isi mini project skabies

Upload: voltvoltics

Post on 02-Jun-2018

223 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    1/34

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A.

    LATAR BELAKANGLebih dari 90% anak di dunia lahir hidup di negara berkembang setiap tahun.

    35.000 dari mereka meninggal setiap hari, sebagian besar karena problem yang umum

    dan mudah dicegah. Kesehatan dan sakit anak ini adalah akibat dari dinamika kompleks

    faktor-faktor lingkungan, sosial, politik dan ekonomi. Tidak ada intervensi tunggal yang

    secara sukses memotong siklus morbiditas dan mortalitas yang membayangi mereka.1

    Malnutrisi adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas serta faktor yang

    mempersulit penyakit lainnya.1

    Masalah gizi adalah gangguan kesehatan seseorang atau

    masyarakat yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhannya akan zat

    gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi yang dalam bahasa Inggris disebut

    malnutrition, dibagi dalam dua kelompok yaitu masalah gizi-kurang (under nutrition) dan

    masalah gizi-lebih (over nutrition), baik berupa masalah gizi-makro ataupun gizi-mikro.2

    Malnutrisi protein, kalori dan nutrisi mikro berturut-turut menyebabkan 50% anak

    menderita kerdil sedang sampai berat, bersamaan dengan berkurangnya perkembangan

    kognitif. Kerentanan terhadap penyakit menular meningkat. Infeksi akut dan kronik

    sering menjadi penyebab kematian anak. Anoreksia dan ketidakmampuan perawatan

    tersier menyebabkan resusitasi gizi sukar atau tidak mungkin. Di samping tidak

    tersedianya makanan dan gangguan parasit kronis, malnutrisi kadang-kadang akibat dari

    praktek budaya makan. Menggunakan makanan dengan protein dan kandungan kalori

    rendah seperti makanan sapihan, pengubahan pola makan bayi dari ASI yang terlalu

    cepat (seringkali karena kepercayaan bahwa bayi tidak boleh disusui jika ibunya sedang

    hamil), dan kegagalan untuk memulai dan penghentian dini ASI adalah penyebab umum

    malnutrisi primer. Pendidikan wanita, keluarga berencana, dan jarak kelahiran adalah

    beberapa di antara strategi paling efektif mencegah malnutrisi.1

    Database global WHO tentang pertumbuhan dan malnutrisi telah mendata 87%

    dari total populasi usia di bawah 5 tahun di negara-negara berkembang, didapatkan

    distribusi malnutrisi kalori-protein di 79 negara berkembang antara lain Afrika, Asia,

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    2/34

    Amerika Latin dan Oceania berdasarkan data cross-sectionalantara tahun 1980 dan 1992.

    Prevalensi tinggi dan sangat tinggi (80%) terdapat di Asia, terutama Asia Tenggara.

    Penelitian di Munich, Jerman berdasarkan data berat badan dan tinggi badan

    rentang usia 7,85 5,1 tahun dari 623 pasien anak. 134 TST ( triceps skinfold thickness)

    dan 165 MUAC ( mid upper arm circumference ) diukur. Berat badan terhadap tinggi

    badan antara 85-95% nilai median serta nilai TST dan MUAC antara persentil 5 dan 10

    mengarah pada indikasi malnutrisi, sementara nilai di bawah 85% dan persentil 5 adalah

    malnutrisi berat. 24,1 % pasien dengan berat badan kurang dan 12,4% berat badan sangat

    kurang. Berdasarkan MUAC 20,6% malnutrisi dan 16,4% malnutrisi berat. Berdasarkan

    TST 17,2% pasien kurang nutrisi dan 9,7% kurang nutrisi berat. Risiko berat badan

    kurang ditemukan pada kasus fibrosis kistik (33,3%) , penyakit infeksi (34,5%), retardasi

    mental (40%), dan pasien dengan beberapa kelainan patologi (42,8%).3seharusnya : Di

    Indonesia, penentuan derajat gizi , menggunakan NCHS, dengan ketentuan . pada

    tahun terdapat yang giizi kurang dan yang gizi buruk.

    Berdasarkan data Susenas, prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita telah

    berhasil diturunkan dari 35,57 persen tahun 1992 menjadi 24,66 persen pada tahun 2000.

