laporan blok 22 sken a
DESCRIPTION
TutorTRANSCRIPT
SKENARIO A BLOK 22 TAHUN 2015
Mrs. Ani, 72-years-old came to dr. Mohammad Hoesin Hospital with a 2-month
history of increasing pain in her lower back, which has not improved with ibuprofen and is
causing difficulty with walking and dressing. On questioning, she reports having lost about 5
cm of height since she was a young woman.
On examination, there is a mild kyphosis in her lower thoracic spine but no point
tenderness. A lateral spine radiograph reveals that the L3 vertebrae is biconcave in
appearance, a finding that is consistent with a vertebral fracture. From these information,
doctor suggested to examine her bone mineral density.
I. Klarifikasi Istilah
I.1. Lower back : Punggung bagian bawah
I.2. Ibuprofen : Obat antiinflamasi non steroid yang
digunakan dalam pengobatan nyeri, demam, dismenorrhae, osteoartritis, artritis
rheumatoid, kelainan peradangan rheumatic dan non rheumatic lainnya, nyeri kepala
vaskular.
I.3. Susah berjalan dan memakai baju : Keluhan yang disebabkan karena nyeri
pada punggung bawah.
I.4. Kifosis : penyakit kelainan pada tulang belakang
yang menyebabkan tubuh penderita melengkung ke depan melebihi batas normal atau
bungkuk
I.5. Lost Height : Suatu efek dari osteoporosis yang
disebabkan oleh fraktur kompresi dimana tulang belakang menjadi tumpang tindih
antara satu dan yang lain.
I.6. Lower Thoracic Spine : Bagian columna vertebralis yang
tersusun atas vertebrae thoracis bagian bawah.
I.7. Point Tenderness : Nyeri yang dirasakan ketika dilakukan
palpasi atau pemberian tekanan pada suatu titik di bagian tubuh.
I.8. Vertebral Fracture : Pemecahan suatu bagian vertebrae
akibat tenaga vertikal yang berlebihan sehingga pemecahan tulang keluar ke arah
horizontal.
1
I.9. Lateral spine radiograph : Penilaian radiologis pada foto polos
vertebrae proyeksi lateral dan melihat kelengkungan vertebrae.
I.10. Bone mineral density : Ukuran gram mineral (kalsium) per
wilayah dan sering digunakan sebagai ukuran tidak langsung untuk kekuatan tulang.
II. Identifikasi Masalah
II.1. Mrs. Ani, 72-years-old came to dr. Mohammad Hoesin Hospital with a 2-
month history of increasing pain in her lower back, which has not improved
with ibuprofen and is causing difficulty with walking and dressing. (Main
Problem)
II.2. On questioning, she reports having lost about 5 cm of height since she was a
young woman.
II.3. On examination, there is a mild kyphosis in her lower thoracic spine but no
point tenderness. A lateral spine radiograph reveals that the L3 vertebrae is
biconcave in appearance, a finding that is consistent with a vertebral
fracture. From these information, doctor suggested to examine her bone
mineral density.
III. Analisis Masalah
III.1. Mrs. Ani, 72-years-old came to dr. Mohammad Hoesin Hospital with a 2-
month history of increasing pain in her lower back, which has not improved
with ibuprofen and is causing difficulty with walking and dressing.
III.1.1. Bagaimana anatomi dan fisiologi vertebrae?
Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang
berfungsi sebagai penyangga tubuh dan melindungi medulla spinalis.
Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara
segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang servikal (vertebra servikalis),
12 ruas tulang torakal (vertebra torakalis), 5 ruas tulang lumbal (vertebra
lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu (vertebra sakral), dan 4
ruas tulang ekor (vertebra koksigea).
2
Tulang belakang (vertebra) dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral
terdiri atas korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh discus
intervebra dan ditahan satu sama lain oleh ligamen longitudinal ventral
dan dorsal. Bagian dorsal tidak begitu kokoh dan terdiri atas masing-
masing arkus vertebra dengan lamina dan pedikel yang diikat satu sama
lain oleh berbagai ligament di antaranya ligament interspinal, ligament
intertansversa dan ligament flavum. Pada prosesus spinosus dan
transverses melekat otot-otot yang turut menunjang dan melindungi
kolum vertebra.
Gambar Anatomi vertebra servikalis.
3
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh
karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di
anterior. Pada pandangan dari samping pilar tulang belakang membentuk
lengkungan atau lordosis di daerah servikal, torakal dan
lumbal.Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang vertebra
berikut diskus intervertebralisnya bukanlah merupakan satu struktur
yang mampu melenting, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan
diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang belakang.
Vertebra servikalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut.
4
1. Processus transversus mempunyai foramen trnsversum untuk tempat
lewatnya artri vertebralis dan vena vertebralis.
2. Spina kecil dan bifida.
3. Corpus kecil dan lebar dari sisi ke sisi.
4. Foramen vertebrale besar dan berbentuk segitiga.
5. Processus articularis superior mempunyai facies yang menghadap ke
belakang dan atas; procesus articularis inferior mempunyai fascies
yang menghadap ke bawah dan depan.
Vertebra servikalis yang atipikal mempunyai ciri sebagai berikut.
1. Tidak mempunyai corpus.
2. Tidak mempunyai processus spinosus.
3. Mempunyai arcus anterior dan posterior.
4. Meempunyai massa lateralis pada masing-masing sisi dengan fasis
articularis pada permukaan atas dan bawah.
Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang
terbesar.Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang
rusuk yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai
ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah
lingkup geraknya makin kecil.
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis
besar terbagi atas 2 bagian.Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra,
diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh
ligamentum longitudinale anterior dan posterior.Sedangkan bagian
posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus
tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan
pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae antara satu
dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).
Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh
ligamentum dan tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis
terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh
diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh
ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis
posterior. Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna
5
vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat
dimana banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi
sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera
bila terjadi trauma.
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain
oleh karena adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis
di anterior. Pada pandangan dari samping, pilar tulang belakang
membentuk lengkungan atau lordosis di daerah servikal dan
lumbal.Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang vertebra
berikut diskus intervertebralisnya merupakan satu kesatuan yang kokoh
dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang
belakang.Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang
terbesar.Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang
rusuk yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai
ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah
lingkup geraknya semakin kecil.
Vertebra thorakalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut.
1. Corpus berukuran besar dan berbentuk jantung.
2. Foramen vertebrale kecil dan bulat.
3. Processus spinosus panjang dan miring ke bawah.
4. Fovea costalis terdapat pada ssii-sisi corpus untuk bersendi dengan
capitulum costae.
5. Fovea costalis terdapat pada processus transversalis untuk bersendi
dengan tuberculum costae.
6. Processus articularis superior mempunyai fascies yang menghadap ke
belakang dan lateral, sedangkan fascies pada procesus articularis
inferior menghadap ke depan dan medial.
Gambar Vertebra yang Tipikal.
6
Vertebra lumbalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut.
1. Corpus besar dan berbentuk ginjal.
2. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang.
3. Lamina tebal.
4. Foramina vertebrale berbentuk segitiga.
5. Processus transversum panjang dan langsing.
6. Processus spinosus pendek, rata, berbentuk segiempat, dan mengarah
ke belakang.
7. Fascies articularis processus articularis superior menghadap ke medial
dan yang inferior menghadap ke lateral.
Gambar Vertebra Lumbalis
Kolumna vertebralis ini terbentuk oleh unit-unit fungsional yang terdiri
dari segmen anterior dan posterior.
a. Segmen anterior, sebagian besar fungsi segmen ini adalah sebagai
penyangga badan. Segmen ini meliputi korpus vertebrata dan diskus
7
intervebralis yang diperkuat oleh ligamentum longitudinale anterior di
bagian depan dan limentum longitudinale posterior di bagian
belakang. Sejak dari oksiput, ligament ini menutup seluruh bagian
belakang diskus.Mulai L1 gamen ini menyempit, hingga pada daerah
L5-S1 lebar ligament hanya tinggal separuh asalnya.
b. Segmen posterior, dibentuk oleh arkus, prosesus transverses dan
prosesus spinosus. Satu dengan lainnya dihubungkan oleh sepasang
artikulasi dan diperkuat oleh ligament serta otot.
Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus
neuralis di belakang yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan
kiri, sepasang lamina, dua pedikel, satu prosesus spinosus, serta dua
prosesus transversus. Beberapa ruas tulang belakang mempunyai bentuk
khusus, misalnya tulang servikal pertama yang disebut atlas dan ruas
servikal kedua yang disebut odontoid. Kanalis spinalis terbentuk antara
korpus di bagian depan dan arkus neuralis di bagian belakang.
Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk segitiga dan lebar,
sedangkan di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil.Bagian lain yang
menyokong kekompakan ruas tulang belakang adalah komponen
jaringan lunak yaitu ligamentum longitudinal anterior, ligamentum
longitudinal posterior, ligamentum flavum, ligamentum interspinosus,
dan ligamentum supraspinosus.
Perbedaan Anatomis Vertebra.
8
Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu
komponen tulang dan komponen jaringan lunak yang membentuk satu
struktur dengan tiga pilar. Pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan
yang terdiri atas korpus serta diskus intervertebralis. Kedua dan ketiga
yaitu kolom di belakang kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian sendi
intervertebralis lateralis. Secara keseluruhan tulang belakang dapat
diumpamakan sebagai satu gedung bertingkat dengan tiga tiang utama,
satu kolom di depan dan dua kolom di samping belakang, dengan lantai
yang terdiri atas lamina kanan dan kiri, pedikel, prosesus transversus dan
prosesus spinosus.
Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin
luas trauma yang diakibatkan.Misal, jika kerusakan saraf tulang
belakang di daerah leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di
bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai
dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah leher. Kerusakan
yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan
fungsi.
Gambar Os Sacrum dan Os Coccyx.
9
Hubungan antara corpus vertebra servikal (dan juga corpus
vertebra lainnya) dimungkinkan oleh adanya sendi,umumnya disebut
sendi faset, biasa juga disebut sendi apofiseal atau zygapofiseal,
memungkinkan adanya pergerakan (fleksi,ekstensi ataupun rotasi),
menyerupai engsel, terletak langsung di belakang kanalis spinalis. Sendi
faset merupakan sendi sinovial,dikelilingi oleh jaringan ikat dan
menghasilkan cairan untuk memelihara dan melicinkan sendi. Pada
permukaan superior dan inferior prosessus uncinate terdapat pula sendi
faset,lebih dikenal dengan nama sendi uncovertebral dari Luschka (joint
of Luschka) yang juga penting dalam biomekanikal dan stabilitas tulang
vertebra.
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin
Cartilage Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus.Sifat
setengah cair dari nukleus pulposus, memungkinkannya berubah bentuk
dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang
lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis. Diskus
intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya
adalah bangunan yang tidak peka nyeri.
Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari
proteoglycan (hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi
(80%) dan mempunyai sifat sangathigroskopis. Nucleus pulposus
berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahantekanan/beban.
Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun dan
digantioleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan
10
kurang lentur, dan sukardibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis
posterior di bagian L5-S1 sangat lemah, sehingga HNP sering terjadi di
bagian postero lateral.Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal
posterior makin mengecil sehinggapada ruang intervertebre L5-S1
tinggal separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkanmudah
terjadinya kelainan didaerah ini.
Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara
progresif dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi
perubahan degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi
kedalam diskus disertai berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga
diskus mengkerut dan menjadi kurang elastik
III.1.2. Bagaimana proses osteogenesis?
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang.
Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk
menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks
tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai
mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau
bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid,
dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya
tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang
menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu
sistem saluran mikroskopik di tulang. Sebagian ion kalsium di tulang
tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai
kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang, cairan interstisium, dan darah. Penguraian tulang,
disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang.
Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang
disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar
yang berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang.
Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang
mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya
terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan
11
memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah,
osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas mulai mengisi
daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini
memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan tulang
baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas
menyebabkan tulang terus menerus diperbarui atau
mengalami remodeling. Padaanak dan remaja, aktivitas osteoblas
melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang
dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada
tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas
osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total massa
tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi
aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas
osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi
aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga
mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa
faktor fisik dan hormon.
Proses kalsifikasi tulang yang kompleks belum diketahui secara
pasti, namun disini akan dibahas garis besarnya. Kalsifikasi dalam tulang
tidak terlepas dari proses metabolisme kalsium dan fosfat. Bahan-bahan
mineral yang akan diendapkan semula berada dalam aliran darah.
Osteoblas berperan dalam mensekresikan enzim alkali fosfatase. Dalam
keadaan biasa, darah dan cairan jaringan mengandung cukup ion fosfat
dan kalsium untuk pengendapan kalsium Ca3(PO4)2 apabila terjadi
penambahan ion fosfat dan kalsium. Penambahan ion-ion tersebut
diperoleh dari pengaruh enzim alkali fosfatase dari osteoblas. Hal
tersebut juga dapat diperoleh dari pengaruh hormone parathyroid dan
pemberian vitamin D atau pengaruh makanan yang mengandung garam
kalsium tinggi. Faktor lain yang harus diperhitungkan yaitu keadaan pH
karena kondisi yang agak asam lebih menjurus ke pembentukan garam
CaHPO4 daripada Ca3(PO4)2. Karena CaHPO4 lebih mudah larut, maka
12
untuk mengendapkannya dibutuhkan kadar fosfat dan kalsium yang lebih
tinggi daripada dalam kondisi alkali untuk mengendapkan Ca3(PO4)2
yang kurang dapat larut. Kenaikan kadar ion kalsium dan fosfat setempat
sekitar osteoblast dan khondrosit hipertrofi disebabkan sekresi alkali
fosfatase yang akan melepaskan fosfat dari senyawa organik yang ada di
sekitarnya. Serabut kolagen yang ada di sekitar osteoblast akan
merupakan inti pengendapan, sehingga kristal-kristal kalsium akan
tersusun sepanjang serabut.
Resorpsi tulang sama pentingnya dengan proses kalsifikasinya,
karena tulang akan dapat tumbuh membesar dengan cara menambah
jaringan tulang baru dari permukaan luarnya yang dibarengi dengan
pengikisan tulang dari permukaan dalamnya. Resorpsi tulang yang
sangat erat hubungannya dengan sel-sel osteoklas, mencakup
pembersihan garam mineral dan matriks organic yang kebanyakan
merupakan kolagen. Dalam kaitannya dengan resorpsi tersebut terdapat
3 kemungkinan : osteoklas bertindak primer dengan cara melepaskan
mineral yang disusul dengan depolimerisasi molekul-molekul
organic,osteoklas menyebabkan depolimerisasi mukopolisakarida dan
glikoprotein sehingga garam mineral yang melekat menjadi bebas,sel
osteoklas berpengaruh kepada serabut kolagen. Rupanya, cara yang
paling mudah untuk osteoklas dalam membersihkan garam mineral yaitu
dengan menyediakan suasana setempat yang cukup asam pada
permukaan kasarnya. Bagaimana cara osteoklas membuat suasana asam
belum dapat dijelaskan. Perlu pula dipertimbangkan adanya lisosom
dalam sitoplasma osteoklas yang pernah dibuktikan.
Secara histologi, absorpsi tulang terjadi bersebelahan dengan
osteoklas. Mekanisme absorpsi ini diyakini terjadi sebagai
berikut: osteoklas mengeluarkan tonjolannya yang
menyerupai vili kearah tulang, yang membentuk suatu
permukaan bergelombang yang berdekatan dengan tulang. Vili
tersebut menyekresikan dua macam zat: (1) enzim proteolitik, yang
dilepaskan dari lisosomosteoklas dan (2) beberapa asam, yang meliputi
asam laktat dan asam sitrat, yang dilepaskan
darimitokondria dan vesikel sekretoris. Enzim tersebut
13
akan mencerna atau melarutkan matriksorganic tulang, dan asam
menimbulkan terlarutnya tulang. Sel osteoklas juga menimbibisi
tulangdengan memfagositosis partikel kecil dari matriks dan
Kristal tulang, dan pada akhirnya jugaakan melarutkan zat-zat ini
dan melepaskan produknya ke dalam darah.
