klasifikasi tiga jenis kopi robusta asal lampung ...digilib.unila.ac.id/59730/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
KLASIFIKASI TIGA JENIS KOPI ROBUSTA ASAL LAMPUNG
MENGGUNAKAN UV-VIS SPECTROSCOPY DAN METODE
KEMOMETRIKA
(Skripsi)
Oleh
NUR AZIS SIGIT PURNOMO
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRACT
CLASSIFICATION THREE TYPES OF ROBUSTA COFFEES FROM
LAMPUNG USING UV-VIS SPECTROSCOPY AND CHEMOMETRIC
METHOD
By
NUR AZIS SIGIT PURNOMO
West Lampung Regency, Pesawaran and Tanggamus are Robusta coffee
producing areas with a height of coffee planting from 275 metres above sea level
(masl) to more than 1000 masl. The height of the planting area affects the
compound content and taste of coffee. Counterfeiting or mixing in coffee grounds
makes quality worse and decreases the level of consumer confidence in quality.
Coffee will be difficult to identify in powder form. This study aims to identify the
authenticity of ground coffee products from the West Lampung region, Pesawaran
and Tanggamus using UV-Vis Spectroscopy and the soft independent modeling of
class analogy (SIMCA) method.
This study used 60 samples of West Lampung ground coffee, 60 Pesawaran coffee
samples and 60 Tanggamus coffee samples with each sample in weight 1 gram.
Each sample is extracted using 50 ml of distilled water at a temperature of 90-98 °
C then filtered. Then dilution is done using 1: 20 ratio of distilled water and then
put in a 2 ml extraction sample in to 10 mm cuvette with 2 repetitions. Spectra
data were taken using UV-Vis Spectrometer and then processed using The
Unscrambler version 9.2 application and analyzed using the principal component
analysis (PCA) method and soft independent modeling of class analogy (SIMCA).
The classification results show the PCA and SIMCA methods are able to
distinguish Robusta coffee powder from West Lampung, Pesawaran and
Tanggamus. The best PCA analysis was obtained using a combination of
multiplicative scatter correction + Savitzky-Golay first derivative 9 segment
(MSC + SGD1) wavelength at 240-430 nm with PC1 values of 45% and PC2 of
35%. SIMCA classification results obtained value of accuracy (AC), sensitivity
(S), and specificity (SP) of 100%. The SIMCA model was tested using a receiver
operating characteristic (ROC) curve and obtained an area under curve (AUC)
value of 0.975-1 (excellent).
Keywords : Robusta Lampung Coffee, UV-Vis Spectrometer, Principal
Component Analysis (PCA), Soft Independent Modelling of Class
Analogy (SIMCA), Receiver Operating Characteristic (ROC).
ABSTRAK
KLASIFIKASI TIGA JENIS KOPI ROBUSTA ASAL LAMPUNG
MENGGUNAKAN UV-VIS SPECTROSCOPY DAN METODE
KEMOMETRIKA
Oleh
NUR AZIS SIGIT PURNOMO
Kabupaten Lampung Barat, Pesawaran dan Tanggamus merupakan daerah
penghasil kopi Robusta dengan ketinggian penanaman kopi mulai dari 275 meter
di atas permukaan laut (mdpl) sampai lebih dari 1000 mdpl. Ketinggian daerah
tanam mempengaruhi kandungan senyawa dan cita rasa pada kopi. Pemalsuan
atau pencampuran pada bubuk kopi membuat kualitas menjadi buruk dan
menurunkan tingkat kepercayaan konsumen terhadap kualitas. Kopi akan sulit
diidentifikasi apabila sudah dalam bentuk bubuk. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi keaslian produk kopi bubuk asal daerah Lampung Barat,
Pesawaran dan Tanggamus menggunakan UV-Vis Spectroscopy dan metode soft
independent modelling of class analogy (SIMCA).
Pada penelitian ini digunakan 60 sampel kopi bubuk Lampung Barat, 60 sampel
kopi Pesawaran dan 60 sampel kopi Tanggamus dengan masing-masing sampel
seberat 1 gram. Setiap 1 gram sampel diekstraksi menggunakan 50 ml aquades
dengan suhu 90-98°C lalu disaring. Selanjutnya dilakukan pengenceran
menggunakan aquades dengan perbandingan 1:20 kemudian dimasukkan ke
dalam kuvet ukuran 10 mm sebanyak 2 ml dengan 2 kali pengulangan. Data
spektra diambil menggunakan UV-Vis Spectrometer kemudian diolah
menggunakan aplikasi The Unscrambler versi 9.2 dan dilakukan analisis
menggunakan metode principal component analysis (PCA) dan soft independent
modeling of class analogy (SIMCA).
Hasil klasifikasi menunjukkan metode PCA dan SIMCA mampu membedakan
kopi Robusta bubuk Lampung Barat, Pesawaran dan Tanggamus. Analisis PCA
terbaik diperoleh menggunakan kombinasi pretreatment multiplicative scatter
correction + Savitzky-Golay first derivative 9 segmen (MSC + SGD1) pada
panjang gelombang 240-430 nm dengan nilai PC1 45% dan PC2 35%. Hasil
klasifikasi SIMCA diperoleh nilai akurasi (AC), sensitivitas (S), dan spesifisitas
(SP) sebesar 100%. Model SIMCA diuji menggunakan kurva receiver operating
characteristic (ROC) dan diperoleh nilai area under curve (AUC) sebesar 0,975-1
(sangat baik).
Kata Kunci : Kopi Robusta Lampung, UV-Vis Spectrometer, Principal
Component Analysis (PCA), Soft Independent Modelling of Class
Analogy (SIMCA), Receiver Operating Characteristic (ROC).
KLASIFIKASI TIGA JENIS KOPI ROBUSTA ASAL LAMPUNG
MENGGUNAKAN UV-VIS SPECTROSCOPY DAN METODE
KEMOMETRIKA
Oleh
Nur Azis Sigit Purnomo
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Dusun Sumbertengah, Pekon
Tekad, Kecamatan Pulaupanggung, Kabupaten
Tanggamus Provinsi Lampung pada tanggal 24 Juni
1996, putra pertama dari dua bersaudara, dari pasangan
Bapak Sugita dan Ibu Roliyah. Pendidikan Sekolah
Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 1 Bumi Dipasena
Sejahtera pada tahun 2008. Penulis melanjutkan
pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 1
Pulaupanggung pada tahun 2011 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan
di SMA Negeri 1 Gadingrejo pada tahun 2014.
Tahun 2014, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah
menjadi Asisten Dosen Mesin Peralatan Pengolahan Hasil Pertanian. Penulis
terdaftar di Organisasi Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP)
sebagai Anggota Biasa PERMATEP. Penulis juga terdaftar aktif di Unit Kegiatan
Mahasiswa Korps Sukarela (KSR) PMI Unit Universitas Lampung sebagai
Anggota Divisi Pendidikan dan Latihan pada periode 2016-2017 serta sebagai
Sekretaris UKM KSR PMI Unit Universitas Lampung pada periode 2018.
Pada tanggal 17 Juli - 25 Agustus 2017, penulis melaksanakan Praktek Umum
(PU) selama 30 hari kerja di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
(BALITTRI) Sukabumi, Jawa Barat dengan judul “Mempelajari Mutu Fisik
Kopi Robusta Klon BP 308 di Balai Penelitian Tanaman Industri dan
Penyegar (BALITTRI) Sukabumi Jawa Barat”. Pada tanggal 22 Januari-2
Maret 2018, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Tiyuh Indraloka
Mukti, Kecamatan Way Kenanga, Kabupaten Tulang Bawang Barat selama 40
hari kerja dengan tema “Pariwisata dan Budaya dalam Membangun dan
Meningkatkan Kemandirian Desa”.
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dalam
penyusunan skripsi ini yang berjudul “Klasifikasi Tiga Jenis Kopi Robusta Asal
Lampung Menggunakan UV-Vis Spectroscopy dan Metode Kemometrika”.
Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian pada Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini terdapat begitu banyak kesalahan
dan kekurangan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak
yang telah memberikan bantuan, bimbingan serta saran dalam pelaksanaan
penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung
2. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian,
Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. Agr. Sc. Diding Suhandy, S.TP., M.Agr., selaku Dosen
Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing,
memotivasi dan memberikan saran selama proses penelitian hingga
penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Cicih Sugianti, S.TP., M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan berbagai masukan dan bimbingannya dalam pembuatan proposal
penelitian.
5. Bapak Dr. Ir. Sapto Kuncoro, M.S., yang telah bersedia menjadi pembimbing
kedua menggantikan Ibu Cicih Sugianti, S.TP., M.Si., yang telah memberikan
bimbingan dalam menyelesaikan skripsi.
6. Dr. Ir. Tamrin, M.S., selaku pembahas yang telah memberikan saran dan
masukan sebagai perbaikan selama penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh dosen di Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu serta
pengalaman selama penulis menjadi mahasiswa.
8. Bapakku Sugita, ibuku Roliyah, adikku Ahmad Bion Al-asy’ari, serta semua
keluarga tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dukungan moral,
material dan doa.
9. Teman-teman seperjuangan Teknik Pertanian 2014 yang telah memberikan
waktu, dukungan, semangat, canda dan motivasi.
10. Teman-teman Eny Supriyanti, Galih Eko Nugroho, Komang Sukarye, Nicolas,
Sulton Mufid yang telah membantu selama penelitian berlangsung.
11. Keluarga angkatan 24 UKM KSR PMI Unit Universitas Lampung dan Rekan
Presidium 2018 Gregorius Verli Giga Winarno, Wahyu Widiyatmoko, serta
Eny Supriyanti atas bantuan dan motivasinya.
12. Keluarga Besar UKM KSR PMI Unit Universitas dari angkatan 1 hingga
angkatan 29.
13. Keluarga Besar Teknik Pertanian Angkatan 2011, 2012, 2013, 2015, 2016,
2017, 2018 dan 2019.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, serta rekan-rekan
sekalian, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak di masa
yang akan datang.
Bandarlampung, 14 Oktober 2019
Penulis,
Nur Azis Sigit Purnomo
Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan
(QS. Al Insyirah : 5)
Allah mencintai pekerjaan yang apabila bekerja ia
menyelesaikannya dengan baik
(H.R Thabrani)
Jadilah diri kamu sendiri, Aku adalah Aku
(Nur Azis Sigit Purnomo)
Alhamdulillahirabbalalaamin
Sujud syukur kusembahkan kepadaMu ya Allah, Tuhan Yang
Maha Agung dan Maha Tinggi. Atas kuasa-Mu hamba bisa
menjadi pribadi yang berpikir, berilmu, beriman dan bersabar.
