pengaruh dana alokasi umum (dau) dan pendapatan asli ... · pengaruh dana alokasi umum (dau) dan...
TRANSCRIPT
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
TERHADAP PREDIKSI BELANJA MODAL
(Studi Empiris Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh)
Panetir Bungkes
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
ABSTRACT
This research is conducted in regency/major city of Aceh province. Its aim is to know the influence general alocation fund (DAU) and own revenue (PAD) toward the prediction of capital outcome either stimultaniously or partially. The method used in this research is hypothesis test study and sensus.
The population of this research is regency and major city in Aceh Province that consist of 19 regencies and 4 major cities. The data in this reseach was collected from DPKKA and BPK RI Aceh. The data analyzed are secondary data collected from budget report in 2006-2010. Statistic method that used here is multicolinearity regression with classic assumtion test by using SPSS 18.0.
The result of this research shows that DAU and PAD affect stimultaniously to prediction of capital outcome. Besides, DAU does not partially affect the prediction of capital outcome. Meanwhile, PAD affect it significantly.
Keywords: General Allocation Fund (DAU), own revenue (PAD), Capital Expenditures
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang (UU)
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah memberikan arti
penting bagi sistem pemerintahan pusat dan daerah, serta sistem hubungan keuangan antara
pemerintahan pusat dan daerah (UU tersebut kemudian disempurnakan kembali dalam UU No. 32
Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004). Kedua ketentuan perundangan ini memberikan
kesempatan yang sangat luas kepada pemerintahan daerah, baik dalam pengalihan maupun
optimalisasi pemanfaatan berbagai potensi yang dimiliki. Daerah diberikan kewenangan yang
lebih luas untuk mengelola pemerintahan dan keuangan daerah. Konsekuensi dari kewenangan
otonomi yang luas, pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata dan berkesinambungan. Kewajiban itu
bisa dipenuhi apabila pemerintah daerah mampu mengelola potensi daerahnya yaitu potensi
Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), dan potensi sumber daya keuangan
secara optimal.
Penentuan penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Pemerintah Aceh yang
berjumlah 23 kabupaten/kota yang terdiri dari 19 kabupaten dan 4 kota dari tahun 2006-2010.
Untuk fenomena yang terjadi diambil dalam 4 Kabupaten/Kota yaitu Kota banda Aceh, Kota
Sabang, Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Bireuen dan 3 Tahun dari 2008/2010 dalam
Laporan Realisasi Anggaran Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Nilai nominal yang
tercantum dalam tabel dalam rupiah (Miliar).
Tabel 1.1 Laporan Realisasi Anggaran Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh
(Dalam Miliaran Rupiah)
No
Nama
Kabupaten/Kota
DANA ALOKASI
UMUM
PENDAPATAN ASLI
DAERAH BELANJA MODAL
2008 2009 2010 2008 2009 2010 2008 2009 2010
1 Kota Banda Aceh 307,0 313,1 328,0 43,0 49,4 52,2 103,5 78,6 67,3
2 Kota Sabang 184,6 152,0 213,0 15,3 8,3 17,1 45,5 15,0 58,3
3 kab. Aceh Besar 407,9 398,1 394,8 21,1 27,1 24,5 98,0 69,5 84,2
4 Kab. Bireuen 381,7 391,9 392,7 19,2 31,7 9,8 149,4 79,5 60,1
Sumber: Data diolah (2012)
Kinerja yang dilakukan Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh selama ini dapat
dikatakan belum optimal. Kondisi ini menggambarkan ketidak seimbangan pada belanja yang
dilakukan oleh pemerintah daerah. Wong (2004) menunjukan bahwa pembangunan infrastruktur
industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah. Dengan di penuhinya
fasilitas publik maka masyarakat merasa nyaman dan menjalankan usaha dengan efesien dan
efektif. Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap
pemerintahan daerah masih yang tertinggi disbanding dengan penerima daerah yang lain,
termasuk Pendapatan Asil Daerah (PAD) (Adi, 2006). Misalnya pada penganggaran belanja
pemeliharaan yang masih tergantung pada seberapa besar dana yang dianggarkan oleh
Pemerintah Daerah untuk belanja modal, selain nilai aset tetap yang sudah dimiliki Pemerintah
Daerah pada tahun sebelumnya.
PMK Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar (BAS) didefinisikan belanja
modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau
menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi
serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan
pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu
satuan kerja bukan untuk dijual.
Menyadari akan hal tersebut serta untuk memberikan kemudahan dalam mekanisme
pelaksanaan APBN dan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga, maka
diterbitkan Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-33/PB/2008 tentang pedoman penggunaan
AKUN pendapatan, belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal sesuai dengan BAS.
Menurut Perdirjen Perbendaharaan tersebut, suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal
apabila: (a) pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya
yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas (b) pengeluaran tersebut melebihi batasan
minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah (c) perolehan
aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.
Anggaran sektor publik pemerintahan daerah dalam APBD sebenarnya merupakan Output
pengalokasian sumberdaya. Adapun pengalokasian sumberdaya merupakan permasalahan dasar
dalam pengangaran sektor publik (Key 1940 dalam Fozzard, 2001). Keterbatasan sumber daya
sebagai pangkal masalah utama dalam pengalokasian anggaran sektor publik dapat diatasi
dengan pendekatan ilmu ekonomi melalui berbagai teori tentang teknik dan prinsip seperti yang
dikenal dalam public expenditure management (Fozzard, 2001). Tuntutan untuk mengubah
struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami
kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001).
Sarangih (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk
hal-hal produktif, misal dilakukan untuk melakukan aktivitas pembangunan. Sejalan dengan
pendapatan tersebut, Stine (1994) menyatakan bahwa pemerintahan hendaknya lebih banyak
untuk program-program layaknya publik. Kedua pendapat ini menyiratkan mengalokasikan
belanja untuk membagi kepentingan publik.
