laporan biokim 2.2

35
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA BLOK BASIC SCIENCE OF DIGESTIVE AND NEPHROURINARY SYSTEM PEMERIKSAAN AKTIVITAS ENZIM AMILASE SALIVA DAN ENZIM AMILASE DARAH Oleh : Kelompok 12 Asisten Stefanus Ariyanto W. NIM. G1A011015 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN Desi Tri Utami Fatia Murni Chamida Ratih Mega Astari Muhammad Arsyad Noor Sahrul Zulham Zein Nuhuyanan Lintang Inggar Sari Intan Savitri Prastika Dicha Izwara Fiqrotul Umam Muhammad Faiz Insanul Khalis G1A014012 G1A014024 G1A014036 G1A014048 G1A014060 G1A014072 G1A014084 G1A014096 G1A014108 G1A014120

Upload: faizinsanul

Post on 01-Oct-2015

250 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

good

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA BLOK BASIC SCIENCE OF DIGESTIVE AND NEPHROURINARY SYSTEMPEMERIKSAAN AKTIVITAS ENZIM AMILASE SALIVA DAN ENZIM AMILASE DARAH

Oleh :Kelompok 12Desi Tri Utami

Fatia Murni Chamida

Ratih Mega Astari

Muhammad Arsyad Noor

Sahrul Zulham Zein Nuhuyanan

Lintang Inggar Sari

Intan Savitri

Prastika Dicha Izwara

Fiqrotul Umam

Muhammad Faiz Insanul Khalis

G1A014012

G1A014024

G1A014036

G1A014048

G1A014060

G1A014072

G1A014084

G1A014096

G1A014108

G1A014120

AsistenStefanus Ariyanto W.NIM. G1A011015

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN UMUMPURWOKERTO2015

LEMBAR PENGESAHAN

PEMERIKSAAN AKTIVITAS ENZIM AMILASE SALIVA DAN ENZIM AMILASE DARAH

Oleh :Kelompok 12

Desi Tri Utami

Fatia Murni Chamida

Ratih Mega Astari

Muhammad Arsyad Noor

Sahrul Zulham Zein Nuhuyanan

Lintang Inggar Sari

Intan Savitri

Prastika Dicha Izwara

Fiqrotul Umam

Muhammad Faiz Insanul Khalis

G1A014012

G1A014024

G1A014036

G1A014048

G1A014060

G1A014072

G1A014084

G1A014096

G1A014108

G1A014120

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Biokimia Kedokteran Blok Basic Science of Digestive and Nephrourinary System pada Fakultas Kedokteran Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Diterima dan disahkanPurwokerto, Maret 2015

Asisten

Stefanus Ariyanto W.G1A011015I. PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum1. Pemeriksaan Aktivitas Enzim Amilase Saliva2. Pemeriksaan Aktivitas Enzim Amilase Darah

B. Tanggal PraktikumKamis, 26 Maret 2015.

C. Tujuan Praktikum1. Penentuan Enzim Amilase Salivaa. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan untuk mengetahui aktivitas enzim amilase pada saliva.b. Mahasiswa dapat mengetahui aktivitas enzim amilase saliva dengan bantuan praktikum yang dilakukan.2. Penentuan Enzim Amilase Daraha. Mengukur kadar enzim amilase dalam darah.b. Menjelaskan nilai normal enzim amilase dalam darah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Enzim Enzim adalah system katalis biologi dengan perangkat molekul yang luar biasa dengan menentukan pola transformasi kimia. Enzim juga mengobati transformasi salah satu bentuk energy ke yang lain. Karakteristik yang paling mencolok dari enzim adalah katalitik dan spesifisitas (Jeremy. M Berg et al., 2006). Enzim terbagi menjadi enam kelompok utama: oksidoreduktase, transferase, hydrolase, liase, isomerase, dan ligase (Dorland, 2012).

