jurnal normal salin klp 1 + kemasan

Upload: kaoru-sagita

Post on 19-Jul-2015

809 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

JURNAL PRAKTIKUM TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL INFUS NORMAL SALIN

Oleh : Kelompok 1 Golongan I

Ni Made Ary Sukmawati A.A.Ayu Putri Kusuma Dewi Ida Ayu Gede Astiti Nyoman Darpita Wijaya Pande Nyoman Karismawan Putu Hengky Prawiranata Widyana Sagita Putri

(0908505002) (0908505003) (0908505004) (0908505005) (0908505006) (0908505007) (0908505008)

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2012

BAB I PRAFORMULASI

1.1. Tujuan a. Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan steril infus normal salin. b. Dapat membuat sediaan steril infus normal salin skala laboratorium sesuai dengan persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan.

1.2. Dasar Teori Sediaan Infus Infus termasuk kedalam larutan intravena volume besar. Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 mL. (Depkes RI, 1995). Dalam Farmakope Indonesia edisi ketiga disebutkan bahwa infus intravenous adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak. Sedangkan menurut Lukas (2006) Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 10 mL yang diberikan melalui intavena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Jenis sediaan ini diperlukan untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit dengan segera ketika terjadi gangguan hemostatis (keseimbangan cairan tubuh).

Berdasarkan komposisi dan kegunaannya, sediaan infus digolongkan menjadi: 1) Larutan elektrolit Merupakan larutan yang digunakan untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal elektrolit dalam darah. Penyebab berkurangnya elektrolit plasma adalah kecelakaan, kebakaran, operasi atau perubahan patologis organ, gastroenteritis, demam tinggi, atau penyakit lain yang menyebabkan input dan output tidak seimbang.

2) Infus karbohidrat Infus karbohidrat adalah sediaan infus berisi larutan glukosa atau dextrosa yang cocok untuk donor kalori. Kita menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan glikogen otot kerangka, hipoglikemia dan lain-lain. 3) Larutan kombinasi elektrolit dan karbohidrat 4) Larutan Irigasi Adalah sediaan larutan steril dalam jumlah besar (3 liter). Larutan tidak disuntikkan kedalam vena, tetapi digunakan di luar sistem peredaran. Larutan irigasi digunakan untuk merendam atau mencuci luka-luka sayatan bedah atau jaringan tubuh dan dapat pula mengurangi perdarahan. 5) Larutan dilisis peritoneal Merupakan sediaan larutan steril dalam jumlah besar (2 liter). Larutan tidak disuntikkan kedalam vena, tetapi dibiarkan mengalir kedalam ruangan peritoneal.Tujuan penggunaannya adalah menghilangkan senyawa-senyawa toksik yang secara normal dikeluarkan atau diekskresikan ginjal. 6) Larutan plasma expander atau penambah darah Larutan plasma expander adalah suatu sediaan larutan steril yang digunakan untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, operasi, dan lain-lain. (Lukas, 2006)

Menurut Voigt (1995), Terdapat beberapa persyaratan larutan injeksi dan larutan infus, antara lain: 1) Penyesuaian dari kandungan bahan obat yang dinyatakan dan nyata-nyata terdapat, tidak ada penurunan kerja selama penyimpanan melalui perusakan kimia dari obat dan sebagainya. 2) Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya menginginkan suatu pengambilan steril, melainkan juga menolak interaksi antara bahan obat dan materi dinding. 3) Tersatukan tanpa reaksi. Untuk yang bertanggunag jawab terutama: Bebas kuman Bebas pirogen

Bahan pelarut yang netral secara fisiologis Isotonis Isohidris Bebas bahan terapung

