genistein - researchgate

187
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/332221718 GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS Book · April 2019 CITATIONS 0 READS 593 1 author: Cicilia Novi Primiani UNIVERSITAS PGRI MADIUN 38 PUBLICATIONS 20 CITATIONS SEE PROFILE All content following this page was uploaded by Cicilia Novi Primiani on 05 April 2019. The user has requested enhancement of the downloaded file.

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GENISTEIN - ResearchGate

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/332221718

GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS

Book · April 2019

CITATIONS

0READS

593

1 author:

Cicilia Novi Primiani

UNIVERSITAS PGRI MADIUN

38 PUBLICATIONS   20 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Cicilia Novi Primiani on 05 April 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

Page 2: GENISTEIN - ResearchGate
Page 3: GENISTEIN - ResearchGate

GENISTEINDAN SPERMATOGENESIS:Kajian Fitoestrogen Pada Sistem ReproduksiJantan

Page 4: GENISTEIN - ResearchGate

Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta

Pasal 2

1. Hak cipta merupakan hak ekslusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untukmengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatissetelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturanperundang-undangan yang berlaku.

2. Keterangan Pidana.Pasal 72

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidanadengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau dendapaling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, ataumenjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atauHak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjarapaling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah).

Page 5: GENISTEIN - ResearchGate

GENISTEINDAN SPERMATOGENESIS:Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi

Jantan

Dr. drh. Cicilia Novi Primiani, M.Pd.

Page 6: GENISTEIN - ResearchGate

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Primiani, Cicilia Novi. GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada SistemReproduksi Jantan. Madiun: Institut Press IKIP PGRI MADIUN, 2015.

ISBN : 978-602-18822-9-0

Judul:GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS:

Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Penulis:Dr. drh. Cicilia Novi Primiani, M.Pd.

Editor:Prof. Dr. agr. Mohammad Amin, M.Si.

Desain Sampul:Amirudin Imam Nur

Penerbit:

Jl.Setiabudi No. 85 MadiunTelp. : 0351-462986, Fax. : 0351-459400

Tata letak buku ini menggunakan Microsoft Word2013, Font isi menggunakan Huruf Arial Narrow12 pt, Ukuran buku 18.2 x 25.7 cm.Percetakan: Institut Press IKIP PGRI MADIUNCetakan ke-1 : Maret 2015

Dilarang keras mengutip, menjiplak,memperbanyak, memfotokopi, baik sebagianmaupun keseluruhan buku ini sertaMemperjual belikannya tanpa ijin tertulis dariPenerbit Institut Press IKIP PGRI MADIUN

© HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG UNDANG

Page 7: GENISTEIN - ResearchGate

Abs tr ak | v

PENDAHULUAN

Genistein merupakan salah satu kelompok senyawa non steroid isoflavon yangberasal dari tumbuhan famili Fabaceae/Leguminoceae. Genistein sering disebutdengan 4’,5,-Trihydroxyisoflavone, rumus kimia C15H10O5 mempunyai berat molekul270,23 Dalton. Karakteristik genistein sintetik adalah serbuk kristal kuning padat,yang tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam metanol dan etanol. Berdasarkanstruktur kimianya, genistein menyerupai 17β-estradiol dan mampu berikatan denganreseptor estrogen di seluruh tubuh, sehingga genistein memiliki aktivitas fisiologisseperti hormon estrogen, yang dapat mempengaruhi proses-proses fisiologis sistemreproduksi.

Aktivitas fisiologis genistein dalam tubuh khususnya pada sistem reproduksijantan telah banyak dilakukan penelitian pada hewan percobaan maupun kultur sel.Kerusakan pada sistem reproduksi jantan akibat pemaparan genistein terjadi lebihdahulu pada tingkat molekuler, kemudian seluler, jaringan, dan organ. Pemaparangenistein pada sistem reproduksi jantan menunjukkan aktivitas penghambatanaktivitas enzim tirosin kinase yang berpengaruh pada proses kapasitasi spermadalam epididimis. Seperti hasil penelitian yang telah dipublikasikan oleh Kuntana(2009) dampak pemberian fitoestrogen selama periode yang panjang telahmempengaruhi sistem reproduksi jantan pada kelinci yang menyebabkan terjadinyaabnormalitas spermatozoa dan perubahan spermatogenesis.

Menurut Abney & Myers (1991), menyatakan bahwa pemberian estrogen dapatmenyebabkan penghambatan steroidogenesis, karena mampu menghambat enzimP450 17α-hydroxylase sebuah enzim yang mengubah androstenedion menjaditestosteron, hal ini menyebabkan pembentukan dihidrotestosteron terhambat.Menurut Daika (1998) secara in vitro, genistein dapat menyebabkan terjadinyapenghambatan pada proses proliferasi dan apoptosis pada cell lines. Lee et al.(2004a) menjelaskan bahwa pemberian genistein pada tikus jantan dewasa dengandosis 2,5 mg/kg menyebabkan terjadinya hiperplasia sel-sel epitelium kelenjarprostat. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Opalka et al. (2004) menjelaskanbahwa pemberian genistein pada ayam dapat menurunkan sekresi hormontestosteron dari sel Leydig. Penelitian yang telah dilakukan oleh Lee et al. (2004b)

Page 8: GENISTEIN - ResearchGate

vi | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

menjelaskan bahwa pemberian genistein pada tikus jantan masa pubertas sedikitmenurunkan jumlah sperma dalam testis dan epididimis, serta menyebabkanhiperplasia sel Leydig dan meningkatkan fibroblas interstisial dalam epididimis.Pemberian genistein mampu menghambat aktivitas protein tirosin kinase pada saatkapasitasi dan motilitas spermatozoa (Bajpai et al. 2003).

Berdasarkan dampak yang ditimbulkan akibat pemberian genistein terhadapsistem reproduksi jantan, diduga bahwa genistein dapat digunakan sebagai senyawaantifertilitas. Sampai saat ini penelitian-penelitian pengaruh genistein terhadap sistemreproduksi khususnya sistem reproduksi jantan masih terus dilakukan. Sebenarnyagenistein sebagai senyawa sintetis sudah banyak dipasarkan di masyarakat, tetapimanfaat senyawa tersebut sebagai anti fertilitas belum banyak dikenal olehmasyarakat.

Buku ajar ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulisserta dikembangkan berdasarkan konsep-konsep dasar tentang sistem reproduksijantan. Pembahasan meliputi sepuluh bab berdasarkan standar kompetensi padamasing-masing bahasan. Pengembangan kompetensi tidak hanya pada aspekkoginitif saja, tetapi juga pengembangan pada aspek psikomotorik. Setiap awal babdijabarkan tentang standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan, dan indikator.Setiap akhir bab dilengkapi dengan kesimpulan dan pertanyaan-pertanyaan.

Pada bab satu penulis akan membahas sistem reproduksi jantan, yang terdiridari pembahasan organ-organ dan kelenjar reproduksi. Kompetensi dasar pada babini menganalisis anatomis dan histologis organ serta kelenjar reproduksi jantan.Pembahasan ini dilengkapi dengan visualisasi gambar organ reproduksi mencitjantan sebagai hewan coba dalam penelitian yang dilakukan penulis, serta gambar-gambar yang diakses dari internet. Pembahasan organ dan kelenjar reproduksidilakukan dalam aspek morfologis, histologis, serta fungsi fisiologisnya.

Bab dua buku ajar ini akan membahas konsep spermatogenesis, fungsi selSertoli dan sel Leydig. Kompetensi dasar pada bab ini menganalisis peristiwaspermatogenesis pada tubulus seminiferus testis. Bagian ini juga dibahas tentangsel-sel germinal dalam tubulus seminiferus testis. Pembahasan struktur sel-selgerminal yang meliputi spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder,spermatid, dan spermatozoa. Penjelasan struktur sel-sel germinal dilengkapi gambar-

Page 9: GENISTEIN - ResearchGate

Abs tr ak | vii

gambar hasil penelitian penulis yang berupa preparat struktur jaringan testis mencitjantan sebagai hewan coba.

Bab tiga buku ajar ini membahas hasil kajian jurnal penelitian yang berjudulhormonal regulation of male germ cell development yang merupakan tulisan dariSaleela M. Ruwanpura, Robert I McLachlan dan Sarah J Meachem, yangdipublikasikan pada Journal of Endocrinology (2010): 117-131. Standar kompetensipada bab ini memahami kelangsungan hidup sel germinal. Konsep keberlangsunganhidup sel-sel germinal ditentukan oleh keseimbangan antara proses kematianterprogram (apoptosis) dan pembelahan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktorbiokimiawi. Pembahasan pengaturan hormonal perkembangan sel-sel germinalmeliputi mekanisme biokimiawi dan molekuler.

Selanjutnya, bab empat dalam buku ajar ini membahas pembuatan preparatjaringan testis dengan prosedur mikroteknik. Standar kompetensi bab ini membuatpreparat jaringan testis. Pembahasan ini menekankan pada kompetensi psikomotorikyang meliputi langkah-langkah/prosedur pembuatan preparat jaringan testis.Penggunaan alat dan bahan secara prosedural merupakan kajian utama dalam babempat ini. Penjelasan secara teoritis tentang konsep dasar prosedur mikroteknik sertafungsi dari masing-masing bahan kimia yang digunakan dijelaskan secara lengkappada bab ini. Mahasiswa dapat mengikuti prosedur mikroteknik secara jelas, karenaada visualisasi gambar-gambar hasil penelitian penulis.

Bab lima dalam buku ajar ini dibahas morfologi spermatozoa, khususnyaspermatozoa mamalia. Standar kompetensi bab lima ini mengerti dan memahamimorfologi spermatozoa pada mamalia. Pembahasan morfologi spermatozoa meliputibagian-bagian spermatozoa yang terdiri dari bagian kepala, leher, dan ekor.Penjelasan morfologi spermatozoa meliputi spermatozoa normal dan abnormal.Macam-macam abnormalitas spermatozoa yang meliputi ekor ganda, ekor koil,kepala ganda, midpiece bengkok, ekor dan midpiece bengkok, macrocephalic, danekor bergelombang.

Selanjutnya bab enam dalam buku ajar ini dibahas pembuatan preparat apussperma (smear method). Pembahasan pembuatan preparat apus spermamenekankan pada kompetensi psikomotorik yang meliputi langkah-langkah/prosedursmear method. Penggunaan alat dan bahan secara prosedural merupakan kajian

Page 10: GENISTEIN - ResearchGate

viii | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

utama dalam bab enam ini. Mahasiswa dapat mengikuti prosedur mikroteknik secarajelas, karena ada visualisasi gambar-gambar hasil penelitian penulis. Smear methodyang dilakukan sesuai prosedur dengan target utama pengamatan morfologispermatozoa, yang akan mendukung pembahasan pada bab lima.

Bab tujuh buku ajar ini membahas aksi hormonal sistem reproduksi jantan.Pembahasan ini menekankan standar kompetensi mengerti dan memahami sistemhormon reproduksi jantan serta hubungan fungsi dan mekanisme fisiologis. Konseptentang hormon reproduksi yang meliputi hormon testosteron dengan pembahasansekresi, fungsi, organ target, metabolisme dijelaskan dalam bab ini. Pembahasanjuga mengenai pengaturan kerja sumbu hipotalamus hipofise pada tubulusseminiferus testis. Hipotalamus akan mensintesis gonadotropin relasing hormone(GnRH) dan mensekresikannya ke dalam darah portal hipotalamo-hipofisis. Setelahmencapai hipofisis anterior, GnRH akan terikat pada gonadotrof dan merangsangpelepasan luteinizing hormone (LH) maupun follicle stimulating hormone (FSH) kedalam sirkulasi.

Bab delapan membahas genistein yang merupakan salah satu senyawaisoflavon dengan penekanan standar kompetensi menganalisis genistein sebagaikomponen isoflavon. Indikator dalam bab ini adalah mendiskripsikan struktur dan sifatkimia genistein, mendiskripsikan bahan-bahan alam yang mengandung genistein danmendiskripsikan mekanisme kerja genistein dalam tubuh mamalia. Genisteinmerupakan senyawa yang diperoleh dari alam dengan struktur kimia mirip hormonestrogen. Pada bab ini juga dibahas karakteristik genistein, sifat genistein secarasintetis, meskipun genistein merupakan bahan kimia yang diperoleh dari tumbuhanLeguminoceae/Fabace.

Bab sembilan membahas pengaruh genistein terhadap spermatogenesis dantestosteron, dengan menekankan standar kompetensi menganalisis mekanisme kerjagenistein pada sistem reproduksi. Pembahasan pada bab sembilan ini meliputireseptor genistein pada sistem reproduksi jantan, aktivitas genistein pada sistemreproduksi jantan, serta pengaruh genistein terhadap spermatogenesis. Bab inidibahas konsep-konsep genistein sebagai senyawa isoflavon dengan sifatnya miripestrogen, serta pembahasan mengenai pengaruhnya terhadap spermatogenesis.Pembahasan berdasar pada hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan penulis.

Page 11: GENISTEIN - ResearchGate

Abs tr ak | ix

Selanjutnya bab sepuluh sebagai bab terakhir dalam buku ajar ini membahaspengaruh genistein terhadap spermatozoa, dengan standar kompetensi menganalisismekanisme kerja genistein pada sistem reproduksi. Pembahasan pada bab inimenekankan pada pengaruh genistein terhadap morfologi dan viabilitasspermatozoa. Pembahasan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.Kehadiran genistein yang merupakan senyawa dengan perilaku mirip estrogenmampu mengikat reseptor estrogen di dalam sel Leydig (Donnell, 2001) sehinggamemberikan kontrol negative feedback, sehingga menurunkan sekresi gonadotropin,yang pada akhirnya akan menurunkan sekresi testosteron. Penurunan testosterontersebut mempengaruhi perkembangan spermatogenesis di dalam tubulusseminiferus testis, sehingga tampak adanya kerusakan pada sel-sel germinal sertapenurunan jumlah spermatozoa.

Page 12: GENISTEIN - ResearchGate

x | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karenakasih-Nya telah memampukan saya menyusun buku ajar, meskipun buku ajar yangsaya susun masih jauh dari sempurna. Saya berharap buku dengan judul “Genisteindan Spermatogenesis: Kajian Fitoestrogen pada Sistem Reproduksi Jantan” ini dapatmewakili sedikit ide mengenai konsep Genistein dalam peristiwa Spermatogenesis.

Penulisan buku ajar ini didasari atas dorongan untuk menyediakan buku ajarhasil penelitian yang selama ini masih kurang. Hasil-hasil penelitian yang telahdilakukan oleh dosen dan peneliti masih banyak yang belum dikembangkan menjadibuku ajar. Berdasarkan latar belakang tersebut maka menjadi motivasi saya untukmenyusun dan mengembangkan hasil penelitian yang telah saya lakukan menjadisebuah buku ajar. Buku ini disusun dengan berpedoman pada hasil penelitian yangtelah saya lakukan, beberapa buku teks, analisis jurnal, dan artikel-artikel terbaruyang saya akses dari internet. Buku ajar ini dapat menjadi buku pegangan bagimahasiswa, dosen, dan peneliti dalam memahami konsep estrogenik pada sistemreproduksi jantan.

Buku ajar yang disusun dan dikembangkan dari hasil penelitian tentangGenistein dan Spermatogenesis ini membahas sebuah konsep estrogenik terhadapsistem reproduksi jantan. Konsep estrogenik yang ditinjau pada sistem reproduksijantan menunjukkan adanya perubahan struktur jaringan khususnya tubulusseminiferus testis, kadar testosteron, dan spermatozoa.

Buku ajar ini tersusun dalam sepuluh bab, tiap-tiap bagian sangat bervariatifdalam penjelasannya. Ada bab dengan penjelasan konsep murni tentangspermatogenesis, organ, kelenjar dan hormon reproduksi (yaitu bab pertama,kedua, kelima, ketujuh), ada bagian dengan penjelasan konsep murni tentangpembuatan preparat (bab keempat dan keenam), serta ada bagian dari kajian hasilpenelitian (bab kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh). Berdasarkan bagian yangtersusun dalam buku ajar ini, maka dapat dikaji bahwa buku ajar ini tidak sajamengembangkan aspek kompetensi kognitif, tetapi juga mengembangkan aspekpsikomotorik. Data-data dan gambar yang disajikan dalam buku ajar ini sebagian

Page 13: GENISTEIN - ResearchGate

Ka ta P en g ant ar | xi

besar berdasarkan data dan gambar hasil-hasil penelitian yang telah saya lakukan,dengan harapan dapat memberikan visualisasi lebih jelas kepada para pembaca.Adapun gambaran isi lengkap dari masing-masing bagian tersebut ada pada bagianpendahuluan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan dengan tulus kepada suami yang telahmendukung, memotivasi, dan mendampingi dalam doa dan perhatiannya, serta ketigaanak saya yang selalu menjadi semangat dan inspirasi bagi saya. Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada rekan kerja dalam penelitian saya, sehingga dapatterjalin kegiatan diskusi yang sangat baik. Ucapan terima kasih juga saya haturkankepada Prof. Dr. agr Mohammad Amin, M.Si yang telah berkenan menjadi editordalam penulisan buku ajar ini dengan saran-saran yang sangat membantu danbanyak menambah wawasan serta pengetahuan bagi saya.

Akhirnya kepada semua pihak, saya mengharapkan kritik dan saran yangdapat menyempurnakan buku ajar ini, sehingga lebih bermanfaat bagi kita semua,terutama para akademisi.

Madiun, 22 Februari 2015

Penulis

Page 14: GENISTEIN - ResearchGate

xii | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

DAFTAR ISI

Pendahuluan ................................................................................. viKata Pengantar ............................................................................. xDaftar Isi ......................................................................................... xiiDaftar Tabel ................................................................................... xviiDaftar Gambar .............................................................................. xviii

Bab 1 Sistem Reproduksi Jantan ................................................ 1A. Pendahuluan ........................................................................................... 1B. Organ Reproduksi Jantan ........................................................................ 2

1. Testis ............................................................................................... 22. Epididimis ........................................................................................ 63. Vasa deferens .................................................................................. 84. Kelenjar prostat ................................................................................ 105. Vesikula seminalis ........................................................................... 126. Penis ................................................................................................ 14

C. Kesimpulan .............................................................................................. 17D. Pertanyaan-pertanyaan ........................................................................... 18

Bab 2 Spermatogenesis ............................................................... 19A. Pendahuluan ........................................................................................... 19B. Tahap -Tahap Spermatogenesis ............................................................. 20

1. Tahap Mitosis (Proliferasi Dan Diferensiasi Spermatogonia) ........... 212. Tahap Meiosis ................................................................................. 223. Tahap Spermiogenesis .................................................................... 23

a. Fase Golgi Awal ........................................................................ 23b. Fase Akrosom ........................................................................... 24c. Fase Maturasi Akhir .................................................................. 24

C. Morfologi Sel Germinal Di Tubulus Seminiferus ...................................... 261. Spermatogonia ................................................................................ 262. Spermatosit primer .......................................................................... 283. Spermatosit sekunder ..................................................................... 284. Spermatid ........................................................................................ 29

Page 15: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar - Da ft ar | xiii

5. Spermatozoa ................................................................................... 29D. Daur Sel Pada Spermatogenesis ............................................................. 30E. Sel Sertoli ................................................................................................. 33

1. Penunjang, perlindungan, dan nutrisi spermatozoa yang sedangberkembang ..................................................................................... 34

2. Sekresi endokrin dan eksokrin ......................................................... 343. Fagositosis ....................................................................................... 34

F. Jaringan Interstitial ................................................................................... 34G. Kesimpulan .............................................................................................. 37H. Pertanyaan-pertanyaan ............................................................................ 37

Bab 3 Kelangsungan Hidup Sel Germinal:Kajian JurnalPenelitian Hormonal Regulation Of Male GermCell Development .............................................................. 39

A. Pendahuluan ............................................................................................ 39B. Regulasi Perkembangan Hormon Sel Germinal ....................................... 40C. Mekanisme Kelangsungan Hidup Sel Germinal ....................................... 41D. Mekanisme Biokimia Dan Molekuler Apoptosis ........................................ 41

1. Jalur Intrinsik (Mitokondria) .............................................................. 422. Jalur Ekstrinsik (Kematian Reseptor) ............................................... 433. Jalur Apoptosis Lainnya dan Persilangan Antar Jalur ....................... 44

E. Mekanisme Proliferasi Sel Germinal ........................................................ 44F. Pengaturan Hormonal Dalam Spermatogenesis ...................................... 45

1. Peran FSH dalam Spermatogenesis ................................................ 45a. Peran FSH pada Spermatogonia .............................................. 45b. Peran FSH pada Spermatosid/Spermatid ................................. 46

2. Peran Testosteron dalam Spermatogenesis ..................................... 47a. Peran Testosteron pada Spermatogonia .................................. 47b. Peran Testosteron pada Spermatosit/Spermatid ...................... 48

G. Hubungan FSH dan Testosteron ............................................................. 49H. Kesimpulan .............................................................................................. 52I. Pertanyaan-pertanyaan ............................................................................ 52

Bab 4 Pembuatan Preparat Jaringan Testis ............................... 53A. Pendahuluan ............................................................................................ 53B. Teknik Disection/Collecting ...................................................................... 54

Page 16: GENISTEIN - ResearchGate

xiv | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

1. Dislokasi/Pembiusan ...................................................................... 542. Disection/Collecting ....................................................................... 55

C. Prosedur Pembuatan Preparat Jaringan ................................................. 551. Fiksasi ........................................................................................... 562. Washing ........................................................................................ 573. Dehidrasi ........................................................................................ 574. Cleaning ......................................................................................... 575. Infiltrasi ........................................................................................... 586. Embedding ..................................................................................... 597. Pengirisan parafin/Cutting .............................................................. 598. Afixing Penempelan dan Afiksasi (Afixing) ..................................... 599. Pewarnaan/Stainning ..................................................................... 60

D. Kesimpulan .............................................................................................. 64E. Pertanyaan-pertanyaan ........................................................................... 64

Bab 5 Morfologi Spermatozoa ...................................................... 65A. Pendahuluan ........................................................................................... 65B. Morfologi Spermatozoa ........................................................................... 66

1. Struktur Spermatozoa Normal .......................................................... 682. Struktur Spermatozoa Abnormal ...................................................... 69

C. Fungsi Bagian-Bagian Spermatozoa ....................................................... 711. Head ............................................................................................... 712. Midpiece .......................................................................................... 713. Flagellum ........................................................................................ 714. Tail .................................................................................................. 725. End piece ........................................................................................ 72

D. Kesimpulan .............................................................................................. 74E. Pertanyaan-pertanyaan ........................................................................... 74

Bab 6 Pembuatan Preparat Apus Sperma .................................. 75A. Pendahuluan ........................................................................................... 75B. Metode Apus (Smear Method) ................................................................ 76C. Metode Apus (Smear Method) untuk Sperma ......................................... 77

1. Alat dan Bahan yang Diperlukan ..................................................... 772. Prosedur Pembuatan Preparat Apus Sperma .................................. 79

D. Kesimpulan .............................................................................................. 82

Page 17: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar - Da ft ar | xv

E. Pertanyaan-pertanyaan ............................................................................ 82

Bab 7 Aksi Hormonal Sistem Reproduksi Jantan ..................... 83A. Pendahuluan ............................................................................................ 83B. Sekresi dan Fungsi Hormon Kelamin Jantan ........................................... 85

1. Sekresi Testosteron ........................................................................ 852. Letak Kelenjar yang Mensekresikan Testosteron ........................... 883. Fungsi Testosteron dalam Tubuh ................................................... 89

C. Metabolisme Testosteron Sebagai Kelompok Hormon Steroid ................ 921. Metabolisme Steroid ....................................................................... 932. Ekskresi Steroid .............................................................................. 953. Metabolisme Testosteron ............................................................... 95

D. Respon yang Dilakukan Oleh Sel Target Terhadap HormonTestosteron................................................................................................ 97

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Testosteron ......................... 98F. Pengaturan Kerja Sumbu Hipotalamus - Hipofisis pada

Tubulus Seminiferus ................................................................................ 99G. Kesimpulan .............................................................................................. 103H. Pertanyaan-pertanyaan ............................................................................ 104

Bab 8 Genistein ............................................................................ 105A. Pendahuluan ............................................................................................ 105B. Senyawa Isoflavon pada Leguminoceae .................................................. 106C. Karakteristik Genistein ............................................................................. 109D. Mekanisme Kerja Genistein ..................................................................... 111E. Manfaat Genistein Bagi Kesehatan .......................................................... 113F. Kesimpulan .............................................................................................. 114G. Pertanyaan-pertanyaan ............................................................................ 114

Bab 9 Pengaruh Genistein Terhadap Spermatogenesis danTestosteron ........................................................................ 115

A. Pendahuluan ............................................................................................ 115B. Reseptor Genistein pada Sistem Reproduksi Jantan ............................... 116

1. Lokasi Reseptor Estrogen dan Mekanisme Kerja Interaksi Estrogendengan Reseptor Estrogen pada Sistem Reproduksi Jantan............ 117

2. Jalur Transduksi Sinyal Estrogen .................................................... 120

Page 18: GENISTEIN - ResearchGate

xvi | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

C. Aktivitas Genistein pada Sistem Reproduksi Jantan ............................... 1211. Pengaruh Genistein dalam Menghambat Steroidogenesis

pada Sistem Reproduksi .................................................................. 1222. Pengaruh Genistein dalam Menghambat Protein Tyrosine

Kinase .............................................................................................. 124D. Pengaruh Genistein terhadap Spermatogenesis ..................................... 127E. Kesimpulan .............................................................................................. 132F. Pertanyaan – Pertanyaan ........................................................................ 132

Bab 10 Pengaruh Genistein Terhadap Spermatozoa ................. 133A. Pendahuluan ........................................................................................... 133B. Keterlibatan Genistein dalam Viabilitas dan Morfologi Spermatozoa ...... 134

1. Hubungan Genistein dengan Testosteron ....................................... 1352. Hubungan Genistein dengan Viabilitas dan Morfologi

Spermatozoa ................................................................................... 136C. Kesimpulan .............................................................................................. 138D. Pertanyaan – Pertannyaan ...................................................................... 138

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 139INDEKS .......................................................................................... 155BIODATA PENULIS........................................................................ 162

Page 19: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar - Da ft ar | xvii

DAFTAR TABEL

4.1. Tahap Pembuatan Preparat Jaringan ....................................................... 618.1. Total Fitoestrogen, Lignan, Isoflavon, dan Coumestans Terdapat pada

Sayuran, Kacang kacangan, Produk Kedelai, dan Buah .......................... 1078.2. Hasil Analisis HPLC Senyawa Isoflavon di dalam Tepung Kedelai .......... 1108.3. Jumlah Isoflavon, Daidzein dan Genistein dalam Kandungan Berbagai

Jenis Makanan .......................................................................................... 11110.1 Prosentase Spermatozoa Hidup dan Sperma Abnormal ........................... 136

Page 20: GENISTEIN - ResearchGate

xviii | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

DAFTAR GAMBAR

1.1. Morfologi Organ Reproduksi Mencit Jantan ........................................ 31.2. Struktur Jaringan Testis Manusia dengan Pewarnaan H&E ................ 31.3. Struktur Jaringan Tubulus SeminiferusTestis Mencit dengan

Pewarnaan HE .................................................................................. 41.4. Penampang Melintang Tubulus Seminiferus Testis Kelinci dengan

Pewarnaan H&E .................................................................................. 61.5. Anatomi Epididimis .............................................................................. 71.6. Penampang Melintang Epididimis Kelinci, Pewarnaan H&E ............... 81.7. Anatomi Epididimis, Tanda Panah Adalah Vas deferens

Kanan dan Kiri .................................................................................... 91.8. Penampang Melintang Vas Deferens Manusia dengan

Pewarnaan H&E .................................................................................. 101.9. Penampang Melintang Kelenjar Prostat Manusia dengan

Pewarnaan H&E .................................................................................. 111.10. Penampag Melintang Kelenjar Prostat Manusia dengan

Corpora Amylacea, Pewarnaan H&E ................................................. 121.11. Anatomi Vesikula Seminalis ................................................................ 131.12. Penampang Melintang Vesikula Seminalis Kelinci dengan

Pewarnaan H&E ................................................................................ 141.13. Anatomi Testis dan Penis ................................................................... 151.14. Struktur Jaringan Penis Manusia ........................................................ 162.1. Spermatogenesis dalam Tubulum Seminiferus Testis ......................... 212.2. Struktur Spermatozoa dengan Bagian-bagiannya ............................... 252.3. Perubahan Morfologis Spermatozoa ................................................... 262.4. Struktur Tubulus Seminiferus Testis Mencit Pewarnaan HE ............... 272.5. Struktur Tubulus Seminiferus Testis Mencit, 1000X, HE .................... 282.6. Struktur Tubulus Seminiferus Testis Mencit, 1000X, HE .................... 302.7. Siklus Sel Eukariotik ............................................................................ 322.8. Struktur Jaringan Testis, Menunjukkan Adanya

Sel Sertoli, 400X, HE ........................................................................... 34

Page 21: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar - Da ft ar | xix

2.9. Struktur Jaringan Testis, Menunjukkan AdanyaSel Leydig, 400X, HE ......................................................................... 36

3.1. Diagram Skematik Apoptosis Sel Germinal ......................................... 423.2. Diagram situs ringkas, mekanisme seluler, dan jalur molekuler

aktivitas FSH dan testosteron ............................................................. 503.3. Diagram situs ringkas, mekanisme seluler, dan jalur molekuler yang

mendasari tindakan gonadotropin (FSH dan testosteron (T) padaspermatogenesis manusia .................................................................. 51

5.1. Morfologi Spermatozoa Normal pada Tikus, Sapi, dan Ayam .............. 675.2. Morfologi Spermatozoa Normal dengan Pewarnaan Eosin-Nigrosin

Perbesaran 400x .................................................................................. 685.3. Morfologi Spermatozoa Abnormal dengan Pewarnaan Eosin-Nigrosin

Perbesaran 400X ................................................................................. 706.1 Sebagian Prosedur Pembuatan Preparat Apus Sperma ...................... 817.1 Tubulus Seminiferus Testis .................................................................. 897.2 Target Organ Hormon Testosteron ...................................................... 907.3 Biosintesis Hormon Steroid .................................................................. 947.4 Biosintesis Testosteron dalam Testis ................................................... 977.5. Mekanisme Pengaturan Hormon Jantan .............................................. 1007.6. Pengaturan Kerja Hipotalamus-Hipofise pada Organ

Reproduksi Jantan ............................................................................... 1028.1 Struktur Kimia Estradiol 17 β dan Isoflavon ........................................ 1068.2. Struktur Kimia Isoflavon Dibandingkan Estradiol .................................. 1078.3. Beberapa Tumbuhan Famili Leguminoceae/Fabaceae yang Diduga

Mengandung Isoflavon ......................................................................... 1088.4. Struktur Kimia Genistein ....................................................................... 1108.5 Model Fisiologis Berbasis Farmakokinetik Genistein dalam

Tubuh Tikus ......................................................................................... 1129.1 Lokasi Reseptor Estrogen yang Terdapat pada Setiap Perkembangan

Sel Reproduksi ..................................................................................... 1189.2 Jalur Klasik Transduksi Sinyal Estrogen .............................................. 1219.3 Jalur Biosintesis Hormon Steroid ......................................................... 1239.4 Rerata Kadar Hormon Testosteron pada Pemberian Genistein dengan

Dosis yang Berbeda ............................................................................ 124

Page 22: GENISTEIN - ResearchGate

xx | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

9.5 Tubulus Seminiferus Testis Mencit (Mus musculus) dengan PewarnaanHE, Perbesaran 1000X ....................................................................... 128

9.6 Tubulus Seminiferus Testis Mencit (Mus musculus) dengan PewarnaanHE, Perbesaran 400X .......................................................................... 130

Page 23: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar - Da ft ar | xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Page 24: GENISTEIN - ResearchGate

xxii | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Page 25: GENISTEIN - ResearchGate

Bab I : Sis tem Rep r od uks i J ant a n | 1

A. PENDAHULUAN

Reproduksi jantan merupakan proses cukup rumit, meliputi seluruh bagiantubuhnya serta sistem reproduksinya yang terdiri dari organ-organ reproduksi dankelenjar-kelenjar reproduksi meliputi testis, epididimis, vasa deferens, penis, kelenjarprostat, dan vesikula seminalis. Meskipun secara anatomis dan histologis organreproduksi tersebut berbeda, masing-masing organ mempunyai fungsi tidak sama,tetapi semua organ bekerja saling berkaitan dalam melakukan mekanisme proses-proses reproduksi oleh pengontrolan mekanisme hormonal, sehingga terjadi suatukeseimbangan dalam pengaturan fisiologi reproduksi.

STANDAR KOMPETENSIMampu menganalisis organ dan jaringan penyusun sistem reproduksi jantan

KOMPETENSI DASARMenganalis anatomis dan histologis organ serta kelenjar reproduksi jantan

TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari Bab ini diharapkan mampu:1. Menganalisis letak anatomis organ dan kelenjar reproduksi jantan2. Menganalisis struktur jaringan organ dan kelenjar reproduksi jantan3. Menganalisis fungsi masing-masing organ dan kelenjar reproduksi jantan

INDIKATOR1. Mendiskripsikan organ-organ reproduksi jantan2. Mendiskripsikan kelenjar reproduksi jantan3. Menjelaskan struktur morfologis dan anatomis organ dan kelenjar reproduksi jantan4. Menghubungkan antara struktur histologis dengan fungsi fisiologis masing-masing

organ dan kelenjar reproduksi jantan

BAB1 SISTEM REPRODUKSI

JANTAN

Page 26: GENISTEIN - ResearchGate

2 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Fungsi reproduksi pada hewan jantan dapat dibagi menjadi 3 yaitu: (1)spermatogenesis, (2) kinerja kegiatan seksual, dan (3) pengaturan fungsi reproduksidengan berbagai hormon. Pengaturan fungsi reproduksi disertai oleh pengaruhhormon kelamin terhadap organ kelamin tambahan, metabolisme sel, pertumbuhandan fungsi sel tubuh yang lain.

B. ORGAN REPRODUKSI JANTAN

Organ reproduksi jantan berfungsi sebagai kelenjar endokrin dan kelenjareksokrin. Kelenjar eksokrin bertugas memproduksi sperma, sedangkan kelenjarendokrin memproduksi hormon testosteron. Penjelasan organ reproduksi meliputisusunan anatomis dan histologis masing-masing organ. Penjelasan masing-masingorgan reproduksi adalah sebagai berikut.

1. Testis

Testis disebut juga buah pelir merupakan sepasang struktur berbentuk oval,berada dalam kantong skrotum, merupakan sebuah kantung ekstra abdomen terletakdi bawah penis. menggantung pada bagian anterior dinding abdomen. Rongga dalamskrotum mempunyai hubungan dengan rongga perut melalui dua saluran pendekyang disebut kanalis inguinalis.

Testis terletak di luar tubuh, dihubungkan dengan tubulus spermatikus danterletak di dalam skrotum. Tubulus spermatikus terdapat otot kremaster yang apabilaberkontraksi akan mengangkat testis mendekati tubuh. Testis akan diturunkan ototkremaster akan berelaksasi dan testis menjauhi tubuh apabila suhu tubuh turun,demikian sebaliknya. Testis terdapat dalam rongga tubuh sewaktu perkembanganembrio, tetapi sebelum janin dilahirkan, testis akan turun ke dalam rongga skrotum.Testis yang tak berhasil turun ke dalam skrotum, maka testis tetap berada di dalamrongga abdomen atau berada di dalam kanalis inguinalis. Keadaan ini disebutkriptorkidisme. Kriptorsidisme ini sering terjadi pada bayi yang lahir belum cukupumur (prematur). Morfologi dan anatomi testis dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Testis memiliki dua fungsi yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan produksiandrogen. Spermatogenenesis terjadi dalam suatu struktur yang disebut tubulusseminiferus. Tubulus seminiferus berlekuk-lekuk dalam lobulus yang semuaduktusnya kemudian meninggalkan testis dan masuk ke dalam epididimis. Manusia

Page 27: GENISTEIN - ResearchGate

Bab I : Sis tem Rep r od uks i J ant a n | 3

memiliki 250-1000 tubulus seminiferus di lobulusnya, dengan panjang 30-70 cm(Mescher, 2011). Setiap tubulus merupakan suatu gelung berkelok-kelok yangdihubungkan oleh suatu segmen pendek yaitu tubulus rektus dengan rete testis, 10-20 duktus eferen menghubungkan rete testis dengan kaput epididimis.

Gambar 1.1 Morfologi Organ Reproduksi Mencit Jantan; a= Testis dalam Skrotum; b= penisSumber: Primiani, 2011

Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, yang disebut tunika albugenia.Tunika albugenia berpenetrasi pada testis dan terdapat septula-septula yangmembagi parenkim ke dalam tubuli-tubuli dan mengalami penebalan yang disebutmediastinum testis. Tunika albugenia yang menyelimuti testis memiliki sekat yangmembagi setiap testis menjadi 250 rongga yang disebut lobulus. Setiap lobulusterdapat 1-4 saluran yang menggulung disebut sebagai tubulus seminiferus testis(Bevelander & Ramaley, 1988). Struktur jaringan testis dapat dilihat pada Gambar1.2.

Gambar 1.2 Struktur Jaringan Testis Manusia dengan Pewarnaan H&ESumber: Lutz Slomianka, 2009

a

b

Page 28: GENISTEIN - ResearchGate

4 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Tubulus seminiferus berlanjut menjadi tubulus yang lurus kemudian ke jaringansuatu yang disebut rete testis. Arteri testicular memasok darah ke testis danepididimis, yang berasal dari aorta di bawah arteri renalis. Arteri testicular berakhirpada pleksus vascular yang padat, disebut pleksus pampiniformis, berada sedikit dibawah tunika vaginalis testis. Selanjutnya darah dari pleksus mengalir ke venatesticular. Pleksus pampiniformis dapat membuang panas dari skrotum melaluivasodilatasi, sehingga pleksus berperan dalam pengaturan suhu testis, sehinggasuhu dalam testis selalu berkisar 2oC di bawah suhu abdomen (Guyton,2007).

Struktur jaringan tubulus seminiferus dapat dilihat pada Gambar 1.3. Tubulusseminiferus terdiri dari sel Sertoli dan sel benih.

Gambar 1.3. Struktur Jaringan Tubulus SeminiferusTestis Mencit dengan Pewarnaan HESumber: Primiani (2011)

Setiap tubulus seminiferus dilapisi oleh suatu epitel berlapis khusus dankompleks yang disebut epitel germinal atau epitel seminiferus. Membran basal dilapisioleh jaringan ikat fibrosa dengan suatu lapisan terdalam yang mengandung sel-selmioid gepeng menyerupai otot polos, sehingga memungkinkan kontraksi lemahtubulus. Sel-sel interstitial berada pada jaringan ikat diantara tubuli seminiferi.

Epitel tubulus seminiferus terdiri atas 2 jenis sel yaitu sel penyokong atau selsustentakuler (sel Sertoli) dan sel-sel proliferatif dari garis keturunan spermatogenik

Page 29: GENISTEIN - ResearchGate

Bab I : Sis tem Rep r od uks i J ant a n | 5

(Mescher, 2011). Sel-sel turunan spermatogenik membentuk 4-8 lapisan konsentrissel dan fungsinya adalah menghasilkan sel yang menjadi sperma.

Sel Sertoli melapisi membran basalis dan membentuk suatu ikatan yang kuatdengan sel Sertoli lain. Sel Sertoli tampak adanya inti oval, berlekuk-lekuk dengangranula-granula kromatin halus. Nukleolusnya tidak jelas, sitoplasmanya gelap danberisi banyak ribosom, mikrofilamen retikulum endoplasmik kasar yang berisi sisterneyang berjajar, mikrotubulus, mitokondria, dan aparatus Golgi. Sel Sertoli berperansecara metabolik dan struktural untuk menjaga spermatozoa yang sedangberkembang, bertanggung jawab atas pergerakan sel-sel benih dari dasar tubulus kearah lumen, untuk pelepasan sperma yang matang ke dalam lumen. Sel Sertoli jugasecara aktif memfagositosis sel-sel benih yang rusak dan badan-badan residu, yaitubagian dari sitoplasma sel benih yang tidak digunakan dalam pembentukanspermatozoa, merupakan sel target Follicle Stimulating Hormone (FSH), mensintesisAndrogen Binding Protein (ABP) dan hormon steroid (Everitt & Johnson, 2000).

Setiap tubulus seminiferus testis diselaputi oleh membran basalis. Ke arahlumen membran basalis terdapat berlapis-lapis sel epitelium dalam berbagai tingkatperkembangan. Fungsi tubulus seminiferus ialah memproduksi spermatozoa, yangberasal dari perkembangan sel-sel spermatogonia. Peristiwa tersebut disebut sebagaispermatogenesis. Berdasarkan struktur jaringan yang dimiliki dalam testis, makatestis memiliki dua fungsi yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan produksiandrogen. Kedua proses tersebut merupakan suatu mekanisme yang sangat rumitdan kompleks, yang melibatkan banyak faktor.

Selain sel Sertoli, diantara tubulus seminiferus testis terdapat sel Leydig atausering disebut sebagai jaringan interstitial. Sel Leydig berasal dari sel mesenchimalseperti fibroblast, bentuknya polihedral dan cenderung berkelompok. Sitoplasmanyaeosinofilik yang mengandung granula-granula kaya glikoprotein dan lipid, berisi jugaretikulum endoplasmik halus dan sejumlah mitokondria dengan kristal tubuler,lisosom, butir-butir lemak. Jaringan interstitial menghasilkan hormon testosteronsangat penting dalam spermatogenesis dan pengontrolan perkembangankarakteristik seks sekunder. Sel Leydig (sel interstitial) dan sel Sertoli bersama-samamengontrol perkembangan genetalia ekstrena. Tubulus seminiferus testis, letak selSertoli dan sel Leydig secara jelas dapat dilihat pada gambar 1.4.

