makalah_trisna yuniarti_1406507114.pdf

34
UNIVERSITAS INDONESIA Human Capital Measures, Strategy, and Performance (Stephen Gates, Pascal Langevin) MAKALAH Tugas mata kuliah Manajemen Aset Manusia yang diampu oleh Bapak Dr. Ir. Rahmat Nurcahyo, M.Eng.Sc. NAMA : TRISNA YUNIARTI NPM : 1406507114 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK FEBRUARI 2015

Upload: trishna-yoeniarti

Post on 02-Oct-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    Human Capital Measures, Strategy, and Performance

    (Stephen Gates, Pascal Langevin)

    MAKALAH

    Tugas mata kuliah Manajemen Aset Manusia yang diampu oleh

    Bapak Dr. Ir. Rahmat Nurcahyo, M.Eng.Sc.

    NAMA : TRISNA YUNIARTI

    NPM : 1406507114

    FAKULTAS TEKNIK

    PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK INDUSTRI

    UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK

    FEBRUARI 2015

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT karena berkat segala rahmat dan

    hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan

    baik.

    Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Manajemen Aset Manusia

    yang membahas hubungan antara human capital measures (HCM), strategi,

    kinerja, serta peranan manajer sumber daya manusia terhadap pelaksanaan human

    capital measures. Makalah ini juga mengulas ulang (review) yang terdapat pada

    bab studi kasus dari paper berjudul Human Capital Measures, Strategy, and

    Performanceyang diteliti oleh Stephen Gates dan Pascal Langevin pada tahun

    2008.

    Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

    penulis pada khususnya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini

    masih ada kekurangan untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat

    membangun kearah yang lebih baik. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih.

    Penulis,

    Trisna Yuniarti

  • iii

    ABSTRAK

    Mengukur modal manusia (human capital) membantu organisasi untuk

    mengendalikan aset tidak berwujud yang diakui sebagai salah satu faktor kunci

    keberhasilan mencapai tujuan strategis. Berdasarkan studi empiris, baik hasil

    kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan pada contoh studi kasus penelitian yang

    berjudul Human Capital Measures, Strategy, and Performance yang terdapat

    dalam makalah ini menegaskan pembuktian hipotesisnya, bahwa:

    1. Semakin maju sebuah perusahaan dalam pengembangan metrik HC, kinerja

    perusahaan semakin tinggi;

    2. Perusahaan mengikuti strategi diferensiasi tertarik pada indikator inovasi,

    sementara mereka mengikuti strategi pengurangan biaya tertarik pada indikator

    efisiensi;

    3. Semakin berfungsi SDM berpartisipasi dalam strategi, semakin maju

    perusahaan dalam melaksanakan langkah-langkah HC.

  • iv

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ii

    ABSTRAK iii

    DAFTAR ISI iv

    DAFTAR GAMBAR v

    DAFTAR TABEL vi

    PENDAHULUAN 1

    1.1. Latar Belakang 1

    1.2. Tujuan 2

    1.3. Manfaat 2

    2. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Modal Intelektual (Intellectual Capital) 3

    2.2. Modal Manusia (Human Capital) 5

    2.3. Keselarasan antara Strategi dan HCM 8

    2.4. Peranan Fungsi HR 14

    3. PEMBAHASAN STUDI KASUS 18 3.1. Sampel dan Data 18

    3.2. Pengukuran Variabel 18

    3.2.1. Tahap Implementasi Pengukuran HC (STAGE) 18

    3.2.2. Kinerja (PERF) 19

    3.2.3. Strategi (STRAT) 20

    3.2.4. Keterlibatan Manager HR pada Pengembangan Implementasi 20

    Strategi (INVOLV)

    3.2.5. Perhatian terhadap HCM 20

    3.3. Hasil dan Diskusi 21

    3.3.1. Dampak Implementasi HCM pada Kinerja 22

    3.3.2. Strategi dan Ketertarikan untuk Berbagai Jenis HCM 22

    3.3.3. Partisipasi Manajer HR pada Pengembangan Strategi dan 23

    Pengembangan Tingkatan HCM

    3.4. Kesimpulan 24

    4. PENUTUP 25

    DAFTAR REFERENSI

  • v

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1. Komponen intellectual capital 1

    Gambar 2.2. Tiga Kategori HCM Menurut Boudreau dan 8

    Ramstad (2003)

    Gambar 2.3. Hubungan HR Scorecard to Business Scorecard 15

  • vi

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 3.1. Factor Analysis of The Variables Measuring Performance 20

    Tabel 3.2. Factor Analysis of The Interest of HR Managers in 21

    Human Capital Measure

    Tabel 3.3. Nonparametic correlations between variables 22

    (Spermans Rho)

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Pentingnya modal manusia (human capital) untuk daya saing dan pertumbuhan

    ekonomi telah dibahas sangat intensif selama dua dekade terakhir (adil, 2014).

    Sampai hari ini tanpa diragukan lagi, kita sering mendengar bahwa keunggulan

    kompetitif hanya dapat diperoleh dengan bantuan pengetahuan yang dimiliki oleh

    para pekerja. Pekerja dipandang sebagai aset (human capital) yang nilai mereka

    saat ini dapat diukur dan juga nilai mereka di masa depan dapat ditingkatkan

    melalui beragam proses yang harus dianggap sebagai investasi.

    Pandangan strategi berbasis sumber daya mengakui peranan fundamental modal

    tak berwujud (intangible) dan sumber daya manusia dalam penciptaan nilai

    (Barney, 1991; Barney dan Wright, 1998; Grant, 1991; Lev, 2001; Quinn et al.,

    1996). Modal manusia (Human Capital) meliputi semua kompetensi dan

    pengetahuan tenaga kerja di suatu organisasi (Davenport, 1999). Pengetahuan ini

    secara tak terucapkan tertanam di karyawan. Dengan penataan manajemen dan

    berbagi pengetahuan ini, organisasi dapat mengembangkan kunci kompetensi

    yang sulit untuk ditiru, dengan demikian mendapatkan keuntungan kompetitif

    yang berkelanjutan. Mengelola dengan baik sumber daya manusia dapat menjadi

    faktor kunci keberhasilan suatu perusahaan.

