repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/5/bab iv.pdfauthor û éhö ¸_ÜðÇ 5}½yëïxÀ3jÆ`w...
TRANSCRIPT
39
BAB IV
GAMBARAN UMUM
Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum kerjasama Sister City Kota
Surabaya dan Kota Kitakyushu. Untuk memenuhi gambaran umum tersebut akan
dijelaskan mengenai sejarah hubungan kerjasama antara kota Surabaya dengan
Kota Kitakyushu yang disertai dengan deskripsi singkat dari Kota Surabaya dan
Kota Kitakyushu. Kemudian dalam bab ini juga membahas mengenai dasar
hukum pelaksanaan kerjasama antar daerah luar negeri kota Surabaya serta
mekanisme dan prosedur kerjasama internasional sister city di Kota Surabaya. Hal
ini diharapkan dapat memberikan gambaran awal mengenai bagaimana kerjasama
sister city Kota Surabaya dan Kota Kitakyushu terbentuk.
4.1 Hubungan Kota Surabaya dan Kota Kitakyushu, Jepang
Hubungan antara Kota Surabaya dengan Kitakyushu sudah berlansgung cukup
lama. Hal tersebut berawal dari keikut sertaan Surabaya dalam Deklarasi Bersama
pada Konferensi Kitakyushu tentang Kerjasama Lingkungan antara Kota-Kota di
wilayah Asia pada tanggal 15 Oktober 1997 serta adanya the Kitakyushu Initiative
Network sejak tahun 2000. Penandatanganan tersebut menjadi langkah awal untuk
membangun hubungan baik antara Kota Surabaya dengan Kota Kitakyushu dalam
bidang lingkungan. Sejak saat itu, aktifitas-aktifitas lain mulai dikembangkan
salah satunya adalah undangan untuk human resources training atau pelatihan
sumber daya manusia untuk perlindungan lingkungan sejak tahun 2003.
40
Kemudian berlanjut pada survey pengolahan limbah yang benar pada tahun 2002.1
Pada tahun 2004 juga terdapat kerjasama berupa proyek percontohan dalam
bentuk rumah kompos dan keranjang Takakura. Kerjasama terus berlanjut hingga
pada tahun 2007 dilakukan revitalisasi sungai Kali Mas.2
Sejak adanya hubungan antar kedua kota tersebut terdapat capaian yang cukup
besar yaitu upaya pengomposan yang semakin berkembang yang dimulai dari
tahun 2004 sehingga telah mengurangi sekitar 30% tingkat limbah serta
berkontribusi dalam perbaikan lingkungan yang lebih indah dan lebih hijau.
Proyek lain yang dihasilkan dari hubungan berupa dukungan atas peningkatan
kapasitas pengendalian kualitas air pada tahun 2007-2008.3
Melihat manfaat besar yang diperoleh dari kerjasama lingkungan dengan
Kitakyushu tersebut, pada tahun 2010 Pemerintah Kota Kitakyushu membuka
peluang untuk meningkatkan kerjasama di bidang yang lebih tinggi dan kompleks
yaitu kerjasama dalam bidang low carbon society. Pada bulan November 2010
Pemerintah Kota Kitakyushu melakukan kunjungan ke Surabaya sebagai tahap
awal dalam pengimplementasian kerjasama low carbon society. Kunjungan
tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mempresentasikan tentang upaya yang
dapat dilakukan dalam mencapai low carbon society serta kemungkinan
pembentukan kerjasama di bidang tersebut.4
1 FY2015 for Ministry of Environtment Japan. (2016). Establishment of Base for Low-Carbon
Project Expansion in Surabaya (Kitakyushu-Surabaya Cooperation Project). Chapter 1 hal 5 2 Data Bagian Administrasi Kerjasama Pemerintah Kota Surabaya
3 FY 2015. Op cit
4 Data Bagian Administrasi Kerjasama Pemerintah Kota Surabaya
41
Peluang yang diberikan oleh Pemerintah Kitakyushu tersebut menjadi
pendorong bagi Pemerintah Kota Surabaya untuk menindaklanjuti rencana
kerjasama tersebut agar dapat membawa manfaat bagi pelaksanaan pembangunan
berwawasan lingkungan di Kota Surabaya. Pemerintah Kota Surabaya juga
berharap dengan diadakannya kerjasama ini Surabaya dapat berkontribusi dalam
penanganan masalah lingkungan global melalui transfer ilmu serta pengetahuan
yang didapatkan dari Kota Kitakyushu yang memiliki banyak pengalaman dalam
mengatasi permasalahan lingkungan.5 Untuk mempermudah dalam melihat
hubungan antara Kota Surabaya dengan Kota Kitakyushu dari tahun ke tahun
penulis sertakan gambar yang tertera di bawah ini:
Gambar 1. Hubungan Surabaya-Kitakyushu dari Tahun ke Tahun
Sumber: Kitakyushu Asian Center for Low Carbon Society
https://www.iges.or.jp/files/research/climate-
energy/PDF/20131022/AM_02_motojima_e.pdf
5 Ibid
42
Kota Kitakyushu menjadi salah satu dari empat kota yang menjadi zona
