antara
akademisi-pemerintah-industri dan rencana inovasi teknologi dan institusi yang
bermanfaat untuk masyarakat, untuk mencapai tujuan bersama, yaitu menjawab
berbagai tantangan global demi terwujudnya kesejahteraan dan kemandirian bangsa.
Kemudian hal ini lah yang akan menjadi modal utama serta kendaraan kita untuk
menjadi negara maju dan dipandang di dunia.
Gambar 1.5 : Triple Helix Pemerintah – Akademisi – Pelaku Industri
Kolaborasi antar pemerintah-akademisi-pelaku industri ini menjadi sangat penting
karena tantangan yang akan dihadapi bangsa ini terkait dengan inovasi dan karya akan
jauh lebih berat kedepannya, sehingga masing – masing pihak akan berperan sebagai
roda gigi penerus pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik. Pemerintah sebagai
pihak yang dapat mengakomodir kepentingan semua pihak seharusnya dapat membuat
kebijakan yang dapat mengakselerasi tumbuhnya inovasi – inovasi baru untuk
menjawab tantangan global, kebijakan yang dapat membawa atmosfer positif bagi
berkembangnya usaha – usaha kreatif dan inovatif pelaku industry, dan mampu
mengembangkan citra positif perekonomian bangsa. Pelaku indusri sebagai ujung
tombak perekonomian bangsa seharusnya dapat meningkatkan daya saingnya dengan
cara belajar dan berinovasi tiada henti, menciptakan lingkungan industry yang produktif
dan efisien, serta daya juang yang tinggi dalam menghadapi tantangan global.
Mahasiswa sebagai gudang inovasi dan pengetahuan juga harus dapat terus menerus
berinovasi tiada henti dan meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi percaturan
global.
Indonesia saat ini sangat membutuhkan perubahan di bidang-bidang inti seperti
teknologi, ekonomi dan pendidikan. Perubahan ini sangat erat kaitannya dengan
kesejahteraan bangsa Indonesia. Pertanyaannya disini adalah bagaimana perubahan di
bidang-bidang inti tersebut bisa dilakukan secara progresif?
Mensinergisasikan bidang-bidang inti tersebut dalam satu bidang kolaborasi dengan
baik dan benar akan dapat mencapai tujuan kesejahteraan dan kemandirian bangsa.
Hasil perubahan positif hanya akan didapat jika kita melakukan aksi kolaborasi yang
positif juga. Menjalani ekonomi yang berlandaskan inovasi teknologi dan didukung
dengan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu cara untuk
mensinergisasi bidang-bidang inti diatas dan tentu saja semua ini harus terkonsepkan
dengan baik demi mencapai tujuan kemandirian bangsa.
Seperti dengan negara-negara lain, kondisi yang ada di Indonesia saat ini
menggambarkan bahwa dunia usaha di Indonesia merupakan tulang punggung
ekonomi nasional. Ini berarti, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa diukur melalui
kinerja dunia usaha Indonesia, yang kita sebut sebagai kemampuan dunia usaha.
Kemampuan dunia usaha ini juga menjadi tolak ukur daya saing usaha baik di dalam
maupun luar negeri. Meningkatkan kemampuan dunia usaha berarti meningkatkan daya
saing usaha yang ada di Indonesia dan juga berarti membantu pertumbuhan ekonomi
Indonesia serta kesejahteraan masyarakat. Lalu, bagaimana cara meningkatkan daya
saing? Ketika kita berbicara tentang daya saing usaha, maka hal yang pertama akan kita
refleksikan adalah tingkat produktivitas dan efisiensi usaha tersebut. Produktivitas dan
efisiensi tersebut bergantung kepada output yang berasal dari teknologi dan institusi
yang ada. Oleh karena itu, bisa dikatakan, ketika kita mau meningkatkan produktivitas
dan efisiensi maka lakukanlah inovasi teknologi dan inovasi institusi yang bermanfaat
untuk masyarakat. Inovasi teknologi dan inovasi institusi yang bermanfaat untuk
masyarakat sangat dipengaruhi oleh cara peningkatan kualitas sumber daya manusia
yang terkait, dan peningkatan inilah yang seharusnya menciptakan sebuah new value
dan new knowledge.
New knowledge dan new value yang diciptakan haruslah bersifat kontinyu agar daya
saing yang ada tidak bersifat instant perfection, tapi ciptakanlah sebuah atmosfir
continual innovation. Inovasi terus menerus dengan menurunkan pengetahuan dan nilai
kepada generasi penerus secara ideal akan membuat perkembangan positif yang
nantinya akan mencapai tujuan kesejahteraan dan kemandirian bangsa.
4. Potensi dan Clusterisasi Potensi Indonesia
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, inovasi memegang peranan penting dalam
memacu pertumbuhan ekonomi, khususnya di Indonesia. Kita telah banyak berbicara
mengenai inovasi produk bahan mentah atau inovasi potensi yang dimiliki Indonesia.
Namun sebenarnya seberapa besar potensi Indonesia itu? Seberapa besar potensi yang
kita miliki sehingga inovasi harus mau tidak mau mengakomodir semua potensi itu
hingga menjadi sesuatu yang bernilai tambah? Mari kita lihat.
Indonesia, sebuah Negara maritime yang terletak di antara 2 samudra dan 2 benua ini
layaknya potongan surga yang jatuh ke dunia. Indonesia, yang merupakan Negara
kepulauan terbesar di dunia, saat ini tercatat sebagai salah satu Negara dengan potensi
sumber daya alam yang terbesar. Indonesia memiliki cadangan minyak bumi dan gas
yang cukup besar sehingga tergabung dalam organisasi Negara pengekspor minyak.
Indonesia memiliki berbagai macam bahan tambang dan mineral yang sangat berharga,
dan memiliki deposit nickel terbesar kedua di dunia. Potensi geothermal Indonesia
meliputi 1/3 potensi geothermal dunia. Di sisi perkebunan dan pertanian Indonesia
merupakan eksportir kelapa sawit terbesar di dunia, meliputi 57,8% ekspor kelapa sawit
dunia. Indonesia juga merupakan eksportir kakao terbesar kedua di dunia dengan
jumlah produksi >390 ribu ton. Indonesia juga merupakan salah satu penghasil produk
perikanan di dunia. Di sisi biodiversity, Indonesia mencakup 37% jumlah species dunia
dan merupakan salah satu Negara dengan hutan hujan terbesar di dunia. Indonesia juga
memiliki garis pantai kedua terpanjang di dunia setelah kanada yang meliputi 81.000
Km, dan masih banyak lagi potensi Indonesia yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa potensi yang dianugrahkan Tuhan kepada bangsa
Indonesia sangatlah besar sehingga kita harus banyak bersyukur dengan cara mengolah
anugrah-Nya dengan lebih baik dan berinovasi mengembangkan potensi yang kita
miliki. Dari sekian banyak potensi yang dimiliki Indonesia, ada beberapa potensi yang
dianggap memiliki potensi tersendiri untuk menjadi motor penggerak pengakselerasi
perekonomian Indonesia sehingga banyak program pemerintah yang ditujukan untuk
menggalakkan dan meningkatkan produksi dan inovasi potensi – potensi ini. Setidaknya
ada 5 sektor potensi yang dimaksud, yaitu
1. Kakao
2. Kelapa Sawit
3. Produk Perikanan
4. Produk bahan pangan
5. ICT
4.1 Kakao
Tanaman kakao atau coklat yang nama latinnya theobroma cacao linn termasuk famili
steculiaceae, berasal dari hutan-hutan di Amerika selatan, yang kemudian diusahakan
penanamannya oleh orang-orang India Aztec. Pertama kali tanaman coklat masuk ke
Indonesia tahun 1560 di daerah Minahasa (Sulawesi), yang dibawa oleh orang-orang
Spanyol melalui Sangir Talaud. Sekitar tahun 1820 tanaman kakao mulai diperluas
sebagai akibat meningkatnya permintaan dari Manila akan hasil kakao dari Minahasa.
Selanjutnya tanaman tesebut menyebar ke Pulau Jawa.
Kakao merupakan salah satu komoditas utama yang diperdagangkan di dunia, dan
merupakan bahan baku bagi banyak produk turunan yang berkaitan dengan produk
konsumen seperti coklat batang, susu coklat, produk kecantikan, dan lain lain.
4.1.1 Potensi Industri Kakao Indonesia
Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai
Gading dan Ghana. Tiga besar Negara penghasil kakao sebagai berikut ; Pantai Gading
(1.276.000 ton), Ghana (586.000 ton), Indonesia (456.000 ton). Luas lahan tanaman kakao
Indonesia lebih kurang 992.448 Ha dengan produksi biji kakao sekitar 456.000 ton per
tahun, dan produktivitas rata-rata 900 Kg per ha . Daerah penghasil kakao Indonesia
adalah sebagai berikut: Sulawesi Selatan 184.000 ton (28,26%), Sulawesi Tengah 137.000
ton (21,04%), Sulawesi Tenggara 111.000 ton (17,05%), Sumatera Utara 51.000 ton
(7,85%), Kalimantan Timur 25.000 ton (3,84%), Lampung 21.000 ton (3,23%) dan daerah
lainnya 122.000 ton (18,74%). Menurut usahanya perkebunan kakao Indonesia
dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu ; Perkebunan Rakyat 887.735 Ha,
Perkebunan Negara 49.976 Ha dan Perkebunan Swasta 54.737 Ha.
Tabel 1. Perkembangan Produksi Kakao Dunia (ribu ton)
Tahun
P.
Gading Indonesia Ghana Negeria Brazil Lainnya Total
1998/99 1.163 390 397 198 138 522 2.808
1999/00 1.404 422 437 165 124 526 3.078
2000/01 1.212 392 395 177 163 514 2.853
2001/02 1.265 455 341 185 124 491 2.861
2002/03 1.320 425 497 165 163 532 3.102
Sumber: International Cocoa Organization (ICCO), 2003a..
