infinity online sept 2012

3
Online Version Welcome to the September 2012 online issue of Sysmex Indonesia Updates Selamat datang di Infinity Online edisi September 2012! Pada edisi ini, PT Sysmex Indonesia membahas inhibitor faktor VIII dan fase pre-analitik urinalisis berdasarkan panduan CLSI 2010. Selain itu, kami juga mengulas Semiloka Up Date on Blood Service yang diadakan pada tanggal 13-14 September 2012 di Hotel Aryaduta, Menteng, Jakarta. Untuk masukan, saran, atau kritik, dapat dikirim ke: [email protected] Selamat membaca! n Inhibitor Factor VIII n Pre-analytical urinalysis based on CLSI 2010 - A Review n Semiloka Up Date on Blood Service Inhibitor Factor VIII Pemeriksaan inhibitor faktor VIII biasa diminta oleh klinisi apabila pasien hemofilia A mengalami peningkatan pendarahan meskipun sudah memperoleh konsentrat faktor VIII secara rutin. Apabila hasil APTT tetap memanjang setelah dilakukan mixing study dengan penambahan faktor VIII konsentrat, maka dicurigai terdapat inhibitor faktor VIII. Pemeriksaan faktor VIII bertujuan mengetahui beratnya risiko pendarahan pada penderita hemofilia. Adapun interpretasi risiko pendarahan berdasarkan inhibitor faktor VIII adalah : n Hemofilia A berat : aktivitas F VIII <1% n Hemofilia A sedang : aktivitas F VIII 1 - 5% n Hemofilia A ringan : aktivitas F VIII >5 - 40% Yang diukur pada pemeriksaan inhibitor faktor VIII adalah residu aktivitas faktor VIII pada sampel (satuan %). Apabila faktor VIII ditambah ke plasma yang mengandung inhibitor dan diinkubasi maka faktor VIII tersebut akan dinetralisasi. Sisa faktor VIII yang tidak dinetralisasi merupakan residu faktor VIII yang diukur. Hasil tersebut kemudian dikonfirmasi menggunakan kurva Bethesda untuk mendapat nilai Bethesda Unit (BU). Bethesda Unit dikenal juga sebagai inhibitor unit, di mana 1 BU menyatakan terdapat sejumlah inhibitor faktor VIII yang menyebabkan berkurangnya aktivitas faktor VIII sebesar 50% (lihat gambar). Interpretasi hasil pemeriksaan berdasarkan aktivitas residual faktor VIII adalah sebagai berikut : n Residu F VIII 80-100% : sampel tidak mengandung inhibitor n Residu F VIII 60-80% : borderline, artinya perlu dilakukan pengulangan dengan sampel baru sebelum menentukan diagnosis n Residu F VIII <60% : sampel mengandung inhibitor Pemeriksaan inhibitor faktor VIII dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Metoda kualitatif dilakukan dengan membagi plasma normal menjadi dua, di mana yang satu dicampur dengan plasma yang mengandung inhibitor, dan yang lain hanya plasma normal; kemudian diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37 o C. Inkubasi selama 2 jam dilakukan karena pola inhibitor yang bervariasi, di mana ada yang langsung bereaksi, namun ada pula yang tidak langsung bereaksi (time dependent). Namun, pola ini umumnya akan menunjukkan proses yang sama, yaitu APTT memanjang setelah 2 jam pada suhu 37 o C. Metoda kuantitatif umumnya dilakukan untuk mencari inhibitor yang time dependent, yaitu jika sampel yang mengandung inhibitor faktor VIII dicampur dengan plasma normal maka sejumlah faktor VIII akan dinetralisasi. Jika faktor VIII yang ditambahkan dan waktu inkubasi dapat distandardisasi maka kekuatan faktor inhibitor dapat diukur berdasarkan jumlah aktivitas faktor VIII yang tersisa, dan hasilnya dilaporkan dalam satuan BU. n Broad assay menu with reproducibility of the tests comply with CLSI guidelines n Fast turn-around time even with speciality tests n Accurate measurement of abnormal Fibrinogen or D-Dimer levels n SNCS remote maintenance n Silent design TM Upcoming event Sysmex Lunch Symposium in PIT IX with the theme: Shaping Hematology Prof. dr. Riadi Wirawan, SpPK-K: Pleural Body Fluid Analysis: Automation vs Conventional Method PT Sysmex Indonesia: XN-Series The Next Generation in Hematology Moderator : dr. Budiman SpPK-K CA-600 Series Fully Automated Coagulation Analyzer

Upload: lince-wijoyo

Post on 26-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

  • Online Version

    Welcome to the September 2012 online issue of Sysmex Indonesia Updates

    Selamat datang di Infinity Online edisi September 2012!

