icaserd working paper no -...

21
ICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus Komoditas Kentang) Supriyati April 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Upload: dotu

Post on 03-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

ICASERD WORKING PAPER No.49

ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus Komoditas Kentang) Supriyati

April 2004

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Page 2: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

ICASERD WORKING PAPER No. 49

ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus Komoditas Kentang)

Supriyati

April 2004

Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini, pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P. Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi: Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Siti Fajar Ningrum SS, M. Rahmat, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari. Alamat Redaksi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161, Telp. 0251-333964, Fax. 0251-314496, E-mail : [email protected]

No. Dok.060.49.01.04

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Page 3: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

1

ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (KASUS KOMODITAS KENTANG)

Supriyati

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor 16161

ABSTRAK

Salah satu alat ukur untuk melihat dinamika tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai

Tukar Pertanian (NTPR), yang mencakup Nilai Tukar Komoditas Pertanian (NTKP) dan Nilai Tukar Petani (NTP). Peningkatan NTPR, NTKP dan NTP mengindikasi peningkatan kesejahteraan masyarakat pertanian dan sebaliknya.Tulisan ini akan mengkaji NTP dan NTKP, dengan mengambil kasus komoditas kentang di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran yang mendapat prioritas karena permintaan kentang semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah penduduk dan keadaan ekonomi masyarakat terutama di daerah perkotaan. Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan tulisan ini adalah : (1) Mengkaji perilaku NTKP komoditas kentang dan faktor-faktor yang mempengaruhi; (2) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi harga kentang; dan (3) Mengkaji nilai tukar penerimaan komoditas kentang. Kegiatan pembangunan ekonomi periode tahun 1987-1998, mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan petani kentang di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, namun di Provinsi Sulawesi Selatan terjadi penurunan tingkat kesejahteraan. Dalam periode yang sama, harga kentang dan harga yang dibayar petani untuk pupuk, tenaga kerja, makanan, non-makanan cenderung meningkat. Secara rataan, pertumbuhan harga kentang di Jawa Tengah dan Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan laju harga yang dibayar petani, sementara di Sulawesi Selatan, pertumbuhan harga kentang lebih rendah dibandingkan dengan harga yang dibayar. Penurunan kesejahteraan petani kentang di Sulawesi Selatan disebabkan karena daya tukar kentang terhadap makanan dan pupuk menurun. Harga kentang tingkat produsen di tiga Provinsi contoh antara lain dipengaruhi oleh produksi dan IHK (Indeks Harga Konsumen) pedesaan. Peningkatan produksi menyebabkan penurunan harga, sementara IHK pedesaan berpengaruh positif terhadap harga. Dilihat dari indikator nilai tukar penerimaan, usahatani kentang di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masih menguntungkan. Nilai tukar penerimaan terhadap biaya produksi jauh lebih kecil dari nilai tukar penerimaan terhadap biaya tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kentang merupakan usahatani yang padat modal. Nilai tukar penerimaan terhadap biaya bibit dan obat-obatan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tukar penerimaan biaya pupuk, fenomena ini menunjukkan bahwa dalam struktur biaya usahatani kentang, biaya bibit dan obat-obatan lebih tinggi dari biaya pupuk. Nilai tukar penerimaan komoditas kentang dipengaruhi: tingkat penerapan teknologi, harga sarana produksi (terutama bibit dan obat-obatan), tingkat produktivitas dan harga jual komoditas kentang. Kendala tingkat penerapan teknologi di tingkat petani antara lain disebabkan oleh mahalnya harga bibit dan obat-obatan impor. Kata kunci : nilai tukar komoditas, nilai tukar petani, komoditas kentang

PENDAHULUAN

Latar Belakang Pembangunan pertanian pada dasarnya ditujukan untuk peningkatan

kesejahteraan masyarakat terutama petani. Pembangunan pertanian telah memberikan

sumbangan besar dalam keberhasilan pembangunan nasional, baik sumbangan langsung

seperti dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan

Page 4: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

2

masyarakat, perolehan devisa melalui ekspor dan penekanan inflasi, maupun sumbangan

tidak langsung melalui penciptaan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan

dan hubungan sinergis dengan sektor lain (Simatupang, 1992; Bunasor, 1997).

Dengan orientasi pembangunan pertanian ke arah perbaikan kesejahteraan

pelaku pembangunan yaitu petani, maka sangat relevan untuk mengkaji dampak

pembangunan yang dilaksanakan terhadap perbaikan kesejahteraan petani. Salah satu

alat ukur untuk melihat dinamika tingkat kesejahteraan tersebut adalah Nilai Tukar

Pertanian (NTPR), yang mencakup Nilai Tukar Komoditas Pertanian (NTKP) dan Nilai

Tukar Petani (NTP). Peningkatan NTPR, NTKP dan NTP mengindikasi peningkatan

kesejahteraan masyarakat pertanian dan sebaliknya.

NTKP berkaitan dengan kekuatan daya tukar/daya beli dari komoditas pertanian

terhadap komoditas/produksi lain yang dipertukarkan. Sedangkan NTP berkaitan dengan

kemampuan daya beli petani dalam membiayai kebutuhan hidup rumah tangganya.

NTKP sangat berkaitan dengan profitabilitas usaha pertanian, kegairahan petani dalam

berusahatani dan tingkat kesejahteraan masyarakat pertanian / petani.

Tulisan ini akan mengkaji NTP dan NTKP, dengan mengambil kasus komoditas

kentang di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Hal ini didasarkan atas

peranan komoditas tersebut. Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran yang

mendapat prioritas karena kebutuhan akan kentang semakin meningkat dengan

meningkatnya jumlah penduduk dan keadaan ekonomi masyarakat terutama di daerah

perkotaan. Pada tahun 1999, tingkat konsumsi kentang di Jawa mencapai 0,067

kg/kapita/bulan, sementara di Luar Jawa sebesar 0,102 kg/kapita/bulan. Apabila diperinci

menurut golongan pengeluaran, nampak bahwa konsumsi kentang lebih besar pada

golongan pendapatan tinggi (BPS, 1999).

