nusantara infrastructure

7
Jalan tol di Makassar yang menghubungkan pelabuhan Soekarno-Hatta dengan kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Upload: dian-sari-pertiwi

Post on 21-Jul-2015

406 views

Category:

Business


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Nusantara Infrastructure

Jalan tol di Makassar yang menghubungkan pelabuhan Soekarno-Hatta dengan kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Page 2: Nusantara Infrastructure

fortune InDoneSIA53

M

foto

: do

k. n

usa

nta

ra in

fra

stru

ctur

e

MEMBANGUN JALAN UNTUK BERKEMBANG

MASIH LEKAT dalam ingatan M. Ramdani Basri, Chief Executive Officer (CEO) PT Nusantara Infrastructure, Tbk, di tahun 2006, ia harus mencari proyek yang dapat menghidupi perusa­haan. Selain itu, ia dan beberapa orang timnya pun melakukan roadshow ke beberapa lembaga pendanaan asing untuk mendapatkan suntikan modal. Meski banyak institusi keuangan yang me­miliki dana tidak terbatas dan tertarik berinves­tasi di sektor infrastruktur, mereka memilih perusahaan yang telah memiliki pengalaman dan portofolio, sebelum menggelontorkan dana.

Perusahaan yang dulu bernama PT Nusantara Konstruksi Indonesia itu juga sempat merugi di tahun 2009­2010. Di tahun 2009, perusahaan ini rugi Rp41,7 miliar dan pada tahun 2010 masih rugi sebesar Rp34,4 miliar. Dua tahun yang berat ini merupakan masa sulit bagi perusahaan. Tekanan suku bunga pinjaman dan rendahnya penjualan kendaraan menjadi penyumbang uta­ma kerugian di tahun 2009. Dua tahun merugi, menurut Ramdani menjadi cambuk bagi perusa­haan untuk mereformulasi strategi. Ia menahan sejumlah rencana ekspansi di tahun itu. Beberapa

rencana merger dan akuisisi pun ditunda.Perlahan tapi pasti, kerja keras itu kini mem­

buahkan hasil. Perusahaan yang dinakhodai Ramdani itu kini menjadi salah satu perusahaan yang terbilang sukses dalam industri infrastruk­tur. Pada kuartal I 2014 pendapatan Nusantara Infra structure naik 52,3% dari Rp68,8 miliar di kuartal I 2013 menjadi Rp 104,8 miliar. Pertum­buhan ini tidak lepas dari pendapatan sektor jalan tol yang mulai beroperasi di tahun 2011 dan menjadi penyumbang utama pendapatan sebesar Rp83,5 miliar. Cita­cita emiten berkode META ini cukup realistis. Luasnya wilayah Indonesia yang minim infrastruktur menjadi lahan hijau yang menjanjikan keuntungan. Tentu, Nusantara Infrastructure perlu berjuang ekstra keras untuk mencapai targetnya. Sebab, tidak banyak kemu­dahan­kemudahan dan insentif yang pemerintah berikan untuk menggarap sektor ini.

Walau demikian, Ramdani melihat sektor infrastruktur sesungguhnya masih terbuka lebar untuk digarap. “Meski 1.000 perusahaan didiri­kan untuk membangun proyek infrastruktur di Indonesia, tidak akan mampu menutupi kebutu­

KISAH NUSANTARA INFRASTRUCTURE, PERUSAHAAN RINTISAN YANG SEDANG MENJELMA

MENJADI PERUSAHAAN INFRASTRUKTUR TERINTEGRASI DI INDONESIA. Oleh Dian Sari Pertiwi

Page 3: Nusantara Infrastructure

fortune InDoneSIA54

NUSANTARA INFRASTRUCTURE

han infrastruktur di Indonesia,” ucapnya kepada Fortune Indonesia.

Inilah kemudian yang dijadikan landasan berpikir bahwa peluang di industri ini memang menjanjikan. Luas wilayah Indonesia yang fantastis terlebih dipisahkan oleh perairan, tak pelak membutuhkan ketersediaan infrastruktur untuk menghubungkan antarpulau dan daerah. Sayangnya, sedikit perusahaan yang serius meng­garap sektor bisnis ini. Besarnya nilai investasi

dan lamanya waktu balik modal menjadi faktor utama yang membuat pengusaha enggan masuk ke sektor ini. Nusantara Infrastructure satu di antara perusahaan infrastruktur yang bertahan. Targetnya, menjadi perusahaan infrastruktur terintegrasi di Indonesia. Untuk mencapai itu, Nusantara Infrastructure melahirkan anak­anak usaha yang bergerak di sektor infrastruktur selain jalan tol, seperti pengolahan air, minihidro hingga tower. Di tahun ini, bisnis pengolahan air