Gambar-1:Luas Lahan dan Produksi Kakao
(Sumber : Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian)
4.1.2 Pasar ekspor
Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor dan hanya sebagian kecil yang
digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang diekspor sebagian besar (78,5%)
dalam bentuk biji kering (produk primer) dan hanya sebagian kecil (21,5%) dalam
bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah Amerika Serikat,
Malaysia, Brazil dan Singapura. Di sisi lain, Indonesia juga mengimpor biji kakao yang
akan digunakan untuk campuran bahan baku industry pengolahan dalam negeri.
Negara asal impor biji kakao Indonesia antara lain: Pantai Gading, Ghana dan Papua
New Guinea.
Melihat jejak ekspor impor Indonesia beberapa tahun sebelumnya tampak bahwa
volume produksi dan ekspor kakao Indonesia terus meningkat cukup tajam, sementara
volume impornya relatif stabil pada tingkat yang sangat rendah. Impor biji kakao
dibutuhkan sebagai bahan pencampur bahan baku industri pengolahan kakao domestik.
Harga kakao domestik mengikuti harga kakao internasional terutama harga di bursa
New York karena sebagian besar ekspor kakao Indonesia ditujukan ke Amerika Serikat.
Harga kakao dunia berfluktuasi cukup tajam mulai dari US $ 800/ton pada bulan
Nopember 2000 sampai US $ 2.239/ton pada bulan Februari 2003. Pada beberapa bulan
terakhir harga kakao dunia relatif stabil pada kisaran US $ 1.550-1.650/ton.
Harga biji kakao domestik bergerak mengikuti fluktuasi harga kakao dunia walaupun
arahnya tidak persis sama karena pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Secara umum harga kakao di tingkat petani beberapa tahun terakhir berkisar antara Rp
8.000-10.000/kg biji kering.
Pemanfaatan kakao sebagai bahan baku coklat tentunya akan menambah nilai tambah
dari kakao. Namun sayangnya mayoritas ekspor kokoa Indonesia masih merupakan bijih
kakao. Sekitar 70 persen dari total produksi biji kakao nasional diekspor masih dalam
bentuk biji kakao mentah, dan hanya 30 persen yang diolah di dalam negeri menjadi
produk kakao olahan seperti cocoa butter, cocoa liquor, cocoa cake dan cocoa powder
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan diekspor. Sehingga Inovasi produk kakao
masih sangat dibutuhkan agar menambah nilai jual produk yang akan kita ekspor.
4.1.3 Produk turunan Kakao
Konsumsi kakao dapat dibedakan antara konsumsi biji kakao dan konsumsi cokelat.
Konsumsi biji kakao dihitung berdasarkan kapasitas pengolahan atau grinding capacity ,
sedangkan konsumsi cokelat dihitung berdasarkan indeks per kapita.
Beberapa bentuk yang didapat dari pengolahan biji kakao yang kini mengisi komoditas
perdagangan dunia antara lain: biji kakao dan produk akhir (cokelat), sedangkan produk
antara (cacao butter, cocoa powder dan cocoa paste) volumenya relatif kecil. Pada tahun
2001/02, volume ekspor biji kakao Indonesia mencapai 365 ribu ton (International
Cocoa Organization, 2003 ).
4.1.4 Prospek Kakao Indonesia
Sebagai komoditas unggulan, kakao Indonesia mampu menyumbangkan devisa negara
sebesar US$668 juta per tahun atau nomor tiga dari sektor pertanian setelah kelapa
sawit dan Karet. Sayangnya, sebagai negara produsen kakao Indonesia hanya mampu
menyediakan bahan baku bagi industri negara lain sedangakan industri pengolahan
dalam negeri masih mengimpor bahan olah dari luar.
Selain itu, dengan semakin meningginya permintaan dunia akan biji coklat dan produk
turunannya, tentu saja prospek kakao Indonesia sangat cerah dan tentu saja inovasi
akan potensi ini sangat sangat diperlukan untuk mengimbangi permintaan pasar dunia
yang semakin meningkat yang pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah pendapatan
Negara.
4.1.5 Masalah yang Dihadapi
Pokok utama permasalahan dinilai rendahnya mutu kakao Indonesia di pasar
Internasional antara lain disebabkan oleh hama dan umur tanaman yang sudah sangat
tua. Akibat dari buruknya mutu kakao Indonesia ini, ekspor kakao Indonesia selalu
mengalami automatic detention oleh Amerika Serikat sejak tahun 1991 sampai
sekarang. Selain itu, pembeli kakao di luar negeri selalu memotong harga biji kakao
Indonesia karena biji kakao Indonesia tidak terfermentasi.
Disamping itu harga biji kakao Indonesia relatif rendah dan dikenakan potongan harga
dibandingkan dengan harga produk sama dari negara produsen lain. Pokok utama
permasalahan rendahnya nilai mutu kakao Indonesia di pasar internasional disebabkan
antara lain oleh hama dan umur tanaman yg sudah sangat tua. Di pasar dunia terutama
Eropa, mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman yang tinggi,
rendahnya senyawa precursor flavor, dan rendahnya kadar lemak, sehingga harga kakao
Indonesia selalu mendapatkan potongan harga cukup tinggi sekitar 15% dari rata rata
harga kakao dunia, namun kakao Indonesia juga bukannya tanpa kelebihan, Biji kakao
Indonesia memiliki keunggulan melting point Cocoa Butter yang tinggi, serta tidak
mengandung pestisida dibanding biji kakao dari Ghana maupun Pantai Gading.
Mengacu pada permasalahan – permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia diatas,
sangat krusial bagi kita untuk menemukan suatu solusi inovatif yang dapat mengurangi
dampak dari masalah tersebut, apakah dengan cara memodifikasi proses pengolahan
produk kakao atau dengan cara berinovasi memodifikasi cara penanaman atau
sebagainya.
4.2 Produk Perikanan Indonesia
Ikan dan produk perikanan merupakan komoditas perdagangan yang sangat prospektif,
tercatat pada tahun 2006 total ekspor produk perikanan dunia telah mencapai nilai US$
85,9 milyar, telah terjadi peningkatan rata-rata sebesar 32,1% dibandingkan tahun 2000
(FAO, 2009). Trend peningkatan perdagangan komoditas perikanan dunia bahkan
diprediksi terus meningkat dengan beberapa justifikasi diantaranya perubahan pola
konsumsi masyarakat dunia kearah makanan yang sehat. Sebagai negara yang kaya
akan sumber daya perikanan, Indonesia pada tahun 2007 bercokol di peringkat 3 (tiga)
dunia dengan produksi sebesar 12,5 juta ton ikan air laut maupun air tawar. Ironisnya
dari sisi ekspor Indonesia hanya mampu menghasilkan devisa sebesar US$ 2 milyar atau
berada di posisi ke 12 dunia pada tahun 2006 (FAO Fishstat, 2008).
4.2.1Potensi
Produk perikanan memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan melalui
inovasi produk turunannya, hal ini disebabkan oleh setidaknya 4 hal
Pertama, Indonesia sebagai negara kepulauan dan maritim dengan jumlah pulau
kurang lebih 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km tidak hanya
menempatkan sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, tetapi lebih dari itu
menyimpan kekayaan sumberdaya alam laut yang besar dan belum dimanfaatkan secara
optimal.
Kedua, orientasi pembangunan selama masa Orde Bam (P JP I) terfokus pada
pembangunan di darat, sehingga sumberdaya daratan mengalami pengurasan.
Akibatnya ketersediaan sumberdaya daratan semakin menipis atau sukar untuk
dikembangkan lebih jauh lagi. Dengan dernikian, sumberdaya perikanan dan kelautan
menjadi tumpuan dan sekaligus fokus pembangunan untuk masa kini dan akan datang.
Ketiga, dengan laju pertumbuhan penduduk dunia yang tinggi dan meningkatnya
kesadaran manusia akan arti penting produk perikanan dan kelautan bagi kesehatan
dan kecerdasan manusia, diyakini akan meningkatkan permintaan terhadap produk-
produk perikanan dan kelautan dimasa datang.
Keempat, kawasan pesisir dan laut yang dinarnis tidak hanya memiliki potensi
sumberdaya, tetapi juga merniliki potensi bagi pengembangan berbagai aktivitas
pembangunan yang tidak bersifat ekstraksi, seperti industri, pemukiman, konservasi dan
lain-lain.
Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang
tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) dengan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,12 juta ton pertahun atau sekitar 80 persen
dari potensi lestari. Di samping itu juga terdapat potensi perikanan lain yang berpeluang
untuk dikembangkan, yaitu (a) perikanan tangkap di perairan umum seluas 54 juta ha
memiliki potensi produksi 0,9 juta ton per tahun; (b) budidaya laut yang meliputi
budidaya ikan, budidaya moluska dan budidaya rumput laut; (c) budidaya air payau
dengan potensi lahan pengembangan sekitar 913.000 ha; (d) budidaya air tawar
meliputi budidaya di perairan umum, budidaya di kolam air tawar dan budidaya mina
padi di sawah; serta (e) bioteknologi kelautan untuk pengembangan industri farmasi,
kosmetik, pangan, pakan dan produk-produk non-konsumsi (Departemen Kelautan dan
Perikanan, 2005). Produksi perikanan tangkap dari penangkapan ikan dilaut dan di
perairan umum pada tahun 2006 masing-masing sekitar 4.468.010 ton dan 301.150 ton
(Ditjen Perikanan
Tangkap, 2007). Sedangkan produksi perikanan budidaya pada tahun 2006 mencapai
2.625.800 ton. Produksi perikanan budidaya didominasi oleh udang 327.260 ton, rumput
laut 1.079.850 ton, ikan mas 285.250 ton, bandeng 269.530 ton, nila 227.000 ton, ikan
lele 94.160 ton, gurameh 35.570 ton dan kerapu 8.430 ton (Ditjen Perikanan Budidaya,
2007).
Selain potensi diatas, terdapat pula sumberdaya dapat pulih terdiri dari sumberdaya
perikanan tangkap, budidaya pantai (tambak), budidaya laut, dan bioteknologi kelautan.
