jurnal kewirausahaan-agus syarip

23
5/13/2018 JurnalKewirausahaan-AgusSyarip-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 1/23 KEWIRAUSAHAAN, STRATEGI BEKERJASAMA DAN STRATEGI BERKOMPETISI DI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) Agus Syarip Hidayat, SE, MA 1 Abstrak This research focuses on the discussion about entrepreneurship, cooperation and rivalry strategy in Indonesia’s textile industry. The specific objectives of this research are: first, to analyze the characteristics of entrepreneurs in textile industry; second, to analyze the cooperation and rivalry strategy in textile industry. This research was conducted in year 2008 with sample of 18 textile companies located in West Java province and Central Java province. The employed method to collect the primary data was in-depth interview with the owners and or high rank managers in each textile company. The main findings of this research are: first, there are three characteristics of entrepreneurs in textile industry, which are innovator entrepreneur, trader entrepreneur, and innovator-trader entrepreneur. Those three entrepreneurs are needed to develop Indonesia’s textile industry, however the third one is the most desired to strengthen the current Indonesia’s textile industry; second, textile industry has two types of cooperation strategy, which are integrated under a group and independent business network. Integrated under a group offers some advantages such as ease supply of raw and supporting materials, fast coordination, cheaper delivery cost, higher productivity, flexibility of payment process for raw and supporting materials. Meanwhile, independent business network benefits a company to focus on its core business with cheaper cost of coordination; third, competition in textile market, both in domestic and international market has been tightening in recent years. The only key to win the competition is to produce products with “three better”, better price, better quality, and better delivery time. Keywords: textile industry, entrepreneurship, cooperation and rivalry strategy Kata Kunci: industri tekstil, kewirausahaan, strategi bekerjasama dan berkompetisi 1 Peneliti di Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Korespondensi Penulis: Agus Syarip Hidayat, Gedung Widya Graha Lt. 5 Ruang 502 Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Jl. Gatot Subroto 10 Jakarta Selatan 12710, Telephone: 021- 5207120; Fax: 021-5262139. Email: [email protected]. 1

Upload: agus-syarip-hidayat

Post on 15-Jul-2015

2.056 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 1/23

KEWIRAUSAHAAN, STRATEGI BEKERJASAMA DAN

STRATEGI BERKOMPETISI

DI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT)

Agus Syarip Hidayat, SE, MA1

Abstrak 

This research focuses on the discussion about entrepreneurship, cooperation and rivalry

strategy in Indonesia’s textile industry. The specific objectives of this research are: first,

to analyze the characteristics of entrepreneurs in textile industry; second, to analyze the

cooperation and rivalry strategy in textile industry. This research was conducted in year 

2008 with sample of 18 textile companies located in West Java province and Central

Java province. The employed method to collect the primary data was in-depth interview

with the owners and or high rank managers in each textile company. The main findingsof this research are: first, there are three characteristics of entrepreneurs in textile

industry, which are innovator entrepreneur, trader entrepreneur, and innovator-trader 

entrepreneur. Those three entrepreneurs are needed to develop Indonesia’s textile

industry, however the third one is the most desired to strengthen the current Indonesia’s

textile industry; second, textile industry has two types of cooperation strategy, which

are integrated under a group and independent business network. Integrated under a

group offers some advantages such as ease supply of raw and supporting materials, fast

coordination, cheaper delivery cost, higher productivity, flexibility of payment process

for raw and supporting materials. Meanwhile, independent business network benefits a

company to focus on its core business with cheaper cost of coordination; third,

competition in textile market, both in domestic and international market has been

tightening in recent years. The only key to win the competition is to produce products

with “three better”, better price, better quality, and better delivery time.

Keywords: textile industry, entrepreneurship, cooperation and rivalry strategy

Kata Kunci: industri tekstil, kewirausahaan, strategi bekerjasama dan berkompetisi

1 Peneliti di Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Korespondensi Penulis: Agus Syarip Hidayat, Gedung Widya Graha Lt. 5 Ruang 502 Pusat Penelitian

Ekonomi LIPI, Jl. Gatot Subroto 10 Jakarta Selatan 12710, Telephone: 021- 5207120; Fax: 021-5262139.Email: [email protected].

1

Page 2: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 2/23

Pendahuluan

Industri Tekstil dan Produk dari Tekstil (TPT) sering diidentikkan sebagai  sunset 

industry, yaitu industri yang telah melewati masa puncak kapasitas ekonomisnya dancenderung mengalami penurunan dalam kemampuan produksinya. Bila kita perhatikan

indikator-indikator yang ada, maka pandangan ini tentu tidak sepenuhnya benar. Dalam

 beberapa tahun terakhir ini, industri TPT mulai menunjukkan gairahnya untuk terus

 bangkit. Jumlah industri TPT dan nilai investasinya terus bertambah. jika pada tahun

2002 industri TPT hanya berjumlah 2.646 perusahaan, maka di tahun 2006 jumlahnya

sudah mencapai 2.699 perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa industri TPT masih

dilirik dan dipertimbangkan oleh para investor. Dari sisi produksi, dalam tiga tahun

terakhir ini, penurunan produksi memang terjadi khususnya pada industri TPT yang

memproduksi pakaian jadi. Sementara kinerja produksi industri tekstil sejak tahun

2006-2008 menunjukkan tren yang semakin membaik. Berdasarkan data BPS, rata-rata

indeks produksi tekstil2 tahun 2006 hanya 88,5. Angka indeks produksi ini terus

meningkat menjadi 98,3 dan 101,7 pada tahun 2007 dan 2008.

Satu hal yang sangat disayangkan dari perkembangan industri TPT ini adalah kinerja

ekspornya yang mengalami penurunan. Sebagaimana dikemukakan oleh Adam (2009)

 bahwa pada periode 2005-2008, pertumbuhan ekspor pakaian jadi (garment) hanya 7,2

 persen per tahun. Angka ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan

ekspor industri secara keseluruhan yang mencapai 36,3 persen per tahun. Walaupun di

 pasar ekspor industri ini sedang mengalami pelemahan kinerja, namun prospek di pasar 

domestik justru semakin menjanjikan. Pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan

 No.56/M-DAG/PER/12/2008 tentang ketentuan impor produk tertentu, yang salah

satunya pengaturan impor produk garment, diduga kuat telah mampu menurunkan

impor garment ilegal. Hal ini jelas memberikan peluang kepada industri TPT untuk 

mengisi kekosongan produk-produk TPT yang selama ini jadi serbuan impor ilegal.

Beberapa indikator perkembangan industri TPT ini jelas memberikan harapan bahwa

industri ini masih mempunyai peluang untuk dikembangkan menjadi lebih besar lagi.

Salah satu kunci untuk pengembangan sektor ini terletak pada pengusahanya, yang

diharapkan mempunyai kreativitas tinggi, responsifitas yang tajam dan daya inovatif 

2 Indeks produksi pada industri skala menengah dan besar dengan tahun dasar tahun 2000.

2

Page 3: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 3/23

yang hebat. Kriteria wirausahawan seperti ini sangat dibutuhkan mengingat permintaan

 produk TPT ini sangat dinamis dan terdiferensiasi oleh kebutuhan, selera, nilai seni,

usia, kelas sosial, ragam budaya dan motivasi lainnya. Tipologi wirausahawan yang

handal ini juga semakin diperlukan untuk mengangkat citra industri ini dari sebutan

  sunset industry. Saat ini terlalu banyak pengusaha TPT yang hanya bermental

wirausahawan pedagang, dimana aktivitasnya hanya mengimpor produk TPT dari luar 

negeri, bahkan tidak sedikit yang menggunakan jalur selundupan (ilegal). Aktivitas

wirausahawan seperti ini tidak banyak memberikan nilai tambah bagi perekonomian

nasional, bahkan dalam jangka panjang bisa menghancurkan industri TPT dalam negeri.

