pengaruh tingkat bunga, penggunaan teknologi …

14
PENGARUH TINGKAT BUNGA, PENGGUNAAN TEKNOLOGI (APMK) DAN SISTEM KEUANGAN INKLUSIF TERHADAP PERMINTAAN UANG TUNAI DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2012-2016 JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Muhammad Wahyu K 125020400111047 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 28-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH TINGKAT BUNGA, PENGGUNAAN

TEKNOLOGI (APMK) DAN SISTEM KEUANGAN

INKLUSIF TERHADAP PERMINTAAN UANG TUNAI

DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2012-2016

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Muhammad Wahyu K

125020400111047

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2017

Pengaruh Tingkat Bunga, Penggunaan Teknologi (APMK) dan Sistem

Keuangan Inklusif terhadap Permintaan Uang Tunai di Indonesia Periode

Tahun 2012-2016 Muhammad Wahyu K

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang

Email : [email protected]

ABSTRACT

This research has a purpose to analyze impact of the interest rate, technology usage

(APMK) and inclusive financial system on the demand for cash in Indonesia. the interest rate is

represented by the deposit interest rate, while technology usage (APMK) be the number of ATM

cards, credit cards and debit cards in circulation. While an inclusive financial system is described

on the index of financial inclusion.

Types of data used are monthly with time series method from 2012: 1 to 2016: 6. All data

is secondary data obtained from Indonesian Bank and the Central Bureau of Statistics. Methods of

data analysis used in this study is multiple linier regression method.

The results of this study indicate that all independent variables negatively affect the demand

for cash, but the effect was significant only interest rates, ATM cards and debit cards. Because the

interest rate as the opportunity cost of holding money that caused the behavior tendencies of society

will demand cash. As for the ATM card and a debit card is because of the function of ATM and

debit cards more widely used to replace the role of money as a means of payment.

Keywords: Cash Demand, Interest Rate, Technology usage (APMK), Financial Inclusion

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh tingkat bunga, penggunaan

teknologi (APMK) dan sistem keuangan inklusif terhadap permintaan uang tunai di Indonesia.

tingkat bunga disini diwakili oleh tingkat suku bunga deposito, sedangkan penggunaan teknologi

(APMK) berupa jumlah kartu ATM, kartu kredit dan kartu debit yang beredar. Sedangkan sistem

keuangan inklusif digambarkan dari indeks komposit keuangan inklusif.

Jenis data yang digunakan adalah bulanan dengan metode time series dari tahun 2012:1

sampai 2016:6. Seluruh data adalah data sekunder yang diperolah dari Bank Indonesia dan Badan

Pusat Statistik. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi

linier berganda

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel independen berpengaruh negatif

terhadap permintaan uang tunai, namun yang berpengaruh signifikan hanya tingkat bunga, kartu

ATM dan kartu debit. Hal ini dikarenakan tingkat bunga deposito sebagai opportunity cost

memegang uang yang menyebabkan kecenderungan perilaku masyarakat akan permintaan uang

tunai. Sedangkan untuk kartu ATM dan kartu debit adalah karena fungsi ATM dan kartu debit lebih

banyak digunakan untuk menggantikan peran uang sebagai alat pembayaran.

Kata Kunci: Permintaan Uang Tunai, Tingkat Bunga, Penggunaan Teknologi (APMK), Keuangan

Inklusif

A. PENDAHULUAN

Uang memiliki pengaruh yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi uang sebagai

alat pembayaran dalam transaksi ekonomi di suatu negara. Dalam suatu negara uang menjadi

indikator penting dalam kegiatan perekonomian. Hal ini disebabkan karena seluruh kegiatan

ekonomi yakni, produksi distribusi dan konsumsi berkaitan dengan uang. Pemerintah dalam hal ini

bank sentral selaku pemegang otoritas moneter selalu menggunakan instrumen uang untuk

menentukan kebijakan yang harus diambil dalam bidang ekonomi, khususnya dalam bidang

keuangan dan perbankan. Bank Indonesia selaku Bank Sentral mempunyai dua tugas pokok yaitu mengatur kebijakan

moneter dalam hal ini adalah mata uang serta menjaga stabilitas inflasi. Dalam tugasnya untuk

mengatur kebijakan moneternya, Bank Indonesia berupaya mengatur dan menjaga sistem

pembayaran. Bank Indonesia mempunyai tugas khusus yaitu menerbitkan uang sebagai alat

pembayaran yang sah di Indonesia yang meliputi kegiatan mencetak dan mengedarkan serta

mengatur jumlah uang beredar agar mampu menjaga stabilitas inflasi. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang pesat, pola dan sistem pembayaran dalam

transaksi ekonomi terus mengalami perubahan. Kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran

menggeser peranan uang tunai (currency) sebagai alat pembayaran ke dalam bentuk pembayaran

non tunai (cashless) yang lebih efisien dan ekonomis. Menurut Bank Indonesia (2014), kehadiran

alat pembayaran non tunai dapat menggantikan peranan uang tunai dalam transaksi ekonomi di

Indonesia. Pembayaran non tunai umumnya dilakukan tidak dengan menggunakan uang sebagai alat

pembayaran melainkan dengan cara transfer antar bank ataupun transfer intra bank melalui jaringan

internal bank sendiri. Selain itu pembayaran non tunai juga dapat dilakukan dengan menggunakan

kartu sebagai alat pembayaran atau biasa disebut APMK ( Alat Pembayaran dengan Menggunakan

Kartu). Perkembangan teknologi informasi yang diikuti dengan tingkat persaingan bank yang

semakin tinggi mendorong sektor perbankan atau non bank untuk semakin inovatif dalam

menyediakan berbagai alternatif jasa pembayaran non tunai berupa sistem transfer dan alat

pembayaran menggunakan kartu elektronis (electronic card payment) yang aman, cepat dan efisien,

serta bersifat global (Santomero dan Seater,1996). Pembayaran elektronis tersebut, pada awal

perkembangannya masih selalu terkait langsung dengan rekening nasabah bank yang

menggunakannya.

