ilwi buletin no 02-2013

Upload: ilwi2

Post on 01-Jun-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/9/2019 ILWI Buletin No 02-2013

    1/11

    ILWI Buletin No 02-2013 1

    ILWI (Indonesian Land

    reclamation & Water management

    Institute), adalah sebuah lembaga kajian

    dibidang reklamasi dan pengelolaan air.

    Lembaga ini berupaya untuk

    menyebarkan informasi dan pengetahuandi bidang reklamasi & pengelolaan air

    kepada masyarakat. Salah satunya

    dengan penerbitan buletin.

    Buletin ini kami kirimkan

    secara gratis. Tulisan, saran dan

    pemberitaan media menjadi bagian dari

    isi buletin ini.

    Alamat :

    Jalan Palapa II No 19,

    Pasar Minggu,

    Jakarta Selatan, 12520

    Website : www.pengendalianbanjir.com

    Email : [email protected]

    No : 02-2013

    Juni 2013

    uletinKapasitas Waduk Pluit Menurun

    Drastis dalam 30 Tahun

    Waduk Pluit 1981

    - Master Plan Tanggul

    Laut Jakarta Mulai

    Dikerjakan

    - Maju Mundur

    Program JEDI

  • 8/9/2019 ILWI Buletin No 02-2013

    2/11

    ILWI Buletin No 02-2013 2

    PENGANTAR REDAKSI

    Pembaca yang budiman, tidak main-main dengan rencanananya membebaskan Jakarta dari banjir, Gubernur dan aki!

    Gubernur DKI Jakarta, !angsung tanca" gas# $eski duet "emim"in Jakarta k%m"ak da!am bertindak, akan teta"i "ada

    kenyataannya di !a"angan mereka tidak gam"ang me!e&ati tantangan yang ada# $asa!a' "enggusuran &arga !agi-!agi menjadi

    masa!a' "e!ik yang tidak 'anya meng'abiskan biaya akan teta"i juga membuang banyak &aktu# Kasus yang terjadi di &aduk

    "!uit c%nt%'nya 'ingga $ei ()*+ masi' saja neg%siasi berja!an a!%t# Sekitar ))) ke"a!a ke!uarga masi' be!um mau beranjak dari

    tem"at itu#

    Kasus aduk P!uit ada!a' juga "%tret masa!a' dibebera"a &aduk dan sungai di Jakarta# Dimana karena terjadi

    "embiaran secara berta'un-ta'un &arga berangsur-angsur menem"ati !a'an yang se'arusnya bagian dari badan air# Ini

    berdam"ak besar, &aduk dan sungai yang se'arusnya ka"asitasnya semakin di"erbesar, baik !uas mamu"un jum!a'nya, justru

    berkurang jum!a'nya dan ir%nis !uasnya juga semakin menyem"it #

    Pembaca, berita !ain ada!a' mengenai maju mundurnya. "r%gram "engerukan sungai-sungai di Jakarta atau dikena!dengan nama Jakarta Emergency Dredging Initiati/e 0JEDI1# 2ank Dunia sebagai "emberi dana mensyaratkan "r%gram

    di!aksanakan da!am &aktu !ima ta'un dan "emerinta' "r%/insi Jakarta 'arus membebaskan "ermukiman !iar di te"i sungai

    dengan memberi k%m"ensasi "ada &arga # Syarat yang diangga" "emerinta' "r%/insi cuku" berat# Akan teta"i be!akangan

    Kementerian Pekerjaan 3mum menegaskan ba'&a "r%gram ini teta" ja!an dengan bantuan 2ank Dunia#

    Pembaca, 2u!etin I4I n%m%r ( ta'un ()*+, ini akan memba'as tentang &aduk "!uit yang dari ta'un ke ta'un

    ka"asitasnya terus berkurang, disam"ing itu tentu saja kami menggambarkan "u!a u"aya-u"aya yang di!akukan "emerinta'

    "r%/insi da!am mengemba!ikan 5ungsi &aduk tersebut# Di bagian !ain kami juga memba'as tentang "ermasa!a'an "engerukan

    sungai dan dimu!ainya "embuatan master "!an "embangunan Tanggu! 4aut# Ak'ir kata Se!amat membaca bu!etin ka!i ini#

    #

    Redaksi

  • 8/9/2019 ILWI Buletin No 02-2013

    3/11

    ILWI Buletin No 02-2013 3

    DE FLUIT KEWALAHAN MENAHAN SERANGAN AIR

    Kawasan Pluit sudah akrab dengan air sejak jaman Belanda. Sistem polder yang dibangun lebih tiga

    puluh tahun lalu tak berjalan dengan baik. Kini daerah ini dijejali oleh penduduk dan air sulit sekali

    bergerak meninggalkan kawasan ini.

