memorandum of understanding dan letter of intent …

25
MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT APLIKASI DAN KONTROVERSINYA DALAM PRAKTEK HUKUM BISNIS NASIONAL Ari Wahyudi Hertanto S.H., M.H.l Dewi Lestari, S.H.2 Abstrak Commonly under Indonesian law had not clearly legislated either regarding memorandum of understanding (MoU), or letter of intent (LoI). Both of them are customarily categorized not as contract that has legal binding, but later if they have sealed any rights and duty by the parties then had changed in to contract law competency under Indonesian Civil Code. The authors analysis then under those substances MoU or LoI would be considered become or not become a contract category. In more practice needs those common law models are become familiar by global impact in business activity in Indonesia and then adopted much by local practitioners and legal caunsellors. I. Pendahuluan Memorandum of Understanding (MoU) dan Letter of Intent (LoI) merupakan produk hukum pada negara-negara yang menganut sistem common law. Konsep tersebut kemudian berkembang dalam praktek di Indonesia dalam hampir setiap bentuk kerjasama, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta. Dapat dipastikan bahwa produk hukum terse but tidak lagi asing maupun baru. Namun, beberapa kalangan masih meragukan tentang kekuatan mengikat dari MoU maupun LoI itu sendiri dalam implementasinya. Kesan ambigu dan ketidakpastian terse but menimbulkan suatu polemik, tetapi ada juga beberapa kalangan yang justru sarna sekali tidak menganggap hal terse but sebagai suatu permasalahan. Selayaknya proses asimilasi, MoU dan LoI juga mengalami proses yang sarna. Proses tersebut mungkin tepat bila disebut dengan istilah I PenuJis adalah pengajar Mata Kuliah I1mu Negara dan Mata KlIliah Pancasila pada Fakultas Hukllm Universitas Indonesia dan pengajar Mata Kuliah-Mata KlIliah I1mll Negara, Hukum Perusahaan, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Hukum Perdata pada Fakultas Hukum Universitas AI Azhar Indonesia. 2 Asisten PenuJis adalah konsuItan hukum yang bekerja pada Kantor HlIkum IKS & Partners Attorneys at Law.

Upload: others

Post on 18-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT APLIKASI DAN KONTROVERSINYA DALAM

PRAKTEK HUKUM BISNIS NASIONAL

Ari Wahyudi Hertanto S.H., M.H.l Dewi Lestari, S.H.2

Abstrak

Commonly under Indonesian law had not clearly legislated either regarding memorandum of understanding (MoU), or letter of intent (LoI) . Both of them are customarily categorized not as contract that has legal binding, but later if they have sealed any rights and duty by the parties then had changed in to contract law competency under Indonesian Civil Code. The authors analysis then under those substances MoU or LoI would be considered become or not become a contract category. In more practice needs those common law models are become familiar by global impact in business activity in Indonesia and then adopted much by local practitioners and legal caunsellors.

I. Pendahuluan

Memorandum of Understanding (MoU) dan Letter of Intent (LoI) merupakan produk hukum pada negara-negara yang menganut sistem common law. Konsep tersebut kemudian berkembang dalam praktek di Indonesia dalam hampir setiap bentuk kerjasama, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta. Dapat dipastikan bahwa produk hukum terse but tidak lagi asing maupun baru. Namun, beberapa kalangan masih meragukan tentang kekuatan mengikat dari MoU maupun LoI itu sendiri dalam implementasinya. Kesan ambigu dan ketidakpastian terse but menimbulkan suatu polemik, tetapi ada juga beberapa kalangan yang justru sarna sekali tidak menganggap hal terse but sebagai suatu permasalahan.

Selayaknya proses asimilasi, MoU dan LoI juga mengalami proses yang sarna. Proses tersebut mungkin tepat bila disebut dengan istilah

I PenuJis adalah pengajar Mata Kuliah I1mu Negara dan Mata KlIliah Pancasila pada Fakultas Hukllm Universitas Indonesia dan pengajar Mata Kuliah-Mata KlIliah I1mll Negara, Hukum Perusahaan, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Hukum Perdata pada Fakultas Hukum Universitas AI Azhar Indonesia.

2 Asisten PenuJis adalah konsuItan hukum yang bekerja pada Kantor HlIkum IKS & Partners Attorneys at Law.

Page 2: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MoU dan Lol: Aplikasi dan Kontroversi dalam Praktek Hukum Bisnis 222

Indonesiasi sebuah produk hukum. Contoh konkrit dari bentuk asimilasi tersebut utamanya dalam pemberian istilah dari konsep ataupun produk hukum dimaksud. Oleh karenanya tidak jarang dijumpai antara lain istilah­istilah, nota kesepahaman, nota kesepakatan, memorandum kesepahaman, kesepakatan bersama dan lain sebagainya. Seperti halnya Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) juga menerapkan pola yang sarna terhadap para obligornya daJam rangka penyeJesaian upaya penyelesaian hutang-hutangnya atau bahkan pemerintah yang juga telah menandatangani MoO ataupun LoI dengan negara-negara lain dipelbagai bidang.

Polemik timbul seputar kekuatan mengikat dari MoV dan Lol tersebut, sehingga pertanyaan terse but merupakan pemicu dari berbagai macam pertanyaan lainnya. Seperti jikalau tidak terdapat kekuatan mengikat mengapa perlu dibuat MoO ataupun LoI tersebut. Mengingat bahwa Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental, yaitu dengan menggunakan pola-pola dogmatis, dimana daJam sebuah transaksi dapat seger a dibuat perumusan kehendak para pihak dalam sebuah perjanjian. Dengan kata lain tidak diperlukan adanya suatu kendaraan perantara sebelum dirumuskannya kehendak para pihak sebelum dibuatnya perjanjian. Hal mana tidak lain dikarenakan segal a sesuatu hal yang belum atau tidak diatur dalam perjanjian akan dikembalikan pada bagaimana ketentuan perundang­undangan yang lebih tinggi, khususnya terhadap peristiwa( -peristiwa) yang terjadi dalam secara formal belum diatur dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang bersangkutan.

Berbeda halnya dengan sistem common law, dimana dalam sebuah perjanjian harus telah mengatur secara terinci segal a sesuatu hal yang akan diatur termasuk segala kemungkinan yang akan terjadi akibat dari ditandatanganinya sebuah perjanjian. Atas dasar pemikiran yang demikian, maka diperlukan adanya suatu kendaraan sebagai perantara yang secara umum mengatur tentang komitmen bersama dari para pihak untuk mengatur kehendak maupun pertemuan pemikiran antara para pihak didalamnya (meeting of the minds among the parties thereto). MoV maupun Lol memfasilitasi para pihak dalam merumuskan butir-butir pokok tentang kerangka kerjasama yang akan dibangun untuk kemudian akan dirumuskan secara lebih komprehensif dalam sebuah perjanjian.

MoV dan Lol sangat diperlukan dalam sistem common law, dikarenakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut harus memuat segala sesuatunya secara terinci, bahkan tidak tertutup kemungkinan terhadap aspek-aspek yang termasuk dalam kategori potensial untuk terjadi. Salah satunya adalah hal-hal yang memiliki potensi sebagai pencetus konflik ataupun perselisihan.

