ilizaarov 2
DESCRIPTION
fileTRANSCRIPT
CHIP FREEZE DRIED CANCELLOUS BONE ALLOGRAFT AS SCAFFOLD
TO FILL SMALL BONE DEFECT IN LONG BONE
Ronald Vinantius Munthe*
Heri Suroto**
*Resident of Orthopaedic and Traumatology Department ,
**Senior Consultant of Orthopaedic and Traumatology Department, Medical Faculty
of Airlangga University/ Dr Soetomo General Hospital
SURABAYA-INDONESIA
Introduction: The using of bone allograft in Indonesia is increasing. Based on data
retrieved from Tissue Bank of Dr. Soetomo Hospital Surabaya, there 62 orders on
2010, 75 in 2011 and 178 in 2012. Incidence of bone defect in all fracture cases is
almost 0,4% based on Edinburgh Orthopaedic Trauma Unit, which is mostly at Tibial
bone 68% and femoral bone 22%. Bone graft is one of modalities to fill the bone
defect. Autobone graft is the optimal standard for bone graft, because it has
osteoconductive, osteoinductive, and osteogenic. On the other hand, its availability is
limited and has donor site morbidity 5 – 20%. Another modality of bone graft is bone
allograft. Chip freeze dried cancellous bone allograft is available in any size and
shape, so it can fill in any size of the bone defect.
Method: A Retrospective study based on data from Tissue Bank Dr. Soetomo
General Hospital of chip freeze dried cancellous bone allograft’s requirement. This
study design using Cohort study, using 20 samples which is 10 patients using chip
freeze dried cancellous bone allograft and 10patients with autobone graft and we
evaluated the outcome from 20 – 52 weeks post operatively using Hammer’s
Classification.
Result: From radiological evaluation using hammer classification, we found that
using chip freeze dried cancellous bone allograft, the bone healed on grade III (40%),
grade II (30%) and grade I (30%). Meanwhile, autobone graft reached Hammer grade
II (70%), grade I (20%) and 3 (10%). Therefore based on Independent T Test, there is
no significant difference of bone healing in both groups (p=0.553).
Conclusion: Chip freezed dried cancellous bone allograft can be used as the main
alternative to fillsmall bone defect in long bone.
Keywords: Bone defect, chip freeze dried cancellous bone allograft, Hammer’s
classification
PENDAHULUAN
Penyembuhan fraktur secara
umum dapat berlangsung secara alami.
Namun kemampuannya dapat
terganggu misalnya pada keadaan
trauma yang berat disertai defek
jaringan lunak dan hilangnya sebagian
besar tulang. Defek tulang dapat terjadi
akibat ekstrusi fragmen tulang pada
saat trauma atau setelah tindakan
debridemen pada kasus fraktur terbuka,
dimana bagian tulang yang tidak sehat
dibuang.1,2
Seiring berkembangnya ilmu
kedokteran, modalitas terapi untuk
rekonstruksi defek tulang juga tersedia
sehingga lebih banyak lagi anggota
anggota gerak yang bisa
diselamatkan.Tiap tiap modalitas
rekonstruksi memiliki masalah-
masalahnya tersendiri dan hasil klinis
yang berbeda. Modalitas tersebut
antara lain transport tulang lokal,
pemanjangan atau pemendekan tulang
dan cangkok tulang (Bone Graft).
Transport tulang lokal dengan metode
Ilizarov telah banyak digunakan.
Metode ini memang memiliki angka
keberhasilan yang cukup tinggi dengan
angka deformitas yang rendah, namun
memiliki resiko komplikasi yang
cukup besar seperti infeksi, masalah
dari implant (patahnya wire, wire yang
lepas), delayed union, dan masalah dari
jaringan lunak seperti kontraktur sendi.
Semua komplikasi ini akibat dari
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai penyembuhan dan
menutupnya defek luas pada tulang.
Kerugian lain ialah teknik ini
membutuhkan intervensi yang
berulang-ulang.3,4,5,6
Bone graft sendiri terdiri dari
autograft (tulang yang diambil dari
tubuh pasien sendiri), allograft (tulang
yang diambil dari tubuh manusia lain
atau spesies yang sama) dan xenograft
(tulang yang diperoleh dari tubuh
binatang atau spesies yang berbeda).
Bone autograft merupakan standard
optimum sebagai pembanding untuk
setiap bahan pengganti, karena dia
memiliki 3 sifat sebagai
osteokonduktif, osteoinduktif dan
osteogenesis. Adapun kelemahan dari
penggunaan autograft antara lain nyeri
dari tempat donor dan berpotensial
terjadinya komplikasi lokal seperti
hematoma, fraktur dan ketersediaan
jumlahnya yang terbatas1,3,4,5.