Grafik 1 Jumlah APMK Beredar

Sumber : Bank Indonesia, Diolah 2016

Dilihat dari jenis transaksinya, nilai transaksi pembayaran non tunai untuk kartu kredit,

kartu ATM dan kartu debet masing-masing mengalami peningkatan setiap periodenya.

Perkembangan ketiga kartu diatas menunjukkan peningkatan selama periode September 2015

sampai dengan Agustus 2016. Peningkatan aktifitas penggunakaan kartu tersebut ditengarai

dipengaruhi oleh semakin tingginya minat dan permintaan masyarakat untuk memiliki alat

pembayaran berbasis kartu juga semakin tingginya persaingan antar bank dalam menyediakan

layanan jasa kepada konsumen. Hal tersebut terbukti pada penggunaan kartu ATM+debet,

masyarakat cenderung menggunakan kartu ini karena dianggap lebih mudah dan efisien dan sangat

memudahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya.

Dari penjelasan diatas, perbankan semakin gencar menerbitkan pembayaran dalam bentuk

kartu seperti kartu kredit, kartu ATM dan kartu debet harus di ikuti dengan infrastruktur yang

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

dal

am ju

taan

Kartu Kredit Kartu ATM Kartu ATM + Debet

0.0

200.0

400.0

600.0

800.0

1000.0

1200.0d

alam

rib

uan

Mesin ATM Mesin EDC Jumlah Merchant

memadai. Perbankan berupaya mendirikan beberapa mesin ATM, EDC dan beberapa merchant yang

tersebar di beberapa daerah agar memudahkan masyarakat untuk mencairkan dananya.

Grafik 2 Infrastruktur APMK

Sumber: Bank Indonesia, Diolah 2016

Tingkat persaingan yang tinggi dalam menghimpun dana mendorong perbankan untuk

menyediakan kemudahan bagi nasabah untuk melakukan penarikan dananya. Hal ini tergambar dari

semakin banyaknya infrastruktur APMK setiap periodenya. Hal ini sangat menguntungkan bagi

kedua belah pihak, yaitu pihak perbankan dan masyarakat. Dengan adanya mesin ATM, masyarakat

dengan mudah menyairkan dananya. Sedangkan bagi pihak perbankan dengan bertambahnya mesin

EDC dan merchant memudahkan perbankan menghimpun dana. Jika dilihat pada grafik 1.2,

peningkatan cukup signifikan terjadi pada mesin EDC. Pihak perbankan lebih memilih menambah

mesin EDC karena biaya pembuatannya lebih murah jika dibandingkan dengan mesin ATM.

Semakin berkembangnya teknologi akan menciptakan gap antara golongan masyarakat.

Oleh sebab itu, perbankan berupaya menerapkan sistem keuangan inklusif. Sistem ini dapat diakses

oleh seluruh kelompok masyarakat bukan hanya kelompok menengah atas tetapi juga kelompok

menengah bawah. Dengan adanya sistem ini diharapkan tidak ada diskriminasi yang terjadi antara

golongan masyarakat.

Kemunculan konsep keuangan inklusif pada dasarnya terjadi karena praktek layanan

keuangan yang dirasa diskriminatif dengan tidak memberi akses yang memadai terhadap kelompok

masyarakat miskin. Kelompok ini diabaikan oleh sistem keuangan karena dianggap tidak bankable.

Padahal justru secara sosial-ekonomi, masyarakat miskin adalah kelompok masyarakat yang sangat

memerlukan akses keuangan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dengan adanya keuangan

inklusif, pihak perbankan mampu menjangkau seluruh elemen masyarakat.

Dengan adanya sistem keuangan inklusif diharapkan perekonomian di Indonesia semakin

lebih baik sehingga tidak ada gap yang terlalu besar antara golongan atas dengan golongan miskin.

Karena golongan miskin juga ikut serta dalam proses perputaran uang yang terjadi di Indonesia.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan terwujudnya pembayaran non tunai sebagai upaya

keuangan inklusif agar dapat dinikmati oleh semua golongan masyarakat terutama yang berada di

area yang sulit untuk dijangkau akses keuangan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat diketahui bahwa tingkat bunga, penggunaan

teknologi (APMK) dan keuangan inklusif memiliki pengaruh bagi perilaku permintaan uang tunai.

Dengan demikian penulis mencoba melihat besarnya pengaruh ketiga variabel tersebut terhadap

permintaan uang, dengan mengemukakan judul “Pengaruh Tingkat Bunga, Penggunaan

Teknologi (APMK) dan Keuangan Inklusif terhadap Permintaan Uang Tunai di Indonesia

Periode 2012-2016”.

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh tingkat bunga terhadap permintaan uang tunai di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh penggunaan teknologi (APMK) terhadap permintaan uang tunai

di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh keuangan inklusif terhadap permintaan uang tunai di Indonesia?