Page 3: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

223 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

Saat ini MoU dan LoI sepertinya sudah menjadi tren yang umum berlaku di Indonesia. Namun demikian berbagai penafsiran yang mengemuka menurut hemat penulis juga penting untuk senantiasa diperhatikan. Terutama berkaitan dengan pemahaman seseorang atau siapapun juga terhadap MoU dan LoI itu sendiri. Apakah kedudukannya hanya sekedar komitmen awal (preliminary engagement) atau sudah dianggap sebagai bentuk alternatif dari perikatan atau bahkan sudah dianggap sebagai suatu bentuk perikatan. Dengan demikian diperlukan adanya suatu penjelasan yang sifatnya tidak hanya sekedar memadai tetapi tujuannya agar lebih dapat mempertegas tentang kedudukan MoU dan LoI.

II. Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pembahasan tentang MoU dan LoI dalam perspektif keperdataan adalah relevan apabila kajiannya turut didahului dengan tinjauan tentang perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ("KUHPer") yang ada dan berlaku di Indonesia saat ini. Pertimbangannya adalah dikarenakan pengaturan tentang perikatan dan perjanjian secara tegas diatur dalam Buku III KUHPer. Melalui pemaparan ini harapannya dapat memberikan suatu kajian dan benang merah akan kedudukan MoU dan LoI, dengan tidak bermaksud untuk melahirkan pertentangan atau bahkan kontroversi baru.

Ada berbagai macam pengertian mengenai perjanjian, diantaranya yang bersumber dari berbagai pendapat dari para ahli hukum yang berupaya untuk memberikan definisi mengenai pengertian perjanjian dan disamping itu juga pengertian perjanjian menurut KUHPer. Dalam ilmu hukum ada pendapat yang mengartikan perjanjian sebagai suatu hubungan hukum dibidang hukum kekayaan, sebagai terjemahan istilah bahasa Belanda "verbintenis", jadi merupakan pengertian Perikatan, namun ada pula ahli hukum yang mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang menerbitkan perikatan, jadi sebagai terjemahan istilah bahasa Belanda "overeenkomst", yakni mengartikan perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan, selain undang-undang.

Dalam KUHPer perjanjian merupakan "suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih3

,

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 13 I 3 KUHPer. Dalam ilmu hukum, definisi tersebut dikatakan pada satu sisi dianggap

terlalu luas, namun pada sisi yang lain dianggap terlalu sempit. Dari

3 Prof. R. Subekti dan R Tjtrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT Pradnya Paramitha, 1996), hal. 282.

Page 4: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MoU dan Lo!: Aplikasi dan Kontroversi da/am Praktek Hukum Bisnis 224

perkataan perbuatan dalam definisi perjanjian menurut pasal 1313 KUHPer, dikatakan definisi perjanjian terlalu luas, karena dapat mencakup perbuatan melawan hukum dan pengurusan kepentingan orang lain secara sukarela. Seharusnya di dalam pasal 1313 KUHPer perjanjian dirumuskan sebagai perbuatan hukum. Perkataan mengikatkan diri, diartikan melakukan kewajiban tertentu kepada pihak yang lain. Dalam hal ini ilmu hukum berpendapat bahwa rumusan perjanjian tersebut telalu sempit, karena hanya meliputi perjanjian sepihak saja. Perjanjian tidaklah hanya meliputi perjanjian sepihak, melainkan terdapat perjanjian timbal balik, dimana hak dan kewajiban ada pada kedua belah pihak.

Perjanjian dalam Buku III KUHPer dimaksudkan hanya meliputi perjanjian dibidang hukum kekayaan saja. Kata "perjanjian" secara umum dapat mempunyai arti luas dan sempit dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagaimana dikehendaki (dianggap dikehendaki) oleh para pihak, termasuk di dalamnya perkawinan, perjanjian perkawinan, dan lain-lain. Sedangkan dalam arti sempit "perjanjian" disini hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh Buku III KUHPer 4

Perjanjian menurut Prof. Subekti, S.H.,s merupakan "suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal". Dari peristiwa itu menimbulkan suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian merupakan sumber perikatan disamping sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan sesuatu.

Dalam Pasal 1233 KUHPer mengatur mengenai sumber perikatan dimana selain perjanjian adalah juga undang-undang. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir karena undang­undang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan.

4 J. Satrio, "Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya)", (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 23.

5 Prof. Subekti, "Hukum Perjanjian", (Jakarta, PT Intermasa, 1996), hal. I.

Page 5: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

225 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

Pengertian perikatan menurut Prof. Subekti S.H.,6 adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yaitu memberi hak pada yang satu untuk menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Obyek perikatan adalah prestasi, prestasi dalam perjanjian ada 3 sebagaimana diatur di dalam pasal1234 KUHPer, yaitu:

I. Memberikan atau menyerahkan sesuatu, misalnya: jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, dan sebagainya.

2. Perikatan atau perjanjian untuk berbuat sesuatu, misalnya: perjanjian untuk membuat lukisan, perjanjian membangun garasi, perjanjian pemborongan kerja menjahit baju seragam sekoJah, perjanjian kerja dan perjanjianjasa dan sebagainya.

3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya: perjanjian untuk tidak mendirikan perusahaan sejenis, perjanjian untuk tidak membangun tembok pemisah, dan sebagainya.

Pemaparan di atas setidaknya dapat menjelaskan tentang konstruksi umum perjanjian berdasarkan pengaturannya dalam KUHPer. Lebih lanjut lagi beberapa aspek umum yang dapat dipergunakan sebagai faktor mempertegas prinsip-prinsip hukum perjanjian dalam menelaah MoU dan Lol.

1. Syarat Sahnya Perjanjian

Lebih lanjut lagi dalam tulisan ini akan dipaparkan tentang aspek syarat sahnya perjanjian. Tinjauan yang bersifat umum ini dapat dipergunakan sebagai suatu dasar pendekatan terhadap MoU dan Lol. Dengan kata lain perIu untuk ditelaah secara sederhana tentang as as­asas yang prinsip dalam perjanjian. Asas yang dianut dalam Buku III KUHPer adalah asas "kebebasan" dalam hal membuat perjanjian. Asas ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang menerangkan bahwa:

"Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya ".

Sebenarnya apa yang dimaksud dalam Pasal 1338 KUHPer tidak lain bahwa setiap perjanjian itu "mengikat" kedua belah pihak,

6 Prof. Subekti, "Pokok-Pokok Hukum Perdata", (Jakarta: PT Intermasa, 1996), hal. 122-123.

Page 6: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MoU dan Lo1: Aplikasi dan Kontroversi da/am Praktek Hukum Bisnis 226

sehingga seseorang leluasa untuk menentukan isi perjanjian, sepanjang perjanjian dibuat dengan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan, serta perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini bia..<;a disebut asas kebebasan berkontrak.

Pasal 1320 KUHPer menentukan syarat-syarat lIntuk sahnya perjanjian dimana pasal tersebut menyatakan lIntuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yakni an tara lain adalah:

1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya.