III.1.3. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan
diatas?
Osteoporosis biasanya terjadi pada orang tua terutama yang sudah
mengalami menopause, hal ini disebabkan karena proses menopause
dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan
hormon estrogen. Tiap peningkatan 1 dekade risiko meningkat1,4-1,8.
Perempuan lebih beresiko terkena osteoporosis daripada laki-laki,
karena perempuan memiliki masa tulang yang lebih rendah karena
mengalami menopause, sehingga lebih cepat mengalami kehilangan
masa tulang. Perempuan mengalami menopause sehingga terjadi
penurunan hormon esterogen yang menyebabkan aktivitas sel osteoblast
menurun sedangkan osteoklas meningkat.
III.1.4. Mengapa setelah diberi ibuprofen keluhan tidak membaik?
Ibuprofen merupakan obat anti radang non steroid, turunan asam
arilasetat yang mempunyai aktivitas antiradang dan analgesik ,digunakan
untuk mengurangi rasa nyeri akibat peradangan pada berbagai kondisi.
Namun, sebagai analgesik obat ini hanya efektif untuk nyeri dengan
intensitas rendah, efek analgesik obat ini termasuk rendah jika
dibandingkan dengan efek analgesik dari opiat. Selain itu nyeri akibat
adanya kerusakan syaraf juga tidak teratasi dengan obat ini.
Sedangkan pada kasus nyeri yang dialami oleh Ny.Ani
kemungkinan sudah berat (sudah 2 bulan dan terdapat vertebral fraktur).
Dan juga nyeri yang dialami Ny.Ani kemungkinan disebabkan adanya
14
kompresi atau lesi pada medula spinalis (kerusakan syaraf). Maka dari
itu, setelah diberi ibuprofen keluahn Ny.Ani tidk membaik.
III.1.5. Apa etiologi dan mekanisme nyeri pada punggung bawah
tersebut?
Osteoporosis merupakan kondisi yang tidak menimbulkan gejala
apapun selama beberapa dekade, karena osteoporosis tidak akan
menimbulkan gejala sampai timbul fraktur atau patah tulang. Maka
gejalanya tidak akan jauh dari tempat terjadinya patah tulang. Contohnya
fraktur pada tulang belakang akan menimbulkan gejala seperti nyeri
seperti diikat yang menjalar dari punggung ke sisi samping tubuh.
Mekanisme yang mendasari dalam semua kasus osteoporosis adalah
ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang.
Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius
adalah patah tulang panggul. Yang juga sering terjadi adalah patah
tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan
tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita
osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
Kolaps (hancur) tulang belakang menyebabkan nyeri punggung
menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara
spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba
dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah
nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut
akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara
bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa
tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang
abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan
ketegangan otot dan sakit.
15
III.1.6. Apa etiologi dan mekanisme Nyonya Ani kesulitan memakai baju
dan berjalan?
Diawali dari terjadinya proses penuaan (usia 72 tahun) à defisiensi estrogen à peningkatan rangsangan osteoclast dan penurunan osteoblast à Faktor reasorpsi > factor formation à penurunan densitas tulang à tulang menjadi rapuh khususnya di bagian thoracal bawah à
kompresi ke bagian vertebra dibawahnya à penyempitan pada diskus invertebralis à gangguan pada vertebra L3 (tampaknya fraktur) à terjepitnya foramen vertebralis ( terdapat syaraf ) à nyeri à nyeri menjalar ke kaki (Dermatom) à susah berjalan
Kesulitan memakai baju karena dampak dari low back pain.
III.1.7. Apa saja kemungkinan diagnosis (beserta ciri) dari nyeri
punggung bawah?
1) LBP viserogenik
16
Disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera
didaerah pelvis, serta tumor retroperitoneal. Nyeri yang dirasakan
tidak bertambah berat dengan aktivitastubuh, juga tidak berkurang
dengan istirahat. Penderita LBP viserogenik yang mengalami nyeri
hebat akan selalu menggeliat untuk mengurangi nyeri, sedang
penderita LBP spondilogenik akan lebih memilih berbaring diam
dalam posisi tertentu untuk menghilangkan nyerinya.
2) LBP vaskulogenik
Aneurisma atau penyakit vaskuler perifer dapat menimbulkan nyeri
punggung atau nyeri menyerupai iskialgia. Insufisiensi arteria
glutealis superior dapat menimbulkan nyeri di daerah bokong, yang
makin memberat saat jalan dan mereda saat berdiri. Nyeri dapat
menjalar ke bawah sehingga sangat mirip dengan iskialgia, tetapi rasa
nyeri ini tidak terpengaruh oleh presipitasi tertentu misalnya:
membungkuk, mengangkat benda berat yang mana dapat
menimbulkan tekanan sepanjang columna vertebralis. Klaudikatio
intermitten nyerinya menyerupai iskialgia yang disebabkan oleh
iritasi radiks.
3) LBP neurogenik,
keadaan neurogenik pada saraf yang dapat menyebabkan nyeri
punggung bawah pada:
a) Neoplasma:
Rasa nyeri timbul lebih awal dibanding gangguan motorik,
sensibilitas dan vegetatif. Rasa nyeri sering timbul pada waktu
sedang tidur sehingga membangunkan penderita. Rasa nyeri
berkurang bila penderita berjalan.
b) Araknoiditis:
Pada keadaan ini terjadi perlengketan – perlengketan. Nyeri timbul
bila terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersebut
c) Stenosis canalis spinalis
Penyempitan canalis spinalis disebabkan oleh proses degenerasi
discus intervertebralis dan biasanya disertai ligamentum flavum.
Gejala klinis timbulnya gejala claudicatio intermitten disertai rasa
kesemutan dan nyeri tetap ada walaupun penderita istirahat.
17
4) LBP spondilogenik,yaitu:
Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di columna
vertebralis yang terdiri dari osteogenik, diskogenik, miogenik dan
proses patologik di artikulatio sacro iliaka.
a) LBP osteogenik,
sering disebabkan Radang atau infeksi misalnya osteomielitis
vertebral dan spondilitis tuberculosa. Trauma yang dapat
mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis. Keganasan,
kongenital misalnya scoliosis lumbal, nyeri yang timbul disebabkan
oleh iritasi dan peradangan selaput artikulasi posterior satu sisi.
Metabolik misalnya osteoporosis, osteofibrosis, alkaptonuria,
hipofosfatemia familial.
b) LBP diskogenik,
disebabkan oleh : Spondilosis, disebabkan oleh proses degenerasi
yang progresif pada discus intervertebralis, sehingga jarak antar
vertebra menyempit, menyebabkan timbulnya osteofit, penyempitan
canalis spinalis dan foramen intervertebrale dan iritasi persendian
posterior. Rasa nyeri disebabkan oleh terjadinya osteoarthritis dan
tertekannya radiks oleh kantong duramater yang mengakibatkan
iskemi dan radang. Gejala neurologik timbul karena gangguan pada
radiks yaitu: gangguan sensibilitas dan motorik (paresis, fasikulasi
dan atrofi otot). Nyeri akan bertambah apabila tekanan LCSdinaikkan
dengan cara penderita disuruh mengejan (percobaan valsava) atau
dengan menekan kedua vena jugularis (percobaan Naffziger). Hernia
Nucleus Pulposus (HNP) adalah keadaan dimana nucleus pulposus
keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah canalis spinalis
melalui annulus fibrosus yang robek. Dasar terjadinya HNP yaitu
degenerasi discus intervertebralis. Pada umumnya HNP didahului
oleh aktivitas yang berlebihan misalnya mengangkat benda berat,
mendorong barang berat. HNP lebih banyak dialami oleh laki – laki
dibanding wanita. Gejala pertama yang timbul yaitu rasa nyeri di
18
punggung bawah disertai nyeri di otot – otot sekitar lesi dan nyeri
tekan ditempat tersebut. Hal ini disebabkan oleh spasme otot – otot
tersebut dan spasme ini menyebabkan berkurangnya lordosis lumbal
dan terjadi scoliosis. HNP sentral menimbulkan paraparesis flaksid,
parestesia dan retensi urin. HNP lateral kebanyakan terjadi pada
Lumbal 5 - Sakral 1 dan Lumbal 4 – Lumbal 5 pada HNP lateral
Lumbal 5 – Sakral 1 rasa nyeri terdapat dipunggung bawah, ditengah
– tengah antara kedua bokong dan betis, belakang tumit dan telapak
kaki. Kekuatan ekstensi jari V kaki juga berkurang dan reaksi achilles
negative. Pada HNP lateral Lumbal 4 – Lumbal 5 rasa nyeri dan nyeri
tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral bokong, tungkai
bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari
kaki berkurang dan refleks patella negative. Sensibilitas pada
dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena, menurun. Pada tes
lasegue akan dirasakan nyeri di sepanjang bagianbelakang. Percobaan
valsava dan naffziger akan memberikan hasil positif. Spondilitis
ankilosa, proses ini mulai dari sendi sakroiliaka yang kemudian
menjalar keatas, ke daerah leher. Gejala permulaan berupa rasa kaku
dipunggung bawah waktu bangun tidur dan hilang setelah
mengadakan gerakan. Pada foto roentgen terlihat gambaran yang
mirip dengan ruas – ruas bamboo sehingga disebut bamboo spine.
5) LBP psikogenik:
Biasanya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan
depresi atau campuran keduanya. Pada anamnesis akan terungkap
bahwa penderita mudah tersinggung, sulit tidur atau mudah terbangun
di malam hari tetapi akan sulit untuk tidur kembali, kurang tenang
atau mudah terburu – buru tanpa alasan yang jelas, mudah terkejut
dengan suara yang cukup lirih, selalu merasa cemas atau khawatir,
dan sebagainya. Untuk dapat melakukan anamnesis ke arah
psikogenik ini, di perlukan kesebaran dan ketekunan, serta sikap
serius diseling sedikit bercanda, dengan tujuan agar penderita secara
tidak disadari akan mau mengungkapkan segala permasalahan yang
sedang dihadapi.
6) LBP miogenik dikarenakan oleh
19
a) Ketegangan otot:
Sikap tegang yang berulang – ulang pada posisi yang sama akan
memendekkan otot yang akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri.
Rasa nyeri timbul karena iskemia ringan pada jaringan otot,
regangan yang berlebihan pada perlekatan miofasial terhadap
tulang, serta regangan pada kapsula.
b) Spasme otot atau kejang otot:
Disebabkan oleh gerakan yang tiba – tiba dimana jaringan otot
sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku atau kurang
pemanasan. Gejalanya yaitu adanya kontraksi otot yang disertai
dengan nyeri yang hebat. Setiap gerakan akan memperberat rasa
nyeri sekaligus menambah kontraksi.
c) Defisiensi otot,
yang dapat disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari
mekanisasi yang berlebihan, tirah baring yang terlalu lama maupun
karena imobilisasi.
d) Otot yang hipersensitif
dapat menciptakan suatu daerah yang apabila dirangsang akan
menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu.
III.2. On questioning, she reports having lost about 5 cm of height since she was a
young woman.
III.2.1. Bagaimana mekanisme penurunan tinggi badan pada kasus diatas?
Pada kasus ini, penurunan tinggi badan yang di alami pasien di
sebabkan oleh adanya fraktur kompresi pada L3 vertebrae yang juga bisa
menyebabkan terjadinya kyphosis pada vertebra thoracic. Fraktur pada
osteoporosis merupakan sesuatu yang sangat wajar, di karenakan
penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
III.3. On examination, there is a mild kyphosis in her lower thoracic spine but no
point tenderness. A lateral spine radiograph reveals that the L3 vertebrae is
biconcave in appearance, a finding that is consistent with a vertebral
20
fracture. From these information, doctor suggested to examine her bone
mineral density.
III.3.1. Apa saja tipe fraktur vertebrae?
Pada pasien osteoporosis, fraktur yang paling sering terjadi aja
Vertebra Compression Fractures (VCFs). VCF bisa dibedakan menjadi
3 jenis, yaitu :
1. Wedge Fractures
Kolaps pada bagian anterior atau posterior vertebral body.
2. Biconcave Fractures
Kolaps pada bagian tengah vertebral body.
3. Crush Fractures
Kolaps pada keseluruhan vertebral body
.
21
III.3.2.
Bagaimana
interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan diatas?
- Kifosis
Diawali dari terjadinya proses penuaan (72 tahun) à defisiensi estrogen
à peningkatan rangsangan osteoclast dan penurunan osteoblast à
faktor reasorpsi lebih besar dari factor formation à penurunan densitas
tulang à tulang menjadi rapuh khususnya di bagian thorakal bawah à
kompresi ke bagian vertebrae dibawahnya à penyempitan pada diskus
intervertebralis à gangguan pada vertebra L3 (tampaknya fraktur) à
akibatnya dapat terjadi kifosis
- Tidak ada nyeri tekan
Tidak ada nyeri tekan berarti bukan reaksi inflamasi.dan untuk
menyingkirkan diagnosis banding seperti osteoarthritis.
- L3 Vertebrae Bikonkaf
Osteoporosis akan menurunkan kepadatan tulang di seluruh tubuh
terutama tulang vertebra yang memiliki peranan penting dalam menahan
berat tubuh. Penurunan kepadatan tulang vertebra akan secara perlahan
menyebabkan pengeroposan tulang yang selanjutnya dapat berkembang
menjadi fraktur vertebra.
22
Gambar Vertebrae Osteoporosis
Terdapat juga beberapa kemungkinan lainnya, bahwa fraktur vertebra
akan menyebabkan beberapa komponen corpus vertebra (serpihan) yang
retak terlepas dan mendesak medula spinalis tepat dibelakangnya.
Desakan pada medula spinalis akan menyebabkan timbulnya penekanan
terhadap saraf medula spinal. Penekanan tersebut selanjutnya akan
menyebabkan timbulnya nyeri pinggang. Apabila kompresi ini terus
berlanjut maka akan menimbulkan gangguan pada saraf yang akan
keluar dari medula spinalis, tergantung pada lokasi tulang yang cedera,
seperti : nyeri radikulopati, paraparesis hingga paralisis dan lainnya.
- Gambaran L3 normal dan abnormal pada kasus
23
Kiri : Abnormal
Kanan : Normal
III.3.3. Bagaimana cara pemeriksaan BMD dan X- Ray pada kasus?
(beserta gambar)
Bone Densitometry
24
Merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kadar mineral dalam tulang
dan kepadatannya untuk mendiagnosa penyakit osteoporosis. WHO
telah menetapkan Bone Densitometry sebagai Gold Standard dalam
pemeriksaan massa tulang karena memiliki keunggulan antara lain :
Akurasi dan presisi hasil yang lebih baik
Resolusi hasil yang tinggi
Waktu yang singkat
Paparan radiasi yang rendah
Faktor-faktor yang mempengaruhi/ mengganggu hasil densitometri
tulang adalah:
Barium. Bila dilakukan pemeriksaan paska pemberian barium
hasilnya tidak terlalu bermakna kecuali setelah 10 hari dari waktu
pemasukan zat kontras ini.
Pengapuran pada vertebra posterior, arthritis sclerosis.
Aneurisme pada aorta abdominal yang disebabkan oleh karena
pengapuran.
25
Penggunaan alat-alat metal, sehinga alat –alat ini harus dilepas
sebelum pemeriksaan.
