godlief

Upload: vodvod

Post on 04-Apr-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 godlief

    1/12

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Penyakit Jantung Bawaan

    2.1.1. Definisi

    Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan abnormalitas pada

    struktur maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir (Sani, 2007). Kelainan

    ini terjadi karena gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada

    fase awal pertumbuhan janin (Harimurti, 2008).

    2.1.2. Epidemiologi

    Penyakit Jantung Bawaan ini terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup.

    Insiden lebih tinggi pada lahir mati (2%), abortus (10-25%), dan bayi premature

    (2%) (Tank, 2000).

    Penelitian di Taiwan menunjukkan prevalensi yang sedikit berbeda, yaitu

    sekitar 13,08 dari 1000 kelahiran hidup, dimana sekitar 12,05 pada bayi berjenis

    kelamin laki-laki, dan 14,21 pada bayi perempuan. Penyakit Jantung Bawaan

    yang paling sering ditemukan adalah Ventricular Septal Defect(Wu, 2009).

    2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko

    Pada sebagian besar kasus, penyebab dari PJB ini tidak diketahui (Sastroasmoro,

    1994). Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis

    besar dapat kita klasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik dan

    lingkungan.

    Pada faktor genetik, hal yang penting kita perhatikan adalah adanya

    riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung. Hal lain yang juga

    berhubungan adalah adanya kenyataan bahwa sekitar 10% penderita PJB

    mempunyai penyimpangan pada kromosom, misalnya pada Sindroma Down

    (Fachri, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 godlief

    2/12

    Untuk faktor lingkungan, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

    - Paparan lingkungan yang tidak baik, misalnya menghirup asap rokok.- Rubella, infeksi virus ini pada kehamilan trimester pertama, akan

    menyebabkan penyakit jantung bawaan

    - Diabetes, bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita diabetestidak terkontrol mempunyai risiko sekitar 3-5% untuk mengalami penyakit

    jantung bawaan

    - Alkohol, seorang ibu yang alkoholik mempunyai insiden sekitar 25-30%untuk mendapatkan bayi dengan penyakit jantung bawaan

    - Ectasy dan obat-obat lain, seperti diazepam, corticosteroid, phenothiazin,dan kokain akan meningkatkan insiden penyakit jantung bawaan

    (Indriwanto, 2007).

    2.1.4. Jenis

    Secara garis besar, PJB ini dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu

    PJB asianotik dan sianotik (Widyantoro, 2006).

    Penyakit jantung bawaan asianotik dapat dibagi lagi menjadi beberapa

    bagian berdasarkan beban fisiologis yang diberikannya kepada jantung. Salah

    satunya yaitu lesi shunt dari kiri ke kanan. Penyakit jantung bawaan yang

    termasuk ke dalamnya adalah Atrial Septal Defect, Ostium Secundum Defect,

    Sinus Venosus Atrial Septal Defect, Partial Anomalous Pulmonary Venous

    Return, Atrioventricular Septal Defects (Ostium Primum and Atrioventricular

    Canal or Endocardial Cushion Defects), Ventricular Septal Defect, Supracristal

    Ventricular Septal Defect with Aortic Insufficiency, Patent Ductus Arteriosus,

    Aorticopulmonary Window Defect, Coronary-Arteriovenous Fistula (Coronary-

    Cameral Fistula), Ruptured Sinus of Valsalva Aneurysm.

