jam vol 12 no 3 desember 2001.pdf

87
ISSN 0853-1269 - Akreditasi No. 118/DIKTI/Kep/2001 Rp7.500,- ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN TERHADAP JUDMENT AUDITOR Hansiadi Yuli Hartanto dan Indra Wijaya Kusuma THE USE OF RELATIVE STRENGTH INDEX AS A TRADING STRATEGY Djoko Susanto dan Agus Sabardi PENGARUH PERUBAHAN PAJAK TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM DI SEKITAR HARI EX-DEVIDEND Nizarul Alim dan Ainun Na’im THE REVISION PROCESS OF THE INDONESIAN LOCAL GOVERNMENT BUDGET Mardiasmo LINGKUNGAN BELANJA DAN PERILAKU BELANJA: DITINJAU DARI MODEL PSIKOLOGI LINGKUNGAN DAN REGULASI DIRI KONSUMEN Danes Jaya Negara dan Basu Swastha Dharmmesta PROFITABILITAS JANGKA PANJANG MELALUI PENGELOLAAN HUBUNGAN PELANGGAN Primidya Kartika Miranda PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA: TINJAUAN TERHADAP PERILAKU TURNOVER KARYAWAN DAN PENSIUN DINI DI INDONESIA Heni Kusumawati FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI M.G. Kentris Indarti

Upload: ngonguyet

Post on 01-Feb-2017

247 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

ISSN 0853-1269 - Akreditasi No. 118/DIKTI/Kep/2001 Rp7.500,-

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN TERHADAP JUDMENT AUDITORHansiadi Yuli Hartanto dan Indra Wijaya Kusuma

THE USE OF RELATIVE STRENGTH INDEX AS A TRADING STRATEGYDjoko Susanto dan Agus Sabardi

PENGARUH PERUBAHAN PAJAK TERHADAP VOLUME PERDAGANGAN SAHAM DI SEKITAR HARI EX-DEVIDEND

Nizarul Alim dan Ainun Na’im

THE REVISION PROCESS OF THE INDONESIAN LOCAL GOVERNMENT BUDGETMardiasmo

LINGKUNGAN BELANJA DAN PERILAKU BELANJA: DITINJAU DARI MODEL PSIKOLOGI LINGKUNGAN DAN REGULASI DIRI KONSUMEN

Danes Jaya Negara dan Basu Swastha Dharmmesta

PROFITABILITAS JANGKA PANJANG MELALUI PENGELOLAAN HUBUNGAN PELANGGANPrimidya Kartika Miranda

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA: TINJAUAN TERHADAP PERILAKUTURNOVER KARYAWAN DAN PENSIUN DINI DI INDONESIA

Heni Kusumawati

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITASPENGGUNAAN SISTEM INFORMASI

M.G. Kentris Indarti

Page 2: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

Editorial Staff Jurnal Akuntansi Manajemen (JAM)

Editor in ChiefDjoko Susanto

STIE YKPN Yogyakarta

Managing EditorSinta Sudarini

STIE YKPN Yogyakarta

Editors

Al. Haryono Jusup Indra Wijaya KusumaUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Arief Ramelan Karseno Jogiyanto H.MUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Arief Suadi MardiasmoUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Basu Swastha Dharmmesta SoeratnoUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Djoko Susanto Su’ad HusnanSTIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Enny Pudjiastuti SuwardjonoSTIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Gudono Tandelilin EduardusUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Harsono Zaki BaridwanUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Editorial SecretaryRudy Badrudin

STIE YKPN Yogyakarta

Editorial OfficePusat Penelitian STIE YKPN Yogyakarta

Jalan Seturan Yogyakarta 55281Telpon (0274) 486160, 486321 Fax. (0274) 486081

Page 3: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

Pembaca yang terhormat,

Selamat berjumpa kembali dengan JurnalAkuntansi Manajemen (JAM) STIE YKPNYogyakarta Edisi Desember 2001. Apabila parapembaca memperhatikan lebih lanjut JAM kita,tampak ada beberapa perubahan tampilan di halamansampul depan luar dan dalam. Perubahan tampilanpada sampul depan luar semata-mata untukmemperindah tampilan sampul JAM dan memudahkanpembaca dalam melihat judul artikel dan nama penulis.Perubahan tampilan di halaman sampul depan dalamdimaksudkan untuk menambah bobot artikel yangditulis dalam JAM karena artikel-artikel yangditerbitkan dalam JAM telah melalui proses editingyang sangat ketat oleh para Editors JAM. Semua itukami lakukan sebagai konsekuensi ilmiah dengan telahTerakreditasinya JAM berdasarkan Surat KeputusanDirektur Jendral Pendidikan Tinggi DepartemenPendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 118/DIKTI/ Kep/2001. Perubahan juga terjadi pada hargajual, yaitu mulai Edisi Desember 2001, JAM akandijual dengan harga Rp7.500,- per eksemplar.

Dalam JAM Edisi Desember 2001 ini, disajikan8 artikel sebagai berikut: Analisis Pengaruh Tekanan

DARI REDAKSI

Ketaatan Terhadap Judment Auditor, The Use of Rela-tive Strength Index AS a Trading Strategy, PengaruhPerubahan Pajak Terhadap Volume PerdaganganSaham di Sekitar Hari Ex-Devidend, The RevisionProcess of The Indonesian Local Government Bud-get, Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditin-jau dari Model Psikologi Lingkungan dan Regulasi DiriKonsumen, Profitabilitas Jangka Panjang MelaluiPengelolaan Hubungan Pelanggan, PemutusanHubungan Kerja: Tinjauan Terhadap Perilaku Turn-over Karyawan dan Pensiun Dini di Indonesia, danFaktor-Faktor yang Mempengaruhi IntensitasPenggunaan Sistem Informasi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semuapihak yang telah memberikan kontribusi padapenerbitan JAM Edisi Desember 2001 ini. Harapankami mudah-mudahan artikel-artikel pada JAMtersebut dapat memberikan nilai tambah informasikhususnya bidang Akuntansi dan Manajemen bagi parapembaca. Selamat menikmati sajian kami pada edisiini dan sampai jumpai pada edisi berikutnya denganartikel-artikel yang lebih menarik.

Redaksi..

Page 4: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap Judment AuditorHansiadi Yuli Hartanto dan Indra Wijaya Kusuma

1

The Use of Relative Strength Index AS a Trading StrategyDjoko Susanto dan Agus Sabardi

16

Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume Perdagangan Saham di Sekitar Hari Ex-DevidendNizarul Alim dan Ainun Na’im

23

The Revision Process of The Indonesian Local Government BudgetMardiasmo

35

Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau dari Model Psikologi Lingkungan danRegulasi Diri Konsumen

Danes Jaya Negara dan Basu Swastha Dharmmesta49

Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan Hubungan PelangganPrimidya Kartika Miranda

61

Pemutusan Hubungan Kerja: Tinjauan Terhadap Perilaku Turnover Karyawandan Pensiun Dini di Indonesia

Heni Kusumawati73

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Penggunaan Sistem InformasiM.G. Kentris Indarti

83

DAFTAR ISI

Page 5: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

1

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

ABSTRACT

Pressures from various interested parties areestimated to affect decision making. This study exam-ined auditor’s susceptabilities to superiors’ inappro-priate instructions. This research adopted Milgram’s(1974) obedience to authority theory as a basis to de-velop a normative influence perspective of obediencepressure. Participants were students who had studiedsubject of second auditing as a proxy of early careerauditors. Three vignettes were used to elicit likelihoodjudgments about actions when under the various pres-sure treatments. Participants were assigned randomlyto one of three obedience pressure treatments groupsrepresenting either no pressure, pressure from a firmmanager or pressure from a firm partner. The GeneralAttitudes Toward Institutional Authority Scale(GAIAS) were used to measure attitudes hypothesizedto affect judgments. In this study gender was also hy-pothesized to have significant effect with auditor atti-tudes.

The result indicated that auditors were suscep-tible to obedience pressure. Auditors who receivedinappropriate instructions from either a manager or apartner were significantly more likely to violateprofessional norms or standards than auditors underno pressure. However, pressure from a partner did nothave a significant effect on judgment. Individual atti-tudes toward authority did not have a significant ef-fect on auditors’ judgments. Gender also did not have

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN

TERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Ir. Drs. Hansiadi Yuli Hartanto, M.Si., Akt. 1)

Dr. Indra Wijaya Kusuma, MBA., Akt. 2)

1) Ir. Drs. Hansiadi Yuli Hartanto, M.Si., Akt., Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.2) Dr. Indra Wijaya Kusuma, MBA., Akt., Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

a significant effect on auditor attitudes.

Keywords: Obedience pressure, authoritarianism,gender, auditor judgments, professional norms or stan-dards.

PENDAHULUAN

Fenomena Baramuli dan Bank Bali bisa dilihat sebagaicontoh keberadaan tekanan dari kalangan atas yangmempunyai kekuasaan yang lebih besar. Berdasarkanberbagai media dapat diketahui pengaruh tekanan inipada keputusan yang diambil pihak Bank Bali. Biladikaitkan dengan peristiwa tersebut, timbul dugaanadanya tekanan semacam itu yang berpengaruh padaberbagai pertimbangan dan keputusan yang diambilauditor. Dugaan ini diperkuat dengan temuan DeZoortdan Lord (1994) yang melihat akibat dari pengaruhtekanan atasan pada konsekuensi yang makan biaya,seperti halnya tuntutan hukum, hilangnya profesio-nalisme, dan hilangnya kepercayaan publik dankredibilitas sosial.

Hasil penelitian tersebut mengindikasikanadanya pengaruh dari tekanan atasan pada judgmentyang diambil auditor pemula. Bila terdapat perintahuntuk berperilaku yang menyimpang dari norma,tekanan ketaatan (obedience pressure) seperti ini akanmenghasilkan variasi pada judgment auditor danmemperbesar kemungkinan pelanggaran norma ataustandar profesional. Sebelumnya beberapa peneliti lain

Page 6: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

2

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

telah mencoba untuk melihat pengaruh tekanan dariatasan pada kinerja auditor dalam hal budget waktu,tenggat waktu, akuntabilitas dan justifikasi (Ashton,1990).

Eksperimen DeZoort dan Lord (1994) tersebutmempertimbangkan tekanan atasan untuk melakukanperilaku yang menyimpang karena adanya kemung-kinan perubahan dalam perspektif etis sejalan denganperubahan ranking peran dalam organisasi. Bila padaawal karirnya auditor lebih mementingkan pemenuhantugas praktik yang dilimpahkan padanya, denganadanya perubahan peran dalam organisasi terdapat pulaperubahan perspektif etisnya. Ada kecenderunganperubahan fokus, dari yang sempit (praktik dan kualitasaudit) menjadi luas yang lebih menekankan padaprofitabilitas organisasi, hal seperti ini akanberpengaruh pada kemampuan auditor dalam menjagareputasi organisasi dalam hal independensi danobyektifitas (AICPA, 1993).

Masalah yang paling banyak dihadapi auditordi dalam organisasinya adalah masalah “up or out”(McNair, 1991). Kultur organisasi memberi tekananpada perilaku yang sesuai dengan “program” yangtelah ditentukan, penyimpangan perilaku dari standartersebut akan membuat auditor kehilangan pekerjaan-nya. Kesesuaian dengan standar organisasi ini akanmenjadi masalah pada saat auditor pemula dihadapkandengan pertimbangan dimensi profesionalisme sepertimisalnya mengacu pada kepercayaan publik, obyekti-fitas, dan integritas. Dimensi obyektivitas dan integritasmengharuskan auditor, sebagai seorang profesional,untuk menjaga otonomi state of mindnya dalam set-ting kerja. Masalah “up or out” dan perbedaan peranserta fokus profesionalnya mendasari pertanyaan yangakan dijawab dalam penelitian, yaitu “Apakah auditorpemula akan mentaati perintah atasan yang akanmembuatnya berperilaku menyimpang?”

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaatuntuk: (1) Memberikan tambahan bukti empiris padaliteratur akuntansi, khususnya mengenai pengaruhtekanan ketaatan dari atasan bagi auditor pemula dalammembuat judgment, (2) memberikan tambahan gam-baran tentang dinamika yang terjadi di dalam kantorakuntan, dan (3) menjadi acuan untuk penelitian dibidang akuntansi keperilakuan di masa yang akandatang.

TINJAUAN LITERATUR DAN HIPOTESIS

Konsep yang mendasari penelitian ini adalahprofesionalisme auditor dan kantor akuntan publiksebagai suatu organisasi. Potensi konflik terjadi ketikausaha auditor untuk melakukan tanggungjawabprofesional berbenturan dengan keinginan untukmengikuti perintah atasan dalam kantor tempat diabekerja. Gender merupakan faktor signifikan dalampenentuan ethical conduct dan wanita lebih etisdaripada pria (Ruegger dan King, 1992).

Profesionalisme Auditor

Bidang akuntansi telah melakukan usaha yangsungguh-sungguh untuk mendapatkan label “profesi”.Badan yang menyusun standar, proses pengujian danlisensi, asosiasi profesional, dan kode etik merupakanbukti adanya struktur profesional untuk akuntansi danakuntan (Windal, 1991). Profesionalisme adalah pelak-sanaan atau kualitas yang merupakan karakteristik atautanda suatu profesi atau seorang profesional (Mintz,1992).

Beberapa karakteristik profesional yangmerupakan representasi konstruk adalah individualitas,kendala etikal, altruisme, judgment, skill, dan kemam-puan adaptasi. Karakteristik profesi akuntansi yangpenting termasuk komitmen untuk melayani, integritas,obyektivitas, dan kompetensi dalam praktik teknikal daridisiplin tersebut (DeZoort dan Lord, 1994).

Obyektivitas dan integritas menyarankanbahwa akuntan sebagai profesional seharusnyamemelihara otonomi states of mind dalam melakukanpekerjaan. Otonomi telah dirujuk sebagai dimensi yangpenting dalam profesionalisme (Lengermann, 1971).Namun demikian, struktur profesional dan bisa disebutprofesionalisme dalam disiplin akuntansi tidakmengurangi subyektifitas yang melekat dan variabilitasproses judgment. Dalam kenyataannya, profesiona-lisme dapat bertentangan dengan keinginan untuksukses dalam karir (Windal, 1991).

Kantor Audit

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwaperilaku tidak etis dapat diakibatkan oleh strukturbirokratis yang menempatkan karyawan mendapat

Page 7: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

3

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

tekanan untuk melakukan tindakan menyimpang daristandar etika (Wahn, 1993). Struktur organisasi darisebagian besar kantor akuntan publik menciptakansuatu lingkungan yang membuat tekanan pada audi-tor. Keputusan audit dibuat oleh anggota tim audit yangterstruktur secara hirarki (Bamber, 1983). Kenaikanperingkat suatu perusahaan dapat membawa perubahandalam peran organisasi dan potensial untuk mengubahperspektif etika. Auditor yang sudah mendekati atausudah mencapai kedudukan sebagai partner dalamperusahaan harus memfokuskan perhatiannya untukmenjaga dan meningkatkan kontribusi pendapatanpada perusahaan. Partner sering menilai pada jumlahjam dan uang yang dibayarkan dengan permintaanklien. Perubahan dari fokus yang sempit pada praktikaudit dan kualitas audit kepada fokus yang diperluaspada profitabilitas perusahaan dapat menyebabkanterjadinya kompromi pada kemampuan auditor untukmelindungi reputasi perusahaan mengenaiindependensi dan obyektivitas (AICPA, 1993).

Hubungan negatif terjadi antara tingkatpertimbangan moral dan kedudukan karyawan dalamperusahaan. Secara spesifik, kapasitas pertimbanganetika secara relatif tinggi pada tingkat staf danberkurang pada tingkat manajer dan partner (Ponemon,1990). Penelitian ini memberikan bukti bahwa posisiyang berbeda dalam hirarki perusahaan nampaknyamenyebabkan kecenderungan etika yang berbeda.

Di antara tekanan yang biasa dihadapi olehakuntan adalah suatu lingkungan “up or out” yangmerupakan esensi dari birokrasi akuntansi (McNair,1991). Lingkungan “up or out” dalam kantor akuntanpublik dan perbedaan dalam fokus profesional danperan menimbulkan pertanyaan apakah auditor akanmentaati perintah atasan yang tidak sesuai denganstandar profesional dalam kantor akuntan.

Konflik Peran

Wolfe dan Snoek (1962) menyatakan bahwakonflik peran timbul karena adanya dua perintah yangberbeda yang diterima secara bersamaan. Pelaksanaansatu perintah saja akan mengakibatkan terabaikannyaperintah yang lain. Seorang profesional dalammelaksanakan tugasnya, terutama ketika menghadapimasalah tertentu, sering menerima dua perintahsekaligus. Perintah pertama datangnya dari kode etik

profesi, sedangkan perintah kedua datang dari sistemyang berlaku di kantor. Bila seorang profesionalbertindak sesuai dengan kode etiknya, maka ia akanmerasa tidak berperan sebagai karyawan yang baikdalam perusahaan. Namun demikian bila ia bertindaksesuai dengan prosedur yang ditentukan perusahaan,maka ia akan merasa tidak bertindak secara profesio-nal. Kondisi inilah yang disebut sebagai konflik peran,suatu konflik yang timbul karena mekanismepengendalian birokratis organisasi tidak sesuai dengannorma, aturan, etika dan otonomi profesional.

Tenaga kerja profesional termasuk internal au-ditor adalah mereka yang telah terlatih untukmelaksanakan tugas yang kompleks secara independendan yang dalam memecahkan masalah yang timbuldalam pelaksanaan tugas itu menerapkan keahlian danpengalamannya (Derber dan Schuartz, 1991).Independensi profesional dan secara umum sikapmereka dalam pelaksanaan tugas tersebut merupakancerminan dari norma atau aturan kode etik profesinya.Norma dan aturan ini berfungsi sebagai petunjuktentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.Bagi seorang profesional, norma dan aturan tersebutberfungsi sebagai suatu mekanisme pengendalian yangakan menentukan kualitas pekerjaannya. Ini berartibahwa dalam diri seorang profesional terdapat normayang akan mengatur perilaku mereka dalam prosespelaksanaan tugas mereka (Puspa dan Riyanto, 1999).

Etika Profesi

Teori etika telah menjadi subyek yang menarikdari sejumlah filosof (Mautz dan Sharaf, 1993).Perilaku etik merupakan pembawaan lahir yang dapatdiverifikasi secara empiris dari apa yang dilakukan danbukan dari apa yang seharusnya dilakukan menurutaturan perilaku. Aturan perilaku bisa tidak menun-jukkan praktik yang sesungguhnya dilakukan. Teoriyang berbeda dikembangkan oleh Locke (1976), yangmenolak ide bahwa perilaku etik merupakan pembawaanlahir. Ia menyatakan bahwa perilaku etik dapat diperolehmelalui persepsi dan konsepsi atas hukum yangdipertimbangkan. Dengan demikian, moral baik atauburuk merupakan kesesuaian atau ketidaksesuaiantindakan dengan hukum yang berlaku.

Teori etika tersebut di atas merupakan teorietika secara umum. Sementara itu etika profesi merupa-

Page 8: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

4

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

kan aplikasi khusus dari teori etika umum. Aplikasi teorietika umum pada etika profesi bersumber padatanggungjawab profesi yang diberikan oleh masyarakat(Mautz dan Sharaf, 1993). Akuntan publik merupakanprofesi yang beranggotakan para praktisi maupunperusahaan yang memberi jasa dalam tiga area yangluas, meliputi auditing, pajak, dan jasa konsultasimanajemen. Dalam memberikan jasanya, akuntanprofesional bersandar pada sejumlah otonomi khususyang diberikan oleh masyarakat. Masyarakat memberikebebasan yang luas pada profesi untuk mengaturprofesinya sendiri (Loeb, 1971). Oleh karena itu, demikelangsungan profesi dan tanggung jawab yangdiberikan, akuntan profesional memikul tanggungjawabpada klien, masyarakat, kolega, dan diri sendiri (Mautzdan Sharaf, 1993).

Beberapa penelitian tentang pengembanganetika telah mencoba untuk memfokuskan pada moralreasoning dalam profesi akuntan. Ponemon (1990) danSweeney (1995) berhasil menunjukkan bahwa tingkatpertimbangan moral auditor akan berubah seiringdengan perubahan posisi atau kedudukannya dalamkantor akuntan publik. Semakin tinggi posisi dalamkantor akuntan publik, auditor cenderung memilikitingkat pertimbangan moral yang semakin rendah.

Penelitian ini merupakan replikasi daripenelitian DeZoort dan Lord (1994). Penelitian yangdipakai sebagai acuan ini memberikan indikasi tentangadanya kerentanan auditor pemula terhadap tekananketaatan. Auditor pemula yang menerima perintahuntuk melakukan perilaku yang menyimpang darimanajer audit maupun partner audit mempunyaikemungkinan yang lebih besar untuk melakukanpelanggaran norma atau standar profesional, biladibandingkan dengan auditor pemula yang mengambiljudgment tanpa adanya tekanan dari atasan.

Paradigma Milgram: Ketaatan pada Kekuasaan

Teori ketaatan menyatakan bahwa individuyang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber

yang dapat mempengaruhi perilaku orang lain denganperintah yang diberikannya, hal ini disebabkan olehkeberadaan kekuasaan atau otoritas yang merupakanbentuk dari legitimate power1 . Paradigma ketaatanpada kekuasaan ini dikembangkan oleh Milgram(1974), yang dalam teorinya dikatakan bahwa bawahanyang mengalami tekanan ketaatan dari atasan akanmengalami perubahan psikologis dari seseorang yangberperilaku otonomis menjadi perilaku agen. Peruba-han perilaku ini terjadi karena bawahan tersebut merasamenjadi agen dari sumber kekuasaan, dan dirinya terle-pas dari tanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

Penelitian ini memberi tekanan pada pengaruhnormatif2 dari tekanan ketaatannya Milgram (1974).Perilaku yang muncul dari tekanan ketaatan tersebutdihasilkan dari mekanisme normatif, meskipunperintah yang diberikan oleh atasannya menyimpangdari norma atau standar yang ada. Dalam artikelnya,DeZoort dan Lord (1984) mengutip teori pengaruhsosial yang dikemukakan Latane (1981), “... semakinkuat sumber kekuasaan, semakin besar pengaruhnya.”

DeZoort dan Lord (1994) mengoperasionalkankekuatan sumber kekuasaan dengan menggunakan sta-tus atasan dalam kantor akuntan publik. Perilakubawahan akan lebih mudah berubah dari perilakuindividu yang mempunyai otonomi menjadi perilakuagen jika perintah datang dari atasan yang lebih tinggitingkatannya. Dengan demikian, dapat dihipotesiskanbahwa pengaruh tekanan ketaatan akan meningkat saatjarak hirarki antara atasan dengan bawahan semakinbesar.

Hipotesis 1: Auditor yang memperoleh tekananketaatan akan membuat judgment yangkurang tepat3 daripada auditor yangtidak memperoleh tekanan ketaatan.

Hipotesis 2: Semakin besar jarak hirarkis antaraatasan dengan auditor, tekanan ketaatanyang diberikannya akan membuat judg-ment auditor semakin tidak tepat.

1) Legitimate power adalah kemampuan atasan untuk mempengaruhi bawahan yang diperoleh karena posisi khusus merekadalam struktur hirarki organisasi.2) Pengaruh dari tekanan ketaatan dapat digolongkan menjadi pengaruh informasional dan pengaruh normatif. Pengaruh normatifini berdasar pada keinginan individu untuk memaksimalkan social outcome, tanpa mempertimbangkan salah atau benar.3) Judgment yang kurang tepat adalah judgment yang melanggar norma atau standar profesional.

Page 9: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

5

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

Autoritarianisme

Autoritarianisme adalah konstruk personalitasyang dapat meningkatkan pemahaman pada perilakuketaatan. Dalam teorinya disebutkan bahwa individudapat dibedakan dari sikapnya terhadap kekuasaandalam konteks tertentu. Pemakaian autoritarianismeuntuk penelitian di bidang akuntansi pernah dilakukanoleh Gul dan Ray (1989) dan Harrison (1991).Konstruk ini biasanya dibagi menjadi dua kategoriyaitu tinggi dan rendah. Sanford (1956) menyatakanbahwa individu dengan personalitas autoritarian tinggimempunyai karakter sebagai orang yang lebih menyu-kai hubungan yang didasarkan pada kekuatan dankekuasaan. Sebaliknya individu berautoritarian rendahmemiliki kecenderungan untuk membuat judgmentdengan dasar feeling dan value yang diyakini.

Dalam penelitian ini diprediksikan bahwa au-ditor pemula yang memiliki skor autoritarian tinggiakan lebih mentaati perintah atasan, yang akanmenghasilkan perilaku yang menyimpang dari standaratau norma, daripada individu dengan skor autoritarianyang rendah. Bila dihubungkan dengan level hirarkidari pemberi perintah dapat diprediksikan fenomenayang tertulis di hipotesis 4.

Hipotesis 3: Di bawah tekanan ketaatan, auditorberautoritarian tinggi akan membuatjudgment yang kurang tepat biladibandingkan auditor berautoritarianrendah.

Hipotesis 4: Semakin besar jarak hirarkis antaraatasan dengan auditor, auditorberautoritarian tinggi akan membuatjudgment yang kurang tepat bila diban-dingkan auditor berautoritarian rendah.

Gender

Pandangan terhadap gender—pria danwanita—seringkali dihubungkan dengan sifat positifdan negatif. Pria dipandang memiliki sifat kuat dankeras, yang memiliki konotasi positif, sedangkan wanitadipandang memiliki sifat lemah lembut yang memilikikonotasi negatif di lingkungan pekerjaan (Nelson danJulie, 1992). Dalam perkembangan selanjutnya diperoleh

bukti bahwa sifat-sifat wanita kelebihan dibanding sifat-sifat pria. Nelson dan Quick (1985) berhasilmenunjukkan bahwa pegawai wanita secara relatifmemiliki psikologis yang baik dan stres positif (dis-tress mental).

Penelitian mengenai pengaruh gender terhadapetika menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Gilligan(1982) menjelaskan bahwa pertimbangan moral danalasan mendasar dalam etika pada pria dan wanitaterdapat perbedaan. Pengaruh gender terhadapkepatuhan kepada etika terjadi pada saat prosespengambilan keputusan. Thoma (1986) menemukanbahwa pengaruh gender sangat kecil. Beberapapenelitian berikutnya tentang etika di bidang akuntansidan bisnis menunjukkan adanya perbedaanperkembangan moral berdasarkan gender (Borkowskidan Ugras, 1996). Penelitian tersebut berhasilmenemukan adanya hubungan yang kuat dan konsistenantara pertimbangan moral dan gender, yang mengindi-kasikan bahwa wanita memiliki pertimbangan moralyang lebih tinggi dibanding dengan pria. Hal ini jugasesuai dengan penelitian Sweeney (1995) serta Sweeneydan Robert (1997) terhadap para auditor perusahaankecil dan besar diperoleh hasil bahwa wanita memilikipertimbangan moral yang lebih tinggi daripada pria.Barbeau dan Brabeck (1987) juga menemukan bahwawanita lebih sensitif pada isu-isu etik. Cohen et al.(1998) mendukung penelitian sebelumnya bahwawanita mempunyai judgment yang berbeda terhadapetika dibanding pria. Berdasarkan hal tersebut makadiajukan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 5: Di bawah tekanan ketaatan, auditor priaakan membuat judgment yang kurangtepat bila dibandingkan auditor wanita.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dirancang dalam bentuk eksperimenuntuk mengetahui judgment yang diambil auditordengan mempertimbangkan keberadaan tekananketaatan yang datang dari atasan, tingkat autoritarianyang dimiliki auditor pemula, dan gender. Eksperimendalam penelitian ini tergolong eksperimen semu (Cookdan Campbell, 1979).

Page 10: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

6

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

Partisipan

Eksperimen ini menggunakan 280 mahasiswafakultas ekonomi jurusan akuntansi dari UniversitasGadjah Mada, Universitas Islam Indonesia Yogya-karta,Universitas, Universitas Diponegoro Semarang, danUniversitas Negeri Surakarta yang akan dipakai sebagaiproksi auditor pemula. Untuk mendapatkan gambaranyang mendekati dari kemampuan, pengalaman, danperilaku auditor pemula, partisipan tersebut harusmemenuhi persyaratan telah lulus dari mata kuliahpemeriksaan akuntan. Di samping itu partisipan dipilihyang telah duduk di semester tujuh dengan pertim-bangan mereka telah menempuh hampir semua matakuliah dan dapat berpikir komprehensif sehingga dapatmemahami pemeriksaan akuntan dengan baik.

Setting Eksperimen

Dalam eksperimen ini partisipan diproyeksikansebagai auditor pemula yang akan dilihat judgmentnyadengan melalui tiga tahap berikut ini. Pada tahappertama, partisipan diminta untuk menjawab sejumlahpertanyaan yang diambil dari GAIAS dengan enamskala Likert. Berdasarkan tahap ini akan diperoleh datatentang tingkat autoritarian masing-masing partisipan,tingkat autoritarian ini ditentukan dari skor yangdiperoleh dari jawaban masing-masing partisipan ataspertanyaan yang diberikan.

Tahap kedua, partisipan diminta untuk mem-buat judgment yang berhubungan dengan ke-cenderungan melanggar norma profesional atauprosedur audit yang normal. Pembuatan judgmenttersebut dihubungkan dengan 2 skenario yang berbeda.

Tahap ketiga, pada tahap terakhir, partisipandiminta untuk menjawab sejumlah pertanyaan yangdipakai untuk melihat keberhasilan manipulasi yangdilakukan dan juga pertanyaan mengenai informasidemografis. Pertanyaan demografis meliputi gender,umur, dan pengalaman kerja.

Pengaruh tekanan ketaatan dan perilaku per-sonal partisipan terhadap autoritas diukur denganmembandingkan judgment yang dibuat partisipan padamasing-masing kelompok perlakuan.

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain eksperimen3 x 2 x 2 dengan tiga grup perlakuan (treatment) tekananketaatan yang dibagi menjadi dua grup autoritarian dandua grup gender. Pembagian grup autoritarian iniberdasar skor GAIAS.

Pembagian partisipan menjadi tiga grupberdasar perbedaan pada tekanan ketaatan dilakukansecara random. Salah satu merupakan grup kontrolyang tidak menerima instruksi dari pihak atasan,sedangkan dua grup lain adalah grup yang menerimatekanan dalam bentuk instruksi dari manajer audit dangrup lain menerima instruksi dari partner audit.Masing-masing grup terdiri dari kelompok pria danwanita.

Instrumen Penelitian

Tingkat autoritarian individu diukur denganinstrumen General Attitudes Toward Institutional Au-thority Scale (GAIAS) yang mempunyai 16 itempertanyaan. Item-item pertanyaan dari GAIAS secaralengkap disajikan dalam lampiran A. DeZoort dan Lord(1994) memberikan alasan tentang pemakaianinstrumen ini sebagai pengukur autoritarian sebagaiberikut: (1) instrumen ini berfokus hanya pada sikappenerimaan individu pada kekuasaan dalam konteksinstitusional, dan (2) belum ada instrumen lain yangkhusus mengukur tingkat autoritarian profesional.

Dua skenario dipakai untuk memberi deskripsitentang situasi yang akan dihadapi oleh partisipan,skenario ini dibuat senyata dan serinci mungkin.Skenario A dan B secara lengkap disajikan dalamlampiran. Tujuan dari metode ini adalah untuk memberi-kan keadaan yang jelas bagi partisipan yang dapatdipakai sebagai latar belakang informasi untukmengambil judgment.

Tiga perlakuan tekanan ketaatan diberikan padapartisipan secara random. Ketiga grup tekanan ketaatantersebut adalah grup kontrol, grup dengan tekanan darimanajer audit, dan grup dengan tekanan dari partneraudit. Ketiga tekanan ketaatan ini dipakai untukmendapatkan informasi mengenai judgment yang akandiambil oleh partisipan atas dua pertanyaan yang

Page 11: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

7

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

diberikan untuk masing-masing skenario, judgment iniberkisar antara “sangat tidak mungkin” sampai dengan“sangat mungkin” yang dibagi dalam enam skala Likert.

Analisis Data

Dengan pertimbangan adanya proses terjemah-an instrumen dan perbedaan tempat serta sampel yangdigunakan, maka dilakukan pilot test pada instrumenyang dipakai. Partisipan pilot test adalah mahasiswaUniversitas Sanata Dharma. Partisipan ini tidak dipakaisebagai responden pada pelaksanaan eksperimen untukmenghindari bias. Pilot test dilakukan sebanyak duakali. Pada pilot test pertama yang dilengkapi dengansaran dari responden tentang pemahaman terhadapinstrumen, peneliti menerima masukan dari responden.Masukan tersebut digunakan untuk memperbaikikuesioner pada pilot test kedua. Berdasarkan hasilpilot test kedua, diperoleh hasil bahwa partisipan dapatmempunyai pemahaman yang lebih baik. Uji ANOVAdipakai melakukan pengujian judgment untuk tiapskenario secara independen.

HASIL EMPIRIS

Data Partisipan

Jumlah partisipan yang menjadi subyekeksperimen sebesar 280, tetapi terdapat data yangdiperoleh dari 10 partisipan tidak valid sehingga datayang diolah berasal dari 270 partisipan. Rincianpartisipan berdasarkan kelompok perlakuan tekananketaatan dan tingkat autoritarianisme dapat dilihat padatabel 1. Rincian partisipan berdasarkan kelompokperlakuan tekanan ketaatan dan gender dapat dilihatpada tabel 2.

Teori mengenai pengaruh sikap individuterhadap autoritas hanya terjadi pada individu yangmengalami tekanan dari atasan. Dengan demikian, ujihipotesis 3 dan hipotesis 4 berkaitan dengan sikappartisipan terhadap wewenang hanya menggunakandata dari kelompok perlakuan tekanan manajer danpatner audit.

Rata-rata judgment dan deviasi standarkelompok perlakuan tanpa tekanan, tekanan manajer,dan tekanan partner berdasarkan partisipan pria danwanita serta berdasarkan tingkat autoritarian dapatdilihat pada tabel 3.

