pemilihan nutrisi pada kolam aerasi unit … · in accordance with ongoing development of pt. xxx,...
TRANSCRIPT
PEMILIHAN NUTRISI PADA KOLAM AERASI
UNIT PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
MENGGUNAKAN PERHITUNGAN C, N DAN P
(STUDI KASUS PT. XXX)
UTAMI UMUL MU’MIN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan skripsi berjudul Pemilihan Nutrisi pada Kolam
Aerasi Unit pengolahan Limbah Cair Menggunakan Perhitungan C, N dan P
(Studi Kasus di PT. XXX) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Utami Umul Mu’min
NIM F34090076
ABSTRAK
UTAMI UMUL MU’MIN. Pemilihan Nutrisi pada Kolam Aerasi Unit pengolahan
Limbah Cair Menggunakan Perhitungan C, N dan P (Studi Kasus di PT. XXX).
Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan SUPRIHATIN.
Seiring dengan perkembangan yang terus dilakukan oleh PT. XXX
ditemukan berbagai masalah dalam proses pengolahan limbah cair. Salah satunya
adalah penentuan nutrisi yang tepat untuk limbah cair yang dihasilkan. Pada
penelitian sebelumnya telah dianalisis karakterisasi serta pengoptimasian proses
pengolahan limbah cair yang berpusat pada sistem aerasi. Selanjutnya melalui
penelitian ini akan dilakukan pemilihan nutrisi yang mampu memberikan kinerja
terbaiknya dalam menurunkan kandungan organik pada limbah cair. Dosis
pemberian nutrisi yang benar diperlukan untuk mengoptimalkan proses degradasi
senyawa organik yang ada dalam limbah. Dari uji kandungan COD pada limbah
setelah aerasi dengan penambahan sampel nutrisi 2 sebanyak 500 mg/L dengan
urea dan NPK masing-masing sebesar 107.99 mg/L dan 127.5 mg/L didapatkan
persentase penurunan COD tertinggi 86.52 %. Persentase penurunan TSS tertinggi
diperoleh dari penggunaan sampel nutrisi 2 sebesar 70.09 %.
Kata kunci: limbah cair, aerasi, nutrisi.
ABSTRACT
UTAMI UMUL MU’MIN. Nutrition Selection at Aerated Waste Water Pond
Beyond on C, N and P Value. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and
SUPRIHATIN.
In accordance with ongoing development of PT. XXX, various problems in waste
water management has been appeared. One of them is the selection of nutrient that
is the most suitable for generated liquid waste. The previous research had
analyzed the characterization and optimation of waste water treatment based on
aeration system. This research was conducted to select the nutrients that were
most suitable to decrease organic content. The optimum dose of nutrition is
necessary to optimise process of organic content degradation. Research results
showed that nutrient samples 2 with the dose 500 mg/L also urea and NPK as
107.99mg/L and 127.5 mg/L resulted in the highest value of COD decrease,
namely 86.52 %. Nutrient samples 2 showed the highest TSS decrease namely
70.09 %.
Keywords: liquid waste, aeration, nutrients.
PEMILIHAN NUTRISI PADA KOLAM AERASI UNIT
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN
PERHITUNGAN C, N dan P
(STUDI KASUS PT. XXX)
UTAMI UMUL MU’MIN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pemilihan Nutrisi pada Kolam Aerasi Unit pengolahan Limbah
Cair Menggunakan Perhitungan C, N dan P (Studi Kasus di
PT.XXX)
Nama : Utami Umul Mu’min
NIM : F34090076
Disetujui Oleh
(Prof.Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti) (Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin)
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
(Prof.Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti)
Ketua Departemen
Tanggal lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Agustus 2013
ini ialah limbah cair, dengan judul Pemilihan Nutrisi pada Kolam Aerasi Unit
pengolahan Limbah Cair Menggunakan Perhitungan C, N dan P (Studi Kasus di
PT. XXX).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof.Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti dan
Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin selaku pembimbing, serta Bapak Arie Suryadiredja
yang telah banyak memberi masukan selama penulis melakukan penelitian di unit
Waste Water Treatment Process PT. XXX. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas do’a dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bemanfaat.
Bogor, Februari 2014
Utami Umul Mu’min
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 3
METODE ................................................................................................................ 3
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 3
Bahan ............................................................................................................. 4
Alat ................................................................................................................ 4
Metode ........................................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 5
Kondisi Umum Unit Pengolahan Limbah Cair ............................................. 5
Karakterisasi Nutrisi Sampel ......................................................................... 8
Perhitungan Dosis optimal Nutrisi 9
Pemilihan Nutrisi Berdasarkan Kinerja ....................................................... 10
Pemilihan Nutrisi Berdasarkan Biaya .......................................................... 17
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 18
Simpulan ...................................................................................................... 18
Saran ............................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 33
DAFTAR TABEL
1 Karakterisasi nutrisi cair 9
2 Dosis optimum penambahan nutrisi cair taraf 1 9
3 Dosis optimum penambahan nutrisi cair taraf 2 dan taraf 3 10
4 Perbandingan nilai pH dari masing-masing percobaan aerasi 14
5 Perbandingan biaya pengolahan kebutuhan nutrisi 17
6 Perbandingan biaya nutrisi per m3 18
DAFTAR GAMBAR
1 Sampel nutrisi cair yang digunakan (a) sampel nutrisi existing (b)
sampel nutrisi 1 (c) sampel nutrisi 2 (d) sampel nutrisi 3 8
2 Grafik penurunan nilai COD pada taraf dosis 1 11
3 Grafik penurunan nilai COD pada taraf dosis 2 12
4 Grafik penurunan nilai COD pada taraf dosis 3 13
5 Grafik penurunan nilai TSS pada taraf dosis 1 14
6 Grafik penurunan nilai TSS pada taraf dosis 2 15
7 Grafik penurunan nilai TSS pada taraf dosis 3 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Metode analisis Chemical Oxygen Demand 21
2 Perhitungan dosis optimal pada nutrisi sampel 22
3 Data hasil percobaan aerasi 26
4 Diagram Alir Proses Pengolahan limbah 28
5 Perhitungan biaya nutrisi per kg COD removal 29
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Limbah cair merupakan campuran dari air dan bahan pencemar yang
terbawa oleh air dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi, yang terbuang dari
sumber dosmestik dan sumber industri. Pada umumnya zat-zat terlarut yang
terkandung dapat membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu
lingkungan hidup. Sumber domestik meliputi perkantoran, perumahan, dan
perdagangan. Air limbah yang berasal dari sumber industri memiliki sifat yang
bervariatif tergantung dari bahan baku serta bahan aditif yang digunakan juga
pemakaian air dalam proses. Limbah cair yang dihasilkan tidak dapat langsung
dibuang ke badan air karena harus diolah terlebih dahulu untuk dapat memenuhi
baku mutu air buangan yang dapat dibuang ke lingkungan sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Kriteria umum untuk setiap proses pengolahan limbah adalah
pemenuhan baku mutu yang berlaku disertai dengan biaya pengolahan yang
minimum.
PT. XXX merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri.
Perusahaan ini memproduksi kecap, dan berbagai macam produk minuman RTD
(Ready To Drink). PT. XXX merupakan salah satu perusahaan industri makanan
yang sudah peduli akan limbah yang dihasilkan dari setiap kegiatan industrinya.
Hal ini dibuktikan dengan adanya sistem pengolahan dan penanganan untuk
seluruh limbah yang dihasilkan. Penelitian ini berfokus pada permasalah yang ada
di unit pengolahan limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh PT. XXX
berasal dari sisa bahan baku, sisa pelarut dan bahan aditif, produk terbuang dan
gagal, pencucian dan pembilasan peralatan, blowdown beberapa peralatan seperti
kettle boiler dan sistem air pendingin, serta sanitary wastes.
Unit pengolahan limbah cair mempunyai tiga proses utama dalam sistem
pengolahannya, yaitu pengolahan secara fisika, pengolahan secara biologis, dan
pengolahan secara kimia.Seiring dengan berbagai perkembangan yang dilakukan,
khususnya pada unit pengolahan limbah cair ditemukan kendala dalam proses
pengolahan limbah cair secara biologis yang berjalan saat ini. Proses pengolahan
limbah cair secara biologis yang digunakan oleh PT. XXX merupakan proses
pengolahan dengan sistem lumpur aktif. Proses pengolahan secara biologi sangat
umum digunakan melihat dari nilai ekonomisnya (Athanasopoulos 1990). Proses
ini memanfaatkan biakan tersuspensi dalam bentuk lumpur aktif.
Ditemukan masalah dari proses pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif
di PT. XXX yaitu penggunaan nutrisi cair saat ini dirasa tidak dapat menurunkan
kandungan senyawa organik pada limbah cair secara optimum seiring dengan
tingginya biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
untuk mencari nutrisi lain yang dapat diterapkan di kolam aerasi unit pengolahan
limbah cair berdasarkan beberapa parameter kimia yang ditentukan.
Setiap unsur nutrisi mempunyai peran tersendiri dalam fisiologi sel. Nutrisi
sebagai bahan makanan yang digunakan oleh sel aktif dalam lumpur aktif dapat
berfungsi sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor atau
donor elektron. Secara garis besar bahan makanan terbagi menjadi tujuh golongan
2
yakni air, sumber energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron, sumber
mineral, faktor tumbuh, dan sumber nitrogen. Nutrisi menjadi faktor yang sangat
penting untuk mencapai penanganan limbah secara biologi yang memuaskan.