    Pada lesi obstruktif termasuk Pulmonary Valve Stenosis with Intact

    Ventricular Septum, Infundibular Pulmonary Stenosis and Double-Chamber Right

    Ventricle, Pulmonary Stenosis in Combination with an Intracardiac Shunt,

    Peripheral Pulmonary Stenosis, Aortic Stenosis, Coarctation of the Aorta,

    Coarctation with Ventricular Septal Defect, Coarctation with Other Cardiac

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 godlief

    3/12

    Anomalies and Interrupted Aortic Arch, Congenital Mitral Stenosis,and

    Pulmonary Venous Hypertension

    Pada lesi regurgitan termasuk Pulmonary Valvular Insufficiency and

    Congenital Absence of the Pulmonary Valve, Congenital Mitral Insufficiency,

    Mitral Valve Prolapse, and Tricuspid Regurgitation. Pada lesi jantung tambahan

    termasuk Anomalies of the Aortic Arch, Anomalous Origin of the Coronary

    Arteries, Pulmonary Vascular Disease (Eisenmenger Syndrome)

    Penyakit jantung bawaan sianosis dapat kita bagi menjadi lesi sianosis

    yang disertai dengan penurunan aliran darah paru dan lesi sianosis yang disertai

    penambahan aliran darah paru. Lesi sianosis yang disertai dengan penurunan

    aliran darah paru termasuk Tetralogy of Fallot, Pulmonary Atresia with

    Ventricular Septal Defect, Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum,

    Tricuspid Atresia, Double-Outlet Right Ventricle with Pulmonary Stenosis,

    Transposition of the Great Arteries with Ventricular Septal Defect and Pulmonary

    Stenosis, Ebstein Anomaly of the Tricuspid Valve.

    Lesi sianosis yang disertai dengan bertambahnya aliran darah paru

    termasuk d-Transposition of the Great Arteries, d-Transposition of the Great

    Arteries with Intact Ventricular Septum, Transposition of the Great Arteries with

    Ventricular Septal Defect, l-Transposition of the Great Arteries (Corrected

    Transposition), Double-Outlet Right Ventricle Without Pulmonary Stenosis,

    Double-Outlet Right Ventricle with Transposition of the Great Arteries (Taussig-

    Bing Anomaly), Total Anomalous Pulmonary Venous Return, Truncus Arteriosus,

    Single Ventricle (Double-Inlet Ventricle, Univentricular Heart), Hypoplastic Left

    Heart Syndrome, Abnormal Positions of the Heart and the Heterotaxy Syndromes

    (Asplenia, Polysplenia)

    Adapun malformasi dari PJB yang lain yaitu Pulmonary Arteriovenous

    Fistula, Ectopia Cordis, Diverticulum of the Left Ventricle, Primary Pulmonary

    Hypertension (Bernstein, 1999).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 godlief

    4/12

    2.2. Kateterisasi Jantung

    2.2.1. Definisi

    Kateterisasi jantung adalah suatu prosedur diagnostik yang perlahan berkembang

    menjadi prosedur terapi untuk kelainan jantung (McPhee, 2009).

    2.2.2. Sejarah

    Konsep mengenai penyakit jantung didasarkan pada pengetahuan fisiologi dan

    anatomi yang didapat dari percobaan-percobaan dengan kateterisasi jantung

    sekitar 70 tahun yang lalu. Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Andre

    Cournand pada saat penerimaan Nobel pada 11 Desember 1956, kateterisasi

    jantung adalah kunci jawaban dari konsep penyakit jantung. Dengan

    menggunakan kunci tersebut, Cournand dan koleganya telah membawa kita ke era

    baru untuk memahami fungsi normal dan penyakit jantung pada manusia.

    Menurut Cournand, kateterisasi jantung pertama kali dilakukan oleh Claude

    Bernard pada tahun 1844. Subjeknya berupa kuda dimana kedua ventrikel dari

    kuda tersebut dimasuki dengan pendekatan retrograde dari vena jugularis dan

    arteri carotis (Olade, 2008). Aplikasi yang dilakukan oleh Bernard ini, memberi

    suatu nilai yang sangat besar dalam inovasi teknik ini. Suatu era investigasi pada

    hewan kemudian berujung pada suatu perkembangan penting pada teknik dan

    prinsip teknik kateterisasi jantung yang diterapkan pada manusia.

