mitochondrial disease revisi

22
MITOCHONDRIAL GENETICS and MITOCHONDRIAL DISEASE Genome mitokondia manusia merupakan DNA untai ganda berbentuk melingkar yang terdiri dari 16.569 pasang basa. Genome mitokondria ini terdiri dari gen-gen yang mengkode dua RNA ribosom (12S dan 16S), 22 RNA t , dan 13 polipeptida yang semuanya merupakan subunit dari system fosforilasi oksidatif (OXPHOR). Tujuh dari 13 polipeptida (ND1-ND6) mengkode subunit kompleks I, satu mengkode subunit sitokrom b dari kompleks III, tiga (COX I – COX II) mengkode kompleks IV, dan dua (A6 dan A8) yang mengkode subunit dari kompleks V (ATP synthase). Kompleks ini juga mengandung subunit yang dikode oleh gen nuclear. Kompleks II dikode sepenuhnya oleh gen nuclear. Terdapat juga dua electron carrier yaitu ubiquinone dan sitokrom c. Ubiquinone (Co- enzyme Q10) terdapat pada inner membrane mitochondria (IMM), sedangkan sitokrom c terletak pada intermembrane space (IMS). Pada sebagian besar pasien dengan mitochondrial disease ditemukan defek pada system OXPHOS Proses fosforilasi oksidatif (OXPHOS) pada mitokondria mamalia ditunjukkan pada gambar (1).

Upload: shila-wisnasari

Post on 04-Aug-2015

78 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mitochondrial Disease Revisi

MITOCHONDRIAL GENETICS and MITOCHONDRIAL DISEASE

Genome mitokondia manusia merupakan DNA untai ganda berbentuk

melingkar yang terdiri dari 16.569 pasang basa. Genome mitokondria ini terdiri

dari gen-gen yang mengkode dua RNA ribosom (12S dan 16S), 22 RNA t, dan 13

polipeptida yang semuanya merupakan subunit dari system fosforilasi oksidatif

(OXPHOR). Tujuh dari 13 polipeptida (ND1-ND6) mengkode subunit kompleks I,

satu mengkode subunit sitokrom b dari kompleks III, tiga (COX I – COX II)

mengkode kompleks IV, dan dua (A6 dan A8) yang mengkode subunit dari

kompleks V (ATP synthase). Kompleks ini juga mengandung subunit yang dikode

oleh gen nuclear. Kompleks II dikode sepenuhnya oleh gen nuclear. Terdapat

juga dua electron carrier yaitu ubiquinone dan sitokrom c. Ubiquinone (Co-

enzyme Q10) terdapat pada inner membrane mitochondria (IMM), sedangkan

sitokrom c terletak pada intermembrane space (IMS). Pada sebagian besar

pasien dengan mitochondrial disease ditemukan defek pada system OXPHOS

Proses fosforilasi oksidatif (OXPHOS) pada mitokondria mamalia ditunjukkan

pada gambar (1).

Gambar 1. Proses fosforilasi oksidatif (OXPHOS) pada mitokondria mamalia. Electron dari oksidasi karbon ditransfer melalui NADH menuju kompleks I OXPHOS yang melekat pada IMM, kemudian dibawa menuju coQ. Beberapa electron dari oksidasi asam organic juga ditransfer, melalui kompleks enzim lain yang mengandung flavin, secara langsung ke CoQ. CoQ membawa electron melalui kompleks III dan sitokrom C menuju kompleks IV. Di sini, oksigen direduksi menjadi air. Electron kehilangan energy bebas pada setiap tahap transfer, dan pada kompleks I, III, dan IV. Energy ini digunakan untuk pergerakan ion H+ dari matriks mitokondria menuju intermembrane space (IMS). Gradient proton yang dihasilkan digunakan untuk produksi ATP oleh kompleks V. selain kompleks II, semua kompleks mengandung beberapa protein yang dikode oleh genom mitokondria dan protein yang lain dikode oleh genom nuclear

Page 2: Mitochondrial Disease Revisi

Karena semua DNA mitokondria (mtDNA) berasal dari oocyte, model

transmisi mtDNA dan sebagian besar mutasi mtDNA berbeda dari pewarisan

mendel. Ibu yang mengalami mutasi mtDNA akan mewariskan kepada semua

anaknya (Schon & DiMauro, 2003). Insiden mitochondrial disease yaitu sekitar 1 :

5000 sampai 1 : 10.000. terapi yang ada saat ini terbukti efektif hanya pada

kondisi spesifik, seperti suplementasi co-enzim Q pada defek biosintesis CoQ

dan suplementasi L-arginine pada sindrom MELAS. Mitochondrial disease dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Mitochondrial disease dengan onset pada awal kehidupan atau anak-

anak

1.1 Sindrom leigh

Sindrom ini merupakan neurodegenerative progresif yang mengenai

brainstem, diencephalon, dan basal ganglia. Secara klinis, bayi dan

anak-anak yang memiliki gejala disfungsi brainstem dan basal ganglia.