Mencermati uraian di atas, paper ini akan menekankan pada pembahasan aspek kewirausahaan yang dikaitkan dengan strategi bekerjasama dan strategi berkompetisi di

industri TPT. Secara khusus, tujuan dari paper ini adalah: (1) menganalisis karakter 

wirausahawan yang dibutuhkan untuk membangkitkan industri TPT sehingga lebih

mempunyai keunggulan bersaing di tingkat nasional dan internasional; (2) menganalisis

strategi bekerjasama dan strategi berkompetisi dalam industri TPT.

Paper ini merupakan hasil penelitian lapangan yang dilakukan di industri TPT di Jawa

Barat dan Jawa Tengah pada tahun 2008. Sampel dari penelitian ini berjumlah 18

 perusahaan TPT, yang terdiri dari 9 perusahaan TPT di Jawa Barat dan 9 perusahaan

TPT di Jawa Tengah. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer 

dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam

(indepth interview) dengan para pemangku kepentingan ( stakeholders).

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dengan

 pendekatan explanatory approach, yaitu model analisis dengan memberikan penekanan

  pada eksplorasi berbagai realitas dan sekaligus memberikan intervensi penilaian

terhadap objek penelitian yang kompleks. Sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji

 bahwa analisis akan dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu:  pertama, analisis

kewirausahaan dan tipologi wiraushawan di industri TPT ; kedua analisis aspek strategi

 bekerjasama di industri TPT; ketiga, analisis aspek strategi berkompetisi di industri

TPT.

 

3

Page 4: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 4/23

Kewirausahaan: Karakter Untuk Industri TPT

Sebelum membahas lebih jauh tentang kewirausahaan ini, marilah kita lihat dulu

definisi dari kewirausahaan dan karakter apa saja yang perlu dimiliki untuk disebut

sebagai seorang wirausahawan. Minniti (2008) mendefinisikan kewirausahaan sebagai

 proses dari sebuah pencarian keuntungan melalui pemecahan masalah yang dilakukan

dalam kondisi yang tidak menentu. Sementara itu, Casson (1995) menjelaskan

kewirausahaaan sebagai suatu kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat

untuk pemecahan berbagai masalah dalam situasi yang sangat komplek dimana kondisi

lingkungan tidak bisa sepenuhnya diidentifikasikan.

Karakter yang melekat dalam diri seorang wirausahawan dikemukakan oleh McClelland

(1961) yaitu pribadi yang memiliki motivasi besar untuk mencapai kesuksesan dan

dorongan yang kuat untuk selalu membangun diri. Sementara Collins dan Moore (1970)

  berdasarkan pengamatannya terhadap 150 wirausahawan menyimpulkan bahwa

wirausahawan adalah mereka yang keras, orang-orang pragmatis yang yang didorong

oleh kebutuhan untuk kebebasan dalam berkarya dan pencapaian sukses

(http://wikipreneurship.eu). Dalam kaitannya dengan proses inovasi, Audretsch dan

Keilbach (2004, 2005) menyebutkan bahwa jiwa kewirausahaan adalah sangat krusial

dalam mendorong proses pemilihan inovasi, juga dalam penciptaan keragaman

  pengetahuan yang selanjutnya akan membantu sebagai jalan untuk penyebaran

 pengetahuan itu kepada yang lain.

Dalam kaitannya dengan aspek kerjasama antar wirausahawan, Casson (1995)

menyebutnya sebagai sesuatu hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam upaya

menemukan ide dan memecahkan masalah bisnis yang semakin komplek. Dalam

tingkatan kerjasama industri, pentingnya strategi bekerjasama dalam menciptakan

industri yang berdaya saing juga dikemukakan dengan jelas oleh Porter (1990) dalam

diamond model nya yang sudah diakui kehandalannya oleh banyak kalangan pengusaha

dan ilmuwan. Dalam model Porter itu, salah satu faktor penentu daya saing industri

adalah perlunya kerjasama dengan industri terkait dan industri pendukung. Hal senada

disampaikan oleh Cho (2003) yang menggambarkan keberadaan industri terkait dan

industri pendukung yang mempunyai daya saing merupakan salah satu faktor penentu

dalam menciptakan suatu industri nasional yang kompetitif. Lebih lanjut dia

4

Page 5: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 5/23

menyebutkan bahwa para pemasok (industri terkait dan industri pendukung) yang

terpusat di negara asal yang secara internasional kompetitif akan menciptakan

keunggulan dalam industri hilir dalam beberapa cara.  Pertama, mereka mengirimkan

input yang paling efektif dalam suatu cara yang efisien, awal, cepat dan lebih disukai.

 Kedua, daya saing dalam negeri pada industri terkait dan industri pendukung akan

memberikan manfaat dalam aliran informasi dan saling tukar dalam masalah teknis

yang akan mempercepat tingkat inovasi dan pembaharuan termasuk keterampilan baru.

Dari hasil penelitian di Jawa Barat dan Jawa Tengah, setidaknya ada tiga tipologi

wirausahawan dalam industri TPT, yaitu (1) wirausahawan innovator (innovator 

entrepreuner ); (2) wirausahawan pedagang (trader entrepreuner ); (3) wirausahawankombinasi dari innovator dan trader (innovator and trader entrepreuner ). Mari kita

 bahas satu per satu dan bagaimana kaitan antara ketiga jiwa kewirausahaan ini dengan

 perkembangan perusahaannya.

(1) Wirausahawan Innovator (  Innovator Entrepreuner )

  Innovator entrepreuner dalam industri TPT adalah mereka yang tumbuh dan

menumbuhkan bisnisnya melalui serangkaian proses inovasi yang cepat dan

 berkesinambungan. Jiwa kewirausahaan yang melekat dalam tipe ini umumnya tumbuh

dari proses kreatif dan adanya keinginan dalam kebebasan untuk berkarya sebagaimana

telah disebutkan oleh Collins dan Moore diatas. Tipologi wirausahawan semacam ini

umumnya ditemui di bagian hilir industri TPT, yaitu tepatnya di industri pakaian jadi.

Salah satu contoh dalam tipe ini adalah pengusaha kaos “distro” di Bandung. Kekuatan

utama yang dimiliki oleh mereka yang berada pada tipe pertama ini adalah kemampuan

inovasi yang didasarkan pada ide-ide kreatif yang ditujukan untuk fokus pada segmen

tertentu, misalnya segmen usia muda. Untuk menjadikan ide-ide kreatifnya sebagai

sesuatu yang unik, mereka melakukan produksi terbatas dalam setiap produk yang

dijualnya.