    Werner Frossmann selalu dipuji sebagai orang pertama yang melakukan

    kateterisasi jantung pada manusia, yaitu pada dirinya sendiri. Pada usia 25 tahun,

    setelah menerima instruksi medis bedah di Jerman, ia memasukkan kateter

    berukuran 65 cm melalui salah satu vena antecubiti kiri, dibantu dengan

    fluoroscopy, sampai kateter tersebut memasuki atrium kanan, kemudian ia

    berjalan ke departemen radiologi untuk mendokumentasikannya dengan

    roentgenogram. Dua tahun berikutnya, Frossmann melanjutkan melakukan studi

    kateterisasi, termasuk enam percobaan tambahan untuk mengkateterisasi dirinya

    sendiri. Untuk kontribusi yang diberikan Frossmann tersebut, ia bersama dengan

    Andre Cournand dan Dickinson Richards memperoleh Nobel pada tahun 1956.

    Tujuan utama dari studi kateterisasi jantung yang dilakukan oleh Frossmann

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 godlief

    5/12

    adalah untuk mengembangkan teknik terapi yang dapat memasukkan obat secara

    langsung ke jantung (Baim, 2006).

    2.2.3. Indikasi

    Kateterisasi jantung ini merupakan suatu tindakan invasif. Mengingat risikonya

    yang cukup tinggi, maka harus dipertimbangkan secara selektif untuk

    menggunakan teknik tersebut (Roebiono, 1996). Kateterisasi jantung bertujuan

    untuk mendapat gambaran dan data objektif secara pasti tentang perubahan

    anatomis dan fisiologis akibat berbagai kelainan pada jantung dan pembuluh

    darah. Pasien dengan PJB termasuk pasien yang memerlukan kateterisasi jantung.

    Dengan kateterisasi jantung dapat diketahui ada tidaknya kelainan jantung, jenis

    kelainan jantung, derajat kelainan tersebut, cara pengobatan yang tepat, dan

    menilai hasil pengobatan. Selain itu, kateterisasi jantung juga dapat digunakan

    untuk mengetahui tekanan pada ruang-ruang di jantung, melihat bagaimana darah

    melewati jantung, mengambil sampel darah, menginjeksikan zat kontras untuk

    melihat adanya hambatan pada pembuluh darah, atau abnormalitas dari ruang

    jantung, serta melakukan koreksi pada kelainan jantung tersebut (Parks, 2007).

    Berdasarkan data-data di atas, indikasi untuk tindakan kateterisasi jantung

    dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar, yaitu:

    1. Untuk menegakkan diagnosis, yaitu dengan menganalisis semua data hasilkateterisasi sehingga diperoleh gambaran anatomi dan fisiologi secara

    pasti

    2. Untuk melakukan terapi, yaitu kateterisasi intervensi sebagai tindak lanjutdari diagnosis yang diperoleh

    2.2.4. Anestesi, Kontras, dan Lama prosedurKateterisasi jantung pada anak dengan PJB dapat dilakukan dengan anestesi

    umum. Adapun keuntungan dari anestesi umum ini adalah untuk imobilisasi yang

    lebih baik, kontrol pernapasan serta hemodinamik yang optimal (Reyntjens et al,

    2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 godlief

    6/12

    Beberapa jenis zat anestesi yang digunakan pada kateterisasi jantung terdapat

    pada tabel berikut:

    Tabel 2.1. Jenis Zat Anestesi pada Kateterisasi Jantung (Arnold dan Holtby,

    2005).

    Pada kateterisasi jantung, injeksi zat kontras dilakukan untuk mengetahui

    adanya hambatan maupun penyempitan pada pembuluh darah. Adapun zat kontras

    yang digunakan pada kateterisasi jantung adalah Iohexol, Iodixanol, Diatrizoate

    meglumine/sodium, kombinasi Diatrizoate meglumine/sodium dengan Iohexol,

    serta kombinasi Diatrizoate meglumine/sodium dengan Iodixanol (Amini, et al,

    2009).

    Lama prosedur kateterisasi jantung bervariasi. Hal ini bergantung pada

    kemampuan operator dan kompleksnya kondisi pasien yang dikateterisasi.