Riwayat fraktur tulang yang mana telah mengalami proses
penyembuhan.
Prosedur cara pemeriksaan :
1) Klien tidak perlu puasa atau diberikan sedasi.
2) Pemeriksaan ini memerlukan waktu 30 – 40 menit.
3) Jelaskan pada klien bahwa ia akan dibarinkan pada sebuah matras
pemeriksaan dengan kaki yang disokong dengan sebuah bantalan
agar pelvis dan lumal tetap pada posisi datar.
4) Sebuah alat “generator potton” akan ditempatkan didekat meja
pemeriksaan yang nantinya dimasukkan perlahan dibawah lumbal.
Sedangkan X-Ray detector akan berada diatas area yang akan
diperiksa.
5) Gambaran lumbal dan tulang pinggul dengan mengunakan kamera
yang dihubungkan dengan monitoring computer.
6) Kaki atau tangan yang tidak dominant dimasukkan ke dalam
penjepit dan hasilnya akan diperlihatkan melalui computer baik hasil
pada bagian paha, pinggul, lumbal atau bagian tangan sendiri.
Komputer akan menghitung jumlah potton yang tidak dapat diserap
oleh tulang. Ini disebut BMC = Bone Mineral Content.
BMD ( Bone Mineral Density ) mempunyai rumus :
BMD = BMC (gm/ cm³) / permukaan area tulang.
Kemudian dari data tersebut akan dianlisa oleh ahli radiology.
26
Nilai Normal : > -1,0
Osteopenia : < -1,0 – -2,5
Osteoporosis : < -2,5
X-Ray
X-Ray merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dapat
memberikan gambaran kondisi keadaan tulang sesorang, apakah ada
fraktur, infeksi tulang seperti osteomiletis, kelainan bawaan,
destruksi sendi pada klien arthritis, osteoporosis tahap lanjut atau
tumor baik fase awal atau yang telah metastase. Gambaran X-Ray
pada klien osteoporosis tampak terjadi dimineralisasi yang
ditunjukkan dengan adanya radiolusensni tulang, vertebra torakalis
berbentuk baji sedangkan vertebra lumbalis menjadi bikonkaf.
Selain itu, dengan X-Ray juga dapat memonitor perkembangan
penyembuhan fraktur. Film radiograpis dapat memperlihatkan
adanya cairan sendi, pembengkakan dan kalsifikasi jaringan lunak .
Bila ditemukan tanda kalsifikasi pada jaringan lunak dapat
menunjukkan adanya peradangan kronis yang merubah bursa atau
tendon di area tersebut, karena X-Ray tidak mampu melihat secara
langsung keadaan kartilago dan tendon, begitu juga fraktur
kartilago, sprain, cedera ligamentum. Umumnya untuk mendapatkan
gambaran yang akurat diperlukan dua sudut yang berbeda, yaitu
anterior-posterior dan lateral.
Sebelum dilakukan pemeriksaan X-Ray ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh seorang perawat, antara lain :
1. Menjelaskan tujuan dan gambaran prosedur tindakan.
2. Tidak perlu puasa atau pemberian sedasi, kecuali bila diperlukan.
3. Bagi anak-anak, umumnya merasa takut dengan peralatan yang
besar dan asing serta ia merasa terisolasi dari orang tuanya,
pastikan pada bagian radiology kemungkinan orang tua dapat
mendampiringi anaknya pada saat prosedur.
27
4. Informasikan pada klien, prosedur ini tidak menyebabkan rasa
nyeri, tetapi mungkin merasa kurang nyaman terhadap papan
pemeriksaan yang keras dan dingin.
5. Sokong dengan hati-hati bagian yang cidera dengan cara
memegang ekstremitas dengan lembut pada papan pemeriksaan.
6. Lindungi testis, ovarium, perut ibu hamil dengan pelindung khusus
terhadap radiasi selama prosedur.
III.4. Analisis Aspek Klinis
III.4.1. Apa saja diagnosis banding pada kasus?
28
29
Pembeda Osteoporosis Osteomalacia Osteitis
Fibrosa
Cystica
pars
lumbal
vertebrae
Multiple
Myeloma
pars
lumbal
vertebra
e
Paget Disease
os lumbal
vertebrae
Herniated
Lumbar
Disc
Nyeri
punggung
bawah
V V V V V V
Nyeri
tekan /
point
tenderness
X X V V X X
Kelemahan
Otot
V V V - - V
Kesulitan
berdiri,
berjalan,
dsb
V V - - - -
Kalsium
serum
- Rendah Tinggi Tinggi - -
Posphat
serum
- Rendah Rendah - - -
Alkalin
pospatase
- - - - Tinggi -
Postur
penderita
(sering)
Kifosis Lordosis - Kifosis Kifosis Kifosis,
skoliosis
PTH serum - Tinggi Tinggi - - -
Gambaran
tulang
Keropos Pseudofraktur Tulang
bengkak
warna
coklat
Tulang
bengkak
dari
sumsum
Fraktur,
Tulang
membesar
merubah
struktur
Tulang
normal
atau
keropos,
ada
penonjolan
nucleus
palposus
Keteranga
n
Awalnya
asimptomatik,
hingga
muncul
fraktur
Tulang
menjadi lunak
dan mudah
dibengkokkan
Muncul
gejala
metabolik
(poliuria,
polidipsia,
nafsu
Disertai
anemia
Awalnya
asimptomatik,
hingga
muncul
fraktur
Muncul
gejala
sensoris di
area
dermatom,
ada
III.4.2. Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan apa saja pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan pada kasus?
Secara klinis sulit dinilai karena tidak ada rasa nyeri pada
tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Rasa nyeri
pada tulang timbul saat terjadinya fraktur atau mikro fraktur.
Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause,
rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya
nyeri akibat defisiensi estrogen (Rasjad, 2006).
1. Anamnesis
Secara anamnesis mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda
sekunder yang menunjang terjadi osteoporosis seperti:
a. Immobilisasi dan weight bearing
b. Tinggi badan yang makin menurun
c. Obat-obat (pemakaian obat steroid)
d. Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi,
klimakterium atau penyakit kronik lainnya seperti DM, anemia
dan sistemik lupus eritematosus (Karena hal ini juga dapat
menjadi resiko terjadinya masalah muskuloskeletal seperti
osteoporosis dan osteomyelitis).
e. Jumlah kehamilan dan menyusui
f. Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi
g. Apakah sering beraktivitas di luar rumah sehingga mendapat
paparan matahari cukup (kurangnya paparan sinar matahari)
h. Apakah sering minum susu dan asupan kalsium lainnya dan
vitamin D
i. Apakah sering merokok, minum alkohol
j. Riwayat Keluarga
Dapatkan informasi mengenai penyakit yang pernah diderita
oleh anggota keluarga seperti riwayat rheumatoid arthritis, gout
atau osteoporosis. Kondisi ini cenderung terjadi pada hubungan
keluarga.
30
2. Pemeriksaan fisik
Penderita (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri
tulang terutama tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause.
Dan pada pemeriksaan fisik didapat :
Fraktur tinggi
Berat badan dengan BMI
Deformitas
Keluhan ini dapat terjadi karena trauma dan juga mempengaruhi
rentang gerak. Ini perlu dikaji dengan lebih teliti dan data yang
terkait dengan waktu terjadinya trauma serta penanganan yang
dilakukan perlu diidentifikasi secara cermat.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan non-invasif
1) Pemeriksaan analisis aktivasi neuton yang bertujuan untuk
memeriksa kalsium total dan massa tulang
2) Pemeriksaan absorpsiometri
3) Pemeriksaan computer tomografi (CT)
b. Pemeriksaan biopsi
Pemeriksaan ini bersifat invasive dan berguna untuk
memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas,
ketebalan trabekula dan kualitas mineralisasi tulang.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kimia darah dan kimia urin biasanya dalam batas
normal, sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu
kecuali pada pemeriksaan biomarkers osteocalsin (G1 a protein)
dan osteonektin untuk melihat proses mineralisasi serta untuk
membedakannya dengan nyeri tulang oleh kausa yang lain.
Pemeriksaan laboratorium untuk osteokalsin dan
dioksipiridinolin, CTx. Proses pengeroposan tulang dapat
diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia CTx (C-
Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen tulang
yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga spesifik
31
dalam menilai kecepatan proses pengeroposan tulang. Alasan
paling mungkin untuk massa tulang rendah yang terdeteksi pada
pengukuran DXA atau QTC atau fraktur akibat trauma minimal
adalah kegagalan mendapatkan puncak massa tulang selama
masa remaja dan dewasa muda, defisiensi, atau penurunan
kalsium. Dalam anamnesis, kita dapat bertanya mengenai
faktor-faktor risiko yang mendukung.
d. Pemeriksaan Kepadatan Tulang (Bone Densitometry)
1. Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi DXA (Dual-
Energy X-Ray Absorptiometry).
Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosa
osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan
tidak menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu
5-15 menit. DXA sangat berguna untuk:
wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis
penderita yang diagnosisnya belum pasti
penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus
dinilai secara akurat
2. Densitometer-USG.
Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal
penyakit osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan
nilai T dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan tulang masih
baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan
tulang), nilai kurang dari-2,5 berarti osteoporosis (keropos
tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan harga
pemeriksaannya yang lebih murah.
III.4.3. Apa diagnosis kerja pada kasus?
Osteoporosis primer
III.4.4. Bagaimana epidemiologi dari diagnosis pada kasus?
Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan Puslitbang Gizi
Depkes RI tahun
32
2004 pada 14 provinsi menunjukkan bahwa masalah osteoporosis di I
ndonesia telah mencapaitingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7%.
Tingkat kecenderungan ini 6 kali lebih besar dibandingkan di Belanda.
Lima provinsi dengaan resiko osteoporosis lebih tinggi yakni
Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), DI Yogyakarta
(23,5%), Sumatera Utara(22,8%), Jawa Timur (21,42%), dan
Kalimantan Timur (10,5%) (Depkes RI, 2008).
Hasil analisa data resiko osteoporosis pada tahun 2005 dengan
jumlah sampel 65.727 orang (22.799 laki-laki dan 42.928 orang
perempuan) yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan
sebuah perusahaan nutrisi pada 16 wilayah di Indonesia secara
selected people (Sumatera Utara & NAD, Sumatera Barat, Riau,
Kep.Riau, Jambi, Sumatera Selatan & Bangka Belitung & Bengkulu,
Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali & NTB & NTT, Kalimantan, Sulawesi
& Maluku & Papua) dengan metode pemeriksaan DMT (Densitas
Massa Tulang) menggunakan alat diagnostic clinical
bone sonometer, menunjukkan angka prevalensi osteopenia
(osteoporosis dini)sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar
10,3%. Ini berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki resiko untuk
terkena osteoporosis usia <5 tahun pada pria cenderung lebih tinggi
disbanding wanita, sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia pada
wanita enam kali lebih besar dari pria dan peningkatan osteoporosis
pada wanita dua kali lebih besar dari pria (Depkes RI, 2008).
Sekarang bahwa osteoporosis merupakan penyakit endemik man
usia usia lanjut.Dinyatakan dari tahun 1990 sampai 2025 terjadi
kenaikan jumlah penduduk Indonesia yangosteoporosis mencapai
41.4% yang mengancam terjadi patah tulang (14,7-20%) pertahun
dankecacatan dalam kehidupan. Diperkirakan angka fraktur tulang
panggul di dunia meningkatdari 1,7 juta/tahun 1990 menjadi 6,3
juta/tahun pada tahun 2025 (Suryati, 2006).
III.4.5. Apa etiologi pada kasus?
33
Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon
estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada
perempuan yang berusia antara 51- 75 tahun, tetapi dapat muncul lebih
cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya mulai menurun 2-
3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah
menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3%
dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause. Universitas
Sumatera Utara
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru
(osteoblas). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali
menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan
(misalnya kortikosteroid, barbiturat, antikejang, dan hormon tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok dapat
memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang ( Junaidi, 2007).
III.4.6. Apa saja faktor risiko pada kasus?
Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor
risiko yang berbeda. Faktor risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi
34
dua, yaitu yang tidak dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan.
Berikut ini faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan:
1. Jenis kelamin
Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar
dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen
yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
2. Usia
Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena
secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia.
Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang
yang juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap
kalsium.
3. Ras Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena
osteoporosis. Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark)
dan Asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika
hitam. Ras Afrika memiliki massa tulang lebih padat dibanding ras kulit
putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga
tekanan pada tulang pun besar. Ditambah dengan kadar hormon estrogen
yang lebih tinggi pada ras Afrika.
4. Pigmentasi dan tempat tinggal
Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa,
mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan
dengan ras kulit putih yang tinggal di wilayah kutub seperti Norwegia
dan Swedia. Universitas Sumatera Utara
5. Riwayat keluarga
Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai
massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi
terkena osteoporosis.
6. Sosok tubuh
35
Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena
osteoporosis. Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih
berisiko terkena osteoporosis dibanding yang bertubuh besar.
7. Menopause
Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena tubuh
tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk
pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Semakin
rendahnya hormon estrogen seiring dengan bertambahnya usia, akan
semakin berkurang kepadatan tulang sehingga terjadi pengeroposan
tulang, dan tulang mudah patah. Menopause dini bisa terjadi jika
pengangkatan ovarium terpaksa dilakukan disebabkan adanya penyakit
kandungan seperti kanker, mioma dan lainnya. Menopause dini juga
berakibat meningkatnya risiko terkena osteoporosis.
Berikut ini faktor – faktor risiko osteoporosis yang dapat dikendalikan.
Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola
hidup.
1. Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak
terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat
menurunnya kekuatan tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan
melakukan olahraga teratur Universitas Sumatera Utara minimal tiga kali
dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk membentuk dan
memperkuat tulang).
2. Kurang kalsium
Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang
maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium
dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan
kalsium harus disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar
matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak mungkin diserap usus
(Suryati, 2006).
36
3. Merokok Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar
dibanding bukan perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok
mempunyai kadar estrogen lebih rendah dan mengalami masa
menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita bukan perokok. Nikotin
yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal
penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya, pengeroposan
tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.
4. Minuman keras/beralkohol
Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding
lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh
kehilangan kalsium (yang ada dalam darah) yang dapat menurunkan
massa tulang dan pada gilirannya menyebabkan osteoporosis.
Universitas Sumatera Utara
5. Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein).
Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang,
sedangkan kafein meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin. Untuk
menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus
dibarengi dengan minum susu atau mengonsumsi kalsium ekstra
(Tandra, 2009)
6. Stres Kondisi
stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol yang
diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi
akan meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran darah dan
akan menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga
meningkatkan terjadinya osteoporosis.
7. Bahan kimia
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan
makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan
bermotor, dan limbah industri seperti organoklorida yang dibuang
37
sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh termasuk
tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan membuat
pengeroposan tulang (Waluyo, 2009).
III.4.7. Bagaimana patofisiologi pada kasus?
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, osteoporosis tipe I dan tipe II.
Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause,
disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause. Osteoporosis II,
disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi
kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder
yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis (Sudoyo, 2007).
38
Patogenesis Osteoporosis Tipe I
Setelah menopause, maka esorpsi tulang akan meningkat, terutama
pada dekade awal setelah menopause, sehingga insiden fraktur, terutama
fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Penurunan densitas tulang
terutama pada tulang trabekular, karena memiliki permukaan yang luas
dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda resorpsi
tulang dan formasi tulang, keduanya meningkat menunjukkan adanya
peningkatan bone turnover. Estrogen juga berperan menurunkan
produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cellsl dan sel-sel
mononuclear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan
kerja osteoklas. Dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat
menopause akan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian
penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan
produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas
meningkat.
39
Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan
absorpsi kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal.
