krisis hipertensi

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi berasal dari dua kata, hiper = tinggi dan tensi = tekanan darah. Menurut American Society of Hipertension ( ASH ), hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preasure (JNC7) dari Amerika serikat dan badan dunia WHO dengan Internasional Society of Hipertension membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut ( WHO, 2001 ) Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Hipertensi biasanya merupakan peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg, etiologinya 90 – 95 % tidak diketahui (Hipertensi essensial) .Walaupun Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, gawat darurat pada hipertensi jarang terjadi, ini 1

Upload: -

Post on 01-Dec-2015

136 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

krisis hipertensi disebut juga silent desease

TRANSCRIPT

Page 1: krisis hipertensi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi berasal dari dua kata, hiper = tinggi dan tensi = tekanan darah. Menurut

American Society of Hipertension ( ASH ), hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan

gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling

berhubungan. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,

Evaluation and Treatment of High Blood Preasure (JNC7) dari Amerika serikat dan badan dunia

WHO dengan Internasional Society of Hipertension membuat definisi hipertensi yaitu apabila

tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90

mmHg.

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg atau

lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50

tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih

memastikan keadaan tersebut ( WHO, 2001 )

Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat

tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Hipertensi

biasanya merupakan peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg,

etiologinya 90 – 95 % tidak diketahui (Hipertensi essensial) .Walaupun Hipertensi merupakan

penyakit yang lazim, gawat darurat pada hipertensi jarang terjadi, ini akibat dari perbaikan

dalam terapi obat yang telah dipertahankan dalam tekanan tertentu (maintenance drug therapy).

Pengobatan gawat darurat menjadi penting bila tekanan arterial sistemik yang menetap tinggi

merusak target organ (end organ),misalnya encefalopati, beban jantung berlebihan (cardiac

overload ) atau memperburuk masalah yang mendasarinya. Faktor resiko kardiovaskular antara

lain, merokok, obesitas (BMI > 30), inaktivitas fisik, dislipidemia, diabetes mellitus,

mikroalbuminuria, usia (laki >55 tahun, perempuan > 65 tahun), riwayat keluarga dengan

penyakit kardiovaskular.

Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi

sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul krisis hipertensi

dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang

merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk

1

Page 2: krisis hipertensi

menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil

penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi hipertensi, terutama pada

usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini

menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan

hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita

hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.

1.2. Tujuan

1.2.1.Tujuan umum

Tujuan umum penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu mengetahui dan

memahami tentang penyakit krisis hipertensi sehingga dapat mengatasi kasus krisis hipertensi

dengan tepat dan cepat serta mampu mengedukasikan kepada pasien bagaimana mencegah

terjadinya krisis hipertensi.

1.2.2. Tujuan khusus

Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan mampu menjelaskan :

a. Definisi krisis hipertensi

b. Epidemiologi krisis hipertensi

c. Etiologi krisis hipertensi

d. Klasifikasi penyakit krisis hipertensi

e. Patogenesa krisis hipertensi

f. Patogenesa krisis hipertensi

g. Gejala dan tanda penyakit krisis hipertensi

h. Diagnosa krisis hipertensi

i. Pemeriksaan fisik krisis hipertensi

j. Pemeriksaan penunjang krisis hipertensi

k. Diagnosa Banding krisis hipertensi

l. Penatalaksanaan dan pengobatan krisis hipertensi

1.3. Manfaat

1. Mendapatkan pengetahuan secara detail tentang krisis hipertensi

2. Mengetahui teknik anamnesis terhadap pasien krisis hipertensi

3. Mengetahui tentang pemeriksaan fisik dan penunjang yang dibutuhkan pada

pemeriksaan krisis hipertensi

2

Page 3: krisis hipertensi

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Hipertensi

2.1.1. Definisi

Menurut american society of hipertension ( ASH ), hipertensi adalah suatu sindrom atau

kumpulan gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang

kompleks dan saling berhubungan.

