mesin diesel 3000 cc dengan turbocharger1].pdf · 2018. 7. 4. · tinjauan umum mesin diesel 4 2.2....

148
Mesin Diesel 3000 cc dengan Turbocharger Tugas Akhir Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin Disusun Oleh Nama : NIM : Erix Gunarto 045214 055 Program Studi Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2008

Upload: others

Post on 10-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Mesin Diesel 3000 cc dengan Turbocharger

    Tugas Akhir

    Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik

    Jurusan Teknik Mesin

    Disusun Oleh Nama :NIM :

    Erix Gunarto 045214 055

    Program Studi Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin

    Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

    2008

  • Mechanical Engineering Study Program Mechanical Engineering Departement Faculty Of Science And Technology

    Sanata Dharma University Yogyakarta

    2008

    3000 cc Diesel Engine with Turbocharger

    Final Project

    Presented as partitial fulfilment of the requirement as to obtain the Sarjana Teknik Degree

    in Mechanical Engineering

    by Erix Gunarto

    Student Number : 045214055

  • Pernyataan

    Bahwa di dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan

    untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan terdapat karya atau

    pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang secara

    tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

    Yogyakarta, 26 September 2008

    Penulis

  • Intisari

    Daya pada motor bakar dapat didongkrak dengan cara memperbesar jumlah

    udara yang memasuki ruang bakar. Kenaikan jumlah udara dikompensasi dengan

    penambahan jumlah bahan bakar. Jumlah total energi yang memasuki ruang bakar

    menjadi tinggi dan di dalam ruang bakar dapat dibangkitkan energi yang besar dan

    Untuk membandingkan unjuk kerja mesin tanpa dan dengan turbocharger.

    Turbo-supercharger atau biasa disebut ‘turbocharger’ saja adalah

    supercharger yang digerakkan oleh turbin yang mengkonversi energi aliran gas buang

    menjadi energi kinetik rotasi. Aliran gas buang dilewatkan ke dalam turbin. Daya

    yang diperoleh turbin diteruskan ke kompresor melalui perantaraan poros. Kemudian

    kompresor akan memompakan udara segar ke dalam ruang bakar.

    Dari perhitungan yang telah dilakukan ternyata menggunakan turbocharger

    menghasilkan efisiensi dan daya besar dibandingkan dengan yang tidak memakai

    turbocharger. Efisiensi dengan turbocharger di dapat 82,7 % sedangkan tanpa

    turbocharger 82,1 % pada putaran 3600 rpm dan daya yang dihasilkan menggunakan

    turbocharger di dapat 110,79 Hp sedangkan tanpa turbocharger 107,96 Hp pada

    putaran 3600 rpm.

  • Kata Pengantar

    Salah satu tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk melengkapi wacana

    tentang dunia otomotif bagi mereka yang mempelajari teknologi, khusunya tentang

    mesin diesel dan turbocharger. Tugas ini disusun sedemikian rupa sehingga

    diharapkan pembaca dapat menangkap pesan-pesan penulis.

    Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk pihak-pihak

    yang turut mendukung terselesaikannya tugas akhir ini. Pihak-pihak tersebut adalah:

    1. Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan Fakultas

    Sains dan Teknologi.

    2. Budi Sugiharto S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin.

    3. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing tugas akhir.

    4. Fr. Blasius OSCO terima kasih atas semua saran dan nasehat.

    5. Kristin Yulianti yang selama ini selalu menemaniku dan mendampingiku

    dalam suka dan duka.

    6. Dan yang terakhir, untuk semua pihak yang telah turut membantu

    terselesaikannya tugas akhir ini.

    Tentu saja banyak kekurangan di dalam penulisan kali ini. Untuk itu penulis

    mengharapkan saran dan kritik yang membangun, baik sebelum maupun sesudah

    adanya revisi.

    Yogyakarta, 17 September 2008

    Penulis

  • Daftar Isi

    BAB 1 PENDAHULUAN 1

    1.1. Latar belakang 1

    1.2. Rumusan masalah 2

    1.3. Tujuan penulisan 2

    1.4. Batasan perancangan 2

    1.5. Metode perancangan 3

    BAB 2 TINJAUAN TEORI 4

    2.1. Tinjauan umum mesin diesel 4

    2.2. Prinsip kerja 8

    2.3. Siklus termodinamika 11

    2.3.1. Proses pembakaran 11

    2.3.2. Bilangan setana (cetane) bahan bakar 15

    2.3.3. Perbandingan campuran 16

    2.4. Turbocharger 18

    2.4.1. Tujuan pemakaian 19

    BAB 3 ANALISA SIKLUS 21

    3.1. Siklus kerja motor diesel 21

    3.2. Motor diesel tanpa turbocharger 24

    3.2.1. Langkah hisap 25

    3.2.1.1. Tekanan didalam silinder selama proses pengisapan 26

  • 3.2.1.2. Temperatur akhir pada langkah hisap 27

    3.2.1.3. Efisiensi pengisian untuk langkah hisap 28

    3.2.2. Langkah kompresi 29

    3.2.2.1 Tekanan akhir langkah kompresi 30

    3.2.2.2 Temperatur akhir langkah kompresi 31

    3.2.3. Langkah pembakaran 32

    3.2.3.1. Proses pembakaran 32

    3.2.3.2. Reaksi pembakaran 32

    3.2.3.3. Koefisiensi kelebihan udara 34

    3.2.3.4. Koefisien kimia penambahan molar μo 36

    3.2.3.5. Koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran 37

    3.2.3.6. Kapasitas molar rata-rata dari gas volume konstan 38

    3.2.3.7. Kapasitas panas molar isokhorik rata-rata udara 39

    3.2.3.8. Kapasitas molar isokhorik udara pada akhir kompresi 40

    3.2.3.9. Perhitungan temperatur akhir langkah pembakaran 40

    3.2.3.10. Tekanan akhir pembakaran 41

    3.2.4. Langkah ekspansi 44

    3.2.4.1. Perbandingan ekspansi awal 44

    3.2.4.2. Perbandingan ekspansi akhir 45

    3.2.4.3. Tekanan akhir langkah ekspansi 46

    3.2.4.4. Temperatur akhir langkah ekspansi 46

    3.2.5. Tekanan indikasi rata-rata 47

  • 3.2.5.1. Tekanan indikasi rata-rata aktual 48

    3.2.5.2. Kerja indikasi dan daya indikasi hp (horse power) 49

    3.2.5.3. Torsi yang dihasilkan 50

    3.2.5.4. Efisiensi mekanis 50

    3.2.5.5. Tekanan efektif rata-rata 51

    3.2.5.6. Brake horsepower 51

    3.2.5.7. Kebutuhan bahan bakar 52

    3.2.5.8. Konsumsi bahan bakar tiap jam 53

    3.2.5.9. Konsumsi bahan bakar tiap jam untuk indikasi daya (Ni) 54

    3.2.6.0. Konsumsi bahan bakar tiap jam untuk break thermal 55

    3.2.6.1. Efisiensi indikasi panas 55

    3.2.6.2. Efisiensi daya break thermal (Hp) 56

    3.2.6.3. Kebutuhan bahan bakar spesifikasinya 56

    3.3. Motor diesel dengan turbocharger 57

    3.3.1. Langkah isap 61

    3.3.1.1. Tekanan akhir langkah isap 61

    3.3.1.2. Suhu akhir lagkah isap 61

    3.3.1.3. Efisiensi pengisian dan koefisien gas sisa 63

    3.3.2. Langkah kompresi 63

    3.3.2.1. Eksponen kompresi politropik 63

    3.3.3.2. Tekanan dan suhu pada akhir langkah kompresi 64

    3.3.3. Pembakaran 64

  • 3.3.3.1. Tekanan dan suhu akhir langkah pembakaran 67

    3.3.4. Langkah ekspansi 69

    3.3.4.1. Eksponen politropik ekspansi 69

    3.3.4.2. Tekanan dan suhu akhir langkah ekspansi 69

    3.3.5. Perhitungan daya dengan turbocharger 70

    3.3.5.1. Tekanan indikasi rata-rata 70

    3.3.5.2. Daya indikasi dan daya kuda rem 70

    3.3.5.3. Efisiensi dan daya rugi-rugi mekanis 71

    3.3.5.4. Efisiensi termal rem dan efisiensi termal indikasi 71

    3.3.5.5. Pengaruh pemakaian turbocharger 72

    BAB 4 PERENCANAAN KOMPRESOR 75

    4.1. Dasar teori 75

    4.1.1. Diagram kecepatan 76

    4.1.2. Laju aliran masa 77

    4.1.3. Persamaan energi 79

    4.1.4. Persamaaan momentum 80

    4.1.5. Termodinamika kompresor 83

    4.1.6. Perencanaan impeller 85

    4.1.7. Perhitungan daya kompresor 105

    4.1.8. Disain sudu 106

    4.2. Perencanaan rumah keong 110

    4.3. Perencanaan poros 119

  • 4.4. Perencanaan pasak 127

    4.5. Perencanaan bantalan dan pelumasan 128

    BAB 5 PENUTUP 131

    5.1. Kesimpulan 131

    5.2. Saran 133

    DAFTAR PUSTAKA 134

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar belakang

    Aplikasi mesin diesel sangat luas, terutama untuk kendaraan niaga. Tekanan

    awal langkah kompresi pada mesin diesel tanpa turbocharger (naturally aspirated

    engine) selalu lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer. Pada langkah isap, torak

    bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik Mati Bawah). Langkah ini

    menimbulkan kevakuman pada ruang bakar sehingga udara bergerak memasuki ruang

    bakar. Kondisi seperti ini dirasa kurang efektif karena udara yang memasuki ruang

    bakar sangat terbatas jumlahnya karena hanya tergantung pada tekanan udara luar.

    Efisiensi volumetrik dapat dinaikkan dengan memperbanyak jumlah udara yang

    memasuki ruang bakar. Dengan meningkatkan jumlah udara yang memasuki ruang

    bakar dan menambah suplai bahan bakar, maka jumlah kalor yang dapat dikonversi

    menjadi kerja mekanis menjadi lebih besar. Dengan demikian daya yang dibangkitkan

    juga akan lebih besar.

    1.2. Rumusan masalah

    Untuk mengatasi beberapa permasalahan di atas, maka dirancanglah suatu alat

    untuk memperbesar jumlah udara yang memasuki ruang bakar. Alat ini disebut

    turbocharger. Dengan alat ini diharapkan udara dapat memasuki ruang bakar dengan

  • kecepatan yang lebih tinggi, sehingga terjadi turbulensi. Dengan turbulensi maka

    pencampuran bahan bakar dengan udara menjadi lebih baik.

    Pemakaian turbocharger dapat mengatasi masalah menipisnya udara yang

    masuk ruang bakar. Jumlah udara akan menipis pada dataran tinggi sehingga udara

    yang masuk dalam ruang bakar sedikit. Jumlah udara yang sedikit mengakibatkan

    proses pembakaran kurang sempurna.

    1.3. Tujuan penulisan

    Tujuan penulisan adalah :

    1.) Membandingkan unjuk kerja mesin tanpa dan dengan turbocharger.

    2.) Merancang turbocharger dan mengetahui parameter-parameter pendukung lainya.

    1.3. Batasan Perancangan

    Agar perancangan tidak menyimpang dari judul tugas, maka penulis membatasi

    masalah pada perancangan turbocharger tanpa intercooler.

    Berikut adalah data kendaraaan yang dilengkapi dengan turbocharger.

    Jenis kendaraan : mobil penumpang

    Tipe mesin : mesin diesel injeksi langsung 4 langkah 16 katup

    Jumlah silinder : 4 silinder sebaris

    Volume sillinder : 3043 cc

    Volume tiap silinder : 760,76 cc

    Daya : 91,73 hp pada 3600 rpm

    Torsi : 22,769 Nm pada 1800 rpm

  • Diameter silinder (bore) : 97 mm (0,097 m)

    Panjang langkah (stroke) : 103 mm (0,103 m)

    Perbandingan kompresi : 1:17,6

    1.4. Metode perancangan

    Secara detail perancangan turbocharger akan dibahas dalam Bab III, Bab IV

    dan Bab V. Urutan perancangannya adalah: Analisa siklus, perancangan kompresor,

    perancangan poros beserta pasak, bantalan dan pelumasannya & kesimpulan. Poros

    harus dibuat kuat agar dapat menahan berat impeler dan juga dirancang agar memiliki

    kecepatan kritis yang tinggi apabila beroperasi bersama dengan impeler. Metode

    pelumasan direncanakan dengan pelumasan celup mengingat kecepatan turbo yang

    diperkirakan relatif tinggi.