Pemberian nutrisi harus dilakukan dengan tepat untuk mencegah eutrofikasi
karena kebanyakan limbah biasanya terdapat kelebihan nitrogen, phospor dan
unsur kelumit lainnya.
Senyawa aerobik menghasilkan sedikit lumpur sehingga kebutuhan senyawa
nitrogen dan phospor untuk pertumbuhan biomassa sedikit, namun pada
kebanyakan limbah cair jumlah kebutuhan nutrien sering tidak mencukupi. Oleh
sebab itu, sering diperlukan penambahan senyawa nitrogen dan phospor. Secara
umum, untuk menjaga agar aktivitas metanogenik maksimum disarankan bahwa
konsentrasi nitrogen, phospor, dan sulfur dalam fase cair berturut-turut tidak
kurang dari 50 mg/l, 10 mg/l dan 5 mg/l. Nitrogen dalam air limbah pada
umumnya terdapat dalam bentuk organik dan jika terdegradasi oleh bakteri akan
berubah menjadi nitrogen amonia.
Pemberian nutrisi menjadi suatu hal yang penting dalam penanganan limbah
cair secara biologis di PT. XXX. Pemberian nutrisi di PT. XXX dilakukan pada
saat aerasi. Nutrisi yang diberikan ini berupa larutan nutrisi dari supplier yang
telah dihitung nilai nitrogennya pada penelitian pendahuluan.Dosis pemberian
nutrisi yang benar diperlukan untuk mengoptimalkan proses degradasi senyawa
organik yang ada dalam limbah. Nutrisi ini digunakan mikroorganisme untuk
hidup sehingga dapat mendegradasi senyawa organik. Saat ini PT. XXX masih
mencari penggunaan nutrisi yang paling tepat dengan dosis yang optimal sehingga
proses pendegradasian kandungan senyawa organik dapat berjalan optimal. Maka
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dosis pemberian nutrisi yang efektif
terhadap penurunan senyawa organik.
Pada penelitian sebelumnya telah dianalisis pengoptimasian proses
pengolahan limbah cair yang berpusat pada sistem aerasi. Selanjutnya melalui
penelitian ini akan dilakukan pemilihan nutrisi yang mampu memberikan kinerja
terbaik dalam menurunkan kandungan senyawa organik pada limbah cair dengan
perhitungan perbandingan kandungan C:N:P pada limbah cair selama proses
aerasi.
Ada suatu teori perbandingan pengumpanan nutrisi dalam pengolahan
limbah secara aerob untuk membuat kondisi nutrisi yang ideal bagi pertumbuhan
dan perkembangbiakan bakteri, sehingga beban atau polutan yang terkandung
dalam limbah secara optimal dapat diturunkan. Perhitungannya menggunakan
rumus C:N:P = 200:5:1 untuk memperoleh pengolahan limbah yang efisien (Sakti
2005). Dimana nilai C mewakili nilai COD yang terkandung, sedangkan nilai N
dan P merupakan nilai nitrogen dan phospor yang harus disediakan kedalam
lingkungan pengolahan limbah agar bakteri mampu bekerja optimum. Perhitungan
di atas dirancang untuk menjamin nutrien yang cukup dalam laju penanganan
biologik yang tinggi.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengkarakterisasi masing-masing nutrisi sampel.
2. Menganalisis kebutuhan dosis optimal masing-masing nutrisi sampel.
3. Menentukan nutrisi yang paling tepat digunakan dalam proses aerasi pada
unit pengolahan limbah cair.
Manfaat Penelitian
Proses pemberian nutrisi pada kolam aerasi harus memenuhi dosis yang
tepat sesuai dengan perbandingan C:N:P = 200:5:1 sehingga proses
pendegradasian kandungan senyawa organik dari limbah cair dapat berjalan
efektif. Hal ini juga dapat menghindari keborosan dalam penggunaan nutrisi
sehingga tidak ada biaya berlebih yang dikeluarkan, sesuai dengan prinsip utama
proses pengelolaan dan pengolahan limbah.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengukuran kandungan senyawa organik
yang terkandung dalam limbah cair sebelum dan sesudah diberi perlakuan.
Perlakuan yang akan dilakukan meliputi aerasi, settling, dan effluent. Perlakuan
tersebut disesuaikan dengan keadaan yang ada pada unit pengolahan limbah cair
PT. XXX. Proses aerasi yang akan dilakukan yaitu mengontakkan limbah cair
dengan lumpur aktif menggunakan bantuan udara, waktu kontak untuk aerasi ialah
4 jam. Proses settling dilakukan untuk memisahkan kembali limbah cair dengan
lumpur aktif, proses pemisahan dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi.
Settling akan dilakukan selama 1 jam. Selanjutnya proses effluent merupakan
proses pembuangan limbah cair. Pada proses ini diambil sampel limbah cair
secukupnya untuk dianalisis kandungan organiknya. Parameter yang dianalisis
meliputi nilai COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solid),
DO (Dissolved Oxygen) dan pH.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 hingga Agustus 2013. Tempat
penelitian dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah PT. XXX dan
Laboratorium Teknik Manajemen Lingkungan, Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
4
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair dari balance
tank dan CSAS (Cyclic Sequencing Aerobic System) tank unit pengolahan limbah
cair PT. XXX, sampel nutrisi cair yang diterima PT. XXX, dan berbagai bahan
kimia yang diperlukan untuk menganalisis nilai COD dan total kadar nitrogen.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah bak kaca, aerator, gelas
ukur 1000 ml, pipet volumetrik, erlenmenyer 150 ml, labu kjehdal, hot plate,
neraca analitik, pendingin refluks, buret, spektrofotometer, DOmeter, dan
pHmeter.
Metode
Penelitian ini terdiri atas beberapa bagian, yaitu persiapan bahan dan alat,
karakterisasi fisik nutrisi cair, identifikasi kebutuhan dosis optimal nutrisi,
percobaan aerasi sesuai dosis optimal, seleksi nutrisi, pengolahan dan analisis
data. Karakterisasi fisik nutrisi cair dilakukan sebagai tahapan awal dalam
penelitian, dengan mencari berbagai karakter fisik yang dapat diukur secara
langsung ataupun didapat dari data sekunder. Identifikasi kebutuhan dosis optimal
nutrisi dilakukan dengan menghitung kandungan karbon, nitrogen, dan fosfor
yang harus dipenuhi saat aerasi sesuai perhitungan C:N:P = 200:5:1.
Percobaan aerasi dilakukan dengan dua tahap yaitu proses aerasi dan proses
settling. Pada proses aerasi dicampurkan limbah cair dan lumpur aktif pada kolam
kaca bervolume 10 L untuk diberi aliran udara selama 4 jam, pemberian aliran
udara dibantu dengan menggunakan aerator. Pada proses settling campuran
limbah tersebut didiamkan untuk mengendap selama 1 jam, proses ini dilakukan
untuk memisahkan limbah cair dengan lumpur aktif. Pada saat settling juga dilihat
kecepatan pengendapan dari flok yang terbentuk sebagai salah satu parameter
keberhasilan proses aerasi. Percobaan aerasi dilakukan untuk setiap taraf dosis
penambahan nutrisi yang didapat.
Pada tahapan akhir penelitian dilakukan seleksi nutrisi dimana dilihat
perbandingan kinerja dari tiap nutrisi cair berdasarkan nilai parameter kimia dari
masing-masing outlet setelah percobaan aerasi. Parameter kimia yang diamati
ialah persentase penurunan nilai COD, persentase penurunan nilai TSS dan pH
dari outlet. Nilai DO diamati ketika proses aerasi berlangsung. Pengukuran nilai
COD menggunakan metode refluks, pengukuran nilai TSS dilakukan dengan
spektrofotometer, pengukuran nilai pH dengan pHmeter, dan pengukuran nilai DO
diukur dengan DOmeter. Untuk metode analisis dari masing-masing parameter
kimia dapat dilihat pada Lampiran 1.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Unit Pengolahan Limbah Cair
Pada unit pengolahan limbah cair di PT. XXX, teknik pengolahan limbah
cairnya terbagi menjadi 3 metode pengolahan yaitu pengolahan secara fisika,
biologi, dan kimia. Pengolahan fisika pada dasarnya mengolah limbah cair dengan
memisahkan padatan dari cairannya dengan proses screening, penyaringan
(filtration), sentrifugasi, dan sedimentasi. Proses pengolahan secara fisika disebut
juga sebagai proses pengolahan pertama (primary treatment). Pengolahan pertama
bertujuan untuk menghilangkan zat-zat yang bisa mengendap seperti suspended
solid, zat yang mengapung seperti lemak, dan partikel-partikel padatan yang
berukuran besar. Selanjutnya air limbah akan dialirkan ke balance tank.
Pengolahan secara fisika di PT. XXX meliputi proses pengendapan pertama
dan dilanjutkan proses pengendapan kedua. Pada pengendapan pertama air limbah
hasil produksi akan masuk ke dalam pre-clarifier yang berfungsi sebagai alat
sedimentasi zat padat atau partikel-partikel yang ukurannya besar. Pada
prinsipnya cara kerja bak pengendap pertama adalah mengurangi partikel padat
dalam air buangan dengan cara mengendapkan pada suatu tangki selama waktu
tertentu sehingga terendapkan sekaligus mengurangi kekeruhan dan beban
organik. Selanjutnya air limbah akan dialirkan ke clarifier sebagai bak pengendap
kedua. Pada clarifier air limbah akan kembali mengalami pengendapan untuk
partikel-partikel yang tidak dapat tersedimentasi oleh pre-clarifier.