“Meski 1.000 perusahaan

didirikan un­tuk memba­ngun proyek infrastruktur di Indonesia,

tidak akan mampu

menutupi kebutuhan

infrastruktur di Indonesia”

M. Ramdani Basri

CEO PT Nusantara Infrastructure Tbk

M. Ramdani Basri

foto

: melisa w

ijaya

Page 4: Nusantara Infrastructure

fortune InDoneSIA55

Mtelah menyumbang Rp11,8 miliar. Begitu juga dengan tower, meski relatif baru, sektor ini telah menyumbang Rp9,9 miliar.

MERANGKAK KE posisi seperti sekarang, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ketika memulai dulu, Nusantara Infrastructure hanya mengandalkan satu lini usaha: jalan tol. Lalu, mereka mengubah strategi dengan memperbanyak portofolio dengan menggunakan dana hasil refinancing dari bank Mega. Sayang, Ramdani kesulitan mengingat berapa jumlahnya. Dana itu kemudian digunakan untuk memperbesar aset dan portofolio. Masa­masa itu Ramdani sebut sebagai masa akrobat bagi perusahaan. Ia harus memikirkan bagaimana agar perusahaan dapat berjalan.

Selain mengalami hambatan dari dalam karena kekurangan dana, faktor eksternal pun cukup membebani perusahaan. Saat Nusantara Infra­structure merintis, bisnis infrastruktur belum mendapatkan dukungan pemerintah dalam hal regulasi. Contohnya, waktu itu mereka mulai dengan bisnis operator jalan tol, ketidakjelasan aturan kenaikan tarif masih menjadi momok bagi para pelaku bisnis di sektor ini. Besarnya risiko yang dihadapi tidak sebanding dengan imbal balik hasil yang didapatkan. Karena bisnis infra­struktur membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun mesin pencetak uangnya. Misalnya, sektor jalan tol perlu waktu sedikitnya delapan tahun untuk balik modal.

“Aturan naiknya tarif jalan tol masih harus masuk ke parlemen dan memakan waktu,” kata Ramdani mengenang. Ketidakjelasan masa depan pendapatan ini yang menjadikan bisnis in­frastruktur punya sedikit pemain. Padahal, waktu dan biaya yang dibutuhkan tidak sedikit.

Tapi Nusantara Infrastructure yakin, bisnis ini layaknya mengkonstruksi mesin uang. Meski sulit, jika sabar dilakoni di masa depan mesin uang itu akan menghasilkan pundi­pundi uang bagi perusahaan.

Pada awal berdirinya, Nusantara Infrastructure baru memiliki dua buah aset jalan tol di Jakarta dengan nilai tidak lebih dari Rp350 miliar. Dua ruas jalan tol itu PT Bintaro Serpong Damai di Jakarta dan PT Bosowa Marga Nusantara di Makassar. Kini, sektor jalan tol menjelma sebagai mesin uang dan menyumbang 70% pendapatan perusahaan ini.

Nusantara Infrastructure masuk ke Bursa Efek

Indonesia (BEI) dengan cara backdoor listing. Delapan tahun lalu, PT Nusantara Konstruksi Indonesia membeli saham PT Metamedia Teknologi Tbk dan mengubah nama PT Nusan­tara Konstruksi Indonesia menjadi PT Nusantara Infrastructure. Menjadi salah satu perusahaan pu blik di BEI merupakan loncatan bagi Nusan­tara Infrastructure. Ini yang menjadi cikal bakal tumbuhnya bisnis perusahaan ini. Meski demiki­an, bukan berarti proyek datang menghampiri mereka seketika. Perusahaan ini harus berjibaku mencari proyek yang dapat digarap dan meng­hasilkan keuntungan.

“Waktu itu kami harus menawarkkan diri untuk menggarap proyek, beda dengan sekarang, proyek sampai antre,” kata Ramdani mengenang.

Ia juga bercerita bahkan untuk bertemu de­ngan group head bank pun sulit. Perusahaannya dianggap tidak bernilai. Meski demikian, Nusan­tara Infrastructure dengan aset Rp400 miliar memberanikan diri membeli sebagian saham pe­rusahaan yang memiliki aset Rp2,7 triliun. Meski tidak memiliki saham mayoritas, hal tersebut menurut Ramdani, dapat menambah portofolio perusahaan dan menjadikannya bernilai di mata lembaga pendanaan maupun investor.

