implementasi peraturan perundang …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/rahasia-bank... ·...

24
1 PEMBUKAAN RAHASIA BANK UNTUK KEPENTINGAN PERADILAN DALAM PERKARA PIDANA oleh Eddy Rifai Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Sumantri Brojonegoro 1 Bandar Lampung Abstract: The research studied about the transparancy of bank’s secret for jurisdiction in criminal case. The research used jurisdiction-normative approach. The research findings indicated that the area of bank’s secret was involved customers’ investment and the identity of customers. The parties that had responsibility to keep bank’s secret were council members of bank’s commissioner ; bank’s directory members; bank’s officers; dan others affiliated party from bank. The mechanism of the transparancy of bank’s secret was ruled in Indonesia’s bank ordinance about the rule and mechanism about giving order or written license for the transparancy of bank’s secret. Key words: bank’s secret, jurisdiction, criminal case. Abstrak: Penelitian mengkaji tentang pembukaan rahasia bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana. Penelitian menggunakan pendekatan yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa l ingkup rahasia bank adalah menyangkut simpanan nasabah dan identitas nasabah penyimpan yang memiliki simpanan itu. Pihak-pihak yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank ialah: Anggota Dewan Komisaris Bank; Anggota Direksi Bank; Pegawai Bank; dan Pihak terafiliasi lainnya dari bank. Mekanisme pembukaan rahasia bank diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Kata Kunci: Rahasia bank, peradilan, perkara pidana.

Upload: others

Post on 19-Jan-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

1

PEMBUKAAN RAHASIA BANK UNTUK KEPENTINGAN PERADILAN DALAM PERKARA PIDANA

olehEddy Rifai

Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas LampungJalan Sumantri Brojonegoro 1 Bandar Lampung

Abstract: The research studied about the transparancy of bank’s secret for jurisdiction in criminal case. The research used jurisdiction-normative approach. The research findings indicated that the area of bank’s secret was involved customers’ investment and the identity of customers. The parties that had responsibility to keep bank’s secret were council members of bank’s commissioner; bank’s directory members; bank’s officers; dan others affiliated party from bank. The mechanism of the transparancy of bank’s secret was ruled in Indonesia’s bank ordinance about the rule and mechanism about giving order or written license for the transparancy of bank’s secret.Key words: bank’s secret, jurisdiction, criminal case.

Abstrak: Penelitian mengkaji tentang pembukaan rahasia bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana. Penelitian menggunakan pendekatan yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkup rahasia bank adalah menyangkut simpanan nasabah dan identitas nasabah penyimpan yang memiliki simpanan itu. Pihak-pihak yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank ialah: Anggota Dewan Komisaris Bank; Anggota Direksi Bank; Pegawai Bank; dan Pihak terafiliasi lainnya dari bank. Mekanisme pembukaan rahasia bank diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.Kata Kunci: Rahasia bank, peradilan, perkara pidana.

I. Pendahuluan

Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang menjadi perantara antara penyandang dana atau investor dan pihak yang memerlukan dana (intermediary financial institution). Selain itu bank juga disebut sebagai sebuah lembaga yang hidup bergantung pada kepercayaan masyarakat (fiduciary financial institution) (Nindyo Pramono, 1999).

Page 2: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

2

Dewasa ini dunia perbankan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Seiring dengan perkembangannya tidak sedikit masalah yang timbul akibat regulasi-regulasi yang kurang up to date dan terlalu mudahnya prosedur pendirian bank sehingga mengakibatkan kehancuran industri perbankan nasional pada waktu yang lalu.

Kehancuran industri perbankan menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap bank menjadi berkurang. Berkurangnya kepercayaan tersebut karena masyarakat yang berhubungan dengan bank, kurang yakin bahwa investasi yang dilakukan pada bank akan memberikan keuntungan baik materi maupun non-materi. Apabila kepercayaan masyarakat tersebut sudah pulih maka industri perbankan dengan sendirinya akan membaik sehingga akan tumbuh rasa saling percaya antara nasabah dengan lembaga perbankan (Asikin, 1997).

Salah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui oleh bank dari nasabahnya akan dirahasiakan dan tidak akan dibuka kepada siapapun kecuali atas dasar peraturan perundang-undangan. Di samping itu bank pun akan memberikan kepercayaannya kepada nasabah bahwa nasabahnya berasal dari kalangan masyarakat yang mempunyai reputasi dan kredibilitas yang baik.

Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut, sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak (Djumhana, 1996).

Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Integritas pengurus;b. Pengetahuan dan kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan

kemampuan manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan;

c. Kesehatan bank yang bersangkutan;d. Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank (Sutan Remy Syahdeni,

2006).

Page 3: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

3

Berdasarkan faktor-faktor di atas, salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya adalah menyangkut "dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah identitas nasabah tersebut kepada pihak lain". Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh rahasia bank.

Rahasia bank akan dapat lebih dipegang teguh oleh bank apabila ditetapkan bukan sekedar hanya sebagai kewajiban kontraktual di antara bank dan nasabah, tetapi ditetapkan sebagai kewajiban pidana. Bila hanya ditetapkan sebagai kewajiban kontraktual belaka, maka kewajiban bank itu menjadi kurang kokoh karena kewajiban kontraktual secara mudah dapat disimpangi.

Sehubungan dengan adanya kewajiban bank untuk melindungi dan merahasiakan dana nasabahnya maka pemerintah telah memasukkan hal mengenai rahasia bank dalam Pasal 40 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dengan ketentuan: “Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan...”.

Dari ketentuan di atas, maka jelaslah bahwa bank berkewajiban untuk merahasiakan data keuangan nasabahnya. Tetapi sesungguhnya rahasia bank itu sendiri bukanlah sesuatu yang mutlak yang tidak dapat ditembus. Menurut UU No. 10 Tahun 1998, rahasia bank dapat ditembus karena adanya beberapa alasan, antara lain berupa alasan perpajakan, pemeriksaan di pengadilan dan informasi antar bank.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terhadap nasabah suatu bank terdapat adanya rahasia bank yang memberikan jaminan atas keterangan-keterangan keuangan yang dimilikinya. Meskipun demikian rahasia bank tersebut tidak bersifat mutlak, karena dapat dibuka untuk kepentingan-kepentingan tertentu.

Dalam praktik penegakan hukum pidana seringkali timbul persoalan dimana terdapat perbedaan pendapat antara bank dengan aparat penegak hukum terkait dengan masalah lingkup atau hal-hal apa saja rahasia bank yang dapat dibuka kepada aparat penegak hukum, siapa saja yang berkewajiban menyimpan rahasia bank dan bagaimana mekanisme pembukaan rahasia bank.

Page 4: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

4

Kejelasan mengenai pembukaan rahasia bank tersebut sangat penting, karena bagi mereka yang melakukan pembukaan rahasia bank dapat dikenai sanksi pidana. Terdapat dua jenis tindak pidana yang ditentukan oleh Pasal 47 UU No. 10 Tahun 1998 yang berkaitan dengan rahasia bank. Pertama ialah tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang tanpa membawa perintah atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia dengan sengaja memaksa bank atau pihak yang terafiliasi untuk memberikan keterangan yang harus dirahasiakan oleh bank. Hal tersebut diatur dalam Pasal 47 ayat (1), yang menentukan : Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 tahun dan paling lama 4 tahun serta membayar denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000 dan paling banyak Rp20.000.000.000.

Sedangkan tindak pidana kedua adalah tindak pidana yang dilakukan oleh pihak terafiliasi yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank. Hal tersebut diatur dalam Pasal 47 ayat (2), yang menentukan : Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 tahun dan paling lama 4 tahun serta membayar denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000 (empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000 (delapan milyar rupiah).

II. METODE PENELITIAN

Untuk mengkaji permasalahan pada uraian di atas, dilakukan dengan melakukan studi penelusuran pustaka (library research), baik menurut pendapat para sarjana maupun yurisprudensi dalam menyelesaikan berbagai kasus yang terkait, dengan cara membaca, mengutif, dan menyadur. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan cara editing, mengklasifikasikan, dan menyusun data sesuai dengan peruntukannya, kemudian dideskripsikan dan dianalisis dengan menggunakan metode analisis data kualitatif, yaitu menguraikan data dalam bentuk kalimat secara sistematis, logis, rinci, dan jelas, sehingga memudahkan pemberian arti terhadap data. Pemberian arti terhadap data dilakukan dengan teknik interpretasi, analogi, kemudian penarikan kesimpulan.

