jurnal kewirausahaan-agus syarip
TRANSCRIPT
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 1/23
KEWIRAUSAHAAN, STRATEGI BEKERJASAMA DAN
STRATEGI BERKOMPETISI
DI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT)
Agus Syarip Hidayat, SE, MA1
Abstrak
This research focuses on the discussion about entrepreneurship, cooperation and rivalry
strategy in Indonesia’s textile industry. The specific objectives of this research are: first,
to analyze the characteristics of entrepreneurs in textile industry; second, to analyze the
cooperation and rivalry strategy in textile industry. This research was conducted in year
2008 with sample of 18 textile companies located in West Java province and Central
Java province. The employed method to collect the primary data was in-depth interview
with the owners and or high rank managers in each textile company. The main findingsof this research are: first, there are three characteristics of entrepreneurs in textile
industry, which are innovator entrepreneur, trader entrepreneur, and innovator-trader
entrepreneur. Those three entrepreneurs are needed to develop Indonesia’s textile
industry, however the third one is the most desired to strengthen the current Indonesia’s
textile industry; second, textile industry has two types of cooperation strategy, which
are integrated under a group and independent business network. Integrated under a
group offers some advantages such as ease supply of raw and supporting materials, fast
coordination, cheaper delivery cost, higher productivity, flexibility of payment process
for raw and supporting materials. Meanwhile, independent business network benefits a
company to focus on its core business with cheaper cost of coordination; third,
competition in textile market, both in domestic and international market has been
tightening in recent years. The only key to win the competition is to produce products
with “three better”, better price, better quality, and better delivery time.
Keywords: textile industry, entrepreneurship, cooperation and rivalry strategy
Kata Kunci: industri tekstil, kewirausahaan, strategi bekerjasama dan berkompetisi
1 Peneliti di Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Korespondensi Penulis: Agus Syarip Hidayat, Gedung Widya Graha Lt. 5 Ruang 502 Pusat Penelitian
Ekonomi LIPI, Jl. Gatot Subroto 10 Jakarta Selatan 12710, Telephone: 021- 5207120; Fax: 021-5262139.Email: [email protected].
1
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 2/23
Pendahuluan
Industri Tekstil dan Produk dari Tekstil (TPT) sering diidentikkan sebagai sunset
industry, yaitu industri yang telah melewati masa puncak kapasitas ekonomisnya dancenderung mengalami penurunan dalam kemampuan produksinya. Bila kita perhatikan
indikator-indikator yang ada, maka pandangan ini tentu tidak sepenuhnya benar. Dalam
beberapa tahun terakhir ini, industri TPT mulai menunjukkan gairahnya untuk terus
bangkit. Jumlah industri TPT dan nilai investasinya terus bertambah. jika pada tahun
2002 industri TPT hanya berjumlah 2.646 perusahaan, maka di tahun 2006 jumlahnya
sudah mencapai 2.699 perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa industri TPT masih
dilirik dan dipertimbangkan oleh para investor. Dari sisi produksi, dalam tiga tahun
terakhir ini, penurunan produksi memang terjadi khususnya pada industri TPT yang
memproduksi pakaian jadi. Sementara kinerja produksi industri tekstil sejak tahun
2006-2008 menunjukkan tren yang semakin membaik. Berdasarkan data BPS, rata-rata
indeks produksi tekstil2 tahun 2006 hanya 88,5. Angka indeks produksi ini terus
meningkat menjadi 98,3 dan 101,7 pada tahun 2007 dan 2008.
Satu hal yang sangat disayangkan dari perkembangan industri TPT ini adalah kinerja
ekspornya yang mengalami penurunan. Sebagaimana dikemukakan oleh Adam (2009)
bahwa pada periode 2005-2008, pertumbuhan ekspor pakaian jadi (garment) hanya 7,2
persen per tahun. Angka ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan
ekspor industri secara keseluruhan yang mencapai 36,3 persen per tahun. Walaupun di
pasar ekspor industri ini sedang mengalami pelemahan kinerja, namun prospek di pasar
domestik justru semakin menjanjikan. Pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan
No.56/M-DAG/PER/12/2008 tentang ketentuan impor produk tertentu, yang salah
satunya pengaturan impor produk garment, diduga kuat telah mampu menurunkan
impor garment ilegal. Hal ini jelas memberikan peluang kepada industri TPT untuk
mengisi kekosongan produk-produk TPT yang selama ini jadi serbuan impor ilegal.
Beberapa indikator perkembangan industri TPT ini jelas memberikan harapan bahwa
industri ini masih mempunyai peluang untuk dikembangkan menjadi lebih besar lagi.
Salah satu kunci untuk pengembangan sektor ini terletak pada pengusahanya, yang
diharapkan mempunyai kreativitas tinggi, responsifitas yang tajam dan daya inovatif
2 Indeks produksi pada industri skala menengah dan besar dengan tahun dasar tahun 2000.
2
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 3/23
yang hebat. Kriteria wirausahawan seperti ini sangat dibutuhkan mengingat permintaan
produk TPT ini sangat dinamis dan terdiferensiasi oleh kebutuhan, selera, nilai seni,
usia, kelas sosial, ragam budaya dan motivasi lainnya. Tipologi wirausahawan yang
handal ini juga semakin diperlukan untuk mengangkat citra industri ini dari sebutan
sunset industry. Saat ini terlalu banyak pengusaha TPT yang hanya bermental
wirausahawan pedagang, dimana aktivitasnya hanya mengimpor produk TPT dari luar
negeri, bahkan tidak sedikit yang menggunakan jalur selundupan (ilegal). Aktivitas
wirausahawan seperti ini tidak banyak memberikan nilai tambah bagi perekonomian
nasional, bahkan dalam jangka panjang bisa menghancurkan industri TPT dalam negeri.
Mencermati uraian di atas, paper ini akan menekankan pada pembahasan aspek kewirausahaan yang dikaitkan dengan strategi bekerjasama dan strategi berkompetisi di
industri TPT. Secara khusus, tujuan dari paper ini adalah: (1) menganalisis karakter
wirausahawan yang dibutuhkan untuk membangkitkan industri TPT sehingga lebih
mempunyai keunggulan bersaing di tingkat nasional dan internasional; (2) menganalisis
strategi bekerjasama dan strategi berkompetisi dalam industri TPT.
Paper ini merupakan hasil penelitian lapangan yang dilakukan di industri TPT di Jawa
Barat dan Jawa Tengah pada tahun 2008. Sampel dari penelitian ini berjumlah 18
perusahaan TPT, yang terdiri dari 9 perusahaan TPT di Jawa Barat dan 9 perusahaan
TPT di Jawa Tengah. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam
(indepth interview) dengan para pemangku kepentingan ( stakeholders).
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dengan
pendekatan explanatory approach, yaitu model analisis dengan memberikan penekanan
pada eksplorasi berbagai realitas dan sekaligus memberikan intervensi penilaian
terhadap objek penelitian yang kompleks. Sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji
bahwa analisis akan dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu: pertama, analisis
kewirausahaan dan tipologi wiraushawan di industri TPT ; kedua analisis aspek strategi
bekerjasama di industri TPT; ketiga, analisis aspek strategi berkompetisi di industri
TPT.