Faktor tonisitas sangat penting diperhatikan dalam pembuatan sediaan parenteral. Perlunya diusahakan kondisi isotonis bagi sebuah larutan yang dipakai untuk membran halus dapat digambarkan dengan mencampur sedikit darah dengan natrium klorida encer yang tonisitasnya berbeda-beda. Misalnya saja, jika sedikit darah didefibrinasi untuk mencegah terjadinya pembekuan dengan memberinya larutan yang mengandung 0,9 gram natrium klorida per 100 ml, sel itu akan tetap berada dalam bentuk normalnya. Larutan dapat dikatakan mempunyai konsentrasi garam yang sama dan tekanan osmotik yang sama dengan konsentrasi garam dan tekanan osmotik sel darah merah; larutan itu dikatakan isotonis dengan darah. Jika sel darah disuspensikan dengan larutan natrium klorida 2% air dalam sel akan keluar melalui membran sel untuk mengencerkan larutan garam di sekeliling sel tersebut sampai konsentrasi garam di dua sisi membran eritrosit identik. Keluarnya air dari dalam sel menyebabkan sel mengerut dan mengecil atau crenated. Dalam hal seperti ini larutan garam disebut hipertonis dengan sel darah. Jika darah dicampur dengan natrium klorida 0,2% atau air suling air akan memasuki sel darah, akibatnya sel itu akan membengkak dan pecah dengan membebaskan hemoglobin. Gejala ini dikenal sebagai peristiwa hemolisis. Larutan garam lemah atau air ini disebut hipotonis dengan darah (Martin, 2009).

Gambar 1. Efek pemberian larutan isotonic, hipotonik dan hipertonik secara intravena pada distribusi air diantara bagian-bagian cairan tubuh. (Sumber: Rudi, 2006)

Sediaan infus memiliki beberapa keuntungan dan kerugian. Adapun keuntungan infus intravena antara lain: 1) Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada keadaan gawat. 2) Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral. 3) Penyerapan dan absorbsi dapat diatur. Sedangkan kerugian dari sediaan ini adalah: 1) Dapat menyebabkan terbentuknya trombus akibat rangsang tusukan jarum pada dinding vena. 2) Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien. 3) Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi.

4) Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas partikel). (Lukas, 2006)

1.3. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat a. Farmakokinetik Natrium klorida diserap dengan baik dalam saluran gastrointestinal. Kelebihan natrium terutama diekskresikan oleh ginjal, dan dalam jumlah kecil hilang bersama feses dan keringat (Sweetman, 2009). b. Indikasi Natrium klorida 0,9% diindikasikan untuk terapi keseimbangan elektrolit pada dehidrasi yang disebabkan oleh semua jenis kasus, meliputi hipoosmolalitas, isotonia dan hipertonisitas; juga untuk kasus koma yang disebabkan oleh hipertonisitas non-ketosis diabetes, selain itu juga diindikasikan untuk keracunan metabolik basa klorida rendah; dan

penggunaan luar natrium klorida dapat digunakan untuk mencuci mata dan luka (McEvoy, 2002). c. Kontra Indikasi Untuk pasien yang mengalami retensi cairan dan hipernatremia. d. Efek Samping Penggunaan pada volume besar dapat meningkatkan akumulasi natrium dan udema (BNF 48, 2004). e. Perhatian Pada pasien hipertensi, gagal jantung, udema peripheral, udema paru-paru, penurunan kerja ginjal, pre-klampsia dan kondisi lainnya yang berhubungan dengan retensi sodium (Reynolds, 1989). f. Dosis Lebih dari 0,9% (Kibbe, 2000). Injeksi IV 3-5% dalam 100ml selama 1 jam. Injeksi NaCl mengandung 2,5-4 mEq/ml. Na+ dalam plasma = 135145 mEq/L.

g. Mekanisme Aksi Senyawa ini memenuhi kebutuhan ion Na+ dan Cl- di dalam tubuh. h. Penyimpanan Penyimpanan pada suhu tidak lebih dari 25oC (Reynold, 1989). Larutan dari beberapa garam natrium, termasuk natrium klorida, bila disimpan, dapat menyebabkan pemisahan partikel padat dari wadah kaca dan larutan yang mengandung partikel tidak boleh digunakan (Sweetman, 2009). i. Interaksi Obat Tidak kompatibel dengan zat-zat aditif. Konsultasikan dengan farmasis, jika perlu. Jika terpapar dengan zat-zat aditif, gunakan teknik aseptik, campurkan dengan benar dan jangan disimpan.

