lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../2014/08/dr.-drs-sumari-m.si_artikel.docx · web view1. 1. optimasi...

16
1 OPTIMASI SUHU DAN WAKTU HIDROLISIS SELULOSA UNTUK MEMPEROLEH OLIGOSAKARIDA MENGGUNAKAN METODE HIDROTERMAL DENGAN PRETREATMENT ULTRASONIK Sumar i Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang Email: s u m a r i _u m @ y a h oo. c o m Abstra ct The aim of this study is to optimize ultrasound and hydrolysis treatment to produce oligosaccharide and/or glucose. Slurry of 1 % (w/v) the cellulose was sonicated at different time periods and temperatures. We proved that ultrasound damages and fragments the cellulose particles into shorter fibers. The fiber lengths were reduced from in the range of 80-120 µm to 30- 50 µm due to an hour ultrasonication. The acoustic cavitation also generated a decrease in particle size, crystallinity, and crystallite size of the cellulose along with increasing sonication time. However, the highest reduction of particle size, crystallite size, and crystallinity of the cellulose occurred within the first hour of ultrasonication, after which the efficiency was decreased. The particle diameter, crystallite size, and crystallinity were decreased from 19.88 µm to 15.96 µm, 5.81 Å to 2.98 Å, and 77.7% to 73.9% respectively due to an hour ultrasound treatment at 40 °C. Ultrasonic pretreatment made the cellulose more susceptible to be hydrolyzed. The highest yield of oligosaccharides was 6.81% obtained when hydrolysis was carried out at a temperature of 340 C for 15 seconds and glucose was 33.6 % obtained when it was performed at a temperature of 300 C for 15 seconds. Keywords: glucose, oligosaccharide, microcrystalline cellulose, ultrasonication 1. PENDAHULUAN Oligosakarida merupakan senyawa prebiotik yang berperan sangat penting untuk kesehatan. Senyawa ini dapat mendukung bakteri dalam kolon memproduksi bahan farmasi Short-Chain Fatty Acids (SCFAs) yang dapat memberikan proteksi jaringan kolon dari kanker dan radang usus besar. Selain itu, adanya oligosakarida mikroba dalam kolon dapat memproduksi vitamin B complex (B1,

Upload: others

Post on 14-Nov-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../2014/08/Dr.-Drs-SUMARI-M.Si_artikel.docx · Web view1. 1. OPTIMASI SUHU DAN WAKTU HIDROLISIS SELULOSA UNTUK MEMPEROLEH OLIGOSAKARIDA MENGGUNAKAN METODE

1

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU HIDROLISIS SELULOSA UNTUK MEMPEROLEH OLIGOSAKARIDA MENGGUNAKAN METODE

HIDROTERMAL DENGAN PRETREATMENT ULTRASONIK

SumariFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang

Email: s u mar i_u m@ ya hoo. co m

Abstract

The aim of this study is to optimize ultrasound and hydrolysis treatment to produce oligosaccharide and/or glucose. Slurry of 1 % (w/v) the cellulose was sonicated at different time periods and temperatures. We proved that ultrasound damages and fragments the cellulose particles into shorter fibers. The fiber lengths were reduced from in the range of 80-120 µm to 30-50 µm due to an hour ultrasonication. The acoustic cavitation also generated a decrease in particle size, crystallinity, and crystallite size of the cellulose along with increasing sonication time. However, the highest reduction of particle size, crystallite size, and crystallinity of the cellulose occurred within the first hour of ultrasonication, after which the efficiency was decreased. The particle diameter, crystallite size, and crystallinity were decreased from 19.88 µm to 15.96 µm, 5.81 Å to 2.98 Å, and 77.7% to 73.9% respectively due to an hour ultrasound treatment at 40 °C. Ultrasonic pretreatment made the cellulose more susceptible to be hydrolyzed. The highest yield of oligosaccharides was 6.81% obtained when hydrolysis was carried out at a temperature of 340 ◦C for 15 seconds and glucose was 33.6 % obtained when it was performed at a temperature of 300 ◦C for 15 seconds.

