millennium development goals (mdgs) 5th : improve maternal health (meningkatkan kesehatan ibu)
DESCRIPTION
MDGsTRANSCRIPT
IMPROVE MATERNAL HEALTH(MENINGKATKAN KESEHATAN IBU)
Oleh : Kelompok V
INGRIT MAGDALENA (100501098)MARIA ALVYONITA (100501101)MAGDALENA GEA (100501113)
MIKHAEL NOVRIOLAN (100501118)YOGI ANANDA P. TARIGAN (100501149)
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNANFAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
T.A. 2012 / 2013
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Terbentuknya Millennium Development Goals (MDGs)
MDG’s pertama kali dicetuskan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di
New York tahun 2000. Saat itu Pemerintah Indonesia bersama-sama dengan 189 negara lain,
berkumpul untuk menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York dan menandatangani
Deklarasi Milenium. Deklarasi berisi sebagai komitmen negara masing-masing dan
komunitas internasional untuk mencapai 8 buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini
(MDGs), sebagai satu paket tujuan terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan.
Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia
untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan,
menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan
jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan
mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun
2015.
Ada pun 8 poin MDGs antara lain :
Eradicate extreme poverty and hunger (Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang
ekstrim) ; Target untuk 2015 → Mengurangi setengah dari penduduk dunia yang
berpenghasilan kurang dari 1 dolar AS sehari dan mengalami kelaparan.
Achieve universal primary education (Pemerataan pendidikan dasar) ; Target untuk
2015 → Memastikan bahwa setiap anak , baik laki-laki dan perempuan mendapatkan dan
menyelesaikan tahap pendidikan dasar.
Promote gender equality & empower women (Mendukung adanya persaman gender
dan pemberdayaan perempuan) ; Target 2005 dan 2015 → Mengurangi perbedaan dan
diskriminasi gender dalam pendidikan dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan
untuk semua tingkatan pada tahun 2015.
Reduce child mortality (Mengurangi tingkat kematian anak) ; Target untuk 2015 →
Mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Improve maternal health (Meningkatkan kesehatan ibu) ; Target untuk 2015 →
Mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan.
Combat HIV/AIDS, malaria, & other diseases (Perlawanan terhadap HIV/AIDS,
malaria, dan penyakit lainnya) Target untuk 2015 → Menghentikan dan memulai pencegahan
penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit berat lainnya.
Ensure environmental sustainability (Menjamin daya dukung lingkungan hidup) ;
Target → Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam
kebijakan setiap negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan.
Pada tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak
memiliki akses air minum yang sehat ; pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat
mencapai pengembangan yang signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang
yang tinggal di daerah kumuh.
Develop a global partnership for development (Mengembangkan kemitraan global
untuk pembangunan) ; Target → (1) Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka
dan sistem keuangan yang berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi.
Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan
tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional. (2) Membantu kebutuhan-kebutuhan
khusus negara-negara kurang berkembang, dan kebutuhan khusus dari negara-negara
terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk pembebasan-tarif dan -kuota untuk
ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang untuk negara miskin yang berhutang
besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan menambah bantuan pembangunan resmi untuk
negara yang berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan. (3) Secara komprehensif
mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-negara berkembang. (4)
Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang dengan masalah hutang
melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat
ditanggung dalam jangka panjang. (5) Mengembangkan usaha produktif yang layak
dijalankan untuk kaum muda. (6) Dalam kerja sama dengan pihak pharmaceutical,
menyediakan akses obat penting yang terjangkau dalam negara berkembang. (7) Dalam
kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-
teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
2. Isu Terkini dari MDGs 5 (Improve Maternal Health)
Seorang wanita meninggal karena komplikasi saat melahirkan setiap menit - sekitar
529.000 setiap tahunnya - sebagian besar dari mereka berasal dari negara berkembang.
Seorang wanita di Afrika sub-Sahara memiliki 1 dari 16 kemungkinan meninggal dalam
kehamilan atau melahirkan, dibandingkan dengan 1 dari 4.000 risiko di negara berkembang -
perbedaan terbesar antara negara miskin dan kaya dilihat dari setiap indikator kesehatan.
Perbedaan yang mencolok ini tercermin dalam sejumlah deklarasi global dan resolusi.
Pada bulan September 2001, 147 kepala negara secara kolektif mendukung Millenium
Development Goals 4 dan 5 : Untuk mengurangi 2/3 angka kematian anak dan 3/4 angka
kematian ibu antara tahun 1990 dan 2015. Yang terkait dengan hal ini adalah Tujuan 6 :
Untuk menghentikan atau mulai membalikkan penyebaran HIV / AIDS, malaria dan penyakit
lainnya.
Penyebab langsung dari kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, partus macet,
gangguan hipertensi pada kehamilan, dan komplikasi aborsi yang tidak aman. Ada cacat lahir
terkait yang mempengaruhi lebih banyak perempuan dan tidak diobati seperti cedera otot
panggul, organ atau sumsum tulang belakang. Setidaknya 20% dari beban penyakit pada
anak-anak di bawah usia 5 berhubungan dengan kesehatan yang buruk dan gizi ibu, serta
kualitas pelayanan saat melahirkan dan selama periode baru lahir. Dan tahunan 8 juta bayi
meninggal sebelum atau selama persalinan atau pada minggu pertama kehidupan.
Selanjutnya, banyak anak yang tragis meninggalkan piatu setiap tahun. Anak-anak adalah 10
kali lebih mungkin meninggal dalam waktu dua tahun setelah kematian ibu mereka.
Risiko lain untuk ibu hamil adalah malaria. Hal ini dapat menyebabkan anemia, yang
meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi dan masalah perkembangan untuk bayi.
Kekurangan nutrisi berkontribusi untuk berat badan lahir rendah dan cacat lahir juga.
Infeksi HIV adalah ancaman yang meningkat. Ibu-ke-bayi penularan HIV dalam
pengaturan sumber daya rendah, terutama di negara-negara di mana infeksi pada orang
dewasa terus tumbuh atau telah stabil pada tingkat yang sangat tinggi, terus menjadi masalah
besar, sampai dengan 45 persen dari HIV-ibu yang terinfeksi menularkan infeksi kepada
anak-anak mereka. Selanjutnya, HIV menjadi penyebab utama kematian ibu di negara-negara
yang terkena dampak di Afrika Selatan.