1.4. Tinjauan Sifat Fisiko-Kimia Bahan Obat a. Struktur dan Berat Molekul

Gambar 2. Struktur molekul NaCl Rumus molekul Boot molekul : NaCl : 58,44 (Reynolds, 1982)

b. Kelarutan Dalam air Dalam etanol Dalam gliserin Dll : Mudah larut (1 bagian larut dalam 3 bagian air) : Sukar larut : Larut (1 bagian larut dalam 10 bagian gliserol) : Sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih (Depkes RI, 1995)

c. Stabilitas Terhadap Cahaya Tidak stabil, simpan pada tempat yang terlindung cahaya. Terhadap Suhu Sifat bakteriostatik dari injeksi natrium klorida harus dijaga dari pendinginan (McEvoy, 2004). Infus sodium klorida harus disimpan pada suhu kurang dari 400C; hindari pembekuan dan pemaparan pada suhu diatas 660C (McEvoy, 2002). Terhadap pH 4,5 7 (Reynolds, 1982) d. Titik Lebur 8010C e. Inkompatibilitas logam Ag, Hg, Fe (Reynolds, 1982)

1.5. Tinjauan Sifat Fisiko-Kimia Bahan Tambahan a. Aqua Pro Injeksi Pemerian Sterilisasi Kegunaan Alasan pemilihan : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau : Kalor basah (autoklaf) : Pembawa dan melarutkan : Karena digunakan untuk melarutkan zat aktif dan zat-zat tambahan Cara pembuatan : didihkan aqua dan diamkan selama 30 menit, dinginkan

b. Karbon Aktif (norit) Pemerian Kelarutan Stabilitas Kegunaan : Serbuk hitam tidak berbau : Praktis tidak larut dalam suasana pelarut biasa : Stabil ditempat yang tertutup dan kedap udara : Norit digunakan untuk menyerap bahan-bahan pengotor yang mungkin ada Konsentrasi : 0,1-0,3%

Alasan pemilihan

: Norit inert sehingga tidak bereaksi dengan zat aktif

1.6. Bentuk Sediaan, Dosis dan Cara Pemberian Bentuk Sediaan Cara pemberiaan Dosis : infuse normal salin 0,9% : injeksi intravena :

Lebih dari 0,9% (Kibbe, 2000). Injeksi IV 3-5% dalam 100ml selama 1 jam. Injeksi NaCl mengandung 2,5-4 mEq/ml. Na+ dalam plasma = 135145 mEq/L.

BAB II FORMULASI

2.1. Formulasi yang Digunakan pada Praktikum Ini: a. Bentuk b. Formula yang dibuat R/ Natrium chlorida Karbon aktif Air untuk injeksi q.s hingga : Infus normal salin : 0,9% 0,07% 100 mL

2.2. Permasalahan a. Sediaan infus termasuk sediaan steril yang harus bebas pirogen, karena bahan baku yang digunakan belum tentu steril b. Sediaan infus harus jernih dan bebas dari partikel kasar (pengotor).

2.3. Pengatasan Masalah a. Untuk menyerap pirogen dalam sediaan dapat digunakan arang aktif dalam proses pembuatannya. b. Sediaan infus ditambahkan arang aktif untuk menyerap partikel-partikel kasar (pengotor) dalam sediaan infus yang dihasilkan dan disaring dengan kertas saring rangkap dua sehingga dihasilkan sediaan infus yang jernih dan bebas dari partikel kasar.