    Namun, terdapat kecenderung peningkatan kembali prevalensi pada tahun-tahun

    berikutnya. Selain itu, jika melihat pertumbuhan jumlah penduduk dan proporsi balita

    dari tahun ke tahun, sebenarnya jumlah balita penderita gizi buruk dan kurang cenderung

    meningkat. Kronisnya masalah gizi buruk dan kurang pada balita di Indonesia

    ditunjukkan pula dengan tingginya prevalensi anak balita yang pendek (stunting

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    3/34

    B. PENYERTAAN MASALAH

    1. Tingginya kasus gizi kurang di Puskesmas Kotabumi IIperiode tahun.. - . .

    2. Kasus gizi kurang dapat menjadi kasus gizi buruk yang dapat menimbulkan kematian.

    3. Tidak tersedianya formula susu yang sesuai untuk penanganan kasus gizi kurang di

    Puskesmas Kotabumi II dan Dinas Kesehatan Lampung Utara.

    4. Kebanyakan kasus gizi kurang terjadi pada keluarga dengan ekonomi rendah.

    C. TUJUAN

    1. Sebagai syarat dalam penyelesaian program dokter intership

    2. Menurunkan jumlah kasus gizi kurang di Puskesmas Kotabumi II

    3. Mencegah terjadinya kasus gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Kotabumi II

    4. Tersedianya formula susu yang sesuai untuk kasus gizi kurang di wilayah kerja

    Puskesmas Kotabumi II dengan harga terjangkau.

    D. MANFAAT

    Tersedianya formula susu untuk kasus gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Kotabumi II,

    sehingga balita dengan gizi kurang dapat ditangani secara efektif.

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    4/34

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A.

    Pengertian dan Klasifikasi KKPa. Pengertian dan Batasan

    Malnutrisi merupakan keadaan dimana status nutrisi dapat berupa

    defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan energi, protein atau komponen

    nutrisi lain seperti mineral dan vitamin yang menyebabkan efek samping terhadap

    fungsi tubuh dan timbulnya gejala klinis. Gangguan pertumbuhan pada anak

    berefek buruk pada tubuh dan ini dapat diukur secara sederhana dengan

    antropometri.6 KEP/MEP/KKP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh

    kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat

    gizi lain.7

    b. Klasifikasi

    Derajat KKP, yaitu ringan, sedang dan berat. Derajat ditentukan

    berdasarkan perhitungan berat dalam persentase untuk berat badan ideal terhadap

    panjang atau tinggi badan menggunakan standar internasional :8

    normal : 90-110%

    ringan : 85-90%

    sedang : 75-85%

    berat : < 75%

    Penyakit akibat KKP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan

    Marasmic Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein.

    Marasmus disebabkan karena kurang energi dan Marasmic Kwashiorkor

    disebabkan karena kurang energi dan protein. KKP umumnya diderita oleh balitadengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami

    Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut

    jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami

    Marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam pada kulit.9

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    5/34

    B. Etiologi dan Faktor Risiko KKP

    Banyak faktor yang menyebabkan kekurangan gizi, kebanyakan karena asupan

    yang kurang atau infeksi terutama terjadi pada populasi di pedalaman. Asupan yang

    adekuat (host) dan penyakit (agent) berkaitan dengan keadaan kehidupan secara umum,

    kondisi lingkungan (environment) dan bagaimana suatu populasi dapat menjangkau

    kebutuhan dasarnya seperti makanan, tempat tinggal dan pelayanan kesehatan.

    Kekurangan gizi ini merupakan akibat dari faktor risiko timbulnya penyakit serta

    eksaserbasi dari kurang gizi tersebut (Gambar 1.) serta dapat meningkatkan morbiditas

    dan mortalitas.10

    KKP dapat primer atau sekunder. KKP primer disebabkan karena diet nutrisi yang

    tidak adekuat. KKP sekunder diakibatkan bisa karena kelainan atau obat-obatan yang

    mempengaruhi metabolisme nutrisi.8

    KKP Primer :8

    Pada anak KKP dibagi menjadi dua jenis, yaitu marasmus dan kwashiorkor.

    Bentuk dari KKP ini tergantung dari keseimbangan sumber energi non protein dan

    protein. Kelaparan merupakan suatu bentuk KKP akut yang berat.

    Marasmus :

    Disebut juga sebagai KKP tipe kering yang menyebabkan penurunan berat

    badan dan penipisan lemak serta otot. Di negara berkembang KKP jenis

    marasmus sangat umum terjadi pada anak.

    Kwashiorkor :

    Disebut juga sebagai KKP tipe basah, bengkak atau edematous.

    Kwashiorkor dihubungkan dengan pemberhentian menyusui secara dini

    akibat anak terabaikan, dimana saat anak yang lebih muda lahir sehingga

    ASI lebih diutamakan untuk anak yang baru lahir. Maka kwashiorkor

    terjadi pada usia yang lebih tua daripada marasmus. Kwashiorkor juga

    dapat timbul akibat suatu penyakit akut, seringnya terjadi gastroenteritis

    atau infeksi lainnya (kemungkinan akibat pengeluaran sitokin) yang

    memang sebelumnya anak tersebut sudah menderita KKP. Diet yang

    kurang protein dibandingkan kalori akan lebih mengarah terjadinya

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    6/34

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    7/34

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    8/34

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    9/34

    Aspek esensial yang utama dari malnutrisi energi-protein adalah degenerasi lemak

    dari organ-organ seperti hepar dan jantung. Degenerasi tersebut bukan hanya tanda

    keparahan malnutrisi saja, tetapi juga merupakan tanda subklinik atau mengarah pada

    terjadinya insufisiensi jantung terutama bila terdapat edema. Bila tidak dikoreksi dapat

    menyebabkan gagal jantung akibat peningkatan natrium dan volume cairan iatrogenik.

    Aspek yang kedua adalah kehilangan lemak subkutan, sehingga menurunkan kapasitas

    tubuh terhadap regulasi suhu dan penyimpanan air. Sebagai konsekuensi dari anak yang

    menderita malnutrisi adalah terjadinya hipotermia dan hipoglikemia. Pada keadaan yang

    lebih parah akhirnya akan terjadi atrofi mukosa pada usus halus yang menyebabkan

    kurangnya absorpsi pencernaan makanan. Malnutrisi berat ditandai dengan adanya

    hipovolemia yang mengarah pada terjadinya hiperaldosteronisme dan menyebabkan

    ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Karena distr ofi muskular banyak memobilisasi

    kalium seperti diekskresikan melalui urin, maka tidak tampak tanda hiperkalemia.12

    Dampak terhadap susunan saraf pusat akibat kurang energi protein.Masukan

    energi dan protein yang tidak mencukupi kebutuhan bayi/anak, akan berdampak terutama

    pada perkembangan susunan saraf. Hal ini dapat terjadi sejak di dalam kandungan, lebih-

    lebih setelah lahir. Menurut Beard (dalam Ziegler and Filler 1996: 615) kekurangan

    energi dan protein biasanya disertai defisiensi zat gizi mikro yang sangat berpengaruh

    terhadap sel-sel otak dan Susunan Saraf Pusat (SSP) atau Central Nervous System (CNS)

    serta penurunan jumlah lemak otak (total brain lipid), kolesterol, phospolipid dan

    ganglioside. (Yusuf, 1979 dan Sastri, 1985 dalam Ziegler and Filler 1996: 615). Dampak

    dari kurang enrgi-protein terhadap SSP/CNS sangat terasa terutama pada awal

    pertumbuhan. Terjadinya disfungsi dari neuromuscular adalah tanda dari marasmus dan

    kwashiorkor yang akan menyebabkan kerusakan motor neuron dan saraf sensor.

    Pengaruh KEP yang terjadi pada masa 13 minggu kehamilan sampai usia 1 atau 2 tahun

    akan berakibat terganggunya multiplikasi glial, pertumbuhan syaraf neuron dan

    pembelahannya. Kegagalan pemberian kalori dan protein untuk memenuhi kebutuhan

    pada masa yang pendek ini akan membawa perubahan morfologis yang berarti. (Chopra

    dan Arun, 1992 dalam Ziegler and Filler 1996: 615).13

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    10/34

    Gambar 2. Penyebab Malnutrisi Langsung dan Tidak Langsung12

    D. Manifestasi Klinis KKP

    Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :8,13

    1. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah

    sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung,

    mudah dicabut dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot

    mengecil (hipotrofi), bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy

    pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama diare dan anemia.