B. TINJAUAN PUSTAKA

Jumlah Uang Beredar di Indonesia

Jumlah uang beredar (JUB) adalah uang yang beredar di tangan masyarakat. Definisi ini

terus berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan perekonomian suatu negara.

Secara umum definisi JUB yang sering digunakan yaitu : pendekatan transaksi yang memandang

JUB adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi. Pendekatan ini banyak

digunakan untuk menghitung JUB dalam arti sempit yang dikenal sebagai M1. Jumlah uang beredar

juga didefinisikan oleh beberapa orang yang mengatakan bahwa JUB merupakan tagihan

masyarakat terhadap sektor perbankan dan terbatas pada jumlah antara uang kartal dan uang giral

(Anton,1991). Pengertian JUB lainnya adalah semua uang giral (demand deposit), tagihan pada bank

umum, seluruh uang kertas dan uang logam yang dipegang oleh masyarakat yang ada diluar bank

umum dan bank sentral (Manullang,1983).

Perkembangan Sistem pembayaran

Dalam sejarah perkembangannya, jenis uang pertama yang digunakan adalah koin metalik

sebagai alat pembayaran, yang kemudian dilengkapi dengan hadirnya uang kertas yang dianggap

lebih nyaman dan lebih memudahkan proses transaksi karena lebih ringan dengan biaya pembuatan

yang lebih murah. Seiring dengan perkembangannya uang kertas dianggap sudah tidak efisien lagi.

Dengan kemunculan cek atau giral memungkinkan pembayaran dengan cara transfer dana dari saldo

rekening antar bank, yang kemudian menjadi alat pembayaran non tunai pertama.

Seiring dengan perkembangan teknologi, berbagai instrumen pembayaran non tunai

bermunculan dalam berbagai wujud antara lain phone banking, mobile banking, ATM, kartu kredit,

kartu debet, smart card. Tetapi, seluruh pembayaran non tunai tersebut masih selalu terkait langsung

dengan rekening nasabah bank yang menggunakannya. Selanjutnya muncul electronic money (e-

money) yang mempunyai karakteristik berbeda dari pembayaran elektonik sebelumnya. E-money ini

tidak selalu memerlukan proses otorisasi dan online secara langsung dengan rekening nasabah di

bank pada saat melakukan pembayaran.

Teori Permintaan Uang Keynes

Keynes dalam teorinya tentang permintaan akan uang kas membedakan antara motif

transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Jadi dia juga mengakui adanya motif transaksi,

hanya saja lebih penting (dalam arti pengaruhnya terhadap ekonomi) adalah motif spekulasi.

Keynes sependapat dengan pemikiran Cambridge, bahwa dimana orang memegang uang

untuk tujuan transaksi tergantung dari tingkat pendapatan. Makin tinggi tingkat pendapatan, makin

besar keinginan akan uang kas untuk transaksi. Seseorang atau masyarakat yang tingkat

pendapatannya tinggi biasanya melakukan transaksi yang lebih banyak dibanding seseorang atau

masyarakat yang pendapatannya rendah. Namun Keynes berbeda dengan kaum klasik dalam hal

penekanan pada motif spekulasi dan peranan tingkat bunga dalam menentukan permintaan uang

untuk spekulasi. Permintaan uang untuk tujuan spekulasi ini menurut Keynes ditentukan oleh tingkat

bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin rendah keinginan masyarakat akan uang kas untuk tujuan

spekulasi.

Menurut Keynes, antisipasi terhadap pengeluaran yang direncanakan dan yang tidak

direncanakan menyebabkan seseorang akan memegang uang tunai lebih besar dari yang dibutuhkan

untuk tujuan transaksi, yaitu untuk tujuan berjaga-jaga. Menurutnya jumlah uang yang dipegang

untuk tujuan berjaga-jaga ini tergantung dari besarnya pendapatan, semakin tinggi pendapatan

semakin tinggi pula uang yang dipegang untuk tujuan berjaga-jaga. Oleh karena itu uang dengan

tujuan transaksi dan berjaga-jaga dipengaruhi oleh faktor yang sama, maka biasanya kedua variabel

ini sering dijadikan satu menjadi permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga.

Shopping Time Model

Model permintaan uang yang mengakomodasi perkembangan alat pembayaran non tunai

dapat dibangun dari shopping time model. Model ini awalnya diperkenalkan oleh Saving (1971)

yang kemudian diaplikasikan dalam studi permintaan uang oleh McCallum dan Goodfriend (1987).

Asumsi dasar yang digunakan dalam permintaan uang adalah closed economy seperti yang

dikemukakan oleh Hueng (1998). Model ini memungkinkan kita untuk melakukan analisis empirik

perkembangan dampak pembayaran non tunai yang identik dengan perkembangan penggunaan

teknologi.

Asumsi ini menjelaskan bahwa permintaan uang juga mengalami evolusi sesuai dengan

perkembangan teknologi dalam hal sistem pembayaran. Dengan adanya perkembangan teknologi

menyebabkan pergeseran sistem pembayaran yang berbasis pada uang. Asumsi ini menganggap

bahwa masyarakat pada saat ini sudah tidak mempertimbangkan adanya tingkat pengembalian

berupa bunga. Masyarakat lebih memilih bagaimana menggunakan uang dengan risiko yang lebih

rendah dan apabila sewaktu-waktu membutuhkan uang tidak perlu repot untuk datang ke bank.

Dengan perkembangan teknologi muncul beberapa kontroversi mengenai permintaan uang.