Sindrom leigh bisa terjadi karena kegagalan metabolisme oksidasi dan

dapat juga karena variasi defek genetic yang berbeda pada mitokondria

(misalnya m.8993TC/G, m.10158TC, m.10191TC) atau nuclear

genom (misalnya SURF1 gene) (Tuppen et al, 2009).

1.2 Sindrom Deplesi

Gejala klinis yang berhubungan dengan sindroma ini tergantung dari

organ mana yang mengalami deplesi mtDNA. Sindrom ini muncul pada

anak dengan kelemahan otot yang berat, encephalopathy yang bersifat

progresif, atau liver failure. Tedapat beberapa defek genetik yang dapat

diidentifikasi dari pasien ini dan sindrom klinis sering merefleksikan defek

pada genetic (Tuppen et al, 2009).

1.3 Kearns-Sayre Syndrome (KSS)

KSS berhubungan dengan perkembangan retinitis pigmentosa dan

eksternal oftalmologi progresif yang terjadi sebelum usia 20 tahun.

Pemeriksaan klinis biasanya dapat mendeteksi ‘’salt and pepper’’,

retinophaty pada posterior fundus tanpa defek pada lapang pandang

visual, optic pallor, dan penurunan pembuluh darah retina yang biasanya

dapat dilihat pada retinitis pigmentosa. KSS merupakan gangguan

multisistem yang disebabkan oleh delesi single, maupun delesi skala

besar. Pasien sering mengalami komplikasi dari neurologis yang lain

misalnya cerebelar ataxia, cognitive impairment, dan deafness, juga

Page 3: Mitochondrial Disease Revisi

komplikasi non neurologis seperti cardiomyopathy, complete heart block,

deafness, short stature, endocrinophaties, dan dysphagia (Tuppen et al,

2009).

1.4 Pearson Syndrome

Sindrom ini ditandai dengan adanya anemia sideroblastik dengan

pansitopenia dan exocrine pancreatic failure. Gejala klinis dari pasien ini

dapat semakin berat dan menjadi penyebab early death. Pada pasien

yang masih bisa bertahan, gangguan darah akan semakin berat dan

pada akhirnya pasien akan memiliki gejala seperti KSS. Pada anak ini

dengan sindrom ini ditemukan delesi single mtDNA dalam level yang

sangat tinggi pada seluruh jaringan (Tuppen et al, 2009).

2. Mitochondrial disease dengan onset anak-anak akhir atau masa

dewasa

2.1 Mitochondrial Encephalopathy, lactic acidosis, and stroke-like

episodes (MELAS)

Pasien dengan MELAS sering mengalami stroke yang disertai kejang.

Mutasi mtDNA pada daerah parieto-occipital akan berpengaruh pada

defek lapang pandang visual. Kejang yang sering terjadi berhubungan

dengan episode atau fenomena terisolasi. Gejala lain yang tampak

antara lain intermittent episode of encephalopathy, muntah, sakit kepala,

ataxia, dan gangguan kognitif. Hampir 80% pasien dengan MELAS

memiliki mutasi m.3243AG pada MT-TL1 gene. Mutasi lainnya yang

dapat menyebabkan MELAS antara lain pada amt-tRNA gene (misalnya

m.3271TC), gen mt-tRNA yang lain (misalnya m.1642GA, MT-VT

gene) dan gen yang mengkode protein (misalnya m.9957TC pada MT-

CO3 gene), beberapa mutasi MT-ND5 (m.12770AG, m.13045AC,

m.13513GA, dan m.13514AG), dan mutasi MT-ND1 (Tuppen et al,

2009).

