guillain barre syndrome

22
LAPORAN PLENO PEMICU 3 MODUL SARAF DAN JIWA KELOMPOK DK 3 Muhammad Arif Tri Hapsoro I11110019 Ismi Wulandari AS. I11111013 Agustinus Vincent I11111018 Venny Hillery Wahyuni I11111021 Inayah I11111027 Made Dwi Pratiwi I11111031 Iqnasia Windy Novitasari I11111059 Andika Indra Purwantoro I11111061 Alvin Pratama Jauharie I11111063 Sri Purwanti I11111065 Muhammad Subhan I11111074 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Upload: andika-indra-purwantoro

Post on 27-Dec-2015

77 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

gbs

TRANSCRIPT

Page 1: Guillain Barre Syndrome

LAPORAN PLENO PEMICU 3

MODUL SARAF DAN JIWA

KELOMPOK DK 3

Muhammad Arif Tri Hapsoro I11110019

Ismi Wulandari AS. I11111013

Agustinus Vincent I11111018

Venny Hillery Wahyuni I11111021

Inayah I11111027

Made Dwi Pratiwi I11111031

Iqnasia Windy Novitasari I11111059

Andika Indra Purwantoro I11111061

Alvin Pratama Jauharie I11111063

Sri Purwanti I11111065

Muhammad Subhan I11111074

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Page 2: Guillain Barre Syndrome

1. PEMICU

Ny. B, 43 tahun, datang ke unit gawat darurat dengan keluhan utama susah bernafas

dan kelemahan lengan dan tungkai kedua sisi yang semakin memberat sejak 5 hari

yang lalu. Lima hari yang lalu pasien mulai merasakan kesemutan di ujung jari kaki

dan tangan, yang semakin berangsur naik ke lengan dan tungkai atas. Kesemutan ini

semakin naik dan pasien mulai merasakah kelemahan sejak 4 hari yang lalu.

Tiga hari yang lalu pasien mulai mengeluh tersedak pada saat menelan air dan lengan

serta tungkai sudah tidak dapat diangkat. Pasien dibawa oleh keluarganya ke rumah

sakit karena sulit bernafas.Sejak dua minggu yang lalu pasien sering mengalami

buang air besar dan perut terasa mulas. Pasien sering merasa gelisah, selalu kuatir dan

berdebar-debar sejak dua minggu yang lalu karena menunggu pengumuman kelulusan

ujian penerimaan pegawai negeri.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/80

mmHg, frekuensi nadi 120 kali/menit, frekuensi pernapasan 12 kali/menit dengan

pola abdominal. Kekuatam motorik lengan dan tungkai 0. Refleks biseps, triseps,

patella dan Achilles tidak dapat ditimbulkan (negatif). Tidak ada refleks patologis.

Pasien merasa parestesi di ujung-ujung tangan dan kaki.

2. KLASIFIKASI DAN DEFINISI

Parestesi : Sensai kulit abnormal, seperti rasa terbakar/menusuk - nusuk yang

terjadi tanpa stimulus dari luar.

3. KATA KUNCI

Susah bernapas

Kelemahan lengan dan tungkai

Kesemutan yang berangsur naik

Gangguan BAB dan perut mulas

Tersedak saat menelan air

Refleks tendon negatif

Gelisah

4. RUMUSAN MASALAH

Page 3: Guillain Barre Syndrome

Ny. B, 43 tahun mengeluh susah bernapas dan kelemahan lengan & tungkai kedua sisi

dengan riwayat kesemutan di ujung jari kaki dan tangan yang berangsur naik

5. ANALISIS MASALAH

6. HIPOTESIS

Ny. B, 43 tahun mengalami Gullain Barre Syndrome tipe AMSAN

7. PERTANYAAN DISKUSI

1. Apa yang dimaksud GBS?

2. Bagaimana etiologi dan epidemiologi GBS?

3. Bagaimana Patologi GBS dan Patofisiologi GBS?

4. Apa saja Klasifikasi GBS?

5. Bagaimana Manifestasi klinis GBS?

6. Bagaimana kriteria diagnosis pada GBS?

Page 4: Guillain Barre Syndrome

7. Bagaimana pemeriksaan penunjang GBS?

8. Bagaimana tata laksana , prognosis dan komplikasi GBS?

9. Apakah ada hubungan diare dan sakit perut pada pasien dengan infeksi bakteri C.

jejuni?

10. Bagaimana pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis tendon?

11. Mengapa pasien mengeluh tersedak dan tungkai tidak dapat diangkat?

12. mengapa pasien mengeluh susah bernapas?