Perairan Indonesia merniliki potensi lestari ikan laut sebesar 6,2 juta ton, terdiri dari ikan
pelagis besar (975,05 ribu ton), ikan pelagis kecil (3.235,50 ribu ton), ikan demersal
(1.786,35 ribu ton), ikan karang konsumsi (63,99 ribu ton), udang peneid (74,00 ribu ton),
lobster (4,80 ribu ton), dan cumi (28,25 ribu ton). Dari potensi tersebut sampai pada
tahun 1998 bam dimanfaatkan sekitar 58,5 persen. Dengan dernikian masih terdapat 41
persen potensi yang tidak termanfaatkan atau sekitar 2,6 juta ton per tahun (Aziz, dkk,
1998). Selain potensi ikan laut, potensi lainnya yang dapat dikembangkan adalah
budidaya, baik budidaya pantai maupun budidaya laut. Dengan kondisi pantai yang
landai, kawasan pesisir Indonesia memiliki potensi budidaya pantai (tambak) sekitar
830.200 ha yang tersebar di seluruh wilayah tanah air dan bam dimanfaatkan untuk
budidaya (ikan bandeng dan udang windu) sekitar 356.308 ha (Ditjen Perikanan 1998).
Jika kita dapat mengusahakan tambak seluas 500.000 ha dengan target produksi 3 ton
per ha per tahun, maka dapat diproduksi udang sebesar 1,5 juta ton per tahun. Dengan
harga ekspor yang berlaku saat ini (US$ 10 per kilogram) maka didapatkan devisa
sebesar 15 milyar dolar per tahun. Sementara itu, potensi pengembangan budidaya laut
untuk berbagai jenis ikan (kerapu, kakap, beronang, dan lain-lain), kerang-kerangan dan
rumput laut, yaitu masing-masing 3,1 juta ha, 971.000 ha, dan 26.700 ha. Dilain pihak,
potensi produksi budidaya ikan dan kerang serta rumput laut adalah 46.000 ton per
tahun dan 482.400 ton per tahun. Dari keseluruhan potensi produk budidaya laut
tersebut, sampai saat ini hanya sekitar 35 persen yang sudah direalisasikan. Potensi
sumberdaya hayati (perikanan) laut lainnya yang dapat dikembangkan adalah ekstrasi
senyawasenyawa bioaktif (natural products), seperti squaience, omega-3, phycocolloids,
biopolymers, dan sebagainya dari microalgae (fitoplankton), macroalgae (rumput laut) ,
mikroorganisme, dan invertebrata untuk keperluan industry makanan sehat (healthy
food), farmasi, kosmetik, dan industri berbasis bioteknologi lainnya. Padahal
biladibandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki potensi keanekaragaman
hayati laut yang jauh lebih rendahdibandingkan Indonesia, pada tahun 1994 sudah
meraup devisa dari industri bioteknologi kelautan sebesar 14 rnilyardolar (Bank Dunia
dan Sida,1995).
4.2.2 Pasar Ekspor
Indonesia berada pada urutan ke-11 dalam daftar negara-negera pengekspor produk
perikanan di pasar dunia, dengan nilai ekspor yang diraihnya 1,79 miliar dolar AS.
"Pangsa pasar ekspor perikanan Indonesia 1,74 persen dari total ekspor dunia," kata
Kasubdit Ekspor Perikanan, Direktorat Ekspor Produk Pertanian, Kehutanan, Ditjen
Perdagangan Luar Negeri, Djoko Purnomo, dalam Bimbingan Teknis Komoditi Perikanan
di Manado, Kamis.
Perkembangan nilai perdagangan komoditas perikanan dunia tahun 2008, kata Djoko
mencapai 72,67 miliar dolar AS, tumbuh 7,94 persen dibandingkan tahun 2005 yang
sebesar 57,66 juta dolar AS.
Negara tujuan ekspor produk perikanan Indonesia paling dominan Amerika serikat
29,04 persen, diikuti Jepang 16,90 persen, China 3,66 persen, Hongkong 3,14 persen,
Singapura 3,05 persen, Thailand 2,34 persen, Malaysia 2,23 persen, Korea 2,18 persen.
Nilai ekspor dominan dihasilkan dari udang senilai 845 juta dolar AS (47 persen), ikan
beku 228 juta dolar AS(12 persen), ikan segar(dingin) 225 juta dolar (12 persen), fillet
dan daging ikan 207 juta dolar (11 persen), Molusca 92 juta dolar AS(5 persen), rumput
laut 87 juta dolar AS (4 persen)
4.2.3 Prospek Perikanan Indonesia
Dengan laju pertumbuhan penduduk yang pesatdan adanya kesadaran akan arti
penting produk perikanan dan kelautan bagi kesehatan dan kecerdasan manusia serta
berkurangnya pasokan produksi perikanan dan kelautan negara-negara lain,
sesungguhnya produk perikanan dan kelautan Indonesia memiliki prospek yang cerah
jika bangsa Indonesia mampu mengelola potensi yang dimilikinya sebagaimana
diuraikan di atas. Dari hasil kajian yang dilakukan oleh PKSPL-IPB beketjasama dengan
P30-LIPI (1998), diperkirakan hampir seluruh unsur kelautan pada masa akan datang
memiliki permintaan yang cukup besar. Proyeksi permintaan unsur-unsur kelautan
tersebut meliputi : perikanan (tangkap dan budidaya), pariwisata bahari, angkutan laut,
pertambangan dan energi, industri kelautan, bangunan kelautan, jasa kelautan. Sampai
pada tahun 2003 misalnya, diperkirakan permintaan produk perikanan sebesar 6,4 juta
ton yang terdiri dari permintaan domestik sebesar 5,7 juta ton dan ekspor 0,7 juta ton.
Jika potensi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia sebesar 6,2 juta ton per tahun
dengan mempertimbangkan faktor pengaman sehingga potensi perikanan yang dapat
dieksploitasi hanya 80 % dari potensi lestarinya, maka kegiatan budidaya laut memiliki
prospek yang cerah untuk dikembangkan. Prospek pasar bagi produk-produk
bioteknologi kelautan juga diperkirakan cukup baik, seiring dengan kemajuan yang
telah dicapai dengan ditemukannya biota laut yang bermanfaat antara lain untuk
industri farmasi (seperti anti tumor, anti cancer, antibiotik), bidang pertanian (fungisida,
pestisida), industri kosmetik dan makanan (zat pewarna alami). Selanjutnya dari biota
laut juga dihasilkan protein serta bahan diet sebagai sumber makanan sehat (asam
lemak takjenuh omega-3, vitamin, asam amino, dan berbagai jenis gula rendah kalori.
Segenap peluang dan prospek bisnis perikanan dan kelautan Indonesia, harus
dimanfaatkan melalui pembangunan kelautan dan perikanan yang berkelanjutan. Karena
dibalik prospek yang cerah dan menjanjikan di atas, juga telah ada indikasi-indikasi yang
menuju pada kerusakan sumberdaya dan lingkungan kelautan, seperti pencemaran
,overfishing, degradasi fisik habitat, kemiskinan dan sebagainya. Sehingga inovasi solusi
dari masalah masalah diatas sangat diperlukan demi mencegah indikasi negative terjadi
pada prospek perikanan Indonesia di masa yang akan datang.
4.3 Kelapa Sawit
Kelapa sawit adalah berkah bagi bangsa Indonesia, karena bertahun-tahun kelapa sawit
mampu memainkan peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia
sebagai salah satu komoditas andalan dalam menghasilkan devisa. Perannya cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 total devisa yang dihasilkan dari
industri ini mencapai sekitar US $ 5 miliar.
Pemerintah Indonesia telah mencadangkan 9,13 juta hektar untuk pengembangan
perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Saat ini luas areal perkebunan kelapa sawit
Indonesia sudah mencapai 6,7 juta hektar. Sejak tahun 2007, Indonesia telah menjadi
negara penghasil CPO (Crude Palm Oil) tertinggi di dunia.
4.3.1 Manfaat Kelapa Sawit bagi Perekonomian
Industri kelapa sawit berpotensi menghasilkan perkembangan ekonomi dan sosial yang
signifikan di Indonesia. Kelapa sawit merupakan produk pertanian paling sukses kedua
di Indonesia setelah padi, dan merupakan ekspor pertanian terbesar. Industri ini menjadi
sarana meraih nafkah dan perkembangan ekonomi bagi sejumlah besar masyarakat
miskin di pedesaan Indonesia. Industri kelapa sawit Indonesia diperkirakan akan terus
berkembang pesat dalam jangka menengah; tetapi, daya saingnya akan terpukul oleh
agenda anti minyak sawit.Pasar minyak sawit dunia mengalami pertumbuhan pesat
dalam beberapa dasawarsa terakhir dengan produksi minyak sawit saat ini diperkirakan
lebih dari 45 juta ton. Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir minyak
sawit terbesar di dunia, dengan produksi lebih dari 18 juta ton minyak sawit per tahun
4.3.2 Kontribusi Kelapa Sawit bagi Perekonomian Indonesia
Minyak sawit adalah produk pertanian kedua terbesar Indonesia; pada 2008, Indonesia
menghasilkan lebih dari 18 juta ton minyak sawit. Selama dasawarsa yang lalu, minyak
sawit merupakan ekspor pertanian Indonesia yang paling penting. Pada 2008, Indonesia
mengekspor lebih dari $14,5 juta dalam bentuk produk yang berkaitan dengan sawit.16
Industri minyak sawit Indonesia mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun
belakangan ini, kira-kira 1,3 juta ha lahan baru dijadikan perkebunan kelapa sawit sejak
2005, sehingga mencapai hampir 5 juta ha pada 2007 (mencakup 10,3 persen dari 48,1
juta ha lahan pertanian) Perluasan luar biasa ini terjadi karena imbal hasil tinggi yang
dipicu oleh permintaan yang semakin besar. Kebun kelapa sawit Indonesia yang luas
berada di Sumatra, mencakup lebih dari 75 persen total areal kelapa sawit matang dan
80 persen total produksi minyak sawit.18 Provinsi produksi utama di Indonesia adalah
Riau, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jambi, dan Sumatra Barat. Pada 2008, sekitar 49
persen perkebunan kelapa sawit dimiliki swasta, 41 persen dimiliki petani kecil, dan
sisanya yang 10 persen dimiliki pemerintah. Perkebunan swasta adalah penghasil
minyak sawit terbesar di Indonesia, menghasilkan lebih dari 9,4 juta ton berdasarkan
perhitungan pada 2008. Pada tahun yang sama, perkebunan petani kecil menghasilkan
6,7 juta ton, dan perkebunan pemerintah menghasilkan 2,2 juta ton.
