konflik dan reformasi-tni di era sby

165

Upload: endry-abidin

Post on 16-Feb-2015

225 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

book by csps - ugm

TRANSCRIPT

Page 1: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY
Page 2: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

i

Konflik danReformasi TNI

di Era SBY

CSPS Books2004

e d i t o r :

M. Najib AzcaMoch. Faried Cahyono

This ebook downloadedfrom www.csps.ugm.ac.id

Page 3: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

i i

Konflik dan Reformasi TNI di Era SBYCopyright © 2004 by CSPS BOOKS. All rights reserved

Cetakan Pertama November 2004Editor: M. Najib Azca

Moch. Faried CahyonoLayout dan Cover: Syarafuddin

Foto tentara dan warga dari www.acehkita.comArial (© 1990-92 by Monotype), Century Gothic (© 1990-91 by Monotype),Georgia (© 1996 by Microsoft), Impact (© 1991-96 by Monotype),Wingdings (© 1992-95 by Microsoft).Teks pada sampul belakang: Moch. Faried Cahyono

Diterbitkan atas kerjasama, oleh

CSPS – UGM

CSPS BOOKSCenter for Security and Peace Studies(Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian)Universitas Gadjah MadaSekip K-9 Yogyakarta 55281Telp./Faks. (62-274) 520733www.csps.ugm.ac.id

ISBN 979-98203-1-6

dan

Southeast Asian Conflict Studies Network (SEACSN)Regional Office:Research and Education for Peace UnitSchool of Social SciencesUniversiti Sains Malaysia11800 Penang, Malaysiaemail: [email protected] (60-4) 6532123, (60-4) 6532658

Page 4: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

i i i

Pengantar Editor

Perjalanan transisi menuju demokrasi diIndonesia menapaki tahap baru pada tanggal 20September 2004 lalu: ketika segenap rakyatmenyalurkan hak politiknya untuk memilihpresiden baru secara damai dan demokratis dalamPemilihan Presiden (Pilpres) putaran kedua.Inilah pertama kalinya dalam sejarah rakyatIndonesia memilih secara langsung pemimpinpolitik tertingginya. Sebelumnya, tahapPemilihan Umum (Pemilu) untuk anggotaparlemen dan Pilpres putaran pertama jugaberlangsung secara relatif aman, jujur, dandemokratis, serta mendapat penghargaan luas dipanggung internasional. Demikianlah: Indonesiamemasuki babak baru pelembagaan sistem politikdemokratis secara terhormat dan bermartabat,dan menjadi negara demokratis denganpenduduk Muslim terbesar di dunia.

Terpilihnya Jenderal TNI (Purn) SusiloBambang Yudhoyono (SBY) dan MuhammadJusuf Kalla (MJK) sebagai Presiden dan WakilPresiden baru periode 2004-2009 juga menandaiperubahan penting di lanskap sosial politikIndonesia. Dicalonkan oleh Partai Demokrat (PD)yang berusia muda, serta didukung oleh sejumlahpartai-politik bersuara kecil (Partai Bulan-Bintang

Page 5: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

i v

[PBB], Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia[PKPI] serta belakangan Partai Keadilan Sejahtera[PKS]), pasangan SBY-MJK berhasil mengumpul-kan dukungan melintasi batas-batas golongan danpartai politik. SBY-MJK berhasil mengalahkanpasangan Megawati Sukarnoputri-Hasyim Muzadiyang didukung oleh koalisi sejumlah partai politikbersuara besar: Partai Demokrasi IndonesiaPerjuangan (PDIP), Golongan Karya (Golkar),Partai Persatuan Pembangunan (PPP), PartaiBintang Reformasi (PBR), dan Partai DamaiSejahtera (PDS). Meski tanpa didukung olehParpol besar, serta bukan berasal dari organisasikemasyarakatan berbasis massa luas seperti NUdan Muhammadiyah, SBY-MJK ternyata mampumeraih dukungan terbesar dari rakyatIndonesia—menurut data KPU terakhir 60,8persen pemilih.

Terlepas dari aneka kontroversi ihwalpenjelasan akademik dan politik kemenanganpasangan SBY-MJK, kami berniat untuk bergerakmaju menatap dan menakar agenda reformasi diera kepemimpinan nasional baru hasil pemilihanpresiden 2004. Ada dua topik besar yang didis-kusikan dalam buku ini: pertama, bagaimananasib reformasi sektor keamanan, khususnyapenegakan supremasi sipil atas militer, di bawahPresiden baru yang kebetulan seorang pensiunan

Page 6: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

v

jenderal berbintang empat. Kedua, bagaimanapeluang dan kemungkinan terjadinya konfliksosial dan disintegrasi nasional di bawahkepemimpinan nasional baru.

Relevansi pilihan topik yang pertamaberdasar pada sejumlah alasan berikut. Pertama,meskipun selama ini SBY dikenal sebagai seorangperwira TNI yang tergolong reformis, namun diatumbuh dan dibesarkan dalam era kepemimpinanotoriter dimana militer merupakan kekuatandominan yang memiliki privilese dan prerogatifbesar. Hal ini membuat besar kemungkinan nilai-nilai militerisme serta doktrin supremasi militeratas sipil telah mengalami institusionalisasi sertainternalisasi, hingga kadar tertentu, ke dalamdirinya serta kekuatan militer pendukung dirinya.Kedua, tampilnya SBY ke puncak panggungpolitik nasional tak lepas atas dukungan meluasdari kekuatan militer, khususnya dari kalanganpurnawirawan. Dengan adanya dukungan besarini, SBY tak pelak mesti mengakomodasikepentingan dan keinginan politik dari kelompokini, yang bukan mustahil tak sepenuhnya selarasdengan konsep supremasi sipil atas militer. Kasuspencabutan agenda penghapusan lembagateritorial dari platform Partai Demokrat atasdesakan dari kalangan purnawirawan TNImerupakan suatu ilustrasi mengenai

Page 7: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

v i

kemungkinan terjadinya hal itu. Ketiga,kepemimpinan politik sipil, baik di partai politikmaupun organisasi kemasyarakat, tidak ada yangmemiliki agenda yang jelas dan tegas mengenaireformasi sektor keamanan dalam sistem politikdemokratis. Hal ini akan membuat pressure kearah reformasi sektor keamanan yang sesuaidengan prinsip dan sistem demokratis besarkemungkinan akan lemah.

Sementara relevansi topik kedua berdasarpada sejumlah alasan berikut. Pertama,pemerintah baru tidak didukung oleh kekuatanpolitik yang besar di parlemen, sehingga bisa jadiakan timbul ketegangan permanen antarapemerintah dan parlemen yang kemungkinanakan berimbas kepada ketegangan di masyarakat.Kedua, sebagian besar kepemimpinan politik ditingkat propinsi maupun kabupaten/kota beradadi bawah pengaruh “Koalisi Kebangsaan” yangmerupakan rival politik pemerintahan baru. Halini berpeluang menimbulkan hubungan yangtidak harmonis bahkan ketegangan yang awetantara pemerintah pusat dan strukturpemerintahan di bawahnya. Terlebih lagi, dan inimenjadi alasan ketiga, kepemimpinan nasionalbaru mewarisi situasi hubungan Pusat-Daerahyang belum stabil dan mantap di era awalpelaksanaan kebijakan desentralisasi radikal,

Page 8: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

v i i

dimana kekuasaan berpindah dari pemerintahpusat ke pemerintah daerah kota/kabupaten.Keempat, kepepimpinan nasional baru jugamewarisi situasi pasca konflik awal yang masihsarat potensi konflik komunal di sejumlah daerahseperti Maluku, Maluku Utara, Poso-SulawesiTengah, dan Kalimantan Barat, serta situasi damaiyang masih getas di lokasi konflik bercorakseparatis seperti di Aceh dan Papua. Penangananyang keliru, misalnya pendekatan keamanan yangberlebihan, bukan mustahil akan menerbitkanbibit-bibit konflik baru yang akut danberkepanjangan.

Dengan dasar pemikiran tersebut PSKP UGMsudah menyelenggarakan acara Seminar Sehari“Menakar Reformasi di Era KepemimpinanPolitik Nasional Baru” dalam rangka peringatanHari Ulang Tahun PSKP UGM ke 8 (1996-2004),pada tanggal 13 Oktober 2004 lalu.

Seminar memiliki tujuan sebagai berikut:

1 . Mendiskusikan secara serius dan sistematissejumlah problema dan agenda reformasi diera kepemipinan politik nasional yang baru(2004-2009).

2. Merumuskan sejumlah langkah antisipatif danpro-aktif untuk menyokong terlaksananyasejumlah agenda sosial politik yangmerupakan amanat reformasi.

Page 9: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

viii

3. Merajut konsensus dan komitmen sejumlahpemangku kepentingan utama (key stakeholders) menyangkut sejumlah agenda pokokreformasi ke depan.

Topik yang dibahas adalah pertama“Reformasi Sektor Keamanan di EraKepemimpinan Nasional Baru (2004-2009)”,dengan pembicara: Mayjen TNI (Purn) MulchisAnwar, Prof. Dr. Mahfud MD (Mantan MenteriPertahanan, Ketua DPP PKB), Dr. KusnantoAnggoro (CSIS), dan Prof. Dr. Jahja Muhaimin.

Dan kedua, “Prospek Konflik dan (Dis)Integrasi Nasional di Era Kepemimpinan NasionalBaru (2004-2009)”, dengan pembicara: MayjenTNI (Purn) Kivlan Zein, Dr. Ivan Hadar, dan Dr.Pratikno.

Buku ini adalah hasil rangkuman seminartersebut dengan penyempurnaan materi.

Pada kesempatan ini kami mengucapkanterimakasih kepada Prof. Dr. T. Jacob, yang sudahmemberikan keynote speech, dan LambangTrijono MA, atas dalam sambutan yang kamijadikan pengantar dalam tulisan ini. Kami jugamengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. YahyaA. Muhaimin, Dr. Kusnanto Anggoro, Prof. Dr.Mahfud MD, Dr. Pratikno, yang menyempatkandiri memperbaiki naskah di sela waktu yang mepet

Page 10: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

i x

menjelang Idul Fitri. Terima kasih kamisampaikan kepada Mayjen (Purn) Mulchis Anwar,Dr. Ivan Hadar dan Mayjen Purn Kivlan Zein, ataskesediaan memenuhi undangan kami sebagaipembicara dan menyiapkan makalah sejak dini.

Kami juga mengucapkan terima kasih padapara peserta seminar yang sumbangan pemi-kirannya kami kutip dalam buku ini. Ucapanterima kasih juga kami sampaikan kepada saudaraZuly Qodir, Liza Laila Mardiana, Arif Surachan,Avid, dan Suparman, yang memfasilitasipenyelenggaraan seminar hingga lancar. Jugakepada saudara Arie Sujito atas kesediaannyasebagai salah satu moderator. Kepada rekanjurnalis yang hadir kami ucapkan terima kasihpula.

Kami berharap, buku ini bermanfaat, tidakhanya sekedar untuk kepentingan pendoku-mentasian yang sederhana sifatnya, tapi lebihdari itu untuk sumbangan pemikiran yang berarti.Pada gilirannya kita berharap upaya reformasi disektor keamanan akan berhasil, dan hubungansipil militer menemukan format yang terbaik,untuk kemajuan bangsa Indonesia yangdemokratis, dimana nilai-nilai kemanusiaanmenjadi acuan pokok dalam setiap pengambilankebijakan.

M. Najib Azca dan Moch. Faried Cahyono

Page 11: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

x

Page 12: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

x i

Daftar Isi

Pengantar Editor iii

Tentang Penulis xiii

Keamanan, Penderitaan, dan PemerintahKeynotes: Teuku Jacob 1

Transisi Demokrasi di Era Kepemimpinan BaruPengantar: Lambang Trijono 7

Sesi Pertama 1 7

Masalah Ancaman Keamanan NasionalYahya A. Muhaimin 1 9

Menakar Reformasi Sektor KeamananMasa Pemerintahan YudhoyonoKusnanto Anggoro 2 7

Reformasi Bidang PertahananMoh. Mahfiud MD 45

Reformasi Keamanandi Era Kepemimpinan Nasional BaruMulchis Anwar 6 1

Rangkuman Diskusi Sesi Pertama 7 1

Page 13: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

x i i

Sesi Kedua 93

Isu Desentralisasi danIntegrasi Nasional Pasca 2004Pratikno 95

Pemerintahan Baru: Prospek KonflikDan (Dis)Integrasi NasionalIvan A. Hadar 1 1 7

Potensi Konflik Dan Disintegrasi NasionalDi Era Kepemimpinan BaruKivlan Zen 125

Rangkuman Diskusi Sesi Kedua 133

Page 14: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

xiii

Tentang Penulis

T JacobProf. Dr., Pendiri Pusat Studi Keamanan danPerdamaian (PSKP) Universitas Gadjah Mada,Mantan Rektor UGM, Dosen FakultasKedokteran Umum UGM.

Lambang TrijonoKepala Pusat Studi Keamanan danPerdamaian (PSKP) Universitas Gadjah Mada,Dosen Jurusan Sosiologi Fisipol UGM.

Yahya A. MuhaiminProf. Dr., Mantan Kepala Pusat StudiKeamanan dan Perdamaian (PSKP)Universitas Gadjah Mada, Dosen JurusanHubungan Internasional Fisipol UGM,Mantan Menteri Pendidikan Nasional RI.

Kusnanto AnggoroDr., Peneliti pada Centre for Strategic andInternational Studies (CSIS) Jakarta, DosenPasca Sarjana UI.

Moh. Mahfiud MDProf. Dr., Pakar hukum Tata Negara, mantanMenteri Pertahanan RI

Mulchis AnwarMayjen purnawirawan, mantan AspersKasad, pengamat politik dan militer

Page 15: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

x i v

PratiknoDr., Pengelola Program Politik Lokal danOtonomi Daerah Pasca Sarjana UniversitasGadjah Mada, Dosen Jurusan IlmuPemerintahan Fisipol UGM

Ivan A. HadarDr., Direktur Indonesian IDE (Institute forDemocracy Education), Jakarta.

Kivlan ZenMayjen purnawirawan, mantan Pangkostrad.

This ebook downloadedfrom www.csps.ugm.ac.id

Page 16: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Keynotes 1

Keamanan, Penderitaan,dan Pemerintah

Keynotes: Teuku Jacob

Dalam 25 abad belakangan manusia makinbanyak menimbulkan penderitaan terhadapsesamanya, apalagi terhadap hewan yang lain.Penimpaan derita ini dilakukan tanpa pikir pan-jang, secara awidya (karena tidak tahu akibatnya)tidak adil, tidak perlu, dengan rahasia, tanpa perikemanusiaan dan besar-besaran di seluruh dunia.Kemampuan manusia dalam memenderitakansesamanya luar biasa besar, karena otaknya yangberkembang dengan pesat, kebebasan dankemahiran tangan, lalu meningkatnya kebuda-yaan material, sehingga senjata dan muslihatuntuk menimbulkan derita makin berkembang.

Akibat penimpaan duka ini ialah timbulnyanyeri sebagai sistem peringatan dini, sengsaradan akhirnya hilangnya nyawa. Fenomena nyerimakin komplek pada mahluk yang punya sistemsyaraf pusat. Nyeri oleh derita berlangsungdengan sela-sela selama hidupnya, dan kekerasanyang melahirkan derita dapat terjadi sejaksebelum lahir sampai sesudah mati. Kekerasandan derita dapat mengakibatkan ketidakamanandalam arti luas. Manusia dapat kehilangan

Page 17: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

2 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

keamanan politis, keamanan ekonomis, keaman-an pangan, milik, hukum, pendidikan, kulturaldan hubungan religius serta jiwa. Jadi sebetulnyakeamanan eksistensinya.

Keamanan manusia (human security) sudahdisadari oleh PBB jauh lebih penting daripadapertumbuhan ekonomi dan penghasilan perkepala. Orang dapat berbahagia meskipun tidakkaya, tetapi orang akan sengsara kalau hidupnyatidak aman. Tidak amannya hidup itu karenaketidakpastian masa depannya, labilnya eksis-tensinya, serta tidak terjaminnya haknya untukmenjadi diri sendiri. Seperti keamanan, pende-ritaan dapat timbul oleh kekerasan politis danmiliter, ekonomis dan sosial, kultural dan legal,pendidikan dan kepercayaan. Di zaman serbamassa sekarang, kekerasan dan penderitaan dapatterjadi secara massal pula, sehingga merupakanancaman bagi keamanan dan perdamaian.

Tugas urgen pemerintahan baru kita banyaksekali yang berhubungan dengan keamanan danpenderitaan. Beberapa hal dapat saya sebut dibawah ini:

1 . Biaya hidup yang makin tinggi, setaraf dengansituasi global, sehingga banyak yang harushidup dari tangan ke mulut, sesuap pagi sesuappetang. Harga-harga global tidak terjangkauoleh upah lokal.

Page 18: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Keynotes 3

2. Hilangnya lowongan kerja dengan dipere-butkan terus menerus oleh tenaga kerja lelaki,perempuan dan anak-anak. Banyak perem-puan yang terpaksa menjadi buruh migran kenegeri-negeri yang kurang menghargai tenagakasar dan perempuan.

3. Rakyat jelata harus hidup dan mangais sampahmasyarakat makmur, sambil melihat dagingdibuang, pakaian dibakar, petroleum dan kayudiselundupkan, bawang dan buah-buahandigiling, pameran tarcis tertinggi danpersediaan jamuan mewah ditempat-tempatyang khusus pula.

4. Bersekolah dari TK sampai ke PT makin mahal.Calon disaring menurut kemampuan keuang-an bukan kemampuan kecerdasan dasar. Uangsekolah berbanding terbalik dengan mutusekolah, sehingga daya tarik iklan sekolahluar negeri makin kuat. Kata orang pendidikanitu mahal, tapi juga kesehatan itu mahal,keamanan itu mahal, jadi hidup seluruhnyaitu mahal. Tidak ada yang murah lagi.

5. Pelayanan kesehatan (obat-obatan, fee dokterdari rumah sakit) makin membumbung.Sehingga banyak pasien lari ke pengobatanalternatif. Karena ini pun bertambah mahal,maka banyak yang mengobat diri sendiri ataumenyerahkan nasibnya kepada takdir.

Page 19: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

4 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

6. Permukiman makin sulit, tanah banyakdipakai untuk jalan, gedung, parkir mobil,terminal (darat, laut, udara), pabrik, wisata,supermarket dan taman belanja, sehinggarakyat yang terusir dari desa digusur-gusurlagi secara berkala di pinggiran kota.

7 . Hukum bukan tempat berlindung, pengadilanbukan tempat memperoleh keadilan, tetapitempat membeli keadilan menurut pasarbebas. Kata-kata dalam undang-undang lebihdipentingkan daripada jiwa undang-undangtersebut. Legalisma mengalahkanhumanisma.

Semuanya itu mencetuskan penderitaan danpotensial ketidakamanan. Kita ketahui kemananadalah urusan pemerintah, karena persoalan yangtidak dapat diselesaikan oleh individu danmasyarakat diserahkan kepada pemerintah yangdipilih. Menjadi kewajiban pemerintahlah untukmenjamin keamanan dan mengurangipenderitaan masyarakat dan individu.Pemerintah baru mempunyai beberapakeuntungan untuk melaksanakan tugasnya,misalnya kemenangan landslide dalam memilihpresiden, mempunyai kebebasan dan waktucukup untuk memilih orang-orang kompeten(intelektual, moral dan desisional) untuk menjadimenteri, serta dapat memanfaatkan dukungan

Page 20: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Keynotes 5

rakyat yang mendambakan perubahan.

Pemerintah nanti harus berani menyapubersih parasit-parasit negara yang telah lama danbanyak menimbulkan penderitaan dan gangguankeamanan. Tidak perlu pemerintah melakukankekerasan untuk memperlihatkankewibawaannya dan melenyapkan gejala-gejalaketidakamanan. Jangan harapkan sensur dankontrol dari DPR “yang ada anggota-anggotanyayang terpilih hanya putera-putera terbaik yangdapat dibeli dengan uang”. Nyeri dan deritabanyak dimanfaatkan oleh hewan-hewan untukmencapai maksudnya, bahkan untuk menjadipemimpin kelompok. Pemerintah jangan mencarikecemerlangan tanpa nurani, kekuasaan melaluikekerasan.

Tidak ada keamanan tanpa keadilan. Makapemerintah harus bijak dalam alokasi anggaran,sistem gaji dan upah, pembebanan hutang (jadisiapa yang menikmati hutang harus beranimembayar hutang), lapangan kerja danpendidikan. Autonomi yang telah melahirkanberatus daerah autonom harus bercirisentralisma desentralistis. Meningkatnyakriminalitas menunjukkan adanya ketidakadilan.Suburnya penyalahgunaan obat-obatan, danmerosotnya tatakrama serta pilihan tokoh teladanyang dipuja puja sebagai idola menunjukkan

Page 21: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

6 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

kegelisahan dan ketidak tenteraman batin. Rakyattelah memilih orang yang dipercayainya menjadipemimpin, mudah-mudahan mereka tidakkecewa lagi.

Yogyakarta, 13-10-2004

Page 22: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Pengantar 7

Transisi Demokrasi di EraKepemimpinan Baru

Pengantar: Lambang Trijono

Pemilu 2004 berhasil mengukir sejarahterjadinya “revolusi damai” pergantian presidendi Indonesia. Pergantian presiden kali ini diantaroleh Pemilu yang demokratis, aman dan damai,tidak seperti sebelumnya penuh dengan anomalipolitik, kekerasan dan pergolakan politik.

Sukses ini membawa harapan tersendiri bagikeberlangsungan demokratisasi di Indonesia.Pemilu 2004 telah menjadikan demokrasi,mengikuti istilah Georg Sorensen (1993), sebagai“the only game in the town”. Hal itu, di satu sisi,menunjukkan terjadi konsolidasi demokrasi dikalangan warga negara; kultur demokrasi diprak-tekkan rakyat. Ketika mereka diberi kebebasanmemilih disertai dengan sistem dan kelembagaanpolitik yang memadai (pemilu, partai politik, atur-an main pemilu, dsb) rakyat bisa berdemokrasisecara damai.

Hasilnya cukup spektakuler; selain terjadipergantian presiden secara aman, damai danlegitimate, juga di tingkat masyarakat tidak terjadipergolakan politik yang berarti. Daerah-daerahdi Indonesia relatif terbebas dari hiruk pikuk per-

Page 23: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

8 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

mainan gangster, mafia, dan petualang politik,yang tidak segan-segan menggunakan cara-carakekerasan untuk meraih kekuasaan, sepertidipraktekkan selama ini.

Namun, untuk keberlangsungan demokra-tisasi, konsolidasi demokrasi harus dilanjutkanpada pilar-pilar politik lain. Sesudah Pemilusukses, konsolidasi harus dilanjutkan padalembaga politik pemerintahan, agar mampuefektif melahirkan kebijakan politik sesuaiharapan rakyat.

Masalah Transisi di Indonesia

Kita mencatat di tengah-tengah perhatianpublik dan media massa yang terlalu terfokuspada susunan kabinet pemerintahan SBY dan MJK,dan sekian banyak spekulasi siapa-siapa yangmenduduki posisi kabinet sekarang ini, khalayaklupa akan agenda besar yang masih harus digarapuntuk lima tahun mendatang, bagaimana agendadan prospek transisi demokrasi lima tahunmendatang di bawah pemerintahan baru ini. Halini penting kita pikirkan karena kita masihmenghadapi banyak masalah dalam transisi ini,kalau tidak kita tuntaskan kita khawatirpemerintahan baru akan mengalami nasib serupapemerintahan sebelumnya.

Page 24: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Pengantar 9

Pada tataran makro, konsolidasi demokrasimenghadapi masalah-masalah keberlanjutantransisi, seperti masih bercokolnya pengikut rejimlama dan pelaku pelanggaran HAM berat di masalalu, fragmentasi elit, tersendatnya pemulihanekonomi, dan lemahnya konsolidasi sipil gerakanpro demokrasi. Pemimpin sipil pro demokrasidimotori tiga serangkai tokoh pertemuanCiganjur, Gus Dur, Megawati, Amin Rais, “gagal”mewujudkan pemerintahan demokratis yangefektif, meski dua diantaranya, Gus Dur dan Mega,diberi kesempatan memimpin negeri ini.

Transisi menuju demokrasi kita menghadapibanyak masalah bersifat struktural daripadamasalah-masalah perilaku menyimpang dipermukaan. Kemerosotan ekonomi, korupsi,kerusuhan massal, pertikaian etnis-agama,seperti kita alami selama ini hanyalah masalahpermukaan. Konflik di daerah, misalnya, padadasarnya berakar pada ketimpangan strukturaldan ketidakadilan sosial-ekonomi. Namun, karenadidorong oleh proses kebijakan yang salah, dipicuoleh pertikaian pemuda yang menganggur,akhirnya mencuat menjadi konflik etnis-agama.

Masalah-masalah ini terus bergulir karenapenanganan yang dilakukan tidak memadaimengatasi persoalan struktural ini. Pemerintahtransisi, sejak jaman B.J. Habibie sampai

Page 25: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

10 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Megawati, belum serius mengatasi masalah inisampai akarnya, karena minimnya kekuatankelembagaan politik yang ada. Pemerintahantidak efektif, gagal membangun institusi politikyang kuat, sehingga tidak mampu menyentuhpersoalan struktural yang mendasar.

Ini semua terjadi karena transisi demokrasidi Indonesia terjadi setengah-setengah.Mengikuti Huntington, transisi di Indonesiamengambil bentuk apa yang disebut “replace-ment” dalam transisi (lihat, Huntington, the ThirdWave: Democratization in the Late TwentienthCentury, 1991). Transisi ditandai oleh “lengserkeprabon” presiden Suharto akibat tekanan krisisekonomi, krisis legitimasi, dan gempuran massasipil. Kalau tidak ada tekanan massa, presidenSuharto tidak akan “lengser keprabon”.