    Turbocharger direncanakan memiliki konstruksi seperti Gambar 0.1. Dapat dilihat

    impeler kompresor dan impeler turbin memiliki arah putaran yang sama karena

    dihubungkan dengan satu poros.

    Gambar 0.1 Konstruksi turbocharger yang direncanakan.

  • BAB II

    TINJAUAN TEORI

    2.1 Tinjauan umum mesin diesel

    Mesin diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Mesin

    pembakaran dalam adalah mesin panas yang di dalamnya terdapat energi kimia dari

    pembakaran dilepaskan di dalam silinder mesin. Golongan lain dari mesin panas

    adalah mesin uap.Mesin uap adalah energi yang ditimbulkan selama pembakaran

    bahan bakar diteruskan lebih dahulu ke uap dan hanya melalui uaplah kerja dilakukan

    dalam mesin atau turbin. Saat ini terdapat kecenderungan untuk menyebutkan semua

    mesin panas yang dioperasikan langsung oleh gas pembakaran adalah mesin

    pembakaran atau motor bakar.

    Kerakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang

    lain adalah metoda penyalaan bahan bakar. Dalam mesin diesel bahan bakar

    diinjeksikan ke dalam silinder, yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama kompresi

    suhu udara dalam silinder meningkat, Ketika bahan bakar dalam bentuk kabut halus

    bersinggungan dengan udara panas akan menyala.

    Karakteristik mesin diesel yang lain adalah bahwa mesinnya menghasilkan puntiran

    yang kurang lebih tidak tergantung pada kecepatan, karena banyaknya udara yang

    diambil ke dalam silinder dalam tiap langkah isap dari torak yang sedikit dipengaruhi

  • oleh kecepatan mesin. Banyaknya bahan bakar yang dapat dibakar di dalam silinder

    dengan tiap langkah isap dan langkah usaha berguna oleh aksi torak.

    Pemakaian bahan bakar dari motor diesel kira-kira 25% lebih rendah dari pada motor

    bensin, sedangkan harga bahan bakarnya pun lebih murah. Hal itulah yang

    menyebabkan mengapa motor diesel lebih hemat dari pada motor bensin. Namun,

    karena perbandingan kompresinya yang tinggi maka tekanan kerja motor diesel

    menjadi lebih tinggi dari pada motor bensin. Oleh karena itu motor diesel harus dibuat

    lebih kuat dan kokoh, sehingga lebih berat.. Disamping itu, motor diesel

    mengeluarkan bunyi yang keras, warna dan bau gas buang yang kurang

    menyenangkan.

    Gambar 2.1 Penampang melintang dari mesin diesel. (Sumber: Maleev, hal 5)

  • (1. lapisan silinder; 2. kepala silinder; 3. torak; 4. batang engkol; 5. poros engkol;

    6. pipi engkol; 7. bantalan utama; 8. pena engkol dan bantalannya; 9. nosel bahan

    bakar;10. cincin torak; 11. pena torak dan bantalannya; 12. katup pemasukan;

    13. katup buang; 14. poros nok; 15. nok; 16. pengikut nok; 17. batang dorong;

    18. lengan ayun;19. pegas katup; 20. blok silinder atau karter; 21. plat landasan.)

    Gambar 2.1 menunjukkan secara umum mesin diesel empat langkah. Berikut

    dijelaskan tentang beberapa bagian penting dari mesin diesel.

    1. Silinder

    Jantung mesin adalah silindernya, yaitu tempat bahan bakar dibakar dan daya

    ditimbulkan. Bagian dalam silinder dibentuk dengan lapisan (liner), atau

    selongsong (sleeve). Diameter dalam silinder disebut lubang (bore).

    2. Kepala silinder (Cylinder head)

    Kepala silinder menutup satu ujung silinder dan sering berisikan katup tempat

    lewat udara dan bahan bakar diisikan dan gas buang dikeluarkan.

    3. Torak (piston)

    Ujung lain dari ruang kerja silinder ditutup oleh torak yang meneruskan kepada

    poros daya yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar. Cincin torak (piston

    ring) yang dilumasi dengan minyak mesin menghasilkan sil (seal) rapat gas

    antara torak dan lapisan silinder. Jarak perjalanan torak dari satu ujung silinder

    ke ujung silinder yang lain disebut langkah (stroke).

  • 4. Batang engkol (conecting rod)

    Satu ujung, yang disebut ujung kecil dari batang engkol, dipasangkan kepada

    pena pergelangan (wrist pin) atau pena torak (piston pin) yang terletak di dalam

    torak. Ujung yang lain atau ujung besar mempunyai bantalan untuk pena engkol.

    Batang engkol mengubah dan meneruskan gerak bolak-balik (reciprocating) dari

    torak menjadi putaran kontinyu pena engkol selama langkah kerja dan

    sebaliknya selama langkah yang lain.

    5. Poros engkol (crankshaft)

    Poros engkol berputar di bawah aksi dari torak melalui batang engkol dan pena

    engkol yang terletak di antara pipi engkol (crankweb), dan meneruskan daya dari

    torak kepada poros yang digerakkan. Bagian dari poros engkol yang didukung

    oleh bantalan utama dan berputar di dalamnya disebut tap (journal).

    6. Roda gila (flywheel)

    Roda gila dengan berat yang cukup dikuncikan kepada poros engkol dan

    menyimpan energi kinetik selama langkah daya dan mengembalikannya selama

    langkah yang lain. Roda gila membantu menstart mesin dan juga bertugas

    membuat putaran poros engkol kira-kira seragam.

    7. Poros nok (camshaft)

    Poros nok digerakkan dari poros engkol oleh penggerak rantai atau oleh roda

    gigi pengatur waktu mengoperasikan katup pemasukan dan katup buang melalui

    nok, pengikut nok, batang dorong (push rod), dan lengan ayun (rocker arm).

    Pegas katup berfungsi menutup katup.

  • 8. Karter (crankcase)

    Karter berfungsi menyatukan silinder, torak dan poros engkol, melindungi

    semua bagian yang bergerak dan bantalannya, dan merupakan reservoir bagi

    minyak pelumas. Disebut sebuah blok silinder kalau lapisan silinder disisipkan

    di dalamnya. Bagian bawah dari karter disebut plat landasan (bed plate).

    2.2 Prinsip kerja

    Prinsip kerja motor diesel dapat dilihat pada Gambar 2.2. Torak bergerak translasi

    bolak-balik di dalam silinder dihubungkan dengan pena engkol dari poros engkol yang

    berputar pada bantalannya, dengan perantaraan batang penggerak atau batang

    penghubung. Campuran udara dan bahan bakar di dalam ruang bakar, yaitu ruangan

    yang dibatasi oleh dinding silinder, kepala torak dan kepala silinder. Gas pembakaran

    yang terjadi itu mampu menggerakkan torak yang selanjutnya memutar poros engkol.

    Pada kepala silinder terdapat katup isap dan katup buang. Katup isap berfungsi

    memasukkan udara segar ke dalam silinder; sedangkan katup buang berfungsi

    mengeluarkan gas pembakaran, yang sudah tidak terpakai dari dalam silinder ke

    atmosfer.

  • Gambar 2.2 Perinsip kerja motor diesel. (Sumber: Arismunandar, hal 1)

    Jika torak berada pada posisi TMB, seperti terlihat pada gambar (d), dan baik katup

    isap maupun katup buang ada pada posisi tertutup, maka gerakan torak ke atas seperti

    terlihat pada gambar (a) merupakan gerakan menekan udara di dalam silinder

    (langkah kompresi). Gerakan tersebut terakhir akan menyebabkan kenaikan tekanan

    dan temperatur udara yang bersangkutan. Ada dua manfaat dalam menekan isi udara

    selama langkah ini: pertama, menaikkan efisiensi panas atau efisiensi total dari mesin

    dengan menaikkan densiti (kepadatan) pengisian sehingga diperoleh suhu yang lebih

    tinggi selama pembakaran; ini dilakukan pada semua motor bakar, baik dari jenis

    penyalaan cetus api maupun penyalaan kompresi. Yang kedua, untuk menaikkan suhu

    udara pengisian sedemikian rupa sehingga kalau kabut halus dari bahan bakar

    diinjeksikan ke dalamnya, maka bahan bakar akan menyala dan mulai terbakar tanpa

    memerlukan sumber penyalaan dari luar seperti busi yang digunakan dalam mesin

    bensin.

  • Akhirnya, apabila torak berada pada posisi terdekat dengan kepala silinder, seperti

    terlihat pada gambar (b), maka untuk motor diesel pada umumnya tekanan dan

    temperaturnya berturut-turut dapat mencapai kurang lebih 30 kg/cm2 dan 500 oC.

    Beberapa saat sebelum torak mencapai posisi (b) TMA, bahan bakar disemprotkan ke

    dalam silinder dan terjadilah pembakaran. Proses pembakaran tersebut menyebabkan

    kenaikan tekanan dan temperatur. Karena proses pembakaran tersebut memerlukan

    waktu maka tekanan maksimum dan temperatur maksimumnya terjadi beberapa saat

    setelah torak mulai turun ke bawah.

    Dalam hal tersebut gas pembakaran mendorong torak ke bawah (langkah ekspansi),

    seperti terlihat pada gambar (c), dan selanjutnya memutar poros engkol. Langkah ini

    disebut juga langkah kerja. Beberapa saat sebelum torak mencapai posisi gambar (d)

    katup buang mulai terbuka sehingga gas pembakaran keluar dari dalam silinder.

    Selanjunya, gas pembakaran dipaksa keluar dari dalam silinder oleh torak yang

    bergerak dari bawah ke atas (langkah buang). Beberapa saat sebelum torak mencapai

    posisi gambar (b), katup isap mulai membuka dan beberapa saat setelah torak

    bergerak ke bawah lagi, katup buang sudah tertutup. Dalam hal tersebut terakhir,

    gerakan torak ke bawah akan menyebabkan udara segar dari atmosfer terisap masuk

    ke dalam silinder (langkah isap). Demikianlah selanjutnya proses tersebut di atas

    terjadi berulang-ulang.

  • 2.3 Siklus termodinamika

    2.3.1 Proses pembakaran

    Minyak bakar yang disemprotkan ke dalam silinder berbentuk butir-butir cairan yang

    halus. Oleh karena udara di dalam silinder pada saat tersebut sudah bertemperatur dan

    bertekanan tinggi maka butir-butir tersebut akan menguap. Penguapan butir bahan

    bakar itu dimulai pada bagian permukaan luarnya, yaitu bagian yang terpanas. Uap

    bahan bakar yang terjadi itu selanjutnya bercampur dengan udara yang ada di

    sekitarnya. Proses penguapan itu berlangsung terus selama temperatur sekitarnya

    mencukupi. Jadi, proses penguapan juga terjadi secara berangsur-angsur. Demikian

    juga dengan proses pencampurannya dengan udara. Maka pada suatu saat dimana

    terjadi campuran bahan bakar udara yang sebaik-baiknya, proses penyalaan

    berlangsung sebaik-baiknya. Sedangkan proses pembakaran di dalam silinder juga

    terjadi secara berangsur-angsur dimana proses pembakaran awal terjadi pada

    temperatur yang relatif lebih rendah dan laju pembakarannyapun akan bertambah

    cepat. Hal itu disebabkan karena pembakaran berikutnya berlangsung pada temperatur

    lebih tinggi.

    Proses pembakaran adalah suatu reaksi kimia cepat antara bahan bakar (hidrokarbon)

    dengan oksigen dari udara. Proses pembakaran ini tidak terjadi sekaligus tetapi

    memerlukan waktu dan terjadi dalam beberapa tahap. Di samping itu penyemprotan

    bahan bakar juga tidak dapat dilaksanakan sekaligus tetapi berlangsung antara 30 – 40

    derajat sudut engkol.