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg atau

lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50

tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih

memastikan keadaan tersebut ( WHO, 2001 )

2.1.2. klasifikasi

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esnsial dan hipertensi sekunder

( Setiawan dan Bustami dalam farmakologi dan terapi. 2005 )

a. Hipertensi Esensial, juga disebut hipertensi primer atau idiopatik, adalah hipertensi

yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam

kelompok ini. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi esensial adalah

peningkatan resistensi perifer. Penyebab hipertensi esensial adalah multifaktor terdiri

dari faktor genetik dan lingkungan faktor lingkungan bersifat polinergik dan terlihat

dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga. Faktor presdiposisi

genetik ini dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress,

peningkatan reaktivitas vaskuler ( terhadap vasokonstriktor ), dan resistensi insulin.

Paling sedikit ada 3 faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yakni,

makan garam ( natrium ) berlebihan, stress psikis, dan obesitas.

b. Hipertensi sekunder. Prevalensinya hanya sekitar 5-8% dari seluruh penderita

hipertensi. Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal ( hipertensi renal ),

penyakit endokrin ( hipertensi endorin ), obat dan lain-lain.

3

Page 4: krisis hipertensi

Hipertensi renal dapat berupa :

1. Hipertensi renovaskuler, adalah hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga

menyebabkan hipoperfusi ginjal.

2. Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal menimbulkan gangguan fungsi ginjal.

Hipertensi endokrin terjadi misalnya akibat kelainan korteks adrenal, tumor di medula

adrenal, akromegali, hipotiroidisme, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, dan lain-lain.

WHO dan International Society Of Hypertension Working Group ( ISHWG ) telah

mengelompokkan hipertensi ke dalam klasifikasi hipertensi normal, hipertensi ringan,

hipertensi sedang dan hipertensi berat.

Kategori Tekanan darah

Sistole Diastole

Normal

Ringan

Sedang

berat

< 130

140-159

160-179

>180

<85

90-99

100-109

>110

2.2. Krisis Hipertensi

2.2.1.Definisi

Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang

sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target.

Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan

obat anti hipertensi.

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :

1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg,

walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan

kepatuhan pasien.

2. Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan

funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 – 130

mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peninggian tekanan

4

Page 5: krisis hipertensi

intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila

penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita

dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita

yang sebelumnya mempunyai TD normal.

4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit

kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila

TD diturunkan.

2.2.2.Epidemiologi

Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, tapi gawat darurat pada hipertensi jarang

terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam terapi obat yang telah dipertahankan (maintenance

drug therapy). Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT

sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana

tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan

suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk

menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil

penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia

40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi

lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT,

seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi.

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.

2.2.3.Etiologi

Pada umumnya krisis hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Penyebab

yang tersering adalah tidak adekuatnya pengobatan hipertensi sebelumnya. Krisis hipertensi

terjadi sebagai respon peningkatan kardiak output atau peningkatan tekanan perifer. Namun

ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya krisis hipertensi yaitu:

1. Genetik : respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi.

2. Obesitas : terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah

meningkat.

3. Stress lingkungan

5

Page 6: krisis hipertensi

4. Hilangnya eksistensi jaringan dan atrerosklerosis pada orang tua serta pelebaran

pembuluh darah.

2.2.4.Klasifikasi

Krisis hipertensi meliputi 2 kelompok:

a. Hipertensi darurat ( emergency hipertensi)

Dimana selain tekanan darah yang sangat tinggi terdapat kelainan/ kerusakan target

organ yang progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam

menit sampai jam) agar dapat mencegah/ membatasi kerusakan target organ yang terjadi.

b. Hipertensi mendesak( urgency hipertensi)

Dimana terdapat tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak disertai

kelainan/kerusakan organ target yang progresif, sehingga pe nurunan tekanan darah

dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari)

Tabel I : Hipertensi Emergensi ( darurat )

TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut

perdarahan intra cranial, atau perdarahan subarakhnoid.

hipertensi encefalopati

diseksi aorta akut

oedema paru akut

Eklampsia

Feokhromositoma

funduskopi KW III atau IV

insufisiensi ginjal akut

infark miokard akut, angina unstabelsindroma, kelebihan kathekolamin yang lain :

sindrome withdrawal obat anti hipertensi

cedera kepala hebat

perdarahan setelah operasi pembuluh darah

interaksi obat

Tabel II : hipertensi urgensi ( mendadak )

6

Page 7: krisis hipertensi

Hipertensi berat dengan tekanan diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa

kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel

KW I atau II pada funduskopi

hipertensi post operasi

hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif

hipertensi maligna

tromboemboli serebri

rebound hypertension setelah pengobatan dengan anti hipertensi

penderita pasca transplantasi ginjal

luka bakar yang luas.