Page 5: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

5

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Lingkup dalam Rahasia Bank

Konsep rahasia bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi nasabah bank yang bersangkutan. Hal ini nyata terlihat ketika Court of Appeal Inggris secara bulat memutuskan pendiriannya dalam kasus Tournier v. National Provincial and Union Bank of England tahun 1924, suatu putusan pengadilan yang kemudian menjadi leading caselaw yang menyangkut ketentuan rahasia bank di Inggris dan kemudian diacu oleh pengadilan-pengadilan negara-negara lain yang menganut common law system. Bahkan 60 tahun sebelum putusan Tournier tersebut, yaitu dalam perkara Foster v. The Bank of London tahun 1862, juri telah berpendapat bahwa terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak boleh mengungkapkan keadaan keuangan nasabah bank yang bersangkutan kepada pihak lain. Namun pada waktu itu pendirian tersebut belum memperoleh afirmasi dari putusan-putusan pengadilan berikutnya (Munir Fuady, 1999; Ronny Sautma Hotma Bako, 1999).

Lingkup atau hal-hal apa saja yang dapat dibuka dalam rahasia bank mengacu pada ketentuan tentang rahasia bank. Dasar hukum dari rahasia bank di Indonesia mula-mula ialah UU No. 14 Tahun 1967 dan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tetapi kemudian diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998. Dalam kedua UU terdahulu diatur bahwa “Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan”. Bahkan dalam UU No. 7 Tahun 1992 ditegaskan mengenai kelaziman yang dituangkan dalam Pasal 40 ayat (1) yaitu “yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya”.

Dari ketentuan di atas, dapat dikatakan bahwa ketentuan rahasia bank sebelum UU No. 10 Tahun 1998 lebih luas karena bukan saja keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, tetapi juga termasuk seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang atau badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya dari nasabah yang bersangkutan seperti pemberian pelayanan dan jasa dalam lalu lintas uang, mendiskontokan dan jual beli surat-surat berharga serta pemberian kredit.

Saat ini ketentuan rahasia bank diatur dalam Pasal 40, 41, 41A, 42, 42A, 43, 44, 44A, 45, 47, 47A, 50, 50A, 51, 52 dan 53 UU No. 10 Tahun 1998. definisi rahasia bank menurut Pasal 1 ayat (28) UU No. 10 Tahun 1998 adalah “segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai

Page 6: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

6

nasabah penyimpan dan simpanannya”. Dalam Pasal 40 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 diatur bahwa “bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”.

Dari pasal di atas, dapat ditafsirkan bahwa yang dimaksud dengan keterangan adalah informasi, sehingga yang wajib dirahasiakan oleh bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, seperti nama dan alamat, jumlah dan jenis simpanan, sejak kapan simpanan ditempatkan, cara penyetoran simpanan, dan sebagainya.

Di dalam penjelasan pasal tersebut ditegaskan bahwa apabila nasabah penyimpan juga sebagai nasabah debitur, maka segala sesuatu informasi mengenai nasabah penyimpan tersebut dalam kedudukannya sebagai nasabah debitur bukan hal yang wajib dirahasiakan oleh bank.

Tetapi informasi mengenai mantan nasabah tidak diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998. Mengingat tujuan ketentuan mengenai kewajiban rahasia bank, seyogianya apabila undang-undang menentukan bahwa kewajiban rahasia bank tetap diberlakukan sekalipun yang bersangkutan tidak lagi menjadi nasabah bank tersebut. Pihak bank tetap menjaga kerahasiaan data mantan nasabah walaupun ketentuan tersebut tidak diatur dalam undang-undang.

Pertanyaan sehubungan dengan ketentuan rahasia bank ialah: Apakah yang harus dirahasiakan itu hanya terbatas kepada keadaan keuangan nasabah penyimpan dana saja? Apakah juga menyangkut keadaan keuangan nasabah debitur? Dengan kata lain, apakah lingkup rahasia bank hanya menyangkut pasiva (liabilities) bank berupa dana nasabah bank ataukah juga meliputi aktiva (assets) bank berupa kredit bank kepada nasabah.

Apakah juga menyangkut penggunaan jasa-jasa bank yang lain selain jasa penyimpanan dana dan jasa pemberian kredit? Apakah keadaan keuangan dari nasabah yang hanya menggunakan jasa perbankan dari bank tersebut selain berupa jasa simpanan dan kredit, seperti pengiriman uang (transfer dana), pembukaan L/C, penerimaan L/C, harus pula dirahasiakan? Sehubungan dengan lingkup rahasia bank, juga merupakan legal issuemengenai apakah identitas nasabah merupakan hal yang harus dirahasiakan juga?