2.2 Chronic progressive external ophtalmoplegia (CPEO)

Chronic progressive external ophtalmoplegia (CPEO) merupakan salah

satu penyakit mtDNA yang paling sering ditemukan pada kelompok usia

dewasa. CPEO ditandai dengan paralisis progresif otot mata yang

mengarah pada gangguan gerakan bola mata dan ptosis. Ptosis sering

muncul dan asimetris, namun biasanya akan berkembang menjadi

Page 4: Mitochondrial Disease Revisi

bilateral. CPEO secara khas disebabkan oleh delesi skala besar yang

sporadic atau delesi mtDNA multiple. Poin mutasi mtDNA terdeteksi

pada beberapa pasien misalnya m.3243AG, m.12316GA. Pada

pasien dengan CPEO, terdapat gejala lain tergantung pada defek genetik

yang terjadi, namun myopathy dan fatigue sering muncul pada semua

pasien ini (Tuppen et al, 2009).

2.3 Neuropathy, ataxia, dan retinitis pigmentosa (NRAP)

Kombinasi dari gejala ini telah ditemukan pada beberapa keluarga dan

biasanya karena mutasi MT-ATP6 m.8993TG. Walaupun neuropathy

perifer merupakan prinsip dari gejala fenotipnya, terdapat komplikasi

neurologis lain termasuk keterlambatan perkembangan, kejang, dan

demensia. Telah diketahui bahwa pasien dengan mutant load lebih dari

95% m.8993TG memiliki onset pada anak-anak dengan maternal

inherited Leigh Syndrome (MILS) (Tuppen et al, 2009).

2.4 Leber hereditary optic neuropathy (LHON)

Terdapat 3 mutasi mtDNA LHON primer, yaitu m.1178GA,

m.3460GA, dan m.14484TC. Semua mutasi ini dapat muncul

sekitar 95% dari kasus LHON. LHON merupakan penyakit organ spesifik

dengan target sel ganglion retina pada nervus optikus. Secara klinis,

gejala ini muncul secara sub akut atau akut, tidak nyeri, central visual

loss, biasanya unilateral, tetapi dalam 2 bulan akan mengenai mata.

Visual loss ini biasanya terjadi antara umur 20-40 tahun dan paling

sering ditemukan pada pria. Pada penyakit ini terjadi mutasi

m.14484TC, m.11778GA.

2.5 Myoclonic epilepsy dan ragged red fiers (MERRF)

Merupakan penyakit yang bersifat progresif, neurodegenerative,

disebabkan oleh poin mutasi pada gen MT-TK, m.8344AG. Secara

klinis, MERRF merupakan gangguan neurodegenerative yang berat, dan

sering muncul pada anak-anak atau awal masa dewasa diikuti dengan

perkembangan yang normal. Myoclonus yang khas juga sering menjadi

salah satu gejalanya yang akan semakin bertambah berat menjadi mixed

picture of myopathy, sering dengan pronounced proximal muscle wasting

pada distribusi limb, dan gejala neurologis sentral dari epilepsy fokal

maupun general, cerebellar ataxia, optic atrophy, pyramidal sign, dan

hearing loss (Tuppen et al, 2009).

Page 5: Mitochondrial Disease Revisi

TERAPI MITOCHONDRIAL DISEASE

Tujuan terapi mitochondrial disease saat ini yaitu untuk meningkatkan

produksi energi dalam bentuk ATP dan mengurangi produksi radikal bebas untuk

memperbaiki atau menstabilkan tanda dan gejala dari penyakit. Beberapa terapi

yang saat ini digunakan antara lain (Parikh, et al., 2009):

1. Diet dan gaya hidup

a. Nutrisi

Disfungsi mitokondria sekunder biasa terjadi dengan malnutrisi yang

berat, termasuk anoreksia, cachexia yang berhubungan dengan penyakit.

Pada pasien dengan mitochondrial disease dapat ditemukan kebutuhan

kalori yang tidak normal. Optimasi jumlah dan kualitas kalori terbukti dapat

mengingkatkan derajat kesehatan pasien tersebut. Evaluasi resting

metabolic rate dapat membantu dalam mempertahankan intake kalori ideal

yang dibutuhkan pasien. Walaupun diet tertentu tidak direkomendasikan

secara umum, evaluasi komprehensif terhadap nutrisi dan defisiensi yang

mungkin terjadi sangat diperlukan. Beberapa pasien mungkin

menbutuhkan pembatasan karbohidrat, protein, atau lemak

b. Imunisasi

Tidak ada bukti ilmiah bahwa imunisasi memperburuk manifestasi

mitochondrial disease. Banyak spesialis mitochondrial disease bahkan

menganjurkan pasien untuk melakukan imunisasi agar terlindung dari

penyakit menular yang berbahaya bagi kesehatan pasien dengan

mitochondrial disease.