Pelimpahan kewenangan pada pemerintah daerah juga diikuti dengan pelimpahan dalam
bidang keuangan. Pelimpahan dalam bidang keuangan mengakibatkan terjadinya perubahan-
perubahan dalam struktur keuangan, diantaranya: (1) Penerimaan Daerah dari Dana Bagi Hasil
(DBH), SDA dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan fiskal bagi daerah yang memiliki SDA
seperti minyak, gas alam, hasil pertambangan, kehutanan, perkebunan, serta perikanan; (2)
Penerimaan Daerah dari Bagi Hasil Pajak; (3) skema bantuan pemerintah dalam bentuk transfer
yakni DAU (Maulida, 2007).
Jumlah DAU setiap tahun ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden. Setiap
provinsi/kabupaten/kota menerima DAU dengan besaran yang tidak sama, dan ini diatur secara
mendetail dalam Peraturan Pemerintah. Besaran DAU dihitung menggunakan rumus/formulasi
statistik yang kompleks, antara lain dengan variabel jumlah penduduk dan luas wilayah yang ada
di setiap masing-masing wilayah/daerah. Daerah yang mempunyai kemampuan fiskal rendah
akan mendapatkan DAU dalam jumlah yang relatif besar, sebaliknya daerah yang mempunyai
kemampuan fiskal tinggi akan mendapat DAU dalam jumlah yang kecil. Pemberian DAU ini
diharapkan benar-benar dapat mengurangi disparitas fiskal horizontal. Selain itu, dengan adanya
otonomi daerah, kemampuan daerah khususnya dalam mengelola keuangan secara mandiri
menjadi tuntutan yang nyata, sehingga seluruh potensi dapat dioptimalisasikan melalui
mekanisme perencanaan yang tepat.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang dibuat oleh peneliti, yaitu:
1. Mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah secara
bersama-sama terhadap Prediksi belanja Modal Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh
2. Mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Prediksi Belanja Modal
Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh
3. Mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Prediksi belanja Modal Pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh
TINJAUAN Pustaka
Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana pemerintah kepada
pemerintahan daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi.
Menurut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pengalokasian DAU adalah
dialokasikan untuk daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Besaran DAU ditetapkan sekurang-
kurangnya 26% dari pendapatan Dalam Negri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi
DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan
imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.
Bagaimana Pemerintah Daerah mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya merupakan
pertanyaan penelitian yang menarik sejak lama. Penelitian terdahulu mengunakan berbagai
pendekatan untuk menjelaskan perilaku pemda dalam mengalokasikan dana yang dimilikinya,
baik dana yang bersumber dari transfer pemerintahan diatasnya ataupun dari pendapatan sendiri.
Pemeritahan daerah biasa merespon transfer dari Pemerintahan pusat secara simetris dan tidak
simetris (Gamkha & Oates 1996). DAU merupakan transfer dari pemerintahan pusat kepada
daerah yang bersifat “block grant” yang wewenang peraturan dan penggunaanya diserahkan
sepenuhnya kepada pemerintahan daerah dalam rangka penyelengaraan daerah (Widjaja,
2002:47). DAU merupakan komponen terbesar dalam dana perimbangan dan perananya sangat
strategis dalam menciptakan yang luas, akan member makna otonomi yang lebih nyata bagi
pelaksanaan pemerintahan di daerah.
Pendaoatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf (a) UU No. 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan PAD merupakan penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber
dalam wilayahnya sendiri dipungut berdasarkan peraturan daerah dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Lebih lanjut Halim (2007:96) menyatakan bahwa PAD merupakan semua
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Menurut pasal 6 UU No. 32
tahun 2004 PAD berasal dari:
1) Pajak daerah
Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh pemerintah
dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk. Pada pokoknya pajak memiliki dua
peranan utama yaitu sebagai sumber penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat untuk
mengatur (fungsi regulator) (Miyasto, 2009). Menurut UU No. 28 Tahun 2009, pajak daerah yang
selanjutnya disebut pajak yaitu kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2) Retribusi daerah
Retribusi daerah adalah pungutan paksa yang dilakukan pemerintah daerah terhadap
wajib retribusi dengan kontra prestasi langsung yang diberikan pemerintah daerah kepada wajib
retribusi (Miyasto, 2009). Pemungutan retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati
suatu layanan, dan biasanya dimaksudkan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya
pelayanannya. Besarnya retribusi seharusnya sama dengan (lebih kurang) nilai pelayanan yang
diberikan.
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Menurut Mulyana dan Subhkan (2006:101-102), hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan adalah: Komponen kekayaan daerah yang pengelolaannya diserahkan kepada Badan
Usaha Miliki Daerah (BUMD). Kekayaan daerah yang dipisahkan, dalam praktiknya dikelola oleh
perusahaan milik daerah, yaitu perusahaan yang mayoritas atau seluruh modal/sahamnya dimiliki
oleh daerah. Perusahaan ini disebut BUMD. Dalam hal ini, ada dua aspek dalam pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu (1) kekayaan daerah dikelola secara tersendiri menurut
ketentuan yang berlaku bagi suatu perusahaan oleh manajemen BUMD dan (2) pemerintah
bertindak sebagai pemegang saham yang memiliki perwakilan dam Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS).
4) Penerimaan dari dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Jenis pendapatan lain-lain yang sah sesuai UU No. 33 Tahun 2004 disediakan untuk
menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi
daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek
pendapatan, antara lain hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau
angsuran/cicilan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah,
penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagaimana akibat dari penjualan atau
pengadaan barang dan jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing.
Belanja Modal
Menurut Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Anggaran, Belanja
Modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau
menanbah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi
serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainya yang ditetapkan
pemerintahan.
Belanja modal merupakan belanja Pemerintahan Daerah yang manfaat melebihi 1 tahun
anggaran dan akan menambahkan asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan
menambahkan belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja
administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintahan daerah
seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Cara mendapatkan belanja modal dengan
membeli melalui proses lelang atau tender.
Aset yang dimiliki pemerintahan daerah sebagai akibat adanya belanja modal merupakan
syarat utama dalam meberikan pelayanan publik. Untuk menambahkan aset tetap, pemerintahan
daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Setiap tahun
diadakan pengadaan asset tetap oleh pemerintahan daerah sesuai denagan prioritas anggaran
dalam pelayanan publik yang yang memberikan danpak jaka panjang secara finansial.