Ketika meletus peristiwa kredit macet dari Golden Key Group atau Eddy Tansil yang diberikan oleh PT. Bank Pembangunan Indonesia (Persero) atau Bapindo, maka telah timbul berbagai pendapat di kalangan masyarakat mengenai: Apakah rahasia bank itu juga berlaku bagi keadaan keuangan dari nasabah debitur, lebih-lebih lagi nasabah debitur yang telah macet kreditnya? Yang paling keras

Page 7: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

7

pendapatnya adalah Kwik Kian Gie yang berpendapat bahwa rahasia bank hanya berlaku bagi nasabah penyimpan dana, tidak berlaku bagi nasabah debitur. Pada waktu itu, rumusan rahasia bank yang berlaku adalah rumusan Pasal 40 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992 (sebelum diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998) (Sutan Remy Syahdeni, 2006).

Dari penjelasan Pasal 40 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992 yang mengemukakan "Kerahasiaan itu diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank" dapat dikatakan bahwa lingkup rahasia bank memang menyangkut simpanan nasabah.

Tetapi, bila membaca kalimat selanjutnya dari penjelasan Pasal 40 ayat (1) itu yang berbunyi "masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya kepada bank atau memanfaatkan jasa bank (sudah barang tentu termasuk jasa bank berupa kredit, penulis) apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah (termasuk kredit yang diperolehnya, penulis) tidak akan disalahgunakan", dapat dikatakan bahwa bukan hanya keadaan keuangan dari nasabah yang menyimpan dana pada bank saja (pasiva bank), tetapi juga nasabah lain yang menggunakan jasa bank selain jasa penyimpanan dana. Dengan demikian rahasia bank juga berlaku bagi nasabah debitur atau kredit bank (aktiva) maupun nasabah yang menggunakan jasa bank lain, seperti misalnya kiriman uang, pembukaan L/C, jaminan bank, dan lain-lain.

Bahwa ketentuan rahasia bank menurut UU No. 7 Tahun 1992 berlaku bukan saja menyangkut keadaan keuangan dari nasabah penyimpan dana (pasiva bank), tetapi berlaku pula bagi kredit yang diperoleh oleh nasabah debitur dari bank tersebut (aktiva bank), adalah dapat pula dikatakan dari penjelasan Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) yang berkaitan dengan informasi antara bank mengenai kredit.

Penafsiran tentang pengertian rahasia bank seperti di atas adalah juga pendirian Bank Indonesia sebagaimana dikemukakan dalam Surat Direksi Bank Indonesia No. 2/377/UPPB/PbB tanggal 11 September 1969 kepada semua bank-bank di Indonesia perihal "Penafsiran tentang Pengertian Rahasia Bank". Surat Bank Indonesia tersebut sekalipun berkaitan dengan penafsiran tentang pengertian rahasia bank menurut Pasal 36 dan Pasal 37 UU No. 14 Tahun 1967, namun masih dianggap tetap berlaku berkaitan dengan ketentuan rahasia bank menurut UU No. 7 Tahun 1992.

Masyarakat merasa sangat tidak puas atas rumusan rahasia bank sebagaimana dirumuskan oleh Pasal 40 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992. Masyarakat berpendapat bahwa rumusan itu terlalu jauh, karena sampai mencakup kredit bank yang diberikan kepada nasabah. Masyarakat berpendapat bahwa seyogianya lingkup rahasia bank hanya meliputi dana simpanan nasabah saja (pasiva bank) dan keterangan yang menyangkut nasabah penyimpannya. Lingkup rahasia bank yang

Page 8: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

8

sampai meliputi kredit yang diterima oleh nasabah (aktiva bank), dirasakan oleh masyarakat sebagai memperkosa atau memasung hak masyarakat untuk mengetahui kredit-kredit macet perbankan yang sangat mempengaruhi kesehatan perbankan. Sehubungan dengan itu, maka rumusan rahasia bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992 telah diubah dengan rumusan yang baru sebagaimana dirumuskan oleh Pasal 40 ayat (1) yang baru dalam UU No. 10 Tahun 1998.