c. Menghindari mitochondrial toxin

Beberapa medikasi dan toksin lingkungan dapat mengganggu

fungsi mitokondria dengan mekanisme yang berbeda. Mekanisme tersebut

antara lain dapat menghambat secara langsung rantai transport electron,

meningkatkan pembentukan reactive oxygen, merusak protein transport

pada mitokondria, menghambat replikasi DNA mitokondria, atau kombinasi

dari mekanisme-mekanisme tersebut.

Page 6: Mitochondrial Disease Revisi

d. Diet ketogenik

Diet ketogenik merupakan diet tinggi lenak yang dapat secara

efektif menangani beberapa bentuk refractory epilepsy. Diet ketogenik

adalah penanganan standart untuk kekurangan pyruvate dehydrogenase,

tetapi diet ini di kontra indikasikan pada pasien dengan gangguan oksidasi

asam lemak dan kekurangan pyruvate carboxylase

2. Terapi farmakologis

a. Suplementasi CoQ (ubiquinone)

CoQ10 disintesis secara endogen pada mitokondria mamalia dan

merupakan komponen penting dari rantai transport electron, shuttling

electron dari kompleks I atau kompleks II dan beberapa donor electron

lainnya, termasuk faktor transfer electron, yang memindahkan electron

dari beta oksidasi asam lemak.

Defek biosintesis CoQ10 menyebabkan mitochondrial disease

dengan fenotip yang berbeda, termasuk neonatal encephalopathy dengan

nephropathy Leigh syndrome, lactic acidosis, dan nephropathy, infantile

nephropathy, hepatopathy, retardasi dan recessive ataxia, dll. Beberapa

kelainan tersebut, yang mungkin berespon terhadap pemberian CoQ10

eksogen, sehingga tergolong dalam mitochondrial disease yang dapat

diobati.

Page 7: Mitochondrial Disease Revisi

b. Riboflavin

Riboflavin (B2) adalah vitamin B yang larut dalam air, yang

bertindak sebagai precursor flavoprotein. Riboflavin merupakan building

block utama pada kompleks I dan II, serta sebagai kofaktor dalam

beberapa reaksi enzimatis, seperti oksidasi asam lemak dan siklus Krebs.

Multiple acyl CoA dehydrogenase deficiency IMADD), yang disebabkan

oleh mutasi gen electron-transport flavoprotein dehydrogenase (EFTDH),

merupakan gangguan metabolism sejak lahir yang melibatkan beberapa

reaksi enzimatis tersebut. pemberian riboflavin dengan dosis sedang

sampai tinggi dapat memperbaiki gejala dan menghambat perjalanan

penyakit.

c. L-Creatine

Creatine bergabung dengan fosfat di mitokondria dan membentuk

phosphocreatine. Phosphocreatine merupakan sumber fosfat berenergy

tinggi yang dikeluarkan pada saat metabolism anaerob. Phosphocreatine

juga bertindak sebagai buffer intraseluler untuk ATP dan energy shuttle

untuk pergerakan fosfat berenergi tinggi dari mitokondria (tempat produksi)

menuju sitoplasma (tempat penggunaan). Creatine ditemukan paling

banyak pada jaringan dengan kebutuhan energy yang tinggi, seperti otot

skeletal dan tulang. Creatine akan terus digantikan melalui makanan atau

sintesis endogen. Pasien dengan mitochondrial myopathy dan mengalami

penurunan phosphocreatine pada otot skeletal, sedangkan pada pasien

dengan mitochondrial encephalomyopathy mengalami kekurangan

creatine pada otak.

d. L-Arginine

Arginine adalah asam amino semi esensial yang berperan dalam

pertumbuhan, detoksifikasi urea, dan sintesis creatine. L-arginine

memproduksi nitric oxide. Penelitian telah menunjukkan bahwa pemberian

L-arginine (500 mg/kg/dosis) secara IV dapat menurunkan keparahan

gejala stroke, meningkatkan dinamika mikrosirkulasi, dan menurunkan

cedera jaringan karena iskemia pada pasien dengan mitochondrial

encephalomyopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes (MELAS).