Transisi kita tidak terjadi, seperti di negaratetangga Filipina misalnya, yang lebih mendekatitransformation, ketika pengikut rejim lama,Jenderal Fidel Ramos dan Jenderal Enrile, ber-balik ikut menyeponsori pembaharuan politikmendukung “people power” menentang Marcos.Juga, tidak terjadi melalui transplacement,seperti di Potugal atau Uruguay, di mana elit mili-ter dan sipil membuat kompromi bersama (grandcompromise) menentang rejim lama dan mem-buat pakta baru membangun demokrasi di bawah

Page 26: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Pengantar 11

pemerintahan sipil.

Transisi di Indonesia, di mana elit pengikutrejim lama sangat alot alias “tidak legowo”menseponsori demokrasi itu, menyisakan banyakmasalah. Transisi terseok-seok, perseteruan elitterus berlangsung, terjadi friksi di tubuh militerdan sipil secara devolutif, berimbas ke bawahterjadi kekacauan konflik separasi, komunal, dankerusuhan rasial, seperti dalam kasus Aceh,Papua, Maluku, Poso, kerusuhan Mei, dansebagainya.

Konflik elit dan kekacauan sosial ini,ditambah dengan masalah struktural di masya-rakat, seperti meningkatnya kemiskinan danpengangguran, kesenjangan dan ketidakadilansosial-ekonomi, dan segregasi sosial akibatkonflik, mempersulit terjadinya konsolidasidemokrasi.

Pada tataran makro-nasional hal itu mem-buat pemulihan ekonomi dan pelembagaan politikbelum tertangani secara baik. Sementara padatataran mikro-daerah, hal itu belum membuah-kan hasil efektif mengatasi berbagai gejolak politikdi daerah. Daerah-daerah konflik di Indonesiamasih mengalami krisis kelembagaan politik yangakut.

Page 27: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

12 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Pelembagaan Politik

Memasuki pemerintahan baru ini, pemben-tukan pemerintahan demokratis, bersih dan efektifmerupakan kebutuhan sangat mendesak. Pe-nanganan Indonesia pasca-krisis membutuhkankekuatan kelembagaan politik demokratis yangbersih dan efektif, bukan kebijakan tambal sulamyang berjangka pendek dan hanya menyentuhpermukaan, bukan akar masalah.

Masalah transisi demokrasi di Indonesia,seperti disinggung di muka, lebih sebagai masalahstruktural, karena itu penanganannyapun harusbersifat struktural dengan penguatan kapasitaskelembagaan politik memadai untuk menanganiberbagai krisis nasional. Tiga langkah strategisberikut sangat diharapkan dari pemerintahanbaru untuk mengatasi masalah ini.

Pertama, mendorong demokrasi ekonomidengan melakukan pelembagaan ekonomi yangsehat dan terbuka untuk pemulihan krisisekonomi dan mengikis kesenjangan ekonomi.Keberhasilan demokrasi politik harus diikuti olehdemokrasi ekonomi; mengikis praktek monopoli,korupsi, dan membuka kesempatan seluas-luasnya bagi kelompok masyarakat (terutamakelompok marginal; komunitas adat, ekonomitradisional, petani, buruh, kelas ekonomi kecil

Page 28: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Pengantar 13

dan menengah, kelompok korban konflik, kaummigran, pengungsi, dsb) untuk akses terhadapsumber-sumber ekonomi penting.

Kedua, pelembagaan politik pemerintahanyang bersih dan efektif untuk mengatasi berbagaifriksi di kalangan elit, mengatasi resistensikelompok rejim lama, monopoli ekonomi dikalangan elit, dan mencegah terjadinya distorsikebijakan publik. Hal ini penting, karena praktekdemokrasi nyata salah satunya dinilai dari apakahkebijakan publik cukup efektif melayanikebutuhan rakyat. Kalau pemerintahan baru tidakmengisi momentum ini dengan baik, kita khawatirpemerintahan akan cepat kehilangan dayalegitimasinya di mata masyarakat.

Ketiga, membangun kapasitas lembaga-lembaga masyarakat sipil untuk mendorongtumbuhnya masyarakat sipil yang kuat untukmengontrol jalannya pemerintahan sehinggaterbebas dari praktek-praktek politik yangmelenceng hanya memenuhi logikanya sendiriatau bias ke kelompok kuat. Pemerintahan baruharus menjadikan kelompok masyarakat sipilsebagai mitra, bukan musuh seperti terjadi selamaini, sehingga memperkuat basis legitimasipemerintahan.

Pemerintah terpilih nanti harus mewujudkanprasyarat konsolidasi demokrasi ini, kalau kita

Page 29: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

14 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

tidak ingin terjerembab kembali ke alam otori-tarian. Terpilihnya SBY dan MJK memangmendapat legitimasi kuat dari rakyat pemilihdalam Pemilu. Tapi, kita akui SBY dan MJK masihmenghadapi realitas politik belum adanya instru-men politik yang kuat di belakangnya untuk mem-bentuk pemerintahan yang stabil dan efektif. Selainminimnya jumlah dukungan mesin politik darisayap Partai Demokrat (7 persen), juga akanmenghadapi gempuran lawan politiknya di DPR,kelompok pendukung Mega, koalisi kebangsaan,dan oposisi elit lainnya.

Kebijakan apapun yang akan dilakukan SBYdan MJK akan terganjal realitas politik ini, kalaumulai sekarang tidak segera dirintis untuk mem-bentuk koalisi menyamping dengan elit dan koalisike bawah dengan sipil yang strategis untuk mem-bangun pemerintahan yang stabil dan efektif.Memang tindakan ini perlu dilakukan pada saatdan momentum yang tepat, sejalan denganterjadinya perubahan politik elit pasca-pemiluseperti ditunjukkan oleh kecenderungan friksi dikalangan elit partai akhir-akhir ini. Tetapi, kalautidak dilakukan mulai sekarang, masalahnya akansemakin menumpuk.

Kesulitan menghadapi realitas politik ini bisasaja akan mengoda pemerintahan baru untukmenggunakan “personal rule” dan otoritari-

Page 30: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Pengantar 15

anisme; memperbesar partainya dengan mem-berangus partai lain, memasukkan kembali militerke dalam mesin politik, melakukan korupsi ataumembangun kroni untuk menyuap anggota DPR.Kalau itu yang terjadi, rakyat akan kembalidisuguhi permainan politik kotor dan KKN yangtetap merajalela di negeri ini. Semoga tidak.

Yogyakarta, 13 Oktober 2004

Page 31: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

16 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Page 32: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Masalah Ancaman Keamanan Nasional 17

Sesi Pertama

ReformasiSektor Keamanan

di Era KepemimpinanNasional Baru

This ebook downloadedfrom www.csps.ugm.ac.id

Page 33: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

18 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Page 34: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Masalah Ancaman Keamanan Nasional 19

Masalah AncamanKeamanan Nasional

Yahya A. Muhaimin

Dalam menentukan struktur pertahanansuatu bangsa, hal terpenting yang harus dilakukanadalah menentukan lebih dahulu bentuk ancamanyang dihadapi oleh bangsa tersebut. Untuk itumaka perlu memahami persepsi ancaman yangdipahami oleh bangsa yang bersangkutan. Bila-mana kita tidak bisa memahami atau tidak tahumengetahui persepsi ancaman pada bangsa, ataubangsa itu sendiri tidak dapat menentukan an-caman yang dihadapinya, maka akan mustahildapat menentukan bentuk dan struktur pertahan-an bagi bangsa tersebut, atau menentukan priori-tas serta strategi yang paling tepat, paling efektifdan efisien dalam mempertahankan bangsa dannegara.

Dalam membahas tentang ancaman terhadapbangsa dan negara Indonesia, kita akan menggu-nakan suatu konsep pertahanan yang dikemuka-kan oleh Prof. William J. Perry dan Prof. AshtonB. Carter, yang disebutnya dengan “preventivedefense”.1 Yang dimaksud “preventive defense”adalah strategi pertahanan yang memfokuskan

Page 35: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

20 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

keamanan nasional terhadap berbagai macampotensi ancaman yang bila mana tidak dikelolasecara tepat maka ancaman tersebut akan menjadibahaya yang benar-benar kongkrit yang akanmengancam secara langsung terhadap eksistensidan kelangsungan hidup bangsa dan negaraIndonesia.

Untuk memudahkan pembahasan selan-jutnya tentang dinamika pembinaan pertahananIndonesia, pada bagian berikut akan dilakukankategorisasi ancaman terhadap Indonesia.2

Pertama, ancaman yang kita sebut sebagai an-caman “Kategori A” adalah ancaman yang palingmembahayakan bangsa dan negara Indonesia.Ancaman kategori ini adalah ancaman yangbenar-benar membahayakan kelangsungan hidupdan eksistensi serta keutuhan bangsa dan negaraIndonesia. Secara potensial ancaman ini bukanhanya datang dari luar negeri tetapi juga bisadatang dari dalam negeri Indonesia. Dia dapatberupa invasi militer negara lain, dan juga dapatberupa penguasaan ekonomi-politik Indonesiaoleh negara lain. Termasuk kategori A ini adalahpemberontakan dan kudeta di dalam negeriIndonesia.

Kedua, ancaman “Kategori B”, yaitu tindakanyang mengancam kepentingan nasionalIndonesia, namun tidak langsung mengancam

Page 36: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Masalah Ancaman Keamanan Nasional 21

keutuhan bangsa dan negara Indonesia.3

Termasuk di dalam kategori ini adalah inflitrasiatau provoklasi dari luar negeri militer asingmaupun non militer.

Ketiga, ancaman “Kategori C”, adalahtindakan yang mengganggu ketertiban umum,namun tidak secara langsung mengancam ke-pentingan nasional maupun keutuhan bangsa dannegara. Kerusuhan sosial maupun politik, konflikharizontal (primordial), dan teror yang mungkinberupa peledakan atau pemboman tempat-tempat strategis, adalah beberapa diantara bentukancaman “kategori C”

Keempat, ancaman “Kategori D”, adalahancaman terhadap keamanan nasional berupasuatu situasi atau tindakan-sistemik yang secarakonseptual maupun teoritis bukanlah ancamanlangsung terhadap keamanan nasional maupunterhadap keutuhan bangsa dan negara Indonesia,akan tetapi dalam jangka panjang melalui suatuproses atau melalui suatu mekanisme sosial-politik tertentu situasi atau tindakan tersebutakan menjadi ancaman konkrit terhadap keutuhanbangsa dan negara. Termasuk dalam kategori iniadalah sistem politik yang tidak stabil atau sistempolitik yang tidak berhasil melembagakan diri,misalnya sistem politik yang secara kongkrit tidakbisa merespon aspirasi sosial dan politik, atau

Page 37: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

22 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

tindakan elite politik nasional maupun lokal,khususnya para pejabat pemerintahan (termasukpara pejabat aparat keamanan dari TNI dan Polri)yang tidak mampu menyerap/memenuhi kepen-tingan sosial, ekonomi, dan politik anggotamasyarakat. Sistem politik yang ada juga kerapkali menimbulkan kekecewaan publik sehinggamenimbulkan frustasi pada masyarakat.

Tiga macam bahaya/ancaman, yaitu “Ka-tegori B, C, dan D”, bilamana tidak dikelola dengantetpat secara profesional maka cepat atau lambatakan berubah menjadi ancaman “Kategori A”.Untuk mengatasi ancamana kategori-A bukanhanya akan memerlukan biaya ekonomi yangmahal bahkan biaya politik yangm tinggi tetapiancaman itu juga bersifat destruktif sertaretarding, mengancam hasil-hasil pembangunanyang telah dicapai. Kita mengetahui betapahasilnya dan bagaimana letihnya untuk menang-gulangi masalah Aceh atau persoalan Papuabahkan Timor Timur tempo hari. Dalam konteksini maka mengatasi segala bentuk anacamantersebut bukan hanya membutuhkan aparat ke-amanan nasional (ketertiban umum dan per-tahanan) yang tangguh dan memadai, namun jugamemerlukan sistem politik yang demokratis, yangresponsif terhadap kepentingan rakyat, “the grassroots”. Pemerintah, dalam hal ini terutama Depar-

Page 38: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Masalah Ancaman Keamanan Nasional 23

temen Pertahanan dan Polri, bersama DPR danDPD bukan sekadar mampu menanggulangi an-caman kategori-A tetapi juga mampu mencegahancaman kategori B, C, D tidak menjadai ancam-an kategori-A, dan juga mampu memeliharareformasi di bidang politik dan bidang lain tetapberproses sebagaimana mestinya secarademokratis.

Dari beberapa hal yang telah disampaikan diatas, barangkali dapat disimpulkan disini be-berapa hal, yang dapat dijadikan agenda kita da-lam memperkuat bidang keamanan nasional In-donesia. Pertama, mengintensifkan reformasi dibidang keamanan nasional dengan melengkapiperangkat perundang-undangan, yaitu antaralain pertahanan, lembaga kemiliteran Indonesia,lembaga kepolisian, aparat intelejen, dan inklusifmengenai alokasi dana keamanan nasional sertapengawasan penggunaannya, dan hal-hal yangberkaitan dengan bidang keamanan nasional.

Agenda yang kedua, ialah mematangkanpembinaan bidang pertahanan serta mengambillangkah-langkah strategis dengan segera agarpotensi ancaman kategori B, C, dan D tidakberkembang menjadi ancaman kategori A. Dalamkerangka ini maka harus segera dibenahi secarafungsional dan secara sinergis agar kekuatan TNIsaling mendukung dengan kekuatan Polri dalam

Page 39: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

24 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

arti yang positif, inklusif dalam kaitannya men-ciptakan “clean government” dan “goodgovernment”.

Agenda ketiga adalah memantapkan peranTNI sebagai alat pertahanan negara, yang berartijuga memantapkan peran TNI dalam demokra-tisasi sebab proses ini tidak mungkin berjalanlancar tanpa penegakan perundang-undanganyang didukung oleh aparatur keamanan. Jadiperan TNI dalam hal ini adalah dalam konteksproses demokratisasi. Implikasi dari kerangkapandang ini adalah pengaturan hubunganfungsional antara Presiden, Menteri Pertahanan,dan Panglima TNI serta Kepala Polri sertalembaga-lembaga sipil yang berkaitan denganbidang keamanan nasional, yang kesemuanyaharus mendukung proses demokrasi tersebut.

Agenda keempat adalah mengembangkanpotensi kalangan sipil dalam bidang pengem-bangan keamanan nasional, terutama bidangpertahanan negara. Banyak kelompok sipil yangtergabung dalam berbagai lembaga pengkajian(di Jakarta: CSIS, RIDeP, Lembaga StudiKeamanan, dan Masyarakat Indonesia untuk StudiHubungan Internasional. Di Yogyakarta: PSKP.Dan lain-lain) yang sebenarnya memilikikomitmen atau perhatian dalam bidang perta-hanan namun tidak dikembangkan secara mema-

Page 40: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Masalah Ancaman Keamanan Nasional 25

dai oleh pemerintah dan sistem pertahanan yangada. Demikian juga banyak lembaga penelitianyang dikelola oleh kalangan sipil, dibeberapaperguruan tinggi (ITB, ITS, UGM, PT DirgantaraIndonesia, dan lain-lain) yang sebenarnya dapatmendukung penemuan-penemuan dan pengem-bangan bidang pertahanan negara. Lembaga-lembaga seperti RAND Corporation tempo hari,Herigate Institute, Brookings Institute, dan jugathe Massachusets Institute of Technology (MIT),California Institute of Tecnology (Caltech) dansebagainya. Sebagai perbandingan, kita bisa me-lihat peranan yang begitu bermakna di bidangkeamanan nasional, khususnya di bidang perta-hanan di Amerika Serikat.

Agenda kelima adalah mengalokasikan danayang mencukupi untuk bidang keamanannasional, khususnya sektor pertahanan disam-ping ketertiban umum, dengan meningkatkanmonitoring implementasi yang efektif dan efesien.Dalam hal ini maka modernisasi peralatanorganisasi, disamping peningkatan kesejahteraanpersonel TNI dan Polri menjadi prioritas utama.Masalah ini cukup crucial oleh karena disampingmenetukan kemantapan dalam perencanaanpengembangan bidang pertahanan dan ketertibanumum juga akan menghilangkan “kesemera-wutan” penggalian dan penggunaan dana di luar

Page 41: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

26 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

anggaran yang telah ditentukan pemerintahbersama dengan DPR, sebagaimana tercermindengan adanya berbagai badan usaha dan yayasanyang dikelola oleh TNI maupun Polri, dan jugayang berkaitan secara fungsional dengan TNI danPolri. Kenyataan seperti itu selama ini yang telahberlangsung sejak sekitar tahun 1957, disampingmemperlambat proses pembangunan keamanannasional Indonesia, juga mengakibatkankesemerawutan pembangunan ekonomi yangmaju dan modern.

Catatan Akhir1 Lihat, Ashton B. Carter & William J. Pery,

Priventive Defense: A New Security Strategy forAmerica (Washington, D.C.:Brooking InstitutionPress, 1999), terutama hal. 14.

2 Lihat juga, Yahya A. Muhaimin, “PreventiveDefense dan Kita,” Republika, edisi 10 Oktober2001.

3 Kepentingan nasional, disamping ada yangpermanen, dalam beberapa aspek ada yang bersifattidak permanen misalnya memelihara danmeningkatkan prestige bangsa dan negara. Padaprinsipnya kepentingan nasional ditentukan olehpemenrintah sehingga bentuk dan substansinyadapat berubah-ubah.

Page 42: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Menakar Reformasi Sektor Keamanan 27

Menakar ReformasiSektor Keamanan Masa

Pemerintahan Yudhoyono

Kusnanto Anggoro

Membangun supremasi sipil atas militermerupakan suatu proses tawar menawar yangketat dan acapkali melewati pasang surut selamabeberapa tahun. Tidak mungkin tercipta beberapaaspek, seperti penghapusan peran tentara di bi-dang non-pertahanan, memperkuat jajaran unsursipil dalam perumusan kebijakan keamanan nasio-nal, dan pemantapan kontrol anggaran terhadapsuatu organisasi militer yang mengandalkan kera-hasiaan. Dalam kondisi seperti itu, terpilihnyaseorang Presiden dengan latar belakang militerdan tampilnya seorang yang dikenal orthodokssebagai Panglima TNI memang mengundangberbagai pertanyaan tentang masa depan supre-masi otoritas politik atas militer.

Politik Tentara: Repolitisasi,Arogansi, dan Involusi Paradigma

Enam tahun setelah tumbangnya peme-rintahan Orde Baru mencatat beberapa hal yangmenarik dalam konteks politik tentara. Pertama

Page 43: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

28 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

adalah (re)politisasi para perwira. Banyak gagas-an tentang reformasi malahan menjadi instrumenuntuk memproyeksikan citra TNI sebagai kekuat-an politik yang paling handal dan reformis. Peno-lakan KSAD Endriartono Sutarto, saat ini menja-bat sebagai Panglima TNI, bersama dengan sege-nap kepala angkatan yang lain terhadap MaklumatPresiden Abdurrahman Wahid adalah suatu kasusyang cukup membingungkan mengenai apa yangsebenarnya dilakukan oleh para jenderal itu. La-wan-lawan politik Gus Dur menafsirkan parajenderal sebagai sebagai upaya membendung tin-dakan anti-demokratik yang dilakukan oleh pre-siden. Sebaliknya, para pendukung Gus Dur meng-anggapnya sebagai pembangkangan (insubordi-nasi) para jenderal terhadap perintah presidenyang “memegang kekuasaan tertinggi atas ang-katan darat, angkatan udara, dan angkatan laut”.

Hal serupa masih mungkin terjadi di kelakkemudian hari karena hingga kini tidak ada kon-sensus, yang kemudian tertuang dalam aturanperundangan, mengenai wewenang presiden.Masih menjadi perdebatan apakah kedudukanpresiden sebagai pemegang kekuasaan atasangkatan perang terjadi secara otomatis ataukahmemerlukan keadaan darurat dan perlumemperoleh persetujuan DPR. Di lain pihak,pertarungan waktu itu mungkin lebih bersifatpersonal antara Abdurrahman Wahid dengan

Page 44: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Menakar Reformasi Sektor Keamanan 29

beberapa tokoh politik lain, misalnya ketua DPRpada waktu itu, Akbar Tanjung. Sengketa yangmelibatkan pembentukan Pansus Buloggate yangmelibatkan ketua DPR dan ketua umum GolonganKarya itu membidani tarik-ulur sesama politisisipil yang kemudian membuka peluang bagi TNIuntuk tampil sebagai “penyelamat demokrasi”.

Kedua, inkonsistensi kebijakan dan wacanareformasi. Banyak kasus yang dapat disebut, yangmungkin paling populer adalah rencana untuklikuidasi komando-komando teritorial, denganLetnan Jendral Agus Widjojo menjadi ujung-tombak gagasan itu sampai tahun 2001, sebelumpada akhirnya dialihtugaskan menjadi KetuaFraksi TNI/Polri di MPR. Tak lebih dari setahun,gagasan itu padam; dan yang kemudian terjadijustru sebaliknya, yaitu pemekaran komandomiliter seperti yang terjadi di Maluku (KodamPattimura) dan Aceh (Kodam Iskandar Muda).Belakangan sempat muncul gagasan untukmenghidupkan kembali komando militer diKalimantan Timur.

Dua faktor itu saja akan menyebabkan jalanpanjang menuju reformasi TNI.1 Tampaknyamiliter berhasil melakukan konsolidasi, hanyasetelah dua tahun sejak tumbangnya Orde Baru.Agustus 2000 merupakan titik balik, ketika MPRmengukuhkan berbagai ketentuan yang

Page 45: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

30 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

cenderung retrogresif, termasuk amandemenUUD 1945 yang memuat rumusan doktrinal ten-tang pertahanan Indonesia dan beberapa kete-tapan yang lebih didorong oleh kalkulasi politikdaripada kebutuhan pembaruan sektor keaman-an, khususnya TAP VI tentang Pemisahan TNI-Polri dan TAP VII tentang Peran TNI dan Polri.

Sejak saat itu, semakin sulit meyakinkan ten-tara tentang perlunya reformasi. Seperti di-bayangkan sejarawan Brian Loveman, dalam theConstitution of Tyranny,2 tentara Indonesia eng-gan menerima rumusan-rumusan yang lazim di-kenal dalam ilmu politik. Dalam berbagai per-bincangan mereka banyak memberi kritik kepadapara politisi sipil. Terdapat kesan yang cukupkuat bahwa tentara Indonesia sedang membangunkembali tradisi ideologi anti-politik seperti padamasa demokrasi parlementer di awal 1950an:menganggap politik sebagai sesuatu yang negatif,hingar-bingar, dan bunuh-diri.

Khususnya mengenai sistem pertahananIndonesia, para jenderal kembali memper-tahankan keyakinannya tentang efektivitas ko-mando militer dengan berbagai argumen, khu-susnya kemungkinan ancaman konflik internal,karena Indonesia tidak mempunyai kemampuanteknologi pertahanan yang handal. Sebagian yanglain menganggap perlunya “pembinaan” terhadap

Page 46: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Menakar Reformasi Sektor Keamanan 31

satuan-satuan kuasi-militer seperti Laskar Jihad.Mereka melupakan banyak hal, terutama yangberkaitan dengan relevansi postur pertahanandengan ancaman yang dihadapi Indonesia.3

Semangat seperti itu pula yang pada mulanyadapat dilihat dengan jelas dari rumusan awal RUUTNI (Februari 2003) dan berbagai diskursusmengenai rancangan Undang-undang selamasekitar setahun berikutnya.

Politisi Sipil: Ketidakpahaman,ketidakpedulian, danketidakmampuan

Soal paling besar dalam trayektori peng-hapusan peran politik TNI, adalah ketidakpe-dulian, keraguan, dan ketidakmampuan politisisipil. Ketidakpedulian anggota DPR dalam masa-lah pertahanan keamanan terlihat dari berbagaigejala, termasuk keengganan mereka untukmengikuti diskusi-diskusi publik tentang soal-soal pertahanan dan keamanan negara. Kalaupunbeberapa partai politik tertarik untuk mengikutidiskusi itu, pada umumnya mereka mengirimkanmantan jenderal yang menjadi anggota partaipolitik. Tampaknya masih kuat anggapan dikalangan partai politik bahwa latarbelakangkemiliteran merupakan prasayarat bagi seseoranguntuk terlibat dalam pembuatan kebijakan

Page 47: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

32 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

pertahanan dan keamanan.

Komisi I DPR (rekanan pemerintah dalambidang politik luarnegeri, pertahanan, penerang-an dan informasi, serta hak-hak asasi manusia)terlampau sering canggung dalam membahasberbagai masalah pertahanan dan/atau peranmiliter. Sub-Komisi Pertahanan yang seharusnyamempersoalkan berbagai masalah seperti akuisisipersenjataan dan reformasi strategi pertahananIndonesia, lebih tertarik pada soal-soal lain,termasuk peristilahan yang seharusnya dapatdiserahkan kepada seorang ahli bahasa. Debattentang apakah UU Pertahanan Negara akanmenggunakan istilah “mempertahankan” atau“menegakkan”, “upaya” atau “usaha” menyitasebagian besar waktu pembicaraan dalam PansusRUU Pertahanan Negara itu.

Kasus uji kelayakan (fit and proper test)calon Panglima TNI Endriartono Sutarto menun-jukkan gejala lain. Anggota DPR tidak mempu-nyai kompetensi dalam bidang pertahanan dankeamanan. Pertanyaan-pertanyaan yang diaju-kan dalam uji kelayakan itu lebih banyak me-nyangkut pribadi Sutarto dan/atau masalah-masalah visioner sebagai seorang Panglimadaripada mengenai kewenangan seorang peme-gang komando operasi militer di negara demo-krasi. Seusai dengan kapasitas Sutarto, mungkin

Page 48: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Menakar Reformasi Sektor Keamanan 33

akan lebih bermanfaat jika yang dipersoalkananggota DPR adalah, misalnya, bagaimana ten-tara akan menggunakan strategi operasi meng-hadapi gerilyawan Aceh Merdeka.