  • Pada Gambar 2.3 dapat dilihat tekanan udara akan naik selama langkah kompresi

    berlangsung. Beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA bahan bakar mulai

    disemprotkan. Bahan bakar akan segera menguap dan bercampur dengan udara yang

    sudah tertemperatur tinggi. Oleh karena temperaturnya sudah melebihi temperatur

    penyalaan bahan bakar, bahan bakar akan terbakar sendiri dengan cepat. Waktu yang

    diperlukan antara saat bahan bakar mulai disemprotkan dengan saat mulai terjadinya

    pembakaran dinamai periode persiapan pembakaran (1). Waktu persiapan

    pembakaran bergantung pada beberapa faktor, antara lain pada tekanan dan

    temperatur udara pada saat bahan bakar mulai disemprotkan, gerakan udara dan bahan

    bakar, jenis dan derajat pengabutan bahan bakar, serta perbandingan bahan bakar –

    udara lokal. Jumlah bahan bakar yang disemprotkan selama periode persiapan

    pembakaran tidaklah merupakan faktor yang terlalu menentukan waktu persiapan

    pembakaran.

    Sesudah melampaui periode persiapan pembakaran, bahan bakar akan terbakar dengan

    cepat. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai garis lurus yang menanjak,

    karena proses pembakaran tersebut terjadi dalam suatu proses pengecilan volume

    (selama itu torak masih bergerak menuju TMA). Sampai torak bergerak kembali

    beberapa derajat sudut engkol sesudah TMA, tekanannya masih bertambah besar

    tetapi laju kenaikan tekanannya berkurang.

  • Gambar 2.3 Grafik tekanan versus sudut engkol.

    (Sumber: Arismunandar, hal 96)

    Hal ini disebabkan karena kenaikan tekanan dikompensasi oleh besarnya volume

    ruang bakar sebagai akibat bergeraknya torak dari TMA ke TMB.

    Periode pembakaran, saat kenaikan tekanan berlangsung dengan cepat (garis tekanan

    yang curam dan lurus, garis BC pada Gambar 2.3) dinamai periode pembakaran

    cepat (2). Periode pembakaran saat terjadi kenaikan tekanan sampai melewati tekanan

    maksimum dalam tahap berikutnya (garis CD pada Gambar 2.3), dinamai periode

    pembakaran terkendali (3). Dalam hal ini jumlah bahan bakar yang masuk ke dalam

    silinder sudah mulai berkurang, bahkan mungkin sudah dihentikan.

    Selanjutnya dalam periode pembakaran lanjutan (4) terjadi proses penyempurnaan

    pembakaran yaitu pembakaran dari bahan bakar yang belum sempat terbakar. Laju

    kenaikan tekanan yang terlalu tinggi tidaklah dikehendaki karena dapat menyebabkan

  • beberapa kerusakan. Maka haruslah diusahakan agar periode persiapan pembakaran

    terjadi sesingkat-singkatnya sehingga belum terlalu banyak bahan bakar yang siap

    untuk terbakar selama waktu persiapan pembakaran. Dipandang dari segi kekuatan

    mesin, di samping laju kenaikan tekanan pembakaran itu, perlu pula diperhatikan

    tekanan gas maksimum yang diperoleh. Supaya diperoleh efisiensi yang setinggi-

    tingginya, pada umumnya diusahakan agar tekanan gas maksimum terjadi pada saat

    torak berada di antara 15 – 20 derajat sudut engkol sesudah TMA. Hal tersebut dapat

    dilaksanakan dengan jalan mengatur saat penyemprotan yang tepat.

    Sebenarnya tekanan maksimum juga ditentukan oleh laju kenaikan tekanan yang

    terjadi selama periode pembakaran cepat. Karena itu segenap usaha haruslah ditujukan

    untuk mempersingkat periode persiapan pembakaran, antara lain dengan cara sebagai

    berikut:

    1. Menggunakan perbandingan kompresi yang tinggi.

    2. Memperbesar tekanan dan temperatur udara masuk.

    3. Memperbesar volume silinder sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh

    perbandingan luas dinding terhadap volume yang sekecil-kecilnya untuk

    mengurangi kerugian panas.

    4. Menyemprotkan bahan bakar pada saat yang tepat dan mengatur pemasukkan

    jumlah bahan bakar yang sesuai dengan kondisi pembakaran.

    5. Menggunakan jenis bahan bakar yang sebaik-baiknya.

    6. Mengusahakan adanya gerakan udara yang turbulen untuk menyempurnakan

    proses pencampuran bahan bakar – udara.

  • 7. Menggunakan jumlah udara untuk memperbesar kemungkinan bertemunya

    bahan bakar dengan oksigen dari udara.

    2.3.2 Bilangan setana (cetane) bahan bakar

    Bilangan setana adalah suatu indeks yang biasa dipergunakan bagi bahan bakar motor

    diesel, untuk menunjukkan tingkat kepekaannya terhadap detonasi. Setana normal

    atau hexadecane (C16H34) dan α-methyl-napthalene (C10H7CH3) dipergunakan sebagai

    bahan bakar standar pengukur. C16H34 adalah bahan bakar dengan periode persiapan

    pembakaran yang pendek; kepadanya diberikan angka 100 (bilangan setana = 100).

    Sedangkan α-methyl-napthalene mempunyai periode persiapan pembakaran yang

    panjang, jadi tidak baik dipergunakan sebagai bahan bakar motor diesel; kepadanya

    diberikan angka 0 (bilangan setana = 0). Bahan bakar yang akan ditentukan bilangan

    utamanya itu diuji dengan sebuah mesin yang khusus dipakai untuk mengukur

    bilangan setana. Dalam hal ini, kelambatan penyalaan dipakai sebagai pembanding.

    Maka persen volume setana dalam campuran yang terdiri atas setana dan α-methyl-

    napthalene, yang memberikan kelambatan penyalaan sama dengan bahan bakar yang

    diuji, dalam keadaan standar operasi tertentu, menyatakan bilangan setana bahan

    bakar tersebut. Gambar 2.4 menunjukkan struktur molekul dari kedua bahan bakar

    standar pengukur.

  • Gambar 2.4 Bahan bakar standar pengukur bilangan setana

    (alpha-methylnaphtalene dan C16H34 (hidrokarbon rantai lurus)).

    (Sumber: Arismunandar, hal 99)

    Bilangan setana bahan bakar ringan untuk motor diesel putaran tinggi berkisar di

    antara 40 sampai 60. Zat tambahan untuk menaikkan bilangan setana, seperti

    “tetraethyl lead” untuk menaikkan bilangan oktana bensin, belum diketemukan. Kadar

    belerang dalam bahan bakar haruslah di bawah 1% berat, untuk menghindari

    kemungkinan terjadinya korosi. Debu, kotoran dan air di dalam bahan bakar akan

    merusak bagian-bagian dalam dari pompa penyemprot bahan bakar dan penyemprot

    bahan bakar. Sedangkan endapan karbon dan abu menempel pada permukaan luar dari

    penyemprot bahan bakar, torak, katup buang, dan sebagainya, sehingga akan

    mengganggu tugasnya masing-masing dan bahkan dapat merusak bagian-bagian itu

    sendiri. Oleh karena itu kotoran-kotoran di dalam bahan bakar harus dibatasi.

    Meskipun penambahan senyawa barium dapat mengurangi asap, namun gas buang

    yang terjadi merupakan polutan udara.

    2.3.3 Perbandingan campuran

    Campuran antara udara dan bahan bakar biasa dinamai “campuran” saja, sedangkan

    perbandingan berat udara (Gud) dan bahan bakar (Gbb) dalam campuran itu dinamai

    “perbandingan campuran” atau “perbandingan udara-bahan bakar” (Gud/Gbb). Dalam

    proses pembakaran sempurna bahan bakar hidrokarbon, C akan terbakar menjadi CO2

    dan H akan menjadi H2O. Maka perbandingan dari berat minimum udara terhadap

    berat bahan bakar dinamai “perbandingan campuran sempurna kimia”. Sedangkan

  • perbandingan campuran terhadap perbandingan campuran stoikiometrik dinamai

    “faktor kelebihan udara” atau “perbandingan kelebihan udara”, λ, yaitu

    st

    bb

    ud

    RGG

    dengan,

    rikstoikiometbb

    udst

    GGR ⎥⎦

    ⎤⎢⎣⎡=

    Sedangkan kebalikannya dinamai “perbandingan ekivalen”, ( )∫ = λ1 . Jika λ bertambah kecil, maka hal ini berarti bahwa bahan bakar yang dipakai terlalu banyak,

    atau, kekurangan udara. Batas terendah dari λ ditentukan oleh batas asapnya. Hal itu

    tergantung dari jenis ruang bakar yang dipergunakan dan pada kondisi

    pencampurannya. Jadi batas terendah λ dapat berbeda-beda, tetapi boleh dikatakan

    tidak pernah lebih rendah dari λ = 1,1. Maka meskipun terdapat udara berlebih, tetapi

    asap hitam juga bisa terjadi dan hal tersebut menunjukkan bahwa pencampuran

    dengan pusaran tidak berlangsung dengan baik,

    Setiap butir bahan bakar yang terjadi setelah penyemprotan dikelilingi oleh lapisan

    campuran dengan λ = 0 sampai :. Di tempat-tempat dengan λ yang terlalu kecil akan

    terjadi angus sebagai akibat dekomposisi termal.

    2.4 Turbocharger

    Daya poros diperoleh melalui pengubahan energi kimia atau nilai kalor bahan bakar.

    Makin banyak bahan bakar yang dapat dibakar, makin besar daya yang dapat

  • dihasilkan. Hal itu dapat terjadi jika tersedia udara secukupnya; biasanya dengan

    faktor kelebihan udara lebih besar dari pada batas asap. Maka hal itupun berarti bahwa

    daya mesin dibatasi oleh kemampuan mesin tesebut mengisap udara yang diperlukan

    untuk pembakaran.

    Namun demikian, pada mesin empat-langkahpun terdapat over head katup sehingga

    sebagian dari udara segar juga keluar dari dalam silinder. Hal itu merupakan kerugian

    yang tidak dapat dihindari. Jadi, udara yang dimasukkan ke dalam silinder tidak

    semuanya dipergunakan untuk pembakaran.

    Sebuah motor bakar 4 langkah yang bekerja dengan supercharger tekanan isapnya

    lebih tinggi daripada tekanan udara atmosfer sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan

    jalan memaksa udara atmosfer masuk ke dalam silinder selama langkah isap, dengan

    memompa udara yang biasa dinamai supercharger.

    Supercharger digerakkan dengan daya yang dihasilkan oleh mesin itu sendiri; atau

    dengan jalan memanfaatkan energi gas buang untuk menggerakkan turbin gas yang

    menggerakkan supercharger. Supercharger yang digerakkan oleh turbin gas buang

    dinamai turbo-supercharger atau ‘turbocharger’ saja. Dengan supercharger jumlah

    udara atau campuran bahan bakar – udara segar yang bisa dimasukkan lebih besar

    daripada dengan proses pengisapan oleh torak pada waktu langkah isap. Tekanan

    udara dengan supercharger akan menaikkan sekaligus tekanan isap dan tekanan

    buang.

  • 2.4.1 Tujuan pemakaian

    Tujuan utama pemakaian turbocharger adalah memperbesar daya motor (30 – 80%);

    mesinpun menjadi lebih kompak lagipula ringan. Boleh dikatakan motor diesel

    dengan turbocharger dapat bekerja lebih efisien, pemakaian bahan bakar spesifiknya

    lebih rendah (5 – 15%). Hal ini berarti turbocharger yang dipakai adalah jenis turbo

    efisiensi.

    Dilihat dari konstruksi dan harganya, motor diesel di bawah 100 PS tidak ekonomis

    menggunakan supercharger. Tetapi apabila mesin harus bekerja pada ketinggian lebih

    dari 1500 meter di atas laut, supercharger mempunyai arti penting dalam usaha

    mengatasi kerugian daya yang disebabkan oleh berkurangnya kepadatan udara

    atmosfer di tempat tersebut. Mesin dengan daya di antara 100 – 200 PS yang banyak

    dipakai pada kendaraan laut, tidak memperlihatkan pembatasan yang tegas; banyak

    juga yang menggunakan supercharger.