Proses pengolahan biologi merupakan pengolahan limbah cair dengan
menggunakan bantuan mikroorganisme aerobik maupun anaerobik.
Secara umum proses reaksinya menjadi :
1. Sistem aerobik
Polutan organik + O2 + nutrien + mikroorganisme aerobik >> CO2 + H2O +
panas + mikroorganisme aerobik baru
2. Sistem anaerobik
Polutan organik + nutrien + mikroorganisme anaerobik >> CH4 + CO2 +
panas + mikroorganisme anaerobik baru
Proses pengolahan secara biologi yang digunakan oleh PT. XXX yaitu
menggunakan bantuan mikroorganisme aerobik, sehingga proses yang digunakan
yaitu proses aerasi dengan menggunakan lumpur aktif. Lumpur aktif merupakan
padatan organik yang mengalami peruraian secara hayati sehingga terbentuk
biomassa aktif yang mampu merombak partikel dan kemudian membentuk massa
yang mudah mengendap (Ginting 2001). Pada prinsipnya proses pengolahan
lumpur aktif merupakan proses aerobik dimana senyawa organik akan dioksidasi
menjadi CO2 dan H2O, NH4 dan sel biomassa baru. Proses transformasi
kandungan organik dalam limbah cair merupakan salah satu prasyarat untuk
meningkatkan efisiensi pengolahan limbah cair (Tai-lee hu 2004). Untuk suplai
oksigen diberikan dengan menghembuskan udara secara mekanik. Dengan
tersedianya udara dapat meningkatkan peranan mikroorganisme dalam
mendegradasi senyawa organik.
6
Secara umum aerasi adalah proses yang dilakukan untuk meningkatkan
kontak antara udara dengan limbah cair, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi
oksigen di dalam air limbah. Proses aerasi ini penting dalam pengolahan limbah
cair yang memanfaatkan bakteri aerob. Bakteri aerob adalah bakteri yang mutlak
memerlukan oksigen bebas untuk proses metabolismenya. Unit pengolahan
limbah di PT. XXX menggunakan tipe aerasi secara mekanik dengan bantuan
blower pada dasar kolam aerasi. Proses aerasi di PT. XXX dilakukan pada tangki
CSAS (Cyclic Sequences Aerobic System).
Ada dua proses yang berlangsung dalam CSAS Tank yaitu proses aerasi dan
settling. Pada proses aerasi air limbah akan mendapatkan tambahan oksigen dan
nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pengurai bahan organik. Proses
aerasi berlangsung secara batch, selama empat jam. Proses aerasi di unit
pengolahan limbah PT. XXX menggunakan aerator bersifat injection. Pengadukan
pada lumpur aktif bertujuan untuk membentuk flok biomassa berukuran lebih
besar dan mempunyai berat sehingga lebih mudah diendapkan. Pengadukan
dibutuhkan untuk mencampur organisme, oksigen dan nutrien. Waktu tinggal atau
lamanya waktu untuk proses aerasi yaitu 4 jam.
Waktu tinggal cairan di dalam reaktor adalah salah satu parameter penting
untuk mendesain sistem penanganan limbah cair. Pengaruh waktu tinggal
terhadap kinerja reaktor akan mempengaruhi parameter lain seperti tingkat laju
pembebanan, stabilitas reaktor dan penurunan kandungan organik. Waktu ini di
dalam bioreaktor menunjukkan lama kontak antara mikroorganisme dengan
limbah cair. Secara umum, waktu tinggal minimum untuk proses pengolahan
limbah cair dengan menggunakan lumpur aktif adalah 4-8 jam (Foster 1985).
Proses kedua adalah settling. Air limbah didiamkan selama 60 menit untuk
memisahkan air limbah dengan lumpurnya. Lalu air limbah akan dialirkan ke
dalam effluent tank. Sedangkan sebagian besar lumpur aktif akan dikembalikan
kembali ke dalam CSAS Tank sebagai return sludge. Proses pengembalian
lumpur aktif bertujuan agar konsentrasi mikroorganisme dalam tangki aerasi tetap
sama, kemudian sisa dari lumpur dikeluarkan ke sludge tank sebagai excess
sludge. Setelah kedua proses selesai dilakukan, air limbah akan dialirkan ke dalam
effluent tank, proses ini memerlukan waktu selama 60 menit. Kedua proses yaitu
aerasi dan settling dikontrol secara otomatis oleh PLC (Programmable Logic
Control) sistem.
Lumpur aktif yang digunakan untuk proses aerasi saat ini sedang dalam
kondisi yang tidak sehat, dimana flok lumpur yang terbentuk halus dan tidak
mudah mengendap. Jika lumpur sedang kontak dengan limbah cair saat proses
aerasi akan terjadi foaming. Jika dilihat dari parameter kritikalnya. kondisi yang
ada saat ini di dalam tangki CSAS tempat proses pengolahan biologi limbah cair
mengalami penurunan efisiensi.
Kondisi lainnya yang terjadi pada saat aerasi meliputi bulking sludge dan
white foaming. Bulking sludge merupakan gejala membesarnya lumpur mikroba
tanpa disertai berat yang cukup sehingga membuat lumpur tampak gembur. Hal
ini akan membuat nilai SS (Suspended Solid) di effluent tinggi dan menurunkan
efisiensi pengolahan. White foaming terjadi ketika adanya penampakan busa putih
di permukaan bak aerasi. Penyebabnya beban organik yang terkandung dalam
limbah cair tidak sebanding dengan mikroba aerobik sehingga membuat nilai F/M
> 0.2 mg/L, penyebab lain lumpur aktif didominasi oleh bakteri muda.
7
Berdasarkan pengamatan tersebut maka dapat dirangkum keadaan proses
pengolahan aerasi saat ini menghasilkan nilai SS di effluent yang tinggi, nilai F/M
>0.2 mg/L, lumpur aktif yang didominasi bakteri muda, nilai pH yang cenderung
asam. Kesemuanya menyebabkan penurunan efisiensi pengolahan, dimana nutrisi
yang digunakan saat ini hanya mampu menurunkan nilai COD < 50 %.
Proses pengolahan yang terakhir yaitu proses pengolahan secara kimia,
proses ini dilakukan setelah proses pengolahan secara biologi, hal ini
dimaksudkan karena pada proses pengolahan biologi yang dilakukan dengan
sistem lumpur aktif dapat diketahui bahwa lumpur aktif dapat terbawa dalam
outletnya. Hal ini dapat membuat nilai TSS dari outlet lebih tinggi. Lin et al
(1990) pernah menunjukkan kemampuan proses pengolahan secara kimia, yaitu
proses koagulasi dapat mengontrol konsentrasi dari nilai TSS dibawah batas yang
ditentukan. Proses pengolahan secara kimia melibatkan penambahan zat kimia
untuk mengurangi dan menghilangkan kandungan zat merugikan yang terkandung
dalam limbah cair, dengan cara mengendapkan atau mengoksidasi unsur atau
senyawa tersebut. Zat merugikan yang dimaksud, seperti partikel koloid, logam
berat, senyawa phospor dan zat organik beracun.
Proses pengendapan dengan penambahan bahan-bahan kimia sangat efektif
untul menghilangkan partikel-partikel yang tak larut dan sampai tingkat tertentu
untuk menghilangkan partikel koloid. Sehingga dapat sekaligus menghilangkan
warna dari air limbah. Proses yang dilakukan dapat meningkatkan nilai penyisihan
TSS, COD dan populasi bakteri yang terbawa dari sistem pengolahan sebelumnya
(Tchobanoglous 1991). Tingkat penyisihan polutan dapat mencapai 60-85 %.
Proses pengolahan limbah secara kimia di PT. XXX meliputi proses
koagulasi dan flokulasi. Proses koagulasi bertujuan untuk menghilangkan material
di dalam air limbah yang berwujud koloid maupun tersuspensi. Pada proses
koagulasi biasanya dilakukan proses penambahan unsur kimia disertai proses
pengadukan (Semerjian 2003). Sedangkan proses flokulasi bertujuan untuk
mendukung proses tumbukan partikel-partikel kecil sehingga akan diperoleh
partikel yang lebih besar dengan kemampuan untuk mengendap yang lebih besar.
Koloid merupakan partikel berukuran 1nm (10-7
cm)–0,1nm (10-8
cm).
Partikel koloid tidak dapat mengendap sehingga tidak dapat dihilangkan oleh
proses pengolahan fisika. Partikel koloid umumnya bermuatan negatif, sehingga
untuk menghilangkan kestabilannya (zeta potensial = 0), koagulan yang
ditambahkan harus bermuatan positif (Eckenfelder 1989). Pada proses koagulasi
dilakukan pengadukan cepat kemudian dilanjutkan dengan pengadukan lambat
pada flokulasi. Pengadukan pada proses flokulasi berjalan lebih lambat karena
pada saat inilah flok terbentuk, pengadukan yang lambat menjaga agar tidak
terjadi pengendapan maupun kerusakan flok yang telah terbentuk (Semerjian
2003).
Proses pertama dalam pengolahan secara kimia yaitu air limbah dialirkan
ke dalam coagulation tank untuk diberi penambahan PAC (Poly Alumunium
Clorite). PAC mempunyai fungsi untuk pengikatan partikel awal. PAC memiliki
pH yang rendah sekitar 1-2 sehingga perlu ditambahkan basa agar kondisi limbah
tetap netral. NaOH yang berperan sebagai basa ditambahkan ke dalam
coagulation tank. Kondisi pH optimal dalam coagulation tank adalah 6.5-9.