"Suatu perjanjian ilu baru timbul apabi/a ada kata sepakat kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Sepakat disini maksudnya adalah suatu persesuaian paham dan kehendak an tara dua pihak tersebut7

. Dan apabi/a dalam pemberian kala sepakat terdapat kekhilafan atau paksaan maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Kata sepakat juga dikatakan caca! apabi/a sepakat itu diberikan karena: 1. KekhilajeJn lalah gambaran yang salah. yang diperoleh salah satu pihak mengenai objek perjanjian atau mengenai diri pihak lain. 2. Penipuan Penipuan dapat terjadi bilamana terdapat gambaran yang salah (kekhilafan) ditimbulkan dengan sengaja oleh tipu muslihat pihak lain. Tipu muslihat itu dapat berupa rangkaian kebohongan ataupun mendiamkan sesuatu sehingga menimbulkan kekeliruan dari kehendaknya. 3. Paksaan Yang dimaksud dengan paksaan disini adalah bukan paksaanfisik tetapi berupa paksaan psikis (ancaman). Jika seseorang di bawah paksaan dalam suatu perjanjian, maka perjanjian terse but dapal dibatalkan.

2. Cakap untuk membuat sllatu perjanjian Pada dasarnya semlla orang cakap untuk membuat suatu perjanjian. Yang dimaksud dengan cakap disini adalah cakap

7 Prof. Subekti, Op. Cit., hal. 26.

Page 7: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

227 JlIrna! Hukllm dan Pembangunan Tahlln Ke-37 No.2 April-JlIni 2007

menurut hukum. Artinya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat akal pikirannya, pad a hakekatnya adalah cakap untuk membuat peljanjian, kecuali orang-orang yang dinyatakan tidak cakap oleh undang-undang, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1330 KUHPer, yaitu:

1. Orang-orang yang beltl1n dewasa Menuru! Pasal 330 KUHPer tentang kebelum dewasaan sese orang dapat dikatakan belum dewasa apabi/a orang terse but belum genap berumur duapuluh satu (21) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. 2. Mereka yang di bawah pengampuan Dalam Pasal 433 KUHPer mengenai orang-orang yang berada di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, saki! otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan. Sese orang dapat juga ditaruh di bawah pengampuan karena ta pemboros. 3. Seorang istri. Menurul KUHPer seorang istri dilarang membuat perjanjian karena dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum, tetapi sejak di keluarkannya Sural Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963, maka Mahkamah Agung menyatakan tidak berlaku lagi Pasal 108 dan 110 Kilab Undang-Undang Hukum Perdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan un!uk menghadap di muka pengadi/an tanpa ijin atau bantuan suaminya. Dengan demikian seorang istri dapa! dinyatakan cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Undang-Undang Perkawinan, Undang-undang No.1 tahun 1974 yang menentukan bahwa seorang isteri cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Pada asasnya suami dan isteri mempunyai kedudukan yang seimbang baik dalam keluarga maupun dalam pergaulan kemasyarakatan mereka, isteri cakap untuk melakukan perbuatan hukum.(pasaI31 Undang-Undang No.1 tahun 1974).

3. Adanya suatu hal tertentu Maksud dari suatu hal tertentu secara umum adalah hal-hal yang dipe~janjikan yang didalamnya meliputi hak-hak dan kewajiban

Page 8: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MoU dan LoJ: Aplikasi dan Kontroversi da/am Praktek Hukum Bisnis 228

kedua belah pihak jika di kemudian hari timbul sengketa, semisal objek dari persengketaan terse but adalah berupa barang, maka sudah seharusnya barang yang dimaksudkan terse but telah disebutkan dalam perjanjian dan setidaknya telah diketahui jenisnya. Bahwa katakan barang terse but sudah tidak berada di tangannya si berutang pada waktu perjanjian itu dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung dan ditetapkan. Misalnya suatu perjanjian mengenai panen tembakau dari suatu ladang dalam tahun yang akan datang adalah sah, tetapi suatu perjanjian jual beli teh untuk seratus rupiah dengan tidak memakai penjelasan yang lebih terang lagi, harus dianggap tidakjelas.

4. Adanya sebab yang halal dalam perjanjian Di dalam perjanjian terse but harus memuat klausula atau sebab yang halal bahwa isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Jika terdapat suatu perjanjian tanpa sebab, maka kehendak yang ingin dicapai oleh para pihak tidak ada sehingga perjanjian terse but akan menimbulkan perjanjian tanpa dasar yang patut. Misalnya perjanjian yang terjadi karena kekhilafan, dan juga jika suatu perjanjian dibuat dengan sebab yang palsu, artinya sebab yang disimulasi dimana kedua pihak dalam perjanjian dengan sengaja menyebut kausal yang bertentangan dengan kebenaran tujuan dan pihak ketiga percaya akan sebab tersebut. Dalam hal ini pihak ketiga yang beritikad baik harus dilindungi oleh hukum.

Untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi 4 syarat, yaitu adanya kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan sebab yang halal.antara mereka yang mengikatkan dirinya.

Syarat yang pertama dan kedua yaitu kata sepakat dan kecakapan untuk membuat perjanjian disebut sebagai syarat subyektif karena mengenai para pihak yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian atau subyek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Jika syarat subyektiftidak terpenuhi maka perjanjiannya bukan batal demi hukum melainkan salah satu pihak dalam perjanjian tersebut mempunyai hak untuk meminta perjanjian tersebut dibatalkan. Salah satu pihak yang dimaksud adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum misalnya mereka yang masih di bawah umur atau di bawah pengampuan. Perjanjian demikian disebut voidable yaitu karena selalu diancam dengan bahaya pembatalan.

Page 9: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

229 Jurnai Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

Sedangkan suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal disebut sebagai syarat obyektif. Jika syarat obyektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya dari semula perjanjian itu dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah dilahirkan, hal ini biasa disebut sebagai null and void.

2. Vnsur-unsur Perjanjian a) Vnsur-Vnsur perjanjian, beberapa unsur yang harus dipenuhi

dalam perjanjian yaitu : 1. Vnsur Essensialia, merupakan unsur perjanjian yang

selalu harus ada dalam suatu perjanjian atau dengan kata lain merupakan suatu unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut perjanjian tidak mungkin ada, misalnya: unsur kata sepakat, un sur "sebab yang halal" merupakan un sur essensialia untuk adanya suatu perjanjian, seperti : harga barang yangjelas.

2. Vnsur Naturalia, merupakan unsur perjanjian yang oleh para pihak dapat disingkirkan atau diganti, misalnya kewajiban penjual untuk menanggung biaya penyerahan (levering) dan untuk menjamin (Pasal 1476 jo 1492 KVHPer) dapat dikesampingkan atas kesepakatan kedua belah pihak. Vnsur naturalia pada hakekatnya unsur yang merupakan hukum pelengkap yang diatur di dalam Buku III KVHPer.