3
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 4/23
Kewirausahaan: Karakter Untuk Industri TPT
Sebelum membahas lebih jauh tentang kewirausahaan ini, marilah kita lihat dulu
definisi dari kewirausahaan dan karakter apa saja yang perlu dimiliki untuk disebut
sebagai seorang wirausahawan. Minniti (2008) mendefinisikan kewirausahaan sebagai
proses dari sebuah pencarian keuntungan melalui pemecahan masalah yang dilakukan
dalam kondisi yang tidak menentu. Sementara itu, Casson (1995) menjelaskan
kewirausahaaan sebagai suatu kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat
untuk pemecahan berbagai masalah dalam situasi yang sangat komplek dimana kondisi
lingkungan tidak bisa sepenuhnya diidentifikasikan.
Karakter yang melekat dalam diri seorang wirausahawan dikemukakan oleh McClelland
(1961) yaitu pribadi yang memiliki motivasi besar untuk mencapai kesuksesan dan
dorongan yang kuat untuk selalu membangun diri. Sementara Collins dan Moore (1970)
berdasarkan pengamatannya terhadap 150 wirausahawan menyimpulkan bahwa
wirausahawan adalah mereka yang keras, orang-orang pragmatis yang yang didorong
oleh kebutuhan untuk kebebasan dalam berkarya dan pencapaian sukses
(http://wikipreneurship.eu). Dalam kaitannya dengan proses inovasi, Audretsch dan
Keilbach (2004, 2005) menyebutkan bahwa jiwa kewirausahaan adalah sangat krusial
dalam mendorong proses pemilihan inovasi, juga dalam penciptaan keragaman
pengetahuan yang selanjutnya akan membantu sebagai jalan untuk penyebaran
pengetahuan itu kepada yang lain.
Dalam kaitannya dengan aspek kerjasama antar wirausahawan, Casson (1995)
menyebutnya sebagai sesuatu hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam upaya
menemukan ide dan memecahkan masalah bisnis yang semakin komplek. Dalam
tingkatan kerjasama industri, pentingnya strategi bekerjasama dalam menciptakan
industri yang berdaya saing juga dikemukakan dengan jelas oleh Porter (1990) dalam
diamond model nya yang sudah diakui kehandalannya oleh banyak kalangan pengusaha
dan ilmuwan. Dalam model Porter itu, salah satu faktor penentu daya saing industri
adalah perlunya kerjasama dengan industri terkait dan industri pendukung. Hal senada
disampaikan oleh Cho (2003) yang menggambarkan keberadaan industri terkait dan
industri pendukung yang mempunyai daya saing merupakan salah satu faktor penentu
dalam menciptakan suatu industri nasional yang kompetitif. Lebih lanjut dia
4
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 5/23
menyebutkan bahwa para pemasok (industri terkait dan industri pendukung) yang
terpusat di negara asal yang secara internasional kompetitif akan menciptakan
keunggulan dalam industri hilir dalam beberapa cara. Pertama, mereka mengirimkan
input yang paling efektif dalam suatu cara yang efisien, awal, cepat dan lebih disukai.
Kedua, daya saing dalam negeri pada industri terkait dan industri pendukung akan
memberikan manfaat dalam aliran informasi dan saling tukar dalam masalah teknis
yang akan mempercepat tingkat inovasi dan pembaharuan termasuk keterampilan baru.
Dari hasil penelitian di Jawa Barat dan Jawa Tengah, setidaknya ada tiga tipologi
wirausahawan dalam industri TPT, yaitu (1) wirausahawan innovator (innovator
entrepreuner ); (2) wirausahawan pedagang (trader entrepreuner ); (3) wirausahawankombinasi dari innovator dan trader (innovator and trader entrepreuner ). Mari kita
bahas satu per satu dan bagaimana kaitan antara ketiga jiwa kewirausahaan ini dengan
perkembangan perusahaannya.
(1) Wirausahawan Innovator ( Innovator Entrepreuner )
Innovator entrepreuner dalam industri TPT adalah mereka yang tumbuh dan
menumbuhkan bisnisnya melalui serangkaian proses inovasi yang cepat dan
berkesinambungan. Jiwa kewirausahaan yang melekat dalam tipe ini umumnya tumbuh
dari proses kreatif dan adanya keinginan dalam kebebasan untuk berkarya sebagaimana
telah disebutkan oleh Collins dan Moore diatas. Tipologi wirausahawan semacam ini
umumnya ditemui di bagian hilir industri TPT, yaitu tepatnya di industri pakaian jadi.
Salah satu contoh dalam tipe ini adalah pengusaha kaos “distro” di Bandung. Kekuatan
utama yang dimiliki oleh mereka yang berada pada tipe pertama ini adalah kemampuan
inovasi yang didasarkan pada ide-ide kreatif yang ditujukan untuk fokus pada segmen
tertentu, misalnya segmen usia muda. Untuk menjadikan ide-ide kreatifnya sebagai
sesuatu yang unik, mereka melakukan produksi terbatas dalam setiap produk yang
dijualnya.
Dalam pandangan Porter (1990) setidaknya ada empat kemungkinan yang dapat
membuat segmen baru atau segmen tertentu layak dijadikan strategi fokus, yaitu: (1)
Jika strategi fokus ini bisa menurunkan biaya. Hal ini sangat terkait dengan skala
5
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 6/23
ekonomi suatu produk. Jika skala ekonominya menurun, maka perusahaan dapat
menjadikannya sebagai fokus; (2) Strategi fokus bisa diterapkan pada segmen baru atau
tertentu jika segmen itu dapat berkembang secara meyakinkan sehingga mampu
menutup biaya yang harus dikeluarkan untuk melayani segmen ini secara khusus; (3)
Bila perusahaan dapat memanfaatkan antar hubungan dengan industri lain untuk
mengatasi batas minimal skala ekonomi yang dibutuhkan untuk melayani segmen ini;
(4) Bila perusahaan dapat memanfaatkan antar hubungan geografi. Porter menyebut
antar hubungan geografi ini sebagai kemampuan perusahaan dalam menjual volume
produk dengan skala yang sangat besar yaitu dalam lingkup banyak negara. Bila
dikaitkan dengan konteks hubungan geografi para pengusaha kaos distro di Bandung
yang memang baru bermain dalam tingkatan pasar dalam negeri, maka perspektif
hubungan geografi Porter bisa juga dimaknai sebagai kemampuan penetrasi pasar dalam
skala banyak kota atau lintas propinsi.
Lebih lanjut Porter menjelaskan bahwa aspek lain yang melekat dalam pola bisnis yang
hanya mengandalkan fokus pada segmen tertentu dengan kekuatan inovasi seperti ini
adalah kemampuan mereka untuk bertahan (aspek ketahanan) dalam menghadapi
pesaing dengan tiga karakteristik berikut: (a) Ketahanan terhadap pesaing yang
bersasaran luas; (b) ketahanan terhadap peniru; (c) ketahanan terhadap pengganti
segmen.