Selanjutnya aliran air limbah diteruskan kembali ke floculation tank untuk diberi
penambahan polimer kationik.
8
Polimer ini berfungsi untuk mengikat lumpur sehingga lumpur di dalam air
limbah akan membentuk flok-flok. Proses pembentukan flok-flok dipengaruhi
dari adanya reaksi ion dari polimer tersebut.setelah terbentuk flok-flok dalam air
limbah air limbah langsung dialirkan ke dalam DAF tank. DAF tank berfungi
untuk mengendapkan flok lumpur dengan airnya. Lumpur akan mengendap di
bagian bawah tangki, sedangkan airnya akan berada di atas. Dengan bantuan pipa
maka air limbah akan dialirkan ke DAF recycle tank sebagai tempat
penampungan.
Air di dalam DAF recycle tank akan disaring melalui sand filter untuk
dapat langsung dibuang ke sungai. Air limbah yang akan dibuang ke sungai harus
memenuhi syarat baku mutu. Standar baku mutu air limbah yang diperbolehkan
untuk dibuang ke sungai harus memenuhi nilai pH 6-9, suhu 25-35 oC dan COD
<100 mg/L.
Lumpur endapan dari DAF tank akan dialirkan ke scum tank dan diteruskan
ke sludge tank. Di dalam sludge tank juga dilakukan penambahan polimer,
tujuannya untuk membantu proses pengendapan lumpur sebelum lumpur
memasuki proses pengepressan menggunakan belt press. Belt filter press adalah
alat dewatering secara kontinyu yang melibatkan aplikasi dari proses
penggabungan bahan kimia, drainase secara gravitasi, menggunakan tekanan
mekanik untuk menurunkan kadar air dalam lumpur. Hasil dari belt press akan
diperoleh limbah cair dan limbah padat lumpur. Limbah cair akan dialirkan ke
dalam filtrat tank untuk dialirkan kembali ke dalam CSAS tank, sedangkan
limbah padat dalam bentuk lumpur akan dimasukkan ke dalam karung untuk
dikumpulkan terlebih dahulu. Untuk lebih jelas, diagram alir dari keseluruhan
proses pengolahan limbah dapat dilihat pada Lampiran 4.
Karakterisasi Nutrisi Sampel
Penampakan fisik dari masing-masing nutrisi berbeda, nutrisi existing
memiliki warna bening, sedangkan nutrisi sampel yang lain berwarna cokelat
hingga cokelat kehitaman. Sampel 1 memiliki kekentalan yang lebih rendah
dibandingkan sampel 2 dan sampel 3. Sampel 3 merupakan sampel nutrisi yang
paling kental. Gambar 1 menunjukkan penampakan fisika dari masing-masing
sampel nutrisi. Hasil dari karakterisasi nutrisi cair dapat dilihat pada Tabel 1.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 1. Sampel nutrisi cair yang digunakan (a) sampel nutrisi existing (b)
sampel nutrisi 1 (c) sampel nutrisi 2 (d) sampel nutrisi 3
9
Tabel 1 Karakterisasi nutrisi cair
Nutrisi
existing Nutrisi 1 Nutrisi 2 Nutrisi 3
Warna Bening Cokelat muda Cokelat Cokelat pekat
Viskositas Rendah Sedang Sedang Tinggi
pH 6.83 1.42 1.02 1.32
Massa jenis
(mg/l) 1.21 1.04 1.08 1.05
Total Kadar N
(%) 5.2 5.6 6.3 7.3
Harga*
(per Liter) Rp. 24.000,- Rp. 31.000,- Rp. 17.000,- Rp. 20.000,-
Kandungan*
N, P, Zn, Mn,
Mo, Se, Co,
Cu, Ni
N, P, Mn, Cu,
Zn, Mo, Se,
Mg, Co, Ca,
Na, K, Fe,
CO3
N, P, Mn,
Cu, Zn, Mo,
Se, Co, Na,
K
N, P, Zn, Mn,
Mo, Se, Co,
Cu, Na, K
(*) Sumber: Spesifikasi sampel bahan dari PT. XXX
Perhitungan Dosis Optimal Nutrisi
Diketahui kandungan rata-rata awal limbah nilai COD sebesar 5000 mg/L,
nilai N awal sebesar 24.697 mg/L, dan nilai P awal sebesar 5.875 mg/L.
Perbandingan COD:N:P = 200:5:1. Tingginya nilai COD dari inlet limbah cair
karena sumber limbah cair ini merupakan limbah pangan yang banyak terkandung
bahan-bahan organik di dalamnya.
Pada penelitian pendahuluan didapatkan persentase nilai nitrogen dari tiap
sampel nutrisi existing, nutrisi 1, nutrisi 2, dan nutrisi 3 berturut-turut sebagai
berikut 5.2 %, 5.6 %, 6.3 %, dan 7,3 %. Perhitungan kadar nitrogen dari sampel
nutrisi dilakukan menggunakan metode total kadar nitrogen sesuai dengan APHA
(1995). Dari data diatas dapat dilakukan perhitungan perbandingan C:N:P untuk
menentukan dosis optimal penambahan nutrisi, perhitungan dosis optimal dapat
dilihat pada Lampiran 2. Sehingga didapatkan kebutuhan dosis optimal untuk
penelitian utama seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 Dosis optimum penambahan nutrisi cair taraf 1
Sampel nutrisi
Dosis optimum (mg/L)
Nutrisi
(Tambahan
Unsur N)
NPK
(Tambahan
Unsur P)
Sampel nutrisi existing 1567.08 127.5
Sampel nutrisi 1 1449.55 127.5
10
Tabel 2 Dosis optimum penambahan nutrisi cair taraf 1 (lanjutan)
Sampel nutrisi
Dosis optimum (mg/L)
Nutrisi
(Tambahan
Unsur N)
NPK
(Tambahan
Unsur P)
Sampel nutrisi 2 1288.49 127.5
Sampel nutrisi 3 1111.98 127.5
Selanjutnya dibuat taraf dosis kedua dengan penambahan nutrisi sebanyak
1000 mg/L dan taraf dosis ketiga dengan penambahan nutrisi 500 mg/L seperti
dalam Tabel 3. Kekurangan unsur nitrogen akibat penurunan dosis nutrisi akan
diimbangi dengan penambahan urea. Urea memiliki kandungan nitrogen sebesar
46 %, penambahan urea akan membantu kinerja nutrisi dalam menyediakan
kebutuhan nitrogen saat proses aerasi.
Tabel 3 Dosis optimum penambahan nutrisi cair taraf 2 dan taraf 3
Sampel nutrisi
Dosis optimum (mg/L)
Nutrisi
(Tambahan
Unsur N)
Urea
(Tambahan
unsur N)
NPK
(Tambahan
Unsur P)
Taraf kedua
Sampel nutrisi existing 1000 63.42 127.5
Sampel nutrisi 1 1000 54.73 127.5
Sampel nutrisi 2 1000 39.51 127.5
Sampel nutrisi 3 1000 17.77 127.5
Taraf ketiga
Sampel nutrisi existing 500 116.68 127.5
Sampel nutrisi 1 500 115.59 127.5
Sampel nutrisi 2 500 107.99 127.5
Sampel nutrisi 3 500 97.12 127.5
Pemilihan Nutrisi Berdasarkan Kinerja
Linke dan Kokossis (2003) mengatakan tujuan utama dalam pengolahan
limbah cair secara biologi adalah mendegradasi senyawa organik kompleks
menjadi senyawa yang lebih sederhana. Banyak faktor yang mempengaruhi
kinerja nutrisi dalam membantu proses pendegradasian, seperti kandungan awal
dari nutrisi, nilai perbandingan F/M, dosis penambahan nutrisi, kandungan
organik awal limbah cair, serta keadaan lumpur aktif yang digunakan. Faktor-
faktor tersebut akan menghasilkan perbedaan kinerja antara nutrisi-nutrisi sampel
11
yang digunakan, salah satu cara yang paling cepat untuk melihat kinerja nutrisi
adalah dengan melakukan trial atau percobaan.
Parameter yang diukur selama proses aerasi berlangsung adalah DO, MLSS
dan suhu. Parameter ini dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam
limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang
diperlukan 1.5-2.5 mg/L, MLSS berkisar 4000-6000 mg/L dan suhu berkisar 25-
35 oC. Selanjutnya dilakukan pengukuran berdasarkan parameter kimia dari
limbah cair, yaitu nilai COD, nilai TSS serta pH.
COD Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi
secara kimia guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam
ppm (part per milion) atau ml O2/Liter (Metcalf 2003). Keasaman air diukur
dengan pH meter. Keasaman ditetapkan berdasarkan tinggi rendahnya konsentrasi
ion hidrogen dalam air. nilai pH dari sistem pengolahan air limbah telah diamati
untuk melihat pengaruhnya dalam proses pendegradasian polutan dalam air
limbah (Parag dan Aniruddha 2004). Hasil percobaan aerasi untuk taraf dosis 1
dapat dilihat pada Gambar 2. Grafik pada gambar dibuat berdasarkan data hasil
percobaan aerasi pada Lampiran 3.