Penggunaan L-arginine terbukti berguna untuk keadaan stroke metabolic

pada pasien dengan MELAS atau mitochondrial disease lainnya, baik

Page 8: Mitochondrial Disease Revisi

secara IV pada keadaan akut maupun secara oral untuk mengurangi

frekuensi kejadian.

e. L-Carnitine

L-Carnitine merupakan komponen seluler yang memiliki peran

penting dalam proses β-oksidasi asam lemak dan esterifikasi asam lemak

bebas yang mungkin diserap oleh CoA. Carnitine mentransfer asam lemak

rantai panjang melewati inner membrane mitokondria sebagai

acylcarnitine ester. Ester ini akan dioksidasi menjadi asetil CoA, yang akan

memasuki siklus krebs dan membentuk ATP melalui fosforilasi oksidatif.

Jaringan tertentu, seperti otot skeletal, jantung, dan hati

membutuhkan ATP dari hasil fosforilasi oksidatif. Carnitine dapat

mencegah deplesi CoA dan membuang kelebihan komponen asil yang

cenderung bersifat toksik, sampai sekarang belum ada metode

farmakologis untuk meningkatkan kadar CoA. Makanan merupakan 75%

sumber carnitine, 25% selebihnya disintesis dalam tubuh, terutama pada

otot, hati, dan ginjal. Otot skeletal mengandung 90% total carnitine tubuh.

Konsentrasi plasma carnitine diregulasi oleh reabsorbsi aktif pada tubulus

proksimal ginjal. Defisiensi carnitine primer karena defek sintesis atau

transport carnitine bukan merupakan bagian dari mitochondrial disease.

Namun, pasien dengan defek rantai respirasi cenderung mengalami

penurunan plasma carnitine dan peningkatan carnitine yang

tersesterifikasi. Hal ini mungkin menunjukkan gangguan β-oksidasi asam

lemak. Suplementasi carnitine pada kelainan mitokondria merupakan

penatalaksanaan umum yang ditujukan untuk mengembalikan kadar

carnitine dan membuang komponen asil yang bersifat toksik.

f. Asam folinic

Asam folinic adalah hasil reduksi dari asam folat. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa mitochondrial disease dapat menyebabkan

defisiensi folat sekunder pada otak, yang ditandai dengan rendahnya folat

dalam cairan serebrospinal. Mekanisme defisiensi folat dalam otak pada

mitochondrial disease masih belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat

postulate yang menyatakan defisiensi tersebut dikarenakan kegagalan

pembentukan ATP untuk transport aktif folat melewati sawar darah otak.

Page 9: Mitochondrial Disease Revisi

3. Interventional procedures

Pada sebagian besar pasien dengan mitochondrial disease, terdapat

pembatasan intervensi akut untuk mencegah perburukan penyakit dan

gejalanya. Beberapa individu dengan mitochondrial disease lebih sensitive

terhadap stress fisiologis, seperti dehidrasi, demam, pembedahan,

anesthesia, dan puasa atau starvasi yang lama. Selama stress,

dekompensasi sistemik yang cepat mungkin terjadi.

4. Pembedahan

Selama berpuasa sebelum dan sesudah operasi, katabolisme dapat

dicegah dengan menggunakan cairan IV yang mengandung dextrose, RL

tidak boleh diberikan.

a. Vagus nerve stimulation

Anak dengan mitochondrial disease sering mengalami kejang yang

tidak dapat diatasi dengan obat antiepilepsi. Terapi dengan vagus nerve

stimulation (VNS) telah dilaporkan efektif hanya pada 5 anak dengan

disfungsi transport electron.

b. Transplantasi organ

Sebagian besar mitochondrial disease melibatkan beberapa system

organ sehingga transplantasi satu organ saja belum dapat mengatasi

masalah. Namun, terdapat beberapa kondisi yang mana transplantasi

organ spesifik dapat dilakukan, seperti transplantasi hati (liver) pada

pasien dengan defisiensi transport electron.

5. Assistive devices

a. Implant cochlear

Kehilangan fungsi pendengaran dapat terjadi pada beberapa jenis

mitochondrial disease, sebagian besar berkaitan dengan mutasi mtDNA.