Karena tingginya angka
morbiditas dan ketersediaannya yang
terbatas inilah yang kemudian
dipertimbangkan untuk mencari
sumber pengganti. Bone allografts
telah lama digunakan sebagai bahan
alami pengganti untuk menutup defek
tulang. Mereka sebagai alternatif
pengganti bone autograft yang
ketersediaanya terbatas. Mereka
memungkinkan perbaikan struktural
tulang dan permukaannya mendukung
untuk pembentukan tulang. Tujuan
penggunaan bone allograft adalah
untuk menginisiasi respons
penyembuhan dari permukaan dasar
resepien yang akan menghasilkan
tulang tulang baru pada permukaan
host-graft dan di dalam pori-pori
allograft. Selain itu vaskularisasi dasar
permukaan resepien dan stabilitas
mekanik juga penting. Untuk
penyatuan optimum dengan graft,
dasar permukaan resepien juga harus
mengandung sel sel pre-osteogenic dan
osteogenic yang cukup, atau harus
diperkaya dengan sumber-sumber sel
lainnya seperti sumsum tulang
autograft. Dasar permukaan harus
dipersiapkan mendarahi tulang. Kontak
host-graft harus stabil sehingga
memungkinkan pembuluh darah
bertumbuh kedalam graft3,6,7.
Di Indonesia sendiri kebutuhan
akan allograft mulai meningkat
terutama untuk menutup defek tulang
pada kasus kasus trauma dengan bone
loss atau pada kasus reseksi tumor
tulang1,5,8. Berdasarkan data Bank
Jaringan RSU Dr.Soetomo Surabaya
pemakaiannya tahun 2010 sebanyak
62, 2011 sebanyak 75 dan 2012
sebanyak 178. Namun sampai sekarang
belum ada penelitian yang
mengevaluasi efektifitas bone
allograft dibandingkan autobone graft
di Indonesia dan Surabaya khususnya.
Berdasarkan keadaan tersebut
maka penulis melakukan evaluasi
terhadap keberhasilan dari chip freeze
dried bone allograft dalam mengisi
defek tulang yang kecil. Penelitian
berdasarkan pada evaluasi pasien-
pasien yang mendapatkan chip freeze
dried bone allograft yang diambil dari
Bank Jaringan RSU dr.Soetomo,
Surabaya. Penelitian ini harusnya
dilakukan berkesinambungan demi
kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang bone tissue
engineering.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi penyembuhan radiologis
dari fraktur pada pasien yang
menggunakan chip freeze dried
cancelous bone allograft dibandingkan
dengan autobonegraft untuk mengisi
defek tulang yang kecil pada daerah
diafisis dan metafisis tulang panjang
berdasarkan data dari Bank Jaringan
RSU dr.Soetomo, Surabaya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian Cohort yang dilakukan pada
pasien. Rancangan penelitian yang
dipakai menggunakan data
retrospektif. Dari total sampel dicari
sampel yang mendapat perlakuan. Dari
perlakuan pada sampel tersebut
kemudian diperiksa outcomenya.
Rancangannya tampak seperti
bagan berikut :
Populasi penelitian ini adalah
semua pasien yang dioperasi dengan
menggunakan chip freeze dried bone
allograft yang dipesan dari Bank
Jaringan RS Dr Soetomo dan auto
bonegraft dengan kriteria inklusi:
pasien dengan bone defek akibat
trauma, pasien dengan bone defek
paska osteomyelitis, pasien dengan
bone defek paska koreksi osteotomy,
dan bersedia mengikuti penelitian.
Kriteria inklusi: pasien trauma dengan
defek jaringan lunak yang luas, tidak
ada penyakit penyerta ataupun
gangguan sistemik yang
mempengaruhi penyembuhan tulang,
fraktur patologis, dan infeksi tulang
aktif. Sampel dibagi menjadi 2
kelompok. Jumlah sampel minimal
setiap kelompok adalah 10. Sehingga
jumlah total sampel adalah 20 sampel.
Setiap pasien dievaluasi berdasarkan
klasifikasi Hammer. Penelitian ini akan
dilakukan pada bulan Juli 2013 sampai
dengan September 2013.
HASIL
Pada penelitian ini didapatkan
frekuensi tertinggi resipien graft pada
kelompok 20-30 tahun dan 40-50
Kriteria inklusi & eksklusi
sampel Radiologis Klasifikasi Hammer:
• Callus • Garis
Fraktur
Populasi
Evaluasi
PENELITIAN DISINI
Chip freeze dried bone graft
Auto Bonegraft
tahun, dimana khusus pada kasus non
union fracture, penggunaan allograft
lebih banyak dibandingkan autograft.
Graft banyak diaplikasikan pada
pemakaian implan plate and screw.