Di Indonesia, produksi komoditas kentang menyebar hampir diseluruh provinsi,

lima provinsi yang merupakan sentra produksi kentang adalah Jawa Barat, Sumatera

Utara, Jawa Tengah, Jambi dan Sumatera Barat. Proporsi luas panen di Jawa Tengah

mencapai 22,71 persen dan Jawa Timur (15,71 %). Sementara peranan Jawa Tengah

dan Jawa Timur dalam produksi total Indonesia berturut-turut adalah 25,93 persen dan

12,09 persen. (Supriyati, 2000).

Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan tulisan ini adalah : (1) Mengkaji

perilaku NTKP komoditas kentang dan faktor-faktor yang mempengaruhi; (2) Mengkaji

faktor-faktor yang mempengaruhi harga kentang; dan (3) Mengkaji nilai tukar penerimaan

komoditas kentang.

Page 5: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

3

Kerangka Pemikiran

Istilah nilai tukar sesungguhnya mempunyai arti yang luas. Secara umum nilai

tukar dapat digolongkan dalam empat kelompok (Tsakok,1990; Diakosavvas dan

Scandizzo, 1991; Simatupang,1992; Chacholiades,1990 dalam Rachmat, 2000 ), yaitu :

(a) Nilai Tukar Barter ( Barter Terms of Trade), (b) Nilai Tukar Faktorial (Factorial Term of

Trade), (c) Nilai Tukar Pendapatan (Income Terms of Trade), dan (d) Nilai Tukar Petani.

Biro Pusat Statistik (BPS) merupakan lembaga resmi yang melakukan pengukuran

Nilai Tukar Petani (NTP). NTP didefinisikan sebagai rasio antara harga yang diterima

petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB), dan dapat diformulasikan sebagai

berikut :

NTP = HT / HB ; ........................… (1)

HT merupakan harga hasil produksi ditingkat petani, sementara HB terdiri dari komponen

biaya konsumsi rumahtangga (konsumsi pangan dan non pangan) dan biaya sarana

produksi. NTP dinyatakan dalam bentuk indeks, indeks tersebut merupakan nilai tertimbang

terhadap kuantitas pada tahun dasar tertentu. Pergerakan nilai indeks akan ditentukan

oleh penentuan tahun dasar, karena perbedaan penggunaan tahun dasar akan

menghasilkan keragaan perkembangan indeks yang berbeda.

Petani yang dimaksud adalah individu yang berusaha di bidang usahatani lahan

(land base), mencakup usahatani komoditas tanaman bahan makanan dan tanaman

perkebunan rakyat. Petani tersebut adalah pemilik maupun petani penggarap

(sewa/kontrak/bagi hasil) atas risiko sendiri dengan tujuan untuk dijual. HT merupakan

rata-rata harga produsen atas hasil produksi petani yang merupakan rataan harga

yang diterima di sawah/ladang atau farm gate. Dengan kata lain, HT merupakan harga

tertimbang dari setiap komoditas (barang) yang dihasilkan. Penimbang yang digunakan

adalah nilai produksi yang dijual petani dari setiap komoditas tersebut. Harga dari setiap

kelompok komoditas merupakan harga tertimbang dari harga rata- rata setiap komoditas

penyusunnya. Lebih lanjut dengan memperhatikan kelompok komoditas unsur penyusun

harga yang diterima petani, yaitu padi, palawija, sayuran, buah-buahan dan tanaman

perkebunan, maka NTP dapat didekomposisi menjadi nilai tukar komoditas (NTKP).

HB merupakan harga tertimbang dari harga biaya konsumsi makanan, konsumsi

non makanan dan biaya produksi serta penambahan barang modal dari barang yang

dikonsumsi atau dibeli petani. Harga yang dimaksud adalah harga eceran barang/jasa di

pasar pedesaan. Dengan mengelompokkan produk penyusun harga yang dibayar petani

Page 6: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

4

dalam kelompok barang konsumsi dan kelompok penggunaan sarana produksi, maka

nilai tukar petani (NTP) dapat didekomposisikan menjadi Nilai Tukar Petani terhadap

Produk Konsumsi (NTK) dan Nilai Tukar Petani terhadap Sarana Produksi (NTS).

NTP = HT / HB; …………………… (2)

NTP = HT / (b1 HK + b2 SP);

Atau NTP = c1 NTK + c2 NTS; …..................…...… (3)

Nilai tukar konsumsi (NTK) merupakan rasio antara harga produksi komoditas

pertanian terhadap harga barang konsumsi (NTK = HT/HK). Dengan demikian NTK

menggambarkan kekuatan daya beli ("purchasing power") komoditas pertanian yang

dihasilkan terhadap barang konsumsi (manufaktur). Nilai tukar Sarana Produksi (NTS)

merupakan rasio antara harga produksi komoditas pertanian dengan harga input

produksi (NTS= HT/HSP), merupakan kekuatan daya beli komoditas yang dihasilkan

petani terhadap input produksi yang digunakan petani.

Pada tahap yang lebih rinci barang yang dikonsumsi petani dapat dikelompokkan

menjadi kelompok barang konsumsi pangan dan barang konsumsi non pangan, dan

input produksi dapat pula dibedakan dalam input pupuk, tenaga kerja dan input modal

lainnya. Dengan demikian secara lebih rinci NTK dapat pula didekomposisi menjadi : (1)

Nilai tukar terhadap konsumsi pangan (NTKP), (2) Nilai tukar terhadap konsumsi non

pangan (NTKN), (3) Nilai tukar terhadap Pupuk (NTSP), (4) Nilai tukar terhadap tenaga

kerja (NTST), dan (5) Nilai tukar terhadap modal (NTSM). Dengan demikian maka

perhitungan dan analisa nilai tukar petani dapat didekomposisi sebagai berikut:

NTPTi = ei NTKPi+ei NTKNi+eiNTSPi+ ei NTSLi + ei NTSMi; …...…........ (4) dimana : NTPTi = nilai tukar petani komoditas i, NTKPi = nilai tukar komoditas i terhadap produk konsumsi pangan, NTKNi = nilai tukar komoditas i thd produk konsumsi non-pangan, NTSPi = nilai tukar komoditas i terhadap pupuk, NTSLI = nilai tukar komoditas i terhadap tenaga kerja, NTSMi = nilai tukar komoditas i terhadap modal, i = kelompok komoditas, ei = pangsa unsur nilai tukar terhadap nilai tukar komoditas i;

NTKP merupakan rasio antara harga kentang yang diterima petani dengan harga

yang dibayar petani. Dengan demikian maka faktor faktor yang mempengaruhi nilai

tukar petani identik dengan faktor faktor yang mempengaruhi harga. Secara teoritis

mekanisme pembentukan harga diturunkan dari fungsi penawaran dan fungsi permintaan

serta dipengaruhi oleh adanya distorsi pasar berupa kebijaksanaan pemerintah dalam

Page 7: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

5

penetapan harga dan atau adanya struktur pasar yang tidak kompetitif (Rachmat, 2000).