Masyarakat berkeinginan memiliki alat pembayaran yang sederhana yang memiliki manfaat serta

berkembangnya teknologi pendukung. Memegang uang rill dianggap sudah tidak efisien lagi dengan

adanya pembayaran non tunai. Otoritas moneter akan menyebabkan persediaan uang bertambah

dengan tingkat perekonomian yang semakin tumbuh dan berdampak pada uang yang semakin langka

dan tingkat harga akan menjadi semakin tak terbatas.

Gambar 2 Kerangka Konspetual

Sumber : llustrasi Penulis, 2016

C. METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif

dengan menggunakan data sekunder time series periode tahun 2012-2016 dalam frekuensi bulanan.

Sedangkan penelitian ini menggunakan data berasal dari data publikasi Bank Indonesia dan Badan

Pusat Statistik. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel

independen. Variabel dependen yang digunakan adalah permintaan uang tunai di Indonesia,

sedangkan variabel independen yang digunakan adalah tingkat bunga, penggunaan teknologi

(APMK) dan keuangan inklusif. Tingkat bunga digambarkan dari tingkat suku bunga deposito

bulanan sebagai opportunity cost memegang uang, sedangkan penggunaan teknologi (APMK) yang

dimaksud adalah jumlah kartu ATM, kartu kredit dan kartu debit yang beredar di Indonesia.

Keuangan inklusif dapat dilihat dari indeks komposit keuangan inklusif yang dikeluarkan Bank

Indonesia melalui laporan Bank Indonesia.

Pada penelitian menggunakan teknik analisis regresi linier berganda (multiple linier

regression method) yang sebelumnya sudah dilakukan uji asumsi klasik. Analisis regresi berganda

digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara permintaan uang tunai (variabel dependen)

dengan kartu kredit, kartu debit, kartu ATM, tingkat bunga dan keuangan inklusif (variabel

independen).

Adapun bentuk persamaannya adalah sebagai berikut :

Permintaan Uang = a + b1xi + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + E

Dimana,

a = konstanta

b1-b5 = koefisien

x1 = tingkat bunga

Kartu ATM (X2)

Kartu Kredit (X3)

Tingkat Bunga (X1)

Permintaan Uang

Tunai (Y)

Kartu Debit (X4)

Keuangan Inklusif (X5)

x2 = kartu ATM

x3 = kartu kredit

x4 = kartu debit

x5 = keuangan inklusif

E = error term

Adapun untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut; koefisien determinasi dengan uji R2,

uji simultan (Uji F) dan uji parsial (Uji t).

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Normalitas

Metode yang digunakan untuk menguji normalitas dalam penelitian ini adalah uji

Kolmogorov Smirnov. Residual model dikatakan berdistribusi normal apabila nilai signifikansi uji

Kolmogorov Smirnov lebih besar dari α yang digunakan.

Tabel 1. Hasil Pengujian Normalitas Kolmogorv Smirnov

Variabel Kolmogorov-

Smirnov Z Signifikansi Keterangan

Residual Model (e) 0,431 0,992 Berdistribusi Normal

Sumber: Diolah, 2017

Dari tabel diatas nilai signifikansi dari pengujian Kolmogorov-smirnov pada Residual

model sebesar 0,992 yang lebih besar dari α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa residual data

model regresi berdistribusi normal (asumsi normalitas terpenuhi).

Asumsi Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang

baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005). Untuk melakukan asumsi

heteroskedastisitas ini menggunakan uji glejser. Data dikatakan tidak mengandung

heteroskedastisitas apabila nilai signifikansi lebih besar dari α yang digunakan.

Tabel 2. Hasil Uji Glejser

Variabel independen Sig. Keterangan

Tingkat Bunga (X1) 0,609

Tidak terjadi heteroskedastisitas

Kartu ATM (X2) 0,053

Tidak terjadi heteroskedastisitas

Kartu Kredit (X3) 0,175

Tidak terjadi heteroskedastisitas

Kartu Debit (X4) 0,946

Tidak terjadi heteroskedastisitas

Keuangan Inklusif (X5) 0,375

Tidak terjadi heteroskedastisitas

Sumber : Diolah, 2017

Berdasarkan tabel 2 diatas diketahui bahwa pada masing-masing variabel bebas diperoleh

nilai sig. > 0,05 maka disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Atau dengan kata lain asumsi

non-heteroskedastisitas telah terpenuhi.

Asumsi Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya

korelasi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas melalui

Variance inflantion Factor (VIF). Nilai VIF yang bisa ditolernasi adalah 10. Apabila nilai VIF < 10

maka disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas.

Tabel 3. Hasil Uji Asumsi Multikolineritas

Variabel Bebas Tolerance VIF Keterangan

Tingkat Bunga (X1) 0,939 1,065

Tidak terjadi Multikolinearitas

Kartu ATM (X2) 0,839 1,192

Tidak terjadi Multikolinearitas

Kartu Kredit (X3) 0,972 1,029

Tidak terjadi Multikolinearitas

Kartu Debit (X4) 0,900 1,111

Tidak terjadi Multikolinearitas

Keuangan Inklusif (X5) 0,831 1,203

Tidak terjadi Multikolinearitas

Sumber : Diolah, 2017

Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui variabel bebas dalam penelitian ini memiliki

Variance Inflation Factor lebih kecil dari 10, sehingga dapat dikatakan tidak terdapat gejala

multikolinearitas antara varibel bebas dalam penelitian ini.

