ketertarikan interpersonal lawan jenis lansia di...
TRANSCRIPT
KETERTARIKAN INTERPERSONAL LAWAN JENIS LANSIA DI
PANTI WERDHA PANGESTI LAWANG
ARTIKEL
OLEH
LINTANG DWI MAHARINI
NIM 309112416070
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
MEI 2013
KETERTARIKAN INTERPERSONAL LAWAN JENIS LANSIA DI
PANTI WERDHA PANGESTI LAWANG
Lintang Dwi Maharini ([email protected])
Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang
ABSTRAK
Lansia lekat sekali dengan banyaknya penurunan fungsi fisik dan sosioemosional
serta kehilangan yang mewarnai kehidupannya. Lansia yang telah hidup sendiri di Panti
membuat mereka kembali bertemu dengan rekan sebaya yang mampu untuk memenuhi
kebutuhan psikologisnya akan cinta. Mereka yang secara psikologis merasa sepi dengan
kesendirian tanpa anak maupun cucu pasti membutuhkan kenyamanan dan perhatian
sebagaimana ketika mereka tinggal di rumahnya. Oleh karena itu maka mereka membentuk
relasi baru dengan lawan jenis yang tinggal di Panti untuk memenuhi kebutuhan
psikologisnya akan cinta. Penelitian ini dilakukan di Panti Werdha Pangesti Lawang dengan
subjek yakni 3 pasangan lansia yang menjalin relasi di Panti dengan kategori usia lanjut
secara biologis yakni yang belum memasuki usia 60 tahun namun secara fisik sudah bisa
dikatakan lansia dan kategori usia lanjut secara kronologis yakni usia 60 tahun. Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian kualitatif fenomenologis. Pengumpulan data dilakukan
dengan teknik wawancara dan observasi. Pengecekkan keabsahan data berjenis interpretif
yakni dengan menanyakan kembali hasil dari kesimpulan peneliti kepada subjek penelitian.
Kegiatan analisis data dimulai dari pengumpulan data, tahap reduksi data dan kategorisasi.
Hasilnya adalah diperoleh temuan penelitian bahwa ketiga pasangan subjek penelitian
menunjukkan adanya ketertarikan interpersonal lawan jenis yang memenuhi syarat
berdasarkan faktor penyebab ketertarikan interpersonal. Jenis cintanya yakni dua pasangan
lansia menunjukkan Companionate Love karena memang tampak komponen keintiman dan
komitmen, sedangkan satu pasangan lansia menunjukkan Empty Love karena memang hanya
menunjukkan komponen komitmen yang lebih mendominasi daripada keintiman dan gairah.
Kata kunci : ketertarikan interpersonal, cinta, jenis cinta, lansia, aspek sosioemosional.
ABSTRACT
Elderly correlated with the amount of decline in physical function and socioemotional
well as losing the color of life. Seniors who have been living alone in Nursing home make
them meet again with peers who are able to fulfill the psychological needs for love. They are
psychologically feel lonely with solitude without children or grandchildren definitely need
the comfort and attention as when they lived at home. Therefore, they form a new
relationship with the opposite sex who live at the nursing home to fulfill the psychological
needs for love. The research was conducted in Elderly Nursing Pangesti Lawang with the
subject of 3 elderly couples establish relationships at the center with advanced biological age
category who have not yet entered the age of 60 years old but physically it can be said elderly
and elderly categories chronologically the age of 60 years. This study uses a
phenomenological qualitative research design. The data was collected by interview and
observation. Checking the validity of the data type that is by asking interpretive results back
from the conclusion of researchers to research subjects. Data analysis activities starting from
data collection, data reduction and categorization stage. The results is studies had findings
that all three subjects showed a pair of interpersonal attraction of the opposite sex who
qualify based on interpersonal attraction factor. Kind of love that two elderly couples showed
companionate Love because it looks components intimacy and commitment, while the elderly
couple shows Empty Love because it just shows a commitment components are more
dominant than the intimacy and passion.
Keywords: interpersonal attraction, love, kind of love, the elderly, socioemotional aspects.
Ketika kita membicarakan atau membahas mengenai Usia Lanjut, bisa dipastikan
bahwa stereotipe yang melekat pada Usia lanjut adalah banyaknya penurunan yang terjadi
pada Usia Lanjut. Baik itu penurunan fisik, psikologis, maupun sosial. Kondisi seperti ini
tidak dapat dipungkiri karena bagaimana kondisi fisik seseorang maka akan mempengaruhi
emosinya. Banyak pendapat tentang emosi pada usia lanjut. Sama dengan aspek lain pada
usia lanjut, emosi dan usia lanjut juga didominasi dengan tema kehilangan. Usia lanjut
dipandang sebagai satu waktu penurunan, kaku, emosi yang datar, rendahnya energi efektif,
rendahnya semangat, dan kecilnya perhatian emosi.
Namun selain tema kehilangan, ada temuan lain yang berasal dari Malatesta dan
Kalnok (1984 dalam Suardiman, 2010) yang menemukan tidak adanya bukti yang
menunjukkan gejala menurun secara nyata dari emosi seseorang bersamaan dengan
meningkatnya usia seseorang. Mereka melakukan survey terhadap 240 orang kulit putih yang
berasal dari kelas menengah yang dibagi ke dalam 3 kategori usia yaitu 17-34, 35-56, dan 57-
88. Mereka menemukan bahwasanya tidak ada kecenderungan untuk responden-responden
yang lebih tua (usia 66 tahun) untuk lebih memiliki respon-respon yang negative. Mereka
juga menemukan lebih banyak persamaan daripada perbedaan di antara kategori-kategori di
atas. Perbedaan gender kecil, kebanyakan responden-responden tua tidak merasa bahwa
emosi mereka berubah seiring berjalannya usia. Pengalaman emosi sama pentingnya antara
orang-orang usia tua dengan usia menengah tetapi tidak terlalu penting bagi orang-orang
dewasa usia muda. Kesedihan kebanyakan disebabkan oleh masalah-masalah fisik untuk
orang dewasa di dalam seluruh kategori usia.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23218/4/Chapter%20II.pdf (diakses 9 okt
2012 pk 11.00 pm)). Senada dengan pandangan ini Diener dan Suh (1977 dalam Suardiman,
2010) menemukan bahwa usia lanjut menunjukkan kepuasan hidup yang lebih besar daripada
yang lebih muda. Sesuai dengan temuan dari penelitian ini, emosi pada usia lanjut adalah
kaya, kompleks dan bervariasi. Jika bervariasi, itu artinya tidak selalu ataupun selamanya
emosi pada usia lanjut bertemakan “kehilangan”. (Suardiman, 2010: 98-99).