    Sebagian kawasan waduk pluit yang masih bersih 1980

    Jika kita berjalan-jalan di kawasan Pluit

    sekarang ini kita tidak pernah menyangka bahwa daerah

    ini dulunya adalah rawa-rawa yang selalu basah.

    Jangankan dibangun rumah atau jalan di atasnya,

    berjalan kaki melewati daerah ini pun orang enggan.

    Tahun 1960an hingga tahun tujuh puluh awal hanya

    beberapa gelintir saja orang yang mau tinggal di daerah

    ini. Bayang-bayang rumah yang selalu berlumpur dan

    digenangi air menyebabkan orang ogah bertempat

    tinggal diwilayah ini.

    Akan tetapi diakhir era tahun 70an akselerasi

    pertambahan penduduk di wilayah ini benar-benar

    meningkat tajam. Perkembangan industri dan

    perdagangan di kawasan ini mendorong orang untuk

    berbondong-bondong ke wilayah yang jaraknya dengan

    laut ini hanya sepelemparan batu. Kini Kawasan Pluit

    nyaris tidak menyisakan lahan kosong lagi, tidak hanya

    daratan yang dirambah, lahan yang seharusnya

    merupakan bantaran sungai dan waduk pun didirikan

    lapak-lapak hunian.

    Konon nama Pluit sendiri berasal berasal dari

    kata fluitschip dimana berarti kapal layar. Karena

    sangat dekat dengan laut, Belanda sempat meletakan

    kapal yang tidak terpakai di daerah ini. Dalam

    menghadapi serangan pasukan kerajaan Banten,

    wilayah ini dijadikan daerah pertahanan, yang oleh

    VOC dikenal dengan sebutan pasukan De Fluit.

    Mengambil nama dari fluitschip tadi. Karena

    penyebutan ini janggal menurut lidah orang melayu,

    maka orang-orang menyebutnya dengan sebutan Pluit

    saja. Kata itulah yang dipergunakan hingga sekarang.

    Sejak jaman Belanda kawasan Utara Jakarta

    sudah kerap dilanda banjir. Karena itu diawal abad 20

    Herman van Breen seorang profesor Belanda, jauh-

    jauh hari telah merencanakan membangun satu waduk

    di kawasan ini sekaligus membuatnya dalam satu sistem

    polder. Akan tetapi pelaksanaanya tidak langsung bisa

    direalisasikan saat itu, bahkan hingga Belanda angkat

    kaki dari Indonesia pembangunan sistem polder di pluit

    belum menjadi kenyataan.

    Setelah banjir besar di Jakarta tahun 1960,

    pemerintah lebih serius lagi menangani banjir di

    ibukota. Pada tahun itu kawasan Pluit dinyatakan

    sebagai kawasan tertutup dan direncanakan sebagai

  • 8/9/2019 ILWI Buletin No 02-2013

    4/11

    ILWI Buletin No 02-2013 4

    sebuah sistem Polder Pluit. Bersamaan dengan proyek

    sistem polder ini dibuat juga program pengembangan

    kawasan ini. Di bawah Otorita Pluit direncanakan

    pengembangan Pluit Baru dimana ada beberapa rencana

    sekaligus disamping pembangunan waduk, juga ada

    perumahan dan industri.

    Perencanaan sistem polder pluit 1976

    Secara perlahan namun pasti Pluit terus

    berkembang, tahun 1971 Proyek Pluit dilanjutkan dan

    dikembangkan wilayahnya hingga ke Jelambar dan

    Pejagalan. Dipertengahan tahun tujuh puluhan

    kawasan Pluit sudah mulai disulap menjadi tempat

    permukiman orang-orang kaya yang dilengkapi dengan

    tempat rekreasi. Disamping itu tentu saja daerah ini

    juga menjelma menjadi kawasan industri.

    Pembangunan saluran menuju waduk pluit 1976

    Sedangkan pembangunan waduk pluit sendiri

    baru rampung tahun 1981. Saat selesai dibangun itu

    luasnya mencapai 80 hektar dengan kapasitas awal

    2.5 juta meter kubik. Karena merupakan satu sistem

    polder maka waduk itu dilengkapi pompa untuk

    mengatur muka air yang ada di waduk. Disaat awal

    tersedia 4 stasiun pompa. Sistem polder ini sendiri

    dimaksudkan untuk mengendalikan banjir di wilayahsekitarnya seperti Cideng, Jatibaru, Taman Sari,

    Mangga Besar dan lain-lain.

    Jika dilihat pemandangan Waduk Pluit saat itu,

    masih baik dengan bangunan-bangunan pendukung

    tertata apik. Apalagi bangunan-bangunan tidak berijin

    juga belum ada, bantaran waduk masih bersih dari

    lapak-lapak penghuni liar.