2.4. Macam-Macam Formulasi R/ Sodium Chloride Activated Charcoal Aqua for Injection 2,8 kg 150 g ad 300 L (Kohli,1998) R/ Sodium klorit Activated charcoal Water for injection q.s to 4% 0,05% 100 mL (Niazi, 2004)

2.5. Kegunaan atau Fungsi Masing-Masing Bahan No. Nama Bahan 1. NaCl Bahan Aktif Mudah larut dalam air, larut dalam gliserin, Larut dalam gliserin 2. Karbon aktif 3. Water for Pelarut injection Absorben Oven (150o C-60) Oven (150o C-60) Fungsi Kelarutan pH Stabilitas 4,5-7,5 Cara Sterilisasi -

2.6. Bentuk dan Formula yang Dibuat Bentuk dan formula yang dibuat adalah sediaan infuse intravena.

2.7. Perhitungan Volume sediaan : 100 mL Jumlah sediaan : 2 botol a. Natrium klorida = 0,9 % (zak aktif) 1 sediaan 2 sediaan Penambahan bobot 10% g ( ) g

b. Karbon aktif = 0,07 % dari total sediaan (adsorbing agent) 1 sediaan 2 sediaan Penambahan bobot 10% c. Water for injection q.s. ad 100 ml ( ) g

Tabel 1. Penimbangan Bahan No. 1. 2. Bahan NaCl Karbon Aktif 3. WFI ad 100 ml Persentase 0,9% 0,07% Fungsi Zat Aktif Absorbing agent Pelarut Untuk 1 sediaan 0,9 g 0,07 g Untuk 2 sediaan 1,8 g 0,14 g Penimbangan 10% 1,98 g 0,154 g

BAB III PELAKSANAAN

3.1. Cara Kerja a) Semua alat yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu b) Ditimbang semua bahan untuk membuat 2 buah sediaan infus c) Beker glass ditara 220 ml dan botol infus ditara 100 ml.. d) Aquadest disaring dengan kertas saring yang dimasukkan ke dalam gelas beaker hingga tanda batas, kemudian dipanaskan diatas penangas air pada suhu 60o C e) NaCl yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam aquadest yang dipanaskan diatas penangas air sedikit demi sedikit kemudian diaduk selama pemanasan yang dijaga suhunya pada 60o C selama 15 menit. f) Selanjutnya ditambahkan karbon aktif ke dalam campuran tersebut sedikit demi sedikit, aduk perlahan dan dipanaskan selama 15 menit, usahakan agar suhu sediaan tetap terjaga 600C. g) Larutan tersebut disaring dengan kertas saring bertujuan memisahkan karbon aktif dari larutan tersebut hingga diperoleh filtrat h) Setelah diperoleh filtrat, filtrat dipanaskan kembali selama 15 menit dan tetap dijaga suhunya pada 60o C, kemudian disaring kembali untuk memperoleh larutan yang lebih jernih. Ulangi pekerjaan ini sebanyak 3 kali i) Filtrat yang diperoleh di tuangkan ke dalam botol vial 100 mL yang telah disterilkan, kemudian di lakukan pengukuran pH. j) Selanjutnya tutup botol vial dengan penutup karet dan bungkus bagian atas botol dengan alluminium foil dan kertas ikan seta ikat dengan tali kasur (ikat dalam bentuk simpul). k) Sterilisasi akhir sediaan dengan autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit. l) Etiket ditempelkan pada sediaan.