Memilih Panti Werdha sebagai lokasi penelitian adalah dengan tinggal di panti lebih
memudahkan untuk terjalinnya kontak di antara para lansia sehingga proses ketertarikan
interpersonal lawan jenis pada lansia ini mudah terjadi sehingga focus dari penelitian ini
adalah bagaimanakah dinamika ketertarikan interpersonal lawan jenis pada lansia di panti
werdha, mengapa lansia memiliki ketertarikan interpersonal lawan jenis, bagaimana indikator
ketertarikan interpersonal lawan jenis pada lansia, seperti apakah jenis cinta lansia.
Kedekatan fisik (physical proximity) dengan orang lain dapat meningkatkan atau
mengurangi kemungkinan bahwa dua individu akan sering mengalami kontak. Dan kontak
yang terus menerus sering kali merupakan dasar awal ketertarikan. Faktor kedua yang sangat
penting adalah keadaan afektif (affective state) seseorang. Kita cenderung menyukai orang
yang dihubungkan dengan emosi positif dan tidak menyukai orang yang dihubungkan dengan
emosi negatif. Reaksi emosional terhadap orang-orang yang kita temui sebagian ditentukan
oleh bagaimana kita mempersepsikan karakteristik yang dapat diamati (observable
characteristic). Selain itu ketertarikan interpersonal juga dapat terjadi dengan adanya
kekuatan dari motivasi afiliasi (affiliation motivation) orang tersebut. Jadi, jika seluruh empat
faktor (kedekatan fisik, emosi positif, karakteristik yang dapat diamati, dan kebutuhan akan
afiliasi) bekerja, proses ketertarikan dapat bergerak ke tahapan yang terakhir. Yaitu dua orang
mulai menemukan sejauh mana kesamaan mereka dibandingkan perbedaan sehubungan
dengan sikap, keyakinan, nilai-nilai, minat, dan banyak hal lainnya. Langkah terakhir muncul
jika setiap individu mulai mengekspresikan rasa saling menyukai (mutual liking) baik melalui
kata-kata maupun perbuatan.
Proses tertarik secara interpersonal, kemudian menjadi kenal dapat bergerak menuju
pertemanan yang mana dalam fase ini terdapat kesamaan dan rasa tidak suka timbal balik.
Salah satu faktor yang menentukan ketertarikan terhadap orang lain adalah kesamaan sikap,
keyakinan, nilai-nilai, dan minat. Sehingga semakin tinggi proporsi sikap yang sama semakin
besar ketertarikan. Kita juga menyukai orang lain yang menunjukkan dalam kata-kata
maupun tingkah laku bahwa mereka menyukai dan memberikan evaluasi positif kepada kita.
Kita tidak menyukai orang-orang yang tidak suka dan memberikan evaluasi negatif kepada
kita. Jadi, keseluruhan penentu utama ketertarikan diberikan oleh model ketertarikan yang
berpusat pada afek yang menyatakan bahwa ketertarikan ditentukan oleh sumber-sumber afek
yang langsung dan diasosiasikan sering kali dimediasi oleh proses-proses kognitif.
Ketika proses pertemanan telah terjalin maka ketertarikan interpersonal bergerak
menuju hubungan yang lebih akrab yang di dalamnya timbul saling ketergantungan dengan
keluarga dan teman. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa hubungan akrab
memiliki karakteristik saling ketergantungan, di mana dua orang saling mempengaruhi
kehidupan satu sama lain, berbagi pemikiran, terlibat emosi mereka, dan terlibat pada
aktivitas bersama. Teori evololusi mengajukan bahwa keterikatan emosi dengan teman-teman
dan dengan pasangan meningkatkan kemungkinan kesuksesan reproduksi. Sebagai akibatnya
manusia dan primata lain “terprogram” untuk mencari kedekatan emosional.
Proses Selanjutnya yang bisa terjalin dari mulai awal ketertarikan interpersonal,
pertemanan, hubungan akrab, kemudian bisa membentuk hubungan romantis, cinta, dan
keintiman secara fisik. Salah satu karakteristik yang menandai hubungan romantis adalah
beberapa tingkatan dari keintiman fisik, berkisar dari bergandengan tangan hingga interaksi
seksual. Seperti yang terjadi pada ketertarikan dan pertemanan, ketertarikan romantis
dipengaruhi oleh factor-faktor seperti kedekatan fisik, penampilan, dan kesamaan. Dari
hubungan romantis bergeraklah menuju perasaan cinta. Sternberg mengkonseptualisasikan
cinta dalam bentuk segitiga yang dikenal dengan teori “Segitiga Cinta Sternberg”.
Menurut Sternberg (1988 dalam Setiawan, h.3) Cinta adalah sebuah kisah, kisah yang
ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat, dan perasaan
seseorang terhadap suatu hubungan. Kisah dari setiap orang berasal dari “skenario” yang
sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita, dan sebagainya. Kisah ini
biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.
Pada dasarnya cinta terdiri atas empat elemen utama yaitu : pengertian, kepercayaan, kerja
sama, pernyataan kasih sayang. Keempat elemen ini harus dimiliki oleh kedua belah pihak.
Bukan hanya sepihak saja.
Menurut para ahli Psikologi Sosial yang melakukan kajian tentang hubungan
cinta terkait dengan perilaku menyukai atau tertarik pada orang lain dalam konteks
upaya menjalin hubungan di antara dua pribadi yang dimulai dengan adanya interaksi
dari orang tersebut yang memiliki ketertarikan dengan orang lain. (Yela, 2004 dalam
Hanurawan, 2007). Dalam timbulnya ketertarikan tersebut terdapat beberapa faktor
sebagai berikut: Kedekatan, kemenarikan fisik, kesamaan dan kebutuhan saling
melengkapi (komplementer), seseorang mencintai orang yang mencintai dirinya,
keuntungan yang diperoleh dari suatu hubungan
Menurut Hanurawan (2007) terdapat Tiga aspek cinta yang dikemukakan oleh
Sternberg dalam Beck (1992) yang dikenal dengan Segitiga Cinta Sternberg yakni
keintiman (Intimacy),kegairahan (Passion),komitmen
Menurut Sternberg (1988) setiap komponen itu pada setiap orang berbeda
derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah tetapi rendah di komitmen. Sedangkan
cinta yang ideal adalah apabila ketiga itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu
waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan yang paling besar adalah
komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah yang lebih besar (dalam
beberapa budaya) disertai dengan komitmen yang lebih besar. Misalnya melalui
perkawinan. Berikut sususan komponen tiga aspek cinta yang sering disebut Segitiga
Cinta Sternberg atau The Triangular Theory
Apabila dilihat dari proses kejiwaan dan perilaku, dari ketiga komponen cinta
yakni keintiman, kegairahan, dan komitmen maka dapat membentuk delapan kombinasi
jenis cinta: Nonlove, Liking (persahabatan), Infatuation Love (ketergila-gilaan), Empty
Love (Cinta Kosong),Romantic Love (cinta romantis), Companionate Love, Fatous
Love (cinta buta), Consummate Love (cinta yang sempurna)
Seseorang dikatakan masuk ke dalam kategori usia lanjut adalah orang yang
berada pada usia 60 tahun ke atas. Pernyataan ini sesuai dengan peraturan di Indonesia
yang tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Pasal 1 ayat 2 tahun
1998 tentang kesejahteraan Usia Lanjut yaitu “Yang dimaksud dengan lanjut usia
adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas. “ Santrock (1995) juga menyatakan
hal yang sama tentang batasan kategori yang masuk ke dalam Usia Lanjut.