Page 30: GENISTEIN - ResearchGate

6 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Gambar 1.4 Penampang Melintang Tubulus Seminiferus Testis Kelinci dengan Pewarnaan H&ESumber: Lutz Slomianka, 2009

2. Epididimis

Tubuli seminiferi dari tiap lobulus testis bermuara pada suatu labirin dalammediastinum yang disebut rete testis. Sperma yang terdiri atas sel spermatozoa dancairan seminal plasma disalurkan ke dalam vas deferens, semua bergabung danmenyalurkan sperma dalam epididimis

Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma, yang menahan batasposterolateral testis (Yatim, 1990). Epididimis dibentuk oleh saluran yang berkelok-kelok secara tidak teratur yang disebut duktus epididimis. Duktus epididimis berawaldari puncak testis yang merupakan kepala epididimis. Setelah melewati jalan yangberiku-liku, duktus ini berakhir pada ekor epididimis yang kemudian menjadi vasdeferens. Secara morfologis epididimis tersusun atas 3 bagian yaitu (1) kaput (2)korpus dan (3) kauda. Kaput epididimis berada di bagian depan tempat bermuara vasdeferens. Korpus adalah bagian tengah memanjang ke samping di sisi testis. Kaudaada di bagian ujung atau ekor, berbentuk huruf U, ujungnya bertemu dengan vasdeferens (Gambar 1.5).

Page 31: GENISTEIN - ResearchGate

Bab I : Sis tem Rep r od uks i J ant a n | 7

Gambar 1.5. Anatomi Epididimis, a= Kaput Epididimis; b= Korpus Epididimis; c= Kauda EpididimisSumber: Primiani (2011)

Epididimis berfungsi untuk menyimpan, maturasi, reabsorbsi, sekresi, dantransportasi. Menurut Visconti & Kopf (1998) menyatakan bahwa spermatozoa yangberada dalam epididimis mengalami proses kapasitasi yang pada akhirnya mampuuntuk melakukan fertilisasi. Proses kapasitasi membutuhkan bahan-bahan utamayang terdiri atas Ca+2, albumin, NaHCO3, cAMP, protein tirosin fosforilasi. Prosespendewasaan sperma (maturasi sperma) merupakan hal yang sangat penting untukmemperoleh kualitas pserma yang baik. Sperma yang memasuki epididimis akanmengalami perubahan morfologis dan biokimia untuk memperoleh kapasitas fertilisasimaksimum. Proses maturasi meliputi juga perubahan struktural diantara bagiankepala dan ekor sperma serta perubahan unsur-unsur permukaan kepala spermadisertai peningkatan motilitas sperma progresif (Heffner &Schust, 2006).

Menurut Maximow & Bloom (1958) struktur jaringan dinding epididimis terdiridari: tunika mukosa, tunika muskularis dan tunika adventisia. Tunika mukosa dibentukatas jaringan epitel berlapis semu, yang pada bagian kaput berbentuk batangramping dan makin ke kauda makin rendah sehingga menjadi bentuk kubus. Tunikamuskularis dibentuk atas serat otot polos. Tunika muskularis makin ke kauda makintebal. Bagian kaput umumnya dibentuk oleh otot sirkuler, sedang pada bagian dalamkorpus dibentuk oleh lapisan otot yang terletak miring dan bagian luar letaknya

a

c

b

Page 32: GENISTEIN - ResearchGate

8 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

longitudinal. Bagian kauda terdiri atas tiga lapis otot yaitu sebelah dalam dan luarberbentuk longitudinal dan bagian tengah berbentuk sirkuler. Tunika adventisia tipissekali dan sulit dibedakan batasnya dengan tunika muskularis, dibentuk atas seratjaringan ikat. Tunika adventisia dan tunika muskularis bergabung membentukjaringan yang disebut stroma. Struktur jaringan epididimis dapat dilihat pada Gambar1. 6.

Gambar 1.6. Penampang Melintang Epididimis Kelinci, Pewarnaan H&ESumber: Ramnani (2008)

3. Vasa Deferens

Vasa deferens merupakan lanjutan langsung dari epdidimis, strukturnya berawaldari ujung bawah epididimis kemudian naik di sepanjang posterior testis dalambentuk gulungan bebas. Setelah meninggalkan bagian belakang testis, vasa deferensmelewati korda spermatika menuju abdomen. Setelah masuk dalam abdomen, vasadeferens melengkung ke arah medial menyilang arteri iliaka eksterna menuju pelvis.Selanjutnya vasa deferens menyilang ureter untuk menuju duktus vesikula seminalis.Vasa deferens dan duktus vesikula seminalis bersama-sama membentuk duktusejakulatorius yang bermuara pada uretra bagian prostat.

Vasa deferens membentang dari epididimis ke uretra, berfungsi sebagai tempatpenyimpanan sperma sebelum dikeluarkan melalui penis. Spermatozoa yang telahmature secara perlahan akan bergerak melintasi epididimis masuk ke dalam vasadeferens, akibat kontraksi ritmik otot polos di dinding saluran-saluran tersebut. Vasa

Page 33: GENISTEIN - ResearchGate

Bab I : Sis tem Rep r od uks i J ant a n | 9

deferens bermuara dari epididimis dan menghubungkan testis dengan kantungsperma. Kantung sperma berfungsi menampung sperma yang dihasilkan oleh testis.Spermatozoa dapat disimpan dalam vasa deferens selama beberapa hari walaupuntidak mendapat nutrisi dari darah dan hanya mendapat makanan dari glukosasederhana yang dapat disekresi tubulus seminiferus. Anatomi vasa deferens dapatdilihat pada Gambar 1.7.

Gambar 1.7. Anatomi Epididimis, Tanda Panah Adalah Vas deferens Kanan dan Kiri.Sumber : Primiani (2011)

Vasa deferens berupa saluran tunggal yang keluar dari kauda epididimis. Vasadeferens pada manusia dan hewan besar cukup panjang keluar dari epididimismembentuk funikulus spermatikus (spermatic cord) di daerah leher skrotum,selanjutnya masuk rongga perut menuju uretra dalam rongga pelvis. Duktus deferensdibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian yang tidak berkelenjar disebut duktusdeferens dan bagian yang berkelenjar disebut ampula. Selaput lendir membuatlipatan longitudinal, dengan epitel silindris sebaris atau dua baris, berdiri padamembran basal. Struktur jaringan vasa deferens terdiri dari tunika mukosa, tunikamuskularis dan tunika adventisia dapat dilihat pada Gambar 1.8.

Page 34: GENISTEIN - ResearchGate

10 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Gambar 1.8. Penampang Melintang Vas Deferens Manusia dengan Pewarnaan H&ESumber: Lutz Slomianka (2009)

Tunika mukosa terdiri dari jaringan epitel berlapis semu yang selnya berbentukbatang rendah dan berstereosilia. Bagian bawah jaringan epitel ada lamina propriayang mengandung jaringan ikat. Tunika mukosa membentuk tonjolan longitudinal kelumen, sehingga permukaannya tampak bergelombang. Dalam ampula, tunikamembentuk tonjolan yang bercabang dan berjalin ke dalam lumen. Sel epitelnyamenyekresikan mukus, sehingga sperma dapat disimpan sementara pada bagianampula (Bevelander & Ramaley, 1988). Tunika muskularis berada di bawah tunikamukosa dengan tiga lapisan otot polos sebelah dalam longitudinal, bagian tengahsirkuler, dan bagian luar longitudinal. Tunika muskularis sangat tebal jikadibandingkan dengan lumen vasa deferens yang sangat kecil. Tunika adventisiaberada di luar tunika muskularis yang terdiri dari jaringan ikat.

4. Kelenjar prostat

Kelenjar prostat berupa bangunan berbentuk lonjong yang melingkupi uretra, dibawah vesika urinaria. Kelenjar prostat berjumlah sebuah, terletak pada pangkaluretra di daerah leher vesika urinaria. Keseluruhan jaringan kelenjar prostat dilapisisuatu kapsul yang terdiri dari jaringan ikat. Jaringan kapsul bercabang-cabang danmasuk ke dalam kelenjar dan melingkupi setiap unit terkecil kelenjar yang berbentuktubulo-alveoler (Yatim, 1990). Struktur jaringan kelenjar prostat dapat dilihat padaGambar 1.9

Page 35: GENISTEIN - ResearchGate

Bab I : Sis tem Rep r od uks i J ant a n | 11

Gambar 1.9 Penampang Melintang Kelenjar Prostat Manusia dengan Pewarnaan H&ESumber: Lutz Slomianka (2009)

Kedudukan prostat mengililingi uretra, yang terfiksasi kuat oleh lapisan jaringanikat. secara umum terdapat bagian yang disebut corpus prostate dan pars dissiminataprostate atau pars dissiminata. Lobus media prostat yang secara histologismerupakan zona transisional, secara langsung mengelilingi uretra danmemisahkannya dengan ductus ejaculatorius. Saat terjadi hipertropi, lobus mediadapat menyumbat aliran urin.

Prostat bagian anterior dan sebagian besar terdiri dari jaringan fibromuskuler.Kelenjar tubuloalveoler prostat dibatasi oleh epitel yang sangat responsif terhadapandrogen. Epitel pada kelenjar tubuloaveoler prostat menghasilkan fosfatase asamdan asam sitrat yang normal ditemukan pada semen. Sekret kelenjar protat dankelenjar cowper pada rodensia dapat merupakan penyumbat servik, khususnya bilafertilisasi telah terjadi. Mukus tersebut dapat menetralkan asam susu yang terdapatdalam vagina. Hewan piara sekret yang bersifat encer dari glandula prostat dapatmenaikkan motilitas dari spermatozoa.

Tunika mukosa terdiri dari jaringan epitel berlapis semu dengan sel berbentukbatang atau kubus. Diantara sel batang terdapat sel dasar yang berbentuk kecil.Menurut Maximow & Bloom, (1958) dalam lumen kelenjar kecil sering ditemukanbutiran-butiran yang disebut corpora amylacea. Butiran-butiran tersebut dapat

Page 36: GENISTEIN - ResearchGate

12 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

mengalami pengerasan akibat gumpalan dari sel epitel yang lepas dan bercampurlendir. Butiran corpora amylacea seperti terdapat pada gambar 1.10.

Gambar 1.10 Penampag Melintang Kelenjar Prostat Manusia dengan Corpora Amylacea, Pewarnaan H&ESumber: Lutz Slomianka (2009)

Tunika muskularis dan tunika adventisia sangat tipis menyelimuti tunika mukosa,baik pada kelenjar cabang dan tidak tampak batas kedua tunika. Apabila masihmenyelimuti kelenjar cabang, gabungan kedua tunika disebut stroma. Apabilamenyelimuti keseluruhan kelenjar adalah kapsul yang merupakan penerusan tunikaadventisia kelenjar cabang. Kapsul terdiri dari serabut kolagen, serabut elastis danotot polos.

5. Vesikula seminalis

Merupakan sepasang struktur berongga dan berkantung-kantung pada dasarkandung kemih di depan rectum, menempel lebih erat pada kandung kemih. Vesikulaseminalis memproduksi kurang lebih 50-60% dari total volume cairan semen.Komponen penting pada semen yang berasal dari vesikula seminalis adalah fruktosadan prostaglandin (Kretser, 2007). Anatomi kelenjar vesikula seminalis dapat dilihatpada Gambar 1.11.

Page 37: GENISTEIN - ResearchGate

Bab I : Sis tem Rep r od uks i J ant a n | 13

Gambar 1.11 Anatomi Vesikula Seminalis Tanda panah adalah kelenjar vesikula seminalis.Sumber: Primiani (2011)

Alveoli pada vesikula seminalis mengandung banyak granula dan gumpalanpigmen kuning. Beberapa sel epitel memiliki flagela. Sekret vesikula seminalis berupacairan kental berwarna kekuningan, yang merupakan sebagian besar dari isi ejakulat.

Struktur jaringan vesikula seminalis terbungkus oleh jaringan dengan tiga lapis,yaitu tunika mukosa, tunika muskularis dan tunika adventisia. Tunika mukosamembuat tonjolan bercabang dan berjalan ke dalam lumen, sehingga selain adalumen utama di tengah kantung ada pula lumen-lumen kecil diantara jalinan tonjolantunika. Sel lapisan dasar berbentuk bundar, sel lapisan atas berbentuk batang rendahatau kubus, mengandung banyak granula sekresi.

Bagian bawah epitel terdapat lamina propria yang banyak mengandung seratelastis. Dalam lumen banyak terdapat sekret mukus yang kental. Tunika muskularismerupakan lapisan yang tipis, sekeliling keseluruhan kantong adalah lapisan yangtebal yang terdiri dari serat otot polos. Tunika adventisianya tipis, baik yang terdapat

Page 38: GENISTEIN - ResearchGate

14 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

pada kantong cabang maupun kantong keseluruhan yang terdiri dari kolagendan jaringan elastis. Adapun struktur jaringan vesikula seminalis dapat dilihat padagambar 1.12.

Gambar 1.12 Penampang Melintang Vesikula Seminalis Kelinci dengan Pewarnaan H&ESumber: Lutz Slomainka (2009)

6. Penis

Penis atau zakar berfungsi sebagai organ kopulatoris menyalurkan spermadalam genitalia wanita/betina. Penis mempunyai tugas ganda yaitu pengeluaran urindan peletakan semen ke dalam organ reproduksi wanita/betina. Penis terdiri dariakar, badan, dan ujung bebas yang berakhir pada glans penis yang membentang kedepan dari arcus pelvis sampai ke daerah umbilikus pada dinding ventral perut. Penisditunjang oleh fascia dan kulit. Menurut Yatim (1990) penis terdiri atas tiga bagianyaitu (1) kulit (2) korpus kavernosum dan (3) uretra. Bagian ujung penis berbentukbongkol, disebut glans penis. Bagian ujung kulit yang membungkus glans penis danlepas dari jaringan di bawahnya disebut preputium. Anatomi penis dapat dilihat padaGambar 1.13.

Page 39: GENISTEIN - ResearchGate

Bab I : Sis tem Rep r od uks i J ant a n | 15

Gambar 1.13 Anatomi Testis dan Penis; a= Testis; b= PenisSumber: Primiani (2011)

Penis terdiri dari jaringan kavernosa (erektil) dan dilalui oleh uretra. Korpuskavernosa dibentuk atas ruang-ruang kecil yang berjumlah banyak. Ruang kecildisekati oleh jaringan ikat yang disebut tunika albuginea dan dipisahkan oleh septumfibrosa inkomplet dan semakin ke arah lumen atau saluran, terdapat banyak endotelpembuluh darah. Korpora tersebut penting untuk ereksi agar koitus dapatberlangsung. Bagian dalam dari korpus kavernosa mengandung banyak trabekula,yang tersusun atas serat elastis dan otot polos. Struktur jaringan penis dapat dilihatpada Gambar 1.14.

a

b

Page 40: GENISTEIN - ResearchGate

16 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Gambar 1.14 Struktur Jaringan Penis Manusiaa. Corpus spongiosum; b. Hypodermis; c. Tunica albuginia; d. Corpus cavernosa penisSumber: Histology Guide

Permukaan posterior pada penis yang lunak adalah bagian paling dekat denganuretra, dan sisi lainnya adalah permukaan dorsal yang lebih luas. Sebagian besarjaringan erektil penis tersusun dalam tiga kolom longitudinal, yaitu sepasang korpuskavernosum dan korpus spongiosum di bagian tengah. Ujung dari penis disebut glanspenis yang mengandung jaringan erektil dan berlanjut ke korpus spongiosum, dilapisioleh lapisan kulit yang tipis disebut preputium.

Arteri pudenda penis memasok darah ke penis, masuk dalam organ tersebutpada permukaan dorsal dan berpenetrasi ke jaringan erektil korpus kavernosum.Vena yang berasal dari penis mesuk ke pleksus prostatika baik secara langsung ataumelalui vena dorsalis penis. Ereksi penis terjadi ketika ruang kavernosa yang luaspada korpus kavernosum dan korpus spongiosum terisi darah. Pembesaran penisdapat menghambat aliran balik vena dan memungkinkan ereksi terus berlangsung.

a

b

c

d

Page 41: GENISTEIN - ResearchGate

Bab I : Sis tem Rep r od uks i J ant a n | 17

C. KESIMPULAN

Reproduksi jantan meliputi seluruh bagian tubuhnya serta sistem reproduksinyayang terdiri dari organ-organ reproduksi dan kelenjar-kelenjar reproduksimeliputi testis, epididimis, vasa deferens, penis, kelenjar prostat, dan vesikulaseminalis.Testis memiliki dua fungsi yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan produksiandrogen. Spermatogenenesis terjadi dalam suatu struktur yang disebuttubulus seminiferus.Spermatogenesis meliputi fase spermatogonia, spermatosit primer, spermatositsekunder, spermatid, dan spermatozoa.Tubulus seminiferus juga terdapat sel Sertoli yang berperan secara metabolikdan struktural menjaga perkembangan spermatozoa bertanggung jawab ataspergerakan sel-sel benih dari dasar tubulus ke arah lumen, untuk pelepasansperma yang matang, secara aktif memfagositosis spermatogonia yang rusak.Jaringan interstitial tubulus seminiferus (sel Leydig) berperan menghasilkanhormon testosteron dan pengontrolan perkembangan karakteristik sekssekunder.Epididimis sebagai saluran yang berkelok-kelok dan berakhir pada ekorepididimis yang kemudian menjadi vas deferens.Penis berfungsi sebagai organ kopulatoris, mempunyai tugas ganda yaitupengeluaran urin dan peletakan semen ke dalam organ reproduksiwanita/betina.Kelenjar-kelenjar asesoria terdiri dari kelenjar prostat dan vsikula seminalis,menghasilkan sekret berupa cairan kental berwarna kekuningan, yangmerupakan sebagian besar dari isi ejakulat.

Page 42: GENISTEIN - ResearchGate

18 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

D. PERTANYAAN-PERTANYAAN

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas

1. Apa yang saudara ketahui tentang organ reproduksi? Analisislah hubunganantara organ reproduksi satu dengan yang lain.

2. Jelaskan struktur jaringan testis, dan bagaimanakah sel-sel germinalberkembang dalam testis?

3. Apakah keistimewaan dari tubulus seminiferus testis?4. Di manakah letak sel sertoli dan sel Leydig? Jelaskan fungsinya masing-

masing.5. Jelaskan secara morfologis dan anatomis struktur jaringan epididimis dan

vas deferens.6. Bagaimanakah struktur jaringan kelenjar asesoria (kelenjar prostat dan

vesikula seminalis).7. Bagimanakah peran epididimis dalam fungsinya sebagai salah satu organ

reproduksi?8. Bagaimanakah peran kelenjar asesoria dalam kontrol proses reproduksi?

Berikan analisis saudara apa yang terjadi apabila spermatogonia mengalamiabnormalitas perkembangan?

9. Mengapa penis disebut sebagai organ erektil? Jelaskan berdasarkan strukturhistologisnya.

10. Adakah hubungan antara struktur histologis dengan fungsi fisiologis padaorgan reproduksi? Berikan juga contohnya.

Page 43: GENISTEIN - ResearchGate

Bab II : Sp er ma tog e nes is | 19

A. PENDAHULUAN

Spermatogenesis merupakan proses perkembangan spermatozoa yang dimulaidari sel-sel spermatogonia (sel benih). Spermatogenesis terjadi di dalam tubulusseminiferus testis selama masa seksual aktif akibat stimulasi oleh hormongonadotropin hipofisis anterior. Sperma dihasilkan dalam tubulus seminiferus sebesar

BAB2 SPERMATOGENESIS

STANDAR KOMPETENSIMampu menganalisis peristiwa spermatogenesis pada tubulus seminiferus testis

KOMPETENSI DASARMenganalisis proses gametogenesis pada tubulus seminiferus testis

TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari Bab ini diharapkan mampu:1. Menganalisis struktur sel germinal (spermatogonia, spermatosit primer

spermatosit sekunder, spermatid, dan spermatozoa)2. Menganalisis tahap-tahap spermatogenesis3. Menjelaskan tahap pembelahan sel selama spermatogenesis4. Menganalisis struktur dan fungsi sel Sertoli5. Menganalisis struktur dan fungsi sel Leydig

INDIKATOR1. Membedakan struktur sel germinal (spermatogonia, spermatosit primer

spermatosit sekunder, spermatid, dan spermatozoa) dalam tubulus testis2. Mendiskripsikan tahap spermatogenesis3. Mendiskripsikan tahap pembelahan sel selama spermatogenesis4. Mendiskripsikan daur sel pada spermatogenesis5. Mendiskripsikan struktur dan fungsi sel Sertoli6. Mendiskripsikan struktur dan fungsi sel Leydig

Page 44: GENISTEIN - ResearchGate

20 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

90% dari masa testis. Proses perkembangan spermatozoa dimulai sejak individumulai masa dewasa kelamin. Pada rodensia jantan (mencit jantan) spermatogenesisdimulai pada umur 8-9 minggu). Bayi (manusia) lahir sampai umur 2 tahun, testis bayimengandung spermatogonia yang mudah terlihat. Usia 3-4 tahun spermatogoniamengalami fase istirahat, dilanjutkan fase pertumbuhan aktif usia 4-9 tahun, hinggapada fase pematangan mulai pada saat pubertas usia 9-15 tahun (Wibisono, 2010).

Selama pembentukan sperma, sel-sel benih (sel germinal primordial) mulaiberkembang dan selanjutnya bermigrasi dari letak membran basal ke dalam lumentestis dan menjadi sel germinal matur (matang). Sel benih awal sering diebut sebagaispermatogonia, yang akan terus berkembang menjadi spermatosit primer,spermatosit sekunder, spermatid, dan akhirnya menjadi spermatozoa. Spermatogoniamulai mengalami pembelahan mitosis yang dimulai saat pubertas dan terusberproliferasi melalui berbagai tahap perkembangan untuk membentuk sperma.

Spermatogonia tumbuh menjadi spermatosit primer, setelah pembelahanmeiosis pertama tumbuh menjadi spermatosit sekunder haploid. Spermatositsekunder tumbuh menjadi spermatid, dilanjutkan dengan proses transformasi dalamproses spermiogenesis menjadi spermatozoa.

B. TAHAP-TAHAP SPERMATOGENESIS

Spermatogenesis terjadi melalui serangkaian peristiwa perkembangan sel-selspermatogenik. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus selama masa seksualaktif akibat stimulasi oleh hormon gonadotropik hipofisis anterior. Menurut Kretser,(2007) spermatogenesis terdiri dari tiga tahap besar yaitu (1) tahap proliferasi dandiferensiasi spermatogonia, (2) tahap meiosis, dan (3) tahap spermiogenesis yangmerupakan tahap metamorfosis yang termasuk di dalamnya adalah prosestransformasi yang merupakan perubahan struktur menjadi spermatozoa (Gambar2.1).

Spermatogonium mengalami pematangan dan memperbanyak diri sehinggamembelah secara terus-menerus (pembelahan secara mitosis). Spermatogenesisdipengaruhi oleh beberapa hormon, yaitu:

a. Hormon Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang berfungsi untukmerangsang pembentukan sperma secara langsung serta merangsang sel

Page 45: GENISTEIN - ResearchGate

Bab II : Sp er ma tog e nes is | 21

sertoli untuk menghasilkan Androgen Binding Protein (ABP) untuk memacuspermatogonium dalam melakukan spermatogenesis.

b. Luteinizing Hormone (LH) yang berfungsi merangsang sel Leydig untukmemperoleh sekresi Testosteron (suatu hormon seks yang penting untukperkembangan sperma).

Gambar 2.1 Spermatogenesis dalam Tubulum Seminiferus TestisSumber: Benjamin Cummings (2001)

1. Tahap Mitosis (Proliferasi dan Diferensiasi Spermatogonia)

Tahap pertama spermatogenesis, ditandai dengan spermatogoniabermigrasi di antara sel-sel Sertoli menuju lumen sentral tubulusseminiferus. Spermatogonia mengalami proliferasi (perbanyakan diri)secara terus menerus, dengan mengalami pembelahan mitosis.spermatogonia bersifat diploid (2n). Tahap perbanyakan diri ini seringdisebut sebagai tahap spermatositogenesis.

Page 46: GENISTEIN - ResearchGate

22 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Spermatogonia mengalami proliferasi dengan pembelahan mitosismenghasilkan spermatogonia tipe A dan spermatogonia tipe B.Spermatogonia tipe A berinti bundar dan bernukleolus di sebelah tepi.Spermatogonia tipe A untuk menjaga persediaan sel primordial.Spermatogonia tipe B memiliki inti bundar dan nukleolus terletak agak ditengah. Spermatogonia tipe B bermitosis kira-kira 24 hari untukmenghasilkan spermatosit primer. Spermatosit primer berada di lapisankedua tubulus arah ke dalam lumen, spermatosit primer bersifat diploid (2n).

Akhir hari ke 24, spermatosit primer akan mengalami meiosis I menjadispermatosit sekunder dalam waktu 2-3 hari. Proses perubahanspermatogonia menjadi spermatosit primer berlangsung selama 16 hari(Wibisono, 2010).

Setelah proses mitosis yang terakhir, spermatosit primer akanmemasuki fase istirahat. Pada fase istirahat, kromosom diduplikasi, danberiap untuk menuju pada fase meiosis I membentuk spermatosit sekunder.Masing-masing spermatosit primer mengalami duplikasi DNA danselanjutnya akan memasuki proses meiosis I untuk menghasilkanspermatosit sekunder yang bersifat haploid. Setiap spermatosit primer akanmembentuk dua spermatosit sekunder, yang bersifat haploid (n).Spermatosit sekunder sukar dilihat oleh karena masa interfasenya sangatpendek.

2. Tahap Meiosis

Spermatosit sekunder akan mulai masuk dalam proses transformasi,mengalami pembelahan meiosis II menjadi empat spermatid. Masing-masing spermatosit sekunder selanjutnya akan menjalani proses meiosis IIuntuk menghasilkan dua buah spermatid bersifat haploid. Spermatidmerupakan sel haploid yang tidak membelah lagi dan akan berubah menjadispermatozoa. Fase ini disebut sebagai spermiogenesis. Produksispermatozoa matur dari spermatogonia pada mencit berlangsung selama 5minggu (Rugh, 1967).

Page 47: GENISTEIN - ResearchGate

Bab II : Sp er ma tog e nes is | 23

Proses meiosis masing-masing spermatosit menghasilkan empatspermatid yang haploid, yang memerlukan waktu sekitar 3 minggu. Setelahkehilangan sebagian dari sitoplasmanya, spermatid kemudian mengalamidiferensiasi menjadi sperma.

3. Tahap Spermiogenesis

Spermiogenesis adalah peristiwa perubahan spermatid menjadisperma yang matur (matang), sebagai ahap akhir produksi sperma danmerupakan proses transformasi spermatid menjadi spermatozoa, yaitu selyang dikhususkan untuk menyampaikan DNA pria/jantan kepada ovum.Selama proses spermiogenesis tidak terjadi pembelahan sel. Spermatiddapat dikenali dari ukurannya yang cukup kecil mencapai diameter 7-8 µm(manusia), inti haploid dengan daerah kromatin padat dan posisinya beradadekat dengan lumen tubulus seminiferus.

Spermiogenesis terbagi menjadi empat tahap yaitu: 1) pembentukangolgi, aksonema dan kondensasi DNA, 2) pembentukan cap akrosom, 3)pembentukan bagian ekor, 4) maturasi, pemanjangan flagelum, reduksisitoplasma difagosit oleh sel Sertoli. Hasil akhirnya adalah spermatozoamatang selanjutnya dilepaskan ke dalam lumen tubulus seminiferus.Menurut Mescher (2010) spermiogenesis dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu(a) tahap golgi awal, (b) tahap akrosom, dan (c) tahap maturasi akhir.Penjelasan tiap tahap adalah sebagai berikut.

a. Fase Golgi Awal

Sitoplasma spermatid mengandung aparatus Golgi yangmencolok di dekat inti, mitokondria, sepasang sentriol, ribosom bebas,dan tubulus RE halus. Vesikel proakrosom kecil berkumpul dalamaparatus Golgi kemudian menyatu membentuk satu tudung akrosomberbatas membran yang berada dekat dengan satu ujung inti. Sentriolbermigrasi ke posisi di dekat permukaan sel dan berhadapan denganakrosom yang sedang terbentuk. Satu sentriol bertindak sebagai suatubadan basal yang berperan menyusun aksonema berflagelum denganstruktur yang serupa dengan struktur silia.

Page 48: GENISTEIN - ResearchGate

24 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

b. Fase Akrosom

Selama fase akrosom, tudung akrosom atau akrosom menyebaruntuk menutupi belahan anterior inti yang memadat. Akrosom adalahsuatu tipe khusus lisosom yang mengandung sejumlah enzim hidrolitiktermasuk hialuronidase, neuraminidase, fosfatase, dan suatu proteaseyang mirip tripsin yang disebut akrosin. Semua enzim dilepaskanketika spermatozoa bertemu dengan oosit dan membran luar akrosommenyatu dengan membran plasma sperma. Enzim menguraikan selkorona radiata dan mencerna zona pelusida (merupakan selubung seltelur).

Inti spermatid akan terorientasi ke arah basis sel Sertoli danaksonema terjulur ke dalam lumen tubulus. Inti menjadi lebih panjangdan lebih padat dengan histon yang nukleosom yang digantikan olehpeptida basa kecil yang disebut protamin. Pertumbuhan flagelaberlanjut dan mitokondria berkumpul di sekitar bagian proksimalflagelum dan membentuk bagian tebal yang dikenal sebagai bagiantengah tempat pembentukan ATP untuk pergerakan flagela.

c. Fase Maturasi Akhir

Sitoplasma yang tidak diperlukan dibuang sebagai suatu badanresidu dari setiap spermatozoa dan difagositosis oleh sel Sertoli.Spermatozoa yang sudah matang selanjutnya dilepaskan ke dalamlumen tubulus. Bagian-bagian spermatozoa (kepala, leher, dan ekor)beserta komposisinya terdapat pada Gambar 2.2.

Page 49: GENISTEIN - ResearchGate

Bab II : Sp er ma tog e nes is | 25

Gambar 2.2. Struktur Spermatozoa dengan Bagian-bagiannyaSumber: Dudek (2000)

Keseluruhan spermatogenesis mulai dari spermatogonia menjadispermatozoa membutuhkan waktu sekitar 74 hari (manusia) atau 36 hari(tikus/mencit). Menurut Maximow & Bloom (1958), spermiogensesis ditandaidengan adanya karakteristik inti berisi benang-benang kromatin atau kelompok-kelompok padat homogen sebesar anak inti, selanjutnya inti mengecil.Sitoplasma mengandung vesikula endoplasmik halus, mitokondria pada tepi sel.Permulaan spermiogenesis terjadi pembentukan vesikula padat di daerahkompleks golgi yang mengelilingi inti (granula proakrosom). Persatuan vesikula-vesikula akan membentuk satu vesikula besar (vesikula akrosom), selanjutnyatimbul pemadatan di dalam inti yang berlawanan arah dengan vesikula akrosom.

Granula proakrosom selanjutnya bergabung menjadi granula akrosom,vesikel akrosom melekat pada permukaan inti membentuk tudung. Strukturtudung ini melebar untuk meningkatkan panjang perlekatannya. Granulaakrosom berkembang melingkupi vesikel akrosom untuk membentuk akrosom.Akrosom banyak mengandung glikoprotein, glikolipid, karbohidrat (galaktose,manose, dan fruktose), enzim hialuronidase, fosfatase asam, dan nukleotidase.

Page 50: GENISTEIN - ResearchGate

26 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Perubahan morfologis utama yang terjadi dalam spermatid saat sel mengalamiproses diferensiasi menjadi spermatozoa terdapat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Perubahan Morfologis SpermatozoaSumber: Benjamin Cummings (2001) egacy.owensboro.kctcs.edu

C. MORFOLOGI SEL GERMINAL DI TUBULUS SEMINIFERUS

1. Spermatogonia

Spermatogonia merupakan sel benih induk yang berada pada bagianpaling dasar epitel germinal terletak paling dekat membran basalis. Selgerminal primordial mencit jantan muncul sekitar 8 hari kebuntingan,dengan jumlah hanya 100 buah, yang merupakan awal dari jutaanspermatozoa yang akan diproduksi. Hari ke 9 dan 10 kebuntingan sebagianmengalami degenerasi dan sebagian lagi mengalami proliferasi, bahkanbergerak (pada hari ke-11 dan hari ke-12) ke daerah genetalia saat itujumlahnya mencapai sekitar 5000 dan identifikasi testis dapat dilakukan.

Akhir masa fetus, aktivitas mitosis sel germinal primordial dalambagian genetalia berkurang dan beberapa sel mulai degenerasi menjelanghari ke-19. Setelah itu spermatogonia selalu ada dalam testis mencit jantansepanjang hidupnya. Selain letaknya dekat pada membran basalis,

Page 51: GENISTEIN - ResearchGate

Bab II : Sp er ma tog e nes is | 27

spermatogonia memiliki karakteristik bentuk oval/bulat, intinya bulatberwarna pucat oleh karena kromatin halus dan tersebar merata,sitoplasmanya jernih mengandung organela (Wibisono, 2010). Strukturspermatogonia dapat dilihat pada Gambar 2.4 (A dan B).

A B

Gambar 2.4 Struktur Tubulus Seminiferus Testis Mencit Pewarnaan HEA. Spermatogonia (SG). 100X, HEB. Spermatogonia (SG), Sel Mioid Membran Basal (M), 400X, HE

Sumber: Primiani dan Fitria (2011)

Menurut kejadiannya ada tiga macam spermatogonia, yangberkembang dari sel germinal, yaitu spermatogonia A, spermatogoniaintermediate/perantara, dan spermatogonia B (Rugh,1967). SpermatogoniaA merupakan sel benih induk utama (stem cell), yang mampu mengalamimitosis sampai menjadi spermatozoa. Spermatogonia tipe A merupakanspermatogonia yang paling besar dan mengandung inti kromatin yang mirippartikel debu halus dan nukleolus kromatin tunggal terletak eksentrik.Spermatogonia intermediate/perantara merupakan spermatogonia yangberasal dari proliferasi spermatogonia A. Sedangkan spermatogonia Bberasal dari proliferasi spermatogonia intermediate/perantara.Spermatogonia tipe B membelah dua untuk meningkatkan jumlahnya atauberubah menjadi spermatosit primer.

M

SGSG

Page 52: GENISTEIN - ResearchGate

28 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

2. Spermatosit Primer

Spermatosit primer merupakan hasil pembelahan mitosis darispermatogonia tipe B. Spermatosit primer sebagai sel sferis dengan intieukromatik. Spermatosit primer mereplikasi DNAnya sehingga setiapkromosom terdiri atas kromatid ganda dan mengalami mitosis. Selamapembelahan mitosis kromosom homolog berkumpul bersama dalam sinaps,rekombinasi DNA terjadi dan dua pembelahan sel cepat menghasilkan selhaploid. Spermatosit primer memiliki 46 kromosom (44+XY), jumlah diploiddan kandungan DNA sebesar 4N (N menunjukkan susunan haploidkromosom sebanyak 23 pada manusia atau jumlah DNA dalam susunanini). Segera setelah terbentuk, spermatosit primer memasuki tahap profasemeiosis pertama yang berlangsung sekitar 22 hari (manusia) (Mescher,2011). Spermatosit primer merupakan sel terbesar terletak di basal danlumen, ditandai dengan keberadaan kromosom yang mengalamikondensasi parsial dalam berbagai tahap sinapsis dan rekombinasi(Gambar 2.5).

3. Spermatosit sekunder

Spermatosit sekunder merupakan sel germinal berukuran kecil yangberasal dari pembelahan meiosis pertama spermatosit primer. Kromosomhomolog terpisah pada pembelahan meiosis pertama, dan menghasilkan

Gambar 2.5 Struktur Tubulus Seminiferus Testis Mencit, 1000X, HEMembran Basal (MB), Spermatogonia (SG), Spermatosit Primer (SP)Sumber: Primiani dan Fitria, (2011)

MB

SG

SP

Page 53: GENISTEIN - ResearchGate

Bab II : Sp er ma tog e nes is | 29

spermatosit sekunder. Jumlah kromosom 23 kromosom (22+X atau 22+Y),tetapi masing-masing terdiri atas 2 kromatid sehingga jumlah DNA menjadi2N. Spermatid sekunder biasanya sulit diamati dalam preparat testis karenamerupakan sel berumur pendek yang berada dalam tahap interfase yangsangat singkat dan dengan cepat memasuki pembelahan meiosis keduadan membentuk spermatid haploid.

4. Spermatid

Spermatosit sekunder haploid tumbuh menjadi spermatid kemudiantumbuh menjadi sel sperma. Spermatid berukuran 7-8µm, inti haploiddengan daerah kromatin padat, letaknya dekat lumen tubulus seminiferustestis. Pembelahan setiap spermatosit sekunder memisahkan kromatid disetiap kromosom dan menghasilkan 2 sel haploid yang disebut spermatid,masing-masing mengandung 23 kromosom. Fase S (replikasi DNA) tidakterjadi antara pembelahan meiosis pertama dan kedua, jumlah DNA per selberkurang setengah ketika kromatid berpisah dan sel yang terbentukbersifat haploid (N). Peristiwa fertilisasi ovum dan sperma haploid yangdihasilkan oleh meiosis bersatu dan menjadi jumlah dipolid.

Spermatid bundar yang baru terbentuk akan berdiferensiasi dankehilangan volumenya menjadi spermatid lanjut dan akhirnya menjadi selsperma (spermatozoa) yang motil.

5. Spermatozoa

Pembentukan spermatid pertama kali, spermatid tetap memiliki sifat-sifat yang biasa dari sel-sel epiteloid, tetapi spermatid segeraberdiferensiasi dan memanjang menjadi spermatozoa. Secara morfologis,spermatozoa terdiri dari kepala, leher, dan ekor. Tahap akhir produksisperma disebut spermiogenesis, yang merupakan proses transformasispermatid menjadi spermatozoa. Proses spermiogenesis tidak terjadiproses pembelahan, tetapi terjadi proses perubahan bentuk.Spermiogenesis meliputi pembentukan akrosom, proses kondensasi,proses pemanjangan flagel, dan proses penghilangan sitoplasma.

Page 54: GENISTEIN - ResearchGate

30 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Perubahan sel antara mitosis akhir spermatogonia dan pembentukanspermatid memerlukan waktu sekitar 2 bulan (manusia). Sel spermatogeniktidak terdistribusi secara acak di epitel seminiferus. Struktur spermatid danspermatozoa terdapat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur Tubulus Seminiferus Testis Mencit, 1000X, HESpermatid Bundar (SB) Spermatid Lanjut (SL), Spermatozoa Motil (SM)Sumber: Primiani dan Fitria (2011)

D. DAUR SEL PADA SPERMATOGENESIS

Menurut Wibisono, (2010), spermatogenesis pada sel germinal terjadi melauiserangkaian proses yang terdiri dari lima fase yaitu proliferasi (mitosis), meiosis I(pertumbuhan), meiosis II (maturasi), transformasi, spermiogenesis. Spermatogoniayang merupakan perkembangan dari sel germinal primordial secara berangsur-angsur membesar untuk membentuk spermatosit primer. Spermatosit tersebutselanjutnya mengalami pembelahan mitosis untuk membentuk spermatosit sekunder.Setelah beberapa hari spermatosit sekunder ini akan membelah menjadi spermatid,yang akhirnya dimodifikasi menjdi spermatozoa (Everitt & Johnson, 2000; Guyton,2007; Kretser, 2007).

Sel germinal mampu melakukan pembelahan secara terus menerus, berlaku apayang disebut sebagai daur sel atau siklus sel, yaitu suatu pengaturan sikluspembelahan sel yang merupakan siklus antara tahap persiapan dan pembelahan.Siklus sel ini merupakan suatu fungsi sel yang paling mendasar berupa duplikasisejumlah besar DNA di dalam kromosom, dan kemudian memisahkan hasil duplikasi

SB

SL

SM

Page 55: GENISTEIN - ResearchGate

Bab II : Sp er ma tog e nes is | 31

tersebut hingga terjadi dua sel baru yang identik (Yatim, 1992). Siklus sel yangberlangsung secara kontinyu dan berulang (siklik) disebut proliferasi. Keberhasilansebuah proliferasi membutuhkan transisi undireksional dan teratur dari satu fasesiklus sel menuju fase berikutnya. Transisi antara jenjang reaksi ditentukan olehlintasan pengendali ekstrinsik dan intrinsik yang terdiri dari beberapa cekpoin,sebagai konfirmasi selesainya reaksi pada suatu jenjang sebelum jenjang berikutnyadimulai. Kedua lintasan kendali dapat memiliki cekpoin yang sama. Lintasan kendaliinstrinsik akan menentukan setiap tahap berjalan sebagaimana mestinya. Fasa S, G2

dan M pada sel mamalia dikendalikan oleh lintasan tersebut, sehingga waktu yangdiperlukan untuk fasa tersebut, tidak jauh bervariasi antara satu sel dengan sel lain.

Fase siklus sel pada sel eukariotik terbagi menjadi dua fase fungsional yaitu faseS dan M, serta fase persiapan yang terdiri dari fase G1 dan G2. Fasa S (sintesis)merupakan tahap terjadinya replikasi DNA, pada umumnya, sel tubuh manusiamembutuhkan waktu sekitar 8 jam untuk menyelesaikan tahap ini. Hasil replikasiadalah kromosom yang telah utuh, dan segera dipilah bersama dengan dua nukleusmasing-masing dan untuk selanjutnya memasuki proses mitosis pada fase M.