    Pada motor diesel, supercharger dapat mempersingkat periode persiapan pembakaran

    sehingga karakteristik pembakaran menjadi lebih baik. Di samping itu terbuka

    kemungkinan untuk menggunakan bahan bakar dengan bilangan setana yang lebih

    rendah. Akan tetapi jangan hendaknya melupakan tekanan dan temperatur gas

    pembakarannya karena hal tersebut akan menyangkut persoalan pendinginan,

    konstruksi, kekuatan material serta umurnya.

    Gambar 2.5 menggambarkan konstruksi sebuah turbocharger. Udara atmosfer masuk

    ke dalam kompresor kemudian mengalami proses kompresi sehingga tekanannya naik.

    Kompresor digerakkan oleh turbin hal ini dapat dilihat dari adanya poros yang

  • menghubungkan rotor kompresor dan rotor turbin yang digerakkan oleh gas buang

    motor bakar torak dengan turbocharger. Udara yang keluar dari kompresor mengalir

    ke dalam saluran isap motor melalui karburator, selanjutnya udara mengalir ke dalam

    silinder..

    Gambar 2.5 Konstruksi sebuah turbocharger dengan katup udara (KK) dan katup gas buang

    (KT) dalam keadaan tertutup. (Sumber: Arismunandar, hal 116)

  • BAB III

    ANALISA SIKLUS

    3.1. Siklus Kerja Motor Diesel

    Siklus kerja motor diesel ada tiga macam, yaitu:

    1. Siklus ideal

    2. Siklus aktual

    3. Siklus gabungan

    Dalam pembahasan ini penulis menggunakan siklus gabungan yaitu gabungan

    antara siklus ideal dan siklus aktual untuk melakukan perhitungan pada motor diesel.

    Untuk menjelaskan makna dari diagram p-v pada motor torak terlebih dahulu

    perlu kita pakai beberapa idealisasi, sehingga prosesnya dapat dipahami secara lebih

    mudah. Proses yang sebenarnya (aktual) berbeda dengan proses yang ideal tersebut,

    dimana perbedaan tersebut menjadi semakin besar jika idealisasi yang digunakan itu

    terlalu jauh menyimpang dari keadaan yang sebenarnya, proses siklus yang ideal itu

    biasa disebut dengan siklus udara, dengan beberapa idealisasi sebagai berikut:

    1. Fluida kerja dalam silinder adalah udara, dimana udara dianggap sebagai gas ideal

    dengan konstanta kalor yang konstan.

    2. Proses ekspansi dan kompresi berlangsung secara isentropik.

    3. Proses pembakaran dianggap proses pemanasan fluida kerja.

    4. Pada akhir proses ekspansi, yaitu saat piston mencapai TMB, fluida kerja

  • didinginkan sehingga tekanan dan suhunya turun mencapai tekanan dan suhu

    udara luar (atmosfer).

    5. Tekanan fluida kerja di dalam silinder selama langkah buang dan langkah hisap

    adalah konstan dan sama dengan tekanan dan suhu udara luar.

    Pada gambar di bawah (Gambar : 3.1) menunjukkan siklus tekanan konstan,

    yang dianggap sebagai siklus dasar dari setiap mesin empat langkah.

    Gambar 3.1 Diagram p-v siklus diesel ideal

    (Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal 18)

    Pada waktu piston berada pada TMB (titik a) udara dalam kondisi atmosfer. Gerakan

    piston dari TMB ke TMA (titik c) menyebabkan udara pada kondisi atmosfer tersebut

    mengalami kompresi isentropik hingga piston mencapai TMA. Pada waktu piston

    berada pada posisi TMA udara dipanasi pada tekanan konstan sehingga menyebabkan

    suhu dan volume udaranya naik, proses ini berakhir pada titik (z). Selanjutnya,

    gerakan piston dari TMA ke TMB merupakan proses ekspansi isentropik. Pada saat

  • piston mencapai posisi TMB (titik b) udara didinginkan hingga pada kondisi atmosfer

    (titik a). Gerakan piston selanjutnya dari TMB ke TMA yaitu dari titik a-r adalah

    langkah buang pada tekanan konstan. Sedangkan gerakan piston yang berikutnya dari

    TMA ke TMB, yaitu dari titik r-a adalah langkah hisap pada tekanan konstan yang

    sama dengan tekanan buang. Jika siklus kerja motor berdasarkan idealisasi 3 dan 4,

    maka sebenarnya tak perlu diadakan penggantian fluida kerja.

    Pada siklus aktual hambatan hidraulik (rugi-rugi gesekan fluida) yang timbul

    pada sistem pemasukan akan menurunkan tekanan udara yang masuk ke dalam ruang

    bakar. Karena gerakan piston yang tidak seragam menyebabkan proses pengisian

    ruang bakar juga bervariasi. Tampak pada gambar 3.2 langkah pengisapan ( r-a) kurva

    mengalami penurunan tekanan di bawah garis atmosfer.

    Gambar 3.2 Diagram p-v siklus diesel aktual

    (Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal 18)

  • Kompresi udara pada siklus aktual diikuti dengan pertukaran panas antara dinding

    silinder dengan udara. Oleh karena itu garis kompresi pada diagram p-v bukan garis

    adiabatik, tetapi ditunjukkan oleh kurva berlangsung secara politropik dengan

    eksponen politropik yang bervariasi.

    Karena campuran udara dan bahan mengisi silinder selama periode

    pembakaran sampai mendekati TMA. Sehingga tekanan gas pada proses ini tidak

    bergerak naik menurut garis vertikal seperti pada pembakaran yang terjadi dalam

    volume konstan, tetapi mengikuti kurva yang semakin menjauhi sumbu-y. Setelah

    TMA, pembakaran berlangsung dengan diikuti kenaikan volume.

    Proses ekspansi pada siklus aktual disertai dengan afterburning dan

    perpindahan panas antara gas hasil pembakaran dengan dinding silinder. Oleh karena

    itu proes ekspansi tidak berlangsung secara adiabatik, tetapi berlangsung secara

    politropik dengan harga koefisien politropik yang bervariasi.

    3.2. Motor Diesel Tanpa turbocharger

    Jenis kendaraan : mobil penumpang

    Tipe mesin : 4-langkah sejajar, 16 katup

    Volume sillinder : 3043 cc

    Daya : 88,4 Hp / 3800 rpm

    Torsi : 19,5 Nm / 2000 rpm

    Diameter silinder : 97,0 mm

    Panjang langkah : 103,0 mm

  • Perbandingan kompresi : 1 : 18,2

    Ukuran mesin

    Panjang x lebar x tinggi : 5130 x 1795 x 1810 (mm)

    Berat mesin : 1550 kg

    1.4.1. 3.2.1. Langkah Hisap

    Seperti telah dijelaskan di atas pada langkah isap terjadi penurunan tekanan

    atmosfer yang sesungguhnya, hal ini disebabkan karena rugi-rugi gesekan fluida pasa

    sistem pengisapan. Udara luar pada tekanan atmosfer mengalir masuk ke dalam ruang

    bakar karena adanya perbedaan tekanan yang lebih rendah di dalam ruang bakar.

    Sejumlah muatan udara segar dialirkan saat langkah hisap, hal ini terjadi

    karena adanya perbedaan tekanan antara udara luar ( tekanan atmosfer ) dengan

    tekanan dalam silinder karena adanya penambahan volume silinder yang disebabkan

    gerak langkah piston dari tititk mati atas (TMA) menuju titik mati bawah (TMB).

    Pengaliran muatan segar ini melalui saluran hisap dan akan melewati katup hisap

    saat terbuka. Katup hisap terbuka beberapa derajat sebelum TMA saat langkah

    buang. Saat torak menuju TMB, campuran segar mengalir ke dalam silinder.

    Faktor yang mempengaruhi besarnya muatan yang masuk ke dalam silinder:

    1. Tahanan hidraulis dari sistem saluran hisap, tekanan akan direduksi sebesar ΔP.

    2. Adanya sisa hasil pembakaran di dalam silinder yang mendiami sebagian volume

    silinder.

    3. Pemanasan campuran udara – bahan bakar oleh permukaan dinding saluran hisap

  • dan ruang di luar silinder sebesar ΔT yang akan mengurangi kerapatan campuran.

    3.2.1.1 Tekanan di Dalam Silinder Selama Proses Pengisapan

    Adanya gesekan di dalam saluran isap akan mengurangi jumlah muatan segar

    yang terhisap ke dalam silinder karena kerapatan muatan berkurang. Pengaruh

    tahanan hidraulik muatan dapat dicari bila diketahui rugi–rugi tekanan ΔPa dalam

    sistem hisap atau tekanan Pa pada saat proses penghisapan berakhir. Tekanan di

    dalam silinder selama proses pengisian dapat dicari secara tepat bila prosesnya stabil.

    Pada mesin 4 langkah saat mencapai kecepatan dan daya rata-rata Pa. Tekanan akhir

    langkah hisap dihitung dengan persamaan 3.1 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 27) yaitu

    sebagai berikut :

    oa 0,92)P(0,85P −= (3.1)

    dengan:

    Pa = Tekanan akhir saat langkah hisap

    Po = Tekanan udara luar (diasumsikan ≈ 1atm = 0,1013 Mpa)

    Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    Mpa 0,093150,1013 x 0,9195P ,9195)0(P oa

    ===

    Drop pressure yang terjadi dihitung dengan menggunakan persamaan 3.2 (Petrovsky,

    Tahun 1979, hal 207) yaitu sebagai berikut :

  • oa P 0,05)(0,03P −=Δ (3.2)

    dengan :

    ∆Pa : penurunan tekanan karena rugi-rugi gesekan fluida

    Mpa 0,004050,1013 x 0,04P (0,04)P oa

    ===Δ

    3.2.1.2 Temperatur Akhir Pada Saat Langkah Hisap:

    Temperatur akhir langkah hisap dapat dihitung dengan persamaan 3.3

    (Petrovsky, Tahun 1979, hal 29) yaitu sebagai berikut :

    r

    rrwoa

    γ1TγΔTTT

    +++

    = (3.3)

    dengan:

    Ta = Temperatur udara saat langkah hisap

    To = Temperatur udara luar (atmosfer). Diasumsikan 28 oC = 301 K

    ΔTw = Peningkatan panas akibat kontak dengan dinding silinder dan piston

    yang panas.Besarnya 10-15°C (tanpa turbocharger) . (Petrovsky

    Tahun 1979, hal 81). Dalam perancangan ini dipilih 15°C

    γr = Koefisien gas buang. Besarnya 0,03-0,04 ..(Petrovsky, Tahun 1979,

    hal 29). Dalam perancangan ini dipilih 0,038

    Ti = Temperatur gas buang. Besarnya 700-800 K .(Petrovsky, Tahun 1979,

    hal 32). Dalam perancangan ini dipilih 785 K

  • Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    K 333,16960,0381

    785)0,038(15301Ta

    =+

    ×++=

    3.2.1.3 Efisiensi Pengisian Untuk Langkah Hisap

    Efisiensi pengisian silinder adalah perbandingan antara jumlah muatan segar

    aktual We yang dikompresi di dalam silinder dengan jumlah Wo yang akan diisikan di

    dalam volume kerja silinder Vd pada tekanan dan suhu udara luar (p0 dan T0). Pada

    mesin tanpa supercarjer, p0 dan T0 menyatakan tekanan dan suhu udara luar, tapi pada

    mesin dengan supercarjer p0 = psup dan T0 = Tsup yang merupakan tekanan dan suhu

    udara setelah melewati blower. Maka efisiensi pengisian dapat dihitung dengan

    menggunakan persamaan 3.4 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 32) yaitu sebagai

    berikut :

    ( )ro

    ao

    ach

    γ1TT

    1PP

    1εεη

    +××

    −= (3.4)

    dengan:

    Pa = Tekanan akhir saat langkah hisap

    Po = Tekanan udara luar

    Ta = Temperatur udara saat akhir langkah hisap

    To = Temperatur udara luar (atmosfer)

    ε = Perbandingan kompresi.