Ada dua pendekatan yang sering digunakan untuk mengidentfikasi kapan
seseoarang dikatakan tua, yaitu pendekatan biologis dan pendekatan kronologis. Usia
Biologis adalah usia yang didasarkan pada kapasitas fisik/biologis seseorang,
sedangkan usia kronologis adalah usia seseorang yang didasarkan pada hitungan umur
seseorang. Sering terjadi kesenjangan antara umur biologis dengan umur kronologis
pada seseorang. Seseorang yang secara kronologis masih tergolong muda, namun
secara fisik sudah nampak tua dan lemah, sebaliknya seseorang yang secara kronologis
sudah tergolong tua namun secara fisik masih nampak muda, segar, gagah, tegap, dan
sebagainya. Memang cara yang lebih mudah untuk mengidentifikasi seseorang sudah
tergolong tua atau belum adalah usia kronologis, usia yang didasarkan pada umur
kalender, umur dari ulang tahun terakhir.
Menuju usia lanjut, maka akan dilihat mulai adanya berbagai perbuhan baik itu
perubahan fisik, kognitif dan sosioemosional. Aspek perubahan Sosioemosional pada
lansia meliputi : Fase Akhir Erikson : Integritas versus Keputusasaan, Kepuasan Hidup,
Kesepian,Depresi, Penuaan yang berhasil
METODE
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah Fenomenologis.
Alasannya adalah karena peneliti ingin mengetahui esensi pengalaman dunia terdalam
individu (inner world) tentang pasangan hidup di usia lanjut terkait fenomena
ketertarikan interpersonal lawan jenis pada usia lanjut berdasarkan perspektif individu
itu sendiri. (Hanurawan, 2012, h.54).
B. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian fenomenologi ini adalah sumber data primer
dengan melakukan wawancara kualitatif dengan observasi kualitatif pada subjek
penelitian yang mana peneliti sebagai instrument itu sendiri. Partisipan dalam penelitian
ini adalah lansia yang tinggal di panti werdha, berdasarkan informasi dan observasi
awal menunjukkan tanda-tanda ketertarikan interpersonal.
C. Analisis Data
Menggunakan analisis jenis fenomenologis. Dalam hal ini, segera setelah data
berhasil dikumpulkan (hasil wawancara. observasi, jurnal refleksi) maka kemudian
dilakukan proses analisis terhadap data tersebut. Analisis tersebut dilakukan dalam
upaya untuk dapat melakukan interpretasi dan memperoleh kesimpulan hasil penelitian.
D. Pengecekkan keabsahan Temuan
Pengecekkan keabsahan temuan dalam penelitian ini menggunakan teknik
validitas interpretif. Salah satu metode atau teknik untuk mencapai validitas interpretif
adalah melalui umpan balik (feed back) parisipan atau cek balik (check back) pada
partisipan tentang kesimpulan hasil penelitian.
E. Prosedur penelitian
Prosedur penelitian dalam penelitian yang menggunakan wawancara kualitatif
dengan observasi kualitatif dibagi menjadi dua tahap yakni tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan. Tahap persiapan yakni peneliti membuat pedoman wawancara dan
pedoman observasi yang kemudian akan dikonfirmasi pada dosen pembimbing,
mempersiapkan alat perekam dan alat tulis. Pada tahap pelaksanaan ini peneliti
menentukan subjek mana yang dirasa bisa dijadikan subjek penelitian. Selanjutnya pada
pertemuan-pertemuan berikutnya peneliti mulai membangun rapport yang baik dengan
subjek sehingga diharapkan dengan rapport yang baik mampu membuat subjek
penelitian bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini. Setelah berhasil
membangun rapoort, peneliti memulai melakukan wawancara dan observasi untuk
mengumpulkan data terkait fokus penelitian
HASIL
Pasangan SA dengan SA’
1. Dinamika Ketertarikan Interpersonal
1. Kedekatan Fisik
Jarak tempat tinggal antara SA dengan SA‟ dikatakan cukup dekat karena mereka tidak
tinggal dalam satu ruangan yakni SA berada di ruangan Santo Mikael sedangkan SA‟
tinggal di ruang Santa Maria.
2. Ekspresi Rasa Suka
Untuk menunjukkan rasa suka di antara pasangan ini lebih banyak dilakukan dengan
perbuatan yakni SA‟ mencium kening SA ketika SA akan pergi dari kamarnya setelah
berbincang dan SA‟ mengantar SA pulang hingga ke kamar SA. Jika SA‟ tidak bisa
memakan makanan Panti maka makanan itu akan disisihkan untuk SA. Sedangkan SA
membelikan lauk berbeda untuk SA‟ sebagai ganti lauk jika SA‟ tidak bisa memakan lauk
dari Panti.
3. Repeated Exposure
Berbincang bersama setiap hari sekitar pukul jam 3-4 sore karena minimnya aktivitas di
Panti.
4. Pengertian
Jika tensi SA‟ tinggi maka SA memijat kepala SA‟ dan mengingatkan untuk minum obat
penurun tensi.
5. Kerja Sama
Saling mengingatkan kesehatan dan obat-obatan yang diminum.
6. Kepercayaan
SA bercerita tentang pengalaman bersuami dan rencana untuk menikah serta
persiapannya. Sementara SA‟ menceritakan kehidupan pribadinya seperti pekerjaannya
terdahulu, rasa mindernya.
