free trade watch edisi iv desember 2012

128
Free Trade Watch Edisi IV - Desember 2012 KORPORATOKRASI DI INDONESIA

Upload: idris-khaulani

Post on 19-Mar-2016

244 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Free Trade Watch

TRANSCRIPT

Page 1: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

Free Trade WatchEdisi IV - Desember 2012

Edisi IV

- Desem

ber 2012Fre

e Trad

e W

atch

LIBERALIZATION

GOVT.

CORP.

CORP.

CORP.

GOVT.

GOVT.

PR

OFIT

INV

ESTM

EN

T

TAX HAVEN

BU

SIN

ESS

PRIVATIZ

ATION

KORPORATOKRASIDI INDONESIA

Page 2: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

Penaggung Jawab:M. Riza Damanik

Chief of Editor: Salamuddin Daeng

Reporter: Rika FebrianiRachmi HertantiNirmal Ilham

Kontributor: Program Officer dan Staff IGJ

FinansialElsyeErna

TehnikIdris

Alamat RedaksiJl. Tebet Barat Dalam VI L No. 1 A Jakarta SelatanTelp. +62-21 83 00 784www.igj.or.id

Cover:

mengundang anda untuk menuliskan gagasan kritis, kreatif, inovatif dan visioner yang berorientasi pada tema-tema yang membangun wacana keadilan global di tengah masyarakat. Naskah 8-10 halaman kwarto, selayaknya dilengkapi dengan referensi acuan maupun pendukung. Redaksi dapat menyunting naskah tanpa mengubah maksud maupun isi.

Page 3: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

PB 1Edisi IV - Desember 2012

REDAKSI

DAFTAR ISI

IDEOLOGI

KEGIATAN IGJ

GLOBALISASI

REGIONALISME

NASIONAL

Korporatokrasi di Indonesia

Sepak Terjang Korporatokrasi Pasca Krisis 2008: Dari Rakyat, Oleh Negara, Untuk Korporasi

Korporatokrasi Group Bakrie

Skandal Praktek Ekspor-Impor Minyak Petral Group

Perampokan Negara oleh Perusahaan Transnasional

Strategi Korporat Bisnis Danone di Indonesia

ASEAN- Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)“Strategi Negara Maju Untuk Memperkuat Dominasi Di Asia-Pasifik”

Hentikan Perluasan Liberalisasi Perdagangan ASEAN !

Kudeta Pemerintah SBY Atas Putusan MK

Ekonomi Politik Sumber Daya Alam dan Tantangan Industrialisasi Nasional

Gelar Ksatria SBY Dibarter Proyek, Istana Membantah

Boediono di Megaskandal BLBI: Penjarahan Uang Negara Tiada Akhir

Hatta Rajasa, Jual Negara dan Gelar Kehormatan

Kartel Pangan, Sindikat Impor dan Korupsi

Realisasi Anggaran Belanja K/L Hanya 87,5% Gagal Capai Target, Pemerintah Berkilah

Kasus Blok Mahakam:Kelicikan Kontraktor dan Pengkhianatan Komprador?

Ketika Listrik Dikuasai Korporasi

Dibalik Kebijakan Redenominasi Rupiah

Merebut kembali Kedaulatan NasionalSesungguhnya Revolusi Yang Kita Mau !

2

4

16

29

34

41

51

60

67

71

76

79

84

87

90

93

100

110

117

124

Page 4: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

2 3Edisi IV - Desember 2012

REDAKSI

KORPORATOKRASIdi INDONESIA

Dalam era ekonomi liberal di Indonesia dewasa ini, sangat mungkin suatu pemerintahan hanya dikendalikan oleh segelintir korporasi atau pemilik modal. Pemilik modal besar yang ditopang oleh lembaga keuangan

internasional dan negara-negara maju membiayai proses politik seperti Pemilihan Umum (Pemilu), membiayai pembuatan peraturan perundangan, menentukan arah pemerintahan hingga menentukan opini public melalui lembaga-lembaga survey.

Siapa para pemilik modal tersebut? Dalam struktur penguasaan sumber-sumber ekonomi Indonesia modal asing menguasai 70-95 persen stuktur modal nasional. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan bahwa investasi di luar migas, perbankkan, lembaga keuangan non bank, asuransi, sewa guna usaha, industri rumah tangga sebesar 72,94 persen dikuasai modal asing (2012). Sebanyak 85 persen penguasaan migas nasional berada di tangan asing. Dalam sektor mineral tembaga, emas dan perak 95 persen lebih dikendalikan oleh dua perusahaan yakni Newmont dan Freeport. Dominasi asing juga terjadi dalam sektor pekebunan, keuangan dan perbankkan.

Sisanya adalah modal nasional yang berkolaborasi dengan modal asing. Misalnya dalam penguasaan batubara seperti Bumi Resources yang merupakan perusahaan yang dimiliki oleh politisi nasional Aburizal Bakrie Ketua Umum Partai Golkar, merupakan perusahaan nasional yang sebagian besar asetnya (81%) dibentuk oleh utang yang bersumber dari investor internasional.

Page 5: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

2 3Edisi IV - Desember 2012

Pada lapisan terbawah, masyarakat Indonesia sangat miskin, hampir separuh penduduk hanya berpendapatan dibawah USD 2 purchasing power parity (PPP). Para pemilik modal besar dapat membeli suara rakyat dengan harga yang sangat murah melalui Pemilu dan Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada). Pemilik modal besar juga dapat membeli para politisi yang korup dalam lembaga legislatif di tingkat pusat dan daerah dalam rangka mempertahankan dominasinya dalam kegiatan eksploitasi kekayaan alam dan kekayaan ekonomi nasional.

Kondisi Indonesia sejak era reformasi membenarkan teori Karl Marx (1818-1883), yang menyatakan siapa yang menguasai basis maka ia akan menguasai suprastruktur. Dengan kata lain, kelas dominan—pengusaha—akan “mengendalikan” negara melalui modal atau kekayaan mereka. Politik dalam era reformasi yang dikendalikan oleh korporasi juga mengkonfirmasi pandangan John Perkins dalam bukunya Confessions of an Economic Hitman (2004) yang menyatakan bahwa Korporatokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang dikendalikan, dikuasai atau dijalankan oleh beberapa korporat. Para korporat ini biasanya para pengusaha kaya raya atau konglomerat yang memiliki dana lebih dari cukup untuk mengendalikan kebijakan-kebijakan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain dalam suatu negara. Secara praktis biasanya para konglomerat ini merupakan donator atau penyumbang utama yang menghidupi para politikus, pejabat-pejabat militer dan kepala-kepala instansi suatu negara.

Refomasi dalam bidang politik dan ekonomi Indonesia sejak kejatuhan Orde Baru sekaligus telah memindahkan kekuasaan politik dan ekonomi ke tangan segelintir pemilik modal yaitu modal asing dan modal nasional yang menjadi kolaboratornya. Padahal landasan kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila dan UUD 1945 asli, Pasal 33 UUD 1945 ayat 1,2 dan 3, telah mengamanatkan kepada negara untuk menguasai kekayaan alam, cabang-cabang produksi yang penting, untuk dikelola dan digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sesungguhnya dengan dasar konstitusi tersebut maka bangsa dan Negara Indonesia dapat melepaskan diri secara utuh dari segala bentuk dominasi dan korporatokrasi.

Salamuddin Daeng

Page 6: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

4 5Edisi IV - Desember 20124

Sepak Terjang Korporatokrasi Pasca Krisis 2008:

Dari Rakyat, Oleh Negara, Untuk Korporasi

GLOBALISASI

Ziyad FalahiIndonesia For Global Justice

Page 7: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

4 5Edisi IV - Desember 2012

Negara dan Korporasi adalah aktor utama dalam proses sejarah manusia pasca revolusi industri. Bahkan dalam konteks akademis, tidak jarang muncul perdebatan antara apakah negara atau korporasi yang harus

menjadi aktor utamanya. Maka tak heran jika dalam sejarahnya kedua aktor tersebut acapkali saling mengantagonismekan untuk memperebutkan posisi dominan. Namun dalam era kontemporer, konstelasi negara dan korporasi ternyata tidak selalu menjadi dilema, bahkan dalam beberapa adegan, terutama saat krisis terjadi, justru berkolaborasi bersama. Logika kedaulatan negara dalam era globalisasi semakin tidak mampu menahan akselerasi logika akumulasi kapital yang semakin sporadis. Sebaliknya, logika pasar bebas semakin membutuhkan institusi yang bisa memberikan jaminan dan insentif ketika terguncang krisis. Implikasinya, paradoks terjadi ketika negara dan korporasi saling menyelamatkan, maka seringkali rakyat yang harus dilupakan

Di sisi lain, “Freefall”, begitulah Joseph Stiglitz menggambarkan tatanan perekonomian dunia kontemporer pasca krisis global 2008. Setelah neoliberalisme dengan prinsip kebebasannya selama lebih dari tiga puluh tahun menghiasi struktur internasional dan selalu bisa bangkit sekalipun acapkali ditimpa krisis, maka Stiglitz meyakini jikalau hantaman keras krisis 2008 telah membuat neoliberalisme lumpuh.1 Kejatuhan neoliberal diperkuat oleh fakta ketika AS yang dalam sejarahnya paling lantang menyuarakan anti intervensi negara, ternyata malah mengeluarkan bailout untuk menyelamatkan beberapa korporasi pasca krisis. Sebaliknya, perhatian kini mulai melirik Cina sebagai contoh kesuksesan, padahal kebijakan ekonomi Cina yang banyak mengandalkan campur tangan negara merupakan model yang menyimpang dari asumsi Neoliberal yang tertuang dalam konsensus washington. Dengan kata lain, era post washington konsensus menggambarkan era kemunduran neoliberalisme.2

Uraian pemikiran diatas seolah membuat kita yakin bahwa tinggal menunggu saja kembalinya peran negara dalam menata kelola perekonomian. Namun sejauh mana neoliberalisme telah mengalami keruntuhan, dan sebaliknya apakah negara kembali berjaya? Jika disimak secara mendalam, Stiglitz, Jackson dan Sorensen hanya menekankan bahwa turunnya tahta neoliberalisme pasca krisis 2008 terindikasi melalui mulai ditinggalkannya konsensus washington. Namun apakah neoliberalisme selalu identik dengan konsensus washington? Sampai disini menjadi menarik karena neoliberalisme ternyata bisa jadi bukan hanya berkaitan dengan besar tidaknya intervensi negara. Inilah yang membuat kita perlu untuk berfikir ulang bahwa definisi neoliberalisme sesungguhnya adalah dominasi pasar, dengan atau tanpa intervensi negara. Mengutip David Harvey,

1 Stiglitz. J. 2009. Freefall: America, Free Market and the Sinking of Global Economy. New York: Norton Company. Pp.106

2 Jackson, R., & Sorensen, G. 2008. Global Political Economy. Oxford University Press

Page 8: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

6 7Edisi IV - Desember 2012

bahwa besarnya intervensi negara sebagaimana yang dicontohkan oleh Cina justru adalah manifestasi dari neoliberalisme, dan bukan merkantilisme, karena kebijakan Cina tersebut didorong oleh spirit logika pasar bebas.3

Oleh karena itulah, kontradiksi negara dalam menata perekonomian belum berakhir. Negara tetap dihadapkan pada dilema, apakah harus menyelamatkan rakyat, atau menyelamatkan korporasi. Guna membantu terkomunikasikannya gagasan penulisan ini, maka tulisan ini secara umum akan dibagi dalam empat bagian penulisan. Pertama, akan menjadi pendahuluan sebagai pengantar permasalahan termasuk didalamnya mengupas secara tuntas pergeseran struktur internasional dan konstelasi perdebatan mengenai benar tidaknya “negara” telah kembali pada fungsinya. Selanjutnya dalam pembahasan kedua akan dilakukan proses penjelajahan, sekaligus dipaparkan data-data empirik untuk mendukung argumentasi bahwa terhadap paradox dari kembalinya peran negara. Bagian ketiga akan mengurai kemunculan korporatokrasi sebagai respon atas transisi struktur internasional. Dibagian selanjutnya yakni bagian keempat akan dijelaskan mekanisme hubungan keduanya. Sedangkan bagian terakhir adalah kesimpulan.

Pelajaran Dari Gagalnya Washington Consensus Pasca Krisis 2008

Struktur perekonomian global pasca runtuhnya bretton-woods hingga sebelum terjadinya krisis 2008 sejatinya rapuh. Joseph Stiglitz menggambarkan perekonomian global pasca runtuhnya bretton-woods layaknya berlayar ditengah ombak besar. Sebagaimana analogi ombak, maka situasi perekonomian yang bebas dan tidak terkontrol ibarat “ombak” yang suatu saat bisa mengalami guncangan yang begitu hebat. Seperti kita ketahui, pasca Bretton Woods telah terjadi krisis sebanyak dua kali yakni pada tahun 1980 dan 1997. Namun ada fenomena yang berbeda ketika krisis kembali terulang pada tahun 2008.4 Krisis yang dikenal dengan istilah subprime mortage tersebut membuat negara-negara mulai memikirkan kembali pendapat John Maynard Keynes yang dulu ditinggalkan, tentang day to day management oleh negara. Kaum yang sepakat dengan pernyataan akan distorsi pengaruh neoliberalisme, akan merujuk pada fakta bahwa konferensi multilateral pasca krisis 2008 mulai membawa kembali isu neo-merkantilisme.

Rapuhnya struktur perekonomian global pasca bretton-woods juga diungkapkan oleh Susan Strange yang menyebut dengan istilah casino capitalism. Susan Strange mengemukakan bahwa perekonomian pasca bretton woods dianalogikan seperti halnya kita bermain casino yang penuh ketidakpastian dimana sistem 3 Harvey, 2010. Is This Really the End of Neoliberalism?. Journal Critical Inquiri, No.4., Vol.2 Pp56-894 Harvey, Op cit.

Page 9: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

6 7Edisi IV - Desember 2012

moneter yang didasarkan atas floating exchange rate. Sistem floating memberikan kedaulatan bagi spekulan untuk membeli mata uang yang tentu akan berdampak negatif bagi negara. Belum lagi rezim pasar bebas dalam casino capitalism acapkali melestarikan sektor derivatif yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi finansial non-riil, namun secara perlahan malah melemahkan perekonomian yang produktif.5

Pada akhirnya struktur neoliberalisme yang sesungguhnya rapuh ternyata runtuh diterjang krisis 2008. Pergeseran era pasca krisis 2008 digambarkan Fareed Zakaria sebagai masa post-American.6 Fareed Zakaria menjelaskan bahwa pengaruh AS sebelum krisis cukup menentukan dimana sebagai pemenang perang, AS menguasai market pasca perang dunia hingga membuatnya menjadi “hegemonic stability” ditambah dengan sistem mata uang dunia yang dijangkarkan terhadap dollar. Setelah itu, lahirnya doktrin reaganomics yang dicetuskan presiden Ronald Reagan pasca bretton woods membuat MNC AS menyebar ke hampir seluruh penjuru dunia. Produk MNC AS, terutama barang-barang konsumer membanjiri perdagangan global sebagaimana apa yang disebut Susan Strange sebagai Flexible Capital.

Namun jika disimak lebih lanjut, Joseph Stiglitz dan Fareed Zakaria meyakini adanya penurunan pengaruh neoliberal karena memandang neoliberalisme sebagai proyek Amerikanisasi. Dalam pandangan ini, neoliberalisme acapkali identik dengan preskripsi yang dimunculkan consensus washington tahun 1990. Consensus washington menganjurkan negara sebisa mungkin menghindari proteksi dan intervensi karena pasar bersifat elastis sesuai hukum supply and demand.7 Oleh karena itu, beberapa preskripsi washington consensus harus dimanifestasikan pemerintah, seperti privatisasi perusahaan negara, deregulasi pasar, dan membiarkan mata uang mengambang. Padahal Cina sendiri juga aktor yang intensif mempelopori free trade area yang sedang marak terjadi di beberapa regionalisme.

Lalu apa sesungguhnya arti imbuhan “neo” dari neoliberalisme yang membedakanya dengan liberalisme? Neo menunjukkan adanya kebaruan dimana Neoliberalisme tidak lagi berpijak pada asumsi normatif tentang pasar sebagaimana pandangan liberal klasik. Neoliberalisme memandang pasar dalam pengertian “keharusan”.8 Pasar bagi kaum neolib bukan lagi dianggap sebagai arena, tetapi pasar adalah aktor yang bergerak dan memiliki kehendak. Seperti kita ketahui, neoliberalisme seringkali disinonimkan dengan fundamentalisme

5 Strange, S., 1997. Casino capitalism. London : Blackwell6 Zakaria, F., 2008.The Post-American World. New York: Norton Company7 Friedman, T.,L. 2002., The Lexus and Olive Three. Farrar Strauss & Giroux. Harvey, 2010. Is This Really the End of Neoliberalism?. Journal Critical Inquiri, No.4., Vol.2 Pp56-898 Harvey Op Cit. Pp.34-78

Page 10: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

8 9Edisi IV - Desember 2012

pasar karena keyakinanya terhadap pasar sebagai institusi yang bergerak secara alami didasarkan pada “the invisible hand”.

Tentu kita tidak bisa memungkiri kemungkinan masih lestarinya neoliberalisme dengan negara sebagai intitusi pendukung. Oleh karena itulah, David Harvey meyakini bahwa ketika suatu negara tidak menjalankan konsensus washington sekalipun, belum tentu negara tersebut tidak tergolong mengadopsi asas neoliberalisme. Dalam konteks Cina misalnya, meskipun peran negara sangat besar dan cenderung otoriter, namun bukan berarti Cina tidak terkena dampak neoliberalisme. Bahkan, Jackson dan Sorensen memandang Cina sangat liberalis dalam konteks perdagangan internasional.9 Artinya, neoliberalisme sebagai sebuah struktur dominasi belum runtuh. Neoliberalisme hanya berpindah agency saja dari yang sebelumnya mengandalkan AS, kini perlahan mulai diambil alih Cina. Hadirnya Cina membawa sensasi terbaru dalam tata kelola ekonomi dengan meleburkan semangat dominasi negara ala markantilisme dan perkembangan perusahaan ala liberalisme.

Ketika Negara dan Korporasi Saling Menyelamatkan Penjelasan bab sebelumnya membuat kita semakin perlu mengkaji ulang

mengenai apakah benar bahwa perekonomian global pasca krisis 2008 telah meninggalkan era neoliberalisme dan menanti kembalinya kejayaan negara? Jika disimak secara lebih mendalam pada bab selanjutnya, premis neoliberalisme sesungguhnya bukan hanya berkaitan dengan besar atau tidaknya intervensi negara. Negara bisa jadi juga dimanfaatkan oleh korporasi untuk semakin melegitimasi eksistensinya. Sebagai contoh AS yang mem-baillout dengan menggunakan uang rakyat untuk melindungi kaum koporasi. Inilah era korporatokrasi, dimana Korporatokrasi secara etimologis berasal dari dua kata, yakni “corporacy” (perusahaan) dan “kratos” pemerintahan.

Korporatokrasi dan neoliberalisme menggunakan wacana dan diskursus sebagai upaya propaganda terhadap rakyat. Hal tersebut disampaikan oleh Frederick Jameson ketika menekankan bahwa neoliberalisme erat kaitanya dengan kemunculan post-industrial capitalism dimana “idea, nilai, dan wacana” ternyata menjadi komoditas.10 David Harvey menyebut post-industri sebagai postfordism, yaitu ketika sektor industri padat karya seperti Ford mulai ditinggalkan oleh pelaku ekonomi menuju pada produksi sektor informasi (infromation based economy).11 Sedangkan Daniel Bell menyebut Post-industri sebagai sebuah “kapitalisme

9 Harvey, David.2010.” Is This Really the End of Neoliberalism?”. Journal Critical Inquiri, No.4., Vol.2 Pp56-8910 Arnsperger, C., 2008. Critical Political Economy: Complexity, Rationality and The Logic of Post-Orthodox

Pluralism. London: Routledge.11 Harvey, op cit

Page 11: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

8 9Edisi IV - Desember 2012

informasi” dimana komodifikasi informasi menggantikan kapitalisme sektor barang dan jasa.12 Dengan demikian, teknologi informasi menjadi penting untuk keleluasaan pasar agar lebih efisien.

Dijadikannya informasi sebagai sebuah komoditas melatarbelakangi lahirnya perjanjian Trade in Relation Intellectual Property Right (TRIPs). Jika dahulu pengetahuan dan informasi adalah barang yang sifatnya tidak terbatas. Kini melalui Trips, maka informasi dan pengetahuan menjadi barang dagangan. Melalui TRIPS yang intens dikaji dalam perundingan WTO, maka setiap transaksi pengetahuan, maka harus ada kompensasi yang dibayarkan. Bahkan WTO menekankan bahwa informasi merupakan kebutuhan bagi hak asasi manusia (HAM). Rezim TRIPs tentu memberikan tantangan bagi negara seperti Cina yang selama ini mengandalkan investasi teknologi dari negara maju. Tentu dengan TRIPs maka ketergantungan akan merugikan Cina secara share value.13

Karena informasi merupakan komoditas, maka perlu regulasi. TRIPs yang sebagai program pertukaran teknologi semula diyakini akan menanggulangi problem digital divide. Namun, rezim TRIPs memberikan tantangan bagi negara berkembang seperti Cina dan India yang selama ini cukup mandiri dalam menciptakan teknologi. Dengan TRIPs, maka ketergantungan teknologi akan merugikan negara berkembang secara share value. Implikasinya, negara berkembang akan terus menerus mengandalkan investasi teknologi dari negara maju. Ironi terjadi, ketika pintu informasi diprivatisasi namun dalam gambar dibawah justru menunjukkan adanya kesenjangan teknologi digital dalam skala global atau yang dikenal sebagai digital divide.

Gambar Digital Divide1

12 Bell, Daniel. 2004. The cultural contradiction of capitalism. London: Basic Books13 Grabel, Ilene., dan Ha-joong, Chang. 2008. Membongkar Mitos Neolib: Upaya Merebut Kembali Makna

Pembangunan. Yogyakarta: Insist Press.

Page 12: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

10 11Edisi IV - Desember 2012

Jika Neoliberal sangat berkeyakinan bahwa intensitas Demokrasi adalah karena didorong oleh kemajuan informasi, maka muncul sebuah pertanyaan besar terutama jika membandingkan dengan kasus timur-tengah. Kenapa timur-tengah dengan kemajuan informasi yang masih belum established justru rakyatnya aktif dalam melakukan gerakan menuntut demokratisasi (lihat tabel diatas). Sebaliknya, negara Asia timur dengan perkembangan informasi yang lebih masif, namun ternyata justru cenderung represif dan tidak demokratis (lihat tabel dibawah). Bahkan Cina dengan tingkat melek informasi tertinggi di Asia malah menjadi contoh antitesis dimana perkembangan sektor informasi yang pesat justru jauh dari demokrasi. .

Sumber: Internetwolrdstats, 2012. Cina sebagai kekuatan ekonomi baru menjadi contoh yang menarik dalam

kajian Ekonomi politik. Kebijakan Cina terlihat bertolak belakang dari asumsi neoliberalisme yang menekankan perlunya untuk menghindari campur tangan negara dalam ekonomi. Namun jika ditelusuri, Cina sejatinya harus berterima kasih pada neoliberalisme. Karena melalui sistem free market, produk Cina yang kompetitif akhirnya menguasai pasar. Cina merupakan model yang unik, yakni merkantilis kedalam negeri tapi liberalisme keluar negeri. Namun dengan sistem merkantilis kedalam justru membuat Cina tidak lepas dari problem distribusi kesejahteraan dari negara ke rakyat.

Hal tersebut mendorong perdana menteri China Wen Jiabao pada tahun 2010 menekankan pentingnya paradoxal option.14 Solusi yang ditawarkan adalah

14 Lebih lanjut dalam Guoguang Wu, 2011., 2011., China 2010: Dilemmas of Scientific development, Asian Survey, Vol.51., No.1, Januari-Februari 2011, Hal. 19- 22

Page 13: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

10 11Edisi IV - Desember 2012

menggeser investment driven yang selama ini berada dalam tataran produksi menuju pada consumption driven sebagai upaya untuk mempertahankan pertumbuhan tinggi China yang ternyata rawan inflasi. Urgensi daripada consumption driven selain diperuntukkan untuk menekan inflasi, juga sekaligus meningkatkan sirkulasi perekonomian domestik. Namun solusi paradoxal option Wen Jiabao ini memiliki konsekuensi jangka panjang, sampai kapan buruh Cina mau dibayar murah?

Belum lagi konflik sosial-politik yang marak akhir-akhir ini di China, terutama di provinsi pinggiran menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diatasi. Sebagaimana Frederick Hayek mengungkapkan bahwa perekonomian negara akan terganggu jika mengalami konflik sosial-politik.15 Lebih dari itu, kepercayaan investasi asing untuk China terancam mengalami penurunan karena ketidakpastian keamanan jika terjadi konflik. Padahal China menurut Guoguang Wu adalah negara yang masih memiliki ketergantungan tinggi terhadap investasi asing, sekalipun China memiliki cadangan devisa terbesar di dunia. Dengan kata lain Cina sangat tergantung dengan kondisi pasar bebas. Bahkan Cina turut membantu melunasi surat hutang AS dengan tujuan menjaga kelanggengan sistem pasar bebas.

Simbiosis Mutualisme Antara Negara dan KorporasiTernyata negara dan pasar bukan lagi sebuah dualisme. Krisis lahir dari

akibat tidak adanya apa yang disebut John Maynard Keynes sebagai day to day management. Ketika pasar dibiarkan berakselerasi seiring dengan floating exchange rate, maka kedatangan krsis menjadi sukar diprediksi. Michael Shapiro menjeaskan bahwa the origin of crisis bermula dari apa yang disebut bubble investation yang terjadi akibat kegairan temporer dari pemain saham dan valas. Namun ketika gelembung investasi tidak ditunjang oleh profit dan produktivitas yang tinggi, maka investasi akan ditarik oleh pemain saham dalam tempo bersamaan sehingga nilai saham anjlok drastis. Inilah mengapa Susan Strange menyebut permainan saham sebagai kapitalisme kasino dimana logika yang digunakan adalah percepatan dan spekulasi.

Logika dasar tersebutlah yang kemudian menjadi asumsi dasar lahirnya krisis pada tahun 1998. Lantaran setiap negara berkembang terpacu untuk mendapatkan tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka mereka menjadi terbuka terhadap investasi. Selain itu, utang dari lembaga donor seperti IMF dan World Bank memberi persyaratan dari negara berkembang untuk senantiasa memberlakukan pasar bebas dengan deregulasi pasar dan desentralisasi fiskal. Sedangkan Kronologi pada krisis 1998 berbeda dengan krisis yang baru saja terjadi, yakni krisis 2008. 15 Hayek, F.A. 1944. The Road of Serfdom. Chicago University Pres

Page 14: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

12 13Edisi IV - Desember 2012

Hal pertama yang membedakan adalah pada siapa yang menjadi korban dalam krisis tersebut. Dalam krisis 2008 yang sering dikenal sebagai tragedi subprime mortgage ini, maka perusahaan finansial besar seperti AIG, Mortgage dan Lehman Brothers yang menjadi korban. Bahkan kepercayaan bahwa pasar senantiasa bersifat elastis yang semula senantiasa ditekankan oleh AS kini seolah dilupakan. Terutama jika menyimak fakta bahwa Anggota Senat AS telah menyetujui bailout untuk mengatasi krisis tersebut.

Dengan kata lain, kekuatan modal turut melegitimasi peran negara dalam menciptakan stabilitas keamanan, tentu demi kepentingan pemilik modal. Perkembangan terbaru menunjukkan perdagangan legal senjata ringan didunia mengalami pertumbuhan sedikitnya USD 8,5 Miliar setahun, dan jika perdagangan gelap turut dicantumkan maka nilainya mencapai lebih USD 10 Miliar. Perkembangan itu terbaca dalam sebuah riset senjata oleh Small Arms. Survey yang memperkirakan perdagangan global senjata ringan, amunisi dan suku cadang senilai lebih USD 4 Miliar empat tahun lalu. Small Arms Survey menyebut, pasar senjata ringan telah tumbuh dikarenakan perang di Afghanistan, Irak dan negara-negara lain. Small Arms Survey mengungkapkan negara-negara yang mengekspor senjata bernilai lebih seratus juta dolar adalah AS, Italia, Jerman, Brazil, Austria, Jepang, Swiss, Rusia, Prancis, Korea Selatan, Belgia dan Spanyol pada 2012. Sedangkan importir utama perdagangan yang bernilai sedikitnya seratus juta dolar adalah Amerika Serikat, Inggris, Arab Saudi, Australia, Kanada, Jerman dan Prancis.

Oleh karena itulah maka tidaklah mengherankan percepatan demokrasi berbanding terbalik dengan percepatan perdagangan dalam skala global. Sehingga paradox seperti saat Robert Dahl mengatakan jika perkembangan demokrasi sesungguhnya bermotif ekonomi. Robert Dahl mencontohkan bagaimana demokrasi diimplementasikan hanya sebatas ekses seiring adanya demokrasi model campuran seperti yang dipraktekkan di Indonesia era Suharto dan Singapura pada rezim Lee Kuan Yeuw. Perlu diketahui jika berdasarkan laporan Chicago tribune, maka negara yang otoriter secara umum memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik ketimbang negara yang sepenuhnya menerapkan nilai demokrasi. Sehingga otoritarianisme sering dianggap sebagai pilihan terbaik dalam negara yang mempertahankan kestabilan politik sekaligus mengharapkan suntikan investasi demi pembangunan.

Perlu untuk meninjau asumsi dari Martin Lipset yang melihat bahwa demokrasi akan timbul dengan sendirinya sebagai konsekuensi dari kesejahteraan yang meningkat. Sehingga demokrasi sesungguhnya bukanlah ‘alat’ melainkan adalah ‘tujuan’. Teori Lipset tersebut menjadi kritik terhadap proses demokratisasi yang seringkali berwajah ganda lantaran rezim otokratik Singapura dan Saudi justru

Page 15: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

12 13Edisi IV - Desember 2012

menjadi sahabat barat. Sehingga tidak heran jika dalam kasus beberapa negara berkembang, kesejahteraan justru tidak kunjung datang mengikuti demokratisasi. Bahkan Rachel Caoli menekankan bahwa demokrasi justru cenderung menyebabkan destabilitas politik, sehingga para investor memilih untuk tidak berinvestasi karena destabilitas politik menyebabkan proses pembuatan hukum menjadi berubah-ubah dan tidak nyaman untuk investasi.

Salah satu diskursus penting lainya yang ditransaksikan melalui sisitem korporatokrasi adalah good governance. Sehingga wajar jika Bank Dunia dan IMF begitu sangat rajin membiayai good governance. Namun perlu untuk membedakan antara government dan governance sekalipun kedua term tersebut sama-sama merujuk pada suatu institusi.16 Semakin mengemukanya good governance sebagai salah satu agenda Milenniun Development Goals (MDGs) setidaknya juga dapat dijadikan indikator untuk memungkinkan ruang bagi aktor non negara untuk dapat ikut serta dalam proses pembangunan. Namun dalam perjalananya ternyata justru korporasi yang mengambil alih dalam skema Public Private Partnership (PPP).

Robert Gilpin mengungkapkan bahwa perdagangan internasional sejatinya dapat dirumuskan dengan logika beggar thy neighbour.17 Asumsi Gilpin sedikit berseberangan dengan teori Robert Keohane mengenai complex interdependence yang mengangankan seolah-olah hubungan ekonomi antar negara menghasilkan kesaling-tergantungan. Menurut Robert Gilpin yang terjadi bukanlah kesalingtergantungan sebagai kehendak bersama, melainkan ketergantungan Negara berkembang dalam perekonomian. Pandangan serupa juga disampaikan oleh Richard Culbertson yang menyatakan bahwa perekonomian internasional tidak mampu menerapkan apa yang disebut David sebagai comparative advantage, melainkan absolute advantage.18 Dengan demikian, maka fenomena tersebut membuat banyak orang menngingat John Maynard Keynes tentang perlunya otoritas negara dalam management in crisis.

KesimpulanBerdasarkan trayektori pemikiran seperti yang telah diuraikan, kita seharusnya

memandang kedaulatan negara mengalami sebuah dikotomipasca krisis 2008, yakni berkembang sekaligus melemah dalam sisi yang berbeda. Di satu sisi kita dapat melihat kemunculan kekuatan ekonomi baru seperti negara anggota BRICS yang mengandalkan intervensi negara yang dominan dalam menata ekonomi.

16 Konsep governance mangan daikan bahwa entitas politik ditata kelola secara alamiahinheren denganasumsi Hayek yang melihat“society as nature”.Mark Lutz. “Revisiting the Relevance of International Trade Theory”. Exploration of Social Economics, 2006, Vol, 38, Hal.147-164

17 Gilpin, 2007. International Political Economy. Oxford Press. 18 Richard Culbertson. Public Finance and Stabilization Policy: Essays in Honor of Richard A. Musgrave, ed. with

Warren L. Smith, New York: Elsevier Publishing Co, 1984..Hal. 34-89

Page 16: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

14 15Edisi IV - Desember 2012

Tapi di sisi lain kita juga dapat menyaksikan bagaimana negara ternyata juga tidak menjalankan fungsinya dalam menciptakan keadilan ekonomi. Namun sebaliknya negara-negara kini justru semakin intensif melakukan perlindungan terhadap korporasi besar melalui baillout dan tidak kuasa menutup diri dari tren Free Trade Area. Dengan kata lain, kelangsungan korporatisasi ternyata juga membutuhkan uluran tangan negara.

Perselingkuhan antara Negara dan korporasi inilah yang membentuk spesies yang disebut korporatokrasi. Sebuah kolaborasi antara negara dan perusahaan bermodal besar yang hubunganya didasarkan atas hasrat akumulasi kapital. Namun pemilik modal akhirnya menyadari bahwa kerjasama dengan aparatur negara adalah cara paling aman untuk melindungi asetnya, sekaligus sebuah jaminan jika krisis kembali terjadi.

Sehingga pertanyaan muncul, lalu dimana posisi rakyat dalam sistem korporatokrasi ini? Kembali pada judul diatas (dari rakyat, oleh negara dan untuk korporasi), maka Rakyat tidak lain adalah semacam bahan baku. Hasil keringat rakyat berupa pajak menjadi bahan bakar untuk semakin menunjang legitimasi negara, hingga pada akhirnya disedekahkan untuk membailout korporasi. Oleh karena itulah, rakyat sebagai pihak yang dizalimi dalam cinta segi tiga antara negara dan pasar tersebut menjadi perlu kembali menjadi “subyek” yang mengontrol sekaligus mengawasi jalannya kebijakan.