Dalam pandangan Porter (1990) setidaknya ada empat kemungkinan yang dapat

membuat segmen baru atau segmen tertentu layak dijadikan strategi fokus, yaitu: (1)

Jika strategi fokus ini bisa menurunkan biaya. Hal ini sangat terkait dengan skala

5

Page 6: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 6/23

ekonomi suatu produk. Jika skala ekonominya menurun, maka perusahaan dapat

menjadikannya sebagai fokus; (2) Strategi fokus bisa diterapkan pada segmen baru atau

tertentu jika segmen itu dapat berkembang secara meyakinkan sehingga mampu

menutup biaya yang harus dikeluarkan untuk melayani segmen ini secara khusus; (3)

Bila perusahaan dapat memanfaatkan antar hubungan dengan industri lain untuk 

mengatasi batas minimal skala ekonomi yang dibutuhkan untuk melayani segmen ini;

(4) Bila perusahaan dapat memanfaatkan antar hubungan geografi. Porter menyebut

antar hubungan geografi ini sebagai kemampuan perusahaan dalam menjual volume

  produk dengan skala yang sangat besar yaitu dalam lingkup banyak negara. Bila

dikaitkan dengan konteks hubungan geografi para pengusaha kaos distro di Bandung

yang memang baru bermain dalam tingkatan pasar dalam negeri, maka perspektif 

hubungan geografi Porter bisa juga dimaknai sebagai kemampuan penetrasi pasar dalam

skala banyak kota atau lintas propinsi.

Lebih lanjut Porter menjelaskan bahwa aspek lain yang melekat dalam pola bisnis yang

hanya mengandalkan fokus pada segmen tertentu dengan kekuatan inovasi seperti ini

adalah kemampuan mereka untuk bertahan (aspek ketahanan) dalam menghadapi

  pesaing dengan tiga karakteristik berikut: (a) Ketahanan terhadap pesaing yang

  bersasaran luas; (b) ketahanan terhadap peniru; (c) ketahanan terhadap pengganti

segmen.

(2) Wirausahawan Pedagang (Trader Entrepreuner )

Trader entrepreuner  dalam industri TPT adalah mereka yang mengembangkan

  bisnisnya dengan hanya mengandalkan pada kegiatan produksi dan perdagangan.

Tipologi wirausahawan semacam ini umumnya ditemui di bagian hulu hingga

mendekati bagian hilir industri TPT. Wirausahawan dalam tipe ini hanya berproduksi

lalu menjual hasilnya ke industri terkait atau menjualnya ke agen. Misalnya di bagian

hulu adalah mereka yang menghasilkan serat polyster atau serat katun lalu menjual

 produknya ke perusahaan benang ( spinning ). Perusahaan benang lalu menjualnya ke

 perusahaan tenun (weaving ) dan seterusnya. Proses inovasi yang dikembangkan oleh

wirausahawan tipe ini relatif sangat lambat. Dengan pola seperti ini, kemajuan industri

TPT di bawah wirausahawan seperti ini hanya akan ditentukan oleh kenaikan

 permintaan alamiah (seperti kenaikan jumlah populasi, kenaikan permintaan produk 

6

Page 7: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 7/23

TPT yang berhubungan dengan masa penerimaan siswa baru), tapi bukan permintaan

yang didorong oleh kemampuan inovasi dari sisi  supply. Jika pun terjadi lonjakan

 permintaan di luar permintaan alamiah pada produknya, hal ini lebih disebabkan oleh

adanya dorongan permintaan pada produk akhir di sektor hilirnya, seperti kain dan

 pakaian jadi.

Berdasarkan hasil pengamatan tim peneliti, setidaknya ada tiga faktor yang

menyebabkan lambatnya proses inovasi di industri TPT: (1) ketertinggalan dalam aspek 

teknologi permesinan. Banyak diantara industri TPT di Jawa Barat dan Jawa Tengah

yang masih menggunakan mesin era tahun 1950-an sampai 1970-an. Ketidakmampuan

mereka dalam mengupgrade mesin-mesin produksinya berkaitan dengan keterbatasanmodal karena sebagian masih sulit menembus akses perbankan; (2) masih lemahnya

kemampuan research and development  (R & D) untuk pengembangan produk di

 perusahaan hulu. Dari beberapa perusahaan TPT yang berada di hulu dan memproduksi

serat polyster, hanya PT. Panasia dan PT. Polyfin yang mempunyai laboratorium

lengkap untuk melakukan kegiatan R &D; (3) sikap wirausahawan yang cenderung

sebagai penghindar resiko (risk averse), khususnya yang berada di sektor hilir.

Sebagian besar pengusaha garment yang jadi responden ini umumnya berproduksi

hanya untuk memenuhi order dari buyer (pembeli) di Eropa dan Amerika, atau dengan

kata lain bisa dibilang hanya sebagai “tukang jahit”. Dalam jangka pendek, pola ini

memang menguntungkan karena tidak perlu susah-susah mencari pasar atau

menciptakan brand image bagus yang memang tidak mudah. Namun pola

ketergantungan seperti ini dalam jangka panjang kurang menguntungkan bagi

 pengusaha domestik. Kondisi ini mirip seperti perumpamaan antara pengusaha dengan

  buruh kontrak, dimana posisi perusahaan Indonesia diumpamakan sebagai buruh

kontrak yang posisinya sangat lemah sehingga sewaktu-waktu bisa saja kontraknya

diputus oleh buyer seperti contoh kasus pemutusan kontrak produsen Indonesia dalam

 pembuatan sepatu Nike.

Dalam pandangan Liker dan Meier (2007) dalam bukunya “The Toyota Way”, pola

“membuat berdasarkan order atau pesanan” dalam konteks pesanan langsung antara

konsumen dan produsen seperti dilakukan oleh Dell Computer memang amat digemari.

  Namun dalam pola seperti ini sebenarnya ada pihak yang dirugikan karena harus

7

Page 8: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 8/23

menanggung biaya yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih rendah. Mereka ini

adalah para pemasok langsung kepada retailer  (Dell) yang menjual langsung ke

konsumen. Jadi pola ini hanyalah strategi yang digunakan oleh perusahaan pemesan

(Dell) untuk mengalihkan beban ke perusahaan lain, khususnya pemasok. Pandangan

Liker dan Meier ini memang tidak secara spesifik ditujukan pada hubungan pemasok 

dan buyer dalam tingkatan perusahaan retail TPT (seperti Mark & Spencer) yang tidak 

menjual langsung berdasarkan berdasarkan pesanan, namun tetap hal ini bisa terjadi

 pada industri TPT domestik.

Tidak banyak dari pengusaha TPT, khususnya yang bergerak di garment yang berani

mengambil resiko dengan membuat model dan brand image sendiri, lalu dipasarkan

minimal di pasar domestik dan pasar Asia. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API)

mencatat bahwa untuk pasar domestik, potensi pertumbuhan konsumsi produk TPT

terbilang cepat. Pada tahun 2005, konsumsi produk TPT per kapita hanya sebesar 3,8

kg. Dua tahun kemudian, atau tepatnya tahun 2007, angka ini mengalami kenaikan

sebesar 10,5 persen menjadi 4,2 kg per kapita. Walaupun di tahun 2008 dan awal 2009

diperkirakan konsumsi produk TPT akan melambat seiring dengan terjadinya krisis

finansial global, namun dalam prediksi API pada tahun 2010 konsumsi produk TPT

Indonesia per kapita akan mencapai 4,5 kg (http://indonesiatextile.com).

Trader enterpreuner  ini umumnya adalah wirausahawan yang tumbuh dari proses

historis, yaitu jiwa kewirausahaan yang tumbuh dari proses interaksi historis yang

diturunkan dari orang tuanya atau pendahulunya. Menurut salah seorang responden,

dalam industri TPT ada kecenderungan jika orang tuanya yang memiliki perusahaan

  bermental pedagang, bukan industriawan, lalu menurunkan bisnisnya pada anaknya

yang tidak inovatif atau tidak mempunyai kemampuan teknik pertekstilan, maka

kemungkinan besar pola bisnis yang sama akan ditiru oleh anaknya selaku penerus

 perusahaan.