Pertumbuhan industri minyak sawit yang signifikan menyebabkan minyak sawit menjadi
komponen kegiatan ekonomi di sejumlah negara di wilayah ini. Di wilayah tertentu,
kelapa sawit merupakan tanaman yang dominan dan berperan besar dalam
pembangunan ekonomi. Pada dasawarsa terakhir, areal perkebunan kelapa sawit terus
bertambah luas, rata-rata 13 persen di Kalimantan dan 8 persen di Sulawesi.23
Penanaman dan panen kelapa sawit bersifat padat karya, sehingga industri ini berperan
cukup besar dalam penyediaan lapangan kerja di banyak wilayah.Goenadi (2008)
memperkirakan industri kelapa sawit di Indonesia mungkin dapat menyediakan
lapangan kerja bagi lebih dari 6 juta jiwa dan mengentaskan mereka dari kemiskinan.24
Manfaat lain bagi pekerja industri kelapa sawit mencakup pendapatan pasti, akses ke
perawatan kesehatan dan pendidikan.25 Industri kelapa sawit memberikan pendapatan
berkelanjutan bagi banyak penduduk miskin di pedesaan; dan areal pengembangan
kelapa sawit utama seperti Sumatera dan Riau juga memiliki persentase penduduk
miskin yang besar.
4.3.3 Prospek Permintaan Minyak Sawit Dunia
Peningkatan imbal hasil akibat permintaan minyak nabati yang tinggi secara global
diperkirakan akan meningkatkan penanaman modal di industri minyak sawit, yang
menyebabkan pertumbuhan berkelanjutan dalam jangka menengah, karena konsumsi
dunia diperkirakan meningkat lebih dari 30 persen pada dasawarsa mendatang.34
Menjelang 2020, konsumsi dunia dan produksi minyak sawit diperkirakan sudah
meningkat menjadi hampir 60 juta ton. Sifat-sifat menyehatkan dan daya saing harga
minyak sawit, dibarengi potensi perannya dalam energy terbarukan, diperkirakan ikut
menyebabkan pertumbuhan lebih dari 30 persen pada dasawarsa mendatang. Selama
ini pertumbuhan industri minyak sawit disebabkan oleh keunggulan biaya produksi
dalam budidaya kelapa sawit. Kelapa sawit adalah tanaman pohon yang sangat
produktif jika dibandingkan dengan biji minyak nabati – hasil minyaknya 5 hingga 9 kali
lebih tinggi daripada hasil yang dicapai oleh kedelai, canola, dan bunga matahari. Biaya
minyak sawit lebih unggul karena harga lahan yang rendah serta masukan energi yang
rendah. Di saat negara maju beralih dari lemak-trans ke alternatif yang lebih sehat,
permintaan minyak sawit juga akan cenderung meningkat, relatif terhadap para
pesaingnya. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara maju mengurangi dan
melarang lemak-trans sehingga banyak pabrik makanan mengganti lemak trans dengan
minyak sawit. Selain daya saing dari segi biaya, minyak sawit kaya akan lemak-mono-
tak-jenuh yang dipandang bermanfaat menurunkan risiko penyakit jantung.35 Selain
peningkatan total dalam keseluruhan konsumsi, konsumsi minyak sawit per kapita pun
terus meningkat di beberapa negara maju besar akibat pertumbuhan pendapatan yang
mantap.Minyak sawit memetik keuntungan dari perkembangan ini karena energinya
yang relatif tinggi per gram makanan. Pada 2009-10, Cina dan India membukukan lebih
dari 40 persen impor neto dalam perdagangan dunia. Pertumbuhan ekonomi di kedua
negara ini di masa mendatang akan meningkatkan permintaan minyak nabati impor.
4.3.4 Produksi dan Peluang Minyak Sawit Dunia
Sebelum 2010, FAPRI memperkirakan bahwa Indonesia akan menghasilkan hampir 30
juta ton minyak sawit, termasuk mengekspor hampir 23 juta ton. Pertumbuhan ini akan
dicapai melalui peningkatan hasil dan konversi lahan lebih lanjut. Malaysia tampaknya
memiliki peluang terbatas untuk perluasan melalui konversi lahan karena pembatasan
penetapan peruntukan lahan. Ketersediaan lahan yang terbatas diperkirakan akan
memperlambat pertumbuhan produksi minyak sawit, terutama di Semenanjung
Malaysia dan Sabah.
Peningkatan hasil dari areal pembudidayaan yang sudah ada merupakan cara lain untuk
memperbesar keluaran. Namun, ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa
peningkatan hasil perkebunan di Indonesia dan Malaysia mulai melambat.36 Biaya
untuk membuka perkebunan baru juga meningkat karena tuntutan lingkungan. Jika
kecenderungan ini terus berlanjut dan kendala penggunaan lahan menjadi semakin
ketat, ada peluang untuk munculnya pemasok baru. FAPRI memperkirakan produksi
minyak sawit Malaysia akan meningkat 26,5 persen menjadi 23,4 juta ton sebelum 2020,
lebih sedikit daripada perkiraan produksi Indonesia sebesar 28,5 juta ton. Prospek yang
baik tentang permintaan minyak sawit dapat memacu investasi industri di negara lain,
termasuk Nigeria dan Thailand yang masing-masing menghasilkan sekitar 1,3 juta ton
pada 2008.37 Sejumlah laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa sejumlah perusahaan
Cina sedang bernegosiasi untuk mendapatkan lahan di Republik Demokrasi Kongo dan
Zambia untuk perkebunan kelapa sawit.38 Ada juga laporan tentang investor yang
menyimak pertumbuhan perkebunan di Afrika Barat dan perusahaan Malaysia yang
menyimak peluang pengembangan di Brasil.39
Menangggapi permintaan dunia yang akan terus meningkat terkait produk turunan
kelapa sawit, prospek kelapa sawit sebagai salah satu motor penggerak perekonomian
Indonesia sangat baik. Dengan potensi yang sangat besar yang dimiliki oleh Indonesia
dan sedikit inovasi untuk meningkatkan nilai jual produk kelapa sawit ini tentu saja
dapat menjadi durian runtuh perekonomian Indonesia di masa depan.
Sebagai bahan referensi mengenai produk turunan yang sudah dihasilkan dari kelapa
sawit, berikut adalah daftar produk turunan kelapa sawit yang sudah dapat diolah.
4.3.5 Daftar Produk Turunan Kelapa Sawit
Kelapa Sawit merupakan manfaat yang didapat dari pengolahan lebih lanjut dari kelapa
sawit yaitu minyak dasar yang dihasilkannya dari kelapa sawit (Crude Palm Oil). Olahan
lebih lanjutnya bisa berbentuk Refined Palm Oil maupun produk turunan lainya. Produk-
produk ini dibuat berdasarkan spesifikasi kelapa sawit yang di panen yaitu berdasarkan
standar mutu internasional meliputi ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga,
peroksida, dan ukuran pemucatan. Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan
mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas
asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa,
aroma dan kejernihan serta kemurnian produk.
Berdasarkan faktor-faktor mutu tersebut, maka didapat hasil pengolahan Kelapa Sawit
seperti :
· Crude Palm Oil
· Crude Palm Stearin
· RBD Palm Oil
· RBD Olein
· RBD Stearin
· Palm Kernel
· Palm Kernel Oil
· Palm Kernel Fatty Acid
· Palm Kernel Expeller (PKE)
· Palm Kernel Pellet
· Palm Kernel Shell Charcoal
· Palm Cooking Oil
· Refined Palm Oil (RPO)
· Refined Bleached Deodorised Olein (ROL)
· Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS)
Pangsa Produksi dan Konsumsi serta Pemanfaatan Minyak Sawit Industri makanan :
Mentega, shortening, coklat, additive, es cream, pakan ternak, minyak goreng.
Produk obat – obatan dan kosmetik :
Krim, shampoo, lotion, pomade, vitamin and beta carotene.
Industri berat dan ringan :
Industri kulit (untuk membuat kulit halus dan lentur dan tahan terhadap tekanan tinggi
atau temperatur tinggi), cold rolling and fluxing agent pada industri perak, dan juga
sebagai bahan pemisah dari material cobalt dan tembaga di industri logam.
Industri kimia
Bahan kimia yang digunakan untuk detergen, sabun, dan minyak. Sisa - sisa dari industri
minyak sawit, dapat digunakan sebagai bahan bakar boiler, bahan semir furniture,
bahan anggur.
Selain itu, pemanfaatan Kelapa Sawit berupa ampas tandan kelapa sawit merupakan
sumber pupuk kalium dan berpotensi untuk diproses menjadi pupuk organik melalui
fermentasi (pengomposan) aerob dengan penambahan mikroba alami yang akan
memperkaya pupuk yang dihasilkan. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) mencapai 23 %
dari jumlah pemanfaatan
limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik sehingga memberikan
manfaat lain dari sisi ekonomi. Bagi perkebunan kelapa sawit, dapat menghemat
penggunaan pupuk sintetis sampai dengan 50 %.