    Paper yang dibahas berjudul Human Capital Measure, Strategy, and

    Performance, penulis, Gates dan Langevin (1998) mengatakan bahwa bentuk, isi

    dan efektivitas sistem pengukuran kinerja (Performance Measurement Systems)

    telah dipelajari secara ekstensif pada literatur sistem akuntansi manajemen dan

    kontrol (Management Accounting and Control Systems). Literatur tersebut

    mengkritik ukuran kinerja keuangan tradisional, yang tertinggal, melihat

    kebelakang, indikator jangka pendek, dan dianggap tidak cocok untuk mengelola

    secara efektif perusahaan dalam jangka panjang (Dixon et al, 1990;. Fisher, 1992).

    Sebaliknya, literatur ini merekomendasikan penggunaan ukuran kinerja non-

  • 2

    Universitas Indonesia

    financial yang mampu mengukur dan mengendalikan kinerja internal organisasi.

    Human Capital Measurement (HCM) sendiri memiliki sesuatu yang "baru" untuk

    mengukur bidang kinerja non-tradisional dan non-keuangan. Paper ini akan

    menjelaskan pembuktian beberapa hipotesis bahwa mengukur HC (modal

    manusia) membantu organisasi untuk mengendalikan aset tidak berwujud yang

    diakui sebagai salah satu faktor kunci keberhasilan mencapai tujuan strategis.

    1.2. Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini adalah meninjau paper yang berjudul Human

    Capital Measure, Strategy, and Performance yang memberikan informasi

    mengenai kombinasi dan menarik kesimpulan yang diambil dari literatur berbeda,

    khususnya fokus lebih spesifik kepada HCM daripada tindakan non-financial

    yang sering digunakan dalam literatur MACS dengan melakukan pembuktian

    hipotesis bahwa HCM membantu organisasi untuk mengendalikan aset tidak

    berwujud yang diakui sebagai salah satu faktor kunci keberhasilan mencapai

    tujuan strategis

    1.3. Manfaat Manfaat yang didapatkan dari hasil tinjauan paper ini adalah memberikan

    kontribusi dari berbagai literatur yang berbeda dengan menganalisis hubungan

    antara HCM, kinerja dan strategi, termasuk peran yang dimainkan oleh manajer

    SDM.

  • 3

    Universitas Indonesia

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Modal Intelektual (Intelectual Capital) Secara umum, Intellectual Capital merupakan kombinasi semua yang tak

    berwujud berdasarkan pengetahuan yang mana suatu organisasi dapat

    menggunakannya untuk memperoleh keunggulan kompetitif dan menciptakan

    nilai. (Edvinsson dan Malone, 1997; OECD, 1999; Petty dan Guthrie, 2000; Roos

    et al, 1997;. Stewart, 1997; Sveiby, 1997).

    However, much of the work to date belongs to what we classify as the first

    stage of development of a framework of intellectual capital. First-stage efforts

    have typically focused on consciousness raising activities that strive to

    communicate the importance of recognizing and understanding the potential

    for intellectual capital in creating and managing a sustainable competitive

    advantage. The aim of stage one was to render the invisible visible by creating

    a discourse that all could engage in. Mission accomplished. (Petty dan

    Guthrie, 2000: 3)

    Petty dan Guthrie (2000: 4) mengungkapkan juga bahwa From a strategic

    perspective, intellectual capital is used to create and use knowledge to enhance

    firm value.

    Stewart (1997) mendefinisikan the intellectual material knowledge,

    information, intellectual property, experience that can be put to use to create

    wealth.

  • 4

    Universitas Indonesia

    Tiga komponen muncul secara konsisten di Intellectual Capital yaitu modal

    manusia (HC), modal struktural (SC) dan modal relasional (RC) (Bontis, 1998;

    Starovic dan Marr, 2003; Mouritsen, 1998; Tayles et al, 2007).

    Gambar 2.1. Komponen intellectual capital

    (sumber : Bontis N. (1998), Intellectual Capital: An Exploratory Study that Develops Measures and Models, Management Decision, vol. 36, n2, p. 63-76)

    HC mengacu pada pengetahuan, kompetensi, pengalaman dan kreativitas tenaga

    kerja serta sikap dan motivasi. SC mencakup semua struktur, prosedur, rutinitas,

    aspek budaya, dan basis data yang memungkinkan suatu organisasi untuk

    menyusun, mengatur, dan menyebar secara internal pengetahuan dan pengalaman

    yang dihasilkan oleh HC. RC mengintegrasikan pengetahuan tentang hubungan

    dengan mitra eksternal organisasi seperti pelanggan, pemasok dan masyarakat

    lokal. Kadang-kadang terbatas pada modal Pelanggan (Edvinsson dan Malone,

    1997; Stewart, 1997).

    Meskipun structural capital (SC) dan bisa dibilang relational capital (RC) adalah

    hak milik organisasi, human capital (HC) adalah milik individu. Jika seorang

    karyawan meninggalkan organisasi, dia atau pengetahuan dan pengalamannya pun

    menghilang di organisasi tersebut. Hubungan istimewa dengan individu dengan

  • 5

    Universitas Indonesia

    mitra eksternal juga dapat hilang. Dengan demikian, manajer mengarahkan

    transformasi mendorong modal manusia dan relasional ke dalam struktural (sistem

    paten, jaringan distribusi, dan rantai pasok) modal perusahaan (Lynn, 1998).

    Misalnya, dengan menempatkan program perekrutan atau pelatihan yang efektif

    dan proses untuk menyerap dan berbagi pengetahuan dalam jaringan internal atau

    eksternal, organisasi dapat memfasilitasi inovasi yang kemudian dapat diubah

    menjadi aset tidak berwujud seperti paten atau merek.

    Dalam tiga kategori intellectual capital, human capital dianggap sebagai aset

    yang paling berharga (Backhuijs et al, 1999;. Johanson et al, 1999). Selain itu,

    human capital benar-benar milik karyawan, bukan organisasi. Akibatnya, HC

    menimbulkan masalah pengendalian manajemen yang lebih menantang daripada

    SC atau RC, dan dengan demikian perlu paling diukur (Coff, 1997; Widener,

    2004).