13. bagaimana tata laksana yang tepat pada ibu ini?

14. bagaimana pemeriksaan kekuatan motorik?

15. bagaimana pemeriksaan sensorik ekstremitas?

16. bagaimana diagnosis dan prognosis pada ibu ini?

8. PEMBAHASAN

1. Pengertian GBS

Sindroma Guillain-Barre (GBS) atau disebut juga dengan radang polineuropati

demyelinasi akut (AIDP), poliradikuloneuritis idiopatik akut, polyneuritis

idiopatik akut, Polio Perancis, paralisis asendens Landry, dan sindroma Landry

Guillain Barre adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf

perifer; dan biasanya dicetuskan oleh suatu proses infeksi yang akut. GBS

termasuk dalam kelompok penyakit neuropati perifer.1

2. Etiologi dan Epidemiologi GBS

GBS tersebar diseluruh dunia terutama di negara–negara berkembang dan

merupakan penyebab tersering dari paralysis akut. Insiden banyak dijumpai

pada dewasa muda dan bisa meningkat pada kelompok umur 45-64 tahun.

Lebih sering dijumpai pada laki – laki dari pada perempuan. Puncak yang agak

tinggi terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga

berkembang pada setiap golongan usia. Sekitar setengah dari korban

mempunyai penyakit febris ringan 2-3 minggu sebelum awitan. Infeksi febris

biasanya berasal dari pernapasan atau gastrointestinal. 1

Angka kejadian penyakit ini berkisar 1,6 sampai 1,9/100.000 penduduk per

tahun lebih dari 50% kasus biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas

atas. Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin

bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan

Page 5: Guillain Barre Syndrome

meninggal, meskipun dirawat di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80%

penderita sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa ringan, berupa

kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan atau baal.

Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang

lebih serius dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10%

diantaranya beresiko mengalami relaps. 1

Etiologinya tidak diketahui, tetapi respons alergi atau respons autoimun sangat

mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa sindrom tersebut

berasal dari virus. Tetapi tidak ada virus yang dapat diisolasi sejauh ini. GBS

paling banyak ditimbulkan oleh adanya infeksi (pernapasan atau

gastrointestinal) 1-4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologis.

Pada beberapa keadaan, dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedahan. Ini

juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus, primer, reaksi imun dan beberapa

proses lain, atau sebuah kombinasi proses. Salah satu hipotesis menyatakan

bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi autoimun yang menyerang saraf

tepi.1

3. Patologi dan Patofisiologi GBS

1. Patologi

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan

saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi.

Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ketiga atau keempat,

kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung mielin pada hari

kesebelas, proliferasi sel schwan pada hari ketigabelas. Perubahan pada mielin,

akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari

keenampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Kerusakan

mielin disebabkan oleh makrofag yang menembus membran basalis dan

melepaskan selubung mielin dari sel schwan dan akson. 2

2. Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang

mempresipitasinya terjadi demielinisasi akut pada Guillain-Barre Syndrome

masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

Page 6: Guillain Barre Syndrome

imunologi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang

menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah: 2

1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi.

2. Adanya auto antobodi terhadap sistem saraf tepi.

3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses

demielinisasi saraf tepi.

Proses demielinisasi saraf tepi pada Guillain-Barre Syndrome dipengaruhi

oleh respon imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa

sebelumnya. Pada Guillain-Barre Syndrome, gangliosid merupakan target dari

antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya

kerusakan pada mielin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin

ini menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus

dan bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun

tubuh. Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip

dengan gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen

yang menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang

merupakan tiruan dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi oleh

Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson.

Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke

bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama.

Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisiasi imunitas humoral maka

sel T merespon dengan adanya infiltrasi limfosist ke spinal dan saraf perifer.

Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses

demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf.2

Page 7: Guillain Barre Syndrome

4. Klasifikasi GBS

Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy3

Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)

adalah jenis paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan

gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah

kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang

paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan

bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan demielinasi

segmental makrofag.

2. Acute Motor Axonal Neuropathy3

Page 8: Guillain Barre Syndrome

Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim

panas SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga

65% dari pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada

kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya,

ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering dikaitkan

dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya memiliki prognosis

yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat hiperrefleks, tetapi

mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem penghambatan melalui interneuron

spinal dapat meningkatkan rangsangan neuron motorik.

3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy3

Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit

akut yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik

dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot.

Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.

