penetrasi bahasa bugis di tengah lingkungan penutur …

116
i PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR BAHASA MAKASSAR DI KABUPATEN BANTAENG BUGIS LANGUAGE PENETRATION IN THE CENTRAL OF MAKASSAR LANGUAGE SPEAKERS IN BANTAENG TESIS Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Disusun dan Diajukan Oleh HASRIANI Nomor Induk Mahasiswa: 105.04.09.039.14 Kepada PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR 2016

Upload: others

Post on 05-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

i

PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR BAHASA MAKASSAR DI KABUPATEN BANTAENG

BUGIS LANGUAGE PENETRATION IN THE CENTRAL OF MAKASSAR LANGUAGE SPEAKERS IN BANTAENG

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister

Program Studi

Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun dan Diajukan Oleh

HASRIANI Nomor Induk Mahasiswa: 105.04.09.039.14

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2016

Page 2: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

ii

TESIS

PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR BAHASA MAKASSAR KABUPATEN BANTAENG

Yang disusun dan diajukan oleh

HASRIANI NIM: 105.04.09.039.14

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Tesis Pada tanggal 11 Juli 2016

Makassar, Juli 2016

Menyetujui KomisiPembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. H. M. Ide Said, DM., M. Pd. Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum.

Mengetahui,

Direktur Pascasarjana Ketua Program Studi Magister Bahasa Indonesia

Prof. Dr. H. M. Ide Said, DM., M. Pd. Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum.

Page 3: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Penetrasi Bahasa Bugis di Tengah Penutur Bahasa

Makassar di kabupaten Bantaeng

Nama : Hasriani

Nim : 105.04.09.039.14

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Telah diuji dan dipertahankan di depan Panitia Penguji Tesis pada Tanggal

11 Juli 2016 dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan dan dapat diterima

sebagai salah satu untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Makassar, 11 Juli 2016

TIM PENGUJI

Prof. Dr. H.M. Ide Said D.M., M.Pd ……………………… (Ketua/Pembimbing/Penguji)

Dr. A. Rahman Rahim, M. Hum. ……………………… (Sekretaris/Pembimbing/Penguji )

Dr. Bahrun Amin, M. Hum ……………………… ( Penguji 1 )

Dr. Syafruddin, M.Pd ……………………… (Penguji 2 )

Page 4: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

iv

PERNYATAAN KEASLIAN PROPOSAL TESIS

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama :Hasriani

Nomor Pokok :105.04.09.039.14

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Proposal Tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan proposal

tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas

perbuatan tersebut.

Makassar, Juli 2016

Yang Menyatakan

Hasriani Nim. 105.04.09.039.14

Page 5: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

v

ABSTRAK Hasriani, 2016 Penetrasi Bahasa Bugis di Tengah Lingkungan Penutur Bahasa Makassar di Kabupaten Bantaeng ( dibimbing oleh M. Ide Said, DM dan A. Rahman Rahim )

Kebertahanan sebuah bahasa daerah merupakan simbol kebertahanan konsep nilai kebudayaan tradisional. Hilang atau punahnya bahasa daerah termasuk bahasa Bugis, maka hilang dan punah pula konsep nilai kebudayaan tradisional, karena kebudayaan tradisional hanya dapat dimengerti dengan baik melalui ungkapan bahasa daerah masyarakatnya. Dengan kata lain, apabila bahasa daerah punah, citra dan jati diri masyarakatnya pun menjadi tidak jelas. Dengan mengangkat kasus pemertahanan bahasa Bugis di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan , penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui penetrasi bahasa Bugis di tengah penutur bahasa (2) mengetahui faktor penunjang dan penghambat penetrasi bahasa Bugis di tengah penutur bahasa Makassar, dan (3) mengetahui dampak penetrasi bahasa Bugis di tengah penutur bahasa Makassar. Metode yang digunakan adalah pendekatan sosiolinguistik dengan teknik kuesioner, wawancara, pengamatan, kemudian dianalisis dengan pola analisis SWOT. Hasil analisis menunjukkan bahwa bahasa Bugis di Kabupaten Bantaeng masih mempertahankan bahasanya dalam ranah keluarga baik ditinjau dari kategori umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Faktor-faktor yang mendukung pemertahanan bahasa Bugis di Kabupaten Bantaeng adalah loyalitas, kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm), kebanggaan bahasa, umur, dan pekerjaan.

Kata Kunci: Penetrasi Bahasa Bugis dan dipengaruhi oleh keadaan responden

Page 6: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

vi

ABSTRACT

Hasriani, 2016. Bugis Language Penetration in the Central of Makassar Language Speakers in Bantaeng. Supervised by M. Ide Said DM and A. Rahman Rahim. Viability of a regional language was a symbol of the survival of the concept of traditional cultural values

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Atas segala

rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan

waktu yang telah ditentukan. Tesis ini berjudul “Penetrasi Bahasa Bugis di

Tengah Penutur Bahasa Makassar Kabupaten Bantaeng.

Page 7: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

vii

Penyusunan tesis ini menemui banyak tantangan dan hambatan. Namun,

atas bantuan, bimbingan, saran dan dorongan dari berbagai pihak semuanya

dapat diatasi. Karena itu, pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan

kerendahan hati , penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya

kepada Prof. Dr. H. M. Ide Said DM., M.Pd sebagai pembimbing I, dan

Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum sebagai pembimbing II, dengan penuh

kesabaran dan keikhlasan telah meluangkan waktunya untuk memberikan

bimbingan , saran serta motivasi, sejak penyusunan proposal hingga

penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih kepada Rektor Universitas Muhammadiyah

Makassar, Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar,

Ketua Program Studi Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar,

dan para Dosen serta karyawan Program Pascasarjana Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada M. Wahyuddin , S.Pd,

S.PdI yang setiap saat memberikan izin mengikuti perkuliahan. Ucapan

terima kasih ini pun penulis sampaikan kepada teman-teman di kelas C Prodi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah menjadi kawan

seperjuangan yang hebat.

Buat kedua orang tua, ibu mertua dan bapak mertua tercinta sembah

sujud dan terima kasih atas kasih sayang, arahan, doa yang tak pernah putus

kalian berikan untuk penulis. Kepada suami tercinta Muhammad Amin, S.Pd.

Terima kasihku untuk semua waktu, kesabaran, kesetiaan, dan motivasimu

yang tidak henti kau berikan dari awal pendidikan hingga selesainya

Page 8: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

viii

penulisan tesis ini. Kepada anakku yang tersayang Naela Ramadhani Amin

maafkan ibu yang selalu meninggalkanmu dalam menuntut ilmu semoga

sehat selalu. Untuk semua kakak-kakakku. Terima kasih telah memberikan

bantuan baik moril maupun material, dan semua pihak yang telah

memberikan bantuan yang tidak sempat penulis sebutkan namanya, hanya

kado doa penulis ucapkan semoga bernilai ibadah.

Akhirnya, penulis hanya berdoa semoga semua yang telah hadir

memotivasi dan membantu penulis dapat menjadi amalan dan Tuhanlah

membalas dengan kebaikan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti,

pembaca, dan guru bahasa Indonesia sebagai bahan memperkaya

pengetahuan tentang model pembelajaran. Amin!

Billahi Fii Sabilil Haq, Fastabiqul Khaerat.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, Juni 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.......................................................... iii

ABSTRAK…………………………………………………………………….. v

ABSTRACK …………………………………………………………………….

Page 9: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

ix

KATA PENGANTAR ............................................................................... v

DAFTAR ISI ............................................................................................ vi

DAFTAR TABEL……………………………………………………………… vii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… viii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… ix

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN…………………………………………….. x

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................. 7

C. Tujuan Penelitian ................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ................................................................ 8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ............................. 9

A. Kajian Pustaka ....................................................................... 9

1. Penelitian yang Relevan .................................................. 9

2. Pengertian Bahasa .......................................................... 11

3. Hakikat Bahasa ................................................................ 12

4. Hakikat Fonologi ............................................................... 17

5. Hakikat Morfologi .............................................................. 20

6. Hakikat Kedwibahasaan ................................................... 24

7. Pengertian Sosiolinguistik ................................................. 29

8. Bahasa Bugis ……………. ................................................. 34

9. Bahasa Makassar ............................................................. 37

10. Hakikat Pemertahanan Bahasa ........................................ 42

B. Kerangka Pikir ......................................................................... 54

Page 10: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

x

BAB III. METODE PENELITIAN............................................................... 55

A. Rancangan Penelitian .......................................................... 55

B. Lokasi Penelitian ................................................................. 56

C. Jenis dan Sumber Data ........................................................ 57

D. Teknik Penentuan Informan .................................................. 57

E. Instrumen Penelitian ............................................................ 58

F. Metode Pengumpulan Data ................................................. 59

G. Teknik Analisis Data ............................................................ 61

H. Teknik Penyajian Hasil ....................................................... 63

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN… .................................................. 64

A. Hasil Penelitian.. ................................................................... 64

B. Pembahasan… ..................................................................... 75

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN……………… …………….................... 93

A. Simpulan… ........................................................................... 93

B. Saran… ................................................................................. 94

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 96

LAMPIRAN……………………………………………………………………. 98

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

3.1 Tabel Keadaan Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Dan Jenis Kelamin 71

3.2 Tabel Keadaan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 72

Page 11: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Contoh Angka dalam Bahasa Bugis 36

2.2 Contoh Kata dalam Bahasa Makassar 37

Page 12: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

xii

3.1 Skema Kerangka Pikir 54

4.1 Contoh kata dalam Fonologi bahasa Bugis 65

4.1 Contoh kata dalam Morfologi bahasa Bugis 68

4.1 Contoh kata dalam Sintaksis bahasa Bugis 72

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Angket Kuisioner Instrumen Penelitian 93

2. Undangan Seminar Proposal 94

3. Izin Penelitian dari PPs Unismuh Makassar 95

Page 13: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

xiii

4. Izin Penelitian dari Kepala Kantor Kesbang, Politik,

dan Linmas Kabupaten Bantaeng 96

5. Surat Keterangan Kuliah 97

6. Riwayat Hidup 98

DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL

Singkatan dan Simbol Makna/Arti

1. dll : dan lain-lain

2. Kel. : Kelurahan

3. Kec. : Kecamatan

4. Kab. : Kabupaten

Page 14: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

xiv

5. DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat

6. KKB : Kerukunan Keluarga Bantaeng

7. Ha : Hekto Are

8. KM : Kilo Meter

9. No. : Nomor

10. NIP : Nomor Induk Pegawai

11. NIM : Nomor Induk Mahasiswa

12. % : Persen

13. m : meter

DAFTAR ISTILAH

Homogeny : Persamaan macam, jenis, sifat, watak dari anggota suatu kelompok

Heterogen : Beraneka ragam

Diglosia : Situasi kebahasaan dengan pembagian fungsional atas variasi bahasa atau bahasa yang ada dalam masyarakat.

Page 15: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

xv

Mulktikultural : Aneka ragam budaya

Referent : Suatu rujukan

Metalanguage : Bunyi-bunyi yang digunakan untuk menganalisis bunyi itu sendiri

Homo Gramaticus : Sistem bunyi

Etimologis : Asal-usul kata

Morfologi : Pembentukan kata

Morfem : Satuan bentuk bahasa terkecil

Afiksasi : Pengimbuhan

Reduflikasi : Pengulangan

Bilingualism : Kedwibahasaan

Handphone : Alat komunikasi

Purposive sampling : Teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu

Strengths : Kekuatan

Opportunities : Peluang

Weaknesses : Kelemahan

Treaths : Ancaman

Linguistic pride : Kebanggaan berbahasa

Awareness of norm : Kesadaran akan norma

Language loyality : Loyalitas bahasa

Page 16: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

xvi

Page 17: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Manusia memiliki alat komunikasi dan interaksi yaitu sebuah

bahasa. Sebenarnya manusia juga dapat menggunakan alat

komunikasi lain selain bahasa. Namun, tampaknya bahasa merupakan

alat komunikasi yang paling baik, paling sempurna dibandingkan

dengan alat komunikasi lain, seperti alat komunikasi yang dipakai

hewan. Dalam setiap komunikasi, manusia saling menyampaikan

informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan,

maupun emosi secara langsung agar terjadi interaksi yang baik antara

masyarakat.

Masyarakat yang tertutup, yang tidak tersentuh oleh masyarakat

tutur lain, entah karena letaknya yang jauh terpencil atau karena

sengaja tidak mau berhubungan dengan masyarakat tutur lain, maka

masyarakat tutur ini akan tetap menjadi masyarakat tutur yang statis

dan tetap menjadi masyarakat yang monolingual. Sebaliknya,

masyarakat tutur yang terbuka, artinya yang mempunyai hubungan

dengan masyarakat tutur lain tentu akan mengalami apa yang disebut

kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan sebagai

akibatnya. Peristiwa-peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi

sebagai akibat adanya kontak bahasa adalah apa yang di dalam

sosiolinguistik disebut bilingualisme dan diglosia.

Page 18: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

2

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki ragam bahasa yang

sangat banyak.Sehingga menyebabkan banyaknya suku-suku bangsa

di Indonesia yang memiliki bahasa yang berbeda-beda, inilah yang

memungkinkan masyarakat Indonesia memiliki dan menggunakan

lebih dari satu bahasa.Penggunaan lebih dari satu bahasa ini disebut

dengan bilingualisme dan pengguna bahasa lebih dari satu bahasa

disebut bilingual.Meskipun demikian, Indonesia hanya memiliki satu

bahasa yang kemudian dijadikan bahasa nasional yaitu Bahasa

Indonesia.

Di Sulawesi Selatan, selain bahasa Indonesia, terdapat pula

bahasa daerah yang juga berfungsi sebagai alat komunikasi. Salah

satunya adalah bahasa daerah Makassar. Dengan demikian,

masyarakat Sulawesi Selatan juga merupakan masyarakat

Dwibahasawan.Dalam komunikasinya, masyarakat ini senantiasa

menggunakan kedua bahasa tersebut secara bergantian. Dalam

proses inilah, persentuhan atau kontak di antara keduanya dapat

terjadi.

Bahasa merupakan aspek yang penting dalam kehidupan manusia.

Bahasa digunakan oleh bangsa Indonesia dalam berkomunikasi dan

berinteraksi sehari- hari. Semua orang menyadari bahwa interaksi dan

segala kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa. Chaer

dan Agustina (2006:1) mengatakan bahwa bahasa digunakan oleh

Page 19: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

3

penuturnya untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

mengidentifikasikan diri.

Bahasa sebagai alat komunikasi, digunakan oleh manusia untuk

berkomunikasi antar sesama dalam masyarakat karena manusia hidup

dalam masyarakat. Oleh karena itu, bahasa juga hidup dalam

masyarakat. Bahasa dan masyarakat sangat erat hubungannya.

Bahasa dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. Sebagian besar penutur bahasaI ndonesia merupakan

penutur yang bilingual atau dwibahasa. Terjadinya kedwibahasaan

disebabkan oleh adanya kontak bahasa antarabahasa pertama dengan

bahasa kedua. Di Negara Indonesia bahasa pertamanya adalah

bahasa ibu penutur (bahasa daerah) dan bahasa keduanya adalah

bahasa Indonesia.Penutur bahasa Indonesia yang berlatar belakang

kebahasaan bahasa Bugis jumlahnya cukup besar.

Arus globalisasi melanda tata kehidupan social masyarakat

Sulawesi Selatan dewasa ini. Hampir semua lini dalam kehidupan

masyarakat Bantaeng dipengaruhi oleh perkembangan global yang

sulit untuk dikendalikan. Perkembangan global, pada satu sisi

mendorong perubahan,perkembangan masyarakat ke arah yang lebih

baik dan mapan. Misalnya, perkembangan teknologi komunikasi dapat

mempermudah relasi dalam masyarakat.Hal ini terlihat dalam produksi

alat-alat komunikasi yang canggih, seperti telepon genggam

(handphone), televise (TV) dan internet. Pada sisi lain, perkembangan

Page 20: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

4

global membawa masyarakat ke arah yang negatif. Misalnya, egois,

apatis, dan menampilkan gaya hidup yang tidak sesuai dengan kaidah-

kaidah masyarakat suku Makassar. Masyarakat Bantaeng yang

dimaksud dalam konteks ini adalah masyarakat Bantaeng yang sudah

heterogen dalam artian sudah berbaur dengan etnis-etnis lainnya.

Gaya hidup seperti di atas sangat dominan dalam praktik hidup

masyarakat Bantaeng saat ini. Kabupaten Bantaeng sebagai salah

satu kabupaten di Indonesia bagian timur mengalami perubahan

dalam tata cara kehidupan dalam masyarakat. Masyarakat Bantaeng

dikenal sebagai masyarakat homogeny dari segi adat-istiadat, bahasa

Makassar, budaya, dan agama. Dalam konteks ini masyarakat

Bantaeng secara umum dikenal sebagai masyarakat yang

melestarikan warisan budaya leluhurnya.

Citra masyarakat Bantaeng seperti di atas sudah tidak sesuai lagi

dengan gaya hidup masyarakat multicultural. Kabupaten Bantaeng

merupakan kabupaten yang mengalami perkembangan pesat

di berbagai sektor.Sektor pariwisata, ekonomi, dan pertaniaan

merupakan sektor andalan kabupaten ini. sehingga kabupaten ini mulai

didatangi oleh banyak orang mengadu nasib. Keberagaman

latarbelakang budaya tersebut menjadikan masyarakat Kabupaten

Bantaeng sebagai masyarakat multikultural.

Salah satu suku yang berada di tengah-tengah kaum mayoritas

masyarakat suku Makassar adalah berasal dari suku Bugis. Suku ini

Page 21: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

5

menjadi urutan kedua di kabupaten ini setelah suku Makassar. Ini

diakibatkan karena Kabupaten Bantaeng sangat dekat dengan

kabupaten-kabupaten di Sulawesi Selatan yang bersuku Bugis, seperti

Kabupaten Bulukumba, Sinjai, dan Bone.

Suku pendatang akan bersosialisasi atau membaur dengan

masyarakat asli yang menggunakan bahasa Makassar. Hal inilah yang

menyebabkan terjadinya kontak bahasa diantara keduanya. Bahasa

Makassar sebagai bahasa mayoritas dan bahasa Bugis sebagai

bahasa minoritas atau bahasa masyarakat pendatang. Kontak bahasa

tersebut mempengaruhi kesadaran, sikap, dan tindakan sebagian

masyarakat pendatang (Bugis) terhadap bahasa asli (Makassar)

sebagai salah satu identitas budayanya.Hal ini sangat tampak dalam

fenomena kurangnya penggunaan bahasa Bugis dalam komunikasi

masyarakat suku Makassar di Kabupaten Bantaeng. Orang

pendatang cenderung mengikuti gaya hidup dan cara berkomunikasi

masyarakat asli di Kabupaten Bantaeng.