Harga komoditas pertanian dipengaruhi oleh penawaran dan permintaannya masing

masing, dan dengan asumsi permintaan rumahtangga harian dalam satu bulan

cenderung tetap maka harga komoditas tersebut sangat dipengaruhi oleh perkembangan

produksinya. Dengan demikian harga komoditas tersebut dapat dirumuskan sebagai

berikut :

HKOMjt = f (PRKOMt, INFt ); …………………………… (5)

Dimana : HKOMjt = Harga komoditas j pada waktu t; PRKOMjt = Produksi komoditas j waktu t; INFt = Inflasi pada waktu t; Metoda analisis

NTKP merupakan rasio antara harga komoditas kentang terhadap harga yang

dibayar petani. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi NTKP, maka akan

dilakukan dekomposisi terhadap pengeluaran untuk konsumsi (makanan dan non

makanan), pupuk dan tenaga kerja. Secara ringkas analisis yang digunakan adalah

sebagai berikut :

NTKPI = HTi/ HB

NTKPI-MAK = HTi/HMAK

NTKPI-NMAK = HTi/HNMAK

NTKPI-PUPUK = HTi/PUPUK

NTKPI-UPAH = HTi/UPAH

dimana :

NTKPi = nilai tukar petani komoditas i HTi = harga yang diterima petani kentang ( diproksi dengan harga produsen) HB = harga yang dibayar petani NTKPI-MAK = nilai tukar komoditas i terhadap produk konsumsi pangan NTKPI-NMAK = nilai tukar komoditas i terhadap produk konsumsi non- pangan NTKPI-PUPUK = nilai tukar komoditas i terhadap pupuk NTKPI-UPAH = nilai tukar komoditas i terhadap tenaga kerja i = komoditas kentang

NTKP berkaitan dengan profitabilitas usaha pertanian dan kegairahan petani

dalam berusahatani, pada kasus komoditas kentang dengan mengambil kasus data

Page 8: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

6

primer di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan akan dianalisis Nilai Tukar Penerimaan

Komoditas (NTPK) yang merupakan daya ukur penerimaan komoditas pertanian yang

dihasilkan per unit (hektar) terhadap nilai input untuk memproduksi komoditas tersebut.

NTPK = Py. Qy / Pxi. Qxi

Dimana :

NTPK = nilai tukar komoditas kentang

Py = harga produk

Px = harga input

Qy = tingkat produksi per hektar

Qx = tingkat penggunaan input per hektar

i = jenis input

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi harga kentang, digunakan

metoda analisis regresi seperti dikemukakan pada persamaan (5) di atas. Analisis

didasarkan data harga bulanan pada periode 1987-1998.

Sumber dan Cakupan Data

Sesuai dengan konsep nilai tukar yang lebih mempunyai arti apabila dianalisis

secara dinamik, maka data yang digunakan untuk analisis NTKP dan dekomposisinya

berupa data deret waktu (time series data) dari tahun 1987-1998, yang bersumber dari

BPS. Analisis mencakup Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

Sementara itu untuk analisis NTPK digunakan data primer yang mengambil kasus di

Kabupaten Wonosobo (Provinsi Jawa Tengah ) dan Kabupaten Sinjai (Provinsi Sulawesi

Selatan).

PERILAKU NTKP KOMODITAS KENTANG

Dengan asumsi NTKP komoditas kentang merupakan indikator kesejahteraan

petani kentang, maka dalam periode tahun 1987-1998, kegiatan pembangunan ekonomi

telah meningkatkan tingkat kesejahteraan petani kentang di Provinsi Jawa Tengah dan

Jawa Timur, sementara itu di Provinsi Sulawesi Selatan terjadi penurunan tingkat

kesejahteraan, seperti terlihat pada Tabel 1. Hasil penelitian Rachmat (2000) dalam

periode yang sama menunjukkan bahwa dalam periode tersebut NTP Sulawesi Selatan

meningkat, sementara itu di Jawa Timur dan Jawa Tengah menurun. Pada periode yang

Page 9: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

7

sama, NTP sayuran di Jawa Tengah Jawa Timur dan Sulawesi Selatan meningkat. Hal

ini menunjukkan bahwa peranan komoditas kentang dalam pembentukan NTP dan NTP

sayuran berbeda antar wilayah.

Tabel 1. Perkembangan NTKP kentang, 1987-1998 (1987=100)

Tahun Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan

1987 100,00 100,00 100,00 1988 108,09 116,55 93,68 1989 92,92 102,52 83,91 1990 95,85 93,21 75,59 1991 113,46 116,03 76,68 1992 90,17 93,73 72,07 1993 93,65 89,89 63,60 1994 142,88 129,51 68,50 1995 129,74 118,88 71,86 1996 131,51 123,90 73,59 1997 123,45 142,17 68,78 1998 122,86 143,76 104,18

Rataan 112.05 114.18 79.37 Pertumbuhan(%/th) 2,87 3,14 -1,33

Sumber : BPS (diolah)

Dengan menggunakan tahun 1987 sebagai tahun dasar, kesejahteraan petani

kentang di Jawa Tengah pada tahun 1989, 1990, 1992 dan 1993 lebih rendah

dibandingkan dengan tahun 1987. Di Jawa Timur, penurunan kesejahteraan petani

kentang terjadi pada tahun 1990, 1992 dan 1993. Berbeda dengan kasus di Jawa,

kesejahteraan petani kentang di Sulawesi Selatan dalam periode 1988-1998 cenderung

lebih rendah dibandingkan dengan tahun 1987 (kecuali pada tahun 1998).