Mayoritas dari kematian dan kecacatan dapat dicegah, yang terutama disebabkan oleh
perawatan yang cukup selama kehamilan dan persalinan. Sekitar 15 persen dari kehamilan
dan persalinan membutuhkan perawatan obstetrik darurat karena komplikasi yang sulit
diprediksi.
Akses ke perawatan terampil selama kehamilan, persalinan dan pada bulan pertama
setelah melahirkan adalah kunci untuk menyelamatkan kehidupan perempuan ini - dan anak-
anak mereka.
UNICEF merespon dengan :
Membantu meningkatkan perawatan kebidanan darurat. Hampir setengah dari kelahiran
di negara berkembang berlangsung tanpa bidan terampil. Rasio yang naik ke 65% di Asia
Selatan. Penelitian menunjukkan intervensi tunggal yang paling penting untuk
menyelamatkan ibu adalah memastikan bahwa penyedia terlatih dengan ketrampilan
kebidanan hadir di setiap persalinan yang mengangkut tersedia untuk pelayanan rujukan, dan
pelayanan kebidanan darurat berkualitas tersedia. UNICEF bekerja dengan United Nations
Population Fund (UNFPA), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mitra lainnya dalam
negara-negara dengan angka kematian ibu yang tinggi dalam mendukung peran yang jelas
sebagai bagian dari kemitraan global yang muncul untuk kesehatan ibu, bayi dan anak.
UNICEF juga membantu bekerja dengan pembuat kebijakan untuk memastikan bahwa
perawatan obstetrik darurat merupakan prioritas dalam rencana kesehatan nasional, termasuk
Poverty Reduction Strategy Papers (PRSP) dan Pendekatan Sektor-Lebar (SWAps), dan
membantu mitranya dan pemerintah dengan penilaian, pelatihan dan logistik .
Meletakkan dasar bagi perawatan pralahir yang baik. Dari 100 wanita berusia 15-40, 30
tidak memiliki pelayanan antenatal - 46 di Asia Selatan dan 34 di Afrika sub-Sahara. Hasil
kekurangan ini meliputi diobati hipertensi gangguan yang menyebabkan kematian dan cacat,
atau mal-atau ditandai sub-nutrisi. Anemia defisiensi besi pada ibu hamil dikaitkan dengan
beberapa 111.000 kematian ibu setiap tahun. Sekitar 17 persen dari bayi di negara
berkembang memiliki berat badan lahir rendah pada tahun 2003, dan bayi ini adalah 20 kali
lebih mungkin meninggal pada masa bayi.
Dengan advokasi, bantuan teknis dan pendanaan, UNICEF membantu masyarakat
memberikan informasi kepada perempuan dan keluarga mereka pada tanda-tanda komplikasi
kehamilan, pada jarak kelahiran, waktu dan membatasi untuk gizi dan kesehatan, dan
perbaikan status gizi ibu hamil untuk mencegah bayi lahir rendah berat badan atau masalah
lain.
Sebuah program komunitas komprehensif juga mempromosikan dan membantu
menyediakan terapi anti-malaria dan kelambu berinsektisida. Tetanus, penyakit bakteri yang
merupakan hasil dari higienis dan praktek pengiriman persalinan aman, menewaskan 200.000
bayi baru lahir dan 30.000 ibu di tahun 2001 saja. Seiring dengan membeli dan membantu
memberikan imunisasi tetanus untuk ibu hamil, UNICEF menyediakan mikronutrien untuk
mencegah anemia dan cacat lahir - yang semuanya mengarah pada ibu dan bayi sehat.
Membantu mencegah ibu-ke-bayi penularan HIV. Dari tahun 1998, UNICEF atas nama
mitra lainnya PBB telah memberikan dukungan negara untuk pencegahan penularan dari ibu
ke anak (PMTCT) program dalam layanan ibu dan anak yang ada di rangkaian miskin sumber
daya. Ini termasuk advokasi mendistribusikan ARV untuk wanita muda dan orang tua dengan
HIV / AIDS sebagai bagian dari dukungan UNICEF dari "3 by 5 Initiative" Program dengan
Organisasi Kesehatan Dunia, yang bertujuan untuk memastikan bahwa 3 juta orang memiliki
akses terhadap pengobatan antiretroviral oleh akhir tahun 2005.
Layanan juga dapat mencakup konseling sukarela dan rahasia dan tes HIV / AIDS. Jika
seorang ibu hamil memiliki virus atau AIDS, dia menasihati tentang cara untuk membantu
mencegah penularan penyakit kepada anaknya, termasuk praktek pemberian ASI lebih aman.
Mendapatkan anak perempuan ke sekolah. Pemerintah membantu menyediakan
pendidikan yang berkualitas sekolah dasar, prioritas UNICEF, juga manfaat kesehatan ibu
dan bayi - terutama pendidikan bagi anak perempuan. Mendidik anak perempuan selama
enam tahun atau lebih drastis dan konsisten meningkatkan perawatan prenatal mereka, nifas
dan tingkat kelangsungan hidup melahirkan. Mendidik ibu juga sangat memotong angka
kematian anak balita. Gadis berpendidikan memiliki tinggi harga diri, lebih mungkin untuk
menghindari infeksi HIV, kekerasan dan eksploitasi, dan menyebarkan praktik sanitasi
kesehatan yang baik dan keluarga mereka dan seluruh komunitas mereka. Dan ibu
berpendidikan lebih mungkin untuk mengirim anak-anaknya ke sekolah.
Progress :
Data petugas terlatih pada saat persalinan yang tersedia untuk hanya 74 persen dari
kelahiran hidup di negara berkembang. Bukti yang kita lakukan telah menunjukkan bahwa,
terlepas dari Afrika Sub-Sahara, perawatan pengiriman telah meningkat secara signifikan di
semua daerah, meskipun tidak semua negara telah dibagi sama rata dalam perbaikan. Hanya
17 persen dari negara-negara berada pada jalur untuk memenuhi Tujuan mereka.