Selain itu, menopause juga menurunkan sintesis berbagai proein yang
membawa 1,25 (OH)2D, sehingga pemberian estrogen akan
meningkatkan konsentrasi 1,25 (OH)2D di dalam plasma. Tetapi
pemberian estrogen transdermal tidak akan meningkatkan sintesis
protein tersebut, karena estrogen transdermal tetap dapat meningkatkan
absorpsi kalsium di usus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D.
untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka
kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala
didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan
oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan
bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin
dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan
bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi,
sehingga terjadi relatif asidosis respiratosik. Walaupun terjadi
peningkatan kadar kalsium yang terikat albumin dan kalsium dalam
garam kompleks, kadar ion kalsium tetap sama dengan keadaan
premenopausal. (Sudoyo, 2007)
40
Patogenesis osteoporosis tipe II
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya
sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade
ke-8 dan ke-9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling
tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang
tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan
massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko
fraktur. Peningkatan resorpsi tulang merupakan resiko fraktur yang
independen terhadap BMD. Peningkatan osteokalsin seringkali
didapatkan pada orang tua, tetapi hal ini lebih menunjukkan peningkatan
turnover tulang dan bukan peningkatan formasi tulang. Sampai saat ini
belum diketahui secara pasti penyebab penurunan fungsi osteoblas pada
orang tua, diduga karena penurunan kadar esterogen dan IGF-1.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada
orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang
kurang, anoreksia, malabsorpsi, dan paparan sinar matahari yang rendah.
Akibat defisiensi kalsium, akan timbul hiperparatiroidisme sekunder
yang persisten sehingga akan semakin meningkatkan resorpsi tulang dan
kehilangan massa tulang, terutama pada orang-orang yang tinggal di
daerah 4 musim.
Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang akan
menyebabkan penurunan sintesis IGF-1. Defisiensi vitamin K juga akan
menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi
protein tulang, misalnya osteokalsin.
Defisiensi esterogen, ternyata juga merupakan masalah yang
penting sebagai salah satu penyebab osteoporosis pada orang tua.
Demikian juga kadar testosteron pada laki-laki. Defisiensi estrogen pada
laki-laki juga berperan pada kehilangan massa tulang. Penurunan kadar
estradiol di bawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis. Karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause, maka
kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah
terjadi. Estrogen pada laki-laki berfungsi mengatu resorpsi tulang,
sedangkan estrogen dan progesteron mengatur formasi tulang.
41
Kehilangan massa tulang trabekula pada laki-laki berlangsung linier,
sehingga terjadi penipisan trabekula, tanpa disertai putusnya trabekula
seperti pada wanita. Penipisan trabekula pada laki-laki terjadi karena
penurunan formasi tulang, sedangkan putusnya trabekula pada wanita
disebabkan karena peningkatan resopsi yang berlebihan akibat
penurunan kadar estrogen yang drastis pada waktu menopause.
Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan
menurun sedangkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG) akan
meningkat. Peninngkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan
esterogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif. Laki-laki
yang menderita kanker prostat dan diterapi dengan antagonis androgen
atau agonis gonadotropin juga akan mengalami kehilangan massa tulang
dan peningkatan resiko fraktur.
Penurunan hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-1, juga berperan
terhadap peningkatan resorpsi tulang. Tetapi penurunan kadar androgen
adrenal (DHEA dan DHA-S) ternyata menunjukkan hasil yang
kontroversial terhadap penurunan massa tulang pada orang tua.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang
pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol,
obat-obatan dan imobilisasi lama). Dengan bertambahnya umur,
remodeling endikortikal dan intrakortikal akan meningkat, sehingga
kehilangan tulang terutama terjadi pada tulang kortikal dan
meningkatkan risiko faktor tuulang kortikal, misalnya pada femur
proksimal.
III.4.8. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus?
Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan
sampaipuluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat
berkurang sehingga tulangmenjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri
dan perubahan bentuk tulang. Seseorang dengan osteoporosis biasanya
akan memberikan keluhan ataugejala sebagai berikut:
1. Tinggi badan berkurang
2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah
42
3. Patah tulang
4. Nyeri bila ada patah tulang (Tandra, 2009).
III.4.9. Bagaimana tatalaksana dan edukasi pada kasus?
Sebagai dokter umum yang dapat dilakukan adalah memberikan
obat terapi simptomatik dalam hal ini berupa nyeri seperti asam
mefenamat, oxycodone dll, lalu merujuk ke dokter spesialis ortopedi.
Terapi Farmakologik
Nyeri (Simptomatik)
Pada semua kasus fracture, penatalaksanaan nyeri harus
diutamakan.Analgetik seperti acetaminophen atau NSAID (Non Steroid
Anti Inflammatory Drugs)dapat diberikan pada fase akut dari
fracture.Walupun demikian, penambahan penghilang nyeri mungkin
diperlukan bila nyeri pasien tidak hilang hanya dengan pemberian
acetaminophen atau NSAID. Pada kasus seperti ini, golongan opiate
mungkin dapat digunakan, khususnya untuk mengatasi rasa nyeri yang
hebat. Penyesuaian terhadap rasa nyeri harus dilakukan, terutama pada
fase akut.
Analgetik
Kontrol terhadap rasa nyeri sangat penting pada pasien. Analgetik akan
membuat pasien nyaman, napas yang tenang, dan mempunyai efek
sedatif, yang bermanfaat bagi pasien dengan nyeri yang terus-menerus.
Beberapa jenis analgetik yang dapat digunakan, antara lain:
- Acetaminophen
Diindikasikan untuk nyeri ringan sampai sedang. Merupakan obat
pilihan untuk nyeri pasien yang hipersensitif terhadap aspirin atau
NSAID, dengan gangguan gastrointestinal atas, atau pasien yang
mengkonsumsi antikoagulan oral.
Dosis yang digunakan adalah 325-650 mg Per Oral setiap 4-6 jam atau
1000 mg 3 sampai 4x sehari; dosis tidak lebih dari 4 gram per hari.
43
Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif; defisiensi G6PD
(Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase)
Interaksi obat. Rifampin dapat mengurani efek analgetik; digunakan
bersama barbiturate, carbamazepine, hydantoins, dan isoniazid akan
meningkatkan hepatotoksisitas.
Efek samping bersifat hepatotoksik terutama bila pasien alkoholism;
nyeri hebat atau nyeri terus-terusan atau demam tinggi merupakan efek
samping yang serius; acetaminophen terdapat pada beberapa produk
OTC dan biasanya dikombinasikan sehingga dosis acetaminophen
menjadi berlebihan atau bahkan dapat melebihi dosis maksimal.
- Ibuprofen
Obat pilihan untuk pasien dengan nyeri ringan sampai sedang.
Menghambat reaksi inflamasi dengan menurunkan sintesis
prostaglandin.
Dosis dewasa 400-600 mg per oral setiap 4-6 jam selama gejala masih
ada; tidak melebihi 3.2 gram/hari.
- Oxycodone
Analgesik dengan multipel aksi yang mirip morphine; dengan konstipasi
minimal, spasme otot polos, dan depresi refleks batuk yang lebih ringan
(efek samping lebih ringan) dibandingkan dengan pemberian morphine
pada dosis yang sama.
Dosis dewasa: 5-30 mg per oral setiap 4 jam.
Dosis anak: 0.05-0.15 mg/kg per oral; Tidak melebihi 5 mg setiap 4-6
jam per oral.
Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif.
Efek samping. Masa aktif meningkat pada pasien lansia; hati-hati pada
penggunaan acetaminophen dan jangan melebihi 4000 mg dalam 24 jam
karena dapat mengakibatkan hepatotoksik.
Kemudian, pasien disarankan melakukan pemeriksaan penunjang BMD
dan pemeriksaan kalsium serum.
44
Penatalaksanaan osteoporosis
1. Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan
osteoporosis. Bisfosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2
asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat
dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara
berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas
dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah
osteoklas.
Absorpsi obat terhambat bila diberikan bersama-sama dengan kalsium,
kation divalen lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya
diminum pada pagi hari dalam keadaan perut kosong. Setelah itu
penderita tidak diperkenankan makan apapun minimal selama 30 menit,
dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak boleh
berbaring.Jenis bisfosfosnat yang dapat digunakan untuk terapi
osteoporosis:
- Risedronat, merupakan aminobisfosfonat generasi ketiga yang sangat
poten. Untuk osteoporosis diperlukan dosis 35 mg/minggu atau 5
mg/hari secara kontinyu atau 75 mg 2 hari berturut-turut sebulan sekali
45
atau 150 mg sebulan sekali. Kontra indikasi pemberian risedronat adalah
hipokalsemia, ibu hamil, menyusui dan gangguan ginjal (creatinine
clearance < 30 ml/menit).
- Alendronat, merupakan aminobisfosfonat yang poten. Dosis 10 mg/hari
setiap hari secara kontinyu, karena tidak mengganggu mineralisasi
tulang. Saat ini dikembangkan dosis 70 mg seminggu sekali. Untuk
pencegahan osteoporosis pada wanita pasca menopause dan osteoporosis
induce glukkortikoid diberikan dosis 5 mg/dl. Ridak direkomendasikan
pada penderita gangguan ginjal (creatinine clearance < 35 ml/menit).
- Ibandronat, juga merupakan bisfosfonat generasi ketiga. Dosis peroral
2,5 mg/hari / 150 mg sebulan sekali. Dapat diberikan intravena dengan
dosis 3 mg, 3 bulan sekali. Kontraindikasi adalah hipokalsemia.
- Zoledronat, bisfosfonat terkuat yang ada saat ini. Sediaan intravena yang
harus diberikan per drip selama 15 menit untuk dosis 5 mg. Untuk
pengobatan osteoporosis cukup diberikan 5 mg setahun sekali.
Kontraindikasi adalah hipokalsemia, ibu hamil dan menyusui.
2. Raloksifen (selective estrogen receptor modulators (SERM))
Golongan preparat anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen
di tulang dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan terhadap
endometrium dan payudara. Golongan ini bekerja pada reseptor
estrogen-β sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian
keganasan payudara dan juga melibatkan TGF-β 3 yang dihasilkan oleh
osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel osteoklas.
Dosis oralnya 60 mg/haridan akan diabsorpsi dengan baik dan akan di
metabolisme di hati. Dapat menyebabkan kecacatan janin, sehingga tidak
boleh diberikan pada wanita hamil atau berencana untuk hamil. Efek
samping raloksifen dapat meningkatkan kejadian deep venous
thrombosis (DVT), rasa panas dan kram pada kaki.
3. Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai anti resorpsi, mempengaruhi aktivitas sel
osteoblas maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian
terapi estrogen dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal
sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi
melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen
46
meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan, peningkatan berat
badan, tromboemboli, dan pada pemakaian jangka panjang dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut
penggunaan estrogen adalah : kanker payudara, kanker endometrium,
hiperplasi endometrium, perdarahan uterus disfungsional, hipertensi,
penyakit tromboemboli, karsinoma ovarium, dan penyakit hati yang
berat. Di beberapa negara, saat ini TSH hanya direkomendasikan untuk
gejala klimakterium dengan dosis sekecilnya dan waktu sesingkatnya.
TSH tidak direkomendasikan lagi sebagai terapi pilihan pertama untuk
osteoporosis.Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai dengan
dosis untuk anti resorpsi, adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari,
17β-estradiol oral 1-2 mg/hari, 17 β -estradiol perkutan 1,5 mg/hari, dan
17-estradiol subkutan 25-50 mg setiap 6 bulan. Pada wanita pasca
menopause, dosis estrogen terkonyugasi 0,3125 – 1,25 mg/hari,
dikombinasi dengan medroksiprogesteron asetat 2,5 – 10 mg/hari, setiap
hari secara kontinyu. Pada wanita pra menopause, estrogen terkonyugasi
diberikan pada hari 1 s/d 25 siklus haid sedangkan medroksiprogesteron
asetat diberikan hari 15 – 25 siklus haid, kemudian kedua obat tersebut
dihentikan pada hari 26 s/d 28 siklus haid, sehingga penderita
mengalami haid. Hari 29 dianggap sebagai 1 siklus berikutnya dan
pemberian obat dapat diulang pemberiannya seperti semula.
4. Kalsitonin
Kalsitonin obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk
pengobatan penyakit-penyakit yang meningkatkan resorpsi tulang. Dosis
yang dianjurkan untuk pemberian intra nasal adalah 200 IU pre hari.
Kadar puncak dalam plasma akan tercapai dalam waktu 20-30 menit dan
akan dimetabolisme dengan cepat di ginjal. Efek samping kalsitonin
berupa kemerahan dan nyeri pada tempat injeksi serta rhinorrhea
(dengan kalsitonin nasal spray).
5. Strontium ranelat
Strontium ranelat merupakan obat osteoporosis kerja ganda, yaitu
meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat kerja osteoklas. Dosis
strontium ranelat adalah 2 mg/hari yang dilarutkan dalam air dan
diberikan pada malam hari sebelum tidur atau 2 jam sebelum makan atau
47
2 jam setelah makan. Efek samping strontium ranelat adalah dispepsia
dan diare. Strontium ranelate harus diberikan secara hati-hati pada pasien
dengan riwayat tromboemboli vena.
6. Teriparatride
Pemberian komplemen hormon paratiroid (PTH) secara intermitten
dapat menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoblas,
sehingga terjadi peningkatan massa tulang dan perbaikan mikroarsitektur
tulang. Teriparatide terbukti menurunkan risiko fraktur vertebra dan non
vertebra. Dosis yang direkomendasikan adalah 20g/hari subkutan
selama 18-24 bulan. Kontra indikasi teriparatide adalah
hiperkalsemia,penyakit tulang metabolik selain osteoporosis primer,
misalnya hiperparatiroid dan penyakit paget, peningkatan alkali fosfatase
yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mendapat terapi
radiasi.
7. Denosumab (Monoklonal Antibodi (MAbs) dari RANK-L)
Besarnya dosis yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis pada
wanita pascamenopause adalah 60 mg subkutan setiap 6 bulan sekali.
Kontra indikasi denosumab adalah pada wanita dengan hipokalemia atau
hipersensitif terhadap formula denosumab. Obat ini tidak
direkomendasikan untuk wanita hamil dan anak usia 18 tahun. Efek
samping, termasuk infeksi kulit, sellulitis dan hipokalsemia
Nonfarmakologik
1. Lakukan aktifitas fisik secara teraturàberjalan 30-60 menit/hari,
bersepeda, berenang
2. Jaga asupan kalsium 1000 – 1500 mg/hari. Diet makanan tinggi kalsium
seperti susu maupun penggunaan preparat kalsium. Preparat kalsium
terbaik adalah kalsium karbonat, karena mengandung kalsium elemental
400 mg/gram, disusul kalsium fosfat yang mengandung kalsium
elemental 230 mg/gram, kalsium sitrat yang mengandung kalsium
elemental 211 mg/gram, kalsium laktat yang mengandung kalsium
elemental 130 mg/gram dan kalsium glukonat yang mengandung
kalsium elemental 90mg/gram. Pemberian kalsium dapat meningkatkan
risiko hiperkalsiuria dan batu ginjal.