Keywords: glucose, oligosaccharide, microcrystalline cellulose, ultrasonication1. PENDAHULUAN

Oligosakarida merupakan senyawaprebiotik yang berperan sangat penting untuk kesehatan. Senyawa ini dapat mendukungbakteri dalam kolon memproduksi bahanfarmasi Short-Chain Fatty Acids (SCFAs) yang dapat memberikan proteksi jaringan kolon dari kanker dan radang usus besar. Selain itu, adanya oligosakarida mikroba dalam kolon dapat memproduksi vitamin B complex (B1, B2, B6 and B12), asam nicotinat, dan asam folat. Beberapa bakteri utama dalam kolon yang memanfaatkan oligosakarida antara lain Bacteroides, Eubacteria, Bifidobacteria, Clostridia, dan Lactobacilli (Mussato and Mancilha, 2007; Rivero and Santamaria, 2001; Qiang dkk,2009). Permintaan oligosakarida yang

semakin banyak menyebabkan semakin banyak perusahaan memproduksi oligosakarida secara komersial baik di asia, amerika, dan eropa. Sebagai contoh Morinaga milk industry (japan) dan Solvay (Jerman) memproduksi lactulose, Borculo whey product (Belanda) memproduksi Galakto- oligosakarida, Golden Technology (USA) memproduksi fructo-oligosakarida, Nihon Shokuhin Kako (Japan) memproduksi malto- oligosakarida, Suntory (japan) memproduksi xylo-oligosakarida dan lain-lain (Crittenden and Playne, 1996). Sementara itu, di Indonesia beberapa contoh industry susu juga telah memanfaatkan oligosakarida berbagai merk susu balita. Tetapi masalahnya adalah bahan baku produksi oligosakarida yang digunakan saat ini adalah starch, laktosa, dan

Page 2: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../2014/08/Dr.-Drs-SUMARI-M.Si_artikel.docx · Web view1. 1. OPTIMASI SUHU DAN WAKTU HIDROLISIS SELULOSA UNTUK MEMPEROLEH OLIGOSAKARIDA MENGGUNAKAN METODE

2

sukrosa. Penggunaan bahan baku tersebut yang semakin besar dianggap bisa menimbulkan masalah baru karena berkompetisi dengan makanan pokok dan harganya masih mahal. Selulosa merupakan biopolymer terbarukan yang keberadaannya sangat melimpah. Selulosa tersusun atas monomer glukosa sehingga memungkinkan untuk didegradasi menjadi oligosakarida sehingga mendorong para ahli/peneliti untuk melakukan penelitian produksi oligosakarida menggunakan bahan baku selulosa. Hal ini karena selain tidak berkompetisi dengan makanan pokok dimungkinkan biaya produksi bisa direndahkan lagi. Salah satu metode yang banyak dikembangkan untuk memperoleh oligosakarida dari selulosa adalah metode hidrotermal (Minowa dkk, 1998; Sasaki dkk,1998; Ehara dan Saka, 2005; Kamio dkk,2008; Zhao dkk, 2009). Metode ini memiliki kelebihan ramah lingkungan, prosesnya cepat, dan produk dapat lebih dipastikan memenuhi kriteria food grade karena pereaksinya hanya air. Tetapi kendalanya adalah proses hidrotermal yang saat ini dikembangkan beroperasi pada tekanan dan suhu tinggi serta yield masih rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan rekayasa untuk mempermudah proses tersebut. Penelitian yang akan dilakukan ini ingin mengembangkan metode yang dilakukan Zhao dkk (2009) yang menggunakan metode hidrotermal dengan yield tertinggi diperoleh ketika kondisi operasi pada tekanan 25 MPa (250 atm) dan suhu 380 °C yakni 34,9% oligosakarida da% glukosa. Pada penelitian yang akan dilakukan, struktur selulosa dicoba untuk dibongkar terlebih dahulu dengan pretreatment ultrasonic baru kemudian dilakukan hidrolisis. Hal ini didasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ultrasonik polimer mampu menurunkan viskositas intrinsic atau berat molekulnya (Zhou dkk, 1997; Ostlund and Striegel, 2008, Mohod and Gogate, 2010; Goodwin, 2010). Dengan demikian pretreatment ultrasonik diharapkan dapat meningkatkan efektivitas proses dan mempermudah dan mempercepat reaksi hidrolisis serta diperoleh yield yang lebih tinggi.