Di negara-negara berkembang sebagai keseluruhan, persen kelahiran yang dibantu oleh
seorang profesional kesehatan yang terampil telah meningkat lebih dari seperempat - yaitu,
dari 42 persen menjadi 53 persen selama dekade. Dari tahun 1990 sampai 2000, persentase
kelahiran yang dibantu oleh seorang profesional medis di Asia naik 35 persen. Sayangnya, di
Afrika Sub-Sahara di mana kematian ibu tertinggi, tingkat telah meningkat hanya 5 persen.
Sejak tahun 1999, 32.700.000 wanita berisiko telah dilindungi terhadap tetanus oleh
kursus dua dosis. Dan UNICEF kini bekerja di 158 negara untuk pendidikan anak
perempuan.
Pada akhir 2004, lebih dari 100 negara telah mendirikan program PMTCT, dimana 13
telah mencapai cakupan nasional.
3. Kondisi Mengenai Kesehatan Ibu di Indonesia
Setiap tahun sekitar 20.000 perempuan di Indonesia meninggal akibat komplikasi
dalam persalinan. Melahirkan seyogyanya menjadi peristiwa bahagia tetapi seringkali
berubah menjadi tragedi. Sebenarnya, hampir semua kematian tersebut dapat dicegah. Karena
itu tujuan kelima MDGs difokuskan pada kesehatan ibu, untuk mengurangi “kematian ibu”.
Meski semua sepakat bahwa angka kematian ibu terlalu tinggi, seringkali muncul keraguan
tentang angka yang tepat. Namun bisa ada keraguan tentang penyebabnya. Anda, misalnya,
tidak mungkin hanya mengacu pada informasi dalam laporan kematian yang bisa saja
disebabkan oleh berbagai alasan, terkait ataupun tidak terkait dengan persalinan. Metode
yang biasa digunakan adalah dengan bertanya pada para perempuan apakah ada saudara
perempuan mereka yang meninggal sewaktu persalinan. Perkiraannya, terbaca dalam Gambar
5.1. Grafik menunjukkan bahwa “tingkat kematian ibu” telah turun dari 390 menjadi sekitar
307 per 100.000 kelahiran. Artinya, seorang perempuan yang memutuskan untuk mempunyai
empat anak memiliki kemungkinan meninggal akibat kehamilannya sebesar 1,2%. Angka
tersebut bisa jauh lebih tinggi, terutama di daerah-daerah yang lebih miskin dan terpencil.
Satu survei di Ciamis, Jawa Barat, misalnya, menunjukkan bahwa rasio tersebut adalah
56117. Target MDGs adalah untuk menurunkan rasio hingga tiga perempatnya dari angka
tahun 1990. Dengan asumsi bahwa rasio saat itu adalah sekitar 450, target MDGs adalah
sekitar 110.
Gambar 5.1 Tingkat Kematian Ibu
B. PEMBAHASAN
1. Target 5A
Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran Hidup dan Proporsi Kelahiran yang ditolong
Tenaga Kesehatan Terlatih
2. Target 5B
2.1. Tingkat pemakaian kontrasepsi
Angka pemakaian kontrasepsi pada pasangan usia subur 15-49 tahun (PUS) atau
Angka pemakaian kontrasepsi KB pada PUS adalah perbandingan antara PUS yang
menggunakan salah satu alat kontrasepsi dengan jumlah PUS biasanya dinyatakan dalam
persentase. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan ibu
di suatu wilayah adalah adalah dengan mengukur tingkat angka pemakaian kontrasepsi pada
Pasangan Usia Subur (PUS) usia 15-49 tahun. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kematian ibu hamil dan melahirkan adalah kondisi 4 (empat) terlalu, yaitu jarak kelahiran
dengan persalinan persalinan sebelumnya kurang dari 24 bulan (terlalu dekat), melahirkan
anak lebih dari 4 anak (terlalu sering atau terlalu banyak), melahirkan pada usia di atas 35
tahun (terlalu tua), dan melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun (terlalu muda) dan terlalu
tua.
Dengan pemakaian kontrasepsi secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya faktor
resiko kematian yang pada akhirnya dapat menjaga kesehatan dan keselamatan ibu dari
kematian yang disebabkan oleh persalinan. Persentase pemakaian kontrasepsi menurut SDKI
tahun 2002-2003 sebesar 60 persen ini menunjukkan bahwa 6 diantara 10 wanita
menggunakan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Angka ini dapat menjadi tolok ukur
untuk menilai pencapaian peserta KB di tingkat kecamatan dan kabupaten. Sumber data
Untuk memperoleh angka pemakaian kontrasepsi pada PUS 15-49 tahun di tingkat
kecamatan dapat diperoleh dari hasil rekapitulasi pada formulir Indikator MDGs, variabel
No. 14 tentang jumlah PUS yang ber-KB.
Cara Penghitungan Persentase pemakaian kontrasepsi pada PUS 15-49 tahun di suatu
wilayah kecamatan atau kabupaten adalah Persentase pemakaian kontrasepsi, yaitu jumlah
PUS yang ber-KB dibagi jumlah PUS seluruhnya dikali 100.
Pemakaian kontrasepsi❑= PUSberKB∑ PUS
×100 %
2.2. Konsep Keluarga Berencana di Indonesia
a. Latar Belakang
Latar belakang atau dasar pemikiran lahirnya KB di Indonesia adalah adanya
permasalahan kependudukan. Aspek-aspek yang penting dalam kependudukan adalah:
Jumlah besarnya penduduk
Jumlah pertumbuhan penduduk
Jumlah kematian penduduk
Jumlah kelahiran penduduk
Jumlah perpindahan penduduk
b. Sejarah Keluarga Berencana (KB)
Sebelum abad XX, di negara barat sudah ada usaha pencegahan kelangsungan
hidup anak karena berbagai alasan. Caranya adalah dengan membunuh bayi yang sudah lahir,
melakukan abortus dan mencegah / mengatur kehamilan. KB di Indonesia dimulai pada awal
abad XX. Di Inggris, Maria Stopes, upaya yang ditempuh untuk
perbaikan ekonomi keluarga buruh dg mengaturkelahiran. Menggunakan cara-cara sederhana
(kondom, pantang berkala). Amerika Serikat, Margareth Sanger. Memperoleh pengalaman
dari Saddie Sachs, yang berusaha menggugurkan kandungan yang tidak diinginkan. Ia
menulis buku “Family Limitation” (Pembatasan Keluarga). Hal tersebut merupakan tonggak
permulaan sejarah berdirinya KB.