4. Miller Fisher Syndrome3

Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia,

arefleksia, dan oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial

palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua

menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan

imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI,

dan dorsal root ganglia.

5. Acute Neuropatic panautonomic3

Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada

SGB. Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan

tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan terkait

disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata, mual,

disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare sering

terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah kelesuan,

kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan gejala otonom

termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat onset berhubungan

dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi pencernaan.

6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE) 3

Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai dengan

onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau

Page 9: Guillain Barre Syndrome

babinsky sign. Perjalanan penyakit dapat monophasic atau terutama di otak

tengah, pons, dan medula. BEE meskipun presentasi awal parah biasanya

memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran penting dalam diagnosis

BEE. Sebagian besar pasien BEE telah dikaitkan dengan SGB aksonal, dengan

indikasi bahwa dua gangguan yang erat terkait dan membentuk spectrum

lanjutan.3

5. Manifestasi Klinis

1. Kelemahan4

Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris

secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum

tungkai atas.Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang

lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga.

Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin ditemukan,

berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai

minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia

dengan kegagalan ventilasi.

2. Keterlibatan saraf kranial4

Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf

kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum

mungkin termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy

Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada

pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan

tungkai yang terkena.Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena sub

tipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.

3. Perubahan Sensorik4

Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori

cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien mengeluh parestesia,

mati rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului

kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari,

berproses menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan

tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan,

dan nyeri distal dapat hadir.

4. Nyeri4

Page 10: Guillain Barre Syndrome

Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien

melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama

perjalanannya. Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu,

punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan.

Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.

Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama

perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa

terbakar, kesemutan, atau sensasi shock like dan sering lebih umum di

ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan

tanpa batas waktu pada 5-10% pasien. Sindrom nyeri lainnya yang biasa

dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai berikut; Myalgic,

nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya,

tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).

5. Perubahan otonom4

Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan

parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat

mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing,

Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik. Retensi urin karena gangguan

sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan.

6. Pernapasan4

Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan

atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai

berikut; Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel.

Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada

hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit

mereka. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong

diagnosa: Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi

peningkatan pada LP serial; jumlah sel CSS < 10 MN/mm3; Varian ( tidak ada

peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50

MN/mm3 ).

Gambaran elektro diagnostik yang mendukung diagnosa adalah perlambatan

konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar

kurang 60% dari normal.

Page 11: Guillain Barre Syndrome

6. Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological

and Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS).6

Gejala utama

1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas

dengan atau tanpa disertai ataxia

2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general

Gejala tambahan

1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu

2. Biasanya simetris

3. Adanya gejala sensoris yang ringan

4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral

5. Disfungsi saraf otonom

6. Tidak disertai demam

7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4

Pemeriksaan LCS

1. Peningkatan protein

2. Sel MN < 10 /ul

Pemeriksaan elektrodiagnostik

1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf

Gejala yang menyingkirkan diagnosis

1. Kelemahan yang sifatnya asimetri

2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten

3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul

4. Gejala sensoris yang nyata

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang pada sindrom Gullain Barre adalah sebagai berikut: 6

Page 12: Guillain Barre Syndrome

1. Pemeriksaan LCS

Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5

g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain (1961)

disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan

cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil

apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu

pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan

menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic

dissociation).

2. Pemeriksaan EMG

Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal,

kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir

minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya

perbaikan.

3. Pemeriksaan MRI

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan

kira-kira pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan

memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar.

8. Tata laksana, prognosis dan komplikasi dari GBS

Tata laksana7

Tidak ada obat untuk Guillain-Barre Syndrome. Pengobatan ditujukan untuk

mengurangi gejala, mengobati komplikasi, dan mempercepat pemulihan.

Pada tahap awal dari penyakit, pengobatan yang disebut apheresis atau

plasmapheresis dapat diberikan. Perawatan ini melibatkan menghapus atau

memblokir protein (antibodi) yang menyerang sel-sel saraf. Pengobatan lain

membantu mengurangi peradangan. Ketika gejala yang parah terjadi,

pengobatan di rumah sakit akan dibutuhkan. Pengobatan yang lainnya

berfokus untuk mencegah komplikasi:

Pengencer darah dapat digunakan untuk mencegah pembekuan darah.

Jika diafragma lemah, napas bantuan atau bahkan tabung pernapasan

dan ventilator mungkin diperlukan.

Nyeri diobati dengan obat nyeri atau obat-obatan lainnya.