B. Sifat Kimiawi Enzim1. Enzim mengatur suatu reaksi Enzim di dalam organisme hidup mengatur suatu reaksi biologis tertentu, misalnya adalah enzim kinase dan fosfatase yang mengatur transduksi sinyal dan reaksi sel (Dunaway-Mariano, 2008).2. Enzim adalah suatu protein Enzim merupakan protein berbentuk globus yang ukurannya berkisar antara 62 asam amino sampai dengan 25.000 residu. Enzim sebagai protein memiliki struktur rantai amino yang melipat dengan setiap struktur pelipatan menghasilkan pelipatan dan sifat kimiawi yang khas yang dapat berkumpul membentuk kompleks protein (Dunaway-Mariano, 2008).3. Enzim bersifat khusus, spesifik, hanya untuk satu reaksi Enzim bersifat spesifik karena terkait dengan active site dari enzim yang hanya berkaitan dengan substrat tertentu saja. Contohnya adalah enzim urease yang hanya mereaksikan urea untuk menjadi amonia dan karbondioksida (Solomon et al., 2010).4. Enzim bersifat katalisator Salah satu sifat khas enzim adalah mempercepat dan mengkatalisis reaksi tanpa ikut terlibat langsung dalam reaksi dan tidak mempengaruhi keseimbangan akhir reaksi. Proses percepatan dan biokatalisis ini dilakukan melalui mekanisme penurunan energi aktivasi sehingga energi yang dibutuhkan untuk memulai reaksi lebih rendah dan reaksi berlangsung lebih cepat. Adapun jenis-jenis katalisis antara lain adalah katalisis karena kedekatan, katalisis asam basa, katalisis karena paksaan dan katalisis kovalen (Illanes et al., 2014).5. Enzim mengalami denaturasi pada suhu lebih dari 50 oC Kinerja enzim dipengaruhi oleh suhu. Dalam suhu efektif, enzim dapat bekerja optimal. Akan tetapi, di dalam suhu yang tidak cocok, kerja enzim dapat terhambat bahkan dapat mengalami denaturasi dan rusak. Contohnya adalah enzim amylase yang denaturasi pada suhu 64 oC (Lewis, 2007)6. Enzim bekerja pada pH netral Enzim adalah polimer poliionik sehingga perubahan pH dapat mempengaruhi karakteristik dan kinerjanya, perubahan pH dapat menyebabkan perubahan kelistrikan di active site dan di keseluruhan permukaan molekul protein. Hal ini terjadi karena enzim mempunyai residu asam amino yang dapat terionisasi dengan perubahan pH (Illanes et al., 2014).7. Enzim dipengaruhi oleh kadar substratJika kadar substrat dalam suatu reaksi bertambah banyak, maka jumlah enzim yang dibutuhkan untuk mengkatalisir reaksi tersebut pun akan bertambah banyak sehingga enzim yang dihasilkan lebih banyak, dan sebaliknya (Storey, 2006).8. Enzim dipengaruhi oleh inhibitor dan kofaktor Enzim umumnya adalah protein sederhana dengan beberapa diantaranya hanya berfungsi maksimal jika adanya ion metalik tertentu. Kadang-kadang ion metalik ini melekat tidak erat dan mudah terlepas dari struktur protein, yang disebut sebagai kofaktor. Selain itu, zat tertentu dapat mengurangi efektivitas kerja enzim dengan berikatan pada gugus aktif enzim ataupun bukan pada gugus aktif enzim. Zat ini dinamakan sebagai inhibitor (Seager & Slabaugh, 2014).9. Enzim dapat bekerja secara reversibel Saat bekerja mengkatalisis suatu reaksi, enzim tidak ikut bereaksi dan hanya mempercepat reaksi. Setelah suatu reaksi selesai, enzim langsung bisa mengkatalisis reaksi lain dengan segera. Oleh karena itu, enzim dapat bekerja secara reversibel (Baker et al., 2008).C. Mekanisme Kerja Enzim1. Lock and Key Emil Fischer mengusulkan bahwa enzim dan substratnya berinteraksi membentuk kompleks enzim-substrat (ES). Menurut Fischer, spesifisitas enzim yang sangat cermat dalam membedakan substratnya saat membentuk kompleks ES dapat disamakan dengan cara gembok mekanis membedakan kunci yang tepat. Pada kebanyakan enzim, gembok terbentuk oleh celah atau kantong pada permukaan protein yang membentuk bagian regio yang disebut bagian/tempat aktif (Murray, 2014).