Autograft belum pernah diaplikasikan
pada nail-plate.
Nilai evaluasi radiologis pada
kelompok autograft sebanyak 7 sampel
(70%) berada pada grade 2 klasifikasi
hammer, grade 1 sebanyak 2 sampel
(20%) dan grade 3 sebanyak 1 sampel
(10%). Sedangkan pada kelompok
allograft didapatkan sebanyak 4
sampel (40%) pada grade 3 klasifikasi
hammer, grade 1 dan 2 masing-masing
sebanyak 3 sampel (30%). Dari data
tersebut didapatkan nilai evaluasi
radiologis terbanyak didapatkan pada
grade 2 pada kelompok autograft dan
grade 3 pada kelompok allograft .
Pada penelitian ini
dibandingkan bone healing pada dua
kelompok perlakuan yang dievaluasi
dengan Hammer Score. Karena data
berbentuk Ordinal maka uji statistic
yang dgunakan adalah uji Mann
Whitney.
Tabel 5.5 Uji statistik
N Mean Std.
Deviation
P
AutoGraft 10 1,90 ,568 0,579
AlloGraft 10 2,10 ,876
Dari uji statistika didapatkan
bahwa penyembuhan tulang antara
kelompok kontrol Auto bone graft dan
kelompok perlakuan allo bone graft
tidak ada perbedaan bermakna
(p=0,579).
PEMBAHASAN
Pencapaian akhir dari
penyembuhan fraktur adalah
tercapainya union. Proses
penyembuhan tulang dapat tercapai
apabila tidak ada permasalahan
mekanik dari fiksasi fragmen fraktur
dan tidak ada problem biologis dari
jaringan disekitar fragmen fraktur.
Fraktur dengan small bone defect
memiliki potensi untuk mengalami
gangguan penyembuhan tulang
meskipun tidak ada problem mekanik
maupun biologis pada fraktur. Adanya
gap (jarak) antar fragmen tulang dapat
mengakibatkan delayed union bahkan
non-union oleh karena strain ratio
yang besar antar fragmen fraktur.
Bone graft memiliki memiliki fungsi
sebagai gap filler (pengisi celah) pada
fraktur dengan small bone defect. Pada
saat bone graft bertaut dengan
permukaan tulang maka jarak antar
fragmen tulang menjadi lebih kecil.
Fiksasi yang stabil dan menurunnya
gap antar fragmen tulang akan
menurunkan strain ratio pada fracture
gap sehingga penyembuhan tulang
dapat tercapai.
Auto bone graft dan chip freeze
dried cancellous bone allograft
memiliki perbedaan karakteristik di
mana autograft memiliki ketiga
karakteristik osteoinduktif,
osteokonduktif dan osteogenesis,
sedangkan allograft hanya memiliki
sifat osteokonduktif dan osteoinduktif.1
Autobone graft merupakan gold
standard dalam bone grafting.
Meskipun allograft tidak mempunyai
sifat osteogenesis, proses
penyembuhan tulang pada allograft
masih dapat terjadi melalui proses
osteokonduksi dan osteoinduksi. Pada
proses osteoinduksi terjadi stimulasi
dari sel progenitor yang akan
berdiferensiasi mejadi osteoblast yang
berperan dalam pembentukan tulang
baru. Karakteristik osteokonduksi
allograft akan berperan sebagai
scaffold untuk kerangka terjadinya
tulang. Kedua proses ini akan
bersinergi dalam menyediakan
komponen dan lingkungan yang
optimal untuk proses penyembuhan
alamiah tulang.2 Komponen penting
yang berperan dalam proses
pembentukan tulang baru pada
allograft yaitu BMP (Bone
Morphogenetic Protein). BMP ini yang
akan mengirimkan sinyal yang akan
menarik growth factors ke lokasi graft
yang kemudian akan memulai proses
penyembuhan alamiah tulang. BMP
inilah yang memberikan karakteristik
osteoinduktif pada allograft maupun
autograft.1
Dari hasil evaluasi radiologis
post operatif menggunakan Klasifikasi
Hammer, menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan bermakna antara
penyembuhan tulang dengan
menggunakan bone autograft dan chip
freeze dried cancellous bone allograft.
Hasil uji statistika yang menunjukkan
penyembuhan tulang antara kelompok
kontrol Auto bonegraft dan kelompok
perlakuan allo bonegraft tidak ada
perbedaan bermakna (p=0,579).