Page 13: Guillain Barre Syndrome

Posisi tubuh yang tepat atau tabung makan dapat digunakan untuk

mencegah tersedak saat makan jika otot-otot yang digunakan untuk

menelan yang lemah.

Terapi fisik membantu menjaga sendi dan otot yang sehat.

Prognosis7

Pemulihan dapat terjadi berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan

setahun. Kebanyakan orang bertahan dan pulih sepenuhnya. Kelemahan ringan

dapat bertahan bagi beberapa orang. Hasil akhir mungkin akan baik bila gejala

hilang dalam waktu 3 minggu pasca sindroma.

Komplikasi7

1. Kesulitan bernapas (gagal napas)

2. Kontraktur sendi atau kelainan bentuk lainnya

3. Deep vein thrombosis (gumpalan darah yang terbentuk ketika

seseorang tidak aktif atau terbatas hanya pada tempat tidur)

4. Peningkatan risiko infeksi

5. Tekanan darah rendah atau tidak stabil

6. Kelumpuhan yang bersifat permanen

7. Pneumonia

8. Kerusakan kulit (ulkus)

9. Aspirasi makanan atau cairan ke dalam paru-paru

9. Hubungan diare dan sakit perut pada pasien dengan infeksi bakteri C. jejuni

Kram perut yang akut, diare hebat yang dapat disertai dengan darah, sakit

kepala, malaise, dan demam merupakan beberapa manifestasi klinis dari

Campylobacter jejuni. Biasanya penyakitnya dapat sembuh dengan sendiri

dalam waktu 5-8 hari, tetapi kadang-kadang berlangsung lebih lama. Isolat

Campylobacter jejuni biasanya rentan terhadap eritromisin, dan pemberian

terapi mempersingkat lamanya pengeluaran bakteri dalam feses. Sebagian

besar kasus dapat sembuh sendiri tanpa terapi antimikroba.8

10. Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis tendon

Page 14: Guillain Barre Syndrome

Jenis-jenis reflek

1. Reflek biseps

Reflek biseps didapat melalui

peregangan tendon biseps pada

saat siku pada keadaan fleksi.

Pegang lengan pasien yang

disemifleksikan sambil

menempatkan ibu jari di atas

tendon otot biseps. Ibu jari

kemudian diketok ; hal ini

mengakibatkan gerakan fleksi

lengan bawah. Pusat reflek ini

terletak di C5-C6.

2. Reflek triseps

Untuk menimbulkan reflek

triseps, pegang lengan bawah

pasien difleksikan setengah

(semufleksi). Setelah itu,

diketok pada tendom insersi

m.triseps, yang berada sedikit

di atas olekranon. Sebagai

jawaban, ini lengan bawah

mengadakan gerakan ekstensi. Lengkung refleks melalui nervus radialis yang

pusatnya terletak di C6-C8..

3. Reflek brakhioradialis

Lengan bawah difleksikan serta dipronasikan

sedikit. Kemudian ketok pada prosessus

stiloideus radius. Sebagai jawaban lengan

bawah akan berfleksi & bersupinasi. Lemgkung

reflek melalui nervus radialis, yang pusatnya

terletak di C5-C6.

Page 15: Guillain Barre Syndrome

4. Reflek patella

Reflek patella ditimbulkan

dengan cara mengetok

tendon patella tepat di

bawah patella. Pasien

dalam keadaan duduk atau

tidur telentang. Jika pasien

telentang, pengkaji

menyokong kaki untuk

memudahkan refleksasi

otot. Kontraksi quadriseps

dan ekstensi lutut adalah respon normal.

5. Reflek trisep sure (Reflek tendo achilles)

Tungkai bawah difleksikan sedikit, kemudian kita pegan kaki pada ujungnya

untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki. Setelah itu tendo

Page 16: Guillain Barre Syndrome

achilles diketok. Hal ini mengakibatkan berkontraksinya m. Trisep sure dan

memberikan gerakan gerak plantar fleksi pada kaki. Lengkung ini melalui S1,

S2.

Reflek Patologis

1. Klonus

Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini di sebut klonus.

Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat mengakibatkan dua atau

tiga kali “gerakan” sebelum selesai pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada

penyakit SSP terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat di mana

tendon menjadi longgar tetapi aktivitas menjadi berulang-ulang. Tidak terus-

menerus klonus dihubungkan dengan keadaan normal tetapi reflek hiperaktif

tidak dipertimbangkan sebagai keadaan patologis. Klonus yang teru-menerus

indikasi adanya penyakit SSP dan membutuhkan evaluasi dokter.