    Akan tetapi meski ada waduk, banjir sesekali

    masih juga menyambangi wilayah ini. Bahkan ditahun

    1981 itu juga terjadi banjir besar di Pluit, ironisnya pada

    saat itu pompa yang ada di waduk tersebut tidak bisa

    digunakan karena terjadi pemadaman listrik akibatbanjir. Tak ayal daerah tersebut harus kelelep air dalam

    beberapa hari. Bisa dibayangkan dengan kapasitas

    waduk yang sesuai rencana saja banjir masih menjadi

    momok di wilayah ini apalagi dalam keadaan seperti

    sekarang ini dimana kapasitas waduk sudah jauh

    tergerus.

    Pembangunan sipon di area waduk pluit 1979

    Kini daerah Pluit selalu menjadi bulan-bulanan

    banjir. Penduduk yang padat, kiriman air dari daerah

    hulu, serta penurunan muka tanah yang semakin dalam,

    membuat wilayah ini menjadi tempat air, yang tak bisa

    mengalir hingga ke laut. Sialnya jenis tanah di wilayah

    ini juga tidak terlalu baik untuk menyerap air. Jenis

    tanah lempung atau aluvial, dimana tanah seperti ini

    sulit meresapkan air karena terdiri dari pasir halus.

    Tanggul yang kokoh dan pompa yang memadai menjadi

    andalan Pluit untuk mengenyahkan banjir dari wilayah

    itu.

  • 8/9/2019 ILWI Buletin No 02-2013

    5/11

    ILWI Buletin No 02-2013 5

    IKHTIAR MENGEMBALIKAN FUNGSI WADUK PLUIT

    Selama 30 tahun Waduk Pluit mengalami penurunan kapasitas secara drastis. Banjir Januari 2013

    memaksa pemerintah provinsi untuk mengembalikan fungsi waduk. Meski kompensasinya sudah

    dianggap memadai masih saja ada warga yang keberatan.

    Penataan lahan sekitar Waduk Pluit

    Sejak Januari 2013 entah sudah berapa kali

    Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama, duet

    Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota

    (DKI) Jakarta, mengunjungi kawasan Pluit. Banjir

    yang terjadi pertengahan Januari 2013, membuat

    mereka sadar bahwa salah satu persoalan banjir di

    kawasan itu adalah akibat Waduk Pluit yang tidak lagi

    mampu menampung air dalam jumlah besar.

    Penyebabnya, apalagi kalau bukan masalah

    banyaknya lahan yang sudah ditumbuhi rumah-rumah

    penduduk. Bayangkan saja lahan waduk yang dulu

    luasnya mencapai 80 hektar menyusut hingga 60 hektar

    saja. Belum lagi kedalaman dari waduk tersebut yang

    semakin lama semakin dangkal. Tak tanggung-

    tanggung dari kedalaman semula yang mencapai 10

    meter kini hanya tinggal 2 sampai 3 meter.

    Akibatnya ratusan ribu meter kubik air tidak

    lagi bisa masuk ke kolam raksasa itu. Dampaknya

    dimusim hujan pastilah air tersebut justru

    menggenangi daratan yang berada di sekitar kawasan

    tersebut. Padahal seandainya waduk tersebut bisa

    menampung air dengan kapasitas seperti saat

    pembangunannya, belum tentu banjir tidak

    menggenangi kawasan itu. Terutama jika curah hujan di

    hulu dan hilir cukup tinggi. Apalagi jika kapasitas

    waduk tergurus hanya tinggal tak lebih dari seperempat

    kemampuannya. Tentu kemungkinan banjir menjadi

    sangat besar.

    Pada Januari 2013 lalu, Waduk Pluit tidak

    hanya tak mampu menampung air dari Kali Opak dan

    Kali Pakin , luberan air bahkan tertahan beberapa hari

    karena pompa air tidak cukup memadai untuk

    mengenyahkan air. Gelontoran air yang cukup besar

    bahkan merendam beberapa pompa yang ada di waduk

    itu, akibatnya dari 7 pompa yang ada, hanya tiga yang

    berfungsi. Tentu saja ini semakin memperparah

    genangan di kawasan tersebut, karena kapasitas pompa

    yang 6.000 liter per detik dengan jumlah yang terbatas

    tidak cukup handal untuk segera memompakan air ke

    laut.

    Masalah keterbatasan jumlah dan kemampuan

    pompa tentu merupakan masalah teknis yang

  • 8/9/2019 ILWI Buletin No 02-2013

    6/11

    ILWI Buletin No 02-2013 6

    kedepannya bisa segara di antisipasi. Akan tetapi

    masalah banyaknya warga yang bertempat tinggal di

    seputar waduk lebih memerlukan waktu yang cukup

    lama untuk memindahkannya. Membebaskan lahan

    waduk dari rumah-rumah penduduk kelihatannya

    merupakan ujian berat bagi Pemerintah Provinsi

    Jakarta.