    2. Marasmus, ditandai dengan :

    - sangat kurus

    - tampak tulang terbungkus kulit

    - wajah seperti orang tua (old man / monkey face)

    - merasa lapar, cengeng dan rewel

    - kulit keriput

    - jaringan lemak subkutan minimal/tidak ada sehingga seperti bayi yang memakai

    pakaian yang terlalu besar ukurannya

    - perut cekung

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    11/34

    - iga gambang

    - sering disertai penyakit infeksi dan diare

    - Marasmus sering sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan

    - Pada marasmus tingkat berat, terjadi retardasi pertumbuhan, berat badan

    dibanding usianya sampai kurang 60% standar berat normal. Sedikitnya jaringan

    adipose pada marasmus berat tidak menghalangi homeostatis, oksidasi lemak

    tetap utuh namun menghabiskan cadangan lemak tubuh. Keberadaan persediaan

    lemak dalam tubuh adalah faktor yang menentukan apakah bayi marasmus dapat

    bertahan/survive (Cameron & Hofvander 1983:19-21).

    3.Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.

    Anak/bayi yang menderita marasmic-kwashiorkor mempunyai gejala (sindroma)

    gabungan kedua hal di atas. Seorang bayi yang menderita marasmus lalu berlanjut

    menjadi kwashiorkor atau sebaliknya tergantung dari makanan/gizinya dan sejauh

    mana cadangan energi dari lemak dan protein akan berkurang/habis terpakai Apabila

    masukan energi kurang dan cadangan lemak terpakai, bayi/anak akan jatuh menjadi

    marasmus. Sebaliknya bila cadangan protein dipakai untuk energi, gejala kwashiorkor

    akan menyertai. Hal ini dapat terjadi pada anak yang dietnya hanya mengandung

    karbohidrat saja seperti beras, jagung atau singkong yang miskin akan protein.Gagalnya pertumbuhan kemungkinan akan menyertai pada kasus KEP-marasmus,

    Kwashiorkor atau keduanya.

    E. Diagnosis dan Penatalaksanaan KKP

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran

    antropometri.14

    a. Anamnesa14

    Anamnesa terdiri dari anamnesa awal (untuk kedaruratan) dan anamnesa lanjutan

    (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah

    kedaruratan ditangani).

    Anamnesa Awal :

    Kejadian mata cekung yang baru saja muncul

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    12/34

    Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan bahan muntah dan diare

    encer/lendir/darah

    Kapan terakhir berkemih

    Sejak kapan kaki dan tangan dingin

    Bila terdapat gejala di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi

    dan/atau syok, serta harus ditangani segera.

    Anamnesa Lanjutan :

    Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit

    Riwayat pemberian ASI

    Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir

    Hilangnya hawa nafsu makan

    Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru

    Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir

    Batuk kronik

    Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung

    Berat badan lahir

    Riwayat tumbuh kembang : duduk, berdiri, bicara dan lain-lain

    Apakah ditimbang tiap bulan

    Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)

    Diketahui atau tersangka HIV

    b. Pemeriksaan Fisik14

    Penentuan status gizi dengan antropometri, anak didiagnosis gizi buruk apabila :

    BB/TB < -3 SD atau < 70% dari median (marasmus)

    Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:

    BB/TB >-3 SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB < -3SD)

    Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa

    anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai

    jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, bokong dan

    paha ; tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema.

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    13/34

    Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin

    anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu

    seperti tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika

    ditemukan penyakit lain yang berat.

    Tabel 1. Status Gizi Secara Klinis dan Antropometri (BB/PB atau BB/TB)

    STATUS GIZI KLINIS ANTROPOMETRI

    Gizi Buruk Tampak sangat kurus dan

    atau edema pada kedua

    punggung kaki sampai

    seluruh tubuh

    < -3 SD *) atau 70%

    Gizi Kurang Tampak kurus -3SD sampai < -2SD atau

    80%

    Gizi Baik Tampak sehat -2 SD sampai +2 SD

    Gizi Lebih Tampak gemuk >+2 SD

    *) mungkin BB/PB atau BB/TB < -3 SD atau 70% median.14

    Keterangan : pengukuran SD (standar deviasi) menggunakan tabel Z-Score

    Hal-hal yang diperhatikan saat pemeriksaan fisik :

    Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung

    kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB (seperti yang

    dijelaskan pada paragraf sebelumnya).

    Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati

    menentukan status dehidrasi pada gizi buruk).

    Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill timeyang lambat, nadi

    lemah dan cepat), kesadaran menurun.

    Demam suhu aksilar , C) atau hipotermi suhu aksilar , C).

    Frekuensi dan tipe pernapasan : pneumonia atau gagal jantung.

    Sangat pucat.

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    14/34

    Pembesaran hati dan ikterus.

