law aspec of compensation of transboundary oil and …

13
Vol. 2(1) Februari 2018, pp. 175-187 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6885 (online) 175 ASPEK HUKUM TERHADAP GANTI RUGI PENCEMARAN MIGAS LINTAS BATAS YANG DISEBABKAN OLEH OFFSHORE ACTIVIES (Suatu Tinjauan Dari Perspektif Hukum Lingkungan Internasional) LAW ASPEC OF COMPENSATION OF TRANSBOUNDARY OIL AND GAS POLLUTION CAUSED BY OFFSHORE ACTIVITIES (The Perspective Of International Environmental Law) Arfi Fazrian Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111 Nurdin Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111 Abstract - Polluter Pay’s Principle, which ones of principle of compensation in international environmental law, exploitation oil and gas activities on offshore areas would be damage not only the jurisdiction of the sea areas belong to coastal states but also spread to jurisdiction of other coastal states. So that, the states which exposed damage are involving compensation to remedy the environment of the sea that tainted. The wrote Thesis has aimed to know and to explain concerning regulations and mechanism toward compensation of transboundary oil and gas pollution caused by offshore activity based on International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Cooperation 1990. Convention on Civil Compensation for Oil Pollution Damage Resulting from Exploration and Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977. Convention on Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context 2001 and regulations in Indonesia. In order to obtain data in this wrote Thesis has been doing library research. That is to learn and to analyze the Conventions, the Regulations, text books, news paper, journal and any literate have related to this Thesis. The resulted of this Thesis explaining the regulations toward compensation of transboundary oil and gas pollution caused by offshore activities have not been be regulated definitely, because the regulations have not yet entry into force. But, The parties that wanted compensation are operator from offshore installation, whereas the claim could be propose when the activity to repair of marine environment tried to be done and together with party of origin to do study about Environmental Impact Assessment. Mechanism for giving compensation could be done with two ways, through insurance of environment and special body in this case is OPOL Association Limited. Based on the explanation, recommended to any states are studying exhaustive and doing the convention related transboundary oil and gas pollution caused by offshore Activities. Furthermore, recommended to Indonesian government is doing regional cooperation with ASEAN Countries, Asia Pacific and Australia and also ratify Espoo Convention. Keywords: Law Aspec, Compensation, Transboundary PENDAHULUAN Ganti rugi pada dasarnya merupakan pertanggung jawaban yang dilakukan oleh pihak yang telah merugikan pihak lain. Ganti rugi sangat diperlukan dalam hal permasalahan pencemaran lingkungan, sehingga lahirlah konsep ganti rugi mutlak (strict liability) yang pada dasarnya bukan mengatur ganti rugi yang timbul antar pribadi-pribadi hukum, melainkan para pihak yang mencemari lingkungan dan dalam hal ini adalah lingkungan laut. 1 Potensi sumber daya laut yang kemudian banyak menimbulkan masalah secara global adalah pemanfaatan laut sebagai tempat melakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Permasalahan terbesar merupakan pencemaran lingkungan laut akibat hasil 1 Komar Kantaatmadja, Ganti Rugi Internasional Pencemaran Minyak di Laut, Bandung: Alumni, 1982, hlm. 6

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Vol. 2(1) Februari 2018, pp. 175-187

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6885 (online)

175

ASPEK HUKUM TERHADAP GANTI RUGI PENCEMARAN MIGAS LINTAS

BATAS YANG DISEBABKAN OLEH OFFSHORE ACTIVIES

(Suatu Tinjauan Dari Perspektif Hukum Lingkungan Internasional)

LAW ASPEC OF COMPENSATION OF TRANSBOUNDARY OIL AND GAS

POLLUTION CAUSED BY OFFSHORE ACTIVITIES

(The Perspective Of International Environmental Law)

Arfi Fazrian

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Nurdin

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Abstract - Polluter Pay’s Principle, which ones of principle of compensation in international environmental

law, exploitation oil and gas activities on offshore areas would be damage not only the jurisdiction of the sea

areas belong to coastal states but also spread to jurisdiction of other coastal states. So that, the states which

exposed damage are involving compensation to remedy the environment of the sea that tainted. The wrote