Hal ini tampak dalam lingkup pergaulanmasyarakat multicultural di

Kabupaten Bantaeng, baik di lingkungan kerja maupun keluarga,

dominan menggunakan bahasa Makassar, bahkan terkadang

menggunakan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dengan

bahasa Makassar. Dalam situasi seperti itu, kemungkinan besar

beberapa bahasa terlibat di dalamnya dan ada kemungkinan setiap

warga pendatang atau masyarakat Bugis menjadi dwibahasawan, baik

Page 22: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

6

secara aktif maupun pasif. Karena dalam repertoarnya terdapat

beberapa bahasa, warga dapat melakukan pilihan bahasa. Dalam

situasi diglosia yang baik, tiap-tiap bahasa mempunyai ranah

pemakaiannya. Namun, jika bahasa yang satu merambah ke ranah

penggunaan bahasa lainnya, terjadi diglosia yang bocor. Akibatnya

bahasa tersebut terdesak atau tergeser, sehingga terjadi pergeseran

bahasa.

Jika terjadi pergeseran bahasa oleh masyarakat Bugis secara terus

menerus akan menyebabkan pemertahanan bahasa Bugis di

Kabupaten Bantaeng akan tergerus oleh bahasa Makassar. Penutur

masyarakat Bugis di Kabupaten Bantaeng lambat laun akan beralih

menggunakan bahasa Makassar. Akan tetapi,apabila tiap-tiap bahasa

bertahan pada posisi ranah masing-masing, hal yang terjadi adalah

kebertahanan bahasa. Sehingga inilah yang mendorong peneliti ingin

meneliti tentang permertahanan bahasa Bugis di tengah penutur

bahasa Makassar di Kabupaten Bantaeng.

Bertolak dari uraian di atas walaupun bahasa Bugis merupakan ciri

penting untuk menentukan identitas keetnikan suatu kelompok

pendatang (Bugis), nampaknya bahasa Bugis tidaks elalu dapat

dipertahankan namun bukan berarti bahasa Bugis harus ditinggalkan

begitu saja. BahasaBugis di Kabupaten Bantaeng justru harus

didayagunakan agar budaya dan identitas suku bangsa tidak

tercerabut dari akarnya. Dalam menghadapi guncangan pengaruh

Page 23: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

7

social yang begitu cepat dan kuat, pemertahanan bahasa Bugis dalam

masyarakat penutur bahasa Makassar di Kabupaten Bantaeng

merupakan upaya yang relevan untuk mempertahankan bahasa Bugis

sebagai salah satu warisan leluhur sejak dahulu kala.

B. RumusanMasalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, rumusan masalahpenelitian

ini adalah:

1. Bagaimanakah penetrasi pemakaian bahasa Bugis di tengah

penutur bahasa Makassar ditinjau dari aspek fonologi, morfologi

dan sintaksis ?

2. Apakah faktor-faktor penunjang dan penghambat penetrasi bahasa

Bugis di tengah penutur bahasa Makassar?

3. Apakah dampak penetrasi bahasa Bugis di tengah penutur bahasa

Makassar?

C. TujuanPenelitian

Tujuanyangingin dicapai dalam penelitian iniadalah:

1. Untuk mengetahui penetrasi bahasa Bugis di tengah penutur

bahasa Makassar ditinjau dari aspek fonologi, morfologi dan

sintaksis ?.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penunjang dan penghambat

penetrasi bahasa Bugis di tengah penutur bahasa Makassar.

3. Untuk mengetahui dampak penetrasi bahasa Bugis di tengah

penutur bahasa Makassar.

Page 24: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

8

D. Manfaat HasilPenelitian

Hasil penelitian penetrasi bahasaBugis di tengah penutur bahasa

Makassar di Kabupaten Bantaeng ini diharapkan dapat bermanfaat,

baik secara teoretis maupun praktis seperti di bawah ini:

1. ManfaatTeoretis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan

bagi pengembangan khazanah keilmuan khususnya dalam bidang

bahasa daerah. Di samping itu, melalui penelitian ini diharapkan

mampu menumbuhkan minat kalangan akademisi untuk

melakukan penelitian lebih lanjut tentang bahasa daerah di

Sulawesi Selatan.

2. ManfaatPraktis

a. Secara praktis hasil penelitiani nidiharapkan sebagai bahan

pertimbangan bagi masyarakat, kelompok masyarakat yang

peduli akan bahasa daerah Bugis-Makassar agar lebih gigih

memperjuangkan bahasa tersebut yang saat ini

keberadaannya mengalami keguncangan oleh arus globalisasi.

b. Hasil penelitianini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran kepada pemerintah, atau kepada penentu kebijakan

dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh bahasa daerah

seperti pada dewasa ini.

Page 25: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKADAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Penelitian yang Relevan

Bertahan atau bergesernya sebuah bahasa, baik pada

kelompok minoritas maupun pada kelompok imigran transmigran

dapat disebabkan oleh banyak faktor. Hasil-hasil penelitian

terdahulu menunjukkan bahwa faktor industrialisasi dan urbanisasi/

transmigrasi merupakan faktor-faktor utama. Fishman (1972)

menyebutkan bahwa salah satu faktor penting pemertahanan

sebuah bahasa adalah adanya loyalitas masyarakat pendukungnya.

Dengan loyalitas itu, pendukung suatu bahasa akan tetap

mewariskan bahasanya dari generasi ke generasi. Selain itu, faktor

konsentrasi wilayah permukiman oleh Sumarsono (2002:27)

disebutkan pula sebagai salah satu faktor yang dapat mendukung

kelestarian sebuah bahasa.

Konsentrasi wilayah permukiman merupakan faktor penting

dibandingkan dengan jumlah penduduk yang besar. Kelompok yang

kecil jumlahnya pun dapat lebih kuat mempertahankan bahasanya,

jika konsentrasi wilayah permukiman dapat dipertahankan, sehingga

terdapat keterpisahan secara fisik, ekonomi, dan sosial budaya.

Faktor-faktor lain yang dapat mendukung pemertahanan bahasa

adalah digunakannya bahasa itu sebagai bahasa pengantar di

Page 26: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

10

sekolah-sekolah, dalam penerbitan buku-buku agama, dan

dijadikannya sebagai bahasa pengantar dalam upacara-upacara

keagamaan.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh LukmanGusnawaty

dariUniversitas Hasanuddin mengungkapkan laju pergeseran

bahasa daerah (Bugis) di Sulawesi Selatan. Hasil analisis data

sudah membuktikan bahwa telah terjadi pergeseran bahasa pada

dua wilayah utama yang dijadikan fokus dalam peneltian ini, yaitu

wilayah desa dan kota. Pada keempat wilayah ini terbukti adanya

tingakat perbedaan yang sangat signifikan dengan angka

persentase secara umum pada wilayah kota 52% dan desa 19,15%.

Meskipun terdapat perbedaan yang bervariasi antara empat

wilayah, secara umum angka tersebut memberikan makna yang

sangat signifikan terhadap persoalan pergeseran bahasa pada

suatu tempat atau wilayah. Makna yang terkandung dalam data

tersebut adalah bahwa laju pergeseran bahasa (BB, Bm, BT, dan

BE) di Sulsel sudah waktunya untuk mendapat perhatian khusus.

Sebab kalau tidak keadaannya akan menjadi semakin parah dan

akan susah lagi mengatasinya.

Ririen Ekoyanantiasih, dari Universitas Indonesia Penelitian

yang dilakukan mengenai pemertahanan Bahasa Daerah Jawa telah

dilakukan di Kelurahan Depok Jaya. Tujuannya untuk mengetahui

seberapa jauh variabel-variabel di luar bahasa berpengaruh pada

Page 27: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

11

proses pemertahanan Bahasa Daerah Jawa. Pengumpulan data

dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan daftar

pertanyaan sebagai pedoman wawancara, serta pengamatan

langsung terhadap lima puluh orang sampel. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan analitis

secara kuantitatif dengan memperhitungkan frekuensi distribusi

pemakaian bahasa.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bahasa

Daerah Jawa terutama sekali banyak digunakan di antara anggota

keluarga.Sehingga dapat dikatakan bahwa pemertahanan Bahasa

Daerah Jawa lebih dominan di dalam lingkungan keluarga. Hasil

akhir penelitian ini menunjukkan bahwa besar kecilnya derajat

pemertahanan Bahasa Daerah Jawa dipengaruhi oleh faktor usia,

pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin, dan mobilitas penduduk.

2. Pengertian Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang

berupa bunyi suara atau tanda/isyarat atau lambang yang

dikeluarkan oleh manusia untuk menyampaikan isi hatinya kepada

manusia lain (Soekono, 1984:1).Menurut pendapat tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah bunyi suara berupa

lambang atau tanda yang dikeluarkan oleh manusia untuk

menyampaikan informasi.

Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat,

berupa lambang bunyi ujaran, yang dihasilkan oleh alat ucap

Page 28: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

12

manusia (Keraf, 1991:1).Menurut pedapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa bahasa merupakan bunyi yang dihasilkan oleh

alat ucap manusia yang merupakan alat komunikasi antar anggota

masyarakat berupa bentuk dan makna.

Chaer dan Agustina (2004:1) berpendapat bahwa bahasa

adalah alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki oleh

manusia.Menurut pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

bahasa merupakan suatu sistem yang berupa lambang dan bunyi

bersifat arbitrer sebagai alat komunikasi.

Berdasarkan pendapat tersebut pada dasarnya menyatakan

bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang hanya dimiliki makhluk

hidup yang disebut manusia. Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa makhluk hidup yang lain tidak memiliki bahasa sebagai alat

komunikasi.

3. Hakikat Bahasa

a. Bahasa Itu Sistematik,

Sistematik artinya beraturan atau berpola. Bahasa memiliki

sistem bunyi dan sistem makna yang beraturan. Dalam hal

bunyi, tidak sembarangan bunyi bisa dipakai sebagai suatu

simbol dari suatu rujukan (referent) dalam berbahasa. Bunyi

mesti diatur sedemikian rupa sehingga terucapkan.Kata pnglln

tidak mungkin muncul secara alamiah, karena tidak ada vokal di

dalamnya. Kalimat pagi ini Faris pergi ke kampus, bisa

Page 29: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

13

dimengarti karena polanya sistematis, tetapi kalau diubah

menjadi Pagi pergi ini kampus ke Faris tidak bisa dimengerti

karena melanggar sistem. (Sudaryanto. 1989:51).

Bukti lain, dalam struktur morfologis bahasa Indonesia,

prefiks me- bisa berkombinasi dengan dengan sufiks –kan dan –i

seperti pada kata membetulkan dan menangisi.Akan tetapi, tidak

bisa berkombinasi dengan ter-.Tidak bisa dibentuk kata

mentertawa, yang ada adalah menertawakan atau tertawa.

Mengapa demikian ?Karena bahasa itu beraturan dan berpola.

b. Bahasa Itu Manasuka (Arbitrer)

Manasuka atau arbiter adalah acak, bisa muncul tanpa

alasan. Kata-kata (sebagai simbol) dalam bahasa bisa muncul

tanpa hubungan logis dengan yang disimbolkannya. Mengapa

makanan khas yang berasal dari Garut itu disebut dodol bukan

dedel atau dudul ? Mengapa binatang panjang kecil berlendir itu

kita sebut cacing ? Mengapa tumbuhan kecil itu disebut rumput,

tetapi mengapa dalam bahasa Sunda disebut jukut, lalu dalam

bahasa Bugis dinamai suket ? Tidak adanya alasan kuat untuk

menbugis pertanyaan-pertanyaan di atas atau yang sejenis

dengan pertanyaan tersebut. (Moeliono, 1989:27).

Bukti-bukti di atas menjadi bukti bahwa bahasa memiliki

sifat arbitrer, mana suka, atau acak semaunya.Pemilihan bunyi

dan kata dalam hal ini benar-benar sangat bergantung pada

Page 30: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

14

konvensi atau kesepakatan pemakai bahasanya.Orang Sunda

menamai suatu jenis buah dengan sebutan cau, itu terserah

komunitas orang Sunda, biarlah orang Bugis menamakannya

gedang, atau orang Betawi menyebutnya pisang.

Ada memang kata-kata tertentu yang bisa dihubungkan

secara logis dengan benda yang dirujuknya seperti kata

berkokok untuk bunyi ayam, menggelegar untuk menamai bunyi

halilintar, atau mencicit untuk bunyi tikus. Akan tetapi, fenomena

seperti itu hanya sebagian kecil dari keselurahan kosakata

dalam suatu bahasa.

c. Bahasa Itu Vokal

Vokal dalam hal ini berarti bunyi.Bahasa wujud dalam bentuk

bunyi.Kemajuan teknologi dan perkembangan kecerdasan

manusia memang telah melahirkan bahasa dalam wujud tulis,

tetapi sistem tulis tidak bisa menggantikan ciri bunyi dalam

bahasa. Sistem penulisan hanyalah alat untuk menggambarkan

arti di atas kertas, atau media keras lain. Lebih jauh lagi, tulisan

berfungsi sebagai pelestari ujaran. Lebih jauh lagi dari itu,

tulisan menjadi pelestari kebudayaan manusia. Kebudayaan

manusia purba dan manusia terdahulu lainnya bisa kita prediksi

karena mereka meninggalkan sesuatu untuk dipelajari. Sesuatu

itu antara lain berbentuk tulisan. Realitas yang menunjukkan

bahwa bahasa itu vokal mengakibatkan telaah tentang bahasa

Page 31: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

15

(linguistik) memiliki cabang kajian telaah bunyi yang disebut

dengan istilah fonetik dan fonologi. (Sudaryanto. 1989:52).

d. Bahasa Itu Simbol

Simbol adalah lambang sesuatu, bahasa juga adalah

lambang sesuatu.Titik-titik air yang jatuh dari langit diberi simbol

dengan bahasa dengan bunyi tertentu.Bunyi tersebut jika ditulis

adalah hujan. Hujan adalah simbol linguistik yang bisa disebut

kata untuk melambangkan titik-titik air yang jatuh dari langit itu.

Simbol bisa berupa bunyi, tetapi bisa berupa goresan tinta

berupa gambar di atas kertas. Gambar adalah bentuk lain dari

simbol. Potensi yang begitu tinggi yang dimiliki bahasa untuk

menyimbolkan sesuatu menjadikannya alat yang sangat

berharga bagi kehidupan manusia. Tidak terbayangkan

bagaimana jadinya jika manusia tidak memiliki bahasa, betapa

sulit mengingat dan mengomunikasikan sesuatu kepada orang

lain. (Sasangka. 2000:51).

e. Bahasa Itu Mengacu pada Dirinya

Sesuatu disebut bahasa jika ia mampu dipakai untuk

menganalisis bahasa itu sendiri. Binatang mempunyai bunyi-

bunyi sendiri ketika bersama dengan sesamanya, tetapi bunyi-

bunyi yang mereka gunakan tidak bisa digunakan untuk

mempelajari bunyi mereka sendiri.Berbeda dengan halnya bunyi-

bunyi yang digunakan oleh manusia ketika berkomunikasi.Bunyi-

Page 32: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

16

bunyi yang digunakan manusia bisa digunakan untuk

menganalisis bunyi itu sendiri.Dalam istilah linguistik, kondisi

seperti itu disebut dengan metalanguage, yaitu bahasa dapat

dipakai untuk membicarakan bahasa itu sendiri.Linguistik

menggunakan bahasa untuk menelaah bahasa secara

ilmiah. (Sudaryanto. 1989:54).

f. Bahasa Itu Manusiawi

Bahasa itu manusiawi dalam arti bahwa bahwa itu adalah

kekayaan yang hanya dimiliki umat manusia. Manusialah yang

berbahasa sedangkan hewan dan tumbuhan tidak.Para ahli

biologi telah membuktikan bahwa berdasarkan sejarah evolusi,

sistem komunikasi binatang berbeda dengan sistem komunikasi

manusia, sistem komunikasi binatang tidak mengenal ciri bahaya

manusia sebagai sistem bunyi dan makna. Perbedaan itu

kemudian menjadi pembenaran menamai manusia sebagai

homo loquens atau binatang yang mempunyai kemampuan

berbahasa. Karena sistem bunyi yang digunakan dalam bahasa

manusia itu berpola manusia pun disebut homo grammaticus,

atau hewan yang bertata bahasa. (Sudaryanto. 1989:56).

g. Bahasa Itu Komunikasi

Fungsi terpenting dan paling terasa dari bahasa adalah

bahasa sebagai alat komunikasi dan interakasi. Bahasa

berfungsisebagai alat mempererat antarmanusia dalam

Page 33: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

17

komunitasnya, dari komunitas kecil seperti keluarga, sampai

komunitas besar seperti negara. Tanpa bahasa tidak mungkin

terjadi interaksi harmonis antar manusia, tidak terbayangkan

bagaimana bentuk kegiatan sosial antarmanusia tanpa bahasa.

Komunikasi mencakup makna mengungkapkan dan

menerima pesan, caranya bisa dengan berbicara, mendengar,

menulis, atau membaca.Komunikasi itu bisa berlangsung dua

arah, bisa pula searah. Komunikasi tidak hanya berlangsung

antarmanusia yang hidup pada satu zaman, komunikasi itu dapat

dilakukan antarmanusia yang hidup pada zaman yang berbeda,

tentu saja meskipun hanya satu arah. Nabi Muhammad saw,

telah meninggal pada masa silam, tetapi ajaran-ajarannya telah

berhasil dikomunikasikan kepada umat manusia pada masa

sekarang. Melalui buku, para pemikir sekarang bisa

mengomunikasikan pikirannya kepada para penerusnya yang

akan lahir di masa datang. Itulah bukti bahwa bahasa menjadi

jembatan komunikasi antarmanusia.

4. Hakikat Fonologi

Bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan

membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa disebut fonologi,

yang secara etimologis, terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan

logi yaitu ilmu. Menurut Jahmi (2006:16), satuan bunyi yang

menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan

Page 34: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

18

fonemik. Secara umum fonetik biasa dijelaskan sebagai cabang

studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa

memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi

sebagai pembeda makna atau tidak.Sedangkan fonemik adalah

cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan

memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna.

Untuk lebih jelasnya kalau diperhatikan baik-baik ternyata

bunyi yang terdapat pada kata-kata intan, angin, dan batik

adalah tidak sama. Ketidaksamaan bunyi[i] dan bunyi [p] pada

deretan kata-kata itulah sebagai salah satu contoh objek atau

sasaran studi fonetik. Dalam kajiannya fonetik, akan berusaha

mendeskripsikan perbedaan bunyi-bunyi itu serta menjelaskan

sebab-sebabnya. Sebaliknya, perbedaan bunyi /p/dan /b/ yang

terdapat misalnya pada kata [paru] dan [baru] adalah menjadi

contoh sasaran studi fonemik, sebab perbedaan bunyi lpl dan lbl

itu menyebabkan berbedanya makna kata [paru] dan [baru] itu.

a. Fonetik

Fonetik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari

bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi

tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.

Kemudian menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu,

dibedakan adanya tiga jenis fonetik, yaitu fonetik artikulatoris,

fonetik akustik, dan fonetik auditoris.

Page 35: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

19

1) Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik

fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat

bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa

serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.

2) Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai

peristiwa fisis atau fenomena alam. Sedangkan fonetik

auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan

bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Dari ketiga jenis fonetik

ini yang paling berurusan dengan ilmu linguistik adalah

fonetik artikulatoris sebab fonetik inilah yang berkenaan

dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu

dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik

akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik

auditoris lebih berkenaan dengan bidang kedokteran.

b. Fonemik

Identitas fonem sebagai identitas pembeda. Dasar bukti

identitas fonem adalah apa yang dapat kita sebut “fungsi

pembeda” sebagai sifat khas fonem itu. Seperti contoh tentang

rupa dan lupa.Satu-satunya perbedaan diantara kedua kata itu

ialah menyangkut bunyi pertama, /r/ dan /i/. Oleh karena semua

yang lain dalam pasangan kedua kata ini adalah sama, maka

pasangan tersebut disebut “pasangan minimal”, perbedaan di

dalam pasangan itu adalah “minimal”. Dengan perkataan lain,

Page 36: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

20

perbedaan antara /i/ dan /r/ adalah apa yang membedakan dari

sudut analisis bunyi rupa dan lupa. Maka dari itu, /i/ dan /r/

dalam bahasa Indonesia merupakan fonem-fonem yang

berbeda identitasnya.

Objek penelitian fonemik adalah fonem yakni bunyi

bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata.

Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan,

harus dicari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang

mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan

satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang

pertama. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda

maknanya, maka berarti bunyi tersebut adalah sebuah fonem,

karena dia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua

satuan bahasa itu.

5. Hakikat Morfologi

Secara etimologis kata morfologi berasal dari kata “morf”

yang berarti bentuk dan kata “logi” yang berarti ilmu.Jadi,

secara harfiah kata morfologi berarti ilmu mengenai bentuk. Di

dalam kajian linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-

bentuk dan pembentukan kata; sedangkan di dalam kajian

biologi morfologiberarti ilmu mengenai bentuk-bentuk sel-sel

tumbuhan atau jasad-jasad hidup.

Page 37: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

21

Kalau dikatakan morfologi membicarakan masalah

bentuk-bentuk dan pembentukan kata,maka semua satuan

bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala

bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan

mengenai pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan

mengenai komponen atau unsur pembentukan kata itu, yaitu

morfem, baik morfem dasar maupun morfem afik, dengan

berbagai alat proses pembenktukan kata itu, yaitu afiks dalam

proses pembentuklan kata melalui proses afiksasi,reduplikasi,

ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui

proses reduplikasi, penggabungan dalam proses pembentukan

kata melalui proses komposisi dan sebagainya. Jadi, ujung dari

proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan

makna sesuai dengan keperluan dalam satu tindak pertuturan.

Bila bentuk dan makna yang terbentuk dari satu proses

morfologi sesuai dengan yang diperlukan dalam pertuturan,

maka bentuknya dapat dikatakan berterima, tetapi jika tidak

sesuai dengan yang diperlukan, maka bentuk itu dikatakan

tidak berterima. Dalam kajian morfologi, alasan sosial itu

disingkirkan dulu.

Morfologi atau tata kata adalah cabang ilmu bahasa

yang mempelajari seluk-beluk pembentukan kata Morfologi

Page 38: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

22

mengkaji seluk-beluk morfem, bagaimana mengenali sebuah

morfem, dan bagaimana morfem berproses membentuk kata.

Morfem adalah bentuk bahasa yang dapat dipotong-

potong menjadi bagian yang lebih kecil, yang kemudian dapat

dipotong lagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi begitu

seterusnya sampai ke bentuk yang jika dipotong lagi tidak

mempunyai makna. Morfem yang dapat berdiri sendiri

dinamakan morfem bebas, sedangkan morfem yang melekat

pada bentuk lain dinamakan morfem terikat.

Alomorf adalah bentuk-bentuk realisasi yang berlainan

dari morfem yang sama. Morf adalah sebuah bentuk yang

belum diketahui statusnya. Untuk menentukan sebuah bentuk

adalah morfem atau bukan, harus dibandingkan bentuk

tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain.

Morfem utuh yaitu morfem yang merupakan satu kesatuan yang

utuh. Morfem terbagi yaitu morfem yang merupakan dua bagian

yang terpisah atau terbagi karena disisipi oleh morfem lain.

Kata adalah satuan gramatikal bebas yang terkecil.Kata

dapat berwujud dasar yaitu terdiri atas satu morfem dan ada

kata yang berafiks. Kata secara umum dapat diklasifikasikan

menjadi lima kelompok yaitu verba, adjektiva, averbia, nomina,

dan kata tugas.

Page 39: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

23

Dalam bahasa Indonesia kita kenal ada proses

morfologis; afiksasi, reduplikasi, komposisi, abreviasi,

metanalisis, dan derivasi balik. Afiksasi adalah proses yang

mengubah leksem menjadi kata kompleks. Di dalam bahasa

Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang dapat diklasifikasikan

menjadi prefiks, infiks, sufiks, simulfiks, konfiks, dan kombinasi

afiks.

Reduplikasi merupakan pengulangan bentuk.Ada 3

macam jenis reduplikasi, yaitu reduplikasi fonologis, reduplikasi

morfemis, dan reduplikasi sintaktis. Reduplikasi juga dapat

dibagi atas: dwipurwa, dwilingga, dwilingga salin swara,

dwiwasana, dan trilingga.

Pemajemukan atau komposisi adalah proses

penghubungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata.

Secara empiris ciri-ciri pembeda kata majemuk dari frasa

adalah ketaktersisipan, ketakterluasan, dan

ketakterbalikan.Abreviasi adalah proses penggalangan satu

atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga

jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Istilah lain untuk

abreviasi ialah pemendekan, sedangkan hasil prosesnya

disebut kependekan. Bentuk kependekan itu dapat dibagi atas

singkatan, penggalan, akronim, kontraksi, dan lambang huruf.

Page 40: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

24

Derivasi balik adalah proses pembentukan kata berdasarkan

pola-pola yang ada tanpa mengenal unsur-unsurnya.

6. Hakikat Kedwibahasaan

Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa

Indonesia disebutjuga kedwibahasaan.Dariistilahnya secara

harfiahsudahdapatdipahami apayang dimaksud dengan

bilingualism itu,yaituberkenaandenganpenggunaan dua bahasa

ataudua kode bahasa. Secara sosiolinguistik,bilingualisme

diartikan sebagaipenggunaanduabahasaolehseorang

penuturdalampergaulannyadengan

oranglainsecarabergantian(Mackey dalam

Aslinda,2007:24).Gunarwan (

2002:36)mengatakankedwibahasaanadalahpenggunaanduabah

asa ataulebiholeh seseorang atau olehsuatu masyarakat.Jadi,

dapat diambil kesimpulan bahwa

kedwibahasaanberhubunganeratdenganpemakaianduabahasaa

taulebih oleh seorangatau masyarakatdwibahasawan

secarabergantian.

Dalammembicarakan masalah kedwibahasaan,tidak

mungkin terpisahkan adanya peristiwa

kontakbahasa.Suwito(1985:40)mengatakanbahwa

kedwibahasaan sebagai wujud dalam peristiwa kontak

bahasa.Seorang

Page 41: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

25

dwibahasawansangatmungkinsebagaiawalterjadinyainterferensi

dalambahasa, sehinggaantarakontak bahasadan

dwibahasawansangat erat hubungannya.

Masyarakat Indonesia mengenal bahasa daerah atau

bahasa ibu sebagai B1.Mereka menggunakan B1 sebagai

bahasa pengantar dalam berkomunikasi, sebelum mengenal

dan menguasai BI sebagai bahasa kedua.Keadaan seperti ini

oleh para sosiolinguis lazim disebut dengan masyarakat yang

bilingual atau masyarakat yang berdwibahasa.Istilah

kedwibahasaan mula-mula diperkenalkan oleh Bloomfield pada

permulaan abad ke-20.“Kedwibahasaan sebagai penguasaan

dua bahasa seperti penutur aslinya” (Bloomfield dalam

Mustakim, dkk 1994: 10).Selain itu, “kedwibahasaan diartikan

sebagai pengetahuan dua bahasa (knowledge of

twolanguages)” (Haugen dalam Suwito, 1985: 49).Dalam

kedwibahasaan seorang dwibahasawan tidak harus menguasai

secara aktif dua bahasa, tetapi cukuplah mengetahui secara

positif dua bahasa. Kedwibahasaan adalah penggunaan dua

bahasa oleh seseorang penutur dalam pergaulannya dengan

orang lain secara bergantian. Hal ini mengisyaratkan bahwa

untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang

harus menguasai dua bahasa, yaitu BI dan B2.Nababan

(1987:7) berpendapat bahwa kedwibahasaan adalah

Page 42: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

26

kemampuan memakai dua bahasa atau lebih dan pemakaian

bahasa itu secara bergantian.

Seorang dwibahasawan dapat berganti dari satu bahasa

ke bahasa lain. Misalnya, seseorang sedang menggunakan

bahasa A tetapi unsur yang dipakai ialah struktur atau unsur

bahasa B atau sebaliknya, Kejadian seperti ini disebut dengan

istilah interferensi. “Interferensi dapat dikatakan sebagai

pengacauan apabila kemampuan dan kebiasaan seseorang

dalam bahasa utama (bahasa sumber) berpengaruh atas

penggunaannya dari bahasa kedua (bahasa sasaran)”

(Nababan, 1993: 32).“Kedwibahasaan selalu berkembang

cenderung meluas karena istilah kedwibahasaan itu bersifat

nisbi (relatif)” (Suwito, 1988:48). Jarang sekali orang benar-

benar dapat menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya.

Selanjutnya batasan pengertian kedwibahasaan dikemukakan

oleh Nababan Et.al bahwa satu daerah atau masyarakat tempat

dua bahasa berada disebut daerah atau masyarakat yang

berdwibahasa.Orang yang menggunakan dua bahasa disebut

dwibahasawan.

Dari beberapa pendapat pakar bahasa di atas, dapat

disimpulkan bahwakedwibahasaan adalah pemakaian dua

bahasa secara bergantian, baik secara lisan maupun tertulis

oleh satu individu atau kelompok masyarakat.Kedwibahasaan

Page 43: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

27

dapat terjadi apabila ada dua bahasa atau lebih dalam

masyarakat. Keadaan seperti ini terdapat pula di negara kita, di

samping bahasa Indonesia terdapat juga bahasa daerah. Istilah

penting yang berhubungan dengan kedwibahasaan antara lain

adalah dwibahasawan. Dwibahasawan adalah seseorang yang

yang mempunyai kemampuan menggunakan dua bahasa

secara berganti-ganti.

Wojowasito menjelaskan bahwa seorang dwibahasawan

tidak harus menguasai kedua bahasa yang dimilikinya sama

fasih, tetapi cukup apabila ia dapat menyatakan diri dalam dua

bahasa tersebut atau dapat memahami apa yang dikatakan

atau ditulis dalam bahasa itu (dalam Mustakim, 1994: 11).

Suwito (1985:52) menjelaskan bahwa hampir setiap warga

negara Indonesia dapat menguasai bahasaIndonesia secara

baik di samping bahasa daerahnya masing-masing. Walaupun

mereka menguasai kedua bahasa itu secara baik, mereka tidak

dapat menggunakan kedua bahasa itu secara

sembarangan.Maksudnya, mereka menggunakan bahasa

tersebut tidak pada sembarang tempat, sembarang situasi, dan

sembarang keperluan.Penggunaan bahasa harus disesuaikan

dengan fungsi dan peranan bahasa tersebut.Di Indonesia

disamping BI digunakan pula bahasa daerah dan bahasa

asing.Penggunaan bahasa-bahasa tersebut harus sesuai

Page 44: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

28

dengan pola pemakaian bahasa yang sesuai dengan fungsi

kemasyarakatan, situasi serta konteksnya.

Setiap bahasa mempunyai fungsi dan peranan masing-

masing.(Poedjoesoedarmodalam Mustakim, 1994: 12)

menjelaskan bahwa bahasa daerah lazim digunakan dalam

situasi pembicaraan yang tidak resmi, kekeluargaan,

kedaerahan, dan tradisional, bahasa Indonesia atau bahasa

nasional digunakan dalam situasi pembicaraan yang bersifat

kenegaraan, kedinasan, keilmuan, kenasionalan, dan modern.

Situasi kebahasaan seperti ini memungkinkan terjadinya

penggunaan bahasa yang tumpang tindih karena adanya

kontak bahasa.Jadi, dapat disimpulkan bahwa dwibahasawan

adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam

menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian.

Akibat dari masyarakat yang bilingual ditambah dengan

adanya kontak bahasa, muncul berbagai peristiwa bahasa

antara lain berupa peminjamanunsur kebahasaan, peminjaman

dengan pengubahan, alih kode dan campur kode,serta

interferensi baik secara lisan maupun secara tertulis.Dari

beberapa pengertian tentang dwibahasawan, maka

penggunaan BIdalam bidang pendidikan formal dan bahasa

daerah dalam pergaulan merupakansalah satu bukti bahwa

Page 45: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

29

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia

FKIP Unismuh Makassar adalah dwibahasawan.

7. Pengertian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik bersasal dari kata “sosio” dan “ linguistic”.

Sosio sama dengan kata sosial yaitu berhubungan dengan

masyarakat. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari dan

membicarakan bahasa khususnya unsur-unsur bahasa dan

antara unsur-unsur itu.Jadi, sosiolinguistik adalah kajian yang

menyusun teori-teori tentang hubungan masyarakat dengan

bahasa.Berdasarkan pengertian sebelumnya, sosiolinguistik

juga mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan

bahasa khususnya perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam

bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan

(Nababan et.al 1993:2).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa sosiolinguistik tidak hanya mempelajari

tentang bahasa, tetapi juga mempelajari tentang aspek-aspek

bahasa yang digunakan oleh masyarakat.Sosiolinguistik

merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dengan linguistik,

dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan erat. Sosiologi

merupakan kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia

di dalam masyarakat, lembaga-lembaga, dan proses sosial

Page 46: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

30

yang ada di dalam masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui

bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada.

Dengan mempelajari lembaga-lembaga, proses sosial

dan segala masalah sosial di dalam masyarakat, akan diketahui

cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya,

bagaimana mereka bersosialisasi, dan menempatkan diri

dalam tempatnya masing-masing di dalam masyarakat

sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari

tentang bahasa, atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai

objek kajiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisipliner yang

mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan

bahasa itu dalam masyarakat (Chaer dan Agustina 2006:

2).Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik

adalah antardisipliner yang mempelajari bahasa dalam

kaitannya dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan

tersebut.Selain sosiolinguistik ada juga digunakan istilah

sosiologi bahasa. Banyak yang menganggap kedua istilah itu

sama, tetapi ada pula yang menganggapnya berbeda. Ada

yang mengatakan digunakannya istilah sosiolinguistik karena

penelitiannya dimasuki dari bidang linguistik, sedangkan

sosiologi bahasa digunakan kalau penelitian itu dimasuki dari

bidang sosiologi.

Page 47: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

31

Fishman (dalam Chaer 2006: 5) mengatakan kajian

sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif.Jadi sosiolinguistik

berhubungan dengan perincian- perincian penggunaan bahasa

yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian

bahasa atau dialek tertentu yang dilakukan penutur, topik, latar

pembicaraan.Sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama

sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta bagian dari

masyarakat dan kebudayaan tertentu.Sedangkan yang

dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi

sosial yang terjadi dalam situasi konkrit.Berdasarkan beberapa

uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik berarti

mempelajari tentang bahasa yang digunakan dalam daerah

tertentu atau dialek tertentu. Ditinjau dari nama, sosiolingustik

menyangkut sosiologi dan linguistik, karena itu sosiolinguistik

mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kedua kajian

tersebut. Sosio adalah masyarakat, dan linguistik adalah kajian

bahasa.Jadi kajian sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa

yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan.Berdasarkan

beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik

berarti ilmu yang mempelajari tentang bahasa yang dikaitkan

dengan kondisi masyarakat tertentu.

Sosiolinguistik cenderung memfokuskan diri pada

kelompok sosial serta variabel linguistik yang digunakan dalam

Page 48: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

32

kelompok itu sambil berusaha mengorelasikan variabel tersebut

dengan unit-unit demografik tradisional pada ilmu-ilmu sosial,

yaitu umur, jenis kelamin, kelas sosio-ekonomi, pengelompokan

regional, status dan lain-lain. Bahkan pada akhir-akhir ini juga

diusahakan korelasi antara bentuk-bentuk linguistik dan fungsi-

fungsi sosial dalam interaksi intra-kelompok untuk tingkat

mikronya, serta korelasi antara pemilihan bahasa dan fungsi

sosialnya dalam skala besar untuk tingkat makronya (Ibrahim,

1995:4).Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa

yang memfokuskan diri pada kelompok sosial serta variabel

linguistik.

Alwasilah (1993:3-5) menjelaskan bahwa secara garis

besar yang diselidiki oleh sosiolingustik ada lima yaitu macam-

macam kebiasaan (convention) dalam mengorganisasi ujaran

dengan berorientasi pada tujuan-tujuan sosial studi bagaimana

norma-norma dan nilai-nilai sosial mempengaruhi perilaku

linguistik. Variasi dan aneka ragam dihubungkan dengan

kerangka sosial dari para penuturnya, pemanfaatan sumber-

sumber linguistik secara politis dan aspek- aspek sosial secara

bilingualisme.

Sosiolinguistik menyoroti keseluruhan masalah yang

berhubungan dengan organisasi sosial perilaku bahasa, tidak

Page 49: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

33

hanya mencakup perilaku bahasa saja, tetapi juga sikap-sikap

bahasa, perilaku terhadap bahasa dan pemakaian

bahasa.Dalam sosiolingustik ada kemungkinan orang memulai

dari masalah kemasyarakatan kemudian mengaitkan dengan

bahasa, tetapi bisa juga berlaku sebaliknya mulai dari bahasa

kemudian mengaitkan dengan gejala-gejala kemasyarakatan.

Sosiolinguistik dapat mengacu pada pemakaian data

kebahasaan dan menganalisis kedalam ilmu-ilmu lain yang

menyangkut kehidupan sosial, dan sebaliknya mengacu

kepada data kemasyarakatan dan menganalisis ke dalam

linguistik. Misalnya orang bisa melihat dulu adanya dua ragam

bahasa yang berbeda dalam satu bahasa kemudian

mengaitkan dengan gejala sosial seperti perbedaan jenis

kelamin sehingga bisa disimpulkan, misalnya ragam (A)

didukung oleh wanita ragam (B) didukung oleh pria dalam

masyarakat itu. Atau sebaliknya, orang bisa memulai dengan

memilah masyarakat berdasarkan jenis kelamin menjadi pria-

wanita, kemudian menganalisis bahasa atau tutur yang bisa

dipakai wanita atau tutur yang bisa dipakai pria.