***

ReferensiArnsperger, Cristian., 2008. Critical Political Economy: Complexity, Rationality

and The Logic of Post-Orthodox Pluralism. London: Routledge. Bell, Daniel. 2004., The cultural contradiction of capitalism. London: Basic

Books.Friedman, T.,L. 1999., The Lexus and Olive Three. Farrar Strauss & Giroux.Giddens, A., 1984. The Constitution of Society. Cambridge: Polity press.Grabel, Ilene., dan Ha-joong, Chang., 2008. Membongkar Mitos Neolib: Upaya

Merebut Kembali Makna Pembangunan. Yogyakarta: Insist Press.Guoguang Wu, 2011., 2011., China 2010: Dilemmas of Scientific development,

Asian Survey, Vol.51., No.1, Januari-Februari 2011, Hal. 19- 22

Page 17: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

14 15Edisi IV - Desember 2012

Harvey, David., 2005. The Brief History of Neoliberalisme. Oxford: Blackwell._________., 2010. Is This Really the End of Neoliberalism?. dalam Journal new

left review vol.4.no.5. Pp. 88http://kasamaproject.org/2011/03/05/ -on-neoliberal-crisis-and-class-power/>, diakses 21 September 2011.

Hayek, F.A. 2004. The Road of Serfdom. Chicago University Press. Hurrel, Andrew. 2007. Regionalism in theoretical perspectives. London: Verso.

Hal 56-90Jackson, R., & Sorensen, R. 2008., Global Political Economy. Oxford University

Press.Jameson, Frederick. 2000. The cultural Logic of late Capitalism. London : Verso/ Onuf, Nicholas. 2002, Institution, Intention, and International Relation, Review

of International Studies, 28, pp.211-228. Stiglitz. Joseph. 2009. Freefall: America, Free market and the sinking of global

economy. New York: Norton Company. Strange, Susan., 1997. Casino capitalism. London : BlackwellVirillo, Paul., 1991. Lost Dimension. New York: Semiotext.Zakaria, Fareed., 2008. The Post-American World. New York: Norton Company

(Endnotes)1 http://www.internetworldstats.com/top20.htm, diakses 13 november 2011

Page 18: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

16 17Edisi IV - Desember 2012

KORPORATOKRASI Group Bakrie 1

1 Hubungan Negara Dan Pengusaha Di Era Reformasi, Studi Kasus: Bisnis Grup Bakrie (2004-2012), Ringkasan Disertasi, Donny Tjahja Rimbawan, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Politik, Program Pascasarjana Ilmu Politik, Depok, Januari 2013, diringkas oleh Salamuddin Daeng, peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ)

GLOBALISASI

Donny Tjahja RimbawanPeneliti Independen

Page 19: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

16 17Edisi IV - Desember 2012

Latar Belakang Menurut teori Karl Marx (1818-1883), negara tidak saja merupakan kumpulan

individu, melainkan suatu hubungan antara suprastruktur yang bergantung pada basis. Dimana suprastruktur merupakan sistem politik, sosial dan budaya, sedangkan basis adalah cara produksi dan alat-alat produksi. Oleh karenanya, siapa yang menguasai basis maka ia akan menguasai suprastruktur. Dengan kata lain, kelas dominan—pengusaha—akan “mengendalikan” negara melalui modal atau kekayaan mereka.

Hubungan modal atau kekayaan dengan kekuasaan sebagaimana yang dikemukakan Karl Mark sangat relevan untuk menganalisis korporatokrasi dalam Era Reformasi (2004-2012), berkaitan dengan kasus kelompok bisnis Aburizal Bakrie, seorang pengusaha yang sukses, pernah menjadi Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Menko Perekonomian dan Menko Kesejahteraan Rakyat di Kabinet Yudhoyono 2004-2009, Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua Harian Sekretariat Gabungan Parpol Koalisi.

Aburizal Bakrie memegang kepemimpinan Grup Bakrie sejak tahun 1988, merupakan kader yang memang telah dipersiapkan oleh Achmad Bakrie, ayahnya. Aburizal adalah sosok tertua, baik secara biologis maupun sosiologis—karena ia yang paling berpengalaman dalam memimpin organisasi.1 Di tahun 2007, saat masih menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, majalah Forbes Asia menobatkan Aburizal Bakrie sebagai orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan sebesar US$ 5,4 miliar atau sekitar Rp 50 triliun.2 Meningkat tajam dari tahun sebelumnya—yang berada pada urutan keenam—dengan kekayaan sebesar US$ 1,2 miliar. Menurut riset Forbes Asia, Aburizal sukses karena ia pandai membaca dan mengeksekusi pembelian.

Dengan kemampuannya, dalam setahun kekayaan Grup Bakrie membesar hampir mencapai lima kali lipat. Bakrie & Brother naik sampai 96%; Bakrie Telecom 75%; Bakrie Sumatra Plantations 126%; Energi Mega Persada 190% dan Bakrieland Development 233%, dimana keluarga Bakrie menjadi pemilik mayoritas.

Di tangan Aburizal, Grup Bakrie berkembang dengan pesat. Bisnisnya merambah ke berbagai sektor, seperti telekomunikasi, infrastruktur, energi dan pertambangan, perbankan, jasa keuangan sampai media. Pada tahun 2006, dengan kapital sebesar Rp. 212,4 triliun, Grup Bakrie menjadi kelompok bisnis

1 Dalam Grup Bakrie, Aburizal Bakrie memegang strategi pengembangan. Nirwan menangani strategi perdagangan dan Indra bagian perdagangan. Nirwan dan Indra adalah adik kandung Aburizal Bakrie, lihat Syafruddin Pohan dkk, Achmad Bakrie: Sebuah Potret Kerja Keras, Keberhasilan, dan Kejujuran, PT Bakrie & Brothers Tbk., Jakarta, 2011: 207.

2 Ali Azhar Akbar, Konspirasi SBY-Bakrie, IndoPetro Publishing, Jakarta, 2012: 24.

Page 20: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

18 19Edisi IV - Desember 2012

paling dominan di Bursa Efek Indonesia. Kelompok usaha ini memayungi tujuh perusahaan besar yang masing-masing memiliki anak perusahaan.3

Bagan 1.1. Bisnis Grup Bakrie

Sumber: Bakrie & Brothers Laporan Tahunan 2010

Bakrie & Brothers merupakan induk perusahaan Grup Bakrie, memiliki kapital sebesar Rp. 47,8 triliun. Bakrie Telecom yang bergerak di bidang telekomunikasi dengan kapital sebesar Rp. 8,1 triliun. Bakrie Sumatera Plantations, di bidang perkebunan dengan kapital sebesar Rp. 6,2 triliun. Bumi Resources, di bidang pertambangan dengan kapital sebesar Rp. 127,1 triliun. Energi Mega Persada, di bidang energi dengan kapital sebesar Rp. 15,3 triliun. Bakrieland Development, di bidang properti dengan kapital sebesar Rp. 7,9 triliun.4

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Aburizal Bakrie mempunyai peran yang strategis, baik secara politis maupun bisnis. Sebagai gambaran, pada tahun 2008, ketika terjadi suspensi saham enam perusahaan dalam grup bisnisnya, Aburizal mampu mempengaruhi keputusan pemerintah agar tidak segera mencabut suspensinya. Keenam perusahaan tersebut adalah: Bakrie and Brothers, Bakrie Telecom, Bakrie Sumatera Plantations, Bumi Resources, Energi Mega Persada dan Bakrieland Development.5 Waktu itu Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta suspensi6 perdagangan saham perusahaan-perusahaan tersebut dicabut oleh Bursa Efek Indonesia. Namun Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak rencana Sri Mulyani. Ia mengakui bahwa pemerintah membantu suspensi saham tersebut untuk melindungi pengusaha nasional.7

Aburizal merupakan penentu dalam grup bisnisnya, pernah menjabat sebagai 3 Bosman Batubara, Kronik Lumpur Lapindo: Skandal Bencana Industri Pengeboran Migas di Sidoarjo, Insist Pers,

2012: 152-153.4 Ibid.5 Inilah Online, 7 Oktober 2008, diakses 5 Mei 2011.6 Tindakan suspensi saham itu oleh sebagian kalangan dinilai sebagai langkah tepat, mengingat saham Grup

Bakrie—terutama Bumi Resources—mempunyai market share yang cukup dominan. “Anjloknya” harga saham akan berpengaruh secara signifikan terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG).

7 Jusuf Kalla saat itu disamping sebagai Wakil Presiden, juga menjabat Ketua Umum Partai Golkar dan Aburizal Bakrie sebagai anggota Dewan Penasehat yang mempunyai pengaruh besar.

Page 21: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

18 19Edisi IV - Desember 2012

menteri, ketua umum partai besar serta ketua harian sekretariat gabungan partai koalisi. Posisi bisnis dan politiknya yang strategis tersebut dapat dipergunakan untuk mengungkap pola hubungan antara Grup Bakrie dengan negara8

Pertama, pembelian 31% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont) yang melibatkan anak usaha Grup Bakrie. Dimana divestasi saham tersebut dibagi dalam dua tahap, yaitu 24% saham divestasi periode tahun 2006-2009 dan 7% saham divestasi periode tahun 2010.

Adapun 24% saham divestasi Newmont telah berhasil dimiliki oleh PT Multi Daerah Bersaing, perusahaan gabungan antara PT Daerah Maju Bersaing—milik pemda Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa—dengan PT Multi Capital, anak usaha Grup Bakrie. Dengan komposisi kepemilikan PT Daerah Maju Bersaing sebesar 25% dan PT Multi Capital sebesar 75%.9

Bagan 1.2. Komposisi Saham Newmont

Setelah Divestasi 24% Saham

Dirangkum dari berbagai sumber

Pada tahap 7% saham divestasi periode tahun 2010, telah terjadi silang sengketa antara Menteri Keuangan Agus Martowardojo dengan DPR-RI. Persoalan bermula dari rencana pemerintah pusat yang akan membeli 7% saham divestasi tersebut melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP).

Menurut Menteri Keuangan, selaku Bendahara Umum Negara, ia berwenang

8 Politisi yang menjadi pengusaha dan sebaliknya, dinilai wajar oleh Aburizal Bakrie. Namun demikian, ia mengaku bahwa bisnisnya sudah dijalankan secara profesional oleh pihak lain sehingga dirinya berkonsentrasi pada pemerintahan, Rakyat Merdeka, Vol.12, 2011: 35.

9 www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2011/04/18/brk.20110418-328397.id.html, diakses 5 Juli 2011.

Page 22: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

20 21Edisi IV - Desember 2012

menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi. Namun menurut sejumlah anggota DPR-RI, alasan yang dipergunakan oleh Menteri Keuangan dianggap tidak tepat, karena pemerintah pusat diperbolehkan memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR. Pembelian saham divestasi Newmont dianggap oleh DPR-RI merupakan pemindahan barang milik negara, dari yang semula kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan.

Komisi VII DPR-RI10 dan Komisi XI DPR-RI11 juga mempermasalahkan rencana pembelian saham tersebut karena menggunakan dana dari PIP. Hal ini dinilai melanggar UU APBN.12 Pandangan DPR-RI tersebut kemudian dikuatkan oleh hasil audit BPK. Oleh Menteri Keuangan, perbedaan pandangan tersebut kemudian diajukan pada Mahkamah Konstitusi sebagai Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) antara Presiden Republik Indonesia dengan DPR-RI dan BPK, yang pada akhirnya Mahkamah Konstitusi pun memutuskan untuk memperkuat pandangan DPR-RI tersebut.

Dalam tahap 7% saham divestasi periode tahun 2010 tersebut, terlihat adanya dukungan sejumlah anggota DPR-RI dari Partai Golkar, yang mendesak agar ketiga pemda di NTB untuk membeli 7% saham tersebut. Dalih yang dikemukakan adalah desentralisasi dan kemandirian daerah. Adalah benar bila 7% saham tersebut dapat dikuasai daerah—ditambah 24% saham yang sudah dimiliki—dapat menjadi tambahan pendapatan untuk pembangunan daerah. Akan tetapi argumentasi tersebut menjadi keliru, karena konsorsium pemda hanya menguasai 6%, sementara Multi Capital mempunyai 18% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara.

Dalam kasus divestasi saham Newmont tersebut, aktor-aktor yang mempengaruhi yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa, DPR-RI, BPK dan Mahkamah Konstitusi.

Kedua, pada kasus bencana lumpur di Sidoarjo akibat eksplorasi yang dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc—salah satu anak usaha Grup Bakrie. Dalam bencana lumpur tersebut, Presiden telah mengeluarkan 3 keputusan presiden (keppres) dan 6 peraturan presiden (perpres). Dari semua kebijakan yang dikeluarkan presiden, tidak hanya terjadi “pergeseran” pada isi kebijakan ke arah yang lebih menguntungkan Lapindo Brantas Inc, namun terjadi perubahan hubungan antar aktor yang terlibat di dalamnya.

10 Komisi Energi Sumber Daya Mineral, Riset dan Teknologi, Lingkungan Hidup.11 Komisi Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank.12 www.antaranews.com/berita/261942/dpr, diakses 5 Juli 2011.

Page 23: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

20 21Edisi IV - Desember 2012

Tabel 1.1. Kebijakan Negara dalam Kasus Lumpur Lapindo

Kebijakan No Tanggal Tentang

1 Keppres 13/2006 08.09.2006 Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo

2 Keppres 5/2007 08.03.2007Perpanjangan Masa Tugas Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo

3 Perpres 14/2007 08.04.2007 Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo

4 Keppres 31/M/2007 08.04.2007 Pengangkatan anggota Badan Pelaksana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo

5 Perpres 13/2008 26.02.2008 Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Badan Pelaksana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo

6 Perpres 48/2008 17.07.2008 Perubahan Pertama atas Perpres No.14/20077 Perpres 40/2009 23.09.2009 Perubahan Kedua atas Perpres No.14/20078 Perpres 68/2011 27.09.2011 Perubahan Ketiga atas Perpres No.14/20079 Perpres 37/2012 05.04.2012 Perubahan Keeempat atas Perpres No.14/2007

Dirangkum dari berbagai sumber

Pertama, dalam Keppres No.13/2006 disebutkan bahwa semua biaya dibebankan pada Lapindo Brantas Inc., karena keppres ini menganggap bahwa Lapindo Brantas Inc. merupakan pihak yang bersalah dan harus memikul semua tanggung jawab.

Kedua, dalam Perpres No. 14/2007, negara dan Lapindo Brantas Inc. mulai berbagi beban biaya. Lapindo dibebani biaya untuk: (1) menanggulangi semburan lumpur termasuk penanggulangan tanggul utama ke Kali Porong. (2) membeli tanah dan bangunan dalam Peta Area Terdampak tanggal 22 Maret 2007. Sedangkan negara dibebani biaya: (1) administrasi BPLS. (2) renumerasi pegawai BPLS (3) biaya masalah sosial di luar peta area terdampak tanggal 22 Maret 2007. (4) penanganan infrastruktur termasuk infrastruktur penanganan luapan lumpur.

Ketiga, dalam Perpres No. 48/2008, beban Lapindo Brantas Inc. tetap sama seperti diatur dalam Perpres No. 14/2007. Sementara beban biaya negara bertambah, karena harus membeli tanah dan bangunan di luar Peta Area Terdampak tanggal 22 Maret 2007, mencakup tiga desa.

Keempat, dalam Perpres No. 40/2009, beban Lapindo Brantas Inc. justru dikurangi. Perusahaan tidak lagi menanggung beban biaya untuk menanggulangi semburan lumpur termasuk penanggulangan tanggul utama ke Kali Porong. Sementara negara mendapat tambahan untuk membeli tanah dan bangunan mencakup 9 RT (Rukun Tetangga) di luar Peta Area terdampak tanggal 22 Maret 2007.

Page 24: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

22 23Edisi IV - Desember 2012

Kelima, dalam Perpres No. 68/2011, yang secara substansi isinya sama dengan Perpres No. 40/2009, hanya merinci cara pembayaran tanah dan bangunan di 3 desa dari APBN tahun anggaran 2008, 2009 dan 2010. Sedangkan untuk 9 RT dikeluarkan dari APBN tahun anggaran 2011.

Keenam, dalam Perpres No. 37/2012, beban negara terus bertambah karena harus membeli tanah dan bangunan di luar Peta Area terdampak tanggal 22 Maret 2007, mencakup 65 RT. Sementara beban Lapindo tetap sama seperti dalam Perpres No. 40/2009.

Status bencana lumpur Lapindo yang semula adalah bencana industri13 kemudian disimpulkan sebagai bencana nasional oleh DPR-RI periode 2004-2009.14 Disisi lain, audit investigasi BPK menyatakan bahwa bencana lumpur disebabkan oleh tindakan eksplorasi yang dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc. Dalam laporan audit BPK tersebut disebutkan bahwa telah terjadi pelanggaran prosedur dan peraturan: mulai dari proses tender, peralatan teknis, sampai prosedur pengeboran.15 Persoalan pemberian izin lokasi pengeboran sumur migas, yang berdekatan dengan pemukiman, sarana umum dan obyek vital, tidak sesuai dengan: (1) Ketentuan Badan Standar Nasional Indonesia No. 13-6910-2002 tentang Operasi Pengeboran Darat dan Lepas Pantai di Indonesia. (2) Inpres No. 1/1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerjaan Umum.

Dalam kasus semburan lumpur Lapindo tersebut, beberapa aktor yang mempengaruhi yaitu Presiden Republik Indonesia, DPR-RI, Pengadilan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Di dalam perspektif yang lebih luas, kedua masalah tersebut merupakan sebuah upaya untuk memahami hubungan negara dengan pengusaha di Era Reformasi. Hubungan yang mencampuradukkan antara kepentingan politik dengan kepentingan bisnisnya, karena posisi Aburizal Bakrie dijadikan sebagai alat untuk memperbesar bisnisnya. Hubungan negara dan pengusaha di Era Reformasi, dengan studi kasus bisnis Grup Bakrie—milik Aburizal Bakrie membuktikan bahwa kelompok bisnis tersebut dibuktikan telah mempengaruhi kebijakan negara setidaknya dalam dua kasus yaitu kasus divestasi Newmont dan Kasus Lumpur Lapindo.

Divestasi saham Newmont Aburizal Bakrie dan Grup Bakrie mempengaruhi kebijakan negara terkait

13 Inilah Daftar Hantaman untuk Sri Mulyani, www.tempointeraktif.com, diakses 5 Mei 2011.14 Ali Azhar Akbar, 2012, Op.cit.,37.15 Dari Mana Konflik Bermula, Majalah Biografi Politik, Jakarta, Agustus 2010: 20-21.

Page 25: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

22 23Edisi IV - Desember 2012

divestasi 31% saham Newmont—yang terdiri dari dua tahap. Pertama, divestasi saham 24% dan kedua, divestasi 7%. Adapun 24% saham divestasi Newmont terdiri dari beberapa periode: (a) 3% saham periode tahun 2006; (b) 7% saham periode tahun 2007; (c) 7% saham periode tahun 2008 dan (d) 7% saham periode tahun 2009.

Pada divestasi saham 3% periode tahun 2006, aktor yang terlibat dari pihak negara adalah Pemerintah Kabupaten Sumbawa yang diperankan oleh Arifin Umar selaku Direktur Perusahaan Daerah Kabupaten Sumbawa, sedangkan dari pihak Grup Bakrie diperankan oleh Ari Saptari Hudaja selaku Direktur Bumi Resources. Mereka membuat kesepakatan No.221/BR/BOD/III/07, 01/GE/2007, 57/PD/III/2007 tanggal 16 Maret 2007, yang intinya akan bekerjasama membeli 3% saham divestasi Newmont sampai mencapai 31%. Perjanjian yang dibuat bersifat rahasia, seperti disebutkan dalam pasal 3 ayat 4 dari perjanjian yang mereka buat.

Pada divestasi saham 7% periode tahun 2007, aktor yang terlibat dari pihak negara adalah: (a) Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi ESDM, Simon F Sembiring karena telah mengirim surat yang bersifat terbatas No. 1386/87.04/DJB/2007 tanggal 2 Agustus 2007 kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat, Lalu Serinata. Dalam surat yang ditulisnya, Simon Sembiring menanyakan apakah Gubernur NTB berminat membeli 7% saham periode tahun 2007, padahal Menteri Keuangan Sri Mulyani belum menentukan sikap apakah pemerintah pusat akan membelinya atau tidak; (b) Gubernur NTB, Lalu Serinata; (c) Bupati Sumbawa Barat, Zulkifli Muhadli; (d) Bupati Sumbawa, Jamaluddin Malik. Sementara dari pihak Grup Bakrie, diperankan oleh Ari Saptari Hudaja selaku Presiden Direktur Bumi Resources.

Gubernur NTB, Bupati Sumbawa Barat, Bupati Sumbawa dan Presiden Direktur Bumi Resources membuat kesepakatan No. 48/2007, No. 540/236/Ekon/2007, No. 818/BR/VII/2007 tanggal 30 Agustus 2007, yang isinya mereka akan bekerjasama melakukan pembelian 3% saham periode tahun 2006, 7% saham periode tahun 2007 sampai akhirnya dapat menguasai keseluruhan saham divestasi Newmont sebesar 31%. Di dalam perjanjian disebutkan pula bahwa pihak Bumi Resources menyetujui memberikan dana masing-masing sebesar US$ 1 juta/tahun kepada Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa sampai 31% saham divestasi dapat dikuasai secara keseluruhan. Adapun kesepakatan bersifat rahasia seperti tercantum dalam pasal 6 ayat 7 dari perjanjian yang mereka buat.

Oleh karena pihak Newmont akhirnya mengetahui perjanjian rahasia tersebut, maka Newmont tidak mau melepaskan 3% periode tahun 2006 dan 7% periode tahun 2007 saham divestasi pada pemda NTB. Sehingga pemerintah pusat membawa kasus default Newmont tersebut pada arbitrase internasional. Dua hal

Page 26: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

24 25Edisi IV - Desember 2012

yang menarik dari persoalan ini adalah: (1) arbitrase internasional menggelar sidangnya di Indonesia; (2) keputusan dari arbitrase internasional secara substansi sama dengan perjanjian rahasia yang dibuat antara Gubernur NTB, Bupati Sumbawa Barat, Bupati Sumbawa dan Presiden Direktur Bumi Resources, yaitu memberikan hak 3% dan 7% pada pemda NTB.

Pada divestasi 7% saham periode tahun 2008 dan 7% saham periode tahun 2009, aktor yang berperan adalah: (a) Gubernur NTB, Zainul Majdi, karena ia mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani agar memberikan hak pembelian 14% saham divestasi Newmont pada pemda NTB; (b) Ketua DPR-RI, Agung Laksono yang telah mengirim surat No. PW.01/4833/DPR.RI/VIII/2009 tanggal 10 Agustus 2009 kepada Presiden Yudhoyono, agar memberikan hak pembelian saham 14% pada pemda NTB; (c) Presiden Yudhoyono, yang memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani pada tanggal 12 Agustus 2009. Setelah bertemu Presiden, Sri Mulyani menyetujui bahwa yang akan membeli 14% saham divestasi Newmont adalah pemerintah pusat bersama pemerintah daerah di NTB. Belakangan karena tidak tercapai kata sepakat antara pemerintah pusat (yang diwakili oleh PT Aneka Tambang) dengan pemerintah daerah di NTB, maka 14% saham divestasi Newmont kemudian dikuasai oleh PT Multi Daerah Bersaing—perusahaan patungan antara tiga pemda di NTB dengan Grup Bakrie.

Dari uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pada tahap 24% saham divestasi Newmont sesungguhnya Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa sangat dirugikan karena: Pertama, porsi kepemilikan saham dari pemda hanya 6% (Provinsi NTB 2,4%; Kabupaten Sumbawa Barat 2,4% dan Kabupaten Sumbawa 1,2%) sementara Grup Bakrie yang diwakili oleh PT Multi Capital memiliki 18%;

Kedua, dana pembelian 6% saham divestasi yang dimiliki pemda NTB berasal dari PT Bumi Resources, berupa pinjaman yang dibebani bunga 12%. Lebih memprihatinkan, setelah 24% saham divestasi Newmont dikuasai oleh PT Multi Daerah Bersaing, saham tersebut digadaikan pada Credit Suisse Singapore dengan bunga LIBOR + 7%.

Ketiga, 24% saham divestasi Newmont dimanfaatkan untuk memperoleh dana publik oleh Bumi Mineral—anak usaha Bumi Resources. Bermodal 24% saham divestasi Newmont, Bumi Mineral dapat meleverage kepemilikannya untuk melakukan IPO (initial public offering), yang menghasilkan dana Rp. 2,07 triliun, sementara pemda tidak mendapat apapun.

Pada tahap 7% saham divestasi periode tahun 2010—sering disebut sebagai 7% “saham terakhir”—Menteri Keuangan Agus Martowardojo bersikukuh untuk membeli saham tersebut melalui PIP (Pusat Investasi Pemerintah) tanpa

Page 27: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

24 25Edisi IV - Desember 2012

seijin DPR-RI. Menurut Menteri Agus, ia mempunyai pijakan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang mengijinkan membeli saham tanpa “restu” DPR-RI. Karena sikap Menteri Agus tersebut, maka DPR-RI meminta BPK untuk melakukan audit atas rencana pembelian 7% saham divestasi Newmont itu. Setelah melakukan audit, BPK berpendapat bahwa Menteri Agus harus meminta ijin terlebih dahulu kepada DPR-RI, sebelum melakukan pembelian 7% saham divestasi Newmont.

Menyikapi hasil audit BPK, kemudian Menteri Agus membawa persoalan 7% saham divestasi Newmont kepada Mahkamah Konstitusi. Dimana setelah bersidang Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Menteri Keuangan harus minta ijin terlebih dahulu kepada DPR-RI, sebelum melakukan pembelian 7% saham divestasi Newmont.

Padahal apabila memperhatikan bagaimana Grup Bakrie yang diwakili PT Multi Capital dalam memperoleh 24% saham divestasi Newmont—seperti telah dipaparkan sebelumnya—maka jelas pihak Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa telah dirugikan. Dengan demikian keinginan Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk membeli 7% saham—agar dapat dikuasai negara—seharusnya didukung oleh elit negara.

Dalam tahap divestasi saham 7% terakhir, aktor yang berperan adalah: (1) DPR-RI yang mengharuskan Menteri Agus untuk meminta ijin dalam pembelian 7% saham periode tahun 2010; (2) BPK yang telah melakukan audit yang “tidak lazim”, yaitu memeriksa kejadian yang belum dilakukan, yaitu rencana pembelian 7% saham divestasi terakhir Newmont. Seharusnya audit dilakukan setelah kejadian, bukan melakukan audit terhadap rencana—sesuatu yang belum terjadi; (3) Mahkamah Konstitusi, yang memutuskan Menteri Keuangan harus meminta ijin DPR-RI terlebih dahulu sebelum membeli 7% saham divestasi terakhir. Menarik untuk disimak pada proses pengambilan keputusan Mahkamah Konstitusi ini, dari sembilan hakim yang memutuskan, empat hakimnya menyatakan dissenting opinion (pendapat berbeda).

Beban Negara Dalam Kasus LapindoKasus kedua adalah bencana lumpur Lapindo. Usaha yang dilakukan Aburizal

Bakrie dan Grup Bakrie melalui beragam cara: media cetak, media internet, tokoh masyarakat, pejabat, ilmuwan, lembaga negara agar semburan lumpur di Sidoarjo dapat ditetapkan sebagai bencana alam, karena apabila negara mengakuinya maka biaya untuk menangani dampaknya dapat dibebankan pada APBN dan sumber dana lainnya yang sah.

Dalam bencana lumpur Lapindo, Presiden Yudhoyono telah mengeluarkan tiga

Page 28: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

26 27Edisi IV - Desember 2012

keputusan presiden (Keppres) dan enam peraturan presiden (Perpres). Dari semua kebijakan yang dikeluarkan presiden, tidak hanya terjadi “pergeseran” pada isi kebijakan ke arah yang lebih menguntungkan Lapindo Brantas Inc, namun terjadi perubahan hubungan antar aktor yang terlibat di dalamnya. “Pergeseran” isi kebijakan dapat dijelaskan, sebagai berikut: Pertama, dalam Keppres No. 13/2006 tentang Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo yang dikeluarkan pada tanggal 8 September 2006, disebutkan bahwa tanggung jawab biaya, semuanya dibebankan pada Lapindo Brantas Inc. Sehingga substansi dari keppres tersebut menganggap bahwa Lapindo merupakan pihak yang bersalah dan harus memikul tanggung jawab.

Kedua, dengan Perpres No. 14/2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo yang dikeluarkan pada tanggal 8 April 2007, negara dan Lapindo Brantas Inc. mulai berbagi beban biaya. Lapindo dibebani biaya untuk: (1) menanggulangi semburan lumpur termasuk penanggulangan tanggul utama ke Kali Porong. (2) membeli tanah dan bangunan dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007. Sementara negara dibebani biaya: (1) administrasi BPLS. (2) renumerasi pegawai BPLS (3) biaya masalah sosial di luar peta area terdampak 22 Maret 2007. (4) penanganan infrastruktur termasuk infrastruktur penanganan luapan lumpur.

Ketiga, dalam Perpres No. 48/2008 tentang Perubahan Pertama atas Perpres No. 14/2007 yang dikeluarkan pada tanggal 17 Juli 2008, beban Lapindo Brantas Inc. tetap sama seperti diatur dalam Perpres No. 14/2007. Sementara beban biaya negara bertambah, karena harus membeli tanah dan bangunan di luar Peta Area Terdampak 22 Maret 2007, mencakup 3 desa.

Keempat, dalam Perpres No. 40/2009 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 14/2007 yang dikeluarkan pada tanggal 23 September 2009, beban Lapindo Brantas Inc. justru dikurangi. Perusahaan tidak lagi menanggung beban biaya menanggulangi semburan lumpur termasuk penanggulangan tanggul utama ke Kali Porong. Sementara negara mendapat tambahan untuk membeli tanah dan bangunan mencakup 9 RT (Rukun Tetangga) di luar Peta Area terdampak 22 Maret 2007.

Kelima, dalam Perpres No. 68/2011 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres No. 14/2007 yang dikeluarkan pada tanggal 27 September 2011, secara substansi isinya sama dengan Perpres No. 40/2009, hanya merinci cara pembayaran tanah dan bangunan di 3 desa dari APBN tahun anggaran 2008, 2009 dan 2010. Sementara untuk 9 RT dikeluarkan dari APBN tahun anggaran 2011.

Keenam, dalam Perpres No. 37/2012 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres No. 14/2007 yang dikeluarkan pada tanggal 5 April 2012, beban negara terus bertambah karena harus membeli tanah dan bangunan di luar Peta Area terdampak 22 Maret 2007, mencakup 65 RT. Sementara beban Lapindo tetap sama seperti

Page 29: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

26 27Edisi IV - Desember 2012

dalam Perpres No. 40/2009. Pendapat DPR-RI menyimpulkan bencana lumpur Lapindo sebagai bencana

nasional didasarkan pada: Pertama, upaya hukum yang dilakukan oleh YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) yang menuntut agar bencana lumpur ditetapkan sebagai bencana industri. Adapun tuntutan YLBHI ditolak oleh: (a) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Keputusan No. 384/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST tanggal 27 Nopember 2007; (b) Pengadilan Tinggi DKI dengan Keputusan No. 136/PDT/2008/PT.DKI tanggal 13 Juni 2008; (c) Mahkamah Agung dengan Keputusan No. 2710 K/Pdt/2008 tanggal 3 April 2009.

Kedua, upaya hukum yang sama dengan YLBHI dilakukan oleh Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia). Dimana tuntutan Walhi juga ditolak oleh: (a) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Keputusan No. 284/Pdt.G/2006/PN.JKT.SEL tanggal 27 Desember 2007; (b) Pengadilan Tinggi DKI dengan Keputusan No. 386/PDT/2008/PT.DKI tanggal 27 Oktober 2008.

Ketiga, Hak Uji Materiil yang diajukan oleh 38 warga Sidoarjo, telah ditolak oleh Mahkamah Agung dengan Keputusan No. 24 P/HUM/2007 tanggal 14 Desember 2007.

Keempat, Kepolisian Daerah Jawa Timur telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan No. S 20/8/2009 DITRESKRIM tanggal 5 Agustus 2009 yang menyatakan bahwa 13 tersangka dari PT Energi Mega Persada, Lapindo Brantas Inc., PT Medici Citra Nusantara dan PT Tiga Musim Mas Jaya, tidak cukup bukti untuk dikaitkan dengan semburan lumpur Lapindo.

Status bencana lumpur Lapindo yang semula adalah bencana industri kemudian disimpulkan sebagai bencana nasional oleh DPR-RI periode 2004-2009. Sementara audit investigasi BPK menyatakan bahwa bencana lumpur disebabkan oleh tindakan eksplorasi yang dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc. Dalam laporan BPK disebutkan bahwa telah terjadi pelanggaran prosedur dan peraturan: mulai dari proses tender, peralatan teknis, sampai prosedur pengeboran. Persoalan pemberian izin lokasi pengeboran sumur migas, yang berdekatan dengan pemukiman, sarana umum dan obyek vital, tidak sesuai dengan: (1) Ketentuan Badan Standar Nasional Indonesia No. 13-6910-2002 tentang Operasi Pengeboran Darat dan Lepas Pantai di Indonesia. (2) Inpres No. 1/1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerjaan Umum.

Dalam kasus bencana lumpur Lapindo, aktor yang berperan di dalam memuluskan kepentingan bisnis Bakrie adalah: (1) Presiden Republik Indonesia. (2) DPR-RI. (3) Pengadilan. (4) Kepolisian.

Page 30: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

28 29Edisi IV - Desember 2012

Kesimpulan Aburizal juga pernah dicatat sebagai orang terkaya di Indonesia tahun 2007

versi Majalah Forbes. Aburizal Bakrie pun mengetahui bahwa dengan menguasai basis, ia akan dapat mengatur suprastruktur, yaitu sistem politik, sosial dan budaya. Hal itu dilakukan dengan cara Aburizal menjadi Ketua Umum Kadin (Kamar Dagang dan Industri), Menko Perekonomian dan Menko Kesejahteraan Rakyat dalam Kabinet Yudhoyono periode 2004-2009, Ketua Umum Partai Golkar dan menjadi Ketua Harian Sekretariat Gabungan Partai Koalisi.

Dengan berdasar pada pemikiran Marx, bahwa barang siapa yang menguasai basis maka akan menguasai suprastruktur. Dua kasus yang diteliti juga menemukan relevansinya dengan pemikiran Marx bahwa negara tidak hanya berpihak, namun menjadi alat kekuasaan bagi kelas dominan. Praktek bernegara selalu dilaksanakan di bawah peraturan kelas dominan. Hal ini membuktikan secara nyata bahwa negara hanya menjadi alat bagi kelas dominan. Teori tersebut menemukan relevansinya dalam dua kasus yaitu kasus divestasi Newmont dan kasus Lumpur Lapindo.

Dalam kasus divestasi saham Newmont, Aburizal bersama Grup Bakrie, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi Gubernur NTB, Bupati Sumbawa Barat, Bupati Sumbawa, elit pejabat ESDM, DPR-RI, BPK dan Mahkamah Konstitusi agar mereka dapat “memuluskan” saham divestasi Newmont dikuasai oleh Grup Bakrie.