Pemanfaatan ini sesuai spesifikasi kebutuhan produk, maka dapat diturunkan lagi
menjadi :
1. Produk turunan CPO.
Produk turunan CPO selain minyak goreng kelapa sawit, dapat dihasilkan margarine,
shortening, Vanaspati (Vegetable ghee), Ice creams, Bakery Fats, Instans Noodle, Sabun
dan Detergent, Cocoa Butter Extender, Chocolate dan Coatings, Specialty Fats, Dry Soap
Mixes, Sugar Confectionary, Biskuit Cream Fats, Filled Milk, Lubrication, Textiles Oils dan
Bio Diesel. Khusus untuk biodiesel, permintaan akan produk ini pada beberapa tahun
mendatang akan semakin meningkat, terutama dengan diterapkannya kebijaksanaan di
beberapa negara Eropa dan Jepang untuk menggunakan renewable energy.
2. Produk Turunan Minyak Inti Sawit.
Dari produk turunan minyak inti sawit dapat dihasilkan Shortening, Cocoa Butter
Substitute, Specialty Fats, Ice Cream, Coffee Whitener/Cream, Sugar Confectionary,
Biscuit Cream Fats, Filled Mild, Imitation Cream, Sabun, Detergent, Shampoo dan
Kosmetik.
3. Produk Turunan Oleochemicals Kelapa Sawit.
Dari produk turunan minyak kelapa sawit dalam bentuk oleochemical dapat dihasilkan
Methyl Esters, Plastic, Textile Processing, Metal Processing, Lubricants, Emulsifiers,
Detergent, Glicerine, Cosmetic, Explosives, Pharmaceutical Products dan Food Protective
Coatings
4.4 Produk Pangan Indonesia
Indonesia sebagai salah satu Negara agraris terbesar di dunia memiliki potensi yang
sangat besar dalam penyediaan dan produksi bahan pangan. Namun kenyataannya
berbicara lain. Saat ini Indonesia di prediksi akan mengalami krisis pangan yang
diakibatkan tidak terkendalinya pertumbuhan penduduk sementara produksi pangan
tidak berkembang sesuai dengan pertumbuhan penduduk. Wakil presiden Boediono
mengatakan bahwa saat ini ketahanan pangan kita pas – pasan, karena produksi pangan
yang kita miliki hanya sanggup mengimbangi pertumbuhan penduduk sehingga tidak
ada surplus yang terjadi. Mengutip pernyataan wakil presiden Boediono dalam
sambutam di acara peresmian puncak Hari Pangan Sedunia XXXI di Lapangan Badan
Pusat Informasi Jagung Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Kamis
(20/10/2011)
”Pada situasi sekarang, keadaan pangan secara umum di Indonesia masih mengimbangi
pertambahan penduduknya, meskipun pas-pasan. Oleh karena itu kondisi pangan kita
masih mengalami kerawanan,"
Bahkan beberapa ahli mengkhawatirkan Indonesia akan mengalami krisis pangan jika
sektor pertanian tidak di perhatikan secara menyeluruh untuk meningkatkan ketahanan
pangan Indonesia
Terlepas dari semua fakta diatas, kenyataan bahwa potensi yang kita miliki dalam sektor
pangan sangatlah besar, dengan luas area bla blab la dan didukung oleh iklim kita yng
subur serta blab la bla, pangan sebenarnya, dengan sedikit inovasi dan kebijakan yang
konstruktif dapat menjadi motor penggerak utama perekonomian Indonesia. Terkait
potensi yang dimiliki Indonesia, Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi
menyebutkan bahwa potensi pangan Indonesia sangat besar. Ini karena pangan
nasional punya cita rasa yang hampir serupa dengan negara-negara di kawasan ASEAN
lainnya. Bahkan, pangan Indonesia tergolong unik dan jenisnya lebih beragam.
"Indonesia adalah negara yang dikenal dengan keanekaragaman sumber daya alam,
khususnya sumber daya pangan, yang memiliki potensi besar untuk membangun
keunikan dan keunggulannya melalui diversifikasi produk yang berbasis sumber daya
lokal," ujar Bayu dalam acara Pameran Pangan Nusa, yang diadakan selama 1-5
November 2011, di Peninsula Island, Nusa Dua, Bali, Selasa (1/11/2011).
Mengenai seberapa besar potensi yang Indonesia miliki, mari kita lihat data statistic
produk pangan Indonesia.
4.4.1 Produksi Padi
Produksi padi tahun 2010 (ATAP) sebesar 66,47 juta ton Gabah Kering Giling (GKG),
meningkat sebanyak 2,07 juta ton (3,22 persen) dibandingkan tahun 2009. Peningkatan
produksi tersebut terjadi di Jawa sebesar 1,49 juta
ton dan di luar Jawa sebesar 0,58 juta ton. Produksi padi tahun 2011 (ARAM II)
diperkirakan sebesar 68,06 juta ton GKG, meningkat sebanyak 1,59 juta ton (2,40 persen)
dibandingkan tahun 2010. Kenaikan produksi padi tahun 2011 tersebut diperkirakan
terjadi di Jawa sebesar 0,46 juta ton dan di luar Jawa sebesar 1,13 juta ton. Kenaikan
produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen seluas 313,15 ribu hektar
(2,36 persen) dan produktivitas sebesar 0,02 kuintal/hektar (0,04 persen). Perkiraan
kenaikan produksi padi tahun 2011 yang relative besar terdapat di Provinsi Jawa Timur,
Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Lampung. Sedangkan perkiraan
penurunan produksi padi tahun 2011 yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Barat,
Kalimantan Barat, dan Provinsi Kalimantan Tengah.
4.4.2 Produksi Jagung
Produksi jagung tahun 2010 (ATAP) sebesar 18,33 juta ton pipilan kering, meningkat
sebanyak 697,89 ribu ton (3,96 persen) dibandingkan tahun 2009. Peningkatan produksi
tersebut terjadi di Jawa sebesar 489,94 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 207,95 ribu ton.
Produksi jagung tahun 2011 (ARAM II) diperkirakan sebesar 17,39 juta ton pipilan
kering, mengalami penurunan sebanyak 935,39 ribu ton (5,10 persen) dibandingkan
tahun 2010. Penurunan produksi jagung tahun 2011 tersebut diperkirakan terjadi di
Jawa sebesar 755,27 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 180,12 ribu ton. Penurunan
produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 235,93 ribu hektar
(5,71 persen), sedangkan produktivitas naik sebesar 0,28 kuintal/hektar (0,63 persen).
Perkiraan penurunan produksi jagung tahun 2011 yang relatif besar terdapat di Provinsi
Jawa Timur, Lampung, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sedangkan perkiraan
peningkatan produksi jagung tahun 2011 yang relatif besar terdapat di Provinsi Nusa
Tenggara Barat, Sumatera Barat, dan Provinsi Jawa Barat
4.4.3 Produksi Kedelai
Produksi kedelai tahun 2010 (ATAP) sebesar 907,03 ribu ton biji kering, menurun
sebanyak 67,48 ribu ton (6,92 persen) dibandingkan tahun 2009. Penurunan produksi
tersebut terjadi di luar Jawa sebesar 53,85 ribu ton dan di Jawa sebesar 13,63 ribu ton.
Produksi kedelai tahun 2011 (ARAM II) diperkirakan sebesar 819,45 ribu ton biji kering,
menurun sebanyak 87,59 ribu ton (9,66 persen) dibandingkan tahun 2010. Penurunan
produksi kedelai tahun 2011 tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 85,25 ribu ton
dan di luar Jawa sebesar 2,34 ribu ton. Penurunan produksi kedelai diperkirakan terjadi
karena turunnya luas panen seluas 68,79 ribu hektar (10,41 persen), sedangkan
produktivitas mengalami kenaikan sebesar 0,11 kuintal/hektar (0,80 persen). Perkiraan
penurunan produksi kedelai tahun 2011 yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa
Tengah dan Provinsi Jawa Timur. Sedangkan perkiraan kenaikan produksi kedelai tahun
2011 terdapat di Provinsi Jambi dan Provinsi Lampung.
Selain ketiga produk diatas, Indonesia juga memproduksi beberapa produk pangan lain
seperti ketela, ubi, singkong, dan lain lain
4.4.5 Prospek Produk Turunan Pangan Indonesia
Permintaan terhadap produk turunan jagung untuk pangan, terutama bihun, diprediksi
akan terus melonjak.
Dalam debat calon presiden putaran kedua lalu, Capres Jusuf Kalla (JK) sempat
menyindir jingle kampanye Capres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). JK berkomentar,
jingle kampanye tersebut ditakutkan akan menimbulkan paradigma ketergantungan
impor karena mirip jingle iklan produk mi instan. Menurut JK, kampanye ala SBY
tersebut malah mensosialisasikan konsumsi mi yang bahan dasarnya gandum. Padahal
gandum ini masih dipasok dari Amerika.
Tak mau dipermalukan, SBY tak kalah sigap menjawab. Menurutnya, mi yang
dimakannya sudah dicampur sagu, singkong, sukun, dan jagung sehingga bahan
pencampur ini bisa berkembang. “Bukan mi yang dimakan Pak Kalla yang masih dari
gandum,” tukasnya.
Pernyataan SBY tersebut seolah menyadarkan kita tentang pentingnya diversifikasi
pangan. Sumber pangan jangan hanya bersandar dari satu jenis komoditas, tapi bisa
memanfaatkan potensi lokal yang ada. Salah satunya adalah jagung.
4.4.6 Potensi Besar
Fadel Muhammad, Ketua Dewan Jagung Nasional dalam diskusi bertajuk Introduksi
Jagung Transgenik (24/06) di Jakarta membeberkan potensi besar pengembangan
jagung di Indonesia. Menurutnya, jagung adalah tanaman industri, komersial, dan
multiguna, baik sebagai sumber pangan, pakan, energi, dan bahan kimia.
“Indonesia sangat berpeluang menjadi penyedia pangan dan sumber energi dunia
karena telah swasembada jagung,” ujarnya. Produktivitas jagung, lanjut Gubernur
Gorontalo ini, lebih tinggi dibandingkan padi dan gandum. Mengutip data FAO 2007,
produktivitas jagung mencapai 4,88 ton per hektar (ha), sedangkan padi dan gandum
hanya menghasilkan 4,01 ton dan 2,9 ton per ha.