Pelopor gerakan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia adalah Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI) yang didirikan di Jakarta tanggal 23 Desember 1957 dan diikuti
sebagai badan hukum oleh Depkes tahun 1967 yang bergerak secara silent operation. Dalam
rangka membantu masyarakat yang memerlukan bantuan secara sukarela. Usaha Keluarga
Berencana (KB) terus meningkat terutama setelah pidato pemimpin negara pada tanggal 16
Agustus 1967 dimana gerakan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia memasuki era
peralihan, jika selama orde lama, program gerakan Keluarga Berencana (KB) dilakukan oleh
sekelompok tenaga sukarela yang beroperasi secara diam – diam karena pimpinan negara
pada waktu itu anti kepada KB (Keluarga Berencana), maka dalam masa orde baru gerakan
KB (Keluarga Berencana) diakui dan dimasukkan dalam program pemerintah.
Perkembangan KB di Indonesia
1) Periode Perintisan dan Peloporan
2) Periode Persiapan dan Pelaksanaan
Terbentuk LKBN (Lembaga Keluarga Berencanan Nasional) yang mempunyai tugas
pokok mewujudkan kesejahteraan sosial, keluarga dan rakyat. Bermunculan
proyek KB sehingga mulai diselenggarakan latihan untuk PLKB (Petugas
Lapangan keluarga Berencana).
Organisasi KB
PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)
BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional)
PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)
3) Periode Persiapan dan Pelaksanaan
Struktur organisasi program gerakan Keluarga Berencana (KB) juga mengalami
perubahan tanggal 17 Oktober 1968, didirikan LKBN (Lembaga Keluarga Berencana
Nasional) sebagai semi Pemerintah, kemudian pada tahun 1970 lembaga ini diganti
menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ) yang merupakan
badan resmi pemerintah dan departemen dan bertanggung jawab penuh terhadap
pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia, mewujudkan dihayatinya
NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) (Mochtar , Rustam, 1998 : 251).
c. Pengertian Keluarga Berencana (KB)
Beberapa pengertian Keluarga Berencana (KB) oleh beberapa ahli antara lain :
Menurut Entjang (Ritonga, 2003 : 87), Keluarga Berencana (KB) adalah suatu upaya
manusia untuk mengatur secara sengaja kehamilan dalam keluarga secara tidak melawan
hukum dan moral Pancasila untuk kesejahteraan keluarga.
Menurut WHO (Expert Committe, 1970), KB adalah tindakan yang membantu individu
atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-obketif tertentu, menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan,
mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kehamilan dalam
hubungan dengan umur suami istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Menurut Mochtar dan Rustam (1998 : 155), Keluarga Berencana adalah suatu usaha
untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan
memakai kontrasepsi.
Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2004:472), Keluarga berencana
adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi
kelahiran.
Menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera), Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan
peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Arum, 2008).
Sehingga secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi,
ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat
langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang
matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan
terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi (Suratun, 2008). Jadi,
KB (Family Planning, Planned Parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau
merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi, untuk
mewujudakan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
d. Tujuan KB
Tujuan Umum
Membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan social ekonomi suatu keluarga
dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan
sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadu dasar bagi terwujudnya
masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk
Indonesia.
Tujuan khusus
Pengaturan kelahiran
Pendewasaan usia perkawinan
Peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Mencegah kehamilan karena alasan pribadi
Menjarangkan kehamilan
Membatasai jumlah anak
Tujuan KB berdasar RENSTRA 2005-2009 meliputi :
Keluarga dengan anak ideal
Keluarga sehat
Keluarga berpendidikan
Keluarga sejahtera
Keluarga berketahanan
Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya
Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS)
Kesimpulan dari tujuan program KB adalah: Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan
ibu, anak, keluarga dan bangsa; Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup
rakyat dan bangsa; Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB yang berkualitas,
termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan
masalah kesehatan reproduksi.
Menurut WHO (2003) tujuan KB terdiri dari :
Menunda / mencegah kehamilan. Menunda kehamilan bagi PUS (Pasangan Usia Subur)
dengan usia istri kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya. Alasan
menunda / mencegah kehamilan :
Umur dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya tidak mempunyai anak dulu karena
berbagai alasan.
Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral, karena peserta masih muda.
Penggunaan kondom kurang menguntungkan karena pasangan muda masih tinggi
frekuensi bersenggamanya, sehingga mempunyai kegagalan tinggi.
Penggunaan IUD (Intra Uterine Divice) bagi yang belum mempunyai anak pada masa ini
dapat dianjurkan, terlebih bagi calon peserta dengan kontra indikasi terhadap pil oral.
Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan:
Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju
pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya
angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita
(Hanafi, 2002). Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan
kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang
ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk.
Hal ini diperkuat dengan teori Malthus (1766-1834) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan manusia cenderung mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan bahan
pangan mengikuti deret hitung.
Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama
dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan
kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.
Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu
tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya
keluarga bahagia.
Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan
menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas.
Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu
keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan
produktif dari segi ekonomi (Suratun, 2008).
e. Manfaat KB
Manfaat KB Bagi Ibu :
Perbaikan kesehatan
Peningkatan kesehatan
Waktu yang cukup untuk mengasuh anak
Waktu yang cukup untuk istirahat
Menikmati waktu luang
Dapat melakukan kegiatan lain.
Manfaat KB Bagi anak :
Dapat tumbuh dengan wajar dan sehat
Memperoleh perhatian, pemeliharaan dan makanan yang cukup
Perencanaan kesempatan pendidikan lebih baik.