    Adakah perut kembung, bising usus melemah/meningkat, tanda asites atau

    adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash).

    Tanda defisiensi vitamin A pada mata :

    o Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot

    o Ulkus kornea

    o Keratomalasia

    Ulkus pada mulut

    Fokus infeksi : telinga tenggorok, paru, kulit

    Lesi kulit pada kwashiorkor :

    o Hipo- atau hiperpigmentasi

    o

    Deskuamasi

    o Ulserasi (kaki, paha, genital, lipat paha, brlakangn teling)

    o Lesi eksudatif ( menyerupai luka bakar ), sering kali dengan infeksi

    sekunder (termasuk jamur)

    Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir)

    Tanda dan gejala infeksi HIV

    c.

    Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium dilakukan jika tidak ada riwayat asupan energi

    yang kurang. Penilaian terhadap serum albumin, limfosit, limfosit-T CD4+,

    transferin dan respon terhadap antigen kulit dapat membantu untuk menentukan

    keparahan kekurangan energi-protein atau sebagai konfirmasi diagnosis. Beberapa

    hasil tes dapat abnormal ; misal, terjadi penurunan kadar hormon, vitamin, lemak,

    kolesterol, prealbumin, IGF-1, fibronektin, dan retinol-binding protein. Kadar

    kreatin urin dan metilhistidin juga dapat digunakan untuk menilai derajat atrofi

    wating otot. Karena katabolisme protein yang lambat, kadar urea urin juga

    rendah namun tidak diperlukan suatu terapi.8

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    15/34

    Tabel 2. Nilai-nilai Hasil Pemeriksaan yang Umum Digunakan untuk Menentukan

    Derajat KKP.8

    Pemeriksaan laboratorium juga digunakan untuk mengetahui kasus yang

    disebabkan karena kurang energi-protein sekunder. CRP (protein C reaktif) atau

    reseptor interleukin-2 yang larut air dapat diukur ketika kasus kurang energi-

    protein tidak jelas penyebabnya, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui

    adanya peningkatan sitokin. Pemeriksaan fungsi tiroid dapat juga dilakukan.

    Pemeriksaan laboratorium lainnya yang dilakukan untuk mendeteksi

    adanya keabnormalan yang membutuhkan suatu terapi antara lain, elektrolit (Na,

    K, Ca, Mg), glukosa, fosfat yang biasanya kadarnya akan rendah. BUN biasanya

    rendah kecuali jika disertai gagal ginjal. Asidosis metabolik dapat terjadi. Anemia

    normositik (karena defisiensi protein) atau anemia mikrositik (karena defisiensi

    besi yang simultan) biasanya sering terjadi.8

    Bila terjadi diare berat atau yang tidak dapat sembuh dengan terapidilakukan pemeriksaan feses untuk mendeteksi adanya mikroorganisme

    (umumnya parasit). Pemeriksaan lain yang kadang-kadang diperlukan, yaitu

    urinalisis, kultur urin, kultur darah, tes tuberkulin, dan foto thorax karena pada

    keadaan kurang energi-protein rentan terhadap infeksi.8

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    16/34

    d. Tatalaksana

    Pada saat masuk rumah sakit :

    14

    Anak dipisahkan dari pasien infeksi

    Ditempatkan di ruangan yang hangat 2-0 C, bebas dari angin)

    Dipantau secara rutin

    Memandikan anak dilakukan seminimal mungkin dan harus segera

    dikeringkan.

    Demi keberhasilan tatalaksana diperlukan :

    14

    Fasilitas dan staf yang profesional (Tim Asuhan Gizi)

    Timbangan badan yang akurat

    Penyediaan dan pemberian makan yang tepat dan benar

    Pencatatan asupan makanan dan berat badan anak, sehingga kemajuan selama

    perawatan dapat dievaluasi

    Keterlibatan orang tua

    Tatalaksana umum :14

    Penilaian Triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada

    anak gizi buruk. Bila ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata

    kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin lalu tutup mata dengan kasa yang dibasahi

    dengan larutan saline serta dibalut. Jangan beri obat mata yang mengandung

    steroid. Bila terdapat anemia berat lakukan penanganan segera.

    Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 2 fase yaitu, fase

    stabilisasi (hari ke 1-2) dan rehabilitasi (minggu ke 2-6).

    Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :14

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    17/34

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    18/34

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    19/34

    3. Parasit/cacing

    Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat

    antihelmintik lain.

    4. Diare melanjut

    Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum.

    Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan

    Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin,

    lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB

    setiap 8 jam selama 7 hari.

    5. Tuberkulosis

    Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali

    alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati

    sesuai pedoman pengobatan TB.

    c) Tindakan kegawatan7,14

    1. Syok (renjatan)

    Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit

    membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik

    dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa

    dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.

    Pedoman pemberian cairan :

    Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar

    dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.

    Evaluasi setelah 1 jam :

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    20/34

    Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan

    status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di

    atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian

    Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam,

    selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).

    Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini,

    berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah

    sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah

    pemberian formula (F-75/pengganti)

    2. Anemia berat

    Transfusi darah diperlukan bila :

    Hb < 4 g/dl

    Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung

    Transfusi darah :

    Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.

    Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cellsuntuk transfusi dengan

    jumlah yang sama.

    Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.

    Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak

    dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl,

    jangan diulangi pemberian darah

    e. Prognosis

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    21/34

    Tingkat mortalitas pada anak sekitar 5-40%. Tingkat mortalitas lebih

    rendah pada anak dengan KKP sedang dan pada anak yang mendapatkan

    pelayanan intensif. Kematian pada hari-hari pertama terutama disebabkan karena

    defisit elektrolit, sepsis, hipotermia atau gagal jantung. Penurunan kesadaran,

    ikterik, ptekie, hiponatremia dan diare persisten merupakan suatu tanda. Apatis,

    edema dan anoreksia merupakan suatu tanda yang umum. Penyembuhan lebih

    cepat pada kwashiorkor dibanding dengan marasmus. Efek berkepanjangan belum

    didapatkan secara pasti, namun beberapa anak akan mengalami malabsorpsi

    kronik dan insufisiensi pankreas. Pada anak yang lebih muda, retardasi mental

    sedang dapat terjadi dan dirasakan terutama pada usia sekolah. Kelamahan

    kognitif permanen juga dapat terjadi tergantung dari durasi, keparahan dan usia

    saat terjadinya KKP.8

    F. Komplikasi Akibat Terapi

    Komplikasi yang dapat terjadi selama terapi antara lain, hipervolemia, defisit

    elektrolit, hiperglikemia, aritmia dan diare. Diare umumnya sedang dan dapat dikoreksi,

    namun pada kasus yang berat dapat menyebabkan dehidrasi sampai kematian. Penyebab

    diare ( karena sorbitol dari susu formula, Clostridium difficile pada pasien yang

    mendapatkan antibiotik) masih dapat dikoreksi. Karena KKP dapat mengganggu fungsi

    jantung dan renal, hidrasi dapat menyebabkan hipervolemia. Terapi cairan dapat

    menyebabkan penurunan ion K dan Mg sehingga berdampak pada aritmia. Metabolisme

    karbohidrat yang terjadi selama terapi dapat menstimulasi sekresi insulin, yang membawa

    fosfat masuk ke intrasel. Hipofosfatemia dapat menyebabkan kelemahan otot, parestesia,

    kejang, koma dan aritmia. Karena kadar fosfat dapat berubah dengan cepat selama

    pemberian cairan parenteral oleh karena itu penting untuk dicek selalu kadarnya secara

    reguler. Selama terapi, insulin endogen bisa menjadi tidak efektif sehingga menyebabkan

    hiperglikemia. Dehidrasi dan hiperosmolar bisa terjadi. Aritmia ventrikular dapat terjadi

    sehingga terjadi pemanjangan interval QT.8

    G. Langkah Promotif / Preventif13

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    22/34

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    23/34

    - Memperpanjang masa menyusui (prolong lactation) selama ibu dan bayi

    menghendaki.

    (WHO Geneva 1976: 45-46)13

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    24/34

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    25/34

    C. METODE PEMBUATAN28,29

    Komposisi tiap 30 gram salep mengandung :

    Sulfur presipitatum = 8% x 30 gram = 2, 4 gram

    Vaseline album = 92% x 30 gram = 27,6 gram

    Komposisi tiap 15 gram salep mengandung :

    Sulfur presipitatum = 8% x 15 gram = 1,2 gram

    Vaseline album = 92% x 15 gram = 13,8 gram

    Komposisi tiap 10 gram salep mengandung :

    Sulfur presipitatum = 8% x 10 gram = 0,8 gram

    Vaseline album = 92% x 10 gram = 9,2 gram

    Cara kerja :

    1. Siapkan alat dan bahan

    2. Setarakan timbangan

    3. Sulfur dihaluskan lebih dahulu lalu diayak agar cukup larut dalam dasar salep

    4. Timbanglah :

    Sulfur presipitatum sesuai dengan kebutuhan.