Gambar 2. Grafik penurunan nilai COD pada taraf dosis 1
Semua nutrisi memiliki nilai nitrogen yang berbeda-beda, hal tersebut tidak
serta merta membuat nutrisi dengan nilai nitrogen tertinggi menunjukkan hasil
yang paling baik. Dapat dilihat pada grafik diatas, nutrisi 3 yang memiliki
kandungan nitrogen tertinggi tidak menghasilkan penurunan COD terbaik. Hal ini
dikarenakan nilai COD awal limbah akan mempengaruhi kinerja nutrisi, kenaikan
nilai COD yang sangat rendah maupun sangat tinggi secara tiba-tiba dapat
membuat efisiensi kinerja nutrisi berkurang karena perubahan keseimbangan
C:N:P dalam proses aerasi yang dapat berubah drastis. Dimana beban organik
yang begitu tinggi tidak diikuti dengan penambahan nutrisi yang sesuai.
Penurunan nilai COD setelah aerasi terjadi karena adanya proses penguraian
bahan organik kompleks menjadi seyawa yang lebih sederhana.
Dapat terlihat bahwa nutrisi 1 dan nutrisi 2 menunjukkan hasil yang lebih
stabil dalam menurunkan nilai COD dari inlet limbah cair dibandingkan dengan
nutrisi existing dan nutrisi 3. Walaupun persentase penurunan nilai COD dari
40
6.2
58.75
35.9
26.23
4.4
55.74
26.23
0
10
20
30
40
50
60
70
existing nutrisi 1 nutrisi 2 nutrisi 3
Pe
nu
run
an C
OD
(%
)
Nutrisi sampel
COD inlet tinggi
COD inlet rendah
12
nutrisi 1 sangat rendah. Kestabilan ini sangat penting didasari fakta bahwa setiap
harinya nilai COD dari inlet limbah cair sangat fluktuatif, sehingga diperlukan
nutrisi yang tepat agar mampu mengatasi kondisi yang ada.
Dilihat dari persentase penurunan nilai COD, terdapat hasil yang amat
berbeda dimana nutrisi 2 mampu menurunkan nilai COD hingga lebih dari 50%
sedangkan nutrisi 1 penurunannya tidak lebih dari 10%. Hal ini menunjukkan
bahwa spesifikasi yang dimiliki oleh nutrisi 1 tidak cocok dengan inlet limbah cair
yang ada di PT. XXX saat ini, sehingga kinerja dari nutrisi terbilang tidak
optimal. Nutrisi existing dan nutrisi 3 tidak disarankan untuk dipilih karena
kemampuannya yang fluktuatif tergantung dari inlet limbah cairnya.
Tai-lee hu et al. (2004) mengatakan suhu dapat menjadi faktor lain yang
mempengaruhi kinerja dari aktivitas mikroba, sehingga mempengaruhi segala
aktivitas pendegradasian. Efek yang dihasilkan serupa dengan fungsi parabola
dimana suhu optimum dari mikroba tersebut ialah 20-30 oC. jika temperature
mencapai nilai 40-50 oC, nilai COD dari effluent akan meningkat drastis. Pada
saat percobaan, limbah cair yang diolah memiliki kisaran suhu yang cukup tinggi
hingga melebihi 30 oC namun tidak mencapai 40
oC. Sesuai dengan fungsi
parabola yang dijelaskan oleh Tai-lee hu et al., maka dapat disimpulkan nilai suhu
yang cukup tinggi ini menurunkan efektifitas proses pendegradasian senyawa
organik. Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 3, hasil dari percobaan aerasi
pada taraf dosis 2.
Gambar 3. Grafik penurunan nilai COD pada taraf dosis 2
Pada percobaan aerasi pada taraf dosis 2, nilai COD awal masih berkisar
antara 4000 mg/L hingga 6000 mg/L. Dosis seluruh nutrisi dibuat sama sebesar
1000 mg/L, kekurangan sumber nitrogen diambil dari penambahan urea pada saat
aerasi. Urea merupakan salah satu sumber nitrogen yang memiliki kandungan
nilai nitrogen yang besar yaitu 46 %. Urea biasa digunakan dalam proses aerasi
sebagai sumber nitrogen. Penggabungan penggunaan nutrisi cair dengan urea
mampu menaikkan persentase penurunan COD dan membuat nilai pH dari limbah
meningkat.
Dari grafik pada Gambar 3, dapat dilihat persentase penurunan nilai COD
terbesar didapat pada penggunaan nutrisi 2, masih sama seperti percobaan aerasi
53.2
8.27
50.32
37.88
50.83
4.16
52.8
38.95
0
10
20
30
40
50
60
existing nutrisi 1 nutrisi 2 nutrisi 3
Pe
nu
run
an C
OD
(%
)
Nutrisi sampel
COD inlet tinggi
COD inlet rendah
13
pada taraf dosis 1. Perbedaan hasil dari percobaan pertama ialah pada nilai
penurunan persentase COD dari inlet tinggi dan inlet rendah yang cenderung
stabil, dimana tidak ada perbedaan cukup besar dari masing-masing persentase
penurunan nilai COD. Keempat nutrisi sampel memiliki hasil yang lebih tinggi
dibandingkan pada percobaan pertama. Sehingga dapat dinyatakan bahwa
penggunaan urea pada proses aerasi dapat membantu kinerja nutrisi dalam
mendegradasi komponen organik dari limbah cair.
Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 4, hasil dari percobaan aerasi pada
taraf dosis 3.
Gambar 4. Grafik penurunan nilai COD pada taraf dosis 3
Pada percobaan ini dosis nutrisi diturunkan kembali menjadi 500 mg/L.
kekurangan sumber nitrogen untuk melengkapi perbandingan C, N dan P diambil
dari urea. Dosis penambahan urea menjadi lebih besar dibandingkan pada taraf
dosis 2. Nilai COD awal tetap sama berkisar 4000 mg/L hingga 6000 mg/L. Pada
Gambar 4 dapat terlihat lebih jelas persentase penurunan nilai COD yang didapat
dari percobaan aerasi ketiga.
Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa nutrisi 2 memiliki persentase
penurunan nilai COD yang tertinggi dibanding nutrisi lain. Dibandingkan dengan
hasil pada percobaan percobaan sebelumnya hasil nutrisi 2 pada percobaan ketiga
masih memiliki hasil penurunan nilai COD tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan urea dapat membantu dalam menstabilkan proses degradasi senyawa
organik dari limbah cair. Nutrisi existing hanya mampu mencapai persentase
sebesar 61.67 %. Kenaikan hasil terbesar dari percobaan sebelumnya didapat dari
nutrisi 2, dimana pada percobaan kedua nilainya tidak mampu mencapai 10 %,
namun pada percobaan ketiga ini nilainya hampir mencapai 25 %. Meskipun
memiliki kenaikan hasil yang cukup tinggi namun nilai akhir dari persentase
masih terbilang rendah, sehingga dapat disimpulkan bahwa karakteristik serta
kandungan yang terkandung dalam nutrisi ini tidak sesuai penggunaannya dengan
limbah cair yang ada di PT. XXX.
Untuk nutrisi 3 dimana hasilnya tidak jauh berbeda dengan nutrisi existing
namun dilihat dari percobaan-percobaan sebelumnya dimana nutrisi 3 ini kurang
61.67
20.27
82.95
58.05 60.3
24.73
86.52
67.83
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
existing nutrisi 1 nutrisi 2 nutrisi 3
Pe
nu
run
an C
OD
(%
)
Nutrisi sampel
COD inlet tinggi
COD inlet rendah
14
bisa menunjukkan hasil yang stabil. Sehingga dalam penggunaannya perlu banyak
pengontrolan.
Parameter kedua yaitu nilai keasaman outlet dari setiap percobaan dapat
dilihat pada Tabel 4. Seiring dengan penggunaan urea dalam percobaan kedua dan
ketiga, nilai keasamaan outlet dari masing-masing limbah mengalami kenaikan.
Urea yang bersifat basa mampu menaikkan nilai keasamaan dari limbah cair yang
bersifat asam. Pada pH 1 menunjukkan nilai pH dari percobaan 1, pH 2
menunjukkan nilai pH dari percobaan 2 dan pH 3 menunjukkan nilai pH dari
percobaan 3.
Tabel 4 Perbandingan nilai pH dari masing-masing percobaan aerasi
No Nama sampel pH 1 pH 2 pH 3
1 Nutrisi Existing 4.21 7.55 7.74
2 Nutrisi 1 3.83 7.54 7.55
3 Nutrisi 2 3.67 7.54 7.75
4 Nutrisi 3 2.85 5.32 5.38
Selanjutnya parameter ketiga untuk pemilihan nutrisi yaitu persentase
penurunan nilai TSS. Pengukuran parameter TSS pada outlet aerasi bertujuan
untuk melihat pengaruh penggunaan nutrisi terhadap proses pengendapan lumpur
pada saat settling. Nutrisi yang diberikan selama proses aerasi berlangsung dapat
mempengaruhi kemampuan terbentuknya flok saat settling. Kemampuan
pembentukan flok pada saat settling menentukan keberhasilan proses pengolahan
limbah secara biologi, karena kemampuan ini akan memudahkan pemisahan
partikel dari lumpur aktif dengan air limbah. Proses settling dilakukan selama satu
jam setelah proses aerasi berakhir, dengan bantuan gaya gravitasi. Proses settling
atau bisa juga disebut proses sedimentasi dilakukan untuk memisahkan lumpur
aktif dan limbah cair setelah proses aerasi. Sehingga lumpur aktif dapat
dikembalikan lagi kedalam kolam aerasi sebagai Return Activated Sludge (RAS)
atau dibuang sebagai Waste Activated Sludge (WAS). Sedangkan limbah cair yang
sudah dipisahkan akan mengalami proses pengolahan selanjutnya, yaitu proses
pengolahan secara kimia. proses pengolahan secara kimia yang akan dilakukan
meliputi proses koagulasi dan flokulasi.