(3) Wirausahawan Innovator dan Trader ( Innovator and Trader Entrepreuner )

  Innovator and trader entrepreuner  dalam industri TPT adalah pengusaha yang

membangun bisnisnya dengan kekuatan inovasi dan kemampuannya yang hebat dalam

  pemasaran produknya. Tipologi wirausahawan semacam ini umumnya ditemui di

8

Page 9: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 9/23

Pengusaha kaos C59 merintis usahanya sejak tahun 1980 dengan hanya

mengandalkan kekuatan satu mesin jahit dan dua mesin obras. Menurut penuturan

sang pemilik perusahaan, selama 10 tahun awal berdirinya usaha ini, tidak ada

satupun bank yang berminat memberikan kredit kepada C59 untuk ekspansi

  bisnisnya. Keterbatasan modal tidak lantas menjadikan sang pengusaha mandeg

dalam melakukan inovasi produk. Pada saat yang sama, inovasi model pemasaran

  pun dikembangkan serta penetrasi pasar di kota-kota besar Indonesia mulai

diintensifkan. Hasilnya, hanya dalam waktu satu dekade atau tepatnya di tahun 1990,sang pemilik mampu membangun sebuah pabrik dengan fasilitas produksi yang

modern dengan mengandalkan biaya sendiri dari keuntungan bisnis kaos C59 ini.

Pembangunan pabrik ini dibarengi dengan pembukaan gerai khusus untuk menunjang

 proses pemasarannya. Pada tahun 1993-1994, usaha C59 sudah sah memiliki badan

hukum berbentuk Perseroan terbatas (PT) dengan sang pemilik Marius Widyarto

Wiwied sebagai direktur utama.

Kunci dari keunggulan kaos C59 dalam merebut pasar adalah kualitas kaos dan

desainnya yang menarik serta proses inovasi desain yang senantiasa diperbaharui

mengikuti perkembangan dan selera pasar (updated ). Beberapa contoh inovasi produk 

yang dilakukan oleh pengusaha C59 adalah memadukan differensiasi desain kaos

dengan desain gambar dan atau kata-kata unik dan menarik. Sesuai dengan slogannya

“express your style”, istilah C59 pun diterjemahkan sedemikian rupa disesuaikandengan segmen pasar yang dituju.

Sementara dalam aspek pemasaran, inovasi pemasaran dilakukan dengan cara

menembus segmen-segmen khusus di berbagai lapisan masyarakat mulai dari

  pebisnis, kelompok sosial kepemudaan, kelompok keagamaan, event-event

 pertunjukkan dll. Bahkan hal baru yang kini sedang dikembangkan adalah membuka

inkubator-inkubator bisnis di beberapa perguruan tinggi. Untuk memperluas pasar 

dalam negeri, C59 juga melakukan kerjasama dengan Matahari departemen store.

Hebatnya lagi, mulai tahun 2000, C59 sudah mulai memasarkan produknya ke Eropa

Tengah (Cekoslovakia, Slovakia dan Jerman) dengan brand image C59.

(Sumber: Wawancara P2E LIPI dengan Pemilik C59 dan CD SXTYDGRS C59 Vol 12)

  perusahaan-perusahaan yang terintegrasi dalam satu grup. Lebih khusus lagi adalah

mereka yang berada di bagian hilir dan sedikit di bagian hulu industri TPT. Kekuatan

utama yang dimiliki oleh mereka yang berada pada tipe pertama ini adalah kemampuan

inovasi dan adaptasi yang sangat cepat terhadap permintaan pasar yang sangat dinamis.

Uniknya, dinamika permintaan pasar dalam segmen yang mereka layani adalah hasil

lanjutan dari sebuah proses penciptaan imej yang mereka kembangkan dari inovasi-

inovasi sebelumnya. Pengusaha kaos C59 adalah salah satu contoh dalam tipologi

innovator and trader enterpreuner  yang berada di bagian hilir industri TPT. Untuk 

memberikan gambaran kenapa pengusaha C59 bisa dikatakan sebagai innovator and 

trader enterpreuner, mari kita simak sejarah singkat tentang keberhasilan pengusaha ini

dalam membangun bisnisnya dengan kekuatan-kekuatan inovasi dan keterampilan

dalam pemasarannya.

9

Page 10: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 10/23

Dari ketiga karakteristik wirausahawan di atas, mereka yang berada dalam kategori

innovator and trader entrepreuner  adalah yang paling bisa diharapkan untuk 

mengangkat industri TPT nasional. Melalui tangan-tangan mereka inilah penciptaan

daya saing produk TPT yang mendasarkan pada inovasi akan lebih mudah dicapai.

Wirausahawan seperti ini juga akan memberikan kontribusi yang besar terhadap industri

nasional melalui penciptaan keterkaitan dengan industri pendukung dan industri terkait

domestik 

Memperhatikan perkembangan usaha dari para ketiga tipe wirausahawan di atas, maka

untuk membangun industri TPT Indonesia yang berdaya saing tinggi dibutuhkan

wirausahawan-wirausahawan dengan tipe ketiga, yaitu innovator and trader 

entrepreuner  atau wirausahawan yang mempunyai jiwa dan kemampuan inovasi yang

mahir serta menguasai strategi perdagangan yang handal. Wirausahawan seperti inilah

yang akan mampu menjawab tantangan pasar global, terlebih dalam permintaan produk 

akhir TPT yang sangat dinamis dan variatif. Seperti sudah dikemukakan di atas bahwa

saat ini tidak banyak wirausahawan dalam industri TPT yang berada dalam kategori ini.

Sebagian dari pengusaha TPT yang berkecimpung dalam bisnis TPT lebih disebabkan

karena faktor historis yaitu meneruskan usaha orang tuanya.

Lantas bagaimana upaya untuk menciptakan wirausahawan handal dalam inustri TPT

ini? Seperti sebuah pepatah “seorang pemimpin yang hebat tidaklah dilahirkan, tapi

 pemimpin yang hebat adalah hasil sebuah didikan”, maka hal yang sama juga berlaku

dalam menciptakan wirausahawan-wirausahawan handal dalam industri TPT. Dengan

kata lain, kuncinya terletak pada aspek pendidikan. Tentu saja pendidikan yang

dimaksud di sini adalah pendidikan khusus yang bergerak dalam bidang-bidang yang

terkait dengan TPT mulai dari aspek perencanaan, produksi, teknologi, manajemen

 pengelolaan, pemasaran dll. Jika di pasar sudah tersedia sumber daya manusia yang

mempunyai potensi untuk menjadi wirausahawan, maka pendidikan khusus TPT ini

ibarat sebuah tempat untuk mempertajam kualitas keahlian bidang TPT dan tempat

untuk membentuk kualitas kepribadian sebagai seorang wirausahawan.

Saat ini, pihak yang terlibat dalam pengembangan pendidikan TPT adalah pemerintah,

 perguruan tinggi dan industri TPT sendiri yang diwakili Asosiasi Pertekstilan Indonesia

10

Page 11: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 11/23

(API). Pemerintah melalui departemen perindustrian mengembangkan pendidikan

khusus TPT melalui Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil di Bandung (ST3 Bandung). Di

ST3 Bandung ini, jenjang pendidikannya hanya sampai Diploma IV. Adapun perguruan

tinggi yang masih membuka jurusan yang terkait dengan TPT adalah Institut Teknologi

Bandung (ITB) dan Universitas Islam Indonsia (UII) Yogyakarta. Kedua universitas ini

membuka jenjang pendidikan bidang TPT hingga Strata I (S1). Sementara itu, sejak 

tahun 2002 API mengembangkan pendidikan khusus bersertifikat dalam bidang garment

yang fokus kurikulumnya pada perpaduan antara kemampuan teknikal dan aspek 

manajerial.