Trudgill (dalam Sumarsono 2002: 3) mengungkapkan

sosiolinguistik adalah bagian dari linguistik yang berkaitan

dengan bahasa sebagai gejala sosial dan gejala

kebudayaan.Bahasa bukan hanya dianggap sebagai gejala

Page 50: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

34

sosial melainkan juga gejala kebudayaan.Implikasinya adalah

bahasa dikaitkan dengankebudayaan masih menjadi cakupan

sosiolinguistik, dan ini dapat dimengertikarena setiap

masyarakat pasti memiliki kebudayaan tertentu.Sebagai

anggota masyarakat sosiolinguistik terikat oleh nilai-nilai

budayamasyarakat, termasuk nilai-nilai ketika dia

menggunakan bahasa.Nilai selaluterkait dengan apa yang baik

dan apa yang tidak baik, dan ini diwujudkan dalam kaidah-

kaidah yang sebagian besar tidak tertulis tetapi dipatuhi oleh

wargamasyarakat. Apa pun warna batasan itu, sosiolinguistik

itu meliputi tiga hal, yaknibahasa, masyarakat, dan hubungan

antara bahasadan masyarakat.

Berdasarkan batasan-batasan tentang sosiolinguistik di

atas dapatdisimpulkan bahwa sosiolinguistik itu meliputi tiga

hal, yakni bahasa, masyarakat,dan hubungan antara bahasa

dengan masyarakat.Sosiolinguistik membahas ataumengkaji

bahasa sehubungan dengan penutur,bahasa sebagai anggota

asyarakat.Bagaimana bahasa itu digunakan untuk

berkomunikasi antara anggota masyarakatyang satu dengan

yang lainnya untuk saling bertukar pendapat dan

berinteraksiantara individu satu dengan lainnya.

8. Bahasa Bugis

Page 51: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

35

Bahasa Bugis adalah salah satu dari rumpun bahasa

Austronesia yang digunakan oleh etnik Bugis di Sulawesi

Selatan, yang tersebar di sebagian Kabupaten Maros,

Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Parepare,

Kabupaten Pinrang, sebahagian Kabupaten Enrekang,

sebahagian Kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten

Sidenreng Rappang, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Wajo,

Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, sebagian Kabupaten

Bulukumba, dan sebagian Kabupaten Bantaeng.

Bahasa Bugis terdiri atas beberapa dialek. Seperti dialek

Pinrang yang mirip dengan dialek Sidrap. Dialek Bone (yang

berbeda antara Bone Utara dan Selatan). Dialek Soppeng.

Dialek Wajo (juga berbeda antara Wajo bagian utara dan

selatan, serta timur dan barat). Dialek Barru, Dialek Sinjai dan

sebagainya.

Ada beberapa kosakata yang berbeda selain dialek.

Misalnya, dialek Pinrang dan Sidrap menyebut kata Lokal untuk

pisang. Sementara dialek Bugis yang lain menyebut Otti atau

Utti,adapun dialek yang agak berbeda yakni kabupaten sinjai

setiap bahasa Bugis yang mengunakan Huruf "W" diganti

dengan Huruf "H" contoh; diawa diganti menjadi diaha.

Karya sastra terbesar dunia yaitu I Lagaligo menggunakan

bahasa Bugis tinggi yang disebut bahasa Torilangi. Bahasa Bugis

Page 52: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

36

umum menyebut kata Menre' atau Manai untuk kata yang berarti

"ke atas/naik". Sedang bahasa Torilangi menggunakan kata

"Manerru". Untuk kalangan istana, bahasa Bugis juga mempunyai

aturan khusus. Jika orang biasa yang meninggal digunakan kata

"Lele ri Pammasena" atau "mate". Sedangkan jika raja atau

kerabatnya yang meninggal digunakan kata "Mallinrung".

Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai

aksara Lontara. Contoh:

Contoh angka dalam bahasa Bugis:

Bahasa Indonesia Bahasa Bugis Nol Nolo' Satu Si'di Dua Duwa Tiga Tellu Empat Eppa' Lima Lima Enam Enneng Tujuh Pitu Delapan Aruwa' Sembilan Asera' Sepuluh Seppulo

Page 53: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

37

9. Bahasa Makassar

Bahasa Makssar juga disebut sebagai Basa Mangkasara' adalah

bahasa yang dituturkan oleh suku Makassar, penduduk Sulawesi

Selatan, Indonesia. Bahasa ini dimasukkan ke dalam suatu rumpun

bahasa Makassar yang sendirinya merupakan bagian dari rumpun

bahasa Sulawesi Selatan dalam cabang Melayu-Polinesia dari

rumpun bahasa Austronesia.Bahasa ini mempunyai abjadnya

sendiri, yang disebut Lontara, namun sekarang banyak juga ditulis

dengan menggunakan huruf Latin.Huruf Lontara berasal dari huruf

Brahmi kuno dari India. Seperti banyak turunan dari huruf ini,

masing-masing konsonan mengandung huruf hidup "a" yang tidak

ditandai. Huruf-huruf hidup lainnya diberikan tanda baca di atas, di

bawah, atau di sebelah kiri atau kanan dari setiap

konsonan.Beberapa contoh kata atau ungkapan dalam bahasa

Makassar dalam huruf Latin:

Makassar Arti Balla' Rumah Bulu' Bulu/Rambut Bambang Hangat/Panas Cipuru' Lapar Doe' Uang Iyo' Iya Lompo Besar Sallo Lama (untuk waktu) Tabe' Permisi

Page 54: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

38

Tena Tidak Ada Mata Allo Mata Hari Jappa-jappa Jalan-jalan Lompo Besar Ca’di Kecil Sallo Lama Tabe’ Permisi Tena Tidak Nia Ada Karaeng Raja Motere Pulang Nganre Makan

10. Gambaran Sejarah Kota Bantaeng

Dulunya daerah Bantaeng ini masih berupa lautan. Hanya

beberapa tempat tertentu saja yang berupa daratan yaitu daerah

Onto dan beberapa daerah di sekitarnya yaitu Sinoa, Bisampole,

Gantarang Keke, Mamapang, Katapang dan Lawi-Lawi.Masing-

masing daerah ini memiliki pemimpin sendiri-sendiri yang disebut

dengan Kare’. Suatu ketika para Kare yang semuanya ada tujuh

orang tersebut, bermufakat untuk mengangkat satu orang yang

akan memimpin mereka semua. Sebelum itu mereka sepakat untuk

melakukan pertapaan lebih dulu, untuk meminta petunjuk kepada

Dewata (Yang Maha Kuasa) siapa kira-kira yang tepat menjadi

pemimpin mereka. Lokasi pertapaan yang dipilih adalah daerah

Onto. Ketujuh Kare itu kemudian bersamadi di tempat itu.

Page 55: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

39

Tempat-tempat samadi itu sekarang disimbolkan dengan

Balla Tujua (tujuh rumah kecil yang beratap, berdidinding, dan

bertiang bambu). Pada saat mereka bersemadi, turunlah cahaya ke

Kare Bisampole (Pimpinan Daerah Bisampole) dan terdengar suara

:”Apangaseng antu Nuboya Nakadinging-dinginganna” (Apa yang

engkau cari dalam cuaca dingin seperti ini).

Lalu Kare Bisampole menjelaskan maksud kedatangannya

untuk mencari orang yang tepat memimpin mereka semua, agar

tidak lagi terpisah-pisah seperti sekarang ini. Lalu kembali

terdengar suara: “Ammuko mangemako rimamampang ribuangayya

Risalu Cinranayya (Besok datanglah kesuatu tempat permandian

yang terbuat dari bambu). Keesokan harinya mereka mencari

tempat yang dimaksud di daerah Onto. Di tempat itu mereka

menemukan seorang laki-laki sedang mandi. “Inilah kemudian yang

disebut dengan To Manurunga ri Onto,” jelas Karaeng Burhanuddin

salah seorang dari generasi Kerajaan Bantaeng.

Lalu ketujuh Kare menyampaikan tujuannya untuk mencari

pemimpin, sekaligus meminta Tomanurung untuk memimpin

mereka.

Tomanurung menyatakan kesediaannya, tetapi dengan

syarat.“Eroja nuangka anjari Karaeng, tapi nakkepa anging kau

leko kayu, nakke je’ne massolong ikau sampara mamanyu” (saya

mau diangkat menjadi raja pemimpin kalian tetapi saya ibarat angin

Page 56: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

40

dan kalian adalah ibarat daun, saya air yang mengalir dan kalian

adalah kayu yang hanyut),” kata Tomanurung.

Ketujuh Kare yang diwakili oleh Kare Bisampole pun

menyahut; “Kutarimai Pakpalanu tapi kualleko pammajiki

tangkualleko pakkodii, Kualleko tambara tangkualleko

racung.”(Saya terima permintaanmu tetapi kau hanya kuangkat jadi

raja untuk mendatangkan kebaikan dan bukan untuk keburukan,

juga engkau kuangkat jadi raja untuk jadi obat dan bukannya

racun).

Maka jadilah Tomanurung ri Ontoini sebagai raja bagi

mereka semua. Pada saat ia memandang ke segala penjuru maka

daerah yang tadinya laut berubah menjadi daratan. Tomanurung ini

sendiri lalu mengawini gadis Onto yang dijuluki Dampang Onto

(Gadis jelitanya Onto). Setelah itu mereka pun berangkat ke arah

yang sekarang disebut gamacayya. Di satu tempat mereka

bernaung di bawah pohon lalu bertanyalah Tomanurung pohon apa

ini, dijawab oleh Kare Bisampole: Pohon Taeng sambil memandang

kearah enam kare yang lain.Serentak kenam kare yang lain

menyatakan Ba’ (tanda membenarkan dalam bahasa setempat).

Dari sinilah kemudian muncul kata Bantaeng dari dua kata tadi

yaitu Ba’ dan Taeng jelas Karaeng Imran Masualle.

Page 57: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

41

Konon karena daerah Onto ini menjadi daerah sakral dan

perlindungan bagi keturunan raja Bantaeng bila mendapat masaalah

yang besar, maka bagi anak keturunan kerajaan tidak boleh

sembarangan memasuki daerah ini, kecuali diserang musuh atau

dipakaikan dulu tanduk dari emas. Namun, kini hal itu hanya

cerita.Karena menurut Karaeng Burhanuddin semua itu telah

berubah akibat kebijakan Pemda yang telah melakukan tata ruang

terhadap daerah ini.Kini Kesakralan daerah itu hanya tinggal

kenangan.Tanggal 7 (tujuh) menunjukkan simbol Balla Tujua di

Onto dan Tau Tujua yang memerintah dimasa lalu, yaitu: Kare Onto,

Bissampole, Sinowa, Gantarangkeke, Mamampang, Katapang, dan

Lawi-Lawi.

Perlawanan Rakyat Bantaeng terhadap Penjajah

Belanda.Selain itu, sejarah menunjukkan, bahwa pada tanggal 7 Juli

1667 terjadi perang Makassar, di mana tentara Belanda mendarat

lebih dahulu di Bantaeng sebelum menyerang Gowa karena

letaknya yang strategis sebagai bandar pelabuhan dan lumbung

pasangan Kerajaan Gowa. Serangan Belanda tersebut gagal,

karena ternyata dengan semangat patriotiseme rakyat Bantaeng

sebagai bagian Kerajaan Gowa pada waktu itu mengadakan

perlawanan besar-besaran. Bulan 12 (dua belas), menunjukkan

sistem Hadat 12 atau semacam DPRD sekarang yang terdiri atas

perwakilan rakyat melalui Unsur Jannang (Kepala Kampung)

Page 58: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

42

sebagai anggotanya yang secara demokratis menetapkan

kebijaksanaan pemerintahan bersama Karaeng Bantaeng.

11. Hakikat Pemertahanan Bahasa

a. Pemertahanan Bahasa

Sebagai salah satu objek kajian sosiolinguistik, gejala

pemertahanan bahasa sangat menarik untuk dikaji. Konsep

pemertahanan bahasa lebih berkaitan dengan prestise suatu

bahasa di mata masyarakat pendukungnya. Sebagaimana

dicontohkan oleh Danie (dalam Chaer 2006:193) bahwa

menurutnya pemakaian beberapa bahasa daerah di Minahasa

Timur adalah karena pengaruh bahasa Melayu Manado yang

mempunyai prestise lebih tinggi dan penggunaan bahasa

Indonesia yang jangakauan pemakaiannya bersifat nasional.

Namun ada kalanya bahasa pertama (B1) yang jumlah

penuturnya tidak banyak dapat bertahan terhadap pengaruh

penggunaan bahasa kedua (B2) yang lebih dominan.

Konsep lain yang lebih jelas lagi dirumuskan oleh Fishman

(dalam Sumarsono 2006 : 11). Pemertahanan bahasa terkait

dengan perubahan dan stabilitas penggunaan bahasa di satu

pihak dengan proses psikologis, sosial, dan kultural di pihak lain

Page 59: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

43

dalam masyarakat multibahasa. Salah satu isu yang cukup

menarik dalam kajian pergeseran dan pemertahanan bahasa

adalah ketidakberdayaan minoritas imigran mempertahankan

bahasa asalnya dalam persaingan dengan bahasa mayoritas

yang lebih dominan.

Ketidakberdayaan sebuah bahasa minoritas untuk bertahan

hidup itu mengikuti pola yang sama. Awalnya adalah kontak

guyup minoritas dengan bahasa kedua (B2), sehingga mengenal

dua bahasa dan menjadi dwibahasawan, kemudian terjadilah

persaingan dalam penggunaannya dan akhirnya bahasa asli

(B1) bergeser atau punah. Sebagai contoh kajian semacam itu

dilakukan oleh Gal di Australia dan Dorial (dalam Oktavianus

2006:65) di Inggris. Keduanya tidak berbicara tentang bahasa

imigran melainkan tentang bahasa pertama (B1) yang cenderung

bergeser dan digantikan oleh bahasa baru (B2) dalam wilayah

mereka sendiri.

Kajian lain dilakukan oleh Liberson (dalam Sumarsono

1993:2) yang berbicara tentang imigran Perancis di Kanada,

tetapi bahasa pertama (B1) mereka masih mampu bertahan

terhadap bahasa Inggris yang lebih dominan, setidak-tidaknya

hingga anak-anak mereka menjelang remaja. Masalah bergeser

dan bertahannya sebuah bahasa bukanlah hanya karena

Page 60: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

44

masalah bahasa imigran, melainkan dipengaruhi oleh banyaknya

faktor lain yang dapat mempengaruhi pemertahanan bahasa.

Contoh kasus pemertahanan bahasa terjadi pada

masyarakat Wonomulyo, Kabupaten Polman yang berasal

dariJawa. Kasus pemertahanan bahasa Jawa ini disampaikan

oleh Syamsuddin, 2004:147). Menurut Syamsuddin, penduduk

Wonomulyo, Kabupaten Polman yang berjumlah sekitar tiga ribu

orang itu tidak menggunakan bahasa Mandar, tetapi

menggunakan sejenis bahasa Jawa, sejak transmigrasiketika

mereka yang berasal dari Pulau Jawa dan tiba di tempat itu. Ada

beberapa faktor yang menyebabkan mereka tetap

mempertahankan bahasa Jawanya.Pertama, wilayah

pemukiman mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang

secara geografis tidak terpisah. Kedua, adanya toleransi dari

masyarakat mayoritas Mandar untuk menggunakan bahasa

Mandar dalam berinteraksi dengan golongan minoritas

masyarakat migran meskipun dalam interaksi itu kadang-kadang

digunakan juga bahasa Mandar.Ketiga, anggota masyarakat

Mandar mempunyai sikap keislaman yang tidak akomodatif

terhadap masyarakat, budaya, dan bahasa Bali. Pandangan

seperti ini dan ditambah dengan terkonsentrasinya masyarakat

Transmigran ini menyebabkan minimnya interaksi fisik antara

masyakat transmigran yang minoritas dan masyarakat Mandar

Page 61: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

45

yang mayoritas. Akibatnya pula menjadi tidak digunakannya

bahasa Mandar dalam berinteraksi intrakelompok dalam

masyarakat mingran. Keempat, adanya loyalitas yang tinggi dari

masyarakat. Bahasa jawa yang dia bawah sebagai

konsekuaensi kedudukan atau status bahasa ini yang menjadi

lambang identitas diri masyarakat migran, sedangkan bahasa

Mandar dianggap sebagai lambang identitas masyarakat

Mandar.

Terjadi pemertahanan bahasa terjadi perpindahan

penduduk, ekonomi, sekolah. Akan tetapi, terdapat pula

masyarakat yang tetap mempertahankan bahasa pertamanya

dalam berinteraksi dengan sesama mereka meskipun mereka

adalah masyarakat minoritas. Pemertahanan bahasa sendiri

adalah suatu upaya agar bahasa tertentu dapat dipertahankan

keberadaannya. Perubahan Bahasa adalah adanya perubahan

kaidah (direvisi, menghilang atau muncul kaidah-kaidah baru dan

semua itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik yaitu,

Fonologi, Morfologi, Sintaksis, Semantik, dan Leksikon.)

b. Faktor-faktor Strategis Pemertahanan Bahasa

Bertahan atau bergesernya sebuah bahasa, baik pada

kelompok minoritas maupun pada kelompok imigran transmigran

dapat disebabkan oleh banyak faktor. Hasil-hasil penelitian

terdahulu menunjukkan bahwa faktor industrialisasi dan

Page 62: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

46

urbanisasi/ transmigrasi merupakan faktor-faktor utama.

Fishman (1972:22) menyebutkan bahwa salah satu faktor

penting pemertahanan sebuah bahasa adalah adanya loyalitas

masyarakat pendukungnya. Dengan loyalitas itu, pendukung

suatu bahasa akan tetap mewariskan bahasanya dari generasi

ke generasi. Selain itu, faktor konsentrasi wilayah permukiman

oleh Sumarsono (2002:27) disebutkan pula sebagai salah satu

faktor yang dapat mendukung kelestarian sebuah bahasa.

Konsentrasi wilayah permukiman merupakan faktor penting

dibandingkan dengan jumlah penduduk yang besar. Kelompok

yang kecil jumlahnya pun dapat lebih kuat mempertahankan

bahasanya, jika konsentrasi wilayah permukiman dapat

dipertahankan, sehingga terdapat keterpisahan secara fisik,

ekonomi, dan sosial budaya. Faktor-faktor lain yang dapat

mendukung pemertahanan bahasa adalah digunakannya bahasa

itu sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah, dalam

penerbitan buku-buku agama, dan dijadikannya sebagai bahasa

pengantar dalam upacara-upacara keagamaan.

Holmes dalam Language Maintenance and Shift in Three

New Zealand Speech Community (Wardnaugh 1998: 14)

menunjuk tiga faktor utama yang berhubungan dengan

keberhasilan pemertahanan bahasa. Pertama, jumlah orang

yang mengakui bahasa tersebut sebagai bahasa ibu mereka.

Page 63: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

47

Kedua, jumlah media yang mendukung bahasa tersebut dalam

masyarakat (sekolah, publikasi, radio, dan lain-lain.) Ketiga,

indeks yang berhubungan dengan jumlah orang yang mengakui

dengan perbandingan total dari media-media pendukung.