Fakta lain, jagung terbilang tanaman paling adaptif dalam iklim tropis, subtropis,
dataraan tinggi dan rendah. Lalu bagaimana prospek bisnis produk turunan jagung,
khususnya pangan?
Teddy Tjokrosaputro, Dirut PT Subafood Pangan Jaya, produsen komoditas berbasis
jagung di Jakarta, menyatakan, produk turunan jagung sangat banyak pilihan. Sebut saja
minyak goreng, pemanis, dan industri makanan. Dalam industri makanan, produk
turunannya berupa biskuit, camilan, sereal, dan mi. “Dalam pembuatan tepung jagung,
setelah digiling kering, jagung akan menjadi corn grits yang kemudian dengaan proses
ekstruksi menjadi makanan,” terangnya.
Dari jagung juga bisa dihasilkan pati. Prosesnya, jagung direndam air hangat yang telah
dicampur SO2 selama 48 jam, lalu digiling dan dipisahkan semua unsur- unsurnya, dicuci
kemudian dikeringkan. Dari poses ini dapat dihasilkan pula lembaga (germ), protein, dan
kulit. Pati (starch) adalah bahan untuk pembuatan bihun jagung.
Menurut Teddy, pasar produk turunan jagung terutama bihun, tiap tahun terus
meningkat. Dari analisisnya, pada 2006 konsumsi masyarakat baru mencapai 200 ton per
bulan dengan pasokan bersumber dari dua produsen bihun jagung. Setahun berikutnya
melonjak menjadi 1.000 ton per bulan dengan empat produsen. Dan 2008, konsumsi
menjadi 6.000 ton per bulan dengan 10 produsen yang terlibat.
Tahun ini konsumsi bihun jagung diprediksi melambung menjadi 10.000 ton per bulan.
Sedangkan tahun depan diperkirakan akan menembus kisaran 15.000 ton per bulan.
“Bihun jagung saat ini telah menggantikan lebih dari 50% pangsa pasar bihun beras dan
mulai merebut sedikit pasar mi,” ungkap Teddy.
Lebih jauh, Teddy memaparkan, bihun jagung telah menyumbang 0,2% sebagai makan
pokok dan 2% sebagai makanan nonberas. Sehingga ia berpandangan potensinya masih
sangat besar untuk dikembangkan. Apalagi melihat angka pertumbuhan jumlah
penduduk yang melaju pesat dan ditambah mahalnya produk makanan, terutama yang
berbasis gandum.
Ubi Cilembu
Ubi jalar dikenal dengan nama ketela rambat, huwi boled (Sunda), tela rambat (Jawa),
sweetpotato (Inggris), dan shoyo (Jepang) merupakan sumber karbohidrat yang cukup
penting dalam sistem ketahanan pangan kita. Selain karbohidrat sebagai kandungan
utamanya, ubi jalar juga mengandung vitamin, mineral, fitokimia (antioksidan) dan serat
(pektin, selulosa, hemiselulosa).
Ubi Cilembu mempunya nilai ekonomi tinggi bahkan potensial sebagai penghasil devisa
melalui ekspor. Ubi Cilembu telah mampu menembus pasar regional maupun
internasional. Ubi jalar Cilembu asal Sumedang sejak lama telah menembus pasar
ekspor di Singapura, Malaysia, Korea, dan Jepang. Di Jepang, ubi jalar telah
dimanfaatkan sebagai bahan pangan tradisional dan juga diolah menjadi ethanol, bahan
baku kosmetik dan minuman khas Jepang shake. “ Kalangan industri Jepang menilai ubi
Cilembu, sangat bagus untuk dijadikan bahan baku kosmetik dan minuman”.
Secara umum, produk pangan Indonesia berpotensi untuk dapat menjadi primadona
ekspor Indonesia, dengan sedikit inovasi dan kebijakan yang pro pangan oleh
pemerintah, serta dengan didukung oleh infrastruktur yang memadai, Indonesia sebagai
salah satu Negara agraris terbesar di dunia dapat mengembangkan pertumbuhan
ekonominya melalui produk pangan ini.
4.5 Information, Communication, and Technology ( ICT )
Tingginya kebutuhan dan penetrasi perangkat digital dalam berbagai aspek kehidupan
manusia secara tidak langsung telah menciptakan sebuah industri raksasa di bidang
teknologi digital yang melibatkan hampir seluruh bangsa-bangsa besar di dunia,
dengan nilai bisnis yang dari hari ke hari meningkat. Dalam era globalisasi dimana
Indonesia di tuntut untuk tidak hanya sebagai penonton melainkan ikut serta berperan
aktif dalam globalisasi TIK khususnya dalam perdagangan bebas yang di hadapi
Indonesia saat ini. Untuk itu Perlu sebuah perencanaan yang matang untuk
pengembangannya. Hal ini tentu saja akan tercapai apabila pemerintah berperan aktif
dalam memaksimalkan segala potensi yang dimiliki oleh Indonesia baik dari sektor
sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM).
Globalisasi menyebabkan dunia menjadi semakin horizontal dan terasa tanpa ada batas
antar negara-negara. Globalisasi sangat dirasakan di bidang ekonomi terutama
perdagangan. Dengan globalisasi memungkinkan sebuah produk melakukan eskpansi
pasar. Di bidang perekonomian dan perdagangan beberapa Negara juga membentuk
kerjasama atau aliansi. Pengaruh yang paling besar bagi Indonesia adalah munculnya
perdagangan bebas antara Negara-negara China dan ASEAN yang ditandai dengan
ditandatanganinya perjanjian perdagangan bebas tanggal 29 November 2004 dan pada
Januari 2010 mulai dilaksanakan tariff 0% untuk mayoritas produk pada China Asean
Free Trade Area (CAFTA).
Industri Teknologi Informasi dan Komunikasi juga menghadapi masalah yang sama
dengan industri lain dengan adanya perdangan bebas CAFTA ini. Saat ini produk-
produk TIK masih didominasi oleh Negara-negara eropa dan produk China yang sudah
gencar memasuki pasar Indonesia. Di Industri TIK, Indonesia masih banyak sebagai
pemakai (konsumen) bukan produsen. Komponen untuk TIK masih banyak impor. Lebih
dari 60 persen pekerjaan manukfakturing TIK bukan milik Indonesia. saat ini kondisi
maufaktur TIK Indonesia dalam keadaan stagnan walaupun memiliki sumber daya
penelitian dan pengembangan yang kuat.
Teknologi Informasi dan Komunikasi, adalah suatu padanan yang tidak terpisahkan yang
mengandung pengertian luas tentang segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan,
manipulasi, pengelolaan, dan transfer/pemindahan informasi antar media (Puskur
Diknas Indonesia).
Industri Teknologi Infomasi dan Komunikasi atau dalam bahasa Inggris di kenal dengan
istilah Infomation and comunication Technologies (ICT), adalah payung besar
terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan
menyampaikan informasi (wikipedia)
4.5.1 Perkembangan Industri TIK di Indonesia.
Bisa dikatakan saat ini perkembangan TIK di Indonesia sangat pesat. Kita lihat saja dari
beberapa fenomena yang ada. Pertama, pengguna internet di Indonesia pada tahun
2011 tercatat mencapai 45 juta orang. Angka ini akan terus melonjak hingga 12 bulan ke
depan karena semakin terjangkaunya harga komputer dan ponsel berteknologi maju.
Kedua, peningkatan pengguna ponsel di Indonesia tercatat telah mengalami kenaikan
menjadi 53%. Itu artinya sekitar 125 juta orang, lebih dari setengah penduduk Indonesia,
telah menggunakan ponsel dalam kehidupan sehari-hari. Dari dua fenomena tersebut,
maka bisa dikatakan bahwa Indonesia memiliki potensi pasar yang besar untuk produk
TIK. Lalu, bagaimana dengan bisnis TIK di Indonesia sendiri? Ternyata bisnis TIK dalam
negeri pun juga mengalami kemajuan Bahkan ada survei yang mengatakan bahwa
pertumbuhan rata-rata tahunan bisnis TIK di Indonesia antara 2010 hingga 2014 akan
mencapai 15 persen. Angka yang cukup tinggi untuk suatu negara berkembang (Jadid,
2011).
Melihat potensi pasar yang begitu besar dan berkembangnyabisnis TIK dalam negeri,
maka lirikan dari luar negeri pun mulai tertuju pada Indonesia. Contoh nyata terjadi
pada Koprol, layanan sosial media berbasis lokasi buatan Indonesia. Tidak ada yang
menyangka startup (perusahaan perintis) lokal itu diakuisisi oleh salah satu raksasa
Sillicon Valey, yaitu Yahoo!. Kaskus sebagai portal komunitas Indonesia terbesar juga
mengalami sukses besar. Lihat juga kesuksesan Kaskus. Portal komunitas Indonesia
terbesar. Situs ini juga sering menerima tawaran kerjasama dan akuisisi dari luar negeri
mercusuar TIK di Indonesia mulai terbentuk (kaskus).
Kelebihan dan kekurangan TIK Indonesia.
Dalam perkembangannya TIK dalam negeri memiliki kelebiha-kelebihan yang dapat di
manfaatkan untuk mengembangkan Industri TIK dalam negeri, beberapa kelebihan yang
dimiliki yakni, jumlah tenaga kerja yang cukup besar, terampil dan berpengalaman,
Industri besar TIK sudah berinvestasi di Indonesia (IBM, Oracle, Microsoft, SUN
Microsystems, INTEL, dll). secara alamiah telah terbentuk komunitas TIK yang berpotensi
membangun cluster. industri pendukung/komponen sudah diproduksi di dalam negeri,
telah tersedia infrastruktur meskipun belum merata.
Selain memiliki kelebihan, TIK dalam negeri pastinya juga memiliki kekurangan.