2. METODE PENELITIANLangkah pertama penelitian ini adalah

optimasi sonikasi kemudian dilanjutkan dengan hidrolisis sampel baik dengan atau tanpa pretreatment sonikasi menggunakan metode hidrotermal. Sampel penelitian adalah selulosa yang diperoleh dari Asahi Kasei Chemicals Corp dan air yang bertindak sebagai pelarut dan sekaligus reaktan. Perlakuan sonikasi dilakukan pada variasi waktu dan suhu. Efek sonikasi pada sampel dianalisis menggunakan SEM untuk melihat perubahan morfologinya, particle size analizer (PSA) untuk melihat perubahan ukuran partikelnya, dan analisis XRD untuk melihat perubahan kristalinitas dan ukuran kristalitnya sebelum dan sesudah sonikasi. Sampel dengan sonikasi optimal dihidrolisis menggunakan metode hidrotermal. Hidrolisis dilakukan dengan cara sejumlah sampel selulosa dimasukkan dalam reaktor stainless steel. Gas nitrogen (UHP) dialirkan untuk menaikkan tekanan dalam reaktor sesuai variabel yang ditentukan. Reaktor kemudian dimasukkan dalam band heater yang telah diisolasi kemudian dipanaskan hingga suhu dan waktu yang telah diatur pada variabel penelitian. Setelah proses hidrolisis dilakukan, produk dikeluarkan dari reaktor dan disimpan dalam botol sampel. Selanjutnya setiap produk hidrolisis dianalisis dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) untuk ditentukan yield glukosa dan/atau oligosakarida yang dihasilkan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis MorfologiGambar SEM menunjukkan morfologi

sampel secara mikro dimana dapat dilhat bentuk dan ukuran dari partikel selulosa.Gambar SEM selulosa non-ultrasonikasi danyang mendapatkan treatment ultrasonikasi selama 1 dan 5 jam pada suhu 40oC ditunjukkan oleh Gambar 8. Hasil scanning tersebut bahwa ultrasonikasi dapat menyebabkan partikel selulosa semakin kecil. Ukuran fiber semakin kecil. Panjang fiber Misal, ukuran partikel awal tanpa sonikasi sekitar 120 mikrometer berkurang menjadi sekitar 30-50 mikrometer setelah sonikasi 1

Page 3: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../2014/08/Dr.-Drs-SUMARI-M.Si_artikel.docx · Web view1. 1. OPTIMASI SUHU DAN WAKTU HIDROLISIS SELULOSA UNTUK MEMPEROLEH OLIGOSAKARIDA MENGGUNAKAN METODE

3

jam dan menjadi 20-30 mikrometer setelah 5 jam. (c)

(a)

(b)

Gambar 8. Hasil SEM selulosa (a) non- sonikasi, (b) setelah sonikasi pada suhu 40oC selama 1 jam, dan (c) setelah sonikasi pada suhu 40oC selama 5 jam.

Efek yang mirip juga ditunjukkan pada hasil treatment ultrasonik yang dilakukan pada suhu 60oC (Gambar 9). Terjadinya penurunan ukuran partikel selulosa dapat terjadi karena sonikasi menghasilkan energi lokal yang besar akibat efek dari kavitasi. Besarnya energi tersebut sebanding dengan banyaknya intensitas gelembung yang pecah saat kavitasi. Oleh karena itu, energi kavitasi ini dapat menyebabkan destruksi pada struktur material selulosa. Efek yang ditimbulkan adalah semakin lama partikel selulosa mendapatkan radiasi ultrasonik menjadikan semakin besar pula destruksi yang ditimbulkan. Hal ini dipahami karena semakin lama sonikasi maka energi kavitasi yang menghantam partikel juga semakin besar.

