mgs2

31
BAB I PENDAHULUAN Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada meninges atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang yang terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater. Secara klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal (misalnya sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia), serta pleositosis (peningkatan jumlah sel darah putih) dalam cairan cerebrospinal (CSS). Tergantung pada durasi gejala, meningitis dapat di klasifikasikan sebagai akut atau kronis. Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi duramater, kadang-kadang disebut sebagai pachymeningitis (jarang) dan leptomeningitis, yang lebih umumdan didefinisikan sebagai peradangan pada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid. 1 Meningitis piogenik (bakteri) terdiri dari peradangan meningens dan CSS subarachnoid. Jika tidak diobati, meningitis bakteri dapat mengakibatkan kelemahan

Upload: b2uty-rm

Post on 25-Sep-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nol

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada meninges atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang yang terdiri dari Duramater,Arachnoiddan Piamater. Secara klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal (misalnya sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia), serta pleositosis (peningkatan jumlah sel darah putih) dalam cairan cerebrospinal (CSS). Tergantung pada durasi gejala, meningitis dapat di klasifikasikan sebagai akut atau kronis. Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi duramater, kadang-kadang disebut sebagai pachymeningitis (jarang) dan leptomeningitis, yang lebih umumdandidefinisikan sebagai peradanganpada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid.1

Meningitis piogenik (bakteri) terdiri dari peradangan meningens dan CSS subarachnoid. Jika tidak diobati, meningitis bakteri dapat mengakibatkan kelemahan (debility) seumur hidup atau kematian. Penyakit ini fatal sebelum era antimikroba, tapi dengan munculnya terapi antimikroba, tingkat kematian secara keseluruhan dari meningitisbakterimengalamipenurunan. Meskipun demikian, tetap sangat tinggi, mencapai sekitar 25%. Munculnya strain bakteri resisten telah mendorong perubahan dalam protocol antibiotik di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat.Para agen infektif spesifik yang terlibat pada meningitis bakteri bervariasi di antara berbagai kelompok umur pasien, danperadangan bisa berevolusi menjadi kondisi seperti ventriculitis, empiema, cerebritis.1

Meningitis juga bisa juga diklasifikasikan secara lebih spesifik berdasarkan etiologinya. Meningitis karena bakteri (meningokokus, pneumokokkus, H influenzae,TBC dll), meningitis karena virus, riketsia, jamur, protozoa dan cacing. 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Meningitis adalah infeksi cairan serebrospinalis disertai radang pada araknoid, piamater dan dalam derajat ringan mengenai bagian supervisial otak dan sumsum tulang belakang.2

2.1. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1 :

Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:

a) Piameteryang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untukstruktur-struktur ini.

b) Arachnoid Selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter

c) Durametermerupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.4

2.2. Cerebrospinal Fluid (CSF)

Merupakan cairan yang mengelilingi ruang subarakhnoid sekitar otak dan medulla spinalis, serta mengisi ventrikel dalam otak. Cairan ini mengangkut oksigen, glukosa, dan bahan kimia yang dibutuhkan dari darah ke neuron dan neuroglia.Volume total dari CSF adalah 80-150 ml.3

CSF dihasilkan oleh :

1. Plexus choroid : jaring-jaring kapiler berbentuk bunga kol yang menonjol dari piamaterpada ventrikel ke-3 dan ke-4.

7

2. Disekresikan oleh sel-sel ependimal : single layer yang mengitari pembuluh darah cerebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Sel-sel ependimal ini pun menutupi choroid plexus sebagai blood-brain barriersehingga berfungsi untuk mengaturkomposisi CSF.3

2.3. Sirkulasi CSF

Keterangan:

Cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular (Munro) menuju ventrikel ke-3 otak (tempat cairan semakin banyak karena ditambah oleh plexus koroid) melalui aquaductus cerebral (Sylvius)

Menuju ventrikel ke-4 (tempat cairan ditambahkan kembali dari pleksus koroid) melalui tiga lubang pada langit-langit ventrikel ke-4 bersirkulasi melalui ruang subarakhnoid, di sekitar otak dan medulla spinalis direabsorsi divili arakhnoid (granulasi) ke dalam sinus vena pada duramater

Kembali ke aliran darah tempat asal produksi cairan tersebut.