  • γr = Koefisien gas buang. Besarnya 0,03-0,04 ..(Petrovsky, Tahun 1979, hal

    29). Maka dipilih 0,038

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    ( )

    8468766,0

    0,0381301

    333,16961

    0,1013 0,09315

    118,218,2ηch

    =

    +××

    −=

    1.4.2. 3.2.2 Langkah Kompresi

    Langkah kompresi merupakan lanjutan dari langkah hisap. Katup hisap akan

    tertutup sebelum piston akan mencapai TMB. Akhirnya pada saat piston mencapai

    posisi terdekat dengan silinder maka pada motor diesel pada umumnya tekanan dan

    temperaturnya berturut-turut dapat mencapai kurang lebih 50 kg/cm2 dan 550oC dan

    proses tersebut disebut dengan proses kompresi (Sumber: Wiranto Arismunandar, hal

    4)

    Temperatur dan tekanan pada akhir langkah kompresi akan dibatasi oleh suatu

    kondisi yang disebut dengan detonasi. Detonasi adalah suatu kondisi dimana

    campuran bahan bakar dan udara akan terbakar lebih awal atau dikarenakan oleh

    pembakaran mula. Hal ini disebabkan karena temperatur dan tekanan ruang bakar

    terlalu tinggi melebihi temperatur dan tekanan campuran bahan bakar dan udara yang

    berada dalam ruang bakar yang diijinkan, sehingga terjadi pembakaran mula. Detonasi

    ini sifatnya sangat merugikan, karena panas hasil pembakaran banyak yang terbuang.

  • Proses kompresi pada siklus actual berlangsung secara politropis sehingga

    temperatur dan tekanan pada akhir langkah kompresi, dihitung dengan menggunakan

    persamaan politropik. Dengan memperhitungkan perubahan koefisien politropik n1

    yang besarnya 1,34 – 1,39 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 33).

    Eksponen politropis dicari dengan metode trial error dari persaman 3.5 (sumber :

    Petrovsky, Tahun 1979, hal 34) yaitu sebagai berikut :

    ( )1

    985,111

    11

    −=+++ −

    kTBA ka ε (3.5)

    dengan :

    k1 ≈ n1 = 1,34 -1,39 koefisien politropik.

    A dan B = koefisien yang ditemukan berdasarkan percobaan yang

    dilakukan oleh N.M. Glagolev untuk setiap macam gas.

    (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 47).

    A untuk udara = 4,62

    B untuk udara = 0,00053

    Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    ( )1

    985,112,18 333,169600053,062,4 1−

    =+×+ −k

    k

    dengan metode komputasi maka didapat k1 ≈ n1 = 1.3732

    3.2.2.1 Tekanan Akhir Langkah Kompresi:

    Tekanan akhir langkah kompresi dapat dihitung dengan menggunakan

    persamaan 3.6 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 32) yaitu sebagai berikut :

  • 1nac PP ε×= (3.6)

    dengan:

    Pc = Tekanan akhir langkah kompresi

    Pa = Tekanan akhir saat langkah hisap

    ε = Perbandingan kompresi

    n1 = Koefisien politropik. Besarnya ≈ 1,3732. (Petrovsky, Tahun 1979, hal

    33).

    Maka didapat tekanan dan suhu akhir kompresi adalah :

    MPa 5,00362,81Mpa 0,09315

    εPP1,3732

    nac

    1

    =×=

    ×=

    3.2.2.2 Temperatur Akhir Langkah Kompresi:

    Temperatur akhir langkah kompresi dapat dihitung dengan menggunakan

    persamaan 3.7 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 32) yaitu sebagai berikut :

    1-nεTT 1ac ×= (3.7)

    dengan:

    Tc = Temperatur akhir langkah kompresi

    Ta = Temperatur udara saat akhir langkah hisap

    ε = Perbandingan kompresi

    n1 = Koefisien politropik. Besarnya ≈ 1,4.(Petrovsky, Tahun 1979, hal 33).

    Dengan menggunakan metode iterasi maka didapat n1=1,3732.

  • Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    ( )

    K 839,8392,181696,333 13732,1

    11

    =×=

    ×=−

    −nac TT ε

    1.4.3. 3.2.3. Langkah Pembakaran

    3.2.3.1 Proses Pembakaran Proses pembakaran terjadi saat piston berada beberapa derajat sebelum TMA.

    Campuran udara dan bahan bakar yang terkurung di dalam ruang bakar dimampatkan

    pada saat proses kompresi, sehingga tekanan dan suhu di dalam ruang bakar naik

    secara tiba-tiba.

    Pada proses ini terjadi pembakaran campuran bahan bakar dan udara yang

    unsur utamanya adalah karbon, hidrogen dan oksigen. Udara mengandung 23%

    oksigen (O2 ) 76,7%; Nitrogen (N2) dalam basis massa, sedangkan mengandung 21%

    Oksigen dan 79% Nitrogen dalam basis volume.

    Kandungan unsur utama bahan bakar :

    C = 86% = 0,86 mol/kg.bahan bakar

    H = 13% = 0,13 mol/kg.bahan bakar

    O2 = 1% = 0,01 mol/kg.bahan bakar

    3.2.3.2 Reaksi Pembakaran

    Misalkan pada 1 kg bahan bakar mengandung c kg Karbon, h kg Hidrogen,

    dan o kg Oksigen.

  • 1 kg = c kg + h kg + o kg

    Reaksi pembakaran Karbon sempurna :

    C + O2 = CO2

    Jika dimasukkan berat atom maka :

    12 kg C + 32 kg O2 = 44 kg CO2

    Pembakaran 1 kg Karbon menghasilkan :

    1 kg C + 1232 kg O2 = 12

    44 CO2

    Dan pembakaran c kg Karbon :

    1 kg C + 1232

    ×c kg O2 = 1244

    ×c CO2

    Dalam mol :

    1 kg C + 12c kg O2 = 12

    c CO2

    Reaksi pembakaran karbon tidak sempurna :

    CO mol 12cO mol

    24cC kg c

    CO mol 2O mol 1C kg 24

    CO kg 5624cO kg 32

    24cC kg c

    CO kg 2456O kg

    2432C kg 1

    CO kg 56O kg 32C kg 242COOC 2

    2

    2

    2

    2

    2

    2

    =+

    =+

    =+

    =+

    =+=+

    Reaksi pembakaran hidrogen:

  • OH mol2hO mol

    4hH kgh

    OH mol 2O mol 1H kg 4

    OH 36 4hO kg 32

    4hH kgh

    OH kg 36O kg 32H kg 4OH 2OH 2

    222

    222

    222

    222

    222

    =+

    =+

    =+

    =+=+

    Sehingga dengan melihat reaksi diatas, jumlah oksigen (O2) secara teoritis yang

    dibutuhkan untuk pembakaran 1 kg adalah :

    bakarbahan kg 1 pembakaran dalam terlibat yang O mol320dimana

    mol 320

    4h

    12cO

    2

    2

    =

    −+=

    Komposisi bahan bakar :

    C = 86 %

    H = 13 %

    O2 = 1 %

    Sehingga kebutuhan udara secara teoritis dapat dihitung dengan persamaan 3.8

    (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 38) :

    )32o

    4h

    12c(

    0,211Lo' −+= ( 3.8)

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    bakar bahan mol/kg 0,4943201,0

    413,0

    120,86

    0,211Lo'

    =

    ⎟⎠⎞

    ⎜⎝⎛ −+=

  • 3.2.3.3 Koefisien Kelebihan Udara Jumlah udara yang digunakan mesin akan bertambah besar, mengecil atau

    bahkan setimbang terhadap perhitungan teoritisnya, tergantung pada tipe tiap susunan

    campuran bahan bakar dan udara. Perbandingan jumlah udara yang ikut terbakar

    bersama bahan bakar terhadap perhitungan teoritisnya disebut koefisien kelebihan

    udara (α)

    α = 1 disebut campuran setimbang

    α < 1 disebut campuran kaya

    α > 1 disebut campuran miskin

    Pada motor diesel kecil putaran tinggi harga α = 1,3 – 1,7(Sumber : Petrovsky, Tahun

    1979, hal 38) dipilih1,7.

    Proses pembakaran 1 kg bahan bakar menghasilkan:

    mol 0,660,4941,70,79

    Loα0.79Mmol 0,072

    1)0,4940,21(1,71)Lo0,21(αM

    mol 0,0652

    0,13M

    mol 0,07112

    0,86M

    'N

    '

    O

    OH

    co

    2

    2

    2

    2

    =××=

    ××=

    =−=

    −=

    =

    =

    =

    =

    Jumlah total mol gas hasil pembakaran 1 kg bahan bakar :

    mol 0,8680,660,0720,0650,071Mg

    =+++=

  • Volumetrik hasil pembakaran:

    0,7600,8680,66V

    0,0820,8680,072V

    0,0740,8680,065V

    0,0810,8680,071V

    2

    2

    2

    2

    N

    O

    OH

    co

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    Kebutuhan udara total secara aktual dapat dihitung dengan persamaan 3.9 (petrovsky,

    Tahun 1979, hal 38) yaitu sebagai berikut :

    α×= Lo'L' (3.9)

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    0,839kg1,70,494

    αLo'L'

    =×=

    ×=

    3.2.3.4 Koefisien Kimia Penambahan Molar μo

  • Koefisien kimia penambahan molar dapat dihitung dengan persamaan 3.10

    (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 40) yaitu sebagai berikut :

    αLo'ΔMg1μ0 += (3.10)

    dengan :

    ∆Mg = total hasil pembakaran 1 kg bahan bakar

    0,0280,4941,7-0,868

    αLo'MΔMg g

    =×=

    −=

    L = kebutuhan udara aktual

    α = koefisien kelebihan udara

    Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    1,033494,07,1

    028,01μ0

    +=

    3.2.3.5 Koefisien Perubahan Molar karena Adanya Gas Hasil Pembakaran

    Koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran dapat

    dihitung dengan persamaan 3.11 ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 40) yaitu

    sebagai berikut :

    r

    ro

    γγμ

    μ++

    =1

    (3.10)

  • dengan :

    μ = Koefisien perubahan molar karena adanya gas hasil pembakaran, sehingga

    didapat perhitungan perhitungan sebagai berikut :

    035,01035,0033,1

    ++

    =1,031

    3.2.3.6 Kapasitas Molar Rata-Rata Dari Gas Volume Konstan

    Kapsitas molar rata-rata dari gas volume konstan dapat dihitung dengan

    persamaan 3.11 ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 46) yaitu sebagai berikut :

    ( ) BgTzAggmCv += (3.11)

    dengan :

    A dan B merupakan konstanta yang diperoleh berdasarkan percobaan N.M

    Glagolev. ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 47)

    Gas yang terkandung dalam udara A B

    CO2 7,82 0,00125

    H2O 5,79 0,000112

    N2 4,62 0,00053

    O2 4,62 0,00053

  • Sehingga dari persamaan dibawah ini ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48),

    didapatkan :

    22222222 OONNOHOHCOCO AVAVAVAVAg +++= ( 3.12)

    sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :

    95,44,620,0824,620,7605,790,0747,820,081

    AVAVAVAVAg 22222222 OONNOHOHCOCO

    =×+×+×+×=

    +++=

    22222222 OONNOHOHCOCO BVBVBVBVBg +++= ( 3.13)

    sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :

    0,0006310530,08210530,76101120,074101250,081

    BVBVBVBVBg5555

    OONNOHOHCOCO 22222222

    =⋅×+⋅×+⋅×+⋅×=

    +++=−−−−

    sehingga didapatkan :

    (mCv)g = Ag + BgTz

    = 4,95 + 0,00063.Tz

    3.2.3.7 Kapasitas Panas Molar Isokhorik Rata-Rata Udara

    Nilai kapasitas panas molar isokhorik rata-rata dapat dihitung dengan

    menggunakan persamaan 3.14 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) yaitu sebagai berikut :

  • z 5-

    z5-

    ovgp

    z5-

    zgggv

    T10636,9351,985T 10634,95

    C kcal/mol 1,985)g(mC)(mCT10 634,95

    T BA )(mC

    ⋅+=

    +⋅+=

    +=

    ⋅+=

    +=

    ( 3.14)