Page 4: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../2014/08/Dr.-Drs-SUMARI-M.Si_artikel.docx · Web view1. 1. OPTIMASI SUHU DAN WAKTU HIDROLISIS SELULOSA UNTUK MEMPEROLEH OLIGOSAKARIDA MENGGUNAKAN METODE

4

(a)(c)

(b)

Gambar 9. Hasil SEM selulosa (a) non- sonikasi, (b) setelah sonikasi pada suhu 60oC selama 1 jam, dan (c) setelah sonikasi pada suhu 60oC selama 5 jam.

Pengaruh suhu sonikasi yang dilakukan pada suhu 40 dan 60 0C ternyata tidak menunjukkan perbedaan morfologi selulosa yang signifikan meskipun pada suhu yang lebih tinggi air sebagai media hantaran gelombang ultrasonik seharusnya memiliki energy kinetic yang lebih besar yang disebabkan oleh semakin tinggi suhu ketika collapse yang terjadi (Adewuyi, 2001).

Page 5: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../2014/08/Dr.-Drs-SUMARI-M.Si_artikel.docx · Web view1. 1. OPTIMASI SUHU DAN WAKTU HIDROLISIS SELULOSA UNTUK MEMPEROLEH OLIGOSAKARIDA MENGGUNAKAN METODE

ukur

an p

artik

el

5

Analisis PSAHasil analisa PSA dinyatakan pada

Gambar 10. Analisis PSA dimaksudkan untuk melihat perubahan ukuran partikel selulosa yang diakibatkan efek ultrasonikasi. Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa semakin lama waktu sonikasi mengakibatkan

selulosa, ukuran kristal dan d-spacing antar rantai polyglucose. Pada Gambar 11 dapat dilihat adanya penurunan kristalinitas selulosa pada ultrasonikasi suhu 40 oC maupun 60oC.

T = 40o C

penurunan ukuran partikel pada setiap suhu. Laju penurunan ukuran partikel ultrasonikasi pada suhu 60oC lebih besar dibandingkan pada suhu 40oC. Hal ini terjadi karena runtuhnya kavitasi menghasilkan gelombang kejut yang menimbulkan perubahan tekanan

t = 5jam

t = 4 jam

t = 3jam

t = 2jam

t = 1jam

t an pa sonik asi

Xc = 63 ,05 %

Xc = 6 3,6 0

% Xc = 6 9,0 4

% Xc = 72 ,89

%

Xc = 73,9 5 %

Xc = 77 ,70 %

lokal dan pergeseran liquid sehingga mengakibatkan erosi pada permukaan selulosa dan memiliki efek pengurangan ukuran. Data PSA ini mendukung data SEM dimana destruksi yang ditimbulkan kavitasi semakin besar pada waktu yang lebih lama sehingga menyebabkan semakin kecilnya ukuran

10 2 0 30 40 5 0

2[°]

Gambar 11. Difraktogram XRD selulosa hasil sonikasi pada suhu 40oC pada variasi waktu 1-5 jam.

T = 60oC

t = 5jam

t = 4jam

25 t = 3jam

20 t = 2jam

15 t = 1jam

10 tanpa sonikasi

Xc = 64,63

% Xc =

65,75 %

Xc = 70,1 %

Xc = 74,85

% Xc = 75,5

%

Xc = 77,7 %

5

0

0 2 4 6

waktu sonikasi t (jam)

US-60C10 20 30 40 50

2[°]

Gambar 12. Difraktogram XRD selulosa hasil sonikasi pada suhu 60oC pada variasi waktu 1-5 jam.