Beberapa kekurangan yang di miliki antara lain, Lingkungan usaha belum kondusif,
belum ada kepastian hukum. Dukungan riset, pengembangan dan transfer teknologi
masih lemah karena terbatasnya pembiayaan. Belum tersedia Standar Nasional
Indonesia (SNI) untuk TIK Pasar ekspor terbatas. Ketergantungan barang modal,
komponen dan bahan baku impor masih tinggi. Terbatasnya SDM profesional sebagai
wirausahawan pengembang dibidang TIK. Potensi usaha berbasis TIK belum
dikembangkan secara optimal dan masih tingginya tingkat pembajakan produk piranti
lunak.
4.5.2 Tantangan dan Peluang
Tantangan yang di hadapi dalam pengembangan industri TIK dalam negeri dari sektor
SDM yakni masih rendahnya kemampuan untuk memproduksi SDM TI , ini terlihat dari
distribusi SDM TI yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia, hanya terfokus di
beberapa wilayah saja.
Sedangkan peluang yang di miliki antara lain, peluang pertama terkait dengan
dibutuhkannya perangkat komunikasi lintas pulau yang dapat dipergunakan oleh
seluruh masyarakat Indonesia untuk berbagai kebutuhan dan keperluan hidup sehari-
hari, baik untuk bekerja, beraktivitas, berorganisasi, berkoordinasi, maupun berinteraksi.
Dapat dibayangkan betapa besar pasar dalam negeri yang dapat digarap hanya di
sektor telekomunikasi ini. Peluang kedua tumbuh dari kenyataan bahwa kondisi
geografis yang ada, terciptanya lingkungan kehidupan yang sangat heterogen.
Keberagaman suku, adat, dialek, agama, ras, dan budaya di tengah-tengah lingkungan
yang subur untuk melakukan kegiatan pertanian, peternakan, perkebunan,
pertambangan, pelayaran, dan perdagangan ini secara langsung berakibat pada
terciptanya beraneka kebutuhan yang berbeda-beda.
Dalam konteks TIK, hal ini berarti bahwa setiap daerah atau komunitas basis, pasti
membutuhkan model aplikasi TIK yang berbeda-beda pula. Dengan berasumsi bahwa
setiap kecamatan memiliki keunikan tersendiri, paling tidak pasti dibutuhkan lebih dari
5.000 variasi aplikasi e-business atau e-commerce yang perlu dibangun dalam abad
moderen ini. Belum lagi jika berbicara masalah implementasi konsep e-government,
dimana jika disandingkan dengan konsep otonomi daerah, paling tidak akan ada lebih
dari 400 variasi aplikasi di Indonesia. Mengingat bahwa setiap varian merupakan sebuah
sistem informasi yang dibangun oleh ratusan bahkan ribuan modul, maka dapat dilihat
seberapa besar potensial industri perangkat lunak di tanah air.
Potensi ini masih sebatas jika perspektif yang dipakai adalah aspek geografis. Jika yang
dilihat dari perspektif lainnya, seperti domain industri vertikal misalnya, maka peluang
yang dimaksud akan semakin luar biasa besarnya.
4.5.3 Pengaruh Globalisasi Terhadap Industri TIK di Indonesia
Kehadiran globalisasi membawa pengaruh bagi kehidupan suatu bangsa. Pengaruh
globalisasi dirasakan di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ideologi,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain yang akan mempengaruhi
nilai-nilai nasionalisme bangsa. Secara umum globalisasi dapat dikatakan suatu proses
tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Menurut Edison
A. Jamli (Edison A. Jamli dkk, Kewarganegaraan, 2005), globalisasi pada hakikatnya
adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti
oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan
menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. Dengan kata lain
proses globalisasi akan berdampak melampaui batas-batas kebangsaan dan
kenegaraan.
Sebagai sebuah proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, dalam interaksi
antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dimensi ruang yang dapat
diartikan jarak semakin dekat atau dipersempit sedangkan waktu makin dipersingkat
dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Hal ini tentunya tidak terlepas dari
dukungan pesatnya laju perkembangan teknologi yang semakin canggih khususnya
teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah pendukung utama bagi
terselenggaranya globalisasi. Dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi,
informasi dalam bentuk apapun dan untuk berbagai kepentingan, dapat disebarluaskan
dengan mudah sehingga dapat dengan cepat mempengaruhi cara pandang dan gaya
hidup hingga budaya suatu bangsa. Kecepatan arus informasi yang dengan cepat
membanjiri kita seolah-olah tidak memberikan kesempatan kepada kita untuk
menyerapnya dengan filter mental dan sikap kritis. Makin canggih dukungan teknologi
tersebut, makin besar pula arus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan
dampak global. Oleh karena itu selama ini dikenal asas “kebebasan arus informasi”
berupa proses dua arah yang cukup berimbang yang dapat saling memberikan
pengaruh satu sama lain.
Namun perlu diingat, pengaruh globalisasi dengan dukungan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Pengaruh positif yang dapat dirasakan dengan adanya TIK adalah peningkatan
kecepatan, ketepatan, akurasi dan kemudahan yang memberikan efisiensi dalam
berbagai bidang khususnya dalam masalah waktu, tenaga dan biaya. Sebagai contoh
manifestasi TIK yang mudah dilihat di sekitar kita adalah pengiriman surat hanya
memerlukan waktu singkat, karena kehadiran surat elektronis (email), ketelitian hasil
perhitungan dapat ditingkatkan dengan adanya komputasi numeris, pengelolaan data
dalam jumlah besar juga bisa dilakukan dengan mudah yaitu dengan basis data
(database), dan masih banyak lagi.
Sedangkan pengaruh negatif yang bisa muncul karena adanya TIK, misalnya dari
globalisasi aspek ekonomi, terbukanya pasar bebas memungkinkan produk luar negeri
masuk dengan mudahnya. Dengan banyaknya produk luar negeri dan ditambahnya
harga yang relatif lebih murah dapat mengurangi rasa kecintaan masyarakat terhadap
produk dalam negeri. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa
Indonesia.
4.5.4 Strategi Pengembangan TIK untuk menghadapi Perdagangan bebas.
Keberpihakan terhadap industri dalam negeri di satu sisi, dengan tetap
mempertahankan dan memperhatikan unsur kompetisi di pihak lain, dan tetap berada
pada jalur koridor hukum maupun perjanjian global sering diistilahkan dengan
pendekatan 3C (collaboration, competition, and compliance). Contohnya adalah sebagai
berikut. Dari sisi compliance, industri TIK nasional tetap patuh pada aturan World Trade
Organisation (WTO) atau pun perjanjian-perjanjian dagang bilateral maupun multilateral
lainnya. Agar produk-produk dan jasa-jasa lokal dapat bersaing di dalam negeri, sudah
saatnya pemerintah memperlihatkan “keberpihakannya” dengan cara memperhatikan
secara khusus dan seksama beraneka ragam usaha-usaha komunitas masyarakat dalam
berinovasi dan berkreasi.
Dalam konteks collaboration, kerjasama antara ABG (baca: Academe-Business-
Government) merupakan kunci penting keberpihakan stakeholder lokal akan produksi
dalam negeri. Kerja keras membangun produk/jasa TIK yang tidak berkesudahan, alokasi
sumber daya negara untuk mendukung riset dan pengembangan di bidang TIK,
kampanye pentingnya TIK dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat,promosi
kehandalan produk-produk dalam negeri, merupakan sebagian usaha yang secara
konsisten dan berkesinambungan harus dilakukan.
Perkembangan industri TIK Indonesia dewasa ini telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Hal ini memungkinkan Indonesia memiliki potensi besar sebagai pemain
utama bagi industri Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Agar produk-produk dan
jasa-jasa lokal dapat bersaing di dalam negeri, sudah saatnya pemerintah
memperlihatkan “keberpihakannya” dengan cara memperhatikan secara khusus dan
seksama beraneka ragam usaha-usaha komunitas masyarakat dalam berinovasi dan
berkreasi
Dalam menghadapi era globalisasi dalam perdagangan bebas telah banyak strategi
yang di rumuskan oleh pemerintah. Strategi ini mencakup dari persiapan SDM dan SDA
yang di miliki, sampai pada sengembangan beberapa program yang telah dimiliki oleh
TIK nasional.
Agar industri TIK dalam negeri dapat terus menerus mengalami peningkatan, hendaknya
pemerintah harus bekerja sama dan mengajak semua masyarakat untuk ikut andil dalam
pengembangan TIK dalam negeri. Pemerintah harus mampu mencuri perhatian dan
memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan juga terus menjaga dan meningkatkan
kualitas pelayanan bagi para konsumen dalam negeri. Pemerintah juga harus serius
dalam menjalankan program-program yang telah disusun, sehingga program-program
ini tidak hanya sebatas program belaka, melainkan dapat terealisasi sesuai dengan
tujuan yang telah di susun
5. Peran Mahasiswa Dalam Mengembangkan Perekonomian Nasional
Setelah menyimak bahasan – bahasan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa
sebenarnya potensi Indonesia untuk menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia sangat
besar. Dengan potensi sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia
yang mumpuni tidak sulit bagi Indonesia untuk berkembang menjadi motor penggerak
ekonomi dunia. Kita juga sudah setidaknya mengetahui bahwa inovasi dan karya sangat
krusial dibutuhkan untuk mengembangkan potensi – potensi yang kita miliki dan
menambah daya saing bangsa kita menghadapi tantangan global. Kita juga sudah
mengetahui bahwa dengan berinovasi dalam mengembangkan produk turunan bahan
mentah, kita dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. sekarang
pertanyaan besarnya adalah, apa yang dapat kita lakukan sebagai mahasiswa, agent of
change, apa yang dapat kita tawarkan sebagai solusi untuk dapat mengembangkan
perekonomian nasional kita ?