2.2.5.Patofisiologi

7

Page 8: krisis hipertensi

.

Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian ada dua

peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu :

1. Peran langsung dari peningkatan TD

2. Peran mediator endokrin dan parakrin

Peran peningkatan Tekanan Darah akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat

maka akan terjadi gangguan autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler

sistemik yang menimbulkan KOT dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi

8

Natrium intra seluler

hipertensi

Berlawanan (countrers )

Kalsium intra seluler

Tonus dan reaktivitas vaskular

Tahanan vaskularRenin angiotensin

aldosteron ( RAA )

Na-K ATP aseaseVolume

cairan vaskula

Penyerapan natrium

Fraksi filtrasi

Pengerutan arteri ginjal

Aktivitas simpatik

Asupan tinggi natrium

Hipotesis Penyebab tekanan darah tinggi

stress

Gangguan dinding sel

Gangguan genetik dinding sel + asupan natrium tinggi

vaskular

Teori seluler

Teori vaskular

Hormon natriuretik

ginjal

Ekskresi natrium

Teori nefron

Page 9: krisis hipertensi

secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya. Pada keadaan tersebut

terjadi keadaan kerusakan endovaskuler (endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus

disertai nekrosis fibrinoid di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus (vicious circle)

dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya

tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya. Bila stress

peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus maka sel endothelial pembuluh darah

menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan

hipertropi pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran kenaikan TD

ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama,

akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai berkurangnya

pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi endotelial akan ditriger oleh peradangan dan

melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial adhesion molecule dan

endhotelial. Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel endotelial,

menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem koagulasi yang

teraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan materi

fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin

meningkatkan TD. Siklus ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial

pembuluh darah yang makin parah dan meluas.

Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA)

memegang peran penting dalampatofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin

dalam darah akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula

meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan garam sehingga

volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan

terjadinyapeningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan meningkatkan TD. Apabila

TD meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia

danakan merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga

terjadi iskemia pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.

2.2.6. Gejala klinis

Tekanan darah Tekanan darah tinggi Urgensi Emergency

9

Page 10: krisis hipertensi

> 180/110 >180/110 >220-140

Gejala Sakit kepala,

kecemasan, sering

asimptomatik.

Sakit kepala berat,

sesak napas.

Sesak napas, nyeri dada,

nokturia, disarteria,

kelemahan umum sampai

dengan penurunan

kesadaran.

Pemeriksaan Tidak dijumpai

keruskan organ target,

tidak ada penyakit

kardiovascular secara

klinis.

Ada kerusakan organ

target, penyakit

kardivascular yang

stabil

Encefalopati, edema

pulmonum, insufisiensi

ginjal, cerebrovascular

accident, iskemik cardiac

Terapi Observasi 1-3 jam,

tentukan pengobatan

awal, tingkatkan dosis

yang sesuai.

Observasi 3-6 jam,

turunkan tekana darah

dengan obat oral,

berika terapi

penyesuaian.

Pemeriksaan laabor dasar,

infus, pengawasan tekanan

darah, mulai pengobatan

awaldi ruang emergency.

Perencanaan Rencanakan

pengawasan <72 jam,

jika tidak ada indikasi

dapat rawat jalan.

Rencanakan

pengawasan < 24 jam.

Segera rawat di ICU, obati

mencapai target tekanan

darah, investigasi penyakit

lain.

Terjadi peningkatan tekanan darah yang hebat, biasanya diastolik lebih dari 130 mmHg disertai

spasme arteriolar, arteriolitis, nekrosis atau kerusakan target orga. Gambaran klinis yang timbul

berupa:

1. Ensefalopati hipertensif.

Kenaikan tekanan darah sudah melampaui batas autoregulasi otak dengan mekanisme sebagai

berikut.