15
Gambar 5. Grafik penurunan nilai TSS pada taraf dosis 1
Grafik pada Gambar 5, menunjukkan persentase penurunan nilai TSS pada
limbah cair setelah proses aerasi menggunakan taraf dosis 1. Penurunan nilai TSS
disebabkan oleh mengendapnya zat-zat organik yang telah terdegradasi dan
bergabung menjadi flok-flok lumpur. Kolom TSS 1 menunjukkan percobaan
dilakukan pada saat kandungan organik dari inlet limbah cair tinggi, sedangkan
garis grafik TSS 2 menunjukkan percobaan dilakukan pada saat kandungan
organik inlet limbah cair rendah. Dari gambar diatas dapat terlihat tren yang sama,
dimana persentase penurunan nilai TSS akan lebih tinggi bila kandungan organik
dari inlet limbah cair rendah.
Persentase penurunan nilai TSS yang tinggi menunjukkan keberhasilan
proses pemisahan flok lumpur aktif dengan limbah cair. Dapat dilihat pada
Gambar 5, persentase penurunan nilai TSS tertinggi dimiliki oleh nutrisi 2, namun
nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan nilai yang ditunjukkan oleh nutrisi 1 dan
nutrisi 3. Nutrisi existing menghasilkan nilai persentase yang paling rendah, hal
ini berarti keberhasilan nutrisi existing pada saat aerasi tidak terlalu bagus.
Pada pengamatan fisik langsung di lapangan, saat dilakukan sedimentasi
terlihat perbedaan ketinggian lumpur aktif yang mengendap di waktu yang sama.
Padahal pada saat awal proses jumlah lumpur aktif yang ditambahkan pada
masing-masing kolom berjumlah sama. Sedimentasi merupakan proses pemisahan
partikel dari fluidanya yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi.
Pada percobaan kedua menggunakan taraf dosis kedua didapat hasil
persentase penurunan nilai TSS seperti pada Gambar 6.
29.15
56.26 55.97 62.22
53.86
65.56 70.09
65.54
0
10
20
30
40
50
60
70
80
existing nutrisi 1 nutrisi 2 nutrisi 3
Pe
nu
run
an T
SS (
%)
Nutrisi sampel
TSS inlet tinggi
TSS inlet rendah
16
Gambar 6. Grafik penurunan nilai TSS pada taraf dosis 2
Dari grafik pada Gambar 6 dapat terlihat nilai yang tidak jauh berbeda
dengan percobaan sebelumnya yang menggunakan nutrisi taraf dosis pertama.
Hasil penurunan nilai TSS pada inlet dengan kandungan organik rendah masih
lebih baik dari inlet dengan kandungan organik yang tinggi. Namun ada
perbedaan pada nutrisi 3 dimana penurunan TSS paling besar diperoleh pada
limbah cair dengan kandungan organik tinggi, walaupun hasil penurunannya tidak
jauh berbeda. Selanjutnya hasil penurunan nilai TSS pada taraf dosis 3 dapat
dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik penurunan nilai TSS pada taraf dosis 3
Pada grafik di atas terlihat masing-masing nutrisi sampel menunjukkan hasil
yang tidak jauh berbeda, namun persentase penurunan nilai TSS tertinggi
dihasilkan oleh penggunaan nutrisi 2. Dari percobaan kesatu, kedua hingga ketiga
nutrisi existing terus menghasilkan nilai yang rendah untuk persentase penurunan
nilai TSS.
46.32
52.96 57.31
69.03
53.84 56.96
69.11 67.91
0
10
20
30
40
50
60
70
80
existing nutrisi 1 nutrisi 2 nutrisi 3
Pe
nu
run
an T
SS (
%)
Nutrisi sampel
TSS inlet tinggi
TSS inlet rendah
40.15
50.16 50.98 55.43
43.48
52.69 57.45 55.18
0
10
20
30
40
50
60
70
existing nutrisi 1 nutrisi 2 nutrisi 3
Pe
nu
run
an T
SS (
%)
Nutrisi sampel
TSS inlet tinggi
TSS inlet rendah
17
Penurunan nilai TSS yang didapat semakin rendah seiring dengan
penambahan dosis urea yang digunakan, sehingga dapat disimpulkan walaupun
urea mampu membantu kinerja nutrisi daam mendegradasi kandungan organik
dari limbah namun penggunaannya yang berlebihan saat proses aerasi dapat
mengganggu penurunan nilai TSS. Oleh karena itu sumber nutrisi yang digunakan
pada saat proses pengolahan secara aerasi tidak hanya mempergunakan urea
sebagai sumber nitrogen tapi juga digunakan nutrisi cair.
Pengendapan lumpur dipengaruhi juga oleh nilai F/M dan umur lumpur.
Pengendapan yang baik dapat terjadi jika lumpur mikroorganisme berada dalam
fase endogeneus, yang terjadi jika karbon dan sumber energi terbatas dan jika
pertumbuhan bakteri rendah. Pengendapan lumpur yang baik dapat terjadi pada
nilai F/M yang rendah (contoh tingginya konsentrasi MLSS). Sebaliknya, nilai
F/M yang tinggi mengakibatkan pengendapan lumpur yang buruk. Saat ini nilai
dari lumpur aktif yang ada cukup tinggi yakni berkisar 1.989 kg/kg. inilah salah
satu alasan kenapa saat ini kedaan lumpur di unit pengolahan limbah cair PT.XXX
kurang baik.
Penampakan dari lumpur aktif tidak menunjukkan proses pengendapan yang
baik. Pengendapan yang tidak baik dapat terjadi akibat gangguan yang tiba-tiba
pada parameter fisik (suhu dan pH), kekurangan makanan (contoh N, suhu,
mikronutrien), dan kehadiran zat racun (seperti logam berat) yang dapat
menyebabkan hancurnya sebagian flok yang sudah terbentuk (Chudoba 1989).
Untuk unit pengolahan limbah cair di PT. XXX pengendapan yang tidak baik ini
terjadi karena nilai pH yang rendah. Hal ini sesuai dengan keadaan lumpur yang
ada saat ini dimana dari hasil percobaan aerasi menunjukkan nilai yang asam.
Pemilihan Nutrisi Berdasarkan Biaya
Masing-masing nutrisi memiliki dosis penggunaan yang berbeda-beda
sesuai dengan kandungannya. Penambahan nutrisi pada saat proses aerasi tidak
akan terlepas dari biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Pemilihan
nutrisi berdasarkan biaya dilakukan dengan melihat besar pengeluaran yang harus
dibayar oleh perusahaan setiap melakukan proses aerasi. Pemilihan tentu
dilakukan berdasarkan nutrisi yang paling membutuhkan sedikit biaya dalam
penggunaanya. Seperti terlihat dalam Tabel 5, dimana masing-masing nutrisi
dengan taraf dosis tertentu memberikan biaya pengolahan kebutuhan nutrisi yang
berbeda-beda pula. Perhitungan biaya pengolahan kebutuhan nutrisi dapat dilihat
pada Lampiran 5.
Tabel 5 Perbandingan biaya nutrisi per kg COD removal
Biaya (Rp/kg COD removal)
Taraf dosis 1 Taraf dosis 2 Taraf dosis 3
Nutrisi existing 16,843 7,012 2,225
Nutrisi 1 141,472 42,278 3,648
Nutrisi 2 6,527 5,633 1,712
Nutrisi 3 13,779 10,208 2,665
18
Dilihat dari biaya pengolahan kebutuhan nutrisi yang digunakan untuk
mereduksi tiap kg COD, nutrisi 2 pada taraf dosis 3 mempunyai nilai biaya yang
paling rendah. Penggunaan nutrisi 2 pada taraf dosis 3 memenuhi kebutuhan
nutrisi yang dicari oleh perusahaan yaitu baik dalam mereduksi kandungan
organik dan memiliki kebutuhan biaya yang relatif murah. Untuk melihat biaya
nutrisi yang dibutuhkan untuk mendegradasi limbah setiap meter kubik dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Perbandingan biaya nutrisi per m3
Biaya (Rp/m3)
Taraf dosis 1 Taraf dosis 2 Taraf dosis 3
Nutrisi existing 31,067 19,867 9,933
Nutrisi 1 43,228 29,794 14,897
Nutrisi 2 20,305 15,725 7,886
Nutrisi 3 21,166 19,055 9,500
Pada tabel 6 terlihat biaya yang dibutuhkan dalam rupiah untuk masing-
masing taraf dosis dalam mendegradasi limbah cair per satuan meter kubik
limbah. Penggunaan nutrisi 2 pada taraf dosis 3 memiliki biaya paling rendah
pada penggunaannya, sehingga penggunaan nutrisi 2 masih direkomendasikan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kandungan nitrogen tertinggi dari nutrisi sampel dimiliki oleh sampel
nutrisi 3. Dosis optimal yang digunakan pada trial proses aerasi setiap aerasi
setiap sampel berbeda beda sesuai dengan kandungan nitrogen pada nutrisi
sampel. Dosis optimal penambahan nutrisi dihitung dari persamaan perbandingan
C:N:P. Keadaan lumpur aktif kurang baik, dilihat dari bentuk lumpur aktif yang
halus sehingga menyulitkan proses pengendapan lumpur. Keadaan lumpur aktif
yang kurang baik dapat menurunkan efisiensi kinerja dari masing-masing nutrisi
saat dilakukan trial proses aerasi. Kinerja pendegradasian kandungan organik pada
limbah cair yang terbaik diperoleh nutrisi 2 pada taraf dosis ketiga. Kinerja dari
nutrisi 2 lebih baik dari kinerja nutrisi existing. Penggunaan urea pada saat aerasi
mampu menaikkan persentase penurunan nilai COD. Penggunaan urea pada saat
aerasi mempengaruhi nilai TSS pada outlet. Urea mampu menaikkan nilai pH dari
outlet yang dihasilkan. Dilihat dari biaya nutrisi yang dibutuhkan per kg COD
removal dan per m3
nutrisi 2 pada taraf dosis 3 menunjukkan biaya yang paling
rendah. Sampel nutrisi yang paling direkomendasikan penggunaannya ialah
sampel nutrisi 2. Nutrisi existing masih lebih baik kinerjanya dalam menurunkan
nilai COD limbah cair dibandingkan sampel nutrisi 1 dan sampel nutrisi 3, namun
paling buruk dalam penurunan nilai TSS limbah.