    2.2 Modal Manusia (Human Capital) Salah satu sumber utama keunggulan kompetitif yang diakui sekarang ini adalah

    modal manusia (human capital). Komunitas manajemen telah memperluas

    definisi modal manusia untuk meliputi semua tindakan sumber daya manusia

    untuk merekrut, mengembangkan, dan mempertahankan karyawannya (American

    Management Association, 1991). Sementara Stewart (1997) menekankan bahwa

    tujuan utama dari human capital adalah berinovasi dalam produk-produk baru,

    jasa, atau proses bisnis, Edvinsson dan Malone (1997) menganggap bahwa human

    capital adalah "gabungan pengetahuan, keterampilan inovasi dan kemampuan

    masing-masing pegawai perusahaan."

    Banyak penelitian menunjukkan dampak human capital pada kinerja (Ashton,

    2005). Beberapa fokus pada HC dipegang oleh tenaga kerja itu sendiri (Carmeli,

    2004; Gupta, 1984; Gupta dan Govindarajan, 1984), sementara yang lain lebih

    tertarik pada praktek HRM dimaksudkan untuk mengembangkan dan

    memanfaatkan HC untuk penciptaan nilai. Namun, HC hanya mengarah ke

    penciptaan nilai jika perilaku dan sikap tenaga kerja yang konsisten dengan

  • 6

    Universitas Indonesia

    strategi. Peran praktik HR adalah untuk mendorong perilaku dan sikap dengan

    selaras. Praktik HR Ini diatur dalam sistem yang konsisten dimana beberapa

    penulis menyebutnya "sistem kerja kinerja tinggi" (Becker et al, 2001;. Huselid,

    1995) dan yang terbukti berhubungan dengan kinerja (Arthur, 1994; Delaney dan

    Huselid, 1996; Hitt et al, 2001;. Huselid, 1995; Huselid et al, 1997;.. Youndt et al,

    1996; Youndt dan Snell, 2004).

    Importantly, the results suggest that human capital may affect the

    implementation of firm strategies but that the relationship may be more

    complex than originally assumed. The results largely supported the theoretical

    arguments presented suggesting that the effects of human capital and

    resources on firm performance are both direct and indirect. Human resource

    management scholars have argued for some time that human resources have

    performance implications. (Hitt et al, 2001:24)

    Our research provides further support for their work and extends it as well.

    Using two separate measures (human capital, leverage), we found direct and

    moderating effects on firm performance. One important finding is the

    curvilinear relationship between human capital and performance. We suggest

    that forms of human capital such as those examined in our study are costly.

    (Hitt et al, 2001:25)

    Mengingat peran utama HC dalam kinerja dan penciptaan nilai, pertanyaan cepat

    muncul sebagai cara untuk membuat tak berwujud menjadi nyata ini serta

    membuat pengetahuan secara eksplisit. (Johanson et al, 2001;.. Tayles et al, 2007),

    baik untuk berkomunikasi dengan investor dan pemangku kepentingan eksternal

    nilai yang terkandung di HC, atau untuk membantu perusahaan meningkatkan

    produktivitas HC-nya. Hal tersebut memerlukan pengukuran, dan masuk ke dalam

    domain akuntansi dan pengontrolan. Saat ini, banyak organisasi menyadari

    pentingnya IC sebagai pendorong utama kinerja perusahaan dan inti pembeda .

    Menurut Marr dkk (2003), organisasi mengukur IC dengan lima alasan:

    membantu organisasi merumuskan strateginya, menilai pelaksanaan strategi,

  • 7

    Universitas Indonesia

    membantu dalam keputusan diversifikasi dan ekspansi, menggunakannya sebagai

    basis untuk kompensasi, dan mengkomunikasikan ukuran IC kepada pemangku

    kepentingan eksternal.

    As already discussed the first aim of this paper is to identify the reasons why

    organizations are seeking to measure IC. Through the systematic literature

    review we were able to identify five main reasons. These were:

    1) to help organizations formulate their strategy;

    2) assess strategy execution;

    3) assist in diversification and expansion decisions;

    4) use these as a basis for compensation; and finally

    5) to communicate measures to external stakeholders.

    (Marr et al., 2003)

    Pendekatan pengukuran ini, membantu mendukung keputusan internal merupakan

    bagian dari domain MACS. Hal ini sesuai dengan prinsi "apa yang Anda

    mengukur, itulahapa yang Anda dapatkan". Karena aset tidak berwujud adalah

    salah satu sumber utama kinerja dan penciptaan nilai, perlu untuk mengelola

    mereka secara tepat dan oleh karena itu dilakukan pengukuran.

    Definisi modal manusia terus semakin meluas, pengembangan indikator HC untuk

    mengukur dan mengelola kegiatan HC terus fokus tajam pada efisiensi dan

    pengurangan biaya. Langkah-langkah HC telah berevolusi untuk mengukur tenaga

    kerja pada lebih dari sekedar langkah-langkah efisiensi dengan langkah-langkah

    khusus untuk pekerjaan yang lebih kompleks. Untuk menjelaskan evolusi

    pengukuran HC diluar biaya tenaga kerja dan produktivitas, Boudreau dan

    Ramstad (2003) mengajukan tiga kategori HCM: 1) langkah-langkah efisiensi

    fokus pada biaya dan melaporkan efisiensi keuangan operasi HR. 2) langkah-

    langkah efektivitas mencerminkan efektivitas program HR pada kompetensi,

    motivasi dan sikap tenaga kerja. 3) Mengukur indikator dampak program SDM

    dan proses pada kinerja bisnis.

  • 8

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.2.Tiga Kategori HCM Menurut Boudreau dan Ramstad (2003)

    (Sumber : BOUDREAU J. and RAMSTAD P. (2003), Strategic HRM measurement in the 21st

    century: From justifying HR to strategic talent leadership, In M. GOLDSMITH, R. GANDOSSY

    and M. EFRON, HRM in the 21st century, New York : John Wiley)

    2.3 Keselarasan antara Strategi dan HCM Literatur MACS menunjukkan bahwa sistem pengendalian manajemen tergantung

    pada strategi (Chenhall, 2003; Hartmann dan Moers, 1999; Langfield-Smith,

    1997, 2007). Perusahaan yang mengikuti strategi biaya kepemimpinan cenderung

    menggunakan proses kontrol terpusat, standar dan stabil, sementara mereka

    mengikuti strategi diferensiasi mendorong inovasi dengan menerapkan MACS

    secara desentralisasi, fleksibel dan tidak terlalu formal (Auzair dan Langfield-

    Smith, 2005; Govindarajan, 1988; Govindarajan dan Fisher, 1990; Gupta, 1987;