    Meski memberikan tawaran tempat yang lebihlayak, kebaikan pemerintah ini tidak lantas disyukuri

    oleh warga di kawasan waduk. Ada saja warga yang

    menampik uluran tangan pemerintah. Mereka meminta

    diganti lahan juga, di wilayah bantaran yang

    peruntukannya untuk jalur hijau. Warga beralasan

    mereka telah bertahun-tahun tinggal di tempat, yang

    sebenarnya tanahnya milik negara, itu.

    Tentu saja tuntutan warga ini membuat sewot

    Ahok, demikian wakil gubernur biasa disapa,

    menurutnya menempatkan warga di rumah susun

    (rusun) merupakan pilihan terbaik. Seandainya warga

    mendapatkan lahan sekalipun, dikhawatirkan dikemudian hari warga tidak akan sanggup membayar

    pajak bumi dan bangunan (PBB). Jika mereka

    menempati rusun maka mereka tidak harus membayar

    PBB. Orang kaya saja, lama-lama tinggal di kota

    besar tidak akan tahan karena pajaknya akan terus

    naik, jelas Ahok.

    Jokowi, sapaan akrab gubernur, mengatakan

    akan bertindak tegas karena waktu yang ada sudah

    sangat terbatas. Kita kejar-kejaran dengan banjir.

    Waduk Pluit itu adalah cara utama mengatasi banjir

    Jakarta, ujarnya. Karena itu gubernur rela untuk

    beberapa kali melakukan komunikasi dengan warga

    untuk mencari titik temu.

    Dia juga meminta agar semua warga Pluit

    memahami tujuan normalisasi Waduk Pluit, yakni

    mencegah banjir. Karena itu relokasi warga di bantaran

    Waduk Pluit mutlak harus dilakukan. Karena waduk ini

    merupakan waduk terbesar yang digunakan untuk

    mengontrol banjir sekaligus menjadi sumber air

    cadangan. "Relokasi tidak bisa ditawar lagi," tambah

    Jokowi.

    Untuk itu pemerintah provinsi menyediakan

    bangunan rumah susun di Marunda dan Muara Baru,

    Jakarta Utara, bagi warga Waduk Pluit yang ingin

    direlokasi. Meski demikian negosiasi masih saja

    berjalan alot. Jokowi sendiri dipusingkan dengan

    adanya satu orang pemilik yang memiliki beberapa

    bangunan untuk disewakan. Menurutnya ada satu orang

    yang memiliki 10 sampai 15 bangunan. Ini menjadi

    sangat tidak masuk akal, karena tanah yang mereka

    tempati sebenarnya milik negara.

    Walaupun masalah pemindahan warga belum

    juga tuntas, tapi wajah baru dari Waduk Pluit sudah

    mulai kelihatan. Bentuk waduknya lebih jelas kelihatan

    dibandingkan dahulu . Bagi masyarakat yangmelewati kawasan Pluit - Muara Baru, sekarang sudah

    bisa melihat waduk yang semakin bersih. Dulu rumah-

    rumah penduduk, sampah dan enceng gondok menjadi

    pemandangan yang tidak mengenakan, tapi meski

    masih jauh dari sempurna, perubahan Waduk Pluit,

    sudah mulai kelihatan.

    Waduk Pluit di kepung bangunan antaraDahulu sampah dan banyaknya tumbuhan

    ganggang di waduk, memenyebabkan terjadinya

    sedimentasi di kolam raksasa ini. Karena tidak

    langsung dikeruk dan dijaga kondisi permukaan airnya,

    maka sedimentasi semakin banyak karena masih

    ditambah material-material lain yang tertahan.

    Tercatat pengerukan terakhir kali dilakukan

    tahun 1977, waduk ini sendiri mulai dibangun tahun

    1967. Akibat semakin banyaknya material padat di

    sekitar waduk memudahkan warga membangun rumah-

    rumah liar hingga menjorok berbatasan dengan kolam

    air raksasa itu. Permasalahan semakin rumit ketika

    pemerintah provinsi tidak langsung melarang bangunan-

    bangunan yang mereka dirikan.

    Pemerintah pun terpaksa bekerja ekstra keras

    untuk melakukan normalisasi terhadap Waduk Pluit.

    Sejak Februari 2013 lalu bangunan-bangunan yang

    berada di bantaran Kali Pakin dan Kali Opak mulai

    ditertibkan. Belajar dai pengalaman untuk

    menghindari munculnya bangunan liar lagi maka

    disepanjang lokasi dibangun jalan inspeksi dikedua sisi

    kali. Kawasan Taman Burung dan beberapa wilayah

    disekitar waduk yang berdekatan dengan Pluit Village

    Mall juga telah dibersihkan, beberapa permukiman liar

    telah diratakan dengan tanah.

    Sedangkan pengerukannya sendiri memakai

    dua sistem yaitu sistem eskavator di tengah dan sistem

    sedot di pinggiran. Menurut gubernur proyek ini natinya

    bisa menghabiskan dana hingga 1 triliun rupiah.