Kenaikan tekanan arteri

10

Page 11: krisis hipertensi

Kerusakan membran endothelia breakdown Vasodilation

Peningkatan permeabelitas blood brain barrier peningkatan peredaran darah lokal

Edema serebri

Ensefalopati hipertensif

Batas rendah autoregulasi otak pada normotensi adalah 60-70 mmHg, pada hipertensi

adalah 120 mmHg. Batas tertinggi autoregulasi otak pada normotensi adalah 150 mmHg.

Sedangkan pada hipertensi adalah 200 mmHg. Dengan mengetahui batas tersebut maka

penurunan tekanan darah secara drastis harus dihindari agar perfusi di otak tetap baik. Dari

segi patologi anatomi dijumpai adanya edema, bercak perdarahan maupun infark kecil dan

nekrosis arterioler.

2. Hipertensi maligna

Dijumpai adanya nekrotisasi sebagai akibat tekanan yang sangat tinggi terutama di otak

dan ginjal. Gejala klinis dapat berupa peningkatan tekanan diastolik yang hebat, serta

kelainan retina, ginja, dan serebral. Pada retina terjadi kerusakan sel endothelial sehingga

menimbulkan robeknya retina maupun obliterasi ( cotton wool exudate, perdarahan dan papil

edema ). Pada ginjal ditandai dengan proteinuria, hematuria, azotenia sampai dengan gagal

ginjal.

3. Perdarahan intra serebral

Terjadi karena pecahnya sistem vaskularisasi intra serebral yang disebabkan terjadinya

perubahan degeneratif pembuluh darah, berlanjut menjadi aneurisma oleh sebab lain

misalnya arterosklerosis. Mekanisme lain dapat terjadi oleh karena nekrosis pembuluh darah

otak, trombosis multipel atau spasme pembuluh darah sebagai reaksi meningkatnya tekanan

darah secara tiba-tiba. Gejala klinis berupa sakit kepala hebat mendadak disertai penurunan

11

Page 12: krisis hipertensi

kesadaran. Dengan pemeriksaan CT scan dapat diketahui dengan pasti lokasi dan luas

jaringan otak yang terkena.

4. Disseksi aorta

Terjadinya robekan tunika intima, hematom disekitar tuniaka media yang lambat laun

mengakibatkan pecahnya aorta secara mendadak. Biasanya terjadi pada kelainan di tunika

media seperti penyakit marfan, arterosklerosis, kuarktasio aorta. Gejala klinis biasanya

berupa nyeri dada yang menyerupai angina pektoris atau infark miokard dengan penjalaran

ke punggung, perut, samapai tungkai bawah serta adanya tanda-tanda insufisiensi aorta.

Pemeriksaan radiologis foto thoraks dijumpai adanya pelebaran mediastinum.

5. Payah jantung kiri akut

mekanisme terjadinya berupa :

a. peningkatan tahanan vaskular perifer akibat tekanan darah yang tinggi sehingga terjadi

kenaikan afterload diventrikel kiri.

b. Terjadi hipertrofi vetrikel kiri yang berakibat disfungsi ventrikel kiri.

c. Terjadi retensi air dan garam pada seluruh sistem sirkulasi sehingga menimbulkan

pertambahan preload.

d. Bila disertai infark miokardium maupu iskemik pembuluh darah koroner dapat berakibat

payah jantung kongestif.

Gejala klinis yang timbul merupakan akibat edema paru akut yaitu sesak nafas yang

hebat, ortopnoe, batuk, air hunger, panik, sianotik, kadang-kadang batuk berdarah, ronki

basah dikedua paru. Foto toraks menunjukkan adanya hipervaskularisasi pembuluh darah

paru sampai dengan gambaran edema paru. Pada kasus berat ditemukan kardiomegali

terutama pembesaran ventrikel kiri, dari EKG ditemukan LVH (left ventrikel hipertrofi) dan

LV strain.

6. Feokromositoma

Merupakan tumor medula adrenal atau tempat-tempat lain yang banyak mengeluarkan

katekolamin seperti pada bifurkatio aorta, paraganglion simpatik di abdomen atau dada.

Gejala klinis berupa sakit kepala hebat, palpitasi, tremor, banyak berkeringat, gelisah yang

timbul mendadak dan diperngaruhi oleh stress, emosi maupun trauma. Diagnosis pasti

ditemukan dengan pemeriksaan kadar katekolamin atau metaboliknya diurin, serta penguuran

kadar Vanilil Mandelic Acid (VMA) dari urin.