Gambar 2.1 Kerja enzim lock and key (Sudjino, 2007).

2. Induced Fit Daniel Koshland mengajukan model induced fit, menyatakan bahwa ketika mendekati dan berikatan dengan enzim, substrat menginduksi perubahan konformasi pada enzim, yaitu perubahan analog dengan memasukkan tangan (substrat) ke dalam sarung tangan (enzim). Model induced fit ini telah banyak dibuktikan oleh studi-studi biofisik pergerakan enzim sewaktu mengikat substrat (Murray, 2014).

Gambar 2.2 Kerja enzim induced fit (Sudjino, 2007).D. Active Site Enzim1. KarakteristikSisi akif enzim umumnya berbentuk celah atau kantung. Sisi aktif pada enzim multimetrik umumnya terletak pada pertemuan subunit-subunit dan merekrut residu lebih dari satu monomer. Bagian aktif tiga dimensi ini melindungi substrat dari pelarut dan mempermudah katalisis. Substrat mengikat sisi aktif di region yang bersifat komplementer dengan bagian substrat yang tidak mengalami reaksi kimiawi sewaktu bereaksi (Murray, 2006).Sisi aktif enzim biasanya menempati sebagian besar bagian dari enzim itu sendiri. Sifat kimia fisik sisi aktif enzim akan selalu dipertahankan untuk membedakan beberapa senyawa yang memiliki kemiripan ciri. Sebagai contoh, triad katalitik protease serin memiliki posisi relatif yang kaku pada ketiga katalitik residunya dalam enzim dengan struktur global yang berbeda. Beberapa studi telah menemukan enzim homolog yang dapat mengkatalisis dengan mekanisme yang berbeda dengan perubahan struktural dalam kedekatan sisi aktif (Weng, 2011).

2. Model/Jenis Spesifitas suatu reaksi enzimatik timbul akibat susunan tiga-dimensi residu asam amino pada enzim yang membentuk tempat pengikatan untuk substrat dan mengaktifkan substrat selama reaksi berlangsung. Model lock and key dan induced fit untuk pengikatan substrat menjelaskan aspek yang berlainan dari interaksi pengikatan antara enzim dan substrat. a. Model Lock and Key Tempat pengikatan substrat mengandung residu asam amino yang tersusun membentuk permukaan tiga-dimensi komplementer yang mengikat substrat melalui interaksi hidrofobik multiple, interaksi elektrostatik, dan ikatan hidrogen. Pada model lock and key, komplementeritas (saling mengisi) antara substrat dan tempat pengikatannya dibayangkan seperti anak kunci yang masuk ke dalam kunci yang kaku (Marks, 2010).b. Model Induced Fit Sewaktu substrat terikat, hampir semua enzim mengalami perubahan konformasi, yang menyebabkan reposisi rantai sisi asam amino di tempat aktif dan meningkatkan jumlah interaksi pengikat. Model induced fit untuk pengikatan substrat mengakui bahwa tempat pengikatan substrat bukanlah kunci yang kaku, tetapi suatu permukaan dinamik yang terbentuk oleh struktur tiga-dimensi enzim keseluruhan yang fleksibel. Interaksi multipel antara substrat dan enzim di tempat pengikatan enzim, berfungsi untuk pengenalan substrat dan untuk menyusun kembali tempat aktif bagi tahap reaksi selanjutnya (Marks, 2010).