Satu hal yang cukup memprihatinkan, calon mahasiswa yang berminat memasuki jurusan pertekstilan di ST3 dan UII sangatlah sedikit. Padahal permintaan dari industri

TPT untuk tenaga kerja yang mempunyai keahlian bidang TPT ini sangat tinggi. Di satu

sisi, hal ini bisa jadi terkait dengan “market signaling ” dari industri TPT yang

dipersepsikan salah oleh masyarakat dengan menganggap industri TPT sebagai  sunset 

industry sehingga tidak memberikan daya tarik bagi calon mahasiswa. Namun di sisi

lain, hal ini bisa dikatakan sebagai indikator kekurangberhasilan pemerintah dalam

mengembangkan pendidikan yang terkait dengan bidang TPT.

Dengan kondisi seperti ini jelas akan sulit menciptakan innovator and trader 

entrepreuner  di industri TPT. Terlalu berat bagi industri TPT melangkah sendirian

menciptakan calon-calon wirausahawan handalnya, aktor utama yang sebenarnya harus

 berperan aktif dalam membangun pendidikan khusus TPT ini adalah pemerintah. Dalam

 jangka pendek, promosi pendidikan bidang TPT perlu digalakkan secara intensif dengan

memberikan insentif berupa beasiswa pendidikan atau ikatan dinas bagi para

lulusannya. Sementara, pengembangan pendidikan bidang TPT dalam jangka menengah

dan panjang perlu diarahkan pada pengembangan aspek penguasaan teknologi dan

aspek manajerial industri TPT melalui pembukaan sekolah pascasarjana bidang TPT.

Jika kedua hal ini tidak segera dilakukan oleh pemerintah, bukan tidak mungkin

  pengusaha TPT yang merupakan innovator and trader entrepreuner  akan semakin

langka di Indonesia. Akibatnya, inovasi produk TPT yang merupakan kunci pembentuk 

daya saing TPT dimasa mendatang tidak akan berkembang.

11

Page 12: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 12/23

Strategi Kerjasama

Untuk menggambarkan betapa pentingnya strategi bekerjasama dalam membangun

industri tekstil yang rantai produksinya cukup panjang, berikut kami kutip pernyataan

salah satu responden penelitian ini, seorang pengusaha TPT:

“....terus terang, salah satu faktor keberhasilan saya dalammembangun perusahaan ini adalah karena kemampuan saya dalam

menjalin relationship dan kerjasama dengan pemilik perusahaantekstil lain...”

Dalam kaitannya dengan strategi bekerjasama di industri TPT, penelitian ini

menemukan dua pola strategi bekerjasama yang diterapkan oleh perusahaan TPT di

Jawa Barat dan Jawa Tengah, yaitu (1) terintegrasi dalam satu grup (integrated ); (2)

independen, perusahaan hanya menjalin kerjasama dalam bentuk jaringan bisnis

(busines network ).

Pola Kerjasama Terintegrasi Dalam Satu Grup ( Integrated )

Pola kerjasama terintegrasi ini merupakan kerjasama bisnis dalam kesatuan rantai

  produksi, atau satu kesatuan manajemen dan rantai produksi dari dua atau lebih

 perusahaan dalam satu kelompok usaha/ grup. Dalam pola kerjasama ini, biasanya

 perusahaan induk bergerak di sektor hulu (industri serat atau benang), sementara anak 

 perusahaan bergerak di sektor tengah (industri kain, pencelupan, tenun) dan sektor hilir 

(garment). Dalam tinjauan historis, Hill (1992) memetakan bahwa pola kerjasama

terintegrasi (vertical integration) merupakan suatu hal yang umum pada perusahaan

TPT yang memproduksi benang bersama-sama dengan kain (  spinning dan weaving ).

Sementara untuk perusahaan garment sangat jarang ditemukan melakukan vertical 

integration dalam pola produksinya.

Dari 18 perusahaan yang dijadikan sampel penelitian ini, terdapat 9 perusahaan yang

melakukan kerjasama terintegrasi dalam satu grup. Adapun rantai integrasi dari 9

 perusahaan tersebut bervariasi. Sebagian grup melakukan integrasi mulai dari sektor 

hulu (perusahaan serat) hingga ke hilir (garment). Sementara sebagian group lainnya

12

Page 13: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 13/23

hanya melakukan integrasi mulai dari sektor tengah produksi benang, kain dan

 pencelupan kain. Gambaran lebih lengkap tentang hal ini bisa dilihat di lampiran.

Satu hal menarik dalam model kerjasama terintegrasi ini adalah kerjasama perusahaan

dalam satu grup tetap dilakukan secara profesional. Artinya, tidak ada perlakuan khusus

yang diberikan oleh setiap anggota grup dalam penentuan harga jual produk.

Perusahaan memberlakukan harga pasar yang sama ketika menjual produknya baik 

kepada perusahaan satu grup maupun kepada perusahaan lain di luar grup. Jika

demikian, lantas apa keuntungan yang didapat oleh perusahaan yang tergabung dalam

satu grup? Berdasarkan penuturan para responden penelitian ini, berikut ini adalah

keuntungan yang mereka dapatkan ketika memilih strategi kerjasama secara

terintegrasi: (a) Kemudahan pasokan bahan baku, koordinasi yang cepat dan lebih

efisien; (b) Integrated  menghasilkan delivery cost yang lebih murah; (c) Integrasi bisa

mendorong peningkatan produktivitas hingga 25 %; (d) Kemudahan dan fleksibilitas

 proses pembayaran bahan baku.

 

Perspektif berbeda disampaikan oleh para pengusaha yang tidak melakukan kerjasama

terintegrasi dalam satu group. Dalam pandangan mereka, kerjasama terintegrasi dalam

satu group justru akan menghambat proses pencapaian produk yang berdaya saing

tinggi. Alasannya adalah kerjasama terintegrasi menyebabkan perusahaan menjadi tidak 

fokus pada bisnis inti-nya (core business). Selain itu, perusahaan yang terintegrasi bisa

menyebabkan loose of quality untuk produk akhir.

Pola Kerjasama Perusahaan Non-Grup Melalui Jaringan Bisnis ( Busines Network )

Pola kerjasama jaringan bisnis adalah bentuk kerjasama antar perusahaan, khususnyadalam hal  supply bahan baku produksi tanpa adanya suatu ikatan rantai produksi dan

atau manajemen. Kerjasama jaringan bisnis yang dilakukan oleh industri TPT di Jawa

Barat dan Jawa Tengah tidak hanya terbatas pada industri TPT di dalam negeri,

melainkan sudah mencakup kerjasama jaringan bisnis internasional.

Berdasarkan informasi dari responden, tim peneliti menilai bahwa proses terbentuknya

kerjasama jaringan bisnis industri TPT terjadi karena beberapa faktor: (a) Kerjasama

 bisnis yang terjadi karena fenomena kedekatan geografis; (b) Kerjasama bisnis yang

13

Page 14: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 14/23

terjadi karena keterkaitan historis; (c) Kerjasama bisnis yang terjadi karena tuntutan

 bisnis (order dari pembeli). Umumnya, perusahaan yang melakukan kerjasama bisnis ini

adalah mereka yang berada di sektor hilir industri TPT yang senantiasa berhubungan

dengan aktivitas perdagangan (trading ), baik dengan buyer  lokal maupun buyer  luar 

negeri.