3. Vnsur Accidentalia, merupakan unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak dalam perjanjian tersebut, misalnya: untuk benda-benda tertentu dapat dikecualikan dalam perjanjian. Vnsur accidentalia merupakan unsur yang secara khusus diperjanjikan dan mengikat para pihak yang membuatnya, misalnya dalam perjanjian diperjanjikan bahwa risiko tetap ada pad a pihak penjual, meskipun barang masih ada pada pihak penjual. Hal ini merupakan pengaturan yang secara khusus diperjanjikan, menyimpang dari pasal 1460 KVHPer.

b) Pelaksanaan suatu perjanjian, dalam pelaksanaan perjanjian periu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain untuk melaksanakan sesuatu yang diperjanjikan. Dalam pelaksanaan suatu perjanjian terdapat hal yang harus dilaksanakan yang disebut prestasi.

Page 10: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MoU dan Lol: Ap/ikasi dan Kontroversi da/am Praktek Hukum Bisnis 230

2. Menurut prestasinya perjanjian dibagi menjadi tiga macam, yaitu8

:

a. ~Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang.

b. Perjanjian untuk berbuat sesuatu. c. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

3. Eksekusi Riil, ialah dalam hal si berutang (debitur) tidak dapat melaksanakan apa yang telah dijanjikan (tidak menepati janjinya), maka si berpiutang (kreditur) dapat mewujudkan sendiri prestasinya yang dijanjikan dengan biaya debitur. Walaupun selalu ada kemungkinan mendapatkan suatu ganti rugi, tetapi lebih memuaskan bagi seseorang apabila mendapatkan apa yang telah dijanjikan itu. Apa yang diperjanjikan itu disebut prestasi primair sedangkan ganti rugi disebut prestasi subsidair. Secara harfiah eksekusi riil berarti pelaksanaan atau pemenuhan kewajiban debitur seperti yang diperjanjikan9

.

4. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan perjanjian, yaitu untuk melaksanakan suatu perjanjian terlebih dahulu harus memperhatikan secara cermat apa isi perjanjian tersebut, atau dengan kata lain apa saja hak dan kewajiban masing-masing pihakl o. Dan menurut pasal l339 KUHPer bahwa suatu perjanjian tidak hanya untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga untuk segal a sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik oleh masing-masing pihak. Karena ini merupakan salah satu sendi yang paling penting dalam hukum perj anj ian. Bila awalnya sudah tidak mempunyai niat yang tidak baik bisa menimbulkan berbagai masalah, artinya perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan

8 Subekti, Op. Cit., hal. 36.

9 J. Satrio, " Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya)"', (Bandung, Alumni, 1993), hal. 57.

10 Subekti, Op.Cit. , hal. 39.

Page 11: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

231 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

mengindahkan norma-norma kepatutan, keadilan, dan kesusilaan. Menurut Pasal 1338 KUHPer menyatakan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam hal ini hakim diberi kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar pelaksanaan perjanjian tersebut tidak menyimpang dari kepatutan dan keadilan. Maksud dari pasal 1338 KUHPer bila dipandang sebagai suatu syarat atau tuntutan kepastian hukum maka hukum itu mengejar dua tujuan yaitu menjamin kepastian (ketertiban) supaya apa yang diperjanjikan dapat dipenuhi dan memenuhi tuntutan keadilan dengan tidak meninggalkan norma-norma keadilan dan kepatutan. Suatu isi perjanjian terdiri dari serangkaian kata-kata maka perlu lebih dahulu ditetapkan dengan cermat apa yang dimaksudkan oleh para pihak, perbuatan ini dinamakan menafsirkan perjanj ian II. Penafsiran perjanjian ini mempunyai pedoman utama yaitu jika kata-kata dalam perjanjian itu jelas, maka tidak dibolehkan untuk menyimpang dari jalan penafsiran tersebut, misalnya : dalam suatu perjanjian ditulis, bahwa satu pihak akan memberikan seekor sapi, maka tidak boleh ditafsirkan sebagai seekor kuda. Disamping pedoman utama terdapat pula pedoman­pedoman yang lain, yang penting dalam menafsirkan perjanjian, adalahl2

:

a. Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penajsiran, maka haruslah diselidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu, daripada memegang teguh arti kata-kata menurut hukum.

b. Jika sesuatu janji berisikan dua macam pengertian, maka dipilih pengert ian yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, daripada memberikan pengertian yang tidak memungkinkan pelaksanaannya.J

1\ Subekti, Gp. Cit, hal. 43.

12 Subekti, Gp. Cit., hal. 44.

Page 12: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MoU dan LoJ: Ap/ikasi dan Kontroversi da/am Praktek Hukum Bisnis 232

c. Jika kala-kata dapa! memberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifa! perjanjian.

d. Apa yang meragu-ragukan harus dUafi·irkan menurut apa yang menjadi kebiasaan atau di tempat di mana perjanjian itu diadakan.

e. Semua janji harus diarlikan da/am hubungan satu sama lain; tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya.

f Jika ada keragu-raguan, maka suatu perjanjian harus ditafsirkan alas kerugian orang yang telah meminta diperjanjikan suatu hal dan untuk keunlungan orang yang lelah mengikatkan dirinya untuk itu.

3. Asas-Asas dalam Perjanjian

Didalam hukum perjanjian terdapat asas yang perlu diketahui yaitu Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi) .13

Dalam hal ini perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian yang sah yaitu undang-undang karena memuat pasal 1338 KUHPer:

"Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya ".

Di dalam istilah "semua" itu terkandung suatu asas yang dikenal dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian yang artinya semua orang dapat mengadakan perjanjian asalkan dapat memenuhi syarat­syarat yang telah ditentukan, dibuat menurut hukum atau secara sah menurut undang-undang agar mengikat para pihak dan mempunyai itikad baik dalam melaksanakan perjanjian.

1. Asas kebebasan berkontrak adalah as as yang menyatakan bahwa orang be bas membuat perjanjian apa saja, bebas menentukan syarat-syarat perjanjian, dan bebas menentukan isi perjanjian, dengan bentuk tertentu dan bebas memilih undang-undang yang akan dipakai untuk perjanjian itu. Walaupun dikatakan semua orang

13 Mariam Darus, et.al. , "Kompilasi Hukum Perikatan", (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 200 I), hal. 66.

Page 13: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

233 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

bebas dalam membuat perjanjian apa saja tetapi dalam hal ini tetap dibatasi oleh tiga hal yaitu:

a. Tidak dilarang o/ell Undang-Undang; h. Tidak bertentangan dengan kesusilaan; c. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

2. Asas Konsensualisme memiliki arti bahwa pada dasarnya perjanjian dan perikatan itu timbul karena sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatanl4

Dengan kata lain perjanjian itu sudah sah apabila sudah ada kata sepakat mengenai hal-hal pokok dan tidak diperlukan sesuatu formalitas.

3. Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 KUHPer mengenai syarat sahnya suatu perjanjian yang memerlukan empat syarat, yaitu antara lain:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. h. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. c. Suatu hal tertentu. d. Suatu sebab yang hala!.

4. Asas Kepercayaan, untuk mengadakan suatu perjanjian dengan pihak lain, diperlukan menumbuhkan kepercayaan di antara kedua belah pihak agar perjanjian tersebut dapat berjalan baik. Tanpa adanya kepercayaan maka perjanjian itu mungkin tidak akan diadakan oleh para pihak karena adanya kepercayaan ini mengikat para pihak dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sebagai undang-undang.