industri di Jepang ketika Jepang mengalami kemajuan ekonomi yang pesat pada
tahun 1960. Sebagai salah satu zona industri terbesar tentunya Kitakyushu
memiliki permasalahan lingkungan yang yang cukup pelik diantaranya kondisi
udara serta airnya yang tercemar.6 Kitakyushu memulai perkembangan aktifitas
industriya dengan industri besi dan baja dengan ketersediaan batu bara yang
melimpah disekitarnya.7 Kitakyushu mendukung modernisasi Jepang sebagai zona
industri terdepan dengan besi dan baja, bahan-bahan kimia, industri listrik sebagai
spesialisasi utama sejak awal abad ke-20. Dengan seiring berjalannya waktu,
pertumbuhan ekonomi, meningkatnya aktifitas industri serta bertambahnya
populasi mennjadikan Kitakyushu memiliki masalah polusi udara.8
Dokai Bay atau Teluk Dokai yang terletak di utara Kitakyushu dan dikelilingi
oleh banyak pabrik menjadi salah satu area yang tercemar oleh limbah industri
dan limbah rumah tangga yang tidak di olah sehingga menghasilkan zat-zat
berbahaya. Hal tersebut menyebabkan ikan-ikan serta kerang-kerangan yang ada
di dalamnya menghilang sepenuhnya. Sehingga pada tahun 1960 teluk tersebut
dikenal dengan sebutan “Sea of Death”. Namun semua elemen dalam kota
Kitakyushu seperti pemerintah, masyarakat lokal, beberapa universitas, pengusaha
saling bahu membahu untuk mengentaskan permasalahan tersebut. Selain teluk
Dokai, Sungai Murasaki yang dijadikan sebagai symbol dari Kota kitakyushu juga
6The World Capital of Suistanable Development: From ‘Gray City’ to a ‘Green City’. Diakses dari
http://www.city.kitakyushu.lg.jp/english/file_0064.html pada tanggal 21/5/2017 7Experience of Kitakyushu City in Overcoming Pollution. Diakses dari
https://www.sbmc.or.jp/english/20041018/Kitakyushu_City_vol2_vol3.htm pada tanggal
21/5/2017 8Ibid.
43
sempat mengalami pencemaran sehingga menyebabkan ikan-ikan di dalamnya
muncul ke permukaan.Hal tersebut disebabkan oleh limbah yang di buang
langsung ke sungai tersebut tidak diolah dengan baik sehingga menyebabkan
sungai tersebut tercemar. Namun kina proses pembuangan limbah telah di atur
sedemikian rupa sehingga perlahan-lahan kondisi ini bisa diatasai dengan baik. 9
Begitu peliknya pemrasalahan di Kota kitakyushu ini menuntut lembaga-
lembaga terkait untuk segera mengatasi permasalahan tersebut. Pada tahun 1970
pergantian struktur pemerintahan di Kitakyushu memungkinkan pemerintah
daerah untuk mengontrol dengan lebih baik terkait dengan pengurangan polusi.
Pada tahun 1971 sebelum terbentuknya Badan Lingkungan Hidup yang didirikan
oleh pemerintah pusat, Kota Kitakyushu membentuk Biro Pengendalian
Pencemaran Lingkungan. Kitakyushu kemudian membentuk The City of
Kitakyushu Pollution Control Ordinance yang bersifat lebih ketat dibandingkan
dengan undang-undang nasional. Kitakyushu juga menerapkan serangkaian
tindakan efektif untuk melawan perusahan-perusahaan besar yang ada di kota
tersebut. Kitakyushu juga mengembangkan gerakan penghijauan skala besar yang
sesuai dengan Green Kitakyushu Plan. Langkah-langkah yang telah dilakukan
oleh Pemerintah Kota Kitakyushu tersebut dilaksanakan guna mencegah
pencemaran serta upaya untuk pelestarian lingkungan sekaligus upaya
perlindungan terhadap masyarakatnya. Dan dari langkah-langkah tersebut
membawa hasil baik untuk memperbaiki lingkungan Kota Kitakyushu. Kemudian
Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkenalkan
9Ibid
44
Kota Kitakyushu pada seluruh dunia dengan menjadikannya sebagai contoh kota
yang berhasil mengatasi permasalahan lingkungan dengan sebutan kota yang
berhasil merubah image nya dari kota abu-abu atau Grey City menjadi kota Hijau
atau Green City.10
Keberhasilan Kitakyushu dalam mengubah image kotanya melalui langkah-
langkah cemerlang yang dilakukan, menjadikan Pemerintah Kota Surabaya ingin
menerapkan langkah tersebut di Kota Surabaya. Sebagai salah satu kota
metropolitan di Indonesia, Surabaya tentu saja memiliki kondisi lingkungan yang
lengkap dengan berbagai macam permasalahan. Kondisi lingkungan di Surabaya
menurut Pemerintah Kota Surabaya masih memiliki beberapa masalah seperti
ketersediaan air bersih, sampah hingga pencemaran udara.11
Hal tersebut menjadi
tantangan besar bagi Pemerintah Kota Surabaya untuk menciptakan kota yang
layak huni bagi masyarakatnya.