Thesis has aimed to know and to explain concerning regulations and mechanism toward compensation of

transboundary oil and gas pollution caused by offshore activity based on International Convention on Oil

Pollution Preparedness, Response and Cooperation 1990. Convention on Civil Compensation for Oil Pollution

Damage Resulting from Exploration and Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977. Convention on

Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context 2001 and regulations in Indonesia. In order to

obtain data in this wrote Thesis has been doing library research. That is to learn and to analyze the

Conventions, the Regulations, text books, news paper, journal and any literate have related to this Thesis. The

resulted of this Thesis explaining the regulations toward compensation of transboundary oil and gas pollution

caused by offshore activities have not been be regulated definitely, because the regulations have not yet entry

into force. But, The parties that wanted compensation are operator from offshore installation, whereas the claim

could be propose when the activity to repair of marine environment tried to be done and together with party of

origin to do study about Environmental Impact Assessment. Mechanism for giving compensation could be done

with two ways, through insurance of environment and special body in this case is OPOL Association Limited.

Based on the explanation, recommended to any states are studying exhaustive and doing the convention related

transboundary oil and gas pollution caused by offshore Activities. Furthermore, recommended to Indonesian

government is doing regional cooperation with ASEAN Countries, Asia Pacific and Australia and also ratify

Espoo Convention.

Keywords: Law Aspec, Compensation, Transboundary

PENDAHULUAN

Ganti rugi pada dasarnya merupakan pertanggung jawaban yang dilakukan oleh pihak

yang telah merugikan pihak lain. Ganti rugi sangat diperlukan dalam hal permasalahan

pencemaran lingkungan, sehingga lahirlah konsep ganti rugi mutlak (strict liability) yang

pada dasarnya bukan mengatur ganti rugi yang timbul antar pribadi-pribadi hukum,

melainkan para pihak yang mencemari lingkungan dan dalam hal ini adalah lingkungan laut.1

Potensi sumber daya laut yang kemudian banyak menimbulkan masalah secara global

adalah pemanfaatan laut sebagai tempat melakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan

gas bumi. Permasalahan terbesar merupakan pencemaran lingkungan laut akibat hasil

1 Komar Kantaatmadja, Ganti Rugi Internasional Pencemaran Minyak di Laut, Bandung: Alumni, 1982,

hlm. 6

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 176

Arfi Fazrian, Nurdin

penambangan yang dapat berupa pembuangan limbah hasil olahan ataupun adanya

kecelakaan yang terjadi dalam kegiatan penambangan minyak dan gas bumi, sehingga

tercemarnya laut dan rusaknya ekosistem laut.

Melakukan eksplorasi dan eksploitasi bawah laut atau tanah di bawahnya bagi setiap

negara pantai memiliki legalitas yang sah. Hal ini sesuai dengan aturan yang terdapat dalam

Pasal 77 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982). Bahwa setiap

negara pantai memiliki hak eksklusif dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber

daya laut di landas kontinen yang berupa kekayaan mineral, kekayaan non-hayati atau

organisme sedenter.

Kasus pencemaran yang diakibatkan dari kegiatan penambangan di lepas pantai akan

sering terjadi seiring dengan kegiatan eksploitasi migas. Sehingga diperlukan pengaturan

hukum yang memadai, dalam konteks ini adalah hukum lingkungan.2 Agar terdapat batasan-

batasan dan aturan dalam menjaga lingkungan, maka setiap negara wajib mematuhi prinsip

Good Neighborliness atau ‘sic utere tuo, ut alienum non laedas, dan juga peraturan-peraturan

terkait.3

Konvensi-konvensi yang mengatur permasalahan pencemaran minyak lintas batas

akibat offshore Activities.4 Konvensi-konvensi tersebut antara lain, International Convention

on Oil Pollution Preparedness, Response and Coorporation 1990 (CPPRC). Merupakan

konvensi yang pada dasarnya mengatur pencemaran dalam hal kesiapsiagaan, respon dan

kerjasama dalam pencemaran lingkungan laut yang berasal dari laut.5

Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting from Exploration

and Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977 (CLCEE). Konvensi yang dilakukan di

London ini berfokus pada pencemaran lingkungan yang terjadi di laut akibat offshore

Activities terlebih khusus akibat offshore installations. Dan juga terdapat Convention on

Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context 2001.