Asumsi Autokorelasi

Beberapa uji statistik yang sering dipergunakan adalah uji Durbin-Watson. Menurut Durbin

Watson, besarnya koefisien Durbin Watson adalah 0-4. Jika koefisien sekitar 2, maka dapat

dikatakan tidak ada korelasi. Jika besarnya mendekati 0, maka terdapat autokorelasi positif. Dan jika

besarnya mendekati 4, maka terdapat autokorelasi negatif (Gujarati,2006).

Tabel 4. Hasil Pengujian Asumsi Non-Autokorelasi

dl 4-dl du 4-du dw Interprestasi

1,359 2,641 1,769 2,231 1,857 Tidak terjadi autokorelasi

Sumber : Diolah, 2017

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada tabel 4 diatas diketahui bahwa nilai Durbin

Watson hasil pengujian berada diantara du < dw < 4-du (1,769 < 1,857 < 2,231) maka dapat

disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada model regresi yang terbentuk.

Analisis regresi Liniear Berganda

Hasil perhitungan regresi linier berganda digunakan untuk memprediksi besarnya

hubungan antara variabel dependen yaitu Permintaan Uang (Y) dengan variabel independen yaitu

Tingkat Bunga (X1), Kartu ATM (X2), Kartu Kredit (X3), Kartu Debit (X4) dan Keuangan Inklusif

(X5). Hasil perhitungan dapat ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel 5. Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std.

Error Beta

1

(Constant) 0,018 0,005 3,476 0,001

X1 -0,557 0,242 -0,280 -2,304 0,026

X2 -0,538 0,257 -0,269 -2,096 0,041

X3 -0,545 0,693 -0,094 -0,787 0,435

X4 -1,562 0,657 -0,295 -2,377 0,022

X5 -0,033 0,367 -0,012 -0,090 0,928

Sumber : Diolah, 2017

Variabel dependen pada hasil uji regresi berganda adalah Permintaan Uang (Y) sedangkan

variabel independennya adalah Tingkat Bunga (X1), Kartu ATM (X2), Kartu Kredit (X3), Kartu

Debit (X4) dan Keuangan Inklusif (X5). Model regresi berdasarkan hasil analisis adalah:

Y = 0,018 – 0,557 X1 – 0,538 X2 + 0,545 X3 – 1,562 X4 – 0,033 X5 + e

Koefisien determinasi (Uji R dan R2)

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh nilai adjusted R Square sebesar 0,280

atau 28%, Artinya variabel Permintaan Uang (Y) pada Konsumen dijelaskan sebesar 28% oleh

variabel Tingkat Bunga (X1), Kartu ATM (X2), Kartu Kredit (X3), Kartu Debit (X4) dan Keuangan

Inklusif (X5). Sedangkan sisanya sebesar 72% dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan regresi

atau yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Uji Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk menguji hipotesis pengaruh simultan dari variabel independen (X)

terhadap variabel dependen (Y). Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel dependen. Pengujian model regresi secara simultan adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil Uji Simultan (Uji F)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 0,017 5 0,003 5,037 0,001

Residual 0,032 47 0,001

Total 0,050 52

Sumber : Diolah, 2017

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, diperoleh Fhitung sebesar 5,037 (Sig F

=0,004). Ftabel pada taraf nyata 5% dengan derajat bebas 5 dan 49 sebesar 2,413. Karena Fhitung >

Ftabel (5,037 > 2,413) dan Sig F < 5% (0,001 < 0,05) maka Ho ditolak yang berarti bahwa secara

bersama-sama variabel Tingkat Bunga (X1), Kartu ATM (X2), Kartu Kredit (X3), Kartu Debit (X4)

dan Keuangan Inklusif (X5) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Permintaan

Uang (Y).

Uji Model Regresi Secara Parsial (Uji t)

Pengujian model regresi secara parsial digunakan untuk mengetahui apakah masing-

masing variabel independen pembentuk model regresi secara individu memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap variabel dependen atau tidak. Variabel independen pembentuk model regresi

dikatakan berpengaruh signifikan jika thitung> ttabel atau signifikan < α = 0,05. Pengujian model regresi

secara parsial adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Hasil Uji Parsial (Uji T)

Variabel bebas thitung Sig. t ttabel Keterangan

Tingkat Bunga (X1) -2,304 0,026

2,012 Signifikan

Kartu ATM (X2) -2,096 0,041

2,012 Signifikan

Kartu Kredit (X3) -0,787 0,435

2,012 Tidak Signifikan

Kartu Debit (X4) -2,377 0,022

2,012 Signifikan

Keuangan Inklusif (X5) -0,090 0,928

2,012 Tidak Signifikan

Sumber : Diolah, 2017

1. Variabel Tingkat Bunga (X1). Pada pengujian hipotesis variabel Tingkat Bunga (X1)

diperoleh thitung sebesar -2,304 dengan nilai signifikansi sebesar 0,026. Nilai statistik

uji |thitung| tersebut lebih besar daripada ttabel (2,304 > 2,012) atau nilai signifikansi lebih

kecil dari α = 0,05 maka disimpulkan variabel Tingkat Bunga (X1) secara parsial

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel Permintaan Uang (Y).

2. Variabel Kartu ATM (X2). Pada pengujian hipotesis variabel Kartu ATM (X2)

diperoleh thitung sebesar -2,096 dengan nilai signifikansi sebesar 0,041. Nilai statistik

uji |thitung| tersebut lebih besar daripada ttabel (2,096 > 2,012) atau nilai signifikansi lebih

kecil dari α = 0,05 maka disimpulkan variabel Kartu ATM (X2) secara parsial

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel Permintaan Uang (Y).