KelompokAutoritarianisme Rendah 68 62 58 188

KelompokAutoritarianisme Tinggi 25 31 26 82

Total 93 93 84 270

Tabel 1Partisipan Berdasarkan Kelompok Perlakuan Tekanan Ketaatan dan

Tingkat Autoritarianisme

Kelompok PerlakuanAutoritarianisme Kontrol: Tekanan Tekanan

Tanpa Tekanan Manajer Audit Partner Audit

TotalKelompok Perlakuan Tekanan Ketaatan

Page 12: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

8

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

Pria 35 37 31 103Wanita 58 56 53 167

Total 93 93 84 270

Tabel 2.Partisipan Berdasarkan Kelompok Perlakuan Tekanan Ketaatan dan Gender

Gender Kontrol: Tekanan Tekanan Tanpa Tekanan Manajer Audit Partner Audit

TotalKelompok Perlakuan Tekanan Ketaatan

Tabel 3Rata-rata Judgment (Standar Deviasi) Kelompok Autoritarian dan Genderdalam Perlakuan Tanpa Tekanan, Tekanan Manajer, dan Tekanan Partner

Pria Tanpa Tekanan Tekanan Manajer Tekanan Partner Total

A. Skenario A

Autr. Rendah 4,40 (0,96) 3,84 (1,26) 3,84 (1,26) 4,02 (1,18)

Autr. Tinggi 4,54 (1,18) 4,50 (1,00) 3,67 (1,44) 4,25 (1,25)

Total 4,46 (1,04) 4,05 (1,21) 3,77 (1,31) 4,11 (1,21)

Autr. Rendah 4,68 (0,89) 4,19 (1,00) 3,92 (1,16) 4,29 (1,06)

Autr. Tinggi 4,91 (0,80) 4,05 (1,18) 4,57 (0,18) 4,43 (1,03)

Total 4,72 (0,87) 4,14 (1,05) 4,09 (1,11) 4,33 (1,05)

Wanita Tanpa Tekanan Tekanan Manajer Tekanan Partner Total

Pria Tanpa Tekanan Tekanan Manajer Tekanan Partner Total

B. Skenario B

Autr. Rendah 4,33 (1,00) 3,52 (1,14) 3,95 (1,20) 3,91 (1,15)

Autr. Tinggi 4,89 (0,86) 4,08 (1,20) 3,58 (1,24) 4,22 (1,21)

Total 4,56 (0,98) 3,70 (1,18) 3,81 (1,21) 4,02 (1,18)

Wanita Tanpa Tekanan Tekanan Manajer Tekanan Partner Total

Autr. Rendah 4,37 (1,12) 4,12 (1,03) 3,50 (1,21) 4,02 (1,17)

Autr. Tinggi 4,45 (0,96) 3,82 (1,23) 3,93 (0,12) 4,01 (1,14)

Total 4,39 (1,08) 4,02 (1,10) 3,61 (1,19) 4,02 (1,16)

Page 13: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

9

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap JudgmentPartisipan

Hipotesis 1 pada penelitian ini menyatakanbahwa instruksi dari atasan dalam kantor audit akanmemberikan tekanan ketaatan atas auditor bawahanyang mempengaruhi judgment bawahan, meskipuninstruksi tersebut jelas tidak tepat. Hasil tes statistikdari hipotesis ini disajikan dalam kolom kelompokperlakuan kontrol, tekanan manajer, dan tekanan part-ner pada tabel 4. Uji perlakuan tekanan ketaatanskenario A mengindikasikan bahwa pengaruh tekanantersebut sangat signifikan (F = 6,282; p = 0,002). Padatabel 5 dapat dilihat uji post hoc yang mengindikasikanbahwa means dari kelompok kontrol berbeda secarasignifikan terhadap kelompok tekanan manajer audit(p = 0,002) maupun kelompok tekanan partner audit(p = 0,000).

Uji perlakuan tekanan ketaatan skenario Bmengindikasikan bahwa pengaruh tekanan tersebutsangat signifikan (F = 9,353; p = 0,000). Pada tabel 6dapat dilihat uji post hoc yang mengindikasikan bahwameans dari kelompok kontrol berbeda secara signifikanterhadap kelompok tekanan manajer audit (p = 0,002)maupun kelompok tekanan partner audit (p = 0,000).

Uji hipotesis 2 menyatakan bahwa tekanan part-ner akan lebih kuat daripada tekanan manajer. Padatabel 4 bagian A dapat dilihat hasil uji statistik skenarioA yang menunjukkan bahwa tekanan partner tidak

berbeda secara signifikan dengan tekanan manajer (F= 0,598; p = 0,440). Hal yang sama juga terjadi padauji statistik skenario B (tabel 4 bagian B) yangmengindikasikan bahwa besarnya jarak hirarkis antaraatasan dengan auditor ternyata tidak berpengaruhsecara signifikan terhadap judgment partisipan yangmendapat tekanan (F = 0,649; p = 0,422).

Pengaruh Autoritarianisme Terhadap SikapPartisipan

Hipotesis 3 memprediksi bahwa partisipan dibawah tekanan ketaatan mungkin akan lebih mentaatiperintah atasan jika partisipan berada dalam kelompokautoritarian tinggi dibandingkan dengan kelompokautoritarian rendah. Hasil uji statistik pengaruhautoritarianisme pada kelompok perlakuan tekananmanajer dan partner disajikan pada tabel 4. Ternyatahasil uji statistik tidak mendukung hipotesis tersebut,baik untuk skenario A (F = 1,730; p = 0,190) maupunskenario B (F = 0,281; p = 0,597).

Selanjutnya pada hipotesis 4 dinyatakan bahwasesuai teori, semakin besar jarak hirarkis antara atasandengan auditor, auditor berautoritarian tinggi akanmembuat judgment yang kurang tepat dibandingkandengan auditor berautoritarian rendah. Hasil uji statistikdapat dilihat pada tabel 4. Baik untuk skenario A (F =0,003; p = 0,955) maupun skenario B (F = 0,131; p =0,718) menunjukkan bahwa antara tekanan ketaatan

Tabel 4 Hasil Pengujian Pengaruh Perlakuan Tekanan dan Interaksi Antara Sikap Partisipan Terhadap Autoritas,

Tekanan Ketaatan, dan Gender.

Sumber Variasi F p F p

Tekanan Ketaatan (TK) 6,282 0,002 0,598 0,440Autoritarianisme (A) 1,740 0,188 1,730 0,190Gender (G) 3,214 0,074 1,403 0,238TK X A 0,132 0,876 0,003 0,955TK X G 1,261 0,285 2,070 0,152A X G 0,117 0,732 0,001 0,979TK X A X G 2,768 0,065 4,694 0,032

A. Analysis of Variance Skenario A

Kelompok PerlakuanTekanan Ketaatan Kontrol, Manajer,

dan Partner

Kelompok PerlakuanTekanan Manajer dan Partner

Page 14: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

10

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

(TK) autoritarianime (A) tidak ada interaksi. Dengankata lain, besarnya jarak hirarkis antara atasan danbawahan tidak berpengaruh secara signifikan terhadapjudgment yang diambil oleh auditor yang memilikiautoritarian tinggi dan auditor berautoritarian rendah.

Pengaruh Gender Terhadap Sikap Partisipan

Hipotesis 5 memprediksi bahwa di bawahtekanan ketaatan, auditor pria akan membuat judgmentyang kurang tepat dibandingkan dengan auditor wanita.Hasil uji statistik pengaruh gender pada kelompok

perlakuan tekanan manajer dan partner disajikan padatabel 4. Ternyata hasil uji statistik tidak mendukunghipotesis tersebut, baik untuk skenario A (F = 1,403;p = 0,238) maupun skenario B (F = 0,122; p = 0,728).

DISKUSI DAN SIMPULAN

Sesuai dengan penelitian sebelumnya (DeZoortdan Lord, 1994), hasil penelitian menunjukkan bahwaauditor yang memperoleh perlakuan tekanan ketaatandalam bentuk perintah yang tidak tepat dari atasan,

Sumber Variasi F p F p

Tekanan Ketaatan (TK) 9,353 0,000 0,649 0,422Autoritarianisme (A) 1,210 0,272 0,281 0,597Gender (G) 0,028 0,866 0,122 0,728TK X A 0,247 0,781 0,131 0,718TK X G 0,583 0,559 0,379 0,539A X G 0,222 0,638 0,000 0,993TK X A X G 2,453 0,088 4,256 0,041

Kelompok PerlakuanTekanan Ketaatan Kontrol, Manajer,

dan Partner

Kelompok PerlakuanTekanan Manajer dan Partner

B. Analysis of Variance Skenario B

Tabel 5Perbedaan Rata-rata Antar Kelompok Perlakuan Skenario A Berdasarkan Uji Post-Hoc

Perlakuan p Value

Kontrol (Tanpa Tekanan) dibandingkan Tekanan Manajer Audit p = 0,002Kontrol (Tanpa Tekanan) dibandingkan Tekanan Partner Audit p = 0,000Tekanan Manajer Audit dibandingkan Tekanan Partner Audit p = 0,833

Perlakuan p Value

Kontrol (Tanpa Tekanan) dibandingkan Tekanan Manajer Audit p = 0,002Kontrol (Tanpa Tekanan) dibandingkan Tekanan Partner Audit p = 0,000Tekanan Manajer Audit dibandingkan Tekanan Partner Audit p = 0,557

Tabel 6Perbedaan Rata-rata Antar Kelompok Perlakuan Skenario B Berdasarkan Uji Post-Hoc

Page 15: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

11

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

baik dari manajer maupun partner secara signifikanmelakukan tindakan yang menyimpang dari standarprofesional dibandingkan dengan auditor yang tidakmendapat perlakuan tekanan ketaatan. Namundemikian, pengaruh tekanan ketaatan dari partner au-dit tidak berbeda secara signifikan dengan pengaruhdari manajer. Hal ini berbeda dengan penelitiansebelumnya. Fenomena ini disebabkan partisipansebagai auditor pemula belum dapat membedakanantara tekanan partner atau tekanan manajer. Merekahanya terpengaruh oleh adanya tekanan dari atasan.

Autoritarianisme ternyata tidak berpengaruhsecara signifikan terhadap judgment auditor yangmendapat tekanan ketaatan. Hal ini mungkin disebab-kan oleh instrumen yang dipakai untuk mengukurtingkat autoritarian. GAIAS—instrumen yang dipakaidalam penelitian ini—mengukur autoritarian dalambentuk yang berhubungan dengan hukum, tentara,polisi, dan guru. Skala ini tidak didisain untuk mengukursecara spesifik sikap individu yang berhubungandengan organisasi profesional seperti akuntan. Dengandemikian, skala baru mungkin diperlukan untukmengukur tingkat autoritarian pada sikap individudengan profesi tertentu. Selanjutnya dalam masamendatang perlu diteliti apakah sikap autoritarian au-ditor tidak cukup kuat mempengaruhi tekanan ketaatan.

Berdasarkan penelitian ini, gender tidakmempunyai pengaruh secara signifikan terhadap judg-ment auditor yang mendapat tekanan. Hasil penelitianini bertentangan dengan penelitian Gilligan (1982)yang berhasil mengindikasikan bahwa pertimbanganmoral dan alasan mendasar dalam etika pada pria danwanita berbeda. Senada dengan Gilligan, Ruegger danKing (1992) mengindikasikan bahwa wanita memilikipertimbangan moral yang lebih tinggi dibandingkandengan pria. Namun demikian, penelitian ini sesuaidengan yang hasil penelitian Thoma (1986) yangmenemukan bahwa pengaruh gender sangat kecil.Sebagai auditor pemula, baik pria maupun wanita,tentu tidak memiliki keberanian untuk tidak mentaatiperintah atasan walaupun instruksi tersebut tidak tepat.Auditor pemula tentunya sedikit yang mau mengambilresiko untuk mencari pekerjaan lain sebagaikonsekuensi menentang perintah atasan yang tidaktepat.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: (1) tekanan

ketaatan dari atasan berpengaruh secara signifikanterhadap judgment auditor., (2) tekanan ketaatanmanajer tidak berbeda secara signifikan dengan tekananketaatan partner terhadap judgment auditor, (3)autoritarianisme tidak berpengaruh secara signifikanterhadap judgment auditor yang mendapat tekananketaatan, dan (4) gender tidak berpengaruh secarasignifikan terhadap judgment auditor yang mendapattekanan ketaatan.

KETERBATASAN DAN IMPIKASIPENELITIAN

Interpretasi hasil penelitian ini mengacu pada beberapaketerbatasan sebagai berikut: (1) partisipan dalampenelitian ini adalah mahasiswa yang telah mengambilmata kuliah Audit II dan sudah hampir menyelesaikanseluruh mata kuliah sebagai proksi auditor pemula.Para mahasiswa ini mungkin belum dapat merasakansuasana kerja yang sesungguhnya. Hal ini nampakdalam hasil pengujian antara rata-rata kelompokperlakuan tekanan manajer yang tidak berbeda secarasignifikan dengan perlakuan tekanan partner terhadapjudgment auditor. Namun demikian, para mahasiswatersebut ternyata dapat merasakan adanya perbedaaanantara yang mendapat tekanan ketaatan dan tidakmendapat tekanan ketaatan, (2) Skenario yang disajikandalam penelitian ini sangat pendek. Dalam praktik,tekanan untuk mentaati perintah atasan mungkin lebihbesar. Dalam penelitian selanjutnya dapat diperbaikidengan membuat skenario yang lebih panjang sehinggalebih komprehensif, (3) Skenario dalam penelitian initidak disertai alternatif yang bisa dilakukan oleh audi-tor, yang dapat dipakai untuk mendukung pengambilankeputusan. Misal kesempatan diskusi dengan atasanatau rekan kerja untuk dapat memahami justifikasiperintah atasan tersebut, dan (4) skala autoritaria-nisme—dalam penelitian ini memakai GAIAS—mungkin tidak dapat menghasilkan ukuran yang tepatdalam setting profesional seperti dalam penelitian ini.Sampai saat ini belum ada instrumen untuk mengukurtingkat autoritarian yang berkaitan dengan profesitertentu.

Hasil penelitian ini mempunyai implikasi dalambeberapa hal, yaitu sebagai berikut: (1) Berdasarkanhasil penelitian ini maka kantor akuntan publik dapat

Page 16: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

12

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

memberikan pelatihan kepada para auditor baik yangpemula maupun senior untuk mendapatkankesepahaman perintah yang tidak bertentangan dengannorma atau standar profesional, (2) Ikatan AkuntanIndonesa dapat melakukan antisipasi terhadap tindakanauditor yang menyimpang dari standar profesional,misalnya dengan menerbitkan aturan yang memuatsanksi yang tegas terhadap auditor yang melakukanpenyimpangan tersebut. Tentunya untuk kasus tertentu,

bobot sanksi yang diberikan kepada partner, manajer,dan auditor pemula tidak sama. Untuk kasus yang sama,partner harus diberi sanksi yang paling berat kemudiandiikuti manajer dan auditor pemula. Hal ini sangatpenting dalam memperbaik citra akuntan yang kurangbaik dan sebagai upaya penegakan hukum, dan (3)Kantor akuntan publik dalam melakukan rekruitmen stafauditor hendaknya tidak membedakan antara pria danwanita. Dalam hal ini yang penting adalah kompetensidan integritas profesional auditor yang bersangkutan.

Page 17: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

13

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

DAFTAR PUSTAKA

American Institute of Certified Public Accoun-tants (AICPA). 1993. Commission on Au-ditors’ Responsibilities: Report, Con-clusions and Recommendations. NewYork: AICPA.

Ashton, R. 1990. Pressure and performance inaccounting decision settings: Paradoxaleffects of incentives, feedback and jus-tification. Journal of Accounting Re-search 28: 148-140.

Bamber, M. 1983. Expert judgment in the au-dit team: A source reliability approach.Journal of Accounting Research (Au-tumn): 396-412.

Barbeau, M.J., dan Brabeck, 1987. Integratingcare and justice issues in professionalmoral education: A gender perspective.Journal of Moral Education 16: 189-202.

Borkowski, S.C., dan Y.J. Ugras, 1996. Busi-ness students and professional ethics: Ameta analysis of divergent research.Paper Presented at the American Ac-counting Association Annual Meting,Chicago IL.

Cohen, J.R., L.W. Paint, dan D.J. Sharp. 1998.The effect of gender and academic dis-cipline diversity on the ethical intentionsand ethical orientation of potential pub-lic accounting recruits. Accounting Ho-rizons. vol. 12. no. 3.

Cook, D. T., dan D.T. Campbell. 1979. Quasi-Experimentation: Design & AnalysisIssues for Field Setting. Boston:Houghton Mifflin Co. 1979.

Derber C., dan W.A. Schuartz, 1991. New man-darins or new proletariat: Professionalpower at work. Research in the Sociol-ogy of Organizations. 71-96.

DeZoort, F. T., dan Alan T. Lord. 1994. AnInvestigation of Obedience PressureEffects on Auditors’ Judgments. Behav-ioral Research in Accounting. 6: 1-30.

Gilligan, C. 1982. In A Different Voice. Bos-ton. MA: Harvard University.

Gul, F. A., dan J. J. Ray. 1989. Pitfalls in usingthe F scale to measure authorianism inaccounting research. Behavioral Re-search in Accounting. 1: 189-192.

Harrison, G. L. 1991. The F scale as a measureof authoritarianism in accounting re-search. Behavioral Research in Ac-counting 3: 13-24.

Latane, B. 1981. The psychology of social im-pact. American Psychologist. 36: 343-356.

Lengermann, J.J. 1971. Supposed and actualdifferences in professional autonomyamong CPA’s as related to type of workorganization and size of firm. The Ac-counting Review (Oktober): 665-675.

Lock, E.A. 1976. What is Job Satisfication? Or-ganizational Behavior and Human Per-formance, 4: 1257-1286.

Loeb, Stephen E. 1971. A survey of ethicalbehavior in the accounting profession.Journal of Accounting Research, (Au-tumn): 287-306.

Mautz, R.K., dan H.A. Sharaf. 1993. The Phi-losophy of Auditing. American Account-ing Association. 7th edition.

Page 18: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

14

Jam STIE YKPN - Hansiadi YH. dan Indra Wijaya Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap ......

McNair, C. J. 1991. Proper compromises: Themanagement control dilemma in publicaccounting and its impact on auditorbehavior. Accounting, Organization,and Society 16: 635-653.

Milgram, S. 1974. Obedience to Authority. NewYork: Harper and Row.

Mintz, S.M. 1992. Cases in Accounting Ethicsand Professioanlism. Second Edition.New York: McGrow-Hill Inc.

Nelson, D.C., dan A. Julie. 1992. Metaphor: Amultidimensional problem. In Metaphorand Thought, edited by Andrew Ortay,Cambridge University Press.

______, dan J.C. Quick. 1985. Professionalwoman: Are distress and disease inevi-table? Journal of Management Review10: 206-218.

Ponemon, L.A. 1990. Ethical judgments in ac-counting: A cognitive critical perspec-tive in development perspective. Criti-cal PerspectiveAccounting 1: 191-215.

Puspa, Dwi Fitri, dan B. Riyanto, 1999. Tipelingkungan pengendalian organisasi,orientasi profesional, konflik peran,kepuasan kerja, dan kinerja: Suatupenelitian empiris. Jurnal RisetAkuntansi Indonesia (Januari): 117-134.

Ruegger, D., dan E.W. King. 1992. A study ofthe effect of age and gender upon stu-dent business ethics. Journal of BusinessEthics 11: 205-217

Sanford, N. 1956. The approach of theathoritarian personality. In Psychologyof Personality. Edited by J.L. McCary.New York: Logos Press.

Sweeney, J. 1995. The moral expertise of au-ditor: An exploratory analysis. Researchin Accounting Ethics 1: 213-234.

_______, dan R. Robert. 1997. Cognitive moraldevelopment and auditor independence.Accounting, Organization, and Society,22: 337-352.

Thoma, 1986. Estimating gender differences inthe comprehenship and preference ofmoral issues. Development review 6:165-180.

Wahn, J. 1993. Organizational dependence andlikelihood of complying with organiza-tional pressures to behave unethically.Journal of Business Ethics 12: 245-251.

Windal, F.W. 1991. Ethics and the Accoun-tants: Text and Cases. EnglewoodCliffs, NJ: Prentice Hall.

Wolfe, D.M., dan Snoek. 1962. A study of ten-sions and Adjustment under role con-flict. Journal of Social Issue. (July): 102-121.

Page 19: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

15

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi The Use of Relative Strength Index AS A Trading Strategy

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

THE USE OF RELATIVE STRENGTH INDEX ASTHE USE OF RELATIVE STRENGTH INDEX ASTHE USE OF RELATIVE STRENGTH INDEX ASTHE USE OF RELATIVE STRENGTH INDEX ASTHE USE OF RELATIVE STRENGTH INDEX ASA TRADING STRATEGY

Dr. Djoko Susanto, M.S.A., Akt. 1)

Drs. Agus Sabardi, M.M. 2)

1) Dr. Djoko Susanto, M.S.A., Akt., Dosen STIE YKPN Yogyakarta.2) Drs. Agus Sabardi, M.M., Dosen STIE YKPN Yogyakarta.

ABSTRAKSI

Para pelaku di pasar modal telah menggunakanberbagai indicator untuk memperkuat strategitransaksi mereka. Salah satu indicator yang banyakdigunakan adalah Relative Strength Index (RSI). RSIdiperkenalkan oleh J Welles Wilder, Jr dan harusdigunakan bersama dengan grafik pergerakan hargasaham. Tujuan penelitian ini adalah membuktikanapakah sinyal yang dihasilkan oleh RSI akurat dandapat meramalkan pergerakan harga sahamperdagangan mingu-minggu berikutnya. Data yangdigunakan dalam penelitian ini terdiri atas dataharga saham perusahaan yang terdaftar di Bursa EfekJakarta. Hasil penelitian ini menunjukkankeakuratan sinyal RSI, sebagai indikator yang sangatkuat untuk mengidentifikasikan sinyal membeli danmenjual saham di Bursa Efek Jakarta. Studi ini jugamenunjukkan bahwa penelitian sederhanaberdasarkan pada analisis teknikal ternyata sangatbermanfaat di Bursa Efek Jakarta.

Keywords: relative strength index, indicator, techni-cal analysis, signals.

INTRODUCTION

Research based on technical analysis has rarely beenconducted in Indonesia, while Jakarta Stock Exchange

is suitable with technical analysis. Reksohadiprojo(1996) said that fundamental analysis is used in strongefficient market stock, technical analysis is used in semistrong efficient stock market, and random walk is usedin weak efficient stock market.

Individual and institutional investors expect thehighest return on their investments. The investors ortheir analysts need a suitable method to evaluate theprobability of the risk and return related to their invest-ments. In addition, they also need a method to identifythe best timing to buy or sell shares, to trade futurecontracts, etc? Market participants use charts andanalytical tools to identify changes in supply and de-mand for traded financial instruments to help them fore-casting prices, formulating trading strategies, and mak-ing decisions for all transactions in the markets.

Most of the market analyses fall into two cat-egories, fundamental analysis and technical analysis.Analysts adopt the tools and techniques of both analy-ses in practice. Fundamental analysis is a method offorecasting the future price movements of a financialinstrument based on economic, political, environmen-tal and other relevant factors and statistics that willaffect the basic supply and demand of whatever un-derlies the financial instrument. Technical analysis is amethod of predicting price movements and future mar-ket trends by studying charts of past market actions.

The construction of charts is relatively straight-forward, but the process of identifying patterns is muchmore complicated. The consequence is exclusive pre-

Page 20: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

16

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi The Use of Relative Strength Index AS A Trading Strategy

dictions based on price movement charts are not com-pletely reliable. The questions are: what can marketplayers do to improve the reliability of their predic-tions of future market trends? what kind of tools andtechniques are available?

Market players use variety of indicators to con-firm or reinforce their trading strategies derived fromcharting. Several indicators are now in use; some areeasy to use and others involve complex mathematicalcalculations that have been developed by experts.

There are two basic types of indicators, confir-mation or divergence indicators and momentum indi-cators or oscillators. Confirmation indicators are basedon, or associated with, the primary price movementchart. Oscillators measure the rate of change, or veloc-ity, of directional price movements and are used forsignalling of short-term turning points.

Momentum indicators or oscillators include rela-tive strength index (RSI), stochastic oscillators, andmoving average convergence divergence (MACD).However, this research only discusses relative strengthindex.

Relative Strength IndexRelative Strength Index (RSI) is a price momen-

tum indicator developed by J. Welles Wilder, Jr.(Meyers 1992). RSI is used in conjunction with pricemovement charts but should not be used together withother indicators of the same type.

The RSI, commonly known as the relative-strength indicator, is a momentum series and should inno way be confused with the principle of relativestrength, in which one series are divided by another. Itis a front-weighted price velocity ratio for a specificsecurity relative to itself and is therefore relative to itspast performance (Pring 1999).RSI was designed to deal with three flaws often asso-ciated with oscillator. First, at time, oscillators moveerratically due to the drop off old data in their calcula-tion. For example, if one has a 10-day oscillators and 10days ago the price of the security moved up or downdramatically, the current oscillator reading will be a mis-leading low or high reading. A second problem relatesto the vertical scale for an oscillator. How high or lowshould the oscillator be to signal buying or sellingopportunities? The third and final problem is the needto keep massive amounts of data for oscillator calcula-

tions. RSI presents a solution to these problems.RSI values lie in the range 0 to 100 which may

be used to indicate the following:o Overbought/oversold condition.

A line is drawn at 70/80, above which the in-strument is conventionally called “overbought”and is a signal for caution in buying at thatlevel. Below a line at 30/20, the instrument iscalled “oversold” and is a signal to think care-fully before selling.

o Tops and bottomsA “top” may be signified when a RSI peak isseen through the 80/70 levels and followed bya downturn. Similarly a RSI trough through the30/20 levels followed by an up-turn may signifya “bottom.” The RSI analysis provides onlypart of the evidence needed to maintain marketconfidence that a top/bottom has been formed.

o PatternTypical patterns such as head and shoulders,tops/bottoms and pennants may be more obvi-ous in the RSI chart than in the price chart.

o DivergenceDivergence between price action and RSI is of-ten considered as a strong indication of a mar-ket turning point. Thus in an up-trend, priceaction makes new highs compared with the pre-vious peak but the RSI indicator fails to reachand surpass its equivalent previous high point.

Calculating the indexThe RSI measures the ratio of average prices

and normalises the calculations so the index values liebetween 0 and 100. The index may be calculated usingthe following basic algorithm (Reuter 1999):

RSRSI

+−=

1100100 (1)

Where:

Sum of the ‘up closes’ in n daysRS = ————————————————— (2)

Sum of the ‘down closes’ in the same n days

n = number of periods used in the calculation

Page 21: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

17

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi The Use of Relative Strength Index AS A Trading Strategy

“Up close” is the price change between con-secutive periods where the close has moved higher.“Down close” is the price change between consecu-tive periods where the close has moved lower. Wilderoriginally used n = 14 but other periods in common useare 9 and 21 days.

The older conventional formula to calculate RSIlooks similar to the algorithm above but uses Exponen-tial Moving Average, which serve to smooth the re-sultant line, and is calculated as follows:

Average of the ‘up close’ in n daysRS = ——————————————————— (3)

Average of the ‘down close’ in the same n days

Let’s use 14 days as an example. The value of“average of the up close” is calculated by adding thetotal points gained on up days during the last 14 days

and divide by 14. The “average down close” value iscalculated by adding the total points lost on downdays during the last 14 days and divided by 14. TheRS value is the division of the average up close valueand the average down close value. The first day’s RSIvalue is arrived by inserting the RS value into formula.Updating RSI value each period is straightforward.Simply multiply the previous up and down averagevalues by 13, add the latest day’s gain or loss to the upor down average, and multiply the total by 14. Insertthe new RS value into the RSI formula to update theRSI.

In general, the greater the number of periodsused, the more stable RSI will be, and fewer signals aregenerated. Short-term RSI tends to produce more sig-nals thanLonger-term RSI, and include more false signals. Thefollowing Table-1 shows a complete example of RSIcalculation.

Table 1. An example of RSI calculation.

Page 22: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

18

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi The Use of Relative Strength Index AS A Trading Strategy

Research MethodologyThe purpose of the research is to investigate

the applicability of RSI indicator in a market such asthe Jakarta Stock Exchange. Specifically, the researchis aiming at the ability of signal created by RSI to guide

the direction of stock transactions in Jakarta Stock Ex-change.

Thirty-three companies listed in the JakartaStock Exchange are selected as sample of the study.The sample is drawn based on purposive sampling

Sourche: Meyers (1992): page 184-185

Page 23: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

19

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi The Use of Relative Strength Index AS A Trading Strategy

method. Only company with active trading frequencyand representing each existing industry is chosen inthe sample.The data used in the research is daily closing price ofthe stocks in Jakarta stock Exchange. The closing pricedata is reported in the Real Time Information’s databased for the period of 6 months, October 2000 toMarch 2001.

Data Analysis Procedure1. Calculate RSI and draw charts (bottom) using

formula (1), (3), with n = 14.2. Using Real Time Information program, draw

closing price movement chart (up).3. Draw a vertical line from points above 70/80 on

RSI chart to the price movement line to identifyselling signal points, identify as S symbol.

4. Draw a vertical line from points below 30/20 onRSI chart to the price movement line to identifybuying signal points, identify as B symbol.

5. When point B appears below the price move-ment line during the period next to the point,the buying signal is proved correctly.

6. When point S appears above the price move-ment line during the period next to the point,the selling signal is proved correctly.

Result Of The StudyThe buying and selling signals derived from

RSI line of every stock were investigated during theexamination period. All buying signals (B) were foundbelow the price movement line chart during the periodnext to B points. These phenomena indicate all B pointsrepresent correctly the buying signals. All selling sig-nals (S) were found above the price movement lineduring the period next to S points. The charts alsosuggest all S points represent correctly the selling sig-nals. The following charts show the results of chartsanalysis.

Figure 1: Chart Analysis for Multipolar Case

Page 24: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

20

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi The Use of Relative Strength Index AS A Trading Strategy

The first S point (selling signal) appears atRp450 in the mid of October 2000. The next price move-ment line indicate a downturn which indicates the de-crease of prices. The first B point (buying signal) ap-pears at Rp375 in the early November 2000. The nextprice movement line indicate an upturn which repre-sents the increase of prices. The second S point ap-pears at Rp400 in the early December 2000, and fol-lowed by the downturn movement of prices and reachto the second B point at Rp325 in early January 2001.The last S point occurrs at Rp375 in early February2001 after an upward movement of prices and thenfollowed by a downturn of the price movement line.

The first B point (buying signal) appears at Rp1.500 inthe early October 2000. The next price movement lineindicate an upturn which represents the increase ofprices.The first S point (selling signal) appears at Rp1.655 atthe end of October 2000. The next price movement lineindicate a downturn which indicates the decrease ofprices.The second B point appears at Rp1.605 in the mid ofJanuary 2001, and followed by an upward movementof prices until it reaches the second S point at Rp1.805in early February 2001. The last B point at Rp1.725 isfollowed by a upward price movement line before itreaches the last S point at Rp1.875 in early March 2001.

Figure 2: Chart Analysis for BCA Case

Page 25: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

21

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi The Use of Relative Strength Index AS A Trading Strategy

Conclusion And DiscussionThe analyses based on RSI charts shows that

buying signals always occurr below line at 30/20, andfollowed by an upward price movement line. Mean-while, the selling signals always appear above line at70/80 and followed by a downturn price movement line.The result suggests RSI is a powerful method to pro-duce signals that can help investors to determine theirtrading strategies. However, it should be kept in mindthat using a single indicator in isolation would be amistake. Studies indicated that a suitable indicator must

be considered for each market instrument. Past stud-ies also suggest that there is no a single method whichcan precisely predict price movement over time. Themost successful trader is always who can wisely enterand exit from the market at the right timing. Nevertheles,it is important to have the ability to combine manyindicators in order to identify the direction of pricesand to define tactics within a trading strategy. The studyis limited by the data used, which consists only themarket data for six month period of time. Further studywith longer period of time will hopefully provide a bet-ter generalization of the result.

Page 26: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

22

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi The Use of Relative Strength Index AS A Trading Strategy

REFERENCES

Colby, Robert M., and Thomas A. Meyers. 1988.The Encyclopedia of Technical MarketIndicators. Homewood, IL: Dow JonesIrwin.

Edwards, Robert D., and John Magee. 1981.Technical Analysis of Stock Trends.Boston, MA: John Magee, Inc.

Husnan, Suad. 1991. Efisiensi Pasar Modal In-donesia. Jurnal Ekonomi Indonesia,(April).

Machfoedz, Mas’ud. 1998. The usefulness of Fi-nancial Ratios in Indonesia,Accountancy Development in Indone-sia, Publication, no.20, Tim KoordinasiPengembangan Akuntansi, Jakarta, In-donesia.

Meyers, Thomas A. 1992. The Technical Analy-sis Course. Tokyo: Toppan Co. Ltd.

Murphy, John J. 1986. Technical Analysis ofthe Futures Markets. New York: NewYork Institute of Finance.

Pring, Martin J. 1985. Technical Analysis Ex-plained. New York: McGraw-Hill.

“——————“. 1999. Introduction to Tech-nical Analysis, International Edition,Singapore: McGraw-Hill.

Reksohadiprodjo, Sukanto. 1996. PerananPasar Modal Dalam PJPT 11, EdisiRevisi, Yogya: Program MagisterManajemen, UGM.

Reuter Limited. 1999. An Introduction to Tech-nical Analysis, Singapore: John Wiley& Sons Pte. Ltd.

Sabardi, Agus, and Miranda, Primidya K. 2000.Analisis Teknikal di Bursa Efek Jakarta.Jurnal Akuntansi dan Manajemen STIEYKPN (February).

Sabardi, Agus. 2000. Analisis Moving AverageConvergence Divergence UntukMenentukan sinyal membeli dan menjualdi BEJ. Jurnal Akuntansi danManajemen STIE YKPN (December).

Wilder, J. Welles. (1978). New Concepts in Tech-nical Trading Systems. Greensboro, NC:Trend Research.

Page 27: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

23

Jam STIE YKPN - Nizarul Alim dan Ainun Na’im Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume ........

ABSTRAKSI

Perubahan pajak merupakan hal yang penting bagikeputusan investasi, karena perubahan pajak ber-pengaruh terhadap return dan risiko investasi. Padatanggal 1 Januari 1995, pemerintah Indonesia telahmemberlakukan Undang-Undang Perpajakan tahun1994 (UUP 1994). Menurut UUP 1994, tidak ada perbe-daan hambatan pajak antara investor domestik dan in-vestor asing.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruhpemberlakuan UUP 1994 terhadap perilaku investoryang diukur dengan trading volume activity (TVA).Sampel yang terseleksi berjumlah 40 perusahaan untuktahun 1994 (sebelum perubahan pajak) dan 66perusahaan untuk tahun 1995 (setelah perubahanpajak). Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapatshort-term trading hypothesis di sekitar hari ex-divi-dend. Hasil ini menunjukkan bahwa UUP yang barumempunyai dampak negatif terhadap TVA.

Namun demikian, penelitian ini tidak menemukanbukti empiris bahwa perubahan pajak mempengaruhihubungan antara volume perdagangan dan dividendyield. Dividend yield tidak mempunyai pengaruhsignifikan terhadap volume perdagangan sahamsebelum dan setelah perubahan pajak. Penelitian ini

menyarankan untuk menguji perilaku harga (return) disekitar hari ex-dividend.

Kata kunci: Pajak, volume perdagangan, hari ex-divi-dend.

PENDAHULUAN

Pada tanggal 1 Januari 1995, pemerintah telahmemberlakukan secara efektif Undang-Undang No. 10tahun 1994 tentang perpajakan. Dalam kaitannyadengan bursa efek, pasal 4 ayat 2 menyebutkan “Ataspenghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi sahamdan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan daripengalihan harta berupa tanah dan atau bangunanserta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknyadiatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun1994. Secara ringkas perubahan pajak tersebut dapatdilihat pada tabel 1 berikut:

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

PENGARUH PERUBAHAN PAJAK TERHADAPVOLUME PERDAGANGAN SAHAMDI SEKITAR HARI EX-DIVIDEND

M. Nizarul Alim, SE., M.Si., Akt. 1)

Dr. Ainun Na’im, M.B.A., Akt. 2)

1) M. Nizarul Alim, SE., M.Si., Akt., Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Widya Gama Malang.2) Dr. Ainun Na’im., M.B.A., Akt., Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

Page 28: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

24

Jam STIE YKPN - Nizarul Alim dan Ainun Na’im Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume ........

Keterangan:* Pajak capital gain atas investor domestik bersifat

progresif** Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun

1994.

Pengenaan pajak di atas, menurut peneliti cukupunik, karena fungsinya hampir sama dengan biayatransaksi, baik transaksi yang memperoleh keuntungan(capital gain) maupun kerugian (capital loss) tetapakan dikenakan pajak. Model pajak yang diberlakukandi Indonesia sangat berbeda dengan negara-negaralain, seperti Amerika, Kanada dan Inggris, di mana pajak,baru akan dibebankan pada investor jika investormendapatkan capital gain dari transaksi saham. SuadHusnan berpendapat bahwa penerapan pajak transaksibisa menurunkan likuiditas dan volume transaksi saham,karena investor asing bisa jadi hengkang (Info PasarModal, Juni 1994).