Pernyataan pasangan SA dengan SA’
“Ndak, saya dulu kan nganu. Doa kan sering doa lewat. Itu de‟e mek berjemur di depane
Maria gitu. Terus dikenalno ambek Pak Effendi tapi sekarang wes meninggal orange. Dulu
pak Effendi tu kamare ndek Tias.” (SA B1 27022013)
“Iya, Tias. Podo orang Cinae. Terus berdua ngobrol gitu. Terus Pak Mat itu bilang „ini sik
ada sing isa Mandarin cewek. Lek mau Tanya-tanya bisa” (SA B1 27022013).
“Lha dia itu mulai nyelidiki aku mulai masuk kan bulan November. Nyelidi saya sampek
Januari sampek Januari baru nyatano. Pokoke hamper 4 bulan de‟e baru nyatano. Tak gudoi
kok kamu ada apa milih aku. Kan aku lemu, cacat, elek. Sing iso jalan dan ayu lho sik akeh.”
(SA B1 07032013)
“dikenalkan teman. Saya bisa Mandarin. Jadi kami berbincang Mandarin.” (SA‟ B1
15032013)
2. Faktor Penyebab Ketertarikan Interpersonal Lansia
a. Kedekatan Fisik
Jarak tempat tinggal antara SA dengan SA‟ dikatakan cukup dekat karena mereka tidak
tinggal dalam satu ruangan yakni SA berada di ruangan Santo Mikael sedangkan SA‟
tinggal di ruang Santa Maria.
Pernyataan SA dengan SA’
“hatinya senang. Karena kata yang lainnya dia baik hati. Suka tolong orang. Saya cari tahu
mulai bulan november terus bilang suka bulan februari.” (SA‟ B2 15032013)
“Iya yang penting sudah bisa kasih saya sudah cukup. Mau apa lagi.” (SA‟ B2 15032013)
“iya. Dia baik hatinya dan benar perhatian.” (SA‟ B2 15032013)
“Iya” (SA‟ B2 15032013)
3. Indikator ketertarikan interpersonal
Ekspresi Rasa Suka
Untuk menunjukkan rasa suka di antara pasangan ini lebih banyak dilakukan dengan
perbuatan yakni SA‟ mencium kening SA ketika SA akan pergi dari kamarnya setelah
berbincang dan SA‟ mengantar SA pulang hingga ke kamar SA. Jika SA‟ tidak bisa
memakan makanan Panti maka makanan itu akan disisihkan untuk SA. Sedangkan SA
membelikan lauk berbeda untuk SA‟ sebagai ganti lauk jika SA‟ tidak bisa memakan lauk
dari Panti.
Pernyataan SA dengan SA’
“ya sering ngobrol aja terus perhatiannya gitu. Belikan saya makan karena kadang dikasi
santan dari sini saya ndak makan.” (SA‟ B3 15032013)
“iya menurut saya gitu. Masih ada lagi?” (SA‟ B3 15032013)
4. Jenis Hubungan Cinta
1. Keintiman
Bergantian bercerita pengalaman terdahulu, SA memberikan siraman Rohani dengan
perbincangan kitab suci.
2. Passion.
Menurut hasil pengamatan tidak ada passion (gairah) yang tampak. Memang ada hal
romantis yang dilakukan keduanya namun kurang memenuhi syarat untuk dimasukkan
passion.
3. Komitmen
Setiap hari pasti bertemu untuk berbincang di sore hari.
Pernyataan SA dengan SA’
“Iya aku ke sana. Nggak dateng ya ditelepon aku. Sinio aku mau nanya. Kalau aku ndak ke
sana ndak mungkin ngobrol wes. Kadang kalau ketemu aku pulang nyegat di ruang
pertemuan keluarga atau pas doa. (SA B4 )
“Ya, jadi sengojo kalau ada yang mengunjungi jadi gitu kalau masuk langsung tunggu sana.
Ya gapapa sebenernya Cuma kan kalau peraturannya. Tapi ndak pernah cium-ciuman kayak
orang muda. Kalau kita ini orang tua jadi saling memperhatikan soale saling membutuhkan
untuk cerita untuk curhat bukan untuk jodoh-jodoh itu ndak penting itu kan anak muda.”
(SA B4 07032013)
“kemaren ya bicara soal kehidupan. Aku mau pulang, tapi satu ada pembantu 2 yang bersih-
bersih gitu. Kan PBB‟e 5jt jadi targete satu bulan kudu isa nabung paling ga 500ribu. Ntik
listrike, aire, lha pembantune pling ndak 2 jt. Belon maeme, maeme pembantue.Nah kalo
targetnya gitu mau gimana. Kan harus dipikir. Lho lha ntik de‟e ndak punya apa-apa.
Soalnya aku ndak punya simpenan banyak lho. Saya aja dulu janda. Anak 3 kuliah kabeh.
Kalau mikirkan nabung kan juga ndak mungkin. Pokok englulusno anak bersyukurlah.
Biasanya dibicarakan sama adik-adiknya. Terus kalo missal bisa dapet jodoh bisaya semua
kita yang mikul gitu.” (SA B4 07032013)
“Wes kadang pukulen. Ayo tanganku pukulen-pukulen maksude lek pas ndablek gitu ndak
manut tu pukulen. Ndak, sapa yang mau jadi orang jahat.” (SA B4 07032013)
“Iya kalau udah mau masuk gitu” (SA‟ B4 15032013)
“iya. Tapi masih banyak pikir. Rumah tak ada pembantu. Dia ga bisa bersih rumah katanya.
Mau pembantu. Uang bagaimana untuk urus semuanya.” (SA‟ B4 15032013)
“mmm.. saya minta dia pukul kepala saya kalau saya ndak isa atur. Saya antar dia pulang,
takut jatuh. Jalannya kan kamu tahu sendiri begitu. Pamit dari kamar saya cium kening.”
(SA‟ B4 15032013)
“tidak. Hanya itu saja. Sudah tua mau apa.” (SA‟ B4 15032013)
“kalau saya ingin ngobrol tidak bisa sama mereka terus karena harus rawat pasien yang lain.
Kalau ada teman dekat bisa cerita banyak hal.” (SA‟ B4 15032013)
Pasangan SB dengan SB’
1. Dinamika Ketertarikan Interpersonal
1. Kedekatan Fisik
Jarak tempat tinggal antara SB dengan SB‟ sangat dekat karena tinggal dalam satu
ruangan hanya saja berbeda kamar yakni sama-sama tinggal di ruang Mikael.
2. Ekspresi Rasa Suka
Untuk mengekspresikan rasa sukanya adalah dengan melakukan tindakan-tindakan yang
istimewa bagi mereka yakni dengan selalu duduk bersama di pagi hari di depan ruangan
sambil menikmati sinar matahari. Duduk sangat dekat dan kadang berpegangan tangan
meski tanpa menoleh satu sama lain. SB pernah mengusap wajah SB‟ untuk
membersihkan sisa makanan dan sekedar bercanda.