19
Saran
Kedepan, dalam mengantisipasi variasi karakteristik dari limbah cair
PT.XXX perlu melakukan kontrol nilai F/M dari sistem aerasi. Pengontrolan nilai
F/M dapat menunjukkan kebutuhan nutrisi pada sistem aerasi.
DAFTAR PUSTAKA
APHA, 1995. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater.
19th
ed. American Public Health Association, Washington, DC.
Athanasopoulos N. 1990. Biodegradation of Textile Wastewaters. Biological
Degradation of Wastes. Pp. 389-411.
Eckenfelder W. 1989. Industrial Water Pollution Control. Mc.Graw Hill, USA.
Forster C.F. 1985. Biotechnology and Wastewater Treatment. Cambridge
University, London.
Ginting P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Yrama
Widya, Bandung.
Linke P, Kokossis AC. 2003. Advanced Process Systems Design Technology for
Pollution Prevention and Waste Treatment. Jurnal Advances in
Environmental Research 8. 229-245.
Metcalf E. 2003. Wastewater Engineering Treatment, Disposal, Reuse. McGraw
Hill Book Company, New Delhi.
Nicholas P, Cheremisinoff. 1996. Biotechnology for Waste and Wastewater
Treatment. Noyes Publication, USA.
Parag RG, Aniruddha BP. 2004. Review of Imperative Technologies for
Wastewater Treatment Oxidation Technologies at Ambient Condition.
Jurnal advances in environmental Research 8. 501-551.
Sakti A, Siregar. 2005. Instalasi Pengolahan Limbah. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Semerjian L, Ayoub GM. 2003. High pH Magnesium Coagulation Floculation in
Wastewater Treatment. Jurnal Advances in Environmental Research 7.
389-403.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press, Jakarta.
20
Tai-lee hu, Lin C, Chiang KY. 2004. Simulations of Organic Carbon
Transformation in Dye Wastewater and Treatment Suggestions. Jurnal
Advances in Environmental Research 8. 493-500.
Tchobanoglous G, Burton FL, 1991. Wastewater Engineering Treatment Disposal
and Reuse, Third Edition, Mc-Graw-Hill Publishing Company, New
York.
Tchobanoglous G, Burton FL. 2003. Wastewater Engineering: Treatment and
Reuse. 4th
Ed. McGraw-Hill.Inc, New York.
21
Lampiran 1 Metode Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)
1) Metode Analisis COD :
Pertama dimasukkan 25 ml sampel kedalam labu erlenmenyer kemudian
ditambahkan 0.4 gram HgSO4 dan batu didih serta 5 ml H2SO4. Selanjutnya dalam
campuran tadi ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 0.25 N dan dengan hati-hati
ditambahkan 30 ml H2SO4. Campuran yang terbentuk kemudian direfluks selama
1.5 jam. Setelah dingin ditambahkan dengan 120 ml aquadest kedalam labu
erlenmenyer. Untuk titrasi ditambahkan dengan 4 tetes indikator ferroin,
selanjutnya dapat dititrasi dengan larutan standar FAS 0.1 N, hingga mencapai
titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari biru kehijauan
menjadi merah kecoklatan. Terakhir dilakukan hal yang sama untuk blanko untuk
perhitungan kandungan COD.
22
Lampiran 2 Perhitungan dosis optimal pada nutrisi sampel
Nilai nitrogen sampel
ULANGAN 1 (%) ULANGAN 2 (%)
SAMPEL EXISTING 5.18 5.29
SAMPEL 1 5.60 5.60
SAMPEL 2 6.30 6.37
SAMPEL 3 7 7.56
Diketahui kandungan pada limbah :
COD = 5000 mg/L
N = 24,697 mg/l
P = 5,875 mg/L
COD : N : P
200 : 5 : 1
5000 : 24.697 : 5.875
200 : 0.987 : 0.235
● P yang dibutuhkan :
Kekurangan P :
% P dalam NPK :
● N yang dibutuhkan :
Kekurangan N :
Maka jumlah total kekurangan N :
1) Nutrisi Existing
Kekurangan N = % NPK + % nutrisi
100.3 = 19.125 + 0.052a
a = 1567.08 mg/L
2) Nutrisi 1
Kekurangan N = % NPK + % nutrisi
100.3 = 19.125 + 0.056a
a = 1449.55 mg/L
3) Nutrisi 2
Kekurangan N = % NPK + % nutrisi
100.3 = 19.125 + 0.063a
a = 1288.49 mg/L
23
4) Nutrisi 3
Kekurangan N = % NPK + % nutrisi
100.3 = 19.125 + 0.073
a = 1111.98 mg/L
Berdasarkan perhitungan perbandingan C:N:P di atas, maka dapat ditentukan dosis
nutrisi untuk penelitian utama sebagai berikut :
Sampel nutrisi Dosis optimum (mg/L)
nutrisi NPK
Sampel nutrisi existing 1567.08 127.5
Sampel nutrisi 1 1449.55 127.5
Sampel nutrisi 2 1288.49 127.5
Sampel nutrisi 3 1111.98 127.5
Selanjutnya dihitung kebutuhan dosis nutrisi untuk taraf kedua dan ketiga.
● Perhitungan untuk dosis optimum taraf kedua
Penentuan tambahan N dari nutrisi pada taraf kedua sebesar 1000 mg/L.
1) Nutrisi Existing
Tambahan N :
Kekurangan N = % NPK + % nutrisi + % urea
100.3 = 19.125 + 52 + 0.46a
a = 63.42 mg/L
2) Nutrisi 1
Tambahan N :
Kekurangan N = % NPK + % nutrisi + % urea
100.3 = 19.125 + 56 + 0.46a
a = 54.73 mg/L
3) Nutrisi 2
Tambahan N :
Kekurangan N = % NPK + % nutrisi + % urea
100.3 = 19.125 + 63 + 0.46a
a = 39.51 mg/L
4) Nutrisi 3
Tambahan N :
Kekurangan N = % NPK + % nutrisi + % urea
100.3 = 19.125 + 73 + 0.46a
a = 17.77 mg/L
24
Berdasarkan perhitungan di atas maka didapatkan dosis optimum untuk taraf kedua
seperti pada tabel dibawah :
Sampel nutrisi
Dosis optimum (mg/L)
Nutrisi
(Tambahan
Unsur N)
Urea
(Tambahan
unsur N)
NPK
(Tambahan Unsur
P)
Taraf kedua
Sampel nutrisi existing 1000 63.42 127.5
Sampel nutrisi 1 1000 54.73 127.5
Sampel nutrisi 2 1000 39.51 127.5
Sampel nutrisi 3 1000 17.77 127.5
● Perhitungan untuk dosis optimum taraf ketiga
Penentuan tambahan N dari nutrisi pada taraf kedua sebesar 500 mg/L.