Adapun permasalahan yang diteliti dan dibahas adalah:

2 Adji Sumekto, Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009,

hlm. 117. 3 Marsudi Triamodjo, Anatomi Hukum Lingkungan Internasional: Sistem Generik Penyangga Kehidupan

Umat Manusia, Mimbar Hukum 34 (2), Yogyakarta: FH UGM, 2000, hlm. 136. 4 Lyons, Youna, Transboundary Pollution from Offshore Oil and Gas Activities in the Seas of Southeast

Asia, Centre For Internastional Law, 2012, hlm. 11. Dapat dilihat di http://cil.nus.edu.sg/wp/wp-

content/uploads/2010/08/YounaLyons-Transboundary-Pollution-From-Offshore-Platforms.pdf. 5 Oktoriana Saleh, Pencemaran Laut Oleh Ladang Minyak Montara: responsibility and liability, Opinio

Juris vol. 01 Jan-Mar 2010, hlm. 3.

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 177

Arfi Fazrian, Nurdin

1. Bagaimanakah pengaturan nasional dan internasional terhadap ganti rugi pencemaran

migas lintas batas yang disebabkan oleh offshore Activities?

2. Bagaimana mekanisme dan tatacara mengenai ganti rugi akibat pencemaran migas

lintas batas yang disebabkan oleh offshore Activities?

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian dan Jenis Pendekatan

Jenis penelitian dan pendekatan dalam penelitian ini adalah normative legal

reasearch, 6 yaitu jenis pendekatan penelitian yang menjelaskan mengani norma-

norma yang mengatur, dalam hal ini khususnya aturan terkait pencemaran migas

lintas batas akibat offshore activities. Metode penelitian hukum normatif adalah

metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.7 Metode ini melakukan pengumpulan

data melalui cara library research yaitu, dengan mencari berbagai informasi baik

berita analisis, konsep-konsep hasil pemikiran para ahli yang dimuat dalam buku-

buku, jurnal, dan karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Tahap Penelitian dan Sumber Data

Sesuai dengan tipe penelitian ini yaitu, menggunakan penelitian hukum

normatif. Maka, tahapan penelitian dalam penulisan ini meniliti kepada bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri

dari:8

a. Peraturan nasional Indonesia.

b. Konvensi-konvensi Internasional (Perjanjian Internasional);

c. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum kebiasaan internasional;

d. Prinsip Hukum Umum Internasional yang diakui oleh negara beradab.

e. Yurisprudensi.

Bahan hukum sekunder yaitu, bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti buku-buku, jurnal, tulisan-tulisan ilmiah serta berbagai

6 Soetandyo Wignjosoebroto, Penelitian Hukum: Sebuah Tipologi, Makalah Masyarakat Indonesia,

Tahun ke-1 No.2, 1974, hlm. 92-94. 7Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2009, hlm. 13–14. 8Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Gravindo Persada, 2004,

hlm. 31.

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 178

Arfi Fazrian, Nurdin

bahan bacaan lainnya yang diperoleh melalui media elektronik, baik dari dalam atau

luar negeri dan berhubungan dengan penelitian ini.

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus

hukum, kamus Black’s Law Dictionary, kamus bahasa Indonesia dan ensiklopedia.

Sedangkan dalam penelitian ini sumber-sumber yang digunakan adalah yang

berkaitan dengan asas-asas hukum bagi ketentuan-ketentuan internasional mengenai

ganti rugi pencemaran migas lintas batas, khususnya ketentuan dalam beberapa

peraturan, antara lain:

1) Peraturan Nasional Indonesia (Undang-Undang).

2) International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and

Coorporation 1990.

3) Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting from

Exploration and Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977.