E. Inhibitor Enzim Suatu inhibitor enzim adalah senyawa yang menurunkan kecepatan reaksi melalui pengikatan dengan enzim. Merupakan zat yang dapat menghambat kerja enzim. Bersifat reversibel dan ireversibel. Inhibitor reversibel dibedakan menjadi inhibitor kompetitif dan nonkompetitif. (Campbell, 2010). 1. Inhibitor kompetitif Menghambat kerja enzim dengan menempati sisi aktif enzim. Inhibitor ini besaing dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim. Pengambatan bersifat reversibel (dapat kembali seperti semula) dan dapat dihilangkan dengan menambah konsentrasi substrat. Inhibitor kompetitif misalnya malonat dan oksalosuksinat, yang bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan enzim suksinat dehidrogenase, yaitu enzim yang bekerja pada substrat oseli suksinat (Campbell, 2010).2. Inhibitor nonkompetitif Inhibitor ini biasanya berupa senyawa kimia yang tidak mirip dengan substrat dan berikatan pada sisi selain sisi aktif enzim. Ikatan ini menyebabkan perubahan bentuk enzim sehingga sisi aktif enzim tidak sesuai lagi dengan substratnya. Contohnya antibiotik penisilin menghambat kerja enzim penyusun dinding sel bakteri. Inhibitor ini bersifat reversibel tetapi tidak dapat dihilangkan dengan menambahkan konsentrasi substrat (Campbell, 2010).

Gambar 2.3 Inhibitor kompetitif dan non-kompetitif (Campbell, 2010).