3.2. Alat-Alat yang Digunakan dan Cara Sterilisasinya a. Alat Gelas ukur Pipet tetes Beaker gelas Corong gelas Kertas saring Botol infuse Batang pengaduk Erlemeyer Sendok tanduk b. Bahan Natrium klorida Karbon aktif Aquades

Tabel 2. Alat yang Digunakan dan Cara Sterilisasinya No 1 2 3 4 5 6 7 8 Nama Alat Gelas ukur Pipet tetes Beaker gelas Corong gelas Kertas saring Botol infus Batang pengaduk Erlemeyer Ukuran 100 mL 500 mL besar 100 mL sedang 100 mL Cara Sterilisasi Autoklaf Autoklaf Oven Oven Autoklaf Oven Autoklaf Oven Suhu 1210 1210 2500

Waktu 15 15 30 30 15 30 15 30

2500 1210 2500 1210 1800

3.3. Kemasan dan Brosur a. Kemasan

b. Etiket

c. Brosur

INALIN INFUS NACL 0,9% Komposisi Tiap 100 ml mengandung 0,9 gramn natrium klorida Indikasi untuk terapi keseimbangan elektrolit pada dehidrasi yang disebabkan oleh semua jenis kasus, meliputi hipoosmolalitas, isotonia dan hipertonisitas; juga untuk kasus koma yang disebabkan oleh hipertonisitas non-ketosis diabetes, selain itu juga diindikasikan untuk keracunan metabolik basa klorida rendah; dan penggunaan luar natrium klorida dapat digunakan untuk mencuci mata dan luka Kontra Indikasi Untuk pasien yang mengalami retensi cairan dan hipernatremia Efek Samping Penggunaan pada volume besar dapat meningkatkan akumulasi natrium dan udema Perhatian Pada pasien hipertensi, gagal jantung, udema peripheral, udema paru-paru, penurunan kerja ginjal, pre-klampsia dan kondisi lainnya yang berhubungan dengan retensi sodium Dosis Lebih dari 0,9% (Kibbe, 2000). Injeksi IV 3-5% dalam 100ml selama 1 jam. Injeksi NaCl mengandung 2,5-4 mEq/ml. Na+ dalam plasma = 135-145 mEq/L. Mekanisme Aksi Senyawa ini memenuhi kebutuhan ion Na+ dan Cl- di dalam tubuh. Penyimpanan Penyimpanan pada suhu tidak lebih dari 25oC KEMASAN: Botol @ 100 Ml No.Reg : DKL 9230555239C1 No.Bacth : K280322 No.Lot : K28032201 Mfg Date : April 2012 Exp.Date : April 2015 HARUS DENGAN RESEP DOKTER

BAB IV EVALUASI SEDIAAN

4.1. Evaluasi Fisika a. Penetapan pH Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH stick. Sejumlah cairan infus diletakkan di dalam beaker glass. pH stick dicelupkan ke dalam cairan infus, setelah beberapa saat dicek warna yang terbentuk pada pH stick. Warna yang terbentuk pada pH stick kemudian dicocokan dengan rentang warna yang terdapat pada kemasan pH stick untuk mengetahui pH dari sediaan. Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan electrode inidikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, electrode kaca, dan electrode pembanding yang sesuai seperti electrode kalomel atau electrode perak-perak klorida. Untuk injeksi pH yang masih bisa diterima adalah 3-10,5.

b. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu, atau bila wadah volume 1ml dan 2ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung. Volume tertera dalam penandaan 0,5 ml 1,0 ml 2,0 ml 5,0 ml 10,0 ml 20,0 ml 30,0 ml 50,0 ml atau lebih Kelebihan Volume yang Dianjurkan Untuk Cairan Encer 0,10 ml 0,10 ml 0,15 ml 0,30 ml 0,50 ml 0,60 ml 0,80 ml 2% Untuk Cairan Kental 0,12 ml 0,15 ml 0,25 ml 0,50 ml 0,70 ml 0,90 ml 1,20 ml 3%

Bila wadah dalam dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertera, lakukan penentuan seperti di atas dengan sejumlah alat suntik terpisah sejumlah dosis tertera. Volume tiap alat suntik yang diambil tidak kurang dari dosis yang tertera. Untuk injeksi mengandung minyak, bila perlu hangatkan wadah dan segera kocok baik-baik sebelum memindahkan isi. Dinginkan hingga suhu 250C sebelum pengukuran volume (Depkes RI, 1995)

c. Kejernihan Larutan Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar dibawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih, dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata (Lachman, 1994).