Mahasiswa sebagai insan yang terpelajar tentu saja memiliki berjuta potensi untuk
dapat mengembangkan perekonomian nasional. Mahasiswa dapat terus berinovasi
mengembangkan potensi – potensi yang sudah ada. kita dapat terus berinovasi
mengembangkan sumber daya manusia kita sehingga kemampuan kita tidak kalah
bersaing dengan bangsa lain. Mahasiswa dapat terus berkarya menciptakan produk
yang aplikatif dan solutif terhadap permasalahan bangsa yang ada, khususnya
permasalahan ekonomi. beberapa mahasiswa bahkan telah lebih dulu mengembangkan
potensi, berinovasi untuk menambah dan meningkatkan nilai jual suatu produk, sebagai
contoh mahasiswa jurusan Teknologi Hasil Pangan Fakultas Pertanian Universitas Riau
(UR) berhasil mengembangkan makanan inovatif Nata de Pina, yaitu produk turunan
yang dibuat dari kulit buah nanas. Mahasiswa IPB juga tidak kalah, mereka berhasil
berinovasi menciptakan produk mie jagung siap saji dengan fortifikasi berbagai zat gizi
mikro sebagai solusi bagi masalah kekurangan gizi ibu hamil, khususnya di Asia
Tenggara, bahkan mereka mampu meraih peringkat 3 dalam kompetisi internasional
bidang inovasi pangan di Amerika
Di Bidang teknologi aplikatif, mahasiswa ITB juga tidak mau kalah. Beberapa mahasiswa
ITB yang tergabung dalam tim X – Files berhasil berinovasi mengembangkan
pembangkit listrik tenaga gelombang laut yang aplikatif. Selain itu mahasiswa jurusan
Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB juga berhasil mengembangkan jaket yang berbahan
dasar kertas namun kedap air, dan masih banyak lagi inovasi – inovasi lain yang
tentunya tidak kalah bersaing dengan inovasi – inovasi yang sudah ada. mahasiswa ITB
yang tergabund dalam tim juga tidak mau kalah, mereka berhasil mengembangkan
lampu Ganesha, yaitu lampu super yang hemat energy listrik, dan masih banyak lagi
inovasi – inovasi lain yang telah berhasil dikembangkan mahasiswa dan tentu saja tidak
kalah bersaing dengan inovasi – inovasi yang sudah ada.
Mahasiswa dengan berbagai disiplin ilmu yang digelutinya dapat bersama sama
berkolaborasi membentuk suatu inovasi yang efektif dan tepat sasaran, dan tentu saja
kita sebagai mahasiswa juga harus bersama – sama berkolaborasi dengan pemerintah
dan pelaku industry untuk secara komprehensif dapat mengembangkan perekonomian
Indonesia seperti yang sudah dijelaskan diatas.
6. Kesimpulan
Indonesia merupakan Negara dengan potensi yang besar untuk dikembangkan, baik
yang berupa sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Semua potensi itu harus
dikembangkan dengan cara berinovasi dan berkarya untuk menghasilkan sesuatu
produk yang bernilai jual lebih dan berdaya saing tinggi untuk membangun
perekonomian Indonesia yang berkelanjutan dan terakselerasi serta untuk mengjawab
tantangan global.
Mahasiswa kiranya dapat berkontribusi dalam pembangunan dan percepatan
pembangunan ekonomi Indonesia melalui inovasi dan karya yang kita hasilkan, yang
salah satunya adalah dengan berinovasi dalam mengembangkan produk turunan dari
bahan mentah yang mayoritas kita ekspor dan tidak diolah di dalam negeri menjadi
sesuatu produk yang bernilai jual tinggi
Kolaborasi triple helix antar mahasiswa – pemerintah dan pelaku industry juga sangat
dibutuhkan agar tercipta koordinasi yang baik antar ketiga pihak tersebut dalam
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia
7. Call For Paper
Setelah menyimak pembahasan dari kami diatas, kami panitia Forum Satya Daya ITB Fair
2012 mengundang kepada seluruh calon peserta forum untuk membuat essay
mengenai inovasi dan karya dan hubungannya dengan cluster potensi yang sudah kami
sebutkan diatas. Peserta harus memilih satu diantara 5 cluster dan pembahasan terkait
hubungan inovasi dan karya dengan cluster yang sudah dipilih. Essay harus berisi
argument tentang pentingnya mengembangkan cluster tersebut dan rencana inovasi
apa yang telah/ingin dikembangkan untuk mengembangkan potensi salah satu cluster
yang dipilih serta hambatan potensial apa saja yang dapat menghambat
perkembangannya. Bagi peserta yang sudah pernah mengembangkan produk turunan
dari salah satu cluster diatas, mohon dicantumkan juga di dalam essay mengenai
produk turunan yang sudah berhasil dikembangkan tersebut, dan bagi yang sedang
melakukan riset terkait cluster diatas mohon juga untuk dicantumkan dalam essay. Essay
paling lambat panitia terima pada tanggal 21 Januari 2012, pukul 24.00 dikirimkan
melalui E mail dengan alamat [email protected] atau
[email protected] dalam format .rar/.zip dengan judul ; Inovasi &
Karya_Judul Essay_Nama Universitas.
Untuk informasi lebih lanjut maupun pertanyaan mengenai esai dan kegiatan dapat
menghubungi Manager Forum Satya Daya, Yessica Fransisca Stephanie, 085624529047
atau email [email protected] maupun melalui LO masing-masing
universitas yang ditentukan nantinya.
Kami sangat mengharapkan partisipasi para calon peserta forum, mahasiswa –
mahasiswi terbaik Indonesia, untuk dapat bersama sama mengembangkan dan
mengakselerasi perekonomian Indonesia demi kesejahteraan bangsa dan Negara
melalui Inovasi dan Karya nyata.
Akhir kata, sekian yang dapat kami sampaikan, mohon maaf bila ada kekurangan dan
kecacatan dalam penulisan buku ini, mudah – mudahan apa yang telah kami sampaikan
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandung, 4 Desember 2011
Panitia Forum Satya Daya ITB Fair 2011
Daftar Pustaka
1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia. 2011. Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.
IndoPasific Edelman:Jakarta
2. Biro Pusat Statistik Indonesia.2011.Data Strategis BPS 2011. Biro Pusat
Statistik:Jakarta
3. Biro Pusat Statistik Indonesia.2011. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi (April
2011). Biro Pusat Statistik; Jakarta.
4. BPPT.2010. Inovasi Untuk Kemandirian Bangsa. Diakses di alamat
http://www.bppt.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=394:unt
uk-sebuah-kemandirian&catid=46:umum:
5. Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan ITB.2011.Inovasi
Sosioteknikal. Diakses di alamat : www.lpik.itb.ac.id
6. Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan ITB.2011. Infrastruktur
Inovasi. Diakses di alamat : www.lpik.itb.ac.id
7. OECD.2011. Indonesia Economic Forecast Summary (November 2011). Diakses di
alamat
http://www.oecd.org/document/17/0,3746,en_33873108_39418603_45274769_1_
1_1_1,00.html
8. Trading Economics BPS.2011.Indonesia GDP Annual Growth Rate. Diakses di
alamat: http://www.tradingeconomics.com/indonesia/gdp-growth-annual
9. Detik Forum.2010. Bergantung Pada Ekspor Bahan Mentah. Diakses di alamat:
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/72999
10. Ditjen KPI Departemen Perdagangan RI.2010. Implikasi ACFTA. Diakses di alamat :
www.ditjenkpi.depdag.go.id/.../Implikasi_ACFTA20050808105154.doc
11. Kanopi FEUI.2010. ACFTA Ancaman atau Peluang. Diakses di : http://kanopi-
feui.blogspot.com/2010/04/acfta-ancaman-atau-peluang.html
12. ASEAN.2010. Agreement On Trade In Goods Of The Framework Agreement On
Comprehensive Economic Co-Operation Between The Association Of Southeast
Asian Nations And Republic Of China. Diakses di alamat :
http://www.aseansec.org/22201.pdf
13. Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian
Perdagangan R.I.2010.Slide :Kesepakatan ASEAN-China FTA: Latar Belakang,
Perkembangan, Tantangan dan Solusinya bagi Perekonomian Indonesia.
14. Departemen Perindustrian RI.2010. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Departemen
Perindustrian; Jakarta
15. Departemen Perindustrian RI.2010.Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa
Sawit Indonesia.Departemen Perindustrian; Jakarta
16. World Growth Foundation.2011.Laporan Kelapa Sawit : Manfaat Minyak Sawit
Bagi Perekonomian Indonesia. World Growth:Jakarta
17. United States Department Of Agriculture.2010. Indonesia : Rising Global Demand
Fuels Palm Oil Expansion.USDA; New York
18. Popong Nurhayati.2004. Nilai Tambah Produk Olahan Perikanan Pada Industri
Perikanan Tradisional DKI Jakarta. Buletin Ekonomi Perikanan; Jakarta
19. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Departemen
Kelautan dan Perikanan RI.2007. Masalah dan Kebijakan Peningkatan Produk
Perikanan Untuk Pemenuhan Gizi Masyarakat. Departemen Kelautan dan
Perikanan : Jakarta
20. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MSi.2000. Prospek Bisnis Perikanan dan Kelautan
Indonesia. Agrimedia;Jakarta
21. Antara News.2010. Ekspor Perikanan Indonesia Urutan 11 Dunia. Diakses di
Alamat: www.antaranews.com/print/1273125803
22. World Bank.2010. Pangan Untuk Indonesia. World Bank Publisher;Jakarta
23. Media Indonesia.com.2011. Wamendag Ingatkan Indonesia Kaya Produk Pangan.
Diakses di alamat:
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/11/01/272958/293/14/Wamendag-
Ingatkan-Indonesia-Kaya-Produk-Pangan
24. Masyarakat Telematika Indonesia.2011. Kesiapan Infrastruktur dan Teknologi
Broadband Indonesia. MasTel:Jakarta
25. Kompasiana.2011.Kesiapan Industri TIK Indonesia dalam Menghadapi
Perdagangan Bebas ACFTA. Diakses di alamat :
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/10/21/kesiapan-industri-tik-
indonesia-dalam-menghadapi-perdagangan-bebas-cafta/