5. Asas Kekuatan mengikat adalah asas yang mengikat para pihak dalam perjanjian tetapi tidak terbatas pada apa yang diperjanjikan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasan dan kepatutan moral.

6. Asas Persamaan Hukum, asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat artinya tidak membeda-bedakan warna kulit, bangsa, kekayaan, dan lain-Iainnya. Para pihak dianggap sarna di muka hukum dan sarna sebagai manusia ciptaan Tuhan.

7. Asas Keseimbangan, asas ini merupakan asas yang mengehendaki para pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan menuntut

14 Subekti, Gp. Cit., hal. 15.

Page 14: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MoU dan Lof: Ap/ikasi dan Kontroversi do/am Praktek Hukum Bisnis 234

prestasi dari si debitur namun si kreditur harus melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik, jadi kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikadi baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur menjadi seimbang.

8. Asas kepastian hukum, dalam setiap perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung asas kepastian hukum untuk mengikat perjanjian itu sebagai undang-undang bagi para pihak.

9. Asas moral, maksudnya yaitu perbuatan sukarela dari seseorang yang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari si debitur. Dan dalam melaksanakan perbuatan sukarelanya yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.

10. Asas Kepatutan, asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPer, yang berkaitan dengan isi perjanjian. Asas kepatutan harus dipertahankan untuk menjaga hubungan dan rasa keadilan dalam masyarakat.

4. Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian

Para pihak yang terkait dala suatu perjanjian paling sedikit berjumlah dua orang. Para pihak dalam tersebut dapat terdiri dari manusia atau badan hukum. KUHPer membedakan para pihak ke dalam golongan yang tersangkut dalam perjanjian, yaitu l 5

:

Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri, yang dimaksud para pihak disini ialah minimal dua pihak yang bersepakat dalam suatu perjanjian dan mereka mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing sehingga umumnya perjanjian tersebut bersifat timbal balik.

Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya. Menurut pasal 1318 KUHPer:

"jika seseorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap itu adalah untuk ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya, kecuali dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian, bahwa tidak demikian maksudnya".

Pihak ketiga, adalah pihak yang diberi kuasa oleh seseorang untuk melakukan perjanjian atas nama orang lain bukan atas namanya

15 Mariam Darus, Op. Cit., hal. 70.

Page 15: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

235 Jurnol Hukum don Pembangunon Tahun Ke-37 No. 2 April-Juni 2007

sendiri . Dalal11 suatll perjanjian tidak l11embawa rugi bagi pihal( ketiga, dan perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali apabila pihak ketiga ingin mempergllnakannya.

VI. MoV dan LoI Secara Vmum

Pemahaman akan prinsip-prinsip dasar dari MoU dan LoI merupakan faktor fundamental yang perlu untuk dipahami oleh khalayak ramai. Ketidakkonsistenan pemahaman menimbulkan berbagai polemik terhadap perspektifkeabsahaan MoU atau Lo!.

LoI menurut Black's Law adalah "customarily employed to reduce to writing a preliminary understanding of parties who intend to enter into contract". Menurut Vistopedia, LoI yang juga dikenal sebagai Memorandum of Understanding dan Memorandum of Agreement biasanya digunakan sebagai tanda kesepakatan awal para pihak dari negosiasi yang serius untuk mencapai kesepakatan.

Pengertian lain yang diberikan dan juga bersumber dari sumber­sumber tulisan lainnya, LoI adalah:

1. A Written statement detailing the preliminary understanding of parties who plan to enter into contract or some other agreement;

2. a non committal writing preliminary to' a contract. 3. MoUiLoI is not meant to be binding and does not

hinder the parties from bargaining with a third party. 4. Business people typically mean not to be bound by Lo!,

and courts ordinarily do not enforced one; but courts occasionally find that a commital has been made.

Menurut Law and Business, LoI adalah dokumen yang merupakan garis besar dari sebuah perjanjian antara dua pihak atau lebih, sebelum finalisasi perjanjian. LoI menyerupai kontrak atau perjanjian tertulis, tetapi biasanya tidak mengikat para pihak secara keseluruhannya. Tetapi dalam praktiknya banyak juga LoI yang isinya mengatur bahwa LoI dan MoU tersebut sifatnya mengikat, seperti perjanjian yang tidak dapat diabaikan begitu saja oleh para pembuatnya. Masih menurut Law and Business, sebuah LoI juga bisa diartikan mengikat para pihak yang artinya LoI menyerupai kontrak formal atau perjanjian formal.

Sedangkan MoU sebagaimana telah dikatakan bahwa memiliki arti yang hampir sarna dengan LoI. Menurut University Handbook, MoU bukanlah suatu perjanjian (agreement). MoU tidak mengikat para

Page 16: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MoU dan Lol: Aplikasi dan Kontroversi da/am Praktek Hukum Bisnis 236

pembuatnya. MoU biasanya dianggap sebagai perjanjian pendahuluan yang sifatnya tidak mengikat dan tidak memiliki akibat hukiim.

Menurut wikipedia, MoU adalah dokumen legal yang menggambarkan perjanjian an tara kedua belah pihak. MoU sebagai tempat bertemunya keinginan antara para pihak, yang menandakan garis besar dari tindakan, lebih dari komitrnen hukum. MoU adalah perjanjian formal, tetapi secara urnum kurang memiliki kekuatan hukum yang mengikat. MoU dalam hukum perdata memiliki sinonim (persamaan kata) yaitu Letter of Intent (LoI).

Masih menurut Wikipedia, MoU dilihat dalam konteks hubungan internasional, salah satu keuntungan dari MoV adalah teks MoU tersebut dapat dirahasiakan. Sebagai tambahannya, MoU dapat memberikan pengaruh pada banyak negara tanpa membutuhkan ratifikasi (pengesahan). MoU lebih mudah dimodifikasi dan diadaptasi daripada perjanjian yang membutuhkan proses negosiasi yang lebih panjang. Keputusan mengenai ratifikasi, bagaimanapun, adalah ditentukan oleh hukum masing-masing para pihak dan tergantung pada keputusan-keputusan besar berdasarkan pada persetujuan. Meskipun MoU dalam lapangan multilateral jarang terlihat, tapi perjanj ian transnasional yang sebenarnya adalah MoU.

Di Indonesia MoU biasa digunakan sebagai perjanjian pendahuluan sebelum mernasuki perjanjian yang sesungguhnya yang sifatnya lebih final. MoV yang paling sering disebut adalah MoU antara Republik Indonesia dengan Gerakan Separatis Aceh/Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia. Dimana isi dari MoU ini juga masih dirahasiakan oleh para pihak.

MoU dan LoI berasal dari Common Law System. Sedangkan Indonesia berada di bawah pengaruh penjajahan Belanda dengan sistem hukum Eropa Kontinental/Civil Law System. Civil Law System berinteraksi dengan Common Law System dan saling mempengaruhi satu sarna lain. Walaupun LoIberasal dari Common Law System, tetapi praktik MoV dan LoI juga banyak dilakukan di negara-negara yang menganut Civil Law System salah satunya adalah Indonesia.