Fase M (mitosis) dengan interval waktu fasa M kurang lebih 1 jam. Tahap initerjadi pembelahan sel (baik pembelahan biner atau pembentukan tunas). Fasemitosis, sel membelah dirinya membentuk dua sel anak yang terpisah. Fase M terjadibeberapa jenjang fase, yaitu: 1) profase, fase terjadinya kondensasi kromosom danpertumbuhan pemintalnya. Fase ini ini kromosom terlihat di dalam sitoplasma, 2)Prometafase, pada fasa ini sampul inti sel terlarut dan kromosom yang mengandungdua kromatid mulai bermigrasi menuju bidang ekuatorial (piringan metafase), 3)Metafase. kondensasi kromosom pada bidang ekuatorial mencapai titik puncaknya, 4)Anafase, tiap sentromer mulai terpisah dan tiap kromatid dari masing-masingkromosom tertarik menuju pemintal kutub, 5) Telofase, fase ini kromosom pada tiapkutub mulai mengalami dekondensasi, diikuti dengan terbentuknya kembali membraninti sel dan sitoplasma perlahan mulai membelah, 6) Sitokinesis yang ditandai denganpembelahan sitoplasma selesai.

Fase selanjutnya adalah fase G (gap) yang terdiri dari G1 dan G2 merupakanfase sintesis zat yang diperlukan pada fase berikutnya. Sel mamalia, interval fase G2

sekitar 2 jam, sedangkan interval fase G1 sangat bervariasi antara 6 jam hinggabeberapa hari. Sel yang berada pada fase G1 terlalu lama, dikatakan berada pada

Page 56: GENISTEIN - ResearchGate

32 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

fase G0 atau quiescent. Fase ini, sel tetap menjalankan fungsi metabolisnya denganaktif, tetapi tidak lagi melakukan proliferasi secara aktif. Sebuah sel yang beradapada fase G0 dapat memasuki siklus sel kembali, atau tetap pada fasa tersebuthingga terjadi apoptosis (Gilbert, 2010). Pada umumnya, sel dewasa berada padafasa G0. Sel tersebut dapat masuk kembali ke fasa G1 oleh stimulasi antara lainberupa perubahan kepadatan sel, mitogen atau faktor pertumbuhan, atau asupannutrisi. Sedangkan fase terakhir adalah fase interfase yang merupakan sebuah jedapanjang antara satu mitosis dengan yang lain. Jeda waktu tersebut termasuk faseG1, S, G2. Gambar siklus sel terdapat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Siklus Sel EukariotikSumber: Wikipedia (2010)

Berbagai komponen memegang peranan yang sangat penting untuk pengaturanpembelahan sel, misalnya protein kinase yang dikenal dengan nama KinaseBergantung Siklin (Cyclin-Dependent-Kinase) yang sering disebut CDK. Proteinkinase merupakan suatu protein yang mengkatalisa fosforilasi yang terjadi setelahterjadi lintasan sinyal dari cAMP (Yatim, 1992).

Aktivitas selular yang terjadi pada cekpoin, berlangsung pada aktivitas enzimintraselular tersebut. Holoenzim CDK aktif terdiri dari subunit katalitik dan subunitkendali siklin. Tiap siklin disintesis pada tahap terkait dari fase siklus sel. Sebagaicontoh, siklin E disintensis pada akhir fasa G1 hingga awal fasa S, siklin A disintesissepanjang interval fase S dan G2, dan siklin B disintesis sepanjang fase G2 dan M.Oleh sebab itu, subunit katalitik tidak dapat teraktivasi, hingga siklin yang diperlukanselesai disintesis. Ikatan yang dibentuk antara subunit siklin dan subunit katalitik

Page 57: GENISTEIN - ResearchGate

Bab II : Sp er ma tog e nes is | 33

membutuhkan proses fosforilasi pada treonina oleh enzim lain yang disebut CAK,yang terdiri dari siklin H dan CDK7 (Wikipedia, 2010)

Pembelahan pada tahap mitosis (M) dapat dihambat oleh beberapa faktor.Penghambatan ini terjadi sebelum sel mencapai titik batas yang disebut titik batas Rpoint (restriction point). Titik batas tersebut berada di sekitar fase G1. Apabilahambatan dilakukan setelah titik batas ditempuh sel dalam daurnya, pembelahantidak berhenti tetapi terus berlangsung sempurna sampai menjadi dua sel denganmenempuh tahap S, G2, dan M.

E. SEL SERTOLI

Sel Sertoli sesuai dengan nama Enrico Sertoli (1842-1910) yang pertama kalimemperlihatkan makna fisiologisnya, sangat penting untuk fungsi testis. Sel sertolimerupakan sel piramid atau kolumner yang sebagian membungkus sel-sel dari garisketurunan spermatogenik dan berfungsi sebagai sel penunjang atau sel perawat.Dasar sel Sertoli melekat pada lamina basal dan ujung apikalnya sering terjulur kedalam lumen tubulus seminiferus. Bentuk sel Sertoli tidak jelas terlihat karenabanyaknya juluran lateral yang mengelilingi sel spermatogenik.

Setiap sel Sertoli menyangga 30-50 sel benih dengan berbagai tahapperkembangan. Kajian dengan menggunakan Mikroskopi Elektron Transmisi (TEM)bahwa sel-sel Sertoli mengandung banyak Retikulum Endoplasmik (RE) halus,sejumlah RE kasar, kompleks Golgi dan sejumlah besar mitokondria dan lisosom. Intiyang memanjang, yang sering berbentuk segitiga, memiliki banyak lipatan dansebuah anak inti yang mencolok, sering memperlihatkan sedikit heterokromatin(Gambar 2.8).

Page 58: GENISTEIN - ResearchGate

34 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Gambar 2.8 Struktur Jaringan Testis, Menunjukkan Adanya Sel Sertoli, 400X, HESumber: Thomas Caceci, Veterinary Histology, (1998)http://www.vetmed.vt.edu/education/curriculum/vm8304/lab)

Bagian yang erat diantara membran basolateral sel-sel Sertoli yang berdekatanmembentuk suatu sawar testis-darah pada epitel seminiferus yaitu sawar darah-jaringan yang paling erat pada mamalia. Sawar fisis ini merupakan bagian dari sistemyang mencegah serangan autoimun terhadap sel spermatogenik yang khas yangpertama kali muncul lama setelah sistem imun menjadi matang dan toleransi diri telahterbentuk.

Spermatogonia terletak pada kompartemen basal yang berada di bawah bagianyang erat dan membuka ke jaringan interstitial bervaskuler yang mengandung limfositdan sel penyaji antigen. Awal meiosis, spermatosit yang baru terbentuk mengganggumolekul adesi sel di sebagian besar bagian basal untuk sementara yang membentukbagian erat yang baru diantara faktor-faktor adesi di membrannya sendiri danmembran sel Sertoli, dan bergerak ke dalam kompartemen adluminal tanpamengganggu sawar testis-darah. Spermatosit dan spermatid melekat erat pada selSertoli, terletak di dalam invaginasi pada membran lateral dan apikal sel ini di atassawar.

Sewaktu ekor flagela spermatid berkembang, flagela tersebut tampak sebagaijerumbai yang meluas dari ujung apikal sel Sertoli. Sel Sertoli juga dihubungkan dandipasangkan secara ionik oleh sejumlah besar bagian yang erat yang dapatmembantu mengatur perubahan transien pengorganisasian siklus epitel. Sel Sertolimempunyai beberapa fungsi dalam epitel seminiferus yang biasanya melibatkansawar testis-darah. Beberapa fungsi sel Sertoli adalah:

Page 59: GENISTEIN - ResearchGate

Bab II : Sp er ma tog e nes is | 35

1. Penunjang, perlindungan, dan nutrisi spermatozoa yang sedangberkembang

Spermatosid, spermatid, dan spermatozoa terpisah dari protein plasmadan diberi nutrisi oleh sawar testis-darah, oleh karena itu sel-selspermatogenik ini bergantung pada sel Sertoli untuk produksi ataupengangkutan metabolit dan faktor nutrisi seperti protein pengangkut besi,transferin ke dalam lumen. Sel Sertoli harus menyuplai faktor plasma yangdiperlukan untuk pertumbuhan dan diferensiasi, selain sebagai pelindung selspermatogenik dari komponen imun dalam plasma.

2. Sekresi endokrin dan eksokrinSel Sertoli secara kontinyu menyekresi suatu cairan ke dalam tubulus

seminiferus yang digunakan untuk mengangkut sperma ke arah duktusgenetalis. Sekresi nutrien dan protein pengikat androgen (ABP) yangmemekatkan testosteron hingga mencapai kadar yang diperlukan untukspermiogenesis ditingkatkan oleh hormon penstimulasi folikel (FSH). Secaraendokrin sel Sertoli melepaskan steroid estradiol yang berasal daritestosteron dan menyekresikan glikoprotein sebesar 39 kDa inhibin yangmenekan sintesis dan pelepasan FSH dalam suatu aktivitas umpan balik darihipofisis anterior. Sel Sertoli pada fetus juga menyekresi glikoprotein sebesar140 kDa yang disebut penghambat Mullerian (MIS) yang menimbulkanregresi duktus Mulleri (paramesonefros) tanpa MIS, duktus tersebut bertahandan menjadi bagian saluran reproduksi wanita.

3. FagositosisSelama spermiogenesis kelebihan sitoplasma yang terlepas sebagai

badan residu difagositosis dan dicerna oleh lisosom sel Sertoli.

F. JARINGAN INTERSTITIAL

Jaringan interstitial testis merupakan tempat produksi androgen. Ruang diantaratubulus seminiferus terisi oleh jaringan ikat yang mengandung sel mast, makrofag,syaraf, pembuluh darah, dan limfe termasuk kapiler darah. Berdasarkan letaknyadiantara tubulus seminiferus testis, maka jaringan interstitial testis yang juga seringdisebut sel interstitial testis. Selama pubertas, sel interstitial atau sering disebut selLeydig menjadi jelas sebagai sel bulat atau poligonal dengan inti di pusat dan

Page 60: GENISTEIN - ResearchGate

36 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

sitoplasma eosinofilik dengan banyak tetes lipid halus (Gambar 2.9). Sel Leydigdiambil dari nama Franz Leydig, yang menemukannya pada 1850.

Sel Leydig mengeluarkan hormon kelas androgen (Steroid C19), sepertitestosteron, androsetenedion, dan dehidroepiandrosteron, yang dirangsang olehLuteinizing Hormone (LH). LH meningkatkan aktivitas enzim kolesterol desmolase,yang akan merangsang pengeluaran testosteron. Hormon FSH meningkatkan responsel Leydig pada hormon LH.Testosteron yang berfungsi bagi perkembangan cirikelamin pria sekunder. Testosteron disintesis oleh enzim-enzim yang terdapat padamitokondria dan retikulum endoplama (RE) halus dalam suatu sistem yang serupadengan sistem pada sel korteks adrenal. Sel interstitial (Leydig) memproduksitestoteron dan selalu berhubungan dengan sistem saraf. Sel Leydig memiliki inti yangberbentuk bulat dan sitoplasma granular yang eosinofilik.

Gambar 2.9 Struktur Jaringan Testis, Menunjukkan Adanya Sel Leydig, 400X, HESumber: Thomas Caceci, Veterinary Histology, 1998http://www.vetmed.vt.edu/education/curriculum/vm8304/lab_

Hormon gonadotropin dari plasenta merangsang sel interstitial menyintesistestosteron yang diperlukan untuk perkembangan duktus dan bagian lain sistemreproduksi pria. Sel interstitial janin sangat aktif selama bulan ketiga dan keempatkehamilan, lalu beregresi dan menjadi tenang yang menyerupai fibroblas hinggapubertas ketika sel ini kembali menyintesis testosteron sebagai respons terhadapgonadotropin hipofisis. Pemaparan monosodium glutamat menyebabkan pengecilandiameter sel Leydig, yang dapat menurunkan sekresi testosteron (Suryadi et al.,2007).

Page 61: GENISTEIN - ResearchGate

Bab II : Sp er ma tog e nes is | 37

H. PERTANYAAN-PERTANYAANJawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas1. Apa yang saudara ketahui tentang spermatogenesis? Di manakah

spermatogenesis terjadi?2. Bagaimanakah perkembangan sel-sel germinal di dalam tubulus

seminiferus testis?3. Apakah yang terjadi dalam peristiwa mitosis sel-sel geminal?4. Bagaimanakah tahap-tahap spermatogenesis?5. Apa yang terjadi pada peristiwa spermiogenesis?6. Bagaimanakah hubungan antara sel Leydig dengan spermatogenesis?7. Apakah fungsi sel Sertoli dalam peristiwa spermatogenesis?8. Bagaimanakah keistimewaan spermatosit primer?

G. KESIMPULAN

Spermatogenesis terdiri dari tiga fase besar yaitu (1) fase proliferasi dandiferensiasi spermatogonia, (2) fase meiosis, dan (3) fase spermiogenesis yangmerupakan fase metamorfosis yang termasuk di dalamnya adalah prosestransformasi yang merupakan perubahan struktur menjadi spermatozoa.Fase spermatositogenesis: Spermatogonia mengalami proliferasi (perbanyakandiri) secara terus menerus, dengan mengalami pembelahan mitosis.spermatogonia bersifat diploid (2n).Fase meiosis: Spermatosit sekunder akan mulai masuk dalam prosestransformasi, mengalami pembelahan meiosis II menjadi empat spermatid.Fase spermiogenesis: peristiwa perubahan spermatid menjadi sperma yangmatur (matang), sebagai ahap akhir produksi sperma dan merupakan prosestransformasi spermatid menjadi spermatozoa.Fungsi sel Sertoli adalah: a). Penunjang, perlindungan, dan nutrisi spermatozoayang sedang berkembang, b) Sekresi endokrin dan eksokrin, c) fagositosis.Sel Leydig mengeluarkan hormon kelas androgen (Steroid C19), sepertitestosteron, androsetenedion, dan dehidroepiandrosteron, yang dirangsang olehLH. LH meningkatkan aktivitas enzim kolesterol desmolase, yang akanmerangsang pengeluaran testosteron

Page 62: GENISTEIN - ResearchGate

38 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Page 63: GENISTEIN - ResearchGate

Bab III : Kela ngs un ga n H id u p Sel G er m in al | 39

A. PENDAHULUAN

Berdasarkan hasil kajian Ruwanpura et al., (2010), kajian selulerspermatogenesis yang diatur oleh Follicle Stimulating Hormone (FSH) dantestosteron. Perkembangan spermatozoa yang dimulai dari perkembangan sel-selgerminal merupakan sebuah peristiwa yang sangat rumit dan kompleks. Adanyapengaturan hormonal dan molekuler kematian sel terprogram menjadikanspermatogenesis terjadi secara periodis dan ritmis di dalam tubulus seminiferustestis.

BAB3

KELANGSUNGAN HIDUP SELGERMINAL:

KAJIAN JURNAL PENELITIANHormonal Regulation of Male Germ Cell Development

Saleela M. Ruwanpura, Robert I McLachlan dan Sarah J MeachemJournal of Endocrinology (2010): 117-131

STANDAR KOMPETENSIMemahami kelangsungan hidup sel germinal

KOMPETENSI DASARMemahami kelangsungan hidup sel germinal

TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari Bab ini diharapkan mampu:1. Menjelaskan peran apoptosis sel germinal2. Menjelaskan mekanisme biokimiawi dan molekuler apoptosis sel germinal3. Menjelaskan peran testosteron dan FSH terhadap sel germinal

INDIKATOR1. Mendiskripsikan peran peristiwa apoptosis pada sel germinal2. Mendiskripsikan jalur intrinsik dan ekstrinsik apoptosis sel geriminal3. Mendiskripsikan jalur retikulum endoplasma apoptosis sel germinal4. Mendiskripsikan peran testosteron dan FSH terhadap sel germinal

Page 64: GENISTEIN - ResearchGate

40 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Testosteron dan FSH sangat penting dalam proses pembentukan sperma(spermatogenesis) oleh karena itu memahami mekanisme dasar hormon dalampengaturan perkembangan sel germinal merupakan langkah penting untukpeningkatan pengaturan fertilisasi. Mekanisme kelangsungan hidup sel germinaldiprogram adanya suatu mekanisme kematian sel yang terprogram. Selamaspermatogenesis apoptosis mengatur proses homeostasis sel sertoli denganmenginduksi kematian sel germinal secara terprogram.

B. REGULASI PERKEMBANGAN HORMON SEL GERMINAL

Pengembangan sel germinal melibatkan proses mitosis dan meiosis yangmengalami proses berdiferensiasi atau mati dalam prosesnya membutuhkan FSHdan Testosteron sebagai regulator utama. FSH dan Testosteron berperan dalamspermatogenesis. Pada hewan pengerat FSH sangat dominan mendukungperkembangan spermatogonium, tetapi testosteron memberikan sedikit dukungan(hasil review dalam McLachlan et al., 2002a; Ruwanpura et al., (2008a, b).

Testosteron berperan penting dalam proses pematangan spermatosit, sertasangat penting dalam memfasilitasi perkembangan spermatid bulat menjadimemanjang. Pelepasan spermatid (spermiasi) juga membutuhkan testosteron danFSH (hasil review dalam McLachlan et al., 2002a). Perkembangan spermatogonia,meiosis, dan spermiasi pada manusia, adalah tiga proses utama yang diatur olehgonadotropin (McLachlan et al., 2002b dan Matthiesson et al., 2005, 2006).

Keberlangsungan hidup sel-sel germinal ditentukan oleh keseimbangan antaraproses kematian terprogram (apoptosis) dan pembelahan, yang dipengaruhi olehbeberapa faktor biokimiawi. Proses pembentukan sperma (spermatogenesis)membutuhkan fungsi khusus dan penghubung komunikasi antara sel Sertoli dan selgerminal (Kierszenbaum dan Tres 2004). Secara umum bahwa sel-sel germinal tidakmengandung reseptor untuk hormon, dengan demikian, faktor endokrin/hormonal inimemberikan efek biologis terhadap spermatogenesis melalui reseptor yang terletak didalam atau pada membran plasma sel Sertoli (Parvinen 1982).

Produksi sperma orang dewasa normal pembentukannya bergantung padapopulasi sel sertoli, yang diatur pada masa pubertas pada mamalia, pada tikus sekitar2 minggu setelah lahir (Orth, 1984), sedangkan pada manusia sekitar 11-13 tahun(Zivkovic dan Hadziselimovic, 2009). Sebelum pubertas, ada tahap awal apoptosis

Page 65: GENISTEIN - ResearchGate

Bab III : Kela ngs un ga n H id u p Sel G er m in al | 41

spermatogonium (mempengaruhi 70% dari kematian spermatogonial), yangdiperlukan untuk mempertahankan rasio kritis antara sel germinal dan sel Sertoli.

Temuan baru menunjukkan bahwa FSH dan testosteron bertindak sebagaifaktor kelangsungan hidup untuk mengatur gen dan protein apoptosis (Nandi et al.,1999; Woolveridge et al., 1999, Chausiaux et al., 2008; Ruwanpura et al., 2008).Jalur intrinsik (mitokondria) dan jalur ekstrinsik (reseptor kematian sel germinal),apoptosis berperan dalam melaksanakan kematian sel benih (sel germinal).

C. MEKANISME KELANGSUNGAN HIDUP SEL GERMINAL

Mekanisme kelangsungan hidup sel berjalan sesuai genetik terprogram.Kematian sel terprogram secara genetik merupakan mekanisme caspase apoptosis(Sinha-Hikim dan Swerdloff 1999; Shaha 2007), caspase independen apoptosis(Lockshin dan Zakeri 2004), yang dijelaskan dalam testis (apoptosis) merupakanmekanisme yang harus dilakukan oleh setiap sel germinal sehingga perkembangansel-sel germinal dapat berjalan secara harmonis.

Mekanisme kematian sel secara genetik terprogram tergantung dari mekanismecaspase dependent apoptosis dan caspase independen apoptosis yang terjadi dalamtestis. Bentuk kematian sel akibat keterlibatannya dalam aktivasi caspase melaluijalur melibatkan kompleks regulator BCL2. Selama spermatogenesis normal,apoptosis mengatur homeostasis sel Sertoli ke sejumlah sel germinal denganmenginduksi kematian sel yang diprogram untuk mengeliminasi sel germinal yanggagal dalam mereplikasi DNA selama pembelahan sel.

D. MEKANISME BIOKIMIA DAN MOLEKULER APOPTOSIS

Apoptosis sel germinal merupakan mekanisme molekuler yang melibatkanenzim protease apoptosis promotor dan adaptor untuk mengatur kematian selsetidaknya melalui dua jalur utama (Gambar 3.1). Ada dua kelas dari apoptosiscaspase yaitu caspase pembuka dan caspase pengawal. Caspase disintesis sebagaipathway penonaktif proenzim (procaspase) 32-56 kDa yang berada di ruangmembran mitokondria atau retikulum endoplasma kemudian dilepaskan ke sitosoluntuk aktivasi. Setelah itu, caspase diaktifkan berpindah ke inti untuk melakukanpembelahan protein lain dan degradasi DNA (Krajewski et al., 1999). Aktivasicaspase sel target dalam testis dipicu melalui dua jalur utama baik oleh sinyal

Page 66: GENISTEIN - ResearchGate

42 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

intraseluler yang mengakibatkan kerusakan DNA (jalur intrinsik) atau oleh sinyaltertentu yang disampaikan melalui permukaan sel (kematian reseptor) (jalurekstrinsik).

1. Jalur Intrinsik (Mitokondria)

Jalur intrinsik melibatkan anggota keluarga protein BCl2 yang mengontrolpelepasan sitokrom C dari mitokondria ke sitosol (Gambar 3.1). Pada sel normal,protein keluarga BCl2 ditemukan di membran luar mitokondria, dan terikat untukadaptor APAF1 protein (Zou et al., 1997). BCl2L2 adalah protein pendukung yangpenting dalam kelangsungan hidup kelompok BCl2, berperan dalam regulasiapoptosis yang berdimerisasi dengan faktor BAX pro-apoptosis. Kelebihan BCl2L2

hasilnya dalam kelangsungan hidup sel, sedangkan kelebihan BAX menyebabkankematian sel.

Sinyal apoptosis yang terlibat dalam modulasi pertahanan antioksidan, sehinggaterjadi peningkatan kepekaan terhadap oksigen reaktif dan induksi permeabilitastransisi mitokondria. Kondisi tersebut menyebabkan pelepasan sitokrom C ke dalamsitosol. BAX masuk ke dalam mitokondria melalui membran pro-caspase 9 danAPAF1, bersama-sama dengan sitokrom C, memicu aktivasi caspase 9. Kondisitersebut mengaktivasi caspase 3, 6, dan 7. Caspase pengawal yang diaktifkan sertadilibatkan dalam pembelahan protein intraseluler seperti (ADP-ribose) polymerase.

Gambar 3.1. Diagram Skematik Apoptosis Sel GerminalSumber: Ruwanpura et al., (2010)

Page 67: GENISTEIN - ResearchGate

Bab III : Kela ngs un ga n H id u p Sel G er m in al | 43

Keterangan Gambar 3.1 adalah sebagai berikut.

Diagram skematik apoptosis sederhana tergantung pada caspase yang terlibatdalam sel geminal testis mamalia menggambarkan tiga mekanisme molekuler utama:1) intrinsik (mitokondria), 2) ekstrinsik (reseptor kematian), dan 3) jalur retikulumendoplasma (ER). Jalur intrinsik melibatkan translokasi apoptosis inducer BAX(anggota keluarga BCL2) ke mitokondria, sedangkan BCL2L2 bertindak sebagaipenekan kematian sel. Setelah pemindahan BAX, sitokrom C dilepaskan ke dalamsitosol yang akan mengikat faktor aktivasi protease apoptosis (APAF1). APAF1 dansitokrom C kemudian mengikat procaspase 9 untuk membentuk apoptosom denganmengaktifkan caspase 9, sehingga menyebabkan aktivasi proteolitik berikutnya daricaspase pengawal 3, 6, dan 7, dan akhirnya terjadi apoptosis.

Caspase 2 juga telah ditunjukkan untuk mengaktifkan jalur tersebut denganbertindak pada BAX. Jalur ekstrinsik melibatkan ligasi protein reseptor kematian, FASke ligannya (FASL). Pengikatan FAS untuk FASL menginduksi trimerisasi reseptorFAS (FASR), yang merekrut FAS terkait domain kematian (FADD). FAS-FADDkompleks mengikat inisiator caspase 8 untuk aktivasi, yang kemudian mengaktifkancaspase pengawal 3, 6, dan 7 menyebabkan apoptosis.

Jalur retikulum endoplama melibatkan aktivasi caspase 12 dan aktivasiberikutnya dari caspase pengawal. BID dapat menginduksi pelepasan BAX-yangdimediasi sitokrom C dari mitokondria, selanjutnya melakukan apoptosis sel melaluijalur intrinsik. APAF1 (Honarpour et al., 2000.); dan sitokrom C (Narisawa et al., 2002)telah dilaporkan pada jenis sel germinal awal (spermatogonium dan spermatosit) dansel sertoli.

2. Jalur Ekstrinsik (Kematian Reseptor)

Jalur ekstrinsik merupakan jalur mekanisme utama kematian sel terprogramcaspase aktif, di mana reseptor kematian pada permukaan sel disebut reseptor FAS(FASRs) telah muncul sebagai regulator utama. FAS adalah protein reseptortransmembran dan berisi daerah kematian terprogram untuk memulai apoptosis sertamengikat ligan (FASL) selanjutnya ke FASR. FAS terkait pada daerah kematian, yangmengikat beberapa molekul caspase 8 proenzim, sehingga terjadi aktivasi proteolitik.Inisiator diaktifkan caspase pengawal sehingga menyebabkan apoptosis (Nagata danGolstein 1995; Nagata 1997) Aktivasi jalur ekstrinsik telah ditunjukkan dalam

Page 68: GENISTEIN - ResearchGate

44 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

mekanisme fisiologis dan eksperimental dalam menginduksi apoptosis sel germinal(Shaha 2007). Pada tikus dan manusia FAS telah menginduksi ke sel germinal,spermatosit, dan spermatid, demikian juga FASL ke sel Sertoli (Lee et al., 1997;Sugihara et al., 1997; Pentikainen et al., 1999).

3. Jalur Apoptosis Lainnya dan Persilangan Antar Jalur

Jalur ER berhubungan dengan kematian sel, dimana caspase 12 telah dianggapsebagai inisiator caspase utama. Pada kasus kekurangan gonadotropinhipogonadisme (hpg) tikus (menunjukkan keterlibatan jalur ER dalam testis(Chausiaux et al., 2008). Jalur persilangan telah diamati untuk spermatosit apoptosisselama gelombang pertama dari spermatogenesis pada tikus (Lizama et al., 2007),tetapi apakah jalur persilangan ini ada model kematian sel germinal lain sepertikekurangan hormon masih belum diketahui.

Setelah perubahan biokimia, perubahan morfologi terjadi, sel-sel mati menyusutdan lepas dari sel-sel di sekitarnya. Nukleolus dan membran nukleus sel mengalamiapoptosis dan membentuk “badan apoptosis”. Peristiwa apoptosis juga melibatkanpaparan phosphatidylserine (PS) di sisi luar membran plasma. Sel-sel apoptosis PSmengekspos apoptosis sel, kemudian berikatan dengan reseptor sel-sel fagositikseperti makrofag, yang kemudian memfagosit fragmen sel apoptosis. (hasil reviewdalam Nakanishi dan Shiratsuchi (2004).

E. MEKANISME PROLIFERASI SEL GERMINAL

Sel germinal berproliferasi melalui serangkaian mitosis dan meiosis divisi dimana stabilitas genetik dipertahankan melalui duplikasi DNA diatur secara tepat,perbaikan, dan mekanisme pemisahan siklus sel. Selama siklus sel, spermatogoniatumbuh pada fase G1 mensintesis DNA dalam fase S, mempersiapkan mitosis padafase G2 dan menjalani mitosis dan meiosis pada fase M (terdiri dari empat subfase:profase, metafase, anafase, dan telofase).

Ada dua pembagian dalam proses meiosis dalam perkembangan spermatosit.Dalam profase I, metafase I, anafase I, dan telofase I proses meiosis I, spermatositmasing-masing mengalami leptoten, zygoten, pakiten dan diploten. Dalam meiosis II,kedua sel pada fase diploten terjadi pengurangan lebih lanjut tanpa sintesis DNA dan

Page 69: GENISTEIN - ResearchGate

Bab III : Kela ngs un ga n H id u p Sel G er m in al | 45

terjadi empat sel germinal haploid, menandai selesainya fase M (Wolgemuth et al.,2002).

F. PENGATURAN HORMONAL DALAM SPERMATOGENESIS

1. Peran FSH dalam Spermatogenesis

Peran FSH dalam proses pembentukan sperma (spermatogenesis) pada tahappendewasaan memberikan peran lebih daripada tahap awal spermatogenesis. Padatahap spermatogonia, FSH tidak memberikan peran yang signifikan.Keberlangsungan hidup spermatogonia tidak dipengaruhi oleh perlakuan FSH baikdalam testis janin manusia maupun testis janin tikus (Boulogne et al., 1999). FSHdikombinasikan dengan faktor-faktor lain seperti sebagai folistatin, aktivin, atau c-kityang mempromosikan pematangan spermatogonia (Meehan et al., 2000) dankelangsungan hidup (Orth et al., 2000).

a. Peran FSH pada Spermatogonia

FSH berperan utama dalam regulasi populasi spermatogonium padarodensia/hewan pengerat (McLachlan et al., 2002). Spermatogenesis awal,FSH bertindak sebagai faktor survival bukan sebagai faktor proliferasi(Meachem et al., 2005). Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa FSHsangat penting dalam proliferasi spermatogonia di testis, sedangkan FSHyang dikombinasikan dengan aktivin (menghambat sekresi FSH), proliferasiakan tertekan (Boitani et al., 1993, 1995).

Suatu penelitian menunjukkan bahwa penekanan FSH akanmenginduksi apoptosis spermatogonia melalui jalur intrinsik, pada tikusdewasa dan manusia dewasa (Ruwanpura et al., 2008). Data laboratoriummenunjukkan bahwa FSH muncul untuk mempertahankan spermatogoniasampai pakiten spermatosit. Hal ini menunjukkan bahwa FSH berperanpenting yang mirip dengan yang ditunjukkan pada tikus (Meachen etal.,2001).

Data yang baru menemukan bahwa gonadotropin pada priabertindak sebagai faktor survival untuk spermatogonia dengan mengaturjalur apoptosis intrinsik, bukan jalur apoptosis ekstrinsik, saat proliferasi(Ruwanpura et al., 2008). Pria yang mengalami penekanan gonadotropin,

Page 70: GENISTEIN - ResearchGate

46 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

belum dapat untuk membedakan apakah kelangsungan hidupspermatogonia tipe A dan/atau spermatogonia tipe B dipengaruhi FSH.

b. Peran FSH pada Spermatosid/Spermatid

FSH berperan dalam meiosis dan spermiogenesis di masa dewasa.Beberapa studi telah menginformasikan bahwa FSH penting dalamperkembangan meiosis spermatogenesis awal pada tikus (Vihko et al.,1991), tapi hal ini belum diteliti dalam beberapa tahun terakhir. Pada priadewasa, FSH diperlukan dalam meiosis seperti yang ditunjukkan olehpemeliharaan spermatosit fase preleptotene dan sebagian pemeliharaanspermatosit fase pakiten (Chandolia et al., 1991; Sinha-Hikim danSwerdloff, 1995).

FSH berperan dalam spermiogenesis, kemungkinannya dengan caramengatur antara adesi/perlekatan dan hubungan antara sel Sertoli danspermatid (Muffly et al.,1994 dan Sluka et al., 2006). Hasil penelitian telahteridentifikasi bahwa sperma gagal dihasilkan setelah imunisasi FSH, hal inimenunjukkan peran FSH dalam proses spermiasi. Pada hewan rodensiadewasa, FSH dan testosteron, mendukung kelangsungan hidup meiosis seldan spermatid melalui kedua jalur yaitu intrinsik dan ekstrinsik (Ruwanpuraet al., 2008).

Peran FSH pada manusia masih belum jelas apakah FSH berperanlangsung dalam meiosis dan spermiasi. Sebuah penelitian menganalisisperan FSH dan LH dalam pemeliharaan spermatogenesis, menunjukkanbeberapa indikasi bahwa FSH kemungkinan lebih efektif daripada LH dalammendukung spermatosit fase pakiten. FSH bersama testosteron pada pria,bertindak terhadap kelangsungan hidup spermatosit dan spermatid denganmengatur kedua intrinsik dan ekstrinsik jalur apoptosis.

2. Peran Testosteron dalam Spermatogenesis

Hormon testosteron pada rodensia/hewan pengerat diperlukan untukspermatogenesis, yaitu pada proses meiosis dan spermiogenesis.Testosteron sangatpenting untuk pembentukan gonad dan diferensiasi testis pada testis hewan yangmasih muda. Selama 5 tahun terakhir, bukti yang dipelajari bahwa testosteron terlibat

Page 71: GENISTEIN - ResearchGate

Bab III : Kela ngs un ga n H id u p Sel G er m in al | 47

dalam diferensiasi sel Sertoli dalam kehidupan postnatal awal (Buzzard et al., 2003,Haywood et al., 2003; Sharpe et al., (2003) dan Walker (2003). Telah dilaporkanbahwa testosteron dalam hubungannya dengan hormon tiroid dan asam retinoatterlibat dalam menekan proliferasi sel Sertoli in vitro (Buzzard et al., 2003), yangmengarah pada penghentian proliferasi sel Sertoli (Walker (2003) dan testosterondapat bertindak sebagai penekan perkembangan sel Sertoli. Tikus kekuranganandrogen, jumlah sel Sertoli tetap tidak berubah (De Gendt et al., 2004). Sebaliknya,fenotip tikus hypogonadic tampak akibat disfungsi sel Leydig, dengan rendahnyatingkat testosteron dan tingginya tingkat gonadotropin (Yagi et al., 2007), danmenunjukkan bahwa kurangnya testosteron ini menyebabkan sel Sertoli apoptosispada perkembangan awal. Meskipun testosteron memainkan peran pada sel Sertoli,ketika gelombang pertama spermatogenesis, tetaplah memerlukan penyelidikan lebihlanjut.

a. Peran Testosteron pada Spermatogonia

Peran testosteron dalam perkembangan sel germinal selama periodeawal spermatogenesis belum ada kejelasan secara pasti. Hasil penelitianmenyatakan bahwa kurangnya testosteron dapat berkontribusi padaterjadinya proliferasi gonosit berinti selama tahap awal spermatogenesistikus (Scott et al., 2007).

Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa testosteron diperlukandalam perkembangan awal spermatogonium pada tikus dewasa. Hasilpenelitian dengan model tikus transgenik menyatakan bahwa testosterontidak memainkan peran dalam perkembangan spermatogonium (Haywoodet al., 2003). Penurunan jumlah spermatogonium pada pria yang disertaipenekanan gonadotropin secara alami karena menurunnya kadar FSHdaripada testosteron.

b. Peran Testosteron pada Spermatosit/Spermatid

Aksi testosteron sangat penting untuk menyelesaikan tahap meiosisdan spermiogenesis pada hewan pengerat (McLachlan et al., (2002) danHaywood et al., (2003). Pada tikus dewasa, testosteron merupakan syaratmutlak untuk menyelesaikan tahap awal spermatogenesis selama masapubertas (Cameron et al., 1993 dan Marathe et al., 1995). Penyelesaian

Page 72: GENISTEIN - ResearchGate

48 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

meiosis dan spermiogenesis tergantung pada aktivitas androgen dalamtahap awal spermatogenesis.

Penurunan kadar gonadotropin pada tikus dewasa, disebabkan olehimplantasi testosteron, memiliki dampak dengan menekan jumlahspermatosit pakiten yaitu terjadinya pengurangan jumlah spermatid(Meachem et al., 1997). Testosteron bersama FSH telah ditemukan untukmendukung proses spermiasi (Saito et al., 2000).

Peranan testosteron dalam kelangsungan hidup sel germinal selamatahap awal spermatogenesis belum ada hasil penelitian dalam waktuterakhir ini. Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa testosteron mengaturspermatosit dan kelangsungan hidup spermatid dalam kondisi in vivo dan invitro pada tikus belum dewasa (Tapanainen et al., 1993; Marathe et al.,1995), tetapi bagaimana proses pengaturannya secara spesifik tidakdiketahui (Chausiaux et al., 2008).

Pada tikus dewasa, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwapengambilan testosteron dari testis tikus dewasa menyebabkan terjadinyapeningkatan apoptosis sel germinal tahap meiosis dan disebutkan bahwatestosteron dapat bertindak sebagai faktor survival (Billig et al., 1995;Henrikse'n et al., 1995; Marathe et al., 1995 dan Bakalska et al., 2004).

Pemberian testosteron dan progestin menunjukkan terjadinyaoligospermia dan kegagalan spermiasi mendasari, sebaliknya pemberianHuman Chorionic Gonadotropin (HCG) menunjukkan spermiasi normal(Matthiesson et al., 2006). Pada manusia, testosteron sendiri atau bersama-sama dengan FSH bertindak sebagai faktor kelangsungan hidupspermatosit dan spermatid dengan mengatur jalur apoptosis intrinsikmaupun ekstrinsik (Tesarik et al., 2002; Pentikainen et al., 1999; Vera et al.,2006). Hal ini juga diamati dalam model primata, pengurangangonadotropin menyebabkan peningkatan jumlah apoptosis spermatosit danspermatid (Zhou et al., 2001 dan Zhang et al., 2003).

Page 73: GENISTEIN - ResearchGate

Bab III : Kela ngs un ga n H id u p Sel G er m in al | 49

G. HUBUNGAN FSH dan TESTOSTERON

Meskipun FSH dan testosteron memiliki peran independen dalamspermatogenesis, kedua hormon tersebut juga bertindak bersama-sama dalamspermatogenesis melalui modulasi post-reseptor dalam sel Sertoli. Sinergi antaraFSH dan testosteron dapat diamati dalam perkembangan spermatosit, sementaraapabila dikombinasikan maka prosesnya akan lebih efektif. Ada beberapa studi yangmenunjukkan bahwa testosteron bersama dengan FSH meningkatkanspermiogenesis dan spermiasi. Sebaliknya terjadinya penekanan kedua hormon inimenyebabkan kegagalan spermiasi sekitar 90% (Saito et al., 2000).

FSH dan testosteron bertindak sebagai faktor kelangsungan hidup sel-selgerminal pada tikus muda dan dewasa melalui regulasi apoptosis intrinsik danekstrinsik (Russell et al., 1993; Tapanainen et al., 1993, Sinha-Hikim & Swerdloff1995; Meachem et al., 2005b; Ruwanpura et al., 2008a). Mekanisme molekuler FSHdan testosteron sebagian besar tidak terdefinisi, tetapi ada kemungkinan bahwa FSHdapat mempengaruhi reseptor androgen dengan mengatur jumlah reseptor androgendan protein androgen-binding (Ottenweller et al., 2000). Hal ini tidak diketahui apakahada hubungannya antara FSH dan testosteron dalam proliferasi sel germinal.

Perbedaan yang diamati mengenai kemampuan FSH dan testosteron baikmemelihara atau memulihkan spermatogenesis dapat dijelaskan dengan perbedaaneksperimental model seperti pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.

Page 74: GENISTEIN - ResearchGate

50 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Gambar 3.2. Diagram situs ringkas, mekanisme seluler, dan jalur molekuler aktivitas FSH dan testosteron(T) pada spermatogenesis tikus muda dan dewasa berdasarkan temuan dari literatur (hitam)dan isu-isu yang belum terpecahkan (merah). Sumber: Ruwanpura et al., (2010)

Page 75: GENISTEIN - ResearchGate

Bab III : Kela ngs un ga n H id u p Sel G er m in al | 51

Gambar 3.3. Diagram situs ringkas, mekanisme seluler, dan jalur molekuler yang mendasari tindakangonadotropin (FSH dan testosteron (T) pada spermatogenesis manusia berdasarkan temuandari literatur (hitam) dan isu-isu yang belum terpecahkan (merah)

Sumber: Ruwanpura et al., (2010).

Page 76: GENISTEIN - ResearchGate

52 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

I. PERTANYAAN-PERTANYAANJawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas

1. Mengapa peristiwa apoptosis sangat diperlukan dalam prosesnpembentukan spermatozoa? Bagaimanah peranannya terhadap sel-selgerminal?

2. Apa yang saudara ketahui tentang mekanisme apoptosis pada jalur intrinsikdan jalur ekstrinsik? Apakah perbedaan kedua jalur tersebut?

3. Jelaskan mekanisme biokimiawi dan molekuler peristiwa apoptosis sel-selgerminal.

4. Bagimanakh peran FSH terhadap sel-sel germinal?5. Bagaimanakah peran testosteron terhadap sel-sel germinal?

H. KESIMPULAN

Keberlangsungan hidup sel-sel germinal ditentukan oleh keseimbangan antaraproses kematian terprogram (apoptosis) dan pembelahan, yang dipengaruhioleh beberapa faktor biokimiawi.Mekanisme kematian sel secara genetik terprogram tergantung dari mekanismecaspase dependent apoptosis dan caspase independen apoptosis yang terjadidalam testis.Peran FSH dalam proses pembentukan sperma (spermatogenesis) pada tahappendewasaan. FSH berperan dalam meiosis dan spermiogenesis di masadewasa.Testosteron pada rodensia diperlukan untuk spermatogenesis, yaitu padaproses meiosis dan spermiogenesis.Testosteron sangat penting untukpembentukan gonad dan diferensiasi testis pada hewan muda.Pengambilan testosteron pada tikus dewasa menyebabkan terjadinyapeningkatan apoptosis sel germinal tahap meiosis, testosteron juga bertindaksebagai faktor survival.FSH dan testosteron bertindak sebagai faktor kelangsungan hidup sel-selgerminal pada tikus muda dan dewasa melalui regulasi apoptosis intrinsik danekstrinsik.