3. Repeated Exposure
Setiap pagi berjemur bersama di depan ruang Mikael sebelah kiri di kursi yang sama.
4. Pengertian
SB‟ pernah membawakan alat bantu jalan milik SB ketika SB tidak bisa membawanya
saat SB berada di atas kursi roda.
5. Kerja Sama
Saling membantu dengan SB‟ pernah membawakan alat bantu jalan milik SB ketika SB
tidak bisa membawanya saat SB berada di atas kursi roda.
6. Kepercayaan
SB bercerita tantang suaminya dan SB‟ cerita istrinya.
Pernyataan SB dengan SB’
“Ya masuk sini terus duduk-duduk ya terus gitu.” (SB B1 27022013)
“Iya, de‟e moro-moro duduk dewek gitu di sini. Terus Tanya-tanya. Tapi capek ngomong
sama dia. Budek itu.” (SB B1 27022013)
“Ya duduk-duduk aja gitu ini. Lama-lama terus kebiasaan. cerita ngono.” (SB B1 27022013)
“Ya duduk-duduk bareng gitu aja.” (SB‟ B1 18032013)
“hahahahahaha.. tidak. ya langsung gini aja. Duduk bareng. Cerita. Pegang tangan.” (SB‟ B1
18032013)
2. Faktor Penyebab Ketertarikan Interpersonal Lansia
Kedekatan Fisik
Jarak tempat tinggal antara SB dengan SB‟ sangat dekat karena tinggal dalam satu ruangan
hanya saja berbeda kamar yakni sama-sama tinggal di ruang Mikael.
Pernyataan SB dengan SB’
“Iya. Dia suka duduk-duduk sini bareng aku iku.” (SB B2 27022013)
“Iya lainnya sibuk dewek-dewek. Dia sing moro-moro temeni duduk sini.” (SB B2
27022013)
“Ya dia yang sering temani sini ae. terus dia cerita aku melok ae cerita.” (SB B2 27022013)
“ya gini-gini ae ga onok kegiatan.” (SB B2 27022013)
“Suka ngobrol dan duduk-duduk situ. baik dia.” (SB‟ B2 18032013)
“Dia suka temani ngobrol, duduk sini. Terus ingatkan saya untuk cepat tidur malam. tapi aku
susah.” (SB‟ B2 18032013)
3. Indikator Ketertarikan Interpersonal Lansia
Ekspresi Rasa Suka
Untuk mengekspresikan rasa sukanya adalah dengan melakukan tindakan-tindakan yang
istimewa bagi mereka yakni dengan selalu duduk bersama di pagi hari di depan ruangan
sambil menikmati sinar matahari. Duduk sangat dekat dan kadang berpegangan tangan
meski tanpa menoleh satu sama lain. SB pernah mengusap wajah SB‟ untuk membersihkan
sisa makanan dan sekedar bercanda.
Pernyataan SB dengan SB’
“Ya seneng aja ada teman deket. temani di sini. Karena kadang bosan ini. (SB B3 27022013)
“Be‟e gitu mbak bahasa orang muda. hahaahaha… “(SB B3 27022013)
“Ya pengen ae mbak duduk sini bareng de‟e. Kalo pas dia duduk ambek laene kadang aku
jengkel ae jadie.” (SB B3 27022013)
“iya ae.” (SB B3 27022013)
“Rasae iya.” (SB B3 27022013)
“Iya. Kan dulu de‟e duluan sik cedhek-cedhek aku. Ikut duduk sini gitu. terus Tanya-tanya
namaku, cerita op owes waktu iku aku lupa mbak.” (SB B3 27022013)
“Ya biasae de‟e duduk sini sama aku tiap hari gitu. Terus kalo ta‟minta tunggu dulu sini aku
mau jalan dia mau tunggu.” (SB B3 27022013)
“ta‟rasa seh gitu mbak.” (SB B3 27022013)
“ya beno ae wes de‟e pegang tanganku ngono. Terus aku biasanya ini lap pipinya itu akeh
sisa makanane.” (SB B3 27022013)
“Pengen selalu duduk bareng sini lihat-lihat.” (SB‟ B3 15032013)
“Suka. “(SB‟ B3 15032013)
“Ya pasti dia selalu duduk sini. Mau dekat aku. Pegang tangan. Usap sisa makanan.” (SB‟
B3 15032013)
4. Jenis Hubungan Cinta Lansia
a. Keintiman
Setiap pagi duduk-duduk bersama, cerita-cerita, berjemur bersama untuk menanti waktu
SB terapi sedangkan SB‟ mengikuti doa.
b. Passion
Menurut hasil pengamatan tidak ada passion (gairah) yang tampak. Memang ada hal
romantis yang dilakukan keduanya namun kurang memenuhi syarat untuk dimasukkan
passion.
c. Komitmen
Setiap pagi ketika Peneliti datang SB dengan SB‟ pasti sudah duduk di depan kursi di
depan ruang Mikael. SB marah ketika tempatnya ditempati oleh teman dan SB‟ justru
mengobrol dengan orang lain. Tampak ketika hari itu SB selalu menghindari SB‟. Tidak
mau dipegang.
Pernyataan SB dengan SB’
“Iya. Biar ada yang perhatikan aja waktu di Panti. Kaya gimana ini rasanya hatinya.” (SB
B4 27022013)
“Biar ada teman ngono ae mbak. kalau yang lainnya aku ndak berani e cerita banyak. Dia
masio budek gitu mesti denger aku ngomong.”( SB B4 27022013)
“Wuah ya ndak mbak. Aku masih punya suami lho mbak. Dia katanya ya masih ada istri
ngono.” (SB B4 27022013)
“Iya,teman gitu.” (SB B4 27022013)
“Pegang tangan, elus pipi gitu.” (SB‟ B4 18032013)
“Ada teman bicara, duduk sini.” (SB‟ B4 18032013)
“Iya teman dekat di sini biar ada perhatian.” (SB‟ B4 18032013)
“Ya pegang tangan, pundak. Elus pipi. Kadang diam-diam cium pipinya.
hahahahahahaha….” (SB‟ B4 18032013)
Pasangan SC dengan SC’
1. Dinamika Ketertarikan Interpersonal
1. Kedekatan Fisik
Jarak tempat tinggal antara SC dengan SC‟ dikatakan cukup dekat karena tidak tinggal
dalam satu ruangan. SC tinggal di ruang Mikael sedangkan SC‟ tinggal di ruang Santa
Maria.