Tujuan dari MoU dan LoI antara lain adalah:

1) U ntuk memberikan pemaparan dan klarifikas i para pihak yang membuatnya atau menjelaskan titik temu atau poin kuncidari sebuah transaksi demi kenyamanan para pihak dalam konteks isu komersil, isu legal ataupun isu-isu lainnya yang akan dimuat dalam perjanjian nantinya;

2) Untuk rnendeklarasikan secara resrni mengenai kesepakatan para pihak yang sedang bernegosisasi, seperti dalam proposal merger ataupunjoint venture;

3) Untuk menyediakan keamanan jika ternyata tidak ditemui kesepakatan selama negosiasi;

Page 17: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

237 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

4) Upaya untuk tidak kehilangan peluang ataupun kesempatan (loss opportunity);

5) Untuk memberikan suatu penjabaran teknis para pihak secara terinci;

6) Upaya untuk meminimalisir dan menganalisis kerugian maupun kerugian-kerugian potensial yang mungkin terjadi;

7) Untuk secara komprehensif menganalisis pengaturan upaya­upaya pemulihan dari pelanggaran ataupun wanprestasi dari perjanjian yang akan ditandatanginya perjanjian;

8) Dan lain sebagainya.

Sebuah LoI dapatjuga diartikan sebagai sebuah MoU, Term Sheet atau Term Discussion yaitu sebuah lembaran untuk mendiskusikan sesuatu hal. MoU dan LoI dapat digunakan dalam hampir semua bidang, antara lain bidang pendidikan, bisnis, perwalian anak, perdagangan dan kegiatan kerjasama antar negara dan sebagainya. Sebagai contoh, di Amerika Serikat dalam bidang pendidikan, LoI merupakan suatu bagian dari proses aplikasi (lamaran) untuk masuk dalam suatu lembaga pendidikan (sekolah). Di sana Loljuga dikenal sebagai pernyataan tujuan. 16

LoI bukanlah sebuah kontrak atau perjanjian resmi sehingga tidak dapat dipaksakan, LoI hanyalah sebuah dokumen yang menyatakan keseriusan dan ketertarikan untuk mengadakan suatu aktivitas bisnis. Jika sebuah LoJ diabaikan begitu saja, menurut sumber tersebut maka tidak akan menimbulkan konsekuensi apapun bagi para pembuatnya. Oleh karen any a LoI belum sampai pada titik telah lahir faktor-faktor dalam rangka pemenuhan hak dan kewajiban oleh dan antara para pihak yang membuatnya.

LoI juga dapat menjadi alat untuk memulai kerjasama antar negara. Sebagai contoh yaitu seperti yang terjadi dalam kunjungan Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu yang telah memimpin delegasi Indonesia ke BeJanda pad a tanggal 27-28 Juni 2006. Kunjungan bertujuan untuk meningkatkan kerjasama bilateral antara kedua negara disamping menindaklanjuti hasil pertemuan dengan Menteri Perekonomian Belanda Mr. L.J. Brinkhorst pada akhir bulan Mei 2006. Salah satu hasil konkrit dari

16 Dari sebuah sumber juga disebutkan bahwa, definisi La! adalah sebuah surat dari satll perusahaan ke perusahaan yang lain yang menyatakan keinginan dan kesanggupan untuk melakukan bisnis. La! adalah alat yang paling sering muncul yang dijadikan sebagai pengakuan dari sebuah merger an tara perusahaan-perusahaan atau sebuah akuisisi yang dipertimbangkan secara serius. Terkadang, Lol juga bisa dikeluarkan/diterbitkan oleh pemegang saham untuk menandakan bahwa dia akan menginvestasikan sejumlah uang dalam satll jangka waktu yang ditetapkan. -

Page 18: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MoU dan Lol: Aplikasi dan Kontroversi dalam Praktek Hukum Bisnis 238

kunjungan Mendag tersebut adalah telah ditandatanganinya sebuah Letter of intent mengenai Kerjasama Pelatihan dan Pendidikan pada tanggal 28 Juni 2006.

Lol tersebut bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM di Pemerintahan Indonesia sehingga dapat menciptakan kebijakan yang tepat untuk kepentingan nasional, memberi pelayanan publik yang layak, dan menerapkan good governance. Peningkatan kapasitas tersebut akan dilakukan melalui program pasca sarjana, program pemagangan (internship) dan pelatihan-pelatihan untuk pengetahuan dan ketramplian khusus, terutama yang berkaitan dengan bidang perdagangan dan isu-isu terkait.

Kate Moss (TSBVI Outreach) dalam tulisannya yang berjudul Letter of intent: A Way To Communicate Your Wishes Into The Future. Dikatakan bahwa setiap orang tua yang peduli bahwa "Apa yang akan terjadi kepada anaknya jika mereka tidak mampu untuk melindungi anak-anaknya?" Dalam tulisannya tersebut Kate mengatakan bahwa, tantangan dari rencana orang tua untuk melintasi masa depan seorang anak kelihatan begitu membanj ir.

Dalam satu kasus sebagai contoh, jika ada seseorang yang ingin mengambil alih tanggung jawab untuk mengasuh seorang anak (menjadi wali) dari sebuah keluarga baik yang dikenal maupun tidak dikenal. Permasalahan yang kemudian akan timbul adalah, banyaknya pertanyaan dan keraguan dari orang terse but yang membuatnya harus berpikir lagi. Banyak faktor, antara lain mengingat tidak jelasnya sejarah anak yang akan diasuh tersebut, hukum yang akan berubah dari waktu ke waktu, harus berurusan dengan akuntan ataupun konsultan hukum, dan sebagainya. Pertimbangan­pertimbangan tersebut yang akan memberatkan seseorang jika ingin mengambil alih tanggung jawab dalam mengasuh seorang anak dari keluarga lain. Lol bukanlah formal "legal" dokumen, tetapi pengadilan akan melihat Lol terse but sebagai patokan dalam memahami anak tersebut dan keinginan dari orang tua kandung atas masa depan anak tersebut. 17

Persamaan antara Lol dan MoV pad a dasarnya adalah sarna-sarna tidak mengikat secara hukum. Sedangkan perbedaan antara keduanya adalah Lol bisa dibuat dalam bentuk surat pernyataan yang ditandatangani para pihak, yang isinya menyatakan ketertarikan atas sesuatu hal dan akan menindaklanjutinya. Isinya bisa hanya satu lembar dan berupa rangkaian

17 Masih menurut Kate, LoI bukanlah surat tradisional. Tidak hanya dibuat dan diIupakan begitu saja. Surat tersebut adalah dokumen hidup yang harus diperbarui. Berikut adalah contoh pedoman umum untuk menu lis Lol dalam hal peralihan hak asuh seorang anak yang dibuat oleh orang tua kandung. Ini diambil dari artikel yang dipublikasikan oleh "The organization, Estate Planning for The Disabled".