(2) Wirausahawan Pedagang (Trader Entrepreuner )
Trader entrepreuner dalam industri TPT adalah mereka yang mengembangkan
bisnisnya dengan hanya mengandalkan pada kegiatan produksi dan perdagangan.
Tipologi wirausahawan semacam ini umumnya ditemui di bagian hulu hingga
mendekati bagian hilir industri TPT. Wirausahawan dalam tipe ini hanya berproduksi
lalu menjual hasilnya ke industri terkait atau menjualnya ke agen. Misalnya di bagian
hulu adalah mereka yang menghasilkan serat polyster atau serat katun lalu menjual
produknya ke perusahaan benang ( spinning ). Perusahaan benang lalu menjualnya ke
perusahaan tenun (weaving ) dan seterusnya. Proses inovasi yang dikembangkan oleh
wirausahawan tipe ini relatif sangat lambat. Dengan pola seperti ini, kemajuan industri
TPT di bawah wirausahawan seperti ini hanya akan ditentukan oleh kenaikan
permintaan alamiah (seperti kenaikan jumlah populasi, kenaikan permintaan produk
6
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 7/23
TPT yang berhubungan dengan masa penerimaan siswa baru), tapi bukan permintaan
yang didorong oleh kemampuan inovasi dari sisi supply. Jika pun terjadi lonjakan
permintaan di luar permintaan alamiah pada produknya, hal ini lebih disebabkan oleh
adanya dorongan permintaan pada produk akhir di sektor hilirnya, seperti kain dan
pakaian jadi.
Berdasarkan hasil pengamatan tim peneliti, setidaknya ada tiga faktor yang
menyebabkan lambatnya proses inovasi di industri TPT: (1) ketertinggalan dalam aspek
teknologi permesinan. Banyak diantara industri TPT di Jawa Barat dan Jawa Tengah
yang masih menggunakan mesin era tahun 1950-an sampai 1970-an. Ketidakmampuan
mereka dalam mengupgrade mesin-mesin produksinya berkaitan dengan keterbatasanmodal karena sebagian masih sulit menembus akses perbankan; (2) masih lemahnya
kemampuan research and development (R & D) untuk pengembangan produk di
perusahaan hulu. Dari beberapa perusahaan TPT yang berada di hulu dan memproduksi
serat polyster, hanya PT. Panasia dan PT. Polyfin yang mempunyai laboratorium
lengkap untuk melakukan kegiatan R &D; (3) sikap wirausahawan yang cenderung
sebagai penghindar resiko (risk averse), khususnya yang berada di sektor hilir.
Sebagian besar pengusaha garment yang jadi responden ini umumnya berproduksi
hanya untuk memenuhi order dari buyer (pembeli) di Eropa dan Amerika, atau dengan
kata lain bisa dibilang hanya sebagai “tukang jahit”. Dalam jangka pendek, pola ini
memang menguntungkan karena tidak perlu susah-susah mencari pasar atau
menciptakan brand image bagus yang memang tidak mudah. Namun pola
ketergantungan seperti ini dalam jangka panjang kurang menguntungkan bagi
pengusaha domestik. Kondisi ini mirip seperti perumpamaan antara pengusaha dengan
buruh kontrak, dimana posisi perusahaan Indonesia diumpamakan sebagai buruh
kontrak yang posisinya sangat lemah sehingga sewaktu-waktu bisa saja kontraknya
diputus oleh buyer seperti contoh kasus pemutusan kontrak produsen Indonesia dalam
pembuatan sepatu Nike.
Dalam pandangan Liker dan Meier (2007) dalam bukunya “The Toyota Way”, pola
“membuat berdasarkan order atau pesanan” dalam konteks pesanan langsung antara
konsumen dan produsen seperti dilakukan oleh Dell Computer memang amat digemari.
Namun dalam pola seperti ini sebenarnya ada pihak yang dirugikan karena harus
7
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 8/23
menanggung biaya yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih rendah. Mereka ini
adalah para pemasok langsung kepada retailer (Dell) yang menjual langsung ke
konsumen. Jadi pola ini hanyalah strategi yang digunakan oleh perusahaan pemesan
(Dell) untuk mengalihkan beban ke perusahaan lain, khususnya pemasok. Pandangan
Liker dan Meier ini memang tidak secara spesifik ditujukan pada hubungan pemasok
dan buyer dalam tingkatan perusahaan retail TPT (seperti Mark & Spencer) yang tidak
menjual langsung berdasarkan berdasarkan pesanan, namun tetap hal ini bisa terjadi
pada industri TPT domestik.
Tidak banyak dari pengusaha TPT, khususnya yang bergerak di garment yang berani
mengambil resiko dengan membuat model dan brand image sendiri, lalu dipasarkan
minimal di pasar domestik dan pasar Asia. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API)
mencatat bahwa untuk pasar domestik, potensi pertumbuhan konsumsi produk TPT
terbilang cepat. Pada tahun 2005, konsumsi produk TPT per kapita hanya sebesar 3,8
kg. Dua tahun kemudian, atau tepatnya tahun 2007, angka ini mengalami kenaikan
sebesar 10,5 persen menjadi 4,2 kg per kapita. Walaupun di tahun 2008 dan awal 2009
diperkirakan konsumsi produk TPT akan melambat seiring dengan terjadinya krisis
finansial global, namun dalam prediksi API pada tahun 2010 konsumsi produk TPT
Indonesia per kapita akan mencapai 4,5 kg (http://indonesiatextile.com).
Trader enterpreuner ini umumnya adalah wirausahawan yang tumbuh dari proses
historis, yaitu jiwa kewirausahaan yang tumbuh dari proses interaksi historis yang
diturunkan dari orang tuanya atau pendahulunya. Menurut salah seorang responden,
dalam industri TPT ada kecenderungan jika orang tuanya yang memiliki perusahaan
bermental pedagang, bukan industriawan, lalu menurunkan bisnisnya pada anaknya
yang tidak inovatif atau tidak mempunyai kemampuan teknik pertekstilan, maka
kemungkinan besar pola bisnis yang sama akan ditiru oleh anaknya selaku penerus
perusahaan.
(3) Wirausahawan Innovator dan Trader ( Innovator and Trader Entrepreuner )
Innovator and trader entrepreuner dalam industri TPT adalah pengusaha yang
membangun bisnisnya dengan kekuatan inovasi dan kemampuannya yang hebat dalam
pemasaran produknya. Tipologi wirausahawan semacam ini umumnya ditemui di
8
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 9/23
Pengusaha kaos C59 merintis usahanya sejak tahun 1980 dengan hanya
mengandalkan kekuatan satu mesin jahit dan dua mesin obras. Menurut penuturan
sang pemilik perusahaan, selama 10 tahun awal berdirinya usaha ini, tidak ada
satupun bank yang berminat memberikan kredit kepada C59 untuk ekspansi
bisnisnya. Keterbatasan modal tidak lantas menjadikan sang pengusaha mandeg
dalam melakukan inovasi produk. Pada saat yang sama, inovasi model pemasaran
pun dikembangkan serta penetrasi pasar di kota-kota besar Indonesia mulai
diintensifkan. Hasilnya, hanya dalam waktu satu dekade atau tepatnya di tahun 1990,sang pemilik mampu membangun sebuah pabrik dengan fasilitas produksi yang
modern dengan mengandalkan biaya sendiri dari keuntungan bisnis kaos C59 ini.