Sebagai wujud rasa cinta, kasih sayang, dan terimakasih yang
tiada terkira. Ku persembahkan karya kecilku teruntuk
Ibukku Roliyah
Bapakku Sugita
Adikku Ahmad Bion Al Asy’ari dan
Seluruh keluarga Besarku
Serta
Almamater tercinta Universitas Lampung
Teknik Pertanian 2014
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 6
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................... 6
1.4 Hipotesis .................................................................................................. 7
1.5 Batasan Masalah ...................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8
2.1 Kopi (Coffea sp) ...................................................................................... 8
2.1.1 Kopi Robusta ................................................................................... 9
2.1.2 Kopi Robusta Lampung ................................................................... 11
2.2 Kandungan Senyawa Kopi ...................................................................... 14
2.3 UV-Vis Spectroscopy ............................................................................... 15
2.4 Metode Kemometrika (Chemometris Method) ....................................... 18
2.4.1 Principal Component Analysis (PCA) ............................................. 19
2.4.2 Soft Independent Modelling of Class Analogy (SIMCA) ................ 20
2.4.3 Confusion Matrix (Matrik Konfusi) ................................................. 21
2.4.4 Metode Pretreatment Spektra........................................................... 23
2.5 Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) ................................... 27
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 29
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................. 29
iv
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 29
3.3 Prosedur Penelitian .................................................................................. 30
3.3.1 Persiapan Alat dan Bahan ................................................................ 31
3.3.2 Ekstraksi Kopi.................................................................................. 32
3.3.3 Pengambilan Spektra Menggunakan Spektrometer ......................... 34
3.3.4 Membuat dan Menguji Model ......................................................... 36
3.3.5 Analisis Data .................................................................................... 36
3.3.6 Prosedur Menggunakan Principal Component Analysis (PCA) ...... 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 41
4.1 Analisis Spektra Kopi Robusta Lampung Barat,
Kopi Robusta Pesawaran dan Kopi Robusta Tanggamus ...................... 41
4.2 Hasil Principal Component Analysis (PCA) Spektra Original
pada Panjang Gelombang 240-430 nm .................................................. 47
4.3 Model SIMCA Original pada Panjang Gelombang 240-430 nm ............ 51
4.4 Klasifikasi Model SIMCA Spektra Original pada Panjang
Gelombang 240-430 nm ......................................................................... 54
4.5 Analisis Perlakuan (Pretreatment) Spektra pada Masing-Masing
Sampel .................................................................................................... 65
4.6 Hasil Principal Component Analysis (PCA) Spektra
Menggunakan Pretreatment MSC + SGD1 pada Panjang
Gelombang 240-430 nm ......................................................................... 75
4.7 Model SIMCA MSC + SGD1 pada Panjang Gelombang 240-430 nm ... 79
4.8 Klasifikasi Model SIMCA Menggunakan Pretreatment
MSC + SGD1 Pada Panjang Gelombang 240-430 nm .......................... 82
4.9 Receiver Operating Characteristic (ROC) .............................................. 92
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 98
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 98
5.2 Saran ........................................................................................................ 100
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 101
LAMPIRAN ..................................................................................................... 106
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Confusion Matrix ......................................................................................... 21
2. Komposisi Bahan ......................................................................................... 32
3. Hasil Klasifikasi Model SIMCA Spektra Original
Lampung Barat (LB) – Pesawaran (PW) pada Panjang
Gelombang 240-430 nm ............................................................................... 56
4. Confusion Matrix Model SIMCA Spektra Original
Lampung Barat (LB) – Pesawaran (PW) pada Panjang
Gelombang 240-430 nm ............................................................................... 57
5. Hasil Klasifikasi Model SIMCA Spektra Original
Lampung Barat (LB) – Tanggamus (TG) pada Panjang
Gelombang 240-430 nm ............................................................................... 58
6. Confusion Matrix Model SIMCA Spektra Original
Lampung Barat (LB) - Tanggamus (TG) pada Panjang
Gelombang 240-430 nm ............................................................................... 59
7. Hasil Klasifikasi Model SIMCA Spektra Original
Pesawaran (PW) – Tanggamus (TG) pada Panjang
Gelombang 240-430 nm ............................................................................... 61
8. Confusion Matrix Model SIMCA Spektra Original
Pesawaran (PW) – Tanggamus (TG) pada Panjang
Gelombang 240-430 nm ............................................................................... 62
9. Nilai PC1 dan PC2 Pada Masing-Masing Sampel ....................................... 67
10. Hasil Perhitungan Confusion Matrix Klasifikasi Prediksi ......................... 71
vi
11. Hasil Klasifikasi Model SIMCA Lampung Barat (LB) –
Pesawaran (PW) Menggunakan Pretreatment MSC + SGD1
pada Panjang Gelombang 240-430 nm ...................................................... 83
12. Confusion Matrix Model SIMCA Lampung Barat (LB) –
Pesawaran (PW) Menggunakan Pretratment MSC + SGD1
pada Panjang Gelombang 240-430 nm ...................................................... 84
13. Hasil Klasifikasi Model SIMCA Lampung Barat (LB) –
Tanggamus (TG) Menggunakan Pretreatment MSC + SGD1
pada Panjang Gelombang 240-430 nm ...................................................... 85
14. Confusion Matrix Model SIMCA Lampung Barat (LB) –
Tanggamus (TG) Menggunakan Pretratment MSC + SGD1
pada Panjang Gelombang 240-430 nm ...................................................... 87
15. Hasil Klasifikasi Model SIMCA Pesawaran (PW) –
Tanggamus (TG) Menggunakan Pretreatment MSC + SGD1
pada Panjang Gelombang 240-430 nm ...................................................... 88
16. Confusion Matrix Model SIMCA Pesawaran (PW) –
Tanggamus (TG) Menggunakan Pretratment MSC + SGD1
pada Panjang Gelombang 240-430 nm ...................................................... 89
17. Hubungan Spesifisitas dan Sensitivitas Beberapa Level Klasifikasi
Lampung Barat (LB)-Pesawaran (PW) Menggunakan
Pretreatment MSC + SGD1 pada Panjang Gelombang 240-430 nm ......... 93
18. Hubungan Spesifisitas dan Sensitivitas Beberapa Level Klasifikasi
Lampung Barat (LB)-Tanggamus (TG) Menggunakan
Pretreatment MSC + SGD1 pada Panjang Gelombang 240-430 nm ......... 94
19. Hubungan Spesifisitas dan Sensitivitas Beberapa Level Klasifikasi
Pesawaran (PW)-Tanggamus (TG) Menggunakan
Pretreatment MSC + SGD1 pada Panjang Gelombang 240-430 nm ......... 95
Lampiran
20. Daftar Istilah (Camo, 2006., Lavine, 2009., dan Mark dan
Workman, 2017) dalam Sukarye (2018) .................................................... 107
21. Daftar Singkatan......................................................................................... 109
vii
22. Hasil Diskriminasi PCA Spektra Original pada Panjang
Gelombang 240-430 nm Dalam Bentuk Angka (Numeric) ....................... 110
23. Hasil Diskriminasi PCA Spektra Menggunakan Pretreatment
MSC + SGD1 pada Panjang Gelombang 240-430 nm
Dalam Bentuk Angka (Numeric) ............................................................... 119
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kopi asal Lampung Barat (a), Pesawaran (b) dan Tanggamus (c)
setelah disangrai (roasting) dengan ketinggian tempat tanam
yang berbeda. ................................................................................................ 3
2. Biji kopi Robusta setelah disangrai. .............................................................. 10
3. Biji kopi Robusta asal Lampung Barat, Pesawaran dan
Tanggamus setelah di sangrai (roasting). ...................................................... 12
4. UV-Vis Spectroscopy. .................................................................................... 16
5. Prinsip Kerja UV-Vis Spectroscopy (Handayani, 2016). .............................. 17
6. Perbandingan bentuk kurva ROC (Sprawls, 1995). ...................................... 28
7. Diagram alir penelitian (Pratiwi, 2017). ....................................................... 30
8. Prosedur ekstraksi kopi (Pratiwi, 2017). ....................................................... 33
9. Prosedur penggunaan UV-Vis Spectroscopy (Sambudi, 2018). .................... 35
10. Cara memasukkan data dari Ms. Excel ke The Unscrambler 9.2................ 37
11. Cara men-transpose data pada The Unscrambler 9.2. ................................ 38
12. Cara membuat kolom Category Variable. .................................................. 39
13. Menu Edit Set. ............................................................................................. 39
14. Sampel kopi Robusta Lampung dari Kabupaten Lampung Barat,
Pesawaran dan Tanggamus. ........................................................................ 41
15. Kopi Robusta asal Pesawaran (a), Tanggamus (b) dan
Lampung Barat (c) dengan ketinggian tempat tumbuh
yang berbeda. .............................................................................................. 42
ix
16. Grafik spektra original pada panjang gelombang 190-1100 nm. ................ 43
17. Distribusi cahaya pada panjang gelombang menggunakan
beberapa sumber cahaya lampu (Anonim, 2017)........................................ 45
18. Tampilan layar awal The Unscrambler versi 9.2. ....................................... 46
19. Data yang akan diolah menggunakan The Unscrambler versi 9.2.............. 47
20. Hasil plot skor PCA spektra original pada gelombang
240-430 nm dari 360 sampel. ...................................................................... 48
21. Grafik X-Loading PC1 hasil PCA spektra original dari
360 sampel pada panjang gelombang 240-430 nm. .................................... 49
22. Grafik X-Loading PC2 hasil PCA spektra original dari
360 sampel pada panjang gelombang 240-430 nm. .................................... 50
23. Model SIMCA spektra original sampel kopi Robusta
Lampung Barat pada panjang gelombang 240-430 nm. ............................. 52
24. Model SIMCA spektra original sampel kopi Robusta
Pesawaran pada panjang gelombang 240-430 nm. ..................................... 53
25. Model SIMCA spektra original sampel kopi Robusta
Tanggamus pada panjang gelombang 240-430 nm..................................... 53
26. Coomans plot sampel kopi Robusta Lampung Barat (LB) dan
Pesawaran (PW) menggunakan spektra original pada panjang
gelombang 240-430 nm. ............................................................................. 64
27. Coomans plot sampel kopi Robusta Lampung Barat (LB) dan
Tanggamus (TG) menggunakan spektra original pada panjang
gelombang 240-430 nm. ............................................................................. 64
28. Coomans plot sampel kopi Robusta Pesawaran (PW) dan
Tanggamus (TG) menggunakan spektra original pada panjang
gelombang 240-430 nm. ............................................................................. 64
29. Tampilan kolom pretreatment MSC + SGD1. ............................................ 76
30. Hasil plot skor PCA menggunakan pretreatment MSC + SGD1
pada panjang gelombang 240-430 nm dari 360 sampel. ............................. 76
31. Grafik X-Loading PC1 hasil PCA menggunakan pretreatment
MSC + SGD1 pada 360 sampel. ................................................................. 78
x
32. Grafik X-Loading PC2 hasil PCA menggunakan pretreatment
MSC + SGD1 pada 360 sampel. ................................................................. 78
33. Model SIMCA sampel kopi Robusta Lampung Barat menggunakan
pretreatment MSC + SGD1 pada panjang gelombang 240-430 nm. .......... 80
34. Model SIMCA sampel kopi Robusta pesawaran menggunakan
pretreatment MSC + SGD1 pada panjang gelombang 240-430 nm. .......... 80
35. Model SIMCA sampel kopi Robusta Tanggamus menggunakan
pretreatment MSC + SGD1 pada panjang gelombang 240-430 nm. .......... 81
36. Coomans plot sampel kopi Robusta Lampung Barat (LB) dan
Pesawaran (PW) menggunakan pretreatment MSC + SGD1
pada panjang gelombang 240-430 nm. ....................................................... 90
37. Coomans plot sampel kopi Robusta Lampung Barat (LB) dan
Tanggamus (TG) menggunakan pretreatment MSC + SGD1
pada panjang gelombang 240-430 nm. ....................................................... 91
38. Coomans plot sampel kopi Robusta Pesawaran (PW) dan
Tanggamus (TG) menggunakan pretreatment MSC + SGD1
pada panjang gelombang 240-430 nm. ....................................................... 91
39. Kurva ROC level 0,1%, 0,5%, 1%, 5%,10%, 25% klasifikasi
sampel kopi Lampung Barat (LB)-Pesawaran (PW) menggunakan
pretreatment MSC + SGD1 pada panjang gelombang 240-430 nm. .......... 93
40. Kurva ROC level 0,1%, 0,5%, 1% klasifikasi sampel kopi
Lampung Barat (LB)-Tanggamus (TG) menggunakan
pretreatment MSC + SGD1 pada panjang gelombang 240-430 nm. .......... 94
41. Kurva ROC level 5%,10%, 25% klasifikasi sampel kopi
Lampung Barat (LB)-Tanggamus (TG) menggunakan
pretreatment MSC + SGD1 pada panjang gelombang 240-430 nm. .......... 95
42. Kurva ROC level 0,1%, 0,5%, 1%, 5%,10%, 25% klasifikasi
sampel kopi Pesawaran (PW)-Tanggamus (TG) menggunakan
pretreatment MSC + SGD1 pada panjang gelombang 240-430 nm. .......... 96
Lampiran
43. Proses penggilingan roasted bean menggunakan mesin
coffe grinder merk Sayota tipe SCG 178 dengan daya 180 watt. .............. 128
xi
44. Pengayakan dilakukan menggunakan ayakan Tyler Meinzer II
dengan mesh ukuran 50. ............................................................................ 128
45. Sampel kopi Robusta Tanggamus, Lampung Barat dan
Pesawaran dalam bentuk bubuk. ................................................................ 129
46. Proses penimbangan sampel kopi. ............................................................. 129
47. Penimbangan masing-masing sampel sebesar 1 gram. .............................. 130
48. Proses penghomogenan sampel menggunakan Magnetic Stirrer. ............. 130
49. Proses penyaringan sampel menggunakan kertas saring. .......................... 131
50. Hasil pengenceran sampel dengan perbandingan 1 ml
sampel kopi dengan 20 ml aquades. .......................................................... 131
51. Tempat meletakkan kuvet. ......................................................................... 132
52. Penelitian dengan didampingi pembimbing. .............................................. 132
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komoditas perkebunan sangat berpengaruh dalam perekonomian di Indonesia.