48
3. Hindari merokok dan minum alkohol
4. Hindari mengangkat barang-barang berat
5. Hindari defisiensi vitamin D àperiksa 25(OH)D serum àbila ↓berikan
suplementasi vit D 400 iu/hari atau 800 iu/hari
6. Hindari peningkatan ekskresi kalium lewat ginjal àmembatasi asupan
natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan resorpsi kalsium di
tubulus ginjal
7. Bila ekskresi kalsium urine > 300 mg/hari àberikan diuretik tiazid dosis
rendah (HCT 25 mg/hari)
III.4.10. Bagaimana cara mencegah penyakit pada kasus?
a. Pencegahan Primer
Dilaksanakan bila belum ditemukan adanya tanda-tanda Osteoporosis
dengan menghindari faktor resiko, seperti :
1. Diet yang mengandung cukup kalsium (300 mg/hari)
Kalsium diperlukan untuk pembentukan tulang, karena itu kebutuhan
akan kalsium harus dipenuhi. Sumber kalsium yang terbaik adalah
makanan, tetapi bila tidak mencukupi maka diperlukan tambahan
kalsium dari suplemen kalsium. Kalsium dapat ditemukan antara lain
dalam sereal, kerang, ikan teri, ikan sardin dan susu, yoghurt, sitrun,
keju, buah, dan sayuran.
Jenis buah dan sayuran yang berperan dalam pencegahan Osteoporosis,
seperti sawi hijau, kangkung, daun hijau, selada, papaya, jagung,
mangga, mentimun, alpukat, pisang, jeruk, anggur, apel, dan cabai
(Wirakusumah, 2007).
2. Mengkonsumsi makanan yang lebih bervariasi
49
Karena makanan yang tidak bervariasi membuat penyerapan kalsium
semakin berkurang. ”Wanita-wanita tertentu hanya dapat menyerap
sekitar 15 persen saja dari makanan mereka, sementara yang lain mampu
menyerap tiga kali lebih banyak”, kata Robert Harey MD, Dewan
Penasehat Ilmiah mengenai Osteoporosis di kantor pengkajian Teknologi
Amerika. Tetapi penyebab lain adalah cara memasak makanan-makanan
mengkhilangan mineral penting tersebut, atau tidak dapat diserap tubuh
dengan baik.
3. Mengkonsultasikan ke dokter tentang kemungkinan perlunya
mengkonsumsi metabolit aktif vitamin D3, terapi pengganti hormon
Estrogen, dan penggunaan segala obat dalam waktu lama
Suplemen vitamin D dan kalsium melalui makanan mengurangi
perkembangan Osteoporosis pada lansia dan merupakan komponen
esensial dalam pencegahan. Terapi penggantian estrogen-progesteron
atau modulator reseptor estrogen adalah riwayat kanker payudara pada
individu (personal) atau keluarga riwayat individu (personal) mengalami
pembentukan bekuan darah (Corwin, 2009).
4. Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol dan
steroid. Karena hal tersebut merupakan faktor yang dapat menghambat
penyerapan kalsium atau mengganggu pembentukan tulang (Corwin,
2009).
5. Olahraga rutin
Hidup aktif dan latihan jasmani atau fisik (olahraga) secara rutin dengan
unsur perbenaan pada anggota gerak tubuh (kaki,lutut) dan penekanan
pada tulang, misalnya jalan sehat, aerobik, jogging, renang, bersepeda
dan senam pencegahan Osteoporosis. Program latihan juga sebaiknya
dimonitor berdasarkan panduan dari dokter. Para peneliti meyakini
bahwa tiga jenis latihan yang terbaik bagi tulang adalah menanggung
beban, memberi pukulan,dan melatih tekanan. Untuk mereka yang
mengalami kesulitan dalam berolahraga, misalnya karena arthritis, dapat
memilih olahraga yang lebih ringan, seperti berenang,dan jalan kaki.
50
Olahraga menahan beban, bahkan pada usia yang sangat tua (>85 tahun),
terbukti meningkatkan densitas dan massa otot, dan memperbaiki daya
tahan fisik dan keseimbangan (Corwin, 2009).
Program latihan seperti Tai Chi juga terbukti berguna sebagai
pencegahan terapi osteoporosis (Ming Chan,et all, 2003).
Dosis olahraga harus tepat karena terlalu ringan kurang bermanfaat,
sedangkan terlalu berat pada wanita dapat menimbulkan gannguan pola
haid yang justru akan menurunkan densitas tulang. Jadi olahraga sebagai
bagian dari pola hidup sehat dapat menghambat kehilang mineral tulang,
membantu mempertahankan postur tubuh, dan meningkatkan kebugaran
secara umum untuk mengurangi risiko jatuh (Kawiyana, 2009).
6. Pencegahan Sekunder
Jika telah dinyatakan mengalami atau adanya tanda-tanda terkena
Osteoporosis, maka perlu berkonsultasi dengan dokter tentang:
1. Mengkonsumsi kalsium 500-1200 mg/hari, tergantung usia
Mengkonsumsi kalsium dilanjutkan pada periode menopause. Suplemen
Kalsium melalui makanan dapat mengurangi perkembangan
Osteoporosis pada lansia dan periode menopause (Corwin, 2009)
2. Terapi Sulih Hormon (TSH)
Setiap perempuan pada saat menopause mempunyai resiko Osteoporosis.
Salah satunya yang dianjurkan adalah memakai ERT (Esterogen
Replacement Therapy) pada mereka yang tak mengalami kontraindikasi.
ERT menurunkan resiko fraktur sampai 50 persen pada tulang panggul.
3. Estrogen, dengan atau tanpa kombinasi progesteron pada
wanita menopause
4. Latihan fisik yang bersifat spesifik dan individual
Prinsipnya sama dengan latihan beban dan peregangan (stretching) pada
aksis tulang. Latihan tak dapat dilakukan secara massal karena perlu
mendapat supervise dari tenaga medis.
5. Kalsitonin
Kalsitonin adalah hormon yang dikenal untuk berpartisipasi dalam
metabolisme kalsium dan fosfor. Bekerja menghambat resorpsi tulang
51
dan dapat meningkatkan massa tulang apabila dihunakan selama dua
tahun.
6. Perbanyak mengkonsumsi vitamin D3, tergantung kebutuhan
pasien Vitamin D membantu tubuh menyerap dan memanfaatkan
kalsium. Sekitar 25 hidroksi vitamin D dianjurkan diminum setiap hari
pagi hari bagi pasien yang menggunakan suplemen kalsium. Suplemen
vitamin D melalui makanan mengurangi perkembangan Osteoporosis
(Corwin, 2009).
7. Bifosfonat
Obat golongan bifosfonat bekerja dengan cara menghambat kerja sel
penghancur tulang secara berlebihan.. Obat-obatan yang dikenal sebagai
bisfosfonat (misalnya alendrodat, risedronat, dan ibandronat) terbukti
mengurangi resorpsi tulang dan mencegah pengeroposan tulang. Obat-
obatan ini, dalam kombinasi dengan suplemen vitamin D dan kalsium,
digunakan untuk terapi dan pencegahan osteoporosis. Bisfosfonat secara
signifikan meningkatkan densitas tulang terutama pada panggul dan
spina, dan dapat digunakan pada osteoporosis akibat obat
(glukokortikoid) (Corwin, 2009).
Bisfosfonat juga digunakan sebagai adjuvans kemoterapeutik pada terapi
kanker karena potensinya untuk mencegah metasis tulang. Bisfosfonat
tidak mudah diabsorbsi oleh tubuh sehingga harus digunakan pada
lambung yang kosong dengan segelas penuh air. Pasien harus tetap tegak
lurus dan menahan diri dari makan selama periode tertentu setelah itu,
untuk memastikan absorbs dan mencegah efek samping gastrointestinal.
Oleh karena itu, kepatuhan untuk menggunakan bisfosfonat sering
menjadi masalah. Baru-baru ini, sediaan oral satu kali per bulan yang
dapat memperbaiki kepatuhan telah disetujui oleh FDA. Selain itu,
percobaan klinis yang meneliti keefektifan ibandronat intravena yang
diberikan satu kali setiap tiga bulan sedang dilakukan. Kebutuhan untuk
dirawat di rumah sakit dapat mengurangi popularitas pilihan ini.
Keamanan jangka panjang sediaan tersebut tidak diketahui (Corwin,
2009). Alendronat (Fosamax 10 mg PO sekali sehari), yaitu suatu
bisfosfonat, terbukti efektif untuk mencegah dan mengobati osteoporosis
(Graber, 2006).
52
8. Raloxifene
Pengguna raloxifene yang ideal adalah wanita-wanita dengan risiko
osteoporosis dan penyakit jantung yang tidak menjalani TSH (Terapi
Sulih Hormon). Atau bisa juga wanita pascamenopause yang memiliki
risiko osteoporosis dan risiko tinggi kanker payudara (Rosenthal, 2009).
7. Pencegahan Tersier
Setelah pasien mengalami komplikasi Osteoporosis seperti, fraktur patah
tulang), jangan dibiarkan melakukan gerak (mobilisasi) terlalu lama.
Sejak awal perawatan, disusun rencana mobilisasi, mulai mobilisasi pasif
sangat aktif dan berfungsi mandiri. Dokter akan memberikan obat, terapi
latihan maupun alat ortose sesuai dengan kondisi. Beberapa obat yang
bermanfaat adalah bishosponate,kalsitonin aatau NSAID bila nyeri.
Pencegahan tersier dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-
strategi pencegahan sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada
perbaikan kembali ke arah stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan
utamanya adalah untuk memperkuat resistansi terhadap stressor untuk
mencegah reaksi timbul kembali atau regresi, sehingga dapat
mempertahankan energi. Pencegahan tersier cenderung untuk kembali
pada pencegahan primer.
Hal-hal yang dapat dilakukan bila sudah terjadi patah tulang akibat
osteoporosis :
1. Operasi
2. Pemasangan gips
3. Penggunaan korset/brace
4. Penggunaan tongkat/kursi roda
5. Program rehabilitasi medis
III.4.11. Apa saja komplikasi yang dapat timbul pada kasus?
Komplikasi osteoporosis yang mungkin meliputi:1. Fraktur spontan ketika tulang kehilangan densitasnya dan menjadi rapuh serta lemah
53
2. Syok, perdarahan, atau emboli lemak (komplikasi fraktur yang fatal) (Kowalak, 2011).Komplikasi osteoporosis merupakan kondisi sekunder, gejala maupun keadaan lain yang disebabkan oleh osteoporosis. Pada banyak kasus, cukup sulit umtuk membedakan gejala osteoporosis maupun komplikasi osteoporosis sehingga keduanya sering disamakan. Hal ini disebabkan karena osteoporosis disebut dengan silent disease, yang tidak menunjukkan manifestasi klinis berarti sampai munculnya fraktur. Gejala awal dari osteoporosis yang dapat dilihat antara lain rasa sakit punggung yang berat, tinggi badan berkurang dan terjadi kelainan bentuk tulang belakang seperti kifosis.Berbagai fraktur yang terjadi akibat komplikasi dari osteoporosis antara lain :a. Fraktur-lebih dari 1,5 juta orang setiap tahun
mengalami osteoporosis di USAb. Fraktur vertebrae, sekitar 700.000 orang setiap
tahunnya mengalami fraktur ini di USAc. Fraktur pinggul, sekitar 300.000 orang terkena fraktur
yang dikarenakan osteoporosis di USAd. Fraktur pergelangan tangan, sekitar 250.000 fraktur
pergelangan tangan dilaporkan di USA.e. Fraktur lain, lebih dari 300.000 fraktur tulang lainnya di
USA. f. Dowager’s hump, kondisi kifosis akibat osteoporosis
tingkat lanjut. Spinal vertebrae menjadi keropos dan lemah sehingga menyebabkan fraktur spontan. Proses yang terjadi antara lain: wedge fracture: depan vertebra kolaps, biconcave fracture: bagian medial vertebra kolaps, dan crush fracture: seluruh vertebra kolaps (Wahyuningtyas, 2010).
54
III.4.12. Bagaimana prognosis pada kasus?
Prognosis ad vitam : Dubia ad bonam
Prognosis ad functionam : Dubia ad Malam
Prognosis ad sanationam : Dubia ad Malam
III.4.13. Berapa SKDI pada kasus?
IV. Kerangka Konsep
55Post-menopause Usia lanjut
Intake kalsium yang
Ny. Ani, 72 tahun
56
Intake kalsium yang
V. Merumuskan Keterbatasan Masalah dan Learning Issues
No. Learning Issues What I Know What I Don’t
Know
What I Have To
Know
Sumber
1. Anatomi dan
Fisiologi Tulang
Vertebra
Lokasi, Jenis Ciri Ciri
Lecture,
Literatur,
Text Books,
Jurnal
2. Osteoporosis Manifestasi
Klinis
Klasifikasi
Patofisiologi
Tatalaksana
Osteogenesis
Klasifikasi
Patofisiologi
Tatalaksana
Osteogenesis
VI. Sintesis Masalah
VI.1. Anatomi dan fisiologi tulang vertebra. A. Anatomi
Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai
penyangga tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas
tulang belakang yang tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang
servikal (vertebra servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra torakalis), 5 ruas
tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral yang menyatu (vertebra
sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea).
Tulang
belakang
(vertebra) dibagi
dalam dua bagian.
Di bagian ventral
terdiri atas korpus
vertebra yang
dibatasi satu sama
lain oleh discus
intervebra dan
57
ditahan satu sama lain oleh ligamen longitudinal ventral dan dorsal. Bagian dorsal
tidak begitu kokoh dan terdiri atas masing-masing arkus vertebra
Gambar 1.Anatomi vertebra servikalis.
dengan lamina dan pedikel yang diikat satu sama lain oleh berbagai ligament di
antaranya ligament interspinal, ligament intertansversa dan ligament flavum. Pada
prosesus spinosus dan transverses melekat otot-otot yang turut menunjang dan
melindungi kolum vertebra.
Gambar 2. Tulang Atlas dan Axis
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena
adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada
58
pandangan dari samping pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis
di daerah servikal, torakal dan lumbal.Keseluruhan vertebra maupun masing-masing
tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah merupakan satu struktur
yang mampu melenting, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang
memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang belakang.
Vertebra servikalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut.
8. Processus transversus mempunyai foramen trnsversum untuk tempat lewatnya artri
vertebralis dan vena vertebralis.
9. Spina kecil dan bifida.
10. Corpus kecil dan lebar dari sisi ke sisi.
11. Foramen vertebrale besar dan berbentuk segitiga.
12. Processus articularis superior mempunyai facies yang menghadap ke belakang dan
atas; procesus articularis inferior mempunyai fascies yang menghadap ke bawah dan
depan.
Vertebra servikalis yang atipikal mempunyai ciri sebagai berikut.1
5. Tidak mempunyai corpus.
6. Tidak mempunyai processus spinosus.
7. Mempunyai arcus anterior dan posterior.
8. Meempunyai massa lateralis pada masing-masing sisi dengan fasis articularis pada
permukaan atas dan bawah.
Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar.Vertebra
torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks,
sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari
torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya makin kecil.
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi
atas 2 bagian.Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis
(sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan
posterior.Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis
vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot
penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae antara satu
dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).
59
Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan
tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang
dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus
invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum
longitudinalis posterior. Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna
vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana
banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock
absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena
adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada
pandangan dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis
di daerah servikal dan lumbal.Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang
vertebra berikut diskus intervertebralisnya merupakan satu kesatuan yang kokoh
dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang
belakang.Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar.Vertebra
torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks,
sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari
torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya semakin kecil.
Vertebra thorakalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut.
7. Corpus berukuran besar dan berbentuk jantung.
8. Foramen vertebrale kecil dan bulat.
9. Processus spinosus panjang dan miring ke bawah.
10. Fovea costalis terdapat pada ssii-sisi corpus untuk bersendi dengan capitulum costae.
11. Fovea costalis terdapat pada processus transversalis untuk bersendi dengan
tuberculum costae.
12. Processus articularis superior mempunyai fascies yang menghadap ke belakang dan
lateral, sedangkan fascies pada procesus articularis inferior menghadap ke depan dan
medial.