d. Bahan Partikulat dalam Injeksi Bahan partikulat merupakan zat asing, tidak larut, dan melayang, kecuali gelembung gas, yang tanpa disengaja ada dalam larutan parenteral. Pengujian bahan partikulat dibedakan sesuai volume sediaan injeksi seperti yang tercantum pada FI IV tahun 1995.

e. Uji Kebocoran Uji kebocoran dilakukan dengan membalikkan botol sediaan infus dengan mulut botol menghadap ke bawah . Diamati ada tidaknya cairan yang keluar menetes dari botol. Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi untuk produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan. Uji kebocoran juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan metilen biru 0,1 %. Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru metilen akan

masuk ke dalam wadah tersebut akibat adanya perbedaan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk larutan-larutan yang sudah berwarna. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, jika ada kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut ke dalam eksikator yang

divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap keluar.

4.2. Evaluasi Kimia a. Penetapan Kadar Pipet sejumlah volume injeksi setara dengankurang lebih 90 mg natrium klorida, masukkan ke dalam wadah dari porselen dan tambahkan 140 ml air dan 1 ml diklorofluoresein LP. Campur dan titrasi dengan perak nitrat 0,1N LV hingga perak klorida menggumpal dan campuran berwarna merah muda lemah. 1 ml perak nitrat 0,1N setara dengan 5,844 mg NaCl.

b. Identifikasi Menunjukkan reaksi natrium cara A dan B dan reaksi klorida cara A, B, dan C seperti yang tertera pada uji identifikasi umum. Uji identifikasi umum Reaksi natrium Cara A: tambahan Kobalt uranil asetat LP sejumlah lima kali volume kepada larutan yang mengandung tidak kurang dari 5 mg natrium per ml sesudah diubah menjadi klorida atau nitrat: terbentuk endapan kuning keemasan setelah dikocok kuat-kuat beberapa menit. Cara B: senyawa natrium menimbulkan warna kuning intensif dalam nyala api yang tidak berwarna.

Reaksi klorida Cara A: tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan: terbentuk endapan putih seperti dadih yang tidak larut dalam asam nitrat P, tetapi larut dalam amonium hidroksida 6N sedikiti berlebih. Cara B: pada pengujian alkaloida hidroklorida, tambahkan amonium hidroksida 6N, saring, asamkan filtrat dengan asam nitrat P, dan lakukan seperti yang tertera pada uji A. Cara C: campur senyawa klorida kering dengan mangan dioksida P bobot sama, basahi dengan asam sulfat P dan panaskan perlahanlahan: terbentuk klor yang menghasilkan warna biru pada kertas kanji iodida P basah.

4.3. Evaluasi Biologi a. Uji Sterilitas Asas: larutan uji + media pembenihan, inkubasi pada 200-250C. Metode uji yang digunakan adalah teknik penyaringan dengan filter membran (dibagi menjadi 2 bagian) lalu diinkubasi.

b. Uji Pirogen Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi. Pengujian meliputi pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara intravena.

DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kibbe, A. H. 2000, Handbook of Pharmaceutical Excipients Third Edition. London : Pharmaceutical Press. Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Penerbit Andi. Martin, Alfred. 2009. Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Jakarta: UI Press. McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America : American Society of Health System Pharmcists. Reynolds, J. E. F., 1982, Martindale TheExtra Pharmacopea Twenty-eight Edition Book 1. London: Pharmaceutical Press. Rudi, Mukhlis. 2006. Pengaruh Pemberian Cairan Ringer Laktat Dibandingkan Nacl 0,9% Terhadap Keseimbangan Asam-Basa pada Pasien Sectio Caesaria Dengan Anestesi Regional. Sweetman, S.C. 2009. Martindale: The Complete drug Refference. London: Pharmaceutical Press.