2.3.1. A. Fungsi CSF

a) Menyokong dan melindungi otak dan spinal cord

b) Sebagai shock absorber antara otak dan tulang cranium (otak dan CSF memiliki gayaberat spesifik yang kurang-lebih sama sehingga otak dapat dengan aman terapung dalam cairan ini).

c) Menjaga agar otak dan spinal cord tetap basah sehingga memungkinkan pertukaran zatantara CSF dan sel saraf

d) Mempertahankan tekanan intracranial

e) Transportasi nutrisi bagi jaringan saraf mengangkut produk sisa

NORMAL CSF :

Jernih (tidak berwarna) seperti air.

Ditemukan sel-sel mononuclear (limfosit 25 sel/ml dan monosit).

Tidak ditemukan mikroorganisme

Sifatnya basa / alkali

Tidak berbau

2.3.2. B. Komposisi CSF

Komposisi dari CSF menyerupai plasma darah dan cairan interstitial, mengandung glukosa, protein, asam laktat, urea, kation (Na+, K++, Ca2+, Mg2+), anion (Cl-, HCO3-), sel darah putih, tetapi tidak mengandung protein.3

a. Protein

Normal : sedikit protein, karena sawar darah otak tidak bisa ditembus olehprotein yang molekulnya besar (akan meningkat bila terjadi penurunan permeabilitas BBB)

b. Glukosa

Normal : 40-70mg/dl (2/3 gula darah).

c. Asam laktat

Normal : 10 -20 mg/dl (akan meningkat bila terjadi perombakan glukosa)

d. Ureum

Normal : 10-15 mg/dl, hampir sama dengan darahe.

e. Glutamine

Normal : 20 mg/dlf.

f. Enzim

Enzim yang terdapat dalam serum (seperti : LDH, ALT, dan AST) juga terdapat dalam CSF dengan jumlah lebih rendah.

g. Zat-zat lain : Konsentrasi Na sama dengan pada plasma

2.4. KLASIFIKASI MENINGITIS :

2.4.1. MENINGITIS BAKTERIAL AKUT

Meningitis bakteri adalah infeksi purulen akut pada subarachnoid. hal ini berhubungan dengan SSP reaksi inflamasi yang dapat mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang, menaikkan tekanan intrakranial (ICP), dan stroke. menings, subarachnoid dan parenkim otak semua sering terlibat dalam reaksi inflamasi (meningioenchephalitis). 3

- PATOLOGI

Terdapat infiltrasi leukosit polimorfonukklear (PMN) dan eksudat pada letomeningen dan di sekitar pembulu darah.2

- PATOGENESIS

Kuman dapat mencapai selaput otak melalui beberapa cara

1. Luka terbuka

2. Penyebaran langsung dari telinga tengah dan sinus paranasalis

3. Darah dalam keadaan epsis

4. Penyebaran dari abses otak, ekstra dan subdural

5. Penyebaran dari thromboplebitis kortikalis

6. Lamina kribrosa osis etmoidalis pada rinore

7. Penyebaran dari paru atau saluran nafas bagian atas

8. Penyebaran dari infeksi kulit2

Kuman yang menimbulkan infeksi tergantung dari beberapa faktor antara lain :

a. Virulensi, jumlah dan lamanya kuman berada di dalam tubuh.

b. Daya tahan tubuh : adanya sawar darah otak dan opsonis fagositosis

Gambaran klinis pada anak dan orang dewasa seperti panas, menggigil, nyeri kepala terus-menerus, mual, muntah dan kelemahan umum. Setelah 12-24 jam timbul gejala meningitis yaitu iritasi meningeal (kaku kuduk, kernig sign, brudzinski 1, brudzinski II, gangguan kesadaran, kejang dan defisit neurologi terrjadi pada stadium lanjut.2

Penanganan penderita meningitis yang paling penting adalah menjaga fungsi kardiorespirasi serta perfusi jaringan disamping pemberian antibiotik.

Prinsip pemberian antibiotik :

1. Bersifat bakterisid dan konsentrasi dalam LCS lebih tinggi dari konsentrasi bakterisid minimal in vitro

2. Infeksi parameningeal supuratif harus dibersihkan dan diobati

3. Pemilihan antibiotik tergantung dari umur dan sumber infeksinya, serta perlu diperhatikan hasil kultur, tes kepekaan dan resistensi kuman, pengecatan gram, usia, faktor predisposisi dan penyakit sistemik yang ada.