2. Ekspresi Rasa Suka
Ditunjukkan dengan melakukan hal istimewa untuk pasangan yakni SC selalu berbagi kue
dengan SC‟ yang telah menunggunya di tempat biasa yakni di depan ruang Mikael
sebelah kanan. SC dengan SC‟ selalu bergandengan tangan ketika SC hendak mengantar
SC‟ pulang ke ruang Santa Maria. Sebelum meninggalkan SC‟ di kursi sofa di ruangan
Santa Maria, SC mencium kening SC‟ dan mengusap kepalanya.
3. Repeated Exposure
Berjemur bersama di depan ruang Mikael sebelah kanan.
4. Pengertian
SC membukakan bungkus lemet untuk SC‟
5. Kerja Sama
SC mengajari SC‟ kencing dan gosok gigi.
6. Kepercayaan
Sekalipun sering kali SC‟ mencubit dan pernah mencekik meski niatnya untuk merangkul
SC tampak tetap nyaman untuk terus dekat dengan SC‟. SC‟ membiarkan SC
mengajarinya kencing.
Pernyataan SC
“Pertama kan datang dia sudah ada dulu itu di sini. Terus dia datang-datang gitu terus aku
kasih kue terus. terus terus sini tiap hari gitu.” (SC B1 02032013)
“Iya gitu ae.” (SC B1 02032013)
2. Faktor Penyebab Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis Lansia
Kedekatan Fisik
Jarak tempat tinggal antara SC dengan SC‟ dikatakan cukup dekat karena tidak tinggal
dalam satu ruangan. SC tinggal di ruang Mikael sedangkan SC‟ tinggal di ruang Santa
Maria.
Pernyataan SC
“kasian dia ndak ada teman gitu. Aku punya banyak kue setiap hari kasi kan. Terus dia terus
sini. tarik-tarik antar pulang gitu.” (SC B2 02032013)
3. Indikator Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis Lansia
Ekspresi Rasa Suka
Ditunjukkan dengan melakukan hal istimewa untuk pasangan yakni SC selalu berbagi kue
dengan SC‟ yang telah menunggunya di tempat biasa yakni di depan ruang Mikael sebelah
kanan. SC dengan SC‟ selalu bergandengan tangan ketika SC hendak mengantar SC‟ pulang
ke ruang Santa Maria. Sebelum meninggalkan SC‟ di kursi sofa di ruangan Santa Maria, SC
mencium kening SC‟ dan mengusap kepalanya.
Pernyataan SC
“Ya sayang gitu. Ndak apa kasi dia. Anu kan itu sayang.” (SC B3 02032013)
“Iya. itu saya suka kasi kue ke dia.” (SC B3 02032013)
“Iya senang.” (SC B3 02032013)
“Dia selalu duduk di tempat biasa. Tunggu aku sama itu adik kadang ya kasi kue atau
permen gitu terus dia gandeng-gandeng gitu minta pulang. terus ta‟tinggal cium keningnya
dulu mau.” (SC B3 02032013)
“Iya lho nik. kan kadang dia digandeng perawat untuk diajak jalan putar itu untuk itu apa
namanya… untuk terapi itu ndak mau. Terus datang tunggu aku di depan situ biasanya.” (SC
B3 02032013)
4. Jenis Hubungan Cinta Lansia
a. Keintiman
SC selalu berbagi kue/ bersama dengan SC‟. Hanya berbagi kue tanpa ada komunikasi
imbal balik maupun perbuatan imbal balik.
b. Passion
Menurut hasil pengamatan tidak ada passion (gairah) yang tampak. Memang ada hal
romantis yang dilakukan keduanya namun kurang memenuhi syarat untuk dimasukkan
passion.
c. Komitmen
SC‟ selalu menunggu SC selesai doa di depan ruang Mikael sebelah kanan untuk
berjemur dan makan kue bersama nantinya.
Pernyataan SC
“(tersenyum) Ndak. Sudah tua. jaga saja di sini gitu. Perhatikan itu apa.. anu perhatikan sini
saja.” (SC B4 02032013)
“Iya, tinggal di sini saja bersama gitu. Bagi makanan aja. antar pulang gitu dia.” (SC B4
02032013)
“duduk saja dekat gitu. Kadang usap-usap kepalanya terus saya cium baru tinggal pulang
gitu.” (SC B4 02032013)
“iya begitu ae.” (SC B4 02032013)
“Iya.” (SC B4 02032013)
Jadi, proses ketertarikan interpersonal lansia kepada lawan jenisnya untuk
pasangan SA dengan SA‟, pasangan SB dengan SB‟, dan pasangan SC dengan SC‟
bermula dengan adanya kedekatan secara fisik yakni jarak tempat tinggal. Adanya
Repeated Exposure membuat mereka selalu memberikan respon yang sama atas
stimulus yang sama. Tanda adanya ketertarikan interpersonal muncul dan teramati
dengan konsistensi pertemuan setiap harinya.Dengan menunjukkan tanda-tanda
ketertarikan interpersonal baik melalui hasil wawancara maupun observasi maka ketiga
pasangan subjek penelitian ini yakni para lansia ini, maka dapat disimpulkan bahwa
memang benar ketiga pasangan lansia memiliki ketertarikan interpersonal lawan jenis
yang sudah mengarah pada hubungan cinta.
Untuk pasangan SA dengan SA‟ serta pasangan SB dengan SB‟ dapat
dikategorikan dalam jenis hubungan cinta Companionate Love karena selain
menunjukkan tanda-tanda ketertarikan interpersonal yang menyatakan adanya
kedekatan fisik, ekspresi rasa suka, repeated exposure, kepercayaan, kerja sama,
pengertian, pasangan ini juga menunjukkan proporsi keintiman dan komitmen yang
lebih dominan daripada aspek passion atau kegairahan. Sementara pasangan SC dengan
SC‟ dikategorikan memiliki jenis cinta Empty Love karena menurut aspek cinta milik
Sternberg hanya menunjukkan komponen komitmen yang jauh lebih dominan daripada
komponen passion atau kegairahan.
DISKUSI
A. Dinamika Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis Lansia
Ketertarikan interpersonal (interpersonal attraction) itu sendiri merujuk pada suatu
sikap mengenai orang lain. Evaluasi interpersonal semacam itu berada pada suatu dimensi
yang berkisar dari suka hingga tak suka. Ketertarikan interpersonal (interpersonal attraction)
ini dipengaruhi oleh faktor kekuatan dari kedekatan yang ditentukan oleh lingkungan fisik di
sekitar kita. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dua orang cenderung menjadi kenal jika
faktor-faktor eksternal menyebabkan mereka menjadi sering mengadakan kontak. (Baron,
R.A; Donn Byrne, 2005).