    Van der Stede, 2000). Dengan demikian "keselarasan" antara strategi dan MACS

    berlaku khusus untuk sistem pengukuran kinerja (Burney dan Widener, 2007;

    Chenhall, 2005; Chenhall dan Langfield-Smith, 1998; Ittner et al, 2003;. Kaplan

    dan Norton, 2004; Lillis 2002; Van der Stede et al, 2006;. Widener, 2006). Seperti

    yang diungkapkan Van der Stede et al, 2006 dalam kesimpulannya:

  • 9

    Universitas Indonesia

    But we also find evidence that partially supports the performance alignment

    view, namely that performance measurement has to fit strategy, and that the

    strategy-measurement fit affects performance. Specifically, we find that

    firms pursuing a quality-based manufacturing strategy make more extensive

    use of both objective and subjective nonfinancial measures. In turn, we find a

    positive relationship between the strategy-measure pairing and firm

    performance when quality-based manufacturing strategies are combined with

    extensive use of subjective measures. However, there is no similar positive

    performance effect from more extensive use of objective nonfinancial

    measures.

    Dalam literatur ini, perbedaan antara ukuran kinerja tetap pada tingkat tinggi,

    yang paling sering hanya antara keuangan versus non-keuangan. Secara khusus,

    tindakan modal manusia, ketika disertakan, tetap didefinisikan secara luas di

    tingkat sumber daya manusia, seperti kepuasan karyawan, turnover, atau biaya

    tenaga kerja.

    Literatur menunjukkan bahwa jenis strategi perusahaan mengejar dampak MACS

    yang mengimplementasikannya (Chenhall, 2003; Hartmann dan Moers, 1999;

    Ittner dan Larcker, 1997; Langfield-Smith, 1997, 2007). Berikut beberapa

    pernyataan yang menunjukkan bahwa jenis strategi perusahaan mengejar dampak

    MACS yang mengimplementasikannya :

    The management accounting and strategic management literatures argue that

    organizations must align their strategies and control systems. suggesting that

    organizational performance should be a function of the match between the

    organizations strategy and its use of related strategic control practices.

    (Ittner dan Larcker, 1997)

    The above research studies give us only limited knowledge about the forms of

    control systems that suit particular types of strategies. A common feature of

  • 10

    Universitas Indonesia

    these studies is the focus on intended business strategy; MCS are viewed as

    playing a supportive role within the rational strategy implementation process.

    (Langfield-Smith, 1997)

    MCS can then be implicated in the implementation and monitoring of

    strategies, providing feedback for learning and information to be used

    interactively to formulate strategy. (Chenhall, 2003)

    Sebagian besar penelitian tentang sistem pengendalian manajemen dan strategi

    telah menggunakan salah satu dari tiga tipologi berikut:

    1. Kontinum pertama menentang Miles dan Snow (1978) memunculkan 3(tiga)

    strategi organisasi fundamental, yaitu :

    a. Defenders : tipe organisasi ini beroperasi pada situasi pasar yang dapat

    diprediksi dengan jenis pasar dan produk tertentu, sasaran utama strateginya

    pertumbuhan melalui penetrasi pasar. Penelitian dan pengembangan

    (research and development, R & D) dikonsentrasikan pada pengembangan

    produk, produksi dengan volume cukup besar serta berorientasi pada

    penekanan biaya melalui efisiensi dan perbaikan rekayasa proses.

    b. Prospectors : tidak seperti halnya defenders, tipe organisasi ini berorientasi

    pada perubahan pasar dengan diversifikasi produk dan memiliki sasaran

    pertumbuhan melalui pengembangan produk serta aktif mempengaruhi

    pasar dengan mencoba peluang-peluang baru. Perusahaan yang

    tergolong prospectors memiliki target utama pada R & D untuk selalu

    meluncurkan produk barunya. Orientasi produksi bersifat customized dan

    prototypical, menekankan pada efektivitas dan desain produknya.

    c. Analysers : tipe organisasi ini merupakan kecenderungan dari

    tipe defenders & prospectors, bertujuan pada efisiensi produksi dengan jenis

    produk tertentu serta mengadopsi trend pasar baru yang cukup menjanjikan

    dengan kemampuan inovasinya. R & D memiliki fokus trend spesifik yang

    muncul dan berpeluang dipasar yang dilihat dari prospectorsnya,

    menekankan pada strategi second-to-market. Produksi tergantung pada

    jenis produknya, berorientasi pada volume dan penekanan harga (low cost),

  • 11

    Universitas Indonesia

    selain itu tipe analysers juga berfokus pada rekayasa proses (process

    engineering) termasuk pada product / brand management-nya.

    d. Reactor:bercirikan dengan strategy environment inconsistency ataupun poor

    strategy-structure-process, tipe reactor menurut Miles & Snow lebih sulit

    berkembang dibandingkan dengan tipe lainnya.

    2. Tipologi kedua menentang Porter (1980) strategi kompetitif:

    a. Strategi Kepemimpinan Biaya: produk standar dengan biaya murah shg

    mampu memenangkan persaingan

    b. Strategi Diferensiasi : produk unggulan shg konsumen mau membayar

    harga mahal

    c. Stategi Fokus : konsentrasi pada segmen pasar tertentu, menghindari

    persaingan

    3. Penelitian Govindarajan dan Gupta (1985)

    Govindarajan dan Gupta (1985) dalam Juanda (2008) membuat klasifikasi atas

    dasar variasi misi strategi yakni build, hold, harvest, dan divest. Pemilihan misi

    strategi tersebut merupakan trade-off antara pertumbuhan pangsa pasar dengan

    maksimalisasi laba jangka pendek. Perusahaan yang mengikuti strategi build

    bertujuan untuk mengembangkan market share dan posisi persaingan. Strategi

    harvest menekankan pada maksimalisasi earnings jangka pendek dan aliran kas.

    Strategi hold sering digunakan untuk melindungi pangsa pasar yang bertujuan

    untuk menjaga pangsa pasar sambil memperoleh return on investment yang

    menguntungkan. Strategi divest terjadi ketika perusahaan merencanakan untuk

    menghentikan operasinya.