Salah satu komoditas perkebunan andalan yaitu kopi. Komoditas kopi dalam
perekonomian Indonesia sangat penting sebagai peningkatan devisa negara dari
mulai produksi pengolahan, perdagangan (ekspor) maupun sebagai lahan
pendapatan bagi para petani kopi. Kopi dapat diolah menjadi beberapa produk
seperti minuman, perisa makan dan dapat dijadikan parfum. Kopi disenangi
banyak orang karena bubuk kopi dapat diseduh yang memiliki aroma khas dan
rasa yang nikmat (Panggabean, 2011).
Indonesia merupakan produsen biji kopi terbesar keempat setelah Brazil, Vietnam,
dan Kolombia dengan jumlah produksi tahun 2016 mencapai 639.305 ton dan luas
area sebesar 1.228.512 ha. (ICO, 2018). Sekitar 95 % dari areal dan produksi
kopi di Indonesia merupakan kopi rakyat (smallholders coffee), sedangkan
selebihnya adalah kopi perkebunan besar (estates coffee) (GAEKI, 2018). Hampir
seluruh provinsi di Indonesia terdapat perkebunan kopi kecuali DKI Jakarta.
Sumatera Selatan menjadi provinsi yang terdapat perkebunan kopi terluas dengan
total luas 206.018 ha dengan hasil produksi 110.481 ton. Sedangkan Lampung
2
menjadi Provinsi kedua yang memiliki perkebunan kopi berdasarkan luas areal
dan produksi kopi perkebunan rakyat, besar negara dan besar swasta dengan total
162.020 ha dengan hasil produksi 110.368 ton (Ditjenbun, 2017).
Di Indonesia terdapat beberapa jenis kopi, yaitu Arabika, Robusta, dan Liberika.
Namun, jenis kopi yang banyak dibudidayakan yaitu kopi jenis Arabika dan
Robusta (Prastowo dkk, 2010). Provinsi Lampung terkenal dengan kopi Robusta
dengan luas areal dan produksi kopi Robusta perkebunan rakyat mencapai
110.325 ton (Ditjenbun, 2017).
Pada saat ini mengkonsumsi kopi sudah menjadi budaya bagi seluruh kalangan
masyarakat Indonesia. Banyak kafe-kafe menyediakan menu minuman kopi
dengan jenis kopi yang beragam. Minuman kopi digemari karena memiliki
citarasa dan aroma yang khas. Saat ini para pecinta kopi tidak hanya sekedar
menikmati citarasa dan aroma kopi, tetapi permintaan pada kualitas kopi semakin
meningkat seiring berkembangnya tren minum kopi. Kualitas kopi tersebut mulai
dari jenis kopi, daerah penghasil kopi, ketinggian tempat penanaman kopi, proses
pemanenan kopi maupun pengolahan pasca panen kopi. Selain memiliki citarasa
dan aroma yang khas, kopi yang berkualitas memiliki kandungan senyawa yang
bermanfaat bagi kesehatan tubuh seperti asam klorogenat (chlorogenic acid) yang
mempunyai aktivitas sebagai antimutagenik dan juga dapat membantu dalam
menurunkan berat badan (Mills et al, 2013). Trigonelin juga terbukti dapat
memperbaiki profil lipid sehingga dapat bermanfaat sebagai antidiabetes dan anti
alzheimer (Makowska et al, 2013) dan kafein yang berfungsi sebagai stimulan
sistem syaraf pusat (Zhang et al, 2013).
3
(a) (b) (c)
Gambar 1. Kopi asal Lampung Barat (a), Pesawaran (b) dan Tanggamus (c)
setelah disangrai (roasting) dengan ketinggian tempat tanam yang
berbeda.
Gambar 1 merupakan kopi Robusta dari berbagai daerah Kabupaten di Lampung,
di antaranya yaitu Kabupaten Lampung Barat, Pesawaran dan Tanggamus.
Penanaman kopi pada ketiga daerah tersebut terletak pada kondisi geografis dan
ketinggian daerah tanam yang berbeda. Ketinggian atau elevasi penanaman
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sifat dan karakteristik kopi.
Soetriono (2009), menyatakan bahwa kondisi lingkungan tumbuh kopi Robusta di
setiap daerah akan menghasilkan mutu dan citarasa yang berbeda antara satu
dengan lainnya. Rasa pahit pada ekstrak kopi disebabkan oleh kandungan mineral
dan pecahan kasar, asam klorogenat, kafein, tannin, dan beberapa senyawa
organik dan anorganik lainnya (Varnam dan Sutherland, 1994). Avelino et al
(2005) serta Sridevi dan Giridhar (2013) menemukan kopi yang tumbuh pada
elevasi yang lebih tinggi mempunyai komponen senyawa kimia lebih banyak
dibanding kopi yang tumbuh pada elevasi lebih rendah. Avelino et al (2005)
menemukan bahwa kopi dari Santa Maria de Dota (1550-1780 mdpl) memiliki
kadar kafein, trigonelin dan asam klorogenat yang lebih tinggi daripada kopi dari
Orosi (1020-1250 mdpl). Sridevi dan Giridhar (2013) menemukan kandungan
trigoneline dan niasin (nicotinic acid) pada kopi dipengaruhi oleh variasi
4
ketinggian tempat tanam. Kadar trigoneline dan niasin meningkat secara
signifikan dengan meningkatnya ketinggian daerah tanam. Selain itu, kopi
tersebut mempunyai aroma, body, acidity, dan preference yang lebih baik
(Bertrand et al., 2006). Berdasarkan hal tersebut, ketinggian tempat dalam
penanaman kopi berpengaruh dalam hal citarasa, aroma dan kandungan senyawa
yang terdapat dalam biji kopi. Dalam hal kesehatan, kopi yang ditanam pada
dataran tinggi akan lebih baik daripada kopi yang ditanam pada dataran rendah.
Dalam segi ekonomi, harga kopi yang dihasilkan pada daerah dataran tinggi akan
lebih mahal daripada kopi yang dihasilkan pada dataran rendah.
Meningkatnya kafe-kafe produk minuman kopi memicu meningkatnya permintaan
kopi yang berkualitas. Dalam hal ini pada industri perdagangan kopi dapat terjadi
pemalsuan atau pengoplosan bubuk kopi berkualitas rendah dengan bubuk kopi
berkualitas tinggi untuk memenuhi permintaan konsumen dan mendapatkan harga
(keuntungan) yang lebih tinggi. Pencampuran beberapa jenis kopi dapat merusak
keaslian kopi baik itu cita rasa, aroma maupun kandungan senyawa pada jenis
kopi tertentu.
Pada Gambar 1, biji kopi setelah disangrai (roasting) akan sulit dibedakan secara
visual, apalagi ketika biji kopi sudah dalam keadaan bubuk. Padahal masing-
masing kopi tersebut memiliki perbedaan pada kandungan senyawa dikarenakan
perbedaan elevasi penanaman. Bubuk kopi akan sangat sulit dianalisa oleh indra
manusia karena secara visual kopi ini terlihat hampir sama. Terdapat beberapa
metode yang dapat digunakan untuk membedakan suatu jenis kopi di antaranya
metode organoleptik, NIR (near infrared), GC (gas chromatography), HPLC
5
(high performance liquid chromatography) dan lain lain. Masing-masing metode
tersebut memiliki beberapa kelemahan dalam mendeskripsikan suatu jenis objek.
Metode organoleptik menggunakan human sensori (panca indra) yang memiliki
kelemahan dan keterbatasan karena sifat indrawi manusia tidak subjektif. Fisik
dan mental juga mempengaruhi tingkat ketepatan uji, karena indra manusia dapat
mengalami penurunan kepekaan indra. Metode NIR, GC dan HPLC memiliki
kelemahan yaitu sukar digunakan (dibutuhkan keahlian khusus) dan harga
peralatan yang relatif mahal. Untuk mengatasi hal tersebut, pada penelitian ini
digunakan UV-Vis Spectroscopy yang dapat mendeskripsikan jenis sampel secara
objektif. Kelebihan UV-Vis Spectroscopy adalah proses ekstraksinya sangat
murah, karena hanya melibatkan pelarut air sehingga bebas bahan kimia, akurat,
mudah digunakan (tidak membutuhkan keahlian khusus) dan banyak tersedia di
laboratorium standar (Sambudi, 2018).
Penggunaan UV-Vis Spectroscopy dalam mendiskriminasikan kopi sudah
dibuktikan oleh penelitian Sambudi (2018) dalam membedakan kopi Robusta
murni dekafeinasi dengan kopi Robusta murni nondekafeinasi pada bentuk bubuk
yang sulit untuk dibedakan dengan kasat mata dan Pratiwi (2017) dalam
membedakan kopi spesialti untuk mendapatkan absorban data.