Ketersediaan air di Surabaya juga di pengaruhi oleh tercemarnya sungai-
sungai di Surabaya. 80% Pencemaran sungai di Surabaya disebabkan oleh
aktivitas industri kertas, monosodium glutamate, pewarna, gula, ubin, minyak
kelapa, dan metal fabrication plants. Sungai-sungai yang tercemar diantaranya
sungai Kali Mas dan Kali Surabaya. Tidak mengherankan lagi apabila sungai-
sungai banyak tercemari oleh aktivitas industri karena Surabaya memang
termasuk salah satu kota dengan tingkat indstrialisasi yang tinggi. Surabaya
10
The World Capital of Suistanable Development: From ‘Gray City’ to a ‘Green City’. Diakses
dari http://www.city.kitakyushu.lg.jp/english/file_0064.html pada tanggal 21/5/2017 11
Ini Daftar Persoalan Lingkungan Hidup di Surabaya (2016). Diakses dari
http://www.timesindonesia.co.id/baca/114353/20160113/144307/ini-daftar-persoalan-lingkungan-
hidup-di-surabaya pada tanggal 18/5/2017
45
dikenal sebagai sentra industri shipping, alat-alat elektronok, alat-alat keperluan
rumah tangga, kosmetik, ramuan herbal, kerajinan tangan, keramik dan tepung.12
Selain disebabkan oleh aktivitas industri, pencemaran sungai ini juga diakibatkan
oleh menumpuknya sampah rumah tangga yang dibuang ke sungai.13
Sebagai kota sentra industri serta kota yang memiliki populasi penduduk
cukup tinggi, Surabaya juga memiliki masalah serius terkait dengan pengelolaan
sampah. Sumber utama permasalahan sampah di Surabaya adalah limbah industry
dan sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga di Surabaya mencapai 8-9 to
per meter kubik sementara Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang tersedia hanya
mampu mengolah 1,4 ribu ton sampah per meter kubik.14
Di Surabaya sendiri
hanya terdapat dua Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu TPA Benowo dan
TPA Keputih. Kedua TPA tersebut memiliki fungsi yang kurang dalam
menampung sampah di daerah Surabya. Hal tersebut semakin parah ketika pada
tahun 2001 TPA keputih di tutup karena telah memiliki kandungan logam dan gas
metana yang tinggi, sehingga sering menyebabkan kebakaran yang berujung pada
lepasnya gas-gas beracun ke udara dan menyebabkan struktur tanah yang tidak
menentu yang kemudiam membahayakan bagi warga sekitar.15
Permasalahan
12
Ferita, H.D. (2006). City Report of Surabaya diakses dari
http://www.kicc.jp/auick/database/training/2006-1/CR/WS2006-1CR-Surabaya.pdf pada tanggal
18/5/2017 13
Nurhidayah, L. Toward Environtmentally Suistanable City in Indonesia: Case Study on
Environtment Protection in Surabaya. Diakses dari http://ssrn.com/abstract=1113231 pada tanggal
17/5/2017 14
Ibid. 15
Silas, J., Happy, R.S., Setyawan, W., dkk. (2014). Revitalisasi Eks TPA Keputih Menjadi Taman
Kota Untuk Mendukung Surabaya Menuju Eco-City. Simposium Nasional RAPI XII-2014 FT
UMS. Diakses dari
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/5406/1.Johan%20Silas.pdf?sequence=1
pada tanggal 20/5/2017
46
terkait dengan sampah ini semakin kompleks ketika sumber daya yang dimiliki
oleh Surabaya belum cukup memadai untuk mengatasi sampah seperti
ketersediaan kendaraan pengangkut sampah serta alat-alat berat yang jumlahnya
masih terbatas.16
Selain sampah, Surabaya juga memiliki permasalahan lingkungan lain yang
cukup memusingkan yaitu pencemaran udara, penyebab utama dari polusi udara
di Surabaya lagi-lagi disebabkan oleh aktivitas industri serta meningkatnya jumlah
kendaraan bermotor. Pencemaran udara di Surabatya menurut penelitian yang
dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup-Bapedal serta LPM-Institut
Teknologi Bandung lebih tinggi dibandingkan London dan New York.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh FMIPA UI menunjukkan bahwa suhu