    Dijelaskan jika dananya tersedia maka cukup satu tahun

    untuk menyelesaikan waduk ini.

    Jika usaha yang dilakukan pemerintah provinsi

    DKI Jakarta ini berhasil tentu kita berharap waduk ini

    bisa dikembalikan kepada fungsinya. Bahkan bisa

    dikembangkan lagi , setidaknya sebagai tempat rekreasi.

    Sehingga waduk ini tidak hanya menjadi kolam

    pengaman ketika banjir, akan tetapi juga untuk tempat

    rekreasi murah yang sekarang ini sangat minim di

    ibukota.

  • 8/9/2019 ILWI Buletin No 02-2013

    7/11

    ILWI Buletin No 02-2013 7

    MAJU MUNDUR PROGRAM JEDI

    Wakil Gubernur Jakarta sempat menolak bantuan Bank Dunia untuk program JEDI. Syarat yang

    dianggap memberatkan pemerintah provinsi menjadi penyebabnya. Kementerian pekerjaan umum

    menegaskan bahwa pinjaman untuk program ini sudah mulai berjalan.

    Pengerukan sungai tahun 1976

    Awal April 2013 lalu, Basuki Tjahaja

    Purnama, Wakil Gubernur DKI Jakarta, membawa

    berita mengejutkan. Ahok, demikian dia biasa disebut,

    menyatakan bahwa DKI Jakarta membatalkan utang

    139 juta dollar Amerika Serikat, yang sedianya akan

    digunakan untuk proyek penanganan banjir, utamanya

    pengerukan sungai. Program pengerukan saluran,

    sungai, dan waduk yang dikenal dengan nama Jakarta

    Emergency Dredging Initiative (JEDI) skema

    pembiayaannya direncanakan dengan menggunakan

    dana bantuan Bank Dunia.

    Akan tetapi oleh pemerintah provinsi

    (pemprov) bantuan itu ditolak. Alasannya syarat yang

    di minta oleh Bank Dunia cukup memberatkan. Ada

    dua klausul yang sulit untuk dilaksanakan Pemprov

    DKI Jakarta, pertama menyangkut waktu penyelesaian

    pengerukan 13 sungai yang ditetapkan selama lima

    tahun. Menurut Ahok, penyelesaian pengerukan selama

    lima tahun terlalu lama, dia menginginkan

    pengerukannya cukup dua tahun saja. Sedangkan

    yang kedua mengharuskan Pemprov DKI Jakarta

    memberi jaminan ganti rugi uang kepada warga di

    bantaran kali yang akan digusur.

    Menurut Ahok dia sudah melayangkan surat

    kepada Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan

    meminta untuk membatalkan pinjaman itu."Dalam surat

    itu, kami bilang pinjaman Bank Dunia terlalu susah.

    Jadi, kita tidak mau terusin," katanya. Pemprov sendiri

    lebih memilih untuk tetap melaksanakan proyek

    tersebut, akan tetapi dananya tidak bergantung dengan

    Bank Dunia. Sumber dananya kemungkinan akan

    menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja

    Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja

    Daerah (APBD) DKI Jakarta.

    Seperti sudah diketahui bahwa proyek JEDI

    ini merupakan rintisan dari Fauzi Bowo, gubernur

    sebelumnya, untuk mengurangi risiko banjir di Jakarta.

    Menurut Fauzi, program ini sangat diperlukan sebagai

    salah satu solusi dalam penanganan banjir di ibukota.

    Direncanakan dana yang dibutuhkan untuk proyek ini

    sekitar 190 juta dollar AS, dimana ditanggung melalui

    pinjaman Bank Dunia dan dana pemerintah. Baik

    melalui APBN maupun dari APBD DKI Jakarta.

    Besarnya 139 juta dollar AS dari Bank Dunia dan 51

    juta dollar AS dari kocek pemerintah.

    Sebenarnya Bank Dunia sudah merencanakan

    bantuan itu sejak tahun 2008 lalu akan tetapi realisasi

    kerjasamanya hingga saat ini tak kunjung

    ditandatangani. Ini juga yang membuat wakil gubernur

    geram. "Bayangin ya 2008 mulai, 2013, sudah lima

    tahun, belum tandatangan, katanya kesal. Menurutnya

    jika keadaan seperti ini terus bisa saja Jakarta jadi

    terendam lumpur.

    Anehnya menurut Ahok, saat sudah mau tanda

    tangan Bank Dunia justru merencanakan butuh lima

    tahun untuk menyelesaikan proyek ini. Ini dianggap

    Basuki justru merepotkan karena bisa saja uang Rp 1,2

    triliun itu habis begitu saja, karena pengerukannya

    terlalu lama. Baginya pengerukan ini harus bisa

    dilakukan dalam waktu dua tahun.