Belum adanya penelitian tentang diskriminasi beberapa jenis kopi di Provinsi
Lampung berdasarkan elevasi penanaman menjadi pendorong dilakukannya
penelitian ini. Hasil dari penelitian ini dapat membantu produsen minuman kopi
yang mendapat suplai kopi dari petani maupun konsumen dalam mengetahui
keaslian jenis kopi dari Kabupaten Lampung Barat, Pesawaran dan Tanggamus
6
secara cepat dan mudah sehingga para produsen kopi dapat menjaga kualitas
produk kopi dan dapat meningkatkan kepuasan konsumen. Kopi tersebut
selanjutnya akan dibedakan berdasarkan sifat optik menggunakan UV-Vis
Spectroscopy dalam mendapatkan absorban data. Kemudian data nilai absorban
tersebut akan diolah menggunakan metode kemometrika.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membedakan 3 jenis kopi Robusta asal
Lampung dengan perbedaan elevasi penanaman yaitu kopi Lampung Barat (1156
mdpl), kopi Pesawaran (534 mdpl) dan kopi Tanggamus (905 mdpl) berdasarkan
sifat optik menggunakan UV-Vis Spectroscopy.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang perbedaan kopi asal Tanggamus, Pesawaran
dan Lampung Barat secara optik.
2. Mengetahui kualitas ketiga kopi tersebut berdasarkan kandungan
absorbansinya.
3. Mencegah pemalsuan dan pencampuran kopi spesialti di pasaran.
7
1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu kopi Robusta asal Lampung Barat, Pesawaran,
dan Tanggamus dapat dibedakan berdasarkan kandungan spektranya
menggunakan UV-Vis Spectroscopy dan metode kemometrika yaitu SIMCA.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu proses klasifikasi hanya pada 3 jenis
biji kopi roasting lokal yaitu kopi Lampung Barat (1156 mdpl), kopi Pesawaran
(534 mdpl) dan kopi Tanggamus (905 mdpl).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kopi (Coffea sp)
Tanaman kopi merupakan tanaman semak belukar yang berkeping dua (dikotil),
sehingga memiliki perakaran tunggang. Perakaran ini hanya dimiliki jika tanaman
kopi berasal dari bibit semai atau bibit sambung (okulasi) yang batang bawahnya
berasal dari bibit semai. Sebaliknya, tanaman kopi yang berasal dari bibit setek,
cangkok atau okulasi yang batang bawahnya berasal dari bibit setek tidak
memiliki akar tunggang, sehingga relatif mudah rebah (AAK,1988). Tanaman
kopi memiliki lima jenis cabang yaitu cabang primer, sekunder, reproduktif,
cabang balik, dan cabang kipas. Daun tanaman kopi hampir memiliki perwatakan
yang sama dengan tanaman kakao yang lebar dan tipis, sehingga dalam
budidayanya memerlukan tanaman naungan. Bagian pinggir daun kopi
bergelombang dan tumbuh pada cabang, batang, serta ranting (Panggabean,2011).
Tanaman kopi merupakan tanaman perkebunan yang berasal dari Benua Afrika,
tepatnya dari negara Ethiopia pada abad ke-9. Suku Ethiopia memasukan biji
kopi sebagai makanan mereka yang dikombinasikan dengan makanan-makanan
popok lainnya, seperti daging dan ikan. Tanaman ini mulai diperkenalkan di
dunia pada abad ke-17 di India. Selanjutnya, tanaman kopi menyebar ke benua
9
Eropa oleh seorang yang berkebangsaan Belanda dan terus dilanjutkan ke negara
lain termasuk ke wilayah jajahannya yaitu Indonesia (Anshori dalam Panggabean,
2011).
Kopi (Coffea sp) merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki
nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan
berperan penting sebagai sumber devisa negara dan juga merupakan sumber
penghasilan dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia (Rahardjo,
2012). Prasmatiwi, dkk (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tanaman
kopi mulai belajar berproduksi pada tahun ke-3, dengan hasil produksi yang
belum tinggi. Pada tahun ke-4 dan ke-5, produksi kopi mencapai produksi yang
tinggi atau sering disebut “ngagung”. Petani kopi dapat memperoleh hasil
produksi hingga umur tanaman lebih dari 25 tahun. Selama umur produksi,
produktivitas kopi dapat mencapai 1.000-2.800 kg per hektar.
Kopi merupakan salah satu minuman penyegar yang sangat populer di dunia yang
dikonsumsi bukan sebagai sumber nutrisi tetapi terkait dengan cita rasa dan aroma
yang khas. Aspek mutu yang berhubungan dengan sifat fisik, kimiawi,
kontaminasi, dan kebersihan biji kopi harus diawasi secara ketat karena akan
berpengaruh pada cita rasa dan kesehatan konsumen.
2.1.1 Kopi Robusta
Pada Gambar 2 merupakan biji kopi Robusta yang sudah disangrai. Kopi Robusta
(Coffea canephora) merupakan salah satu spesies anggota genus Coffea yang
10
memiliki nilai ekonomis penting di dunia setelah kopi Arabika (Coffea arabica).
Kopi Robusta yang dihasilkan dari Provinsi Lampung, Bengkulu, dan Sumatera
Selatan dikenal memiliki kualitas baik.
Gambar 2. Biji kopi Robusta setelah disangrai.
Kopi Robusta dan kopi Arabika merupakan jenis tanaman kopi yang ditanam di
Indonesia. Kopi Robusta mempunyai persyaratan tumbuh yang berbeda dengan
kopi Arabika. Kopi Robusta sangat cocok ditanam pada dataran rendah dengan
ketinggian 300 – 600 mdpl, sedangkan kopi Arabika cocok ditanam pada dataran
yang lebih tinggi. Penanaman kopi Robusta pada dataran yang lebih tinggi dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman dan menyebabkan penurunan produktifitas
hasil pertanian (BBPPTP, 2008).
Kopi Robusta ini lebih tahan terhadap cendawan Hemileia vastatrix dan memiliki
produksi yang tinggi dibandingkan kopi Liberika. Akan tetapi, citarasa yang
dimiliki oleh kopi Robusta ini tidak sebaik dari kopi jenis Arabika, sehingga
dalam pasar internasional kopi jenis ini memiliki indeks harga yang rendah
dibandingkan kopi jenis Arabika (Prastowo dkk, 2010).
11
Kopi Robusta adalah salah satu jenis kopi yang banyak dibudidayakan di
Indonesia, hampir diseluruh wilayah indonesia memiliki kopi jenis ini. Kopi
Robusta memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan kopi jenis lainnya,
aromanya lebih pekat, kadar kafein akan cenderung meningkat ketika elevasi
tempat tumbuh kopi Robusta semakin tinggi (Towaha dkk, 2014).
Secana umum lahan (tanah) untuk tanaman kopi Robusta, Arabika maupun
Liberika mempunyai karakteristik/sifat yang hampir sama yaitu : (1) kemiringan
tanah kurang dari 30 %, (2) kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm, (3) tekstur
tanah berlempung (loamy) dengan struktur tanah lapisan atas remah, (4) kadar
bahan organik di atas 3,5 % atau kadar karbon(C) di atas 2 %, (5) nisbah C dan
nitrogen (N) antara 10˗12, (6) kapasitas tukar kation (KTK) di atas 15 me/100 g,
(6) kejenuhan basa (KB) di atas 35 %, (7) kemasaman (pH) tanah berkisar 5,5˗6,5
dan (8) kadar unsur hara N, posfor (P), kalium (K), kalsium (Ca) serta magnesium
(Mg) cukup sampai tinggi (Balittri, 2017).
2.1.2 Kopi Robusta Lampung
Provinsi Lampung adalah penghasil kopi Robusta terbesar di Indonesia, dengan
luas areal seluas 161.532 ha, produksi 144.516 ton, dan produktivitas 1.004 kg/ha.
Pengusahaan komoditas kopi Robusta di Provinsi Lampung dilakukan oleh petani
pekebunan secara tradisional dengan melibatkan sekitar 230.760 kepala keluarga
setara dengan 1.153.800 orang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa peranan
kopi Robusta dalam perekonomian Provinsi Lampung cukup signifikan, dimana
12
keberhasilan pengembangan perkopian di Lampung secara langsung akan
memperbaiki kesejahteraan petani kopi Robusta di Lampung.
Produksi kopi Lampung pada tahun 2017 mencapai 110,368 ton dengan luas area
sebesar 162,020 Ha (Ditjenbun, 2017). Kopi Lampung pada umumnya adalah
kopi jenis Robusta. Di pasaran nasional kopi Lampung sudah cukup dikenal.
Selama ini ekspor kopi Lampung didominasi hanya pada jenis kopi Robusta
dengan kualitas (grade) IV, dan terbatas hanya berupa biji kopi saja. Perkebunan
kopi Lampung di dataran tinggi Lampung sebagian besar adalah perkebunan
rakyat. Khususnya di daerah Tanggamus, Lampung Barat dan Pesawaran.
(a) (b) (c)
Gambar 3. Biji kopi Robusta asal Lampung Barat, Pesawaran dan Tanggamus
setelah di sangrai (roasting).
Kopi Lampung ini diproses dengan cara kering (dry processed). Namun ada juga
sebagian yang menggunakan tahap cuci ringan atau proses semi washed. Kopi
Lampung ini sendiri dapat di budidayakan pada ketinggian 600 meter dari
permukaan laut. Jika kopi Robusta ini di paksa di tanam pada dataran yang
tingginya hanya sekitar 100 atau 200 meter saja maka hasil kopi yang diberikan
akan memiliki rasa hambar saat di olah. Tanaman ini lebih tahan terhadap
serangan hama atau penyakit serta dari perubahan cuaca sekalipun.
13
Kopi Robusta Lampung dihasilkan dari tanaman kopi Robusta yang ditanam di
lahan dengan ketinggian lebih dari 275 m di atas permukaan laut dan bahkan ada
yang tumbuh subur pada ketinggian di atas 1.000 mdpl. Kawasan ini memiliki
udara yang dingin dan kering, khususnya pada bulan Juli-Agustus (musim
kemarau), udara seringkali sangat dingin karena adanya pengaruh angin kering
dari timur dan tenggara. Jumlah curah hujan cukup tinggi dalam setahun 1.500-
3.000 mm, dengan 7-9 bulan basah (MIG, 2013).
Tanaman kopi Robusta yang berada di daerah sentra produksi berasal dari
varietas-varietas kopi yang terseleksi. Pohon-pohon kopi tersebut ada yang
ditanam secara monokultur dengan penaung dan ada juga yang tumpang sari
dengan tanaman lada, kelapa, pisang dan lain-lain yang berfungsi sebagai sumber
pendapatan tambahan. Pohon penaung yang digunakan dalam penanaman kopi
Robusta adalah dadap, nangka, gliricidea, jengkol, kelapa dan lain-lain serta
dipupuk secara organik maupun non organik.
Kopi gelondong merah dihasilkan dari pemetikan buah-buah kopi secara manual
dengan proporsi buah merah minimal 95 %. Kopi gelondong merah tersebut
selanjutnya diolah secara kering dengan pengeringan secara alami dengan cara
menjemur dibawah sinar matahari atau secara mekanis menggunakan mesin.
Sifat-sifat khas kawasan, teknik budidaya, dan cara pengolahan pasca panen telah
terbukti menghasilkan biji kopi berkualitas tinggi dengan citarasa khas (MIG
2013).
14
2.2 Kandungan Senyawa Kopi
Kandungan kopi selain kafein berupa asam klorogenat, trigonelin, senyawa mudah
menguap, asam amino, dan karbohidrat mempengaruhi cita rasa kopi yang
dihasilkan. Perbedaan komposisi pada masing-masing jenis kopi akan
menghasilkan cita rasa kopi yang berbeda sehingga setiap jenis kopi bersifat unik.
Masing-masing senyawa kimia dalam kopi memiliki andil dalam pembentukan
cita rasa dan aroma seduhan kopi. Rasa pahit pada ekstrak kopi disebabkan oleh
kandungan mineral bersama dengan pecahan serat kasar, asam klorogenat, kafein,
tanin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya (Varnam dan
Sutherland 1994).