Page 17: Guillain Barre Syndrome

2. Respons babinsky

Reflek yang diketahui jelas, sebagai indikasi

adanya penyakit SSP yang mempengaruhi

traktus kortikospinal, disebut respon babinski.

Bila bagian lateral telapak kaki seseorang

dengan SSP utuh digores, maka terjadi kontraksi

jari kaki dan menarik bersama-sama.

Pada pasien yang mengalami penyakit SSP pada

sistem motorik, jari-jari kaki menyebar dan

menjauh. Keadaan ini normal pada bayi tetapi

bila ada pada orang dewasa keadaan ini

abnormal. Beberapa variasi refleks-refleks lain memberi informasi. Dan yang

lainnya juga perlu diperhatian tetapi tidak memberi informasi yang teliti.

Reflek Babinski Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah

jari melalui sisi lateral, orang noramla akan memberikan respon fleksi jari-jari

Page 18: Guillain Barre Syndrome

kaki dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol

kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka.

Normal pada bayi masih ada.

Reflek Oppenheim Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tuilang tibia

dari atas ke bawah, dengan kedua jari telunjuk dan tengah., jika posistidf maka

akan timbul reflek seperti babinski

Reflek gordon.Lakukan goresan / memencet otot gastrocnemius . jika posistif

maka akan timbul reflek seperti babinski

Reflek schaefer Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka

akan timbul reflek seperti babinski Reflek chaddock Lakukan goresan

sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke depan.

Jika posistif maka akan timbul reflek seperti babinski

Reflek gonda : memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepasnya

sekonyong-konyong.

3. Reflek hoffmann tromer

Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa, kemusian ujung jari tangan

pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah tangan penderita. Kita

lihat respon jari tangan penderita, yaitu fleksi jari-jari yang lain, aduksi dari

ibu jari. Reflek positif bilateral bisa dijumpai pada 25 % orang normal,

sedangkan unilateral hoffmann indikasi untuk suatu lesi UMN .

11. Mengapa pasien mengeluh tersedak dan tungkai tidak dapat diangkat?10

Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial

III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk

Page 19: Guillain Barre Syndrome

sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias,

Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil.

Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai

yang terkena. Keluhan tersedak pada pasien diakibatkan kerusakan yang terjadi

pada LMN nervus IX-X. Kedua nervus inilah yang berperan penting dalam proses

menelan.

Tungkai pasien yang tidak dapat diangkat terjadi karena proses sebagai berikut:

Apabila kerusakan telah terjadi hingga tahap kerusakan akson, maka kekuatan

motorik pasien akan sangat berkurang hingga 0 dan tungkai pasien tidak dapat

digerakkan lagi.

Page 20: Guillain Barre Syndrome

12. Mengapa pasien mengalami sesak napas?11

Keluhan sesak napas pasien mungkin terjadi karena Guillain-Barre Syndrome

itu sendiri. Bila sudah terjadi peradangan pada Guillain-Barre Syndrome dan

mempengaruhi saraf diafragma dan dada dan ada kelemahan pada otot-otot,

maka orang tersebut mungkin akan mengalami sesak napas dan

membutuhkan bantuan pernapasan.

13. Bagaimana tata laksana yang tepat pada pasien ini?

1. Tatalaksana Suportif GBS12

Tatalaksana suportif diperlukan untuk mengantisipasi dan menangani

akibat dari imobilisasi dan keterlibatan saraf yang mengurus tanda vital.

Manajemen suportif meliputi:

a. Pengukuran kapasitas vital. Jika kapasitas vital 12-15 ml/kgBB maka

diperlukan intubasi, sedangkan kapasitas 15-19 ml/kgBB memerlukan

intubasi apabila terdapat paralisis bulbar.

b. Spirometri insentif untuk mencegah atelektasis.

c. Pembersihan bronkus dan bantuan batuk.

d. Rontgen toraks satu kali per minggu atau lebih sering.

e. Pemeriksaan albumin, natrium, nitrogen urea, dan kalsium serum

setiap dua minggu.

f. Pemeriksaan urinalisis setiap minggu

g. Profilaksis emboli paru menggunakan 5000 unit heparin dua kali

sehari.

h. Pemeriksaan peristaltik

i. Profilaksis perdarahan gastrointestinal menggunakan antasida yang

mengandunmagnesium 30-120 ml atau sukralfat.

j. Profilaksis dekubitus dengan perubahan posisi secara berkala dan

penggunaan matras antidekubitus

k. Tidak menggunakan antibiotik profilaksis. Infeksi paru atau saluran

kemih ditatalaksana dengan antibiotik setelah ada hasil kultur dan

resistensi kecuali terdapat septicemia.

l. Pemberian diet kaya serat melalui tube nasogastrik apabila proses

menelan terganggu.