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi NTKP komoditas kentang,

maka NTKP didekomposisi terhadap penyusunnya. Dalam tulisan ini dekomposisi

dilakukan terhadap pupuk, tingkat upah, harga makanan, harga non-makanan. Rasio

antara harga komoditas pertanian terhadap harga sarana produksi dan barang konsumsi

dikenal juga sebagai Nilai Tukar Barter (NTB). Dengan demikian, NTB kentang

menggambarkan tingkat daya tukar harga kentang terhadap harga sarana produksi dan

barang konsumsi. Sebelum sampai pembahasan NTB, akan dibahas perkembangan

harga kentang tingkat produsen, dan harga rata-rata makanan, non makanan, pupuk dan

upah.

Dalam periode tahun 1987-1998, harga kentang di tiga provinsi contoh

berfluktuasi, secara rataan pada periode tersebut laju pertumbuhan harga kentang di

Jawa Tengah sebesar 13,46 persen per tahun, Jawa Timur (15,21%/tahun) dan Sulawesi

Page 10: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

8

Selatan 10,83 persen per tahun. seperti terlihat pada Tabel 2. Di samping itu, dari tabel

yang sama terlihat bahwa koefisien keragaman harga kentang per tahun di ketiga

provinsi cukup tinggi. Hasil kajian Supriyati (2000) menunjukkan bahwa di Jawa Tengah

dan Jawa Timur pada tahun 1992, 1995 dan 2000 harga kentang menurun, sementara

pada tahun-tahun lainnya meningkat. Fluktuasi dan laju pertumbuhan harga bulanan

yang cukup besar terjadi pada tahun 1998, dimana pada waktu tersebut di negara kita

terjadi krisis ekonomi. Sementara itu, di Sulawesi Selatan harga kentang cenderung

meningkat kecuali pada tahun 1992 dan 1999.

Tabel 2. Perkembangan harga kentang tingkat produsen di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, 1987-1998

Tahun Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan (Rp./ kg) KK (Rp./ kg) KK (Rp./ kg) KK

1987 250,41 51,53 245,09 52,37 313,56 51,25 1988 299,79 51,83 316,68 52,24 310,28 51,11 1989 280,89 51,22 302,57 51,22 307,23 51,12 1990 313,69 51,35 299,62 51,40 295,87 51,10 1991 419,36 52,12 416,11 52,47 329,16 51,41 1992 358,92 51,76 359,02 51,64 334,95 51,16 1993 402,23 51,50 378,43 51,52 324,74 51,15 1994 685,92 51,72 616,08 51,95 391,30 51,34 1995 713,22 51,10 647,96 51,36 480,24 51,23 1996 784,44 51,11 745,87 51,37 536,47 51,11 1997 794,59 51,17 929,94 51,53 539,60 51,30 1998 1147,58 53,00 1460,08 52,29 1120,29 53,46

r (%/th) 13,46 15,21 10,83

Sumber: Statistik Harga Produsen (BPS) Keterangan : KK : Koefisien Keragaman r : Tingkat pertumbuhan

Sementara itu, harga yang dibayar petani untuk pupuk, tenaga kerja, makanan,

non-makanan cenderung meningkat sepanjang tahun (Tabel 3). Namun secara rataan,

pertumbuhan harga kentang di Jawa Tengah dan Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan

dengan laju harga yang dibayar petani. Hal ini antara lain yang menyebabkan

kesejahteraan petani kentang di kedua provinsi tersebut cenderung meningkat. Di

Sulawesi Selatan, pertumbuhan harga kentang lebih rendah dari pertumbuhan harga

pupuk dan harga makanan namun masih lebih tinggi dari pertumbuhan harga non

makanan dan tingkat upah, namun secara agregat pertumbuhan harga kentang lebih

rendah dibandingkan dengan harga yang dibayar sehingga mengakibatkan

kesejahteraan petani kentang cenderung menurun.

Page 11: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

9

Tabel 3. Perkembangan harga rata-rata makanan, non-makanan, pupuk dan tingkat upah di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, 1987 – 1998

Tahun Harga Tingkat Makanan Non Makanan Pupuk Upah

1987 619,90 3.559,31 135,61 721,40 1988 701,29 3.811,85 152,86 773,26 1989 754,26 4.134,42 187,26 869,09 1990 801,75 4.517,31 219,15 961,14 1991 892,79 5.189,53 248,09 1.106,79 1992 935,59 5.665,93 269,91 1.278,07 1993 991,35 6.165,57 302,85 1.424,81 1994 1.142,58 6.541,12 320,42 1.664,52 1995 1.320,31 7.239,28 368,86 1.999,04 1996 1.392,77 7.855,89 434,88 2.316,49 1997 1.514,14 8.287,63 481,15 2.344,34 1998 2.553,63 10.863,66 526,20 3.020,67

Pertumbuhan (%/th) 11,23 9,37 11,48 12,84 Jawa Timur

1987 699,79 4.202,29 128,74 706,82 1988 795,39 4.533,56 146,33 790,21 1989 856,63 4.905,38 179,53 867,43 1990 918,08 5.386,47 208,43 962,54 1991 1.007,01 6.105,50 238,85 1.100,85 1992 1.038,16 6.653,06 260,31 1.268,49 1993 1.113,42 7.422,60 293,46 1.454,24 1994 1.305,96 7.945,97 326,23 1.699,37 1995 1.523,94 8.683,40 388,92 2.026,58 1996 1.650,88 9.357,60 512,68 2.348,74 1997 1.774,30 10.048,68 599,66 2.629,99 1998 3.260,74 14.174,06 677,33 3.216,53