Page 19: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

239 Jurna/ Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

kalimat paragrap demi paragrap. Sedangkan MoU biasanya dibuat dalam bentuk seperti perjanjian yang isinya pasal demi pasal mulai dari menjelaskan para pihak, dimana para pihak dapat dihubungi baik melalui korespondensi, telepon, fax dan email, apa maksud dan tujuan dari MoU terse but sampai dengan kapan tindak lanjut dari MoU terse but akan dilaksanakan. Secara umum MoU lebih detil dibandingkan dengan LoI.

VII. Kedudukan Yuridis MoU dan LoI di Indonesia

Sistem Civil Law dan Common Law memberikan warn a pada praktek hukum di Indonesia, beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai latar belakangnya adalah:'8

1. Indonesia berada di bawah pengaruh penjajahan Belanda dengan sistem hukum Eropa KontinentaVCivil Law System.

2. Civil Law System berinteraksi dengan Common Law System dan saling mempengaruhi satu sarna lain.

3. Para sarjana menganggap interaksi tersebut tidak menimbulkan masalah.

4. Diperlukan adanya kiat dalam pencapaian sasaran yang maksimal dalam konteks metoda pendekatan, dalam pendidikan maupun pemecahan masalah.

Merujuk pada referensi tersebut di atas, maka berikut adalah pendapat para sarjana dengan pendekatan pemikiran: 19

1. Prof. Asikin dengan pendekatan Common Law, yaitu melalui case study.

2. Prof. Sardjono dengan pendekatan Civil Law, yaitu melalui pendekatan pemahaman prinsip-prinsip.

3. Sutomo Ramelan, men gap a harus pendekatan Common Law utamanya adalah bagaimana menjelaskan prinsip-prinsip dasar dalam Buku III KUHPer.

18 Wahyono Darmabrata, Prof. S.H., M.H., "Hukum Perikatan Di Indonesia", disampaikan di Lyman Group, Jakarta 23 Agustus 2006.

19 Ibid.

Page 20: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MoU dan Lol: Aplikasi dan Kontroversi da/am Praktek Hukum Bisnis 240

4. Prof. Subekti, tidak jallh beda pendapatnya dengan Slitomo Ramelan.

5. Prof. Djokoslltono, ahli hukllm perdata tidak akan secara penuh menguasai materi hllkum perdata karena bidang ini sangat dinamis dan terus berkembang.

6. Ursula Lewenton, salah seorang mantan anggota hakim agung di Jerman, berpendapat apakah anda yakin dengan pendekatan Common Law System akan memecahkan masalah dan bukan sebaliknya.

Artinya para sarjana telah menyikapi terjadinya perbauran sistem hukum yang secara praktis tidak dapat dihindari. Oleh karenanya sebagai bahan referensi perlu kiranya diperhatikan aspek-aspek yang hukum perjanjian dalam koneksitasnya dengan implementasi MoU dan LoI, yaitu:20

1. Istilah.

2. Asas kebebasan berkontrak.

3. Asas itikad baik.

4. Sumber perikatan.

5. Asas konsensualisme.

6. Asas kepribadian.

7. Asas mengikatnyaperjanjian.

8. Unsur kecakapan untuk membuat perjanjian.

9. Unsur ganti rugi daJam perjanjian.

10. Perjanjian khusus.

Selanjutnya mengenai kedudukan Yuridis MoU dan LoI, ada dua pendapat, yaitu:21

1. MoUlLoI merupakan Gentlement Agreement, pendapat 1111

mengajarkan bahwa MoUlLoI hanya merupakan salah satu bentuk dari Gentlement Agreement saja, sehingga dianggap kekuatan

20 Ibid.

21 Rosa Agustina Pangaribuan, Dr., S.H. M.H., "Kedudukan Yuridis MoUlLof', disampaikan di Lyman Group, Jakarta 23 Agustus 2006

Page 21: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

241 Jurna/ Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 Apri/-Juni 2007

hukum yang tidak sama dengan perjanjian biasa walaupun MoVlLoI tersebut dibuat secara notariil. Dalam hal ini kekuatan hukum MoVlLoI hanya dianggap berkekuatan moral, (moral obligation) saja sehingga tidak mempunyai enforcement secara hukum dan pihak yang wanprestasi tidak dapat digugat di pengadilan hanya dianggap tidak bermoral.

2. MoVlLoI merupakan Agreement, terdapat suatu anggapan bahwa sekali suatu perjanjian dibuat dan ditandatangani, apapun bentuknya, baik secara Iisan maupun tertulis, pendek atau panjang, lengkap atau detail, di bawah tangan atau notariil tetap dianggap suatu perjanjian dan karenanya mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang menandatanganinya seperti layaknya suatu bentuk perjanjian sehingga seluruh pas al­pasal tentang hukum perjanjian dapat diberlakukan kepadanya.

Dalam hal ini berarti jika terdapat pihak yang wanprestasi maka pihak lainnya dapat menggugatnya di pengadilan menggunakan hukum yang berlaku.

Pendapat lainnya juga mengatakan lazimnya MoV/LoI hanya mengatur mengenai hal-hal yang bersifat umum, yang kemudian diikuti dengan perjanjian yang mengatur secara rinci, dimana di dalam perjanjian dimaksud akan dirumuskan dan dimuat seluruh hak dan kewajiban para pihak. Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat yang 'antara lain menyatakan sebagai berikut:

Kesepakatan bersama bukan merupakan suatu perjanjian, karena kesepakatan bersama adalah suatu wacana yang dituangkan dalam suatu rencana. Sehingga dalam hal ini kesepakatan bersama belum merupakan suatu kondisi yang dapat dilaksanakan sepenuhnya, melainkan masih memerlukan tindakan pelaksanaan yang tertuang dalam suatu perjanjian, dan belum dapat menimbulkan konsekuensi hukum bagi para pihak yang mengingkarinya.

Kesepakatan bersama merupakan suatu perjanjian (agreement is agreement), apabi/a implikasi kesepakatan bersama ini telah diwujudkan da/am tindakan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang menandatanganinya. Sehingga segala bentuk pengingkaran terhadap kesepakatan bersama dapat dituntut ganti rugi berdasarkan pengingkaran dari kewajiban yang

Page 22: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MoU dan LaI: Aplikasi dan Kontroversi da/am Praktek Hukum Bisnis

seharusnya dilaksanakan danlatau yang tidak sesuai dengan kesepakatan bersama yang telah ditandatangani.

242

MoVlLoI tidak dikenal dalam sistem hukum konvensional Indonesia, karenanya tidak ada pengaturan hukum tentang MoV/Loi. KVH Perdata yang merupakan dasar hukum dari setiap perjanjian tidak mengecualikan beriakunya hukum perjanjian terhadap suatu MOV. Pasal 1338 KVH Perdata menyatakan:

Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang­un dang bagi mereka yang membuatnya.

Dengan memberikan penekanan pad a kata 'semua' pasal ini memberikan kebebasan pada seluruh masyarakat untuk membuat perjanjian macam apapun (asalkan dibuat secara sah) dan perjanjian ini akan mengikat mereka yang membuatnya. Pasal ini dikenal sebagai pasal yang menganut asas kebebasan berkontrak.