    3.2.3.8 Kapasitas Molar Isokhorik Udara Pada Akhir Kompresi

    Nilai kapasitas molar isokhorik pada akhir kompresi dapat dihitung dengan

    persamaan 3.15, ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) sebagai berikut :

    ( ) cv TamC 00053,062,4 += ( 3.15)

    sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut :

    ( ) 027,104200053,062,4 ×+=amCv

    = 5,17 kcal/mol°C

    1.4.4. 3.2.3.9 PerhitunganTemperatur Akhir Langkah Pembakaran:

    Perhitungan temperatur akhir langkah pembakaran dapat dihitung dengan

    menggunakan persamaan 3.16 ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) yaitu

    sebagai berikut :

    [ ] zpcmixvr

    'o

    tz T)μ(mCT1,985λ)(mC)γ(1αL

    Qξ.g=++

    + (3.16)

    dengan:

    ξz = Koefisien panas (untuk diesel = 0,65-0,85). (sumber : Petrovsky,

    Tahun 1979, hal 44)

  • Qt = Nilai panas rendah bahan bakar (10.100 kcal/kg). (sumber :

    Petrovsky, Tahun 1979, hal 48)

    α = Koefisien kelebihan udara (1,3-1,7)

    λ = Faktor kenaikan tekanan (1,5-1,8)

    γr = Koefisien gas residu (0,03-0,04)

    sehingga persamaan pembakaran diatas menjadi :

    ( ) [ ] ( ) zz TT510.63935,6031,1839,839..985,1141,5

    038,01494,07,11010085,0 −+=+++×

    × λ

    3.2.3.10 Tekanan Akhir Pembakaran

    Nilai tekanan akhir pembakaran dapat dihitung dengan menggunakan

    persamaan 3.17, ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 48) yaitu sebagai berikut :

    λ×= cPzP ( 3.17)

    Karena harga-harga kenaikan tekanan λ dan suhu akhir pembakaran Tz belum

    diketahui, maka terlebih dahulu dinyatakan dalam variabel pz. dari persamaan diatas

    diperoleh :

    z

    z

    z

    P

    P

    P

    1999,00036,5

    Pc

    =

    =

    Berdasarkan persamaan 3.18, ( sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 50) yaitu sebagai

  • berikut :

    c

    zcz

    TTμ.PP = ( 3.18)

    dengan :

    Pz = Tekanan akhir pada saat langkah pembakaran

    Tz = Temperatur akhir pada saat langkah pembakaran

    μ = Koefisien molar

    Tc = Temperatur akhir langkah kompresi

    Pc = Tekanan akhir langkah kompresi

    Maka didapat :

    z

    z

    c

    czz

    c

    zcz

    P

    PPTP

    T

    TTPP

    899,1900036,503,1839,983

    =××

    =

    ××

    =

    ××=

    μ

    μ

    Dengan memilih ξ = 0,83 dan nilai kalor bahan bakar Ql = 10100 kkal/kg, maka

    persamaan 3.16 dapat ditulis sebagai berikut :

    ( ) [ ] ( ) zz TT510.63935,6031,1027,1042..985,1141,5

    038,01494,07,11010085,0 −+=+++×

    × λ

    ( ) [ ]

    ( ) zzz

    pp

    p

    899,190899,190103,6(935,6031,1

    839,9831999,0985,1(141,5038,01494,07,1

    1010085,0

    }4

    )

    ××+=

    =×+++×

    ×

  • Dengan menyelesaikan persamaan di atas dan mengubahnya menjadi persamaan

    homogen maka didapatkan persamaan

    014906,35 - P74,54923,67P zz2 =+

    dengan rumus kuadrat diperoleh :

    94,4709,152474,954

    97,232)35,14906.(67,23.4)74,954(74,954

    24

    2

    2

    ±−=

    ×−−±−

    =

    −±−=

    aacbbPz

    Maka didapatkan akar-akar Pz1 = 11,876 dan Pz2 = -51,7069. Karena untuk tekanan

    absolut tidak ada tekanan negatif maka digunakan pz = 11,876 MPa.

    Maka suhu pada akhir langkah kompresi adalah :

    K

    K

    PTP

    Tc

    czz

    92,2264

    0036,5031,1

    839,983876,11

    =××

    =

    ××

    Kenaikan tekanan λ dihitung dengan menggunakan persamaan 3.19 (Petrovsky, Tahun

    1979, hal 45):

  • c

    z

    PP

    =λ ( 3.19)

    maka didapat :

    37,25,003611,876λ

    =

    =

    1.4.5. 3.2.4 Langkah Ekspansi

    Setelah terjadi proses pembakaran bahan bakar dengan udara karena tekanan

    yang sangat kuat, maka dihasilkan tenaga yang mampu mendorong piston dari TMA

    ke TMB. Langkah ini adalah proses perubahan energi panas menjadi energi mekanik.

    Karena gerakan piston dari TMA menuju TMB, maka volume silinder akan menjadi

    besar dan tekanan udara dalam silinder akan menurun.

    Proses ekspansi merupakan proses politropik dengan eksponen politropik (n2),

    dengan mengetahui besarnya eksponen politropis, maka dapat dihitung tekanan dan

    temperature pada akhir langkah ekspansi. Setelah langkah ekspansi dilanjutkan

    dengan proses pembuangan, yang diawali saat katup buang mulai terbuka.

    3.2.4.1 Perbandingan Ekspansi Awal

    Perbandingan ekspansi awal ρ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

    3.20 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 50) yaitu sebagai berikut :

    TcλTzμρ

    ××

    = (3.20)

  • maka didapat :

    1,0034983,839 37,22264,921,033ρ

    =××

    =

    3.2.4.2 Perbandingan Ekspansi Akhir

    Perbandingan ekspansi akhir dapat dihitung dengan persamaan 3.21 (sumber :

    Petrovsky, Tahun 1979, hal 41) yaitu sebagai berikut :

    ρεδ = (3.21)

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    2,811

    2,18

    =

    Untuk siklus volume konstan δ = ε. Maka didapatkan k2 yang diasumsikan

    sama dengan n2 (n2 ≈ k2). Harga numeris eksponen ekspansi politropik n2 bervariasi

    antara 1,15 – 1,30.

    Dengan harga δ = ε = 18,2, maka dapat ditulis dalam bentuk persamaan homogen

    (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 89) yaitu sebagai berikut :

    1985,1112

    12 −=⎟

    ⎠⎞

    ⎜⎝⎛ ++ − k

    TBA kzgg δ

    sehingga didapat :

  • 01

    985,12,181143,195,4

    01

    985,12,181192,2264103,695,4

    21

    21

    4

    2

    2

    =−

    −⎟⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛++

    =−

    −⎟⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛+××+

    −−

    k

    k

    k

    k

    Apabila persamaan di atas diselesaikan dengan metode trial error maka didapat harga

    k2 = 1,2832. Harga ini diasumsikan sama dengan n2 (k2 = n2).

    3.2.4.3 Tekanan Akhir Langkah Ekspansi:

    Tekanan akhir langkah ekspansi dihitung dengan menggunakan persamaan

    3.22 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 52) yaitu sebagai berikut :

    n2

    zeks

    δpP = (3.22)

    dengan :

    Pz = Tekanan akhir pembakaran (Mpa)

    δ = Perbandingan akhir langkah ekspansi

    n2 = Koefisien politropis

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    Mpa

    pnz

    2877,02,81

    11,876

    P

    1,2823

    2eks

    =

    =

    3.2.4.4 Temperatur Akhir Langkah Ekspansi:

    Temperatur akhir langkah ekspansi dihitung dengan menggunakan persamaan

    3.22 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 52) yaitu sebagai berikut :

  • 1n2

    zTeks

    δT

    −= ( 3.22)

    dengan :

    Teks = Temperatur askhir langkah ekspansi

    Tz = Temperatur akhir proses pembakaran

    Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    K 625,8852,81

    2008,946δT

    11,2823

    1n2

    zTeks

    =

    =

    =

    3.2.5 Tekanan Indikasi Rata-rata

    Tekanan indikasi rata-rata teoritis dengan nilai volume konstan ρ = 1.

    Karena dari perhitungan sebelumnya ρ = 1, maka dipakai siklus volume konstan.

    Harga pc terlebih dahulu diubah dari megapaskal (MPa) menjadi Kg/cm2. Tekanan

    indikasi rata-rata teoritis dihitung dengan menggunakan persamaan 3.23 (Petrovsky,

    Tahun 1979, hal 55):

    ⎥⎦

    ⎤⎢⎣

    ⎡−

    ⎟⎠⎞

    ⎜⎝⎛ −−

    −⎟⎠⎞

    ⎜⎝⎛ −

    −= −− 1n

    111n

    11λ1ε

    pp1

    1n2

    1n

    cit

    12 ( 3.23)

  • dengan :

    Pit = Tekanan indikasi rata-rata.

    Pc = tekanan akhir langkah ekspansi

    δ = Perbandingan ekspansi akhir

    n2 = Koefisien politropis untuk langkah ekspansi

    λ = Perbandingan volume saat pembakaran

    ε = Perbandingan kompresi

    n1 = Koefisien politropis saat langkah isap

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    2

    11,373212823,1it

    11n

    21n

    cit

    kg/cm 662,898,07849,45

    849,45Kpa 0,84945Mpa11,3732

    12,81

    1112823,1

    12,81

    1137,212,81

    5,0036p

    1n1

    ε11

    1n1

    δ11λ

    1εpp

    12

    ==

    ==

    ⎥⎦

    ⎤⎢⎣

    ⎡−⎟

    ⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛−−

    −⎟⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛−

    −=

    ⎥⎦

    ⎤⎢⎣

    ⎡−

    ⎟⎠⎞

    ⎜⎝⎛ −−

    −⎟⎠⎞

    ⎜⎝⎛ −

    −=

    −−

    −−

    (untuk 1kg/cm2 = 98,07 kPa)

    1.4.6. 3.2.5.1 Tekanan Indikasi Rata-Rata Aktual:

    Tekanan indikasi rata-rata aktual dihitung dengan menggunakan persamaan

    3.24 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 55) yaitu sebagai berikut :

    ψPitPi ×= (3.24)

    dengan :

  • ψ = Bagian langkah piston yang hilang 0,96-0,97. (sumber : Petrovsky, Tahun

    1979, hal 55). Diambil 0,97.

    Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    2kg/cm402,80,97662,8Pi

    =

    ×=

    1.4.7. 3.2.5.2 Kerja Indikasi dan Daya Indikasi Hp (horse power)

    Kerja yang dilakukan gas di dalam silinder pada langkah kerja disebut kerja

    indikasi. Kerja indikasi dan daya indikasi mesin dihitung dengan menggunakan

    persamaan 3.25 dan 3.26 (Petrovsky, Tahun 1979, hal 57-58) yaitu sebagai berikut :

    dii VPW ×= (3.25)

    Dengan

    Pi = Tekanan indikasi rata-rata (kg/m2).

    Vd = Volume langkah piston

    Dari perhitungan di atas diketahui Pi = 8,402 kg/cm2, maka didapat perhitungan

    sebagai berikut :

    ( )23

    2

    /10392,6

    103,0097,04402,8

    cmkgWi

    Wi−×=

    ××= π

    Untuk mesin 4 langkah z = 2, maka persamaan di atas menjadi :

    hp9,0

    inVpz7560

    inVp10N didi4

    i⋅⋅⋅⋅⋅

    =××

    = (3.26)

    dengan :

  • Ni = daya indikasi horse power

    vd = volume langkah piston

    n = putaran mesin

    I = jumlah silinder

    Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    Hp 952,0710,9

    480030,1030,0974

    402,8N

    2

    i

    =

    ××⎟⎠⎞

    ⎜⎝⎛ ×××

    =

    π

    1.4.8. 3.2.5.3 Torsi Yang Dihasilkan

    Torsi yang dihasilkan dapat dihitung dengan persamaan 3.27 (sumber :

    Sularso, Elemen Mesin, hal 7) yaitu sebagai berikut :

    nNbT .1074,9 5×= (3.27)

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    kg.m 83,271923800

    64,88.1074,9 5

    =

    ×=T

  • 1.4.9. 3.2.5.4 Efisiensi Mekanis

    Untuk menghitung rugi-rugi mekanis relatif digunakanlah efisiensi mekanis.