7. Eklamsia

12

Page 13: krisis hipertensi

Merupakan salah satu penyulit kehamilan yang ditandai dengan edema tungkai,

hipertensi berat, kesadaran menurun, kejang, proteinuria. Lebih sering dijumpai pada

primipara muda. Patogenesis belum jelas, hipotesis kearah terjadinya pelepasan renin dari

uterus dan meningkatnya sensitifitas terhadap angiotensin.

2.2.7.Faktor predisposisi

Krisis hipertensi dapat terjadi pada hipertensi primer atau hipertensi sekunder. Faktor

predisposisi terjadinya krisis hipertensi yaitu:

1. Hipertensi yang tidak terkontrol

2. Hipetensi yang tidak terobati. Penderita hipertensi yang minum obat: MAO inhibitor,

dekongestan, kokain.

3. Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis esensial (tersering)

4. Hipertensi renovaskular

5. Glomerulonefritis akut.

6. Eklampsia

7. Feokromositoma

8. Sindroma putus obat antihipertensi

9. Trauma kepala berat

10. Tumor yang mengeksresikan urine

2.2.8.Diagnosa

Tidak terdapat tekanan darah yang tertentu yang merupakan krisis hipertensi, namun

merupakan kombinasi pemburukan cepat pada satu atau lebih organ vital ( susunan saraf pusat,

kardiovaskuler, ginjal ) disertai peningkatan tekanan darah yang tidak sesuai.

Perburukan cepat artinya jika tidak diberikan terapi secara efektif dalam waktu

tertentu, terdapat kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan. Hipertensi ini memerlukan

penurunan t ekanan da rah s ege ra mesk ipun t i dak pe r l u men j ad i no rma l , un tuk

memba ta s i   a t au mencegah terjadinya kerusakan organ sasaran.

Krisis hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan

darah segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya

tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah.

Krisis hipertensi dibagi menjadi dua jenis,  yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.

13

Page 14: krisis hipertensi

Hipertensi emergency adalah situasi di mana diperlukan penurunan tekanan darah

yang segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ

target akut atau progresif.

Hipertensi Urgency adalah s i t ua s i d i mana t e rdapa t pen ingka t an t ekanan

da rah yang bermakna (ada yang menyebut tekanan darah sistolik > 220 mmHg

atau tekanan darahdiastolik > 125 mmHg) tanpa adanya gejala berat atau kerusakan target

organ progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam.

Diagnosis, Prinsip-prinsip  penegakan  diagnosis Hipertensi  emergency dan Hipertensi

Urgency tidak berbeda dengan penyakit lainnya ;

1. Amamnesis :

Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darah rata-rata,

riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal,  riwayat

penyakit  kronik  lain,  gejala-gejala  serebral,  jantung  dan gangguan penglihatan.

2. pemeriksaan fisik:

a. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi

perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisih

dengannadi femoral, radial femoral pulse leg 

b . Ma ta : L iha t adanya pap i l edema , penda rahan dan eksuda t ,

penyempi t an yang hebat arteriol.

c. Jantung: Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi jantungS3  dan S4

serta adanya murmur.

d. Paru: perhatikan adanya ronki basah yang mengindikasikan CHF.

e. Status neurologic: pendekatan  pada status mental dan perhatikan adanya

defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologisdan patologis.

3. Pemeriksaan Penunjang :Pemeriksaan  dilakukan  dengan  memperhatikan  penyakit

dasarnya,  penyakit penyerta,  dan  kerusakan  target  organ.  Yang  sering  dilakukan  antara

lain  ; pemeriksaan elektrolit, BUN, glukosa darah, kreatinin, urinalisis., hitung

jeniskomponen darah dan SADT. Pemeriksaan lainnya antara lain foto rontgen

toraks, EKG dan CT Scan.

2.2.9.Penatalaksaan

14

Page 15: krisis hipertensi

Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan yaitu

berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan darah

sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan

tujuan pengobatan.

Tujuan pengobatan Hipertensi emergency adalah memperkecil kerusakan organ target

akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan.