Meski Gubernur NTB, Bupati Sumbawa Barat, Bupati Sumbawa, elit pejabat ESDM, DPR-RI, BPK dan Mahkamah Konstitusi mengetahui bahwa kemitraan yang dijalin antara pemda di NTB dengan Grup Bakrie sangat mengutungkan bisnis, namun mereka membiarkan hal itu tetap berlangsung. Dalam kasus ini peran BPK sebagai lembaga audit negara menjadi “membingungkan” karena bukannya BPK melakukan audit terhadap 24% saham divestasi (sesuatu yang sudah terjadi), namun melakukan audit terhadap 7% saham divestasi terakhir (sesuatu yang belum terjadi) atas permintaan dari DPR-RI. Apabila BPK melakukan audit terhadap 24% saham divestasi, maka akan dapat digambarkan bahwa rakyat NTB sangat dirugikan oleh kerjasama antara pemda dengan Grup Bakrie tersebut.

Sementara dalam kasus bencana lumpur Sidoarjo, Aburizal Bakrie dan Grup Bakrie mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung kebijakan Presiden, DPR-RI, pengadilan dan kepolisian agar beban biaya bencana tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab Grup bisnisnya namun negara harus ikut menanggung biaya penanggulangan dampaknya melalui APBN.

Page 31: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

28 29Edisi IV - Desember 2012

Skandal Praktek Ekspor-Impor Minyak

Petral Group

GLOBALISASI

29Edisi IV - Desember 2012

Page 32: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

30 31Edisi IV - Desember 2012

Petral adalah anak perusahaan PT Pertamina yang mempunyai tugas melakukan ekspor dan impor minyak. Banyak analis menyebutkan Petral adalah perusahaan sarang korupsi. Praktek rent-seeking economy terjadi

di dalam anak perusahaan Pertamina ini. Berbagai kontroversi juga menyeruak terkait kehadiran Petral khususnya ketika dihubungkan dengan praktek mafia minyak dan gas di Indonesia.

Sejarah dan Perkembangan Petral Awalnya, Grup Perta didirikan pada tahun 1969 sebagai perusahaan patungan

antara Pertamina dan kelompok usaha dengan kepentingan Amerika Serikat (AS). Grup Perta awalnya diselenggarakan untuk memasarkan minyak mentah Pertamina dan produk minyak di AS Grup Perta mulai beroperasi perdagangan pada tahun 1972.

Struktur perusahaan terdiri dari Perta Oil Marketing Corporation Limited, sebuah perusahaan asal Bahama yang berkantor di Hong Kong, dan Perta Oil Marketing Corporation, sebuah perusahaan California, yang menangani sehari-hari kegiatan di Amerika Serikat. Sebagai hasil dari reorganisasi besar pada tahun 1978, perusahaan Bahama diganti dengan Perta Oil Marketing Limited yang berbasis di Hong Kong. Pada bulan September 1998, Pertamina mengakuisisi seluruh saham Perta Group dan menjadi pemilik tunggal dari perusahaan tersebut.

Berdasarkan persetujuan pemegang saham pada Maret 2001, perusahaan secara resmi berubah nama menjadi Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Petral didirikan untuk menjadi tangan perdagangan Pertamina dan anak perusahaan untuk pemasaran Pertamina di pasar internasional. Langkah ini diambil sebagai kebijakan perusahaan Pertamina dalam meningkatkan perdagangan minyak di tingkat internasional.

Bisnis utama Petral adalah untuk mengembangkan dan mempertahankan pasar untuk minyak mentah Indonesia dan produk minyak yang akan diberikan kepada Pertamina. Petral menguasai perdagangan minyak Indonesia serta minyak mentah dan produk minyak asing. Pasar Petral adalah sebagian besar di kawasan Asia Pasifik serta Amerika Serikat, Eropa, Timur Tengah, Afrika dan wilayah lainnya. Kegiatan usaha Petral adalah fokus untuk membantu Pertamina untuk memenuhi tugasnya dalam menyediakan dan memenuhi permintaan minyak dan gas di Indonesia. Selanjutnya, Petral juga mulai melakukan bisnis dengan pihak ketiga.

Kehadiran Petral di Singapura, Hong Kong dan Jakarta digunakan untuk mendukung cakupan bisnisnya. Petral mengasumsikan bahwa kehadiran Petral di dua negara, yakni Singapura dan Hongkong penting dalam menggalang informasi pasar internasional terkait minyak.

Page 33: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

30 31Edisi IV - Desember 2012

Aktor dan Relasi antar Aktor Dilihat dari pendiriannya, pendirian Perta yang sekarang berubah menjadi

Petral sebenarnya lebih berfungsi untuk kepentingan Amerika Serikat dalam memperoleh akses penjualan minyak bumi Indonesia. Di tahun pendirian Perta, tahun 1969, Indonesia mulai memasuki periode oil boom, dimana pendapatan negara bergantung dari penjualan minyak bumi dan gas. Pada tahun tersebut, di Indonesia terdapat hubungan yang sangat erat antara lingkaran dekat penguasa dengan bisnis strategis, termasuk bisnis yang dijalankan oleh militer.

Politik luar negeri Amerika Serikat pada saat itu adalah memberikan pengaruh seluasnya kepada Indonesia agar tidak jatuh ke tangan komunisme dan menjaga kestabilan wilayah Asia Tenggara. AS menanamkan pengaruh dengan pemberian bantuan luar negeri dan juga investasi ke Indonesia. Selain itu, ilmuwan Indonesia banyak disekolahkan ke Amerika Serikat untuk menimba ilmu ekonomi dan teknologi. Amerika Serikat melihat Indonesia adalah ancaman besar jika jatuh ke tangan komunisme. Oleh karena itu, AS berusaha sekuat usaha membantu Indonesia, khususnya dalam pengembangan ekonomi ketika menghadapi resesi ekonomi.

Dalam bisnis ini, Petral dijalankan oleh pengusaha-pengusaha yang dekat dengan kalangan penguasa, salah satunya Bambang Trihatmodjo, putra Presiden RI kedua, Soeharto. Beberapa aktor bisnis yang bermain dalam usaha ini adalah Mansoor, warga Singapura, dan Mohammad Reza Chalid. Chalid yang sering dipanggil Mohre ini adalah seorang pengusaha Indonesia keturunan Arab.

Keterlibatan Mansoor, warga negara Singapura ini, dalam sewa-menyewa kapal pengangkut minyak bemula ketika Pertamina memutuskan melakukan pembelian dengan cara FOB (Freight on Board). Untuk itu Petral harus menyewa kapal dari pelabuhan muat hingga pelabuhan bongkar. Maka praktik yang dilakukan adalah melalui spot charter dan time charter.

Dengan kedua cara tersebut, Petral tidak langsung menyewa kepada owner atau disponet owner, melainkan melalui perusahaan broker kapal yaitu Dell Marine Service Ple.Ltd dan Acer Shipping Pte. Ltd. Kedua perusahaan itu adalah milik Mansoor, yang didirikan hanya untuk melayani Petral.

Selain dua perusahaan tersebut, kata sumber tadi, Mansoor juga memiliki perusahaan lain bernama Tag Marine Services dan Prima Tangguh Indonesia. Perusahaan yang terakhir disebut merupakan perusahaan patungan antara Mansoor dengan salah seorang pejabat Petral.

Nama lainnya yang berperan sebagai broker adalah Muhammad Reza Chalid. Reza disebut-sebut memiliki empat perusahaan trader minyak yakni Gold Manor,

Page 34: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

32 33Edisi IV - Desember 2012

GT Energy, Global Energy Resources dan Verita Oil. Di kalangan pengusaha minyak, nama M. Reza cukup tersohor. Selain bergerak di bisnis perminyakan, ia juga pemilik tempat bermain anak-anak Kidzania yang berlokasi di Pacific Place, SCBD Jakarta Pusat.

M. Reza, pria berusia 53 tahun, disebut sebagai penguasa abadi dalam bisnis impor minyak Indonesia. Dulu dia akrab dengan Presiden Soeharto. Para perusahaan minyak dan broker minyak internasional mengakui kehebatan Riza sebagai ‘God Father’ bisnis impor minyak Indonesia. Di Singapura, M. Reza dijuluki “Gasoline God Father”. Lebih separoh impor minyak RI dikuasai oleh M. Reza.

Untuk mendapatkan image bersih dari lingkungan sekitarnya, M Reza mendirikan sekolah Islam Internasional Al Jabr di Pondok Labu, Jakarta Selatan. Sosok pria keturuan Arab ini memiliki beberapa rumah di kawasan Jakarta Selatan. Rumah mewah Jl Bango Raya No 14 Jakarta Selatan ditempati istri, ibu dan pembantu-pembantunya. Rumah keduanya di Jl. Bango Raya No. 16 Jakarta Selatan digunakan untuk fasilitas tempat tinggal para pimpinan sekolah dan guru Sekolah Islam Al-Jabr. Sedangkan rumah ketiganya terletak di Jl. Bango Raya No. 17.

Sumber di DPR, menurut Majalah Forum Keadilan, menyebutkan, M. Reza memiliki kedekatan dengan Hatta Radjasa. Hatta Radjasa sendiri merupakan salah satu kepercayaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Relasi antara Hatta Radjasa dengan SBY ini terjalin lebih erat dalam koalisi pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II hingga saat ini. Dalam menjalankan operasinya, bukan tidak mungkin jika M Reza memerlukan lobi politik ke Istana untuk memperlancar bisnisnya.

Sosok M Reza dianggap sangat berpengaruh dalam kebijakan energi nasional. Bahkan, kabar beredar menyebutkan bahwa Mantan Direktur Pertamina, Arie Soemarno, dipecat karena berusaha memindahkan Petral dari Singapura ke Batam. Sebenarnya, jika Petral berkedudukan di Batam atau Indonesia tentu pemerintah dan masyarakat luas lebih mudah mengawasi pengoperasian Petral yang sangat rawan korupsi.

Implikasi dari Operasi PetralPetral yang beroperasi sebagai importir minyak dengan jalur tender kepada

Pertamina mempunyai berbagai isu manajemen maupun terkait kebijakan publik. Bagi publik, munculnya pertanyaan mengapa dibentuk anak perusahaan dan mengapa di Singapura itu saja sudah mengandung kecurigaan. Pertamina mungkin bisa membuktikan praktik di Petral sudah clean dengan tender internasional

Page 35: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

32 33Edisi IV - Desember 2012

yang fair. Tim-tim auditor yang dikirim ke Singapura pun tidak menemui penyimpangan. Akan tetapi, menurut Dahlan Iskan, Menteri BUMN, Perusahaan BUMN memang tidak cukup dengan clean, tapi juga harus C & C, yakni clean and clear.

Clean berurusan dengan good corporate governance yakni pengelolaan atau manajemen perusahaan. Clear berhubungan dengan public trust alias kepercayaan publik. Perusahaan yang tidak clear tidak melanggar aturan pengelolaan usaha. Tapi perusahaan yang tidak clear tidak akan dipercaya publik dan jika terkait dengan kebijakan publik maka akan disinggungkan juga dengan persoalan administrasi publik seperti korupsi, transparansi, atau keadilan (fairness).

Karena BUMN adalah perusahaan milik publik, maka praktik C & C menjadi sangat penting. Sebagai perusahaan terbesar, posisi tawar Pertamina seharusnya cukup besar. Boleh dikata, dalam bisnis, Pertamina berhak mendikte, termasuk mendikte pemasok dan bahkan mendikte pembayaran. Sebagai perusahaan terbesar mengapa Pertamina belum bisa mendikte. Pertamina masih berhubungan dengan begitu banyak trader. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa tidak sepenuhnya melakukan pembelian langsung dari pemilik asal barang: membeli BBM langsung dari perusahaan kilang dan membeli crude (minyak mentah) langsung dari perusahaan penambang minyak?

Menurut Iwan Piliang, pengamat masalah sosial, terdapat banyak kerugian negara akibat praktek curang yang dilakukan Petral. Kerugian tersebut, selain mekanisme pasar yang dipaksa mengikuti harga internasional, indikasi kuat negara dan bangsa bobol juga masih terjadi. Diantaranya melalui, Tranfer Pricing (TP), baik dalam bentuk impor dan ekspor.

Instrumen yang dipakai, bisa badan yang dibentuk seperti Petral, timbulnya laku kolusi dengan indikasi merugikan negara mencapai Rp 100 Triliun pertahun dari impor ekspor mencapai 900.000 barel minyak per hari. Menurut Iwan, penggelembungan cost recovery di lifting Migas yang terindikasi merugikan negara setara Rp 70 triliun setahun. (Indonesia for Global Justice, 2012)

***

Referensi :Tanjung, Darman & Siregar, Zulkarmedi, Dua Broker Berpengaruh di Petral, Forum Keadilan No. 6 Tahun

XXI/28 Mei – 3 Juni 2012Lothrop Jr., James, Indonesia : A US Foreign Policy Dilemma, Research at the US Army War College Carlisle

Barracks, Pennsylvania, 8 April 1966Budi N, Danang, Peran Broker di Balik Krisis BBM, Harian Suara Merdeka 19 September 2005PERTAMINA ENERGY TRADING LIMITED, http://www.pnatrade.com/pamphlet.htmlv

Page 36: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

34 35Edisi IV - Desember 2012

Perampokan Negara oleh Perusahaan Transnasional

GLOBALISASI

Rika FebrianiIndonesia For Global Justice

Page 37: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

34 35Edisi IV - Desember 2012

Praktek perusahaan antar negara (transnational company) semakin cerdik dalam memainkan perannya di dalam era globalisasi ini. TNC melalui jaringan produksi dan distribusinya yang tersebar di seluruh negara

dikontrol dengan satu pusat “pemerintahan”. Kelebihan TNC ini jauh melampaui pengertian negara secara tradisional dengan jumlah buruh dan pendapatannya yang jauh melebihi GDP suatu negara.

Negara berkembang seperti Indonesia pada tahapan berikutnya kemudian berkompetisi dalam menarik TNC. Berbagai fasilitas seperti pengurangan pajak diberikan kepada TNC untuk bisa melakukan investasi. Negara berharap akan diuntungkan di dalam berbagai hal; penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang besar.

Sejalan dengan itu, IMF, World Bank dan bank pembangunan di tingkat regional juga mempromosikan trend dalam menarik investor dengan cara mendorong pajak yang rendah. Perusahaan yang berpotensi mendapatkan keuntungan dalam jumlah besar dengan pengerukan sumber daya alam seperti di sektor: pertambangan diberi keleluasaan dalam mendapatkan keringanan pajak. Suatu sistem yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga negara berkembang tidak mendapatkan apa-apa dari hasil kekayaan alam di wilayah mereka sendiri. Seakan belum puas dengan pengurangan pajak, TNC malah kemudian melakukan trik tersendiri untuk mengelak dari kewajiban ini.

a. Bagaimana suatu negara dikurangi pendapatan pajaknya?Sistem perpajakan antara negara maju dan negara berkembang mempunyai

aturan yang berbeda. Dengan perbedaan aturan tentang perpajakan ini membuat ada negara dimana TNC bisa berlindung dari kewajiban pajaknya atau yang disebut dengan tax haven. Tax haven adalah negara atau wilayah yang memungut pajak rendah atau tidak mengenakan pajak sama sekali kepada individu atau perusahaan yang ada di negara tersebut. Negara-Negara yang terkenal menjadi tax haven adalah: Bahama, Cyprus, Liechtnestein, Luxemburg, Monako, Panama, San Marino, Seychelles.

Di samping negara, ada juga wilayah yang disebut dengan Non-sovereign jurisdictions yang menjadi tempat berlindungnya TNC dari kewajiban pajak, diantaranya adalah: Campione d’ Italia (Italy), Jebel Ali Free Zone (United Arab Emirates), Labuan (Malaysia), Curacao (Belanda), Bermuda (United Kingdom), British Virgin Islands (United Kingdom), Cayman Islands (United Kingdom), Jersey (United Kingdom), Guernsey (United Kingdom), Isle of Man (United Kingdom), Turks and Caicos Islands (United Kingdom), Alaska (United States), Delaware (United States), Florida (United States), Nevada (United States), Texas

Page 38: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

36 37Edisi IV - Desember 2012

(United States), South Dakota (United States), United States Virgin Islands (United States), Wyoming (United States). Di negara tersebut TNC dapat dibebaskan dari kewajiban pajak sejauh mereka mendirikan shell companies. Shell companies adalah perusahaan fiktif yang pendiriannya hanya di atas kertas, tanpa ada karyawan dan kantor tetapi mempunyai badan hukum.1

Perbedaan karakter yang mendasar antara ekonomi negara maju dan berkembang tercermin di dalam sistem penggelapan pajak ini. Negara maju berusaha menciptakan suatu sistem pajak yang memungkinkan transfer pricing, tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat teknis, tetapi bagaimana mengambil keuntungan dari pajak melalui bisnis TNC.

Beberapa perusahaan besar di Amerika dan Inggris telah terbukti menggelapkan pajak dengan cara memindahkan keuntungan kepada anak perusahaan lain di negara yang bebas pajak. Beberapa perusahaan besar yang bergerak di bidang informasi tekhnologi, perusahaan supply chain dan extractive industries setelah ditelusuri melakukan tindakan penggelapan pajak ini. Hal ini bisa dikatakan sebagai pencurian dan tindakan yang tidak bermoral terhadap negara-negara berkembang, tetapi ini juga tidak bisa dikatakan suatu yang illegal karena sistem yang dibuat menjadikan transfer keuntungan ini suatu hal yang bersifat legal.

Sistem pajak internasional dibuat pada awal abad ke-20 dimana TNC tidak mempunyai kekuatan dominan di dalam percaturan ekonomi global. Semenjak tahun 1960, TNC berusaha mencari celah dari sistem ini dengan cara membagi keuntungan yang sesuai dengan kepentingan mereka.

TNC juga dapat menyesuaikan price transfer antara anak perusahaan (subsidiary companies) dengan perusahaan inti (parents company). Semenjak 60% perdagangan dunia sebenarnya dikuasai oleh perusahaan yang sama, transfer pricing menjadi isu yang sangat penting di dalam perpajakan internasional. TNC dapat menyesuaikan transfer prices antara anak perusahaan dan membagi keuntungan dari negara yang berpajak tinggi kepada negara yang berpajak rendah.

Trade mispricing juga melibatkan re-invoicing perdagangan antara pihak-pihak yang tidak saling berhubungan. Re-invoicing dapat terjadi ketika suatu barang diekspor dari satu negara dibawah satu invoice. Invoice tersebut dirubah dan dialihkan kepada wilayah hukum lain, biasanya di wilayah non-sovereign jurisdiction dan dikirim kepada negera pengimpor. Import overpricing atau ekspor underpricing dibuat secara palsu sehingga perusahaan dapat menggeser laba keluar dari negara yang berpajak tinggi.

Sistem perusahaan besar dibuat untuk memungkinkan perusahaan tersebut menghindar dari pajak. Tetapi sebenarnya ada bahaya laten juga dibalik sistem 1 http://www.economist.com/node/21563286

Page 39: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

36 37Edisi IV - Desember 2012

ini, sistem penggelapan pajak dapat membuka peluang korupsi yang dilakukan oleh anak perusahaan di suatu negara maupun oleh karyawannya. Para ekonom menyebut proses penggelapan pajak ini sebagai “the ugliest chapter in global economic affairs since slavery”.

b. Jenis-jenis Pajak BisnisAda berbagai jenis pajak yang lazim disepakati oleh negara dan TNC di dalam

perjanjian perdagangan : 1. Corporate Income Tax2. Royalti (dari mineral, minyak dan industri ekstraktif atau kekayaan intelektual)3. Kontribusi dari pengaman sosial karyawan4. Withholding tax terhadap transaksi asing tertentu dan keuntungan repatriasi5. Pajak pendapatan modal yang berasal dari berbagai pendapan seperti dividen

ataupun penjualan saham6. Pajak pertambahan nilai (VAT), pajak dagang dan pajak tidak langsung lainnya7. Bea impor dan retribusi lainnya

Ketika TNC melakukan negosiasi dengan pemerintah, banyak dari jenis pajak ini dikurangi atau tidak dimasukkan di dalam perjanjian. Jadi pemerintah seharusnya lebih jeli lagi dalam melihat perjanjian sebelum menanda tanganinya.

c. Pajak dan kontribusi industri ekstraktif terhadap perekonomian suatu negaraPemasukan negara yang paling besar berasal dari sektor industri ekstraktif.

Perusahaan tambang asing mengimpor hampir seluruh peralatan tambangnya, juga termasuk teknis, keuangan dan layanan manajerial yang dibutuhkan untuk menjalankan pertambangan. Ketika selesai di ekstraksi, hasil tambang mentah tersebut dimurnikan dan diproses lagi di luar negeri. Perusahaan ini hanya sedikit memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat, tidak sebanding dengan kerugian lingkungan atas dilakukannya penambangan.

Dengan alasan ini, pemerintah mengharuskan perusahaan tambang membayar pajak yang tinggi untuk meningkatkan pendapatan negara. Pendapatannya bisa berupa: royalty, fees dan berbagai pajak langsung maupun tidak langsung yang menjadi sumber pendapatan utama bagi pemerintah. Tetapi ini hanya tertulis di dalam kertas. Pada tahun 2009 jumlah pendapatan Indonesia hanya 15% berasal dari ekspor minyak dan gas.

Page 40: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

38 39Edisi IV - Desember 2012

Kontribusi gas dan minyak terhadap pendapatan dalam negeri(Rp trilyun)

TahunPendapatan

DomestikPendapatan

minyak dan gas% kontribusi

2005 494 104 21.05%

2006 636 158 24.84%

2007 706 125 17.71%

2008 979 212 21.65%

2009 866 126 14.55%

2010 948 121 12.76%

Sumber : Kementrian Keuangan – biro statistik

Jika semua negara berkembang bisa meningkatkan jumlah pajak sekurang-kurangnya 15% dari pendapatan nasional, maka ada tambahan sekitar US$ 200 milyar setiap tahun yang masuk ke kas pemerintah.2

Negara Selatan diperkirakan kehilangan US$ 160 milyar setiap tahun sebagai hasil dari penggelapan pajak. Jumlah ini melebihi pendapatan negara dari bantuan dan hutang.3

Permasalahan pajak ini bisa berasal dari aparat pemerintah yang terkenal dengan korupsi sehingga memudahkan TNC untuk melakukan penggelapan pajak. Selain itu, sistem yang diterapkan di satu negara juga berpengaruh terhadap jumlah yang di setorkan oleh TNC. Hal ini mengakibatkan kurangnya akuntabilitas didalam perjanjian yang ditanda tangani pemerintah dengan TNC. Halangan lainnya adalah TNC juga menyalahkan pemerintah yang lemah. Korupsi ada dimana-mana dan tidak adanya keinginan politis untuk menyelesaikan masalah ini.

Di Indonesia beberapa perusahaan ekstraktif tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai berapa jumlah uang yang diberikan kepada negara. Salah satu perusahaan besar yang beroperasi di Indonesia adalah Chevron. Chevron adalah salah satu perusahaan energi terbesar di dunia dengan besaran investasi sebesar US$29.1 miliar pada 2011; dan pada 2012 sebesar US$32.7 miliar dengan fokus eksplorasi dan produksi.4

2 ActionAid, Accounting for Poverty: How International Tax Rules Keep People Poor,20093 Christian Aid, Death and Taxes: The True Toll of Tax Dodging,20084 Annual Report Chevron 2011

Page 41: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

38 39Edisi IV - Desember 2012

Berdasarkan laporan dari Extractive Industries Commission,5 Chevron adalah perusahaan yang sangat sulit ditembus datanya dan besaran pajak yang diberikan kepada masing-masing negara tidak begitu jelas. Beberapa fakta yang didapat dari Chevron :

• Dari 77 anak perusahaan Chevron, 62% diantaranya berada di wilayah yuridiksi yang bersifat rahasia (secrecy jurisdiction).

• Dari 33 anak perusahaan Amerika, 23 diantaranya berada di Delaware-lebih dari 2/3 nya perusahaan yang berbadan hukum Amerika.

• Dari 77 anak perusahaan Chevron, 22 diantaranya (atau 27%) terletak di Bermuda dan Bahama.

Padahal Pemasukan (Revenues) yang di dapat berjumlah US$ 204,9 milyar, biaya total yang dikeluarkan : US$ 172,9 milyar tetapi total pajak pemasukan (income) hanya sebesar : US$ 12,9 milyar.

Banyak perusahaan tambang yang beroperasi diharuskan membayar pajak kepada pemerintah. Bahkan untuk membuka pertambangan saja, investor sudah dikenakan pajak. Pajak ini biasanya adalah hasil negosiasi antara pemerintah dan perusahaan melalui kontrak yang didasarkan atas UU perpajakan nasional. Karena sifatnya yang rahasia, hal inilah yang kemudian menyebabkan korupsi. Kerahasiaan kontrak membuat masyarakat, DPR dan organisasi masyarakat sipil tidak bisa memantau pendapatan dari industri ekstraktif dan kemudian bagaimana uang ini kemudian dibelanjakan melalui budget negara.

d. Beberapa contoh kerugian negara yang diakibatkan oleh trade mispricingBerdasarkan laporan dari Christian Aid, kerugian yang di derita di tingkat

regional di Negara Selatan yang diakibatkan oleh trade mispricing adalah sebesar US$160 milyar, yang apabila dijabarkan di tiap negara :

Pada 2007, diperkirakan Bangladesh kehilangan US$172,6 juta dalam pendapatan pajak sebagai hasil dari trade mispricing yang melibatkan perdagangan dengan Uni Eropa dan Amerika.6

Pada tahun yang sama, Vietnam kehilangan US$171 juta dari pendapatan pajak dan Pakistan kehilangan US$152 juta.7

Kenya diperkirakan kehilangan sebesar US$ 2 milyar antara tahun 2000-2008

5 Diambil dari laporan investigasi PWYP Norway 2011, Piping Profits, mapping 6,038 subsidiaries owned by ten of the world’s most powerful Extractive Industry giants and quest by Latin America journalist to find out more.

6 Christian Aid, False profit: Robbing the Poor to Keep the Rich Tax Free,20097 ibid

Page 42: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

40 41Edisi IV - Desember 2012

dalam arus keluar modal yang terlarang (i.llicit outflows of capital), atau setara dengan 70% budget negara tersebut selama 2010/2011 yaitu sebesar US$ 2,7 milyar.8

Pertanyaan menariknya adalah : apa yang akan terjadi pada arsitektur pajak di masa yang akan datang? Apakah negara-negara maju akan membawa negara berkembang ke dalam sistem yang mereka buat? Atau melanjutkan sistem yang sudah ada dan menjadikan sistem pajak internasional yang lebih multi-polar. Atau adakah suatu sistem atau forum dimana negara anggota yang bernaung dibawahnya bersatu untuk menciptakan suatu standar internasional yang lebih bersifat inklusif?

Kesimpulan Investigasi terhadap permasalahan pajak dan transfer pricing tidaklah satu-

satunya cara untuk menyelesaikan permasalahan global financial yang begitu kompleks. Karena sebenarnya pajak sendiri adalah suatu sistem besar yang dibuat oleh kapitalisme global untuk dapat “melegitimasi” pengambilan sumber daya di negara berkembang. Kita sebagai negara berkembang yang sedang membangun dan mencari arah industri nasionalnya justru harus mencari cara tersendiri dalam menyelesaikan dan mengalokasikan dana pajak yang didapat dari industri besar yang beroperasi di tanah air. Mengelola sendiri industri nasional dengan pemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat tetaplah menjadi jalan yang terbaik di atas semuanya.

***

8 Kenya Daily Nation, “Nation loses Sh156 Billion in Taxation Tricks by Flower Firms,’” 25 October 2010;

40

Page 43: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

40 41Edisi IV - Desember 2012

GLOBALISASI

Strategi Korporat Bisnis Danone di Indonesia

Strategi Korporat Bisnis Danone di Indonesia

41Edisi IV - Desember 2012

Rika FebrianiIndonesia For Global Justice

Page 44: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

42 43Edisi IV - Desember 2012

Danone adalah salah satu perusahaan raksasa dunia yang terus mengembangkan lini bisnisnya. Didirikan pada tahun 1919 di Barcelona oleh Isaac Carasso, pada mulanya adalah perusahaan yoghurt dan

menjualnya kepada perusahaan farmasi di Barcelona. Danone sebagai suatu bisnis yang lebih besar didirikan oleh anaknya, Daniel Carasso pada tahun 1929 di Perancis. Pada saat itu yoghurt tidak begitu dikenal di Perancis dibandingkan dengan di Spanyol. Pada tahun 1941, Daniel meninggalkan Perancis diakibatkan oleh invasi Jerman dan pergi ke Amerika. Di Amerika, Daniel bersama dengan Joe Metzger mendirikan perusahaan dengan nama Dannon. Pada tahun 1959, Dannon dijual kepada Beartrice Foods, sebuah perusahaan yang sepenuhnya milik Amerika.

Pada tahun 1981, Danone kembali diambil oleh generasi ketiga: Antoine Riboud dan kembali berpusat di Perancis. Danone membeli BSN Gervais dan menjadi perusahaan yang mempimpin pasar produk susu segar di Perancis dan terbesar ketiga di Eropa dalam industri makanan dan minuman.

Pada tahun 1990an, Danone fokus pada pembuatan yoghurt, pasta, biskuit, air, makanan siap saji dan bir. Pada tahun 2007, Danone membeli Royal Numico, sebuah perusahaan Belanda yang bergerak di bidang nutrisi bayi dan nutrisi kesehatan dan mengembangkan industrinya di bidang tersebut. Pada saat ini, Danone dipimpin oleh generasi keempat: Frank Riboud. Danone telah menjadi international brand dengan pertumbuhan yang luar biasa.

Pada tahun 2012, konsentrasi bisnis Danone terletak di bidang : Produk olahan susu segar, nutrisi bayi, air dan nutrisi kesehatan. Danone terus mengembangkan bisnisnya ke negara-negara berkembang yang mempunyai kemudahan akses terhadap bahan baku dan potensi pasar yang besar yang akan mereka raih. Dengan sistem produksi, distribusi dan manajemen yang sudah mapan, Danone berusaha untuk menyesuaikan strategi antara negara maju dan negara berkembang.

Di Indonesia, Danone memiliki 4 business line melalui beberapa perusahaan: PT. Tirta Investama (produk air minum dalam kemasan), PT. Dairy Indonesia (produk olahan susu segar), PT. Sarihusada, PT. Sugizindo, PT Nutricia Indonesia Sejahtera (produk Nutrisi Bayi) dan PT Nitricia Medical Nutrition (produk nutrisi kesehatan).

Danone membeli PT.Tirta Investama (PT.TI) pada tahun 1998 dibawah merk Aqua. PT. TI sendiri sebelum dibeli oleh Danone merupakan perusahaan air terbesar di Indonesia dan bahkan di Asia. Produk Aqua diekspor ke negara-negara ASEAN dan mempunyai anak perusahaan di Brunei Darussalam dengan merek SEHAT. Dengan kapasitas produksi yang besar dan banyaknya sumber air yang tersebar di wilayah Indonesia membuat Danone tertarik untuk membeli PT.TI.

Page 45: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

42 43Edisi IV - Desember 2012

Produk olahan susu segar adalah bisnis yang paling potensial dikembangkan di Indonesia. Karena Indonesia menjadi basis produksi susu olahan di Asia Tenggara tetapi dengan tingkat konsumsi yang rendah. Penduduk Indonesia rata-rata mengkonsumsi 11,09 liter/tahun setara susu segar, jauh di bawah konsumsi negara-negara ASEAN lainnya yang telah mencapai lebih dari 20 liter/kapita/tahun.1 Tetapi, di Indonesia, produk susu segar Danone dikalahkan dalam jumlah produksi oleh Nestle. Nestle telah membangun pabrik besar di Indonesia dengan kapasitas 65.000 ton per tahun yang sekaligus akan menjadi basis produksi olahan susu untuk kawasan Asia Tenggara.2

Berbeda dengan produk olahan susu segar, produk susu bayi yang diproduksi oleh Danone melalui anak perusahaan Sari Husada dan Nutricia berhasil menguasai pasar Indonesia. Danone menguasai 32% pasar susu bubuk Indonesia (Nutricia 12% dan sari Husada 20%). Tidak lebih besar dari Nestle, yaitu sebesar 31%. 3

Berdasarkan data diatas, perlu dilihat praktek bisnis yang dilakukan oleh Danone di Indonesia terkait dengan dua lini bisnisnya yang memberikan kontribusi besar terhadap penjualan secara global. Krisis yang dialami dunia pada saat sekarang ini telah mengakibatkan perusahaan Danone yang berpusat di Perancis berusaha mengembangkan pasarnya di kawasan Asia, khususnya Indonesia. Penjualan di kawasan Eropa telah mengalami kemunduran dan kelesuan.

Makalah singkat ini akan membahas strategi Danone di Indonesia terhadap dua produk yang erat kaitannya dengan bahan baku dan pertumbuhan penduduk yaitu: air minum dalam kemasan (AMDK) Aqua dan susu bayi. Kedua produk ini merupakan produk yang paling digemari terhadap negara berkembang. Indonesia mempunyai sumber air yang tidak terbatas dengan kandungan mineral yang tinggi sementara itu susu dilihat karena Indonesia tercatat sebagai negara yang mempunyai kondisi bayi dengan gizi buruk tetapi dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan terus meningkat.

Permasalahan yang ingin dituju adalah: apakah keagresifan Danone dalam mencari pasar di negara berkembang adalah demi mencari keuntungan dan mempertahankan sustainability produksi dalam jangka panjang atau memang sesuai dengan yang didengungkan selama ini oleh Danone untuk menciptakan gaya hidup yang sehat dan penyediaan gizi yang baik bagi bayi yang baru lahir? Apakah ada moral hazard yang tersimpan dibalik gencarnya pemasaran produk susu bayi terhadap kesehatan bayi di Indonesia?

1 http://www.infobanknews.com/2011/09/indonesia-jadi-basis-produksi-olahan-susu-di-asia-tenggara/2 ibid3 http://www.berita-bisnis.com/data-bisnis/1022--danone-group-kuasai-bisnis-susu-bubuk-indonesia.html

Page 46: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

44 45Edisi IV - Desember 2012

1. Danone Ditopang Emerging EconomiesProduk Danone terpercaya di seluruh dunia dengan sustainability dan inovasi

yang terus mereka kembangkan. Setiap produk baik lama maupun baru merupakan hasil dari pertahanan terhadap kualitas dan inovasi yang terus dikembangkan. Inilah dua nilai yang terus dipertahankan oleh Danone sehingga menciptakan brand yang kuat di seluruh dunia. 4

Berdasarkan laporan tahunan 2011, keempat lini bisnis yang dipunyai oleh Danone berkontribusi secara global : produk olahan susu segar (58%), nutrisi bayi (19%), air (17%) dan nutrisi kesehatan (6%).5 Keempat lini bisnis ini memang tercakup dalam misi Danone yang bertujuan untuk penciptaan kesehatan di seluruh dunia melalui program-program penunjang dan jaringan pemasaran yang tersebar di seluruh dunia.