Berdasarkan hal tersebut, penelitian inibertujuan untuk menguji apakah perubahan pajakberpengaruh terhadap perilaku investor. Masalah yangakan diteliti antara lain: (1) apakah terdapat pola shortterm trading di sekitar hari ex-dividend; (2) apakahperubahan pajak mempengaruhi volume perdaganganserta hubungan antara dividend yield dengan volumeperdagangan di sekitar hari ex-dividend.

Preferensi investor terhadap pajak ditandaidengan adanya pola short term trading di sekitar hariex-dividend (Wu and Hsu, 1996). Oleh karena itu, untukmengetahui ada atau tidak pola short term trading ataupengaruh pajak terhadap perilaku investor, dapatdiamati perilaku investor di sekitar hari ex-dividend.

Telah ada beberapa penelitian yang berhu-bungan dengan pola short term trading di berbagaipasar modal, baik yang diukur dengan harga saham(Brown dan Walter, 1986; Grammatikos, 1989; Menyah,1993), volume perdagangan saham (Athanassakos,1996), maupun keduanya, baik harga dan volume(Michaely dan Vila, 1995; Wu dan Hsu, 1996).

Penelitian ini menggunakan ukuran volumeperdagangan untuk mengetahui pengaruh pajakterhadap perilaku investor di sekitar hari ex-dividend.Athanassakos (1995) berpendapat bahwa volumeperdagangan mungkin lebih sensitif untuk mendeteksireaksi investor dan menggambarkan perilaku investorterhadap dividen kas. Argumennya: (1) adanya polaketidakseimbangan penawaran di sekitar hari ex-divi-dend, yang merupakan hasil penggunaan dividensebagai strategi perdagangan, dapat menimbulkan biasyang serius dalam harga pembukaan dan penutupanpada cum-dividend dan ex-dividend, (2) Heterogenitaspreferensi investor terhadap capital gain relatif ter-hadap dividen, akan memotivasi mereka untuk menjualsahamnya sebelum ex-dividend, dan di pihak lain,

Tabel 1Perubahan Tarif Pajak

Menurut Undang-Undang Perpajakan (UUP) Tahun 1994

Pajak Sebelum UUP Tahun 1994 Menurut UUP 1994Domestik Asing Domestik Asing

Dividen 15% 20% 15% 20%(bruto & tidak final) (bruto & final) (bruto & tidak final) (bruto & final)

Capital gain* - - - -Transaksi saham** : Semua saham - - 0,1% final 0,1 final Saham pendiri - - +5% final +5%final

Sumber: Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang No. 10 Tahun 1994Tentang Perpajakan, dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan Tahun 1995 (KUP, PPH,PPN) diolah.

Page 29: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

25

Jam STIE YKPN - Nizarul Alim dan Ainun Na’im Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume ........

sebaliknya akan melakukan pembelian. Jika tidak adakelompok yang dominan, maka kemungkinan tidak adaperubahan harga pada ex-dividend dengan dividendyield, apakah konsisten dengan short term trading atauclientele hypotesis (lihat Kalay, 1982). Hasil penelitianMichaely dan Vila (1995) serta Wu dan Hsu (1996) jugamenunjukkan bahwa volume perdagangan dapatmenjelaskan pengaruh pajak terhadap perilaku inves-tor di sekitar hari ex-dividend.

Dalam kaitannya dengan hipotesis pasar modalefisien, secara teoritis disebutkan bahwa harga-hargasaham pada pasar modal yang efisien dalam bentuklemah merupakan pencerminan dari harga masa lampau,atau dengan kata lain harga saham belum mencerminkaninformasi (khususnya keuangan) yang dipublikasikan.Atas dasar itu, disarankan agar penelitian akuntasi padapasar bentuk lemah, dilakukan bukan pada pengaruhinformasi pada harga saham, tetapi lebih cenderungdilakukan untuk melihat perubahan volumeperdagangan (Machfoedz, 1995; Husnan dkk, 1996).Beberapa penelitian empirin yang dilakukan olehKhusnan (1991), Mangande (1993), Hardjito (1995) danLegowo (1995) menunjukkan bahwa pasar modal Indo-nesia masih efisien dalam bentuk lemah.

Secara rinci tulisan ini diorganisasi sebagaiberikut: Pendahuluan, teori dan hipotesis, metodologipenelitian, pelaporan hasil dan analisis sertakesimpulan, keterbatasan dan implikasi penelitian.

TEORI DAN HIPOTESIS

1. Tinjauan TeoriPajak merupakan hal yang penting bagi para

investor, karena terkait langsung dengan return danrisiko. Menurut teori, ada dua pola perilaku investorterhadap pengaruh pajak di sekitar hari ex-dividend,sebagaimana yang dikenal dengan clientele hypo-thesis dan short-term trading hypothesis.

a. Clientele HypothesisClientele hypothesis memprediksi

bahwa harga saham turun (naik) seharusnyaberkaitan dengan penurunan (kenaikan) divi-dend yield. Analisis pengaruh pajak dan Cli-entele hypothesis dijelaskan oleh Elton danGruber (1970) seperti yang dikutip oleh Menyah

(1993) menyatakan bahwa seorang investorakan tidak berbeda (indifferent) antara menjualsebelum dan sesudah hari ex-dividend.

Faktor-faktor yang mempengaruhi investormenjadi clientele antara lain (Brealy dan Myers, 1991,hal. 382):i. Saham yang membayar dividen tinggi. Dividen

yang tinggi secara umum akan disukai oleh in-vestor, oleh karena itu, investor yang memilikisaham dengan pembayaran dividen tinggicenderung untuk menahan sahamnya.

ii. Investor yang melihat terhadap portofoliosaham mereka merupakan sumber kas yang kuat(steady). Portofolio tersebut dapat dihasilkandari saham-saham bluechips.

b. Short-Term Trading HypothesisShort-term trading hypothesis

diatributkan pada proposisi bahwa para inves-tor melakukan transaksi di sekitar hari ex-divi-dend untuk alasan-alasan pajak (Menyah, 1993).Athanassakos (1996) mendefinisikan bahwapara investor mempunyai insentif untukmelakukan transaksi di sekitar hari ex-dividend.

Pajak dan Volume Perdagangan

Beberapa peneliti (seperti: Grammatikos, 1989;Michaely dan Vila, 1995; Athanassakos, 1996)menyatakan bahwa penelitian tentang pengaruh pajakterhadap volume perdagangan dipelopori olehLakonishok dan Vermaelen (1986). Salah satu yangmendasari penelitian tersebut, menurut Grammatikos(1989) adalah bahwa dengan adanya biaya transaksi,maka harga saham yang jatuh pada hari ex-dividendhubungannya dengan dividend yield, tidak hanyakonsisten dengan clientele hypothesis, tetapi jugadengan short-term traders hypothesis. Untukmenghindari ambiguitas tersebut, mereka (Lakonishokdan Vermaelen) meneliti volume perdagangan di sekitarhari ex-dividend dan menginterpretasikan bahwa buktiempiris konsisten dengan short-term traders hypo-thesis.

Michaely dan Vila (1995) berargumen bahwavolume perdagangan dapat membantu mengidentifikasisifat populasi perdagangan. Athanassakos (1996)

Page 30: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

26

Jam STIE YKPN - Nizarul Alim dan Ainun Na’im Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume ........

berpendapat bahwa investor yang melakukan transaksidi sekitar hari ex-dividend dapat menjadi long termtraders atau short term traders. Lebih lanjutAthanassakos menyatakan bahwa long term tradersbertransaksi tidak respektif dengan dividen dan merekadalam melakukan transaksi tidak dipengaruhi biayatransaksi maupun pajak. Sebaliknya, short term trad-ers melakukan transaksi karena biaya transaksi sertapajak.

Michaely dan Vila (1995) menunjukkan bahwasemakin heterogen struktur pajak, maka akan semakintinggi volume perdagangan di sekitar hari ex-dividend.Sebaliknya semakin homogen struktur pajak, makasemakin rendah volume perdagangan di sekitar hariex-dividend.

2. Pengembangan HipotesisMenurut pandangan tradisional ketika dividen

dikenakan pajak dan capital gain tidak dikenakanpajak, maka investor umumnya akan menginginkan pre-mium yang lebih tinggi sebelum pajak dari pendapatandividen (Grammatikos, 1989). Investor dapat menerimapremium tersebut jika harga saham pada ex-dividendjatuh kurang atau lebih kecil daripada dividen (Wu danHsu, 1986). Jika harga saham jatuh kurang dari dividen,investor diindikasikan akan berusaha menghindaripajak atas pendapatan dividen dengan cara menjualsaham sebelum hari ex-dividen.

Secara umum pada kondisi ini, harga jatuhkurang atau lebih kecil daripada dividen (Heath danJarrow, 1988). Pada saat dividen dikenakan pajak capi-tal gain tidak ada pajak, maka akan terdapat pola disekitar short term trading di sekitar hari ex-dividend.Bukti empiris di Amerika yang telah diteliti olehMichaely dan Vila (1995) serta Wu dan Hsu (1996) dandi Kanada oleh Athanassakos (1996), telah menunjuk-kan hal tersebut.

Kondisi Bursa Efek Jakarta (BEJ) menunjukkanbahwa pada tahun 1994, transaksi didominasi oleh in-vestor asing. Transaksi yang melibatkan investor asingpada tahun 1994, ditinjau dari jumlah volumeperdagangan tercatat sekitar 85% (Fact book 1995).Posisi investor asing dalam hal ini tidak ada pajak atascapital gain. Selain itu struktur pajak terhadap inves-tor di BEJ relatif heterogen, di mana semakin heterogenstruktur pajak, maka akan semakin besar tingkatperbedaan mereka dalam menilai dividen, sehingga

volume perdagangan juga akan lebih tinggi (Michaelydan Vila 1995) serta Wo dan Hsu (1996). Berdasarkanargumen tersebut maka dikembangkan hipotesis:

Hipotesis 1: Terdapat pola short term trading di sekitarhari ex-dividen pada periode sebelum perubahan pajak(tahun 1994).

Faktor lain yang mempengaruhi pola short termtrading di antaranya adalah biaya transaksi (Wu danHsu, 1996). Keberadaan biaya transaksi tidak hanyamengurangi net return investor, tetapi juga membuatpengambilan posisi arbitrase lebih berisiko (Michaelydan Vila, 1995). Pengurangan biaya transaksi dapatmeningkatkan volume perdagangan, karena para trad-ers menemukan bahwa kondisi ini lebih menguntung-kan untuk bertransaksi di sekitar hari ex-dividend(Michaely dan Vila, 1995). Sebaliknya keberadaan biayatransaksi yang lebih besar akan menghambat investoruntuk melakukan transaksi dan akibatnya volumeperdagangan akan berkurang (Wu dan Hsu, 1996;Michaely dan Vila, 1995).

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelum-nya bahwa pajak baru yang yang diterapkan investorbersifat seperti biaya transaksi, karena baik investoryang memperoleh capital gain mapupun capital losstetap dikenakan pajak jika melakukan transaksi.Diberlakukannya pajak baru tersebut, maka strukturpajak investor menjadi lebih homogen, karena investorasing dan investor domestik tidak ada perbedaan.Semakin homogen struktur pajak, maka semakin rendahvolume perdagangan di sekitar hari ex-dividend (Wudan Hsu, 1996). Berdasarkan argumen tersebutdikembangkan hipotesis:

Hipotesis 2: Perubahan pajak mempunyai dampaknegatif terhadap volume perdagangan di sekitar hariex-dividend.

Secara teoritis, dalam kaitannya dengan hu-bungan antara volume perdagangan dan dividendyield, pada kondisi dividen dikenakan pajak dan capi-tal gain tidak dikenakan pajak, atau pajak capital gainrelatif lebih tinggi daripada dividen, harga sahamsebelum ex-dividend, jatuh melebihi nilai dividen. Halini berarti terdapat hubungan yang signifikan antaraperdagangan dengan dividend yield.

Page 31: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

27

Jam STIE YKPN - Nizarul Alim dan Ainun Na’im Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume ........

Pengaruh perubahan pajak terhadap hubunganantara volume perdagangan dengan dividen menunjuk-kan hasil yang tidak konsisten. Hasil penelitian Menyah(1993) menunjukkan bahwa perubahan pajak di Inggristidak mempengaruhi preferensi investor. Para investorsebelum dan sesudah perubahan pajak cenderung lebihmenyukai capital gain daripada dividen.

Demikian pula, Athanassakos (1996)menemukan bukti bahwa pengaruh perubahan pajak diKanada terhadap hubungan antara volume perdagang-an dengan dividend yield juga tidak konsisten.Ringkasan hasil penelitian Athanassakos dapat dilihatpada tabel 2 berikut:

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwasebelum perubahan pajak, transaksi di BEJ di dominasioleh para investor asing, dimana pajak hanya dikenakanpada dividen. Diprediksikan volume perdaganganmempunyai hubungan yang signfikan dengan divi-dend yield.

Mukhtarudin (1997) yang menggunakan datatahun 1995 (periode sesudah perubahan pajak),menemukan bukti bahwa tidak ada perbedaan yangsignifikan antara volume perdagangan sebelum dansesudah pengumuman dividen. Terdapat bukti empirisyang menunjukkan bahwa reaksi investor terhadappengumuman dividen mempunyai kaitan denganperilaku investor di sekitar hari ex-dividend (Bowersdan Fers 1995). Berdasar bukti empiris tersebut,diprediksikan bahwa setelah perubahan pajak, tidakterdapat hubungan yang signifikan antara volumeperdagangan dengan dividend yield. Berdasarkan

Tabel 2Perubahan Pajak dan Pengaruhnya Pada Hubungan Antara

Volume Perdagangan dan Dividend Yield

Periode Perubahan PajakTd Tc Keterangan

1970/1971 0,6075 0,0000 Ada1972/1976 0,4698 0,3067 Tidak ada

1977 0,4656 0,3096 Tidak ada1978/1980 0.3888 0,3096 Ada

1981 0,3942 0,3139 Ada1982/1984 0,2526 0,2526 Tidak ada

argumen tersebut, maka dikembangkan hipotesisberikut:

Hipotesis 3: Perubahan pajak mempunyai pengaruhterhadap hubungan antara volume perdagangandengan dividend yield.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi peristiwa (eventstudy) dengan pendekatan studi kasus pada PT BursaEfek Jakarta yang menggunakan data historis tahun

1994 dan tahun 1995. Peristiwa atau event yang dipilihadalah perubahan pajak yang diteliti di sekitar hari ex-dividend. Periode pengamatan (window) ditentukanlima hari sebelum dan sesudah hari ex-dividend (11observasi). Penentuan window lima hari didasarkanpada sejumlah penelitian sebelumnya yang dilakukanoleh Michaely dan Vila (1995), Wu dan Hsu (1996), danAthanassakos (1996).

1. Seleksi Sampel, Data, dan Sumber DataSampel akan diambil secara purposive sampling

dari perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa EfekJakarta. Data yang diambil adalah data sekunder yangditerbitkan secara harian, mingguan, dan bulanan olehPT Bursa Efek Jakarta dan Badan Pengawas PasarModal seperti Info Pasar Modal. Jurnal Pasar ModalIndonesia. JSX Fact Book, dan JSX Statistic sertamajalah-majalah lain, seperti Business News.

Page 32: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

28

Jam STIE YKPN - Nizarul Alim dan Ainun Na’im Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume ........

Data dan sumber data tersebut antara lain:Perusahaan-perusahaan yang membagikan dividen kaspada tahun 1994 dan 1995, dan sahamya aktif ditran-saksikan selama periode pengamatan. Kriteria aktifberdasarkan surat edaran BEJ No. SE-03/BEJ II-1/1/1994yang menyatakan bahwa saham dinilai aktif jikafrekuensi perdagangan selama tiga bulan sebanyak 75kali atau lebih. Selain itu, pada periode pengamatanjuga aktif ditransaksikan sekurang-kurangnya 75%(Athanassakos, 1996). Untuk meminimalisir confound-ing effect, maka jika ada peristiwa lain, seperti rightissue, dividen saham, saham bonus, dan lain-lain, padaperiode pengamatan, maka sampel tersebut juga akandibatalkan.

Volume perdagangan saham harian dan jumlahsaham yang beredar untuk tiap sampel pada 5 harisebelum dan sesudah tanggal ex-dividend untukperiode pengamatan (abnormal volume) dan 10 harisebelum dan sesudah tanggal ex-dividend untukperiode di luar pengamatan (normal volume).Penentuan 10 hari untuk normal volume, dimaksudkanagar tidak terjadi kemungkinan overlapping denganpengaruh pengumuman dividen serta harga saham padacum-dividend.

2. Definisi Operasional Variabeli. Volume perdagangan akan dihitung berdasarkan

rumus trading volume activity (TVA). (Foster,1986, hal. 375).

ii. Dividend Yield adalah dividen kas dibagidengan harga saham harga saham pada cum-dividend (Michaely dan Vila, 1995; Wu dan Hsu,1996; Athanassakos, 1996).

iii. Hubungan antara dividend yield dengan vol-ume perdagangan dianalisis dengan regresilinier, di mana perubahan TVA sebagai variabeldependen dan dividend yield sebagai variabelindependen (Wu dan Hsu, 1996).

3. Metode AnalisisLangkah awal adalah menghitung volume

perdagangan setiap hari observasi dengan menggu-nakan Trading Volume Activity (TVA).

Jumlah saham perusahaan yang diperdagangkan pada saat tTVAi,t =

Jumlah saham perusahaan yang beredar pada saat t

Analisis H1 dan H2 dengan menggunakan uji t(test). Uji normalitas (Normality) sampel juga dilakukanuntuk mengetahui uji parametrik atau non parametrik.Analisis H3 menggunakan persamaan regresi linier(Michaely dan Vila, 1995; Wu dan Hsu, 1996).

Y = a + bX1 + e

Keterangan:Y: Perbedaan rata-rata TVA aktual (periode abnor-

mal) dengan TVA normal volume (%) (Michaelydan Vila, 1995; Wu dan Hsu, 1996).

a: Konstantab: Koefisien RegresiX1: dividend yield (%)e: error

HASIL DAN ANALISIS

1. Hasil Seleksi SampelPada tahun 1994 (sebelum perubahan pajak),

perusahaan go public yang mengumumkan pembagiandividen berjumlah 166 perusahaan. Berdasarkan jumlahtersebut, 26 perusahaan dikeluarkan dari sampel, karenaselain membayar dividen kas juga mengeluarkan sahambonus (bonus shares) bersamaan dengan tanggal ex-dividend. Selanjutnya dari 140 perusahaan yang hanyamembayar dividen kas, yang memenuhi kriteria aktif(kriteria no. 2) ada 40 perusahaan. Jadi total sampelyang akan dianalisis lebih lanjut berjumlah 40perusahaan.

Tahun 1995 (setelah perubahan pajak), per-usahaan go public yang mengumumkan pembagiandividen berjumlah 218 perusahaan. Berdasarkan jumlahtersebut, 19 perusahaan dikeluarkan dari sampel karenapada tanggal pengumuman selain membayar dividenkas juga mengeluarkan saham bonus (bonus shares).Selanjutnya dari 199 perusahaan yang hanya membayardividen kas, yang memenuhi kriteria aktif (kriteria no.2) ada 68 perusahaan. Dua perusahaan di drop, karenapada periode pengamatan (observasi) terdapat peris-tiwa lain yang memungkinkan terjadinya confoundingeffect. Kedua perusahaan tersebut adalah Indosat yangselama periode pengamatan ada pemberlakuan Jakarta

Page 33: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

29

Jam STIE YKPN - Nizarul Alim dan Ainun Na’im Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume ........

Automatic Trading System (JATS) serta Semen Gresikyang bersamaan dengan pengumuman right issue.Jadi total sampel yang akan dianalisis lebih lanjutberjumlah 66 perusahaan.

2. Pengujian HipotesisLangkah awal adalah menghitung rata-rata trad-

ing volume activity (TVA) untuk tiap-tiap haripengamatan tahun 1994 dan tahun 1995. Tabel 3 dibawah merupakan hasil penghitungan rata-rata trad-ing volume activity (TVA) tiap hari pengamatan tahun1994 dan tahun 1995:

a. Analisis H1 dan H2Analisis data pada H1 dan H2 dilakukan dengan

pengujian parametrik dan nonparametrik. Pengujianparametrik didasarkan pada central limit theorem (CLT)yang mengasumsikan bahwa jika jumlah sampel relatif

besar, maka distribusi sampel dari rata-rata (mean) ataujumlah (sum) sampel yang diaproksimasikan memilikidistribusi normal (Mendenhall dan Beaver, 1992, hal.182). Robert (1990) sebagaimana yang dikutip olehSubyakto (1995, hal. 95) menyatakan bahwa untuktujuan praktis, distribusi sampling rata-rata sampel daripopulasi tertentu akan mendekati normal apabilabesarnya sampel (banyak data dalam sampel) 30 ataulebih. Seperti telah diuraikan di muka bahwa sampelpenelitian ini sebanyak 40 perusahaan untuk tahun 1994dan 66 perusahaan untuk tahun 1995.

Pengujian nonparametrik dilakukan untukpenyesuaian, jika ternyata distribusi sampel tidak nor-mal atau menceng (skewness). Setelah dilakukanpengujian dengan SPSS terhadap distribusi sampelperusahaan-perusahaan tahun 1994 dan tahun 1995ternyata distribusi sampel tidak normal (skewness).Hasil pengujian normalitas (normality) sampel secaraterperinci disajikan pada tabel 4 berikut:

Tabel 3Rata-Rata TVA

Tahun 1994

-10 -9 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1

0.000039 0.000862 0.000794 0.000905 0.000999 0.000607 0.000810 0.000993 0.000827 0.000926

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.000399 0.000338 0.000399 0.00055 0.0007 0.0007 0.0004 0.00078 0.0005 0.0005 0.0007

Tahun 1995

-10 -9 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1

0.001086 0.001643 0.001522 0.00130 0.0012 0.00138 0.00152 0.0011 0.00117 0.00120

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0.000485 0.00053 0.0005 0.0007 0.0006 0.0005 0.0003 0.0005 0.0007 0.000762 0.000937

Page 34: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

30

Jam STIE YKPN - Nizarul Alim dan Ainun Na’im Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume ........

Pembahasan

Rata-rata TVA (lihat tabel 3) tahun 1994 sebelumhari ex-dividend pada periode sebelum perubahan pajakadalah 0,0008333 dan rata-rata TVA sesudah hari ex-dividend adalah 0,000588. Data tersebut menunjukkanbahwa rata-rata TVA sesudah hari ex-dividend menurunsekitar 33%, sedangkan nilai hasil uji t antara sesudahdan sebelum adalah –2,17 (signifikan pada α = 0,05).Perbedaan signifikan tersebut menunjukkan bahwaterdapat pola short term trading di sekitar hari ex-divi-dend. Hasil ini mendukung hipotesis pertama (H1).Berdasarkan pada penelitian Wu dan Hsu (1996) yang

membandingkan tiga hari menjelang hari ex-dividend(t-3 sampai dengan t-1) dengan periode sebelumnya,maka tiga hari menjelang hari ex-dividend, sebelumperubahan pajak, rata-rata TVA meningkat sekitar17,5%.

Tahun 1995 rata-rata TVA sebelum hari ex-divi-dend adalah 0,001285 dan rata-rata TVA sesudah hariex-dividend sebesar 0,000614. Data tersebut menunjuk-kan bahwa rata-rata TVA sesudah hari ex-dividendmenurun sekitar 52,22% (lebih dari 50%). Nilai hasil ujit antara sesudah dengan sebelum hari ex-dividendsebesar –2,71 (signifikan pada α = 0,01). Hasil tersebutjuga menunjukkan adanya pola short term trading di

Tabel 4Hasil Pengujian Normalitas

Keterangan Nilai Statistik1994 1995

Shapiro-Wilks · TVA sebelum ex-div 0,5199** 0,7033*· TVA sesudah ex-div 0,5311* 0,5126*

K-S (Lilliefors) · TVA sebelum ex-div 0,2976** 0,3237**· TVA sesudah ex-div 0,2716 0,3019**

*Signifikan pada a = 0,05 %**Signifikan pada a = 0,01%· Seluruh nilai statistik dari hasil pengujian normalitas lebih kecil daripada 1 (signifikan), berarti distribusi sampel tidak normal.

Selanjutnya nilai hasil uji t tahun 1995 dapat dilihat pada tabel 5 berikut:

Tabel 5Nilai Hasil Uji t

Keterangan 1994 1995

Nilai hasil uji t di sekitar hari ex-dividend -2,17* -2,71**(-2,09)** (-3,33)**

Kenaikan atau penurunan setelah hari ex-dividend (-33%) (-52,22)Kenaikan atau penurunan menjelang ex-dividend (Wu dan Hsu, 1996) (17,5%) (-15,65)

- Pengujian noparametrik dan perhitungan dilaporkan dalam tanda kurung- Tanda (-) menunjukkan penurunan*Signifikan pada α = 0,05 %**Signifikan pada α = 0,01%

Page 35: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

31

Jam STIE YKPN - Nizarul Alim dan Ainun Na’im Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume ........

sekitar hari ex-dividend. Akan tetapi, dari periode vol-ume perdagangan tiga hari ex-dividend cenderungmenurun sekitar 15,65%. Jika dibandingkan dengantahun 1994, total penurunan menjelang hari ex-divi-dend tahun 1995 sebesar 33,15%. Ada indikasi parainvestor menahan saham yang telah dimiliki. Iniberbeda dengan sebelum perubahan pajak di manavolume perdagangan cenderung meningkat menjelanghari ex-dividend.

Selanjutnya, nilai hasil uji t antara sesudahdan sebelum hari ex-dividend setelah perubahan pajak,lebih kecil daripada sebelum perubahan pajak. Inimenunjuk-kan bahwa perbedaan volume perdaganganantara sesudah dengan sebelum hari ex-dividend padatahun 1995 (setelah perubahan pajak) lebih besar ataudengan kata lain penurunan volume perdagangansesudah hari ex-dividend pada tahun 1995 lebih besardari pada tahun 1994 (sebelum perubahan pajak). Jadisecara keseluruhan terdapat indikasi bahwa perubahanpajak mempunyai pengaruh negatif terhadap volumeperdagangan di sekitar hari ex-dividend (Hipotesis 2).

Pengujian nonparametrik, menunjukkan hasilyang konsisten dengan pengujian parametrik yangditunjukkan oleh nilai t sebelum perubahan pajakadalah –2,09 (signifikan pada α=0,05) dan setelahperubahan pajak sebesar –3,33 (signifikan a=0,01).Adanya aktivitas short-term trading dan perubahanaktivitas short-term trading di sekitar hari ex-dividend,merefleksikan preferensi investor terhadap pajak (Wudan Hsu, 1996).

b. Analisis H3Hasil pengujian regresi terhadap perdagangan

dividend yield pada tahun 1994, menunjukkan nilai a(constan)=0,0105 dan b (beta)=-0,1481. Persamaanregresinya adalah Y=0,0105-0,1481X. Sedangkan nilaiR square=0,0219 yang berarti, variabel volumeperdagangan hanya dijelaskan sebesar 2,19% olehvariabel dividen. Tahun 1995, nilai a= -0,0132 danb=0,1639, maka persamaan regresinya adalah Y=-0,0132+ 0,1639X. Nilai R square = 0,0269 yang menunjukkanbahwa variabel volume perdagangan juga hanyadijelaskan sebesar 2,69% oleh variabel dividen. Berikutringkasan hasil pengujian regresi dalam tabel 6.

Berdasarkan tabel 6, hasil pengujian regresi padatahun 1994 menunjukkan nilai t statistic=0,923 dan signifF=0,3617. Nilai ini jauh lebih besar daripada nilai a=0,05(tidak signifikan), yang berarti bahwa volumeperdagangan tidak mempunyai hubungan dengandividend yield. Hasil tersebut meng-indikasikan bahwapara investor kemungkinan tidak menggunakan dividensebagai strategi perdagangan menjelang hari ex-divi-dend.

Begitu pula dengan tahun 1995 (setelah peru-bahan pajak), hasil pengujian regresi juga menunjukkanbahwa nilai t statistic=1,329 dan nilai signif F 0,1885,juga lebih besar dari a=0,05 (tidak signifikan), yangberarti bahwa volume perdagangan tidak mempunyaihubungan yang signifikan dengan dividend yield.

Jadi secara keseluruhan perubahan pajak padadasarnya tidak mempengaruhi hubungan antara vo-

Tabel 6Hasil Pengujian Regresi Antara

Volume Perdagangan dengan Dividend Yield

Hasil Regresi 1994 1995Constant 0,0105 -0,0132Beta -0,1481 0,1639R square 0,0219 0,0269t statistic -0,923 1,329Signif F 0,3617 (tidak sig)* 0,1885 (tidak sig)*

*Tidak signifikan pada a=0,05%

Page 36: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

32

Jam STIE YKPN - Nizarul Alim dan Ainun Na’im Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume ........

lume perdagangan dengan dividend yield. Hasilpengujian menunjukkan bahwa tidak terdapathubungan yang signifikan antara volume perdagangandengan dividend yield di sekitar hari ex-dividend baiksebelum maupun setelah perubahan pajak, atau dengankata lain para investor kemungkinan tetap tidak meng-gunakan dividen sebagai strategi perdagangan.

KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN IMPLIKASI

1. KesimpulanHasil-hasil pengujian di atas menyimpulkan

bahwa:a) Terdapat pola short term trading baik pada

tahun 1994 (sebelum perubahan pajak) maupuntahun 1995 (setelah ada perubahan pajak). Halini menunjukkan bahwa investor melakukantransaksi karena alasan pajak.

b) Perubahan pajak mempunyai pengaruh negatifterhadap volume perdagangan di sekitar hariex-dividend.

c) Tidak dapat menemukan bukti bahwa perubah-an pajak mempengaruhi hubungan antara divi-dend yield dengan volume perdagangan. Buktiempiris menunjukkan bahwa baik sebelum dansetelah perubahan pajak, tidak terdapat hubung-an yang signifikan antara dividend yield denganvolume perdagangan yang mana hal ini meng-indikasikan bahwa para investor kemungkinantidak menggunakan dividend sebagai faktoryang mempengaruhi strategi perdagangan.

2. Keterbatasan dan Implikasi PenelitianBukti empiris menunjukkan bahwa perubahan

pajak mempunyai pengaruh negatif terhadap volumeperdagangan saham di sekitar hari ex-dividend. Baiksebelum dan setelah perubahan pajak tidak terdapathubungan yang signifikan antara dividend yielddengan volume perdagangan.

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa dalammengambil keputusan untuk melakukan transaksi disekitar hari ex-dividend, para investor dipengaruhipajak, tetapi tidak dipengaruhi oleh dividen. Adanyapenurunan volume perdagangan di sekitar hari ex-divi-dend setelah perubahan pajak, juga mengindikasikanbahwa para investor melihat lebih mempertimbangkan

perubahan harga saham daripada dividend. Kemung-kinan harga saham di sekitar hari ex-dividend cenderungmenurun, sehingga menjadikan para investor menahan(hold) terhadap saham yang dimilikinya. Bukti empirismenunjukkan bahwa secara umum harga saham akanjatuh menjelang dan pada hari ex-dividend (Brown danWalter, 1986; Grammatikos, 1989; Heat and Jarrow, 1988).

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwaperlakuan pajak yang baru bersifat seperti biayatransaksi, yang mana baik transaksi yang memperolehkeuntungan (capital gain) maupun kerugian (capitalloss) tetap dikenakan pajak. Investor akan menjadi lebihrugi, jika transaksi yang dilakukan memperoleh capitalloss. Penelitian ini hanya menguji volume perdagangan,sehingga tidak dapat menyimpulkan perilaku hargasaham di sekitar hari ex-dividend. Berdasarkan haltersebut maka penelitian ini menyarankan perlunyamenguji perubahan harga saham (return) di sekitar hariex-dividend untuk penelitian selanjutnya.

Keterbatasan-keterbatasan dan saran penelitianselanjutnya antara lain:a) Penelitian ini tidak membedakan ukuran divi-

dend yield, jenis industri maupun ukuranperusahaan. Penelitian selanjutnya dapatdilakukan dengan membedakan ukuran divi-dend yield, jenis industri maupun ukuranperusahaan, karena faktor-faktor tersebut dapatmenimbulkan confounding effect.

b) Untuk menghindari confounding effect, seleksisampel hanya didasarkan pada peristiwa-peristi-wa lain yang terjadi pada perusahaan karenaketerbatasan sumber informasi. Oleh karena itu,penelitian selanjutnya hendaknya juga memper-hatikan faktor-faktor lain yang mungkin jugamempengaruhi volume perdagangan di sekitarhari ex-dividend, misalnya: sosial, ekonomi, danpolitik.

c) Penelitian ini merupakan penelitian cross sec-tional. Penelitian selanjutnya hendaknyameneliti volume perdagangan di sekitar hari ex-dividend untuk tahun-tahun berikutnya gunauntuk mengetahui apakah pengaruh pajakterhadap volume perdagangan tersebut bersifatkonsisten.

Page 37: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

33

Jam STIE YKPN - Nizarul Alim dan Ainun Na’im Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume ........

DAFTAR PUSTAKA

Amsari, M Ishak. 1993. Pengaruh PengumumanDividen Terhadap Harga Saham di PasarModal Indonesia, Thesis S2. PPS-UGM.Yogyakarta.

Athanassakos, George. 1996. Tax Induced Trad-ing Volume Around Ex-Dividend DaysDifferent Tax Regimes: The Canadianexperience : 1970-1984. Journal of Busi-ness Finance & Accounting. 23 (Juni):557-584).

Bowers, Helen M. and Donald Fehrs. 1995. Divi-dend Buying: Lingking DividendAnnauncements and Ex-Dividend DayEffects. Journal of Accounting , Audit-ing & Finance. Vol. 10 No. (Summer):421-435.

Danu Pranata, Gita. 1996. Pengujian EfisiensiPasar Modal di Bursa Efek JakartaPeriode 1994-1995. PPS-MM. UII.Yogyakarta.

Foster, George. 1980. Accounting Policy Deci-sions and Capital Market Research. Jour-nal of Accounting and Economic 2: 29-62.

Grammatikos, Theoharry. 1989. Dividend Strip-ping, Risk Exposure, and The Effect ofThe 1984 Tax Reform Act on The Ex-Divi-dend day Behavior. Journal of Business.Vol. 62 No.. 2:157-173.

Harjito, Dwi PA. 1995. Pengujian Efisiensi PasarModal Indionesia Periode 1992-1994.Thesis S2. PPS-UGM. Yogyakarta.

Husnan, Suad. 1990. The Indonesian StockMarkets: Its Contribution to FinancialDevelopment and The Application of

The Efficient Market Hypotesis. Unpub-lished Ph.D. Desertation. University ofBirmingham.

____________, Mamduh M Hanafi dan AminWibowo. 1996. Dampak pengumumanlaporan Keuangan Terhadap KegiatanPerdagangan Saham dana VariabilitasTingkat Keuntungan. Jurnal Kelola.No.11/V:110-124.

Info Pasar Modal 1994

JSX Fact Book 1995, 1996.

JSX Statistic 1994, 1995

Jurnal Pasar Modal Indonesia 1995

Legowo, Herman. 1995. Pengujian EfisiensiPasar Modal: Perbandingan Pada DuaPeriode yang Berbeda dalam PasarModal Indonesia. Thesis S2. PPS-UGM.Yogyakarta.

Machfoedz, Mas’ud. 1995. Tinjauan PenelitianAkuntansi 1970-1980 dan KemungkinanReplikasi di Indonesia. Makalah LokaKarya Metodologi Penelitian di Uni-versitas Tujuh Belas Agustus Surabaya(Agustus): 1-12.