Berdasarkan prinsip ini maka obat anti hipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek

penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Tujuan pengobatan

menurunkan tekanan arteri rata-rata (MABP) sebanyak 25 % atau mencapai tekanan darah

diastolik 100 – 110 mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian

tekanan darah diturunkan menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur

setiap 15 sampai 30 menit. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan

iskemia renal, cerebral dan miokardium. Pada stroke penurunan tekanan darah hanya boleh 20

% dan khusus pada stroke iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah

> 220/130 mmHg.

Tujuan pengobatan Hipertensi Urgency adalah penurunan tekanan darah sama seperti

Hipertensi emergency, hanya dalam waktu 24 sampai 48 jam. Setelah target tercapai harus

diikuti program terapi Hipertensi jangka panjang. Anti hipertensi yang dipilih dapat per oral atau

parenteral sesuai fasilitas yang tersedia.

Tabel : Obat yang biasa digunakan pada keadaan hipertensi emergensi

Obat Dosis Onset Lama kerja Indikasi khusus

Diuretik furomide 20-40mg dalam 1-

2min, ulangi dan

tingkatkan dosis pada

insufisiensi ginjal.

5-15 menit 2-3 jam Biasanya diperlukan

obat jenis lain untuk

mencapai target

tekanan darah.

15

Page 16: krisis hipertensi

Vasodilators

Nitropruside

( nipride,

nitropress ).

Nitroglycerin

(Nitro-bid IV)

Fenoldopam

( corlopam )

Nicardipine

(cardiprin i.v)

Hydralazine

(apresoline)

Enalaprilat

(vasotec iv)

0.2510.00µg/mnt/dlm

infus IV

5-100µg/mnt dalam

infuse intravena.

0.1-0.6 µg/mnt/min

dalam infus intravena

5-15mg/h.i.v

10-20mg i.v

10-20mg i.m

1.25-5.00mg setiap 6

jam.

segera

2-5 mnt

4-5 mnt

5-10 mnt

10-20 mnt

20-30 mnt

15 mnt

1-2 mnt

5-10 mnt

10-15 mnt

1-4 jam

3-8 jam

6 jam

Kebanyakan pada

hipertensi emergency ;

hati-hati pada keadaan

peningkatan tekanan

intracranial atau

azotemia.

Iskemia koroner

Insufisiensi ginjal,

tanpa komplikasi

Kebanyakan hipertensi

emergency ; hati-hati

dengan payah jantung

akut.

Eklamsia; hati-hati

dengan peningkatan

tekanan intracranial.

Payah jantung kiri akut

Adrenergik

inhibitors

Phentolamine

Esmolol

(brevibloc)

5-15mg i.v

200-500µg

/kg/mntuntuk 4 mnt,

kemudian 50-300

µg/kg/mnt i.v

20-80 mg i.v bolus

1-2 mnt

1-2 mnt

3-10 mnt

10-20mnt

Ekses ketokolamin

Diseksi aorta pasca

operasi.

16

Page 17: krisis hipertensi

Labetolol

(Normodinyne

, trandate)

setiap 10 mnt.

2mg /min infus i.v

5-10 mnt 3-6 jam Kebanyakan ipertensi

emergency kecuali

payah jantung akut.

Tabel : Obat yang biasa digunakan pada hipertensi urgensi

obat Kelas dosis Onset Lama kerja (jam)

Captopril

(capoten)

Angiotensin-

converting

enzym inhib.

6.5-50.0mg 15 mnt 4-6

Clonidine

(catapres )

Central α-agonist 0.2 mg awal,

kemudian 0.1

mg/h, naikkan

sampai total 0.8

mg

0.2-2.0 h 6-8

Furosemode

(lasix)

Diuretik 20-40 mg 0.5-1.0 h 6-8

Labetalol

(normodyne,

trandate)

α dan β blocker 100-200 mg 0.5-2.0 h 8-12

Nifedipine

(procardia,

adalat)

Calsium channel

blocker

5-10 mg 5-15 min 3-5

Propanolol

(inderal)

Β-blocker 20-40 mg 15-30 min 3-6

2.2.10. Diferensial diagnosa

Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti :

1. Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.

2. Ansietas dengan hipertensi labil.

3. Oedema paru dengan payah jantung kiri.

17

Page 18: krisis hipertensi

2.2.11. Komplikasi

a. Komplikasi Hipertensi Urgensi

Pada hipertensi urgensi terjadi pelonjakan tekanan darah secara tiba-tiba, tetapi tidak ada

kerusakan pada organ-organ tubuh dan tekanan darah dapat diturunkan dengan aman

dalam waktu beberapa jam dengan obat anti-hipertensi.

b. Komplikasi Hipertensi Emergensi

Hipertensi Emergensi terjadi ketika terjadi kerusakan organ akibat dari tekanan darah

sangat tinggi, ini dianggap sebagai darurat hipertensi. Ketika hal tersebut terjadi, tekanan

darah harus dikurangi segera untuk mencegah terjadinya kerusakan organ. Kerusakan

organ berhubungan dengan hipertensi darurat dapat meliputi:

1. Perubahan status mental seperti kebingungan atau koma (ensefalopati).

2. Perdarahan ke dalam otak (stroke).

3. Gagal jantung

4. Nyeri dada (angina)

5. Serangan jantung

6. Oedem paru

7. Aneurisme

8. eklampsia (terjadi selama kehamilan).

2.2.12. Prognosa

Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20%

dalam 1 tahun. Kematian disebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif (13%),

cerebro vascular accident (20%), payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Miocard

(1%), diseksi aorta (1%). Prognosa menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif

dan penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplantasi ginjal. Whitworth

melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan

survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retionopati KWIII dan

IV.Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik dan dalam studinya

didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang

baik dibandingkan dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9 %.

18

Page 19: krisis hipertensi

2.2.13. Pencegahan

1.      Disiplin minum obat anti hipertensi sebelum terjadi krisis hipertensi.

2.      Berperan aktif dalam menjaga gaya hidup (berhenti merokok, berolahraga).

3. Penurunan berat badan pada penderita hipertensi yang gemuk melalui perubahan pola

makan dan olah raga.

4. Pembatasan intake garam hingga 4 – 6 gram per hari, makanan yang mengandung soda

kue, bumbu penyedap dan pengawet makanan.

5. Meningkatkan komsumsi lemak tak jenuh dan mengurangi konsumsi lemak jenuh (daging

sapi, kerbau, kambing, babi, susu, keju, dan kelapa).

6. Mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi (jeroan, kuning telur, cumi-

cumi, kerang, kepiting, coklat, mentega, dan margarin)

7. Meningkatkan intake makanan yang berserat tinggi seperti buah-buahan (jambu biji,

belimbing, jambu bol, kedondong, jeruk, pisang, nangka masak, markisa, dan lain-lain),

sayuran (daun bawang, kecipir muda, jamur segar, bawang putih, daun dan kulit melinjo,

dan lain-lain), ikan, agar-agar, dan rumput laut)

8. Menghentikan kebiasaan merokok

9. Olah raga teratur

10. Hindari ketegangan mental dan stres

19

Page 20: krisis hipertensi

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat

tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Krisis

hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi emergensi dan urgensi. Krisis hipertensi

biasanya selalu memiliki hubungan dengan kelainan aktivitas simpatik, meningkatnya resistensi

pembuluh darah perifer (SVR) atau meningkat keduanya. Tapi penyebab paling umum dari

krisis hipertensi adalah meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Pasien dengan krisis

hipertensi cenderung memiliki ketidakstabilan haemodinamik.

Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan yaitu

berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan darah

sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan

tujuan pengobatan. Manajemen pada pasien krisis hipertensi dengan pemberian obat anti

hipertensi. Obat Anti hipertensi yang dipilih dapat per oral atau parenteral sesuai dengan tipe

dari krisis hipertensi. Manajemen asuhan keperawatan pasien hipertensi akan menurunkan angka

kesakitan dan kematian.

20

Page 21: krisis hipertensi

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Alatas Husein, Taralan Tambunan, dkk.2010. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

Bakta, Made, Ketut Suastika. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.

Berg, Dale.2000. Referensi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Hipocrates.

Doungoes, marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Gunawan, Lany. 2005. Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Potter, Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Purnawan, Junadi. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Aesculavius.

Stein, Jay H. 2001. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W, Bambang Setiyohadi, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

Interna Publishing.

Suyono, Slamet.2001. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.

Yundini.2006. Faktor Risiko Hipertensi. Jakarta.

21