F. Faktor yang Memengaruhi Kerja Enzim1. TemperaturHal ini dikarenakan efek suhu pada seluruh jenis bahan kimia, yaitu mempercepat terjadinya reaksi kimia seiring dengan naiknya temperatur. Namun, pada jenis protein, ketika temperatur naik, gerakan kinetik rantai asam amino ikut naik bersamaan dengan kekuatan dan frekuensi tumbukan antara enzim dengan molekul di sekitarnya. Pada titik tertentu, tumbukan ini menjadi cukup kuat untuk mendenaturasi enzim tersebut. Ikatan hidrogen dan bagian lain yang mempertahankan struktur tiga dimensi rusak, membuat enzim itu terurai ikatannya dan kehilangan fungsinya (Hertz, 2008).2. pH Hal ini disebabkan oleh rantai asam amino dasar yang berada pada sisi aktif enzim bergantung pada pH. Perubahan kecil pada pH dapat mengakibatkan denaturasi enzim dan aktivitas katalitik. Enzim memiliki pH optimal, yaitu pH dimana aktivitas enzim menjadi maksimal. Biasanya, pH optimal berkisar antara 7,0 7,5 dengan pengecualian enzim pencernaan (Stoker, 2010).3. InhibitorTerdapat dua macam inhibitor, yaitu kompetitif dan nonkompetitif. Inhibitor kompetitif terikat pada sisi yang sama dengan sisi yang biasanya akan berikatan dengan substrat, sehingga berkompetisi dengan substrat untuk berikatan dengan sisi tersebut. Inhibitor ini dapat dibalikkan (reversible) dengan cara menaikkan jumlah substrat yang ada. Ketika inhibitor kompetitif dihilangkan, enzim masih bisa mencapai kecepatan katalitik reaksi maksimum. Sebaliknya, inhibitor nonkompetitif terikat pada sisi enzim yang berbeda dengan sisi yang akan berikatan dengan substrat. Inhibitor ini dapat berikatan dengan enzim bebas atau komplek ES sehingga mencegah reaksi terjadi. Afinitas enzim tetap karena inhibitor tidak menganggu ikatan antara substrat dan enzim. Namun, karena inhibitor ini tidak dapat dihilangkan (irreversible) meskipun konsentrasi substrat ditambahkan, kecepatan reaksi maksimum enzim menjadi turun (Harvey, 2011).4. Konsentrasi SubstratPada konsentrasi yang sangat rendah, molekul substrat bertumbukan sangat jarang dengan molekul enzim sehingga reaksi berjalan lambat. Ketika konsentrasi substrat bertambah, laju reaksi naik seiring dengan semakin seringnya molekul enzim bertemu dengan molekul substrat. Akan tetapi, ketika molekul enzim mencapai laju maksimum untuk bergabung dengan reaktan dan menghasilkan produk, konsentrasi substrat yang naik memiliki efek yang semakin kecil. Saat enzim bekerja secepat mungkin, konsentrasi substrat yang bertambah tidak lagi memiliki efek. Pada titik ini, enzim dikatakan jenuh dan laju reaksi tetap konstan (Hertz, 2008).5. Konsentrasi EnzimSecara umum, konsentrasi substrat biasanya jauh lebih tinggi daripada konsentrasi enzim. Jika konsentrasi substrat yang ada adalah konstan dan konsentrasi enzim dinaikkan, laju reaksi ikut naik karena lebih banyak molekul substrat yang bisa diakomodasi. Semakin banyak konsentrasi enzim, semakin cepat laju suatu reaksi (Stoker, 2010).6. Kofaktor dan KoenzimBanyak enzim yang memerlukan bantuan dari komponen nonprotein untuk aktivitas katalitiknya. Komponen ini, yang disebut kofaktor, dapat berikatan kuat dengan tempat aktif enzim secara permanen, atau dapat juga berikatan secara lemah dan reversibel bersama-sama dengan substrat. Kofaktor beberapa enzim adalah molekul anorganik, seperti atom logam zink, besi dan tembaga. Jika kofaktor itu merupakan molekul organik, maka molekul tersebut disebut koenzim. Sebagian besar vitamin adalah koenzim atau bahan baku untuk pembuatan koenzim tersebut (Campbell, 2010).G. Kofaktor Enzim Kofaktor merupakan komponen nonprotein yg dibutuhkan oleh suatu enzim agar dapat aktif. Untuk aktivitasnya kadang-kadang enzim membutuhkan kofaktor yang bisa berupa senyawa organik atau logam. Senyawa organik itu terikat pada bagian protein enzim. Bila ikatan itu lemah maka kofaktor tadi disebut co-enzim dan dan jika terikat erat melalui ikatan kovalen maka dinamakan gugus prostetis. Pada umumnya dua kofaktor itu tidak dibedakan dan disebut co-enzim saja. Apabila enzim itu terdiri dari bagian seperti yang diterangkan diatas maka keseluruhan enzim itu dinamakan holo enzim. Bagian protein dinamakan apo-enzim dan bagian non proteinnya disebut co-enzim.fungsi logam pada umumnya adalah untuk memantapkan ikatan substrat pada enzim atau mentransfer elektron yang timbul selama proses katalisis (Poedjiadi, 2006). Secara kimia, enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas dua bagian, yaitu bagian protein dan bagian yang bukan protein. Bagian protein disebut apoenzim, bersifat labil (mudah berubah), misalnya terpengaruh oleh suhu dan keasaman. Bagian yang bukan protein disebut gugus prostetik (aktif), terdiri atas kofaktor atau koenzim. Kofaktor berasal dari molekul anorganik, yaitu logam, misalnya besi, tembaga, dan seng. Sedangkan koenzim merupakan gugus prostetik terdiri atas senyawa organik kompleks, misalnya NADH, FADH, koenzim A, dan vitamin B (Campbell, 2010). Vitamin K merupakan kofaktor sistem enzim yang dapat mengubah protrombin yang struktur kimianya mengandung unit-unit asam glutamat menjadi trombin yang struktur kimianya mengandung unit-unit penyusun y-karboksi glutamat (Sumardjo, 2006).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Pemeriksaan Aktivitas Enzim Amilase Saliva1. Alata. Rak tabung reaksib. Cawan petric. Gelas kimia 50 ml 2 buahd. Pipet tetese. Penjepit tabung reaksif. Kertas saringg. Beaker Glassh. Bunsen2. Bahana. Salivab. Larutan NaCl 0,2 %c. Larutan amilum 1 %d. Larutan iod 0,01 N3. Cara Kerjaa. Meminta probandus untuk berkumur-kumur dengan NaCl 25 cc selama 5 menit.b. Setelah 5 menit berkumur-kumur lalu memasukkan kembali NaCl ke dalam gelas.c. Menyaring hasil dari NaCl yang telah bercampur dengan air liur dengan menggunakan kertas saring.d. Memasukkan hasil dari penyaringan ke dalam beaker glass.e. Memasukkan air beaker glass masing-masing ke dalam tabung reaksi sebanyak 2,5 cc.f. Memanaskan salah satu tabung reaksi selama 10 menit, sedangkan tabung yang lain didiamkan.g. Meneteskan masing-masing campuran, baik yang dipanaskan maupun tidak, pada cawan petri,h. Meneteskan pada tetesan dicawan petri dengan larutan iodium 0,1% dan amilum 1% masing- masing 1 tetes.i. Setelah dicampurkan dengan iodium, meneteskan saliva setiap 5 menit sampai terjadi perubahan warna pada campuran yang tidak dipanaskan.j. Penetesan dilakukan berturut-turut hingga larutan tidak menghasilkan warna lagi dan kemudian dibandingkan.