Menurut rumusan Pasal 40 ayat (1) tersebut, lingkup rahasia bank ditegaskan hanya terbatas kepada simpanan nasabah (pasiva bank) saja. Berkaitan dengan lingkup yang wajib dirahasiakan berkenaan dengan berlakunya ketentuan rahasia bank itu ialah apakah indentititas nasabah bank harus pula dirahasiakan oleh bank?. Dari rumusan Pasal 40 UU No. 10 Tahun 1998, secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah menyangkut bukan saja simpanan nasabah tetapi juga (identitas) Nasabah Penyimpan yang memiliki simpanan itu. Bahkan dalam rumusan Pasal 40 itu, “Nasabah Penyimpan” disebut lebih dahulu daripada “simpanannya”. Nampaknya dalam pikiran pembuat undang-undang, justru identitas Nasabah Penyimpannya lebih penting daripada simpanannya. Atau mungkin pula dalam pikiran pembuat undang-undang, “Nasabah Penyimpan” sengaja disebut lebih dahulu daripada “simpanannya”, untuk menekankan bahwa merahasiakan identitas Nasabah Penyimpannya sama pentingnya dengan merahasiakan Simpanannya.

Di beberapa negara memang lingkup dari rahasia bank tidak ditentukan hanya terbatas kepada keadaan keuangan nasabah saja, tetapi meliputi pula identitas nasabah yang bersangkutan.

Lingkup rahasia bank sebaiknya meliputi hal-hal sebagai berikut:1. Menyangkut sisi liabilities (pasiva) bank. Sisi asset (aktiva) bank tidak

perlu dirahasiakan.2. Keadaan keuangan nasabah bukan penyimpan dana yang menggunakan

jasa bank sesaat (walk-in customer) yang jasa bank itu menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayarkan dana kepada pihak tersebut atau pihak yang ditunjuk oleh yang bersangkutan (antara lain berupa pengiriman uang) yang dana itu berasal dari setoran nasabah.

3. Identitas nasabah.

Dengan adanya beberapa kasus yang menyangkut pembukaan rahasia bank pada waktu belakangan ini, misalnya dalam kasus Bank Century, dimana pengungkapan kasus tersebut belum dapat berjalan sebagaimana mestinya, antara lain karena bank tidak dapat menginformasikan tentang rahasia bank yang bukan lingkup dari rahasia bank yang diatur dalam undang-undang, maka perlu adanya penyempurnaan peraturan tentang lingkup rahasia bank, sehingga dapat membantu upaya penegakan hukum pidana dalam perkara tindak pidana perbankan.

Page 9: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

9

3.2 Pihak-Pihak Yang Berkewajiban Menyimpan Rahasia Bank

Dalam praktik penegakan hukum pidana, pihak-pihak yang berkewajiban menyimpan rahasia bank menimbulkan perbedaan pendapat terkait dengan penafsiran siapa saja yang wajib menyimpan rahasia bank. Menurut Pasal 47 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank ialah: Anggota Dewan Komisaris Bank; Anggota Direksi Bank; Pegawai Bank; dan Pihak terafiliasi lainnya dari bank.

(1) Pengertian Pegawai Bank

Siapa sajakah yang dapat dikatagorikan sebagai “pegawai bank” yang dimaksudkan dalam Pasal 47 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 itu? Menurut penjelasan dari Pasal 47 ayat (2) yang dimaksudkan dengan “pegawai bank” adalah "semua pejabat dan karyawan bank". Hal demikian, lingkup sasaran tindak pidana rahasia bank ini terlalu luas dan tidak realistis. Dengan pengertian bahwa “pegawai bank” adalah "semua pejabat dan karyawan bank", maka berarti rahasia bank berlaku bagi siapa saja yang menjadi pegawai bank, sekalipun pegawai bank tersebut tidak mempunyai akses sama sekali terhadap atau tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan nasabah penyimpan dan simpanannya, misalnya para pelayan, satpam, pengemudi, juru ketik di unit logistik, para pegawai di unit yang mengurusi kendaraan dan masih banyak lagi contoh yang dapat dikemukakan.

(2) Kewajiban Merahasiakan Bagi Mantan Pegawai Bank

Seorang pegawai bank tidak selamanya menjadi pegawai dari bank yang bersangkutan. Yang bersangkutan akan (1) menjalani pensiun setelah masanya tiba, atau (2) berhenti atas permintaan sendiri atau (3) diberhentikan oleh bank tempatnya bekerja.