Page 77: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IV : P embu at an P r ep ar at Jar in g an T es t is | 53

A. PENDAHULUAN

Pengamatan terhadap struktur jaringan dapat dilakukan dengan metodepembuatan preparat jaringan yang didahului dengan proses pembedahan danpengambilan organ. Struktur jaringan hewan dapat diamati dan dianalisis dengansebuah metode yang disebut mikroteknik. Mikroteknik merupakan metode membuatsajian preparat awetan dari organ/spesimen tertentu melalui suatu rangkaian proseshingga menjadi preparat histologi yang baik dan siap untuk dianalisis. Spesimendapat berasal dari tumbuhan dan hewan. Preparat awetan yang sudah siap untukdipelajari, dianalisis dalam keadaan fisiologis atau patologis.

BAB4 PEMBUATAN PREPARAT

JARINGAN TESTIS

STANDAR KOMPETENSIMembuat preparat jaringan testis

KOMPETENSI DASARMembuat preparat jaringan testis dengan metode mikroteknik

TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari Bab ini diharapkan mampu:1. Merancang prosedur pembuatan preparat jaringan2. Mengoperasikan prosedur pembuatan preparat jaringan

INDIKATOR1. Mendiskripsikan prosedur pembuatan preparat jaringan2. Mendiskripsikan fungsi masing-masing senyawa yang digunakan dalam metode

mikroteknik3. Disection/Collecting organ dan mengambil organ/spesimen4. Membuat preparat jaringan sesuai prosedur mikroteknik

Page 78: GENISTEIN - ResearchGate

54 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Preparat histologi merupakan preparat awetan yang dapat diamati di bawahmikroskop untuk mengetahui adanya suatu perubahan struktur sel/jaringan akibatsuatu perlakuan atau kondisi patologis tertentu. Analisis histologis/jaringan dapatdigunakan dalam sebuah penelitian atau diagnosis penyakit. Analisis terhadapstruktur jaringan secara benar dan akurat, preparat jaringan harus dapat memberikangambaran tentang bentuk, besar, dan susunan sebagaimana sel/jaringan tersebuthidup.

Prosedur mikroteknik merupakan prosedur yang sangat rumit dan panjang,membutuhkan waktu lama, ketelitian, serta keuletan. Untuk memperoleh hasilmaksimal diperlukan pembiasaan dalam pengerjaan, selain itu diperlukankelengkapan bahan dan peralatan. Ketepatan waktu dalam setiap langkah perlakuanperlu mendapat perhatian, sehingga memperoleh hasil maksimal.

B. TEKNIK DISECTION/COLLECTINGPembuatan preparat jaringan dimulai dengan sebuat teknik koleksi organ yang

diperoleh dari hewan yang telah dipilih. Pengambilan organ dilakukan dengan teknikpembedahan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teknik collection yaitu:

1. Dislokasi/Pembiusan

Dislokasi merupakan proses membunuh hewan coba (mencit, tikus)dengan cara menekan bagian bawah kepala dan menarik ekor secara kuat(hewan coba dalam posisi rebah dorsal). Selain dengan dislokasi,perlakuan terhadap hewan coba dapat dengan teknik pembiusan. Teknikdislokasi tidak memerlukan senyawa, tetapi memerlukan kesungguhandalam menekan dan menarik ekor hewan coba.

Pembiusan merupakan proses yang bertujuan untuk memberikanketenangan terhadap hewan coba, tidak terjadi penolakan pada saatsectio/pembedahan untuk pengambilan organ. Pembiusan tidak perludilakukan apabila yang akan diambil atau diamati adalah jaringan yangmenyangkut kelenjar-kelenjar, karena ada kemungkinan akan berpengaruhterhadap hormon-hormon yang terkandung di dalamnya.

Page 79: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IV : P embu at an P r ep ar at Jar in g an T es t is | 55

Senyawa kimia yang umumnya digunakan untuk pembiusan adalah:a) eter, biasanya digunakan untuk membius tikus, kelinci, marmut, dananjing, b) kloroform, biasanya digunakan untuk membius kucing dan kera.Senyawa kimia lain yang dapat digunakan untuk pembiusan adalahprokain, aseton CHCl3, Morfin HCl, methane, alkohol, eter, kloral hidrat,kokain, dan garam magnesium.

2. Disection/Collecting

Proses koleksi organ/sampel selalu dilakukan dengan pembedahan(pembedahan dilakukan setelah pembiusan/dislokasi). Disectionmerupakan proses pengambilan jaringan atau bagian jaringan dari sumberalami (berupa tumbuhan ataupun hewan) yang akan digunakan sebagaibahan dasar dalam mikroteknik. Pada jaringan hewan setelah dilakukanpengambilan diperlukan proses pencucian (washing).

Organ/sampel yang telah diambil, selanjutnya dicuci/dibersihkanmenggunakan larutan NaCl fisiologis 0.8-0.9% dalam waktu 15 menit.Pencelupan dalam NaCl fisiologis perlu dilakukan beberapa kali sehinggaorgan/sampel bersih dari berbagai kotoran (misalnya darah). Selainmenggunakan NaCl fisiologis, dapat juga dilakukan dengan larutan ringer.Komposisi larutan ringer adalah:NaCl, CaCl, KCl, K2CO3, air untuk hewanberdarah panas. NaCl, CaCl, KCl, Na2CO3, air untuk hewan berdarahdingin. Pencucian organ jangan menggunakan air, karena akanmenyebabkan pembengkakan sel.

Syarat dalam pengambilan organ/sampel adalah: a) organ yangdiambil tidak boleh rusak, b) pengambilan menggunakan pisau yang tajamc) ukuran organ yang diambil kurang lebih 0.5 cm, dan d) langsung dicucidan difiksasi.

C. PROSEDUR PEMBUATAN PREPARAT JARINGANPembuatan preparat jaringan hewan dimulai dengan pembedahan pada saat

operasi, biopsi, dan autopsi. Organ yang diambil kemudian diproses dengan serangkaiantahap mikroteknik yaitu: 1) fiksasi, 2) washing, 3) dehidrasi, 4) cleaning, 5) impregnasi,

Page 80: GENISTEIN - ResearchGate

56 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

6) embedding, 7) cutting, dan 8) staining. Setiap tahap pembuatan preparat jaringanmenggunakan berbagai bahan (larutan) serta peralatan terutama dengan inkubatordan mikrotom. Adapun penjelasan tiap tahap adalah sebagai berikut.

1. FiksasiFiksasi/fiksatif merupakan proses awal mikroteknik dengan tujuan

menjaga agar organ/spesimen tidak rusak (bergeser posisinya, membusuk, ataurusak). Tujuan lain proses fiksasi adalah menghentikan proses metabolismesecara cepat, mengawetkan komponen sitologis dan histologis,mengawetkan jaringan dalam keadaan sebenarnya, mengeraskan materi yanglembek, dan jaringan-jaringan dapat diwarnai sehingga dapat diketahui bagian-bagian jaringan.

Faktor-faktor yang berperan dalam fiksasi adalah buffer (pH), suhu yangrendah mencegah autolisis, untuk mendapatkan daya penetrasi yang tinggidigunakan irisan setipis mungkin. Penggunaan larutan yang tepat dan waktuyang digunakan dalam proses fiksasi sangat menentukan keberhasilan pembuatanpreparat, dengan kata lain bahwa proses fiksasi sangat menentukan baik tidaknyastruktur jaringan untuk dilanjutkan pada proses selanjutnya.

Larutan yang paling umum digunakan adalah formalin (10% formaldehidyang dilarutkan dalam air), atau larutan PFA 4%. Larutan Bouin juga dapatdigunakan sebagai larutan fiksatif alternatif meskipun kadang-kadanghasilnya tidak akan sebaik formalin karena akan meninggalkan bekas warnakuning dan artefak pada organ yang sudah direndam. Artefak adalah benda yangtidak terdapat pada jaringan asli, namun tampak pada hasil akhir sediaan.

Proses fiksasi dilakukan dengan cara merendam organ/spesimen yangtelah dipilih dalam larutan fiksatif selama 12-24 jam. Perendaman organdalam larutan fiksatif mempunyai tujuan agar larutan terserap secaramaksimal di dalam preparat jaringan. Perendaman larutan yang terlalu lamajuga dapat menyebabkan kerusakan pada preparat jaringan. Setelah waktuperndaman selesai dilakukan, selanjutnya adalah proses pencucian(washing).

Page 81: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IV : P embu at an P r ep ar at Jar in g an T es t is | 57

2. WashingProses dilakukan untuk mencuci organ yang telah direndam dalam

larutan fiksatif. Pencucian dilakukan dengan menggunakan alkohol 70%.Organ yang telah diambil dari larutan fiksatif selanjutnya dimasukkan dalamalkohol 70%. Penggunaan alkohol dimaksudkan agar larutan bouin dapatkeluar dari preparat jaringan. Teknik washing dapat dilakukan dengan caramerendam preparat selama 2 x 15 menit dengan menggunakan alkohol 70%.Perendaman organ dalam alkohol 70% dapat dilakukan tidak hanya 2 x 15 menit,tetapi dapat lebih dari waktu yang ditentukan, sampai organ serta alkohol sudahtidak berwarna kuning. Untuk memperoleh hasil maksimal botol/pot organ untukperendaman dapat digoyang-goyangkan.

3. DehidrasiDehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan air dari jaringan. Bahan yang

digunakan untuk dehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air. Proses dehidrasidilakukan 2 tahap yakni dehidrasi dan penjernihan, agar jaringan benar-benar bersih dari larutan bouin. Dehidrasi yang baik dilakukan secara bertahapdengan memasukkan/merendam organ dalam larutan sebagai berikut.a. Pencucian 2 kali dalam alkohol 50% masing-masing 15 menit.b. Pencucian beberapa kali dalam akohol 70% sampai alkohol tidak lagi

berwarna kuning karena asam pikrat (± 1-3 hari).c. Perendaman dalam alkohol 85% selama 1-2 jam.d. Perendaman dalam alkohol 96% selama 1-2 jam.e. Perendaman dalam alkohol absolut 100% selama 1-3 jam.

4. CleaningProses cleaning bertujuan memungkinkan parafin dapat masuk ke

dalam sel. Alkohol di dalam organ diganti dengan zat yang mudah menghilangkanalkohol tetapi kemudian harus bisa disusupi oleh paraffin. Cleaning ataudealkoholisasi ini dapat menggunakan larutan aceton, benzol, toluol, danxilol. Proses cleaning dapat dilakukan selama 24 jam. Adapun tahap cleaningsebagai berikut.a. Perendaman dalam alkohol : xylol = 3:1 selama 1 jam.b. Perendaman dalam alkohol : xylol = 1:1 selama 1 jam.

Page 82: GENISTEIN - ResearchGate

58 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

c. Perendaman dalam alkohol : xylol = 1:3 selama 1 jam.d. Perendaman dalam alkohol : xylol murni I selama 1 jam.e. Perendaman dalam alkohol : xylol murni II selama 1 jam.

5. InfiltrasiInfiltrasi merupakan suatu tahap metode mikroteknik dengan maksud

usaha menyusupkan media penanaman ke dalam jaringan dengan jalanmenggantikan kedudukan dehidran dan bahan penjernih (clearing agents).Media penanaman yang digunakan dalam infiltrasi ini adalah parafin cair.Proses infiltrasi ini umumnya dilakukan di dalam inkubator dengan suhuyang sudah diatur (biasanya 57-600C), dengan waktu 10-30 menit.Organ/sampel dimasukkan dalam suatu tempat yang telah berisi parafincair dalam inkubator, yang telah diatur waktu dan suhunya.

Proses infiltrasi dilakukan dalam inkubator, dengan tujuan untukmenghindari jaringan dari perubahan lingkungan yang sangat mendadak.Perubahan-perubahan yang mendadak dapat menimbulkan kerusakanpada jaringan itu sendiri, misalnya jaringan menjadi mengkerut. Perludiperhatikan bahwa parafin cair yang sudah diberi organ/sampel jangansampai membeku, karena proses infiltrasi menjadi tidak sempurna. Prosesinfiltrasi yang sempurna diharapkan untuk mengisi jaringan yang sudahdimasukkan dalam parafin cair sebagai pengikat jaringan agar tetapmemiliki bentuk dan struktur yang sama seperti jaringan hidup.Memasukkan oran/sampel dalam parafin cair terdiri dari beberapa tahapsebagai berikut.1. Perendaman dalam xylol : parafin = 1:1 selama 1 jam*2. Perendaman dalam parafin murni I selama 1 jam*3. Perendaman dalam parafin murni II selama 1 jam**dalam oven dengan suhu 1-20C di atas titik lebur paraffin

6. EmbeddingUntuk keperluan pengeblokan (embedding) dibuatkan kotak-kotak kecil

dari kertas tebal. Beberapa keuntungan menggunakan kotak kertas yaitubisa membuat arah sayatan dan menandai jaringan. Kotak kecil inidiletakkan di atas kaca, kemudian parafin cair dituangkan dalam kotak dari

Page 83: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IV : P embu at an P r ep ar at Jar in g an T es t is | 59

kertas, dan organ/sampel telah diatur posisi dan letaknya di dalam kertas.Sebelum jaringan atau sampel ditanam maka terlebih dahulu parafin dalamkotak harus membeku pada bagian dasarnya sehingga memungkinkanorgan/sampel tidak langsung menempel pada dasar kertas.

Blok parafin yang sudah tercetak pada kotak kertas perlu disayat(dibentuk) dulu sesuai organ/sampel (trimming). Bentuk blok disesuaikan denganbentuk organ/sampelnya, dan perlu dihaluskan menggunakan pisau sesuai denganyang diinginkan. Bentuk blok juga perlu direkatkan pada papan kayu/disesuaikandengan cetakan kayu bagian bawah sebagai tempat penjepit pada mikrotom.Pengaturan organ/sampel pada blok parafin juga perlu mempertimbangkan letakirisan mikrotom, sehingga akan terbentuk organ/sampel pada pita irisan (sebaiknyaorgan/sampel) berada di tengah blok parafin.

7. Pengirisan parafin/CuttingBlok parafin diiris dengan mikrotom dengan ketebalan 12 µm sehingga

terbentuk pita panjang. Pita panjang hasil potongan mikrotom diatursedemikian rupa pada kaca benda, sehingga organ/sampelnya tidakmengumpul pada satu tempat, tetapi dapat menyebar ke seluruh area kacabenda. Selanjutnya ditempelkan pada kaca benda dan dikeringkan untukdiwarnai.

Pengirisan dengan mikrotom perlu memperhatikan beberapa hal yaitu:1) pisau mikrotom dibersihkan dengan xylol dari sisa-sisa parafin yangmenempel, 2) hasil sayatan/irisan pisau yang berbentuk pita panjangdiambil menggunakan kuas secara hati-hati. Hasil pengirisan mikrotomyang berbentuk pita panjang perlu dipotong dengan menyesuaikanorgan/sampel yang telah menyatu dengan parafin.

8. Afixing Penempelan dan Afiksasi (Afixing)Afixing adalah proses pelekatan atau penempatan sayatan jaringan

(yang telah berbentuk pita panjang) pada kaca objek dengan bantuanmedia perekat tertentu. Tujuan penempelan ini adalah untuk menempelkanpita parafin yang sudah berisi sayatan jaringan pada kaca objek, sehinggamenjadi lebih kuat tertempel apabila diwarnai.

Page 84: GENISTEIN - ResearchGate

60 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Media pelekat yang umumnya digunakan adalah mayers albumin yangformulanya adalah sebagai berikut: putih telur sebanyak 50 bagian, gliserinsebanyak 50 bagian, kristal tymol beberapa butir, akuades beberapa tetes.Selain itu dapat juga dilakukan menggunakan larutan haupt.

9. Pewarnaan/StainningPewarnaan merupakan suatu tahap dalam mikroteknik untuk

mempertajam atau memperjelas berbagai elemen jaringan, terutama sel-selnya, sehingga dapat dibedakan dan dianalisis dengan mikroskop. Tahappewarnaan meliputi beberapa tahapan yaitu:a. Tahap deparafinasi

xylol I 2-5 menit xylol II 2-5 menit

b. Tahap dehidrasi alkohol absolut 1 menit alkohol 95% 1 menit alkohol 70% 1 menit alkohol 50% 1 menit aquades 1 menit

c. Tahap pewarnaan Zat warna haemotoxylin Delafield 2-3 menitd. Tahap mordating Larutan Li2CO3 dalam aquades sampai inti berwarna

biru.e. Tahap diferensiasi

Larutan HCl sangat encer sampai warna sitoplasma luntur Larutan Li2CO3 dalam aquades sampai inti berwarna biru kembali

f. Tahap dehidrasi dikombinasi dengan pemberian counter stain alkohol 50% selama 1 menit alkohol 70% selama 1 menit zat warna counter yaitu eosin (0,5% dalam alkohol 95%) 10-20

detik deferensiasi dalam alkohol 95% 10-20 detik alkohol absolut 10-20 detik xylol I 2-5 menit

Page 85: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IV : P embu at an P r ep ar at Jar in g an T es t is | 61

xylol II 2-5 menit direkatkan dengan balsam kanada dan dikeringkan

Dokumentasi hasil penelitian pembuatan preparat jaringan yang dilakukan penulisseperti pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Tahap Pembuatan Preparat Jaringan

No Kegiatan Dokumentasi1. Tahap fiksasi

Merendam organ dalam larutan PFA 4%

2. Tahap dehidrasia. Pencucian 2 kali dalam alkohol 50% masing-

masing 15 menit.b. Pencucian beberapa kali dalam akohol 70%

sampai alkohol tidak lagi berwarna kuningkarena asam pikrat (± 1-3 hari).

c. Perendaman dalam alkohol 85% selama 1-2jam.

d. Perendaman dalam alkohol 96% selama 1-2jam.

e. Perendaman dalam alkohol absolut 100%selama 1-3 jam

3. Tahap cleaninga. Perendaman dalam alkohol : xylol = 3:1

selama 1 jam.b. Perendaman dalam alkohol : xylol = 1:1

selama 1 jam.c. Perendaman dalam alkohol : xylol = 1:3

selama 1 jam.d. Perendaman dalam alkohol : xylol murni I

selama 1 jam.e. Perendaman dalam alkohol : xylol murni II

selama 1 jam.

Page 86: GENISTEIN - ResearchGate

62 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

4. Tahap infiltrasia. Perendaman dalam xylol : parafin = 1:1

selama 1 jam*b. Perendaman dalam parafin murni I selama 1

jam*c. Perendaman dalam parafin murni II selama

1 jam**dalam oven dengan suhu 1-2º di atas titik leburparaffin

5. Tahap embeddingPengeblokan (embedding) dibuatkan kotak-kotakkecil dari kertas tebal. Kotak kecil ini diletakkan diatas kaca, kemudian parafin cair dituangkan kedalam kotak kertas dan dibiarkan bagian bawahsedikit beku. Parafin cair terus dituangkan danorgan dipindahkan ke dalamnya. Denganmenggunakan pinset yang dipanaskan, letakkanorgan dalam parafin diatur. Setelah sesuailetaknya, parafin segera didinginkan.

6. Tahap pengirisan parafin/CuttingBlok parafin diiris dengan mikrotom denganketebalan 12 µm sehingga sediaan testis habistersayat. Selanjutnya ditempelkan pada kacabenda, dipanaskan, dan dikeringkan untukdiwarnai.

a.7.

Tahap (Afixing)Afixing adalah proses pelekatan ataupenempatan sayatan jaringan (yang telahberbentuk pita panjang) pada kaca objek denganbantuan media perekat tertentu.

8. Tahap pewarnaan/StainningTahap deparafinasia. xylol I 2-5 menitb. xylol II 2-5 menitTahap dehidrasia. alkohol absolut 1 menitb. alkohol 95% 1 menitc. alkohol 70% 1 menitd. alkohol 50% 1 menite. aquades 1 menit

Page 87: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IV : P embu at an P r ep ar at Jar in g an T es t is | 63

Tahap pewarnaana. Zat warna haemotoxylin Delafield 2-3 menitTahap mordatinga. Larutan Li2CO3 dalam aquades sampai inti

berwarna biru.Tahap diferensiasia. Larutan HCl sangat encer sampai warna

sitoplasma lunturb. Larutan Li2CO3 dalam aquades sampai inti

berwarna biru kembaliTahap dehidrasi dikombinasi dengan pemberiancounter staina. alkohol 50% selama 1 menitb. alkohol 70% selama 1 menitc. zat warna counter yaitu eosin (0,5% dalam

alkohol 95%) 10-20 detikd. deferensiasi dalam alkohol 95% 10-20 detike. alkohol absolut 10-20 detikf. xylol I 2-5 menitg. xylol II 2-5 menith. direkatkan dengan balsam kanada dan

dikeringkan

Page 88: GENISTEIN - ResearchGate

64 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

E. PERTANYAAN-PERTANYAAN

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas

1. Apakah yang dimaksud dengan teknik collecting? Hal-hal apa sajakah yangdiperlukan dalam teknik collecting?

2. Pengamatan dan analisis terhadap struktur jaringan (termasuk testis) perludilakukan teknik pewarnaan, mengapa demikian?

3. Apa fungsi tahap fiksasi dalam metode mikroteknik?4. Mengapa organ/sampel harus dimasukkan dalam parafin cair?5. Apakah yang dimaksud dengan pengeblokan parafin?6. Apakah yang akan terjadi apabila pengirisan blok parafin dengan mikrotom

terlalu tebal?

D. KESIMPULAN

Teknik disection/collecting merupakan prosedur awal yang dilakukan dalampengambilan organ.Struktur jaringan (termasuk testis) dapat diamati dengan pembuatan preparatjaringan dan pewarnaan metode mikroteknik.Metode mikroteknik meliputi beberapa tahap: 1) fiksasi, 2) dehidrasi, 3) cleaning, 4)infiltrasi, 5) embedding, 6) pengirisan parafin, 7) afixing, dan 8) pewarnaan.Prosedur mikroteknik merupakan prosedur baku dengan menggunakan beragamlarutan, peralatan, dan pengaturan waktu yang sudah ditetapkan.

Page 89: GENISTEIN - ResearchGate

Bab V : Mor folo g i Sp er m at o zoa | 65

A. PENDAHULUAN

Morfologi spermatozoa merupakan salah satu faktor penentu fertilitas. Penilaianmorfologi spermatozoa sangat penting dengan melakukan teknik pewarnaan, denganmembuat preparat apus dan memfikser spermatozoa sebelum semen didinginkanuntuk mencegah terjadinya abnormalitas sekunder. Pemeriksaan morfologispermatozoa yang dapat diamati cairan mani (semen) menggunakan mikroskopcahaya memerlukan keterampilan dan pembiasaan.

BAB5 MORFOLOGI SPERMATOZOA

STANDAR KOMPETENSIMengerti dan memahami morfologi spermatozoa pada mamalia

KOMPETENSI DASARMemahami morfologi spermatozoa mamalia

TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari Bab ini diharapkan mampu:1. Menjelaskan struktur bagian-bagian spermatozoa.2. Membedakan struktur spermatozoa normal dan abnormal3. Mendiskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi abnormalitas spermatozoa

INDIKATOR1. Menjelaskan bagian-bagian spermatozoa2. Mendiskripsikan fungsi masing-masing bagian spermatozoa3. Mendiskripsikan struktur spermatozoa normal dan abnormal4. Menyebutkan macam-macam morfologi abnormal spermatozoa5. Mendiskripsikan kualitas sperma

4.

Page 90: GENISTEIN - ResearchGate

66 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Pemeriksaan spermatozoa perlu dilakukan pemeriksaan sel-sel sperma dalamkeadaan mati dan terikat zat warna untuk dapat dibedakan strukturnya secara jelas.Spermatozoa dari berbagai spesies hewan dapat sangat berlainan, ada variasi besardalam ukuran, bentuk ekor, ciri khas kepala dan bagian tengahnya.

B. MORFOLOGI SPERMATOZOA

Morfologi spermatozoa dapat diamati melalui semen, yang terdiri darispermatozoa dalam plasma seminal yaitu suatu campuran sekret dari epididimis,duktus deferen, vesikula seminalis, prostat, dan kelenjar bulbouretralis. Volumeejakulat berkisar 3-4 ml, jumlah spermatozoa adalah 300-400 juta dan minimal sekitar100 juta/ml. Pada fertilitas yang normal, 50%-70% spermatozoa motil selama 3 jampertama setelah ejakulasi dengan kecepatan lebih dari 20 µm/detik.

Spermatozoa normal terdiri dari bagian kepala, leher dan ekor yang masing-masing mempunyai fungsi sebagai sel benih (germ cell). Kepala spermatozoa terdiriatas inti sel padat dengan sedikit sitoplasma dan lapisan membran sel di sekelilingpermukaannya, sebagian besar kepala berisi inti.

Dua pertiga bagian depan inti diselubungi oleh tutup akrosom, terutama dibentukoleh aparatus golgi. Daerah akrosom merupakan daerah ujung kepala yang berwarnajernih, tidak mengandung organela-organela. Apabila terjadi pembuahan, maka tutupakrosom pecah, dan dari akrosomnya keluar enzim-enzim yang terpentingdiantaranya adalah hialuronidase dan enzim proteolitik berfungsi dalam melisiskancorona radiata dan menembus zona pellucida ovum. Kedua enzim berperan pentingdalam proses fertilisasi, sehingga memungkinkan sperma memasuki ovum.

Bentuk kepala spermatozoa bervariasi pada beberapa spesies. Kepalaspermatozoa sapi, babi, domba, dan kelinci berbentuk bulat telur pipih, sedangkanbentuk kepala spermatozoa berbentuk bulat. Kepala spermatozoa unggas berbentuksilinder memanjang, sedangkan pada mencit dan tikus, ujung kepalaspermatozoanya berbentuk kait.

Bagian tengah/leher spermatozoa merupakan bagian yang terpendek/sempityang merupakan lanjutan dari kepala dan tempat persambungan ekor, di dalam leherterdapat sentriol. Bagian tengah sperma (midpiece) adanya mitokondria, mitokondria

Page 91: GENISTEIN - ResearchGate

Bab V : Mor folo g i Sp er m at o zoa | 67

adalah organel dalam sel yang menghasilkan energi. Sperma menggunakan energidalam midpiece untuk bergerak.

Ekor spermatozoa dengan panjang 9-10 kali panjang kepala disebut flagelumEkor dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: 1) middle piece merupakan bagian yangberdekatan dengan leher, dibentuk dari 11 mikrotubululus secara keseluruhandisebut aksonema yang mempunyai struktur seperti silia, dalam keadaan normal,leher dan middle piece berada dalam satu sumbu panjang kepala, 2) principal piecemerupakan bagian yang terpanjang, lapisan mitokondria di middle piece sudahdigantikan dengan serabut fibrosa, 3) end piece, pada bagian ujung ini sudah tidakada lagi serabut fibrosa dan bagian ujung ini susunannya seperti silia biasa.

Menurut Rugh (1967), spermatozoa mencit terdiri dari bagian kepala, bagiantengah dan ekor. Kepala mempunyai kait dengan panjang kira-kira 0,008 mm, bagiantengah pendek dan ekor sangat panjang (rata-rata 0,1226 mm). Spermatozoa yangnormal harus memiliki kepala bulat lonjong (oval), leher, dan ekor tunggal (Geneser1994). Morfologi spermatozoa normal pada tikus, sapi dan ayam seperti terdapatpada Gambar 5.1 berikut.

Gambar 5.1 Morfologi Spermatozoa Normal pada Tikus, Sapi, dan AyamSumber: Rouge (2004)

Spermatozoa merupakan sel yang terspesialisasi dan padat yang tidak lagimengalami pembelahan atau pertumbuhan, berasal dari gonosit yang menjadispermatogonium, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan akhirnyamenjadi spermatozoa. Spermatozoa terdiri dari dua bagian fungsional penting yaitukepala dan ekor (Hafez, 2000).

Page 92: GENISTEIN - ResearchGate

68 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

1. Struktur Spermatozoa Normal

Kepala spermatozoa manusia berbentuk bulat telur panjang 5µ, diameter 3µdan tebal 2µ, dibentuk oleh nukleus berisi bahan-bahan sifat keturunan. Bagiananterior kepala spermatozoa terdapat akrosom yaitu suatu struktur yang berbentuktopi yang menutupi duapertiga bagian anterior kepala dan melindungi beberapaenzim hidrolitik (Yanagimachi,1994). Morfologi spermatozoa yang diamati padabagian kepala, badan, dan ekor. Adapun gambar spermatozoa normal dapat dilihatpada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Morfologi Spermatozoa Normal dengan Pewarnaan Eosin-Nigrosin Perbesaran 400xa) Kepala; b) Midpiece; c) Principal piece; d) End pieceSumber: Primiani (2011)

Bahan kandungan akrosom adalah setengah padat yang dikelilingi olehmembran akrosom yang terdiri dari dua lapis secara molekuler susunan keduamembran akrosom sangat berbeda. Membran akrosom luar bersatu dengan plasmamembran pada saat terjadinya reaksi akrosom sedangkan membran akrosom dalammenghilang.

Ekor dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian tengah, bagian utama, danbagian ujung. Panjang ekor seluruhnya sekitar 55µ dengan diameter yang makin ke

b

d

a

c

Page 93: GENISTEIN - ResearchGate

Bab V : Mor folo g i Sp er m at o zoa | 69

ujung semakin kecil. Panjang bagian tengah 5-7µ dengan tebal 1µ. Bagian utamapanjang 45µ, tebal 0,5µ dan bagian ujung panjang 4-5µ, tebal 0,3µ. Bagian ekortidak dapat dibedakan dengan mikroskop cahaya tetapi harus dengan mikroskopelekton (Yatim,1990).

Spermatozoa pada umumnya memiliki empat bagian utama, yaitu a) head, b)acrosome, c) midpiece, d) tail, dan e) piece. Kualitas spermatozoa meliputibeberapa aspek, yaitu a) motilitas, b) morfologi, c) konsentrasi, dan d) viabilitas.Motilitas spermatozoa dapat dibagi menjadi tiga kriteria yaitu: a) motilitas baik, b)motilitas kurang baik, dan c) tidak motil. Morfologi spermatozoa meliputi bentuknya(normal atau abnormal). Abnormalitas dapat terjadi pada kepala, midpiece, ekor atauend piece. Konsentrasi atau jumlah spermatozoa dan viabilitas (daya hidup)spermatozoa.

2. Struktur Spermatozoa Abnormal

Kelainan bentuk spermatozoa dapat dilihat pada bagian kepala, badan, dan ekorspermatozoa. Beberapa peneliti menglasifikasikan kelainan-kelainan tersebut dalam2 kelompok yaitu: abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder (Roberts, 1971).Jumlah spermatozoa yang abnormal dihitung dari pemeriksaan sekitar 200 sel atau500-1000 sel spermatozoa, kelainan morfologik spermatozoa di bawah 20% masihdianggap normal (Toelihere, 1981).

Morfologi berarti merujuk pada bentuk sperma yang telah dilakukan pengecatan.Batasan normal adalah > 30 % (WHO) bila kurang dari itu disebut teratozoospermia,atau dengan strict criteria > 15 %. Selain parameter/indikator kuantitas (% yangnormal), penyimpulan abnormalitas sperma juga perlu diperhatikan kualitas (bentuk-bentuk morfologi kelainan yang terjadi).

Bentuk-bentuk abnormalitas primer terjadi karena kelainan-kelainan pada tubuliseminiferi dan gangguan testikuler. Abnormalitas primer ditandai dengan adanya:kepala yang terlalu kecil (mikrocepalik), kepala yang terlalu besar (makrocepalik),kepala yang lebar, kepala memanjang, kepala ganda, kepala bentuk buah pir, badanatau ekor ganda, badan atau ekor membesar bagian tengah, ekor atau bagian tengahmelingkar, dan pertautan abaksial.

Page 94: GENISTEIN - ResearchGate

70 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Abnormalitas sekunder terjadi setelah sel atau bakal sel kelamin jantanmeninggalkan epitel pada tubuli seminiferi. Selama perjalanannya melalui saluranepididimis dan vas deferens, abnormalitas sekunderpun dapat terjadi atau selamaejakulasi dan perjalanannya melalui uretra, serta manipulasi terhadap ejakulattermasuk agitasi dan pemanasan berlebihan, pendinginan yang terlalu cepat,kontaminasi dengan air, urin, atau antiseptik. Morfologi abnormalitas spermatozoaseperti pada Gambar 5.3 berikut.

Gambar 5.3 Morfologi Spermatozoa Abnormal dengan Pewarnaan Eosin-Nigrosin Perbesaran 400XKeterangan: a) Ekor ganda; b) Ekor koil; c) Kepala ganda; d) Midpiece bengkok; e)Ekor dan midpiece bengkok, f) Macrocephalic; g) Ekor bergelombangSumber: Primiani (2011)

Kepala spermatozoa yang terlalu besar (makrocepalik) dengan pangkal kepalayang lebih lebar daripada normal mungkin adalah sel yang mengandung kromosomdiploid. Sperma makrocepalik ditemukan sebanyak 0,104% pada pejantan Herefordyang mengalami inbreeding dan line-breeding yang terlalu dekat (Salisbury danBaker, 1966). Kepala yang terputus atau terpisah dari ekor dapat disebabkan olehagitasi atau pengocokan berlebihan terhadap semen atau karena pembuatanpreparat apus yang tidak sebagaimana mestinya. Pelepasan galea capitis terdapatpada ejakulat pertama sesudah istirahat kelamin yang lama atau pada spermatozoayang diwarnai sesudah disimpan (Toelihere, 1981).

Abnormalitas pada ekor menghambat pergerakan dan menurunkan fertilitasspermatozoa. Pertautan ekor yang abaksial tidak jarang ditemukan pada kuda dan

g

c

b

a

b

f

d

e

Page 95: GENISTEIN - ResearchGate

Bab V : Mor folo g i Sp er m at o zoa | 71

babi tetapi tidak menunjukkan infertilitas pada kedua jenis ternak tersebut.Pembengkakan ekor pada umumnya disebabkan oleh cold shock atau kontaminasidengan air dan urin.

C. FUNGSI BAGIAN-BAGIAN SPERMATOZOA

Penentuan bagian-bagian spermatozoa tergantung dari masing-masing spesieshewan. Struktur bagian spermatozoa sangat penting sebagai indikator abnormalitasmorfologi spermatozoa.

1. Head

Menentukan bentuk kepala spermatozoa tergantung pada spesieshewan yang yang diamati. Kutub anterior inti tertutup oleh tudung akrosomyang mengandung sejumlah enzim hidrolitik, misalnya hialuronidase yangberfungsi untuk melepaskan asam hialuronik, dan akrosin berupaakrosome yang befungsi menembus dinding zona pelusida. Enzimhialuronidase diperlukan untuk menembus dinding zona pelusida agarspermatozoa dapat masuk sel telur untuk proses pembuahan. Kepalaterutama terdiri dari nukleus, yang mengandung informasi genetik.

2. Midpiece

Bagian leher sebagian besar berbentuk pendek dan sempit, terletakantara kepala dan badan, terdiri dari sentriol yang terletak sentral denganserabut tepi kasar tersusun memanjang, berlanjut dengan serabut luarpada badan spermatozoa.

3. Flagellum

Pusat badan memiliki struktur flagelum yang khas dua buluh mikrosentral dan sembilan pasang buluh mikro perifer yang membentuk komplekfilamen aklsial, yang dikelilingi oleh 9 serabut luar yang memipih tersusunlongitudinal dan berhubungan dengan serabut penghubung. Selanjutnyadikelilingi oleh mitokondria dengan pilinan jalinan mengulir berbentuk cincinyang menebal pada badan menandai batas antara badan dan ekor utama.

Page 96: GENISTEIN - ResearchGate

72 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

4. Tail

Tail merupakan bagian ekor spermatozoa yang paling panjang.Struktur kompleks filamen aksial mirip dengan bagian badan dan dikelilingioleh lanjutan serabut bagian badan. Serabutnya bervariasi menurut ukuran,bentuk dan memipih ke arah ekor.

5. End piece

Selubung fibrosa terminal menandai awal dari ujung ekor yang hanyamengandung kompleks filamen aksial, ke arah proksimal ujung ekorkompleks ini memiliki ciri khas susunan. Ke arah distal pasangan dua tepisecara bertahap berkurang menjadi tunggal serta berakhir pada beberapapermukaan.

Sperma yang diejakulasikan dalam organ reproduksi betina sangatpendek sekitar 20-30 jam, dan secara in vitro hanya dalam beberapa hariapabila disimpan pada suhu optimal. Sperma yang masih berada dalamepididimis dapat bertahan hidup lebih lama.

Selain konsentrasi, terdapat variabel lain yang dapat diukur untukmenentukan kualitas spermatozoa, yaitu karakteristik semen yang meliputikoagulasi dan liquefaksi, viskositas, rupa dan bau, volum, pH, kadarfruktosa, motilitas, dan morfologi spermatozoa (Wiknjosastro et al., 1999).

Kelainan spermatozoa juga dapat disebabkan kelainan hormonal,terutama pada perubahan spermatosit primer menjadi spermatositsekunder (dalam spermatogenesis di tubulus seminiferus dirangsang olehFSH dari kelenjar hipofisis anterior). Tidak adanya FSH makaspermatogenesis tidak akan terjadi. FSH tidak dapat bekerja sendirimenyelesaikan spermatogenesis, agar spermatogenesis dapatberlangsung sempurna, memerlukan testosteron yang dihasilkan oleh selinterstisial Leydig (Guyton 1997).

Jumlah sperma hitung kurang dari 20 juta/ml disebut dengan kelainanoligospermia, sedangkan untuk sperma dengan nilai motilitas kurang dari40% disebut dengan astenospermia. Kombinasi kadar FSH dan LH yangtinggi dan kadar testosteron yang rendah menyebabkan adanya kegagalan

Page 97: GENISTEIN - ResearchGate

Bab V : Mor folo g i Sp er m at o zoa | 73

testis. Kadar FSH yang tinggi dengan kadar LH dan testosteron yangnormal menyebabkan kegagalan sel germinal terisolasi, fungsi sel Leydigyang normal dan terandrogenisasi normal tapi mengalami azospermia atauoligospermia (DeCherney et al., 1997).

Page 98: GENISTEIN - ResearchGate

74 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

E. PERTANYAAN-PERTANYAAN

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas

1. Sebutkan bagian-bagian spermatozoa.2. Apakah yang dimaksud dengan abnormalitas morfologis spermatozoa?3. Diskripsikan masing-masing bagian spermatozoa.4. Bagaimanakah membedakan morfologi spermatozoa normal dan

abnormal?5. Apakah perbedaan abnormalitas spermatozoa primer dan sekunder?6. Diskripsikanlah macam-macam abnormalitas spermatozoa secara

morfologis.7. Analisislah hubungan antara kualitas semen dengan kualitas spermatozoa?

D. KESIMPULAN

Spermatozoa pada umumnya memiliki empat bagian utama, yaitu a) head, b)acrosome, c) midpiece, d) tail, dan e) piece.Spermatozoa yang normal harus memiliki kepala bulat lonjong (oval), leher, danekor tunggal.Struktur bagian spermatozoa sangat penting sebagai indikator abnormalitasmorfologi spermatozoa.Kualitas spermatozoa meliputi beberapa aspek, yaitu a) motilitas, b) morfologi, c)konsentrasi, dan d) viabilitas.Motilitas spermatozoa dapat dibagi menjadi tiga kriteria yaitu: a) motilitas baik, b)motilitas kurang baik, dan c) tidak motil.Morfologi spermatozoa meliputi bentuknya (normal atau abnormal). Abnormalitasdapat terjadi pada kepala, midpiece, ekor atau end piece.Kualitas semen meliputi: volume, b) warna, c) konsistensi, d) motilitas, e) gerakanmasa dan f) viabilitas spermatozoa

D. KESIMPULAN

Teknik disection/collecting merupakan prosedur awal yang dilakukan dalampengambilan organ.Struktur jaringan (termasuk testis) dapat diamati dengan pembuatan preparatjaringan dan pewarnaan metode mikroteknik.Metode mikroteknik meliputi beberapa tahap: 1) fiksasi, 2) dehidrasi, 3) cleaning, 4)infiltrasi, 5) embedding, 6) pengirisan parafin, 7) afixing, dan 8) pewarnaan.Prosedur mikroteknik merupakan prosedur baku dengan menggunakan beragamlarutan, peralatan, dan pengaturan waktu yang sudah ditetapkan.

Page 99: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VI : P embu at an P r ep ar at Ap us Sp er ma | 75

A. PENDAHULUAN

Morfologi spermatozoa dapat diamati di bawah mikroskop dengan suatuperlakuan pembuatan preparat basah, yang sering disebut metode mikroteknikdengan teknik apus sperma. Teknik apus sperma dengan pewarnaannya, makadapat dilakukan pengamatan terhadap kondisi morfologis sperma. Morfologi spermabaik normal maupun abnormal dapat digunakan untuk keperluan analisis spermaterkait kualitas sperma.

BAB6 PEMBUATAN PREPARAT

APUS SPERMA

STANDAR KOMPETENSIMampu membuat preparat apus sperma

KOMPETENSI DASARMembuat preparat apus sperma

TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari Bab ini diharapkan mampu:1. Mendiskripsikan proses pembuatan preparat apus sperma2. Membuat preparat apus sperma

INDIKATOR1. Mendiskripsikan alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan preparat apus

sperma2. Membuat rancangan teknik apus/smear3. Mengamati morfologi spermatozoa4. Menggambar morfologi spermatozoa

5.