B. Pemeriksaan Aktivitas Enzim Amilase Darah1. Alata. Spuit 3ccb. Torniquet 1 buahc. Vacum Medd. Rak Tabung reaksi 1 buahe. Mikropipet 10-100 l 1 buahf. Mikropipet 100-1000 l 1 buahg. Blue tip 1 buahh. Yellow tip 1 buahi. Kuvet 1 buahj. Spektrofotometer k. Sentrifugator

2. Bahana. Working reagen 1 ccb. Plasma darah 20 l c. Alkohol 70%3. Cara Kerjaa. Persiapan sampel:1) Mengambil darah probandus menggunakan spuit kira-kira sebanyak 3cc.2) Memasukkan darah ke dalam Vacum Med EDTA dan disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit, kemudian diambil plasmanya untuk sampel.b. Memasukkan 1 cc working reagen ke dalam tabung reaksi.c. Memasukkan 20 l serum ke dalam tabung reaksi yang telah terisi working reagen hingga tercampur.d. Membaca kadar enzim amilase dengan spektrofotometer.

3 cc darah + EDTASentrifuge4000 rpm 10 mntReagen amilase 1000 l tetesi 20 l plasmaplasmasaaaaaaaaspektrofotometer

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. ProbandusNama: Dwika Akbar IndrawanUsia: 19 tahunJenis kelamin: Laki-laki2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada sampel saliva yang tidak dipanaskan, setelah ditetesi deengan iodium dan amilum, campuran berubah warna menjadi biru kehitaman, kemudian setelah diaduk dalam 5 menit pertama langsung terjadi perubahan warna secara cepat menjadi tidak berwarna. Pada sampel saliva yang telah dipanaskan, setelah ditetesi dengan iodium dan amilum, campuran berubah warna menjadi biru kehitaman namun dalam 5 menit pertama, setelah diaduk campuran tidak menunjukkan perubahan warna.

Sampel yang tidak dipanaskanSampel yang dipanaskan

Warna biru lebih terangWarna biru keunguan

B. Pembahasan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa aktivitas amilase berkurang setelah dilakukan pemanasan hingga mendidih sedangkan pada saliva yang tidak dipanaskan, aktivitas amilasi masih terlihat dengan adanya zona bening. Hal ini membuktikan bahwa suhu dapat berpengaruh terhadap aktivitas kerja enzim, di mana enzim memerlukan suhu optimal tertentu dan mampu mengalami denaturasi protein akibat pemanasan sehingga kehilangan struktur dan fungsinya (Joong, 2011).C. Aplikasi Klinis1. PankreatitisPankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang identik menyebabkan nyeri perut dan terkait dengan fungsinya sebagai kelenjar eksokrin (Aziza, 2010).The Second International Symposium on The Classification of Pancreatitis (Aziza, 2010) membuat klasifikasi sebagai berikut:a. Pankreatitis akut Pankreatitis akut adalah pankreatitis yang ditandai oleh nyeri berat di perut bagian atas dan meningkatnya level enzim pankreas di dalam darah. Pankreatitis akut bisa ringan ataupun berat tergantung manifestasi klinis, tes laboratorium, dan diagnosa. Perjalanan penyakit dari ringan self limited sampai berat yang disertai renjatan gangguan ginjal dan paru-paru yang bisa berakibat fatal. Pankreatitis akut dapat menyebabkan beberapa trauma seperti, kerusakan sel asinar (eksokrin) dengan kebocoran enzim, peningkatan inflamasi lokal menyebabkan perdarahan intrapankreas, dan dekstruksi pankreas yang progresif menyebabkan nekrosis (Grace, 2006).b. Pankreatitis kronikPankreatitis kronik merupakan peradangan pankreas menahun yang biasanya menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi pankreas. Pada kebanyakan pasien bersifat irreversible. Terjadi kerusakan permanen sehingga menyebabkan gangguan fungsi eksokrin dan endokrin.