Danone beroperasi dan mempunyai pabrik di 25 negara di dunia dan perwakilan penjualan di lebih 130 negara. Danone memperkerjakan 101,885 orang di seluruh dunia (2011). Dengan banyaknya pekerja ini, Danone memiliki program yang dinamakan Dan’Cares yang memberikan perlindungan kesehatan dasar bagi karyawannya. Tetapi ini hanya diberlakukan di 8 negara yang mencakup 30,000 jumlah tenaga kerja. Melalui program ini, Danone mengakui bahwa dengan adanya jaminan healthcare ini dapat mengurangi turnover jumlah karyawan dan jumlah absen secara drastis. Di beberapa negara bahkan dapat menjadi daya tarik untuk tetap menguasai staf yang masih muda. 6

Dilihat dari data penjualan berdasarkan wilayah, Asia mengalami pertumbuhan yang tinggi pada pertengahan tahun 2012, yaitu sebesar 13,8%, sementara di Eropa mengalami kemunduran -2,8%. Dibandingkan pada tahun 1996, penjualan memang lebih terpusat kepada negara maju, yaitu sebesar 87% dan negara berkembang 13%. Secara umum penjualan Danone pada pertengahan tahun 2012 dari release yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut, mengalami pertumbuhan positif 5,9% yang didorong oleh emerging markets.

4 Report from Institute for Social innovation, Sustainable Innovation strategies exploring the cases of Danone and Interface,Marc Vilanova and Pax Dettoni

5 Danone Annual report 2011, http://danone11.danone.com/en/dataviz, diakses pada 14 September 20126 http://www.danone.com/en/company/strategy.html

Page 47: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

44 45Edisi IV - Desember 2012

Key financial data in H1 2012

Key figures H1 2011(restated) [1]

H1 2012 Change Change

Sales[2] (€ millions) 9,728 10,475 +5.9%[3]Free cash flow[4] (€ millions) 925 890 -3.8%[5]

Trading operating income[4] (€ millions) 1,407 1,451 +1.4%[3]

Trading operating margin[4] 14.47% 13.85% -61pbs[3]Underlying net income[4] (€ millions) 874 911 +2.1%[3]

Underlying EPS (fully diluted)[4] (€) 1.44 1.51 +4.7%[5]

[1] See Note 2 of consolidated financial statements at June 30, 2012 concerning restatement of consolidated accounts published on June 30, 2011

[2] Net sales[3] Like-for-like; see pages 8 and 9 for details on calculation of financial indicators not defined in IFRS[4] See pages 8 and 9 for details on calculation of financial indicators not defined in IFRS[5] Reported figures

GEOGRAPHICAL AREA

Europe 2,845 2,839 -1.0% -2.8% 5,543 5,548 -0.1% -2.6%

Asia 734 933 17.2% 13.8% 1,395 1,762 18.2% 14.2%

Rest of World 1,391 1,587 10.7% 3.9% 2,790 3,165 11.7% 4.1%

Total 4,970 5,359 5.0% 2.1% 9,728 10,475 5.9% 2.2% [1] Like-for-like; see pages 8 and 9 for details on calculation of financial indicators not defined in IFRS

Danone mengadopsi strategi melalui join ventures di wilayah emerging market. Karena Danone mengaggap perusahaan di negara berkembang kurang dalam hal manajemen dan kemampuan untuk tumbuh secara cepat. Beberapa perusahaan yang pernah diakusisi oleh Danone adalah : Al Safi di Arab Saudi (2001), Yakult di India (2005) dan Vietnam (2006), Alqueria di Colombia (2007) dan Mengniu di China (2006).

Menurut Frank Riboud, target pemasaran pada tahun 2011 memang adalah emerging market. Negara yang menjadi pasar terbesar Danone saat ini adalah : Rusia, Meksiko, Indonesia, China dan Argentina. 7

7 http://www.danone.com/en/company/strategy.html

Page 48: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

46 47Edisi IV - Desember 2012

Bisnis nutrisi bayi dan nutrisi medis adalah lini bisnis yang terus berkembang di Danone. Kedua jaringan bisnis ini sangat tergantung kepada trend demografis jangka menengah dan panjang. Danone berusaha merangkul peneliti, dokter dan pemerintah untuk meyakinkan bahwa anak dibawah tiga tahun membutuhkan nutrisi khusus yang berbeda dengan orang dewasa, dan Danone mampu menyediakan kebutuhan nutrisi ini.8

Sementara itu, penjualan pada divisi air mengalami kenaikan penjualan sekitar 4,6% pada paruh kedua 2012. Trend pada emerging ekonomies mengalami pertumbuhan dua digit. Pertumbuhan ini didapat dari hasil penjualan dan peningkatan harga dari Aqua, produk air minum dalam kemasan andalan Danone selain Evian dan Volvic. 9

Danone melihat potensi yang besar dalam air minum dalam kemasan. Divisi world water Danone terkenal dengan merek Evian di Amerika Utara pemasarannya dilakukan oleh Coca Cola. Portfolio divisi Air Danone termasuk didalamnya adalah: Font Vella (Spanyol), Volvic (Amerika) dan Wahaha (China). Evian merupakan brand terbesar dan diekspor ke lebih dari 120 negara. Perusahaan botol terbesar di dunia Nestle, berhasil diakuisisi oleh Danone dimilki dan dioperasikan 84 sumber air di seluruh dunia. Penjualan dari divisi air ini adalah sebesar 2,6 milyar (atau sekitar US$ 3,6 milyar). 10

Danone telah sukses mengekspor Evian ke Amerika. Pada April 2002,Danone bergabung dengan Coca Cola mengekspansi pasar di Amerika dengan melakukan join venture (Danone 49% dan Coca Cola 51%). Ada banyak keuntungan dari Danone ketika membeli Coca Cola (CC). CC menyediakan dalam hal pemasaran, distribusi dan ahli ditambah dengan menginvestasikan sebesar US$ 128 juta sebagai pengembalian aset Danone, kepemilikan dari beberapa nilai merk dan fasilitas produksi. 11

Posisi yang kuat yang dibangun pada masing-masing negara berkembang dijadikan contoh bagi negara lainnya. Ini adalah strategi yang dikembangkan oleh Danane yang berdasarkan dengan keahlian lokal. Misalnya: Penciptaan Bonafont dan Dan’Up di Meksiko, penciptaan nutrisi bayi yang terjangkau di Indonesia dan Mizone di China. Untuk pengembangan ekspansi pasar ini, Danone mencoba meraih pasar-pasar baru yang tidak terjangkau melalui metode penjualan skala kecil, dari rumah ke rumah untuk golongan menengah dan penduduk di kota-kota kecil. Strategi pemasaran seperti ini dilakukan di wilayah Asia dan Afrika.

8 9 Press Release, first-half result,July 2012.10 http://biz.yahoo.com/ic/103/103386.html11 http://www.insead.edu/facultyresearch/faculty/documents/5621.pdf

Page 49: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

46 47Edisi IV - Desember 2012

2. PT. Tirta Investama (PT. Aqua Golden Missisipi) yang dibeli oleh DanoneAqua merupakan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) pertama di dunia

yang mulai diproduksi sejak 23 Februari 1973 oleh PT. Golden Mississipi yang didirikan oleh Tirto Utomo (1930–1994). Produk komersil Aqua dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1974 dengan kapasitas produksi 6 juta liter setahun. Produk pertamanya adalah Aqua botol kaca ukuran 950ml yang kemudian disusul dengan kemasan Aqua galon, pada waktu itu juga masih terbuat dari kaca. Pada saat perusahaan go-public pada tanggal 1 Maret 1990, nama PT Golden Mississippi diubah menjadi PT Aqua Golden Mississippi.

Berbagai jenis kemasan dikembangkan oleh Aqua sehingga dengan cepat Aqua menjadi produk yang paling laku dipasar untuk kelas menengah atas di Indonesia. Pada tahun 1981, dengan kemudahan baku air di wilayah Indonesia, Aqua memutuskan untuk mengganti bahan baku yang semula dari sumur bor ke mata air pegunungan yang mengalir sendiri (self flowing spring).

Upaya ekspor dirintis sejak pertengahan tahun 1987 dan terus berjalan baik hingga kini mencakup Singapura, Malaysia, Maldives, Fiji, Australia, Timur Tengah dan Afrika. Di wilayah ASEAN, Aqua menjalin kerjasama produksi dengan perusahaan Filipina. Di Brunei Darrusalam, Aqua juga mempunyai anak perusahaan degan nama produk “Sehat.”

Dengan portfolio yang bagus ini, Danone melihat peluang yang bagus untuk membeli Aqua. Penyatuan Aqua dan grup Danone pada tahun 1998 berdampak pada peningkatan kualitas produk dan menempatkan Aqua sebagai produsen air mineral dalam kemasan (AMDK) terbesar di Indonesia. Danone meningkatkan kepemilikan saham di PT Tirta Investama dari 40% menjadi 74%, sehingga menjadikan Danone sebagai pemegang saham mayoritas Aqua Group.

Akuisisi ini dapat dikatakan cukup berhasil dikarenakan penjualan Aqua yang semakin meningkat dari rata-rata 1 miliar liter per tahun menjadi 3,5 miliar liter per tahun. Dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp. 1,447 triliun sampai tahun 2006, PT. Aqua Golden Mississipi menjadi salah satu perseroan terbesar di Indonesia, khususnya di sektor consumer goods dan industri beverages (air minum dalam kemasan).

Dengan portfolio yang bagus yang dipunyai oleh Aqua, seharusnya tidak dijual kepada Danone. Sebelum dibeli oleh Danone, Aqua masih dapat melakukan pengembangan perusahaan dan yang terpenting adalah Aqua dimiliki oleh pengusaha nasional Indonesia. Ditambah lagi beberapa permasalahan yang dihadapi oleh penduduk di sekitar mata air produksi Aqua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kruha, di Sukabumi dan Klaten dimana sumber air mengering

Page 50: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

48 49Edisi IV - Desember 2012

dan volume air di permukaan jauh berkurang. Di desa Kuta, Sukabumi, masyarakat harus menggali sumur sedalam 18 meter dimana sebelumnya masyarakat bisa menggali sedalam 10 meter saja untuk mendapatkan air. Di Klaten, Jawa Tengah untuk memenuhi air yang dibutuhkan di pertanian, petani harus memompa air tanah. Yang sebelumnya mengalir secara alami dari mata air Kapilaler dan Sigedang dan mencukupi untuk irigasi pertanian.

3. PT. Sarihusada dan PT. Nutricia melawan ASI EkslusifJumlah penduduk Indonesia yang sangat besar telah menjadi daya tarik bagi

negara maju untuk menjadikan Indonesia sebagai pasar produknya. Pada tahun 2011 tercatat jumlah penduduk Indonesia berkisar 259 juta orang dengan laju tingkat pertumbuhan sebesar 1,3%/tahun. Ini merupakan jumlah yang sangat besar apabila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya untuk pasar berbagai produk, tidak terkecuali produk susu bayi.

Tingkat kemisikinian yang tinggi yaitu mencapai 29,89 juta orang (2011)12 dan kurangnya pengetahuan mengenai gizi yang baik menjadikan Indonesia sebagai negara yang banyak mempunyai bayi yang menderita gizi buruk di dunia. Berdasarkan data tahun 2005 jumlah balita yang berusia 0-4 tahun yang mengalami gizi buruk berjumlah 8,8% dari total jumlah penduduk.

Balita (0-59 Bulan) Menurut Status Gizi, Tahun 1998-2005 (%)

Status Gizi 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2005

Gizi Buruk 10.51 8.11 7.53 6.30 7.47 8.55 8.80

Gizi Kurang 19.00 18.25 17.13 19.80 18.35 19.62 19.24

Gizi Baik 67.33 69.06 72.09 71.10 71.88 69.59 68.48

Gizi Lebih 3.15 4.58 3.25 2.70 2.30 2.24 3.48Sumber: BPS. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=30&notab=40

Ketidaktahuan terhadap mana gizi yang sebenarnya baik dan mana yang penunjang ditambah lagi dengan gencarnya pemasaran yang dilakukan oleh Danone dan perusahaan susu lainnya telah menjadi faktor penunjang keberhasilan penjualan produk susu Danone di Indonesia.

Nutrisi bayi adalah salah satu divisi di Danone yang mengalami pertumbuhan baik, yaitu lebih dari 50% antara tahun 2007-2011. Hal ini disebabkan karena Danone telah berhasil mengakuisisi Numico, perusahaan susu asal Belanda pada

12 Berita resmi statistic, BPS No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012

Page 51: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

48 49Edisi IV - Desember 2012

tahun 2003. Posisi penjualan yang paling kuat berada di wilayah Asia Pasifik, yaitu sekitar 40% dari jumlah bisnis keseluruhan. Indonesia adalah pasar baru bagi Danone diikuti dengan Hongkong, Malaysia dan Thailand.13

Di Indonesia, anak perusahaan Danone yang memproduksi dan menjual produk nutrisi bayi ini adalah PT. Sari Husada dan Nutricia. Sari Husada adalah perusahaan lokal yang memproduksi susu SGM untuk anak usia 1–3 tahun dan Lactamil, susu untuk ibu hamil dan menyusui. Sari husada didirikan pada tahun 1954 dengan nama NV Saridele. Pada tahun 1968, perusahaan ini diakuisisi PT. Kimia Farma dan Pada tahun 1972 dibeli oleh PT Tiga Raksa dan namanya berubah menjadi Sari Husada. Pada Tahun 1983, perusahaan ini tercatat di Bursa Efek Jakarta.

Penggabungan Sari Husada dan Nutricia Internasional dibawah Royal Numico dilakukan pada tahun 1998 . Royal Numico kemudian dibeli oleh Danone dan baru pada tahun 2007 Sari Husada dan Nutricia berada dibawah Danone sebagai anak perusahaan yang bergerak di bidang nutrisi bayi dengan segmen pasar yang berbeda di Indonesia.

Biaya marketing yang dikeluarkan oleh Sari Husada untuk promosi produknya tidak tanggung-tanggung. Sari Husada telah mengalokasikan dana investasi sebesar Rp 400 miliar per tahun untuk pengembangan bisnis melalui marketing dan komunikasi untuk mendukung pertumbuhan penjualan dan pangsa pasar perusahaan setiap tahun.14 Suatu biaya yang sangat besar untuk meraup untung yang sangat besar pula. Seiring dengan hal tersebut, target penjualan perusahaan ini terus meningkat yaitu sebesar 37%, yang apabila dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 35%.15 Hal ini cukup wajar di tengah gencaran persaingan dengan produk serupa dari Nestle.

Strategi pemasaran yang dilakukan Sari Husada pun sangat gencar. Salah satu produknya, Gizikita, suplemen makanan yang dijual dalam kemasan sachet 5 gram telah berhasil terjual sebanyak 4.5 juta sachet pada 2011 dengan harga jual persachet Rp.500,-. Penjualan ini diiringi dengan program “Ayo Melek Gizi” yang bekerjasama dengan Universitas Indonesia.16 Suatu strategi pemasaran yang cukup “cerdas” dengan membarenginya dengan program pendidikan bagi masyarakat luas.

Seiring dengan “saudara” Sari Husada, PT. Nutricia memproduksi dan 13 http://www.danone.com/en/brands/baby-food.html diakses pada 21 September 11:5714 http://www.indonesiafinancetoday.com/read/23778/Sari-Husada-Investasi-Rp-400-Miliar-untuk-

Pengembangan-Bisnis diakses pada 21 September 12:55 PM15 http://www.indonesiafinancetoday.com/read/28922/Sari-Husada-Targetkan-Pangsa-Pasar-Nutrisi-37 diakses

pada 21 September 1:02 AM16 Sustainability Report Danone 2011, hal.29 http://media.corporate-ir.net/media_files/IROL/95/95168/Danone_

Sustainability_Report_2011.pdf

Page 52: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

50 51Edisi IV - Desember 2012

memasarkan susu merk Nutrilon Royal, Bebelac dan Nutricia Mealtime. Nutricia Indonesia berdiri pada tahun 1987. Sebelumnya Nutricia menjadi dealer untuk susu dari Belanda dengan produk Camelpro. Setelah dibeli oleh Numico, pabrik Nutricia mulai dikembangkan dan berorentasi ekspor ke wilayah Asia Pasifik.17

Nutrisi bayi sendiri sebenarnya hanyalah produk makanan tambahan bagi bayi. Bayi berusia 0-3 tahun lebih diutamakan untuk mendapatkan ASI Ekslusif oleh ibunya. Inilah program yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia yang sudah dimulai semenjak Orde Baru. Tetapi belakangan, program pemberian ASI ekslusif ini cenderung menurun. Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2006, 64,1 persen ibu memberikan ASI eksklusif kepada bayinya hingga usia 6 bulan. Jumlah itu menurun pada 2007 hingga 62,2 persen dan pada 2008 turun mencapai 56,2 persen. Beberapa kalangan mencoba untuk mendesakkan kembali untuk mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi tentang ASI Ekslusif. 18

Permasalahan persaingan antara penjualan susu formula, tidak hanya merek Danone, tetapi juga merek susu lainnya, terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai ASI Ekslusif merupakan masalah klasik yang terjadi di Indonesia. Permasalahan ini menyangkut dua aktor internasional yang bermain kepentingan di belakangnya. Antara perusahaan susu multinasional dan badan kesehatan dunia WHO, Unicef dan disokong oleh program jangka panjang MDGs. Strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan susu sangatlah agresif, dari level Puskesmas, Posyandu, Klinik dan Rumah Sakit semua tempat itu tidak luput dari penjualan langsung produk susu tersebut.

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif.19 Anak yang baru lahir dibawah 6 bulan wajib mendapatkan ASI Ekslusif dari ibunya. Hal ini penting mengingat nutrisi yang terkandung dalam ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama sangat penting untuk menunjang pertumbuhan sel otak, tulang dan otot serta pematangan hormon-hormon yang prosesnya tidak akan bisa diulangi lagi di usia-usia berikutnya. Hal ini tentunya membuat panik perusahaan susu yang ada di Indonesia tidak terkecuali Danone. Mengingat berapa pasar yang akan hilang dengan adanya peraturan ini.

***

17 http://www.nutricia.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=37&Itemid=74 diakses pada 21 September, 2:47 AM

18 http://www.analisadaily.com/news/read/2012/08/03/66602/pemerintah_diminta_keluarkan_regulasi_perkuat_asi_eksklusif/#.UFt0CK7H4vo diakses pada 21 September, 2:58

19 http://www.depkes.go.id/downloads/PP%20ASI.pdf

Page 53: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

50 51Edisi IV - Desember 2012

REGIONALISME

ASEAN- Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)

“Strategi Negara Maju Untuk Memperkuat Dominasi Di Asia-Pasifik”

51Edisi IV - Desember 2012

Rachmi HertantiIndonesia For Global Justice

Page 54: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

52 53Edisi IV - Desember 2012

Asia Menjadi Muara KrisisKebangkitan ekonomi Asia telah menjadi ‘gula’ yang menarik banyak

pihak untuk menghampirinya. Manisnya ekonomi Asia telah merubah tatanan perekonomian global, khususnya dalam situasi krisis ekonomi global saat ini. Pertumbuhan China saat ini yang menjadi kekuatan ekonomi terbesar didunia juga memberikan pengaruh terhadap ekonomi Asia.

Ditengah-tengah melesunya pertumbuhan ekonomi dibeberapa negara maju seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat, Asia tetap berdiri tegap dengan tingginya angka pertumbuhan ekonomi yang semakin meyakinkan banyak pihak bahwa Asia sebagai pusat perekonomian masa depan. Hal ini kemudian menjadikan Asia sebagai tumpuan negara maju dalam upaya mengeluarkan dirinya dari krisis ekonomi yang melanda.

Pasar Asia dianggap memberikan janji surga terhadap pemulihan krisis ekonomi dunia. Hal ini didasari atas tingginya angka populasi di Asia, khususnya populasi usia produktif, sehingga akan menjamin ketersediaan tenaga kerja yang produktif dan kompetitif yang kemudian berdampak terhadap potensi besar kepada permintaan pasar. Produktifitas yang dihasilkan menjadi alasan rasional untuk semakin memasifkan agenda investasi diseluruh sektor ekonomi, khususnya yang terkait dengan infrastruktur, manufaktur dan energi.

Hal diatas kemudian mendorong sebuah ambisi untuk segera memperluas dan membuka akses pasar serta investasi yang lebih massif lagi dimana hal-hal tersebut diyakini sebagai cara efektif untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Skenario ini dijadikan agenda pembangunan dunia (World Development Agenda) yang dicetuskan dalam forum G-20 untuk kemudian dipastikan pelaksanaannya dalam forum-forum regional, seperti APEC dan ASEAN, dalam rangka berjalannya jadwal liberalisasi perdagangan yang telah ditetapkan dimasing-masing kawasan.

Integrasi ekonomi kawasan telah menjadi strategi yang mendasar dalam rangka pembukaan akses pasar baik untuk perdagangan barang, jasa, maupun investasi, sebagaimana yang telah berjalan selama ini melalui Free Trade Agreement (FTA). Di ASEAN telah memiliki konsep integrasi kawasan diantara anggota ASEAN yaitu ASEAN Economic Community (AEC) yang akan efektif berjalan secara menyeluruh pada tahun 2015.

Selain itu juga, ASEAN juga telah menjalin kerjasama ekonomi dengan beberapa negara lain diluar ASEAN melalui perjanjian kerjasama ekonomi dengan China, Jepang, India, Australia-New Zealand, dan Korea Selatan. Semua

Page 55: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

52 53Edisi IV - Desember 2012

FTA itu telah berjalan secara efektif. Di bawah ini tabel tentang ASEAN FTA dan tanggal berlakunya.

Tabel 1, FTA Di ASEAN

Date of entry Into forceASEAN - Australia - New Zaeland January 2010ASEAN - China July 2005 (G), July 2007 (S), August 2009 (I)ASEAN - Japan Decembrer 2008

ASEAN - Korea June 2007 (G), May 2009 (S), September 2009 (I)

India - ASEAN January 2010 (G)

Data Source : Various Ministry websites

Note: G = goods, S = services, I = investment

Sumber: ERIA Research Project Report 2010, No.29: ASEAN +1 FTAs And Global Value Chains In East Asia.

Namun, dengan perkembangan ekonomi global saat ini pada akhirnya mendorong perubahan terhadap kerjasama ekonomi regional yang telah berjalan. Ada Desakan negara maju di Asia terhadap kebutuhan untuk membentuk perjanjian regional yang lebih besar lagi di ASEAN yang bertujuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi.1 Kebutuhan tersebut kemudian dijawab dengan konsep baru atas kerjasama ekonomi regional di ASEAN bersama negara-negara mitra ekonominya yang bernama Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) atau dikenal dengan ASEAN +1 FTAs.

Wajah RCEP Dalam Sentralitas ASEAN Di DuniaRCEP telah disepakati dalam KTT ASEAN ke-19, November 2011, melalui

The ASEAN Framework for Regional Comprehensive Economic Partnership. Peluncuran negosiasi RCEP dilaksanakan pada ASEAN Summit 18-20 November 2012 antara ASEAN dengan 6 negara mitra FTA-nya, dan ditargetkan selesai pada tahun 2015 agar dapat diselaraskan dengan implementasi dari ASEAN Economic Community 2015.

Mandeknya pembahasan Putaran Doha di WTO, RCEP menambahkan fakta bahwa FTA masih dianggap lebih efektif untuk mencapai liberalisasi dalam perdagangan dan penciptaan pasar yang efisien diantara beberapa negara di kawasan. RCEP ditujukan untuk dapat mencapai kerjasama ekonomi yang lebih komprehensif dan saling menguntungkan diantara ASEAN dengan negara-negara mitra FTA-nya. 1 ERIA Research Project Report 2010, No.29: ASEAN +1 FTAs And Global Value Chains In East Asia, Hal: 7.

Page 56: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

54 55Edisi IV - Desember 2012

Pembentukan RCEP diyakini akan menjadi pasar perdagangan bebas terbesar didunia. Selain itu, RCEP juga dijadikan sebagai batu loncatan dari pembentukan area perdagangan bebas di Asia-Pasifik pada tahun 2020 dibawah Free Trade Area of The Asia-Pacific (FTAAP) dalam komitmen negara-negara APEC.2 Hal ini didasari atas argumentasi bahwa ASEAN merupakan pusat dari pertumbuhan ekonomi dunia ditengah-tengah krisis ekonomi global.

Sentralitas ASEAN dianggap penting dalam mengembangkan arsitektur Asia-Pasifik yang lebih luas lagi tidak hanya dibawah FTAAP, tetapi juga termasuk Trans Pacific Partnership (TPP) dan The East Asia Free Trade Agreement (EAFTA), dimana negara-negara anggota ASEAN dan ke enam mitra FTA ASEAN terlibat didalamnya.3

Namun, yang lebih penting dari sentralitas ASEAN adalah bahwa pertumbuhan ekonomi di ASEAN melalui pasar yang besar dan produktifitas yang tinggi dapat membawa perbaikan bagi perekonomian dunia. Sehingga di masa depan, ASEAN akan menjadi arena pertarungan negara maju dalam memperebutkan pasar.

Kehadiran RCEP akan semakin menarik banyak pihak diluar ASEAN untuk terlibat di dalam kerjasama ekonomi ini. Hal ini didasari atas aturan main yang dibuat di dalam Framework for RCEP yang membuka peluang bagi negara-negara diluar ASEAN untuk dapat bergabung ke dalam RCEP setelah menjadi mitra ekonomi ASEAN atau disebut juga dengan open accession.

Prinsip-prinsip umum dalam Framework for RCEP terkait dengan open accession menyatakan: “The agreement shall have an open accession clause to enable participation of any of the ASEAN FTA partners should they not be ready to participate at the outset as well as any other external economic partners”.4

Sentralitas ASEANDalam mencapai sentralitas ASEAN di dunia, RCEP juga memiliki ambisi

yang sangat luas terhadap komitmen yang diikatkan baik dalam perdagangan barang, jasa, ataupun investasi yang salah satunya melalui mekanisme single undertaking. Beberapa kebutuhan yang akan muncul kemudian dalam negosiasi RCEP dipercaya akan memasukkan beberapa isu WTO seperti Trade Facilitation, Government Procurement, dan lain sebagainya.

Hal ini bisa mengarahkan negosiasi RCEP ke dalam isu-isu yang selama ini 2 Petchanet Pratruangkrai, “ASEAN+6 set to launch world’s biggest free-trade market”, The Nation/Asia News

Network, 2012. (Diunduh dari http://www.bilaterals.org/spip.php?article22186)3 Sanchita Basu Das, “RCEP: Going Beyond ASEAN+1 FTAs”, ISEAS, 2012, hal: 2.4 Terjemahannya: Perjanjian tersebut memiliki klausul aksesi terbuka untuk memungkinkan partisipasi dari salah

satu mitra FTA ASEAN yang belum siap untuk berpartisipasi pada permulaan pembentukan serta setiap mitra ekonomi eksternal lainnya.

Page 57: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

54 55Edisi IV - Desember 2012

mengalami kebuntuan dalam proses negosiasi di WTO. Harapan RCEP untuk dapat konsisten terhadap perjanjian WTO juga diterapkan dalam aturan mainnya yang diatur melalui Framework on RCEP yang menyatakan: “The agreement shall be consistent with the WTO Agreement” (Perjanjian ini harus konsisten dengan Perjanjian WTO).

Dari ketentuan tersebut dapat diasumsikan bahwa RCEP akan diarahkan untuk menggantikan putaran negosiasi di dalam WTO yang selama ini belum juga memberikan hasil yang efektif untuk meliberalisasi perdagangan dunia.

Asumsi diatas diperkuat dengan keingingan dari ASEAN dan 6 negara mitra FTA-nya untuk menjawab masalah efek “Spaghetti Bowl” dari FTA. Pemisahan kerjasama ekonomi dalam masing-masing perjanjian FTA telah menimbulkan banyaknya masalah dalam perdagangan seperti jadwal pengurangan tarif, Rules of Origins untuk memperoleh preferensi, dan tarif yang berbeda untuk komoditas yang sama5. Masalah ini dianggap dapat berdampak terhadap peningkatan biaya transaksi didalam bisnis yang sangat tidak efisien. Dari hal tersebut menunjukkan, bahwa kesadaran terhadap masalah FTA pada akhirnya mengembalikan konsep perdagangan bebas kepada konsep WTO yang hanya menginginkan adanya single tariff dan single rules dalam perdagangan di dunia.

Pertarungan Kepentingan Negara MajuSisi menariknya ASEAN ditambah lagi dengan konsep Single Market &

Production Base yang akan diterapkan dalam ASEAN Economic Community 2015 yang menjadi nilai positif RCEP. Peluang inilah yang kemudian akan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi negara-negara maju dalam meningkatkan kapasitas produksi dan investasinya di ASEAN, dan pada akhirnya ASEAN menjadi pertarungan kepentingan antara negara-negara maju.

Ambisi besar China dan Jepang telah berkontribusi besar dalam mendorong pembentukan RCEP. Hal ini didasari atas kepentingan mereka yang pada awalnya ingin mempercepat pembentukan The East Asia Free Trade Area (EAFTA) dan Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA). Kemudian rencana tersebut diperluas melalui proposal yang diajukan oleh China dan Jepang kepada ASEAN untuk memasukan proposalnya tersebut dalam pembentukan struktur integrasi ekonomi dalam ASEAN ++ FTA (RCEP).

China dan Jepang telah menjadi mitra ASEAN yang memiliki kontribusi sangat besar dalam perdagangan di ASEAN akibat dari cross-border Value Chains yang selama ini dibangun. Pembangunan awal industri elektronik dan otomotif telah mendorong ekonomi Jepang yang kemudian perusahaan-perusahaan Jepang 5 Sanchita Basu Das, “RCEP: Going Beyond ASEAN+1 FTAs”, ISEAS, 2012, hal: 4.

Page 58: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

56 57Edisi IV - Desember 2012

mulai menspesialisasikan diri sebagai perusahaan berkemampuan tinggi baik di sektor barang maupun jasa.

Sementara itu, industri padat karya berupa perakitan dioperasikan di luar Jepang, seperti Singapura, Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan. Namun, begitu cepatnya industri perakitan ini berkembang dalam waktu yang tidak lama China telah menjadi negara pusat industri perakitan terbesar di Asia dan beberapa negara ASEAN lainnya juga menjadi incaran Jepang untuk mengekspansi industrinya. Hal ini berdampak pada terbentuknya jaringan produksi regional diantara negara-negara Asia, khususnya ASEAN, sehingga memberikan keuntungan dalam sektor manufakturing6.

Besarnya peran China dan Jepang dapat dilihat dari nilai perdagangan di ASEAN yang mencapai hingga US$ 196.883,7 Miliar (China) dan US$ 160.863,7 Miliar (Jepang) dibandingkan dengan mitra FTA ASEAN lainnya seperti Korea (US$ 74.740,3 Miliar), Australian-New Zealand (US$ 49.226,3 Miliar) dan India (US$ 39.115,8 Miliar).

Grafik 1, Perdagangan ASEAN Terhadap Mitra FTA, 2009 (US$ Million)

Sumber: ASEAN Statistical Database 2010 (Diolah)

6 Australian White Paper 2012, “Australian in The Asian Century”, hal:41-42.

Page 59: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

56 57Edisi IV - Desember 2012

Namun, tidak hanya China dan Jepang yang berambisi terhadap pembentukan RCEP ini. Australia juga memiliki kepentingan besar terhadap RCEP. Dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Australia yang berjudul “Australian White Paper 2012: Australian in The Asia Century” berisi mengenai strategi ekonomi Australia dalam perdagangan global 2025 menyatakan bahwa saat ini adalah era Asia dan Australia harus memainkan peranan penting didalamnya.

Ambisi Australia didasari atas kekhawatirannya terhadap pertumbuhan ekonomi China yang mendominasi perekonomian dunia. Industrialisasi China yang meraksasa telah berdampak pada tingginya permintaan China terhadap raw material untuk kepentingan industrinya, khususnya seperti mineral dan energi. Saat ini saja, China telah menjadi konsumer terbesar didunia untuk produk batubara yang telah memakan separuh dari persediaan di dunia, baja, alumunium, dan tembaga (dimana ketiganya dikuasai China sebesar 40% dari pasar dunia).

Tingginya permintaan China terhadap raw material telah mengakibatkan pertarungan dalam merebut sumber-sumber mineral dan energi diantara negara-negara maju itu sendiri. Tidak berhenti pada pertarungan perebutan sumber-sumber bahan baku industri, tetapi mulai masuk pada pertarungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebelum China Berjaya, Amerika Serikat dan Uni Eropa merupakan negara yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, saat ini posisi itu secara perlahan dan pasti telah direbut oleh China ditambah dengan kelebihan China yang mampu menyediakan produk high-tech dengan harga murah (low cost). Berimbangnya kekuatan diantara negara-negara tersebut kemudian berdampak terhadap pendominasian pasar dunia, karena siapa yang menguasai dan mengungguli sumber daya alam (mineral dan energi) serta ilmu pengetahuan dan energi, maka dapat menguasai dunia. Dan China dalam proses menggapainya.

Merangseknya China secara massif ke dalam pasar Asia, khususnya ASEAN, telah menimbulkan kompetisi yang cukup ketat diantara negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa. Dalam hal perebutan pasar China memiliki angka impor yang lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk produk elektronik dan alat-alat mesin beserta turunannya. Berikut data perdagangan impor China, Amerika Serikat, dan Uni Eropa ke ASEAN terhadap komoditas elektronik dan alat-alat mesin beserta turunannya:

Page 60: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

58 59Edisi IV - Desember 2012

Grafik 2 Angka Impor Produk Elektronik & Alat-alat Mesin Dari China, Amerika Serikat, dan Uni Eropa Ke ASEAN (2009, dalam US$

Miliar)

Keterangan: Electronics terdiri dari: Electric Machinery, equipment and parts, sound equipment, television equipment. (China: US$ 28,424.1 Miliar; USA: US$ 16,410.7 Miliar; EU: US$ 14,550.2)

Machinery & Mechanical appliances terdiri dari: Nuclear reactors, boilers, machinery and mechanical appliances, parts there of. (China: US$23,191.2 Miliar; USA: US$ 15,235.8 Miliar; EU: US$ 14,550.2)

Sumber: ASEAN Statistical Database 2010 (Diolah)

Australia sebagai salah satu mitra FTA ASEAN memiliki peran strategis dalam pertarungan ekonomi global saat ini. Telah lama Australia dikenal sebagai aliansi strategis dari Amerika Serikat, baik pertahanan dan keamanan maupun ekonomi, dalam menguasai Asia-Pasifik. Hal ini terungkap dari pernyataan Pemerintah Amerika pada Januari 2012 yang menyatakan bahwa untuk menanggapi perubahan dinamika regional khususnya terkait dengan naiknya China sebagai kekuatan terbesar di Asia-Pasifik, maka Amerika menjadikan Australia sebagai poros utama dalam membawa kepentingan Amerika Serikat di Asia-Pasifik7.

China juga menjadi mitra dagang terbesar Australia terkait dengan permintaan China terhadap sumber daya alam Australia, khususnya tambang. Kepentingan utama Amerika melalui Australia dalam ASEAN-RCEP diawali dengan menempatkan Australia sebagai mitra strategis pertahanan dan keamanan di Asia Pasifik mengingat adanya ketegangan militer diseputar krisis Laut China Selatan, yang didalamnya menyeret kepentingan banyak pihak untuk dapat menguasai

7 Benjamin Schreer And Sheryn Lee, “The Willing Ally? Australian Strategic Policy In A Contested Asia”, Rusi Journal October/November 2012 Vol. 157 No. 5, Hal: 78

Page 61: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

58 59Edisi IV - Desember 2012

kawasan tersebut. Australia akan digunakan Amerika dalam memberikan pengaruh di ASEAN.

Dari sisi perdagangan, baik barang, jasa, dan investasi, Australia telah menjadi mitra ekonomi Amerika dan telah lama menjadi sumber utama Foreign Direct Investment (FDI) di Australia. Kehadiran RCEP akan semakin mematangkan maksimalisasi peran Australia dalam menjalankan misi Amerika untuk menguasai Asia-Pasifik.

Melihat pertarungan kepentingan negara-negara maju terhadap ASEAN, artinya RCEP akan menjadi jalan strategis bagi negara-negara maju untuk semakin menancapkan kepentingannya di dalam pertarungan dominasi kekuasaan di kawasan Asia-Pasifik. Penjelmaan ASEAN Economic Community 2015 dibawah konsep single market & production base sudah secara pasti hanya akan menjadikan negara-negara anggota ASEAN bagian dari perebutan pasar, penguasaan sumber daya alam (raw material), dan dominasi investasi asing di sektor-sektor strategis.

Efektifitas RCEP untuk mengantarkan masyarakat ASEAN lebih sejahtera semakin dipertanyakan. Bentuk FTA yang diharapkan dapat memposisikan ASEAN dengan mitra FTA-nya secara sejajar dan seimbang akan semakin sulit diciptakan. Hal ini karena aturan main di dalam RCEP akan membawa perdagangan bebas ke arah liberalisasi perdagangan semi WTO. Pengalaman WTO telah memberikan pengalaman buruk bagi negara-negara berkembang yang menjadi korban dari ketidak-adilan perdagangan bebas. Sehingga RCEP dipercaya hanya akan menimbulkan unfair trade antara ASEAN dan 6 negara mitra FTA-nya.

***

Page 62: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

60 61Edisi IV - Desember 2012

A S E A N !

REGIONALISME

60

Hentikan Perluasan Liberalisasi Perdagangan

Siaran Pers IGJ

Page 63: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

60 61Edisi IV - Desember 2012

Dalam momentum pelaksanaan ASEAN Summit ke-20 di Kamboja pada 18-20 November 2012, akan diluncurkan negosiasi perdana dari konsep baru perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement) antara

ASEAN dengan sekaligus 6 negara (Jepang, China, India, Korea, Australia dan New Zealand) yang berada di bawah Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Pelaksanaan FTA yang telah berjalan sebelumnya telah mengikat Indonesia terhadap komitmen liberalisasi perdagangan baik barang, jasa, dan investasi, telah berdampak negatif terhadap perekonomian masyarakat dan industri nasional.

Pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015 dengan konsep Single Market & Production Base akan semakin memasifkan perdagangan bebas di bawah RCEP, yang kemudian hanya akan menjadi perebutan pasar ASEAN di antara negara-negara mitra FTA-nya. Perkembangan yang cukup signifikan tersebut merupakan kelanjutan dari pelaksanaan komitmen yang dituangkan dalam ASEAN Charter yang kemudian mengikat seluruh anggota ASEAN untuk tunduk pada aturan-aturan yang ada di dalam ASEAN Charter.

Dampak pengikatan seluruh anggota ASEAN terhadap komitmen liberalisasi perdagangan di bawah ASEAN Charter telah menghilangkan kedaulatan pemerintah Indonesia untuk mengatur ekonomi negaranya, termasuk hak dalam menentukan mitra FTA-nya. Pengalaman buruk dari komitmen tersebut bisa dilihat dengan beberapa fakta seperti serbuan barang-barang impor serta dominasi investasi asing.

Terhadap situasi tersebut telah muncul semangat untuk mereview kembali pengikatan Indonesia ke dalam ASEAN Charter dengan mengajukan Judicial Review terhadap Undang-Undang No.38 tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN Charter) oleh Aliansi Keadilan Global (AKG) pada bulan Mei 2011 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, setelah lebih dari satu tahun sejak pengajuan Judicial Review tersebut, sampai saat ini MK belum juga mengeluarkan putusan.

Sementara pengalaman Indonesia menjalankan FTA dengan negara-negara yang menjadi pesaing dagang ASEAN tersebut telah membawa kerugian yang sangat besar bagi ekonomi Indonesia. Ada beberapa FTA yang melibatkan Indonesia baik dalam kerangka bilateral maupun regional yaitu Indonesia-Jepang (IJEPA), ASEAN-China (ACFTA), ASEAN-FTA (CEPT-AFTA), ASEAN-Korea, ASEAN-India, ASEAN-Australia-New Zealand dan rencana Indonesia-EU FTA

Deskripsi posisi perdagangan Indonesia dan investasi dari negara-negara yang akan menjadi pesaing Indonesia melalui RCEF akan dideskripsikan dalam paparan berikut ini.

Page 64: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

62 63Edisi IV - Desember 2012

a. Posisi Indonesia VS Jepang, KoreaRencana Free Trade Agreement ASEAN dengan beberapa negara diluar

ASEAN seperti Korea dan Jepang, akan semakin membahayakan posisi perdagangan dan ekonomi negara di kawasan ASEAN khususnya Indonesia. Terbukti sejak pemerintahan SBY neraca Perdagangan non migas Indonesia dengan Jepang dan Korea terus mengalami defisit yang besar. Tahun 2011 defisit perdagangan non Migas Indonesia Jepang mencapai US$ 948 juta, sementara dengan Korea Selatan mencapai US$ 34,9 juta . Dengan demikian liberalisasi perdagangan antara Indonesia melalui ASEAN dengan negara-negara tersebut berpotensi semakin meningkatkan nilai defisit perdagangan Indonesia. Ekspor dan Impor Non Migas Indonesia dengan Jepang dan Korea

(ribu US$)

Negara 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Jepang (x) 9,744,026 12,178,598 13,860,852 13,324,908 12,256,927 16,089,606 18,367,609Jepang (M) 10,213,927 9,230,544 9,332,256 14,969,488 9,712,649 16,727,317 19,316,136(X-M) -469,901 2,948,054 4,528,596 -1,644,580 2,544,278 -637,711 -948,527Korea S (x) 2,659,360 3,388,335 3,988,433 4,537,030 5,109,184 6,805,981 7,330,865Korea S (m) 3,243,496 3,409,256 3,746,251 4,989,837 3,750,228 5,547,732 7,365,804(x-M) -584,136 -20,921 242,182 -452,807 1,358,956 1,258,249 -34,939

Sumber : Bank Indonesia, 2011

Sebagian besar ekspor Indonesia ke Jepang didominasi oleh ekspor raw material minyak, gas, batubara dan mineral. Sebagai contoh Nilai ekspor Kaltim ke Jepang tersebut masih didominasi minyak dan gas (migas) yang mencapai 4,630 miliar dolar AS, sedangkan sisanya yang 1,301 miliar dolar AS merupakan komoditi non migas.1 Sementara Pengamat energi dari ReforMiner Institute (Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi), Pri Agung Rakhmanto, menyebutkan, nilai ekspor gas Indonesia ke Jepang selama ini mencapai Rp 341 triliun per tahun. 2

Selain itu ekspor utama Indonesia ke Jepang dan Korea adalah batubara. Menurut Kementrian ESDM, Saat ini, 75% dari total produksi batubara diekspor, terutama ke Jepang tertinggi sekitar 24 juta ton, Taiwan, Korea Selatan dan Eropa. Tahun 2011 volume ekspor batubara mencapai 272.671.351, jika harganya rata-rata US$100 per ton maka nilai ekspornya mencapai US$ 27,26 miliar.3 Ekspor sumber-sumber energi tersebut menjadi sumber kelangkaan energi di dalam negeri.

1 Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur (Kaltim) Johni Anwar di Samarinda, Selasa. http://kaltim.antaranews.com/berita/9550/jepang-jadi-tujuan-ekspor-tertinggi-kaltim

2 http://internasional.kompas.com/read/2011/04/16/0328536/Tak.Ada.Tambahan.Gas.buat.Jepang3 http://www.esdm.go.id/berita/batubara/44-batubara/4557-sumber-daya-batubara-indonesia-capai-105-miliar-

ton.html

Page 65: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

62 63Edisi IV - Desember 2012

Kepala Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat (NTB) Soegarenda mengatakan nilai ekspor pada September 2011 mencapai US$ 195.832.894 atau meningkat 168,24% dari bulan Agustus yang tercatat sebesar US$ 73.006.695. Ekspor pada September 2011 sebagian besar ke negara tujuan Jepang dan Korea dengan masing-masing senilai US$165.012.601 dan US$30.606.924 ke Korea. Jenis barang yang diekspor masih didominasi konsentrat tembaga sebesar 99,88% yang pada September lalu nilainya mencapai US$195.589.792. Ini nilai pada bulan September 2011. Posisi pada Agustus ekspor konsentrat tembaga senilai US$72.941.063. 4

Ekspor dan Impor Migas Indonesia dengan Jepang dan Korea (ribu US$)

Negara 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Jepang (X) 18,557,375 22,375,535 25,561,608 28,237,200 19,299,659 25,487,404 32,494,902

Jepang (M) 10,227,831 9,257,103 9,385,751 15,177,532 9,743,051 16,785,076 19,373,964

(E- M) 8,329,544 13,118,432 16,175,857 13,059,668 9,556,608 8,702,328 13,120,938

Korea Selatan (X) 7,322,034 7,964,405 8,244,418 9,283,423 8,225,553 12,522,041 14,660,195

Korea Selatan (M) 4,429,846 4,532,833 4,936,893 6,671,019 4,605,634 7,709,165 12,300,172

(X - M) 2,892,188 3,431,572 3,307,525 2,612,404 3,619,919 4,812,876 2,360,023Sumber : Bank Indonesia, 2012

Pertanyaan mendasar dari besarnya ekspor hasil tambang migas dan mineral apakah dapat menjadi sumber bagi kesejahteraan rakyat. Sementara kita tahu bahwa pelaku ekspor hasil tambang tersebut adalah perusahaan asing sendiri. Misalnya ekspor hasil tambang ke Jepang dari NTB dilakukan oleh perusahaan PT. Newmont Nusa Tenggara yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Sumitomo Jepang, bukan perusahaan nasional dan kegiatan usaha tersebut sama sekali tidak melibatkan rakyat.

b. Posisi Indonesia VS ASEAN Australia New Zealand FTAAANZFTA adalah perjanjian perdagangan yang ditanda tangani oleh 12

Negara, termasuk anggota ASEAN dan CER Countries. 10 Negara anggota ASEAN : Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam; dan the closer economic relations (CER) Australia dan New Zealand. Perjanjian perdagangan ini ditandatangani pada 27 Februari 2009 di Thailand dan Indonesia sendiri melaksanakan perjanjian ini pada 10 Januari 2012.

Komitmen yang termasuk di dalam AANZFTA: Perdagangan barang 4 kata Soegarenda, Selasa (1/11) sore. http://www.bisnis-jatim.com/index.php/2011/11/02/ekspor-ntb-

melonjak-16824/

Page 66: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

64 65Edisi IV - Desember 2012

termasuk Rules of Origin dan Prosedur bea cukai, Standar dan sanitari dan ukuran phytosanitary, Perdagangan jasa, Perpindahan orang (Movements of people), Investasi, Perdagangan elektronik, Kompetisi dan Intellectual property.

Total perdagangan Indonesia-Selandia Baru pada 2011 mencapai US$ 1,1 miliar dengan tren pertumbuhan rata-rata 3,82% selama periode 2007-2011. Ekspor Indonesia ke Selandia Baru pada 2011 mencapai US$ 371,7 juta. Sementara impor sebesar US$ 729,2 juta, sehingga Indonesia mengalami defisit US$ 357,5 juta. Namun, defisit pada neraca perdagangan Indonesia terhadap Selandia Baru di Januari 2012 sebesar US$ 12,2 juta. Nilai tersebut menurun signifikan (54,8%) apabila dibandingkan Januari 2011 yang defisitnya sebesar US$ 27 juta.5

Demikian pula halnya dengan Australia, Indonesia mengalami defisit perdagangan. Kementerian Keuangan mengingatkan internal pemerintah untuk mewaspadai defisit perdagangan dengan Australia. Neraca perdagangan Indonesia dengan Australia menurut data Kementerian Perdagangan, dalam tiga tahun terakhir mengalami defisit. Pada 2009, defisit neraca perdagangan tercatat US$ 171,79 juta kemudian pada Juli 2010 menjadi US$ 89,87 juta dan dalam periode yang sama tahun ini, defisitnya menjadi US$ 141,83 juta. Nilai Impor Non Migas Indonesia - Autralia New Zealand (Ribu US$)

2005 2006 2007 2008 2009 2010 20112,697,239 3,305,428 3,574,355 4,920,821 4,095,998 4,990,120 5,815,321

Sumber : Bank Indonesia 2012

Defisit neraca perdagangan dengan Australia, khususnya terjadi pada transaksi perdagangan non minyak dan gas (migas). Sebagian besar impor dari Australia dan New Zealand adalah bahan pangan seperti daging, susu, buah, sayur dll. Australia merupakan negara dengan jumlah dan nilai terbesar untuk impor kentang ini. Dalam 5 bulan pertama tahun ini, negara Kangguru itu telah mendatangkan 7 ribu ton kentang dengan nilai US$ 4,7 juta. Selain itu, Indonesia juga mendatangkan kentang impor asal Kanada, Amerika Serikat dan Singapura. Ditambah dengan negara lainnya, total impor kentang dari Januari hingga Mei tahun ini sebanyak 22 ribu ton dengan nilai US$ 14,9 juta.6

5 Sumber : http://www.kabarbisnis.com/read/28293026 http://finance.detik.com/read/2012/07/24/105443/1973154/4/2/disclamer.html

Page 67: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

64 65Edisi IV - Desember 2012

Defisit Perdagangan Non Migas Indonesia Autralia New Zealand

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

-1,188,543 -1,309,687 -1,007,220 -2,225,955 -1,853,062 -1,920,838 -1,829,201Sumber : Bank Indonesia,2012

Data Kementerian Pertanian menyebutkan tahun ini kebutuhan daging sapi Indonesia mencapai 484 ribu ton. Dari jumlah itu, 34 ribu ton dipenuhi dari luar negeri. Australia dipilih sebagai negara pemasok lantaran memiliki populasi sapi yang cukup besar. Sepanjang 2011, nilai ekspornya mencapai US$ 4,44 miliar dan ditargetkan akan meningkat 1,6 persen pada 2012.7

c. India, China, Eropa

Sepanjang pengalaman Free Trade Agreement dengan China sejak 2004 lalu Indonesia selalu mengalami defisit perdagangan yang besar. Tahun 2011 Indonesia mengalami defisit perdagangan senilai US$ 3,7 miliar, sedikit berkurang dibanding 2010 sebesar US$ 5,9 miliar. Pemberlakukan kesepakatan perdagangan besas antara China dan Indonesia melalui ASEAN merupakan penyebab utama defisit perdagangan Indonesia dengan negara tersebut.

Namun dengan India meski mengalami surplus perdagangan cukup besar namun sumber surplus tersebut adalah CPO dan Batubara. India merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor CPO dan Batubara. Demikian pula halnya perdagangan Indonesia-Eropa. Dengan demikian sebagian besar surplus perdagangan tersebut diperoleh dari ekspor raw material, bahan mentah yang sesungguhnya sangat diperlukan bagi kebutuhan pembangunan industri nasional.

Posisi Neraca Perdagangan Non Migas Indonesia – India, RRC dan Eropa

Negara 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

India 1,799,416 2,074,716 2,749,124 4,357,485 5,383,959 6,865,783 9,396,518

RRC -1,422,694 -1,079,184 -2,605,692 -7,279,338 -4,507,752 -5,935,874 -3,691,208

Eropa 3,281,197 4,469,596 4,324,797 3,431,064 5,432,078 6,809,515 8,008,572Sumber : Bank Indonesia 2012

Kesimpulan dan tututanBerdasarkan posisi Neraca perdagangan Indonesia dengan China, India,

Jepang, Korea, Australia New Zealand, maka agenda ASEAN Summit ke-20 di

7 http://id.berita.yahoo.com/kunjungi-australia-sby-jajaki-impor-sapi-044234879--finance.html

Page 68: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

66 67Edisi IV - Desember 2012

Kamboja pada 18-20 November 2012 yang hendak mengembangkan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dengan enam negara tersebut, sebagai alat perluasan FTA ASEAN sangat membahayakan ekonomi Indonesia.

Ada tiga hal yang akan berpotensi merugikan ekonomi Indonesia terkait dengan rencana tersebut. Pertama, Indonesia akan menjadi ajang pemburuan sumber daya melalui investasi

asing, dalam rangka eksploitasi natural resources melalui penguasaan lahan secara luas oleh penanaman modal besar, yang pada ahirnya akan semakin memicu kerusakan lingkungan dan konflik agraria.

Kedua, Indonesia akan menjadi sasaran impor produk-produk olahan dari negara-negara yang menjadi pesaing dagang negara ini. Kebijakan semacam itu akan berpotensi menghancurkan industri nasional baik industri besar maupun industri kecil. Sementara hingga saat ini Indonesia belum memiliki arah dan strategi yang jelas dalam pembangunan industri nasional.

Ketiga, masyarakat Indonesia akan semakin jatuh dalam keterpurukan dan kemiskinan dikarenakan semakin rendahnya akses terhadap lahan, sumber daya, dan sumber penghidupan lainnya dikarenakan tekanan persaingan oleh investasi modal asing skala besar dan persaingan dengan impor yang masif.

Jakarta,14 November 2012

Siaran Pers, Merespon ASEAN Summit ke-20 di Phnom Penh Kamboja, Aliansi Keadilan Global (AKG)

Page 69: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

66 67Edisi IV - Desember 2012

REGIONALISME

67Edisi IV - Desember 2012

Kudeta Pemerintah SBY Atas Putusan MK

Ahmad Suryono Aktifis Petisi 28

Page 70: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

68 69Edisi IV - Desember 2012

Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyoal UU 22 Tahun 2001 Tentang Migas yang telah diputus pada tanggal 13 November 2012, Pemerintah merespon dengan membentuk Unit Pelaksana Kegiatan Usaha

Hulu Minyak dan Gas Bumi (UPKUH Migas) melalui Peraturan Presiden. Respon cepat Pemerintah ini dimaksudkan sebagai proteksi terhadap keberlangsungan 353 Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan operator migas agar tetap memiliki dasar hukum.

Langkah Pemerintah ini sekilas nampak konstitusional, namun jika kita menilik pada maksud putusan MK melalui pertimbangan hukumnya, jelas-jelas nampak Pemerintah telah melakukan kudeta konstitusional terhadap Putusan MK tentang UU Migas. Pemerintah memilih menafsirkan amar putusan tersebut sesuai dengan selera dan kepentingan asing daripada bersumber dari ruh konstitusi dan kepentingan rakyat.

Putusan MK yang secara garis besar menyatakan seluruh hal yang terkait dengan Badan Pelaksana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat merupakan genus, sedangkan pembubaran BP Migas adalah species. Artinya MK tidak bermaksud mengamanahkan pengelolaan migas kepada entitas lain yang fungsi dan tugasnya sama dengan BP Migas. Hal tersebut dapat kita baca pada pertimbangan hukum Mahkamah yang menyatakan ”... fungsi dan tugas tersebut harus dilaksanakan oleh Pemerintah selaku pemegang Kuasa Pertambangan dalam hal ini Kementerian yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam bidang migas. Segala hak serta kewenangan BP Migas dalam KKS setelah putusan ini, dilaksanakan oleh Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara yang ditetapkan oleh Pemerintah.” (Poin 3.22 Halaman 114). Dengan kata lain, pembentukan UPKUH Migas yang fungsi dan tugasnya menyerupai BP Migas merupakan pelecehan terhadap konstitusi.

Respon Pemerintah yang melakukan penafsiran terhadap putusan MK dengan membentuk UPKUH Migas bisa saja benar merujuk pada pertimbangan diatas, karena klausul dalam pertimbangan tersebut merupakan klausul pilihan dimana Pemerintah dapat memilih. Namun akan terasa kejanggalannya jika dikaitkan dengan pertimbangan MK pada poin sebelumnya yang menyatakan bahwa kriteria konstitusional dari “penguasaan negara” terdapat pada frasa “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. (Poin 3.11 Halaman 100)

Peran negara/pemerintah dalam mencapai tujuan “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” dijelaskan oleh MK dalam 3 tingkatan, yaitu Pertama, Negara melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam (Migas), sehingga negara mendapatkan keuntungan lebih besar dari pengelolaan sumber daya alam. Kedua, negara membuat kebijakan dan pengurusan. Ketiga negara menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan. Jika memang negara mampu,

Page 71: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

68 69Edisi IV - Desember 2012

maka mekanisme pengelolaan pada tingkatan pertama yang dipilih, sehingga keuntungan yang diperoleh akan menjadi keuntungan negara yang secara tidak langsung akan membawa manfaat lebih besar pada kemakmuran rakyat.

Definisi “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” kemudian dijelaskan oleh MK dengan lebih spesifik sebagaimana dijelaskan, “Dalam menjalankan penguasaan negara atas sumber daya alam Migas, Pemerintah melakukan tindakan pengurusan atas sumber daya alam Migas dengan memberikan konsesi kepada satu atau beberapa Badan Usaha Milik Negara untuk mengelola kegiatan usaha Migas pada sektor hulu.” (Poin 3.13.3 Halaman 106). Bahkan MK lebih tegas menjelaskan hubungan hukum antara negara dengan operator pengelola migas, “... hubungan antara negara dengan swasta dalam pengelolaan sumber daya alam tidak dapat dilakukan dengan hubungan keperdataan, akan tetapi harus merupakan hubungan yang bersifat publik yaitu berupa pemberian konsesi atau perizinan yang sepenuhnya di bawah kontrol dan kekuasaan negara.” (Poin 3.14 Halaman 108)

Pertimbangan tersebut dengan jelas telah meruntuhkan BP Migas beserta rezim hubungan hukumnya yang didasarkan pada konsepsi KKS. MK dengan terang telah memerintahkan penghentian hubungan keperdataan dalam pengelolaan migas untuk menggantinya dengan hubungan yang bersifat publik, namun Pemerintah masih bersikukuh melanjutkan konsepsi tersebut dengan membentuk UPKUH Migas sebagai pengganti baju BP Migas. Oleh karena itu langkah Pemerintah membetuk UPKUH Migas dapat dikategorikan sebagai langkah memindahkan bencana, dari mulut harimau ke mulut buaya.

Keengganan Pemerintah untuk mendorong Pertamina menjadi Pengatur dan Pengawas usaha migas, sesungguhnya refleksi dari ketakutan Pemerintah terhadap intervensi asing dalam pengelolaan sumber daya alam (migas). Padahal MK dengan terang memberikan petunjuk pada Pemerintah agar memilih entitas yang dapat memberikan sebesar-besar kemakmuran rakyat, melalui Pemerintah atau BUMN. Namun Pemerintah kemudian mendefinisikan entitas tersebut dengan membentuk UPKUH Migas, meskipun Pemerintah dapat menafsirkannya dengan merujuk kepada Kementerian yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam bidang migas melalui Kementerian BUMN, dimana Pertamina telah berpengalaman melakukan pengaturan dan pengawasan usaha migas, sebelum dipreteli dan diserahkan pada BP Migas. Inilah sesungguhnya kemandirian dan kedaulatan ekonomi nasional yang dimaksud oleh MK.

Bahwa ada tudingan Pertamina tidak kredibel dan korup dalam melakukan pengelolaan usaha migas dapat kita lihat dari dua hal. Pertama, bedakan Pertamina sebagai sebuah sistem, dengan kejahatan yang dilakukan oleh individu. Bahwa benar Pertamina di masa lalu merupakan lahan subur terjadinya korupsi,

Page 72: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

70 71Edisi IV - Desember 2012

namun tidak dapat dipungkiri Pertamina adalah representasi dari kedaulatan atas pengelolaan sumber daya alam (migas). Hal tersebut relatif gampang dibenahi, asalkan sistem pengawasan diperketat, sistem audit berjalan baik dan toh sekarang kita sudah memiliki KPK. Kedua, keterlibatan asing dalam pengelolaan migas dahulu berada dalam “keranjang” BKKA (Badan Koordinasi Kontraktor Asing) yang berada di dalam mekanisme organisasi Pertamina, sehingga intervensi kepentingan asing tidak akan terlalu mendominasi. Berbeda dengan konsep KKS-BP Migas, dimana kepentingan asing dapat dengan mudah mendikte negara c.q. BP Migas.

Terakhir, mengenai kekhawatiran investor asing akan membawa kasus ini (jika 353 KKS dibatalkan) ke Arbitrase Internasional, seharusnya pemerintah dapat meniru langkah Venezuela, dimana mereka sukses “mengusir” ExxonMobil. Venezuela memang kalah di Arbitrase Internasional dan diwajibkan membayar ganti rugi USD 255 juta, namun mereka “menang” karena berhasil melakukan nasionalisasi aset dan dapat menyelamatkan potensial profit atas sumber migas mereka serta dapat mengolah dan memenuhi kebutuhan energi mereka sendiri. Dalam kasus Indonesia bukan tidak mungkin hal tersebut dilakukan, dan inilah momentum kita menginisiasi gerakan untuk melakukan nasionalisasi aset-aset asing di Indonesia.

***

Page 73: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

70 71Edisi IV - Desember 2012

Ekonomi Politik Sumber Daya Alam dan Tantangan Industrialisasi Nasional

NASIONAL

Salamuddin DaengIndonesia For Global Justice

Page 74: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

72 73Edisi IV - Desember 2012

Latar BelakangDalam satu dekade terahir pemerintah Indonesia berupaya keras dalam menarik

investasi ke Indonesia, terutama pada sektor industri ekstraktif seperti perkebunan, kehutanan, pertambangan mineral, minyak dan gas. Sektor-sektor tersebut menjadi andalan utama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Tantangan RegulasiBerbagai pejanjian internasional ditandatangani pemerintah sebagai dukungan

terhadap investasi dalam rangka eksploitasi natural resources, mulai dengan menandatangani perjanjian Trade Related Investment Measure (TRIMS), World Trade Organization (WTO), perjanjian Billateral Investment Treaty (BIT), perjanjian perdagangan ASEAN Free Trade Agreement (FTA). Berbagai perjanjian internasional yang di dalamnya termasuk perjanjian dalam bidang investasi dimaksudkan dalam rangka membuka investasi asing di Indonesia dengan memberikan berbagai fasilitas, insentif dan perlindungan.

Selain itu di dalam negeri berbagai UU telah dibuat dalam rangka mendukung investasi yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam telah disyahkan oleh Pemerintah dan DPR. UU tersebut diantaranya adalah Kegiatan ekploitasi sumber ekstraktif didasarkan pada UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (minerba), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU no 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU no 31 tahun 2004 dan UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Laut.

Pemerintah juga rencana memberikan fasilitas tambahan dalam rangka mendukung ekspor natural resources diantaranya melalui pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Keberadaan KEK berkaitan dengan sumber daya unggulan yang dimiliki oleh suatu wilayah yang penting bagi ekspor dan kedudukan daerah tersebut yang berdekatan dengan jalur perdagangan. Didalam KEK diberikan berbagai fasilitas tersebut diantaranya fasilitas Pajak Penghasilan (PPh), penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk barang kena pajak dan tidak dipungut PPh impor. Selain itu juga diberikan insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah. Di KEK diberikan kemudahan untuk memperoleh hak atas tanah sesuai dengan ketentuan UU. Selain itu di KEK diberikan kemudahan dan keringanan di bidang perizinan usaha, kegiatan usaha, perindustrian, perdagangan, kepelabuhan, dan keimigrasian bagi orang, asing pelaku bisnis, serta diberikan fasilitas keamanan.

Page 75: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

72 73Edisi IV - Desember 2012

Selanjutnya negara juga telah memberikan hak lebih besar kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengatur sumber keuangannya dan pemerintahannya sendiri dan memberikan hak dalam mengeluarkan ijin bagi kegiatan ekploitasi natural resources. Saat ini sebanyak 497 kabupaten/ kota memiliki hak mengeluarkan ijin di bidang pertambangan, kehutanan, perkebunan dengan landasan otonomi melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Selain itu, berdasarkan UU tersebut pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan yang lebih besar menarik investasi dari luar negeri dan membuat perjanjian dengan investor.

Tumpuan pada Industri EkstraktifBesarnya peluang investasi di Indonesia dan berbagai kemudahan, fasilitas

dan perlindungan yang diberikan dibawah hukum internasional dan nasional, menyebabkan tingkat investasi dalam bidang eksploitasi sumber daya alam Indonesia terus mengalami peningkatan dalam satu dekade terakhir. Dalam waktu 2005-2010 Foreign Direct Investmnet (FDI) di Indonesia mencapai US$ 47,11 billion atau mengalami peningkatan antara US$ 4 billion sampai dengan US$ 12 billion setahun.

Besarnya investasi dikuti dengan laju eksploitasi sumber daya alam telah meningkatkan ekspor komoditi raw material ke luar negeri. Komoditas tersebut seperti minyak, gas, mineral emas, perak, tembaga, nikel, timah, batubara, sawit, karet dll. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Khrisnamukti, mengatakan, struktur ekspor Indonesia masih didominasi oleh komoditi primer dan produk primary industry sebesar 65,2 persen. Sementara impor, didominasi oleh produk secondary industry dan produk advance industry sebesar 62,9 persen. Bayu menyebutkan, komoditi primer yang kontribusinya besar terhadap nilai ekspor antara lain, bahan bakar mineral sebesar 35,4 persen, lemak dan minyak hewan/nabati sebesar 10,8 persen, karet sebesar 4,5 persen, bijih kerak dan abu logam sebesar tiga persen, ikan dan udang sebesar 1,4 persen, dan tembaga 1,3 persen.1

Perdagangan Indonesia yang bertumpu pada ekspor raw material telah menyebabkan ekonomi nasional rentan terhadap perubahan eksternal, seperti fluktuasi dalam harga komoditas pada tingkat global. Jatuhnya harga komoditas batubara dan CPO dalam setahun terakhir telah menyebabkan Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan berbagai negara. Dalam bulan Oktober 2012 neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 1,55 miliar yang dinilai oleh banyak pengamat ekonomi sebagai yang terparah dalam sejarah Indonesia.

Sangat berbeda jika Indonesia memiliki strategi industrialisasi nasional yang

1 Jakarta, Selasa (3/7/2012). http://jakarta.okezone.com/read/2012/07/03/320/658038/komoditi-primer-dominasi-ekspor-ri

Page 76: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

74 75Edisi IV - Desember 2012

tepat yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam mengembangkan industri pengolahan bagi komoditas primer yang selama ini diperdagangkan. Pembangunan industri pengolahan akan menjadi sumber bagi penyediaan kesempatan kerja, nilai tambah ekonomi, yang selanjutnya akan meningkatkan upah dan pendapatan masyarakat. Selain itu eksplitasi raw material dapat ditolerir dalam batas-batas kecukupan bagi industri nasional dengan memperhatikan dengan baik masalah-masalah keseimbangan ekologi dan ekonomi masyarakat sekitar.

Memang ekspor raw material yang terus meningkat dan menjadi andalan Indonesia telah memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional dan Produk Domestik Bruto (PDB). Tahun 2010 PDB Indonesia telah mencapai sebesar Rp 6.422 triliun atau mengalami peningkatan 132 % sejak tahun 2005. Namun peningkatan ekpor dan PDB bertolak belakang dengan kemajuan sektor industri nasional. Bahkan kuat kecenderungan perekonomian nasional mengalami de industrialisasi, yakni suatu phenomena menurunnya kontribusi sektor Industri terhadap PDB secara terus menerus dalam jangka panjang. Menurunnya kontribusi sektor industri dapat disebabkan oleh faktor-faktor internal dalam negeri seperti kelangkaan pasokan sumber energi seperti minyak, gas, batubara, atau faktor eksternal seperti ketidakmampuan bersaing dengan barang-barang impor yang umumnya produk industri. Selain memang sejak awal belum banyak industri nasional yang terintegrasi seluruh tahapan industrinya mulai dari hulu sampai hilir, mulai dari industri dasar sampai dengan industri lanjutan yang menghasilkan barang jadi.

Tantangan Kesejahteraan RakyatAkibatnya Investasi dan PDB yang besar yang dihasilkan oleh investasi dan

ekspor sumber daya alam yang besar tidak berkorelasi positif dengan peningkatan kesempatan kerja, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan pada tahun 2010 sebanyak 31,02 juta jiwa dan jumlah pengangguran mencapai 8,59 juta jiwa. Hanya sebanyak 30,7 juta jiwa atau 28,61 persen yang bekerja di sektor formal, sisanya bekerja di sektor informal.

Fenomena yang sama terjadi pada tingkat pemerintahan daerah. Angka kemiskinan dan pengangguran di daerah yang kaya sumber daya alam relatif tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya yang kurang kaya. Jumlah penduduk miskin relatif tinggi di wilayah Papua, Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara, yang menjadi pusat eksploitasi tambang mineral. Demikian pula hanya dengan daerah-daerah yang menjadi pusat eksploitasi minyak, gas, batubara, CPO seperti Sumatra, Kalimantan angka kemiskinan juga sangat tinggi. Meskipun investasi dan PDB di daerah tersebut tinggi, namun pada saat yang sama tingkat kemiskinan juga

Page 77: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

74 75Edisi IV - Desember 2012

sangat tinggi. Sebagai contoh Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai salah satu

daerah dengan tingkat investasi yang sangat tinggi di sektor pertambangan. Pada Triwulan II 2010 kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB yang mencapai 36,41 % dari total PDRB (BPS, NTB). Besarnya kontribusi PDRB sektor pertambangan disebabkan oleh ekspor hasil tambang yang besar yang dilakukan oleh perusahaan multinasional PT. Newmont Nusa Tenggata (PT NNT), sebuah perusahaan tambang raksasa asal AS. Sebanyak 99,99 persen ekspor provinsi NTB ke luar negeri adalah ekspor hasil tambang yang dilakukan oleh PT NNT (Antara, Rabu, 20 April 2011). Sementara Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Maret 2010 mencapai 1.009.352 orang (21,55 persen) dari jumlah penduduk NTB berpendapatan perkapita/hari dibawah US$ 1 PPP. Jumlah tersebut lebih tinggi dibadingkan dengan rata-rata jumlah kemiskinan di wilayah Indonesia lainnya.

Demikian pula halnya dengan Propinsi Jawa Timur yang merupakan salah satu daerah yang hendak dijadikan kawasan ekonomi khusus, kondisi masyarakatnya relatif sama. Dari sekitar 8.400 desa/kelurahan di Jawa Timur, sebanyak 1.801 diantaranya merupakan desa miskin (28%-45% RTM), 123 kecamatan miskin dan 8 kabupaten miskin yang terdiri dari Kab Bondowoso, Kab Sampang, Kab Situbondo, Kab Ponorogo, Kab Pacitan, Kab Probolinggo, Kab Bojonegoro dan Kab Nganjuk. Padahal sebagian besar daerah-daerah tersebut adalah daerah yang sangat kaya sumber daya alam migas.

Mengapa peningkatan dalam ekspor dan PDB bertolak belakang dengan kesejahteraan rakyat? Penyebab utamanya adalah pelaku-pelaku utama yang berkontribusi terhadap PDB adalah pihak asing, yakni perusahaan-perusahaan multinasional. Pelaku-pelaku utama dalam eksploitasi kekayaan alam minyak adalah perusahaan multinasional. Sekitar 85 persen kegiatan eksploitasi minyak di Indonesia dikuasai oleh perusahaan asing, demikian pula dengan pelaku-pelaku ekspornya. Dalam sektor pertambangan mineral pelaku-pelakunya sebagian besar adalah perusahaan asing. Demikian pula halnya dalam kegiatan pertambangan batubara, perkebunan dan kegiatan ekploitasi hasil hutan sebagian besar pelakunya adalah modal asing, mulai dari kegiatan ekploitasi hingga ekspor. Sehingga ekonomi yang tercermin dalam PDB dan ekspor hanyalah memperlihatkan ekonomi di Indonesia bukan ekonomi nasional Indonesia.

Fenomena diatas merupakan suatu kontradiksi-kontradiksi yang dihadapi dalam perekonomian Indonesia saat ini yang mutlak harus dipecahkan dengan menganalisis masalah-masalah tersebut dalam sudut pandang ekonomi politik. Sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengapa investasi sektor ektraktif tidak memberikan manfaat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Page 78: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

76 77Edisi IV - Desember 2012

Minggu, 04 November 2012 , 07:29:00

Gelar Ksatria SBY Dibarter ProyekIstana Membantah

NASIONAL

Page 79: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

76 77Edisi IV - Desember 2012

JAKARTA–Pemberian gelar ksatria atau Knight Grand Cross of the Order of the Bath dari Ratu Elizabeth II kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuai kontroversi. Gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris itu

disebut-sebut dibarter dengan proyek ladang gas Papua, kilang LNG Tangguh.Proyek yang dikelola investor Inggris, British Petroleum (BP) Plc, itu disetujui

Pemerintah Indonesia setelah SBY mendapat gelar ksatria dari Ratu Inggris. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

(ESDM) dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi menyetujui BP Plc membangun train ketiga di kilang LNG Tangguh.

Train ketiga ini merupakan pengembangan lanjutan dari kilang LNG Tangguh yang saat ini sudah memiliki dua train. Kapasitas dua train yang beroperasi saat ini adalah 7,6 juta metrik ton LNG per tahun. Sedangkan, untuk train ketiga ini direncanakan berkapasitas 3,8 metrik ton LNG per tahun.

BP Plc dan mitranya sudah menyampaikan proposal pengembangan kilang LNG Tangguh awal September lalu. Rencananya, train ketiga akan dibangun di Teluk Bintuni, Papua Barat.

Pemerintah Indonesia resmi menerima dan menyetujui proposal train ketiga saat Presiden SBY melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Inggris David Cameron di London, Kamis (1/11) lalu.

Setelah mendapat persetujuan dari Indonesia, BP Plc dan mitranya segera menentukan Final Investment Decision (FID). Selanjutnya, proyek pengembangan ini direncanakan mulai dikerjakan 2014 mendatang. Tes operasi pertama (commissioning) rencananya dilakukan pada akhir 2018.

Direktur Indonesia for Global Justice, Salamuddin Daeng, mengkritik kebijakan pemerintah Indonesia yang merestui perusahaan Inggris melanjutkan proyek kilang LNG Tangguh. “Sekali lagi pemerintahan kita telah menjadi kacung bagi bangsa lain,” kritik Salamuddin seperti dikutif dari seruu.com, kemarin.

Menurut dia, di saat para aktivis mengajukan petisi atas Blok Mahakam, pemerintah justru melepas ladang gas kepada perusahaan asing. “Jadi, apa yang digemborkan pemerintah selama ini untuk menyejahterakan rakyat dengan melindungi aset dari penjarahan asing saya kira tidak pernah bisa direalisasikan,” pungkasnya.

Menanggapi tudingan dan kritikan tersebut, Staf khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mengatakan, gelar ksatria yang diberikan kepada Presiden SBY tidak memiliki kaitan dengan proyek kilang gas Tangguh. “Tidak ada kaitannya. Tidak terkait satu dengan yang lainnya, karena gas Tangguh itu antar menteri. Jadi pemberian gelar bukan barter ya,” tegas Firman.

Page 80: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

78 79Edisi IV - Desember 2012

Ia melanjutkan, gelar kehormatan diberikan kepada SBY karena dianggap mampu menjaga hubungan bilateral Inggris-Indonesia. Selain itu, gelar itu diberikan karena adanya prestasi pemerintah dalam proses demokratisasi, dan pelestarian lingkungan.

Firman menegaskan, meskipun waktu penyerahan proyek Tangguh sesuai dengan waktu pemberian gelar, bukan berarti peristiwa itu menjadi kesatuan yang terkait. “Soalnya, berita gas Tangguh keluar sesaat setelah pemberian gelar, tone-nya seolah-olah jadi barter,” tegas Firman.

Sejumlah tokoh dan pemimpin negara lainnya juga pernah menerima gelar ini. Sebut saja mantan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy pada tahun 2008, mantan Presiden George Bush tahun 1993, Presiden Turkey Abdullah Gul pada tahun 2008, dan lain-lain. (kom/sr)

http://www.radar-bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=103838

Page 81: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

78 79Edisi IV - Desember 2012

NASIONAL

79Edisi IV - Desember 2012

Boediono di Megaskandal BLBI:

Penjarahan Uang Negara Tiada Akhir

Page 82: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

80 81Edisi IV - Desember 2012

Setiap tahun negara harus mengeluarkan Rp 60-80 triliun untuk menalangi utang BLBI. Uang tersebut dialokasikan untuk membayar pokok dan bunga/imbalan SBN yang jatuh tempo sampai dengan berakhirnya kewajiban

tersebut. Angka ini sangatlah besar separuh dari seluruh cicilan pokok dan bunga utang pemerintah.

Sejarah BLBI dimulai ketika Gubernur Bank Indonesia (BI) memberlakukan Kebijakan Paket Oktober 1988 yang terkenal dengan nama Pakto. Isinya meliberalisasi dunia perbankan secara total dan spektakuler dengan mengabaikan seluruh prinsip-prinsip perbankan sebagai lembaga intermediasi dilanggar dan diabaikan oleh para konglomerat.

Tahun 1997 Indonesia terkena krisis moneter yang parah yang langsung menghantam jantung ekonomi Indonesia yaitu sektor perbankan. Seluruh perbankan nasional ambruk, yang memaksa negara melakukan penyelamatan. Namun sayangnya proses penyelamatan yang dikomandoi IMF ini justru menjerumuskan sektor keuangan nasional dalam perangkap utang hingga hari ini.

Atas saran IMF utang bank ditalangi pemerintah, dan pemerintah menerima pembayaran dengan aset yang ternyata nilai aset tak lebih dari 15 % dari utang bank-bank tersebut. Aset-aset dijual dengan sangat cepat oleh pemerintah dan ternyata para konglomerat yang mengaku bangkrut itulah yang membeli kembali aset-aset yang dijual oleh pemerintah.

Boediono terlibat dalam penyusunan skema Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sebagai Direktur Analisis Perkreditan BI, Boediono ikut bertanggung jawab atas penyaluran BLBI yang dirancang sejak tahun 1997. BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp.144,5 trilun (posisi per 29 Januari 1999). Jumlah yang sangat besar telah menjadi beban pemerintah dan oleh karenanya, pemerintah setiap tahun harus membayar bunga kepada BI 3 % per tahun.

Pemerintah merancang berbagai skema untuk mempermudah penjarahan uang negara bersama konglomerat, Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA), Master Refinancing and Notes Issuance Agreement (MRNIA), Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham – Akta Pengakuan Utang (PKPS-APU). Kesemua skema tersebut sangat menguntungkan konglomerat namun merugikan negara.

Kwik Kian Gie mengatakan Boediono saat menjabat sebagai Menteri Keuangan (masa jabatan 9 Agustus 2001 – 20 Oktober 2004) adalah orang yang mendukung penuh langkah pemerintah Indonesia untuk mengikuti saran IMF. Kebijakan yang secara terbuka dilakukan untuk memberi peluang konglomerat menjarah uang negara adalah ketika Boediono merancang release and discharge (R&D) untuk debitor BLBI.

Page 83: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

80 81Edisi IV - Desember 2012

Pelanggaran dalam BLBIBerdasarkan hasil audit BPK (4 Agustus 2000) sebagaimana yang

dipublikasikan dalam siaran pers badan audit resmi negara tersebut menyatakan bahwa ada sedikitnya 10 pelanggaran atas penyaluran dan penggunaan BLBI.

Penyimpangan dalam penggunaan BLBI tersebut meliputi:

1. BLBI digunakan untuk membayar/melunasi modal pinjaman/pinjaman subordinasi.

2. BLBI digunakan untuk membayar/melunasi kewajiban pembayaran bank umum yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan dokumen yang lazim untuk transaksi sejenis.

3. BLBI digunakan untuk membayar kewajiban kepada pihak terkait.4. BLBI digunakan untuk transaksi surat berharga.5. BLBI digunakan untuk membayar/melunasi dana pihak ketiga yang

melanggar ketentuan.6. BLBI digunakan untuk membiayai kontrak derivatif baru atau kerugian

karena kontrak derivatif lama yang jatuh tempo/cut loss.7. BLBI digunakan untuk membiayai placement baru di PUAB.8. BLBI digunakan untuk membiayai ekspansi kredit atau merealisasikan

kelonggaran tarik dari komitmen yang sudah ada.9. BLBI digunakan untuk membiayai investasi dalam aktiva tetap,

pembukaan cabang baru, rekrutmen personil baru, peluncuran produk baru, dan penggantian sistem baru.

10. BLBI digunakan untuk membiayai over head bank umum.Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam penyaluran BLBI

oleh Bank Indonesia dan penggunaan BLBI oleh bank-bank penerima terdapat penyimpangan yang menimbulkan sangkaan tindak pidana dan atau perbuatan yang merugikan keuangan negara. Oleh karena ada sangkaan tindak pidana, maka BPK RI juga memberitahukan hasil pemeriksaan BLBI tersebut secara lengkap kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Boediono Harusnya DipenjaraPenyimpangan dalam kebijakan dan dalam proses penyaluran dana BLBI

menyebabkan beberapa mantan direktur BI telah menjadi terpidana antara lain Paul Sutopo Tjokronegoro, Hendro Budiyanto, dan Heru Supratomo. Setelah melalui proses hukum hingga Mahkamah Agung, ketiga mantan direktur BI diputus bersalah dan dipenjaran satu tahun enam bulan dan denda Rp 20 juta atau subsider dua bulan kurungan. Dalam putusan kasasi MA bernomor: 977, 979,

Page 84: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

82 83Edisi IV - Desember 2012

dan 981 K/Pid/2005 untuk masing-masing tiga terpidana itu, disebutkan mereka terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah bertindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

Namun dalam putusan MA tersebut tersirat kejanggalan. Karena salah seorang mantan direktur BI yaitu Boediono dengan jelas disebutkan sebagai salah seorang terpidana secara bersama sama dengan terdakwa lainnya turut bersalah dan menimbulkan kerugian negara. Dalam putusan MA 981K/Pid/2004 yang berdasarkan putusan PN Jakarta Pusat tanggal 4 April 2003 No 2042/Pid.B/2001/PN.Jkt.Pst terhadap terdakwa mantan Direktur BI, Paul Soetopo Tjokronegoro menyebutkan bahwa Boediono bersama Hendro Budiyanto, Heru Soepraptomo, Mukhlis Rasyid, Haryono dan J Soedrajad Djiwandono secara berturut-turut melakukan serangkaian perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan.

Penyelamatan NegaraMemberi hukuman berat pada koruptor BLBI khususnya pengambil kebijakan

yang membuka peluang kepada obligor BLBI untuk melakukan penjarahan uang negara. Namun dalam kenyataannya proses peradilan terhadap kasus ini penuh dengan rekayasa dan tidak memenuhi rasa keadilan. Hukuman terhadap para pengambil kebijakan tidak sebanding dengan kerugian yang dialami negara.

Bahkan salah seorang tersangka kasus BLBI yakni Boediono, mantan direktur BI sama sekali tidak tersentuh hukum. Bahkan yang bersangkutan justru menjabat sebagai Gubernur BI pada era kabinet Indonesia Bersatu jilid I. Hebatnya lagi pada Pemilu 2009 Boediono justru ditunjuk oleh Susilo Bambang Yudoyono sebagai Cawapres, yang kemudian memposisikan yang bersangkutan sebagai wakil presiden periode 2009 -2014.

Banyak pihak merasa heran dengan keputusan SBY memilih Boediono sebagai Cawapres. Namun belakangan terkuak skandal korupsi baru yang mirip BLBI yakni kasus pembobolan dana Bank Century senilai Rp 6,7 triliun yang diduga mengalir ke Partai Demokrat dan digunakan untuk ongkos pemenangan Pemilu dan Pilpres 2009. Banyak pihak menyatakan bahwa pola pembobolan uang negara dalam kasus Century memiliki kesamaan dengan kasus BLBI.

Dimasa depan tidak menutup kemungkinan penjarahan keuangan negara melalui cara-cara semacam itu akan terus terulang. Ditengah ancaman krisis keuangan global yang cepat atau lambat akan menular ke ekonomi Indonesia akan memicu moral hazard pengambil kebijakan dengan berkolaborasi dengan pelaku sektor keuangan.

Page 85: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

82 83Edisi IV - Desember 2012

Ditambah lagi dengan tingginya utang luar negeri sektor swasta saat ini yang jumlahnya mencapai USD123,072 miliar (Oktober 2012) atau sekitar Rp1.230 triliun, merupakan ancaman besar bagi sektor keuangan dan perbankkan nasional. Dengan alasan krisis keuangan maka penjarahan uang negara yang dikomandoi Presiden dan Bank Indonesia dapat terjadi dalam skala yang lebih dahsyat.

Memenjarakan semua pengambil kebijakan dalam kasus BLBI merupakan upaya menyelamatkan keuangan negara yang saat ini masih tersandera oleh bunga utang dan cicilan untuk membayar surat utang BLBI. Pemberian hukuman seberat-beratnya bagi Boediono akan menjadi preseden penegakan hukum sebagai efek jera bagi para pejabat BI untuk tidak mengulang kesalahan yang sama di masa depan.

http://www.aktual.co/voiceoffreedom/230541boediono-di-megaskandal-blbi-penjarahan-uang-negara-tiada-akhir

Pemberian hukuman seberat-beratnya bagi Boediono akan menjadi preseden penegakan hukum sebagai efek jera bagi para pejabat BI untuk tidak mengulang kesalahan yang sama di masa depan. Jakarta, Aktual.co, —

Salamuddin Daeng (Foto: Aktual.co/Oke Dwi Atmaja)

Page 86: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

84 85Edisi IV - Desember 2012

NASIONAL

MP3EI

Hatta Rajasa, Jual Negara dan Gelar Kehormatan

84

Page 87: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

84 85Edisi IV - Desember 2012

Baru-baru ini Menko Perekonomian Hatta Rajasa menerima Gelar The First Rank of the Order Diplomatic Service Merit dari pemerintah Korea Selatan (Jumat, 15/12/12). Gelar tersebut semacam penghargaan atas

capaian diplomatik antara Korsel dengan pihak yang diberi gelar tersebut. Tidak ada hal yang luar biasa dengan gelar pemerintah Korsel kepada

menteri dan sekaligus besan Presiden SBY tersebut. Namun publik nasional merasa trauma dengan gelar-gelar yang diberikan pemerintah negara lain kepada pejabat Indonesia, dikarenakan bangsa dan negara yang selalu menjadi korban. Sebelumnya presiden SBY menerima gelar ’Knight Grand Cross in the Order of the Bath’ dari Ratu Inggris Elizabeth II, dan imbalannya tidak tanggung-tanggung yakni Blok Migas Tangguh Train III di Papua yang bernilai miliaran dolar.

Ada apa dengan gelar kehormatan yang diterima Hatta Rajasa? Apakah ada hubungannya dengan imbalan kekayaan alam atau proyek-proyek strategis di Indonesia yang diberikan kepada Korea Selatan. Tampaknya dugaan ini perlu mendapat klarifikasi dari pemerintah.

Dalam acara penerimaan tanda kehormatan jasa Gwanghwa medal dari Kedubes Korsel, Hatta menyatakan bahwa pada tahun 2013 akan menjadi tahun bersama antara Indonesia dan Korea Selatan. Bentuk kerja sama tersebut melalui program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I) dibidang Perdagangan. Korea Selatan pun jelasnya akan memberikan bantuan dan melipatgandakan investasi di Indonesia.

Hatta Juga menyatakan bahwa Presiden Lee Myung-bak mengatakan Korsel siap untuk pembangunan di Indonesia melalui masterplan MP3EI, dan Korsel akan berpartisipasi dalam pembangunan Indonesia melalui program MP3EI. Tampaknya memang sejak awal pemerintah Korsel sangat tertarik untuk masuk dalam program MP3EI yang menjadi jargon pembangunan ekonominya Menko Hatta Rajasa.

Sebelumnya Pemerintah Indonesia memastikan akan menyerahkan pembangunan delapan proyek dalam MP3EI sebesar USD 50 miliar. Delapan proyek itu adalah 1) jembatan Selat Sunda, 2) proyek gas alam terkompresi (compressed natural gas/CNG), 3) pembangunan rel kereta api Bengkulu-Muara Enim, 4) restorasi Sungai Ciliwung dan 5) pembangunan kluster industri berbasis pertanian, 6) pembangunan jembatan Batam-Bintan. 7) Pembangunan pembangkit batu bara di Sumatera Selatan dan 8) pembangunan kantor cabang perusahaan kapal asal Korea Selatan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME). (Sindonews, Jum’at, 12 Oktober 2012)

Selain itu PT Krakatau Steel membentuk perusahaan patungan dengan Pohang Iron & Steel Corporation (POSCO) dengan nama PT. KRAKATAU POSCO

Page 88: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

86 87Edisi IV - Desember 2012

dengan komposisi kepemilikan 45 persen milik Krakatau Steel dan 55 persen dikuasai oleh perusahaan asal Korea tersebut. Perkiraan nilai investasi perusahaan patungan ini mencapai USD 6 milyar. Perusahaan besi baja ini nantinya akan menjadi pemasok utama dari semua mega proyek Korsel dalam MP3EI. Dengan demikian Korsel akan lebih memaksimalkan keuntungannya atas delapan proyek yang diserahkan oleh Indonesia.

Kedelapan proyek raksasa ini memang sejak awal telah menjadi incaran banyak negara seperti China, Jepang, India, dan juga Korea Selatan. Hal ini dikarenakan nilai proyek yang sangat besar disertai dengan skema pembiayaan yang sangat menguntungkan. Pembiayaan proyek ini nantinya akan dilakukan melalui Skema Public Private Partnership (PPP), suatu skema yang dijamin penuh oleh negara baik melalui pembelian kembali maupun melalui jaminan atas resiko lainnya. Pemerintah telah membentuk PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), untuk menjamin investasi swasta yang masuk dalam skema PPP.

Namun pada sisi lain pembiayaan proyek melalui PPP dapat menjadi potensi beban bagi APBN. Selain itu rakyat akan terbeban dengan semakin mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat mengakses infratruktur. Semestinya infrastuktur adalah barang publik yang harus dibangun oleh negara sebagai bentuk dari tanggung jawab negara dalam pelayanan masyarakat. Sebaiknya proyek-proyek yang bernilai strategis dapat dikerjakan oleh BUMN Indonesia. Dalam pengalaman proyek yang dikerjakan melalui PPP seperti telekomunikasi, akhirnya telah menyebabkan industri strategis tersebut jatuh ke tangan asing.

Dengan demikian tampak sangat besar sekali keuntungan yang nantinya akan diterima oleh Korea Selatan dari proyek pembangunan infrastuktur dalam MP3EI tersebut. Tidak menutup kemungkinan nilai pengembalian investasi proyek akan berliipat ganda dimasa depan. Sebagai imbalan awalnya pemerintah Korea Selatan cukup menyerahkan lempengan tembaga penghargaan bagi pejabat berwenang.***

Salamuddin DaengIndonesia for Global Justice (IGJ)

Page 89: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

86 87Edisi IV - Desember 2012

Kartel PANGAN, Sindikat IMPOR dan KORUPSI

NASIONAL

Departemen Perdagangan dan Pertanian Dalang Dibalik Penghancuran Pertanian dan Pemiskinan rakyat

87Edisi IV - Desember 2012

Page 90: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

88 89Edisi IV - Desember 2012

Sejak dipisahkan dari Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan akhirnya menjadi makelar impor, menteri dan pejabatnya mengambil peran sebagai calo dari perusahaan multinasional. Kuat dugaan bahwa pejabat

pemerintah memburu setoran impor untuk kepentingan pribadi dan golongannya. Impor terus dipermudah dan disentralisasi ke importir besar asing yang punya uang banyak.

Maka jadilah bangsa kita santapan modal asing. Industri nasional dan pertanian rakyat hancur. Sisi lain bertumbuhlah para importir bagaikan jamur di musim hujan. Saat ini diperkirakan jumlah perusahaan importir mencapai 22 ribu perusahaan.

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) dijadikan sarana dagang untuk kepentingan pribadi, kelompok, bukan untuk bela kepentingan nasional dan rakyat. Importir yang kuat memenangkan peraturan. Peraturan diubah setiap hari untuk kepentingan penguasa tertentu.Melalui Permendag diatur impor berbagai kebutuhan nasional; garam, tekstil, makanan minuman, elektornik, besi, kosmetik, gula, sepatu, daging, jagung, beras, dan berbagai produk pangan serta holtikultura. Pada intinya peraturan ini mengatur siapa yang berwenang impor, yang “apakah kelas kakap” atau yang “kelas teri”

Dalam tahun 2012 Mendag telah dua kali mengubah peraturan menteri perdagangan dalam rangka membuka impor, yaitu melalui Permendag no 27/M-DAG/PER/5/2012, menjadi Permendag no 59/M-DAG/PER/9/2012. Kedua peraturan tersebut menggantikan Permendag No 45/M_DAG/PER/9/2009 yang lebih ketat terhadap importir. Pergantian Permendag ditenggarai untuk memfasilitasi importir besar. Sebagaimana Permendag 27/2012 disebutkan bahwa importir hanya boleh impor untuk 1 jenis HS saja. Namun pasal ini digugat Importir besar. Beberapa hari kemudian dikabulkan dan tertuang di Permendag No 59/2012 yang kemudian importir boleh mengimpor tidak terbatas.

Informasi dari sebuah sumber menyebutkan terakhir china sekarang sudah mempersiapkan perusahaan yang cukup besar untuk pasok barangnya ke Indonesia. Beberapa pejabat sudah pada survey kesana, untuk ikut dalam pesta pora impor. Sejak diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), China merupakan negara yang paling diuntungkan atas liberalisasi pasar di ASEAN dan Indonesia. Sementara dalam bidang holtikutura China bersaing dengan AS untuk mendominasi pasar Indonesia.

Salah satu impor yang paling luas adalah produk pangan dan holtikultura. Hancurnya pertanian nasional dalam 8 tahun terahir menyebabkan pangan nasional dipasok melalui pangan dan holtikultura impor. Departemen perdagangan menjadi agen utama dalam memfasilitasi impor pangan dan holtikultura. Peraturan Menteri

Page 91: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

88 89Edisi IV - Desember 2012

Perdagangan (Permendag) direvisi untuk terus mempermudah impor. Permendag itu merupakan revisi dari Permendag No 30/2012 yang semula diterapkan 15 Juni direvisi kembali mewlalui permendag Nomor 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura awalnya akan berlaku 28 September 2012.

Sebagaimana diketahui Permendag No. 30 Tahun 2012 mewajibkan para importir produk hortikultura untuk memperhatikan aspek keamanan pangan, ketersediaan produk dalam negeri, dan penetapan sasaran produksi dan konsumsi produk hortikultura. Selain itu para importir juga harus memenuhi persyaratan kemasan dan pelabelan, standar mutu serta ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan. Persayaratan tersebut dianggap terlalu ketat sehingga perlu dilonggarkan.

Sementara Departemen Pertanian yang seharusnya membangun pertanian nasional justru menjadi calo impor. Menteri dan pejabat pertanian memburu setoran dengan memperdagangkan peraturan. Melalui Peraturan menteri pertanian No. 60/PERMENTAN/QT.140/9/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. Peraturan ini menetapkan perusahaan yang melakukan impor dan kuota yang diberikan. Praktek penetapan kuota inilah yang kemudian diperdagangkan oleh departemen pertanian kepada para importir. Berlakulah hukum siapa yang bisa bayar besar dia yang akan memperoleh lisensi dan kuota impor.

Dengan demikian pemberian kuota kepada para importir jauh dari semangat untuk melindungi petani dan produsen dalam negeri. Seharusnya kuota impor tersebut dimaksudkan agar petani dapat menikmati harga yang layak atas hasil produksi mereka dan tidak kalah bersaing dengan barang-barang impor.

Namun faktanya harga berbagai komoditi pangan dan holtikultura di dalam negeri yang tinggi dalam beberapa waktu terahir sama sekali tidak dinikmati petani. Hal ini disebabkan rendahnya dukungan pemerintah dalam bentuk subsidi dan insentif dalam memajukan produksi, menyebabkan produksi dan petani jatuh dan kehilangan kemampuan memasok kebutuhan pasar. Selain itu tidak adanya kebijakan perlindungan harga hasil pertanian menyebabkan harga hasil pertanian dimainkan oleh pihak swasta di dalam negeri.

Akibatnya kuota impor hanya menguntungkan kartel pangan internasional dan sindikat pangan dalam negeri yang bekerjasama dengan pemerintah. Pangan dijadikan sebagai ajang spekulasi untuk mendorong harga yang tinggi yang mengakibatkan terkurasnya daya beli masyarakat Indonesia. Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga itulah nasib 110 juta rakyat Indonesia yang saat ini terperangkap dalam kemiskinan. ***

Salamuddin Daeng (Indonesia for Global Justice)

Page 92: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

90 91Edisi IV - Desember 2012

Realisasi Anggaran Belanja K/L

Hanya 87,5% Gagal Capai Target,

Pemerintah Berkilah

NASIONAL

Monday, 7 January 2013 |  15:15 WIB

Jakarta – Sejumlah pengamat dan akademisi menilai buruknya penyerapan anggaran belanja APBN-P 2012 yang hanya mencapai 87,5% disebabkan oleh koordinasi yang tidak sehat dan tidak adanya kemauan politik (political

will) tinggi antarpetinggi di Kementerian dan Lembaga (K/L) Negara, khususnya untuk membenahi kondisi infrastruktur di negeri ini. Sementara realisasi subsidi energi pada periode yang sama melonjak hingga Rp 100 triliun, atau 151% dari target APBN-P 2012.

Guru Besar FE Univ. Brawijaya Prof. Dr. Achmad Erani Yustika menilai penyerapan APBN yang hanya 87,5% itu sangat keterlaluan. “Ini kinerja terburuk dari tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya kepada Neraca, Senin (7/1).Erani merasa heran atas rendahnya daya serap anggaran belanja negara tersebut. Padahal, menurut dia, sebelumnya pemerintah sudah merevisi dua Perpres yang dianggap menghambat penyerapan anggaran, yakni Perpres No.67/2005 tentang kerja sama pemerintah dengan badan usaha swasta atau public private partnership (PPP) dalam penyediaan infrastruktur, dan Perpres 80/2003 tentang pengadaan

Page 93: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

90 91Edisi IV - Desember 2012

barang dan jasa pemerintah. “Kok dengan diubahnya dua Perpres tadi malah penyerapannya semakin memburuk,” ujarnya.

Secara terpisah, Menkeu Agus Martowardojo mengakui secara keseluruhan penyerapan anggaran K/L 2012 hanya mencapai 87,5%, lebih rendah dari 2011 lalu sebesar 90,5%. Walau APBN-P dibuat dalam waktu yang singkat, Agus mengatakan hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan lambatnya penerimaan anggaran K/L. Penyerapan terhambat, lantaran persiapan proyek tidak maksimal.

“Banyak K/L ketika menerima anggaran tambahan di APBN-P mereka tidak siap dengan persiapan proyeknya, termasuk TOR, RAB, dan kesiapan lahannya. Selain itu, nanti perlu persetujuan clearance paling tidak dari KemenPU dan BPKP,” ujarnya. Realisasi belanja yang tidak mencapai target itu berdampak pada minimnya kontribusi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi pada 2012. Hingga akhir tahun lalu realisasi belanja negara hanya mencapai Rp1.479 triliun atau lebih rendah 95,6% dari target yang ditetapkan APBN-P 2012 yaitu Rp1.548 triliun.

Sedangkan kemampuan penyerapan belanja K/L hanya mencapai 87,5% dari target APBN-P 2012 yang ditetapkan sebesar Rp547,9 triliun. Parahnya lagi, pos dengan tingkat penyerapan anggaran terendah adalah belanja modal, yang hanya mencapai 78%. Padahal, belanja modal diharapkan bisa menjadi motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Agus mengatakan, hal-hal yang mempengaruhi daya serap anggaran K/L antara lain adanya renegosiasi di beberapa K/L, kendala dalam proses pengadaan barang dan jasa, termasuk sosialisasi dari Perpers No. 54/2010, kendala teknis di lapangan seperti adanya permasalahan pengadaan dan pembebasan lahan, diperlukannya audit BPKP, lalu terdapat perubahan kebijakan yg dilakukan K/L.

Subsidi EnergiRealisasi APBN-P 2012 juga mencatat subsidi energi membengkak sekitar

Rp100 triliun selama tahun lalu, atau meningkat 151% dari yang dianggarkan. “Subsidi energi tahun ini mencapai Rp 306,5 triliun. Sebelumnya direncanakan Rp 202,4 triliun, atau 151% dari anggaran,” tutur Agus.

Menurut dia, beban negara tersebut diakibatkan kesalahan pemerintah menetapkan angka subsidi yang terlalu rendah. Sebelumnya pada 2011 subsidi jebol hingga 54% menjadi Rp 211,9 triliun dari pagu awal Rp137,4 triliun. Selain itu, subsidi listrik juga melampaui 45%. ”Listrik dianggarkan Rp 65 triliun, realisasi Rp94,5 triliun, 45 persen lebih tinggi,” ujarnya.

Meski demikian, Kemenkeu mencatat terdapat tujuh K/L yang paling tinggi

Page 94: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

92 93Edisi IV - Desember 2012

penyerapannya (di atas 90%) dalam APBNP 2012. Mereka adalah Badan SAR Nasional (Basarnas), Mahkamah Agung (MA), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Ucok Sky Khadafi, mengungkapkan pemerintah hanya beralasan saja jika realisasi penyerapan APBN-P 2012 tidak tercapai 100%. ”Pemerintah hanya beralasan saja terkait penyerapan anggaran, padahal pemerintah lamban dalam mengeksekusi dan tidak inovatif dalam penyerapan anggaran,” ujarnya kemarin. Menurut dia, Kemenkeu sebagai bendahara negara harus bertanggungjawab atas rendahnya penyerapan anggaran yang kurang tersebut. ”Ini cermin dari adanya koordinasi yang tidak sehat antara Kementerian Keuangan dengan kementerian lainnya,”

Paparan Menkeu soal alasan serapan anggaran tidak maksimal, menurut Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng, ada benarnya pemerintah mengakui itu. “Tapi sebagai pemerintah, mestinya dapat menjawab persoalan itu. Sedemikian besar anggaran tidak dapat terserap di tengah gelombang kemiskinan. Kok bisa?” ujarnya.

Salamuddin melihat sistem anggaran sekarang tampaknya keliru, karena memakai sistem anggaran defisit. Sejak awal, APBN sudah membuat perencanaan pengeluaran yang lebih besar daripada target penerimaan, sehingga sudah direncanakan berutang.

Kesalahan kedua, menurut Daeng, adalah karena sistem anggaran kita sangat bergantung pada mekanisme yang di luar anggaran itu sendiri, yaitu mekanisme pasar bebas. Sehingga melemahkan perencanaan negara pada alokasi anggaran.

Salamuddin juga menyoroti koordinasi antarkementerian/lembaga yang kurang solid. “Karena mementingkan kementeriannya masing-masing. Perindustrian dan Perdagangan tidak ada koordinasi, karena faktor ego kelembagaan terlalu tinggi,” ujarnya.

Pengamat ekonomi Hendri Saparini menilai kinerja pemerintah gagal dalam hal penyerapan anggaran, yang seharusnya tidak perlu terjadi jika ada kejelasan dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan di lapangan. “Gagalnya target pemerintah baik dari segi belanja maupun penerimaan disebabkan oleh kemampuan manajerial yang lemah”, ujarnya. Hendri juga menyoroti lemahnya koordinasi antarlintas sektoral dan implementasi program yang kurang berkualitas dalam proyek APBN. (dias/iqbal/ria/mohar/novi)

http://www.neraca.co.id/2013/01/07/gagal-capai-target-pemerintah-berkilah/

Page 95: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

92 93Edisi IV - Desember 2012

Kasus Blok Mahakam:

Kelicikan Kontraktor dan Pengkhianatan Komprador?Marwan Batubara, Indonesian Resources Studies, IRESS

NASIONAL

Page 96: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

94 95Edisi IV - Desember 2012

Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Mahakam ditandatangani oleh pemerintah dengan Total (Prancis, 50%) dan Inpex (Jepang, 50%) pertama kali pada 31 maret 1967, untuk jangka waktu 30 tahun, dan telah berakhir pada 31

Maret 1997. Pada awal 2007, KKS kembali diperpanjang selama 20 tahun, sampai 31 Maret 2017. Sesuai ayat 1 Pasal 28 PP No.35/2004, 10 tahun sebelum kontrak berakhir, kontraktor dapat kembali mengajukan permohonan perpanjangan kontrak untuk masa waktu 20 tahun berikutnya. Namun di sisi lain, sesuai ayat 4 dan 8 PP Pasal 28 No. 35/2004 pemerintah dapat pula menolak atau menyetujui permohonan tersebut.

Pada Juni 2007, Executive Vice President Exploration & Production Total SA, Christophe de Margerie, telah mengajukan perpanjangan kedua kontrak Blok Mahakam kepada Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro. Saat itu Purnomo menyatakan terlalu dini untuk membahas perpanjangan kontrak. Purnomo pun menyampaikan pemerintah ingin memberi kesempatan kepada Pertamina dan perusahaan daerah memiliki participating interest (PI) di Blok Mahakam. Pada waktu itu pemerintah belum memberikan jawaban spesifik, namun menyatakan siap memperpanjang kontrak sepanjang blok tersebut dikelola bersama dengan pihak Indonesia.

Sesuai ayat 9 Pasal 28 PP No.35/2004, Pertamina dapat pula mengajukan permohonan mengelola Wilayah Kerja yang habis masa kontraknya. Sedangkan ayat 10 Pasal 28 PP No.35/2004 menyatakan Menteri ESDM dapat menyetujui atau menolak permohonan tersebut sepanjang Pertamina 100% masih milik negara. Berdasar ketentuan ini, Pertamina pun telah menyatakan minatnya pada 2008 untuk menjadi pengelola Blok Mahakam. Bahkan Pertamina telah mengungkapkan keinginan tersebut berulang kali setiap tahun, sampai September 2012! Sesuai konstitusi dan kepentingan strategis bangsa, jelas kita mendukung keinginan Pertamina tersebut.

Hingga saat ini pemerintah belum mengambil keputusan. Namun kecenderungan sikap pemerintah yang memihak Total & Inpex telah mulai terlihat. Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan pada November 2012 bahwa karena membutuhkan teknologi yang tinggi dan dana yang besar, perpanjangan kepada kontraktor akan diberikan. Sebaliknya, jika diberikan kepada Pertamina, Jero mengatakan Pertamina bisa bangkrut karena modal yang dimiliki Pertamina terbatas, dan akan terserap hampir seluruhnya untuk mengelola Mahakam. Jero pun telah mengancam Pertamina untuk tidak pernah lagi menyatakan keinginan untuk mengelola Blok Mahakam!

Karena besarnya penolakan masyarakat, pemerintah tak kunjung mengeluarkan keputusan resmi Mahakam. Namun sepak terjang dan manipulasi sikapnya perlu dicermati. Setiap keputusan yang pragmatis, berburu rente dan perolehan

Page 97: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

94 95Edisi IV - Desember 2012

dukungan politk dari asing, sekaligus menunjukkan sikap ketundukan kepada perampok asing dan pengabaian martabat bangsa harus dilawan. Itulah salah satu alasan artikel ini ditulis.

Potensi Cadangan MahakamBerdasarkan penjelasan BP Migas pada Seminar di MPR pada 2010, cadangan

tersisa Blok Mahakam pada 2010 adalah sebesar 13,7 tcf (triliun cubic feet). Dengan asumsi laju ekstraksi gas sekitar 0,6 tcf/tahun (sesuai data produksi Mahakam BP Migas, 2000 MMSCFD per 9/2012), maka pada 2012 cadangan gas yang tersisa menjadi [13,7 tcf - (2 tahun x 0,6 tcf/tahun)] = 12,5 tcf. Oleh sebab itu, jika tingkat ekstraksi/pengurasan gas dipertahankan pada level 2000 MMSCFD, maka pada awal tahun 2017, cadangan yang tersisa adalah: [12,5 tcf – 4 tahun x 0,6 tcf/tahun)] = 10,1 tcf. Dengan demikian, berdasarkan informasi BP Migas yang diperoleh IRESS tersebut, cadangan Blok Mahakam yang tersisa pada 2017 adalah 10,1 tcf.

Jika diasumsikan harga jual gas adalah US$ 12/MMBtu, maka nilai ekonomis Blok Mahakam (diluar biaya eksploitasi) pada 2017 adalah US$(10,1 x 1012 x 1000 Btu x $12/106 Btu) = US$ 121,2 miliar. Namun, jika cadangan minyak 192 juta barel seperti perkiraan sebuah sumber di Pertamina juga diperhitungkan, maka dengan asumsi harga rata-rata minyak US$ 95/barel, potensi pendapatan dari minyak Blok Mahakam adalah US$ (192 x 95) = US$ 18,24 miliar. Dengan demikian, potensi total pendapatan kotor migas Blok Mahakam pada saat kontrak berakhir Maret 2017 adalah US$ (121, 1 + 18,24) miliar = US$ 139,34 miliar, atau lebih dari Rp 1.300 triliun!

Kelicikan AsingIRESS perlu mengingatkan sejarah jatuhnya sejumlah SDA strategis dan

bernilai ribuan triliun rupiah kepada asing pada awal orde baru Pemerintahan Soeharto. Konspirasi asing menjatuhkan Soekarno dan mendukung Soeharto berhasil membuat jatuhnya tambang emas & tembaga Erstberg di Timika kepada Freeport McMoran saat terjadinya krisis pergantian kekuasaan pada 1967. Kontrak Karya ini merupakan konsesi yang diserahkan Soeharto kepada Freeport sebagai kompensasi dukungan politik Amerika. Selain Freeport, sejumlah perusahaan asing dari Amerika, Eropa dan Jepang/Korea juga memperoleh konsesi tambang/migas dari Soeharto, seperti Newmont di NTB, Exxon di Badak dan Arun, Rio Tinto di Kalimantan, Kodeco di West Madura, dsb.

Pada era transisi dari orla ke orba 1967 tersebut, perusahaan Prancis (Total) dan Jepang (Inpex) pun memperoleh konsesi dari Soeharto untuk mengelola

Page 98: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

96 97Edisi IV - Desember 2012

Blok Mahakam yang mempunyai cadangan 27 tcf! Disini Prancis dan Jepang telah dengan licik memanfaatkan masa transisi pemerintahan Indonesia untuk menguasai Mahakam yang bernilai lebih dari Rp 2.000 triliun. Namun hal ini tak lepas dari sikap Soeharto yang pragmatis, membutuhkan dukungan politik asing dan tidak menjaga martabat bangsa.

Ternyata kelicikan asing kembali terjadi pada masa transisi dari era orba ke era reformasi pada 1997. Total dan Inpex bersama pemerintahnya telah dengan licik dan berhasil memanfaatkan pergolakan politik dan krisis ekonomi 1997, menjelang kejatuhan Soeharto, untuk memperoleh perpanjangan kontrak Blok Mahakam. Dengan perpanjangan kontrak tersebut, Total dan Inpex memperoleh konsesi mengelola Mahakam hingga tahun 2017, sehingga akan menggenapkan dominasi asing Prancis dan Jepang di blok migas tersebut menjadi setengah abad!

Saat ini upaya licik asing untuk tetap mencengkeram Mahakam sedang berlangsung. Total menyatakan komitmen rencana investasi pengembangan miliaran US Dolar untuk eksplorasi, menandatangani kesepakatan kerjasama jual beli liquefied natural gas (LNG) dengan Perusahaan Gas Negara (PGN), PLN dan Pertamina. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah dan/atau perusahaan Prancis cukup aktif memberikan beasiswa kepada sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia untuk mengikuti program S1, S2 dan S3 di Prancis.

Kita sangat khawatir kontraktor juga memberi dukungan finansial dan/atau politik kepada oknum pengambil keputusan agar memperoleh perpanjangan kontrak. Selain itu, kita mengkhawatirkan adanya intervensi kepada sejumlah pejabat agar memperlambat pengambilan keputusan, sambil terus melakukan lobi tingkat tinggi dan menekan. Intervensi dapat pula dilakukan oknum kontraktor diiringi dengan ancaman pembatalan kerja sama atau komitmen di sektor lain. Penyebaran informasi tentang prestasi/keberhasilan kontraktor yang telah memproduksi gas hingga 13 tcf dapat pula menjadi senjata untuk mempengaruhi pengambilan keputusan. Padahal sebenarnya justru mereka pun sudah mendapat keuntungan yang sangat banyak.

Segala upaya yang dilakukan Total untuk tetap menguasai Blok Mahakam merupakan hal yang wajar secara binis. Namun, merujuk kepada konstitusi dan maksimalisasi aset negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka tidak ada alternatif lain bahwa sejak 2017 Blok Mahakam harus dikuasai negara/Pertamina. Bukan hanya oleh Total, tetapi Pertamina pun dapat melakukan investasi dan eksploitasi cadangan baru. Penjualan gas untuk domestik bukan pula prestasi khusus milik Total, karena hal tersebut merupakan kewajiban bagi seluruh kontraktor migas. Kita pun harus cerdas dan waspada untuk tidak terpengaruh oleh berbagai program “gula-gula” beasiswa atau CSR, sehingga terhindar dari

Page 99: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

96 97Edisi IV - Desember 2012

kehilangan aset Mahakam yang sangat berharga.Disamping upaya di atas, sejumlah pejabat Prancis pun telah melakukan

berbagai misi khusus. Perdana Menteri Perancis, Francois Fillon, telah berkunjung ke Jakarta pada Juli 2011. Disamping untuk kepentingan ekonomi dan hubungan bilateral, Fillon juga menyinggung tentang perpanjangan kontrak Mahakam. Fillon memang menjanjikan akan mendukung proyek-proyek infrastrukur dan teknologi tinggi di Indonesia, namun Fillon diyakini jauh lebih berkepentingan untuk mengamankan kepentingan Total tetap menguasai Mahakam. Selain Fillon, beberapa menteri Prancis dan President Director Total, Elizabeth Proust, juga telah berulang kali menemui pejabat pemerintah, dari Wamen hingga Presiden, untuk mencapai tujuannya. Hal yang sama dilakukan oleh Jepang melalui PM dan menteri-menterinya. Semua hal tersebut merupakan langkah-langkah yang lumrah dilakukan asing yang sudah biasa menjajah. Yang jadi masalah adalah, apakah pejabat negara Indonesia bisa tetap konsisten dengan kepentingan bangsa atau berubah menjadi pragmatis atau komprador.

Sikap PemerintahSoeharto telah mengorbankan SDA Indonesia demi dukungan politik asing dan

perolehan rente. Sejumlah oknum pejabat, para komprador, juga melakukan hal sama pada masa transisi 1997/1998. Ternyata SBY pun melakukan hal yang sama pada saat menyerahkan Blok Cepu kepada Exxon pada Maret 2006. Sebelum keputusan itu, berulangkali Presiden Bush meminta Indonesia untuk menyerahkan Cepu kepada Exxon, meskipun hak Exxon di Cepu diperoleh melalui transaksi illegal dengan Tommy Soeharto pada tahun 1998, dan hal ini telah dinyatakan melanggar hukum oleh Tim Audit yang dibentuk pemerintah. Apakah komprador akan kembali berkhianat untuk kasus perpanjangan Mahakam? Tak sulit ditebak...

Selama ini kita mencatat pemerintah sering meminta BUMN untuk memiliki atau meningkatkan pemilikan saham pada perusahaan-perusahaan PMA, baik di sektor migas maupun di sektor minerba. Namun dalam prakteknya sikap tersebut tidak diiringi dan didukung dengan berbagai kebijakan dan langkah yang dibutuhkan. Di belakang layar manajemen BUMN sering dibiarkan berjuang sendiri atau bahkan diperingatkan untuk bertindak berlawanan seperti ancaman Jero Wacik kepada Pertamina yang ingin mengelola Mahakam. “Sandiwara” seperti ini terjadi karena dominannya kepentingan oknum-oknum penguasa untuk mendapatkan rente dan dukungan politik asing serta maraknya praktik KKN.

Wamen ESDM almarhum Prof. Widjajono Partowidagno telah menyatakan (Februari 2012) tidak akan memperpanjang kontrak Mahakam kepada Total dan akan menyerahkannya kepada Pertamina. Namun penerusnya, Prof. Rudi

Page 100: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

98 99Edisi IV - Desember 2012

Rubiandini, mengatakan (September 2012) bahwa untuk mengelola Mahakam perlu kemampuan teknologi tinggi dan dana yang besar, dan Pertamina tidak akan sanggup. Untuk itu Rudi meminta agar mengelola blok-blok lain saja yang belum digarap Pertamina. Rudi juga mengatakan bahwa tidak perlu bagi Pertamina untuk mengelola Mahakam karena pada saat kontrak berakhir di 2017, gas yang tersisa tidak sampai 2 tcf. Menteri ESDM Jero Wacik bahkan tampaknya telah membuat kesepakatan dengan Total untuk tetap mengelola Mahakam sesudah 2017, saat berkunjung ke Prancis pada Juli 2012. Faktanya, Jero menyatakan pada September 2012 bahwa Pertamina tidak mau dan tidak mampu mengelola Blok Mahakam. Terakhir, pada 19 Januari 2013, Wamen ESDM yang baru, Susilo Siswoutomo, meragukan kemampuan Pertamina karena resiko dan dana untuk mengelola Mahakam sangat besar, serta hal ini akan mengancam tercapainya lifting migas.

Perlu diingatkan bahwa jika kontrak Mahakam berakhir pada Maret 2017, maka tidak ada kewajiban bagi negara untuk memperpanjang kontrak. Seluruh aset yang digunakan selama eksploitasi menjadi milik negara, karena telah dibayar melalui mekanisme cost recovery. Oleh sebab itu, jika Pertamina menyatakan mau dan mampu mengelola, mestinya tidak ada masalah dengan kontraktor, jika pemerintah menjalankan fungsi sebagai negara berdaulat. Karena itu pula, tidak dibutuhkan kajian dan juga waktu yang lama bagi pemerintah untuk mengambil keputusan. Sehingga pernyataan Prof Rudi yang mengatakan perlu waktu untuk memutus kasus Mahakam adalah bentuk kebohongan publik yang nyata.

Rudi mengatakan pada 2017 gas tersisa di Mahakam kurang dari 2 tcf, sehingga tidak prioritas untuk diputuskan. Jika hal ini benar, tidak mungkin PM dan sejumlah menteri Prancis serta Dirut Total demikian antusias meminta perpanjangan kontrak. Namun, walaupun tinggal 1 tcf, apa masalahnya jika hal itu dikelola Pertamina yang telah berulang menyatakan kesanggupan? Bagi kami, pernyataan-pernyataan Jero, Rudi dan terakhir Susilo di atas, hanya menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang lebih memihak kepentingan asing dibanding kepentingan nasional. Tidak salah jika ada yang menganggap mereka sebagai komprador, yang tidak segan-segan bekerja untuk asing, terus mengulur waktu dan melakukan kebohongan publik, untuk nantinya kembali memberikan posisi operator Blok Mahakam kepada Total.

Kita pun sangat prihatin dengan sikap Presiden SBY yang tetap diam sambil membiarkan para pejabat Kementerian ESDM yang berada di bawah kendalinya untuk menyuarakan kepentingan asing dibanding membela BUMN milik negara sendiri. Padahal penolakan masyarakat sudah berlangsung lama, termasuk telah disampaikannya Petisi Blok Mahakam kepada Presiden pada November 2012 yang lalu. Dalam hal ini, banyak pula kalangan yang menilai bahwa SBY pun

99

Page 101: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

98 99Edisi IV - Desember 2012

bersikap seperti komprador, sebagimana sikapnya yang telah tunduk kepada Amerika untuk menyerahkan Blok Cepu kepada ExxonMobil pada Maret 2006.

PenutupKe depan, faktor-faktor politik dan perburuan rente tampaknya semakin rawan

dan mengkhawatirkan karena kepentingan pemenangan Pemilu 2014, seperti halnya terjadi pada masa transisi 1967 dan 1997. Di sisi lain, para kontraktor asing pun sangat berkepentingan memperoleh perpanjangan kontrak dan memanfaatkan setiap peluang, termasuk dengan melakukan bribery. Konspirasi sangat potensial untuk kembali terulang, dan rakyat kembali dikhianati. Hal ini harus dihindari! Oleh sebab itu kita mengingatkan, agar para penguasa, terutama SBY, Menteri-menteri dan jajaran pejabatnya untuk menjaga martabat bangsa dan tidak lagi menggadaikan SDA negara, termasuk Blok Mahakam, kepada kontraktor asing. Kita pun mengingatkan DPR agar tidak membiarkan komprador pengkhianat negara memihak asing demi kekuasaan dan rente. Blok Mahakam hanya untuk dikelola Pertamina demi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

***

99

Page 102: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

100 101Edisi IV - Desember 2012

NASIONAL

Ketika Listrik Dikuasai Korporasi

Rachmi HertantiIndonesia For Global Justice

100

Page 103: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

100 101Edisi IV - Desember 2012

Pada awal tahun 2013 ini, tepatnya tanggal 1 Januari 2013, Pemerintah menetapkan untuk menaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 15% secara bertahap per triwulan-nya. Kenaikan ini berlaku untuk pengguna listrik

diatas 900 Kwh. Alasan yang dikemukakan Pemerintah terkait dengan kenaikan TDL ini adalah untuk melakukan penghematan terhadap subsidi listrik yang selama ini tidak tepat sasaran. Menteri ESDM meyakini bahwa dengan kenaikan TDL sebesar 15% pada tahun 2013 maka telah menghemat anggaran sebesar Rp. 14,89 triliun, dimana jika tidak ada kenaikan maka akan diperlukan subsidi sebesar Rp. 93,52 triliun1.

Anggaran subsidi listrik tahun 2013 telah ditetapkan sebesar Rp. 78,63 triliun yang penggunaannya diarahkan untuk meningkatkan kinerja PLN dalam rangka mengembangkan jaringan listriknya untuk memberikan pasokan listrik ke beberapa wilayah di Indonesia yang saat ini belum dialiri listrik2. Terhitung hingga tahun 2010 elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 67,5% di seluruh kawasan3. Jumlah ini masih terhitung sedikit dan memiliki potensi terjadinya peningkatan terhadap jumlah elektrifikasi di Indonesia paling tidak hingga 90% di seluruh kawasan Indonesia. Rata-rata kenaikan jumlah permintaan terhadap listrik hingga tahun 2030 diperkirakan sebesar 9,4% per tahunnya4 dan ini merupakan potensi bisnis besar di sektor penyediaan listrik Indonesia. Namun, diantara alasan tersebut, fakta menunjukan bahwa kenaikan tarif dasar listrik adalah harga yang harus dibayar oleh rakyat akibat penguasaan sektor listrik oleh korporasi asing.

Jeratan Hutang & Korporasi AsingPersoalan rendahnya elektrifikasi wilayah Indonesia diakibatkan oleh

ketidakseimbangan antara permintaan dengan kapasitas pembangkit yang tersedia saat ini, sehingga dilakukan tindakan pengendalian penjualan. Misalnya, penjualan tenaga listrik di Sumatera tumbuh rata-rata 9,59% per tahun, namun tidak seimbang dengan penambahan kapasitas pembangkit yang hanya tumbuh rata-rata 5,2% per tahun, di Kalimantan penjualan tenaga listrik tumbuh rata-rata 8,0% per tahun, sedangkan penambahan kapasitas pembangkit rata-rata hanya 1% per tahun, dan di Sulawesi penjualan tenaga listrik tumbuh rata-rata 8,7% per tahun, sementara penambahan kapasitas pembangkit rata-rata hanya 2,7% per tahun5.

1 http://www.esdm.go.id/berita/listrik/39-listrik/6137-kenaikan-tarif-tenaga-listrik-untuk-keadilan.html2 indonesiafinancetoday.com/read/35280/Penghematan-Subsidi-Listrik-2013-untuk-Infrastruktur3 Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2011-2020.4 Proposal Asian Development Bank (ADB): “Proposed Loan And Administration Of Loan And Grant Republic Of

Indonesia: Java–Bali Electricity Distribution Performance Improvement Project”, Project Number:40061, February 2010.

5 Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2011-2020, hal.22

Page 104: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

102 103Edisi IV - Desember 2012

Untuk dapat memenuhi kebutuhan pasokan listrik di seluruh wilayah Indonesia, dibutuhkan pembangungan infrastruktur pembangkit listrik beserta dengan infrastruktur turunannya yang membutuhkan banyak modal investasi didalamnya. PLN memiliki keterbatasan modal untuk dapat mewujudkan elektrifikasi di seluruh wilayah Indonesia yang secara total membutuhkan investasi sebesar US$ 96,2 Miliar sebagaimana disebutkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2011-2020.

Ketidakmampuan PLN untuk mendanai investasi tenaga listrik, dijadikan alasan untuk menggantungkan pendanaan proyek penyediaan listrik lebih besar kepada hutang luar negeri, baik dari lembaga keuangan multilateral maupun secara bilateral. Terhitung di tahun 2011 pendanaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri sebesar Rp.32,5 Triliyun dan tahun 2012 sebesar Rp. 39,2 Triliyun.

Namun, pinjaman tersebut pada akhirnya harus dibayar mahal oleh Indonesia. Karena setiap pinjaman mengandung pensyaratan tertentu dari lembaga keuangan yang memberikan pinjaman. Pensyaratan ini merupakan kepentingan utama korporasi negara maju seperti Jepang yang ingin menanamkan investasinya di sektor tenaga listrik, khususnya pembangunan pembangkit listrik (Independent Power Producer/IPP). Pasar yang besar dan potensi keuntungan menjadi alasan mendasar.

Misalnya saja seperti hutang yang digelontorkan oleh Asian Development Bank (ADB) melalui Program Reformasi Pembangunan Infrastruktur di Indonesia telah mengucurkan pinjaman sebesar US$200 Juta dan dibantu oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) sebesar US$100 Juta untuk melakukan reformasi di sektor tenaga listrik. ADB mensyaratkan agar Pemerintah Indonesia membuka investasi sektor tenaga listrik untuk modal asing maksimum 95%. Keterbukaan investasi tersebut pada akhirnya mendorong revisi terhadap regulasi di sektor listrik dan daftar negatif investasi Indonesia. Selain itu, ADB dan JICA meminta agar dilakukan penyesuaian tarif listrik agar lebih kompetitif dengan investasi yang telah dikeluarkan. Hal ini sebagaimana yang dipaparkan dalam proposal ADB Project No.40061 February 2010 dan Project No.40009 November 2010 yang menyebutkan:

“private power producers will be allowed to propose tariffs reflecting the true cost of power generation”.

Jeratan utang lainnya yang diberikan oleh lembaga keuangan multilaterai bisa dilihat dalam pembangunan infrastruktur jaringan distribusi PLN. Sebuah analisis ekonomi yang melihat bahwa Pulau Jawa dan Bali menyerap 80% dari total pasokan listrik Indonesia dan melayani sekitar 60% dari total populasinya dengan

Page 105: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

102 103Edisi IV - Desember 2012

peningkatan permintaan setiap tahunnya sebesar 6%6. Namun, hingga saat ini kualitas distribusi jaringan listrik di kawasan Jawa-Bali masih sangat kurang yang dilihat dari sering terjadi peak ketika beban listrik di kawasan tersebut meningkat pada waktu-waktu tertentu.

Dengan pertimbangan tersebut, kemudian Pemerintah Indonesia didorong untuk membuat rencana pembangunan infrastruktur sektor listrik Jawa-Bali melalui Program Percepatan Pembangkit Tahap 2 dengan kapasitas total 9.522 MW yang ditetapkan pada dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 02/2010 jo No. 15/2010 mencakup PLTU batubara 3.391 MW, PLTP 3.967 MW, PLTGU 860 MW, PLTG 100 MW dan PLTA 1.204 MW.

Dalam project listrik Jawa-Bali ini, ADB, Agence Française de Développement (AFD), dan Multi-Donor Clean Energy Fund under the Clean Energy Financing Partnership Facility7 memberikan pinjaman kepada Pemerintah Indonesia khusus untuk membangun infrastruktur listrik yang dikerjakan bersama PLN terkait dengan proyek peningkatan kualitas distribusi listrik. Pinjaman tersebut total senilai US$ 101 Juta yang diberikan sebagai modal pengerjaan proyek oleh PLN8. Dalam tabel dibawah bisa dilihat rencana pembiayaan proyek kerjasama sebagaimana disebut diatas:Rencana Pembiayaan Proyek Peningkatan Kualitas Distribusi Listrik

Jawa-BaliTahun 2012 ($ Juta)

Source Total %Asian Development Bank 50.0 41.47AFDa 50.0 41.67Multi-Donor CleanEnergy Fund under the Clean Energy Fiancing Partnership Facilityb 1.0 0.83PT (Persero) Perusahaan Listrik Negara 19.0 15.83Total 120.0 100%

Sumber: ADB Project No.40061, Februari 2012

6 ADB Project Number: 40061, February 2010, Proposed Loan and Administration of Loan and Grant Republic of Indonesia: Java–Bali Electricity Distribution Performance Improvement Project, hal:26,28.

7 Didirikan oleh Pemerintah Australia, Norwegia, Spanyol, dan Swedia; dan dikelola oleh ADB.8 ADB Project Number: 40061, February 2010, Proposed Loan and Administration of Loan and Grant Republic of

Indonesia: Java–Bali Electricity Distribution Performance Improvement Project, hal: 11.

Page 106: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

104 105Edisi IV - Desember 2012

Praktek Korporatokrasi Asing Menguasai Sektor Listrik Indonesia

Besarnya pasar listrik Indonesia kemudian menarik banyak minat investasi korporasi asing. Investasi terbesar adalah pada tahun 1995 terkait pembangunan pembangkit tenaga listrik Paiton di Jawa Timur. Masuknya perusahaan multinasional Jepang pada saat itu telah menjadi pengalaman penting bagi perkembangan sektor listrik di Indonesia. Praktek liberalisasi sektor listrik pada akhirnya dimulai ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997.

Atas bantuan International Monetary Fund (IMF) untuk mengeluarkan Indonesia dari krisis, harus dibayar dengan pembukaan pintu liberalisasi sektor listrik di Indonesia melalui kesepakatan Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia saat itu, yaitu LoI tanggal 14 Mei 1999, LoI tanggal 20 Januari 2000, dan LoI tanggal 31 Juli 20009. Adapun kesepakatan dalam LoI-LoI tersebut diantaranya: pertama, Pelaksanaan program restrukturisasi sektor ketenagalistrikan sesuai dengan kebijakan pemerintah tahun 1998; kedua, Penyelesaian kontrak-kontrak listrik swasta melalui cara renegosiasi terhadap semua kontrak yang telah ditandatangani, meskipun beberapa kontrak telah dinyatakan batal demi hukum; ketiga, Perubahan undang-undang ketenagalistrikan Indonesia.

Namun ternyata, upaya untuk meliberalisasi sektor listrik telah dilakukan sebelum tahun 1997 dengan mendesakan pemerintah untuk membuka ruang kompetisi pihak swasta masuk kedalam usaha penyediaan listrik. Ketentuan tersebut diakomodasi dalam Undang-undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan yang menyebutkan memberikan kesempatan kepada koperasi dan badan usaha swasta untuk dapat juga menyediakan tenaga listrik. Aturan tersebut diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.10 tahun 1989 dan Keputusan Presiden (Keppres) No.37 tahun 1992 yang membuka lebih luas lagi ruang swasta untuk dapat terlibat dalam usaha penyediaan tenaga listrik di Indonesia.

Dengan terbitnya PP dan Keppres di Era Soeharto inilah kemudian pihak swasta melalui investasi asing baru bisa masuk ke sektor listrik10. Proyek pembangunan pembangkit listrik Paiton I telah menjadi praktek keterlibatan investor asing dalam pembangunan pembangkit listrik di Indonesia yang memiliki nilai investasi cukup besar pada saat itu yaitu US$ 1,82 Triliyun. Proyek Paiton I mendapatkan ijin pembangunan yang pertama kali oleh Pemerintah sejak Keppres No.37 tahun 1992 dikeluarkan. Operator swasta Paiton I dilaksanakan oleh PT.Paiton Energy yang didalamnya terdapat beberapa saham, diantaranya PT.Mitsui & Co., Edison 9 Batara Lumbanradja, et.al, “Listrik Untuk Kesejahteraan Rakyat”, 2002, Jakarta, hal: 46-49 10 Ibid. Hal:14

Page 107: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

104 105Edisi IV - Desember 2012

Mission Energy, General Electric Capital Corporation, dan PT.Batu Hitam Perkasa. Pembiayaan Investasinya dilakukan oleh The Industrial Bank of Japan (JBIC), Chase Manhattan (Singapura), dan USA Exim Bank. Penjaminannya dilakukan oleh The Overseas Private Investment Corp (OPIC) senilai US$ 200 Juta.

Demi keuntungan yang diraupnya praktek korporatokrasi pun berlaku dengan melibatkan peran institusi negara. Melalui investigasi yang dilakukan oleh US Commerce Officials pada tahun 1999 telah ditemukan fakta adanya keterlibatan keluarga Cendana dan korporasi yang memberikan dukungan dana pada Clinton dalam mensukseskan proyek Paiton I tahun 1995.

Dalam dokumen investigasinya, didapatkan fakta bahwa proyek pembangkit listrik 2x600 MW Coal fired Power Plant Paiton I merupakan proyek perdana dari Keppres No.37 Tahun 1992. Proses dikeluarkannya Keppres tersebut juga mengandung banyak praktek kolusi yang melibatkan keluarga Soeharto yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Untuk menindaklanjuti rencana pengaturan lebih lanjut mengenai masuknya sektor swasta untuk dapat menjadi operator dalam usaha penyediaan listrik pada saat itu, maka pada tahun 1991 Departemen Pertambangan dan Energi mengundang beberapa perusahan untuk mengajukan proposal terkait proyek fasilitas tenaga listrik pertama kali yang dibiayai, dimiliki, dan dioperasikan oleh swasta. Beberapa perusahaan telah memasukan proposal diantaranya adalah Paiton Energy dan Bimantara Group-Intercontinental Electric of The US dalam tender proyek pembangkit listrik 2x600 MW, dan Paiton Energy lah yang mendapatkan penunjukan oleh Pemerintah11.

Penunjukan Paiton Energy ini kemudian menimbulkan banyak kecurigaan dan pertanyaan banyak pihak bukan hanya di Indonesia tetapi juga di Amerika Serikat. Konsorsium Paiton Energy yang terdiri dari Mitsui & Co., General Electric, Edison Mision Energy, dan PT.BHP terindikasi memiliki kedekatan dengan rezim penguasa saat itu. Edison Mision Energy (EME) ternyata merupakan korporasi yang memberikan dukungan dana besar kepada Bill Clinton pada saat Pemilu yang dilakukan oleh CEO EME saat itu, John Bryson12. Pendanaan proyek Paiton I saat itu ditengarai berasal dari dana Pajak masyarakat Amerika. Pada tahun 1994 Bill Clinton menandatangani surat kesepakatan dengan Presiden Soeharto untuk mendanai proyek Paiton I dengan menggunakan dana pajak masyarakat Amerika, dan diyakini kesepakatan tersebut akan memberikan keuntungan besar bagi perusahaan energi Amerika seperti Cal Energy, Mission Energy (saat ini bernama Edison Mission Energy), dan General Electric13.

11 Surat dari Edison Mision Energy ke OPIC, 6 Mei 1999, Untuk menjelaskan Posisi EME dan BHP dalam Proyek Paiton I tahun 1995.

12 Charles Smith, Indonesia Power and Corruption”, 1999. Diunduh dari http://www.wnd.com/1999/06/7053/#K6BsbgvvMJDTxi1W.99

13 Ibid.

Page 108: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

106 107Edisi IV - Desember 2012

Sebelum kesepakatan tahun 1994 antara Clinton dan Soeharto, telah ada bantuan pendanaan sebesar US$ 2 Triliyun. Dan US Department of Commerce mendapatkan fakta bahwa 0,75% dari nilai tersebut diberikan langsung kepada Putri kedua Soeharto, Siti Hediati (yang saat itu adalah istri dari Prabowo Soebiakto), yaitu senilai US$ 15 Juta sebagai hadiah.

Dalam dokumen Critical Indonesian Legas Issues tanggal 29 Agustus 1992 didapat fakta bahwa pemberian tersebut ditengarai sebagai satu upaya untuk memuluskan kepentingan korporasi asal Amerika dengan dukungan PT.BHP agar pemerintah memberikan keistimewaan (privileges) untuk tidak tunduk pada aturan perundang-undangan yang membatasi peran korporasi dalam sektor listrik, mendorong untuk membuat kebijakan yang mengakomodir kepentingan konsorsium, dan mengijinkan pemasok tunggal untuk proyek ini14.

Indikasi korupsi ini ternyata juga telah diamati oleh Asian Development Bank (ADB) dimana keterlibatan keluarga Presiden Soeharto dalam perusahaan lokal yang menjadi salah satu pemilik saham Paiton Energy Company. Akibatnya ADB enggan mengucurkan bantuan pendanaan untuk proyek Paiton I ini. Memang pada saat itu terjadi penundaan terhadap pelaksanaan pembangunan proyek karena kesulitan pendanaan yang dipending oleh ADB. Kesulitan ini pada akhirnya dibahas dalam rapat Mission Energy yang menghasilkan keputusan bahwa pendanaan proyek Paiton I yang harus segera dimulai pada Februari 2012 menunjuk US Exim Bank, Japan Exim Bank, dan OPIC sebagai penjaminnya dengan total nilai US$ 1,8 Triliyun. Keputusan ini hasil dari peran yang diambil oleh Ronal Brown yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris dari US Department of Commerce15.

Bahwa praktek kolusi dan korupsi yang terjadi di Amerika, selain karena kepentingan beberapa korporasi asing terhadap sektor listrik Indonesia yang didukung oleh Presiden berkuasa saat itu (Bill Clinton), merupakan satu kesepakatan yang juga didukung oleh praktek kolusi dan korupsi di Indonesia melalui kepemilikan PT.BHP dan proses suplai batubara sebagai bahan baku Paiton I.

Keengganan ADB mentgucurkan bantuan pendanaan kepada proyek Paiton I beralasan kuat, dimana ADB melalui Direktur Eksekutif ADB saat itu Linda Yang menyatakan bahwa Paiton I terlalu ‘beraroma’ korupsi yang didominasi oleh keterlibatan keluarga Soeharto dan kroni-kroni terdekatnya.

PT. BHP didirikan pada tahun 1989 sebagai perusahaan pensuplai batubara. Pemegang saham PT. BHP terdiri dari PT. Tirtamas Majuntama (33,33%), PT. 14 Batara Lumbanradja, et.al, 2002, hal: 88-8915 Surat dari Jhon Bryson kepada Ronald Brown, 13 Maret 1995, tentang ucapan terimakasih atas dukungan Ron

Brown mendesak pemerintah untuk segera membiayai proyek Paiton I.

Page 109: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

106 107Edisi IV - Desember 2012

Swabara Bumi (33,33%), PT. Catur Yasa (22,22%) dan PT. Wahanaputra Aluraya (11,11%). Presiden Direktur PT.BHP saat itu adalah Hasim S. Djojohadikusumo yang juga merupakan Presdir di PT.Tirtamas Majutama. Djojohadikusumo memiliki kedekatan dengan Putri Soeharto, Siti Hediati, yang merupakan saudara iparnya, dimana Siti Hediati juga memiliki saham sebesar 15% di PT.Tirtamas Majutama. PT.Tirtamas Majutama ternyata juga memiliki kepemilikan saham di PT.Adaro Indonesia sebesar 15%.

Dibawah ini dapat dilihat Tabel kepemilikan saham PT.BHP dan PT.Adaro Indonesia:

Tabel Struktur Kepemilikan Saham PT.BHPPT. BATU HITAM PERKASAOWNERSHIP STRUCTURE

Tabel Struktur Kepemilikan Saham PT.Adaro Indonesia (Saat itu)PT. ADARO INDONESIA

OWNERSHIP STRUCTURE

Page 110: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

108 109Edisi IV - Desember 2012

Dari penelusuran oleh Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Masalah Ketenagalistrikan16, ditemukan beberapa indikasi korupsi dalam proses negosiasi dan upaya penunjukkan langsung. Proses yang penuh dengan praktek korupsi ini telah mempengaruhi dalam pembuatan Power Purchase Agreement (PPA17) yang akhirnya mempengaruhi harga jual listrik yang menguntungkan konsorsium.

Dalam beberapa temuan dari Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Masalah Ketenagalistrikan, diantaranya menyebutkan bahwa harga jual listrik dari Paiton Energy Company kepada PLN sangat tidak wajar. Hal ini didasari oleh beberapa dokumen yang menunjukkan bahwa Surat Mentamben kepada Presiden RI No.2150/46/M.SJ/1993 tanggal 19 Juni 1993 menyatakan bahwa terjadi perbedaan tarif antara proposal yang diajukan oleh BMMG18 sebesar US$ 9,98/kWH dengan Tim Negosiasi Pemerintah sebesar US$ 8,20/kWh. Perbedaan ini disebutkan karena perbedaan nilai investasinya. BMMG mengklaim bahwa nilai capital cost nya adalah sebesar US$ 2,543 Juta.

Namun, nilai tersebut terindikasi telah terjadi mark-up. Hal ini didasari dari dokumen yang dikeluarkan oleh Kedutaan besar Amerika Serikat pada tahun 1998 yang menyatakan bahwa rata-rata capital cost BMMG diperkirakan sebesar 1,35 Juta/MW karena faktor lokasi di Pulau Jawa yang meminimalkan biaya transport serta tidak adanya biaya pengadaan/pembebasan tanah di Paiton I, sehingga besarnya mark-up BMMG dalam Paiton I diperkirakan sebesar 48% atau senilai US$ 799,50 juta. Padahal jika mengacu pada harga jual PLN yang mengelola Paiton Unit 1 & 2 dengan kapasitas 2x400 MW yang memiliki nilai capital cost sebesar US$ 1,293 juta, didapat asumsi harga jual PLN berdasarkan cost-benefit analysis rata-rata sebesar US$ 7,67 selama tahun 1988-1994 dan US$ 7,3 sesudahnya hingga tahun 201519.

Temuan yang lain terhadap praktek korupsi dan kolusi yang lain adalah mengenai monopoli pemasokan batubara untuk produksi listrik di Paiton I. Proposal PEC menghendaki agar pasokan batubara untuk Paiton I berasal dari PT.BHP dengan menggunakan cara pass-through dimana sumber batubara berasal dari campuran antara produksi PT.Adaro Indonesia (81,25%), PT.Berau Coal (12,5%), dan PT.Multi Harapan Utama (6,25%) dari total volume yang direncanakan sebesar 4 juta ton. Penunjukan langsung ini didasari atas skandal yang melibatkan bisnis keluarga Soeharto dan kroni-kroninya dalam proyek Paiton I dengan melihat posisi Hashim S. Djojohadikusumo dalam perusahaan yang tergabung dalam BMMG. 16 Koalisi ini terdiri dari: Asosiasi Penasehat Hukum dan HAM Indonesia (APHI), NGO Working Group on Power

Sector Restructuring, Serikat Pekerja PLN Pusat, Walhi Eksekutif Nasional, Walhi Jakarta, LBH Jakarta, Debtwatch, CONCERN, YLKI, INFID, Pelangi, GENI, ALNI, Pirac, dan ICW.

17 Perjanjian yang dibuat antara PLN dengan Independent Power Producer (IPP) dalam hal ini swasta, untuk menentukan harga jual listrik yang disuplai ke PLN guna memenuhi kebutuhan listrik Indonesia.

18 Konsorsium yang terlibat dalam PEC.19 Batara Lumbanradja, et.al, 2002, Hal:127

Page 111: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

108 109Edisi IV - Desember 2012

Dengan hal ini terdapat indikasi kerugian negara pada tahun 1998 sebesar US$ 146.600.000 dari praktek kolusi suplai batubara dalam Paiton I20.

PenutupDari uraian diatas maka terlihat jelas, bahwa peran swasta, terlebih dengan

adanya unsur korporasi asing, telah menjadikan sektor listrik yang tadinya merupakan public utilitize menjadi sebuah komoditas bisnis swasta yang mendasarkan pada keuntungan perusahaan semata. Akibatnya, bahwa kepentingan masyarakat terhadap kebutuhan listrik untuk kesejahteraan rakyat harus dibayar mahal dengan diterapkannya kenaikan tarif dasar listrik. Kenaikan tersebut dilakukan dalam rangka mencari nilai keekonomian dari nilai investasi yang telah ditanamkan dalam pembangunan fasilitas listrik di Indonesia. Sehingga menjadi hal yang wajar ketika rakyat menolak kenaikan tarif listrik.

***.

20 Batara Lumbanradja, et.al, 2002, Hal: 117-120

Page 112: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

110 111Edisi IV - Desember 2012

Dibalik Kebijakan Redenominasi Rupiah

IDEOLOGI

Nirmal IlhamIndonesia For Global Justice

Page 113: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

110 111Edisi IV - Desember 2012

Latar BelakangSelama pemerintahan SBY, kebijakan perekonomian nasional tidak terlepas

dari kepentingan asing yang sangat kuat. Sejak naik menjadi presiden pada 2004, kebijakan perekonomian yang pertama dilakukan adalah menaikan harga BBM hingga 125 persen pada tahun 2005. Diikuti kemudian dengan pemberian ladang minyak terbesar di Indonesia yaitu Blok Cepu kepada Exxon di tahun 2005. Selanjutnya Presiden SBY membuat kebijakan liberalisasi perdagangan, privatisasi BUMN, dan memperpanjang seluruh kontrak kerjasama perusahaan asing yang beroperasi mengambil sumber daya alam Indonesia.

Kebijakan pemerintahan SBY terhadap kekayaan sumber daya alam Indonesia adalah menjual murah sebagian besar sumber energi yaitu, minyak bumi, gas dan batubara kepada pihak asing, sedangkan terhadap kekurangan kebutuhan energi nasional pemerintah mengimpor dengan harga dunia. Begitupun terhadap sumber mineral, pemerintahan SBY melanggengkan perusahaan-perusahaan asing mengeruk emas, perak, tembaga, biji besi, bauksit, nikel, timah, dll, selama puluhan tahun untuk diangkut kenegaranya dengan kontrak bagi hasil yang tidak seimbang.

Kebijakan pemerintahan SBY terhadap kesuburan tanah Indonesia adalah dengan membuat kontrak penguasaan tanah kepada pihak asing hingga 95 tahun. Yang menyebabkan banyak perkebunan dikuasai perusahaan asing terutama kelapa sawit. Pemerintahan SBY juga membuat kebijakan food estate, dimana perusahaan asing dapat membuka lahan pertanian dalam skala yang sangat luas.

Selain itu pemerintahan SBY juga membuat kebijakan membuka pintu investasi yang sebesar-besarnya kepada pihak asing yang ingin menguasai seluruh infrastruktur utama di Indonesia dalam skema MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Kebijakan perekonomian lainnya adalah pemerintahan SBY menuruti kerjasama perdagangan bebas antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN, China, dan Jepang, yang akan disusul kemudian dengan Korea Selatan, India, Australia dan Selandia Baru.

Semua kebijakan perekonomian tersebut sangat jelas menuruti kepentingan asing. Karena mengakibatkan perdagangan Indonesia mengalami minus pada tahun 2012, dimana impor lebih besar dari ekspor. Cadangan devisa semakin terkuras, sedangkan cadangan devisa berupa emas tidak bertambah karena emas Indonesia diangkut oleh Freeport dan Newmont. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak mampu menyerap tenaga kerja yang besar karena semua kekayaan alam Indonesia diekspor dalam bentuk bahan mentah, sedangkan pabrik pengolahannya ada di negara asal perusahaan tersebut.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini praktis hanya mengandalkan investasi dan konsumsi domestik. Ini artinya pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin

Page 114: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

112 113Edisi IV - Desember 2012

tergantung dari modal asing dan dari maraknya perdagangan dalam negeri akibat konsumsi rakyat terhadap barang-barang impor yang masuk melalui perdagangan bebas (tanpa tarif dan bea masuk).

Bila hal ini dibiarkan berlangsung, maka akan menjadikan Negara Indonesia kembali ke zaman kolonialisme dimana seluruh unit usaha, infrastruktur, dan modal dikuasai pihak asing, sedangkan rakyat yang besar dijadikan sebagai pasar. Dan Bangsa Indonesia hanya dijadikan sebagai bangsa konsumen, bukan bangsa produsen.

Argumen Redenominasi Rupiah Kebijakan perekonomian pemerintah yang terus menerus berlangsung

seperti itu, ditambah dengan kebijakan devisa bebas yang dianut Indonesia, dan membiarkan nilai rupiah ditentukan oleh pasar, maka mengakibatkan rupiah semakin terpuruk. Perbandingan antara nilai rupiah dan mata uang negara tetangga lainnya sangat jauh, apalagi bila dibandingkan dengan mata uang utama dunia seperti US Dolar, Euro dan Poundsterling maka semakin tidak bernilai. Untuk itu pemerintahan SBY melakukan kebijakan redenominasi rupiah.

Dalam sosialisasinya, Bank Indonesia menjelaskan secara rinci perbedaan redenominasi rupiah dengan sanering rupiah. Dilihat dari pengertiannya, redenominasi rupiah adalah penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut, misal Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Sedangkan sanering rupiah adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga barang-barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.

Dilihat dari dampaknya bagi masyarakat, pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama. Sedangkan pada sanering, menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis. Dilihat dari sisi tujuannya, redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakukan transaksi. Tujuan berikutnya mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional. Sedangkan sanering bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Dilakukan karena terjadi hiperinflasi.1

Sosialisasi oleh pemerintah tersebut secara jelas dilakukan untuk menegaskan kepada masyarakat bahwa redenominasi rupiah berbeda dengan sanering rupiah seperti yang dikhawatirkan. Selain itu pemerintah juga memberikan argumen 1 http://www.redenominasirupiah.com/perbedaan-redenominasi-rupiah-dengan-sanering-rupiah/

Page 115: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

112 113Edisi IV - Desember 2012

lainnya mengenai redenominasi rupiah.Menurut Menteri Keuangan Agus Martowardoyo, saat ini, rupiah memiliki

jumlah digit yang terlalu banyak sehingga berpotensi menyebabkan inefisiensi. Selain itu masih banyak dampak inefisiensi jika redenominasi tidak segera dilakukan. Pertama, proses input data, pengelolaan data base, pelaporan data dan penyimpanan data akan cenderung tidak efisien. Demikian pula dengan pelaksanaan sistem akuntansi dan pelaporan serta penerapan teknologi informasi. Penggunaan digit yang terlalu banyak menimbulkan pemborosan dalam penyajian laporan dan akuntansi serta dalam penggunaan memori pada berbagai perangkat IT.

Kedua, uang dengan jumlah digit yang terlalu banyak akan menimbulkan kerumitan perhitungan dalam transaksi ekonomi sehingga berpotensi menimbulkan kekeliruan serta memakan waktu lebih lama. Dari sisi sistem pembayaran nontunai, jumlah digit yang terlalu besar dapat menyebabkan permasalahan transaksi akibat nilai transaksi yang melampaui jumlah digit yang dapat ditoleransi oleh infrastruktur sistem pembayaran dan sistem pencatatan.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution juga menjelaskan, selama 2012 lalu nilai nominal transaksi melalui Real Time Gross Settlement (RTGS) telah mencapai Rp 404 triliun per hari atau meningkat 187 persen dibanding 2009 yang hanya Rp 141,9 triliun per hari. “Dalam tiga tahun lalu saja, sudah naik tiga kali lipat, lalu bagaimana dalam lima tahun ke depan, apalagi kalau transaksi itu dikalikan dalam setahun. Berapa jumlah 0 yang ada di pencatatan,” kata Darmin.

Di sisi lain, seiring dengan meningkatnya transaksi di masyarakat tersebut, jumlah digit mata uang yang digunakan dalam bertransaksi pun semakin banyak. Oleh karena itu, ke depan, kebutuhan penyederhanaan atau redenominasi diperkirakan akan terus meningkat karena berbagai pertimbangan, terutama peningkatan efisiensi. Dengan redenominasi, jumlah digit rupiah akan menjadi lebih sederhana sehingga akan terjadi peningkatan efisiensi di sektor keuangan dan sektor riil. Penyelesaian dan pencatatan transaksi pun akan lebih singkat dan biayanya lebih murah. 2

Perang Mata Uang DuniaArgumen pemerintah terhadap pentingnya redenominasi rupiah terasa sangat

masuk akal. Namun hal yang terpenting yang harus diketahui dibalik keputusan redenominasi rupiah adalah pemerintah tidak sanggup mengangkat nilai rupiah melalui mekanisme pasar. Padahal pemerintah menyerahkan sepenuhnya nilai rupiah kepada pasar, tapi ketika nilai rupiah jatuh semakin dalam di pasar 2 http://www.depkeu.go.id/Ind/

Page 116: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

114 115Edisi IV - Desember 2012

keuangan dunia, penyelesaiannya justru melalui intervensi pemerintah. Dan intervensi melalui kebijakan redenominasi adalah sesuatu kebijakan yang sangat mudah yang dapat dilakukan oleh orang bodoh sekalipun.

Anehnya, kebijakan penguatan nilai rupiah melalui redenominasi justru dilakukan disaat negara-negara yang merupakan kekuatan ekonomi utama di dunia sedang melakukan perang mata uang dengan melemahkan nilai mata uangnya masing-masing. China sebagai kekuatan ekonomi baru dengan terang-terangan melemahkan nilai mata uangnya Yuan terhadap US Dolar dengan menumpuk cadangan devisa negaranya dalam US Dolar dan membonsai Yuan.

Hal ini membuat mata uang US Dolar menjadi lebih kuat dari Yuan yang menyebabkan produk-produk dari Amerika Serikat terlihat jauh lebih mahal, sehingga tidak dapat bersaing dengan produk China. Amerika Serikat melakukan pelemahan mata uang US Dolarnya dengan tindakan the Fed (Bank Sentral Amerika) yang secara sengaja mencetak uang sebanyak USD 1 Triliun. Suatu tindakan yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya.3

Sedangkan Jepang mendevaluasi mata uang Yen nya dengan membuang Yen di pasar global dalam beberapa pekan terakhir. Pelemahan nilai Yen ini disinyalir bertujuan untuk meningkatkan ekspor dalam negeri. Tindakan Jepang ini dinilai mendeklarasikan perang mata uang terhadap negara-negara maju.4

Dengan demikian, kebijakan pemerintahan SBY yang melakukan penguatan nilai rupiah melalui redenominasi rupiah, merupakan anomali dari kebijakan pelemahan mata uang yang dilakukan negara-negara ekonomi besar di dunia.

Redenominasi Dipersembahkan Untuk SiapaDari penjelasan-penjelasan diatas menunjukan bahwa kebijakan penguatan

nilai rupiah melalui redenominasi tidak mengikuti arus kebijakan mata uang dunia. Redenominasi juga tidak berdasarkan keinginan rakyat Indonesia yang sudah merasa nyaman dengan nilai rupiah saat ini. Karena perubahan mata uang rupiah dapat dipastikan menimbulkan gejolak ekonomi besar maupun kecil di masyarakat, apalagi penduduk Indonesia masih tergolong berpendidikan rendah, dan terpencar diantara pulau-pulau yang terkebelakang dan terpencil. Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah mengapa pemerintah tetap ngotot melakukan redenominasi rupiah.

Maka alasan yang sesungguhnya pemerintah melakukan redenominasi rupiah adalah untuk mempertipis jarak antara nilai rupiah dengan nilai mata uang negara-

3 http://www.bankmandiri.info/2010/10/perang-mata-uang-forex-wars.html4 http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/13/02/13/mi5nxr-hatta-jepang-deklarasikan-perang-

mata-uang

Page 117: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

114 115Edisi IV - Desember 2012

negara ASEAN lainnya. Namun kemungkinan besar kebijakan tersebut tidak hanya berhenti disini, langkah selanjutnya adalah pengintegrasian rupiah dengan mata uang negara-negara di ASEAN menjadi mata uang tunggal ASEAN.

Hal ini sangat mungkin dilakukan mengingat keeratan hubungan ekonomi didalam negara-negara ASEAN dengan telah terbentuknya ASEAN Free Trade Area (AFTA) dimana hambatan tarif dan non tarif dalam perdagangan diantara negara ASEAN ditiadakan. Ditambah lagi dengan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dengan terciptanya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang berlaku pada 2010. Yang kemudian disusul dengan RCEP antara ASEAN-Jepang, ASEAN-Korea Selatan, ASEAN-India, dan ASEAN-Australia-Selandia Baru yang semuanya akan terlaksana hingga tahun 2016 mendatang.

Dan yang paling fenomenal adalah akan terbentuknya ASEAN Economic Comunity atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015 nanti. Pencapaian MEA dilakukan melalui tahapan strategis, meliputi; pencapaian pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, serta pertumbuhan ekonomi yang merata dan terintegrasi dengan perekonomian global. Pemerintah Indonesia sendiri saat ini sedang melakukan sosialisasi mengenai MEA di seluruh Kabupaten/Kota untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Dari langkah-langkah pengintegrasian negara-negara di dalam ASEAN tersebut jelas menunjukkan bahwa negara anggota ASEAN ingin mengikuti jejak penyatuan negara-negara di Eropa menjadi Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Dan untuk benar-benar menyamai MEE, maka yang tinggal dilakukan adalah penyatuan mata uang tunggal ASEAN. Sehingga nantinya terbentuklah Persatuan Ekonomi dan Moneter didalam ASEAN. Persis seperti Masyarakat Ekonomi Eropa dengan mata uang Euronya.

Setelah mata uang tunggal ASEAN nanti terwujud, pertanyaan yang muncul adalah dimana akan dipilih sebagai tempat Bank Sentral ASEAN? Apakah di Jakarta, karena Indonesia adalah negara yang memiliki perekonomian terbesar di ASEAN dan mempunyai hampir 50 persen penduduk ASEAN. Dapat dipastikan Jakarta tidak akan ditunjuk, karena sudah menjadi tempat Sekretariat ASEAN. Sehingga yang paling mungkin dipilih adalah Singapura. Mengingat letak Singapura yang strategis, dan Singapura sudah menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara.

Singapura sendiri adalah negara bekas koloni Inggris dan bekas bagian dari negara federasi Malaysia. Terbentuknya negara Singapura menjadi negara yang terlepas dari Malaysia juga berkat peran Inggris. Karena Inggris sangat

Page 118: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

116 117Edisi IV - Desember 2012

berkepentingan membuat negara-negara bonekanya sebagai kepanjangan tangan kepentingan ekonomi dan kepentingan politik Inggris terhadap suatu kawasan.

Sebelumnya Inggris sudah mendirikan Hongkong, sebagai kepentingan geopolitik dan geoekonomi di kawasan Asia Timur. Dan membentuk Israel untuk kepentingan geopolitik dan geoekonomi di kawasan Asia Barat atau Timur Tengah. Jadi Singapura merupakan kepentingan geopolitik dan geoekonomi Inggris di kawasan Asia Tenggara, dan dari mulai terbentuk hingga saat ini Singapura masih di bawah pengaruh Ratu Elizabeth II.

Selain itu, Singapura telah menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Uni Eropa yang akan ditandatangani pada pertengahan tahun 2013. Singapura menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa dan negara kedua di Asia setelah Korea Selatan. Singapura selama ini menjadi tempat perwakilan sekitar 8.000 perusahaan Uni Eropa.5 Ini akan membuat Singapura didikte oleh Frankfurt, tempat Bank Sentral mata uang Euro, yang juga merupakan tempat kelahiran Rothschild pertama. Terbentuknya Euro juga atas inisiatif keluarga Rothschild.

Singapura juga memiliki kedekatan khusus dengan Amerika Serikat baik dalam bidang ekonomi dan militer. Singapura telah menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Amerika sejak 1 Januari 2004. Di Singapura terdapat pelabuhan yang dikhususkan bagi kapal induk Amerika Serikat. “AS memiliki kepentingan jangka panjang yang sah di Asia dan menjalankan peran di Asia yang tidak bisa dilakukan oleh negara lain. Ini bukan hanya karena kekuatan militer atau ekonominya, tapi karena sebab historis.” Kata Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.6 Ini membuat Singapura akan dikontrol oleh Washington, tempat Bank Sentral mata uang Dolar Amerika atau dikenal Federal Reserve, lembaga keuangan swasta yang berada dibawah kontrol keluarga Rockefeller.

Jadi, redenominasi rupiah adalah sebuah langkah besar bagi Indonesia, dan sebuah lompatan besar bagi kawasan Asia Tenggara untuk mewujudkan mata uang tunggal ASEAN. Sayangnya mata uang yang akan dipakai 550 juta penduduk ASEAN tersebut akan dikendalikan oleh Ratu Elizabeth II, Rothschild, dan Rockefeller untuk Kekayaan, Kejayaan, dan Penyebaran Faham mereka. Gold, Glory, dan Gospel akan selalu diwujudkan oleh dedengkot imperealis ini. Dan pemerintahan SBY bekerja untuk mereka.

***

5 http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/12/17/mf5ayz-uni-eropa-dan-singapura-sepakati-perdagangan-bebas

6 http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/online/features/2012/10/08/singapore-leader-update

Page 119: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

116 117Edisi IV - Desember 2012

Merebut kembali Kedaulatan Nasional

Sesungguhnya Revolusi Yang Kita Mau !

IDEOLOGI

Salamuddin DaengIndonesia For Global Justice

Page 120: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

118 119Edisi IV - Desember 2012

Kesejahteraan rakyat Indonesia hanya dapat diwujudkan apabila negara benar-benar berdaulat baik secara politik, ekonomi dan kepribadian yang tinggi dalam kebudayaan. Sebaliknya kemiskinan, keterbelakangan,

kemunduran yang dihadapi oleh bangsa Indonesia hingga hari ini dikarenakan negara masih terkungkung dibawah dominasi dan eksploitasi neo kolonialialisme dan imperialisme atau disebut dengan Nekolim. Upaya membebaskan diri dari Nekolim hanya dapat dilakukan melalui persatuan segenap elemen bangsa dalam satu panji persatuan nasional.

Bung Karno memperingatkan,"Kolonialisme justru menjadi jembatan bagi modal asing untuk jengkelitan di atas bumi Indonesia. Lalu, dengan mengeksploitasi kekayaan alam dan tenaga rakyat Indonesia, mereka memperbesar diri dan terus beranak-pinak. Sementara rejeki rakyat Indonesia kocar-kacir karenanya." Bung Hatta tidak ketinggalan memperingatkan bahaya “ketergantungan” terhadap modal asing. Bung Hatta mengatakan,"Kalau kapital didatangkan dari luar, maka tampuk produksi akan dipegang oleh orang luaran. Hal itu akan berbahaya: pemodal asing akan dengan leluasa mengangkut keuntungan dari bumi kita. Sebab, logika modal adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya".

Itulah mengapa perjuangan bangsa Indonesia tidak lain dan tidak bukan adalah perjuangan untuk membebaskan diri dari nekolim. Oleh karenanya para pendiri bangsa menyusun konstitusi kemerdekaan Indonesia UUD 1945 sebagai landasan yang utuh dan bulat kuat untuk mewujudkan kedaulatan Bangsa dan Negara. Didalam pembukaan UUD 1945 diawali dengan semangat anti penjajahan dan memuat Pancasila sebagai filosofi, idiologi dan dasar negara Republik Indonesia. Selanjutnya batang tubuh UUD 1945 merupakan landasan strukturil mengenai sistem dan bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian antara Proklamasi 17 agustus 1945, Pancasila, UUD 1945 merupakan kesatuan yang bulat kuat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya serta strategi dasar menjadi dalam mewujudkan kemerdekaan abadi sekaligus keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Diatas kedaulatan negara inilah maka kedaulatan ekonomi dapat diwujudkan. Oleh kerena itu maka dalam batang tubuh UUD 1945 yakni Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan sebuah strategi ekonomi yang diperlukan untuk meraih kesejahteraan rakyat. Dalam pasal ini jelas diatur tentang sistem perekonomian nasional, penguasaan kekayaan alam dan kedudukan cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup rakyat. Konstruksi Pasal 33 UUD 1945 menghendaki penguasaan negara terhadap kekayaan alam, cabang-cabang produksi yang penting untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Namun upaya mewujudkan kedaualatan ekonomi telah dihalang-halangi oleh

Page 121: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

118 119Edisi IV - Desember 2012

modal asing dan antek-anteknya di Indonesia. Era transisi pasca kemerdekaan menjadi fakta sejarah, bahwa upaya nasionalisasi terhadap aset-aset strategis yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda, AS, Inggris, telah digagalkan secara sistematis. Pada era pemerintahan Orde Baru kepentingan asing memperoleh tempat dalam perekonomian nasional dengan disyahkan UU No 1 tahun 1967 tentang Pananaman Modal Asing (PMA), UU tentang Pertambangan dan UU kehutanan. UU tentang investasi merupakan copy paste terhadap Bilateral Investment Treaty (BIT) pertama antara Indonesia dengan Amerika serikat yang dilakukan pada tahun 1967.

Selanjutnya dalam era reformasi 1998 dominasi modal asing justru telah terlembagakan secara sempurna dalam ekonomi Indonesia. Proyek IMF melalui Letter of Intent (LOI) dari tahun 1997 – 2003 telah secara sukses melakukan Amandemen terhadap UUD 1945 yang berlangsung dari tahun 2000-2003 dan melahirkan berbagai UU dalam rangka pelaksanaan neoliberalisme yakni pembukaan dan perindungan penanaman modal asing, privatisasi sektor publik, deregulasi sektor keuangan dan liberalisasi perdagangan. Lahirnya UU no 1 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) menjadi landasan baru bagi modal asing di Indonesia. UUPM telah memberikan hak penguasaan tanah kepada modal asing selama 95 tahun, lebih panjang dari pada usia negara Republik Indonesia yang baru berusi 67 tahun. Untuk pertama kali antara modal asing dan modal nasional, BUMN, usaha-usaha rakyat diberi perlakuan sama dalam sistem hukum Indonesia. Proyek reformasi yang dikomandoi lembaga keuangan internasioal dapat disimpulkan sebagai reformasi penghianatan terhadap amanat penderitaan rakyat dan konstitusi nasional.

Kekayaan alam, tanah, lahan, lautan dan daratan, dibagi-bagikan bagi dominasi kapitalisme, lebih dari 42 juta hektar telah dibagi-bagikan sebagai ijin pertambangan dalam bentuk Kontrak Karya (KK), Kontrak Kerja Batubara (KKB), Kuasa Pertambangan (KP), Ijin Usaha Pertambangan (IUP), dan Ijin Pertambangan (IP). Sekitar 95 juta hektar dibagi-bagikan bagi kontrak kerja migas (PSC/KKS). Seluas 32 juta hektar dibagikan untuk ijin ekploitasi kehutanan seperti Hak Penguasaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI). Sebanyak 9,2 juta hektar telah dibagi-bagikan bagi Hak Guna Usaha (HGU) sektor perkebunan. Sedikitnya luas lahan yang dialokasikan untuk penanaman modal telah mencapai 178 juta hektar dan sebagian besar berada di daratan. Sebagian besar lahan-lahan tersebut dikuasai oleh penanaman modal asing pada semua sektor.

Proses perubahan berbagai UU dan kebijakan di bidang Investasi, perdagangan dan keuangan terus berlangsung hingga saat ini dibawah dukungan World Bank (WB) dan Asian Development Bank (ADB). Setelah sukses dalam mengubah UU 22 tahun 2001 tentang Migas, UU BI dengan tiga kali amandemen, UU

Page 122: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

120 121Edisi IV - Desember 2012

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, kedua lembaga keuangan internasional sukses pula membuat peraturan tentang investasi, salah satunya adalah peraturan Presiden tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) yang telah mengalami revisi sebanyak tiga kali. Dibawah Perpres No 36 Tahun 2010 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) seluruh sektor strategis mulai dari pertanian, perkebunan, pertambangan, migas, perbankkan, keuangan dapat dikuasai modal asing secara mayoritas hingga 99 persen. Seluruh agenda reformasi kebijakan di Indonesia yang berlangsung selama 14 tahun terakhir tidak lain adalah sebuah proses pelembagaan kepentingan modal asing dalam ekonomi Indonesia.

Ribuan pengusaha asing di bidang investasi, keuangan, perdangangan dan infrastruktur dikerahkan dalam rangka melakukan eksploitasi kekayaan negeri ini. Perusahaan-perusahaan multinasional tersebut memperoleh hak penguasaan atas tanah secara luas. Bahkan tanah-tanah rakyat tempat bertanam pangan dirampas untuk kepentingan investasi. Petani dan buruh diperlakukan tidak manusiawi, petani dengan cara contract farming yang mirip dengan tanam paksa di era kolonial, dan buruh dengan sistem outsourching dan upah murah.

Ekploitasi “tanpa ampun” inilah yang menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar berbagai jenis mineral utama. Berada pada urutan ke-7 dalam produksi emas, 20 besar negara produksi perak, posisi ke-4 dalam produksi tembaga di dunia, peringkat ke-2 dalam produksi nikel, dan eksportir timah terbesar di dunia. Di bidang energi Indonesia adalah eksportir batu bara kedua terbesar di dunia, net eksportir gas alam terbesar ke enam di dunia. Tidak hanya itu, Indonesia adalah negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia, produsen karet terbesar kedua di dunia, dan produsen minyak sawit (CPO) terbesar di dunia. Secara keseluruhan, Indonesia berada dalam ranking teratas dalam produksi dan ekspor berbagai komoditas perkebunan. Namun siapa pelaku dan pemilik dari hasil-hasil ekspor, sebagian besar adalah perusahaan asing.

Pada tingkat Internasional Indonesia terjerat oleh berbagai perjanjian internasional baik dalam bidang investasi dan perdagangan. Pemerintah telah menadatangani sedikitnya 67 Billateral investment Treaty (BIT). Perjanjian ini berisikan berbagai peraturan tentang perlindungan investasi tingkat tinggi. Pelanggaran terhadap BIT akan membawa konsekuensi pada Arbitrase Internasional, dimana negara harus bertanggung jawan atas kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dengan demikian posisi modal asing dalam ekonomi Indonesia semakin kokoh dan tidak tergoyahkan. Selain itu pemerintah Indonesia juga telah mendatangani berbagai perjanjian Free Trade Agreement (FTA) dengan berbagai negara. Perjanjian ini merupakan perjanjian dalam bidang perdagangan dengan komitmen yang lebih tinggi, lebih luas cakupannya dan lebih komprehensif

Page 123: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

120 121Edisi IV - Desember 2012

dibandingkan perjanjian dalam WTO. Dibawah ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), pemerintah telah menghilangkan seluruh hambatan perdagangan baik tarif bea masuk, maupun yang bersifat non tarif. Akibatnya Indonesia menjadi sasaran impor berbagai produk pertanian, pangan hingga produk industri. Setelah modal asing mendominasi investasi, kini melalui FTA semakin mengukuhkan dominasi modal asing dalam perdagangan di Indonesia.

Apa dampaknya bagi negara dan rakyat? Petani harus terusir dari lahan tempat mereka menanam tanaman pangan. Pendapatan petani tergerus oleh produk-produk impor. Dalam rantai perdagangan internasioanal, hanya diposisikan sebagai penyedia bahan mentah. Akibat investasi yang hanya berorientasi sumber daya alam dan padat modal, negara gagal membangun industri, industri kecil dan menengah hancur dan porak-poranda karena tidak dapat bersaing dengan barang-barang impor. Pengangguran menjadi sangat tinggi, kelaparan dan kemiskinan terjadi diseluruh wilayah dimana perusahaan-perusahaan raksasa asing beroperasi. Dominasi dan eksploitasi modal asing di Indonesia tampaknya belum berubah dalam 200 tahun terakhir dan semakin menemukan momentum terbaiknya pada era reformasi sekarang ini.

Sehingga menjadi tugas pemuda, dan segenap elemen nasionalis untuk berjuang merebut kemerdekaan sejati dan mengakhiri praktek Nekolim atas negeri ini. Sejarah perjuangan pemuda telah menunjukkan capaian tertingginya pada setiap fase sejarah, Perjuangan pemuda 1928, Perjuangan Pemuda 1945, Perjuangan Pemuda Mahasiswa Malari 1974, Perjuangan Pemuda 1998 telah menjadi bukti bahwa kekuatan pemuda memiliki determinasi yang tinggi dalam setiap zamannya. Agenda ke depan adalah merebut kembali kedaulatan nasional. Meletakkan kembali Semangat Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945 sebagai sumber moral dan spirit perjuangan. Menjadikan Pancasila dan UUD 1945 yang asli (bukan hasil amandemen) sebagai landasan dalam mewujudkan cita-cita nasional yakni kemerdekaan abadi dan keadilan sosial.

Berbagai produk perundang-undangan di bidang investasi, perdagangan dan keuangan yang pro modal asing dan anti rakyat harus diamandemen dan diselaraskan kembali dengan konstitusi negara. Rakyat dan negara harus kembali berdaulat atas tanah dan aset strategis lainnya. Kedaulatan rakyat mutlak harus terjadi dalam pertanian dan pangan. Penguasaan negara multak harus terjadi atas sumber energi dan keuangan. Usaha dalam bidang energi dan keuangan harus diabdikan bagi upaya memajukan produktifitas nasional dan perdagangan nasional, bukan sebaliknya diabdikan bagi akumulasi keuntungan para pemilik modal. Negara harus kembali menjalankan kewajibannya dalam menyediakan barang-barang publik sebagaimana amanat konstitusi.

Page 124: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

122 123Edisi IV - Desember 2012

Seluruh upaya tersebut hanya dapat dijalankan dengan membangun kembali panji-panji persatuan nasional yang dipimpin oleh kekuatan pemuda yang berpikiran maju, jujur dan amanah. Kekuatan pemuda ini harus memiliki kesanggupan menghadapi dan menyingkirkan elemen tua yang korup dan menjadi anasir kepentingan modal asing. Itulah tugas pokok dari revolusi nasional saat ini. Revolusi pemurnian untuk kembali pada cita-cita kemerdekaan, kedaulatan, dan kesejahteraan sebagaimana yang diamatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 yang asli.

Jakarta, 15 Januari 2013Ditulis sebagai sumbangan pemikiran dalam memperingati 39 tahun Malari

Page 125: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

122 123Edisi IV - Desember 2012

Page 126: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

124 125Edisi IV - Desember 2012

KEGIATAN IGJ

124

Page 127: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

Penaggung Jawab:M. Riza Damanik

Chief of Editor: Salamuddin Daeng

Reporter: Rika FebrianiRachmi HertantiNirmal Ilham

Kontributor: Program Officer dan Staff IGJ

FinansialElsyeErna

TehnikIdris

Alamat RedaksiJl. Tebet Barat Dalam VI L No. 1 A Jakarta SelatanTelp. +62-21 83 00 784www.igj.or.id

Cover:

mengundang anda untuk menuliskan gagasan kritis, kreatif, inovatif dan visioner yang berorientasi pada tema-tema yang membangun wacana keadilan global di tengah masyarakat. Naskah 8-10 halaman kwarto, selayaknya dilengkapi dengan referensi acuan maupun pendukung. Redaksi dapat menyunting naskah tanpa mengubah maksud maupun isi.

Page 128: Free Trade Watch Edisi IV Desember 2012

Free Trade WatchEdisi IV - Desember 2012

Edisi IV

- Desem

ber 2012Fre

e Trad

e W

atch

LIBERALIZATION

GOVT.

CORP.

CORP.

CORP.

GOVT.

GOVT.

PR

OFIT

INV

ESTM

EN

T

TAX HAVEN

BU

SIN

ESS

PRIVATIZ

ATION

KORPORATOKRASIDI INDONESIA