Alasan utama para pengusaha yang melakukan kerjasama jaringan bisnis adalah

keinginan mereka untuk fokus terhadap segmen industri dan pembeli tertentu. Dalam

 perspektif teoritis, Porter (1990) mendukung argumen ini. Dia mengungkapkan bahwa

dengan fokus pada segmen industri tertentu atau segmen pembeli tertentu, maka

setidaknya bisa mengurangi biaya koordinasi, kompromi, dan kekakuan dalam melayani beberapa segmen sekaligus.

Jika kita mengasumsikan biaya tenaga kerja sama, biaya bahan baku sama (karena tidak 

ada diskriminasi harga dari perusahaan satu grup terhadap anggota grupnya) serta biaya

lainnya sama, maka biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang melakukan

fokus pada segmen industri tertentu untuk menghasilkan produk yang sama dengan

  perusahaan yang terintegrasi seharusnya bisa lebih efisien. Hal ini terjadi karena

marginal cost perusahaan non-grup menjadi lebih kecil dari marginal cost perusahaan

yang terintegrasi dalam group. Seperti disebutkan di atas, ada biaya koordinasi yang

harus dikeluarkan jika beberapa perusahaan terintegrasi dalam satu grup. Dengan

demikian harga jual produk dari perusahaan yang melakukan kerjasama jaringan bisnis

akan lebih murah dibandingkan harga jual produk yang sama yang diproduksi oleh

  perusahaan yang terintegrasi dalam satu grup. Hubungan kerjasama jaringan bisnis

dengan efisiensi ini diungkapkan juga oleh Parker dalam Minitti (2008) yang

menyatakan bahwa dalam perspektif makro, kerjasama jaringan bisnis secara formal

dengan dukungan para wirausahawan handal untuk berbagi informasi akan

meningkatkan efisiensi dan kesejahteraan bersama.

Dalam kaitannya dengan industri pendukung, dari 18 sampel perusahaan, penelitian ini

hanya menemukan satu perusahaan yang mempunyai kerjasama secara sistematis

dengan industri pendukung, yaitu kerjasmaa antara industri TPT yang terintegrasi

dengan perusahaan pengemas. Melihat fenomena seperti ini, secara umum, baik industri

TPT yang melakukan kerjasama dalam bentuk terintegrasi dalam satu grup maupun

14

Page 15: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 15/23

kerjasama melalui jaringan bisnis belum bisa dikatakan memenuhi unsur kerjasama

dalam sebuah sistem   kluster yang kuat. Namun dengan rantai kerjasama yang sudah

terbangun ini, masih ada harapan untuk membangun industri TPT melalui sistem

klaster. Dalam istilah yang dikemukakan oleh   Asian Development Bank  (ADB),

fenomena ini merupakan “klaster yang sedang tidur” (dormant ).

Strategi Kompetisi

Industri TPT merupakan salah satu industri yang tingkat persaingannya sangat tinggi.

Dengan pemain yang sangat banyak di pasar dan tidak adanya kemampuan satu

 produsen dalam mempengaruhi harga, maka bisa dibilang pasar untuk produk TPT ini

masuk dalam kategori pasar persaingan sempurna. Dalam konteks persaingan di pasar 

dalam negeri, produk para pesaing meliputi produk yang dihasilkan oleh industri TPT

domestik sejenis dan juga produk impor. Di Indonesia, persaingan produk TPT

domestik dengan produk TPT impor sangatlah berat. Hal ini terjadi karena disamping

harus bersaing dengan serbuan produk TPT murah dari China yang masuk melalui jalur 

impor resmi, juga harus bersaing dengan begitu banyaknya produk TPT impor ilegal

yang beredar di pasaran dengan harga yang tentu jauh lebih murah.

Sementara itu, persaingan produk TPT di pasar inernasional juga semakin berat lagi.

Jika pada tahun 1990 an hanya India dan China yang menjadi saingan terberat

Indonesia, maka kini mulai bermunculan kekuatan baru dalam industri TPT seperti

Vietnam, Bangladesh, Pakistan dan Turki. Menghadapi beratnya kompetisi baik di pasar 

domestik maupun di pasar internasional, maka mutlak dibutuhkan sebuah strategi

khusus agar tidak terpinggirkan dalam persaingan yang semakin ketat ini.

Secara umum semua pengusaha TPT yang diwawancarai dalam penelitian ini

menyatakan bahwa strategi berkompetisi baik di pasar domestik maupun pasar luar 

negeri tergantung kepada tiga hal berikut ini: harga ( price), kualitas (quality) dan waktu

  pengiriman (delivery time). Oleh karena itu, setiap perusahaan yang ingin

memenangkan persaingan atau minimal tetap eksis di pasar domestik terlebih di pasar 

internasional harus berupaya menciptakan produk yang lebih murah (better price), lebih

 berkualitas(better quality)

serta lebih tepat dan cepat dalam waktu pengiriman barang

(better delivery time).

15

Page 16: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 16/23

Strategi Berkompetisi Melalui Penciptaan Produk yang Lebih Murah ( Better Price)

Harga merupakan fungsi dari komponen biaya produksi ditambah margin keuntungan.

Jika diasumsikan setiap perusahaan membidik margin keuntungan yang sama, maka

upaya untuk menciptakan harga produk yang kompetitif adalah dengan efisiensi di

komponen biaya produksi. Beberapa strategi yang diterapkan oleh industri TPT untuk 

menekan biaya produksi adalah:

- Relokasi perusahaan ke tempat yang biaya tenaga kerjanya lebih murah

Relokasi ini umumnya dilakukan oleh perusahaan garment. Beberapa perusahaan

garment telah dan berencana merelokasi perusahaannya dari Jawa Barat ke Jawa

Tengah. Salah satu alasan utama relokasi mereka dari Jawa Barat ke Jawa tengah

adalah perbedaan tingkat upah yang lumayan besar. Menurut catatan BPS, untuk 

tahun 2008, Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) di sentra industri tekstil Jawa

Barat seperti Kota Bandung sudah mencapai Rp 939.000 per bulan dan Kabupaten

Bandung Rp 895,980 per bulan. Di sisi lain, UMK tujuan relokasi yaitu Kota

Semarang masih Rp 838.500 per bulan dan kabupaten Semarang hanya Rp 672.000

 per bulan.

−Alasan lain relokasi ini adalah pandangan pengusaha garment yang beranggapan

 bahwa karakter tenaga kerja orang Jawa (Jawa Tengah) yang lebih loyal terhadap

  perusahaan, kondusivitas lingkungan usaha dan peraturan daerah yang cukup

mendukung untuk berbisnis. Faktor lain yang juga dianggap sebagai penyebab

terjadinya relokasi perusahaan garment ke Jawa Tengah adalah asosiasi buruh di Jawa

Barat yang terlalu kuat. Berikut petikan wawancara dengan salah seorang pejabat di

dinas perindustrian propinsi Jawa Barat dan pengurus API Jawa Barat.

“...Memang di Jabar asosiasi buruhnya terlalu kuat sekali sehingga

 jadi dihindari.”