4) Convention on Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context

2001.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pengaturan Ganti Rugi Akibat Pencemaran Migas Lintas Batas Di Laut

Law as a tool of social engineering merupakan suatu hal yang tepat untuk dijadikan

suatu pedoman untuk memahami fungsi dari hukum,9 karena adanya suatu peraturan akan

menguatkan keinginan yang diinginkan oleh pihak korban dan juga akan menjadi pedoman

bagi hakim untuk menentukan apa yang harus dilakukan. Sehingga tercapailah tujuan dari

hukum tersebut yaitu, kepastian, keadilan dan kemanfaatan.

Memahami ganti rugi yang terjadi akibat pencemaran migas lintas batas harus dilihat

dari segi yuridis baik secara nasional maupun internasional. Hal ini guna menjadi dasar bagi

suatu negara yang menjadi korban akibat pencemaran untuk melakukan tindakan-tindakan

yang dapat dilakukan secara hukum untuk mendapatkan haknya dan memperbaiki lingkungan

lautnya yang tercemar akibat kegiatan lepas pantai yang bersifat lintas batas. Berikut

merupakan legal framework mengenai pencemaran migas lintas batas:

9 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung: Alumni, 2006, hlm.

75.

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 179

Arfi Fazrian, Nurdin

Tabel. 1

Legal Framework of Transboundary Oil Pollution By Offshore Activities

General Provision

Specific Issues

Prevention

and Response

Asessment Liability and

Compensation

UNCLOS 1982 OPRC 1990 Espoo Convention 2001 CLCEE 1977

Special Agreement

Between States

OPOL 2016

National Regulations

2. Peraturan Nasional dan Internasional Tentang Ganti Akibat Pencemaran Minyak

Lintas Batas Di Laut

1. Peraturan Nasional

a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pelestarian

Lingkungan Hidup

Pencemaran dalam pandangan UUPPLH adalah masuk atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam

lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu

lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Demi mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka apabila terjadi suatu

pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan lepas pantai, UUPPLH

menekankan konsep ganti rugi dengan menggunakan prinsip polluter pays

principle dan menerapkan strict liability dalam pertanggung jawabannya.

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS 1982

Pencemaran (pollution of the marine environment) menurut Pasal 1

ayat (4) UNCLOS 1982 adalah dimasukkannya oleh manusia, secara langsung

atau tidak langsung, bahan atau energi ke dalam lingkungan laut, yang

mengakibatkan atau mungkin membawa kerusakan pada kekayaan hayati laut

dan kehidupan di laut, bahaya bagi kesehatan manusia, gangguan terhadap

kegiatan-kegiatan di laut termasuk penangkapan ikan dan penggunaan laut

yang sah lainnya, penurunan kualitas kegunaan air laut dan pengurangan

kenyamanan.

Terhadap pencemaran laut Pasal 192 UNCLOS 1982 mengatur bahwa

semua negara wajib untuk melindungi dan melestarikan lingkungan lautnya.

Dan terkait tindakan-tindakan untuk mencegah, mengurangi dan

mengendalikan pencemaran lingkungan laut diatur dalam Pasal 194.

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 180

Arfi Fazrian, Nurdin

c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEE

Pasal 11 menyatakan bahwa pencemaran yang dilakukan pada

lingkungan ZEE Indonesia dan menyebabkan kerusakan, maka pihak yang

mencemarkan wajib bertanggung jawab secara mutlak (strict liability). Ganti

rugi tersebut digunakan untuk memperbaiki lingkungan yang rusak akibat

pencemaran.

d. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan

Peraturan ini mengatur secara khusus mengenai laut, termasuk

pencemaran yang terjadi di laut wilayah Republik Indonesia. Menurut Pasal

52 undang-undang kelautan ini, pencemaran di laut berasal dari tiga sumber,

pencemaran yang asalnya dari darat, pencemaran yang berasal dari kegiatan

laut, dan pencemaran yang berasal dari udara.

Oleh karena itu, kegiatan penambangan minyak dan gas yang

dilakukan di laut, kemudian karena kegiatan tersebut terjadi pencemaran laut,

maka undang-undang ini telah mengakomodir dengan memasukan adanya

sumber pencemaran yang berasal dari laut.