2.4.2. MENINGITIS TUBERKULOSA

Meningitis tuberkulosa adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberculosis primer. Meningitis tuberkulosa terjadi karena aktivasi infeksi laten mikobakterium tuberkulosa. Infeksi primer biasanya melalui jalan nafas kemudian secara hematogen ke meningen dan permukaan otak. Kuman kemudian menetap sebagai tuberkel yang kemudian karena adanya gangguan immunitas akan pecah dan masuk ke dalam ruang subarachnoid dan menyebabkan meningitis tuberkulosa.3

PATOLOGI

Prinsip neuropatologi yaitu terbentuknya eksudat dibagian basal sisterna dan terutama terdiri dari sel mononuklear (MN). Tuberkel dapat dijumpai pada meningen dan permukaan otak. Ventrikel dapat membesar karena terjadi hidrosefalus obstruktif, bila terjadi arteritis dapat menyebabkan infark otak, sedangkan saraf kranialis dapat tertekan karena inflamasi dan fibrosis.2

Gambaran klinis berupa demam, rangsangan meningeal, hingga kesadaran menurun. Medical research counsil classification 1948 membagi menjadi 3 stadium yaitu :

1. Stadium 1 :

a. Penderita sadar

b. Ada tanda rangsangan meningeal

c. Tidak ada kelainan neurologik fokal maupun hidrosefalus

2. Stadium II :

a. Kesadaran menurun

b. Ada tanda rangsangan meningeal

c. Ada kelainan neurologik fokal dan hidrosefalus

3. Stadium III :

a. Kesadaran makin menurun

b. Stupor sampai koma

c. Hemiplegia atau paraplegia

Pemeriksaan cairan serebrospinalis adalah sangat penting dan akan didapatkan tekanan yang meningkat, warna santokrom, bila didiamkan akan terbentuk endapan seperti santokrom, bila didiamkan akan terbentuk endapan seperti sarang laba-laba (pelicle), sel meningkat 50-500 sel/UL, terutama mononuklear (MN) pada dasarnya polimononuklear (PMN) yang meningkat. Protein meningkat, biasanya lebih dari 100 mg/dl. Glikosa menurun sampai dibawah 20 mg/dl. Perlu dilakukan pengecatan dan pembiakan untuk menentukan kuman.

Pemeriksaan lain yang dapat membantu antara lain :

1. Bronide partition test yaitu dengan memberikan garam bromid per oral atau intravena. Normal perbandingan kadarnya dalam serum dan cairan serobrospinalis lebih besar dari 2. Pada mengenitis TBC kadarnya kurang dari 1,5. Tes ini tidak 100% tepat, tetapi masih lebihbermanfaat dari tes antigen terhadap kuman TBC.

2. Tes antigen dalam darah dan cairan serebropinalis.

3. Pemeriksaan Radiologik.

a. Foto Toraks (hanya 2/3 menun jukkan infeksi aktif

B.Pneumoensefalografi

c.Angiografi (untuk melihat hidrosefalus dan sumbatan)

d.CT sken Otak (untuk melihat Hidrosefalus dan proses di siterna basalis dan korteks.

-Penatalaksanaan :

Dianjurkan untuk menggunakan kombinasi 3-4 macam obat anti tuberkulosa, dosis obat anti TBC antara lain :

1. INH 300 mg/Hari. Dosis anak 10-20 mg/kgBB/Hari selama 18-24 Bulan.

2. Rifampisin 600 mg/Hari. Dosis anak15-25 mg/kgBB/Hariselama 18-24 Bulan.

3. Pirasinamid 3x500 mg/hari. Dosis Anak 20-25mg/kgBB/Hari Selama 6-12 Bulan.

4. STREPTOPMISIN 750 mg/IM/Hari. Dosis Anak 20 mg/kgBB/Hari.

Streptomisin, rifamfisin dan INH selama 2 bulan kemudian dilanjutkan dengan INH dan rifamfisin selama 7 bulan.