Beberapa waktu yang lalu banyak pegawai bank yang terpaksa terkena PHK massal karena banyak bank dilikuidasi, atau dibekukan kegiatan usahanya. Timbul pertanyaan, bila pegawai bank itu sudah tidak lagi menjadi pegawai, apakah mantan pegawai itu masih tetap terkena oleh kewajiban untuk memegang teguh rahasia bank yang menjadi kewajibannya sewaktu yang bersangkutan masih menjadi pegawai aktif dari bank yang bersangkutan? Ternyata UU No. 7 Tahun 1992 maupun UU No. 10 Tahun 1998 tidak mengaturnya.

Beberapa negara menentukan bahwa mantan pengurus dan pegawai bank terikat oleh kewajiban rahasia bank. Ada yang menentukan keterikatannya itu berakhir setelah beberapa tahun sejak saat yang bersangkutan berhenti sebagai pengurus

Page 10: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

10

atau pegawai bank; ada pula yang menentukan kewajiban tersebut melekat terus seumur hidup.

UU Perbankan Indonesia seyogianya menentukan secara tegas bahwa kewajiban merahasiakan itu berlaku terus sekalipun seseorang telah tidak lagi menjadi pengurus atau pegawai bank. Hanya saja perlu diperdebatkan apakah keterikatannya pada kewajiban itu perlu ditentukan batas waktunya ataukah sebaiknya diberlakukan terus seumur hidup. Seyogianya diberlakukan untuk jangka waktu tertentu saja sejak yang bersangkutan tidak lagi menjadi pegawai, misalnya untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tidak lagi menjadi pegawai.

(3) Pengertian Pihak Terafiliasi lainnya

Siapa sajakah yang dimaksudkan dengan pihak terafiliasi lainnya dari bank itu? Mengenai siapa yang dimaksudkan sebagai pihak yang terafiliasinya ditentukan di dalam Pasal 1 ayat (22) UU No. 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 1 ayat (22) tersebut yang dimaksudkan dengan “pihak terafiliasi” ialah:

1. anggota dewan komisaris, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan Bank;

2. anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, Pejabat atau karyawan Bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3. pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya;

4. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.

Jadi yang dimaksudkan oleh Pasal 47 dengan pihak terafiliasi lainnya ialah selain anggota dewan komisaris, direksi dan pegawai bank adalah siapapun yang memberikan jasanya kepada bank (seperti akuntan publik dan konsultan dan pemegang saham dan keluarganya serta keluarga pengurus bank).

Dalam praktik penegakan hukum pidana, ketentuan di atas menjadi “bumerang” bagi mereka yang melaporkan adanya suatu tindak pidana perbankan. Sebagai contoh pernah terjadi suatu perkara tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh Komisaris dan Direksi BPR Lampung (BKBH Unila, 2010), dimana anggota Dewan Komisaris melaporkan tindak pidana tersebut ke Polda Lampung dengan menyampaikan beberapa data bank. Pihak yang dilaporkan balik melaporkan angota Dewan Komisaris tersebut melakukan tindak pidana pembukaan rahasia bank.

Page 11: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

11

Oleh karena itu, perlu ada penyempurnaan peraturan agar pihak terafiliasi yang mengungkapkan adanya suatu tindak pidana perbankan tidak menjadi pelaku tindak pidana pembukaan rahasia bank.

3.3 Mekanisme Pembukaan Rahasia Bank

Undang-Undang Perbankan memberikan pengecualian dalam enam hal dan bersifat limitatif, artinya di luar enam hal tersebut tidak terdapat pengecualian yang lain. Pengecualian tersebut yaitu:

(a).Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat bank berdasarkan perintah Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan (Pasal 41);

(b). Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kapada Badan urusan Piutang dan Lelang Negara. Panitia Urusan Piutang Negara dapat memberikan pengecualian kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 41A);

(c).Untuk Kepentingan Pengadilan dalam Perkara Pidana dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 42);

(d). Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 43);

(e). Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44);

(f). Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari nasabah penyimpan secara tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44A).

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembukaan rahasia bank diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Menurut Admin (2010) peraturan ini menunjukkan bahwa Bank Indonesia (BI) telah melangkah lebih jauh, hal mana PBB baru melalui Konvensi Menentang Korupsi (UNICAC) tahun 2003 mewajibkan para negara peserta Konvensi memasukkan ketentuan yang dapat membuka kerahasiaan bank untuk kepentingan penyidikan tindak pidana korupsi.