Mutasi A1555G muncul pada individu yang diperkirakan mengalami

penurunan fungsi pendengaran sebagai akibat dari paparan

aminoglycoside. Kehilangan pendengaran secara spontan berhubungan

dengan mutasi A3243 pada MELAS dan delesi mtDNA pada Kearns-Sayre

syndrome. Implant cochlear terdiri dari komponen eksternal, yang meliputi

microphone dan speech processor dengan radio frequency transducer,

Page 10: Mitochondrial Disease Revisi

dan bagian intracranial yang terdiri dari gulungan yang tersambung

dengan elektroda pada cochlea di bagian telinga dalam.

b. Cardiac pacemaker / defibrillator

6. Terapi dan olah raga

a. Olah raga

Intoleransi aktivitas merupakan masalah yang umum terjadi pada

pasien dengan mitochondrial disease. Keadaan ini akan mempengaruhi

kualitas hidup pasien. Latihan aerobic dapat meningkatkan toleransi

aktivitas, meliputi (i) meningkatkan penggunaan oksigen, (ii) efisiensi

metabolic yang lebih besar, (iii) adaptasi jantung, sirkulasi perifer dan otot,

(iv) meningkatkan biogenesis dan jumlah mitokondria, (v) meningkatkan

jumlah kompleks enzim pada system OXPHOS (Koene & Smeitink, 2009).

Pasien harus memulai olah raga dengan intensitas yang rendah, baru

kemudian ditingkatkan sesuai dengan kemampuan atau toleransinya

(Parikh, et al., 2009).

b. Terapi

Tujuan dari terapi ini bukan perubahan pada mitochondrial disease

yang dialami, tetapi untuk memaksimalkan kekuatan, mobilitas, dan fungsi

tubuh.

Koene & Smeitink (2009) menyatakan bahwa kebanyakan strategi terapi

mitochondrial disease saat ini dilakukan dengan berbasis genetik atau melabolik.

Strategi terapi ini meliputi (i) mencegah transmisi mtDNA dan defek gen nDNA

pada mitokondria, (ii) terapi gen, (iii) mengubah keseimbangan antara mt DNA

normal dan mutan, (iv) mengontrol regulasi dari regulator transkripsi spesifik, (v)

manipulasi metabolic.

1. Mencegah transmisi mtDNA dan defek gen nDNA pada mitokondria

Intervensi prenatal bertujuan untuk mencegah transmisi dari kelainan

mitokondria, meliputi (i) donor oosit, (ii) analisis mutasi pada amniocyte atau

villi chorionic, (iii) preimplantasi genetic diagnostic (PGD). Defek mtDNA

diturunkan melalui garis keturunan ibu, dan terapi penggantian oosit yang

terpengaruh dengan oosit yang tidak terpengaruh merupakan salah satu cara

untuk mencegah transmisi mtDNA. Analisis mutasi pada amniocyte atau villi

Page 11: Mitochondrial Disease Revisi

chorionic dapat dilakukan pada keluarga yang defek genetiknya telah

diketahui. PGD merupakan teknik yang digunakan untuk mendeteksi kelainan

genetic pada embrio (Koene & Smeitink, 2009).

2. Terapi gen

Kelainan genetik dapat diatasi dengan penggantian gen secara

langsung atau perbaikan gen mutan dengan memaipulasi gen yang

mengalami defek sehingga terjadi pergeseran keseimbangan antara mtDNA

mutan dan normal (Koene & Smeitink, 2009).

2.1 Menurunkan Load of Mutant mtDNA

Karena hampir semua kelainan pada mtDNA bersifat resesif,

terdapat berbagai strategi untuk mengurangi proporsi dari mtDNA mutan.

Telah diketahui bahwa stem sel otot (satellite cells) dan myoblast

mengandung mtDNA mutan pathogen dalam jumlah lebih sedikit

dibandingkan dengan sel otot yang telah matur. Hal ini menunjukkan

bahwa jumlah mtDNA mutan dapat diturunkan dengan ‘memaksa’ satellite

cells untuk berproliferasi. Salah satu cara untuk mencapai hal ini yaitu

dengan membatasi nekrosis otot dengan injeksi agen myotoxic, seperti

bupivacaine, diikuti dengan regenerasi otot. Pendekatan kedua yang

dapat dilakukan yaitu dengan menginduksi kerusakan sel dan selanjutnya

proliferasi satellite cells, melalui latihan isometric: kedua kondisi ini akan

diikuti dengan regenerasi serat otot yang memiliki load of mutation

rendah. Tipe pendekatan ini mungkin sangat berguna pada pasien

dengan myopathy yang disebabkan mutasi gen protein coding pada

mtDNA (Schon & DiMauro, 2003).