Pertumbuhan (%/th) 12,25 10,01 14,45 13,60 Sulawesi Selatan

1987 812,01 2.187,23 125,00 1.208,48 1988 868,50 2.297,94 135,92 1.255,55 1989 969,56 2.500,02 157,50 1.394,97 1990 1.036,68 2.680,10 168,53 1.501,96 1991 1.119,37 3.002,16 190,14 1.625,08 1992 1.225,24 3.205,56 205,75 1.743,07 1993 1.362,88 3.548,95 224,93 1.837,59 1994 1.560,17 3.781,95 258,55 2.052,54 1995 1.880,00 4.111,99 332,60 2.323,67 1996 2.038,33 4.337,05 413,28 2.644,92 1997 2.203,98 4.530,96 492,62 2.831,91 1998 3.255,09 6.158,08 558,91 3.304,16

Pertumbuhan (%/th) 11,91 8,57 13,91 9,10 Sumber: BPS

NTB kentang terhadap pupuk pada periode tahun 1987-1998 di 3 provinsi contoh

berfluktuasi, sampai dengan tahun 1996 cenderung meningkat, tahun 1997 menurun dan

Page 12: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

10

meningkat lagi pada tahun 1998 dan 1999 (Tabel 4). Penurunan nilai tukar barter pada

tahun 1997 disebabkan karena terjadi peningkatan harga rata-rata pupuk, sementara

peningkatan pupuk rata-rata pada tahun 1998 dapat diimbangi oleh peningkatan harga

kentang sehingga tidak menyebabkan penurunan NTB.

Sementara itu, NTB kentang terhadap upah di tiga provinsi contoh mempunyai

pola yang berbeda. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, pada periode 1992-1994

meningkat, kemudian cenderung menurun sampai tahun 1998 (khusus di Jawa Tengah),

tetapi di Jawa Timur mulai tahun 1997 meningkat lagi. Di Sulawesi Selatan, nilai tukar

barter kentang terhadap upah pada periode tahun 1992-1997 relatif stabil, peningkatan

yang cukup besar baru terjadi pada tahun 1998. Melihat besaran nilai tukar barter

kentang terhadap upah, terlihat bahwa nilai tukar barter di Jawa Tengah dan Jawa Timur

lebih besar dari Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat upah di Sulawesi

Selatan lebih tinggi dari Jawa.

Daya tukar harga kentang terhadap makanan di Jawa Tengah sampai dengan

tahun 1996 meningkat, kemudian menurun pada tahun 1997 dan tahun 1998. Hal ini

menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 1996 laju pertumbuhan harga kentang lebih

tinggi dibandingkan harga makanan, sementara pada tahun 1997 dan 1998 terjadi hal

yang sebaliknya. Di Jawa Timur, pada periode tahun 1992-1997 meningkat, dan baru

pada tahun 1998 pertumbuhan harga kentang lebih lambat dari harga makanan yang

menyebabkan menurunnya daya tukar terhadap makanan. Di Sulawesi Selatan terdapat

gambaran yang berbeda, sampai dengan tahun 1997, daya tukar komoditas kentang

terhadap makanan berfluktuasi dalam kisaran 0,24 – 0,27, peningkatan baru terjadi pada

tahun 1998. Lagi-lagi terlihat bahwa harga makanan di Sulawesi Selatan lebih tinggi

dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Daya tukar komoditas kentang terhadap harga non-makanan cenderung

meningkat pada tahun 1994, dan pada periode 1994-1999 relatif stabil. Hanya di

Sulawesi Selatan, pada tahun 1998 menunjukkan peningkatan yang cukup besar. hal ini

disebabkan karena laju pertumbuhan harga kentang pada tahun 1998 (yang mencapai

7,15 % per bulan) lebih tinggi dari pertumbuhan harga non-makanan yang hanya sebesar

6,23 persen.

Page 13: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

11

Tabel 4. Perkembangan nilai tukar barter kentang di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan 1987-1998

NTB kentang terhadap Tahun Makanan Non Makanan Pupuk Tingkat Upah

Jawa Tengah

1987 0,40 0,07 1,85 0,35 1988 0,43 0,08 1,96 0,39 1989 0,37 0,07 1,50 0,32 1990 0,39 0,07 1,43 0,33 1991 0,47 0,08 1,69 0,38 1992 0,38 0,06 1,33 0,28 1993 0,41 0,07 1,33 0,28 1994 0,60 0,10 2,14 0,41 1995 0,54 0,10 1,93 0,36 1996 0,56 0,10 1,80 0,34 1997 0,52 0,10 1,65 0,34 1998 0,45 0,11 2,18 0,38

Pertumbuhan (%/th) 2,94 4,13 1,39 0,29 Jawa Timur

1987 0,35 0,06 1,90 0,35 1988 0,40 0,07 2,16 0,40 1989 0,35 0,06 1,69 0,35 1990 0,33 0,06 1,44 0,31 1991 0,41 0,07 1,74 0,38 1992 0,35 0,05 1,38 0,28 1993 0,34 0,05 1,29 0,26 1994 0,47 0,08 1,89 0,36 1995 0,43 0,07 1,67 0,32 1996 0,45 0,08 1,45 0,32 1997 0,52 0,09 1,55 0,35 1998 0,45 0,10 2,16 0,45

Pertumbuhan (%/th) 3,08 4,67 -0,59 0,52 Sulawesi Selatan

1987 0,39 0,14 2,51 0,26 1988 0,36 0,14 2,28 0,25 1989 0,32 0,12 1,95 0,22 1990 0,29 0,11 1,76 0,20 1991 0,29 0,11 1,73 0,20 1992 0,27 0,10 1,63 0,19 1993 0,24 0,09 1,44 0,18 1994 0,25 0,10 1,51 0,19 1995 0,26 0,12 1,44 0,21 1996 0,26 0,12 1,30 0,20 1997 0,24 0,12 1,10 0,19 1998 0,34 0,18 2,00 0,34

Pertumbuhan (%/th) -2,59 0,82 -4,71 0,39 Sumber : BPS (diolah)

Page 14: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

12

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Kentang

Untuk mengembangkan komoditas hortikultura, pemerintah menetapkan berbagai

kebijakan. Sutrisno (2000) dan Winarno (2000) dalam Hadi (2000) menyebutkan bahwa

program pengembangan hortikultura yang ditempuh adalah: (1) Program Ketahanan

Pangan yang bertujuan agar masyarakat mampu memperoleh dan mengkonsumsi

produk hortikultura sepanjang tahun dengan harga yang terjangkau melalui peningkatan

produksi, produktivitas, pendapatan/ kesejahteraan petani serta kesempatan kerja on-

farm dan off-farm; (2) Program Pengembangan Agribisnis yang bertujuan meningkatkan

pendapatan petani melalui peningkatan daya saing melalui peningkatan efisiensi

manajemen usaha, penggunaan skala efisien dan pemilihan komoditas bernilai ekonomi

tinggi yang berorientasi pada pasar, baik domestik maupun ekspor; dan (3) Program

Rintisan Korporasi melalui pembinaan kerjasama ekonomi dalam kelompok tani melalui

konsolidasi manajemen usahatani dalam skala efisien dan manajemen profesional untuk

menciptakan nilai tambah sehingga efisiensi usaha dan daya saing komoditas dalam

jangka panjang meningkat.