Manfaat Untuk Keluarga:
Meningkatkan kesejahteraan keluarga
Harmonisasi keluarga lebih terjaga
f. Usia Produktif wanita
Dalam hubungan dengan hukum menurut UU, usia minimal untuk suatu perkawinan
adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (Pasal 7 UU No. 1/1974 tentang
perkawinan). Jelas bahwa UU tersebut menganggap orang di atas usia tersebut bukan lagi
anak-anak sehigga mereka sudah boleh menikah, batasan usia ini dimaksud untuk mencegah
perkawinan terlalu dini. Walaupun begitu selama seseorang belum mencapai usia 21 tahun
masih di perlukan izin orang tua untuk menikahkan anaknya. Setelah berusia di atas 21 tahun
boleh menikah tanpa izin orang tua (Pasal 6 ayat 2 UU No. 1/1974). Tampaklah di sini,
bahwa walaupun UU tidak menganggap mereka yang di atas usia 16 tahun untuk wanita dan
19 tahun untuk pria bukan anak-anak lagi, tetapi belum dianggap dewasa penuh. Sehingga
masih perlu izin untuk mengawinkan mereka. Ditinjau dari segi kesehatan reproduksi, usia 16
tahun bagi wanita, berarti yang bersangkutan belum berada dalam usia reproduksi yang sehat.
Meskipun batas usia kawin telah ditetapkan UU, namun pelanggaran masih banyak terjadi di
masyarakat terutama dengan menaikkan usia agar dapat memenuhi batas usia minimal
tersebut (Sarwono, 2006).
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) Sudibyo Alimoeso mendorong adanya kenaikan batas usia pernikahan bagi
perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Dengan dinaikkannya batas usia pernikahan,
maka hak perempuan dan anak bisa terpenuhi.
Batasan ini dilakukan agar pernikahan dini bisa dihentikan. Karena pernikahan dini
biasanya menutup kesempatan bagi perempuan dalam memperoleh pendidikan yang lebih
baik. Akibat lain dari pernikahan dini adalah panjangnya masa reproduksi pada perempuan.
Bahkan di sejumlah daerah berdasarkan sensus penduduk, usia rata-rata melahirkan antara
10-14 tahun. Dia mengkhawatirkan, semakin banyaknya pembenaran terhadap orang-orang
yang ingin menikahi perempuan muda.
Padahal definisi anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 tahun. Sudibyo mengakui mengubah Undang-Undang Perkawinan
bukan hal yang mudah. Karena masih terbenturnya nilai-nilai budaya di sejumlah daerah.
Lembaganya berupaya mendidik masyarakat untuk memahami risiko pernikahan dini.
BKKBN sudah mendirikan Pusat Informasi dan Konseling (PIK) di Sekolah Menengah Atas
di seluruh Indonesia. Jumlahnya mencapai 16 ribu unit PIK. Salah satu program yang
dijalankan adalah pendidikan mengenai kesehatan alat reproduksi. Ketua Umum PBNU Kyai
Haji Said Agil Siradj mengusulkan naiknya batas usia pernikahan bagi perempuan dari 16
tahun menjadi 18 tahun. Usulannya itu juga didukung oleh Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI).
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mewanti-wanti agar tidak
menikah di usia muda. Usia muda artinya, usia yang belum matang secara medis dan
psikologinya. Usia menikah ideal untuk perempuan adalah 20-35 tahun dan 25-40 tahun
untuk pria. Perlu dipertimbangkan medis dan psikologisnya. Untuk perempuan, idealnya
menikah di usia 20-35 tahun. Sedangkan untuk laki-laki beda 5 tahun yakni 25-40 tahun.
Pada umur 20 tahun ke atas, organ reproduksi perempuan sudah siap mengandung dan
melahirkan. Sedangkan pada usia 35 tahun mulai terjadi proses regeneratif. Secara psikologis
umur 20 tahun juga mulai matang, bisa mempertimbangkan secara emosional dan nalar.
Sudah tahu menikah itu tujuannya apa, untuk apa. Kalau menikah di usia 12 tahun tidak tahu
menikah itu bagaimana. Kebanyakan yang terjadi, tambahnya, menikah dini dikarenakan
terjepit masalah ekonomi. Hal ini banyak dijumpai di pedesaan dan daerah tertentu di
Indonesia yang masih sangat memegang pemikiran lama, di mana perempuan tidak perlu
mendapat pendidikan tinggi karena banyak bergulat di dapur, kasur dan sumur.
Selain itu, masih ada orangtua yang merasa bangga jika anaknya menikah di usia muda
meski harus tidak melanjutkan pendidikan. Perempuan yang menikah di atas 35 tahun dan
setelah itu hamil, maka harus lebih hati-hati menjaga kehamilannya. Kala hamil di usia lebih
dari 35 tahun maka harus rajin-rajin memeriksakan kehamilan. Di usia itu, kehamilan kurang
lebih sama rentannya dengan kehamilan perempuan dengan usia di bawah 20 tahun.
Akibat dari Perkawinan Usia Muda
a. Kematian ibu yang melahirkan
Kematian karena melahirkan banyak dialami oleh ibu muda di bawah umur 20 tahun.
Penyebab utama karena kondisi fisik ibu yang belum atau kurang mampu untuk
melahirkan.
b. Kematian bayi
Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berusia muda, banyak yang mengalami nasib yang
tidak menguntungkan. Ada yang lahir sebelum waktunya (prematur), ada yang berat
badanya kurang dan ada pula yang langsung meninggal.
c. Hambatan terhadap kehamilan dan persalinan
Selain kematian ibu dan bayi, ibu yang kawin pada usia muda dapat pula mengalami
perdarahan, kurang darah, persalinan yang lama dan sulit, bahkan kemungkinan
menderita kanker pada mulut rahim di kemudian hari.
d. Persoalan ekonomi
Pasangan-pasangan yang menikah pada usia muda umumnya belum cukup memiliki
pengetahuan dan keterampilan, sehingga sukar mendapatkan pekerjaan dengan
penghasilan yang memadai, penghasilan yang rendah dapat meretakkan keutuhan dan
keharmonisan keluarga.
e. Persoalan kedewasaan
Kedewasaan seseorang sangat berhubungan erat dengan usianya, usia muda (12-19
tahun) memperlihatkan keadaan jiwa yang selalu berubah (BKKBN, 2003).
3. Kesehatan wanita, kematian wanita dan Kebijakan Pemerintah
3.1. Kesehatan wanita
Seorang calon ibu yang sedang hamil sudah harus mempersiapkan pola makan yang
baik sejak sebelum hamil dan berada dalam status gizi yang optimal. Karena begitu terjadi
kehamilan yaitu mulai dari pembuahan, saat itu janin yang disebut embrio akan bertumbuh
dan berkembang dengan sangat cepat. Oleh karena itu, apa yang terjadi pada janin tergantung
dari suplay gizi yang baik dari ibu.