Banyaknya komponen kimia didalam kopi seperti kafein, asam klorogenat,
trigonelin, karbohidrat, lemak, asam amino, asam organik, aroma volatile
dan mineral dapat menghasilkan efek yang menguntungkan dan membahayakan
bagi kesehatan penikmat kopi. Golongan asam pada kopi akan mempengaruhi
mutu dan memberikan aroma serta citarasa yang khas. Asam yang dominan pada
biji kopi adalah asam klorogenat yaitu sekitar 8 % pada biji kopi atau 4,5 % pada
kopi sangrai. Selama penyangraian sebagian besar asam klorogenat menjadi asam
kafeat dan asam kuinat. Asam klorogenat dapat melindungi tumbuhan kopi dari
mikroorganisme, serangga dan radiasi UV sedangkan manfaat asam klorogenat
bagi kesehatan manusia yaitu sebagai antioksidan, antivirus, hepatoprotektif, dan
berperan dalam kegiatan antispasmodik (Farhaty dan Muchtaridi, 2016).
15
Kandungan kafein pada biji kopi Robusta (1,5-2,6%) lebih besar dari biji kopi
Arabika (0,9-1,4%) sehingga kandungan kafein pada kopi Robusta lebih
berpotensi menimbulkan efek negatif kafein dalam tubuh terutama bagi individu
yang mempunyai toleransi rendah terhadap kafein dan pecandu kopi dengan
tingkat konsumsi tinggi (Kartasasmita dan Adyantina, 2012).
2.3 UV-Vis Spectroscopy
UV-Vis Spectroscopy merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi
elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Jangkauan panjang
gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak
380-780 nm, daerah infra merah dekat 780-3000 nm, dan daerah infra merah
2500-4000 nm (Ditjen POM, 1995 dalam Sirait, 2009).
UV-Vis Spectroscopy adalah salah satu alat ukur untuk analisa unsur-unsur
berkadar rendah secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Penentuan secara
kualitatif berdasarkan puncak-puncak yang dihasilkan pada spektrum suatu unsur
tertentu pada panjang gelombang tertentu, sedangkan penentuan secara kuantitatif
berdasarkan nilai absorbansisi yang dihasilkan dari spektrum senyawa kompleks
unsur yang dianalisa dengan pengompleks yang sesuai. Pembentukan warna
dilakukan dengan cara menambahkan bahan pengompleks yang selektif terhadap
unsur yang ditentukan (Noviarty dan Angraini, 2013).
16
Gambar 4. UV-Vis Spectroscopy.
Spectroscopy merupakan metode analisis yang didasarkan pada besarnya nilai
absorbsi suatu zat terhadap radiasi sinar elektromagnetik. Prinsip kerja
UV-Vis Spectroscopy berdasarkan hukum Lambert-Beer, bila cahaya
monokromatik melalui suatu media (larutan) maka sebagian cahaya tersebut
diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian lagi dipancarkan. Absorbansi adalah
suatu polaritas cahaya yang terserap oleh bahan atau komponen kimia tertentu
pada panjang gelombang tertentu sehingga akan memberikan warna tertentu
terhadap bahan. Cahaya yang dimaksud bersifat monokromatis dan mempunyai
panjang gelombang tertentu. Persyaratan hukum Lambert-Beer antara lain radiasi
yang digunakan harus monokromatik, energi radiasi yang di absorbsi oleh sampel
tidak menimbulkan reaksi kimia, dan sampel (larutan) yang mengabsorbsi harus
homogen (Apratiwi, 2016).
UV-Vis Spectroscopy memiliki lima komponen utama, yaitu sumber radiasi,
wadah sampel, monokromator, detektor, amplifier, dan rekorder. Secara umum
instrumen UV-Vis Spectroscopy yaitu :
17
1. Sumber radiasi, yang digunakan oleh UV-Vis Spectroscopy adalah lampu
wolfram atau sering disebut lampu tungsten, dan ada juga yang menggunakan
lampu deuteurium (lampu hidrogen).
2. Kuvet, kuvet yang baik untuk UV-Vis Spectroscopy yaitu kuvet dari kuarsa
yang dapat melewatkan radiasi daerah ultraviolet. Sel yang baik tegak lurus
terhadap arah sinar untuk meminimimalkan pengaruh pantulan radiasi.
Selain itu kuvet yang digunakan tidak boleh berwarna.
3. Monokromator, digunakan sebagai alat penghasil sumber sinar
monokromatis.
4. Detektor, memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang
gelombang yang terpolarisasi. Detektor akan mengubah cahaya menjadi
sinyal listrik dan selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam
bentuk angka digital.
a.
Gambar 5. Prinsip Kerja UV-Vis Spectroscopy (Handayani, 2016).
Penyerapan sinar tampak dan ultraviolet oleh suatu molekul akan menghasilkan
transisi di antara tingkat energi elektronik molekul tersebut. Transisi tersebut
pada umumnya antara orbital ikatan atau orbital pasangan bebas serta orbital
bukan ikatan atau orbital anti ikatan (Apratiwi, 2016).
Read
Out
Sumber
cahaya
Monokromator Kuvet
sampel Detektor
18
2.4 Metode Kemometrika (Chemometris Method)
Menurut International Chemometrics Society (Kumpulan ahli kemometrika
internasional), kemometrika adalah ilmu pengetahuan yang menghubungkan
pengukuran yang dibuat pada suatu proses atau sistem kimiawi melalui
penggunaan ilmu matematika dan statistika. Dari sini dapat diketahui bahwa ilmu
matematika dan statistika mendukung pemahaman kemometrika. Kemometrika
dikenalkan ke dalam spektroskopi untuk meningkatkan kualitas data yang
diperoleh. Meskipun, pada awal penggunaannya hanya untuk mengolah data
spektra, akan tetapi saat ini kemometrika memungkinkan untuk memperlakukan
sejumlah besar informasi yang berasal dari konsentrasi komponen sampel dalam
jangka waktu yang cepat (Rohman, 2014).
Metode kemometrika adalah multi disiplin ilmu yang melibatkan statistik
multivariant pemodelan matematika dan informasi teknologi, khususnya
diterapakan pada data kimia. Analisis multivariant adalah cara untuk meringkas
data variabel dengan menciptakan variabel baru yang mengandung sebagian besar
informasi. Variabel-variabel baru kemudian digunakan untuk pemecahan masalah
dan tampilan yaitu klasifikasi hubungan dan mengontrol grafik (Iriani, 2016).
Metode kemometrika sering disebut juga dengan metode statistik multivariat
(Mubayinah dkk, 2016). Analisis multivariat yang paling sering digunakan adalah
PCA (principal component analysis) dan SIMCA (soft independent modelling of
class analogy).
19
2.4.1 Principal Component Analysis (PCA)
PCA merupakan teknik yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data,
dengan cara mentransformasi linear data sehingga terbentuk system koordinat
baru dengan keragaman maksimum. PCA dapat digunakan untuk mereduksi
dimensi suatu data tanpa mengurangi karakteristik data tersebut secara signifikan.
Metode ini mengubah dari sebagian besar variable asli yang saling berkolelasi
menjadi satu himpunan variable baru yang lebih kecil dan saling bebas (tidak
berkorelasi lagi) (Ardiansyah, 2013).
Prinsip PCA yaitu mencari komponen utama yang merupakan kombinasi linear
dari variabel asli. Komponen – komponen utama ini dipilih sedemikian rupa
sehingga komponen utama pertama memiliki varian terbesar dalam gugus data,
sedangkan komponen utama kedua tegak lurus terhadap komponen utama pertama
dan memiliki varian terbesar berikutnya (Nurcahyo, 2015).
PCA digunakan untuk mengaplikasikan sampel menjadi suatu komponen yang
umum, mendeteksi adanya pencilan, melakukan pemodelan data, serta menyeleksi
peubah untuk klasifikasi maupun untuk pemodelan. Komponen komponen utama
ini dipilih sedemikian rupa sehingga komponen utama memiliki variasi terbesar
dalam set data. Sedangkan komponen utama yang kedua tegak lurus terhadap
komponen utama yang pertama dan memiliki varian terbesar. Kedua komponen
utama ini pada umumnya digunakan sebagai bidang proyeksi utama pemeriksaan
visual data multivariat (Miller dan Miller, 2000).
20
2.4.2 Soft Independent Modelling of Class Analogy (SIMCA)
SIMCA adalah sebuah teknik analisis multivariat yang digunakan untuk menguji
kepekaan diskriminasi dan klasifikasi pada sampel yang diuji sampel. SIMCA
digunakan untuk menetapkan sampel ke dalam kelas yang tersedia dengan tepat.
Metode klasifikasi ini didasarkan pada pembuatan model PCA untuk masing-
masing kelas dan mengklasifikasikan setiap sampel pada masing-masing model
PCA. Hasil luaran dari SIMCA berupa tabel klasifikasi dimana sampel dapat
terklasifikasikan dalam satu, beberapa kelas, atau tidak terklasifikasikan ke dalam
kelas manapun (Nurcahyo, 2015).
Model dibangun dan diuji menggunakan program SIMCA. SIMCA juga
termasuk ke dalam PCA namun memiliki tingkat sensitifitas pembacaan data yang
tinggi (supervised). Prosedur yang digunakan untuk mengimplementasikan
SIMCA adalah dengan melakukan pemisahan PCA pada setiap kelas di data set,
dan dalam jumlah yang memadai komponen utama dipertahankan untuk sebagian
besar variasi data dalam setiap kelas. Klasifikasi di SIMCA dibuat dengan
membandingkan varians residual dari sampel dengan rata-rataresidual varians dari
sampel tersebut yang membentuk kelas (Lavine, 2009).
Keuntungan penggunaan SIMCA dalam mengklasifikasikan data:
a. Ditujukan untuk kelas yang memiliki probabilitas tinggi. Jika varians residual
sampel melebihi batas atas untuk setiap kelas dalam dataset, maka sampel tidak
akan direpresentasikan dalam kumpulan data.
21
b. SIMCA sensitif terhadap kualitas data yang digunakan untuk menghasilkan
model komponen utama masing-masing kelas pada training set. Variabel
dengan kekuatan pemodelan rendah dan daya diskriminatif rendah biasanya
dihapus dari analisis karena mereka hanya berkontribusi suara untuk model
komponen utama.
Kekurangan penggunaan SIMCA apabila menggunakan dua model A dan B:
a. Sampel data aktual masuk ke dalam model A
b. Sampel data aktual masuk ke dalam model B
c. Sampel data aktual masuk ke dalam model A dan model B
d. Sampel data aktual tidak dapat terdeteksi dan tidak masuk kedua-duanya
Hasil yang didapat dalam pengujian ini kemudian digunakan untuk menghitung
tingkat akurasi, sensitivitas, spesifisitas dan false alarm rate mengunakan
perhitungan confusion matrix.
2.4.3 Confusion Matrix (Matrik Konfusi)
Confusion matrix yaitu merupakan tabel pencatat hasil kerja klasifikasi dari
pengolahan menggunakan SIMCA. Rumus confusion matrix memiliki beberapa
keluaran yaitu akurasi, spesifitas, sensitivitas dan false alarm rate. Tabel 1
merupakan bentuk dari tabel confusion matrix.