Tahun 2009, right issue pun dilakukan untuk mendapatkan dana segar dan melepaskan diri dari kerugian perusahaan. Kala itu, 70% dari 15,2 miliar lembar saham diserap oleh fund asal Singa­pura, Infrastructure Growth Fund (IGF). Nilainya tidak kurang dari Rp1 triliun. Investasi tersebut hasil dari roadshow Nusantara Infrastructure ke beberapa perusahaan pendanaan asing.

Potum Mundi Infra-nusantara, salah satu bisnis pengolahan air

di Lampung.

foto

: d

ok

. nu

san

tar

a in

fra

str

uct

ur

e

Page 5: Nusantara Infrastructure

fortune InDoneSIA56

NUSANTARA INFRASTRUCTURE

SKerja sama dengan lembaga keuangan asing

tidak lantas membuat perusahaan ini merangkak naik. IGF kemudian menawarkan sahamnya ke berbagai perusahaan. Ramdani enggan membe­berkan detail, tapi di antara beberapa perusahaan yang tertarik, hanya Rajawali Group yang berha­sil karena menawarkan harga lebih tinggi.

SEJAK RAJAWALI GROUP masuk menjadi salah satu pemegang saham di tahun 2010, perusahaan ini terbilang moncer. Rajawali termasuk salah satu perusahaan yang memiliki reputasi baik di mata lembaga keuangan internasional. Ramdani bilang, dengan masuknya perusahaan milik Peter Sondakh itu, Nusantara Infrastructure lebih mudah mendapatkan akses pendanaan dari be­berapa lembaga keuangan internasional.

“Rajawali memang memiliki track record yang baik di mata lembaga keuangan dan pendanaan nasional maupun internasional, hal tersebut cu­kup membantu kami berekspansi,” kata Ramdani.

Pasca Rajawali masuk sebagai salah satu inves­tor, Nusantara Infrastructure fokus mengerjakan jalan tol. Ada tiga jalan tol yang dibangunnya, yakni Tol BSD, Jakarta Lingkar Barat (JLB), dan Jalan Tol Seksi Empat (JTSE) yang meng­hubungkan Maros­Makassar, Sulawesi Selatan. Selain itu, Nusantara Infrastructure mulai me­masuki bisnis operator pelabuhan di Lampung. Nusan tara Infrastructure bahkan sudah siap jika harus mengoperasikan infrastruktur energi berbasis sampah. Sejak dua tahun lalu, Ramdani mengung kapkan dirinya telah mengirim orang untuk mempelajari bisnis sektor ini di Thailand.

Jika di awal perkembangannya, Nusantara Infrastructure hanya fokus di bisnis jalan tol, kini ia melakukan banyak diversifikasi. Untuk melanggengkan strategi diversifikasi, Nusantara Infrastructure melakukan restrukturisasi perusahaan dengan membentuk divisi­divisi strategi bisnis unit.

Setiap tahun, Nusantara Infrastructure mela­hirkan satu sampai dua anak perusahaan baru dengan cara merger dan akuisisi. Strategi bisnis unit ini menjadi payung dari masing­masing anak usaha yang bergerak sesuai dengan sektornya. Strategi bisnis unit itu di antaranya, PT Marga Utama Nusantara membawahi jalan tol, PT Port­co Infranusantara membawahi pelabuhan, PT Potum Mundi Infranusantara membawahi sektor air, PT Energi Infranusantara dan PT Telekom Infranusantara yang menggarap sektor tower.

Baru­baru ini, perusahaan mulai merambah bisnis telekomunikasi di bawah anak usahanya PT Telekom Infrasnusantara dengan mengakuisi­si 705.686.608 lembar saham PT Tara Cell Intra­buana (Towerco) senilai Rp500 miliar. Targetnya dalam lima tahun, Nusantara Infrastructure akan memiliki sebanyak 3.000 tower di Indonesia. Sektor ini ditargetkan memberikan kontribusi sebesar 25% terhadap pendapatan.

Strategi akuisisi yang dilakukan adalah meng­ambil alih perusahaan bernilai aset dua sampai tiga kali lebih besar daripada total aset milik Nusantara Infrastructure sendiri. Meski tidak menjadi pemegang saham mayoritas, strategi tersebut dapat membalikkan nilai perusahaan menjadi lebih tinggi. Seperti akuisisi yang dila­kukan terhadap Towerco, telah menaikkan aset perusahaan sebesar 28,4%, bila pada akhir 2013 total aset senilai Rp2,57 triliun, pada kuartal I/2014 menjadi Rp3,3 triliun.