Pembangunan pabrik ini dibarengi dengan pembukaan gerai khusus untuk menunjang
proses pemasarannya. Pada tahun 1993-1994, usaha C59 sudah sah memiliki badan
hukum berbentuk Perseroan terbatas (PT) dengan sang pemilik Marius Widyarto
Wiwied sebagai direktur utama.
Kunci dari keunggulan kaos C59 dalam merebut pasar adalah kualitas kaos dan
desainnya yang menarik serta proses inovasi desain yang senantiasa diperbaharui
mengikuti perkembangan dan selera pasar (updated ). Beberapa contoh inovasi produk
yang dilakukan oleh pengusaha C59 adalah memadukan differensiasi desain kaos
dengan desain gambar dan atau kata-kata unik dan menarik. Sesuai dengan slogannya
“express your style”, istilah C59 pun diterjemahkan sedemikian rupa disesuaikandengan segmen pasar yang dituju.
Sementara dalam aspek pemasaran, inovasi pemasaran dilakukan dengan cara
menembus segmen-segmen khusus di berbagai lapisan masyarakat mulai dari
pebisnis, kelompok sosial kepemudaan, kelompok keagamaan, event-event
pertunjukkan dll. Bahkan hal baru yang kini sedang dikembangkan adalah membuka
inkubator-inkubator bisnis di beberapa perguruan tinggi. Untuk memperluas pasar
dalam negeri, C59 juga melakukan kerjasama dengan Matahari departemen store.
Hebatnya lagi, mulai tahun 2000, C59 sudah mulai memasarkan produknya ke Eropa
Tengah (Cekoslovakia, Slovakia dan Jerman) dengan brand image C59.
(Sumber: Wawancara P2E LIPI dengan Pemilik C59 dan CD SXTYDGRS C59 Vol 12)
perusahaan-perusahaan yang terintegrasi dalam satu grup. Lebih khusus lagi adalah
mereka yang berada di bagian hilir dan sedikit di bagian hulu industri TPT. Kekuatan
utama yang dimiliki oleh mereka yang berada pada tipe pertama ini adalah kemampuan
inovasi dan adaptasi yang sangat cepat terhadap permintaan pasar yang sangat dinamis.
Uniknya, dinamika permintaan pasar dalam segmen yang mereka layani adalah hasil
lanjutan dari sebuah proses penciptaan imej yang mereka kembangkan dari inovasi-
inovasi sebelumnya. Pengusaha kaos C59 adalah salah satu contoh dalam tipologi
innovator and trader enterpreuner yang berada di bagian hilir industri TPT. Untuk
memberikan gambaran kenapa pengusaha C59 bisa dikatakan sebagai innovator and
trader enterpreuner, mari kita simak sejarah singkat tentang keberhasilan pengusaha ini
dalam membangun bisnisnya dengan kekuatan-kekuatan inovasi dan keterampilan
dalam pemasarannya.
9
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 10/23
Dari ketiga karakteristik wirausahawan di atas, mereka yang berada dalam kategori
innovator and trader entrepreuner adalah yang paling bisa diharapkan untuk
mengangkat industri TPT nasional. Melalui tangan-tangan mereka inilah penciptaan
daya saing produk TPT yang mendasarkan pada inovasi akan lebih mudah dicapai.
Wirausahawan seperti ini juga akan memberikan kontribusi yang besar terhadap industri
nasional melalui penciptaan keterkaitan dengan industri pendukung dan industri terkait
domestik
Memperhatikan perkembangan usaha dari para ketiga tipe wirausahawan di atas, maka
untuk membangun industri TPT Indonesia yang berdaya saing tinggi dibutuhkan
wirausahawan-wirausahawan dengan tipe ketiga, yaitu innovator and trader
entrepreuner atau wirausahawan yang mempunyai jiwa dan kemampuan inovasi yang
mahir serta menguasai strategi perdagangan yang handal. Wirausahawan seperti inilah
yang akan mampu menjawab tantangan pasar global, terlebih dalam permintaan produk
akhir TPT yang sangat dinamis dan variatif. Seperti sudah dikemukakan di atas bahwa
saat ini tidak banyak wirausahawan dalam industri TPT yang berada dalam kategori ini.
Sebagian dari pengusaha TPT yang berkecimpung dalam bisnis TPT lebih disebabkan
karena faktor historis yaitu meneruskan usaha orang tuanya.
Lantas bagaimana upaya untuk menciptakan wirausahawan handal dalam inustri TPT
ini? Seperti sebuah pepatah “seorang pemimpin yang hebat tidaklah dilahirkan, tapi
pemimpin yang hebat adalah hasil sebuah didikan”, maka hal yang sama juga berlaku
dalam menciptakan wirausahawan-wirausahawan handal dalam industri TPT. Dengan
kata lain, kuncinya terletak pada aspek pendidikan. Tentu saja pendidikan yang
dimaksud di sini adalah pendidikan khusus yang bergerak dalam bidang-bidang yang
terkait dengan TPT mulai dari aspek perencanaan, produksi, teknologi, manajemen
pengelolaan, pemasaran dll. Jika di pasar sudah tersedia sumber daya manusia yang
mempunyai potensi untuk menjadi wirausahawan, maka pendidikan khusus TPT ini
ibarat sebuah tempat untuk mempertajam kualitas keahlian bidang TPT dan tempat
untuk membentuk kualitas kepribadian sebagai seorang wirausahawan.
Saat ini, pihak yang terlibat dalam pengembangan pendidikan TPT adalah pemerintah,
perguruan tinggi dan industri TPT sendiri yang diwakili Asosiasi Pertekstilan Indonesia
10
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 11/23
(API). Pemerintah melalui departemen perindustrian mengembangkan pendidikan
khusus TPT melalui Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil di Bandung (ST3 Bandung). Di
ST3 Bandung ini, jenjang pendidikannya hanya sampai Diploma IV. Adapun perguruan
tinggi yang masih membuka jurusan yang terkait dengan TPT adalah Institut Teknologi
Bandung (ITB) dan Universitas Islam Indonsia (UII) Yogyakarta. Kedua universitas ini
membuka jenjang pendidikan bidang TPT hingga Strata I (S1). Sementara itu, sejak
tahun 2002 API mengembangkan pendidikan khusus bersertifikat dalam bidang garment
yang fokus kurikulumnya pada perpaduan antara kemampuan teknikal dan aspek
manajerial.
Satu hal yang cukup memprihatinkan, calon mahasiswa yang berminat memasuki jurusan pertekstilan di ST3 dan UII sangatlah sedikit. Padahal permintaan dari industri
TPT untuk tenaga kerja yang mempunyai keahlian bidang TPT ini sangat tinggi. Di satu
sisi, hal ini bisa jadi terkait dengan “market signaling ” dari industri TPT yang
dipersepsikan salah oleh masyarakat dengan menganggap industri TPT sebagai sunset
industry sehingga tidak memberikan daya tarik bagi calon mahasiswa. Namun di sisi
lain, hal ini bisa dikatakan sebagai indikator kekurangberhasilan pemerintah dalam
mengembangkan pendidikan yang terkait dengan bidang TPT.