2. International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Coorporation

1990

Kaitan antara konvensi ini dengan adanya ganti rugi pencemaran migas lintas

batas akibat kegiatan laut lepas tidaklah diatur secara siginifkan dan jelas. Melainkan,

konvensi ini menjadi suatu rujukan terhadap prosedur yang harus dilakukan oleh

pihak-pihak yang memiliki kaitan dengan offshore Activities, sehingga dapat dijadikan

suatu dasar dalam tuntutan kerugian yang akan diajukan oleh negara korban apabila

pihak yang terkait tidak melakukan tindakan-tindakan yang diatur dalam konvensi ini.

Tindakan-tindakan yang diatur dalam konvensi ini dan harus dilakukan oleh

pihak-pihak yang melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di laut lepas, antara

lain:

a. Melakukan kerjasama internasional, regional dan bilateral.

b. Memberikan laporan pencemaran kepada negara pantai yang terdekat dari

tempat terjadinya pencemaran dan juga melaporkan kejadian tersebut

kepada International Maritime Organization (IMO).

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 181

Arfi Fazrian, Nurdin

c. Setiap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di lepas pantai harus

memiliki rencana penanggulangan pencemaran (oil pollution emergency

plans).

d. Membentuk peraturan nasional yang mengatur khusus mengenai kegiatan

eksplorasi dan eksploitasi di laut, yang isinya wajib terdapat National

Contingency Plan, penentuan badan nasional yang berwenang dan

penanggung jawab operasi mulai dari persiapan, penanggulangan

pencemaran, pelaksanaan, pelaporan, dan permintaan bantuan yang

diperlukan.

e. Negara pantai tempat dilakukannya offshore Activities baik secara sendiri

ataupun kerjasama, harus mempersiapkan peralatan pencegahan

pencemaran.

f. Kerjasama dalam hal tekonologi dalam menanggulangi pencemaran yang

terjadi. Termasuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam

menjaga lingkungan yang terjadi.

g. Menjadikan “polluter pay’s principle” sebagai prinsip umum bagi hukum

lingkungan internasional.

3. Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting from

Exploration and Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977

Berdasarkan konvensi CLCEE ini, pollution damage yang dimaksud berfokus

pada dua hal, yaitu pencemaran yang diakibatkan dari sebuah insiden yang terjadi di

luar garis pantai namun, masih dalam kendali negara pantai dan wilayah teritorial laut

dari suatu negara yang mengalami kerusakan.10 Sehingga, dapat dipahami bahwa

konvensi ini juga mengatur adanya pencemaran lintas batas.

Pencemaran yang terjadi akibat offshore installation tersebut sangat

mempengaruhi kepada pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Berdasarkan

konvensi ini, pihak yang harus bertanggung jawab terhadap pencemaran tersebut

adala operator negara yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas di laut lepas

tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 konvensi.

10 Pasal 2, Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting from Exploration and

Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977.

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 182

Arfi Fazrian, Nurdin

4. Convention on Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context 2001

Pada dasarnya EIA (Environmental Impact Assessment) dibuat pada tahun

1991. Namun, pada tahun 2001 dilakukan amandemen dan mulai berlaku mulai 26

Agustus tahun 2014. Konvensi yang memang hanya berfokus kepada adanya

pencemaran lintas batas untuk dilakukannya assessment11 (penilaian/keterlibatan)

antara Party of Origin (negara pencemar)12 dan Affected Party (negara tercemar),13

sehingga pencemaran tersebut dapat diukur secara pasti dan data kerusakan serta

pencemaran yang terjadi antara party of origin dan affected party adalah sama,14

3. Mekanisme Ganti rugi Akibat Pencemaran Migas Lintas Batas di Laut

Melihat mekanisme ganti rugi pencemaran lingkungan laut pada umumnya, terdapat

dua mekanisme yang dapat dilakukan. Pertama, adalah dengan menggunakan mekanisme

tradisional berupa melakukan asuransi kecelakaan dan pencemaran lingkungan. Dan kedua,

adalah dengan membentuk badan khusus yang berfungsi untuk menangani permasalahan

ganti rugi pencemaran lingkungan laut, khususnya yang diakibatkan oleh offshore facility.15