Page 21: Guillain Barre Syndrome

m. Tatalaksana nyeri, gangguan tidur, dan komplikasi psikiatri

n. Pembatasan flebotomi antekubital apabila direncanakan

plasmafaresis.

2. Terapi utama

Kombinasi metilprednisolon intravena (0,5 gram/hari) dan

immunoglobulin intravena (0.4 gram/kg berat badan/hari) selama lima

hari. 13

14. Prognosis Pasien14

Prognosisnya baik. Walaupun 2-12% pasien meninggal akibat komplikasiyang berhubungan dengan GBS. Angka kematian kurang dari 5 % padamanagemen perawatan medis yang baik. Penyebab kematian termasuksindrom gangguan pernapasan akut, sepsis, pneumonia penyakit tromboembolivena dan serangan jantung.

Data survei menunjukkan bahwa pasien berusia 60 tahun atau lebih memilikiresiko kematian 6 kali lipat dari orang yang berusia 40-59 tahun dan 157 kalilipat dari pasien yang lebih muda dari usia 15 tahun. Laki-laki memilikitingkat kematian 1,3 kali lebih besar daripada wanita.

Kebanyakan pasien (hingga 85%) dengan GBS mencapai pemulihan penuhdan fungsional dalam waktu 6-12 bulan. Pemulihan maksimal 18 bulan.Perkiraan menunjukkan 15-20% dari pasien mengalami defisit residualmoderat, dan 1-10% sisanya mengalami kecacatan.

Pasien mungkin mengalami kelemahan terus-menerus, areflexia,ketidakseimbangan, atau kehilangan sensori. Sekitar 7-15% dari pasienmengalami gejala sisa neurologis permanen termasuk footdrop bilateral,pengecilan otot tangan intrinsik, ataksia sensorik, dan dysesthesia. Pasien jugamungkin menunjukkan perbedaan jangka panjang dalam intensitas nyeri,kelelahan, dan gangguan fungsional dibandingkan dengan kontrol yang sehat.

9. KESIMPULAN

Ny. B, 43 tahun mengalami Gullain Barre Syndrome tipe AMSAN

Page 22: Guillain Barre Syndrome

10. DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A; Lorraine. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Ed 6. Jakarta : EGC.

2. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. 2000. Sindroma Guillain Barre:

Neurologi Klinis Dasar. Cetakan kedelapan. Jakarta: Dian Rakyat

3. Seneviratne U MD(SL), MRCP. Guillain-Barre Syndrome:

Clinicopathological Types and Electrophysiological Diagnosis. Departement

of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus; 2003.

4. Newswanger Dana L., Warren Charles R., Guillain-Barre Syndrome,

http://www.americanfamilyphysician.com.

5. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Guillan-Barre

Syndrome. 2009. Available from : URL :

http://www.ninds.nih.gov/disorders/gbs/gbs.htm#Publications. [diakses

tanggal 17 Desember 2013]. Last update ; 2009.

6. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre : Neurologi

Klinis Dasar, Cetakan ke 8. Dian Rakyat, Jakarta, 2000.

7. Price, Sylvia A; Lorraine. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Ed 6. Jakarta : EGC.

8. Brooks, Geo F., et al 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, &

Adelberg. Edisi 23. Jakarta: EGC

9. Lumbantobing, S.M. 2006. Neurologi Klinik Pemerikaan Fisik dan Mental.

Jakarta : FKUI

10. Ropper H A, Brown H R. Adam’s and Victor, Principles of Neurological 8th

edition. United States of America; 2005. p.1117-27

11. Walling AD, Dickson G. 2013. Guillain-Barre syndrome. Am Fam Physician.

Pg 87:191-197

12. Hughes RAC et al. Practice parameter:immunotherapy for Guillain-Barre

Syndrome: Report of the quality standards subcommitee of the American

Academy of Neurology. Neurology 2003; 61:736

13. Seneviratne, Udaya. Guillain Barre syndrome. Postgrad Med Journal2000;76:774-782.

14. Andary,MichaelT.\2012. Guillain-Barre Syndrome. Di unduh dari :http://emedicine.medscape.com pada tanggal 18 Desenber 2013 pukul 18.08