“Akuisisi bisnis adalah langkah yang sangat strategis untuk memperkuat bisnis infrastruktur perseroan dan meningkatkan net present value,” aku Ramdani.

Ketertarikan Rajawali Group membeli saham perusahaan ini tidak terlepas dari fakta bahwa Indonesia tertinggal dalam pembangunan infrastruktur. Malaysia yang luas wilayahnya lebih kecil dari Indonesia memiliki akses jalan tol sepanjang 3.500 KM, sedangkan Indonesia masih relatif tertinggal masih 1.000 KM.

“Karena prospeknya ke depan sangat baik, kami tertarik masuk ke bisnis infrastruktur,” kata Darjoto Setyawan, Managing Director PT

Jalan Tol BIntaro-Pondok Aren terbentang sepanjang 7,25 km.

foto

: do

k. n

usa

nta

ra in

fra

stru

ctur

e

Page 6: Nusantara Infrastructure

fortune InDoneSIA57

Membangun bisnis infrastruktur sama halnya seperti membangun bangsa. Karena, infrastruk­tur menjadi elemen utama dalam membangun ekonomi bangsa. Tidak sedikit perlambatan ekonomi terjadi karena kesulitan akses mendis­tribusikan barang dan jasa. Hitung­hitungan komersil jangka panjang dan sumber daya manu­sia menjadi dua agenda utama dalam bisnis ini. Terlebih bagi Nusantara Infrastructure yang me­miliki banyak anak usaha dengan sektor berbeda.

Menurut pengamat emiten infrastruktur, Teguh Hidayat, tidak banyak yang bertahan di bisnis ini mengingat cash flow­nya rendah. Selain itu, proses pembangunan membutuhkan waktu lama.

Terkait ekspansi, Teguh mengingatkan agar berhati­hati. Katanya, perusahaan yang terlalu cepat melakukan ekspansi dan akuisisi, umumnya tidak bertahan lama. Oleh karena itu, Nusantara Infrastructure, seharusnya lebih fokus dalam menggarap sektor infrastruktur. “Terlalu banyak lini bisnis, akan menyulitkan perusahaan untuk fokus mengembangkan masing­masing anak usahanya, ekspansi berlebih ini cenderung berbahaya,” kata Teguh.

Lain halnya pandangan Andre Maningkas. Ia bilang strategi diversifikasi justru menyehatkan aliran kas perusahaan. Sebab, mengandalkan jalan tol saja tidak cukup. “Perlu waktu yang lama untuk dapat uang di bisnis jalan tol, dengan membagi portofolio dapat mengamankan arus kas mereka,” kata Andre.

Menurut Andre, sejak lima tahun terakhir pe­rusahaan ini memiliki kinerja yang baik. Hal itu tidak terlepas dari pemilihan orang­orang yang mengurusi masing­masing lini bisnis di Nusan­tara Infrastructure.

Pemilihan dan penempatan orang menjadi prioritas Nusantara Infrastructure ketika masuk ke sektor bisnis yang baru. Hal tersebut diamini oleh Ramdani.

“Harus diakui, di beberapa posisi kami menem­patkan beberapa eksekutif asing karena lebih kompeten di sektor yang baru kami masuki seper­ti tower,” ungkap Ramdani.

Di sektor­sektor baru itu, Nusantara Infra­structure melakukan pembibitan sumber daya manusia dengan menggunakan tenaga asing atau pun tenaga dari perusahaan berpe ngalaman. Umumnya proses ini memakan waktu kurang lebih satu hingga dua tahun sampai sumber daya manusianya memiliki kemampuan yang sama dengan tim ahli.

Rajawali Corpora kepada Fortune Indonesia. Rajawali Group memang dikenal sebagai

perusahaan kakap yang mengerti bagaimana cara memoles bisnis yang hampir kandas menjadi bisnis yang berkinerja kinclong. Seperti di Nu­santara Infrastructre, setelah anak perusahaan Rajawali Group PT Hijau Makmur Sejahtera masuk, satu hal yang menjadi perhatian utama adalah masalah sumber daya manusia.

Meski Ramdani mengatakan tidak ada single majority dalam perusahaan, Rajawali Group ter­kesan dominan dalam Nusantara Infrastructure. Sebab selain Rajawali, Eagle Infrastructure selaku pemegang 21,66% saham merupakan lembaga pendanaan asing yang bermarkas di Hongkong. Praktis Rajawali selaku pemegang 21% saham menjadi penggerak roda bisnis ini. Ramdani juga tak menampik sejak Rajawali Group ma­suk, Nusantara Infrastructure jauh lebih mudah mendapatkan akses pendanaan dari berbagai lem­baga keuangan, baik dalam maupun luar negeri.