    Efisiensi mekanis menyatakan perbandingan daya kuda rem dan daya indikasi.

    Efisiensi mekanis dihitung dengan menggunakan persamaan 3.28 (Petrovsky, Tahun

    1979, hal 60) yaitu sebagai berikut :

    i

    bm

    NN

    =η (3.28)

    Dari data kendaraan diketahui daya kuda rem sebesar 88,64Hp maka efisiensi

    mekanisnya adalah :

    81,8%0,821107,952

    88,4ηm

    ==

    =

    1.4.10. 3.2.5.5 Tekanan Efektif Rata-Rata:

    Tekanan efektif rata-rata dihitung dengan menggunakan persamaan 3.29

    (Petrovsky, Tahun 1979, hal 57) yaitu sebagai berikut :

    ime PηP ×= (3.29)

    Dengan:

    ηm = Efisiensi mekanis (0,78-0,83) (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 61)

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

  • 2

    me

    kg/cm 8728,6402,80,818

    PiηP

    =

    ×=×=

    1.4.11. 3.2.5.6 Brake Horsepower

    Brake Horsepower dihitung dengan menggunakan persamaan 3.30

    (Petrovsky, Tahun 1979, hal 57) yaitu sebagai berikut :

    znvp ide

    .45,0

    ..N b = (3.30)

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    Hp 4,88245,0

    43800103,0097,04

    8728,6N

    2

    b

    ××⎟⎠⎞

    ⎜⎝⎛ ×××

    =

    π

    1.4.12. 3.2.5.7 Kebutuhan Bahan Bakar

    Kebutuhan udara teoritis dalam mol/kg bahan bakar untuk pembakaran 1

    kg bahan bakar, Lo’ = 0,494 mol/kg bahan bakar.

    Dalam satuan berat (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 37), menjadi :

    bakarbahan kg/mol 14,300,49428,95

    '95,28"Lo

    =×=×= oL

    dimana : 28,9 kg/mol adalah berat molekul udara

    Dalam satuan volumetric, (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 37), menjadi :

  • "288

    ''' oo

    oo LP

    TL ×=

    dengan :

    To = suhu udara luar

    Po = tekanan udara luar (1 atm)

    Lo” = kebutuhan udara untuk pembakaran 1 kg bahan bakar dalam satuan

    berat.

    Sehingga didapat pehitungan sebagai berikut :

    bakarbahan /kgm 14,945

    3,141288

    301'''L

    3

    o

    =

    ××

    =

    1.4.13. 3.2.5.8 Konsumsi Bahan Bakar Tiap Jam

    Konsumsi bahan bakar tiap jam dihitung dengan menggunakan persamaan

    3.30 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu sebagai berikut :

    '''o

    chdh

    Lα.2i60nηVF

    ××××××

    = …………………………………………………….. (3.30)

    dengan :

    Fh = kebutuhan bahan bakar tiap jam

    ηch = efisiensi pengisian pada langkah isap

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

  • kg/jam 129,914,9451,72

    46000030,84690,00076076Fh

    =××

    ××××=

    Massa jenis bahan bakar (minyak solar) 0,85 kg/L. Sehingga kebutuhan bahan bakar

    kebutuhan bahan bakar dalam liter per jam = 74,1085,0

    129,9= Liter/jam

    Kebutuhan bahan bakar tiap silinder :

    jamkg

    Fh

    /28,24

    9,1294

    Fs

    =

    =

    =

    Sehingga panas yang dihasilkan pembakaran bahan bakar pada tiap silinder adalah

    q = Fs x Qi

    = 2,28 x 10100

    = 23050,725 Kkal/jam

    1.4.14. 3.2.5.9 Konsumsi Bahan Bakar Tiap Jam Untuk Indikasi Daya (Ni)

    Konsumsi bahan bakar tiap jam untuk indikasi daya (hp) dihitung dengan

    menggunakan persamaan 3.31 (sumbeer : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu

    sebagai berikut :

    i

    hi

    NFF = (3.31)

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

  • Kebutuhan bahan bakar tiap silinder : 0,02487 Liter/Hp.jam

    1.4.15. 3.2.6.0 Konsumsi Bahan Bakar Tiap Jam Untuk Break Thermal

    Konsumsi bahan bakar per jam untuk indikasi break thermal dihitung dengan

    menggunakan persamaan 3.32 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu sebagai

    berikut :

    b

    hb

    NFF = (3.32)

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    jam Liter/Hp. 1214,088,4

    10,74Fb

    =

    =

    1.4.16. 3.2.6.1 Efisiensi Indikasi Panas:

    Efisiensi panas ini menunjukkan derajat pemakaian panas yang dihasilkan

    selama pembakaran bahan bakar untuk memperoleh daya indikasi pada mesin (Ni).

    Efisiensi indikasi panas untuk daya (Hp) dan daya breakthermal (Hp) dihitung dengan

    menggunakan persamaan 3.33 dan 3.34 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 62)

    yaitu sebagai berikut :

    jam Liter/Hp. 0,0995 952,071

    10,74Fi

    =

    =

  • tii

    QF632η×

    = (3.33)

    Dengan:

    Ot = Panas rendah bahan bakar (solar = 10100 kcal/kg)

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    %88,626288,0

    101000,0995632ηi

    ==

    ×=

    3.2.6.2 Efisiensi Daya Break Thermal (Hp)

    tb

    bQF

    632η×

    = ( 3.34)

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    %63,515163,0

    101001212,0632ηb

    ==

    ×=

    1.4.17. 3.2.5.8 Kebutuhan Bahan Bakar Spesifikasinya

    Kebutuhan bahan bakar specifikasi dihitung dengan menggunakan persamaan

    3.35 (sumber : Petrovsky, Tahun 1979, hal 63) yaitu sebagai berikut :

    mηFiF = (3.35)

    dengan :

    Fi = konsumsi bahan bakar indikasi spesifik

  • ηm = efisiensi mekanis

    sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

    jam Liter/Hp. 1212,00,821

    0,0995F

    =

    =

    3.3. Motor Diesel dengan turbocharger

    Pada turbocharging udara dihantarkan ke dalam silinder dengan bantuan

    kompresor sentrifugal yang terpasang pada poros. Pada poros ini juga terdapat

    turbin gas yang bekerja pada saluran gas buang. Pada inertia supercharging

    tekanan udara pada akhir langkah hisap mengalami kenaikan karena kenaikan

    energi kinetik kolom udara dan fluktuasi tekanan udara yang kuat pada saluran

    masuk silinder. Energi kinetik kolom udara meningkat dengan membuat kem

    katup masuk memiliki kontur khusus untuk menciptakan kevakuman yang

    tinggi di dalam silinder pada awal langkah isap dan menaikkan tekanan pada

    akhir langkah ini. Untuk menaikkan massa kolom udara dan memperoleh

    fluktuasi tekanan udara saat langkah isap, tiap silinder dilengkapi dengan pipa

    masuk secara tersendiri.

    Kontur nonkonvensional pada kem katup masuk memberikan akselerasi yang

    lebih besar pada bagian roda gigi yang menggerakkan katup sehingga

    memperbesar gaya inersia pada bagian ini.

  • Gambar 0.3 Diagram indikator mesin dengan dan tanpa supercharger. (Sumber:

    Petrovsky, Tahun 1979, hal. 201)

    Gambar 3.3 memperlihatkan diagram indikator aktual mesin dengan dan tanpa

    supercharger. Seperti terlihat dari ilustrasi, supercharging menaikkan area

    pada diagram. Kurva pada langkah isap dan buang pada mesin dengan

    supercharger diilustrasikan dalam diagram indikator ofset (Gambar 3.4).

    Gambar 0.4 Garis isap dan buang pada diagaram indikator ofset.

    (Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal. 201)

    Garis langkah isap pada mesin dengan supercharger nampak lebih tinggi

    daripada garis langkah buang hanya pada bagian tertentu, yaitu dekat TMA.

    Pada mesin dengan turbocharger, tekanan di dalam silinder saat langkah

    buang akan lebih besar daripada mesin dengan supercharger. Hal ini karena

    adanya tahanan turbin pada saluran buang.

  • Gambar 0.5 Diagram P-v teoritis superposed diesel 4 langkah,

    kompresor dan turbin gas. (Sumber: Petrovsky, Tahun 1979, hal. 201)

    Diagram superposed teoritis diesel, turbin dan blower ditunjukkan Gambar 0..

    Sepanjang garis 2-a (garis adiabatik atau isotermal) udara ditekan dari tekanan

    atmosfer p0 = p2 ke tekanan supercharging psup = pa. Garis 1-2 dan a-3

    mencirikan keadaan udara sebelum dan sesudah dikompresi di dalam blower

    sentrifugal. Garis r-a menunjukkan pemasukkan udara ke dalam silinder

    mesin. Garis a-c menunjukkan kompresi udara di dalam silinder. Garis c-z0-z

    adalah proses pembakaran. Garis z-b adalah ekspansi gas dan garis b-a-a’-i-r

    adalah proses keluar dan pengosongan (buang) gas dari dalam silinder. Secara

    teoritis tekanan udara di dalam silinder saat proses buang akan lebih rendah

    daripada tekanan supercharging dalam seluruh langkah torak.

    Saat meninggalkan silinder, hasil pembakaran terekspansi di dalam manipol

    gas buang menjadi bertekanan pexp = pep dan suhunya turun menjadi T’ep.

    Keadaan gas (pep, T’ep) sebelum masuk turbin ditunjukkan pada titik m’.

  • Ekspansi gas di dalam turbin terletak sepanjang garis m’-k’ dan tekanannya

    turun menjadi pepo yang secara teoritis akan sama dengan tekanan udara

    atmosfer pepo = p0. Garis 4-m’ dan k’-1 merupakan kondisi gas sebelum dan

    sesudah turbin. Area 1-2-a-3 menunjukkan kerja yang tersedia pada proses

    kompresi udara di dalam blower dan area 4-m’-k’-1 menunjukkan kerja yang

    tersedia pada turbin gas. Selisih dari luas area ini menggambarkan kerugian

    kerja di dalam transformasi energi pada turbin dan blower. Area r-a-a’-i-r dan

    a-c-z0-z-b-a merupakan kerja indiasi mesin. Area b-m’-a menunjukkan rugi-

    rugi kerja saat gas melewati katup buang dan nosel turbin, dan saat

    berekspansi di dalam pipa gas buang. Kerja ini tidak benar-benar hilang karena

    temperatur gas naik menjadi Tep dan volume spesifiknya menjadi νm sebelum

    masuk turbin. Dengan demikian keadaan aktual gas sebelum masuk turbin

    ditunjukkan titik m, sedangkan area m’-m-k-k’ menunjukkan kenaikan kerja

    yang dilakukan oleh turbin gas.

    Berikut adalah data kendaraaan yang dilengkapi dengan turbocharger.

    Jenis kendaraan : mobil penumpang

    Tipe mesin : mesin diesel injeksi langsung 4 langkah 16 katup

    Jumlah silinder : 4 silinder sebaris

    Volume sillinder : 3043 cc

    Volume tiap silinder : 760,76 cc

    Daya : 91,73 hp pada 3600 rpm

    Torsi : 227,69 Nm pada 1800 rpm

  • Diameter silinder (bore) : 97 mm (0,097 m)

    Panjang langkah (stroke) : 103 mm (0,103 m)

    Perbandingan kompresi : 1:17,6

    1.4.18. 3.3.1 Langkah isap

    3.3.1.1 Tekanan akhir langkah isap Tekanan akhir langkah isap untuk mesin dengan supercharger dapat dihitung

    dengan persamaan (3.95) berikut

    ( ) atmp95,090,0 sup−=ap (0.5)

    dengan psup adalah tekanan supercharger. Jika dipilih harga koefisien psup

    sebesar 0,925 dan psup sebesar 1,4 kg/cm2 atau sekitar 1,3553 atma (sumber:

    Wiranto Arismunandar, Penggerak Mula Motor Bakar Torak, hal. 114), maka

    tekanan pada akhir langkah isap adalah

    atm 286857,13553,19495,0

    =×=ap

    3.3.1.2 Suhu akhir langkah isap

    Pada mesin 4 langkah dan mesin 2 langkah dengan supercharger dan tanpa

    pendingin udara, terdapat kenaikan suhu udara saat kompresi di dalam

    supercharger. Di dalam mesin seperti itu selain Δtw juga diperkenalkan Δtsup

    (Petrovsky, Tahun 1979, hal. 28)

    supw ttt Δ+Δ=Δ

  • kenaikan suhu udara yang disebabkan kompresi di dalam supercharger dapat

    diperoleh dengan persamaan (Petrovsky, Tahun 1979, hal. 28)

    0n

    1n

    0

    sup00supsup T

    ppTTTt −⎟⎟

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛=−=Δ

    (0.6)

    atau

    0ad

    k1k

    0

    sup

    00supsup Tη

    1p

    p

    1TTTt −

    ⎥⎥⎥⎥⎥⎥

    ⎢⎢⎢⎢⎢⎢

    ⎡−⎟⎟

    ⎞⎜⎜⎝

    +=−=Δ

    (0.7)

    dengan,

    n : eksponen politropik garis kompresi dari supercharger; 1,4 – 1,6 untuk

    supercharger torak; 1,6 – 1,8 untuk supercharger rotari; dan 1,7 – 2,0 untuk

    supercharger sentrifugal.