2. Parotitis Parotitis adalah reaksi inflamasi pada glandula parotid yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau invasi mycobacterial (Grace, 2006). Parotitis biasanya muncul dengan pembengkakan pada daerah preauricular, tetapi tidak terlihat jika di dalam duktus parotis yang merupakan bagian dari glandulanya. Pembengkakan submandibular muncul di daerah medial dan inferior ke angulus mandibularis os mandibula (Myers, 2007). Parotitis supuratif disebabkan oleh infeksi bakteri ke glandula parotis. Risiko tingginya infeksi dapat terjadi pada dehidrasi, terapi radiasi, imun, sialotlithiasis, dan neoplasma oral. Staphylococcus aureus adalah penyebab paling umum dari parotitis dan khas pada infeksi bakteri pada glandula dan dapat muncul dengan jelas. Anak-anak pada parotitis yang disebabkan karena infeksi bakteri akan terlihan lebih sakit dan demam yang lebih tinggi dibandingkan dengan parotitis yang disebabkan oleh infeksi virus (Greenberg, 2007).Manifestasi Klinis yang biasa terjadi adalah cepatnya onset pada nyeri yang terlokalisasi, edema, dan indurasi dari glandula yang terinfeksi. Simptom yang sistemik di antaranya demam, panas dingin, danan malaise. Pembengkakan karena virus seringkali terlihat dengan adanya edema (biasanya bilateral) dan nyeri, yang diperburuk dengan mastikasi (Trybulski, 2013).Perawatan dari parotis bersifat simptomatik. Analgesik dan aplikasi panas atau dingin pada daerah parotis dapat bermanfaat. Immuniglobulin belum memiliki bukti yang bernilai pada perawatannya. Nyeri testikularis dapat dikurangi dengan aplikasi lokal dingin pada daerah genital (Wilson, 2014).3. Insufisiensi GinjalInsufisiensi ginjal atau yang dikenal dengan gagal ginjal, adalah kondisi dimana kemampuan fungsi ginjal dalam penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin, berkurang hingga tidak mampu bekerja sama sekali. Insufisiensi ginjal ditandai dengan penurunan glomerularfiltration rate (GFR), peningkatan konsentrasi kreatinin serum (Aru, 2014).Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori, kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam asupan makan normal. Meskipun ketidakmampuan fungsional terminal sama pada kedua jenis gagal ginjal ini tetapi gagal ginjal akut mempunyai gambaran khas. Penyakit ginjal intrinsik yang menyebabkan acute renal failure (ARF) adalah nekrosis tubular akut yang menjelaskan lesi ginjal sebagai respons terhadap iskemia yang lama atau pemajanan terhadap nefrotoksin. Sedangkan gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit ginjal difus dan bilateral, disamping lesi obstruktif pada traktus urinarius (Sylvia, 2006).Insufisiensi ginjal mengganggu ekskresi natrium, kalium, dan air dan merusak homeostasis divalensi kation serta mekanisme pengasaman urin. Akibatnya, hal tersebut sering mempersulit volume overload pada intravaskular, hiponatremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hipermagnesemia, dan asidosis metabolik. Sebagai tambahan, pasien tidak dapat mengekskresi produk limbah nitrogen dan cenderung terkena sindrom uremik. Kecepatan dari perkembangan dan keparahan dari komplikasi ini memperlihatkan derajat kerusakan ginjal dan keadaan katabolisme dari pasien (Levey, 2011).

V. KESIMPULAN

1. Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai biokatalisator, senyawa yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia.2. Enzim katalisator berkaitan dengan reaktan yang disebut substrat, dimana mengubah reaktan menjadi produk, lalu melepaskan hasilnya.3. Kecepatan reaksi yang di katalisis enzim di pengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:a. Suhub. pHc. konsentrasi substratd. kecepatan awal reaksie. inhibitor4. Aplikasi klinis yang berkaitan dengan enzim alpha amilase antara lain pankreatitis, parotitis, dan insufisiensi ginjal.