Berdasarkan pasal 1338 KVH Perdata tersebut maka walaupun MoUlLoI hanya dibuat secara sederhana, tidak detail, tidak notariil (di bawah tangan) sebagaimana ciri-ciri MoV/LoI, MoV/LoI tersebut mengikat sebagaimana perjanjian.

Maka menurut KVHPerdata, MoVlLoI juga dapat dikatakan sebagai sebuah perjanjian apabila perjanjian tersebut dibuat secara sah sebagaimana diatur dalam PasaI 1320 KUHPerdata tersebut di atas, yaitu apabila didalamnya telah diatur dan ditentukan secara jelas tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari masing-masing pihak dalam MoU/LoI dimaksud. Karena seharusnya dalam MoUlLoI tidak diatur tentang ketentuan hak dan kewajiban dari para pihak yang membuatnya, melainkan terbatas pad a kesepahaman bersama (common understanding) terhadap suatu hal yang kemudian akan dirumuskan dalam perjanjian.

Apabila Pasal 1320 KUHPerdata tersebut telah terpenuhi maka secara otomatis MoU/LoI (yang di dalamnya telah diatur tentang hak dan kewajiban para pihak) terse but mengikat para pembuatnya seperti tersebut dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Walaupun MoV/LoI tersebut dibuat secara sederhana, tidak detail, tidak notariil (di bawah tangan) sebagaimana ciri-ciri MoV/LoI, maka MoUiLoI tersebut mengikat sebagaimana perjanjian. Asas yang terkandung dalam Pasal 1338 KUHPerdata ini disebut sebagai Pacta Sun! Servanda yang artinya "janji itu mengikat".

Jika telah ada kekuatan hukum maka akan ada akibat hukum dari MoU/LoI tersebut. Akibat hukumnya adalah disamakan dengan perjanjian pada umumnya. Yaitu, apabila MoVlLoI tidak dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak dan para pihak yang membuat dikategorikan tidak cakap, maka MoV/LoI tersebut dapat dibatalkan (voidable), sedangkan kalau syarat "suatu hal tertentu" dan "suatu sebab yang halal ", jika tidak

Page 23: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

243 .furnal Hukum dan Pe.mbangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

terpenuhi maka dinyatakan batal demi hukum (null and void). Tapi apabila semuanya terpenuhi, maka akibat hukumnya adalah MoUlLoI terse but mengikat sah para pihaknya. Artinya para pihak harus melaksanakan isi dari tersebut.

VIII. Penutup

MoU/LoI secara umum bukan merupakan perJanJlan yang sifatnya mengikat para pihak, tetapi apabila ternyata dalam MoUlLoI telah diatur dan ditentukan hak dan kewajiban para pihak didalamnya, maka sudah barang tentu berubah kedudukannya layaknya perjanjian menurut KUHPer. Dengan kata lain prinsip-prinsip hukum perjanjian dalam KUHPer Konsep sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian awal tulisan ini merupakan dasar pertimbangan apakah MoUlLoI terse but masih dalam tatanannya atau sudah berubah bentuk menjadi sebuah perjanjian. MoU/Loi memang sulit untuk tidak diterapkan di Indonesia dikarenakan derasnya informasi dan globalisasi, meskipun Secara umum sistem hukum Indonesia tidak mengenal konsep MoUlLoI, melainkan konsep tersebut lahir dan diadopsi oleh para praktisi maupun konsultan hukum Indonesia dari Common Law System.

Sistem hukum Indonesia yang berasal dari Eropa Kontinental bersifat dogmatis, dimana apabiJa suatu ketentuan hukum yang telah dibuat dan ternyata terdapat hal-hal yang tidak termuat di dalamnya akan tunduk pada ketentuan yang lebih tinggi tingkatan hierarkhinya. Oleh karenanya terhadap suatu perjanjian yang tidak memberikan suatu penafsiran yang lengkap maupun terdapat hal-hal yang tidak diatur, maka terhadap perjanjian dimaksud akan merujuk dan menundukan diri pada ketentuan hukum yang lebih tinggi, yaitu dalam hal ini adalah Undang-Undang.

TerJepas dari aspek yuridis mengikatnya MoUlLoI ada beberapa kalangan praktisi yang berpendapat, bahwa apabila ternyata ditandatanganinya MoUlLoI tersebut memberikan suatu manfaat bisnis, yaitu dengan adanya prospektif usaha maupun keuntungan finansial yang signifikan, maka tidak ada salahnya apabila siapapun juga menandatangani MoUlLoI dimaksud.

MoUlLoI dalam perkembangannya di negara-negara yang menganut sistem Common Law tetap berpedoman sebagai suatu agreement yang tidak mengikat sebagai kontrak akan tetapi dengan doktrin promissory estoppel, janji dalam MoU/LoI dapat dianggap sebagai janji pra kontrak yang mempunyai akibat hukum. Selanjutnya melalui pendekatan obyektif dalam menafsirkan kontrak, maka kontrak yang dibuat setelah MoUlLol dianggap sebagai final and complete expression dari para pihak yang tidak dapat

Page 24: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

MoU dan LoJ: Aplikasi dan Kontroversi dalam Praktek Hukum Bisnis 244

dipertentangkan dengan MoU/LoI. Bahkan, doktrin statute of frauds dan parol evidence rule mengalami erosi, sehingga dalam hukum internasional MoU/LoI dapat dijadikan pedoman untuk menafsirkan kontrak.22 Sehingga pertanyaannya apakah para praktisi Indonesia juga akan mengadopsi konsep­konsep dimaksud sebagai ikutan dari implementasi MoUlLoI.

22 Suharnoko, S.H. , M.LI. , "Memorandum of Understanding/Letter of intent dan Doktrin-Doktrin Hukum Kontrak Common Law ", disampaikan di Lyman Group, Jakarta 23 Agustus 2006.

Page 25: MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN LETTER OF INTENT …

245 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-37 No.2 April-Juni 2007

DAFTAR PUSTAKA

Darmabrata, Wahyono, Prof., S.H., M.H. , Hukum Perikatan Di Indonesia, disampaikan di Lyman Group, JakaJ1a: 23 Agustus 2006.

Darus, Mariam, et.a!' Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001 .

Fee, Richard. The life planning approach, New Ways, Fall: 1990.

Guidelines for Preparing a Letter of Intent, Estate Planning for the Disabled, Publication L5503.

Pangaribuan, Rosa Agustina, Dr., S.H. M.H., Kedudukan Yuridis MoU/LoI, disampaikan di Lyman Group, Jakarta: 23 Agustus 2006

Subekti, Prof. , Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa, 1996.

R Subekti, Prof dan R Tjtrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jakarta: PT Pradnya Paramitha, 1996.

Russell, L. Mark. Writing Your Letter O/Intent, New Ways, Fall: 1990.

Satrio, J, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya), Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1992.

Satrio, J., Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), Bandung: Alumni, 1993.

Subekti, Prof., Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Intermasa, 1996.

Suharnoko, S.H., M.LI., Memorandum 0/ Understanding/Letter 0/ Intent dan Doktrin-Doktrin Hukum Kontrak Common Law, disampaikan di Lyman Group, Jakarta 23 Agustus 2006.