Di bidang perdagangan internasional, semula pemerintah menetapkan tarif impor

cukup tinggi dengan dua tujuan utama, yaitu: (1) Melindungi produsen dalam negeri dari

persaingan komoditas impor sejenis sekaligus mendorong petani meningkatkan

produksinya; dan (2) Menciptakan pendapatan pemerintah. Tarif yang berlaku umum

untuk komoditas hortikultura (kentang, bawang merah, bawang putih, kubis, pisang dan

jeruk) pada tahun 1995 berkisar antara 10–30 persen untuk produk segar/dingin, namun

pada tahun 1999 tarif impor umum menurun menjadi 5 persen. Penurunan drastis tarif

impor tersebut secara teoritis akan meningkatkan impor dan menurunkan harga

komoditas hortikultura di pasar dalam negeri (Hadi, 2000).

Dalam kajian ini, variabel kebijakan pembangunan pertanian didekati dengan

tingkat produksi, sementara dampak yang diamati adalah tingkat harga yang diterima

petani. Hal ini disebabkan karena harga mempunyai peranan penting dalam

pembentukan penerimaan/pendapatan dari usahatani. Hasil analisa faktor-faktor yang

mempengaruhi harga kentang tingkat produsen di tiga provinsi contoh menunjukkan

bahwa peningkatan produksi komoditas yang bersangkutan yang menyebabkan

penurunan harga secara nyata terjadi di Jawa Timur, sementara di dua provinsi contoh

lainnya menyebabkan harga cenderung menurun (negatif tidak nyata), seperti terlihat

pada Tabel 5.

Page 15: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

13

Tabel 5. Nilai dugaan regresi dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga kentang di tiga Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, tahun 1987-1998

Variabel Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan

Intercept Produksi IHK pedesaan

5,3584 *** -0,0352 1,0651 ***

10,9870 *** -0,1575 ** 0,4114 ***

4,3929 *** -0,0136 1,2100 ***

Adj. R2 0,8825 0,4693 0,9416 Keterangan: *** = Nyata pada tingkat kepercayaan 99 %. ** = Nyata pada tingkat kepercayaan 95 %. * = Nyata pada tingkat kepercayaan 90 %.

Di Jawa Timur, harga kentang tingkat produsen selain dipengaruhi oleh produksi

dan IHK pedesaan juga banyak diperngaruhi faktor lain, terlihat dari nilai Adj. R2 yang

relatif kecil, yaitu 0,4693. Sementara di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, sekitar 88–

94 persen variasi harga tingkat produsen disebabkan karena variasi produksi dan IHK

pedesaan. Pengaruh produksi terhadap harga yang tidak nyata diduga disebabkan

karena permintaan per kapita belum tercukupi, sehingga peningkatan produksi masih

dapat diserap oleh pasar. IHK pedesaan berpengaruh positif nyata terhadap harga

komoditas kentang, fenomena ini menunjukkan bahwa perkembangan harga komoditas

mengikuti perkembangan tingkat inflasi, sehingga harga riil yang diterima petani tidak

menurun.

PERILAKU NILAI TUKAR PENERIMAAN KOMODITAS KENTANG

Nilai tukar penerimaan didefinisikan sebagai rasio antara penerimaan dari

komoditas tersebut dengan biaya produksi yang dikeluarkan untuk memproduksi

komoditas tersebut. Nilai tukar penerimaan dapat dijadikan indikator profitabilitas

usahatani komoditas tersebut. Dilihat dari indikator nilai tukar penerimaan, usahatani

kentang di Sulawesi Selatan masih menguntungkan baik pada lahan garapan rendah,

sedang maupun tinggi (Tabel 6).

Dari Tabel 6 terlihat bahwa nilai tukar penerimaan terhadap biaya produksi pada

lahan garapan sempit lebih tinggi, hal ini disebabkan karena petani sempit tidak

mempekerjakan tenaga kerja luar keluarga. Sementara pada garapan luas, biaya tenaga

kerja dapat mencapai Rp 2,344 – 3,89 juta per ha.

Page 16: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

14

Tabel 6. Analisa nilai tukar penerimaan komoditas kentang di Sulawesi Selatan, menurut luas garapan, tahun 1999/2000

Luas garapan Uraian Sempit Sedang Luas

I. Biaya 27,833.33 19,815.33 39,248.98 1. Sarana produksi 1.1 Bibit 8333.33 8111.11 12100 1.2 Pupuk - pupuk kandang 2333.33 3144.44 3870 - pupuk kimia 5000 1025.56 1276.8 1.3.Obat-obatan 4833.33 1020.22 13957.88 2. Tenaga kerja 0 2344 2897.5

II. Penerimaan 50000 23922.22 39890

III. Nilai tukar penerimaan 3.1 Terhadap biaya total 1.8 1.21 1.02 3.2. Terhadap saprodi 1.8 1.37 1.1 3.3. Terhadap bibit 6.0 2.95 3.30 3.4. Terhadap pupuk 6.82 5.74 7.75 3.5. Terhadap obat 10.34 23.45 2.86 3.6. Terhadap TK 0 10.21 13.77 Sumber : Analisa data primer.