    Studi empiris menunjukkan bahwa perusahaan mengikuti strategi biaya

    kepemimpinan cenderung menggunakan proses akuntansi dan pengendalian yang

    bersifat formal, standar, terpusat, dan stabil. Di sisi lain, perusahaan mengikuti

    strategi diferensiasi ingin mendorong inovasi dengan menerapkan desentralisasi,

    fleksibel dan tidak terlalu formal MACS (Auzair dan Langfield-Smith, 2005;

    Govindarajan, 1988; Govindarajan dan Fisher, 1990; Govindarajan dan Gupta,

  • 12

    Universitas Indonesia

    1985; Gupta, 1987; Miles dan Snow, 1978; Porter, 1980; Van der Stede, 2000).

    Berikut adalah beberapa pernyataan mengenai strategi kepemimpinan biaya dan

    strategi differensiasi:

    To sum up the discussion, a differentiation strategy is associated with an

    MCS characterized by results, informal, loose, flexible, and interpersonal

    controls, which are features of a less bureaucratic MCS. On the other hand, a

    cost leadership strategy is associated with action, formal, tight, restricted and

    impersonalcontrols, which are features of a more bureaucratic MCS. (Auzair

    dan Langfield-Smith, 2005)

    The data provided support for the systems approach to fit. Result based on

    the system analysis indicated that when budget evaluate style, decentralization,

    and locus of control were aligned appropriately to meet the requirements of

    SBU strategy, superior performance occurred. Further, this systems fit was

    quite strong among differentiation SBUs but not so strong among low-cost

    units. (Govindarajan, 1988)

    As for the effect of corporate-SBU decentralization of effectiveness, Figures

    1e and 1f seem suggest that greater decentralization should always be

    preferred, regardless of an SBUs strategic context, and that the benefits of

    decentralization would be particulary salient in the case of SBUs pursuing

    differentiation rather than low cost strategies. (Gupta, 1987)

    The data suggest that differentiation business units generally undergo less

    rigid budgetary controls, which are associated with mmore budgetary slack,

    and presumably allow ahigher degree of flexibility to respond to changes in

    the environment. Hence budgetary slack is not exactly counterproductive for

    differentiators given their focus on product innovation with long term and less

    certain payoffs. (Van der Stede, 2000)

    "Keselarasan" antara strategi dan MACS berlaku khusus untuk sistem pengukuran

    kinerja. Menurut literatur, perbaikan sistem pengukuran kinerja dapat dicapai

  • 13

    Universitas Indonesia

    dengan dua cara: keragaman indikator atau keselarasan indikator dengan strategi

    (Ittner et al, 2003; Van der Stede et al, 2006.).

    Collectively, then, our findings provide stronger support for the performance

    measurement diversity than contingency/alignment view. First, using more

    objective and subjective nonfinancial measures appears to enhance

    performance, even in firms with relatively low emphasis on quality in

    manufacturing. Second, considering the match between performance

    measurement and strategy, our results suggest that using fewer measures than

    firms with similar quality-based manufacturing strategies hurts performance,

    whereas using more does not. (Van der Stede et al, 2006)

    Pendekatan keragaman menyatakan bahwa berbagai tindakan harus digunakan

    untuk memotivasi karyawan untuk memperhatikan berbagai aspek kegiatan

    mereka (Lillis 2002). Di sisi lain, keselarasan menganggap bahwa kinerja

    meningkat ketika sistem pengukuran kinerja yang dirancang untuk

    menerjemahkan tujuan strategis ke dalam indikator kinerja dipilih secara

    konsisten (Burney dan Widener, 2007; Chenhall, 2005; Ittner et al, 2003;. Kaplan

    dan Norton, 2004; Widener, 2006).

    Keselarasan antara strategi dan implementasi kinerja harus sedemikian rupa

    memperhatikan HCM dan organisasi harus menerapkan HCM tersebut yang

    selaras dengan strategi. Memang, ada upaya untuk mengukur dan menghubungkan

    kegiatan strategi antara sumber daya manusia serta orang-orang dari seluruh

    tenaga kerja. Becker et al. (2001) menetapkan proses menghubungkan tindakan

    kegiatan fungsional HR untuk tujuan strategis perusahaan. Proses ini

    membutuhkan HR profesional untuk membuat peta strategi, mengidentifikasi HR

    dalam peta strategi, mengembangkan langkah-langkah yang valid dari HR dan

    menyelaraskan mereka dengan strategi, kemudian menerapkan manajemen

    dengan pengukuran. Untuk meningkatkan penciptaan nilai dibutuhksn SDM untuk

    menentukan bagaimana kegiatan modal manusia berkontribusi terhadap tujuan

  • 14

    Universitas Indonesia

    balanced scorecard (pelanggan, proses internal keuangan, pembelajaran dan

    pertumbuhan).

    Huselid et al. (2005) memperluas hubungan strategis kegiatan fungsional HR

    untuk semua kegiatan tenaga kerja. Pendekatan mereka adalah serangkaian sikap

    dan perilaku yang sesuai dengan tiga strategi tenaga kerja: biaya, inovasi dan

    keintiman pelanggan. Untuk biaya, perilaku yang tepat memerlukan fokus jangka

    pendek, proses-driven, dedikasi untuk organisasi, dan rendahnya tingkat

    pengambilan risiko. Perilaku yang sesuai akan mencakup tindakan yang relatif

    berulang dan dapat diprediksi, dan bekerja untuk menyesuaikan diri. Di sisi lain,

    sikap yang tepat untuk mengukur dan mempromosikan inovasi akan mencakup

    toleransi yang lebih tinggi untuk ambiguitas, tingkat yang lebih besar mengambil

    risiko, anti-birokrasi, dan didorong oleh pembelajaran . Perilaku khas akan

    mencakup pemecahan masalah; menantang satu sama lain; dan kreativitas.

    Jika organisasi ingin menyelaraskan dengan strategi HCM, seseorang dapat

    berasumsi bahwa mereka tertarik pada langkah-langkah yang konsisten dengan

    strategi. Dengan kata lain, strategi yang berbeda harus mengarah ketertarikan HR

    profesional pada tindakan HC yang berbeda. Lebih tepatnya, differentiators harus

    tertarik indikator HC untuk mengukur kemampuan karyawan yang inovatif dan

    kreatif, sedangkan biaya-pemimpin tertarik HCM untuk mengukur kemampuan

    karyawan untuk mengelola biaya.

    2.4 Peranan Fungsi HR Peran bagian HR (Human Resources) di dalam menentukan keberhasilan setiap

    organisasi jelas sangat besar. Organisasi-organisasi terkemuka dan kelas dunia

    memiliki bagian HR yang tangguh dan mampu mendemonstrasikan perannya

    secara jelas di dalam peningkatan kinerja organisasi. Oleh karena itu, saatnya

    profesional sumber daya manusia menciptakan alat ukur yang baru digunakan

    untuk membuktikan kontribusi sumber daya manusia pada implementasi strategi

    perusahaan dan mengelola sumber daya manusia sebagai aset strategik

  • 15

    Universitas Indonesia

    Berbekal bukti bahwa nilai HC dapat membantu menciptakan nilai, HR

    profesional bisa mengambil peran lebih besar dalam perumusan strategi dan

    HCM. Seperti yang dinyatakan oleh Betty ringkas et al. (2003: 107):

    We wish to address what and how HR can contribute to the strategic

    success of firms by transforming itself from a partner (that can be removed

    or outsourced) to a player on the field, in the game, with the ability to

    score. The ability to score necessitates a new understanding of the rules of

    the game a new perspective on what HR is to contribute, how its systems

    enable it to contribute, and how its ultimate deliverables can be measured.

    The rules of the game mean that HR should only attempt to score on an

    HR scorecard integrated with the firms Business Scorecard.

    Gambar 2.3. Hubungan HR Scorecard to Business Scorecard

    (Sumber: BEATTY R.W., HUSELID M.A. and SCHNEIER C.E. (2003), New HR Metrics:

    Scoring on the Business Scorecard, Organizational Dynamics, vol. 32, n2, p. 107-121.)

  • 16

    Universitas Indonesia

    Scorecard HR harus terkait dengan Scorecard Bisnis, HR telah terlibat dalam,

    membangun kompetensi, menyelaraskan praktik, dan mengintegrasikan dan

    membedakan sistem untuk menyediakan tenaga kerja terbaik yang dapat

    dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif.

    Keberhasilan tenaga kerja adalah tujuan akhir dari setiap sistem HR. Sebagai

    mitra bisnis yang terlibat dalam perumusan strategi, HR profesional harus berada

    dalam posisi untuk mendukung pengembangan langkah-langkah strategis yang

    relevan dengan HC.

  • 17

    Universitas Indonesia

    BAB III

    PEMBAHASAN STUDI KASUS

    Judul Paper : Human Capital Measures, Strategy, and Performance

    Penulis : Stephen Gates, Pascal Langevin

    Tahun : 2008

    Jurnal : Strategic Management Society 28th

    Annual International

    Conference, Cologne, October 2008.

    Paper ini berisi tentang pengukuran modal manusia (human capital/HC) guna

    membantu organisasi untuk mengendalikan aset tidak berwujud yang diakui

    sebagai salah satu faktor kunci keberhasilan mencapai tujuan strategis. Hipotesis

    yang akan dibuktikan pada paper tersebut adalah sebagai berikut:

    Hipotesis 1:

    Semakin maju perusahaan yang mengimplementasikan HC, maka kinerja

    semakin tinggi

    Hipotesis 2a:

    Perusahaan yang mengikuti strategi diferensiasi tertarik indikator HC

    untuk mengukur kemampuan karyawan berinovasi.

    Hipotesis 2b:

    Perusahaan mengikuti strategi biaya kepemimpinan tertarik indikator HC

    untuk mengukur kemampuan karyawan dalam pengelolaan biaya secara

    efisien

    Hipotesis 3:

    Semakin banyak fungsi SDM yang terlibat dalam pengembangan strategi

    bisnis, semakin maju perusahaan dalam mengimplemetasikan HC.

  • 18

    Universitas Indonesia

    3.1.Sampel dan Data

    Penelitian ini merupakan bagian dari proyek penelitian yang dilakukan dan

    bekerja sama dengan The Conference Board. Penelitian ini mencakup analisis

    kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif didapatkan dari data hasil

    kuesioner dan analisis kualitatif didapatkan dari hasil investigasi menggunakan

    wawancara mendalam dengan enam orang manajer human capital metric project.

    Data kuantitatif didapatkan dengan dua langkah proses. Langkah pertama, dengan

    menyebarkan kuesioner secara langsung pada pertemuan The Conference

    Boards working group human capital strategy and measurement dimana 35

    orang dari 51 atau sekitar 68.6%, anggota mengembalikan secara lengkap

    kuesioner tersebut. Langkah kedua dilakukan dengan menyebarkan 400 kuesioner

    melalui email/survey online kepada anggota jaringan HR The Conference

    Boards, didapatkan 69 kuesioner dibalas atau sekitar 17.3% dari total kuesioner

    yang disebarkan. Sehingga jumlah survey keseluruhan yang didapatkan sebesar

    104 kuesioner. Data yang didapatkan berasal dari dua group yang berbeda ini dites

    dan tidak ditemukan perbedaan apapun.

    3.2.Pengukuran Variabel

    Pertanyaan di survei terdiri dari tahap implementasi HCM, kinerja, strategi,

    keterlibatan manajer SDM dalam pengembangan dan implementasi strategi, dan

    perhatian manajer HR pada HCM.

    3.2.1. Tahap Implementasi Pengukuran HC (STAGE) Pada tahap ini digunakan 5 skala poin, berdasarkan kategori Bourdreau dan

    Ramstad (2003). Tahap ini bertanya kepada responden apakah perusahaan mereka

    mengimplementasikan HCM. Hasil yang didapatkan :

    1. 2% perusahaan tidak melakukan pengukuran HC

    2. 27,7% perusahaan mulai menjalankan pengukuran HC

    3. 27,7% perusahaan memiliki pengukuran efisiensi

    4. 35,6% perusahaan memiliki pengukuran yang efisiensi dan efektif

  • 19

    Universitas Indonesia

    5. 7% perusahaan menggabungkan pengukuran yang efektif, efisien dan

    dampaknya

    Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena penelitian ini

    bertanya kepada responden mengenai persepsi mereka terhadap tahap

    perkembangan HCM daripada mengukur jumlah HCM yang dipilih, sehingga

    tidak bukti secara profesional menunjukkan bahwa jumlah HCM mencerminkan

    kualitas dari sistem pengukuran HC. Sebaliknya, diketahui bahwa perusahaan

    yang paling maju justru mengurangi indikator jumlah HCM.

    Variabel ini memiliki dua keterbatasan. Pertama, didasarkan pada persepsi yang

    mana sesuai untuk mengukur tingkat kepuasan responden, namun persepsi dapat

    bervariasi dari satu orang ke orang lain tergantung pada tingkat harapan. Kedua,

    variabel diukur dengan satu item tunggal yang dapat menimbulkan masalah

    validitas.

    3.2.2. Kinerja (PERF) Pengukuran variabel kinerja menggunakan delapan buah pertanyaan Huangs

    (2001). Pengukuran kinerja ini berdasarkan persepsi juga yang mungkin hasilnya

    akan bias. Berdasarkan beberapa pemikiran (Dess dan Robinson, 1983)

    menunjukkan bahwa adanya korelasi yang erat antara ukuran kinerja subyektif

    dengan ukuran obyektif dan kinerja yang dirasakan dapat digunakan sebagai

    proxy untuk ukuran obyektif. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan

    analisis komponen utama, dimana dari delapan buah pertanyaan, dua buah

    variabel dibuang karena memiliki nilai communalities dibawah 0.50 (Hair et al.,

    2006). Enam buah variabel yang tersisa diobservasi pada faktor tunggal yang

    menjelaskan 76 persen dari varians (lihat tabel 1), lalu membangun indeks kinerja

    dengan rata-rata skor pada setiap item tersebut ( = 3.73, = 0,92, Cronbach =

    0.94).

  • 20

    Universitas Indonesia

    Tabel 3.1. Factor Analysis of The Variables Measuring Performance

    (sumber : Gates, Langevin, 2008 : Human Capital Measures, Strategy, and Performance

    Strategic Management Society 28th

    Annual International Conference, Cologne, October 2008)

    3.2.3. Strategi (STRAT) Pengukuran strategi dilakukan dengan bertanya kepada responden mengenai

    persentase penjualan produk baik menggunakan strategi low cost atau diferensiasi.

    Digunakan persentase strategi diferensiasi sebagai ukuran tunggal. Pendekatan ini

    memiliki keuntungan karena mudah dioperasionalkan dan dimengerti oleh para

    manajer (Auzer dan Langfield-Smith, 2005). Dalam sampel, persentase

    diferensiasi bervariasi dari 10 sampai 90 persen, dengan rata-rata 68 persen dan

    standar deviasi 23 persen.

    3.2.4. Keterlibatan Manager HR pada Pengembangan Implementasi Strategi (INVOLV)

    Pada pengukuran ini, peneliti bertanya kepada responden untuk menggambarkan

    hubungan antara fungsi HR dan strategi bisnis di perusahaan mereka dengan

    memilih salah satu jawaban dari 5 jawaban yang tersedia.

    3.2.5. Perhatian terhadap HCM Untuk mengukur variabel ini, pertanyaan didesain dengan mengurutkan delapan

    kategori pertanyaan target HCM inovasi (innovation) atau penurunan harga (cost

    reduction). Untuk mengidentifikasi struktur yang mendasari pertanyaan ini dan

  • 21

    Universitas Indonesia

    untuk meringkas data, digunakan analisis komponen utama. Setelah analisis

    pertama, dikeluarkan dua variabel dengan communalities lebih kecil dari 0,50

    (Hair et al., 2006). Tabel 3.2 menunjukkan hasil dari analisis komponen utama

    diterapkan pada enam variabel yang tersisa. Faktor 1 (INNOV) dapat diartikan

    sebagai kepentingan indikator HC mengukur kemampuan karyawan untuk

    berinovasi, sedangkan faktor 2 (EFFI) mewakili kepentingan metrik HC

    mengukur kemampuan karyawan untuk mengelola biaya secara efisien.

    Pengukuran pada variable ini adalah mengetahui ketertarikan responden dalam

    melaksanakan indikator baru, apakah tertarik pada kategori efisiensi atau inovasi.

    Tabel 3.2. Factor Analysis of The Interest of HR Managers in Human Capital

    Measure

    (sumber : Gates, Langevin, 2008 : Human Capital Measures, Strategy, and Performance

    Strategic Management Society 28th

    Annual International Conference, Cologne, October 2008)

    3.3. Hasil dan Diskusi Untuk mengetahui lebih luas bahwa tiga hipotesis relatif independen, penelitian

    ini dianalisis bersama hasil kuantitatif dan kualitatif yang sesuai dengan masing-

    masing hipotesis. Semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini, kecuali

    EFFI, memiliki distribusi tidak normal, sehingga menggunakan korelasi

    nonparametrik (Spearman Rho) untuk menguji hipotesis. Hasilnya dapat dilihat

    pada tabel 3.3

  • 22

    Universitas Indonesia

    Tabel 3.3. Nonparametic correlations between variables (Spermans Rho)

    (sumber : Gates, Langevin, 2008 : Human Capital Measures, Strategy, and Performance Strategic

    Management Society 28th

    Annual International Conference, Cologne, October 2008)

    3.3.1. Dampak Implementasi HCM pada Kinerja Hipotesis 1 menyatakan bahwa semakin maju sebuah perusahaan dalam

    pengembangan implementasi HC, maka kinerja semakin tinggi. Tabel 3

    menunjukkan korelasi positif yang signifikan antara STAGE dan PERF (R =

    0.280, p

  • 23

    Universitas Indonesia

    H2a dan H2b keduanya didukung. Korelasi antara STRAT dan INNOV positif

    dan signifikan (R = 0,297, p

  • 24

    Universitas Indonesia

    3.4. Kesimpulan Berdasarkan studi empiris, baik hasil kuantitatif dan kualitatif yang telah

    dilakukan sebelumnya oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa:

    1. Semakin maju sebuah perusahaan dalam pengembangan metrik HC, maka

    kinerja perusahaan tinggi;

    2. Perusahaan mengikuti strategi diferensiasi tertarik pada indikator inovasi,

    sementara mereka mengikuti strategi pengurangan biaya tertarik pada indikator

    efisiensi;

    3. Semakin berfungsi SDM berpartisipasi dalam strategi, semakin maju

    perusahaan dalam mengimplementasikan HC.