1) Nutrisi Existing
Tambahan N :
Kekurangan N = % NPK + % nutrisi + % urea
100.3 = 19.125 + 26 + 0.46a
a = 119.95 mg/L
2) Nutrisi 1
Tambahan N :
Kekurangan N = % NPK + % nutrisi + % urea
100.3 = 19.125 + 28 + 0.46a
a = 115.59 mg/L
3) Nutrisi 2
Tambahan N :
Kekurangan N = % NPK + % nutrisi + % urea
100.3 = 19.125 + 31.5 + 0.46a
a = 107.99 mg/L
4) Nutrisi 3
Tambahan N :
Kekurangan N = % NPK + % nutrisi + % urea
100.3 = 19.125 + 36.5 + 0.46a
a = 97.12 mg/L
25
Berdasarkan perhitungan di atas maka didapatkan dosis optimum untuk taraf ketiga
seperti pada tabel dibawah :
Sampel nutrisi
Dosis optimum (mg/L)
Nutrisi
(Tambahan
Unsur N)
Urea
(Tambahan
unsur N)
NPK
(Tambahan Unsur
P)
Taraf ketiga
Sampel nutrisi existing 500 119.95 127.5
Sampel nutrisi 1 500 115.59 127.5
Sampel nutrisi 2 500 107.99 127.5
Sampel nutrisi 3 500 97.12 127.5
26
Lampiran 3 Data hasil percobaan aerasi
Lampiran 3a Data hasil percobaan aerasi pada taraf dosis 1
No Nama
sampel
Jenis
Nutrisi pH
TSS
(mg/l)
Presentase
penurunan
TSS
COD
(mg/l)
Presentase
penuruna
COD
Keterangan
1 Inlet 3.38 343 6144
2 A Existing 3.96 234 29.15 % 3686.4 40 %
3 B Nutrisi 1 3.76 150 56.26 % 5760 6.2 %
4 C Nutrisi 2 3.68 151 55.97 % 2534.4 58.75%
5 Inlet 3.89 505 4684.8
6 A Existing 4.46 233 53.86 % 3456 26.23 %
7 B Nutrisi 2 3.65 155 70.09 % 2073.6 55.74 %
8 C Nutrisi 3 2.83 174 65.54 % 3456 26.23 %
9 Inlet 3.56 450 5145.6
10 A Nutrisi 1 3.89 155 65.56 % 4919.2 4.4 %
11 B Nutrisi 3 2.86 170 62.22 % 3298.3 35.9 %
Lampiran 3b Data hasil percobaan aerasi pada taraf dosis 2
No Nama
sampel
Jenis
Nutrisi pH
TSS
(mg/l)
Presentase
penurunan
TSS
COD
(mg/l)
Presentase
penurunan
COD
Keterangan
1 Inlet 4.8 395 6067.2
2 A Existing 7.86 182 53.84 % 2839.45 53.2 %
3 B Nutrisi 1 7.96 170 56.96 % 5565.44 8.27 %
4 C Nutrisi 2 7.73 122 69.11 % 3014.18 50.32 %
5 Inlet 4.03 701 4800
6 A Existing 7.24 376 46.32 % 2360.16 50.83 %
7 B Nutrisi 2 7.35 299 57.31 % 2265.6 52.8 %
8 C Nutrisi 3 5.67 217 69.03 % 2930.4 38.95 %
9 Inlet 3.89 489 4919.04
10 A Nutrisi 1 7.12 230 52.96 % 4714.41 4.16 %
11 B Nutrisi 3 4.96 157 67.91 % 3055.71 37.88 %
27
Lampiran 3c Data hasil percobaan aerasi pada taraf dosis 3
No Nama
sampel
Jenis
Nutrisi pH
TSS
(mg/l)
Presentase
penurunan
TSS
COD
(mg/l)
Presentase
penurunan
COD
Keterangan
1 Inlet 429 6067.2
2 A Existing 7.53 242 43.48 % 1019.2 61.67 %
3 B Nutrisi 1 7.75 203 52.69 % 1500 75.23 %
4 C Nutrisi 2 7.97 183 57.45 % 830 82.52 %
5 Inlet 593 4800
6 A Existing 7.94 355 40.15 % 920 60.3 %
7 B Nutrisi 2 7.53 291 50.98 % 825.6 82.95 %
8 C Nutrisi 3 5.22 264 55.43 % 1010 58.05 %
9
Inlet 515
4919.0
4
10 A Nutrisi 1 7.35 257 50.16 % 1320 73.16 %
11 B Nutrisi 3 5.22 231 55.18 % 1580 67.83 %
28
Lampiran 4 Diagram alir proses pengolahan limbah
Scum Tank
Pre-Clarifier
Clarifier
Balance Tank CSAS Tank
Coagulant Tank
Flokulant Tank
DAF Tank
DAF Recycle Tank
Sand Filter
Sludge Tank
Belt Press
Filtrat Tank
Air Baku
Limbah Padat
Limbah Cair
29
Lampiran 5 Perhitungan biaya nutrisi per kg COD removal
Bila diketahui harga dan kebutuhan dosis nutrisi sebagai berikut :
Nurisi
existing
Nutrisi 1 Nutrisi 2 Nutrisi 3
Harga (Rp/L) 24,000 31,000 17,000 20,000
Kebutuhan dosis pada
taraf 1 (mg/L)
1567.08 1449.55 1288.49 1111.98
Kebutuhan dosis pada
taraf 2 (mg/L)
1000 1000 1000 1000
Kebutuhan dosis pada
taraf 3 (mg/L)
500 500 500 500
1) Perhitungan biaya pengolahan nutrisi pada taraf dosis 1:
- Nutrisi existing
Penurunan COD = 1843.2 mg/L x 360000 L
= 663552000 mg
= 664 kg
Kebutuhan nutrisi = 1567.08 mg/L x 360000 L
= 564 kg
jika ρ =
maka 1.21 =
sehingga v = 466 L
harga kebutuhan nutrisi = 466 x 24,000
= Rp 11,184,000
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/kg COD removal)
=
= 16,843
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/m3)
=
= 31,067
- Nutrisi 1
Penurunan COD = 305.2 mg/L x 360000 L
= 110 kg
Kebutuhan nutrisi = 1449.55 mg/L x 360000 L
= 522 kg
jika ρ =
maka 1.04 =
sehingga v = 502 L
harga kebutuhan nutrisi = 502 x 31,000
= Rp 15,562,000
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/kg COD removal)
=
= 141,472
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/m3)
=
= 43,228
30
- Nutrisi 2
Penurunan COD = 3110.4 mg/L x 360000 L
= 1120 kg
Kebutuhan nutrisi = 1288.49 mg/L x 360000 L
= 464 kg
jika ρ =
maka 1.08 =
sehingga v = 430 L
harga kebutuhan nutrisi = 430 x 17,000
= Rp 7,310,000
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/kg COD removal)
=
= 6,527
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/m3)
=
= 20,305
- Nutrisi 3
Penurunan COD = 1538.05 mg/L x 360000 L
= 553 kg
Kebutuhan nutrisi = 1111.98 mg/L x 360000 L
= 400 kg
jika ρ =
maka 1.05 =
sehingga v = 381 L
harga kebutuhan nutrisi = 381 x 20,000
= Rp 7,620,000
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/kg COD removal)
=
= 13,779
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/m3)
=
= 21,166
2) Perhitungan biaya pengolahan nutrisi pada taraf dosis 2:
- Nutrisi existing
Penurunan COD = 2833.80 mg/L x 360000 L
= 1020 kg
Kebutuhan nutrisi = 1000 mg/L x 360000 L
= 360 kg
jika ρ =
maka 1.21 =
sehingga v = 298 L
harga kebutuhan nutrisi = 298 x 24,000
= Rp 7,152,000
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/kg COD removal)
=
= 7,012
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/m3)
=
= 19,867
- Nutrisi 1
Penurunan COD = 706.39 mg/L x 360000 L = 254 kg
Kebutuhan nutrisi = 1000 mg/L x 360000 L
= 360 kg
31
jika ρ =
maka 1.04 =
sehingga v = 346 L
harga kebutuhan nutrisi = 346 x 31,000
= Rp 10,726,000
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/kg COD removal)
=
= 42,286
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/m3)
=
= 29,794
- Nutrisi 2
Penurunan COD = 2793.71 mg/L x 360000 L
= 1006 kg
Kebutuhan nutrisi = 1000 mg/L x 360000 L
= 360 kg
jika ρ =
maka 1.08 =
sehingga v = 333 L
harga kebutuhan nutrisi = 333 x 17,000
= Rp 5,661,000
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/kg COD removal)
=
= 5,633
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/m3)
=
= 15,725
- Nutrisi 3
Penurunan COD = 1866.47 mg/L x 360000 L
= 672 kg
Kebutuhan nutrisi = 1000 mg/L x 360000 L
= 360 kg
jika ρ =
maka 1.05 =
sehingga v = 343 L
harga kebutuhan nutrisi = 343 x 20,000
= Rp 6,860,000
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/kg COD removal)
=
= 10,280
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/m3)
=
= 19,055
3) Perhitungan biaya pengolahan nutrisi pada taraf dosis 3:
- Nutrisi existing
Penurunan COD = 4464 mg/L x 360000 L = 1607.04 kg
Kebutuhan nutrisi = 500 mg/L x 360000 L
= 180 kg
jika ρ =
maka 1.21 =
sehingga v = 149 L
harga kebutuhan nutrisi = 149 x 24,000
= Rp 3,576,000
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/kg COD removal)
32
=
= 2,225
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/m3)
=
= 9,933
- Nutrisi 1
Penurunan COD = 4083.12 mg/L x 360000 L
= 1467 kg
Kebutuhan nutrisi = 500 mg/L x 360000 L
= 180 kg
jika ρ =
maka 1.04 =
sehingga v = 173 L
harga kebutuhan nutrisi = 173 x 31,000
= Rp 5,363,000
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/kg COD removal)
=
= 3,648
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/m3)
=
= 14,897
- Nutrisi 2
Penurunan COD = 4605.8 mg/L x 360000 L
= 1659 kg
Kebutuhan nutrisi = 500 mg/L x 360000 L
= 180 kg
jika ρ =
maka 1.08 =
sehingga v = 167 L
harga kebutuhan nutrisi = 167 x 17,000
= Rp 2,839,000
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/kg COD removal)
=
= 1,712
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/m3)
=
= 7,886
- Nutrisi 3
Penurunan COD = 3564.52 mg/L x 360000 L
= 1283 kg
Kebutuhan nutrisi = 500 mg/L x 360000 L = 180 kg
jika ρ =
maka 1.05 =
sehingga v = 171 L
harga kebutuhan nutrisi = 171 x 20,000 = Rp 3,420,000
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/kg COD removal)
=
= 2,665
Biaya yang dibutuhkan untuk mereduksi (Rp/m3)
=
= 9,500
33
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Mei 1991
dari ayah Suradi dan ibu Sumiyati. Penulis adalah putri kedua
dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA
Negeri 112 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten
praktikum bioproses departemen TIN pada tahun ajaran
2012/2013. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Departemen Advokasi BEM
FATETA IPB pada tahun 2011. Bulan Juli-Agustus 2012 penulis melaksanakan
Praktik Lapangan di PT. XXX dengan judul Mempelajari Aspek Pengelolaan
Limbah Industri Serta Menganalisis Efektivitas Proses Pengolahan Limbah Cair
di PT. XXX.