Untuk pasien dengan mutasi mtDNA sistemik, pendekatan

tersebut mungkin tidak efektif. Walaupun demikian, konsep pergeseran

heteroplasmik mungkin masih dapat digunakan jika agen dapat diberikan

pada semua sel yang terpengaruh. Sebagai contoh, pada pasien dengan

mutasi T8993G pada gen ATP6 menyebabkan NARP dan MILS, terdapat

penurunan dalam jumlah ATP yang disintesis. Mutasi ini terletak pada

domain transmembran yang sama dengan ATPase 6. Pertumbuhan

cybrids yang menyimpan mutasi T8993G dalam medium yang

mengandung galaktosa dan oligomyocin rendah menyebabkan

penurunan jumlah mutasi yang sedikit, tetapi signifikan dan bersifat

Page 12: Mitochondrial Disease Revisi

irreversible, dan terjadi peningkatan sintesis ATP pada sel tersebut

(Schon & DiMauro, 2003).

2.2 Allogenic therapy

Merupakan pendekatan genetic yang digunakan untuk

menggagalkan blockade transport electron yang disebabkan defesiensi

kompleks I OXPHOS pada sel hamster china. Jika dibandingkan dengan

mamalia, yeast respiratory chain tidak mengandung rotenone-sensitif

kompleks I. yeast mengoksidasi NADH, tapi fungsinya dilakukan oleh

rotenone- insensitive polypeptide yang terletak pada sitosol dan matriks

mitokondria (Schon & DiMauro, 2003).

Penelitian yang dilakukan di California menggunakan “internal”

Ndi1p untuk memotong defek pada kompleks I hamster sehingga

memungkinkan electron dari NADH memasuki rantai respiratori.

Transfeksi gen ND1 yang mengkode rotenone-insensitive internal

NADHquinone oxidoreductase ke dalam hamster china yang mengalami

defisiensi kompleks I menyebabkan ekspresi fungsional dari enzim dan

mengkatalis transfer electron dari NADH pada matriks menuju CoQ10

pada IMM. Seo, et al kemudian memperluas penelitian ini dengan

menunjukkan bahwa ND1 dapat diekspresikan dan berfungsi pada sel

manusia. Ndi1p dapat menyelamatkan defek pada sel manusia yang

disebabkan mutasi pada mtDNA yang mengkode ND4 (Schon & DiMauro,

2003).

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, muncul hipotesis

bahwa pendekatan serupa dapat digunakan untuk menggagalkan mutasi

pada kompleks lain, seperti kompleks IV atau COX (Schon & DiMauro,

2003).

2.3 Isogenic therapy

Meskipun belum diketahui cara transfeksi mitokondria asing pada

DNA eksogen, cara transfeksi mitokondria dengan protein eksogen telah

ditemukan. Pengetahuan ini mengarah kepada strategi untuk mengurangi

load of mutant polypeptide dengan mengambil versi normal dari mtDNA

mutan yang mengkode polipeptida dari gen yang telah mengalami

‘relokalisasi’ pada nucleus. Strategi dasar ini disebut allotropic expression

(Gambar 2).

Page 13: Mitochondrial Disease Revisi

Gambar 2. Ekspresi allotropic mtDNA yang mengkode ATP6 pada sel dari pasien dengan

NARP/MILS (Schon & DiMauro, 2003).

3. Mengubah keseimbangan antara mt DNA normal dan mutan

Heteroplasmi mitokondrial, keadaan dimana terdapat mtDNA normal

dan mutan pada sebuah sel, secara teoritik dapat digeser dengan

menurunkan jumlah copy mtDNA mutan yang ada. Dengan cara ini, kapasitas

produksi energy dapat digeser di atas ambang penyakit. Hal ini dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

a. Zinc finger (ZF) binding protein

ZF merupakan molekul besar yang membentuk ikatan berafinitas

tinggi dengan spesifik site dari DNA sehingga dapat menghambat

Page 14: Mitochondrial Disease Revisi

replikasi dan transkripsi dari DNA. Protein ZF dengan sekuens yang

beragam dan spesifik dapat digunakan sebagai pendekatan untuk terapi

heteroplasti mtDNA disease karena protein ZF akan terkonjugasi menjadi

domain nuclease yang secara selektif akan merusak mtDNA mutan.

b. Restriction endonuclease

Restriction endonuclease merupakan enzim yang secara selektif

dapat memecah dua untai DNA setelah pengenalan dari restriction site,

sebuah sekuens nukleotida yang spesifik.

c. Oligomer peptide nucleic acid (PNA)

Oligomer PNA merupakan analog dari asam nukleat. Oligomer PNA

ini secara teoritis dapat memblok transkripsi / translasi mtDNA. Masih

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui potensi dari

pendekatan ini (Koene & Smeitink, 2009).

d. Olah raga

Intoleransi aktivitas merupakan masalah yang umum terjadi pada

pasien dengan mitochondrial disease. Keadaan ini akan mempengaruhi

kualitas hidup pasien. Latihan aerobic dapat meningkatkan toleransi

aktivitas, meliputi (i) meningkatkan penggunaan oksigen, (ii) efisiensi

metabolic yang lebih besar, (iii) adaptasi jantung, sirkulasi perifer dan

otot, (iv) meningkatkan biogenesis dan jumlah mitokondria, (v)

meningkatkan jumlah kompleks enzim pada system OXPHOS (Koene &

Smeitink, 2009).

4. Mengontrol regulator transkripsi spesifik

Sirtuin merupakan salah satu kelas protein yang dapat meregulasi

berbagai fungsi seluler, seperti keseimbangan, masa hidup, dan metabolisme

genome. Terdapat tujuh sirtuin pada manusia (SIRT-7). Potensi terapeutik dari

sirtuin telah diteliti pada berbagai macam penyakit, termasuk mitochondrial

disease. Mencit yang diberi perlakuan dengan resveratrol menunjukkan

peningkatan kadar protein SIRT1 sehingga meng-upregulasi jumlah dan

fungsi mitokondria dan meningkatkan fungsi motor. Peningkatan kapasitas

aerobic juga terjadi yang ditunjukkan dengan peningkatan running time dan

konsumsi oksigen pada serabut otot. Resveratol juga mempertahankan

lingkungan redox dan menurunkan stress oxidative pada reperfusi injury

(Koene & Smeitink, 2009).

Page 15: Mitochondrial Disease Revisi

5. Manipulasi metabolic

Manipulasi metabolic dapat didefinisikan sebagai penggunaan

modifikasi diet atau terapi menggunakan molekul kecil untuk

mengkompensasi reaksi biologis (Koene & Smeitink, 2009).

a. Nutrisi

Fungsi mitokondria dipengaruhi oleh nutrisi. Perburukan fungsi

mitokondria sekunder ditemukan pada kondisi malnutrisi, seperti pada

anorexia nervosa dan kanker stadium akhir. Penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan perbaikan fungsi mitokondria dengan adanya

feeding yang optimal.

b. Pencegahan kerusakan oksidatif

Secara fisiologis, electron keluar dari kompleks I dan III system

OXPHOS. Electron ini mereduksi oksigen menjadi radikal bebas

superoxide yang sangat reaktif, yang dapat direduksi oleh SOD menjadi

hydrogen peroksida (H2O2) dan selanjutnya menjadi radikal hidroksil (OH)

yang sangat aktif. Sebagai akibatnya, kerusakan struktur intraseluler oleh

protein dan DNA yang teroksidasi mungkin terjadi. Akan tetapi, sel

mengandung ROS scavenging machinery yang efisien, termasuk enzim

seperti SOD. SOD adalah salah satu anti oksidan yang kuat, terdapat

pada sel mamalia.

Page 16: Mitochondrial Disease Revisi

Daftar Pustaka

Parikh, et al., 2009. A Modern Approach to the Treatment of Mitochondrial

Disease. Current Treatment Options in Neurology 11: 414-430

Koene, S., Smeitink, J., 2009. Mitochondrial medicine: entering the era of

treatment. Journal of International medicine 265: 193–209

Schon, E.A., DiMauro, S., 2003. Medicinal and Genetic Approaches to the

Treatment of Mitochondrial Disease. Current Medicinal Chemistry 10: 2523-

2533

Tuppen HAL, Blakely EL, Turnbull DM, Taylor RW. 2009. Mitochondrial DNA

Mutations and Human Disease. http://www.elsevier.com/locate/bbabio