60
Gambar 3. Vertebra yang Tipikal.2
Vertebra lumbalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut.1
8. Corpus besar dan berbentuk ginjal.
9. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang.
10. Lamina tebal.
11. Foramina vertebrale berbentuk segitiga.
12. Processus transversum panjang dan langsing.
13. Processus spinosus pendek, rata, berbentuk segiempat, dan mengarah ke belakang.
14. Fascies articularis processus articularis superior menghadap ke medial dan yang
inferior menghadap ke lateral.
Gambar 4. Vertebra Lumbalis
61
Kolumna vertebralis ini terbentuk oleh unit-unit fungsional yang terdiri dari segmen
anterior dan posterior.
a. Segmen anterior, sebagian besar fungsi segmen ini adalah sebagai penyangga badan.
Segmen ini meliputi korpus vertebrata dan diskus intervebralis yang diperkuat oleh
ligamentum longitudinale anterior di bagian depan dan limentum longitudinale
posterior di bagian belakang. Sejak dari oksiput, ligament ini menutup seluruh bagian
belakang diskus.Mulai L1 gamen ini menyempit, hingga pada daerah L5-S1 lebar
ligament hanya tinggal separuh asalnya.
b. Segmen posterior, dibentuk oleh arkus, prosesus transverses dan prosesus spinosus.
Satu dengan lainnya dihubungkan oleh sepasang artikulasi dan diperkuat oleh
ligament serta otot.
Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis di belakang
yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang lamina, dua pedikel,
satu prosesus spinosus, serta dua prosesus transversus. Beberapa ruas tulang belakang
mempunyai bentuk khusus, misalnya tulang servikal pertama yang disebut atlas dan
ruas servikal kedua yang disebut odontoid. Kanalis spinalis terbentuk antara korpus di
bagian depan dan arkus neuralis di bagian belakang.
Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk segitiga dan lebar, sedangkan
di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil.Bagian lain yang menyokong kekompakan
ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak yaitu ligamentum longitudinal
anterior, ligamentum longitudinal posterior, ligamentum flavum, ligamentum
interspinosus, dan ligamentum supraspinosus.
62
Gambar 5.Perbedaan Anatomis Vertebra
Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen tulang
dan komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga pilar.
Pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan yang terdiri atas korpus serta diskus
intervertebralis. Kedua dan ketiga yaitu kolom di belakang kanan dan kiri yang terdiri
atas rangkaian sendi intervertebralis lateralis. Secara keseluruhan tulang belakang
dapat diumpamakan sebagai satu gedung bertingkat dengan tiga tiang utama, satu
kolom di depan dan dua kolom di samping belakang, dengan lantai yang terdiri atas
lamina kanan dan kiri, pedikel, prosesus transversus dan prosesus spinosus.
Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma
yang diakibatkan.Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini
dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh
pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah leher.
Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral mengakibatkan sedikit kehilangan
fungsi.
63
Gambar 6. Os Sacrum dan Os Coccyx
Hubungan antara corpus vertebra servikal (dan juga corpus vertebra lainnya)
dimungkinkan oleh adanya sendi,umumnya disebut sendi faset, biasa juga disebut
sendi apofiseal atau zygapofiseal, memungkinkan adanya pergerakan (fleksi,ekstensi
ataupun rotasi), menyerupai engsel, terletak langsung di belakang kanalis spinalis.
Sendi faset merupakan sendi sinovial,dikelilingi oleh jaringan ikat dan menghasilkan
cairan untuk memelihara dan melicinkan sendi. Pada permukaan superior dan inferior
prosessus uncinate terdapat pula sendi faset,lebih dikenal dengan nama sendi
uncovertebral dari Luschka (joint of Luschka) yang juga penting dalam biomekanikal
dan stabilitas tulang vertebra.3
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage
Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus.Sifat setengah cair dari nukleus
pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit
kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna
vertebralis. Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya
adalah bangunan yang tidak peka nyeri.3
Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan
(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai
sifat sangathigroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan
menahantekanan/beban. Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus
menurun dan digantioleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan
kurang lentur, dan sukardibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di
64
bagian L5-S1 sangat lemah, sehingga HNP sering terjadi di bagian postero
lateral.Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior makin mengecil
sehinggapada ruang intervertebre L5-S1 tinggal separuh dari lebar semula sehingga
mengakibatkanmudah terjadinya kelainan didaerah ini.
Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif
dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang
ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya kadar
air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastik.3
B. Sendi-Sendi Pada Vertebra
Sendi Antar Corpus Vertebrae
Permukaan atas dan bawah corpus vertebrae yang berdekatan dilapisi oleh
lempeng tulang rawan hialin tipis. Diantara lempeng e=rawan hialin tersebut, terdapat
discus intervertebralis yang disusun oleh jaringan fibrocartilago. Serat-serat collagen
discus dengan erat menyatukan kedua corpus vertebrae.
Di daerah cervical bawah ditemukan banyak sendi synovial kecil di kiri-kanan discus
intervertebralis, antara permukaan atas dan bawah corpus vertebrae.
Ligamenta
Lig. Longitudinale anterius dan posterius berjalan turun sebagai suatu pita
utuh menyusuri permukaan anterior dan posterior columna vertebralis, dari cranium
sampai sacrum. Lig. Anterius lebar dan menempel kuat pada tepi depan., sisi corpus
vertebrae dan pada discus intervertebralis. Lig. Posterius lemah dan sempit, melekat
pada tepi posterior diskus.
Sendi Antar Arcus Vertebrae
Sendi antar arcus vertebrae terdiri atas dua sendi synovial diantara proceccus
artikularis superior dan inferior vertebra berdekatan. Facies artikularis tertutup oleh
tulang rawan hialin, dan sendi dikelilingi oleh lig. Capsularis.
Ligamenta
Lig. Supraspinalia menghubungkan ujung-ujung processus spinosus vertebrae.
Lig. Interspinalia berjalan di antara processus spinosus berdekatan Lig. Flava
menghubungkan dua lamina berdekatan. Di daerah cervical, ligamenta supraspinalia
sangat tebal, membentuk Lig. Nuchae. Yang terakhir ini meluas dari processus
spinosus C7 sampai ke protuberantia occipitalis externa,permukaan anteriornya
melekat erat pada processus spinosus cervicales di depannya.
65
Articulation Atlanto Occipitalis
Merupakan sendi synovial antara condilus occipitalis, di kiri-kanan foramen
magnum di atas dan facies articularis superior masa lateralis atlas di bawah. Sendi
synovial jenis avoid. Gerak utamanya dalah fleksi-ekstensi yaitu yes joint, dengan
ROM 10°-15° / 0° / 20°-25°.
Membrane atlanto occipitalis anterior, merupakan lanjutan lig. Longitudinal anterius,
menghubungkan arcus anterior atlas dengan tepi anterior foramen magnum.
Membrane atlanto occipitalis posterior menyerupai lig flava, menghubungkan arcus
posterior atlas dengan tepi posterior foramen magnum.
Articulatio Atlanto Axialis
Terdiri atas 3 sendi synovial, satu diantaranya antara dens axis dengan arcus
anterior atlas, sedangkan 2 lainnya diantara masa lateralis kedua tulang.
Sendi synovial jenis sendi putar. Gerak utamanya adalah rotasi atau no joint. Dengan
ROM 35°-40° / 0° / 35°-40°. Gerak lainnya adalah fleksi-ekstensi ROM 10°-15° dan
lateral fleksi 5°, rotasi 45° arteri vertebralis ipsilateral terjepit.
Ligamenta
Lig. Apicis dentis adalah terletak di tengah dan menghubungkan apex dentis
dengan tepi anterior foramen magnum. Ligamen aalaria terletak di kanan-kiri lig.
Apicis dentis, menghubungkan dens axis dengan sisi medial condylus occipitalis
Lig. Crusiformi atlantis terdiri atas lig. Transversum atlantis yang kuat dan
fascicule longitudinales yang lemah. Ujung-ujung lig. Transversum melekat pada
bagian dalam masa lateralis atlas dan mengikat dens axis pada arcus anterior atlas.
Fasciculi longitudinales berjalan dari permukaan posterior corpus, axis, sampai ke tepi
anterior foramen magnum.
Membrane Pektoria merupakan lanjutan ke atas dari ligament longitudinal
posterior. Melekat pada os occipitalis tepat di dalam foramen magnum. Membran ini
menutupi permukaan posterior dens axis, lig apicis dentis, alaria, dan cruciform
atlantis.
Gerakan Columna Vertebralis
Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, columna vertebralis terdiri atas
sejumlah vertebra terpisah yang tersusun rapid an dipisahkan oleh discus
66
intervertebralis. Vertebrae dipertahankan pada tempatnya oleh ligament kuat yang
sangat membatasi derajat gerakan yang mungkin terjadi antara vertebra berdekatan.
Meskpun demikian, hasil akhir gabungan semua gerakan ini, memberikan derajat
gerakan columna vertebralis yang cukup besar.
Gerakan berikut ini dapat dilakukan: fleksi, ekstensi, laterofleksi, rotasi, dan
sirkumduksi:
Fleksi adalah gerakan ke depan, sedangkan ekstensi adalah gerakan ke belakang.
Keduanya dapat leluasa dilakukan di daerah cervical dan lumbal, namun terbatas di
daerah thoracal.
Laterofleksi adalah condongnya tubu ke salah satu sisi. Gerak ini amat mudah
dilakukan di daerah cervical dan lumbal, namun terbatas di daerah thoracal.
Rotasi adalah gerak memutar columna vertebralis. Paling leluasa di daerah lumbal.
Sirkumduksi adalah gabungan gerakan-gerakan di atas.
Jenis dan keleluasaan gerak yang mungkin pada tiap daerah columna, sebagian
besar tergantung pada tebal discus invertebralis dan bertuk serta arah processus
articularis. Di daerah thoracal, iga, tulang rawan iga, dan sternum sangat membatasi
keleluasaan gerak.
Articulation atlanto-occipitalis memungkinkan fleksi dan ekstensi luas dari
kepala. Articulation atlanto-axialis memungkinkan rotasi luas pada atlas dan dengan
demikian, juga rotasi kepala di atas axis.
Columna vertebralis digerakkan oleh banyak otot, sebagian besar melekat
langsung pada vertebra, sementara yang lain, seperti m. sternocleidomastoideus dan
otot dinding perut, melekat pada cranium atau pada iga atau fascia.
Di daerah cervical, fleksi dilakukan oleh m. longus colli, scalenus anterior,
dan sternocleidomastoideus. Ekstensi dikerjakan oleh otot-otot post vertebralis.
Laterofleksi dikerjakan oleh m.scalenus anterior dan medius dan m. trapezius dan
sternocleidomastoideus. Rotasi dikerjakan oleh m.sternocleidomastoideus pada satu
sisi dan m.splenius sisi lainnya.
Pada daerah thoracal rotasi dilakukan oleh m. semi spinalis dan mm. rotators,
dibantu oleh m. obliquus dinding anterolateral abdomen.
Pada daerah lumbal, fleksi dilakukan oleh m. rectus abdominis dan m. psoas.
Ekstensi dikerjakan oleh otot post vertebralis. Laterofleksi dilakukan oleh otot post
vertebralis, m. quadrates lumborum, m. obliquus dinding anterolateral abdomen. M.
67
psoas dapat pula berperan dalam gerakan ini. Rotasi dilakukan oleh mm. rotators dan
m, obliquus dinding anterolateral abdomen.
C. Otot Punggung
Otot Superficial
Otot ini merupakan bagian lengan atas dan terdiri atas m. trapezius, latissimus
dorsi, levator scapulae, dan rhomboideus minor dan major.
Otot Intermedia
Otot ini berhubungan dengan respirasi, terdiri atas m. serratus posterior superior,
serratus posterior inferior, dan levatores costarum.
Otot Profunda (Otot Post Vertebralis)
Pada posisi berdiri, garis gaya berat akan berjalan melalui dens axis, di belakang
pusat-pusat sendi coxae dan di depan sendi lutut dan pergelangan kaki. Akibatnya,
bila tubuh dalam posisi ini, sebagian besar berat badan akan jatuh di depan columna
vertebralis. Karenanya, tidak mengherankan bila otot-otot post vertebralis manusia
berkembang lebih baik. Tonus postural otot-otot ini adalah factor utama dalam
memepertahankan lengkung-lengkung normal columna vertebralis.
Otot punggung profunda merupakan jaringann otot berbentuk kolom tebal dan
lebar, yang menempati rongga di kiri kanan processus spinosus. Mereka meluas dari
sacrum hingga cranium dan terletak di bawah fascia thoracolumbalis. Perlu diketahui
bahwa massa otot majemuk ini, terdiri atas sejumlah otot terpisah dengan panjang
yang beragam. Setiap otot dapat dipandang sebagai tali, yang bila ditarik,
mengakibatkan satu atau lebih vertebra berekstensi atau rotasi terhadap vertebra di
bawahnya. Karena origo dan insertion berbagai kelompok saling tumpang tindih,
keseluruhan columna vertebralis dapat bergerak mulus.
Processus spinosus dan transversus vertebrae berfungsi sebagai pengungkit yang
mempermudah kerja otot. Otot-otot terpanjang terletak lebih superficial dan berjalan
vertical dari sacrum ke angulus costae, processus transversus, dan processus spinosus
vertebrae atas. Otot dengan penjang sedang (intermedia), berjalan serong dari
processus spinosus ke processus transversus. Otot-otot pendek yang terletak lebih
dalam, berjalan di sela-sela processus spinosus atau processus transversus vertebra
yang berdekatan.
D. Histologi Vertebra Cervicalis
68
Histologi collumna vertebralis diambil dari proses rekonstruksi tulang atau
pembentukan tulang yang baru (remodeling), pada preparat dekalsifikasi, potongan
transversal, dengan pulasan hematoksilin dan eosin. Dimana setiap kerusakan dari
osteon lama akan digantikan oleh pembentukan osteon baru.
Tulang kanselosa terutama terdiri atas trabekula(5) tulang tipis yang
bercabang, beranastomosis, dan melingkupi rongga sumsum tidak teratur dan
pembuluh darah(4). Periosteum(2,7) yang membungkus tulang menyatu dengan
jaringan pengikat yang berdekatan dan pembuluh darah. Di perifer, trabekula ini
menyatu dengan selapis tipis tulang kompak(9) yang tersusun atas osteon primitif(6)
dan osteon matur (Sistem Havers) (8) dengan lamela konsentris. Kecuali lamela
konsentris di osteon primitif(6) dan osteon matur(8), inferior periosteum (2,7) dan
trabekula tulang(5) memperlihatkan gambaran lamela yang tersusun secara paralel
(Histologi, 2010). Osteosit(3) terdapat pada trabekula(5) dan tulang kompak(9).
Diantara trabekula tulang terdapat rongga sumsum dengan pembuluh darah dan
jaringan hemopoietik(11) yang akan menghasilkan sel-sel darah. Terdapat garis tipis
pada trabekula yang melindungi sel-sel di bagian dalam, yang disebut
endosteum(10). Sel-sel yang terdapat di dalam periosteum dan endosteum akan
berkembang menjadi osteoblas (Eroschenko, 2010).
Gambar 7. Tulang kanselosa (Eroschenko, 2010)
E. Fisiologi Vertebra Secara fisiologis, collumna vertebralis mempunyai 4 fungsi utama, yaitu
statis, protektif, kinetis dan keseimbangan. Fungsi statis yaitu untuk mempertahakan
69
posisi tegak tubuh (John R Cameron, 2006). Fungsi protektif untuk melindungi
organ tubuh. Funsi kinetis yaitu untuk mempermudah gerakan tubuh (Ika Rifqiawati
dan Annah, 2010). Sedangkan fungsi keseimbangan adalah untuk mempertahankan
posisi sakrum sebagai pusat keseimbangan (John R Cameron, 2006).