Manfaat pemberian kortikosteroid masih kontraversial tetapi pada penelitian akhir-akhir ini, penggunaan kortikosteroid dapat digunakan bila :

1. Adanya Hidrosefalus pada pemulaan penyakit yang makin membesar.

2. Adanya eksudat di bagian basal.

3. Adanya Edema di sekitar Tuberkuloma

4. Adanya Edema otak

5. Adanya disfusi sumsum tulang belakang karena pembengkakan atau iskemi

Indikasa klinisnya yaitu :

1. Kesadaran yang makin memburuk.

2. Gejala fokal yang progresif.

3. Geejala gangguan batang otak,sumsum tulang belakang dan radiks.

2.4.3. MENINGITIS VIRUS

Pada umumnya virus masuk melalui sistem limfatik, melalui saluran pencernaan disebabkan oleh Enterovirus, pada membran mukosa disebabkan oleh campak, rubella, virusvarisela-zoster (VVZ), Virus herpes simpleks (VHS), atau dengan penyebaran hematogen melalui gigitan serangga. Pada tempat tersebut, virus melakukan multiplikasi dalam aliran darah yang disebut fase ekstraneural, pada keadaan ini febris sistemik sering terjadi. Propagasi virus sekunder terjadi jika menyebar dan multiplikasi dalam organ-organ. VHS mencapai otakdengan penyebaran langsung melalui akson-akson neuron.Kerusakan neurologis disebabkan oleh ;

(1) Invasi langsung dan perusakan jaringan saraf oleh virus yang bermultiplikasi aktif. (2) Reaksi hospes terhadap antigen virus secaralangsung, sedangkan respons jaringan hospes mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vascular serta perivaskuler. Pada pemotongan jaringan otak biasanya dapat ditemukan kongesti meningeal daninfiltrasi mononukleus, manset limfosit dan sel-sel plasma perivaskuler, beberapa nekrosisjaringan perivaskuler dengan penguraian myelin, gangguan saraf pada berbagai stadium termasuk pada akhirnya neuronofagia dan proliferasi atau nekrosis jaringan. Tingkat demielinisasi yang mencolok pada pemeliharaan neuron dan akson, terutama dianggap menggambarkan ensefalitis pascainfeksi atau alergi.5

- Manifestasi Klinis dan Kriteria diagnosis.

1. Gejala-gejala yang terkait dengan tanda-tanda non spesifik disertai denganinfeksi sistemik atau bakteremia meliputi, demam, anoreksia, ISPA, mialgia,arthralgia, takikardia, hipotensi dan tanda-tanda kulit seperti; ptechie, purpura, atauruam macular eritematosa. Mulainya tanda-tanda tersebut diatas mempunyai dua poladominan yaitu :- Akut / timbul mendadak berupa ; manifestasi syok progresif, DIC, penurunankesadaran cepat, sering menunjukkan sepsis akibat meningokokus dan pada akhirnyamenimbulkan kematian dalam 24 jam.- Sub akut berupa ; timbul beberapa hari, didahului gejala ISPA atau gangguan GITyang disebabkan oleh H.influenza dan Streptokokus.

2. Tanda-tanda peningkatan TIK dikesankan oleh adanya muntah, nyeri kepaladapat menjalar ke tengkuk dan punggung, moaning cry, kejang umum, fokal,twitching, UUB menonjol, paresis, paralisis saraf N.III (okulomotorius) dan N.VI(abdusens), strabismus, hipertensi dengan bradikardia, apnea dan hiperventilasi, sikapdekortikasi atau deserebrasi, stopor, koma. Selain tersebut diatas, hal lain yang jugameningkatkkan TIK dikarenakan :

Peningkatan protein pada CSS : Karena adanya peningkatan permeabilitas pada sawar otak (Blood Brain Barier) dan masuknya cairan yang mengandung albumin ke subdural.

Penurunan kadar glukosa dalam LCS :Karena adanya gangguan transpor glukosa yang disebabkan adanya peradanganpada selaput otak dan pemakaian gula oleh jaringan otak

Peningkatan metabolisme yang menyebabkan terjadinya asidosis laktat.