Apabila nilai tukar penerimaan diperinci menurut biaya saprodi dan tenaga kerja

ada kecenderungan bahwa nilai tukar penerimaan terhadap biaya produksi jauh lebih

kecil dari nilai tukar penerimaan terhadap biaya tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa

usahatani kentang merupakan usahatani yang padat modal. Dari hasil dekomposisi nilai

tukar penerimaan terhadap saprodi, terlihat bahwa perilaku nilai tukar penerimaan

terhadap biaya bibit, pupuk dan obat-obatan bervariasi menurut luas garapan, yang

berbeda adalah nilai tukar penerimaan terhadap obat-obatan. Hal ini disebabkan karena

tingkat penggunaan obat-obatan tergantung pada intensitas serangan, dan keragaman

serangan hama penyakit pada lahan petani sangat tinggi.

Page 17: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

15

Tabel 7. Analisa nilai tukar penerimaan komoditas kentang di Jawa Tengah menurut luas garapan dan musim MH 98/99 MK-1 1999 MK-2 1999 MH 1999/00 MK-1 2000 MK-2 2000

sempit sedang luas sempit sedang luas sedang luas sempit luas sempit Uraian

I. Biaya (000 Rp) 17,712.00 18,726.67

14,800.00 16,416.67 18,382.22 15,092.67 9,233.50 10,817.00 9,160.00 10,817.00 9,340.00

1. Sarana produksi 12,372.00 10,830.00

14,453.33 15,265.00 15,483.33 14,453.33 8,327.50 11,932.00 4,770.00 11,932.00 5,550.00

1.1 Bibit 2,400.00 2,500.00 4,000.00 4,966.67 4,166.67 4,000.00 2,450.00 4,000.00 1,800.00 4,000.00 1,800.00 1.2 Pupuk 2,640.00 2,283.33 2,300.00 3,133.33 2,697.78 2,300.00 1,740.00 2,660.00 1,260.00 2,660.00 1,590.00 - pupuk kandang 1,200.00 1,583.33 1,400.00 1,833.33 1,794.44 1,400.00 600.00 1,100.00 800.00 1,100.00 900.00 - pupuk kimia 1,440.00 700.00 900.00 1,300.00 903.33 900.00 1,140.00 1,560.00 460.00 1,560.00 690.00 1.3.Obat-obatan 4,692.00 3,763.33 5,853.33 4,031.67 5,921.11 5,853.33 2,397.50 2,612.00 450.00 2,612.00 570.00 2. Tenaga kerja 7,980.00 10,180.0

02,646.67 4,285.00 5,596.67 2,832.67 2,646.00 1,545.00 5,650.00 1,545.00 5,380.00

3. Lainnya 106.67

II. Penerimaan (000 Rp) 13,960.00 11,916.67

10,400.00 25,583.33 31,952.78 14,000.00 13,350.00

13,720.00 2,320.00 13,720.00 4,160.00

R/C 0.79 0.64 0.70 1.56 1.74 0.93 1.45 1.27 0.25 1.27 0.45

III. Nilai tukar penerimaan 3.1. Terhadap saprodi 1.13 1.10 0.72 1.68 2.06 0.97 1.60 1.15 0.49 1.15 0.753.2. Terhadap bibit 5.82 4.77 2.60 5.15 7.67 3.50 5.45 3.43 1.29 3.43 2.313.3. Terhadap pupuk 5.29 5.22 4.52 8.16 11.84 6.09 7.67 5.16 1.84 5.16 2.623.4. Terhadap obat 2.98 3.17 1.78 6.35 5.40 2.39 5.57 5.25 5.16 5.25 7.303.5. Terhadap TK 1.75 1.17 3.93 5.97 5.71 4.94 5.05 8.88 0.41 8.88 0.773.6. Terhadap harga beras Sumber : analisa data primer

Page 18: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

16

Di Jawa Tengah, analisa nilai tukar penerimaan komoditas kentang

menunjukkan bahwa secara umum nilai tukar penerimaan terhadap biaya saprodi lebih

rendah dibandingkan dengan nilai tukar penerimaan terhadap biaya tenaga kerja,

seperti yang terjadi di Sulawesi Selatan. Apabila nilai tukar penerimaan terhadap biaya

saprodi diperinci, terlihat bahwa nilai tukar penerimaan terhadap biaya bibit dan obat-

obatan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tukar penerimaan biaya pupuk (Tabel

7). Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam struktur biaya usahatani kentang, biaya

bibit dan obat-obatan lebih tinggi dari biaya pupuk. Lebih lanjut terlihat bahwa semakin

luas garapan ada kecenderungan semakin kecil nilai tukar penerimaan terhadap bibit

dan obat-obatan. Pada petani dengan garapan luas, akan menggunakan bibit bermutu

dan obat-obatan impor dengan harga yang lebih mahal.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PENERIMAAN

KOMODITAS KENTANG

Nilai tukar penerimaan komoditas kentang dipengaruhi oleh banyak faktor yang

saling berkaitan, antara lain: tingkat penerapan teknologi, harga sarana produksi

(terutama bibit dan obat-obatan), tingkat produktivitas dan harga jual komoditas

kentang. Kendala tingkat penerapan teknologi di tingkat petani antara lain disebabkan

oleh mahalnya harga bibit yang berasal dari penangkar, mahalnya harga obat-obatan

impor sementara komoditas kentang termasuk komoditas yang memerlukan perawatan

intensif sehingga kebutuhan obat-obatan relatif banyak.

Tingkat produktivitas usahatani kentang dipengaruhi oleh faktor iklim, tingkat

penggunaan bibit (jumlah dan mutunya), tingkat penggunaan pupuk dan serangan

hama penyakit. Budidaya komoditas kentang di daerah contoh hampir diusahakan

sepanjang waktu, hal ini dilakukan untuk menjaga adanya kontinuitas produksi dari

daerah serta produksi, serta untuk memperoleh harga jual yang tinggi. Namun,

penanaman di luar musim mempunyai resiko kegagalan yang cukup tinggi. Tingkat

penggunaan bibit baik jumlah dan mutunya berkorelasi positif terhadap produksi,

penggunaan bibit 10–15 kuintal per ha dan bibit berasal dari penangkar, maka

produksi yang akan diperoleh berkisar antara 20–30 ton. Namun, jumlah penggunaan

dan mutu bibit mengakibatkan biaya bibit yang cukup tinggi, dan bagi sebagian besar

petani masih merupakan kendala.