Lembaga-lembaga swadaya masyarakatnyaris setali tiga uang. Mereka tidak menunjuk-kan kemampuan antisipasi dan adaptasi untukmenghadapi perubahan. Sebagian dari merekatetap berkutat pada isu-isu “besar”, namun ter-lampau politikal sehingga mengundang resistensisangat besar dari kalangan tentara. Dalam tahun-tahun pertama reformasi, misalnya, sebagian per-temuan dan bahasan yang diselenggarakan olehLSM memusatkan perhatian pada jargon-jargonbesar, seperti “negara tanpa tentara”, “demili-terisasi”, dan “tentara kembali ke tangsi” (back tobarracks). Dalam pemerintahan Megawati sekali-pun, masih terdengar slogan-slogan anti-dwifungsi sekalipun doktrin itu sendiri sebenarnyasudah ditinggalkan TNI sejak pertengahan tahun2000.

Tentu, gagasan-gagasan besar itu tetapdiperlukan, terutama berkaitan dengan desakanpublik pada keniscayaan perubahan politik.Namun perlu disadari bahwa gugatan terhadaphal-hal tersebut akan sulit dinegosiasikan.Terlebih lagi, ketika banyak politisi sipil justrumemberi dukungan pada gagasan-gagasan dan

Page 49: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

34 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

konsepsi dari kalangan tentara, tantangan inimenjadi lebih serius. Seharusnya, slogan-slogansemacam itu dipandang semata-mata sebagaisimbol keengganan untuk menerima kembaliperan politik tentara. Mungkin akan lebihproduktif jika “negara tanpa tentara” dibingkaidengan konsepsi tentara-rakyat (citizen army);“demiliterisasi” dengan tentara profesional(professional armed forces); dan, “tentarakembali ke tangsi” dengan penyesuaian posturpertahanan.

Pilar demokrasi yang lain, media massa,menghadapi persoalan yang kurang lebih sama.Sebagian besar wartawan lebih tertarik mem-beritakan “politik para jenderal” daripadamasalah-masalah pertahanan. Jarang yangmemahami bahwa bahkan di negara demokrasisekalipun tentara mempunyai peran dalamkebijakan; dan, setiap kebijakan mengandungdalam dirinya sendiri proses politik. Sedikit yangingin melacak apakah peran itu berada dalamtingkatan pelaksanaan kebijakan atau keikut-sertaan dalam pengambilan keputusan.

Semua itu menyebabkan irrelevansi dalammengembangkan wacana publik. Bahkan lebihdari itu, tentara tampaknya pandai menggunakankelemahan itu. Akibatnya, enam tahun setelahtumbangnya kekuasaan Suharto timbul kesan

Page 50: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Menakar Reformasi Sektor Keamanan 35

yang cukup kuat di kalangan masyarakat bahwatentara justru telah melakukan reformasi; semuabencana muncul dari kalangan politisi sipil;tentara masih diperlukan dalam politik; masalahkeamanan dan pertahanan negara berada dalamdalam ruang ketentaraan; dan karena negaramasih menghadapi ancaman dari dalam, tentaramasih memainkan peran tertentu.

Pijakan reformasi tahap kedua

UUD 1945 hanya sedikit mengatur tentanghal-hal yang berkaitan dengan keamanannasional, khususnya tantang bagaimana hukumdan senjata digunakan. Prinsip supremasi sipiltertuang dalam beberapa kewenangan Presiden,misalnya untuk memegang kekuasaan tertinggiatas angkatan darat, udara, dan laut (pasal 10),menyatakan perang (pasal 11), dan menyatakankeadaan darurat (pasal 12). Namun dalamketentuan pelaksanaan, misalnya dalam bentukUU, masih banyak persoalan, khususnya dalamUU No. 3/2002 dan UU No. 23/1959 tentangkeadaan bahaya.

Dalam UUD 1945, bab khusus yang mengaturtentang sistem “keamanan nasional” tertuangdalam bab 12 tentang “pertahanan negara dankeamanan negara”. Pasal 30 memberi landasan

Page 51: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

36 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

tentang “sistem pertahanan dan keamanan rakyatsemesta”, aktor utama didalamnya (berturut-turut TNI dan Kepolisian Negara), tugas TNI untukmempertahankan, melindungi, dan memeliharakeutuhan dan kedaulatan negara serta tugas Polriuntuk menjaga keamanan dan ketertiban masya-rakat. Polri juga bertugas untuk melindungi,mengayomi, melayani masyarakat, serta me-negakkan hukum.

Ketentuan seperti itu dikelak kemudian harimungkin justru mempersulit reformasi perta-hanan dan keamanan. Pertama, pada tataranparadigmatik misalnya, amandemen memper-lihatkan hegemoni perspektif keamanan negara(state security). Perkembangan mengenai apayang dikenal sebagai “keamanan manusia” (hu-man security) tidak terlihat. Kalaupun diasum-sikan bahwa “human security” merupakan aspekkebijakan yang akan dituangkan dalam bentukchecks and balances dan akuntabilitas, tetap harusada ketentuan yang mewajibkan negara untuk“melindungi keselamatan warganegara”. Lan-dasan seperti itu pada tingkat konstitusi diper-lukan agar perspektif “state security” tidak me-nimbulkan securitization yang dalam banyakkasus mempersempit ruang demokrasi.

Kedua, UUD 1945 tetap beranjak padakonsepsionalisi ancaman secara tradisonal

Page 52: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Menakar Reformasi Sektor Keamanan 37

dengan merujuk ancaman kepada yang kedaulat-an politik dan teritorial negara. Dilupakan adanyaancaman keamanan non-konvensional yangmengancam kehidupan warga negara. Sebagaialat negara, TNI tidak memiliki kewenangan un-tuk menyusun dan menetapkan kebijakan per-tahanan negara. TNI hanya sekedar melaksanakankebijakan pertahanan yang disusun olehpemerintah. Fungsi penyelenggaraan peme-rintahan di bidang keamanan nasional oleh ka-renanya harus tertuang dalam Strategi Raya Ke-amanan Nasional yang didalamnya mengaturfungsi dan tugas TNI dalam sistem pertahanannasional dan Polisi Negara Indonesia dalamsistem kepolisian nasional.

Dalam kaitan ini, sistem pertahanan nasionalyang tertera dalam sishankamrata belum secarategas mengatur bahwa segala bentuk imple-mentasi strategi pertahanan negara yang dilaku-kan oleh TNI harus mengacu pada prinsip-prinsiphukum humanitarian tentang penggunaan kekuat-an bersenjata. Usaha untuk menciptakan alat per-tahanan negara yang profesional serta memilikivisi humanitarian dalam suatu kehidupan negarayang demokratis menjadi dasar utama bagireformasi sektor keamanan di Indonesia.

Fungsi Kepolisian dilaksanakan oleh PolisiRepublik Indonesia melalui sistem kepolisian

Page 53: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

38 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

nasional yang dirumuskan oleh Presiden. Sistemkepolisian nasional disusun untuk mengemanfungsi-fungsi yang meliputi perlindungan danpelayanan masyarakat, penegakan hukum danpenjagaan ketertiban umum. Fungsi dan sistemini tidak menjadi bagian dan terpisah dari sistempertahanan nasional dan dilaksanakan oleh Polri.Dalam kondisi-kondisi tertentu, pelaksanaanfungsi-fungsi kepolisian di atas dapat dibantu olehTNI berdasarkan keputusan Presiden (sesuaidengan ketentuan perundang-undangan).

Karena itu, mungkin lebih dari selusin aturanperundangan diperlukan untuk menempatkanperan baru TNI dalam politik Indonesia yangdemokratik. Di bidang pertahanan negara sajadiperlukan amandemen 7 Undang-undang(Pertahanan Negara, TNI, Mobilisasi Demo-bilisasi), pencabutan 1 UU (Rakyat Terlatih), danmenyusun 10 UU baru (Wajib Militer, Belanegara,Pendidikan Kewarganegaraan, Pelatihan DasarKemiliteran, Komponen Cadangan PertahananNegara, Tataruang Wilayah Pertahanan, OperasiMiliter Selain Perang, Perbantuan TNI, IntelijenNegara dan Rahasia Negara).

Tak jelas kapan keharusan itu akan dipenuhi.Hanya UU Pertahanan Negara dan TNI sajamewajibkan dibuatnya 13 PP, 8 Keppress, 13 SKMenhan mengenai Kebijakan Umum Pertahanan

Page 54: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Menakar Reformasi Sektor Keamanan 39

Negara, 19 SK Panglima tentang langkah-langkahpelaksanaan Kebijakan Pertahanan itu. Padahaldalam tiga tahun pertama reformasi, pemerintah-an sipil (pemerintah dan DPR) baru berhasil me-rumuskan dua UU baru, yaitu UU No. 2 tentangKepolisian Negara dan UU No. 3 tentangPertahanan Negara.

Dengan demikian terlihat betapa pemerin-tahan Yudhoyono harus menyelesaikan agendayang berat. Selain kelengkapan ketentuanperundang-undangan seperti disebutkan di atas,pemerintahan Yudhoyono harus menyelesaikandua agenda yang lebih rumit. Pertama adalahagenda yang berkaitan dengan pengelolaankebijakan pertahanan dan peningkatankemampuan pertahanan. Ini akan meliputimisalnya retsrukturisasi organisasi di tingkatDepartemen Pertahanan dan Markas Besar TNI,transformasi postur pertahanan, dan meletakkandasar-dasar mekanisme kontrol politik (DPR)atas kebijakan pemerintah di bidang pertahanan.Kedua adalah landasan pengaturan yangdiperlukan untuk reorientasi budaya tentaraIndonesia yang seharusnya dimulai dariperubahan doktrin pertahanan, norma dan etikakemiliteran, dan kurikulum pendidikan militer.4

Tidak satupun dari tiga komponen itu telahtersentuh oleh reformasi internal militer.

Page 55: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

40 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Penutup

Agenda, dinamika dan kendala reformasikeamanan, khususnya sejauh menyangkutreformasi miiter dan modernisasi pertahanan,mewarisi corak hubungan sipil-militer dalammasa otoriter sebelumnya. Konteks politik yangdilahirkan oleh tumbangnya Suharto (1998)memperketat negosiasi sipil-militer pada masa-masa sesudahnya. Berbeda dari tentara Yunanidan Argentina, TNI bukan pihak yang harusbertanggungjawab atas kekalahan negara dalamsuatu perang. TNI bukan pula kekuatan politikyang harus sepenuhnya bertanggungjawab ataskegagalan kebijakan pemerintahan Orde Baru,berbeda dari kasus Uruguay, Peru, Equador1970an atau Brazil 1980an. Sebaliknya, tentaraIndonesia pada waktu itu merupakan kekuatanpolitik yang mulai kecewa pada penguasa, sepertiyang terjadi di Portugal (1974) atau Filipina(1986).

Sebab itu tidak mengherankan jika pada masapasca-Suharto TNI dapat mempertahankanbeberapa privilege mereka. Tanpa kedudukandalam lembaga perwakilan, tentara tetapmerupakan kekuatan politik yang harusdiperhitungkan. Praktek otonomi daerah, tetapiditengah kecenderungan politik lokal yang kental,barangkali justru membangkitkan kembali

Page 56: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Menakar Reformasi Sektor Keamanan 41

kerjasama antara aparat keamanan dengan elitsipil. Masuknya para mantan jenderal ke dalamjajaran partai politik sangat mungkin akanmemperkuat gelegak konservatisme, jika tidakbahkan pro-militeris, dalam berbagai ranahkebijakan politik yang melibatkan penggunaantentara.

Sebagai seorang yang memiliki latarbelakang militer, Yudhoyono dapat lebihmemahami militer dibanding, misalnyaAbdurrahman Wahid dan oleh karenanya dapatmemilikih agenda yang relatif kurangkontroversial serta mengundang reaksi darikalangan tentara. Namun latar belakang itu pulayang menyebabkan Yudhoyono harus meredamkeinginannya untuk secara radikal menawarkanagenda reformasi militer. Sebagai seorang yangdibesarkan pada masa kejayaan tentara dalampolitik, Yudhoyono kemungkinan besar tidakakan beranjak lebih dari model kesetaraan (equal-partnership) dalam hubungan sipil-militer sepertidibayangkan oleh Peter Feaver atau RebeccaSchiff.5

Pendek kata, reformasi militer dan mo-dernisasi pertahanan masih akan menjadi masa-lah tak berujung-pangkal dalam pemerintahanYudhoyono. Masih menjadi tandatanya apakahDPR yang konon memiliki lebih dari 70 persen

Page 57: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

42 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

anggota baru tetapi selama ini, sebagai institusi,tidak menunjukkan pola koalisi dan konsistensiagenda yang jelas akan lebih tangguh dan tanggapuntuk memperjuangkan reformasi di bidang itu.Betapapun, kalangan pro-demokrasi harus selalusceptical tanpa harus menjadi pesimistis. Dibeberapa negara Amerika Latin, reformasi militertidak sepenuhnya terjadi hanya karena desakanpolitisi sipil. Di Spanyol pada awal 1970an,konsolidasi demokrasi hadir bersama dengantentara yang tak-henti berusaha mengembalikankejayaan masa lalu mereka.

Catatan Akhir1 Lihat Kusnanto Anggoro, “Security of State,

Resurgence of Democracy, and Civil-MilitaryRelations in Indonesia”, Monograph, (Mainz:Institut fur Politikwissenschaft, JohannesGuttenberg Universiteit-Mainz, 2000); Lihat juga,oleh penulis yang sama, Indonesian Military andthe Challenges of Local-Global Nexus (New Delhi:Konrad Adeneuer Stiftung, 2001)

2 Brian Loveman, The Constitution of Tyranny(Pittsburgh and London: The University ofPittsburgh, 1993), hal. 5

3Kodam tampaknya memang dipertahankan bukankarena relevansi militernya melainkan karenafungsi non-pertahanannya. Perlu disimak bahwapola pembentukan kembali Kodam merupakanreaksi terhadap gejolak konflik tak berkesudahan.Namun di balik itu semua sebenarnyatersembunyi strategi lain, misalnya yang

Page 58: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Menakar Reformasi Sektor Keamanan 43

berkaitan dengan upaya untuk mempertahankanakses pada sumberdaya. Maluku dan Aceh, bahkandikelak kemudian hari mungkin KalimantanTimur, adalah daerah-daerah yang kayasumberdaya. Dan ketika pemerintahan sipil belummampu mengakar atau belum sanggupmengambilalih tugas-tugas bina teritorial,mungkin TNI tetap akan mempunyai pengaruh ditempat-tempat seperti itu.

4 Anggoro, “Doktrin, Strategi dan Postur PertahananIndonesia Masa Depan”, dalam kumpulan tulisanmenyambut Hari Ulang Tahun CSIS ke-30(Jakarta: Centre for Strategic and InternationalStudies, 2002)

5 Untuk bahasan teoretikal tentang format hubungansipil-militer lihat, antara lain, Rebecca L. Schiff“Conception of Civil-Military Relations andDemocracy,” dalam David R. Mares, ed., Civil-Military Relations: Building Democracy and RegionalSecurity in Latin America, Southern Asia, and CentralEurope (Bouldder, Colo: Westview Press, 1999);Samuel P. Huntington, The Soldier and the State:The Theory and Politics of Civil-Military Relations(Cambridge, MA: Belknap Press of HarvardUniversity Press,1957); Peter Feaver, “The Civil-Military Problematique: Huntington, Janowitz,and the Question of Civilian Control,” Armed Forces& Society 23 (Winter 1996): 149-178; and RichardKohn, “How Democracies Control The Military,”Journal of Democracy 8 (October 1997): 140-153

Page 59: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

44 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Page 60: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Bidang Pertahanan 45

Reformasi BidangPertahanan

Moh. Mahfiud MD

Pengantar

Sebelumnya, saya akan sedikit bercerita.Ketika pertama kali saya dipanggil presiden GusDur untuk menjadi Menteri Pertahanan, sayamengatakan pada Gus Dur bahwa saya tidakpernah belajar masalah pertahanan maupunmiliter. Waktu itu saya sempat menawar, kalausaya diminta jadi menteri cocoknya MenteriKehakiman atau Menteri Negera Urusan HAM.Saya bukan ahli militer, saya tak punya latarbelakang disiplin itu. Di Yogya, ahli militer yangdikenal, diantaranya pak Yahya Muhaimmin. Tapi,pak Yahya waktu itu sudah jadi Mendiknas. Sayabukan ahli militer, jadi saya ndak mengerti samasekali kalau jadi Menhan.

Waktu itu, Gus Dur perlu tiga orang ahlihukum tata negara. Ia sudah punya dua, MarsilamSimanjuntak dan Yusril Ihza Mahendra. Sayadipanggil untuk jadi ahli hukum tata Negara yangketiga di posisi Menteri Pertahanan. Saya sempatmenawar pada Gus Dur, “Mbok saya ditukar samaYusril”. Gus Dur bilang, “Yusril-nya itu sudah

Page 61: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

46 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

seneng di situ, kalau kamu ndak mau saya cariyang lain,” katanya. Gus Dur juga mengatakan,“Masak harus memakai latar belakang segalauntuk jadi Menhan. Saya jadi presiden juga ndakmemakai latar belakang segala. Cuma jadi MenteriPertahanan kok susah gitu. Mau ndak?,” katanya.Ya sudah, akhirnya saya jadi Menhan.

Jadi, saya datang sebagai Menhan dengantidak tahu apa-apa. Itulah sebabnya, begitu sayamasuk ke sana, minggu minggu pertama sayaundang semua ahli militer. Saya ingin tahukerangka umumnya dulu. Saya panggil HasnanHabbib, Sayidiman, Arbi Sanit, Salim Said. Adajuga yang datang ke rumah seperti Mayjen MulchisAnwar memberikan masukan tanpa saya minta,dan saya senang sekali atas apa yang beliaulakukan. Saya juga mengundang diskusi kawan-kawan. Ada teman teman dari Suropati, KusnantoAnggoro, dan kawan kawan lain, Jadi benar kataKusnanto Anggoro bahwa Mahfud MD masuk jadiMenhan tidak berlatar belakang disiplin militer.Apakah saya masuk sebagai politisi atau sebagaiprofessional, yang jelas saya berusaha belajarkeras dan paham kerangka permasalahan di awaljadi Menhan.

Setelah paham masalah, saya lalu berusahamelakukan kebijakan-kebijakan, dan memangtidak mudah melaksanakan sebuah kebijakan,

Page 62: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Bidang Pertahanan 47

meskipun gagasannya diterima. Misalnya begini.Setelah diskusi, saya dan teman-teman bersepakatbahwa panglima TNI itu tidak boleh sejajar denganmenteri. TNI harus menjadi alatnya Menhan. Jadiharus di bawah Menhan. Di manapun di negarademokrasi, kecuali di Indonesia dan Myanmar,panglima tentara ada di bawah menteri yang lain.Saya diskusikan lagi sebelum melangkah lebihlanjut, dan kemudian setelah itu saya panggilPanglima Widodo AS, “Bapak setuju ndak gagasanini?,”. “Saya setuju,” katanya. Jenderal-Jenderalsaya undang pula, dan mereka setuju pula. Parapakar juga setuju.

Tetapi meskipun semua setuju, ada kendalawaktu itu, yaitu kita sudah kecurian satumomentum. Dalam Sidang Umum MPR tahun2000 keluar Tap MPR no 6 tahun 2000 yangmemisahkan TNI dengan Polri. Lalu dinyatakan,Panglima TNI sejajar dengan Menteri danbertanggungungjawab langsung ke Presiden. Nah,bagaimana caranya, membuat Undang Undangdimana TNI ada di bawah Menhan, dan TNI sudahmau, tapi ada Tap MPR yang melarang itu.

Saya undang diskusi di HI berbagai pihak.Hadir Aryadi Hamid, juga pakar-pakar. Orangorang sipil, ketika itu LSM-LSM curiga dengan apayang terjadi, tapi saya bilang jangan curiga. Sayalalu panggil panggil beberapa Jenderal yang hebat

Page 63: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

48 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

untuk datang ke dalam pertemuan itu. Semuasama pikirannya. Bahwa Panglima itu di bawahMenhan. Tapi, Tap MPR berbunyi Panglima TNIberada di bawah presiden langsung. Bagaimanacaranya segera membuat Undang Undang. Dan,tak ada waktu. Akhirnya UU no 3 th 2002 itu tidakberhasil menempatkan Panglima TNI di bawahMenhan, meskipun Mabes sendiri sudah setuju.Ya. Saya tahu. Mungkin dulu yangmenyelundupkan Tap MPR nya, ya Mabes juga.Kita kecolongan di situ sebenarnya.

Sekarang sudah sulit karena sudah dibuatundang undang yang memperkuat pemisahanantara Polri dan TNI. Dan sebagaimana TNI, Polrijuga langsung di bawah presiden. Ini problem.Namun dengan kenyataan seperti itu, selama sayajadi Menhan, saya berusaha membuat langkahlangkah penataan organisasi Dephan. Pada waktuitu misalnya ada 11 (sebelas) pejabat eselon I diDephan. Sebelumnya semua dijabat militer. Tapi,kemudian 6 (enam) diantaranya saya ambil danberikan ke sipil dan berlaku sampai sekarang.

Selama bertahun tahun Gubernur Lemhanas,selalu dipegang oleh Mayjen. Saya bilang, Lem-hannas ini institusi sipil. Maka Gubernur Lem-hanas saya ganti dengan Ermaya, yang sampaisekarang masih jadi Gubernur Lemhamnas. Lem-hanas sekarang juga tidak lagi di bawah Dephan.

Page 64: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Bidang Pertahanan 49

Saya katakan orang ikut Lemhanas itu tidak haruspejabat. Dulu orang lulus Lemhanas pasti oranghebat-hebat dengan nama besar. Sekarangpimpinan ormas, orpol, KNPI bisa ikut Lemhanas.Saya buat peraturan siapa saja boleh ikut, yangmau. Ini agar Lemhanas tidak terlalu eksklusifdengan simbol-simbul kemiliterannya.

Bagi saya reformasi di bidang keamanan danpertahanan itu dalam konsep, sebenarnya ti-dakbanyak terkait dengan persoalan presiden yangterpilih entah dari militer atau tidak. Kekha-watiran itu benar dalam tatanan politik padaumumnya, terutama dalam rangka civiliansupremacy.

Beberapa catatan

Reformasi mengecilkan diskriminasi socialekonomi masyarakat serta politik namunmembawa ekses asertifitas yang mempertajamperbedaan dalam entitas sosial. Muncul tindakansepihak dalam satu konflik dengan alasan sosialatau ekonomi, sementara penegakan hukumdalam menghadapi massa belum efektif. Kendalaadministratif dan psikologis menghambattindakan pemerintah untuk mengatasi.

Dalam pada itu TNI mendapat koreksi bahkanhujatan keras mulai dari dwifungsi sampaipelanggaran HAM sehingga menjadi kikuk. TNI

Page 65: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

50 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

dihadapkan pada dilemma: menindak tegasfluktuasi keamanan, tapi juga juga berisikodituduh melanggar HAM. Ini mengancam situasihankam kita. Misalnya ketika saya menjadiMenhan, kalau terjadi satu tindakan kerusuhan diAceh, terjadi sesuatu tindakan kekerasan, TNIkalau bertindak cepat atas nama keamanan bisabertindak cepat. Tapi, yang lain berteriak HAMItu dilema yang dulu saya lihat dan saya rasakan.

Pemisahan antara Polri dan TNI jugamenimbulkan masalah psikologis maupunpersoalan teknis. Definisinya meskipun tak persis,dikatakan begini. TNI itu adalah aparatpertahanan untuk menangkal serangan dari luar.Sedangkan Polri itu adalah aparat keamanan daridalam. Di sini ada area abu abu. Misalnya,peledakan BEJ, kalau ini tindakan terorismeinternasional ini berarti wilayah TNI. Tapi kalauada gangguan dari dalam itu tindakan polisi.Sehingga saat itu sempat bingung. TNI dan Polribisa jadi rebutan, bisa juga saling mengatakan“itu bukan tugas saya”. Ini di pandang dari sudutpandang teknis. Meskipun sudah ada aturantertentu dan sudah diatur dalam hukum. Bahwaaparat keamanan bisa dicampuri aparatpertahanan kalau diminta. Tetapi itu tetapmenjadi masalah. Kasus BEJ itu semula salingtuding kemudian saling melempar.

Page 66: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Bidang Pertahanan 51

Soal kendala psikologisnya sudah jelas. DuluPolri adalah anak terkecil dan terlemah dalamlingkungan TNI. Tiba-tiba sejajar dengan panglimaTNI. Malah lebih tinggi dari kepala staff. Sehinggaorang percaya saat ini terjadi permusuhan yangdiam diam antara TNI dengan Polri, yang selamaini kalau tidak dikelola dengan baik bisa jadiledakan lebih dahsyat.

Karena itu yang paling fundamental dalampertahanan Negara, tidak ada hubungannyadengan supremasi sipil atau militer. Pertamaadalah soal mempertahankan kemerdekaan RIlepas apakah itu militer atau sipil. Kedua,menjamin kelanjutan pembangunan bangsa dannegara. Dua duanya harus saling support. Soaloperasionalnya nanti apakah urusan sipil ataumiliter, itu ada konsep lain.

Untuk melanjutkan pembangunan, perlu adajaminan keamanan negara. Semua itu bisa dicapaijika ada jaminan keamanan negara, padahalstabilitas keamanan saat ini tak sepenuhnyaberada dalam kendali pemerintah. Penegakanhukum juga akan sangat berpengaruh, tetapi iaterkait dengan variabel lain.

Kepentingan NasionalKebijakan perlindungan kepentingan

nasional berlaku ke dalam maupun ke luar negeri.