“...Serikat pekerja itu jor-joran. Bapak bisa lihat berapa kali di

daerah Cimahi Bandung Barat melakukan demo meskipun kita dari Apindo bisa kumpul alhamdullilah tiga kali demo kita tidak tutup,

tapi di Cimahi tiga kali demo hancur total. Kita dari pengusaha

masih berbicara baik-baik dengan serikat pekerja. Kini, serikat  pekerja alhamdullilah juga mengerti, kita jalan.”

16

Page 17: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 17/23

- Melakukan peremajaan mesin-mesin produksi

Strategi peremajaan mesin produksi diarahkan untuk meningkatkan produktivitas

  pekerja dan meningkatkan kualitas produk. Tidak semua perusahaan TPT mampu

melakukan peremajaan mesin-mesin produksi ini, berdasarkan pengamatan kami

hanya beberapa perusahaan saja yang mampu mengupgrade mesin-mesin

  produksinya. Alasan utama ketidakmampuan mereka dalam mengupgarde mesin-

mesinnya adalah keterbatasan dana.

Pandangan masayarakat awam yang melihat industri TPT sebagai   sunset industry

sepertinya sudah merasuk hingga ke sendi-sendi dunia perbankan. Sudah jelas, akibat

 pandangan yang bisa dikatakan keliru ini telah menyebabkan sebagian pengusaha TPT

mengalami kesulitan dalam akses kredit ke sektor perbankan. Peremajaan mesin

  produksi di industri TPT sangatlah urgen. Seorang responden yang mempunyai

  pengalaman membuka bisnis industri tekstil di China menyatakan bahwa China

 berhasil memproduksi tekstil dengan biaya lebih murah karena umumnya industri

TPT disana menggunakan mesin-mesin produksi yang relatif baru. Berbekal

 pengalaman dari China, sang pengusaha mencoba menerapkan strategi upgrade mesin

ini dengan cara beli mesin baru dari China, dipakai maksimal dalam kurun waktu

tertentu lalu jual lagi. Menurut sang pengusaha, rupanya pola seperti ini sedang

menjadi tren di beberapa kalangan pengusaha tekstil. Berikut petikan wawancaranya:

 

“...sekarang kami mengadopsi teori baru, beli mesin China, lalu

hajar (gunakan secara maksimal-red) sampai lima tahun. Tidak 

usah juga dimaintain (dipelihara-red), habisin saja, nanti kitabeli lagi baru, mesin-mesin lama itu lempar ke Bangladesh,

lempar ke Pakistan, sekarang ada teori baru seperti itu yang 

kuat...”

- Merubah status sebagian karyawan tetap menjadi pekerja kontrak 

Dalam aspek ketenagakerjaan, ada dua pola yang diterapkan oleh beberapa

 perusahaan TPT dalam melakukan efisiensi biaya produksi yaitu: Pertama, perekrutan

karyawan baru dilakukan dengan ikatan kerja status kontrak. Kedua, merubah status

karyawan tetap menjadi pekerja kontrak. Cara ini memang tidak mudah dilakukan

karena adanya potensi resistensi konflik antara pengusaha dengan pekerja. Namun

demikian, resistensi konflik ini umumnya bisa diselesaikan dengan pendekatan

17

Page 18: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 18/23

 budaya dan kekeluargaan. Salah seorang manajer perusahaan tekstil menyatakan

 pengalamannya dalam mengelola konflik dengan pekerjanya sebagai berikut:

“Antara kita dengan karyawan berusaha transparan, awalnya memang mereka bersikeras (menolak di-PHK-red), tapi mereka sempat melihat 

 gudang juga yang berisi benang-benang menumpuk tidak bisa terjual  sampai 5.000 bal karena harga turun, akhirnya mereka bisa mengerti.”

“Untuk semua yang pernah bekerja disini, kalau kita perlukan sayaakan tetap terima, mungkin karena kita tidak membatasi usia, karena

kami pikir tidak perlu mendidik mereka lagi karena keterampilan yang  pernah mereka miliki ketika bekerja disini. Kalau ditempat lain belumtentu mereka kerasan di tempat yang baru karena bidang kerja yang mereka kerjakan lain.”

“Mereka mengutamakan kerja disini mungkin karena kedekatan yang telah kita bina. Kita nggak ada tambahan apa-apa pak sekarang, tapimereka bersedia saja bekerja di sini, tidak ada uang makan, transport 

 juga sudah tidak ada, tapi mereka tetap mau kembali ke kita.”

Strategi Bersaing Melalui Penciptaan Produk yang Lebih Berkualitas ( Better Quality)

Produk TPT, khususnya produk akhir berupa pakaian jadi (fashion) kini sudah menjadi

 bagian penting dalam gaya hidup dan indikator sebagai simbol status, khususnya dalam

kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. Bagi mereka, faktor harga dalam

membeli produk  fashion terkadang sudah bukan menjadi pertimbangan utama. Aspek 

 penting dalam memilih produk  fashion kini bergeser ke aspek kualitas dan keunikannya.

Menyadari akan pentingnya hal ini, pengusaha TPT khususnya yang berada di industri

garment menuturkan beberapa strategi yang mereka terapkan dalam menciptakan

 produk yang lebih berkualitas sebagai berikut: (a) Malakukan proses quality control 

(QC) berlapis; (b) Melakukan inovasi produk, termasuk dengan cara diversifikasi untuk 

menghasilkan produk yang unik; (c) Membidik segmen tertentu, seperti high class

 fashion.

Strategi Bersaing Melalui Perbaikan Waktu Pengiriman Barang ( Better Delivery Time)

Di pasar internasional, khususnya di negara-negara yang mempunyai empat musim,

selain harga yang kompetitif dan kualitas yang bagus, ketepatan waktu pengiriman

 barang adalah masalah krusial. Semua pengusaha yang menjadi responden penelitian ini

menyatakan bahwa di tingkat perusahaan tidak ada masalah dalam kaitannya dengan

kemampuan memproduksi barang pesanan sesuai waktu yang telah disepakati. Masalahutama yang menyebabkan terlambatnya penyelesaian pesanan justru bersumber dari

18

Page 19: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 19/23

faktor-faktor eksternal yang berada diluar kontrol perusahaan, parahnya lagi, faktor-

faktor eksternal menghambat mulai dari proses produksi, administrasi hingga proses

 pengiriman, seperti ketidakpastian pasokan energi listrik, masalah kepabeanan di bea

cukai yang terkadang berbelit-belit serta buruknya infrastruktur jalan yang

menyebabkan akses kendaraan pengangkut ke pelabuhan menjadi terhambat.

Pentingnya masalah pengiriman ini dalam situasi tertentu bahkan bisa mengalahkan

 penilaian buyer  terhadap kualitas produk seperti yang disampaikan oleh salah seorang

responden berikut ini:

“Biasanya yang paling rewel di kita itu pengiriman karena terlambat 

atau apa. Tapi sekarang itu juga sudah jarang. Yang nomor satu itu,

biar produk kurang bagus tapi kalau pengiriman tepat ya biasanyamereka (buyer-red) nggak marah.. Kalau produk bagus, tapi

 pengiriman telat ya mereka (buyer-red) marah, jadi harus cheaper,better and faster. Yang paling cepat itu yang dikejar.”

“Faktor yang menyebabkan delivery menjadi terlambat pertamakesalahan dalam processing karena terlalu banyak sehingga ke delay,

kedua bahan baku. Kesalahan process penyebabnya fifty-fifty bisabisa human error bisa juga masalah listrik.”