Seperti halnya tingkat penggunaan bibit, tingkat penggunaan pupuk, baik pupuk

organik maupun anorganik sampai batas-batas tertentu berkorelasi positif terhadap

Page 19: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

17

tingkat produksi. Kebijaksanaan pemerintah menaikkan harga pupuk tentu saja akan

memberatkan petani, dan akan menurunkan nilai tukar penerimaan terhadap biaya

pupuk. Komoditas kentang merupakan salah satu komoditas yang rentan terhadap

serangan hama penyakit, pemberantasan hama penyakit dilakukan secara rutin 2 hari

sekali, dan akan bertambah bila ada peningkatan intensitas serangan. Dan

nampaknya, keberhasilan pemberantasan hama penyakit dipengaruhi oleh jenis obat

yang digunakan, ada anggapan bahwa obat-obatan impor kualitasnya lebih baik dari

produk lokal, namun harga obat-obatan impor dianggap terlalu mahal bagi petani.

Harga produk komoditas sayuran sangat berfluktuasi, perubahan harga dapat

terjadi hampir setiap hari, namun satu hal yang pasti harga kentang pada waktu panen

raya akan turun. Kasus harga di daerah serta produksi kentang di Jawa Tengah

(Wonosobo dan Banjarnegara), selain dipengaruhi oleh produksi dari daerah tersebut

juga dipengaruhi oleh volume pemasaran di Pasar Induk Kramatjati.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dalam periode 1987-1998, tingkat kesejahteraan petani kentang di Provinsi

Jawa Tengah dan Jawa Timur cenderung meningkat, sementara di Sulawesi Selatan

menurun. Peningkatan kesejahteraan disebabkan karena pertumbuhan harga kentang

lebih besar dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barang konsumsi,

sarana produksi dan barang modal, dan penurunan kesejahteraan disebabkan karena

laju pertumbuhan harga kentang lebih lambat dibandingkan dengan harga yang

dibayar petani untuk barang konsumsi, sarana produksi dan barang modal.

Dalam periode yang sama, secara rataan harga kentang dan harga yang

dibayar petani untuk pupuk, tenaga kerja, makanan, non-makanan meningkat. Di Jawa

Tengah dan Jawa Timur pertumbuhan harga kentang lebih tinggi dibandingkan dengan

laju harga yang dibayar petani. Hal ini antara lain yang menyebabkan kesejahteraan

petani kentang di kedua provinsi tersebut cenderung meningkat. Di Sulawesi Selatan,

pertumbuhan harga kentang lebih rendah dari pertumbuhan harga pupuk dan harga

makanan namun masih lebih tinggi dari pertumbuhan harga non makanan dan tingkat

upah, namun secara agregat pertumbuhan harga kentang lebih rendah dibandingkan

dengan harga yang dibayar sehingga mengakibatkan kesejahteraan petani kentang

cenderung menurun.

Page 20: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

18

Harga kentang tingkat produsen di tiga provinsi contoh dipengaruhi oleh tingkat

produksi dan IHK pedesaan, peningkatan produksi menyebabkan penurunan harga.

Sementara itu, IHK pedesaan berpengaruh positif nyata terhadap harga kentang.

Fenomena ini menunjukkan bahwa perkembangan harga komoditas mengikuti

perkembangan tingkat inflasi.

Nilai tukar penerimaan usahatani kentang di Jawa Tengah dan Sulawesi

Selatan masih menguntungkan baik pada lahan garapan sempit, sedang maupun luas.

Secara umum nilai tukar penerimaan terhadap biaya saprodi lebih rendah

dibandingkan dengan nilai tukar penerimaan terhadap biaya tenaga kerja Hal ini

menunjukkan bahwa usahatani kentang merupakan usahatani yang padat modal. Nilai

tukar penerimaan terhadap biaya bibit dan obat-obatan lebih rendah dibandingkan

dengan nilai tukar penerimaan biaya pupuk. Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam

struktur biaya usahatani kentang, biaya bibit dan obat-obatan lebih tinggi dari biaya

pupuk.

Nilai tukar penerimaan komoditas kentang dipengaruhi oleh banyak faktor yang

saling berkaitan, antara lain: tingkat penerapan teknologi, harga sarana produksi

(terutama bibit dan obat-obatan), tingkat produktivitas dan harga jual komoditas

kentang. Kendala tingkat penerapan teknologi di tingkat petani antara lain disebabkan

oleh harga bibit dan obat-obatan impor yang relatif mahal.

Saran Upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kesejahteraan petani

kentang antara lain : (1) Mengurangi kendala penerapan teknologi; (2) Pengendalian

harga sarana produksi; (3) Penanganan harga jual yang memberikan keuntungan bagi

petani; dan (4) Kerjasama antar petani untuk meningkatkan posisi tawar petani.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 1999. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 1999. Survei Sosial Ekonomi Nasional.

Bunasor, S. 1997. Integrasi Perekonomian Perdesaan dan Perkotaan. Makalah Bahasan.

Seminar Nasional Pengembangan Perekonomian Perdesaan dan Perkotaan. Sosek-Faperta IPB. 8-9 Juli 1997.

Hadi, P.U; H. Mayrowani, Supriyati dan Sumedi. 2000. Review dan Outlook Pengembangan

Komoditas Hortikultura. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Perspektif Pembangunan Pertanian dan kehutanan Tahun 2001 ke Depan. Bogor, 9-10 Nopember 2000.

Page 21: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_49_2004.pdfICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus

19

Rachmat, M., Supriyati, D. Hidayat, J. Situmorang. 2000. Perumusan Kebijakan Nilai Tukar

Petani dan Komoditas Pertanian. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Simatupang, P. 1992. Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tukar Barter Sektor Pertanian. Jurnal

Agro Ekonomi 11(1) 37-50. Supriyati, M. Rachmat, K.S. Indraningsih, T. Nurasa, Roosgandha dan R. Sayuti. 2000. Studi

Nilai Tukar dan Nilai Tukar Komoditas Pertanian. Laporan Hasil Penelitian Puslitbang Sosek Bogor.