Kebutuhan gizi ibu hamil diantaranya :
Protein
Kabrohidrat dan serat
Lemak
Vitamin
Mineral
Air
Yodium (garam)
Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi gizi ibu hamil antara lain :
Umur
Lebih muda umur seorang wanita yang hamil, lebih banyak energi yang diperlukan.
Berat badan
Berat badan yang lebih ataupun kurang dari pada berat badan rata-rata untuk umur
tertentu merupakan faktor untuk menentukkan jumlah yang harus diberikan agar
kehamilannya berjalan lancar.
Suhu lingkungan
Suhu tubuh dipertahankan pada 36,50-370 C untuk metabolisme yang optimum.
Semakin besar perbedaan suhu tubuh dan lingkungan maka semakiin besar pula
masukan energi yang diperlukan.
Aktifitas
Setiap aktifitas memerlukan energi, semakin banyak aktifitas yang dilakukan semakin
banyak energi yang diperlukan dalam tubuh.
3.2. Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu Dan Anak Baru Lahir Di Indonesia
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui jalan
yang terjal. Terlebih kala itu dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs)
2015, yakni menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup, dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang harus
dicapai.
Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama
pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan
kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini
adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu.
Sebagaian besar penyebab kematian ibu secara tidak langsung (menurut survei
Kesehatan Rumah Tangga 2001 sebesar 90%) adalah komplikasi yang terjadi pada saat
persalinan dan segera setelah bersalin. Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik yaitu
Pendarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Sedangkan penyebab tidak
langsungnya antara lain adalah ibu hamil menderita Kurang Energi Kronis (KEK) 37%,
anemia (HB kurang dari 11 gr%) 40%. Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan
meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.
Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor
keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu. Ada tiga risiko
keterlambatan, yaitu terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk (termasuk terlambat
mengenali tanda bahaya), terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat
dan terlambat memperoleh pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan. Sedangkan pada
bayi, dua pertiga kematian terjadi pada masa neonatal (28 hari pertama kehidupan).
Penyebabnya terbanyak adalah bayi berat lahir rendah dan prematuritas, asfiksia (kegagalan
bernapas spontan) dan infeksi.
Beberapa kegiatan dalam meningkatkan upaya percepatan penurunan AKI telah
diupayakan antara lain melalui penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan
masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) dan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta penyediaan fasilitas
kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas perawatan
dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit.
Kegiatan ini merupakan implementasi dari pemenuhan terwujudnya 3 pesan kunci Making
Pregnancy Safer yaitu:
1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
2. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan
3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang
tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal (Jaminan Persalinan)
yang digulirkan sejak 2011. Kementerian Kesehatan meluncurkan program Jaminan Persalian
(Jampersal). Tujuannya untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan
persalinan, dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan; meningkatkan cakupan pelayanan
bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan; meningkatkan cakupan pelayanan KB pasca
persalinan; meningkatkan cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan
bayi baru lahir; serta terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan,
dan akuntabel.
Peserta program Jampersal adalah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (pasca melahirkan
sampai 42 hari) dan bayi baru lahir (0-28 hari) yang belum memiliki jaminan persalinan.
Peserta program dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan (RS) di kelas III yang memiliki Perjanjian
Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota.
Pelayanan Jampersal ini meliputi pemeriksaan kehamilan ante natal care (ANC),
pertolongan persalinan, pemeriksaan post natal care (PNC) oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan pemerintah (Puskesmas dan jaringannya), faskes swasta yang tersedia fasilitas
persalinan (Klinik/Rumah Bersalin, Dokter Praktik, Bidan Praktik) dan yang telah menanda-
tangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota.
Selain itu, pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan persalinan dengan penyulit dan
komplikasi dilakukan secara berjenjang di Puskesmas dan RS berdasarkan rujukan.
Dalam Kebijakan Operasional sebagaimana tercantum dalam SK Menkes No.
515/Menkes/SK/III/2011 tentang Penerima dana Penyelenggaraan Jamkesmas dan Jampersal
di pelayanan Dasar untuk tiap Kabupaten/Kota tahun anggaran 2011 diatur beberapa poin,
diantaranya pengelolaan Jampersal di setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan Jamkesmas dan Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK).
Pengelolaan kepesertaan Jampersal merupakan perluasan kepesertaan dari program
Jamkesmas yang mengikuti tata kelola kepesertaan dan manajemen Jamkesmas, namun
dengan kekhususan dalam hal penetapan pesertanya. Sementara pelayanannya
diselenggarakan dengan prinsip Portabilitas, Pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan
rujukan. Untuk pelayanan paket persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan pemerintah
(Puskesmas dan Jaringannya) didanai berdasarkan usulan rencana kerja (Plan Of
Action/POA) Puskesmas. Untuk pelayanan paket persalinan tingkat pertama di fasilitas
kesehatan swasta dibayarkan dengan mekanisme klaim. Klaim persalinan didasarkan atas
tempat (lokasi wilayah) pelayanan persalinan dilakukan.
Dana untuk pelayanan Jamkesmas termasuk Jampersal merupakan satu kesatuan
(secara terintegrasi) disalurkan langsung dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN) Jakarta V ke Rekening Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai
penanggung jawab Pengelolaan Jamkesmas di wilayahnya dan Rekening RS untuk fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan (pemerintah dan swasta). Pembayaran untuk pelayanan Jaminan
Persalinan dilakukan dengan cara klaim untuk Pembayaran di faskes Tingkat Pertama.
Sementara pembayaran di fasilitas kesehatan Tingkat Lanjutan dilakukan dengan cara klaim,
didasarkan paket INA-CBGs (Indonesia-Case Base Groups) dahulu INA-DRG.