Terkait pencemaran yang terjadi akibat offshore facility, telah ada suatu badan khusus

seperti halnya FUNDs, yaitu bernama OPOL (Offshore Pollution Liability Association

Limited) atau disebut OPOL Association. Merupakan badan industri minyak yang didirikan

sebagai perusahaan terbatas dengan jaminan yang mengelola dana tanggung jawab untuk

ganti rugi dengan skema OPOL agreement yang berpusat di Inggris dengan berfokus kepada

operator sebagai pihak yang bertanggung jawab dan dapat dimintai klaim ganti rugi dengan

syarat tunduk pada agreement yang berisikan ketentuan menjadi anggota, termasuk prosedur

standar dalam melakukan perbaikan terhadap kerusakan lingkungan dengan maksimal dana

reimburse saat ini US $ 250.000.000 + per kejadian.16

11 Di Indonesia disebut sebagai AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). 12 Pasal 1, Convention Environmental Impact Asessment in a Transboundary Context 2001. 13 Ibid. 14 UNECE, Introduction to Espoo Convention, https://www.unece.org/env/eia/eia.html, diakses pada 29

Maret 2017. 15 Michael Faure, A Shift Toward Alternative Compensation Mechanisms For Environmental Damage,

New York: Springer Wien, 2007, hlm. 74. 16 Clause IV- Remedial Measures and Pollution Damage Reimbursment and Compensation of Claims

Therefor, OPOL Agreement.

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 183

Arfi Fazrian, Nurdin

KESIMPULAN

Peraturan secara Internasional terkait ganti rugi akibat pencemaran migas lintas batas

sebenarnya telah lengkap, dimana pengaturan dari tahap awal telah diatur. Dimulai dari

prinsip-prinsip untuk mengantisipasi terjadinya pencemaran, kemudian cara penanganan,

perhitungan tingkat polusi, sampai kepada pemberian ganti rugi, telah ada dan terbuat secara

sistematis, seperti halnya demi mencegah adanya pencemaran migas lintas batas, setiap

negara perlu mengambil langkah-langkah dan tindakan sebagaimana diatur dalam

International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Coorporation

(CPPRC) 1990. Kemudian apabila pencemaran telah terjadi dan perlu adanya pengukuran

tingkat polusi (Impact Assessment), maka pengaturan tersebut telah diatur dalam Convention

on Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context (Espoo Convention) 2001.

Dan sebagai dasar hukum untuk negara yang menjadi korban pencemaran dalam meminta

ganti rugi diatur dalam Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting

from Exploration For and Exploitation of Seabed Mineral Reasources (CLCEE) 1977,

Namun, satu kelemahan terhadap konvensi-konvensi tersebut adalah belum adanya kekuatan

hukum (khusus untuk CLCEE) untuk berlaku.

Mekanisme pemberian ganti rugi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni melalui

asuransi lingkungan dan badan khusus yang dibentuk untuk memberikan ganti rugi apabila

terjadi pencemaran lintas batas, khususnya yang terjadi akibat offshore Activities. Di dunia

terdapat OPOL Association Limited yang khusus menenangani permasalahan ganti rugi

pencemaran migas akibat offshore Activities. Berpusat di London dan berlandasakan hukum

Offshore Pollution Libility (OPOL) Agreement 2016.

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti: Jakarta. 2010.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Gravindo Persada:

Jakarta. 2004.

Adji Sumekto, Negara dalam Dimensi Hukum Internasional, PT. Citra Aditya Bakti:

Bandung. 2009.

Alan Boyle, “Impact of International Law and Policy” dalam Environmental Regulation and

Economic Growth, Clarendon Press: Oxford. 1994.

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 184

Arfi Fazrian, Nurdin

Alexander Kiss & Dinah Shelton , International Enviromental Law, Martinus Nijhoff

Publisher. 2007.

Andri G. WIbisana, Prinsip-Prinsip Hukum Lingkungan, FH UI: Jakarta. 2014.

Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,

Alumni: Bandung. 2001.

Esmaili, Hossain, The Legal Regime of Offshore Oil Rigs in International Law, Ashgate

Dartmouth: Aldershot. 2001.

Gavouneli, Maria, Pollution from Offshore Installations, Graham & Trotman Press: London.

1995.

Harald Hohmann, Precautionary Legal Duties and Principles of Modern International

Environmental Law: The precautionary principle: International Environmental Law

between Exploitation and Protection, Graham & Trotman: London. 1994.

Ida Bagus Wiyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Prespektif Bisnis Internasional,

Refika Aditama: Bandung. 2003.

Jack, Jacobs. A new look at environmental impact assessments: using customary law to

prevent domestic and transboundary environmental damage, Edward Elgar Publishing

Limited: UK. 2008.

Komar Kantaatmadja, Ganti Rugi Internasional Pencemaran Minyak di Laut, Alumni:

Bandung. 1982.

________, Beberapa Masalah Sekitar Ganti Rugi Polusi Minyak di Laut, Lembaga Penelitian

Hukum FH UNPAD: Bandung. 1977.

Martens, E.W. A Literature Review of the Biological Impact of Oil Spil in Marine Waters,

National Academy of Science: Washington DC. 1973.

Mochtar Kusumaatmadja, Bunga Rampai Hukum Laut, Bina Cipta: Jakarta. 1978.

_________, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni: Bandung. 2006.

Michael Mason, Transnational Compensation for Oil Pollution Damage: Examining

Changing Spatialities of Environmental Liability, Department of Geography and

Environment, London School of Economics: London.

Michael Faure, A Shift Toward Alternative Compensation Mechanisms for Environmental

Damage, Springer Wien: New York. 2007.

N.H.T. Siahaan, Ekologi Pembangunan Dan Hukum Tata Lingkungan, Erlangga: Jakarta.

1987.

Philippe Sands, Principles of International Evironmental Law, Manchester University Press:

England. 1995.

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 185

Arfi Fazrian, Nurdin

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. 2009.

Subekti, cet. Ke-32 Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa. 2005.

Taverne, Bernard, Petroleum, Industry and Governments: A study of the Involvement of

Industry and Governments in the Production and Use of Petroleum, Second Edition,

Kluwer Law International B.V: The Netherlands. 2008.

WCED, Our Common Future, Oxford University Press: Oxford. 1987.

B. JURNAL Aili Zong, Liability Regime Concerning The Oil Pollution Rising From Offshore Facilities,

Oslo University, Thesis Master of Law. 2016.

Australia Government, Final Montara Inquairy Report, 2011.

BPHN Departemen Hukum dan Ham RI, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional

Bidang Lingkungan Hidup, Jakarta: Kemenkumham, 2007.

Purwatinigsih dan Masykur, Eksplorasi dan Eksploitasi Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

di Laut Natuna Bagian Utara Laut Yurisdiksi Nasional Untuk Meningkatkan

Kesejahteraan masyarakat di Kepulauan Natuna., Jurnal Reformasi, Volume 2, Nomor

2, Juli – Desember 2012.

Alfa, Lintin, Dkk, Perhitungan Biaya Kerugian Akibat Tumpahan Minyak Montara di Pesisir

Nusa Tenggara Timur, ITS, Surabaya.

Daniel B. Shilliday, Contractual Risk-Shifting In Offshore Energy Operations, Tulane Law

Review, Volume 81, Numbers 5 & 6, June 2007.

Denis V. Rodin, Offshore transboundary petroleum deposits: cooperation as a customary

obligation, Small Master’s Thesis Masters of Laws in Law of the Sea University of

Troms , 2011.

De Sadeleer, Nicolas Michel, The Polluter-Pays Principle in EU Law - Bold Case Law and

Poor Harmonisation (2012).

Harjasoemantri, Koesnadi. 1998. Strict Liability (Tanggung Jawab Mutlak). Paper presented

at the Lokakarya Legal Standing & Class Action, Hotel Kartika Chandra, Jakarta.