3. Variabel Kartu Kredit (X3). Pada pengujian hipotesis variabel Kartu Kredit (X3)

diperoleh thitung sebesar -0,787 dengan nilai signifikansi sebesar 0,435. Nilai statistik

uji |thitung| tersebut lebih kecil daripada ttabel (0,787 < 2,012) atau nilai signifikansi lebih

besar dari α = 0,05 maka disimpulkan variabel Kartu Kredit (X3) secara parsial tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel Permintaan Uang (Y).

4. Variabel Kartu Debit (X4). Pada pengujian hipotesis variabel Kartu Debit (X4)

diperoleh thitung sebesar -2,377 dengan nilai signifikansi sebesar 0,022. Nilai statistik

uji |thitung| tersebut lebih besar daripada ttabel (2,377 > 2,012) atau nilai signifikansi lebih

kecil dari α = 0,05 maka disimpulkan variabel Kartu Debit (X4) secara parsial

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel Permintaan Uang (Y).

5. Variabel Keuangan Inklusif (X5). Pada pengujian hipotesis variabel Keuangan

Inklusif (X5) diperoleh thitung sebesar -0,090 dengan nilai signifikansi sebesar 0,928.

Nilai statistik uji |thitung| tersebut lebih kecil daripada ttabel (0,090 < 2,012) atau nilai

signifikansi lebih besar dari α = 0,05 maka disimpulkan variabel Keuangan Inklusif

(X5) secara parsial tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel

Permintaan Uang (Y).

Pembahasan

Pada bagian pembahasan akan dijelaskan secara merinci dari hasil analisis regresi untuk

mengetahui pengaruh tingkat bunga, penggunaan teknologi (APMK) dan keuangan inklusif terhadap

permintaan uang tunai di Indonesia. Adapun sistem bunga yang digunakan adalah tingkat bunga

deposito sebagai opportunity cost memegang uang. Sedangkan variabel penggunaan teknologi

(APMK) yang digunakan adalah jumlah kartu ATM, kartu kredit serta kartu debit yang beredar.

Keuangan inklusif yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks komposit keuangan inklusif

(IKKI) yang dikeluarkan langsung dalam laporan tahunan Bank Indonesia. Sedangkan variabel

permintaan uang yang digunakan dalam penelitian ini adalah permintaan uang tunai di Indonesia.

Perbandingan Tingkat Bunga Deposito dan Permintaan Uang Tunai

Berdasarkan Uji regresi yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa tingkat suku

bunga deposito berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang tunai. Hasil ini telah menerima

hipotesa satu (H1) yang menduga bahwa tingkat suku bunga deposito berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap permintaan uang tunai.

Tingkat suku bunga yang dianggap sebagai biaya memegang uang (opportunity cost),

sangat mempengaruhi masyarakat untuk menyimpan atau memegang uangnya. Menurut Keynes

harga dari uang adalah tingkat bunga. Jika semakin tinggi tingkat bunga maka uang akan semakin

mahal berarti uang akan semakin langka begitu pula sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan hasil

dari penelitian ini.

Perbandingan Kartu ATM/Debit dan Permintaan Uang Tunai

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa hubungan antara

kartu ATM/Debit dengan permintaan uang tunai adalah negatif dan berpengaruh secara signifikan.

Yang berarti bahwa variabel kartu ATM/Debit sejalan dengan peningkatan permintaan uang tunai.

Pengaruh perbandingan uang kartal dalam hal ini adalah uang tunai dengan uang giral yang

diwakili oleh kartu ATM/Debit sebagai alat pembayaran non tunai adalah negatif. Yang berarti

bahwa semakin tinggi peredaran kartu ATM/Debit akan mengurangi perederan uang tunai. Hal ini

terjadi karena masyarakat cenderung menggunakan kartu ATM/Debit untuk bertransaksi

dibandingkan dengan menggunakan uang tunai.

Kedepannya diperkirakan pengguna kartu tersebut akan terus mengalami peningkatan

didorong dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Dan kemungkinan pihak

perbankan akan lebih kreatif menawarkan produknya terutama untuk kartu ATM/debit sehingga

dapat menarik masyarakat untuk menempatkan dananya di bank. Keuntungan yang didapat dari dana

tersebut dapat dialokasikan ke sektor lain seperti kredit. Maka fungsi intermediasi bank akan

berjalan dengan baik.

Dengan adanya kartu debit sangat memudahkan bagi masyarakat untuk bertransaksi,

masyarakat tidak perlu membawa sekian banyak uang untuk melakukan transaksi. Masyarakat

hanya perlu membawa satu kartu tetapi bisa melakukan transaksi. Melihat kasus tersebut jelas

masyarakat lebih cenderung menggunakan kartu debit.

Perbandingan Kartu Kredit dan Permintaan Uang Tunai

Kartu kredit merupakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas

kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan atau

untuk melakukan penarikan uang secara tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu akan

dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit kartu kredit dan setelah itu pemegang kartu

berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang telah disepakati sesuai dengan

perjanjian yang telah dilakukan sebelumnya (Bank Indonesia, 2014).

Berdasarkan uji analisis yang sudah dilakukan kartu kredit berpengaruh negatif namun

tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap permintaan uang tunai. Yang berarti adanya

peningkatan kartu kredit belum bisa mempengaruhi variabel permintaan uang tunai di Indonesia.