Hal senada juga dinyatakan oleh Miller (dalam Syamsuddin

2004:65) yang mengklasifikasikan situasi kebahasaan yang

hidup lestari, sakit-sakitan, atau bahkan mati dan punah

bergantung kepada apakah anak-anak mempelajari bahasa

ibunya, apakah penutur orang dewasanya berbicara dengan

sesamanya dalam setting yang beragam menggunakan bahasa

ibu tersebut, dan berapa jumlah penutur asli bahasa ibu yang

masih ada.

Pergeseran dan pemertahanan bahasa dipengaruhi oleh

berbagai faktor. Masalah pergeseran dan pemertahanan bahasa

di Indonesia dipengaruhi oleh faktor yang dilatarbelakangi oleh

situasi kedwibahasaan atau kemultibahasaan. Industrialisasi dan

urbanisasi dipandang sebagai penyebab utama bergeser atau

punahnya sebuah bahasa yang dapat berkait dengan

keterpakaian praktis sebuah bahasa, efisiensi bahasa, mobilitas

sosial, kemajuan ekonomi dan sebagainya. Faktor lain misalnya

adalah jumlah penutur, konsentrasi pemukiman, dan

kepentingan politik (Sumarsono 2002: 3).

Page 64: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

48

Pada umumnya sekolah atau pendidikan sering juga menjadi

penyebab bergesernya bahasa, karena sekolah selalu

memperkenalkan bahasa kedua (B2) kepada anak didiknya yang

semula monolingual, menjadi dwibahasawan dan akhirnnya

meninggalkan atau menggeser bahasa pertama (B1) mereka.

Faktor lain yang banyak oleh para ahli sosiolinguistik adalah

faktor yang berhubungan dengan faktor usia, jenis kelamin, dan

kekerapan kontak dengan bahasa lain. Rokhman dalam

Syamsuddin 2004:32) dalam kajiannya mengidentifikasikan tiga

faktor yang mempengaruhi pergeseran dan pemertahanan

bahasa pada masyarakat tutur Jawa dialek Banyumas, yakni

faktor sosial, kultural, dan situasional.

Kajian tentang berbagai kasus tersebut di atas memberikan

bukti bahwa tidak ada satupun faktor yang mampu berdiri sendiri

sebagai satu-satunya faktor pendukung pergeseran dan

pemertahanan bahasa. Dengan demikian, tidak semua faktor

yang telah disebutkan di atas mesti terlibat dalam setiap

kasus.Dapat disimpulkan bahwa faktor pemertahaan bahasa

antara lain:

1) Faktor Prestise dan Loyalitas

Orang akan sangat bangga dengan budayanya termasuk

dengan bahasa yang mereka gunakan. Artinya, nilai prestise

dari language choice seseorang yang menggunakan bahasa

Page 65: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

49

daerah mereka di tengah komunitas yang heterogen lebih

tinggi tingkatannya dengan bahasa daerah lain.Situasi yang

demikian menurut Dressler (dalam Aslinda 2007:45)

merupakan langkah awal dari penghilangan atau

pemusnahan sebuah bahasa. Dia juga menambahkan

bahwa pada saat sebuah bahasa daerah kehilangan

prestisenya dan kurang digunakan dalam fungsi-fungsi

sosial, maka ia menyebutkan keadaan ini sebagai sebuah

evaluasi sosiopsikologis negative (negative

sociopsychological evaluation) dari sebuah bahasa. Pada

kondisi inilah penutur asli sebuah bahasa daerah bisa

dengan rela(voluntarily) mengubah bahasanya ke satu

bahasa daerah lain yang lebih prestisius.

Kondisi yang paling dominan adalah di ranah

keagamaan. Untuk acara-acara keagamaan, ritual-ritual

pada acara kematian, kelahiran anak dan sebagainya,

bahasa pengantar yang digunakan dalam acara-acara

tersebut hampir tidak pernah menggunakan bahasa

Indonesia melainkan bahasa daerah.

Kekhawatiran ini diantisipasi oleh pemerintah daerah

dengan program kembali ke bahasa ibu. Program ini tidak

hanya bersifat seremonial belaka namun lebih

dimanifestasikan lagi pengembangannya di lembaga

Page 66: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

50

pendidikan dasar. Dibeberapa daerah, semua sekolah dasar

wajib mengajarkan bahasa daerah kepada murid-muridnya.

Hal ini sebenarnya merupakan penerapan apa yang

dinyatakan oleh Fishman (dalam Ekoyanantiasih 2013:116)

bahwafor language spread, schools have long been the

major formal (organized) mechanism involved.

2) Faktor Migrasi dan Konsentrasi Wilayah

Migrasi sebenarnya merupakan salah satu faktor yang

membawa kepada sebuah pergeseran bahasa. Hal ini

sejalan dengan yang dikemukakan Fasold (1984), Lieberson,

S. (1982) bahwa bila sejumlah orang dari sebuah penutur

bahasa bermigrasi ke suatu daerah dan jumlahnya dari masa

ke masa bertambah sehingga melebihi jumlah populasi

penduduk asli daerah itu, maka di daerah itu akan tercipta

sebuah lingkungan yang cocok untuk pergeseran bahasa.

Pola konsentrasi wilayah inilah yang menurut Sumarsono

(1990:27) disebutkan sebagai salah satu faktor yang dapat

mendukung kelestarian sebuah bahasa.

3) Faktor Publikasi Media Massa

Media massa juga merupakan faktor lain yang turut

menyumbang pemertahanan bahasa daerah. Format yang

dipresentasikan pada media ini dikemas dalam bentuk iklan

Page 67: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

51

(advertising). Untuk lebih akrab dengan pendengar dan

pemirsa TV, pihak stasiun radio dan televisi lebih banyak

mengiklankan produk-produk dalam bahasa daerah daripada

bahasa lain. Situasi kebahasaan seperti ini sejalan dengan

apa yang dinyatakan Holmes bahwa salah satu faktor utama

yang berhubungan dengan keberhasilan pemertahanan

bahasa adalah jumlah media yang mendukung bahasa

tersebut dalam masyarakat (publikasi, radio, TV, dan

sebagainya).

c. Dampak Positif dan Negatif Masyarakat Bilingual atau

Multilingual

Mengacu pada sikap bahasa pada masyarakat yang bilingual

atau multilingual, terdapat dampak positif dan negatif bagi

pembinaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Memang

semakin meluasnya pemakaian bahasa Indonesia sebagai

bahasa nasional, adalah suatu hal yang positif. Tetapi dampak

negatifnya seseorang sering mendapat hambatan psikologis

dalam menggunakan bahasa daerahnya yang mengenal

tingkatan bahasa, seringkali memaksa mereka terbalik-balik

dalam bertutur antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia.

Akhirnya sering terjadi kalimat-kalimat / kata-kata (karena

banyaknya terjadi interferensi / campur kode yang tidak

terkendali) muncul kata-kata sebagai suatu ragam bahasa baru.

Page 68: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

52

Misalnya, bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan atau bahasa

Indonesia yang keinggris-inggrisan, dan lain-lain. Hal itu pun

mulai sering ditemui di masyarakat pengguna bahasa sekarang.

B. Kerangka Pikir

Interferensi adalah sebagai peristiwa pemakaian unsur bahasa

yang satu ke dalam bahasa lain yang terjadi pada segala tingkat unsur

kebahasaan, yaitu cara mengungkapkan kata dan kalimat, cara

membentuk frasa dan kalimat, cara membentuk kata dan ungkapan,

dan cara memberikan arti kata-kata tertentu Interferensi sebagai

transfer negatif yaitu penggunaan suatu aturan bahasa asli yang

mengarah ke suatu kesalahan yang tidak tepat pada bahasa target.

Interferensi sering terjadi pada seorang dwibahasawan yang

sedang belajar bahasa kedua. Interferensi sistemik akan terlihat dalam

bentuk perubahan satu bahasa dengan unsur-unsur atau struktur

bahasa yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

interferensi sistemik menunjukkan gejala perubahan sistem sebuah

bahasa akibat pengaruh bahasa lain.

Kontak bahasa yang terjadi dalam diri dwibahasawan

menimbulkan salin pengaruh antara B1 dan bahasa kedua. Kontak

bahasa ini terjadi pada diri individu yang menggunakan kedua bahasa

tersebut secara bergantian pada umumnya bahasa yang paling

dikuasai oleh seorang dwibahasaan akan berpengaruh besar

terhadap pemerolehan bahasa berikutnya.

Page 69: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

53

Pengaruh bahasa Makassar terhadap bahasa Bugis atau

sebaliknya, dapat terjadi pada setiap sistem atau unsur bahasa karena

pembicara memakai sistem atau unsur bahasa Bugis dalam

menggunakan bahasa Makassar atau sebaliknya. Sistem bahasa

yang digunakan dapat berupa sistem fonologi, morfologi dan sintaksis

penggunaan sistem bahasa tertentu pada bahasa lain disebut transfer.

Transfer yang dimaksud dapat berupa transfer positif dan transfer

negatif. Transfer negatif inilah yang disebut interferensi. Transfer inilah

yang menyebabkan terjadinya kesalahan berbahasa.

Dalam proses interferensi terdapat tiga unsur yang memegang

peran penting yaitu (1) bahasa sumber ( bahasa donor ), (2) bahasa

penyerap (resipien), dan (3) unsur serapan/inportase. Dalam peristiwa

kontak bahasa mungkin pada suatu peristiwa suatu bahasa

merupakan bahasa donor, sedangkan pada peristiwa yang lain

bahasa merupakan bahasa resipien. Bahasa sumber adalah bahasa

yang menjadi sumber dari unsur sarapan.Jika unsur serapan itu

masuk kedalam suatu bahasa, maka bahasa yang dimaksudnya

disebut bahasa penyerap (resipien).Dalam peristiwa masuknya unsur-

unsur bahasa Bugis ke dalam penggunaan bahasa Makassar disebut

juga interferensi.

Page 70: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

54

Bagan Kerangka Pikir

KEDWIBAHASAWAN

KONTAK BAHASA

INTERFERENSISINTAKSIS

( B 1 )

BAHASA BUGIS

( B 2 )

BAHASA MAKASSAR

FONOLOGI MORFOLOGI

Page 71: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

55

BAB III

METODE PENELITIAN

A. RancanganPenelitian

Rancangan penelitian pada dasarnyamembuatrencana

suatukegiatan

sebelumpenelitiandilaksanakan.Penelitianinimenggunakanpendekata

n kualitatifmelaluilandasanteoretispada

pendekatanfenomenologis.Suparlan (dalam Achsin, 1993:180)

mengatakanbahwalandasanberfikirpendekatan

kualitatifmerujukpadapemikiranMaxWeberyangmenyatakanpokok

penelitian sosiologi bukanlahterletakpada gejala-gejala sosial

yangdibentukmaupunnilai-nilaiyangsubstantif,melainkanpada

maknayangterbentukdari gejala sosial tersebut. Pendekatan kualitatif

lebih mengedepankanadanyasuatu interpretasi terhadap

suatuperistiwaataugejala-gejalatertentumelaluisuatuargumentasi

PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH PENUTUR BAHASA MAKASSAR

Page 72: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

56

yangobjektif.Dari uraiandi

ataspenulisberusahamemahamiperistiwadan

kaitannyaterhadaporang-orang dalamsituasitertentu.

Adapunpenelitianini dirancangsebagaiberikut.1)Penentuanlokasi

penelitiansebagai sumberdata yangdiperolehdengan

mendatangitempat-

tempatyangmenjadipusataktivitaspemertahananbahasaBugis

sehingga dapat

melakukanobservasidanmenyatudengankegiatannya;2)Memilihteoriy

ang akandigunakanuntuk mengkajidan

menganalisisdatayangdiperolehdalam penelitian;3)

Menganalisisdanmenginterpretasikandata yangtelahdiseleksi; 4)

Melakukanpenyusunanhasil(data)penelitiandan penulisantesis

B. LokasiPenelitian

Kajianpemertahananbahasa Bugisdi tengah penutur bahasa

Makassar dilakukan diKabupaten Bantaeng.Jumlah

informantidakdibatasi secaramutlak,tergantungpadatingkatkejenuhan

dan keabsahandatayangdidapat.TerpilihnyaKabupaten

BantaengsebagailokasipenelitiankarenaKabupaten Bantaeng sudah

menjadi salahsatudestinasi tujuan ekonomi karena kabupaten ini

sedang bergeliat dalam membangun diberbagai

sektor.PendudukKabupaten Bantaeng sebanyak 176.699 jiwa yang

menyebar di delapan kecamatan dengan kepadatan 446,4 jiwa/km.

Page 73: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

57

Kabupaten ini di dominasi oleh penutur berbahasa Makassar, namun

populasi pertambahan penduduk dari daerah sekitarnya sudah mulai

banyak masuk ke kabupaten ini.

Uraianini menjadialasan penulisuntukmemilihKabupaten Bantaeng

sebagai tempatyangtepatbagi penelitianpemertahananbahasaBugis di

tengah penutur bahasa Makassar.Tempatpenelitianyangsesuai

denganmasalahyangdikaji

menunjangpenulismemperolehdatayangakuratuntuk

dianalisissecarailmiah

sehinggamendapatkantemuanyangberilmiahpula.

C. Jenisdan SumberData

Jenisdatayangdigunakandalampenelitianiniadalahdata

kualitatif,yaitu berupakata-kata, kalimat,danungkapan-

ungkapansertaditunjang dengandata kuantitatif

antaralainadalahdataberupatabelsepertijumlahpendudukKabupaten

Bantaeng, jumlahpemelukmasing-masingagama,dan

jumlahwisatawanyang berkunjung ke Kabupaten

Bantaeng.Sumberdatadibedakanatas(a)sumberdataprimeryakniinform

andanobjek

yangdiobservasidan(b)sumberdatasekunderyaknidatayangdiperolehda

ri dokumensepertilaporan-laporan,disertasi,buku-

buku,jurnal,teksyangrelevan sertadapatmenunjangpenelitianini.

Page 74: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

58

D. TeknikPenentuanInforman

Penentuaninformandilakukandenganteknikpurposive

sampling,yaituteknikpenentuansampeldenganpertimbangantertentu

(Hadi, 1980:78).

Pertimbangantertentuyangdimaksudkanadalahdengan

mengambilorang-orang

yangtelahdiketahuimempunyaipengetahuan,pengalaman,dan

memahami permasalahanpemertahananbahasa

Bugis.Informanyangmempunyaipengetahuan

tentangpemertahananbahasaBugis,

penulisakanmendapatkanwawasan dan

uraiantentangperkembanganbahasa

Bugisdalameraglobalisasi;Informanyang berpengalaman

tentangpemertahananbahasa Bugis dapatmemberiinformasi

tentangkekuatan,hambatan,tantangan,serta peluangdalam

upayapemertahanan

bahasaBugis.Jadidalamhaltersebut,ditunjangolehinformanyangmemah

ami permasalahanbahasa Bugisuntukmenemukansolusi

dalamupayapemertahanan bahasaBugisdalammasyarakatmayoritas

penutur bahasa Makassardi Kabupaten Bantaeng.Informanyang

dipilihadalahinformanyangtinggaldiKabupaten

Bantaengsesuailokasipenelitianini.

Page 75: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

59

Teknikpenentuaninformandiawali

denganmenunjuksejumlahinformanyaituinformanyangmengetahui,me

mahami,dan berpengalamansesuai dengan objek

penelitianini.Kemudianpenulismenentukaninforman-

informanyanglainsesuai

dengankeperluanpenelitianiniyakniorangyangterlibatdalaminteraksi

sosialyangditeliti, sebanyak 40 orang informan.

E. InstrumenPenelitian

MenurutNawawi (1992:69),dalampengumpulandatadiperlukanalat

(instrumen)yangtepatagar

datayangberhubungandenganmasalahdantujuan penelitiandapat

dikumpulkansecaratepat.Dalam penelitianini,instrumennya

adalahpenelitisendirisebagaialatpengumpuldata utama.Karena

penelitiyangmemahamisecaramendalamtentangobjekyangdikajinya.Se

lamadilokasi,dia dibantu dengan alat pedoman wawancara dan

didukung dengan sejumlah

instrumenlainnyasepertibukucatatanuntukmencatathal-hal

pentingyangmenunjangkelancaranpenelitian;taperecorderyangakandig

unakanuntukmerekaminformasidan

pendapatinformanyangberkaitandenganmasalah

penelitianpemertahananbahasa Bugis di tengah penutur bahasa

Makassardi Kabupaten Bantaeng;serta

Page 76: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

60

cameragunakanuntukmendokumentasikankegiatan-kegiatan

pentingyangberkenaandenganmasalahpenelitian.

F. MetodePengumpulanData

Metode

pengumpulandatayangdipergunakandalampenelitianiniadalah(1)metod

eobservasi,(2)metodewawancara,dan(3)studidokumen.

1.Observasi

Nawawi(1995:94)mengatakanmetodeobservasiadalahcarapen

gumpulan

datayangdilakukanmelaluipengamatandanmencatatgejala-

gejalayangtampak

padaobjekpenelitianyangpelaksanaanyalangsungpadatempatsuat

uperistiwakeadaanatausituasi sedangterjadi.

Dalampenelitianinidigunakanmetode

observasilangsungmelaluipengamatandanpencatatanfenomena-

fenomenamengenaipemertahananbahasaBugis di tengah penutur

bahasa Makassar di Kabupaten Bantaeng.

Artinya

penulislangsungterjunkelokasipenelitianuntukmengamati

fenomenayangberkaitandengan upaya-upayaserta faktor

penunjang dan

pendukungpemertahananbahasaBugisyangdirekam

Page 77: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

61

secaraaudiovisualdanjugamelakukanpencatatanatasfenomenaters

ebut.

2. Wawancara

Hadi(1980:193) dalambukuMetodologi

Researchmenerangkansebagaiberikut:

”Wawancaradapat dipandangsebagaimetodepengumpulandatadengan jalantanyajawabsepihakyangdikerjakansistematikdanberlandaskan kepadatujuanpenyelidik.Pada umumnyadua orang atau lebih hadir secarafisikdalam prosesTanyajawabitu,danmasing-masingpihakdapatmenggunakansaluran-saluran komunikasi secara wajardanlancar”

LebihlanjutKoentjaraningrat(dalam Surakhman

1984:162)mengatakanwawancaradalamsuatupenelitianbertujuan

untukmengumpulkanketerangantentangkehidupanmanusiasertap

endiriannyadalamsuatumasyarakatyangsekaligusmerupakan

pembantuutamametodeobservasi.Bertolakdariuraiandi

atas,wawancaraadalahsuatuprosestanyajawab antara

penelitidansubjek penelitiandengantujuan untukmendapatkandata

keterangan,pandangan,ataupendirian,secaralisandarisubjek.Dala

m penelitianinidigunakanwawancaraterbuka dan berfokus.

Artinyawawancarayangdilakukanterhadapinformandenganmengg

unakanbantuan

pedomanwawancarayaitumembuatcatatantentangpokok-

pokokyangakanditanyakansesuaidengantujuanpenelitiandanmeng

Page 78: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

62

erucukpadamasalahpemertahananbahasa Bugis. Daftar

pertanyaanataupedomanwawancarayangsesuaitujuansertamasal

ah

penelitianakandapatmemperolehdatadanketerangandarisubjekpe

nelitianyangakurat.