“Bisnis infrastruktur itu kan tidak mudah, selama ini Rajawali memang dikenal sebagai per­usahaan yang pandai memilih orang­orang kom­peten, lihat saja PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) yang diurus Rajawali menjadi lebih baik,” kata Andre Maningkas, peng amat emiten dari Buana Capital.

“Karena pros­peknya ke depan sangat baik, kami tertarik ma­suk ke bisnis infrastruktur”

Darjoto SetyawanManaging Director PT Rajawali Corpora

Darjoto Setyawan

foto

: g

ug

un

an

gg

un

i su

min

ar

to

Page 7: Nusantara Infrastructure

fortune InDoneSIA58

NUSANTARA INFRASTRUCTURE

Ramdani mengungkapkan, model pengemba­ngan bisnis yang ia lakukan adalah bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk partner asing. Sebab, walau bagaimana pun, kemampuan mere­ka mengelola sektor infrastruktur selain jalan tol lebih baik. Misalnya, untuk masuk ke sektor pelabuhan, Nusantara Infrastructure meng­gandeng Lui Drivers, operator pelabuhan dan komoditas asal Perancis. Begitu juga di sektor telekomunikasi bekerja sama dengan Providence Equity sebuah perusahaan telekomunikasi asal Amerika yang memiliki tidak kurang dari 2.800 tower di India. Selain itu, di sektor jalan tol Nus­antara Infrastructure pun menggandeng Capital Advisors Partners Asia Pte Ltd (CapAsia) sebagai mitra strategis dalam pengoperasian jalan tol.

Kerja sama seperti ini saling menguntungkan, terutama bagi Nusantara Infrastructure. Selain mendapatkan suntikan dana dengan menjual sebagian saham, ia juga belajar pada karyawan perusahaan mitra yang dipekerjakan.

Meski demikian, pembatasan kepemilikan partner asing dibatasi. Dalam setiap divestasi yang dilakukan, umumnya kepemilikan pihak asing tidak lebih dari 30%.

Tidak hanya di level atas, pembibitan sum­ber daya manusia pun dilakukan di level bawah se perti office boy. Di Nusantara Infrastructure, office boy memiliki kesempatan beasiswa un­tuk melanjutkan kuliah. Dengan program ini, diharapkan loyalitas karyawan akan tumbuh signifikan. Dalam setiap kebutuhan lowongan pe­kerjaan baru, Nusantara Infrastructure membuka kesempatan bagi karyawan internal terlebih da­hulu, baru membukanya kepada pihak eksternal.

Loyalitas itu yang kemudian akan membangun budaya perusahaan dan memperkokohnya. Meski budaya perusahaan telah dibangun sejak awal, namun Nusantara Infrastructure kerap mengala­mi hambatan­hambatan internal dalam menye­suaikan budaya perusahaan yang baru diakuisisi.

“Proses penyesuaian ini umumnya berlangsung antara satu hingga dua tahun,” kata Ramdani.

Selama proses itu, Nusantara Infrastructure mengutus orang yang khusus ditugaskan untuk membangun budaya di perusahaan yang baru diakuisisi. Salah satunya, saat Nusantara Infrastructure baru saja mengakuisisi perusahaan pengolahan air di Medan, ia mengutus dua orang di jajaran top management untuk menyesuaikan budaya perusahaan baru dengan Nusantara Infrastructure.

foto

: do

k. n

usa

nta

ra in

fra

stru

ctur

e

Salah satu menara telekomunikasi milik PT Nusantara Infrastructure di Medan, Sumatera Utara.

“Kami terbiasa kerja cepat, sedangkan perusahaan di daerah itu umumnya cenderung lamban. Untuk menyesuaikan pola seperti itu, kami tempatkan orang­orang dari Jawa di sana,” kata Ramdani.

Andre menyebut selain CEO Ramdani, Chief Officer Operational (COO) Nusantara Infra­structure Danni Hasan merupakan orang yang cepat menduduki berbagai posisi senior pada beragam perusahaan terkemuka di bidangnya, seperti manufaktur, minyak dan gas, serta sekuri­tas, termasuk PT Akzo Coating Indonesia, Sigma Batara, dan PT Asamera Oil Indonesia.

Ramdani mengatakan, tahun ini menjadi momen bagi Nusantara Infrastructure untuk take off. “Sekarang kami siap mengakuisisi perusahaan yang nilainya dua sampai tiga kali lebih besar daripada aset yang kami punya,” tandas pria berkacamata itu.