    Dilain pihak, Kementerian Pekerjaan Umum

    memastikan bawa proyek JEDI tetap akan

    menggunakan pinjaman Bank Dunia. Ini karena pihak

    Bank Dunia mulai melunak dari beberapa persyaratanyang dinilai memberatkan. Menurut Hermanto Dardak,

    Wakil Menteri Pekerjaan Umum, program JEDI

    merupakan proyek kesatuan yang terbagi dalam

    beberapa program Kementerian PU dan Pemprov DKI

    Jakarta.

    Seperti dikutip dari Bisnis.Com,

    menurut Hermanto, proses pencairan pinjaman sebesar

    Rp1,2 triliun sudah berjalan. Ini tentu berita gembira,

    karena bagi warga Jakarta yang penting program ini

    segera berjalan tidak terkatung-katung, sehingga Jakarta

    lebih siap menghadapi musim hujan. Mudah-mudahan

    saja harapan wakil gubernur agar pengerukan ini bisasegera diselesaikan bisa terealisasi.

  • 8/9/2019 ILWI Buletin No 02-2013

    8/11

    ILWI Buletin No 02-2013 8

    Masterplan Tanggul Laut

    MERANCANG KONDISI IDEAL TELUK JAKARTAPemerintah Belanda telah menunjuk konsultan untuk membuat Masterplandan Programme Management

    Unituntuk pembangunan Giant Sea Wall(GSW). Peletakan batu pertama rencananya akan dilakukan

    sebelum pertengahan tahun depan. Perlu pengawasan yang ketat agar nantinya proyek berjalan sesuairencana.

    Jakarta segera mempunyai tanggul laut. Foto:NCICD

    Sudah dua bulan belakangan ini Kantor

    Kementerian Pekerjaan Umum (PU), di Jalan PatimuraJakarta, kerap didatangi beberapa orang

    berkebangsaan Belanda. Sesekali mereka juga

    melakukan koordinasi dengan beberapa orang staf dari

    Kantor Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian,

    Kementerian PU, Badan Perencanaan dan

    Pembangunan Nasional (Bappenas) maupun dari

    Pemerintahan Provinsi (pemprov) DKI Jakarta.

    Mereka adalah para konsultan yang ditunjuk

    oleh Pemerintah Kerajaan Belanda untuk membantu

    membuat Masterplan dan Programme Management

    Unit untuk pengembangan kawasan pantai di Teluk

    Jakarta. Seperti diketahui bahwa Pemerintah Belandamendukung dan membantu pemerintah Indonesia dalam

    pengemabnagan kawasan ini. Salah satunya adalah

    dengan memberikan tenaga ahlinya untuk

    merencanakan pembangun tanggul di pantai utara

    Jakarta tersebut.

    Jika awalnya perencanan strategis dinamakan

    Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS), kemudian

    berganti nama menjadi Jakarta Coastal Development

    Strategy (JCDS), maka untuk program berikutnya ini

    diberi nama National Capital Integrated Coastal

    Development (NCICD). NCICD inilah yang kini

    berkantor di kawasan Kebon Sirih. Rencananyamereka akan bekerja hingga tahun 2014, untuk

    merampungkan master plan dan organisasi dan aturan-

    aturan dalam pelaksanaan pembangunan tanggul laut.Harapan terhadap hasil NCICD menjadi lebih

    inggi lagi setelah pemerintah merencanakan melakukan

    peletakan batu pertama (ground breaking)

    pembangunan tanggul laut pada tahun depan. Padahal

    sesuai rencana sebelumnya pembangunan tanggul laut

    ini baru akan dimulai tahun 2020 yang akan datang. Ini

    berarti segala sesuatunya harus dilakukan ekstra cepat.

    Tentu saja hal ini bukan perkara mudah karena menurut

    konsep yang sudah ada, pembangunan tanggul laut

    harus diikuti perbaikan di daerah hilir.

    Proyek NCICD sendiri bertugas menyiapkan

    master plan untuk jangka pendek, menengah dan jangkapanjang. Master plan ini didasarkan pada hasil

    perumusan yang sudah dilakukan oleh JCDS.

    Diperkirakan Mega Proyek ini akan memakan

    dana hampir Rp. 300 triliun. Meski demikian

    mengingat wilayah Teluk Jakarta ini mempunyai nilai

    bisnis yang tinggi. Kemungkinan besar dana yang

    dikeluarkan tidak perlu terlalu banyak merogoh kocek

    pemerintah. Dipastikan banyak kalangan swasta yang

    ingin menanamkan modalnya disini.

    Karena itu perlu pengawalan yang cukup ketat

    agar proses pembangunannya berlangsung sesuai

    dengan rencana. Jangan sampai hasil pembangunantanggul laut ini tidak optimal, hanya gara-gara kontrol

    yang terlalu lemah.