    Psup dan Tsup : tekanan dan suhu pada keluaran supercharger.

    ηad : efisiensi adiabatik supercharger; 0,8 – 0,9 untuk supercharger torak; 0,72 –

    0,8 untuk supercharger sentrifugal; dan 0,83 – 0,87 untuk supercharger aliran-

    aksial.

    Jika diasumsikan n sebesar 1,7 (digunakan blower sentrifugal); suhu udara luar

    301 K; tekanan udara luar 1 atm; maka berdasarkan persamaan (3.96) harga

    Δtsup adalah

    K

    t

    1411,40

    3011

    1,35533017,1

    17,1

    sup

    =

    −⎟⎠⎞

    ⎜⎝⎛=Δ

  • Karena dengan memakai turbocharger proses pembilasan menjadi lebih baik,

    maka derajat pembilasan γr berharga nol. Apabila diasumsikan Δtw sebesar 15

    oC; γr sebesar 0; dan suhu gas buang Tr sebesar 775 K; maka dari persamaan

    3.9 suhu akhir langkah isap adalah

    ( )

    K

    tttTtTT wr

    rra

    1411,35601

    77501411,40153011

    sup0

    =+

    ×+++=

    Δ+Δ=Δ→+

    ×+Δ+=

    γγ

    3.3.1.3 Efisiensi pengisian dan koefisien gas sisa

    Dari persamaan (3.13) dapat dihitung efisiensi pengisian (efisiensi volumetrik)

    ( )

    ( )

    1531,1

    01301

    356,14111

    11,286857

    16,176,17

    1

    11

    0

    0

    =

    +⋅⋅

    −=

    +⋅⋅

    −=

    ra

    ach

    TTp

    p

    γεεη

    1.4.19. 3.3.2 Langkah kompresi

    3.3.2.1 Eksponen kompresi politropik Dari persamaan (3.16), dengan mengambil harga A + BT = 4,62 + 53 × 10-5T

    (untuk nitrogen, oksigen dan udara), maka didapat harga k1

  • ( )

    ( ) 01

    985,116,171411,356105362,4

    01

    985,11

    1

    15

    1

    1

    1

    1

    =−

    −+×××+

    =−

    −++

    −−

    k

    kBTA

    k

    ka ε

    Apabila persamaan di atas diselesaikan maka didapat harga k1 = 1,3706.

    3.3.2.2 Tekanan dan suhu pada akhir langkah kompresi

    Dengan menganggap n1 ≈ k1 = 1,3706 (Petrovsky, Tahun 1979, hal. 87); maka

    tekanan dan suhu akhir kompresi adalah

    atm 5586,6517,61,286857

    εpp1,3706

    nac

    1

    =×=

    ×=

    dan ( )

    K 8823,03016,171411,356 13706,1

    11

    =×=

    ×=−

    −nac TT ε

    1.4.20. 3.3.3 Pembakaran

    Perhitungan pembakaran mesin dengan turbocharger hampir sama dengan

    perhitungan pembakaran mesin tanpa turbocharger. Hanya saja koefisien

    udara berlebih α untuk mesin dengan turbocharger memiliki harga antara 1,8

    – 2,1. Dari perhitungan pembakaran tanpa turbocharger telah diketahui data

    sebagai berikut:

    mol 4945,0L'0 =

    kg 14,317L0 =

    3''0 m 12,0669L =

    3'''0 m 12,6115L =

  • Pada perancangan kali ini dipilih harga α sebesar 2,1. Dengan demikian untuk

    membakar bahan bakar dengan jumlah karbon 86%, hidrogen 13% dan

    oksigen 1%, kebutuhan aktual udara L untuk pembakaran adalah (persamaan

    (3.26))

    kg 0658,30317,141,2

    LL 0

    =×=

    α=

    atau jika dinyatakan dalam mol

    mol 1,03850,49452,1

    αLL '0'

    =×=

    =

    Jumlah mol gas sisa hasil pembakaran

    mol 0,0717M 2CO =

    mol 0,065M OH2 =

    mol 0,82040,49451,20,79M 2N =××=

    ( ) mol 0,11420,494511,20,21M 2O =−=

    mol 1,0714 32

    0,014

    0,130,49452,1Mg

    =

    ++×=

    3

    g

    m26,14101,071424,4V

    =

    ×=

  • Volumetrik relatif gas hasil pembakaran

    ( ) ( ) 1066,00714,1

    4945,011,221,0M

    L121,0υ

    7658,00714,1

    4945,01,279,0M

    L79,0υ

    0607,00714,1213,0

    M2hυ

    0669,00714,112

    86,0M12cυ

    g

    '0

    O

    g

    '0N

    gOH

    gCO

    2

    2

    2

    2

    =−

    =−α

    =

    =××

    =×α

    =

    ==

    ==

    Peningkatan jumlah mol hasil pembakaran

    mol 0328,0M =Δ

    Koefisien perubahan molar berdasarkan persamaan (3.30) dan (3.32)

    '0

    '0

    '0

    e

    g0

    LM1

    LML

    MM

    αΔ

    +=α

    Δ+α==μ

    0316,14945,01,2

    0328,010

    +=μ

    r

    r0

    e

    r

    e

    r

    e

    g

    1MM1

    MM

    MM

    γ+γ+μ

    =+

    +=μ

    0316,101

    00316,1

    =+

    +=μ

    Dengan demikian dari persamaan (3.41) dan (3.42) hasil pembakarannya

  • 905,462,41066,062,47658,079,50607,082,70669,0

    AAAAAA 22222222 OONNOHOHCOCOgg

    =×+×+×+×=

    υ+υ+υ+υ==

    4-

    5555

    OONNOHOHCOCOg

    106,139610531066,010537658,0101120607,0101250669,0

    BBBBB 22222222

    ×=

    ⋅×+⋅×+⋅×+⋅×=

    υ+υ+υ+υ=−−−−

    maka didapat nilai kapasitas panas isokorik molar rata-rata dari persamaan

    (3.38)

    ( ) T101396,6905,4mc 4gv −×+=

    Kapasitas panas isobarik molar rata-rata dari hasil pembakaran dapat

    ditentukan dengan

    ( ) ( ) C molper kkal .9851mcmc ogvgp +=

    ( )z

    4-

    4gp

    T106,32976,89,9851101396,6905,4mc

    ×+=

    +×+= −

    Kapasitas panas isokorik molar rata-rata udara pada akhir langkah kompresi

    dengan suhu Tc (persamaan (3.37)) adalah

    ( )Cper molper kkal 1654,5

    1078,1029105362,4mco

    5av

    =

    ××+= −

    3.3.3.1 Tekanan dan suhu akhir langkah pembakaran

    Karena harga-harga kenaikan tekanan λ dan suhu akhir pembakaran Tz belum

    diketahui, maka terlebih dahulu dinyatakan dalam variabel pz.

    zc

    z ppp 01525,0==λ dan

  • zc

    czz p

    pTpT 2429,15==

    μ

    Dengan memilih ξ = 0,83 dan nilai kalor bahan bakar Ql = 10100 kkal/kg,

    maka persamaan (3.51) dapat ditulis

    ( ) [ ]

    ( ) zzz

    pp

    p

    2429,152429,15103297,6(89,60316,1

    8823,103001525,0985,1(1654,5014945,01,2

    1010083,0

    )4

    )

    ××+=

    =×+++×

    ×

    Dengan menyelesaikan persamaan di atas dan mengubahnya menjadi

    persamaan homogen maka didapatkan persamaan

    013397,5274-p136,770,1517p zz 2 =+

    303,0657,118136,77

    1517,02))5274,13397(1517,04()136,77(136,77

    24

    2

    2

    ±−=

    ×−××−±−

    =

    −±−=

    aacbbPz

    Apabila persamaan di atas dipecahkan maka didapatkan akar-akar pz1 = -

    646,18 dan pz2 = 137,09. Karena untuk tekanan absolut tidak ada tekanan

    negatif maka digunakan pz = 137,09 atm.

    Maka suhu pada akhir langkah kompresi adalah

    KTz

    649,098209,1372429,15

    =×=

    kenaikan tekanan λ adalah sebesar

    0906,209,13701525,0

    =×=λ

  • dan perbandingan ekspansi awal ρ (persamaan (3.55))

    18823,10300906,2649,20980316,1

    =××

    1.4.21. 3.3.4 Langkah ekspansi

    3.3.4.1 Eksponen politropik ekspansi Dengan harga δ = ε = 17,8 maka persamaan (3.57) dapat ditulis dalam bentuk

    persamaan homogen.

    01

    985,16,17111,28859696,4

    01

    985,16,171198,649)02101396,6(905,4

    21

    21

    4

    2

    2

    =−

    −⎟⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛++

    =−

    −⎟⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛+×××+

    −−

    k

    k

    k

    k

    Apabila persamaan di atas dieselesaikan maka didapat harga k2 = 1,291 Harga

    ini diasumsikan sama dengan n2 (k2 = n2).

    3.3.4.2 Tekanan dan suhu akhir langkah ekspansi

    Dari persamaan politropik (persamaan (3.58) dan (3.59)) didapat tekanan dan

    suhu akhir langkah ekspansi

    2n

    zb

    ppδ

    =

    atm,

    pb

    38,3617

    09,137291,1

    =

    =

    dengan δ = Vb/Vz = ε = 17,6.

    1n

    zb

    2

    TT −δ=

  • K

    Tb

    910,9526,17

    649,20981291,1

    =

    = −

    3.3.5 Perhitungan daya dengan turbocharger

    1.4.22. 3.3.5.1 Tekanan indikasi rata-rata

    Karena dari perhitungan sebelumnya didapati ρ = 1, maka dipakai

    siklus volume konstan (persamaan (3.62)). Harga pc terlebih dahulu diubah

    dari atmosfer absolut (atm) menjadi kg/cm2.

    ⎥⎦

    ⎤⎢⎣

    ⎡−

    ⎟⎠⎞

    ⎜⎝⎛

    ε−−

    −⎟⎠⎞

    ⎜⎝⎛

    δ−λ

    −ε= −− 1n

    1111n

    1111

    pp1

    1n2

    1n

    cit

    12

    2

    13706,11291,1

    / 9,384

    13706,11

    6,1711

    1291,11

    6,17110906,2

    16,1767.7369

    cmkg

    pit

    =

    ⎥⎦

    ⎤⎢⎣

    ⎡−⎟

    ⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛−−

    −⎟⎟⎠

    ⎞⎜⎜⎝

    ⎛−

    −= −−

    Jika dipilih harga φ = 0,97 maka tekanan indikasi rata-rata yang telah dikoreksi

    berdasarkan persamaan (3.63) adalah

    2/ 102,9384,997,0

    cmkg

    pp iti

    =

    ×== ϕ

    1.4.23. 3.3.5.2 Daya indikasi dan daya kuda rem

    Dari perhitungan di atas diketahui pi = 2/ 102,9 cmkg , maka Pi = 91020 kg/m2

    maka kerja indikasinya

  • ( )kgm

    VPW dii

    244,69

    103,0097,04020192

    =