Gambar 10. Efek waktu dan suhu sonikasi terhadap ukuran partikel selulosa

Lebih jauh data PSA menunjukkan adanya perbedaan efek suhu sonikasi terhadap ukuran partikel produk. Pada suhu yang lebih besar menyebabkan ukuran partikel semakin kecil. Data ini menunjukkan pada suhu yang lebih tinggi energi kavitasi yang besar sehingga destruksi yang timbul menjadi semakin besar.

Analisis X-Ray DiffractionHasil analisis XRD ditunjukkan pada

Gambar 11-14. Analisis XRD dimaksudkan untuk mengetahui perubahan kristalinitas

Nampak bahwa semakin lama waktu sonikasi pada sampel selulosa menyebabkan kristalinitas sampel semakin menurun. Bila difraktogram selulosa Gambar 11 dan 12 dibandingkan terlihat bahwa ultrasonikasi pada lama waktu yang sama maka pada suhu yang lebih rendah mengakibatkan penurunan kristalinitas yang lebih besar. Misal pada waktu ultrasonikasi selama 5 jam, kristalinitas selulosa mula-mula 77,70% menjadi 63,05% pada suhu 40oC, sedangkan pada suhu 60oC menjadi 64,63%. Penurunan kristalinitas ini dapat terjadi karena sebagian daerah kristalin berubah menjadi daerah amorf. Hal ini merupakan dampak dari fenomena hot spot yang ditimbulkan saat runtuhnya kavitasi.

Page 6: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../2014/08/Dr.-Drs-SUMARI-M.Si_artikel.docx · Web view1. 1. OPTIMASI SUHU DAN WAKTU HIDROLISIS SELULOSA UNTUK MEMPEROLEH OLIGOSAKARIDA MENGGUNAKAN METODE

ukur

an k

rista

lit re

rata

L

d-sp

acin

g

6

7

6

5 40 C

4 60 C

3

2

1

76543210

0 1 2 3 4 5w tu t (j )

40 peak 14,860 peak 14,840 peak 16,160 peak 16,140 peak 22,560 peak 22,540 peak 34,460 peak 34,4

ak am0

0 1 2 3 4 5 6

Waktu sonikasi t (jam)

Gambar 13. Efek lama waktu dan suhu sonikasi terhadap Crystallite Size (L) selulosa

Fenomena hot spot yang menghasilkan suhu dan tekanan tinggi, menyebabkan kondisi air sekitar menjadi supercritical-like (Adewuyi, 2001). Sasaki dkk (2004) menjelaskan bahwa degradasi selulosa pada kondisi superkritis air diawali dengan terbentuknya swelling pada permukaan selulosa. Air yang terdifusi pada permukaan selulosa dapat merenggangkan rantai penyusun sehingga bagian kristalin akan berubah menjadi amorf. Gambar 13 menunjukkan ukuran kristalit (L) selulosa menurun setelah perlakuan ultrasonikasi. akibat lamanya waktu sonikasi. Ukuran kristal ini dihitung menggunakan persamaan Scherrer untuk setiap puncak difraksi. Selulosa tersusun atas rantai polyglucose dengan daerah kristalin dengan ukuran tertentu dan setiap rantai polyglucose terpisah dengan jarak d-spacing (Okita dkk, 2010). Data XRD menunjukkan tidak ada perubahan yang signifikan terhadap d-spacing tetapi terjadi penurunan kristalinitasnya seiring bertambahnya waktu sonikasi (Gambar 14). Hal ini menandakan bahwa ada rantai penyusun dari suatu kristal yang hilang akibat sonikasi. Efek ini dapat dihubungkan dengan hasil SEM dan PSA, dimana efek kavitasi menyebabkan destruksi daerah kristalin sehingga menyebabkan bertambahnya daerah amorf pada selulosa Hal ini juga berakibat terjadinya penurunan ukuran partikel selulosa.

Gambar 14 Ukuran d-spacing sebagai fungsi waktu dan suhu sonikasi.