    Vaseline album sesuai kebutuhan.5. Masukkan sulfur kedalam mortir lalu masukkan Vaseline album sedikit demi

    sedikit aduk hingga homogen.

    6. Pindahkan ke dalam pot salep

    7. Beri etiket biru

    8. Tutup pot salep hingga rapat dengan isolasi.

    Cara penggunaan salep

    1. Gunakan setelah mandi oleskan salep dari leher hingga ujung kaki selama 24

    jam

    2. Mandi bersih setelah 24 jam pemakaian

    3. Oleskan kembali salep selama 24 jam selama 3 hari berturut-turut.

    4. Selama pemakaian salep tidak boleh kena air.

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    26/34

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    27/34

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    28/34

    BAB IV

    DATA

    A.

    VISI DAN MISI PUSKESMAS

    Pada tahun 2012 Puskesmas Kotabumi II merupakan Puskesmas berstandar

    Internasional ISO 9001 : 2008.(3)

    1. VISI

    Puskesmas Kotabumi II menjadi Puskesmas dengan pelayanan prima khususnya di

    Provinsi Lampung, dan umumnya di wilayah Sumatra bagian Selatan.

    2. MISI

    Untuk mencapai visi tersebut, maka Puskesmas Kotabumi II mempunyai misi

    sebagai berikut :

    a. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

    b. Meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungan

    c. Meningkatkan kualitas SDM dari tenaga kesehatan yang ada.

    B. KEADAAN PENDUDUK

    Wilayah kerja Puskesmas Kotabumi II dengan jumlah penduduk 44.727 jiwa,

    sebagian besar penduduknya merupakan kelompok umur 15 sampai dengan umur 61

    tahun, yaitu secara presentase, sebesar 67% dari jumlah keseluruhan penduduk yang ada,

    atau sebanyak 29.998 jiwa. Penduduk tersebut tersebar di tiga kelurahan dan lima desa

    yang ada.

    Kepadatan penduduk pada tahun 2012 sebesar 81,61 per km2 dengan daerah yang

    mempunyai kepadatan penduduk tertinggi adalah kecamatan Tanjung Harapan yaitu

    sebesar 166,16 jiwa per km2.(3)

    C. KEADAAN EKONOMI

    Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam

    menentukan keberhasilan suatu daerah. Kemiskinan merupakan salah satu isu krusial

    yang sangat terkait dengan dimensi ekonomi. Lebih dari 30% penduduk wilayah kerja

    Puskesmas Kotabumi II merupakan penduduk miskin.

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    29/34

    Wilayah kerja Puskesmas Kotabumi II mata pencaharian pokok penduduk berada di

    sektor pertanian dan pemerintahan. Pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi tertinggi

    terjadi pada sektor pemerintahan (PNS / TNI - POLRI) sebesar 22%, buruh tani 20% dan

    pegawai swasta sebesar 14%.(3)

    D. KEADAAN PENDIDIKAN

    Sekolah di wilayah kerja Puskesmas Kotabumi II dirinci menurut status sekolah

    dapat dilihat pada

    Jumlah Sekolah Menurut Status Sekolah dan Tingkat Pendidikan Di Wilayah Kerja

    Puskesmas Kotabumi II Tahun 2012

    No. Tingkat Sekolah Status Jumlah

    Negeri Swasta

    1 TK 11 - 11

    2 SD 22 2 24

    3 Madrasah Ibtidaiyah 2 - 2

    4 SLTP 2 5 7

    5 Madrasah Tsanawiyah 1 - 1

    6 Pondok Pesantren SLTP - 1 1

    7 SLTA 3 9 12

    8 Akademi Diploma III 1 1 2

    Jumlah Murid Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Di Wilayah Kerja

    Puskesmas Kotabumi II

    No. Jenis kelamin Jenjang Pendidikan

    SD SLTP SLTA

    1 Laki-laki 396 296 355

    2 Perempuan 521 354 375

    E. SUMBER DAYA KESEHATAN YANG ADA

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    30/34

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    31/34

    G. SARANA KESEHATAN YANG ADA

    1. KIA

    Di puskesmas Kotabumi II terdapat salah satu program KIA, yaitu MTBS yang

    diperuntukkan khusus untuk menangani balita sakit. MTBS ini berfungsi untuk

    screening status gizi balita yang sakit.