Mangande, Blasius. 1993. Efisiensi Bursa EfekJakarta Sebelum dan SesudahSwastanisasi. Thesis S2. PPS-UGM.Yogyakarta.

Mendenhall, William and Robert J Beaver. 1992.A Course in Business Statistic. PWS-Kent Publishing Company. Boston.

Menyah, Kojo. 1993. Ex-Dividend Day EquityPricing Under UK Tax Regimes. Journalof Business Finance & Accounting . 20

Page 38: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

34

Jam STIE YKPN - Nizarul Alim dan Ainun Na’im Pengaruh Perubahan Pajak Terhadap Volume ........

(January) : 61-80.

Michaely, Roni and Jean-Luc Vila. 1995. Inves-tor’ Heterogenety, Prices, and VolumeAround The Ex-Dividend Day. Journalof Financial and Quantitative Analy-sis. Vol. 30 No.2 (June): 171-198.

Modigliani F; Miller, M. 1961. Dividend Policy,Growth and The Valuation of Shares,Journal od Business 4: 411-433.

Mukhtaruddin. 1997. Pengaruh pengumumanPembagian Dividend Terhadap VolumePerdagangan dan Variabilitas TingkatKeuntungan Saham. Thesis S2. PPS-UGM. Yogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No.7Tahun 1983 Tentang Perpajakan

Penghasilan. Ghalia Indonesia. 1984.

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Perpa-jakan Tahun 1995 (KUP, PPH, PPN).Gramedia. 1995.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 10Tahun 1994 Tentang Perubahan AtasUndang-Undang No 7 Tahun 1983Tentang Pajak Penghasilan SebagaimanaDiubah dengan Undang-Undang No. 7Tahun 1991. Kloang Klede Jaya. 1984.

Wu, Chunchi and Junming Hsu. 1996. The Im-pact of 1986 Tax Reform Act on Ex-Divi-dend Day Volume and Price Behavior.National Tax Journal. Vol 49 (June): 177-192.

Page 39: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

35

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

*) Dr. Mardiasmo, MBA., Akt., Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

ABSTRAKSI

Anggaran Induk menjadi kerangka acuan dalamimplementasi anggaran. Namun demikian, banyakperubahan yang terjadi seiring pelaksanaan anggarantersebut. Untuk itu perlu dilakukan revisi anggaran agarmembuat anggaran menjadi lebih responsif terhadapperubahan kebutuhan. Perubahan yang dimaksudbersumber dari berbagai faktor yang mendasarinya.Faktor-faktor tersebut antara lain: faktor politis, faktorbirokratis, faktor teknis, dan faktor ketidakpastian.Untuk lebih mengetahui signifikansi dan penyebabrevisi anggaran di Indonesia maka penelitian inimembahas secara komprehensif analisis pelaksanaanAnggaran Induk, proses revisi, dan anggaran hasilrevisi pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Indone-sia. Hasil analisis dari beberapa instrumen penelitianpada enam Kota/Kabupaten dapat disimpulkan bahwaAnggaran Induk yang telah disahkan hanyalah bersifatformalitas dan pada praktiknya selalu mengalamiperubahan. Perubahan tersebut disebabkan oleh faktorketidakpastian yang berhubungan dengan jumlahanggaran, tingginya ketergantungan pada pemerintahatasan (pusat dan propinsi), dan proyek-proyek‘titipan’.

Kata Kunci: initial budget, budget revision, uncer-tainty of budget, budget ratification

THE REVISION PROCESS OFTHE REVISION PROCESS OFTHE REVISION PROCESS OFTHE REVISION PROCESS OFTHE REVISION PROCESS OFTHE INDONESIAN LOCAL GOVERNMENT BUDGETTHE INDONESIAN LOCAL GOVERNMENT BUDGETTHE INDONESIAN LOCAL GOVERNMENT BUDGETTHE INDONESIAN LOCAL GOVERNMENT BUDGETTHE INDONESIAN LOCAL GOVERNMENT BUDGET

Dr. Mardiasmo, MBA., Akt. *)

INTRODUCTION

In this study, the implementations of Budget Revisionare discussed under two major sub-headings of ana-lytical description and case study analysis. The first,highlights analysis of the budget revision process. Thisis followed by an overview of the methodology andtheorytical background in local government budgetimplementation. The second, the analytical section thatis divided into three sections is aimed at testing a hy-pothesis on the significance of Budget Revision. Casestudy evidence is provided for the implementation ofIncome Budget, followed by the implementation of Ex-penditure Budget, and the implementation of BudgetRevision.

It is often necessary to revise the Initial Budget(income and expenditure). However, once the budgethas been ratified any further alterations still require theapproval of the ratifying authorities. The budget revi-sion process is almost identical to the Initial Budgetprocess. For instance, it also involves the preparation,ratification, implementation and evaluation stages.

The major contrast is, of course, in the time dif-ference. The Budget Revision by necessity, is preparedand ratified in a shorter time but still usually takes aperiod of three or four months. The latest date by whichpreparation of Budget Revision can begin is the begin-ning of the third quarter of a financial year. It is essen-tial, therefore, that ratification is completed by the end

Page 40: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

36

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

of the third quarter to ensure that there is sufficienttime in which to implement the Budget Revision. It isobvious then that Budget Revision can be undertakenbefore the third quarter.

The technical and policy guidance documentissued by the Ministry of Home Affair (DepartemenDalam Negeri R.I., 1997, p. 45-46) states that BudgetRevision must adhere to the rules and guidelines laidout for the Initial Budget and must be constructed inaccordance with those rules and the priorities issuedby central government. According to this guidance,provincial and local governments need to complete andratify their budgets three months after central govern-ment has ratified the national budget (p. 44). This isbecause provincial and local governments receive sub-sidies and contributions from central government and,therefore, gives enough time to provincial and localgovernments to prepare expenditure plans for thesegrants from central government.

This situation is made more complicated by thefact that provincial government also provide contribu-tions to local government (Ingub grants), thus, localgovernment is in a dependence position. There are twotypes of Inpres grants: quasi-block grants and sectoralgrants (Crane, 1995, p. 142). Quasi block or generalpurpose grants are grants allocated to provinces, mu-nicipalities (kotamadya), regencies (kabupaten), andvillages (desa). These are more discretionary grantswhich allow local government some flexibility in termsof their allocation. Sectoral grants include grants forhealth (kesehatan), primary schools (sekolah dasar),roads and bridges (jalan dan jembatan), and othersmaller concerns. These tend to be more prescriptivegrants where central government places restrictionson its use. Therefore, in practice, the local governmentcannot prepare and ratify its budget until province hashad its budget and spending commitments (includingcontributions to local government) ratified. Becausesuch a high proportion of local government incomebudget comes from subsidies and contributions, in-evitable they cannot prepare expenditure plans for thesefunds without the relevant information. Problems thenarise from their intervention and top-down administra-tive approach.

This study provided a comprehensive reviewabout some problems; the process of budget revisionis often not as structured as the Initial Budget prepara-

tion process, and the revised budget is sometimesimplemented before ratification completed, revisionssome times take place more than once in a fiscal year,and the authorities set an upper limit of the target onthe routine expenditure activities to avoid budget defi-cit.

For a better understanding the above fact, thisstudy has provided a comprehensive review about theimplementation stage of Indonesian local governmentInitial Budget and Budget Revision; and investigatedthe significance of the Budget Revision process whichrelates to the experimental hypothesis. It is apparentthat the stages of the Initial Budget and Budget Revi-sion are formally similar although there is a differencearising from the fact that the Budget Revision is con-ducted in a shorter time. The Budget Revision processtakes a considerable amount of resources and effort,and is usually undertaken once. However, since by thetime it is finally ratified most of the financial year haspassed, its usefulness as a tool for management andcontrol purposes is undermined.

METHODOLOGY

Since the budget is based on an estimation of revenue(income), the expenditure is therefore indefinite. Rev-enue is often underestimated due to lack of informa-tion. Thus, the Initial Budget is implemented and sub-sequently has to be revised due to improvements ininformation, changed priorities and resources. The pro-cess of budget revision is often not as structured asthe Initial Budget preparation process, and the revisedbudget is sometimes implemented before ratification iscomplete. Revisions can sometimes take place morethan once in a fiscal year. The experimental hypoth-esis is: the revised budget in Indonesian local govern-ment is more significant than the initial budget.

In order to obtain the relevant information, bothprimary and secondary data were collected. This com-prised qualitative and quantitative data collectedthrough field research and library research. The libraryresearch examined the theoretical basis of local gov-ernment financial management. Three methods of fieldresearch were involved: direct interviews, direct ob-servation, and documentation.

The field research was conducted in six sepa-

Page 41: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

37

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

rate local governments whose criteria of selection wasbased upon three primary indicators, namely level oflocal original revenue (PAD), level of economic devel-opment and location. These include Banyumas, Bogor,Musi Rawas, Padang, Sidoarjo, and Sidrap(Sidenreng Rappang). The local governments are ba-sically subdivided into two broad categories. The firstcategory include kotamadya local governments whichare urban areas; rich and developed (KotamadyaBogor dan Padang). The second category, arekabupaten local governments which are generally ru-ral, poor and underdeveloped (Kabupaten Sidoarjo,Banyumas, Musi Rawas, Sidrap). This second cat-egory is further subdivided into pilot areas (daerahpercontohan) and other kabupaten local governments.The former consists of two local governments whichare representative of the local governments chosen bythe Indonesian central government in April 1995 toparticipate the pilot areas in a nation-wide experimentin devolved and decentralized local government(Departemen Dalam Negeri, 1994 and GOI, 1995).

THEORYTICAL BACKGROUND

Budget RevisionBudget Revision occurs when budgets are re-

vised and updated during the fiscal year. It is oftenregarded as an extension of the normal budgeting pro-cess. Rodgers and Joyce (1996, p.49) argues that sincea balance budget is important because constraints im-posed by financial markets are more important and moreinfluential than political and legal constraints, under-estimating revenue is less risky than adopting the ‘bestestimate’ of revenue forecast. If the ‘best estimate’ fore-cast is used during periods of sustained of economicgrowth, there will be no surplus to cover the deficit inrevenue which occur during recession. Positive slackis in accord with the nature of budgetary slack, andtherefore positive slack is more common than negativeslack. In the other word Rodger and Joyce (1996, p.49)stated that a budget official who described this incen-tive: “I am a hero when there is more money than Ipredicted and a villain when there is less. Let me tellyou, it is much better to be a hero than villain”. Com-pared with the preparation of the Initial Budget, bud-get revision or rebudgeting is less visible, more techni-

cally driven, and often is a role for administrators ratherthan the public or legislators (Forrester and Mullins,1992, p. 467).

Annual Budgeting is the standard time framewithin which budget-makers operate. However, manychanges can occur over this period of time, thus bud-get-makers must allow for changing political pressuresand economic uncertainty. Wildavsky (1988; quoted inForrester and Mullins, 1992, p. 467) suggests thatrebudgeting is a mean to meet varied and even con-flicting objectives of budgeting such as continuity andcontrol, change and accountability, and flexibility andpredictability. The initial approved budget, therefore,becomes the basis for a financial plan, and as a finan-cial plan, the budget must be dynamic and able to man-age the unexpected without losing control and account-ability (Pitsvada, 1983; quoted in Forrester and Mullins,1992, p. 467).

Rebudgeting thus makes the budget more re-sponsive to changing needs. This can be politicallyled or, more commonly, technically led. In either casethe process of rebudgeting is not necessarily a badthing; the Annual Budget or Initial Budget becomesimportant as a take-off point. Forrester and Mullins(1992, p. 468) suggest that to fully understand bud-gets, this sub annual activity must be examined in viewof how it fits into the budgetary cycle. They carriedout a study to examine this process in a number of UScities and found that reallocation of funds occurredwithin and between functions without approval, al-though this was allowed as long as the overall expen-diture priorities were not changed. Midyear adjust-ments, which could alter priorities, required councilapproval. Whilst adjustments (both formal and infor-mal) were made, adherence to priorities was monitoredby expenditure budgetary controls (Forrester andMullins, 1992, p. 469).Forrester and Mullins identified a decrease in the levelof involvement in rebudgeting by both governmentofficials and the general public (1992, p. 470). Thepublic’s involvement was particularly reduced althoughthey were more active in resisting the adjustments made.

According to Forrester and Mullins, the stimulifor rebudgeting are as follows:1. Managerial necessity: this occurs when regu-

lations governing administration are too restric-tive for managers to be flexible to changing ser-

Page 42: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

38

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

vice needs. It is also due to the need to modifyinaccurate expenditure estimates made at thepreparation stage, and due to erratic cash flow.

2. Environmental pressures: this is a result of thechanging external environment due to unantici-pated economic decline or expansion, legal ex-posure, and significant changes in nationalgrant programs. This also occurs when thereare large changes in the demand for services orenvironmental mandates from central govern-ments.

3. Political concerns: these occur when officialswish to redress any losses incurred from initialimplementation of the initial budget. It is also aresult of symbolic decisions made at the prepa-ration stage which are not practical and need tobe counteracted. Political concerns also occuras a result of changing political priorities andadministration policies (1992, p. 470-472).In their study, Forrester and Mullins found that

rebudgeting has a positive effect on performance moni-toring and there was no effect on the control over ex-penditure. Rebudgeting provided the change whichenabled the achievement of goals. As monitoring is acontinuous process, midyear adjustments allowed ad-aptations to be made. Forrester and Mullins suggestthat budgeting should be a continuing process through-out the year, similar to planning and monitoring (1992,p. 472).

The existing literature suggests that BudgetRevision is a consequence of uncertainty since initialbudgets are based on forecasts which more than oftendeviate from the actual. It is, therefore, an inevitablepractice. It need not be emphasized that Budget Revi-sion has both positive and negative effects on the dif-ferent major stages of the budgetary cycle. It is evi-dent that the literature on revised budgets is quite lim-ited. For instance, it does not examine the deliberateutilization of Budget Revisions by local governmentsas a tool employed to evade the external controls onInitial Budgets. For example, local governments maydeliberately set low targets in the Initial Budget with ahidden agenda of increasing them and, therefore, gain-ing more maneuverability during the Budget Revision.In particular, the literature does not examine the delib-erate utilization of revisions to evade controls on Ini-tial Budgets; and to avoid scrutiny of new activities

slipped in at revision stage.

CASE STUDY ANALYSIS AND EMPIRICALFINDINGS

This section discusses two main topics; theimplementation of the Income Budget which is respon-sible towards the relevant revenue departments, andimplementation of the expenditure budget which pro-vides an analysis of how activities are handled by therelevant expenditure departments.

Implementation of the Income BudgetInterview responses revealed that, in practice,

in contrast to the existing instruction in the local rev-enue administration manual, the Seksi Penagihan (sec-tion in charge of collection) has adopted a strategy of‘jemput bola’, meaning ‘going into the field’. The teamof jemput bola which consists of all staff from sectionin charge of collection plus staff from some sectionswithin local revenue collection department and somerelevant divisions (there are not enough employees inthe section in charge of collection) go into the commu-nity to collect the taxes and charges.

The schedule for their work which is preparedon a monthly basis and is repeated throughout thefinancial year is as follows; the first week of every monthis a time of evaluation, the second week is dedicated tocollecting taxes or charges from defaulters on the pre-vious years’ payments, while weeks three and four areused to collect the current year’s taxes and charges.

A tax payer or charge payer who is a couple ofmonths in arrears is sent a number of reminders andhas the opportunity of paying the deficit and an inter-est (usually 2% per month or part of a month) on theirdebts. When tax payers or charge payers continue todefault on their payments, then the head of the localrevenue collection department informs the Mayor. Thetaxpayer or charge payer is then summoned to courtand usually fined. Any further persistence of non-pay-ment of the taxes or charges leads to custodial sen-tence.

With regard to shared taxes and non-taxes (ex-cept the land and building tax) the central and provin-cial governments themselves distribute the bills andcollect their revenue. However, with the land and build-

Page 43: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

39

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

ing tax, central government sends the land and build-ing tax bill to local government (as mentioned before)relating to the individuals (wajib pajak) in its area. Thelocal revenue collection department then passes themto the head of sub-district level who in turn forwardsthem to the head of village. Even if it is the duty of thehead of village to collect all the tax due in their village,they further delegate this responsibility to the head ofsub-areas in a village. The money collected is thenpassed on to the head of village, who in turn submit itto the head of sub-district, who also forwards it to thelocal revenue collection department.

It also became apparent from the interviews thatas there are no standard guidelines of the monitoringprocedure of the income budget, the frequency of themonitoring meetings and the time scales used varybetween all local governments. For example, in MusiRawas there is an internal local revenue collection de-partment meeting every week to evaluate progress. Inaddition, there are monthly meetings which are chairedby the Secretary of local government or his assistantand attended by the revenue representatives of eachagency, the head of the local revenue collection de-partment and the head of the planning and operationcontrol section. Furthermore, there are quarterly meet-ings where the results of the monthly meetings andany problems are addressed. These are chaired by theMayor and attended by the revenue representativesof each agency, the head of the local revenue collec-tion department, the head of the planning and opera-tion control section, local development planning boardand the local finance division.

Further investigations revealed that in practice,the revenue representatives of each agency considerirregularities in the tax base when they predict theirtarget revenues in the initial budget for precautionarypurposes and positive slack motivations by stating aconsiderably lower target amount than they usuallyreceive. For instance, they set their target fairly belowtheir best estimate thus creating an ‘allowance of po-tential’ or positive slack. Similarly, the head of the localrevenue collection department usually wants to be seenas ‘a hero’ by being capable of increasing the localgovernment’s revenue year after year. This is in linewith Rodgers and Joyce’s (1996, p. 49) suggestion thatit is much better to be a hero than a villain.

To accomplish this objective, he or she only

makes small increments in each current year and thuscreates room for further increments in the forthcomingyears. It is for these reasons that in the Budget Revi-sion which is usually the subject of the last quarter, thetarget revenue is nearly always increased.

Implementation of the Expenditure BudgetAccording to the field research findings, there

are variations in the activities of the programmed ar-rangements division whose role is largely administra-tive. It is quite common for the head of the division andsub-division of control and evaluation together withthe leader of the project and head of local public workagency (Dinas Pekerjaan Umum Daerah) to visit theplace where the project is taking place in order to checkon its progress. This is done because members of theprogrammed arrangements division do not want to relyon second-hand reports only. For instance, on 17th April1997, I attended a Co-ordination Meeting and Moni-toring Projects Quarter IV (Rapat Koordinasi danMonitoring Proyek-proyek Triwulan IV) in Sidrap inwhich the local development planning board reportedthat physically about 99% of the projects were com-plete and about 98% of the money had been spent. Itwas attended by the sub-province officer (PembantuGubernur), provincial development planning board, theMayor, local development planning board, local pro-grammed arrangement division, and representativesfrom all the relevant departments and agencies in thelocal government.

Further observation showed that, the monitor-ing of the project concentrated only on the input, i.e.progress towards physical completion and moneyspent. However, there was no evaluation of the projectoutput, i.e. the impact of the project on the local com-munity. Furthermore, monitoring in this case only oc-curred after the end of the financial year when theproject was close to completion.

An interview with the Mayor in Sidrap revealedseveral weaknesses in the evaluation. For instance theproblems of inadequacy of the survey, delay of projectsand cash flow. A survey and a feasibility study con-ducted prior to commencing the project may provideinaccurate results that lead to poor project planningnot to mention the time and money wasted. The fundsmeant for the entire project may even get used up dur-ing the planning and preparation stage leaving no

Page 44: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

40

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

money for the implementation of the project. This is amonitoring problem. Under the Routine ExpenditureBudget the monitoring process should not be left tothe finance division alone. Rather there should be across checking system by an external or independentparty. This should be conducted during periodicallyorganized meetings while employing a cash flow analy-sis as a tool. In addition an able and effective externalaudit body, reliable enough to conduct critical reviewsshould be contracted to provide a report on a quarterlybasis. Probably then, the respective parties would be-come cost aware and improve their efficiency.

Sometimes tenders are late, as are the guidanceor instructions from provincial government. Thiscauses delays in selecting the contractors and projectleader. This highlights the lack of co-ordination in cen-tral and provincial governments, and the dominance ofthe top-down approach. Moreover, the fact that thecontractors may delay in starting the work gives thelocal government cause for concern since the qualityof the work can be compromised due to time constraints.In order to be of any value, the project monitoring pro-cess should occur during the implementation of theproject, and should be supported by an evaluationmeeting at the completion of the project. Furthermore,problems associated with poor planning (project, con-tract and budget) can be managed through training.Refresher courses on the relevant budget issues shouldbe taken as an on going process and should be en-couraged and financed at all levels of the local govern-ment administration.

When the erratic nature of weather renderssome projects un-implementable, the funds are stilladministered to project leaders, who keep them untilthe conditions become more favorable. A more realis-tic approach is if certain conditions render someprojects un-implementable, the funds should be dis-tributed in such a way as to keep cash available to startimplementable projects, and not administered to projectleaders who will delay until the conditions change. Thefinance division should consider these issues whenmanaging their cash flow so that cash is readily avail-able when projects can be implemented.

Sidrap pursues a different strategy for its ex-

penditure budget. When it comes to the routine expen-diture for instance, it tries to avoid deficits. In the past,the local staff always took it for granted that 100%implementation would be achieved once the ratifica-tion was finalized. Experience has, however, shown thatin practice the achievement rate of the income is notalways 100%, and this often causes a deficit. To avoidthis occurring, the authorities set an upper limit of 85%of the target on the routine expenditure activities. Asfor development expenditure, they have adopted thepriority list strategy.

The Significance of Budget RevisionTo demonstrate the significance of budget re-

vision and the consequent reliance of local govern-ments upon it more than the initial budget, several typesof analyses are made. Table 1 shows the five compo-nents of local governments’ income. It further showsthat for the five financial years, 1991/1992 - 1995/1996,the average income received directly within the localgovernments (including previous year’s surplus) wasabout 15% only. On average, therefore, the local gov-ernments relied on the higher level administration forabout 85% of its income. This is in line with Crane’s(1995, p. 142) observation that in Indonesia, most fund-ing for capital projects comes from the central govern-ment.

The delay in the information flow particularlyfrom the central government renders the Initial Budgetaccuracy almost impossible. What happens in practiceis that the local governments receive some informationregarding the income that is meant to come from thecentral government. This information is then integratedin the Initial Budget while the information that remainsuncertain is often presented as an exact replica or aprojection of that in the actual budget (previous year).The accurate figures are only inserted in the BudgetRevision when adjustments are made on the InitialBudget after the information concerning them has beenreleased by the central government. In other words,during Initial Budget planning and preparation, the lo-cal governments have fairly accurate estimates for allthe 15% of their income1 (i.e. ‘internally’ generatedincome); and fairly accurate estimates for only some of

1 Even if these estimates are said to be fairly accurate, there is a tendency to set a low target and, hence, a positive slack for themotivational reasons.

Page 45: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

41

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

the 85% of their income (i.e. ‘externally’ generated in-come). As a consequence, the percentage changesbetween the Initial Budget and the Budget Revisionvary between local governments and between differ-ent financial years for a given local government. Thefact that the accurate information which accounts forsome of the 85% of the income can only be available ina Budget Revision then demonstrates how importantthe Budget Revision is in the local government. Otherfactors aside, the degree of the importance of the Bud-get Revision is, therefore, highly influenced by themagnitude of the missing information at the time ofInitial Budget preparation.

The significance of Budget Revision can alsobe analyzed by comparing the actual budget (currentyear) as a percentage of the Budget Revision. The fig-ures for these variances are represented by column Cof Table 2 for the individual years, while the average isrepresented by column G. A large variance implies thatBudget Revision is not taken seriously, while a small

variance indicates that the implementation is based onthe Budget Revision.

Observation of the individual local governmentover the period analyzed reveals that Padang, Sidoarjoand Banyumas’ variances are particularly small. Theonly extreme case is for Banyumas 1995/1996 but thereis reason for this. The figures also demonstrate thatwith time, Sidrap and Musi Rawas have been reducingtheir variances. The only problem has been with Bogorwhich apparently had perfection in 1991/92, a smallvariance in 1993/94 but then larger variances in theremaining years. According to this information, there-fore, five out of the six local governments have consis-tently adhered to the Budget Revision. Budget Revi-sion, hence, seems to carry some significance in theselocal governments.

Kind of Income 1991/92 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 Average

1. Previous year’s surplus 3.04 2.45 2.33 2.51 3.25 2.72

2. Local original revenue 13.57 12.36 11.59 13.04 13.68 12.85a. Local taxes 3.67 3.45 3.36 4.17 4.62 3.85b. Fees and charges 7.56 6.79 6.38 6.76 6.72 6.84c. Local gov. corporate profit 0.41 0.37 0.33 0.35 0.34 0.36d. Official service receipt 0.54 0.45 0.50 0.62 0.65 0.55e. Other receipt 1.39 1.30 1.02 1.14 1.35 1.24

3. Tax and non tax share 12.40 12.80 13.59 15.25 15.26 13.86a. Tax share 10.82 11.26 11.94 13.51 13.05 12.12b. Non tax share 1.58 1.54 1.65 1.74 2.21 1.74

4. Subsidies and contributions 70.08 71.55 71.87 68.34 66.73 69.71a. Subsidies 29.08 29.95 33.67 33.35 35.07 32.22b. Contributions 41.00 41.60 38.20 34.99 31.66 37.49

5. Development receipt 0.91 0.84 0.62 0.86 1.08 0.86a. Local government loans 0.90 0.82 0.61 0.76 0.98 0.81b. Loan for local gov.’s company 0.01 0.02 0.01 0.10 0.10 0.05

Table 1The Proportion (%) Actual Income of all Indonesian Local Governments

1991/1992 - 1995/1996

Source: Computed from the Biro Pusat Statistik, Jakarta

Page 46: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

42

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

Notes:A = % change of initial budget (penetapan APBD)

from actual budget (perhitungan APBD) previ-ous year

B = % change between budget revision (perubahanAPBD) and initial budget

C = % change between actual budget and budget re-vision

D = % change between current and previous actualbudget

E = Average % change of initial budget from actualbudget (previous year) 1992/93 - 1995/96

F = Average % change between budget revision andinitial budget in the same year, 1991/92 - 1995/96

G = Average % change between actual budget andbudget revision in the same year, 1991/92 - 1995/96

H = Average % change between current and previ-ous actual budget, 1992/93 - 1995/96

n/a - not applicable or data not available

Source: Computed from the respective APBD

Observation of the percentage changes be-tween Budget Revision and Initial Budget (column B)show that all the figures for all the local governmentsover the period under investigation are positive ex-cept: Banyumas 1991/92 (-1.4), 1995/96 (-6.7); Bogor1993/94 (-24.7); and Sidoarjo 1994/95 (-0.01). In the twoextreme cases (-6.7, -24.7) the respective local govern-ments had set their targets very high and thus madethem difficult to achieve (i.e. 129.3% and 50.4% respec-tively). The average (column F) indicates that with theexceptional case of Musi Rawas, the average changesbetween Budget Revision and Initial Budget in thesame year, 1991/92 - 1995/96 are positive and have asmall variance.

Further observation reveals that only Padang,Sidrap, and Musi Rawas have fairly consistent incre-ments over the period although Musi Rawas’s incre-ments are very high. The figures for Musi Rawas par-ticularly emphasis its reliance on the Budget Revision.Whereas it always sets its initial budget estimates lowerthan actual budget (previous year), it equally alwaysrevises them by making tremendous increments andthen implements them with a small variance. For Musi

Table 2Percentage Change Initial (Penetapan), Revised (Perubahan) and

Actual (Perhitungan) APBD 1991/92 - 1995/96

Name of LG 1991/1992 1992/1993 1993/1994

A B C D A B C D A B C D

Bogor n/a 18 0 N/a 40.5 6.1 -20.4 18.71 50.4 -24.7 2.1 15.64Sidrap n/a 5.1 -13.2 N/a 31.8 2.3 -11.3 19.55 30 2.9 -1.8 31.30M. Rawas n/a 104.7 -10.9 n/a -20.8 63.3 -8.7 18.02 -18.5 68.1 -9.2 24.46Padang n/a 7.6 -0.9 n/a 15.1 2.7 -1 16.99 12.9 2.1 0.1 15.35Sidoarjo n/a 15.2 3.3 n/a 22.5 4.9 -0.7 27.65 21.2 15.6 -7.2 30.06Banyumas n/a -1.4 -0.6 n/a 18.5 3.5 -1.2 21.11 9.3 11.1 -1.7 19.34

Name of LG 1994/1995 1995/1996 E F G H

A B C D A B C D

Bogor 51.1 14.1 -25.9 27.82 48.6 15.9 -14.2 47.74 47.7 5.9 -11.7 27.48Sidrap 9 2.7 0.3 12.35 7.2 4.1 -6.6 4.24 19.5 3.4 - 6.5 16.86M. Rawas -25.9 64.8 -11.6 7.86 -26.4 48.3 -2.2 6.74 -22.9 69.8 -8.5 14.27Padang 9.1 6.3 -3.7 11.7 7.9 8.1 -1.9 14.48 11.3 5.4 -1.5 14.63Sidoarjo 12.3 -0.01 8 21.29 -3.5 10.8 0.8 7.69 13.1 9.3 0.8 21.67Banyumas -0.7 23.2 1.8 24.42 129.3 -6.7 -48.1 11.04 39.1 5.9 -10.0 18.98

Page 47: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

43

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

Rawas, therefore, the initial budget estimates can beregarded as purely provisional and what really carriessubstance are the Budget Revision estimates. The in-crements for the remaining local governments, how-ever, fluctuate a lot particularly for Bogor andBanyumas. This implies that as far as the planning forlocal budget is concerned, Bogor and Banyumas’ per-formance has been very poor over time. That is, theinitial budget is not being used as a good planning andmanagement tool particularly in Musi Rawas, Bogorand Banyumas. The consequence is that of the localgovernments relying on Budget Revision.

However, reliance on budget revision has itsown weaknesses. For instance, since the Budget Revi-sion often takes place during the third quarter, the bud-getary activities which should in principal be spreadover a full financial year get condensed within the lasttwo quarters thus putting unnecessary pressure par-ticularly on the implementation process. To make itworse, the budget revision may be delayed further bythe ratification process (particularly the external ratifi-cation) thus imposing an extra time constraint on theimplementation process. This then eventually under-mines the local government budgetary management.

Table 3 presentation of internal ratification (penetapan)and external retification of the initial local budgets(APBD Induk) for sample of two local government(Sidoarjo and Bogor) over cross-section of the listedrespective financial years.

Table 4 presentation of internal and externalretification of the Budgets Revision (PerubahanAPBD) for the same sample of two local government(Sidoarjo and Bogor) over cross-section of the listedrespective financial years. It is by the law that prepa-ration of budget revision starts at the beginning of thethird quarter of the financial year. It is also requiredthat the internal ratification ought to be done by theend of third quarter. That is to say, the praparation andinternal ratification of the budget revision should bedone within a periode of three months.

Even if the initial budget has been internallyand externally ratified, the only guarantee that projectsparticularly those funded by the central governmentwill be undertaken is through the issue of an SPABP(Surat Pengesahan Anggaran BantuanPembangunan). This is an approval letter by the cen-tral government of grants for local governments’ de-velopment budget. According to this then, the Initial

Table 3Date of Internal Ratification (Penetapan), External Ratification, and the Time Lag with the Initial Local Budget

(APBD Induk) in Sidoarjo and Bogor

Name of LG Sidoarjo Bogor

Year 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93Internal Ratification 30/03/92 22/03/93 30/03/94 30/03/95 03/04/89 31/03/90 27/03/91 27/03/92External Ratification 29/05/92 19/06/93 23/06/94 07/06/95 30/06/89 16/07/90 26/06/91 26/06/92Time Lag (month) 2 3 2.8 2.3 3 3.5 3 3

Source: Bagian Keuangan and Memori Pelaksanaan Tugas Bupati/Walikota

Table 4Date of Internal Ratification (Penetapan), External Ratification, and the Time Lag with the Budget Revision

(Perubahan APBD) in Sidoarjo and Bogor

Name of LG Sidoarjo Bogor

Year 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93Internal Ratification 16/12/92 15/11/93 14/11/94 27/11/95 23/12/89 22/12/90 16/01/92 24/12/92External Ratification 27/03/92 28/01/94 09/02/95 04/04/96 05/03/90 06/03/91 26/03/92 03/03/93Time Lag (month) 3.5 2.5 2.9 4.3 2.5 2.5 2.3 2.3

Page 48: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

44

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

Budget is just a provisional document which carriesalmost no weight particularly with respect to projectimplementation.

To illustrate the importance of an SPABP vis-à-vis the Initial Budget, an interesting case is cited fromSidoarjo2 . A certain project was among those that wereproposed in the Initial Budget, and was consequentlyinternally and externally ratified. Having been madeaware that the project had been ratified, one of theproject leader started making claims for money in orderto get it going. When the head of the finance divisionlearnt of this, he advised the project leader to take thingseasy and be patient since the approval letter by thecentral government of grants had not been received.The project leader, however, saw no reason why heshould not go ahead especially given that the Gover-nor had ratified the project. He, therefore, contactedthe contractors and even made initial payments. To hissurprise, when the approval letter by the central gov-ernment of grants arrived, his project was not amongthose that had been approved by the central govern-ment.

As stated above, on average only about 15%of the income is generated internally while the remain-ing 85% is generated externally. Since the Indonesianlocal governments pursue a balanced budget, an un-certainty on some of the 85% externally generated in-come leads to an uncertainty in the Expenditure Bud-get as well and, hence, warrants a Budget Revision.This uncertainty is a direct consequence of the delayin information flow, instructional projects, fluctuationof project funding, and inconsistent policy as dis-cussed below.

The central government’s delay in conveyingthe details of the national budget to provincial andlocal governments is exemplified by the following casestudy findings. In Sidoarjo, project of improvementfor integrated city infrastructure or P3KT (ProyekPeningkatan Prasarana Kota Terpadu) was an-nounced in the 1996/1997 financial year, although theapproval letter by the central government of grantswas not received until 21st November 1996. Therefore,the project had to be incorporated in the Budget Revi-sion. Similarly, in the 1996/1997 financial year, projectof improvement for integrated city infrastructure whichwas valued at Rp 251.271.000.000,- (to be funded byown revenue Rp 75.381.000.000,- and by a loan (IBRD

3304 IND)) did not receive information regarding theloan until November 1996 yet the loan deadline was inDecember 1996. This supports the notion of interven-tions from central and provincial government. The de-lay is first initiated by the central government whichoften releases the approval letter of grants late.An interview with the head of the finance division forSidrap revealed that the earliest arrival time of the ap-proval letter by the central government of grants is themiddle of the first quarter of the financial year. This isthen made worse by the fact that the approval letter bythe central government of grants is not sent directly tothe local government, but is sent via the relevant pro-vincial government. This channel of communicationtherefore causes extra delays.

The time delays associated with budget revi-sion can be minimized by simplifying the Budget Revi-sion procedure. This would involve the Mayor and/orlocal development planning board being given limitedauthority to make alterations without ratification. In-stead of producing a completely new budget docu-ment, the larger alterations that might still require rati-fication should be presented in a summary format thatmentions only the affected activities including the over-all effect.Since the central government plans its developmentbudget on a five year basis, it is in a position to pin-point the local governments that are meant to benefitfrom certain projects during the individual years. Evenif it may be difficult to state the exact amount due tovarious reasons, it still has a rough idea. This informa-tion should then be passed on to the respective localgovernments well knowing that the actual amount maybe less or more. In this way, the local governments canprepare more reliable Initial Budget and make specialprovisions for unexpected short falls. When the actualamount is eventually known, then it can be altered ac-cordingly. If this is done, the Budget Revision will onlybecome handy during extra-ordinary circumstances.