    Berdasarkan penelitian pada tahun 1997, kateterisasi jantung kiri membutuhkan

    waktu rata-rata 64 menit untuk waktu lab, termasuk 25 menit waktu prosedur.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 godlief

    7/12

    Sedangkan untuk kateterisasi jantung kanan membutuhkan waktu rata-rata 84

    menit untuk waktu lab dan waktu prosedur sekitar 32 menit. Untuk prosedur

    intervensi, dibutuhkan waktu rata-rata 117 menit, dengan waktu prosedur sekitar

    70 menit (Baim, 2006).

    2.2.5. KontraindikasiKontraindikasi dari kateterisasi jantung ini sangat bervariasi. Hal ini bergantung

    pada kemajuan teknik, peralatan serta ketrampilan operator. Seiring

    berkembangnya pengetahuan mengenai kateterisasi jantung, hampir dikatakan

    tidak ada lagi kontraindikasi absolut, yang ada hanya kontraindikasi relatif. Hal-

    hal yang termasuk dalam kontraindikasi relatif adalah:

    1. Ventrikel iritabel yang tidak dapat dikontrol2. Hipokalemia/intoksikasi digitalis yang tidak dapat dikoreksi3. Hipertensi yang tidak dapat dikoreksi4. Penyakit demam berulang5. Gagal jantung dengan edema paru akut6. Gangguan pembekuan: waktu protrombin > 18 detik7. Gagal ginjal hebat/anuria8. Alergi bahan kontras

    Sedangkan satu-satunya yang dianggap sebagai kontraindikasi absolut adalah

    apabila pasien dan keluarganya menolak untuk dilakukan kateterisasi (Ontoseno,

    1994).

    2.3. Kateterisasi Jantung pada PJB

    2.3.1. Kateterisasi sebagai Diagnostik

    Diagnostik dengan kateterisasi adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan

    menggunakan zat anestesi dan pipa berlubang dengan diameter 2-3 mm, yang

    disebut kateter, yang dimasukkan melalui vena dan/atau arteri pada leher, tangan,

    dan kaki, yang mana akan berlanjut ke bagian kanan atau kiri dari jantung. Ketika

    kateter telah mencapai bagian jantung tersebut, maka tekanan darah di berbagai

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 godlief

    8/12

    ruang jantung dapat diukur, sampel darah dapat diambil, dan zat kontras dapat

    diinjeksikan untuk dilihat dengan x-ray.

    Hasil dari diagnostik dengan menggunakan kateterisasi sangat membantu

    dalam evaluasi pasien dengan kelainan jantung. Teknik kateterisasi ini dapat

    mengkonfirmasi dugaan yang kita dapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

    dan/atau evaluasi dari metode noninvasive, seperti EKG, ekokardiogram, dan

    sebagainya.

    Pada pelaksanaannya, kateter dapat dimasukkan melalui vena atau arteri.

    Hal ini didasarkan pada kondisi yang ingin dievaluasi. Untuk mengakses bagian

    kanan dari ruang maupun pembuluh darah, kateterisasi dilakukan melalui vena.

    Sedangkan untuk mengakses bagian kiri jantung, kateterisasi dilakukan melalui

    arteri. Kateterisasi melalui arteri dan vena ini dapat dilakukan secara

    percutaneous atau via cutdown.

    Pada prosedur kateterisasi terdapat beberapa komplikasi, seperti terjadinya

    luka pada arteri dan vena pada tempat dilakukannya kateterisasi. Hal ini terjadi

    pada 0,5-1,5% pasien. Lebam disertai perubahan warna kulit pada tempat punksi

    pembuluh darah terjadi pada 1-5% pasien. Komplikasi yang paling jarang terjadi

    adalah infeksi pada lokasi pemasangan kateter. Injeksi dari zat kontras dapat

    menyebabkan mual dan muntah pada 3-15% pasien, rasa gatal pada 1-3% pasien,

    reaksi alergi pada 0,2% pasien. Pada pasien yang mempunyai fungsi ginjal yang

    abnormal, injeksi zat kontras ini dapat memperburuk kondisi penyakit tersebut.