    2.

    Posyandu

    Di Puskesmas Kotabumi II terdapat program posyandu, yang dilaksanakan di seluruh

    wilayah kerja puskesmas. Sarana ini dapat berfungsi untuk screening status gizi balita

    sehat.

    3. Konseling Gizi

    Untuk penanganan yang berkelanjutan pada kasus gizi kurang, dapat dilakukan oleh

    bagian gizi dalam hal penyuluhan, pemberian formula susu, dan pemantauan status

    gizi balita tersebut.

    H. F-75 dan F-100 YANG TERSEDIA

    Susu yang tersedia akan disediakan oleh dinas kesehatan setelah ada laporan kasus dari

    puskesmas, namun selama ini proses pengadaan F75 dan F100 terlambat dan terbatas.

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    160

    2010 2011 2012

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    32/34

    Jika tidak melalui dinas kesehatan, F75 dan F100 dapat dipesan di Bogor dengan harga

    Rp 4000/bungkus/hari.

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    33/34

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. KESIMPULAN

    Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sanitasi terhadap

    Sarcoptes scabiei. Penularan skabies terjadi melalui kontak langsung. Akibat infestasi

    tungau pada kulit menyebabkan rasa gatal yang hebat sampai timbulnya eritrema, papula

    dan vesikula hingga terjadi kerusakan kulit.

    Data skabies dari seluruh puskesmas seluruh Provinsi Lampung dijumpai 6.834kasus pada tahun 2007. Di Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2007, skabiesmenduduki urutan ke enam dari 10 besar penyakit. Sedangkan data yang didapatkan dari

    Puskesmas kotabumi II, pada tahun 2010 dijumpai 26 kasus, tahun 2011 dijumpai 86kasus dan tahun 2012 dijumpai 144 kasus. Dengan demikian jumlah pasien yang

    terserang skabies semakin meningkat.

    Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M. Cara

    aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulittubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini

    adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara

    yang membutuhkan terapi massal.

    B. SARAN

    1. Salep sulfur ini dapat dijadikan alternatif pengobatan scabies di Puskesmas Kotabumi

    II dengan cara pemakaian dari leher hingga ujung kaki selama 3 hari berturut-turut

    agar efektif.

    2. Dilakukan edukasi tentang tata cara pemakaian salep sulfur dan dilakukan kontrol

    pada penderita selama pemakaian salep untuk mengetahui efektifitas dan efek

    samping penggunaan salep.

    3.

    Dilakukan edukasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat untuk mencapai

    kesembuhan yang optimal pada penderita skabies.

    4. Salep sulfur juga diberikan pada seluruh anggota keluarga penderita skabies.

    5. Pengadaan salep sulfur ini dilakukan secara berkelanjutan di Puskesmas Kotabumi II.

    DAFTAR PUSTAKA1. Anoname. 2011. Bab II Tinjauan Pustaka. Available from:

    repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33901/5/Chapter%20I.pdf. diakses tanggal 4

    Juni 2013

  • 8/10/2019 Isi Mini Project Skabies

    34/34

    2. Profil kesehatan porvinsi lampung tahun 2007. Available from:

    www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20lampung%202007.pdf. Diakses tanggal 4

    Juni 2013

    3. Profil puskesmas kotabumi II. 2012.

    4. Djuanda Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia.2010.

    5. Wardhana, April.H, Joses Manurung, dan Tolibin Iskandar. 2006 . SKABIES:

    TANTANGAN PENYAKIT ZOONOSIS MASA KINI.DAN MASA DATANG

    available from: bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/attachments/247_16.pdf. Diakses

    tanggal 4 juni 2013.

    6. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292. ,

    7.

    Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J. 2005.

    Januari. 1(951)/7-11

    8. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas Kedokteran

    Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10

    9. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following

    Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy.J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-91.

    10.Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta:

    EGC; 1996.

    11.Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human and

    Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.

    12.Hicks MI, Elston DM. Scabies.DermatologicTherapy. 2009. November :22/279-292.

    13.Chosidow O. Scabies.New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.

    14.Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions.J ClinMicrobiol. 1995. August: 33/2139-2140.

    15.Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,

    Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA:Blackwell publishing; 2004. 37-47

    http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20lampung%202007.pdfhttp://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20lampung%202007.pdfhttp://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20lampung%202007.pdf