  • 8/9/2019 ILWI Buletin No 02-2013

    9/11

    ILWI Buletin No 02-2013 9

    BRIBIN MENGHAPUS DAHAGA PANJANG

    Gunung Kidul memiliki bendungan bawah tanah yang pertama di dunia. Pegunungan kapur yang

    banyak terdapat di sana ternyata banyak dialiri sungai bawah tanah. Bertahun-tahun kesulitan

    mendapatkan air bersih di musim kemarau, kini sebagian masyarakat tak lagi kesusahan mendapatkanya.

    Bendungan bawah tanah Bribin foto-foto :batan

    Air yang keluar dari kran berukuran 0,5 inch

    mengucur deras ke dalam ember hitam milik

    Sumiyanto, 44 tahun, warga Kanigoro, Dadapayu,

    Semanu, Gunung Kidul. Rencananya air tersebut akan

    digunakan untuk memasak oleh istrinya. Bagi Yanto,

    demikian dia biasa dipanggil, sudah dua tahunbelakangan ini dia bisa memanfaatkan air bersih yang

    berasal dari aliran sungai bawah tanah Bribin.

    Ini sangat memudahkan baginya, karena

    beberapa tahun lalu dia selalu kesulitan untuk

    memenuhi kebutuhan air bersih, terutama dikala musim

    kemarau. Jika diwilayahnya tidak ada air, Sumiyanto

    harus rela membawa jerigen berpuluh-puluh kilometer.

    Jika tidak, mereka harus patungan untuk mendatangkan

    mobil tangki pembawa air bersih. Sekali diantar mereka

    harus menebus air itu sekitar Rp. 100 ribu. Jumlah yang

    cukup menguras kocek laki-laki yang sehari-hari

    bermata pencaharian sebagai petani ini.Bagi masyarakat Kabupaten Gunung Kidul,

    terutama yang berada di bagian selatan, setiap musim

    kemarau hampir tidak pernah memimpikan

    mendapatkan air bersih. Sudah puluhan tahun

    kabupaten yang paling luas wilayahnya di Daerah

    Istimewa Yogyakarta (DIY) ini selalu identik dengan

    kekeringan di kala musim kemarau. Wilayah ini nyaris

    tak menyediakan setitik air pun dikala musim panas

    tiba, air melimpah hanya bisa didapat dimusim hujansaja. Sekitar sebulan setelah memasuki musim kemarau

    biasanya masyarakat masih bisa memanfaatkan sekitar

    260 telaga yang ada di wilayah itu, akan tetapi selepas

    itu warga harus berjibaku untuk mencari air.

    Upaya untuk selalu menyediakan air tidak

    hanya dilakukan oleh warga setempat, akan tetapi juga

    dilakukan oleh pemerintah. Kondisi wilayah yang

    cukup tinggi menyebabkan kesulitan untuk mengalirkan

    air dari daerah lain. Sangat tidak mungkin mensuplai air

    ledeng dari wilayah sekitar, karena daerah-daerah

    tersebut relatif jauh lebih rendah dari Gunung Kidul.

    Pemerintah perlu memutar otak untuk menyarisumber air lain. Diawal tahun 80an mulailah dicari

    sumber air bawah tanah. Saat itu mulai

    dipertimbangkan potensi sungai bawah tanah di Bribin,

  • 8/9/2019 ILWI Buletin No 02-2013

    10/11

    ILWI Buletin No 02-2013 10

    sungai yang bermuara di Pantai Baron ini, sangat

    dimungkinkan untuk dimanfaatkan. Bribin sendiri

    merupakan sungai d bawah tanah di kawasan karst

    Gunung Sewu yang membujur dari Gunung Kidul,

    Wonogiri, hingga Pacitan (Jawa Timur).

    Pekerja berada di sungai bawah tanahSekitar tahun 2000 Institut fur Waser und

    Gewasserentwicklung dari Universitat Karlsruhe,

    Jerman, Kementerian Negara Riset dan Teknologi,

    Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) ,dan

    Pemerintah Provinsi DIY dengan bantuan pemerintah

    Jerman, mulai melakukan riset terhadap sumber air

    Bribin. Mulai dipikirkan bagaimana membuat

    bendungan dan mengangkat air ke atas. Diharapkan

    ada sistem baru yang memungkinkan menaikan air

    dengan kapasitas besar tanpa terlalu banyak

    mengeluarkan biaya operasional.