    Komplikasi mayor, seperti kematian, serangan jantung, dan stroke, yang terjadi

    dalam 24 jam setelah prosedur dilakukan, ditemui pada 0,2-0,3% pasien.

    Kematian dapat dikarenakan perforasi dari jantung maupun pembuluh darah,

    abnormalitas irama jantung, serangan jantung, dan reaksi alergi yang parah akibat

    injeksi kontras.

    Diagnosis dengan kateterisasi pada PJB sangat penting, karena setengah

    dari anak dengan PJB meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun. Maka

    diperlukan prosedur yang dengan cepat mampu mendeteksi kelainan tersebut agar

    segera dapat ditindaklanjuti. Pada kateterisasi, ada 3 informasi penting yang dapat

    diperoleh, yaitu tekanan pada ruang dan pembuluh darah jantung, saturasi oksigen

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 godlief

    9/12

    pada darah, dan hubungan abnormal dapat ditunjukkan secara langsung dengan

    penggunaan kateter.

    Berbicara mengenai pengukuran tekanan pada PJB, hal ini diperlukan

    untuk mendiagnosis stenosis. Namun, adanya peningkatan tekanan tanpa disertai

    adanya stenosis juga merupakan hal yang menarik dan perlu dicari penyebabnya.

    Saturasi oksigen dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi shunt dari kiri

    ke kanan, khususnya Atrial Septal Defect. Sedangkan hubungan abnormal yang

    dapat dideteksi dengan kateterisasi sangat berguna untuk menentukan diagnosis

    yang melibatkan dua sirkulasi (Lange and Hillis, 2003).

    2.3.2. Kateterisasi sebagai Terapi

    Kateterisasi jantung merupakan suatu alat diagnostik yang penting pada neonatus

    selama beberapa dekade. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu

    pengetahuan, diagnosis tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

    echocardiography, sehingga penggunaan kateterisasi jantung sebagai alat

    diagnostik menjadi berkurang. Sekarang, kateterisasi jantung semakin

    berkembang sebagai prosedur terapi (Shim, et al, 1999).

    Beberapa contoh perkembangan kateterisasi jantung dalam prosedur terapi

    pada PJB adalah:

    1. Opening of Atrial Communications- Ballon Atrial Septostomy

    Ballon atrial septostomy pertama kali digambarkan oleh Rashkind and Miller

    tahun 1966 sebagai prosedur paliatif pada kelainan Transposition of the Great

    Arteries. Pembuatan Atrial Septal Defect pada Transposition of the Great

    Arteries membuat percampuran darah antara aliran pulmonal dan darah vena

    sistemik, dimana hal ini meningkatkan saturasi oksigen.

    - Blade Atrial SeptostomyKetika septum atrium terlalu tebal untuk ditembus hanya dengan

    menggunakan ballon septostomy saja dan adanya hubungan adekuat atrium

    yang penting untuk mengadakan percampuran, maka blade septostomy adalah

    prosedur pilihan. Prosedur ini pertama kali digambarkan oleh Park et al.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 godlief

    10/12

    - Static Ballon Atrial DilationProsedur ini pertama kali dilakukan pada hewan percobaan pada tahun 1987

    oleh Mitchell et al. Sedangkan pada manusia, hal ini pertama kali dilakukan

    pada tahun 1987 oleh Shrivastava et al. Indikasi dari penggunaan prosedur ini

    sama dengan ballon atrial septostomy dan blade atrial septostomy.

    2. Closure Devices- Devices for Atrial Septal Defects

    Atrial Septal Defect (ASD) yang paling umum ditemukan adalah Secundum

    ASD dan bisa diintervensi dengan penutupan transkateter. Era dari

    penggunaan transkateter padaASD dimulai pada tahun 1976 ketika King et al

    melaporkan aplikasi dari double-umbrella device pada manusia.