3. Tanda Rangsang Meningeal seperti :4

Kaku kuduk

Brudzinsky 1 & 2

Kernig sign

Lasegue sign

11114

2.5. Diagnosis

Diagnosis meningitis tergantung dari organisme penyebab yang terisolasi dari darah,CSS, urin dan cairan tubuh lainnya. Namun terutama berdasar pada pemeriksaan kultur daricairan serebrospinal. Lumbal punksi dilakukan pada setiap anak dengan kecurigaan terjadinyasepsis.Hasil lumbal pungsi, ditemukan hitung leukosit > 1.000/mm3. Kekeruhan CSS terlihatleukosit pada CSS melampaui 200400/mm3. Normal pada neonatus hanya 30 leukosit/mm3. Sedangkan pada anak-anak < 5 leukosit/mm. Pada CSS dilakukan pemeriksaan terhadap adanya bakteri, jumlah sel, protein dan glukosa level. Pada pemeriksaan bakteri dapat ditemukan cairan jernih dengan beberapa sel mengandung banyak bakteri, yaitu sekitar 80% pada bayi dengan diagnosa meningitis. Jumlah sel dalam CSS > 60/l dan yang terbanyak adalah sel neutrofil. Konsentrasi protein yang meningkat dan penurunan glukosa juga dapat ditemukan. Kadar protein normal pada neonatusdapat mencapai 150 mg/dl, terutama pada bayi prematur. Pada meningitis kadar proteinnya dapat mencapai beberapa ratus sampai beberapa ribu mg/dl. Kadar glukosanya kurang dari 40mg/dl dan 50% lebih rendah dari glukosa darah yang waktu pengambilan darahnya bersamaan dengan pengambilan likuor.5

Pencegahan

a. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agardapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilusinfluenzae type b(Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcalpolysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.\ Vaksinasi Hib dapat mlindungi bayi darikemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidakdianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapatmembentuk antibodi. MeningitisMeningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135dan Y.35 meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuhdengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Huniansebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5m2 /orang), ventilasi 1020% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung denganpenderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan dilingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegahdengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersihsebelum makan dan setelah dari toilet.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalananpenyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatansegera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapatdilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaanlaboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secaradini. 10 Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuaidengan jenis penyebab meningitis yaitu :

a. Meningitis Purulent

- Haemophilus influenzae

- ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson.

b. Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson.

c. Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.

d. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)

Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang beratdapat ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa prednisondigunakan sebagai anti inflamasi yang dapat menurunkan tekanan intrakranial danmengobati edema otak.

C. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan inibertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, danmembantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisikondisi yang tidakdiobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangkapanjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasijuga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.5

2.6. Prognosis

Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anakdan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkancacat berat dan kematian.Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis23 purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 510%penderita mengalami kematian.1

BAB III

KESIMPULAN

Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Diagnosis meningitis pada pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa danpemeriksaan fisik serta penunjang yang dilakukan pada pasien. Pada pasien didapatkan keluhan demam yang berlangsung selama 5 hari, merupakan salah satu keluhan atau gejala pada meningitis, selain demam juga didapatkan adanya keluhan mual tapi tidak sampai muntah ini menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial pada pasien: Agen penyebab reaksilocal pada meninges inflamasi meninges pe permiabilitas kapiler kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial pe volume cairan interstisial edema Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat pe TIK

Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar kejaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagianpremotor. Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksipada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas. Sedangan pada pemeriksaan Kernig sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah. Hasil pemeriksaan dan laboratorium yang menunjukkan adanya leukositosis menunjang terjadinya demam pada pasien, hasil pemeriksaan fisik juga menunjukkan adanya infeksi pada meningen yang belum mencapai medulla spinalis, oleh karena itu gejala yang didapat padapasien ditunjang dengan pemeriksaan fisik dan penunjang maka sesuai dengan diagnosis meningitis. untuk mengetahui penyebab pastinya dibutuhkan adanya kultur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rodrigo Hasbun, MD, MPH . meningitis. available in : http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview. update on 15 juli 2013.

2. Duarsa Bayu Artha. Meningitis. Buku panduan koas neuro. Bagian ilmu penyakit saraf RS pelamonia. 2012. Makassar. P. 24-29.

3. Gilroy, John Basic Neurology, Mc Graw Hill. USA, 1997 Hauser,Stephen,L (ed). Harrisons , Neurology in Clinical Medicine. P. 451-465. Mc Graw Hill, Philadelphia, 2005

4. Lumbantobing.M.S.Iritasi meningeal. Neurologi klinik pemeriksaan klinik dan mental. FKUI.Jakarta : 2012. P. 17 20.

5. Diederik van de Beek, Jan de Gans, Allan R. Tunkel,., and Eelco F.M. Wijdicks..Community-Acquired Bacterial Meningitis in Adults. update : July 14th 2013. Available from :

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra052116