Kerangka Pemikiran
Dalam implementasi otonomi daerah, sumber-sumber dana yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran daerah mengalami perbedaan dengan sebelum dilaksanakanya otonomi
daerah. Sebelum otonomi daerah, sumber dana untuk pengeluaran daerah dapat diharapkan dari
transfer pemerintah pusat kepada daerah atau dengan kata lain daerah mempunyai
ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Namun seiring dengan berjalanya
otonomi daerah yang berarti juga bahwa daerah dituntut untuk dapat mandiri dengan cara
memaksimalkan PAD, sehingga diharapkan dapat menutupi segala bentuk pengeluaran daerah.
DAU dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dimaksudkan untuk menutup
kesenjangan fiskal dan pemerataan kemampuan fiskal antar daerah dalam rangka membantu
kemandirian pemerintah daerah menjalankan fungsi dan tugasnya melayani masyarakat. DAU
merupakan sumber penerimaan daerah yang paling besar.
Kebijakan otonomi daerah merupakan pendelagasian kewenangan yang disertai denagn
menyerahkan dan pengalihan pendapatan, secara dan prasarana serta sumber daya manusia
(SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan
kemandirian daerah, pemerintahan daerah otonomi mempunyai kewewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi
masyarakat (UU No. 32/2004). Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal
dari daerah sangat tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut
menjadi kegiatan bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana
untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan.
Hasil penelitian Setiaji dan Adi (2007) menunjukkan fakta empirik yang menarik, yaitu
selama era otonomi PAD mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding dengan
periode sebelum otonomi, namun demikian kontribusi PAD terhadap pembiayaan daerah justru
mengalami penurunan yang berarti. Temuan ini memberikan indikasi penting adanya peningkatan
pembiayaan daerah yang sangat tinggi. Peningkatan PAD yang tinggi, diimbangi pemerintah
dengan melakukan alokasi belanja yang lebih tinggi, sehingga pada gilirannya pemerintah daerah
bisa memperoleh transfer pemerintah pusat yang semakin tinggi.
Hubungan Dana Alokasi Umum Dengan Belanja Modal
Sejak diterapkannya desentralisasi fiscal, pemerintahan pusat mengharapkan daerah
dapat mengelola daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Dibeberapa daerah
peran DAU sangat signifikan karena kebijakan belanja daerah lebih di dominasi oleh jumlah DAU
dari pada PAD (Sidik et al, 2002). Pada studi yang dilakukan oleh Legrenzi dan Milas (2001)
dalam Abdulah dan Halim (2003) menemukan bukti empiris bawasanya dalam jangka panjang
transfer berpengaruh terhadap belanja modal dan pengurangan jumlah transfer dapat
menyebabkan penurunan dalam pengeluaran belanja modal. Setiap transfer DAU yang diterima
daerah akan ditunjukkan untuk belanja pemerintahan daerah, maka tidak jarang apabila
pemerintah daerah menetapkan rencana daerah secara pesimis dan rencana belanja cendrung
optimis supaya transfer DAU yang diterima daerah lebih besar (www.Balipost.co.id)
Hampir sama dengan PAD, DAU merupakan salah satu sumber pembiayaan untuk belanja
modal guna pengadaan sarana dan prasaran dalam rangka pemberiana pelayana publik yang baik
dari pemerintahan daerah (agen) kepada masyarakt (prinsipal). Bedanya, kalau PAD berasal dari
uang masyarakat sedangkan DAU berasal dari transfer APBN oleh pemerintahan pusat untuk
pemerintahan daerah.
Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Pengalokasian Belanja Modal
PAD merupakan sumber pembiayaan untuk anggaran belanja modal. PAD didapatkan dari
iuran langsung dari masyarakat, seperti pajak, restribusi, dan lain sebagainya. Tanggung jawab
agen (pemerintah daerah) kepada prinsipal (masyarakat) adalah memberikan pelayanan publik
(public service) yang baik kepada masyarakat melalui anggaran belanja modal, karena
masyarakat telah memberikan sebagaian uangnya kepada pemerintah daerah. Bentuk pelayanan
publik yang berikan pemerintahan kepada masyarakat denagn penyediaan sarana dan prasarana
yang memadai di daerahnya. Pengadaan infrastruktur atau sarana prasana tersebut dibiayai dari
alokasi anggaran belanja modal dalam APBD tiap tahunnya. Dengan demikian, ada hubungan
antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan pengalokasian belanja modal. Tetapi tidak semua
daerah yang berpendapat tinggi diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang baik pula.
Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Dana Alokasi Umum (DAU)
Belanja Modal
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
1. Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah secara bersama-sama berpengaruh
terhadap Prediksi Belanja Modal
2. Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Prediksi Belanja Modal
3. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Prediksi Belanja Modal
METODE PENELITIAN
Penentuan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Pemerintah
Aceh yang berjumlah 23 kabupaten/kota yang terdiri dari 19 kabupaten dan 4 kota dari tahun
2006-2010. Metode penelitian yang digunakan adalah sensus. Sensus berarti menelit i seluruh
elemen populasi (Indriantoro dan Supomo, 2002:115). Dipilih metode sensus karena elemen
populasi sasaran yang diteliti jumlahnya sedikit. Populasi sasaran pada penelitian ini adalah
kabupaten/kota pada tahun 2006-2010 dengan kriteria-kriteria yaitu Kabupaten/kota yang
terbentuk di bawah tahun 2006 dan memiliki laporan APBD yang lengkap dalam kurun waktu
peneltian selama periode 2006-2010.
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dianalisiskan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yang bersumber dari
dokumen Laporan Realisasi Anggaran Pemerintahan Kabupaten/Kota di Aceh periode 2006-2010
yang diperoleh dari Kantor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan
Prov Aceh dan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh (DPKKA) Pemerintahan Aceh.
Dari Laporan Realisasi Anggaran ini diperoleh data mengenai jumlah realisasi anggaran Belanja
Modal, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU), yaitu laporan hasil audit
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Data yang dibutuhkan adalah nilai anggaran DAU, PAD, dan
Belanja Modal yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.