Sebagaimana yang terjadi pada pasangan SA dengan SA‟ kemudian pasangan SB
dengan SB‟ serta pasangan SC dengan SC‟. Faktor-faktor yang menjadikan mereka dapat
dikatakan memiliki Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis yakni karena terdapat kedekatan
fisik di antara mereka yang mana dimaksudkan di sini adalah jarak tempat tinggal yang
berdekatan yakni berada dalam ruang lingkup panti yang sangat memudahkan untuk
mengadakan kontak satu sama lain, keadaan afeksi yang tentunya positif sehingga motivasi
afiliasi yakni keinginan untuk hidup bergabung atau tidak sendiri dengan alasan ingin
memiliki teman yang mampu memenuhi kebutuhan akan perhatian serta karakteristik
pasangan atau rekan awalnya dapat teramati secara nyata. Adanya Repeated Exposure yaitu
kesamaan stimulus yang berulang merupakan faktor ekternal yakni minimnya aktivitas panti
dan rutinitas yang selalu sama sehingga membuat mereka untuk selalu memberikan respon
yang sama dari waktu ke waktu, mengungkapkan ekspresi rasa suka dengan perbuatan, saling
mengerti atau memahami terhadap kebutuhan pasangan, adanya kerja sama, adanya
kepercayaan, keintiman, dan komitmen dapat ditemukan secara observasi maupun
wawancara pada subyek pasangan tersebut meski bentuknya berbeda-beda. Jadi sudah jelas
bahwa pasangan-pasangan lansia yang tersebutkan di atas benar memiliki Ketertarikan
Interpersonal Lawan Jenis satu sama lain.
B. Penyebab Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis Lansia
Pasangan-pasangan lansia ini tidak hanya sekedar tertarik saja namun mereka telah
berada pada proses mencintai dengan memperhatikan bahwa di antara mereka terdapat
bentuk-bentuk perbuatan untuk mengerti pasangan, adanya kerja sama, menyatakan atau
mengungkapkan perasaaan kasih sayang dengan perbuatan dan kata-kata, serta kepercayaan
yang dinyatakan dengan bentuk yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan masing-
masing pasangan. Faktor yang menyebabkan mereka dapat mencintai pasangan ini adalah
adanya kedekatan di antara mereka baik itu tempat tinggal maupun frekuensi untuk
berinteraksi karena mereka tinggal di suatu tempat yang sama dalam lingkup Panti maka
kemudahan untuk saling berinteraksi dan berkomunikasi dapat terjalin kapanpun. Untuk
faktor kemenarikan fisik tidak pernah terungkap dari mereka untuk dijadikan alasan mengapa
mereka dapat mencintai satu sama lain karena mungkin saja mereka telah menyadari segala
bentuk penurunan fisik di usia lanjut oleh karena itu mereka lebih menekankan faktor yang
menyebabkan mereka dapat saling mencintai, yang terpenting adalah pasangan dapat
menyamankan dirinya yakni dengan memahami untuk saling melengkapi, mencintai dan
merasa ada keuntungan secara psikologis berupa perhatian dan kasih sayang yang dapat
terpenuhi bila mereka terikat dengan suatu perasaan emosional seperti Cinta.
C. Indikator Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis Lansia
Proses atau dinamika Ketertarikan Interpersonal Lawan Jenis ini di antara para Lansia
ini terjadi lebih alamiah, terjadi begitu saja menurut mereka. Jika dilihat ada yang mendekati
dan itu berulang terus seperti itu maka kedekatan bisa terjadi dengan indikator yang sangat
sederhana yakni sejauh pasangan yang dimaksud memberikan respon yang sama atas
stimulus yang ada maka keintiman dan komitmen dapat terjalin. Contohnya ada suatu
stimulus yakni kegiatan di panti adalah berjemur bersama setiap pagi, SB‟ selalu menemani
SB untuk menikmati sinar matahari pagi di depan ruang Mikael. Jadi respon SB‟ yang selalu
menemani SB untuk berjemur setiap pagi dianggap sebagai ketertarikan interpersonal yang
membuat mereka makin hari makin akrab.
D. Jenis Hubungan Cinta Lansia
Untuk dapat mengetahui bahwa mereka dapat dikategorikan memiliki cinta jenis apa
berdasarkan Teori Sternberg maka komponen yang perlu diperhatikan adalah Intimasi,
Passion (Kegairahan), dan Komitmen. Secara terperinci :
Keintiman (Intimacy)
Keintiman adalah suatu konsep yang mengacu pada perasaan kedekatan atau
perasaan keterhubungan di antara dua orang. Perasaan-perasaan itu seperti pada
fenomena seseorang memikirkan kesejahteraan orang lain, pemahaman timbal balik
dengan orang lain, dan kemampuan berbagi (sharing) dengan orang lain.
Kegairahan (Passion)
Kegairahan adalah sumber pembangkit (arousal) yang mengacu pada
keterbangkitan fungsi-fungsi emosi dan fungsi biologis yang kuat. Gairah adalah
elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat
seksual. (Setiawan, h.4)
Komitmen
Komitmen adalah suatu konstruk psikologi yang berhubungan dengan
keputusan tentang keterikatan seseorang dengan orang lain dalam suatu hubungan.
Komitmen dapat dibagi menjadi dua yaitu komitmen jangka pendek atau komitmen
jangka panjang. Komitmen jangka pendek terjadi apabila seseorang membuat
keputusan untuk mencintai orang lain. Sedangkan komitmen jangka panjang terjadi
apabila seseorang membuat keputusan untuk memelihara cinta itu.
Dan dari ketiga komponen ini nantinya dapat menghasilkan 8 jenis cinta yang
terbentuk dari kombinasi ketiga komponen tersebut berdasarkan proporsi yang berbeda yakni:
1. Nonlove, tidak memiliki komponen gairah, keintiman, dan komitmen.
2. Liking (persahabatan), sebagai salah satu komponen emosi yang ada adalah
perasaan suka bukanlah cinta, hanya memiliki komponen keintiman.
3. Infatuation Love (ketergila-gilaan), gairah yang timbul tanpa keintiman dan
komitmen, biasanya cinta yang terjadi pada pandangan pertama
4. Empty Love (Cinta Kosong), ada unsur komitmen tetapi kurang intim dan
kurang gairah. Hubungan yang lama akan semakin membosankan.
5. Romantic Love (cinta romantis), hubungan intim yang menggairahkan tetapi
kurang komitmen
6. Companionate Love, hasil dari komponen keintiman dan komitmen tanpa
adanya gairah cinta.