Pada penelitian prospective
randomized study oleh Rajan et al,
2006, penggunaan cancellous allograft
pada fraktur kominutif distal radius,
didapatkan hasil yang tidak berbeda
secara signifikan dibandingkan auto
bone graft dalam hal penyembuhannya
Sedangkan penelitian
retrospektif yang dilakukan oleh Flierl
dkk tahun 2013 yang melibatkan
sebanyak 182 pasien, menunjukkan
bahwa penyembuhan tulang pada
kelompok kontrol Auto bonegraft dan
kelompok perlakuan allo bonegraft
menunjukkan perbedaan yang cukup
bermakna (p<0,01) di mana kelompok
auto bonegraft lebih baik. Pada
kelompok autograft mengalami waktu
penyembuhan tulang (union) lebih
cepat (198 ± 172 – 225 hari)
dibandingkan kelompok allograft (416
± 159 – 619 hari). Selain itu, autograft
mempunyai tingkat revisi pembedahan
dan revisi bone graft yang rendah
(17% dan 9%) , dibandingkan dengan
allograft (47% dan 32%).18 Sehingga,
adanya perbedaan hasil penelitian dari
beberapa studi yang sudah dilakukan
masih perlu dikembangkan.
KESIMPULAN
Dari hasil penilaian radiologis
post operatif terhadap10 sampel dari
masing masing kelompok
menggunakan Klasifikasi Hammer,
tidak terdapat perbedaan yang
bermakna penyembuhan tulang antara
kelompok yang mendapatkan bone
autograft dan kelompok yang
mendapatkan chip freeze dried
cancellous bone allograft.
SARAN
Chip freeze dried cancellous
bone allograft dapat digunakan sebagai
pilihan terapi untuk mengisi defek
tulang yang kecil karena dari hasil
penelitian tidak terdapat perbedaan
bermakna penyembuhan tulang yang
dibandingkan dengan auto bone graft.
Penggunaan chip freeze dried
cancellous bone allograft dalam
mengisi defek tulang dapat terus
dilanjutkan dan dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nather A, Yusaf N :Allograft
Procurement Processing and
Transplantation, World
Scientific Pub, Singapore,
Edisi 1, 2010.
2. Nyagam S, Warwick D :
Apley’s System of
Orthopaedics and Fracture,
Edisi 9, Hodder Arnold, UK,
2010.
3. Buckwalter J, Einhorn T,
Simon S : Orthopaedic Basic
Science, American Academy
of Orthopaedics Surgeons,
E@disi IIII, 2000.
4. Miller MD : Review of
Orthopaedic, Saunders
Elsevier, Edisi V, 2008.
5. Delloye C et al : Aspects of
Current Management
BoneAllograft, JBJS (Br),
2007, p.574-9
6. Bullens P : Reconstruction of
Segmental Long Bone Defects
(Thesis), Radboud University
Nijmegen, 2011.
7. Greenwald AS et al : Bone
Graft Substitutes : Facts,
Fictions & Applications,
AAOS, 2006.
8. Dion R, Sim FH : The Use of
Allograft in Orthopaedic
Surgery, JBJS, 2002 ; 84, p.44-
54
9. Canale ST, Beaty JH :
Campbell’s Operative
Orthopaedics, Mosby, Edisi
XI, 2008.
10. Hernigou P, Delepine G,
Goutallier D : Massive
Allografts Sterillised by
Irradiation, JBJS (Br), 1993,
p.904-13.
11. Lavernia CJ, Malinin TI,
Temple T : Bone and Tissue
Allograft Use by Orthopaedic
Surgeons, The Journal of
Arthroplasty, 2004, XIX,
p.430-35.
12. Borjian A, Nazem K, Yossine
H : Complications of Massive
Allograft Reconstruction For
Bone Tumours, JRMS, 2006;
11(4), 240-7.
13. Matejovsky Jr.Z, Matejovsky
Z, Kofranek I : Massive
Allograft in Tumour Surgery,
International Orthopaedics
(SICOT) 2006, 30 p.478-83.
14. Enneking WF, Gainesville,
Mindell ER: Observations on
Massive Retrieved Human
Allograft, JBJS, 1991, 73(8),
p.1123-42.
15. Rodl RW, Ozaki T et al :
Osteoarticular Allograft in
Surgery For High Grade
Malignant Tumour of Bone,
JBJS (Br) 2000; 82-B, 1006-
10.
16. Gouin F, Passuti N :
Histological Features of Large
BoneAllografts, JBJS (Br)
1996, 78 (B) p.38-41
17. Rabitsch K : Allograft
Reconstruction in The
Treatment of Musculoskletal
Tumours A Comparative
Analysis (Thesis), Medical
University of Graz, 2011
18. Flierl MA et al: Outcomes and
Complication rates of different
bone grafting modalities in
long bone fracture non unions:
a retrospective cohort study in
182 patients (Research
Article), Journal of
Orthopaedic Surgery and
Research, 2013.
http://www.josr-
online.com/content/8/1/33