Tabel 1. Confusion Matrix
Kelas A (Model SIMCA A) Kelas B (Model SIMCA B)
Kelas A(aktual)
Kelas B(aktual)
a
c
b
d
22
a) Akurasi (AC) =
................................ (1)
b) Sensitivitas (S) =
................................ (2)
c) Spesifisitas (SP) =
................................ (3)
d) False alarm rate =
................................ (4)
Keterangan :
a : Sampel kelas A yang masuk ke dalam kelas A
b : Sampel kelas B yang masuk ke dalam kelas A
c : Sampel kelas A yang masuk ke dalam kelas B
d : Sampel kelas B yang masuk ke dalam kelas B
Nilai yang diperoleh dari perhitungan akan menunjukkan persentasi tingkat
akurasi, sensitivitas, spesifisitas, dan false alarm rate dalam menguji model yang
telah dibangun. Akurasi menunjukkan nilai keakuratan dari model yang dibuat,
semakin tinggi nilai akurasi maka model yang dibuat semakin baik. Persentase
sensitivitas menunjukkan kemampuan model untuk bisa menolak sampel yang
bukan kelasnya, semakin tinggi persentase sensitivitas model maka model tersebut
semakin mengenali karakteristik sampel. Spesifisitas merupakan kemampuan
model untuk mengarahkan sampel ke kelas yang benar, sama halnya dengan
sensitivitas semakin tinggi persentase spesifisitas maka model tersebut semakin
baik dalam mengenali karakteristik sampel. Persentase false alarm rate
menunjukkan tingkat kesalahan model yang dibuat, semakin rendah persentase
false alarm rate maka model tersebut semakin baik dalam mengenali karakteristik
sampel (Lavine, 2009).
23
2.4.4 Metode Pretreatment Spektra
Metode pretreatment spektra dilakukan untuk mengurangi pengaruh interferensi
gelombang dan noises pada data spektra yang didapat. Interferensi merupakan
interaksi gelombang pada suatu daerah. Dilakukan pretreatment pada spektra agar
diperoleh model yang lebih akurat dan stabil. Metode pretreatment spektra
diterapkan pada data kalibrasi maupun prediksi, sebelum dilakukan
pengembangan model analisis. Terdapat 6 metode pretreatment untuk
memperbaiki data spektra yang diperoleh (Prieto, 2017., O’Haver, 2017.,
Kusumaningrum et al., 2017) :
a. Smoothing Moving Average
Merupakan metode yang sering digunakan untuk mengeliminasi noise.
Smoothing pada umumnya, dikombinasikan dengan motode pengolah awal
data lain untuk melakukan penghilangan noise.
Berikut persamaan dalam metode smoothing moving average menurut
Supriyanti (2018).
Keterangan :
Sj : Nilai smoothing moving average pada panjang gelombang ke j
Yj : Nilai spektra asli pada panjang gelombang ke j
j : Indeks panjang gelombang
3 : Jumlah segmen
24
Rumus di atas untuk segmen = 3, pembagi dan penyebut dapat berubah sesuai
dengan segmen yang dibuat. Hasil smoothing moving average akan terpusat
di tengah karena hal tersebut jumlah segmen merupakan bilangan ganjil.
b. Savitzky-Golay differentiation
Digunakan untuk menghilangkan background dan meningkatkan resolusi
spektra. Derivative mampu memperjelas puncak dan lembah spektra
absorbansi data. Diferensiasi Savitzky-Golay biasanya fokus pada diferensiasi
pertama. Turunan pertama (1st) memungkinkan penghapusan offset,
sementara derivative kedua (2nd
)menghilangkan offset dan baseline.
Berikut merupakan rumus dari diferensiasi menurut Kusumaningrum (2017).
∑
c. Mean Normalization (MN)
Tujuan dari pretreatment ini adalah untuk menskala sampel dalam
rangka untuk mendapatkan semua data pada sekitar skala yang sama
berdasarkan daerah, mean, maksimum, puncak dan vektor satuan.
Semua data spektrum juga dinormalisasi sebagai mean normalization.
Berikut merupakan persamaan mean normalize.
,
Keterangan (Supriyanti, 2018) :
Xmean(i,k) : Nilai mean normalize pada sampel i di panjang gelombang k
i : Indeks sampel
k : Indeks panjang gelombang
25
Xraw : Nilai spektra asli
Xmean : Nilai spektra rata-rata pada sampel .
Xmean menggunakan rata-rata nilai spektra pada baris panjang gelombang dari
Xraw hingga akhir.
d. Multiplicative Scatter Correction (MSC)
Metode MSC merupakan salah satu pendekatan untuk mengurangi
amplification (multiplicative, scattering) dan offset (additive, chemical) efek
dari spektra. MSC berguna untuk memperbaiki variasi cahaya yang
menyebar dalam data spektroskopi. Tujuan utama MSC adalah untuk
memperbaiki semua sampel sehingga semuanya memiliki tingkat persebaran
cahaya yang sama.
Berikut persamaan yang digunakan dalam metode MSC.
Keterangan (Supriyanti, 2018) :
: Nilai dari spektrum yang dikoreksi (matriks data).
Xorg : Nilai dari spektra asli
: Nilai dari spektrum rata-rata
ei : Nilai error
ai : Nilai offset
bi : Nilai slope
i : Indeks sampel
j : Indeks panjang gelombang
26
Yang pertama dilakukan untuk mencari nilai MSC adalah mencari koefisien
regresi yaitu yang diperoleh dari persamaan regresi pada grafik
linier yang dibuat dan menunjukkan persamaan y = ax+b pada sampel i.
e. Standard Normal Variate (SNV)
Metode SNV adalah transformasi yang menghilangkan scatter effects
dari spektra dengan memusatkan dan men-skala spektra individual. Seperti
MSC, hasil praktis dari SNV adalah menghilangkan multiplicative
interferences dari scatter effects pada data spektra. Tujuan utama dari SNV
adalah penghapusan gangguan multiplikasi dari persebaran dan ukuran
partikel. Berikut persamaan yang digunakan pada metode SNV.
√∑
Keterangan (Supriyanti, 2018) :
: Standar deviasi
K : Jumlah data pada sampel i
i : Indeks sampel
k : Indeks panjang gelombang
: Nilai SNV dari sampel i pada panjang gelombang k
: Nilai spektra original pada sampel i pada panjang gelombang k
: Nilai rata-rata pada sampel i
Sebelum mencari nilai SNV, dilakukan perhitungan standar deviasi yang
merupakan nilai statistik untuk menentukan bagaimana sebaran data pada
27
setiap sampel. Setelah diperoleh nilai standar deviasi, dilakukan perhitungan
untuk mencari nilai SNV pada setiap panjang gelombang.
2.5 Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC)
Kurva receiver operating characteristic (ROC) pertama kali digunakan para
insinyur elektro dan teknisi radar selama perang dunia kedua untuk mendeteksi
benda-benda musuh di medan pertempuran, selanjutnya hal ini dikenal sebagai
teori deteksi sinyal. Analisis ROC selanjutnya berkembang dan telah digunakan
dalam bidang kedokteran, radiologi, serta pada beberapa bidang lainnya selama
beberapa dekade. Analisis ROC secara lebih lanjut telah diperkenalkan pada
bidang yang relatif baru seperti machine learning dan data mining (Fawcett,
2006).
Kurva ROC merupakan sebuah penghitungan statistika untuk menilai akurasi dari
sebuah prediksi. Sebuah prediksi dibuat sebelum nilai dari entitas atau wujud
yang diprediksi tersebut dikenal. Oleh karena itu, diperlukan sebuah metode
untuk mengevaluasi akurasi dari berbagai prediksi tersebut. Dalam kurva ROC
terdapat hubungan antara sensitivitas dan spesifisitas yang bersifat trade-off antara
keduanya (Gonen, 2007).
Kurva ROC adalah grafik hubungan antara sensitifitas (true positive rate) pada
sumbu Y dengan 1-spesifisitas pada sumbu X (false positive rate), seakan-akan
menggambarkan tawar menawar antara sensitivitas dan spesifisitas. Kurva ROC
adalah gambaran dua dimensi dari kinerja suatu pengklasifikasi. Suatu metode
28
yang umum digunakan untuk menghitung nilai kinerja dari pengklasifikasi adalah
dengan menghitung luas daerah dibawah kurva ROC, disebut dengan AUC (area
under curve). Karena AUC adalah luas kurva dari suatu persegi empat, maka
nilainya selalu berada diantara 0 dan 1. Untuk suatu kurva ROC yang memadai,
maka letaknya selalu berada di daerah sebelah atas dari garis diagonal (0,0) dan
(1,1), sehingga tidak ada nilai AUC yang lebih kecil dari 0,5.
Gambar 6. Perbandingan bentuk kurva ROC (Sprawls, 1995).
Untuk klasifikasi data mining, nilai AUC dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok (Gorunescu, 2011).
a. 0,90-1,00 = Klasifikasi sangat baik
b. 0,80-0,90 = Klasifikasi baik
c. 0,70-0,80 = Klasifikasi cukup
d. 0,60-0,70 = Klasifikasi buruk
e. 0,50-0,60 = Klasifikasi salah
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga September 2018 di
Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Genesys 10s UV-Vis Spectroscopy,
cuvet, mesh, rubber bulb, aluminium foil, ayakan tyler meinzer II, stirrer model
S130810-33 (size pelat atas 4x4, tegangan 220-240 volt, kecepatan pengadukan 6
(350 rpm)), beaker glass, labu erlenmeyer 50 ml, botol semprot, pemanas air,
toples, botol transparan, termometer, timbangan digital, kertas saring, pengaduk,
spatula, pipet ukur (1 ml, 2 ml, 25 ml), gelas ukur, dan corong plastik.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu aquades, biji kopi Robusta Lampung
Barat (LB), biji kopi Robusta Pesawaran (PW) dan biji kopi Robusta Lampung
Tanggamus (TG). Kopi Robusta didapatkan dari salah satu outlet penjual kopi
yang berada di Bandar Lampung yaitu Hasti Coffee. Kopi yang dibeli masih
dalam berbentuk biji yang telah disangrai.
30
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengklasifikasikan 3 jenis kopi yang berasal dari
daerah yang berbeda menggunakan teknologi UV-Vis Spectroscopy dan
kemometrika. Tahapan-tahapan penilitian yang dilakukan pada penelitian ini
meliputi persiapan alat dan bahan, ekstraksi kopi, pengambilan spektra
menggunakan spektrometer, membuat dan menguji model, dan analisis data.
Diagram penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
Selesai
Mulai
Persiapan alat dan bahan
Ekstraksi kopi
Pengambilan spektra
Analisis data
Bangun model
Evaluasi model
Gambar 7. Diagram alir penelitian (Pratiwi, 2017).
31
3.3.1 Persiapan Alat dan Bahan
Terdapat beberapa tahapan persiapan alat dan bahan yang dilakukan pada
penelitian ini, yaitu :
1. Persiapan alat
Persiapan alat dilakukan dengan pengecekan terhadap masing-masing alat
yang akan digunakan dan memastikan alat tersebut dapat digunakan dengan
baik guna pelaksanaan penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
2. Penggilingan kopi
Penggilingan kopi dilakukan untuk pengecilan ukuran (size reduction) dari
berupa biji kopi setelah di roasting sampai menjadi bubuk kopi. Proses
penggilingan ini menggunakan mesin coffe grinder merk Sayota tipe SCG 178
dengan daya 180 watt.