Ukuran Kristal (Crystallite size) selulosa setelah perlakuan ultrasonikasi pada suhu60oC lebih besar daripada yang terjadi padasuhu 40oC untuk setiap lama waktu treatment yang sama. Data ini juga menunjukkan bahwa ukuran kristal berbanding lurus dengan nilaikristalinitas selulosa. Hasil perhitungan kristalinitas selulosa menunjukkan bahwa setelah ultrasonikasi pada suhu 60oC kristalinitas selulosa lebih besar dibandingkan pada suhu 40oC untuk setiap lama waktu sonikasi yang sama. Fenomena ini memberikan dugaan bahwa ketika dilakukan pemanasan terjadi perenggangan pada struktur kristalin selulosa. Perenggangan rantai struktur kristalin selulosa pada suhu 60oC lebih besar daripada yang terjadi pada suhu40oC sehingga menyebabkan baik kristalinitas dan crystallite size pada sonikasi yangdilakukan suhu 60oC lebih besar daripadasuhu 40oC. Mengacu pada hasil penelitian Yu dan Wu (2010) bahwa bagian amorf selulosa lebih mudah terdekomposisi makaultrasonikasi pada suhu 40oC lebih optimal untuk pretreatment hidrolisis menggunakanmetode hidrotermal.

Hasil hidrolisis selulosa menggunakan metode hidrotermal

Hasil hidrolisis selulosa non-pretreatmentultrasonik ditunjukkan pada Gambar 15. Sedangkan hasil hidrolisis selulosa yangsebelumnya diberi treatment ultrasonik ditunjukkan pada Gambar 16.

Page 7: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../2014/08/Dr.-Drs-SUMARI-M.Si_artikel.docx · Web view1. 1. OPTIMASI SUHU DAN WAKTU HIDROLISIS SELULOSA UNTUK MEMPEROLEH OLIGOSAKARIDA MENGGUNAKAN METODE

Yiel

d Y

Yie

ld

7

1.61.4

1.00.80.6

0.20.0

300 320 340 360 380 400Temperatur Hidrolisis T (°C)

glukosa

cellobiosa

cellotriosa

cellotetrosa

memberikan pengaruh positif terhadap hasil dari degradasi selulosa menjadi glukosa dan oligosakarida. Hal ini karena ultrasonikasi dapat menurunankan kristalinitas dan ukuran fiber selulosa. Hal ini sesuai dengan Yu and Wu (2010) bahwa struktur amorf menyebabkan pereaksi yakni air lebih mudah berpenetrasi ke dalam struktur selulosa sehingga lebih reaktif dan terhidrolisis dibanding struktur yang kristalin. Tetapi hasil

Gambar 15. Hasil hidrolisis selulosa non-pretreatment ultrasonik.

40

yang diperoleh masih belum optimal, karena masih rendah dibandingkan metode batchmenggunakan salt bath yang telah dilakukanZhao dkk (2009). Bila dicermati dari data

353025201510

50

300 320 340 360 380 400

Temperatur hidrolisis

cellobiosa

cellotriosa

cellotetrosa

cellopentosa

glukosa

yang ditunjukkan pada Gambar 16 dan 17terlihat bahwa ketika sampel dengan pretreatment ultrasonik kemudian dihidrolisiskecenderungan produk terbanyak adalahglukosa. Dsamping itu, berdasarkan variasi suhu yang dilakukan produk hasil hidrolisisterbanyak terjadi ketika hidrolisis dilakukansuhu rendah yaitu pada suhu 300 °C dengan durasi waktu 15s dimana yield glukosa mencapai 33,59 % . Sedangkan yield

Gambar 16. Hasil hidrolisis selulosa dengan pretreatment ultrasonik pada durasi waktu hidrolisis 30s

40

oligosakarida masih rendah yakni sebesar6,81% yang diperoleh pada kondisi suhu operasi 340 °C. Produk glukosa danoligosakarida terjadi dari reaksidepolimerisasi selulosa melalui reaksi hidrolisis. Pada suhu dan tekanan tinggi