maksimal yang dicapai Surabaya adalah 41°C dan suhu minimalnya adalah
26°C.17
Selain permasalah krusial diatas, Surabaya juga memiliki masalah terkait
dengan kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH). Panasnya suhu di Kota Surabaya
disebabkan oleh sangat sedikitnya jumlah RTH di Surabaya. Menurut pakar
lingkungan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Ir. Suprijanto, cuaca
sangat panas di Kota Surabaya disebabkan oleh tidak seimbangnya lahan yang
dialokasikan untuk taman dan untuk gedung.18
Kenyataannya memang
16
Loc cit. Ferita, H.D. 17
Loc cit. Ferita, H.D. 18
Ferita, H.D. (2006). City Report of Surabaya diakses dari
http://www.kicc.jp/auick/database/training/2006-1/CR/WS2006-1CR-Surabaya.pdf pada tanggal
18/5/2017
47
perbandingan antara jumlah bangunan-bangunan dan taman di Surabaya sangat
tidak seimbang.
Melihat permasalahan-permasalahan kompleks yang dimiliki Surabaya dalam
bidang lingkungan serta keberhasilan Kitakyushu sebagai salah satu kota di
Jepang yang berhasil melakukan transformasi dari grey city menjadi green city
ditambah dengan kerjasama antara Surabaya dengan Kitakyushu yang membawa
dampak cukup signifikan sejak tahun 1997, maka pada tanggal 12 Nopember
2012 kedua kota tersebut sepakat untuk menandatangi Memorandum of
Understanding (MoU) bertajuk Green Sister City dengan tujuan untuk memeneuhi
kepentingan kerjasama jangka panjang. Dalam kerjasama tersebut, hal-hal yang
disepakati meliputi low carbon society (masyarakat rendah carbon), daur ulang
sumber daya, peningkatan kapasitas pejabat masing-masing pihak dan bidang-
bidang lain yang telah disepakati secara tertulis oleh kedua belah pihak.19
Kerjasama sister city ini tidak hanya menitik beratkan pada pengelolaan sampah
saja namun juga meliputi kerjasama di bidang air bersih, energi, sanitasi, serta
pengurangan emisi gas rumah kaca.20
4.2 Kerjasama Kota Surabaya dengan Kitakyushu dalam Skema Green Sister
City
Pada sub bab sebelumnya sudah penulis jelaskan mengenai sejarah
hubungan Surabaya dengan Kitakyushu sebelum ditanda tanganinya MoU Green
19
Data Bagian Adminsitrasi Kerjasama pemerintah Kota Surabaya tentang Kerjasama Green Sister
City dengan Kitakyushu Tahun 2012-2015 20
Agnes Swetta. (2012). Kerjasama Surabaya-Kitakyushu lebih Komprehensif. Diakses dari
http://regional.kompas.com/read/2012/11/12/19522614/Kerja.Sama.Surabaya-
Kitakyushu.Lebih.Komprehensif pada tanggal 21/5/2017
48
Sister City. Menurut kedua belah pihak hubungan kerjasama tersebut sifatnya
belum menyeluruh dan terdapat beberapa program yang perlu untuk dilanjutkan
sehingga kedua pihak menginginkan adanya kerjasama yang sifatnya lebih
komprehensif dan dapat dilaksanakan jangka panjang. Sesuai MoU, inistiatif
tersebut mengacu pada deklarasi bersama dalam Konferensi Kitakyushu tentang
Kerjasama Lingkungan antara Kota-kota di Wilayah Asia yang diikuti oleh
Surabaya pada tanggal 15 Oktober 1997 serta pernyataan bersama tentang
Kemitraan Lingkungan Strategis antara Kota Surabaya dengan Kota Kitakyushu,
Jepang pada tanggal 15 Maret 2011.21
Selama rentang tahun 1997-2006 kerjasama kedua kota ini hanya fokus
pada pengelolaan sampah namun setelah disepakatinya MoU Green Sister City ini
kerjasama kedua kota sifatnya lebih meluas dan menyeluruh meliputi air bersih,
energi, sanitasi hingga pengurangan emisi gas rumah kaca.22
Hal tersebut juga
sesuai dengan apa yang ada dalam MoU Green Sister City Pasal 2 tentang
Lingkup kerjasama yang meliputi Lingkungan Rendah Karbon, daur ulang sumber
daya, peningkatan kapasitas pejabat masing-masing kota dan bidang-bidang