F. Biokimia Tulang Tulang terdiri dari komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari
serat-serat kolagen dan protein non kolagen. Sel tulang terdiri dari osteoblas
(bertanggung jawab dalam proses formasi tulang), osteoklas (bertanggung jawab
dalam resorpsi tulang), osteosit (sel tulang yang terbenam dalam matriks tulang).
Komponen dasar penyusun tulang ini ada yang organik dan anorganik.
Komponen organik terdiri atas serat kolagen. Sedangkan yang anorganik terdiri atas:
a. Kalsium (Ca2+) :
Ion kalsium berperan penting dalam proses metabolisme tubuh.
Pengaturan dari kadar normal kalsium dalam pembuluh darah penting bagi hidup
manusia, karena kalsium berperan dalam kontraksi otot, koagulasi darah,
permeabilitas membran, dan penghantaran impuls syaraf. Kalsium berperan juga
dalam memelihara mineralisasi tulang. Selain itu, ion kalsium memiliki fungsi
sebagai stabilisasi membran plasma dengan berikatan pada lapisan fosfolipid dan
menjaga permeabilitas membran plasma terhadap ion natrium. Ketika ion kalsium
menurun, maka permeabilitas membran plasma terhadap ion natrium meningkat
dan meningkatkan respon jaringan yang mudah terangsang (IPD, 2009).
b. Fosfor
Berperan dalam proses biokimia intrasel dan pembentukan dan transfer
energi selular. Jika kadar fosfat naik maka kadar kalsium akan turun. Ketika
kadar kalsium ini mengalami penurunan, maka akan merangsang hormon
paratiroid untuk keluar. Setelah itu fosfat akan dikeluarkan dari tubuh melalui
urin, sehingga kadar fosfat di dalam serum menjadi normal kembali.
c. Vitamin D
Vitamin D diproduksi oleh tubuh melalui paparan dengan sinar matahari.
Peran yang dilakukan vitamin D dalam proses pembentukan tulang adalah dengan
mengabsorpsi kalsium di usus, membantu dalam proses resorpsi tulang, menjaga
homeostasis kalsium, dan mobilisasi kalsium di tulang pada kondisi kalsium yang
adekuat.
70
VI.2. Osteoporosis (Low Back Pain dan proses osteogenesis)
A. Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Dengan kata lain osteoporosis
adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan
dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan, kekuatan tulang
merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang.
Gambar 8. Perbedaan Tulang Normal dengan Tulang Osteoporosis
Gambar 9. Perbedaan Fraktur Vertebra
71
B. Faktor Predisposisi Osteoporosis
Wanita lebih berisiko untuk terjadinya osteoporosis daripada pria, hal ini dapat
dijelaskan dengan dua parameter penting :
a. Peak Bone Mass (PBM) = Massa tulang maksimal
b. PBM tercapai pada usia awal 30-an dimana PBM pria > 30-50% dibandingkan
wanita.
c. Kecepatan hilangnya tulang
d. Pada perimenopause wanita mulai mengalami percepatan kehilangan massa tulang.
Keseimbangan tulang merupakan hasil dari formasi dan resorpsi (degradasi). Pada
usia menopause akibat defisiensi estrogen resorpsi akan lebih cepat dibandingkan
formasi sehingga akhirnya lebih banyak bagian tulang yang hilang dan mudah untuk
terjadinya fraktur.
Faktor-faktor predisposisi osteoporosis adalah:
Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang berbeda. Faktor
risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak dapat dikendalikan
dan yang dapat dikendalikan.
Berikut ini faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan:
1. Jenis kelamin
Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar dibandingkan
kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun
kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
2. Usia
Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara alamiah
tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia. Osteoporosis pada usia
lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang yang juga disebabkan menurunnya
kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium.
3. Ras
Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena osteoporosis. Karena
itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko lebih tinggi
terkena osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa tulang
lebih padat dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot yang
lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar. Ditambah dengan kadar hormon
estrogen yang lebih tinggi pada ras Afrika
72
5. Riwayat keluarga
6. Sosok tubuh
Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena osteoporosis. Demikian
juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih berisiko terkena osteoporosis
dibanding yang bertubuh besar.
7. Menopause
Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena tubuh tidak lagi
memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk pembentukan tulang
dan mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya hormon estrogen seiring
dengan bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang sehingga terjadi
pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah. Menopause dini bisa terjadi jika
pengangkatan ovarium terpaksa dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan
seperti kanker, mioma dan lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya
risiko terkena osteoporosis.
Berikut ini faktor – faktor risiko osteoporosis yang dapat dikendalikan. Faktor-faktor
ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola hidup.
1. Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak terlatih dan
menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat menurunnya kekuatan tulang.
Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga teratur minimal tiga kali
dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk membentuk dan memperkuat
tulang).
2. Kurang kalsium
Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang maka tubuh
akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain,
termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan asupan
vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak
mungkin diserap usus (Suryati, 2006).
3. Merokok
Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan perokok.
Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih rendah dan
mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita bukan perokok.
Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam hal
73
penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya, pengeroposan tulang/osteoporosis
terjadi lebih cepat.
4. Minuman keras/beralkohol
Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding lambung. Dan
ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan kalsium (yang ada
dalam darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada gilirannya menyebabkan
osteoporosis.
5. Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein). Fosfor akan
mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang, sedangkan kafein
meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin. Untuk menghindari bahaya
osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi dengan minum susu atau
mengonsumsi kalsium ekstra (Tandra, 2009)
6. Stres
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol yang
diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan
meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran darah dan akan menyebabkan
tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan terjadinya osteoporosis.
7. Bahan kimia
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan makanan (sayuran
dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan limbah industri seperti
organoklorida yang dibuang sembarangan di sungai dan tanah, dapat merusak sel-sel
tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan membuat
pengeroposan tulang (Waluyo, 2009).
C. Patogenesis
74
Gambar 10. Patogenesis Osteoporosis
Dalam penyerapannya osteoklas melepas Transforming Growth Factor yang
merangsang aktivitas awal osteoblas dalam keadaan normal kuantitas dan kualitas
penyerapan tulang oleh osteoklas sama dengan kuantitas dan kualitas pembentukan
tulang baru oleh osteoklas. Pada osteoporosis penyerapan tulang lebih banyak dari
pada pembentukan baru
D. Klasifikasi
Osteoporosis dibagi menjadi dua kelompok, yaitu osteoporosis primer
(involusional) dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis
yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan, osteoporosis sekunder adalah
osteoporosis yang diketahi penyebabnya. Osteoporosis primer dibagi menjadi dua,
yaitu tipe 1 dan tipe 2. Osteoporosis tipe 1 disebut juga osteoporosis pasca menopause
karena defisiensi estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe 2 disebut juga
osteoporosis tipe senilis karena gangguan absorbsi kalsium. Berdasarkan penelitian
terakhir, konsep itu berubah karena ternyata peran estrogen juga menonjol pada
osteoporosis tipe 2.
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis Primer tipe 1 (Osteoporosis Postmenopausal)
Osteoporosis tipe 1 disebabkan karena kekurangan hormon estrogen (hormon
utama pada wanita) yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang
pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi
bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki
risiko yang sama untuk menderita osteoporosis pascamenopause, wanita kulit putih
75
dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
Setelah menopause, resorbsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal
setelah menopause sehingga insiden fraktur terutama fraktur vertebra dan distal radius
meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular karena
memiliki permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen.
Petanda resorbsi tulang dan formasi tulang keduanya meningkat menunjukkan bone
turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai produksi sitokin oleh
bone marrow stromal cells dan sel-sel mononklear seperti IL-1, IL-6 dan TNF-ά yang
berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian, penurunan kadar estrogen
akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin sehingga aktivitas
osteoklas meningkat.
Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorbsi
kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause
Diagram 1.Patogenensis Osteoporosis Post-menopause
juga menurunkan sintesis berbagai protein yang membawa 1,25(OH)2D sehingga
pemberian estrogen akan meningkatkan konsentrasi 1,25(OH)2D di dalam plasma.
76
Tetapi pemberian estrogen transdermal tidak akan meningkatkan sintesis protein
tersebut karena estrogen transdermal tidak diangkut melewati hati. Walaupun
demikian, estrogen transdermal tetap dapat meningkatkan absorbsi kalsium di usus
secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D. Untuk mengatasi keseimbangan negatif
kalsium akibat menopause maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause
sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan
peningkatan kadar kalsium serum dan hal ini disebabkan oleh menurunnya kadar
volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat sehingga meningkatkan
kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam
kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang
respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik. Walaupun terjadi peningkatan
kadar kalsium yang terikat albumin dan kalsium dalam garam kompleks, kadar ion
kalsium tetap sama dengan keadaan premenopausal.
Osteoporosis tipe 2
Osteoporosis pada orang tua baik laki-laki maupun perempuan. Demikian juga
kadar testosteron pada laki-laki. Defisiensi estrogen pada laki-laki juga berperan pada
massa tulang. Penurunan kadar estriol dibawah 40 pMol pada laki-laki akan
menyebabkan osteoporosis. Karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
(penurunan kadar estrogen yang mendadak) maka kehilangan massa tulang yang besar
seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Falahati-Nini, dkk. menyatakan bahwa
estrogen pada laki-laki berlangsung linier sehingga terjadi penipisan trabekula, tanpa
disertai putusnya trabekula pada wanita disebabkan karena peningkatan resorbsi yang
berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang drastis pada waktu menopause.
Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun
sedangkan kadar sex hormone binding globulin (SBHG) akan meningkat. Peningkatan
SBHG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks
yang inaktif. Laki-laki yang menderita kanker prostat dan diterapi dengan antagonis
androgen atau agonis gonadotropin juga akan mengalami kehilangan massa tulang
dan peningkatan risiko fraktur.
Penurunan hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-1, juga berperan terhadap
peningkatan resorbsi tulang. Tetapi penurunan kadar androgen (DHEA dan DHEA-S)
ternyata menunjukkan hasil yang kontroversial terhadap penurunan massa tulang pada
orang tua. Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada
77
orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, imobiliasi lama
dan obat-obatan). Dengan bertambahnya umur, remodeling endokortikal dan
intrakortikal akan meningkat sehingga kehilangan tulang terutama terjadi pada tulang
kortikal, misalnya pada femur proksimal. Total permukaan tulang untuk remodelling
tidak berubah dengan bertambahnya umur, hanya berpindah dari tulang trabekular ke
tulang kortikal. Pada laki-laki tua, peningkatan resorbsi endokortikal tulang panjang
akan diiikuti peningkatan formasi periosteal sehingga diameter tulang panjang akan
meningkat dan menurunkan risiko fraktur pada laki-laki tua. Risiko fraktur yang juga
harus diperhatikan adalah risiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan,
lantai yang licin dan tidak rata dan lain sebagainya. Pada umumnya, risiko terjatuh
pada orang tua tidak disebabkan oleh penyebab tunggal.
78
Diagram 2. Patogenesis Osteoporosis Tipe 2 dan Fraktur
2. Osteoporosis Sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis. Kondisi osteoporosis
sekunder ini sendiri disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
Bisa juga disebabkan oleh kondisi medis seperti gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya
kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian
alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.
E. Penegakan Diagonosis
1. Anamnesis
79
Secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang
menunjang terjadi osteoporosis, seperti:
a. Tinggi badan yang makin menurun
b. Obat-obat
c. Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium
d. Jumlah kehamilan dan menyusui
e. Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi
f. Apakah sering beraktivitas di luar rumah sehingga mendapat paparan matahari
g. Apakah sering minum susu dan asupan kalsium lainnya
h. Apakah sering merokok, minum alkohol
2. Pemeriksaan fisik
Penderita (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang terutama tulang
belakang, bungkuk dan sudah menopause.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Densitometer (Lunar)
Pemeriksaan ini menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray
absorptiometry). Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosis osteoporosis.
Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta bisa
dilakukan dalam waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk wanita yang memiliki
risiko tinggi menderita osteoporosis, penderita yang diagnosisnya belum pasti, dan
penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat.
2. Densitometer-USG.
Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit
osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1 berarti
kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan
tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya
adalah kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah.
3. Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx.
Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda
biokimia CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen tulang yang
dilepaskan ke dalam sirkulasi darahsehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses
pengeroposan tulang. Pemeriksaan CTx juga sangat berguna dalam memantau
80
pengobatan menggunakan antiresorpsi oral. Proses pembentukan tulang dapat
diketahui dengan memeriksakan penanda bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin
merupakan protein spesifik tulang sehingga pemeriksan ini dapat digunakan saebagai
penanda biokimia pembentukan tualng dan juga untuk menentukan kecepatan
turnover tulang pada beberapa penyakit tulang lainnya. Pemeriksaan osteocalcin juga
dapat digunakan untuk memantau pengobatan osteoporosis.
T-Score dan Z-Score:
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur
untuk menilai hasil pemeriksaan densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok
kerja WHO (T-Score) yaitu :
Normal : densitas massa tulang di atas – 1 SD
Osteopenia : densitas massa tulang diantara – 1 SD dan - 2,5 SD
Osteoporosis : densitas massa tulang dibawah – 2,5 SD
Osteoporosis berat : densitas masa tulang dibawah -2.5 SD yang disertai
dengan fragility fracture
Gambar 11. T-Score
81
Untuk setiap SD penurunan pada BMD, terjadi peningkatan resiko patah
tulang sebanyak 1.5-3 kali. Penggunaan diagnosis T-Score ini sebaiknya tidak
digunakan pada wanita premenopause, pria dengan usia dibawah 50 tahun, dan anak-
anak.
Z-Score merupakan perbandingan antara densitas tulang seseorang dengan
nilai rata rata dari orang yang berumur dan berjenis kelamin sama. Nilai Z-Score
(dibawah –2,0) merupakan pertanda bahwa seseorang mempunyai masa tulang yang
lebih sedikit daripada yang diharapkan pada orang yang berumur sama.
4. Radiologi
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekuler yag lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang – tulang vertebra
yang memberikan gambaran picture–frame vertebra.
Gambar 12. Gamnbaran Radiologi Oseteoporosis
G. Tatalaksana
Tatalaksana Awal
Nyeri (Simptomatik)
Pada semua kasus fracture, penatalaksanaan nyeri harus diutamakan.
Analgetik seperti acetaminophen atau NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory
Drugs)dapat diberikan pada fase akut dari fracture.Walupun demikian, penambahan
penghilang nyeri mungkin diperlukan bila nyeri pasien tidak hilang hanya
dengan pemberian acetaminophen atau NSAID. Pada kasus seperti ini, golongan
opiate mungkin dapat digunakan, khususnya untuk mengatasi rasa nyeri yang hebat.
Penyesuaian terhadap rasa nyeri harus dilakukan, terutama pada fase akut.
82
Analgetik
Kontrol terhadap rasa nyeri sangat penting pada pasien. Analgetik akan membuat
pasien nyaman, napas yang tenang, dan mempunyai efek sedatif, yang bermanfaat
bagi pasien dengan nyeri yang terus-menerus. Beberapa jenis analgetik yang dapat
digunakan, antara lain:
- Acetaminophen
Diindikasikan untuk nyeri ringan sampai sedang. Merupakan obat
pilihan untuk nyeri pasien yang hipersensitif terhadap aspirin atau NSAID,
dengan gangguan gastrointestinal atas, atau pasien yang mengkonsumsi
antikoagulan oral.
Dosis yang digunakan adalah 325-650 mg Per Oral setiap 4-6 jam atau
1000 mg 3 sampai 4x sehari; dosis tidak lebih dari 4 gram per hari.
Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif; defisiensi G6PD (Glucose-
6-Phosphate Dehydrogenase)
Interaksi obat. Rifampin dapat mengurani efek analgetik; digunakan
bersama barbiturate, carbamazepine, hydantoins, dan isoniazid akan
meningkatkan hepatotoksisitas.
Efek samping bersifat hepatotoksik terutama bila pasien alkoholism;
nyeri hebat atau nyeri terus-terusan atau demam tinggi merupakan efek
samping yang serius; acetaminophen terdapat pada beberapa produk OTC
dan biasanya dikombinasikan sehingga dosis acetaminophen menjadi
berlebihan atau bahkan dapat melebihi dosis maksimal.
- Ibuprofen
Obat pilihan untuk pasien dengan nyeri ringan sampai sedang.
Menghambat reaksi inflamasi dengan menurunkan sintesis prostaglandin.
Dosis dewasa 400-600 mg per oral setiap 4-6 jam selama gejala masih ada;
tidak melebihi 3.2 gram/hari.
Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif; ulkus peptik,
perdarahan dan perforasi saluran cerna, insufisiensi renal, atau resiko
perdarahan.
Bila digunakan bersama aspirin akan meningkatkan efek kebalikan dari
NSAID; dengan probenecid akan meningkatkan konsentrasi obat dan
mungkin menjadi toksik; dapat menurunkan efek hidralazine, captopril,
83
dan beta bloker; dapat menurunkan efek diuretik furosemide dan tiazid;
dapat meningkatan PT (Protrombin Time) bila digunakan bersama
antikoagulan (peringatkan pasien untuk mendeteksi gejala perdarahan);
meningkatan efek toksik metrotrexate; level phenytoin akan meningkat
bila digunakan terus-menerus.
Efek samping. Kategori D pada trisemester III kehamilan; Kategori B
pada trisemester I dan II kehamilan; menyebabkan CHF, Hipertensi, dan
menurunkan fungsi ginjal dan hati; menyebabkan abnormalitas
antikoagulan atau selama terapi antikoagulan.
- Oxycodone
Analgesik dengan multipel aksi yang mirip morphine; dengan
konstipasi minimal, spasme otot polos, dan depresi refleks batuk yang
lebih ringan (efek samping lebih ringan) dibandingkan dengan pemberian
morphine pada dosis yang sama.
Dosis dewasa: 5-30 mg per oral setiap 4 jam.
Dosis anak: 0.05-0.15 mg/kg per oral; Tidak melebihi 5 mg setiap 4-6
jam per oral.
Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif.
Interaksi obat. Phenothiazine menurunkan efek analgesik; toksisitas
meningkat dengan pemberian bersama obat-obat depresi SSP.
Keamanan penggunaan selama kehamilan tidak tercatat.
Efek samping. Masa aktif meningkat pada pasien lansia; hati-hati pada
penggunaan acetaminophen dan jangan melebihi 4000 mg dalam 24 jam
karena dapat mengakibatkan hepatotoksik.
Kemudian, pasien disarankan melakukan pemeriksaan penunjang BMD
dan pemeriksaan kalsium serum.
84
Tabel 1. Tindakan Bedasarkan Hasil T-Score
Penatalaksanaan osteoporosis
1. Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis.
Bisfosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat
satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh
sel osteoklas dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja
osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah
osteoklas.
Absorpsi obat terhambat bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation
divalen lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi
hari dalam keadaan perut kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan
apapun minimal selama 30 menit, dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak,
tidak boleh berbaring. Jenis bisfosfosnat yang dapat digunakan untuk terapi
osteoporosis:
- Risedronat, merupakan aminobisfosfonat generasi ketiga yang sangat poten.
Untuk osteoporosis diperlukan dosis 35 mg/minggu atau 5 mg/hari secara kontinyu
atau 75 mg 2 hari berturut-turut sebulan sekali atau 150 mg sebulan sekali. Kontra
indikasi pemberian risedronat adalah hipokalsemia, ibu hamil, menyusui dan
gangguan ginjal (creatinine clearance < 30 ml/menit).
85
- Alendronat, merupakan aminobisfosfonat yang poten. Dosis 10 mg/hari
setiap hari secara kontinyu, karena tidak mengganggu mineralisasi tulang. Saat ini
dikembangkan dosis 70 mg seminggu sekali. Untuk pencegahan osteoporosis pada
wanita pasca menopause dan osteoporosis induce glukkortikoid diberikan dosis 5
mg/dl. Ridak direkomendasikan pada penderita gangguan ginjal (creatinine clearance
< 35 ml/menit).
- Ibandronat, juga merupakan bisfosfonat generasi ketiga. Dosis peroral 2,5
mg/hari / 150 mg sebulan sekali. Dapat diberikan intravena dengan dosis 3 mg, 3
bulan sekali. Kontraindikasi adalah hipokalsemia.
- Zoledronat, bisfosfonat terkuat yang ada saat ini. Sediaan intravena yang
harus diberikan per drip selama 15 menit untuk dosis 5 mg. Untuk pengobatan
osteoporosis cukup diberikan 5 mg setahun sekali. Kontraindikasi adalah
hipokalsemia, ibu hamil dan menyusui.
2. Raloksifen (selective estrogen receptor modulators (SERM))
Golongan preparat anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di
tulang dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan terhadap endometrium dan
payudara. Golongan ini bekerja pada reseptor estrogen- β sehingga tidak
menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara dan juga melibatkan
TGF-β 3 yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel
osteoklas.
Dosis oralnya 60 mg/hari dan akan diabsorpsi dengan baik dan akan di
metabolisme di hati. Dapat menyebabkan kecacatan janin, sehingga tidak boleh
diberikan pada wanita hamil atau berencana untuk hamil. Efek samping raloksifen
dapat meningkatkan kejadian deep venous thrombosis (DVT), rasa panas dan kram
pada kaki.
3. Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai anti resorpsi, mempengaruhi aktivitas sel
osteoblas maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen
dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon
(TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran
cerna. Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan,
peningkatan berat badan, tromboemboli, dan pada pemakaian jangka panjang dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen
adalah : kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan
86
uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboemboli, karsinoma ovarium, dan
penyakit hati yang berat. Di beberapa negara, saat ini TSH hanya direkomendasikan
untuk gejala klimakterium dengan dosis sekecilnya dan waktu sesingkatnya. TSH
tidak direkomendasikan lagi sebagai terapi pilihan pertama untuk osteoporosis.
Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi,
adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17β-estradiol oral 1-2 mg/hari, 17 β -
estradiol perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25-50 mg setiap 6 bulan.
Pada wanita pasca menopause, dosis estrogen terkonyugasi 0,3125 – 1,25
mg/hari, dikombinasi dengan medroksiprogesteron asetat 2,5 – 10 mg/hari,
setiap hari secara kontinyu. Pada wanita pra menopause, estrogen terkonyugasi
diberikan pada hari 1 s/d 25 siklus haid sedangkan medroksiprogesteron asetat
diberikan hari 15 – 25 siklus haid, kemudian kedua obat tersebut dihentikan pada hari
26 s/d 28 siklus haid, sehingga penderita mengalami haid. Hari 29 dianggap sebagai 1
siklus berikutnya dan pemberian obat dapat diulang pemberiannya seperti semula.
4. Kalsitonin
Kalsitonin obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan
penyakit-penyakit yang meningkatkan resorpsi tulang. Dosis yang dianjurkan untuk
pemberian intra nasal adalah 200 IU pre hari. Kadar puncak dalam plasma akan
tercapai dalam waktu 20-30 menit dan akan dimetabolisme dengan cepat di ginjal.
Efek samping kalsitonin berupa kemerahan dan nyeri pada tempat injeksi serta
rhinorrhea (dengan kalsitonin nasal spray).
5. Strontium ranelat
Strontium ranelat merupakan obat osteoporosis kerja ganda, yaitu
meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat kerja osteoklas. Dosis strontium
ranelat adalah 2 mg/hari yang dilarutkan dalam air dan diberikan pada malam hari
sebelum tidur atau 2 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Efek samping
strontium ranelat adalah dispepsia dan diare. Strontium ranelate harus diberikan
secara hati-hati pada pasien dengan riwayat tromboemboli vena.
6. Teriparatride
Pemberian komplemen hormon paratiroid (PTH) secara intermitten dapat
menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoblas, sehingga terjadi
peningkatan massa tulang dan perbaikan mikroarsitektur tulang. Teriparatide terbukti
menurunkan risiko fraktur vertebra dan non vertebra. Dosis yang direkomendasikan
adalah 20g/hari subkutan selama 18-24 bulan. Kontra indikasi teriparatide adalah
87
hiperkalsemia, penyakit tulang metabolik selain osteoporosis primer, misalnya
hiperparatiroid dan penyakit paget, peningkatan alkali fosfatase yang tidak diketahui
penyebabnya atau pasien yang mendapat terapi radiasi.
7. Denosumab (Monoklonal Antibodi (MAbs) dari RANK-L)
Besarnya dosis yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis pada wanita
pascamenopause adalah 60 mg subkutan setiap 6 bulan sekali. Kontra indikasi
denosumab adalah pada wanita dengan hipokalemia atau hipersensitif terhadap
formula denosumab. Obat ini tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dan anak
usia 18 tahun. Efek samping, termasuk infeksi kulit, sellulitis dan hipokalsemia
WHO. “Assesssment Of Fracture Risk and Its Application to Screening for
Postmenopausal Osteoporosis”. Geneva: World Health organization; 1994. Technical
Report Series 843.
Nonfarmakologik
1. Lakukan aktifitas fisik secara teratur à berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda,
berenang
2. Jaga asupan kalsium 1000 – 1500 mg/hari. Diet makanan tinggi kalsium seperti
susu maupun penggunaan preparat kalsium. Preparat kalsium terbaik adalah
kalsium karbonat, karena mengandung kalsium elemental 400 mg/gram, disusul
kalsium fosfat yang mengandung kalsium elemental 230 mg/gram, kalsium sitrat
yang mengandung kalsium elemental 211 mg/gram, kalsium laktat yang
mengandung kalsium elemental 130 mg/gram dan kalsium glukonat yang
mengandung kalsium elemental 90 mg/gram. Pemberian kalsium dapat
meningkatkan risiko hiperkalsiuria dan batu ginjal.
Tabel 2. Kebutuhan Asupan Kalsium
3. Hindari merokok dan minum alkohol
88
4. Hindari mengangkat barang-barang berat
5. Hindari defisiensi vitamin D à periksa 25(OH)D serum à bila ↓berikan
suplementasi vit D 400 iu/hari atau 800 iu/hari
6. Hindari peningkatan ekskresi kalium lewat ginjal à membatasi asupan natrium
sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan resorpsi kalsium di tubulus ginjal
7. Bila ekskresi kalsium urine > 300 mg/hari à berikan diuretik tiazid dosis rendah
(HCT 25 mg/hari)
Edukasi
Menghindari mengangkat sesuatu/ barang yang berat
Menghindari jatuh dengan menghindari lantai licin, alas kaki licin, tangga yang
curam, dan penerangan ruangan yang redup. Bila ada gangguan penglihatan harus
dikoreksi (misalnya dengan kacamata), penggunaan tongkat saat berjalan, penggunaan
pegangan tangan di kamar mandi, penggunaan kloset duduk.
Postur: menghindari postur yang bungkuk, harus tegak, dapat dibantu dengan korset.
Olahraga: awalnya tanpa beban kemudian bertahap diberikan beban sesuai toleransi.
Latihan pembebanan harus dalam pengawasan dokter SpKFR (Spesialis Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi) atau SpKO (Kedokteran Olahraga).
- Latihan keseimbangan.
- Latihan kelenturan
H. Pencegahan
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda maupun
masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis, yaitu:
Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan
mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin D setiap hari,
bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumya tidak
mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang
dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk
lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari
yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.
Kelompok populasi Jumlah (mg/ hari)
89
Anak-anak dan remaja (2-24 tahun)Pria diatas 24 tahunWanita usia 24 tahun hingga menopause Wanita hamil atau menyusuiWanita pasca menopauseWanita yang menjalani terapi estrogen
12001000 1000 1600 1500 1000
Tabel 2. Kebutuhan kalsium sesuai umur (Lane, 2001)
Paparan sinar matahari
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah dibawah sinar
matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi
hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh
menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa
tulang (Ernawati, 2008).
Melakukan olahraga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi
sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga beban misalnya
senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang teratur merupakan upaya
pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban
yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya
dengan teratur dan benar.
Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah sebagai
berikut:
- Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan pembebanan
pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah tulang punggung
karena ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu menahan beban
tersebut. Hindari latihan berupa lompatan, senam aerobik dan joging.
- Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepan dengan
punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat mengakibatkan cedera
ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan sit up, meraih jari kaki, dan
lain-lain.
90
- Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki kesamping
atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko patah tulang,
karena tulang panggul dalam kondisi lemah.
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis :
Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam selama 50
menit, lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk mempertahankan
kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk
jantung dan paru-paru.
Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat ”dumbble” kecil
untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.
Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.
Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan dengan
duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat menguatkan otot-otot
yang menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi kemungkinan bengkok,
sekaligus memperkuat punggung.
Pola makan, kurangi alkohol, kopi dan hentikan merokok
Pola makan yang seimbang dengan makanan kaya vitamin dan mineral penting dalam
masa pertumbuhan untuk membangun tulang yang kuat dan untuk mencapai puncak masa
tulang yang tinggi, sedangkan konsumsi alkohol yang berlebihan mempercepat
berkurangnya masa tulang dan merokok selain merusak tulang juga tidak memiliki efek
positif apapun dan harus dihentikan sepenuhnya. Sedangkan kopi diduga meningkatkan
pembuangan kalsium melalui urin.
Konsultasi dengan petugas kesehatan
Konsultasi dengan petugas kesehatan profesional mengenai osteoporosis yang
diderita akan membantu kita lebih mengerti tentang risiko, pencegahan dan pilihan
pengobatan dari osteoporosis.
VII. Kesimpulan
Ny. Ani, 72 tahun mengalami nyeri punggung bawah, kesulitan berjalan, serta memakai
baju karena osteoporosis pasca menopause serta usia tua.
91
DAFTAR PUSTAKA
Snell, Richard S. 1997. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-5.
Terjemahan Asli Jan Tambayong. Jakarta: EGC.
Nadhlifah, Ade Irma. 2012. Biomekanik SPINE. Disajikan dalam Kuliah Biomekanik dan
Kinesiologi, Universitas Pekalongan, 6 Juni.
Appley AG,Solomon L.: Appleys System of Orthopaedics and Fractures. 8th Ed. Oxford.
Butterworh-Heinemann. 2001,.105-116
Kemp, Walter, Burn, Dennis K, Brown, Travis G. The Big Picture McGraw-Hills. 2007
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchelle. Robbins basic pathology. 8th ed.
(http://emedicine.medscape.com/article/330598-workup#aw2aab6b5b3)
Rasjad Chairuddin, MD, Ph.D. Pengantar Ilmu bedah orthopedic. 3rd ed. Jakarta. Yarsif
Watampone. 2007,.185-188
Robert B. Salter.. Generalized and Disseminate Disorder of Bone: Textbook of Disorders
and Injuries of the Musculoskeletal System. 3rd Ed. Baltimore Lippincott
Williams&Wilkins. 1999 ,. 183-193
92
Sherwood, Lauralee. Human Physiology From Cell to System. 7 th ed. Canada. Yolanda
Cossio. 2010,.726-738
WEBMD, 2011. Osteoporosis-Medication. Available at: (http://www.webmd.com/
osteoporosis/tc/osteoporosis-medications17)
Karolina, M. S. (2009). Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan Osteoporosis Pada Lansia.
Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14298/1/09E02386.pdf
Pada tanggal 30 November Pukul 17.00.
93