3. StudiDokumen

Nawawi (1992:

133)mengemukakanstudidokumenadalahcaramengumpulkandata

yangdilakukandengankategorisasidan klasifikasibahan-

bahantertulisyang berhubungandenganmasalah penelitian

baikdarisumber dokumenmaupunbuku-buku,

koran,majalah,laporan,studipustaka,dan lain-lain.Studi

dokumenadalahmerupakanupayapengumpulandatamelalui

pengkajianterhadapsejumlahdokumenberupamonografiKabupate

n Bantaeng, bahan-bahantertulis,serta

kepustakaanlainnyayangberkaitandenganmasalah

penelitian.Caraini

dilakukandenganmencari,memahami,kemudianmencatat data-

datayangrelevan.

G. TeknikAnalisis Data

Penelitianinimenggunakanteknikanalisisdeskriptif-

kualitatifdaninterpretatif.Artinyapenulisakanmendeskripsikangejala-

gejala danfakta-fakta pemertahananbahasaBugisyangmenjadiobjek

Page 79: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

63

penelitian.Untukmenunjang analisistersebut jugadiperhatikan

kekuatan,kelemahan,

peluang,ancaman(SWOT)yangolehBungin(2008:242)disebutKEKEPA

N.Pemunculan unsur SWOTsesuaikandengan

kontekspermasalahannya.Moleong(2001:103-104)

yangmenyatakanbahwaprosesanalisisdata dimulaidengan

menelaahseluruh datayangtersediadariberbagai sumber.Setiap

datayangdiperolehdari

pengumpulandata,hasilwawancara,observasi,dan

dokumentasidikategorikandalam

temapokokpemasalahanyangsesuai.Selanjutnya datadaninformasi

yang diperoleh darilapangan disajikan dalam bentukuraiandeskriptif

yangdidukung olehtabeldata.

Prosesanalisisdatadalampenelitianinidiawalidengan

menelaahseluruh

datayangtersediadariberbagaisumber,yaknipengamatan,wawancara,d

an studi dokumen.Analisisdatadilakukansejak observasiberlangsung

dengancara deskriptif-kualitatifdaninterpretatif.Datadan

informasiyangdiperolehdi lapanganyangsesuai

denganmasalahpenelitian,diseleksikemudian

dideskripsikansecarakualitatif.Data

berupakalimatdiinterpretasikanuntuk mengetahui maknayang

Page 80: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

64

terkandung di dalamnya dan untuk memahami

keterkaitandenganpermasalahanyangsedang diteliti.

Berdasarkanuraiandi

atas,makadilakukanbeberapaprosesanalisisdata

dengantahapansebagaiberikut:

1. Identifikasidata.

Pada tahapinipenulismengidentifikasidata sesuaidengan

jenisnya.

2. Klasifikasidata.

Padatahapinipenulisakanmengklasifikasidatayang

diperolehdariinforman.

3. AnalisisData danMelakukanInterpretasi.

Pada tahapinipenulismenganalisis datayangsudah

diidentifikasidanyangsudah diklasifikasi sesuai dengan

jenisdata.Interpretasi pada tahapini, dilakukan guna

memahamikekuatan,kelemahan,peluang,dan

ancamandalampemertahanan bahasaBugisdi tengah penutur

bahasa Makassar.

H. TeknikPenyajianHasil

Tahapakhirdari seluruh

prosespenelitianiniadalahpenyajianhasilanalisis

data.PenyajianhasilpenelitiantentangpemertahananbahasaBugis di

tengah penutur bahasa Makassardi Kabupaten Bantaeng,

Page 81: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

65

dilakukansecarainformal(naratif)yaituberupauraian,kata-

kata,kalimatdan secaraformalyaitupenjelasandalam

bentuktabel,peta,bagan, dangambaryangdituangkandalamlimabab.

Page 82: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

64

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Penetrasi Bahasa

Ada tiga unsur sehingga bahasa mengalami penetrasi.Pertama,

penambahan dan penyesuaian fonem dalam suatu bahasa atau dialek

berdasarkan penuturan bahasa tersebut. Kedua, terjadi peminjaman

fonem atau morfem dan digunakan secara meluas oleh penutur bahasa

tetapi menggeser unsur lama.Ketiga, menetapnya suatu fonem atau

morfem pada posisi tertentu dalam suatu bahasa dengan menggantikan

posisi fonem atau morfem bahasa penerima. Sesuai dengan temuan di

lapangan, bahwa bahasa Bugis tidak mampu menangkal bahasa lain yang

hidup berdampingan dengan bahasa bugis. Bahasa bugis dominan

digunakan dalam lingkup keluarga.Pemakaian pada masing-masing

komunitas atau keluarga makin minim atau tersubtitusi dengan bahasa

daerah alain atau bahasa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa trnsformasi

bahasa Indonesia sangat dominan, simultan dan kontinyu, namun tidak

berbanding lurus dengan sosialisasi bahasa daerah pada setiap person.

Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, wajarlah bila

selalu dapat peristiwa pengubahan. Terutama pengubahan bentuk

kata.Pada umumnya, pengubahan bentuk kata itu disebabkan oleh

adanya pengubahan beberapa kata asli karena pertumbuhan dalam

Page 83: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

65

bahasa itu sendiri, atau karena memang adanya pengubahan bentuk dari

kata-kata pinjaman.

2. Fonologi Bahasa Bugis

Identitas fonem sebagai pembeda dalam penyebutan antara kata

yang terdapat dalam bahasa daerah Bugis, bahasa daerah Makassar dan

bahasa Indonesia. Namun, perbedaan fonem dari ketiga bahasa tersebut,

yakni BB, BS dan BI menunjukkan makna yang sama. Beberapa contoh

kata yang mengalami proses fonemik antara bahasa Bugis, Bahasa

Bantaeng dan Bahasa Indonesia

Bahasa Bugis Bahasa Bantaeng Bahasa Indonesia

Janci Janji Janji

Akhera’ Akhira’ Akhirat

Emma’ Amma’ Mama

Wija Bija Keluarga

Bedda Tappung Bedak

Aga Apa Mengapa

Camming Carammeng Cermin

Genrang Ganrang Gendang

Yawa Rawa Bawah

Assikolang Passikolang Sekolah

Dari beberapa contoh kata yang mengalami proses morfofonemik,

dari bahasa Bugis mengalami perubahan fonem ketika beralih ke bahasa

Page 84: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

66

Bantaeng dan begitu juga ketika beralih ke bahasa Indonesia. Dari contoh

pertama, kata janci dari bahasa Bugis mengalami perubahan fonem dalam

bahasa Bantaeng dan bahasa Indonesia, yakni ‘janji’.Dari fonem /c/

menjadi /j/. Kata ‘akhera’’ mengalami perubahan fonem ‘akhira’’ dan

bahasa Indonesia ‘akhirat’. Dari ketiga bahasa ini terjadi dua pergeseran

fonem yakni /e/, /i/, /’/,/’/,/t/.Kata ‘emma’’ mengalami peerubahan fonem /a/

amma, dan pergeseran fonem /m/ menjadi fonem awal pada kata dalam

bahasa Indonesia yakni ‘mama’. Kata ‘wija’ dari fonem /w/ menjadi /b/

dalam bahasa Bantaeng, dan mengalami perubahan bunyi kosakata

dalam bahasa Indonesia yakni ‘keluarga’. Kata ‘Bedda’ dalam bahasa

Bugis mengalami pergeseran kosakata dalam bahasa Bantaeng, yakni

‘tappung’ dan perubahan fonem dalam bahasa Indonesia yaitu fonem, /’/

menjadi fonem /k/ bedak. Kata ‘aga’ dalam bahasa Bugis mengalami

perubahan fonem pada fonem kedua dalam bahasa Bantaeng yaitu fonem

/p/apa. Dan ketika beralih dalam bahasa Indonesia mengalami banyak

penambahan fonem yaitu fonem /m/,/e/,/n/,/g/, menjadi kata ‘mengapa’.

Dalam bahasa Bugis kata ‘kata camming’ mengalami penambahan

fonem dalam bahasa Bantaeng yaitu fonem /r/,/a/ dan mengalami

perubahan pada fonem /e/ menjadi ‘carammeng’. Dalam bahasa Indonesia

mengalami perubahan pada fonem kedua yaitu /e/ dan peleburan pada

fonem akhir dari bahasa Bugis dan bahasa Bantaeng yaitu fonem /g/

menjadi kata ‘cermin’ dalam bahasa Indonesia. Kata ‘Genrang’ dalam

bahasa Bugis mengalami perubahan fonem dalam bahasa Bantaeng pada

Page 85: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

67

fonem kedua, menjadi /a/, dalam bahasa Indonesia mengalami perubahan

pada fonem, dari fonem /r/ menjadi /d/ yakni ‘gendang’. Kata ‘yawa’ dalam

bahasa Bugis mengalami perubahan pada bahasa Bantaeng pada fonem

awal yaitu fonem /r/ menjadi kata ‘rawa’. Dalam bahasa Indonesia

mengalami perubahan yaitu fonem /b/ dan penambahan fonem pada pada

huruf akhir yaitu fonem /h/ menjadi ‘bawah’. Kata ‘assikolang’ dalam

bahasa Bugis mengalami penambahan fonem /p/ dalam bahasa Bantaeng

menjadi ‘passikolang’ sedangkan dalam bahasa Indonesia mengalami

peleburan dalam beberapa fonem, yaitu /p/,/a/,/s/,/n/,/g/, perubahan fonem

/i/ menjadi /e/ dan penambahan fonem /h/ pada huruf akhir, yaitu ‘sekolah’.

3. Morfologi Bahasa Bugis

Morfologi sebagai ilmu yang membicarakan masalah bentuk-bentuk

dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk menjadi kata , yakni

‘morfen’ dengan segala bentuk dan jenisnya. Diantaranya adalah morfem

dasar dan morfem afiks. Dalam penetrasi bahasa Bugis banyak

mengalami proses morfofonemik antara bahasa Bugis beralih ke bahasa

Banteang dan bahasa Indonesia. Beberapa kata yang mengalami

penetrasi bahasa dalam proses morfofonemik, baik ketika berada dalam

bahasa daerah Bugis, bahasa Bantaeng dan bahasa Indonesia.

Page 86: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

68

Bahasa Bugis Bahasa Bantaeng Bahasa Indonesia

Anrikku Andikku Adikku

Pammulanna Pakaramulanna Berawal

Mawari Anu bari Sudah basi

Massumpajeng Assumbayang Bersembayang

Mabbusa Abbusa Berbusa

Makecce Dingin Dingin

Makkaritutu Sanna tutuna Hati-hati

Maccule-cule Akkare-karena Bermain-main

Annasuang Pappaluang Dapur

Massulara’i Assaloarai Pakai celana

Dari beberapa contoh kata yang disajikan, mengalami proses

morfofonemik. Terjadi morfem bebas dan morfem terikat.Kata ‘anrikku’

dalam bahasa bugis.Jika kata ini dipenggal menjadi an-rik-ku maka tidak

bermakna.Pemisahan morfen yang tepat adalah ‘anrik’ dan ‘-ku’.Anrik

yang merupakan morfem bebas dan –ku merupakan morfem terikat, nanti

akan bermakna jika dilekatkan dengan morfem bebas seperti pada kata

‘anrikku’. Begitu pula dengan kata ‘andikku’ dalam bahasa Bantaeng dan

‘adikku’ dalam bahasa Indonesia.Posisi morfem terikat dari masing-masing

kata berposisi sebagai sufiks dalam proses afiksasi.

Kata ‘pammulanna’ terdiri dari morfem bebas` dan morfem

terikat.‘pammula’ adalah morfem bebas dan ‘–nna’ adalah morfem terikat.

Page 87: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

69

Begitu pula dengan kata dalam bahasa Bantaeng ‘pakaramulanna’,

pemenggalannya ‘pakaramula–nna’. Dalam bahasa Bugis dan bahasa

Bantaeng morfem terikat berada pada akhiran, sedangkan dalam bahasa

Indonesia ‘berawal’ pemenggalannya ‘ber-awal’. Ber- merupakan morfem

terikat dan ‘awal’ merupakan morfem bebas. Morfem terikatnya berposisi

sebagai prefiks dalam proses afiksasi.

Kata ‘mawari’ dalam dalam bahasa Bugis dibentuk dalam dua

morfem, yaitu morfem terikat dan morfem bebas yakni ‘ma-wari’.‘ma-‘

menunjukkan morfem terikat dan ‘wari’ merupakan morfem bebas. Dalam

bahasa Bantaeng terdiri dari dua kata yaitu ‘anu’ dan ‘bari’. Namun ketika

kata ‘anu’ berdiri sendiri tidak bermakna.Jadi terbentuk sebagai morfem

terikat dan ‘bari’ adalah morfem bebas. Dalam bahasa Indonesia,

terbentuk menjadi satu frasa, tetapi hanya dibentuk dalam satu morfem

yaitu morfem bebas, yaitu kata ‘sudah’ dan ‘basi’. Walaupun tidak

dilekatkan pada satu kata dasar tetap mempunyai makna.

Kata ‘massumpajeng’ dalam bahasa bugis dibentuk dalam dua

morfem, yaitu morfem terikat dan morfem bebas, ‘mas’ sebagai morfem

terikat dan ‘sumpajeng, sebagai morfem bebas. Dalam bahasa daerah

Bantaeng ‘assumbayang’ dibentuk dalam dua morfem yaitu morfem terikat

dan morfem bebas ‘as’ sebagai morfem terikat dan ‘sumbayang’ sebagai

morfem bebas. Dalam bahasa Indonesia, kata ‘bersembahyang’ terdiri dari

dua morfem yaitu ‘ber-‘ dan ‘sembahyang’. Dari ketiga kata, antara bahasa

Page 88: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

70

Bugis, bahasa Bantaeng dan bahasa Indonesia, posisi morfem terikat

masing-masing sebagai prefiks dalan proses afiksasi.

Dari masing-masing kata dari bahasa bugis, bahasa Bantaeng dan

bahasa Indonesia, yaitu ‘mabbusa’, ‘abbusa’, berbusa’. Dari ketiga kata ini

sama-sama dibentuk dalam dua morfem yaitu morfem terikat dan morfem

bebas. Posisi morfem terikat masing-masing sebagai prefiks dalam

bentuk afiksasi.

Kata ‘makecce’ dalam bahasa Bugis terdiri dari dua morfem yaitu

morfem terikat dan morfem bebas.Pemenggalannya yaitu ‘ma’ sebagai

morfem terikat dan ‘kecce’’ sebagai morfem bebas. Dalam bahasa

Bantaeng dan bahasa Indonesia yaitu kata ‘dingin’ hanya berdiri sebagai

morfem bebas.

Kata ‘makkarititu’ dalam bahasa Bugis terdiri dari dua morfem yaitu

morfem terikat dan morfem bebas, morfem terikat berposisi sebagai

prefiksdan infiksdalam afiksasi dengan pemenggalan ‘mak-kari-‘

sedangkan morfem bebas dengan kata dasar ‘tutu’. Dalam bahasa

Bantaeng dibahasakan ‘ sanna tutu’. Kata ini dibentuk dalam satu morfem

yaitu morfem bebas, karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai

makna, kata ‘sanna’ dan ‘tutu’. Dalam bahasa Indonesia yaitu kata ‘hati-

hati’. Kata ini dibentuk dalam morfem bebas dengan proses reduflikasi,

yaitu pengulangan kata secara dwilingga. Walaupun mempunyai dua kata

tetapi hanya mempunyai satu makna, dan ketika pemenggalannya

Page 89: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

71

‘hatidan ‘hati’ maka hilang maknanya,.Jadi, harus dipadukan menjadi kata

‘hati-hati’.

Kata ‘maccule-cule’ dalam bahasa bugis dibentuk dalam dua

morfem, yaitu morfem terikat dan morfem bebas. Dengan pemenggalan

‘mac-‘ sebagai morfem terikat dan ‘cule-cule’ sebagai morfem bebas. Kata

‘maccule-cule juga dibentuk melalui proses reduflikasi dwipurwa yaitu

pengulangan secara sebahagian. Dalam bahasa Bantaeng kata ‘akkare-

karena’. Juga mengalami proses morfologi yang sama dengan kata

‘accule-cule’ dari bahasa bugis. Begitupun dalam bahasa Indonesia kata

‘bermain-main’ selain terdiri dari dua morfem yaitu morfem terikat dan

morfem bebas juga diproses melalui reduflikasi dwipurwa.

Kata ‘annasuang’ dalam bahasa Bugis dibentuk dalam dua morfem

yaitu morfem terikat dan morfem bebas, sekaligus juga mengalami proses

konfiks dalam afiksasi yaitu ‘an-ang’, sedangkan kata ‘nasu’ adalah

morfem bebas. Begitu pun dalam bahasa Bantaeng, kata ‘pappalluang’

dengan pemenggalan ‘pap-pallu-ang’.Konfiks ‘pap-ang’ sebagai morfem

terikat dan ‘pallu’ sebagai morfem bebas.Sedangkan dalam bahasa

Indonesia, kata ‘dapur’ berdiri sendiri yaitu dibentuk dalam morfem bebas

karena tidak ada morfem yang melekat pada kata dasar tersebut.

4. Sintaksis Bahasa Bugis

Manusia dalam bertutur sapa, berkisah, atau segala sesuatu

yang dapat dikatakan sebagai berbahasa, selalu memunculkan kalimat-

Page 90: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

72

kalimat yang dirangkai, dijalin sedemikian rupa, sehingga berfungsi

optimal bagi si penutur dalam upaya mengembangkan akal budinya dan

memelihara kerjasamanya dengan orang lain. Dalam sintaksis bidang

yang menjadi lahannyaadalah unit bahasa yang berupa wacana,kalimat,

klausa, frase dan kata. Berikut contoh sintaksis dalam unit kalimat bahasa

daerah Bugis, bahasa daerah Bantaeng dan bahasa Indonesia.

1. Melo’ka mancaji persideng.

Ero’a anjari persideng.

Saya ingin menjadi presiden.

2. Cemmeka nappa manre

Anrioa nampa nganre

Saya mandi lalu makan

3. Tabe, ala’ka bajukku ki lamarie!

Tabe, Alleangnga bajungku ri lamaria!

Tolong ambilkan baju di lemariku!

4. Angkani tau pole, na de’pa nasiap angreangnge

Niami tau battua, na anreppa nasiap kanre-kanreannnga

Para tamu sudah datang, sedangkan makanan belum siap

saji

5. Iga maqbola akkoro ?

Inai a’bayu balla konjo ?

Siapa yang membuat rumah disitu ?