Laura Siahainena , Pencemaran Laut Dampak dan Penaggulangannya, Makalah Falsafah

Sains Program, Pasca Sarjana Institute Pertanian Bogor, 2001.

Lyons, Youna, Transboundary Pollution from Offshore Oil and Gas Activities in the Seas of

Southeast Asia. Centre for Internastional Law. 2012.

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 186

Arfi Fazrian, Nurdin

Marsudi Triamodjo, Anatomi Hukum Lingkungan Internasional: Sistem Generik Penyangga

Kehidupan Umat Manusia, Mimbar Hukum 34 (2), FH UGM, Yogyakarta, 2000.

M. AJiesatria, Pengalaman DIplomasi Indonesia Dalam Sengketa Tumpahan Minyak

Montara Dan Kebutuhan Hukum Regional ASEAN, Jurnal Opinio Juris, Vol. 18 Mei-

September 2015.

OECD, Liability for Environmental Damage In Eastern Europe, Caucasus and Central Asia,

2012.

Oktoriana Saleh, Pencemaran Laut Oleh Ladang Minyak Montara: responsibility and

liability, Opinio Juris vol. 01 Jan-Mar 2010.

Oluf Langhelle, Sustainable Development and Social Justice: Expanding the Rawlsian

Framework of Global Justice, Environmental Values, Vol. 9, 2000.

Sciculina, Nikita, A Legal Discussion On Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting

From Offshore Oil Rigs In the Light of the Recent Deepwater Horizon Incident,

UNEP, ATHENS, 2013.

Soetandyo Wignjosoebroto, Penelitian Hukum : Sebuah Tipologi, Makalah Masyarakat

Indonesia, Tahun ke-1 No.2, 1974.

Tridoyo Kusumastanto, Pemberdayaan Sumberdaya Kelautan, perikanan dan Perhubungan

Laut Dalam Abad XXI, Ekonomi Kelautan- IPB, Bogor.

World Energy Council, Marine Energy, 2013.

C. INTERNET

Australia, Final Government Response to the Report of the Montara Comission of Inquiry,

http://www.ag.gov.au/cca. diakses pada 10 Maret 2017.

CIDES Indonesia, Kasus Montara dan Good Governance, http://cidesindonesia.org/?p=48.

Diakses pada 6 September 2016.

Departemen Pengelolaan Devisa, METADATA,

http://www.bi.go.id/id/statistik/metadata/seki/documents/21metadata_cad_v_indonesi

aupdate.pdf , diakses pada 27 Maret 2017.

ESDM, PTTEP Ganti Rugi Warga US$ 5 Juta, Pencemaran Laut Timur,

http://www.migas.esdm.go.id/tracking/beritakemigasan/detil/257425/PTTEP-Ganti-

Rugi-Warga-US$-5-Juta-Pencemaran-Laut-Timor. diakses pada 8 Maret 2017.

OECD, principle concerning transfrontier pollution.

http://acts.oecd.org/Instruments/ShowInstrumentView.aspx?InstrumentID=23&Instru

mentPID=21&Lang=en&Book=False. Diakses pada 8 Maret 2016.

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 187

Arfi Fazrian, Nurdin

SKK MIgas, Mengelola Migas Untuk Kepentingan Bangsa,

http://www.skkmigas.go.id/mengelola-migas-untuk-kepentingan-bangsa. diakses pada

16 Oktober 2016.

UNECE, Introduction to Espoo Convention, https://www.unece.org/env/eia/eia.html, diakses

pada 29 Maret 2017.

D. REGULASI INTERNASIONAL

Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting from Exploration and

Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977.

Convention on Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context 2001.

Draft Responsibility of States for Internationally Wrongful Act. International Law

Commission.

International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage (CLC).

The International Oil Pollution Compensation (IOPC) Funds 1992.

International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Coorporation 1990.

UNECE, Guidence on the Practical Application of the Espoo Convention.

United Nations Convention on The Law of The Sea 1982.

E. PENGATURAN REGULASI NASIONAL

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

Offshore Pollution Liability (OPOL) 2016.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan

Hidup.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS 1982.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEE.