membangun infrastruktur data spasial · pdf fileberdasarkan contoh seperti diuraikan di atas,...

17
1 Membangun Infrastruktur Data Spasial D. Muhally Hakim 1) 2) , Sumarno 2) 3) 1. Kelompok Keilmuan (Research Group) Inderaja dan Sains Informasi Geografis Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan - ITB 2. Pusat Infrastrktur Data Spasial - ITB 3. Jurusan Geoinformatika - FTSP ITENAS Natural Disaster and Environmental Management The 2 nd Indonesian Geospatial Technology Exhibition Jakarta, 30- 31 Agustus 2007 Abstrak Kebutuhan akan data geo-spasial dalam berbagai jenis tema dan resolusi sudah disadari oleh sebagian besar kalangan pengguna. Pengalaman bencana gempa/tsunami di tanah air Indonesia menjadi bukti tentang hal ini. Dalam keadaan “tiada bencana” data geo- spasial juga sangat diperlukan keberadaannya untuk berbagai pengambilan keputusan dalam berbagai penataan ruang. Dalam era tahun delapan puluh-an data geo-spasial disajikan dalam bentuk peta cetak yang sifat informasinya statis dan tidak fleksibel dalam pemakaiannya. Setelah delapan puluh-an sejalan dengan kemajuan teknologi komputer dikembangkan orang sistem pemetaan digital dan lebih jauh lagi dapat dikembangkan otomasi sistem pemetaan dan pemanfaatannya dalam bentuk SIG. Data geo-spasial pada berbagai level yang keberadaannya terdistribusi di berbagai instansi yang berbeda-beda tiada jarang memiliki kendala dalam berbagai segi baik dalam hal standar ketelitian, skala/resolusi, ketersediaan, maupun aksesibilitas, dan lain-lainnya. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu upaya bersama membangun suatu infrastruktur data spasial (IDS) yang tujuan utamanya adalah membangun sistem pengadaan data geo-spasial yang memenuhi berbagai standar, dan membangun sistem akses yang memberikan kemudahan kepada para pengguna. Secara nasional telah dilakukan berbagai upaya membangun IDS Indonesia, begitu juga penerapan IDS di daerah. Beberapa pengalaman membangun dan memperkenalkan IDS di beberapa daerah baik pada level propinsi, kabupaten, dan kota dicoba dikemukakan dalam tulisan ini. 1 PENDAHULUAN Kebutuhan akan data geo-spasial dalam berbagai jenis tema dan resolusi sudah disadari oleh sebagian besar kalangan dari mulai sektor swasta, pemerintah maupun pihak lainnya termasuk komunitas ilmuwan, dan individual. Pengalaman bencana gempa/tsunami Aceh dan Sumatera Utara, gempa Yogyakarta, dan tsunami Pangandaran dan daerah Jawa Barat Selatan lainnya menjadi bukti tentang hal ini baik pada saat/fase quick response maupun saat/fase rehabilitasi, dan fase-fase selanjutnya dalam sistem penanggulangan/mitigasi bencana jenis ini maupun jenis-jenis bencana lainnya. Dalam keadaan “tiada bencana” data geo-spasial juga sangat diperlukan keberadaannya untuk berbagai pengambilan keputusan termasuk dalam berbagai penataan ruang. Akan diperoleh informasi tata-ruang nasional maupun tata-ruang daerah yang baik dan akurat apabila pada saat perenacanaan dilakukan tersedia dengan memadai berbagai jenis data geo-spasial yang diperlukan. Untuk keperluan

Upload: trankhuong

Post on 06-Mar-2018

250 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

1

Membangun Infrastruktur Data Spasial

D. Muhally Hakim1) 2), Sumarno2) 3)

1. Kelompok Keilmuan (Research Group) Inderaja dan Sains Informasi Geografis Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan - ITB

2. Pusat Infrastrktur Data Spasial - ITB 3. Jurusan Geoinformatika - FTSP ITENAS

Natural Disaster and Environmental Management

The 2nd Indonesian Geospatial Technology Exhibition Jakarta, 30- 31 Agustus 2007

Abstrak

Kebutuhan akan data geo-spasial dalam berbagai jenis tema dan resolusi sudah disadari oleh sebagian besar kalangan pengguna. Pengalaman bencana gempa/tsunami di tanah air Indonesia menjadi bukti tentang hal ini. Dalam keadaan “tiada bencana” data geo-spasial juga sangat diperlukan keberadaannya untuk berbagai pengambilan keputusan dalam berbagai penataan ruang. Dalam era tahun delapan puluh-an data geo-spasial disajikan dalam bentuk peta cetak yang sifat informasinya statis dan tidak fleksibel dalam pemakaiannya. Setelah delapan puluh-an sejalan dengan kemajuan teknologi komputer dikembangkan orang sistem pemetaan digital dan lebih jauh lagi dapat dikembangkan otomasi sistem pemetaan dan pemanfaatannya dalam bentuk SIG. Data geo-spasial pada berbagai level yang keberadaannya terdistribusi di berbagai instansi yang berbeda-beda tiada jarang memiliki kendala dalam berbagai segi baik dalam hal standar ketelitian, skala/resolusi, ketersediaan, maupun aksesibilitas, dan lain-lainnya. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu upaya bersama membangun suatu infrastruktur data spasial (IDS) yang tujuan utamanya adalah membangun sistem pengadaan data geo-spasial yang memenuhi berbagai standar, dan membangun sistem akses yang memberikan kemudahan kepada para pengguna. Secara nasional telah dilakukan berbagai upaya membangun IDS Indonesia, begitu juga penerapan IDS di daerah. Beberapa pengalaman membangun dan memperkenalkan IDS di beberapa daerah baik pada level propinsi, kabupaten, dan kota dicoba dikemukakan dalam tulisan ini.

1 PENDAHULUAN Kebutuhan akan data geo-spasial dalam berbagai jenis tema dan resolusi sudah disadari oleh sebagian besar kalangan dari mulai sektor swasta, pemerintah maupun pihak lainnya termasuk komunitas ilmuwan, dan individual. Pengalaman bencana gempa/tsunami Aceh dan Sumatera Utara, gempa Yogyakarta, dan tsunami Pangandaran dan daerah Jawa Barat Selatan lainnya menjadi bukti tentang hal ini baik pada saat/fase quick response maupun saat/fase rehabilitasi, dan fase-fase selanjutnya dalam sistem penanggulangan/mitigasi bencana jenis ini maupun jenis-jenis bencana lainnya. Dalam keadaan “tiada bencana” data geo-spasial juga sangat diperlukan keberadaannya untuk berbagai pengambilan keputusan termasuk dalam berbagai penataan ruang. Akan diperoleh informasi tata-ruang nasional maupun tata-ruang daerah yang baik dan akurat apabila pada saat perenacanaan dilakukan tersedia dengan memadai berbagai jenis data geo-spasial yang diperlukan. Untuk keperluan

Page 2: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

2

perencanaan ketahanan pangan nasional diperlukan sekali bebagai jenis tema data geo-spasial yang memadai. Tanpa tersedianya data geo-spasial yang lengkap dan akurat, sasaran dan keinginan akan swasembada pangan nasional yang terkait dengan bahan pangan pokok akan sulit dicapai dengan baik. Dan banyak contoh-contoh lainnya tentang manfaat dan kegunaan dari tersedianya data geo-spasial ini sehingga tidak salah apabila dikatakan orang “no map (baca: data geo-spasial) no culture - tanpa data geo-spasial tak akan ada kemajuan (yang berarti)”. Dalam era sebelum tahun delapan puluhan pada saat teknologi komputer belum berkembang sepesat/secanggih sekarang ini, keberadaan dan visualisasi data geo-spasial diwakili oleh berbagai jenis peta baik topografi maupun tematik dalam bentuk cetakan (hardcopy map), dan berbagai jenis data citra dengan berbagai variasi skala. Data geo-spasial jenis ini sifatnya sangat statis dalam arti antara lain sangat sulit dilakukan revisi apabila ada atau terjadi perubahan data/informasi di lapangan. Peta cetak konvensional disajikan dalam lembar-lembar peta yang mereferesentasikan gambaran unsur real world yang dipilih pada kurun waktu tertentu, dan pembuat peta sebagai owner memiliki hak eksklusif baik terhadap peta itu sendiri maupun terhadap data sebagai sumber pembuatan peta. Disisi lain para pengguna harus menerima begitu saja sebagaimana apa adanya terhadap peta yang mereka pilih/gunakan (Ryttersgaard, 2001). Di negara-negara maju seperti Amerika, negara-negara Eropa, dan Jepang sejak awal sudah tersedia berbagai jenis peta secara nasional, namun dalam hal pemanfaatannya pada saat itu di negara-negara tersebut belum seefektif seperti sekarang ini. Adalah sulit dan bahkan dalam beberapa hal tidak mungkin untuk mengubah, memanipulasi, dan mengkombinasikan data peta yang ada. Demikian juga akan dirasakan sulit untuk melakukan analisis dan pemodelan yang berbasikan peta cetak konvensional. Padahal untuk berbagai kasus, proses analisis dan pemodelan-pemodelan perlu sekali dilakukan, misalnya pada kasus-kasus yang terkait dengan perencanaan tata-ruang, pemilihan lahan yang cocok (land-suitability) untuk tanaman pangan dalam rangka perencanaan ketahanan pangan nasional, maupun perencanaan dan implementasi dalam bidang-bidang lainnya. Setelah tahun delapan puluhan sampai saat ini, ilmu dan teknologi yang terkait dengan pengembangan sistem komputer mengalami kemajuan yang sangat pesat dan sebagai tool sistem komputer ini memiliki kemampuan yang main lama makin “bukan main”. Komputer memberi pengaruh besar terhadap hampir semua aspek kehidupan manusia termasuk terhadap berbagai disiplin ilmu pengetahuan, tidak ketinggalan memberi pengaruh sangat besar terhadap sistem pengelolaan data geo-spasial dari mulai pengambilan, pengolahan, penyimpanan, manipulasi spasial, sampai visualisasi data/informasi. Dengan bantuan komputer dapat dibuat sistem pemetaan digital dan lebih jauh lagi dapat dikembangkan otomasi sistem pemetaan dan olah data serta analisis spasial dalam bentuk Sistem Informasi Geografis (SIG). Peta digital sifatnya sangat dinamis, dan parameter waktu dapat dijadikan bagian yang melekat dengan pengambilan data secara individual. Data geo-spasial digital dari berbagai sumber, dan data geo-spasial dengan berbagai variasi ketelitian dapat digunakan dan dikombinasikan dengan lebih mudah ketimbang data geo-spasial yang diwakili oleh peta cetak konvensional. Meskipun demikian dengan tujuan optimisasi, misalnya dengan pemanfaatan olah data menggunakan SIG, penggunaan data geo-spasial pada berbagai level baik lokal, nasional, maupun regional baik oleh pemerintah,

Page 3: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

3

swasta, maupun individual, pada akhirnya akan menuntut ketersediaan set-data dasar (fundamental data sets) yang sifatnya homogen, lengkap, dan selalu termutakhirkan (updated). Satu prasyarat yang kelihatannya sekarang ini tidak bisa ditawar lagi terkait dengan hal sukses tidaknya pemanfaatan data geo-spasial dengan tujuan optimisasai seperti dijelaskan di atas adalah adanya satu sistem yang harus dipersiapkan dan kemudian dibangun secara sistematik yang dapat menjamin ketersediaan set-data dasar yang sifatnya homogen, lengkap, dan selalu terdinikan seperti yang dituntut oleh banyak pihak. Sistem ini sekarang dikenal orang sebagai Infrastruktur Data Spasial (IDS) (Ryttersgaard, 2001). Pada tulisan ini disamping akan dibahas tentang konsep dasar IDS juga akan dikemukakan sedikit tentang pengalaman membangun dan mengembangkan IDS pada level daerah baik di tingkat propinsi, kabupaten dan kota terutama yang melibatkan sedikit banyak Pusat Infrastruktur Data Spasial (PIDS) - ITB.

2 PERMASALAHAN DATA GEO-SPASIAL Seperti dijelaskan di atas tanpa tersedianya data geo-spasial yang lengkap dan akurat, sasaran dan keinginan akan berbagai pengambilan keputusan dalam berbagai penataan ruang, mitigasi bencana, dan lain sebagainya yang terkait dengan pelibatan data geospasial adalah sulit untuk diperoleh hasil yang baik, tepat, dan berhasil guna. Untuk berbagai jenis keperluan dan aktifitas pengambilan keputusan dibutuhkan data geo-spasial yang sifatnya beragam padahal disisi lain seluruh data geo-spasial yang merupakan set-data dasar , jika seandainya ada dengan lengkap, tidak terkonsentrasi pada satu tempat melainkan tersebar pada berbagai instansi sesuai dengan (tupoksi) pokok dan fungsi masing-masing instansi. Untuk memberikan ilustrasi permasalahan di atas, akan diuraikan bagaimana data geo-spasial dibutuhkan dengan mengambil contoh kasus pembuatan peta rawan bencana banjir yang biasa digunakan pada sistem mitigasi bencana banjir. Gambar 01 menunjukkan bagaimana proses peta rawan banjir dibuat dengan hasil seperti yang dapat dilihat pada Gambar 02.

Gambar 01 - Diagram proses pembuatan Peta Rawan Banjir

Batas Administrasi

Data Topografi

DAS

Sistem Lahan

Tutupan Lahan

Curah Hujan

Area Rawan Banjir

Kejadian Banjir

Prakiraan Curah Hujan

Prakiraan Banjir Peta Daerah

Rawan Banjir

Rawan Genangan

Page 4: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

4

Peta rawan banjir yang diproses pada Gambar 01 dengan hasil seperti ditunjukkan pada Gambar 02 dibuat berdasarkan hasil proses tumpang susun dan analisis data dasar yang antara lain terdiri dari peta-peta:

Tutupan Lahan (Land cover) Kejadian Banjir Daerah Aliran Sungai (DAS) Curah Hujan Batas Administrasi Peta Rupabumi Sistem Lahan SRTM

Apabila ditelusuri, data/peta dasar yang digunakan terkait dengan peta rawan banjir ini keberadaannya tersebar di sejumlah instansi pemilik/produser peta yang terkait berdasarkan tupoksi. Lihat Tabel 01.

Gambar 03 - Peta dasar yang diperlukan untuk pembuatan Peta Rawan Banjir

Gambar 02 - Peta Rawan Banjir hasil proses pada Gambar 02 [Sumber: Pusat SPSDAD - Bakosurtanal]

Page 5: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

5

Berdasarkan Tabel 01 terlihat bahwa baik skala dan resolusi data/peta berbeda satu sama lain. Begitu juga ketelitiannya, karena pada dasarnya ketelitian terkait erat dengan resolusi atau skala peta. Atau kasus lain dapat juga terjadi (ini kejadian sebenarnya); karena ada berbedaan (tidak standar) dalam hal sistem pemetaan, seperti dapat dilihat pada Gambar 04, ada perbedaan posisi antara garis pantai yang diukur oleh instansi A dengan garis pantai yang diukur oleh instansi B; begitu juga untuk jalan tol. Berdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah, dapat saja terjadi “tidak lengkap dan tidak teratur” (jarang terjadi tidak lengkap namun teratur), “mungkin lengkap tapi tidak teratur”, atau (mungkin?) dicapai kondisi ideal yaitu “lengkap dan teratur” (lihat Gambar 05). Lengkap, dapat diartikan sebagai semua set-data dasar tersedia sesuai dengan seharusnya/keperluan, teratur artinya semua set data memiliki skala/resolusi yang homogen untuk setipa level penggunaan, sistem proyeksi/koordinat yang seragam dan memenuhi standar, sistem penyimpanan dan transfer mengikuti aturan yang berbasiskan suatu standar, dan pada gilirannya sistem interoperabilitas dapat

Tabel 01 - Data dasar untuk pembuatan Peta Rawan Banjir

No. Sumber Jenis Data Skala/Resolusi Tahun

01 Tutupan Lahan Bakosurtanal 1:250K 2003 Pekerjaan Umum Daerah Aliran Sungai 02 1:500K -

Bakosurtanal Batas Administrasi 03 1:250K -

Bakosurtanal Sistem Lahan 04 1: 50K -

Pekerjaan Umum Kejadian Banjir 05 1: 50K 2005 BMG Curah Hujan Dasarian 06 1: 50K 1995-2005 Bakosurtanal Rupabumi/Topografi 07 1: 25K 2001 NASA - USA SRTM 08 90 meter 2003

Instansi A Instansi B

Gambar 04 - Visualisasi informasi yang berbeda dari dua instansi untuk objek peta yang sama (garis pantai dan jalan toll)

Page 6: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

6

terbentuk/terwujud dengan baik sehingga “memuaskan” semua pengguna.

3 DASAR-DASAR PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN IDS Menurut satu definisi dari berbagai definisi yang ada, IDS adalah suatu inisiatif yang diperlukan untuk mengupayakan secara efektif tentang pengumpulan, manajemen, akses, penyampaian, dan utilisasi data geo-spasial. Karena data geo-spasial baik yang bersifat set-data topografis maupun tematis tidak terkonsentrasi pada satu institusi, maka IDS merupakan segala sesuatu yang terkait dengan membangun fasilitas dan mengembangkan koordinasi dalam melakukan pertukaran dan berbagi pakai data geo-spasial (geo-spatial data sharing).

Gambar 05 - Berbagai situasi keberadaan data geo-spasial

Admin

Hidrologi

SDA

Transportasi

Pemukiman

Tidak lengkap & tidak teratur

(Mungkin) lengkap tapi tidak teratur

Landuse

Kadaster

SDA

Utilitas Lainnya

Admin

Populasi Pemukiman

Transportasi

Kemiringan

Hidrologi

Kondisi Ideal lengkap & teratur

Lainnya

Kadaster Hidrologi

Kemiringan SDA

Admin

Populasi Transportasi

Utilitas

Landuse

Pemukiman

Page 7: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

7

Salahsatu tujuan utama dibangun dan dikembangkan orang suatu IDS tidak lain adalah untuk mendukung pengambilan keputusan pada berbagai level baik publik maupun swasta, level pusat maupun daerah. Karena itu IDS seyogianya dijadikan sebagai target yang harus dijadikan suatu fondasi dalam penggunaan data geo-spasial untuk keperluan pengambilan keputusan agar supaya hasilnya lebih baik dan efisien (Feeney, 2003). Dari situasi keberadaan data geo-spasial seperti diilustrasikan pada Gambar 05, disamping untuk maksud dan tujuan menjadikan pengambilan keputusan menjadi lebih baik dan efisien, perkembangan dan munculnya IDS juga sejalan dengan tuntutan dan kemajuan teknologi pengadaan data geo-spasial yang berbasiskan digital. Selain itu pemunculan IDS juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT - Information Communication Technology) dimana teknologi yang satu ini sangat membantu antara lain dalam hal diseminasi data/informasi yang berbasikan geo-spasial. Sebagai ilustrasi, pada Gambar 06 dapat dilihat bagaimana evolusi perkembangan dan pemanfaatan data geo-spasial dari sejak awal sampai kemudian menjadi SIG yang selanjutnya berkembang menjadi IDS seperti yang dikenal dan dituntut banyak orang sekarang ini.

3.1 Pembangunan IDS Dan Pendekatan Yang Dapat Dilakukan Yang harus diperhatikan terkait dengan pembangunan dan pengembangan setiap IDS adalah adanya pengertian dan pemahaman yang komprehensif antara lain tentang sifat natural dari konsep IDS sendiri, komponen-komponen yang terkait, dan kebutuhan (the needs) komunitas pengguna. Interaksi antara pengguna dengan produser/suplayer data geo-spasial, dan value-adding agents yang berposisi diantara keduanya, akan menentukan ke arah mana IDS harus dibangun dan dikembangkan. Interaksi antara stakeholder ini yang memiliki yurisdiksi (“daerah kekuasaan”) masing-masing, secara signifikan (tidak dapat diabaikan) akan mempengaruhi perubahan-perubahan keterkaitan antara data geo-spasial dalam konteks yurisdiksi-yurisdiksi IDS. Untuk alasan inilah formasi kemitraan harus merupakan fondasi dalam inisiatif pembangunan dan pengembangan IDS. Kemitraan juga harus dikembangkan, misalnya dalam hal pembentukan suatu konsorsium untuk melayani keperluan akan data geo-spasial yang sifatnya spesifik, dan/atau melayani pengguna-pengguna yang memiliki sifat strategis (Feeney, 2003).

DATA GEO-SPASIAL

MASYARAKAT

STANDAR

KEBIJAKAN/ATURAN

TEKNOLOGI

(Sebaiknya) tidak boleh dilakukan

Gambar 07 – Sifat natural dan hubungan antar komponen IDS

Page 8: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

8

Isue tentang berbagi pakai, keamanan, dan akses data mendorong orang untuk mendefinisikan dan membangun sistem sedemikian rupa sehingga hubungan antara data dan pemakai dapat terbentuk dan terpelihara dengan baik. Dalam kerangka IDS, orang dari mulai dari para pengguna sampai para produser data geo-spasial tidak dapat mengakses data sembarangan tanpa melalui suatu kerangka jaringan akses, kebijakan/aturan, dan standar teknis yang merupakan bagian dari komponen teknologi dalam IDS. Sehubungan dengan masalah di atas pendekatan yang dapat dilakukan untuk membangun dan mengembangkan IDS baik pada level nasional, dan terutama sekali pada level daerah dapat ditempuh pendekatan salahsatunya dengan cara apa yang dinamakan dengan Product Based. Pendekatan dapat dipakai untuk merepresentasikan salahsatu tujuan dibangunnya IDS yaitu kemitraan dalam berbagi pakai data geo-spasial dengan cara “menghubungkan” basis data geo-spasial yang sudah ada dan yang akan dikembangkan dari berbagai yurisdiksi politis maupun administratif dari berbagai level komunitas. Lihat Gambar 07. Komponen IDS yang terkait dengan Gambar 07 terdiri dari (Rajabifard, 2001):

Data geo-spasial merupakan set data dasar baik topografi maupun tematik yang harus tersedia. Seperti di jelaskan sebelumnya berbagai jenis data ini tersebar di berbagai instansi produser yang memiliki yurisdiksi sendiri-sendiri atas data yang jadi tanggung jawabnya sebagai kastodian (custodian); Masyarakat baik sebagai pengguna, provider, administrator, kastodian, value added agents/resellers, korporasi atau individual, publik atau swasta harus melakukan komunikasi dan membangun kemitraan sehingga berbagi pakai data geo-spasial dapat terbentuk dan terlaksana dengan baik; Teknologi yang merupakan salahsatu komponen IDS yang harus dapat memberikan solusi untuk melakukan: pengadaan, integrasi, pemeliharaan, dan data enhancement; penyimpanan dan data warehouse; fungsi akses, distribusi dan clearinghouse untuk data geo-spasial; pengembangan SIG, Basis Data Relasional, web-enable dan online GIS; interoperabilitas, open system.

Kebijakan/aturan yang khusus terkait dengan kebijakan nasional tentang data geo-spasial (Perpres?), aturan administratif siapa bertanggung terhadap apa (jenis data geo-spasial dasar), ketentuan bagaiman cara melakukan koordinasi, aturan membentuk organisasi kemitraan dan kolaborasi dalam hal pengelolaan data geo-spasial. Standar merupakan komponen teknologi yang terkait dengan:

model data; standarisasi metadata; transfer data geo-spasial; open GIS dan interoperbilitas; kebijakan harga data yang konsisten; akses data geo-spasial.

3.2. Status IDS Indonesia Infrastruktur Data Spasial Indonesia (Indonesian Spatial Data Infrastructures – ISDI)

Page 9: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

9

atau lebih dikenal dengan IDSN dikembangkan mulai tahun 2000 yang sebelumnya diawali dengan “pertemuan sektoral” pada awal tahun 1990-an, dan SIGNas (Sistem Informasi Geografis Nasional) menjelang akhir tahun 1990-an. IDS Indonesia dibangun dengan maksud untuk membuat suatu sistem penyediaan data geo-spasial yang memiliki kualitas yang baik dan memadai, mudah diakses, dan juga mudah diintegrasikan dalam proses pengambilan keputusan dalam kerangka pembangunan nasional (Matindas, 2006). Semua kegiatan, yang dimulai dengan “pertemuan sektoral”, kemudian SIGNas dan sekarang menjadi IDSN semuanya diprakarsai dan dikoordinir oleh Bakosurtanal sebagai lembaga yang antara lain memiliki tugas pokok dan fungsi mempersiapkan dan mengadakan data geo-spasial dasar nasional. Pada saat ini setelah melewati berbagai aktivitas implementasi dan rapat koordinasi tahunan antar stakeholder yang terdiri dari berbagai instansi, program implementasi IDSN atau IDS Indonesia difokuskan pada (a) Pembuatan konsep “Peraturan Presiden” tentang Jaringan Data Spasial Nasional; (b) pembuatan dan pengembangan standar yang terkait dengan data geo-spatial dan metadata; (c) inventarisasi dan pengumpulan metadata, serta harmonisasi data geo-spatial; dan (d) pembangunan dan pengembangan jaringan IDS Indonesia. Sehubungan dengan empat fokus implementasi ini, IDS Indonesia yang dikoordinir oleh Bakosurtanal memperbaharui rencana pengembangan dan pencapaiannya seperti diperlihatkan pada Tabel 02 (Matindas, 2006). 4 PENERAPAN IDS DI DAERAH Pada level daerah yaitu hampir di sebagian besar propinsi, kabupaten, ataupun kota, pengertian, konsep, dan istilah IDS sampai saat ini belum begitu dikenal dengan baik. Bahkan pengertian data spasial atau data geo-spasial juga masih ditafsirkan berbeda-beda. Istilah yang sudah umum yang sudah dikenal adalah peta, pemetaan, dan peta digital beserta pengembangannya yang terkait dengan pembangunan Sistem Informasi Geografis (SIG). Pemahaman masalah IDS yang muncul di daerah sejalan dengan pemahaman kaidah pemanfaatan SIG, yaitu SIG sebagai alat bantu dengan tujuan khusus, dan SIG sebagai suatu sumberdata spasial untuk berbagai tujuan. Selanjutnya pemanfaatan data spasial yang diperkaya dengan informasi lain (data deskriptif) dicoba dikerjasamakan dalam bentuk berbagi pakai data (data sharing) diantara komunitas instansi/dinas yang ada di daerah, yang secara tidak langsung hal ini menjadi suatu mekanisme yang sejalan dengan konsep dasar IDS. Berdasarkan pengalaman membantu daerah, implementasi pembangunan IDS pada umumnya dikembangkan

Page 10: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

10

bukan dari suatu kesengajaan yang terpikirkan secara komprehensif sejak awal, melainkan bertitik tolak dari pendekatan product-based yang merupakan jawaban terhadap persoalan akan kebutuhan/pemanfaatan data geo-spasial sekaligus solusi terhadap pemanfaatan data geo-spasial dalam kaitannya dengan penggunaan SIG pada level daerah. Dalam kasus ini akan dicoba dikemukakan beberapa pembangunan dan pengembangan IDS di daerah terkait dengan wilayah yurisdiksi masing-masing, antara lain di:

• Wilayah Propinsi: Propinsi Jawa Barat, dan Propinsi Kepulauan Riau; • Wilayah Kabupaten: Kabupaten Garut, dan Kabupaten Subang; • Wilayah Kota: Kota Cimahi, dan Kota Tasikmalaya.

4.1 Pembangunan IDS Propinsi Pengembangan IDSD Propinsi Jawa Barat Pada tahun 2000 telah dilangsungkan Rapat Koordinasi Sistem Informasi Geografis Nasional yang ke VI (RAKOR SIGNAS-VI) di Kota Bandung. Bapeda Propinsi Jabar yang menjadi “partner” lokal Bakosurtanal dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut menindaklanjuti hasil-hasil kegiatan dengan serangkaian kegiatan yang menjadi pondasi penting bagi implementasi Infrastruktur Data Spasial Daerah (IDSD) di Propinsi Jabar. Langkah-langkah penting yang dimaksud diawali dengan pencantuman istilah SIGDA pada “Butir-butir Kesepakatan” antara Bupati/Walikota se-Jawa Barat dengan Gubernur Propinsi Jawa Barat, yang ditandatangani pada tanggal 2 Agustus 2001. Secara lengkap pernyataan tentang pengembangan SIGDA tercantum pada Butir ke-9 yang berbunyi (Pemprop Jabar , 2001): “Sepakat untuk membangun Sistem Informasi geografis Daerah (SIGDA) di Propinsi Jawa Barat sebagai instrumen untuk membangun keterpaduan informasi ruang di Propinsi Jawa Barat dan penanganan ke-sistem-annya diserahkan pada kelembagaan yang dibangun untuk itu atau di lingkungan Bapeda Kab/Kota” Bapeda Jabar merupakan intitusi yang menjadi inisiator kegiatan implementasi IDSD: Hal-hal yang telah dilakukan dalam hal ini antara lain: Tahun 2002: Penyelenggaraan lokakarya, yang diikuti oleh seluruh Dinas, Badan, dan Lembaga (Dibale) Propinsi dan Bapeda kabupaten/Kota se Propinsi Jabar dan beberapa Instansi Pusat. Hasil yang dicapai pada tahun ini antara lain :

Disosialisasikan istilah Infrastruktur Data Spasial Daerah (IDSD) sebagai pemaknaan dari istilah SIGDA sebelumnya;

Tersusunnya agenda dan rencana tindak iplementasi IDSD; Penetapan komponen IDSD.

Tahun 2003: Disepakati Bapeda Propinsi sebagai clearing house IDSD Prov jabar Sedangkan pengembangan infrastruktur komunikasi dan pertukaran data akan dilakukan oleh Badan Pengembangan Sistem Informasi dan Telematika Daerah (Bapesitelda);

Kesepakatan untuk pengembangan Data Spasial Dasar (fundamental dataset) dilakukan oleh Bapeda sedangkan data dengan tema-tema khusus akan dilakukan oleh Dibale sesuai dengan tupoksinya.

Page 11: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

11

Tahun 2004: Pemutakhiran Peta Dasar Propinsi Jawa Barat, dengan kegiatan utama: penyusunan indeks peta 1:10.000 yaitu pembagian lembar, sistem penomoran lembar, penamaan lembar-lembar peta;

Penyempurnaan Basisdata Spasial Dasar (fundamental dataset) IDSD, pembuatan data kemiringan dan data ketinggian;

Penyusunan Rancangan Draft SK Gubernur tentang Pembangunan IDSD Propinsi Jawa Barat.

Tahun 2005: Hasil kegiatan yang utama pada tahun ini antara lain pengesahan SK Gubernur Jawa Barat No. 33 Tahun 2005 tentang Infrastruktur Data Spasial Propinsi Jawa Barat, Evaluasi Ketersediaan Data Spasial dan Penyusunan Metadata, Penyusunan Mekanisme Pertukaran Data serta Pembangunan Aplikasi Pertukaran Data.

Tahun 2006: Kegiatan utama dua tahun ini adalah operasionalisasi IDSD, dengan rincian kegiatan antara lain pembuatan peta landuse seluruh wilayah jawa barat. Selain itu juga membentuk kelompok kerja (pokja), yaitu pokja perumusan kastodian data dan pokja meta data. Pada tahun ini juga disusun draft SK Ketua TKPRD tentang pemanfaatan data spasial.

Tahun 2007: Masih dengan agenda operasionalisasi IDSD, pada tahun 2007 dilakukan kegiatan untuk pembaruan portal IDSD dan pemutakhiran (updating) metadata sesuai dengan Visi pembangunan IDSD Jawa Barat, yaitu “Tersedianya data dan informasi spasial Jawa Barat yang handal dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh stakeholder pembangunan secara efektif dan efisien menuju Visi Misi Jawa Barat 2010”. Masih ada tiga tahun lagi untuk mewujudkan IDSD Jabar yang operasional penuh.

Pengembangan IDSD Propinsi Kepulauan Riau Inisiatif pembangunan IDSD Propinsi Kepri baru mulai dilakukan pada tahun 2006. Inisiasinya dimulai ketika Bapeda Propinsi hendak membangun suatu basisdata wilayah untuk kepentingan perencanaan dan pengendalian tata ruang. Pada pertengahan tahun 2006, Bapeda Propinsi Kepri telah menghimpun basisdata wilayah dengan memanfaatkan teknologi SIG, melalui kegiatan Pembangunan Sistem Informasi Geografi Daerah (SIGDA), dengan lingkup kegiatan:

Identifikasi dan inventarisasi keberadaan data dan informasi spasial pada Dibale di lingkungan pemerintah Propinsi Kepri;

Merancang sistem basisdata dan rancangan sistem aplikasi untuk pengelolaan data yang ada;

Implementasi pembangunan rancangan sistem aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Kepulauan Riau;

Uji coba sistem aplikasi yang telah dibangun; Pelatihan atau alih teknologi.

Selama pelaksanaan pekerjaan, setelah melakukan studi banding ke Propinsi Jawa Barat, maka permasalahan yang dihadapi dalam manajemen basisdata wilayah, khususnya data spasial mempunyai masalah yang sama. Oleh karenanya Bapeda Propinsi berinisiatif untuk mengadopsi konsep pembangunan IDSD Jabar, untuk

Page 12: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

12

diimplementasikan di wilayah Propinsi Kepri. Sampai saat ini kegiatan yang dilakukan antara lain adalah menyusun buku agenda dan rencana tindak (action plan) pembangunan IDSD dan sosialisasi masalah pembangunan IDSD kepada instansi pemerintah Propinsi dan kabupaten/kota di wilayah Kepri. Direncanakan kegiatan tersebut akan dilanjutkan secara berkala mulai tahun 2008. 4.2 Pembangunan IDS Kabupaten Pengembangan IDSD Kabupaten Garut Kegiatan pembangunan IDSD Kabupaten Garut dilakukan sejak tahun 2003 yaitu melalui kegiatan pembangunan Sistm Informasi Geografis Derah (SIGDA). Meskipun kegiatan teknisnya pada tahap awal tidak terkoordinasi langsung dalam lingkup IDSD Propinsi, tetapi dalam perjalanannya malah menjadi bagian implementasi yang sejalan dengan agenda kegiatan pembangunan IDSD Propinsi. Secara garis besar, kegiatan yang terkait dengan pembangunan IDSD di Kabupaten Garut antara lain:

Tahun 2003: Pembangunan Sistem Informasi Geografis Daerah (SIGDA) Kabupaten Garut tahun 2003 bertujuan untuk :

Menyusun Rencana Strategis (Renstra) pembangunan SIGDA yang sesuai dengan kondisi eksisting stakeholder SIGDA, sekaligus dapat menjadi pedoman bagi implementasi pembangunan aplikasi SIGDA di Kabupaten Garut;

Membentuk suatu basis data spasial digital Kabupaten Garut dalam format dan struktur data tertentu yang dibangun berdasarkan kondisi eksisting pada wilayah prioritas/keseluruhan dalam hal ini Daerah Perkotaan Kabupaten Garut dan dapat dimanfaatkan oleh berbagai instansi Pemerintah.

Tahun 2005: Setelah masa pemanfaatan SIGDA tahun 2004, maka pada tahun 2005 dilakukan kegiatan pembangunan IDSD, yani kegiatan yang sudah dilakukan pada tahun 2003. Secara khusus kefiatan yang dilakukan pada tahun ini mempunyai tujuan untuk membangun suatu basisdata spasial dan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dapat berfungsi sebagai suatu infrastruktur Data Spasial Daerah (IDSD) dan dapat dimanfaatkan oleh Dibale di lingkungan Pemda Kabupaten Garut. Rincian kegiatan yang dilakukan antara lain:

Membangun suatu basisdata spasial wilayah Kabupaten Garut dalam beberapa tingkat skala, yang disesuaikan dengan kebutuhan data spasial daerah;

Membangun modul aplikasi SIG untuk mengelola basisdata spasial dasar dan modul aplikasi yang dapat menunjang pemanfaatan data spasial tersebut di lingkungan Bapeda Kota Garut.

Tahun 2006: Terhadap data spasial dasar yang berhasil dibangun dan dihimpun dalam sistem aplikasi SIG dalam IDSD, maka pada tahun ini dilakukan pelatihan dan sosialisasi penggunaan dan pemanfaatan IDSD. Pelatihan dilakukan terhadap seluruh perwakilan Dibale, sekaligus untuk melakukan evaluasi sistem dan pemutakhiran data spasial yang sudah terhimpun dalam basisdata.

Tahun 2007: Pada tahun ini secara khusus tidak ada kegiatan yang terkait langsung dengan

Page 13: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

13

pembangunan IDSD. Namun pemanfaatan terhadap data dan sistem IDSD sudah langsung dilakukan antara lain pemanfaatan data-data dasar untuk keperluan perencanaan penataan ruang serta untuk perencanaan jaringan jalan. Pada tahap selanjutnya Pemda Garut berencana membangun suatu jaringan komunikasi data agar seluruh Dibale dapat mengakses dan melakukan berbagi pakai data menggunakan sistem yang dibangun.

Pengembangan IDSD Kabupaten Subang: Berdasarkan SK Gubernur 33/2005 tentang Infrastruktur Data Spasial Daerah (IDSD) Propinsi Jawa Barat, Pemda Subang berupaya supaya IDSD dapat diimplementasikan dengan menerbitkan Peraturan Bupati No.11 Tahun 2006 tentang Infrastruktur Data Spasial Kabupaten Subang. Supaya upaya ini dapat berjalan lancar maka ditetapkan juga suatu institusi yang berperan sebagai leading institution melalui SK Bupati No. 050.01/Kep.360-Bap/2006 tentang Penunjukan Bapeda Kabupaten Subang sebagai Unit Kliring Data dan Informasi Spasial Kabupaten Subang. Selanjutnya Agenda yang sudah dan akan dilakukan oleh Pemda Kabupaten Subang:

Tahun-2006: Pembangunan sistem interkoneksi antar dinas dalam menunjang proses pertukaran data IDSD;

Kegiatan kompilasi data potensi daerah (gotong royong award) dari tingkat RT s/d Kecamatan;

Pelatihan metadata bagi pengelola IDSD di Bakosurtanal sebagai pusat IDSN; Pelatihan untuk administrator pengelola basis data di setiap SKPD.

Tahun 2007: Pemutakhiran peta dasar kabupaten Subang; Pembangunan Sistem Informasi Geografis Daerah (SIGDA) Tahap-I; Pembuatan peta tematik (peta tanah, vegetasi, peta kontur, peta rawan bencana) oleh beberapa SKPD.

Tahun 2008: Pembangunan Sistem Informasi Geografis Daerah (SIGDA) Tahap-II sebagai sarana operasionalisasi IDSD.

4.3 Pembangunan IDS Kota Pengembangan IDSD Kota Cimahi Pada tahun 2005 Bapeda Kota Cimahi mengadakan kegiatan Pembangunan Sistem Informasi Geografis Daerah Kota Cimahi. Kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai bagian dari tahapan perencanaan pembangunan dan pemanfaatan SIG untuk menunjang perencanaan dan pembangunan Kota Cimahi pada jangka panjang. Pemerintah Kota Cimahi telah merencanakan untuk menggunakan atat bantu (tools) SIG sebagai salah satu instrumen pembangunan. Dalam lingkup kegiatan pengembangan SIGDA tersebut telah dibangun modul aplikasi sistem manajemen basisdata, yang berfungsi untuk menghimpun dan mengelola data spasial dan data atribut kota yang terkait. Selanjutnya secara bertahap akan dikembangkan berbagai modul aplikasi untuk menunjang tugas-tugas Bapeda, terutama

Page 14: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

14

untuk keperluan perencanaan dan pengendalian kegiatan penataan ruang, modul aplikasi untuk manajemen infrastruktur perkotaan, perijinan dan modul aplikasi lain. Kegiatan ikutan yang telah dilakukan untuk memperkaya sistem tersebut antara lain, pada tahun 2006 dilakukan integrasi dengan data-data rencana tata ruang dan data-data kependudukan. Sedangkan kegiatan yang dilakukan pada tahun 2007 antara lain akan dilakukan pemutakhiran data dasar melalui kegiatan pemotretan udara dan pemutakhiran batas adinistrasi.

Pembangunan IDSD Kota Tasikmalaya Sama halnya dengan Kota Cimahi di Kota Tasikmalaya implementasi pengembangan IDSD di picu oleh adanya kegiatan pembangunan SIG oleh Bapeda, yaitu Pembangunan Sistem Informasi Geografi Daerah (SIGDA). Kegiatan ini dilakukan pada tahun 2006. Secara khusus sistem aplikasi dikembangkan untuk tujuan menghimpun data spasial perkotaan untuk menunjang perencanaan pembangunan oleh Bapeda. Belum ada agenda pengembangan sistem lebih lanjut, namun secara sektoral di tahun berikutnya (2007) terdapat kegiatan sektoral yang seharusnya bisa diintegrasikan dengan sistem yang telah dibangun. Kegiatan yang dimaksud antara lain adalah pembuatan peta dasar skala 1:1.000 melalui foto udara dan pembangunan basisdata sarana prasarana bidang Pekerjaan Umum.

4.4 Pendekatan Implementasi Bapeda Propinsi Jabar sudah mengidentifikasi beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam pemanfaatan data geo-spasial, antara lain: • Teknologi • Dukungan pendanaan • Basisdata • Sumberdaya Manusia (SDM) • Kelembagaan/Institusi • Regulasi

Dari hasil identifikasi permasalahan tersebut maka dalam implementasinya Bapeda Jabar pada tahap awal sekali sudah menyusun agenda dan rencana tindak, yang diagendakan untuk diimplementasikan sampai dengan tahun 2010. Langkah-langkan sosialisasi (melalui lokakarya berkala), penyusunan landasan legalitas, dan baru melangkah ke pengembangan produk data dan sistem aplikasi dipandang merupakan upaya yang tepat. Namun demikian upaya ini memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kebutuhan akan data spasial untuk operasional perencanaan dan pengendalian pembangunan. Hal ini tercermin dari upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Garut yang langsung melompat membangun basisdata berdasarkan data yang ada (2003), pemutakhiran data wilayah dan pengembangan aplikasi (2005), serta sosialisasi keseluruh instansi Pemda (2006). Hal yang sama juga dilakukan oleh pemerintah kota Cimahi yang langsung membangun produk aplikasi (2005) dan pemutakhiran data sektoral (2006), dan pemutakhiran data dasar (2007). Kasus yang sama dilakukan oleh pemerintah kota Tasikmalaya.

Page 15: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

15

Pemerintah kabupaten Subang mengikuti langkah pemda Propinsi yaitu dengan membuat tahapan implementasi yang dimulai dengan kebijakan dan aturan main, baru melangkah ke produk. Dari informasi lain (data kegiatan 2007) diketahui pemda kabupaten Bekasi dan Sumedang juga mengawali pembangunan IDS melalui pembangunan produk sistem aplikasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin rendah tingkat hirarki pemerintahan maka implementasi IDSD sudah harus melangkah ke tingkat operasional, yaitu mengembangkan data utama dan sistem aplikasi yang dapat digunakan untuk mengelola dan memanfaatkan data yang telah dibangun.

4.5 Institusi dan Sektor Penggerak Implementasi Dari kasus yang ada implementasi IDSD selalu dimulai dari instansi Bapeda. Hal ini dapat dipahami karena Bapeda merupakan institusi yang mengkoordinasikan data-data usulan program dari beberapa instansi teknis, sebelum mendapat pengesahan anggaran. Oleh karena itu usulan kegiatan dari berbagai sektor bermuara pada Bapeda, yang karena itu akhirnya langsung maupun tidak langsung memerlukan data dan informasi spasial yang dapat meliput seluruh wilayah. Kebutuhan akan informasi cepat juga menyebabkan Bapeda mencari alat bantu yang tepat untuk mengelola berbagai data spasial tersebut, oleh karena itu secara tidak langsung pembangunan Aplikasi Sistem Informasi Geografis Daerah (SIGDA) oleh Bapeda telah menjadi pemicu munculnya keinginan untuk pengelolaan IDSD.

4.6 Kendala Implementasi Peristilahan yang terkait dengan persoala data spasial, antara lain istilah peta, pemetaan, peta digital, basisdata spasial, sistem informasi geografis (SIG dan SIGDA), infrastrukur data spasial (IDS dan IDSD) merupakan istilah yang masih menimbulkan multitafsir bagi pengguna data spasial yang sebagian besar bukan berlatar belakang keilmuan pemetaan. Oleh karena itu banyak sekali persoalan di daerah yang sebenarnya secara esensil merupakan masalah yang terkait dengan pembangunan dan pengembangan IDSD tetapi diberi pengertian dan istilah lain, yang mungkin tidak tepat. Dalam kasus ini persoalan SDM yang terkait dengan pemahaman tentang “abc-nya” IDS, sekaligus persoalan sosialisasi masalah IDSD menjadi kendala utama. Persoalan lain yang timbul akibat kurangnya pemahaman terhadap konsep dan teknis IDSD, apalagi ketidaktahuan secara mendasar akan manfaat langsung maupun tidak langsung dari IDSD dalam jangka panjang maupun jangka pendek, ketika suatu insansi mengajukan kegiatan yang terkait dengan pengembangan IDSD maka akan sulit sekali untuk mendapat persetujuan anggaran. Dengan demikian persoalan pendanaan juga akan menjadi persoalan dalam pengembangan IDSD.

5. PENUTUP Dari permasalahan yang diuraikan pada tulisan ini keberadaan data geo-spasial baik secara nasional maupun lokal/daerah mutlak diperlukan karena jenis data/informasi ini bisa merupakan elemen kritis yang akan menjadi fondasi dan salahsatu kunci keberhasilan dalam hal pengambilan keputusan untuk berbagai disiplin pada berbagai tingkatan/level. Sehingga tidak salah kalau (Briggs, 1999) mempredisksi bahwa 80 %,

Page 16: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

16

yang kemudian diperbaharui oleh (Crompvoets, 2003) menjadi 90 %, dari seluruh data/informasi yang terkait dengan berbagai aktivitas pemerintah dalam berbagai bidang memiliki karakteristik dan atribut yang bersifat spasial. Berdasarkan kajian yang sifatnya komprehensif, pada level internasional terutama di negara-negara maju, kebutuhan akan data geo-spasial dalam pengembangan SIG untuk menunjang berbagai pengambilan keputusan dalam berbagai bidang termasuk perencanaan tata-ruang, mitigasi bencana, dan lain-lainnya, 70-80 % dana yang dikeluarkan akan habis dalam kegiatan pengumpulan, pengelolaan data geo-spasial (Crompvoets, 2003). Disisi lain ketersediaan data geo-spasial yang keberadaanya tersebar di berbagai instansi yang berbeda-beda sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi sering/masih tidak lengkap, kalaupun ada susah diakses dan/atau susah diintegrasikan karena tidak memenuhi aturan yang sesuai dengan standar. Pada gilirannya para pengguna sering mendapat kesulitan manakala ingin membuat dan mengembangkan SIG untuk mitigasi bencana, penataan lingkungan, dan berbagai jenis aktivitas penataan ruang lainnya. Dalam berbagai kesempatan karena tidak adanya komunikasi atau karena masih adanya “arogansi” antar/masing-masing instansi penyedia data geo-spasial, sering terjadi set-data dasar yang sama untuk berbagai daerah yang itu-itu saja diadakan/dipetakan berkali-kali sehingga terjadi inefisiensi karena adanya pengulangan pemakaian dana, waktu, dan tenaga. Keadaan dan situasi seperti disebutkan di atas tentu saja tidak dapat dibiarkan terus-menerus demikian, dan selalu dibiarkan berulang-ulang terjadi. Harus diupayakan cara dan sistem penanggulangan dan penyelesaiannya; dan Infrastruktur Data Spasial (IDS) adalah salahsatu jawabannya. Dengan IDS diharapkan segala sesuatunya yang terkait dengan data geo-spasial menjadi mudah. Komunikasi dan akses data gampang karena komunikasi dan berbagi pakai data antar instansi bisa terwujud, semua set-data dasar yang ada meskipun dikumpulkan, dibangun, dan dikelola oleh instansi yang berbeda-beda sudah berada dan memenuhi standar yang disepakti bersama sehingga integrasi data dapat dilakukan dengan mudah dan lebih baik. Terkait dengan masalah ini Bakosurtanal sebagai lembaga pemerintah yang bertugas menjadi koordinator dan fasilitator pengembangan IDS Indonesia, dengan berbekal Perpres tentang Jaringan Data Spasial Nasional, diharapkan lebih berhasil dalam tugasnya sehingga IDS pada level nasional dan daerah dapat terwujud dan terbina dengan baik. Dan pada gilirannya pengambilan keputusan di berbagai sektor dan level dalam kerangka pembangunan nasional dapat membuahkan hasil yang lebih baik dan efisien.

6 DAFTAR PUSTAKA Briggs, Ron, 1999, POEC 5319 Introduction To GIS, http://www.utdallas.edu/ ~briggs/

poec 6381/lecture. Crompvoets, Joep, and Mary-Ellen Feeney, 2003. Introduction, Case ‘SDI-Use’, http://

redgeomatica.rediris.es/CURSO_IDE/documentos/6.Uso_IDE/Week61.ppt. Feeney, Mary-Ellen,Abbas Rajabifard, and Ian P. Williamson, 2003. Spatial Data

Infrastructure Frameworks to Support Decision-Making for Sustainable Develop-ment, http://eprints.infodiv.unimelb.edu.au/archive/00001150/01/4_01Feeney.pdf.

Matindas, R.W., 2006. The Development of Spatial Data Infrastructures, The Implementation Phase, Hyderabad, India, 2006.

Pemprop Jabar , 2001. Visi, Misi Jawa Barat dan Kesepakatan anatara Bupati/Walikota se-Jawa Barat dengan Gubernur Jawa Barat, Bandung, 02-06-2006.

Rajabifard, A., Feeney, M. and Williamson I.P., 2001. Future Directions for the

Page 17: Membangun Infrastruktur Data Spasial · PDF fileBerdasarkan contoh seperti diuraikan di atas, secara umum keberadaan data geo-spasial, baik paqda level nasional, lokal atau daerah,

17

Development of Spatial Data Infrastructure, Journal of the International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences (ITC), The Netherlands.

Ryttersgaard, Jes, 2001. Data Infrastructure Trends and Challenges, CODI-2, 4–7 September 2001, Addis Ababa.