Komitmen Pemerintah Pusat dan Daerah
Dapat dikatakan bahwa semua Pemerintah Daerah Provinsi memiliki komitmen untuk
mendukung pencapaian Millineum Developmen Goals termasuk percepatan penurunan
kematian ibu dan kematian bayi baru lahir dengan menyusun Rencana Aksi Daerah
disamping terobosan lainnya. Berikut beberapa contoh komitmen yang ada; Provinsi Nusa
Tenggara Barat telah mencanangkan Program AKINO (Angka Kematian Ibu dan Bayi Nol)
dengan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KIA hingga ke tingkat desa. Provinsi
Nusa Tenggara Timur dengan Program Revolusi KIA dengan tekad mendorong semua
persalinan berlangsung di fasilitas kesehatan yang memadai (puskesmas). Pemda DI
Yogyakarta berkomitment meningkatkan kualitas pelayanan dan penguatan sistem rujukan,
serta penggerakan semua lintas sektor dalam percepatan pencapaian target MDGs oleh
Pemda Provinsi Sumatera Barat.
Pemerintah daerah, baik itu di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota juga
diharapkan memiliki komitmen untuk terus memperkuat sistem kesehatan. Pemerintah
provinsi diharapkan menganggarkan dana yang cukup besar untuk mendukung peningkatan
akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan. Pelayanan kesehatan dasar yang
diberikan melalui Puskesmas hendaknya hendaknya diimbangi dengan ketersediaan RS
Rujukan Regional dan RS Rujukan Provinsi yang terjangkau dan berkualitas. Dukungan
pemerintah provinsi diharapkan juga diimbangi dengan dukungan pemerintah kabupaten/kota
dalam implementasi upaya penurunan kematian ibu dan bayi. Antara lain melalui penguatan
SDM, ketersediaan obat-obatan dan alat kesehatan, anggaran, dan penerapan tata kelola yang
baik (good governance) di tingkat kabupaten/kota.
Keberhasilan percepatan penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir tidak hanya
ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan namun juga kemudahan masyarakat
menjangkau pelayanan kesehatan disamping pola pencarian pertolongan kesehatan dari
masyarakat. Perbaikan infrastruktur yang akan menunjang akses kepada pelayanan kesehatan
seperti transportasi, ketersediaan listrik, ketersediaan air bersih dan sanitasi, serta pendidikan
dan pemberdayaan masyarakat utamanya terkait kesehatan ibu dan anak yang menjadi
tanggung jawab sektor lain memiliki peran sangat besar. Demikian pula keterlibatan
masyarakat madani, lembaga swadaya masyarakat dalam pemberdayaan dan menggerakkan
masyarakat sebagai pengguna serta organisasi profesi sebagai pemberi pelayanan kesehatan.
Dukungan development partners
Upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui jalan yang
terjal. Terlebih kala itu dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015
waktu yang tersisa hanya tinggal tiga tahun ini, sehingga diperlukan upaya-upaya yang luar
biasa. Pemerintah pusat dan daerah serta developmen partner berupaya mengembangkan
upaya inovatif yang memiliki daya ungkit tinggi dalam upaya percepatan penurunan
kematian ibu dan bayi baru lahir. Fokus pada penyebab utama kematian, pada daerah
prioritas baik daerah yang memiliki kasus kematian tinggi pada ibu dan bayi baru lahir serta
pada daerah yang sulit akses pelayanan tidak berarti melupakan lainnya.
Upaya inovatif tersebut antara lain; penggunaan technologi terkini pada transfer of
knowledge maupun pendampingan dalam memberi pelayanan serta pemberdayaan
masyarakat dengan menggunakan ‘SMS’, metode pendampingan pada capasity building
1baik dalam hal management program maupun peningkatan kualitas pelayanan, serta
memberi kewenangan lebih pada tenaga kesehatan yang sudah terlatih pada daerah dengan
kriteria khusus dimana ketidaktersediaan tenaga kesehatan yang berkompeten.
Pemerintah Indonesia menjalin kerja sama dengan masyarakat internasional dengan
prinsip kerja sama kemitraan, untuk mendukung upaya percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu dan Bayi. Kerja sama dengan berbagai development partners dalam bidang
kesehatan ibu dan anak telah berlangsung lama, beberapa kemitraan tersebut adalah :
1. AIP MNH (Australia Indonesia Partnership for Maternal and Neonatal Health),
bekerja sama dengan Pemerintah Australia di 14 Kabupaten di Provinsi NTT sejak
2008, bertujuan menurunkan angka kematian ibu dan bayi melalui Revolusi
Kesehatan Ibu dan Anak. Program ini bergerak dalam bidang pemberdayaan
perempuan dan masyarakat, penigkatan kualitas pelayanan KIA di tingkat puskesmas
dan RS serta peningkatan tata kelola di tingkat kabupaten. Pengalaman menarik dari
program ini adalah pengalaman kemitraan antara RS besar dan maju dengan RS
kabupaten di NTT yaitu kegiatan sister hospital.
2. GAVI (Global Alliance for Vaccine & Immunization) bekerja beberapa kabupaten di
5 provinsi (Banten, Jabar, Sulsel, Papua Barat dan Papua), bertujuan meningkatkan
cakupan imunisasi dan KIA melalui berbagai kegiatan peningkatan partisipasi kader
dan masyarakat, memperkuat manajemen puskesmas dan kabupaten/kota.
3. MCHIP (Maternal & Child Integrated Program) bekerjasama dengan USAID di 3
kabupaten (Bireuen, Aceh, Serang-Banten dan Kab.Kutai Timur- Kalimantan Timur)
4. Pengembangan buku KIA oleh JICA walaupun kerjasama project telah berakhir
namun buku KIA telah diterapan di seluruh Indonesia.
5. UNICEF melalui beberapa kabupaten di wilayah kerjanya seperti ACEH, Jawa
Tengah, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (kerjasama dengan Child
Fund) serta Papua meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat terkait
kesehatan ibu dan anak dan peningkatan kualitas pelayanan anak melalui manajemen
terpadu balita sakit (MTBS).
6. Tidak terkecuali WHO memfasilitasi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu
dan anak baik dalam dukungan penyusunan standar pelayanan maupun capasity
building.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan pamaparan pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal seperti
berikut.
1. Kesepakatan beberapa negara di dunia untuk secara bersama menuntaskan masalah
pembangunan di negaranya adalah dengan terbentuknya suatu program pembangunan
internasional yaitu Millennium Development Goals (MDGs), yang orientasinya adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (kesehatan, pendidikan, dan standar hidup
layak) dan kelestarian lingkungan hidup.