    Pada edisi ini, PT Sysmex Indonesia membahas inhibitor faktor VIII dan fase pre-analitik urinalisis berdasarkan panduan CLSI 2010.

    Selain itu, kami juga mengulas Semiloka Up Date on Blood Service yang diadakan pada tanggal 13-14 September 2012diHotelAryaduta,Menteng,Jakarta.

    Untuk masukan, saran, atau kr i t ik , dapat d ik i r im ke:[email protected]

    Selamat membaca!

    n Inhibitor Factor VIII n Pre-analytical

    urinalysis based on CLSI 2010 - A Review

    n Semiloka Up Date on Blood Service

    Inhibitor Factor VIII Pemeriksaan inhibitor faktor VIII biasa diminta oleh klinisi apabila pasien hemofil ia A mengalami peningkatan pendarahan meskipun sudah memperoleh konsentrat faktor VIII secara rut in. Apabi la hasi l APTT tetap memanjang setelah di lakukan mixingstudydengan penambahan faktor VIII konsentrat, maka dicurigai terdapat inhibitor faktor VIII. Pemeriksaan faktor VIII bertujuan mengetahui beratnya risiko pendarahan pada pender i ta hemof i l i a . Adapun in terpre tas i r i s i ko pendarahan berdasarkan inhibitor faktor VIII adalah :

    n Hemofilia A berat : aktivitas F VIII 5 - 40%

    Yang diukur pada pemeriksaan inhibitor faktor VIII adalah residu aktivitas faktor VIII pada sampel (satuan %). Apabi la faktor VIII ditambah ke plasma yang mengandung inhibitor dan diinkubasi maka faktor VIII tersebut akan dinetralisasi. Sisa faktor VIII yang tidak dinetralisasi merupakan residu faktor VIII yang diukur. Hasiltersebutkemudiandikonfirmasimenggunakankurva Bethesda untuk mendapat nilai Bethesda Unit (BU). Bethesda Unit dikenal juga sebagai inhibitor unit, di mana 1 BU menyatakan terdapat sejumlah inhibitor faktor VIII yang menyebabkan berkurangnya aktivitas faktor VIII sebesar 50% (lihat gambar).

    Interpretasi hasil pemeriksaan berdasarkan aktivitas residual faktor VIII adalah sebagai berikut :

    n Residu F VIII 80-100% : sampel tidak mengandung inhibitor

    n Residu F VIII 60-8 0 % : borderline, artinya perlu dilakukan pengulangan dengan sampel baru sebelum menentukan diagnosis

    n Residu F VIII

  • Referensi

    1.van Geffen M, Dardikh M, Verbruggen B. Factor VIII inhibitor assays : methodology, shortcomings, and challenges. J Coag Disorders. 2009;2(1):1-7.

    2.KasperCK.Diagnosisandmanagementofinhibitorstofactor VIII and IX - An introductory discussion for physicians. In Treatment of Hemophilia. World Federation of Hemophilia [WFH]. 2004.

    3. Verbruggen B, Novakova I, Wessels H, et al. The nijmegen modi f i cat ion of the behtesda assay for factor VII I:C inhibitors : improved specificity and reliability. Thromb Haemost. 1995;73(2):247-51.

    Pre-analytical urinalysis based on CLSI 2010 - A Review Urinalisis merupakan pemeriksaan urin yang umum d i l a k u k a n , h e m a t w a k t u , a k u r a t , a m a n , d a n murah. Pemer iksaanur in me l iput i pemer iksaanmakroskopik (misalnya kekeruhan, bau, dan warna), pemeriksaan fisik urin (misalnya volume dan berat jenis), pemeriksaan kimia, dan pemeriksaan mikroskopik.

    Setiap laboratorium harus menentukan sendiri metoda yang digunakan untuk urinalisis berdasarkan evaluasi yang te lah d i lakukan. Hasi l evaluas i yang sudah dipublikasi dan diakui oleh badan internasional lebih disarankan.

    Fungsi pemeriksaan ur in di antaranya membantu penegakkan diagnosis, pemeriksaan penyaring misalnya untukmenentukanderajatkesehatan,mengetahuiadat idaknya penyakit bawaan, memantau perjalanan penyakit, serta memantau efektifitas pengobatan dan komplikasi yang ada.

    Karenasampelurinpasientidakdiketahuimengandungbahan infeksius atau tidak, maka diputuskan bahwa semua spesimen dari pasien di laboratorium harus diperlakukansebagaibahaninfeksius.Tipespesimenurin yang dikumpulkan dapat berupa :

    n urin sewaktu, yaitu urin yang dikumpulkan sewaktu penderita datang memintakan pemeriksaan urin

    n urinpagi,yaituurinyangditampungbegitubangundari tidur (sering dinamakan sebagai urin semalam atau urin 8 jam)

    n urin 24 jam, yaitu urin yang ditampung selama 24 jam.Umumnyainiuntuksubstansiurinyangmemilikivariasi diurnal dimana ditemukan kadar yang rendah di pagi hari namun meningkat di siang/sore hari misalnyakatekolamin,steroiddanelektrolit

    Pengumpulan urin dilakukan sendiri oleh pasien di bawah pengawasan anal is ter lat ih laborator ium. P e n g u m p u l a n d a p a t d i l a k u k a n d e n g a n t e k n i k pengambilan midstream clean catch, spesimen urin untuk biakan kuman, maupun kasus medikolegal.

    Pengumpulan urin diusahakan semampu mungkin terhindar dari kontaminasi sekret vagina, smegma, pubes, bedak, minyak, lotion, dan material lainnya, serta tidak boleh dikumpulkan dari diaper/pembalut.

    Spesimen urin yang ditampung harus dilengkapi dengan d a t a t a n g g a l d a n j a m p e n a m p u n g a n , w a k t u pengambilan, sampel urin simpanan atau segar, waktu pener imaan, waktu penger jaan, dan parameter pemeriksaan yang dimintakan serta ada t idaknya riwayat konsumsi obat.

    Penampung urin harus sekali pakai, bersih meskipun tidak steril (namun banyak laboratorium lebih memilih menggunakan penampung urin yang steri l), bebas bocor, bebas partikel, bebas deterjen, serta terbuat dari material yang bersih dan tidak mengkontaminasi urin. Penampung urin harus bermulut lebar, memiliki volume penampungan sedikitnya 50 mL dengan diameter sedikitnya 4 cm, dan memiliki penutup berulir terutama untuk pemeriksaan mikrobiologi. Spesimen urin yang lebih dari 2 jam harus disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-8 oC atau memakai pengawet kimia maupun media transpor. Spesimen urin yang dirujuk harus disimpan pada botol penampung yang tertutup rapat dan jika memungkinkan dikirim dalam 2 botol spesimen.

    Pada saat pener imaan boto l penampung ur in d i laboratorium, prosedur yang harus dikerjakan adalah memastikan label di botol penampung dengan formulir pemeriksaan, mencatat waktu penerimaan, mencatat kondisi sampel yang diterima (apakah urin segar, urin dengan pengawet kimia ataupun urin yang disimpan di

    Bumi Surabaya Hotel

    13 October 2012

    11.30-12.15

  • suhu pendingin), serta mengecek kesesuaian sampel urin selama transpor, volume urin dan kontaminasi (jika ada).

    Referensi

    CLSI.UrinalysisApprovedGuideline- Third Edition. CLSI document GP16-A3. Rabinovitch A, et al: Clinical and Laboratory Standards Institute; 2010.

    Semiloka Up Date on Blood Service

    Acara yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia ini berlangsung pada tanggal 13-14 Sepember 2012 d i Hote l Aryaduta, Menteng, Jakarta. Bertujuan mengingatkan kembali prinsip dasar transfusi darah dan memperkenalkan teknik-teknik baru di bidang transfusi darah, semiloka ini dihadiri oleh sekitar 150 peserta yang terdiri atas klinisi dan dokter spesialis patologi klinik.

    PT Sysmex Indonesia berpartisipasi dalam acara ini melalui simposium yang diadakan pada tanggal 13 September2012.Simposiumyangbertema"The role of HPC testing in PBSCT" ini dibawakan oleh dr. Agus Kosasih, SpPK, dengan moderator dr. Stefanus Lembar, SpPK. Pada acara tersebut, dr. Agus Kosasih, SpPK menje laskan pemer iksaan terk in i se l punca serta penelitian tentang sel punca menggunakan petanda CD34 yang dikorelasikan dengan HPC menggunakan alat Sysmex XE-2100. Hasil penelitian tersebut menunjukkan korelasi yang baik antara petanda CD34 dan HPC. Dengan demikian, pemeriksaan HPC dapat bermanfaat untuk menentukan waktu harvest sel punca.

    Kami mengucapkan terima kasih atas respon positif para peserta. Sampai jumpa pada acara selanjutnya.

    PT Sysmex [email protected]

    Cyber 2 Tower, 5th Floor, Unit EJl. HR. Rasuna Said Blok X5 No 13Jakarta Selatan 12950, Indonesia