    - Devices for Ventricular Septal DefectsPenggunaan preoperative transkateter dengan menggunakan double-disk

    device sangat membantu pada Ventricular Septal Defect (VSD). The Clamshell

    device, the Rashkind double umbrella port device, dan buttoned device telah

    digunakan untuk menutup muscular/ perimembranous VSD dengan berbagai

    tingkat kesuksesan (Rao, 2005)

    - Devices for Patent Ductus ArteriosusEra dari penggunaan transkateter pada Patent Ductus Arteriosus (PDA)

    berawal dari tahun 1967, ketika Porstmann et al melaporkan penggunaan

    Ivalon untuk menutup PDA.

    3. Ballon Dilation of Cardiac Valves- Pulmonary Valve Stenosis

    Sejak diawali dengan ballon valvulotomy tahun 1979 oleh Semb dan

    koleganya serta dilation ballon valvuloplasty tahun 1982 oleh Kan dan

    koleganya, telah terdapat banyak laporan tentang kesuksesan dari hasil

    penggunaan ballon dilation pada Pulmonary Valve Stenosis. Ballon dilation

    merupakan terapi pilihan untukPulmonary Valve Stenosis.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 godlief

    11/12

    - Aortic Valve StenosisSejak penjabaran awal mengenai ballon dilation pada katup aorta oleh

    Lababidi et al, beberapa investigator telah melaporkan hasil yang baik dalam

    penggunaan ballon aortic valvuloplasty.

    - Mitral Valve StenosisPenggunaan ballon dilation pada Rheumatic Mitral Valve Stenosis lebih luas

    dan berhasil dibandingkan penggunaan pada Congenital Stenosis.

    4. Ballon Angioplasty- Coarctation of the Aorta

    Kemungkinan penggunaan ballon angioplasty pada Coarctation of the Aorta

    pertama kali dijabarkan oleh Sos et al tahun 1979.

    - Systemic Venous and Pulmonary5. Stenting Procedures

    Beberapa tahun belakangan ini, penggunaan ballon yang diperluas dengan

    stent telah memberi suatu peningkatan yang penting pada perkembangan

    teknik kateterisasi.

    - Pulmonary Artery StenosisAplikasi stent ini paling banyak digunakan pada anak dengan Pulmonary

    Artery Stenosis

    - Systemic Venous StenosisProsedur stent ini telah sukses mengobati anak dengan stenosis vena cava

    superior dan inferior (Andrew, 2004)

    6. Coil OcclusionPercutaneous transcatheter occlusion pada hubungan vaskular yang tidak

    diinginkan telah memainkan peranan penting pada intervensi kardiologi anak

    sejak diungkapkan pertama kali oleh Gianturco dan kolega lebih dari 20 tahun

    yang lalu. Teknik dari prosedur ini bervariasi, bergantung pada tipe dari

    kelainan vaskular yang terjadi dan patofisiologi kelainan tersebut.

    - Aortapulmonary Collaterals

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/29/2019 godlief

    12/12

    Penggunaan tersering dari teknik coil embolization pada kardiologi anak

    adalah oklusi transkateter pada Aortapulmonary Collaterals. Kelainan ini

    terjadi paling banyak pada anak dengan Tetralogy of Fallot

    - Patent Ductus ArteriosusSelama beberapa dekade, kardiolog telah mencari metode transkateter yang

    efektif untuk menutup Patent Ductus Arteriosus . Penggunaan coil occlusion

    ini pada PDA sangat efektif.

    - Arteriovenous FistulaArteriovenous Fistula sangat efektif diobati dengan teknikcoil occlusion ini.

    Teknik ini membutuhkan keahlian tingkat tinggi dan juga pengetahuan

    mengenai anatomi arteri dan teknik kateterisasi (Allen, 1998)

    7. Septal Occluder Placement8. Radio Frequency Catheter Ablation (Baker, 1999)

    Universitas Sumatera Utara