Operasionalisasi Variabel
Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Variabel terikat (dependent variabel) adalah merupakan variabel yang menjadi perhatian
utama peneliti. Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi sebab akibat karena adanya variabel
bebas (Sugiyono, 2005:33). Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah Belanja Modal.
1. Belanja Modal
Belanja Modal jumlah dari Belanja tanah, belanja peralatan mesin, belanja gedung dan
bangunan, belanja jalan, irigasi, jaringan, dan belanja aset lainnya Adalah Belanja Langsung yang
digunakan untuk membiayai kegiatan investasi (menambah aset) dalam periode tahun anggaran
berjalan. Pengeluaran untuk perolehan aset (aset tetap) yang memberikan manfaat lebih dari
satu periode akuntansi. Belanja Modal meliputi belanja modal untuk memperoleh tanah, gedung
dan bangunan, peralatan dan asset tak bewujud.
Variabel Bebas (Independent Variabel)
Variabel Bebas (Independent Variabel) yaitu variabel yang mempengaruhi variabel terikat,
entah secara positif atau negatif. Variabel Bebas yang mempengaruhi variabel terikat atau yang
menjadi sebab (Sugiyono 2005:34). Variabel independen dalam penelitian ini adalah:
1. Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum (DAU) jumlah dana yang di transfer pemerintah pusat kepada
pemerintahan daerah yang bersumber dari pendapatan APBN. Tujuan DAU ialah yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU untuk masing-masing daerah
kabupaten/kota dapat dilihat dari pos dana perimbangan dalam Laporan Realisasi APBD.
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD Adalah jumlah dari Pajak Daerah (PD), Retribusi Daerah (RD), Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan (HPKDD) Lain-lain Pendapatan yang Sah (LPS), yang di
peroleh dari penerimaan sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PAD merupakan
sumber penerimaan daerah asli yang digali di daerah tersebut untuk digunakan sebagai modal
dasar pemerintahan daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk
memperkecil ketergantungan dana dari pemerintahan pusat. Yang tercantum dalam UU No. 33
Tahun 2004 pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah.
Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan mengggunakan regresi linear berganda (Single Linear
Regression ) yang menghubungkan variabel bebas dengan variabel terikat yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Modal. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan program SPSS (Statical Package for Social Science). Model persamaan yang
digunakan dalam penlitian ini adalah sebagai berikut :
2211 xxY
Keterangan: Y = Belanja Modal = Konstanta
1 2 = Nilai Koefisien regresi
1x = Dana alokasi Umum
2x = Pendapatan Asli Daerah
Error term Uji Asumsi Klasik
Sebelum analisa regresi berganda digunakan dalam penelitian ini, menggunakan model
regresi Berganda diuji dulu dengan uji asumsi klasik untuk memastikan apakah model regresi
digunakan tidak terdapat masalah normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan
autokolerasi.Jika terpenuhi, maka model analisis layak untuk digunakan.
Rancangan Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan pengukuran variabel dalam penelitian ini maka akan dilakukan
pengujian untuk setiap hipotesis. Untuk menentukan menerima atau menolak hipotesis yang
diajukan maka dilakukan pengujian secara statistik. Analisa data dilakukan dengan menggunakan
analisis regresi berganda yaitu bertujuan untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap prediksi belanja modal, yang diolah dengan
menggunakan program komputer Statistical Package for Social Science (SPSS).
Sebelum pengujian hipotesis, terlebih dulu disusun rancangan pengujian hipotesis. Untuk
menguji pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) (X1) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X2)
terhadap Prediksi Belanja Modal (Y 1) dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meregres semua
variabel dalam penelitian, baik variabel dependen maupun variabel independen. Penelitian ini
menggunakan metode sensus, dengan demikian tidak dilakukan uji signifikansi. Kesimpulan
diambil langsung dari nilai koefesien regresi masing-masing variabel.
Untuk menguji hipotesis (H1) apakah secara parsial dan secara bersama-sama variabel
independen (X1, X 2) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y 1), digunakan dengan langkah
sebagai berikut:
1. Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha)
H01 : β1,2 =0; Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak
berpengaruh terhadap Prediksi Belanja Modal
Ha1: β1,2 ≠0; Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh
terhadap Prediksi Belanja Modal
H02 : β1 =0; Dana Alokasi Umum (DAU) tidak berpengaruh terhadap Prediksi Belanja Modal
Ha2: β1≠0; Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap Prediksi Belanja Modal
H03 : β2=0; Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berpengaruh terhadap Prediksi Belanja Modal
Ha3: β2≠0; Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap terhadap Prediksi Belanja
Modal
2. Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis.
Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah sebagai berikut:
Jika βi (i=1) = 0: H01, H02 diterima
Jika βi (i=1) ≠ 0: Ha1, Ha2 diterima
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data Penelitian dan Pembahasan
Menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah
memberikan arti penting bagi sistem pemerintahan pusat dan daerah, serta sistem hubungan
keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah (UU tersebut kemudian disempurnakan kembali
dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004). Konsekuensi dari kewenangan
otonomi yang luas, pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata dan berkesinambungan. Statistik
deskriptif memberikan gambaran mengenai karakteristik variabel penelitian yang diamati.
Karakteristik tersebut mencakup nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean), dan deviasi standar
(standard deviation). Statistik deskriptif variable dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Statistik Deskriptif
Sumber: Data diolah (2012)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat nilai rata-rata, tertinggi, dan terendah dari variabel
yang diteliti pada kabupaten/kota di Provinsi Aceh pada tahun 2006-2010 dengan jumlah populasi
23 kabupaten/kota. DAU terendah Rp Rp 87,981,636,000 terdapat di Kota Subusalam Pada
tahun 2008, tertinggi Rp 431,940,000,000 terdapat di Kabupaten Aceh Pidie pada tahun 2006
dan rata-rata DAU adalah Rp. 254,419,517,194.22 PAD terendah Rp 1,514,408,211 terdapat di
Kabupaten Subusalam pada tahun 2008, tertinggi Rp 112,872,199,884 terdapat di Kabupaten
Aceh Utara juga pada tahun 2006 dan rata-rata PAD adalah Rp 91,759,470,592.86. Belanja Modal
terendah sebesar Rp 15,045,982,550 terdapat di Kota Sabang pada tahun 2009, tertinggi sebesar
Rp 396,351,513,853 terdapat di Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2007, sedangkan rata-rata
belanja modal adalah Rp 91,798,637,650.21.