Page 91: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

73

Pada contoh kalimat (1) menunjukkan kalimat berita , yaitu

memberitakan sesuatu kepada pendengar atau pembaca. Dalam bahasa

lisan, kalimat berita ditandai dengan nada menurun, sedangkan pada pada

bahasa tulis ditandai pada bagian akhir kalimatnya dengan tanda

titik.Kalimat berita mempunyai berbagai tujuan berdasarkan

penggunaannya, yaitu sebagai pemberitahuan, laporan, pengharapan,

permohonan, perkenalan, undangan dan sebagainya.Kalimat “Melo’ka

mancaji persideng” pada contoh sintaksis bahasa bugis, merupakan

kalimat berita yang tujuannya bersifat pemberitahuan, baik itu kepada

masyarakat penutur secara langsung ataupun dalam bentuk tertulis yang

disampaikan kepada pembaca.Jabatan kalimat yang mengikuti pada

contoh, yaitu S-P-O.Kata ‘melo’ka, ero’a dan saya’ berfungsi sebagai

subjek, kata ‘mancaji, anjari, dan ingin menjadi’ berfungsi sebagai

predikat, dan kata ‘presideng, presideng, dan presiden’ berfungsi sebagai

objek.

Pada contoh kalimat (2) menunjukkan kalimat majemuk

setara, yang ditandai dengan kata penghubung lalu, dan , kemudian. Dari

ketiga contoh kalimat, masing-masing dari bahasa bugis, bahasa

Bantaeng dan bahasa Indonesia. Kalimat setara dari bahasa Indonesia

menggunakan kata penghubung ‘lalu’ kalimat setara dari bahasa Bugis

dan Bantaeng yaitu kata penghubung ‘nappa, nampa’, maknanya sama

dengan kata penghubung ‘lalu’. Jabatan kalimat yang mengikuti adalah (S-

Page 92: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

74

P).kata‘saya’ merupakan subjek dan ‘mandi lalu makan’ merupakan

predikat.

Pada contoh kalimat (3) menunjukkan kalimat berjenis

perintah, yaitu memberikan perintah untuk melakukan sesuatu.Dalam

bahasa lisan ditandai dengan naiknya nada pada akhir kalimat, sedangkan

dalam bahasa tulis ditandai dengan tanda seru (!) pada akhir kalimat.

Jabatan kalimat yang mengikuti( Pel-P-O-Kt)

Pada contoh kalimat (4) menunjukkan kalimat yang berjenis

kalimat majemuk bertingkat, dimana salah satu unsurnya ada yang

menduduki induk kalimat, sedangkan unsur lainnya menduduki anak

kalimat.“Angkani tau pole, Niami tau battue, Para tamu sudah datang”

Ketiga kalimat tersebut menduduki sebagai induk kalimat. Sedangkan

yang menduduki anak kalimat adalah “na de’pa nasiap angreangnge, na

anreppa nasiap kanre-kanreannnga, sedangkan makanan belum

disiapkan”.Jabatan kalimat yang mengikuti pada kalimat bahasa Indonesia

adalah( S-P-O-Kw-Pel ). Sedangkan antara kalimat bahasa Bugis dan

bahasa Bantaeng jika ingin dilekatkan dengan jabatan kalimat, maka

terjadi pergeseran struktur jabatan kalimatnya “Angkani tau pole, na de’pa

nasiap angreangnge. Niami tau battua, na anreppa nasiap kanre-

kanreannga. Jabatan yang mengikutinya( P-S-P-O).

Page 93: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

75

Pada contoh kalimat (5) menunjukkan kalimat tanya. Dalam

bentuk lisan kalimat tanya ditandai dengan nada naik pada akhir kalimat.

Sedangkan pada kalimat tanya dalam bentuk tertulis ditandai dengan

tanda tanya (?). Jabatan kalimat yang mengikuti ( S-P-O-K ). Kata “iga,

inai, siapa” merupakan subjek.Kata “maq, a’bayu, yang membuat”

merupakan predikat.Kata “bola, balla, rumah” merupakan objek. Kata

akkoro, konjo , di situ” menunjuk keterangan tempat.

B. Pembahasan

1. Keadaan Responden

Berdasarkan rencana penelitian bahwa jumlah responden yang

diambil dalam penelitian ini sebanyak 50 orang dari 400 orang penutur

Bahasa Bugis di tengah lingkungan penutur bahasa Makassar di

Kabupaten Bantaeng namun jumlah kuesioner yang dikembalikan dan

terisi dengan baik sebanyak 40 kuesioner, sehingga jumlah responden

dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 respondenyang terdiri atas 15

orang laki-laki dan 25 orang perempuan. Respondendalam penelitian ini

dikelompokkan menjadi empat kategori umur yangselanjutnya disebut

sebagai generasi, responden yang berumur diatas 50tahun sebagai

generasi pertama, umur 28-29 tahun sebagai generasikedua, umur 16-27

tahun sebagai generasi ketiga, dan umur 11-15 tahunsebagai generasi

Page 94: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

76

keempat. Berikut tabel responden berdasar kategorijenis kelamin dan

umur.

Tabel 1

Tabel Keadaan Responden Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin

Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

11-15 4 6 10

16-27 5 5 10

28-49 2 8 10

> 50 4 6 10

Jumlah 40

Selain itu, keadaan responden juga dikategorikan berdasarkantingkat

pendidikannya yang terdiri atas, tingkat pendidikan TTSD/SD,SMP, dan

PT. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2

Tabel keadaan responden berdasarkan tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan

Responden

1 TTSD/SD 6

2 SMP 15

3 SMA 15

4 PT 4

Jumlah 40

Page 95: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

77

Selanjutnya, keadaan responden juga dikategorikan

berdasarkanjenis pekerjaannya yang terdiri atas petani, pedagang/ jual

beli, pelajar,PNS, URT, lain-lain, dan tidak bekerja.

2. Situasi Kebahasaan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa

umumnyamasyarakat Bantaeng berdwibahasa, adapun kedwibahasaan

padamasyarakat Bantaeng bersifat substraktif, atau dengan kata

lainfungsi-fungsi sosiolinguistik dari bahasa Bugis digantikan olehbahasa

Bantaeng Berdasarkan data dan informasi lain yang diperoleh olehpenulis,

umumnya masyarakat Bugis beralih dari pengguna ataupenutur bahasa

Bugis menjadi pengguna atau penutur bahasa Bantaeng. Berdasarkan

hasil wawancara yang dilakukan bersama seoranginforman bapak Kamal

(50 tahun), dia mengatakan bahwa,kebudayaan Bantaeng, termasuk

bahasa yang ada didalamnya mulaidipengaruhi oleh kebudayaan dari luar

sejak 1970-an, yaitu sejakmasyarakat Bantaeng melakukan kawin campur

dengan masyarakatyang berasal dari luar Bantaeng, selain itu

perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi juga diduga ikut

memengaruhi pergeseranbahasa Bugis di Bantaeng.

3.Kedwibahasaan

Berdasarkan situasi kedwibahasaan responden, ada tiga

polakedwibahasaan yang digunakan yakni BBB+BS (bahasa Bugis dan

bahasa Bantaeng), BS+BI (bahasa Bantaeng dan bahasa Indonesia), dan

Page 96: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

78

BB+BS+BI (bahasa Bugis, bahasa Bantaeng, dan bahasaIndonesia).Ada

beberapa jeniskedwibahasaan yang biasanya terjadi pada suatu

masyarakat tutur(responden), yaitu kedwibahasaan berdasarkan bentuk

dan jenisnya.Berdasarkan bentuk dan jenisnya, kedwibahasaan ini dapat

dibedakanberdasarkan cara terjadinya, berdasarkan tingkatannya,

berdasarkankemampuannya, berdasarkan perkembangannya, dan

berdasarkanpengaruhnya terhadap bahasa pertama.

Berdasarkan cara terjadinya, kedwibahasaan digolongkan menjadi

dua yaitu kedwibahasaan primer dan kedwibahasaan

sekunder.Kedwibahasaan primer ialah pemerolehan bahasa kedua

melaluilingkungan masyarakat karena desakan atau keperluan terhadap

bahasa

kedua tersebut, sedangkan kedwibahasaan sekunder ialahkedwibahasaan

yang diperoleh melalui atau berdasarkan prosespendidikan.Dari hasil

penelitian yang dilakukan, responden yang memerolehbahasa Bantaeng

secara primer (lingkungan masyarakat) sebanyak 93,1%,dan responden

memeroleh bahasa Bantaeng secara sekunder (pendidikan)sebanyak

6,9%. Sementara itu, responden memeroleh bahasa Indonesiasecara

sekunder (pendidikan) sebanyak 77,8 % dan memeroleh BahasaIndonesia

primer (di lingkungan masyarakat) sebanyak 22,2 %.Berdasarkan data

tersebut, telahmenjadi bahasa sehari-hari di wilayahEreng-

Ereng.Kecamatan tompobulu Kabupatn Bantaeng.bahasaBantaeng

sangat berpotensimenggeser bahasa Bugis sebab pemerolehan bahasa

Page 97: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

79

Bantaeng tersebut diperoleh melalui pergaulan sehari-hari dalam

lingkunganmasyarakat. Hal tersebut menandakan bahwa bahasa

BantaengBahasa Indonesiatidak terlalu memiliki pengaruh yang besar

dalam menggeser bahasa Bugis karena umumnya masyarakat

(responden) memerolehbahasa Indonesia hanya melalui lingkungan

pendidikan (sekolah) atau

dengan kata lain bahasa indonesia tidak digunakan sebagai bahasautama,

melainkan hanya sebagai bahasa pelengkap yang digunakan pada

saat dan situasi tertentu saja.

Kedwibahasaan berdasarkan kemampuannya dibedakan

ataskedwibahasaan aktif-produktif dan pasif-reseptif. Kedwibahasaan

aktifproduktifialah kedwibahasaan yang memiliki kemampuan berbicara

danmenulis dengan lancar, sedangkan kedwibahasaan pasif-reseptif

ialahkedwibahasaan yang hanya bisa mengerti dan kurang bisa berbicara

dengan menggunakan bahasa tersebut.Berdasarkan hasil penelitian,

sebanyak 95,8% responden memilikikemampuan kedwibahasaan aktif-

produktif terhadap bahasa Bantaeng dan4,2% responden yang memiliki

kedwibahasaan pasif-reseptif terhadapbahasa Bantaeng. Sementara itu,

responden yang memiliki kemampuankedwibahasaan aktif-produktif

terhadap bahasa Indonesia sebanyak65,3%, dan responden yang memiliki

kedwibahasaan pasif-reseptifterhadap bahasa Indonesia sebanyak

34,7%.Semua jenis kedwibahasaan di atas jika dihubungkan

denganpergeseran bahasa Bugis, maka terlihat jelas bahwa bahasa

Page 98: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

80

Bantaeng mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

menggeserbahasa Bugis. Hal ini disebabkan oleh sebanyak

95,8%responden memiliki kemampuan bahasa Bantaeng secara aktif-

produktif.

Hal ini berarti bahwa masyarakat pengguna bahasa Bugis di

Kabupaten Bantaeng sudah sejak lamamenguasai dan menggunakan

bahasa Bantaeng sebagai bahasakomunikasi sehari-hari

mereka.Selanjutnya, kedwibahasaan berdasarkan tingkatannya

dibagimenjadi dua yaitu kedwibahasaan maksimalis dan

kedwibahasaanminimalis, namun jenis kedwibahasaan ini sebenarnya

sama saja dengankedwibahasaan aktif-produktif dan kedwibhasaan pasif-

reseptif.Kedwibahasaan berikutnya adalah kedwibahasaan

berdasarkantingkat perkembangannya, kedwibahasaan ini terdiri atas

kedwibahasaandini, kedwibahasaan menengah dan kedwibahasaan

lambat.Jeniskedwibahasaan ini dapat dibedakan berdasarkan

pemerolehan bahasakedua.Pemerolehan yang dimaksud adalah

pemerolehan bahasa padamasa pertumbuhan atau pada masa

perkembangan dan masa lanjut. Dari

data yang diperoleh kedwibahasaan dini responden terhadap bahasa

Bantaeng adalah sebanyak 69,4%, kedwibahasaan tengah (masa

sekolah)adalah 31,4%. Sementara itu kedwibahasaan dini responden

terhadapbahasa Indonesia adalah sebanyak 4,2%, kedwibahasaan tengah

84,7%,sedangkan kedwibahasaa lambat sebanyak 11,1%.Data tersebut

Page 99: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

81

menunjukkan bahwa pada umumnya responden ataumasyarakat penutur

bahasa Bugis memeroleh bahasa Bantaeng sejak atau pada masa anak-

anak (dini), atau dengan kata lain bahasa Bantaeng sudah diajarkan oleh

orang tua mereka sejak mereka masih kecil. Sedangkan pemerolehan

bahasa Indonesia umumnya diperoleh padatahap tengah atau masa

sekolah (lingkungan pendidikan).Kedwibahasaan selanjutnya adalah

kedwibahasaan berdasarkan pengaruhnya terhadap bahasa Bugis (B1).

Berdasarkan data,hasil wawancara, dan observasi yang dilakukan

oleh penulis, diperolehinformasi bahwa penggunaan bahasa Bantaeng

bersifat substraktif terhadapbahasa Bugis atau dengan kata lain bahasa

Bantaeng tersebutbukan berfungsi sebagai bahasa komplementer pada

masyarakat pengguna bahasa bugis, namun lebih sebagai bahasa yang

mengganti fungsi-fungsidan peran bahasa Bugis. Hal tersebut dapat dilihat

padatingginya persentase penggunaan bahasa Bantaeng dibandingkan

denganpersentase penggunaan bahasa Bugis pada hampir semua

ranahpenggunaan bahasa.

Berdasarkan jenis dan tingkatan kedwibahasaan yang

telahdijelaskan di atas, maka bila dilihat dari cara terjadinya, masyarakat

pengguna bahasa Bugis (responden) pada umumnya memeroleh bahasa

Bantaeng dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat (non

formal),sedangkan untuk pemerolehan bahasa Indonesia umumnya

diperoleh dilingkungan sekolah (formal). Jika dihubungkan dengan

pergeseranbahasa, maka semua jenis kedwibahasaan memiliki pengaruh

Page 100: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

82

yangsangat besar terhadap pergeseran bahasa Bugis. Hal

tersebutdisebabkan oleh pemerolehan bahasa Bantaeng yang sejak masa

anak-anakdi lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat, atau

dengankata lain bahwa bahasa Bantaeng ini sudah digunakan sebagai

bahasapergaulan sehari-hari baik dalam lingkungan rumah tangga

(keluarga),maupun dalam lingkungan masyarakat pengguna Bahasa

Bugis. Hal tersebut tentu saja menyebabkan penguasaan dan

penggunaan bahasa

Bugis pada masyarakat Kabupaten Bantaeng menjadi sangat kurang.

4. Gambaran Umum Penetrasi Bahasa Bugis di Kabupaten

Bantaeng

Bahasa Bugis adalah salah satu bahasa daerah yang dipelihara

dengan baik olehmasyarakat penuturnya, yakni masyarakat Bugis yang

bermukim di wilayah kabupaten Bantaeng dan sudah ada sejak dulu serta

dipakaisecara terbuka sebagai alat komunikasi dalam berbagai kehidupan

di wilayah penutur Bahasa Bugis di Kabupaten Bantaeng, seperti

dalamrumah tangga, tempat-tempat umum, masyarakat.

Kondisi real bahasa Bugis di wilayah kabupaten Bantaeng dalam

kenyataannyatidak bisa lepas dari kondisi masyarakat Bantaeng itu

sendiri.Artinya ragam dialek bahasaBugis menjadi sebuah cerminan etika

ke-Bugis-an manusia Bugis-Makassar dalam sosial

kemasyarakatannya.Sehingga bahasa Bugis bukan dominasi masyarakat

Bantaeng.Bahasa Bugis di wilayah Kabupaten Bantaeng dalam sepanjang

Page 101: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

83

perjalanannya sejak zaman sejarah, kemudian mulaiabad ke delapan,

hingga memasuki abad ke-21 saat ini,telah bergaul dengan berbagai

bahasa seperti dari bahasa Indonesia.Bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan sangat dominan digunakan dalam masyarakat Bantaeng karena

bahasa Indonesialah yang mampu menyatukan antara yang tidak

memahami bahasa Bugis dengan yang tidak memahami bahasa daerah

Makassar. Begitu pun bahasa daerah Makassar sebagai sebagai ragam

tutur terbanyak di Kabupaten Bantaeng menjadi sebuah ancaman bagi

pewaris penutur bahasa Bugis yang menduduki beberapa daerah di

Kabupaten Bantaeng

5. Penunjang dan Penghambat Penetrasi Bahasa Bugis di Tengah

Penutur Bahasa Makassar di Kabupaten Bantaeng

Pemertahanan bahasa Bugis dalam konteks perubahan sosial di

tengah arus globalisasidewasa ini, dipetakan dengan mengacu pada

tinjauan kekuatan dan peluang sertakelemahan dan ancaman terhadap

perkembangan bahasa Bugis di wilayah Kabupaten Bantaeng ke depan.

Hal inimenunjukkan bahwa perubahan sosial sebagai fakta yang tidak

terlepas dari kehidupanbermasyarakat, berpengaruh terhadap kekuatan,

kelemahan, peluang, dan ancamanterhadap masyarakat yang mengalami

perubahan.Tinjauan berdasarkan beberapa aspek tersebut di atas dikenal

dengan sebutan analisisSWOT.Analisis SWOT umumnya sebuah strategi

yang diterapkan dalam perusahaan.Perusahaan menggunakan analisis

tersebut untuk memecahkan masalah dari dalam.

Page 102: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

84

Diagram analisis SWOT

Berbagai Peluang:

-Media Tradisional-Media Cetak

-Media Elektronik

Kelemahan Internal: Kekuatan Internal:

-Tuntutan Ekonomi -Keluarga

- SDM -Agama

-Individualisme –Budayamaupun dari luar, serta menganalisis

kekuatan, kelemahan dan membacapeluang yang akan datang.Analisis

SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis

untukmerumuskan strategi.Analisis ini didasarkan pada logika yang

dapatmemaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities),

namun secarabersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses)

dan ancaman (Threats).Bertitik tolak pada pemahaman di depan, analisis

SWOT dalam penetrasi bahasa Bugis mengarah pada lingkungan internal

masyarakat Bantaeng yaitu kekuatan(Strengths) dan kelemahan

(Weaknesses), serta lingkungan eksternal yaitu peluang(Opportunities)

dan ancaman (Threats). Analisis SWOT membandingkan antara factor

eksternal yaitu peluang dan ancaman, dan faktor internal yaitu kekuatan

dan kelemahanpemertahanan bahasa Bugis dalam masyarakat

multikultural di Kota Bantaeng.

Page 103: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

85

Proses analisis SWOT dalam penetrasi bahasa Bugis dalam

masyarakatmultikultural di KabupatenBantaeng dapat dilihat pada wacana

berikut.

Diagram analisis SWOT

Berbagai Peluang:

-Media Tradisional

-Media Cetak

-Media Elektronik

Kelemahan Internal: III I Kekuatan Internal:

-Tuntutan Ekonomi -Keluarga

- SDM -Agama

-Individualisme -Budaya

Berbagai ancaman:

-Globalisasi

-Pariwisata

-Teknologi komunikasi

Diagram analisis SWOT penetrasi bahasa Bugis dalam masyarakat

multicultural di Kabupaten Bantaeng, dapat dijelaskan seperti berikut.