2. Program MDGs yang ke-5 yaitu Improve Maternal Health (Meningkatkan Kesehatan Ibu)
dilatarbelakangi oleh masih rendahnya tingkat kesehatan ibu − khususnya di negara
berkembang dan sedang membangun − dan tidak layaknya proses melahirkan karena
minimnya tenaga ahli, sarana kesehatan yang tersedia, dan kondisi fisik ibu itu sendiri
yang kurang optimal untuk melakukan proses melahirkan. Selain itu juga masih
banyaknya persentase ibu-ibu yang terjangkit penyakit seperti malaria, tetanus,
pendarahan, partus macet, dan bahkan penyakit berbahaya seperti HIV-AIDS ; yang lebih
lanjut dibahas pada pembahasan lain yaitu MDGs 6.
3. Di negara-negara berkembang sebagai keseluruhan, persen kelahiran yang dibantu oleh
seorang profesional kesehatan yang terampil telah meningkat lebih dari seperempat -
yaitu, dari 42% menjadi 53% selama dekade. Dari tahun 1990 sampai 2000, persentase
kelahiran yang dibantu oleh seorang profesional medis di Asia naik 35%. Sayangnya, di
Afrika Sub-Sahara di mana kematian ibu tertinggi, tingkat telah meningkat hanya 5%.
Sejak tahun 1999, 32.700.000 wanita berisiko telah dilindungi terhadap tetanus oleh
kursus dua dosis. Dan UNICEF kini bekerja di 158 negara untuk pendidikan anak
perempuan. Pada akhir 2004, lebih dari 100 negara telah mendirikan program PMTCT,
dimana 13 telah mencapai cakupan nasional.
4. Setiap tahun sekitar 20.000 perempuan di Indonesia meninggal akibat komplikasi dalam
persalinan. Melahirkan seyogyanya menjadi peristiwa bahagia tetapi seringkali berubah
menjadi tragedi. Sebenarnya, hampir semua kematian tersebut dapat dicegah. Tingkat
kematian ibu telah turun dari 390 menjadi sekitar 307 per 100.000 kelahiran. Artinya,
seorang perempuan yang memutuskan untuk mempunyai empat anak memiliki
kemungkinan meninggal akibat kehamilannya sebesar 1,2%. Angka tersebut bisa jauh
lebih tinggi, terutama di daerah-daerah yang lebih miskin dan terpencil. Satu survei di
Ciamis, Jawa Barat, misalnya, menunjukkan bahwa rasio tersebut adalah 56117. Target
MDGs adalah untuk menurunkan rasio hingga tiga perempatnya dari angka tahun 1990.
Dengan asumsi bahwa rasio saat itu adalah sekitar 450, target MDGs adalah sekitar 110.
5. Program Pemerintah Indonesia dalam mendukung program MDGs 5 yaitu meningkatkan
kesehatan ibu adalah
pemakaian alat kontrasepsi ; Dengan pemakaian kontrasepsi secara tidak langsung
dapat mencegah terjadinya faktor resiko kematian yang pada akhirnya dapat menjaga
kesehatan dan keselamatan ibu dari kematian yang disebabkan oleh persalinan.
program keluarga berencana (KB) ; Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu,
anak, keluarga dan bangsa; Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup
rakyat dan bangsa; Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB yang
berkualitas, termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak
serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
menurunkan angka kematian ibu ; Making Pregnancy Safer yaitu :
Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan
Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang
tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
6. Pemerintah Indonesia menjalin kerja sama dengan masyarakat internasional dengan prinsip
kerja sama kemitraan, untuk mendukung upaya percepatan penurunan Angka Kematian
Ibu dan Bayi. Kerja sama dengan berbagai development partners dalam bidang kesehatan
ibu dan anak telah berlangsung lama, beberapa kemitraan tersebut adalah :
AIP MNH (Australia Indonesia Partnership for Maternal and Neonatal Health),
bekerja sama dengan Pemerintah Australia di 14 Kabupaten di Provinsi NTT sejak
2008, bertujuan menurunkan angka kematian ibu dan bayi melalui Revolusi
Kesehatan Ibu dan Anak. Program ini bergerak dalam bidang pemberdayaan
perempuan dan masyarakat, penigkatan kualitas pelayanan KIA di tingkat puskesmas
dan RS serta peningkatan tata kelola di tingkat kabupaten.
GAVI (Global Alliance for Vaccine & Immunization) bekerja beberapa kabupaten di
5 provinsi (Banten, Jabar, Sulsel, Papua Barat dan Papua), bertujuan meningkatkan
cakupan imunisasi dan KIA melalui berbagai kegiatan peningkatan partisipasi kader
dan masyarakat, memperkuat manajemen puskesmas dan kabupaten/kota.
MCHIP (Maternal & Child Integrated Program) bekerjasama dengan USAID di 3
kabupaten (Bireuen, Aceh, Serang-Banten dan Kab.Kutai Timur- Kalimantan Timur)
Pengembangan buku KIA oleh JICA walaupun kerjasama project telah berakhir
namun buku KIA telah diterapan di seluruh Indonesia.
UNICEF melalui beberapa kabupaten di wilayah kerjanya seperti ACEH, Jawa
Tengah, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (kerjasama dengan Child
Fund) serta Papua meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat terkait
kesehatan ibu dan anak dan peningkatan kualitas pelayanan anak melalui manajemen
terpadu balita sakit (MTBS).
Tidak terkecuali WHO memfasilitasi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu
dan anak baik dalam dukungan penyusunan standar pelayanan maupun capasity
building.
DAFTAR PUSTAKA
Koblinsky Marge, dkk. Cetakan Pertama.1997.KESEHATAN WANITA Sebuah Perspektif
Global. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
Ellya Sibagariang, Eva SKM. Cetakan Pertama.2010.Gizi Dalam Kesehatan
Reproduksi.Jakarta:CV Trans Info Media
http://www.un.org/millenniumgoals/maternal.shtml
http://www.unicef.org/mdg/maternal.html
http://www.undp.org/content/undp/en/home/mdgoverview/mdg_goals/mdg5/
http://makinghealthglobal.com.au/millennium-development-goals/mdg-5-improve-
maternal-health/
http://pastipanji.wordpress.com/2010/07/11/millennium-development-goals/
http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/berita-bok/direktur-bina-kesehatan-ibu-harapkan-
bok-dukung-pencapaian-mdg-5