353025201510

0

300 320 340 360 380 400

Temperatur Hidrolisis

cellobiosa

cellopentosa glukosa cellotriosa

konsentrasi ion H+ meningkat hingga 100 kalilipat. Ion ini yang berperan untuk memutuskan ikatan glikosidik pada rantai selulosa sehingga terdepolimerisasi membentuk molekul-molekul yang lebih kecil yakni glukosa dan oligosakarida. Mekanisme pemutusan ikatan glikosidik tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 17. Hasil hidrolisis selulosa dengan pretreatment ultrasonik pada durasi waktu hidrolisis 15s

Berdasarkan Gambar 15 s.d. 17 dapat dilihat pengaruh dari sonikasi pada hasil hidrolisis. Pada sampel yang mengalami pretreatment ultrasonik dihasilkan produk hidrolisis dengan total yield yang lebih besar daripada non-pretreatment ultrasonik. Hal ini menandakan bahwa pretreatment ultrasonikasi

Rentang waktu hidrolisis pada penelitian ini adalah 15 detik. Yang dimaksud 15 detik

Page 8: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../2014/08/Dr.-Drs-SUMARI-M.Si_artikel.docx · Web view1. 1. OPTIMASI SUHU DAN WAKTU HIDROLISIS SELULOSA UNTUK MEMPEROLEH OLIGOSAKARIDA MENGGUNAKAN METODE

8

disini adalah waktu hidrolisis ketika suhu variable tercapai. Sedangkan waktu transient untuk mencapai suhu variable tersebut tidak diperhitungkan. Jika melihat hasil yang telah diperoleh ternyata justru pada suhu terendah diperoleh yield terbesar, maka dapat diduga pada suhu lebih tinggi produk glukosa dan oligosakarida terdegradasi lebih lanjut. Oleh karena itu, penentuan waktu hidrolisis perlu memperhitungkan waktu transient untuk mencapai variable suhu sebagaimana yang telah ditentukan. Berdasarkan data tersebut juga diperoleh, informasi bahwa pada hidrotermal suhu rendah diperoleh kecenderungan produk berupa glukosa dan pada hidrotermal suhu tinggi diperoleh kecenderungan produk berupa oligosakarida. Tetapi berapa suhu hidrolisis dan lama durasi waktu transient nampaknya masih perlu dikembangkan untuk memperoleh yield yang tinggi untuk memperoleh produk glukosa dan atau oligosakarida

4. KESIMPULANHasil penelitian menunjukkan bahwa

ultrasonikasi menyebabkan penurunan ukuran partikel dan kristalinitas selulosa tetapi relative tidak mengubah ukuran d-spacingnya. Penurunan kristalinitas dan ukuran partikel selulose berbanding lurus dengan lama waktu ultrasonikasi. Laju penurunan kristalinitas, ukuran kristal dan ukuran partikel terjadi pada satu jam pertama perlakuan ultrasonikasi. Pretreatment ultrasonik menjadikan selulosa lebih mudah mengalami hidrolisis. Yield tertinggi diperoleh ketika selulosa dengan pretreatment ultrasonik pada suhu 40°C selama 1 jam dihidrolisis pada suhu 300 °C selama 15 detik sebesar 33,59% glukosa. Sedangkan yield produk oligosakarida masih rendah yakni sebesar 6,81% . Produk hidrolisis terbesar terjadi pada suhu terendah pada penelitian ini, oleh karena itu perlu dilakukan investigasi lanjutan pada suhu lebih rendah sehingga diperoleh suhu optimum proses hidrolisis. Hidrolisis terjadi karena air pada tekanan dan suhu tinggi mengandung ion H+ yang lebih tinggi dan ion ini ikatan

glikosidik selulosa sehingga terfragmentasi menjadi glukosa dan/atau oligosakarida.