7. Fatous Love (cinta buta), mempunyai gairah dan komitmen tetapi kurang
intim.
8. Consummate Love (cinta yang sempurna), yaitu cinta yang tersusun atas
komponen keintiman, gairah, dan komitmen.
Ketiga pasangan lansia ini hanya memiliki komponen Keintiman dan Komitmen.
Mereka memang pernah melakukan hal-hal yang menurut mereka romantis namun
kurang memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam komponen Passion atau
kegairahan karena tidak ada aktivitas seksual yang mereka lakukan. Hal ini bisa terjadi
yakni tidak adanya Passion yang nampak karena jika mengingat usia mereka yang
sudah lanjut lengkap dengan segala penurunan fisiknya serta melihat bahwa yang
mereka butuhkan dari pasangan adalah perhatian yang menyamankan kebutuhan
psikologis, maka Passion tidak ada di antara mereka. Jadi hubungan cinta di antara para
lansia lebih menampakkan komponen komitmen dan keintiman. Berbeda halnya dengan
cinta yang dialami usia dewasa tengah yang masih lekat dengan Passion yang turut
terlibat dan mendukung hubungan cinta mereka. Bisa jadi bahwa hal ini sangat
berkaitan erat dengan fungsi fisik yang masih lebih normal daripada usia lanjut.
Untuk pasangan SA dengan SA‟ dapat dikategorikan memiliki jenis hubungan
cinta Companionate Love yaitu jenis hubungan cinta yang memiliki komponen
Keintiman dan Komitmen yang nyata dalam bentuk perbuatan bergantian bercerita
pengalaman terdahulu, SA memberikan siraman Rohani dengan perbincangan kitab
suci yang menunjukkan keintiman dan setiap hari pasti bertemu untuk berbincang di
sore hari yang menunjukkan komitmen di antara mereka serta tanpa adanya gairah yang
tampak melalui hasil observasi melalui wawancara dan memutuskan untuk menikah
hanya saja masih memiliki banyak pertimbangan mengingat bahwa ketika mereka ingin
keluar dari Panti dan perlu biaya untuk tinggal di rumah sendiri.
Untuk pasangan SB dengan SB‟ dapat dikategorikan ke dalam jenis hubungan
cinta Companionate Love pula karena berdasarkan hasil pengamatan bahwa mereka
menunjukkan adanya komponen Keintiman dan Komitmen yang tercermin dalam
perbuatan setiap pagi duduk-duduk bersama, cerita-cerita, berjemur bersama untuk
menanti waktu SB terapi sedangkan SB‟ mengikuti doa yang menunjukkan keintiman
dan setiap pagi ketika peneliti datang SB dengan SB‟ pasti sudah duduk di depan kursi
di depan ruang Mikael. SB marah ketika tempatnya ditempati oleh teman dan SB‟
justru mengobrol dengan orang lain. Tampak ketika hari itu SB selalu menghindari SB‟.
Tidak mau dipegang yang menunjukkan komponen komitmen. Hanya saja pasangan ini
tidak ada keinginan untuk menikah karena kedekatan mereka di Panti mengingat bahwa
di tempat kediaman masing-masing di luar panti sana mereka masih memiliki pasangan.
Jika melihat teori Hurlock (dalam Suardiman, 2011, 91) hubungan semacam ini
menjadi masalah umum yang unik karena mereka mencari teman baru untuk
menggantikan suami atau isteri yang telah meninggal ataupun pergi jauh atau cacat.
Untuk pasangan SC dengan SC‟ dapat dikategorikan ke dalam jenis hubungan
Empty Love (Cinta Kosong) yakni jenis hubungan cinta yang tersusun karena proporsi
komponen komitmen jauh lebih besar daripada keintiman dan gairah. Keintiman yang
timbul hanya dengan seringnya berbagi makanan yang dilakukan SC untuk SC‟
melainkan untuk saling bercerita satu sama lain itu tak bisa terjadi mengingat bahwa
SC‟ sudah tak dapat berbicara karena putusnya pita suara jadi jika ada cerita hanya SC
yang bercerita dan SC‟ mendengarkan sembari merespon dengan anggukan saja,
sementara komitmen di antara keduanya lebih bisa terjalin secara timbal balik dengan
perbuatan SC‟ selalu menunggu SC selesai doa di depan ruang Mikael sebelah kanan
untuk berjemur dan makan kue bersama nantinya, begitu sebaliknya jika SC‟ belum ada
di tempat biasa maka SC yang akan menunggu SC‟ untuk selanjutnya mereka makan
kue bersama. Terlebih usia mereka juga terpaut jauh yakni SC usia 82 sedangkan SC‟
55 tahun. SC secara kronologis dan bilogis telah memenuhi syarat untuk dikatakan
sebagai lansia sedangkan SC‟ masih secara biologis saja dapat dikatakan sebagai lansia
mengingat bahwa fisiknya telah lemah dan tidak mampu untuk produktif lagi sebelum
usianya memasuki usia 60 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
A, Baron R; Donn Byrne. 2005. Psikologi Sosial. Jilid I. Edisi Kesepuluh. Jakarta : Erlangga.
A, Baron R; Donn Byrne. 2005. Psikologi Sosial. Jilid II. Edisi Kesepuluh. Jakarta :
Erlangga.
Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Sosial. Cetakan ketiga (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Gross, James J, dkk. 1997 . Emotion and Aging : Experience, Expression, and Control.
Journal Of Psychology and Aging Vol. 12, No. 4. American Psychological Association.
Hanurawan, Fattah. 2007. Pengantar Psikologi Sosial. Malang: Universitas Negeri Malang.
Hanurawan, Fattah. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu Psikologi. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Hoyer, William J; Paul A. Roodin. 2009. Adult Development and Aging. Sixth Edition. New
York : McGraw-Hill Education.
Hurlock, Elisabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Lubis, D. Bachtiar. 2011. Understanding That Heals, Mengerti yang Menyembuhkan.
Malang: Dioma.
Peasse, Allan.,Barbara Pease. 2010. Why Men want Sex and Women Need Love. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Santrock, J.W. 1995. Life Span Development. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J.W. 1995. Life Span Development. Edisi Kelima. Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Schaie, K. Warner; Sherry L. Willis. Adult Development and Aging. Third Edition. New York
: HerperCollins Publishers.
Setiawan, Yamin. Kesempurnaan Cinta, Tipe Kepribadian Kode warna dan Jenis Kelamin.
Surabaya : Universitas Tujuh Belas Agustus 1945.
Suardiman, Siti Partini. 2010. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :
ALFABETA.
Universitas Negeri Malang, 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Edisi Kelima.
Malang : Universitas Negeri Malang