Page 100: GENISTEIN - ResearchGate

76 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Metode pembuatan preparat apus sperma dilakukan dengan cara membuatsediaan dengan mengoleskan di atas kaca benda. Pengolesan pada kaca bendadengan bantuan kaca benda lain bertujuan untuk memperoleh apusan sangat tipis,sehingga bentuk sel yang dijadikan bahan apusan dapat terlihat dengan jelas dibawah mikroskop. Apusan tipis yang telah diperoleh perlu dilanjutkan denganpewarnaan, sehingga sel yang dituju dapat diamati dan dianalisis secara jelas danmudah.

B. METODE APUS (SMEAR METHOD)

Metode oles/metode apus (smear method) merupakan teknik membuat sediaandengan jalan mengoles atau membuat selaput tipis dari bahan yang berupa cairanatau bukan cairan pada gelas objek. Teknik pembuatan preparat apus biasanyadigunakan untuk pembuatan sediaan darah, spermatozoa, cairan hemolimfe,protozoa, mukusa mulut, dan mukosa vagina.

Pembuatan preparat apus memerlukan persiapan baik persiapan bahan (objek)maupun persiapan peralatan. Sebagai contoh pembuatan preparat apus darah:Penggunaan kaca preparat (kaca benda) bertujuan untuk menguraikan bagian-bagian darah sehingga menghasilkan warna kontras agar objek (darah) tampaktransparan. Apabila cairan darah yang akan dibuat sediaan oles tidak cukupmengandung protein, lebih baik gelas benda yang akan dipakai, dioles dengangliserin terlebih dahulu sehingga sel-selnya melekat erat pada kaca benda.Pembuatan sediaan oles ini dapat dikerjakan selain untuk darah hewan-hewangolongan avertebrata, juga dapat digunakan untuk pembuatan preparat darahmanusia.

Pewarnaan preparat yang dilakukan dengan cara perendaman preparat kedalam agen pewarna disebut staining. Agen pewarna yang dapat digunakan misalnyahematoksilin-eosin (HE), giemsa, eosin, dan nigrosin. Sebelum dilakukan staining,preparat harus difiksasi dulu untuk mematikan sel tanpa merusak komponen-komponennya. Contoh larutan fiksatif adalah turunan alkohol, metilen blue. Carafiksasi sediaan oles ada 2 yaitu fiksasi sediaan setelah kering dan fiksasi sediaansebelum kering. Biasanya macam fiksaktif yang digunakan setelah sediaan menjadikering adalah fiksatif-fiksatif yang berbentuk cairan. Yang paling banyak digunakanadalah metil alkohol, alkohol absolut, dan alkohol eter. Cara fiksatif semacam ini

Page 101: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VI : P embu at an P r ep ar at Ap us Sp er ma | 77

sangat baik untuk bakteri dan eritrosit yang keduanya tidak banyak mengalamiperubahan bentuk.

C. METODE APUS (SMEAR METHOD) UNTUK SPERMA

Pembuatan preparat apus sperma dapat dilakukan dengan objek sperma hewancoba maupun ternak. Metode apus merupakan teknik labotratorium yangmembutuhkan serangkaian kegiatan mulai dari koleksi semen (semen dapatlangsung diambil dari vasa deferens dengan cara pembedahan pada hewan).

1. Alat dan Bahan yang Diperlukan

Teknik pembuatan preparat apus sperma sangat penting dalammenentukan morfologi spermatozoa. Teknik apus perlu dilengkapi dengnbeberapa peralatan sehingga morfologi spermatozoa dapat diamati. Adapunalat dan bahan yang diperlukan adalah:

Peralatan bedah dan papan bedah Kaca benda dan kaca penutup Pipet tetes Cawan petri Kamera digital Canon tipe A-430 Mikroskop cahaya perbesaran 400X Hand counter Sperma yang diperoleh dari kauda epididimis dan vas deferens NaCl fisiologis 0,9% Larutan eosin-nigrosin atau giemsa

Prosedur kerja pembuatan preparat apus spermatozoa dimulai denganteknik koleksi (collecting) semen. Koleksi semen dapat dilakukan denganpengambilan langsung dari kauda epididimis dan vas deferens dengan carapembedahan. Penggunaan alat bedah lengkap merupakan salah satuprosedur koleksi semen langsung dari epididimis dan vasa deferens.Koleksi semen yang ditampung dengan alat ejakulaorius, diasanyadilakukan untuk koleksi semen hewan besar.

Page 102: GENISTEIN - ResearchGate

78 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Penggunaan larutan NaCl fisiologis 0,9% bertujuan untuk menyamakankondisi fisiologis spermatozoa di dalam sel dan di luar sel. Kepekatanantara cairan dalam spermatozoa relatif sama sehingga sel tetap beradapada kondisi normal, tidak mengalami lisis atau krenasi. Jika larutan yangdigunakan bukan NaCl tetapi aquades, maka sel spermatozoa dapatmengalami lisis sel karena cairan di dalam sel dengan di luar sel tidak samakepekatannya.

Pembuatan preparat apus spermatozoa dilakukan menggunakan kacabenda yang dioles dengan kaca benda lain secara cepat dan hati-hati,supaya diperoleh apusan yang tipis dan rata. Kaca benda satu dan yanglain diarahkan sedemikian rupa hingga membentuk sudut 450 yangbertujuan supaya hasil apusan menjadi tipis. Pembuatan preparat apusdiperlukan suatu keahlian dan pengalaman, sehingga diperoleh preparatyang bagus dan jelas untuk diamati.

Teknik pembuatan preparat apus sperma yang biasanya dilakukan olehpraktikan atau peneliti pemula, belum memberikan hasil baik denganindikator preparat tipis dan jelas diamati. Diperlukan ketelatenan dan kerjakeras dalam melakukannya. Solusi dalam mengatasi permasalahandemikian sebaiknya praktikan mencoba-coba membuat apusan terlebih duludengan menggunakan beberapa kaca objek. Apabila hasil apusan sudahmenghasilkan apusan yang tipis, maka praktikan dapat melanjutkannyadengan menggunakan kaca objek yang sesungguhnya.

Apusan sperma yang telah diperoleh dengan hasil tipis, jelas, dan dapatdiamati, selanjutnya perlu dilakukan pemrosesan ke tahap berikutnya.Apusan dikeringkan dengan cara dianginkan (dengan posisi kaca objekditegakkan/miring) agar cairan yang masih ada dapat berkurang. Preparatapusan perlu ditunggu sampai benar-benar kering, agar tahap selanjutnya(fiksasi) dapat memberikan hasil maksimal.

Preparat apusan yang sudah cukup kering difiksasi dengan meneteskanmetanol selama 5 menit. Fiksasi ini berguna untuk mematikan selspermatozoa, menyerap cairan air yang masih tersisa dalam spermatozoadan membuat sel spermatozoa kuat (mempunyai rigiditas). Fiksasi juga

Page 103: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VI : P embu at an P r ep ar at Ap us Sp er ma | 79

berguna untuk membuat organ serta bentuk sel menjadi kaku dan tidakdapat berpindah posisi. Pengamatan terhadap viabilitas tidak perludilakukan fikasasi, agar sperma tidak mati.

Pewarnaan dengan eosin nigrosin atau giemsa 3% dilakukan dengantujuan untuk mewarnai spermatozoa agar dapat terlihat dengan jelas.Teknik pewarnaan juga berguna untuk membedakan warna spermatozoadengan lingkungannya secara kontras. Setelah pewarnaan, preparat dibilasdengan aquades, diusahan dengan mengalirkannya secara hati-hati padapreparat apus secara perlahan supaya spermatozoa yang telah diperolehtidak hilang atau larut bersama aliran aquades. Tujuan pembilasan denganaquades untuk menghilangkan sisa pewarna yang berlebihan.

Setelah cukup bersih, preparat dikering dengan cara dianginkan lagidan diberi entelan (perekat). Pemberian entelan dilakukan pada bagiankaca objek yang diperkirakan terdapat spermatozoa. Entelan dioleskansecara perlahan pada bagian tepi kaca penutup, dan segera ditutupkanpada kaca penutup. Kaca objek perlu diamati secara cermat, apakah adarongga udara atau tidak, biasanya pemberian entelan dan penutupan yangtidak merata dapat menimbulkan adanya rongga udara. Apabila terdapatrongga udara, maka perlu dilakukan penekanan pada kaca penutup denganjarum untuk menghilangkan rongga udara.

Pengamatan dengan mikroskop menggunakan perbesaran secarabertahap, dimulai dari perbesaran 100X, setelah diperoleh morfologispermatozoa, maka dapat dilakukan dengan perbesaran 400X. Apabilaspermatozoa sudah tampak, maka dapat dilakukan dengan pengamatanterhadap morfologi dan viabilitas.

2. Prosedur Pembuatan Preparat Apus Sperma

Prosedur kerja dalam pembuatan preparat apus adalah sebagai berikut.

a. Koleksi semen dengan pengambilan langsung dari kauda epididimisdan vas deferens

Page 104: GENISTEIN - ResearchGate

80 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

b. Mengambil kauda epididimis dan vas deferens, kemudian kedua organtersebut diletakkan dalam cawan petri yang telah diisi dengan NaCl0,9% sebanyak 5ml.

c. Mencacah dan menghaluskan organ (epididimis dan vas deferens)dengan menggunakan skalpel untuk dibuat suspensi.

d. Setelah suspensi sperma halus, selanjutnya diaduk merata, kemudianmenambahkan larutan eosin sebanyak 1 tetes, didiamkan selama 30detik. Untuk pengamatan terhadap viabilitas spermatozoa, makasuspensi dapat ditambahkan larutan nigrosin 1-2 tetes, dan tidak perlumelakukan prosedur fiksasi dan pembilasan.

e. Semua bahan dalam cawan petri dicampurkan dengan caramenggoyang-goyangkan cawan petri hingga campuran bahan tampakberwarna kehitaman.

f. Menyiapkan kaca objek, dengan mengolesi kaca objek dengan alkohol70% bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminan-kontaminan.

g. Mengambil campuran organ dalam cawan petri dengan menggunakanpipet, kemudian diteteskan satu tetes pada kaca benda.

h. Tetesan campuran organ diletakkan pada kaca objek, kemudiandidorong dengan kaca benda lainnya. Demikian selanjutnya dilakukanpada kaca benda lain.

i. Preparat apusan pada kaca benda didiamkan dan ditunggu sampaikering dengan cara diangin-anginkan.

j. Memfiksasi preparat apusan dengan metanol, dan didiamkan selama 5menit.

k. Mengeringkan apusan yang telah difiksasi dengan cara dikeringkandengan diangin-anginkan.

l. Setelah preparat apusan benar-benar kering, selanjutnya ditetesidengan pewarna giemsa atau nigrosin.

m. Mengeringkan preparat yang telah diberi warna dengan cara diangin-anginkan.

n. Membilas preparat apusan menggunakan aquades, denganmengalirkan aquades secara hati-hati.

o. Mengeringkan preparat yang telah dibilas

Page 105: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VI : P embu at an P r ep ar at Ap us Sp er ma | 81

p. Menutup kaca objek dengan kaca penutup serta merekatkan denganentelan.

q. Setelah preparat kering, dilakukan pengamatan dengan menggunakanmikroskop perbesaran 100X dilanjutkan perbesaran 400X. Apabilapengamatan belum berhasil, preparat dapat diberi minyak emersi.

r. Pengamatan viabilitas dilakukan terhadap spermatozoa mati dan hidup(spermatozoa mati apabila tampak berwarna, spermatozoa hidupapabila tampak transparan).

s. Pengamatan morfologi dilakukan pada spermatozoa normal danabnormal (pengamatan abnormalitas spermatozoa yaitu kepala,badan, dan ekor).

t. Penghitungan viabilitas dan morfologi spermatozoa dilakukan terhadap100 spermatozoa.

Dokumentasi pembuatan preparat jaringan yang pernah dilakukan penulis, sepertipada Gambar 6.1.

Gambar 6.1 Sebagian Prosedur Pembuatan Preparat Apus SpermaA. Pencacahan kauda epididmis dan vasa deferensB. Mendorong campuran sperma yang telah diberi eosin nigrosinSumber: Primiani (2011)

A

B

Page 106: GENISTEIN - ResearchGate

82 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

E. PERTANYAAN-PERTANYAAN

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas

1. Apakah yang dimaksud dengan preparat apus (smear method)?2. Smear method dapat dilakukan pada pembuatan preparat apa saja?3. Langkah apa sajakah yang diperlukan dalam pembuatan preparat apus

sperma?4. Pengeringan dengan diangin-anginkan selalu dilakukan setiap prosedur

pembuatan preparat apus, mengapa demikian?5. Bagaimanakah teknik fiksasi yang seharusnya dilakukan?6. Bagaimanakah prosedur yang seharusnya dilakukan apabila praktikan akan

mengamati viabilitas sperma?7. Jelaskan prosedur yang benar apabila akan mendorong tetesan objek yang

terdapat pada kaca objek.

D. KESIMPULAN

Metode oles/metode apus (smear method) merupakan teknik membuat sediaandengan jalan mengoles atau membuat selaput tipis dari bahan yang berupa cairanatau bukan cairan pada gelas objek.Teknik pembuatan preparat apus biasanya digunakan untuk pembuatan sediaandarah, spermatozoa, cairan hemolimfe, protozoa, mukusa mulut, dan mukosavagina.NaCl fisiologis 0,9% digunakan dalam pembuatan preparat apus spermabertujuan untuk menyamakan kondisi spermatoa di dalam dan di luar sel.Teknik fiksasi preparat apus digunakan metanol, pewarnaan dilakukanmenggunakan giemsa 3% atau menggunakan nigrosin.

Page 107: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VII : Aks i Hor m on al S is tem Rep r o du ks i J an ta n | 83

A. PENDAHULUAN

Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjarbuntu, yang merupakan kelenjar tidak mempunyai saluran sehingga sekresinya akanmasuk aliran darah dan mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh. Semuaorganisme multiselular, termasuk tumbuhan selalu memproduksi hormon. Hormonberedar di dalam sirkulasi darah untuk mencari sel target. Ketika hormon menemukan

BAB7 AKSI HORMONAL

SISTEM REPRODUKSI JANTAN

STANDAR KOMPETENSIMengerti dan memahami sistem hormon reproduksi jantan serta hubungan fungsi danmekanisme fisiologis.

KOMPETENSI DASAR1. Memahami peran hormon reproduksi jantan2. Memahami mekanisme fisiologis hormon reproduksi jantan

TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari Bab ini diharapkan mampu memahami konsep endokrin padasistem reproduksi jantan sehingga mahasiswa mampu:1. Mendiskripsikan hormon reproduksi jantan serta fungsinya2. Menjelaskan sekresi dan metabolisme hormon testosteron3. Menganalisis mekanisme fisiologis hormon testosteron4. Menganalisis pengaturan testosteron terhadap spermatogenesis

INDIKATOR1. Menjelaskan hormon reproduksi jantan serta fungsinya2. Menjelaskan sekresi dan metabolisme hormon testosteron3. Mendiskripsikan mekanisme fisiologis hormon testosteron4. Menghubungkan antara pengaturan testosteron terhadap spermatogenesis

5.

Page 108: GENISTEIN - ResearchGate

84 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

sel target, hormon akan mengikat protein reseptor tertentu pada permukaan sel targettersebut, selanjutnya mengirimkan sinyal.

Reseptor protein akan menerima sinyal tersebut dan bereaksi baik denganmempengaruhi ekspresi genetik sel atau mengubah aktivitas protein selular,termasuk diantaranya perangsangan atau penghambatan pertumbuhan sertaapoptosis, pengaktifan atau penonaktifan sistem kekebalan, pengaturan metabolismedan persiapan aktivitas baru (misalnya terbang, kawin, dan perawatan anak), ataufase kehidupan (misalnya pubertas dan menopause). Pada banyak kasus, satuhormon dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon lainnya.

Hormon yang dihasilkan dari sistem reproduksi jantan sebagian besar dikenaldengan sebagai hormon utama jantan yang disebut testosteron, sebagai salah satuhormon androgen. Meskipun demikian, selain testosteron juga dikenal beberapahormon androgen lain yaitu:

1. Dehydroepiandrosteron (DHEA) yang merupakan hormon steroid yangdihasilkan dari kolesterol sebagai bahan bakunya, DHEA ini adalahprekursor utama estrogen alami.

2. Androstenedione merupakan sebuah steroid androgenik yang dihasilkanoleh testis, korteks adrenal, dan ovarium. Androstenedion akan diubahsecara metabolik menjadi testosteron dan androgen lainnya, juga termasukstruktur induk estron. Androstenedione dapat dijadikan suplemen dalammembentuk tubuh yang atletis, tetapi dalam organisasi keolahragaan dunia,penggunaan androstenedione dilarang.

3. Androstenediol, merupakan metabolit steroid yang berperan sebagairegulator utama dari sekresi gonadotropin.

4. Androsterone, sebagai bahan bahan kimia yang diciptakan pada saatpemecahan androgen dari progesteron. Androgen ini ditemukan dalamjumlah yang kurang lebih sama dalam plasma dan urin pria serta wanita.

5. Dihidrotestosteron (DHT), merupakan metabolit testosteron, sebagaiandrogen yang lebih kuat daripada testosteron, lebih kuat dalam mengikatreseptor androgen. DHT ini dihasilkan dalam korteks adrenal.

Page 109: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VII : Aks i Hor m on al S is tem Rep r o du ks i J an ta n | 85

Pengaturan produksi hormon dilakukan oleh hipotalamus (bagian dari otak).Hipotalamus mengontrol sekresi banyak kelenjar lain, terutama melalui kelenjarpituitari, yang juga mengontrol kelenjar-kelenjar lain. Hipotalamus akan menstimulasi(“memerintahkan”) kelenjar pituitari untuk mensekresikan hormonnya denganmengirim faktor regulasi ke lobus anteriornya dan mengirim impuls syaraf keposteriornya.

Produksi androgen yang terjadi di dalam organ reproduksi jantan merupakansuatu rangkaian proses yang sangat kompleks. Peristiwa tersebut melibatkan banyakkomponen yang terkait, oleh karena itu perlu suatu pembahasan tersendiri dalammekanisme pengaturan fisiologi reproduksi jantan. Mekanisme fisiologis organreproduksi jantan melibatkan peran aktif mekanisme hormonal. Hampir 95%testosteron dihasilkan oleh sel-sel Leydig, sisanya dihasilkan oleh adrenal.Testosteron yang disekresikan oleh testis, testis juga menyekresikan sejumlah kecilhormon androgen yang poten, yaitu dihidrotestosteron, dan androgen lemahdehidroepiandrosteron (DHEA) dan androstenedion, meskipun demikian testosteronberperan penting dalam proses reproduksi jantan.

B. SEKRESI DAN FUNGSI HORMON KELAMIN JANTAN

1. Sekresi Testosteron

Hormon kelamin jantan sering disebut androgen yang meliputitestosteron, dihidrotestosteron, dan androstenedion. Berdasarkanjumlahnya, maka androgen yang paling penting adalah testosteron.Testosteron bertanggung jawab terhadap berbagai sifat maskulinisasitubuh. Selama kehidupan janin testis sudah distimulasi oleh korionikgonadotropin dari plasenta untuk membentuk sejumlah testosteronsepanjang periode perkembangan janin dan selama 10 minggu atau lebihsetelah kelahiran; kemudian setelah itu, pada dasarnya tidak adatestosteron yang dihasilkan selama masa kanak-kanak sampai kira-kirausia 10-13 tahun. Produksi testosteron meningkat dengan cepat di bawahrangsangan hormon-hormon gonadotropin hipofisis anterior pada awalpubertas dan berakhir sepanjang masa kehidupan, menurun dengan cepatdi atas usia 50 tahun menjadi 20 sampai 50 persen dari nilai puncak padausia 80 tahun.

Page 110: GENISTEIN - ResearchGate

86 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Testosteron mulai dibentuk oleh testis janin laki-laki sekitar minggu ke-7 masa embrional. Tentu saja, salah satu fungsi utama yang berbedaantara kromosom seks pria dan wanita adalah bahwa kromosom priamenyebabkan bakal genital baru yang berkembang menyekresitestosteron. Penyuntikan sejumlah besar hormon kelamin pria ke hewanyang hamil menyebabkan perkembangan organ-organ seksual jantanwalaupun janinnya betina. Pengangkatan testis pada janin pria yang masihmuda akan menyebabkan perkembangan organ seks wanita. Testosteronyang pertama kali disekresi oleh saluran genital dan kemudian oleh testisjanin bertanggung jawab terhadap perkembangan sifat tubuh pria, termasukpembentukan penis dan skrotum dan bukan pembentukan klitoris danvagina. Tertosteron menyebabkan pembentukan kelenjar prostat, vesikulaseminalis, dan dukus genitalia, sementara pada waktu yang sama terjadipenekanan pembentukan organ genital wanita.

Testis biasanya turun ke dalam skrotum selama 2 sampai 3 bulanterakhir masa kehamilan, ketika testis menyekresi sejumlah testosteronyang cukup. Apabila janin pria lahir disertai testis yang tidak turun tetapitestisnya normal, maka penyuntikan testosteron dapat menyebabkan testisturun dengan cara yang lazim bila kanalis inguinalis cukup besar untukdilalui oleh testis. Pemberian hormon gonadotropin dapat merangsang sel-sel Leydig testis dari anak yang baru lahir untuk menghasilkan testosteron,dapat juga menyebabkan testis turun, sehingga, rangsangan untukturunnya testis adalah testosteron, yang kembali menandakan bahwatestosteron adalah hormon yang penting untuk perkembangan seksual priaselama masa kehidupan janin.

Testis menyekresikan beberapa hormon kelamin pria, yang secarabersama disebut androgen, termasuk testosteron, dihidrotestosteron danandrostenedion. Testosteron jumlahnya lebih banyak dari yang lainnyasehingga dapat dianggap sebagai hormon testikular terpenting, walaupunseperti yang kita lihat, sebagian besar testosteron diubah menjadi hormondihidrotestosteron yang lebih aktif pada jaringan target. Testosterondibentuk oleh sel-sel interstisial Leydig, yang terletak di antara interstisialtubulus seminiferus dan terdiri atas sekitar 20% massa pada testis dewasa.

Page 111: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VII : Aks i Hor m on al S is tem Rep r o du ks i J an ta n | 87

Sel-sel Leydig hampir tidak ditemukan dalam testis pada masa kanak-kanak, sewaktu testis hampir tidak menyekresi testosteron, tetapi hormontersebut terdapat dalam jumlah yang banyak pada bayi pria yang baru lahirdan juga pada pria dewasa setelah pubertas; pada kedua masa tersebuttestis menyekresi sejumlah besar testosteron. Kondisi tumor berkembangdalam sel-sel interstisial Leydig, testosteron disekresikan dalam jumlahsangat banyak.

Istilah “androgen” berarti hormon steroid apa pun yang memiliki efekmaskulinisasi, termasuk testosteron sendiri. Semua androgen adalahsenyawa steroid, baik dalam testis maupun dalam adrenal, androgen dapatdibentuk baik dari kolesterol atau langsung dari asetil koenzim A. Setelahdisekresi oleh testis, kira-kira 97% testosteron menjadi lemah ikatannyadengan albumin plasma atau lebih kuat berikatan dengan sebuah betaglobulin yang disebut globulin pengikat-hormon kelamin dan bersirkulasidalam darah, berada dalam bentuk ini selama 30 menit sampai 1 jam ataulebih. Sampai waktu itu, testosteron tersebut terikat dengan jaringan ataudipecah menjadi produk tidak aktif yang selanjutnya dieksresikan.

Sebagian besar testosteron yang terikat ke jaringan diubah dalam sel-sel menjadi dihidrotestosteron, terutama dalam organ-organ target khususseperti kelenjar prostat pada pria dewasa dan dalam genetalia eksternapada janin laki-laki. Testosteron yang tidak terikat dalam jaringan dengancepat diubah, terutama oleh hati, menjadi androsteron dandehidroepiandrosteron dan secara serempak dikonjugasikan sebagaiglukuronida atau sulfat (terutama glukuronida), semuanya diekskresikanbaik ke usus, empedu atau ke dalam urin melalui ginjal.

Sejumlah kecil estrogen dibentuk pada pria (kira-kira seperlima darijumlah pada wanita yang tidak hamil), dan jumlah estrogen yang cukupdapat ditemukan dalam urin pria. Sumber estrogen yang pasti pada priamasih meragukan, tetapi diketahui hal-hal berikut: 1) jumlah estrogendalam cairan tubulus seminiferus cukup tinggi dan kemungkinanmemainkan peranan yang penting dalam spermiogenesis. Estrogen diyakinidibentuk oleh sel-sel Sertoli dengan mengubah beberapa testosteronmenjadi estradiol, 2) estrogen yang dibentuk dari testosteron dan

Page 112: GENISTEIN - ResearchGate

88 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

androstenediol dalam jaringan tubuh yang lain, terutama hati, mungkinterdapat sebanyak 80% dari total pembentukan estrogen pada pria.

2. Letak Kelenjar yang Menyekresikan Testosteron

Fungsi reproduksi pada pria dapat dibagi menjadi tiga subdivisi utamayaitu: 1) spermatogenesis, yang berarti hanya pembentukan sperma, 2)kinerja kegiatan seksual pria, dan 3) pengaturan fungsi reproduksi priaoleh berbagai hormon. Fungsi reproduksi ini disertai oleh pengaruh hormonkelamin pria terhadap organ kelamin tambahan pria, pada metabolisme sel,pada pertumbuhan, dan pada fungsi tubuh yang lain.

Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selamakehidupan seksual aktif, sebagai akibat dari rangsangan oleh hormongonadotropin hipofisis anterior, dimulai rata-rata pada usia 13 tahun (padamanusia) dan berlanjut sepanjang hidup. Faktor-faktor hormonal yangmerangsang spermatogenesis antara lain:

a. Testosteron disekresikan oleh sel-sel Leydig yang terletak diinterstisium testis, hormon ini penting bagi pertumbuhan danpembagian sel-sel germinal dalam membentuk sperma. Letak selLeydig seperti pada Gambar 7.1.

b. Hormon lutein disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior,merangsang sel-sel Leydig untuk menyekresikan testosteron.

c. Hormon perangsang-folikel juga disekresikan oleh sel-sel kelenjarhipofisis anterior, merangsang sel-sel Sertoli, tanpa rangsangan ini,pengubahan spermatid menjadi sperma (proses spermiogenesis) tidakakan terjadi.

d. Estrogen dibentuk dari testosteron oleh sel-sel Sertoli ketika sel Sertolisedang dirangsang oleh hormon perangsang-folikel, yang mungkinjuga penting untuk spermiogenesis. Sel-sel Sertoli juga menyekresikansuatu protein pengikat-androgen yang mengikat testosteron danestrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan dalam lumentubulus seminiferus, membuat kedua hormon ini tersedia untukpematangan sperma.

Page 113: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VII : Aks i Hor m on al S is tem Rep r o du ks i J an ta n | 89

e. Hormon pertumbuhan (seperti juga pada sebagian besar hormon yanglain) diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi metabolismetestis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkanpembelahan awal spermatogonia, apabila tidak terdapat hormonpertumbuhan, seperti pada dwarfisme hipofisis, spermatogenesissangat berkurang atau tidak ada sama sekali.

Gambar 7.1. Tubulus Seminiferus TestisA. Tubulus Seminiferus; Letak Sel Sertoli (6)B. Tubulus Seminiferus; Letak Sel Leydig (Ley)Sumber: Primiani (2011)

3. Fungsi Testosteron dalam Tubuh

Testosteron dibentuk oleh testis sekitar minggu ke-7 (manusia) atauminggu ke 1-2 (tikus/mencit) masa embrional. Penyuntikan hormonandrogen pada hewan menyebabkan perkembangan organ seksual jantanmeskipun janinnya betina. Pengangkatan testis pada janin jantanmenyebabkan perkembangan organ reproduksi betina. Testosteronpertama kali disekresi oleh tonjolan genetalia dan diteruskan oleh testisjanin. Testosteron menyebabkan pembentukan kelenjar prostat, vesikulaseminalis, duktus genetalia, dan perkembangan sifat kelamin sekunder.Beberapa target organ dalam pengaturan testosteron terdapat padaGambar 7.2.

A

B

A

Page 114: GENISTEIN - ResearchGate

90 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Gambar 7.2 Target Organ Hormon TestosteronSumber: diadopsi dan dikembangkan Wang et al., (2010)

Testosteron bertanggung jawab terhadap sifat-sifat maskulinisasitubuh, selama kehidupan janin, testis sudah distimulasi oleh HormoneChorionic Gonadoteropine (HCG) dari plasenta untuk membentuk sejumlahtestosteron sepanjang periode perkembangan janin, masa anak-anak tidakada testosteron yang dihasilkan sampai pubertas. Produksi testosteronsemakin meningkat akibat rangsangan hormon gonadotropin dari hipofisisanterior mulai awal pubertas dan berlangsung sepanjang masa kehidupan.

Sekresi testosteron setelah pubertas menyebabkan penis, skrotum,dan testis membesar kira-kira delapan kali lipat sampai sebelum usia 20tahun. Testosteron menyebabkan adanya tanda-tanda sifat kelaminsekunder pria berkembang pada waktu yang sama dimulai saat pubertassampai seumur hidup. Testosteron menyebabkan pertumbuhan rambut diatas pubis, ke atas sepanjang linea alba kadang-kadang sampai keumbilikus dan di atasnya, pada wajah, biasanya pada dada, dan sepertipunggung. Testosteron juga menyebabkan rambut pada bagian tubuhlainnya sehingga menjadi lebih menyebar.

Testosteron meningkatkan ketebalan kulit di seluruh tubuh danmeningkatkan kekasaran jaringan subkutan. Testosteron meningkatkankecepatan sekresi beberapa atau mungkin semua kelenjar sebasea.Kelebihan sekresi oleh kelenjar sebasea wajah, karena kelebihan sekresi

Otak: libido dan sifat agresif

Kulit: pertumbuhan rambut

Otot: kekuatan dan teksturHati: sintesis proteinserum

Organ seksual:spermatogenesis, fungsiprostat dan penis

Tulang: pertumbuhanepifisis

Ginjal: stimulasi produksieritropoietin

Sumsum tulang belakang:stimulasi stem sel

Page 115: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VII : Aks i Hor m on al S is tem Rep r o du ks i J an ta n | 91

wajah ini dapat menyebabkan acne, oleh karena itu, acne merupakan salahsatu gambaran umum remaja ketika tubuh pria pertama mengenalipeningkatan sekresi testosteron.

Testosteron dapat menyebabkan perkembangan peningkatan masaotot mengikuti masa pubertas, kira-kita 50% massa otot pria meningkatmelebihi massa otot wanita, hal ini juga berhubungan dengan peningkatanprotein di bagian lain dari tubuh yang tidak berotot. Banyak perubahanpada kulit juga disebabkan oleh penumpukan protein pada kulit, danperubahan pada suara mungkin juga terutama disebabkan oleh fungsianabolik protein testosteron.

Akibat pengaruh testosteron sangat besar pada muskulatur tubuh,maka testosteron (atau lebih sering disebut androgen sintetik) digunakansecara luas oleh atlet untuk meningkatkan kinerja ototnya. Penggunaan inisangat membahayakan karena efek berbahaya yang panjang akibatkelebihan testosteron. Testosteron juga digunakan pada usia tua sebagaihormon peremajaan untuk meningkatkan kekuatan dan tenaga otot.

Peningkatan sirkulasi testosteron yang sangat besar pada saatpubertas atau setelah penyuntikan testosteron yang lama, tulang sangatmenebal dan mengendapkan sejumlah besar garam kalsium tambahan.Jadi, testosteron meningkatkan jumlah total matriks tulang danmenyebabkan retensi kalsium. Peningkatan dalam matriks tulang diyakinidari fungsi anabolik protein umum testosteron dan pengendapan garam-garam kalsium, yang menghasilkan peningkatan matriks tulang secarasekunder.

Testosteron memberikan pengaruh khusus pada panggul yangmenyebabkan: 1) penyempitan pintu atas panggul, 2) membuat panggullebih panjang, 3) panggul berbentuk lebih sempit daripada panggul wanitadan 4) sangat meningkatkan kekuatan seluruh panggul sebagai penahanbeban. Bila tidak terdapat testosteron, panggul pria berkembang menjadimirip dengan panggul wanita. Kemampuan testosteron dapat meningkatkanukuran dan kekuatan tulang, maka testosteron sering digunakan pada usialanjut untuk mengobati osteoporosis.

Page 116: GENISTEIN - ResearchGate

92 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Sejumlah besar testosteron (atau androgen lainnya) disekresi secaraabnormal pada anak yang masih berkembang, oleh karena itu kecepatanpertumbuhan tulang meningkat dengan tajam, sehingga juga menyebabkanpertumbuhan seluruh tinggi tubuh dengan cepat. Testosteron jugamenyebabkan penyatuan epifisis tulang dengan batang tulang pada usiamuda, oleh karena itu di samping pertumbuhan yang cepat, penyatuan diniepifisis ini mencegah orang tersebut tumbuh tinggi bila testosteron tidak disekresi sama sekali. Bahkan pada pria normal, tinggi badan terakhir padaorang dewasa sedikit berkurang daripada tinggi badan yang akan dicapaiapabila ia dikastrasi sebelum pubertas.

Penyuntikan testosteron dalam jumlah besar dapat meningkatkankecepatan metabolisme basal sampai 15%, jumlah testosteron yang biasadisekresikan oleh testis selama adolesen dan kehidupan dewasa awal akanmeningkatkan kecepatan metabolisme sekitar 5-10% di atas nilai yangdiperoleh apabila testis tidak aktif. Peningkatan kecepatan metabolismetersebut mungkin disebabkan oleh pengaruh tidak langsung testosteronterhadap anabolisme protein, peningkatan kuantitas protein terutama enzimmeningkatkan aktivitas semua sel.

Jumlah testosteron normal yang disuntikkan pada orang dewasa yangdikastrasi, jumlah sel-sel darah merah/mm3 meningkat menjadi 15-20%.Pria memiliki 700.000 sel-sel darah merah/mm3 lebih bayak daripada rata-rata wanita. Perbedaan ini sebagian mungkin disebabkan oleh peningkatankecepatan metabolisme setelah pemberian testosteron terhadappembentukkan sel-sel darah merah. Testosteron memiliki pengaruhmeningkatkan reabsorpsi natrium pada tubulus distal ginjal tetapi hanyasebagian kecil apabila dibandingkan dengan mineralokotikoid adrenal.Meskipun demikian, setelah pubertas, darah dan volume cairanekstraselular pada pria sedikit meningkat dalam hubungannya denganberat badan.

C. METABOLISME TESTOSTERON SEBAGAI KELOMPOK HORMON STEROID

Testosteron merupakan kelompok hormon steroid, hormon steroid bekerjamelalui satu mekanisme dasar yaitu dengan penyatuan hasil sintesis protein yang

Page 117: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VII : Aks i Hor m on al S is tem Rep r o du ks i J an ta n | 93

baru diinduksi oleh hormon steroid dengan sel target. Setelah hormon steroiddisekresi oleh kelenjar endokrin, 95-98% akan berada dalam sirkulasi atau terikatdengan protein transpor yang spesifik. 2-5% sisanya bebas berdifusi ke dalam semuasel. Setelah berada dalam sel, steroid hanya dapat menghasilkan respon dalam selyang memiliki reseptor intraseluler yang spesifik untuk hormon yang bersangkutan.

Ikatan antara hormon dengan reseptor yang spesifik merupakan kunci untukkerja hormon pada jaringan target, dengan demikian maka semua anggota kelompokutama steroid seks (androgen, progestin dan estrogen) bekerja melalui rangkaiankerja serupa untuk menghasilkan respon seluler berupa:

a. Pemindahan steroid ke dalam nukleusb. Pengikatan intra nuklearc. Mengaktivasi reseptor dari bentuk tidak aktif menjadi aktifd. Pengikatan kompleks reseptor-steroid ke elemen regulator dalam DNAe. Transkripsi dan sintesis mRNA yang baruf. Translasi mRNA dengan sintesis protein baru dalam sel

1. Metabolisme Steroid

Kecuali progestin, androgen adalah prekursor obligat dari semuahormon steroid sehingga androgen dibuat di seluruh jaringan penghasilsteroid termasuk testis, ovarium dan kelenjar adrenal. Androgen utamadalam sirkulasi pada pria adalah testosteron yang diproduksi testis. Kerjahormonal androgen dihasilkan secara langsung melalui pengikatan kereseptor androgen atau secara tidak langsung setelah konversi menjadiDHT-dihydrotestosteron dalam jaringan target.

Testosteron berkeja pada saluran genitalia interna janin laki laki danotot untuk memacu pertumbuhan. DHT pada pria dewasa bekerja secaralokal untuk mempertahankan maskulinisasi genitalia eksterna dan seksualsekunder seperti rambut wajah dan pubis. Jenis androgen lain pada priaadalah androstenedione, androstenediol, dehidroepiandrosterone (DHEA)dan dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA-S).

Semua jenis androgen dijumpai dalam sirkulasi wanita, kecualiandrostenedione. Konsentrasi androgen pada wanita lebih sedikit dibandingpada pria. Androstenedione pada wanita berperan sebagai prohormon dan

Page 118: GENISTEIN - ResearchGate

94 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

dikonversi dalam jaringan target menjadi testosteron, estron dan estradiol.Estradiol (E2) adalah estrogen utama yang disekresi ovarium. Estron (E1 )disekresikan oleh ovarium dalam jumlah banyak. Estriol (E3) tidakdihasilkan oleh ovarium tetapi diproduksi dari estradiol dan estron dijaringan perifer, dari androgen plasenta. Estriol diperkirakan adalahmetabolit kurang aktif dari estrogen.

Kelenjar adrenal merupakan sumber utama steroid seks pada priadan wanita. Androgen adrenal berperan penting pada wanita pascamenopause. Progestin yang berada di dalam sirkulasi darah paling banyakadalah progesteron. Progesteron dihasilkan oleh ovarium, testis, plasentadan kelenjar adrenal. 17-hidroksiprogesteron dari adrenal dan ovariumadalah jenis yang paling banyak dijumpai dalam sirkulasi. Lintasanbiosintesis hormon steroid estrogen dan androgen terdapat pada Gambar7.3.

Gambar 7.3 Biosintesis Hormon SteroidSumber: Qiagen (2009)

Page 119: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VII : Aks i Hor m on al S is tem Rep r o du ks i J an ta n | 95

2. Ekskresi Steroid

Ekskresi steroid terjadi melalui urine dan empedu, sebelum dieleminasi (diekskresi) terjadi konjugasi sebagai sulfat atau glukoronida.Beberapa jenis konjugat dalam bentuk seperti DHEA-S disekresi secaraaktif. Hormon yang dikonjugasi tersebut berperan sebagai prekursorterhadap metabolit hormon aktif pada jaringan target yang memiliki enzimuntuk melakukan hidrolisis ikatan ester yang terlibat dalam konjugasi.

3. Metabolisme Testosteron

Testosteron disekresi oleh testis sekitar 97% terikat dengan albuminplasma yang disebut Sex Hormone Binding Globulin (SHGB) danbersirkulasi dalam darah selama 30 menit sampai beberapa jam(Silverthorn, 2001). SHGB disintesis di hati, sekitar 2% dari testosterondalam sirkulasi tidak terikat pada protein serum dan dapat masuk ke dalamsel serta menunjukkan efek metaboliknya. Selain itu sebagian testosteronyang terikat protein dapat lepas dari proteinnya dan dapat masuk kejaringan sasaran, oleh karena itu jumlah testosteron yang tersedia secaraalami dapat lebih besar dari jumlah testosteron yang tidak terikat protein.

Testosteron yang tidak terikat di jaringan dengan cepat diubahterutama oleh hati menjadi androsteron dan dihidroepiandrosteron dandikonjugasikan sebagai glukoronida atau sulfat. Ekskresi terjadi di ususmelalui duktus biliverus hati atau ke dalam urin melalui ginjal. Testosteronyang terikat di jaringan diubah menjadi dihidrotestosteron, terutama diorgan-organ target khusus seperti kelenjar prostat dan genetalia eksternapada janin.

Testosteron dapat diubah menjadi dihidrotestosteron dalam jaringansasaran androgen yang spesifik. Testosteron dalam sirkulasi sebagianbesar terutama diubah oleh hati menjadi berbagai metabolit sepertiandrosteron dan etiokolanolon, yang setelah berkonjugasi dengan asamglukoronat atau asam sulfat akan diekskresi dalam urin sebagai 17-ketosteroid. Sekitar 20-30% dari 17-ketosteroid urin yang berasal darimetabolisme testosteron. Sebagian besar 17-ketosteroid dibentuk dari

Page 120: GENISTEIN - ResearchGate

96 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

metabolisme steroid adrenal, oleh karena itu penentuan kadar 17-ketosteroid tidak dapat diandalkan sebagai cermin sekresi steroid testis.

Testosteron meninggalkan sirkulasi, dan dengan cepat menembusmembran sel. Testosteron secara enzimatik diubah menjadi androgen yanglebih poten yaitu dihidrotestosteron oleh enzim 5α-reduktase mikrosom.Dihidrotestosteron seperti halnya testosteron akan terikat pada reseptorprotein intrasitoplasma spesifik yang sama. Kompleks reseptor-dihidrotestosteron atau disebut sebagai bentuk hormon yang aktif. MenurutGranner (2006) testosteron dianggap sebagai suatu prahormon karena zatini diubah menjadi senyawa yang jauh lebih kuat (dihidrotestosteron).Interaksi dari kompleks androgen-reseptor dengan kromatin menyebabkansintesis mRNA, yang pada akhirnya akan diangkut ke sitoplasma, sehinggaakan terjadi transkripsi, perubahan-perubahan lain yang secara bersama-sama menghasilkan kerja androgen. Beberapa efek biologik androgensangat penting untuk diferensiasi sistem genetalia jantan, perkembanganorgan reproduksi jantan.

Sejumlah kecil estrogen (sekitar seperlima dari jumlah estrogenwanita) dapat dibentuk pada jantan. Sumber estrogen masih belum jelas,diduga (a) konsentrasi estrogen dalam cairan tubulus seminiferus cukuptinggi dan kemungkinan berperan penting dalam spermiogenesis, (b)estrogen diyakini dibentuk oleh sel-sel Sertoli dengan mengubahtestosteron menjadi estradiol, (c) estrogen dengan jumlah yang lebih besardibentuk dari testosteron dan androstenedion di jaringan tubuh lainterutama hati (Guyton, 2007).

Produksi androgen dan estrogen, rantai samping pada posisi 17 dari17β-OH pregnenolon atau 17α-OH-pregnenolon diangkat oleh aktivitasC17,20 liase (terkandung dalam sitokrom P450c17) untuk masing-masingmenghasilkan dehidroepiandrosteron (DHEA) merupakan lintasan utamadalam adrenal maupun gonad yang sangat melebihi produksi dariandrostenedion. Produksi DHEA merupakan intasan utama dalam adrenalmaupun gonad dan sangat melebihi produksi dari androstenedion. Langkahselanjutnya, yang menimbulkan produksi dari estrogen estradiol utama danandrogen testosteron, terjadi di dalam gonad tetapi hanya dalam jumlah

Page 121: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VII : Aks i Hor m on al S is tem Rep r o du ks i J an ta n | 97

yang kecil di adrenal. Adapun langkah-langkah dalam biosintesis androgendapat dilihat pada Gambar 7.4.

Gambar 7.4 Biosintesis Testosteron dalam TestisSumber: Kretser (2007)

D. RESPON YANG DILAKUKAN OLEH SEL TARGET TERHADAP HORMONTESTOSTERON

Mekanisme interselular dasar dari kerja testosteron dihasilkan dari peningkatankecepatan pembentukkan protein dalam sel-sel target, hal ini dipelajari secaraekstensif dalam kelenjar prostat, salah satu organ yang paling dipengaruhi olehtestosteron. Testosteron dalam kelenjar prostat memasuki sel dalam waktu beberapamenit setelah disekresikan, kemudian diubah, di bawah pengaruh enzim-enzimintraselular 5-alpha-reduktase, menjadi dihidrotestosteron, dan berikatan dengansebuah protein reseptor sitoplasma. Penggabungan ini kemudian bermigrasi kedalam nukleus di mana terjadi lagi pengikatan dengan sebuah protein dan

Page 122: GENISTEIN - ResearchGate

98 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

menginduksi proses transkripsi DNA-RNA. RNA-polimerase telah menjadi aktif dankonsentrasi RNA mulai meningkat dalam sel dalam waktu 30 menit; keadaan ini akandiikuti oleh peningkatan yang progresif dari protein sel.

Jumlah DNA dalam kelenjar juga meningkat setelah beberapa hari danbersama dengan itu juga terdapat peningkatan jumlah sel-sel prostatik, oleh karenaitu, testosteron sangat merangsang pembentukkan protein secara umum dalamtubuh, walaupun peningkatan protein yang lebih khusus dalam organ-organ targettersebut berperan pada perkembangan sifat seksual sekunder.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEKRESI TESTOSTERON

Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstisial Leydig di dalam testis tetapihanya apabila sel-sel interstisial Leydig dirangsang oleh LH dari kelenjar hipofisis.Jumlah testosteron yang disekresikan meningkat dengan cepat sebanding denganjumlah LH yang tersedia. Sel-sel Leydig yang matang biasanya tidak ditemukandalam testis seorang anak (kecuali beberapa minggu setelah kelahiran) sampaiberusia kira-kira 10 tahun. Akan tetapi, baik melalui penyuntikan LH yang dimurnikanpada seorang anak pada usia berapapun atau sekresi LH pada masa pubertas akanmenyebabkan sel-sel yang menyerupai fibroblas di dalam daerah interstisial testistersebut berevolusi menjadi sel-sel interstisial Leydig.

Testosteron yang disekresikan oleh testis sebagai respons terhadap LHmempunyai efek timbal balik dalam menghentikan sekresi LH oleh hipofisis anterior,efek timbal balik terjadi dalam dua cara:

1 Sejauh ini bagian penghambatan yang lebih besar dihasilkan dari efeklangsung testosteron terhadap hipotalamus dalam menurunkan sekresiGnRH. Keadaan ini sebaliknya secara bersamaan menyebabkanpenurunan sekresi LH dan FSH oleh hipofisis anterior, dan penurunan LHakan menurunkan sekresi testosteron oleh testis. Jadi bilamana sekresitestosteron menjadi terlalu banyak, melalui hipotalamus dan kelenjarhipofisis, efek umpan balik negatif otomatis akan mengurangi skresitestosteron kembali ke kadar normalnya. Sebaliknya, terlalu sedikittestosteron akan menyebabkan hipotalamus menyekresikan sejumlah besarGnRH, disertai dengan peningkatan sekresi LH dan FSH oleh hipofisisanterior dan meningkatkan sekresi testosteron testikular.

Page 123: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VII : Aks i Hor m on al S is tem Rep r o du ks i J an ta n | 99

2 Testosteron mungkin juga mempunyai efek umpan balik negatif lemah yangbekerja secara langsung pada kelenjar hipofisis anterior sebagai tambahanterhadap efek umpan balik hipofisis anterior terhadap hipotalamus. Umpanbalik hipofisis ini diduga secara khusus menghentikan sekresi LH.Akibatnya, sejumlah kecil pengaturan sekresi testosteron diyakini terjadidalam cara yang sama.

F. PENGATURAN KERJA SUMBU HIPOTALAMUS - HIPOFISIS PADATUBULUS SEMINIFERUS

Hipotalamus mensintesis gonadotropin relasing hormone (GnRH) danmenyekresikannya ke dalam darah portal hipotalamo-hipofisis. Setelah mencapaihipofisis anterior, GnRH akan terikat pada gonadotrof dan merangsang pelepasanluteinizing hormone (LH) maupun follicle stimulating hormone (FSH) ke dalamsirkulasi. LH akan diambil oleh sel Leydig yang akan terikat pada reseptor spesifikmembran. Ikatan ini akan menyebabkan aktivasi siklase adenilil dan pembentukancAMP yang akhirnya menyebabkan sekresi androgen. Sebaliknya peningkatan kadarandrogen akan menghambat sekresi LH dari hipofisis anterior melalui suatu efeklangsung pada hipofisis, dan suatu efek penghambat pada tingkatan hipotalamus(Handelsman, 2008). Hipotalamus maupun hipofisis memiliki reseptor androgen danestrogen. Efek inhibisi utama androgen terhadap hipotalamus kemungkinandiperantarai oleh estradiol yang dapat dihasilkan melalui proses aromatisasitestosteron. Mekanisme kerja hormonal sistem reproduksi jantan terdapat padaGambar 7.5.

Page 124: GENISTEIN - ResearchGate

100 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Gambar 7.5. Mekanisme Pengaturan Hormon JantanSumber: Reproductive System

Setelah stimulasi dengan GnRH, gonadotrof sebuah sel yang menyekresikanhormon gonadotropin yang terletak dalam hipofise anterior, akan menyekresi FSH kedalam sirkulasi sistemik. Apabila tidak ada sekresi GnRH dari hipotalamus,gonadotrof di kelenjar hipofise hampir tidak mensekresi LH dan FSH. Hormonglikoprotein ini terikat reseptor spesifik pada sel Sertoli dan merangsangpembentukan protein pengikat androgen.

FSH penting untuk mengawali spermatogenesis, tetapi pematangan penuh darispermatozoa tidak hanya memerlukan efek FSH saja, tetapi juga efek testosteron.Kerja utama FSH pada spermatogenesis terjadi melalui stimulasi pembentukanprotein pengikat androgen, yang memungkinkan kadar testosteron intratubular tetaptinggi (Handelsman, 2008). Sama halnya dengan pendapat yang disampaikan olehHeffner & Schust (2006) spermatogenesis yang terjadi di dalam tubulus seminiferustestis merupakan peran hormon testosteron, namun demikian FSH juga dibutuhkandalam inisiasi spermatogenesis. FSH berdifusi melalui membran basal tubulus

Page 125: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VII : Aks i Hor m on al S is tem Rep r o du ks i J an ta n | 101

seminiferus testis dan berikatan dengan reseptor membran plasma spesifik pada selSertoli.

Aktivitas reseptor FSH menyebabkan terjadinya sintesis reseptor androgenintraseluler dan protein pengikat androgen (Androgen Binding Protein). ABP inidisekresikan oleh sel Sertoli dan mengikat androgen yang telah diproduksi oleh selLeydig dan berdifusi dari tempat produksinya di interstitial ke dalam tubulusseminiferus testis. ABP mentransfer androgen-androgen ini ke sel germinal, danandrogen akan ditahan di dalam sel germinal promeiotik yang mengandung reseptorandrogen.

FSH dan LH mengeluarkan pengaruhnya pada jaringan target di dalam testisterutama melalui aktivasi sistem second messenger siklik adenosin monofosfat, yangselanjutnya akan mengaktifkan sistem khusus ada sel-sel target berikutnya (Guyton,2007). Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstitial Leydig dalam tubulusseminiferus testis, namun hanya terjadi apabila sel-sel interstitial Leydig dirangsangoleh LH dari kelenjar hipofise anterior. Jumlah testosteron yang disekresikanmeningkat sebanding dengan jumlah LH yang tersedia.

Testosteron yang disekresikan oleh testis sebagai respon terhadap LHmempunyai efek timbal balik dalam menghambat sekresi LH. Sebagian besar inhibisiini dihasilkan dari efek langsung testosteron terhadap hipotalamus untuk menurunkansekresi GnRH. Keadaan ini selanjutnya menyebabkan penurunan sekresi LH danFSH oleh hipofisis anterior, dan penurunan LH akan mengurangi sekresi testosteronoleh testis. Jadi apabila sekresi testosteron menjadi terlalu banyak, efek umpan baliknegatif otomatis yang terjadi melalui kelenjar hipotalamus-hipofisis ini, akanmengurangi sekresi testosteron kembali ke tingkat yang diharapkan. Sebaliknyaterlalu sedikit testosteron akan menyebabkan hipotalamus mensekresikan sejumlahbesar GnRH, disertai dengan peningkatan sekresi LH dan FSH oleh hipofisis anteriordan berakibat peningkatan sekresi testosteron testis (Guyton, 2007).

FSH berikatan dengan reseptor-reseptor FSH spesifik yang melekat pada sel-selSertoli di dalam tubulus seminiferus. Pengikatan ini mengakibatkan sel-sel tumbuhdan menyekresikan berbagai unsur spermatogenik. Secara bersamaan, testosteron(dan dihidrotestosteron) yang berdifusi ke dalam tubulus seminiferus dari sel-selLeydig di dalam ruang interstitial juga mempunyai efek kuat terhadap

Page 126: GENISTEIN - ResearchGate

102 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

spermatogenesis. Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk memulai spermatogenesisdibutuhkan FSH maupun testosteron.

Ketika tubulus seminiferus gagal menghasilkan sperma, sekresi FSH olehkelenjar hipofisis anterior meningkat dengan nyata. Sebalinya apabilaspermatogenesis berjalan terlalu cepat, sekresi FSH dari hipofisis anterior akanberkurang. Menurut Everitt & Johnson (2000) penyebab efek umpan balik negatif inipada hipofisis anterior diyakini berupa suatu jenis hormon lain yang disekresi olehsel-sel Sertoli yaitu inhibin. Hormon ini mempunyai efek langsung yang kuat terhadapkelenjar hipofisis anterior dalam menghambat sekresi FSH dan kemungkinan berefekkecil terhadap hipotalamus dalam menghambat sekresi GnRH. Adapun pengaturankerja hipotalamus-hipofise pada organ reproduksi jantan seperti terdapat padaGambar 7.6.

Gambar 7.6 Pengaturan Kerja Hipotalamus-Hipofise pada Organ Reproduksi JantanSumber: Handelsman (2008)

Inhibin merupakan suatu glikoprotein sama seperti FSH dan LH, yangmempunyai berat molekul antara 10.000-30.000 Dalton (Guyton, 2007). Efekpenghambatan umpan balik inhibin yang kuat terhadap kelenjar hipofisis anteriormerupakan suatu mekanisme umpan balik negatif yang penting dalam pengaturan

Page 127: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VII : Aks i Hor m on al S is tem Rep r o du ks i J an ta n | 103

spermatogenesis, yang bekerja secara bersama-sama dan sejalan denganmekanisme umpan balik negatif yang mengatur sekresi testosteron.

Selain protein pengikat androgen, sel-sel Sertoli juga mensekresi beberapabahan lain termasuk peptida mirip GnRH, transferin, aktivator plasminogen,seruloplasmin, faktor penghambat duktus Mulleri, antigen H-Y dan inhibin. Ada duabentuk inhibin yang telah dikenal, yaitu inhibin A dan B. Keduanya merupakan protein32 kDa yang tersusun dari sub unit alfa yang sama, yang terkait silang dengan subunit beta berbeda, dan masing-masingnya dapat secara selektif menghambatpelepasan FSH dari hipofisis tanpa mempengaruhi sekresi LH (Kretser, 2007). FSHlangsung merangsang sel Sertoli untuk mensekresi inhibin, dan oleh sebab itu inhibintampaknya merupakan regulator fisiologik dari sekresi FSH dari hipofisiskemungkinan bersama dengan steroid gonadal.

G. KESIMPULAN

Pengaturan produksi hormon dilakukan oleh hipotalamus (bagian dari otak).Hipotalamus mengontrol sekresi banyak kelenjar lain, terutama melalui kelenjarpituitari, yang juga mengontrol kelenjar-kelenjar lain.Testosteron dibentuk oleh testis sekitar minggu ke-7 (manusia) atau minggu ke1-2 (tikus/mencit) masa embrional.Androgen utama dalam sirkulasi pada pria adalah testosteron yang diproduksitestis. Kerja hormonal androgen dihasilkan secara langsung melalui pengikatanke reseptor androgen atau secara tidak langsung setelah konversi menjadiDHT-dihydrotestosteron dalam jaringan target.Hipotalamus mensintesis gonadotropin relasing hormone (GnRH) danmensekresikannya ke dalam darah portal hipotalamo-hipofisis. Setelahmencapai hipofisis anterior, GnRH akan terikat pada gonadotrof danmerangsang pelepasan LH maupun FSH ke dalam sirkulasi.LH akan diambil oleh sel Leydig yang akan terikat pada reseptor spesifikmembran. Ikatan ini akan menyebabkan aktivasi siklase adenilil danpembentukan cAMP yang akhirnya menyebabkan sekresi androgen.Peningkatan kadar androgen akan menghambat sekresi LH dari hipofisisanterior melalui suatu efek langsung pada hipofisis, dan suatu efek penghambatpada tingkatan hipotalamus

Page 128: GENISTEIN - ResearchGate

104 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

H. PERTANYAAN-PERTANYAAN

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas

1. Diskripsikan pengaturan kelenjar hipotalamus-hipofisis dalam sekresihormon reproduksi jantan.

2. Bagaimanakah biosintesis hormon testosteron dalam testis?3. Penyuntikan hormon androgen pada hewan yang masih embrional

menyebabkan perkembangan organ seksual jantan meskipun janinnyabetina, sedangkan pengangkatan testis pada embrio jantan menyebabkanperkembangan organ reproduksi betina. Bagaimanakah analisis saudaradalam hal ini?

4. Jelaskan organ target testosteron di seluruh tubuh, serta bagaimanakahmekanisme fisiologis testosteron pada organ target tersebut?

5. Jelaskan beberapa faktor hormonal yang memacu spermatogenesis.

Page 129: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VIII : Genis t e in | 105

A. PENDAHULUAN

Beberapa waktu terakhir banyak dilakukan penelitian mengenai keistimewaantumbuhan famili Leguminoceae/Fabaceae. Salah satunya adalah tanaman kedelai(Glycine max Merr.). Biji, daun, dan bunganya sudah sering dimanfaatkan manusia,bahkan penelitian sudah berkembang sangat luas karena kedelai mempunyaisejumlah senyawa dan mempunyai banyak keistimewaan yang memegang peranpenting dalam kehidupan manusia. Bidang farmakologi dan kedokteran sudahbanyak memanfaatkan kedelai dalam pencegahan dan terapi penyakit.

Genistein merupakan salah satu senyawa yang dapat ditemukan padatumbuhan famili Leguminoceae/Fabaceae. Genistein merupakan salah satu derivat

BAB8 GENISTEIN

STANDAR KOMPETENSIMenganalisis Genistein sebagai komponen Isoflavon.

KOMPETENSI DASARMenganalisis karakter Genistein

TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari Bab ini diharapkan mampu:1. Menganalisis struktur dan sifat kimia Genistein2. Menganalisis Genistein pada bahan alam3. Menganalisis mekanisme kerja Genistein

INDIKATOR1. Mendiskripsikan struktur dan sifat kimia Genistein2. Mendiskripsikan bahan-bahan alam yang mengandung Genistein3. Mendiskripsikan mekanisme kerja Genistein dalam tubuh mamalia

Page 130: GENISTEIN - ResearchGate

106 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

isoflavon. Senyawa-senyawa kelompok isoflavon (genistein, daidzein, quercetin, danglicytein) dalam tumbuhan sebagian besar berada sebagai bentuk konjugat gulagenistein, daidzein dan glicytein, dan mempunyai struktur mirip 17 β estradiol.Berdasarkan struktur kimia isoflavon yang mirip dengan 17 β estradiol, beberapahasil penelitian menyimpulkan bahwa genistein mempunyai kemampuan untukberikatan dengan reseptor estrogen dan sifat mirip hormon estrogen.

B. SENYAWA ISOFLAVON PADA LEGUMINOCEAE

Hasil penelitian yang sudah banyak dilakukan menyatakan bahwa kedelaimengandung senyawa isoflavon. Berdasarkan struktur kimianya, isoflavonmerupakan senyawa kimia dengan struktur mirip hormon estrogen (estradiol). Hasilpenelitian telah banyak disebutkan bahwa bahan alam dengan kandungan isoflavonsering disebut fitoestrogen (fito = tumbuhan). Struktur kimia isoflavon dan estradiolterdapat pada Gambar 8.1

OH

H

HH

HO

O

O

17 β Estradiol Isoflavone

Gambar 8.1. Struktur Kimia Estradiol 17 β dan Isoflavon

Beberapa senyawa kelompok fitoestrogen diketahui banyak terdapat dalamtumbuhan antara lain: 1) isoflavon, yang banyak terdapat pada buah-buahan, tehhijau, kacang kedelai, dan produk-produk kedelai lainnya seperti tempe, tahu, dantauco (soy products), 2) lignans, terdapat pada biji-bijian gandum maupun wijen, 3)koumestan, banyak terdapat pada kacang-kacangan, biji bunga matahari. Beberapasenyawa kelompok isoflavon adalah genistein, daidzein, equol, dan glycitein (Gambar8.2).

Page 131: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VIII : Genis t e in | 107

Gambar 8.2. Struktur Kimia Isoflavon Dibandingkan EstradiolSumber: Wood et al., (2006)

Fitoestrogen juga banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan, produk-produkkedelai, dan kacang-kacangan dengan kadar yang berbeda-beda (Tabel 8.1).

Tabel 8.1 Total Fitoestrogen, Lignan, Isoflavon, dan Coumestans Terdapat pada Sayuran, Kacangkacangan, Produk Kedelai, dan Buah

Kelompok Makanan(100 g)

Lignan(µg/100 g)

Isoflavon(µg/100 g)

Coumestan(µg/100 g)

TotalFitoestrogen

Bawang putih 583,2 20,3 0,1 603,6Brokoli 93,9 0.2 0,0 94,1Kubis 79,1 0,9 0,0 80,0Kacang merah 6,5 1,6 0,0 8,1Strawberi 48,9 2,4 0,3 51,6Semangka 2,9 0,1 0,0 3,0Almond 111,7 18,0 1,5 131,1Hazel nuts 77,1 30,2 0,3 107,5Kacang 27,1 7,3 0,1 34,5Anggur merah 37,3 16,5 0,1 53,9Teh hijau 12,0 0,7 0,3 13,0Kopi 4,8 0,7 0,0 5,5Susu sapi 0,9 0,3 0,0 1,2Kedelai 269,2 103649,3 1,5 103920Tofu 30,9 27118,5 0,7 27150,1Susu kedelai 12,3 2944,2 0,6 2957,2Yogurt kedelai 46,6 10227,8 0,5 10275,0

Sumber: Thompson et al., (2006)

Page 132: GENISTEIN - ResearchGate

108 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Salah satu tumbuhan kelompok isoflavon yang akhir-akhir ini mendapatperhatian cukup besar adalah berbagai tumbuhan famili Leguminoceae/Fabaceae.Beberapa contoh tumbuhan Leguminoceae/Fabaceae antara lain adalah: kedelai,kacang hijau, buncis, kapri, kacang panjang, kacang koro, kacang merah, kacangtolo, lamtoro, petai, biji turi, dan bengkuang. Tumbuhan Leguminoceae/Fabaceaemerupakan tumbuhan sumber protein nabati utama bagi masyarakat Indonesia.Kelompok tanaman Leguminoceae/Fabaceae banyak dimanfaatkan masyarakatsebagai menu sayur, ada juga yang dioleh menjadi berbagai produk olahan sepertitempe, tahu, kecap, susu, tepung, dan masih banyak lagi.

Selain itu juga mengandung zat besi, kalsium, vitamin A, B, B1, B2, yang lebihbanyak dibandingkan dengan jenis lainnya. Banyaknya kandungan gizi padatanaman Leguminoceae/Fabaceae, maka banyak penelitian yang memanfaatkantanaman fitoestrogen untuk kesehatan. Berbagai penelitian fitoestrogen dalam bidangkesehatan masih banyak dilakukan dan sangat berkembang sampai saat ini.Beberapa tumbuhan Leguminoceae/Fabaceae yang terdapat di Indonesia sepertiterdapat pada Gambar 8.3.

Gambar 8.3. Beberapa Tumbuhan Famili Leguminoceae/Fabaceae yang Diduga Mengandung IsoflavonA. Lamtoro; B. Buncis; C. Kacang panjang; D. Kacang gude;E. Kacang hijau; F. Kacang kapri; G. Kacang tanah; H. Kacang koro

A B C

E F G

D

H

Page 133: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VIII : Genis t e in | 109

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Delmonte & Rader (2006)menyatakan bahwa kandungan isoflavon pada biji kedelai berkisar antara 0,5-2 mg/gkedelai. Isoflavon merupakan salah satu metabolit sekunder yang tersebar diberbagai tumbuhan dalam bentuk glikosida 6”-O- malonyl-7-O-β-D-glucoside dan 6”-O-acetyl-7-O-β-D-glucosida yang secara biologis inaktif (Brown & Setchell, 2001;Wiseman et al., 2002).

Senyawa isoflavon ini pada umumnya berupa senyawa kompleks atau konjugasidengan senyawa gula melalui ikatan glukosida. Selama proses pengolahan baikmelalui proses fermentasi maupun bukan fermentasi, senyawa isoflavon dapatmengalami transformasi terutama melalui proses hidrolisa sehingga dapat diperolehsenyawa isoflavon bebas disebut aglikon yang lebih tinggi aktifitasnya. Senyawaaglikon tersebut adalah genistein, daidzin, dan glisitein (Delmonte & Rader, 2006).

Isoflavon dalam sirkulasi darah berada dalam bentuk senyawa aglikon dankonjugat sulfat. Secara bebas, aglikon dan ikatan protein aglikon sebagian besarekskresi isoflavon sebagai konjugat dalam urin, tetapi sedikit dalam sirkulasienterohepatik, yang dapat menjadi sulfat dan glukuronat. Enzim β glukoronidase dansulfatase, konjugat isoflavon dalam urin dan plasma mengalami hidrolisis menjadiaglikon bebas (Shelnut et al., 2002).

C. KARAKTERISTIK GENISTEIN

Genistein merupakan salah satu senyawa fitoestrogen, karena memiliki strukturkimia yang menyerupai hormon estrogen yaitu 17β-estradiol. Senyawa tersebutmampu berikatan dengan reseptor estrogen sehingga memberikan aktifitas fisiologissebagai hormon estrogen (Leffers et al. 2001; Gruber et al. 2002; Delmonte & Rader,2006; Barlow et al. 2007).

Berdasarkan rumus bangunnya, genistein disebut juga dengan 4’,5,-Trihydroxyisoflavone, rumus kimia C15H10O5 (Gambar 8.4) serta mempunyai beratmolekul 270,23 Dalton.

Page 134: GENISTEIN - ResearchGate

110 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Gambar 8.4 Struktur Kimia GenisteinSumber: National Toxicology Program (2008)

Genistein yang telah dibuat sintetis, sebagai serbuk kristal berwarna kekuningan,yang tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam etanol, metanol dan minyakjagung. Genistein yang diperoleh dari pemurnian kedelai merupakan isoflavon telahbanyak menarik perhatian sehubungan dengan aktivitasnya sebagai antiproliferatif,efek estrogenik, dan efek antiestrogenik

Analisis isoflavon di dalam tepung kedelai dapat dilakukan menggunakanmetode High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Berdasarkan hasilpenelitian yang telah dilakukan oleh Anggraini (2008) hasil analisis HPLC padatepung kedelai terkandung genistein sebesar 26,68 mg/100gram, selengkapnyadapat dilihat pada Tabel 8.2.

Tabel 8.2 Hasil Analisis HPLC Senyawa Isoflavon di dalam Tepung Kedelai

Komponen Jumlah (mg/100 gram)

Daidzein 38,89Genistein 26,68Apigenin 8,62

Total Isoflavon 74,19

Sumber: Anggraini (2008)

Menurut Kuiper et al. (1998); Setchell et al. (1998) dan Opalka et al. (2004)menyatakan bahwa genistein merupakan senyawa nonsteroid yang berasal daritumbuhan famili Leguminoceae yang perilakunya menyerupai estrogen, sehinggadikenal sebagai salah satu senyawa fitoestrogen yang mempunyai karakteristiksenyawa tersebut adalah serbuk kristal kuning padat, yang tidak dapat larut dalamair, tetapi larut dalam metanol dan etanol (National Toxicology Program, 2008).

Page 135: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VIII : Genis t e in | 111

Manusia dapat mengonsumsi genistein melalui beberapa produk kedelai sepertitofu, tahu, tempe, tepung kedelai serta produk-produk olahannya misalnya kecap,tauco, susu, minyak, dan lain sebagainya. Tabel 8.3 di bawah ini dapat dilihatperbandingan jumlah total isoflavon, daidzein dan genistein. Sampai sekarang sudahbanyak penelitian tentang senyawa genistein dalam kepentingannya dalam bidangfarmakologi dan kedokteran.

Tabel 8.3 Jumlah Isoflavon, Daidzein dan Genistein dalam Kandungan Berbagai Jenis Makanan

Jenis makanan Total Isoflavon Daidzein (mg) Genistein (mg)Tepung kedelai 30 12 17

Tofu 21 7 12Tempe 37 15 21Miso 59 22 34

Sumber: Barlow et al. (2007)

D. MEKANISME KERJA GENISTEIN

Genistein merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat ditemukan padaberbagai tumbuhan famili Leguminoceae dengan struktur dan sifat mirip hormonestrogen, sehingga sering disebut sebagai kelompok fitoestrogen. Bioavailabolitasgenistein ditunjukkan secara efektif pada proses kimiawi sampai timbulnya responspada organ target. Proses absorbsi, metabolisme, distribusi, dan ekskresi dapatdideteksi melalui keberadaan genistein dalam darah, urin, dan feses, sehingga dapatdigunakan untuk deteksi farmakokinetik genistein.

Berdasarkan fungsi fisiologis bagi tubuh, genistein mengalami prosesmetabolisme yang dapat dilihat pada skema Gambar 8.5. Skema modelfarmakokinetik genistein (salah satu kelompok isoflavon) yang terjadi pada tikus.Penelitian farmakokinetik genistein dilakukan oleh Coldham & Sauer (2000) sertaColdham et al., (2002). Genistein yang masuk dalam tubuh tikus putih sebagai hewancoba mengalami sirkulasi enterohepatik dan diekskresikan ke dalam duktus biliverus.Deteksi adanya genistein dapat diketahui dengan metode HPLC hasil pemeriksaanurin, feses, dan darah.

Page 136: GENISTEIN - ResearchGate

112 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Genistein yang diberikan secara oral, dan masuk ke dalam gastrointestinal, akanmengalami metabolisme di jaringan yang diedarkan melalui pembuluh darah arteriildalam bentuk konjugat bersama aktivitas enzim. Ekskresi genistein melalui duktusbiliverus dan feses. Skema proses metabolisme genistein terdapat pada Gambar 8.5.

Gambar 8.5 Model Fisiologis Berbasis Farmakokinetik Genistein dalam Tubuh TikusSumber: Schlosser et al., (2006)

Seperti telah dijelaskan bahwa genistein merupakan salah satu senyawafitoestrogen yang secara struktural dan fungsionalnya serupa dengan 17β estradioldan menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kuiper et al. (1998); Setchellet al. (1998); Gruber et al. (2002); Lee et al. (2004); Delmonte & Rader, (2006);Menzel et al. (2007); dan National Toxicology Program (2008) menyatakan bahwasenyawa tersebut mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor estrogen. Berdasarkanhasil penelitian yang telah dilakukan oleh Shibayama et al. (2001) menjelaskanbahwa perlakuan menggunakan genistein menunjukkan ekspresi mRNA dalammenurunkan level estrogen α (ERα) reseptor estrogen β (ERβ) maupun reseptorandrogen (AR) di dalam testis. Genistein merupakan senyawa kimia yangmempunyai aktivitas estrogenik dan dapat mengikat reseptor estrogen, sehinggasenyawa tersebut disebut sebagai Endocrnie Disrupting Chemicals (EDCs).

Page 137: GENISTEIN - ResearchGate

Bab VIII : Genis t e in | 113

E. MANFAAT GENISTEIN BAGI KESEHATAN

Berdasarkan sifat kimia dan fisiologisnya, maka penggunaan genistein dapatmenimbulkan pengaruh positif tetapi juga tidak menutup kemungkinan pengaruhnegatifnya dalam tubuh, misalnya pada sistem reproduksi jantan. Pemberiangenistein mampu menurunkan spermatozoa normal, viabilitas, dan menurunkansekresi hormon testosteron pada mencit jantan (Primiani, 2011). Pemberian tepungkedelai secara berulang pada mencit jantan dapat menghambat spermatogenesis,yaitu tidak spermatosit primer tidak mampu berkembang menjadi spermatoza(Primiani & Fitria, 2011).

Penggunaan fitoestrogen terus meningkat beberapa waktu terakhir sebagaipencegahan maupun pengobatan penyakit (Adlercreutz, 1995; Griffiths et al., 1996;Adlercreutz & Mazur, 1997) khususnya sebagai terapi hormon yang disebut sebagaiHormone Replacement Therapy (HRT). Pemberian genistein pada sistem reproduksibetina, dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel dalam kelenjar mamae, sehinggadapat meningkatkan sekresi air susu. Pemberian tepung tempe pada mencit betinapremenopause dapat meningkatkan terjadinya proliferasi kelenjar endometriumuterus dan proliferasi folikel ovarium (Primiani, 2012). Berdasarkan hasil penelitian,genistein mampu menahan siklus sel pada fase G2-M, sehingga menyebabkanterjadinya apoptosis sel. Pemberian genistein pada tikus ovariektomi dapatmencegah kerapuhan tulang (Blair et al., 1996).

Genistein juga sering digunakan dalam penundaan masa menopause, sertamampu menurunkan resiko penyakit kanker payudara. Sebuah studi mengenai efekgenistein secara in vivo dan in vitro melaporkan bahwa 74% proliferasi pada kankerprostat dan kanker payudara berkurang secara signifikan, hal ini karena genisteinmempunyai mekanisme kerja sebagai regulator signal transduksi menghambat enzim5-alfa reduktase, menaikkan Sex Hormone Binding Globulin (SHBG), mengurangitirosin yang bekerja spesifik terhadap aktivitas protein kinase, dan mengurangiaktivitas P450 aromatase.

Page 138: GENISTEIN - ResearchGate

114 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

G. PERTANYAAN-PERTANYAAN

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas

1. Jelaskan apa yang saudara ketahui tentang senyawa isoflavon?2. Diskripsikan apa yang saudara ketahui tentang genistein?3. Apakah hubungan antara genistein dengan isoflavon?4. Mengapa genistein dapat berikatan dengan reseptor estrogen dalam tubuh?5. Bagaimanakah metabolisme genistein dalam tubuh?6. Berikan analisis saudara apa yang terjadi apabila genistein diberikan pada

hewan jantan yang sudah dewasa kelamin?7. Sejauh mana pemanfaatan genistein dalam bidang kesehatan dilakukan?8. Akhir-akhir ini banyak dilakukan penelitian tentang tanaman kedelai,

menurut saudara, mengapa hal tersebut dilakukan?

F. KESIMPULAN

Tumbuhan famili Leguminoceae dengan kandungan senyawa isoflavon.Isoflavon termasuk dalam klas Phytoestrogen, Berbagai sayuran, buah-buahan,dan produk makanan kelompok kedelai sudah diketahui mengandung isoflavondengan kadar yang berbeda.Senyawa kelompok isoflavon (genistein, daidzein dan glicytein) yangmempunyai struktur mirip 17 β estradiol, sehingga mempunyai kemampuanuntuk berikatan dengan reseptor estrogen dan sifatnya mirip hormon estrogen.Senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi terutama melalui proseshidrolisa sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas disebut aglikonyang lebih tinggi aktifitasnya.Genistein merupakan salah satu senyawa isoflavon dengan karakteristikserbuk kristal kuning pada, yang tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalammethanol dan etanol, rumus kimia C15H10O5 serta mempunyai berat molekul270,23 Dalton.Genistein yang masuk dalam tubuh tikus putih sebagai hewan coba mengalamisirkulasi enterohepatik dan diekskresikan ke dalam duktus biliverus.Mekanisme kerja Genistein sebagai regulator signal transduksi menghambatenzim 5-alfa reduktase, menaikkan SHBG, mengurangi tirosin yang bekerjaspesifik terhadap aktivitas protein kinase, dan mengurangi aktivitas P450aromatase.

Page 139: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IX : P engar uh G en is te i n Ter h ad ap Sp er m ato ge nes is d an Tes t os t er on | 115

A. PENDAHULUAN

Isoflavon sebagai kandungan senyawa aktif kedelai merupakan salah satusenyawa metabolit sekunder yang disintesis oleh tanaman. Isoflavon termasukkelompok flavonoid yang mempunyai aktivitas estrogenik potensial. Aktivitas biologisenyawa tersebut tergantung pada struktur kimianya. Jika diperhatikan strukturnyaada kemiripan dengan hormon estrogen. Bab 8 sudah dijelaskan bahwa ada banyakmacam senyawa isoflavon, seperti genistein, daidzein, glicitein, dan equol yangmempunyai struktur kimia mirip estrogen, dengan demikian mempunyai sifat fisiologismirip estrogen.

BAB9

PENGARUH GENISTEINTERHADAP SPERMATOGENESIS

DAN TESTOSTERON

STANDAR KOMPETENSIMenganalisis mekanisme kerja genistein pada sistem reproduksi.

KOMPETENSI DASARMenganalisis aktivitas genistein pada spermatogenesis

TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari Bab ini diharapkan mampu:1. Menelaah mekanisme genistein dalam menghambat steroidogenesis pada sistem

reproduksi jantan2. Menganalisis mekanisme genistein dalam menghambat spermatogenesis dalam

tubulus seminiferus testis.

INDIKATOR1. Menelaah pengaruh genistein dalam menghambat steroidogenesis2. Mengorelasikan genistein dengan estrogen pada peristiwa spermatogenesis3. Menyimpulkan peran genistein terhadap spermatogenesis

1.

Page 140: GENISTEIN - ResearchGate

116 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Berbagai penelitian tentang pemberian senyawa isoflavon dan derivatnya telahdilakukan dalam mengkaji aktivitas estrogenik dalam tubuh yang dimanfaatkan dalamberbagai bidang kesehatan. Salah satu penelitian tentang aktivitas estrogenikisoflavon dan derivatnya yaitu penggunaan genistein dalam mempengaruhi sistemreproduksi jantan, yang banyak diujikan terhadap hewan coba.

Isoflavon dan derivatnya telah ditemukan dapat menghambat aktivitas dari 5α-reduktase yang dapat mengkatalisis testosteron menjadi 5α-dihidrotestosteron danaromatase P450 yang mengkonversi testosteron menjadi estradiol Pilsakova, et al.,2010). Cytochrome P450 aromatase, dilibatkan dalam perubahan bentuk yang tidakdapat diubah dari androgen ke dalam estrogen dan ada di retikulum endoplasmikpada jaringan hewan yang bertulang belakang.

Penilaian kualitas sperma yang meliputi konsentrasi, motilitas, viabilitas,abnormalitas morfologi, dan pH merupakan indikator yang digunakan dalam penilaiankesuburan. Observasi ini sangat diperlukan untuk menentukan daya reproduksinya.Banyak faktor yang mempengaruhi terhadap kualitas sperma, misalnya fisik, umurreproduksi, makanan, habitat, dan penanganan. Akhir-akhir ini banyak dikemukakanhipotesis bahwa faktor makanan merupakan faktor yang signifikan dalammempengaruhi kesuburan. Kandungan berbagai macam senyawa kimia yangterdapat dalam makanan memegang peranan penting terdadap kualitas sperma.Pembahasan materi pada bab ini lebih difokuskan dalam membahas aktivitasgenistein pada sistem reproduksi jantan.

B. RESEPTOR GENISTEIN PADA SISTEM REPRODUKSI JANTAN

Sejak tahun 1930, telah dipublikasikan bahwa hormon estrogen juga disintesispada sistem reproduksi jantan, meskipun peranan estrogen pada jantan sangat kecil.Banyak penelitian yang menjelaskan tentang adanya reseptor estrogen yang terdapatpada organ reproduksi jantan, yang mempunyai peran dalam fungsi reproduksi danfertilisasi.

Hormon bekerja melalui pengikatan dengan reseptor spesifik, dengan adanyapengikatan ini pada umumnya memicu suatu perubahan penyesuaian pada reseprorsedemikian rupa sehingga penyampaian informasi pada unsur spesisfik lain dari sel.Interaksi hormon reseptor ini menimbulkan pengaruh pada ekspresi gen. Reseptor

Page 141: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IX : P engar uh G en is te i n Ter h ad ap Sp er m ato ge nes is d an Tes t os t er on | 117

hormon yang telah berikatan dengan suatu hormon akan mengekspresikan beberapapengaturan fisiologis jantan seperti diferensiasi dan maturasi seks, perkembangantestis, spermatogenesis, produksi testosteron, dan fertilisasi (Hadelsman, 2008).Berdasarkan hasil penelitian yang telah banyak dipublikasikan menyatakan bahwainteraksi reseptor estrogen yang terdapat pada organ reproduksi jantan dapatmenimbulkan kerusakan pada sistem reproduksi itu sendiri.

Isoflavon sebagai senyawa fitoestrogen berasal dari tanaman memiliki derivatkomponen dari polyphenolik dengan aktivitas estrogen kuat yang dapat mengikatestrogen reseptor (ER) α dengan afinitas 100-1000 kali lebih rendah dari estradiol(Chavarro, et al., 2008). Isoflavon memiliki struktur kimia yang dapat berikatandengan kedua jenis estrogen yaitu estrogen reseptor α (ERα) dan beta (ERβ)(Messina dan Wood, 2008)

1. Lokasi Reseptor Estrogen dan Mekanisme Kerja Interaksi Estrogendengan Reseptor Estrogen pada Sistem Reproduksi Jantan

Reseptor estrogen merupakan salah satu anggota reseptor inti yangmemperantarai aksi hormon estrogen (17 β-estradiol) di dalam tubuh.Reseptor estrogen terdiri dari dua sub tipe yaitu reseptor estrogen α (ER α)dan reseptor estrogen β (ER β). Keduanya sama-sama dapat berikatandengan estrogen maupun dengan agonis dan antagonisnya, meskipunkeduanya berbeda dalam lokasi dan konsentrasinya di dalam tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwareseptor hormon estrogen terdapat pada berbagai organ reproduksi jantanberkembang sejak fetus hingga dewasa. Menurut Donnell et al. (2001)beberapa lokasi reseptor estrogen yang pernah diteliti adalah reseptorestrogen pada manusia, primata, dan mencit. Menurut Shibayama et al.(2001) reseptor estrogen α (ERα) terdapat dalam nukleus sel Leydig,reseptor estrogen β (ERβ) dapat ditemukan dalam nukleus sel Sertoli,sedangkan reseptor androgen (AR) pada fase dewasa terdapat di dalamnukleus sel Sertoli, pada fase pubertas AR dapat ditemukan dalam selLeydig dan myeloid peritubular. Adapun lokasi reseptor estrogen yangterdapat pada setiap perkembangan sel reproduksi terdapat pada Gambar9.1.

Page 142: GENISTEIN - ResearchGate

118 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Gambar 9.1 Lokasi Reseptor Estrogen yang Terdapat pada Setiap Perkembangan Sel ReproduksiSumber: Donnell et al., (2001)

Reseptor ERα dan AR merupakan faktor penting dalam peristiwaspermatogenesis dan perkembangan fungsi normal organ reproduksi.Jumlah estrogen yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terganggunyaproses-proses fisiologis yang terjadi pada sistem reproduksi jantan (Donnellet al., 2001).

Struktur kimia genistein mirip dengan 17β-estradiol, maka genisteinmempunyai sifat-sifat fisiologis menyerupai hormon estrogen, oleh karenaitu genistein mempunyai aktivitas estrogenik, dan dapat menduduki reseptorestrogen di dalam sel. Mekanisme kerja hormon terjadi setelah berikatandengan reseptornya. Menurut Kuiper et al., (1998) genistein mempunyaiafinitas terhadap reseptor estrogen, dengan hasil penelitiannya yang

Page 143: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IX : P engar uh G en is te i n Ter h ad ap Sp er m ato ge nes is d an Tes t os t er on | 119

menyebutkan bahwa genistein mempunyai afinitas terhadap reseptorestrogen α (ERα) sebesar 4 Relative Binding Affinities (RBA), sedangkanafinitas genistein terhadap reseptor β sebesar 87 Relative Binding Affinities(RBA).

Adanya afinitas genistein pada reseptor estrogen tersebut, banyakpenelitian yang dilakukan dengan pemaparan genistein untuk mengamatiterjadinya perubahan-perubahan pada sistem reproduksi jantan yangdicobakan pada hewan percobaan, maupun kultur sel. Hasil penelitian-penelitian tersebut menyatakan bahwa kerusakan pada sistem reproduksijantan akibat pemaparan genistein terjadi lebih dahulu pada tingkatmolekuler, kemudian seluler, jaringan, dan organ.

Sehubungan dengan sifat kerja genistein yang menyerupai hormonestrogen, maka dapat dijelaskan bahwa reseptor terhadap senyawatersebut berada di intraseluler, dapat menyebabkan terjadinya interaksigenistein dengan reseptornya yang selanjutnya memberikan sinyalpembentukan senyawa yang disebut sebagai second messenger. MenurutKennelly & Rodwell (2006) oleh karena cAMP merupakan secondmessenger yang dibentuk dari senyawa ATP oleh kerja enzim adenilatsiklase dengan adanya Mg+2 yang membentuk suatu kompleks denganATP untuk bertindak sebagai substrat dalam reaksi sebagai berikut.

Mg+2

ATP c AMP + PPi + H+

adenilat siklase

cAMP merupakan aliran ion yang dapat membuat perubahan padaperilaku sel, yang disebut sebagai mediator intraseluler. Mediatorintraseluler ini akan memetabolisme sel lewat aktivitas protein kinase.Aktivitas enzim kinase ini mengakibatkan fosforilasi substrat pada residutirosin (Indah, 2004).

Page 144: GENISTEIN - ResearchGate

120 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

2. Jalur Transduksi Sinyal Estrogen

Reseptor estrogen tidak melekat dengan ligannya dan lepasnya ikatanpada sitoplasmanya atau lokasi utamanya, dilekatkan dengan protein yangberhubungan dengan reseptor. Sebagai estrogen bebas yang berdifusi kedalam sel, estrogen mengikat domain ikatan ligan dari reseptor, yangdipisahkan dari pengantar sitoplasmanya; kompleks estrogen dan reseptorestrogen selanjutnya berdifusi ke dalam nukleus sel. Kompleks estrogen-reseptor estrogen ini berikatan dengan bagian spesifik dari DNA yangdisebut elemen-elemen respon estrogen. Kompleks estrogen-reseptorestrogen tidak berikatan hanya pada elemen respon tetapi juga dengankoaktivator atau represor reseptor inti.

Molekul reseptor estrogen memiliki tiga tempat ikatan spesifik, yaituterhadap ligan yang disebut ligand binding domain (LBD) atau disebut jugaAF-2, terhadap growth factor (disebut AF-1) dan terhadap DNA, yangdisebut DNA-binding domain (DBD). DBD adalah bagian yang nantinyaakan berikatan dengan estrogen response element (ERE). Jika suatureseptor estrogen berikatan dengan ligannya, maka akan terjadi perubahankonformasi reseptor yang memungkinkanya berikatan dengan koaktivator.Kompleks estrogen-reseptornya kemudian akan berikatan dengan EREyang terletak di dekat gen yang akan dikontrol transkripsinya. Setelahberikatan dengan ERE, kompleks tersebut akan berikatan dengan suatuprotein koaktivator dan mengaktifkan faktor transkripsi. Aktivasi transkripsigen akan menghasilkan mRNA yang mengarahkan pada sintesis proteintertentu, yang kemudian mempengaruhi berbagai fungsi sel, tergantung seltargetnya (Gruber et al., 2002). Jalur klasik transduksi sinyal estrogenterdapat pada gambar 9.2.

Page 145: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IX : P engar uh G en is te i n Ter h ad ap Sp er m ato ge nes is d an Tes t os t er on | 121

Gambar 9.2 Jalur Klasik Transduksi Sinyal EstrogenSumber: Gruber et al., (2002)

C. AKTIVITAS GENISTEIN PADA SISTEM REPRODUKSI JANTAN

Banyak penelitian tentang genistein yang mempunyai peran penting pada sistemreproduksi jantan, dan hasilnya sudah dipublikasikan. Aktivitas fisiologis genisteinpada sistem reproduksi yang mempengaruhi proses-proses fisiologis seperti misalnyapenentuan kualitas sperma, pengaturan mekanisme endokrin, perubahan strukturjaringan organ-organ reproduksi, digunakan sebagai indikator daya fertilitas bagijantan.

Page 146: GENISTEIN - ResearchGate

122 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

1. Pengaruh Genistein dalam Menghambat Steroidogenesis pada SistemReproduksi

Seperti diketahui bahwa proses pembentukan testosteron terjadisangat kompleks dan peristiwa ini terjadi dalam sel Leydig. Menurut Abney& Myers (1991), menyatakan bahwa pemberian estrogen dapatmenyebabkan penghambatan proses-proses steroidogenesis, karenaestrogen menghambat enzim P450 17α-hydroxylase. Lebih lanjut dijelaskanbahwa pemberian estrogen pada tikus pada fase neonatal dapatmenyebabkan penurunan testosteron pada saat dewasa.

Menurut Donnell et al., (2001) keterlibatan estrogen yang terlalu tinggipada sumbu hipotalamus-hipofisis dapat menyebabkan kontrol negativefeedback, menyebabkan penurunan sekresi gonadotropin, sehinggamenyebabkan penurunan sekresi testosteron menurut Juniewicz et al.,(1988) dan Turner et al., (2000) menyatakan bahwa pemberian estrogenpada anjing dan tikus jantan dapat menyebabkan penurunan kadar LH dantestosteron dalam serum.

Menurut Tsutsumi et al., (1987) berdasarkan hasil penelitiannyamengemukakan estrogen dapat menyebabkan defisiensi enzim aromataseyang merupakan enzim yang melakukan konversi perubahan testosteronmenjadi estradiol (Gambar 9.3). Akibat defisiensi aromatase ini maka terjadikerusakan pada spermatid dan menurunkan maturasi spermatid. Stimulasiestrogen pada proses spermatogenesis mengakibatkan defisiensi GnRHsehingga menyebabkan berkurangnya sekresi LH dan FSH.

Page 147: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IX : P engar uh G en is te i n Ter h ad ap Sp er m ato ge nes is d an Tes t os t er on | 123

Gambar 9.3 Jalur Biosintesis Hormon SteroidSumber: Kretser (2007)

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Opalka et al., (2004)menyatakan bahwa pemberian genistein 5-50µM mampu menghambatenzim 17β-hidroxysteroid dehydrogenase, sebuah enzim yang mengubahandrostenedion menjadi testosteron, hal ini menyebabkan pembentukandihidrotestosteron terhambat, oleh karena itu akan menyebabkanterganggunya proses steroidogenesis. Penelitian yang telah dilakukan olehPrimiani et al., (2011) pemberian genistein dosis 0,0035 mg/g, 0,0042 mg/g,dan 0,0049 mg/g pada mencit jantan selama periode pembentukan spermadapat menyebabkan penurunan kadar testosteron. Hasil uji One WayANOVA α 0,05 diperoleh nilai Fh sebesar 4,767 dengan nilai signifikansi0,012, menunjukkan adanya pengaruh pemberian genistein terhadap kadar

Page 148: GENISTEIN - ResearchGate

124 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

testosteron yaitu terjadinya penurunan kadar testosteron. Adapun reratakadar testosteron mencit jantan setelah pemberian genistein selamaperiode spermataogenesis dapat dilihat pada Gambar 9.4.

Gambar 9.4 Rerata Kadar Hormon Testosteron pada Pemberian Genistein dengan Dosis yang Berbeda(0,0035 mg/g; 0,0042 mg/g dan 0,0049 mg/g)Sumber: Primiani, et al., (2012)

2. Pengaruh Genistein dalam Menghambat Protein Tyrosine Kinase

Setiap sel yang menyusun jaringan tubuh selalu mengadakankomunikasi antar sel dalam melakukan aktivitas fisiologisnya. Komunikasiyang terjadi antar sel di seluruh jaringan dapat disampaikan berupaneurohormon, neurotransmiter, mediator kimia, faktor tumbuh, potensialaksi, dan hormon.

Komunikasi jarak dekat disampaikan berupa difusi lewat cairaninterseluler, sedangkan komunikasi jarak jauh disampaikan oleh syaraf.Neurohormon disekresikan oleh sel syaraf khusus dalam hipotalamus, yangberfungsi untuk mendorong hipofise dalam mensekresikan suatu hormon.Neurotransmiter disekresikan oleh sel syaraf ke celah sinapsis, molekulnyaterdiri dari golongan asam amino dan derivatnya, misalnya glisin, gammaaminobutyric acid (GABA), asetilkolin, katekolamin, histamin, serotonin.Mediator kimia lokal disekresikan oleh sel yang bersifat parakrin untuk

Page 149: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IX : P engar uh G en is te i n Ter h ad ap Sp er m ato ge nes is d an Tes t os t er on | 125

mendorong aktivitas sel di dekatnya. Ada juga sel yang responsif terhadapproduknya sendiri atau yang disebut autokrin. Hormon dihasilkan olehkelenjar endokrin, sedangkan faktor tumbuh dihasilkan oleh sel tertentuuntuk mendorong pertumbuhan atau mitosis sel yang berdekatan.

Ada empat macam lintasan sinyal yang membuat second messengerdi dalam sel, yaitu adenilat siklase, tirosin kinase, fosfoinositida, dan Ca+2.Sehubungan dengan pokok bahasan dalam bab ini, maka pembahasanakan difokuskan pada tirosin kinase. Enzim ini berada dalam plasmalema,yang mengkatalisa fosforilasi residu tirosin pada reseptor, sehingga dapatmenimbulkan terbentuknya second messenger dalam sitoplasma.

Salah satu respon segera pada sel terhadap sinyal kimia ialahfosforilasi protein; dengan fosforilasi ini, maka konformasi protein berubah.Mungkin tempat aktifnya jika bertindak sebagai enzim akan menjadi terbukaatau tertutup, atau dari non aktif menjadi aktif, atau sebaliknya. Jika proteintersebut sebagai reseptor, lintasan ion atau struktur protein denganfosforilasipun akan mengubah sifatnya. Fosforilasi dikatalisa oleh enzimprotein kinase, yang berlangsung setelah mendapat pesan sinyal darisecond messenger yaitu cAMP. Protein itu akan dikembalikan kepadakeadaan sebelum sinyal diterima oleh katalisa enzim defosforilasi (Kennelly& Rodwell, 2006).

Protein tirosin kinase (PTK) adalah enzim yang mengkatalisis prosesfosforilasi dari residu tirosin,yaitu suatu proses transfer ion fosfat dari ATPke gugus hidroksil (OH) tirosin pada protein targetnya. Sampai saat inijumlah total protein kinase tidak lebih dari 1.000 macam (Ikawati, 2008).Sejumlah 91 jenis PTK yang saat ini teridentifikasi, 59 diantaranya adalahreseptor tirosin kinase, sedangkan 32 yang lain adalah tirosin kinaseseluler. Enzim tirosin kinase terlibat dalam berbagai jalur signaling danmeregulasi fungsi fundamental sel seperti regulasi terhadap proliferasi dandeferensiasi sel, siklus sel, migrasi sel, keberlangsungan hidup sel, danmodulasi pada metabolisme seluler. Aktivitas yang tidak terkontrol darienzim ini dapat menyebabkan terjadinya mutasi atau overekspresi.

Page 150: GENISTEIN - ResearchGate

126 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Reseptor tirosin kinase (tyrosine kinase linked receptor) merupakanreseptor membran sel terbanyak kedua setelah reseptor protein G.Reseptor ini adalah suatu protein trans membran yang memiliki tempatikatan ligan pada sisi luar membran plasma dan hanya memiliki satusegmen transmembran, atau dikatakan terbentuk monomer. Golonganreseptor tirosin kinase memiliki struktur yang mirip, yang memiliki satutirosin kinase domain, yang akan memfosforilasi protein pada residu tirosin,satu hormon binding domain, yaitu tempat ikatan dengan ligan atau hormondan satu segmen karboksil terminal dengan tirosin ganda untukautofosforilasi.

Aktivasi reseptor tirosin kinase memerlukan sedikitnya dua reseptoryang akan terdimerisasi, jika suatu ligan (hormon) terikat pada tempatikatannya. Ketika dua reseptor terdimerisasi, maka tirosin kinase domainakan saling memfosforilasi ujung C pada residu tirosin, sehingga disebutautofosforilasi atau transfosforilasi karena terjadi pada reseptor yangsejenis. Selanjutnya tirosin yang terfosforilasi akan bertindak sebagaitempat ikatan berafinitas tinggi bagi suatu protein yang memiliki SH2

domain (SH2=Src homology region).

Seperti telah dijelaskan bahwa genistein merupakan salah satusenyawa fitoestrogen yang secara struktural dan fungsionalnya serupadengan 17β estradiol dan menurut hasil penelitian yang telah dilakukan olehKuiper et al. (1998); Setchell et al. (1998); Gruber et al. (2002); Lee et al.(2004); Delmonte & Rader, (2006); Menzel et al. (2007); dan NationalToxicology Program (2008) menyatakan bahwa senyawa tersebutmempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor estrogen. Berdasarkan hasilpenelitian yang telah dilakukan oleh Shibayama et al. (2001) menjelaskanbahwa perlakuan dengan menggunakan genistein menunjukkan ekspresimRNA dalam menurunkan level estrogen α (ERα) reseptor estrogen β(ERβ) maupun reseptor androgen (AR) di dalam testis. Oleh karena itusenyawa genistein merupakan senyawa kimia yang mempunyai aktivitasestrogenik dan dapat mengikat reseptor estrogen, sehingga senyawatersebut disebut sebagai Endocrnie Disrupting Chemicals (EDCs).

Page 151: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IX : P engar uh G en is te i n Ter h ad ap Sp er m ato ge nes is d an Tes t os t er on | 127

D. PENGARUH GENSITEIN TERHADAP SPERMATOGENESIS

Spermatogenesis yang terjadi melalui serangkaian peristiwa perkembangan sel-sel spermatogenik. Menurut Kretser (2007) spermatogenesis terdiri dari tiga fasebesar yaitu (1) fase proliferasi dan diferensiasi spermatogonia, (2) fase meiosis, dan(3) fase spermiogenesis yang merupakan fase metamorfosis yang termasuk didalamnya adalah proses transformasi yang merupakan perubahan struktur menjadispermatozoa.

Spermatogonia merupakan sel benih induk yang berada pada bagian palingdasar epitel germinal terletak paling dekat membran basalis. Sel germinal primordialmencit jantan muncul sekitar 8 hari kebuntingan, dengan jumlah hanya 100 buah,yang merupakan awal dari jutaan spermatozoa yang akan diproduksi. Hari ke 9 dan10 kebuntingan sebagian mengalami degenerasi dan sebagian lagi mengalamiproliferasi, bahkan bergerak (pada hari ke-11 dan hari ke-12) ke daerah genetalia.Saat itu jumlahnya mencapai sekitar 5000 dan identifikasi testis dapat dilakukan.Menuju akhir masa fetus, aktivitas mitosis sel germinal primordial dalam bagiangenetalia berkurang dan beberapa sel mulai degenerasi menjelang hari ke-19.Setelah kelahiran, sel tampak lebih besar yang disebut spermatogonia. Setelah ituspermatogonia selalu ada dalam testis mencit jantan sepanjang hidupnya.

Hasil penelitian Lee et al., (2004a) menjelaskan bahwa pemberian genisteinpada tikus jantan dewasa dosis 2,5 mg/kg menyebabkan terjadinya hiperplasia sel-selepitelium kelenjar prostat. Menurut Lee et al., (2004b) menjelaskan bahwa pemberiangenistein pada tikus jantan masa pubertas sedikit menurunkan jumlah sperma dalamtestis dan epididimis, serta menyebabkan hiperplasia sel Leydig dan meningkatkanfibroblas instertisial dalam epididimis.

Turunnya kadar testosteron akibat pemberisn genistein, mengakibatkangangguan pada proses pembentukan sperma (spermatogenesis) yang diindikasikandengan penurunan jumlah sel-sel germinal dalam tubulus seminiferus testis.Penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh Primiani & Lestari (2012) menyatakanbahwa pemberian genistein dosis 0,0049 mg/g menunjukkan adanya perbedaannyata terhadap rerata jumlah sel germinal tubulus seminiferus (Gambar 9.5). MenurutAkiyama et al., (1987) dan Alexandrakis et al., (2004) genistein mampu menghambatproliferasi sel-sel germinal dalam tubulus seminiferus testis. Seperti yang telah

Page 152: GENISTEIN - ResearchGate

128 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

diuraikan sebelumnya bahwa genistein mampu menahan siklus sel pada fase G2-M.Enzim tirosin kinase terlibat dalam berbagai jalur signaling dan meregulasi fungsifundamental sel seperti regulasi terhadap proliferasi dan diferensiasi sel, siklus sel,migrasi sel, keberlangsungan hidup sel, dan modulasi pada metabolisme seluler(Matsukawa et al., 1993).

Gambar 9.5 Tubulus Seminiferus Testis Mencit (Mus musculus) dengan Pewarnaan HE, Perbesaran1000XKeterangan: 1) Kontrol (P1); 2) Dosis 0,0035 mg/g (P2); 3) Dosis 0,0042 mg/g;(P3); 4) Dosis0,0049 mg/g (P4). a) spermatogonia, b) spermatosit primer, c) spermatosit sekunder, d)spermatid, dan e) spermatozoaSumber : Primiani dan Lestari (2012)

Hasil penelitian Primiani dan Lestari (2012) menyatakan bahwa pemberiangenistein dosis 0,0042 mg/g (Gambar 9.4.C), spermatosit primer dapat berkembangbaik, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa tidak ditemukan. Pembriangenistein dosis 0,0049 mg/g (Gambar 9.4.D) menunjukkan bahwa fase maturasispermatosit primer menjadi spermatosit sekunder sudah tidak terjadi, demikian jugafase transformasi spermatosit sekunder menjadi spermatid serta perubahanmorfogenesis spermatozoa tidak terjadi, hal ini menyebabkan lumen tubulusseminiferus semakin luas.

ab

c

d

A B

a

bc

C D

a

b

b

Page 153: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IX : P engar uh G en is te i n Ter h ad ap Sp er m ato ge nes is d an Tes t os t er on | 129

Kemampuan estrogenik genistein pada tubulus seminiferus testis menunjukkanadanya kemampuannya berikatan dengan reseptor estrogen pada sel Leydig (Kuiper,1998). Pemberian estrogen pada fase dewasa kelamin tikus jantan dapatmenyebabkan kerusakan permanen pada perkembangan sel-sel germinal dalamtestis (Sharpe et al., 1998); Tsutsumi et al., (1987) menyatakan bahwa estrogendapat menyebabkan defisiensi enzim aromatase, yang merupakan enzim yangmelakukan konversi perubahan testosteron menjadi estradiol. Akibat defisiensiaromatase ini, maka terjadi kerusakan spermatid dan menurunkan maturasispermatid.

Beberapa bahan pangan yang mengandung genistein terdapat pada beberapabuah, sayur dan biji-bijian, antara lain kedelai. Kedelai (Glycine max Merr.)merupakan salah satu tanaman Leguminoceae, yang sudah dikenal dan seringdikonsumsi manusia. Masyarakat memanfaatkan kedelai sebagai makanan sehari-hari baik kedelai yang sudah diolah menjadi berbagai produk makanan maupunberupa tepung dan larutan kedelai. Beberapa waktu terakhir ini banyak dilakukanpenelitian keistimewaan Leguminoceae.

Hasil penelitian yang sudah dilakukan, menyatakan bahwa biji kedelaimengandung senyawa isoflavon (Pelissero et al., 2000; Delmonte & Rader, 2006).Isoflavon berasal dari produk kedelai mempunyai berbagai aktivitas di dalam tubuh.Berdasarkan struktur kimianya menyerupai 17β-estradiol (Gruber et al., 2002;Delmonte & Rader, 2006; Barlow et al,. 2007) menyebabkan kemampuannyaberikatan dengan reseptor estrogen. Daily intake kedelai dalam tubuh menyebabkanakumulasi dan mempengaruhi berbagai proses biologi dalam tubuh khususnya padasistem reproduksi.

Daily intake kedelai dalam tubuh menyebabkan akumulasi dan mempengaruhiberbagai proses biologis dalam tubuh khususnya pada sistem reproduksi, khususnyapada sistem reproduksi jantan. Hasil penelitian Primiani & Fitria (2012) tentangpemaparan secara berulang tepung kedelai terhadap spermatogenesis denganberbagai variasi dosis kedelai menunjukkan terjadinya penghambatanspermatogenesis. Lumen tubulus seminiferus testis menjadi semakin luas, karena selgerminal tidak berkembang menjadi spermatozoa. Adapun perubahan strukturjaringan testis mencit jantan dapat dilihat pada Gambar 9.6.

Page 154: GENISTEIN - ResearchGate

130 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

A B

C D

Gambar 9.6 Tubulus Seminiferus Testis Mencit (Mus musculus) dengan Pewarnaan HE, Perbesaran400XKeterangan: 1) Kontrol (P1); 2) Dosis 0,369 g/kg (P2); 3) Dosis 0,74 g/kg; (P3); 4) Dosis 1,47g/kg (P4)Sumber : Primiani (2012)

Keterangan Gambar 9.6

1A Tubulus seminiferus testis tidak mengalami perubahan, sel-sel germinal(spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid danspermatozoa) tampak jelas. Lumen tubulus penuh karena terisi spermatozoa.

1B Tubulus seminiferus testis mengalami perubahan, spermatogoniadengan kromatinum bergumpal jelas, spermatosit primer dan spermatositsekunder tampak jelas, tetapi lumen tubulus melebar.

1C Spermatogonia dapat ditemukan secara jelas, terdapat beberapaspermatosit primer dan spermatosit sekunder. Lumen tubulus semakinmelebar.

1D Formasi sel-sel germinal tidak teratur, beberapa spermatogonia danspermatosit primer.

Page 155: GENISTEIN - ResearchGate

Bab IX : P engar uh G en is te i n Ter h ad ap Sp er m ato ge nes is d an Tes t os t er on | 131

Penjelasan gambar 9.6 adalah sebagai berikut.

Pemaparan tepung kedelai dosis 0,369 g/kg spermatogenesis tidak sempurnayang ditandai dengan perkembangan spermatogonia, spermatosit primer, spermatositsekunder, tetapi spermatid dan spermatozoa tidak ditemukan, sehingga lumentubulus melebar. Stratum basale, stratum miodeum dan stratum fibrosum tidak terlihatjelas (Gambar 9.5.B). Gambar 9.5.C menunjukkan bahwa pemaparan tepung kedelaidosis 0,74 g/kg terjadi proliferasi spermatogonia. Fase maturasi spermatosit primermenjadi spermatosit sekunder tidak terjadi. Demikian juga fase transformasispermatosit sekunder menjadi spermatid serta perubahan morfogenesis spermatozoatidak terjadi, sehingga menyebabkan lumen tubulus seminiferus semakin luas.

Pemberian tepung kedelai dosis 1,47 g/kg proliferasi spermatogonia terdapatpada lamina basale, meskipun tidak rata dan tidak teratur. Perkembangan sel-selgerminal sampai pada stadium spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatiddan spermatozoa tidak ditemukan. Stratum basale, stratum miodeum, dan stratumfibrosum tidak terlihat jelas (Gambar 9.5.D).

Page 156: GENISTEIN - ResearchGate

132 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

F. PERTANYAAN-PERTANYAANJawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas

1. Jelaskan menurut pendapat saudara mengapa genistein disebut sebagaisenyawa Endocrnie Disrupting Chemicals (EDCs)?

2. Bagaimanakah penghambatan genistein terhadap steroidogenesis?3. Cobalah saudara analisis, mengapa genistein mampu menghambat

aktivitas tirosin kinase?4. Apa yang akan terjadi, apabila senyawa genistein diberikan jantan yang

sedang dalam masa perkembangan/belum dewasa kelamin? Jelaskan.5. Bagaimanakah penghambatan genistein dalam spermatogenesis?6. Bagaimanakah saudara mengorelasikan antara genistein, steroidogenesis,

dan spermatogenesis?

E. KESIMPULAN

Hormon estrogen juga disintesis dalam sistem reproduksi jantan, sertaterdapatnya reseptor estrogen yang terdapat pada organ reproduksi jantan,yaitu pada sel Leydig, sel Sertoli, dan epididmis.Reseptor estrogen α (ERα) terdapat dalam nukleus sel Leydig, reseptorestrogen β (ERβ) dapat ditemukan dalam nukleus sel Sertoli, sedangkanreseptor androgen (AR) pada fase dewasa terdapat di dalam nukleus selSertoli, pada fase pubertas AR dapat ditemukan dalam sel Leydig dan myeloidperitubular.Genistein sebagai senyawa fitoestrogen mampu berikatan dengan reseptorestrogen, sehingga terjadi negative feedback pada sumbu hipotalamus-hipofiseyang menyebabkan penurunan sekresi testosteron.Menurunnya sekresi testosteron menyebabkan gangguan dalamspermatogenesis.cAMP merupakan second messenger sangat berperan penting dalammenghantar sinyal dalam fosforilasi protein. Peristiwa fosforolasi proteindikatalisa oleh enzim protein kinase.cAMP juga berperan dalam inisiasi motilitas selama spermatozoa mengalami

maturasi di dalam epididimis.Spermatozoa yang berada dalam epididimis akan mengalami proses kapasitasisehingga mampu untuk melakukan fertilisasi. Proses ini dibutuhkan bahanbahan utama yang terdiri atas Ca+2, albumin, NaHCO3, cAMP, protein tirosinfosforilasi.

Page 157: GENISTEIN - ResearchGate

Bab X : Pengaruh Genis te in Terhadap Sperma to z oa | 133

A. PENDAHULUAN

Penilaian kualitas spermatozoa meliputi konsentrasi, motilitas, viabilitas,abnormalitas morfologi dan gerakan masa spermatozoa. Menurut Muryanti (2006),penentuan kualitas pada motilitas spermatozoa dilakukan berdasarkan pemberiannilai 0-5. Nilai 0 diberikan bila spermatozoa imotil atau tidak bergerak; nilai 1 bilagerakan berputar di tempat; nilai 2 bila gerakan spermatozoa berayun atau melingkar(kurang dari 50% bergerak progresif dan tidak ada gelombang); nilai 3 bilaspermatozoa bergerak progresif dan menghasilkan gerakan massa (50-80%); nilai 4bila gerakan progresif, gesit dan segera membentuk gelombang dengan 90% spermamotil; nilai 5 apabila gerakan spermatozoa terjadi sangat progresif, gelombang sangatcepat dan spermatozoa menunjukkan 100% motil aktif.

BAB10 PENGARUH GENISTEIN

TERHADAP SPERMATOZOA

STANDAR KOMPETENSIMenganalisis mekanisme kerja genistein pada sistem reproduksi.

KOMPETENSI DASARMenganalisis aktivitas genistein pada spermatozoa

TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari Bab ini diharapkan mampu:1. Menganalisis mekanisme genistein terhadap viabilitas spermatozoa2. Menganalisis mekanisme genistein terhadap morfologi spermatozoa

INDIKATOR1. Menelaah pengaruhgenistein terhadap viabilitas spermatozoa2. Menelaah pengaruh genistein terhadap morfologi spermatozoa3. Mengorelasikan genistein dengan viabilitas dan abnormalitas spermatozoa

1.

Page 158: GENISTEIN - ResearchGate

134 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Penentuan morfologi dan viabilitas spermatozoa di dalam semen perludilakukan dengan pewarnaan, untuk dapat lebih jelas diamati pada sebuahmikroskop. Pada umumnya perlu dilakukan pemeriksaan spermatozoa dalamkeadaan mati dan terikat dengan zat warna untuk dapat dibedakan strukturnyasecara lebih jelas. Penghitungan prosentase viabilitas dan abnormalitas spermatozoamenggunakan preparat apus berdasarkan perbedaan afinitas zat warna antara sel-selsperma yang mati dan hidup.

B. KETERLIBATAN GENISTEIN DALAM VIABILITAS DAN MORFOLOGISPERMATOZOA

Epididimis merupakan organ reproduksi yang berfungsi sebagai tempat maturasispermatozoa dan tempat penyimpanan sperma sementara. Menurut Everitt &Johnson (2000) sperma yang berada dalam epididimis akan memperoleh suplaisekresi cairan yang diproduksi oleh sel-sel epitelnya untuk membantu perubahanmorfologi akrosom yaitu dengan peristiwa kondensasi inti, pelepasan sitoplasma,peningkatan muatan negatif, dan penambahan glikoprotein.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Vijayaraghavan et al.,(1996) dan Majumder & Jaiswal (1996) menyebutkan bahwa selama spermatozoaberada dalam epididimis terjadi perubahan level cAMP, pH, dan kalsium yangmerupakan faktor penting dalam pengaturan aktivitas spermatozoa. Spermatozoayang telah berada dalam epididimis mempunyai motilitas, sehingga mempunyaipotensi untuk membuahi sel telur. Energi yang digunakan untuk motilitasspermatozoa berasal dari perombakan ATP menjadi ADP dan AMP. Senyawa-senyawa seperti fruktosa, sorbitol, Glicerylphosphorylcholine (GPC) dan plasmalogenmerupakan senyawa yang dapat digunakan oleh spermatozoa sebagai sumberenergi (Sirivaidyapong & Uthai, 2003).

Viabilitas merupakan kemampuan spermatozoa untuk bertahan hidup.Pemeriksaan viabilitas spermatozoa penting dilakukan untuk mengontrol motilitasspermatozoa. Spermatozoa yang disimpan sementara dalam epididimis sampaimengalami proses maturasi dan kapasitasi sehingga mampu untuk membuahi ovum.Proses maturasi ini meliputi juga perubahan struktural diantara bagian kepala dan

Page 159: GENISTEIN - ResearchGate

Bab X : Pengaruh Genis te in Terhadap Sperma to z oa | 135

ekor sperma serta perubahan unsur-unsur permukaan kepala sperma disertaipeningkatan motilitas sperma progresif (Belve dan O’Brien, 1983).

Selain terjadinya maturasi spermatozoa menurut Visconti & Gregory (1998)menyatakan bahwa spermatozoa yang berada dalam epididimis juga mengalamiproses kapasitasi yang pada akhirnya mampu untuk melakukan fertilisasi. Proses inimembutuhkan bahan-bahan utama yang terdiri atas Ca+2, albumin, NaHCO3, cAMP,protein tirosin fosforilasi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan olehBajpai et al., (2003) menyatakan bahwa protein fosforilasi merupakan faktor yangberperan penting dalam motilitas spermatozoa.

1. Hubungan Genistein dengan Testosteron

Kehadiran genistein yang merupakan senyawa dengan perilaku miripestrogen mampu mengikat reseptor estrogen di dalam sel Leydig(Donnell, 2001) sehingga memberikan kontrol negative feedback,sehingga menurunkan sekresi gonadotropin, yang pada akhirnya akanmenurunkan sekresi testosteron. Penurunan testosteron tersebutmempengaruhi perkembangan spermatogenesis di dalam tubulusseminiferus testis, sehingga tampak adanya kerusakan pada sel-selgerminal serta penurunan jumlah spermatozoa.

Genistein sebagai senyawa dengan struktur kimia mirip 17 β estradiolyang berperilaku meniru estrogen, sehingga dikatakan bahwa genisteinmempunyai kemampuan estrogenik. Kemampuan estrogenik yang dimilikioleh genistein artinya bahwa genistein mampu berikatan dengan reseptorestrogen dalam sel Leydig (Kuiper, 1990). Menurut hasil penelitian yangtelah dilakukan oleh Abney & Myers (1991), kondisi tersebutmenyebabkan hambatan terhadap enzim P450 17α hidroksilase,akibatnya terjadi penghambatan pada proses steroidogenesis.Berdasarkan kondisi tersebut maka pengubahan progestron menjadi 17 αhydroksiprogesteron yang memerlukan enzim P450 17α hidroksilase tidakterjadi. Hal tersebut menyebabkan penghambatan terbentuknyaandrostenedion, yang berakibat testosteron tidak terbentuk. Adanyaaktivitas enzim P450 aromatase, maka testosteron akan terkonversimenjadi estradiol (Kretser, 2007).

Page 160: GENISTEIN - ResearchGate

136 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Penurunan kadar hormon testosteron berakibat terganggunya prosesmaturasi sperma di dalam epididimis. Menurut hasil penelitian yangdilakukan oleh Sirivaidyapong dan Uthai (2003) menjelaskan bahwaproses maturasi sperma membutuhkan senyawa-senyawa fruktosa,sorbitol, dan glicerylphosphorylcholine (GPC). Oleh karena terjadipenurunan kadar hormon testosteron maka berakibat sekresi senyawa-senyawa tersebut juga menurun.

2. Hubungan Genistein dengan Viabilitas dan Morfologi Spermatozoa

Penurunan kadar hormon testosteron akan berakibat sekresisenyawa-senyawa fruktosa, soerbitol, dan glicerylphosphorylcholine(GPC) juga menurun, hal ini berakibat terjadinya penurunan viabilitassperma. Viabilitas dapat dideteksi dengan pemberian pewarnaan padacairan ejakulat (semen). Spermatozoa yang teramati adanya warna,berarti sperma tersebut mati, karena mampu menyerap warna. Apabilasperma yang teramati menunjukkan adanya transparan (tidak menyerapwarna), maka sperma tersebut masih hidup. Pengamatan dilakukan padapreparat apus sperma, selanjutnya penghitungan spermatozoa hidup danspermatozoa mati terhadap 100 sel spermatozoa.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Primiani(2011), Pemberian genistein pada mencit jantan dosis 0,0035 mg/g (P2),dosis 0,0042 mg/g (P3), dan dosis 0,0049 mg/g (P4), terhadapviabilitas/daya hidup dan morfologi abnormal sperma memberikan hasilseperti pada Tabel 10.1.

Tabel 10.1 Prosentase Spermatozoa Hidup dan Sperma Abnormal

Parameter P1(kontrol)

P2(0,0035 mg/g)

P3(0,0042 mg/g)

P4(0,0049 mg/g)

Spermatozoa hidup 91,83% 15,66% 8,83% 5,50%Sperma abnormal 22,66% 65,33% 68,33% 80,16%

Sumber: Primiani (2011)

Page 161: GENISTEIN - ResearchGate

Bab X : Pengaruh Genis te in Terhadap Sperma to z oa | 137

Berdasarkan Tabel 10.1 pemberian genistein pada mencit jantanselama periode spermatogenesis menunjukkan terjadinya penurunanprosentase spermatozoa hidup dan peningkatan prosentase spermatozoaabnormal secara morfologis. Hasil penelitian Zeriouh et al., (2014)menyatakan bahwa pemberian susu kedelai pada mencit Swiss dapatmeningkatkan morfologi abnormal, motilitas, dan viabilitas sperma.

Proses maturasi merupakan serangkaian proses yang meliputiterjadinya perubahan struktural kepala dan ekor spermatozoa yangdisertai dengan peningkatan motilitas sperma yang progresif. Sesuai hasilpenelitian Visconti & Kopf (1998) menjelaskan bahwa spermatozoa yangberada dalam epididimis juga mengalami proses kapasitasi yang padaakhirnya mampu melakukan fertilisasi.

Jenis abnormalitas morfologi pada spermatozoa akibat perlakuandengan genistein belum pernah dilaporkan, tetapi menurut Kuntana(2009) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa pemberiantepung kedelai pada kelinci mengakibatkan abnormalitas spermatozoayang meliputi ekor berganda, mikrocepalik, kepala pipih memanjang,kepala rangkap, ekor melingkar, membengkok atau membesar, kepalapendek melebar, dan makrocepalik. Berdasarkan hal tersebut didugabahwa kehadiran genistein mampu mengganggu spermatogenesiskhususnya pada fase meiosis, sehinga akan mengganggu prosesorganogenesis spermatozoa yang pada akhirnya dapat mengakibatkanabnormalitas spermatozoa.

Page 162: GENISTEIN - ResearchGate

138 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

D. PERTANYAAN-PERTANYAAN

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas

1. Apakah yang dimaksud dengan viabilitas sperma?2. Bagaimanakah hubungan antara genistein dengan testosteron dan maturasi

sperma?3. Bagaimanakah struktur morfologi spermatozoa abnormal? Berikan

gambarnya.4. Apa yang terjadi terhadap sperma yang berada dalam epididimis dan

bagaimanakah abnormalitas sperma dapat terjadi?5. Mengapa viabilitas sperma merupakan salah satu indikator penentuan

kualitas sperma?

C. KESIMPULAN

Spermatozoa yang telah berada dalam epididimis mempunyai motilitas,sehingga mempunyai potensi untuk membuahi sel telur. Energi yang digunakanuntuk motilitas spermatozoa berasal dari perombakan ATP menjadi ADP danAMP.Senyawa-senyawa seperti fruktosa, sorbitol, Glicerylphosphorylcholine (GPC)dan plasmalogen merupakan senyawa yang dapat digunakan oleh spermatozoasebagai sumber energy.Viabilitas merupakan kemampuan spermatozoa untuk bertahan hidup.Pemeriksaan viabilitas spermatozoa penting dilakukan untuk mengontrolmotilitas spermatozoa.Spermatozoa yang berada dalam epididimis juga mengalami proses kapasitasiyang pada akhirnya mampu untuk melakukan fertilisasi, membutuhkan bahan-bahan utama yang terdiri atas Ca+2, albumin, NaHCO3, cAMP, protein tirosinfosforilasi.Sifat estrogenik genistein menyebabkan hambatan enzim P450 17α hidroksilase,akibatnya terjadi penghambatan pada proses steroidogenesis. Berdasarkankondisi tersebut maka pengubahan progestron menjadi 17 αhydroksiprogesteron yang memerlukan enzim P450 17α hidroksilase tidakterjadi, menyebabkan penghambatan terbentuknya androstenedion, yangberakibat testosteron tidak terbentuk.Penurunan kadar testosteron berakibat terganggunya proses maturasi sperma didalam epididimis.

Page 163: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar P us t a ka | 139

DAFTAR PUSTAKA

Abney, T.O., & Myers, R.B. 1991. 17β Estradiol Inhibition of Leydig Cell Regenerationin The Ethane Dimethyl Sulfonate Treated Mature Rat, J. Androl, (Online),12:295-304, (http://www.andrologyjournal.org/cgi/pdf. diakses 26 Maret2011).

Alexandrakis, M.G., Kyriakou, D.S., Kempuraj, D., Huang, M., Boucher, W., Seretakis,D., & Theoharides, T.C. 2003. The Isoflavone Genistein Inhibits Proliferationand Increases Histamine Content in Human Leukemic Mast Cells. Allergy andAsthma Proc, (Online), 5(2):373-377,(http://www.jbc.org/content/167/14/full.pdf.html. diakses 16 Maret 2011).

Akiyama, T., Ishida, J., Nakagawa, S., Ogawara, H., Wtanabe, S., Itoh, N., Shibuya,M., & Fukami, Y. 1987. Genistein, a Specific Inhibitor of Tyrosine-specificProtein Kinases, The Journal of Biological Chemistry, (Online),262(12):5592-5595, (http://www.jbc.org/content/262/12/full/pdf.html, diakses 4 Maret 2011.

Anggraini, W., Rahardjo, T.B., Rachman, I.A., & Muchtadi, D. 2008. PengaruhIsoflavon Kedelai terhadap Deplesi Estrogen pada Tikus Betina SprangueDawley. M.I.Kedokteran Gigi, 23(2): 73-78.

Bakalska, M., Atanassova, N., Koeva, Y., Nikolov, B., & Davidoff, M. 2004. Inductionof Male Germ Cell Apoptosis by Testosterone Withdrawal After EthaneDimethanesulfonate Treatment in Adult Rats. Endocrine Regulations. 38:103-110.

Barlow, J., Johnson, J.A., & Scofield, L. 2007. Fact Sheet on The PhytoestrogenGenistein. NIEHS/NCI Environment Research Centers, (Online),(http://cerhr.niehs.nih.gov/chemicals/genistein, diakses 8 Agustus 2010).

Bajpai, M., Asin, S., & Doncel, G. 2003. Effect of Tyrosine Kinase Inhibitors onTyrosine Phosphorylation and Motility Parameters in Human Sperm. Archivesof Andrology ,(Online) 49:229-246, (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed,diakses 14 Maret 2011.

Benjamin,C.2001.Spermatogenesis.(Online),(apbr.www5.apsv.edu/Spermatogenesis.html. diakses 2 Maret 2011).

Page 164: GENISTEIN - ResearchGate

140 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Bevelander, G. & Ramaley, J.A. 1988. Dasar-dasar Histologi. Terjemahan oleh WisnuGunarso. 1988. Jakarta: Erlangga.

Billig, H., Furuta, I., Rivier, C., Tapanainen, J., Parvinen, M. & Hsueh, A.J. 1995.Apoptosis in Testis Germ Cells: Developmental Changes in GonadotrophinDependence and Localization to Selective Tubule Stages. Endocrinology.136:5-12

Boulogne, B., Olaso, R., Levacher, C., Durand, P. & Habert, R. 1999. Apoptosis andMitosis in Gonocytes of the Rat Testis During Foetal and NeonatalDevelopment. International Journal of Andrology. 22:356-365.

Boitani, C., Politi, M.G., & Menna, T. 1993. Spermatogonial Cell Proliferation in OrganCulture of Immature Rat Testis. Biology of Reproduction. 48:761-767.

Boitani, C., Stefanini, M., Fragale, A., & Morena, A.R. 1995. Activin Stimulates SertoliCell Proliferation in a Defined Period of Rat Testis Development.Endocrinology.136: 5438-5444.

Brown, N.M. & Setchell. 2001. Animal Models Impacted by Phytoestrogens inCommercial Chow: Implications for Pathways Influenced by Hormones. LabInvest 81:735-747.

Buzzard, J.J., Wreford, N.G., & Morrison, J.R. 2003. Thyroid Hormone, Retinoic Acid,and Testosterone Suppress Proliferation and Induce Markers ofDifferentiation in Cultured Rat Sertoli Cells. Endocrinology.144:3722-3731.

Cameron, D.F., Muffly, K.E., & Nazian, S.J. 1993. Reduced Testosterone DuringPuberty Results in a Midspermiogenic Lesion. Proceedings of the Society forExperimental Biology and Medicine.202:457-464.

Chausiaux, O.E., Abel, M.H., Baxter, F.O., Khaled, W.T., Ellis, P.J., Charlton, H.M., &Affara, N.A. 2008. Hypogonadal Mouse, a Model to Study the Effects of theEndogenous Lack of Gonadotrophines on Apoptosis. Biology ofReproduction. 78:77-90.

Chandolia, R.K., Weinbauer, G.F., Fingscheidt, U., Bartlett, J.M., & Nieschlag, E.1991. Effects of Flutamide on Testicular Involution Induced by an Antagonistof Gonadotrophin Releasing Hormone and on Stimulation ofSpermatogenesis by Follicle Stimulating Hormone in Rats. Journal ofReproduction and Fertility. 93:313-323.

Page 165: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar P us t a ka | 141

Chavarro, J.E., Toth, T.L., Sadio, S.M., & Hauser, R. 2008. Soy Food And IsoflavoneIntake In Relation To Semen Quality Parameters Among Men From AnInfertility Clinic. Human Reproduction. 23(11): 2584-2590.

Coldham, N.G., & Sauer, M.J. 2000. Pharmacokinetics of [C-14] Genistein in the Rat:Gender Related Differences, Potential Mechanisms of Biological Action, andImplications for Human Health. Toxicology and Applied Pharmacology.164:206-215.

Coldham, N.G., Zhang, A.Q., Key, P., & Sauer, M.J. 2002. Absolute Bioavailability of[14C] Genistein in the Rat; Plasma Pharmacokinetics of Parent Compound,Genistein Glucuronide and Total Radioactivity. European Journal of DrugMetabolism and Pharmacokinetics. 27:249-258

Delmonte, P., & Rader, J. 2006. Analysis of Isoflavones in Foods and DietarySupplements. Journal of AOAC International, (Online), 89(4)1138-1146,(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/89/1138.html, diakses 15 September2010).

DeCherney A.H., Polan, M.L., Lee, R.D., & Boyers, S.P. 1997. Seri SkemaDiagnositis dan Penatalaksanaan Infertilitas. Terjemahan. Binarupa Aksara.

De Gendt, K., Swinnen, J.V., Saunders, P.T., Schoonjans, L., Dewerchin, M., Devos,A., Tan, K., Atanassova, N., Claessens, F., & Lecureuil, C. 2004. A SertoliCell Selective Knockout of the Androgen Receptor Causes SpermatogenicArrest in Meiosis. PNAS.101:1327-1332.

Donnell, L., Robertson, M.K., Jones, M.E., & Simpson, E.R. 2001. EndocrineReviews: Estrogen and Spermatogenesis. Endcrinology, (Online), 22(3) 289-318, (http://edrv.endojournals.org/cgl/reprint/22/3/289 diakses 11 Maret2011).

Dudek, R.W. 2000. High Yield Histology. Lippincott Williams & Wilkins. WoltersKluwer Co. USA.

Everitt, B.J., & Johnson, M.H 2000. Essential Reproduction. 5th ed. Ames, Iowa,USA: Iowa State University Press.

Geneser F. 1994. Histologi dan Biologi Sel. (alih bahasa: Arifin Gunawijaya )Binarupa Aksara. Jakarta.

Page 166: GENISTEIN - ResearchGate

142 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Gilbert, S.F. 2010. Developmental Biology 9th edition. Sunderland USA: SinauerAssociates.

Guyton AC. 1997.Fisiologi Kedokteran. (Alih bahasa: Adji Dharma dan P. Lukmanto)EGC. Jakarta.

Guyton, A.C. & Hall, J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan olehLuqman Yanuar Rachman. 2007. Jakarta: EGC Buku Kedokteran.

Granner, D.K. 2006. Kerja Hormon dan Transduksi Sinyal. Dalam Robert K.Murray,Daryl K.Granner, Victor W.Rodwell (Eds.), Biokimia Harper. Terjemahan olehBrahm U.Pendit. 2006. Jakarta: EGC Buku Kedokteran.

Gruber, C.J., Tschugguel, W., Schneeberger, C., & Huber, J.C. 2002. Production andActions of Estrogens. The New England Journal of Medicine, (Online),346(5):340-352, (http://www.nejm.org/doi/pdf.10.1056/NEJMra000471,diakses 12 Maret 2011).

Handelsman, D., Wishart, S., & Conway, A.J., 2000. Oestradiol EnhancesTestosterone-Induced Suppression of Human Spermatogenesis. HumanReproduction,(Online),15(3):672-679,(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15/762.html) diakses 5 Maret 2011

Handelsman, D.J. 2008. Androgen Physiology, Pharmacology and Abuse, (Online),(http://www.endotext.org/male/male.htm. diakses 5 April 2011).

Haywood, M., Spaliviero, J., Jimemez, M., King, N.J., Handelsman, D.J., & Allan,C.M. 2003. Sertoli and Germ Cell Development in Hypogonadal (hpg) MiceExpressing Transgenic Follicle Stimulating Hormone Alone or in Combinationwith Testosterone. Endocrinology. 144:509–517.

Heffner, L.J. & Schust, D.J. 2006. Sistem Reproduksi. Sistem Reproduksi.Terjemahan oleh Vidhia Umami 2006. Jakarta: Erlangga.

Henriksen, K., Hakovirta, H., & Parvinen, M. 1995. In-situ Quantification of Stage-Specific Apoptosis in the Rat Seminiferous Epithelium: Effects of Short-TermExperimental Cryptorchidism. International Journal of Andrology. 5:256–262.

Honapour, N., Du, C., Richardson, J.A., Hammer, R.E., Wang, X., & Herz, J. 2000.Adult Apaf-1-deficient Mice Exhibit Male Infertility. Developmental Biology.218:248-258.

Page 167: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar P us t a ka | 143

Ikawati, Z. 2008. Pengantar Farmakologi Molekuler. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

Indah, M. 2004. Mekanisme Kerja Hormon. Medan: USU Press.

Junqueira LC & J Carneiro 1998. Histologi Dasar (Alih bahasa; Jan Tambayong).Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Juniewicz, P.E., Oesterling, J.E., Walters. J.R., Steele, R.E., Niswender, G.D., Offey,D.S., & Ewing, L.L. 1988. Aromatase Inhibition in The Dog: Effect on SerumLH, Serum Testosterone Concentrations, Testicular Secretions andSpermatogenesis. Journal of Urology, (Online),139(4):827-831,(http://www/pubmed.org/reprint/139/4/827.html. diakses 7 Januari 2011).

Kennelly, P.J. & Rodwell, V.W. 2006. Enzim: Pengendalian Aktivitas. Dalam RobertK.Murray, Daryl K.Granner, Victor W.Rodwell (Eds.), Biokimia Harper.Terjemahan oleh Brahm U.Pendit. 2006. Jakarta: EGC Buku Kedokteran.

Krajewski, S., Krajewska, M., Ellerby, L.M., Welsh, K., Xie, Z., Deveraux,Q.L.,Salvesen, G.S., Bredesen, D.E., Rosenthal, R.E., & Fiskum, G. 1999.Release of Caspase-9 from Mitochondria During Neuronal Apoptosis andCerebral Ischemia. PNAS. 96:5752-5757.

Kretser, D.M. 2007. Endocrinology of the Male Reproductive System, (Online),(http://www.endotext.org/male/male/male. diakses 29 Maret 2011).

Kuiper, G.G.J.M., Lemmen, G.J., Carlsson, B., Corton, C.J., Safe, S.H., Saag, P.T.,Burg, B., & Gustafsson, J.A. 1998. Interaction of Estrogenic Chemicals andPhytoestrogens with Estrogen Receptor β. Endocrinology, (Online),139:4252-4263, (http://endo.endojournals.org/cgi/reprint/139/10/4252.pdf.diakses 5 April 2011).

Kuntana, Y.P. 2009. Pengaruh Pemberian Phytoestrogen Terhadap KualitasSpermatozoa, Spermatogenesis dan Luas Jaringan Interstitial pada Kelinci(Oryctolagus cuniculus), Jurnal Bionatura, 11(1):47-58.

Kierszenbaum, A.L., & Trs, L.L. 2004. The Acrosome-Acroplaxome-ManchetteComplex and the Shaping of the Spermatid Head. Archives of Histology andCytology. 67:271-284.

Lee, B.J., Kang, J.K., Jung, E.Y., Yun, Y.W., Baek, I.J., Yon, J.M., Lee, Y.B., Sohn,H.S., Lee, J.Y., Kim, K.S., & Nam, Y.S. 2004a. Exposure to Genistein Doest

Page 168: GENISTEIN - ResearchGate

144 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Not Adversely Affect the Reproductive System in Adult Male Mice Adapted toSoy Based Comercial Diet. Journal Veterinary Science, 5(3):227-234.

Lee, B.J., Jung, E.Y., Yun, Y.W., Kang, J.K., Baek, I.J., Yon, J.M., Lee, Y.B., Sohn,H.S., Lee, J.Y., King, K.S., & Nam, S.Y. 2004b. Effect Exposure to GenisteinDuring Pubertal Developmant on the Reproducive System of Male Mice.Journal Reproductive Development, (Online) 50(4):399-409,(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed), diakses 2 Agusus 2010.

Lee, J., Richburg, J.H., Younkin, S.C., & Bockelheide, K. 1997. The Fas System in aKey Regulator of Germ Cell Apoptosis in the Testis. Endocrinology.138:2081-2088.

Leffers, H., Naesby, M., Vendelbo, B., Skakkbaek, N.E., & Jorgensen, M. 2001.Oestrogenic Potencies of Zeranol, Oestradiol, Diethylstilbestrol, Bisphenol-Aand Genistein: Implications for Exposure Assessment of Potential EndocrineDierupters. J. Human Reproduction, (Online) 16(5):1037-1045,(http://humrep.oxfordjournals.org, diakses 4 Januari 2011.

Lizama, C., Alfaro, I., Reyes, J.G., & Moreno, R.D. 2007. Up-regulation of CD95 (Apo-1/Fas) is Associated with Spermatocyte Apoptosis During the Firstround ofSpermatogenesis in the rat. Apoptosis. 12499–512

Lockshin, R.A., & Zakeri, Z. 2004. Caspase Independent Cell Death. Oncogene.23:2766-2773.

Matsukawa, Y., Marui, N., & Sakai T. 1993. Genistein Arrests Cell Cycle Progressionat G2-M. Journal Cancer Res, (Online), 53(6):1328-1331,(http://cancerres.aacrjournalas.org/content/53/6/1328), diakses 9 April 2011.

Majumder, G.C., & Jaiswal, B.S. 1996. Cyclic AMP Phosphodiesterase: a Regulato ofForward Motility Initiation During Epididymal Sperm Maturation. Biochem CellBiol, (Online), 74(5):669-674, (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/) , diakses 5 Maret2011).

Marathe, G.K., Shetty, J., & Dighe, R.R. 1995. Selective Immunoneutralisation ofLuteinising Hormone Results in the Apoptotic Cell Death of PachyteneSpermatocytes and Spermatids in the Rat Testis. Endocrinology.3:705-709.

Matthienson, K.L., Stanton, P.G., O’Donnel, L., Meachem, S.J., Amory, J.K., Berger,R., Bremner, W.J., & McLachlan, R.I. 2005. Effects of Testosterone andLevonorgestrel Combined with a 5alpha-reductase Inhibitoror GnRH

Page 169: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar P us t a ka | 145

Antagonist on Spermatogenesis and Intratesticular Steroid Levels in NormalMen. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism. 90:5647-5655.

Matthienson, K.L., McLachlan, R.I., O’Donnel, L., Frydenberg, M., Robertson, D.M.,Stanton, P.G., & Meachem, S.J. 2006. The Relative Roles of FollicleStimulating Hormone and Luteinising Hormone in MaintainingSpermatogonial Maturation and Spermiation in Normal Men. Journal ofClinical Endocrinology and Metabolism. 91:3962-3969.

Maximow, A. & Bloom, W. 1958. A Texbook of Histology (7th ed.). Philadelphia andLondon: W.B. Saunders Company.

McLachlan R.I., O’Donnel, L, Meachem, S.J., Stanton, P.G., de Kretser, D.M., Pratis,K. & Robertson, D.M. 2002a. Identification of Specific Sites of HormonalRegulation in Spermatogenesis in Rats, Monkeys, and Man. Recent Progressin Hormone Research. 57:149:179.

McLachlan, R.I., O’Donnel, L., Meachem, S.J., Stanton, P.G., de K, Pratis, K., & &Robertson, D.M. 2002b . Hormonal Regulation of Spermatogenesis inPrimates and Man: Insights for Development of the Male HormonalContraseptive. Journal of Andrology. 23:149-162.

Meachem, S.J., Wreford, N.G., Robertson, D.M., & McLachlan, R.I. 1997. AndrogenAction On the Restoration of Spermatogenesis in Adult Rats: Effects ofHuman Chorionic, Testosterone and Flutamide Administration on Germ CellNumber. International Journal of Andrology. 20:70–79.

Meachem, S., von Schonfeldt, V., & Schlatt, S. 2001. Spermatogonia: Stem Cells witha Great Perspective. Reproduction.121:825-834.

Meachem, S.J., Stanton, P.G., & Schlatt, S. 2005a. Follicle Stimulating HormoneRegulates Both Sertoli Cell and Spermatogonial Populations in the AdultPhotoinhibited Djungarian Hamster testis. Biology of Reproduction. 72:1187-1193.

Meachem, S.J., Ruwanpura, S.M., Ziolkowski, J., Ague, J.M., Skinner, M.K., &Loveland, K.L. 2005b. Developmentally Distinct in Vivo Effects of FSH onProliferation and Apoptosis During Testis Maturation. Journal ofEndocrinology. 186:429-446.

Page 170: GENISTEIN - ResearchGate

146 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Meehan, T., Schlatt, S., O’Bryan, M.K., de Kretser, D.M., & Loveland, K.L., 2000.Regulation of Germ Cell and Sertoli Cell Development by Activin, Follistatin,and FSH. Developmental Biology. 220:225–237.

Menzel, V.A., Hinsch, E., Hagele, W., & Hinsch, K.D. 2007. Effect of Genistein onAcrosome Reaction and Zona Pellucida Binding Independnet of ProteinTyrosine Kinase Inhibition in Bull. Asian Journal Andrology, (Online),9(5):650-658, (www.asiaandro.com), diakses 29 Juli 2010.

Mescher, Anthony, L. 2011. Histology Dasar JUNQUIERA, Terjemahan Frans Dany,edisi 12. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Messina, M.J., & Wood, C.E. 2008. Soy Isoflavones, Estrogen Therapy, and BreastCancer Risk: Analysis and Commentary. Nutrition Journal. 7:17-22.

Muffly, K.E., Nazian, S.J., & Cameron, D.F. 1994. Effects of Follicle StimulatingHormone on the Junction Related Sertoli Cell Cytoskeleton and Daily SpermProduction in Testosterone Treated Hypophysectomized Rats. Biology ofReproduction:51:158-166.

Nandi, S. Banerjee, P.P., & Zirkin, B.R. 1999. Germ Cell Apoptosis in the Testis ofSprague Dawley Rats Following Testosterone Withdrawal by Ethane 1,2-dimethanesulfonate Administration: Relationship to Fas? Biology ofReproduction. 61:70-75.

Nakanishi, Y., & Shiratsuchi, A. 2004. Phagocytic Removal of ApoptoticSpermatogenic Cells by Sertoli Cells: Mechanisms and Consequences.Biological & Pharmaceutical Bulletin. 27:13-16

Nagata, S., & Golstein, P. 1995. The Fas Death Factor. Science. 267:1449-1456.

Nagata, S. 1997. Apoptosis by Death Factor. Cell. 88:355-365.

Narisawa, S., Hecht, N.B., Goldberg, E., Boatright, K.M., Reed, J.C., & Millan, J.L.2002. Testis-Spesific Cytocrome null Mice Produce Functional Sperm butUndergo Early Testicular Atropy. Molecular and Cellular Biology. 22: 5554-5562.

National Toxicology Program/NTP, 2008. Multigenerational Reproductive Toxicology:Study of Genistein in Sprague-Dawley Rats. National Institutes of HealthPublic Health Service (Online),

Page 171: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar P us t a ka | 147

(http://nik.nichs.nih.gov/files/539_FINAL_WEB_508.pdf. diakses 18 Maret2011).

Opalka, M., Kaminska, B., Ciereszko, R., & Dusza, L. 2004. Genistein AffectsTestosterone Secretion by Leydic Cells in Roosters (Gallus gallusdomesticus), Reproductive Biology. (Online), 4(2): 185-193,(http://www.pan.olsztyn.pl/repbiol/docs/pdfs/rebiol). diakses 6 September2010.

Orth, J.M., Jester, W.F, Li, L.H., & Laslett, A.L., 2000. Gonocyte-Sertoli CellInteractions During Development of the Neonatal Rodent Testis. CurrentTopics in Development Biology. 50:103-124.

Ottenweller, J.E., Li, M.T., Giglio, W., Anesetti, R., Pogach, L.M. & Huang, H.F. 2000.Alteration of Follicle Stimulating Hormone and Testosterone Regulation ofMessenger Ribonucleic Acid for Sertoli Cell Proteins in the Rat During theAcute Phase of Spinal Cord Injury. Biology of Reproduction. 63:730-35.

Parvinen, M. 1982. Regulation of the Seminiferous Epithelium. Endocrine Reviews.3:404-417.

Pelissero, C.B., Latonnelle, K., Sequeira, A., & Lamothe, V. 2000. Phytoestrogens,Endocrine Disrupters from Food. Analusis. (Online), 28:763-776,(http://analusis.endosciences.org) diakses 1 Agustus 2010.

Pentikainen, V,. Erkkila, K., & Dunkel, L., 1999. Fas Regulates Germ Cell Apoptosisin the Human Testis in Vitro. American Journal of Physiology. 276 E310–E316.

Pilsakova, L., Riecansky, I., & Jagla, F. 2010. The Physiological Actions Of IsoflavonePhytoestrogens. Review Physiol Res. 59: 651-664.

Primiani, 2011. Potensi Genistein pada Sistem Reproduksi Mencit (Mus musculus)Sebagai Penyusunan Bahan Ajar. Tesis tidak diterbitkan. Malang: ProgramPasca Sarjana Universitas Negeri Malang.

Primiani, C.N., & Fitria, A. 2012. Potensi Tepung Kedelai yang Dipaparkan SecaraBerulang Terhadap Histologi Testis Mencit (Mus musculus). ProsidingSeminar Nasional Biologi, Lingkungan dan Pembelajarannya IX. PendidikanBiologi FKIP UNS, Surakarta 7 Juli 2012. ISBN No.978-602-8580-51-9. Hal.624-628.

Page 172: GENISTEIN - ResearchGate

148 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Primiani, C.N., & Lestari, U. 2012. Potensi Genistein Terhadap Histopatologi TubulusSeminiferus Mencit (Mus musculus). Biota. 17(2):65-72.

Primiani, C.N., Lestari, U., & Amin, M. 2012. Potential of Genistein Testosteron Leveland Spermatogenesis on Mice (Mus musculus) Male. ProceedingInternational Conference Biomedical Science (ICBS 2012)

Qiagen. 2009. Biosynthesis of Steroid Hormones. (Online)(www.sample&assaytecnology. diakses 22 Februari 2011)

Ramnani, D.M. 2008. Genitourinary Tract. (Online), (http://web.Pathology.com.diakses 4 Maret 2011).

Rouge, M. 2004. Sperm Morphology. (Online) (http.rbowen.colostate.edu. diakses 23Januari 2011)

Rugh, R. 1967. The Mouse: Its Reproduction and Development. Minneapolis:Burgess Publishing Company.

Russell, L.D., Corbin, T.J., Borg. K.E., De Franca, L.R., Grasso, P., & Bartke, A.1993. Recombinant Human Follicle Stimulating Hormone is Capable ofExerting a Biological Effect in the Adult Hypophysectomized Rat by Reducingthe Numbers of Degenerating Germ Cells. Endocrinology. 133:2062-2070.

Ruwanpura, S.M., McLachlan, R.I., & Meachem, S.J. 2010. Hormonal Regulation ofMale Germ Cell Development. Journal of Endocrinology. 205:117-131.

Ruwanpura, S.M., McLachlan, R.I., Stanton, P.G. & Meachem, S.J. 2008a. FollicleStimulating Hormone Affects Spermatogonial Survival by Regulating theIntrinsic Apoptotic Pathway in Adult Rats. Biology of Reproduction. 78:705-713.

Ruwanpura S.M., McLachlan, R.I., Stanton, P.G. Loveland, K.L. & Meachem, S.J.2008b . Pathways Involved in Testicular Germ Cell Apoptosis in ImmatureRats After FSH Suppression. Journal of Endocrinology. 197: 35-43.

Saito, K., O’Donnell, L., McLachlan, R.I., & Robertson, D.M. 2000. SpermiationFailure is a Major Contributor to Early Spermatogenic Suppression Causedby Hormone Withdrawal in Adult Rats. Endocrinology.141:2779–2785.

Setchell, K., Nechemias, L.Z., Cai, J., & Heubi, J. 1998. Isoflavone Content of InstantFormulas and the Metabolic Fate of These Phytoestrogens in Early Life.

Page 173: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar P us t a ka | 149

American Journal Society for Clinical Nutriion, (Online) 68:1453-1461,(http://www.ajcn.org.b/on, diakses 29 Juli 2010).

Schlosser, P.M., Borghoff, S.J., Coldham, N.G., David, J.A., & Ghosh, S.K. 2006.Physiologically-Based Pharmacokinetic Modeling of Genistein in Rats, Part I:Model Development. Risk Analysis. 26(2):483-500.

Scott, H.M., Hutchison, G.R., Mahood, I.K., Hallmark ,N., Welsh, M., De Gendt K.,Verhoeven G, O’Shaughnessy, P., & Sharpe, R.M. 2007. Role of Androgensin Fetal Testis Development and Dysgenesis. Endocrinology.148:2027-2036

Sharpe, R.M., Attanasova, N., McKinnell, C., Parte, P., Turner, K.J., Fisher, J.S., Kerr,J.B., Groome, N.P., Macpherson, S., Millar, M.R., & Saunders, P.T.K. 1998.Abnormalities in Functional Development of the Sertoli Cells in Rats TreatedNeonatally with Diethylstilbestrol: A Possible Role for Estrogens in Sertoli CellDevelopment. Biology Reproduction (Online), 59(5):1084-1094,(http://www.biolreprod.org/content/59/5/1084.full.pdf.htm. diakses 16 Maret2011).

Sharpe, R.M., McKinnell, C., Kivlin, C. & Fisher, J.S. 2003. Proliferation andFunctional Maturation of Sertoli Cells, and Their Relevance to Disorders ofTestis Function in Adulthood. Reproduction.125:769-784.

Shelnutt, S.R., Cimino, C.O., Wiggins, P.A., Ronis, M.J.J., & Badger, T.M. 2002.Pharmacokinetics of The Glucuronide and Sulfate Conjugates of Genisteinand Daidzein in Men and Women After Consumption of Soy Beverage. Am JClin Nutr. 76:588-594.

Shibayama, T., Fukata, H., Sakurai, K., Adachi, T., Komiyama, M., Iguchi, T., & Mori,C. 2001. Neonatal Exposure to Genistein Reduces Expression of EstrogenReceptor Alpha and Androgen Receptor in Testes of Adult Mice. Endocrin J.(Online),48:655-663, (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/4873863.html,diakses 4 Februari 2011).

Silverthorn, D.U. 2001. Human Physiology. New Jersey: Prentince Hall.

Sinha-Hikim, A.P., & Swerdloff, R.S. 1995. Temporal and Stage Specific Effects ofRecombinant Human Follicle Stimulating Hormone on the Maintenance ofSpermatogenesis in Gonadotrophin Releasing Hormone Antagonist TreatedRat. Endocrinology.136:253-261.

Page 174: GENISTEIN - ResearchGate

150 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Sinha-Hikim, A.P., & Swerdloff, R.S. 1999. Hormonal and Genetic Control of GermCell Apoptosis in the Testis. Reviews of Reproduction. 4:38-47.

Sirivaidyapong, S., & Uthai, S. 2003. Effect of Collection Time and CollectionTemperature on Motility and Viability of Canine Epididymal Sperm.International Symposium of The World Association of Veterinary LaboratoryDiagnosticians and OIE Seminar on Biotechnology, 9-13 Novemebr 2003.

Slomianka, L. 2009. Blue Hystology-Male Reproductive System. School of Anatomyand Human Biology. The Universit of Weatern Auatralia. (Online), (http://www.ncbi.malerepro.html.) diakses 6 Desember 2010.

Sluka, P., O’Donnell. L., Bartles, J.R., & Stanton, P.G. 2006. FSH Regulates theFormation of Adherens Junctions and Ectoplasmic Specialisations BetweenRat Sertoli Cells in Vitro and in Vivo. Journal of Endocrinology.189:381-395.

Sugihara, A., Saiki, S., Tsuji, M., Tsujimura, T., Nakata, Y., Kubota, A., Kotake, T., &Terada, N. 1997. Expression of Fas and Fas Ligand in the Testes andTesticular Germ Cell Tumors: an Immunohistochemical Study. AnticancerResearch. 17: 3861-3865.

Suryadi, E., Iryani, D., & Suyono, S.K. 2007. Perubahan Sel-sel Leydig Tikus Putih(Rattus norvegicus) Jantan Dewasa Setelah Pemberian MonosodiumGlutamat Peroral. Jurnal Anatomi Indonesia. 1(3):129-132.

Tapanainen, J.S., Tilly, J.L., Vihko, K.K., & Hsueh, A.J. 1993. Hormonal Control ofApoptotic Cell Death in the Testis: Gonadotrophins and Androgens AsTesticular Cell Survival Factors. Molecular Endocrinology. 7:643–650.

Tesarik, J., Martinez, F., Rienzi, L., Iacobelli, M., Ubaldi, F., Mendoza, C., & Greco, E.2002. In Vitro Effects of FSH and Testosterone Withdrawal on CaspaseActivation and DNA Fragmentation in Different Cell Types of HumanSeminiferous Epithelium. Human Reproduction.17:1811-1819.

Thomas, C. 1998. Veterinary Histology. (Online),(http://www.vetmed.vt.edu/education/curriculum/vm8304/lab_) diakses 14Agustus 2014.

Thompson, L.U., Boucher, B.A., Liu, Z., Cotterchio, M., & Kreiger, N. 2006.Phytoestrogen Content of Foods Consumed in Canada, IncludingIsoflavones, Lignans, and Coumestan. Nutr Cancer. 54(2):184-201.

Page 175: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar P us t a ka | 151

Toelihere, M.R. 1981. Inseminasi Buatan pada Ternak, Bandung: Angkasa.

Tsutsumi, I., Toppari, J., Campeau, J.D., & Zerega, G.S. 1987. Reduction of Fertilityin Male Rat by Systemic Treatment with Follicle Regulatory Protein. J. FertilSteril, 47:689-695.

Turner, K.J., Morley, M., Atanassova, N., Swanston., & Sharpe, R.M. 2000. Effect ofChronic Administration of an Aromatase Inhibitor to Adult Male Rats onPituitary and Testicular Function and Fertility. Journal of Endocrinology.(Online), 164:225-238, (http://www.endocrinology.org. diakses 12 Maret2011).

Vera, Y., Erkkila, K., Wang, C., Nunez, C., Kyttanen, S., Lue, Y., Dunkel, L.,Swerdloff, R.S., & Sinha Hikim, A.P. 2006. Involvement of p38 Mitogen-Activated Protein Kinase and Inducible Nitric Oxide Synthase in ApoptoticSignalling of Murine and Human Male Germ Cells After Hormone Deprivation.Molecular Endocrinology. 20:1597-1609.

Vijayaraghavan, S., Stephens, D.T., Trautman, K., Smith, G.D., Khatra, B., Silva,E.C., & Greengard, P. 1996. Sperm Motility Development in the Epididymis isAssociated with Decreased Glycogen Synthase Kinase-3and ProteinPhosphatase 1 Activity. Biology of Reproduction, (Online), 54: 708-718,(http://www.biolreprod.org/content/708/54/full.pdf.html, diakses 24 Februari2011).

Vihko, K.K., LaPolt, P.S., Nishimori, K., & Hsueh, A.J. 1991. Stimulatory Effects ofRecombinant Follicle Stimulating Hormone on Leydig Cell Function andSpermatogenesis in Immature Hypophysectomized Rats. Endocrinology. 1291926-1932.

Visconti, P.E., Bailey, J.L., Moore, G.D., Pan, D., & Clarke, P.O. 1995. Capacitation ofMouse Spermatozoa: Correlation Between the Capacitation State and ProteinTyrosine Phosphorilation. Journal of Development. (Online), 121:1129-1137,(http://dev.biologist.org/content/121/4/1129.long, diakses 7 Maret 2011).

Visconti, P.E., & Kopf, G. 1998. Regulation of Protein Phosphorylation during SpermCapacitation. Biology of Reproduction, (Online), 59:1-6,(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/774692.html, diakses 25 Februari2011).

Walker, W.H. 2003. Nongenomic Actions of Androgen in Sertoli Cells. Current Topicsin Development Biology. 56:25-53.

Page 176: GENISTEIN - ResearchGate

152 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Wang, C., & Swerdloff, R. 2010. Measuring and Interpreting Serum TestosteroneLevels in Men: Introduction. Faculty an Disclosures CME Released:09/30/2009; Valid for credit through 09/30/2010.

Wibisono, H. 2010. Atlas Spermatologi. Bandung: Refika Aditama.

Wiknjosastro H, Saifudin A.B., & Rachimhadhi T, 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Wikipedia. 2009. Kedelai. (Online) (www.wikipwdia.com . diakses 24 April 2011).

Wiseman, H., Casey, K., Clarke, D.B., Barnes, K.A., & Bowey, E. 2002. IsoflavoneAglycon and Glucoconjugate Content of High- and Low-soy U.K. Foods Usedin Nutritional Studies. J Agric Food Chem. 50:1404-1410.

Wolgemuth, D.J., Laurion, E., & Lele, K.M. 2002. Regulation of the Mitotic and MeioticCell Cycles in the Male Germ Line Recent Progress in Hormone Research.57:75-101.

Woolveridge, I., de Boer-Brouwer, M., Taylor, M.F., Teerds, K.J., Wu, F.C., & Morris,I.D. 1999. Apoptosis in the Rat Spermatogenic Epithelium FollowingAndrogen Withdrawal: Charges in Apoptosis-Related Genes. BiologyofReproduction. 60:461-470.

Wood, C.E., Appt, S.E., Clarkson, T.B., Franke, A.A., Lees, C., Doerge, D.R., & Cline,I.M. 2006. Effects of High-Dose Soy Isoflavones and Equol on ReproductiveTissue in Female Cynomolgus Monkeys. J Biol Rep 75: 477-486.

Zeriouh, I.F., Addou, S., Bouferkas, Y., Kheroua, O., & Said, D. 2014. Effect of theConsumption of Milk os Soya on the Male Fertility of Swiss Mice. Int. J.Pharm. Pharmaceutical Sci. 6(4):669-676.

Zhang, Z.H., Zhou, X.C., Wei, P., Hu, Z.Y., & Liu, Y.X. 2003. Expression of Bcl-2 andBax in Rhesus Monkey Testis During Germ Cell Apoptosis Induced byTestosterone Undecanoate. Archives of Andrology 49:439-447.

Zhou, X.C., Wei, P., Hu, Z.Y., Gao, F., Zhou, R.J., & Liu, Y.X. 2001. Role of Fas/FasLGenes in Azoospermia or Oligozoospermia Induced by TestosteroneUndecanoate in Rhesus Monkey. Acta Pharmacologica Sinica. 22:1028-1033.

Page 177: GENISTEIN - ResearchGate

D aft ar P us t a ka | 153

Zivkovic, D., & Hadziselimovic , F. 2009. Development of Sertoli Cells During Mini-Puberty in Normal and Cryptorchid Testes. Urologia Internationalis. 82: 89-91.

Zou, H., Henzel, W.J., Liu, X., Lutschg, A., & Wang, X. 1997. Apaf-1, a HumanProtein Homologous to C. elegans. CED-4, Participates in Cytochrome c-dependent Activation of Caspase-3. Cell. 90:405-413.

Yagi M, Takenaka M, Suzuki K & Suzuki H 2007 Reduced Mitotic Activity andIncreased Apoptosis of Fetal Sertoli Cells in Rat Hypogonadic (hgn/hgn)Testes. Journal of Reproduction and Development. 53:581-589

Yatim, W. 1990. Histologi. Bandung: Tarsito.

Yatim, W. 1992. Biologi Sel. Bandung: Tarsito.

Page 178: GENISTEIN - ResearchGate

154 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Page 179: GENISTEIN - ResearchGate

INDEKS | 155

INDEKS

AAbnormalitas primer 65, 66Abnormalitas sekunder 65, 66Afixing 55, 57Afinitas 110, 116, 117, 124, 132Aglikon 107Akrosin 21Akrosom 21, 23, 62, 64, 65Ampula 9, 10Androstenedion 80, 90, 121, 133Androstenediol 80, 84, 90Androsterone 80Androgen 80, 83, 85Androgen Binding Protein 5, 18, 31, 98Arteri testikuler 4Astenospermia 69Apoptosis 35Azospermia 69

BBulbouretralis 62Bioavaliabilitas 109

CCaspase dependent 37Caspase independen 37Cyclin Dependent Kinase 29Cleaning 56, 57Cleaning agents 56Collecting 54, 73Cold shock 70Corpus prostate 10

Page 180: GENISTEIN - ResearchGate

156 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Corpora amylacea 11Cutting 53, 57

DDaidzein 104Daily intake 127Dehidrasi 54, 56Dehydroepiandrosteron 80, 90, 93Dihidrotestosteron 80, 82, 92, 93, 121Dislokasi 53Disection 54Duktus deferens 9, 62Duktus ejakulatorius 11Duktus epididimis 6

EEjakulat 62, 66Embedding 55, 57End piece 63, 65, 68Epididimis 1, 2, 6Equol 104Ereksi 14, 15Erektil 14Estradiol 90, 104, 105Estriol 90Estron 90Estrogen response element 118

FFase proliferasi 19Fase meiosis 20Fase spermiogenesis 20Fiksasi 54, 74Fitoestrogen 104, 105, 109Flagellum 67Follicle Stimulating Hormone 5, 18, 31, 32, 35, 36, 41, 42, 45, 68, 69, 96, 98, 120

Page 181: GENISTEIN - ResearchGate

INDEKS | 157

Funikulus spermatikus 9

GGenistein 103, 104, 105, 107, 108, 109, 110, 111, 121, 122, 133Germ cell 62Glans penis 13, 15Glikosida 107Glycitein 104Gonadotropin 17, 18, 81Gonosit 43, 63

HHead 65, 67Hialuronidase 62, 67Human Chorionic Gonadotropin 44, 86

IImpregnasi 55Infiltrasi 55, 57Isoflavon 104, 105, 107, 109, 113, 127

JJalur intrinsik 37Jalur ekstrinsik 37Jaringan interstitial 32

KKanalis inguinalis 2, 82Kaput epididimis 6, 7Kapasitasi 7, 132, 133Kauda epididimis 7Kelenjar bulbouretralis 62Kelenjar cowper 11Korpus epididimis 7Kelenjar prostat 10

Page 182: GENISTEIN - ResearchGate

158 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Korpus kavernosa 13, 14, 15Korpus spongiosum 14, 15Kriptorkidisme 2

LLignan 39, 118Luteinizing Hormone 32, 42, 69, 96, 98, 120

MMakrocepalik 68, 133Maturasi sperma 7, 132, 132, 130Mediastinum testis 3Metode oles 75Metode apus 75Middle piece 66, 68, 69Midpiece 66, 68, 69Mikrocepalik 68, 133Mikroteknik 52, 54, 65Motilitas sperma 129, 130Morfologi sperma 130

NNegative feedback 120, 131

OOligospermia 44, 69Organ kopularoris 13Otot kremaster 2

PPars dissiminata prostate 10Penis 1, 13Piece 65Pleksus pampiniformis 4Preputium 13

Page 183: GENISTEIN - ResearchGate

INDEKS | 159

Preparat apus 61Principal piece 63Protein tirosin kinase 122, 123Prostat 10

QQuercetin 104

RReabsorbsi 7Relative Binding Affinities 116Reseptor estrogen 107, 110, 115, 133Reseptor estrogen α 110, 111, 112, 113, 114Reseptor estrogen β 110, 111, 112, 113, 114Rete testis 3, 6Rigiditas 74

SSediaan sperma 72Sekresi 7Sel benih 62Sel germinal 18, 23, 36, 39, 44, 125Sel germinal primordial 18, 24, 27Sel Leydig 5, 32, 33, 82, 133Sel perawat 30, 31Sel penunjang 30, 31Sel Sertoli 4, 5, 21, 30, 31, 36, 43, 83Semen 6, 62, 134Sel sustentakuler 4Sex Hormone Binding Globulin 92Skrotum 2, 4Smear method 75Soy product 104Spermatogenesis 17, 18, 36, 42, 43, 45, 85, 123Spermatic cord 9Spermatogonia 17, 18, 19, 22, 24, 41, 43, 63, 123, 127

Page 184: GENISTEIN - ResearchGate

160 | GENISTEIN DAN SPERMATOGENESIS: Kajian Fitoestrogen Pada Sistem Reproduksi Jantan

Spermatogonia A 24Spermatogonia B 24Spermatogonia intermediate 24Spermatosit primer 18, 20, 25, 63, 124, 127Spermatosit sekunder 18, 20, 63, 124, 127Spermatid 18, 20, 26, 44, 63, 124, 127Spermiasi 42Spermiogenesis 18, 22, 26, 27, 32, 42, 45, 83, 122, 133Spermatozoa 17, 22, 26Spesimen 49, 52Staining 54, 59Steroidogenesis 119, 121, 131

TTahap akrosom 21Tahap proliferasi 18Tahap diferensiasi spermatogonia 18Tahap golgi awal 21Tahap maturasi 22Tahap meiosis 18, 20Tahap spermatogenesis 18Tahap spermatositogenesis 19Tahap spermiogenesis 18, 20, 21Tail 65Teknik apus sperma 71, 73Teratozoospermia 65Testis 2Testosteron 5, 31, 36, 42, 44, 45, 68, 69, 80, 81, 82, 84, 85, 86, 87, 88, 90, 95, 120,

119, 120, 123, 131Transportasi 7Trimming 55Tubulus rektus 3Tubulus spermatikus 2Tubulus seminiferus 2, 4, 5, 21, 31Tunika adventisia 7, 9, 10, 11, 12, 13Tunika albugenia 3, 14

Page 185: GENISTEIN - ResearchGate

INDEKS | 161

Tunika mukosa 7, 9, 10, 11, 12Tunika muskularis 7, 13Tyrosine Kinase 29

UUnsur permukaan kepala sperma 7

VVasa deferensia 1, 6, 8, 9Vesikula seminalis 8Viabilitas 65, 76, 77, 130, 132

WWashing 53, 56

Page 186: GENISTEIN - ResearchGate

162 | Biod at a P e nul is

Cicilia Novi Primiani lahir di Yogyakarta pada 27 Nopember 1969, sebagai dosenProgram Studi Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan Matematika dan IlmuPengetahuan Alam IKIP PGRI MADIUN sejak tahun 1996. Lulus dari FakultasKedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada tahun 1994, program MagisterTeknologi Pembelajaran dari Universitas Adibuana Surabaya tahun 2005, programMagister Pendidikan Biologi dari Universitas Negeri Malang tahun 2011, dan programDoktor Pendidikan Biologi dari Universitas Negeri Malang tahun 2014.

Fisiologi hewan merupakan bidang yang ditekuni penulis, hasil-hasil penelitianfisiologi hewan yang telah dilakukan dikemas menjadi berbagai bahan ajar yangdigunakan dalam kegiatan pembelajaran bagi mahasiswanya. Pada saat studiprogram Magister dan Doktor di Universitas Negeri Malang, penulis belajar intenstentang potensi fitoestrogen pada sistem reproduksi. Penulis aktif melakukanpenelitian dan penulisan artikel ilmiah serta membimbing mahasiswa dalam berbagaikegiatan penelitian khususnya yang berkaitan dengan tema-tema penggalian potensikearifan lokal sebagai menjadi produk-produk yang digunakan dalam kegiatanpembelajaran. Beberapa hasil penelitian, khususnya fitoestrogen telah dipublikasikanpada jurnal ilmiah dan di forum-forum seminar.

BIODATA PENULIS

Page 187: GENISTEIN - ResearchGate

View publication statsView publication stats