5. REFERENSIAdewuyi Y. G.,2001, Sonochemistry: Environmental Science and Engineering Applications: a review, Ind. Eng. Chem. Res., Vol. 40, 4681-4715.

Crittenden R.G. and Playne, M.J., (1996), Production, properties, and applications of food-grade oligosaccharides, Trends in Food Science & Technology, Vol. 7, 353-358.

Ehara K. and Saka S., (2005), Decomposition behavior of cellulose in supercritical water, subcritical water and their combined treatments. J Wood Sci , Vol.51, 148–153

Goodwin D.J., Picout D.R., Ross-Murphy S.B., Holland S.J.,.Martini L.G, Lawrence M.J., (Accepted 26 August 2010), Ultrasonic Degradation for Molecular Weight Reduction of Pharmaceutical Cellulose Ethers. Carbohydrate Polymers.

Kamio E., Takahashi S., Noda H., Fukuhara Ch., Okamura T., (2008). Effect of Heating Rate on Liquefaction of Cellulose by Hot Compressed Water. Chemical Engineering Journal, Vol. 137, 328–338.

Minowa T., Fangzhen, and Ogi T., (1998), Cellulose decompositioan in hot compressed water with alkali or nickel catalyst, Jurnal of supercritical fluids”, Vol.13, 253-259.

Mohod A. V. and Gogate P. R., (2010), Ultrasonic degradation of polymers: Effect of operating parameters and intensification using additives for carboxymethyl cellulose (CMC) and polyvinyl alcohol (PVA). Ultrasonics Sonochemistry, Accepted 2 November 2010

Mussatto S. I. and Mancilha I. M., (2007), Non-digestible oligosaccharides: A review”. Carbohydrate Polymers, Vol. 68 587–590.

Okita Y., Saito Ts. and Isogai A., 2010, Entire Surface Oxidation of Various Cellulose Microfibrils by TEMPO-Mediated Oxidation, Biomacromolecules, 11, 1696–1700.

Page 9: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../2014/08/Dr.-Drs-SUMARI-M.Si_artikel.docx · Web view1. 1. OPTIMASI SUHU DAN WAKTU HIDROLISIS SELULOSA UNTUK MEMPEROLEH OLIGOSAKARIDA MENGGUNAKAN METODE

9

Ostlund S. G. and Striegel A. M., (2008), Ultrasonic Degradation of Poly(-Benzyl-L- Glutamate), An Archetypal Highly Extended Polymer, Polymer Degradation and Stability, Vol. 93, 1510–1514

Qiang X., YongLie Ch., QianBing W., (2009), Health benefit application of functional oligosaccharides. Carbohydrate Polymers, Vol. 77, 435–441

Rivero-Urgëll M. and Santamaría-Orleans A., (2001), Oligosaccharides: application in infant food. Early Hum Dev. Vol. 65, 43-52.

Sasaki M., Adschiri T., Arai K., (2004), Kinetics of Cellulose Conversion at 25 MPa in Sub-and Supercritical Water, American Institute of Chemical Engineers AIChE J, 50:192–202.

Sasaki M., Kabyemela B., Malaluan R., Hirose S., Takeda N., Adschiri T., Arai K.,

(1998), “Cellulose Hydrolysis in Subcritical and Supercritical Water”. Jurnal Supercritical fluids. Vol.13, 261-268.

Yu Y., Wu H., 2010. “Significant Differences in the Hydrolysis Behaviour of Amorphous and Crystalline Portions within Microcrystalline Cellulosed in Hot- Compressed Water.” Ind. Eng. Chem. Res,49, 3902-3909

Zhao Y., Lu Wen-Jing, and Wang Hong-Tao, (2009), Supercritical Hydrolysis of Cellulose for Oligosaccharide Production in Combined Technology, Chemical Engineering Journal, Vol.150, 411-417.

Zhou X., Lin Q., Dai G., Ji F., (1997), Ultrasonic Degradation of Polysilane Polymer, Polymer Degradation and Stability, Vol. 60, 409-413.

.