Hasil Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik ini untuk mengetahui apakah model estimasi yang digunakan memenuhi
asumsi regresi linear klasik. Penelitian ini menggunakan empat jenis asumsi klasik yaitu:
1. Uji Normalitas
Pengujian Normalitas ini bertujuan mengetahui apakah data yang dugunakan telah
terdistribusi secara normal. Untuk menguji normalitas data, penelitian ini menggunakan uji
statistik untuk menguji normalitas residual adalah uji sttistik non-parametrik Kolmogorov-
Smirnow (K-S). Uji K-S dengan membuktikan, apabila data signifikan di atas 0.05 maka data
residual terdistribusi normal, sedangkan tidak signifikan di bawh 0.05 maka data residual
terdistribusi tidak normal.
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DAU 111 87981636000 431940000000 254419517194.22 73224943275.809
PAD 111 1514408211 112872199884 15707312837.00 17732471008.729
BM 111 15045982550 396351513853 91798637650.21 54685441203.461
Valid N (listwise) 111
Tabel 4.2 Uji Normalitas
DAU PAD BM
N 111 111 111 Normal Parametersa,b Mean 2.54E11 1.57E10 9.11E10
Std. Deviation 7.322E10 1.773E10 5.533E10 Most Extreme Differences
Absolute .122 .244 .176 Positive .122 .244 .176 Negative -.058 -.212 -.130
Kolmogorov-Smirnov Z 1.289 2.572 1.849
Asymp. Sig. (2-tailed) .072 .000 .002
Sumber: Data Diolah (2012)
Berdasarkan dari output SPSS Tabel 4.2, untuk uji normalitas dapat dilihat DAU besarnya
nilai Kolmogorov-Smirnow adalah 1.289 dan tidak signifikan pada 0.072 hal ini berarti data
residual terdistribusi normal karena di atas 0,05. Sedangkan PAD dan Belanja Modal besarnya
nilai Kolmogorov-Smirnow adalah 2.572 dan 1.849 signifikan pada 0.000 dan 0.02 hal ini berarti
data residual terdistribusi tidak normal karena dibawah 0.05.
Berdasarkan dari output SPSS Tabel 4.5 PAD dan Belanja Modal besarnya nilai
Kolmogorov-Smirnow adalah 2.572 dan 1.849 signifikan pada 0.000 dan 0.02 hal ini berarti data
residual terdistribusi tidak normal karena dibawah 0.05. Ada tiga pilihan yang dapat dlakukan jika
data tidak normal, yaitu: (i)Jika jumlah sampel besar, maka dapat dihilangkan nilai outliner dari
data. (ii) Melakukan tranformasi data. (iii) Mengunakan alat analisis nonparametric.
Selanjutnya, pilihan yang digunakan adalah untuk mentransformasi data. Setelah
melakukan tranformasi data, data di olah kembali dalam uji sttistik non-parametrik Kolmogorov-
Smirnow (K-S). Uji K-S. Apabila data signifikan di atas 0.05 maka data residual terdistribusi
normal, sedangkan tidak signifikan di bawh 0.05 maka data residual terdistribusi tidak normal.
Tabel 4.3 Uji Normalitas setelah Tranformasi data
LNPAD LNBM
N 111 111 Normal Parametersa,b Mean 23.1343 25.1158
Std. Deviation .78403 .49814 Most Extreme Differences Absolute .074 .084
Positive .074 .074 Negative -.048 -.084
Kolmogorov-Smirnov Z .775 .885 Asymp. Sig. (2-tailed) .585 .414
Sumber: Data Diolah (2012)
Dari tabel 4.3 dapat diliat nilai setelah mentransformasi data, data di olah kembali dalam
uji sttistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnow (K-S). Uji K-S. PAD dan Belanja Modal besarnya
nilai Kolmogorov-Smirnow adalah 0.775 dan 0.885 tidak signifikan pada 0.585 dan 0.414 hal ini
berarti data residual terdistribusi normal karena di atas nilai 0.05.
2. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan yang kuat antara beberapa variabel atau semua
variabel independen dalam model regresi. Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas di antara
variabel independen maka digunakan nilai Variance inflation factors (VIF) dan nilai tolerance. Bila
nilai tolerance < 0,10 atau nilai VIF > 10 maka terjadi multikolinearitas. Bila tolerance > 0,10
atau nilai VIF < 10 maka multikolinearitas ditolak. Hasil pengujian pada model regresi hipotesa 2
dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Uji Multikolinearitas
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 68339473323.506 1337851959.785 5.108 .000
DAU -.045 .051 -.060 -.888 .377 .980 1.020
PAD 2.223 .210 .721 10.610 .000 .980 1.020
Sumber: Data Diolah (2012)
Hasil penghiungan nilai Tolerance juga menunjukan tidak ada variabel independen yang
memiliki nilai Tolerance kurang dari 0.10 yang berarti tidak ada korelasi antara variabel
independen yang nialainya lebih dri 95%. Hasil nilai penghitungan nilai Variabel Inflation Factor
(VIF) menunjukkan hal yang sama tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF
lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antara variabel
independen dalam model regresi.
3. Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2005), uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah suatu model
regresi linear memiliki korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu dengan
kesalahan pada periode sebelumnya. Untuk mengetahui apakah autokorelasi terdapat dalam
suatu penelitian bias dengan menggunakan test Durbin Watson (DW). Dasar pengambilan
keputusan dalam uji autokorelasi adalah jika du < dw < 4-du maka tidak terjadi autokorelasi dari
model regresi.
Tabel 4.5 Uji Autokorelasi
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .715a .511 .502 38585228576.732 1.686
Sumber: Data Diolah (2012)
Berdasarkan table 4.5 terlihat nilai DW sebesar 1.686 jika kita bandingkan dengan tabel
Durbin-Watson dengan jumlah 111 (n) dari 23 kabupaten/kota dan jumlah variabel independen 2
(k=2) dihasilkan nilai dL (lower) = 1.502 dan dU (uppar)= 1.582 maka nilai DW = 1.686 lebih
besar dari dU = 1.582, maka dapat di simpulkan kita tidak bisa menolak Ho yang menyatakan
tidak ada autokorelasi.
4. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan indikasi bahwa varian antar residual tidak homogen yang
mengakibatkan nilai taksiran yang diperoleh tidak lagi efisien. Jika ada pola tertentu seperti titik-
titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur, maka terjadi heterokedastisitas. Sebaliknya
jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik yang menyebar di atas dan di bawah angka nol pada
sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
Dari grafik gambar 4.1 sctterplots terlihat bahwa titik menyebar secara acak serta tersebar
baik di atas maupun di bawah anggka 0 pada sumbu Y. hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi heterokedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak pakai untuk
memprediksi Belanja Modal berdasarkan masukan PAD dan DAU.
Gambar 4.1 Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data Diolah (2012)
Pembahasan
Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal
Penelitian hasil pengujian hipotesis menjelaskan hasil bahwa DAU dan PAD secara
bersama-sama berpengaruh terhadap prediksi belanja modal Berdasarkan Tabel 4.10.
Kesimpulannya, semakin tinggi jumlah transfer pemerintah pusat dalam bentuk DAU maka akan
meningkatkan PAD pada daerah otonom. Temuan ini memberikan indikasi penting adanya
peningkatan pembiayaan daerah yang sangat tinggi. Peningkatan PAD yang tinggi, diimbangi
pemerintah dengan melakukan alokasi belanja yang lebih tinggi, sehingga pada gilirannya
pemerintah daerah bisa memperoleh transfer pemerintah pusat yang semakin tinggi.
Penelitian ini dilakukan oleh Prakosa (2004) tentang Analisis Pengaruh Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah: Studi Empirik
di Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY menyimpulkan bahwa DAU dan PAD berpengaruh
signifikan terhadap belanja daerah, baik dengan lag maupun tanpa lag. Ketika tidak
menggunakan lag, pengaruh PAD terhadap Belanja daerah lebih kuat daripada DAU, tetapi ketika
menggunakan lag, pengaruh DAU terhadap belanja daerah justru lebih kuat daripada PAD.
Seryawan dan Adi (2008) juga melakukan penelitian tentang pengaruh Fiscal Stress
Terhadap Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal (studi Empiris pada
Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah). Dalam menghadapi Otonomi daerah, pemerintahan daerah
harus lebih meningkatkan pelayanan publiknya. Upaya perbaikan sepanjang didukung oleh
tingkat pembiayaan daerah yang memadai. Alokasi belanja yang memadai untuk meningkatkan
pelayanan publik diharapkan memberikan timbal balik berupa peningkatan penerimaan PAD. Baik
yang berasal dari retribusi, pajak daerah maupun penerimaan lainnya. Implementasi undang-
undang otonomi daerah diharapkan dapat memberikan motivasi bagi daerah untuk meningkatkan
pendapatan asli daerah. Pemerintah diharapkan mengali potensi yang ada didaerahnya, sehingga
pendapatan asli daerahnya dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah, khususnya yang
berkaitan langsung dengan pelayanan publik ataupun peningkatan prasarana yang mendukung
pencepatan pertumbuhan ekonomi daerah.
Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal
Penelitian hasil pengujian hipotesis menjelaskan hasil bahwa DAU tidak berpengaruh
terhadap prediksi belanja modal. Pemerintahan Kabupaten/Kota masih tergantung oleh DAU dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah dimaksudkan untuk menutup kesenjangan fiskal dan
pemerataan kemampuan fiskal antar daerah dalam rangka membantu kemandirian pemerintah
daerah menjalankan fungsi dan tugasnya melayani masyarakat. DAU merupakan sumber
penerimaan daerah yang paling besar.
Pelimpahan kewenangan pada pemerintah daerah juga diikuti dengan pelimpahan dalam
bidang keuangan. Pelimpahan dalam bidang keuangan mengakibatkan terjadinya perubahan-
perubahan dalam struktur keuangan, diantaranya: (1) Penerimaan Daerah dari Dana Bagi Hasil
(DBH), SDA dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan fiskal bagi daerah yang memiliki SDA
seperti minyak, gas alam, hasil pertambangan, kehutanan, perkebunan, serta perikanan; (2)
Penerimaan Daerah dari Bagi Hasil Pajak; (3) skema bantuan pemerintah dalam bentuk transfer
yakni DAU (Maulida, 2007).
Kebijakan otonomi daerah merupakan pendelagasian kewenangan yang disertai denagn
menyerahkan dan pengalihan pendapatan, secara dan prasarana serta sumber daya manusia
(SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan
kemandirian daerah, pemerintahan daerah otonomi mempunyai kewewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi
masyarakat (UU No. 32/2004). Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal
dari daerah sangat tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut
menjadi kegiatan bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana
untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan.
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal
Penelitian hasil pengujian hipotesis menjelaskan hasil bahwa PAD berpengaruh terhadap
prediksi belanja modal. PAD merupakan sumber pembiayaan untuk anggaran belanja modal. PAD
didapatkan dari iuran langsung dari masyarakat, seperti pajak, restribusi, dan lain sebagainya.
Tanggung jawab agen (pemerintah daerah) kepada prinsipal (masyarakat) adalah memberikan
pelayanan publik (public service) yang baik kepada masyarakat melalui anggaran belanja modal,
karena masyarakat telah memberikan sebagaian uangnya kepada pemerintah daerah
Hasil penelitian Setiaji dan Adi (2007) menunjukkan fakta empirik yang menarik, yaitu
selama era otonomi PAD mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding dengan
periode sebelum otonomi, namun demikian kontribusi PAD terhadap pembiayaan daerah jus tru
mengalami penurunan yang berarti. Temuan ini memberikan indikasi penting adanya peningkatan
pembiayaan daerah yang sangat tinggi. Peningkatan PAD yang tinggi, diimbangi pemerintah
dengan melakukan alokasi belanja yang lebih tinggi, sehingga pada gilirannya pemerintah daerah
bisa memperoleh transfer pemerintah pusat yang semakin tinggi.
Pertumbuhan belanja modal /pembagunan merupakan salah satu usaha pemerintahan
Kabupaten/Kota untuk mengoptimalkan potensi-potensi yang ada di daerah masing-masing.
Pertumbuhan belanja modal/pembagunan merupakan cirri positif bahwa pemerintahan
Kabupaten/Kota telah berusaha mengurangi ketergantungan terhadap pemerintahan pusat.
Dalam era otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternative sumber pembiayayaan
pembagunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian (sharing) dari
pemerintah pusat dan mengunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat
(Mardiasmo, 2002).
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan regresi linear berganda, diperoleh
hasil sebagai berikut:
1. Pengujian Variabel Dana DAU dan PAD secara bersama-sama berpengaruh terhadap
Prediksi belanja Modal Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh pada periode 2006-
2010
2. Pengujian Variabel DAU tidak berpengaruh terhadap Prediksi Belanja Modal Pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh pada periode 2006-2010
3. Pengujian Variabel PAD berpengaruh terhadap Prediksi belanja Modal Pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh pada periode 2006-2010
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterabatasan antara lain sebagai berikut:
1. Pemilihan variabel pada penelitian ini hanya sebatas variabel DAU, dan PAD, untuk
menjelaskan variabel Prediksi Belanja Modal. Hai ini memungkinkan bahwa Prediksi
Belanja Modal mampu dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak termasuk pada
penelitian ini.
2. Dalam temuan-temuan kasus ini menunjukan beberapa hal yang sangat teoritis dapat
dipahami. Namun, dalam tataran praktis masih perlu didiskusikan lebih lanjut. Penelitian
ini memiliki keterbatasan yang memerlukan perbaikan dan pengembagan studi-studi
lanjutan. Karena studi ini belummencakup aspek aspek lain yang mungkin merupakan
factor penting, misalnya aspek menejemen keuangan, penganngaran, aspek psikologis
pembuat keputusan di pemda.
Saran Penelitian
Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan penelitian yang diuraikan sebelumnya, maka
peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1. Untuk Penelitian selanjutnya variabel yang digunakan dalam penelitian yang akan datang
diharapkan lebih lengkap dan bervariasi, dengan menambah variabel independen lain baik
seperti Pajak Daerah, Dana Alokasi Khusus (DAK), atau Lain-lain Pendapatan yang Sah.
2. Pemerintahan Kabupaten/Kota sebaiknya mengoptimalkan potensi ekonomi lokalnya untuk
menambah penerimaan daerah sehingga tercipta kemandirian daerah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya sehingga pada akhirnya ketergantungan pada Pemeritahan
Pusat bisa dikurangi
Daftar Referensi
A.W. Widjaja. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Abdullah, Syukriy. 2004. Perilaku oportunistik legislative dalam penganggaran daerah:
Pendekatan principal-agent theory. Makalah disajikan pada Seminar Antarbangsa di Universitas Bengkulu, Bengkulu, 4-5 Oktobor 2004
Adi, Priyo Hari. 2006. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi Fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi (studi pada Kabupaten dan Kota Se Jawa Bali) Jurnal studi pembagunan KRITIS. Universitas Kristen Stya Wacana, Salatiga
Ardhani, Pungky. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Program Sarjana.Semarang: Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponogoro.
Bahri Djamarah, Syaiful. 2006. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukasif Jakarta: Renika Cipta
Darwanto & Yulia. 2007. Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi umum (DAU) terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Jogjakarta: Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar.
Fozzard, Adrian. 2001. The basic budgeting problem: Approaches to resource allocation in the public sector and their implications for pro-poor budgeting. Center for Aid and Public Expenditure, Overseas Development Institute (ODI). Working paper 147.
Gamkhar, Shama & Wallace Oates. 1996. Asymmetries in the response to increase and decreases in intergovernmental grant: Some empirical findings. National Tax Journal 49 (4):501-512.
Halim, Abdul. 2001. Analisis Varian Atas Anggaran Pendapatan Asli Daerah Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Disertasi S3. Tidak Dipublikasikan. Msi-FE UGM.
__________ (2007) Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. ___________. 2001. Bunga Rampai : Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Holtz-Eakin, et al. 1994. Intertempora Analysis of State An Local Government Spending: theory
and Tests. Journal of Urban Ekonomics 35: 159-174. Kerlinger, 2000. Asas-asas Penelitian Behavioral.Edisi 3. Gajah Mada Univesity Press: Yogyakarta. Koswara, E. 2001. Otonomi Daerah Untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat. Jakarta: Yayasan
Pariba. Legrenzi, Gabriella & Costas Milas. 2001. Non-Linear and Asymmetric Adjusment The Local
Revenue-Expenditure Models: Some Evidence from The Italian Municipalities. University of Milan, Working Paper.
Nyoman, Sugawa Korry. 2005. Ambiualensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. http://www.balipost.co.id. 19 September 2005.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuanagn Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi Maulida, Novi Pratiwi. 2007. “Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah”. Tesis, Universitas Islam Indonesia. Miyasto. 2009. Bahan Kuliah Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal. Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. Mulyana, Budi dan Subhkan. 2006. Keuangan Daerah: Perspektif Desentralisasi Fiskal dan
Pengelolaan APBD di Indonesia. Jakarta: LPKPAP-BPPK. Prakosa, Kasit Bambang. 2004. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah: Studi Empirik di Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY. JAAI, Vol 08 No.2, 101-118.