kerjasama lain yang disepakati oleh kedua belah secara tertulis.23
Berikut penulis
sertakan bidang-bidang kerjasama dalam skema Green Sister City antara Kota
Surabaya dengan Kota Kitakyushu dalam gambar di bawah ini:
21
Memorandum Saling Pengertian ANtara Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kota
Kitakyushu, Jepang mengenai Kerjasama Kota Bersaudara Bidang Lingkungan 22
Ibid. Agnes Swetta. 23
Ibid. MoU tentang Kerjasama Kota Bersaudara Bidang Lingkungan
49
Gambar 2. Bidang-bidang kerjasama dalam Green Sister City Surabaya-
Kitakyushu
Sumber: Kitakyushu Asian Center for Low Carbon Society
https://www.iges.or.jp/files/research/climate-
energy/PDF/20131022/AM_02_motojima_e.pdf
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa kerjasama Green Sister City
Surabaya-Kitakyushu ini sifatnya lebih kompleks dan lebih menyeluruh. Dari
yang awalnya hanya membahas mengenai pengelolaan sampah saja kini lebih
komprehensif dan menyangkut aspek-aspek lingkungan yang lain seperti energy
dan sanitasi.
Sesuai yang tercantum dalam MoU Green Sister City, selain lingkup
kerjasama terdapat beberapa hal lain yang telah disepakati bersama yaitu
pengaturan teknis, pengaturan finansial dll. Secara garis besar, dalam Green Sister
City ini masing-masing pihak diijinkan untuk mengundang pihak ketiga yang
sesuai untuk berpartisipasi dalam kerjasama ini dengan harapan agar dapat
50
menciptakan program-program yang nantinya akan membawa keuntungan bagi
kedua belah pihak. Kemudian untuk masalah finansial, kegiatan yang
dilaksanakan dalam kerjasama tergantung dari ketersediaan dana dan personel
bagi masing-masing pihak sehingga pendanaan dilakukan oleh masing-masing
pihak yang melakukan kerjasama.24
Pihak-pihak ini juga diperbolehkan untuk membentuk kelompok kerja
bersama yang fungsinya untuk merencanakan, menyiapkan, dan
merekomendasikan program serta mengawasi dan mengevaluasi kerjasama di
bawah MoU. Kelompok kerja ini beranggotakan perwakilan masing-masing
pemerintah dan dapat juga melibatkan pihak swasta untuk mengambil bagian.
Kelompok kerja ini bertemu setiap tahun atau sesuai dengan kesepakatan
bergantian di Surabya ataupun Kitakyushu. MoU tentang Green Sister City ini
berlaku selama 3 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kesepaktan masing-
masing pihak.25
4.3 Rencana Pembangunan Berkelanjutan Pemerintah Kota Surabaya
melalui Kerjasama Green Sister City
Selain untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang sudah penulis
jelaskan sebelumnya, alasan pemerintah Surabaya untuk melanjutkan kerjasama
kearah yang lebih komprehensif lagi dengan Kitakyushu melalui skema sister city
ini juga sesuai dengan visi dan misi Kota Surabaya pada tahun 2010-2015. Pada
Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 18/2012 tentang Rencana Pembangunan
24
Ibid 25
Ibid
51
Jangka Menengah Daerah Kota Surabaya tercantum visi Kota Surabaya yaitu:
“Menuju Surabaya yang lebih baik sebagai kota pelayanan dan perdaganangan
yang cerdas, manusiawi, terpuji dan ramah lingkungan”. Mengacu pada hal
tersebut, maka Pemerintah Kota Surabaya berupaya untuk menjadikan Surabaya
sebagai smart, livable, dan sustainable city yang mengedepankan lingkungan.26
Untuk mewujudkan Kota Surabaya sebagai smart city, terdapat beberapa
indikator seperti yang tercantum pada gambar di bawah ini:
Gambar 3. Indikator Smart City Kota Surabaya
Sumber: Data Bagian Administrasi Kerjasama Pemerintah Kota Surabaya
Salah satu indikator smart city yang ingin dicapai oleh Pemerintah Kota
Surabaya adalah menciptakan smart environment dengan mengedepankan green
buildings, green energy, dan green urban planning. Dari indikator tersebut dapat
26
Op Cit.