Then, there are instructional projects or top-down approach from the central government that re-quire local governments to incorporate projects de-cided by central government into their budgets. Thisinformation, again, is received after the submission ofthe proposed initial budget, or in the implementationstage of the budget, and therefore must be included inthe Budget Revision. This emphasizes further the reli-

Page 49: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

45

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

ance of local government on the Budget Revision. Fur-thermore, the instructional projects from central gov-ernment often require extra money from localgovernment’s own revenue. It then implies that a Bud-get Revision has to be undertaken to enable adjust-ments that make the extra funds required available. Forexample in Sidrap: project analysis for situation ofmother and child or ASIA (Analisis Situasi Ibu danAnak) and project of school additional meal or PMTS(Proyek Makanan Tambahan Sekolah).

Evidence from case study analysis also illus-trates how a number of major projects have their val-ues readjusted during budget implementation. Theseadjustments are a direct consequence of uncertaintyof the information emanating from the central and pro-vincial government. It thus introduces fluctuations (in-creases and decreases) of the Initial Budget. For ex-ample, president instruction grant of local road andbridge improvement or IPJK (Inpres Peningkatan Jalandan Jembatan Kabupaten) which was declared in the1995/1996 financial year (informed by local public workagency) was valued at Rp 3.550.000.000,-(in pos 1.4.2.ayat 223) and then, revalued to Rp 2.063.493.000,- atthe end of October, a decrease of 41.8%. Another caseis highlighted by the PBB which was set at Rp487.740.000,- in the 1996/1997 financial year and thenrevised to about Rp 1.000.000.000,- an increase of over100%. This suggests that there is an uncertainty re-garding the funds available for projects implementa-tion. This finding is supported by Crane (1995, p. 142)who observed an irregular nature of the distribution offunding for capital projects among lower level govern-ments.

There is also an inconsistency in policy. Thereare situations whereby as a move to decentralization,some autonomy has theorytically been given to thelocal governments but then practically been blockedby their respective provincial governments. When de-centralization is implemented in a given local govern-ment, a certain degree of autonomy comes along withit. This theorytically involves a shift of some adminis-trative functions from the higher level administrativegovernment. Such functions may include for examplethe empowerment of the local government to adminis-ter some of the sharing taxes. In practice, however, the

local governments are denied some of this autonomyby their respective provincial governments. For ex-ample, on 3rd June 1996 Act No. 2/1996 was passed byEast Java provincial government to transfer two of thesharing taxes (Gol C and ABT/Air Bawah Tanah) toPAD amongst its autonomous (decentralized) localgovernments. Sidoarjo did not receive confirmation ofthis until 4th November 1996. However, in February 1997,Sidoarjo received contradicting information from theSecretary of Jawa Timur provincial government to theeffect that the sharing taxes were not to be transferredto PAD. Effectively, then, East Java provincial govern-ment blocked the transfer.

Apart from the grant that the central govern-ment allocates to the lower level administrative gov-ernments, there is a grant that is set aside for otherdevelopment projects. This grant is, however, competi-tive in nature since project approval depends on thequality and type of the proposed project. However,there is also no fixed procedure for a local governmentto obtain this externally generated income. In practice,the end result depends mostly on the initiative of theindividual local governments.

The individual local governments, therefore,have to take the initiative of proposing the projectsthey want to implement. For such projects to be ap-proved, they have to be in line with the centralgovernment’s national priorities for that particular fi-nancial year. But this information is not circulated bythe central government to the subordinate govern-ments. The local government, therefore, needs ‘insideinformation’ from the central government. This is onlyattained through an establishment of a good relation-ship with the authorities in the central government,which in turn leads to a smooth flow of inside informa-tion from the central government.

The fact that the central government has a grantallocated to the lower level administrative governmentsalso introduces a time constraint when it comes itsallocation and then the issue of the approval letter.Since this comes in the Budget Revision, it similarlyimplies that the time constraint causes problems onthe implementation and monitoring processes of theprojects.

Page 50: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

46

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

CONCLUDING REMARKS

This study has provided a comprehensive de-scription of the implementation stage of Indonesianlocal government Initial Budget and Budget Revision;and investigated the significance of the Budget Revi-sion process which relates to the experimental hypoth-esis. It is apparent that the stages of the Initial Budgetand Budget Revision are formally similar although thereis a difference arising from the fact that the BudgetRevision is conducted in a shorter time. The BudgetRevision process takes a considerable amount of re-sources and effort, and is usually undertaken once.However, since by the time it is finally ratified most ofthe financial year has passed, its usefulness as a toolfor management and control purposes is undermined.Interview evidence of the implementation of the bud-get highlights a number of issues. The local govern-ments have adopted a ‘jemput bola’ strategy whichencourages the tax collectors ‘to go to the tax payers’.Each local government adopts its own monitoring pro-cedure since there is no standard guideline, and moni-toring of the development projects concentrates mainlyon the input. There are problems of inadequacy of thesurvey, delay of projects and cash flow. Also, the ex-ternal ratification of the Initial Budget does not guar-antee project approval.

The Initial Budget is the one that is ratified andshould in principal be used throughout the year; Bud-get Revisions should only be needed when informa-tion or circumstances change. In practice the case studyprovides evidence that is contrary. Evidence from theanalysis of changes between Initial Budget and Bud-get Revision, and variances between out-turn and bud-get revision indicate that the sampled local govern-ments rely much more on Budget Revision than theInitial Budget. This mainly arises from the fact thatabout 85% of the income is generated externally, andmoreover it is riddled with different kinds of uncer-tainty. For instance, there is often a delay of informa-tion from central and provincial government; there isuncertainty regarding the amount of money, theprojects to be implemented (role of the approval letterby central government of grants), and the general in-formation about both the grants and the projects. Thereis also uncertainty regarding the ‘instructionalprojects’, particularly with regard to how much has tobe contributed from the internally generated revenueand there is inconsistent policy. Since they pursue abalanced budget principle, this uncertainty in the in-come then equally causes an uncertainty in the expen-diture thus warranting a Budget Revision.

Page 51: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

47

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

BIBLIOGRAPHY

Banyumas, (1996). Kabupaten BanyumasDalam Angka 1995, Kerjasama KantorStatistik dan Bappeda, Banyumas, JawaTengah.

Biro Pusat Statistik (1994). Financial Statis-tics of The Second Level Local Govern-ment 1991/1992 - 1992/1993. Jakarta,Indonesia.

Biro Pusat Statistik (1997). Financial Statis-tics of The Second Level Local Govern-ment 1994/1995 - 1995/1996. Jakarta,Indonesia.

Bogor (1996). Kabupaten Bogor Dalam Angka1995, Kerjasama Kantor Statistik danBappeda, Bogor, Jawa Barat.

Crane, R. (1995). ‘The Practice of Regional De-velopment in Indonesia: Resolving Cen-tral-Local Coordination Issues in Plan-ning and Finance’. Public Administra-tion Development, 15 (2), 139-149.

Departemen Dalam Negeri R.I. (1994).Kepmendagri No. 105/1994 tentangPelaksanaan Proyek PercontohanOtonomi Daerah pada Kabupaten/Kotamadya Dati II, Jakarta.

Departemen Dalam Negeri R.I. (1997).Inmendagri No. 6/1997 tentangPedoman Penyusunan AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah danAlokasi Subsidi Daerah Otonom,Jakarta.

Forrester, J. P. and Mullins, D. R. (1992).‘Rebudgeting: The Serial Nature of Mu-nicipal Budgetary Processes’. PublicAdministration Review, 52 (5), 467-473

GOI. (1995). Peraturan Pemerintah No. 8/1995tentang Penyerahan Sebagian UrusanPemerintahan kepada 26 (dua puluhenam) Dati II Percontohan, Jakarta.

Musi Rawas (1996). Kabupaten Musi RawasDalam Angka 1995, Kerjasama KantorStatistik dan Bappeda, Lubuk Linggau,Sumatra Selatan.

Padang (1996). Kabupaten Padang DalamAngka 1995, Kerjasama Kantor Statistikdan Bappeda, Padang, Sumatra Barat.

Rodgers, R. and Joyce, P. (1996). ‘The Effect ofUnderforecasting on the Accuracy ofRevenue Forecasts by State Govern-ments’. Public Administration Review,56 (1), 48-56

Sidenreng Rappang (1996). KabupatenSidenreng Rappang Dalam Angka1995, Kerjasama Kantor Statistik danBappeda, Pangkajane, Sulawesi Selatan.

Sidoarjo (1996). Kabupaten Sidoarjo DalamAngka 1995, Kerjasama Kantor Statistikdan Bappeda, Sidoarjo, Jawa Timur.

Page 52: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

48

Jam STIE YKPN - Mardiasmo The Revision Process of The Indonesian Local ...........

Page 53: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

49

Jam STIE YKPN - Danes Jaya N. dan Basu Swastha D. Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau .....

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

LINGKUNGAN BELANJA DAN PERILAKULINGKUNGAN BELANJA DAN PERILAKULINGKUNGAN BELANJA DAN PERILAKULINGKUNGAN BELANJA DAN PERILAKULINGKUNGAN BELANJA DAN PERILAKUBELANJA: DITINJAU DARI MODEL PSIKOLOGIBELANJA: DITINJAU DARI MODEL PSIKOLOGIBELANJA: DITINJAU DARI MODEL PSIKOLOGIBELANJA: DITINJAU DARI MODEL PSIKOLOGIBELANJA: DITINJAU DARI MODEL PSIKOLOGI

LINGKUNGAN DAN REGULASI DIRI KONSUMENLINGKUNGAN DAN REGULASI DIRI KONSUMENLINGKUNGAN DAN REGULASI DIRI KONSUMENLINGKUNGAN DAN REGULASI DIRI KONSUMENLINGKUNGAN DAN REGULASI DIRI KONSUMEN

Drs. Danes Jaya Negara, M.Si. 1)

Dr. Basu Swastha Dharmmesta, M.B.A. 2)

1) Drs. Danes Jaya Negara, M.Si., Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Palangka Raya, kandidat doktor di bidang pemasaranprogram doktor Universitas Gadjah Mada.

2) Dr. Basu Swastha Dharmmesta, M.B.A., Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

ABSTRACT

The article is to describe a conceptual framework forexploring the influence of store environment on shop-ping behavior. Consumers shopping behavior dimen-sions that emerge from shopping environment can ex-plained using Mehrabian-Russell environmental psy-chology (1974) and it has applied to the study of storeatmosphere. A pleasant environment of a specific re-tail store environment evokes consumer emotion andit can be capture by pleasure and arousal of consumer.Shoppers experiencing relatively high pleasure andarousal generally spend more time in a store and aremore will unplanned purchase. The role of consumerself-regulation also can be viewed as a moderator ofrelationship shopping emotion and consumer evalua-tions of the shopping experience. The basic dichotomydrawing by Kuhl in this article is the people who are“action” oriented versus people who are “state’ ori-ented.

Keywords: Shopping environment, self-regulation,action oriented, state oriented.

PENDAHULUAN

Bagi sebagian besar orang, membeli adalah suatu yangnormal dan bagian dari aktivitas rutin setiap hari.

Aktivitas konsumen dapat dibagi tiga, yaitu: berbelanja,membeli, dan mengkonsumsi. Di dalam memenuhi ketigaaktivitas tersebut konsumen akan memilih tempatdimana ia dapat memperoleh kebutuhan yang diingin-kan. Memilih tempat berbelanja atau membeli dapatdiartikan bahwa konsumen menjalani suatu prosespencarian toko eceran, kemudian konsumen berinterak-si dengan lingkungan tempat berbelanja.

Tauber (1972) menyatakan bahwa konsumenberinteraksi dengan lingkungan belanja di retail denganalasan motif pribadi dan motif sosial. Interaksi iniumumnya mengarah pada tujuan aktivitas pencarianpra-pembelian, atau dapat berbentuk aktivitaspencarian seperti perilaku melihat-lihat barang di toko(Bloch, Sherrel dan Ridgway, 1989). Dalam kasus lain,konsumen dihadapkan pada tugas untuk menemukankebutuhan mereka melalui lingkungan retail. Misalnya,konsumen disibukkan dengan aktivitas pra-beli yangumumnya berkaitan dengan pencarian produk yangdiinginkan. Begitu juga, konsumen dapat melakukanaktivitas melihat-lihat dengan mencari-cari stimulussensori dari lingkungan belanja itu (Bloch, Ridgway,dan Sherrell, 1989).

Berbagai implikasi muncul dari lingkunganbelanja terhadap perilaku pembelian konsumen.Beberapa riset pemasaran mendukung asumsi bahwapelayanan fisik dapat mempengaruhi perilakupelanggan. Studi tersebut dilakukan untukmendokumentasikan secara sistematik variasi dalam

Page 54: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

50

Jam STIE YKPN - Danes Jaya N. dan Basu Swastha D. Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau .....

kognisi konsumen dan perilaku yang teratribusi dengankarakteristik fisik lingkungan (Bitner, Booms danTetreault, 1990; Cole dan Gaeth, 1990; Eroglu danMachleit, 1990; Iyer, 1989). Beberapa riset mengenaiatmosfir toko telah mendokumentasikan kapasitaslingkungan retail untuk mengubah emosi konsumen(Donnovan dan Rossiter, 1982; Kotler, 1974). Perubah-an emosi yang mengubah suasana hati konsumenmempengaruhi perilaku dan evaluasi purna belanjakonsumen (Babin dan Darden, 1995; Babin, Darden,dan Grifin, 1994; Dawson, Bloch, dan Ridgway, 1990;Gardner, 1985). Emosi yang ditimbulkan olehlingkungan retail juga mempengaruhi kinerja tugasbelanja (Bitner, 1992; Eroglu dan Harrell, 1986) danmemberi kontribusi pada pembelian impulsif dankeputusan pembelian kompulsif (O’Guinn dan Faber,1989; Rook, 1987). Dengan demikian, terdapat adanyabukti empirik dan konseptual yang kuat untuk membuatproposisi mengenai hubungan antara emosi konsumendan pola perilaku patronase mereka.

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikanpengaruh lingkungan fisik terhadap perilaku belanja,diawali dengan mengetengahkan dimensi perilakubelanja konsumen yang ditimbulkan oleh lingkunganbelanja. Dimensi tersebut didekati dengan modelpsikologi lingkungan dari Merahbian–Russell (1974),disingkat menjadi MR, yang diaplikasikan ke dalamstudi mengenai atmosfir toko. Kemudian diketengah-kan faktor regulasi diri konsumen sebagai moderatorhubungan antara emosi belanja dan evaluasi konsumenterhadap pengalaman belanja.

DIMENSI PERILAKU BELANJAKONSUMEN

Berbagai dampak dapat muncul dari lingkungan belanjaretail seperti terlihat dalam Gambar 1. Sebagai contoh,dengan mengikuti anak panah searah jam, lingkunganbelanja dapat memberi dimensi dalam bentuk (1)konsumen dapat teratribusi dengan perubahan yangterjadi berkaitan dengan perubahan emosi, (2) konsu-men dapat melakukan pembelian yang tak direncana-kan, (3) pembelian impulsif dan kompulsif, (4) konsumendapat berganti merek, (5) konsumen dapat meningkat-kan memorinya, (6) konsumen lebih lama di toko, (7)konsumen melakukan evaluasi pasca belanja, dan (8)konsumen berperilaku beli dengan orientasi nilaihedonis dan utilitarian.

Gambar 1 tersebut merupakan kompilasi yangdiadaptasi dari Donovan dan Rossiter (1982); Dawsondkk (1990), Donovan dkk (1994); Havlena dan Holbrook(1986); dan Iyer (1989). Dimensi perilaku belanjatersebut telah berkembang menjadi mainstream risethubungan antara lingkungan belanja atau atmosfir tokodan perilaku beli konsumen sebagaimana telahdisebutkan di awal tulisan ini. Memang belum ada upayariset yang mengintegrasikan keseluruhan dimensiperilaku tersebut karena faktor kompleksitas. Komplek-sitas tersebut oleh Titus dan Everett (1995) dinyatakanbahwa persepsi konsumen terhadap lingkungan belanjaterbentuk oleh tiga faktor, yaitu: (1) desain lingkunganbelanja, (2) sifat dasar atau karakteristik tugas saatberbelanja, misalnya pengaruh tekanan waktu dan

Gambar 1Lingkungan Belanja dan Dimensi Perilaku Belanja Konsumen

(1)PerubahanEmosi

(2)PembelianTak Direncanakan

(3)Pembelian Impulsifdan Kompulsif

(4)BergantiMerek

(8)Perilaku Hedonik

dan Utilitarian

(7)Evaluasi

Pasca Belanja

(6)Lebih Lama

di Toko

(5)Meningkatkan Memori

Konsumen

LingkunganBelanjaRetail

Page 55: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

51

Jam STIE YKPN - Danes Jaya N. dan Basu Swastha D. Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau .....

kompleksitas tugas, dan (3) karakteristik individukonsumen, misalnya sensitivitas dan pengetahuanterhadap lingkungan. Persepsi konsumen padagilirannya akan mempengaruhi tipe strategi pencarianyang digunakan oleh konsumen. Strategi ini secaralangsung mempengaruhi terjadinya perilaku pencarian,seperti membaca situasi toko, menilai produk, masukdan keluar dari lingkungan belanja. Pola pencarian tokoretail secara langsung mempengaruhi kepuasankonsumen yang terbentuk dari pengalaman pencariantoko retail tersebut.

Pola perilaku pencarian toko retail seperti inidilihat dalam konteks studi pemilihan toko retailmengarah pada tiga aspek penting (lihat Spiegel danSewall, 1987). Pertama, riset yang menunjukkan prediksitentang patronase retail dan yang membentuk suatuhubungan pembelian jangka panjang antara konsumendan toko tertentu. Kedua, studi yang menguji pilihanretail, atau keputusan untuk melakukan pembelian padasuatu toko dalam periode tertentu. Ketiga, studimengenai preferensi retail, yang dimaksudkan untukmemahami pengaruh positif konsumen terhadap tokotertentu.

MODEL PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Semenjak Donovan dan Rossiter (1982) memper-kenalkan model psikologi lingkungan dari Merahbian-Russell ke dalam studi mengenai atmosfir toko makasejak itu, sejumlah peneliti telah mengaplikasikan modelM-R ke dalam suatu studi misalnya tentang lingkungantoko (Dawson dkk, 1990), termasuk pengaruh mengenaifaktor-faktor di dalam toko seperti musik (Yalch danSpangenberg, 1990; Milliman, 1986). Model M-R jugamengalami kebangkitan kembali di bidang lain tentangperilaku konsumen yang melibatkan studi mengenaiemosi (misalnya Holbrook dkk, 1984; Havlena danHolbrook, 1986). Model tersebut juga diaplikasikandalam studi di bidang periklanan (Pavlechak dkk, 1988;Olney dkk, 1991), preferensi pemilih (Christ, 1985), dandurasi pengalaman mengkonsumsi (Holbrook dan Batra,1987). Namun, tak satupun studi yang mengikutimetodologi dan analisis model M-R seperti yangdikemukakan oleh Donovan dan Rossiter (1982) sampaikemudian Donovan dkk (1994) menindaklanjuti danmemperluas studi mereka. Dalam studi tersebut mereka

menggunakan model Merahbian–Russell untukmenguji pengaruh emosi selama berbelanja danmenghubungkan situasi perasaan hati denganpengeluaran dan waktu belanja. Pra-pengukurantentang estimasi pengeluaran dan waktu yangdikeluarkan di toko telah dibandingkan dengan pasca-pengukuran tentang pengeluaran aktual dan waktuaktual yang digunakan di dalam toko.

Model M-R didasarkan pada paradigma Stimu-lus-Organism-Response (S-O-R), yangmenghubungkan lingkungan (S) dengan perilakumendekat-menghindar (R) di dalam lingkungan, yangdimediasi oleh situasi emosi individu (O) danditimbulkan oleh lingkungan tersebut (keadaan emosiini bisa dilemahkan atau diperkuat oleh ciri pribadiindividu (Grossbart dkk, 1975). Model M-Rmengusulkan ukuran umum S (lingkungan) yangberkaitan dengan tingkat informasi, sesuatu yang baru,dan kompleksitas; namun fokusnya hanya pada aspekO-R dari model tersebut.

Mehrabian dan Russell (1974) mengusulkan tigakeadaan emosi dasar, yaitu kesenangan (pleasure),kemunculan (arousal), dan dominasi (dominance),disingkat menjadi PAD. Ke tiga faktor tersebutmenengahi perilaku mendekat-menghindar di dalamlingkungan, yaitu: senang-tidak senang (pleasure-dis-pleasure), kemunculan-tidak kemunculan; dandominan-tidak dominan (dominance-submissiveness).Mereka mengajukan hipotesis bahwa kesenangan akanberhubungan secara signifikan dengan keseluruhanukuran mendekat-menghindar, dan kemunculan memilikiefek interaktif dengan rasa senang sehinggakemunculan akan berkorelasi secara positif denganperilaku dalam lingkungan yang menyenangkan, tetapiakan negatif dengan lingkungan yang takmenyenangkan. Mereka juga mengajukan hipotesislainnya bahwa dominasi akan berkorelasi positif denganperilaku mendekat, namun, untuk alasan teoritis(Russell dan Pratt, 1980) variabel dominasi kurangmendapatkan dukungan secara empiris. Oleh karenaitu, dimensi dominasi dapat diabaikan dalam studi yangmenggunakan model M-R. Gambar 2 memperlihatkanmodel M-R yang sudah dimodifikasi.

Dalam konteks pengambilan keputusankonsumen, bagian kanan dari Gambar 2, stimulusdikonseptualisasikan sebagai faktor-faktor eksternalyang diasosiasikan dengan penantian keputusan (pend-

Page 56: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

52

Jam STIE YKPN - Danes Jaya N. dan Basu Swastha D. Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau .....

ing decision). Menurut Bagozzi (1986), bila perilakukonsumen digambarkan sebagai suatu sistem stimu-lus-organism-response, stimuli merupakan faktoreksternal bagi seseorang yang terdiri dari variabel-variabel bauran pemasaran dan input lingkunganlainnya. Keputusan yang dibuat bisa berupa membeliatau menunda membeli, kategori barang atau jasa yangdibeli, apa merek yang dibeli, berapa banyak uang yangdibelanjakan, berapa banyak pembelian yang dilakukan,dan/atau bagaimana produk digunakan dan yang tidakdigunakan.

Stimulus (lingkungan) dalam perspektifMerahbian dan Russell langsung dinilai dengan responafektif konsumen, sehingga dalam aplikasinya parapeneliti umumnya fokus kepada aspek O-R. Stimulilingkungan tidak diidentifikasi secara spesifik,diklasifikasi atau dibatasi pada elemen-elemen tertentu.Namun, lingkungan langsung dipersepsikan olehkonsumen secara holistic mengikuti respon emosi(afektif) mereka dalam tiga dimesi pleasure, arousal,dan dominance (PAD).

Lebih spesifik, Merahbian dan Russell (1974)mengemukakan bahwa respon afektif terhadaplingkungan dapat dideskripsikan dengan tiga variabelemosi dasar: Pleasure-Arousal-Dominance(selanjutnya disingkat sebagai PAD), sebagai mediasiperilaku menghindar-mendekat (approach-avoidancebehaviors) di dalam lingkungan: pleasure-displeasure;arousal – non arousal; dan dominance – submissive-ness.

Secara operasional, “kesenangan” merupakanpengukuran penilaian secara verbal mengenai reaksiterhadap lingkungan, misalnya happy ataukah un-happy (bahagia atau tidak), pleased ataukah annoyed

(senang atau menjengkelkan), satisfied ataukah unsa-tisfied (puas atau tidak puas), contended ataukah mel-ancholic (gembira atau murung), hopeful ataukah de-spairing (memberi harapan atau hilang harapan),dan relaxed ataukah bored (santai atau membosankan).

“Kemunculan” adalah penilaian secara verbalmengenai sejauh mana responden menyatakanperasaan stimulated ataukah relaxed (menimbulkandorongan atau tidak), excited ataukah calm (hebohatau tenang), frenzied ataukah sluggish (riuh atau biasasaja), jittery ataukah dull (membuat gelisah ataumenjemukan), wide awake ataukah sleepy (membuatterjaga atau mengantuk), dan aroused ataukahunaroused (tergerak atau tidak tergerak). Mengambildari teori informasi, Mehrabian dan Russellmengemukakan bahwa kualitas arousing darilingkungan berkorelasi tinggi dengan tingkat informasi(information rate), seperti meningkatnya novelty(merasakan sesuatu yang baru), complexity(kompleksitas), intensity (intensitas), unfamiliarity(ketakdekatan), improbability (ketidakmungkinan),change (perubahan), mobility (mobilitas), atau uncer-tainty (ketidakpastian) terhadap setting lingkungan(Foxall dan Greenley, 1998).

Mereka berhipotesis bahwa kesenangan akansignifikan berhubungan dengan keseluruhan ukuranmendekat-menghindar, dan kemunculan memiliki efekinteraktif terhadap pleasantness (rasa senang) sehinggakemunculan akan positip dengan perilaku dalamlingkungan yang menyenangkan, tetapi akan negatipdalam lingkungan yang tak menyenangkan. Merekajuga berhipotesis bahwa dominance akan positipberkaitan dengan perilaku mendekat. Namun, untukalasan teoretis dan karena kekurangan dukungan

Gambar 2Model M-R yang dimodifikasi

KEADAAN EMOSIKesenangan-kemunculan

PERILAKUMENGHINDARI

ATAU MENDEKAT

STIMULUSLINGKUNGAN

Page 57: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

53

Jam STIE YKPN - Danes Jaya N. dan Basu Swastha D. Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau .....

empiris, maka dimensi dominance biasanya diabaikandalam studi menggunakan model Mehrabian danRussell (Russel dan Pratt, 1980).

STUDI DONOVAN DAN ROSSITER

Donovan dan Rossiter (1982) menggunakan delapanukuran untuk mengamati perilaku mendekat–menghindar di toko. Mereka menunjukkan bahwapendapat responden dengan instrumen PAD tentangemosi di dalam lingkungan toko secara signifikan dapatmemprediksi ukuran mendekat-menghindar sepertimenyukai toko, senang belanja di dalam toko, inginmenghabiskan waktu di dalam toko, ingin menikmatilingkungan, merasakan persahabatan dengan oranglain, ingin kembali lagi, dan kemungkinan mengeluarkanuang lebih banyak dari yang diniatkan. Selama dilakukanberbagai pengukuran mendekat-menghindar, proporsivarian yang ditunjukkan dengan instrumen PAD beradapada kisaran tinggi, yaitu 50% bagi pengukuranpengaruh (menyukai, menyenangi, ingin kembali lagi)dan kisaran rendah, yaitu 12% bagi item-tunggalpengukuran pengeluaran.

Kesenangan merupakan prediktor yangsignifikan bagi ukuran banyak faktor, termasuk ukuranfaktor retail yang relevan tentang kemungkinanresponden mengeluarkan lebih banyak uang.Kemunculan menjadi prediktor yang signifikan hanyapada ukuran afiliasi, seperti persahabatan denganorang lain. Meskipun demikian, seperti yang dipredik-sikan oleh model M-R, apabila lingkungan yangmenyenangkan dan tidak menyenangkan dianalisissecara terpisah, kemunculan dapat menjadi prediktoryang signifikan dalam komposisi skor mendekat-menghindar di lingkungan yang menyenangkan. Di sisilain, terdapat ketidakcukupan lingkungan yangmenyenangkan untuk menguji secara memadaihipotesis tentang interaksi kesenangan-kemunculandalam lingkungan yang tak menyenangkan. Sepertidiketahui, variabel dominasi tidak berhubungan secarasignifikan dengan ukuran mendekat-menghindarsehingga dapat diabaikan dari model M-R seperti yangdilakukan dalam studi Donovan dkk (1994).

Studi Donovan dan Rossiter menjajagi duaaspek: (1) menggunakan mahasiswa sebagai subjek dan(2) mengukur sikap serta niat berperilaku belanja. Sejak

saat itu, sejumlah studi menggunakan pembeli aktualdalam situasi belanja, yang berupaya menghubungkankeadaan emosi yang dialami di toko untuk mengukurperilaku pengeluaran yang tak direncanakan dantambahan waktu di dalam toko. Namun, sebagian besarhanya menggunakan ukuran setelah berbelanja, baikuntuk emosi yang dialami ketika berbelanja danpembelian yang tak direncanakan serta penggunaanwaktu yang tak direncanakan (Dawson dkk, 1990; Yalchdan Spangenberg 1990). Studi-studi ini mengandalkanpada ingatan kembali emosi ketika belanja, sebagaivariabel perilaku dependen, yang kemungkinan dapatterjadi kesalahan memori dan atribusi yang sudahdialami.

Studi lainnya menggunakan model M-R atauperilaku menghindar-mendekat yang dikaitkan di dalamtoko sebagaimana dilkemukakan Donovan dan Rossiterdengan menggunakan subjek mahasiswa (misal Bellizidan Hite 1992), atau tidak mengaplikasi model sepertidalam Donovan dan Rossiter. Misalnya, Sherman danSmith (1986) menggunakan ukuran suasana hati (mood)tunggal yang menggabungkan tiga dimensi PAD.Bellizzi dan Hite (1992) membandingkan dimensi PADuntuk berbagai warna lingkungan, tapi tidakmengkaitkan dengan pendekatan Donovan danRossiter; kemudian Yalch dan Spangenberg (1990)membandingkan pengeluaran yang tak direncanakandan waktu yang tak direncanakan untuk berbagai tipemusik yang berbeda, tapi tidak menggunakan ukuranPAD untuk mempresiksi variabel dependennya. Lebihlanjut, dengan pengecualian Anderson (1986), sebagianbesar dari studi diatas tidak menilai kontribusi faktoremosi yang dikaitkan dengan faktor-faktor kognitif, dantidak mengeksplorasi interaksi hipotesis P x A dalamlingkungan yang menyenangkan dibandingkan denganyang tak menyenangkan.

Selain itu, tak satupun studi yang menerapkanmodel M-R yang menampilkan pembeli yang sudahsangat mengenal toko. Ini berarti bahwa pengaruhseleksi-diri dapat dioperasikan bagi yang sudah sangatmengenal toko yang mempunyai pengalaman pra-kondisi emosi dengan respon mendekat-menghindaryang mengesampingkan atau bahkan meniadakanemosi yang ditimbulkan oleh atmosfir toko tersebut.

Upaya untuk melihat sejauh mana emosi dalammodel M-R dapat memprediksi variabel dependennyasecara bebas, yaitu faktor-faktor kognitif yang dapat

Page 58: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

54

Jam STIE YKPN - Danes Jaya N. dan Basu Swastha D. Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau .....

dilihat dalam penelitian Donovan dkk (1994). Faktor-faktor kognitif yang dimaksud adalah persepsiresponden terhadap kualitas barang, keragaman,spesialisasi, dan besarnya nilai untuk uang yangdibelanjakan. Semuanya berpotensi menjadi sebabkeadaan emosi di toko dan faktor tersebut menjadisentral bagi model M-R dan dapat menggambarkansemakin meningkatnya daya ekplanatori dalampengukuran emosi.

Studi Donovan dkk (1994) menunjukkan bahwakeadaan emosi pembeli di dalam toko dapat memprediksiperilaku pembelian aktual, bukan hanya sikap atau niat.Kontribusi variabel emosi pada lingkungan toko bersifatindependen dari variabel kognitif seperti persepsiterhadap kualitas dan harga. Kemudian, kontribusivariabel emosi terhadap perilaku belanja dalam tokoadalah independen dari variabel kognitif sepertipersepsi terhadap kualitas dan harga.

Lebih spesifik, kesenangan yang disebabkanoleh lingkungan toko nampak semakin kuat untukmembuat konsumen mengeluarkan waktu ekstra di tokodan mengeluarkan uang lebih banyak dari yangdiniatkan. Menurut model M-R, kemunculan yangdisebabkan oleh lingkungan toko dapat meningkatkankesenangan dan bukan kesenangan sehingga waktudan perilaku pengeluaran akan meningkat dalamlingkungan yang menyenangkan dan menurun dalamlingkungan yang tak menyenangkan.

Studi tersebut mengkonfirmasi bahwapengalaman menyenangkan di dalam lingkungan tokoeceran mempunyai pengaruh yang signifikan terhadappembelian. Riset yang masih perlu dikembangkanadalah: (1) menentukan apa yang menjadikanlingkungan yang menyenangkan, dan bagi pengecerbagaimana mengimplementasikan pembiayaan efektifuntuk lingkungan seperti ini, (2) mengeksplorasipengaruh “dua-arah” dari kesenangan dankegembiraan, dan (3) mengeksplorasi sifat dasarhubungan antara perdagangan dan pengaruh atmosfir.

Berdasarkan kerangka konseptual yang ada,emosi yang muncul pada individu yang berbelanja akanberkaitan dengan perilaku berbelanja sehingga dapatdikembangkan beberapa proposisi:P1: Kesenangan yang dialami di toko akan

berkorelasi positif dengan pengeluaran waktuyang tak direncanakan dan pembelian yang takdirencanakan;

P2: Kemunculan akan berkorelasi positif denganwaktu yang tak direncanakan dan pembelianyang tak direncanakan dalam lingkungan yangmenyenangkan, tapi akan berkorelasisebaliknya dalam lingkungan yang takmenyenangkan.

P3: Variabel emosi kesenangan dan kemunculanyang dialami di dalam toko akan memberikankontribusi dengan adanya tambahan waktu ditoko dan pengeluaran yang tak direncanakan,yang semuanya bersifat independen atasvariabel kognitif yang dirasakan tentangkualitas, keragaman, spesialisasi, dan nilai uang.

REGULASI-DIRI KONSUMEN

Dibandingkan dengan studi yang menunjukkankonsekuensi emosi konsumen berbasis toko, relatifsedikit perhatian terhadap pengaruh karakteristikpribadi tentang hubungan-hubungan ini. Modelservicescape (Bitner, 1992) yang menjelaskan tentangrespon perilaku terhadap lingkungan retail, menyatakanbahwa variabel kepribadian dapat menunjukkan responmoderator yang menjelaskan perbedaan reaksikonsumen dengan lingkungan fisik yang sama. Hal inikonsisten dengan definisi kepribadian sebagaiperbedaan karakteristik individu dalam menentukanreaksi seseorang terhadap lingkungannya.

Kecenderungan konsumen yang memunculkanemosi berbasis toko dinamakan kecenderunganregulasi diri (Kuhl, 1992). Teori aksi-kontrol dari Kuhlmenunjukkan karakteristik orang seperti ini. Premisdasar teori aksi-kontrol bahwa aksi yang sekarangbergantung pada kemapanan kecenderungan satu aksiyang dominan dari berbagai kecenderungan aksi yangbersaing. Dikotomi dasar yang digambarkan oleh Kuhladalah antara orang yang berorientasi action danorang yang berorientasi state.

Individu yang berorientasi aksi umumnyamempunyai bentuk niat yang relatif serius sebelummemulai aktivitas dan kurang mudah bersaing secarakontekstual dengan mengambil kecenderungan aksiyang tercampur dengan niat awalnya. Niat ini didukungoleh tendensi individu yang berorientasi pada aksidalam pengembangan emosi dan mekanisme kontrollingkungan yang menjadi sifat terjadinya persaingan

Page 59: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

55

Jam STIE YKPN - Danes Jaya N. dan Basu Swastha D. Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau .....

aksi menjadi cenderung mengetengahkan diri merekasendiri selama aktivitas tersebut berlangsung (Kuhl,1986).