3. Pengayakan
Pengayakan dilakukan untuk mendapatkan ukuran bubuk kopi yang halus dan
seragam dari partikel kopi yang digunakan. Pengayakan dilakukan dengan
menggunakan ayakan tyler meinzer II dengan mesh ukuran 50 (Sambudi,
2018).
4. Penimbangan
Penimbangan sampel uji sebanyak 1 gram untuk setiap jenis sampel dan setiap
ulangan agar setiap ulangan memiliki bobot yang seragam. Jumlah sampel
ulangan dan komposisi ketiga jenis kopi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
32
Tabel 2. Komposisi Bahan
No Sampel Komposisi Bahan ∑ Sampel
LB1-LB60 1 gram kopi Robusta Lampung Barat 60
PW1-PW60 1 gram kopi Robusta Pesawaran 60
TG1-TG60 1 gram kopi Robusta Tanggamus 60
3.3.2 Ekstraksi Kopi
Prosedur ekstraksi kopi dapat dilihat pada Gambar 8, ekstraksi kopi melalui
tahapan berikut ini :
1. Pembuatan Larutan
Sampel untuk pengujian yang berupa bubuk harus dibuat larutan saat
pengujian menggunakan alat spektrometer dengan cara sampel yang telah
ditimbang dimasukkan ke dalam gelas ukur dan dilarutkan dengan aquades
sebanyak 50 ml pada suhu 90-98°C.
2. Pengadukan
Pengadukan dilakukan menggunakan stirrer model S130810-33 (size pelat
atas 4x4, tegangan 220-240 volt, kecepatan pengadukan 6 (350 rpm)),
pengadukan dilakukan selama 10 menit agar larutan kopi homogen.
3. Penyaringan
Sampel yang sudah melalui proses pelarutan dan pengadukan kemudian
dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring dengan tujuan untuk
memisahkan ampas kopi dengan hasil ekstrak kopi.
33
4. Pengenceran
Ekstrak kopi yang dihasilkan pada proses penyaringan kemudian didinginkan
hingga mencapai suhu 27°C, lalu dilakukan pengenceran ekstrak kopi dengan
perbandingan 1 : 20 (Apratiwi, 2016).
Ditimbang kopi bubuk sebanyak 1 gram
Dipanaskan aquades pada suhu 90-98°C
Dicampurkan sampel kopi bubuk (1 gram) + aquades (50 ml)
Dilakukan pengenceran dengan perbandingan 1 : 20
Mulai
Selesai
Diaduk hasil ekstraksi selama 10 menit dengan kecepatan pengadukan 6
(350 rpm)
Disaring menggunakan kertas saring
Diaduk kembali hasil ekstraksi selama 10 menit dengan kecepatan
pengadukan 4 (125 rpm)
Gambar 8. Prosedur ekstraksi kopi (Pratiwi, 2017).
34
3.3.3 Pengambilan Spektra Menggunakan Spektrometer
Ekstrak kopi yang telah diencerkan kemudian dimasukkan ke dalam kuvet
sebanyak 2 ml. Kemudian kuvet dimasukkan dalam sistem holder dan diukur
nilai absorbannya selama 2 menit. Ketiga sampel diambil 2 kali ulangan pada
UV-VIS Spectroscopy. Prosedur penggunaan UV-Vis Spectroscopy terdapat pada
Gambar 9.
35
Gambar 9. Prosedur penggunaan UV-Vis Spectroscopy (Sambudi, 2018).
Mulai
Dimasukkan blank dan sampel ke dalam kuvet, diletakkan ke dalam holder system
B (blank)
Ditekan tombol test, test arme add caracter selanjutnya tekan tombol accept
name
Diklik tombol collect baseline, tunggu proses sampai 100%
Dipilih wavelength ditulis 190-1100 nm, tekan enter, pilih sampel position dengan
manual 6 lalu enter, ditekan tombol run test
Dipilih tombol posisi kuvet sesuai sampel, tunggu proses sampai 100%
Setelah selesai measure sample, akan muncul grafik lalu klik tombol tabular
Ditekan tombol test,edit data pilih menu save test to the USB drive
Diklik tombol create test arme, accept name
Data sudah tersimpan di dalam flashdisk, diambil sampel dan blank yang ada
didalam holders system, dibersihkan dan dikeringkan
Ditekan tombol pada bagian belakang alat untuk mematikan alat Uv-Vis
Spectroscopy
Selesai
36
3.3.4 Membuat dan Menguji Model
Nilai absorban yang diambil tersebut selanjutnya akan dibuat dan diuji model
dengan aplikasi The Unscrambler versi 9.2 dengan metode SIMCA.
3.3.5 Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mendeteksi pola sampel menggunakan aplikasi The
Unscrambler versi 9.2. Model dibangun menggunakan metode PCA dan SIMCA.
Sebelum dilakukan analisa dengan metode SIMCA, data yang tersimpan pada
flashdisk dipindahkan ke Microsoft Excel. Selanjutnya, dilakukan proses
pembersihan data yang bertujuan untuk menghilangkan data yang tidak lengkap.
Hal ini dilakukan agar pada saat analisa didapatkan data yang sebenarnya. Cara
yang digunakan untuk melengkapi data yang hilang adalah dengan menggantikan
nilai yang hilang dengan rata-rata dari variabel. Data yang sudah lengkap diolah
menggunakan program The Unscrambler versi 9.2. Sebelum data dianalisis
menggunakan metode PCA dan SIMCA, untuk mengetahui grafik spektrum dari
nilai absorban yang diperoleh dapat dilakukan dengan cara memblok nilai
absorban, klik menu plot, dan pilih menu line. Setelah hasil klasifikasi dari
pengujian model diperoleh selanjutnya dilakukan perhitungan menggunakan
matriks konfusi (Apratiwi, 2016). Kemudian dilakukan pengujian akurasi dalam
membuat model pada masing-masing level signifikan menggunakan kurva
receiver operating characteristic (ROC).
37
3.3.6 Prosedur Menggunakan Principal Component Analysis (PCA)
Data yang diambil dari UV-Vis Spectroscopy berupa data absorbansi yaitu 120
sampel kopi Robusta Lampung Barat, 120 sampel kopi Robusta Pesawaran dan
120 sampel kopi Robusta Tanggamus. Setelah diperoleh data absorbansinya
kemudian data tersebut digabungkan menjadi satu menggunakan Microsoft Excel
97-2003. Kemudian dianalisis menggunakan aplikasi The Unscrambler versi 9.2.
Untuk aplikasi The Unscrambler version 9.2 hanya dapat digunakan meggunakan
format Microsoft Excel 97-2003, di atas versi Microsoft Excel 2003 aplikasi
Microsoft Excel tidak kompatibel untuk aplikasi The Unscrambler versi 9.2.
Sampel dianalisis menggunakan The Unscrambler dengan cara dibuka dahulu
aplikasi tersebut kemudian setelah terbuka klik file pilih import data lalu dipilih
format excel untuk memasukkan file Microsoft Excel 97-2003 yang akan
dianalisis yang dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Cara memasukkan data dari Ms. Excel ke The Unscrambler 9.2.
38
Setelah data muncul pada jendela The Unscrambler kemudian data tersebut di
transpose dengan cara klik menu Task pilih Tranform lalu pilih Transpose dan
dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Cara men-transpose data pada The Unscrambler 9.2.
Setelah data tersebut di transpose, selanjutnya klik menu Edit pilih Append pilih
Category Variable, kemudian isi Category Variable Name dengan “JENIS
KOPI” pilih Next dan isi Level Name dengan kopi Robusta Lampung Barat, kopi
Robusta Pesawaran, dan kopi Robusta Tanggamus dilihat pada Gambar 12.
39
Gambar 12. Cara membuat kolom Category Variable.
Kemudian klik pada kolom JENIS KOPI dan isi masing-masing baris sesuai jenis
kopi. Kemudian sebelum data dianalisis dengan PCA data dikelompokkan sesuai
kategori sampel dan peubah. Pengelompokkan dilakukan dengan klik menu
Modify kemudian klik Edit Set kemudian isi Sampel Set dengan All Spectra dan
peubah set dengan All Variable dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Menu Edit Set.
40
Setelah data sudah diklasifikasi sesuai jenis kopi, kemudian ditambahkan kolom
Category Variable, kemudian isi dengan KALVALPRED (Kalibrasi, Validasi dan
Prediksi) dengan jumlah 60 sampel kalibrasi, 35 sampel validasi, dan 25 sampel
prediksi kemudian dianalisis menggunakan metode PCA dengan cara pilih menu
Task kemudian pilih PCA, selanjutnya klik menu Task pilih PCA lalu pilih
Validasi Test Set, pilih Set Up dan dipilih diisi dengan jumlah data validasi pada
sampel.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan :
1. Hasil analisis PCA spektra data original pada panjang gelombang 240-430 nm
menunjukkan nilai keragaman data sebesar 98% dengan nilai PC1 sebesar 90%
dan nilai PC2 sebesar 8%.
2. Hasil bangun model SIMCA original Lampung Barat menunjukkan nilai PC1
sebesar 92% dan PC2 sebesar 7% dengan nilai kumulatif sebesar 99%. Hasil
bangun model SIMCA original Pesawaran menunjukkan nilai PC1 sebesar
96% dan PC2 sebesar 3% dengan nilai kumulatif sebesar 99%. Hasil bangun
model SIMCA original Tanggamus menunjukkan nilai PC1 sebesar 94% dan
PC2 sebesar 5% dengan nilai kumulatif sebesar 99%.
3. Berdasarkan hasil klasifikasi perbandingan model Lampung Barat – Pesawaran
dan Pesawaran – Tanggamus menggunakan spektra original pada panjang
gelombang 240 – 430 nm diperoleh nilai akurasi (AC) sebesar 100%, nilai
sensitivitas (S) sebesar 100%, nilai spesifisitas (SP) sebesar 100% dan false
alarm rate sebesar 0%. Model Lampung Barat – Tanggamus diperoleh nilai
akurasi (AC) sebesar 55%, nilai sensitivitas (S) sebesar 100%, nilai spesifisitas
(SP) sebesar 53% dan false alarm rate sebesar 47%. Hasil analisis PCA
99
spektra menggunakan pretreatment MSC + SGD1 pada panjang gelombang
240-430 nm menunjukkan nilai keragaman data sebesar 80% dengan nilai PC1
sebesar 45% dan nilai PC2 sebesar 35%.
5. Hasil bangun model SIMCA Lampung Barat menggunakan pretreatment MSC
+ SGD1 menunjukkan nilai PC1 sebesar 49% dan PC2 sebesar 32% dengan
nilai kumulatif sebesar 81%. Hasil bangun model SIMCA Pesawaran
menggunakan pretreatment MSC + SGD1 menunjukkan nilai PC1 sebesar 50%
dan PC2 sebesar 21% dengan nilai kumulatif 71%. Hasil bangun model
SIMCA Tanggamus menggunakan pretreatment MSC + SGD1 menunjukkan
nilai PC1 sebesar 44%, PC2 sebesar 16% dan PC3 sebesar 12% dengan nilai
kumulatif 72%.
6. Berdasarkan hasil klasifikasi perbandingan model Lampung Barat-Pesawaran,
Lampung Barat-Tanggamus, Pesawaran-Tanggamus menggunakan
pretreatment MSC + SGD1 pada panjang gelombang 240-430 nm diperoleh
nilai akurasi (AC) sebesar 100%, nilai sensitivitas (S) sebesar 100%, nilai
spesifisitas (SP) sebesar 100% dan false alarm rate sebesar 0%.