52
kita ketahui bahwa Pemerintah Kota Surabaya sedang berkomitmen untuk
menjadikandaerah mereka sebagai kawasan yang ramah lingkungan.
Kemudian selain ingin menjadikan daerahnya sebagai smart city, Pemerintah
Kota Surabaya juga menerapkan konsep sustainable development dalam mencapai
tujuannya sebagai livable city. pengertian dari sustanaible development atau
pembangunan berkelanjutan sendiri adalah pembangunan yang memenuhi
kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengorbankan kemampuan generasi
yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Konsep ini
mendukung pengembangan ekonomi dan social yang kuat namun tetap
mengedepankan keseimbangan lingkungan.27
Untuk lebih jelasnya akan penulis
sajikan dalam gambar di bawah ini:
Gambar 4. Konsep Sustainable development dan Livable City
Sumber; Data Bagian Administrasi Kerjasama Pemerintah Kota Surabaya
27
Sustanaible Development- concept and action. Diakses dari
http://www.unece.org/oes/nutshell/2004-2005/focus_sustainable_development.html
53
Mengacu pada konsep-konsep diatas serta visi Pemerintah Kota Surabaya
untuk menjadikan Surabaya menjadi kota ramah lingkungan, maka Pemerintah
Kota Surabaya melakukan Green Sister City dengan Kota Kitakyushu. Untuk
mewujudkan Green city tersebut, maka menurut data yang penulis dapatkan
Pemerintah Kota Surabaya sudah menyiapkan Green City Master Plan seperti
gambar di bawah ini:
Gambar 5. Green City Master Plan Kota Surabaya
Sumber: Data Bagian Administrasi Kerjasama Pemerintah Kota Surabaya
54
Gambar 6. Deskripsi Green City Master Plan
Sumber: Data Bagian Administrasi Kerjasama Pemerintah Kota Surabaya
Selain Green City Master Plan, Surabaya dan Kitakyushu juga merencanakan
untuk membentuk suatu kota yang mengusung konsep low carbon city dimana hal
tersebut bertujuan untuk merealisasikan masyarakat rendah karbon serta
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Konsep ini juga bertujuan untuk
mempromosikan pengurangan Green House Gasses (GHG). Surabaya dan
Kitakyushu berkomitmen untuk membangun platform rendah karbon antar
keduanya dalam konsultasi kebijakan, pembangunan kapasitas sumberdaya
manusia dan konsultasi transfer teknologi. Berikut penulis sertakan strategi low
carbon city dalam sebuah gambar .
55
Gambar 7. Strategi dalam low carbon city
Sumber: Data Bagian Administrasi Kerjasama Pemerintah Kota Surabaya
4.4 Mekanisme Kerjasama Internasional oleh Pemerintah Daerah dalam
Skema Sister City
4.4.1 Dasar Hukum Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah Luar Negeri Kota
Surabaya
Pada bab awal penelitian ini, penulis telah menjelaskan mengenai sistem
desentralisasi dan peran pemerintah daerah dalam kancah internasional khususnya
dalam bidang kerjasama. Pemerintah daerah memiliki wewenang untuk
melakukan kerjasama internasional namun harus tetap mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku pada level nasional. Pun begitu dengan Kota
Surabaya. Meskipun Kota Surabaya memiliki otoritas sendiri dalam mengurus
56
rumah tanggaya namun dalam melaksanakan kerjasama daerah yang mencakup
ranah internasional, Pemerintah Kota Surabaya harus mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku karena hubungan luar negeri merupakan salah
satu urusan mutlak milik pemerintah pusat. Berikut merupakan undang-undang
yang menjadi acuan bagi Kota Surabaya dalam melakukan kerjasama
internasional.
a. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri
Undang-undang ini menjadi landasan bagi Pemerintah Kota Surabaya dalam
melakukan kerjasama internasional khususnya dengan Kota Kitakyushu. Undang-
undang ini secara garis besar membahas mengenai bagaimana hubungan
internasional dimaknai dan bagaimana seharusnya hubungan luar negeri di
jalankan. Hubungan internasional menurut UU. No. 37 tahun 1999 pasal 1
merupakan setiap kegiatan menyangkut aspek regional dan internasional yang
dilakukan oleh seluruh elemen dalam negara baik pemerintah pusat, daerah
beserta lembaga-lembaganya, badan usaha, organisasi politik, organisasi
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau warga negara Indonesia. UU ini
juga menjelaskan bahwa hubungan luar negeri dan politik luar negeri merupakan
tanggung jawab dari menteri luar negeri.28
Dari pasal tersebut dapat disimpulkan
bahwa hubungan luar negeri dapat dijalankan oleh pemerintah daerah namun tetap
dalam ranah pemerintah pusat karena pada dasarnya hubungan luar negeri
merupakan tanggung jawab dari pemerintah pusat.