Di dalam konsideran poin B Peraturan BI tersebut dinyatakan dengan tegas bahwa rahasia bank yang diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan, dimungkinkan dibuka untuk:

a. Kepentingan perpajakan;b. Penyelesaian piutang bank;

Page 12: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

12

c. Kepentingan peradilan dalam perkara pidana; d. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;e. Dalam rangka tukar menukar informasi antarbank;f. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah; dang. Permintaan ahli waris yang sah dari nasabah yang telah meninggal dunia.

Pasal 3 Ayat (1) tentang Pembukaan Rahasia Bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana wajib dilakukan setelah terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia.

Pasal 6 mengatur tentang pembukaan rahasia perbankan di dalam kepentingan peradilan dalam perkara pidana, di mana pimpinan BI dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank (Ayat (1)), setelah ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Ayat (2)), hal mana ketentuan tersebut juga berlaku di dalam perkara pidana yang diproses di luar peradilan umum (ayat (3)) di mana permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan:

a. Nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim;b. Nama tersangka atau terdakwa;c. Nama kantor bank tempat tersangka atau terdakwa mempunyai simpanan;d. Keterangan yang diminta;e. Alasan diperlukannya keterangan; danf. Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang

diperlukan.

Pasal 9 menentukan permintaan tertulis tersebut harus ditandatangani dengan membubuhkan tanda tangan basah oleh Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia atau Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang ditujukan kepada: Gubernur Bank Indonesia Up. Direktorat Hukum Bank Indonesia.

Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah surat permintaan untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana diterima secara lengkap oleh Direktorat Hukum BI, Gubernur BI memberikan perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, kecuali untuk perkara pidana korupsi, perintah atau izin diberikan dalam waktu 3 (tiga) hari. Demikian juga terhadap surat permintaan yang tidak memenuhi persyaratan, Gubernur BI secara tertulis dapat menolak untuk memberikan perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah surat permintaan diterima untuk kepentingan perkara pidana dan 3 (tiga) hari setelah permintaan diterima yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi (Pasal 10 Ayat (3) dan (4)).

Page 13: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

13

Perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, maupun penolakannya, dapat dilakukan oleh deputi gubernur senior atau salah satu deputi gubernur (Pasal 11 Ayat (1) dan (2)).

Mengenai perintah atau izin tertulis yang telah dikeluarkan oleh Gubernur BI, yang juga dapat dikeluarkan oleh Deputi Senior Gubernur BI atau salah satu deputi gubernur, pihak bank wajib melaksanakan dengan memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis, memperlihatkan bukti-bukti tertulis, surat-surat dan hasil cetak data elektronis, tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan, yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis tersebut.

Di dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (2), bahwa termasuk dalam pengertian keterangan secara tertulis adalah pemberian fotokopi bukti-bukti tertulis, fotokopi surat-surat dan hasil cetak data elektronis yang telah dinyatakan/diberi tanda sesuai dengan aslinya (certified) oleh pejabat yang berwenang pada bank. Pemberian keterangan secara tertulis tersebut perlu dilakukan sedemikian rupa agar tidak mengganggu dan menghilangkan dokumen yang menurut ketentuan seharusnya tetap diadministrasikan oleh bank yang bersangkutan. Kata memperlihatkan dalam ketentuan ini tidak berarti bahwa pembawa perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan bank.

Juga diatur secara khusus pada Pasal 8, bahwa bank dilarang memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan selain yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia.

Sebagai tambahan dan cukup penting untuk diketahui, bahwa terhadap pemblokiran atau penyitaan simpanan atas nama nasabah penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa dapat dilakukan tanpa memerlukan izin BI, kecuali untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan nasabah yang diblokir atau disita pada bank, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan BI ini (Pasal 12 Ayat (1) dan (2)).

Persoalan dalam mekanisme pembukaan rahasia bank ini menyangkut adanya data tentang tersangka/terdakwa. Mekanisme pembukaan rahasia bank di atas dapat dilakukan apabila perkara sudah masuk ke tahap penyidikan, yaitu ketika suatu perkara telah ada tersangka/terdakwanya sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (3), tetapi tidak dapat dilakukan ketika perkara dalam tahap penyelidikan yang belum ada tersangka/terdakwanya. Padahal dalam penegakan hukum pidana, proses peradilan pidana meliputi tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di muka sidang pengadilan.