Dengan kondisi seperti ini jelas akan sulit menciptakan innovator and trader
entrepreuner di industri TPT. Terlalu berat bagi industri TPT melangkah sendirian
menciptakan calon-calon wirausahawan handalnya, aktor utama yang sebenarnya harus
berperan aktif dalam membangun pendidikan khusus TPT ini adalah pemerintah. Dalam
jangka pendek, promosi pendidikan bidang TPT perlu digalakkan secara intensif dengan
memberikan insentif berupa beasiswa pendidikan atau ikatan dinas bagi para
lulusannya. Sementara, pengembangan pendidikan bidang TPT dalam jangka menengah
dan panjang perlu diarahkan pada pengembangan aspek penguasaan teknologi dan
aspek manajerial industri TPT melalui pembukaan sekolah pascasarjana bidang TPT.
Jika kedua hal ini tidak segera dilakukan oleh pemerintah, bukan tidak mungkin
pengusaha TPT yang merupakan innovator and trader entrepreuner akan semakin
langka di Indonesia. Akibatnya, inovasi produk TPT yang merupakan kunci pembentuk
daya saing TPT dimasa mendatang tidak akan berkembang.
11
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 12/23
Strategi Kerjasama
Untuk menggambarkan betapa pentingnya strategi bekerjasama dalam membangun
industri tekstil yang rantai produksinya cukup panjang, berikut kami kutip pernyataan
salah satu responden penelitian ini, seorang pengusaha TPT:
“....terus terang, salah satu faktor keberhasilan saya dalammembangun perusahaan ini adalah karena kemampuan saya dalam
menjalin relationship dan kerjasama dengan pemilik perusahaantekstil lain...”
Dalam kaitannya dengan strategi bekerjasama di industri TPT, penelitian ini
menemukan dua pola strategi bekerjasama yang diterapkan oleh perusahaan TPT di
Jawa Barat dan Jawa Tengah, yaitu (1) terintegrasi dalam satu grup (integrated ); (2)
independen, perusahaan hanya menjalin kerjasama dalam bentuk jaringan bisnis
(busines network ).
Pola Kerjasama Terintegrasi Dalam Satu Grup ( Integrated )
Pola kerjasama terintegrasi ini merupakan kerjasama bisnis dalam kesatuan rantai
produksi, atau satu kesatuan manajemen dan rantai produksi dari dua atau lebih
perusahaan dalam satu kelompok usaha/ grup. Dalam pola kerjasama ini, biasanya
perusahaan induk bergerak di sektor hulu (industri serat atau benang), sementara anak
perusahaan bergerak di sektor tengah (industri kain, pencelupan, tenun) dan sektor hilir
(garment). Dalam tinjauan historis, Hill (1992) memetakan bahwa pola kerjasama
terintegrasi (vertical integration) merupakan suatu hal yang umum pada perusahaan
TPT yang memproduksi benang bersama-sama dengan kain ( spinning dan weaving ).
Sementara untuk perusahaan garment sangat jarang ditemukan melakukan vertical
integration dalam pola produksinya.
Dari 18 perusahaan yang dijadikan sampel penelitian ini, terdapat 9 perusahaan yang
melakukan kerjasama terintegrasi dalam satu grup. Adapun rantai integrasi dari 9
perusahaan tersebut bervariasi. Sebagian grup melakukan integrasi mulai dari sektor
hulu (perusahaan serat) hingga ke hilir (garment). Sementara sebagian group lainnya
12
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 13/23
hanya melakukan integrasi mulai dari sektor tengah produksi benang, kain dan
pencelupan kain. Gambaran lebih lengkap tentang hal ini bisa dilihat di lampiran.
Satu hal menarik dalam model kerjasama terintegrasi ini adalah kerjasama perusahaan
dalam satu grup tetap dilakukan secara profesional. Artinya, tidak ada perlakuan khusus
yang diberikan oleh setiap anggota grup dalam penentuan harga jual produk.
Perusahaan memberlakukan harga pasar yang sama ketika menjual produknya baik
kepada perusahaan satu grup maupun kepada perusahaan lain di luar grup. Jika
demikian, lantas apa keuntungan yang didapat oleh perusahaan yang tergabung dalam
satu grup? Berdasarkan penuturan para responden penelitian ini, berikut ini adalah
keuntungan yang mereka dapatkan ketika memilih strategi kerjasama secara
terintegrasi: (a) Kemudahan pasokan bahan baku, koordinasi yang cepat dan lebih
efisien; (b) Integrated menghasilkan delivery cost yang lebih murah; (c) Integrasi bisa
mendorong peningkatan produktivitas hingga 25 %; (d) Kemudahan dan fleksibilitas
proses pembayaran bahan baku.
Perspektif berbeda disampaikan oleh para pengusaha yang tidak melakukan kerjasama
terintegrasi dalam satu group. Dalam pandangan mereka, kerjasama terintegrasi dalam
satu group justru akan menghambat proses pencapaian produk yang berdaya saing
tinggi. Alasannya adalah kerjasama terintegrasi menyebabkan perusahaan menjadi tidak
fokus pada bisnis inti-nya (core business). Selain itu, perusahaan yang terintegrasi bisa
menyebabkan loose of quality untuk produk akhir.
Pola Kerjasama Perusahaan Non-Grup Melalui Jaringan Bisnis ( Busines Network )
Pola kerjasama jaringan bisnis adalah bentuk kerjasama antar perusahaan, khususnyadalam hal supply bahan baku produksi tanpa adanya suatu ikatan rantai produksi dan
atau manajemen. Kerjasama jaringan bisnis yang dilakukan oleh industri TPT di Jawa
Barat dan Jawa Tengah tidak hanya terbatas pada industri TPT di dalam negeri,
melainkan sudah mencakup kerjasama jaringan bisnis internasional.
Berdasarkan informasi dari responden, tim peneliti menilai bahwa proses terbentuknya
kerjasama jaringan bisnis industri TPT terjadi karena beberapa faktor: (a) Kerjasama
bisnis yang terjadi karena fenomena kedekatan geografis; (b) Kerjasama bisnis yang
13
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 14/23
terjadi karena keterkaitan historis; (c) Kerjasama bisnis yang terjadi karena tuntutan
bisnis (order dari pembeli). Umumnya, perusahaan yang melakukan kerjasama bisnis ini
adalah mereka yang berada di sektor hilir industri TPT yang senantiasa berhubungan
dengan aktivitas perdagangan (trading ), baik dengan buyer lokal maupun buyer luar
negeri.
Alasan utama para pengusaha yang melakukan kerjasama jaringan bisnis adalah
keinginan mereka untuk fokus terhadap segmen industri dan pembeli tertentu. Dalam
perspektif teoritis, Porter (1990) mendukung argumen ini. Dia mengungkapkan bahwa
dengan fokus pada segmen industri tertentu atau segmen pembeli tertentu, maka
setidaknya bisa mengurangi biaya koordinasi, kompromi, dan kekakuan dalam melayani beberapa segmen sekaligus.
Jika kita mengasumsikan biaya tenaga kerja sama, biaya bahan baku sama (karena tidak
ada diskriminasi harga dari perusahaan satu grup terhadap anggota grupnya) serta biaya
lainnya sama, maka biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang melakukan
fokus pada segmen industri tertentu untuk menghasilkan produk yang sama dengan
perusahaan yang terintegrasi seharusnya bisa lebih efisien. Hal ini terjadi karena
marginal cost perusahaan non-grup menjadi lebih kecil dari marginal cost perusahaan
yang terintegrasi dalam group. Seperti disebutkan di atas, ada biaya koordinasi yang
harus dikeluarkan jika beberapa perusahaan terintegrasi dalam satu grup. Dengan
demikian harga jual produk dari perusahaan yang melakukan kerjasama jaringan bisnis
akan lebih murah dibandingkan harga jual produk yang sama yang diproduksi oleh
perusahaan yang terintegrasi dalam satu grup. Hubungan kerjasama jaringan bisnis
dengan efisiensi ini diungkapkan juga oleh Parker dalam Minitti (2008) yang
menyatakan bahwa dalam perspektif makro, kerjasama jaringan bisnis secara formal
dengan dukungan para wirausahawan handal untuk berbagi informasi akan
meningkatkan efisiensi dan kesejahteraan bersama.
Dalam kaitannya dengan industri pendukung, dari 18 sampel perusahaan, penelitian ini
hanya menemukan satu perusahaan yang mempunyai kerjasama secara sistematis
dengan industri pendukung, yaitu kerjasmaa antara industri TPT yang terintegrasi
dengan perusahaan pengemas. Melihat fenomena seperti ini, secara umum, baik industri
TPT yang melakukan kerjasama dalam bentuk terintegrasi dalam satu grup maupun
14
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 15/23
kerjasama melalui jaringan bisnis belum bisa dikatakan memenuhi unsur kerjasama
dalam sebuah sistem kluster yang kuat. Namun dengan rantai kerjasama yang sudah
terbangun ini, masih ada harapan untuk membangun industri TPT melalui sistem
klaster. Dalam istilah yang dikemukakan oleh Asian Development Bank (ADB),
fenomena ini merupakan “klaster yang sedang tidur” (dormant ).
Strategi Kompetisi
Industri TPT merupakan salah satu industri yang tingkat persaingannya sangat tinggi.
Dengan pemain yang sangat banyak di pasar dan tidak adanya kemampuan satu
produsen dalam mempengaruhi harga, maka bisa dibilang pasar untuk produk TPT ini
masuk dalam kategori pasar persaingan sempurna. Dalam konteks persaingan di pasar
dalam negeri, produk para pesaing meliputi produk yang dihasilkan oleh industri TPT
domestik sejenis dan juga produk impor. Di Indonesia, persaingan produk TPT
domestik dengan produk TPT impor sangatlah berat. Hal ini terjadi karena disamping
harus bersaing dengan serbuan produk TPT murah dari China yang masuk melalui jalur
impor resmi, juga harus bersaing dengan begitu banyaknya produk TPT impor ilegal
yang beredar di pasaran dengan harga yang tentu jauh lebih murah.
Sementara itu, persaingan produk TPT di pasar inernasional juga semakin berat lagi.
Jika pada tahun 1990 an hanya India dan China yang menjadi saingan terberat
Indonesia, maka kini mulai bermunculan kekuatan baru dalam industri TPT seperti
Vietnam, Bangladesh, Pakistan dan Turki. Menghadapi beratnya kompetisi baik di pasar
domestik maupun di pasar internasional, maka mutlak dibutuhkan sebuah strategi
khusus agar tidak terpinggirkan dalam persaingan yang semakin ketat ini.
Secara umum semua pengusaha TPT yang diwawancarai dalam penelitian ini
menyatakan bahwa strategi berkompetisi baik di pasar domestik maupun pasar luar
negeri tergantung kepada tiga hal berikut ini: harga ( price), kualitas (quality) dan waktu
pengiriman (delivery time). Oleh karena itu, setiap perusahaan yang ingin
memenangkan persaingan atau minimal tetap eksis di pasar domestik terlebih di pasar
internasional harus berupaya menciptakan produk yang lebih murah (better price), lebih
berkualitas(better quality)
serta lebih tepat dan cepat dalam waktu pengiriman barang
(better delivery time).
15
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 16/23
Strategi Berkompetisi Melalui Penciptaan Produk yang Lebih Murah ( Better Price)
Harga merupakan fungsi dari komponen biaya produksi ditambah margin keuntungan.
Jika diasumsikan setiap perusahaan membidik margin keuntungan yang sama, maka
upaya untuk menciptakan harga produk yang kompetitif adalah dengan efisiensi di
komponen biaya produksi. Beberapa strategi yang diterapkan oleh industri TPT untuk
menekan biaya produksi adalah:
- Relokasi perusahaan ke tempat yang biaya tenaga kerjanya lebih murah
Relokasi ini umumnya dilakukan oleh perusahaan garment. Beberapa perusahaan
garment telah dan berencana merelokasi perusahaannya dari Jawa Barat ke Jawa
Tengah. Salah satu alasan utama relokasi mereka dari Jawa Barat ke Jawa tengah
adalah perbedaan tingkat upah yang lumayan besar. Menurut catatan BPS, untuk
tahun 2008, Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) di sentra industri tekstil Jawa
Barat seperti Kota Bandung sudah mencapai Rp 939.000 per bulan dan Kabupaten
Bandung Rp 895,980 per bulan. Di sisi lain, UMK tujuan relokasi yaitu Kota
Semarang masih Rp 838.500 per bulan dan kabupaten Semarang hanya Rp 672.000
per bulan.
−Alasan lain relokasi ini adalah pandangan pengusaha garment yang beranggapan
bahwa karakter tenaga kerja orang Jawa (Jawa Tengah) yang lebih loyal terhadap
perusahaan, kondusivitas lingkungan usaha dan peraturan daerah yang cukup
mendukung untuk berbisnis. Faktor lain yang juga dianggap sebagai penyebab
terjadinya relokasi perusahaan garment ke Jawa Tengah adalah asosiasi buruh di Jawa
Barat yang terlalu kuat. Berikut petikan wawancara dengan salah seorang pejabat di
dinas perindustrian propinsi Jawa Barat dan pengurus API Jawa Barat.
“...Memang di Jabar asosiasi buruhnya terlalu kuat sekali sehingga
jadi dihindari.”
“...Serikat pekerja itu jor-joran. Bapak bisa lihat berapa kali di
daerah Cimahi Bandung Barat melakukan demo meskipun kita dari Apindo bisa kumpul alhamdullilah tiga kali demo kita tidak tutup,
tapi di Cimahi tiga kali demo hancur total. Kita dari pengusaha
masih berbicara baik-baik dengan serikat pekerja. Kini, serikat pekerja alhamdullilah juga mengerti, kita jalan.”
16
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 17/23
- Melakukan peremajaan mesin-mesin produksi
Strategi peremajaan mesin produksi diarahkan untuk meningkatkan produktivitas
pekerja dan meningkatkan kualitas produk. Tidak semua perusahaan TPT mampu
melakukan peremajaan mesin-mesin produksi ini, berdasarkan pengamatan kami
hanya beberapa perusahaan saja yang mampu mengupgrade mesin-mesin
produksinya. Alasan utama ketidakmampuan mereka dalam mengupgarde mesin-
mesinnya adalah keterbatasan dana.
Pandangan masayarakat awam yang melihat industri TPT sebagai sunset industry
sepertinya sudah merasuk hingga ke sendi-sendi dunia perbankan. Sudah jelas, akibat
pandangan yang bisa dikatakan keliru ini telah menyebabkan sebagian pengusaha TPT
mengalami kesulitan dalam akses kredit ke sektor perbankan. Peremajaan mesin
produksi di industri TPT sangatlah urgen. Seorang responden yang mempunyai
pengalaman membuka bisnis industri tekstil di China menyatakan bahwa China
berhasil memproduksi tekstil dengan biaya lebih murah karena umumnya industri
TPT disana menggunakan mesin-mesin produksi yang relatif baru. Berbekal
pengalaman dari China, sang pengusaha mencoba menerapkan strategi upgrade mesin
ini dengan cara beli mesin baru dari China, dipakai maksimal dalam kurun waktu
tertentu lalu jual lagi. Menurut sang pengusaha, rupanya pola seperti ini sedang
menjadi tren di beberapa kalangan pengusaha tekstil. Berikut petikan wawancaranya:
“...sekarang kami mengadopsi teori baru, beli mesin China, lalu
hajar (gunakan secara maksimal-red) sampai lima tahun. Tidak
usah juga dimaintain (dipelihara-red), habisin saja, nanti kitabeli lagi baru, mesin-mesin lama itu lempar ke Bangladesh,
lempar ke Pakistan, sekarang ada teori baru seperti itu yang
kuat...”
- Merubah status sebagian karyawan tetap menjadi pekerja kontrak
Dalam aspek ketenagakerjaan, ada dua pola yang diterapkan oleh beberapa
perusahaan TPT dalam melakukan efisiensi biaya produksi yaitu: Pertama, perekrutan
karyawan baru dilakukan dengan ikatan kerja status kontrak. Kedua, merubah status
karyawan tetap menjadi pekerja kontrak. Cara ini memang tidak mudah dilakukan
karena adanya potensi resistensi konflik antara pengusaha dengan pekerja. Namun
demikian, resistensi konflik ini umumnya bisa diselesaikan dengan pendekatan
17
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 18/23
budaya dan kekeluargaan. Salah seorang manajer perusahaan tekstil menyatakan
pengalamannya dalam mengelola konflik dengan pekerjanya sebagai berikut:
“Antara kita dengan karyawan berusaha transparan, awalnya memang mereka bersikeras (menolak di-PHK-red), tapi mereka sempat melihat
gudang juga yang berisi benang-benang menumpuk tidak bisa terjual sampai 5.000 bal karena harga turun, akhirnya mereka bisa mengerti.”
“Untuk semua yang pernah bekerja disini, kalau kita perlukan sayaakan tetap terima, mungkin karena kita tidak membatasi usia, karena
kami pikir tidak perlu mendidik mereka lagi karena keterampilan yang pernah mereka miliki ketika bekerja disini. Kalau ditempat lain belumtentu mereka kerasan di tempat yang baru karena bidang kerja yang mereka kerjakan lain.”
“Mereka mengutamakan kerja disini mungkin karena kedekatan yang telah kita bina. Kita nggak ada tambahan apa-apa pak sekarang, tapimereka bersedia saja bekerja di sini, tidak ada uang makan, transport
juga sudah tidak ada, tapi mereka tetap mau kembali ke kita.”
Strategi Bersaing Melalui Penciptaan Produk yang Lebih Berkualitas ( Better Quality)
Produk TPT, khususnya produk akhir berupa pakaian jadi (fashion) kini sudah menjadi
bagian penting dalam gaya hidup dan indikator sebagai simbol status, khususnya dalam
kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. Bagi mereka, faktor harga dalam
membeli produk fashion terkadang sudah bukan menjadi pertimbangan utama. Aspek
penting dalam memilih produk fashion kini bergeser ke aspek kualitas dan keunikannya.
Menyadari akan pentingnya hal ini, pengusaha TPT khususnya yang berada di industri
garment menuturkan beberapa strategi yang mereka terapkan dalam menciptakan
produk yang lebih berkualitas sebagai berikut: (a) Malakukan proses quality control
(QC) berlapis; (b) Melakukan inovasi produk, termasuk dengan cara diversifikasi untuk
menghasilkan produk yang unik; (c) Membidik segmen tertentu, seperti high class
fashion.
Strategi Bersaing Melalui Perbaikan Waktu Pengiriman Barang ( Better Delivery Time)
Di pasar internasional, khususnya di negara-negara yang mempunyai empat musim,
selain harga yang kompetitif dan kualitas yang bagus, ketepatan waktu pengiriman
barang adalah masalah krusial. Semua pengusaha yang menjadi responden penelitian ini
menyatakan bahwa di tingkat perusahaan tidak ada masalah dalam kaitannya dengan
kemampuan memproduksi barang pesanan sesuai waktu yang telah disepakati. Masalahutama yang menyebabkan terlambatnya penyelesaian pesanan justru bersumber dari
18
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 19/23
faktor-faktor eksternal yang berada diluar kontrol perusahaan, parahnya lagi, faktor-
faktor eksternal menghambat mulai dari proses produksi, administrasi hingga proses
pengiriman, seperti ketidakpastian pasokan energi listrik, masalah kepabeanan di bea
cukai yang terkadang berbelit-belit serta buruknya infrastruktur jalan yang
menyebabkan akses kendaraan pengangkut ke pelabuhan menjadi terhambat.
Pentingnya masalah pengiriman ini dalam situasi tertentu bahkan bisa mengalahkan
penilaian buyer terhadap kualitas produk seperti yang disampaikan oleh salah seorang
responden berikut ini:
“Biasanya yang paling rewel di kita itu pengiriman karena terlambat
atau apa. Tapi sekarang itu juga sudah jarang. Yang nomor satu itu,
biar produk kurang bagus tapi kalau pengiriman tepat ya biasanyamereka (buyer-red) nggak marah.. Kalau produk bagus, tapi
pengiriman telat ya mereka (buyer-red) marah, jadi harus cheaper,better and faster. Yang paling cepat itu yang dikejar.”
“Faktor yang menyebabkan delivery menjadi terlambat pertamakesalahan dalam processing karena terlalu banyak sehingga ke delay,
kedua bahan baku. Kesalahan process penyebabnya fifty-fifty bisabisa human error bisa juga masalah listrik.”
19
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 20/23
Kesimpulan
Ada tiga karakteristik wirausahawan di industri TPT, yaitu wirausahawan innovator
(innovator entrepreuner ), wirausahawan pedagang (trader entrepreuner ) dan
wirausahawan kombinasi dari innovator dan trader (innovator and trader entrepreuner ).
Pengusaha TPT yang berada dalam kategori innovator and trader entrepreuner adalah
yang paling bisa diharapkan untuk mengangkat industri TPT nasional melalui
kemampuan inovasi dan berdagang mereka. Wirausahawan seperti ini juga akan
memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional melalui penciptaan
nilai tambah di industri TPT sendiri dan industri pendukung serta industri terkaitnya.
Karakteristik jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh pengusaha TPT cukup berpengaruh
terhadap pola kerjasama yang selama ini dikembangkan oleh para pengusaha TPT.
Mereka yang berada dalam kategori innovator and trader entrepreuner cenderung
membangun perusahaannya melalui pola integrated under a group. Di sisi lain, para
wirausahawan dalam kelompok innovator entrepreuner dan trader entrepreuner
cenderung bekerjasama dengan perusahaan TPT lainnya dalam pola independent
business network . Apapun bentuk kerjasamanya, yang menentukan kemampuan mereka
dalam berkompetisi di pasar domestik terlebih di pasar internasional adalah penciptaan
“three better ” dalam produk mereka, yaitu better price, better quality, and better
delivery time.
Berdasarkan analisis temuan penelitian di atas, tiga hal mendasar yang perlu
direkomendasikan adalah: Pertama, perlu ada sentuhan kebijakan pemerintah yang bisa
menjembatani pembentukan para wirausahawan TPT yang handal melalui dunia
pendidikan. Dalam jangka pendek, promosi pendidikan bidang TPT perlu digalakkan
secara intensif dengan memberikan insentif bagi perguruan tinggi yang akan membuka
jurusan khusus TPT. Pada saat yang sama, beasiswa pendidikan kepada mereka yang
berminat belajar di bidang TPT perlu disediakan secara memadai. Kurikulum
pendidikan TPT pun perlu diarahkan pada pengembangan aspek penguasaan teknologi
dan aspek manajerial industri TPT. Hal ini perlu dilakukan mengingat industri TPT
tidak akan bisa sendirian melahirkan pengusaha TPT yang berjiwa innovator and trader
entrepreuner. Kedua, pemerintah perlu menstimulus terciptanya interlinkage firm
20
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 21/23
diantara industri TPT nasional dan antara industri TPT dengan industri pendukung dan
industri terkaitnya yang ada di dalam negeri. Selama ini, masih banyak perusahaan TPT
nasional yang mengandalkan bahan baku dan bahan penolongnya dari industri di luar
negeri. Bentuk stimulus pemerintah bisa berupa stimulus fiskal berupa pemotongan
pajak atau stimulus non fiskal berupa penyediaan kawasan khusus bagi industri TPT
dan industri pendukung serta industri terkaitnya. Ketiga, untuk mendukung pencapaian
“three better” oleh industri TPT, maka perbaikan dan penambahan infrastruktur jalan,
pembenahan pelabuhan, penjaminan pasokan energy listrik adalah hal mendesak untuk
dilakukan.
21
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 22/23
Daftar Pustaka
Adam, Latif. (2009), Analisis Pengendalian Impor Terhadap Kinerja Industri Garmen.
Laporan Penelitian Kerjasama antara KSO Sucofindo dan P2E LIPI. Tidak dipublikasikan.
Asian Development Bank. Praktik Terbaik Mengembangkan Klaster Industri dan
Jaringan Bisnis. Policy Discussion Paper No. 8, Nopember 2001.
Audretsch, D.B., Keilbach, M. (2004), Entrepreneurship And Regional Growth: An
Evolutionary Interpretation. Journal of Evolutionary Economics Vol 14.
Casson, Mark (1995), Enterprise and Competitiveness. A System View of International Business. Oxford University Press Inc, New York.
Cho, Dong-Sung dan Hwy-Chang Moon (2003), From Adam Smith to Michael Porter:
Evolusi Teori Daya Saing . Salemba Empat. Jakarta.
Collins, J. and Moore, D. (1970), The Organization Makers. Appleton-Century-Crofts,
New York, 1970.
Hill, Hall (1992), Indonesia’s Textile and Garment Industries. Develpoments in an
Asian Perspective. Institute of Southease Asian Studies, Singapore.
Liker, Jeffrey K. dan David Meier (2008), The Toyota Way Fieldbook. Panduan Untuk Mengimplementasikan Model 4p Toyota. Esensi, Erlangga Group.
McClelland, D. (1961), The Achieving Society, Van Nostrand, Princeton NJ.
Minniti, Maria and Moren Lévesque (2008), Recent Developments In The Economics
Of Entrepreneurship. Journal of Business Venturing 23 (2008) 603–612
Parker, S.C., Robson, M.T. (2004), Explaining international variations in self-
employment: evidence from a panel of OECD countries. Southern Economic
Journal 71 (2), 287–301.
Porter, Michael E (1990), The Competitiveness Advantage of Nations. New York: The
Free Press.
CD SYKTYDGRS C59 Interactive Magazine Vol. 12 tahun 2007.
http://indonesiatextile.com. Memacu Konsumsi & Permintaan Produk TPT Indonesia
Di Pasar Domestik . Diakses pada 11 November 2009.
http://wikipreneurship.eu. Entrepreneurship. Diakses pada 10 Desember 2009.
22
5/13/2018 Jurnal Kewirausahaan-Agus Syarip - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kewirausahaan-agus-syarip 23/23
LAMPIRAN
Pola Kerjasama Perusahaan TPT di Jawa Barat
Perusahaan Pola Kerjasama
Keterangan
(Produksi dan Keterkiatan Antar
Perusahaan)Perusahaan A Business network Pencelupan (Dyeing) – kain
Perusahaan B Business network Kain
Perusahaan C Terintegrasi
(Integrated)
Pembuatan benang- Kain- pencelupan
Perusahaan D Terintegrasi
(Integrated)
Polyster-pembuatan benang-kain
Perusahaan E Business network Kain katun
Perusahaan F Business network Kain, pakaian seragam
Perusahaan G Terintegrasi
(Integrated)
Polyester – pembuatan benang-kain
Setiap perusahaan mempunyai manajemen
yang terpisah
Perusahaan H Terintegrasi
(Integrated)
Polyester – pembuatan benang-kain
Setiap perusahaan mempunyai manajemen
yang terpisah
Perusahaan I Business network GarmentSumber: Data Primer P2E LIPI
Pola Kerjasama Perusahaan TPT di Jawa Tengah
Perusahaan PolaKerjasama
Keterangan(Produksi dan Keterkiatan Antar Perusahaan)
Perusahaan J Terintegrasi
(Integrated)
Cotton fiber- pembuatan benang-kain – garment
Satu group dengan perusahaan P
Perusahaan K Terintegrasi
(Integrated)
Satu group dengan perusahaan G
Perusahaan L Terintegrasi
(Integrated)
Pembuatan benang-kain-pencelupan-garment
Perusahaan M Business network Garment
Perusahaan N Business network Garment
Perusahaan O Terintegrasi(Integrated)
Satu group dengan perusahaan L
Perusahaan P Terintegrasi
(Integrated)
Cotton fiber- pembuatan benang-kain-garment
Satu group dengan perusahaan J
Perusahaan Q Business network Garment
Perusahaan R Business network GarmentSumber: Data Primer P2E LIPI
23