28
Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
57
b. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional
Selain aturan mengenai pemaknaan hubungan luar negeri, Pemerintah Kota
Surabaya juga mengacu pada aturan mengenai perjanjian internasional yang
tercantum dalam UU No. 24 Tahun 2000. Undang-undang tersebut menjelaskan
mengenai bagaimana seharusnya perjanjian internasional itu dibuat. Perjanjian
internasional dapat terwujud dengan pemerintah pusat sebagai perwakilan atas
negara. Pemerintah daerah seperti yang sudah penulis jelaskan sebelumnya,
memiliki kesempatan untuk terlibat dalam hubungan internasional dan politik luar
negeri namun untuk pembuatan perjanjian atau kerjasama internasional
pemerintah daerah harus melakukan konsultasi dan koordinasi dengan menteri
selaku penanggung jawab atas hubungan luar negeri di Indonesia.29
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
Aturan mengenai kewenangan pemerintah daerah dalam melakukan kerjasama
internasional terdapat dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah daerah. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal 10 menjelaksan bahwa,
pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menjalankan otonomi seluas-
luasnya dalam rangka untuk mengatur dan mengelola wilayahnya. Menurut UU
tersebut terdapat beberapa urusan yang tidak boleh dilakuakn oleh pemerintah
daerah karena urusan tersebut merupkan wewenang dari pemerintah pusat.
Adapaun urusan yang mutlak harus dilakuakn oleh pemerintah pusat adalah
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional,
29
Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
58
dan agama. Pada pasal 154, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk
membentuk suatu kerjasama internasional untuk memenuhi kebutuhannya namun
dalam prosesnya pemerintah daerah wajib untuk melakukan konsultasi dengan
DPRD untuk memberikan masukan dan evaluasi mengenai kerjasama yang akan
dilaksanakan. Pemerintah daerah juga memiliki kewenangan untuk melakukan
pinjaman luar negeri atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan
dari Mentri Dalam Negeri sesuai dengan yang tertera dalam pasal 170.30
d. Permendagri No, 3 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri
Aturan lain yang menjadi dasar hukum pelaksanaan kerjasama sister city
antara Kota Surabaya dengan Kota Kitakyushu adalah Pearturan Menteri Dalam
negeri No. 3 Tahun 2008 tentang pedoman pelaksanaan kerjasama pemerintah
daerah dengan pihak luar negeri. Dalam aturan tersebut dijelaskan mengenai
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu daerah apabila ingin melakukan
suatu kerjasama. Syarat-syarat tersebut tyercantum dalam bab II prinsip kerjasama
pada pasal 2 dimana kerjasama pemerintah daerah dengan pihak luar negeri harus
memperhatikan prinsipi permasamaan kedudukan, memberikan manfaat dan
saling menguntungkan, tidak mengganggu stabilitas politik dan keamanan
perekonomian, menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
30
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
59
mempertahankan keberlanjutan lingkungan, mendukung pengarusutamaan gender,
dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.31
Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kota Kitakyushu membentuk
suatu kerjasama dalam skema sister city sehingga Pemerintah Kota Surabaya
mengacu pada pasal 5 dimana apabila pemerintah daerah ingin menjalankan
kerjasama kota kembar (Sister city) maka harus memenuhi syarat yaitu kesetaraan
status administrasi, kesamaan karakteristik, kesamaan permasalahan, upaya saling
melengkapi dan peningkatan hubungan antar masyarakat.32
4.4.2 Prosedur dan Mekanisme Kerjasama Internasional Sister City
Dalam membuat suatu perjanjian internasional yang nantinya akan mengarah
pada kerjasama internasional terdapat prosedur serta mekanisme khusus untuk
menghasilkan perjanjian internasional yang sah dan diakui oleh negara. Sesuai
yang tertera dalam Buku Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama
Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah Bab III, Pmerintah daerah memiliki
wewenang untuk mengadakan kerjasama meliputi beberapa bidang yaitu 1)
kerjasama ekonomi yang meliputi perdagangan, investasi, ketenagakerjaan,