Sebaliknya, individu yang berorientasi statememiliki struktur kognitif yang lebih terbantu oleh unsursosial dan emosional dari sejumlah keadaan internaldan eksternal (Kuhl, 1986). Hasilnya adalah degenerasiniat dan lebih besar kemudahan untuk melakukanperilaku tanpa pembenaran sebelumnya. Strukturkognitif mereka dikarakteristikkan oleh aturan dengankekuatan rendah dan lebih besar kemudahan untukcampur tangan. Jadi, individu dengan orientasi statedikarakteristikkan dengan kemampuan yang relatifrendah untuk berperilaku meregulasi diri.

Bukti empiris yang substantif telah mendeskrip-sikan perbedaan dalam perilaku antara yang dapatteratribusi dan yang bertendensi ke regulasi diri. (Kuhl,1992). Kinerja tugas, misalnya, dapat dipengaruhi olehorientasi action atau state. Sebuah eksperimenmenggambarkan bahwa individu dapat memiliki kinerjayang relatif jelek dengan tugas yang relatif sulit (Kuhl,1981). Perbedaan dalam kinerja yang mengatribusi padasubjek yang berorientasi state cenderung lebihmemusatkan pada kegagalan yang pasti terjadi; danini berkaitan dengan konsekuensi emosional.Sedangkan individu yang berorientasi action lebihmemusatkan pada kinerja itu sendiri (Harackiewicz danElliot, 1993). Bukti lain menunjukkan bahwa individuyang berorientasi action kemungkinan lebih banyakmelakukan aktivitas rekreasional yang direncanakan,memiliki keinginan menguji lebih rendah dan kurangdipengaruhi oleh intensitas emosi (Kuhl, 1986).

Kecenderungan regulasi diri yang sama yangdapat mempengaruhi perilaku dimana saja kemungkinanbesar dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Bagozzidkk (1992) menyatakan bahwa peran regulasi diri dalampengambilan keputusan dapat mengurangi penjelasantentang pengambilan keputusan. Studi merekamenyatakan bahwa regulasi-diri merupakan moderatorhubungan sikap-niat konsumen. Secara khusus, adakorelasi lebih tinggi yang signifikan antara sikapberperilaku dan niat berperilaku (dalam kasuspenggunaan kupon) pada konsumen berorientasi aksi(regulasi diri tinggi) dibandingkan konsumen yangberorientasi state. Dengan demikian, perilaku konsumenpada umumnya dipandang sebagai suatu orientasitujuan; dan kemampuan konsumen untuk meregulasi

diri dapat mempengaruhi pengambilan keputusan, yaitudengan menentukan tujuan yang dominan dalam situasitertentu. Evaluasi pembeli terhadap perjalanan belanjamereka tidak mampu atau gagal menyelesaikanpersoalan tentang tugas belanja yang spesifik. Hal inidisebabkan oleh adanya lingkungan toko yangbervariasi terhadap tendensi regulasi diri. Jadi, peranregulasi diri nampak relevan sebagai moderatorlingkungan yang berpengaruh pada perilaku belanja.

REGULASI DIRIDI LINGKUNGAN RETAIL

Babin dan Darden (1995) menyatakan bahwa efeklingkungan retail terhadap perilaku belanja dan evaluasipurna belanja dimoderasi oleh regulasi diri konsumen(orientasi aksi dan state). Dalam hal ini terdapat duapola umum hubungan yang diharapkan terjadi, yaitu:Pertama, pembeli yang berorientasi state yangmempermudah terjadinya pengaruh kontekstual(kecenderungan persaingan aksi) menyatakan bahwaemosi dalam toko kemungkinan mempunyai dampakyang lebih signifikan dibandingkan dengan pembeliyang berorientasi aksi. Apabila hal ini terjadi, hubunganpositif antara emosi dan pengeluaran sumber dayayang ditunjukkan dalam studi sebelumnya seharusnyaterjadi lebih kuat di antara pembeli yang berorientasiaksi. Tindakan konsumen dengan ciri impulsifmerupakan contoh yang spesifik.

Kedua, regulasi-diri konsumen dapat menjadipengaruh moderat terhadap evaluasi belanja. Karenapembeli berorientasi aksi lebih besar kemungkinannyauntuk memfokuskan pada aspek belanja denganorientasi tugas, maka peningkatan pengeluaransumberdaya (seperti waktu, dana dan sebagainya)kemungkinan mempunyai pengaruh negatif lebih kuatdibanding pembeli lainnya. Lebih jauh, karena skemabelanja mereka lebih spesifik dan lebih kuat dibandingpembeli yang berorientasi state, maka penyimpangandari ekspetasi akan menimbulkan pengaruh yang lebihkuat pada evaluasi purna layan (Bitner dkk, 1990, 1994).

Efek langsung emosi di toko terhadap nilaibelanja hedonis dan utilitarian dipandang masih kurangjelas. Bukti konseptual menyatakan bahwa individuyang berorientasi state cenderung mengutamakanperasaan emosional ketika melakukan tugas belanja

Page 60: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

56

Jam STIE YKPN - Danes Jaya N. dan Basu Swastha D. Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau .....

(Kuhl, 1986; Harackiewicz and Elliot, 1993). Namun,bagaimana hal ini dapat mempengaruhi evaluasi saatmenghadapi pelayanan, pada umumnya, kesadaranemosi yang lebih besar akan menimbulkan kovarianlebih tinggi antara emosi dan evaluasi di antara pembeliyang berorientasi state. Lagi pula, proposisiservicescape menyatakan bahwa hubungan antarakesenangan, kemunculan, dan kontrol di satu sisi sertarespon konsumen di sisi lain, dimoderasi olehkarakteristik konsumen (Bitner, 1992).

PENUTUP

Lingkungan belanja telah memberikan gambaranbagaimana konsumen dapat teratribusi oleh atmosfirlingkungan belanja. Pengaruh lingkungan belanjatersebut dapat menimbulkan adanya dimensi perilakubelanja konsumen, seperti perilaku belanja yang takdirencanakan, menghabiskan waktu lebih lama di toko,dan beralih merek. Perilaku tersebut dimediasi olehperubahan emosi seperti dalam Model M-R yangdidasarkan pada paradigma Stimulus-Organism-Re-sponse (S-O-R). Paradigma tersebut menghubungkanlingkungan (S) dengan perilaku mendekat-menghindar(R) di dalam lingkungan, yang dimediasi oleh situasiemosi individu (O); dan situasi emosi individu yangberupa kesenangan, kemunculan dan dominansitersebut terjadi karena kondisi lingkungan. Meskipundemikian, keadaan emosi ini dapat dilemahkan ataudiperkuat oleh ciri pribadi individu.

Hasil studi menunjukkan bahwa kesenanganakan berhubungan secara signifikan dengankeseluruhan ukuran mendekat-menghindar, dankemunculan memiliki efek interaktif dengan perasaansenang. Hal ini menyebabkan kemunculan berhubung-an secara positif dengan perilaku dalam lingkunganyang menyenangkan, tetapi akan berhubungan secaranegatif dalam lingkungan yang tak menyenangkan.

Studi mengenai lingkungan belanja juga perlumempertimbangkan regulasi diri konsumen sebagaimoderator hubungan antara emosi belanja dan evaluasikonsumen berdasar pengalaman belanja mereka.Dikotomi dasar telah digambarkan oleh Kuhl (1986),yaitu antara orang yang berorientasi aksi dan orangyang berorientasi state. Individu yang berorientasiaksi umumnya mempunyai bentuk niat yang relatifserius sebelum memulai aktivitas dan kurang mudahbersaing secara konstektual. Hal ini disebabkan olehadanya kecenderungan untuk melakukan aksi yangyang diwarnai niat awalnya. Niat tersebut didukungoleh tendensi individu yang berorientasi aksi untukmengembangkan emosi dan mekanisme kontrollingkungan sebagai sifat yang menekan terjadinyapersaingan aksi. Konsumen dalam kondisi seperti inimenjadi cenderung mengetengahkan diri mereka sendiriselama aktivitas tersebut.

Sebaliknya, individu yang berorientasi statememiliki struktur kognitif yang lebih terbantu oleh unsursosial dan emosional dari sejumlah keadaan internaldan eksternal. Hasilnya adalah degenerasi niat danmunculnya kemudahan yang lebih besar untukmelakukan perilaku tanpa pembenaran sebelumnya.Struktur kognitif mereka bercirikan aturan dengankekuatan rendah dan kemudahan lebih besar untukterjadinya intervensi. Dengan kata lain, individudengan orientasi state mempunyai kemampuan yangrelatif rendah untuk melakukan regulasi diri.

Penelitian-penelitian di masa mendatang dapatmemberikan relevansi teoretis tambahan mengenai studiregulasi diri ini. Pertama, proposisi servicescape yangmenempatkan karakteristik pribadi sebagai moderatorrespon konsumen terhadap lingkungan belanja perludiberikan dukungan yang memadai secara empiris.Kedua, regulasi diri konsumen sebagai variabelekplanatori yang penting perlu ditambahkan ke dalamteori perilaku konsumen dan patronase retail.

Page 61: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

57

Jam STIE YKPN - Danes Jaya N. dan Basu Swastha D. Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau .....

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, P. M. (1986), “Personality, Percep-tion and Emotional State Factor in Ap-proach-Avoidance Behavior in StoreEnvironment,” in T. A. Shimp, et al.(Eds.), AMA Educators’ Proceeding.Chicago, Ill: American Marketing Asso-ciation, pp. 35-39.

Babin, Barry J. and William R. Darden (1995),“Consumer Self-Regulation in a RetailEnvironment,” Journal of Retailing, Vol.71, pp. 47-70.

Babin, Barry J; William R. Darden; and MitchGrifin (1994), ”Work and/or Fun: Mea-suring Hedonic and Utilitarian ShoppingValue,” Journal of Consumer Research,Vol. 20 (March), pp. 644-656.

Bagozzi, R.P. 1986, Principles of MarketingManagement. Chicago in Sherman, E.,Mathur, A., and Smith, R.B., 1997, “StoreEnvironment and Consumer PurchaseBehavior: Mediating Role of ConsumerEmotions,” Psychology & Marketing,14 (July) 361-378.

Bagozzi, Richard P; Hans Baumgartner; andYoujae Yi (1992). “State versus ActionOrientation and Theory of ReasonedAction: An Application to Coupon Us-age,” Journal of Consumer Research,Vol. 18 (March), pp. 505-518.

Beaty, Sharon and Scott Smith (1987), “ExternalSearch Effort: An Investigation acrossSeveral Product Categories,” Journal ofConsumer Research, Vol. 14 (June), pp.83-95.

Bellizi, J. A. and R. E. Hite (1992), “Environmen-tal Color, Consumer Feelings, and Pur-

chase Likelihood,” Psychology andMarketing, Vol. 9 (September/October),pp. 347-363.

Bitner, Mary J. (1992), “The Impact of PhysicalSurrounding on Customers and Employ-ees,” Journal of Marketing, Vol. 56(April), pp. 57-71.

Bitner, Mary Jo; Bernard H. Booms; and LoisA. Mohr (1994). “Critical Service En-counters: The Employee’s View Point,”Journal of Marketing, Vol. 58 (October),pp.95-106.

Bitner, Marry Jo; Benard H. Booms; and MaryStanfield Tetreault (1990), “EvaluatingService Encounters: The Effects ofPhysical Surrounding and Employee Re-sponses,“ Journal of Marketing, Vol. 54(April), pp. 69-82.

Bloch, Peter; Nancy M.Ridgway; and Daniel L.Sherrell (1989), “Extending the Conceptof Shopping: An Investigation ofBrowsing Activity,” Journal of Acad-emy of Marketing Science Vol. 17, pp.13-21.

Bucklin, Randolph E. and James M. Lattin (1991),“A Two-State of Purchase Incidence andBrand Choice,“ Marketing Science(Winter), pp. 24-39.

Christ, William G. (1985). “Voter Preference andEmotion: Using Emotional Response toClarify Decided and Undecided Voters,”Journal of Applied Social Psychology,Vol. 15, pp. 237-254.

Cole, Catherine A. and Gary J. Gaeth (1990),“Cognitive and Age-Related Differencesin the Ability to Use Nutritional Infor-mation in a Complex Environment,” Jour-

Page 62: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

58

Jam STIE YKPN - Danes Jaya N. dan Basu Swastha D. Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau .....

nal of Marketing Research, Vol. 27(May), pp. 175-184.

Dawson, Scott; Peter H. Bloch; dan Nancy M.Ridgway (1990), ”Shopping Motive,Emotional States, and Retail Outcome,”Journal of Retailing, Vol. 66 (Winter),pp. 408-427.

Donovan Robert J. and John R. Rossiter (1982),“Store Atmosphere: An EnvironmentPsychology Approach,” Journal of Re-tailing, Vol. 58 (Spring), pp. 34-57.

Donovan Robert J; John R. Rossiter; G.Marcoolyn; and A. Nesdale (1994),“Store Atmosphere and Purchase Behav-ior,” Journal of Retailing, Vol. 70, No. 3,pp. 283-294.

Eroglu, Sevgin A. and Gilbret D. Harrell (1986)“Retail Crowding: Theoretical and Stra-tegic Implications,” Journal of Retail-ing, Vol. 62 (Winter), pp. 346-363.

Eroglu, Sevgin A. and Karen Machleit (1990),“An Empirical Study of Retailing Crowd-ing: Antecedent and Consequences,”Journal of Retailing, Vol. 66 (Summer),pp. 201-221.

Fisher, D; A. B. Paul; and B. Andrew (1984),Environmental Psychology, 2nd ed. NewYork: Holt, Rinehart and Winston.

Gardner, Meryl Paula (1985), “Mood States andConsumer Behavior: Critical Review,”Journal of Consumer Research,” Vol. 12(December), pp. 281-300.

Grossbart, Samford L; Robert A. Mittelstaedt;William N. Curtis; and Roberts D. Rigers(1975) ”Enviromental Sensitivity andShopping Behavior,” Journal of Busi-ness Research, Vol. 3 (October), pp. 281-

294.

Harackiewicz, J. M. and A. J. Elliot (1993),“Achievement Goals and Intrinsic Mo-tivation,” Journal of Personality andSocial Psychology, Vol. 65 (November),pp. 904-915.

Havlena, William J. and Morris B. Holbrook(1986). ”The Varieties of ConsumptionExperience: Comparing Two Types ofEmotion in Consumer Behavior,” Jour-nal of Consumer Research, Vol. 13 (De-cember), pp. 394-404.

Holbrook, Morris B. and Rajeev Batra (1987),“Assesing the Role of Emotion as Me-diators of Consumer Responses toAdversitising,“ Journal of ConsumerResearch, Vol. 14 (December), pp. 404-420.

Holbrook, Morris B; R. W. Chestnut; T. A. Oliva;and B. A. Greenleaf (1984), “Play as aConsumption Experience: The Roles ofEmotion, Performance, and Personalityin the Enjoyment of Games,” Journal ofConsumer Research, Vol. 11 (September),pp. 723-739.

Iyer, Easwar S. (1989), ”Unplanned Purchasing:Knowledge of Shopping Environmentand Time Pressure,” Journal of Retail-ing, Vol. 65 (Spring), pp. 40-57.

Kollat, David T. and Ronald P. Willet (1967),“Customer Impulse Purchasing Behav-ior,“ Journal of Marketing Research, Vol4 (February), pp. 21-31.

Khan, Barbara E. and David C. Schmittlein(1992), “The Relation Between PurchaseMade on Promotion and Shopping TripBehavior,“ Journal of Retailing, Vol. 65(Fall), pp. 294-315.

Page 63: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

59

Jam STIE YKPN - Danes Jaya N. dan Basu Swastha D. Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau .....

Kotler, Philip (1974), “Atmospheric as a Mar-keting Tool,” Journal of Marketing, Vol.49 (Winter), pp. 48-46.

Kuhl, Julius (1981), “Motivational and Func-tional Helplessness: The ModeratingEffect of State versus Action Orienta-tion,” Journal of Personality and So-cial Psychology, Vol. 40 (January), pp.155-170.

Kuhl, Julius (1986), “Motivation and Informa-tion Processing: A New Look at Deci-sion Making, Dynamic Change, andAction Control,” in Richard M.Sorrentino and Tory Higgins (Eds),Handbook of Motivation and Cogni-tion: Foundation of Social Behavior,New York: The Guilford Press, pp. 404-434.

Kuhl, Julius (1992), “Recurrent Issue in Self-Regualition Research: A Rejoinder,”Applied Psychology: An InternationalReview, Vol. 41 (April), pp. 160-178.

Mehrabian, A. and J. A. Russell (1974), AnApproach to Environmental Psychol-ogy. Cambridge, Mass: MIT Press.

Milliman, Ronald E. (1986), “The Influence ofBackground Music on the Behavior ofRestaurant Patrons,” Journal of Con-sumer Research, Vol. 13 (September), pp.286-289.

O’Guinn, Thomas C. and Ronald J. Faber (1989),”Compulsive Buying: A Phenomeno-logical Approach,” Journal of ConsumerResearch, Vol. 19 (September), pp. 147-157.

Olney, T; M. B. Holbrook; and R. Batra (1991),”Consumer Responses to Advertising:

The Effect of Ad Content, Emotion, andAttitude toward the Ad on ViewingTime,” Journal of Consumer Research,Vol. 17, pp. 440-453.

Park, C. Whan; Easwar S. Iyer; and Daniel C.Smith (1989), “The Effect of SituationalFactors on In-Store Grocery ShoppingBehavior: The Role of Store Environ-ment and Time Available for Shopping,“Journal of Consumer Research, Vol. 15(March), pp. 422-433.

Pavelchack, Mark A; John H. Antil; and JamesM. Munch (1988), ”The Superbowl: AnInvestigation into Relationship AmongProgram Context, Emotional Experienceand Ad Recall,” Journal of ConsumerResearch, Vol. 15, pp. 360-367.

Rook, Dennis W. (1987), “The Buying Impulse,”Journal of Consumer Research, Vol. 14(September), pp. 189-199.

Russell, J. A. and G. Pratt (1980), “A Descrip-tion of the Affective Quality Attributedto Environment,” Journal of Personal-ity and Social Psychology, Vol. 38 (Feb-ruary), pp. 311-322.

Sherman, E. and R. B. Smith (1986), “Mood Stateof Shoppers and Store Image: Promis-ing Interaction and Possible BehavioralEffect,” in M. Wallendorf and P. Ander-son (Eds.), Advances in Consumer Re-search, Vol. 13. Prove, UT: Associationfor Consumer Research.

Spiegel, Susan and Murphy A. Sewall (1987),“A Choice Sets Model of Retail Selec-tion,” Journal of Marketing, Vol. 51(April), pp. 97-111.

Tauber, E.M (1972), ”Why Do People Shop?,”Journal of Marketing, Vol. 36 (October),

Page 64: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

60

Jam STIE YKPN - Danes Jaya N. dan Basu Swastha D. Lingkungan Belanja dan Perilaku Belanja: Ditinjau .....

pp. 46-59 in J. U. McNeal and S. W.McDaniel, Consumer Behavior: Classi-cal and Contemporary Dimension, Bos-ton, MA: Litte, Brown and Company.

Titus, Philip A. and Peter B. Everett (1995), “TheConsumer Retail Search Process: A Con-

ceptual Model and Research Agenda,”Journal of the Academy of MarketingScience, Vol. 23, No. 2, pp. 106-119.

Yalch, Richard dan Eric Spangenberg (1990),”Effect of Store Music on Shopping Be-havior,” Journal of Consumer Market-ing, Vol. 7 (Spring), pp. 55-63.

Page 65: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

61

Jam STIE YKPN - Primidya Kartika Miranda Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan......

ABSTRACT

The rapidly and constantly changing businessenvironment has forced businesses to reconsider theirstrategies in maintaining their customer base. Custom-ers nowadays have a wide array of product choices,and worst – they are becoming increasingly disloyal.Such facts pose serious threats for some companies.For those who want to keep their customer base, anintegrated approach of maintaining and managing cus-tomer relationship must be taken. This article proposean integrated framework of managing relationship withcustomers. Database marketing, total quality philoso-phy, value chain integration, customer service-orientedculture, and strategic human resource managementmust be implemented comprehensively to provide cus-tomer satisfaction and long-term beneficial relation-ships which eventually will increase profitability.

Keywords: customer relationship management, rela-tionship marketing, total quality, database market-ing, customer satisfaction, long-term relationship,value chain integration.

PENDAHULUAN

Kecenderungan yang terjadi pada pola perilakukonsumen saat ini adalah brand switching – konsumentidak lagi memiliki loyalitas tinggi terhadap suatu

produk, jasa, atau merek tertentu. Pendapat itu munculdari observasi terhadap lingkungan. Apabila kitaperhatikan dengan cermat pada beberapa kategoriproduk tertentu, banyak konsumen (tidak terkecuali kitasendiri) yang mulai berani mencoba dan tidak segan-segan untuk beralih ke produk, jasa, atau pun merekbaru secara permanen dengan mudahnya. Selain itu,sekarang, waktu yang dibutuhkan seorang konsumenuntuk menetapkan pilihan – bahkan pada low-involve-ment product sekalipun – bisa lebih lama dibandingkansebelumnya. Tampaknya konsumen mulai bingung danpusing dengan berlimpah ruahnya jenis dan jumlahproduk dan jasa yang ada di pasar saat ini. Hampirsetiap saat konsumen dibombardir dengan berbagairayuan iklan dan promosi produk di berbagai media.

Fakta bahwa berbagai deregulasi telahmenciptakan situasi dengan bertambahnya jumlah danjenis jasa yang mirip – bahkan sama identik satu samalain – menunjukkan bahwa mempertahankan basispelanggan menjadi suatu hal yang sangat penting(Berry, 1983). Customer relationship management ataupengelolaan hubungan pelanggan menjadi suatu isukrusial bagi perusahaan saat ini. Lingkungan yangdihadapi perusahaan saat ini sangat jauh berbedadengan era ’70-an, ’80-an, bahkan ’90-an. Tantanganbagi perusahaan sekarang adalah mempertahankanpelanggan yang setia agar tetap setia sepanjang masakarena biaya untuk mempertahankan pelanggan lebihkecil daripada untuk mendapatkan pelanggan baru(Cann, 1998).

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

PROFITABILITAS JANGKA PANJANGMELALUI PENGELOLAAN HUBUNGAN

PELANGGAN

Primidya Kartika Miranda, SE., M.S. *)

*) Primidya Kartika Miranda, SE., M.S., Dosen STIE YKPN Yogyakarta.

Page 66: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

62

Jam STIE YKPN - Primidya Kartika Miranda Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan......

Walaupun berbagai literatur telah menekankanpentingnya pemeliharaan pelanggan, banyak perusaha-an-perusahaan di Indonesia – pada khususnya – yangbelum melakukan, bahkan belum pula menyadarinya.Pertanyaan yang sering diajukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut adalah: “ Apa yang harus kamilakukan agar pelanggan kami tetap setia?”. Jawabannyasederhana tetapi kompleks untuk dilaksanakan:pengelolaan hubungan pelanggan.Artikel ini bertujuan untuk menguraikan esensipengelolaan hubungan pelanggan, membahaspentingnya pengelolaan hubungan pelanggan besertahasil yang dapat diperoleh, dan mengajukan suatukerangka kerja komprehensif yang memuat beberapaaspek penting yang mempengaruhi kepuasanpelanggan, agar dapat dipakai sebagai pedoman dalampengelolaan hubungan pelanggan bagi perusahaanyang akan mulai melaksanakannya.

Pentingnya Pengelolaan Hubungan Pelanggan

Definisi yang dikemukakan oleh Andersen Con-sulting – salah satu perusahaan konsultan manajementerkemuka di Amerika – menyatakan bahwa pengelola-an hubungan pelanggan merupakan suatu pendekatanholistik dan metodikal untuk mengidentifikasi,mendapatkan, dan mempertahankan pelanggan palingberharga bagi perusahaan melalui sekumpulan alat,fasilitas, dan kemampuan yang terintegrasi (Wolfe etal., 2000). Istilah holistik dipakai karena kegiatanpengelolaan hubungan pelanggan harus dipandangsebagai satu kesatuan menyeluruh, tidak terpisah-pisah, dan saling melengkapi. Metodikal menunjukkanbahwa kegiatan ini sistematis dalam pelaksanaannya.Sedangkan, maksud dari istilah ‘pelanggan palingberharga’ merujuk kepada segmen pelanggan yangmemberikan nilai tertinggi bagi perusahaan. Perludiingat dan disadari bahwa karena keterbatasan sumberdaya, perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhansemua konsumen dengan keanekaragaman kepenting-an dan latar belakang. Anggapan inilah yang akhirnyamelahirkan konsep target marketing – konsep segmen-tation, targeting, positioning (STP) (Kotler, 1997).

Pengelolaan hubungan pelanggan padahakekatnya adalah pembentukan suatu hubunganjangka panjang yang saling menguntungkan denganpelanggan. Pentingnya hubungan jangka panjang ini

telah diakui di berbagai bidang manajemen pemasaran,di antaranya pemasaran industrial atau business-to-business (Hakansson, 1982), pemasaran jasa (Gronroos,1989), logistik (Christopher, 1994) dan one-to-one mar-keting (Peppers et al., 1999). Ditinjau dari pers-pektifstrategis, hubungan jangka panjang dengan pelangganmemberikan beberapa manfaat bagi perusahaan.Pertama, biaya mempertahankan pelanggan tetap lebihrendah daripada biaya untuk mendapatkan pelangganbaru. Biaya mendapatkan pelanggan baru bisamencapai lima kali lipat dari biaya mempertahankanpelanggan lama (Kotler, 1997).

Pada umumnya, kegiatan mendapatkanpelanggan baru menuntut promosi besar-besaran danmenanggung risiko bahwa first timers (mereka yangmencoba untuk pertama kalinya) mungkin tidakmenyukai produk, atau bahkan bukan merupakansegmen perusahaan. Kedua, pelanggan tetap yangpuas bisa menjadi bagian dari tim penjualan perusahaanmelalui berita baik yang mereka sebarkan dari mulut kemulut (Cann, 1998). Berita baik dari mulut ke mulutdiyakini sebagai alat promosi paling efektif hampir disemua jenis pasar – baik pasar industrial maupunkonsumen. Ketiga, pelanggan tetap jangka panjangbisa menjadi mitra kerja yang baik bagi perusahaandalam meningkatkan kualitas produk-produknya.Adanya keterbukaan komunikasi memungkinkanperusahaan untuk memahami lebih dalam tentangkebutuhan dan permasalahan pelanggan yang belumtersingkap (Congram, 1991). Keempat, perusahaan akanmenikmati profitabilitas jangka panjang melaluipembelian dan konsumsi produk dan jasa yang repetitifdan konstan dalam jangka waktu yang lama.

Perusahaan yang menerapkan pengelolaanhubungan pelanggan dengan baik adalah perusahaanyang segala perilakunya didasarkan pada kepentinganpelanggan (customer-driven enterprise). Perusahaan-perusahaan semacam inilah yang akan berhasil bertahandi pasar untuk jangka waktu yang lama. Perusahaanyang customer driven melihat segala sesuatunyamelalui kacamata pelanggan dan menggunakanperspektif outside-in untuk memastikan bahwapelanggan terbaik mendapatkan jasa yang spesial(Wolfe et al., 2000). Oleh karena itu, tantangan bagiperusahaan selanjutnya adalah bagaimana mendapat-kan pemahaman yang mendalam dari pelanggan secarakontinyu dan mempergunakannya untuk memperkuat

Page 67: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

63

Jam STIE YKPN - Primidya Kartika Miranda Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan......

penawaran bagi pelanggan – yaitu menciptakanpenawaran nilai yang lebih menarik bagi produk danjasanya. Istilah ‘secara kontinyu’ digunakan mengingatbahwa pelanggan menentukan manfaat yang dicari danpengorbanan untuk mendapat-kannya secara subyektif,yang selalu berubah setiap waktu mengikuti perubahansituasi, kebutuhan, harapan, standar perbandingan, dannorma-norma (Bounds et al., 1994).

Relationship Marketing: Paradigma Baru yangMendasari Pengelolaan Hubungan Pelanggan

Pada prinsipnya, tujuan akhir yang ingin dicapaioleh pengelolaan hubungan pelanggan adalahprofitabilitas perusahaan yang diperoleh melaluihubungan jangka panjang yang kuat, tahan lama, dansaling menguntungkan. Untuk itu dibutuhkan suatuparadigma baru agar tujuan tersebut dapat tercapai.

Relationship marketing tergolong paradigmabaru dalam pemasaran yang menjadi dasar pengelolaanhubungan pelanggan. Relationship marketingbertujuan untuk membangun, memelihara, danmemperkuat hubungan yang menguntungkan denganpelanggan dan mitra lain agar tujuan-tujuan pihak-pihak terkait terpenuhi. Hal ini dapat dicapai melaluipertukaran yang bersifat mutual dan pemenuhan janji-

janji terhadap pelanggan (Gronroos, 1990, 1994).Pemenuhan janji merupakan suatu hal krusial karenafilosofi ini didasarkan pada hubungan kerja sama dankepercayaan dengan berbagai stakeholders, kolaborasiinternal di dalam perusahaan, dan hubungan win-winyang tulus dengan pelanggan (Kavali et al., 1999).

Pemahaman tentang paradigma baru ini akanlebih mudah dimengerti dengan memahami terlebihdahulu perbedaannya dengan paradigma lama – trans-actional marketing. Paradigma baru lebih berfokuskepada memelihara pelanggan dan memperkuathubungan dengan mereka, sementara paradigma lamalebih berfokus pada memperbanyak jumlah transaksimelalui pemerolehan pelanggan baru (Gronroos, 1994).Paradigma baru sepaham dengan pemasaran bertahan(defensive marketing) sementara paradigma lamasepaham dengan pemasaran menyerang (offensivemarketing). Pemasaran bertahan lebih mempedulikanbagaimana meminimalkan tingkat perputaran pelanggan(customer turnover) sedangkan pemasaran menyeranglebih berfokus pada bagaimana meningkatkan frekuensipembelian konsumen (Fornell, 1992; Fornell danWernerfelt, 1987). Gronroos (1991) membuat suatuperbandingan yang lebih bersifat menyeluruh antararelationship marketing dengan transaction market-ing, yang diringkas pada Tabel 1 berikut ini:

The Strategy Continuum Transaction Marketing Relationship Marketing

Perspektif waktu Jangka pendek Jangka panjang

Fungsi pemasaranyang mendominasi Bauran pemasaran Pemasaran interaktif

Elastisitas harga Lebih price-sensitive Kurang price-sensitive

Dimensi kualitasyang mendominasi Kualitas keluaran Kualitas interaksi

Pengukuran kepuasan Monitor terhadap Mengelola basis pelanggan pelanggan pangsa pasar

Sistem informasi pelanggan Survey kepuasan pelanggan Sistem umpan baliksecara ad-hoc secara real-time

Kontinum produk Barang-barang konsumen Barang-barang industrial dan jasa

Sumber: Gronroos, 1991.

Tabel 1.Kontinum Strategi Pemasaran: Beberapa Implikasinya

Page 68: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

64

Jam STIE YKPN - Primidya Kartika Miranda Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan......

Definisi yang dikemukakan oleh Gronroos tentang re-lationship marketing menunjukkan pentingnyapemenuhan janji kepada pelanggan. Pemenuhan janjiyang diberikan kepada pelanggan dipandang sebagaialat yang sangat penting dalam mencapai kepuasanpelanggan, mempertahankan basis pelanggan, danmemperoleh profitabilitas jangka panjang (Reichhelddan Sasser, 1990). Menurut Calonius (1988), sebuahperusahaan yang sibuk membuat janji-janji denganpelanggan bisa saja menda-patkan pelanggan baru danmembangun hubungan awal. Akan tetapi, apabila janji-janji tersebut tidak terpenuhi, hubungan selanjutnyasudah pasti tidak akan dapat dipelihara dan diperkuat.

Elemen lain yang tak terpisahkan dalam para-digma baru ini, unsur kepercayaan. Kepercayaandidefinisikan sebagai kesediaan untuk bergantungkepada mitra transaksi berdasarkan pada keyakinanyang mendalam kepadanya (Moorman et al., 1993). Satupihak dapat memiliki kepercayaan terhadap pihak lainkarena pihak lain tersebut selalu menepati janji. Di sinidapat dilihat korelasi yang sangat kuat antara konsepjanji dan kepercayaan. Oleh karena janji-janji merupakansuatu harapan bagi pelanggan, sangat vital bagiperusahaan untuk membuat dan menyampaikan janjiyang sudah pasti bisa dan akan ditepati (Cann, 1998).Kemampuan perusahaan dalam memenuhi janji akanteruji pada setiap interaksi yang terjadi antaraperusahaan dengan pelanggan (Bittner, 1995). Olehkarena itu, pemenuhan janji kepada pelanggan harusditanamkan menjadi suatu kebiasaan dan budaya didalam organisasi perusahaan penyedia produk danjasa.

Paradigma baru manajemen menyatakan bahwastakeholder kunci perusahaan adalah pelanggan – baik

eksternal maupun internal (Bounds et al., 1994). Dalamparadigma baru, yang dimaksud dengan pelanggantidak terbatas pada pelanggan perusahaan tetapi jugatermasuk sumber daya manusia internal perusahaan.Memenuhi janji kepada pelanggan luar tanpa didukungdengan pemenuhan janji kepada pelanggan dalam akanmenimbulkan kekacauan. Aspek sumber daya manusiainternal perusahaan adalah mereka yang melayanipelanggan dalam dunia nyata sehingga perhatianperusahaan terhadap kepentingan mereka akanmelengkapi pelayanan terhadap pelanggan luar.Menyediakan value bagi pelanggan eksternal dan in-ternal merupakan kunci untuk memenuhi kepentinganstakeholders lain dalam jangka panjang.

KERANGKA KERJAPENGELOLAAN HUBUNGAN PELANGGAN

Model Profitabilitas Hubungan

Seperti disinggung sebelumnya, tujuan akhir daripengelolaan hubungan pelanggan (dan tujuan umumbisnis) adalah profitabilitas yang dicapai melaluihubungan jangka panjang yang kuat, tahan lama, dansaling menguntungkan. Hubungan semacam ini dapatdiperoleh salah satunya melalui kepuasan pelanggan.Asumsi yang mendasarinya adalah seorang pelangganyang puas akan menciptakan hubungan yang kuatdengan perusahaan penyedia produk atau jasa dan halini selanjutnya akan mengarah kepada durabilitashubungan (atau kesetiaan pelanggan) (Storbacka etal., 1994). Storbacka et al. (1994) mengajukan suatukerangka kerja konseptual yang meliputi sekuen-sekuendasar seperti digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1.Model Profitabilitas Hubungan

kualitas jasa kepuasan pelanggan kekuatan hubungan

durabilitas hubungan (loyalitas pelanggan)

Sumber: Storbacka et al., 1994.

profitabilitas hubunganpelanggan

Page 69: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

65

Jam STIE YKPN - Primidya Kartika Miranda Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan......

Suatu jasa yang dipandang berkualitas olehpelanggan akan memberikan kepuasan bagi pelanggantersebut. Berkualitas atau tidaknya suatu jasa sangatditentukan oleh sejauh mana jasa tersebut memenuhikriteria pelanggan. Pelanggan tidak harus pernahmengalami atau menikmati jasa itu sendiri (Liljander danStrandvik, 1994). Bisa saja pelanggan memandang baikkualitas suatu jasa berdasarkan berita mulut ke mulutatau melalui iklan tanpa harus mengalaminya sendiri.Hanya biasanya akan lebih baik lagi apabila sipelanggan pernah mengalaminya sendiri. Apabilademikian halnya, maka pelanggan menjadi puas danselanjutnya perusahaan penyedia produk dan jasamemiliki peluang untuk membangun suatu hubunganyang kuat.