  • 25

    Universitas Indonesia

    BAB IV

    PENUTUP

    4.1. Kesimpulan Dari hasil ulasan paper yang berjudul Human Capital Measures, Strategy, and

    Performanceyang diteliti oleh Stephen Gates dan Pascal Langevin pada tahun

    2008 dapat diketahui bahwa antara HCM, kinerja, strategi dan peran manajer

    SDM sangat berhubungan. Hasil menunjukkan bahwa kinerja secara positif terkait

    dengan tahap pelaksanaan HCM. Hasil penelitian juga menegaskan bahwa

    perusahaan mengembangkan HCM agar sesuai dengan strategi perusahaan dimana

    perusahaan yang mengikuti strategi diferensiasi tertarik indikator HC untuk

    mengukur kapasitas karyawan yang inovatif, sedangkan perusahaan biaya-

    pemimpin (leader cost) lebih memilih metrik HC untuk mengukur kemampuan

    karyawan untuk mengelola biaya. Terakhir, partisipasi HR manajer dalam

    pengembangan strategi secara positif berkaitan dengan tahap pelaksanaan HCM.

    Hasil ini menegaskan bahwa para profesional HR sadar akan pentingnya

    implementasi HC untuk pencapaian tujuan strategis.

    4.2. Saran dan Limitasi Dari hasil ulasan paper ini dapat diketahui juga bahwa penelitian ini memiliki

    beberapa keterbatasan. Salah satu batasan konseptual dari penelitian ini adalah

    fokus tajam pada strategi sumber daya manusia tanpa pertimbangan konteks yang

    lebih besar. Studi ini terbatas untuk mengintegrasikan konsep dari sumber daya

    manusia dan akuntansi, tetapi dapat memperoleh manfaat dari kerangka kerja

    konseptual yang lebih luas. Keterbatasan lain adalah bahwa studi ini tidak cukup

    fokus pada orang-orang sub-kelompok yang paling penting untuk strategi tertentu.

    Ada juga beberapa keterbatasan metodologis. Pertama, sampel didasarkan pada

    anggota HR The Conference Board yang mungkin tidak mewakili semua

    profesional HR. Selain itu, sampel termasuk beberapa anggota telah berpartisipasi

  • 26

    Universitas Indonesia

    dalam kelompok kerja tertentu. Dengan demikian, keacakan tidak terjamin.

    Kedua, data kuantitatif dikumpulkan melalui survei menggunakan langkah-

    langkah yang dilaporkan sendiri yang mungkin sehingga menjadi bias. Ketiga,

    penelitian ini adalah cross-sectional dan korelasi yang ditemukan tidak boleh

    ditafsirkan sebagai hubungan sebab-akibat. Keempat, penelitian tidak mengontrol

    dampak spesifik faktor kontingensi. Sebagai contoh, penelitian poin pentingnya

    faktor eksternal, seperti kelelahan teknologi dan ekspansi di luar pasar nasional,

    dalam penciptaan dan kinerja kemampuan inovatif muncul (Ahua dan Katila,

    2004). Meskipun ada keterbatasan, penelitian ini memberikan kontribusi untuk

    pengetahuan yang lebih baik tentang hubungan antara HCM, strategi, dan kinerja,

    serta peran penting yang dimainkan oleh manajer SDM. Untuk penelitian masa

    depan diharapkan akan lebih mengeksplorasi daerah ini melalui studi longitudinal

    sampel yang lebih besar, perusahaan yang acak dan termasuk faktor-faktor

    kontingensi untuk kontrol lebih baik pada organisasi yang lebih spesifik.

  • Universitas Indonesia

    DAFTAR REFERENSI

    Auzair S. M. and Langfield, Smith K. (2005), The Effect of Service Process Type,

    Business Strategy and Life Cycle Strategy on Bureaucratic MCS in Service

    Organizations, Management Accounting Research, vol. 16, n4, p. 399-480

    Beatty R.W., Huselid M.A. and Schneier. C.E. (2003), New HR Metrics: Scoring

    on the Business Scorecard, Organizational Dynamics, vol. 32, n2, p. 107-121.

    Boudreau J. and Ramstad P. (2003), Strategic HRM measurement in the 21st

    century: From justifying HR to strategic talent leadership, In M.

    GOLDSMITH, R. GANDOSSY and EFRON, HRM in the 21st century, New

    York : John Wiley)

    Govindajaran V. (1988), A Contingency Approach to Strategy Implementation at

    the Business-Unit Level: Integrating Administrative Mechanisms with

    Strategy, Academy of Management Journal, vol. 31, n4, p. 828-853.

    Gupta A. K. (1987), SBU Strategies, Corporate-SBU Relations, and SBU

    Effectiveness in Strategy Implementation, Academy of Management Journal,

    vol. 30, n3, p. 477-500.

    Hitt M.A., Bierman L., Shimizu K. and Kochar R. (2001), Direct and

    Moderating Effects of Human Capital on Strategy and Performance in

    Professional Service Firms: A Resource Based Perspective, Academy of

    Management Journal, vol. 44, n1, p. 13-28.

    Ittner C.D. and Larcker D.F. (1998), Are Nonfinancial Measures Leading

    Indicators of Financial Performance? An Analysis of Customer Satisfaction,

    Journal of Accounting Research, vol. 36, p. 1-35.

    Langfield, Smith K. (1997), Management Control Systems and Strategy: A

    Critical Review, Accounting, Organizations and Society, vol. 22, n2, p. 207-

    232.

  • Universitas Indonesia

    Marr B., Gray D. and Neely A. (2003), Why do Firms Measure their Intellectual

    Capital?, Journal of Intellectual Capital, vol. 4, n4, p. 441-464.

    Universitas Indonesia (2008). Pedoman Teknik Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa

    Universitas Indonesia

    Petty R. and Guthrie J. (2000), Intellectual Capital Literature Review -

    Measurement,Reporting and Management, Journal of Intellectual Capital, vol.

    1, n2, p. 155-176.

    Stewart T.A. (1997), Intellectual Capital - the New Wealth of Organizations.

    London: Nicholas Brealey.

    Van Der Stede, W. A., Chow C.W. and Lin T.W. (2006), Strategy, Choice of

    Performance Measures, and Performance, Behavioral Research in Accounting,

    vol. 18, p. 185-205.

    Van Der Stede, W. A. (2000), The Relationship between Two Consequences of

    Budgetary Controls: Budgetary Slack Creation and Managerial Short-Term

    Orientation, Accounting, Organizations and Society, vol. 25, n6, p. 609-622.