kelautan dan perikanan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kehutananm pertanian,
pertambangan, kependudukan, pariwisata, lingkungan hidup, perhubungan, 2)
kerjasama social budaya uyang meliputi pendidikan, kesehatan, kepemudaan,
kewanitaan, olahraga, kesenian, serta 3) bentuk kerjasama lain. Mengacu pada
31
Permendagri No, 3 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah
dengan Pihak Luar Negeri pasal 2
32Ibid. pasal 5
60
aturan tersebut, maka kerjasama yang dilakukan oleh Pemerinah Kota Surabaya
dengan Pemerintah Kota Kitakyushu sudah sesuai dengan fokus kerjasama di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Untuk membentuk suatu kerjasama sister city, pemerintah Kota Surabaya
mengacu pada prosedur serta mekanisme yang telah tercantum dalam buku
panduan umum yaitu;
1. Kerjasama antara pemerintah Daerah dengan Pemerintah Daerah di luar negri
(sister province/sister city) dilakukan dengan negara yang memiliki hubungan
diplomatic dengan Indonesia dimana hal tersebut tidak mengganggu stabilitas
politik dan keamanan kedaulatan Negara Republik Indonesia
2. Pemerintah daerah yang hendak melaksanakan kerjasama sister city/province
perlu untuk memberitahukan pada Departemen Luar Negeri, Departemen
Dalam Negeri dan instansi terkait untuk mendapatkan pertimbangan
3. Pemerintah daerah bersama dengan Departemen Luar Negeri melalui
perwakilan RI di luar negeri melaksanakan penjajakan untuk mengetahui
apakah minatnya mendapat tanggapan positif dari perintah kota/provinsi di
negara lain
4. Jika kedua belah pihak saling memberikan tanggapan positif mengenai
rencana kerjasama maka pemerintah daerah jika diperlukan menyiapkan
penandatanganan kesepakatan awal dalam bentuk Letter of Intent (LoI)
5. Letter of Intent (LoI) dapat disiapkan oleh pemerintah daerah, departemen luar
negeri, atau perwakilan RI di luar negeri untuk disampaikan dan dimintakan
tanggapan kepada mitra di luar negeri
61
6. Naskah LoI yang sudah disepakati ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat
setingkat dari kedua pemerintah daerah
7. Sebagai tindak lanjut dari LoI. Kedua belah pihak yang sudah sepakat untuk
melembagakan kerjasama kemudian menyiapkan naskah Memorandum of
Understanding (MoU)
8. Pembuatan MoU sebagai salah satu bentuk dari perjanjian internasional
dilakukan sesuai mekanisme yang ada
9. Rancangan naskah MoU dapat memuat bidang kerjasama seperti yang
dimaksud dalam Bab III butir 16 dengan memperhatikan aturan tentang
pemvberian visa, ijin tinggal, perpajakan, dan oeraturan perundang-undangan
yang berlaku.
10. Para pihak yang telah sepakat mendatangani MoU kemudian dapat dimintakan
surat kuasa (full powers) kepada menteri luar negeri
11. Naskah asli LoI dan MoU sister city/province yang telah ditanda tangani
diserahkan kepada departemen luar negeri untuk disimpan di ruang perjanjian.
Langkah-langkah diatas merupakan prosedur serta mekanisme yang harus
diperhatikan dalam pembentukan kerjasama sister city secara umum. Pemerintah
Kota Surabaya juga memiliki alur yang secara keseluruhan sama dengan prosedur
serta mekanisme yang sudah ditentukan. Untuk bagan lebih lanjut penulis sertakan
dalam lampiran.
Dari bahasan yang sudah penulis jelaskan sebelumnya, penulis dapat
menenyimpulkan bahwa hubungan antara Kota Surabaya dengan Kota Kitakyushu
yang sudah terjalin sejak tahun 1997 ini membawa dampak cukup signifikan bagi
62
pembangunan Kota Surabaya. Kerjasama tersebut berlangsung hingga sekarang
dan Kota Surabaya menganggap Kota Kitakyushu sebagai mitra kerjasama yang
strategis untuk mengentaskan permasalahan lingkungan di Kota Surabaya.
Berangkat dari hal tersebut maka Pemerintah Kota Surabaya dan Kitakyushu
sepakat untuk membentuk suatu kerjasama yang sifatnya lebih komprehensif dan
menyeluruh dalam skema Green Sister City dengan MoU yang ditandatangi pada
tahun 2012. Dari penandatangan MoU tersebut Pemerintah Kota Surabaya
berharap agar terjadi tukar menukar pengetahuan dan pengalaman tentang
pengelolaan lingkungan sehingga dapat meningkatkan optimalisasi pengelolaan
potensi daerah serta mempererat persahabatan antar kedua kota.33
33
Data Bagian Administrasi Kerjasama Pemerintah Kota Surabaya