DAFTAR PUSTAKAAziza. 2010. Pankreatitis Akut dan Kronis. Universitas Sumatara Utara. Available at:http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456789/28477/2/Chapter%20III-IV.pdfBaker, G., Dunn, S., & Holt, A. 2008. Handbook of Neurochemistry and Molecular Neurobiology. New York: Springer. Berg, M. Jeremy, Tymoczko, L. John, Stryer, Lubert. 2006. Biochemistry 6th Edition.Campbell, N.A., J.B. Reece, Urry, Cain, Wasserman, Minorsky, Jackson, L.G. Mitchell. 2010. Biologi. Terj. dari Biology. Jakarta: Erlangga.Campbell, Nell A., Reece, Jane B., Mitchell, Lawrence G. 2010. Biology. Ninth Edition. Boston. Pearson Education. Dunaway-Mariano, D. 2008. Enzyme function discovery. Structure. 16 (11): 1599600.Grace, Pierce A ; Borley, Niel R. 2006. Surgery At a Glance. England : Blackwell Publishing Ltd.Greenberg, M. I. 2007. Greenberg's Text-atlas of Emergency Medicine. Philadelphia: Lippincot William and Willkins.Harvey, Richard A., Ferrier, Denise R. 2011. Biochemistry. Philadelphia. Lippincott Williams and Wilkins.Hertz, Paul E., Russel, Peter J., Wolfe, Stephen L., Starr, Cecie, McMillan, Beverly. 2008. Biology: The Dynamic Science. First Edition. Canada. Thomson Book/Cole.Illanes, A., Wilson, L., & Vera, C. 2014. Problem Solving in Enzyme Biocatalysis. West Sussex: John Wiley & Sons Ltd.Joong, NY. 2011. "Enzymatic Activity of Salivary Amylase". Chemistry 2011(03).

Langkah Sembiring dan Sudjino.2007.Biologi XII. Jakarta: Pusat Perbukuan NasionalLevey, Andro S., 2011. The Definition, Classification, and Prognosis of Chronic Kidney Disease: a KDIGO Controversies Conference report Kidney International Journal. Vol 80: 17-28Marks, Dawn B., dkk. 2010. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC.Murray, Robert K. 2006. Biokimia Harper edisi 27. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGCMurray, Robert K. 2014. Biokimia Harper edisi 29. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGCMyers, E. N., Ferris, R. L. 2007. Salivary Gland Disorder. New York: Springer- Verlag New York, Inc., 175 Fifth Avenue. New York: W.H Freeman and CompanyNewman, W. A. 2012. Dorland Edisi 28. Jakarta : Penerbit EGC.Poedjiadi, Anna. 2006.Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI PressPrice, A. Sylvia., Wilson, Lorraine M. 2006. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Ed. 6 Jakarta: EGCSeager, S., & Slabaugh, M. 2014. Chemistry for Today: General, Organic, and Biochemistry. Massachusetts: Cengage Learning.Solomon, E., Berg, L., & Martin, D. 2010. Biology. Massachusetts: Cengage Learning.Stoker, Stephen H. 2010. Organic and Biological Chemistry. Fifth Edition. USA. Cengange Learning.Storey, K.B. 2006. Functional Metabolism: Regulation and Adaptation. New Jersey: Wiley Liss, inc.Sudoyo, Aru W. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. 6. Jakarta: Interna Publishing.Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.Trybulski, J., Bailey, P. P. 2013. Primary Care : A Collaborative Practice. Missaouri: Elseveier Mosby.Wilson, B., Nizet, V., Maldonado, Y., Remington, J. S., Klein, K. O. 2014. Remington and Klein's Infectious Diseases of the Fetus and Newborn. Philadelphia:Elsevier Saunders.Weng, Zhong-Yi., Huang, Feng-Yu., Lin, Wei-Chih., Chang, Hao-Tien Darby. 2011. A Study on The Flexibility of Enzyme Active Site. BMC Bioinformatics 2011, 12(Suppl 1):S32