Pada prakteknya penggunaan kartu kredit bukan merupakan metode pembayaran, melainkan metode

penundaan pembayaran. Ketika masyarakat membeli suatu barang dengan kartu kredit, pihak

perbankan akan membayar sejumlah harga dari nilai transaksi yang dilakukan masyarakat kepada

toko tersebut. Selanjutnya, masyarakat harus membayar kembali kepada pihak perbankan pada saat

jatuh tempo. Pelunasan pembayaran terhadap kartu kredit dilakukan masyarakat dengan

menggunakan cek atau secara tunai. Saldo dalam rekening inilah yang menjadi bagian dari

persediaan uang dalam perekonomian. (Mishkin, 2008)

Kartu kredit bukan merupakan bentuk uang tetapi sangat penting jika menganalisis

mengenai permintaan uang tunai. Karena pembayaran kartu ini berada di akhir bulan tidak seperti

jenis pembayaran non tunai lainnya yang melakukan pembayaran ketika melakukan pembelian.

Dalam kenyataannya pengguna kartu ini tidak sebanding dengan kepemilikan alat pembayaran non

tunai yang lain. Masyarakat memilih kartu ini dikarenakan penggunaan kartu kredit menerapkan

suku bunga kredit konsumsi yang harus dibayarkan oleh penggunanya. Ketika suku bunga kredit

konsumsi meningkat terlalu tinggi, maka masyarakat cenderung mengurangi penggunaan kartu

kredit tersebut. Karena pihak perbankan dulu yang harus membayar transaksi yang dilakukan

pengguna dan kemudian pengguna harus membayar hutangnya kepada pihak penerbit atau acquirer

beserta tambahan suku bunga kredit konsumsi yang ditetapkan sebelumnya.

Dampak Sistem Keuangan Inklusif terhadap Permintaan Uang Tunai

Keuangan inklusif sangat membantu efektifitas fungsi dan tugas Bank Indonesia baik dari

sisi moneter, sistem pembayaran dan terutama makroprudensial. Di sisi moneter dengan adanya

keuangan inklusif kebijakan pemerintah dapat menyentuk seluruh lapisan masyarakat terutama yang

dilakukan oleh pihak perbankan, sehingga sangat membantu efektifitas kebijakan moneter tersebut.

Dari sisi pembayaran dengan adanya keuangan inklusif akan menyebabkan semakin lancarnya

sistem pembayaran ke seluruh pelosok daerah dan digunakan oleh seluruh penduduk dimanapun

berada. Penyebab lain adalah dapat menunjang program less cash society yang mempunya nilai

tambah bagi masyarakat dan perekonomian (Bank Indonesia, 2014).

Setelah melakukan uji regresi yang menghasilkan bahwa sistem keuangan inklusif

berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap permintaan uang tunai. Yang berarti bahwa

peningkatan keuangan inklusif belum bisa memberikan pengaruh terhadap permintaan uang tunai.

Semakin meningkat Indeks Komposit Keuangan Inklusif (IKKI) yang menjadi tolok ukur keuangan

inklusif memang menjadikan perekonomian semakin membaik tetapi berbanding terbalik dengan

permintaan akan uang tunai. Hal tersebut dikarenakan fokus dari keuangan inklusif adanya

tersedianya Layanan Keuangan Digital (LKD) yang didalamnya adalah uang elektronik.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka kesimpulan

yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Seiring dengan perkembangan teknologi di negara Indonesia, maka perekonomian

Indonesia termasuk dari sisi sistem pembayaran akan ikut mengalami perkembangan.

Dengan semakin canggihnya teknologi menggeser peranan pembayaran tunai menjadi

pembayaran non tunai. Di Indonesia salah satu contoh sistem pembayaran non tunai

adalah alat pembayaran menggunakan kartu (APMK). Hadirnya APMK menjadi

perwujudan dari program Bank Indonesia yaitu Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).

2. Dengan demikian yang mempunyai pengaruh terhadap permintaan uang tunai adalah

tingkat bunga deposito kartu ATM dan kartu debit. Besar kecilnya tingkat bunga pasti

berpengaruh terhadap permintaan uang tunai, karena tingkat bunga merupakan

opportunity cost memegang uang. Sedangkan ATM dan kartu debit lebih sering

digunakan untuk penarikan uang dan bertransaksi yang kemudian mengubah perilaku

masyarakat untuk memegang uang tunai. Berbeda dengan kartu ATM dan kartu debit

yang merupakan jenis uang giral, kartu kredit dikategorikan ke dalam metode

penundaan pembayaran. Ketika masyarakat menggunakan kartu kredit maka secara

tidak langsung akan mengurangi kecenderungan masyarakat untuk memegang uang

tunai. Kartu kredit belum bisa memberikan pengaruh yang signifikan dikarenakan

pengguna dari kartu ini hanyalah kalangan tertentu saja serta bunga yang dikenakan

sangat tinggi.

3. Hadirnya keuangan inklusif belum bisa berpengaruh signifikan terhadap permintaan

uang tunai. Pihak perbankan menjangkau masyarakat pedalaman dengan

menggunakan layanan keuangan digital (LKD), yang berada didalamnya adalah uang

elektronik. Uang elektronik hampir sama dengan APMK, dengan demikian semakin

tinggi atau semakin berjalan lancar keuangan inklusif, permintaan akan uang tunai

akan semakin berkurang.

Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian yang sudah dijelaskan diatas, maka saran yang dapat diberikan

adalah sebagai berikut :

1. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat bunga, peredaran kartu ATM dan kartu

debit berpengaruh signifikan terhadap permintaan uang tunai. Bank Indonesia

kedepannya terus melanjutkan kebijakannya dalam mengatur jumlah uang beredar

menggunakan instrumen tingkat bunga yang terbukti berpengaruh terhadap

jumlah uang beredar.

2. Tidak hanya bank sentral yang mampu mengatur permintaan akan uang tunai

tetapi pihak perbankan juga dapat mempengaruhi permintaan uang, yaitu dengan

menerbitkan fasilitas ataupun produk seperti kartu ATM dan kartu debit yang

secara langsung mengubah perilaku masyarakat untuk memegang uang tunai.

3. Dikarenakan pengguna dari APMK terus mengalami peningkatan setiap

periodenya. Pihak perbankan tentunya bekerja sama dengan Bank Indonesia

dalam upaya sosialisasi mengenai penggunaan APMK terutama untuk masyarakat

di pedesaan yang tidak terjangkau pihak perbankan. Hal tersebut juga akan

menyebabkan sistem keuangan inklusif berjalan lancar.

4. Bagi penelitian selanjutnya, dapat menambah rentang waktu penelitian agar

diperoleh hasil yang lebih baik dan akurat, serta mengikutsertakan semua variabel

yang mempengaruhi permintaan uang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga panduan ini

dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Bapak Eddy Suprapto.,

SE., ME selaku dosen pembimbing dan Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan

Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa

diterbitkan.

DAFTAR PUSTAKA

Amromin, Gene and Sujit Chakravorti. 2007. Debit card and Cash-Usage: A cross-Country

Analysis. Federal Reserve Bank of Chicago Working Paper, No. WP 2007-04

Anton Hermanto Gunawan. 1991. Anggaran Pemerintah dan Inflasi. Jakarta: Gramedia

Arango, Sebastian & Nadiri, M.Ishaq.1981. The demand for money in an open economy: Some

evidence for Canada. Journal of Monetary Economics. Vol. 7 Hal. 69-83

Bank for International Settlements. 1996. Implication for central Banks of the Development of

Electronic Money (Basel). www.bis.org Diakses pada 11 Oktober 2016

Bank Indonesia. 2014. Keuangan Inkluasif. www.bi.go.id. Diakses pada 10 Oktober 2016

Danim, Sudarwan.2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung : Pustaka Setia

Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran.2014. Data Nominal Transaksi,

volume transaksi dan jumlah instrumen Kartu debet/ATM, kartu kredit dan e-money.

Jakarta : Bank Indonesia

Dias, Joilson. 2001. Digital Money : Review of Literature and Simulation of Welfare Improvement

of This Technological Advance. Department of Economics, State University of Maringa

Brazil

Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariete dengan Program SPSS.Yogyakarta : Badan

Penerbit BPFE

Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS Edisi Ketiga. Semarang

: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta : Penerbit Erlangga

Hafidh, Aula Ahmad, Maimun Sholeh. 2016. Analisis Transaksi Non Tunai (Less Cash Transaction)

dalam Mempengaruhi Permintaan Uang (Money Demand) Guna Mewujudkan

Perekonomian Indonesia yang Efisien. In: Seminar Nasional 2016, 26-27 April 2016, UNY

Hataiseree, R. & Banchuen, W. 2010. The Effects of e-payment isntruments on cash usage: Thailand’s recent evidence and policy implications. Bank of Thailand payment Systems

Department Working Paper No. 01, pp. 1-35

Hueng, James C. 1998. Money Demand in an Open Economy Shopping Time Model: An Out of

Sample Prediction Application to Canada. Journal of Economics and Business. Vol. 51.

Hal. 489–503

Istanto S,L. Dan S.F. 2013. Analisis Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap Jumlah Uang

Beredar di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Vol. 2, No. 10

Kuncoro, Mudrajad.2001. Metode Kuantitatif. Edisi Keempat. 2011. Yogyakarta : Unit Penerbit dan

Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Lahdenperä, Harri.2001. Payment and financial innovation, reserve demand and implementation of

monetary policy. Bank of Finland Discussion Paper

Mankiw, N. Gregori. 2003. Teori Makro Ekonomi. Jakarta : Penerbit Erlangga

McCallum, Benner T. & marvin S. Goodfriend. 1987. Money : Theoretical Analysis of The Demand

for Money. Economic review January/February 1998

M. Manulang.1983. Pengantar Teori Ekonomi Moneter. Jakarta : Ghalia Indonesia

Nopirin.1992 Ekonomi Moneter. Edisi Keempat. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta

Pramono, Bambang et al.2006. Dampak Pembayaran Non Tunai terhadap Perekonomian dan

Kebijakan Moneter. Working Paper. Bank Indonesia

Santomero, Anthony M & Seater, John J, 1996. Alternative Monies and the Demand for Media of

Exchange. Jurnal of Money, Credit and Banking, Blackwell Publishing, vol. 28(4).

Soerfianto, Hariyani Iswi, dan Cita Yustisia Serfiani. 2012. Untung dengan Kartu Kredit, Kartu

ATM-Debit, dan Uang elektronik. Jakarta: Visimedia

Stix, Helmut. 2003. How Do Debit Cards Affect Cash Demand? Surver Data Evidence.

Oesterreichische National Bank. Working Paper No.82

Sukirno, Sadono. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

White, L. H., 1996. The Technology Revolution and Monetary Evolution, in The Future of Money

in the Information Age, Cato Institute’s 14th Annual Monetary Conference,

http://www.cato.org/. Diakses pada 9 Oktober 2016