Menurut model ini, kekuatan hubungan tidakhanya disebabkan oleh kepuasan pelanggan karenamenurut Reichheld (1993), antara 65%-85% pelangganyang pindah ke perusahaan lain menyatakan merekajustru puas dengan jasa perusahaan sebelumnyasehingga kepuasan pelanggan tidak selalu mengarahpada pemeliharaan pelanggan. Kekuatan hubungan bisadisebabkan oleh aspek lain seperti ikatan antarapelanggan dan penyedia produk dan jasa. Salah satubentuk ikatan yang dimaksudkan adalah tingginya biayauntuk pindah ke penyedia produk dan jasa lain.Pelanggan yang tidak puas mungkin saja tetap menjadipelanggan tetap perusahaan karena biaya yang harusdikeluarkan untuk pindah ke perusahaan penyedia

produk dan jasa yang lain tinggi (Gronhaug dan Gilly,1991).

Kekuatan hubungan dapat membangun sutuhubungan yang bertahan lama. Menurut model ini, haltersebut merupakan faktor intrinsik. Sedangkandurabilitas hubungan juga ditentukan oleh faktorekstrinsik seperti struktur pasar. Dalam pasar yangmonopolistik atau oligopolistik sangat mungkin bagiperusahaan untuk memiliki hubungan jangka panjangyang tahan lama karena memang tidak ada lagi penyediaproduk dan jasa lainnya.

Akhirnya, durabilitas hubungan – atau dapatdigambarkan dalam bentuk loyalitas pelanggan – akanmemberikan suatu profitabilitas bagi perusahaan.Pelanggan tetap akan secara kontinyu mengalirkanaliran kas yang positif ke dalam perusahaan dan alirankas ini meningkatkan nilai hubungan dengan pelangganmelalui inovasi-inovasi perusahaan yang didasarkanatas kehendak pelanggan. Selanjutnya pelanggan akansemakin puas dan siklus akan terus berulang.

Model Pengelolaan Hubungan PelangganKomprehensif

Dalam artikel ini, penulis mencoba mengajukansuatu kerangka kerja yang merupakan gabungan danmodifikasi dari berbagai konsep dan model profitabilitashubungan, yang diuraikan pada Gambar 2. Kerangkakerja tersebut disebut Model Pengelolaan HubunganPelanggan Komprehensif.

Gambar 2.Model Pengelolaan Hubungan Pelanggan Komprehensif

Internalisasi Paradigma Baru “Relationship Marketing”

Kepuasan Pelanggan

Kesetiaan pelanggan --> Retensi pelanggan --> Durabilitas

Peningkatan Probabilitas

PemasaranBerbasis Data

Filosofikualitas total

Integrasi rantainilai

BudayaOrientasi Pelanggan

Manajemen sumberdaya manusia

Page 70: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

66

Jam STIE YKPN - Primidya Kartika Miranda Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan......

Internalisasi Paradigma Baru

Kegiatan pengelolaan hubungan pelanggandimulai dari internalisasi paradigma baru. Prosesinternalisasi yang dimaksudkan adalah prosespenanaman konsep relationship marketing sebagailandasan berpijak untuk beroperasi ke dalam organisasipenyedia produk dan jasa (perusahaan). Hal ini sangatpenting mengingat bahwa keselarasan dan kesinam-bungan berbagai kegiatan perusahaan sangat tergan-tung kepada kesamaan persepsi anggota-anggotanyaterhadap landasan pijakan perusahaan. Ini bukanlahsuatu proses yang mudah dan cepat karena sebenarnyaproses ini merupakan proses transformasi dariparadigma lama ke paradigma baru. Seperti yang padaumumnya terjadi, transformasi atau perubahan selaludiiringi dengan berbagai gejolak karena adanyaresistensi terhadap perubahan yang terjadi.

Resistensi terhadap perubahan ini bisa diatasisalah satunya dengan melibatkan change agent–individu yang berperan sebagai agen perubahan didalam organisasi . Agen perubahan ini bisa dari inter-nal perusahaan atau pihak dari luar perusahaan, sepertikonsultan. Penggunaan agen perubahan internalmemberikan manfaat karena biasanya mereka lebihmenguasai medan, memahami kondisi internal per-usahaan, mengenal betul karakteristik individu-individuperusahaan, dan memiliki pengalaman langsung dalamoperasional perusahaan. Kelemahan-nya terletak padaadanya kecenderungan subyektivitas dan agendatersembunyi yang mungkin mementingkan satu pihakdi dalam organisasi. Sementara itu, penggunaan pihakluar sebagai agen perubahan justru sebaliknya –kurangnya penguasaan medan, pengalaman langsung,dan pemahaman karakteristik individu-individu yangterlibat. Sedangkan kelebihannya terletak padakeobyektifan penilaian dan posisi karena mereka tidakmemiliki kepentingan tersembunyi (Stoner et al., 1995).Inilah fakta yang harus dipertimbangkan olehperusahaan ketika menentukan agen perubahan untukproses internalisasi.

Setelah kesamaan landasan berpijak ini tercapai,selanjutnya paradigma baru ini diterjemahkan ke dalamberbagai aspek yang akan mempengaruhi kepuasanpelanggan. Dalam model ini, aspek-aspek tersebutadalah pemasaran berbasis data pelanggan, filosofikualitas total, integrasi rantai nilai, budaya perusahaan

yang berorientasi pada pelanggan, dan manajemensumber daya manusia yang strategis.

Pemasaran Berbasis Data Pelanggan

Kunci keberhasilan perusahaan di dalammemberikan kepuasan pada pelanggan adalahmengenali dengan baik pelanggan perusahaan.Dengan mengenali pelanggan perusahaan secaramendalam, perusahaan dapat mengambil tindakan yangtepat waktu dan pada tempat yang benar. Perlu diingatlagi bahwa kepuasan pelanggan adalah fungsi daripengelolaan hubungan pelanggan.

Basis data pelanggan merupakan sumberinformasi yang mencakup karakteristik, selera, kebutuh-an, kebiasaan, dan bahkan umpan balik dari pelanggan.Menurut Hanover (1997), basis data yang dirancangdengan sedemikian rupa dan terpelihara dengan baikmemberi kekuasaan bagi pemasar untuk tidak sajamengenali siapa pelanggan mereka dan apa yangmereka lakukan, tetapi juga apa yang dibeli, di mana,kapan, dan bagaimana cara membelinya. Berdasarkandata-data inilah pemasar perusahaan kemudian mulaimelakukan kegiatan pemasarannya. Inilah yangdimaksud dengan database marketing atau pemasaranberbasis data pelanggan. Pemasaran semacam inimemungkinkan perusahaan untuk menganalisiskecenderungan penjualan (sales trend) dan memberi-kan profil prospek untuk membidik pelanggan utamadan memberikan apa yang mereka inginkan (Field, 1996).Banyak perusahaan yang menyelam ke dalam pema-saran berbasis data. Sebagaimana loyalitas pelangganterhadap merek menurun, banyak perusahaan yangtelah menyelami pemasaran berbasis data pelangganuntuk membangun citra, membentuk dan memeliharahubungan jangka panjang, dan memperkuat loyalitasmelalui insentif yang bernilai tambah bagi pelanggan(Hanover, 1997).

Keberhasilan pemasaran berbasis data pelang-gan tidak terlepas dari beberapa faktor, di antaranya:

a. Kecanggihan teknologi informasi yangdigunakan

b. Keakuratan data yang diperoleh melalui risetpasar

c. Kesesuaian fasilitas (software, hardwaare, danlain-lain) dengan tujuan pengumpulan informasi

d. Ketersediaan kapabilitas sumber daya manusia

Page 71: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

67

Jam STIE YKPN - Primidya Kartika Miranda Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan......

yang mendukunge. Komitmen manajemen terhadap program yang

diwujudkan dalam dukungan investasi padateknologi informasi

Selain memungkinkan pemasar untuk bertindaktepat pada saat dan tempat yang tepat, pemasaranberbasis data pelanggan membantuk perusahaanmenghemat biaya dengan mengalokasikan sumberdayanya secara efektif dan efisien, yang pada gilirannyajuga akan meningkatkan profit perusahaan.

Filosofi Kualitas Total

Di samping makna obyektif dari kualitas –kemampuan suatu produk berfungsi sebagaimanaharusnya, ketika kita berbicara tentang kualitas, kitajuga berbicara tentang kepatuhan pada spesifikasi jasasesuai dengan kehendak pelanggan (Kaplan and Rieser,1995). Kualitas bersifat subyektif – tergantung kepadasiapa pelanggan perusahaan dan bagaimanakarakteristik mereka. Suatu produk dengan harga murahdan kinerja kualitas yang generik sekalipun bisadianggap berkualitas di mata pelanggan yang memangmementingkan harga rendah (price-driven).

Filosofi kualitas total menekankan pentingnyapenekanan kualitas pada keseluruhan rangkaianoperasi perusahaan, mulai dari input, proses, sampaipada output. Penekanan ini bertujuan untukmenghilangkan masalah-masalah kualitas dan membuatsetiap service encounter yang terjadi antara perusahaandengan pelanggan menjadi sempurna. Kesempurnaanadalah kata kuncinya. Perjalanan menuju kesempurnaanmenuntut kesabaran dan komitmen dari manajemenpuncak dan anggota organisasi untuk memperhatikandetil-detil di setiap kegiatan transformasi input menjadioutput.

Salah satu tema penting yang melatarbelakangifilosofi ini adalah perbaikan yang bersifat kontinyu.Perbaikan yang bersifat kontinyu dilakukan dalamkonteks kebutuhan dan keinginan pelanggan. Artinya,setiap perbaikan yang dilakukan perusahaanmengambil perspektif dari lensa pelanggan, dan bukansebaliknya. Perbaikan yang ditinjau dari perspektifperusahaan belum tentu memberikan suatu nilai tambahbagi pelanggan, meskipun perbaikan tersebut dalambentuk penambahan fasilitas-fasilitas. Apabila ternyata

fasilitas yang beraneka ragam bukanlah segala-galanyabagi pelanggan, maka apa yang dilakukan perusahaanmenjadi hal yang sia-sia. Inilah yang harus dihindari.Oleh karenanya, pemahaman yang mendalam terhadapkarakteristik pelanggan menjadi suatu isu krusial dalammenyampaikan kualitas ke tangan pelanggan.

Integrasi Rantai Nilai

Integrasi rantai nilai pada hakekatnya merupa-kan salah satu bentuk pelonggaran batas-batasorganisasi. Organisasi dibatasi oleh dinding-dindingdan langit-langit pemisah yang mutlak harus ada.Dinding-dinding dan langit-langit ini berfungsi sebagaipenentu ruang lingkup, tugas, kegiatan, koordinasi,wewenang dan tanggung jawab bagian-bagian dariorganisasi. Ketiadaannya sudah pasti akan menimbul-kan kekacauan. Oleh karenanya, batas-batas ini tidakdapat dihilangkan melainkan dilonggarkan – dari yangsemula kaku menjadi fleksibel. Demikian juga halnyadengan dinding-dinding yang membatasi organisasidengan lingkungan eksternalnya, khususnya pemasokdan pelanggan.

Produk akhir yang dihasilkan suatu perusahaanmerupakan hasil dari suatu rantai nilai yang bermuladari pemasok dan berakhir pada pelanggan. Dulu, suatuentitas bisnis dalam rangkaian rantai nilai dipandangsebagai mata rantai atau unit-unit terpisah yangberusaha mendapatkan laba dengan caranya masing-masing. Sekarang pandangan tersebut tidak dapatdipakai lagi apabila perusahaan ingin memberikankepuasan lebih kepada pelanggan. Setiap entitas bisnisdalam rantai tersebut harus memandang dirinya sebagaisatu kesatuan utuh sehingga masalah yang dihadapisalah satu entitas bisnis menjadi masalah bersama yangharus segera dicari solusinya. Ron Ashkenas et al.(1995) mengambil sebuah perumpaan kapal-kapal yangberlayar secara berdekatan satu sama lain di lautsehingga gelombang laut yang tinggi secara otomatisakan mengangkat semua kapal tersebut. Nosi inimenggambarkan bahwa setiap kesuksesan maupunkegagalan dalam rantai nilai akan berdampak padaentitas-entitas bisnis yang menjadi anggota rantaitersebut.

Profitabilitas dihasilkan dari hubungan jangkapanjang yang kuat dan tahan lama antara perusahaandengan pelanggan dan hubungan semacam ini hanya

Page 72: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

68

Jam STIE YKPN - Primidya Kartika Miranda Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan......

dapat diperoleh melalui kepuasan pelanggan. Seorangpelanggan bisa puas mungkin karena kualitas produkdan ketepatan waktu pengiriman barang dariperusahaan penyedia produk dan jasa, sesuai janji.Faktor kualitas dan ketepatan waktu ini sangattergantung kepada kinerja perusahaan-perusahaanpemasok. Selama perusahaan pemasok selalui menepatijanji, maka janji perusahaan kepada pelanggan akhirpun akan terpenuhi. Perlu diingat bahwa setiap entitasbisnis dalam rantai memiliki dua peran, yaitu sebagaipelanggan dan penyedia produk dan jasa.

Bagaimanakah integrasi ini bisa terjadi? Adabeberapa tindakan yang bisa dilakukan oleh perusahaanyang akan mulai menerapkannya. Pertama, membukadialog terbuka di antara pemasok, perusahaan,pelanggan, dan fasilitas pendukung lainnya. Dialog inibertujuan untuk mengungkapkan berbagai problemayang dihadapi setiap entitas bisnis beserta alternatifsolusinya, dengan sasaran akhir kepatuhan padapersyaratan pelanggan. Kedua, kunjungan ke lokasientitas-entitas bisnis yang terkait untuk mengamatikondisi di lapangan yang sebenarnya. Ketiga,melakukan pemetaan terhadap kebutuhan-kebutuhansetiap entitas bisnis (pemasok, perusahaan, danpelanggan). Pemetaan ini sangat penting agarkepatuhan bisa terlaksana dengan sempurna. Keempat,melakukan pengumpulan data dari setiap entitas bisnisuntuk dijadikan umpan balik bagi kesempuranaankinerja rangkaian rantai nilai.

Budaya Orientasi Pelayanan Pelanggan

Pengelolaan hubungan pelanggan tidak dapatdipisahkan dari penanaman budaya organisasi yangberorientasi pada pelayanan pelanggan. Pengelolaanhubungan pelanggan tidak bisa dipisahkan darikegiatan melayani keinginan pelanggan.

Menurut Schein (1985), budaya dipandangsebagai suatu kesatuan holistik yang terdiri dari tigatingkatan: artefak, nilai dan keyakinan, dan asumsi dasar.Artefak berhubungan dengan pandangan eksternalterhadap suatu budaya, yaitu suatu hasil dari budayayang dapat dilihat, dirasakan, dan dinikmati. Artefakmerupakan suatu perwujudan dari nilai dan keyakinan.Nilai dan keyakinan tidak dapat diamati secara langsungtetapi dapat digali dari bagaimana individu dalamorganisasi menjelaskan dan menjustifikasi apa yang

mereka lakukan. Nilai dan keyakinan ini tercipta darisuatu asumsi dasar yang menjadi pondasi budaya yangsangat tertanam dalam sehingga individu dalamorganisasi bahkan tidak menyadarinya. Asumsi dasarbiasanya diwujudkan dalam bentuk filosofi atauparadigma atau mindset (cara pikir).

Budaya yang berorientasi pada pelanggandibentuk dengan membentuk asumsi dasar terlebihdahulu. Perusahaan yang ingin mempertahankanpelanggannya harus memiliki asumsi dasar bahwa:Pelanggan adalah alasan keberadaan suatu usaha.Pelanggan adalah individu atau entitas bisnis yangharus mendapatkan apa yang sudah dijanjikanperusahaan dalam bentuk produk dan jasa yang terbaikkarena pada hakekatnya, individu-individu di dalamorganisasi bekerja bagi pelanggan karena dari uangpelanggan itulah perusahaan mampu menggajikaryawannya

Asumsi-asumsi dasar inilah yang harus menjadidari setiap kegiatan SDM di dalam organisasi penyediaproduk dan jasa. Asumsi dasar ini harus menjadiideologi yang tertanam dengan kokoh dan diresapi olehseluruh anggota organisasi. Nilai dan keyakinan yangterlahir dari asumsi ini adalah:a. Fokus pada kegiatan-kegiatan penciptaan

kepuasan pelangganb. Komitmen pada peningkatan kualitas secara

menyeluruh dan kontinyuc. Riset dan basis data pelanggan adalah kunci

menuju suksesd. Keterlibatan karyawan merupakan aspek kritis.

Berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan tersebut, maka artefak yang harus timbulbeberapa di antarnya adalah:a. Produk dan jasa yang berkualitasb. Hasrat ‘kaizen’ – hari esok harus lebih baik dari

hari inic. Sikap dan tindakan yang cepat dan responsif,

terutama dari frontliners perusahaan.d. Pelaksanaan kejujuran, kesantunan, kehangat-

an, keharmonisan, dan kerja tim, baik di antarapelanggan internal, maupun kepada pelangganeksternal

e. Fleksibilitas di setiap aspek organisasif. Penerapan sikap dan perilaku yang bertujuan

untuk memperdekat jarak sosial antaraperusahaan dan pelanggan.

Page 73: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

69

Jam STIE YKPN - Primidya Kartika Miranda Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan......

Keberhasilan penanaman budaya ini sangattergantung kepada komitmen manajemen puncakterhadap perubahan yang akan dilakukan. Siapkahmanajemen puncak sebagai role model memberikancontoh kepada anggota-anggotanya? Pertanyaanmudah yang lagi-lagi sulit diaplikasikan dengansempurna.

Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis

Berbagai literatur menekankan bahwa setiapkontak langsung dengan pelanggan sangat pentingdalam membangun dan membina hubungan jangkapanjang (Rosen and Suprenant, 1998). Setiap kontakmemiliki kontribusi terhadap kepuasan pelanggan danhasrat pelanggan untuk melanjutkan hubungantersebut (Bittner, 1990; Bittner et al., 1990). Suatuhubungan yang kuat dengan pelanggan tidak dapatbegitu saja tercipta hanya dari kontak awal yangmenyenangkan tetapi dibentuk dari kontak-kontaksukses yang konstan dan dalam periode yang lama.Oleh karena itu, personil perusahaan memegangperanan yang sangat penting dalam pembentukanhubungan tersebut karena terutama dalam industri jasa,personil garis depan (frontliner) perusahaanlah yangselalu melakukan kontak langsung dengan pelanggan.

Sebagai konsekuensinya, pembentukan timpersonil perusahaan yang kompetitif menjadi suatukeharusan dalam membangun dan membina hubungandengan pelanggan. Membentuk suatu tim yangkompetitif menuntut praktek pemberdayaan sumberdaya manusia dengan komitmen tinggi. Pemberdayaansumber daya manusia perusahaan ini memberikanbeberapa manfaat bagi perusahaan (Bowen and Lawler,1992):a. Respon yang lebih cepat terhadap kebutuhan

pelangganb. Respon yang lebih cepat terhadap keluhan-

keluhan pelangganc. Karyawan memiliki perasaan yang lebih baik

terhadap pekerjaan dan diri merekad. Dalam berinteraksi dengan pelanggan,

karyawan cenderung lebih hangat dan antusiase. Karyawan dapat menjadi sumber dari ide-ide

yang luar biasaf. Promosi dari mulut ke mulut dan pemeliharaan

pelanggan

Kekompetitifan tim personel ini tidak dapatdipisahkan dari unsur komitmen sumber dayamanusianya. Komitmen ini hanya bisa diperoleh melaluiimplementasi manajemen sumber daya manusiastrategis.

Pada hakekatnya, ruang lingkup manajemensumber daya manusia yang strategis saat ini tidak lagiterbatas pada kegiatan administrasi personaliaperusahaan. Kegiatan manajemen sumber daya manusiayang strategis mencakup aspek-aspek yang lebih luas– mulai dari proses rekrutmen, seleksi, pelatihan danpengembangan, perancangan deskripsi pekerjaan,kondisi kerja, sistem penilaian kinerja sampai padapenentuan kompensasi yang mendukung komitmensumber daya manusia perusahaan. Komitmen timsumber daya manusia yang berorientasi padakepentingan pelanggan tidak dapat timbul begitu sajatanpa melibatkan aspek-aspek tersebut. Ketika me-rekrut calon karyawan, perusahaan harus menentukankriteria-kriteria tertentu tentang karakteristik calon yangdapat memberikan kontribusi pada praktek pengelolaanhubungan pelanggan.

Perusahaan juga dituntut untuk memperhatikankondisi kerja dan sistem kompensasi yang dapatmemberikan nilai tambah pada keberhasilan programpengelolaan hubungan pelanggan. Ada suatu pepatahyang mengatakan, ”Happy employees make happy cus-tomers.” Artinya, kebahagiaan karyawan akanmembawa kebahagiaan bagi pelanggan karenakaryawan yang bahagia akan memberi pelayanan yangmenyenangkan dan istimewa bagi pelanggan.Kebahagiaan karyawan merupakan fungsi dari kondisikerja, sistem kompensasi, dan sistem penghargaanyang ditetapkan perusahaan pada sumber dayamanusianya.

SIMPULAN

Pengelolaan hubungan pelanggan mencakupberbagai kegiatan perusahaan untuk mengidentifikasi,mendapatkan, dan mempertahankan pelanggan. Titikfokus dari pengelolaan hubungan pelanggan terletakpada penciptaan hubungan jangka panjang yang kuatdan tahan lama. Pada kenyataannya, hubungansemacam itu tidak lepas dari kepuasan pelanggan,dengan asumsi bahwa kepuasan pelanggan akan

Page 74: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

70

Jam STIE YKPN - Primidya Kartika Miranda Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan......

mendorong terciptanya loyalitas, kebertahananpelanggan, dan durabilitas hubungan.

Kepuasan pelanggan sendiri tidak dapat terjadihanya dengan memberikan produk atau jasa yangberkualitas, tetapi juga melibatkan penanamanparadigma baru dan implementasi dari berbagai aspek.Aspek-aspek tersebut mencakup pemasaran berbasisdata pelanggan, filosofi kualitas total, integrasi rantainilai, budaya yang berorientasi pada layananpelanggan, dan manajemen sumber daya manusia yangstrategis. Kelima aspek tersebut menuntut untukdilaksanakan oleh perusahaan secara bersamaan dandipandang sebagi satu kesatuan yang tak terpisah,secara holistik. Ketiadaan salah satu aspek memang

tidak secara langsung mempengaruhi tingkat kepuasanpelanggan. Akan tetapi keluaran yang dihasilkan tidakakan sesempurna bila kelima-limanya diselenggarakansecara bersamaan dan terkoordinasi.

Oleh karena itu, perusahaan yang inginmempertahankan dan memelihara hubungan jangkapanjang yang kuat, tahan lama, dan menguntungkanperlu menyatukan aspek-aspek tersebut ke dalam satusistem dan pendekatan holistik yang bertujuan untukmencapai tingkat profitabilitas yang diharapkan.Akhirnya, praktek pengelolaan hubungan pelangganmenuntut kerja kelompok, kesamaan visi, misi, danparadigma yang berlaku, komitmen, serta membutuhkankesabaran dan ketelitian pada setiap detil kegiatan.

Page 75: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

71

Jam STIE YKPN - Primidya Kartika Miranda Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan......

REFERENSI

Ashkenas, R., Ulrich, D., Jick, T., and Kerr, S.(1995), The Boundaryless Organiza-tion: Breaking the Chains of Organi-zational Structure, Jossey-Bass Inc.,San Fransisco, pp. 199-216.

Berry, L.M. (1983), “Relationship Marketing,”Emerging Perspectives on ServicesMarketing, American Marketing Asso-ciation, Chicago, Proceeding Series, pp.25-8.

Bitner, M.J. (1990), “Evaluating Service Encoun-ters: The Effects of Physical Surround-ings and Employee Responses,” Jour-nal of Marketing, Vol. 54 (April), pp. 69-82.

Bittner, M.J. (1995), “Building Service Relation-ships: It’s All About Promises,” Jour-nal of The Academy of Marketing Sci-ence, Vol. 23, Fall, pp. 246-51.

Bitner, M.J, Booms, B.H. and Stanfield Tetreault,M. (1990), “The Service Encounter: Di-agnosing Favorable and UnfavorableIncidents,” Journal of Marketing, Vol.54 (January), pp. 71-84.

Bounds, G., Yorks, L., Adams, M. and Ranney,G. (1994), Beyond Total Quality Man-agement: Toward the Emerging Para-digm, McGraw-Hill, Singapore

Bowen, D.E. and Lawler, L.L. (1992), “Empower-ment: Why, What, How, and When?,”Sloan Management Review, Spring,pp.31-9.

Calonius, H. (1988), “A Buying Process Model,”in Blois, K., and Parkinson, S. (Eds), In-novative Marketing – A European Per-

spective, proceeding from the XVIIthAnnual Conference of the EuropeanMarketing Academy, University ofBradford, pp. 86-103

Cann, C.W. (1998), “Eight Steps to Building ABusiness-to-Business Relationship,”Journal of Business and Industrial Mar-keting, Vol. 13 No. 4/5, MCB UniversityPress, pp. 393-403.

Christopher, M. (1994), “Logistics and Relation-ship Marketing,” Asia-Australia Mar-keting Journal, Vol. 2, August, pp. 93-8.

Congram, C.A. (1991), “Building RelationshipThat Last,” The AMA Handbook of Mar-keting for Service Industry, AmericanManagement Association, New York,NY, pp. 263.

Field, A. (1996), “Precision Marketing,” Inc.Technology, No. 2, pp. 54-8.

Fornell, C. (1992), “A National Customer Satis-faction Barometer: The Swedish’ Experi-ence,” Journal of Marketing, Vol. 56,January, pp. 6-21.

Fornell, C. and Wernerfelt, B. (1987), “Defen-sive Marketing Strategy by CustomerComplaint Management: A TheoreticalAnalysis,” Journal of Marketing Re-search, November, pp. 337-46.

Gronhaug, K. and Gilly, M.C. (1991), “A Trans-action Cost Approach to Consumer Dis-satisfaction and Complaint Actions,”Journal of Economic Psychology, Vol.12, pp. 165-83.

Gronroos, C., (1989), “A Relationship Approachto Marketing: The Need for A New Para-digm,” Working Paper, Swedish Schoolof Economics dan Business Administra-tion, Helsinki.

Page 76: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

72

Jam STIE YKPN - Primidya Kartika Miranda Profitabilitas Jangka Panjang Melalui Pengelolaan......

Gronroos, C. (1990), Service Management andMarketing, Lexington Books, Lexington,MA.

Gronroos, C. (1991), “The Marketing StrategyContinuum: A Marketing Concept for the1990s,” Management Decision, Vol. 29No. 1, pp. 7-13

Gronroos, C. (1994), “From Marketing Mix toRelationship Marketing: Towards AParadigm Shift in Marketing,” Manage-ment Decision, Vol. 32 No. 2, pp. 4-20.

Hakansson, H. (1982), International Market-ing and Pruchasing of IndustrialGoods: An Interaction Approach, JohnWiley & Sons, Chichester.

Hanover, D. (1997), “The Quest for the HolyGrail Continues …,” Promo Magazine,Vol. May, pp. 43-9.

Kaplan, D.I. and Rieser, C. (1995), Service Suc-cess: Lessons from a Leader on How toTurn Around a Service Business, John-Wiley&Sons Inc., Singapore, pp.81-5.

Kavali, S.G., Tzokas, N.X., and Saren, M.J.(1999), “Relationship Marketing as anEthical Approach: Philosophical andManagerial Considerations,” Manage-ment Decision, Vol. 37/7, pp. 573-81.

Kotler, Philip (1997), Marketing Management:Analysis, Planning, Implementation,and Control, Prentice-Hall, Inc., UpperSaddle River, NJ.

Liljander, V. and Strandvik, T. (1994), “The Rela-tion Between Service Quality,Satisfcation, and Intentions,” Quality inManagement Services II, Van Gorcum,Assen/Maastricht, The Netherlands.

Moorman, C., Deshpande, R. and Zaltman, G.

(1993), “Relationships between Provid-ers and Users of Market Research: TheRole of Personal Trust,” Working Pa-per No. 93-111, Marketing Science In-stitute, Cambridge, MA.

Peppers, D., Rogers, M., and Dorf, B. (1999), “IsYour Company Ready for One-to-oneMarketing?,” Harvard Business Review,January/February, pp. 151-60.

Reichheld, F.E. (1993), “Loyalty-based Manage-ment,” Harvard Business Review,March-April, pp. 64-73.

Reichheld, F.E. and Sasser, Jr, W.E. (1990), “ZeroDefections: Quality Comes to Service,”Harvard Business Review, Vol. 68, Sep-tember/October, pp. 105-11.

Rosen, Deborah and Surprenant, Carol (1998),”Evaluating Relationships: Are Satisfac-tion and Quality Enough?,” Interna-tional Journal of Service Industry Man-agement, Vol. 9 No. 2, pp.103-25.

Schein, Edgar H. (1985), Organizational Cul-ture and Leadership, Josey-Bass, SanFransisco.

Stoner, James A.F., Freeman, R.E., and Gilbert,Jr., D.R. (1995), Management, 6th ed.,Prentice-Hall International, Inc.,Englewood Cliffs, NJ, pp. 417.

Storbacka, K., Strandvik, T., and Gronroos, C.(1994), “Managing Customer Relation-ship for Profit: The Dynamics of Rela-tionship Quality,” International Jour-nal of Service Industry Management,Vol. 5 No. 5, pp. 21-38.

Wolfe, M.T., Dull, S.F., and Stephens, T. (2000),“Divide and Conquer,” Andersen Con-sulting Outlook, No. 2.[* | In-line.WMF*]

Page 77: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

73

Jam STIE YKPN - Heni Kusumawati Pemutusan Hubungan Kerja: Tinjauan Terhadap........

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA:TINJAUAN TERHADAP PERILAKU TURNOVERKARYAWAN DAN PENSIUN DINI DI INDONESIA

Dra. Heni Kusumawati, SE., M.Si. *)

*) Dra. Heni Kusumawati, S.E., M.Si., Dosen STIE YKPN Yogyakarta.

ABSTRACT

Job turnover and early retirement are two cases thatoccur in the unpredictable labor market situation.Job turnover is appeared cause by mismatching inthe marketplace and reward system. The process ofemployee turnover can be integrated into a set of threedomain specific image: value, trajectory and strate-gic. While voluntary early retirement is more deter-mined by interested employment alternative in thesame industry or different employment. Restructuringand downzising as the effect of efficiency program,push decreasing employment and frequently termina-tion. These are not only influence psychology, but alsofinancial and next career path. So, firm has to planeverything that related to benefit employment, com-pensation damage, and anticipated talent people whowill leave the firm. Finally, firm also has to rethink-ing the rule’s firm and marketplace condition with doaging diagnostic by behavior their employment.

PENDAHULUAN

Pemutusan hubungan kerja (separation) merupakanfungsi operasional manajemen sumber daya manusiayang marak dibicarakan orang akhir-akhir ini,sehubungan dengan restrukturisasi perusahaan baikswasta maupun BUMN di Indonesia. Beberapa alasan

yang dikemukakan sebagian besar disebabkan olehefisiensi operasional perusahaan, sehingga perusahaanyang bersangkutan dapat terhindar dari likuidasi.Dampak pemutusan hubungan kerja tersebut tidakhanya dirasakan oleh karyawan, tetapi juga anggotakeluarga serta jenjang karir di kemudian hari. Bagi pihakperusahaan, pemutusan hubungan kerja tersebutmerupakan suatu keharusan untuk menjaga kesela-matan organisasi. Dengan demikian, pemutusanhubungan kerja ini hendaknya mendapat perhatian lebihdari manajemen sumber daya manusia karena berkaitandengan psikologi karyawan dan biaya yang harusdikeluarkan perusahaan.

Ada beberapa jenis pemutusan hubungan kerjakaryawan menurut Mondy dan Noe (1996) seperti:pengunduran diri (resignation), pemberhentian (ter-mination), pemberhentian sementara (layoff), peme-catan (discharge), dan pensiun (retirement). Tingkatperputaran karyawan yang tinggi ditandai dengankeluar dan masuknya karyawan dengan frekuensi tinggiakan mengakibatkan pengeluaran biaya (Lee danMitchell, 1994). Perusahaan harus menanggung biaya-biaya seperti: biaya rekrutmen karyawan baru, biayapelatihan, biaya lembur, tingkat produktivitas yangrendah dari karyawan baru, tingkat kecelakaan yangtinggi, dan berhentinya produksi pada saat pergantiankaryawan. Oleh karena itu, perusahaan perlu melaku-kan perencanaan untuk mempersiapkan pemutusanhubungan kerja terhadap karyawan dengan baik.

Page 78: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

74

Jam STIE YKPN - Heni Kusumawati Pemutusan Hubungan Kerja: Tinjauan Terhadap........

Pensiun adalah pemutusan hubungan kerjayang normal terjadi pada setiap karyawan dandilaksanakan sebagai program perusahaan berdasarkanpada usia produktif seseorang dan harapan hidupindividu pada suatu daerah. Secara tradisional, pensiunadalah penarikan diri tenaga kerja selamanya atauberakhirnya kehidupan kerja aktif seseorang.Sedangkan dalam perkembangannya, pensiunmerupakan keluarnya karyawan dari posisi organisasiatau jalur karir dalam sekali waktu, yang dialami olehseseorang setelah usia 50-an, dan diikuti berkurangnyakomitmen psikologis untuk bekerja setelah pensiun.Keterlibatan kerja setelah usia pensiun, termasukpensiun dini yang akan datang lebih kecil daripadaketerlibatan kerja di masa yang lalu. Dalam definisi inikonsep pensiun berhubungan dengan tahap karirselanjutnya atau perubahan career path setelah usia50-an dalam durasi waktu yang cukup panjang (± 10tahun) atau karena perubahan organisasional. Dalamkonsep pensiun tersebut, seorang karyawan yang harusmengakhiri masa kerjanya sebelum mencapai usiapensiun normal, dapat dikategorikan sebagai pensiundini. Dengan demikian, perubahan pekerjaan seseorangpada usia 20-an dan perubahan karir seseorang padausia 30-an disebut sebagai transisi kerja, dan bukansebagai pensiun atau pensiun dini. Pada konseppensiun, harus dibedakan antara pensiun denganperputaran kerja luar biasa (ordinary job turnover).Perputaran kerja mengandung pengertian keluarnyaseseorang dari pekerjaan tertentu pada durasi tertentu.

Artikel ini bertujuan untuk mengemukakan isu-isu yang muncul berkaitan dengan keluarnya seseorangdari organisasi, terutama perilaku pindah kerja (turn-over) karyawan dan pensiun dini selama beberapatahun terakhir ini, termasuk beberapa kasus yang terjadidi Indonesia. Kedua isu tersebut menarik untuk dibahaskarena berkaitan dengan berhentinya seseorang daripekerjaannya sebelum masa pensiunnya. Namunkeduanya mempunyai konsep yang berbeda secaraoperasional dan psikologis. Selanjutnya bagaimanaperusahaan mengantisipasi dampak pemutusanhubungan kerja sehingga karyawan merasa yakin ketikaseseorang harus berhenti bekerja sebelum masanyapensiunnya, maupun jika perusahaan harusditinggalkan oleh orang-orang yang dianggap cakapdalam perusahaannya.

Perubahan Struktur Pemutusan Hubungan Kerja

Ledakan angka kelahiran yang terjadi di seluruhbelahan bumi ini sangat mempengaruhi kehidupan disegala bidang dan khususnya pada fungsi manajemensumber daya manusia dalam perusahaan (Caudron,1997). Hal ini juga dialami oleh Indonesia pada sekitartahun 1971, pada saat itu kondisi kependudukan Indo-nesia di dukung oleh booming perekonomian denganmigas sebagai unggulannya. Generasi boomers ini padaakhirnya akan mempengaruhi komposisi umur angkatankerja dalam perusahaan. Hal ini berarti akan adapenumpukkan pemutusan hubungan kerja karyawanpada masa tertentu yang mengakibatkan besarnyajumlah biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untukmempersiapkan karyawan dalam menghadapi masapensiun dan penyediaan dana pensiun maupunpensiun dini.