Page 67: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

52 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Globalisasi bisa saja mengganggu kepentingannasional kita, tetapi dia tak bisa dihindari.

Identifikasi ancaman yang dilakukan secarabilateral adakalanya tidak akurat, sehingga komu-nikasi dengan pihak-pihak lain dari luar haruslahdiin-tensifkan. Makanya kebijakan politik,ekonomi, sosial, dan pertahanan harus diarahkanpada sasaran-sasaran di luar negeri bukan hanyadalam negeri yang dalam implementasinya harusdisesuaikan dengan kewenangan legalpemerintah. Inilah yang harus menjadi muatanrancangan kebijakan pertahanan negara.Kebijakannya bersifat jangka panjang dan jangkasedang.

Kebijakan jangka panjang memuat persepsifundamental tentang pengelolaan pertahanannegara, sedangkan jangka sedang adalah responsatas masalah-masalah aktual yang berpotensimempengaruhi keamanan nasional dalam periodetertentu, misalnya periode 2004-2009.

Dua aspek penting kebijakan dasarpertahanan negara:

1 . penyelenggaraan perdamaian

2. penyelenggaraan pertahanan negara.

Orientasi jangka panjang pertahanan negaraterdapat di dalam pembukaaan UUD 1945 tentangtujuan negara.

Page 68: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Bidang Pertahanan 53

Penyelenggaraan Perdamaian

Ini menyangkut keikutsertaan kita dalampenciptaan perdamaian dunia.

1 . Politik bebas aktif masih relevan sampai kinikarena pada masa perang dingin diartikantidak memihak blok tertentu yang eksklusifdengan niat baiknya masing-masing bagiperdamaian.

2. Politik bebas aktif pasca perang dingin meskitak ada pertentangan formal antar Blok Timurdan Barat namun perbedaan persepsi tentangperdamaian masih sering terjadi. Politik bebasaktif masih dinilai lebih menguntungkankarena Indonesia tidak ingin terlibat dalamperbedaan pandangan yang membatasihubungan baiknya dengan komunitasinternasional.

3. Komitmen untuk turut membangunperdamaian dunia menurut kita justeru untukmemperkuat pertahanan negara. Ini terkaitdengan kebijakan pertahanan kita untukmencegah datangnya ancaman dari luarnegeri. Upaya damai bisa menangkaldatangnya ancaman dari luar. Ini bisadilakukan dengan membangun pembangunankeamaman regional meupun internasionalsehingga menimbulkan kesan bahwa kita

Page 69: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

54 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

bersahabat dengan bangsa lain danmengurangi intensi permusuhan terhadapIndonesia.

Penyelenggaraan PertahananNegara

Secara konseptual kita gunakan Sishan-kamrata: pengerahan seluruh potensi nasionalterutama dalam kondisi yang sangat memaksa.

Komponen utamanya TNI, cadangan TNI(komponen cadangan), dan komponen pendu-kung yang dimobilisasi.

Dalam pengertian harafiah Sishankamratatak selalu jadi agenda pertahanan negara terutamajika tak ada perang total. Pertahanan dilakukansecara bertahap :

1 . Preventif diplomasi dalam arti luas, membuatkesepakatan damai sebagai landasan kebijakanpertahanan baik dengan luar maupun denganelemen-elemen dalam negeri. Membangunkepercayaaan dan perundang-undangandianggap sangat efektif untuk menghasilkansolusi damai. Minimal upaya ini bisa mengu-rangi perbedaan-perbedaan. Makanya forumkomunikasi seperti ASEAN itu perluditingkatkan.

2. Perang terbatas bisa ditempuh jika upayamaksimal diplomasi gagal dicapai. Perang

Page 70: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Bidang Pertahanan 55

terbatas memang tak definitif memberi bataslinear sehingga implementasinya bisabertingkat mulai dari pengerahan TNI secaralokal, secara nasional, sampai dilibatkannyamasyarakat melalui mobilisasi awal.

3. Perang total bisa dilakukan jika perangterbatas tak berhasil mengatasi ancaman,pada saat inilah Sishankamrata dipergunakandalam arti yang sesungguhnya.

Untuk periode 2004-2009 kebijakanpertahan negara mencakup tiga isu:

1 . Konsolidasi internal kekuatan pertahanannegara.

2. Stabilisasi keamanan nasional.

3. Membangun kembali kepercayaan rakyatIndonesia dan masyarakat internasional.

Konsolidasi internal adalah merevi-talisasi kinerja TNI sebagai komponen utamapertahanan negara. Ini penting agar dampakketidakpercayaan atau koreksi terhadap TNItidak mengganggu upaya stabilisasi keamanannasional. Di sini yang diupayakan adalahoptimalisasi kapasitas tampilan TNI.

Policy yang diambil untuk ini adalah:

a. Redifinisi peran TNI yang berintikandepolitisasi TNI, TNI tentara rakyat.

Page 71: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

56 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

b. Reposisi TNI yang memperjelas hak dankewajiban TNI dalam supra dan infra struktursosial-politik.

c . Reaktualisasi implementasi peran TNI yangkemudian dituangkan di dalam paradigmabaru peran TNI.

d. Pembenahan hukum dan apresiasi terhadapHAM, maksudnya TNI itu jelas memihak padasupremasi hukum dan sama sekali tidakresisten terhadap demokratisasi.

Stabilisasi keamanan adalah penjaminankeamanan umum yang ancamannya banyakterjadi di dalam negeri. Di sini TNI melindungikepentingan nasional tetapi dengan tetapmengacu pada otoritas negara. Gangguansekarang adalah separatisme dan terorisme.Policy harus diarahkan pada:

a. Perlawanan terhadap terorisme danseparatisme. Separatisme dan terorismediperkuat oleh masuknya senjata-senajatailegal yang menstimulus perlawananbersenjata. Terorisme tidak saja tertuju padaaparat keamanan dan penduduk sipil tetapijuga pada investasi asing.

b. Perlawanan terhadap anarkisme individual.

Seperti kejadian-kejadian yang terjadi di Poso,Maluku, Kalimantan, dan sebagainya yang

Page 72: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Bidang Pertahanan 57

seringkali didasarkan pada soal-soalprimordial suku agama, dan lain-lain. Dalampolicy ini jangka panjangnya tentumenyelesaikan akar masalahnya, sedangkanjangka pendeknya segera membawa kasus-kasus itu secara tegas ke pengadilan.

Membangun kepercayaanmasyarakat dan dunia

Masyarakat internasional itu mencakuppemerintahan negara-negara sahabat, multi-national corporations, dan entitas-entitasekonomi lain. Kepercayaan internasional sangatdipengaruhi oleh fluktuasi keamanan. Yangpokok, masyarakat internasional percaya bahwanegara kita bisa mengembalikan stabilitaskeamanan nasional, politik, dan ekonomiIndonesia.

Kepercayaan akan sulit diraih jika rakyatsendiri belum percaya pada TNI untuk bisamelakukan itu. Maka upaya untuk mengembalikancitra TNI pada rakyat harus dilakukan denganmegubah perilaku aparat, kembali melindungirakyat dan turut mengatasi kesulitan rakyat sertaselalu berorientasi pada kepentingan rakyat.

Untuk menjamin kepercayaan duniainternasional ada tiga pertimbangan kebijakan:

Page 73: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

58 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

1 . Policy bersikap tegas atas gangguankeamanan nasional, dan jangan mentolerirgangguan-gangguan tersebut.

2. Policy diarahkan untuk tetap menjagahubungan bilateral secara baik dengannegara-negara sahabat. Negara sahabatharuslah diyakinkan bahwa reaksi negatifterhadap kepentingan nasional merekabukanlah sikap formal pemerintah Indonesia,melainkan aspirasi individual.

3. Policy pertahanan juga akan mendorongpenuntasan proses peradilan terhadap paratersangka pelanggar HAM dan pelanggaranhukum lainnya.

4. Policy juga diarahkan pada upaya rekonsiliasinasional yang memungkinkan terciptanyasuasana damai dan memutus hubungandengan masa lalu.

Strategi: Kebijakan-kebijakan tersebut akandilaksanakan dengan menggunakan tiga strategi:

1 . Peningkatan Upaya Preventif Diplomasi. Inimerupakan tindakan pencegahan atas terjadi-nya permusuhan dengan bangsa lain . Prevensiini diyakini lebih baik daripada menyelesaikanjika terlanjur terjadi permusuhan. Bentuknyaadalah memperbanyak hubungan dengannegara-negara lain.

Page 74: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Bidang Pertahanan 59

2. Pembinaan Sunberdaya Pertahanan Negarasecara nasional. Ini adalah pembangunankekuatan riil pertahanan yang rasional. Kitamemang punya problem anggaran di sini.Pembinaan seperti ini bukan dimaksudkanuntuk mengancam negara lain, melainkanlebih untuk mengembalikan stabilitaskeamanan nasional. Strategi untuk pembinaansumberdaya pertahanan negara ini adalah :

a. menyempurnakan struktur organisasikomponen pendukung dan potensinasional lainnya agar mudah dimobilisasijika diperlukan.

b. Meningkatkan kualitas kemampuan TNIsecara rasional sesuai dengan kemampuandukungan anggaran.

c. Menstimulir keperdulian rakyat untukberpartsisipasi dalam pertahanan.

d. Memberi jaminan keamanan pada investor(lokal maupun asing) yang ingin mengelolakekayaan alam di Indonesia. Adapunstrategi Pembinaan Sumberdaya Perta-hanan tahun 2004-2009 meliputi :

§ Dialog dengan lembaga legislatif untukmendapat umpan balik tentang langkah-langkah reformasi TNI.

§ Berbicara dengan lembaga eksekutifuntuk bersama-sama menentukanprioritas pembangunan nasional.

Page 75: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

60 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

§ Kerjasama dengan perguruan tinggi untukberbagai program pendidikan bagi paraperwira TNI.

3. Penggunaan kekuatan Pertahanan Negara.

a. Untuk menyikapi kemungkinan terjadinyafriksi dalam hubungan bilateral dengannegara sahabat Indonesia tak akan melibat-kan penggunaan kekuatan pertahanan.Friksi yang mungkin terjadi harus diper-sepsikan sebagai hal yang temporer saja.

b. Penggunaaan kekuatan pertahanan untuktujuan penegakan hukum di wilayah lautdan udara akan tetap dilakukan.

c. Dalam menghadapi gangguan keamanandi dalam negeri penggunaaan kekuatanpertahanan negara akan dititikberatkanpada hal-hal yang mengganggu “kedaulatannegara” dan “hubungan internasional.”Jadi dalam hubungan inilah penggunaankekuatan pertahanan negara untukkepentingan selain perang dilakukan(bukan seperti dwifungsi ABRI yang pernahkita kenal).

Page 76: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Keamanan 61

Reformasi Keamanandi Era Kepemimpinan

Nasional Baru

Mulchis Anwar

Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui dalam kampanyepencapresannya Susilo Bambang Yudoyono(SBY) selalu mencanangkan adanya perubahandalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara.Oleh karena itu setelah SBY terpilih menjadipresiden RI yang ke 6 dalam suatu pemilihanlangsung oleh rakyat secara damai, maka janjikampanye SBY ini haruslah dapat dibuktikannya,termasuk dalam pembaharuan dalam sektorkeamanan. Dalam hal ini saya anggap harus adaperubahan dalam manajemen TNI dan Polri.

Perubahan yang Diharapkandalam Manajemen TNI

Menurut saya pada tingkat pengambilankebijaksanaan, dalam rangka perubahanmanajeman TNI, SBY dapat kita tuntut agar secarategas bisa menempatkan TNI di bawah suatumanajemen civil society. Dalam hal ini Panglima

Page 77: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

62 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

TNI tidak langsung berada di bawah Presiden.Selama puluhan tahun di bawah pak Hartokedudukan Panglima TNI adalah setingkatmenteri dan ikut dalam sidang-sidang kabinet.Panglima TNI harus ditempatkan langsung dibawah Menteri Pertahanan, yang seyogyanyadijabat oleh seorang pejabat sipil non partisan.Dengan demikian betul-betul tidak ada peluanglagi bagi TNI terlibat dalam politik praktis (sepertiikut sertanya Panglima TNI dalam sidang kabinet).Namun betul-betul tergantung kepada arahandan kebijaksanaan seorang manajer sipil/Menhan. Dengan Menhan yang sipil non partisan,maka di dalam Dephan, para direktur juga harusmulai masuk pejabat-pejabat sipil.

Selain itu arah pembangunan TNI juga harusberubah. Sesuai dengan berubahnya doktrinperang modern saat ini dan yang akan datang(sebagaimana kalau kita melihat perang Irak yangterakhir juga perang Teluk) bahwa yangmenentukan jalannya perang bukan lagi manusiadarat tapi adalah peralatan. Dalam perangmodern, kekuatan dan kecanggihan modern alatudara dan laut lah yang menentukan berapa hariperang itu dilakukan? Setelah lumpuh barulahAngkatan Darat masuk.

Dengan melihat perkembangan itu, selainAngkatan Udara dan Laut harus dibangun, maka

Page 78: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Keamanan 63

seyogyanya jabatan Panglima TNI pun digilirantar angkatan. Jika selama bertahun-tahundijabat terus oleh Angkatan Darat, maka sudahwaktunya jika dilakukan giliran. DPR mungkinperlu memanggil para kepala staff AngkatanUdara, Laut dan Darat untuk mengetahui apakahmereka setuju atau tidak karena kita perlu fokusperencanaan yang lain dari pertahanan kita.

Kita juga perlu mempercanggih peralatanAngkatan Udara dan Laut kita karena kitamengklaim diri sebagai negara kepulauanterbesar dengan Zone Ekonomi eksklusif (ZEE)sampai 200 mil. Daerah laut yang luas itumemerlukan pengamanan dari kemungkinanpencurian kekayaan negara di laut. HanyaAngkatan Laut dan Angkatan Udara yangmumpuni dan modern yang akan dapatmengatasinya.

Saya ingin ingatkan bahwa kita pernah punyasejarah Angkatan Laut yang kuat. Tahun 1960-an, Bung Karno membuat Angkatan Laut kitapaling kuat. Kita juga punya banyak kapal selammodern. Tapi, jika dulu kita disegani, sekarangkita lemah. Negara kecil seperti Singapura,Australia, bisa menaklukkan kita, dan menganggapIndonesia ini enteng. Beberapa waktu lalu,misalnya, PM Howard mengatakan, jika perluakan melakukan pre emptive strike terhadap

Page 79: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

64 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Indonesia sekalipun, dalam rangkamenanggulangi teror. Ucapan itu kemudian diacabut kembali. Tapi, kenapa dia berani berkatabegitu, karena dia yakin, Angkatan Laut dan Udarakita paling rendah mutunya di Asia Tenggara.Lemahnya Angkatan Laut kita itu sudah kelihatanwaktu peristiwa lepasnya Tim-Tim. Begitu Interfetdatang, Angkatan Laut kita langsung, takbersemangat, keok, karena peralatan AL kitamasih banyak yang manual. Bagaimana bisamenang jika berhadapan dengan peralatanAngkatan Udara dan Laut mereka yang begituhebat. Karena itu, titik berat pembangunankeamanan Negara kepulauan ini haruslahAngkatan Udara dan Angkatan Laut.

Komando Territorial

Dalam beberapa tahun terakhir, kitamembincangkan soal penghapusan komandoterritorial. Menurut saya, perlu diambil langkahyang konsepsional dan bertahap. Penghapusantidak bisa dilakukan begitu saja karena untukmembentuk basis-basis pertahanan ataukomando wilayah pertahanan sesuai dengantuntutan UU TNI yang baru itu, mahal. Karena itutentu menunggu kondisi keuangan negara yanglebih baik. Dan ini mungkin belum prioritas saatini. Tetapi SBY bisa melakukan langkah awal

Page 80: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Keamanan 65

dengan menghapus dahulu Babinsa dan Koramil.Keberadaan Babinsa dan Koramil, menurut saya,lebih banyak mudharatnya daripadamanfaatnya. Penghapusan Babinsa dan Koramiljuga akan membuat rakyat di pedesaan dankecamatan hanya ingat satu aparat keamananyaitu kepolisian. Rakyat tak boleh bingung,misalnya jika ingin melaporkan soal keberadaanDr Azahari dan Nurdin M. Top, dua teroris yangbelum tertangkap sampai saat ini.

Keberadaan Babinsa dan Koramil juga takperlu dipertahankan, karena toh semua kerusuhanyang terjadi saat ini tidak pernah terdeteksi olehBabinsa dan Koramil. Namun langkah bertahapperlu dilakukan. Nantinya, seperti di Australia,tetap ada Komando Distrik Militer. Tetapi tugasyang berbeda yang membedakan. Di Australia,keberadaannya untuk mengatur latihan bagicadangan nasional, dari pemusatan latihan hinggapenyediaan alat latihan dan seturusnya dilakukandi situ. Jadi, untuk fungsi pertahanan, komandoteritorial perlu ditata.

Bisnis TNI

Hingga kini, TNI terlibat dalam dalam bisnismelalui yayasan-yayasan. Panglima TNI jugamengakui bahwa yayasan-yayasan yang dimilikiitu untuk menyokong keperluan anggaran TNI

Page 81: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

66 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

yang masih kurang. Anggaran TNI kita memangpaling rendah dibilangan Asia Tenggara. Negarakita belum bisa memberikan gaji yang layak bagiprajurit memberikan peralatan yang cukup bagiTNI dan menunjang biaya latihan yang cukup.Seharusnya TNI itu cukup hanya latihan saja,tugas saja tanpa harus memikirkan soal anggaran.Sehingga ia menjadi profesional sebagai alatpertahanan negara. Karena itu, kini dan ke depan,yayasan-yayasan atau apapun namanya, perluditata dengan cara diaudit oleh akuntan publiksehingga jelas untuk apa dana dikeluarkan. Kemana larinya uang dari yayasan itu, apakah betuluntuk membantu biaya operasional atau untukmembantu pengobatan keluarga prajurit, untukmembantu biaya pendidikan prajurit dansebagainya.

Nantinya, saya kira, bila keuangan negaracukup, yayasan diambil oleh Negara. Pengelolaanbadan usaha yayasan mungkin digabungkandalam BUMN, atau dikelola dalam BUMN sendiri,dan hasilnya, digunakan untuk keperluanmembiayai TNI.

Protokol Kenegaraan

Hal mendasar yang perlu diubah di tingkatkenegaraan adalah soal protokoler. Kita

Page 82: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Keamanan 67

menyaksikan peristiwa 11 September di New Yorkdimana presiden Bush penguasa adikuasa yangmerasa terancam, datang sendiri ke depan tanpadikawal oleh ajudan militer. Ia membawa sendirimap dan menyampaikan pidatonya. Nampakbagaimana Amerika yang kuat itu, adalah Negarasipil. Tapi apa yang terjadi di negara kita nampakdi dalam gedung MPR. Bagaimana presidendikawal begitu ketat oleh perwira berpangkatkolonel yang berdiri berdiri di kanan dan kirinya.Ini menunjukkan satu ironi, seolah negara kita iniseperti negara militer saja. Menurut saya,protokol ajudan ajudan militer itu dihilangkansaja. Kalau terpaksa presiden SBY menganggapsoal ini transisi juga, para kolonel itu hendaklahtampil memakai pakaian sipil, dan tidak perlutampil ke depan mendampingi presiden yangsedang pidato.

Selanjutnya supaya kita tidak menghasilkanpejabat TNI yang karbitan, artinya tidakmempunyai pengalaman yang baik dan matang,maka hendaknya karir militer melalui ajudanpresiden harus dihapuskan. Paspanres sepertihalnya negara maju lainnya dilakukan oleh aparatkepolisian, yang dipersiapkan dan dilatih secarakhusus. Kesatuan TNI dan polisi yang terbagidalam Paspanpres menurut saya dikembalikansaja kepada kesatuan induknya masing-masing,

Page 83: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

68 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

guna melaksanakan tugas-tugas pertahanannegara.

Penataan Polri

Soal pengamanan presiden oleh Polri ini,nampaknya telah diuji coba oleh Polri denganmelakukan pengawalan kepada calon presidendan calon wakil presiden. Pada pemilu putaran Idan ke II kemarin. Polri kelihatannya cukupsukses. Dengan demikian negara RI tidak terkesansebagai negar militeristik, dalam penggunaanajudan presiden dan Paspanpres. Inilah beberapaperubahan yang bisa dilakukan oleh MenteriPertahanan.

Perubahan yang diharapkan dalammanajemen Polri, jika TNI sebaiknya ada di bawahMenhan, maka Polri sebaiknya juga tidak dibawahpresiden langsung, dan tidak perlu ikut sidangcabinet. Polri hendaknya ditempatkan di bawahkementerian sendiri. Agar tidak terkesanmiliteristik, Polri juga harus menghindari kesanmiliter. Misalnya, Pangkat Jenderal dalam Polrisaya usulkan dihapus saja. Karena dulupun,Kapolri yang pertama, namanya hanya KepalaKepolisian Negara, tidak ada pangkat.

Pangkat dalam Polri sesuai denganprofesionalnya. Misalnya, detektif dia harus tahuindeteck, kemudian sersan inspektur dia harus

Page 84: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Reformasi Keamanan 69

tahu inspeck. Komisioner dia memimpin suatukomisi untuk memecahkan suatu kasus kasuskejahatan. Jadi jangan lagi dimiliterisasi pangkatJenderal dalam kepolisian.

Dalam jangka panjang perlu perombakaninstansi kepolisian tidak seperti sekarang. Kitasemua juga menuntut polisi kita lebih bagus lebihbaik tidak melakukan tindakan tidak terpuji,pungli, sogok menyogok dan sebagainya. Itu bisaterjadi kalau kesejahteraan dan gajinya naik.Tetapi kalau anda ingin memelihara kepolisiannasional sebanyak ini seperti sekarang, entahsampai kapan pun kita tidak akan mampumenambah kesejahteraan dan peralatan polisiyang demikian canggih dan mahal. Karena ituseperti negara maju, polisi nasional jumlahnyaharus relatif sedikit. Seperti FBI di Amerika Serikatitu, selain peralatannya canggih, orang-orangnyagajinya tinggi. Singapura pun, negara yang dekatkita, gaji Pegawai Negeri nya lebih tinggi dariswasta atau setara dengan swasta. Yang palingtinggi gajinya diantara pegawai negeri adalahaparat kepolisian dan kehakiman, sehingga tidakmampu disogok dan ia tidak melaksanakan pungli.

Polisi juga harus dibagi dalam wilayah kerja.Ada polisi nasional, yang beroperasi di seluruhwilayah nasional dalam menangani kasus-kasusyang bersekala luas, seperti teroris, narkotika,

Page 85: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

70 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

penyelundupan senjata dan sebagainya.Sementara itu ada polisi daerah. Ia direkrut didaerah masing-masing dan di tanggung atau digaji juga oleh daerah. Polisi daerah bertanggungjawab kepada Gubernur dan Bupati, walikota.Tugasnya adalah penegak hukum kasusperampokan, pencurian, lalulintas kemudianmenjadi pelindung dan pengayom daerahnyamasing masing. Dengan demikian saya kira kitabisa memelihara polisi dengan kualitas yangdiharapkan, dan tidak melakukan tindakan tidakterpuji.

Saya kira demikian beberapa hal Reformasidi Sektor Keamanan di era Kepemimpian NasionalBaru yang menurut saya bisa langsungdilaksanakan. Sedangkan yang lain nya secarabertahap mungkin sesuai kemajuan danperkembangan ekonomi negara kita.

Page 86: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 1 71

Rangkuman Diskusi Sesi Pertama

Dalam diskusi sesi pertama denganmoderator M. Najib Azca, beberapa pesertamemberikan tanggapan, juga pertanyaan padapara narasumber. Muhammad Yahya,menanyakan soal dimanakah sebaiknya posisiKepala BIN, Kepala Polisi dan TNI. Apakah dibawah satu kementerian sendiri atau langsung dibawah presiden. Muhammad Yahya jugamenyoroti masalah antara TNI dan Polisi pascapemisahannya, dengan masih seringnya kejadianperkelahian antar keduanya. Soal berikut yangdisoroti oleh Muhammad Yahya, adalahmengenai policy keamanan. Salah satu yang sulitmengenai ini adalah soal terjemahan securitydalam bahasa Indonesia, yang selama ini hanyaidentik dengan militer. Padahal secara konseptualsecuriry tidak hanya satu sektor (urusan militersaja).

Sismono Laode dari Perhimpinan PersMahasiswa Indonesia (PPMI) mempertanyakan,adanya intrik politik yang terjadi di akhirkekuasaan Mega, berkait dengan posisi PanglimaTNI. Megawati menginginkan Ryamizard,sementara SBY menginginkan penundaan (ataupenolakan) dengan tetap mempertahankanEndriartono. Sismono menanyakan, jika di

Page 87: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

72 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Angkatan Darat (AD) sendiri ada konflik internal,bagaimana kemungkinan adanya konflik antaraAD dan Non-AD pada masa mendatang, ketikaposisi Panglima TNI tidak selalu dijabat olehperwira AD.

Sismono mengkhawatirkan dibentuknyaDewan Keamanan Nasional (DKN) di era SBY,merupakan gaya militerisme baru. SismonoLaode juga tidak percaya dengan SBY yang dinilaibanyak orang sebagai tentara yang reformis.Orang ternyata keliru ketika mengira SBYreformis, dengan kedekatannya denganwartawan. Pada masa kampanye SBY memangdekat dengan wartawan karena membutuhkanpublisitas. Tapi, Sismono menilai, sesudah SBYterpilih menjadi presiden, ia langsung sulitditemui wartawan.

Bowo dari Fisipol UGM, mengatakan adarelasi antara militer dan sipil dalam bentukparamiliter di Indonesia. Ada Laskar Jihad, FPI,juga milisi yang lain, juga Hansip. Bowo jugamengkhawatirkan bisnis militer banyak bergerakpada bisnis gelap. Di lapangan, menurut Bowo,ada indikasi bagaimana pejabat militer,sebagaimana Kapolda, Kapolwil di Kepolisian,meminta meminta jatah dari para bandar judidalam jumlah prosentase tertentu, denganberbagai macam alasan. Kadang jumlah yang

Page 88: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 1 73

diminta tak bisa dipenuhi oleh para bandar.

Kiki dari Lem UII/HMI mengatakan,bagaimana relasi paling baik antara sipil danmiliter di Indonesia belum selesai dirumuskan.Tapi, apakah tidak ada pelajaran yang bisa dipetikdari Amerika Latin maupun Amerika Tengah,juga dari negara lain? Jika dulu TNI dibangundengan jargon tentara yang manunggal denganrakyat, kini keadaannya mengabur. Keduakebijakan mengenai TNI, dengan UU TNIbeberapa hal menjadi komoditas, padahal bukanprisipil. Ketiga, tentang Intelejen negara yangtidak mampu mananggulangi ancaman teror danseparatis. Dalam hal ini kepala BIN mengatakanbahwa Indonesia tidak bisa diukur kesuksesanintelejennya.

Kiki juga mempertanyakan efektifits DKN.Sejauh ini SBY yang dididik dengan cara americanstyle, sepertinya berusaha menerapkan konsep-konsep sebagaimana di Amerika Serikat. Tapi,akan efektif kah DKN atau hanya sekedarlegitimasi? Menurut Kiki, SBY membutuhkanorang orang kuat di sekelilingnya karena secarapribadi ia tidak bisa tegas mengambil sikap.

Kiki menilai, beberapa penataanimplementatif seperti yang diusulkan MulchisAnwar bisa dilakukan. Tapi sekitar presiden adaSekertaris negara, Sekretaris militer, juga

Page 89: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

74 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Sekertaris kabinet. Karena presiden dari militer,sekretaris militer ini akan memiliki peran yangpenting, termasuk soal mundurnya EndriantonoSutarto, apakah karena protes atas diangkatnyaHari Sabarno dan A.M Hendropriyono jadiJenderal Kehormatan? Menurut Kiki selama inipersepsi ancaman hanyalah ancaman dari dalam,karena itu selama Orde Baru, selalu yang diperkuatadalah Angkatan Darat. Karena itu untuk ke depan,perlu reformasi peran TNI tidak hanya di AngkatanDarat tapi juga di angkatan lain, termasuk intelijen.Kiki juga sepakat dengan Kusnanto Anggoro agarskeptis dengan SBY. Kiki memberi catatan bahwamahasiswa mengetahui siapa sebetulnya SBYpada pra 1998, pada 1998 dan pasca 1998. SBYadalah pejabat yang menolak reformasi.

Youry Tetanel dari Parwi Yogyakarta,menanyakan bagaimana cara membumikanwacana pertahanan di masyarakat, sementarasoal ini sudah jadi wacana sospol ABRI.Membumikan soal ini berguna untukmempersempit jarak militer dan sipil. Di AmerikaSerikat misalnya, militer membuka diri (openhouse) bagi anak sekolah, sehingga mereka tahutentang militer dalam batas-batas tertentu, sejakusia muda. Youry Tetanel menanyakan apakahmungkin di di Indonesia diterapkan wajib militer,sementara di beberapa negara maju hal ini

Page 90: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 1 75

berjalan dengan sangat baik.

Tanggapan disampaikan para panelis.Yahya Muhaimin mengatakan, tentangsecurity, memang telah terjadi salah kaprah.MPR merumuskan keamanan dengan k kecilsebagai tugas polisi. Kalau keamanan dengan Kbesar merupakan nasional security, mencakupsemuanya termasuk pertahanan militer, sesuaidengan tugas-tugasnya, sebagaimana ada padabuku putih Departemen Pertahanan Keamanan.Yahya Muhaimin mengatakan, kalau masalahkeamanan itu merupakan tugas polisi menjagakehidupan supaya aman, jadi menyangkut laworder. Jadi K besar itu soal National Security danyang k kecil itu ketertiban.

Begitu juga di TNI, seperti dalam buku USCommunity Inteligent. Sangat rumit. AdaInteligent Angkatan Udara, Darat, Laut macam-macam. Tetapi semuanya berada di bawahkoordinasi Minister Council and advisor. TentangDKN Yahya mengatakan itu tidak meniru AmerikaSerikat karena sejak lama Indonesia sudah punya.Sejak merdeka dulu sudah ada Dewan SetaraMiliter jaman Sukarno. Lalu, Dewan Ketahanan,Dewan Pertahanan, tapi semua itu sudah lamakejadiannya. Masalahnya, di Amerika Serikat,ada menteri yang sangat berwibawa.

Tentang polisi ada di bawah siapa? Kalau di

Page 91: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

76 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Amerika Serikat, sebagai ilustrasi, bukan berartiamerican minded, di sana ada polisi federal sepertiLos Angeles Police Departemen (LAPD) yangberada di bawah negara bagian, dibawahiGubernur. Ada juga polisi federal. Jadi ada polisiyang berada di bawah pemerintah federal(nasional langsung), ada polisi di bawahpemerintah daerah. Namun, keduanya adakoordinasi. Di sini polisi sifatnya nasional,sekarang masih di bawah presiden langsung.Posisinya nanti di mana, apakah di bawahkementerikan Kehakiman, Kementerian dalamnegeri atau yang lain, itu DPR yang akan berdebatbersama Pemerintah.

Soal kebanggaan TNI, Yahya Muhaiminmenceritakan pernah ikut dalam Asia Pasifictour di Pearl Harbour di tempat yang pernahdibom oleh Jepang. Di situ ada kapal yang dijadikansemacam museum. Ada seorang mahasiswa usia25-an tahun menangis tersedu-sedu. Diamengingat negaranya yang dipecundangi olehJepang. Menurut Yahya dari apa yang dilihatnya,dapat disimpulkan bagaimana ada komitmen padapemuda itu pada negaranya, juga adakebangganan pada militernya. Soal menanamkanrasa bangga ini sesuatu yang penting sekali, dilakukan oleh bangsa-bangsa sejak dulu. Dulu,Herodotus pernah mengatakan anak-anak Persia/

Page 92: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 1 77

Iran dari umur 5 sampai 15 tahun diajari 3 halyaitu, to ride of horse (menunggang kuda), tothrow (menarik anak panah) dan talking honesty(bicara jujur). Seorang anak mampu menung-gang kuda sama dengan mengendarai Tank atauF-16 pada masa kini. Memanah juga dapat berartimenembak dengan tepat. Tapi, yang palingpenting adalah ngomong tidak bohong. Mestinya,Indonesia juga melakukan hal yang sama.

Apakah SBY adalah seorang reformis? Tahun1996, menjelang reformasi, Yahya mengakumengelompokkan SBY bersama sosok yang lainseperti Kivlan Zein, ZA Maulani, Syafri Syamsudi,Prabowo dan Zacky Anwar Makarim, sebagaisosok demokratis. Tapi, pada sosok demokratisdi tentara itu rontok satu persatu. Tapi, SBYmenurut Yahya, tetap reformis pada 1998. Tapi,apakah nantinya SBY tetap reformis, itu harusdilihat lagi.

Soal bisnis militer, Yahya mengungkapkan,soal ini memiliki cerita yang panjang sekali, sejaktahun 1950-an bisnis militer sudah ada.Alasannya saat itu karena anggaran kurang.Waktu itu banyak perwira yang menyelundupkansenjata ke Sumatra ke PRRI. Itu dalam rangkamereka mengumpulkan dana untuk paraprajuritnya. Kemudian setelah tahun 1967 adanasionalisasi perusahaan asing. Waktu itu kabinet

Page 93: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

78 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Juanda. Perusahaan asing diambil alih oleh tentarasupaya tidak dikuasai oleh kelompok radikal. Jadiceritanya agak panjang. Indria Samigo bagussekali dalam menjelaskan soal ini dalam bukunya.Saat ini di UU TNI sudah diatur secara makro soalbisnis militer. Yahya mengusulkan perlu Keppresdan PP dari pemerintah untuk menindaklanjuti.

Soal kemanunggalan ABRI dengan rakyat.Yahya heran, mengapa soal ini selaludilaksanakan. Mungkin secara struktural kitapunya budaya kolektifitas, gotong royang, sama-sama. Mungkin TNI merasa kesepian, dan karenaitu maunya manunggal dengan rakyat. Kemudianmasalah membumikan pertahanan. Yahyamengusulkan perlulah PSKP, barangkali menjadipihak yang antara lain mengupayakannya.Sehingga nanti ada efisiensi community dalambidang keamanan. Memperluas jaringan pentingbagi orang sipil. Di Amerika ada Harry PageFoundation. Di sini PSKP bisa menukar informasidan mengekpose masalah ini.

Mahfud MD mengatakan, bagaimanamembangun struktur TNI di mana panglimaberada di bawah Departemen Pertahanan,ternyata ada UU yang menghambat. Karena itu,kata Mahfud MD, kia harus mengubah UUnya.Tetapi itu urusannya panjang. Kalau UU diubah dibawahnya juga harus diubah. Dulu sebelum UUno 3 itu dibuat, Mahfud mengaku pernah berpikir

Page 94: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 1 79

agar TAP MPR No. 7 harus dirombak, ketikaMahfud MD dan timnya menyiapkan rancanganpertahanan yang demokratis. Tapi taksepenuhnya orang-orang sipil sendiri paham soalini. Bahkan kata Mahfud MD, Ketua MPR AminRais membela TAP No 7 itu, dan mengatakansebagai menteri baru, Mahfud tidak tahu soal ini.Menurut Mahfud, mungkin sebagai Ketua MPRyang menandatangani TAP No.7 itu Amien Raisharus membelanya. Tapi, bagaimana dalam halini orang sipil sendiri belum sama pikirannya,adalah satu masalah.

Dalam Tap No. 7, disebutkan, tentangdefinisi pertahanan dan keamanan, menurutMahfud, definisinya kurang jelas. Tapi yang terasaberat adalah dalam TAP MPR itu telah disebutkanbahwa urusan pertahanan itu urusan TNI.Urusannya adalah menangkal ancaman dari luar.Sedangkan keamanan itu dari dalam. MungkinDewan Keamanan yang sekarang digagas itu yangakan menentukan mana yang menjadi bagianpertahanan, mana yang menjadi bagiankeamanan. Dewan keamanan yang digagas itusebenarnya bukan hal baru. Zaman pak Harto adaHankamnas, tugasnya menghimpun bahan-bahanGBHN menjelang sidang umum. Yang merancangGBHN lalu menjadi Wanhankamnas. Saya dengarsendiri SBY tak akan membentuk tetapi akanmemperbaiki. Jadi disposisi dan fungsi-fungsinya.

Page 95: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

80 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Sejauh mana reformisnya SBY? Mahfudbercerita, ketika pihaknya (PKB) mendukung SBY,datang sms dari seorang Jenderal, Ahlan Maja,yang menyatakan belum yakinnya dia bahwa SBYbisa menciptakan perubahan. Mahfud MDmengatakan, dia juga belum yakin dengan SBY,tapi terhadap Megawati, dia sudah yakin, bahwatak akan ada perubahan di masa kepemimpin-annya yang kedua jika Mega dipilih lagi, dan Megaterbukti sudah gagal.

Menurut Mahfud MD, yang penting saat iniadalah bagaimana menggunting gurita-guritakorupsi, dan dalam hal ini Mahfud MD lebih per-caya dengan SBY karena SBY tak punya kroni dibelakangnya. SBY mengatakan, “Saya akanmemimpin sendiri pemberantasan korupsi”.Mahfud terus terang belum yakin juga dengan apayang dikatakannya. Tapi, dari pengalaman SBYbisa lebih diharapkan. Dulu, ketika jadi Danremdi Yogya, SBY menjadi satu-satunya Danrem yangsetiap dua minggu sekali mengundang tokoh-tokoh dari kampus untuk diajak diskusi mengenaimasalah kemasyarakatan. Mahfud menyatakantermasuk yang diundang ketika saya jadipimpinan universitas. Dalam diskusi SBY lalumerangkum apa permasalahan di masyarakat.Mahfud menyatakan tidak memutlakkan SBY, tapimari kita buktikan dalam 5 tahun ke depan.

Page 96: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 1 81

Mulchis Anwar mengatakan, dalam soalkeamanan ada wilayah abu-abu. Karena ituMulchis Anwar memperkirakan kerja DewanKeamanan Nasional (DKN) nantinya adalahmemungkinkan wilayah abu-abu ini menjadi jelas.Misalnya, DKN akan menentukan kapan tepatnyaTNI akan membantu Polri jika ada kerusuhan disuatu wilayah, yang dianggap sudah tidak mampuditangani oleh Polri saja, dan butuh bantuan TNI.Ada contoh di Amerika Serikat yang bisa dijadikanilustrasi. Ketika itu ada huru-hara kerusuhan rasialyang dilakukan penduduk kulit hitam. Waktu itupengamanan dilakukan polisi lokal atau daerahyang di bawah Gubernur Alabama. Ketika polisilokal tidak mampu, lantas diturunkan bantuanpolisi Federal, SWAT, semacam brimob di sini.Kalau polisi Federal juga tak mampu, maka kapanpresiden memberi perintah untuk masuknyanational guard, pasukan bersenjata, menurutMulchis, ditentukan oleh masukan DewanKeamanan Nasional pada presiden. Menurutperkiraan Mulchis, nantinya Dewan ini akandipimpin presiden, dan akan duduk beberapamenteri dan Kapolri. Panglima TNI, juga Inteligen.

Menurut Mulchis Anwar, dalam masakepemimpinan SBY, soal keamanan semakin jadituntutan berbagai pihak, mulai dari rakyat kecilyang membutuhkan jaminan keamanan dari

Page 97: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

82 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

tindak kriminalitas, sampai investor yangmembutuhkan jaminan keamanan investasinya.Dalam hal security ada yang merupakan bagianyang menjadi tanggungjawab tentara, yaitu secureatas tidak lepasnya pulau-pulau dari intervensiasing. Juga secure bangsa dan rakyat dalamperlindungan hukum, pengayoman, penegakan,dan kepastian hukum, yang merupakantangungjawab polisi. Kebangganan profesionaldalam tugas harus ditanamkan dari tingkatpanglima hingga prajurit di bawah.

Menurut Mulchis Anwar, dalam masamendatang, tidak akan ada lagi ancaman dalambentuk ancaman perang. Mungkin ancamanperang hanya samai 5 persen saja. Kekuatan duniasekarang juga hanya dikuasai Amerika Serikatdan belum ada yang mampu mengimbanginnyakecuali jika Prancis, Jerman dan Rusia bersatu diEropa. Atau juga RRC bangkit ekonominya,demikian juga dengan Jepang, maka Amerika akanbisa ditandingi. Dengan siatuasi itu, maka tidakmungkin ada yang menginvasi Indonesia. Denganmelihat perkembangan yang ada, maka yang harusdikembangkan adalah Angkatan Udara danAngkatan Laut. Indonesia membutuhkanangkatan Udara dan Laut yang kuat untukmelindungi wilayahnya yang amat luas, itulahprioritas pengembangan TNI ke depan.

Page 98: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 1 83

Menurut Mulchis, sipil sampai saat ini masihgamang jika ingin mengkritik TNI. Padahal,sebenarnya TNI tinggal diatur. Sipil saran Mulchis,agar tidak usah takut mengatur TNI. Misalnya,teritorial akan dihapus, maka hendaknya sipillangsung saja menghapus teritorial, TNI pastitidak akan melawan, dan tidak akan ada yangkudeta.

Jika kekhawatiran sipil atas TNI karena diTNI ada Jenderal berhati singa, itu kata Mulchis,nonsen saja. Ada koran yang mengatakan adaJenderal Indonesia yang berhati singa, sepertiyang ditulis terhadap Wiranto. Mulchismenyatakan itu tidak benar sama sekali. Belumada perang yang betul-betul menentukansehingga muncul Jenderal dengan kategoriberhati singa. Ukuran seorang Jenderal bisadikatakan berhati singa menurut Mulchis, adalahkalau dia berani bertanggung-jawab atas apa yangtelah ia perbuat? Untuk itu Jenderal Ahmad Yanidulu, layak mendapat sebutan jenderal berhatisinga, ketika dia menolak permintaan Bung Karnountuk membentuk ang-katan kelima, yang pastiakan menyebabkan pe-cahnya negara kita.Menurut Mulchis Anwar, Sintong Panjaitan yangbertanggungjawab dalam peristiwa di Santa Cruz,juga layak mendapat se-butan Jendral berhatisinga. Tetapi kalau ada panglima yangmengorbankan anak buahnya, dan dia selamat

Page 99: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

84 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

sendiri, bukan jenderal berhati singa.

Menurut Mulchis Anwar, gerakan sipilhendaknya tak ragu mengatur TNI. Tidak akanada kudeta di TNI, karena kudeta menyalahiprinsip dan pasti tidak disetujui duniainternasional. Jika DPR, MPR juga pakar-pakarberusaha mengatur TNI, pastilah ada perlawanan.Soal ada resistensi di TNI itu biasa karena mungkin,kata Mulchis, mereka ingin mempertahankankonsepnya.

Dalam hal sekretaris militer, menurutMulchis Anwar, dulu pun di jaman Sukarno sudahada. Tapi sekretaris militer itu adalah bukantentara asli. Karena itu Mulchis juga merasa heran,karena bahkan di era Gus Dur sampai sekarangpresiden sipil, malah mengangkat orang militeruntuk jabatan itu. Seharusnya hal itu tidak terjadi.Karena itu sekarang jabatan itu bisa dipegangpurnawirawan biasa. Tugas sekretaris militersebenarnya adalah untuk seleksi promosi TNI-TNI lewat jalur sekretaris militer, apakahseseorang layak atau tidak. Juga, apakah bintang-bintang jasa pantas diberikan atau diberikankepada yang benar-benar berhak. Soal ini perluseleksi. Sekretaris Militer mengatur presiden jikabepergian. Dia mengatur segala sesuatumenyangkut pengawalan dan ajudan. Dalamrangka reformasi di TNI, jabatan sekretaris militer

Page 100: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 1 85

juga perlu dibenahi agar tidak militeristik.

Kusnanto Anggoro, mengakui bahwaculture gap antara sipil dan militer itu memangmasih besar. Tidak heran saling curiga terjadikarena belum ada persamaan persepsi dalambeberapa masalah. Misalnya, orang sipil sulitmengerti kalau mantan Mendagri Hari Sabarnoadalah sipil, padahal dia adalah tentara yang sudahpensiun. Demikian juga sama dengan TNI yangsaat ini masih aktif, sulit memahami kalau yangnamanya sipil itu bukan lah Yahya Muhaimin,bukan Kusnanto Anggoro, tetapi adalahDepartemen Pertahanan dan InstitusiKepresidenan. Sipil dan militer sama dalam halpenekanan kepada orang dan bukan organisasidan fungsi-fungsi. Mathori Abdul Jalil itu sipil,SBY kalau jadi Menhan sebenarnya juga sipil.Menurut Kusnanto, mungkin kesulitan ini adahubungan dengan kultur negara terjajah, negaraagraris, dimana pola-pola kulturnya adalahpatron klien. Namun, dengan demikian kalauberbicara soal reformasi TNI maka, kataKusnanto, gambaran ke depan menjadi rumit.Menurut Kusnanto, Mahfud MD mengatakanbahwa ketika dia jadi Menhan, dia memasukkansupaya 6 eselon I dari 11 di DepartemenPertahanan, diisi oleh orang-orang sipil. Andaikanyang akan dimasukkan adalah 11 orang sipil untuk

Page 101: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

86 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

11 jabatan eselon 1 Depah, pertanyaannya adalahakan diambil dari mana. Kusnanto mengatakan,orang seperti dirinya, pasti tidak bisa jadi Dirjenkarena tidak mempunyai NIP yang cukup.

Soal jabatan Pangab. Menurut Kusnanto,yang ditempuh dalam UU TNI adalah, namajabatan tetap Pangab, tapi kewenangannyadikurangi. Kewenangan seorang Pangab dalamUU TNI sekarang sangat berbeda dengankewenangan Panglima menurut UU No 2 tahun1982 tentang Pokok Pertahanan Keamanan. Jadinamanya tetap panglima tetapi kewenangannyasudah subordinat to citizen authority karenahanya memberikan kewenangan kepada menteri.Soal menteri dapat dipaksa itu masalah lain.Menurut Kusnanto, ini adalah solusi pertama.Sedang solusi ke 2 adalah adalah satu usahapanjang menyangkut usaha personal planningdan lainnya.

Karena itu Kusnanto menduga, yang palingbanyak bisa dilakukan SBY adalah –kalau diareformis- apabila ia bisa mengatakan bahwaPanglima dibawah Menhan. SBY bisa mengatakanpanglima tidak termasuk ke dalam kabinet, tetapikemudian ditampung dalam National SecurityCouncil seperti kepala BIN/Kepala Polri.Kusnanto mengaku apakah kedudukan kepalaBIN, Kapolri dan panglima TNI sebagai anggota

Page 102: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 1 87

tetap National Council Security, atau anggotaAd-Hoc. Status keanggotaan akan membawakonsekuensi legal tentang opsi yang akanditempuh.

Opsi satu yang paling enteng adalahmendayagunakan Wanhankamnas, denganmelakukan perubahan fungsi, reorganisasi dsbpada Wankamnas. Tetapi tantangan pokoknyaadalah resistensi birokrasi di lingkunganWankamnas. Ia adalah organisasi yang sudahterlanjur habis dan jika dikecilkan akan membawakonsekuensi pemindahan orang-orang denganmenghitung biaya pensiun, dan biaya lainnya.

Opsi kedua adalah dengan mudahmemetamoforsiskan menjadi dewan keamananNasional kalau UU Pertahanan itu di amandemen.Tidak terlalu sulit, kalau mau tinggal tanda tanganbesok juga bisa. Karena itu bisa dibuat dengancepat. Atau yang ketiga membuat yang samasekali baru. Karena berbeda dengan ketentuanpasal 15 UU Pertahanan, yang akan dibentukadalah Dewan Keamanan yang berfungsi sebagaiadvice policy. Jadi yang diidinginkan adalahpolicy advice. Kalau dewan nasional namanya,maka kata Kusnanto, bisa diatur oleh presiden,menyangkut legalitas, bisa diatasi. Perannya,bisa semacam pembisik resmi Presiden. Inisekaligus untuk mencegah seperti jaman Gus Dur

Page 103: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

88 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

yang mendapat bisikan dari orang-orang diluarpemerintah yang tidak jelas. Megawati juga kuranglebih sama, mendapatkan bisikan dari orang yangdipertanyakan akuntabilitasnya

Berkaitan dengan contoh-contoh kasustransisi demokrasi di banyak negara, seperti diAmerika Latin, Afrika dan Eropa, menurutKusnanto Anggoro, Indonesia sebetulnya sulitmengikuti transisi seperti yang terjadi di negar-negaa itu. Ketika pada 1998 Suharto jatuh, TNItidak bisa dianggap sebagi biang kerok, karenaSuharto sudah jauh dengan TNI sejak tahun1980an. Situasi ini berbeda dengan Argentina,Chile atau Meksiko, dimana ketika rezim tumbangmiliter dapat diclaim sebagai pihak yangbertanggungjawab. Tentara Indonesia juga tidakbisa dianggap sebagai pihak yang kalah perangseperti tentara Argentina waktu Malvinas. TNI ditahun 1998 sebagian masih ada yang mendapatrespek, masih dihormasti orang . Itu juga yangmenyebabkan negoisasi antara politisi dan militersulit. Tapi, itulah mungkin masa transisiIndonesia. Dari segi militer dan politik tahun1998-2000 adalah sebuah titik rendah yangmeninggi lagi. Ketika diputuskan amandemenKonstitusi Tap 6 dan Tap 7, itu karena militermemerankan peran yang lebih penting, meskipunsekarang keluar dari DPR.

Page 104: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 1 89

Tetap besarnya peran militer menurutKusnanto, bisa dilihat misalnya, di Semarang,Muspida setempat 9 dari 17 anggotanya adalahKapolda, Pangdam, Panglima Pangkalan, Koman-dan Brimob, dsb, dan ini diatur oleh PERDA. Samajuga di Jawa Timur, dan seluruh propinsi diIndonesia seperti itu. Kewenangan di tingkat Pusatmemang melemah, tapi kemudian kewenanganberada di daerah.

Tentang anggaran militer, menurutKusnanto, masih kecil, hanya 1,1 %, sebelumnyabahkan 0,76 %, dan sebelum itu 0,81 %. Dengananggaran kecil itu maka TNI bisa dikatakan belumsetia dengan pekerjaan.

Menurut Kusnanto, ada pula problemkultural di TNI. Ibarat satria Jawa, TNI kitasekarang adalah Kumbokarno, seorang yang cintatanah air, nasionalis sejati, benar atau salah adalahtetap negara saya. Yang paling kuat di TNI adalahideologi Kumbokarno ini. Dan TNI belum bisamenjadi seorang wibisono, yang pengabdiannyadiberikan kepada sesuatu yang lebih tinggi.Namun, serkunga-kurangnya di Akmil sudahterjadi diskusi, sehingga nantinya akan tumbuhdua karekter satria, tidak hanya karakterKumbokarno yang cinta tanah air, tapi jugakarakter Wibisono, yang pengabdiannyadidasarkan pada nilai yang tinggi. Jika karakter

Page 105: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

90 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Wibisono juga muncul kuat, maka pembersihandari dalam akan sangat mudah dilakukan.

Kusnanto meminta agar orang tidak terlaluberharap pada SBY, meskipun pada batas tertentuharus ada yang diharapkan dipenuhi oleh SBY.Namun Kusnanto mengaakan jika dalam 3 tahunpertrama SBY akan melakukan 3 hal saja, itusudah cukup menggembirakan. Pertama, SBYharus menghapus Babinsa, juga Kodim di seluruhIndonesia, kecuali di daerah perbatasan dandaerah konflik. Yang kedua adalah mengambilseluruh yayasan yang dimiliki oleh TNI. Menyitamenjadi milik negara, lalu seluruhnya diberikankembali untuk TNI. Langkah mengembalikan keTNI, dan tidak dimasukkan ke DepartemenKeuangan, adalah paling mungkin. Langkahdikembalikan ke TNI itu hanya berlangsung 5tahun, mungkin tahun ke 6, kata Kusnanto, sudahbisa dikuasai negara, dan profitnya digunakanuntuk kepentingan dan kesejahteraan TNI.Yayasan-yayasan dengan perusahaan yang tidakefisien menyebabkan jarga produksi barang jugatidak kompetitif. Sepatu di Inkopad misalnya,berharga 199.000,- sementara di pasar Senincukup 28.000.

Yang ketiga berkaitan dengan disiplin.Menurut Kusnanto, kalau SBY bisa mewajibkanTNI membuka wabsite untuk publik dan

Page 106: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 1 91

mengumumkan rule of injection dan standardoperated sehingga semua orang tahu apa yangdilarang dan apa yang diperbolehkan untukseorang prajurit, itu merupakan langkah maju.Itu tidak malanggar aturan apapun dan publikbisa melakukan watching of force, TNI tidak rugikalau TNI tidak berbuat salah.

Sekali lagi dua tahun pertama penting.Banyak persoalan politik. Tetapi jika membuattindakan yang bisa membuat publik awarenessmeningkat saya kira tidak ada akan ada yang salahdan itu sudah luar biasa. Satu hal yang tidakdilakukan presiden dari Gus Dur sampai Mega,dan bisa dilakukan pada SBY dalam dua tahunmaka tahun ke 3, 4, 5 kita akan lebih maju.

Page 107: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

92 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Page 108: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Isu Desentralisasi dan Integrasi Nasional 93

Sesi Kedua

Prospek Konflik dan(Dis)Integrasi Nasionaldi Era Kepemimpinan

Nasional Baru

Page 109: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

94 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

This ebook downloadedfrom www.csps.ugm.ac.id

Page 110: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Isu Desentralisasi dan Integrasi Nasional 95

Isu Desentralisasidan Integrasi Nasional

Pasca 2004

Pratikno

Walaupun sudah berusia lebih dari setengahabad, ke-Indonesiaan masih menjadi per-masalahan krusial dalam kehidupan berbangsadan bernegara. Pemerintahan yang baru masihdiwarisi dengan beberapa potensi masalahketegangan politik antara pusat (nasional) dengandaerah. Ambisi untuk melepaskan diri darirepublik yang terjadi di tahun 1950an, ternyatamasih berlanjut di beberapa daerah di dekade200an ini, seperti di Aceh dan Papua. Bahkan,dalam skala yang berbeda, hal tersebut jugaterjadi di daerah lain seperti Riau dan Maluku.

Tulisan ini berusaha melacak apakahpermasalahan tersebut masih akan berlanjutdalam pemerintahan yang baru. Untuk menjawabpertanyaan ini, penulis memulai dengan melacakpenyebab ketegangan antara daerah dan pusat didekade 1950an dan 1990an, dan apakah faktorpenyebab ini telah diselesaikan oleh pemerintahyang lama dan apakah akan mampu dipecahkanoleh pemerintah yang baru.

Page 111: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

96 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Pemicu Dasar PemberontakanDaerah

Ketegangan antara daerah dan pusat yangmengarah pada disintegrasi nasional merupakanmasalah lama dalam sejarah berdirinya negara-bangsa Indonesia. Pada usianya yang belummencapai satu dasawarsa, Indonesia yang sangatbelia harus dihadapkan pada masalah persatuandan kesatuan nasional. Pada dekade 1950anterjadi beberapa pemberontakan daerah yangsignifikan, antara lain di Sumatra Barat, SulawesiSelatan yang terkenal dengan PRRI-Permesta,dan Gerakan Aceh Merdeka. Selain itu masihterdapat beberapa pemberontakan kecil yangantara lain terjadi di Jawa Barat yang bermaksudmendirikan negara Islam, dan di awal 1960anyang terkait dengan etnis Cina di Kalimantan Barat.1

Terdapat beberapa penjelasan penyebabmunculnya pemberontakan daerah di era OrdeLama Amal (1992). Pertama, pemberontakandaerah di luar Jawa dilatar belakangi olehketimpangan struktur ekonomi yang mencolokantara Jawa dan luar Jawa. Pulau Jawa yang sangatpadat penduduknya menekankan pada aktivitasmanufaktur dan berperan menjadi ‘net-importer’,sementara luar Jawa menjadi andalan utamauntuk kepentingan ekspor. Struktur ekonomi yangdiwariskan oleh pemerintahan kolonial Belanda

Page 112: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Isu Desentralisasi dan Integrasi Nasional 97

ini jauh lebih banyak menguntungkan Jawadibandingkan dengan luar. Kekecewaan luar Jawadi bidang ekonomi ini diperparah oleh kondisipolitik yang dimonopoli oleh Jawa yangmenipiskan harapan luar Jawa untukmempengaruhi proses politik nasional. Partaiterbesar pada pemilu 1955 adalah PNI yangberbasis Jawa. Dua partai besar lainnya, NU danPKI juga berbasis di Jawa. Sementara, hanya adasatu partai berbasis luar-Jawa yang berpengaruh,yaitu Masyumi.

Kedua, pemberontakan daerah Orde Lamatersebut didorong oleh kekecewaan terhadapsistem pemerintahan yang sentralistis yang tidakmemberikan ruang yang memadai terhadapotonomi daerah. Para politisi di daerah di awalkemerdekaan yakin bahwa otonomi daerahmerupakan syarat minimal yang memungkinkandaerah untuk menjaga kepentingannya. Namun,pemerintahan yang berjalan sampai menjelang1957 cenderung bersifat sentralistis.Pembentukan Republik Indonesia Serikat di akhir1940an dengan cepat dikembalikan lagi ke bentuknegara kesatuan. Para birokrat dan profesionalcenderung untuk menghalangi prosesdesentralisasi. Kondisi ini menimbulkankekecewaan yang tinggi di kalangan politisidaerah. Tatkala pemerintah pusat mulai berusaha

Page 113: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

98 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

untuk mengembangkan otonomi daerah pada1957 dengan lahirnya UU No.1/1957, tatkala itukekecewaan daerah sudah memuncak.

Penjelasan ketiga munculnya pem-berontakan daerah di era Orde Lama adalahpengorganisasian militer yang berkoinsidensidengan pengorganisasian sipil dan bahkansekaligus menjadi satu kesatuan dengan polarisasikultural. Kepemimpinan militer di daerahmempunyai wilayah yang koinsiden dengankepemimpinan sipil sehingga di antara keduanyamudah untuk menyatu dengan nama daerah.Kemudian, profesionalisasi dan rasionalisasiorganisasi militer yang dilakukan oleh militerpusat didikan Eropa telah merugikan para militerdaerah yang berpendidikan formal rendah. Olehkarena itu, penjelasan ini mengajukan argumenbahwa pemberontakan daerah lebih didorongoleh konflik internal militer yang kemudianmenyatu dengan kepemimpinan sipil dansolidaritas kultural.

Terakhir, perdebatan mengenai dasarnegara juga menjadi pemicu munculnyapemberontakan daerah. Ketika PPKI menetapkanPancasila sebagai dasar negara bagi RepublikIndonesia yang akan diproklamirkan pada tahun1945, sejak itu pula muncul gerakan-gerakanpenolakan. Pemberontakan Darul Islam adalah

Page 114: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Isu Desentralisasi dan Integrasi Nasional 99

salah satu buktinya di awal kemerdekaan. Sejakawal 1950an pertentangan antara para nasionalisdi bawah Sukarno yang secara tegas mendukungPancasila dengan Masyumi yang mendukungIslam sebagai dasar negara semakin tajam.Pertentangan antara nasionalis yang menjadiaktor dominan di pemerintah pusat ini denganMasyumi ini dengan cepat menjadi perseteruanantara pusat (Jawa) dan luar Jawa sesuai denganpeta geografis basis sosial mereka.

Penyelesaian Masalah: Gaya Orbadan Pasca Orba

Beberapa pemberontakan daerah yangterjadi pada masa Orde Lama tersebut berhasildihentikan oleh Orde Baru. Sejak 1965, hampirtidak terdapat pemberontakan daerah yangberarti. Gerakan-gerakan separatis yang terdapatdi Aceh dan Irian Jaya terjadi pada skala yangjauh lebih kecil dan terkendali pusat dibandingkandengan yang terjadi pada masa Orde Lama.Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat yang padamasa Sukarno menjadi daerah yang banyakmemberikan perlawanan kepada pusat, pada masaSuharto hal itu tidak lagi terjadi.2

Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimanarejim Orde Baru mengakhiri pemberontakandaerah tersebut. Juga, bagaimana keinginan

Page 115: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

100 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

untuk merdeka tersebut muncul kembali di tahun-tahun terakhir kepresidenan Suharto di akhir1990an? Juga, bagaimana pemerintahan pascaSuharto (1999-2004) menyelesaikan masalah itu?

Berangkat dari penjelasan kemunculanpemberontakan daerah pra-Orba, keberhasilanOrde Baru meredam pemberontakan daerahseharusnya bersumber pada kemampuannyauntuk menyelesaikan masalah-masalah dasar,yaitu:

1 . perdebatan tentang dasar negara.

2. pola hubungan sipil-militer yang berkoisi-densi dengan polarisasi politik dan kultural.

3. sistem pemerintahan dan keuangan daerahyang tersentralisir.

4. dikotomi struktur ekonomi yang fundamentalantara Jawa dan Luar Jawa.

Namun, banyak bukti menunjukkan bahwapemerintahan Orde Baru tidak menghentikansemua masalah tersebut. Orde Baru hanyamenyelesaikan dua permasalahan pertama, yaitumenghentikan permasalahan perdebatan tentangdasar negara apakah berlandaskan Islam ataukahPancasila, dan mengakhiri pola hubungan sipil-militer yang berkoisidensi dengan polarisasipolitik dan kultural. Namun, pada saat yang samajustru semakin memperparah dua permasalahan

Page 116: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Isu Desentralisasi dan Integrasi Nasional 101

terakhir yang juga menjadi sumber pemberon-takan daerah semasa Sukarno, yaitu mengem-bangkan sistem pemerintahan dan keuangandaerah yang semakin tersentralisir, dan semakinmemperlebar dikotomi struktur ekonomi yangfundamental antara Jawa dan Luar Jawa.Keberhasilan pemerintah Orde Baru meredampemberontakan daerah lebih dikarenakankemampuan pemerintah pusat untuk merepresimasyarakat daerah agar loyal kepada pemerintahpusat.

Bentuk represi ini tercermin dari berbagaimacam lini, terutama sistem politik dan ekonomiyang semakin monolitis dan sentralistis. Ke-kuasaan politik Orde Baru yang efektif ini berakardari paling tidak empat sumber utama (Pratikno1996). Sumber pertama adalah keleluasaan OrdeBaru untuk menggunakan mekanisme kekerasan,baik kekerasan militer maupun kekerasan hukum.Sumber kedua kekuasaan Orba yang utama keduaadalah klientelisme ekonomi yang berhasildilakukan berkat melimpahnya sumberdayaekonomi dari hasil eksport minyak dan hasil alamlainnya. Dengan sumberdaya inilah Suhartosecara efektif mampu membeli dukungan dari elitpolitik dan masyarakat luas. Korupsi danpengembangan bisnis-klien merupakan salah satumekanisme ‘money politics’ yang dipergunakan

Page 117: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

102 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

oleh elit membeli dukungan tersebut (Muhaimin1990).

Sumber kekuasaan Orba ketiga adalahideologisasi definisi partikularistik terhadapsegala kehidupan bernegara untuk melegitimasiotoritarianismenya. Definisi partikularistikmengenai demokrasi yang dinamakan demokrasiPancasila (Ramage 1994)3, juga definisi tentanghak asasi manusia, tentang tanggung jawab warganegara, dan lain-lain, telah membangun‘keabsahan’ politik rejim Orde Baru secara moral.4

Sumber efektivitas otoritarianisme Orde Baruyang keempat adalah jaringan korporatismenegara yang ‘menyalurkan’ partisipasimasyarakat menjadi mobilisasi politik yangterkontrol. Penunggalan kelompok-kelompokprofesi dan kepentingan yang ke bawahmenempati posisi penting di hadapananggotanya, namun ke atas, organisasi ini sangatrentan terhadap intervensi negara (King 1982).Hal ini memberikan energi yang signifikan bagipemerintah pusat untuk mengendalikan daerah.

Pemerintah Orde Baru mengatur peme-rintahan lokal secara detail dan diseragamkansecara nasional (Mc Andrews 1986; Devas 1989;Rohdewohld 1995). Organ-organ supra-strukturpolitik lokal diatur secara terpusat dan seragamtanpa mengindahkan heterogenitas ‘sistem

Page 118: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Isu Desentralisasi dan Integrasi Nasional 103

politik’ lokal yang telah eksis jauh sebelumterbentuknya konsep kebangsaan Indonesia. Elitpemerintahan lokal hanyalah sekedar kepan-jangan tangan pemerintah pusat di daerah yangdiberi kekuasaan besar untuk melakukanmanuver politik untuk menunjukkan pengab-dianya ke pusat. Kepala Daerah dipersatukandengan figur Kepala Wilayah, yang prosespemilihannya banyak dikendalikan pusat. Elitpemerintahan yang bias pusat ini diberi kekuasaanbesar dengan gelarnya sebagai Penguasa Tunggaldi daerah, yang didukung dengan sumber dayapolitik lainnya mampu mengendalikan DPRD dankekuatan politik masyarakat.5

Lebih dari itu, penyeragaman dansentralisasipun diberlakukan terhadap infra-struktur politik di tingkat lokal. Melalui strategikorporatisme negara, pemerintah Orde Barumelakukan penunggalan (bukan sekedarpenyeragaman) kelompok kepentingan yangwadahnya telah disediakan dan dikontrol olehnegara secara terpusat. Para buruh di seluruhnusantara hanya diakui eksistensinya sebagaisebuah komunitas buruh apabila bernaung dibawah SPSI yang disediakan oleh negara, yangdikontrol dan satu-satunya yang diakui olehnegara. Demikian pula hanya untuk pegawainegeri yang telah disediakan Korpri, untuk guru

Page 119: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

104 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

telah disediakan PGRI, untuk petani telahdisediakan HKTI, untuk pengusaha telahdisediakan KADIN, untuk para wartawan telahdisediakan PWI, dan lain-lain. Tanpa melaluilembaga ini, mereka ini tidak bisa berinteraksidengan negara. Kondisi tersebut diperparahdengan adanya sentralisasi kelembagaankelompok kepentingan tersebut secara nasional,dan kemudian menjadi salah satu mesin politikuntuk membangun dukungan masyarakat(walaupun mungkin semu) kepada pemerintahmelalui organisasi payung yang dinamakanGolongan Karya (King 1982, Reeve 1990).

Proses negaraisasi (state formation) secaraluar biasa ini telah menisbikan eksistensi politiklokal yang telah lama berakar di masyarakat(Schiller 1996). Mekanisme kontrol politik secaranasional tersebut bahu-membahu dengansentralisasi pengelolaan sumber daya ekonomisecara nasional yang sangat bias pusat (Jakarta,dan kemudian Jawa). Dengan wacana pem-bangunan nasional, pemerataan pembangunanantar daerah dan integrasi nasional, pemerintahmelakukan pengelolaan sumber daya ekonomidaerah secara nasional. Pertambangan, hutan,beberapa hasil laut dan beberapa jenisperkebenan dikelola secara nasional yanghasilnya dibawa secara penuh ke Jakarta.

Page 120: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Isu Desentralisasi dan Integrasi Nasional 105

Karena supra-struktur dan infra-strukturpolitik lokal telah mengalami negaraisasi secarasubstansial, maka praktis tidak ada resistensipolitik daerah yang memadai terhadapsentralisasi pengelolaan sumber daya ekonomiyang terpusat ini. Bahkan, yang kemudian lazimterjadi adalah elit politik daerah (yang kebanyakanbukan putra daerah) yang justru menyetujuipemboyongan aset ekonomi ke Jakarta, sebabdari mekanisme ini mereka memperoleh manfaatekonomis pribadi. Elit daerah diberi keleluasaanberkorupsi sepanjang mendukung sentralisasipolitik dan ekonomi.

Fenomena 1990an: RefleksiKegagalan Pendekatan Represi

Dengan strategi pemerintah Orba tersebutdi atas, sampai dengan 1997 pengaturan politiklokal di era Orde Baru bisa dianggap sebagaiprestasi luar biasa dalam membenahipermasalahan nasional yang diwariskan oleh OrdeLama. Orde Baru telah mampu meredam berbagaigejolak politik separatis di tingkat lokal yangpernah terjadi di era Orde Lama. Orde Baru telahberhasil membangun simbol-simbol ke-nasionalan, dan negarapun secara meluas hadirdi semua lokalitas.

Page 121: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

106 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Namun, sinyal-sinyal kegagalan pengaturanpolitik lokal ini semakin mencolok muncil kepermukaan tatkala beberapa masyarakat daerah,terutama Irian Jaya dan Aceh, menuntutperubahan mendasar dalam pengaturan politiklokal dan dalam hubungan pusat-daerah. Bahkan,salah satu bentuk tuntutan itu adalah tuntutanseparatis untuk membentuk negara sendiri, bukansekedar menuntut perubahan ke bentuk negarafederal. Dengan kata lain, ‘ketaatan’ komunitaspolitik lokal terhadap pusat yang terjadi selamaini adalah sebuah ketaatan yang semu dan penuhketerpaksaan. Tentu saja konsep negara-bangsasemacam ini sangat rentan terhadap gejolak.Tatkala krisis ekonomi melanda Indonesia, tatkalareformasi politik digulirkan masyarakat, dantatkala pelanggaran HAM di Indonesia semakinmenjadi sorotan dunia, maka tatkala itulah prosespembusukan politik (bukan pembangunan politik)Orde Baru mulai terangkat ke permukaan.

Otonomi Seluas-luasnya danOtonomi Khusus

Pemerintahan pasca Suharto yang tampil dibawah tekanan demokratisasi dan dilandakelangkaan sumberdaya ekonomi telah benar-benar tidak bisa memanfaatkan sumber-sumber

Page 122: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Isu Desentralisasi dan Integrasi Nasional 107

kekuasaan Orde Baru tersebut secara leluasa.Kekerasan militer tidak bisa lagi digunakan secaraterbuka. DOM (Daerah Operasi Militer) ‘terpaksa’harus dicabut. Demonstrasi ‘terpaksa’ harusditangani secara persuasif. Dan perilaku militermenjadi sorotan publik. Klientelisme ekonomiuntuk membeli loyalitas menjadi semakin sulitdilakukan, tatkala pemerintah tak lagi kaya. Krisisekonomi telah menjadikan anggaran negaradefisit; sentralisasi pengelolaan sumberdayaekonomi sekarang ini digugat; dan setiapkebijakan alokasi sumberdaya ekonomidipertanyakan. Mempermainkan standar morali-tas politik juga sulit dilakukan, ketika rakyat se-karang ini berani bersuara dengan standar nu-raninya dan menggugat hukum normatif OrdeBaru yang kaya dengan manipulasi politik.Korporatisme negara juga lumpuh, tatkalakelompok-kelompok masyarakat, terutamakelompok profesi, berhasil membangun pluralitasrepresentasi kepentingan mereka tanpa berhasildikekang negara.

Kalau kejatuhan Suharto dipandang sebagaisimbol berakhirnya otoritarianisme politikIndonesia, maka pemerintahan pasca Suhartomau tidak mau harus membangun legitimasipolitik melalui proses politik yang demokratis.Namun, justru inilah kesulitan yang dihadapi oleh

Page 123: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

108 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

para Presiden pasca Suharto. Tatkala sumberkekuasaan otoritarian Orde Baru sudah tidak lagidipunyai, tatkala itu pula sumber kekuasaan yangbaru (proses demokrasi) belum dimiliki. Krisislegitimasi ini juga berimplikasi pada krisiskepercayaan. Inilah alasan utama dari para analisyang mendorong perlu segera dilakukannyapemilihan umum.

Kelangkaan legitimasi politik pemerintahpusat ini menjadi momentum yang sangat baikbagi masyarakat daerah untuk menuntutpembaruan dalam hubungan pusat - daerah. Adayang menuntut akses daerah yang lebih besaruntuk menikmati sumberdaya alam daerahnyamelalui kebijakan otonomi daerah yang seluas-luasnya, ada yang menuntut perubahan ke bentuknegara federasi, dan bahkan ada yang menuntutuntuk menjadi negara sendiri (merdeka).

Pemerintahan Pasca Suharto, diawali olehPresiden Habibie dan Presiden AbdurahmanWahid dan dilanjutkan oleh Presiden Megawati.Esensi kebijakan pemerintah pusat di era iniadalah mendesentralisasikan kewenangan yanglebih besar kepada daerah melalui UU No.22/1999, dan memberikan akses kepada daerah untuklebih menikmati sumber daya alam di daerahnyamelalui kebijakan Bagi Hasil Sumberdaya Alamberdasarkan UU No.25/1999 tentang Perim-

Page 124: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Isu Desentralisasi dan Integrasi Nasional 109

bangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Kebijakan tersebut telah membuat beberapadaerah, terutama masyarakat di Provinsi Riaudan Provinsi Kalimantan Timur, mengendurkanperlawanannya terhadap pemerintah pusat. Padatahun 1997-1998, di dua provinsi ini sempatmuncul gerakan rakyat yang secara terbukamenuntut kemerdekaan. Ada juga gerakan politikdi dua provinsi ini yang menuntut otonomi yanglebih besar kepada daerah melalui perubahansistem kesatuan (unitary system) menjadi sistemfederal (federal system). Pasca diberlakukannyaUU No.25/199 di atas yang membawapeningkatan anggaran pemerintah daerah secarasignifikan, gerakan politik daerah yang menentangpusat tersebut mengalami degradasi secarasignifikan.

Namun, bagi Provinsi Daerah Istimewa Acehdan Provinsi Irian Barat, kebijakan perimbangankeuangan pusat dan daerah tersebut tidakmenyurutkan upaya gerakan kemerdekaan di duaprovinsi ini. Gerakan Aceh Merdeka danOrganisasi Papua Merdeka tetap melakukanperlawanan bersenjata terhadap pemerintahIndonesia. Simpati masyarakat terhadapperlawanan ini juga tidak menyurut, karena UUNo.25/1999 dianggap tidak memberikankeistimewaan kepada dua provinsi ini. Walaupun

Page 125: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

110 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

UU ini membawa manfaat yang cukup besar dalambentuk pengucuran dana Bagi Hasil dari eksplorasisumberdaya alam, namun tetap dianggap tidakmemadai dan tidak menjawab beberapa tuntutannon-finansial, termasuk penghargaan terhadapnilai-nilai kultural dan institusi sosial setempat.

Pada tahun 2000, Majelis PermusyawaratanRakyat meminta kepada DPR dan Presiden untukmembuat UU yang memberikan otonomi khususkepada dua provinsi ini. Atas dasar perintah ini,DPR dan Presiden menetapkan UU No.18/2001tentang pemberian otonomi khusus untukProvinsi Nangroe Aceh Darussalam, dan UUNo.21/2001 yang memberikan otonomi khususuntuk Provinsi Papua. Dengan UU ini, dua provinsitersebut memperoleh otonomi yang lebih besardalam bentuk kekhususan dalam sosio-kultural,serta pemberian Bagi Hasil yang lebih besar yangdiberikan kepada pemerintah provinsi.

Namun, otonomi khusus yang diberikankepada Provinsi Nangroe Aceh Darussalam danProvinsi Papua tidak serta merta menyelesaikanketegangan politik antara komunitas politik duaprovinsi ini dengan pemerintah pusat. Gerakanbersenjata di Aceh dan Papua tetap saja berlanjutdan berusaha memperjuangkan kemerdekaan.Bahkan, di era pemerintah Presiden Megawati,pemerintah pusat mengerahkan pasukan militer

Page 126: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Isu Desentralisasi dan Integrasi Nasional 111

untuk menindas pemberontakan bersenjata diAceh pada saat otonomi khusus sudah berjalan.Demikian pula yang terjadi di Papua. Walaupuntidak seterbuka gerakan pemberontakan di Aceh,tetapi potensi tuntutan untuk merdeka di Papuatetap terus menggejala.

Penutup

Pemerintah baru pasca 2004 diuntungkanoleh beberapa kebijakan pemerintah pascaSuharto yang cukup berhasil untuk meredakanketegangan hubungan pusat dan daerah yangmemuncak di tahun 1997-1999. Hal ini dibuktikandengan memudarkan tuntutan merdeka dantuntutan perubahan ke arah sistem federal yangterjadi di beberapa provinsi, seperti KalimantanTimur dan Riau.

Namun demikian, potensi meledaknyakembali tuntutan merdeka tetap terusberkembang di Aceh dan Papua. Kebijakanotonomi khusus yang telah dilaksanakan dalamdua tahun terakhir ini memang telah mampumenarik simpati dari beberapa komponenmasyarakat untuk ‘menunda’ tuntutan merdeka.Namun, bagi sebagian yang lain, tuntutanmerdeka tersebut tetap tidak surut karenaimplementasi kebijakan otonomi khusus dianggap

Page 127: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

112 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

tidak menyentuk permasalahan kemanusiaan,perlindungan hak asasi manusia, kemerdekaanpolitik dan kesejahteraan ekonomi. Melimpahnyaanggaran negara di daerah sebagai konsekuensidari otonomi khusus tidak didukung olehinstrumentasi kebijakan yang memadai, sehinggaotonomi khusus tidak sampai ke masyarakat lokal-pinggiran di daerah.

Apabila kebijakan otonomi khusus dimaknaisebagai ‘perpanjangan waktu’ (injury time) bagipemerintah pusat dan organisasi penuntutkemerdekaan untuk berlomba menarik simpatimasyarakat, maka perlombaan ini masih belumusai. Bahkan, pemerintah telah tidak maksimalmemaksimalkan momentum otonomi khususuntuk secara serius menarik simpati masyarakatdaerah. Tanpa adanya instrumentasi kebijakanyang memadai, pemerintah bisa kalah dalamperlombaan membangun dukungan masyarakat,dan mensia-siakan jerih payah yang selama inidilakukan. Menumpas pemberontakan daerahtidak akan pernah berhasil hanya dengan operasimiliter, melainkan harus menyentuh pada sumbergerakan pemberontakan tersebut.

Catatan Akhir1 Lihat misal Amal (1992), Syamsuddin (1985),

Bahar & Tangdililing (1996).

Page 128: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Isu Desentralisasi dan Integrasi Nasional 113

2 Gerakan separatis yang paling kuat terjadi adalahdi Timor Timur. Namun, hal ini tidak bisadibandingkan dengan masa Orde Lama, sebabpenggabungan Timor Timur ke wilayah Indonesiaterjadi pada masa Orde Baru.

3 Dengan terminilogi ini pemerintah Orde Baruberusaha mengatakan bahwa demokrasi Indonesiabukanlah demokrasi liberal, dan bukan pula semuajenis demokrasi lainnya. Demokrasi Indonesiaadalah demokrasi Indonesia yang dilandasi olehkultur bangsa Indonesia. Pengertian ini, padatataran konseptual, seakan-akan tidak terlalubermasalah. Namun, yang jelas, pemerintah OrdeBaru telah mendominasi pendefinisian DemokrasiPancasila ini demi politik otoritarianismenya.

4 Studi-studi signifikan tentang hal ini antara lainadalah Ramage (1995), Bouchier (1991 & 1994),serta Heryanto (1994).

5 Kebijakan ini bisa dilihat dalam substansi UU No.5Th.1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan diDaerah, dan lebih mencolok lagi sebagaimanatertuang dalam UU No.5 Th.1979 tentangPemerintahan Desa.

Pustaka

Amal, Ichlasul (1992), Regional and CentralGovernment in Indonesian Politics: West Sumatraand South Sulawesi 1949-1979, Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.

Bahar, Saafroedin & A.B.Tangdililing (1996),Integrasi Nasional: Teori, Masalah dan Strategi,Ghalia Indonesia, Jakarta.

Bouchier, David (1994), “The 1950s in New OrderIdeology and Politics”, in Bouchier, D. and J.Legge (1994, eds.), Democracy in Indonesia:

Page 129: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

114 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

1950s and 1990s, Monash Papers on SoutheastAsia No.31, Centre for Southeast Asian Studies,Monash University, Melbourne.

Chalmers, Ian & Vedi Hadiz (1997), The Politics ofEconomic Development in Indonesia, Routledge,London

Devas, Nick (1989, ed.), Financing Local Governmentin Indonesia, Ohio University Press, Ohio.

Devas, Nick (1989-b), “Issues in the Financing ofLocal Government in Indonesia”, Planning andAdministration 1989-2.

Heryanto, Ariel (1994), Discourse and StateTerrorism, disertasi S-3 di Monash University,Australia.

Hill, Hall (1989), Unity and Diversity: RegionalEconomic Development in Indonesia Since 1970,Oxford University Press, Singapore.

Hooker, Virginia Matheson (ed., 1995), Culture andSociety in New Order Indonesia, OxfordUniversity Press, Kuala Lumpur.

Legge, John D. (1961) Central Authority and RegionalAutonomy in Indonesia: A Study in LocalAdministration 1950-1960, Cornell UniversityPress, Ithaca.

Mackie, J. (1994), “Hubungan Pusat-Daerah diIndonesia Dibandingkan dengan Australia”, inHaris Munandar (1994, ed.), PembangunanPolitik, Situasi Global, dan Hak Asasi di Indonesia,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Maryanov, Gerald Seymor (1958), Decentralizationin Indonesia as a Political Problem, Interim ReportSeries, Modern Indonesia Project, CornellUniversity, Ithaca.

McAndrews, Colin (1986, ed.), Central Governmentand Local Development in Indonesia, OxfordUniversity Press, Singapore.

Page & Goldsmith (1987, eds.), “Central and Local

Page 130: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Isu Desentralisasi dan Integrasi Nasional 115

Government Relations”, Sage Publications,London.

Pratikno (1996), Working the System dan Testing theBoundaries: Political Participation in Gresik UnderIndonesia’s New Order, disertasi S-3, FlindersUniversity of South Australia.

Rohdewohld, Rainer (1995), Public Administration inIndonesia, Montech Pty Ltd, Melbourne.

Schiller, James W. (1996), ‘Developing’ Jepara: Stateand Society in New Order Indonesia, MonashPaper on Southeast Asia, Monash University,Melbourne.

Schwarz, Adam (1994), A Nation in Waiting: Indonesiain the 1990s, Allen and Unwin, Sidney.

Syamsuddin, Nazaruddin (1985), The RepublicanRevolt: A Study of the Acehnese Rebellion,Institute of Southeast Asian Studies, Singapore.

Page 131: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

116 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Page 132: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Prospek Konflik dan (Dis)Integrasi Nasional 117

Pemerintahan Baru:Prospek Konflik Dan

(Dis)Integrasi Nasional

Ivan A. Hadar

Sebenarnya, mereduksi potensi konflik dandisintegrasi nasional, relatif mudah. Yangdiperlukan, sekedar kecerdasan menganalisisakar permasalahan, kerendahan hati untukmendengar aspirasi dari bawah dan kemauanpolitik untuk mencarikan solusi humanis. Konflikdan separatisme, hanyalah “sekedar” ungkapan-ungkapan ketidakpuasan. Bisa karena (merasa)diperlakukan tidak adil, ditindas, dirampok,disiksa, dilecehin, dikibulin, diperkosa, dibunuhsuami-istri-anak dan kerabatnya. Atau, karenatiadanya pengalaman dan, karena itu jugakemauan mengelola konflik secara konstruktif.Keduanya bersifat struktural dengan bumbukultural. Kultural, karena konflik meluludipandang negatif. Ungkapan ketidakpuasan,dianggap separatis.

Mayoritas orang Aceh dan Papua, yangkonon pernah getol mendukung NKRI, –dariwaktu ke waktu– semakin banyak yang kecewakarena merasakan hidup berkekurangan, padahal

Page 133: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

118 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

sangatlah kasat mata bahwa alam disekelilingnyaamat sangat kaya raya. Ketidakpuasan semakinmenjadi ketika melihat dan merasakan kekejamanpenguasa dalam mempertahankan kondisi yangtidak adil. Tak jarang dengan menggunakan dalihuntuk keutuhan NKRI1 atau “demi kepentingannasional”.

Saat ini, terutama di Aceh, masayarakatnyadisudutkan pada kondisi dilematis. Nasionalis,patriotis atau gabungan dari keduanya, bisamenjadi alat gebug. Betapa tidak. Sekedar lalaimenaikkan bendera merah putih atau tidakmengikuti apel NKRI (Negara Kesatuan RepublikIndonesia), bisa terkena cap tidak nasionalis-patriotis atau simpatisan Gerakan Aceh Merdeka(GAM). Akibatnya bisa fatal. Padahal, sebaliknya,bila menaikkan merah putih, siapa yang bisamenjamin keamanannya karena dianggap tidaknetral oleh GAM?

Ternyata, “fenomena” ini, sempat menyebarke luar Aceh. Aktivis hak asasi manusia (HAM)yang, sudah seharusnya, bersikap obyektif dankritis, bisa pula terkena getahnya. Masih segardalam ingatan, ketika sebuah lembaga penegakanHAM di Jakarta diserbu oleh sekelompok sipilberseragam. Lembaga ini dianggap tidak patrioskarena mengkritisi kebijakan pemerintahmenggelar Operasi Keamanan di Aceh. Salah

Page 134: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Prospek Konflik dan (Dis)Integrasi Nasional 119

seorang pengurusnya dipaksa menyanyikanIndonesia Raya untuk menguji kedalaman sikappatriotismenya. Mungkin karena ketakutan, iatidak ingat seluruh teks sehingga dianggap tidakpatriot dan patut dipukuli. Dalam pemahamankelompok tersebut, patriotisme memangdiartikan sebagai kesediaan untuk membelakebijakan pemerintah tanpa reserve. Pemerintahdisejajarkan atau bahkan dianggap identik dengannegara atau tanah air.

Pertanyaannya, bagaimana kita sebagaibangsa yang majemuk, juga dalam interpretasikebenaran, seharusnya mendialogkan kembaliarti nasionalisme dan patriotisme agar tidakmenjadi “pentungan” yang dipakai oleh siapa saja,terutama yang berkuasa, untuk memaksakankehendak dan legitimasi untuk menggebugmereka yang kritis serta berbeda pendapat?

Peringatan Leo Tolstoi patut disimak.Baginya, patriotisme lebih mudah dipakai sebagailegitimasi untuk membunuh ketimbang menjadispirit untuk membangun kebutuhan dasarkehidupan, seperti memperbaiki pendidikan dankesehatan masyarakat. Dalam interpretasidemikian, patriotisme menjadi sebuah bentuknarzisme yang beranggapan bahwa bumi initerbagi-bagi dan setiap orang yang beruntungterlahir dalam bagian tertentu menganggap

Page 135: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

120 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

dirinya lebih baik, lebih mulia, lebih hebat danlebih pintar dibandingkan lainnya. Karena itu,adalah kewajibannya bila perlu membunuh danrela mati dalam upayanya untuk menunjukkankeperkasaannya kepada yang lain.

Dari sudut pandang tersebut, energi dan danalebih banyak digunakan untuk perang menumpasmereka yang memberontak atau sekedar bedainterpretasi, ketimbang menarik hati mayoritaspenduduk lewat program berkeadilan yangsekaligus berarti menghilangkan lahan subur bagiketidakpuasan sebagai bibit pemberontakan.

Memudarnya kebersamaan dan kebanggaansebagai bangsa yang semakin terasa akhir-akhirini, sedikit-banyak disebabkan oleh kekecewaansebagian besar anggota masyarakat bahwakesepakatan bersama (contract social) yangmengandung nilai-nilai seperti keadilan sosial,perkemanusiaan dan musyawarah seringkalisekedar menjadi retorika penguasa. Semakin lamakeadaan ini bertahan, “bangsa sebagai sesuatuyang berada dalam proses menjadi” semakin tidakbermakna bagi mayoritas masyarakat. Nasio-nalisme dan patriotisme yang spiritnya, seharus-nya, dibangun berdasarkan cita-cita bersama,menjadi kabur. Interpretasi atasnya menjadisepihak, monolitis dan – tak jarang – bersifatrepresif atas mereka yang berpenafsiran lain.

Page 136: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Prospek Konflik dan (Dis)Integrasi Nasional 121

Padahal, Indonesia seperti halnya negarabangsa lainnya, adalah sebuah proyek masadepan. Meminjam istilah Ben Anderson,Indonesia adalah sebuah imagined communities(komunitas terbayang). Konon, pada awalkelahiran Indonesia, wujud geografis masihmenjadi perdebatan. Tergantung pada siapa yangmembayangkannya. Bung Karno misalnya,membayangkan Indonesia mencakup seluruhwilayah bekas jajahan Belanda. Hatta, “lebihbersahaja” dan, boleh jadi realistis, ketikamembayangkan sebuah Indonesia federal tanpaPapua. Beda dengan Tan Malaka yang “ambisius”dengan proyek Maphilindo, mencakup Malayadan Philipina. Paling tidak bagi para “separatis”Aceh, Papua dan Maluku Selatan serta sekianlainnya, daerah mereka bukanlah bagian dariIndonesia.

Apakah, misalnya, fenomena disintegrasibangsa saat ini, membenarkan apa yangdiasumsikan bahwa sebagai proyek masa depan,Indonesia bukanlah sesuatu yang taken forgranted akan ada sepanjang masa. Sebagai sebuahproyek masa depan, Indonesia harus terusmenerus diisi, dibangun.

Pertanyaan yang perlu diajukan adalah, apayang dimaksud dengan “bangsa” Indonesia? Bilaia adalah sesuatu yang terbayang (imagined),

Page 137: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

122 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

seperti yang diasumsikan Ben Anderson, apakahclaim “kita” – yang seringkali dipakai penguasa –bisa dipertanggungjawabkan sebelum seluruhrakyat Indonesia diajak “membayangkan”? BenAnderson, dalam pengantar bukunya yangterkenal itu, memang mengakui bahwa kajianseputar nasionalisme dan patriotisme sudahmengalami perubahan yang “mencengangkan”,dalam metodanya, cakupannya, kecanggihannya,serta jumlahnya. Semua itu, berkat jangkauansejarahnya dan daya teoretisnya, membuatsebagian besar isi kepustakaan tradisional seputarpaham kebangsaan jadi kuno. Karya-karya diseputar isu kebangsaan, telah ikut mendorongpertumbuh-kembangan luar biasa kajian-kajiansejarah, kesusasteraan, antropologis, sosiologis,feminis, dan lain-lain yang mencantolkan objek-objek kajian masing-masing ke nasionalisme danpatriotisme.

Berbagai pemikiran di atas, nampaknyaaktual dan relevan sebagai “acuan diskusi”, baikbagi upaya membangun kembali negeri, bangsa,dan negara yang porak-poranda atau dalammempertanyakan keabsahan Proyek Indonesiasebagai sebuah imagined communities yangharus dipertahankan dengan segala cara. TimorTimur yang telah “lepas” dari Indonesia, Acehdan Papua yang bergolak, kerusuhan horisontal

Page 138: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Prospek Konflik dan (Dis)Integrasi Nasional 123

yang memakan puluhan ribu korban di berbagaikawasan di tanah air, adalah “akibat” darikesepakatan tentang Indonesia sebagai bangsa,yang boleh jadi, belum tuntas didiskusikan. Halini, diperparah oleh ulah sebagian elite bangsa,termasuk wakil rakyat yang tidak mempunyaisense of crisis. Dalam kondisi demikian, isunasionalisme dan patriotisme yang dijadikan“alat” untuk menggebug mereka yang kritisterhadap Proyek Indonesia yang interpretasinyadimonopoli oleh elit yang korup sertamengagungkan kesatuan dan persatuan di atasrasa keadilan, bisa fatal. Karena, bisamemperlemah keinginan dan mengurangi rasaoptimisme akan keberhasilan dari upaya sebagianmasyarakat yang dengan tulus berupayamenyelamatkan “Proyek Indonesia” darikehancurannya.

Catatan Akhir1 Dari segi geografis dan geopolitik, ada dua jenis

ancaman keamanan yang dihadapi Indonesia.Masing-masing ancaman keamanan tradisionaldan ancaman keamanan nontradisional. Yangpertama, berupa invasi atau agresi militer darinegara lain. Meski Australia dan Singapura, saatini, bisa dianggap berpotensi sebagai ancaman,namun banyak yang percaya bahwa ancamanjenis ini semakin mengecil porsinya. Yang lebihbesar potensinya adalah ancaman keamanan

Page 139: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

124 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

nontradisional, yang umumnya berasal dari aktornon-negara, baik dari dalam atau luar negeri,atau gabungan dari keduanya. Meski di sini, perluada catatan, bahwa akibat kebijakan yang salahatau akibat operasi intelijen yang kemudianmenjadi bumerang. Sebagai contoh, DOM di Acehyang berdampak “membesarkan” GAM dari hanya100 orang pada 1977 menjadi puluhan ribu saatini. Negara bisa saja berperan dalam“melanggengkan dan membesarkan” aktor non-negara yang kemudian berbalik menjadi ancamankeamanan bagi negara itu sendiri.

Page 140: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Potensi Konflik Dan Disintegrasi Nasional 125

Potensi Konflik DanDisintegrasi Nasional Di

Era Kepemimpinan Baru

Kivlan Zen

Latar belakang

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang belumselesai dalam pembentukan national buildingmaupun character buildingnya. Hal ini bisa dilihatdari masih terjadinya perubahan UUD secaramendasar untuk system social dan politik karenabelum terakomodasikannya kepentingan danperlindangan terhadap filosofi/ideology yangberakibat pada kecurigaan suatu golonganterhadap golongan lain.

Sejak kemerdekaan penyusunan UUD 1945telah memicu konflik berkepanjangan, di managolongan Islam merasa tidak terakomodasiaspirasinya. Konsep UUD hasil Panitia PersiapanKemerdekaan Indonesia, mengalami perubahandi mana menyebut kewajiban menjalankan syariatIslam bagi pemeluknya.

Tahun-tahun konflik sampai dengan 1959berpuncak dengan Dekrit Presiden Soekarnountuk kembali lagi ke UUD 1945 setelah UUD RIS

Page 141: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

126 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

ahun 1949 dan UUD Sementara 1950 diterapkan.Selama itu konflik di tubuh bangsa tak pernahberhenti. Harapan Presiden Soekarno dengankembali ke UUD 1945 bangsa dapat bersatumemang berhasil secara fisik, tapi belum secarapsikis, meskipun pemberontakan PRRI/Permestadan DI/TII berhasil ditumpas. Tapi, kembalinyaIndonesia ke UUD 1945 malah menimbulkankudeta pula yang dilakukan oleh Untung dandidukung oleh PKI. Ini berakibat munculnyaparan TNI/ABRI dalam panggung politik. Secarasignifikan untuk mempersatukan bangsa. Tapi,munculnya peran TNI/ABRI yang dinamai DwiFungsi adalah hanya sebagai alat semata olehSoeharto, bukan sebagai suatu system yangpermanent dan dapat diterima oleh system politikapapun yang pernah ada yaitu civiliansupremacy.

Era Reformasi

Tujuan Jenderal Soeharto untuk memantap-kan stabilitas Indonesia dengan penggunaankekuatan militer yang disebut Dwi Fungsi telahtercapai sejak 1965 sampai dengan tahun 1997.walaupun masih ada konflik-konflik kecil yangdapat diatasi, tapi tidak menggocang systemsocial dan system politik dengan diterapkannyaPancasila sebagai asas dalam kehidupan

Page 142: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Potensi Konflik Dan Disintegrasi Nasional 127

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. TetapiPancasila tidak ditetapkan sebagai asas kehidupantotal bangsa Indonesia yang ininya BhinnekaTungal Ika. Umat Islam tetap merasa asprasi danperlindungan rasa belum memadai dengan asastunggal tersebut. Maka dengan kekuatan lainmelakukan perlawanan terhadap kekuatanSoeharto yang telah berjalan 32 tahun. Dukunganuntuk menjatuhkan Soeharto didapat terutamadari pengikut-pengikut Bung Karno. Dukunganuntuk melawan Soeharto sangat menentukankejatuhannya sehingga terbentuk Era Reformasi.

Tujuan Reformasi adalah untuk mereduksiDwi Fungsi ABRI, perubahan UUD 1945,pemberantasan korupsi dan perbaikan ekonomi.Sejak Mei 1998 gerakan reformasi telah mencapaidua sasaran pokok yaitu reduksi Dwi Fungsi ABRIdengan hapusnya Dwi Fungsi tersebut ditandaidengan tidak adanya lagi pengaruh TNI/Polridalam kehidupan sosialo politik. Terhitung mulaitanggal 1 Oktober 2004, UUD 1945 telahdiamandemen sebanyak 4 kali, tetapi inipundianggap masih belum sempurna terutamasusunan dan bahasanya sehingga telahdimodifikasi oleh komisi konstitusi dan belumpula disejui MPR era 1999-2004.

Page 143: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

128 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Potensi Konflik

Perubahan UUD 1945 telah merubahstruktur politik Orde Baru yang memakai alatTNI/Polri untuk mengawalnya secara perlahansejak tahun 1998 sampai dengan 2004, sehinggamenimbulkan konflik horizontal yang luas ditengah masyarakat, diikuti membesarnya konfikvertikal di Aceh, Papua, Maluku, KalimantanTimur, Riau dan terlepasnya Timor Timur. Hal inidapat terjadi karena berkurangnya wibawapemerintah pusat akibat distribusi kekuasaandenga otonomi daerah yang berlum berwibawauntuk mengendalikan kondisi social dan politik.

Puncak dari perubahan politik militarysupremacy era Orde Baru adalah terlaksananyasystem pemilu tahun 2004 dengan pemilihansemi distrik untuk DPR. Pemilihan DPD, danPemilihan Presiden secara langsung. Pemilihanini dilakukan secara damai tanpa pertumpahandarah yang berarti dengan tampilnya kembalikemenangan Golkar di DPR, terbentuknya DPDuntuk mendukung otonomi daerah dan tampilnyaSusilo Bambang Yudoyono dari kalangan militersebagai Presiden, yang dilantik pada 20 Oktober2004. Melihat hasil pemilihan legislative danPresiden melalui pemilu yang damai, makadianggap tidak akan terjadi konflik di tengah-tengah bangsa Indonesia. Tapi, melihat latar

Page 144: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Potensi Konflik Dan Disintegrasi Nasional 129

belakang terjadinya konflik di tengah-tengahbangsa Indonesia yaitu terasa perlindungansemua golongan, ketidakpuasan teralinasinyaperan militer untuk mempersatukan bangsa,agenda reformasi pemberantasan korupsi danperbaikan ekonomi yang belum tercapai sertaberlum terselesaikannya akibat konflik eraSoekarno dan Soeharto, makadapat merupakanpotensi konflik di era kepemimpinan nasional2004-2009, seperti berikut:

1 . Potensi konflik akibat rasa belumterlindunginya semua golongan khususnyaumat Islam dalam menjalankan agamanyaseperti pemakaian jilbab yang masih adasebagian tempat tidak memperbolehkannya.Masalah makanan halal dan haram, minumankeras, judi dan kehidupan bebas yangmereduksi kekhusukkan ibadah umat. Disamping kecurigaan antar umat khususnyaantara umat Islam dan umat Kristen.

2. Pemberantasan korupsi yang memaksapemerintahan SBY-JK mengalami dilemma.Jika secara tegas memberantas korupsi akanmemukul balik kepada mereka berdua karenapara koruptor akan berbalik membongkar dansudah mulai mengungkit-ungkit penyele-wengan orang dekat JK khususnya. Sementaratekanan LSM untuk mengungkapkan kembali

Page 145: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

130 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

kasus keluarga dan kolega dekat mantanpresiden Soeharto atau dugaan kepada JKdan kolega dekatnya. Hal ini bisa mengarahkepada impeachment terhadap SBY-JK.

3. Perbaikan ekonomi yang tidak kunjung selesaiakibat tidak adanya jaminan stabilitas politikdan social maka berakibat pada stabilitaskeamanan yang tidak terjamin. Investasi danpengembangan ekonomi yang dikuasi olehgolongan kecil akan berakibat konflik social,disamping itu akibat kenaikan BBM dunia dariUS$ 21 menjadi US$ 51 memaksa pemerintahmenaikkan harga minyak minimal 50% danakan berakibat kenaikan harga barang lebihdari 100%, diperkirakan akan terjadiketegangan dan amuk massa.

4. Tuntutan para korban G30S/PKI atau Petrustahun 1981, akan memaksa pemerintah untukmengambil langkah defensive terhadaptekanan Komnas HAM guna menyeretSoeharto ke pengadilan. Jika solusi KKR(Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) tidakbekerja efektif, akan menyebabkan konflikhorizontal antara korban dan militer dan parapensiunan ABRI. Apalagi isu pembubarankoter (Komando Teritorial) yang didukungSBY menyebabkan korban Soehartobertambah berani tampil menggugat.

Page 146: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Potensi Konflik Dan Disintegrasi Nasional 131

5. Pertikaian di DPR dan MPR dapat terjadi jikasetiap langkah SBY-JK yang tidak memuaskanDPR dalam 100 hari pertama peme-rintahannya diawali oleh pertikaian antaraDPR dan Presiden. Kalau tuduhan tersebutmenyangkut melanggar UUD, kriminal,berkhianat atau tindakan tidak terpuji jikadilakukan oleh sang presiden yang ujungnyamenyebabkan impeachment bagi SBY-JK.Apalagi media massa mulai tidak puas atasperilaku SBY terhadap wartawan, sepertikasus pelecehan wartawan pada tanggal 11September 2004. Di samping itu SBYmengalami kesulitan menerima atau menolakpergantian Panglima TNI akan menjadi isyuempuk bagi media seperti kasus mundurnyaAH Nasution pada tanggal 17 Oktober 1952.Kesemuanya hal di atas akan memicu suatugerakan semacam revolusi seperti tahun 1998.Sebagai gambaran kekuatan DPR untuk usulimpeachment bagi SBY masih fifty-fiftytermasuk MPR. Dengan demikian akan terjadiketegangan terus menerus antara legislativedan eksekutif.

6. Kondisi apapun pada era SBY-JKmenyebabkan konflik yang berujungimpeachment atau pengunduran diri SBY-JKjika Komisi Kebenaran dan Rekonsilasi tidak

Page 147: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

132 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

bekerja efektif mengeluarkan solusi yangmemuaskan sumua korban dan golonganselama era Soekarno, Soeharto, Habibie, GusDur, dan Megawati.

Solusi Jalan Damai

Apapun yang terjadi pada era SBY-JK, makaperlu diambil langkah-langkah antisipatif olehSBY-JK terhadap potensi konflik dalam masa 100hari pertama pemerintahannya dengan cepatmengaktifkan KKR guna menyelesaikan masalahkorban G30S/PKI, masalah korupsi yangdilakukan era Orde Baru dan Era Reformasi.Masalah kesejahteraan ekonomi golongan bawahdengan menarik investasi dunia ke Indonesia daridunia Islam ang kelebihan dana dari Amerika/Eropa atau dana dalam negeri yang dikuasai orang-orang tertentu untuk recovery ekonomiIndonesia.

Potensi konflik antar umat Islam juga perludiwaspadai akibat tidak solidnya dukungankepada Hasyim Muzadi atau kekalahan pendukungSBY dilegistaif dari kalangan partai berbasismassa Islam.

Page 148: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 2 133

Rangkuman Diskusi Sesi kedua

Berikut Rangkuman diskusi sesi kedua, yangdimoderatori Arie Sujito. Beberapa pesertamenyampaikan tanggapan, dan pertanyaan.

Dr. Purwadi, pakar sastra Jawamengatakan jika dirunut dalam sejarah Jawa, dulupernah juga ada gerakan reformasi, mirip denganreformasi yang terjadi pada Indonesia saat ini.Reformasi waktu itu dipelopori oleh Joko Tingkiratau Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Dalam SeratSurti Centi, disebut konstitusi Pajang, disusunpara Karanggayam, semacam wakil legislaif alaPajang. Cuma ada kendala, waktu itu ada semacamLSM yang berkoalisi, berkumpul Ki AgengPamanahan, Ki Ageng Penjawi, Ki AgengSembiring, Ki Ageng Jurumartani, yang membuatskenario sendiri. Konstitusi sebetulnya sudah di-teken. Tapi ada gerakan sesudah itu yang berusahamengincar posisi dengan cara mengadu Pajangdengan Ario Penangsang dari Jipang. Perangterjadi, dan dimenangkan Pajang. Tapi, setelahAryo Penangsang dan kawan-kawan tumpas,Pajang juga kehabisan energi. Lalu koalisi LSMMataram yang akhirnya naik ke kekuasaan.Konsolidasi Mataran ini sudah dilakukukan sejak1601. Dari Senopati, dilanjutkan pengantinyaAnyokrowati, Sultan Agung, Sultan Amangkurat

Page 149: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

134 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

I, II, III Kedono I, Amangkurat 4. Lalu pecah.Dalam perjanjian Giyanti menjadi Solo,Yogyakarta, Kartosuro, Kasunanan, Mangku-negaran dengan Pakualaman hingga saat ini.Masalah lain yang disampaikan Purwadi adalahsoal isu-isu strategis yang hanya disampaikanoleh kaum pinggiran. Sebagaimana diskusi yangterjadi pada seminar ini, membawa masalahpenting, tapi toh tetap pinggiran.

Berkaitan dengan Papua dan Aceh, Ibnudari UII, menanyakan (pada Kivlan Zein)mengapa disintegrasi yang terjadi berlarut.Sementara itu, Riau meskipun sempat berupayamemisahkan diri, tapi ketika kemudian mendapatotonomi, lantas tidak jadi memisahkan diri. Lalu,apa yang terbaik untuk Papua maupun Acehdalam rangka membangun fondasimasyarakatnya?

Asri, menanyakan (pada Pratikno)sebetulnya tafsir yang agak dekat berakitan denganotonomi daerah itu seperti apa? Pada Kivlan Zein,Asri meminta tanggapan, mengapa Soekarno yangawalnya sipil yang baik, agak demokratis, tapi ditangah jalan hingga akhir, menjadi tidakdemokratis. Sukarno tentu saja berbeda denganSoeharto yang dari awal memang sudah militer,di awal sudah otoriter, di tengah otoriter, dan diakhir sangat otoriter. Megawati sipil dan tidak

Page 150: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 2 135

otoriter, tapi tidak mau mendengar saran-sarandari orang yang agak pintar hingga otoriter padaakhirnya. Sekarang kata Asri, Indonesiammpunya SBY. Dari awal SBY tentara.Kekhawatiran pada SBY adalah, jangan-jangannantinya akan mengikuti langkah Suharto yangmenjadi sangat otoriter pada akhir periodekekuasaan. Pada Ivan Hadar, Asri memintapendapat soal bagaimana mulai langkah di tengahcarut marut korupsi yang terjadi dari Sabanghingga Merauke. Apa yang harus dilakukan dandibangun sipil, jika tidak ingin tentara bertindakseenaknya.

Najib Azca, mengatakan, konflik internalmemang terjadi di TNI AD. Ada hal menarik yangbisa disimak dari konflik internal AD itu, karenasering berkait dengan konflik integrasi nasional.Menarik pula jika dikatakan bahwa salah satuvariabel dalam konflik itu adalah adanyakelompok-kelompok yang memicu konflik.Mengutip buku tulisan Kivlan Zein, bahwa dalambeberapa periode perjalanan bangsa, terjadinyakonflik sangat dekat sekali kaitan dengan adanyaperpecahan di tubuh TNI. Dimensi dimensi tentaraperlu diperhatikan karena ada kaitannya dengankonflik sosial ke depan.

Najib Azca juga meminta tanggapan lebihlanjut pada Ivan Hadar, berkaitan dengan

Page 151: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

136 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

bagaimana Indonesia mendefinisikan dirinya kedepan. Apakah itu masih merupakan persoalannasional atau mungkin sosial. Bagaimanarelevansi penyelesaian problem-problem kedepan kaitan dengan usaha mereformasi ataurestrukturisasi pola-pola sistem pemerintahan.Kemenangan SBY menurut Najib Azca, menjadisuatu sisi yang menarik untuk dilihat bagaimanaseorang tentara menjadi presiden di era awaltransisi demokrasi.

Untuk Pratikno, Najib Azca menanyakan,bagaimana kaitan desentralisasi denganpengelolaaan sektor keamanan. Ini satu isu yangtak terpisah karena sektor keamanan tidaklangsung diatur oleh pengaturan-pengaturanyang baru meskipun sejauh yang diperhatikanNajib Azca, ada pengaturan soal keamanan ini.Misalnya, lembaga-lembaga kepolisian, diusulkannantinya ada polisi pamong praja daerah tertentu.Atau seperti usulan Mulchlis Anwar,distrukturkan di daerah, hingga lebihaccouuntable di daerah, lebih transparan ,daripada sistem kepolisian sekarang, yang terlaluJakarta oriented.

Menanggapi Purwadi, Kivlan Zein,mengatakan kalau dulu terjadi perpecahanselepas Sultan Demak wafat, dan kemudian JakaTingkir naik, dan lalu digantikan oleh Senopati

Page 152: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 2 137

anak Pemanahan, yang orang pinggiran. Kivlanmengaku mengerti sejarah Jawa, yang ingindikatakannya adalah, bahwa tak selamanya kaumpinggiran tak bisa ke pusat, terbukti dulu pernahterjadi, kaum pinggiran yang berbentuk sepertiKi Pemanahan, Penjawi, juga Juru Mertani, bisamasuk ke lingkaran pusat, dengan menaikkanSenopati.

Menjawab pertanyaan Ibnu, Kivlan Zeinmengatakan, persoalan Papua dan Aceh, bisadiselesaikan jika ada jaminan masa depan padakeduanya. Masa SBY ini desentralisasi bisa tetapdijalankan. Jika kemudian ada perundangan yangterbentuk justru bertentangan dengan semangatdesentralisasi, misalnya, soal turunnya uang daripusat ke daerah harus lewat ijin Mendagri, SBYbisa melakukan langkah potong kompas, denganmengeluarkan Perpu.

Mengenai Soekarno yang bertindak otoriterseperti militer, kata Kivlan Zein, karena situasiIndonesia, di mata Sukarno ada dalam bahaya.Tapi di luar sifat militeristik Sukarno, jasa-jasanyaSukarno banyak. Sedang mengapa Megawati takbisa ditolong dari kekalahan dalam pemilu, karenamemang sudah tak mungkin, diselamatkan lagi.Masyarakat di Indonesia ada dalam euphoriauntuk menolak Megawati. Kivlan mengaku, dulusering juga ke Megacenter. Kivlan mengaku

Page 153: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

138 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

meberikan beberapa saran, juga melakukanbeberapa hal agar Mega tidak kalah dalam pemilu.Usul Kivlan diantaranya menganti pejabat TNItertentu agar TNI di bawah betul-betul netral.Tapi, usulan itu tak diperhatikan tim Mega. Karenaitulah Mega kalah. Kivlan juga menyarankan agarBabinsa-Babinsa di daerah diperintahkan agarnetral, tidak usah ikut-ikutan dukung SBY.Riamizard sendiri, kata Kivlan, memang tidakmengatakan mendukung SBY, tapi mesin di bawahberjalan. Badan intelijen di bawah sudah bergerak.Kodim-Kodim membantu. Karena Babinsa sudahdekat dengan rakyat maka SBY didukung rakyatdi bawah.

Kivlan mengaku bukan sebagai pendukungMega, tapi hanya ingin agar terjadikesinambungan dalam kebijakan negara.Kontinuitas itu penting dalam pemerintahan.Berkaitan dengan soal kontroversi jabatanPangab di akhir kekuasaan Mega, menurut Kivlan,soal Pangabnya siapa memang penting. Jikaterjadi impeachment, maka kursi ada di tanganMPR. Jika SBY berhalangan tetap, dan MPRmengadakan pemilihan tidak langsung, makaMega bisa naik lagi. Dalam siatuasi ini posisiPangab menjadi penting.

Menjawab sejumlah pertanyaan dantanggapan, mengatakan, memang ada

Page 154: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 2 139

pertanyaaan mengenai untuk siapa sajakahsebetulnya Otonomi Daerah Khusus (Otsus) layakdiberikan. Dalam konteks nasional, kata Pratikno,pusat agak tergesa ketika memberikan Otsus padaPapua. Meng-Otsus- kan Papua ini berarti dengananggapan, pihak lain juga mempunyai hak untukmendapatkan status Otsus. Karena itu lobidilakukan secara serius oleh beberapa daerah,dan karena lobi nasional paling kuat waktu itu adadi MPR, maka MPR yang paling mudah dilobi.Misalnya, keluar satu kalimat dari MPR, bahwaBali perlu diberi hak untuk otonomi khusus, makaurusan sudah itu selesai. Artinya DPR harusmembuat UU, padahal menyuap MPR jauh lebihmudah.

Pratikno mengaku, pernah (bersama RuliFajrun) mereview semua Tap MPR yangberhubungan dengan soal hubungan pusatdaerah, juga kaitannya dengan keuangan daerah,serta masalah sekitar itu. Dan, menurut Pratikno,hasil yang didapat masuk kategori “mengerikan”.Tap mengenai Otsus akan memicu otsus-otsusyang lain. Bahkan sekarang, kata Pratikno adakeinginan sangat mengejutkan pada banyak sekalibupati, yang memfasilitasi kembalinya kerajaan-kerajan lama, walaupun Bupati atau pihak yangmemfasilitasi bukan darah biru. Masuk akal jikayang mengusulkan adalah darah biru, yang ingin

Page 155: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

140 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

mengembalikan kerajaan lama. Tetapi para bupatiyang bukan putra daerah bahkan, memfasilitasibagi tumbuhnya kembali kerajaan. Pratikno terusterang mengaku kebingungan memahamifenomena ini.

Tapi setelah diselidiki kemudian terbuktibahwa dengan otonomi daerah, maka mudah bagiorang kuat di daerah untuk mengakses resourses,termasuk kaitannya dengan penguasaan tanahmisalnya. Otonomi khusus akan memicuotonomi-otonomi khusus yang lain. Dan karenaterminologi, maka yang akan terjadi adalah tradisimembuat otonomi yang sama untuk seluruhIndonesia, untuk seluruh daerah, propinsimempunyai hak atas ini, sama kabupaten jugamempunyai hak. Adapun formula presentasikeuangan sama, kemudian kalau ada daerah yangtidak mampu ditolong melalui mekanisme subsidi,DAU, DAK dll.

Menurut Pratikno, pemerintah pusatmemulai dengan otonomi khusus karena memangsudah kehabisan energi meredam gejolak politikdi Papua. Pratikno mengaku pernah mengusulkanagar kembali saja ke UU pokok. Bahwa pemerintahpusat itu hanya berhak untuk membuat kebijakanmakro. Bahwa misalnya satu, integrasi nasional,dua, demokrasi di daerah, tiga, menjaminkesejahteraan rakyat atau payment public dan

Page 156: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 2 141

seterusnya. Jadi, pemerintah pusat memberikankeleluasan apakah kepala daerah akan dipilihlangsung atau melalui DPRD, itu menjadikewenangan daerah atau dengan melibatkanbudaya. Dan itu sebenarnya fenomena yang seringterjadi di daerah. Menurut Pratikno, jika dibuatkhusus maka harus khusus dalam semuanya.Siapapun yang mau, tapi dengan koridor, yaitudemokrasi, yang kemudian dirumuskan daerahmenjadi UU, diusulkan nasional menjadi UU. Olehkarena itu, kemudian masing-masing daerahmempunyai UU pembentukan sampai mekanismepenyelenggaraan pemerintah. Tapi, usulan inidianggap terlalu beresiko. Pratikno pernahmembayangkan bahwa masing-masing daerahmemiliki UU sendiri dibawah UU pokok. Ada UUpokok yang berbicara koridor, kalau UU pokoktidak bisa, masukkan saja ke konstitusi. Kemudianada UU masing-masing daerah, di situ kemudianada ruang yang lebih terbuka untuk misalnyamembentuk partai daerah. GAM di Acehmisalnya, ditawari saja sebagai partai politik,daripada bergerak di luar.

Masalahnya bagaimana cara mensejah-terakan rakyat melalui akses yang sudah masukmenjadi partai politik dan mempunyai peluanguntuk pemegang pemerintahan. Kasus yang samajuga terjadi di York, Inggris. Ketika menghadapi

Page 157: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

142 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

pemberontakan Cotton Iron, akhirnyapemerintah Ingggris memfasilitasi menjadisebuah kekuatan politik, yang masuk melaluimekanisme politik formal. Otsus harusnya untuksemua sehingga ada ruang yang lebih luas untukdaerah. Masalahnya apakah room itu digunakanuntuk apa, terserah daerah.

Bagaimana kaitannya dengan desentralisasistruktur dengan sektor keamanan. Pratiknomemberi contoh empirik, bagaimana dalam eradesentralisasi, para bupati punya kepolisiansendiri, namanya bisa bermacam-macam, dariSatpol PP hingga Pamswakarsa. Ada kontestansiantara Satpol dengan Polisi. Cotohnya di LombongRaya, Satpol PP menggrebeg hotel Lombok Raya,menangkap 6 pekerja perempuan yang didugamelanggar susila. Muncul masalah serius, ketikapolisi protes, mempertanyakan hak SATPOL PPmenangkap mereka. Protes terus dilanjutkanhingga hotel Lombok Raya menggugat SATPOLPP dengan tuntutan Rp 6 milyar. Tapi, Bupati danDPRD berusaha memfasilitasi Satpol PP denganargumentssi bahwa polisi memiliki banyakkendala psikologis untuk melakukanpemberantasan maksiat. Dimana kendala“psikologis” itu dimaknai sebagai suap dll.

Menurut Pratikno, dalam kasus Mataramsecara formal sekali muncul dalam APBD, PERDA

Page 158: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 2 143

dengan anggaran jelas bahwa terbuka,tersosialisasi karena mempunyai latar belakangsejarah kerusuhan, karena itu keamanan menjadiprioritas. Tapi, di daerah lain terselubung. DiKutai (dengan olok-olok Kutai Darussalam) jikaorang ingin datang ke rumah Bupati, maka iaharus melalui bukit yang panjang. Di sana ada tigagarda dengan cegatan pertama oleh Satpol, keduaoleh Satgas Golkar, ketiga orang akan khususdikawal oleh pengawal Bupati. Kutai, keamananlokal tidak lebih tereliminasi secara formal kepolisi, tapi mempunyai mempunyai kekuatanbesar. Bantul, bupatinya juga punya kepentingandengan Satpol PP. Tetapi karena dekat denganYogya, sering dipelototi orang, maka mau takmau, jadi lebih terselubug.

Pratikno menekankan bahwa ada realitasempirik penguasa di daerah membutuhkankepolisian. Kasus di Riau, sekitar tiga tahun yanglalu ada ketegangan antara kepolisian (Polda)dengan DPRD, karena DPRD mengalokasikananggaran untuk kepolisian. Tapi, ketika Kapoldatak datang ketika diundang DPRD kemudianberimplikasi DPRD meng-cut semua anggaran kekepolisian, dan menimbulkan ketegangan antaramasyarakat dengan kepolisian. Jadi, masalahnyakata Pratikno, ada realitas empirik bahwasebetulnya ada kepolisian daerah di mana-mana.

Page 159: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

144 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Ada yang tegas seperti kasus Mataram, Ada yangterselubung seperti kasus-kasus di Jawa. Ataubanyak yang semi terselubung dan yang dijadikansemakin informal. Pratikno mengaku tidak tahumana yang lebih baik, tapi semakin semakinterselubung keamanan lokal (polisi daerah) makasemakin sulit untuk dikontrol. Orang juga tidaktahu energi terselubung itu digunakan untuk apaoleh penguasa lokal.

Karena itu kalau memang realitasnyadiperlukan -daerah sering membahasakankebutuhan polisi lokal untuk “menegakkanperda”- maka sebaiknya kenyataan ini diakui,daripada dibuat liar, informal, hingga sulit untukdituntut akuntabilitasnya. Pratikno menyarankanpolisi daerah lebih baik dipublikan saja, kemudianada kejelasan tugas dengan kepolisian nasional.

Menanggapai para peserta, Ivan Hadarmenjelaskan, bagaimana kini terjadi pergeserandi suara rakyat, menyangkut persepsi atastentara. Sebagaimana ditunjukkan dalam pollingKompas, jika tahun 1999 sebelum pemilu, 60 %masyarakat Indonesia alergi terhadap tentara,militer, maka dalam polling lima tahun kemudian(sebelum pemilu 2004) 58 % masyarakat inginbanget figur tentara.

Dalam hal pemberantasan korupsi, menurutIvan, ada dua pendekatan. Satu sisi sistemik.

Page 160: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 2 145

Sistemik bisa dengan pendekatan shock terapi alaCina. Cina dengan presiden Hu Jintao, bisamelakukan karena memiliki kekuasaan mutlak. Iaketua partai, presiden, juga ketua dewan korupsi.kemudian orangnya mempunyai political willuntuk memberantas korupsi dari atas. Ada pejabattinggi yang digantung, dan nampaknya ada terasadampaknya. Paling tidak pejabat-pejabat yangmau melakukan tindak korupsi berpikir dua kali.Sisi yang lain adalah soal pendekatan. Bisa topdown, ala Cina. Bisa juga dari bottom up. Yangideal memakai dua-duanya.

Menurut Ivan Hadar, jika pola buttom upjadi pilihan, maka satu-atunya kesempatanIndonesia dimulai dari desa. Desa memang sudahmulai tergerus otonominya, tetapi tetap sebagaikesatuan, dalam struktur pemerintahan desa ,masih menjadi yang paling otonom. Ada contoh-contoh di Maluku Tenggara yang sering disebutsebuah desa. Debut, kepala desanya yang dipilhlangsung, kebetulan mantan LSM, kemudianaktivis BPD yang dipilih langsung. Sejak terpilih iakemudian bergerak cepat membuat peraturandesa. Mengatur kehidupan desa, kaitannya denganekonomi, kaitannya dengan masyarakat sosial,kaitannya dengan konflik dsb. Dan menurut Ivan,sekarang pendapatan desa Debut mencapai Rp130 juta,- per tahun. Debut tidak perlu bantuan

Page 161: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

146 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

dari kabupaten yang cuma Rp 7 juta per tahun.

Ternyata desa yang tadinya mengalamikonflik yang berat, lalu bisa menyelesaikanmasalahnya sendiri dengan baik. Kehidupan antarmasyarakat berjalan karena memang ada aturan-aturan yang disepakati bersama. Ada kontraksosial, ada komitmen besar. Keputusan bersamadimulai di desa. Apa yang terjadi di Debut,berpengaruh pula ke desa lain. Sekarang mulaibanyak desa di Maluku mencoba meniru Debut.Ivan Hadar mengaku menyuruh beberapa kepaladesa untuk magang desa ini, dan sekembalinya kedesanya melakukan sesuatu yang sesuai dengankondisi di tempatnya, agar desa tersebut bisamenjadi reformis.

Menurut Ivan Hadar, sistem apapun yangkomunistik, sistemik, komando sentralistikotonomi daerah federalisme, sebenarnya adalahcara-cara atau alat-alat yang relatif netral sifatnya.Sistem itu perlu diisi dengan substansi dansubstansi itu adalah apabila ada kemauan politikuntuk, misalnya, melakukan hal-hal yang bisamembawa pada kemaslahatan. Bagi mayoritasmasyarakat, soal ini paling penting. Jika soal inidicontohkan oleh pemimpin tertinggi, kemudiandiikuti oleh kabinetnya, eselon I, II dst maka akanmenjadi sesuatu yang lebih efektif ketimbangmisalnya, di lapangan aktifis hanya melakukan

Page 162: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 2 147

kegiatan-kegiatan yang sporadis.Pertanyaanbesarnya apakah KKN adalah budaya? Sifatnyalebih sistemik, lebih struktural, dan sebenarnyakalau ada keinginan politik yang kuat, contoh nyasekali lagi Cina, mungkin bisa dilakukan perubahanyang berarti.

Menurut Ivan Hadar, masyarakat mungkinsecara rasional menginginkan sosok militer yangkebetulan santun, ganteng (ibu-ibu terutama)karena dibalik semua itu, militer sendirimengidentikkan diri dengan keamanan (dankeamanan dipersepsikan lebih ke bom, garong,pencuri dsb).

Definisi keamanan yang lebih luas yangdiusulkan PBB memang belum merakyat, tapi itumemang tugas untuk menjelaskannya padarakyat. Menurut Ivan, dengan demikian, menjadipenting, pengembangan wacana. Dengan wacanamembentuk paradigma, tidak sekedar sepotong-sepotong. Misalnya jika dipandang penting goodgovernence, pertanyaannya adalah harusnya adaparadigma yang mendukung good governence.Ujung-ujungya merasa ada keadilan.

Yang paling paling kasat mata adalah timekonomi itu ramah pasar, ramah terhadapPedagang Kaki Lima (PKL) Ivan Hadarmengatakan pernah menulis bagaimana PKLadalah pahlawan, tapi mengapa PKL digusur-

Page 163: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

148 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

gusur oleh Gubernur DKI Sutiyoso. Di Peru, deSoto mengembangan teori soal pentingnya PKL.Yang diperlukan PKL adalah legalisasi. Denganlegalisasi maka pada pasca krisis 70-80 % adalahekonominya informal. Karena tak ada legalisasi,maka pajak-pajak terbuang percuma, dan hanyamasuk ke kantong pejabat. Ini beda dengan diChiang May, Thailand, PKL sudah ada pengakuandari pemerintah, hingga jadi atraksi turis, danmendapatkan lahan yang bagus terpelihara. DeSoto sendiri mengatakan pengakuan itu dengansendiri akan membuat intensif negara yaitupemasukan pajak yang sangat besar.

Menurut Ivan Hadar, banyak sekalipendekatan yang bisa dipakai untuk menanganimasalah di Indonesia. Apakah dimulai dari yangkecil-kecil dari soal yang sebenarnyamenggunung, atau top down melalui pendekatanshoc therapy ideal nya memang kemudian adakesepakatan bersama, ada semacam pembicaraanbersama. Tapi, pertimbangan jangan jangkapendek untuk mempertahankan kekuasaan.Politisi memang bisa membuat undang-undangbermacam-macam . Tapi, kalau birokrasinyaresisten terhadap UU juga sulit jalan. Karena itu,ivan Hadar mengusulkan agar desa sebagaisentuhan terkecil dari struktur negara bisadikembangkan. Adalah tugas dari lembaga seperti

Page 164: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

Rangkuman Sesi 2 149

PSKP mendidik kader-kader yang ada dikirimpulang untuk menjadi kepala desa. Setelah adapemahaman bersama tentang bagaimanamembangun masyarakat yang kurang lebih bisamenbawa kemaslahatan bagi semua.

This ebook downloadedfrom www.csps.ugm.ac.id

Page 165: Konflik Dan Reformasi-TNI Di Era SBY

150 Konflik & Reformasi TNI di Era SBY

Tentang CSPS BOOKS

CSPS BOOKS adalah lembaga nirlaba dibawahCenter for Security and Peace Studies (CSPS)/PusatStudi Keamanan dan Peramaian (PSKP) UniversitasGadjah Mada (UGM). CSPS BOOKS menerbitkanbuku-buku dan publikasi lain yang berkaitan denganmasalah-masalah yang menjadi perhatian CSPS,berkaitan dengan studi keamanan dan studiperdamaian

Tim redaksi yang terdiri dari :Ketua : Lambang Trijono, MAAnggota : Samsu Rizal Panggabean, MA

Moch. Faried CahyonoTri SusdinarjantiM. Najib Azca, MA.

Tentang Editor “Konflik dan Reformasi TNI di Era SBY”

M. Najib AzcaAdalah staf pengajar di jurusan Sosiologi dan peneliti diPSKP Universitas Gadjah Mada. Menyelesaikan studipasca sarjana di Program Studi Asia Tenggara, AustralianNational University (ANU), Canberra, tahun 2003.Bukunyaberjudul Hegemoni Tentara diterbitkan olehLKiS tahun 1998. Pernah menjadi jurnalis di tabloid DeTIK(1992-1994), dan menjadi redaktur paruh waktu dimingguan ADIL (1996-1998) dan DeTAK (1998-2000).

Moch Faried CahyonoAdalah peneliti PSKP UGM, saat ini merupakan anggotatim riset Ethnic-Religious Conflict and Civil Society, yangdilakukan oleh CSPS UGM dan Ford Foundation. Fariedjuga seorang jurnalis. Mengawali kerja jurnalistik di mediaelektronik radio dan kemudian ke media cetak. Pernahmenjadi wartawan MBM TEMPO (1991-1994), MBMForum Keadilan (1994-2002) dan kontributor The JakartaPost untuk peliputan Pemilu 1997. Faried masih menulisbackground stories berbasis riset atas permintaanbeberapa media asing. Sebagai editor beberapa bukudihasilkannya.