__________. 2003. Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: UII Press. Republik Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. __________. (2004) Undang-Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. __________. Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2005, Tentang Dana Perimbangan. __________. Peraturan Presiden UU No. 104 Tahun 2000, Tentang Dana Perimbangan. __________. Peraturan Mentri Keuangan No. 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar
(BAS). __________. Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. __________. Peraturan Presiden UU No. 6 Tahun 2011, Tentang Dana Alokasi Umum Daerah
Propensi dan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2011. __________. Peraturan Mentri Keuangan No. 162/PMK.07/ Tahun 2011, Tentang Tata Cara
Pemotongan Dana/atau Dana Bagi Hasil Bagi Daerah Induk/Provensi yang Tidak Menemui Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Kepada Daerah Otonom Baru.
__________. Peraturan Mentri Keuangan. Direktorat Jendral Anggaran. Sarangih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi.
Penerbitan Ghalia Indonesia.
Setiaji, Wirawan dan Priyo Hari Adi. 2007. Peta Kemampuan Keuangan Daerah dan Relevansinya dengan Pertumbuhan Ekonomi. The 1st National Accounting Conference. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Sidik, Machfud 2002. Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah Sebagai Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal (Antara teori dan Aplikasi di Indonesia). Jogyakarta.
Simanjuntak, Oloan. 2003. Hukum Pajak. Medan: Nomensen-ress. Sekaran, uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Buku 4. Terjemahan Kwan Men Yon.
Jakarta: Salemaba Empat. Stine, William. 1994. Is the Local Government Revenue Response to Federal Aid Symmetrical?
Evidence From Pennsylvania County Government in an Era of Retrenchment. National Tax Journal 47. No. 4: 799-816.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta. Sulistyowati, Diah. 2011. Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum, dan
Dana Alokasi Khusus terhadap Alokasi Belanja Modal. Skripsi. Diponegoro: Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Wong, John D. 2004. The Fiscal Impacta of Economic Growth and Development on Local Government Capacity. Journal of Bugeting, Accounting and Financial Management. Fall. 16.3. 799-816
Lampiran HASIL OUTPUT PROGRAM SPSS 18.0 Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DAU 111 87981636000 431940000000 254419517194.22 73224943275.809 PAD 111 1514408211 112872199884 15707312837.00 17732471008.729 Belanja Modal 111 15045982550 396351513853 91798637650.21 54685441203.461 Valid N (listwise) 111
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
DAU PAD
Belanja Modal
N 111 111 111 Normal Parametersa,b Mean 2.54E11 1.57E10 9.18E10
Std. Deviation 7.322E10 1.773E10 5.469E10 Most Extreme Differences
Absolute .122 .244 .176 Positive .122 .244 .176 Negative -.058 -.212 -.130
Kolmogorov-Smirnov Z 1.289 2.572 1.849 Asymp. Sig. (2-tailed) .072 .000 .002
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered
Variables Removed Method
1 PAD, DAUa . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Belanja Modal Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .715a .511 .502 3.859E10
a. Predictors: (Constant), PAD, DAU ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.682E23 2 8.408E22 56.475 .000a
Residual 1.608E23 108 1.489E21
Total 3.290E23 110
a. Predictors: (Constant), PAD, DAU b. Dependent Variable: Belanja Modal Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 68339473323.506 13378519594.785 5.108 .000
DAU -.045 .051 -.060 -.888 .377 .980 1.020
PAD 2.223 .210 .721 10.610 .000 .980 1.020
a. Dependent Variable: Belanja Modal Coefficient Correlationsa
Model PAD DAU
1 Correlations PAD 1.000 -.141
DAU -.141 1.000
Covariances PAD .044 -.001
DAU -.001 .003
a. Dependent Variable: Belanja Modal
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension
Eigenvalue Condition Index
Variance Proportions
(Constant) DAU PAD
1 1 2 3
2.539 .423 .039
1.000 2.450 8.102
.01 .97 .96
.01
.02
.97
.06
.94
.00
a. Dependent Variable: Belanja Modal Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 6.30E10 3.10E11 9.18E10 3.910E10 111 Std. Predicted Value -.737 5.588 .000 1.000 111 Standard Error of Predicted Value 3.713E9 2.125E10 5.740E9 2.712E9 111 Adjusted Predicted Value 6.27E10 3.25E11 9.18E10 3.903E10 111 Residual -1.024E11 1.609E11 .000 3.823E10 111 Std. Residual -2.654 4.170 .000 .991 111 Stud. Residual -2.727 4.484 .000 1.018 111 Deleted Residual -1.081E11 1.860E11 3.033E7 4.042E10 111 Stud. Deleted Residual -2.812 4.947 .005 1.046 111 Mahal. Distance .028 32.366 1.982 4.274 111 Cook's Distance .000 1.047 .020 .104 111 Centered Leverage Value .000 .294 .018 .039 111
a. Dependent Variable: Belanja Modal
BIODATA
1. Nama Mahasiswa : Panetir Bungkes
2. No. Induk Mahasiswa : 0701103020011
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Tempat/Tanggal Lahir : Bandung/06 Februari 1989
6. Asal/Tahun Lulus, Nyatakan :
a. SD : SD Negeri 43 Banda Aceh/2001, LULUS
b. SLTP : SMP Negeri 6 Banda Aceh/2004, LULUS
c. SLTA : SMA Negeri 12 Banda Aceh/2007, LULUS
7. Tahun Masuk Universitas : 2007
8. Pengalaman : a. Sekbid Hual (Bem Fe Unsyiah 2009-2010)
b. Sekretaris Umum (Bem Fe Unsyiah 2010-2011)
c. A. Pendanaan Remaja masjid (K.ilie 2010-2012)
d. Sekbid Humas (FPMPA 2012-2014)
9. Pekerjaan Sekarang : Mahasiswa
10. Alamat Terakhir : Jln. Meunasah Cut No. 6 Desa Ilie, Ulee Kareng, Banda
Aceh
11. Pengalaman Peneliti : Ketika ke BPK-RI Perwakilan Aceh, susah untuk
mendapatkan data. Saya datang sampai 7 kali masih
belum dapat data. Untung dapat data dari seorang alumni
yang kenal. Di DPKKA Propensi Aceh, pegawainya begitu
ramah, begitu cepat memberikan data.
Darussalam, 09 Juli 2012
Mahasiswa Yang Bersangkutan
(PANETIR BUNGKES)
NIM. 0701103020011