Persoalan lain adalah apabila ada lembaga-lembaga negara lain di luar penegak hukum yang menganggap suatu peristiwa sebagai tindak pidana perbankan tetapi

Page 14: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

14

kesulitan untuk mendapat data perbankan karena adanya ketentuan rahasia bank seperti dalam kasus Bank Century. Pihak DPR yang menyatakan bahwa kasus Bank Century sebagai tindak pidana perbankan/korupsi tidak dapat melakukan pembukaan rahasia bank karena pembukaan rahasia bank harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam suatu perkara pidana, sedangkan lembaga penegak hukum tidak menganggapnya sebagai suatu tindak pidana perbankan/korupsi sehingga tidak mengajuan permintaan kepada pimpinan BI untuk melakukan pembukaan rahasia bank.

Oleh karena itu perlu ada penyempurnaan tentang mekanisme pembukaan rahasia bank terkait dengan tahapan dalam proses peradilan pidana dan pembukaan rahasia bank atas permintaan lembaga-lembaga negara lain di luar aparat penegak hukum pidana atas dugaan adanya suatu tindak pidana. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan ini sebaiknya dibuat dalam bentuk Peraturan Pemerintah untuk menggantikan Peraturan BI agar mempunyai dasar hukum yang lebih kuat karena pelanggaran terhadap ketentuan membuka rahasia bank dapat dikenai sanksi pidana penjara.

IV. PENUTUP

4.1 Simpulan

1. Lingkup rahasia bank dalam UU Perbankan adalah menyangkut “simpanan nasabah” dan “identitas” nasabah penyimpan yang memiliki simpanan itu. Lingkup rahasia bank sebaiknya meliputi: (a) Sisi liabilities (pasiva) bank. Sisi asset (aktiva) bank tidak perlu dirahasiakan; (b) Keadaan keuangan nasabah bukan penyimpan dana yang menggunakan jasa bank sesaat (walk-in customer) yang jasa bank itu menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayarkan dana kepada pihak tersebut atau pihak yang ditunjuk oleh yang bersangkutan (antara lain berupa pengiriman uang) yang dana itu berasal dari setoran nasabah; (c) Identitas nasabah.

2. Pihak-pihak yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank ialah: (a) Anggota Dewan Komisaris Bank; (b) Anggota Direksi Bank; (c) Pegawai Bank; (d) Pihak terafiliasi lainnya dari bank.

3. Mekanisme pembukaan rahasia bank diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.

4.2 Saran

1. Perlu adanya penyempurnaan pasal-pasal peraturan perundang-undangan tentang rahasia bank terkait lingkup atau hal-hal apa saja yang dapat dibuka dalam rahasia bank dan pihak-pihak yang wajib menyimpan rahasia bank.

Page 15: IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG …staff.unila.ac.id/eddyrifai/files/2011/11/Rahasia-bank... · Web viewSalah satu bentuk rasa saling percaya ini adalah bahwa apa pun yang diketahui

15

2. Perlu pembuatan peraturan perundang-undangan dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang Rahasia Bank dan Mekanisme Pembukaan Rahasia Bank.

DAFTAR PUSTAKA

Admin, Pembukaan Rahasia Bank di Dalam Kepentingan Peradilan dalam Perkara Pidana. http://www.situshukum.com/diakses tanggal 8 Juli 2010.

Asikin, Zainal, 1997, Pokok-Pokok Hukum Perbankan Di Indonesia, Raja Grafindo Perkasa.

Bako, Ronny Sautma Hotma, 1995, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan Dan Deposito (Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Deposan Di Indonesia Dewasa Ini), Citra Aditya Bakti, Bandung.

BKBH Unila, 2010. “Laporan Tahunan Perkara-perkara Yang Ditangani BKBH Unila”. Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Djumhana, Muhammad, 1996, Hukum Perbankan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fuady, Munir, 1999, Hukum Perbankan Modern, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Pramono, Nindyo, 1999, “Bank Sebagai Lembaga Kepercayaan Masyarakat”, makalah, disampaikan pada acara Sosialisasi Perbankan Syariah, Yogyakarta.

Syahdeni, Sutan Remi, 2006. “Rahasia Bank: Berbagai Masalah di Sekitarnya”, Makalah. Jakarta.