19

Page 20: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 20/23

Kesimpulan

Ada tiga karakteristik wirausahawan di industri TPT, yaitu wirausahawan innovator 

(innovator entrepreuner ), wirausahawan pedagang (trader entrepreuner ) dan

wirausahawan kombinasi dari innovator dan trader (innovator and trader entrepreuner ).

Pengusaha TPT yang berada dalam kategori innovator and trader entrepreuner adalah

yang paling bisa diharapkan untuk mengangkat industri TPT nasional melalui

kemampuan inovasi dan berdagang mereka. Wirausahawan seperti ini juga akan

memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional melalui penciptaan

nilai tambah di industri TPT sendiri dan industri pendukung serta industri terkaitnya.

Karakteristik jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh pengusaha TPT cukup berpengaruh

terhadap pola kerjasama yang selama ini dikembangkan oleh para pengusaha TPT.

Mereka yang berada dalam kategori innovator and trader entrepreuner  cenderung

membangun perusahaannya melalui pola integrated under a group. Di sisi lain, para

wirausahawan dalam kelompok  innovator entrepreuner  dan trader entrepreuner 

cenderung bekerjasama dengan perusahaan TPT lainnya dalam pola independent 

business network . Apapun bentuk kerjasamanya, yang menentukan kemampuan mereka

dalam berkompetisi di pasar domestik terlebih di pasar internasional adalah penciptaan

“three better ” dalam produk mereka, yaitu better price, better quality, and better 

delivery time.

Berdasarkan analisis temuan penelitian di atas, tiga hal mendasar yang perlu

direkomendasikan adalah: Pertama, perlu ada sentuhan kebijakan pemerintah yang bisa

menjembatani pembentukan para wirausahawan TPT yang handal melalui dunia

 pendidikan. Dalam jangka pendek, promosi pendidikan bidang TPT perlu digalakkan

secara intensif dengan memberikan insentif bagi perguruan tinggi yang akan membuka

 jurusan khusus TPT. Pada saat yang sama, beasiswa pendidikan kepada mereka yang

  berminat belajar di bidang TPT perlu disediakan secara memadai. Kurikulum

 pendidikan TPT pun perlu diarahkan pada pengembangan aspek penguasaan teknologi

dan aspek manajerial industri TPT. Hal ini perlu dilakukan mengingat industri TPT

tidak akan bisa sendirian melahirkan pengusaha TPT yang berjiwa innovator and trader 

entrepreuner. Kedua, pemerintah perlu menstimulus terciptanya interlinkage firm

20

Page 21: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 21/23

diantara industri TPT nasional dan antara industri TPT dengan industri pendukung dan

industri terkaitnya yang ada di dalam negeri. Selama ini, masih banyak perusahaan TPT

nasional yang mengandalkan bahan baku dan bahan penolongnya dari industri di luar 

negeri. Bentuk stimulus pemerintah bisa berupa stimulus fiskal berupa pemotongan

 pajak atau stimulus non fiskal berupa penyediaan kawasan khusus bagi industri TPT

dan industri pendukung serta industri terkaitnya.  Ketiga, untuk mendukung pencapaian

“three better” oleh industri TPT, maka perbaikan dan penambahan infrastruktur jalan,

 pembenahan pelabuhan, penjaminan pasokan energy listrik adalah hal mendesak untuk 

dilakukan.

 

21

Page 22: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 22/23

Daftar Pustaka

Adam, Latif. (2009), Analisis Pengendalian Impor Terhadap Kinerja Industri Garmen.

Laporan Penelitian Kerjasama antara KSO Sucofindo dan P2E LIPI. Tidak dipublikasikan.

Asian Development Bank.   Praktik Terbaik Mengembangkan Klaster Industri dan

 Jaringan Bisnis. Policy Discussion Paper No. 8, Nopember 2001.

Audretsch, D.B., Keilbach, M. (2004), Entrepreneurship And Regional Growth: An

Evolutionary Interpretation. Journal of Evolutionary Economics Vol 14.

Casson, Mark (1995), Enterprise and Competitiveness. A System View of International  Business. Oxford University Press Inc, New York.

Cho, Dong-Sung dan Hwy-Chang Moon (2003), From Adam Smith to Michael Porter:

Evolusi Teori Daya Saing . Salemba Empat. Jakarta.

Collins, J. and Moore, D. (1970), The Organization Makers. Appleton-Century-Crofts,

 New York, 1970.

Hill, Hall (1992),  Indonesia’s Textile and Garment Industries. Develpoments in an

 Asian Perspective. Institute of Southease Asian Studies, Singapore.

Liker, Jeffrey K. dan David Meier (2008), The Toyota Way Fieldbook. Panduan Untuk Mengimplementasikan Model 4p Toyota. Esensi, Erlangga Group.

McClelland, D. (1961), The Achieving Society, Van Nostrand, Princeton NJ.

Minniti, Maria and Moren Lévesque (2008), Recent Developments In The Economics

Of Entrepreneurship. Journal of Business Venturing 23 (2008) 603–612

Parker, S.C., Robson, M.T. (2004), Explaining international variations in self-

employment: evidence from a panel of OECD countries. Southern Economic

 Journal 71 (2), 287–301.

Porter, Michael E (1990), The Competitiveness Advantage of Nations. New York: The

Free Press.

CD SYKTYDGRS C59 Interactive Magazine Vol. 12 tahun 2007.

http://indonesiatextile.com. Memacu Konsumsi & Permintaan Produk TPT Indonesia

 Di Pasar Domestik . Diakses pada 11 November 2009.

http://wikipreneurship.eu. Entrepreneurship. Diakses pada 10 Desember 2009.

22

Page 23: Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip

5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 23/23

LAMPIRAN

Pola Kerjasama Perusahaan TPT di Jawa Barat

Perusahaan Pola Kerjasama

Keterangan

(Produksi dan Keterkiatan Antar

Perusahaan)Perusahaan A Business network Pencelupan (Dyeing) – kain

Perusahaan B Business network Kain

Perusahaan C Terintegrasi

(Integrated)

Pembuatan benang- Kain- pencelupan

Perusahaan D Terintegrasi

(Integrated)

Polyster-pembuatan benang-kain

Perusahaan E Business network Kain katun

Perusahaan F Business network Kain, pakaian seragam

Perusahaan G Terintegrasi

(Integrated)

Polyester – pembuatan benang-kain

Setiap perusahaan mempunyai manajemen

yang terpisah

Perusahaan H Terintegrasi

(Integrated)

Polyester – pembuatan benang-kain

Setiap perusahaan mempunyai manajemen

yang terpisah

Perusahaan I Business network GarmentSumber: Data Primer P2E LIPI

Pola Kerjasama Perusahaan TPT di Jawa Tengah

Perusahaan PolaKerjasama

Keterangan(Produksi dan Keterkiatan Antar Perusahaan)

Perusahaan J Terintegrasi

(Integrated)

Cotton fiber- pembuatan benang-kain – garment

Satu group dengan perusahaan P

Perusahaan K Terintegrasi

(Integrated)

Satu group dengan perusahaan G

Perusahaan L Terintegrasi

(Integrated)

Pembuatan benang-kain-pencelupan-garment

Perusahaan M Business network Garment

Perusahaan N Business network Garment

Perusahaan O Terintegrasi(Integrated)

Satu group dengan perusahaan L

Perusahaan P Terintegrasi

(Integrated)

Cotton fiber- pembuatan benang-kain-garment

Satu group dengan perusahaan J

Perusahaan Q Business network Garment

Perusahaan R Business network GarmentSumber: Data Primer P2E LIPI

23