Kuadran I, merupakan situasi yangsangat menunjang penetrasi bahasa

Bugis, karena memiliki peluang dan kekuataninternal masyarakat

multikultural di Kabupaten Bantaeng.Peluang tersebut adalah

Page 104: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

86

mediatradisional, media cetak dan media elektronik.Kekuatan internal

seperti keluarga, agamadan budaya.Media tradisional merupakan

pemeliharaan kearifan lokal yang diwariskan pada penutur

sebelumnya.Seperti pada penggunaan kegiatan pelaksaan upacara adat

dan keagamaan. Media cetak dan media elektronik merupakan sarana

yang sangat penting dalam pengembangan bahasa, seperti munculnya

kata atau istilah baru yang digunakan oleh penutur akan muncul lebih awal

dari media cetak ataupun media elektronik.Pada kekuatan Internal, seperti

keluarga.Keluarga sangat berperan penting dalam pemertahanan bahasa

entah bahasa daerah bugis ataupun bahasa daerah lainnya.Keluarga

dapat mengajarkan sopan santun dalam berbicara, menuntun anak-anak

menggunakan kata-kata yang benar, menjadi penuntun dalam

menunjukkan contoh berbicara yang baik dan benar.Terlebih lagi dengan

aspek agama, ini menjadi penuntun utama dalam kehidupan

manusia.Dalam agama, mengajarkan seluruh adab-adab dalam kehidupan

sehari-hari manusia. Baik dalam hal bersikap begitupun dalam berbahasa,

baik dari cara bertuturnya maupun dalam tuturannya. Begitu pun aspek

budaya yang juga menjadi pemerhati dalam pemertahanan bahasa.Melalui

budaya, media tradisional dapat menciptakan kearifan lokaldalam

penggunaan bahasa daerah setempat.Kearifan lokal yang sering

dilakukan di tengah masyarakat dapat menciptakan terwujudnya kecintaan

masyarakat terhadap bahasa daerah yang digunakannya. Masyarakat

penutur akan lebih senang, santai dalam penggunaan bahasa daerahnya.

Page 105: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

87

Tidak adanya faktor gensi dalam penggunaannya. Hal ini terbukti bahwa

faktor prestise dan loyalitas masyarakat penutur di tengah masyarakat

heterogen lebih didominankan

Kuadran II, menunjukkan bahwa penetrasi bahasa Bugis dalam

masyarakatmultikultural di Kabupaten Bantaeng menghadapi berbagai

ancaman, seperti globalisasi,pariwisata, dan teknologi komunikasi.Ketiga

faktor ini sangat menjadi ancaman pemertahanan bahasaBugis di

Bantaeng.Melihat perkembangan di berbagai sektor yang terjadi di

Kabupaten Bantaeng utamanya di sektor pariwisata, hal ini terjadi akibat

arus globalisasi dan perkembangan teknologi komunikasi.Namun masih

ada kekuatan internal untukmenghadapi ancaman tersebut.Dengan

demikian, eksistensi bahasa Bugis masih dapatdipertahankan dengan

menggunakan langkah strategis untuk menghadapi ancaman yangada.

Kuadran III, penetrasi bahasa Bugis dalam masyarakat multikultural

di Kabupaten Bantaeng memiliki peluang yang besar. Namun hal ini

berbenturan dengan kelemahaninternal masyarakat itu sendiri, seperti

tuntutan ekonomi yang sangat tinggi, sumber dayamanusia yang belum

memadai, dan individualisme yang mengental dalam cara pandangserta

sikap sosial masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng.

Perkembangan alur pemerintahan di Kabupaten Bantaeng saat ini yang

sangat signifikan, yang dapat dijadikan aspek dalam pemertahanan

bahasa daerah, namun melihat ada beberapa aspek internal yang menjadi

kelemahan yang sangat berbenturan dalam pemertahanan bahasa yang

Page 106: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

88

ssekali waktu dapat menggeser bahasa daerah yang digunakannya.

Tuntutan ekonomi yang sangat tinggi namun tingkat sumber daya manusia

yang belum memadai, mengharuskan sumber daya yang ada dalam

masyarakat Bantaeng mengharuskan untuk keluar daerah dalam

memenuhi mata pencaharian mereka. Hal ini sangat berpengaruh dapat

menggeser bahasa daerah yang digunakan beralih menggunakan bahasa

yang sering digunakan dalam komunitas penutur yang ditinggalinya.

Kuadran IV, penetrasi bahasa Bugis dalam masyarakat multikultural

di Kabupaten Bantaeng menghadapi ancaman dan kelemahan internal.

Situasi seperti ini sangat tidakmendukung upaya pemertahanan bahasa

Bugis dalam masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng.Kekuatan

dan kelemahan serta peluang dan ancaman terhadap penetrasi

bahasaBugis dalam masyarakat multikultural di Kabupaten

Bantaeng.Dalam masyarakat multikultural, merupakan salah satu faktor

yang menjadi ancaman dalam pemertahan bahasa daerah. Banyaknya

kultur yang menempati dalam suatu daerah tempat tinggal penutur akan

saling pengaruh mempengaruhi, dimana masyarakat akan meniru dan

mengikuti pengguna bahasa yang lebih dominan dan dianggap lebih

komunikatif dan bergengsi.

Menggunakan kekuatanuntuk menghadapi ancamanMeminimalkan

kelemahanyang ada serta menghindariancaman.

Penyelesain Kuadran I, menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan

peluang. Hal ini berarti bahwapenetrasi bahasa Bugis dalam masyarakat

Page 107: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

89

multikultural di Kabupaten Bantaeng dapatdijalankan dengan cara

menggunakan kekuatan yang ada dalam masyarakat sepertikeluarga,

agama dan budaya untuk memanfaatkan peluang yaitu media tradisional,

mediacetak dan media elektronik.

Penyelesain KuadranII,, memanfaatkan peluang untuk

meminimalkan kelemahan. Hal ini berartibahwa dalam penetrasi bahasa

Bugis dalam masyarakat multikultural di Kabupaten

Bantaengmemanfaatkan media tradisional, media cetakdan media

elektronik untuk meminimalkan kelemahan seperti tuntutan ekonomi,

SDMdan individualisme yang ada dalam masyarakat multikultural di

Kabupaten Bantaeng.

PenyelesainKuadranIII, menggunakan kekuatan untuk menghadapi

ancaman. Kekuatan yang adadalam masyarakat dapat digunakan untuk

menhadapi berbagai ancaman terhadappenetrasi bahasa Bugis dalam

masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng, sepertiglobalisasi,

pariwisata dan teknologi komunikasi.

PenyelesainKuadran IV, meminimalkan kelemahan yang ada serta

menghindari ancaman. Hal inimerupakan salah satu strategi untuk

menghindari berbagai ancaman denganmeminimalkan kelemahan yang

ada dalam masyarakat multikultural di Kabupaten Bantaeng.

6. Dampak Penetrasi Bahasa Bugis di Tengah Penutur Bahasa

Makassar

Page 108: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

90

Dampak penetrasi bahasaakan punah jika tidak mendapat dukungan

dari penuturnya. Oleh sebab itu kebanggaan atas bahasa yang dimiliki

yang merupakan identitas suatu masyarakat bahasa harus selalu

ditanamkan. Melalui contoh 40 responden tadi, memberikan gambaran

mengenai perlu adanya sejumlah “nasionalitas” kecil yang ingin

mempertahankan bahasa daerahnya, dan hal itu memang dijamin di

dalam UUD. Dengan kata lain, terdapat kebanggaan berbahasa (linguistic

pride) yang dilakukan oleh penduduk yang bermukim di wilayah yang

dominan menggunakan bahasa Makassar, di samping kesadaran akan

norma (awareness of norm) dan loyalitas bahasa (language loyality) dan

hal ini merupakan faktor yang amat penting bagi keberhasilan usaha

pemertahanan sebuah bahasa dalam menghadapi tekanan eksternal dari

pemilik bahasa yang lebih dominan, yaitu bahasa Makassar.

Pesatnya perkembangan zaman, semakin menuntut masyarakat

baik yang berada di kota maupun di desa untuk mengikuti trend hasil

adopsi dari kebudayaan luar daerah yang berkembang di masyarakat.

Trend-trend inilah salah satu yang menjadi dampak penetrasi

bahasa.Kebudayaan Barat utamanya, menjadi salah satu kebudayaan

yang trend diikuti oleh masyarakat. Penutur usia remaja terkadang tidak

mengenal lagi bahasa daerahnya. Bahasa Bugis yang menjadi yang

menjadi bahasa ibu perlahan–lahan sudah mulai dilupakan karena bahasa

ibu atau bahasa daerah dianggap gengsi. Berarti, loyalitas dan

kebanggaan dari bahasa daerahnya sudah mulai punah.

Page 109: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

91

Generasi muda khususnya pelajar yang merupakan ujung tombak

suatu bangsa seakan-akan sangat muda terinfeksi oleh perkembangan

zaman. Pada usia mereka yang masih rentan, terlalu sulit untuk memilah

trend yang dapat dipedomani dan yang tidak dapat dipedomani. Sebagai

bangsa yang menganut budaya timur, tentu saja kita diikat oleh norma-

norma yang kental dan menjunjung tinggi adat istiadat kita khususnya

bagi masyarakat Bugis.

Bahasa Bugis akan menjadi identitas akhir orang Bugis karena

bahasa merupakan ciri terdepan suatu budaya. Meski orang Bugis

memiliki budaya yang kaya, namun warisan tersebut hanya dijadikan aksi

seremonial dan pelengkap identitas pelakunya, karena pada hakekatnya

mereka jauh dari keluhuran-keluhuran nilai-nilai lokal tersebut. Memang

selama orang Bugis masih ada dalam kehidupan ini, kemungkinan bahasa

Bugis akan tetap ada. Namun, tidak ada sebuah garansi, bahasa Bugis

akan tetap bertahan, terus dipakai, dan dipelihara masyarakatnya seiring

perubahan zaman yang begitu cepat dan sikap dari penuturnya sendiri.

Sewaktu, suku bangsa ini mulai membelakangi bahasa ini, maka hilanglah

identitas dan orang Bugis itu sendiri, tinggal kita menunggu waktu.Oleh

karena itu, kami tidak mau, kekhawatiran dan mimpi buruk di atas menjadi

kenyataan, bahasa Bugis akan menjadi bahasa klasik di negeri sendiri dan

generasi kita mendatang tidak tahu sama sekali prihal bahasa Bugis,

mereka hanya menemukan beberapa lembar kertas usang di museum.

Page 110: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

92

Bahasa Bugis adalah bahasa kita bersama yakni kebudayaan yang

mempunyai makna bagi kita masyarakat Bugis. Kalau bukan kita lalu siapa

lagi yang akan menjaga dan melestarikannya. Seharusnya sebagai

masyarakat Bugis kita patut bangga dengan kekayaan budaya. Hal ini

sebenarnya akan menimbulkan rasa tanggung jawab untuk meleestarikan

bahasa dan kebudayaan tersebut. Kapan kebudayaan-kebudayaan darin

luar tidak tersaring lagi, yakin bahasa daerah Bugis yang selama ini

dibangga-banggakan akan punah.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan penjelasan yang telah

dikemukakanpada bab sebelumnya, disimpulkan bahwa:

1. Penetrasi pada situasi kebahasaan padamasyarakat pengguna

bahasa Bugis sebagian telah beralih menggunakan Bahasa

Makassar dialek Bantaeng atau dengan kata lain bahasa Makassar

dialek Bantaeng sudah menjadi bahasa utamamereka. Selain itu

kedwibahasaanpada responden atau masyarakat pengguna bahasa

Bugis di Kabupaten Bantaeng juga bersifat substraktifatau dengan

kata lain bahasa Bantaeng mendominasi pada setiap

ranahpenggunaan bahasa dan menggantikan peran-peran

sosiolinguistikbahasa Bugis.

Page 111: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

93

2. Penunjangpenetrasi Bahasa Bugis di tengah penutur bahasa

Makassar tersebut adalah media tradisional, media cetak dan media

elektronik. Kekuatan internal seperti keluarga, agama dan budaya.

Penghambat dan ancaman terhadap perkembangan bahasa Bugis di

wilayah Kabupaten Bantaeng adalah perubahan sosial sebagai fakta

yang tidak terlepas dari kehidupan bermasyarakat, berpengaruh

terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap

masyarakat Tingkat pergeseran bahasa Bugis terjadi pada

semuaranah penggunaan bahasa atau dengan kata lain persentase

penggunaanbahasa Bantaeng menempati posisi yang paling tinggi

dibandingkan denganpenggunaan bahasa Bantaeng pada semua

ranah penggunaan.

3. Dampak penetrasi Bahasa bugis di tengah penutur Bahasa

Makassar, tentang tingkatan dalam kepunahan bahasa serta dengan

melihatfenomena kebahasaan yang ada di Bantaeng, disimpulkan

bahwastatus bahasa Bugis telah berada di ambang kepunahan

(nearlyextinct) yang penuturnya hanya menyisakan sebagian atau

beberapaorang tua saja. Tetapi melalui analisis SWOT dapat

ditemukan kelemahan dan penyelesaian terhadapa ancaman

kepunahan bahasa Bugis di wilayah Bantaeng.

B. Saran-Saran

1. Situasi kebahasaan di Bantaeng sangat tidak stabil, dengan katalain

tidak ada keseimbangan penggunaan bahasa Bugis dengan bahasa

Page 112: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

94

Bantaeng, serta bahasa Indonesia. Agar bahasa Bugis tetap terjaga

dan tidak punah perlu diciptakan ataudilakukan penggunaan bahasa

yaang seimbang, sehingga fungsifungsibahasa pertama dan bahasa

kedua tidak saling menggesersatu-sama lain. Salah satu langkah

penting yang harus dilakukanadalah parakeluarga didorong agar tetap

menggunakan bahasa daerah (B1)mereka sebagai bahasa pertama

khususnya bagi anak-anak.

2. Kondisi bahasa Bugis di Kabupaten Bantaeng sudah mendekati

kepunahan (nearlyextinct), yang menyisakan beberapa penutur yang

berusia tua, olehkarena itu perlu dilakukan dokumentasi terhadap

bahasa Bugis tersebut. Selain itu, pemerintah daerah juga

perlumendukung dan menfasilitasi upaya pemeliharaan, pelestarian

danpengembangan bahasa daerah dengan beberapa cara, seperti

lomba

membaca pidato dengan menggunakan bahasa Bugis lombabercerita,

lomba menyanyi dan serta mendokumentasi bahasa daerahtersebut.

3. Melihat sikap bahasa masyarakat Bugis di kabupaten Bantaeng yang

positif terhadapbahasa daerah mereka, maka sudah seharusnya

pihak-pihak terkaitmelakukan upaya dan tindakan guna

menyeimbangkan sikap bahasadengan realitas pemakaian bahasa

mereka dalam kehidupan sehari-haritanpa harus meninggalkan salah

Page 113: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

95

satu bahasa. Dengan demikian,selain memperkaya budaya, mereka

juga tetap dapat menjaga danmelestarikan budaya mereka sendiri.

4. Terdapat banyak bahasa daerah di Indonesia yang terancam

punah,maka disarankan agar penelitian serupa terus dilakukan

gunamenemukan upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk

menjagaeksistensi bahasa daeraht serta mencegahnya dari

kepunahan.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A.Chaedar. 1993.SosiologiBahasa. Bandung: Angkasa. Aslinda. 2007.Sosiolinguistik PerkenalanAwal.

Jakarta:PenerbitRinekaCipta. Chaer, Abdul dan Leoni Agustina.2006. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka

Cipta. Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: PengantarPemahaman

Bahasa Manusia.Jakarta: Yayasan Obor. Ekoyanantiasih, Ririen. 2013. Pemertahanan Bahasa Daerah Jawa di

Kelurahan Depok Jaya.Jurnal. Pascasarjana. Universitas Indonesia. Fasold,Ralph. 1984.TheSociolinguistics ofSociety.England: Fishman.J.A.1972. TheSociology ofLanguage. InGiglioli. Joss1972

Page 114: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

96

Hadi, Sutrisno. 1980. Prosedur Penelitian Teori dan Praktik. Jakarta: Bina Aksara.

Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. London and

NewYork: Longman Keraf, Gorys. 1991. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa.

Flores: Nusa Indah. Lukman, Gusnawaty.2006. Pergeseran Bahasa Daerah (Bugis) di

Sulawesi Selatan.(Jurnal).Universitas Hasanuddin. Moeliono, Anton M. 1989. Dinamika Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa

Indonesia Mutakhir. Yogyakarta: Mitra Gama Widya. Moleong, Lexy J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung : Remaja

Rosdakarya. Mukti, V.S.& Maidar G, Arsyad. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara

Bahasa Indonesia.Jakarta : Erlangga. Mustakim, dkk.1994.Interferensi Bahasa Bugis dalam Surat Kabar

Berbahasa Indonesia. Jakarta. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapan). Jakarta: Depdikbud.

Nawawi. 1992. Model Analisis Data. Bandung. Tarsito Nawir, Abdul. 2001. Analisis Pemerolehan Bahasa pada Anak Usia 18

Bulan. Skripsi.FB Universitas Negeri Malang.

Oktavianus, 2006. Analisis Wacana Lintas Bahasa. Yogyakarta: Andalas University Press.Parawansa, Panutti, Sudjiman.2006, Serba-serbi

Semiotika, Jakarta: Gramedia Pustaka. Sasangka, 2000. Adjektiva dan Adverbia dalam Bahasa Indonesia.

Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Simanjuntak, Julianto. 1982. Teori Bahasa. Semarang: Citra

Almamater. Slametmuljana. 1962. TataMakna(Semantik). Jakarta:Gramedia. Sudaryanto. 1989. MenguakFungsiHakiki Bahasa.Yogyakarta:Duta

WacanaUniversityPress.

Page 115: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

97

Suekono.1984. Otonomi Bahasa: Tujuh Strategi Tulis Pragmatik bagi Praktisi Bisnis dan Mahasiswa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sumarsono.2002.Sosiolinguistik. Yogyakarta:PustakaPelajar. Surahmat Winarno. 1984. Metode Penelitian dan Pengantar Pendidikan.

Bandung. Tarsito. Suwito, 1985.Sosiolinguistik.Pengantar Awal.Surakarta : Henary Offset. Syamsuddin. 2004. Pemertahanan Bahasa Jawa di Masyarakat

Wonomulyo. (Skripsi) Ujungpandang: FPBS UNM. Taha, Zainuddin. 1985. Satu Wacana Dua Bahasa.(Disertasi) Pengantar

Awal.Surakarta : Henary Offset. Tarigan, HG & Jago Tarigan. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan

Berbahasa. Bandung : Angkasa. Tarigan, HG. 1992. Pengajaran Analisis Konstrastif Bahasa. Bandung

:Angkasa Wardhaugh, Ronald. 1998. An Introduction to Sociolinguistics. New

York: BasilBlackwell.

LAMPIRAN

Page 116: PENETRASI BAHASA BUGIS DI TENGAH LINGKUNGAN PENUTUR …

98