7. Hasil uji model Lampung Barat-Pesawaran pada level 0,1%, 0,5%, 1%, 5%,
10% dan 25% menggunakan receiver operating characteristic (ROC)
diperoleh nilai area under curve (AUC) sebesar 1 (Uji model sangat baik).
Hasil uji model Lampung Barat-Tanggamus pada level 0,1%, 0,5%, 1%
menggunakan ROC diperoleh nilai AUC sebesar 0,975 (Uji model sangat baik)
dan pada level 5%, 0,5%, 1% diperoleh nilai AUC sebesar 1 (Uji model sangat
baik). Hasil uji model Pesawaran-Tanggamus pada level 0,1%, 0,5%, 1%, 5%,
100
10% dan 25% menggunakan ROC diperoleh nilai AUC sebesar 1 (Uji model
sangat baik).
5.2 Saran
Penelitian selanjutnya dapat menambahkan atau menguji varietas kopi Robusta
dari daerah lainnya dikarenakan perkembangan kopi di Indonesia semakin maju.
Diharapkan Penelitian selanjutnya dapat menguji kandungan senyawa yang
terdapat dalam kopi Lampung Barat, Pesawaran dan Tanggamus agar diperoleh
tingkat kualitas kopi Robusta terbaik di Provinsi Lampung.
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris Kanisius (AAK). 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius,
Yogyakarta. 148 hlm.
Anonim. 2017. Light Source. Hamamatsu Photonics K.K.
https://www.hamamatsu.com/resources/pdf/etd/LIGHT_SOURCE_TLSZ0
001E.pdf. Diakses pada tanggal 25 Agustus 2019.
Avelino, J., Barboza, B., Araya, J.C., Fonseca, C., Davrieux, F., Guyot, B., &
Cilas, C. 2005. Effects of Slope Exposure, Altitude and Yield on Coffee
Quality in Two Altitude Terroirs of Costa Rica, Orosi and Santa Maria de
Dota. Journal of The Science of Food and Agriculture. 85:1869-1876.
Apratiwi, N. 2016. Studi Penggunaan UV-Vis Spectroscopy Untuk
Identifikasi Campuran Kopi Luwak dengan Kopi Arabika. (Skripsi).
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 55 pp.
Ardiansyah, R. F. 2013. Pengenalan Pola Tanda Tangan dengan Menggunakan
Metode Principal Component Analysis (PCA). (Skripsi). Universitas Dian
Nuswantoro. Semarang. 62 pp.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBPPTP). 2008.
Teknologi Budidaya Kopi Poliklonal. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian, Bogor. 22 hlm.
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri). 2017.
http://balittri.litbang.pertanian.go.id/index.php/berita/info-teknologi/474-
persiapan-dan-kesesuai-lahan-tanaman-kopi. Diakses pada tanggal 19
Oktober 2019.
Bertrand, B., Vaast, P., Alpizar, E., Etienne, H., Davrieux, F., and Charmentant,
P. 2006. Comparison of Bean Biochemical Composition and Beverage
Quality of Arabica Hybrids Involving Sudanese-Ethiopian Origins with
Traditional Varieties at Various Elevations in Central America. Tree
Physiology. 26:1239-1248.
102
Citrasari, D. 2015. Penentuan Adulterasi Daging Babi pada Nugget Ayam
Menggunakan NIR dan Kemometrik. (Skripsi). Universitas Jember.
Malang. 49 pp.
Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun). 2017. Statistik Perkebunan Indonesia
: Kopi. Kementerian Pertanian, Jakarta. 98 hlm.
Farhaty, N, dan Muchtaridi. 2016. Tinjauan Kimia Farmakologi Senyawa Asam
Klorogenat pada Biji Kopi. Farmaka. 14(1):214-227.
Fawcett, T. 2006. An Introduction to ROC Analysis. Pattern Recognition Letters.
27(8):861-874.
Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI). 2018.
http://gaeki.or.id/areal-dan-produksi/. Diakses pada tanggal 25 Juni 2018.
Gonen, M. 2007. Analyzing Receiver Operating Characteristic Curves with SAS.
SAS Institute Inc., North Carolina. 153 hlm.
Gorunescu, F. 2011. Data Mining : Concepts, Models and Techniques. Scientific
Publishing Services Pvt. Ltd., Chennai. 325 hlm.
Handayani, F.N. 2016. Studi Penggunaan Metode Analisis Berbasis Uv-Vis
Spectroscopy untuk Membedakan Kopi Luwak Asli dan Kopi Campuran
Luwak-Robusta Secara Cepat. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar
Lampung. 46 pp.
International Coffee Organization (ICO). 2018.
http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/apec-oi/organisasi-komoditi-
internasional/ico. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2019.
Iriani, R. 2016. Studi Penggunaan UV-Vis Spectroscopy dan Kemometrika
Untuk Mengidentifikasi Pemalsuan Kopi Arabika dan Robusta Secara
Cepat. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 57 pp.
Kartasasmita, R.E. dan Addyantina, S. 2012. Dekafeinasi Biji Kopi Robusta
(Coffea canephora L.) Menggunakan Pelarut Polar (Etanol dan Metana).
Acta Pharmaceutica Indonesia. 37(3):83-89.
Lavine, B.K. 2009. Validation of classifiers. In:Walczak, B., Tauler, R., and
Brown, S. (eds.). Comprehensive Chemometric : Chemical and
Biochemical Data Analysis Volume III. Elsievier, Amsterdam. 587-599.
Makowska, J., Szczesny, D., Lichucka, A., Gieldoń, A., Chmurzyński, L., and
Kaliszan, R. 2013. Preliminary Studies on Trigonelline as Potential Anti-
Alzheimer Disease Agent: Determination by Hydrophilic Interaction
Liquid Chromatography and Modeling of Interactions With Beta-Amyloid.
Journal of Chromatography B. 968:101-104.
103
Masyarakat Indikasi Geografis (MIG) Kopi Robusta Lampung. 2013. Buku
Persyaratan Indikasi Geografis Kopi Robusta Lampung. Masyarakat
Indikasi Geografis (MIG) Kopi Robusta Lampung, Bandar Lampung. 155
hlm.
Miller, J.C., and Miller, J.N. 2000. Statistics and Chemometrics for Analytical
Chemistry, 4th Edition. Pearson Education, Harlow. 271 hlm.
Mills, C.E., Oruna-Concha, M.J., Mottram, D.S., Gibson, G.R., and Spencer,
J.P.E. 2013. The Effect of Processing on Chlorogenic Acid Content of
Commercially Available Coffee. Food Chemistry. 141(4):3335-3340.
Mubayinah, A., Kuswandi, B., dan Wulandari, L. 2016. Penentuan Adulterasi
Babi pada Sampel Burger Sapi Menggunakan Metode NIR dan
Kemometrik. Pustaka Kesehatan. 4(1):35-40.
Noviarty dan Angraini, D. 2013. Analisis Neodimium Menggunakan Metoda
Spektrofotometri UV-Vis. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN.
9(11): 9- 17.
Nurcahyo, B. 2015. Identifikasi dan Autentifikasi Meniran (Phyllanthus niruri)
Menggunakan Spektrum Ultraviolet-Tampak Dan Kemometrika. (Skripsi).
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41 pp.
O’Haver, T. 2016. A Pragmatic Introduction to Signal Processing. University of
Maryland, College Park. 459 hlm.
Panggabean, E. 2011. Buku Pintar Kopi. Agro Media, Jakarta. 240 hlm.
Prasmatiwi, F.E., Irham, Suryantini, A., dan Jamhari. 2010. Analisis
Keberlanjutan Usahatani Kopi di Kawasan Hutan Kabupaten Lampung
Barat dengan Pendekatan Nilai Ekonomi Lingkungan. Pelita Perkebunan.
26(1):57-69.
Prastowo, B., Indrawanto, C., Karmawati, E., Munarso, S.J., Rubijo., dan
Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, Bogor. 75 hlm.
Pratiwi, M.T. 2017. Studi Penggunaan Spektra Data di Daerah Ultraviolet Visible
dan Metode PLS-DA Untuk Diskriminasi Beberapa Kopi Spesialti
Indonesia. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 62 pp.
Prieto, B.G. 2017. Novel Variable Influence On Projection (VIP) Methods in
OPLS, O2PLS, and On PLS Models for Single- and Multi- Block Variable
Selection. (Thesis). Umea University. Sweden. 120 pp.
104
Rahardjo, P. 2012. Kopi. Penebar Swadaya, Jakarta. 212 hlm.
Rohman, A. 2014. Statistika dan Kemometrika Dasar dalam Analisis Farmasi.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 267 hlm.
Sambudi, S. 2018. Identifikasi Keaslian Kopi Robusta Dekafenisasi
Menggunakan Teknologi UV-VIS Spectroscopy dan Kemometrika.
(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 66 pp.
Sirait, R. A. 2009. Penerapan Metode Spektrofotometri Ultraviolet pada
Penetapan Kadar Nifedipin dalam Sediaan Tablet. (Skripsi). Universitas
Sumatera Utara. Medan. 67 pp.
Soetriono. 2009. Strategi Peningkatan Daya Saing Agribisnis Kopi Robusta
Dengan Model Daya Saing Tree Five. Jurnal Program Studi Agribisnis
Pascasarjana Universitas Jember. 93-108.
Souto, U. T. C. P., Barbosa, M.F., Dantas, H.V,. Pontes, A.S,. Lyra, W.S,.
Diniz, P.H.G.D,. Araujo,M.C.U,. and Silva, E.C. 2015. Identification of
Adultration in Ground Roasted Coffees Using UV-Vis Spectroscopy and
SPA-LDA. LWT- Food Science and Technology. 63:1037-1041.
Sprawls, P. 1995. The Physical Principles of Medical Imaging, 2nd
Edition.
Medical Physics Publishing Corporation, Madison. 656 hlm.
Sridevi, V., dan Giridhar, P. 2013. Influence of Altitude Variation on
Trigonelline Content During Ontogeny of Coffea Canephora Fruit.
Journal of Food Studies. 2(1):62-74.
Sukarye, K. 2018. Studi Penggunaan UV-Vis Spectroscopy dan Metode SIMCA
Untuk Membedakan Kopi Bubuk Berdasarkan Umur Simpan. (Skripsi).
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 102 pp.
Supriyanti, E. 2018. Penggunaan Teknologi UV-Vis Spectroscopy Untuk
Membedakan Jenis Kopi Bubuk Arabika Gayo Wine dan Kopi Bubuk
arabika Gayo Biasa. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 63
pp.
Towaha, J., Aunillah, A., Purwanto, E.H., dan Supriadi, H. 2014. Pengaruh
Elevasi dan Pengelolaan Terhadap Kandungan Kimia dan Cita Rasa
Kopi Robusta Lampung. J. TIDP. 1(1):57-62.
Varnam, A.H. and Sutherland, J. P. 1994. Beverages (Technology,
Chemestry and Microbiology). Aspen Publisher, Gaithersburg. 186
hlm.
105
Zhang, X., Li, W., Yin, B., Chen, W., Kelly, D.P., Wang, X., Zheng, K., and
Du, Y. 2013. Improvement of Near Infrared Spectroscopic (NIRS)
Analysis of Caffeine in Roasted Arabica Coffee by Variable
Selection Method of Stability Competitive Adaptive Reweighted
Sampling (SCARS). Spectrochimica Acta Part A: Molecular and
Biomolecular Spectroscopy. 114:350–356.