    Pemanfaatan Bribin secara masal jugapernah dilakukan dalam kurun waktu 1992 1996

    dimana sekitar 75.000 jiwa, pengadaan air bersihnya

    disuplai melalui sumber ini. Sistim penyediaan air

    baku pedesaan semacam ini tidak efisien karena

    menggunakan pompa beberapa kali. Dengan

    menggunakan generator solar, setiap jamnya

    menghabiskan 200 liter solar. Sedangkan jika

    menggunakan pompa listrik setahunnya menghabiskan

    dana hingga Rp 265 juta. Akibatnya tentu saja biaya

    produksi menjadi sangat mahal. Program ini masuk

    dalam proyek Bribin I yang perencanaannya sudah

    dilakukan sejak 1984.Untuk itu perlu dipikirkan bagaimana

    membawa air dalam jumlah banyak keluar sehingga

    bisa dikonsumsi oleh lebih banyak orang. Tercetuslah

    ide untuk membendung sungai bawah tanah ini, dimana

    air itu akan dipompakan dalam jumlah besar ke atas

    permukaan tanah. Ide cemerlang lainnya adalah

    memanfaatkan aliran sungai tersebut untuk

    menggerakan turbin, dimana energinya nanti dipakai

    untuk mengangkat air ke permukaan tanah. Sumber

    energi mikro hidro ini memungkinkan penyediaan air

    dilakukan dengan biaya operasional yang minim.

    Bendungan sendiri berada tepat dititik dimanaair akan dipompakan ke atas. Bukan masalah mudah

    untuk menembus bagian atap sungai hingga seratus

    meter ke atasnya di mana permukaan tanah baru bisa

    didapatkan. Pengeboran yang dilakukan dengan

    menggunakan peralatan yang dibawa dari Jerman ini,

    terkadang mengalami beberapa kendala. Maklum

    pengeboran semacam ini baru pertama kali dilakukan di

    Indonesia.

    Proyek Bribin II ini dimulai tahun 2004 dan

    rampung tahun 2010, ditandai dengan peresmian yangdilakukan oleh Djoko Kirmanto, Menteri Pekerjaan

    Umum. Untuk pembiayaan pembangunannya sendiri

    sebanyak Rp. 35 miliar berasal dari pemerintah

    Indonesia dan 3,2 juta euro yang berasal dari

    pemerintah Jerman.

    Secara spesifik prinsip kerja Proyek Bribin II

    adalah air dipompa melewati pipa setinggi 104 meter

    dengan rata-rata berkapasitas 80 100 liter/detik.

    Seperti di terangkan di atas pompanya digerakkan

    dengan turbin l mikrohidro, yang mempunyai daya

    listrik sebesar 200 kilowatt. Daya listrik sebanyak itu

    selain digunakan untuk pompa juga untuk peneranganbawah tanah dan kantor.

    Ilustrasi proyek Bribin II

    Sesampainya di permukaan tanah, air dialirkan

    melalui pipa berdiameter 20 sentimeter sejauh tiga

    kilometer menuju tandon air yang memiliki kapasitas

    1.000 meter kubik. Letak tandon air ini sendiri di atas

    bukit yang tingginya mencapai 144 meter. Sehingga

    memudahkan air untuk didistribusikan ke jaringanPerusahaan Daerah Air Minum (PDAM), tampungan

    air dialirkan melalui pipa ke rumah-rumah penduduk

    hingga jangkauan 30 kilometer.

    Setidaknya lebih dari 70 % penduduk

    Kecamatan Semanu memanfaatkan air ini. Dengan

    teknologi semacam ini pemompaan bisa dilakukan

    secara terus menerus 24 jam tanpa harus mengeluarkan

    biaya energi. Tak hanya Semanu empat kecamatan lain

    juga memanfaatkan air ini. Air dari Bribin ini hanya

    10 % yang didistribusikan menggunakan pipa, sisanya

    dialirkan begitu saja untuk memenuhi berbagai

    kebutuhan masyarakat terutama pertanian.

  • 8/9/2019 ILWI Buletin No 02-2013

    11/11

    ILWI Buletin No 02-2013 11

    PembangunanPembangunanPembangunanPembangunan

    Tanggul Laut JakartaTanggul Laut JakartaTanggul Laut JakartaTanggul Laut Jakarta

    Akan DimulaiAkan DimulaiAkan DimulaiAkan Dimulai TahunTahunTahunTahun 2014201420142014

    Bagaimana Tanggul Laut Bisa Merubah Ibu Kota ?

    aca analisanya di buku :

    Memasuki Era Tanggul LautHarapan Baru di Teluk Jakarta

    Membahas mengenai permasalahan Jakarta, kerawanan daerah delta,

    kecenderungan semakin tenggelamnya sebagian wilayah ibukota, isu-isu

    strategis dan potensi Teluk Jakarta, analisis keselamatan tanggul laut hingga

    pengembangan Jakarta menuju kota modern untuk bersaing dengan kota-kota

    terkemuka di dunia.

    Bagaimana potensi Jakarta kedepan setelah adanya pembangunan tanggul laut,

    apa-apa saja perubahan yang mungkin terjadi, semuanya akan mengubah wajah

    ibukota. Disamping itu juga dipaparkan perubahan-perubahan apa yang harus

    dilakukan di daerah hulu Jakarta agar pembangunan tanggul laut ini optimal.

    Pemesanan bisa melalui email ke:

    [email protected]

    atau di toko buku Gramedia

    di seluruh Indonesia