Selama beberapa dekade ini kecenderungankaryawan melakukan pensiun dini (early retirement)meningkat, karena kebutuhan akan peningkatan karierindividunya. Generasi boomers yang hidup penuhpersaingan dan tekanan ini telah mempengaruhikebijakan dan keputusan manajemen sumber dayamanusia yang mengakibatkan mereka tidak mempunyaicukup retirement saving atau tabungan untukpersiapan pensiun (Sheley, 1995). Pensiun dini tidakhanya dilakukan dari pihak pekerja tetapi juga berasaldari pemberi kerja. Hal tersebut dirasakan pula olehsebagian besar karyawan di Indonesia sebagai akibatrestrukturisasi beberapa sektor usaha, yang banyakmengurangi karyawan karena alasan efisien.

Ledakan penduduk pada masa lalu, sangatmempengaruhi keputusan fungsi operasionalmanajemen sumber daya manusia pada masa yang akandatang. Generasi boomers tersebut akan meng-akibatkan adanya ketimpangan umur angkatan kerja,membengkaknya biaya kompensasi, dan perubahansistem asuransi kesehatan kerja. Persaingan dantekanan kebutuhan finansial dalam pekerjaan menjadisangat ketat sehingga individu yang merasa terhambatkariernya dalam perusahaan lebih memilih untukmeninggalkan pekerjaannya dengan melakukanpensiun dini (early retirement). Para karyawan tersebutakan memutuskan untuk menerima pekerjaan sampingan(brige employment) (Feldman, 1994), supaya pada saatpensiun mereka telah memiliki retirement saving yang

Page 79: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

75

Jam STIE YKPN - Heni Kusumawati Pemutusan Hubungan Kerja: Tinjauan Terhadap........

cukup (Sheley, 1995).Banyaknya alternatif pekerjaan dan tingkat

kepuasan kerja yang kurang sesuai bagi karyawan akanmendorong karyawan untuk mempertimbangkan keluardari pekerjaan yang ada sekarang atau tetap menekunipekerjaan lamanya. Faktor-faktor yang dapatmempengaruhi turnover karyawan secara sukarelaadalah kepuasan kerja, niat untuk berhenti daripekerjaan, harapan untuk menemukan alternatifpekerjaan, serta perilaku dan keinginan untuk keluardari pekerjaan. Pengunduran diri (resignation)merupakan proses yang kompleks, dalam hal iniindividu dipengaruhi oleh penilaian perasaannya,situasi personal dan lingkungan kerjanya (Lee danMitchell, 1994).

Pada umumnya setiap orang dalam tahapansiklus kehidupannya menginginkan kehidupan yanglebih baik dari sebelumnya. Demikian juga dengantahapan karirnya, karyawan perusahaan yang memilikiempat karakteristik berdasarkan siklusnya (Gibson,Ivancevich, dan Donnelly, 1994) yaitu establishment(penentuan identitas), advancement (dewasa danberkembang), maintenance (keseimbangan danpemeliharaan diri), dan tahap yang terakhir adalah re-tirement (penurunan dan pensiun).

Pada siklus pemeliharaan, seseorang berusiaantara 40-54 tahun, tingkat kepuasan yangdibutuhkannya terletak pada penghargaan danpengakuan terhadap dirinya. Jika seseorang tidakmendapatkan penghargaan yang diinginkan pada tahapini maka ia mendapatkan shock to the system (Lee &Mitchell, 1994). Pada tahapan tersebut seorang pekerjaakan mengalami guncangan batin, ia harus mengevalu-asi pekerjaannya saat ini dan harapan alternatif pekerja-an yang lain, selanjutnya ia akan mempertimbangkansecara psikologis untuk keluar dari pekerjaannya atautidak. Kejadian ini dapat memicu terjadinya pengundur-an diri secara sukarela ataupun pensiun dini.

Pada tahap penurunan, karyawan mulaimempersiapkan diri untuk menghadapi programpensiun karena usianya berkisar antara 55-65 tahun(Gibson, Ivancevich, & Donnelly, 1994). Strukturpensiun tradisional telah berubah karena berkembang-nya peningkatan kesehatan masyarakat dan pengeta-huan medis sehingga usia harapan hidup seseorangmenjadi lebih lama.

Tinjauan terhadap Pindah Kerja ( turnover) Karyawan

Keluarnya seseorang dari suatu pekerjaan kepekerjaan yang lain dapat terjadi apabila situasi kerjayang dihadapi saat ini tidak sesuai dengan harapanyang diinginkan. Keputusan ini dipengaruhi olehpandangan karyawan untuk mendapatkan alternatifpekerjaan yang lebih baik. Namun di sisi pemberi kerja,pindahnya seseorang ke pekerjaan lain dapat berdam-pak terhadap hilangnya biaya penerimaan danpelatihan karyawan yang bersangkutan. Berikut initinjauan pindah kerja dari sisi pekerja dan pemberi kerja:

a. Pindah Kerja (Turnover) dari Sisi PekerjaKetidakpuasan terhadap pekerjaan akan

membuat karyawan berpikir untuk berhenti daripekerjaan, mengevaluasi utilitas yang diharapkandengan mencari pekerjaan lain, mengevaluasi biayayang dikeluarkan bila berhenti dari pekerjaan sekarang,serta mengevaluasi penerimaan berbagai alternatifpekerjaan setelah mengundurkan diri dari pekerjaan.Proses ini merupakan deskripsi yang jelas dari prosespsikologi antara ketidakpuasan terhadap pekerjaan danpindah kerja (turnover) tenaga kerja yang dipengaruhioleh adanya alternatif pekerjaan. Alternatif pekerjaantersebut akan mempengaruhi turnover secara langsungterhadap karyawan temporer, tetapi untuk karyawanpermanen, turnover dipengaruhi oleh alternatifpekerjaan dan kepuasan kerja. Dengan demikian,populasi karyawan yang berbeda secara personal danlingkungan organisasinya akan memfokuskan padafaktor yang berbeda pula.

Persaingan dunia kerja di Indonesia pada masasebelum krisis ekonomi, membuat karyawan mencaripekerjaan yang mampu mengembangkan karir merekadengan cara pindah kerja atau turnover. Pada masatersebut peluang kerja sangat memungkinkan untukmenerima karyawan yang kompetitif, dan karyawan relauntuk mulai bekerja dari awal selama mereka dapatmenempuh jenjang karir yang lebih baik. Turnoverkaryawan juga terjadi sebagai kesan pertama yangkurang baik, yang dirasakan oleh karyawan baru ketikamereka pertama kali memasuki dunia kerja. Hal ini terjadijika pihak perusahaan tidak memberikan pelatihan danarahan yang baik untuk membantu karyawan baruuntuk mapan di tempat kerjanya. Alasan lain karyawanmeninggalkan pekerjaannya adalah karena sistem

Page 80: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

76

Jam STIE YKPN - Heni Kusumawati Pemutusan Hubungan Kerja: Tinjauan Terhadap........

kompensasi dan aturan kerja yang tidak sesuai. Bagikaryawan wanita yang sudah menikah, turnover lebihditekankan pada ketidaksesuaian antara waktu bekerjadengan tanggung jawab mengurus keluarga. Merekaakan mencari alternatif pekerjaan yang tidak banyakmenyita waktu atau lebih memilih part time job, sehinggadapat melakukan kedua tugas tersebut secaraseimbang.

Pada periode memasuki masa krisis ekonomi,banyak perusahaan di Indonesia harus melakukanrestrukturisasi dan downzising. Perusahaan harusmengurangi karyawannya dengan alasan efisiensi.Kondisi seperti ini diikuti oleh menurunnya job secu-rity, sehingga setiap karyawan yang tidak mempunyaikompetensi harus memikirkan alternatif pekerjaan lainuntuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sempitnyalapangan pekerjaan pada masa krisis ekonomi, yangdiikuti booming pencari kerja, menjadikan konsep turn-over tidak lagi dilakukan secara sukarela, tetapi terpaksaharus dijalankan karena perusahaan tidak mampumenyediakan lapangan pekerjaan seperti sebelum krisis,karyawan yang memiliki kompetensi tinggi dengan masajabatan tertentu yang dipertahankan oleh pemberi kerja.Akibatnya sebagian besar karyawan mencari alternatifpekerjaan di luar bidang keahliannya selama merekamasih dapat menerima gaji atau sebagian karyawanjustru menjalankan wiraswasta.

b. Pindah Kerja (Turnover) dari Sisi Pemberi KerjaApabila dilihat dari sisi pemberi kerja atau

perusahaan, konsep turnover karyawan dalam kondisiperekonomian yang normal berarti meningkatnyapengeluaran perusahaan. Pindahnya seseorang darisatu pekerjaan ke pekerjaan lain dengan alasan kondisilingkungan kerja maupun reward system merupakansuatu kerugian besar bagi perusahaan, karena karyawanyang pindah kerja umumnya mempunyai kompetensiyang tinggi dan marketable. Dengan demikian,perusahaan harus kehilangan biaya yang cukup besar,yang sudah dikeluarkan untuk rekrutmen, pelatihan,dan program pengembangan karyawan. Walaupunpengeluaran tersebut sudah merupakan konsekuensiperusahaan bagi setiap karyawannya yang pindah kerja,tetapi pihak manajemen harus mempertimbangkankembali kebijakan yang selama ini berlaku.

Beberapa manajer sumber daya manusia saatini mulai belajar bagaimana untuk mempertahankan staf

mereka dalam ketatnya pasar tenaga kerja. Motivasiadalah hal yang penting, baik melalui kompensasimaupun tunjangan yang kompetitif. Menurut penelitianHerzberg, seperti yang dikutip oleh Stoner, Freeman,dan Gilbert (1995), ada dua faktor yang timbul padasuatu keadaan yang terpisah dapat mempengaruhimotivasi karyawan yaitu ketidakpuasan (dissatisfiersdisebut juga hygiene factors) dan kepuasaan (satisfiersdisebut juga motivating factors). Faktor-faktor yangmenyebabkan ketidakpuasaan mencakup ketidak-sesuaian gaji, kondisi kerja, dan kebijakan organisasi,yang semuanya berdampak negatif terhadap hubungankerja yang dilakukan oleh karyawan dan organisasi.Hal ini akan terlihat pada perilaku karyawan yangbekerja secara tidak efektif dan efisien. Faktor-faktoryang menyebabkan kepuasaan mencakup pencapaianprestasi, penghargaan, pemberian tanggung jawab danpromosi, yang semuanya berhubungan dengan muatankerja dan reward terhadap kinerja pekerjaan.

c. Pendekatan Unfolding Turnover ModelPerilaku seorang karyawan yang meninggalkan

pekerjaan dengan sukarela dapat didekati denganmenggunakan model unfolding turnover. Model inimenjelaskan tentang empat jalur keputusan (decisionpaths) yang masing-masing mengandung adanyaproses psikologis dan external events (Lee danMitchell, 1994). Dorongan keinginan untuk berhentidari pekerjaan berhubungan dengan kepuasanterhadap pekerjaan. Jalur keputusan 1 menggambarkanproses keputusan untuk pindah kerja yang disertai olehguncangan batin (shock to the system) danpenyeimbangan memori. Jalur keputusan 2 merupakanproses keputusan pindah kerja yang disertai olehguncangan batin, tidak adanya penyeimbanganmemori dan tidak ada alternatif pekerjaan tertentu. Jalurkeputusan 3 menunjukkan suatu proses pindah kerjayang diikuti oleh adanya guncangan batin, serta tidakada penyeimbangan memori dan kesadaran terhadapkemungkinan munculnya alternatif pekerjaan tertentu.Pada jalur keputusan terakhir, proses pindah kerjadigambarkan oleh keadaan tanpa adanya guncanganbatin. Jalur keputusan 1,2, dan 4 dapat dilihat padaGambar 1, sedangkan jalur keputusan 3 dapat dilihatpada Gambar 2.

Jalur keputusan (decision path) dalam unfold-ing model menunjukkan bagaimana karyawan

Page 81: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

77

Jam STIE YKPN - Heni Kusumawati Pemutusan Hubungan Kerja: Tinjauan Terhadap........

mengintepretasikan lingkungan kerjanya danbagaimana mereka mengidentifiksi pilihan keputusandan respon yang diinginkan. Pada jalur keputusanpertama, proses keputusan untuk melakukan pindahkerja dipengaruhi oleh adanya suatu guncangan batin(shock to the system) dalam diri karyawan antara kondisikerja yang dialaminya saat ini dengan kondisi di luarpekerjaannya. Kebimbangan tersebut kemudiandimasukkan dalam memorinya, dan dicocokkan denganharapan individualnya. Jika apa yang diharapkan sesuaidengan isu yang diterima, maka perilaku selanjutnyaadalah mereka akan keluar dari pekerjaan saat ini. Namunapabila tidak sesuai, mereka akan lebih memfokuskanuntuk tetap bekerja pada organisasi semula, tanpamengevaluasi image dalam dirinya terhadappekerjaannya.

Pada proses keputusan kedua, seseorang yangmerasa tidak cocok antara harapan individualnyadengan pengaruh eksternalnya, mereka akan tetapmemfokuskan pada pekerjaannya saat ini, namun diikutioleh suatu perilaku untuk mencocokkan image indi-vidual terhadap pekerjaanya. Apabila mereka mampumengubah image, maka mereka akan tetap tinggal diorganisasi semula bersama image yang baru, namunjika mereka tidak mampu menyelaraskan imageindividualnya, mereka akan berusaha keluar daripekerjaanya.

Pada proses perilaku keputusan ketiga, bagikaryawan yang mengalami guncangan dalampekerjaannya dan tidak merasa cocok dengan isueksternal, maka ia berusaha untuk mengevalusi kembaliimage dalam dirinya terhadap pekerjaan saat ini.Selanjutnya mengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan yangrelatif tidak memuaskan. Mereka akan mencoba mencarialternatif pekerjaan lain, dan mengevaluasi alternatifpekerjaan tersebut serta mencocokkannya denganmenggunakan analisis secara rasional.

Pada perilaku proses keputusan keempat,seseorang tidak dipengaruhi oleh unsur eksternalsehingga tidak ada guncangan atau shock yangmempengaruhi keputusan mereka untuk pindah kerja.Dalam pengambilan keputusan, seseorang akanmelakukan proses screening yaitu mekanisme pem-batasan informasi dan perubahan potensial padaperilaku seseorang dalam pembuatan keputusan.Screening tersebut diintegrasikan dalam tiga imagekhusus, yaitu value image (nilai-nilai umum, standart,

dan prinsip individu), trajectory image (sekumpulantujuan yang mengarahkan pada perilaku seseorang),dan strategic image (taktik dan strategi untuk mencapaitujuan). Image seseorang akan mengalami penyesuaiandari waktu ke waktu tetapi perilakunya relatif tetap (Lee& Mitchell, 1994). Keputusan untuk pindah kerja atautetap tinggal dalam organisasi semula lebih dipengaruhioleh sekumpulan tujuan yang ada dalam dirinya (tra-jectory image), untuk mendapatkan kepuasaan kerja.

Apabila karyawan tidak mampu memperolehkepuasan kerja maka alternatif perilaku yang dilakukanadalah keluar dari pekerjaan semula.

Tinjauan terhadap Keputusan Pensiun Dini Karyawan

Keputusan untuk pensiun pada karyawan telahmengalami pergeseran. Pengertian pensiun secaratradisional mencerminkan berakhirnya jenjang karierpekerjaan seseorang selamanya, telah bergeser menjadipensiun untuk transisi pada suatu pekerjaan sampingan(bridge employment) dengan jenjang karier yangberbeda (Feldman, 1994). Keputusan untukmengundurkan diri dibuat secara kolaboratif, sehinggaupah, tabungan pensiun, tunjangan (benefit),kesehatan, dan keinginan melakukan partnership akanmempengaruhi keputusan pensiun dini (early retire-ment). Keadaan perusahaan yang melakukan merger,akuisisi, dan kondisi resesi mendorong karyawanuntuk melakukan pensiun dini. Oleh karena itu,pemerintah berusaha membatasi perusahaan melakukanpemaksaan pensiun sukarela dari karyawan yang lebihtua.

Pensiun dini karyawan dipengaruhi oleh tigakeputusan yang saling berkaitan, yaitu:1. Individu harus memutuskan apakah mereka akan

meninggalkan pekerjaannya saat ini sebelummemenuhi syarat untuk menerima social secu-rity atau pension benefit.

2. Ketika individu memutuskan untukmeninggalkan pekerjaannya pada saat ini,mereka harus memutuskan apakah akanmenerima beberapa jenis pekerjaan sampingan(bridge job) atau tidak.

3. Individu akan menerima bridge employmentdalam industri yang sama atau menerima jabatanlain sebagai career job.

Page 82: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

78

Jam STIE YKPN - Heni Kusumawati Pemutusan Hubungan Kerja: Tinjauan Terhadap........

Gambar 2Model Unfolding Turnover

Jalur Keputusan 3

Sumber: Lee, Thomas W & Terence R. Mitcheli. “An Alternative Approach: The Unfolding Model ofVoluntary Employee Turnover”. Academy of Management Review (January 1994): 63.

Gambar 1Model Unfolding TurnoverJalur Keputusan 1, 2, dan 4

Sumber: Lee, Thomas W & Terence R. Mitcheli. “An Alternative Approach: The UnfoldingModel of Voluntary Employee Turnover”. Academy of Management Review (January 1994): 62.

Page 83: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

79

Jam STIE YKPN - Heni Kusumawati Pemutusan Hubungan Kerja: Tinjauan Terhadap........

Kecenderungan yang terjadi saat ini menunjuk-kan bahwa lebih banyak individu yang mengajukanpensiun dini daripada individu yang menunggu waktuuntuk mencapai usia pensiun normal. Seorangkaryawan memutuskan pensiun dini mungkin karenamendapatkan tawaran bridge employment yang lebihmenarik dalam industri yang sama. Walaupun pensiundini dilakukan secara sukarela, namun biasanyadilakukan perusahaan sebagai alternatif untukmelindungi pemecatan terhadap karyawan yang lebihtua yang tidak mempunyai kesempatan mendapatkanpekerjaan yang memuaskan setelah ‘dirumahkan’ lama.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusanpensiun dini karyawan antara lain karena adanyaperbedaan individu, struktur kesempatan dalam jenjangkarier, tingkat organisasi dan lingkungan eksternalperusahaan (Feldman, 1994). Hasil penelitian yang telahdilakukan oleh Feldman (1994) menunjukkan adanyahubungan yang signifikan antara keputusan pensiundini karyawan dengan lamanya karyawan bekerja dalamorganisasi. Pensiun dini karyawan dipengaruhi olehstatus karyawan yang telah menikah, adanyadiskriminasi terhadap kelompok demografi, karyawanyang sakit, self identity karyawan yang rendah dankepastian rencana pensiun karyawan. Dampak negatifantara umur dengan kinerja, diskriminasi karyawanyang lebih tua, perusahaan yang menurun kinerjanyadan karyawan yang bekerja full-time jugamempengaruhi tingginya tingkat keputusan pensiundini karyawan. Gaji dan harapan keuntungan pensiunyang besar, konsultasi sebelum pensiun secarakomprehensif dari pihak perusahaan dan fleksibilitasorganisasi dalam mengelola karyawan yang lebih tua(older workers) berpengaruh secara signifikan dengandorongan karyawan untuk melakukan pensiun dini.

Penawaran untuk pensiun dini seringkali datangdari perusahaan yang melakukan downsizing. Meskipunperusahaan telah menyediakan training dan programmanajemen karir bagi older workers, mereka secaraagresif menawarkan program insentif pensiun diniuntuk mengurangi atau membatasi staf. Penelitian yangdilakukan di Amerika pada tahun 1990-an,mengemukakan bahwa early retirement incentive pro-grams (ERIPs) ditawarkan oleh perusahaan yangmelakukan downsizing, dengan beberapa alasan yaituuntuk mengurangi pembayaran yang berlebih,membatasi salah satu pekerja yang paling mahal, atau

mereka yang mempunyai produktivitas paling rendah.Untuk mengantisipasi masalah di atas perusahaanhendaknya melakukan perencanaan strategi jangkapanjang dengan melakukan “aging diagnosis”(Caudron, 1997), yaitu dengan mengevaluasi komposisiusia angkatan kerja perusahaan saat ini, tingkat turn-over karyawan, jenis pekerjaan yang dilakukankaryawan serta sistem kompensasi yang diberikan bagikaryawan.

Pensiun Dini di Indonesia

Konsep pensiun dini di Indonesia terjadisebagai akibat dari dampak insentif yang diberikan olehpihak pemberi kerja dan semakin tinggi persaingan dipasar tenaga kerja. Sistem pensiun nasional mula-muladiberikan berdasar basic pensions, yaitu jumlahpensiun tetap bagi semua karyawan. Konsep pensiunini sebelumnya hanya dikenal oleh karyawanpemerintah atau pegawai negeri. Dengan berkembang-nya sistem lembaga keuangan di Indonesia, maka setiaplembaga pemberi kerja disarankan mengikuti programpensiun karyawan. Perkembangan lebih lanjut darisistem pensiun tersebut adalah contribution-basedpensions. Konsep ini lebih populer di perusahaan-perusahaan besar yang mengukur insentif pegawainyadengan sistem kontribusi yang diberikan kepadaperusahaan, sehingga sistem ini tidak mempengaruhikapan seseorang akan pensiun. Setiap karyawan dapatmengukur sendiri kapan mereka akan pensiun termasukpensiun dini, karena setiap karyawan dapatmemprediksi berapa besarnya pensiun yang akanmereka terima dari kontribusi yang diberikan kepadaperusahaan.

Persaingan pasar tenaga kerja di masa krisisekonomi sangat ketat. Bagi karyawan yang mempunyaitabungan hari tua yang cukup besar, mereka tidak perlukhawatir dengan pensiun dini, karena hal itu dapatdianggap sebagai penyegaran dengan mencarialternatif pekerjaan lainnya. Bagi karyawan yang tidakmemiliki tabungan yang cukup, akan menanggungbeban berat dari akibat pensiun dini tersebut, dan bagiperekonomian berarti meningkatnya angkapengangguran nasional. Menurut penelitian OrganisasiBuruh Internasional (ILO) memprediksi pada tahun 1998terdapatnya 5,4 juta tenaga kerja Indonesia yang

Page 84: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

80

Jam STIE YKPN - Heni Kusumawati Pemutusan Hubungan Kerja: Tinjauan Terhadap........

terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena krisisekonomi. Angka tersebut masih ditambah tenaga kerjayang belum bekerja sejak 1997 sebesar 2,4 juta, dantambahan tenaga kerja baru tahun 1998 sebesar 1,4 jutaorang. Berdasarkan 5,4 juta orang yang terkena PHK,2,6 juta di antaranya bekerja kembali di sektor informalyang produktivitas dan gajinya lebih rendah (Kompas,30 Maret 1999).

Dampak psikologis bagi karyawan yangmenjalankan pensiun dini harus diperhatikan, karenahal ini menjadikan orang sangat sensitif terhadaplingkungannya. Tidak sedikit mereka menjadi sangattertekan karena keuangan keluarga menjadi berkurang,dan memiliki perasaan emosional yang berlebihan.Perilaku berikutnya adalah mereka cenderung untukmencari pekerjaan sampingan di luar jalur karirnya danberusaha mendekati teman-teman yang mempunyaiperasaan serupa.

Bagi pemberi kerja, upaya melakukan pensiundini maupun PHK, membawa konsekuensi memberikanuang pesangon, yaitu pemberian berupa uang daripengusaha kepada pekerja sebagai akibat adanyapemutusan hubungan kerja, maupun uang jasa yaitupemberian uang dari pengusaha kepada pekerjasebagai penghargaan berdasarkan masa kerja akibatadanya pemutusan hubungan kerja, di samping uangpensiun bulanan. Apabila mengikuti Peraturan MenteriTenaga Kerja Nomor Per-03/Men/1996, besarnya uangpesangon yang wajib diberikan kepada karyawan yangdi-PHK atau dipensiun menjadi tidak relevan lagi dalamkondisi krisis saat ini. Jika ditinjau lebih lanjut, bahwaperaturan tersebut dibuat pada masa sebelum krisis,sehingga nilai riilnya menjadi lebih kecil. Untuk itu perludilakukan perbaikan kebijakan bagi masing-masingperusahaan atau lembaga pemberi kerja. Besarnya uangpesangon dan uang jasa yang ditetapkan olehPenmennaker dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Kesimpulan

Keputusan untuk berpindah dari satu pekerjaanke pekerjaan lain atau turnover cenderung dipengaruhioleh image yang muncul dalam diri setiap orang, yangterdiri dari value image, trajectory image, dan strate-gic image. Pindahnya seseorang dari satu pekerjaanke pekerjaan lain dengan alasan kondisi lingkungan

kerja maupun reward system merupakan suatu kerugianbesar bagi perusahaan, karena perusahaan haruskehilangan kandidat yang dianggap cakap dan biayayang cukup besar, yang sudah dikeluarkan selamaproses rekrutmen dan pengembangan karyawan.

Perencanaan pemutusan hubungan kerjamerupakan upaya perusahaan untuk membekalikaryawan memasuki pensiun dini, yang terdiri dariperencanaan psikologis dan finansial. Dalamperkembangan baru, pensiun dianggap sebagai masatransisi kerja dari full employment ke bridge employ-ment, walaupun diikuti oleh berkurangnya komitmenpsikologis terhadap pekerjaan semula. Keputusanuntuk melakukan pensiun dini dipengaruhi olehbeberapa faktor baik yang berasal dari diri individu,keluarga maupun organisasi. Keputusan tersebut jugamendorong karyawan untuk mencari alternatifpekerjaan dalam industri yang sama maupun pekerjaandi luar jalur karirnya. Kesuksesan pensiun dinikaryawan dapat tercapai apabila karyawan dapatmenentukan tujuan yang sesuai, situasi lingkungannya,dan merencanakan waktu pensiunnya sendiri. Masalahpenting yang perlu diperhatikan dalam perencanaanpensiun adalah kondisi kesehatan, keuangan, danperumahan. Perilaku karyawan yang sudah mempunyaitabungan dan perumahan, akan lebih siap menerimapensiun dini daripada mereka yang tidak melakukanperencanaan tersebut. Demikian pula bagi karyawanyang merasa kondisi kesehatannya kurang baik,cenderung menerima keputusan pensiun dini dengansukarela. Sedangkan karyawan yang memiliki kondisikesehatan yang baik, keputusan pensiun dinimendorong mereka mencari alternatif pekerjaan lainsetelah pensiun.

Berdasarkan pendekatan unfolding model danbeberapa contoh keadaan tentang kasus-kasus pindahkerja dan pensiun dini memberikan implikasi: (1)Rendahnya kemampuan organisasi untuk memberikanjaminan kerja yang semakin tinggi kepada karyawan,dimungkinkan sebagai faktor utama yang menyebabkantingginya kasus-kasus pindah kerja. Keadaan ini dapatdiminimumkan dengan membuat perencanaanmanajemen yang lebih terprogram berkaitan denganpengelolaan sumber daya manusia. Pemberian motivasimenurut hirarki kebutuhan karyawan juga dipandangdapat meningkatkan keinginan karyawan untuk bekerjalebih giat, sehingga produktivitas karyawan dapat

Page 85: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

81

Jam STIE YKPN - Heni Kusumawati Pemutusan Hubungan Kerja: Tinjauan Terhadap........

ditingkatkan. Faktor perhatian pihak manajementerhadap karyawan diharapkan juga dapat mening-katkan loyalitas terhadap organisasi. (2) Meningkatnyakaryawan untuk melakukan pensiun dini dapatdisebabkan oleh adanya pekerjaan sampingan (bridgeemployment) yang lebih menarik dan memberikanharapan finansial yang lebih besar. Kenyataan inimenunjukkan tingkat persaingan organisasi yangbersangkutan terhadap organisasi yang lain dalamindustri yang sama semakin lemah. Dengan kata lain,

organisasi tersebut mempunyai daya saing terhadappasar yang tidak kompetitif. Berdasarkan kondisitersebut, manajemen perlu mempertimbangkan kembalistrategi korporasi yang digunakan untuk mencapaitujuan organisasi dan bersaing di pasar global. Pihakmanajemen juga perlu mereview tujuan dan sasaran,serta mempertanyakan kembali misi dan visi organisasi,sehingga manajemen dapat membawa kembali orga-nisasi pada jalur utama bisnis yang bersangkutan (corebusiness).

Tabel 1Uang Pesangon Sesuai Pasal 21 Penmennaker

Nomor Per-03/Men/1996

Masa Kerja Besarnya Uang Pesangon

< 1 tahun 1 bulan upah1 tahun atau > tetapi kurang dari 2 tahun 2 bulan upah2 tahun atau > tetapi kurang dari 3 tahun 3 bulan upah3 tahun atau > tetapi kurang dari 4 tahun 4 bulan upah4 tahun atau > 5 bulan upah* Besarnya pesangon yang diberikan dua kaliketentuan diatas

Sumber: Penmennaker Nomor Per-03.Men/1996.

Tabel 2Uang Jasa Sesuai Pasal 22 Penmennaker

Nomor Per-03/Men/1996

Masa Kerja Besarnya Uang Pesangon

5 tahun atau > tetapi kurang dari 10 tahun 2 bulan upah10 tahun atau > tetapi kurang dari 15 tahun 3 bulan upah15 tahun atau > tetapi kurang dari 20 tahun 4 bulan upah20 tahun atau > tetapi kurang dari 25 tahun 5 bulan upah25 tahun atau > 6 bulan upah

Sumber: Penmennaker Nomor Per-03.Men/1996.

Page 86: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

82

Jam STIE YKPN - Heni Kusumawati Pemutusan Hubungan Kerja: Tinjauan Terhadap........

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. “Pemberian Kompensasi TerhadapKaryawan yang di PHK,” Kompas (30Maret ) 1999.

Anthony, Perrewe, and Kacmar. Strategic Hu-man Resource Management. SecondEdition. New York: The Dryden Press.,1996.

Blondal, Sveinbjorn and Stefano Scarpetta. “Re-tire Early, Stay at Work,” The OECDObserver (June/July) 1998: 15-19.

Carnegie, Jerry., et.al. “The Future of Retire-ment,” Financial Executive (January/February) 1997: 33-36.

Caudron, Shari. “Boomers Rock the System,Workforce,” Academy of ManagementReview (December) 1997: 42-47.

Feldman, Daniel C. “The Decision to RetireEarly: A Review and Conceptualization,”Academy of Management Review (Janu-ary) 1994 : 285- 311.

Gibson, Ivancevich, & Donnelly. Organiza-tion : Behavior, Structure, Processes.Eighth Edition . New York: Irwin, Inc.,1994.

Ivancevich, John M. Human Resource Man-agement. Sixth Edition. New York: Irwin,Inc., 1995.

LaRock, Seymour. “Retirement Experience,”Employee Benefit Plan Review. 1998: 34-35.

Lee, Thomas W., and Mitchell, Terence R. “AnAlternative Approach : The UnfoldingModel of Voluntary Employee Turn-

over,” Academy of Management Review(January) 1994: 51-89.

Mirvis H. Philip. Building The CompetitiveWirkforce Investing in Human Capitalfor Coporate Success. Singapore: JohnWiley & Sons, Inc.,1993.

Mondy, R. Wayne and Noe, Robert M. HumanResource Management. Sixth Edition.Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc.,1996.

Schuler S. Randall and Susan E. Jackson. Hu-man Resource Management, Position-ing for The 21st Century. Sixth Edition.New York: West Publishing Company,1996.

Sheley, Elizabeth. “Help Employees Plan Nowfor a Secure Future.” HR Magazine,1995: 88-96.

Stone J. Raymond. Human Resource Manage-ment. Second Edition. Singapore: JohnWiley & Sons, Inc.,1991.

Stoner, James A.F., R. Edward Freeman, andDaniel R. Gilbert. Management. Sixthedition.

Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall,1995.

Williams, David M. “Successful Retirement,”Management (Juni) 1993: 1-12.

Winkler, Kitty and Inez Janger. “You’re Hired!,.”Across The Broad (July/August) 1998:17-23.

Page 87: JAM Vol 12 No 3 Desember 2001.pdf

KEBIJAKAN EDITORIAL

Jurnal Akuntansi & Manajemen

Format Penulisan

1. Naskah adalah hasil karya penulis yang belum pernah dipublikasikan di media lain.

2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar.

3. Naskah diketik di atas kertas ukuran kwarto (8.5 x 11 inch.) dengan jarak 2 spasi pada satu permukaan dan

diberi nomor untuk setiap halaman.

4. Naskah ditulis dengan menggunakan batas margin minimal 1 inch untuk margin atas, bawah, dan kedua sisi.

5. Halaman pertama harus memuat judul, nama penulis (lengkap dengan gelar kesarjanaan yang disandang),

dan beberapa keterangan mengenai naskah dan penulis yang perlu disampaikan (dianjurkan dalam bentuk

footnote).

6. Naskah sebaiknya diawali dengan penulisan abstraksi berbahasa Indonesia untuk naskah berbahasa Inggris,

dan abstraksi berbahasa Inggris untuk naskah berbahasa Indonesia. Abstraksi berisi keyword mengenai

topik bahasan, metode, dan penemuan.

7. Penulisan yang mengacu pada suatu referensi tertentu diharuskan mencantumkan bodynote dalam tanda

kurung dengan urutan penulis (nama belakang), tahun, dan nomor halaman. Contoh penulisan:

a Satu referensi:

(Kotler 1997, 125)

b. Dua referensi atau lebih:

(Kotler & Armstrong 1994, 120; Stanton 1993, 321)

c. Lebih dari satu referensi untuk penulis yang sama pada tahun terbitan yang sama:

(Jones 1995a, 225) atau (Jones 1995b, 336; Freeman 1992a, 235)

d. Nama pengarang telah disebutkan dalam naskah:

(Kotler (1997, 125) menyatakan bahwa .......

e. Referensi institusi:

(AICPA Cohen Commission Report, 1995) atau (BPS Statistik Indonesia, 1995)

8. Daftar pustaka disusun menurut abjad nama penulis tanpa nomor urut. Contoh penulisan daftar pustaka:

Kotler, Philip and Gary Armstrong, Principles of Marketing, Seventh Edition, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.,

1996

Indriantoro, Nur. “Sistem Informasi Strategik; Dampak Teknologi Informasi terhadap Organisasi dan Keunggulan

Kompetitif.”KOMPAK No. 9, Februari 1996; 12-27.

Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig.”Computer-Aided Architects: A Case Study of IT and

Strategic Change.”Sloan Management Review (Summer 1994): 57-67.

Paliwoda, Stan. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince., 1994.

Prosedur Penerbitan

1. Naskah dikirim dalam bentuk print-out untuk direview oleh Editors JAM.

2. Editing terhadap naskah hanya akan dilakukan apabila penulis mengikuti kebijakan editorial di atas.

3. Naskah yang sudah diterima/disetujui akan dimintakan file naskah dalam bentuk disket kepada penulis untuk

dimasukkan dalam penerbitan JAM.

4. Koresponden mengenai proses editing dilakukan dengan Managing Editor5. Pendapat yang dinyatakan dalam jurnal ini sepenuhnya pendapat pribadi, tidak mencerminkan pendapat

redaksi atau penerbit.Surat menyurat mengenai permohonan ijin untuk menerbitkan kembali ataumenterjemahkan artikel dan sebagainya dapat dialamatkan Editorial Secretary.